perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Penelitian 1. Keadaan Geografis Bengkulu merupakan salah satu Provinsi yang ada di Pulau Sumatera. Provinsi Bengkulu membentang sejajar dengan Bukit Barisan berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia dengan panjang garis pantai mencapai 525 km. Secara geografis Provinsi Bengkulu mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Jambi dan Sumatera Selatan; sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia; sebelah barat berbatasan dengan provinsi Sumatera Barat; dan sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Lampung. Provinsi Bengkulu memiliki luas administrasi 19.788,7 km², terdiri dari 10 Kabupaten/Kota yang terdiri dari; (1) Kabupaten Bengkulu Utara dengan Ibukota Argamakmur, (2) Kabupaten Mukomuko dengan Ibukota Mukomuko, (3) Kabupaten Bengkulu Tengah dengan Ibukota Bengkulu Tengah, (4) Kabupaten Kepahiang dengan Ibukota Kepahiang, (5) Kabupaten Rejang Lebong dengan Ibukota Curup, (6) Kabupaten Lebong dengan Ibukota Muara Aman, (7) Kabupaten Seluma dengan ibukota Seluma, (8) Kabupaten Bengkulu Selatan dengan Ibukota Manna, (9) Kabupaten Kaur dengan Ibukota Kaur, dan (10) Kota Bengkulu dengan Ibukota Bengkulu sebagai pusat pemerintahan. (Sumber: Profil Provinsi Bengkulu Tahun 2014). Kota Bengkulu sendiri yang merupakan kota sekaligus Ibukota Provinsi yang
memiliki luas wilayah mencapai 534,47 km² terdiri daratan seluas 146,877 km² dan lautan seluas 387,6 km². Secara geografis Kota Bengkulu mempunyai batasbatas wilayah sebagai berikut; sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bengkulu Utara; sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Seluma; sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bengkulu Tengah; sebelah barat; Samudra Hindia. Kota Bengkulu memiliki 9 Kecamatan dan 67 Kelurahan yang terdiri dari; (1) Kecamatan Selebar, (2) Kecamatan Kampung Melayu, (3) Kecamatan Gading
commit to user 28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
Cempaka, (4) Kecamatan Ratu Agung, (5) Kecamatan Ratu Samban, (6) Kecamatan Teluk Segara, (7) Kecamatan Singaran Pati, (8) Kecamatan Sungai Serut, dan (9) Kecamatan Muara Bangka Hulu. Dari 9 Kecamatan yang tersebar di Kota Bengkulu tersebut, Kecamatan Teluk Segara tepatnya di desa/Kelurahan Pasar Melintang merupakan lokasi yang menjadi fokus penelitian, karena lokasi tersebut merupakan tempat beradanya kaum Sipai yang masih melaksanakan tradisi tabut. (Sumber: Profil Kota Bengkulu Tahun 2014). Pasar Melintang merupakan salah satu dari 7 desa/Kelurahan di Kecamatan Teluk Segara dengan luas wilayah mencapai 400 hektar atau sekitar 1,80% dari luas Kecamatan Teluk Segara. Adapun batas wilayahnya yakni sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Pintu Batu, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Sumur Meleleh, sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Pasar Baru, dan sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Pondok Besi. Lokasi Kelurahan ini terletak di wilayah pantai dan bentuk desanya agak memanjang mengikuti garis pantai. Topografi wilayahnya merupakan dataran rendah dengan ketinggian hanya 1 sampai 2 meter dari atas permukaan air laut. (Sumber: Profil Kota Bengkulu Tahun 2014). 2. Iklim Provinsi Bengkulu juga mengenal adanya musim angin barat berlangsung dari bulan Desember sampai dengan bulan Maret yang ditandai dengan sering terjadi hujan, sementara itu musim angin timur berlangsung bulan Juni sampai dengan September yang ditandai dengan kondisi laut yang teduh, gelombang tenang, dan jarang terjadi hujan. Peralihan musim yang biasa disebut musim pancaroba bulan Oktober sampai November dan bulan April sampai Mei. Kondisi gelombang laut tidak menentu, sangat tergantung dengan cuaca. Data sepuluh tahun terakhir menyebutkan jumlah curah hujan di Provinsi Bengkulu tidak begitu tinggi. Jumlah curah hujan terendah terjadi pada bulan September (2,5 mm) dan curah hujan tertinggi pada bulan Januari hingga Februari yang dapat mencapai 229,5 mm (Sumber: Monografi Provisi Bengkulu Tahun 2014).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
3. Jumlah Penduduk Penduduk desa/Kelurahan Pasar Melintang pada akhir tahun 2013 berjumlah 517 jiwa, sedangkan pada akhir penelitian ini (Oktober, 2015), berdasarkan data dari kantor desa/Kelurahan Pasar Melintang, penduduknya telah mencapai jumlah 700 jiwa. Sebagian besar penduduk di Keluruhan Pasar Melintang dihuni oleh suku Sipai yaitu sebanyak 90% dan sisanya adalah pendatang sebanyak 10%. Struktur umur penduduk disuatu wilayah sangat ditentukan oleh tingkat kelahiran, kematian, dan migrasi. Oleh karena itu, jika angka kelahiran disuatu daerah sangat tinggi maka dapat mengakibatkan daerah tersebut tergolong sebagai daerah yang berpenduduk usia muda. Keadaan struktur penduduk di desa/Kelurahan Pasar Melintang berdasarkan umur dan jenis kelamin dapat dilihat dalam tabel 4.1 berikut ini. Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Desa/Kelurahan Pasar Melintang No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah (Tahun) (L) (P) (L+P) 0-4 51 45 96 5-9 51 34 85 10-14 27 27 54 15-19 38 34 72 20-24 35 50 85 24-29 38 43 81 30-34 27 20 47 35-39 25 28 53 40-44 13 16 29 45-49 12 15 27 50-54 15 17 32 55-59 7 10 17 60-64 5 7 12 7-74 4 2 6 70-74 2 2 4 Jumlah 350 350 700 Sumber: Kantor Kelurahan Pasar Melintang 2015
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa pada tahun 2015 hampir setengah jumlah penduduk desa/Kelurahan Pasar Melintang, yakni 50% dari jumlah penduduk desa/Kelurahan Pasar Melintang secara keseluruhan atau sebanyak 307 jiwa adalah penduduk usia muda yang berumur di bawah 20 tahun. Tabel di atas, juga menunjukkan bahwa desa/ Kelurahan Pasar Melintang tergolong desa yang berpenduduk usia muda. Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa penduduk desa/Kelurahan Pasar Melintang berjumlah 700 jiwa. Apabila ditinjau dari besarnya jumlah penduduk desa/Kelurahan Pasar Melintang berdasarkan jenis kelamin, maka ternyata bahwa jumlah perempuan dan jumlah laki-laki memiliki komposisi sama rata yaitu masing-masing berpenduduk 350 jiwa. Desa/Kelurahan Pasar Melintang yang memiliki penduduk usia muda berpotensi besar dalam mensosialisasikan (pewarisan dan pengembangan) warisan budaya masyarakat Bengkulu yaitu tabut sebagai tradisi keagamaan yang sangat penting sehingga dapat bertahan dalam keterancamannya akibat arus modernisasi yang semakin terus berkembang dan bisa memanfaatkannya dalam industri budaya kreatif yang bisa memberikan efek positif bagi kebertahanan tabut serta peningkatan ekonomi masyarakat pendukungnya (Sumber: Monografi Kelurahan Pasar Melintang Tahun 2015). 4. Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan di desa/Kelurahan Pasar Melintang Kecamatan Teluk Segara relatif maju. Hal tersebut ditandai dengan adanya sikap masyarakat yang relatif terbuka dengan keadaan di sekitar dan kedatangan orang-orang dari luar, sehingga bisa mengikuti perkembangan dalam menyesuaikan dengan situasi yang bisa menguntungkan dirinya. Para orang tua memberi prioritas utama kepada anak-anaknya untuk bersekolah. Kecamatan Teluk Segara desa/Kelurahan Pasar Melintang memiliki beberapa unit Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan jenjang perguruan tinggi. Dari hal tersebut membuktikan bahwa tingkat pendidikan di desa/Kelurahan Pasar Melintang Kecamatan Teluk Segara relatif maju, bahkan hampir 70% masyarakat Sipai mengenyam pendidikan sampai dengan jenjang perguruan tinggi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
Meskipun tingkat pendidikan masyarakatnya berbeda-beda namun ikatan solidaritasnya tetap terjaga, yang terpenting bagi mereka bisa saling menghargai dan menghormati satu sama lain, sehingga terciptanya kehidupan yang rukun, damai dan tentram. Dalam kaitannya dengan keberadaan tabut di desa/Kelurahan Pasar Melintang, meskipun sebagian telah memiliki pemahaman serta pemikiran yang rasional namun mereka, tetap menghargai tabut sebagai budaya (tradisi leluhur) yang mesti dijaga kelestariannya yang sesungguhnya merupakan bukti nyata bahwa masyarakat suku Sipai merupakan masyarakat yang berbudaya. Efek positifnya yang perlu diterima dan yang dianggap berbenturan dengan pemahaman masyarakatnya tidak begitu dipermasalahkan sehingga terjadi keharmonisan dalam menjaga solidaritas dalam masyarakatnya (Sumber: Monografi Kelurahan Pasar Melintang Tahun 2015). 5. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian Secara umum sumber mata pencaharian utama masyarakat di desa/Kelurahan Pasar Melintang adalah berprofesi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Selain berpropesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), ada beberapa profesi lainnya yang ditekuni oleh masyarakat di desa/Kelurahan Pasar Melintang seperti pedagang, buruh bangunan, dan sebagian kecil berprofesi sebagai nelayan. Komposisi mata pencaharian penduduk di desa/Kelurahan Pasar Melintang dapat dilihat dalam tabel 4.2. Tabel 4.2 Mata Pencaharian Penduduk Desa/Kelurahan Pasar Melintang No
Mata Pencaharian
Jumlah (Jiwa) 1. Pegawai Negeri Sipil 256 2. Pedagang 47 3. Buruh Bangunan 15 Jumlah 318 Sumber: Kantor Kelurahan Pasar Melintang 2015 1. Pegawai Negeri Sipil Jumlah penduduk di desa/ Kelurahan Pasar Melintang yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil berjumlah cukup besar yaitu mencapai 256 jiwa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
yang tersebar di Kota Bengkulu. Hal ini dikarenakan sumberdaya manusia dalam komunitas suku Sipai, sudah mengerti dengan pentingnya pendidikan. Seperti yang telah pada subab sebelumnya hampir 70% masyarakat Sipai mengenyam pendidikan sampai dengan jenjang perguruan tinggi. Pegawai Negeri Sipil di desa/ Kelurahan Pasar Melintang terbagi menjadi dua profesi PNS yaitu, Pegawai Negeri Sipil yang berkerja di instansi Pemerintahan dan Pegawai Negeri Sipil yang berkerja di instansi Pendidikan (Guru). Pegawai Negeri Sipil yang berkerja di instansi Pemerintahan biasanya tersebar baik di dalam Kecamatan maupun di luar Kecamatan Teluk Segara, seperti dinas-dinas dan pelayanan publik, sedangkan Pegawai Negeri Sipil yang berkerja di instansi Pendidikan biasanya berprofesi sebagai guru baik guru SD, SMP, SMA, bahkan ada yang berprofesi sebagai Dosen. (Sumber: Monografi Kelurahan Pasar Melintang Tahun 2015). 2. Pedagang Penduduk desa/Kelurahan Pasar Melintang selain berpropesi sebagai Pegawai Negeri Sipil, sebagian masyarakatnya juga berpropesi sebagai pedagang. Aktivitas bedagang ini biasanya dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga dengan cara membuka kios untuk berjualan di dalam rumah. Umumnya jenis barang yang diperdagangkan adalah barang-barang seperti beras, minyak tanah, minyak goreng, telur ayam, bawang, makanan siap saji, dan makanan-makanan ringan seperti yang terlihat pada gambar 4.1.
Gambar 4.1 : Warung Sembako di Desa/Kelurahan Pasar Melintang Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
Pada gambar 4.1 menggambarkan berbagai macam keperluan masyarakat yang dijual oleh pedagang. Pedagang yang ada di desa/Kelurahan Pasar Melintang umumnya dalam kategori pedagang konvensional yang hanya menjual kebutuhan rumah tangga saja. Hal tersebut dilakukan karena faktor modal usaha yang tidak begitu besar sehingga barang-barang yang dianggap keperluan pokoklah yang mereka bisa jual. Bahan-bahan dalam ritual tabut umumnya mereka dapatkan melalui para pedagang tersebut, misalnya beras, minyak kelapa, daun sirih dan buah pinang terkecuali pernak-pernik seperti kain harus membelinya di toko-toko besar yang ada dipusat kota Bengkulu. 3. Tukang Kayu Keterampilan menjadi buruh bangunan oleh masyarakat Sipai diperoleh secara turun-temurun dari orang tua mereka, karena memang nenek moyang mereka berasal dari suku Benggali India Selatan yang pada waktu itu mereka yang membangun Benteng Malborough di Kota Bengkulu pada masa penjajahan Inggris. Biasanya seorang ayah selalu mengajak anaknya untuk ikut serta di mana dia bekerja. Anak laki-laki membantu dengan kemampuan yang dimilikinya sebagai bukti baktinya terhadap orang tua. Proses tersebut diawali dengan ajakan ayah untuk membuat sesuatu atau memperhatikan apa yang dikerjakan oleh orang tuanya. Pengetahuan akan cara membuat bangunan didapatkan melalui petuah atau perintah sang ayah dalam proses pembuatan rumah. Oleh karena itu, penduduk senantiasa memiliki ketergantungan pada jasa tukang, bila ingin membangun rumah baru, atau ingin memiliki peralatan rumah. Bahan-bahan pembuatan rumah biasanya disediakan oleh pemesan melalui saran dari tukang. Biasanya bahannya didatangkan dari pengumpul kayu bahan rumah untuk rumah panggung dan dari pengumpul bahan bangunan, seperti batu, pasir, untuk rumah batu. Kehidupan ekonomi masyarakat suku Sipai yang memiliki profesi tukang cukup menjanjikan mengingat profesi tukang tidak begitu banyak yang melakukannya sehingga tiap harinya akan ada selalu pekerjaan yang akan mereka lakukan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
6. Agama dan Kepercayaan Masyarakat di desa/Kelurahan Pasar Melintang dahulunya menganut agama I
namun
seiring
dengan
kemajuan
zaman
dan
semakin
berkembangnya pola pikir masyarakat Sipai, membuat kepercayaan ini berangsur mulai ditinggalkan walaupun masyarakat sekitar terutama orang-orang Sipai masih tetap meyakini bahwa cucu Nabi Muhammad S.A.W yang bernama Husain merupakan bagian dari perintah agama yang harus diperingati untuk mengungkapkan rasa berkabung. Pengaruh I
di Bengkulu dibawa oleh
suku Bengali dari India bagian selatan yang kemudian menetap serta menikah dengan orang Bengkulu asli dan menghasilkan keturunan suku Sipai. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan orang-orang Sipai masih tetap melaksanakan tradisi tabut setiap tahunnya. Walaupun masyarakatnya mayoritas beragama Islam, namun kepercayaan terhadap benda-benda mistis tetap dijalankan oleh masyarakat Sipai. Hal tersebut terlihat dari prosesi ritual tabut yang masih dilakukan di kuburan dengan menggunakan sesaji-sesaji. Kepercayaan tersebut dimanifestasikan dalam bentuk tindakan dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Agama dan tradisi tumbuh kembang saling melengkapi sehingga memberikan kesan harmonis dalam menjalankannya. Tradisi budaya orang Sipai bersumber dari ajaran agama Islam sehingga banyak persamaan. Begitupun juga dengan ritual tabut yang masih dilakukan oleh masyarakat suku Sipai namun, mereka lebih mempercayai kekuatan hanya kepada Allah SWT. Mereka menganggap ritual tabut merupakan bagian dari budaya leluhur, oleh karena itu antara budaya dan agama memiliki ruang masing-masing dan berjalan sesuai dengan koridornya. Indikasi yang menandakan bahwa suku Sipai masih mempercayai bendabenda mistis yang dapat dijumpainya pada praktek ritual tabut seperti ambik tanah, duduk penja, menjara, meradai, arak penja, arak seroban, gham, tabut naik puncak, arak gedang, arak tabut, dan tabut tebuang, yang kesemuanya masih menggunakan sesaji-sesaji. Dalam membangun interaksi dengan benda-benda mistis tersebut, diperlukan seorang dukun untuk memimpin ritual yaitu orang yang memiliki kelebihan di luar jangkauan manusia untuk melakukannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
Kepercayaan yang mereka miliki tidak terlepas dari apa yang diwariskan oleh nenek moyang terdahulu. Dalam praktik ritual tabut memiliki nilai yang dijadikan sebagai pedoman hidup yang mengatur hubungan manusia. Sekiranya praktik ritual tabut pun dijadikan acuan sehingga menjadi tradisi orang-orang Sipai. Tradisi adalah sesuatu yang sulit berubah karena sudah menyatu dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, tampaknya tradisi sudah terbentuk sebagai norma yang dibakukan dalam kehidupan masyarakat. Hubungan kebudayaan dan agama dalam konteks agama dipandang sebagai realitas dan fakta sosial sekaligus juga sebagai sumber nilai dan tindakan-tindakan sosial maupun budaya. Agama, dan kepercayaan lainnya, seringkali terintegrasi dengan kebudayaan. Agama tidak hanya dapat didekati melalui ajaran-ajaran atau lembaga-lembaganya, tetapi juga didekati sebagai suatu sistem sosial, suatu realitas sosial di antara realitas sosial yang lain. 7. Kehidupan Sosial Budaya Kehidupan sosial budaya masyarakat desa/Kelurahan Pasar Melintang dahulunya dipengaruhi oleh paham Islam
90%
warga suku Sipai dahulunya warga pendatang dari suku lain, namun paham Syi
dah mulai menghilang
seiring kemajuan pola pikir masyarakat Sipai. Orang-orang Sipai menjalankan tradisi tabut sebagai bentuk untuk menghormati tradisi nenek moyang mereka yang berasal dari keturunan suku Benggali dari India. Desa/ Kelurahan Pasar Melintang berada di kawasan objek wisata Pantai Panjang Kota Bengkulu yang mengalami perkembangan pesat dalam industri pariwisata, yang menyebabkan banyaknya penduduk pendatang yang masuk, sehingga membawa berbagai macam persoalan serta pola kehidupan sosial budaya global yang masuk ke dalam kehidupan masyarakatnya. Dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di segala bidang, pergaulan antar masyarakat lokal yakni suku Sipai dengan pendatang dan wisatawan, mengakibatkan terjadinya perubahan sistem perekonomian ke arah pariwisata. Akibat pengembangan industri pariwisata di Bengkulu yang semakin pesat, tentunya hal ini berdampak pada cepatnya proses interaksi sosial budaya serta perubahan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
pandangan dan pola pikir dalam perilaku kehidupan sosial budaya masyarakat di desa/Kelurahan Pasar Melintang. Perubahan pola pikir ini menyebabkan orangorang Sipai selalu menilai segala sesuatunya memiliki produk jual yang bernilai ekonomi, salah satunya adalah hasil laut yang mereka dapatkan seperti ikan dan cumi-cumi yang dikeringkan dijadikan produk jual bagi wisatawan yang berkunjung. 8. Kesenian Kesenian masyarakat di desa/Kelurahan Pasar Melintang masih tetap berlangsung hingga saat ini dan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai seni dan budaya peninggalan nenek moyang yang diwariskan dari generasi ke generasi. Masyarakat di desa/Kelurahan Pasar Melintang juga memiliki kesenian yang masih tetap dipertahankan dan dipertunjukan pada saat-saat tertentu, yaitu pada saat tahun baru Islam. Seni yang dipertunjukkan saat tahun baru islam yaitu seni pertunjukan musik dhol yang selalu mengiringi kegiatan ritual tabut. Musik dhol merupakan musik asli masyarakat Bengkulu. Musik ini tergolong musik perkusi yang terbuat dari kulit sapi. Musik dhol dalam perkembanganya menjadi musik pengiring tabut dengan tujuan agar prosesi ritual tidak terlihat sepi. Masuknya kesenian asli Bengkulu yaitu musik dhol kedalam prosesi ritual tabut merupakan kesepakatan bersama antara pelaku tradisi dan pemerintah dengan harapan dapat memeriahkan tradisi tabut menjadi daya tarik wisata budaya Provinsi Bengkulu, seperti yang terlihat pada gambar 4.2.
Gambar 4.2 : Kesenian Musik Dhol Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
Gambar 4.2 di atas menunjukan bahwa musik dhol merupakan musik tradisional Provinsi Bengkulu. Selain kesenian musik dhol, masyarakat desa/Kelurahan Pasar Melintang juga memiliki kesenian pertunjukan ikan-ikan. Pertunjukan ikan-ikan juga merupakan kesenian asli masyarakat Bengkulu. Seni pertunjukan ini merupakan simbol dari kesejahteraan masyarakat Bengkulu yang memiliki hasil laut melimpah yang mampu menghidupi masyarakatnya. Kesenian ikan-ikan juga dijadikan sebagai seni pertunjukan yang ikut dikombinasikan dengan tradisi tabut. 4.1.2 Sejarah dan Bentuk Ritual Tabut 1. Sejarah Tabut Pelaksanaan tabut diartikan sebagai suatu tradisi yang dilakukan suku Sipai di Bengkulu yang merupakan rangkaian kegiatan ritual keagamaan sebagai wujud rasa berkabung atas kematian Husain yang syahid di perperangan, yang berbentuk prosesi-prosesi ritual yang dilakukan secara bertahap selama 10 hari oleh suku Sipai. Nama tabut
t
, yang secara otongan
tubuh Husain untuk dibawa dan dimakamkan menuju Padang Karbala, Baghdad Irak. Tradisi tabut pada awalnya bukanlah tradisi asli orang-orang Sipai, melainkan hasil alkuturasi dengan budaya luar yaitu tradisi berkabung orangIrak yang dikenal dengan sebutan hari peringatan Asyura pada tanggal 10 Muharam 61 Hijriah. Tradisi ini awalnya berasal dari Irak. Tradisi berkabung ini kemudian berkembang dan menyebar ke seluruh dunia seiring dengan penyebaran -
ada di Irak tersebut menyebarkan paham
yang mereka anut ke tiap-tiap tempat yang mereka datangi, seperti negara-negara tetangganya yaitu India, Persia, Iran serta negara-negara Jazirah Arab dan beberapa negara lainnya. Tidak ada yang mengetahui secara pasti sejak kapan tradisi tabut masuk ke Bengkulu, namun menurut sejarahnya tradisi ini masuk ke Bengkulu sejak kedatangan suku Bengali Kota Bengkulu yang dibawa oleh serdadu Inggris untuk menjadi pekerja
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
bangunan Benteng Malborough. Orang-orang suku Bengali ini kemudian menetap di sekitar Benteng Malborough dan berbaur dengan penduduk setempat dan setiap tahunnya mereka melakukan tradisi tersebut. Tradisi ini terus mereka lakukan setiap tahunnya dan mereka wariskan kepada anak cucu mereka yaitu suku Sipai, adapun orang pertama yang mempelopori pelaksanaan tradisi ini di Kota Bengkulu adalah Syekh Burhanuddin, yang lebih dikenal dengan nama Imam Senggolo. Sejak tahun 1990, tradisi tabut ini kemudian dikembangkan menjadi festival tahunan, ini merupakan upaya suku Sipai yang berkerjasama dengan pemerintah untuk melembagakan tabut menjadi kebudayaan khas Provinsi Bengkulu. Tidak hanya itu bahkan, tabut dijadikan sebagai daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu seperti, diadakan berbagai macam perlombaan dan peragaan seni budaya, serta pasar malam (Zacky, 2003:40). Dalam sejarah Islam tercatat bahwa sepeninggalan Nabi Muhammad S.A.W, kepemimpinan umat Islam digantikan oleh empat sahabat besar beliau yaitu Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Tholib. Semasa pemerintahan Ali bin Abi Tholib terjadi beberapa kendala yang datang dari tiga kelompok, yaitu kelompok istri Rasulullah Aisyah binti Abu Bakar, kelompok sahabat Muawiyah bin Abi Sofyan, dan kelompok Khawarij. Ketiga kelompok ini secara bergiliran melakukan perlawanan yang dikenal dengan perang Jamal dan akhirnya berhasil dipatahkan oleh Ali bin Abi Tholib, kemudian perlawanan berikutnya oleh kelompok Muawiyah bin Abi Sofyan dikenal dengan perang Shiffin, kelompok ini juga berhasil dikalahkan oleh Ali bin Abi Tholib. Kelompok ketiga yang melakukan perlawanan yaitu kelompok Khawarij dan Ali bin Abi Tholib akhirnya gugur pada perperangan melawan kelompok ini. Setelah wafatnya Ali bin Abi Tholib, pasukan Muawiyah bin Abi Sofyan mengukuhkan dirinya sebagai khalifah, sementara pengikut setia Ali bin Abi Tholib ini
bin Abi Tholib yaitu Hasan bin Ali yang menjadi khalifah, dikarenakan mereka beranggapan bahwa putranya yang berhak menggantikan. Pengangkatan Hasan bin Ali ini mendapatkan tantangan besar dari golongan Bani Umayah di bawah kepemimpinan Yazid bin Muawiyah, putra dari Muawiyah bin Muawiyah, putra
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
dari Muawiyah bin Abi Sofyan. Hasan bin Ali akhirnya meninggal dunia karena diracun melalui pengkhianatan oleh sebagian pengikut Yazid bin Muawiyah. Kematian Hasan bin Ali ini kemudian menjadi alasan bagi saudaranya yaitu Husain bin Ali untuk membalas dendam dalam usaha mengembalikan kehormatan dan martabat keluarganya. Husain menyusun siasat membina kekuatan untuk merebut kekuasaan dari tangan Yazid bin Muawiyah. Dalam perjalanan untuk merebut kekuasaan yang kala itu berpusat di Damaskus (Irak), pasukan Husain dihadang oleh pasukan Yazid bin Muawiyah di suatu padang pasir bernama Karbala, sehingga terjadilah perperangan besar yang terjadi selama 10 hari, yaitu sejak tanggal 1 sampai dengan 10 Muharam tahun 61 Hijriah. Pertempuran tersebut tidak seimbang, dikarenakan jumlah pasukan Husain jauh lebih sedikit dibandingkan dengan pasukan Yazid bin Muawiyah, hal ini membuat pasukan Husain terdesak sehingga banyak yang gugur, dan pada akhirnya Husein terbunuh. Husein meninggal pada tanggal 10 Muharam dengan kondisi kepala terpenggal dan tangan yang terputus. Peristiwa gugurnya Husein bin Ali kemudian dijadikan oleh pengikut setianya (
hari peringatan
yang bersejarah (Dahri, 2009:49). Menurut cerita yang diyakini oleh orang-
Sipai,
ketika para prajurit Husain yang selamat dari peperangan sedang mengumpulkan potongan jasad Husain, tiba-tiba dari langit turun suatu bangunan aneh, jasad Husein kemudian diangkat ke udara. Para prajurit tersebut ikut bergantung pada bangunan tersebut, kemudian terdengar suara dan berkata: Husain, maka buatlah bentuk bangunan seperti ini setiap 10 hari pada bulan
namakan dengan tabut (Zacky, 2003:40). 2. Bentuk Ritual Tabut Dalam melaksanakan ritual tabut, sebelumnya pihak pemangku tradisi sudah mengetahui
lebih
dahulu
tanggal
pelaksanaanya
dengan
tujuan
untuk
mempersiapkan berbagai keperluan tabut, karena banyak hal yang harus dipersiapkan suku Sipai mengadakan musyawarah terlebih dahulu antar keluarga tabut. Pada awalnya hanya ada dua tabut yang diritualkan oleh masyarakat Sipai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
yakni tabut sakral yang terdiri dari tabut berkas dan tabut bangsal, namun seiring dengan perkembangan zaman, pihak pemerintah juga menambah jumlah tabut yang diberi nama tabut pembangunan berjumlah 16 buah dan tabut kkt berjumlah 17, sehingga tabut yang diritual berjumlah 33 buah bangunan. Organisasi Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) sendiri di bentuk oleh pemerintah pada tanggal 19 April 1991 yang disahkan berdasarkan surat keputusan Badan Musyawarah Adat Daerah Provinsi Bengkulu Nomor: KEP14/BMA-PROP/BKL/I/1991 yang berlokasi di Jl. M.Hasan RT.1 NO.68 Kelurahan Pasar Melintang, Kota Bengkulu. Adapun susunan pengurus KKT dapat dilihat dari gambar 4.3 berikut ini Dewan Kehormatan
Dewan Pembina Ketua Dewan Asura Ketua Umum Ir. Syafril Syahbuddin Bendahara Umum Rustam Effendi
Sekretaris Umum Syaiful Hidayat. SE Anggota 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Bidang Dhol (Sukri Ramzan) Bidang Pengembangan (Drs. Amril Chandra, M. Si) Bidang Kesenian Rakyat (Chairil Tanjung) Bidang Organisasi (Zainul Arifin) Bidang Tabut KKT (Bambang Hermanto) Bidang Tabut Pembangunan (Syaiful Idris)
Gambar 4.3 : Struktur Organisasi KKT Masa Bhakti 2013-2016 Sumber: Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) 2015 Dari struktur organisasi yang di bentuk oleh Kerukunan Keluaraga Tabut (KKT) tersebut, pada masa bhakti 2013-2016 terdiri dari; (1) Dewan Kehormatan,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
(2) Dewan Pembina, (3) Dewan Asura, (4) Ketua Umum, (5) Seketaris Umum, (6) Bendahara Umum, dan (7) Anggota yang terdiri dari anggota bidang dhol, bidang pengembangan, bidang kesenian rakyat, bidang organisasi, bidang tabut kkt, bidang tabut pembangunan, bidang usaha, bidang promosi. Kesemuanya ini memiliki tugas dalam melaksanakan ritual tabut. Ada beberapa peralatan dan perlengkapan yang harus dipersiapkan, sebelum melaksanakan ritual tabut, untuk mendapatkan keterangan yang lebih jelas maka dapat diuraikan sebagai berikut. 1. Peralatan Pembuatan Tabut Sebelum adanya campur tangan pemerintah dalam tradisi tabut, peralatan pembuatan tabut masih menggunakan perlengkapan dan perlatan sederhana yakni menggunakan bahan dasar dari bambu dan daun rumbia. Namun, saat ini dalam membuat bangunan tabut, diperlukan alat dan bahan yang lebih modern dan relatif mahal seperti, kayu, rotan, cat, kertas karton, kertas marmer, kertas grip, tali, pisau ukir, lampu senter, alat-alat gambar, lampu hias, bunga kertas, dan bunga plastik. Pembuatan tabut dilakukan oleh orang-orang tertentu dari suku Sipai yang tergabung dalam KKT. Mereka merupakan pengerajin bangunan tabut yang lebih dikenal sebagai kreator tabut. Pembuatan tabut dilakukan jauh hari sebelum pelaksanaan tradisi, dikarenakan pembuatan satu bangunan tabut biasanya memerlukan waktu 7-10 hari. Cara pembuatan tabut dimulai dengan membuat bangunan tabut dengan bahan baku kayu yang telah menjadi papan. Bangunan tersebut kemudian dibentuk dan diukir menjadi pagoda, rumah, dan menara masjid yang kesemuanya disusun secara bertingkat. Setelah proses pembuatan bangunan selesai, tahap selanjutnya dilakukan pengecatan bangunan tabut dengan menggunakan warna dasar putih. Setelah cat mengering, proses selanjutnya yaitu menempelkan kertas karton dan kertas grip pada bangunan tabut. Tahap selanjutnya adalah memasang lampu hias serta menghiasi bangunan dengan dengan aneka bunga plastik, bunga kertas, kertas marmer, dan berbagai macam hiasan-hiasan lainnya. (Sumber:Dokumen Kerukunan Keluarga Tabut Tahun 2014).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
2. Peralatan Kenduri dan Sesaji Kenduri dan sesaji digunakan sebagai pelengkap proses ritual tabut. Bahanbahan yang digunakan untuk membuat kenduri dan sesaji antara lain: beras ketan, pisang emas, tebu, jahe, gula aren, gula pasir, kelapa, ayam, daging, bumbu masak, kemenyan, sirih, rokok nipah, kopi, selasih, dan cendana. Persiapan sesaji ini disiapkan oleh ibu-ibu atau para wanita suku Sipai, kenduri dan sesaji ini diperlukan di dua tahapan ritual yaitu, ambik tanah dan duduk penja. Sebelum dua tahapan ritual tersebut dilaksanakan, para wanita bergotong royong membuat serta mempersiapkan sesaji yang berupa nasi kebuli (nasi khas timur tengah), bubur merah, bubur putih yang terbuat dari beras ketan, santan kelapa, dan air kopi pahit. Adapun sesaji yang dipersiapkan tanpa harus dimasak yaitu pisang emas, rokok nipah, sirih yang diletakan dalam wadah yang terbuat dari kuningan, tebu, air susu mentah, gula aren, dan kemenyan yang diletakan pada dupa kecil, seperti terlihat pada gambar 4.4 berikut.
Gambar 4.4 : Kenduri dan Sesaji Ritual Tabut Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015 Gambar 4.4 adalah bahan-bahan yang digunakan oleh orang-orang Sipai sebagai alat dan bahan perlengkapan kenduri dan sesaji dalam pelaksanaan ritual tabut terutama dalam ritual ambik tanah dan duduk penja. Semua persyaratan seperti beras ketan, pisang emas, tebu, jahe, gula aren, gula pasir, kelapa, ayam, daging, bumbu masak, kemenyan, sirih, rokok nipah, kopi, selasih, dan cendana diyakini oleh masyarakat Sipai sebagai syarat persembahan sesuai dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
keinginan roh leluhur. Semua persyaratan ini telah ada secara turun temurun. (Sumber: Dokumen Kerukunan Keluarga Tabut Tahun 2014). 3. Perlengkapan Musik Tabut Alat-alat musik yang biasanya digunakan dalam upacara tabut adalah alat musik yang bernama dhol dan tassa yaitu alat musik khas dari Bengkulu. Sebelum digunakan sebagai alat musik tabut, dhol dan tassa digunakan sebagai musik pengiring tari pedang yang merupakan tari khas dari Provinsi Bengkulu. dhol merupakan beduk dengan garis tengah sekitar 70-125 cm yang terbuat dari kayu yang tengahnya ditutup dengan kulit lembu yang dikeringkan, alat pemukulnya berdiameter 5 cm dengan panjang mencapai 30 cm. Sedangkan tassa berbentuk seperti rebana yang terbuat dari tembaga, besi plat atau almunium yang ditutup dengan kulit kambing yang telah dikeringkan. Alat musik dhol dan tassa ini dimainkan oleh kaum laki-laki dari suku Sipai yang berusia remaja dan dewasa, mereka dikelompokan dalam grup musik tabut yang dibentuk pemerintah bersama-sama dengan Kerukunan Keluarga Tabut (KKT), seperti pada gambar 4.5 berikut.
Gambar 4.5 : Perlengkapan Musik Tabut Dhol dan Tassa Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015 Gambar 4.5 di atas merupakan alat musik dhol dan tassa yang digunakan oleh orang-orang Sipai sebagai perlengkapan musik pengiring tabut. Cara memainkan alat musik ini yaitu dengan cara dipukul-pukul dengan alat pemukulnya yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
terbuat dari kayu. dhol dan tassa ini ditampilkan dalam hampir setiap tahapan ritual tabut seperti ambik tanah, duduk penja, menjara, arak penja, arak seroban, arak gedang, meradai dan tabut terbuang. Hanya pada rituan gham yang tidak menggunakan alat musik dhol maupun tassa, karena pada ritual tersebut tidak diperkenankan membunyikan suara apapun termasuk alat musik dhol dan tassa, karena gham merupakan ritual masa berkabung. (Sumber: Dokumen Kerukunan Keluarga Tabut Tahun 2014). 4. Pelaksanaan Ritual Tabut Setelah segala persiapan telah dilakukan, tradisi tabut kemudian dilaksanakan selama 10 hari awal tahun Hijriah pada bulan Muharam mulai dari tanggal 1-10 Muharam. Tempat pelaksanakan ritual tabut ini dilakukan di tempat-tempat yang telah ditentukan oleh pemerintah bersama dengan anggota KKT. Banyak tempat yang dijadikan sebagai tempat ritual, dikarenakan tradisi tabut ini memiliki banyak kegiatan. Adapun tempat yang sering dijadikan kegiatan ritual tabut yaitu: Tapak Paderi, Keramat Anggut, jalan-jalan utama Kota Bengkulu, Lapangan Merdeka Kota Bengkulu (View Tower) Kelurahan Berkas, Kelurahan Bangsal, Kelurahan Pasar Melintang, dan Kelurahan Padang Jati (Kompleks Pemakaman Syekh Burhanuddin di Padang Karbala). Tata cara pelaksanaan ritual tabut ini terdiri atas 11 ritual yang dilakukan secara bertahap selama 10 hari 10 malam, dimulai sejak tanggal 1-10 Muharam secara berturut-turut. Adapun ke sebelas ritual yang dilaksankan dalam tradisi Tabut yaitu meliputi: (1) ambik tanah, (2) duduk penja, (3) menjara, (4) meradai, (5) arak penja, (6) arak seroban, (7) gham, (8) tabut naik puncak, (9) arak gedang, (10) arak tabut, dan (11) tabut tebuang. Untuk lebih jelasnya mengenai prosesi ritual tabut dapat dilihat dalam penjelasan berikut ini. 1. Ambik Tanah Ritual ambik tanah dilaksanakan pada malam tanggal 1 Muharam pada pukul 22.00 WIB. Tanah yang diambil bukan tanah sembarangan akan tetapi tanah yang dianggap oleh orang Sipai sebagai tanah yang mengandung nilai magis, oleh sebab itu pengambilan tanah harus dilakukan di lokasi yang telah ditentukan oleh orang-orang Sipai yang tergabung dalam anggota Kerukunan Keluarga Tabut
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
(KKT). Lokasi pengambilan tanah hanya ada dua tempat di Kota Bengkulu yaitu (1) Tanah Keramat Tapak Paderi, yang terletak di tepi laut pantai panjang berjarak sekitar 100 meter ke utara dari Benteng Marlborough, (2) Tanah Keramat Anggut, terletak tidak jauh dari perkuburan umum di Pasar Tebek dekat Tugu Hamilton dekat Hotel Grage Horison Bengkulu. Di dua lokasi inilah ritual ambik tanah dilakukan oleh orang-orang Sipai. Proses ritual ambik tanah dilakukan secara serentak, dengan cara membagi anggota pelaksanaan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama dilakukan oleh keluarga tabut bangsal di Tanah Keramat Anggut, sedangkan kelompok kedua dilakukan oleh keluarga tabut berkas di Tanah Keramat Tapak Paderi. Berikut adalah salah satu pelaksanaan ritual ambik tanah oleh kelompok keluarga tabut bangsal, seperti terlihat pada gambar 4.6 berikut.
Gambar 4.6 : Ritual Ambik Tanah Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015 Gambar 4.6 merupakan ritual ambik tanah, terlihat bahwa para pemangku sedang memilah-milah tanah yang cocok untuk dijadikan ritual. Ritual ambik tanah dilakukan pada malam hari di tanah yang dianggap keramat oleh orang Sipai. Untuk mendukung itu semua dalam ritual mengambil tanah dilengkapi dengan sesajen berupa bubur merah, bubur putih, gula merah, daun sirih, rokok nipah tujuh batang, kopi pahit satu gelas, susu sapi murni satu gelas, air cendana satu gelas, dan air selasih satu gelas sebagai ritual persembahan untuk diberikan kepada roh-roh halus disekitar lokasi pengambilan tanah tersebut. Tanah yang diambil akan dibentuk seperti boneka manusia dan dibungkus dengan kain kafan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
bewarna putih, lalu diletakan di gerga (pusat kegiatan/markas kelompok tabut). Ritual ambik tanah memiliki makna yaitu untuk mengenang asal kejadian manusia yang berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah. 2. Duduk Penja Ritual duduk penja merupakan ritual kedua dalam tradisi tabut, ritual ini dilakukan pada tanggal 4 Muharam pada pukul 17.00 WIB. Kata penja sendiri adalah benda berbentuk telapak tangan manusia lengkap dengan jari-jarinya, oleh karena itu nama lain dari penja ini adalah jari-jari. Dalam setiap kelompok keturunan keluarga tabut terdapat sepasang penja, yang terbuat dari kuningan dan perak. Menurut suku Sipai, penja merupakan benda keramat yang dipercaya mengandung kekuatan magis, oleh sebab itu penja harus dirawat, dicuci dengan air bunga dan air jeruk nipis setiap tahunnya, seperti terlihat pada gambar 4.7 berikut.
Gambar 4.7 : Ritual Duduk Penja Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015 Gambar 4.7 di atas merupakan ritual duduk penja yang merupakan ritual untuk mencuci jari-jari. Prosesi ritual duduk penja ini dilakukan di gerga (pusat kegiatan/markas kelompok tabut) yang mana proses ritualnya dipimpin oleh sesepuh keluarga tabut. Seperti halnya ritual ambik tanah, pada ritual duduk penja juga dilengkapi sesaji seperti, satu porsi nasi kebuli, satu piring emping beras, satu sisir pisang emas, satu potong tebu, satu gelas kopi pahit, dan satu kelas susu sapi murni. Ritual duduk penja memiliki makna, yaitu sebagai simbol dalam menegakkan pilar agama Islam.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
3. Menjara Ritual menjara merupakan kegiatan berkunjung dengan mendatangi antar sesama kelompok keluarga tabut untuk beruji tanding alat musik dhol dan tassa demi menjalin tali silahturahmi antar kelompok keluarga tabut. Kegiatan ini merupakan ritual ketiga dalam tabut yang dilaksanakan pada tanggal 5-6 Muharam, pada pukul 20.00 WIB sampai dengan pukul 00.00 WIB. Pada tanggal 5 Muharam kelompok tabut bangsal mendatangi kelompok tabut berkas Acara ini dilakukan di gerga masing-masing kelompok tabut. Ritual menjara juga memiliki makna khusus yaitu, sebagai perjalanan panjang di malam hari yang diibaratkan seperti perjalanan dari Madinah menuju Karbala yang dipadukan dengan musik dhol, tassa, bendera, dan panji-panji kebesaran, seperti terlihat pada gambar 4.8 berikut.
Gambar 4.8 : Ritual Menjara Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015 Pada gambar 4.8 di atas merupakan ritual menjara. Dari gambar tersebut terlihat bahwa seluruh masyarakat Sipai yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) melakukan uji tanding alat musik dhol yaitu antara keluarga tabut bangsal pada gambar sebelah kiri dan keluarga tabut berkas pada gambar sebelah kanan. Hal ini dilakukan keduanya sebagai bentuk untuk menjaga dan meningkatkan hubungan silahturahmi antar keluarga tabut sakral.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
4. Meradai Ritual meradai merupakan salah satu ritual dari tabut yang merupakan kegiatan ritual yang dilakukan untuk memberitahu kabar/berita duka kepada masyarakat setempat kala itu, bahwa cucu Nabi Muhammad yang bernama Husain mati syahid di medan perperangan. Kegiatan ritual meradai biasanya dilakukan oleh anak-anak dari Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) yang rata-rata berusia 10-12 tahun. Ritual meradai ini dilakukan selama tiga hari berturut-turut yang terhitung dari tanggal 6 sampai dengan tanggal 8 Muharam, yaitu pada pukul 07.00-17.00 WIB. Pada ritual ini diwajibkan anak-anak membunyikan musik berirama swena yaitu irama musik yang keluar dari alat musik pukul bernama tassa yang artinya irama berduka cita untuk mengiringi pemberitahuan wafatnya cucu Nabi Muhammad S.A.W yang bernama Husain, seperti terlihat pada gambar 4.9 berikut.
Gambar 4.9 : Ritual Meradai Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015 Gambar 4.9 di atas merupakan ritual meradai. Dari gambar tersebut terlihat anak-anak Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) rata-rata berusia antara 10-12 tahun sedang menjalankan ritual meradai dengan menggunakan alat musik tassa dan dhol berukuran kecil. Ritual ini biasanya dilakukan 4-5 orang tanpa di dampingi oleh orang dewasa. Selain untuk memberitahu berita duka kepada masyarakat setempat bahwa cucu Nabi Muhammad S.A.W yang bernama Husain mati syahid dalam perperangan, ritual ini secara tidak langsung juga dapat mengajarkan kepada anak-anak untuk mulai mencintai tradisi tabut sejak dini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
5. Arak Penja Ritual arak penja merupakan kegiatan membawa jari-jari yang telah dicuci pada ritual duduk penja. Ritual arak penja dilaksanakan malam hari pada tanggal 7 Muharam, yaitu pada pukul 20.00 WIB. Penja-penja yang telah dicuci bersih pada saat ritual duduk penja yang disimpan di gerga (pusat kegiatan/markas kelompok tabut) kemudian dimasukan ke dalam coki (tabut Kecil) dengan diringi pembacaan do a oleh masing-masing ketua kelompok tabut untuk di bawa menuju ke lapangan terbuka. Setelah sampai di lapangan, masing-masing sub kelompok keluarga tabut memberikan rasa penghormatan kepada tabut bangsal dan tabut berkas. Ritual arak penja memiliki makna yaitu sebagai simbol untuk menjunjung tinggi 5 pilar Islam yaitu 5 rukun Islam dan kewajiban sholat 5 waktu, seperti terlihat pada gambar 4.10 berikut.
Gambar 4.10 : Ritual Arak Penja Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015 Gambar 4.10 merupakan ritual arak penja. Pada gambar tersebut, terlihat bahwa dalam ritual arak penja ini terdapat coki (tabut kecil) yang berisi penja (jari-jari) yang telah dihiasi oleh bunga-bunga dari plastik yang kemudian akan dibawa menuju panggung yang disediakan oleh pemerintah. Prosesi ritual arak penja dihadiri oleh pejabat pemerintah seperti Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bengkulu, Wali Kota Bengkulu, Gubenur Provinsi Bengkulu, segenap masyarakat, dan wisatawan yang hadir dalam acara malam festival tabut yang dilaksanakan di Lapangan Merdeka Kota Bengkulu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
6. Arak Seroban Ritual arak seroban adalah kegiatan membawa sorban yang pelaksanaanya sama persis dengan ritual arak penja akan tetapi benda yang di arak selain penja, terdapat juga sorban putih yang diletakan pada coki (tabut kecil). Selain itu pada ritual arak seroban ini terdapat juga bendera-bendera yang digunakan untuk mengiringi bangunan tabut, yaitu bendera bewarna putih, hijau, dan biru yang dengan kaligrafi huruf Arab yang indah. arak seroban dilaksanakan malam hari pada tanggal 7 Muharam setelah selesai dilakukan arak penja, yaitu pukul 21.00 WIB dengan lokasi pelaksanaan sama dengan ritual arak penja yaitu dilapangan Merdeka Kota Bengkulu. Ritual ini memiliki makna yaitu sebagai simbol untuk menjunjung kemuliaan Al-Husain, seperti terlihat pada gambar 4.11 berikut.
Gambar 4.11 : Ritual Arak Seroban Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015 Gambar 4.11 merupakan ritual arak seroban. Dari gambar tersebut terlihat bahwa coki (tabut kecil) berisikan penja (jari-jari) yang telah dicuci bersih dimasing-masing gerga (pusat kegiatan/markas kelompok tabut) kemudian dibungkus dengan sorban berwarna putih. Coki yang berisi sorban tersebut, kemudian diarak menuju panggung sama halnya seperti ritual arak penja dengan tujuan yaitu untuk diperlihatkan kepada Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bengkulu, Wali Kota Bengkulu, Gubenur Provinsi Bengkulu, segenap
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
masyarakat, dan wisatawan yang hadir dalam acara malam festival tabut yang dilaksanakan di Lapangan Merdeka Kota Bengkulu. 7. Gham Ritual gham adalah ritual tabut yang sangat penting dilakukan, karena gham merupakan masa tenang untuk bersedih dan merenung. Nama gham sendiri ghum saat pelaksanaan ritual gham diwajibkan bagi seluruh keluarga tabut untuk tidak melakukan aktivitas yang berkaitan dengan tabut, termasuk membunyikan musik dhol dan tassa. Ritual gham dilaksanakan pada tanggal 9 Muharam di kediaman masing-masing kelompok keluarga tabut, pada pagi hari sampai dengan sore hari dari pukul 07.00-16.00 WIB atau sampai dengan pelaksanaan ritual tabut naik puncak seperti terlihat pada gambar 4.12 berikut.
Gambar 4.12 : Ritual Gham Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015 Gambar 4.12 menunjukan suasana saat ritual gham berlangsung di kantor Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) Jl. M.Hasan RT.1 NO.68 Kelurahan Pasar Melintang, Kota Bengkulu. Dari gambar tersebut tampak bahwa, jalanan dan suasana di lokasi kantor KKT sangat sepi, tidak ada orang yang lalu lalang, maupun kendaraan yang melintas. Hal ini dikarenakan semua pelaku tradisi yakni masyarakat Sipai sedang melaksanakan ritual gham yaitu merupakan masa tenang dan merenung.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
8. Tabut Naik Puncak Ritual tabut naik puncak merupakan proses memindahkan puncak tertinggi tabut menuju badan bangunan, agar menjadi satu kesatuan tabut yang utuh. Ritual tabut naik puncak merupakan prosesi paling sulit dan mengandung resiko yang cukup besar, maka dari itu sebelum tabut naik puncak dilakukan, dukun terlebih dahulu
untuk memohon kepada Tuhan agar diberi kelancaran
dan kemudahan dalam proses tabut naik puncak. Prosesi ini dilakukan oleh beberapa orang dari pihak Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) baik dari keluarga tabut berkas maupun keluarga tabut bangsal yang bertugas membantu memindahkan puncak tabut. Pelaksanaan ritual tabut naik puncak dilakukan pada tanggal 9 Muharam di sore hari yaitu, setelah pelaksanaan ritual gham dilaksanakan, sekitar pukul 16.00-18.00 WIB dengan diiringi pukulan musik dhol dan tassa, seperti terlihat pada gambar 4.13 berikut.
Gambar 4.13 : Ritual Tabut Naik Puncak Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015 Gambar 4.13 merupakan ritual tabut naik puncak. Dari gambar tersebut terlihat bahwa, para pelaku tradisi tabut sedang melakukan prosesi tabut naik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
puncak yaitu memasang bagian atas bangunan tabut agar menjadi satu-kesatuan bangunan yang utuh. Ritual ini memiliki makna yaitu sebagai simbol perjuangan cucu nabi Muhammad S.A.W bernama Husain dalam membela agama Islam. 9. Arak Gedang Ritual arak gedang adalah upacara pawai besar yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Bengkulu. Sebelum arak gedang dilakukan masing-masing kelompok tabut terlebih dahulu melaksanakan ritual pelepasan tabut di masing-masing gerga (pusat kegiatan/markas kelompok tabut). Ritual arak gedang dilaksanakan pada tanggal 9 Muharam malam setelah pelaksanaan ritual arak gedang yaitu, pada pukul 18.00-00.00 WIB. Setelah ritual selesai, kelompok-kelompok tabut bergerak dari gerga (pusat kegiatan/markas kelompok tabut) menuju Lapangan Merdeka Kota Bengkulu. Setelah sampai di lokasi bangunan-bangunan tabut tersebut kemudian dibariskan sejajar satu sama lain membentuk shaf-shaf atau tabut besanding mencapai 33 bangunan tabut yang terdiri dari 17 tabut kkt dan 16 tabut tabut pembangunan, seperti terlihat pada gambar 4.14 berikut.
Gambar 4.14 : Ritual Arak Gedang Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015 Gambar 4.14 merupakan ritual arak gedang. Dari gambar tersebut, terlihat bahwa bangunan-bangunan tabut ditampilkan secara rapi pada malam terakhir ritual. Bangunan tabut yang di arak gedang merupakan tabut yang berasal dari pemerintah yakni tabut kkt dan tabut pembangunan. Ritual arak gedang memiliki
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
makna sebagai pengumpulan potongan tubuh Husain ketika wafat di medan perang. 10. Arak Tabut Ritual arak tabut merupakan kegiatan membawa bangunan tabut dari lapangan merdeka menuju ke pembuangan di objek wisata ziarah Padang Karbala. Sebelum melakukan arak tabut, pihak Kerukunan Keluarga Tabut (KKT ) terlebih dahulu melaksanakan upacara pelepasan tabut sekaligus menutup secara resmi acara tabut yang dihadiri oleh Gurbenur Provinsi Bengkulu. Setelah upacara penutupan selesai, bangunan-bangunan tabut yang berjumlah 20 buah yakni 10 tabut kkt dan 10 tabut pembangunan yang kemudian dikumpulkan dan dibariskan sejajar satu sama lain untuk dibawa ke pembuangan yang berjarak sekitar 4 km. Kegiatan membawa tabut dinilai cukup sulit karena para pembawa tabut harus bisa melewati kabel-kabel listrik yang melintas dan menghadang jalannya tabut. Ritual arak tabut ini dilaksanakan pada tanggal 10 Muharam sekitar pukul 14.0016.00 WIB seperti terlihat pada gambar 4.15 berikut.
Gambar 4.15 : Ritual Arak Tabut Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015 Gambar 4.15 di atas merupakan ritual arak tabut. Dari gambar tersebut terlihat bahwa bangunan tabut dibawa menuju ke pembuangan. Proses membawa tabut ini dilakukan oleh anak-anak muda dari Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) yang masing-masing didampingi oleh ketua kelompok. Dalam satu bangunan tabut terdiri dari 15 orang yang membantu membawa tabut menuju makam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
Syekh Burhanuddin di Padang Karbala. Ritual arak tabut memiliki simbol membawa potongan tubuh Husain untuk di makamkan. 11. Tabut Tebuang Ritual tabut tebuang merupakan kegiatan terakhir dari keseluruhan rangkaian ritual tabut. Ritual tabut tebuang adalah kegiatan membuang bangunan tabut pada tempat khusus yang telah ditentukan. Kegiatan ini dilakukan pada tanggal 10 Muharam, semua bangunan tabut yang telah dikumpulkan di Lapangan Merdeka yang berjumlah 20 yakni 10 tabut kkt dan 10 tabut pembangunan yang kemudian dibawa menuju Keluruhan Padang Jati dan berakhir di komplek pemakaman umum Karbala. Tempat ini menjadi lokasi ritual tabut tebuang, karena disini merupakan makam dari Syekh Burhanuddin yang merupakan pelopor tradisi tabut di Bengkulu, di makam tersebut, diadakan ritual yaitu dengan membaca doa-doa khusus, dimana ritual ini hanya bisa dipimpin oleh seorang dukun tabut atau orang yang paling berpengaruh besar dalam kelompok masyarakat Sipai. Setelah doa-doa ritual selesai dilakukan di makam Syekh Burhanuddin, bangunanbangunan tersebut kemudian dibuang. Pembuangan tersebut hanya sebagai simbol saja. Dengan terbuangnya tabut maka seluruh rangkaian upacara tabut berakhir, seperti terlihat pada gambar 4.16 berikut.
Gambar 4.16 : Ritual Tabut Tebuang Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015 Gambar 4.16 di atas merupakan ritual tabut tebuang. Dari gambar tersebut, terlihat bahwa para pelaku tradisi sedang melaksanakan ritual dan memohon do a
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
di makam Syekh Burhanuddin. Proses ritual tabut tebuang dihadiri oleh dukun tabut dengan membakar sesaji di atas makam dan diiringi dengan do Ritual tabut tebuang dilakukan sebagai ungkapan rasa hormat orang Sipai terhadap Syekh Burhanuddin. 4.1.3 Proses Komodifikasi Tabut 1. Proses Komodifikasi Tabut Pada Masa Orde Baru Dari hasil temuan di lapangan menunjukan bahwa, Dinas Pariwisata adalah institusi resmi yang ditunjuk oleh pemerintah pusat yang bertugas dalam melakukan pengembangan tabut menjadi daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu. Program yang dilakukan pemerintah tersebut, bertujuan untuk mengangkat tradisi ini menjadi sebuah aset produk wisata khas Bengkulu yang memiliki nilai jual bagi wisatawan. Komodifikasi tabut sebagai daya tarik wisata budaya di Provinsi B Indonesia Year
Visit pemerintah Indonesia pada masa Orde Baru
tahun 1990-an. Pada saat itu, banyak investor asing yang menanamkan saham dan modalnya di Indonesia. Dari hal tersebut, pemerintah provinsi Bengkulu begitu tertarik untuk mengangkat tabut yang dimiliki oleh suku Sipai menjadi sebuah aset produk wisata yang memiliki nilai jual bagi wisatawan. Hal ini sesuai dengan ungkapan yang dikemukakan oleh Kepala Bidang Pengelolaan, Perencanaan, dan Pengembangan Wisata (P3W) Provinsi Bengkulu Bapak Suparhim.S.E (56 tahun). Hasil kutipan wawancaranya sebagai berikut: -an pemerintah Bengkulu ikut berpartisipasi Visit Indonesia Year tabut kami pilih sebagai daya tarik wisata khas Bengkulu, karena memang tradisi ini memang sangat unik dan tentunya memiliki Dari penuturan informan di atas mengungkapkan bahwa, tradisi tabut mulai dikomodifikasi menjadi daya tarik wisata oleh pemerintah melalui program Visit Indonesia Year
Tradisi tabut dikomodifikasi oleh pemerintah
karena, tabut memiliki daya tarik yang begitu khas dan unik sebagai sebuah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
tradisi budaya yang memiliki nilai jual dan sebagai modal berharga bagi pengembangan ekonomi masyarakat Bengkulu dimasa mendatang. Keikutsertaan pemangku tradisi yakni suku Sipai dalam mendukung kebijakan pemerintah menjadikan tabut sebagai daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu, merupakan perkara yang sulit karena hal ini menyangkut masalah tradisi nenek moyang yang dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat pendukungnya, bahkan akibat dari kebijakan tersebut menimbulkan konflik antara pemerintah dan pemangku tradisi. Pemangku tradisi yaitu, orangorang Sipai awalnya menolak dengan dijadikannya tabut sebagai daya tarik wisata budaya ke dalam bentuk festival, karena hal ini secara tidak langsung dapat menghilangkan keaslian dan kesakralan dari tabut itu sendiri. Ungkapan tersebut di atas senada dengan apa yang disampaiakan oleh Bapak Rustam Effendi. S.Sos (54 tahun) selaku pewaris budaya tabut. Hasil kutipan wawancaranya sebagai berikut:
tersebut, sampai-sampai diantara dari kami dan termasuk saya sendiri kala itu merasa adanya unsur politik dibalik program itu yang justru dapat menghilangkan nilai kesakralan tabut, sehingga adanya sedikit konflik antara kami dengan Dari penuturan informan di atas menunjukan bahwa, terjadinya konflik antara masyarakat lokal yaitu suku Sipai dengan pemerintah yaitu Dinas Pariwisata. Suku Sipai menolak terhadap perubahan kesakralan tabut ke arah profan menuju komersialisai tradisi melalui pengembangan tabut menjadi daya tarik wisata budaya. Pemangku tradisi yakni suku Sipai mengiginkan tradisi ini jangan dikomersialkan ke dalam bentuk daya tarik wisata, mereka tetap mengiginkan tabut tetap pada fungsi utamanya untuk menjaga nilai kesakralannya. Maka dari itu untuk mengatasi perkara yang sulit tersebut, dilakukan proses negosiasi antara pemerintah dan pemangku tradisi tabut. Negosiasi dipilih dengan tujuan untuk menyelesaikan sengketa antara Dinas Pariwisata dan pemangku tradisi yakni suku Sipai, yaitu dengan cara melibatkan dua kelompok mediasi yaitu pemerintah pusat dan kelompok adat yang diwakili
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
oleh Rajo Bengkulu yaitu Datuk Malaban. Kedua kelompok ini menjadi penengah dari konflik kedua belah pihak dengan cara mempertemukan keduanya dalam seminar terbuka pada awal tahun 1991 guna membahas mengenai rencana pegembangan tabut sebagai daya tarik wisata budaya. Dalam proses negosiasi yang dilakukan, Drs. Agus Sumarno selaku Kepala Dinas Pariwisata kala itu mengkomunikasikan program yang mereka buat kepada pimpinan adat Rajo Bengkulu dan segenap para pelaku tradisi. Proses negosiasi dilakukan di Balai Adat Provinsi Bengkulu dihadiri oleh sejumlah elit pemerintah, pelaku tradisi, pemangku adat, dan tokoh masyarakat. Ketua Dinas Pariwisata Drs. Agus Sumarno mengutarakan maksud dan tujuan dijadikannya tabut sebagai daya tarik wisata budaya, yaitu sebagai sebuah strategi untuk meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat Bengkulu dari sektor pariwisata yang secara tidak langsung sebagai bentuk penyelamatan tradisi budaya Bengkulu dari kepunahan. Proses negosiasi kala itu dilakukan secara terbuka dengan tanya jawab satu sama lain, sehingga tidak ada hal-hal yang ditutup-tutupi baik dari pihak pemerintah yaitu Dinas Pariwisata maupun dari pihak pemangku tradisi yaitu masyarakat Sipai. Hal ini sejalan dengan apa yang dituturkan oleh Bapak Rustam Effendi. S.Sos (54 tahun) selaku pewaris budaya tabut. Hasil kutipan wawancaranya sebagai berikut: u terjadinya rundingan antara pemerintah dan pelaku tradisi tabut di Gedung Balai Adat. Mereka berbicara saling terbuka satu sama lain dalam membahas dijadikanya tabut sebagai daya tarik wisata budaya. Dari hasil pertemuan yang dilakukan, di sepakati dibentuknya KKT dan ditetapkanya tabut menjadi bagian dari kinerja pemerintah menjadi festival budaya yang Dari penuturan informan di atas menunjukan bahwa, proses negosiasi yang dilakukan kedua belah pihak berlangsung dengan baik. Hal ini dikarenakan pemerintah terus melakukan komunikasi dan pendekatan yang baik dengan pemangku tradisi dalam terus mensosialisasikan tabut sebagai daya tarik wisata budaya. Adapun kesepakatan yang di ambil oleh masing-masing pihak baik pemerintah dan pemangku tradisi, yaitu sebagai berikut: (1) dari pihak pemangku
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
tradisi sendiri, diputuskan untuk dibentuknya organisasi Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) pada tanggal 19 April 1991 dengan Bapak Mulyono sebagai Ketua. Adapun tujuan dibentuknya Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) yaitu, sebagai wadah pemersatu seluruh masyarakat keturunan Sipai dalam menjalankan tradisi tabut dan sekaligus sebagai organisasi yang dapat memantau seluruh kebijakankebijakan pemerintah dalam pengembangan tabut. (2) dari pihak pemerintah sendiri, ditetapkannya tabut menjadi festival budaya tahunan yang juga merupakan bagian dari kinerja pemerintah. Dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasaran tersebut, implementasinya tidak dapat dilepaskan dari ketatalaksanaan program/kegiatan, dimana secara konseptual program diformulasikan untuk rancangan pengembangan tabut menjadi daya tarik wisata budaya yang selanjutnya diimplementasikan dalam kegiatan dan pelatihan. Dari hasil kesepakatan tersebut pada tanggal 7 Mei 1994 dibentuklah kerja sama atau MoU (Mutual of Understanding) antara Dinas Pariwisata Provinsi Bengkulu dengan Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) secara resmi sesuai dengan Perda No 15 Tahun 1994 tentang pengembangan budaya tabut yang secara langsung di tanda tangani oleh Gubernur Bengkulu. Beberapa program/kegiatan kerjasama diantaranya adalah (1) memodifikasi tampilan bangunan tabut menjadi produk yang lebih menarik, maka dari itu disepakati bahwa bangunan tabut dibuat dengan menggunakan bahan dasar dari kayu, (2) malam sebelum dan sesudah ritual, diwajibkan dilakukan pembukaan dan penutupan secara resmi upacara ritual tabut oleh Gubernur atau Wali Kota Bengkulu, agar secara tidak langsung dapat menarik minat media untuk meliput tabut, (3) untuk memeriahkan acara, tabut dikombinasikan dengan pameran dan pasar malam selama 10 hari berturut-turut, (4) pemerintah memfasilitasi sarana dan prasarana dalam kegiatan pesta rakyat yang dikemas dalam acara festival budaya tabut, dan (5) pemerintah menyelenggarakan berbagai kegiatan seni budaya daerah seperti lomba telong-telong (lampion), ikan-ikan, lomba tari, dan lomba musik dhol. Untuk mencapai program itu semua, pemerintah sebagai pemangku kepentingan secara signifikan berpengaruh atau memiliki posisi yang sangat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
penting atas keberlangsungan kegiatan pengembangan tabut menjadi daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu. Maka dari itu, pemerintah melalui Dinas Pariwisata secara implisit berperan sebagai aktor yang bertanggung jawab secara penuh dalam program tersebut, yaitu pemerintah berperan sebagai penyandang dana, pelaksana kegiatan, organisasi pengawas, dan advokasi. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar dapat menarik keikutsertaan pemangku tradisi dalam mendukung kebijakan pemerintah tersebut. 2. Proses Komodifikasi Tabut Pada Masa Reformasi Pada masa Reformasi tradisi tabut tidak lagi dilakukan sebagai kewajiban untuk memenuhi wasiat leluhur mereka, tetapi lebih dianggap sebagai sebuah hiburan semata. Program pemerintah telah mengubah paradigma masyarakat Sipai menjadi masyarakat ekonomi yang selalu memandang segala sesuatu dalam bentuk materi. Pada masa Reformasi negosiasi lebih dilakukan secara terbuka, dengan dikeluarkannya Perda No 4 Tahun 1999 tentang pengembangan potensi budaya Bengkulu yang meliputi: (1) realisasi pengembangan tabut sebagai daya tarik wisata budaya, (2) realisasi pengembangan sarana dan prasarana tabut, dan (3) realisasi pengembangan promosi tabut. 1. Realisasi Pengembangan Tabut Sebagai Daya Tarik Wisata Budaya Pengembangan tabut sebagai daya tarik wisata budaya dikembangkan dalam bentuk festival tahunan. Peraturan yang dikeluarkan pemerintah melalui Perda No 4 Tahun 1999 membuat semakin eratnya jalinan kerjasama antara Dinas Pariwisata dan Kerukunan Keluarga Tabut (KKT), maka dari itu pada tahun 2000 direalisasikannya pengembangan tabut menjadi dua daya tarik wisata, yaitu tabut kkt dan tabut pembangunan adalah tabut yang dibuat oleh pemerintah dengan tujuan untuk menambah daya tarik tabut ketika di festivalkan, sebab jika hanya mengandalkan tabut sakral dirasa masih sangat kurang jika harus ditampilkan dalam sebuah festival budaya, maka dari itu dibuatlah tabut pembangunan berjumlah 16 buah dan tabut kkt berjumlah 17 buah bangunan yang kemudian ditampilkan secara bersamaan dalam festival budaya tabut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
Ungkapan tersebut di atas senada dengan apa yang disampaikan oleh Bapak Rustam Effendi. S.Sos (54 tahun) selaku pewaris budaya tabut. Hasil kutipan wawancaranya sebagai berikut:
tabut menjadi daya tarik wisata budaya. Ketika itu dibuatnya tabut pembangunan oleh pemerintah dengan tujuan untuk menambah jumlah daya tarik tabut yang semula hanya berjumlah 2 tabut sakral menjadi 33 buah bangunan tabut (wawancara, 17 Oktober 2015). Dari penuturan informan di atas, menunjukan bahwa pengembangan tabut yang dilakukan pemerintah bersama Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) pada tahun 2000 dalam praktiknya sudah terealisasikan dengan baik, dapat dilihat dari adanya pembuatan tabut pembangunan dan tabut kkt oleh pemerintah sebagai bentuk penambahan daya tarik tabut agar terlihat lebih menarik, sehingga layak ditampilkan sebagai sebuah festival budaya. Untuk mewujudkan itu semua dalam pengembangan tabut ini tentu diperlukanya dukungan semua kalangan tidak hanya dukungan itu berasal dari KKT dan Dinas Pariwisata saja, tetapi dukungan seluruh masyarakat Bengkulu. Oleh sebab itu, pada tahun 2001 ditetapkanlah kebijakan oleh pemerintah untuk setiap intansi pemerintah maupun swasta dapat menampilkan bangunan tabut di kantor-kantor pemerintahan. Ungkapan tersebut di atas senada dengan apa yang disampaikan oleh Ibu Elina Mahjudin. S.Sos (56 tahun) selaku Kepala Seksi Pengelolaan, Perencanaan, dan,
Pengembangan
Wisata
(P3W)
Provinsi
Bengkulu.
Hasil
kutipan
wawancaranya sebagai berikut. tabut di Bengkulu ini telah menyentuh seluruh lapisan masyarakat. tabut tidak hanya dimiliki oleh masyarakat keturunan suku Sipai saja, melainkan milik seluruh rakyat Indonesia. Hal ini dapat saya katakan karena, pada tahun 2003 sampai dengan sekarang ini seluruh instansi baik pemerintah maupun swasta diwajibkan membangun replika bangunan tabut sebagai bentuk rasa memilikinya tradisi tabut Dari penuturan informan di atas menunjukan bahwa, tabut kini sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat Bengkulu. Tidak heran jika di pusat Kota Bengkulu banyak gedung-gedung pemerintah, jalanan-jalan utama, dan fasilitas
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
umum banyak ditampilkan bentuk replika bangunan tabut. Pembangunan replika tabut tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mempublikasikan kepada seluruh masyarakat Bengkulu bahwa, tradisi tabut kini tidak hanya tradisi milik masyarakat Sipai saja akan tetapi, telah menjadi budaya dan tradisi seluruh masyarakat Bengkulu yang layak untuk dipromosikan dan dikembangkan. Tidak hanya itu dengan membangun replika tabut, justru hal ini menunjukan bahwa pemerintah ikut peduli dalam menjaga tardisi tabut dari kepunahan yaitu, melalui pengembangan tardisi tabut menjadi daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu. Berikut adalah gambar 4.17 yaitu, replika tabut di gedung pemerintahan dan fasilitas publik di Kota Bengkulu.
Gambar 4.17 : Replika Tabut di Gedung Pemerintahan dan Fasilitas Publik Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015 Gambar 4.17 merupakan bentuk replika bangunan tabut di gedung pemerintahan dan fasilitas publik di Kota Bengkulu. Dari gambar tersebut terlihat bahwa replika bangunan tabut sudah dibangun di gedung-gedung pemerintahan seperti perkantoran, bahkan bangunan tabut dibangun di fasilitas-fasilitas umum seperti rambu lalu lintas di perempatan ataupun pertigaan jalan utama di Kota Bengkulu. Pengembangan tabut tidak hanya sebatas itu saja, pemerintah dan pihak Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) juga menyelenggarakan berbagai kegiatan seni budaya daerah seperti yang telah negosiasi yang telah disepakati pada masa orde baru yaitu meliputi lomba telong-telong (lampion), ikan-ikan,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
lomba tari, dan lomba musik dhol dengan harapan semakin memeriahkan malam festival budaya tabut. 2. Realisasi Pengembangan Sarana dan Prasarana Tabut Dalam mendukung terlaksananya tabut sebagai produk wisata budaya di Provinsi Bengkulu, pemerintah melalui Dinas Pariwisata, berkewajiban secara penuh menyediakan sarana dan prasarana tabut. Oleh sebab itu pada tahun 2003 dilakukanya negosiasi kembali antara Dinas Pariwisata dan pemangku tradisi yaitu suku Sipai yang tergabung dalam KKT, terkait pengembangan sarana dan prasarana tabut. Dari hasil negosiasi yaitu (1) disepakatinya perbaikan lapangan merdeka Kota Bengkulu sebagai lokasi pergelaran seni budaya budaya seperti lomba telong-telong (lampion), ikan-ikan, lomba tari, dan lomba musik dhol (2) disepakatinya mengubah lokasi pembuangan tabut yang semula dibuang di laut (Pantai Panjang) kini dibuang di makam Syekh Burhanuddin. Hal tersebut dilakukan atas pertimbangan apabila tabut di buang di laut dapat mengotori objek wisata alam Pantai Panjang. Hasil dari negosiasi yang dilakukan disambut baik oleh pihak Kerukunan Keluarga Tabut (KKT), karena memang sebelumnya sudah adanya tanda tangan kontrak antara ketua KKT dengan pihak Dinas Pariwisata dalam menjadikan tabut sebagai daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu. Realisasi pengembangan sarana dan prasarana tabut yang telah disepakati tersebut di atas, tentu menggunakan dana yang tidak sedikit, oleh sebab itu tidak tanggung-tanggung pemerintah mengeluarkan dana APBD dalam mendukung pengembangan sarana dan prasarana tabut. Pada tahun 2004 dilakukannya perbaikan lapangan merdeka sebagai tempat prosesi ritual tabut serta pemindahan lokasi pembuangan tabut dan pembangunan beberapa fasilitas pendukung makam Syekh Burhanuddin di Padang Karbala. Pengembangan sarana dan prasarana tabut meliputi perbaikan lapangan merdeka dan pemindahan lokasi pembuangan tabut, pembangunan beberapa fasilitas pendukung makam Syekh Burhanuddin yang memakan dana hampir dari Rp 3,5 Miliar. Dana tersebut berasal dari dana APBD tahun 2004-2005 meliputi pembangunan panggung, pembangunan tribun penonton di lapangan merdeka,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
pembangunan gapura di sekitar makam, dan perbaikan akses jalan menuju pemakaman syekh Burhanuddin. Ungkapan tersebut di atas senada dengan apa yang disampaikan oleh Ibu Elina Mahjudin. S.Sos (56 tahun) selaku Kepala Seksi Pengelolaan, Perencanaan, dan
Pengembangan
Wisata
(P3W)
Provinsi
Bengkulu.
Hasil
kutipan
wawancaranya sebagai berikut. tabut pemerintah menyediakan dana yang tidak sedikit, bahkan dana yang dikeluarkan pemerintah ketika itu mengunakan dana APBD tahun 2004-2005 sekitar lebih dari Rp 3,5 Miliar, yaitu untuk memperbaiki fasilitas pendukung di Lapangan Merdeka Kota Bengkulu, perbaikan akses menuju Padang Karbala, dan pembangunan gapura di sekitar makam Syekh Dari hasil wawancara yang dilakukan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pengembangan sarana dan prasarana tabut direalisasikan pada tahun 2004 sesuai dengan kerangka kerja antara pemerintah dengan Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) yaitu terselsainya pembangunan dan perbaikan gapura di sekitar makam, renovasi makam Syekh Burhanuddin, perbaikan jalan menuju objek dan penyediaan fasilitas umum yang dibutuhkan wisatawan seperti lahan parkir, toilet, dan papan informasi yang dibutuhkan wisatawan. Sarana dan prasarana yang dibangun tersebut merupakan bentuk antusias dan keseriusan pemerintah melalui Dinas Pariwisata dalam menjadikan tabut sebagai daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu, yang kesemuanya dibangun dengan menggunakan dana APBD tahun anggaran 2004-2005 dengan memakan dana hampir Rp 3,5 Miliar. Adapun hasil pembangunan sarana dan prasarana yang dilakukan, seperti yang terlihat pada gambar 4.18 sebagai berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
Gambar 4.18 : Pembangunan Sarana dan Prasarana Tabut Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015 Gambar 4.18 merupakan akses jalan menuju objek wisata ziarah Padang Karbala dan pembangunan makam Syekh Burhanuddin. Kedua gambar tersebut adalah bukti pembangunan sarana dan prasarana tabut yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi Bengkulu melalui hasil rundingan antara Dinas Pariwisata dengan Kerukunan Keluarga Tabut (KKT). Gambar di atas sebelah kiri adalah bangunan pintu depan menuju wisata ziarah di Padang Karbela dan bangunan di sebelah kanan adalah bangunan nisan Syekh Burhanuddin. 3. Pengembangan Promosi Tabut Pemerintah melalui Dinas Pariwisata berkerja sama dengan Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) mengembangkan tabut menjadi daya tarik wisata dalam bentuk festival budaya oleh karena itu, rangkaian ritual tabut menjadi sangat penting untuk dipromosikan. Melalui kegiatan promosi dapat memberikan suatu hasil yang menguntungkan bagi menyokong Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Bengkulu. Promosi tabut dilakukan dengan teknik media komunikasi yang dilengkapi seorang komunikator. Dalam pengembangan promosi tabut yang berperan sebagai komunikator adalah Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) yang merupakan pewaris tradisi sekaligus sebagai pelaksana ritual, sedangkan pemerintah melalui Dinas Pariwisata berperan sebagai lembaga atau instansi yang memfasilitasi seluruh kegiatan KKT dan memberikan pemikiran berupa ide/gagasan rencana penjualan produk wisata tabut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
Pengembangan promosi tabut melalui media komunikasi pemasaran dimulai pada masa reformasi tepatnya di tahun 2006. Promosi dilakukan dengan menggunakan teknik personal selling yaitu, bentuk komunikasi antar individu dimana tenaga penjual/wiraniaga menginformasikan, mendidik, dan melakukan persuasi kepada konsumen untuk membeli produk yang ditawarkan. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, personal selling yang dilakukan oleh pemerintah sebagai lembaga atau instansi yang berkewajiban memfasilitasi promosi tabut yaitu dengan cara mengirimkan perwakilan KKT untuk mempromosikan tabut di pekan budaya nasional maupun dipromosikan sampai ke luar negeri yaitu di Inggris di tahun 2007 silam. Hal ini sesuai dengan dengan apa yang disampaikan oleh Ibu Elina Mahjudin. S.Sos (56 tahun) selaku Kepala Seksi Pengelolaan, Perencanaan, dan Pengembangan Wisata (P3W) Provinsi Bengkulu. Hasil kutipan wawancaranya sebagai berikut. tabut dilakukan secara insentif kala itu. Saya sebagai panitia pelaksana program ikut serta mengajak kawan-kawan dari KKT untuk melakukan promosi besar-besaran diberbagai event pertemuan seperti event pekan budaya nasional dan pameran budaya, bahkan pada program kegiatan P3W tahun 2007 promosi tabut Hal senada juga dituturkan oleh Bapak Suparhim. S.E (56 tahun) selaku Kepala Bidang Pengelolaan, Perencanaan, dan Pengembangan Wisata (P3W) Provinsi Bengkulu. Hasil kutipan wawancaranya sebagai berikut. tabut merupakan salah satu agenda jangka pajang dari kami yaitu Dinas Pariwisata dalam memperkenalkan tabut sebagai wisata budaya khas Bengkulu. Promosi tabut dilakukan secara terus menerus terhitung dari tahun 2007 sampai dengan saat ini. Bentuk promosi yang kami lakukan tidak hanya kami lakukan saat event-event tertentu saja, tetapi juga dilakukan dengan memanfaatkan media cetak dan media elektronik seperti seperti, surat kabar, internet, bahkan kami telah mengeluarkan booklet wisata budaya tabut Dari penuturan para informan di atas, bahwa pengembangan promosi tabut telah menjadi kinerja Dinas Pariwisata. Kinerja tersebut dapat dilihat dari banyaknya program promosi yang telah dilakukan, seperti promosi dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
memanfaatkan media massa baik cetak maupun elektronik, yaitu melalui surat kabar, internet, bahkan pembuatan booklet, seperti yang terlihat pada gambar 4.19.
Gambar 4.19 : Pengembangan Promosi Tabut Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015 Gambar 4.19 merupakan salah satu contoh pengembangan promosi tabut yang dilakukan oleh pemerintah melalui Dinas Pariwisata. Dari gambar sebelah kiri terlihat bahwa tabut telah dipublikasikan melalui surat kabar harian Bengkulu yang diterbitkan setiap tahunnya. Sedangkan pada gambar sebelah kanan adalah booklet tabut yang pernah diterbitkan oleh Dinas Pariwisata pada tahun 2007. Dari kesemua gambar tersebut di atas, menunjukan bahwa media massa merupakan salah satu cara yang efektif digunakan oleh pemerintah melalui Dinas Pariwisata dalam memasarkan dan mempromosikan tabut menjadi produk wisata budaya khas Bengkulu. Tradisi tabut sebagai produk budaya dipromosikan melalui media massa. Hal ini memperjelas bahwa disisi lain pengaruh modernisasi berdampak positif bagi kelangsungan dan perkembangan budaya lokal yang semakin terpinggirkan atau terancam punah. Produk seni tidak hanya diproduksi, dikonsumsi namun juga dipromosikan melalui media khususnya dalam bentuk iklan atau koran. Seperti yang dituturkan oleh Bapak Djamrin S.Pd (38 tahun) selaku masyarakat lokal, hasil wawancaranya sebagai berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
tabut telah dikenal oleh masyarakat luas. Waktu itu saya melihat tabut ditampilkan di koran-koran, televisi lokal, bahkan saya pernah melihat booklet tabut di travel-travel egent di Kota Penuturan Djamirin (38 tahun) tersebut menunjukan bahwa peran iklan yang dilakukan oleh pemerintah maupun pemerhati tradisi sangat membantu dalam ,usaha pelestarian, pemberian informasi, dan sekaligus memperkenalkan kebudayaan Bengkulu ke masyarakat luas yang pada akhirnya wisatawan tertarik melihat tabut di Provinsi Bengkulu. Pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa, proses negosiasi antara pemerintah (Dinas Pariwisata) dan pemangku tradisi (KKT) terhadap komodifikasi tabut sebagai daya tarik wisata budaya terjadi dalam dua tahap, yaitu pada masa Orde Baru dan masa Reformasi. Tentu ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya negosiasi antara pemerintah dan pemangku tradisi dalam menjadikan tabut sebagai komodifikasi wisata budaya di Bengkulu diantaranya yaitu, (1) sikap terbuka, (2) kreativitas masyarakat, (3) media massa, (4) ekonomi, dan (5) pariwisata. 1. Sikap Terbuka Perubahan yang terjadi pada masyarakat Sipai adalah perubahan yang bersumber dari keterbukaan sikap masyarakat akan berbagai macam penyesuaian sehingga mereka mampu hidup berdampingan dengan kehidupan masyarakat modern. Penyesuaian-penyesuaian tersebut merupakan sebuah rentetan proses yang panjang dimana ideologi-ideologi baru dan berkembang pada era globalisasi sekarang merasuki budaya lokal sehingga memungkinkan perubahan pola pikir masyarakatnya untuk bisa berbuat sesuatu yang lebih dengan maksud mendapatkan nilai guna. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Bapak Manan. S.Pd selaku masyarakat Bengkulu (46 tahun), hasil wawancaranya sebagai berikut. tabut ke dalam bentuk wisata budaya, selain dari program pemerintah juga tidak terlepas dari adanya akulturasi budaya serta keinginan masyarakat Sipai untuk mengembangkan tabut sebagai sebuah seni budaya yang unik, bukan hanya dipandang sebagai ritual yang sakral namun bisa pula dijadikan sebagai atraksi seni musik dan tari ataupun pertunjukkan budaya sehingga bisa menjadi sebuah tontonan yang bernilai dan ini juga merupakan tindakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
penyelamatan budaya dan ajang promosi budaya tabut ke masyarakat luas dan (wawancara, 8 November 2015). Ungkapan di atas menunjukkan bahwa perubahan tabut dari yang sakral ke arah profan tidak hanya berasal dari program pemerintah saja, melainkan juga tidak lepas dari akulturasi budaya serta keinginan dari masyarakat pendukung untuk bisa mensejajarkan diri seperti kebudayaan lainnya. Perubahan tersebut tentunya dilakukan dengan kesadaran yang rasional sehingga harapan dari masyarakat Sipai bisa tercapai. Dengan tindakan-tindakan yang dianggap rasional ini, masyarakat bergerak dengan sejumlah tindakan untuk memuaskan kebutuhannya,
diantaranya
dengan
memproduksi,
mengkonsumsi,
dan
mendistribusikan barang atau jasa dari ritual tabut dengan berbagai macam alasan dan kepentingan. Praktek seperti ini yang memungkinkan adanya praktek komodifikasi dalam kebudayaan. Komodifikasi tidak semata-mata dilakukan oleh pelaku ekonomi, masyarakat lokal pun berpotensi karena mereka mempunyai hak untuk melakukannya. Tradisi tabut mengalami komodifikasi, baik oleh dukun maupun para seniman tabut juga terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam proses komodifikasi tabut. Hal ini dituturkan oleh Jukni (25 tahun) seorang pelatih kesenian daerah Bengkulu di desa/Kelurahan Pasar Melintang, hasil wawancaranya sebagai berikut. tradis tabut ini, tapi kami rasa program pemerintah dalam menjadikan tabut sebagai daya tarik wisata budaya cukup bagus dan hal tersebut juga membuat kami menginginkan tabut ini dikenal masyarakat luas, tidak hanya di Bengkulu saja, melainkan di seluruh Indonesia (wawancara, 12 November 2015). Tuturan di atas menunjukkan ada motif kesadaran dan dorongan dari masyarakat Sipai dalam menjadikan tabut sebagai ajang promosi identitas budaya yang pada akhirnya akan membawa nilai ekonomi pada masyarakatnya. Hal ini tentunya tidak lepas dari program pemerintah tersebut yang dapat mempengaruhi perubahan paradigma masyarakatnya yang menginginkan sesuatu yang lebih baik dari kondisi sebelumnya. Proses perubahan tersebut tidak hanya terkait dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
program pemerintah saja dalam menjadikan tabut sebagai daya tarik wisata, nampaknya juga berasal dari keterbukaan masyarakat Sipai akan sesuatu yang dianggap baik dan perlu untuk dikembangkan. Oleh karena itu ideologi atau paradigma yang mereka miliki baik berasal dari ilmu pengetahuan atau pengalaman hidup mereka mendorong perubahan tersebut semakin cepat. 2. Kreativitas Masyarakat Komodifikasi tabut dalam perkembangannya tidak terlepas dari kreator yaitu pemerintah dalam mendorong kreativitas masyarakat Sipai yang menjadi satu dalam memenuhi rasa keindahan. Kreativitas tersebut dituangkan dalam pemikiran-pemikiran masyarakat Sipai yang terangkum dalam seni budaya yang indah. Seperti yang diungkapkan Bapak Amril (47 tahun) selaku anggota KKT yang bergerak dibidang pengembangan tabut. Hasil wawancaranya sebagai berikut. tabut yang sekarang lebih berbeda tampilannya dengan yang dulu, ini berkat dari dorongan pemerintah dalam menunjang kreativitas orang Sipai, sehingga tabut tidak hanya menjadi daya tarik wisata budaya, melainkan juga menjadi pertunjukan seni budaya yang menarik untuk dilihat , 12 November 2015). Ungkapan di atas menunjukan bahwa program pemerintah melalui Dinas Pariwisata mampu mengubah masyarakat Sipai dalam berkesenian, ekspresi dan berkreatifitas untuk menciptakan sesuatu yang lebih guna memperoleh nilai estetika yang tinggi. Namun kebebasan berekspresi dan kreativitas harus pula memiliki tingkat standar yang jelas agar budaya masyarakat Sipai dapat terus terjaga. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Jukni (25 Tahun) seorang pelatih kesenian
daerah
Bengkulu
di
desa/Kelurahan
Pasar
Melintang,
hasil
wawancaranya sebagai berikut. Ritual tabut ditampilkan dan dipadukan dalam perlombaan kesenian tradisional di Bengkulu, ritual tabut dipadukan dengan tarian klasik, musik dhol, lampion yang indah (telong-telong), dan sejumlah seni budaya lainnya. Perpaduan tersebut memberikan warna baru dalam pertunjukan ritual tabut. Karena kalau tidak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
dirubah bentuknya akan kelihatan kurang enak dipandang . (wawancara, 12 November 2015). Ungkapan di atas jelaslah bahwa para seniman di Bengkulu juga ikut andil dalam memadukan tabut dengan kesenian daerah Bengkulu, hal ini dilakukan dengan tujuan agar tabut saat ditampilkan terlihat lebih menarik, sehingga mampu menarik minat wisatawan untuk melihat daya tarik wisata budaya tabut di Provinsi Bengkulu. 3. Media Massa Dalam hal ini media massa memegang peran penting dalam proses komodifikasi tabut. Melalui media massa tabut dikomodifikasi sehingga menjadi budaya populer. Media massa, di satu sisi merupakan salah satu hasil budaya dan di sisi lain juga merupakan sarana untuk memperingati kematian cucu nabi Muhammad S.A.W yang bernama Husain. Tradisi tabut mengalami perubahan akibat perkembangan media. Melalui media terutama media televisi yang memberikan sajian berita tentang kebudayaan etnik-etnik lain berimbas terhadap keinginan masyarakat Sipai untuk mengekspos tabut untuk lebih dikenal pada masyarakat umum lainnya. Hal ini sesuai dengan penuturan Ir. Syafril (56 tahun) ketua Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) , hasil wawancaranya sebagai berikut: jika ada ritual tidak ada orang meliput, tapi sekarang orang-orang membawa kamera untuk ambil videonya, katanya untuk disimpan dan bisa ditonton nanti. Tapi kalau ritual tabut dipanggil oleh pemerintah tampil dipanggung biasanya banyak wartawan atau orang yang mendokumentasikannya yang nantinya dimasukan di TV lokal maupun nasional untuk diperlihatkan ke masyarakat luas , 14 November 2015). Hal senada juga dituturkan oleh Bapak Rustam Effendi. S.Sos (54 tahun) selaku pewaris budaya tabut. Hasil kutipan wawancaranya sebagai berikut: Tradisi tabut sampai sekarang masih dilakukan untuk memperingati terbunuhnya cucu Nabi Muhammad bernama Husain, namun sekarang semenjak adanya program pemerintah dan penggunaan media yang semakin terbuka membuat orang Sipai yang tergabung dalam KKT menggunakan tradisi ini untuk di jadikan festival budaya, karena biasanya pemerintah selalu memberi dana ke pada orang-orang KKT untuk melakukan ritual tabut yang dikombinasikan seni
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
pertunjukan daerah lainya, sehingga tabut yang ditampilkan lebih menarik . (wawancara, 7 Oktober 2015). Dari hasil wawancara cara tersebut di atas menunjukan bahwa, perkembangan teknologi dan media sekarang mampu merubah cara berpikir masyarakat Sipai. Dengan adanya media surat kabar terlebih dunia pertelevisian dengan sajian berbagai macam perkembangan life style, dan modifikasi berbagai bentuk kebudayaan nampaknya, mampu menyulap para pelaku tradisi untuk bisa mengangkat sebuah budaya dan tradisi untuk dijadikan jasa dalam pertunjukan budaya yang benilai ekonomi. Hal ini terjadi dalam tradisi tabut yang dimiliki oleh masyarakat Sipai. Semenjak masyarakat Sipai masuk dalam organisasi KKT yang dibentuk oleh pemerintah tersebut, pelaksanaan ritual-ritual dalam tradisi tabut dilakukan dengan harapan bahwa tradisi ini dapat diliput oleh media massa sehingga, pihak KKT sebagai pelaksana tradisi dapat memberikan laporan secara penuh kepada pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam mengawasi pelaksanaan ritual tabut sebagai daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu, seperti yang terlihat pada gambar 4.20 sebagai berikut.
Gambar 4.20 : Media Massa Meliput Ritual Tabut Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015 Gambar 4.20 terlihat bahwa media dibebaskan secara aktif meliput salah satu dari ritual tabut yang diselenggarakan pihak Kerukunan Keluarga Tabut (KKT). Hal tersebut nampak pada para pelaku tradisi dalam hal ini adalah masyarakat Sipai yang berkerjasama dengan pemerintah secara sengaja mengundang wartawan untuk meliputi agar tabut dapat terpublikasi secara luas baik dari media cetak maupun elektronik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
4. Ekonomi Tradisi tabut yang sekarang mengalami bentuk profanisasi dalam bentuk atraksi wisata budaya di Provinsi Bengkulu, juga tidak terlepas dari adanya pengaruh globalisasi ekonomi. Pemikiran masyarakat Sipai telah terkontaminasi dengan ide-ide kapitalisme yang ingin mendapatkan keuntungan sebanyakbanyaknya melalui pemberdayaan budaya lokal. Komodifikasi tabut ini mulai mendorong masyarakat setempat, karena ada dorongan kebutuhan ekonomi. Oleh karena itu para pelaku tradisi mulai mengemas dan memikirkan unsur-unsur ritual tabut yang dapat dijadikan sebagai sumber komoditi. Seperti yang peneliti ketahui bahwa Syafril (56 tahun) sebelumnya hanya seorang dukun biasa, namun sekarang merangkap menjadi ketua KKT dan sekaligus pelaku seni. Biasanya dalam menjalankan festival tabut, Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) diberikan dana oleh pemerintah sebanyak Rp 400 Juta untuk membuat dan membeli perlengkapan tabut dari awal sampai dengan akhir. Hal ini sesuai dengan penuturan Ir. Syafril (56 tahun) ketua Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) , hasil wawancaranya sebagai berikut: tabut yang diselenggarakan setiap tahunnya pihak kami yakni seluruh anggota Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) diberikan dana oleh pemerintah sebesar Rp 400 juta, dan itu bisa saja berubah tergantung kebijakan
Dari wawancara yang dilakukan, faktor ekonomi sebagai salah satu pendorong terhadap komersialisasi tabut menjadi suatu pro dan kontra pada masyarakat pendukungnya. Akan tetapi dikarenakan faktor ekonomi yang melekat kuat pada masyarakat setempat, sehingga praktik komodifikasi tabut semakin kuat. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Ir. Syafril (56 tahun) ketua Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) , hasil wawancaranya sebagai berikut: masyaakat Sipai mengalami kemajuan terutama dengan datangnya orang-orang atau wisatawan yang datang ke Bengkulu untuk menyaksikan ritual tabut. Sehingga pedagang makanan dan kerajian banyak yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
berjualan dan dibeli sama wisatawan yang datang. 2015).
, 14 November
Dari hasil wawancara yang dilakukan menunjukan bahwa, kehadiran pariwisata di Provinsi Bengkulu, terlebih dahulu ada semenjak tradisi tabut menjadi daya tarik bagi wisatawan dengan budaya yang unik maka kesempatan tersebut tidak disia-siakan untuk meraih manfaat ekonomi yang dibawa oleh pariwisata itu sendiri. Perdagangan dan uang tidak bisa dipisahkan karena saling melengkapi antara satu dengan yang lain. Dalam kaitannya dengan masyarakat Sipai uang memiliki fungsi penting sehingga berbagai cara dilakukan untuk mendapatkan uang. Fenomena di kalangan masyarakat Sipai berkembang pemikiran bahwa, dengan mendapatkan uang maka status sosial kita akan semakin tinggi dan dihargai oleh masyarakat. Semangat kapitalisme muncul dalam pemikiran masyarakat Sipai yang menginginkan pola interaksi yang berorioentasi ekonomi. Dalam upaya pemenuhan kebutuhan ekonomi maka pemilik modal berusaha untuk menumpuk kekayaan yang akan berimbas terhadap peningkatan ekonomi. 5. Pariwisata Sejak Provinsi Bengkulu ditetapkan menjadi daerah tujuan wisata maka menimbulkan peluang baru bagi masyarakat lokal untuk membuka lapangan pekerjaan baru dalam dunia kepariwisataan. Tradisi tabut yang dahulunya merupakan sebuah ritual untuk memperingati meninggalnya cucu Nabi Muhammad S.A.W bernama Husain yang terbunuh di Padang Karbala, namun dengan berkembangnya pariwisata budaya di Provinsi Bengkulu telah mengalami pergeseran fungsi dan makna, serta mampu dijadikan sebagai komoditas yang bisa meningkatkan taraf kehidupan masyarakat sekitarnya. Hal tersebut diungkapkan oleh Syarifuddin. S.E selaku masyarakat lokal (47 tahun) sebagai berikut. tabut digunakan untuk memperingati terbunuhnya cucu Nabi Muhammad S.A.W, tapi sekarang tabut sudah berubah fungsi karena tradisi ini dipandang unik oleh wisatawan yang datang sehingga mereka mau melihat bagaimana tabut itu sebenarnya dan bagi masyarakat Sipai mau untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
(wawancara, 16 November 2015). Ungkapan di atas menunjukkan bahwa pergeseran fungsi tabut karena pengaruh
wisatawan
(pariwisata)
yang
menginginkan
sebuah
suguhan
pertunjukkan dari potensi tradisi masyarakat lokal, hal ini memotivasi dan mendorong kreativitas masyarakat Sipai untuk mengembangkan tabut dalam industri budaya dalam hal ini pertunjukkan seni. Nampaknya dalam hubungan antara pihak wisatawan yang berkunjung ke Bengkulu memberikan keuntungan positif terhadap masyarakatnya. Hal senada juga diungkapkan oleh Hasna (34 tahun) masyarakat lokal, hasil wawancaranya sebagai berikut. tabut itu dan kesempatan kami ibu-ibu untuk menjual barang dagangan kami misalnya soevenir tabut, pakaian tabut atau gantungan kunci dan kami merasa untung dengan apa yang mereka inginkan tentunya keuntungan dagangan kami bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan kelua . (wawancara, 16 November 2015). Dari hasil wawancara tersebut di atas sangat jelas bahwa, bukan hanya para pelaku tradisi saja yang diuntungkan, namun masyarakat sekitarnya pun merasa diuntungkan karena dengan adanya beberapa wisatawan yang berkunjung barang dagangan mereka seperti minuman ataupun pernak-pernik hasil kerajinan tangan orang Sipai laris dibeli oleh wisatawan. 4.1.4 Respon Masyarakat dan Pemangku Tradisi Dari hasil temuan di lapangan, menunjukan bahwa dukungan masyarakat Bengkulu terhadap komodifikasi tabut sebagai daya tarik wisata budaya dalam perkembangannya menunjukan respon yang cukup baik dari sisi ekonomi. Dengan adanya komodifikasi tabut dapat memberikan peluang bagi masyarakat untuk menjual dagangan mereka saat acara tabut dilakukan. Hal ini terlihat dari sejumlah stand-stand yang disediakan oleh pemerintah bagi masyarakat yang ingin menjajakan barang dagangan mereka. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Rusli Zairin (46 tahun) salah seorang warga Sipai, hasil wawancaranya sebagai berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
tabut yang dibentuk oleh pemerintah sangat nyata sekali memberikan perubahan bagi masyarakat Bengkulu. Dengan adanya festival ini banyak warga sekitar yang terbantu yaitu, dibukanya stand-stand bagi warga (wawancara, 16 November 2015). Dari hasil wawancara di atas, dapat dianalisis bahwa informan merasa senang dengan dijadikannya tabut sebagai daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu, karena adanya bantuan dari pemerintah dalam menyediakan fasilitas-fasilitas bagi warga untuk berjualan selama prosesi ritual tabut dilaksanakan. Komodifikasi tabut sebagai daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu bukan hanya menguntungkan bagi masyarakat dari sisi ekonomi saja, akan tetapi juga membuat tradisi tabut tetap lestari dan terjaga dari kepunahan. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Hasan Basri. S.Sos (52 tahun) salah seorang warga Sipai, hasil wawancaranya sebagai berikut. tabut seperti sekarang ini. Tradisi tabut semakin dikenal masyarakat luas, karena setiap tahunnya tabut dilakukan secara rutin. Ini merupakan terobosan yang sangat (wawancara, 16 November 2015). Sesuai dengan keterangan informan di atas menunjukan respon positif masyarakat setempat terkait pengembangan tabut menjadi daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu. Masyarakat setempat mempunyai pemikiran bahwa komodifikasi tabut merupakan inovasi dan terobosan baru dari pemerintah Provinsi Bengkulu dalam upaya menjaga kelestarian tradisi tabut dari kepunahan. Selain itu, program pemerintah tersebut juga telah membuat tradisi ini dikenal oleh masyarakat baik di dalam maupun di luar Provinsi Bengkulu. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Lukman. S.E (40 tahun) salah seorang warga Sipai, hasil wawancaranya sebagai berikut. tabut menjadi sebuat media pemersatu bangsa. Mengapa saya bilang begitu, karena ketika tabut ini dilaksanakan banyak warga dari berbagai daerah datang untuk menyasikan festival budaya ini seperti dari Padang, Palembang, Jakarta, bahkan dari berbagai negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura juga datang untuk menyaksikan tradisi tabut ini selama 10 hari berturut(wawancara, 17 November 2015).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
Dari hasil penuturan yang dikemukakan oleh salah seorang warga Sipai tersebut, menunjukan bahwa tradisi tabut memiliki pengaruh yang cukup besar dalam menarik minat pengunjung datang ke Bengkulu. Hal ini terlihat dari antusiasnya warga dari luar Provinsi Bengkulu datang dan berkunjung untuk menyaksikan festival tahunan ini. Hal senada juga diungkapkan oleh Kepala Bidang Pengelolaan, Perencanaan, dan Pengembangan Wisata (P3W) Provinsi Bengkulu Bapak Suparhim.S.E (56 tahun). Hasil kutipan wawancaranya sebagai berikut: tabut yang kami selenggarakan merupakan festival yang paling meriah di antara festival tabut yang pernah dilakukan sebelumnya, karena konsep dan perencananaan sudah dilakukan jauh-jauh hari mulai dari pelatihan, pembuatan tabut, dan sampai dengan penyediaan fasilitas. Hasilnya sangat mengembirakan kami, karena dari data yang kami himpun untuk tahun ini jumlah kunjungan wisatawan meningkat baik wisatawan domestik maupun (wawancara, 17 November 2015). Dari wawancara yang dilakukan, menunjukan respon yang cukup baik. Hal ini terlihat dari data yang dikeluarkan Dinas Pariwisata di tahun 2015, bahwa jumlah wisatawan domestik yang tersebar di pulau Sumatera dan Jawa mencapai lebih dari 346 orang, sedangkan untuk wisatawan asing mencapai lebih dari 96 orang yang tersebar dibeberapa negara seperti Malaysia, Inggris, dan Jepang untuk menyaksikan ritual tabut yang dilaksanakan selama 10 hari tersebut. Banyak wisatawan yang berkunjung ke Bengkulu untuk menyaksikan tabut sehingga, hal ini membuka peluang usaha sendiri bagi masyarakat lokal. Ini terbukti dengan banyaknya di buka UMKM bagi masyarakat untuk menciptakan kerajinan tangan atau oleh-oleh khas Bengkulu dalam bentuk miniatur tabut. Untuk mendukung upaya itu semua, pihak pemerintah melalui Dinas Pariwisata Provinsi mengadakan lomba cinderamata miniatur tabut sebagai buah tangan atau oleh-oleh khas Bengkulu. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Mifta S.E (44 tahun) selaku Kepala Seksi Pengembangan Aneka Wisata (PAW). Hasil kutipan wawancaranya sebagai berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
i mengajak masyarakat Bengkulu untuk ikut berpartisipasi dalam lomba cinderamata tabut. Kami memilih produk terbaik dari warga tersebut untuk dijadikan soevenir khas Bengkulu yang kemudian dipasarkan di pusat oleh-oleh Kota Bengkulu. Untuk menarik partisipasi masyarakat, kami dari Dinas Pariwisata memberikan sertifikat dan sejumlah uang kepada warga yang ikut (wawancara, 17 November 2015). Dari hasil wawancara yang dilakukan, menunjukan bahwa lomba cinderamata yang dilakukan merupakan wujud dari kepedulian pemerintah terhadap masyarakat sekitar. Masyarakat lokal dilibatkan secara langsung dalam kegiatan ekonomi pariwisata melalui penjualan aneka macam souvenir tabut. Penjualan souvenir tabut sendiri dapat membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Banyak masyarakat Bengkulu yang menjajakan souvenir tabut. Hasil penjualan soevenir tersebut dapat menambah penghasilan warga dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Darmini (38 tahun) salah seorang pedagang souvenir tabut, hasil wawancaranya sebagai berikut. rsyukur mas dengan berjualan souvenir tabut. Alhamdulilah mas penghasilan saya setiap hari bertambah, apalagi mulai memasuki bulan Muharam ini banyak sekali orang-orang dari luar daerah datang ke kios saya untuk membeli soevenir, bahkan turis dari luar negeri pun juga ikut membeli souvenir yang saya (wawancara, 8 Pebruari 2014). Dari hasil wawancara menunjukan bahwa, program pemerintah tersebut telah dirasakan pengaruhnya bagi perekonomian warga lokal. Para pedagang mengaku dengan
berjualan souvenir mereka dapat meraup keuntungan. Para pembeli
biasanya berasal dari luar daerah bahkan ada pembeli yang berasal dari luar negeri. Komodifikasi tabut sebagai daya tarik wisata budaya telah banyak memberi manfaat bagi masyarakat lokal, pemangku tradisi, dan pemerintah sendiri sebagai pemangku kepentingan. Berikut adalah gambar 4.21 yaitu souvenir tabut yang berhasil dikembangkan oleh pemerintah menjadi produk bernilai jual.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
Gambar 4.21 : Souvenir Tabut Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015 Gambar 4.21 tersebut di atas menunjukan bahwa program pengembangan pariwisata telah membuat tabut yang dahulunya hanya sebuah tradisi lokal, kini tabut memiliki nilai tersendiri bagi masyarakat dan pemangku tradisi yaitu sebagai modal ekonomi yang memberikan manfaat keuntungan secara finansial. Hal ini terlihat dari sejumlah respon positif dari masyarakat dan pemangku tradisi yang merasakan dampak positif dari komodifikasi tabut. Respon positif ini tentu tidak lepas dari kinerja pemerintah yang begitu gigih menjadikan tabut sebagai daya tarik wisata budaya, bahkan untuk mewujudkan itu semua pemerintah mengeluarkan dana yang cukup besar setiap tahunnya demi terselenggaranya tabut menjadi suguhan yang menarik bagi pengunjung. Untuk dana pembinaan saja di tahun 2015 ini, pemerintah menganggarkan dana sebesar Rp 159.250.000, uang pembuatan tabut Rp. 80.000.00, dan uang gaji KKT sebesar Rp 15.000.000. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel 4.3 berikut ini. Tabel 4.3 Anggaran Dana Tabut No 1 2 3 4
Anggaran
Dana Pembinaan Rp. 159.250.000 Pembuatan Tabut KKT Rp. 85.000.000 Pembuatan Tabut Pembangunan Rp. 80.000.000 Upah/Gaji KKT Rp. 30.000.000 Jumlah Rp. 354.250.000 Sumber: Dinas Pariwisata 2015
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
Dari tabel 4.3 tersebut di atas menunjukan bahwa pemerintah setiap tahunnya menganggarkan dana yang cukup besar demi terselenggaranya tabut sebagai daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu dalam bentuk festival budaya. Tidak tanggung-tanggung dana yang dikeluarkan mencapai lebih dari Rp 354.250.000 mencakup seluruh kebutuhan yang diperlukan dalam perayaan festival budaya tabut yang terhitung pada tanggal 1 sampai dengan 10 Muharam setiap tahunnya. Dana yang dikeluarkan merupakan kewajiban penuh dari pemerintah daerah yang berperan sebagai penyandang dana, pelaksana kegiatan, organisasi pengawas, dan advokasi. Hal tersebut sesuai dengan master plan yang telah disepakati pada masa Orde Baru pada saat proses negosiasi yang dilakukan antara pihak pemerintah yaitu Dinas Pariwisata Provinsi Bengkulu dan pemangku tradisi yaitu orang-orang Sipai yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) Provinsi Bengkulu. Pernyataan tersebut di atas, sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Bapak I.r Syafril (56 tahun) selaku ketua Kerukunan Keluarga Tabut (KKT), hasil wawancaranya yaitu sebagai berikut: alam perayaan tabut memerlukan dana yang cukup besar, akan tetapi hal ini wajar saja karena kami melaksanakan tabut sesuai dengan instruksi dan modifikasi dari pemerintah yaitu agar tabut yang disuguhkan (wawancara, 18 November 2015). Dari hasil wawancara tersebut di atas menunjukan bahwa pemangku tradisi dalam hal ini masyarakat Sipai yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) mengikuti intruksi dan kebijakan pemerintah dalam memodifikasi tabut menjadi daya tarik wisata budaya, karena hal ini telah disepakati pada jalinan kerjasama yang dilakukan, maka dari itu pemangku tradisi hanya menjalankan dan mendukung segala kebijakan yang dilakukan pemerintah terhadap kemajuan tradisi tabut menjadi daya tarik wisata budaya Provinsi Bengkulu Dominasi pemerintah menimbulkan perubahan pola pikir tersendiri bagi masyarakat Sipai yang tergabung dalam KKT. Masyarakat Sipai pada saat ini lebih antusias menyelenggarakan tabut setiap tahunnya dibandingkan sebelum dijadikanya tabut sebagai daya tarik wisata budaya, sebab pemerintah selalu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
memberikan bantuan bagi mereka. Bantuan yang diberikan berupa gaji/upah dalam mengerjakan pembuatan tabut dan sebagai pelaksana tradisi. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Syaiful Hidayat. S.H (49 tahun). selaku sekertaris Kerukunan Keluarga Tabut (KKT), hasil wawancaranya sebagai berikut. tabut sebagai daya tarik wisata budaya kami sangat terbantu, sebab dahulunya sebelum ada campur tangan dari pemerintah kami harus meminta sumbangan untuk membeli peralatan pembuatan tabut seperti bambu, perlengkapan sesaji, dan kenduri. Sekarang hal tersebut tidak terjadi lagi, karena setiap tahunnya KKT menerima bantuan dari pemerintah, bahkan setiap anggota (wawancara, 18 November 2015). Dari pernyataan hasil wawancara tersebut di atas menunjukan bahwa pemerintah selalu memberikan bantuan kepada pihak pemangku tradisi yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Tabut (KKT). Bantuan diberikan berupa dana yang difungsikan untuk biaya oprasional pelaksanaan tabut. Dengan adanya bantuan pemerintah tersebut, pihak pemangku tradisi tidak lagi merasa kesulitan dalam menyediakan segala kebutuhan alat dan bahan-bahan yang diperlukan saat perlaksanaan festival budaya tabut. Pelaksanaan tabut yang telah dimodifikasi oleh pemerintah sebenarnya merupakan suatu keuntungan tersendiri bagi pihak pemangku tradisi yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) karena setiap tahunya pihak KKT selalu mendapatkan bantuan dari pemerintah. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Rustam Effendi S.Sos (54 tahun) selaku pewaris budaya tabut, hasil wawancaranya sebagai berikut. tabut sebagai daya tarik wisata budaya, membuat masyarakat Sipai selalu bergantung dari bantuan pemerintah. masih saya ingat dua atau tiga tahun yang lalu pihak KKT hanya melaksanaan tabut seadaanya saja, sebab ketika itu pemerintah mengalami kendala dalam mencairkan dana tabut. Saya menganggap pada dasarnya terselenggaranya tabut merupakan untung tahunan yang cukup menjanjikan yang tidak hanya dirasakan oleh orang-orang dari KKT tetapi juga dirasakn oleh pihak-pihak swasta seperti agen-agen perjalanan wisata di Provinsi (wawancara, 19 November 2015).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
Hal senada juga dituturkan oleh Krisna. S.ST.Par (36 tahun) selaku pengelolah Travel Agent Alesha Wisata Provinsi Bengkulu, hasil kutipan wawancaranya yaitu sebagai berikut: tabut menjadi daya tarik wisata, tentunya ini membuka peluang bagi kami selaku perusahaan yang bergerak dibidang agen perjalanan untuk menjual produk wisata budaya Bengkulu. Setiap tahunya banyak konsumen yang membeli paket wisata yang kami jual. Hampir dari semua konsumen merupakan wisatawan yang berasal dari luar Bengkulu seperti Jakarta, Bandung, bahkan sebagian ada wisatawan yang berasal dari luar negeri seperti Inggris, Malaysia, dan India untuk menyaksikan festival budaya tabut di Provinsi Bengkulu. Tentu hal ini membuat kami sebagai biro agen perjalanan wisata menjadi begitu bersemangat untuk memasarkan wisata budaya tabut (wawancara, 21 November 2015). Hasil wawancara yang dilakukan dari sejumlah responden tersebut di atas menunjukan bahwa, tabut secara tidak langsung telah dirasakan manfaatnya oleh semua kalangan masyarakat Bengkulu. Tradisi tabut menjadi sebuah keuntungan tersendiri bagi pelaku tradisi dan pihak perusahaan yang bergerak di bidang perjalanan wisata. Akibat dari komodifikasi tabut tersebut, membuat para agen perjalanan wisatawan mendapat banyak permintaan dari sejumlah wisatawan baik lokal maupun internasional untuk datang ke Bengkulu melihat ritual tabut. Dari hasil keseluruhan hasil menujukan bahwa adanya respon postif yang dirasakan dari sejumlah responden yang mengatakan bahwa, tabut merupakan untung tahunan yang mendatangkan banyak profit dalam membangun perekonomian masyarakat Bengkulu, walaupun para tokoh tabut yang masih memegang teguh ajaran Syekh burhanuddin memiliki respon negatif terhadap program pemerintah tersebut. Mereka tetap mengiginkan tabut dilakukan sesuai dengan makna yang pernah diajarkan oleh lehuhur yaitu lebih mengutamakan makna filosofi yang terkandung dalam bangunan tabut. 4.1.5 Dampak Komodifikasi Tabut Dari hasil temuan di lapangan, menunjukan bahwa tabut saat ini tidak lagi menjadi sebuah tradisi yang dahulunya dilakukan secara tertutup, akan tetapi sudah menjadi festival budaya yang lebih terbuka dalam menerima kemajuan dan perkembangan zaman, sehingga hal ini berdampak terhadapa nilai kesakralan dari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
tabut itu sendiri. Dari hasil penelitian yang dilakukan ada beberapa pergeseran nilai kesakralan tabut pada masa Orde Baru menuju era Reformasi ketika tabut dikomodifikasi oleh pemerintah menjadi daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu, yaitu meliputi (1) bentuk dan jenis bangunan tabut, (2) pelengkapan ritual tabut, dan (3) pelaksanaan ritual tabut. 1. Bentuk dan Jenis Bangunan Tabut Semenjak dilakukannya proses negosiasi antara pemerintah dan masyarakat Sipai dalam menjadikan tabut sebagai daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu, bangunan tabut saat ini tidak lagi berjumlah 2 buah bangunan yang terdiri dari tabut berkas dan tabut bangsal akan tetapi, ada penambahan jumlah tabut yang dibuat oleh pemerintah yakni bernama tabut pembangunan dan tabut kkt yang merupakan bangunan tabut yang secara khusus dibuat oleh pemerintah dengan tujuan untuk menambah jumlah atraksi tabut agar terlihat lebih banyak yang pada akhirnya akan menarik minat wisatawan untuk menyaksikan atraksi tabut ketika ditampilkan. Hal ini sejalan dengan apa yang dituturkan oleh Kepala Bidang Pengelolaan, Perencanaan, dan Pengembangan Wisata (P3W) Provinsi Bengkulu Bapak Suparhim.S.E (56 tahun). Hasil kutipan wawancaranya sebagai berikut. Iya tabut pembangunan dan tabut kkt merupakan salah satu trobosan dari kami Dinas Pariwisata untuk menambah jumlah atraksi pada tabut bangsal dan tabut berkas yang hanya berjumlah 2 tabut sakral saja kini menjadi 33 buah bangunan yang secara resmi ditampilkan saat pelaksanaan tradisi tabut. Ini kami lakukan sebagai sebuah strategi untuk menarik minat wisatawan untuk menyaksikan tabut . (wawancara, 20 November 2015). Hal senada juga dituturkan oleh Bapak Rustam Effendi. S.Sos (54 tahun) selaku pewaris budaya tabut, hasil wawancaranya sebagai berikut. Saya lihat bahwa tabut pembangunan dan tabut kkt tidak hanya sebagai trobosan untuk memajukan wisata budaya di Bengkulu saja, tetapi melalui tabut yang diusung pemerintah juga merupakan salah satu cara sebagai media pemersatu antara pemerintah dan orang-orang Sipai yang kini telah tergabung dalam KKT. Kenapa saya bilang seperti itu, karena melalui tabut pembangunan dan tabut kkt ini lah banyak orang yang berada diluar suku Sipai ikut serta terlibat dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
memiliki tradisi ini, sehingga tabut tidak hanya milik orang Sipai saja, akan tetapi juga milik seluruh masyarakat Bengkulu . (wawancara, 22 November 2015). Dari hasil wawancara kepada informan tersebut di atas menunjukan bahwa, adanya pergeseran jenis dan bentuk tabut pada saat sebelum dan sesudah dilakukan proses negosiasi antara pemerintah dengan pemangku tradisi. Jenis dan jumlah tabut sendiri pada masa sekarang berjumlah 33 buah. Jumlah 33 bangunan tabut tersebut, seluruhnya merupakan hasil komodifikasi yang telah disepakati antara kedua belapihak sebagai wujud keseriusan pemerintah dan pemangku tradisi dalam menjadikan tabut sebagai daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu. Kini bentuk dan jenis tabut lebih bervariasi mulai dari segi bentuk dan ukuran yang sangat sesuai untuk ditampilkan dalam event pariwisata budaya di Provinsi Bengkulu. Adapun pergeseran jenis dan bentuk tabut pada saat sebelum dan sesudah adanya proses negosiasi, seperti pada gambar 4.22 sebagai berikut.
Gambar 4.22 : Tabut Pembangunan Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015 Gambar 4.22 di atas merupakan salah satu contoh tabut yang dibuat oleh pemerintah yakni tabut pembangunan. Pembuatan tabut ini tujuanya tidak hanya untuk menambah jumlah daya tarik dari tabut sendiri, akan tetapi sebagai bentuk rasa memilikinya pemerintah terhadap tradisi yang dimiliki masyarakat Sipai. Gambar di atas merupakan salah satu dari 33 tabut yang dibuat oleh pemerintah, salah satunya adalah tabut pembangunan yang berasal dari BKKBN Provinsi Bengkulu. Jika kita kaitkan dengan tingkat keaslian dari bentuk dan jenis bangunan tabut pada masa Reformasi atau masa sekarang ini, baik tabut pembangunan maupun tabut kkt, sebenarnya secara esensial sudah kehilangan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
makna keasliannya semenjak telah dilakukan proses negosiasi antara pemerintah dan masyarakat Sipai. Bangunan tabut sebelum adanya proses negosiasi hanya memiliki 4 tingkatan yang hanya terbuat dari daun rumbia sebagai atap, bambu sebagi badan dan tulang atau kerangka tabut. ini sejalan dengan apa yang dituturkan oleh Ujang (42 tahun) salah seorang penjaga makam Syekh Burhanuddin atau yang lebih dikenal dengan nama Imam Senggolo, hasil wawancaranya sebagai berikut. Wah, kalau adek tanya tentang keaslian dari tabut sih sebenarnya sudah sangat tidak asli lagi, sebab setelah adanya kesepakatan antar pemerintah dengan suku Sipai. Bangunan tabut sudah dimodifikasi sedemikian rupa agar menarik untuk dilihat. Mengapa saya bilang begitu, tabut yang asli itu hanya memiliki 4 tingkatan dan hanya terbuat dari daun rumbia dan bambu yang melambangkan daging dan kulit manusia yang semuanya berasal dari saripatih nabi Adam. Bangunan tabut sakral hanya ada dua yaitu tabut berkas dan bangsal. Pada tabut bangsal adalah cerminan nabi Adam, sedangkan tabut bangsal adalah cerminan Siti Hawa. Kalau yang kita lihat sekarang bangunan tabut sangat indah dan memiliki banyak tingkatan serta bangunan tabut sudah terbuat dari kayu dan gips dengan dihiasin ornamen dan pernak pernik yang mencolok seperti lampu, bunga pelastik, dan kertas hias. Tradisi tabut tidak hanya dipandang untuk memperingati terbunuhnya cucu Nabi Muhammad saja akan tetapi ada ajaran ilmu tasawuf yang disampaikan oleh Syekh Burhanuddin dan banyak orang Bengkulu yang tidak tahu akan hal itu . (wawancara, 23 November 2015). Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada informan di atas menunjukan bahwa bentuk dan jenis tabut pada masa sekarang sudah jauh dari makna keasliannya sebab, bangunan tabut kkt maupun tabut pembangunan merupakan modifikasi dari hasil negosiasi yang telah disepakati antara pemerintah dan masyarakat Sipai yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) Provinsi Bengkulu. Bangunan tabut tidak hanya dipandang sebagai peti atau kotak untuk membawa potongan jasad Husain menuju Karbala, akan tetapi sebenarnya ada makna filosofi lain yang disampaikan oleh Syekh Burhanuddin yang merupakan tokoh pertama yang membawa tradisi ini ke Bengkulu, yaitu untuk menyampaikan dan mengajarkan ilmu tasawuf kepada masyarakat Bengkulu. Bangunan tabut yang asli hanya terdiri dari 4 tingkat yang kesemuanya terbuat dari bahan-bahan sederhana dan mudah didapat yakni untuk atap tabut hanya terbuat dari daun rumbia, sedangkan untuk badan tabut hanya terbuat dari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
bambu. Atap tabut yang terbuat dari daun rumbia sebenarnya melambangkan daging manusia, sedangkan badan tabut yang terbuat dari bahan bambu melambangkan tulang manusia. Semua unsur tersebut secara hakikat, berasal dari saripatih nabi Adam yang tercermin dari bangunan tabut sakral. Bangunan tabut sakral hanya ada dua yaitu tabut berkas dan bangsal. Pada tabut bangsal adalah cerminan nabi Adam, sedangkan tabut bangsal adalah cerminan Siti Hawa. Pada tingkatan tabut yang berjumlah 4 tersebut, juga bermakna sebagai perjalanan spiritual manusia dalam menjalankan perintah Allah S.W.T yang terdiri dari tingkatan pertama makrifat, tingkatan kedua hakikat, tingkatan ketiga tarikat, dan yang terakhir syariat, untuk lebih jelasnya tabut sakral dapat dilihat pada gambar 4.23 sebagai berikut.
Gambar 4.23 : Tabut Sakral Sumber: Dokumentasi Masyarakat Sipai 2015 Gambar 4.23 di atas merupakan replika atau gambaran bangunan tabut ketika belum dijadikan komodifikasi oleh pemerintah. Bangunan tabut pada masa Orde Baru masih sangat sederhana, tabut hanya terdiri dari 4 tingkatan 1 bagian tubuh dan 2 kaki. Atap tabut hanya terbuat dari daun rumbia. Daun rumbia dalam konsep ajaran tasawuf diibaratkan sebagai daging manusia. Tubuh atau kerangka tabut hanya terbuat dari bambu. Bambu sendiri dalam konsep ajaran tasawuf diibaratkan sebagai tulang manusia. Dalam konsep ilmu tasawuf sendiri, ada 4 tingkatan ilmu dalam agama Islam yaitu tingkatan pertama dalam tabut disebut
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
sebagai ilmu makrifat yaitu ilmu mengenal allah, tingkatan kedua disebut sebagai ilmu hakikat yaitu ilmu membersihkan hati, tingkatan ketiga disebut sebagai ilmu tarikat yaitu ilmu tentang jalan atau cara membersihkan hati, dan yang terakhir adalah ilmu syariat yaitu ilmu tentang sunah rasul yaitu segala sesuatu yang dikerjakan rasul seperti sholat, zakat, naik haji, puasa, dan hukum-hukum Islam atau segala sesuatu yang dapat didengar dan dilihat. Jika kita kaitkan antara bangunan tabut pada masa sekarang ini tentu hal ini sangat berbeda jauh dengan bentuk bangunan tabut pada saat belum menjadi produk komoditi wisata budaya. hal tersebut dapat dilihat dari gambar 4.24 sebagai berikut.
Gambar 4.24 : Bangunan Tabut Setelah Dilakukan Komodifikasi Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015 Dari gambar 4.24 di atas terlihat bangunan tabut pada masa sekarang yang dibuat oleh orang-orang Sipai tergabung dalam Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) sangat berbeda jauh dengan bentuk tabut saat sebelum dijadikan produk komoditas oleh pemerintah. Tampilan tabut dibuat sedemikian menarik untuk menarik wisatawan berkunjung ke Bengkulu. Bangunan tabut pada masa sekarang sudah menggunakan bahan-bahan modern yang tergolong mahal, sedangkan bentuk bangunan tabut yang pernah disampaikan oleh Syekh Burhanuddin masih sangat sederhana dengan mengunakan bahan yang sangat murah dan mudah di dapat, karena memang konsep ajaran tasawuf lebih menekankan pada manusia untuk hidup di dunia ini dengan sederhana dan tidak berlebih-lebihan. Maka dari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
itu, dapat disimpulkan bahwa bentuk dan jenis tabut pada masa sekarang sudah bergeser nilai kesakralannya dan keasliannya akibat dari komodifikasi yang dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan masyarakat Sipai yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Tabut (KKT). 2. Perlengkapan Ritual Tabut Dari hasil temuan di lapangan, menunjukan bahwa tabut pada masa Reformasi mengalami perubahan dari segi perlengkapan ritual. Proses perubahan ini terjadi akibat negosiasi yang dilakukan pada masa peralihan orde baru menuju era reformasi oleh pemerintah dan pemangku tradisi yaitu dijadikannya musik dhol dan tassa sebagai perlengkapan wajib dari ritual tabut. Keberadaan musik ini tidak hanya dipandang sebagai musik tradisional musik Bengkulu, melainkan sudah menjadi bagian dari prosesi ritual tabut yang tidak hanya memiliki fungsi sebagai
musik
pengiring
tabut
agar
menarik
hati
pengunjung
untuk
menyaksikannya, akan tetapi secara tidak langsung sebagai salah satu cara dan strategi yang dibuat oleh pemerintah untuk juga memperkenalkan musik tradisional asal Bengkulu ini agar dikenal masyarakat luas melalui tabut sebagai media promosi. Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh salah seorang pelaku seni asal Bengkulu, Hendri (43 tahun) hasil wawancarannya sebagai berikut. Musik tassa dan dhol bukan bagian dari tabut dahulunya. Musik itu adalah musik asli masyarakat Bengkulu yang telah dibuat secara sengaja oleh pemerintah agar tabut yang dipertontonkan lebih menarik wisatawan. Ya, bisa dibilang ini merupakan ajang dari pemerintah untuk memperkenalkan musik tradisional Bengkulu ini agar dikenal masyarakat luas melalui tabut . (wawancara, 23 November 2015). Dari hasil wawancara informan di atas menunjukan bahwa, dengan dimasukannya musik dhol dan tassa dalam prosesi ritual tabut membuat tradisi ini hanya dijadikan sebagai media tontonan yang menarik banyak pengunjung untuk menyaksikannya tanpa tahu bahwa tabut telah banyak mengalami perubahan kesakralan akibat masuknya musik dhol dan tassa. Dari hal tersebut sangat jelas bahwa perlengkapan ritual tabut dalam perkembangannya sampai dengan saat ini
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
sudah banyak mengalami perubahan yang menyebabkan prosesi ritual tabut telah mengalami pergeseran kesakralan dengan ditandai penambahan perlengkapan tabut yaitu keberadaan musik dhol dan tassa dalam setiap prosesi ritual tabut yang secara hakikat sebenarnya kedua musik tersebut bukan bagian dari ritual tabut. 3. Pelaksanaan Ritual Tabut Dari hasil temuan di lapangan menunjukan bahwa, pelaksanaan ritual tabut pada masa reformasi atau pada saat sekarang ini lebih diorientasikan untuk kepentingan pariwisata, sehingga banyak terjadinya pergeseran kesakralan dari ritual tabut yang tidak lagi sama dilakukan dalam bentuk aslinya. Adapun beberapa ritual tabut yang mengalami pergesaran nilai kesakralan dalam hal jadwal dan pelaksaan ritual yang berubah akibat program pemerintah menjadikan tabut sebagai daya tarik wisata budaya, yaitu sebagai berikut: 1. Ritual Ambik Tanah Ritual pertama dalam tradisi tabut yang telah mengalami pergeseran kesakralan akibat komodifikasi adalah ritual ambik tanah. Ritual ambik tanah saat ini dilakukan pada pukul 23.00 WIB dengan tujuan menarik minat media massa untuk meliput prosesi ritual ambik tanah, agar prosesi ini masuk dalam berita acara, sehingga ritual tabut dapat dikenal bagi masayarkat luas maupun wisatawan. Pernyataan tersebut senada dengan apa yang disampaikan oleh salah seorang informan Bapak I.r Syafril (56 tahun) selaku ketua Kerukunan Keluarga Tabut (KKT), hasil wawancaranya yaitu sebagai berikut: Ya, kami sekarang sudah terbiasa melakukan ritual ambik tanah jam 10 malam. Itu semua kami lakukan untuk mendukung program pemerintah. Jikalau dilakukan jam 12 malam media massa dan masyarakat sudah tidak lagi meliput dan menyaksikan ritual ambik tanah, karena waktu yang telah larut malam. Perubahan jadwal ini meurut saya cukup bagus dan efisien karena paling tidak dapat memperkenalkan kepada seluruh masyarakat bahwa tradisi ini tidak lagi hanya dimiliki oleh orang-orang Sipai saja akan tetapi sudah menjadi bagian dari tradisi . (wawancara, 21 November 2015). Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap informan di atas, menunjukan bahwa ritual ambik tanah setelah dilakukan komodifikasi tidak lagi dilaksanakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 91
pada pukul 00.00 WIB melainkan dilaksanakan pada pukul 23.00 WIB. Hal tersebut terjadi karena pemerintah bersama-sama masyarakat Sipai yang tergabung dalam KKT lebih mengutamakan permintaan wisatawan ketimbang mempertahankan nilai keaslian dari tradisi tabut. Permintaan wisatawan lebih diutamakan, karena merupakan salah satu tujuan yang hendak dicapai baik dari pemerintah maupun pemangku tradisi dalam komodifikasi tabut sebagai daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu. Perubahan jadwal pelaksanaan ritual ambik tanah dari hasil wawancara juga menunjukan respon positif. Mereka menganggap bahwa dengan adanya perubahan tersebut membuat masyarakat diluar suku Sipai juga ikut antusias menyaksikan prosesi ritual ambik tanah yang dilaksanakan di dua tempat yakni di Tanah Keramat Tapak Paderi dan Tanah Keramat Anggut di belakang Hotel Horison Kota Bengkulu. Ritual ini juga tidak hanya disaksikan oleh masyarakat di luar suku Sipai, akan tetapi wisatawan asing juga ikut menyaksikan ritual ini, bahkan ada media asing dan media nasional yang ikut meliput prosesi ritual ambik tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan salah seorang informan Kepala Bidang Pengelolaan, Perencanaan, dan Pengembangan Wisata (P3W) Provinsi Bengkulu Bapak Suparhim.S.E (56 tahun). Hasil kutipan wawancaranya sebagai berikut: Untuk tahun ini prosesi ambik tanah yang dilaksanakan berjalan dengan baik. Kami Dinas Pariwisata selaku penyandang dana, pelaksana kegiatan, organisasi pengawas, dan advokasi merasa sangat bangga karena ritual tabut yang awalnnya tidak diminati oleh masyarakat diluar Sipai kini setiap ritual tabut selalu ditunggutunggu oleh masyarakat, wisatawan dan media baik lokal, nasional, bahkan media luar negeri juga tidak ketinggalan untuk meliputi setiap prosesi-prosesi ritual tabut. Ini merupakan suatu kepuasan tersendiri dari kami Dinas Pariwisata yang sediki-demi sedikit telah berhasil dalam menjadikan tabut sebagai daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu . (wawancara, 22 November 2015). Hal senada juga dituturkan oleh salah seorang informan Bapak I.r Syafril (56 tahun) selaku ketua Kerukunan Keluarga Tabut (KKT), hasil wawancaranya yaitu sebagai berikut: Saya selaku ketua KKT sangat bangga dengan suksesnya festival budaya tabut tahun 2015 ini, walaupun saya harus akui adanya beberapa perubahan dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 92
pelaksanaan tradisi tabut seperti halnnya ritual ambik tanah yang jadwalnya sedikit dimajukan karena kami mengikuti permintaan pemerintah. Tapi menurut saya itu tidak masalah asalkan pelaksanaan dan prosesi ritual tidak berubah. Masalahnya hanya terletak pada perubahan jadwalnya saja . (wawancara, 21 November 2015). Dari hasil wawancara yang dilakukan dari kedua informan di atas menunjukan bahwa perubahan jadwal pelaksanaan pada prosesi ritual ambik tanah memiliki banyak pengaruh terhadap kemajuan tradisi tabut ke arah daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu, hal ini tampak dari sejumlah respon positif yang dituturkan informan. 2. Ritual Duduk Penja Ritual duduk penja merupakan ritual kedua dalam tradisi tabut. Dari hasil penelitian yang dilakukan, adanya tokoh politik yang datang ke KKT. Kedatangan tokoh politik tersebut disambut baik oleh Kerukunan Keluarga Tabut (KKT), bahkan pihak KKT melakukan penyambutan secara istimewa dengan mengadakan jamuan terhadap tokoh politik tersebut dengan diiringi tabuhan musik dhol dan tassa. Hal ini sesuai dengan pernyataan salah seorang informan Bapak Syaiful Hidayat. S.H (49 tahun) selaku sekertaris Kerukunan Keluarga Tabut (KKT), hasil wawancaranya sebagai berikut. Memang sudah ada pemberitahuan sebelumnya bahwa tim sukses dari calon Gubernur Bapak Ridwan Mukti akan bersilahturami ke kantor KKT. Kami pihak KKT sangat merasa terhormat sekali atas kedatangan belian pada hari kedua tradisi tabut tepatnya pada rirual duduk penja. Kami menganggap bahwa Bapak Ridwan Mukti merupakan orang yang bukan berasal dari Bengkulu, akan tetapi beliau cukup antusias mempromosikan tabut menjadi festival budaya ke tingkat nasional, maka dari itu kami menyambutnya dengan baik . (wawancara, 24 November 2015). Dari hasil wawancara tersebut menunjukan bahwa para pemangku tradisi yakni Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) menyambut baik kedatangan tokoh politik tersebut yang mencalonkan diri sebagai Gubernur Provinsi Bengkulu, bahkan pemangku tradisi merasa sangat bangga akan kehadiran calon Gubernur ke kantor KKT, sehingga pihak KKT merasa organisasi mereka begitu mendapat sorotan oleh pejabat-pejabat pemerintah. Kedatangan calon Gubernur tersebut
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 93
adalah untuk bersilahtuhrahmi, sekaligus menyampaikan dukungannya terhadap pengembangan tradisi tabut menjadi daya tarik wisata budaya yang memiliki nilai jual bagi wisatawan asing, bahkan apabila terpilihnya calon Gubernur tersebut, tidak menutup kemungkinan tabut akan dipromosikan sampai keluar negeri. Berikut adalah hasil wawancara yang dilakukan oleh calon Gubernur Provinsi Bengkulu yaitu Bapak DR. Ridwan Mukti, M.M, (44 tahun) sebagai berikut: Ya, saya sangat senang dan terhormat sekali dapat diterima untuk hadir dalam menyaksikan salah satu bagian dari ritual tabut dan saya juga sangat senang pihak Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) menyambut baik kedatangan saya. Tradisi tabut menurut saya adalah satu tradisi yang tetap dipertahankan oleh masyarakat Bengkulu sampai sekarang ini. Nama tabut cukup terdengar di Sumatera Selatan, ketika itu saya masih menjadi Bupati Musi Rawas, maka dari itu saya bertekad sekali apabila saya terpilih menjadi Gubernur Bengkulu, saya akan mengembangkan tradisi tabut ini menjadi ikon pariwisata Bengkulu yang dapat memberi manfaat secara ekonomi bagi kesejahteraan masyarakat Bengkulu dan mempromosikannya sampai ke luar negeri, karena memang sektor pariwisata merupakan fokus kinerja utama saya di Bengkulu nanti . (wawancara, 17 Oktober 2015). Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh salah seorang informan tersebut di atas menunjukan bahwa, tradisi tabut akan tetap dikembangkan menjadi daya tarik wisata budaya. Maka dari itu, tidak heran jika masyarakat Sipai yang tergabung dalam KKT cukup antusias menyambut salah seorang calon Gubernur tersebut, karena apabila terpilihnya tokoh politik tersebut menjadi Gubernur Provinsi Bengkulu, maka fokus kinerja pertama beliau adalah mengembangkan dan mempromosikan tradisi tabut menjadi daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu. Berikut adalah gambar 4.25 yaitu kedatangan calon Gubernur Bengkulu Bapak DR. Ridwan Mukti, M.M., yaitu sebagai berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 94
Gambar 4.25 : Kehadiran Tokoh Politik Pada Saat Ritual Duduk Penja Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015 Gambar 4.25 tersebut di atas, terlihat bahwa kedatangan salah seorang calon Gurbenur Provinsi Bengkulu disambut baik oleh ketua KKT dengan diiring musik dhol dan tassa yang dimainkan oleh remaja-remaja Sipai. Tidak hanya itu, remaja-remaja Sipai juga menggunakan atribut-atribut kampanye berupa pakaian yang mengacu kepada salah seorang nama tokoh politik yang mereka minati yakni calon Gubernur Bengkulu Bapak DR. Ridwan Mukti, M.M. Hal tersebut dapat dilihat dari gambar 4.26 berikut ini.
Gambar 4.26 : Suku Sipai Ikut Berpartisipasi Dalam Kampanye Politik Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015 Gambar 4.26 tersebut di atas juga menunjukan bahwa masyarakat Sipai dalam perkembangannya sudah semakin terbuka terhadap segala pengaruh yang masuk, tidak hanya pengaruh dalam kehidupan berekonomi saja, melainkan berpengaruh juga dalam kehidupan berpolitik, bahkan dalam anggota KKT sendiri ada yang menjadi tim sukses dari salah satu pasangan calon Gubernur tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 95
Kedatangan calon Gubernur tersebut ke KKT, tentu saja secara tidak langsung merubah jadwal pelaksanaan ritual duduk penja yang seharusnya dilaksanakan pada pukul 15.30 WIB sehabis sholat ashar, pada akhirnya ritual ini dilaksanakan pada pukul 17.00 WIB. Kepentingan politik lebih diutamakan pihak KKT tanpa berpikir bahwa secara esensial ritual duduk penja telah mengalami pergeseran nilai kesakralan dari apa-apa yang telah ditentukan sebelumnya. 3. Ritual Arak Penja dan Arak Seroban Saat sebelum dilakukan komodifikasi ritual arak penja dan arak seroban oleh masyarakat Sipai dilaksanakan di lapangan terbuka pada sore hari pada pukul 15.30 WIB, tetapi setelah dilakukan komodifikasi oleh pemerintah ritual ini dilaksanakan pada malam hari. Pernyataan tersebut, sejalan dengan apa yang disampaikan oleh, Bapak Badrun (68 tahun) salah seorang tokoh adat tabut, hasil wawancaranya sebagai berikut. Dulu, ritual arak penja dan arak seroban kami laksanakan secara serentak di satu tempat, yaitu pada sore hari habis sholat ashar di lapangan terbuka. Tapi saya juga tidak tahu kenapa saat sekarang ini pelaksanaan kedua ritual ini berbeda. Ritual arak penja dan arak seroban tidak dilaksanakan secara serentak dan pelaksanaanya pun dilaksanakan tidak sore hari. Iya, itu semua yang atur orangorang KKT. Jadi mau bagaimana lagi soalnya mereka yang mempunyai otoritas resmi dari pemerintah untuk melaksanakan ritual tabut . (wawancara, 24 November 2015). Dari hasil wawancara yang dilakukan tersebut di atas, menunjukan bahwa ritual arak penja dan arak seroban sebelum dilakukan komodifikasi ritual ini dilakukan secara serentak di tempat dan waktu yang sama yaitu pada sore hari namun, dalam perkembanganya, pemerintah bersama-sama dengan masyarakat Sipai yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) mengubah sistem lama tersebut dengan tujuan agar ritual ini dapat dikombinasikan dengan acara hiburan lainnya, sehingga dapat disaksikan oleh seluruh masyarakat Bengkulu. Untuk mendukung itu semua pemerintah menyediakan panggung khusus bagi pemangku tradisi yakni pihak KKT dalam menjalankan prosesi ritual arak penja dan arak seroban agar dapat disaksikan masyarakat dan wisatawan secara langsung, seperti yang terlihat pada gambar 4.27 berikut ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 96
Gambar 4.27 : Panggung Pelaksanaan Ritual Arak Penja dan Arak Seroban Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015 Gambar 4.27 di atas menunjukan bahwa ritual arak penja dan arak seroban yang biasanya hanya dilakukan di lapangan terbuka, kini setelah dilakukan komodifikasi oleh pemerintah, pelaksanaan ritual arak penja dan arak seroban dalam praktiknya dilaksanakan di panggung megah
yang bernuansa modern
dengan penataan lampu dan perlengkapan yang lengkap. Hal ini sesuai dengan pernyataan salah seorang informan Kepala Bidang Pengelolaan, Perencanaan, dan Pengembangan Wisata (P3W) Provinsi Bengkulu Bapak Suparhim.S.E (56 tahun). Hasil kutipan wawancaranya sebagai berikut. Memang ada beberapa ritual dari tradisi tabut yang kami ubah. Tentu, hal tersebut kami rundingkan terlebih dahulu bersama dengan orang-orang KKT. Salah satu dari ritual yang kami ubah tersebut ialah ritual arak penja dan arak seroban. Kedua ritual ini kami jalankan secara bersama-sama dalam waktu dan tempat yang sama. Hal ini kami lakukan dengan tujuan untuk lebih memperkenalkan kepada masyarakat tentang ritual-ritual yang ada dalam tradisi tabut, makanya kami menyediakan panggung khusus agar ritual ini dapat disaksikan secara langsung dan menarik . (wawancara, 25 November 2015). Hal senada juga sama dituturkan oleh salah seorang informan yaitu Bapak Ir. Syafril (56 tahun) selaku ketua Kerukunan Keluarga Tabut (KKT), hasil wawancaranya yaitu sebagai berikut: Kami orang-orang KKT sangat menyambut baik dengan di ubahnya ritual arak penja dan arak seroban menjadi satu rangkaian yang dilaksanakan secara bersamaan dalam waktu dan tempat yang sama. Kami sebagai pelaku tradisi merasa sangat puas dengan kinerja pemerintah dengan cara menyediakan segala fasilitas yang lengkap, bahkan bapak Gubernur Junaidi hadir dalam menyaksikan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 97
ritual ini dan banyak sekali media yang meliput, baik media lokal maupun nasional . (wawancara, 24 November 2015). Dari hasil wawancara tersebut sangat jelas bahwa, perubahan tradisi tabut khususnya pada ritual arak penja dan arak seroban ditanggapi secara positif oleh pemangku tradisi dan pemerintah, sebab dengan adanya perubahan jadwal dan tempat pelaksanaan ritual membuat tradisi tabut semakin dikenal secara luas oleh masyarakat Bengkulu karena, ritual arak penja dan arak seroban dapat menjadi sebuah suguhan dan tontonan yang menarik bagi masyarakat dan wisatawan yang datang ke Provinsi Bengkulu untuk menyaksikan tahapan ritual tabut. Berikut adalah gambar 4.28 yang menunjukan perubahan kesakralan dari ritual arak penja dan arak seroban.
Gambar 4.28 : Pergeseran Kesakralan Ritual Arak Penja dan Arak Seroban Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015 Gambar 4.28 tersebut di atas terlihat bahwa, ritual arak penja dan arak seroban dilakukan secara bersamaan yaitu, meliputi waktu dan tempat yang telah ditentukan dan disepakati antara pemerintah dan pihak KKT. Bagian dari ritual tabut ini tidak lagi dilaksanakan secara tertutup. Cara ini di anggap lebih efektif sebagai salah satu strategi untuk menarik minat masyarakat menyaksikan tabut. Hal ini terbukti, dengan semakin antusiasnya warga Bengkulu hadir di malam festival tabut, karena banyak hiburan unik dan menarik yang dipadukan dalam prosesi ritual tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 98
4. Ritual Arak Gedang Tempat dan pelaksanaan ritual arak gedang pada masa sekarang ini sangat jauh berbeda pada masa saat belum dilakukan komodifikasi oleh pemerintah. Bangunan tabut yang dibawa pada masa sekarang berjumlah 33 buah tabut yang dibuat oleh masyarakat Sipai yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Tabut (KKT). Bangunan tabut yang berjumlah 33 buah tersebut sebenarnya dalam praktiknya juga telah mengikuti selera pasar yaitu bahan pembuatan bangunan tabut tidak lagi menggunakan bambu dan daun rumbia akan tetapi, telah menggunakan alat dan bahan yang lebih modern dan menarik. Pernyataan tersebut di atas sejalan dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh Bapak Badrun (68 tahun) salah seorang tokoh adat tabut, hasil wawancaranya sebagai berikut. Bangunan tabut yang di arak gedang pada masa sebelum adanya campur tangan pemerintah yaitu pihak Dinas Pariwisata yaitu, hanya berjumlah dua buah saja yaitu tabut induk, itu pun terbuat dari bambu dan daun rumbia bukan terbuat dari kayu dan tidak diberi hiasan atau manik-manik dalam bangunan tabut, seperti awal mula makna tabut yang pernah disampaikan atau diajarkan oleh Syekh Burhannudin kala itu. Tapi sekarang, bangunan tabut yang di arak gedang lebih dari dua yaitu berjumlah 33 buah yang dibuat oleh pihak KKT. Ya, ini tentu menurut saya sebagai bentuk upaya pihak KKT dalam menjalankan program pemerintah dalam menjadikan tabut sebagai daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu . (wawancara, 24 November 2015). Dari hasil wawancara tersebut di atas, menunjukan bahwa ritual arak gedang pada tradisi tabut telah mengalami pergeseran nilai kesakralan. Bangunan tabut yang di arak gedang tidak lagi berjumlah dua buah tabut induk saja, akan tetapi berjumlah 33 bangunan, yaitu tabut kkt dan tabut pembangunan yang ditampilkan secara bersama-sama dalam ritual arak gedang. Hal ini tentu secara tidak langsung dapat menarik minat masyarakat Bengkulu, walaupun pelaksanaan yang dilakukan tersebut tidak lagi sesuai lagi dengan aslinya. Hal ini sesuai dengan pernyataan oleh salah seorang informan Kepala Bidang Pengelolaan, Perencanaan, dan Pengembangan Wisata (P3W) Provinsi Bengkulu Bapak Suparhim.S.E (56 tahun). Hasil kutipan wawancaranya sebagai berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 99
Dalam ritual arak gedang, tabut yang ditampilkan tidak hanya tabut sakral saja, akan tetapi kami selaku Dinas Pariwasata dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu juga ikut berpartisipasi dalam ritual arak gedang yaitu kami juga menampilkan tabut pembangunan dan tabut kkt di ritual tersebut, sehingga tabut yang ditampilkan berjumlah 33 buah bangunan. Itu kami lakukan sebagai bentuk kepedulian pemerintah terhadap tradisi yang dimiliki oleh masyarakat Sipai. Tidak hanya itu dengan dibuatnya tabut pembangunan dan tabut kkt membuat semakin meriahnya ritual arak gedang dengan kami kombinasikan dengan hiburan lainya seperti aneka macam perlombaan telong-telong, ikan-ikan, dan lomba-lomba yang bernuansa islamiah. Dengan cara ini secara tidak langsung akan menarik minat masyarakat Bengkulu untuk hadir menyaksikan ritual arak gedang tersebut . (wawancara, 26 November 2015). Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh informan tersebut menunjukan bahwa ritual arak gedang kini telah mengalami banyak perubahan. Ritual ini baik dalam pelaksanaan dan tempatnya sudah tidak lagi sama dilakukan saat sebelum dilakukan komodifikasi oleh pemerintah melaui Dinas Pariwisata dalam menjadikan tabut sebagai daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu. Berikut adalah gambar 4.29 yang menunjukan perubahan kesakralan dari ritual arak gedang.
Gambar 4.29 : Tabut KKT dan Pembangunan Ditampilkan Bersamaan Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015 Gambar 4.29 tersebut menunjukan bahwa tabut yang masuk dalam ritual arak gedang tidak hanya tabut sakral saja, akan tetapi pemerintah melalui juga ikut berpartisipasi dalam ritual ini melalui tabut pembangunan dan tabut kkt dengan tujuan untuk menambah jumlah tabut dalam ritual arak gedang, sehingga tabut yang ditampilkan lebih bervariatif. Dengan cara seperti ini, tentu secara tidak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 100
langsung dapat menarik wisatawan maupun masyarakat lokal untuk datang menyaksikan ritual ini. 5. Ritual Arak Tabut Sebelum dilakukan komodifikasi oleh pemerintah, arak tabut hanya terdiri dari dua bangunan tabut sakral saja yang dibuang, tapi setelah dilakukan komodifikasi jumlah tabut yang dibuang berjumlah 20 buah bangunan yang dibawa ke pembuangan yang kesemuanya adalah tabut pembangunan dan tabut kkt yang merupakan bangunan tabut hasil dari ciptaan pemerintah. Pernyataan tersebut, sejalan dengan apa yang disampaikan oleh, Bapak Badrun (68 tahun) salah seorang tokoh adat tabut, hasil wawancaranya sebagai berikut. Iya hanya dua bangunan tabut sakral yang di arak ke pembuangan. Tapi, sekarang anda lihat sendiri jumlah tabut yang dibuang berjumlah 20 buah bangunan tabut yang kesemuanya merupakan hasil buatan pemerintah yakni tabut pembangunan dan tabut kkt. itu semua mereka lakukan untuk menarik minat masyarakat dan wisatawan untuk menyaksikan ritual ini, sehingga para KKT dan pemerintah sepakat dalam ritual ini, tabut yang di arak akan melewati jalan-jalan utama Kota Bengkulu dengan alasan agar ritual ini mendapat perhatian dari media untuk diliput . (wawancara, 24 November 2015). Hal senada juga sama dituturkan oleh salah seorang informan yaitu Bapak Umar (44 tahun) warga Kota Bengkulu, hasil wawancaranya yaitu sebagai berikut: Bangunan tabut yang di arak melewati pusat Kota Bengkulu, akibatnya jalan S. Parman macet total. Belum ditambah lagi banyak pedagang yang berjualan disekitar jalan utama. Bagaimana ya, sedikit menganggu sih, karena banyak jalan juga yang ditutup oleh polisi lalu lintas demi mempermudah proses arakan tabut menuju ke pembuangan. Ya, yang sangat saya sesalkan, setiap proses arakan banyak kabel-kebel yang seenaknya mereka putuskan, karena mereka anggap kabel-kabel tersebut menghalangi jalanya tabut. Kami tidak bisa berbuat apa-apa mas. Petugas kepolisian pun hanya diam dan melihat-lihat saja . (wawancara, 27 November 2015). Dari hasil wawancara yang dilakukan kedua informan tersebut di atas, menunjukan bahwa proses arakan saat ini di arak/bawa melewati jalan-jalan utama Kota Bengkulu, padahal dahulunya proses arak tabut dilakukan di jalan-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 101
jalan yang justru tidak ramai, dengan tujuan untuk menghindari kerumunan orangorang yang dapat menghambat proses arak tabut. Perubahan proses arak tabut tersebut terjadi karena pemerintah bersama masyarakat Sipai yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) menginginkan agar tradisi tabut ini dapat disaksikan oleh seluruh masyarakat Provinsi Bengkulu, walaupun hal ini justru banyak mendapat keluhan dari masyarakat sekitar Kota Bengkulu khususnya warga yang memiliki toko disepanjang jalan S.Parman. Masyarakat mengeluhkan banyaknya kabel-kebel yang diputus secara paksa oleh orang-orang Sipai yang dapat menghambat jalannya tabut menuju ke pembuangan. Berikut adalah gambar 4.30 yaitu suasana macet akibat dari ritual arak tabut di sepanjang Kota Bengkulu.
Gambar 4.30 : Suasana Macet Akibat Ritual Arak Tabut Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015 Gambar 4.30 terlihat bahwa ritual arak tabut membuat jalan utama Kota Bengkulu macet total, belum ditambah lagi banyaknya pedagang asongan yang berbondong-bondong menjajakan dagangan mereka saat proses arak tabut dilaksanakan. Hal ini tentu memberikan keuntungan tersendiri bagi masyarakat Bengkulu yang berpropesi sebagai pedagan. Hal ini sesuai dengan wawancara yang dilakukan Bapak Asep (43 Tahun) berprofesi sebagai pedagang siomay yaitu sebagai berikut: Wah, iyak dik lumayan sekali pendapatan saya bertambah dengan berjualan di jalan S. Parman ini, karena disini banyak orang-orang yang lagi menunggu tabut
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 102
di arak. Selagi menunggu mereka juga menikmati jajanan yang ada di sini. Syukur alhamdulilah rezeki saya lumayan lah . (wawancara, 13 Oktober 2015). Dari hasil wawancara tersebut menunjukan bahwa para pedagang merasakan dampak positif akibat dari perubahan pelaksanakan ritual arak tabut di jalan utama Kota Bengkulu, walaupun ada sebagian masyarakat Kota Bengkulu terutama para pengusaha dan pemilik toko yang mengeluhkan pelaksanaan arak tabut tersebut karena dapat menganggu ketertiban umum. 6. Ritual Tabut Tebuang Ritual tabut tebuang seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya merupakan kegiatan membuang bangunan tabut pada tempat khusus yang telah ditentukan yaitu di laut tepatnya di objek wisata Pantai Panjang di Provinsi Bengkulu. Pernyataan ini sesuai dengan penuturan informan yang disampaikan oleh Bapak Badrun (68 tahun) salah seorang tokoh adat tabut, hasil wawancaranya sebagai berikut. Tradisi tabut dahulunya dibuang dan dihanyutkan di laut oleh kami selaku masyarakat Sipai, tapi setelah adanya larangan dari pemerintah kota untuk tidak membuang tabut disana karena dapat mengotori laut di objek wisata pantai panjang, membuat kami mencari alternatif lain dalam membuang tabut . (wawancara, 24 November 2015). Pernyataan informan tersebut di atas, sangat jelas bahwa tabut dahulunya dibuang di laut tepatnya di objek wisata pantai panjang, namun setelah adanya komodifikasi terhadap tabut yang dilakukan pemerintah membuat tempat pelaksanaan pembuangan tabut diubah di makam Syekh Burhanuddin sebagai tempat pembuangan tabut. Pernyataan tersebut di atas sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Bapak I.r Syafril (56 tahun) selaku ketua Kerukunan Keluarga Tabut (KKT), hasil wawancaranya yaitu sebagai berikut: Ya memang pemilihan pembungan tabut sudah kami rudingkan terlebih dahulu bersama tokoh adat dalam rapat KKT, dari hasil rapat kami semua sepakat bahwa ritual tabut tebuang akan dilaksanakan di makam Syekh Burhanuddin, karena dianggap sebagai tokoh yang sangat berpengaruh terhadap tradisi tabut. Saya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 103
selaku ketua KKT tidak mempermasalahkan hal tersebut, yang paling utama bagi kami selaku KKT adalah tetap melaksanakan ritual, masalah tempat dan dimanapun dilaksanakan ritual bagi kami tidak menjadi soal. Kami sebagai warga Bengkulu akan merasa terhormat jika kami dapat melaksanakan amanah dari pemerintah. Lagi pula pemindahan pembuangan tabut ke makam Syekh Burhanuddin juga merupakan langkah yang tepat, karena kami tidak perlu lagi berjalan sangat jauh menuju laut Bengkulu. di makam Syekh Burhanuddin kami dapat memperkenalkan tabut kepada masyarakat luas, karena keberadaan makam berada tidak jauh dari pusat kota Bengkulu yang berpenduduk padat (wawancara, 27 November 2015). Dari pernyataan informan tersebut di atas menunjukan bahwa perubahan tempat pelaksanaan ritual tabut tebuang telah dipikirkan secara matang oleh pihak KKT dan pemerintah. Perubahan tempat ritual bagi masyarakat tidak menjadi masalah yang besar bagi Kerukunan Keluarga Tabut (KKT), bagi mereka dapat memuluskan program pemerintah saja sudah menjadi kebangaan tersendiri. Perubahan tempat pelaksanaan ritual tabut tebuang di makam Syekh Burhanuddin, memiliki nilai positif tersendiri bagi masyarakat Sipai yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) karena keberadaan makam yang berlokasi tidak jauh dari pusat Kota Bengkulu yang secara tidak langsung dapat meransang minat warga Bengkulu untuk menyaksikan ritual tabut tebuang. Berikut adalah gambar 4.31 yaitu perubahan tempat pelaksanaan ritual tabut tebuang di makam Syekh Burhanuddin.
Gambar 4.31 : Lokasi Pembuangan Tabut di Makam Syekh Burhanuddin Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015 Gambar 4.31 di atas, merupakan tempat/lokasi dilaksanakannya ritual tabut tebuang yang telah disepakati oleh pemerintah dan pemangku tradisi yakni
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 104
masyarakat Sipai yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) Provinsi Bengkulu. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa adanya dua makam yang saling berdampingan, makam di sebelah kanan merupakan makam dari Syekh Burhanuddin yaitu pelopor pertama dari tradisi tabut di Provinsi Bengkulu, sedangkan makam di sebelah kiri merupakan istri dari Syekh Burhanuddin. Area pemakaman inilah yang dijadikan tempat pembuangan tabut oleh KKT dan pemerintah yang kemudian diberi nama sebagai pemakaman Padang Karbala. Area pemakaman ini berada tidak jauh dari pusat Kota Bengkulu, sehingga proses ritual tabut tebuang lebih mudah dilakukan. Perubahan tempat pembuangan tabut yang semula dibuang di laut, kini dibuang di makam Syekh Burhanuddin mengakibatkan terjadinya perbedaan pelaksanaan ritual, yaitu pembuangan tabut hanya dijadikan sebagai simbol yang dalam pelaksanaanya sekarang tidak secara nyata dibuang. Hal ini sejalan dengan apa yang dituturkan oleh Ujang (42 tahun) salah seorang penjaga makam Syekh Burhanuddin, hasil wawancaranya sebagai berikut. Bangunan tabut yang dibuang di sini, hanya sebagai simbol aja dik. Bangunan tabut ini akan di ambil lagi oleh KKT dan dibawa pulang. Rugi lah dik, kalau dibiarkan di sini saja. Bangunan tabut yang di buang di makam Syekh Burhanuddin berbeda dengan tabut yang dulu dibuang dilaut. Bangunan tabut sekarang kan mengunakan bahan-bahan dan material yang mahal dan jumlahnya banyak, sedangkan tabut dulu kan hanya 2 tabut induk itupun hanya terbuat dari bambu dan daun rumbia. Jadi tidak heranlah jika tabut yang dibuang di makam kemudian di bawa pulang lagi. Ya, itung-itung orang-orang KKT tidak susahsusah buat yang baru lagi, hanya meronovasi ulang. menurut saya, ya ada baiknya sih. Coba adik bayangkan jika bangunan tabut ini tidak di ambil lagi, wah bisa menumpuk dong bangunan tabut di makam dan tentu secara tidak langsung dapat mengotori makam keramat Syekh Burhanuddin yang di anggap seorang ulama besar yang memiliki banyak pengaruh dalam berkembangnya tradisi tabut di (wawancara, 24 November 2015). Dari penuturan informan di atas, menunjukan bahwa ritual tabut tebuang hanya dijadikan simbol saja oleh pemangku tradisi. Bangunan tabut tidak benarbenar dibuang dengan alasan, yaitu dikawatirkan bangunan tabut akan menumpuk di area komplek pemakaman yang tentu secara tidak langsung dapat mengotori makam Syekh Burhanuddin. Alasan ini sebenarnya membuka peluang bagi para pemangku tradisi yakni masyarakat Sipai yang tergabung dalam Kerukunan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 105
Keluarga Tabut (KKT) dapat secara penuh membawa pulang banguan tabut untuk disimpan guna persiapan tradisi tabut di tahun berikutnya. Pernyataan tersebut diperkuat dari hasil wawancara yang dikemukakan oleh Elina Mahjudin S.Sos (56 tahun) selaku Kepala Seksi Pengelolaan, Perencanaan, dan
Pengembangan
Wisata
(P3W)
Provinsi
Bengkulu.
Hasil
kutipan
wawancaranya sebagai berikut. Ini sebenarnya menurut saya sudah menjadi masalah klasik, karena semenjak terjadinya perubahan tempat pelaksanan ritual tabut tebuang yang semula dibuang di laut, kini dibuang di Karbala membuat pihak KKT semakin banyak tingkah. Kami pihak pemerintah mengeluarkan dana yang cukup besar dalam pembuatan tabut, akan tetapi pihak KKT seringkali menggunakan kerangka bangunan lama untuk dijadikan tabut kembali. Ya,bisa dibilang hanya direnovasi ulang saja. Menurut saya ini tidak baik. Padahal setiap tahunnya dana yang dikeluarkan dalam pembuatan tabut terus meningkat tapi, ya mau bagaimana lagi kami selaku pemerintah hanya bisa mengontrol dari jauh dan semuanya kembali pada KKT. Masalah ini kami tidak dapat berbuat banyak demi menjaga hubungan baik kami dengan pihak KKT, agar program tabut sebagai daya tarik wisata budaya dapat (wawancara, 28 November 2015). Dari hasil wawancara tersebut menunjukan bahwa peran pemerintah dalam mengontrol setiap dana yang dikeluarkan dalam pembuatan tabut masih sangat lemah. Lemahnya pengawasan dari pemerintah ini, membuat pemangku tradisi yakni masyarakat Sipai yang tergabung dalam Kerkunan Keluarga Tabut (KKT) sering kali memanfaatkan peluang dari ritual tabut tebuang guna mendapatkan keuntungan secara finansial, yaitu dengan cara memanfaatkan kembali bangunan tabut. Bangunan tabut setiap melakukan ritual tabut tebuang biasanya oleh pihak Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) di ambil kembali untuk digunakan dalam festival tabut di tahun selanjutnya, sehingga pihak Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) hanya memodifikasi ulang bangunan. Dapat disimpulkan bahwa kerangka bangunan tabut yang ditampilkan setiap tahunya merupakan kerangka bangunan. Pihak Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) hanya memodifikasi tampilan luar saja baik dari ornamen hias, seperti bunga, tulisan kaligrafi, dan tampilan warna cat pada bangunan tabut. Berikut adalah gambar 4.32 yaitu ritual tabut tebuang yang hanya digunakan sebagai simbol oleh para pemangku tradisi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 106
Gambar 4.32 : Kerangka Tabut di Ambil Kembali Oleh Pihak KKT Sumber: Dokumentasi Yudhi Susanto 2015 Gambar 4.32 tersebut di atas, merupakan bukti bahwa ritual tabut tebuang dalam pelaksanaanya tidak benar-benar dibuang, sebagian bahan/material yang masih bisa digunakan pada bangunan tabut oleh Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) diambil kembali dengan menggunakan jasa angkutan roda empat. Dari penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan secara keseluruhan pergeseran nilai kesakralan yang terjadi dari pelaksanaan ritual tabut setelah dilakukan komodifikasi, dapat dilihat dari tabel 4.4 berikut ini. Tabel 4.4 Pergeseran Nilai Kesakralan Bentuk Ritual Tabut No 1 2 3 4 5 6 7
Ritual
Waktu
Pergeseran Kesakralan Tempat Pelaksanaan
Ambik Tanah Duduk Penja Arak Penja Arak Seroban Arak Gedang Arak Tabut Tabut Tebuang Sumber: Data Primer di olah Yudhi Susanto 2015 Tabel 4.4 tersebut di atas, merupakan garis besar dari prosesi ritual tabut di
Provinsi Bengkulu yang dalam perkembangannya telah mengalami pergeseran nilai kesakralan akibat dari komodifikasi tabut sebagai daya tarik wisata budaya yang dilakukan oleh pemerintah bersama-sama masyarakat Sipai yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) di Provinsi Bengkulu, yaitu meliputi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 107
ambik tanah, duduk penja, arak penja, arak seroban, arak gedang, arak tabut, dan tabut tebuang, sedangkan ritual yang masih terjaga nilai kesakralannya yaitu ritual meradai, gham, dan tabut naik puncak. 4.2 Pembahasan Dalam bab ini, uraian lebih kepada analisis mengenai masalah-masalah yang ditemukan dari hasil penelitian lapangan terkait dengan data-data yang menjadi fokus pembahasan yakni (1) proses komodifikasi tabut sebagai daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu, (2) respon pemangku tradisi dan masyarakat terhadap komodifikasi tabut sebagai daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu, dan (3) dampak komodifikasi terhadap nilai kesakralan tabut sebagai daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu. Untuk mendapatkan pemahaman yang berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam analisis pembahasan digunakan teori komodifikasi dan strukturasi. 4.2.1 Proses Komodifikasi Tabut Sebagai Daya Tarik Wisata Budaya di Provinsi Bengkulu Komodifikasi adalah sebuah proses menjadikan sesuatu yang sebelumnya bukan komoditi sehingga menjadi komoditi (Piliang, 2011:21). Proses komodifikasi tabut sebagai daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu seperti yang telah dijelaskan di hasil temuan penelitian, terjadi dalam dua tahap yakni (1) komodifikasi pada masa Orde baru dan (2) pada masa Reformasi. Tahapan inilah yang membentuk tradisi tabut oleh masyarakat Sipai menjadi produk wisata budaya di Provinsi Bengkulu. Pengembangan tabut menjadi daya tarik wisata budaya merupakan program yang dibuat secara sengaja oleh Dinas Pariwisata sebagai sebuah strategi menarik partisipasi pemangku tradisi yakni masyarakat Sipai untuk secara bersama-sama mendukung kebijakan pemerintah menjadikan tabut sebagai daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Giddens (2010:82) yang mengatakan bahwa, manusia melakukan tindakan secara sengaja untuk menyelsaikan tujuantujuan mereka, pada saat yang sama, dari penempatan struktur yang berdampak pada tindakan agen/manusia yang bertujuan untuk menguraikan alasan-alasan dari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 108
setiap tujuannya. Untuk mencapai alasan dan tujuan tersebut, Dinas Pariwisata melakukan negosiasi dengan pemangku tradisi dengan tujuan menjadikan tabut sebagai daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu. Komodifikasi tabut pada masa Orde baru terjadi pada tahun 90-an yang Visit Indonesia Year investor asing yang menanamkan saham dan modalnya di Indonesia yang tentu secara tidak langsung dapat memberikan keuntungan secara ekonomi bagi perkembangan kepariwisataan nasional. Alasan inilah yang menjadi motivasi tersendiri bagi pemerintah Bengkulu untuk menjadikan tabut sebagai produk wisata budaya, agar dapat terciptanya hubungan timbal balik, di mana agen mendominasi struktur, agar adanya hubungan yang saling menguntungkan satu sama lain (Giddens, 2010:84). Tradisi tabut memiliki daya tarik yang begitu khas dan unik sebagai sebuah tradisi budaya yang memiliki nilai jual dan sebagai modal berharga bagi pengembangan ekonomi masyarakat Bengkulu di masa mendatang. Keunikan dari tradisi tabut inilah yang menjadi alasan pemerintah melakukan komodifikasi yang merupakan sebuah proses mengubah nilai pada produk yang tadinya hanya memiliki nilai guna kemudian menjadi nilai tukar (nilai jual) di mana nilai kebutuhan atas produk ini ditentukan lewat harga yang sudah dirancang oleh produsen (Vincent Moscow, dalam Subandy, 2014:27). Untuk memuluskan progam dalam menarik keikutsertaan masyarakat Sipai mendukung kebijakan pemerintah tersebut, merupakan perkara yang sulit karena hal ini menyangkut tradisi nenek moyang yang telah menjadi identitas kuat masyarakat Sipai di Provinsi Bengkulu. Bahkan akibat dari kebijakan yang dibuat tersebut, secara tidak langsung menimbulkan konflik antara kedua belah pihak yang merupakan bagian dari proses sosial yang terjadi karena perbedaanperbedaan baik fisik, emosi, kebudayaan dan prilaku. Dengan kata lain, konflik adalah salah satu proses interaksi sosial yang bersifat dosiatif (J.L. Gillin dan J.P. Gillin, dalam Koentjaraningrat, 1994:118). Pemangku tradisi yakni orang-orang Sipai awalnya menolak terhadap perubahan kesakralan tabut ke arah profan menuju komersialisai tradisi melalui
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 109
pengembangan tabut menjadi daya tarik wisata budaya. Pemangku tradisi mengiginkan tradisi ini jangan dikomersialkan ke dalam bentuk daya tarik wisata dan tetap mengiginkan tabut pada fungsi utamanya dengan tujuan untuk menjaga nilai kesakralannya. Namun seiring berjalannya waktu, pemerintah menginginkan adanya suatu penyelesaian agar adanya sebuah kesepakatan yang saling menguntungkan antara kedua belah pihak, maka dari itu untuk menemukan jalan keluar tersebut, dilakukannya proses negosiasi. Negosiasi merupakan suatu proses dimana dialog yang diselenggarakan antara dua atau lebih pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepahaman (setiap pihak dengan tujuan, kebutuhan, dan sudut pandang sendiri), menyelesaikan perbedaan-perbedaan, dan mencapai putusan atau hasil yang disetujui semua pihak. Proses negosiasi melibatkan diskusi yang panjang untuk membentuk kepercayaan dan rasa saling hormat dalam hubungan pihak terkait yakni masyarakat Sipai dan pemerintah. Selain itu, pihak terkait tidak disarankan untuk melakukan hal yang bersifat konfrontasi atau memberikan tekanan untuk memastikan kelanjutan proses negosiasi. Proses negosiasi pada masa Orde Baru dilakukan di balai adat Provinsi Bengkulu yang dihadiri oleh sejumlah elit pemerintah, pelaku tradisi, pemangku adat, dan tokoh masyarakat dengan cara melibatkan dua kelompok mediasi yaitu pemerintah pusat dan kelompok adat yang diwakili oleh Rajo Bengkulu, yaitu Datuk Malaban. Kedua kelompok ini yang akan meluruskan konflik kedua belah pihak dengan cara mempertemukan keduanya dalam seminar terbuka pada awal tahun 1991 untuk membahas mengenai rencana pegembangan tabut sebagai daya tarik wisata budaya. Negosiasi dilakukan secara terbuka yaitu dengan tanya jawab satu sama lain, sehingga tidak ada hal-hal yang ditutup-tutupi baik dari pihak pemerintah yaitu Dinas Pariwisata maupun dari pihak pemangku tradisi yakni masyarakat Sipai. Drs. Agus Sumarno selaku Kepala Dinas Pariwisata kala itu, mengkomunikasikan program yang mereka buat kepada pimpinan adat Rajo Bengkulu dan segenap para pelaku tradisi. Komodifikasi tabut dibuat sebagai sebuah strategi untuk meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat Bengkulu dari sektor pariwisata, sedangkan dari pihak pelaku tradisi sendiri yakni masyarakat Sipai mengutarakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 110
kepada pemerintah tentang kejelasan mengenai status keberadaan masyarakat Sipai sebagai pemilik tradisi tabut. Adapun kesepakatan yang di ambil antara kedua belah pihak yang bersengketa dengan cara negosiasi, yaitu sebagai bentuk jalan tengah untuk mengakomodasi dominasi struktur atau kekuatan sosial dengan pelaku tindakan (Giddens, 2010:21). Maka
dari
itu,
untuk
mewujudkan
tujuan
dan
sasaran
tersebut
implementasinya tidak dapat dilepaskan dari ketatalaksanaan program/kegiatan, di mana secara konseptual program diformulasikan untuk rancangan pengembangan tabut menjadi daya tarik wisata budaya yang selanjutnya diimplementasikan dalam kegiatan dan pelatihan yang disepakati pada tanggal 7 Mei 1994 dibentuklah kerja sama atau MoU (Mutual of Understanding) antara Dinas Pariwisata Provinsi Bengkulu dengan Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) secara resmi sesuai dengan Perda No 15 Tahun 1994 tentang pengembangan budaya tabut yang secara langsung diresmikan oleh Gubernur Bengkulu. Beberapa program/kegiatan kerjasama diantaranya adalah sebagai berikut: (1) dari pihak pemangku tradisi sendiri, diputuskan untuk dibentuknya organisasi Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) pada tanggal 19 April 1991 dengan Bapak Mulyono sebagai Ketua. Adapun tujuan dibentuknya Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) yaitu, sebagai wadah pemersatu seluruh masyarakat keturunan Sipai dalam menjalankan tradisi tabut dan sekaligus sebagai organisasi yang dapat memantau seluruh kebijakan-kebijakan pemerintah dalam pengembangan tabut. (2) dari pihak pemerintah sendiri, ditetapkannya tabut menjadi festival budaya tahunan yang merupakan bagian dari kinerja pemerintah meliputi memodifikasi tampilan bangunan tabut menjadi produk yang lebih menarik, pelaksanaan tabut dikombinasikan dengan kegiatan seni budaya (lomba telong-telong (lampion), ikan-ikan, lomba tari, lomba musik dhol), pasar malam selama 10 hari berturutturut, dan pemerintah bertanggung jawab secara penuh memfasilitasi sarana dan prasarana acara festival budaya tabut. Dinas Pariwisata sebagai pemangku kepentingan dalam memodifikasi tabut sebagai daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu memiliki posisi yang sangat sentral demi tercapainya program yang telah disepakati antara kedua belah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 111
pihak. Maka dari itu, adanya pembagian tugas/kerja yang jelas antara Dinas Pariwisata dan KKT. Dinas Pariwisata secara langsung berperan sebagai aktor yang bertanggung jawab secara penuh melalui kekuasaan yang mereka miliki yaitu, sebagai penyandang dana, pelaksana kegiatan, organisasi pengawas, dan advokasi, sedangkan masyarakat Sipai yang tergabung dalam KKT bertindak sebagai pelaku tradisi tabut. Berkenaan dengan hal tersebut, menurut (Berry, dalam, Kebayantini 2013:31) kepemilikan merupakan salah satu aspek pembagian pekerjaan merupakan dasar hubungan kekuasaan. Kekuasaan yang dilakukan, dapat menarik keikutsertaan pemangku tradisi dalam mendukung kebijakan pemerintah tersebut. Hal ini sejalan dengan teori strukturasi yang mengatakan bahwa agen adalah aktor yang memiliki kemampuan menciptakan perbedaan sosial di dunia sosial. Lebih kuat lagi, agen tidak mungkin ada tanpa kekuasaan, jadi secara logis kekuasaan mendahului subjektivitas karena tindakan melibatkan kekuasaan, atau kemampuan mengubah situasi. Jadi teori strukturasi menempatkan kekuasaan pada agen (Giddens, dalam Priyono, 2002:20). Setelah dilakukan negosiasi pada masa Orde Baru, proses komodifikasi dilanjutkan dengan cara negosiasi pada masa Reformasi yaitu awal tahun 2000. Komodifikasi masa Reformasi merupakan hasil dari negosiasi Orde Baru yang membawa banyak pengaruh terhadap perubahan tradisi tabut di Provinsi Bengkulu. Tradisi selalu berubah-ubah, dan akan tetap bertahan apabila masih mempertahankan sifat tradisional, yaitu sebuah kepercayaan atau praktik yang memiliki intergritas dan keberlanjutan yang menentang desakan perubahan. Perubahan dalam tradisi tabut disebabkan oleh lemahnya kemampuan masyarakat Sipai dalam mempertahankan sifat ketradisionalan tabut, akibat desakan pengaruh modernitas dapat menghancurkan tradisi (Giddens, dalam Said, 1994:18-19). Tradisi tabut pada masa Reformasi tidak lagi dilakukan sebagai kewajiban untuk memenuhi wasiat leluhur mereka, akan tetapi lebih dianggap sebagai sebuah hiburan semata. Program pemerintah telah mengubah budaya masyarakat Sipai menjadi budaya konsumen melalui mekanisme paksaan oleh individu yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 112
berpengaruh atau berkuasa (Sztompka, 2004:72). Kekuasaan pemerintah melalui Dinas Pariwisata terlihat dari kebijakan-kebijakan yang diambil yaitu, dijadikannya tabut sebagai daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu melalui pendekatan yang dilakukan secara terus menerus, sehingga membuat masyarakat Sipai masuk dalam konstruksi berpikir yang sama dengan pemerintah maka, pada awal tahun 1999 dikeluarkanlah Perda No 4 Tahun 1999 tentang pengembangan potensi budaya Bengkulu. Dari Perda yang dikeluarkan pemerintah tersebut, membuat semakin eratnya jalinan kerjasama antara pemerintah dan pihak KKT. Tidak hanya itu, pada masa ini tabut telah bergeser ke arah komodifikasi untuk kepentingan pariwisata yaitu, dilakukannya penambahan jumlah daya tarik wisata budaya tabut menjadi dua daya tarik yaitu tabut kkt merupakan tabut yang dibuat oleh keluarga yang dianggap sebagai pewaris tabut dengan jumlah 17 buah bangunan, sedangkan tabut pembangunan merupakan tabut yang dibuat oleh pemerintah berjumlah 16 buah bangunan. Kedua daya tarik tersebut baik tabut kkt maupun tabut pembangunan, kesemuanya merupakan daya tarik tabut yang berasal dari program pemerintah dengan tujuan untuk menambah daya tarik tabut sebagai wisata budaya di Provinsi Bengkulu. Komodifikasi
tabut
pada
masa
Reformasi
juga
dilakukan
dengan
pengembangan sarana dan prasarana pendukung tabut yaitu dilakukannya perbaikan makam Syekh Burhanuddin sebagai tempat/lokasi pembuangan tabut. Pembuangan tabut yang semula dibuang di laut (Pantai Panjang) kini dibuang di makam Syekh Burhanuddin yang merupakan pelopor tradisi tabut di Bengkulu. Hal tersebut dilakukan atas pertimbangan bahwa, apabila tabut di buang di laut dapat mengotori objek wisata alam di Pantai Panjang. Tidak hanya itu, pemerintah bersama KKT juga melakukan perbaikan lapangan merdeka Kota Bengkulu sebagai lokasi pergelaran seni budaya seperti, lomba telong-telong (lampion), ikan-ikan, lomba tari, dan lomba musik dhol untuk dikombinasikan dengan tradisi tabut. Dalam realisasi pengembangan sarana dan prasarana tabut pemerintah menggunakan dana APBD tahun 2004-2005 meliputi pembangunan panggung, pembangunan tribun penonton di lapangan merdeka, pembangunan gapura di
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 113
sekitar makam, dan perbaikan akses jalan menuju pemakaman Syekh Burhanuddin dengan menghabiskan dana kurang lebih sebanyak Rp 3,5 Miliar. Selain pengembangan sarana dan prasarana pendukung tabut, pada masa ini pemerintah juga melakukan pengembangan promosi tabut yang dilakukan dengan teknik media komunikasi pemasaran. Komunikasi pemasaran adalah salah satu kegiatan pemasaran yang berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi atau mengingatkan pasar atas perusahaan ataupun produk agar bersedia menerima dan membeli produk yang ditawarkan produsen. Media komunikasi pemasaran merupakan konsep sentral komodifikasi ritual tabut dalam kemasan pariwisata dengan menggunakan media sebagai alat promosi (Pendit, 2002:271). Dalam mempromosikan tabut pemerintah menggunakan komunikator yang berasal dari KKT sebagai pewaris tradisi sekaligus sebagai pelaksana ritual sedangkan, pemerintah melalui Dinas Pariwisata berperan sebagai lembaga atau instansi yang memfasilitasi seluruh kegiatan KKT dan memberikan pemikiran berupa ide/gagasan rencana penjualan produk wisata tabut. Hal tersebut dilakukan karena, komunikasi dikatakan berhasil apabila adanya kepercayaan komunikan terhadap komunikator. Kepercayaan ini banyak bersangkutan dengan profesi atau keahlian yang dimiliki oleh seorang komunikator (Effendy, 2004:13). Promosi tabut dilakukan dengan menggunakan teknik personal selling, yaitu dengan cara mengirimkan perwakilan dari KKT untuk mempromosikan tabut di pekan budaya nasional, bahkan tradisi tabut pernah dipromosikan sampai ke Inggris pada tahun 2007 silam tidak hanya itu, tabut sebagai produk budaya juga dipromosikan melalui media massa. Hal ini sangat jelas, bahwa pengaruh modernisasi berdampak positif bagi kelangsungan dan perkembangan budaya lokal yang semakin terpinggirkan atau terancam punah. Promo media semacam ini cukup efektif untuk digunakan, mengingat manusia memiliki keterbatasan dalam mempromosikannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Piliang (2011:63) objek seni dalam kebudayaan moderen dan post modern merupakan dari kebudayaan materi. Produk seni tidak hanya diproduksi, dikonsumsi namun juga dipromosikan melalui media khususnya dalam bentuk iklan atau koran, dan booklet.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 114
Dari penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan, bahwa proses komodifikasi dilakukan dalam dua tahap, yaitu negosiasi pada masa Orde Baru lebih kepada tahap pendekatan antara pemerintah dengan pemangku tadisi, sedangkan pada masa Reformasi lebih pada tahap lanjutan dari proses negosiasi sebelumnya. Dari kesimpulan tersebut di atas, maka dapat dijelaskan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya negosiasi antara pemerintah dan pemangku tradisi dalam menjadikan tabut sebagai komodifikasi wisata budaya di Provinsi Bengkulu yaitu sebagai berikut: 1. Sikap Terbuka Sikap terbuka masyarakat Sipai merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perubahan tabut dari sakral ke arah profan. Perubahan tradisi tabut tidak hanya berasal dari program pemerintah saja, melainkan juga tidak lepas dari akulturasi budaya serta keinginan dari masyarakat pendukung untuk bisa mensejajarkan diri dengan kebudayaan lainnya. Perubahan tersebut tentunya dilakukan dengan kesadaran yang rasional sehingga, harapan dari masyarakat Sipai bisa tercapai. Dengan tindakan-tindakan yang rasional tersebut, membuat masyarakat bergerak dengan sejumlah tindakan untuk memuaskan kebutuhannya seperti, memproduksi, mengkonsumsi, dan mendistribusikan barang atau jasa dari ritual tabut dengan berbagai macam kepentingan. Praktik seperti ini yang memungkinkan adanya praktek komodifikasi dalam kebudayaan. Komodifikasi tidak semata-mata dilakukan oleh pelaku ekonomi, masyarakat lokal pun berpotensi karena mereka mempunyai hak untuk melakukannya. Motif kesadaran dan dorongan dari masyarakat Sipai dalam menjadikan tabut sebagai ajang promosi identitas budaya yang pada akhirnya membawa nilai ekonomi pada masyarakatnya. Hal ini tentunya tidak lepas dari peran pemerintah yang dapat mempengaruhi perubahan paradigma masyarakatnya yang menginginkan sesuatu yang lebih baik dari kondisi sebelumnya. Proses perubahan tersebut tidak hanya terkait dengan program pemerintah saja dalam menjadikan tabut sebagai daya tarik wisata, nampaknya juga berasal dari keterbukaan masyarakat Sipai akan sesuatu yang dianggap baik dan perlu untuk dikembangkan. Oleh karena itu, ideologi atau
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 115
paradigma yang mereka miliki baik berasal dari ilmu pengetahuan atau pengalaman hidup mereka mendorong perubahan tersebut semakin cepat. Paradigma dalam konteks ini diartikan sebagai seperangkat keyakinan mendasar yang berfungsi untuk menuntun tindakan-tindakan manusia yang disepakati bersama dalam kehidupan sehari-hari (Ratna, 2008:2). Globalisasi yang masuk ke lingkup kebudayaan masyarakat Sipai telah mempengaruhi ideologi tradisional ke arah pemikiran kreatif dan moderen, sehingga menyebabkan perubahan yang sangat struktural bagi masyarakat. Perubahan karakter masyarakat merupakan hal yang menonjol, sementara pada saat yang sama individu-individu memiliki otonomi yang lebih besar. Proses integrasi masyarakat ke suatu tatanan global tidak terelakkan lagi. Tradisi kultur pribumi atau lokal semakin bergeser ke arah modernisasi, sehingga menyebabkan kultur konsumen atau budaya model barat menjalar dalam kehidupan masyarakat. Hal seperti itu menurut Saifullah (1994:12) menunjukkan adanya kaitan antara tradisi dan modernitas yang telah diubah menjadi hubungan komersial. Cara pandang atau paradigma masyarakat yang mampu mengolah sesuatu yang sebelumnya bukan sebuah komoditas menjadi barang yang bernilai guna (ekonomis), nampaknya terjadi pada masyarakat Sipai yang menjadikan ritual tabut yang sebelumnya merupakan ritual untuk memperingati meninggalnya cucu Nabi Muhammad S.A.W yang bernama Husain, kini menjadi produk wisata budaya yang memiliki nilai jual bagi wisatawan. 2. Kreativitas Masyarakat Kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru (Ratna, 2008:313). Suatu kreativitas bisa dikembangkan dari hasil modifikasi atau mengubah, menambah, yang sudah ada sebelumnya. Terkait dengan kreativitas masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan masyarakat Sipai untuk menciptakan sesuatu yang baru dengan mengubah, menambah struktur/bentuk tabut sehingga menjadi sebuah pertunjukkan seni budaya yang dapat menjadi daya tarik wisata budaya dengan harapan mendapatkan keuntungan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 116
Munculnya
kreativitas
telah
mendorong
pengembangan
kebudayaan
masyarakat Sipai, khususnya pengembangan tradisi tabut. Pengembangan tabut sendiri menimbulkan pemahaman dan kesadaran akan kebudayaan serta menumbuhkan keyakinan akan kemampuan diri sendiri dan sadar berbudaya. Komodifikasi tabut dalam perkembangannya tidak terlepas dari kreator, yakni pemerintah dalam mendorong kreativitas masyarakat Sipai menampilkan tampilan tabut menjadi produk budaya yang menarik. Kreativitas tersebut dituangkan dalam pemikiran-pemikiran masyarakat Sipai yang terangkum dalam seni budaya yang indah. Pada perkembangannya ritual tabut selalu mengalami perubahan baik dari segi bentuk dan makna yang merupakan efek dari selera pasar yang telah mengglobal. Hal tersebut mengakibatkan berbagai macam ide-ide dan inisiatif akan kebutuhan bermunculan dalam pemikiran manusia. Berbagai bentuk ide kreatif seniman Sipai yang bekerja sama dengan pemerintah yaitu Dinas Pariwisata untuk memberikan unsur kebaharuan dalam segi bentuk tampilan agar mengundang selera wisatawan untuk mengonsumsinya. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan Nurhayati (2004: 19), bahwa dilihat dari sudut pandang kesenian, maka berkembangnya industri pariwisata secara nyata telah mendorong tumbuhnya kreativitas pelaku seni untuk mengembangkan karya ciptanya sehingga mampu menarik minat pengunjung atau wisatawan. 3. Media massa Media massa memegang peran penting dalam proses komodifikasi tabut sebagai daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu. Melalui media massa tabut dikomodifikasi menjadi budaya populer. Media massa disatu sisi merupakan salah satu hasil budaya, namun disisi lain juga merupakan sarana untuk memperingati kematian cucu Nabi Muhammad S.A.W yang bernama Husain. Melalui sarana media massa inilah, tabut dapat terpublikasikan secara luas. Media massa dapat diartikan sebagai suatu institusi yang kompleks, multidimensional yang melahirkan banyak relasi dan segala sesuatu yang dapat dijadikan sebagai sarana agen publikasi, baik secara visual maupun secara tertulis untuk menyampaikan pesan (Adorno, 1979:123) .
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 117
Sebagai wahana penyampaian pesan, media massa mempunyai kekuatan tersendiri, karena daya pengaruhnya yang besar terhadap khalayak ramai. Media massa adalah sarana pembudayaan (proses penanaman nilai-nilai budaya) yang efektif, ia sama kuat, atau bahkan lebih kuat dari pada pendidikan formal sebagai sarana pembudayaan. Dalam hal ini media massa baik elektronik maupun cetak memegang peran penting dalam proses promosi tabut sebagai daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Kasali (2001:95) yang mengatakan bahwa penggunaan media massa seperti media cetak lokal, media elektronik, dan media tertentu lainnya merupakan cara pencapaian komunikasi pemasaran yang sangat efektif dan potensial dalam mencapai pangsa pasar. Tradisi tabut mengalami perubahan akibat perkembangan media. Tradisi tabut dahulunya saat sebelum dilakukan komodifikasi, tidak memperbolehkan media untuk meliput setiap ritual karena dapat menghilangkan kesakralan dari ritual, namun sekarang para pelaku tradisi yakni masyarakat Sipai yang berkerjasama dengan pemerintah secara sengaja mengundang wartawan untuk meliputi, agar tabut dapat terpublikasi secara luas baik dari media cetak maupun elektronik. Dari hal tersebut inilah, membuat tabut yang disakralkan dalam hal untuk memperingati kematian cucu Nabi Muhammad S.A.W bernama Husain, kini perlahan-lahan memiliki fungsi lain yakni sebagai kepentingan seni pertunjukan yang tujuanya untuk dipertontonkan. 4. Ekonomi Masyarakat Sipai yang tergabung dalam anggota Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) kini telah menjadikan ritual tabut sebagai barang komoditas yang bisa memberikan keuntungan secara ekonomi. Setiap tahunnya anggota KKT diberi dana oleh pemerintah sebesar Rp 400 juta, tentu ini merupakan keuntungan tersendiri bagi pemangku tradisi setelah tabut dijadikan produk wisata budaya oleh pemerintah. Masyarakat Sipai memandang tabut menjadi dua fungsi, yaitu sebagai tradisi leluhur dan sebagai sumber mata pencaharian baru yang dapat menguntungkan mereka dari sisi ekonomi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 118
Masyarakat Sipai dalam perkembangannya, sudah terperangkap dalam dekapan modernisasi yang tidak bisa dihindari. Salah satu wujud moderinisasi adalah kapitalisme dalam fokus penekanannya dalam bidang ekonomi. Wacana globalisasi ini turut memberikan kekacauan baru dalam konteks perubahan budaya yang secara multidimensional saling terkait dengan bidang ekonomi, teknologi, politik, dan identitas (Barker 2000:133). Pengaruh arus budaya global dan modernisasi berimplikasi pada praktik-praktik budaya kapitalisme yang mengikuti ideologi pasar, sehingga tabut menjadi produk budaya yang secara sengaja dibuat untuk tujuan komersil. Dampak globalisasi ekonomi telah menggiring manusia ke dalam suatu arena interaksi sosial baru yang belum pernah terbayangkan sebelumnya. Banyaknya tingkat konsumsi masyarakat yang berkaitan
dengan
seni
tradisi
menjadikan
tabut
semakin
menunjukan
eksistensinya. Komodifikasi tabut dilakukan perubahan, agar ritual mempunyai nilai ekonomis yang menghasilkan uang. Secara sosiologis uang memiliki dua wajah, disatu sisi berwajah normatif dan pada sisi lain berwajah pragmatis. Dalam wajah normatif uang dapat dipandang dari sisi das sollen (seharusnya), dan sisi pragmatisnya uang dapat dipandang dari sisi das sein (kenyataannya). Diantara keduanya terjadi diskrepansi atau kesenjangan yang tajam, yakni bagaimana uang seharusnya digunakan tentunya berdasarkan pada norma-norma sosial dengan uang yang digunakan oleh warga untuk kepentingan praktis sehari-hari (Nugroho, 2001:11). Sejalan dengan hal tersebut, tradisi tabut sebagai warisan budaya leluhur suku Sipai, telah berubah bentuk kerah komoditas yang berorientasi nilai jual, sehingga ada fenomena di kalangan masyarakat Sipai yang mengatakan bahwa dengan mendapatkan uang maka status sosial mereka dikalangan masyarakat sekitar semakin tinggi. 5. Pariwisata Pariwisata juga merupakan salah satu faktor yang kuat dalam proses komodifikasi tabut. Sejak Provinsi Bengkulu ditetapkan menjadi daerah tujuan wisata, menimbulkan peluang baru bagi masyarakat lokal untuk membuka lapangan pekerjaan baru dalam dunia kepariwisataan. Kehadiran wisatawan dengan sistem budaya yang mereka anut dari daerah asalnya menciptakan sebuah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 119
interaksi antara pendatang dengan penduduk setempat, sehingga ada perubahan pola pemikiran baru dengan berpusat pada kegiatan ekonomi kepariwisataan. Semakin banyak jumlah wisatawan yang berkunjung ke suatu daerah maka dampak kultural/budaya yang ditimbulkannya terhadap masyarakat lokal dan objek wisata bersangkutan juga akan semakin besar (Ardika, 2007: 104). Hal ini terlihat dengan dijadikannya tabut menjadi daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu, telah membuat pergeseran fungsi dan makna tabut ke arah komoditi budaya yang mampu meningkatkan taraf kehidupan masyarakat sekitarnya dalam bidang kerajinan tangan orang Sipai seperti, penjualan soevenir tabut. Industri pariwisata telah menciptakan peluang dalam membuka lapangan usaha dan pekerjaan di sektor pariwisata. Peluang dan kesempatan dalam upaya memenuhi
kebutuhan
hidup
harus
dimanfaatkan
secara
optimal,
agar
menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan seperti halnya tradisi tabut sebagai salah satu produk budaya dibangun dalam proses akumulasi sejarah dan budaya dengan pijakan berbagai representasi masyarakat Sipai sebagai pemilik
budaya.
Tradisi
tabut
sebagai
representasi
masyarakat
telah
dikomodifikasi sesuai dengan konstruksi yang dibangun sendiri untuk kepentingan politik, ekonomi, dan sosial budaya sebagai ideologi baru. Dengan semangat kapitalisme, tabut telah menjadi komoditas produk yang diupayakan untuk mengikuti selera pasar. Sebagaimana dikemukakan oleh Barker (2000:517) bahwa komodifikasi adalah proses yang diasosiasikan dengan kapitalisme, di mana objek, kualitas, dan tanda-tanda diubah menjadi komoditas, yaitu sesuatu yang tujuan utamanya untuk dijual di pasar. 4.2.2 Respon Mayarakat dan Pemangku Tradisi Terhadap Komodifikasi Tabut Sebagai Daya Tarik Wisata Budaya di Provinsi Bengkulu Respon merupakan umpan balik atau feed back yang memiliki peranan atau pengaruh yang besar dalam menentukan baik atau tidaknya suatu komunikasi (Subandy, 2014:50). Respon memungkinkan komunikator menentukan apakah pesan sampai pada target atau perlu diubah untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dibenak penerima, sehingga diharapkan terjadinya ketertarikan pihak komunikan dalam hal ini adalah pemangku tradisi dan masyarakat lokal terhadap
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 120
komodifikasi
tabut sebagai daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu.
Program yang dibentuk oleh pemerintah melalui Dinas Pariwisata tersebut, merupakan salah satu trobosan pemerintah untuk memajukan pariwisata budaya di Provinsi Bengkulu yang lebih mengedepankan keberlangsungan perekonomian masyarakat lokal. Dukungan dalam menjadikan tabut sebagai daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu tidak hanya berasal dari pemerintah saja, melainkan dukungan juga berasal dari lapisan masyarakat Bengkulu. Hal ini terlihat dari sejumlah respon positif baik dari pihak pemangku tradisi dalam hal ini orangorang Sipai yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Tabut (KKT), para pedagang, dan sejumlah pelaku bisnis yang bergerak dibidang biro perjalanan wisata. Banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Bengkulu, untuk menyaksikan tabut telah membuka peluang tersendiri bagi masyarakat lokal. Hal ini terbukti dengan banyaknya dibuka UMKM oleh pemerintah. Kegiatan UMKM tersebut masuk dalam program kegiatan Dinas Pariwisata melalui Pengembangan Aneka Wisata (PAW) yang diperuntukan bagi masyarakat lokal, guna menciptakan kerajinan tangan atau oleh-oleh khas Bengkulu yang memiliki nilai jual bagi wisatawan. Kerajinan tangan yang dibuat oleh masyarakat yaitu berupa miniatur tabut. Kerajinan miniatur tabut melalui UMKM melibatkan masyarakat Sipai secara langsung dalam penjualan souvenir tabut. Wisata budaya melibatkan masyarakat lokal lebih sensitif, karena kebudayaan yang menjadi daya tarik utama melekat pada masyarakat itu sendiri (Jeremy Boissevani, dalam Pitana, 2005:56). Penjualan souvenir tabut dapat menambah penghasilan warga dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Para pedagang mengaku dengan berjualan souvenir tabut mereka mampu meraup keuntungan yang cukup besar, karena banyaknya wisatawan yang berkunjung ke pusat oleh-oleh Bengkulu untuk membeli miniatur tabut. Para pembeli souvenir tabut di Provinsi Bengkulu biasanya berasal dari luar daerah, bahkan ada pembeli atau wisatawan yang berasal dari negara asing. Hal ini tentu menunjukan, bahwa komodifikasi tabut sebagai daya tarik wisata budaya telah banyak memberi manfaat bagi masyarakat lokal. Pengembangan kepariwisataan diharapkan mampu seiring berjalan antara
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 121
masyarakat, ekonomi, dan budaya pariwisata dapat saling mengisi dan menikmati keuntungan satu sama lain (Mantra, 1992:32). Komodifikasi tabut sebagai daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu memang memberikan manfaat dari semuan kalangan, tidak hanya para pedagang souvenir tabut saja yang merasakan program pemerintah tersebut, akan tetapi tabut menjadi keuntungan tersendiri bagi masyarakat yang menjalankan bisnis di bidang agen perjalanan wisata. Agen perjalanan wisata yang tersebar di Provinsi Bengkulu, setiap tahunnya mendapat banyak permintaan dari sejumlah wisatawan baik lokal maupun internasional untuk membeli paket wisata budaya tabut. Tidak hanya itu, dampak komodifikasi tabut juga dirasakan secara langsung oleh pemangku tradisi tabut yakni masyarakat Sipai yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Tabut (KKT). Respon positif ini tentu tidak lepas dari kinerja pemerintah melalui Dinas Pariwisata. Demi suksesnya penyelenggaraan tabut, pemerintah melalui Dinas Pariwisata setiap tahunnya menganggarkan dana lebih dari Rp 354.250.000. Dalam anggaran tersebut ada gaji/upah bagi pemangku tradisi yakni masyarakat Sipai yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) sebesar Rp 15.000.000. Dari gaji yang diterima tersebut, tidak heran jika pelaksanaan tabut merupakan untung tahunan yang selalu diterima oleh pihak KKT. Hal ini sejalan dengan konsep menurut (Marx, dalam Kebayantini, 2013:23) hubungan-hubungan produksi dalam masyarakat kapitalis tenaga kerjanya diupah uang. Dominasi pemerintah telah menimbulkan perubahan pola pikir tesendiri bagi masyarakat Sipai yang tergabung dalam KKT walaupun, komodifikasi tabut memberikan keuntungan secara ekonomi bagi pelaku tradisi. Pemangku tradisi merasa dimanjakan oleh pemerintah sehingga, masyarakat Sipai pada saat ini lebih mementingkan uang dari pada makna yang terkandung dalam ritual tabut itu sendiri. Hal ini sangat berbeda jauh, ketika tabut belum menjadi daya tarik wisata budaya di provinsi Bengkulu. Tradis tabut diselenggarakan atas dasar makna yang terkandung di dalamnya, sedangkan sekarang lebih kepada motivasi lain yaitu mengharapkan gaji/upah yang diberikan pemerintah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 122
Hal ini sebenarnya menjadi dilema sendiri bagi tokoh-tokoh tabut yang tidak tergabung dalam KKT. Dengan dijadikannya tabut sebagai daya tarik wisata budaya, bagi mereka hal ini dapat menghilangkan makna filosofi dari tabut itu sendiri. Banyak masyarakat Sipai saat ini tidak paham akan ajaran ilmu tasawuf yang pernah diajarkan oleh pelopor tabut yaitu Syekh Burhanuddin. Dari penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dengan diselenggarakannya tabut sebagai daya tarik wisata budaya, memang memberikan keuntungan tersendiri dalam membangun perekonomian masyarakat Bengkulu, akan tetapi ada sebagian masyarakat Sipai yang tidak tergabung dalam KKT memberikan respon negatif dengan dijadikannya tabut mennjadi daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu. 4.2.3 Dampak Komodifikasi Terhadap Nilai KesakralanTabut Sebagai Daya Tarik Wisata Budaya di Provinsi Bengkulu Harus diakui bahwa dunia pariwisata memberikan dampak positif pada keuntungan ekonomi. Bentuk keuntungan perekonomian selalu lebih penting dari pada kebudayaan dan religiusitas. Hal ini yang kemudian menyebabkan antara budaya dan pariwisata tidak berjalan secara bersama dalam menikmati keuntungan. Perubahan pola pikir masyarakat ke arah modern mengakibatkan logika kapitalis menjadi unsur yang paling dominan dalam perkembangan industri pariwisata (Anom, 2010:1994). Dalam kerangka idealnya masyarakat Sipai, saat ini lebih mengutamakan pariwisata dari pada memikirkan dampak negatif yang ditimbulkan dari komodifikasi terhadap nilai kesakralan tabut yang pada akhirnya secara tidak langsung dapat menghilangkan akar budaya dan identitas masyarakat Sipai sebagai pemilik tradisi. Dampak komodifikasi tabut yang dibuat oleh pemerintah, sebenarnya berpengaruh terhadap nilai kesakralan tabut. Hal tersebut terlihat dari kesepakatan proses negosiasi yang telah dilakukan antara pihak pemangku tradisi yakni KKT dengan pihak Dinas Pariwisata Provinsi Bengkulu pada masa Orde Baru pada 90an melalui jalinan kerjasama atau MoU (Mutual of Understanding) sesuai dengan Perda No 15 Tahun 1994. Perda tersebut berisi, bahwa tabut tidak hanya dimiliki oleh masyarakat Sipai, akan tetapi telah menjadi aset berharga bagi seluruh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 123
masyarakat Bengkulu, karena memiliki potensi sebagai wisata budaya yang bernilai jual bagi wisatawan. Hal berbeda dilakukan ketika masa Orde Baru, yaitu sebelum adanya campur tangan pemerintah tabut yang dilakukan masih bersifat sakral oleh masyarakat suku Sipai. Tradisi tabut tidak hanya dilakukan untuk kegiatan ritual keagamaan sebagai wujud rasa berkabung atas kematian Husain cucu Nabi Muhammad S.A.W, akan tetapi ada makna lain yaitu sebagai simbol pengajaran ilmu tasawuf melalui bentuk bangunan tabut yang disampaikan oleh Syekh Burhanuddin atau yang lebih dikenal dengan nama Imam Senggolo ketika datang ke Provinsi Bengkulu. Namun sejak orang-orang Sipai (keluarga tabut) lepas dari pengaruh kemajuan teknologi dan globalisasi, membuat tradisi ini dilakukan hanya sebagai kewajiban keluarga untuk memenuhi wasiat leluhur mereka. Banyak warga Sipai yang tidak lagi menjalankan tradisi ini sesuai dengan makna aslinya, sehingga ritual keagamaan terseret ke dalam ruang-ruang pengaruh tersebut (komoditi, konsumerisme, citra), maka ritual keagamaan akan terperangkap di dalam sifat-sifat kedangkalan, dan sebaliknya, akan semakin menjauhkannya dari makna dan nilai-nilai hakikatnya (Piliang (2011:336). Tradisi tabut setelah menjadi wisata budaya kini dalam praktiknya tidak lagi dilakukan secara tertutup, akan tetapi lebih dilakukan secara terbuka guna mengikuti selera pasar (wisatawan) karena pemerintah melalui Dinas Pariwisata bertanggung jawab secara penuh dalam mendukung komodifikasi tabut menjadi daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu. Terkait dengan hal tersebut, nampaknya perubahan yang terjadi dipengaruhi oleh kultur kapitalis, tak lain merupakan bentuk manipulasi dan penguasaan yang secara total meresapi struktur psikis dan sosial (Beilharz, dalam Piliang, 2011:115). Kultur kapitalis yang semakin mendominasi masyarakat Sipai membuat pergeseran kesakralan tabut pada masa sekarang tidak bisa dihindari, akibat kebijakan pemerintah sebagai stakeholder dalam menjadikan tabut sebagai daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu. Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tersebut terkesan dipaksakan akibat tuntutan modernitas, sehingga masyarakat Sipai sebagai pemilik tradisi harus turut ikut berpartisipasi dalam program
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 124
tersebut. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Sztompka (2004:73), perubahan tradisi disebabkan adanya benturan antara tradisi masyarakat atau antara kultur yang berbeda dalam masyarakat tertentu yang masuk dalam lingkup moderniasi yang dipaksakan. Pengaruh moderinisasi inilah yang mengakibatkan terjadinya pergeseran nilai kesakralan tabut. Pergeseran kesakralan tabut terjadi hampir diseluruh aspek penting dari tabut, meliputi bentuk dan jenis bangunan tabut, pelengkapan ritual tabut, dan pelaksanaan ritual tabut. Pergeseran kesakralan tabut tersebut mengidentifikasi bahwa komodifikasi budaya dapat mengakibatkan bergesernya batas-batas budaya melalui kekuatan ekonomi dalam praktik-praktik kapitalis (Yoeti, 1996:262). Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa, pergeseran nilai kesakralan tabut pada masa Orde Baru menuju era Reformasi yakni ketika tabut telah dikomodifikasi oleh pemerintah menjadi daya tarik wisata budaya yaitu dari segi bentuk dan jenis bangunan, peralatan, dan pelaksanaan ritual yang tidak lagi sama dilakukan. Dari segi bentuk dan jenis bangunan tabut pada masa Orde Baru ketika belum dijadikan produk komoditi oleh pemerintah, sebenarnya tabut yang dimiliki oleh suku Sipai hanya terdiri dari dua bangunan sederhana. Bangunan tabut sebelum dilakukan komodifikasi, atapnya hanya terbuat dari daun rumbia dan badan serta rangka tabut hanya terbuat dari bambu. Bangunan tabut dahulu hanya terdiri dari dua buah bangunan, yakni tabut berkas memiliki simbol manusia bersosok pria yang secara esensial bersumber dari Nabi Adam.as dan tabut bangsal memiliki simbol manusia bersosok wanita yang secara esensial berasal dari Siti Hawa. Kedua tabut sakral tersebut, masing-masing memiliki 4 tingkatan. Tingkatan 1 makrifat, tingkatan 2 tarekat, tigkatan 3 hakikat, dan tingkatan 4 syariat. Tingkatan yang telah disebutkan di atas, merupakan tingkatan ilmu dalam ajaran islam tasawuf yang pernah diajarkan oleh Syekh Burhanuddin kepada masyarakat Sipai. Tingkatan dalam tabut tersebut memiliki makna, bahwa secara esensi jika manusia hendak mencapai derajat tertinggi di hadapan Allah S.W.T hendaklah seorang muslim harus dapat mengamalkan 4 tingkatan ilmu tersebut, namun semenjak dilakukannya proses negosiasi antara pemerintah dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 125
masyarakat Sipai, bangunan tabut tidak lagi berjumlah 2 buah akan tetapi berjumlah sebanyak 33 buah. Bangunan tabut pada masa sekarang tidak lagi bersifat sederhana, karena pihak KKT bersama pemerintah telah mengubah bentuk tabut menjadi bangunan yang lebih menarik dan indah dengan cara melakukan penambahan jumlah tabut menjadi tabut pembangunan dan tabut kkt . Kedua tabut tersebut merupakan tabut yang dibuat secara sengaja oleh pemerintah dan pihak KKT dengan tujuan untuk menambah jumlah atraksi tabut agar terlihat lebih banyak dan menarik. Seperti yang dikatakan Nurhayati (2004:19), bahwa dilihat dari sudut pandang kesenian, maka berkembangnya industri pariwisata secara nyata telah mendorong tumbuhnya kreativitas pelaku seni untuk mengembangkan karya ciptanya sehingga mampu menarik minat pengunjung atau wisatawan. Keberadaan tabut pembangunan dan tabut kkt sendiri sebenarnya tidak termasuk dalam tradisi tabut, hanya saja setelah dilakukan komodifikasi oleh pemerintah, maka kedua tabut tersebut masuk dalam bagian ritual, bahkan tabut sakral pada masa reformasi ini tidak pernah ditampilkan lagi. Hal ini mengindikasikan bahwa secara perlahan dominasi pemerintah telah berhasil menguasai masyarakat Sipai melalui negosiasi untuk mau menampilkan tabut pembangunan dan tabut kkt sebagai bagian dari ritual. Hal ini sejalan dengan teori strukturasi yang mengatakan bahwa, agen-agen menciptakan struktur yang sudah ada dan dapat diubah sesuai dengan kemauan agen. Agen dan struktur memiliki pola prinsip struktural yaitu signifikasi yang menyangkut simbol, dominasi dapat berupa dominasi ekonomi dan politik yang mencakup penguasaan barang atau material maupun dalam hal ruang (politik) dan legitimasi menyangkut ketentuan normatif (Giddens, 2010:25). Dampak komodifikasi juga terjadi dalam perlengkapan tabut. Perlengkapan ritual tabut pada masa saat ini banyak mengalami perubahan akibat kebijakan pemerintah melalui Dinas Pariwisata dalam menjadikan tabut sebagai daya tarik wisata budaya. Pemerintah dan masyarakat Sipai begitu aktif mengembangkan tradisi tabut menjadi sebuah aset berharga Provinsi Bengkulu dalam bidang pariwisata, walaupun harus merubah aspek sakral dari perlengkapan ritual tabut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 126
Hal ini sejalan dengan teori strukturasi yang mengatakan bahwa proses perubahan struktur yang terjadi, karena adanya orang-orang yang aktif dalam proses reproduksi struktur yang telah berlangsung dan membagi hubungan-hubungan dalam masyarakat, sehingga terjadinya perubahan dan stabilitas terjadi dalam satu konstruksi yang bersambungan (Albrow, dalam Priyono, 2002:28). Perubahan yang terjadi, dapat dilihat dari penambahan perlengkapan wajib yang harus disediakan saat ritual tabut yaitu perlengkapan musik dhol dan tassa. Alat musik ini, merupakan perlengkapan ritual tabut yang berfungsi sebagai musik pengiring saat tabut diritualkan seperti pada saat prosesi ambik tanah, duduk penja, menjara, meradai, arak penja, arak seroban, tabut naik puncak, arak gedang, arak tabut, dan tabut tebuang. Hanya satu ritual saja yang tidak mengunakan musik pengiring dhol dan tassa yaitu pada ritual gham, karena ritual ini merupakan ritual yang mewajibkan orang-orang sipai untuk hening, sehingga musik dhol dan tassa dilarang untuk dibunyikan. Musik dhol dan tassa merupakan musik tradisional dari masyarakat Bengkulu. Musik ini biasa dimainkan pada saat pergelaran seperti tradisi ikan-ikan, musik pengiring tari pedang, dan musik yang digunakan sebagai upacara peresmian dalam menyambut tamu-tamu/pejabat yang datang ke Bengkulu. Namun dalam perkembanganya, musik dhol dan tassa sering kali digunakan dalam perayaan tabut oleh masyarakat Sipai. Hal ini menunjukkan bahwa budaya kapital (selera pasar) mempengaruhi estetika masyarakat sebagaimana yang dinyatakan oleh Piliang (2011: 98) budaya global (kapital) masuk ke segala lini kehidupan masyarakat dunia tidak terkecuali pada bidang seni dan estetika masyarakat. Musik dhol dan tassa awalnya bukan merupakan bagian perlengkapan tabut, hanya saja pada awal tahun 90-an setelah dilakukannya negosiasi pemerintah dengan masyarakat Sipai yang tergabung dalam KKT memutuskan bahwa diusulkannya kedua musik tersebut menjadi bagian dari festival tabut dengan alasan, bahwa musik dhol dan tassa merupakan musik perkusi yang sangat cocok digunakan dalam membawa bangunan tabut, karena menimbulkan efek suara yang
cukup
mengundang
perhatian
masyarakat
menyaksikan tabut ketika di arak/dibawa.
commit to user
atau
wisatawan
untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 127
Pergesaran kesakralan tabut tidak hanya berdampak pada bentuk dan jenis bangunan, pelengkapan ritual saja, akan tetapi juga terjadi pada beberapa pelaksanaan ritual tabut yang kini sebagian sudah tidak lagi dijalankan sebagaimana mestinya, karena adanya alasan serta pertimbangan tersendiri baik dari pemerintah maupun KKT. Beberapa alasan dan pertimbangan tersebut sangat erat kaitannya dengan proses komodifikasi menurut Barker (2000:517) sebagai sebuah proses yang diasosiasikan dengan kapitalisme, di mana objek, kualitas, dan tanda-tanda diubah menjadi komoditas belaka, yaitu sesuatu yang tujuan utamanya untuk dijual di pasar. Progam wisata budaya yang dibentuk oleh pemerintah, memberikan banyak perubahan dalam ritual tabut. Perubahan terjadi terutama dalam hal jadwal maupun tempat pelaksanaan ritual yang sudah tidak lagi sama dilaksanakan ketika pada masa sebelum dilakukannya komodifikasi. Aspek kesakralan ritual tabut tidak terlalu diperhatikan lagi oleh pemangku tradisi, yakni masyarakat Sipai yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Tabut (KKT), karena pola pikir masyarakat setempat yang telah berubah, sehingga berakibat hilangnya nilai dan makna dari tabut sebagai ritual agama yaitu untuk memperingati wafatnya cucu Nabi Muhammad S.A.W dan ajaran ilmu tasawuf. Sekarang tabut hanya dijadikan sebagai tontonan yang memberikan hiburan semata bagi pengunjung atau wisatawan. Ketika ritual keagamaan terseret ke dalam ruang-ruang pengaruh tersebut (komoditi, konsumerisme, citra), maka ritual keagamaan akan terperangkap di dalam sifat-sifat kedangkalan, dan sebaliknya, akan semakin menjauhkannya dari makna dan nilai-nilai hakikatnya (Piliang, 2011:336). Berikut adalah beberapa bagian dari ritual tabut yang telah mengalami pergeseran kesakralan baik dari segi tempat, waktu, dan cara pelaksanaan yang berbeda dilakukan saat sebelum dilakukan komodifikasi oleh pemerintah. 1. Ritual Ambik Tanah Proses ritual ambik tanah yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, pelaku tradisi yakni masyarakat Sipai yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) melaksanakan ritual ini pada pukul 22.00 WIB pada malam hari, padahal ritual ambik tanah sebenarnya dilaksanakan pada pukul 00.00 WIB pertengahan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 128
malam tanggal 1 Muharam, dengan alasan agar suasana ritual lebih mistik, tenang, dan juga untuk menghindari orang diluar masyarakat Sipai untuk menyaksikan ritual ini
-
harus dilakukan secara
khusyuk oleh dukun tabut. Namun setelah dilakukan komodifikasi oleh pemerintah bersama KKT, aspek kekhusyukan ritual tidak lagi diperhatikan oleh pemangku tradisi, sehingga ritual ambik tanah kini banyak disaksikan oleh masyarakat dari luar suku Sipai dan wisatawan asing. Tidak hanya itu, bahkan KKT dengan sengaja mengundang media untuk meliput prosesi ritual, agar ritual ini dapat dimuat di media cetak sebagai ajang promosi. Hal ini sangat erat kaitannya sesuai dengan objek seni dalam kebudayaan moderen dan post modern merupakan dari kebudayaan materi. Produk seni tidak hanya diproduksi, dikonsumsi, namun juga didistribusikan melalui media khususnya dalam bentuk iklan atau koran (Piliang, 2011:63). 2. Ritual Duduk Penja Ritual kedua dalam tradisi tabut yang telah mengalami perubahan pergeseran terhadap kesakralan akibat komodifikasi yang dilakukan pemerintah bersama pemangku tradisi adalah ritual duduk penja. Pergesaran nilai kesakralan ritual duduk penja tidak jauh berbeda dengan pergeseran kesakralan pada ritual ambik tanah. Pada ritual ambik tanah yang telah dijelaskan sebelumnya, pergeseran kesakralan terjadi pada jadwal pelaksanaan ritual yang secara kakiki berbeda saat sebelum dijadikan komodifikasi oleh pemerintah, sedangkan pada ritual duduk penja pergesaran kesakralan tidak hanya jadwal pelaksanaan yang berubah, tetapi juga pada tata pelaksanaan yang tidak lagi sesuai, yaitu pada saat sebelum dilakukan ritual duduk penja, adanya segelintir oknum yang memanfaatkan ritual ini untuk berkampanye dengan mendatangi ketua Kerukunan Keluarga Tabut (KKT). Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menarik simpati masyarakat Sipai dalam mendukung salah satu calon Gubernur Bengkulu periode tahun 2015-2021. Tidak hanya itu saja, tokoh politik tersebut berjanji akan memberikan bantuan dalam bentuk dana kepada KKT, apabila tokoh politik tersebut terpilih menjadi Gubernur Bengkulu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 129
Jika kita bandingkan masyarakat Sipai saat belum masuk menjadi anggota KKT seperti saat sekarang ini, tentu sangat berbeda. Masyarakat Sipai yang cenderung tertutup kini, lebih terbuka menerima perkembangan zaman. Perubahan tersebut terjadi dari sebuah rentetan proses yang panjang dimana ideologi-ideologi baru dan berkembang pada era globalisasi sekarang merasuki budaya lokal, sehingga memungkinkan perubahan pola pikir masyarakatnya untuk bisa berbuat sesuatu yang lebih dengan maksud mendapatkan nilai guna. Setiap masyarakat selalu mengalami transformasi, sehingga tidak ada satu masyarakat pun yang mempunyai potret yang sama dalam waktu yang berbeda, baik masyarakat tradisional maupun masyarakat modern (Garna, 1992:1-2). Tradis tabut yang dahulunya tidak hanya berfungsi untuk memperingati kematian cucu nabi Muhammad S.A.W, akan tetapi juga memiliki simbol ajaran tasawuf di dalamnya yang kini telah berubah menjadi lahan empuk bagi segelintir oknum untuk berpolitik, yaitu untuk mendapatkan simpati dan dukungan dari masyarakat sipai dalam pemilihan Gubernur yang sudah tidak lama lagi dilaksanakan secara serentak di seluruh Indonesia. Akibat dari kedatangan tokoh politik tersebut, membuat jadwal pelaksanaan ritual duduk penja berubah, yaitu yang semula dilaksanakan pukul 15.30 WIB kini bergeser menjadi pukul 17.00 WIB. 3. Ritual Arak Penja dan Arak Seroban Selanjutnya ritual yang mengalami pergesaran nilai kesakralan setelah dilakukan komodifikasi adalah ritual arak penja dan arak seroban. Kedua ritual ini mengalami pergeseran dari segi tempat dan jadwal pelaksanaan yang tidak lagi sesuai dengan aslinya. Ritual arak penja dan arak seroban sebelum dilakukan komodifikasi oleh pemerintah bersama masyarakat Sipai yang terabung dalam KKT, dilaksanakan di tempat dan waktu yang berbeda yaitu dilaksanakan di tanah terbuka pada sore hari pada pukul 15.30 WIB. Namun saat ini, kedua ritual tersebut di laksanakan secara bersamaan baik dari segi waktu dan tempat dengan tujuan, agar kedua ritual ini dapat dikombinasikan dengan acara-acara hiburan lainnya, sehingga tidak terkesan menonton.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 130
Kombinasi antar kedua ritual ini dianggap sebagai langkah yang paling efisien, karena waktu pelaksanaan ritual arak penja dan arak seroban, jika tidak dikombinasikan durasi waktu yang ditampilkan hanya sebentar dan menonton. Oleh sebab itu, langkah ini menurut pemerintah dan pihak KKT merupakan strategi yang paling tepat untuk menarik antusias pengunjung ataupun wisatawan dalam menyaksikan ritual. Maka dari itu, untuk mendukung hal tersebut pemerintah menyediakan panggung modern secara khusus. Proses komodifikasi yang menjadikan panggung, pementasan bukan lagi menjadi objek utama yang dibeli dan mendapatkan nilai guna (sesuai fungsinya) melainkan dibeli (panggung digunakan) sebagai tanda suatu komoditas (Barker, 2000:145-146). Walaupun strategi ini berhasil dalam menarik minat wisatawan untuk menyaksikan ritual arak penja dan arak seroban, tetapi justru dari segi kesakralan ritual yang dilaksanakan dulu dan sekarang sangat jauh berbeda, karena adanya perubahan waktu dan tempat dalam pelaksanaan ritual yang secara sengaja di ubah sesuai dengan keinginan pemerintah dan pihak KKT. Maka dari itu, secara esensial ritual arak penja dan arak seroban telah mengalami pergeseran nilai kesakralan akibat dari komodifikasi tabut sebagai daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu. 4. Ritual Arak Gedang Tradisi tabut yang mengalami pergeseran kesakralan selanjutnya adalah ritual arak gedang akibat dari komodifikasi tabut oleh pemerintah dan pemangku tradisi. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, ritual arak gedang merupakan ritual membawa tabut menuju tempat yang telah ditentukan oleh pemangku tradisi untuk dikumpulkan secara bersama-sama menuju pembuangan akhir di Padang Karbala. Bangunan tabut yang di arak/bawa awalnya hanya dua saja yakni tabut induk yang merupakan tabut sakral yakni terbuat dari bambu dan daun rumbia, kemudian tabut tersebut dikumpulkan di lapangan terbuka selama 1 malam untuk selanjutnya di bawa ke pembuangan. Namun setelah dilakukan komodifikasi, pemerintah melalui Dinas Pariwisata juga ikut berpartisipasi dalam ritual arak gedang ini. Pemerintah juga menampilkan tabut pembangunan dan tabut kkt dalam ritual arak gedang, bahkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 131
pada awal tahun 2002 tabut sakral sudah tidak ditampilkan lagi. Ritual arak gedang yang ditampilkan adalah tabut pembangunan dan tabut kkt dengan total bangunan berjumlah 33 buah bangunan tabut yang disandingkan/ditampilkan secara bersamaan. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk semakin memeriahkan malam ritual arak gedang, karena dari segi ragam hias, tabut pembangunan dan tabut kkt memiliki banyak ornamen disetiap sisi bangunan. Dari banyaknya ornamen tersebut itulah yang membuat ritual arak gedang semakin menarik untuk disaksikan oleh wisatawan. Hal ini semakin jelas bahwa, modifikasi bangunan tabut dilakukan untuk mengikuti selera pasar agar memiliki nilai jual, hal ini sejalan dengan pandangan Barker (2000:517) yang mengatakan bahwa, komodifikasi adalah proses yang diasosiasikan dengan kapitalisme, di mana objek, kualitas, dan tanda-tanda diubah menjadi komoditas, yaitu sesuatu yang tujuan utamanya untuk dijual di pasar. 5. Arak Tabut Sebelum dilakukan komodifikasi, arak tabut dibawa menunju ke pemakaman melalui jalan-jalan yang jauh dari keramaian dengan tujuan untuk memudahkan proses membawa tabut, akan tetapi setelah dilakukan komodifikasi proses arak tabut dibawa melalui jalan-jalan pusat kota Bengkulu. Hal ini dilakukan, agar semua warga Bengkulu diluar keturunan Sipai dapat menyaksikan prosesi ritual arak tabut, walaupun pada akhirnya pemindahan proses ritual arak tabut menuju jalan utama kota Bengkulu menimbulkan dampak negatif, yaitu kemacetan dan banyak fasilitas-fasilitas milik warga yang rusak, seperti banyak-kabel-kabel yang diputus oleh pemangku tradisi karena menghambat jalanya prosesi arak tabut. ini mengindikasikan bahwa, industri kepariwisataan merupakan salah satu bidang yang sangat komplek, maka sektor ini tidak dapat dipandang hanya dari satu sisi positifnya saja, yaitu seperti mengharapkan datangnya perolehan pendapatan, tetapi sisi negatifnya juga harus diperhitungkan (De Kadt dalam, Nugroho, 2001:23). Dari hasil penjelasan tersebut di atas, menunjukan arak tabut merupakan bagian dari ritual yang mengalami pergeseran nilai kesakralan akibat dari komodifikasi tabut sebagai daya tarik wisata budaya di Provinsi Bengkulu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 132
Hal tersebut dapat dilihat dari berbedanya pelaksanaan ritual arak tabut dulu dan sekarang. 6. Tabut Tebuang Ritual tabut tebuang merupakan ritual terakhir dari tradisi tabut yang mengalami pergeserana nilai kesakralan akibat dari komodifikasi yang dilakukan pemerintah bersama dengan masayarakat Sipai. Pergeseran nilai kesakralan pada ritual tabut tebuang ini, terjadi pada tempat dan tata cara pelaksanaan yang tidak sama lagi dilakukan ketika saat sebelum dilakukan komodifikasi oleh pemerintah, yaitu pembuangan tabut tidak lagi dibuang di laut (Pantai Panjang), akan tetapi dibuang di makam Syekh Burhanuddin, demi terwujudnya tabut sebagai daya tarik wisata budaya. Pemindahan tempat pelaksanaan ritual tabut sebelumnya telah dirundingkan dan disepakati bersama dalam proses negosiasi pada masa Orde Baru yakni, antara masyarakat Sipai yang tergabung dalam KKT dengan pihak Dinas Pariwisata Provinsi Bengkulu. Paradigma dalam konteks ini diartikan sebagai seperangkat keyakinan mendasar yang berfungsi untuk menuntun tindakantindakan manusia yang disepakati bersama dalam kehidupan sehari-hari (Ratna, 2010:2). Adapun alasan dipilihnya makam Syekh Burhanuddin sebagai tempat pembuangan tabut, karena (1) Syekh Burhanuddin dianggap sebagai pelopor tradisi tabut pertama di Provinsi Bengkulu, (2) Syekh Burhanuddin dianggap sebagai cikal bakal pertama suku Sipai, (3) makam Syekh Burhanuddin dianggap sebagai makam yang keramat bagi orang Sipai, (4) keberadaan makam Syekh Burhanuddin berada tidak jauh dari pusat Kota Bengkulu, dan (5) pembuangan tabut di makam Syekh Burhanuddin dapat menghidari pencemaran air laut di objek wisata alam Pantai Panjang Kota Bengkulu, karena tabut saat ini sudah menggunakan alat dan bahan yang sulit larut dalam air yang tentunya secara tidak langsung hal ini akan berdampak pada pencemaran. Oleh karena itu untuk menyikapi hal tersebut, pemerintah bersama masyarakat Sipai yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) mengadakan rundingan mengenai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 133
tempat pembuangan tabut, maka pada tahun 2005 diresmikanlah makam Syekh Burhanuddin sebagai tempat pembuangan tabut. Dahulu ketika saat sebelum dilakukan komodifikasi tabut, ritual ini dilaksanakan di laut dan tabut yang diritualkan benar-benar dibuang. Hal berbeda dilakukan setelah tabut mengalami komodifikasi. Ritual tabut tebuang yang dilaksanakan di pemakaman Syekh Burhanuddin, sebenarnya tidak benar-benar dibuang. Bangunan tabut yang dibuang di komplek pemakaman tersebut hanya menjadi simbol saja dengan alasan, yaitu dikawatirkan bangunan tabut dapat menumpuk di area komplek pemakaman yang tentu secara tidak langsung dapat mengotori makam Syekh Burhanuddin. Alasan ini sebenarnya membuka peluang bagi para pemangku tradisi, yakni masyarakat Sipai yang tergabung dalam Kerukunan Keluarga Tabut (KKT) dapat secara penuh membawa pulang banguan tabut untuk disimpan guna persiapan tradisi tabut di tahun berikutnya. Hal ini tentu memberikan keuntungan tersendiri bagi pihak pemangku tardisi untuk dapat menekan pengeluaran dana yang dianggarkan pemerintah untuk pembuatan tabut. Dari hal tersebut menunjukan bahwa, pemerintah sebagai aktor yang bertanggung jawab secara penuh dalam programnya, dirasa belum maksimal mengawasi alokasi dana yang dikeluarkan dalam perayaan tabut di Provinsi Bengkulu.
commit to user