PARTISIPASI MASYARAKAT DESA CIHERANG PONDOK DAN DESA CIDERUM DALAM PROGRAM CSR TIRTA INVESTAMA
IPA SADA HANAMI PURBA
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Partisipasi Masyarakat Desa Ciherang Pondok dan Desa Ciderum dalam Program CSR Tirta Investama adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2014 Ipa Sada Hanami Purba NIM I34100130
i
ABSTRAK IPA SADA HANAMI PURBA. Partisipasi Masyarakat Desa Ciherang Pondok dan Desa Ciderum dalam Program CSR Tirta Investama. Dibimbing oleh IVANOVICH AGUSTA. Program CSR akan terlaksana dengan baik apabila masyarakat turut berperan aktif didalamnya. Keterlibatan masyarakat akan mampu menumbuhkan rasa memiliki masyarakat terhadap program yang telah diimplementasikan. Oleh karena itu, modal sosial dapat dijadikan alat penilaian untuk mengetahui partisipasi peserta program dalam melaksanakan kegiatan. Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif dan kualitatif, menggunakan kuesioner dan panduan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas peserta program berumur produktif menengah, perempuan, berstatus menikah, berpendidikan tinggi, dan berpengalaman kelompok sedang. Modal sosial peserta program tergolong sedang. Akan tetapi, hal tersebut tidak menimbulkan partisipasi peserta program yang tinggi dalam melaksanakan kegiatan. Kurangnya keterlibatan peserta program dalam proses perencanaan dan evaluasi menyebabkan tingkat partisipasi masyarakat berada pada tingkatan tokenisme. Kata kunci: CSR, modal sosial, partisipasi, peserta program, tokenisme.
ABSTRACT IPA SADA HANAMI. Rural Community in Ciherang and Ciderum on CSR program of Tirta Investama. Supervised by IVANOVICH AGUSTA.
CSR program will be implemented properly if the community also participated in it. Community involvement will be capable of generating a sense of belonging of community to a program that has been implemented. Therefore, social capital can be used as an assessment tool to determine the extent of participation in conducting the program. This research was conducted using quantitative and qualitative methods of questionnaires and in-depth interview. The results showed the majority of program participants are in characteristics, as productive middle age, female, married, educated, and middle experienced with the group. Social capital program participants classified as moderate. However, it does not effect to a higher participation in the program participants conducting the program. Lack of involvement of participants in the program planning and evaluation process led to the level of community participation at the level of tokenism. Key words: CSR, involvement, trust, program participants, tokenism.
ii
PARTISIPASI MASYARAKAT DESA CIHERANG PONDOK DAN DESA CIDERUM DALAM PROGRAM CSR TIRTA INVESTAMA
IPA SADA HANAMI PURBA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
iii
Ciherang Pondok dan Desa Tirta
JuduI
NIM
Disetujui
( Pembimbing
Tanggal Lulus:
28
-------
v
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 sampai April 2014 ini ialah kajian Corporate Social Responsibility (CSR), dengan judul Partisipasi Masyarakat Desa Ciherang Pondok dan Desa Ciderum dalam Program CSR Tirta Investama. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ivanovich Agusta selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan bimbingan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Heri Yunarso dari Departemen CSR PT Tirta Investama Caringin, pihak pemerintah Desa Ciherang Pondok dan Desa Ciderum, dan seluruh peserta program Kampung Sehat yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada mama, papa, dan seluruh keluarga, serta teman-teman terutama temanteman SKPM 47 IPB, atas doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2014 Ipa Sada Hanami Purba
vi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Corporate Social Responsibility (CSR) Karakteristik Individu Partisipasi Modal Sosial Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian Definisi Operasional METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Sampling Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data GAMBARAN LOKASI PENELITIAN Desa Ciherang Pondok dan Desa Ciderum Karakteristik Geografi Karakteristik Penduduk Karakteristik Ekonomi Karakteristik Sosial Kondisi Lingkungan PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) Program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Tirta Investama Program Kampung Sehat KARAKTERISTIK PESERTA PROGRAM CSR KAMPUNG SEHAT PT TIRTA INVESTAMA Tingkat Umur Jenis Kelamin Status Pernikahan Tingkat Pendidikan Pengalaman Berkelompok TINGKAT PARTISIPASI PESERTA PROGRAM CSR KAMPUNG SEHAT PT TIRTA INVESTAMA Tahap Perencanaan
viii ix ix 1 1 2 3 3 5 5 5 7 7 10 13 14 14 17 17 17 17 18 19 19 19 20 21 21 22 27 27 27 31 31 31 32 32 33 35 35
vii
Tahap Pelaksanaan Tahap Menikmati Hasil Tahap Evaluasi HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN TINGKAT PARTISIPASI PESERTA PROGRAM CSR KAMPUNG SEHAT PT TIRTA INVESTAMA Hubungan antara Tingkat Umur dan Tingkat Partisipasi Hubungan antara Jenis Kelamin dan Tingkat partisipasi Hubungan antara Status Pernikahan dan Tingkat Partisipasi Hubungan antara Tingkat Pendidikan dan Tingkat Partisipasi Hubungan antara Pengalaman Berkelompok dan Tingkat Partisipasi MODAL SOSIAL PESERTA PROGRAM CSR KAMPUNG SEHAT PT TIRTA INVESTAMA Tingkat Kepercayaan Tingkat Kepatuhan Norma Tingkat Jaringan HUBUNGAN MODAL SOSIAL DAN TINGKAT PARTISIPASI PESERTA PROGRAM CSR KAMPUNG SEHAT PT TIRTA INVESTAMA Hubungan antara Tingkat Kepercayaan dan Tingkat Partisipasi Hubungan antara Tingkat Kepatuhan Norma dan Tingkat Partisipasi Hubungan antara Tingkat Jaringan dan Tingkat Partisipasi SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
36 36 37
39 39 40 40 41 42 45 45 45 46
47 47 48 49 51 51 51 53 55 61
viii
DAFTAR TABEL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
14 15 16 17
18
19
20
21
Definisi operasional karakteristik individu Definisi operasional partisipasi Definisi operasional modal sosial Jumlah dan persentase penduduk Desa Ciherang Pondok dan Desa Ciderum menurut jenis kelamin pada tahun 2013 Jumlah dan persentase kategori umur masyarakat Desa Ciherang Pondok dan Desa Ciderum berdasarkan kategori usia pada tahun 2013 Jumlah dan persentase peserta program menurut golongan umur pada tahun 2014 Jumlah dan persentase peserta program menurut jenis kelamin pada tahun 2014 Jumlah dan persentase peserta program menurut status pernikahan pada tahun 2014 Jumlah dan persentase peserta program menurut tingkat pendidikan pada tahun 2014 Jumlah dan persentase peserta program menurut pengalaman berkelompok pada tahun 2014 Jumlah dan persentase peserta program menurut tingkat partisipasinya pada tahap perencanaan program CSR Kampung Sehat pada tahun 2014 Jumlah dan persentase peserta program menurut tingkat partisipasinya pada tahap pelaksanaan program CSR Kampung Sehat pada tahun 2014 Jumlah dan persentase peserta program menurut tingkat partisipasinya pada tahap menikmati hasil program CSR Kampung Sehat pada tahun 2014 Jumlah dan persentase peserta program menurut tingkat partisipasinya pada tahap evaluasi program CSR Kampung Sehat pada tahun 2014 Jumlah dan persentase peserta program menurut tingkat partisipasinya dalam program CSR Kampung Sehat pada tahun 2014 Jumlah dan persentase peserta program menurut umur dan tingkat partisipasi peserta program CSR Kampung Sehat pada tahun 2014 Jumlah dan persentase peserta program menurut jenis kelamin dan tingkat partisipasi peserta program CSR Kampung Sehat pada tahun 2014 Jumlah dan persentase peserta program menurut status pernikahan dan tingkat partisipasi peserta program CSR Kampung Sehat pada tahun 2014 Jumlah dan persentase peserta program menurut tingkat pendidikan dan tingkat partisipasi peserta program CSR Kampung Sehat pada tahun 2014 Jumlah dan persentase peserta program menurut pengalaman berkelompok dan tingkat partisipasi peserta program CSR Kampung Sehat pada tahun 2014 Jumlah dan persentase tingkat kepercayaan peserta program CSR Kampung Sehat pada tahun 2014
14 15 16 20 21 31 31 32 32 33 35 36
36 37 38 39
40
41
42
42 45
ix
22 Jumlah dan persentase tingkat kepatuhan norma peserta program CSR Kampung Sehat pada tahun 2014 23 Jumlah dan persentase peserta program menurut tingkat jaringan program CSR Kampung Sehat pada tahun 2014 24 Jumlah dan persentase peserta program menurut tingkat kepercayaan dan tingkat partisipasi program CSR Kampung Sehat pada tahun 2014 25 Jumlah dan persentase peserta program menurut tingkat norma dan tingkat partisipasi peserta program CSR Kampung Sehat pada tahun 2014 26 Jumlah dan persentase peserta program menurut tingkat jaringan dan tingkat partisipasi peserta program CSR Kampung Sehat pada tahun 2014
46 46 47
48
49
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka Pemikiran 2 Diagram presentase luas wilayah Desa Ciherang berdasarkan penggunakan lahan tahun 2013 3 Diagram presentase luas wilayah Desa Ciderun berdasarkan penggunaan lahan tahun 2014 4 Sketsa Desa Ciherang Pondok 5 Sketsa Desa Ciderum
13 19 20 55 56
DAFTAR LAMPIRAN 1 Lokasi Penelitian 2 Jadwal Pelaksanaan Penelitian tahun 2014 3 Contoh Hasil Pengolahan Data
55 57 58
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan jumlah industri atau perusahaan di Indonesia. Selain menghasilkan maksimalisasi cara berpikir, industri juga mendatangkan keuntungan materiil bagi siapa pun yang berhasil menggerakkan dan memanfaatkannya (Inayah 2012). Namun, eksploitasi sumber daya alam yang dilakukan oleh sektor industri atau perusahaan seringkali menciptakan degradasi lingkungan yang cukup parah yang berdampak pada keberlangsungan hidup masyarakat sekitar perusahaan. Kini masyarakat telah semakin kritis dan mampu melakukan kontrol sosial terhadap dunia usaha. Hal ini menuntut para pelaku bisnis untuk menjalankan usahanya dengan semakin bertanggungjawab. Pelaku bisnis tidak hanya dituntut untuk memperoleh keuntungan dari lapangan usahanya, melainkan mereka juga diminta untuk memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan sosialnya. Perubahan pada tingkat kesadaran masyarakat ini memunculkan kesadararan baru tentang pentingnya melaksanakan apa yang kita kenal sebagai Corporate Social Responsibility (CSR). Pemahaman itu memberikan pedoman bahwa korporasi bukan lagi sebagai entitas yang hanya mementingkan dirinya sendiri saja, melainkan sebuah entitas usaha yang wajib melakukan adaptasi kultural dengan lingkungan sosialnya. Tanggung jawab sosial perusahaan (TSP) yang sering disebut Corporate Social Responsibility (selanjutnya disingkat CSR) kini semakin diterima secara luas. CSR kini banyak diterapkan baik oleh perusahaan multi-nasional maupun perusahaan nasional atau lokal. Respons pemerintah terhadap pentingnya CSR ini terlihat dari dikeluarkannya Kebijakan Pemerintah melalui Kepmen. BUMN Nomor: Kep-236/MBU/2003, yang mengharuskan seluruh BUMN untuk menyisihkan sebagian labanya untuk pemberdayaan masyarakat yang dikenal dengan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan (PKBL), yang implementasinya ditindak lanjuti dengan Surat Edaran Menteri BUMN, SE No. 433/MBU/2003 yang merupakan petunjuk pelaksanaan dari Keputusan Menteri BUMN tersebut di atas. Lebih lanjut respons pemerintah tersebut terlihat dari dikeluarkannya UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang memuat kewajiban perusahaan khususnya perusahaan yang mengeksplorasi sumber daya alam untuk melakukan CSR. Konsep tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) telah mulai dikenal sejak awal tahun 1970-an, yang secara umum diartikan sebagai kumpulan kebijakan dan praktek yang berhubungan dengan stakeholder, nilai-nilai, pemenuhan ketentuan hukum, penghargaan masyarakat dan lingkungan; serta komitmen dunia usaha untuk berkontribusi dalam pembangunan secara berkelanjutan. Pengertian CSR menurut World Business Council for Sustainable Development (Suharto 2006) adalah Komitmen berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk berperilaku etis dan memberi kontribusi bagi pembangunan ekonomi, seraya meningkatkan kualitas kehidupan karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal dan masyarakat luas pada umumnya. Berdasarkan pedoman ini, CSR tidak sesederhana sebagaimana dipahami dan dipraktikkan oleh kebanyakan perusahan.
2
CSR mencakup kontribusi secara ekonomi dan sosial yang akan berdampak pada penguatan lingkungan sosial masyarakat tidak hanya untuk karyawan perusahaan tersebut tetapi bagi masyarakat sekitar dimana perusahaan itu beroperasi. Apabila hal tersebut dianut dengan benar, perusahaan dapat meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan lingkungan, yang bermanfaat baik bagi perusahaan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya. PT. Tirta Investama merupakan salah satu perusahaan yang menerapkan Program Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai komitmen perusahaan. Fokus yang dilakukan adalah memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan sosial masyarakat dan peningkatan kualitas lingkungan hidup. Salah satu contohnya adalah pengimplementasian program Kampung Sehat. Kegiatan tersebut sebagai bentuk kepedulian Aqua terhadap wilayah di sekitar pabrik Aqua melalui program Corporate Sosial Responsibility (CSR) bina lingkungan bekerjasama dengan Yayasan Tanggap Alam. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan kepedulian terhadap kelestarian lingkungan. Program yang berbasiskan pada potensi lokal ini berupaya mengoptimalkan potensi di kedua desa tersebut untuk menyelesaikan masalah yang ada. Pola community development merupakan bentuk CSR yang saat ini banyak dipraktikkan oleh perusahaan besar, dimana salah satu prinsipnya adalah partisipasi. Partisipasi dalam pengembangan komunitas harus menciptakan keterlibatan aktif semua stakeholder, baik pemerintah, masyarakat, maupun perusahaan (Chambers dalam Wibisono 2007). Modal sosial dapat dimanfaatkan dan didayagunakan dalam pengimplementasian community development. Modal sosial akan memungkinkan manusia bekerjasama untuk menghasilkan sesuatu yang besar, menggerakkan kebersamaan, mobilitas ide, saling kepercayaan dan saling menguntungkan untuk mencapai kemajuan bersama. Sulasmi (2003) dalam Inayah (2012) dalam penelitian disertasinya menemukan bahwa semangat kerjasama, rasa saling percaya, berkorelasi dengan intensitas kerjasama yang selanjutnya mempengaruhi kualitas sinergi kerja organisasi. Ketika CSR diimplementasikan melalui model alternatif yang berbasis pemanfaatan modal sosial, maka akan lebih bermakna bagi pemberdayaan masyarakat, baik ekonomi, sosial, maupun budaya secara berkelanjutan. Oleh karena itu, perlu dianalisis lebih lanjut hubungan antara modal sosial dan partisipasi peserta program CSR Kampung Sehat PT Tirta Investama. Rumusan Masalah Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki tujuan dan cara pandangnya masing-masing dalam mengimplementasikan program CSR nya. Pelaksanaan CSR yang efektif tentunya akan memberi manfaat bagi perusahaan itu sendiri. Kondisi sosial ekonomi masyarakat menjadi salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan suatu program CSR. Oleh karena itu perlu diketahui karakteristik peserta program CSR (umur, jenis kelamin, status pernikahan, tingkat pendidikan, dan pengalaman berkelompok). Perusahaan sudah seharusnya melibatkan masyarakat dalam pengimplementasian program CSR nya. Program CSR akan terlaksana dengan
3
baik apabila masyarakat benar-benar turut berperan aktif didalamnya. Proses pelibatan masyarakat tersebut akan mampu menumbuhkan rasa memiliki masyarakat terhadap program yang telah diimplementasikan. Oleh karena itu perlu dianalisis sejauhmana tingkat partisipasi dan hubungannya dengan karakteristik individu peserta program CSR. Tumbuhnya modal sosial dalam masyarakat akan selaras dengan penciptaan kepercayaaan terhadap perusahaan. Kepercayaan merupakan modal sosial yang berarti untuk membangun kemitraan berbasis nilai kekeluargaan yang akhirnya akan menumbuhkan rasa ikut memiliki masyarakat terhadap perusahaan. Oleh karena itu, perlu dianalisis sejauhmana modal sosial masyarakat dan hubungannya dengan tingkat partisipasi peserta program CSR, dilihat dari tingkat kepercayaan, tingkat kepatuhan terhadap norma, dan tingkat kekuatan jaringan. Tujuan Penelitian Tujuan Penulisan Penelitian secara umum adalah untuk menganalisis hubungan antara modal sosial dan partisipasi peserta program CSR dan secara khusus bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasi karakteristik individu peserta program CSR (umur, jenis kelamin, status pernikahan, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan pengalaman berkelompok). 2. Menganalisis tingkat partisipasi dan hubungannya dengan karakteristik individu peserta program CSR. 3. Menganalisis modal sosial dan hubungannya dengan tingkat partisipasi peserta program CSR, dilihat dari tingkat kepercayaan, tingkat kepatuhan terhadap norma, tingkat kekuatan jaringan.
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi para pihak yang berminat maupun yang terkait dengan masalah CSR, khususnya kepada : 1. Peneliti untuk menambah pengetahuan dan pengalaman mengenai CSR dan mampu memaknai secara ilmiah fenomena yang terlihat. 2. Kalangan akademisi, dapat menambah literatur dalam melakukan kajian mengenai CSR. 3. Kalangan non akademisi, pemerintah, maupun swasta dapat bermanfaat sebagai sebuah bahan pertimbangan dalam penerapan CSR yang lebih berbasiskan pengembangan masyarakat.
4
5
PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Corporate Social Responsibility (CSR) Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) dilatarbelakangi oleh eksploitasi sumber daya alam dan rusaknya lingkungan karena operasi perusahaan atau industri yang berlomba-lomba mencari laba sebanyak-banyaknya tanpa menghiraukan dampak sosial yang dapat terjadi sehingga terjadi krisis lingkungan. Tak dapat dipungkiri bahwa kemampuan dalam menguasai industri menjadi parameter kualitas kehidupan manusia. Masalahnya bagaimana mengelola perbedaan di antara dua kepentingan yaitu kepentingan industri dan kepentingan lingkungan (Wibisono dalam Indarti 2012). Menurut Wibisono (2007) CSR dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab perusahaan kepada para pemangku kepentingan untuk berlaku etis, meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif yang mencakup aspek ekonomi sosial dan lingkungan (triple bottom line) dalam rangka mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Implementasi CSR didasarkan pada konsep pembangunan berkelanjutan yang bertumpu pada tiga pencapaian yang bermanfaat secara ekonomi, lingkungan, dan sosial (triple bottom lines). Aspek ekonomi meliputi kesejahtaraan atau kemakmuran ekonomi (economic prosperity), lingkungan meliputi peningkatan kualitas lingkungan (environmental quality), dan untuk aspek sosial meliputi keadilan sosial (social justice). CSR memiliki kaitan dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang didefinisikan sebagai pembangunan atau perkembangan yang memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa membahayakan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Sejak istilah pembangunan berkelanjutan mulai populer, banyak dilakukan konferensi yang menunjukkan kepedulian masyarakat dunia akibat kecenderungan semakin menurunnya kualitas lingkungan. Adapun tahap-tahap dalam penerapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan pada umumnya (Wibisono 2007) yaitu: 1. Tahap perencanaan. Tahap ini terdiri dari tiga langkah utama yaitu Awareness Building, CSR Assesment, dan CSR Manual Building. Awareness building merupakan langkah awal untuk membangun kesadaran perusahaan mengenai arti penting CSR dan komitmen manajemen. CSR Assesment merupakan upaya untuk memetakan kondisi perusahaan dan mengidentifikasi aspek-aspek yang perlu mendapatkan prioritas perhatian dan langkah-langkah yang tepat untuk membangun struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan CSR secara efektif. Pada tahap membangun CSR manual, perencanaan merupakan inti dalam memberikan petunjuk pelaksanaan CSR bagi konsumen perusahaan. Pedoman ini diharapkan mampu memberikan kejelasan dan keseragaman pola pikir dan pola tindak seluruh elemen perusahaan guna tercapainya pelaksanaan program yang terpadu, efektif dan efisien.
6
2. Tahap implementasi. Pada tahap ini terdapat beberapa poin yang harus diperhatikan seperti pengorganisasian, penyusunan untuk menempatkan orang sesuai dengan jenis tugas, pengarahan, pengawasan, pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana, serta penilaian untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan. Tahap implementasi terdiri dari tiga langkah utama yaitu sosialisasi, pelaksanaan dan internalisasi. Sosialisasi dilakukan untuk memperkenalkan kepada komponen perusahaan mengenai berbagai aspek yang terkait dengan implementasi CSR khususnya mengenai pedoman penerapan CSR. Menurut Wibisono (2007) tujuan utama sosialisasi adalah agar program CSR yang akan diimplementasikan mendapat dukungan penuh dari seluruh komponen perusahaan, sehingga dalam perjalanannya tidak ada kendala serius yang dialami oleh unit penyelenggara. Pelaksanaan kegiatan yang dilakukan pada dasarnya harus sejalan dengan roadmap yang telah disusun. Internalisasi mencakup upaya-upaya untuk memperkenalkan CSR di dalam seluruh proses bisnis perusahaan, misalnya melalui sistem manajemen kinerja, proses produksi, pemasaran dan proses bisnis lainnya. 3. Tahap evaluasi. Tahap ini perlu dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauh mana efektivitas penerapan CSR. Evaluasi dapat berguna untuk mengetahui kegagalan dan keberhasilan suatu program dan dapat pula dilakukan untuk pengambilan keputusan. Evaluasi dapat dilakukan dengan meminta pihak independen untuk melakukan audit implementasi atas praktik CSR yang dilakukan. 4. Pelaporan. Pelaporan perlu dilakukan untuk membangun system informasi, baik untuk keperluan proses pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Salah satu bentuk aktualisasi CSR ialah melalui pengembangan masyarakat. Program Corporate Social Responsibility (CSR) yang diterapkan perusahaan hendaknya mengandung unsur pengembangan masyarakat dengan menitikberatkan pada keberlanjutan program (Widyameiga dan Purnaningsih 2010). Tujuan pengembangan masyarakat adalah membangun kembali masyarakat sebagai tempat pengalaman penting manusia, memenuhi kebutuhan manusia, dan membangun kembali struktur-struktur negara kesejahteraan, ekonomi global, birokrasi, elit profesional, dan sebagainya yang kurang berperikemanusiaan dan sulit diakses (Ife dan Tesoriero dalam Ardianto dan Machfudz 2011). Kedudukan community (komunitas) dalam konsep pengembangan masyarakat pada lingkungan industrial adalah sebagai bagian dari stakeholder yang secara stategis memang diharapkan memberikan dukungannya. Untuk meningkatkan peran serta anggota masyarakat dalam kegiatan perusahaan atau paling tidak untuk menjaga kemunculan ketidaksetaraan sosial ekonomi anggota komunitas lokal dengan perusahaan atau dengan pendatang lainnya diperlukannya suatu cara untuk meningkatkan daya saing dan mandirinya komunitas lokal.
7
Karakteristik Individu Menurut Pangestu (1995) terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat terhadap program, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang mencakup karakteristik individu yang dapat mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Karakteristik individu mencakup umur, tingkat pendidikan, jumlah beban keluarga, jumlah pendapatan, dan pengalaman berkelompok. Faktor eksternal yaitu faktor yang meliputi hubungan yang terjalin antara pihak pengelola proyek dengan sasaran dapat mempengaruhi partisipasi. Selain itu, menurut Murray dan Lappin yang dikutip Matrizal dalam Wicaksono (2010), faktor lain yang mempengaruhi partisipasi seseorang adalah lama tinggal. Semakin lama tinggal di suatu tempat, semakin besar rasa memiliki dan perasaan dirinya sebagai bagian dari lingkungannya, sehingga timbul keinginan untuk selalu menjaga dan memelihara lingkungan dimana dia tinggal. Silaen dalam Wicaksono (2010) menyatakan bahwa semakin tua umur seseorang maka penerimaannya terhadap hal-hal baru semakin rendah. Hal ini karena orang yang masuk dalam golongan tua cenderung selalu bertahan dengan nilai-nilai lama sehingga diperkirakan sulit menerima hal-hal yang bersifat baru. Tingkat pendidikan mempengaruhi penerimaan seseorang terhadap sesuatu hal yang baru. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin mudah baginya untuk menerima hal-hal baru yang ada di sekitarnya. Jumlah beban keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi partisipasi anggota, yang dinyatakan dalam besarnya jumlah jiwa yang ditanggung oleh anggota dalam keluarga. Semakin besar jumlah beban keluarga menyebabkan waktu untuk berpartisipasi dalam kegiatan akan berkurang karena sebagian besar waktunya digunakan untuk mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan keluarga (Ajiswarman dalam Wicaksono 2010). Menurut Slamet (1994), faktor-faktor internal berasal dari dalam kelompok masyarakat sendiri, yaitu individu-individu dan kesatuan kelompok didalamnya. Tingkah laku individu berhubungan erat atau ditentukan oleh ciri-ciri sosiologis seperti umur, jenis kelamin, pengetahuan, pekerjaan, dan penghasilan. Secara teoritis, terdapat hubungan antara ciri-ciri individu dengan tingkat partisipasi, seperti usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, lamanya menjadi anggota masyarakat, besarnya pendapatan, dan keterlibatan dalam kegiatan pembangunan akan sangat berpengaruh pada partisipasi. Partisipasi Uphoff et al. (1979) mendefinisikan partisipasi sebagai keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan tentang apa yang akan dilakukan dan bagaimana cara kerjanya. Keterlibatan masyarakat dalam keterlibatan program dan pengambilan keputusan yang telah ditetapkan melalui sumbangan sumber daya atau bekerja sama dalam suatu organisasi. Keterlibatan masyarakat menikmati hasil dari pembangunan, serta dalam evaluasi pada pelaksanaan program. Partisipasi tersebut dibagi ke dalam beberapa jenis tahapan, yaitu:
8
1. Tahap pengambilan keputusan, yang diwujudkan melalui keikutsertaan masyarakat dalam rapat-rapat. Tahap pengambilan keputusan yang dimaksud adalah perencanaan suatu kegiatan. 2. Tahap pelaksanaan, yang merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, karena inti dari pembangunan adalah pelaksanaannya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk tindakan sebagai anggota program. 3. Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan program. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subyek pembangunan, maka semakin besar manfaat program dirasakan, berarti program tersebut berhasil mengenai sasaran. 4. Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini merupakan umpan balik yang dapat memberikan masukan demi perbaikan pelaksanaan program selanjutnya. Arnstein (1969) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat identik dengan kekuasaan masyarakat yaitu mendefinisikan strategi partisipasi yang didasarkan pada distribusi kekuasaan antara masyarakat atau pemerintah. Arnstein juga menjelaskan ada delapan tangga atau tingkatan partisipasi. Delapan tingkat tersebut diuraikan sebagai berikut: 1. Manipulation (Manipulasi) Dengan mengatasnamakan partisipasi, masyarakat diikutkan sebagai „stempel karet‟ dalam badan penasihat. Tujuannya adalah untuk dipakai sebagai formalitas semata dan untuk dimanfaatkan dukungannya. Tingkat ini bukanlah tingkat partisipasi masyarakat yang murni, karena telah diselewengkan dan dipakai sebagai alat publikasi oleh penguasa. 2. Therapy (Terapi) Pada tingkat terapi atau pengobatan ini, pemegang kekuasaan sama dengan ahli kesehatan jiwa. Mereka menganggap ketidakberdayaan sebagai penyakit mental. Dengan berpura-pura mengikutsertakan masyarakat dalam suatu perencanaan, mereka sebenarnya menganggap masyarakat sebagai sekelompok orang yang memerlukan pengobatan. Meskipun masyarakat dilibatkan dalam berbagai kegiatan namun pada dasarnya kegiatan tersebut bertujuan untuk menghilangkan lukanya dan bukannya menemukan penyebab luka. 3. Informing (Menginformasikan) Dengan memberi informasi kepada masyarakat akan hak, tanggung jawab, dan pilihan mereka merupakan langkah awal yang sangat penting dalam pelaksanaan partisipasi masyarakat. Namun seringkali pemberian informasi dari penguasa kepada masyarakat tersebut bersifat satu arah. Masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk memberikan umpan balik dan tidak memiliki kekuatan untuk negosiasi. Apalagi ketika informasi disampaikan pada akhir perencanaan, masyarakat hanya memiliki sedikit kesempatan untuk mempengaruhi program.
9
4.
5.
6.
7.
Komunikasi satu arah ini biasanya dengan menggunakan media pemberitahuan, pamflet, dan poster. Concultation (Konsultasi) Meminta pendapat masyarakat merupakan suatu langkah logis menuju partisipasi penuh. Namun konsultasi ini masih merupakan partisipasi semu karena tidak ada jaminan bahwa pendapat mereka akan diperhatikan. Cara yang sering digunakan dalam tingkat ini adalah jajak pendapat, pertemuan warga dan dengar pendapat. Jika pemegang kekuasaan membatasi usulan masyrakat, maka kegiatan tersebut hanyalah partisipasi palsu. Masyarakat pada dasarnya hanya dianggap sebagai abstraksi statistik, karena partisipasi mereka diukur dari frekuensi kehadiran dalam pertemuan, seberapa banyak brosur yang dibawa pulang dan juga seberapa banyak dari kuesioner dijawab. Dengan demikian, pemegang kekuasaan telah memiliki bukti bahwa mereka telah mengikuti rangkaian pelibatan masyarakat. Placation (Menenangkan) Pada tingkat ini masyarakat sudah memiliki beberapa pengaruh meskipun dalam beberapa hal pengaruh tersebut tidak memiliki jaminan akan diperhatikan. Masyarakat memang diperbolehkan untuk memberikan masukan atau mengusulkan rencana akan tetapi pemegang kekuasaanlah yang berwenang untuk menentukan. Salah satu strateginya adalah dengan memilih masyarakat miskin yang layak untuk dimasukkan ke dalam suatu lembaga. Jika mereka tidak bertanggung jawab dan jika pemegang kekuasaan memiliki mayoritas kursi, maka mereka akan dengan mudah dikalahkan dan diakali. Partnership (Kemitraan) Pada tingkatan ini kekuasaan disalurkan melalui negosiasi antara pemegang kekuasaan dan masyarakat. Mereka sepakat untuk samasama memikul tanggung jawab dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. Aturan ditentukan melalui mekanisme take and give, sehingga diharapkan tidak mengalami perubahan secara sepihak. Kemitraan dapat berjalan efektif bila dalam masyarakat ada kekuasaan yang terorganisir, pemimpin bertanggungjawab, masyarakat mampu membayar honor yang cukup bagi pemimpinnya serta adanya sumber dana untuk menyewa teknisi, pengacara dan organisator masyarakat. Dengan demikian masyarakat benar-benar memiliki posisi tawar menawar yang tinggi sehingga akan mampu mempengaruhi suatu perencanaan. Delegated Power (Kekuasaan didelegasikan) Negosiasi antara masyarakat dengan pejabat pemerintah bisa mengakibatkan terjadinya dominasi kewenangan pada masyarakat terhadap rencana atau program tertentu. Pada tingkat ini masyarakat menduduki mayoritas kursi, sehingga memiliki kekuasaan dalam menentukan suatu keputusan. Selain itu masyarakat juga memegang peranan penting dalam menjamin akuntabilitas program tersebut. Untuk mengatasi perbedaan, pemegang kekuasaan tidak perlu meresponnya akan tetapi dengan mengadakan proses tawar menawar.
10
8. Citizen Control (Kontrol warga negara) Pada tingkat ini masyarakat menginginkan adanya jaminan bahwa kewenangan untuk mengatur program atau kelembagaan diberikan kepada mereka, bertanggung jawab penuh terhadap kebijakan dan aspek-aspek manajerial dan bisa mengadakan negosiasi apabila ada pihak ketiga yang akan mengadakan perubahan. Dengan demikian, masyarakat dapat berhubungan langsung dengan sumber-sumber dana untuk memperoleh bantuan atau pinjaman tanpa melewati pihak ketiga. Berdasarkan kedelapan tangga tersebut, Arnstein (1969) mengelompokkannya lagi menjadi tiga tingkat berdasarkan pembagian kekuasaan, yaitu: (1) Nonpartispasi, (2) Tokenisme, dan (3) Kekuatan warga negara (Citizen Power). Tangga pertama (Manipulation) dan kedua (Therapy) termasuk dalam tingkatan non-partisipasi atau tidak ada partisipasi.Tangga ketiga (Informing), keempat (Concultation), dan kelima (Placation) termasuk ke dalam tingkat tokenisme atau sekedar justifikasi agar masyarakat mengiyakan. Selanjutnya pada tangga keenam (Partnership), ketujuh (Delegated Power), kedelapan (Citizen Control) termasuk ke dalam tingkat citizen power dimana masyarakat telah memiliki kekuasaan. Pengertian partisipasi lainnya didefinisikan oleh Nasdian (2006) yaitu proses aktif dimana inisiatif diambil oleh masyarakat sendiri, dibimbing oleh cara berpikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat melakukan kontrol secara efektif. Partisipasi komunitas dalam pengembangan masyarakat adalah suatu proses bertingkat dari pendistribusian kekuasaan pada komunitas sehingga mereka memperoleh kontrol lebih besar pada hidup mereka sendiri. Apabila dikaitkan dengan pembangunan, menurut Slamet (1992) dalam Sumardjo dan Saharuddin (2003), untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan ada tiga syarat utama yaitu: (1) adanya kemampuan, (2) adanya kesempatan, (3) adanya kemauan untuk berpartisipasi. Partisipasi sangat penting dalam pembangunan, karena pembangunan merupakan kegiatan yang berkesinambungan. Dalam pembangunan seperti itu sangat membutuhkan pelibatan orang sebanyak mungkin. Sehingga tanpa partisipasi dari seluruh masyarakat pembangunan sulit dapat berjalan dengan baik. Modal Sosial Colleta dan Cullen (2000) dalam Nasdian (2006), modal sosial didefinisikan sebagai “suatu sistem yang mengacu kepada atau hasil dari organisasi sosial dan ekonomi, seperti pandangan umum (world-view), kepercayaan (trust), pertukaran timbal balik (reciprocity), pertukaran ekonomi dan informasi (informational and economic exchange), kelompok-kelompok formal dan informal (formal and informal groups), serta asosiasi-asosiasi yang melengkapi modal-modal lainnya (fisik, manusiawi, budaya) sehingga memudahkan terjadinya tindakan kolektif, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Merujuk pada Ridell (1997) dalam Suharto (2006), terdapat tiga komponen atau parameter kapital sosial yaitu kepercayaan (trust), norma-norma (norms), dan jaringan-jaringan (networks). Ketiganya dijelaskan sebagai berikut: 1. Kepercayaan Kepercayaan adalah harapan yang tumbuh di dalam sebuah masyarakat yang ditunjukkan oleh adanya perilaku jujur, teratur, dan
11
kerjasama berdasarkan norma-norma yang dianut bersama. Cox (1995) dalam Inayah (2012) menyebutkan bahwa dalam masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan tinggi, aturan-aturan sosial yang cenderung bersifat positif, hubungan-hubungan juga bersifat kerjasama. Adanya kapital sosial yang baik ditandai oleh adanya lembaga-lembaga sosial yang kokoh. Kapital sosial melahirkan kehidupan sosial yang harmonis (Putnam 1995). Rasa percaya diri (trust) adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam sutu pola tindakan yang saling mendukung, paling tidak yang lain tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya. 2. Norma Norma-norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, harapan-harapan dan tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang. Norma-norma dapat bersumber dari agama, panduan moral, maupun standar-standar sekuler seperti halnya kode etik profesional. Norma-norma dibangun dan berkembang berdasarkan sejarah kerjasama di masa lalu dan diterapkan untuk mendukung iklim kerjasama. Norma-norma dapat merupakan pra-kondisi maupun produk dari kepercayaan sosial. 3. Jaringan Infrastruktur dinamis dari kapital sosial berwujud jaringan-jaringan kerjasama antar manusia. Jaringan tersebut memfasilitasi terjadinya komunikasi dan interaksi, memungkinkan tumbuhnya kepercayaan dan memperkuat kerjasama. Masyarakat yang sehat cenderung memiliki jaringan-jaringan sosial yang kokoh. Jaringan-jaringan sosial yang erat akan memperkuat perasaan kerjasama para anggotanya serta manfaatmanfaat dari partisipasinya itu. Ditinjau dari tujuan hubungan sosial yang membentuk jaringan sosial dalam komunitas dapat dibedakan tiga jenis jaringan sosial yaitu: (i) jaringan interest (jaringan kepentingan), yakni hubungan sosial yang dibentuk adalah hubungan-hubungan sosial yang bermuatan kepentingan; (ii) jaringan sentiment (jaringan emosi), yang terbentuk atas adanya hubungan-hubungan sosial yang bermuatan emosi; dan (iii) jaringan power, yakni hubungan hubungan sosial yang membentuk jaringan lebih bermuatan power. Jaringan kepentingan terbentuk atas dasar hubungan-hubungan sosial yang bermaknsa pada tujuan-tujuan tertentu dan khusus yang ingin diraih para aktor atau pelakunya. Oleh karena itu tindakan dan interaksi yang terjadi dalam jaringan tipe yang pertama selalu dievaluasi berdasarkan tujuan-tujuan relasional. Sedangkan jaringan power umumnya diujukan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Terakhir mengenai tipe jaringan emosi terbentuk atas hubungan sosial yang mana hubungan sosial itu sendiri menjadi tujuan tindakan sosial, seperti dalam hubungan pertemanan, kekeluargaan ataupun kekerabatan (Agusyanto, 2007). Sementara itu, Dasgupta dan Serageldin (2002) menyatakan bahwa jaringan kerja pada awalnya merupakan suatu sistem komunikasi untuk melindungi, memelihara, dan mengembangkan hubungan interpersonal. Mengenai
12
jaringan kerja itu, terdapat hubungan yang sifatnya inter dan antar organisasi dalam masyarakat yang akan mencerminkan adanya kapital sosial yang bersifat mengikat, menyambung, dan mengait (bonding, bridging, dan linking social capital). Kapital sosial yang mengikat (bonding) berasal dari dalam komunitas, sementara yang bersifat menyambung (bridging) terjadi dari interaksi antar organisasi (kelompok), dan yang bersifat mengait (linking) terbentuk dari hubungan formal kelembagaan seperti antara pemerintah (pemerintah daerah) dengan komunitas. Menurut Djohan (2007), modal sosial yang ideal adalah modal sosial yang tumbuh di masyarakat. Modal sosial yang dimiliki seyogianya memiliki muatan nilai-nilai yang merupakan kombinasi antara nilai-nilai universal yang berbasis humanisme dan nilai-nilai pencapaian (achievement values) dengan nilai-nilai lokal. Modal sosial yang berbasis pada ideologi pancasila merupakan bentuk modal sosial yang perlu dikembangkan bersama-sama guna membangun masyarakat Indonesia yang partisipatif, kokoh, terus bergerak, kreatif, kompak, dan yang menghormati manusia lain. Modal sosial memiliki unsur-unsur penopang, diantaranya adalah sebagai berikut: (1) Social participation. Social participation berarti partisipasi sosial anggota masyarakat. Pada masyarakat tradisional, hal ini melekat dalam perayaan kelahiran, perkawinan, kematian, (2) Reciprocity atau timbal balik, yaitu saling membantu dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan orang laindan kepentingan diri sendiri. Dengan demikian hubungan yang terjadi menyangkut hak dan tanggung jawab, (3) Trust atau kepercayaan, (4) Acceptance and diversity atau penerimaan atas keberagaman, yaitu adanya toleransi yang memperhatikan sikap dan tindaktanduk serta perilaku yang saling hormat-menghormati, saling pengertian, dan apresiasi di antara lingkungan, (5) Norma dan nilai, Norma dan nilai merupakan value sistem yang akan berkembang menjadi suatu budaya, (6) Sense of efficacy atau perasaan berharga, yaitu timbulnya rasa percaya diri dengan memberikan penghargaan kepada setiap orang, dan (7) Cooperation and proactivity atau kerjasama dan proaktif. Dalam kaitannya dengan modal sosial, kerjasama harus terus bergerak serta dituntut kreatif dan aktif. Komponen-komponen modal sosial dalam Uphoff (1979), dikelompokkan ke dalam dua kategori. Pertama, kategori struktural yang dihubungkan dengan berbagai bentuk asosiasi sosial. Kedua, kategori kognitif yang dihubungkan dengan proses-proses mental dan ide-ide yang berbasis pada ideologi dan budaya. Komponen-komponen kapital sosial tersebut diantaranya adalah: 1. Hubungan sosial (jaringan); yang merupakan pola-pola hubungan pertukaran dan kerjasama yang melibatkan materi dan non materi. Hubungan ini memfasilitasi tindakan kolektif yang saling menguntungkan dan berbasis pada kebutuhan atau hubungan biasa. Komponen ini termasuk ke dalam kategori struktural, 2. Norma; merupakan kesepakatan-kesepakatan tentang aturan yang diyakini dan disetujui bersama. Komponen ini termasuk ke dalam kategori kognitif, 3. Kepercayaan; komponen ini menunjukkan norma tentang hubungan timbal balik, nlai-nilai untuk menjadi orang yang layak dipercaya. Komponen ini termasuk ke dalam kategori kognitif,
13
4. Solidaritas; terdapat norma untuk menolong orang lain, kebersamaan, sikap-sikap kepatuhan dan kesetiaan terhadap kelompok serta keyakinan bahwa anggota lain juga akan melaksanakan hal yang serupa. Komponen ini termasuk ke dalam kategori struktural, 5. Kerjasama; terdapat norma untuk bekerja sama, sikap kooperatif, keinginan untuk membaktikan diri, akomodatif serta menerima tugas untuk kepentingan bersama. Komponen ini termasuk ke dalam kategori kognitif. Kerangka Pemikiran Tujuan dari penelitian ini secara umum adalah menganalisis hubungan modal sosial terhadap partisipasi masyarakat dalam program CSR. Pangestu (1995) menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat terhadap program, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang mencakup karakteristik individu yang dapat mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Karakteristik individu mencakup umur, tingkat pendidikan, jumlah beban keluarga, jumlah pendapatan, dan pengalaman berkelompok. Penguatan Modal Sosial : 1. Tingkat Kepercayaan 2. Tingkat Kepatuhan terhadap Norma 3. Tingkat Kekuatan Jaringan
Karakteristik Individu: 1. Tingkat Umur 2. Jenis Kelamin 3. Status Pernikahan 4. Tingkat Pendidikan 5. Pengalaman Berkelompok
Tingkat Partisipasi Peserta Program: 1. Keikutsertaan dalam perencanaan kegiatan 2. Keikutsertaan dalam pelaksanaan kegiatan 3. Pemanfaatan hasil kegiatan 4. Keikutsertaan dalam evaluasi kegiatan
Keterangan: Berhubungan Gambar 1 Kerangka Pemikiran Modal sosial dapat digunakan untuk mengetahui apakah kepercayaan dan partisipasi di dalam komunitas itu besar atau kecil. Merujuk pada Ridell (1997) dikutip Suharto (2006), terdapat tiga komponen atau parameter kapital sosial yaitu kepercayaan (trust), norma-norma (norms), dan jaringan-jaringan (networks). Program CSR akan terlaksana dengan baik apabila masyarakat benar-benar turut berperan aktif didalamnya. Oleh karena itu, meneliti hubungan antara modal sosial dan partisipasi penting dilakukan.
14
Hipotesis Penelitian Dari kerangka pemikiran tersebut, maka hipotesis penelitian ini adalah: 1. Terdapat hubungan antara karakteristik peserta program dan tingkat partisipasi peserta program. 2. Terdapat hubungan antara modal sosial dan tingkat partisipasi peserta program. Definisi Operasional Karakteristik Individu Pangestu (1995) menjelaskan bahwa terdapat faktor internal karakteristik individu yang dapat mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Karakteristik individu mencakup umur, tingkat pendidikan, jenis kelamin, status pernikahan, dan pengalaman berkelompok. Tabel 1 Definisi operasional karakteristik individu Variabel
Definisi Operasional
Ukuran
Jenis Data
Tingkat Umur
Lama hidup responden dari sejak lahir hingga pada saat diwawancarai
Ordinal
Jenis Kelamin
Perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak lahir Hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan (keluarga) Jenjang terakhir sekolah formal yang pernah diikuti responden
<35 tahun = 1 (produktif muda) 35-50 tahun = 2 (produktif menengah) >50 tahun = 3 (produktif tua) Laki-laki=1 Perempuan=2
Belum Menikah = 1 Menikah = 2 Cerai Hidup = 3 Cerai Mati =4 Tidak Sekolah/Tamat SD=1 (rendah) Tamat SMP=2 (menengah) Tamat SMA/PT = 3 (tinggi) Tidak ada = 1 (rendah) Ikut 1-3 kelompok = 2 (sedang) Ikut lebih dari 3 kelompok = 3 (tinggi)
Nominal
Status Pernikahan
Tingkat Pendidikan
Pengalaman Berkelompok
Pengalaman yang dimiliki seseorang dalam mengikuti suatu kelompok di lingkungan tempat tinggalnya
Nominal
Ordinal
Ordinal
15
Tingkat Partisipasi Peserta Program Definisi partisipasi menurut Cohen dan Uphoff (1977) adalah keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil, dan evaluasi. Dengan total skor dari seluruh pertanyaan dari masing-masing indikator yang telah distandarisasi, maka dapat dikategorikan kedalam rendah, sedang, dan tinggi. Dengan rincian sebagai berikut: 1. Rendah (Non-Partisipasi) : skor 4-6 2. Sedang (Tokenisme): skor 7-9 3. Tinggi (Citizen Power): skor 10-12 Tabel 2 Definisi operasional partisipasi Variabel Definisi Operasional Tahap pengambilan keputusan (perencanaan)
Tahap pelaksanaan
Tahap menikmati hasil
Tahap evaluasi
Ukuran
Skor 7-9 (R) Skor 1012 (S) Skor 1316 (T) Keikutsertaan dan keaktifan Skor 6-8 responden (banyaknya kegiatan (R) yang diikuti responden) pada Skor 9-11 pelaksanaan kegiatan serta (S) keaktifan dalam tiap-tiap kegiatan Skor 12tersebut. 14 (T) Manfaat/ketrampilan yang Skor 3-4 dirasakan dari program CSR. (R) Skor 5-6 (S) Skor 7-9 (T) Keikutsertaan responden dalam Skor 6-8 mengevaluasi kegiatan. (R) Skor 9-10 (S) Skor 1113 (T) Keikutsertaan responden (kehadiran responden) dalam mengikuti rapat penyusunan rencana program dan keaktifan dalam rapat tersebut.
Jenis Data Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Penguatan Modal Sosial Merujuk pada Ridell (1997) dikutip Suharto (2006), terdapat tiga komponen atau parameter kapital sosial yaitu kepercayaan (trust), norma-norma (norms), dan jaringan-jaringan (networks). Dengan total skor dari seluruh pertanyaan dari masing-masing indikator yang telah distandarisasi, maka dapat dikategorikan kedalam rendah, sedang, dan tinggi. Dengan rincian sebagai berikut: 1. Rendah : skor 3-4
16
2. Sedang 3. Tinggi
: skor 5-6 : skor 7-9
Tabel 3 Definisi operasional modal sosial Variabel Definisi Operasional Tingkat Meliputi kepercayaan pada Kepercayaan tetangga; pada pemilik usaha; pada aparat pemerintah.
Tingkat Kepatuhan terhadap Norma
Tingkat Kekuatan Jaringan
Ukuran Skor 7-13 (R) Skor 15-21 (S) Skor 22-29 (T)
Meliputi kesediaan menolong Skor 3-5 orang lain; kepedulian pada (R) orang lain; keterbukaan pada Skor 6-8 orang lain. (S) Skor 9- 12 (T) Hubungan-hubungan yang Skor 12-20 terjalin antara sesama (R) masyarakat dengan perusahaan. Skor 21-30 Dilihat dari aspek hubungan (S) pertetanggaan, pertemanan, Skor 31-40 kerja, maupun hubungan (T) dengan pemangku desa
Jenis Data Ordinal
Ordinal
Ordinal
17
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Ciderum dan Desa Ciherang Pondok, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. Wilayah ini termasuk dalam wilayah operasi PT Tirta Investama. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Ciherang Pondok dan Ciderum termasuk kedalam kawasan pelaksanaan Program Kampung Sehat. Waktu penelitian dapat dilihat pada lampiran 2.
Teknik Sampling Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah seluruh warga peserta program Kampung Sehat PT Tirta Investama, Desa Ciherang Pondok dan Desa Ciderum, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. Unit analisanya adalah individu. Responden adalah individu yang menjadi peserta program kampung sehat. Dalam pendekatan kuantitatif, responden dipilih untuk nantinya menjadi target survei. Pemilihan sampel dilakukan menggunakan metode sensus. Peneliti menggunakan metode sensus karena jumlah populasi yang tidak terlalu banyak sehingga akan lebih baik apabila teknik sensus yang dilakukan. Sehingga responden penelitian ini berjumlah 35 orang. Pendekatan kualitatif diperoleh melalui observasi langsung dan wawancara mendalam kepada informan. Informan dipilih secara purposive atau sengaja. Informan adalah orang dari pihak perusahaan yang andil dalam program CSR dan juga peserta program (tokoh masyarakat) yang memiliki peran besar dalam program CSR PT Tirta Investama.
Pengumpulan Data Pengumpulan data kuantitatif dilakukan melalui wawancara mendalam dengan kuesioner kepada responden yang merupakan seluruh peserta Program Kampung Sehat. Sementara untuk pengumpulan data kualitatif dilakukan melalui observasi serta wawancara mendalam dengan informan yang dipilih. Wawancara diarahkan dengan panduan pertanyaan wawancara mendalam. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer berupa data kuantitatif dan kualitatif yang diperoleh dari kuesioner, wawancara, serta observasi langsung. Data sekunder sebagai data pendukung diperoleh melalui studi literatur berupa dokumen-dokumen yang berhubungan dengan program dan kegiatan CSR serta data demografi penduduk.
18
Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan tabulasi silang dan Uji Rank Spearman untuk melihat hubungan antara variabel dengan data ordinal, yaitu mengukur modal sosial dan tingkat partisipasi masyarakat. Pengolahan data menggunakan program komputer SPSS 16.0 for Windows dan Microsoft Excel 2007 untuk mempermudah dalam proses pengolahan data. Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan perlakuan yang berbeda sesuai dengan jenis data yang diperoleh. Data kualitatif diolah melalui tiga tahapan analisis data kualitatif, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Penyimpulan hasil penelitian dilakukan dengan mengambil hasil analisis antar variabel yang konsisten.
19
GAMBARAN LOKASI PENELITIAN DESA CIHERANG PONDOK DAN DESA CIDERUM Karakteristik Geografi Desa Ciherang Pondok merupakan salah satu desa binaan PT Tirta Investama yang terletak di Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor yang menjadi sasaran pengimplementasian program Kampung Sehat. Desa Caringin Pondok memiliki lima Rukun Warga (RW), 29 Rukun Tetangga (RT), dan tiga Dusun. Desa ini juga berbatasan dengan Desa Bitungsari (Kecamatan Ciawi) di sebelah utara, Desa Cimande Hilir (Kecamatan Caringin) di sebelah selatan, Desa Ciderum (Kecamatan Caringin) di sebelah timur, dan Desa Cibalung (Kecamatan Cijeruk) di sebelah barat. Desa Ciherang Pondok memiliki luas wilayah kurang lebih 427 Ha, dimana sebagian besar untuk pemukiman. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.
Luas (Ha) Lainnya 3,1 3% Ladang 33,9 34%
Permukiman 48,8 49%
Sawah 14,2 14% Sumber : Profil dan potensi Desa Ciherang Pondok (2013)
Gambar 2 Diagram presentase luas wilayah Desa Ciherang berdasarkan penggunaan lahan tahun 2013 Desa Ciderum merupakan salah satu desa binaan PT Tirta Investama yang terletak di Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor yang menjadi sasaran pengimplementasian program Kampung Sehat. Desa Ciderum memiliki 11 Rukun Warga (RW), 46 Rukun Tetangga (RT), dan lima Dusun. Desa ini juga berbatasan Desa ini juga berbatasan dengan Desa Teluk Pinang (Kecamatan Ciawi) di sebelah utara, Desa Cimande Hilir (Kecamatan Caringin) di sebelah selatan, Desa Cileungsi (Kecamatan Ciawi) di sebelah timur, dan Desa Ciherang Pondok (Kecamatan Caringin) di sebelah barat. Desa Ciderum memiliki luas wilayahnya kurang lebih 322,7 Ha, dimana sebagian besar untuk persawahan. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.
20
Luas (Ha) Ladang 43 Ha 13%
Lainnya 8,4 Ha 3%
Permukiman 57,8 Ha 18%
Sawah 213,5 Ha 66%
Sumber : Profil dan potensi Desa Ciderum (2013)
Gambar 3 Diagram presentase luas wilayah Desa Ciderum berdasarkan penggunaan lahan tahun 2013 Wilayah Desa Ciderum masih bertumpu pada sektor pertanian. Desa Ciderum memiliki sawah irigasi dan tadah hujan. Apabila musim hujan tiba aktivitas warga terutama yang berada di Dusun Batu Kembar menjadi sangat sibuk karena letak Dusun Batu Kembar yang berada di antara lahan persawahan dan sebagian besar penduduknya adalah bertani dan buruh tani. Karakteristik Penduduk Berdasarkan Data Demografi Desa Ciherang Pondok pada tahun 2013, penduduk Desa Ciherang Pondok terdiri dari 2.985 Kepala Keluarga (KK) dengan jumlah penduduk perempuan relatif lebih banyak dibandingkan laki-laki. Hal ini berbeda dengan Desa Ciderum. Berdasarkan Data Demografi Desa Ciderum pada tahun 2013, penduduk Desa Ciderum terdiri dari 3.543 Kepala Keluarga (KK) dengan jumlah penduduk laki-laki relatif lebih banyak dibandingkan perempuan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Jumlah dan persentase penduduk Desa Ciherang Pondok dan Desa Caringin berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2013 Desa Ciherang Pondok Desa Caringin Jenis Kelamin Jumlah Persentase Jumlah Persentase Perempuan 6.132 50,96 7.562 52,14 Laki-laki
5.902
49,04
6.942
47,68
Total
12.034
100,0
14.504
100,00
Sumber : Profil dan potensi Desa Ciherang Pondok dan Desa Ciderum (2013)
Penduduk Desa Ciherang Pondok sebagian besar berada pada usia produktif muda. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5.
21
Tabel 5 Jumlah dan persentase kategori umur masyarakat Desa Ciherang Pondok dan Desa Ciderum berdasarkan kategori usia pada tahun 2013 Desa Ciherang Pondok Desa Ciderum Kategori Usia
Jumlah
Persentase
Jumlah
Persentase
Produktif Muda
8.145
67,68
4.704
32,45
Produktif Menengah
2.146
17,83
7.510
51,77
Produktif Tua
1.743
14,49
2.290
15,78
Total
12.034
100,0
14.504
100,00
Sumber : Profil dan potensi Desa Ciherang Pondok dan Desa Ciderum (2013)
Jumlah penduduk produktif muda yang cenderung lebih banyak dibandingkan lainnya, menyebabkan semakin tingginya jumlah pasokan air bersih yang dibutuhkan oleh masyarakat, seperti untuk keperluan mencuci baju/seragam sekolah anak-anak dan lainnya. Hal ini berbeda dengan Desa Ciderum. Berdasarkan Data Demografi Desa Ciderum pada tahun 2013, penduduk Desa Penduduk Desa Ciderum sebagian besar berada pada usia produktif menengah. Mayoritas penduduk Desa Ciherang Pondok dan Desa Ciderum menganut agama Islam, sedangkan sebagian kecil penduduk total keseluruhan penduduk menganut agama Katolik dan Protestan. Karakteristik Ekonomi Mayoritas mata pencaharian masyarakat Desa Ciherang Pondok adalah buruh tani. Meskipun di wilayah Desa Ciherang Pondok terdapat ratusan unit industri, namun hanya beberapa masyarakat yang bekerja menjadi karyawan/buruh industri. Sedangkan yang lainnya bermata pencaharian pedagang, pengrajin, guru, PNS ataupun sudah pensiun. Hal yang sama juga pada masyarakat Desa Cideum, yang bermata pencaharian sebagai karyawan swasta. Karakteristik Sosial Wilayah Desa Ciherang Pondok masih bertumpu pada sektor pertanian. Berdasarkan data BPS, luas lahan pertanian dengan kategori lahan sawah yang ditanami padi di Desa Ciherang Pondok seluas 60 Ha, tetapi berdasarkan pengamatan diperkirakan jumlah tersebut sudah menurun karena tidak adanya sistem pengairan atau irigasi (teknis) yang baik sehingga lahan sawah berubah fungsi menjadi ladang atau pemukiman. Wilayah Desa Ciderum masih bertumpu pada sektor pertanian. Akan tetapi masyarakat lebih emmilih bekerja sebagai buruh/karyawan di pabrik daripada bekerja menjadi buruh tani. Mayoritas masyarakat Desa Ciherang Pondok hanyalah tamatan Sekolah Dasar (SD). Artinya, tingkat pendidikan masyarakat Desa Ciherang Pondok masih rendah. Hal tersebut dikarenakan dulunya sebagian besar dari masyarakat lebih memilih untuk melanjutkan pendidikan agama ke pondok pesantren dibandingkan harus melanjutkan pendidikan formal. Kesadaran pendidikan di Desa Ciderum sudah meningkat selaras dengan adanya fasilitas sarana prasarana pendidikan dan
22
transportasi di dusun-dusun tertentu sehingga mayoritas masyarakatnya tamatan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Hanya Dusun Batu Kembar bagian atas masih merasakan kesulitan karena letak fasilitas sekolah yang terlalu jauh, sarana dan prasarana transportasi yang mahal. Untuk tingkat SLTP dan SLTA harus ke Kecamatan Caringin atau ke kecamatan lain (Ciawi dan sekitarnya). Kondisi Lingkungan Berdasarkan hasil pengamatan, terjadi perubahan kondisi lingkungan di masing-masing Desa Ciherang Pondok dan Ciderum. Sebelum adanya program, masyarakat tidak peduli terhadap lingkungan. Masyarakat membuah sampah di selokan. Program kampung sehat tidak hanya menjalankan aksi untuk membersihkan lingkungan, tetapi masyarakat juga diberikan pengetahuan terkait dengan lingkungan. Masyarakat dilibatkan dalam kegiatan sekolah lapang untuk mendapatkan pengetahuan bagaimana mengelola tanaman, air dan lingkungan. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak AND warga RW 11 Desa Ciderum dan Ibu IRM warga RW 1 Desa Ciherang Pondok: “...alhamdulillah ya neng, setelah adanya program ini lingkungan kita lebih bersih dan nyaman. Orang-orang udah gak membuang sampah sembarangan lagi. Gak kayak dulu. Sampah berserakan dimana-mana...” – Bapak AND. “...dulu kita kalo mau buang sampah juga bingung mau kemana. Jadi ya sesukanya aja gitu neng. Kadang dibakar, kadang ditumpuk. Kalo sekarang mah kan udah ada tong sampah disediakan...” – Ibu IRM. Perubahan juga terjadi pada perilaku masyarakat. Hal tersebut dipertegas oleh Ibu FTR warga RW 1 Desa Ciherang Pondok dan Ibu ANG warga RW 11 Desa Ciderum: “...menurut saya program ini bermanfaat sekali dek. Selain lingkungan kita bersih, kita juga jadi tahu sekarang gimana cara mengelola sampah, jenis tanaman...” – Ibu FTR. “...setelah adanya program ini pengetahuan saya bertambah. Saya lebih ngerti tanaman apa yang bisa ditanam di perkarangan, sampah juga bisa dijual...” – Ibu ANG.
Dari kedua pernyataan tersebut, terlihat bahwa adanya perubahan kondisi lingkungan sebelum dan sesudah adanya pengimplementasian program Kampung Sehat. Perubahan tidak hanya terjadi pada lingkungan, tetapi juga pada perilaku masyarakat.
23
Ikhtisar Desa Ciherang Pondok merupakan desa binaan PT TI Caringin. Desa ini memiliki luas wilayah 427 Ha dengan mayoritas lahan digunakan untuk wilayah permukiman yaitu 49 persen. Masyarakat Desa Ciherang Pondok mayoritas berjenis kelamin perempuan yaitu sekitar 50,96 persen dari total masyarakat secara keseluruhan. Selain itu, mayoritas masyarakat Desa Ciherang Pondok berada pada usia produktif muda yaitu sekitar 67,68 persen. Agama yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Desa Ciherang Pondok adalah Islam yaitu sebanyak 98,55 persen dari total masyarakat secara keseluruhan. Meskipun mayoritas lahan digunakan sebagai lahan pertanian, bukan berarti mayoritas masyarakat bekerja sebagai buruh tani, melainkan beberapa masyarakat wiraswasta (perdagangan). Hal tersebut dikarenakan mayoritas penduduk yang bekerja di sektor swasta adalah warga pendatang. Terdapat perubahan dalam kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat sebelum dan sesudah adanya pengimplementasian program Kampung Sehat. Desa Ciderum juga merupakan desa binaan PT TI Caringin. Desa ini memiliki luas wilayah 322,7 Ha dengan mayoritas lahan digunakan untuk sawah/pertanian yaitu 66 persen. Masyarakat Desa Ciderum mayoritas berjenis kelamin laki-laki yaitu sekitar 52,14 persen dari total masyarakat secara keseluruhan. Selain itu, mayoritas masyarakat Desa Ciderum berada pada usia produktif menengah yaitu sekitar 51,77 persen. Agama yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Desa Ciderum adalah Islam yaitu sebanyak 98,55 persen dari total masyarakat secara keseluruhan. Meskipun mayoritas lahan digunakan sebagai lahan pertanian, bukan berarti mayoritas masyarakat bekerja sebagai buruh tani, melainkan beberapa masyarakat karyawan swasta. Hal tersebut dikarenakan mayoritas penduduk yang bekerja di sektor swasta. Terdapat perubahan dalam kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat sebelum dan sesudah adanya pengimplementasian program Kampung Sehat.
24
25
PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)
Program Corporate Social Responsibility PT Tirta Investama Aqua adalah sebuah merek air minum dalam kemasan (AMDK) yang diproduksi oleh PT Tirta Investama (PT TI) di Indonesia sejak tahun 1973. Tokoh pendiri PT TI adalah Tirto Utomo. Sebagai salah satu perusahaan yang menggunakan salah satu sumber daya alam yaitu air sebagai bahan baku utama dalam menjalankan kegiatan usahanya, PT TI turut serta berperan dalam upaya pelestarian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat. Hal tersebut selaras dengan konsep triple bottom line dimana PT TI tidak hanya mementingkan keuntungan ekonomi saja, tetapi juga pencapaian pelestarian lingkungan dan kesejahteraan sosial. PT TI menjaga sumber alam dengan tidak mengambil lebih dari apa yang diberikan oleh alam. PT TI bertanggung jawab terhadap kelestarian sumber mata air dengan mengajak peran serta masyarakat dan pemerintah untuk bersama-sama melindungi lingkungan alam sekitar. Kegiatan PT TI bersama masyarakat setempat dalam menjalankan program sosial dan lingkungan hidup bertujuan untuk melestarikan sumber daya air dan memberdayakan masyarakat. PT TI juga ikut berperan serta pada penurunan emisi CO2. Kegiatan yang dilakukan adalah dengan menghitung tingkat emisi CO2, mulai dari pengiriman bahan baku supplier, jenis bahan baku, proses produksi, pengiriman dari pabrik hingga ke konsumen, penyimpanan produk di gudang, dan yang terakhir adalah tingkat daur ulang di tempat pembuangan akhir. Bentuk kepedulian dan tanggung jawab PT TI dalam menjaga kelestarian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat diwujudkan melalui program-program CSR yang berada di bawah payung besar “Aqua Lestari”. Program CSR-Aqua Lestari Aqua Lestari adalah payung inisiatif keberlanjutan yang dikembangkan AQUA Group sejak tahun 2006 sebagai perwujudan visi dan komitmennya dalam mengelola operasional secara bertanggung jawab demi keberkelanjutan bisnis dan lingkungan serta kesejahteraan para pemangku kepentingannya. Setidaknya terdapat empat pilar yang terdapat pada Aqua Lestari, yaitu pelestarian air dan lingkungan, praktik perusahaan ramah lingkungan, pengelolaan distribusi produk, dan pelibatan dan pemberdayaan masyarakat. Berikut penjelasan singkat mengenai empat pilar Aqua Lestari: 1. Pelestarian Air dan Lingkungan Program-program pelestarian air dan lingkungan berbasis pada pengelolaan daerah aliran sungai (DAS). Hal ini dilakukan dengan menjalankan program konservasi yang meliputi penanaman pohon di daerah hulu dan sekitar pabrik, pembuatan biopori dan sumur resapan, serta penginisiasi program kali bersih di daerah pemukiman. Program pertanian berkelanjutan juga dilakukan di daerah daerah pertanian untuk mengurangi perilaku penggunaan pupuk maupun pestisida kimia, serta
26
menerapkan konsep hemat air dalam pengelolaan lahan. Pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) merupakan komitmen jangka panjang dan memerlukan keterlibatan seluruh pemangku kepentingan terkait. 2. Praktik Perusahaan Ramah Lingkungan Praktik perusahaan ramah lingkungan adalah komitmen AQUA Group untuk menjalankan operasi bisnisnya dengan mengedepankann nilai-nilai hak asasi manusia, kesehatan dan keselamatan kerja, kualitas dan kepatuhan pada peraturan serta perundang-undangan yang berlaku. Emisi gas rumah kaca merupakan penyebab perubahan iklim yang berdampak buruk terhadap lingkungan dan kualitas hidup manusia. AQUA Group melakukan berbagai inovasi untuk menekan emisi gas rumah kaca sekaligus meningkatkan kinerja operasionalnya. Untuk mencapai target penurunan emisi beberapa inisiatif dilakukan, yaitu antara lain mengurangi berat dari material kemasan dan melakukan penghematan listrik antara lain merancang ulang proses, mengkonversi dan mengganti peralatan, serta mendorong perubahan perilaku individu. 3. Pengelolaan Distribusi Produk AQUA Group menyadari bahwa distribusi produk juga perlu dikelola dengan baik sehingga tidak berkembang menjadi suatu resiko yang besar bagi lingkungan dan masyarakat ke depannnya. Pengelolaan distribusi produk AQUA Group dimulai dengan sejumlah langkah seperti menjalankan program pendidikan keselamatan transportasi (safety driving) bagi supir pengantar (transporter) dan karyawan, berkontribusi pada perawatan jalan, serta mengkaji peluang penggunaan model transportasi alternatif kereta api untuk mengangkut produk dari pabrik-pabrik di Sukabumi ke Jakarta. 4. Pelibatan dan Pemberdayaan Masyarakat AQUA Group melibatkan dan memberdayakan masyarakat sekitar lokasi operasinya untuk keberlanjutan bisnis dan kesejahteraan masyarakat secara berkesinambungan. Hal itu dilakukan dengan membangun keswadayaan masyarakat di sekitar pabrik. Dari ke empat pilar tersebut kemudian dikembangkan lagi menjadi lima program yang masih terintegrasi dengan empat pilar Aqua Lestari. Kelima program tersebut ialah: 1. Konservasi Program yang bertujuan untuk mencegah erosi tanah, yaitu melalui penanaman kembali di daerah gundul di kawasan hutan lindung maupun di kawasan hutan masyarakat. Selain itu, program ini juga salah satu program edukasi yang mengajarkan masyarakat maupun anak-anak untuk senantiasa bersama-sama menjaga kelestarian sumber mata air. Program ini senantiasa mengacu pada kebutuhan masyarakat sekitar, dan bekerja sama dengan pemerintah, sekolah dan masyarakat di daerah sekitar PT TI dalam pembibitan, pendistribusian dan penanaman pohon, baik di daerah konservasi, lingkungan desa, pekarangan masyarakat maupun di sekitar sumber AQUA. 2. Akses Air Bersih dan Penyehatan Linkungan atau Water Access Sanitation and Hygiene (WASH)
27
Program yang bertujuan untuk memberikan penyediaan sarana dan prasarana air bersih, memfasilitasi kelembagaan pengguna air, serta membangun perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat di sekitar PT TI. 3. Waste Management Program kerjasama antara PT TI dengan masyarakat sekitar untuk mengelola sampah organik menjadi pupuk organik yang bisa digunakan untuk pertanian dan penghijauan. Sementara itu, sampah organik didaur ulang menjadi barang yang dapat dipakai kembali dan bernilai secara ekoonomi. 4. Pertanian Organik Program yang dikembangkan dengan menggunakan pupuk dan pestisida alami sebagai upaya mengurangi kerusakan lahan pasca pemakaian pupuk kimiawi. 5. Pendidikan Keselamatan Transportasi Program yang bertujuan untuk memberikan pembelajaran atau edukasi kepada seluruh karyawan PT TI agar senantiasa menjaga keselamatan selama menggunakan moda transportasi. Program Kampung Sehat Program CSR PT TI yang menjadi fokus penelitian ini ialah program Kampung Sehat. Program ini merupakan bagian dari Program WASH yang telah diimplementasikan oleh PT TI di dua desa yang berbeda, yaitu Desa Ciherang Pondok dan Desa Ciderum, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor sejak tahun 2011. Berikut ini akan dijelaskan mengenai awal mula, implementasi, hingga hasil program CSR Kampung Sehat di Desa Ciherang Pondok dan Desa Caringin. Awal Pelaksanaan Program Kampung Sehat Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan perilaku hidup bersih dan sehat menjadi salah satu alasan PT TI dalam merencanakan pengimplementasian program Kampung Sehat di Desa Ciherang Pondok dan Desa Ciderum. Terbukti dengan masih terdapatnya tempat pembuangan air limbah rumah tangga ditempat terbuka, seperti air cucian baju, piring, dan sebagainya, banyaknya sampah yang berserakan di jalan sekitar tempat tinggal mereka, dan minimnya saluran air/selokan. Hal tersebut dipertegas oleh Bapak PPN, peserta program CSR Kampung Sehat PT TI Caringin: “...disini tuh neng banyak kubangan air limbah rumah tangga, warga juga kayanya mah gak peduli kalo sebenernya selokan itu juga penting, saya mah sebenernya mau bikin tapi mau disalurin kemana kalo warga yang laen aja belom bikin, jadi ya nggak dibuat-buat deh sampe sekarang...” - Bapak PPN. Program ini dirancang oleh PT TI sebagai upaya perbaikan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan kesehatan lingkungan. Selain itu, program ini juga bertujuan untuk memberikan penyediaan sarana dan prasarana air bersih,
28
memfasilitasi kelembagaan pengguna air, serta membangun perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat. Hal tersebut senada dengan yang dijelaskan oleh Bapak HRY, Community Development Officer PT TI: “...selain memberikan sarana air, program ini juga untuk merubah PHBS dan mengajarkan masyarakat untuk mengelola sampah di sekitar rumah mereka serta juga membantu pemerintah dalam pencapaian MDG’s...” - Bapak HRY. Program Kampung Sehat ini dilaksanakan didua RW/RT yaitu RT 3/11 Desa Ciderum dan RT 7/01 Desa Ciherang Pondok. Sebelum program Kampung Sehat diimplementasikan, pihak perusahaan mengadakan pertemuan dengan warga untuk membicarakan hal-hal yang bersangkutan dengan program tersebut. Saat pertemuan tersebut, sosialisasi hanya melibatkan warga yang memiliki jabatan atau kedudukan penting di dua desa, seperti tetua masyarakat, ketua RT, dan ketua RW. Mereka nantinya akan menjadi perantara antara manajemen perusahaan dengan masyarakat lainnya. Hal tersebut yang menyebabkan penyebaran infromasi mengenai program Kampung Sehat menjadi tidak efektif. Sehingga, banyak dari masyarakat desa yang tidak mengetahui program Kampung Sehat karena minimnya informasi yang didapat. Implementasi Program Kampung Sehat Pada tahap implementasi program, PT TI bekerjasama dengan Yayasan Tanggap Alam untuk memfasilitatori kegiatan-kegiatan Kampung Sehat. Beberapa kegiatan yang dilakukan antara lain, TOT (Pencarian kader Kampung Sehat), Sekolah Lapang, Studi Pengelolaan Sampah, Aksi pengelolaan air dan lingkungan, pertemuan teknis petani, dll. Selain adanya aksi yang dilakukan, masyarakat juga diberikan pengetahuan terkait lingkungan serta mengelola sampah untuk dijadikan sebagai barang ekonomis. Hal tersebut dipertegas oleh Ibu SRY, warga RW 11 Desa Ciderum: “...dengan adanya program Kampung Sehat ini, kita jadi tahu neng cara mengelola sampah dan lebih peduli sama lingkungan...” - Ibu SRY. Pihak PT TI juga menyatakan bahwa salah satu tujuan diimplementasikannya program Kampung Sehat ini adalah memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk mengakses air bersih agar tercipta keluarga yang sehat dan lingkungan yang bersih. Masyarakat juga diberikan pendampingan dalam mengelola lingkungannya. Melalui program ini, harapannya dapat menimbulkan kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan serta menciptakan keberlanjutan dari program Kampung Sehat tersebut. Evaluasi Program Kampung Sehat Evaluasi suatu program menjadi penting ketika suatu perusahaan yang mengimplementasikan program CSR didalam kegiatan usahanya ingin
29
mengetahui umpan balik masyarakat sebagai penerima manfaat program yang dapat dijadikan masukan demi upaya perbaikan program yang diimplementasikannya pada masa yang akan datang. Dalam hal ini PT TI belum melibatkan peran serta masyarakat dalam mengevaluasi program Kampung Sehat yang telah diimplementasikannya di Desa Ciherang Pondok dan Desa Ciderum karena kurangnya sumberdaya manusia dari kalangan internal PT TI untuk melakukan evaluasi program di lapang. Evaluasi masih dilakukan secara mandiri oleh PT TI nya dan tidak melibatkan masyarakat didalamnya. Hal tersebut dipertegas oleh Bapak HRY, Community Development Officer PT TI: “...untuk evaluasi program memang kami belum libatkan masyarakat karena kaminya sendiri saja kurang orang untuk ke lapang, yang ada ya hanya sukarelawan saja. Sejauh ini memang evaluasi hanya kami lakukan dikalangan internalnya saja, belum sampai mengajak serta masyarakat...” - Bapak HRY. Sebelum melakukan evaluasi, PT TI melakukan pengawasan di lapang. Pengawasan yang dilakukan hanya sebatas untuk mengetahui apakah ada kendala yang berarti setelah program tersebut selesai diimplementasikan.Setelah pengawasan dilakukan, maka pihak PT TI melakukan penilaian terhadap indikator-indikator keberhasilan program yang telah dibuat sebelum program diimplementasikan. Penilaian tersebut akan dijadikan bahan evaluasi untuk perbaikan program kedepan. Ikhtisar Program Kampung Sehat PT Tirta Investama Caringin merupakan salah satu program pemberdayaan masyarakat. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan perilaku hidup bersih dan sehat menjadi salah satu alasan PT TI dalam merencanakan pengimplementasian program Kampung Sehat di Desa Ciherang Pondok dan Desa Ciderum. Selain adanya aksi yang dilakukan, masyarakat juga diberikan pengetahuan terkait lingkungan serta mengelola sampah untuk dijadikan sebagai barang ekonomis. PT TI belum melibatkan peran serta masyarakat dalam mengevaluasi program Kampung Sehat yang telah diimplementasikannya di Desa Ciherang Pondok dan Desa Ciderum karena kurangnya sumberdaya manusia dari kalangan internal PT TI untuk melakukan evaluasi program di lapang. Evaluasi masih dilakukan secara mandiri oleh PT TI nya dan tidak melibatkan masyarakat didalamnya Sebelum melakukan evaluasi, PT TI melakukan pengawasan di lapang. Pengawasan yang dilakukan hanya sebatas untuk mengetahui apakah ada kendala yang berarti setelah program tersebut selesai diimplementasikan. Setelah pengawasan dilakukan, maka pihak PT TI melakukan penilaian terhadap indikator-indikator keberhasilan program yang telah dibuat sebelum program diimplementasikan. Penilaian tersebut akan dijadikan bahan evaluasi untuk perbaikan program kedepan.
30
31
KARAKTERISTIK PESERTA PROGRAM CSR KAMPUNG SEHAT PT TIRTA INVESTAMA Karakteristik individu merupakan faktor internal dari masing-masing individu peserta program CSR Kampung Sehat PT TI Caringin yang dibagi menjadi lima variabel, yaitu tingkat umur, jenis kelamin, status pernikahan, tingkat pendidikan, dan pengalaman berkelompok. Tingkat Umur Umur individu peserta program pada penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu < 35 tahun yang digolongkan menjadi umur produktif muda, 35-50 tahun yang digolongkan menjadi umur produktif menengah, dan > 50 tahun yang digolongkan menjadi umur produktif tua. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Jumlah dan persentase peserta program menurut golongan umur pada tahun 2014 Umur Jumlah (Jiwa) Persentase (%) <35 tahun (Produktif Muda) 13 37,14 35-50 tahun (Produktif Menengah)
19
54,28
>50 tahun (Produktif Tua)
3
8,58
Total
35
100,0
Tabel 6 menunjukkan bahwa jumlah peserta program yang berada pada umur produktif menengah lebih banyak dibandingkan dengan peserta program yang berada pada umur produktif muda dan produktif tua. Jenis Kelamin Jumlah peserta program berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan jumlah peserta program laki-laki. Hal ini disebabkan peserta program perempuan cenderung lebih banyak terlibat dan bersedia meluangkan waktunya selama program CSR Kampung Sehat PT TI Caringin diimplementasikan. Untuk lebih jelasnya dapat dlihat pada Tabel 7. Tabel 7 Jumlah dan persentase peserta program menurut jenis kelamin pada tahun 2014 Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase (%) Laki-laki
17
48,57
Perempuan
18
51,43
35
100,0
Total
32
Status Pernikahan Status pernikahan individu peserta program dalam penelitian ini dibagi menjadi empat kategori, yaitu belum menikah, menikah, cerai hidup, dan cerai mati. Hampir seluruh peserta program pada penelitian ini berstatus menikah dan hanya terdapat satu peserta program yang berstatus cerai hidup. Untuk lebih jelasnya dapat dlihat Tabel 8. Tabel 8 Jumlah dan persentase peserta program menurut status pernikahan pada tahun 2014 Status Pernikahan Jumlah (Jiwa) Persentase (%) Belum Menikah
5
14,28
Menikah
27
77,14
Cerai Hidup
1
2,8
Cerai Mati
2
5,78
Total
35
100,0
Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan individu peserta program dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kategori, yaitu tidak sekolah/tamat SD yang digolongkan menjadi tingkat pendidikan rendah, tamat SMP yang digolongkan menjadi tingkat pendidikan sedang, dan tamat SMA/PT yang digolongkan menjadi tingkat pendidikan tinggi. Untuk lebih jelasnya dapat dlihat Tabel 9. Tabel 9 Jumlah dan persentase peserta program menurut tingkat pendidikan pada tahun 2014 Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%) Tidak Sekolah/ Tamat SD (Rendah)
9
25,72
Tamat SMP (Sedang)
9
25,72
Tamat SMA/ Perguruan Tinggi (Tinggi)
17
48,56
Total
35
100,0
Tabel 9 menunjukkan bahwa jumlah peserta program yang memiliki tingkat pendidikan tinggi atau dalam hal ini tamat SMA lebih banyak dibandingkan jumlah peserta program yang memiliki tingkat pendidikan rendah.
33
Pengalaman Berkelompok Pengalaman berkelompok individu peserta program dalam penelitian ini terbagi atas tiga kategori, yaitu tidak ada yang digolongkan menjadi tingkat pengalaman berkelompok rendah, ikut 1-3 kelompok yang digolongkan menjadi tingkat pengalaman berkelompok sedang, dan ikut lebih dari tiga kelompok yang digolongkan menjadi tingkat pengalaman berkelompok tinggi. Tabel 10 Jumlah dan persentase peserta program menurut pengalaman berkelompok pada tahun 2014 Pengalaman Berkelompok Jumlah (Jiwa) Persentase (%) Tidak Ada (Rendah)
9
25,72
Ikut 1-3 Kelompok (Sedang)
25
71,42
Ikut >3 Kelompok (Tinggi)
1
2,86
35
100,0
Total
Tabel 10 menunjukkan bahwa jumlah peserta program yang memiliki tingkat pengalaman berkelompok sedang (ikut 1-3 kelompok) lebih banyak dan hanya satu orang yang mengikuti lebih dari tiga kelompok. Hal tersebut menggambarkan bahwa mayoritas peserta program dalam penelitian ini sudah memiliki pengalaman dalam berkelompok. Artinya, mereka sudah pernah berinteraksi dengan orang lain di dalam kelompoknya, termasuk dalam hal bertukar informasi terkait apapun yang berhubungan dengan kelompoknya dan juga sudah pernah memiliki pengalaman untuk berpartisipasi dalam kegiatan dikelompoknya. Ikhtisar Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa mayoritas individu peserta program memiliki karakteristik: (1) berumur produktif menengah, (2) berjenis kelamin perempuan, (3) berstatus pernikahan menikah, (4) berpendidikan tinggi, (5) bekerja sebagai ibu rumah tangga dan (6) berpengalaman kelompok sedang. Jumlah peserta program yang mayoritas berjenis kelamin perempuan disebabkan mereka cenderung lebih banyak terlibat dan bersedia meluangkan waktunya selama program CSR Kampung Sehat PT TI Caringin diimplementasikan. Selain itu, jumlah peserta program yang mayoritas berpendidikan tinggi sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh pihak pemerintah Desa yang menyatakan bahwa kesadaran terhadap pendidikan sudah tinggi. Peserta program yang memiliki pengalaman dalam mengikuti suatu kelompok berarti mereka sudah pernah berinteraksi dengan orang lain di dalam kelompoknya, termasuk dalam hal bertukar informasi terkait apapun yang berhubungan dengan kelompoknya dan juga sudah pernah memiliki pengalaman untuk berpartisipasi dalam kegiatan dikelompoknya.
34
35
TINGKAT PARTISIPASI PESERTA PROGRAM CSR KAMPUNG SEHAT PT TIRTA INVESTAMA Tahap Perencanaan Tahap perencanaan dalam penelitian ini adalah keikutsertaan responden dalam mengikuti rapat penyusunan rencana program. Diukur berdasarkan kehadiran peserta program dalam rapat perencanaan program dan keaktifan dalam rapat tersebut. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Jumlah dan persentase peserta program menurut tingkat partisipasinya pada tahap perencanaan program CSR Kampung Sehat pada tahun 2014 Tahap Perencanaan Jumlah (jiwa) Total (%) Rendah 16 45,71 Sedang 13 37,14 Tinggi 6 17,15 Total 35 100,00 Tabel 11 menunjukkan bahwa sebagian besar peserta program memiliki tingkat partisipasi yang rendah pada tahap perencanaan program. Hal ini disebabkan karena tidak semua peserta dilibatkan. Sebagian besar peserta program yang terlibat dalam proses perencanaan merupakan orang-orang yang penting dan berpengaruh di lingkungannya. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu MAE. “Yang rapat awal banget kita emang ga diajak Teh. Hanya perwakilan tiap desa aja, kaya Pak PPN ama Bu IRM tuh.” – Ibu MAE. Masing-masing desa diwakili oleh tiga orang. Masing-masing orang akan dijadikan kader di desanya. Hal ini dipertegas oleh pihak perusahaan (PT TI) “Kita memang sengaja hanya melibatkan enam orang dari dua desa, Mba. Tujuannya untuk meningkatkan kapasitas masyarakat itu sendiri. Nah, ketiga orang ini tadi akan dijadikan kader untuk menggalakkan program ini ke lingkungannya.” - Bp HRY, Comdev PT TI. Sebagian besar peserta program hanya mengetahui tentang rencana pelaksanaan program Kampung Sehat tanpa ikut terlibat dalam usaha-usaha merencanakan program. Dalam perencanaan program bukan berarti mereka bebas menentukan semua yang berkaitan dengan program Kampung Sehat yang akan dilaksanakan. Wewenang penuh tetap ada pada PT TI, termasuk dalam menentukan tahapan pelaksanaan program, waktu pelaksanaan program, dan menentukan keuangan pembangunan secara pasti melalui rapat internal perusahaan. Setelah kesepakatan internal perusahaan telah didapat, kemudian diadakan pertemuan warga untuk membahas rencana pelaksanaan program CSR Kampung Sehat.
36
Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan dalam penelitian ini adalah keikutsertaan dan keaktifan pada pelaksanaan kegiatan CSR. Diukur berdasarkan banyaknya kegiatan yang diikuti peserta program pada CSR PT TI serta kehadiran/keaktifan dalam tiap-tiap kegiatan tersebut. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Jumlah dan persentase peserta program menurut tingkat partisipasinya pada tahap pelaksanaan program CSR Kampung Sehat pada tahun 2014 Tahap Pelaksanaan Jumlah (jiwa) Total (%) Rendah 2 5,71 Sedang 14 40,00 Tinggi 19 54,29 Total 35 100,00 Tabel 12 menunjukkan bahwa sebagian peserta program memiliki tingkat partisipasi yang tinggi pada tahap pelaksanaan program. Hal tersebut disebabkan sebagian besar peserta program yang memiliki kepedulian yang tinggi terhadap lingkungannya. Adapun penuturan dari salah satu peserta program oleh Ibu YYK: “Saya senang ikut program ini. Selain bisa buat lingkungan kita semakin bersih, program ini bisa mendekatkan kita(warga) disini.” – Ibu YYK. Faktor lain yang menyebabkan partisipasi yang tinggi dalam pelaksanaan yaitu waktunya yang disesuaikan dengan jadwal kegiatan masyarakat. Sehingga peserta program banyak terlibat dalam kegiatan pelaksanaan. Tahap Menikmati Hasil Tahap menikmati hasil dalam penelitian ini adalah pemanfaatan dan hasil dari adanya kegiatan. Diukur berdasarkan manfaat yang didapat oleh responden dari adanya kegiatan CSR serta bagaimana dia menerapkan keterampilan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Jumlah dan persentase peserta program menurut tingkat partisipasinya pada tahap menikmati hasil program CSR Kampung Sehat pada tahun 2014 Tahap Menikmati Hasil Jumlah (jiwa) Total (%) Rendah 0 0,00 Sedang 20 57,14 Tinggi 15 42,68 Total 35 100,00 Tabel 13 menunjukkan bahwa sebagian peserta program memiliki tingkat partisipasi yang sedang pada tahap menikmati hasil. Hal tersebut disebabkan sebagian besar peserta program yang memiliki kesadaran akan manfaat program
37
Kampung Sehat tersebut. Oleh karena itu, masyarakat sangat antusias dalam menjalankan program seperti yang diungkapkan oleh Bp HRN. “Menurut saya Program Kampung Sehat ini banyak manfaatnya ya. Gak hanya buat kita aja, tapi perusahaan juga. Dengan adanya program ini, ya semoga lingkungan kita jadi lebih bersih. Masyarakatnya juga makin dekat.” - Bp HRN. Tahap Evaluasi Tahap evaluasi dalam penelitian ini adalah keikutsertaan responden dalam mengevaluasi kegiatan program CSR Kampung Sehat yang telah diimplementasikan oleh PT TI. Diukur berdasarkan penilaian/memberikan masukan ataupun umpan balik agar perusahaan dapat melakukan perbaikan pada program yang akan datang. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel 14. Tabel 14. Jumlah dan persentase peserta program menurut tingkat partisipasinya pada tahap evaluasi program CSR Kampung Sehat pada tahun 2014 Tahap Evaluasi Jumlah (jiwa) Total (%) Rendah 24 68,57 Sedang 7 20,00 Tinggi 4 11,43 Total 35 100,00 Tabel 14 menunjukkan bahwa sebagian peserta program memiliki tingkat partisipasi yang rendah pada tahap evaluasi. Seperti yang dikatakan oleh Bapak LLK: “kalo untuk penilaian hasil kita gak pernah diundang neng. Itu kayanya khusus buat Pak RT dan pemandu saja. Tapi gatau juga ya, apa emang perusahaan gak pernah ada kegiatan evaluasi. Saya kurang tahu.” – Bapak LLK. Hal tersebut disebabkan PT TI belum memiliki sumberdaya manusia dari kalangan internal PT TI untuk melakukan evaluasi program di lapang. Akibatnya, perusahaan hanya mengevaluasi secara umum saja tentang program seperti ada atau tidaknya permasalahan yang terjadi pasca dilaksanakannya program CSR Kampung Sehat PT TI Caringin. Tingkat Partisipasi Program CSR Kampung Sehat PT TI Caringin Arnstein (1969) menjelaskan terdapat delapan tangga atau tingkatan partisipasi masyarakat, yaitu manipulation, therapy, informing, concultation, placation, partnership, delegated power dan citizen control. Selanjutnya ke delapan tangga tersebut dikelompokkan menjadi tiga besar derajat partisipasi yaitu non-partisipasi, tokenisme, dan citizen power.
38
Tabel 15 Jumlah dan persentase peserta program menurut tingkat partisipasinya dalam program CSR Kampung Sehat pada tahun 2014 Tingkat Partisipasi Jumlah (jiwa) Total (%) Non-Partisipasi 8 22,68 Tokenisme 21 60,00 Citizen Power 6 17,14 Total 35 100,00 Tabel 15 menunjukkan bahwa jumlah peserta program yang memiliki tingkat tokenisme berjumlah lebih banyak dibandingkan jumlah peserta program yang memiliki tingkat partisipasi non partisipasi dan citizen power. Para peserta program yang berada ditingkat tokenisme tersebut berarti keterlibatannya dalam program dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan menikmati hasil sudah cukup baik. Secara umum, kontrol secara penuh terhadap pengimplementasian program Kampung Sehat belum dapat dilakukan oleh peserta program.
39
HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN TINGKAT PARTISIPASI PESERTA PROGRAM CSR KAMPUNG SEHAT PT TIRTA INVESTAMA Hubungan antara Tingkat Umur dan Tingkat Partisipasi Hubungan umur peserta program dengan tingkat partisipasi peserta program CSR Kampung Sehat diuji dengan menggunakan uji statistik korelasi non-parametrik Rank Spearman karena kedua variabel tersebut memiliki data dengan skala ordinal. Berikut hipotesis dalam penelitian ini: H0=Tidak terdapat hubungan antara umur peserta program dengan tingkat partisipasi program CSR Kampung Sehat PT TI Caringin. H1=Umur peserta program berhubungan dengan tingkat partisipasi program CSR Kampung Sehat PT TI Caringin. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai korelasi antara variabel umur dengan tingkat partisipasi sebesar 0,207; artinya hubungan kedua variabel adalah sangat lemah. Selain itu, diperoleh juga nilai signifikan hitung sebesar 0.233>α (0.05), sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara umur peserta program dengan tingkat pengetahuan peserta program CSR Kampung Sehat PT TI Caringin. Tabel 16 Jumlah dan persentase peserta program menurut umur dan tingkat partisipasi peserta program CSR Kampung Sehat pada tahun 2014 Partisipasi Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power n (%) n (%) n (%) Produktif Muda 4 (66,67) 7 (33,33) 2 (25,00) Produktif Menengah 2 (33,33) 11 (52,38) 6 (75,00) Produktif Tua 0 (0,00) 3 (14,29) 0 (0,00) Total 6 (100,00) 21 (100,00) 8 (100,00)
Total n (%)
Umur
13 (37,14) 19 (54,29) 3 (8,57) 35 (100,00)
Tabel 16 menunjukkan bahwa jumlah peserta program yang berumur produktif menengah dan memiliki tingkat partisipasi tokenisme lebih banyak dibandingkan peserta program yang berumur produktif tua dan muda serta terdapat kecenderungan bahwa responden yang berumur produktif tua memiliki tingkat partisipasi yang rendah terhadap program CSR Kampung Sehat PT TI Caringin. Hal tersebut dikarenakan responden yang berada pada umur produktif tua cenderung memiliki tidak memiliki waktu yang lebih luang untuk ikut terlibat dalam pengimplementasian program CSR Kampung Sehat PT TI, seperti pernyataan yang diungkapkan oleh Ibu YYH: “...kalo disini mah neng yang ikutan kegiatan yang masih kuat. Kalo orang tua mah udah susah. Tenaganya udah gak kuat kalo mau ikutan...” - Ibu YYH.
40
Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Silaen dalam Wicaksono (2010) menyatakan bahwa semakin tua umur seseorang maka penerimaannya terhadap hal-hal baru semakin rendah. Selain itu, semakin tua umur seseorang, relatif berkurang kemampuan fisiknya dan keadaan tersebut akan mempengaruhi partisipasi sosialnya. Sehingga pada pengimplementasian Program Kampung Sehat banyak peserta program yang berumur produktif menengah. Hubungan antara Jenis Kelamin dan Tingkat Partisipasi Hubungan jenis kelamin peserta program dengan tingkat partisipasi peserta program CSR Kampung Sehat PT TI diuji dengan menggunakan uji statistik non-parametrik Chi-Square. Berikut hipotesis dalam penelitian ini: H0=Tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin peserta program dengan tingkat partisipasi peserta program CSR Kampung Sehat PT TI Caringin. H1=Jenis kelamin peserta program berhubungan dengan tingkat partisipasi peserta program CSR Kampung Sehat PT TI Caringin. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai korelasi antara variabel jenis kelamin dengan tingkat partisipasi sebesar 0,29, artinya hubungan kedua variabel adalah lemah. Selain itu, diperoleh juga nilai Asymp.Sig (2-sided) sebesar 0,03 < α (0.05), sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang lemah antara jenis kelamin peserta program dengan tingkat partisipasi peserta program CSR Kampung Sehat PT TI Caringin. Tabel 17 Jumlah dan persentase peserta program menurut jenis kelamin dan tingkat partisipasi peserta program CSR Kampung Sehat pada tahun 2014 Partisipasi Jenis Total Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power Kelamin n (%) n (%) n (%) n (%) 3(50,00) 10(47,62) 4(50,00) 17(48,57) Laki-Laki Perempuan 3(50,00) 11(52,38) 4(50,00) 18(51,43) Total 6(100,00) 21(100,00) 8(100,00) 35(100,00) Tabel 17 menunjukkan bahwa jumlah peserta program perempuan dan laki-laki yang memiliki tingkat partisipasi sedang (tokenisme) hampir sama banyaknya dengan peserta program perempuan. Hal ini berarti program Kampung Sehat sudah tidak bias gender. Hubungan antara Status Pernikahan dan Tingkat Partisipasi Hubungan status pernikahan peserta program dengan tingkat partisipasi peserta program CSR Kampung Sehat PT TI Caringin diuji dengan menggunakan uji statistik non-parametrik Rank Spearman karena kedua variabel tersebut memiliki data dengan skala ordinal. Berikut hipotesis dalam penelitian ini: H0=Tidak terdapat hubungan antara status pernikahan peserta program dengan tingkat partisipasi peserta program CSR Kampung Sehat PT TI Caringin.
41
H1=Status pernikahan peserta program berhubungan dengan tingkat partisipasi peserta program CSR Kampung Sehat PT TI Caringin. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai korelasi antara variabel status pernikahan dengan tingkat partisipasi sebesar 0,195, artinya hubungan kedua variabel adalah sangat lemah. Selain itu, diperoleh juga nilai signifikan hitung sebesar 0,262>α (0.05), sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara status pernikahan peserta program dengan tingkat partisipasi peserta program CSR Kampung Sehat PT TI Caringin. Tabel 18 Jumlah dan persentase peserta program menurut status pernikahan dan tingkat partisipasi peserta program CSR Kampung Sehat pada tahun 2014 Partisipasi Total n (%) Status Penikahan Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power n (%) n (%) n (%) Belum Menikah 1 (66,67) 3 (14,29) 1 (12,50) 5 (14,29) Menikah 5 (33,33) 17 (80,95) 5 (65,50) 27 (77,14) Cerai Hidup 0 (0,00) 0 (0,00) 1 (0,00) 1 (2,86) Cerai Mati 0 (0,00) 1 (4,76) 1 (12,50) 2 (5,71) Total 6 (100,00) 21 (100,00) 8 (100,00) 35 (100,00) Tabel 18 menunjukkan bahwa jumlah peserta program yang berstatus menikah lebih banyak partisipasi sedang (tokenisme). Hal tersebut disebabkan peserta program yang berstatus menikah akan lebih mudah untuk memutuskan siapa yang akan turut terlibat dalam menjalankan program atau dalam hal ini terdapat anggota keluarga yang dapat dijadikan perwakilan pada program dibandingkan mereka yang berstatus cerai mati/hidup. Jumlah anggota keluarga juga akan mempengaruhi partisipasi peserta program di dalamnya. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Partisipasi Hubungan tingkat pendidikan peserta program dengan tingkat partisipasi peserta program CSR Kampung Sehat diuji dengan menggunakan uji statistik korelasi non-parametrik Rank Spearman karena kedua variabel tersebut memiliki data dengan skala ordinal. Berikut hipotesis dalam penelitian ini: H0=Tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan peserta program dengan tingkat partisipasi program CSR Kampung Sehat PT TI Caringin. H1=Tingkat pendidikan peserta program berhubungan dengan tingkat partisipasi program CSR Kampung Sehat PT TI Caringin. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai korelasi antara variabel tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi sebesar 0,130, artinya hubungan kedua variabel adalah sangat lemah. Selain itu, diperoleh juga nilai signifikan hitung sebesar 0,456>α (0.05), sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan peserta program dengan tingkat partisipasi peserta program CSR Kampung Sehat PT TI Caringin
42
Tabel 19 Jumlah dan persentase peserta program menurut tingkat pendidikan dan tingkat partisipasi peserta program CSR Kampung Sehat pada tahun 2014 Partisipasi Total Pendidikan Terakhir Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power n (%) n (%) n (%) n (%) Tidak Sekolah/SD 2 (33,33) 6 (28,57) 1 (12,50) 9 (25,71) Tamat SMP 2 (33,33) 4 (19,05) 3 (37,50) 9 (25,71) SMA/Sarjana 2 (33,33) 11 (52,38) 4 (50,00) 17 (48,57) Total 6 (100,00) 21 (100,00) 8 (100,00) 35 (100,00) Tabel 19 menunjukkan bahwa jumlah peserta program yang berpendidikan tinggi (Tamat SMA/PT) memiliki tingkat partisipasi sedang (citizen power) lebih banyak dibandingkan yang berpendidikan menengah dan rendah. Terdapat kecenderungan bahwa peserta program yang berpendidikan tinggi (Tamat SMA/Perguruan Tinggi) memiliki tingkat partisipasi yang juga tinggi terhadap program CSR Kampung Sehat PT TI Caringin. Hubungan Pengalaman Berkelompok dengan Tingkat Partisipasi Hubungan pengalaman berkelompok peserta program dengan tingkat partisipasi peserta program CSR Kampung Sehat PT TI Caringin diuji dengan menggunakan uji statistik korelasi non-parametrik Rank Spearman karena kedua variabel tersebut memiliki data dengan skala ordinal. Berikut hipotesis dalam penelitian ini: H0=Tidak terdapat hubungan antara pengalaman berkelompok peserta program dengan tingkat partisipasi program CSR Kampung Sehat PT TI Caringin. H1=Pengalaman berkelompok peserta program berhubungan dengan tingkat partisipasi program CSR Kampung Sehat PT TI Caringin. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai korelasi antara variabel pengalaman berkelompok dengan tingkat partisipasi sebesar 0,127, artinya hubungan kedua variabel adalah sangat lemah. Selain itu, diperoleh juga nilai signifikan hitung sebesar 0,469 <α (0.05), sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan peserta program dengan tingkat partisipasi peserta program CSR Kampung Sehat PT TI Caringin. Tabel 20 Jumlah dan persentase peserta program menurut pengalaman berkelompok dan tingkat partisipasi peserta program CSR Kampung Sehat pada tahun 2014 Partisipasi Pengalaman Total Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power Berkelompok n (%) n (%) n (%) n (%) Tidak Ada 1 (16,67) 7 (33,33) 1 (12,50) 9 (25,71) Ikut 1-3 Kelompok 5 (33,33) 14 (66,67) 6 (75,00) 25 (71,43) Ikut >3 Kelompok 0 (00,00) 0 (00,00) 1 (12,50) 1 (2,86) Total 6 (100,00) 21 (100,00) 8 (100,00) 35 (100,00)
43
Tabel 20 menunjukkan bahwa jumlah peserta program berpengalaman mengikuti lebih dari 3 kelompok dan memiliki tingkat partisipasi tinggi (citizen power) lebih banyak dibandingkan lainnya dan terdapat kecenderungan bahwa responden yang berpengalaman mengikuti lebih dari 3 kelompok memiliki tingkat partisipasi yang tinggi terhadap program CSR Kampung Sehat PT TI Caringin. Hal tersebut dikarenakan mereka lebih sering berinteraksi dan bertukar pikiran dengan orang lain melalui kegiatan perkumpulan. Kegiatan perkumpulan tersebut melatih mereka selalu untuk terlibat aktif dalam kegiatannya, termasuk untuk berpartisipasi selama proses pengimplementasian program CSR Kampung Sehat PT TI Caringin. Ikhtisar Partisipasi peserta program dalam penelitian ini dilihat seberapa jauh keterlibatan peserta program dalam menjalankan program CSR Kampung Sehat PT TI Caringin pada tahap perencanaan, pelaksanaan, menikmati hasil, dan evaluasi. Pada penelitian ini partisipasi peserta program masih tergolong sedang, sejak program direncanakan hingga dievaluasi, sehingga tingkat partisipasi peserta program dikategorikan menjadi tokenisme. Secara umum, kontrol secara penuh terhadap pengimplementasian program Kampung Sehat belum dapat dilakukan oleh peserta program. Selain itu, tingkat partisipasi peserta program juga diduga dipengaruhi oleh karakteristik individu sebagai faktor internal peserta program. Karakteristik individu peserta program meliputi yang umur, jenis kelamin, status pernikahan, tingkat pendidikan, dan pengalaman berkelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah peserta program yang berumur produktif menengah dan memiliki tingkat partisipasi sedang (tokenisme) lebih banyak dibandingkan peserta program yang berumur produktif tua dan muda serta terdapat kecenderungan bahwa responden yang berumur produktif tua memiliki tingkat partisipasi yang rendah terhadap program CSR Kampung Sehat PT TI Caringin. Peserta program yang berstatus menikah dan memiliki tingkat partisipasi sedang (tokenisme). Hal tersebut disebabkan peserta program yang berstatus menikah akan lebih mudah untuk memutuskan siapa yang akan turut terlibat dalam menjalankan program atau dalam hal ini terdapat anggota keluarga yang dapat dijadikan perwakilan pada program dibandingkan mereka yang berstatus cerai mati/hidup. Tidak terdapat kecenderungan bahwa peserta program yang berpendidikan tinggi (Tamat SMA/Perguruan Tinggi) dan berpengalaman kelompok banyak memiliki tingkat partisipasi yang juga tinggi terhadap program CSR Kampung Sehat PT TI Caringin.
44
45
MODAL SOSIAL PESERTA PROGRAM CSR KAMPUNG SEHAT PT TIRTA INVESTAMA Merujuk pada Ridell (1997) dikutip Suharto (2006), terdapat tiga komponen atau parameter kapital sosial yaitu kepercayaan (trust), norma-norma (norms), dan jaringan-jaringan (networks). Dengan total skor dari seluruh pertanyaan dari masing-masing indikator yang telah distandarisasi, maka dapat dikategorikan kedalam rendah, sedang, dan tinggi. Tingkat Kepercayaan Tingkat kepercayaan dalam penelitian ini merupakan tinggi rendahnya kepercayaan antara peserta program terhadap masyarakat, perusahaan, dan pemerintah. Diukur berdasarkan adanya keyakinan, tanggung jawab, keadilan dalam pengambilan keputusan antara sesama peserta program, perusahaan, dan pemerintah. Tabel 21 Jumlah dan persentase tingkat kepercayaan peserta program CSR Kampung Sehat pada tahun 2014 Tingkat Kepercayaan Jumlah (jiwa) Total (%) Rendah 3 8,60 Sedang 26 74,30 Tinggi 6 17,10 Total 35 100,00 Tabel 21 menunjukkan bahwa sebagian besar peserta program memiliki tingkat kepercayaan yang sedang. Hal ini disebabkan karena peserta program cenderung percaya bahwa setiap peserta program memiliki tanggungjawab dalam menjalankan program Kampung Sehat dan menjaga lingkungan. Oleh karena itu, jika ada masyarakat yang membantu secara material saja, mereka sudah cukup terlibat dalam menjalankan program seperti yang diungkapkan oleh Ibu YTI. “Menurut saya gak masalah teh, kalo misalnya dia gak ikut bersihin sungai. Kan masing-masing orang punya kesibukan sendiri. Selama dia nyumbang (ngasih uang) ya itu kan udah jadi penggantinya lah”. (Ibu YTI) Tingkat Kepatuhan Norma Tingkat kepatuhan norma dalam penelitian ini adalah tinggi rendahnya nilai-nilai, harapan dan tujuan yang diyakini dan dijalankan antar masyarakat. Diukur berdasarkan adanya kesediaan menolong orang lain, kepedulian pada orang lain, dan keterbukaan pada orang lain. Tingkat norma responden peserta program Kampung Sehat dapat dilihat pada Tabel 22.
46
Tabel 22 Jumlah dan persentase tingkat kepatuhan norma peserta program CSR Kampung Sehat pada tahun 2014 Tingkat Norma Rendah Sedang Tinggi Total
Jumlah (jiwa) 12 9 14 35
Total (%) 34,30 25,70 40,00 100,00
Tabel 22 menunjukkan bahwa sebagian peserta program memiliki tingkat norma yang tinggi. Hal ini disebabkan karena peserta program umumnya percaya bahwa setiap masyarakat memiliki kepedulian antar sesama dan juga terhadap lingkungan. Seperti yang diungkapkan oleh Bp. NSH. “Disini masyarakatnya udah kaya keluarga aja. Kalo ngomong ya ceplas ceplos aja. Udah saling ngerti gitu”. (Bp NSH) Akan tetapi ada juga peserta program yang mengatakan bahwa masyarakat di Desa tersebut masih mementingkan dirinya sendiri. Sehingga hal tersebut menggambarkan masih kurangnya kepedulian antar sesama masyarakat. Tingkat Jaringan Tingkat jaringan dalam penelitian ini adalah tinggi rendahnya komunikasi dan interaksi yang memungkinkan tumbuhnya kepercayaan dan kerjasama. Diukur berdasarkan adanya bubungan-hubungan yang terjalin antara sesama masyarakat, perusahaan dan pemerintah. Tabel 23 Jumlah dan persentase peserta program menurut tingkat jaringan program CSR Kampung Sehat pada tahun 2014 Tingkat Jaringan Jumlah (jiwa) Total (%) Rendah 6 17,10 Sedang 22 62,90 Tinggi 7 20,00 Total
35
100,00
Tabel 23 menunjukkan bahwa sebagian peserta program memiliki tingkat jaringan yang sedang. Hal ini disebabkan karena peserta program umumnya memiliki hubungan yang baik dengan masyarakat, aparat desa dan perusahaan. Seperti yang diungkapkan oleh Bp. PPN. “Saya sering berkeliling ke rumah warga untuk ngasih tau kegiatan yang ada di desa, biar gada warga yang ga dapat info” (Bp PPN, Ketua RT) Hubungan-hubungan yang terjalin cukup baik dari masyarakat juga terlihat dalam hubungan ketetanggaan. Sehingga memudahkan masyarakat untuk saling terdedah informasi, karena memiliki banyak jaringan.
47
HUBUNGAN MODAL SOSIAL DAN TINGKAT PARTISIPASI PESERTA PROGRAM CSR KAMPUNG SEHAT PT TIRTA INVESTAMA Hubungan antara Kepercayaan dan Tingkat Partisipasi Hubungan kepercayaaan dengan tingkat partisipasi peserta program CSR Kampung Sehat diuji dengan menggunakan uji statistik korelasi non-parametrik Rank Spearman karena kedua variabel tersebut memiliki data dengan skala ordinal. Berikut hipotesis dalam penelitian ini: H0=Tidak terdapat hubungan antara tingkat kepercayaan peserta program dengan tingkat partisipasi program CSR Kampung Sehat PT TI Caringin. H1=Tingkat kepercayaan berhubungan dengan tingkat partisipasi program CSR Kampung Sehat PT TI Caringin. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai korelasi antara variabel tingkat kepercayaan dengan tingkat partisipasi sebesar 0,463; dengan signifikan 0,05 yang berarti memiliki hubungan cukup kuat. Maka H1 diterima dan H0 ditolak. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat kepercayaan dengan tingkat partisipasi. Sikap tanggung jawab dan kepedulian antar sesama masyarakat, membuat kepercayaan masyarakat satu sama lain semakin dekat. Seperti yang dikatakan oleh Ibu FTR: “Saya percaya sama masing-masing kita semuanya peduli sama lingkungan. Karena ini kan daerah kita, tempat tinggal. Ya memang harusnya kita yang tanggung jawab sama kebersihannya.” – Ibu FTR. Namun, pada saat menjalankan program, kepercayaan yang tinggi tersebut tidak mempengaruhi tingkat partisipasi peserta program. Hal ini disebabkan oleh peserta program tidak dilibatkan dalam proses perencanaan dan evaluasi program. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel 24. Tabel 24 Jumlah dan persentase peserta program menurut tingkat kepercayaan dan tingkat partisipasi program CSR Kampung Sehat pada tahun 2014 Partisipasi Total Kepercayaan Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power n (%) n (%) n (%) n (%) Rendah 0 (0,00) 3(14,29) 0(0,00) 3(8,57) Sedang 6(100,00) 17 (80,9) 3(37,50) 26(74,29) Tinggi 0 (0,00) 1(4,76) 5(62,50) 6(17,14) Total 6 (100,00) 21(100,00) 8(100,00) 35 (100,00) Tabel 24 menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan yang rendah sebanyak 14,29 persen responden (peserta program) memiliki tingkat partisipasi pada tahap tokenisme. Pada tingkat kepercayaan yang sedang sebanyak 80,95 persen responden memiliki tingkat partisipasi pada tahap tokenisme. Pada tingkat
48
kepercayan tinggi mayoritas sebanyak 62,50% responden memiliki tingkat partisipasi pada tahap citizen power. Hal ini menunjukkan semakin tinggi kepercayaan peserta program, semakin tinggi pula peserta yang berpartisipasi. Hubungan antara Tingkat Kepatuhan Norma dan Tingkat Partisipasi Hubungan tingkat norma dengan tingkat partisipasi peserta program CSR Kampung Sehat PT TI diuji dengan menggunakan uji statistik non-parametrik Rank Spearman karena kedua variabel tersebut memiliki data dengan skala ordinal. Berikut hipotesis dalam penelitian ini: H0=Tidak terdapat hubungan antara tingkat norma dengan tingkat partisipasi peserta program CSR Kampung Sehat PT TI Caringin. H1=Tingkat norma berhubungan dengan tingkat partisipasi peserta program CSR Kampung Sehat PT TI Caringin. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai korelasi antara variabel tingkat norma dengan tingkat partisipasi sebesar 0,102 dengan signifikan 0,558 yang berarti tidak memiliki hubungan. Maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat norma dengan tingkat partisipasi. Hal ini disebabkan sebagian masyarakat lebih mementingkan dirinya sendiri. Seperti yang dikatakan oleh Bapak HRN. “Disini sih nilai gotong royong masih ada, tapi gak sedikit juga masyarakat yang gak peduli. Mau ada program, atau enggak dia tetap aja gamau bersihin lingkungan. Padahal inikan lingkungan bersama ya, tapi yang namanya manusia ya macam-macam tingkah lakunya neng.” – Bapak HRN. Berdasarkan yang dikatakan Bapak HRN, tingkat kepatuhan norma peserta program masih rendah. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Tabel 32. Tabel 25 Jumlah dan persentase peserta program menurut tingkat norma dan tingkat partisipasi peserta program CSR Kampung Sehat pada tahun 2014 Partisipasi Total Norma Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power n (%) n (%) n (%) n (%) 2 (33,33) 8 (38,10) 2 (25,00) 12 (34,29) Rendah Sedang 2 (33,33) 5 (23,81) 2 (25,00) 9 (25,71) Tinggi 2 (33,33) 8 (38,10) 4 (50,00) 14 (40,00) Total 6 (100,00) 21(100,00) 8(100,00) 35 (100,00) Tabel 25 menunjukkan bahwa pada tingkat norma yang tinggi sebanyak 38,10 persen responden (peserta program) memiliki tingkat partisipasi pada tahap tokenisme. Sebanyak 23,33 responden memiliki tingkat partisipasi pada tahap non partisipasi. Hal ini tidak menunjukkan hubungan antara tingkat kepatuhan norma dengan tingkat partisipasi.
49
Hubungan Jaringan dengan Tingkat Partisipasi Hubungan jaringan dengan tingkat partisipasi peserta program CSR Kampung Sehat diuji dengan menggunakan uji statistik korelasi non-parametrik Rank Spearman karena kedua variabel tersebut memiliki data dengan skala ordinal. Berikut hipotesis dalam penelitian ini: H0=Tidak terdapat hubungan antara tingkat jaringan peserta program dengan tingkat partisipasi program CSR Kampung Sehat PT TI Caringin. H1=Tingkat jaringan berhubungan dengan tingkat partisipasi program CSR Kampung Sehat PT TI Caringin. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai korelasi antara variabel tingkat jaringan dengan tingkat partisipasi sebesar 0,376; dengan signifikan 0,26 yang berarti memiliki hubungan cukup kuat. Maka H1 diterima dan H0 ditolak. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat jaringan dengan tingkat partisipasi. Seperti yang dikatakan oleh Bapak SDM: “Saya sering dapat informasi dan diajak buat ikut kegiatan ama pak RT. Kadang pihak kelurahan juga sering datang ikutan kalo kita undang. Ya mereka udah kenal saya. Mangkanya saya juga disuruh jadi kader disini supaya masyarakat disini pada ikutan neng.” – Bapak SDM. Tingkat jaringan yang dimiliki peserta program mayoritas berada pada tingkat sedang. Hal ini berkaitan dengan bagaimana individu dari masing-masing peserta. Contohnya peserta program yang memiliki tingkat jaringan tinggi adalah peserta program yang mudah bergaul, memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, menjadi tokoh masyarakat, dan memiliki sumberdaya ekonomi yang tinggi. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26 Jumlah dan persentase peserta program menurut tingkat jaringan dan tingkat partisipasi peserta program CSR Kampung Sehat pada tahun 2014 Partisipasi Total Jaringan Non Partisipasi Tokenisme Citizen Power n (%) n (%) n (%) n (%) 1 (16,67) 5 (23,81) 0 (0,00) 6 (17,14) Rendah Sedang 5 (83,33) 13 (61,90) 4 (50,00) 22 (62,86) Tinggi 0 (0,00) 3 (14,29) 4 (50,00) 7 (20,00) Total 6 (100,00) 21(100,00) 8(100,00) 35 (100,00) Tabel 26 menunjukkan bahwa pada tingkat jaringan yang rendah sebanyak 23,81 persen responden (peserta program) memiliki tingkat partisipasi pada tahap tokenisme. Pada tingkat jaringan yang sedang sebanyak 83,33 persen responden memiliki tingkat partisipasi pada tahap non partisipasi. Pada tingkat jaringan tinggi sebanyak 50% responden memiliki tingkat partisipasi pada tahap citizen power. Hal ini menunjukkan semakin tinggi jaringan peserta program, semakin tinggi pula peserta yang berpartisipasi.
50
Ikhtisar Modal sosial peserta program CSR Kampung Sehat PT TI dapat dikategorikan sedang, baik pada kepercayaan, norma maupun pada jaringan. Komunikasi dan interaksi yang terjalin antar sesama masyarakat dapat dikatakan tinggi. Hal ini terlihat dari persentase kepercayaan sosial sebesar 74,30 persen dari 100 persen. Norma sosial yang ada di masyarakat terbentuk dari kepercayaan dan hubungan masyarakat yang erat. Norma sosial di dalam masyarakat masih togolong rendah. Hal ini terlihat dari persentase norma sebesar 40,00 persen dari 100 persen. Hubungan sosial masyarakat dapat dikatakan tinggi, terlihat dari persentase jaringan sosial sebesar 62,90 persen dari 100 persen. Terdapat hubungan antara tingkat kepercayaan dengan tingkat partisipasi. Sikap tanggung jawab dan kepedulian antar sesama masyarakat, membuat kepercayaan masyarakat satu sama lain semakin dekat. Namun, pada saat menjalankan program, kepercayaan yang tinggi tersebut tidak menimbulkan partisipasi peserta program yang tinggi. Hal ini disebabkan hanya sebagian kecil peserta program yang dilibatkan dalam proses perencanaan dan evaluasi. Sehingga kondisi seperti ini yang menyebabkan tingkat partisipasi masyarakat hanya pada tingkatan tokenisme. Sama halnya dengan norma, tidak terdapat hubungan antara tingkat norma dengan tingkat partisipasi. Terdapat hubungan antara tingkat jaringan dengan tingkat partisipasi. Hubungan-hubungan yang terjalin antara sesama masyarakat dengan perusahaan dan pemerintah, membuat mereka memiliki hubungan yang kuat. Namun, pada saat menjalankan program, jaringan yang luas tersebut tidak menimbulkan partisipasi peserta program yang tinggi. Sehingga kondisi seperti ini yang menyebabkan tingkat partisipasi masyarakat hanya pada tingkatan tokenisme.
51
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil gambaran umum desa, profil program Corporate Social Responsibility, kajian karakteristik peserta program CSR, kajian hubungan antara partisipasi masyarakat dan karakteristik peserta program CSR, kajian hubungan antara modal sosial dan partisipasi peserta program, maka dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut: 1. Mayoritas individu peserta program memiliki karakteristik, yaitu berumur produktif menengah, perempuan, menikah, berpendidikan tinggi dan berpengalaman kelompok sedang. 2. Tingkat partisipasi peserta program terhadap program Kampung Sehat PT TI Caringin tergolong sedang (tokenisme). Hal ini ditunjukkan dalam keterlibatannya dalam program dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan menikmati hasil sudah cukup tinggi namun kontrol secara penuh terhadap pengimplementasian program Kampung Sehat belum dapat dilakukan oleh peserta program. Selain itu, karakteristik individu tidak berpengaruh terhadap partisipasi peserta program Kampung Sehat. 3. Modal sosial peserta program tergolong sedang. Terdapat hubungan antara tingkat kepercayaan dan jaringan sosial dengan tingkat partisipasi. Namun, pada saat menjalankan program, kepercayaan yang tinggi tersebut tidak menimbulkan derajat partisipasi peserta program yang tinggi. Hal ini disebabkan hanya sebagian kecil peserta program yang dilibatkan dalam proses perencanaan dan evaluasi. Sehingga kondisi seperti ini yang menyebabkan tingkat partisipasi masyarakat hanya pada tingkatan tokenisme. Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa hal yang dapat dijadikan masukan atau saran diantaranya sebagai berikut : 1. Dalam penelitian selanjutnya diharapkan menganalisis perubahan yang terjadi pada masyarakat sebelum dan sesudah mengikuti program. 2. Sebaiknya perusahaan melakukan pendekatan terhadap masyarakat dan pemerintah, begitupun sebaliknya. Sehingga tercipta hubungan yang lebih harmonis, saling mempercayai satu sama lain dan dapat membangun kerjasama yang baik. 3. Sebaiknya masyarakat memiliki kontrol penuh terhadap keputusan program, tidak hanya dilibatkan dalam proses menjalankan kegiatan program. Mengingat modal sosial masyarakat sudah cukup baik.
52
53
DAFTAR PUSTAKA Agusyanto, R. 2007. Jaringan Sosial dalam Organisasi. Jakarta (ID): PT. Raja Grafindo Persada. Ardianto, Machfudz. 2011. Efek Kedermawanan Pebisnis dan CSR. Jakarta (ID): PT. Elex Media Komputindo. Arnstein S. 1969 [April]. A Ladder of Citizen Participation. JAIP [35-4]: halaman 216-224. Dasgupta P dan Serageldin I. 2002. Sosial Capital: A Multi Faceted Perspective. Worl Bank, Washington.eijer International Institute of Ecological Economics. Stochholm. Djohan, Robby. 2007. Lead to togetherness. Fund Asia Eduaction. Jakarta. Inayah. 2012. Peranan Modal Sosial dalam Pembangunan. Jurnal Pengembangan Humaniora. [internet]. [diunduh tanggal 30 Januari 2014]. Vol 12 No.1. dapat diunduh dari: http://www.polines.ac.id/ragam/index_files/jurnalragam/paper_6%20apr%202 012.pdf Indarti, Sri. 2012. Trade Off Corporate Social Responsibility BUMN dan Pengembangan UMKM di Provinsi Riau (Studi Kasus PT. Jasa Raharja Cabang Provinsi Riau). Jurnal Sosial Ekonomi Pembangunan. [Internet]. [diacu 2014 Januari 20]. 02(6). Tersedia dari http://ejournal.unri.ac.id/index.php/JSEP/article/view/864 Nasdian FT. 2006. Modul Kuliah Pengembangan Masyarakat. Tidak Diterbitkan. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. Pangestu MHT. 1995. Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan perhutanan sosial (Studi Kasus: KPH Cianjur, Jawa Barat). Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Putnam R. 1995. Bowling Alone: America’s Declining Social Capital. www.muse.jhu.edu/demo/journal_of_democracy/V006/putnam.html Slamet Y. 1994. Pembangunan masyarakat berwawasan partisipasi. Surakarta (ID): Sebelas Maret Univ Pr. Suharto E. 2006. Modal Sosial dan Kebijakan Publik. [pdf]. [internet]. [diunduh 9 Februari 2014]. Dapat diunduh dari http://www.policy.hu/suharto/Naskah%20PDF/MODAL_SOSIAL_DAN_KEB IJAKAN_SOSIAL.pdf Sumardjo dan Saharudin. 2003. Metode-Metode Partisipatif dalam Pengembangan Masyarakat. IPB. Bogor. Uphoff NT, John MC. 1979. Feasibility and Application of Rural Development Participation: A State of the Art Paper. Ithaca [US]: Cornell University. Wibisono, Yusuf. 2007. Membedah Konsep dan Aplikasi CSR Corporate Social Responsibility. Gresik. [ID]: Fascho Publishing. Wicaksono MA. 2010. Analisis tingkat partisipasi warga dalam tanggung jawab sosial perusahaan (Studi Kasus PT Isuzu Astra Motor Indonesia Assy Plant Pondok Ungu). Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor. Widyameiga AP, Purnaningsih N. 2010. Implementasi tanggung jawab sosial perusahaan berbasis pemberdayaan masyarakat. Jurnal Inspirat (2) [Internet]. [diunduh 2013 Jan 6]; 2(2):1-17. Tersedia pada: http://jurnalinspirat.com/ index.php?option=com_content&view=article&id=277&Itemid=356
54
55
LAMPIRAN Lampiran 1 Lokasi Penelitian
Gambar 4 Sketsa Desa Ciherang Pondok
56
Gambar 5 Sketsa Desa Ciderum
57
Lampiran 2 Jadwal Pelaksanaan Penelitian tahun 2014
Kegiatan Penyusunan proposal skripsi Kolokium Perbaikan proposal skripsi Pengambilan data lapangan Pengolahan dan analisis data Penulisan draft skripsi Sidang Skripsi Perbaikan Skripsi
Februari
Maret
April
Mei
58
Lampiran 3. Contoh Hasil Pengolahan Data
Spearman's rho
Correlation Coefficient Umur Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Partisipasi Sig. (2-tailed) N
Chi-Square df Asymp. Sig.
Umur
Partisipasi
1.000
.207
. 35
.233 35
.207
1.000
.233 35
. 35
Jenis Kelamin .029a 1 .866
Partisipasi 11.371b 2 .003
Status Pernikahan Status Pernikahan Spearman's rho Partisipasi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Partisipasi
1.000
.195
. 35
.262 35
.195
1.000
.262 35
. 35
Pendidikan Partisipasi Terakhir Correlation Coefficient Pendidikan Sig. (2-tailed) Terakhir Spearman's N rho Correlation Coefficient Partisipasi Sig. (2-tailed) N
Correlation Spearman's Pengalaman Coefficient rho Berkelompok Sig. (2-tailed) N
1.000
.130
. 35 .130 .456 35
.456 35 1.000 . 35
Pengalaman Berkelompok
Partisipasi
1.000
.127
. 35
.469 35
59
Partisipasi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
.127 .469 35 Kepercayaan
Correlation Coefficient Kepercayaan
Partisipasi
.
005
35 .463
Sig. (2-tailed)
Norma
35
35
Norma
Partisipasi
1.000
.102 .
.558
35
35
.102
1.000
.558
.
35
35
N Correlation Coefficient Partisipasi
Sig. (2-tailed) N
Jaringan Correlation Coefficient Jaringan
Sig. (2-tailed) Correlation Coefficient
Partisipasi
Sig. (2-tailed) N
.376
Partisipasi .376*
1.000
N
Spearman's rho
1.000 .
Sig. (2-tailed)
Spearman's rho
35 **
.005
N
Correlation Coefficient
Partisipasi .463**
N Correlation Coefficient
. 35
1.000
Sig. (2-tailed)
Spearman's rho
1.000
.
.026
35
35
*
1.000
.026
.
35
35
60
61
RIWAYAT HIDUP
Ipa Sada Hanami Purba dilahirkan di Tebing Tinggi pada tanggal 24 September 1992, dari pasangan Bapak Amiruddin Purba dan Ibu Ica Hafsyah Chan. Peneliti menamatkan Taman Kanak-kanak di TK Harapan Tebing Tinggi pada tahun 1996-1998, SD N 163099 Tebing Tinggi pada tahun 1998-2004, SMP N 1 Tebing Tinggi pada tahun 2004-2007 dan SMA N 1 Tebing Tinggi pada tahun 2007-2010. Pada tahun 2010, peneliti diterima sebagai mahasiswi Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi (SNMPTN). Selain aktif dalam perkuliahan penulis juga aktif sebagai anggota HIMASIERA (Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat) masa kepengurusan 2012 – 2013. Penulis juga pernah mengikuti kepanitiaan berbagai event di IPB, seperti Indonesian Ecology Expo (INDEX) pada tahun 2011 sebagai Divisi Acara dan Divisi Sponsorship Himasiera Olah Talenta (HOT) pada tahun 2012.