HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Hasil Penelitian 1. Sejarah Bursa Efek Indonesia PT. Bursa Efek Indonesia didirikan pada tanggal 30 Maret 1989 berdasarkan Akte Notaris No.73 dari Kartini Mulyadi, SH (Notaris di Jakarta) dan telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia pada tanggal 12 Juni 1989 melalui Surat Keputusan No.C2.5010/HT/01/1989 serta diumumkan dalam Lembaran Berita Negara No.66 tanggal 18 Agustus 1989. Ijin usaha penyelenggara Bursa Efek Indonesia ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman No.654/KMK/10/1989 tanggal 14 Juni 1989. PT. Bursa Efek Indonesia secara resmi mulai beroperasi pada tanggal 16 Juni 1989 dan diresmikan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia. Anggaran Dasar Perseroan telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dengan adanya Akte No. 566 dari Wachid Hasyim, SH pada tanggal 22 April 1996 beserta perubahannya Akte No. 10 tanggal 7 Agustus 1996 dihadapan notaris yang sama. Akte tersebut telah disahkan oleh BAPEPAM (Badan Pengawas Pasar Modal) dalam Surat Keputusan N0.8907/HT/01/04/1996 pada tanggal 12 September 1996 serta diumumkan dalam Lembaran Berita Negara No. 85 tanggal 22 Oktober 1996. Berdasarkan pasal 3 Anggaran Dasar, maka PT. Bursa Efek Indonesia didirikan dengan tujuan antara lain :
a. Melaksanakan dan menunjang kebijaksanaan pemerintah dalam struktur organisasi PT. Bursa Efek Indonesia, mengenai pengembangan Pasar Modal sebagai alternatif sumber pembiayaan untuk mendukung dunia usaha dalam rangka pembangunan nasional. b. Memberi kesempatan yang lebih luas kepada masyarakat untuk memilih berbagai macam efek dan memberikan yang lebih luas bagi dunia usaha untuk memperoleh dana dengan cara menawarkan efek kepada masyarakat melalui pasar modal. c. Menyelenggarakan perdagangan efek yang teratur, wajar dan efisien. d. Disamping itu, diharapakan dengan adanya PT. Bursa Efek Indonesia, para pengusaha di wilayah Indonesia Timur (umumnya) dan Jawa Timur (khususnya) akan lebih mudah menarik dana jangka panjang yang relatif lebih murah di Pasar Modal. Sejak berdiri tahun 1989 sampai dengan tahun 2002, PT. Bursa Efek Indonesia telah mengalami peningkatan. Berdasarkan data statistik, hingga akhir Desember 2002 sebanyak 323 perusahaan telah tercatat di Bursa Efek Indonesia.
Sturktur Organisasi PT. Bursa Efek Indonesia Dalam menjalankan usahanya, PT. Bursa Efek Indonesia harus mematuhi peraturan Perundang- undangan Pasar Modal yang berlaku. Pembinaan dan pengawasan terhadap PT. Bursa Efek Indonesia ini dilakukan oleh BAPEPAM (Badan Pengawas Pasar Modal). Sesuai dengan Anggaran Dasar perusahaan, bahwa kekuasaan tertinggi terletak pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Didalam struktur organisasi PT. Bursa Efek Indonesia terdapat Dewan Komisaris yang terdiri dari 1 orang Komisaris Utama dan 3 orang Komisaris, serta Dewan Direksi yang terdiri dari 3 orang yaitu 1 orang Direktur Utama dan 2 orang Direktur lainnya sebagai Direktur yang mendampingi pekerjaan tertentu serta membawahi suatu departemen-departemen. Perubahan terakhir Anggaran Dasar Perseroan termuat dalam Akta Pernyataan Keputusan Rapat No. 35 tanggal 20 Mei 2009, yang dibuat dihadapan Benny Kristianto, S.H, notaris di Jakarta untuk disesuaikan dengan UU No. 40 tahun 2007 tentang Perusahaan Terbatas. Akta Perubahan tersebut disetujui oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dalam Surat Keputusan No. AHU-AH.0110-2319 tanggal 11 November 2009. Berdasarkan keputusan presiden No.60 tahun 1988, tentang pasar modal, PT. Bursa Efek Indonesia memiliki bagan struktur organisasi sebagai berikut :
RUPS
Dewan Komisaris Direktur Utama Corporate Secretary Audit
Dir. Umum
Dir. Perdagangan
Dir. Keungan
Dir. Adm & Penerangan
Dir. Penyelenggara Bursa
Dir. Keungan dan Akuntansi
Bag. Adm Umum
Bag. Penrg & Humas
Bag. Pengol Data
Bag. Adm & Perdag
Bag. Akun
Sumber : PT. Bursa Efek Indonesia
GAMBAR 1 STRUKTUR ORGANISASI PT. BURSA EFEK INDONESIA
Bag. Adm & Perdag
2. Sejarah Bank Rakyat Indonesia, Tbk Bank Rakyat Indonesia (BRI) adalah salah satu bank milik pemerintah yang terbesar di Indonesia. Pada awalnya Bank Rakyat Indonesia (BRI) didirikan di Purwokerto, Jawa Tengah oleh Raden Bei Aria Wirjaatmadja dengan nama De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofden atau "Bank Bantuan dan Simpanan Milik Kaum Priyayi Purwokerto", suatu lembaga keuangan yang melayani orang-orang berkebangsaan Indonesia (pribumi). Lembaga tersebut berdiri tanggal 16 Desember 1895, yang kemudian dijadikan sebagai hari kelahiran BRI. Pada periode setelah kemerdekaan RI, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1946 Pasal 1 disebutkan bahwa BRI adalah sebagai Bank Pemerintah pertama di Republik
Indonesia.
Dalam masa perang
mempertahankan
kemerdekaan pada tahun 1948, kegiatan BRI sempat terhenti untuk sementara waktu dan baru mulai aktif kembali setelah perjanjian Renville pada tahun 1949 dengan berubah nama menjadi Bank Rakyat Indonesia Serikat. Pada waktu itu melalui PERPU No. 41 tahun 1960 dibentuklah Bank Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN) yang merupakan peleburan dari BRI, Bank Tani Nelayan dan Nederlandsche Maatschappij (NHM). Kemudian berdasarkan Penetapan Presiden (Penpres) No. 9 tahun 1965, BKTN diintegrasikan ke dalam Bank Indonesia dengan nama Bank Indonesia Urusan Koperasi Tani dan Nelayan. Setelah berjalan selama satu bulan, keluar Penpres No. 17 tahun 1965 tentang pembentukan bank tunggal dengan nama Bank Negara Indonesia. Dalam
ketentuan baru itu, Bank Indonesia Urusan Koperasi, Tani dan Nelayan (eks BKTN) diintegrasikan dengan nama Bank Negara Indonesia unit II bidang Rural, sedangkan NHM menjadi Bank Negara Indonesia unit II bidang Ekspor Impor (Exim). Berdasarkan Undang-Undang No. 14 tahun 1967 tentang Undang-undang Pokok Perbankan dan Undang-undang No. 13 tahun 1968 tentang Undang-undang Bank Sentral, yang intinya mengembalikan fungsi Bank Indonesia sebagai Bank Sentral dan Bank Negara Indonesia Unit II Bidang Rular dan Ekspor Impor dipisahkan masing- masing menjadi dua Bank yaitu Bank Rakyat Indonesia dan Bank Ekspor Impor Indonesia. Selanjutnya berdasarkan Undang-undang No. 21 tahun 1968 menetapkan kembali tugas-tugas pokok BRI sebagai bank umum. Sejak 1 Agustus 1992 berdasarkan Undang-Undang Perbankan No. 7 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah RI No. 21 tahun 1992 status BRI berubah menjadi perseroan terbatas. Kepemilikan BRI saat itu masih 100% di tangan Pemerintah Republik Indonesia. Pada tahun 2003, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menjual 30% saham bank ini, sehingga menjadi perusahaan publik de ngan nama resmi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., yang masih digunakan sampai dengan saat ini. Selanjutnya, Anggaran Dasar BRI telah mengalami beberapa kali perubahan. Perubahan terakhir didokumentasikan dalam Akta No.57 tanggal 28 Maret 2012, Notaris Dina Choize, S.H. pengganti dari Notaris Fathiah Helmi, S.H., dan telah mendapatkan persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No.AHU-AH.01.10-20726 tanggal 8 Juni
2012. Berdasarkan pasal 3 Anggaran Dasar BRI yang terakhir, ruang lingkup kegiatan BRI adalah turut melaksanakan dan menunjang kebijakan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya, khususnya dengan melakukan usaha di bidang perbankan sesuai dengan undangundang dan peraturan yang berlaku, termasuk melakukan kegiatan operasi sesuai dengan prinsip syariah. Visi dan Misi BRI Visi 1. Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan kepuasan nasabah. Misi 1. Melakukan kegiatan perbankan yang terbaik dengan mengutamakan pelayanan kepada usaha mikro, kecil dan menengah untuk menunjang peningkatan ekonomi masyarakat. 2. Memberikan pelayanan prima kepada nasabah melalui jaringan kerja yang tersebar luas dan didukung oleh sumber daya manusia yang profesiona l dengan melaksanakan praktik good corporate governance. 3. Memberikan keuntungan dan manfaat yang optimal kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Karakteristik BRI 1. BRI merupakan bank milik pemerintah yang mengutamakan suatu pelayanan pemberian kredit untuk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
2. Pangsa pasarnya ditujukan kepada nasabah kalangan menengah kebawah, melalui jaringan kerja hingga ke daerah pedesaan. 3. Dari segi saluran fisik BRI memiliki kantor cabang yang lebih luas dibandingkan bank lain dan menusuk hingga sampai berbagai tempat. 3. Sejarah Bank Agroniaga, Tbk Bank Agro pada mulanya didirikan atas pemahaman sepenuhnya dari Dana Pensiun Perkebunan (DAPENBUN) sebagai pengelola dana pensiun karyawan seluruh PT. Perkebunan Nusantara, bahwa agrobisnis di Indonesia sangat potensial untuk dikembangkan. Maka pada saat pemerintah mengeluarkan kebijakan yang memberi kemudahan untuk membuka usaha bank pada tanggal 27 Oktober 1988, DAPENBUN mempergunakan kesempatan ini untuk mendirikan bank yang kegiatan usaha utamanya membantu pembiayaan di bidang agrobisnis. BANK AGRO didirikan dengan maksud untuk menjalankan kegiatan usaha di bidang perbankan umum dalam arti yang seluas- luasnya secara profesional, serta berperan menunjang terwujudnya industri agrobisnis yang semakin tumbuh dan berkembang dalam sistem perekonomian nasional yang tangguh dalam era globalisasi di masa mendatang. Bank Agro yang didirikan dengan akte notaris Rd. Soekarsono, SH di Jakarta No. 27 tanggal 27 September 1989, kemudian memperoleh ijin usaha dari Menteri Keuangan tanggal 11 Desember 1989, mulai beroperasi secara komersial pada tanggal 8 Februari 1990. Terjadinya krisis keuangan Asia pada tahun 1997, menyeret Indonesia memasuki krisis multi-dimensional yang terburuk sepanjang sejarah. Namun
Bank Agro berhasil mempertahankan eksistensinya tanpa dukungan rekapitalisasi dari pemerintah. Keberhasilan ini disebabkan adanya penerapan pengelolaan perbankan yang senantiasa memegang teguh prinsip kehati- hatian, patuh dan taat pada landasan operasional, yang bersandar pada prinsip tata kelola perusahaan yang baik, termasuk nilai-nilai utama yang dianut, serta memberdayakan sumber dana dan sumber daya guna pengembangan secara dinamis bagi keberhasilan usaha Bank Agro. Keberhasilan Bank Agro juga tidak terlepas dari komitmen yang telah benarbenar ditunjukkan oleh Dana Pensiun Perkebunan (DAPENBUN) sebagai Pemegang Saham Pengendali, dengan terus ditingkatkannya permodalan Bank Agro serta penyaluran dana yang terfokus dan selektif pada sektor agrobisnis, seperti kredit kepada PT Perkebunan Nusantara berikut kelompok usaha pendukungnya (rekanan dan kontraktor) maupun penyaluran dana untuk kesejahteraan para petani melalui KKPA dan KKP yang telah direkomendasi oleh PT Perkebunan Nusantara terkait. Selanjutnya, PT Bank Agroniaga resmi bersulih nama menjadi PT. Bank Rakyat Indonesia Agroniaga atau BRI Agro setelah mendapat persetujuan Bank Indonesia (BI) melalui surat keputusan Nomor 14/72/KEP.GBI/2012 tertanggal 10 Oktober 2012. Perusahaan yang sudah 23
tahun mengembangkan aktivitas
usaha
pembiayaan agrobisnis ini resmi diakuisisi PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (Persero) pada 3 Maret 2011. Adapun saat ini, kepemilikan saham perusahaan
sebanyak 79,78 persen dikempit oleh bank pelat merah tersebut, 14 persen oleh Dana Pensiun Perkebunan, dan sisanya 6,22 persen tersebar di masyarakat.
4.2 Pembahasan 4.2.1 Rasio Keuangan 1. Current Ratio Rasio lancar atau Current Ratio (CR) adalah rasio yang biasa d igunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendek yang akan jatuh tempo dalam waktu satu tahun. Perhitungan current ratio untuk PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk adalah: Tabel 1 Perhitungan Current Ratio Sebelum dan Sesudah Akuisisi Kondisi
Tahun
Aktiva Lancar
Hutang Lancar
CR
Sebelum
2009
315.580.817
289.689.648
108,93 %
Akuisisi
2010
401.990.501
369.612.492
108,65%
Setelah
2011
467.267.326
420.078.955
111,23 %
Akuisisi
2012
549.311.879
468.455.011
117,26%
Sumber Data: Lampiran1 (Diolah) Dari tabel diatas tingkat current ratio yang dimiliki oleh perusahaan PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk sebelum melakukan akuisisi cenderung tetap yaitu 108,93% pada tahun 2009 dan 108,65% pada tahun 2010. Rasio perusahaan ya ng normal berkisar pada angka 200%, tetapi pada current ratio pada kondisi sebelum akuisisi tersebut berkisar pada rata-rata 108,79% yang menunjukkan angka yang
rendah. Hal ini menunjukkan bahwa risiko likuiditas pada perusaahaan PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk tinggi atau dengan kata lain kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancar selama periode tersebut rendah. Sedangkan tingkat current ratio yang dimiliki perusahaan PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk setelah akuisisi mengalami kenaikan yaitu 111,23% pada tahun 2011 dan 117,26% pada tahun 2012. Angka tersebut masih dibawah angka normal, tetapi lebih meningkat dibandingkan pada kondisi sebelum akuisisi. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan berusaha menaikkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancar. Tingkat current ratio perusahaan tertinggi terjadi pada tahun 2012 sebesar 117,26%. Kondisi ini dikarenakan pada tahun tersebut utang pajak perusahaan menurun dari Rp 1.105.997,- menjadi Rp 895.695,-. Sedangkan tingkat current ratio terendah terjadi pada tahun 2010 sebesar 108,65%. Kondisi ini dikarenakan utang pajak perusahaan meningkat menjadi Rp 1.930.923,-. Tingkat current ratio setelah melakukan akuisisi cenderung meningkat dari 111,23% pada tahun 2011 menjadi 117,26% pada tahun 2012. Kondisi ini mencerminkan bahwa kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya semakin baik. 2. Debt Equity Ratio
Debt Equity Ratio adalah rasio untuk menunjukkan perbandingan antara utang dan ekuitas perusahaan. Perhitungan Debt Equity Ratio untuk PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk adalah:
Tabel 2 Perhitungan Debt Equity Ratio Sebelum dan Sesudah Akuisisi Kondisi
Tahun
Total Utang
Total Ekuitas
DER
Sebelum
2009
289.689.648
27.257.381
1062,79%
Akuisisi
2010
367.612.492
36.673.110
1002%
Setelah
2011
420.078.955
49.820.329
843,18%
Akuisisi
2012
486.455.011
64.336.790
756,10%
Sumber Data : Lampiran1 (Diolah) Dari tabel diatas tingkat Debt Equity Ratio yang dimiliki perusahaan PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk sebelum melakukan akuisisi pada tahun 2009-2010 menghasilkan angka yang tajam yaitu 1062,79% pada tahun 2009 dan 1002% pada tahun 2010. Hal ini menunjukkan bahwa beban perusahaan PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk sebelum melakukan akuisisi dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya dengan menggunakan modal sangat tinggi dan kondisi tersebut menunjukkan risiko perusahaan tinggi. Sedangkan tingkat Debt Equity Ratio yang dimiliki perusahaan PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk setelah akuisisi selama tahun 2011-2012 cenderung menurun dibandingkan dengan kondisi sebelum akuisisi yaitu 843,18% pada tahun 2011 dan 756,10% pada tahun 2012. Kondisi ini menunjukkan bahwa
perusahaan berusaha menunurunkan risiko dan beban yang dipikul perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka panjangnya dengan menggunakan modal yang dimiliki. Tingkat Debt Equity Ratio terendah terjadi pada tahun 2012 sebesar 756,10%. Rendahnya tingkat debt equity ratio setelah akuisisi ini dikarenakan turunnya tingkat kewajiban lancar yang dipicu oleh menurunnya tingkat hutang pajak dan cukai perusahaan menjadi sebesar Rp. 895.695,-. Disamping itu juga modal yang dimiliki oleh perusahaan dapat ditingkatkan menjadi sebesar Rp. 64.881.779,sehingga beban yang ditanggung oleh perusahaan semakin menurun. Tingkat debt equity ratio sebelum akuisisi tertinggi terjadi pada tahun 2009 sebesar 1062,79%. Tingginya tingkat debt equity ratio ini dikarenakan pada tahun tersebut pos pinjaman yang diterima sangat tinggi senilai Rp. 13.611.399,-. Disamping itu modal yang dimiliki perusahaan rendah senilai Rp. 27.257.381,-. 3. Debt to Total Aset Ratio Debt to Total Aset Ratio adalah Ratio yang menunjukkan perbandingan antara jumlah hutang dengan jumlah seluruh aktiva yang diketahui. Perhitungan Debt to Total Aset Ratio untuk PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk adalah: Tabel 3 Perhitungan Debt to Total Aset Ratio Sebelum dan Sesudah Akuisisi Kondisi
Tahun
Total Hutang
Total Aktiva
DAR
Sebelum
2009
289.689.648
316.947.029
91,40%
Akuisisi
2010
367.612.492
404.285.602
90,92%
Setelah
2011
420.078.955
469.899.284
89,39%
Akuisisi
2012
486.455.011
551.336.790
88,23%
Sumber Data : Lampiran1 (Diolah) Dari tabel diatas, tingkat Debt to Total Aset Ratio yang dimiliki oleh PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk sebelum melakukan akuisisi pada tahun 2009-2010 mendapatkan hasil yang tinggi yaitu 91,40% pada tahun 2009 dan 90,92% pada tahun 2010. Dari tahun 2009 ke tahun 2010 terlihat masih tetap hanya terjadi penurunan sebesar 1%. Hal ini menunjukkan bahwa sebelum melakukan akuisisi beban perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya dengan menggunakan total asetnya adalah tinggi. Kemampuan perusahaan menggunakan total aset dalam kewajiban jangka panjangnya yang tinggi akan menimbulkan risiko yang tinggi juga. Sedangkan tingkat Debt to Total Aset Ratio yang dimiliki PT. Bank Rakyat Indonesia setelah melakukan akuisisi pada tahun 2011-2012 terlihat mengalami penurunan, meskipun penurunan tersebut tidak tajam yaitu menghasilkan 89,39% pada tahun 2011 dan 88,23 pada tahun 2012. Kondisi ini menunjukkan bahwa perusahaan berusaha menurunkan risiko dan beban yang dipikul perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka panjangnya dengan mengandalkan total aset yang dimiliki. Tingkat debt to total asset perusahaan terendah terjadi pada tahun 2012 sebesar 88,23%. Rendahnya tingkat debt to total asset setelah akuisisi ini dikarenakan menurunnya tingkat hutang pajak dan cukai perusahaan sebesar Rp. 895.695,-. Disamping itu total asset yang dimiliki oleh perusahaan ditingkatkan
menjadi sebesar Rp. 551.336.790,- sehingga beban yang ditanggung oleh perusahaan semakin menurun. Tingkat debt to total asset tertinggi terjadi pada tahun 2009. Tingginya tingkat debt to total asset ratio ini dikarenakan pada tahun tersebut meningkatnya pos pinjaman yang diterima yaitu sebesar Rp. 13.611.399,dan merupakan total asset terendah yang dimiliki oleh perusahaan yaitu Rp. 316.947.029%. 4. Net Profit Margin Net Profit Margin adalah ratio yang menunjukkan kemampuan setiap rupiah pendapatan untuk menghasilkan laba bersih (Earnings After Taxes, EAT). Perhitungan net profit margin untuk PT. Bank Rakyat Indonesia adalah: Tabel 4 Perhitungan Net Profit Margin Sebelum dan Sesudah Akuisisi Kondisi
Tahun
Laba Bersih
Pendapatan
NPM
Setelah Pajak Sebelum
2009
7.308.292
35.334.131
20,68%
Akuisisi
2010
11.472.385
44.615.162
25,71%
Setelah
2011
15.087.996
48.164.348
31,32%
Akuisisi
2012
18.687.380
49.610.241
37,67%
Sumber Data : Lampiran1 (Diolah) Dari tabel diatas, tingkat net profit margin yang dimiliki oleh perusahaan PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk sebelum melakukan akuisisi selama tahun 2009-2010 cenderung sedikit rendah yaitu 20,68% pada tahun 2009 dan 25,71% pada tahun
2010. Hal ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba bersih kurang baik. Sedangkan tingkat net profit margin yang dimiki oleh perusahaan PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk setelah melakukan akuisisi selama tahun 2011-2012 mengalami kenaikan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan lebih meningkatkan kemampuannya dalam memperoleh laba bersih. Tingkat net profit margin perusahaan terendah yaitu pada saat sebelum melakukan akuisisi terjadi pada tahun 2009 sebesar 20,68%. Rendahnya tingkat net profit margin ini dikarenakan pada tahun tersebut perusahaan mengalami kenaikan beban bunga & pembiayaan lainnya sebesar Rp 12.179.932,- sehingga mengurangi
laba
bersih
perusahaan
menjadi
Rp
7.308.292,-.
Sebagai
perbandingan pada tahun 2010 perusahaan memiliki rasio net profit margin sedikit lebih besar yaitu 25,71%. Hal ini dikarenakan pada tahun tersebut perusahaan dapat menekan beban bunga dan pembiayaan menjadi turun sebesar Rp 11.448.953,- sehingga laba bersih perusahaan dapat dimaksimalkan menjadi Rp 11.472.385,-. Tingat net profit margin tertinggi yaitu pada saat setelah melakukan akuisisi terjadi pada tahun 2012 sebesar 37,67%, menunjukkan pada tahun tersebut kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba bersihnya semakin baik. Tingginya tingkat net profit margin pada tahun tersebut dikarenakan perusahaan dapat meningkatkan pendapatannya sebesar Rp 49.610.421,-. 5. Return On Asset (ROA)
Return On Asset Ratio yaitu ratio untuk mengetahui sampai seberapa jauh asset yang digunakan untuk menghasilkan laba, dalam hal ini EBIT. EBIT adalah laba sebelum beban pajak. Perhitungan Return On Asset untuk PT. Bank Rakyat Indonesia adalah:
Tabel 5 Perhitungan Return On Asset Sebelum dan Sesudah Akuisisi Kondisi
Tahun
Laba Sebelum
Total Asset
ROA
Beban Pajak Sebelum
2009
9.891.228
316.947.029
3,12%
Akuisisi
2010
14.908.230
404.285.602
3.69%
Setelah
2011
18.755.880
469.899.284
3.99%
Akuisisi
2012
23.859.572
551.336.790
4.33%
Sumber Data : Lampiran1 (Diolah) Dari tabel diatas, tingkat return on asset yang dimiliki perusahaan PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk sebelum melakukan akuisisi cenderung pada hasil yang tetap yaitu 3,20% pada tahun 2009 dan 3,69 pada tahun 2010. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba sebelum pajak dengan menggunakan total asset yang dimiliki cukup baik. Karena semakin tinggi ROA maka makin baik bagi perusahaan. Tingkat return on asset yang dimiliki perusahaan PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk setelah akuisisi tidak jauh berbeda bila dibandingkan sebelum akuisisi, yaitu 3,99% tahun 2011 dan 4,33 tahun 20120. Hanya mengalami sedikit
kenaikan dibandingkan pada tahun sebelum akuisisi. Kondisi ini menunjukkan bahwa perusahaan berusaha untuk menaikkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan memanfaatkan total asset yang dimilikinya. Tingkat return on asset perusahaan terendah yaitu pada saat sebelum akuisisi terjadi pada tahun 2009 sebesar 3,20%. Kondisi ini menunjukkan pada tahun tersebut kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atas total asset yang dimiliki belum cukup baik dibandingkan dengan tahun berikutnya. Rendahnya tingkat return on asset ini dikarenakan pada tahun tersebut beban bunga, pembiayaan lainnya dan Syariah perusahaan menunjukkan hasil yang tinggi yaitu Rp. 12.284.636,- dibandingkan dengan tahun 2010 yaitu Rp. 11.726.559,-. disamping itu juga pada tahun tersebut tingkat pendapatan operasional perusahaan rendah yaitu Rp. 3.269.594,- dari pada tahun selanjutnya. Sehingga laba sebelum pajak yang dihasilkan perusahaan sebesar Rp. 9.891.228,-. Tingkat return on asset tertinggi yaitu pada saat setelah akuisisi pada tahun 2012 sebesar 4,33%, menunjukkan pada tahun tersebut kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba dengan memanfaatkan total asset yang dimilikinya lebih baik dari pada pada saat sebelum akuisisi. Tingginya return on asset pada tahun tersebut dikarenakan perusahaan dapat meningkatkan pendapatan operasional perusahaan menjadi sebesar Rp. 8.389.732,- dari tahun pada tahun 2011 sebesar Rp. 5.775.975,-. Disamping itu juga perusahaan mampu menekan beban penyisihan kerugian penurunan nilai atas asset keuangan menjadi sebesar Rp. 2.668.177,- dari tahun sebelumnya sebesar Rp. 5.791.658,- sehingga laba yang dihasilkan perusahaan meningkat menjadi Rp. 23.859.572,-. Tingginya return on
asset ini juga dikarenakan total asset yang dimiliki oleh perusahaan naik menjadi Rp. 64.881.779 dari tahun sebelumnya. Kondisi ini mencerminkan bahwa perusahaan lebih baik, dengan kenaikan total asset perusahaan mampu meningkatkan laba sebelum beban pajak yang diperoleh perusahaan.
6. Return On Equity Ratio
ini digunakan untuk
mengelola modal yang tersedia untuk
menghasilkan laba (EBIT). Semakin besar ROE, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai. Perhitungan Return On Equity pada PT. Bank Rakyat Indonesia adalah: Tabel 6 Perhitungan Return On Equity Sebelum dan Sesudah Akuisisi Kondisi
Tahun
Laba Sebelum
Total Ekuitas
ROE
Beban Pajak Sebelum
2009
9.891.228
27.257.381
36,29%
Akuisisi
2010
14.908.230
36.673.110
40,65%
Setelah
2011
18.755.880
49.820.329
37,65%
Akuisisi
2012
23.859.572
64.881.779
39,77%
Sumber Data : Lampiran1 (Diolah) Dari tabel diatas, tingkat return on equity yang dimiliki oleh perusahaan PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk sebelum melakukan akuisisi selama tahun 20092010 cenderung meningkat yaitu 36,29% pada tahun 2009 dan 40,65% pada tahun 2010. Hal ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba dengan menggunakan modal yang dimilikinya semakin baik.
Tingkat return onequity yang dimiki oleh perusahaan PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk setelah akuisisi justru menunjukkan kecenderungan menurun. Kondisi ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan modal yang dimilikinya semakin menurun yaitu dengan hasil 37,65% untuk tahun 2011 dan 36,77% untuk tahun 2012. Tingkat return on equity perusahaan terendah yaitu pada saat sebelum melakukan akuisisi terjadi pada tahun 2009. Kondisi ini menunjukkan pada tahun tersebut kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atas modal yang dimiliki tidak cukup baik bila dibandingkan pada tahun 2010. Rendahnya tingkat return on equity ini dikarenakan jumlah ekuitas pada tahun tersebut terendah. Disamping itu juga pada tahun tersebut pendapatan perusahaan lebih rendah dibanding pada tahun selanjutnya. Sehingga laba yang dihasilkan perusahaan menjadi sebesar Rp 9.891.228,-. Tingkat return on equity tertinggi juga saat sebelum melakukan akuisisi terjadi pada tahun 2010 sebesar 40,65%, menunjukkan pada tahun tersebut kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba dengan memanfaatkan modal yang dimilikinya lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Tingginya tingkat return on equity pada tahun tersebut dikarenakan jumlah beban bunga & pembiayaan
lainnya
meningkat sedangkan pendapatan
yang dihasilkan
perusahaan mengalami kenaikan, sehingga laba sebelum beban pajak yang dihasilkan oleh perusahaan meningkat menjadi sebesar Rp 14.908.230,- dari tahun sebelumnya sebesar Rp 9.891.228,-. Kondisi ini mencerminkan bahwa perusahaan berusaha lebih baik dalam mengelola modal yang dimilikinya.
4.2.2 Pengujian Hipotesis Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Uji Beda Dua Rata-rata Berpasangan untuk menguji apakah ada perbedaan kinerja keuangan perusahaan sebelum dan sesudah akuisisi maka digunakan uji t dua sampel berpasangan (Paired Sample Test) yaitu sebuah pengujian dengan subyek yang sama namun mengalami perlakuan yang berbeda. Adapun prosedur pengujian yang digunakan, sebagai berikut : a. Jika signifikasi > 0,05 maka
diterima dan
ditolak yang berarti tidak
terdapat perbedaan kinerja keuangan rasio sebelum dan sesudah akuisisi. b. Jika signifikasi < 0,05 maka
ditolak dan
diterima yang berarti terdapat
perbedaan kinerja keuangan rasio sebelum dan sesudah akuisisi. Dari hasil uji paired sample t test dengan menggunakan alat bantu SPSS 19.0 dan prosedur pengujian yang digunakan untuk perbedaan kinerja keuangan sebelum dan sesudah akuisisi pada PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk maka diperoleh hasil sebagai berikut:
Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of the Difference
Std. Mean Pair 1
CR Sebelum
Deviation
Std. Error Mean
Lower
Upper
Sig. (2t
df
tailed)
-,05455
,04462
,03155
-,45543
,34633
-1,729
1
,334
2,32955
,18873
,13345
,63391
4,02519
17,456
1
,036
CR Sesudah Pair 2
DER Sebelum DER Sesudah
Pair 3
DAR Sebelum
,02350
,00481
,00340
-,01970
,06670
6,912
1
,091
-,11300
,00933
,00660
-,19686
-,02914 -17,121
1
,037
,01260
,03705
,02620
-,32030
,34550
,481
1
,715
-,20240
,27393
,19370
-2,66359
2,25879
-1,045
1
,486
DAR Sesudah Pair 4
NPM Sebelum NPM Sesudah
Pair 5
ROE Sebelum ROE Sesudah
Pair 6
ROA Sebelum ROA Sesudah
Dari output SPSS 19.0, diketahui hasil dari 6 rasio keuangan membuktikan bahwa ada 4 rasio yang terdiri dari Current Ratio, Debt to Total Asset Ratio, Return On Equity, Return On Asset menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan kinerja keuangan sebelum dan sesudah akuisisi. Secara statistik diindikasikan dengan nilai signifikasi masing- masing rasio tersebut diatas α = 0,05. Sedangkan untuk kinerja keuangan yang diukur dengan Debt Equity Ratio dan Net Profit Margin menunjukkan perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah akuisisi. Secara statistik diindikasikan dengan nilai signifikasi kurang dari α = 0,05. 1. Current Ratio Dari hasil SPSS 19.0 diatas menunjukkan sign (2-tailed) > α yaitu 0,334 > 0,05 maka
ditolak yang berarti pada Current Ratio tidak ada perbedaan
yang signifikan tingkat Current Ratio perusahaan antara sebelum dan sesudah akuisisi pada PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk. 2. Debt Equity Ratio Dari hasil diatas menunjukkan sig (2-tailed) < α yaitu 0,036 < 0,05 maka diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada Debt Equity Ratio
terdapat perbedaan antara sebelum dan sesudah akuisisi pada PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk. 3. Debt to Total Asset Ratio Dari hasil SPSS 19.0 diatas menunjukkan sig (2-tailed) > α yaitu 0,091 > 0,05 maka
ditolak. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa Debt to Total Asset
Ratio tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah akuisisi pada PT. Bank Rakyat Indonesia. 4. Net Profit Margin Dari hasil SPSS 19.0 diatas menunjukkan sig (2-tailed) < α yaitu 0,037 < 0,05 maka
diterima. Hal ini menunjukkan bahwa pada rasio Net Profit Margin
terdapat perbedaan antara sebelum dan sesudah akuisisi pada PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk. 5. Return On Equity Dari hasil SPSS 19.0 diatas menunjukkan sig (2-tailed) > α yaitu 0,715 > 0,05 maka
ditolak. Hal ini menunjukka bahwa pada rasio Return On Equity
tidak terdapat perbedaan antara sebelum dan sesudah akuisisi pada PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk. 6. Return On Asset Dari hasil SPSS 19.0 diatas menunjukkan sig (2-tailed) > α yaitu 0,486 > 0,05 maka
ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa pada rasio Return On Asset
tidak terdapat perbedaan antara sebelum dan sesudah akuisisi pada PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk.