HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI DESA UJUNGALANG
YOSAFAT MARTUNAS MANALU
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Desa Ujungalang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016
Yosafat Martunas Manalu NIM I34120012
ii
ABSTRAK YOSAFAT MARTUNAS MANALU. Hubungan Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Desa Ujungalang. Di bawah bimbingan ARIF SATRIA Kondisi hutan mangrove saat ini mengalami penurunan, untuk itu diperlukan konsep pengelolaan yang tepat untuk mengatasi masalah-masalah kerusakan serta menjaga sumberdaya dan ekosistem pesisir – kelautan secara berkelanjutan dengan mengambil peran masyarakat agar dapat berpartisipasi dalam mengelola dan menjaga mangrove. Tujuan dari penulisan ini yaitu mengetahui bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam mengelola ekosistem mangrove dan mengetahui hubungan faktor internal dan eksternal terhadap partisipasi masyarakat dalam mengelola ekosistem mangrove di Desa Ujungalang. Tingkat partisipasi masyarakat terdiri dari pengambilan keputusan, pelaksanaan, menikmati hasil dan evaluasi. Adapun faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi masyarakat berdasarkan karakteristik individu dalam mengelola mangrove yaitu usia, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, tingkat pendapatan, lamanya tinggal dan persepsi. Faktor eksternal yaitu pelaksanaan pengelolaan ekosistem mangrove terdiri dari metode pelaksanaan serta pelayanan pelaksanaan kegiatan. Kata kunci : partisipasi masyarakat, pengelolaan, ekosistem mangrove
ABSTRACT YOSAFAT MARTUNAS MANALU. The Relation Level of Community’s Participation on Management of Mangrove Ecosystem in Ujungalang Village. Supervised by ARIF SATRIA Mangrove forest conditions currently experienced a decline, for that required the concept of the right to overcome the problem of damage and to keep the resources and ecosystems of the marine a sustainable by taking the role of the community in order to participate in managing and keeping the mangrove. The purpose of writing is to find out how is the level of participation on management of mangrove ecosystem and to find out the relation of internal and external factors on community participation in the management of mangrove ecosystem in Ujungalang Village. The level of participation consist of decision-making, implementation, benefits and evaluation. The factors that influence community participation based on individual characteristic in the management of mangrove are age, education level, number of family burdens, the level of income, the length of stay and perception. The external factor which is the implementation of mangrove ecosystem managemnt that consists are the method of implementation activities and the implementation of activities. Keywords : Community participation, management, mangrove ecosystem
HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI DESA UJUNGALANG
YOSAFAT MARTUNAS MANALU
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
iv
Judul Skripsi
Nama NIM
: Hubungan Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Desa Ujungalang : Yosafat Martunas Manalu : I34120012
Disetujui oleh
Dr Arif Satria, SP MSi Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Siti Amanah, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Hubungan Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Desa Ujungalang. Skripsi ini merupakan rangkaian proses untuk memahami dan menjelaskan bagaimana partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove yang ada di Desa Ujungalang. Berdasarkan hasil observasi lapang dan analisis berbagai pustaka yang ada, diharapkan akan muncul gagasan baru untuk pengelolaan wilayah pesisir yang lebih bijaksana. Skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: a) Dr Arif Satria SP MSi, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat waktu, b) Keluarga tercinta, Ibu saya Ristawani Basaria Silaban serta keempat adikku tersayang Nico Manalu, Yoandri Manalu, Manuel Manalu dan Sarah Manalu yang memberikan semangat dan menjadi motivasi, dukungan serta doa untuk penulis, c) Pak Wahyono (Kepala Dusun dan Ketua Kelompok Tani Patra Krida Wana Lestari), Pak Siswanto (Sekretaris Desa Ujungalang), Pak Basir, Pak Jemo, Pak Yusup, Mas Joni dan warga Desa Ujungalang yang telah menerima penulis dengan baik, d) Teman-teman sebimbingan, Resti dan Melisa, teman seperjuangan yang merasakan suka maupun duka dalam menyelesaikan skripsi, e) Sahabat-sahabat tersayang, Azki, Alia, Wide, Cici, Citra, Jako, Syukur, Egi yang telah memberikan semangat dan menjadi motivasi untuk penulis, f) Keluarga KKP Lempong Pucung, Hotma, Rifani, Hana dan Rezky g) Keluarga besar mahasiswa SKPM 49 yang telah berjuang bersama-sama sejak TPB, yang selalu bersama saat suka maupun duka dan selalu motivasi penulis.
Bogor, September 2016
Yosafat Martunas Manalu
vi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Ekosistem Mangrove Fungsi Mangrove Pengelolaan Ekosistem Mangrove Partisipasi Masyarakat Faktor-faktor yang Memengaruhi Partisipasi Karakteristik Masyarakat Pesisir Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian PENDEKATAN LAPANGAN Metode Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Pengumpulan Data Teknik Pemilihan Responden dan Informan Teknik Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional GAMBARAN UMUM DESA UJUNGALANG Gambaran Wilayah Penelitian Penduduk dan Mata Pencaharian Kondisi Sosial Ekonomi Gambaran Umum Kelompok Tani Patra Krida Wana Lestari Kondisi Sebaran Mangrove Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Desa Ujungalang Pembibitan Penanaman Empang Parit (Silvofishery) KARAKTERISTIK RESPONDEN Umur Pendidikan Tingkat Pendapatan Jumlah Tanggungan Rumahtangga Lama Tinggal Persepsi Masyarakat terhadap Ekosistem Hutan Mangrove
viii ix ix 1 1 3 4 4 5 5 5 6 8 8 11 15 17 17 19 19 19 20 20 21 22 27 27 28 29 30 31 32 34 34 35 37 37 38 38 39 40 40
PELAKSANAAN PENGELOLAAN DAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE Metode Kegiatan Pelayanan Kegiatan Tahapan Tingkat Partisipasi Tahap Pengambilan Keputusan Tahap Pelaksanaan Tahap Menikmati Hasil Tahap Evaluasi Tingkat Partisipasi HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI Hubungan Umur dengan Tingkat Partisipasi Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Partisipasi Hubungan Jumlah Anggota Keluarga dengan Tingkat Partisipasi Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Partisipasi Hubungan Lama Tinggal dengan Tingkat Partisipasi Hubungan Metode Pelaksanaan Kegiatan dengan Tingkat Partisipasi Hubungan Pelayanan Kegiatan dengan Tingkat Partisipasi PENUTUP Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
45 45 46 46 48 49 50 51 52 55 55 56 56 57 58 59 59 61 61 62 63 67 87
viii
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
23
24
25
Fungsi mangrove Bentuk-bentuk partisipasi Definisi operasional faktor internal Definisi operasional persepsi masyarakat terhadap ekosistem mangrove Definisi operasional faktor eksternal Definisi operasional partisipasi masyarakat Penggunaan lahan di Desa Ujungalang Jumlah penduduk menurut usia golongan Jumlah dan persentase penduduk Desa Ujungalang berdasarkan mata pencaharian Perubahan habitat di Segera Anakan (dalam satuan ha) Jenis-jenis mangrove yang diolah sebagai bahan makanan ataupun minuman di Desa Ujungalang Jumlah dan persentase responden berdasarkan umur di Desa Ujungalang tahun 2016 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Ujungalang tahun 2016 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendapatan di Desa Ujungalang tahun 2016 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jumlah tanggungan rumahtangga di Desa Ujungalang tahun 2016 Jumlah dan persentase responden berdasarkan lama tinggal di Desa Ujungalang tahun 2016 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi terhadap ekosistem hutan mangrove tahun 2016 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi terhadap fungsi ekologi hutan mangrove tahun 2016 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi terhadap fungsi sosial ekonomi hutan mangrove tahun 2016 Jumlah dan persentase responden berdasarkan metode kegiatan di Desa Ujungalang tahun 2016 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pelayanan kegiatan di Desa Ujungalang tahun 2016 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang tahun 2016 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang tahun 2016 Jumlah dan persentase umur dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang tahun 2016 Jumlah dan persentase tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem
6 14 22 23 24 25 27 28 28 32 33 37 38 39 39 40 41 41 42 45 46 47
52
55
56
26
27
28
29
30
mangrove di Desa Ujungalang tahun 2016 Jumlah dan persentase anggota keluarga dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang tahun 2016 Jumlah dan persentase tingkat pendapatan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang tahun 2016 Jumlah dan persentase lama tinggal dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang tahun 2016 Jumlah dan persentase metode pelaksanaan kegiatan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang tahun 2016 Jumlah dan persentase pelayanan kegiatan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang tahun 2016
57
57
58
59
60
DAFTAR GAMBAR 1
2 3 4 5 6 7 8
Bagan kerangka pemikiran partisipasi hubungan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang Awal terbentuknya kelompok tani Patra Krida Wana Lestari Kegiatan pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang Tahapan tingkat partisipasi Tingkat partisipasi responden pada tahap pengambilan keputusan Tingkat partisipasi responden pada tahap pelaksanaan Tingkat partisipasi responden pada tahap menikmati hasil Tingkat partisipasi responden pada tahap evaluasi
17
31 33 46 46 48 49 50
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8
Kuesioner Panduan pertanyaan wawancara Peta Desa Ujungalang, Kecamatan Kampung Laut, KKabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah Daftar responden Tulisan tematik Dokumentasi Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2016 Hasil uji statistik
67 72 74 75 76 79 82 83
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk, pembuatan lahan tambak, dan pemanfaatkan kayu mangrove secara berlebihan di kawasan pesisir menyebabkan tekanan terhadap ekosistem mangrove. Oleh sebab itu, perlu diadakan pengelolaan untuk mengatur hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dan manusia agar terwujud kelestarian serta menjamin ke berlanjutan manfaat sumberdaya alam tersebut bagi manusia. Artinya, setiap bentuk pemanfaatan sumberdaya alam dilakukan dengan mempertimbangkan aspek-aspek kelestarian mangrove. Dengan demikian, manusia dapat memperoleh manfaat sumberdaya alam dan jasa lingkungan secara berkelanjutan sehingga dapat dilanjutkan olehgenerasi selanjutnya. Menurut Rusila, Khazali dan Suryadiputra (1999) Indonesia merupakan negara yang mempunyai luas hutan mangrove terluas di dunia dengan keragaman hayati terbesar di dunia dan struktur paling bervariasi di dunia. Menurut FAO (2007) luas hutan mangrove di Indonesia pada tahun 2005 mencapai 3.062.300 ha atau 19% dari luas hutan mangrove di dunia, melebihi Australia (10%) dan Brazil (7%). Data Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) RI (2008) berdasarkan Direktoral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (Ditjen RLPS), Dephut (2000) luas potensial hutan mangrove di Indonesia adalah 9.204.840,32 ha dengan luasan yang berkondisi baik 2.548.209,42 ha, kondisi rusak sedang 4.510.456,61 ha dan kondisi rusak 2.146.174,29 ha. Berdasarkan hasil penelitian dan data yang dikumpulkan oleh Pemda Cilacap, di Kawasan Segera Anakan terdapat 26 jenis mangrove yang tersebar di tahun 2001 yaitu kurang lebih 10.898,32 ha dan dari luasan mangrove tersbut terdaapt 1.125 ha yang mengalami kerusakan dan perlu direhabilitasi. UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya pada Bab I pasal 2 menjelaskan konservasi sumberdaya alam hayati adalah pengelolaan sumberdaya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Masyarakat harus bisa menjaga dan melestarikan sumberdaya alam yang ada agar selalu tetap terjaga dan berkelanjutan untuk generasi selanjutnya. Namun, di samping potensi yang tinggi, Datta et al. (2012) menjelaskan ekosistem mangrove Indonesia bahkan mangrove dunia dibayangi oleh berbagai ancaman kerusakan ekosistem yang semakin lama semakin tinggi baik secara alami maupun dengan adanya campur tangan manusia. Kerusakan mangrove diantaranya disebabkan oleh tekanan dan pertambahan penduduk yang demikian cepat terutama di daerah pesisir dan mengakibatkan adanya perubahan tata guna lahan dan pemanfaatan sumberdaya alam secara berlebihan, akibatnya ekosistem hutan mangrove dengan cepat menipis dan rusak. Selain itu, meningkatnya permintaan terhadap produksi kayu menyebabkan eksploitasi berlebihan terhadap hutan mangrove. Kegiatan lain adalah pembukaan tambak-tambak untuk budidaya ikan, udang dan kepiting yang memberikan kontribusi besar bagi kerusakan hutan mangrove, sehingga fungsi dan biota laut yang ada di sekitar mangrove menjadi hilang.
2
Pemerintah Daerah Kabupaten Cilacap mengeluarkan peraturan daerah No. 17 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Hutan Mangrove di Kawasan Segera Anakan seperti yang tercantum pada Bab IV pasal 3 (Penetapan Kebijakan Pengelolaan) yaitu pengelolaan hutan mangrove di kawasan Segara Anakan dilaksanakan secara terpadu dengan melarang penebangan pada kawasan lindung dan pada Bab IX pasal 19 ayat 1 dan 2 dijelaskan bahwa orang yang melanggar aturan ini akan dekenai sanksi penjara selama 6 bulan dan denda sebesar Rp 5.000.000 serta merampas semua alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana. Namun saat ini masih banyak oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab menebang mangrove secara berlebihan tetapi tidak terkena sanksi oleh pemerintah setempat karena lemahnya pengawasan dan patroli di lapangan. Kawasan mangrove di Cilacap berbatasan dengan Segara Anakan. Segara Anakan merupakan kawasan dengan ekosistem laguna. Laguna merupakan suatu perairan laut yang terlindung oleh daratan, dalam hal ini Pulau Nusakambangan, sehingga perairan tersebut masih memiliki sifat-sifat perairan laut seperti keadaan kadar garam yang tinggi, namun kondisi fisiknya tenang. Kawasan yang mengelilingi perairan Segera Anakan ini antara lain adalah Desa Ujunggagak, Ujungalang, Panikel, Klaces, dan Cikujang. Segara Anakan mempunyai banyak keanekaragaman hayati yang tinggi dan memiliki kepentingan ekologi yang sangat besar. Hilangnya kawasan ini tentu akan membawa impilikasi ancaman ekonomi dan kerusakan lingkungan yang fatal (PEP-LIPI 2001 seperti yang dikutip Pratiwi 2013). Masalah kerusakan alam merupakan politicized environment. Artinya persoalan lingkungan tidak dapat dipahami secara terpisah dari konteks politik dan ekonomi dimana masalah itu muncul, sehingga kerusakan alam bukanlah masalah teknis semata yang biasanya hanya diselesaikan dengan teknologi, melainkan merupakan problem tata kelola yang harus diselesaikan secara ekonomi-politik (Satria 2015). Menurut Hilman Firmansyah selaku Wakil Administrasi Perhutani Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Banyumas Barat dalam Pratiwi (2013), sejak tahun 2000 kawasan hutan mangrove di Segara Anakan, Cilacap mengalami alih fungsi lahan, hampir 4.000 ha hutan mangrove beralih fungsi menjadi lahan pertanian dan juga menjadi areal tambak, pemukiman serta kayu mangrove yang ditebang untuk dimanfaatkan menjadi kayu bakar dan arang. Menurut Kepala Badan Pengelola Kawasan Segara Anakan, Supriyanto seperti yang dikutip Pratiwi (2013) pada tahun 1974, luas hutan mangrove di Segara Anakan yaitu 15.551 ha, tahun 1978 menyusut menjadi 10.975 ha, tahun 1994 kembali menyusut menjadi 8.975 ha, dan tahun 2003 sekitar 8.359 ha serta hutan mangrove di laguna Segara Anakan diperkirakan akan terus menyusut (Kantor Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan (KPSKSA) Kabupaten Cilacap 2009). Akibat dari kerusakan yang dilakukan oleh para aktor, pada akhirnya rakyat miskinlah yang paling dirugikan karena hidupnya sangat tergantung pada lingkungan sekitarnya (Satria 2015). Untuk meminimalisir dampak yang lebih besar terhadap tekanan sumberdaya mangrove, diharapkan masyarakat menanam mangrove dan ikut terlibat dalam pengelolaan mangrove yang dipelopori oleh Bapak Wahyono selaku penggerak dalam melestarikan mangrove yang telah dilakukan di sekitar kawasan Segara Anakan dan khususnya di Desa Ujungalang, Kecamatan
3
Kampung Laut. Adanya kegiatan ini diharapkan semua masyarakat dapat berpartisipasi dalam menjaga dan melestarikan ekosistem mangrove yang ada di sekitarnya. Saat ini, Desa Ujungalang memiliki lokasi wisata mangrove sehingga ini dijadikan salah satu obyek yang sangat diminati terutama wisatawan mancanegara, baik untuk keperluan riset maupun untuk kegiatan wisata. Selain dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata, ekosistem mangrove juga dimanfaatkan oleh masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Masyarakat bisa memanfaatkan buah mangrove dan sebagainya untuk menghidupi kebutuhan keluarganya. Partisipasi masyarakat sangat diperlukan dalam mengelola, menjaga dan melestarikan sumberdaya alam khususnya mangrove agar kondisi alam maupun ekosistem laut tidak rusak. Pengelolaan mangrove berbasis masyarakat sudah banyak dikembangkan oleh akademisi dan pemerintahan sebagai alternatif pengelolaan mangrove yang berkelanjutan. Menurut Hadi (1995) adanya partisipasi masyarakat akan membawa pengaruh positif, dimana mereka akan bisa memahami atau mengerti berbagai permasalahan yang muncul serta memahami keputusan akhir yang akan diambil. Oleh karena itu, masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah hutan mangrove tersebut mempunyai peranan penting dalam upaya pelestarian mangrove. Kelebihan dari pengelolaan mangrove yang ada di Desa Ujungalang yaitu pengelolaan berbasis masyarakat artinya pengelolaan sumberdaya alam yang meletakkan pengetahuan dan kesadaran lingkungan masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaan (Budi 2004). Dalam community based management, pengelolaan sepenuhnya dari tahap perencanaan hingga pengawasan dilakukan oleh angota komunitas melalui organisasi yang sifatnya informal. Model ini menunjukkan partisipasi aktif masyarakat dan mereka memiliki otonomi terhadap pengelolaan sumberdaya yang mereka miliki sendiri (Satria 2002). Dengan demikian, pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat adalah pendekatan pengelolaan yang melibatkan kerjasama antar masyarakat dan pemerintah dalam bentuk pengelolaan secara bersama. Masyarakat berpartisipasi secara aktif baik dalam perencanaan sampai pada pelaksanaannya (Satria 2002). Maka dari itu, penting untuk menganalisis partisipasi masyarakat dan faktor apa saja yang dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove. Rumusan Masalah Kawasan hutan mangrove di Desa Ujungalang, Kecamatan Kampung Laut merupakan kawasan yang dikelola oleh Kelompok Tani Patra Krida Wana Lestari yang menjadi mitra binaan Pertamina Cilacap di tahun 2010. Pada tahun 19951996 para investor dan masyarakat setempat membuat lahan tambak ikan dan udang di kawasan Segera Anakan khusunya di Desa Ujungalang serta pembangunan rumah penduduk yang bertambah banyak, perubahan tata guna lahan, sehingga populasi mangrove semakin berkurang dan mengalami kerusakan. Kondisi ini menyebabkan lahan mangrove terlihat gundul dan mengalami perubahan ekologis pada kawasan hutan mangrove seperti menurunnya jumlah tangkapan ikan, suhu yang semakin panas, dan sebagainya. Pengelolaan sumberdaya alam khususnya di bidang mangrove tidaklah mudah untuk dikerjakan karena ekosistem mangrove mencakup begitu luas dan akan berdampak kepada lingkungan di sekitar, sehingga diperlukan kesadaran dan
4
partisipasi masyarakat dalam menjaga dan mengelola mangrove agar tetap lestari. Keberhasilan dalam pengelolaan sumberdaya tergantung dari kerja sama dan partisipasi aktif seluruh anggota masyarakat, serta dukungan dari pemerintah maupun pihak swasta yang terlibat dalam menjaga kelestarian lingkungan. Tinggi rendahnya partisipasi dalam pengelolaan program dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik dalam individu maupun dari aktivitas pengelolaan tersebut, sehingga muncul masalah penelitian berupa bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang? Partisipasi merupakan keterlibatan ataupun keikutsertaan seseorang dalam mengikuti suatu kegiatan dan menjadi faktor penentu serta sekaligus sebagai indikator keberhasilan terutama dalam menjaga ekosistem mangrove. Pengelolaan kawasan mangrove merupakan upaya dalam mendukung pengembangan wilayah pesisir secara optimal, bijaksana, dan bertanggung jawab, tentunya dengan melibatkan partisipasi masyarakat dan berbagai pihak yang terkait serta tetap memperhatikan daya dukung lingkungannya, sehingga muncul masalah penelitian lain berupa bagaimana hubungan faktor internal dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang serta bagaimana hubungan faktor eksternal dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang. 2. Mengidentifikasi hubungan faktor internal dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang. 3. Mengidentifikasi hubungan faktor eksternal dengan tingkat partisipasi masyarkat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang. Kegunaan Penelitian Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut: 1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi acuan atau literatur bagi akademisi yang ingin meneliti lebih lanjut dari segi teoritis maupun segi praktis mengenai partisipasi masyarakat dalam mengelola suatu sumberdaya alam. 2. Instansi yang terkait, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan tindakan seperti memberikan pelatihanpelatihan ataupun sosialisasi yang berkaitan dengan pengelolaan mangrove. 3. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove.
5
PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Ekosistem Mangrove Mangrove adalah vegetasi yang teridiri atas pohon yang tumbuh di daerah pantai diantara batas-batas permukaan air pasang tertinggi dan di atas rata-rata permukaan air laut. Mangrove berasal dari kata mangal yang menunjukkan komunitas suatu tumbuhan. FAO dalam Kustanti (2011) juga menjelaskan mangrove sebagai vegetasi yang tumbuh di lingkungan estuaria pantai yang dapat ditemui di garis pantai tropika dan subtropika yang bisa memiliki fungsi-fungsi sosial ekonomi dan lingkungan. FAO dalam Kustanti (2011) menjelaskan mangrove sebagai vegetasi yang tumbuh di lingkungan estuaria pantai yang dapat ditemui di garis pantai tropika dan subtropika yang bisa memiliki fungsi-fungsi sosial ekonomi dan lingkungan. Menurut Santoso (2006), ruang lingkup mangrove secara keseluruhan meliputi eksositem mangrove yang terdiri atas: 1) satu atau lebih spesies pohon dan semak belukar yang hidupnya terbatas di habitat mangrove (exclusive mangrove) 2) spesies tumbuhan yang hidupnya di habitat mangrove, namun juga dapat hidup di habitat non-mangrove (non-exclusive mangrove) 3) biota yang berasosiasi dengan mangrove (biota darat dan laut, lumut kerak, cendawan ganggang, bakteri dan lain-lain) baik yang hidupnya menetap, sementara, sekali-sekali, biasa ditemukan, kebetulan maupun khusus hidup di habitat mangrove 4) proses-proses dalam mempertahankan ekosistem ini, baik yang berada di daerah bervegetasi maupun di luarnya 5) daratan terbuka atau hamparan lumpur yang berada antara batas hutan dengan laut 6) masyarakat yang hidupnya bertempat tinggal dan bergantung pada mangrove Mangrove tidak tumbuh di pantai terjal dan berombak besar dengan arus pasang surut yang kuat, karena hal ini tidak memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur dan pasir, substrat yang diperlukan untuk pertumbuhannya (Nontji 2005). Bengen (2002) menjelaskan karakteristik hutan mangrove secara umum sebagai berikut. 1. Umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir. 2. Daerahnya tergenangi air laut secara berkala, baik setiap hari maupun yang hanya tergenang pada saat pasang purnama. Frekuensi genangan menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove. 3. Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat. 4. Terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Air bersalinitas payau (2-22%) hingga asin (mencapai 38%). 5. Banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuari, delta dan daerah pantai yang terlindung.
6
Soerianegara dalam Sara (2014) mendefinisikan hutan mangrove sebagai hutan yang tumbuh di daerah pantai, biasanya terdapat di daerah teluk dan muara sungai yang dicirikan oleh: (1) tidak terpengaruh iklim; (2) dipengaruhi pasang surut; (3) tanah tergenang air laut; (4) tanah rendah pantai; (5) hutan tidak mempunyai struktur tajuk; (6) jenis-jenis pohonnya biasanya terdiri dari api-api (Avicenia sp.), pidada (Sonneratia sp.), bakau (Rhizophora sp.), tancang (Bruguiera sp.), nyirih (Xylocarpus sp.), dan Nipah (Nypa sp.). Menurut Nontji (2005) dari sekian banyak jenis mangrove di Indonesia, jenis api-apian, bakau, pidada, dan tancang merupakan tumbuhan mangrove utama yang paling banyak dijumpai. Fungsi Mangrove Mangrove merupakan salah satu sumberdaya alam tropika yang memiliki fungsi dan manfaat yang luas ditinjau dari aspek ekologi dan ekonomi. Menurut Dahuri et al. (2001) secara garis besar ekosistem hutan mangrove mempunyai dua fungsi utama, yaitu fungsi ekologis dan fungsi sosial ekonomi. Fungsi ekologis dapat dilihat dari aspek fisika, kimia dan biologi. Dari aspek fisika, fungsinya adalah: 1) dalam ekosistem hutan mangrove terjadi mekanisme hubungan antara komponen-komponen dalam ekosistem mangrove serta hubungan antara ekosistem mangrove dengan jenis-jenis ekosistem lainnya seperti terumbu karang, 2) mampu menahan atau melindungi lumpurdan pantai dari erosi, gelombang pasang surut, 3) sebagai pengendali banjir, mengurangi bencana banjir. Dari aspek kimia, hutan mangrove memiliki fungsi: 1) sebagai penyerap bahan pencemar, 2) sebagai sumber energi bagi lingkungan perairan sekitarnya, 3) penyuplai bahan organik bagi lingkungan perairan. Dari aspek biologi, fungsi hutan mangrove yaitu untuk tetap menjaga kestabilan produktivitas dan ketersediaan sumberdaya hayati wilayah pesisir. Fungsi sosial ekonomi ditunjukkan dengan kemampuan hutan mangrove dalam menyediakan produk yang dapat diukur dengan uang. Dahuri et al. (2001) mengidentifikasi kurang lebih 70% macam kegunaan pohon mangrove bagi kepentingan manusia seperti produk langsung berupa: kayu bakar, konstruksi, alat penangkap ikan, pupuk pertanian, bahan baku kertas, peralatan rumah tangga, makanan, obat-obatan ataupun bahan makanan. Tabel 1 Fungsi mangrove Aspek Fungsi Aspek ekologis/ biologis
Penjelasan Fungsi Mangrove Tempat pembenihan ikan, udang, tempat pemijahan beberapa biota air; tempat bersarangnya burung; habitat alami dari berbagai jenis biota (Saengar 1983);(Salim 1986); dan (Naamin 1990). Menjaga kestabilan produktivitas dan ketersediaan sumberdaya hayati wilayah pesisir (Dahuri et al. 2001) Penyedia makanan bagi organisme yang tinggal di sekitar mangrove, seperti udang, kepiting, ikan, burung, dan mamalia (Kustanti 2011); (Harahap 2010) Sebagai daerah mencari makan (feeding ground) bagi organisme yang ada di dalamnya (Kustanti 2011); (Harahap 2010) Kemampuan meredam gelombang, menahan lumpur
7
Aspek ekonomi
dan melindungi pantai dari abrasi, gelombang pasang dan topan (Dahuri et al. 2011 seperti yang dikutip Azis 2006) Mengurangi bencana banjir (Dahuri et al. 2011 seperti yang dikutip Azis 2006) Penyerap bahan pencemar (environmental service), khususnya bahan-bahan organik (Dahuri et al. 2011 seperti yang dikutip Azis 2006) Sebagai penghasil bahan organik dan menjadi bahan makanan bagi hewan pemakan seperti cacing, udangudang kecil dan akhirnya hewan-hewan ini akan menjadi makanan larva ikan, udang, kepiting dan hewan lainnya. (Dahuri et al. 2011 seperti yang dikutip Azis 2006) Sebagai tempat berkumpul dan tempat persembunyian (nursery ground atau daerah asuhan), terutama bagi anak udang, anak ikan, dan biota laut lainnya (Kustanti 2011); (Harahap 2010) Sebagai tempat bagi proses pemijahan (spawning ground) biota laut yang ada di dalamnya (Kustanti 2011); (Harahap 2010) Sebagai proteksi dari abrasi/erosi, gelombang, atau angin kencang (Harahap 2010) Pengendalian intrusi air laut (Harahap 2010) Habitat berbagai jenis fauna, seperti burung bangau dan burung-burung lainnya menempati lahan basah, buaya, dan tikus (Harahap 2010); (Sara 2014) Pembangunan lahan melalui proses sedimentasi (Harahap 2010) Memelihara kualitas air (mereduksi polutan, pencemar air) (Harahap 2010) Penyerap CO2 dan penghasil O2 yang relatif tinggi dibandingkan tipe hutan lain (Harahap 2010) Sebagai sumber bahan bakar (arang kayu bakar), pertambakan, tempat pembuatan garam, dan bahan bangunan (Saengar 1983); (Salim 1986); dan (Naamin 1990) Pembangunan lokasi ekowisata mangrove dan hutan pendidikan untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat (Kustanti 2011) Hasil hutan mangrove - Hasil kayu (kayu konstruksi, tiang/pancang, kayu bakar, arang, serpihan kayu untuk bubur kayu, kerajinan, bahan baku kertas) (Kustanti 2011); (Harahap 2010) - Hasil non kayu (tannin, madu, alkohol, makanan, obat-obatan, bahan makanan hewan ternak, buah untuk dimakan) (Kustanti 2011); (Harahap 2010) Sumber mata pencaharian masyarakat sekitar dari pemanfaatan bibit mangrove, kerang, rajungan, kepiting, ikan, udang, daun jeruju, dan buah pidada (Ariftia, Qurniati, dan Herwanti 2014)
8
Aspek sosial
Aspek kimia
Areal pertambakan ikan/ udang dan tambak garam (Setyawan dan Winarno 2006) Sebagai pemukiman penduduk dan peruntukan kemaslahatan manusia lainnya (Rusdianti dan Sunito 2012) Sebagai penyerap bahan pencemar (Dahuri et al. 2001) Sebagai sumber energi bagi lingkungan perairan di sekitarnya (Dahuri et al. 2001) Penyuplai bahan organik bagi lingkungan perairan (Dahuri et al. 2001)
Pengelolaan Ekosistem Mangrove Pengelolaan sumberdaya alam adalah upaya manusia dalam mengubah sumberdaya alam agar diperoleh manfaat yang maksimal dengan mengutamakan kontinuitas produksi (Soerianegara seperti yang dikutip Harahap 2001), begitu juga dengan pengelolaan ekosistem mangrove tersebut yaitu untuk mendapatkan produksi secara terus menerus dalam waktu yang relatif singkat demi mencapai suatu keadaan yang seimbang antara pertumbuhannya dengan hasil yang dipanen setiap tahun atau jangka waktu tertentu (Sofli 2003). Davis seperti yang dikutip Harahap (2001) menyatakan tujuan utama pengelolaan hutan, termasuk hutan mangrove adalah untuk mempertahankan produktivitas lahan hutan sehingga kelestarian hasil merupakan tujuan utama pengelolaan hutan. Kelestarian produktivitas memiliki dua arti, yaitu kesinambungan pertumbuhan dan kesinambungan hasil panen. Pada dasarnya, kegiatan pelestarian mangrove dilakukan demi memenuhi kebutuhan dari berbagai kepentingan. Sifat akomodatif tersebut akan lebih dirasakan manfaatnya bilamana keberpihakan pada institusi yang rentan terhadap sumberdaya mangrove, dalam hal ini masyarakat diberikan porsi yang lebih besar. Oleh karena itu, yang perlu diperhatikan adalah menjadikan masyarakat sebagai komponen utama penggerak pelestarian hutan mangrove. Kegiatan pengelolaan hutan mangrove berbasis masyarakat menurut Syukur et al. (2007) adalah: 1. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemberian alternatif usaha yang secara ekonomi menguntungkan dan secara ekologi ramah lingkungan, 2. Memberikan akses kepada masyarakat berupa informasi, akses terhadap; pasar, pengawasan, penegakan dan perlindungan hukum serta sarana dan prasarana pendukung lainnya, 3. Menumbuh dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap arti dan nilai sumberdaya ekosistem sehingga membutuhkan pelestarian, 4. Menumbuh dan meningkatkan partisipasi masyarakat untuk menjaga, mengelola, dan melestarikan ekosistem, 5. Menumbuh dan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelola dan melestarikan sumberdaya ekosistem. Partisipasi Masyarakat Menurut Isbandi (2007) partisipasi adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah,
9
pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi. Menurut Khadiyanto (2007) partisipasi masyarakat adalah keterlibatan/keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan pelaksanaan pembangunan dalam merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan serta mampu untuk meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi, baik secara langsung maupun tidak langsung sejak dari gagasan, perumusan kebijaksanaan hingga pelaksanaan program. Sedangkan menurut Sajogyo (1998), partisipasi merupakan sebagai peluang untuk ikut menentukan kebijaksanaan pembangunan serta peluang ikut menilai hasil pembangunan. Yulianti (2006) menjelaskan pengertian partisipasi yaitu turut sertanya seseorang baik secara langsung maupun emosional untuk memberikan sumbangan-sumbangan kepada proses pembuatan keputusan terutama mengenai persoalan-persoalan dimana keterlibatan pribadi seseorang yang bersangkutan melaksanakan akan tanggung jawab untuk melaksanakan hal tersebut. Namun, dalam pengertian yang lebih luas, partisipasi meliputi tahap pengambilan keputusan yang ada pada tahap perecanaan, pelaksanaan, evaluasi dan menikmati hasil. Nasdian (2006) mendefinisikan partisipasi sebagai proses aktif, inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berpikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan control secara efektif. Jadi, titik tolak dari partisipasi sendiri adalah memutuskan, bertindak, kemudian mereka merefleksikan tindakan tersebut sebagai subyek yang sadar. Partisipasi dilakukan melalui beberapa tahapan untuk mencapai tujuan. Cohen dan Uphoff (1979) dalam Rasyida dan Nasdian (2011) membagi partisipasi ke beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut: 1. Pengambilan keputusan (decision-making) Tahapan pengambilan keputusan yaitu yang diwujudkan dengan keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan rapat-rapat. 2. Pelaksanaan (implementation) Tahapan pelaksanaan merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaannya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk keterlibatan sebagai anggota proyek. 3. Menikmati hasil (benefits) Tahap menikmati hasil dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pembangunan, maka semakin besar manfaat proyek dirasakan, berarti proyek tersebut berhasil mengenai sasaran. 4. Evaluasi (evaluation) Tahap evaluasi dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini dianggap sebagai umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan proyek-proyek selanjutnya.
10
Suroso, Hakim, dan Noor (2014) menjelaskan tingkat partisipasi masyarakat berdasarkan pengertian Arnstein, dimana dalam suatu program dapat dilihat dari seberapa jauh peran masyarakat terhadap pengasaan dalam program. Nasdian (2014) menjelaskan tingkat partisipasi Arnstein yang terdiri dari delapan tangga tingkat partisipasi yang dapat mengukur seberapa jauh masyarakat dilibatkan dalam program. Delapan tingkat partisipasi diuraikan sebagai berikut: 1. Manipulation (Manipulasi) Masyarakat dianggap sebagai formalitas semata dan untuk dimanfaatkan dukungannya. Tingkat ini bukanlah tingkat partisipasi masyarakat yang murni, karena telah diselewengkan dan dipakai sebagai alat publikasi oleh golongan penguasa. 2. Therapy (Terapi) Penguasa menganggap ketidakberdayaan masyarakat sebagai penyakit mental. Dengan berpura-pura mengikutsertakan masyarakat dalam suatu perencanaan, mereka sebenarnya menganggap masyarakat sebagai sekelompok orang yang memerlukan pengobatan yang bertujuan untuk menghilangkan lukanya dan bukannya menemukan penyebab lukanya. 3. Informing (Menginformasikan) Dengan memberi informasi kepada masyarakat akan hak, tanggung jawab, dan pilihan mereka merupakan langkah awal yang sangat penting dalam pelaksanaan partisipasi masyarakat. Namun seringkali pemberian informasi dari penguasa kepada masyarakat tersebut bersifat satu arah. Masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk memberikan umpan balik dan tidak memiliki kekuatan untuk negosisasi. 4. Consultation (Konsultasi) Meminta pendapat masyarakat merupakan suatu langkah logis menuju partisipasi penuh. Namun konsultasi ini masih merupakan partisipasi semu karena tidak ada jaminan bahwa pendapat mereka akan diperhatikan. Cara yang sering digunakan dalam tingkat ini adalah jajak pendapat, pertemuan warga dan dengar pendapat. Partisipasi mereka diukur dari frekuensi kehadiran dalam pertemuan, seberapa banyak brosur yang dibawa pulang dan juga seberapa banyak dari kuesioner dijawab. 5. Placation (Menenangkan) Pada tingkat ini masyarakat sudah memiliki beberapa pengaruh meskipun dalam beberapa hal pengaruh tersebut tidak memiliki jaminan akan diperhatikan. Masyarakat memang diperbolehkan untuk memberikan masukan atau mengusulkan rencana akan tetapi pemegang kekuasaanlah yang berwewenang untuk menentukan. 6. Partnership (Kemitraan) Pada tingkatan ini kekuasaan disalurkan melalui negosiasi antara pemegang kekuasaan dan masyarakat. Mereka sepakat untuk sama-sama memikul tanggung jawab dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. Aturan dientukan melalui mekanisme take and give, sehingga diharapkan tidak mengalami perubahan secara sepihak. 7. Delegated Power (Kekuasaan didelegasikan) Negosiasi antara masyarakat dengan pejabat pemerintah yang kurang memiliki legitimasi bisa mengakibatkan terjadinya dominasi
11
kewenangan pada masyarakat terhadap renana atau program tertentu. Pada tingkat ini masyarakat menduduki mayoritas kursi, sehingga memiliki kekuasaan dalam menentukan suatu keputusan. Selain itu, masyarakat juga memegang peranan penting dalam menjamin akuntabilitas program tersebut. 8. Citizen Control (Kontrol warga Negara) Pada tingkat ini masyarakat menginginkan adanya jaminan bahwa kewenangan untuk mengatur program atau kelembagaan diberikan kepada mereka, bertanggung jawab penuh terhadap kebijakan dan aspek-aspek manajerial dan bisa mengadakan negosiasi apabila ada pihak ketiga yang akan mengadakan perubahan. Delapan tipologi tersebut, menurut Arnstein secara umum dapat dikelompokkan dalam tiga besar, yaitu sebagai berikut. 1. Tidak ada partisipasi masyarakat atau non participation yang meliputi partisipasi masyarakat pada tingkat manipulasi dan terapi. 2. Partisipasi masyarakat dalam bentuk tinggal menerima beberapa ketentuan yang diberikan adalah degrees of tokenism yang meliputi partisipasi pada tingkat informing, konsultasi dan perujukan. 3. Partisipasi masyarakat dalam bentuk mempunyai kekuasaan atau degrees of citizen yang meliputi partisipasi masyarakat pada tingkat partnership, delegated power dan citizen control. Faktor-faktor yang Memengaruhi Partisipasi Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove terdapat beberapa faktor yang memiliki pengaruh ataupun hubungan antara satu dengan yang lainnya. Beberapa faktor yang memiliki hubungan dengan partisipasi masyarakat menurut Pangestu (1995) adalah sebagai berikut. 1. Faktor internal, yaitu mencakup karakteristik individu yang dapat memengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Karakteristik individu mencakup umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga/rumahtangga, jumlah pendapatan, dan pengalaman berkelompok. 2. Faktor eksternal, meliputi hubungan yang terjalin antara pihak pengelola proyek dengan sasaran dapat memengaruhi partisipasi. Sasaran akan dengan sukarela terlibat dalam suatu proyek jika sambutan pihak pengelola positif dan menguntungkan mereka. Selain itu, bila didukung dengan pelayanan pengelolaan kegiatan yang positif dan tepat dibutuhkan oleh sasaran, maka sasaran tidak akan ragu-ragu untuk berpartisipasi dalam proyek tersebut. Menurut Arifah (2002) faktor eksternal yang memengaruhi partispasi selain pelayanan yaitu metode kegiatan. Metode kegiatan yang dua arah atau interaktif dapat lebih meningkatkan partisipasi seseorang. Hal ini dikarenakan dengan metode yang dua arah maka antar penyuluh dan yang disuluh akan lebih terjalin hubungan erat, sehingga akan dapat meningkatkan partisipasi dalam suatu kegiatan, sedangkan menurut Aprianto (2008) faktor lain yang memengaruhi partisipasi yang dikutip dari Murray dan Lappin yaitu lama tinggal. Semakin lama
12
tinggal di suatu tempat, semakin besar rasa memiliki dan persenan dirinya sebagai bagian dari lingkungannya, sehingga timbul keinginan untuk selalu menjaga dan memelihara lingkungan dimana dia tinggal. Sastropoetro (1988) menjelaskan faktor yang dapat memengaruhi partisipasi masyarakat yang terdiri dari: (1) pendidikan, kemampuan membaca dan menulis, kemiskinan, pendidikan sosial dan percaya pada diri sendiri; (2) faktor lain adalah penginterpretasian yang dangkal terhadap agama; (3) kecenderungan untuk menyalahartikan motivasi, tujuan dan kepentingan organisasi penduduk biasanya mengarah kepada timbulnya persepsi yang salah terhadap keinginan dan motivasi serta organisasi penduduk; (4) kesediaan kesempatan kerja yang lebih baik di luar pedesaan; (5) tidak terdapatnya kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai program pembangunan. Secara teoritis, terdapat hubungan antara ciri-ciri individu dengan tingkat partisipasi, seperti usia, tingkat pendidikan, beban tanggungan keluarga, jenis pekerjaan berhubungan dengan lamanya jam kerja, lamanya menjadi anggota kelompok masyarakat dalam pengelolaan mangrove, besarnya pendapatan, keterlibatan dalam kegiatan pembangunan akan sangat berpengaruh pada partisipasi (Slamet 1994). Partisipasi yang dilakukan masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove tidak terlepas dari karaktersitik individu maupun dari lingkungan eksternal. Terdapat berbagai faktor yang memengaruhi masyarakat dalam partisipasinya terhadap pengelolaan mangrove, di antaranya adalah sebagai berikut. 1. Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan yang baik akan memengaruhi partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan kawasan hutan mangrove yang ditunujukkan dengan tingginya keinginan masyarakat untuk menjaga dan melestarikan (Diarto, Hendrarto, dan Suryoko 2012). Menurut Tambunan, Harahap dan Lubis (2005), taraf pendidikan yang beragam akan memengaruhi daya nalar setiap individu, sehingga ada kemungkinan melakukan penafsiran yang berbeda terhadap program yang dilaksanakan dalam pengelolaan hutan mangrove. Berdasarkan hasil penelitian Rusdianti (2012), jenjang pendidikan yang lebih tinggi berpengaruh sangat baik untuk tingkat pengetahuan. Sebagian dari anggota kelompok masyarakat tersebut merasakan keberadaan hutan mangrove, sehingga pengetahuan terhadap hutan mangrove diperoleh dari manfaat yang dierima dari hutan mangrove tersebut. Kondisi tingkat pendidikan yang rendah akan menjadi kendala dalam upaya partisipasi pengelolaan ekosistem mangrove yang lestari dan berkelanjutan. Hal ini akan dapat berimplikasi pada (1) rendahnya tingkat adopsi inovasi, (2) rendahnya partisipasi masyarakat dalam program pengembangan kawasan dan (3) perilaku yang tidak berwawasan lingkungan dalam berinteraksi dengan lingkungan hidupnya (Erwiantono 2006). 2. Usia Umur adalah masa hidup yang dilalui seseorang.Usia produktif berada pada rentang umur 15-64 tahun (Rusli 2012). Berdasarkan tugas perkembangan manusia, Havighurst (1950) dalam Mugniesyah (2006) membagi masa dewasa menjadi tiga kelompok, yaitu masa awal dewasa (18-29 tahun), dewasa pertengahan (30-50 tahun) dan dewasa tua atau
13
3.
4.
5.
6.
masa tua (>50 tahun). Umur yang berada di usia produktif memberikan peluang yang potensial bagi pengelolaan hutan mangrove yang partisipatif. Hal ini didasari atas kemampuan menyerap dan melakukan kegiatan partisipatif lebih besar kemungkinan berhasilnya pada usia produktif (Tambunan, Harahap, dan Lubis 2005). Sedangkan menurut Erwiantono (2006), dengan usia yang relatif muda dan dengan produktivitas yang tinggi, masyarakat akan lebih mudah menerima masukan ataupun hal-hal baru yang bersifat untuk kemajuan dalam mengelola ekosistem hutan mangrove. Tingkat pendapatan Menurut Erwiantono (2006), pendapatan dapat memengaruhi partisipasi masyarakat dalam mengelola lingkungan hidup. Jadi, dengan tingkat pendapatan yang lebih baik/tinggi dapat mendorong seseorang berpartisipasi lebih baik/tinggi pula. Berdasarkan hasil penelitian Bahagia (2008), tingkat pendapatan berkaitan erat dengan sumbangsih mengenai partisipasi dalam rehabilitasi mangrove.Semakin tinggi tingkat penghasilan semakin besar kemungkinan partisipasi dalam rehabilitasi mangrove. Jumlah anggota rumahtangga/keluarga Menurut Ajiswarman (1996), semakin besar jumlah beban keluarga menyebabkan waktu untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan akan berkurang karena sebagian besar waktunya digunakan untuk mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan keluarga. Berdasarkan pendapat Slamet dalam Amba (1998), timbulnya suatu partisipasi sangat ditentukan oleh 3 faktor, yang salah satunya adalah kesempatan. Kesempatan erat kaitannya dengan jumlah anggota keluarga, semakin sedikit jumlah anggota keluarga akan cenderung mempunyai waktu luang dan kesempatan yang lebih besar yang pada akhirnya menentukan tingkat partisipasi, dibandingkan dengan jumlah anggota keluarga yang lebih besar. Hasil penelitian dari Erawati dan Mussadun (2013), jumlah anggota keluarga lebih dari 4 anggota keluarga sehingga masyarakat lebih memilih suatu aktivitas yang lebih memberikan manfaat jangka pendek menurut masyarakat sendiri. Lama tinggal Lama menetap yang dilakukan penduduk pada wilayah penelitian merupakan domisili sejak lahir telah berada di daerah tersebut dan hal ini dapat diartikan sebagai masyarakat adat yang mendiami suatu wilayah. Hal ini diperkuat oleh pendapat Manulang (1999) bahwa masyarakat yang berdomisili lama atau sejak lahir menetap di suatu wilayah telah turuntemurun menjalankan kehidupan tradisional yang dicirikan dengan eratnya hubungan mereka dengan alam sekitar. Persepsi Persepsi merupakan proses dimana kita menerima informasi dari lingkungan. Menurut Verdeber dan Kathleen dalam Setyastuti (2002), persepsi seseorang dipengaruhi oleh fakor lingkungan, pengalaman, situasi emosional dan kondisi fisiknya. Berdasarkan hasil penelitan Setyastuti (2002), persepsi masyarakat dalam mengelola hutan mangrove sangat
14
positif dikarenakan masyarakat sadar betapa pentingnya mangrove bagi kehidupan mereka. Menurut Keith Davis dalam Sastropoetro (1988) bentuk-bentuk partisipasi masyarakat adalah: 1. pikiran: merupakan jenis partisipasi pada level pertama dimana partisipasi tersebut merupakan partisipasi dengan menggunakan pikiran seseorang atau kelompok yang bertujuan untuk mencapai sesuatu yang diinginkan. 2. tenaga: merupakan jenis partisipasi pada level kedua dimana partisipasi tersebut dengan mendayagunakan seluruh tenaga yang dimiliki secara kelompok maupun individu untuk mencapai sesuatu yang diinginkan. 3. pikiran dan tenaga: merupakan jenis partisipasi pada level ketiga dimana tingkat partisipasi tersebut dilakukan bersama-sama dalam suatu kelompok dalam mencapai tujuan yang sama. 4. keahlian: merupakan jenis partisipasi pada level keempat dimana hal tersebut keahlian menjadi unsur yang paling diinginkan untuk menentukan suatu keinginan. 5. barang: merupakan jenis partisipasi pada level kelima dimana partisipasi dilakukan dengan sebuah barang untuk membantu guna mencapai hasil yang diinginkan. 6. uang: merupakan jenis partisipasi pada level keenam dimana partisipasi tersebut menggunakan uang sebagai alat guna mencapai sesuatu yang diinginkan. Biasanya tingkat partisipasi tersebut dilakukan oleh orangorang kalangan atas. Tabel 2 Bentuk-bentuk partisipasi Bentuk Partisipasi Partisipasi uang
Partisipasi harta benda
Partisipasi keterampilan
Penjelasan Bentuk Partisipasi Bentuk partisipasi untuk memperlancar usahausaha bagi pencapaian kebutuhan masyarakat yang memerlukan. (Hamijoyo 2007); (Holil1980) Partisipasi yang diberikan partisipan dalam berbagai kegiatan untuk perbaikan atau pembangunan desa, pertolongan bagi orang lain yang biasanya berupa uang, makanan dan sebagainya. (Fahrudin 2011) Menyumbangkan materi berupa uang, barang dan penyediaan sarana atau fasilitas untuk kepentingan program. (Nikmatullah 1991) Menyumbang bagi perbaikan ataupun pembangunanan sarana yang diperlukan oleh masyarakat sekitar, mulai beribadah, sarana pendidikan dan sebagainya. (Hamijoyo, Santoso, Iskandar 1974) Pemberian bantuan skill yang dia miliki untuk perkembangan program. (Nikmatullah 1991) Partisipasi keterampilan dan kemahiran yang diberikan orang untuk mendorong aneka ragam bentuk usaha dan indsutri. (Fahrudin 2011)
15
Partisipasi pikiran
Dapat diberikan perusahaan/organisasi untuk medorong aneka ragam bentuk usaha dan industri yang terdapat di masyarakat sekitar. (Hamijoyo, Santoso, Iskandar 1974)
Partispasi yang diberikan partisipan dalam anjang sono, pertemuan atau rapat (Fahrudin 2011) Pertemuan dengan para pemuka adat komunitas setempat ataupun rapat dengan wakil masyarakat sekitar untuk membicarakan berbagai kemungkinan kerjasama. (Hamijoyo, Santoso, Iskandar 1974) Menyumbangkan ide/gagasan, pendapat, partisipasi pengalaman untuk keberlangsungan suatu program (Nikmatullah 1991)
Partisipasi sosial
Partisipasi tenaga
Keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan sosial demi kepentingan bersama (Nikmatullah 1991) Perusahaan/organisasi sebagai tanda simpati seperti turut serta dalam arisan warga, koperasi, sebagainya. (Hamijoyo, Santoso, Iskandar 1974) Bentuk gotong royong antara karyawan perusahaan/organisasi untuk memperbaiki atau membangun sarana yang diperlukan oleh masyarakat maupun dalam bentuk pertolongan kepada orang lain. (Hamijoyo, Santoso, Iskandar 1974) Kegiatan untuk perbaikan atau pembangunan, pertolongan bagi orang lain, partisipasi spontan atas dasar sukarela. (Nikmatullah 1991) Partisipasi yang diberikan dalam bentuk tenaga untuk pelaksanaan usaha-usaha yang dapat menunjan keberhasilan suatu program. (Hamijoyo 2007) & (Pasaribu dan Simanjuntak 2005)
Karakteristik Masyarakat Pesisir Masyarakat pesisir adalah orang atau sekelompok orang yang bermukim di wliayah pesisir dan atau memiliki mata pencaharian yang berasal dari sumberdaya alam atau jasa-jasa lingkungan pesisir dan lautan. Satria (2009) mendefinisikan masyarakat pesisir sebagai sekumpulan masyarakat yang hidup bersama dan mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas terkait dengan ketergantungannya pada pemanfaatan sumberdaya pesisir. Secara sosiologis, karakteristik masyarakat pesisir umumnya berbeda dengan karakteristik masyarakat agraris. Masyarakat pesisir atau nelayan menghadapi sumberdaya yang hingga saat ini bersifat open access, sehingga karakteristik sumberdaya seperti ini menyebabkan nelayan berpindah-pindah untuk memperoleh hasil maksimal dengan ketidakpastian dan memiliki resiko yang tinggi. Oleh sebab itu, tidak sedikit nelayan juga bekerja dan merangkap sebagai petani. Hal ini didukung dengan kondisi ekosistem yang memang
16
memungkinkan seperti tersedianya area lahan persawahan di sekitar pantai meskipun lahan pertanian tersebut sering terkena air laut. Masyarakat pesisir yang ada di Desa Ujungalang, Kecamatan Kampung Laut, Cilacap sebagian besar adalah nelayan kemudian diikuti oleh petani. Masyarakat pesisir berdasarkan hubungan, adaptasi dan pemahaman terhadap daerahnya menurut Purba (2002) dapat dibedakan menjadi tiga tipe yaitu: Pertama, masyarakat perairan yaitu kesatuan sosial yang hidup dari sumberdaya perairan, cenderung terasing dari kontak dengan masyarakat lain, lebih banyak hidup dilingkungan perairan daripada di darat, sifatnya berpindah-pindah dari satu teritorial perairan tertentu. Golongan ini cenderung egaliter dan mengelompok dalam kekerabatan setingkat dan kecil. Kedua, masyarakat nelayan golongan ini umumnya sudah bermukim secara tetap di daerah yang sudah mengalami kontak dengan masyarakat lain, sistem ekonominya bukan lagi subsistem tetapi sudah ke sistem perdagangan yaitu hasil tidak dikonsumsi sendiri namun sudah didistribusikan dengan imbalan ekonomis kepada pihak lain. Meski memanfaatkan sumberdaya perairan, namun kehidupan sosialnya lebih banyak dihabiskan di darat. Ketiga, masyarakat pesisir tradisional. Mereka berdiam dekat perairan laut, tetapi sedikit sekali menggantungkan hidupnya dari laut. Mereka kebanyakan hidup dari pemanfaatan sumberdaya di daratan sebagai petani, pemburu atau perantau. Pengetahuan tentang lingkungan darat lebih mendominasi daripada pengetahuan lautan.
17
Kerangka Pemikiran Dalam berpartisipasi pada suatu kegiatan atau program tertentu, terdapat beberapa faktor yang memengaruhi seseorang atau kelompok untuk berperan serta dalam kegiatan tersebut terutama dalam mengelola sumberdaya alam yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dari karaktersitik individu antara lain: umur, tingkat pendidikan, jumlah beban keluarga, tingkat pendapatan, lama tinggal dan persepsi. Keenam hal tersebut berasal dari dalam diri anggota masyarakat ataupun karakteristik individu. Selain itu, ada faktor eksternal yang meliputi metode pelaksanaan dan pelayanan pelaksanaan kegiatan. Kedua faktor tersebut dianggap memiliki hubugan terhadap partisipasi masyarakat. Secara garis besar kerangka pemikiran “Hubungan Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Desa Ujungalang” dapat dilihat pada Gambar 1. Faktor Internal (Karakteristik individu)
Umur Tingkat pendidikan Jumlah anggota rumahtangga Tingkat pendapatan Lama tinggal Persepsi
Tingkat Partisipasi dalam Pengelolaan SDA Mangrove
Faktor Eksternal (Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan/Ekosistem Mangrove)
:
Metode pelaksanaan kegiatan Pelayanan berhubungan pelaksanaan kegiatan
Tahap Pengambilan keputusan kegiatan Tahap Pelaksanaan Tahap Menikmati hasil Tahap Mengevaluasi
Keterangan : : berhubungan
Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran hubungan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Diduga terdapat hubungan antara faktor internal dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang. 2. Diduga terdapat hubungan antara faktor eksternal dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang.
18
19
PENDEKATAN LAPANGAN Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian deskriptif dan penelitian eksplanatori. Penelitian deskriptif digunakan untuk menjelaskan atau menggambarkan kondisi yang ada di lapang. Pada umumnya penelitian deskriptif dilakukan untuk memperkuat hasil yang di dapat dari penelitian eksplanatori. Penelitian bersifat eksplanatori yaitu menjelaskan hubungan antar variabel melalui pengujian hipotesa (Effendi dan Tukiran 2014). Penelitian deskriptif berguna untuk membuat penjelasan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai faktafakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tempat penelitian dilakukan. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan didukung penelitian kualitatif untuk memperkaya data dan informasi yang diperoleh. Penelitian kuantitatif diperoleh dengan menggunakan metode sensus dengan instrumen kuesioner (Lampiran 1). Kuesioner diberikan kepada responden dengan tujuan untuk menjawab pertanyaan mengenai karakteristik individu/ faktor internal (usia, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, tingkat pendapatan, lamanya tinggal dan persepsi), faktor eksternal (metode pelaksanan kegiatan dan pelayanan pelaksanaan kegiatan) dan tingkat partisipasi berupa pengambilan keputusan, pelaksanaan, menikmati hasil serta evaluasi dalam pengelolaan eksosistem mangrove. Sebelum ke lokasi penelitian, sepuluh kuesioner akan dilakukan uji coba terlebih dahulu sehingga peneliti dapat melihat sejauhmana validitas dan realibilitas kuesioner yang telah dibuat. Uji validitas untuk menunjukkan sejauh mana alat pengukur yang digunakan sesuai dengan mengukur apa yang ingin di ukur, sedangkan uji realibilitas digunakan untuk menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dipercaya atau dapat di andalkan apabila digunakan dua kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relative konsisten (Effendi dan Tukiran 2014). Sementara itu, pendekatan penelitian kualitatif dilakukan dengan wawancara mendalam kepada informan maupun responden dengan menggunakan panduan pertanyaan (Lampiran 2). Informasi yang diperoleh melalui pendekatan kualitatif ini digunakan untuk mendukung dan sebagai interpretasi terhadap data yang didapatkan dari pendekatan kuantitatif mengenai karakteristik individu/faktor internal, faktor eksternal, dan tingkat partisipasi. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Ujungalang, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah(Lampiran 3). Lokasi penelitian ini dipilih secara sengaja (purposive) dikarenakan terdapat kelompok masyarakat yang dikenal dengan Kelompok Tani Patra Krida Wana Lestari yang bergerak dibidang pengelolaan ekosistem mangrove yang bertujuan untuk melestarikan dan menghijaukan kembali mangrove yang ada di Desa Ujungalang. Kegiatan penelitian ini dilakukan selama tiga minggu yang meliputi pengambilan data di lapang mulai pada tanggal 20 April sampai dengan 10 Mei 2016. Adapun jadwal pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Lampiran 7.
20
Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner berisikan instrumen untuk masing-masing variabel penelitian yang disusun untuk masing-masing variabel penelitian yang disusun untuk menggali informasi lebih lanjut dari setiap variabel. Data mengenai faktor internal yaitu karakteristik individu peserta dalam pengelolaan mangrove di kawasan wisata mangrove yang dilakukan dengan mengisi kuesioner dan wawancara.Wawancara dilakukan untuk memastikan bahwa pengisian kuesioner sudah benar dilakukan. Pertanyaan-pertanyaan yang tertuang di dalam kuesioner merupakan data dan informasi yang dibutuhkan dalam menjawab perumusan masalah dalam penelitian ini. Kuesioner ini memiliki bagian-bagian dari data yang mengambarkan karakteristik responden sampai data-data yang akan menjawab rumusan masalah penelitian. Kuesioner sebagai alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini akan diujikan terlebih dahulu untuk mengetahui seberapa baik hasil pengukuran di lapangan dilihat dari validitas dan reabilitas (Effendi dan Tukiran 2014). Terdapat beberapa langkah yang dilakukan untuk melakukan tes validitas yaitu (1) mendefinisikan secara operasional konsep yang akan diukur; (2) melakukan uji coba skala pengukuran yang telah disusun sebelumnya kepada sejumlah responden; (3) mempersiapkan tabel tabulasi jawaban; dan (4) menghitung korelasi antara masing-masing pernyataan dengan skor total. Setelah diketahui bagaimana hasilnya, ketidaksesuaian pada kuesioner akan diperbaiki agar lebih valid. Pada penelitian ini kuesioner akan diuji validitasnya terlebih dahulu dengan ketentuan nilai alfa > 0.5, serta diuji realibilitasnya sebagai instrument pengumpulan data kuantitatif minimal 10 kuesioner kepada masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di lokasi lain ataupun pengumpulan data diambil dari masyarakat yang pernah terlibat namun sudah tidak aktif lagi dalam pengelolaan ekosistem tersebut. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari dokumen-dokumen tertulis baik yang berupa tulisan ilmiah atatupun dokumen resmi dari instansi terkait. Data sekunder diperoleh dari referensi yang terdapat pada instansi pemerintah ataupun publikasi ilmiah,serta data-data yang mendukung mengenai fokus penelitan. Data sekunder ini berupa peta desa, profil desa, monografi (jumlah penduduk, tingkat pendidikan, jumlah pekerjaan), kondisi geografis, potensi desa, jurnal ilmiah, peraturan-peraturan daerah. Pertimbangan dalam pengambilan objek penelitian/responden ini dikarenakan keterlibatan masyarakat secara langsung dan sadar tanpa adanya unsur paksaan dalam pengelolaan mangrove di Desa Ujungalang. Teknik Pemilihan Responden dan Informan Sumber data dalam penelitian ini adalah responden dan informan. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu dengan sasaran pengamatan yaitu anggota ataupun masyarakat yang terlibat aktif dalam pengelolaan ekosistem mangrove. Informan adalah individu yang dapat memberikan informasi atau gambaran mengenai diri sendiri, keluarga, orang lain dan memberikan keterangan
21
mengenai informasi ataupun data di sekitar lingkungannya yang berhubungan dengan penelitian ini. Pemilihan terhadap informan akan dilakukan secara sengaja (purposive). Penetapan informan ini akan dilakukan dengan menggunakan teknik bola salju (snowball) kepada tokoh masyarakat yang mengetahui dengan jelas mengenai kegiatan pengelolaan ekosistem mangrove yang ada di Desa Ujungalang dan responden yang dinaikkan statusnya menjadi informan. Banyaknya informan tidak dibatasi, akan tetapi informan tersebut sudah dapat memberikan informasi yang relevan dan dapat membantu peneliti dalam menjawab perumusan masalah penelitian ini. Pencarian informasi ini akan berhenti apabila tambahan informan tidak lagi menghasilkan pengetahuan baru atau sudah berada pada titik jenuh. Responden adalah individu yang dapat memberikan informasi mengenai dirinya sendiri. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang ikut terlibat bekerja dan berpartisipasi dalam pengelolaan ekosistem mangrove di kawasan wisata mangrove ataupun yang tergabung dalam kelompok tani Patra Krida Wana Lestari, Desa Ujungalang, Kec. Kampung Laut, Kab. Cilacap, Jawa Tengah. Penelitian yang menggunakan seluruh anggota populasinya disebut sampel total (total sampling) atau sensus yang berjumlah 30 orang, namun sesuai dengan di lapangan terdapat 28 responden yang dapat diwawancarai, karena terdapat satu responden telah pindah dari Desa Ujungalang dan satunya lagi terkena penyakit strooke. Penggunaan metode ini berlaku jika anggota populasi relative kecil dan relatif mudah dijangkau, maka penulis menggunakan metode sensus. Dengan metode pengambilan sampel ini diharapkan hasilnya dapat cenderung lebih mendekati nilai sesungguhnya dan diharapkan dapat memperkecil pula terjadinya kesalahan/penyimpangan terhadap nilai populasi (Akbar, Husaini, dan Usman 2008). Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data kuantitatif yang terkumpul diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS for Windows versi 16. Data yang diperoleh dimasukkan ke dalam microsoft excel 2007 untuk selanjutnya dilakukan proses pengkodean. Kemudian data akhir yang dihasilkan dimasukkan ke dalam SPSS for Windows versi 16 untuk dilakukan analisis data dengan uji statistik non-parametrik Rank Spearman (untuk data berbentuk ordinal). Uji Rank Spearman digunakan untuk melihat hubungan antara faktor internal yaitu karakteristik individu dan faktor eksternal yaitu pelaksanaan pengelolaan dengan tingkat partisipasi sebagaimana disajikan dalam Gambar 1. Faktor internal yang dilakukan dengan uji Rank Spearman adalah umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah anggota keluarga, dan lama tinggal, sedangkan faktor eksternal yang di uji menggunakan Rank Spearman adalah metode kegiatan dan pelaksanaan kegiatan. Cara yang dilakukan adalah menjumlahkan skor item-item pada setiap variabel untuk mendapatkan skor total variabel. Perhitungan data dilakukan menggunakan Microsoft Excel. Setelah data dihitung dalam tabel, masukkan ke dalam rumus uji korelasi Rank Spearman. Setelah mendapatkan hasil perhitungan tersebut, nilai korelasi Spearman hitung (rs) dibandingkan dengan Spearman tabel (rs tabel). Keputusan dapat diambil dari perbandingan tersebut. Jika rs > rs tabel, H0 ditolak dan H1 diterima begitupun sebaliknya. Artinya, terdapat hubungan antara variabel x dengan y.
22
Data kualitatif yang telah didapatkan melalui hasil wawancara dianalisis melalui dua tahap, yaitu penyajian data, dan verifikasi data. (1) penyajian data merupakan proses penyusunan seluruh informasi dan data yang diperoleh menjadi serangkaian kata-kata yang mudah dibaca ke dalam sebuah laporan. Penyajian data yang dilampirkan berupa narasi, diagram, dan matriks, dan (2) verifikasi data merupakan langkah terakhir yang merupakan penarikan kesimpulan dari hasil yang telah diolah pada tahap reduksi. Verifikasi dilakukan dengan mendiskusikan hasil olahan data kepada responden, informan, dan dosen pembimbing. Definisi Operasional Definisi operasional dari variabel yang digunakan dalam penelitian ini mengenai tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang adalah sebagai berikut. Faktor internal atau karakteristik individu adalah faktor-faktor yang terdapat dalam individu responden yang dapat memotivasi diri atau merupakan dorongan dalam diri untuk berpartisipasi dalam pengelolaan ekosistem mangrove. Faktor internal meliputi umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, tingkat pendapatan, lamanya tinggal dan persepsi. Tabel 3 Definisi operasional faktor internal No. 1.
Variabel Usia
Definisi Operasional Selisih antara tahun responden dilahirkan hingga tahun pada saat penelitian dilaksanakan
2.
Tingkat pendidikan
Jenis pendidikan sekolah tertinggi yang pernah diikuti oleh responden
3.
Jumlah Banyaknya anggota anggota keluarga baik inti rumahtangga maupun tidak, yang hidup dalam satu atap
Skor Sebaran dan jangkauan data berdasarkan hasil data yang di dapat (max dan min) i. Dewasa awal (23-40 tahun), skor 1 ii. Dewasa akhir (41-58 tahun), skor 2 iii. Masa tua (59-76 tahun), skor 3 i. Rendah: jika tidak sekolah, tidak tamat SD dan tamat SD/sederajat, skor 1 ii. Sedang: jika tamat SMP/sederajat, skor 2 iii. Tinggi: jika tamat SMA/sederajat, skor 3 i. Banyak: jika anggota rumahtangga berjumlah lebih dari7orang, skor 3 ii. Sedang: jika anggota rumahtangga berjumlah 4-6 orang, skor 2 iii. Sedikit: jika anggota rumahtangga berjumlah 1-3 orang, skor 1
Data Ordinal
Ordinal
Ordinal
23
4.
Tingkat pendapatan
5.
Lama tinggal
Tingkat rata-rata jumlah i. Rendah: jika pendapatan hasil kerja berupa uang < Rp1.900.000,00/bulan, yang diperoleh setipa skor1 bulan, diukur secara ii. Sedang: jika pendaptan emik dalam satuan Rp1.900.000,00/bulan – rupiah berdasarkan Rp3.200.000,00/bulan, besaran rata-rata upah skor 2 peserta yang ikut dalam iii. Tinggi: jika pendapatan pengelolaan mangrove > Rp3.200.000,00/bulan, skor 3 Lama waktu tinggal i. Baru: jika lamanya tinggal responden di lokasi seseorang di lokasi penelitian sampai saat tersebut < 23 tahun, skor 1 respondnen ii. Sedang: jika lamanya diwawancarai. Lama tinggal seseorang di lokasi atau barunya waktu tersebut 23 tahun – 44 tinggal diukur tahun, skor 2 berdasarkan rata-rata iii. Lama: jika lamanya tinggal lama tinggal responden. seseorang di lokasi tersebut > 44 tahun, skor 3
Ordinal
Ordinal
Persepsi masyarakat terhadap kondisi ekosistem dan fungsi mangrove dapat digunakan untuk menganalisis tingkat pengetahuan masyarakat terhadap hutan mangrove dan secara tidak langsung berpengaruh pada kondisi hutan mangrove. Variabel persepsi masyarakat terhadap pengelolaan ekosistem mangrove dan definisi operasionalnya dapat dilihat pada Tabel 4 berikut. Tabel 4 Definisi operasional persepsi masyarakat terhadap ekosistem mangrove No. 6.
Perspesi
Variabel a. Persepsi terhadap ekosistem hutan mangrove
Definisi Operasional Pandangan mengenai kondisi fisik dan biologis hutan mangrove serta biota laut dan darat yang ada di dalamnya
b. Persepsi terhadap fungsi ekologis hutan mangrove
Pandangan mengenai fungsi alamiah hutan mangrove terhadap kondisi lingkungan di sekitar hutan
c. Persepsi terhadap
Pandangan mengenai fungsi hutan yang
Skor i. Persepsi positif: jika total skor jawaban 8-10, skor2 ii. Persepsi negatif: jika total skor jawaban 5-7, skor 1 i. Persepsi positif: jika total skor jawaban 10-13, skor 2 ii. Persepsi negatif: jika total skor jawaban 6-9, skor 1 i. Persepsi positif: jika
Data Ordinal
Ordinal
Ordinal
24
fungsi sosial ekonomi hutan mangrove
dapat dimanfaatkan secara sosial dan ekonomi
total skor jawaban 11-14, skor 2 ii. Persepsi negatif: jika total skor jawaban 7-10, skor 1
Faktor eksternal atau pelaksanaan pengelolaan ekosistem mangrove adalah faktor-faktor yang terdapat dari luar individu responden yang dapat memengaruhi sesseorang ataupun diduga memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi dalam pengelolaan ekosistem mangrove. Definisi operasional faktor eksternal meliputi metode pelaksanaan kegiatan dan pelayanan pelaksanaan kegiatan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Definisi operasional faktor eksternal No. 1.
Variabel Metode Pelaksanaan Kegiatan
Definisi Operasional Pandangan responden mengenai bagaimana cara penyampaian dalam kegiatan pengelolaan ekosistem mangrove
2.
Pelayanan Pelaksanaan Kegiatan
Pandangan responden mengenai kualitas pendampingan, pernah tidaknya ikut pelatihan dan fasilitas alat atau bahan baku dalam suatu kegiatan pengelolaan mangrove
Skor i. Rendah: jika total skor jawaban 8-10, skor 1 ii. Sedang: jika total skor jawaban 11-13, skor 2 iii. Tinggi: jika total skor jawaban14-16, skor 3 i. Rendah: jika total skor jawaban 5-6, skor 1 ii. Sedang: jika total skor jawaban 7-8, skor 2 iii. Tinggi: jika total skor jawaban 9-10, skor 3
Data Ordinal
Ordinal
25
Tingkat partisipasi adalah keikutsertaan anggota dalam semua tahapan kegiatan kelompok yang meliputi tahap pengambilan keputusan, pelaksanaan, menikmati hasil dan evaluasi. Berikut definisi operasional partisipasi masyarakat dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Definisi operasional partisipasi masyarakat No. 1.
Variabel Pengambilan keputusan
Definisi Operasional Keikutsertaan responden dalam mengikuti rapat/penyusunan rencana suatu kegiatan dan tahap ini meliputi keikutsertaan serta keaktifan responden dalam rapat Keikutsertaan dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan mangrove
2.
Pelaksanaan
3.
Menikmati hasil
Keikutsertaan responden dalam menikmati hasil dan merasakan manfaat dari kegiatan pengelolaan ekosistem mangrove tersebut
4.
Evaluasi
Keikutsertaan responden dalam menilai suatu kegiatan
5.
Tingkat partispasi
Tingkat partisipasi dinilai berdasarkan gabungan keempat tahapan meliputi tahap pegambilan keputusan, pelaksanaan, menikmati hasil dan evaluasi
Skor i. Rendah: jika total skor jawaban 10-13, skor 1 ii. Sedang: jika total skor jawaban 14-17, skor 2 iii. Tinggi: jika total skor jawaban 18-20, skor 3 i. Rendah: jika total skor jawaban 10-13, skor 1 ii. Sedang: jika total skor jawaban 14-17, skor 2 iii. Tinggi: jika total skor jawaban 18-20, skor 3 i. Rendah: jika total skor jawaban 7-9, skor 1 ii. Sedang: jika total skor jawaban 10-12, skor 2 iii. Tinggi: jika total skor jawaban 13-14, skor 3 i. Rendah: jika total skor jawaban 5-6, skor 1 ii. Sedang: jika total skor jawaban 7-8, skor 2 iii. Tinggi: jika total skor jawaban 9-10, skor 3 i. Rendah: jika total skor jawaban 32-42, skor 1 ii. Sedang: jika total skor jawaban 43-53, skor 2 iii. Tinggi: jika total skor jawaban 54-64, skor 3
Data Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
26
27
GAMBARAN UMUM DESA UJUNGALANG Gambaran Wilayah Penelitian Desa Ujungalang merupakan salah satu desa yang termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Desa Ujungalang terdiri dari 4 dusun, diantaranya adalah dusun Mutean, Paniten, Bondan, dan Lempong Pucung. Desa Ujungalang terdapat 12 RW dan 39 RT. Wilayah Desa Ujungalang memiliki hutan bakau (mangrove) dengan kondisi air pasang surut dari pagi hingga malam hari. Pergerakan air di wilayah ini dipengaruhi aliran sungai dan gaya pasang surut dari Samudera Hindia. Desa Ujungalang berada di wilayah Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap yang termasuk dalam wilayah Segara Anakan yang terletak di ujung bagian barat selatan Kabupaten Cilacap dengan batas-batas administrasi sebagai berikut: 1. Sebelah Utara : Desa Panikel, Kec. Kampung Laut dan Desa Grugu, Kec. Kawunganten 2. Sebelah Selatan : Pulau Nusakambangan 3. Sebelah Barat : Desa Klaces, Kec. Kampung Laut 4. Sebelah Timur : Kelurahan Tambak Reja dan Kelurahan Kutawaru, Kec. Cilacap Selatan Luas Desa Ujungalang yaitu 6.487,55 ha. Penggunaan wilayah terbagi menjadi keperluan sebagai berikut. Tabel 7 Penggunaan lahan di Desa Ujungalang Penggunaan Lahan Persawahan Perladangan Perkebunan Peternakan Tanah khas desa Dan lain-lain Total Sumber: Profil Desa Ujungalang Tahun 2015
Luas (ha) 2.844 717 700 31 11,5 2.184,05 6.487,55
Prasarana angkutan untuk menuju lokasi Desa Ujungalang bisa menggunakan angkutan air yang biasa disebut kapal compreng dari Pelabuhan Tanjung Intan Sleko Cilacap. Perjalanan menuju desa dapat ditempuh selama ±1,5 jam, sedangkan kalau menggunakan kapal Fiber bisa ditempuh selama ±1 jam saja. Jadwal keberangkatan kapal compreng dari Dermaga Mutean yang ada di Desa Ujung alang ke Pelabuhan Sleko yaitu pukul 08.00 WIB dan pukul 13.00 WIB, sebaliknya untuk keberangkatan dari Pelabuhan Sleko ke Dermaga Mutean yaitu dari pukul 08.00 WIB, 12.00 WIB s/d 15.00 WIB. Jika menggunakan kapal Fiber harus menggunakan sistem sewa kapal. Biaya yang dikeluarkan dengan menggunakan kapal compreng hanya dikenakan Rp 10.000/orang, sedangkan menyewa kapal fiber dikenakan biaya ± Rp 200.000/kapal karena membutuhkan bahan bakar yang banyak. Jarak dari ibu kota Provinsi Jawa Tengah menuju desa tersebut sekitar 275 km, sedangkan jarak dari kota kabupaten Cilacap ke Desa Ujungalang kurang lebih 17 km.
28
Penduduk dan Mata Pencaharian Desa Ujungalang berada di wilayah Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap. Desa Ujungalang terdiri dari 4 dusun diantaranya adalah dusun Mutean, Paniten, Lempong Pucung dan Bondan. Jumlah penduduk di Desa Ujungalang sebesar 4937 jiwa yang terdiri dari 1184 kepala keluarga (KK) dengan kepadatan penduduk di Desa Ujungalang rata-rata 79,9 jiwa/km2. Perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di Desa Ujungalang antara lain yaitu untuk jumlah laki-laki sebanyak 2836 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 2350 jiwa. Penduduk Desa Ujungalang terdiri dari 2 etnis yaitu etnis jawa dan etnis sunda. Penduduk etnis jawa berjumlah 4512 jiwa sedangkan yang etnis sunda berjumlah 425 jiwa. Berikut jumlah penduduk menurut golongan usia berdasarkan Profil Desa Ujungalang tahun 2015. Tabel 8 Jumlah penduduk menurut usia golongan No 1 2 3
Usia (tahun) 0-15 15-65 > 65 Jumlah penduduk Sumber : Profil Desa Ujungalang Tahun 2015
Jumlah 1400 3152 385 4947
Selain itu, tingkat pendidikan masyarakat Desa Ujungalang saat ini semakin maju dikarenakan fasilitas ataupun sarana pendidikan tidak susah dijangkau dibandingkan jaman dahulu. Data dari Profil Desa Ujungalang tahun 2015, lulusan dari taman kanak-kanak (TK) berjumlah 22 orang, Sekolah Dasar (SD) berjumlah 62 orang, Sekolah Menengah Pertama (SMP) berjumlah 80 orang, dan Sekolah Menengah Atas (SMA/sederajat) berjumlah 74 orang. Sebagian besar penduduk bermatapencaharian lebih mendominasi sebagai nelayan atau memiliki pekerjaan yang masih berkaitan dengan hasil tangkapan laut. Selain itu, tidak kalahnya dengan petani yang masih menggantungkan hidupnya dari hasil pertanian mereka, dan selebihnya merupakan pedagang, karyawan swasta, dan sebagainya seperti yang tercantum pada tabel berikut. Tabel 9 Jumlah dan persentase penduduk Desa Ujungalang berdasarkan mata pencaharian Jenis Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) TNI/Polri Swasta Wiraswasta/Pedagang Petani Tukang Buruh Tani Pensiunan Nelayan Peternak Jasa Pengrajin
Jumlah (orang) 7 1 8 63 1027 25 443 2 1897 31 12 4
Persentase (%) 0.14 0.02 0.16 1.28 20.80 0.51 8.97 0.04 38.42 0.63 0.24 0.08
29
Pekerja seni Tidak bekerja/pengangguran Lainnya Jumlah Sumber: Profil Desa Ujungalang Tahun 2015
0 1400 17 4937
0 28.36 0.34 100
Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat tidak hanya menggantungkan hidupnya pada satu jenis pekerjaan saja, namun mengambil bagian jenis pekerjaan lainnya. Misalnya salah satu penduduk bekerja tetap sebagai petani, namun ia tidak harus terus menerus bekerja di ladang maupun di sawah tetapi bisa juga berprofesi sebagai nelayan untuk menangkap ikan agar dapat menambahi kebutuhan hidup sehari-hari. Kondisi Sosial Ekonomi Fasilitas yang terdapat di Desa Ujungalang terdiri dari fasilitas kesehatan, pendidikan, prasarana umum serta fasilitas rumah ibadah. Fasilitas kesehatan yang ada di Desa Ujungalang terdiri atas 2 poskesdes dan 8 UKBM (posyandu dan polindes) serta terdapat 1 orang bidan yang ditempatkan di desa tersebut dengan peralatan medis yang sederhana. Kemudian, terdapat fasilitas pendidikan yang terdiri atas 2 gedung sekolah TK/PAUD, 2 gedung sekolah dasar (SD) dan 1 gedung sekolah SMP. Selain itu, ada beberapa lokasi yang digunakan oleh masyarakt untuk kepentingan umum yang terdiri dari 4 buah prasarana olahraga, 2 buah balai pertemuan dan 2 buah ruang kesenian/budaya. Selain itu, juga terdapat beberapa fasilitas rumah ibadah yang ada di Desa Ujungalang. Adapun prasarana yang ada teridiri dari 6 bangungan masjid, 7 bangunan mushola dan 2 bangunan gereja. Bahasa sehari-hari yang digunakan masyarakat Desa Ujungalang adalah bahasa Jawa dan tentunya bahasa Indonesia. Namun, ada juga yang menggunakan bahasa Sunda dikarenakan penduduk tersebut merupakan pendatang dari Jawa Barat sehingga cukup banyak juga masyarakat sunda yang tinggal di Desa Ujungalang dan menggunakan bahasa sunda terutama di Dusun Lempong Pucung. Selain itu, terdapat beberapa kelembagaan yang ada di Desa Ujungalang antara lain Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) yang berjumlah 9 orang, Lembaga adat, TP PKK yang berjumlah 27 orang, Karang Taruna yang berjumlah 13 orang dengan melakukan kegiatan seperti Lomba Dayung dan HUT RI, serta terdapat 12 RW dan 39 RT yang terdapat di Desa Ujungalang. Adapun potensi yang terdapat di desa ini adalah potensi perikanan tangkap, pertanian dan lokasi wisata mangrove. Desa Ujungalang memiliki potensi sumberdaya perikanan yang melimpah mulai dari rajungan, kepiting, ikan belanak, ikan kiper, udang, kerang totok dan sebagainya. Selain itu, masyarakat juga menanam padi yang memiliki salinitas yang cukup tinggi dan bisa mengumpukan hasil panen yang cukup banyak meskipun dengan kondisi lahan seperti itu. Masyarakat juga menanam kacang-kacangan dan sebagainya seperti kacang hijau, kacang tanah, cabai, terong dan lain-lain untuk menambah kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Begitu juga dengan ekosistem mangrove yang ada di desa ini, memiliki banyak potensi yang bisa dimanfaatkan masyarakat dan saat ini bibit mangrove dapat dijual serta dibuat dan dijual hasil olahan
30
mangrove ketika diundang dalam pameran meskipun buah mangrove tersebut hanya ada sekali dalam setahun. Gambaran Umum Kelompok Tani Patra Krida Wana Lestari Pada tahun 1995-1996, luasan ekosistem mangrove yang ada di Desa Ujungalang digunakan untuk lahan tambak ikan dan udang oleh para investor dari luar serta masyarakat setempat sehingga mangrove-mangrove yang berada di kawasan Segera Anakan khususnya di Desa Ujungalang mengalami kerusakan parah. Pada saat panen udang tersebut, investor dan masyarakat sekitar mendapatkan keuntungan yang begitu besar. Lalu di tahun 1998-1999, udangudang tersebut diserang oleh virus white spot atau yang disebut dengan penyakit bercak putih pada udang dan sehingga para investor serta masyarakat mengalami kerugian yang sangat besar. Kemudian para investor tersebut gulung tikar dan meninggalkan serta membiarkan lahan tambak ikan/udang tersebut begitu saja. Kemudian salah satu warga dari Desa Ujungalang tersebut merasa terpanggil untuk mengembalikan keadaan hutan mangrove yang sudah rusak dan gundul. Dengan seorang diri, ia mencari bibit mangrove dan menanam di sekitaran kawasan Segera Anakan dan kemudian mengajak serta membentuk sebuah kelompok yang dinamakan Keluarga Lestari yang berjumlah 7 orang. Mereka merasa perihatin terhadap kondisi mangrove yang ada di desa mereka. Adapun tujuan dari kegiatan pengelolaan mangrove ini yaitu untuk melakukan penghijauan kembali mangrove yang telah rusak akibat tambak udang dan pencurian kayu oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Oleh sebab itu, mangrove-mangrove yang ada di kawasan Segera Anakan khususnya di Desa Ujungalang mengalami kerusakan yang cukup parah. Pada tahun 2005, beberapa dari masyarakat juga tergerak untuk bergabung dalam melestarikan mangrove dan terbentuklah kelompok tani Krida Wana Lestari. Lalu pada tahun 2009, Pemda Cilacap melakukan penanaman 1000 mangrove di Desa Ujungalang dengan membawa pihak dari Pertamina dan melihat mangrove mulai kembali pulih, namun belum semua mangrove ditanami dikarenakan lahan yang begitu luas dan bukan hanya Desa Ujungalang saja yang mereka tanami dengan jenis-jenis mangrove, tetapi juga desa lain yang masih terdapat lahan yang masih kosong dan gundul. Di tahun 2010, Pertamina ingin kelompok tani tersebut menjadi mitra binaan mereka dan terbentuklah kelompok tani Patra Krida Wana Lestari. Arti dari tiap kata tersebut diambil dari bahasa jawa yaitu patra berarti minyak, krida berarti kerja, wana berarti hutan dan lestari berarti melestarikan ataupun menghijaukan. Pada saat itu, kelompok tani ini sering mendapatkan penghargaan dan bantuan berupa material seperti pembuatan tracking mangrove dari KKP di tahun 2012. Berikut pihak-pihak yang terlibat memberikan bantuan dan bentuk apa saja yang diberikan kepada kelompok tani tersebut antara lain: 1. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) :tracking mangrove, gazebo (4 unit), gapura, pelampung. 2. Dinas Kelautan dan Perikanan Cilacap : bibit ikan, perbaikan jalan, air bersih, gazebo (4 unit), menara pandang (1 unit), dan papan nama-nama mangrove 3. Pertamina Cilacap : menara pandang (1 unit), kapal patroli (1 unit)
31
Adapun bentuk penyuluhan yang diberikan oleh pemda maupun Pertamina antara lain penanaman mangrove, budidaya udang dan kepiting serta cara berwirausaha. Pertamina maupun pemda memberikan sosialisasi dan penyuluhan kepada kelompok masyarakat tersebut hanya dilakukan 1-2 kali dalam setahun.Namun saat ini, kelompok tersebut lebih fokus terhadap kegiatan pengelolaan mangrove yang ada di Desa Ujungalang dan mina wisata/tracking mangrove yang ada di lokasi tersebut. Luas hutan mangrove yang ada di Desa Ujungalang ini adalah ± 2000 ha sedangkan untuk luas lokasi wisata mangrove adalah ± 6 ha dan sampai saat ini jumlah masyarakat yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan ekosistem mangrove yaitu ± 30 orang. Bentuk-bentuk partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat Desa Ujungalang ini berupa bentuk tenaga, ide, bahkan materi berupa uang demi kelangsungan dan kelestarian ekosistem mangrove di desa mereka.
Gambar 2 Awal terbentuknya Kelompok Tani Patra Krida Wana Lestari (Tahun) Kondisi Sebaran Mangrove Berdasarkan hasil penelitian Ardli et al. (2013) luas mangrove yang ada di Segara Anakan pada tahun 2012 sebesar 8000 ha, sedangkan menurut Purwanto et al. (2013) luasan mangrove sebesar 6716 ha. Hal itu sebagai salah satu indikasi bahwa telah terjadi penuruna luas mangrove sekitar 1284 ha. Penurunan luas mangrove disebabkan oleh faktor alam dan aktivitas manusia. Hutan mangrove di Segera Anakan dapat tumbuh subur dikarenakan pada wilayah tersebut merupakan muara dari sungai-sungai yang cukup besar, diantaranya Sungai Citanduy, Sungai Cimeneng, Sungai Cibeureum, Sungai Sapu Regel, Sungai Donan dan sebagainya. Berikut perubahan habitat mangrove di Segera Anakan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Perubahan habitat di Segera Anakan (dalam satuan hektar (ha)) Habitat Mangrove
1978 1987 1991 1995 1998 2001 2004 2006 17090.1 15827.6 12592.3 10974.6 10938.3 9881.6 9271.6 9237.8
Laguna
3491.0
2224.8
1187.4
1173.1
1173.2
1004.1
931.8
1001.9
Sungai
2731.2
2203.8
2281.4
2286.4
2286
2270.9 2323.6 2052.2
Mud flat
462.5
655.4
859.8
381.6
317.6
144.6
27.4
173.3
Pemukiman
61.7
247.8
260.8
258.8
263.8
292.0
312.1
313.0
32
Sawah
0
1725.7
5783.5
7786.9
7778.3
88752
9442.6 9501.0
Tegalan
0
717.5
596.5
593.7
625.0
632.0
755.3
134.8
Tambak
0
136.0
175.5
282.1
355.0
603.9
5683
471.7
Area indsutri
0
97.9
99.3
99.3
99.3
132.2
203.8
211.7
Sumber: Ardli et al.(2009)
Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Desa Ujungalang Pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang ini merupakan pengelolaan yang menempatkan masyarakat sebagai aktor utama dalam pengelolaan sumberdaya alam. Terdapat pengelolaan unsur-unsur pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat antara lain batas wilayah, aturan, hak, pemegang otoritas, monitoring, dan sanksi. 1. Batas wilayah ekosistem mangrove yang ada di Desa Ujungalang tidak jelas. Menurut pendapat Sekretaris Desa Ujungalang dan Ketua Kelompok Tani Patra Krida Wana Lestari, luas ekosistem mangrove di Desa Ujungalang ±2000 ha sedangkan luas lokasi wisata mangrove adalah 6 ha. 2. Aturan yang ada di Desa Ujungalang mengenai mangrove adalah aturan berupa larangan untuk mengambil kayu mangrove secara berlebihan. Apabila ketahuan mengambil kayu mangrove secara berlebihan akan dikenai sanksi. 3. Hak terdiri dari acess right, withdrawl right, management right, exclusion right dan alienation right. Pada penelitian ini, hak yang ada dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujunglang sampai pada tahap management right dimana orang tersebut bisa masuk dan mengakses, memanfaatkan dan mengelola sumberdaya yang ada di wilayah tersebut. 4. Pemegang otoritas terdapat kelompok tani yang mengelola ekosistem mangrove tersebut yang terdiri dari ketua kelompok, bendara, sekretaris dan anggota-anggota. 5. Monitoring ataupun pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat ataupun kelompok tani Patra Krida Wana Lestari ini yaitu melakukan kegiatan patroli di kawasan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang yang bertujuan untuk menangkap orang apabila mangrove-mangrove tersebut dicuri dan diambil secara berlebihan, namun jadwal pengawasan ini tidak ditentukan berapa kali kegiatan patroli tersebut dilakukan oleh kelompok tani. 6. Sanksi yang diberikan apabila ketahuan mencuri dan mengambil kayu mangrove secara berlebihan hanya diberikan sanksi sosial dan alat-alat tebang untuk mengambil kayu akan ditahan, kapal untuk mengangkut kayu tersebut juga ditahan serta kayu-kayu yang telah diambil tersebut akan diambil oleh kelompok tani dan kayu-kayu tersebut akan diberikan ketika ada warga yang akan melakukan hajatan.
33
Tanaman penyusun ekosistem mangrove mempunyai fungsi yang sangat penting secara ekologi dan ekonomi, baik untuk masyarakat lokal, regional, nasional maupun global. Dengan demikian, adanya sumberdaya mangrove ini perlu diatur dan ditata pemanfaatannya dengan baik dan bertanggung jawab sehingga kelestarian ekosistem mangrove dapat dipertahankan dan terjaga. Masyarakat Desa Ujungalang telah memanfaatkan buah mangrove dan diolah menjadi makanan maupun minuman. Adapun jenis-jenis mangrove yang telah diolah oleh masyarakat setempat dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Jenis-jenis mangrove yang diolah sebagai bahan makanan ataupun minuman di Desa Ujungalang tahun 2016 No 1
Jenis mangrove Nypa fruticans
Nama Indonesia Nipah
2
Sonneratia caseolaris
Pidada
3
Bruguiera gymnorrhiza Bruguiera sexangula Avicennia alba Avicennia marina
Tancang
4
Api-api
-
Jenis makanan Kolak Wajik Manisan Es buah Dodol pidada Permen buah Sirup Selai Keripik Cake Keripik
Melihat fungsi ekosistem mangrove yang sangat strategis dan semakin meluasnya kerusakan yang terjadi di ekosistem mangrove di Desa Ujungalang, maka upaya pelestarian ekosistem mangrove harus segera dilakukan dengan berbagai cara. Upaya untuk melestarikan mangrove yang dilakukan oleh masyarakat setempat antara lain pembibitan, penanaman, persemaian, pembersihan lahan, pengkombinasian antara tambak ikan dengan tanaman mangrove (silvofishery) dan rencananya akan dilakukan tempat pemancingan di area tracking mangrove.
Gambar 3 Kegiatan Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Desa Ujungalang
34
Pembibitan Ekosistem mangrove yang rusak dapat dipulihkan dengan cara restorasi/rehabilitasi. Cara ini dipahami sebagai usaha mengembalikan kondisi lingkungan kepada kondisi semula secara alami. Campur tangan manusia diperlukan untuk membuka jalan dan mempercepat proses tersebut. Kegiatan pembibitan merupakan salah satu cara awal untuk membentuk berlangsungnya proses tersebut. Pembibitan diawali dengan pencarian bibit mangrove, kemudian bibit tersebut ada yang dikeringkan atau dijemur terlebih dahulu dan ada juga yang langsung dimasukin ke dalam polybag. Kegiatan pembibitan biasanya dihasilkan oleh masyarakat mulai dari ratusan hingga ribuan bibit mangrove. Kegiatan ini dilakukan oleh masyarakat Desa Ujungalang yang tergabung dalam kelompok tani Patra Krida Wana Lestari. Benih yang digunakan untuk pembibitan ini berasal dari sekitaran ekosistem di Desa Ujungalang bahkan dari ekosistem kawasan Segera Anakan. Jenis-jenis yang disemaikan antara lain yaitu Rhizophora (bakau), Bruguiera (tancang), Avicennia (Api-api), Sonneratia (bogem), dan Xylocarpus granatum (nyirih). Jenis ini merupakan jenis yang mendominasi tumbuh di lingkungan Desa Ujungalang. Hasil dari pembibitan ini digunakan penanaman di lahan desa sendiri bahkan ada juga nanam di desa lain, dan juga bisa melayani pemesanan untuk penanaman di luar Kecamatan Kampung Laut, Segera Anakan. Pemesanan bibit biasanya dijual sampai ke Jakarta, Surabaya, Pacitan, Pati, dan daerah pantura lainnya. Harga bibit biasanya tergantung jenis dan ukuran, misalnya jenis Sonneratia caseolaris yang berumur kurang lebih empat bulan dihargai Rp 700 sampai Rp 800/batang kemudian ada yang ukuran 2 m dikenakan harga Rp 1.000/batang. Penjualan bibit bisa ratusan hingga ribuan tergantung dengan pemesanan untuk rehabilitasi mangrove di daerah-daerah lain. Penanaman Kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menjaga kelestarian ekosistem mangrove sudah mulai muncul. Hal ini merupakan usaha dari beberapa tokoh dari masyarakat yang dengan sukarela mengabdikan hidupnya untuk menjaga dan mengajak masyarakat lain untuk peduli terhadap ekosistem mangrove khusunya di Desa Ujungalang. Dalam usaha pelestarian ekosistem mangrove, masyarakat Desa Ujungalang melakukan kegiatan penanaman pada ekosistem mangrove di sekitar lingkungan yang mereka tempati. Penanaman dilakukan di areal belakang rumah ataupun di samping rumah yang bersinggungan langsung dengan perairan, dan di areal yang rusak serta di lahan tambak yang mereka miliki. Penanaman dilakukan tidak secara rutin, hanya saat tersedia saja mereka menanam. Sebelum melakukan kegiatan penanaman, masyarakat membersihkan lahan yang akan ditanami mangrove seperti yang dilakukan di tracking mangrove, masyarakat rutin sekali melakukan bersih-bersih lahan yang diadakan setiap hari jumat tepatnya dari pagi hari hingga siang hari. Namun saat ini tidak rutin lagi dikarenakan masyarakat sibuk dengan hasil panen mereka, sehingga waktu untuk bersih-bersih tersita dan setelah selesai memanen hasil padinya diharapkan kegiatan ini akan berlanjut lagi seperti biasanya. Selain itu, sebelum penanaman bibit mangrove, masyarakat juga melakukan penyulaman bibit mangrove dimana mangrove-mangrove yang sudah mati dibuang dan diganti dengan bibit yang baru.
35
Teknik penanaman tanaman mangrove yang dilakukan ini tidak jauh berbeda dengan teknik penanaman pada tanaman lainnya, yaitu semai ditanam pada lubang yang sudah tersedia dengan melepas polybag. Penanaman jenis tanaman mangrove ini telah diperkenalkan dengan teknik penanaman dengan menggunakan beberapa potongan bambu-bambu kecil. Penanaman tanaman mangrove atau yang sering disebut dengan tanaman bakau dengan cara seperti ini diharapkan mampu meminimalisir ataupun memperkecil kematian bibit mangrove sehingga pertumbuhan bibit bisa menjadi lebih optimal. Empang Parit (Silvofishery) Empang parit (Silvofishery) merupakan pola pendekatan teknis yang cukup baik, yang terdiri atas rangkaian kegiatan terpadu antara kegiatan budidaya ikan dengan kegiatan penanaman, pemeliharaan, pengelolaan dan upaya pelestarian ekosistem mangrove. Sistem empang parit ini, tambak yang digunakan untuk budidaya dibuat dalam bentuk parit yang mengelilingi tegakan pohon. Ketahanan tambak tumpangsari tergantung dari jenis tanaman penyusun mangrove dan periode pertumbuhannya. Jenis utama dalam budidaya perikanan yang diusahakan di tambak tumpangsari ataupun empang parit ini adalah bandeng, mujair dan udang windu. Adapun jenis tanaman mangrove yang ditanam di sekitar empang parit adalah Rhizoppora mucronata (bakau), dan Avicennia marina (api-api). Manfaat dari pengelolaan ekosistem mangrove pola emapng parit ini salah satunya adalah meningkatkan persentase keberhasilan tanaman di atas 80%. Penerapan pola empang parit oleh masyarakat Desa Ujungalang belum sesuai karena rata-rata masyarakat hanya menaman tanaman di dalam tambak tanpa menggunakan pola empang parit yang benar. Sehingga masih banyak yang mengeluhkan sering terjadinya kegagalan panen ikan ataupun udang yang dibudidayakan terbawa arus saat air pasang datang. Saat ini, empang parit (Silvofishery) hanya sebagian masyarakat yang menggunakannya dan rencananya akan dilakukan kembali pembuatan budidaya ikan oleh masyarakat khususnya masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan di lokasi wisata mangrove yang ada di Desa Ujungalang.
36
37
KARAKTERISTIK RESPONDEN Responden pada pada penelitian ini mayoritas bekerja sebagai petani, hanya saja kadang melaut untuk mendapatkan ikan sebagai tambahan makanan mereka. Menurut Pangestu (1995), faktor internal adalah faktor yang dapat memengaruhi partisipasi individu dalam suatu kegiatan sosial. Faktor internal tersebut antara lain adalah tingkat umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah tanggungan keluarga dan lamanya tinggal di suatu daerah atau lingkungan sosial. Selain itu, menurut Sastropoetro (1988), salah satu faktor internal yang dapat memengaruhi partisipasi adalah persepsi. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa kebanyakan responden memiliki karakteristik individu sebagai berikut: (1) umur dewasa akhir (57%), (2) tingkat pendidikan rendah (86%), (3) tingkat pendapatan rendah (43%), (4) jumlah tanggungan keluarga sedang (50%), dan (5) lama tinggal tergolong lama (46%). Selain itu salah satu faktor internal yang dapat memengaruhi tingkat partisipasi yaitu persepsi. Persepsi ini dikategorikan atas 3 bagian yaitu persepsi terhadap ekosistem hutan/ekosistem mangrove, persepsi terhadap fungsi ekologis, dan persepsi terhadap fungsi dan sosial ekonomi hutan mangrove. Umur Umur merupakan lama waktu hidup responden dari sejak lahir hingga pada saat diwawancarai. Umur responden bermacam-macam mulai dari 23 tahun sampai dengan umur 76 tahun. Pengkategorian tingkat umur responden pada penelitian ini diukur dalam jumlah tahun berdasarkan sebaran rata-rata usia responden yang ditemui di lapang. Tabel 12 Jumlah dan persentase responden berdasarkan umur di Desa Ujungalang tahun 2016 Umur (Tahun) Dewasa awal (23-40) Dewasa akhir (41-58) Masa tua (59-76) Jumlah
Responden n 8 16 4 28
% 28.6 57.1 14.3 100.0
Tabel 12 terdapat proporsi umur responden yang paling banyak berada pada kisaran umur 41-58 tahun (dewasa pertengahan) sebesar 57.1%, kemudian pada kisaran umur 23-40 tahun (dewasa awal) sebesar 28.6% dan yang paling rendah berada pada kisaran umur 59-76 tahun (masa tua) yaitu sebesar 14.3%. Hal ini disebabkan masyarakat yang berumur 59-76 tahun (masa tua) memiliki kondisi fisik yang sudah menurun dan tidak cukup produktif lagi untuk melakukan kegiatan pengelolaan mangrove di Desa Ujungalang. “Kebanyakan yang ikut ya teman-teman bapak mas, kalo yang tua-tuanya udah agak susah tapi tetap semangat kerjanya, kayak pak Mat udah sakit struk jadi gak bisa ngapa-ngapain lagi” (Pak WHY, 51 tahun, Kepala Dusun Lempong Pucung dan ketua kelompok Patra Krida Wana Lestari )
38
Kutipan di atas adalah sedikit penjelasan yang saya kutip dari hasil wawancara mendalam dengan Bapak WHY, 51 tahun. Penjelasan ini dapat menguatkan data tentang umur responden. Pendidikan Tingkat pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jenjang pendidikan formal yang ditempuh oleh responden. Pendidikan formal responden dalam penelitian ini cukup bervariasi mulai dari yang tidak sekolah sampai mengikuti pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA). Tingkat rendah, sedang dan tingginya pendidikan formal responden dientukan dengan menerapkan pendekatan emik. Tabel 13 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Ujungalang tahun 2016. Tingkat Pendidikan Rendah (Tidak tamat/tamat SD) Sedang (Tamat SMP/sederajat) Tinggi (Tamat SMA/sederajat) Jumlah
Responden n 24 3 1 28
% 85.7 10.7 3.6 100.0
Tabel 13 menunjukkan tingkat pendidikan masyarakat ataupun responden yang terlibat dalam pengelolaan ekosistem mangrove tergolong rendah. Jumlah responden berpendidikan rendah (Tidak lulus/lulus SD) yaitu 85.7%, responden berpendidikan sedang (tamat SMP) yaitu 10.7% sedangkan yang berpendidikan tinggi yaitu 3.6%. Tingkat pendidikan masyarakat dilokasi penelitian sebagian besar berpendidikan rendah (tidak tamat/tamat SD), hal ini disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat jaman dulu akan pentingnya pendidikan dan tentu saja disebabkan juga kondisi ekonomi yang rendah. “Wajar aja mas kebanyakan masyarakat disini lulusan SD dulu bahkan gak sekolah. Bapak aja lulusan SD, mas…percaya gak? Soalnya dulu kalau mau melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi harus menempuh jarak yang jauh, sekarang aja udah dekat dekat sekolahnya, aksesnya udah gampang, gak semudah jaman bapak dulu mas. Terus ada juga karena kondisi ekonomi keluarga yang kurang mampu”. (Pak WHY, 51 tahun, Kepala Dusun Lempong Pucung sekaligus ketua kelompok Patra Krida Wana Lestari)
Tingkat Pendapatan Faktor pendapatan berkaitan dengan mata pencaharian seseorang. Masyarakat di Desa Ujungalang sebagian besar mata pencahariannya didominasi oleh nelayan dan petani, pendapatannya bersifat tidak tetap dan tergantung perolehan hasil tangkapan dan pertanian. Namun, untuk responden yang terlibat dalam pengelolaan ekosistem mangrove sebagian besar mata pencahariannya didominasi oleh petani. Berdasarkan hasil temuan dilapang bahwa pendapatan responden paling rendah secara keseluruhan yaitu Rp500.000 sedangkan paling tinggi yaitu Rp4.500.000 per bulan. Kategori tinggi rendah sedang ditentukan dalam satuan rupiah berdasarkan data dilapang. Tingkat pendapatan responden di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 14.
39
Tabel 14 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendapatan di Desa Ujungalang tahun 2016. Tingkat Pendapatan Rendah (
Rp3.200.000) Jumlah
Responden n 12 11 5 28
% 42.9 39.3 17.8 100.0
Berdasarkan pengelompokan tingkat pendapatan pada Tabel 14 bahwa sebagian besar responden di lokasi penelitian termasuk dalam kelompok pendapatan rendah berkisar Rp 3.200.000/bulan sebesar 17.8%. Responden yang memiliki pendapatan rendah adalah sebagian besar bekerja sebagai petani dan hanya mengandalkan hasil pertanian saja seperti padi, sedangkan untuk tingkat pendapatan sedang dan tinggi memiliki pekerjaan seperti menjadi buruh tani, tengkulak ikan, pedagang (usaha di warung), dan perangkat desa. Selain itu, responden yang memiliki pendapatan sedang dan tinggi memiliki usaha lain seperti menanam pohon sengon, dan petani gula aren. Jumlah Tanggungan Rumahtangga Jumlah tanggungan rumahtangga adalah banyaknya anggota keluarga baik inti maupun tidak, yang hidup dalam satu atap ataupun yang menetap dalam satu rumah dimana responden itu tinggal. Hasil dari wawancara dengan responden, jumlah tanggungan rumahtangga ini digolongkan menjadi tiga kategori yaitu kategori sedikit jika jumlah tanggungan rumahtangga sebanyak 1-3 orang, kategori sedang jika jumlah tanggungan rumahtangga sebanyak 4-6 orang, dan kategori banyak jika jumlah tanggungan rumahtangga sebanyak 7-8 orang. Jumlah dan persenatse berdasarkan jumlah tanggungan rumahtangga responden dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jumlah tanggungan rumahtangga di Desa Ujungalang tahun 2016 Jumlah Tanggungan Rumahtangga Sedikit (1-3 orang) Sedang (4-6 orang) Banyak (7-8 orang) Jumlah
Responden n 13 14 1 28
% 46.4 50.0 3.6 100.0
Berdasarkan hasil wawancara kepada 28 responden tersebut, terdapat 13 responden atau sebanyak 46.4% yang memiliki jumlah tanggungan rumahtangga sebanyak 1-3 orang, ada 14 responden atau 50% memiliki jumlah tanggungan rumahtangga 4-6 orang dan hanya 1 orang atau 3.6% yang memilliki jumlah tanggungan rumahtangga 7-8 orang. Hal ini menunjukkan mayoritas responden memiliki jumlah tanggungan rumahtangga sebanyak 4-6 orang yang tinggal dalam satu rumah. Berdasarkan hasil penelitan, bahwa jumlah tanggungan
40
rumahtangganya 4-6 orang ini memiliki anak lebih dari tiga, selain itu juga orang tua ataupun mertua dari responden juga tinggal bersamanya dalam satu atap rumah. Lama Tinggal Lama tinggal dalam penelitian ini diukur dengan melihat lamanya waktu responden tinggal dan berdomisili di lokasi penelitian hingga waktu responden tersebut diwawancarai. Kategori lamanya tinggal dikelompokkan atas tiga bagian yaitu kategori baru jika lamanya tinggal responden di lokasi penelitian < 23 tahun, kategori sedang jika lamanya tinggal responden di lokasi penelitian 23-44 tahun, sedangkan untuk kategori lama jika lamanya tinggal responden di lokasi penelitian > 44 tahun. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, lamanya tinggal responden di lokasi penelitian tersebut, terdapat responden paling lama tinggal di lokasi penelitian tersebut yaitu 57 tahun, sedangkan paling rendah yaitu 6 tahun. Tabel 16 Jumlah dan persentase responden berdasarkan lama tinggal di Desa Ujungalang tahun 2016 Lama tinggal Baru (<23 tahun) Sedang (23-44 tahun) Lama (>44 tahun) Jumlah
Responden n 3 12 13 28
% 10.7 42.9 46.4 100.0
Berdasarkan Tabel 16, terdapat 3 responden yang baru tinggal (<23 tahun) di lokasi penelitian atau sekitar 10.7%. Selain itu, ada 12 responden ataupun 42.9% yang sudah tinggal di lokasi penelitian selama 23-44 tahun, sedangkan responden yang tinggal lebih dari 44 tahun di lokasi penelitian ada 13 orang/responden atau sekitar 46.4%. Hal ini menunjukkan bahwa responden yang paling lama tinggal di lokasi penelitian merupakan asli warga/masyarakat dari Desa Ujungalang yang bersuku jawa, mulai dari sejak lahir hingga sampai saat diwawancarai, sedangkan untuk kategori sedang dan baru merupakan masyarakat sebagian masyarakat pendatang dari daerah lain umumnya yang bersuku sunda. Hal ini sesuai dengan pernyataan salah satu responden: “Kalo disini mas kebanyakan penduduk asli sini, orang jawa semua, tapi banyak juga masyarakat pendatang dari daerah lain misalnya dari Pangandaran, buat rumah disini, ada juga karena dapat istri orang sini juga, jadi tinggal dan menetap di Desa Ujungalang. Pendatangnya kebanyakan dari sunda mas…”(Pak SWT, 44 tahun, Sekdes Ujungalang).
Persepsi Masyarakat terhadap Ekosistem Hutan Mangrove Persepsi masyarakat pesisir terhadap hutan mangrove dapat menjadi salah satu indikator ataupun alat ukur untuk melihat pengetahuan dan pemahaman mereka tentang ekosistem mangrove beserta fungsi-fungsinya baik secara ekologi, sosial maupun ekonomi. Menurut Rakhmat (2004) persepsi merupakan pengalaman tentang obyek, peristiwa, ataupun hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi mengenai ekosistem mangrove ini dikategorikan ke dalam beberapa bagian,
41
diantaranya adalah persepsi mengenai kondisi fisik dan biologis ekosistem mangrove, fungsi ekologi dan sosial ekonomi hutan mangrove. Tabel 17 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi terhadap ekosistem hutan mangrove tahun 2016 Persepsi terhadap ekosistem hutan mangrove Persepsi positif Persepsi negatif Jumlah
Responden n 28 0 28
% 100.0 0.0 100.0
Berdasarkan hasil survei kepada 28 responden, sebanyak 100.0% masyarakat memilih persepsi positif, sehingga tidak satupun responden yang memilih persepsi yang negatif. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan mereka seragam mengenai ekosistem mangrove. Masyarakat mengetahui bahwa mangrove merupakan perpaduan kehidupan antara laut dan darat, tumbuh di daerah lembab dan berlumpur, dipengaruhi oleh pasang surut air laut, terdapat jenis hewan yang hidup di ekosistem hutan mangrove seperti udang, ikan, burung dan mangrove dapat tumbuh dengan sendirinya secara alami, seperti yang diungkapkan oleh Bpk RND (53 tahun): “Bakau bisa tumbuh sendiri mas, misalnya jenis Rhizophora, kalau jatuh ke tanah atau lumpur bisa tumbuh langsung mas. Kalau menurut bapak ya, burung bangau, ikan, udang bisa kita jumpai mas disana, saolnya memang disana habitatnya, tempat hidup cari makan”.(Pak RND, 53 tahun, anggota kelompok Patra Krida Wana Lestari)
Selain persepsi masyarakat terhadap ekosistem mangrove, juga terdapat fungsi ekologis, sosial dan ekonomi mangrove yang di survei kepada 28 responden. Persepsi mengenai fungsi ekologis ekosistem hutan mangrove ini adalah pandangan masyarakat tentang peran hutan mangrove terhadap kondisi alam dan lingkungan sekitarnya. Pengukuran ini berguna untuk menganalisis pengetahuan maupun pandangan masyarakatterkait fungsi ekologis hutan mangrove berdasarkan pengalaman yang telah dialaminya. Tabel 18 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi terhadap fungsi ekologi mangrove tahun 2016 Persepsi terhadap fungsi ekologi ekosistem hutan mangrove Persepsi positif Persepsi negatif Jumlah
Responden n 28 0 28
% 100.0 0.0 100.0
Tabel 18 terdapat seluruh responden yaitu sebanyak 100% yang memiliki pandangan atau persepsi yang positif terhadap fungsi ekologi hutan mangrove. Berdasakan hasil wawancara bersama responden, mereka mengetahui dan sependapat bahwa hutan mangrove sebagai penyedia makanan bagi hewan laut seperti ikan, udang, kepiting dan sebagainya. Selain itu, masyarakat juga
42
mengetahui bahwa mangrove sebagai tempat pemijahan dan berkembang biaknya jenis ikan maupun udang. Mereka setuju bahwa mangrove juga bisa menahan angin kencang dari gelombang laut dan mampu menahan tanah lumpur. Masyarakat mengetahui hal tersebut berdasarkan apa yang dilihat, dirasakan dari pengalamannya sendiri. Berikut penjelasan dari salah satu responden terkait persepsi terhadap fungsi ekologi mangrove: “Ikan, udang tempat nyari makannya di balik-balik akar mangrove mas. Masyarakat disini juga udah tau mas, kalau mangrove itu bisa nahan angin kencang, makanya di setiap rumah ada mangrove mas, itu mereka yang tanam, mereka sadar kalau mangrove punya banyak fungsi”.(Pak WHY, 51 tahun, Kepala Dusun Lempong Pucung dan ketua kelompok Patra Krida Wana Lestari)
Adapun persepsi fungsi sosial ekonomi mangroveini diukur berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki dan setuju terhadap fungsi mangrove bagi kehidupan masyarakat. Persepsi mengenai fungsi sosial ekonomi mangrove merupakan pandangan mengenai fungsi hutan mangrove yang dapat dimanfaatkan secara sosial maupun ekonomi. Persepsi mengenai fungsi sosial ekonomi hutan mangrove dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Jumlah dan persentase responden berdasarkan persepsi terhadap fungsi sosial ekonomi mangrove tahun 2016 Persepsi terhadap fungsi ekologi ekosistem hutan mangrove Persepsi positif Persepsi negatif Jumlah
Responden n 22 6 28
% 78.6 21.4 100.0
Hasil survei menunjukkan bahwa terdapat beberapa responden yang berpandangan positif maupun negatif terhadap fungsi mangrove sebagai sosial ekonomi. Tabel 19 terdapat 22 responden atau 78.6 % memiliki pandangan ataupun persepsi positif, sedangkan 6 responden atau 21.4 % memiliki persepsi negatif terhadap fungsi mangrove sebagai sosial ekonomi bagi mereka. Masyarakat yang berpandangan ataupun memiliki persepsi positif terhadap fungsi sosial ekonomi hutan mangrove, hal ini dikarenakan mangrove sangat berguna dan menguntungkan bagi kehidupan mereka, semua dapat dimanfaatkan dari mangrove demi kelangsungan hidup. Namun ada juga beberapa dari responden yang menyatakan bahwa tidak semua mangrove dapat dimanfaatkan dan dijadikan sebagai kebutuhan hidup. Berikut pernyataan dari beberapa responden yang berpandangan positif dan negatif terhadap fungsi sosial ekonomi hutan mangrove: “Kalau menurut saya ya mas, mangrove banyak sekali keuntungannya, manfaatnya sangat luar biasa, bisa dijadikan tempat wisata, tambak udang juga bisa, kayu bakar, masih banyak lagi mas, ya cukuplah untuk memenuhi kebutuhan. Bisa di jual juga mangrove nya, kan jadi bisa nambahin pendapatan tuh, jenis vicus retuso atau panggang, lumayan mahal kalo di jual mas, tapi ya gitu disini pada malas…”.(Mas MTN, 41 tahun, anggotakelompok Patra Krida Wana Lestari)
43
“Bapak ga setuju mas kalau kayunya dibuat kayu bakar. Kalau dijadiin kayu bakar ya abis juga mangrove nanti mas. Kalau ranting yang udah jatuh dari pohonnya dijadiin kayu bakar baru bapak setuju. Gak semua mas daun mangrove juga dijadiin pakan ternak. Misalnya Vinlaysonia maritina, itu daun nya beracun, bisa mati kalau di makan sama ternak kayak kambing, pernah dulu soalnya disini kambing warga mati karena tidak tau kalo daunnya itu beracun”.(Pak WHY, 51 tahun, Kepala Dusun Lempong Pucung dan ketua kelompok Patra Krida Wana Lestari)
44
45
PELAKSANAAN PENGELOLAAN DAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE Pelaksanaan kegiatan pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang yang menjadi faktor eksternal yaitu metode kegiatan dan tingkat pelayanan kegiatan dari pihak terkait. Data mengenai pelaksanaan pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang ini dapat dilihat pada Tabel 20 dan Tabel 21. Metode Kegiatan Metode kegiatan merupakan bagian dari pelaksanaan kegiatan yaitu bagaimana pandangan responden terhadap pihak terkait (Pertamina) ataupun dari pihak pemerintah dalam menyampaikan informasi dan melakukan suatu kegiatan kepada masyarakat yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan mangrove. Kategori metode kegiatan ini dikelompokkan atas tiga bagian yaitu rendah jika berada pada rentang 8-10, sedang jika berada pada rentang 11-13 dan tinggi jika berada pada rentang 14-16. Berikut jumlah dan persentase metode kegiatan dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Jumlah dan persentase responden berdasarkan metode kegiatan di Desa Ujungalang tahun 2016 Metode Kegiatan Rendah (8-10) Sedang (11-13) Tinggi (14-16) Jumlah
Responden n 3 7 18 28
% 10.7 25.0 64.3 100.0
Berdasarkan Tabel 20, metode kegiatan yang diberikan baik dari pemeritah maupun Pertamina tergolong tinggi yaitu sekitar 64.3%, hal ini dikarenakan cara penyampaian dan kegiatan yang diberikan oleh pihak terkait kepada responden/masyarakat yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan ekosistem mangrove tersebut sudah baik. Hasil wawancara dengan responden membuktikan bahwa pemerintah maupun pihak Pertamina membantu responden mulai dari sosialisasi yang diberikan hingga bersifat interaktif atau dua arah. Meskpiun pihak terkait memberikan sosialisasi 1-2 kali dalam setahun, akan tetapi itu sangat berguna bagi responden untuk menambah pengetahuan dan informasi terkait mangrove tersebut. Selain itu, responden juga diberikan kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya untuk pengelolaan ekosistem mangrove yang lebih baik lagi ketika sosialisasi berlangsung. “Pertamina dan pemerintah sudah sudah sangat membantu lah mas, ya…walaupun kegiatan sosialisasi yang dilakukan memang 1-2 kali dalam setahun, tapi udah membantu lah. Menambah pengetahuan anggota-anggota juga. Waktu ada sosialisasi dibalai dusun,anggota juga aktif bertanya…”. (Pak WHY, 51 tahun, Kepala Dusun Lempong Pucung sekaligus ketua kelompok Patra Krida Wana Lestari)
46
Pelayanan Kegiatan Pelayanan kegiatan merupakan pandangan responden mengenai pernah atau tidaknya pendampingan dilakukan, kualitas pendampingan ataupun pelatihan yang diberikan terkait dengan pengelolaan ekosistem mangrove tersebut. Kategori pelayanan kegiatan ini dikelompokkan atas tiga bagian yaitu rendah jika berada pada rentang 5-6, kategori sedang jika berada pada rentang 7-8 dan kategori tinggi jika berada pada rentang 9-10. Berikut jumlah dan persentase responden berdasarkan pelayanan kegiatan dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pelayanan kegiatan di Desa Ujungalang tahun 2016 Pelayanan Kegiatan Rendah (5-6) Sedang (7-8) Tinggi (9-10) Jumlah
Responden n 1 6 21 28
% 3.6 21.4 75.0 100.0
Tabel 21 menunjukkan bahwa pelayanan yang diberikan pihak terkait seperti pemerintah dan Pertamina tergolong tinggi yaitu mencapai 75%. Hal ini dikarenakan pelayanan yang diberikan ataupun pendampingan yang dilakukan oleh pihak terkait tersebut mendapatkan respon positif dari responden. Responden mengaku bahwa pelayanan, pendampingan bahkan bantuan telah mereka terima, misalnya bantuan berupa fasilitas seperti pembuatan tracking ataupun lokasi mina wisata mangrove di desa mereka. “Udah banyak mas bantuan yang diberikan mulai dari sosialisasi, pelatihan nanam mangrove sampai memberikan bantuan berupa material, misalnya pembuatan tracking, gazebo, pokoknya yang ada di tracking mas. Kami sangat senang ada yang mendukung kinerja kami”. (Pak WHY, 51 tahun, Kepala Dusun Lempong Pucung sekaligus ketua kelompok Patra Krida Wana Lestari)
Tahapan Tingkat Partisipasi Menurut Cohen dan Uphoff (1977) dalam Rasyida dan Nasdian (2011) tingkat partisipasi terbagi ke dalam empat tahap yaitu partisipasi tahap pengambilan keputusan, tahap pelaksanaan, tahap menikmati hasil, dan tahap evaluasi. Penelitian ini ingin melihat tingkat partisipasi responden berdasarkan keempat tahapan partisipasi tersebut. Berikut jumlah dan persentase responden berdasarkan tahapan tingkat partisipasi dapat dilihat pada Tabel 22.
47
Tabel 22 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat/tahapan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang tahun 2016. Tingkat Partisipasi Tahap Pengambilan Keputusan
Tahap Pelaksanaan
Tahap Menikmati Hasil
Tahap Evaluasi Total
Kategori Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi
Jumlah (orang) 6 9 13 0 12 16 4 10 14 4 8 16 28
Persentase (%) 21.4 32.1 46.4 0.00 42.9 57.1 14.3 35.7 50.0 14.3 28.6 57.1 100.0
Pada Tabel 22 dapat dilihat bahwa setiap tahapan ataupun tingkat partisipasi masyarakat/responden yang ada di Desa Ujungalang dalam pengelolaan ekosistem mangrove tergolong tinggi, mulai dari tahap pengambilan keputusan hingga ke tahap evaluasi. Hal ini dikarenakan masyarakat memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya mengelola, menjaga dan melestarikan ekosistem mangrove yang ada di Desa Ujungalang agar tetap terjaga dan bisa dirasakan oleh generasi mereka selanjutnya. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove yang ada di Desa Ujungalang secara keseluruhan tergolong pada partisipasi yang tinggi. Berikut uraian dan persentase mengenai tahapan tingkat partisipasi.
Gambar 4 Tahapan tingkat partisipasi
48
Tahap Pengambilan Keputusan Tingkat partisipasi pada tahap pengambilan keputusan merupakan tahap awal dari keterlibatan responden dalam kegiatan mengikuti rapat dan proses perencanaan kegiatan ataupun pengambilan keputusan dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang, baik itu bersifat teknis maupun non teknis. Tahapan pengambilan keputusan ini diukur berdasarkan kehadiran responden saat mengikuti rapat-rapat, keaktifan dalam bertanya dan memberikan pendapat, serta mengusulkan rencana kegiatan yang akan dilakukan bersama-sama demi kelancaran dan kemajuan dalam kegiatan pengelolaan ekosistem mangrove tersebut. Hasil dari data lapangan mengenai tingkat partisipasi pada tahap pengambilan keputusan dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Tingkat Partisipasi Responden pada Tahap Pengambilan Keputusan Gambar 5 terdapat tingkat partisipasi responden atau masyarakat yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan ekosistem di Desa Ujungalang pada tahap pengambilan keputusan berada pada kategori tinggi yaitu sebesar 46.4%. Kemudian terdapat 32.1% tingkat partisipasi pada tahap pengambilan keputusan pada kategori sedang dan 21.4% untuk kategori rendah. Tingginya responden yang terlibat dalam pengambilan keputusan pada kegiatan pengelolaan ekosistem mangrove ini dikarenakan aktif dalam mengikuti dan menghadiri rapat, memberikan saran dan pendapatnya dalam kegiatan rapat untuk mengambil sebuah keputusan. Masyarakat yang tergolong sedang dan rendah pada tahap pengambilan keputusan ini dikarenakan tidak berani jika keputusan berada ditangannya, tidak pernah mengusulkan sebuah rencana dan bahkan jarang memberikan pendapatnya. Oleh sebab itu, mereka masih perlu belajar dan untuk sementara hanya mendengarkan dan mengikuti dari hasil keputusan dan kesepakatan yang mereka bahas bersama di waktu rapat. Berikut pernyataan salah satu responden sekaligus ketua kelompok pengelolaan ekosistem mangrove tersebut.
49
“Kalau ada rapat rapat gitu ya pada ikut mas, ya kadang hadir kadang nggak. Waktu rapat ada yang ngasih pendapatnya supaya lebih baik lagi cara pengelolaanya, tapi ada juga yang gak, kayak mas Kusman, Mas Wanto, Jemo, masih ada lagi dan mereka ikut ikut setuju aja, soalnya kalau rapat gitu, keputusan kami ambil bareng-bareng mas. Kalau ada usulan dari warga kami bahas sama-sama. Akhir-akhir ini kami ada rencana ingin buat Silvofishery di lokasi tracking mangrove mas. Jadi kalau ada yang berkunjung bisa sekaligus mancing ikan disitu tapi tidak merusak ekosistem mangrovenya”. (Pak WHY, 51 tahun, Kepala Dusun Lempong Pucung sekaligus ketua kelompok Patra Krida Wana Lestari)
Dapat disimpulkan bahwa tingkat partisipasi pada tahap pengambilan keputusan pada kegiatan pengelolaan ekosistem mangrove tersebut tergolong dalam kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa dalam proses merencanakan suatu kegiatan, perundingan dan pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan hasil keputusan bersama. Usulan masyarakat dalam pembuatan silvofishery dan kolam pemancingan ikan tersebut dibantu oleh proyek dosen Universitas Indonesia. Hal ini bertujuan agar dapat menambah pendapatan masyarakat ketika wisatawan berkunjung ke lokasi tersebut. Tahap Pelaksanaan Tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan merupakan keikutsertaan responden ataupun masyarakat yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan ekosistem mangrove tersebut. Tahap pelaksanaan ini diukur dengan ketersediaan, kehadiran dan keterlibatan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan yang ada dalam mengelola ekosistem mangrove yang ada di Desa Ujungalang. Hasil data di lapang mengenai tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Tingkat Partisipasi Responden pada Tahap Pelaksanaan Pada Gambar 6 terdapat 52.1% tingkat partisipasi masyarakat pada tahap pelaksanaan tergolong tinggi, 47.9% tergolong kategori partisipasi sedang, dan 0% tergolong kategori rendah. Hal ini dikarenakan seluruh responden berperan aktif dan melaksanakan kegiatan-kegiatan, mulai dari pembibitan, pembersihan lahan, hingga sampai pada penanaman mangrove. Namun tidak semua responden
50
terlibat bekerja di lapangan ketika wisatawan berkunjung ke lokasi wisata mangrove dan tidak ikut andil dalam kegiatan penyulaman bibit mangrove. Selain itu, tidak semua responden terlibat menjadi pemandu wisata dikarenakan gengsi dan tidak tahu menjelaskan kepada wisatawan ketika wisatawan bertanya. Namun, untuk kehadiran dalam kegiatan pembibitan, pembersihan lahan, dan penanaman semuanya berperan aktif dalam kegiatan pengelolaan ekosistem mangrove yang ada di Desa Ujungalang. Penjelasan ini diperkuat dari hasil wawancara dengan ketua kelompok Patra Krida Wana Lestari dan salah satu responden: “Masyarakat terlibat semua bekerja di lapang, mas. Pertama itu kami ambil bibit mangrove yang mau ditanam dulu. Ada bibit langsung kita tanam, ada juga yang harus dikeringkan dulu, abis itu kita masukin ke polybag yang udah diberi media tanah. Sebelum ditanam, ada yang bersihkan lahan, ada yang membakar rumput, pokoknya apa yang dikerjakan di lahan yang mau ditanami mangrove mas dan semuanya saling kerjasama. Nah, udah beberapa minggu bibit mangrovenya, langsung kita tanam di lahan yang kosong itu mas”. (Pak WHY, 51 tahun, Kepala Dusun Lempong Pucung sekaligus ketua kelompok Patra Krida Wana Lestari) “Isin nyong lah mas, malu, bingung, ora ngerti lah jelasin nya ke pengungjung kalo misalnya ada yang nanya tentang mangrove. Kalau misalnya bantuin pengunjung kegiatan menanam nyong ikut, buat bibit juga ikut, tapi kalo jadi pemandu wisata nyong ora iso lah mas”. (Mas KSM, 27 tahun, anggota pengelola ekosistem mangrove di Desa Ujungalang)
Tahap Menikmati Hasil Tingkat partisipasi pada tahap menikmati hasil merupakan keikutsertaan peserta dalam menerima hasil, manfaat dan keuntungan yang diperoleh oleh masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan mangrove. Tahap menikmati hasil ini diukur berdasarkan hasil alam hutan mangrove yang dapat dimanfaatkan serta hasil penjualan bibit mangrove. Berikut hasil dari pengambilan data di lapang mengenai tingkat partisipasi pada tahap menikmati hasil dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Tingkat Partisipasi Responden pada Tahap Menikmati Hasil
51
Gambar 7 menunjukkan tingkat partisipasi pada tahapan menikmati hasil terdapat setengah ataupun 50% dari seluruh responden tergolong pada kategori tinggi. Hal ini dikarenakan masyarakat merasakan manfaat dan mendapatkan keuntungan dari hasil kegiatan pengelolaan mangrove tersebut, seperti pemanfaatan kayu untuk bangunan rumah, menambah pendapatan dari hasil penjulaan bibit mangrove, dan memanfaatkan buah mangrove untuk dijadikan makanan, minuman dan masih banyak lagi. Persentase untuk tingkat memanfaatkan hasil dalam kategori sedang dan rendah dikarenakan terdapatnya anggota ataupun responden yang belum pernah menggunakan buah mangrove untuk bahan makanan maupun minuman serta tidak memanfaatkan ekosistem mangrove sebagai lahan tambak ikan. “Kalau hasil penjualan bibit dapat lah mas, yah cukup cukup nambahin kebutuhan keluarga lah, disini juga masyarakatnya baru sebagian orang yang udah manfaatin buah mangrove, diolah jadi makanan dan minuman mas,. Bapak sama keluarga udah nyoba misalnya buah nipa bisa jadi minuman yang segar ditambah sama air kelapa muda, yang mas minum juga waktu kemarin, masih banyak lagi yang bisa dimanfaatkan mas”. (Pak WHY, 51 tahun, Kepala Dusun Lempong Pucung sekaligus ketua kelompok Patra Krida Wana Lestari) “ini yang disamping rumah bapak buat ikan, mas…Ini tiang rumah dari mangrove mas soalnya kuat kayunya. Bapak sama ibu belum pernah ngolah buah mangrove jadi makanan sama minuma, belum pernah nyoba (Pak BSR, 57 tahun, Bendahara Patra Krida Wana Lestari)
Tahap Evaluasi Tingkat partisipasi pada tahap evaluasi merupakan keikutsertaan responden ataupun masyarakat dalam mengevaluasi setiap kegiatan yang dilihat berdasarkan kehadiran responden dalam kegiatan evaluasi, penyulaman terhadap bibit mangrove yang mati serta kondisi setelah kegiatan ekosistem mangrove berlangsung saat ini. Berikut hasil dari pengambilan data di lapang mengenai tingkat partisipasi pada tahap evaluasi dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Tingkat Partisipasi Responden pada Tahap Evaluasi
52
Gambar 8 menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat pada tahap evaluasi tergolong tinggi dikarenakan pada tahap ini masyarakat selalu datang dan hadir jika ada pertemuan untuk mengevaluasi kegiatan yang sudah dilakukan. Waktu masyarakat melakukan kegiatan rapat dalam mengevaluasi kegiatan yang telah berjalan bertepatan dengan kegiatan saat merencanakan suatu kegiatan. Selain itu, masyarakat juga melakukan kegiatan penyulaman dimana bibit-bibit mangrove yang mati dan tidak layak untuk ditanam maupun untuk dijual, dibuang dan diganti dengan bibit yang baru. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, melalui hasil kerja keras dan semangat mereka memberikan dampak yang positif bagi lingkungan ekosistem yang ada di Desa Ujungalang, dimana mangrovemangrovenya kembali hijau dan tidak gundul seperti yang dahulu. Keaktifan masyarakat pada tahap ini sangat perlu untuk diberdayakan, karena dengan mengetahui permasalahan yang muncul dari kegiatan penanaman dan lainnya dapat merencanakan kegiatan berikutnya yang lebih baik dan dapat mengatasinya. “Dulu ini mas magrove disini rusak parah dan bapak dengan anggota lain bisa dibilang sudah berhasil mengembalikan ekosistem mangrove seperti semula, pokoknya kondisinya semakin membaik lah, gitu mas.Kadang kami kumpul buat mengevaluasi kegiatan juga, tapi ga tentu harinya kapan, sesuai dengan jadwal merencanakan kegiatan, dan kalo ada bibit yang mati kami ganti yang baru mas”. (Pak WHY, 51 tahun, Kepala Dusun Lempong Pucung sekaligus ketua kelompok Patra Krida Wana Lestari)
Tingkat Partisipasi Partisipasi merupakan keterlibatan seseorang untuk berperan serta secara aktif dalam suatu kegiatan pembangunan, turut sertanya seseorang dalam memberikan sumbangan baik itu ide, tenaga, dan pikiran dalam pembuatan suatu keputusan mengenai persoalan-persoalan yang dihadapi dimana orang tersebut akan melaksanakan dan bertanggungjawab untuk mengerjakan hal tersebut. Tingkat partisipasi ini dilihat berdarkan hasil seluruh tahapan yang dilakukan oleh masyarakat, dikumpulkan kemudian ditarik menjadi sebuah kesimpulan, yaitu tingkat partisipasi responden secara umum. Cara menarik kesimpula tersebut yaitu dengan menjumlahkan nilai jawaban responden dari seluruh pertanyaan dari setiap tahapan partisipasi. Total seluruh pertanyaan tersebut yaitu 32 pertanyaan dan dibagi ke dalam tiga kategori yaitu rendah (32-42), sedang (43-53), dan tinggi (54-64). Tabel 23 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang tahun 2016 Tingkat Partisipasi Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Responden n 0 12 16 28
% 0.0 42.9 57.1 100.0
53
Berdasarkan Tabel 23 tingkat partisipasi masyarakat termasuk kategori tinggi dengan persentase sebesar 57.1%. Kemudian untuk kategori rendah sebesar 0% dan sedang sebesar 42.9%. Hal ini disebabkan tingginya keterlibatan maupun kesadaran masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove demi menjaga dan melestarikan mangrove. Ini terlihat dari hasil wawancara kepada responden bahwa alasan mereka terlibat dalam kegiatan pengelolaan tersebut adalah rasa kepedulian mereka akan pentingnya mangrove bagi kehidupan.
54
55
HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN FAKTOR EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI Hubungan faktor internal dan faktor eksternal dengan tingkat partisipasi responden diuji dengan menggunakan uji statistik korelasi no-paamatrik Rank Spearman karena kedua variabel tersebut memiliki data dengan skala ordinal. Uji korelasi Rank Spearman merupakan pengujian antar variabel yang berhubungan yang diolah dengan menggunakan program SPSS 16. Adapun ketentuan hipotesis diterima apabila nilai signifikan lebih kecil dari α (0.05), sebaliknya jika nilai yang didapatkan lebih besar dari α (0.05), maka hubungan antara dua variabel tersebut tidak signifikan, dilanjutkan dengan melihat aturan nilai correlation coeficient mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel menurut Sarwono (2006) sebagai berikut: 0 (tidak ada hubungan/korelasi antara dua variabel), >00.25 (korelasi sangat lemah), >0.25-0.5 (korelasi cukup), >0.5-0.75 (korelasi kuat), >0.75-0.99 (korelasi sangat kuat), dan 1 (korelasi sempurna). Nilai α merupakan nilai signifikan antar variabel dan rs merupakan nilai koefisien korelasi Rank Spearman. Hubungan Umur dengan Tingkat Partisipasi Hubungan umur dengan tingkat partisipasi responden diuji dengan menggunakan uji statistik korelasi non-parametrik Rank Spearman karena kedua variabel tersebut memiliki data dengan skala ordinal. Umur yang berada di usia produktif memberikan peluang yang potensial bagi pengelolaan hutan mangrove yang partisipatif. Hal ini didasari atas kemampuan menyerap dan melakukan kegiatan partisipatif lebih besar kemungkinan berhasilnya pada usia produktif (Tambunan, Harahap, dan Lubis 2005). Hubungan antara tingkat umur dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24 Jumlah dan persentase umur dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang tahun 2016 Umur Dewasa awal Dewasa akhir Masa tua Ket: α =0.839
n 0 0 0
Rendah % 0.0 0.0 0.0 rs = 0.040
Tingkat Partisipasi Sedang Tinggi n % n % 4 50.0 4 50.0 6 37.5 10 62.5 2 50.0 2 50.0
Total n 8 16 4
% 100.0 100.0 100.0
Uji korelasi menggunakan SPSS 16 dengan uji Rank Spearman, menunjukkan bahwa tingkat umur dengan tingkat partisipasi tidak terdapat korekasi signifikan dimana nilai signifikannya 0.839>α (0.05) dan memiliki koefisien korelasi sebesar +0.040 yang artinya hubungan sangat lemah. Berdasarkan hasil tabulasi silang pada Tabel 24, umur yang produktif (dewasa akhir) memiliki partisipasi yang tinggi yaitu 62.5%. Ini menunjukkan bahwa semakin produktif usia seseorang semakin tinggi pula tingkat partisipasi yang
56
diberikan (Tambunan, Harahap, dan Lubis 2005). Fakta di lapangan bahwa semua umur baik yang umur dewasa awal, dewasa akhir ataupun tua tetap berpartisipasi dalam pengelolaan ekosistem mangrove di desa mereka. Masyarakat tidak akan ikut berpartisipasi ketika mereka mengalami jatuh sakit yang menyebabkan mereka tidak bisa melakukan sesuatu seperti lumpuh, struk dan sebagainya. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Partisipasi Pangestu (1995) menyatakan tingkat pendidikan seseorang akan memengaruhi tingkat partisipasi dalam suatu kegiatan. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah memberi informasi. Berikut hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25 Jumlah dan persentase tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang 2016 Pendidikan Rendah Sedang Tinggi Ket: α = 0.526
Tingkat Partisipasi Rendah Sedang Tinggi n % n % n % 0 0.0 11 45.8 13 54.2 0 0.0 0 0.0 3 100.0 0 0.0 1 8.3 0 0.0 rs = 0.125
Total n 24 3 1
% 100.0 100.0 100.0
Uji korelasi menggunakan SPSS 16 dengan uji Rank Spearman, menunjukkan bahwa tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi tidak terdapat korelasi signifikan dimana nilai signifikannya 0.526>α (0.05) dan memiliki koefisien korelasi sebesar +0.125 yang artinya hubungannya sangat lemah. Berdasarkan hasil tabulasi silang pada Tabel 25, jumlah pendidikan yang rendah dan sedabg memiliki tingkat partisipasi yang tinggi yaitu 54.2% dan 100.0%. Fakta di lapangan bahwa rata-rata pendidikan responden hanya pada tingkat tamat SD ataupun tidak tamat SD, ini disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat dulu untuk sekolah serta kondisi ekonomi keluarga sehingga mereka putus sekolah. Tingkat pendidikan bukan menjadi penghalang bagi mereka untuk menyalurkan aspirasi dan tenaganya untuk terlibat berpartisipasi dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang, baik itu yang tidak tamat atau tamat SD, tamat SMP maupun tamat SMA. Masyarakat saling bekerja, bersama-sama demi kelestarian mangrove di desa mereka. Hubungan Jumlah Anggota Keluarga dengan Tingkat Partisipasi Menurut Ajiswarman (1996) semakin besar jumlah tanggungan ataupun beban keluarga menyebakan waktu untuk berpartisipasi dalam kegiatan akan berkurang karena sebagian besar waktunya digunakan untuk mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan keluarga. Berikut hubungan jumlah anggota keluarga dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengleolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang dapat dilihat pada Tabel 26.
57
Tabel 26 Jumlah dan persentase anggota keluarga dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang tahun 2016 Jumlah anggota keluarga Sedikit Sedang Banyak Ket: α = 0.184
Rendah n % 0 0.0 0 0.0 0 0.0 rs = -0.259
Tingkat Partisipasi Sedang Tinggi n % n % 4 30.8 9 69.2 7 50.0 7 50.0 1 100.0 0 0.0
Total n 13 14 1
% 100.0 100.0 100.0
Uji korelasi menggunakan SPSS 16 dengan uji Rank Spearman, menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga dengan tingkat partisipasi tidak terdapat korelasi signifikan dimana nilai signifikannya 0.184>α (0.05) dan memiliki koefisien korelasi sebesar -0.259 yang artinya memiliki hubungan terbalik yang cukup. Berdasarkan hasil tabulasi silang pada Tabel 26 menunjukkan jumlah anggota keluarga yang sedikit memiliki tingkat partisipasi yang tinggi yaitu 69.2%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Amba (1998) semakin sedikit jumlah anggota keluarga akan cenderung mempunyai waktu luang dan kesempatan yang lebih besar yang pada akhirnya menentukan tingkat partisipasi, dibandingkan dengan jumlah anggota keluarga yang lebih besar. Namun pada kenyataannya di lapang, responden yang memiliki jumlah anggota keluarga baik itu sedikit, sedang maupun banyak tidak menjadi penghalang bagi mereka untuk meluangkan waktunya berpartisipasi dalam pengelolaan ekosistem mangrove, karena dari mangrove tersebut mereka bisa mendapatkan dan memanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Partisipasi Selain jumlah tanggungan keluarga, tingkat pendapatan juga merupakan faktor yang dapat memengaruhi partisipasi (Pangestu 1995). Berdasarkan hasil penelitian Bahagia (2008) semakin tinggi tingkat penghasilan, semakin besar kemungkinan partisipasi dalam rehabilitasi mangrove. Berikut hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove yang ada di Desa Ujungalang dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27 Jumlah dan persentase tingkat pendapatan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang tahun 2016 Pendapatan Rendah Sedang Tinggi Ket: α = 0.981
n 0 0 0
Rendah % 0.0 0.0 0.0 rs = -0.005
Tingkat Partisipasi Sedang Tinggi n % n % 5 41.7 7 58.3 5 45.5 6 54.5 2 40.0 3 60.0
Total n 12 11 5
% 100.0 100.0 100.0
58
Uji korelasi menggunakan SPSS 16 dengan uji Rank Spearman, menunjukkan bahwa tingkat pendapatan dengan tingkat partisipasi tidak terdapat korelasi signifikan dimana nilai signifikannya 0.981>α (0.05) dan memiliki koefisien korelasi sebesar -0.005 yang artinya memiliki hubungan terbalik yang sangat lemah. Berdasarkan hasil tabulasi silang pada Tabel 27, semakin tinggi tingkat pendapatan maka semakin tinggi pula tingkat partisipasinya (Bahagia 2008). Sesuai dengan kondisi di lapang bahwa meskipun pendapatan perbulan masyarakat/responden berbeda, mereka tetap berpartisipasi karena dari awal masyarakat sudah memiliki kesadaran dan niat yang tinggi untuk tetap mengelola, menjaga dan melestarikan ekosistem mangrove yang ada di Desa Ujungalang. Hubungan Lama Tinggal dengan Tingkat Partisipasi Menurut Aprianto (2008) dalam Murray dan Lappin (1967) faktor lain yang memengaruhi partisipasi yaitu lama tinggal. Semakin lama tinggal di suatu tempat, semakin besar rasa memiliki dan persenan dirinya sebagai bagian dari lingkungannya, sehingga timbul keinginan untuk selalu menjaga dan memelihara lingkungan dimana dia tinggal. Artinya semakin lama masyarakat itu tinggal di daerah lingkungan tersebut maka semakin tinggi pula partisipasinya dalam memelihara lingkungan di sekitar. Berikut hubungan lama tinggal dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28 Jumlah dan persentase lama tinggal dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang tahun 2016 Lama tinggal Baru Sedang Lama Ket: α = 0.163
Rendah n % 0 0.0 0 0.0 0 0.0 rs = -0.271
Tingkat Partisipasi Sedang Tinggi n % n % 0 0.0 3 100.0 5 41.7 7 58.3 7 53.8 6 46.2
Total n 3 12 13
% 100.0 100.0 100.0
Uji korelasi menggunakan SPSS 16 dengan uji Rank Spearman, menunjukkan bahwa lamanya tinggal dengan tingkat partisipasi tidak terdapat korelasi signifikan dimana nilai signifikannya 0.163>α (0.05) dan memiliki koefisien korelasi sebesar -0.271 yang artinya memiliki hubungan terbalik yang cukup. Berdasarkan hasil tabulasi silang pada Tabel 28 menunjukkan semakin lama seseorang tinggal di lokasi tersebut maka tingkat partisipasinya tergolong sedang yaitu 53.8%. Fakta di lapang menunjukkan bahwa baik itu masyarakat sudah lama, sedang dan baru tinggal di daerah tersebut memiliki kesadaran dan partisipasi yang tinggi untuk mengelola ekosistem mangrove yang ada di desa mereka.
59
Hubungan Metode Pelaksanaan Kegiatan dengan Tingkat Partisipasi Menurut Arifah (2002) faktor eksternal yang memengaruhi partisipasi yaitu metode kegiatan. Metode kegiatan ini ingin melihat apakah metode ataupun cara kegiatan yang dilakukan dari pihak pemerintah bersama Pertamina bisa mendorong masyarakat semakin aktif lagi dalam berpartisipasi terutama dalam mengelola ekosistem mangrove yang ada di Desa Ujungalang. Berikut hubungan metode kegiatan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29 Jumlah dan persentase metode pelaksanaan kegiatan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang tahun 2016 Metode pelaksanaan kegiatan Rendah Sedang Tinggi Ket: α = 0.504
n 0 0 0
Rendah % 0.0 0.0 0.0 rs = -0.132
Tingkat Partisipasi Sedang Tinggi n % n % 2 66.7 1 33.3 1 14.3 6 85.7 9 50.0 9 50.0
Total n 3 7 18
% 100.0 100.0 100.0
Uji korelasi menggunakan SPSS 16 dengan uji Rank Spearman, menunjukkan bahwa motode pelaksanaan kegiatan dengan tingkat partisipasi tidak terdapat korelasi signifikan dimana nilai signifikannya 0.504>α (0.05) dan memiliki koefisien korelasi sebesar -0.132 yang artinya memiliki hubungan terbalik yang sangat lemah. Berdasarkan hasil tabulasi silang pada Tabel 29 menunjukkan sedangnya metode pelaksanaan maka tingkat partisipasi masyarakat tergolong tinggi yaitu 85.7%. Fakta di lapang menunjukkan bahwa tidak ada hubungannya antara masyarakat dengan adanya kegiatan-kegiatan yang diberikan oleh pihak terkait seperti pemerintah dan Pertamina. Meskipun pemerintah dan Pertamina melakukan kegiatan seperti penyuluhan ataupun sosialisasi yang dilakukan sekali sampai dua kali dalam setahun, masyarakat tetap meluangkan waktu dan tenaganya untuk bekerja dalam menjaga dan melestarikan ekosistem mangrove. Hubungan Pelayanan Kegiatan dengan Tingkat Partisipasi Pangestu (1995) menyebutkan partisipasi dipengaruhi oleh pelayanan yang diberikan dalam suatu kegiatan. Pelayanan pengelolaan kegiatan yang positif dan tepat dibutuhkan oleh sasaran, maka sasaran tidak akan ragu-ragu. Berikut hubungan pelayanan kegiatan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang dapat dilihat pada Tabel 30.
60
Tabel 30 Jumlah dan persentase pelayanan kegiatan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang tahun 2016 Pelayanan kegiatan Rendah Sedang Tinggi Ket: α = 0.366
Rendah n % 0 0.0 0 0.0 0 0.0 rs = -0.178
Tingkat Partisipasi Sedang Tinggi n % n % 0 0.0 1 100.0 2 33.3 4 66.7 10 47.6 11 52.4
Total n 1 6 21
% 100.0 100.0 100.0
Uji korelasi menggunakan SPSS 16 dengan uji Rank Spearman, menunjukkan bahwa pelayanan kegiatan dengan tingkat partisipasi tidak terdapat korelasi signifikan dimana nilai signifikannya 0.366>α (0.05) dan memiliki koefisien korelasi sebesar -0.178 yang artinya memiliki hubungan terbalik yang sangat lemah. Berdasarkan hasil tabulasi silang pada Tabel 30, tingginya pelayanan kegiatan yang diberikan oleh pemerintah maupun Pertamina maka tingkat partisipasi masyarakat juga tinggi yaitu 52.4%. Namun dari hasil wawancara di lapang bahwa pendampingan dan bantuan dari pemerintah maupun Pertamina sudah sangat membantu masyarakat. Masyarakat sangat senang dengan adanya bantuan seperti pembuatan tracking mangrove di Desa Ujungalang. Akan tetapi, adanya bantuan tersebut tidak mengubah kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam mengelola mangrove di desa mereka. Menurut masyarakat, bantuan tersebut dapat mereka terima karena hasil dan kerja keras selama ini dalam melestarikan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang, sehingga didukung oleh pihak-pihak terkait.
61
PENUTUP Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka diperoleh beberapa kesimpulan berikut: 1. Tingkat partisipasi masyarakat Desa Ujungalang Kecamatan Kampung Laut Kabupaten Cilacap dalam pengelolaan ekosistem mangrove secara umum sudah tergolong tinggi. Hal ini terlihat mulai dari tahap pengambilan keputusan/perencanaan, pelaksanaan, menikmati hasil dan evaluasi. Tak satupun responden yang memiliki tingkat partisipasi rendah karena tingginya kesadaran dan rasa kepedulian masyarakat akan pentingnya mangrove bagi kehidupan dan lingkungan mereka. Selain itu masyarakat juga sudah berpengalaman dalam pengelolaan mangrove sebelum pemerintah dan Pertamina datang kepada masyarakat untuk melakukan kegiatan sosialisasi. 2. Faktor internal seperti umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota rumah tangga, tingkat pendapatan dan lama tinggal tidak terdapat hubungan nyata ataupun signifikan dengan tingkat partisipasi masyarakat Desa Ujungalang. Hal ini menunjukkan masyarakat ikut berpartisipasi dalam mengelola, menjaga dan melestarikan ekosistem mangrove tidak melihat faktor-faktor tersebut dikarenakan dari awal masyarakat sudah memiliki kesadaran yang tinggi. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden bahwa alasan mereka ikut berpartisipasi yaitu mereka peduli dan sadar akan pentingnya mangrove bagi kehidupan. Oleh sebab itu, mereka merelakan tenaga dan waktunya demi melestarikan ekosistem mangrove sehingga nantinya kelak anak cucu ataupun generasi mereka selanjutnya akan merasakannya juga. 3. Faktor eksternal seperti metode pelaksanaan kegiatan dan pelayanan kegiatan juga tidak terdapat hubungan signifikan dengan tingkat partisipasi masyarakat Desa Ujungalang. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat tidak terlalu berpatokan dengan pemerintah maupun pihak Pertamina yang memberikan penyuluhan, sebab dari awal sebelum masyarakat dijamah oleh pemerintah dan Pertamina memang sudah memiliki kesadaran yang tinggi untuk mengelola, menjaga dan melestarikan mangrove di Desa Ujungalang.
62
Saran Adapun saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tingkat partisipasi yang tinggi perlu dipertahankan dan ditingkatkan agar pengelolaan ekosistem mangrove dapat berkelanjutan sesuai dengan keinginan masyarakat dan diharapkan anggota kelompok masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove semakin diperkuat. 2. Pemerintah dan Pertamina diharapkan lebih sering lagi melakukan kegiatan dan penyuluhan serta pendampingan kepada masyarakat agar dapatmenambah pengetahuan dan keterampilan yang baru dalam pengelolaan ekosistem mangrove. 3. Diperlukan kerjasama yang yang lebih baik lagi antara pemerintah dengan masyarakat dan ketegasan dari pemerintah karena selama ini patroli mangrove tidak aktif lagi dan diharapkan pemerintah dapat melakukan patroli kembali sehingga ketika ada yang mencuri mangrove dapat dikenai sanksi. 4. Perlu perawatan bibit mangrove yang lebih intensif lagi agar jumlah kematian bibit mangrove yang mau ditanam maupun dijual dapat menghasilkan bibit mangrove yang baik dan berkualitas. 5. Diharapkan masyarakat dapat memberikan usulan, saran maupun pendapatnya agar pengelolaan mangrove menjadi lebih baik lagi ke depannya. 6. Kegiatan bersih-bersih di kawasan khususnya di lokasi wisata mangrove diharapkan aktif kembali yang dilakukan setiap hari jum‟at. 7. Diharapkan empang parit (silvofishery), kolam pancing, pembayaran tiket masuk dapat terwujud, berjalan dan semakin berkembang sehingga dapat menambah pendapatan masyarakat setempat.
63
DAFTAR PUSTAKA Adjid DA. 1985. Pola Partisipasi Masyarakat Desa dalam Pembangunan Pertanian Berencana. Bandung (ID): Orbit Sakti. Ajiswarman. 1996. Partisipasi Perantau Minang dalam Pembangunan Pedesaan (Studi Kasus: Kelompok Tani Subur Jaya, Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). [skripsi]. IPB. Bogor Akbar PS, Husaini, Usman. 2008. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: PT. Bumi Aksara Amba. 1998. Faktor-faktor yang Memengaruhi Partisipasi Masyarakat dalam Pelestarian Hutan Mangrove (Studi Kasus di Kecamatan Teluk Ambon Baguala, Kotamadya Ambon, Maluku). Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Aprianto Y. 2008. Tingkat partisipasi warga dalam pengelolaan Lingkungan Berbasis Masyarakat[internet]. [Diunduh pada 4 Oktober 2015]. Tersedia pada:http://repository.ipb.ac.id/bitsream/handle/123456789/3011/A08yap.p df?sequence=5 Arief A. 2003. Hutan Mangrove, Fungsi dan Manfaatnya. Kanisius Yogyakarta. Arifah N. 2002. Faktor-faktor yang Memengaruhi Tingkat Partisipasi Petani dalam Program Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) (Studi Kasus di Kelompok Tani Subur Jaya, Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor Ariftia RI, Qurniati R, Herwanti S. 2014. Nilai konomi total hutan mangrove Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur. Jurnal Sylva Lestari[Internet]. [Diunduh pada 6Oktober 2015]; 2 (3). Tersedia pada : http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JHT/article/viewFile/427/403 Azis N. 2006. Analisa Ekonomi Alternatif Pengelolaan Ekosistem Mangrove Kecamatan Barru Kabupaten Barru. Tessis Pascasarjana Program Studi Ekonomi Sumberdaya Kelautan Tropika. Institut Pertanian Bogor. Bogor Bahagia. 2008. Peran Pemerintah Daerah dan Partisipasi Masyarakat dalam Rehabilitas Hutan Mangrove Pasca Tsunami di Kecamatan Baittusalam Tahun 2008. [internet]. [diunduh pada tanggal 25 September 2015]. Tersediapada:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6592/1/10E00 586.pdf Bengen. 2002. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Sipnosis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Budi DS. 2004. Pengelolaan Sumberdaya Alam Berbasis Masyarakat. CIDA. Canada. Dahuri, et al. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta. Datta, Debajit, Cattopadhyay, RN, Guha P. 2012. “Community based mangrove management: A review on status and sustainability”. Journal of Environmental Management. Vol. 107, 84-95 hlm Diarto, Hendrarto B, Suryoko S. 2012. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan LingkunganKawasan Hutan Mangrove Tugurejo di Kota Semarang. Jurnal Ilmu Lingkungan[internet]. [Diunduh pada 5 Oktober 2015]; 10 (1).
64
Tersedia pada :http://ejournal.undip.ac.id/index.php/ilmulingkungan/article/download/407 8/pdf Effendi S, Tukiran. 2014. Metode Penelitian Survai. Jakarta (ID): LP3ES Indonesia. 319 hlm Erawati I, Mussadun. 2013. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sumberdaya Lingkungan Mangrove di Desa Bedono, Kecamatan Sayung. Jurnal Ruang[internet]. [Diunduh pada 6 Oktober 2015]; 1 (1). Tersedia pada : http://download.portalgaruda.org/article.php?article=72786&val=4923 Erwiantono. 2006. Kajian Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrovedi Kawasan Teluk Pangpang-Banyuwangi. [internet]. [Diunduh pada 25 September 2015]; 3 (1). Tersedia pada :https://agribisnisfpumjurnal.files.wordpress.com/2012/03/jurnal-vol-3-no1-erwin.pdf Fahrudin A. 2011. Pemberdayaan, Partisipasi, dan Penguatan Kapasitas Masyarakat. Bandung: Humaniora Hadi SP. 1995. Aspek Sosial AMDAL Sejarah, Teori dan Metode. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hamijoyo. 2007. Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi. Yogyakarta :UGM Press. Hamijoyo, Santoso S, Iskandar A. 1974. Partisipasi Masyarakat, Seminar Pembangunan Kabupaten Bandung dalam Sosiologi Pembangunan. Bandung. Harahap N. 2010. Penilaian Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove dan Aplikasinya dalam Perencanaan Wilayah Pesisir. Yogyakarta [ID]: Graha Ilmu Holil S. 1980. Partisipasi Sosial dalam Usaha Kesejahteraan Sosial. Bandung Isbandi R. A. 2007. Perencanaan Partisipasi Berbasis Aset Komunitas: dari Pemikiran Menuju Penerapan. Depok: FISIP UI Press. Khadiyanto, Parfi. 2007. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Unit Sekolah Baru. Semarang. Penerbit: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang. KLH. 2008. Status Lingkungan Hidup Indonesia 2007. Kementerian Negara Lingkungan Hidup RI. Kustanti A. 2011. Manajemen Hutan Mangrove. Bogor [ID]: IPB Press Manulang, S 1999. Kesepakatan Konservasi Masyarakat dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta. Mugniesyah SS. 2006. Materi Bahan Ajar Pendidikan Orang Dewasa (KPM 301. Bogor (ID): Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Naamin M. 1990. Penggunaan Lahan Mangrove untuk Budidaya Tambak. Keuntungan dan Keruguannya. Prosiding dan Seminar IV Ekosistem Mangrove Bandar Lampung Nasdian FT. 2006. Pengembangangan Masyarakat (Community Development). Bogor: Institut Pertanian Bogor Nasdian FT. 2014. Pengembangan Masyarakat. Jakarta (ID): Yayasan Pustaka Obor Indonesia. 317 hlm.
65
Nikmatullah D. 1991. Partisipasi Pemimpin Desa dalam Pembinaan Kelompok Tani di Rawa Srigi. Lampung Selatan: Penerbit Badan Penelitian Universitas Gajah Mada Nontji A. 2005. Laut Nusantara, Jakarta: Djambatan. Pangestu MHT. 1995. „Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Kegiatan Perhutanan Sosial (Studi Kasus: KPH Cianjur, Jawa Barat)‟. Tesis. Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pasaribu I. L, Simanjuntak B. 2005. Sosiologi Pembangunan. Bandung: Sinar Baru Algensindo Pratiwi RE. 2013. Konservasi Hutan Mangrove Tahun 1998-2009, Pengaruhnya Terhadap Produksi Perikanan dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Segara Anakan, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap. Skripsi. [internet]. [diunduh pada tanggal 25 September 2015]. Tersedia pada etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64711/potongan/S1-2013-285177chapter1.pdf Rakhmat J. 2004. Psikologi Komunikasi. Bandung (ID): PT Remaja Rosdakarya Rasyida I, Nasdian FT. 2011. Partisipasi Masyarakat dan Stakeholder Dalam Penyelenggaraan Program Corporate Social Responsibility (CSR) dan Dampaknya Terhadap Komunitas Perdesaan. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia. [Internet]. [Diunduh pada 30 Desember 2015]. Tersedia pada http://journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article /view/5832/4497 Rusdianti K, Sunito S. 2012. Konversi lahan hutan mangrove serta upaya penduduk lokal dalam merehabilitasi ekosistem mangrove. Sodalityc[Internet]. [Diunduh pada 13 Maret 2015]; 6 (1). Tersedia pada : http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/54415/I12kru.pdf?seque nce=3 Rusli S. 2012. Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta (ID): LP3ES. Rusila NY, Khazali M, Suryadiputra INN. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PHKA/WI-IP. Bogor. Saengar. 1983. Global Status Of Mangrove Ekosistem, IUCN Commission on Ecology Papers, No. 3 Sajogyo. 1998. „Menuju Kemandirian Masyarakat‟. Prisma No. 1 Tahun XVII. Jakarta: LP3ES. Salim E. 1986. Pengelolaan Hutan Mangrove Berwawasan Lingkungan: Makalah dalam Pidato Pengarahan Diskusi Panel Daya Guna dan Batas Lebar Jalur Hijau Mangrove. Ciloto 27 Februari 1986 Santoso N. 2006. Pengelolaan Ekosistem Mangrove Berkelanjutan di Indonesia. Dalam bahan pelatihan. 2006. “Training Workshop on Developing The Capacity of Environmental NGOs in Indonesia to Effectively Implement Wetland Project According to the Ramsar Guidelines and Obyectives of the Convention on Biodiversity‟. Bogor. Sara L. 2014. Pengelolan Wilayah Pesisir. Bandung [ID]: Alfabeta. Sarwono, J. 2006. Teori Analisis Korelasi, Mengenal Analisis Korelasi. Tersedia: http://www.jonathansarwono.info/korelasi/korelasi.htm. [2006] Sastropoetro S. 1998. Partisipasi, komunikasi, persuasi dan disiplin dalam pembangunan nasional. Bandung: Alumni.
66
Satria A. 2002. Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Jakarta [ID]: PT Cidesindo Satria A. 2009. Pesisir dan Laut untuk Rakyat. Bogor (ID): IPB Pr. Satria A. 2015. Politik Kelautan dan Perikanan. Jakarta [ID]: PT Pustaka Obor Indonesia Satria A. 2015. Sosiologi Masyarakat Pesisir. Jakarta [ID]: PT Pustaka Obor Indonesia. Setyastuti TA. 2002. Kajian Pengelolaan Hutan Mangrove Berbasis Masyarakat di Desa Sambelia, Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat. [internet]. [diunduh pada 9 Januri 2016]. Tersedia pada: repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/7979/2002tas.pdf?sequenc e=4&isAllowed=y Setyawan AD, Winarno K. 2006. Pemanfaatan langsung ekosistem mangrove di Jawa Tengah dan penggunaan lahan disekitarnya; kerusakan dan upaya restorasinya. Biodiversitas [internet]. [dinduh pada 11 Januari 2016]; 7 (3). Tersedia pada: http://biodiversitas.mipa.uns.ac.id/D/D070318.pdf Slamet, Y. 1994.Pembangunan Masyarakat Berwawasa Partisipasi. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Sofli WA. 2003. Kajian Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Mangrove [internet]. [Diunduh pada 2 Februari 2016]. Tersedia pada:http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8014/2003wrs. pdf?sequence=4&isAllowed=y Suroso H, Hakim A, Noor I. 2014. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan Di Desa Banjaran Kecamatan Driyorejo Kabupaten Gresik. Wacana. [internet]. [diunduh tanggal 11 Januari 2016]. 17 (1). Dapat diunduh pada: http://wacana.ub.ac.id/index.php/wacana/article/view/290 Syukur dkk. 2007. Analisis Kebijakan Pelibatan Masyarakat dalam mendukung Pengelolaan Hutan Mangrove di Kota Bontang. Jurnal Hutan dan Masyarakat. Vol. 14. No. 2 Desember 2007. Tambunan R, Harahap RH, Lubis Z. 2005. Pengelolaan Hutan Mangrove Di Kabupaten Asahan (Studi Kasus Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Mangrove di Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Asahan). Jurnal Studi Pemabungan. [internet]. [diunduh tanggal 11 Januari 2016]. 1 (1). Dapatdiunduh pada:https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&c d=1&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjDt93ghcjLAhUTBY4KHaCoCH4Q FggcMAA&url=http%3A%2F%2Frepository.usu.ac.id%2Fbitstream%2F12 3456789%2F15376%2F1%2Fstp-okt2005%2520%286%29.pdf&usg=AFQjCNGQYCUhszcx8cHhaFGCOoIZvYHPq A&sig2=UMCm2Yh-Pcdv4Le-4V1JGA&bvm=bv.117218890,d.c2E Yulianti. 2006. Partisipasi Masyarakat dalam Perbaikan dan Pemeliharaan Lingkungan Permukiman di Kelurahan Batu Sembilan Kecamatan Tanjung Pinang Timur. [internet]. [diunduh 11 Januari 2016]. Tersedia pada: http://eprints.undip.ac.id/17689/1/YULIANTI.pdf
67
LAMPIRAN
68
69
Lampiran 1 Kuesioner No. Kode
Entri Data
Tanggal
Hari
:
Kuesioner Hubungan Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Desa Ujungalang Yosafat Martunas Manalu, mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) Program Studi Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Nama lengkap : __________________________________ Alamat : No._____Rt._____Rw.________________ Nomor HP/ telepon : __________________________________ I.
BAGIAN 1 – Karakteristik Internal Individu KARAKTERISTIK INTERNAL INDIVIDU
No. 1.
Karakteristik Usia
Jawaban :
…… tahun
2.
Pendidikan Terakhir
:
[A] [B] [C] [D]
3
Jumlah Tanggungan Keluarga
:
….. orang
:
[A] < Rp 500 000 [B] Rp 500 000 - Rp 1000 000 [C] > Rp 1000 000 Jumlah pendapatan: Rp …………(sebutkan)
4.
Pendapatan Perbulan
5.
Lama Tinggal
SD/MI/sederajat SMP/MTS/sederajat SMA/SMK/MAN/sederajat Lainnya :……………(sebutkan)
[A] < 23Tahun [B] 23 Tahun - 44 Tahun [C] > 44 Tahun
70
II.
BAGIAN 2 – Pelaksanaan Pengelolaan Ekosistem Mangrove
Berilah tanda ( √ ) pada jawaban yang menurut Anda sesuai PELAKSANAAN PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE A. Metode Pelaksanaan Kegiatan No.
Pertanyaan
6.
Apakah pernah ada sosialisasi oleh pihak pemerintah mengenai pengelolaan ekosistem mangrove di daerah Anda tinggal?
7.
Apakah sosialisasi tersebut diadakan secara rutin?
8.
Apakah sosialisasi tersebut berlangsung secara interaktif dua arah?
9.
Apakah pernah ada pelatihan mengenai pengelolaan ekosistem mangrove oleh pihak pemerintah di daerah Anda tinggal?
10.
Apakah pelatihan tersebut diadakan secara rutin?
11.
Apakah masyarakat diberikan kesempatan untuk menanyakan sesuatu ketika sosialisasi berlangsung?
12.
Apakah dari pihak pemerintah memberikan contoh kepada Anda tentang pengelolaan yang baik dan benar?
13.
Apakah penyampaian informasi dari pihak pemerintah kepada masyarakat yang mengelola di kawasan tersebut sudah baik?
Ya
Tidak
Ya
Tidak
B. Pelayanan Pelaksanaan Kegiatan No.
Pertanyaan
14.
Apakah ada pendampingan dari pihak pemerintah kepada mayarakat yang ikut terlibat dalam pegelolaan mangrove?
15.
Apakah pendampingan yang dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan sudah baik?
16.
17.
18.
Menurut Anda, apakah pendampingan yang diberikan oleh pihak pemerintah memberikan manfaat bagi masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan mangrove tersebut? Menurut Anda, apakah pemerintah sudah memfasilitasi masyarakat dalam hal pengelolaan ekosistem mangrove yang ada di kawasan wisata mangrove? Apakah sering dilakukan pelatihan oleh pemerintah ataupun instansi lain kepada angota masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan ekosistem mangrove tersebut?
71
III.BAGIAN 3 – Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Kawasan Wisata Mangrove Berilah tanda ( √ ) pada jawaban yang menurut Anda sesuai PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE A. PENGAMBILAN KEPUTUSAN No.
Pertanyaan
19.
Apakah ada musyawarah/pertemuan/kumpulan di antara masyarakat untuk merencanakan suatu kegiatan dalam pengelolaan ekosistem mangrove di kawasan wisata mangrove?
20.
Apakah Anda aktif mengikuti rapat dalam kegiatan pengelolaan ekosistem mangrove yang ada di kawasan wisata mangrove?
21. 22.
23.
24. 25. 26. 27. 28.
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Apakah Anda ikut terlibat dalam membuat sebuah rencana kegiatan pengelolaan ekosistem mangrove? Apakah Anda ikut terlibat dalam mengambil sebuah keputusan atas pengelolaan ekosistem mangrove yang ada di kawasan wisata mangrove? Apakah Anda pernah memberikan saran/pendapat dalam mengambil sebuah keputusan terhadap pengelolaan ekosistem mangrove yang ada di kawasan wisata mangrove? Apakah saran/pendapat Anda tersebut diterima oleh anggota masyarakat lain yang ikut terlibat dalam pengambilan keputusan terhadap pengelolaan ekosistem mangrove tersebut? Apakah Anda bersedia jika pengambilan keputusan berada di tangan Anda? Apakah Anda memiliki rencana lain agar pengelolaan mangrove dapat menjadi lebih baik lagi sehingga nantinya bias memajukan kawasan wisata mangrove? Jika “ya”, apakah Anda pernah mengusulkan rencana tersebut? Jika “ya”, apakah usulan rencana Anda tersebut diterima oleh rekan sekerja Anda?
B. PELAKSANAAN No. 29. 30. 31.
Pertanyaan Apakah Anda selalu hadir dalam setiap pelaksanaan kegiatan pengelolaan ekosistem mangrove di kawasan wisata mangrove? Apakah Anda ikut merawat ekosistem mangrove yang ada di sekitar kawasan wisata mangrove di Desa Ujungalang? Apakah Anda memberikan sumbangan berupa ide dalam melakukan pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang?
32.
Apakah Anda ikut dalam kegiatan persemaian bibit mangrove?
33.
Apakah Anda ikut dalam pembersihan lahan untuk kegiatan penanaman mangrove?
72
34.
Apakah Anda ikut terlibat dalam kegiatan penanaman mangrove ?
35.
Apakah Anda ikut terlibat dalam kegiatan pembibitan mangrove ?
36.
Apakah Anda ikut kegiatan penyulaman bibit mangrove?
37. 38.
Apakah Anda ikut bekerja di lapangan saat wisatawan ingin berkunjung ke lokasi tersebut? Apakah Anda terlibat sebagai pemandu wisata di kawasan wisata mangrove tersebut?
C. MENIKMATI HASIL 39. 40. 41. 42. 43.
Apakah Anda memanfaatkan kawasan ekosistem mangrove sebagai lahan tambak ikan? Apakah Anda mendapat keuntungan dari hasil penjualan bibit mangrove? Apakah Anda mendapatkan keuntungan ketika ikut terlibat bekerja di lapangan saat wisatawan ingin berkunjung ke lokasi wisata mangrove? Apakah Anda memanfaatkan buah mangrove sebagai olahan bahan makanan? Apakah Anda memanfaatkan buah mangrove sebagai olahan bahan minuman?
44.
Apakah Anda memanfaatkan kayu mangrove sebagai bahan bangungan?
45.
Apakah Anda memanfaatkankayu mangrove sebagai kayu bakar?
D. EVALUASI 46.
Apakah ada di lakukan pertemuan untuk mengevaluasi dari hasil kegiatan pelaksanaan dalam pengelolaan ekosistem mangrove di kawasan wisata mangrove?
47.
Apakah Anda hadir dalam setiap pertemuan tersebut?
48.
Dalam setiap pertemuan, apakah Anda pernah memberikan masukan untuk mengevaluasi dari hasil kegiatan pelaksanaan dalam pengelolaan ekosistem mangrove tersebut?
49.
Apakah Anda ikut dalam kegiatan perbaikan seperti penyulaman terhadap bibit mangrove yang mati sebelum ditanam?
50.
Apakah kondisi ekosistem mangrove yang ada di Desa Ujungalang saat ini sudah semakin baik?
73
IV. BAGIAN 4 – PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP EKOSISTEM HUTAN MANGROVE Berilah tanda ( √ ) pada jawaban yang menurut Anda sesuai
No
51. 52. 53. 54. 55.
56. 57. 58. 59. 60. 61.
62. 63. 64. 65. 66. 67. 68.
II. PERSEPSI TERHADAP EKOSISTEM HUTAN MANGROVE Tidak setuju Pernyataan (1) Persepsi Terhadap Ekosistem Hutan Mangrove Kehidupan hutan mangrove merupakan perpaduan kehidupan laut dan darat Hutan mangrove merupakan hutan yang lembap dan berlumpur Hutan mangrove dipengaruhi pasang surut air laut Hutan mangrove dapat ditumbuhi berbagai jenis tanaman bakau secara alami Terdapat berbagai jenis hewan yang hidup di hutan mangrove, seperti udang, kepiting, ikan, bangau, burung, dsb. Persepsi Terhadap Fungsi Ekologis Hutan Mangrove Hutan mangrove merupakan tempat pemijahan ikan, udang, dan kepiting. Hutan mangrove dapat menahan tanah lumpur sehingga terjadi sedimentasi Hutan mangrove dapat menahan abrasi Hutan mangrove dapat menahan angin kencang Hutan mangrove merupakan tempat penyedia makanan bagi biota laut seperti udang, ikan dan lainnya. Hutan mangrove dapat mengurangi pencemaran seperti limbah pabrik Persepsi Terhadap Fungsi Sosial Ekonomi Hutan Mangrove Hutan mangrove bermanfaat bagi nelayan sebagai sumber mata pencaharian Hutan mangrove memiliki potensi untuk dijadikan tempat wisata Hutan mangrove memiliki potensi untuk bahan penelitian Kayu/batang pohon mangrove dimanfaatkan untuk kayu bakar Semua jenis mangrove memiliki daun untuk dijadikan bahan pakan ternak Mangrove dapat dijual dengan harga yang cukup mahal Hutan mangrove dapat dimanfaatkan untuk membuat areal tambak udang maupun ikan
Setuju (2)
74
Lampiran 2 Panduan Pertanyaan Wawancara PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI DESA UJUNGALANG Informan Topik
: :
Tujuan
:
Ketua kelompok pengelola, tokoh masyarakat Hubungan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrovedi Desa Ujungalang Menggali informasi terkait dengan penelitian.
1. Bagaimana sejarah terbentuknya kawasan wisata mangrove? 2. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang tepatnya di kawasan wisata mangrove? 3. Bagaimana cara mendorong masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam pengelolaan ekosistem mangrove? 4. Apakah seluruh masyarakat sudah terlibat dalam pengelolaan ekosistem mangrove yang ada di Desa Ujungalang? 5. Siapa saja yang terlibat/berpartisipasi dalam pengelolaan tersebut? 6. Apa penyebab seluruh masyarakat belum terlibat dalam pengelolaan tersebut? 7. Apakah pernah ada sosialsisasi yang dilakukan dari pemerintah ataupun pihak swasta yang terlibat dalam pengelolaan mangrove tersebut? 8. Berapa kali sosialisasi dilakukan? 9. Darimanakah dana untuk pembuatan atau pembangunan tracking mangrove? 10. Apa manfaat dari adanya pengelolaan ekosistem mangrove di lingkungan tempat tinggal Anda. Manfaat apa yang dirasakan? 11. Menurut Anda, apakah sistem pengelolaan mangrove yang ada di lingkungan tempat tinggal Anda sudah berjalan dengan baik? Apa alasannya? 12. Menurut Anda, apakah partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di desa Anda sudah baik? Apa alasannya? 13. Apa saja bentuk partisipasi yang Anda lakukan dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang tepatnya di kawasan wisata mangrove? (misal: tenaga, pikiran, keahlian, barang) 14. Apa rencana Anda yang akan datang agar ekosistem mangrove di sekitar dapat terjaga dengan baik?
75
PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI DESA UJUNGALANG Informan Topik
: :
Tujuan
:
Peserta Pengelola Ekosistem Mangrove Hubungan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrovedi Desa Ujungalang Menggali informasi terkait dengan penelitian.
1. Apakah warga sekitar terlibat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang tepatnya di kawasan wisata mangrove? 2. Sejak kapan Anda terlibat dalam kegiatan pengelolaan tersebut? 3. Kenapa warga lain tidak ikut terlibat dalam pengelolaan ekosistem mangrove tersebut? 4. Apakah pernah ada sosialisasi dilakukan dalam pengelolaan mangrove tersebut? 5. Berapa kali sosialisasi dilakukan oleh pihak terkait tersebut? 6. Sejak kapan tokoh tersebut memotivasi masyarakat termasuk Anda dalam melakukan pengelolaan ekosistem yang ada di Desa tersebut? 7. Mengapa Anda mau berpartisipasi dalam melakukan pengelolaan ekosistem mangrove? 8. ApakahAnda menikmati hasil dari kegiatan pengelolaan tersebut? 9. Apa saja manfaat yang Anda terima dari kegaiatan partisipasi dalam pengelolaan mangrove tersebut? 10. Apa saja bentuk partisipasi yang Anda berikan dalam kegiatan pengelolaan ekosistem mangrove tersebut? (misal: tenaga, pikiran, keahlian, barang) 11. Apakah Anda pengelolaan ekosistem mangrove yang ada di Desa Ujungalang ini sudah baik atau belum? 12. Apa yang Anda inginkan agar pengelolaan tersebut lebih baik lagi ke depannya?
76
Lampiran 3 Peta Desa Ujungalang, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah
77
Lampiran 4 Daftar responden No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.
Nama Wahyono Siswanto Jalil Suyitno Mad Sukadi Wanto Santoso Martin Basir Emen Santarman Lasio Sumarjo Ucup Sugiarto Darsum Mad Kusno Harun Sucipto Bono Joni Rianto Kusman Dudi Yanto Jana Jhoni Rusnadi Broto Rudin Endang Ngadiran Rudisimin Herisu
Alamat RT 02/RW 03 RT 03/RW 03 RT 01/RW 03 RT 01/RW 03 RT 01/RW 03 RT 01/RW 03 RT 01/RW 03 RT 02/RW 03 RT 02/RW 03 RT 02/RW 03 RT 03/RW 03 RT 03/RW 03 RT 03/RW 03 RT 01/RW 03 RT 05/RW 07 RT 02/RW 03 RT 02/RW 03 RT 02/RW 03 RT 02/RW 03 RT 02/RW 03 RT 02/RW 10 RT 03/RW 03 RT 07/RW 09 RT 01/RW 03 RT 01/RW 07 RT 01/RW 03 RT 02/RW 03 RT 02/RW 03
*Warna kuning merupakan responden yang tidak diwawancara
78
Lampiran 5 Tulisan tematik Pengelolaan Ekosistem Mangrove Terbentuknya kegiatan pengelolaan mangrove di Desa Ujungalang diawali dengan kesadaran masyarakat yang tinggi terhadap mangrove yang dahulunya dibiarkan begitu saja oleh para investor asing yang datang untuk membuka lahan tambak udang. Selain itu, mangrove-mangrove ditebangi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dimana kayunya akan dijual dan dijadikan arang dan sebagainya, sebab kualitas arang yang bagus diperoleh dari kayu mangrove. Seiring berjalannya waktu terbentuklah kelompok masyarakat yang bertanggung jawab untuk melestarikan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang sehingga pada tahun 2010 kelompok tersebut menjadi mitra binaan Pertamina Cilacap dan nama kelompok tersebut menjadi Patra Krida Wana Lestari. Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam pengelolaan ekosistem mangrove tersebut adalah pembibitan, pemberishan lahan, penanaman, dan empang parit (silvofishery). Beikut pernyataan ketua kelompok tani Patra Krida Wana Lestari “Biasanya bapak sama Joni yang ngambil calon bibitnya, ada yang dijemur atau dikeringkan dulu ada yang langsung dimasukin ke polybag. Tiap hari Jum’at biasanya kita rutin bersih-bersih lahan mas, tapi akhir-akhir ini gak jalan karna semua sibuk dengan hasil panen padinya di sawah, tapi rencananya sehabis panen kita aktifin lagi bersihbersihnya” (Pak WHY, 51 tahun, Kepala Dusun Lempong Pucung dan ketua kelompok Patra Krida Wana Lestari )
Selain penanaman, kelompok ini menerima kunjungan dari wisatawan yang ingin berkunjung ke lokasi wisata mangrove yang ada di Desa Ujungalang. Biasanya wisatawan ini datang untuk meneliti, camping, menanam dan sebagainya. Wisatawan yang sering berkunjung ke lokasi wisata adalah mahasiswa yang ingin melakukan kegiatan penanaman mangrove. Masyarakat tidak mengutip dan mencantumkan biaya masuk ke lokasi wisata dikarenakan masyarakat lebih suka diberi dengan sukarela oleh pengunjung. Masyarakat juga menerima pesanan bibit mangrove mulai dari ratusan hingga ribuan bibit sampai ke luar kota. Pemesanan bibit ini sudah mulai sejak tahun 2012. Karakteristik Responden dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Desa Ujungalang Karakteristik responden ataupun faktor internal dalam pengelolaan ekosistem mangrove berdasarkan tingkat umur sebagian besar adalah umur dewasa akhir dan dewasa awal. Tingkat pendidikan sebagian besar adalah lulusan/tamatan SD ataupun tidak lulus SD. Selain itu, jumlah anggota rumahtangga responden tergolong sedang yaitu 4-6 orang, tingkat pendapatan masyarakat juga tergolong rendah serta lamanya tinggal masyarakat tergolong tinggi. Berikut pernyataan-pernyataan beberapa responden kelompok tani Patra Krida Wana Lestari.
79
“Kebanyakan yang ikut ya teman-teman bapak mas, kalo yang tua-tuanya udah agak susah tapi tetap semangat kerjanya, kayak pak Mat udah sakit struk jadi gak bisa ngapa-ngapain lagi” (Pak WHY, 51 tahun, Kepala Dusun Lempong Pucung dan ketua kelompok Patra Krida Wana Lestari ) “Wajar aja mas kebanyakan masyarakat disini lulusan SD dulu bahkan gak sekolah. Bapak aja lulusan SD, mas…percaya gak? Soalnya dulu kalau mau melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi lagi harus menempuh jarak yang jauh, sekarang aja udah dekat dekat sekolahnya, aksesnya udah gampang, gak semudah jaman bapak dulu mas. Terus ada juga karena kondisi ekonomi keluarga yang kurang mampu”. (Pak WHY, 51 tahun, Kepala Dusun Lempong Pucung sekaligus ketua kelompok Patra Krida Wana Lestari) “Ya disini ada yang tinggalnya tinggal berdua, suami sama istri saja, ada yang tinggal sama anak-anaknya dan istrinya, kayak saya mas disini ada 3 anak, istri sama ibu mertua…” (Pak SWT, 44 tahun, Sekdes Ujungalang) “Kalo disini mas kebanyakan penduduk asli sini, orang jawa semua, tapi banyak juga masyarakat pendatang dari daerah lain misalnya dari Pangandaran, buat rumah disini, ada juga karena dapat istri orang sini juga, jadi tinggal dan menetap di Desa Ujungalang. Pendatangnya kebanyakan dari sunda mas…”(Pak SWT, 44 tahun, Sekdes Ujungalang).
Tingkat Partisipasi Responden dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Desa Ujungalang Tingkat partisipasi masyarakat Desa Ujungalang dalam pengelolaan ekosistem mangrove tergolong kategori tinggi. Berdasarkan secara keseluruhan, tingkat partisipasi masyarakat desa Ujungalang dalam pengelolaan ekosistem mangrove sebesar 57.1% sedangkan yang termasuk kategori rendah dan sedang yaitu 0% dan 42.9%. Hal ini dikarenakan tingginya rasa kepedulian dan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga ekosistem mangrove demi kelangsungan masyarakat juga. Dilihat berdsarkan tahapan ataupun tingkat partisipasi mulai dari tahap pengambilan keputusan, pelaksanaan, menikmati hasil dan evaluasi juga tergolong tinggi. Berikut hasil wawancara dengan responden yang terlibat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Ujungalang. “Bapak awalnya prihatin lihat kondisi mangrove dulu mas, sejak datangnya investor yang membabat habis mangrove untuk dijadikan tambak bandeng dan udang, dan gak lama kemudian investornya bangkrut akhirnya mereka meninggalkan begitu saja dan panas banget dulu, jadi bapak nanam mangrove dengan mengajak keluarga terus mendapat respon baik dari masyarakat dan mereka ikut terlibat dan kemudian membentuk kelompok” (Pak WHY, 51 tahun, Kepala Dusun Lempong Pucung dan ketua kelompok Patra Krida Wana Lestari )
80
“Alasan saya ikut mengelola, melestarikan mangrove karena peduli mas, soalnya dulu ini panas, gersang, mangrovenya habis ditebangi sama investor untuk buka tambang bandeng, udang…” (Pak SWT, 44 tahun, Sekdes Ujungalang). “Saya ikut karena saya sangat senang mas kalau hutan mangrovenya rindang, hijau lagi… (Pak RND, 53 tahun, anggota kelompok Patra Krida Wana Lestari)
81
Lampiran 6 Dokumentasi
Gapura Wisata Mangrove Desa Ujungalang
Gazebo
Menara pandang
Tracking mangrove
Papan nama mangrove
Kapal patroli
Air bersih
Pelampung
82
Persemaian
Pengisian media tanah ke dalam polybag
Empang parit (Silvofishery)
Empang parit (Silvofishery)
Pemanfaaatan buah nipah
Memandu wisata mangrove
Buah mangrove Bruguiera gymnorrhiza jadi olahan keripik
Pembersihan lahan
83
Bibit mangrove
Penjualan bibit mangrove
Kegiatan pembibitan
82 84
Lampiran 7 Jadwal Pelaksanaan Penelitian Tahun 2016 2016 Kegiatan
Februari 1 2 3
Penyusunan proposal skripsi Kolokium Perbaikan proposal penelitian Pengambilan data lapangan Pengolahan data dan analisis data Penulisan draft skripsi Sidang skripsi Perbaikan skripsi
4
Maret 1
2
3
April 4
1
2
3
Mei 4
1
2
3
Juni 4
1 2
3
Juli 4
1
2
3
Agustus 4
1
2
3
September 4
1
2
85
Lampiran 8 Hasil Uji Statistik Correlations Tingkat Skor usia Spearman's rho
Skor usia
Correlation Coefficient
1.000 .040
Sig. (2-tailed)
.
.839
N Tingkat Partisipasi
Partisipasi
28
Correlation Coefficient
.040
Sig. (2-tailed)
.839
28 1.000 .
N
28
28
Correlations Tingkat Skor pendidikan Spearman's rho
Skor pendidikan
Correlation Coefficient
1.000 .125
Sig. (2-tailed)
.
.526
N Tingkat Partisipasi
Partisipasi
28
Correlation Coefficient
.125
Sig. (2-tailed)
.526
28 1.000 .
N
28
28
Correlations skor tanggungan keluarga Spear
skor tanggungan keluarga
man's
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
rho
1.000 .
N Tingkat Partisipasi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Tingkat Partisipasi -.259 .184 28
28
-.259
1.000
.184
. 28
28
86
Correlations
skor pendapatan Spearman's
skor pendapatan
Correlation Coefficient
rho
1.000
Sig. (2-tailed)
.
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
-.005 .981
N Tingkat Partisipasi
Tingkat Partisipasi
28
28
-.005
1.000
.981
.
N
28
28
Correlations Skor lama tinggal Spearm
Skor lama tinggal
an's rho
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
1.000 .
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
-.271 .163
N Tingkat Partisipasi
Tingkat Partisipasi
28
28
-.271
1.000
.163
.
N
28
28
Correlations skor metode pelaksanaan Spearman skor metode pelaksanaan
Correlation Coefficient
's rho
Sig. (2-tailed)
1.000 .
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
-.132 .504
N Tingkat Partisipasi
Tingkat Partisipasi
28
28
-.132
1.000
.504
N
. 28
28
Correlations skor pelayanan Spearman's rho
skor pelayanan
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
1.000 .
N Tingkat Partisipasi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Tingkat Partisipasi -.178 .366
28
28
-.178
1.000
.366
. 28
28
87
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Yosafat Martunas Manalu dilahirkan di Laut Tador, Kec. Sei Suka, Kab. Batubara, Sumatera Utara, 20 Maret 1994. Penulis lahir dari pasangan (+) Rafles Manalu dan Ristawani B. Silaban. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara. Pendidikan formal dijalani penulis mulai dari SD 010225 (2000-2006), SMP Negeri 2 Laut Tador (2006-2009), SMA Swasta Katolik Cinta Kasih Tebing Tinggi (2009-2012). Pada tahun 2012, penulis diterima menjadi mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui Seleksi Nasional Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN Undangan) Selain aktif dalam kegiatan perkuliahan, penulis juga aktif dalam mengikuti berbagai organisasi dan kepanitiaan. Penulis bergabung dalam Ikatan Mahasiswa Siantar dan Sekitarnya (IKANMASS IPB), menjadi bagian dari Keluarga Mahasiswa Kristen (PMK), menjadi anggota HIMASIERA dan bergabung di Komisi Pelayanan Anak (KPA) PMK IPB. Penulis juga tergabung dalam beberapa kepanitiaan dari HIMASIERA seperti Connection IPB dan menjabat sebagai anggota logistik dan perlengkapan periode 2014. Penulis juga tergabung dalam kepanitiaan malam keakraban PMK IPB dan menjabat sebagai Penanggung Jawab dari Komisi Pelayanan Anak periode 2015.