perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Deskripsi Kecamatan Pasar Kliwon Kecamatan Pasar Kliwon adalah salah satu kecamatan di Kota Surakarta. Secara geografis letaknya antara 1100 BT-111 0 BT dan 7,60 LS-80 LS. Jarak kantor Kecamatan dengan pusat Kota Surakarta berjarak 1 km yang dapat ditempuh selama 10-15 menit. Jarak tempuh ini terbilang cepat karena akses jalan di Kecamatan Pasar Kliwon menuju ke pusat Kota Surakarta atau sebaliknya mudah dilalui. Kondisi jalan beraspal yang baik memperlancar dan mempermudah transportasi. Letaknya yang dekat dengan pusat pemerintahan juga memberi dampak kepada kemudahan akses masyarakat untuk mendapatkan informasi. Wilayah Kecamatan Pasar Kliwon termasuk dataran rendah karena ketinggian wilayah Kecamatan Pasar Kliwon adalah 92 m dari permukaan laut yang sebagian besar berupa dataran rendah dan dekat dengan pusat industri,
maka
mempengaruhi sistem mata pencaharian penduduk, yaitu sebagai buruh industri. Jumlah penduduk yang banyaknya 90.064 orang, buruh industri merupakan mata pencaharian yang mendominasi yakni 11.296 orang, selebihnya sebagai buruh bangunan 7.965 orang, pedagang 7.938 orang, jasa pengangkutan 4.720 orang, pengusaha 2.666 orang, sisanya sebagai PNS, Pensiunan dan lain-lain. (Bank Data Monografi Dinamis Kecamatan Pasar Kliwon bulan April 2013) Dalam kehidupan, agama yang paling banyak dianut oleh penduduk kecamatan Pasar Kliwon adalah agama Islam sekitar 74.803 orang, Kristen Katolik/Protestan 14.736 orang, selebihnya Hindu dan Budha masing-masing 150 orang dan 356 orang. (Data Monografi Kecamatan Pasar Kliwon tahun 2013). Batas-batas wilayah kecamatan Pasar Kliwon di sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Banjarsari dan Kecamatan Jebres, sebelah Selatan Kecamatan Serengan dan Kabupaten Sukoharjo, sebelah Barat Kecamatan Serengan dan Kecamatan Banjarsari, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo.
commit to user 46
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
Luas wilayah Kecamatan Pasar Kliwon 339,55 ha didominasi oleh tanah pekarangan dan bangunan dengan jumlah penduduk sebanyak
90.064 jiwa.
Kelembagaan desa atau kelurahan di Kecamatan Pasar Kliwon 9 kelurahan. (Data Monografi Kecamatan Pasar Kliwon 2013). Dengan komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan dapat diketahui jumlah penduduk yang pernah sekolah, tidak sekolah, dan penduduk yang belum sekolah. Usia sekolah dari umur 5 tahun keatas. Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan kecamatan Pasar Kliwon sebagai berikut: Tabel 4.1. Tingkat pendidikan penduduk Pasar kliwon dari umur 5 tahun keatas No.
Tingkat Pendidikan
Jumlah
1.
Akademi/Perguruan Tinggi
8.570
2.
SMA
23.672
3.
SMP
17.520
4.
SD
10.411
5.
Tidak Tamat SD
6.452
6.
Belum Tamat SD
10.062
7.
Tidak Sekolah
6.049
Sumber : Data Monografi Kecamatan Pasar Kliwon 2013
2. Keadaan Lokasi dan Demografi Kelurahan Baluwarti A. Keadaan Lokasi Kelurahan Baluwarti Kelurahan Baluwarti merupakan bagian wilayah dari Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta. Secara geografis batas Utara berbatasan dengan wilayah Kelurahan Kauman dan Kedunglumbu. Sebelah Selatan berbatasan langsung dengan wilayah Kelurahan Pasar Kliwon dan Kelurahan Gajahan. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Semanggi dan Kelurahan Pasar Kliwon. Sebelah Barat dengan Kelurahan Gajahan. Kelurahan Baluwarti terletak dalam kompleks Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat tepatnya masih dalam kawasan benteng dari Keraton Kasunanan Hadiningrat dan berpengaruh pada kawasan Baluwarti yang memiliki arsitektur bangunan dan corak kehidupan sosial yang masih mewarisi adat istiadat yang biasa diterapkan dalam kehidupan jaman
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
Kerajaan dahulu karena memang kawasan Baluwarti pada masa lampau merupakan tempat tinggal para abdi dalem dan kerabat Keraton. Akses jalan Kelurahan Baluwarti menuju Kecamatan Pasar Kliwon sudah baik dan hanya memakan waktu jarak tempuh 5 menit dengan sepeda motor untuk sampai ke Kecamatan Pasar Kliwon. Luas wilayah Kelurahan Baluwarti seluas 40,70 hektar yang terdiri dari permukiman, pekarangan, dan prasarana umum lainnya. Seluruhnya merupakan tanah kering dan tidak mempunyai tanah basah atau sawah, karena memang daerah tersebut termasuk daerah perkotaan. Sebagian besar tanah yang digunakan untuk pemukiman tidak ada tanaman-tanaman produksi yang ditanam oleh penduduk. Topografi Kelurahan Baluwarti termasuk dataran rendah karena tingkat kemiringan tanah hanya sebesar 2º dengan tekstur tanah lempung yang berwarna abu-abu. Di samping itu, tinggi tempat 130 m di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata 30º C dengan curah hujan sedang. Tabel 4.2. Penggunaan tanah di kelurahan Baluwarti. Jumlah Penggunaan
Ha
1. Pemukiman dan Pekarangan
33,15
penduduk 2. Lain-lain Jumlah penggunaan lahan
Keterangan Termasuk
bangunan
dan
pemukiman miskin 7,55
Jalan
40,70
Sumber : Data Monografi Kelurahan Baluwarti Bulan April tahun 2013
B. Keadaan Demorgafi Kelurahan Baluwarti 1. Jumlah Penduduk Kelurahan Baluwarti memiliki luas 40,70 ha dengan jumlah penduduk 6.343 jiwa yang terdiri dari 1.888 kepala keluarga. Berdasar data tersebut dapat diuraikan bahwa menurut kelompok umur dan jenis kelamin, penduduk kelurahan Baluwarti lebih banyak yang berjenis kelamin perempuan dibandingkan penduduk yang berjenis kelamin laki-laki.
Tabel 4.3. Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
Kelompok Umur
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
4
81
83
164
5-9
203
219
422
10 - 14
276
244
520
15 - 19
251
239
480
20 - 24
223
222
445
25 - 29
247
241
488
30 - 39
548
591
1.139
40 - 49
487
554
1.041
50 - 59
383
421
804
60 plus
376
464
840
0
Sumber : Bank Data Bulan April tahun 2013 Kelurahan Baluwarti Jumlah penduduk apada setiap kelurahan tidak pernah mengalami suatu kestabilan pasti mengalami perubahan karena ada yang datang dan pergi maupun lahir dan mengalami kematian. Tabel 4.4. Mobilitas dan mutasi penduduk di Baluwarti dari tahun ke tahun. Tahun
Datang
Pergi
L
P
Jumlah
L
P
Jumlah
1975
187
168
355
137
121
258
1980
177
189
366
122
111
233
1985
141
148
289
205
204
409
1990
64
72
136
100
91
191
1995
45
61
106
67
76
143
2000
55
55
110
29
34
63
2013
62
34
96
22
34
56
Sumber : Bank Data Bulan April tahun 2013 Kelurahan Baluwarti Penduduk yang pindah kebanyakan adalah mereka yang merantau ke kota besar misalnya Jakarta dan Yogyakarta yang bekerja pada sektor informal. Sedangkan yang datang pada umumnya datang dari daerah lain dan juga para perantau atau imigran yang bekerja di Surakarta dan menetap di Baluwarti. 2. Mata Pencaharian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
Kelurahan Baluwarti merupakan daerah perkotaan dengan jumlah penduduk yang padat yang tidak lepas dari masalah mata pencaharian penduduknya. Mata pencaharian yang paling mendominasi adalah pada sektor informal yakni sebagai karyawan karena pada umumnya mereka para pendatang yang kemudian menetap di Kelurahan Baluwarti. Tabel 4.5. Mata pencaharian penduduk Kelurahan Baluwarti (17 tahun keatas) No.
Jenis Pekerjaan
Jumlah
1.
Belum/Tidak Bekerja
513
2.
Buruh
205
3.
Guru/Dosen
70
4.
Karyawan
1.427
5.
Mengurus Rumah Tangga
766
6.
Pelajar/Mahasiswa
541
7.
PNS
107
8.
TNI
19
9.
POLRI
2
10.
Pensiunan/Purnawirawan
215
11.
Wiraswasta
627
12.
Lain-lain
457
Sumber : Bank Data Bulan April tahun 2013 Kelurahan Baluwarti Mata pencaharian penduduk selalu berhubungan dengan perkembangan penduduk yang ada. Jenis mata pencaharian penduduk selalu mengikuti fungsi daerah itu sendiri. 3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Komposisi penduduk menurut pendidikan di Kelurahan Baluwarti berdasarkan tingkat pendidikan sebagian besar menamatkan pemdidkan tingkat lanjut dari SMP sampai perguruan tinggi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
Tabel 4.6. Tingkat pendidikan penduduk Kelurahan Baluwarti (5 tahun keatas) No.
Tingkat Pendidikan
Jumlah
1.
Tidak/Belum Sekolah
695
2.
Belum Tamat SD
234
3.
Tidak Tamat SD
495
4.
Tamat SD
496
5.
SMP/Sederajat
911
6.
SMA/Sederajat
2.320
7.
Diploma III/SM
349
8.
Diploma IV/S1
636
9.
Strata 2
41
10.
Strata 3
-
Sumber : Bank Data Bulan April tahun 2013 Kelurahan Baluwarti
4. Komposisi Penduduk Menurut Agama Di Kelurahan Baluwarti mempunyai beragam agama dan kepercayaan yang dianut dan jumlah pemeluknya pun berbeda-beda, sehingga keanekaragaman penduduk sangat mencolok. Namun demikian, semua dapat hidup rukun dan mampu berdampingan dengan baik dan toleransi antar umat beragama yang senantiasa terjaga dengan baik. Tabel 4.7. Agama dan jumlah pemeluknya yang ada di Kelurahan Baluwarti No.
Agama
Jumlah
1.
Islam
5.564
2.
Kristen
324
3.
Katholik
450
4.
Hindu
5
5.
Budha
-
6.
Konghuchu
-
7.
Lainya
-
Sumber : Bank Data Bulan April tahun 2013 Kelurahan Baluwarti
C. Sarana dan Prasarana
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
1. Sarana dan Prasarana Transportasi Kelurahan Baluwarti merupakan suatu daerah yang letaknya di daerah perkotaan. Sarana perhubungan yang lazim adalah melalu jalur darat karena letaknya yang tidak dekat dengan aliran sungai baik sungai yang besar maupun sungai yang kecil. Jalan utama yang menjadi akses perhubungan masyarakat Baluwarti berupa pavling blok dan sedikit sekali yang beraspal sehingga kesan tempo dulu kian kental terasa. Tabel 4.8. Alat Mobilitas No.
Jenis Kendaraan
Jumlah
1.
Sepeda
1.066
2.
Sepeda motor
513
3.
Mobil pribadi
69
4.
Colt
8
5.
Becak
131
Sumber : Bank Data Bulan April tahun 2013 Kelurahan Baluwarti Untuk memasuki wilayah Kelurahan Baluwarti tidak dapat dilakukan dengan kendaraan umum kecuali becak, andong, dan taksi. Sarana transportasi yang paling banyak digunakan sekarang ini adalah sepeda motor karena masyarakat enggan menggunakan sepeda yang lebih mudah dan lebih cepat. Sarana transportasi yang berupa becak biasa digunakan untuk mencari nafkah dan biasa mangkal di pasar Klewer dan alun-alun Selatan Keraton Surakarta.
2. Komunikasi dan Teknologi a. Bahasa Bahasa merupakan suatu alat yang digunakan untuk berkomunikasi antara individu satu dengan yang individu yang lain. Bahasa memiliki peranan yang penting dalam bersosialisasi di masyarakat. Bahasa yang digunakan sebagai komunikasi sehari-hari di Kelurahan Baluwarti adalah bahasa Jawa. Hal ini mengingat bahwa letak geografis Kelurahan Baluwarti merupakan bagian dari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
kawasan
Keraton
Kasunanan
Surakarta
Hadiningrat,
maka
mayoritas
penduduknya menggunakan bahasa Jawa Ngoko dan Krama Inggil. Sudaryanto mengemukakan bahwa bahasa Jawa merupakan bahasa yang tersebar dan digunakan oleh masyarakat di hampir sebagian besar daerah Jawa . Bahasa Jawa yang digunakan oleh masyarakat memiliki ragam tingkat tutur bahasa. Ragam tingkat tutur bahasa Jawa dibagi menjadi 3 yaitu tingkat tutur ngoko (kasar), tingkat tutur madya (sedang), dan tingkat tutur krama (halus). Tingkat tutur bahasa Jawa tersebut memiliki kedudukannya masing-masing. Ragam tingkat tutur bahasa Jawa tersebut dipakai dalam komunikasi di masyarakat Baluwarti. Namun, masyarakat dalam komunikasi sehari-hari lebih sering menggunakan ragam bahasa Jawa ngoko. Ragam bahasa Jawa ngoko bersifat akrab dan mudah dimengerti daripada ragam bahasa Jawa krama. Hal ini cukup mendasar karena keluarga sebagai lembaga informal kurang mengajarkan tentang penanaman bahasa Jawa dan sopan santun sehingga menyebabkan kurangnya
pengetahuan.
Kehidupan
keluarga saat
ini
lebih
cenderung
mengajarkan anak-anak mereka bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari. Namun, tidak sedikit juga keluarga yang masih menanamkan penggunaan bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan ragam bahasa krama digunakan pada acara-acara seputar daur hidup manusia, seperti pada acara kelahiran, khitanan, pernikahan, dan kematian. Terkadang juga digunakan dalam acara-acara resmi atau formal seperti rapat desa, kegiatan belajar-mengajar di sekolah, dan lain-lain. Namun yang unik, penggunaan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia digunakan secara bersandingan akan tetapi intensitas pemakaiannya lebih banyak menggunakan bahasa Jawa. Masyarakat Baluwarti tidak terlepas dengan ragam bahasa dan tutur bahasa yang baik karena pengaruh dari Keraton Kasunanan sangat besar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Baluwarti. Hal ini dibuktikan dengan masyarakat Baluwarti sangat menjunjung tinggi tutur bahasa yang halus dan sesuai penggunaan ragam bahasanya, kemudian masyarakat Baluwarti senantiasa menanamkan sikap unggah-ungguh atau sopan santun yang merupakan cirri khas dari kebudayaan masyarakat Jawa yang adiluhung kepada setiap generasi yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
ditanamkan melalui lingkup sosial yang paling kecil yakni dari keluarga. Di Baluwarti juga terdapat sekolah Pambiwara Pamedar Sabda, sekolah ini mengajarkan pelajaran bukan hanya tentang penggunaan ragam bahasa yang tepat namun juga indah seperti halnya sebagai pembawa acara pernikahan adat Jawa. b. Komunikasi Tradisional Sarana dan prasarana komunikasi taradisional adalah alat komunikasi yang masih sederhana yang biasa digunakan warga, misalnya untuk mengundang jika ada
penggunaannya masih sangat sederhana yakni dengan memukulnya sesuai dengan tanda-tanda jumlah pukulan yang telah disepakati. c. Komunikasi modern Perkembangan teknologi telah merambah masuk ke lingkungan pedesaan. Begitupun dengan Kelurahan Baluwarti. Pemanfaatan teknologi di Kelurahan Baluwarti belum begitu efektif. Meskipun tingkat pendidikan masyarakat cukup baik, masyarakat kurang mengoptimalkan teknologi yang sudah ada. Hanya bagian-bagian kecil saja pemanfaatan teknologi dapat tepat guna. Misalnya: penggunaan internet bagi kalangan siswa mulai optimal, adanya TV dan parabola, telepon, handpone atau telepon genggam sehingga membuka akses informasi setiap saat, dan lain sebagainya. Instalasi jaringan listrik sudah lama ada di Kelurahan Baluwarti sehingga dapat meningkatkan kinerja masyarakat. Ditunjang dengan pembangunan jalan, baik jalan beraspal maupun jalan beton yang membantu meningkatnya kehidupan ekonomi bagi masyarakat dan memperlancar transportasi dan komunikasi setiap desa. Perkembangan teknologi yang terjadi di masyarakat juga telah merambah masuk ke dalam kesenian masyarakat, yaitu: Event tahunan Karnaval Suroloko yakni event tahunan yang merupakan representasi dari Baluwarti sebagai Kampung Wisata Budaya. Adanya pendokumentasian Event tahunan Karnaval Suroloko yang berwujud foto-foto kegiatan dengan Camera Digital dan keping VCD. Setiap tahunnya, selalu didokumentasikan melalui kamera film. Langkah tersebut diambil mulai dilakukan pada awal tahun 90-an. Selain itu, penggunaan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
pengeras suara atau sound system dalam setiap pertunjukan yang mengangkat potensi wisata kampung Baluwarti.
D. Kondisi Sosial Penduduk Jumlah penduduk di Kelurahan Baluwarti sebanyak 6.343 orang dengan rincian Jumlah laki-laki sebanyak 3.065 orang dan jumlah perempuan sebanyak 3.278 orang. Jumlah penduduk di Kelurahan Baluwarti tersebut terbagi dalam 1.888 Kepala Keluarga. Kelurahan Baluwarti terbagi ke dalam 12 Rukun Warga (RW) dan 38 Rukun Tetangga (RT). Masyarakat kelurahan Baluwarti terdapat kelompok etnik keturunan Cina serta kelompok etnik pribumi (suku Jawa). Kelompok-kelompok etnik ini hidup berdampingan dalam satu wilayah kelurahan dengan damai tanpa membentuk kelompok-kelompok lagi berdasarkan etnik masing-masing (etnosentris) yang beraneka ragam di wilayah kelurahan Baluwarti. Organisasi kemasyarakatan yang ada di Kelurahan Baluwarti antara lain: Karang taruna, Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata), BUMD (Badan Usaha Milik Desa), organisasi keagamaan, kelompok pemirsa, dan partai politik. Setiap RT memiliki struktur kepengurusan sendiri. Struktur kepengurusan RT langsung di bawah RW. Setiap permasalahan yang ada selalu diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat. Di tingkat RT juga memiliki organisasi-organisasi kemasyaratan yang lebih kecil, antara lain: organisasi kepemudaan atau karang taruna, organisasi kesenian atau sanggar. Salah satu sangar tari yang ada di Kelurahan Baluwarti adalah Sanggar Tari Peny Budhaya.
E. Struktur Masyarakat Masyarakat Kelurahan Baluwarti yang kompleks terdiri dari berbagai kedudukan yang tidak sama menjadi penyebab sulitnya mengklasifikasikan masyarakatnya menurut pelapisan sosial. Pengertian dari sistem pelapisan masyarakat adalah pembagian masyarakat ke dalam struktur yang membedakan nilai-nilai sosial yang dikehendaki umum seperti kekayaan, prestasi, harta, kekuasaan, pendidikan, agama dan pekerjaan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
secara kelompok. (Karl Max, 1947). Individu-individu dimasukan ke dalam strata tertentu yang berhubungan dengan sumber penghasilan, terletak pada ekonomi sebagai cirri penting dari pelapisan masyarakat. Masyarakat dengan sendirinya menyusun lapisan-lapisan sosial trrsebut dalam kehidupan sehari-hari tanpa mengacu pada aturan yang berlaku namun bedasar pada kriteria dari anggapan segenap masyarakat. Berikut adalah pelapisan sosial di Kelurahan Baluwarti. 1. Kelompok Pengusaha Kelompok ini berada di puncak pelapisan sosial masyarakat Baluwarti. Kelompok ini didominasi oleh etnik Jawa yang berprofesi sebagai pedagang batik, konveksi, sablon dan sedikit etnis Cina yang mempunyai usaha took yang menyediakan kebutuhan sehari-hari. 2. Kelompok Fungsional / Birokrat Orang-orang yang termasuk di dalamnya adalah para pejabat Kelurahan Baluwarti. Dalam hali ini Lurah mempunyai kekuasan yang tertinggi karena sebagai pimpinan dari Birokrasi. Lurah juga dianggap mampu memecahkan masala-masalah yang tidak hanya seputar masalah dalam pemerintahan namun juga pada segala aspek permasalahan dalam kehidupan bermasyarakat. Di bawah Lurah ada sekertaris desa (Carik) yang menempati strata kedua kemudian diikuti staf kelurahan yakni Kaur-kaur atau Kepala Urusan yang membawahi bidangnya masing-masing. 3. Kelompok yang memiliki Pendidikan Kelompok yang menempati pada strata ini adalah kelompok yang memiliki atau orang yang dianggap mampu dan mempunyai pendidikan tinggi. Biasanya orangorang yang berada di strata ini menjadi tempat untuk bertanya bagi orang-orang di bawahnya atau menjadi pusat informasi. Dalam hal ini kekayaan tidak lagi menjadi patokan karena tidak lagi memandang darimana mereka dari latar belakang keluaraga apa namun yang dilihat adalah akuntabilitas dan kredibilitas dari orang yang memiliki pendidikan. 4. Kelompok Pemuka Agama
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
Selain para pemimpin birokrasi pemerintahan dan orang yang memiliki pendidikan tinggi, tokoh agama juga dijadikan panutan dalam kehidupan seharihari masyarakat Baluwarti. Para tokoh agama ini memiliki peran penting dalam menghidupkan kehidupan beragama masyarakat, bahkan sering kali tokoh agama dilibatkan dalam berbagai kepentingan seperti dalam suatu pertemuan di Kelurahan para tokoh agama ini diundang untuk didengar wejangan-wejangan atau nasehatnya maupun pandangan-pandanganya. 5. Kelompok Penganggur Kebanyakan dari anggota strata ini adalah orang-orang yang tidak menamatkan sekolahnya dan rata-rata tidak tamat Sekolah Dasar (SD) dan mereka hanya dapat bekerja jika ada permintaan dari orang yang membutuhkan jasanya atau biasa disebut pekerja serabutan.
B. Sejarah Baluwarti di kawasan Keraton Surakarta 1. Kondisi Fisik Baluwarti Kawasan Keraton Kasunanan yang biasa disebut perkampungan Baluwarti, berasal dari bahasa Portugis baluarte yang artinya benteng. Perkampungan di Baluwarti Surakarta mempunyai keterkaitan khusus dengan Keraton Kasunanan Surakarta, dimana dahulu (sejak 1745) perkampungan ini merupakan tempat tinggal kerabat Keraton dan abdi dalem keraton sesuai dengan jabatan masingmasing. Penamaan wilayah disesuaikan dengan penempatan abdi dalem dahulu. Letaknya diantara dua buah tembok besar yang berukuran tebal 2 meter dan tingginya mencapai 6 meter. Wilayah ini terdapat dua pintu, yakni Kori Brajanala (Gapit) Utara dan Kori Brajanala (Gapit) Selatan (Kori berarti pintu) yang keduanya dihubungkan dengan jalan yang sejajar dengan tembok Kedhaton. Pada perkembangannya Paku Buwana X memperluas wilayah Baluwarti dengan menambahkan buah pintu butul;an yang letaknya di sebelah barat daya dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
tenggara. Dengan adanya tambahan dua buah pintu tersebut penduduk yang bertempat tinggal di Baluwarti dimungkinkan dapat dengan bebas berhubungan dengan dunia luar yang ada di luar kompleks Kedhaton. Pada masa pemerintahan Paku Buwana X Baluwarti menjadi tempat tinggal beberapa pangeran putra, pangeran sentana dan para bangsawan lainnya yang masuk menjadi kerabat raja, beberapa bupati nayaka, prajurit dan abdi dalem lainnya,baik pria maupun wanita. Abdi dalem wanita dikepalai oleh Nyai Lurah Gandarasa dan Nyai Lurah Sekullanggi, masing-masing tinggal di kampung sebelah timur dan selatan Keraton. Abdi dalem prajurit Tamtama dan Carangan tinggal di sebelah timur, sedangkan prajurit Wirengan disebelah barat daya Keraton. Abdi dalem Palawija, yaitu mereka yang mengalami cacat badan, seperti tuna netra, tuna rungu, bongkok, dan lain-lain juga bertempat tinggal di kawasan Baluwarti, hal ini tak lepas dari keinginan raja yang senantiasa ingin selalu dekat dengan para abdi dalemnya karena abdi dalem dianggap dapat menambah nilai magis dari seorang raja. Prajurit-prajurit yang ada dalam kerarton mempunyai tugas masing-masing sesuai dengan golonganya. Prajurit yang bertugas menjaga raja dan Kedhaton adalah prajurit Tamtama dan Carangan. Prajurit yang mempunyai fungsi khusus menjaga keamanan jalannya gunungan dengan berjalan di kanan dan kiri gunungan yang ada pada tiap upacara grebeg dibawa Kedhaton ke Masjid Ageng adalah prajurit Wirengan. Di Baluwarti pada umumnya nama-nama penghuni utama kemudian ditambahkan dengan akhiran
an yang menunjukan sebuah komplek yang
ditinggali rumah yang namanya disebut, misalnya : Ngabean, untuk perumahan dari
Pangeran
Hangabehi;
Mlayakusuman,
untuk
perumahan
Pangeran
Mlayakusuma; Widaningratan, untuk perumahan Bupati Hurdenas Widaningrat; Purwaningratan, untuk Bupti Nayaka Purwaningrat; Mangkuyudan, untuk bupati Arsiten
Mangkuyuda;
Suryaningratan,
untuk
Bupati
Gedhong
Tengen
Suryaningrat; Sindusenan, untuk Pangeran Simdusena; Sentana atau cucu Paku Buwana IX; Prajamijayan, untuk R.M.A. Prajahamijaya cucu Paku Buwana IX, Gandarasa dan Sekullangen masing-masing untuk Nyai Lurah Gandarasa dan Nyai Lurah Sekullanggi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
Cara mengenali status penghuni rumah di Baluwarti orang dapat memperhatikan bentuk rumah dan alat perlengkapan penunjangnya. Pada dasarnya perumahan yang ada di Baluwarti dapat diklasifikasikan sedikitnya menjadi tiga kelompok. Pertama, tipe rumah Jawa lengkap (Joglo) dengan Pendapa, Paringgitan, Dalem, ditambah rumah penunjang yang berada di kanan kiri bangunan utama, bahkan juga ada bangunan di depan bangunan utama. Pada umumnya rumah ini memiliki halaman yang luas dan sekelilingnya terdapat tembok tinggi dan besar dan diberi regol ditengahnya. Kelompok kedua adalah tipe rumah Jawa yang berbentuk Limasan dan kelompok ketiga adalah bentuk rumah perkampungan yang sederhana. Pada umumnya, rumah-rumah yang ada di Baluwarti termasuk tipe rumah yang sederhana. Di sebelah Utara, Barat dan Selatan ditemukan beberapa saja tipe rumah yang pertama yang dihuni oleh golongan strata atas. Walaupun strata atas ini terdiri dari para bangsawan dan priyayi tinggi namun secara sepintas keadaan rumah mereka dengan rumah yang lain tidak memilki perbedaan yang berarti, keduanya sama-sama memiliki persamaan mengenai bentuk rumah, luas pekarangan, hiasan rumah, perabotan rumah tangga, kendaraan, hewan peliharaan, dan lain-lain. Tetapi jika diperhatikan dengan seksama, antara keduanya terdapat perbedaan yang merujuk untuk menunjukan bahwa status kaum bangsawan lebih tinggi dari priyayi tinggi. Perbedaanya terletak pada lambing-lambang yang ada di rumah para bangsawan yang berupa antara lain paying kebesaran dengan warna tertentu, pakaian batik yang memiliki motif tertentu dan cara mengenakannya, warna baju dan kuluk atau penutup kepala, dan lambing-lambang lain yang harus ditaati para bangsawan. Pemberian nama kampung di Baluwarti memiliki sejarah dalam setiap penamaannya. Berikut adalah nama-nama kampung di Baluwarti beserta asal-usul kampung tersebut: a. Kampung Langensari, merupakan tempat kesenian dan kandang dari kudakuda milik keraton. b. Kampung Mangkuyudan,
merupakan
tempat tinggal Kanjeng
Mangkuyudo.
commit to user
Gusti
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
c. Kampung Jabangbayen, dulu kampong ini merupakan sebuah sungai yang bernama sungai Larangan, ceritanya pada suatu hari terdapat bayi yang terhanyut di singan ini maka dari itulah kampong ini dinamakan Kampung Jabangbayen. d. Kampung Hordenasan, letaknya di sebelah barat daya keraton, merupakan rumah pejabat keraton Hordenas. e. Kampung Kerstalan f. Kampung Purwodiningratan, merupakan tempat tinggal Kanjeng Gusti Purwodiningrat. g. Kampung Suronatan, terdapat masjid keraton yang dinamai Suronatan. Penjabaran dari suro (berani) dan natan (menata), diartikan lebih lengkap yaitu berani menata kearah yang lebih baik. h. Kampung Mloyokusuman, merupakan tempat tinggal Gusti Mloyokusuma i. Kampung Wirengan, letaknya disebelah barat daya keraton, dulunya kampong ini merpakan tempat tinggal para penari keraton. j. Kampung Carangan, kampung ini terletak di sebelah timur keraton, merupakan tempak barak prajurit Carang. k. Kampung Tamtaman, kampung ini letaknya di sebelah timur keraton. Dinamakan Kampung Tamtaman karena dulu tempat ini merupakan tempat tamtomo atau prajurit kearaton. l. Kampung Lumbung Wetan dan Kulon terletak di sebelah timur dan barat Kori Brojonolo Kidul, dulu kampung ini merupakan tempat untuk penyimpanan padi. m. Kampung Gondosaran, merupakan tempat tinggal Nyai Gondorasa, abdi dalem estri yang bertanggung jawab terhadap segala macam sesaji yang diperlukan oleh prosesi adat keraton. n. Kampung Mangkubumen, merupakan tempat tinggal Kanjeng Gusti Mangkubumi. o. Kampung Gambuhan, letaknya disebelah barat keraton, dulu merupakan tempat tinggal para penabuh gamelan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
p. Kampung Sekolangen, dulu tempat ini merupakan tempat Nyai Sekulangi yang memimpin dan bertanggung jawab terhadap keperluan beras di keraton. ( wawancara dengan Slamet dan Subroto sebagai Petugas Linmas Baluwarti tanggal 30 Maret 2013 ) Peraturan-peraturan tertentu masih diberlakukan bagi penduduk di daerah Baluwarti, misalnya batasan-batasan hubungan mereka dengan masyarakat Kori Brajanala karena pintu tersebut menjadi akses satu-satunya penduduk Baluwarti untuk berinteraksi dengan masyarakat luar yang dibuka antara pukul 05.00 sampai dengan 23.00 ditutup. Sampai abad XX penduduk Baluwarti walaupun berada di rumahnya sendiri tidak diperkenankan untuk duduk di kursi. Apabila mereka ingin keluar rumah mereka juga harus menaati peraturan dengan berpakain lengkap dan rapi sesuai ketentuan dan kedudukan mereka serta mereka tidak boleh membunyikan gamelan. Secara keseluruhan tidak semua tempat pemukiman di Baluwarti dipakai sebagai tempat tinggal. Ada beberapa bangunan yang digunakan untuk kepentingan Keraton, misalnya rumah penjagaan Dragorder yang berada di sebelah barat Kori Brajanala Utara yang dikalangan penduduk biasa disebut Dergunder, berikutnya Masjid Suranata dan tempat kereta raja. Di timur Kori Brjanala terdapat Paseban Kadipaten, rumah penjagaan prajurit, dan di sebelah timurnya lagi terdapat sekolah Kasatriyan. Di depan sekolah ini terdapat gedung Sidikara. Di kanan dan kiri Kori Kamandhungan terdapat tempat kereta dan halaman depan kori yang biasa disebut Balerata atau Maderata yang fungsinya sebagai tempat untuk naik dan turun kereta.
2. Stratifikasi Masyarakat Baluwarti Pelapisan sosial (Stratifikasi) masyarakat Jawa dibagi menjadi tiga bagian yaitu : Raja (Pangeran), bangsawan, dan petani. (D.H Burger, 1983). Anggota masyarakat atau komunitas keraton tersusun secara tradisional kemudian dibagi menjadi tiga kelompok sosial, yaitu : a. Raja dan Keluarga raja (sentana dalem) b. Pegawai atau pejabat kerajaan (abdi dalem)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
c. Rakyat biasa (kawula dalem) Untuk menentukan posisi seseorang ke dalam kelompok tertentu, diperlukan dua kriteria. Pertama prinsip kebangsawanan yang ditentukan oleh hubungan darah dari seseorang apakah keturunan raja atau penguasa. Kedua, posisi seseorang dalam birokrasi kerajaan. Seseorang yang mempunyai kriteria-kriteria pendukung tersebut dianggap oleh masyarakat sebagai golongan elit atau kelas atas. Namun mereka yang diluar kriteria tersebut dianggap sebagai rakyat kebanyakan atau rakyat biasa. (Sartono Kartodirdjo, 1969) a. Raja dan keluarga Kerajaan (Sentana Dalem) Raja memiliki kedudukan paling atas dalam hirarki kerajaan dan mempunyai kedudukan yang istimewa dalam masyarakat. Peran raja sendiri adalah sebagi pelindung rakyat dan kerajaan bahkan masyarakat jawa menganggap raja adalah kepangjangan tangan dari dewa-dewa. Masyarakat jawa
tidak dapat diganggu gugat. Hubungan raja dan rakyatnya ini merupakan satu ikatan antara kawula-gusti atau seorang abdi dan tuanyang memiliki ikatan yang erat. Seseorang yang menjadi raja, ia harus berasal dari keluarga yang agung, trahing kusuma, remembesing madu, wijining atapa, tedaking andana warih, yang artinya keturunan bunga, tetesan madu, benih dari pertapaan, dan keturunan mulia. Sehingga raja adalah orang yang terpilih karena kesucian, kesaktian, dan masih keturunan raja terdahulu. Ada tiga konsep yang mengatur hubungan kawula-gusti yaitu : 1.
Suatu hubungan pribadi yang erat dengan disertai rasa saling mencintai dan menghormati.
2.
Nasib menentukan kedudukan seseorang dalam masyarakat, apakah ia lahir sebagi hamba (abdi) atau sebagai tuan.
3.
Raja dan pegawainya, dalam hal politik pemerintahan harus memperhatikan rakyatnya seperti seorang ayah yang melindungi anaknya.
Ketika Islam masuk dan mulai berkembang doi tanah Jawa antar abad 11-15, maka proses akulturasi pun juga berkembang seiring dengan perkembangan Islam tersebut. Dengan masuknya agama Islam, raja-raja Mataram mulai menggunakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
gelar susuhunan dan sultan, juga menarik pemimpin-pemimpin agama Islam ke dalam istana dan kemudian lambat laun mengubah kebiasaan dan protokoler istana dengan ajaran yang baru. Sesudah pecahnya kerajaan Mataram pada tahun 1755 kemudian gelar susuhunan dipakai oleh raja-raja Surakarta, sedangkan gelar sultan dipaki raja-raja Yogyakarta. Dari nama gelar atau sebutan yang disandang seorang raja tampak bahwa kekuasaan raja mencakup unsur pemerintahan, militer dan agama. Tingkat-tingkat kerajaan itu sangatlah luas, setiap orang yang mampu menunjukan setiap hubunganya dengan raja yang pernah memerintah boleh memakai gelar sebagai tanda kebangsawanan. Tingkat-tingkat tersebut mengatur tata prioritas pada semua kesempatan, seorang anak dari tingkat yang lebih tinggi lebih mempunyai prioritas daripada sanak saudaranya yang lebih tua dari tingkat yang lebih rendah. Pada zaman Mataran dan kearajaan-kerajaan penerusnya, permaisuri raja umumnya bergelar ratu. Dalam sejarahnya terbukti bahwa sunan atau sultan biasanya mempunyai dua permaisuri. Yang pertama, yang lebih tinggi tingkat kedudukanya yang biasa disebut ratu kulon, sedangkan yang kedua yang kedudukanya lebih rendah bergelar ratu wetan. Disebut demikian karena mungkin letak kediamanya di dalam keraton. Di samping permaisuri, raja juga mempunyai istri yang lain yaitu selir. Yang biasa disebut juga sebagai garwa ampeyan, gawa pangrambe, garwa paminggir, atau priyantun dalem. Status sosial selir lebih rendah daripada permaisuri. Selir sebagai istri raja adalah seorang wanita yang telah diikat oleh tali kekeluargaan, tetapi tidak berstatus sebagai istri sah raja yang tugasnya membuat raja itu selalu senang (klangenan). Jika raja menurunkan anak dari selir maka ia aka dinikahi secara simbolis, yaitu pernikahan dengan simbol atau pusaka yang menjadi simbol dari raja tadi yang memiliki ciri khas tersendiri. Sehingga anak itu kelak dapat mempergunakan titel kebangasawanan dan memperleh hak warisan lainya. Jadi yang menentukan status sosial anak tadi adalah ayahnya, bukan ibunya. b. Pegawai dan Pejabat Kerajaan (Abdi Dalem)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
Di bawah kelompok raja dan keluarganya terdapat kelompok abdi dalem atau priyayi, yaitu seluruh pegawai raja dan kerajaan. Abdi Dalem umumnya memegang jabatan-jabatan dalam pemerintahan dan birokrasi kerajaan dan memakai gelar jabatan juga nama resmi dari jabatan yang dipangkunya. Misalnya gelar adipati diberikan kepada patih, tumenggung diberikan kepada pejabatpejabat setingkat bupati dan kepala daerah, ngabehi diberikan kepada pejabatpejabat dibawah bupati sampai mantri, dan panji diberikan kepada perwiraperwira perang. Pelaksana pemerintahan yang tertinggi tingkatannya terdiri atas delapan orang bupati, yaitu bupati nayaka yang bertugas sebagai dewan kerajaan. Keempat orang diantaranya disebut bupati njero (bupati dalam) dan empat lagi yang lain disebut bupati njaba (bupati luar). Fungsi bupati njero tebagi sebagai berikut : Bupati keparak kiwa dan bupati keparak tengen adalah bupati-bupati kepala rumah tangga dalam arti sempit dan disamping itu juga pegawai istana, polisi, dan pengadilan. Bupati gedong kiwa adalah bendaharawan dan bupati gedong tengen adalah kepala urusan keluar istana. Keempat bupati tersebut kedudukanya langsung dibawah patih yang merupakan gelar tertinggi dalam birokrasi hirarki. (Sartono Kartodirdjo, 1969) Setelah bupati njero, menyusul empat orang bupati njaba, yaitu bupati gede dan bupati sewu bumi
bupati penumping, dan bupati -bupati ini memmengepalai admisitrasi dari
berbagai propinsi kerajaan di luar ibukota, kemudian menyusul lima orang bupati dari tingkat tiga : pembesara mahkamah peradilan atau bupati pangrambe, bupati kadipaten anom yaitu kepala rumah tangga putra mahkota, bupati kalang adalah pengawas tertinggi gedung dan bangunan-bangunan istana, bupati gladag adalah pengawas tertiggi alat-alat pengangkutan, dan bupati jaksa pengawas tertinggi pengadilan. Di bawah bupati masih ada lima jabatan birokrasi lainnya, yaitu kliwon, panewu, mantri,lurah, dan jajar. Para pejabat pemerintahan dari tingkat tertinggi sampai tingkat terendah oleh raja diberlakukan aturan yang dapat membedakan tinggi rendahnya status seseorang, yang digunakanya lambang-lambang status dari msing-masing kelompok sosial
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
tersebut. Wujud dari lambang-lambang tersebut adalah berupa rumah tempat tinggal, pakaian, tanda kehormatan, gelar (kebangsawanan dan jabatan), lingkungan tempat tinggal, pekerjaan, bahasa yang digunakan, dan penghasilan. Di samping itu status seseorang juga dapat diketahui dari nbesar kecilnya tanah lungguh (apanage) yang dimiliki, sebab dari tanah yang diberi dari raja itu menunjukan status orang yang menerimanya, juga tingkat ekonominya dan dia juga berhak untuk memungut hasilnya dari para cacah atau kepala keluarga. c. Rakyat Biasa (Wong Cilik, Kawula Dalem) Dalam birokrasi kerajaan, penduduk atau rakyat biasa dikenal sebagai kawula dalem (pelayan raja atau wong cilik). Mereka adalah manusia milik raja dan raja berwenang untuk menentukan nasib kawula dalem. Oleh karena itu sikap penduduk orang Jawa cenderung sangat sopan, rendah hati, sabar dan nrima. Inilah gambaran sosok wong cilik atau kawula dalem yang merupakan lapisan terendah dalam struktur sosial masyarakat keraton. Dalam menjalankan pemerintahan para penguasa dibantu oleh para pejabat beserta keluarganya dan sebagai imbalannya mereka diberi tanah apanage dan lungguh, sehingga tanah apanage merupakan tanah jabatan. Pemegang tanah apanage disebut patuh. Patuh yang memperoleh tanah apanage ini berhak mendapat layanan kerja dan sebagian hasil dari tanah-tanah apanage. Oleh karena patuh tidak mengerjakan langsung tanah apanage, maka ia mengangkat bekel untuk mengurus tanah tersebut. Bekel selain mewakili patuh dan juga sebagai pengumpul pajak atau memungut hasil bumi dari petani, ia juga mendapat sebagian dari hasil tanah atau sebagian dari pajak. Petani adalah tenaga penggarap sawah yang direkrut oleh bekel. Mereka sangat tergantung dari kemauan bekel untuk diangkat sebagai sikep (kuli penggarap tanah) yang mendapatkan tanah garapan. Golongan bawah masyarakat Jawa atau wong cilik terbagi dalam beberapa pelapisan sosial berdasarkan tinggi rendahnya pembayaran pajak. Lapisan paling atas adalah sikep atau kuli kenceng, yaitu lapisan yang menguasai tanah, pembagian pajak tanah, kerja wajib pada patuh dan raja. Kuli kenceng selain diberi wewenang untuk mengerjakan sawah, juga berhak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
mendiami rumah dan pekarangan. Di bawah kuli kenceng, ada kuli setengah kenceng atau kuli indung yang menempati rumah dan pekarangan orang lain, dan lapisan terakhir adalah kuli tlosor yang tidak mempunyai apa-apa dan hidupnya menumpang pada petani (ngenger).
d. Orang orang Pendatang Orang-orang yang termasuk pendatang adalah orang-orang yang datang dari desa maupun kota lain yang membeli tanah atau rumah di Baluwarti. Mereka tidak memiliki ikatan dengan Keraton (buka abdi dalem). Profesi mereka beragam mulai dari Pegawai Negeri, buruh,pengusaha, swasta dan wiraswasta. Oleh karena itu maka Keraton mengeluarkan Palilah Griya dan Pasiten untuk mengatur orangorang pendatang tesebut. Kepala kelurahan Baluwarti Didik Wahyudi Asyari, SE mengemukakan warga Baluwarti yang menginginkan sertifikat hak milik atas tanah sudah ditempat puluhan tahun tidak hanya dari warga RW 03 saja, tetapi hampir semua warga menginginkan hanya saja tidak memilik keberanian untuk mengunggkapkannya. Pada awalnya mereka takut meminta sertifikat, tapi dengan adanya penggiat untuk mempelopori gerakan maka warga mulai memiliki keberanian untuk berusaha mendapatkan sertifikat tanah. Didik Wahyudi Asyari, SE mengemukakan, sebagai Kepala Kelurahan Baluwarti beliau hanya meneruskan aspirasi warga masyarakat kepada Keraton Surakarta Hadiningratdan Pemerintah Kota Surakarta. Baluwarti yang terdiri dari 12 RW dan 38 RW dengan dihuni sekitar 1888 Kepala Keluarga dari jumlah penghuni tersebut tidak semua keluarga abdi dalem, tetapi sebagian merupakan orang-orang pendatang. (wawancara langsung dengan Didik Wahyudi Asyari, SE pada 4 Mei 2013) Wewenang atas tanah yang diberikan kepada penduduk desa dengan hak pakai turun temurun merupakan pemberian wewnang yang lebih kuat kepada penduduk agar dapat menggunakan dan memanfaatkan tanah garapanya dan menikmati hasilnya secara perorangan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
Dalam Rijksblad Surakarta (1917) mengatakan pemilik hak pakai tanah ini tidak dapat menjual tanahnya kepada orang lain. Ketentuan yang melarang penjualan tanah, dimuat seperti berikut : Bumi kang gumaduh marang kalurahan desa ora kena kaliyake kang lumrahe diarani adol ngampung. Wong cilik kang kaparingan bageyan bumi gawe utawa papan panggonan pomahan padha ora kapareng bgliyerake wewenange tumrap bumi lan pamohan mahu. Penjualan atas tanah ini jelas tidak dapat dilakukan oleh penduduk maupun pihak kelurahan Baluwarti sekalipun karena raja masih memiliki otonomi kuat atas kekuasaan tanah kerajaan. Jadi hak milik tanah tersebut beserta hak-hakn istimrwanya tetap ditangan sunan atau raja. Tanah yang diberikan kepada kelurahan desa dengan hak milik komunal, kemudian tanah itu dibagi-bagikan kepada penduduk desa dengan bagian yang tetap untuk dipakai secara individual denagn kedudukan sebagai hak milik. (Suhartono, 1988) Dari pembagian tanah komunal tersebut, seperlima bagian dipergunakan untuk keperluan desa atau kelurahan, lungguh kepala desa dan pegawainya, serta untuk pensiunan para bekel atau kepala desa lainya. Bagian empat per lima tanah garapan yang diberikan kepda penduduk Kasunan Surakarta merupakan wewenang hak pakai turun-temurun bagi penduduk desa atas tanah sawah dan tegalan dari suatu kelurahan desa. Pemberian wewenang hak pakai turun-temurun ini disebutkan dalam Rijksblad Soerakarta, yang isinya sebagai berikut; Anggone kalurahan desa kaparing wewenang gementelijk bezitsecht kaya kang kasebut bab I adeg-adeg I mau, iku kajaba bumi lungguhe Abdi Dalem lurah desa saandahane, bumi pension serto bumi kas desa, ora ngwahake wewenange kang wus pada majibi bumi nalika tum,pake pranatan ini, serto wewenange kang pada majibi bumine banjur katetepake dadi wewnang nganggo turun-temurun (erfelijk gebruiksrecht). Pemberian hak pakai turun-temurun atas tanah garapan tidak diberikan kepada semua penduduk Kasunanan, tetapi hanya diberikan kepada penduduk desa yang pantas menerimanya untuk selama-lamanya sebagai pusaka asalkan mereka
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
memenuhi persyaratanya, yaitu mereka yang telah lama tinggal di desa tersebut serta telah menggarap atau mengusahakan tanah di desa tersebut selama-lamanya. C. Potensi Kelurahan Baluwarti Potensi merupakan suatu daya tarik yang dimiliki oleh objek-objek maupun daerah tujuan yang kemungkinan dapat dikembangkan untuk tujuan tertentu. Potensi tersebut dapat berupa potensi wisata alam, budaya, maupun potensi wisata buatan manusia yang secara sengaja dibangun untuk menarik minat kunjungan para wisatawan ( James Spiliane, 1994 ) Kelurahan Baluwarti memiliki beberapa potensi yang dapat menarik wisatawan untuk mengunjungi kampung ini. Potensi-potensi tersebut antara lain: 1.
Potensi Kesenian
Kelurahan Baluwarti terdapat sanggar-sanggar kesenian yang dikelola oleh masyarakat secara mandiri dan swadaya. Berikut ini table data kelompok sanggar kesenian yang ada di Baluwarti. Tabel 4.9. Data Nama-Nama Kelompok Sanggar Kesenian di Kelurahan Baluwarti No 1.
Nama Sanggar Lelono
Pengurus
Jumlah
Alamat
Langen Joko Lelono
40 orang
Langensari 03/I
Budaya Poerwa Gumelar
3.
Keroncong
RM Sembudi
RW Guntur
10 orang
Baluwarti 02/II
Musik Band
6 orang
Baluwarti
Keroncong
VIII
01/VIII
Wahyu Santosa
Fanny
Abd.
20 orang
Carangan 03/IX
Rohim 5.
6.
Keroncong
Ketoprak Anak
2.
4.
Keterangan
Sanggar tari & Musik
RW Agus
10 orang
XII
Kardianto
Band RW XII
Muh. Jainudin
Mloyokusuman
Keroncong
02/XII 8 orang
Mloyokusuman
Musik Band
02/XII 7.
Band Nostalgia
Joko Riyadi
4 orang
Mloyokusuman
Musik Band
02/XII 8.
Tirto Sumirat
Sri Wardoyo
50 orang
commit to user
Brotodiningrat
Sanggar Tari
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
9.
Sua Serbam
S. Yasudah
30 orang
Carangan
Musik bambu
10.
Amanah
Hafidz
25 orang
Gondosan
Qosidah
500
Baluwarti 01/IV
Sanggar Tari
40 orang
Wirengan 03/V
Santisworo
50 orang
Wirengan
Sanggar Tari
50 orang
Carangan 03/IX
Sanggar Tari
Maksum 11.
Meta Buana
Darmadi
orang 12.
Santi Guno
Mt. Supriyanto
13.
Sanggar Cantrik
Mt. Supriyanto
14.
Penny Budaya
Feny Saptosri
Sumber : Data Sosial Budaya Kelurahan Baluwarti Bulan April tahun 2013 Dari tabel diatas dapat diambil sampel penelitian di Sanggar Penny Budaya. Sanggar Seni Peny Budaya terletak di Jalan Carangan nomor 46 RT 03/ IX Carangan Baluwarti. Pendirinya adalah seorang guru kesenian tari di SMKI Surakarta yakni Fenny Saptosri AR. Awalnya Fenny Saptosri AR mengajak murid-muridnya untuk berlatih bersama di rumahnya. Saat sedang berlatih tari, anak-anak di sekitar tempat tinggalnya melihat dan sangat antusias untuk ikut menirukan gerakan tari, kemudian timbullah ide untuk mendirikan sanggar tari yang kemudian di beri nama Peny Budaya yang menjadi wadah ekspresi kesenian anak-anak sekitar tempat tinggalnya. Anggota Sanggar Seni Tari Peny Budaya saat ini mencapai 50 orang dari mulai usia TK,SD,SMP dan SMA. Kegiatan sanggar ini dilaksanakan seminggu sekali yakni pada hari Sabtu yang berdurasi samapi 2 jam. Kegiatan yang dilakukan ketika latihan adalah menari mulai dari gerakan dasar tari, tari tradisional sampai tari kreasi yang modern. Kegiatan sanggar peny budaya tidak hanya menari, namun sanggar ini juga mengajarkan murid-muridnya bermain alat musik dari bilah bambu dan kemudian menamakan group musik ini dengan nama Pring Thok Ngeng yang artinya kurang lebih biarpun hanya bambu tidak apa-apa. Setiap minggunya murid-murid yang datang membayar iuran sebesar 2000 rupiah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
yang nantinya uang tersebut digunakan untuk keperluan pembiayaan pada saat pentas. Sanggar Seni Tari Peny Budaya sudah mengikuti berbagai pentas kesenian diantaranya di wilayah kota Surakarta, Sragen, Sokoharjo dan bahkan sudah pentas sampai Jakarta yakni di TMII ( Wawancara dengan Fenny Saptosri AR pada tanggal 13 Juni 2013 ) 2. Potensi Industri Kerajinan Baluwarti memiliki beberapa industri kerajinan yang produknya sudah mulai membanjiri pasar. Beberapa industri kerajinan tersebut antara lain : 1. Seni Lukis Wayang Beber Wayang beber adalah suatu jenis wayang yang pertunjukannya tidak berupa bayangan bayangan tetapi berupa pertunjukan wayang yang dibeber atau dijembreng yang dalam bahasa Indonesia artinya dibentangkan. Cara memainkan wayang beber ini adalah dengan dalang berada dibelakan wayang dan posisi membelakangi penonton kemudian membentangkan wayang yang berupa semacam lukisan atau gambar dan mulai menceritakanya. Pertunjunkan wayang ini biasanya pada saat hari tertentu seperti bersih desa. Wayang beber ini berasal dari daerah Pacitan, Jawa Timur tepatnya di desa Bedompol. Baluwarti terdapat pelukis wayang beber atau yang biasa disebut penyungging yang bernama Joko Atmo Wiyono beliau tinggal di Gambuhan RT 02/ RW III. Beliau belajar melukis wayang sudah sejak kecil pada saat masih duduk di Sekolah Rakyat (SR) atau setingkat Sekolah Dasar (SD) dari seorang penyungging Keraton Kasunan Surakarta bernama Eyang Bei Atmo Supomo. Joko Atmo Wiyono membuat lembaran demi lembaran lukisan dengan alat yang masih sederhana, yakni : pen, cat tembok, pewarna tekstil dan perekat tekstil. Warna tekstil digunakan dimaksudkan agar tidak luntur jika terkena air dan menjadi tahan lama. Untuk satu lembar lukisan beliau membutuhkan waktu sekurang-kurangnya setengah bulan karena tahapan-tahapan pembuatan wayang beber ini cukup panjang. Joko juga menjelaskan tentang ketentuan warna-warna yang digunakan untuk pewarnaan wayang beber karena tidak sembarangan untuk menggunakan warnawarna tersebut untuk mewarnai wayang beber. Misalnya, warna jingga atau
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
orange tidak boleh ditempatkan disembarang tempat. Warna merah dan warna biru dapat dihadapkan sedangkan warna hijau dan biru tidak dapat dihadapkan. Warna yang sering dipakai adalah warna gradasi, seperti kuning warna kuning
jingga
merah, merah muda
merah
hijau muda,
cokelat, biru muda
biru
tua dan warna tunggal biasanya warna emas untuk digunakan sebagai pewarnaan tanah. Harga lukisan wayang beber Joko Atmo Wiyono biasanya bernilai 1 juta rupiah. Untuk pemasarannya Joko masih mengandalkan cara dari mulut ke mulut dari satu teman ke teman yang lain. Para konsumen dari hasil karya Joko datang dari sekitar kota Surakarta dan luar kota seperti, Sukoharja dan Wonogiri bahkan ada yang datang dari luar negeri. Berkat temanya jugalah karya Joko Atmo Wiyono bisa melanglang buana ke luar negeri. Go Tik Swan teman dari Joko Atmo Wiyono
yang
berprofesi
sebagai
dosen
sastra
Universitas
Indonesia
memperkenalkan karya Joko sampai ke negara Amerika Serikat, Perancis, Belanda ( Wawancara dengan Joko Atmo Wiyono pada tanggal 27 Mei 2013) 2. Dipik Handycraft Dipik Craft adalah industri kecil yang mengolah koran
koran bekas yang sudah
tidak terpakai menjadi barang seni kerajinan dan souvenir yang mempunyai nilai seni yang cukup tinggi. Pendirinya adalah Burhan Gatot dan berdiri sejak tahun 2007. Bengkel dan showroom Industri kecil ini bertempat di Gambuhan RT 03/ RW II Baluwarti. Dipik sendiri mempunyai arti tersendiri yang merupakan singkatan dari dadi apik atau dalam bahasa Indonesia berarti menjadi bagus. Gatot memulai usahanya hanya dengan bermodal uang 10.000.000 rupiah dan di barengi dengan keuletan dan ketekunan serta kreativitas dalam bekerja. Walaopun belajar secara sendiri atau otodidak namun hasilnya sangat memuaskan hingga sekarang produk buatan Gatot sudah merambah sampai Jakarta yang dipamerkan di pameran Inacraft dan Pekan Seni Indonesia di Ancol. Jenis-jenis produk yang dihasilkan dari bengkel Gatot adalah berupa miniatur wayang orang, vas bunga, lampu, tas, dompet, dan bingkai foto dan masih banyak lagi. Harga dari produk ini berkisar antara puluhan ribu sampai ratusan ribu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
tergantung dari besar kecilnya barang dan tingkat kesulitanya. Konsumen Dipikcraft ini berasal dari Bali, Jakarta, dan Makasar. Selain pasar domestik ada peminat dari luar negeri seperti Jepang, Italia dan Amerika Serikat. Pemasaran dari produk Dipikcraft ini melalui media online seperti website dan facebook. Alamat yang dapat dikunjungi yakni http://www.dipikcraft.tk dan alamat email
[email protected] dan akun facebook Dipik (Wawancara dengan Burhan Gatot pada tanggal 27 Mei 2013 )
3. Potensi Industri Rumah Tangga Industri rumah tangga mendominasi bentuk pendapatan warga masyarakat Baluwarti. Berikut ini adalah tabel data kelompok-kelompok industri rumah tangga di Baluwarti. Tabel 5.0. Data Industri Rumah Tangga di Kelurahan Baluwarti tahun 2013. No.
Nama Pemilik
Alamat
Jenis Industri
Tenaga Kerja
1.
Ika Mur Saputra
Wirengan 01/IV
Alat rumah tangga
5 orang
2.
Sunarni
Langensari
Batik tulis
2 orang
3.
Ahmad Dahlan
Carangan 01/IX
Batik kayu
9 orang
4.
Sadli
Tamtaman
Jamu tradisional
3 orang
5.
Lelolana
Langensari
Costum Tradisional
3 orang
6.
Haryono
Hordesanan
Transportasi
9 orang
7.
Endro Laksono
Baluwarti 02/I
Ayam potong
2 orang
8.
Sukamdi
Baluwarti 02/V
Sambel pecel
2 orang
9.
Sumarno Haris
Baluwarti 02/V
Konveksi
5 orang
10.
Basuki
Baluwarti 02/VIII
Kerupuk jati
5 orang
11.
Yusuf
Baluwarti 02/VIII
Karak
5 orang
12.
Yuniani
Baluwarti 02/VIII
Rempeyek kacang
4 orang
13.
Widodo
Baluwarti 02/VIII
Kerajinan tas
3 orang
14.
Slamet Widodo
Baluwarti 02/III
Konveksi
4 orang
15.
Sariban
Carangan 01/VIII
Ampyang
2 orang
Sumber : Data Sosial Budaya Kelurahan Baluwarti Bulan April tahun 2013
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
Dari tabel diatas ternyata banyak industri rumah tangga yang berkembang di Baluwarti yang menjadi sampel penelitian adalah industri jamu tradisional yang menjadi ikon dari kelurahan Baluwarti. Industri rumah tangga jamu tradisional ini didirikan oleh Sadli pada tahun 1984 yang beralamat di Jl. Tamtaman II/99 Tamtaman Baluwarti yang kemudian diberi
Macam-macam jamu yang dibuat seperti jamu beras kencur yang memiliki kasiat antara lain : a. Menghilangkan capek, pegal, letih, lemah, lesu. b. Menghangatkan dan menyegarkan badan c. Mencegah perut kembung d. Menghilangkan kantuk Bahan pembuat jamu ini adalah beras, gula jawa, gula pasir, garam, kencur, jahe, kunir, asem, merica, cengkeh, kapulaga, manis jangan, kayu manis, cabe jamu, miyosi. Jamu kunir asem, jamu ini memiliki kasiat antara lain : a. Mengurangi rasa nyeri pada saat datang bulan ( haid ) b. Menghilangkan bau tak sedap ketika sedang datang bulan ( haid ) c. Sebagai antibiotik Jamu ini terbuat dari bahan
bahan kunir, asem, gula merah, gula pasir, dan
garam. Jamu gula asem, jamu ini memiliki daya tahan selama 2 bulan dan kasiatnya antara lain : a. Menjaga kesegaran badan b. Untuk wanita yang baru saja melahirkan untuk melangsingkan badan c. Memperlancar pencernaan Bahan
bahan yang digunakan untu membuat jamu gula asem adalah asem, gula
merah, gula pasir, garam. Pemasaran jamu ini tidak seperti biasanya yang digendong dan ditawarkan dengan penjual yang memakai kebaya dan keliling kampung. Namun, pemasaran jamu ini melalui brosur
brosur dan dari mulut ke mulut. Konsumen setianya dari sekitar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
kota Surakarta hingga seluruh pulau Jawa. Pengirimanya melalui jasa titipan atau pengiriman yang sekarang mulai menjamur di Surakarta ( Wawancara dengan pemilik industri jamu tradisional Sadli pada tanggal 27 Mei 2013 ) 4.
Potensi Kuliner
Kelurahan Baluwarti memiliki potensi lain yakni potensi kuliner atau yang berhubungan dengan makanan. Banyaknya ritual dan tradisi dari Keraton Kasunan Surakarta yang menggunakan sesaji dari makanan tradisional Surakarta yang di wariskan sejak dulu maka menciptakan kekhasan kuliner di Baluwarti. Tradisi dan jenis-jenis makanan yang disajikan tersebut antara lain : 1. Acara Kemisan (setiap hari kamis) makanan yang disajikan adalah aneka jajanan pasar, ketan, bekakak, tumpeng. Bekakak adalah makanan yang terbuat dari tepung beras yang dicampur dengan air panas kemudian diaduk sampai tercampur semuanya kemudian dibentu boneka perempuan dan laki-laki. 2. Acara Wuku Dhukut yang dadakan satu tahun sekali yang menyajikan satu nampan penuh berisi keleman atau lalapan, ketan merah, ketan putih, ketan ijo, polowojo, buah pisang dua sisir, pepaya, salak, jeruk, mentimun, nasi udhuk ingkung, serabi, apem, dakoan (kedele dihancurkan kemudian dibungkus) 3. Tumpeng sewu berisi kue apem 1000 biji, nasi, sayur, asem-asem, ikan asin, ragi atau serundeg 4. Acara Anggoro Kasihan ( Selasa Kliwon ) yaitu ketan biru, jajanan pasar, enten-enten dari ketan dan diberi parutan kelapa muda. 5. Malem Selikuran ( malam ke-21 pada bulan Ramadhan ) isinya tumpeng nasi uduk yang berjumlah 1000 buah, telur pyuh, cabai hijau, kedelai, mentimun segar. 6. Mahesa Lawung berisi ayam opor dan bebek pindang. Setiap pembuatan makanan dan upacara tradisi ini banyak wisatawan yang melihat bahkan diliput stasiun televisi.
D. Usaha-usaha Revitalisasi Baluwarti Potensi budaya dan sejarah di Kota Surakarta dimana sudah tercantum dalam Surat Keputusan Walikota madya Kepala Daerah Tingkat II Surakarta Nomor
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
646/116/i/1997 tentang Penetapan Bangunan dan Kawasan Kuno Bersejarah di Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Dimana terdapat 70 obyek Bangunan dan Kawasan Cagar Budaya, yang meliputi : 1. Kelompok kawasan sebanyak 4 obyek. 2. Kelompok bangunan rumah tradisional sebanyak 8 obyek. 3. Kelompok bangunan umum kolonial sebanyak 19 obyek. 4. Kelompok bangunan peribadatan sebanyak 7 obyek. 5. Kelompok gapura, tugu, monumen dan perabot jalan sebanyak 24 obyek. 6. Kelompok ruang terbuka/taman sebanyak 8 obyek. Inventarisasi Bangunan dan Kawasan Cagar Budaya yang diduga Cagar Budaya telah didata sebanyak 53 obyek yang akan diusulkan sebagai obyek Cagar Budaya tambahan di Kota Surakarta. Bangunan maupun kawasan yang memiliki nilai sebagai cagar budaya sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Surat Keputusan Walikota tersebut pada dasarnya merupakan peninggalan jejak sejarah fisik yang sangat penting bagi karakter Kota Surakarta sebagai kota budaya. Banyak kawasan yang terbangun memberikan ciri kejayaan pada masa itu, seperti kawasan Kauman, kawasan Laweyan, dan lainnya. Rumah tinggal dengan ciri arsitektur yang khas, yang bercorak tradisional, Indis maupun Cina banyak terbangun di kawasan tersebut. Dengan kemajuan dan peningkatan kegiatan perekonomian di sejumlah kawasan yang banyak memiliki tinggalan bangunan kuno
bersejarah tidak
dapat
dielakkan
adanya kebutuhan
lahan
yang
mengakomodasi kebutuhan mutakhir. Pembongkaran bangunan kuno adalah bentuk terburuk yang dijumpai, hal tersebut lebih disebabkan kurangnya pemahaman akan aspek konservasi. Bangunan kuno bersejarah tersebut merupakan aset yang sangat berharga bagi kota Surakarta dan merupakan bukti dan peninggalan sejarah yang tidak mungkin diperbaharui kembali. Dari Surat Keputusan Walikota tahun 1997 diketahui sejumlah bangunan kuno bersejarah maupun kawasan bersejarah yang ada di Kota Surakarta belum tercatat sepenuhnya, sehingga perlu dilakukan review inventarisasi bangunan kuno yang berada di Kota Surakarta untuk kemudian dijadikan sebagai lampiran draft Surat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
Keputusan Walikota tentang bangunan dan kawasan cagar budaya. Hal itu semakin diperkuat dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya yang memperluas kewenangan bagi pemerintah daerah/kota dalam perlindungan dan pemanfaatan agar Pemerintah Kota Surakarta dapat menyediakan informasi bangunan kuno yang memiliki nilai kandungan sejarah Regional/Nasional ataupun corak khas bangunan yang mewakili perkembangan arsitektur Kota Surakarta, yang sudah sepantasnya untuk dikategorikan sebagai sebuah bangunan Cagar Budaya, yang harus dijaga dan lestarikan.
1. Dasar Hukum Dasar hukum dari pekerjaan Inventarisasi Kawasan Dan Bangunan Cagar Budaya Dan Pembuatan Peta Digital Di Kota Surakarta Tahun Anggaran 2012 adalah : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya 2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman 3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi 4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah 6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Lingkungan Hidup 7. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang 8. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi 9. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung 10. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45/PRT/2007 tentang Pedoman Persyaratan Bangunan. 11. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/2006 tentang Persyaratan Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
12. SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Permukiman Perkotaan 13. Surat Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surakarta Nomor 646/116/1997 tentang penetapan Bangunan
bangunan dan Kawasan Kuno
Bersejarah di Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta yang Dilindungi Undang-Undang Nomor 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. 2. Ketentuan Kawasan Cagar Budaya Sebuah kawasan dapat dikatakan sebagai cagar budaya telah dimuat dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Dalam Undang-Undang tersebut memuat kriteria tentang sebuah kawasan dapat dikatakan sebagai cagar budaya apabila memiliki ketentuan sebagai berikut : 1. Mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya; 2. Menyimpan menyimpan informasi kegiatan manusia pada masa lalu; 3. Mengandung 2 (dua) Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan; 4. Berupa lanskap budaya hasil bentukan manusia berusia paling sedikit 50 (lima puluh) tahun; 5. Memiliki pola yang memperlihatkan fungsi ruang pada masa lalu berusia paling sedikit 50 (lima puluh) tahun; 6. Memperlihatkan pengaruh manusia masa lalu pada proses pemanfaatan ruang berskala luas; 7. memperlihatkan bukti pembentukan lanskap budaya; dan 8. memiliki lapisan tanah terbenam yang mengandung bukti kegiatan manusia atau endapan fosil. Dalam UU No 11 Tahun 2010 tentang Benda Cagar Budaya
Pasal 1
dijelaskan tentang pengertian revitalisasi adalah kegiatan pengembangan yang ditujukan untuk menumbuhkan kembali nilai-nilai penting cagar budaya dan penyesuaian fungsi ruang baru yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian dan nilai budaya masyarakat. Revitalisasi potensi situs cagar budaya atau kawasan cagar budaya harus memperhatikan tata ruang, tata letak, fungsi sosial, dan atau lanskap budaya asli
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
berdasarkan kajian. Revitalisasi cagar budaya harus memberi manfaat untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan mempertahankan ciri budaya lokal. Upaya revitalisasi Baluwarti sebagai cagar budaya Surakarta yang dilakukan oleh pihak Pemerintah Kota Surakarta melalui dinas terkait yakni dinas Tata Ruang Kota bagian Perlindungan Cagar Budaya, Kearton Kasunanan Surakarta, dan masyarakat Baluwarti sendiri melalui kebijakan Kelurahan Baluwarti.
3. Pihak-pihak yang terkait dalam usaha revitalisasi kawasan Baluwarti a. Dinas Tata Ruang Kota Surakarta Dalam melakukan usaha revitalisasi Baluwarti sebagai cagar budaya Surakarta Dinas Tata Ruang Kota Surakarta mengacu pada UU Nomor 11 tahun 2010 tentang cagar budaya. Usaha-usaha yang dilakukan antara lain : 1) Pendaftaran Dinas Tata Ruang Kota Surakarta melakukan pencatatan benda, bangunan, struktur, lokasi, dan atau satuan ruang geografis dari bangunan-bangunan yang ada di Baluwarti yang meliputi bangunan rumah, gapura, ruang-ruang terbuka, dan lain-lain untuk diusulkan sebagai Cagar Budaya kepada Pemerintah pemerintah kabupaten/kota atau perwakilan Indonesia di luar negeri yang selanjutnya dimasukan dalam Register Nasional Cagar Budaya kemudian hasil dari pendaftaran diserahkan kepada Tim Ahli Cagar Buidaya untuk dikaji kelayakannya sebagai cagar budaya atau bukan cagar budaya. 2) Zonasi Penentuan zonasi yakni menentukan batas-batas keruangan Situs cagar Budaya dan Kawasan cagar Budaya sesuai dengan kebutuhan. Dalam penentuan zonasi kawasan Baluwarti Dinas Tata Ruang Kota Surakarta mengatur fungsi ruang kawasan Baluwarti, baik vertikal maupun horizontal yang membagi kawasan Baluwarti menjadi
beberapa bagian
zona inti,
pengembangan, dan zona penunjang. 3) Penyelamatan
commit to user
zona penyangga,
zona
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
Penyelamatan adalah upaya menghindarkan atau menanggulangi Cagar Budaya dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan. Penyelamatan kawasan Baluwarti bertujuan untuk mencegah kerusakan karena faktor manusia dan atau alam yang mengakibatkan berubahnya keaslian dan nilai-nilai yang menyertainya dan mencegah pemindahan dan beralihnya kepemilikan penguasaan ruang yang ada di Baluwarti.
4) Pelestarian Pelestarian adalah upaya dinamis untik mempertahankan keberadaan cagar budaya
dan
nilainya
dengan
cara
melindungi,
mengembangkan
dan
memanfaatkannya. Dalam hal ini Dinas Tata Ruang Kota Surakarta melakukan pelestarian kawasan Baluwarti bertujuan untuk : a) Melestarikan warisan budaya bangsa yakni warisan kawasan cagar budaya Baluwarti yang memiliki nilai historis b) Memperkuat harkat dan martabat bangsa melali cagar budaya c) Memperkuat kepribadian bangsa d) Meningkatkan kesejahterahan rakyat e) Mempromosikan
warisan
budaya
bangsa
kepada
masyarakat
Internasional. Pelestarian kawasan Baluwarti yang dilakukan Dinas Tata Ruang Kota Surakarta dilakukan dengan beberapa kegiatan yang mengarah pada aspek pelestarian banguan-bangunan yang ada di Baluwarti dan mengadakan sosialisasi yang diharapkan dapat menambah rasa saling memiliki dari masyarakat untuk selalu melestarikan kawasan Baluwarti yang dapat dijadikan sebagai Cagar Budaya Surakarta. 5) Pengembangan Pengembangan yang dimaksud adalah peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi kawasan Baluwarti dengan segala potensi yang ada di dalamnya serta pemanfaatanya yang tidak bertentangan dengan tujuan suatu pelestarian kawasan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
cagar budaya. Pengembangan kawasan Baluwarti dilakukan Dinas terkait dengan memperhatikan prinsip kemanfaatan, keamanan, keterawatan, keaslian, dan nilainilai luhur yang melekat padanya. Pengembangan dari kawasan Baluwarti diarahkan untuk memacu pengembangan ekonomi yang hasilnya digunakan untuk pemeliharaan dari kawasan Baluwarti itu sendiri dan masyarakat sekitarnya. Misalnya mengembangkan potensi wisata budaya yang menampilkan potensi Baluwarti yang memiliki nilai historis yang tinggi dan adat kebiasaan masyarakatnya yang masih menjaga nilai-nilai budaya Jawa. 6) Pemeliharaan Untuk menjaga dan merawat kawasan Baluwarti agar tetap lestari, Dinas Tata Ruang Kota Surakarta melakukan pemeliharaan yang intens dengan melakukan pengecekan dan pendataan yang berkala untuk mencegah dan menanggulangi kerusakan akibat pengaruh alam dan atau perbuatan manusia. Dinas Tata Ruang Kota Surakarta mengalokasikan dana tertentu dari APBD untuk mendanai pemeliharaan kawasan Baluwarti agar kelestarianya tetap terjaga. 7) Pengelolaan Pengelolaan yang dimaksud adalah upaya dari Dinas Tata Ruang Kota Surakarta untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan Cagar Budaya melalui kebijakan pengaturan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan, untuk sebesarbesarnya kesejahteraan rakyat. Situs Cagar Budaya Baluwarti dengan segala potensi mikro dan makronya dikelola oleh Pemerintah Surakarta melalui Dinas terkait untuk bertujuan kesejahteraan rakyat lingkungan Baluwarti. 8) Pemanfaatan Pemanfaatan adalah pendayagunaan Kawasan Baluwarti untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat sekitarnya dengan tetap mempertahankan kelestariaannya. Contoh: Dalem Purboningratan dimanfaatkan untuk tempat informasi mengenai kebudayaan Keraton. Kawasan Kesatrian dimanfaatkan untuk tempat pendidikan misalnya SD dan SMA Kesatrian. 9) Penetapan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
Pada tahap akhir ini Dinas Tata Ruang Kota Surakarta bersama dengan Tim Ahli Cagar Budaya menetapkan kawasan Baluwarti sebagai kawasan Cagar Budaya dengan ditandai dengan pemasangan plakat yang menandakan bahwa Kawasan Baluwarti ditetapkan sebagai Cagar Budaya Kota Surakarta. 10) Promosi Kegiatan yang tak kalah pentingnya dalam upaya merevitalisasi kawasan Baluwarti sebagai cagar budaya kota Surakarta adalah mempromosikan kawasan Baluwarti kepada masayarakat di luar sana agar masyarakat mengetahui potensipotensi dan keunikan dari kawasan Baluwarti yang terdiri dari keunikan bangunan-bangunan, kebiasaan dan adat istiadat masyarakatnya, kebudayaan yang masih terjaga dari masyarakatnya dan terlebih lagi kawasan Baluwarti ini masih terletak di dalam kawasan Keraton yang menjadi magnet besar untuk kegiatan pariwisata khusunya wisata budaya. Promosi yang dilakukan Dinas Tata Ruang Kota Surakarta dengan mengadakan event-event yang menggali kembali potensi Baluwarti dengan melibatkan masyarakat sekitanya, contohnya: Event Tahunan Suroloko, yakni kegiatan yang dilakukan masyarakat pada setiap bulan Suro dengan mengadakan bazar dan pameran yang menampilkan segala potensi yang ada di Baluwarti mulai dari pameran kerajinan tangan masyarakat Baluwarti sampai pentas seni yang diadakan masyarakat dengan dukungan dari Dinas Tata Ruang Kota Surakarta. Pada saat sekarang ini kegiatan promosi tidak hanya dari menyebarkan informasi dengan hanya membuat pamflet dan selebaran dan menempelkan di sudut-sudut kota. Namun, sekarang dengan perkembangan dunia teknologi kegiatan promosi dapat dilakukan dengan menggunakan media sosial, misalnya saja Facebook, Twitter, Web dan Blog yang memperkenalkan dan mempromosikan kawasan Baluwarti (Wawancara dengan Drs. Mufti Raharjo, MM, 25 Juli 2013) b. Keraton Surakarta Keraton Kasunanan Surakarta dalam usaha revitalisasi Baluwarti sebagai Cagar Budaya berperan penting dengan mendukung revitalisasi Baluwarti yang kemudian membuahkan hasil dengan ditetapkannya Baluwarti sebagai Cagar Budaya. Pihak Keraton berusaha memfasilitasi pertemuan yang membahas
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
revitalisasi Baluwarti tersebut, kemudian Keraton Kasunanan Surakarta melalui Gusti Puger mengadakan sosialisasi dari kegiatan revitalisasi Baluwarti tersebut kepada warga Baluwarti yang mendiami daerah tersebut (Magersari) untuk senantiasa menjaga dan melestarikan adat isiadat, kebiasaan-kebiasaan, dan budaya Jawa yang luhur. Beliau menganggap hal yang paling penting dari usaha revitalisasi Baluwarti ini adalah dengan menjaga dan melestarikan budaya-budaya
Keraton pada khususnya agar tidak tergerus oleh perkembangan jaman. Bahkan nantinya kebudayaan yang masih terjaga tersebut dapat memberikan penghasilan tambahan bagi para penduduk kawasan Baluwarti yang nantinya Kawasan tersebut dapat diproyeksikan sebagai Kampung Wisata Budaya (Wawancara dengan KGPH. Puger, BA, 24 Juni 2013) c. Masyarakat Baluwarti Masyarakat Baluwarti sangat berperan penting dalam usaha revitalisasi Baluwarti sebagai Cagar Budaya Kota Surakarta karena masyarakat adalah pelaku utama dari usaha-usaha revitalisasi. Segala potensi yang terkandung dalam kawasan Baluwarti mulai dari adat isitiadat dan kebiasaan masyarakatnya, bangunan dan arsitektur berciri khas Keraton, dan industri kecil kerajinan yang secara tidak langsung juga membantu menjaga dan melestarikan budaya Keraton. Misalnya kerajinan wayang yang ada di kawasan Baluwarti dan industri jamu tradisional warisan dari juru masak dan tabib keraton yang dahulunya menenpati rumah yang telah disediakan oleh Keraton dan kemudian mewariskanya secara turun-temurun hingga sekarang. Masyarakat di bawah pimpinan Lurah Baluwarti secara rutin juga mengadakan pertemuan yang membahas agar masyarakat senantiasa menjaga, melestarikan dan ikut membantu revitalisasi dari Baluwarti. Masyarakat diminta untuk tidak menghilangkan kebiasaan-kebiasaan dan adat istiadatnya serta menjaga dan merawat bangunan-bangunan yang terdapat di sekitar tempat tinggal mereka. Masyarakat Baluwarti juga memiliki kebiasaan bergotong-royong membersihkan jalan-jala dan melakukan perawatan bangunan yang ada di kawasn
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
Baluwarti dengan cara membersihkan dan melakukan pengecatan secara berkala (Wawancara dengan Didik Wahyudi Asyari, 8 Juli 2013). Beberapa dukungan yang dilakukan oleh masyarakat Baluwarti ditandai dengan adanya organisasiorganisasi yang berperan aktif dalam revitalisasi kawasan Baluwarti . organisasi tersebut adalah : 1) Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Baluwarti berperan dalam memfasilitasi kegiatan pembangunan, menyusun kebijakan pembangunan, memberikan usul dan saran kepada Kelurahan Baluwarti dalam melakukan kegiatan
pembangunan
kemasyarakatan
dan
mengupayakan
peningkatan
kerjasama dengan lembaga lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Baluwarti. Pengurus LPMK Kelurajan Baluwarti berjumlah 39 orang anggota yang mewakili setiap RT. Dalam pelaksanaa tugas dan perannya, LPMK Kelurahan Baluwarti mengadakan rapat atau pertemuan sebagai berikut : a) Rapat Harian (Pengurus inti dan ketua seksi) setiap bulan b) Rapat Pleno (Selurtuh anggota) setiap 2 bulan. c) Rapar Paripurna (Seluruh anggota) setiap 3 bulan. Kegiatan-kegiatan rutin LPMK adalah sebagai berikut : a) Merencanakan
pembangunan
kleurahan
bersama
panitia
pembangunan. b) Memberikan usul, saran, masukan kepada Lurah untuk pelaksanaan seluruh kegiatan masyarakat dan pembangunan Kelurahan Baluwarti c) Mendukung setiap kebijakan dari Kelurahan Baluwarti dalam melaksanakan revitalisasi Baluwarti sebagai Cagar Budaya Kota Surakarta. d) Memfasilitasi adanya pelatihan keterampilan Home Industry dari masyarakat. e) Mengadakan tirakatan setiap HUT Republik Indonesia. f) Mengadakan kursus Pambiwara atau pembawa acara adat Jawa. g) Pembuatan taman dan potisasi di jalan-jalan Baluwarti.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
h) Memfasilitasi pentas seni dan pentas Ramayana setiap 2 bulan di Suryamijayan. 2) Kelompok Sadar Wisata Kelurahan Baluwarti (Pokdarwis) Kelompok Sadar Wisata ini mempunyai tugas seperti melaksanakan tugas, fungsi dan kegiatan kelompok sadar wisata di RT masing-masing. Tugas yang lain adalah inventarisasi, pendataan, pembinaan, pengembangan dan evaluasi potensi pariwisata yang ada di Kelurahan Baluwarti. Kelompok Sadar Wisata ini juga merupakan mitra kerja Dinas Pariwiwsata Seni dan Budaya Kota Surakarta dalam pembinaan, pengembangan dan pelestarian aset wisata, seni dan budaya di masing-masing kelurahan. Program kerja dari Pokdarwis Kelurahan Baluwarti yakni mendukung dan meningkatkan pariwisata yang ada di Baluwarti. Program yang telah dilakukan salah satunya adalah melakukan studi banding ke beberapa daerah di sekitar Jogjakarta untuk mengamati pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat yang kemudian dapat diaplikasikan untuk mengembangkan wisata di Baluwarti. Pokdarwis juga memiliki program kerja seperti melakukan program latihan bahasa asing untuk masyarakat sekitar Baluwarti, pengadaan kursus ini dilakukan di Dinas Pariwisata Surakarta selama 3 bulan, yang nantinya diproyeksikan menjadi tour guide untuk wisatawan asing yang ingin berkunjung ke Baluwarti. Pembiayaan kegiatan Pokdarwis melalui pemerintah Kelurahan Baluwarti berupak DPK (Dana Pembangunan Kelurahan) sebesar 2 juta rupiah, dengan dana tersebut sangat kurang dalam melakukan pembiyaan karena pembiyaannya tidak hanya untuk rapat dan pertemuan, namun untuk mengikuti kegiatan karnaval yang diadakan di Surakarta, maka dari itu untuk menambah pendanaan Pokdarwis mencari bantuan biaya dari donatur dan swadaya pengurus.
E. Hasil dan Dampak Revitalisasi Baluwarti 1.
Hasil Revitalisasi Baluwarti
Upaya revitalisasi kawasan Baluwarti sebagai cagar budaya kota Surakarta yang dilakukan oleh Dinas Tata Kota Surakarta, Keraton Kasunanan Surakarta dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
masyarakat Baluwarti membuahkan hasil yang dapat dirasakan oleh setiap masyarakat Baluwarti. Hasil dari revitalisasi kawasan Baluwarti antara lain : a. Kawasan Baluwarti semakin menampakan wajah aslinya. Bangunan-bangunan yang dahulu kurang terawat kini mulai terlihat bersih dan terawat. b.
Masyarakat
mulai
giat
dalam
mengembangkan potensi yang terdapat di kawasan Baluwarti
yang
bertujuan
untuk
mensejahterakan
masyarakat. Contohnya masyarakat di kawasan Baluwarti mulai mendirikan usaha Katering yang menawarkan makanan khas yang biasa disajikan di Keraton Surakarta. c. Revitalisasi
Baluwarti
juga
menumbuhkan
kesadaran masyarakat Baluwarti untuk mengadakan acara/event tahunan yang menampilkan kebudayaan Jawa yakni acara tahunan Suroloko yang diadakan setiap satu tahun sekali yakni pada bulan Suro (kalender jawa) yang merupakan upacara jamasan pusaka yang diwariskan secara turun temurun. d.
Masyarakat mulai secara berkala bergotong-
royong untuk membersihkan dan melakukan perawatan terhadap rumah-rumah atau bangunan yang ada di Baluwarti agar keaslianya tetap terjaga. e. Mulai tumbuhnya Home Industry kreatif yang menjajakan
barang-barang
hasil
kerajinan
dari
masyarakat Baluwarti. Contohnya Dipik Craft yang menjajakan kerajinan dan souvenir khas yang terbuat dari bahan daur ulang yang hasil produknua berupa souvenir wayang dan kerajinan yang lain. f. Tumbuhnya kesadaran masyarakat Baluwarti akan potensi
pariwisata
budaya
yang
mendatangkan
keuntungan bagi masyarakat, bahkan dalam waktu dekat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
akan ada wisata budaya dengan berkeliling Baluwarti dengan dipandu oleh tour guide yang berasal dari warga masyarakat Baluwarti yang mendapat pelatihan oleh Dinas Pariwisata dan Budaya Kota Surakarta. g.
Anak-anak di Baluwarti mulai memiliki
kesadaran akan pentingnya melestarikan kebudayaan Jawa khususnya Tari Jawa melalui sanggar Penyy Budaya pimpinan Fanny Saptasri yang mengajarkan tari jawa dengan gratis setiap seminggu dua kali. h.
Semakin
eratnya
rasa
persatuan
dan
kesatuan serta rasa saling memiliki kawasan cagar budaya Baluwarti dari masyarakat Baluwarti i. Tumbuhnya
sikap
gotong-royong
dalam
melestarikan kawasan cagar budaya Baluwarti yang semakin kuat setelah sebelumnya kegiatan gotong-royong tersebut mulai
punah karena
sikap
individualistis
masyarakat yang tinggi.
2.
Dampak Revitalisasi Baluwarti a. Sosial
Masyarakat tidak terlepaskan dari segala aspek kegiatan yang mengacu pada revitalisasi Baluwarti karena masyarakat adalah pelaku utamanya tanpa masyarakat revitalisasi Baluwarti ini hanya sampai pada tahap wacana saja. Masyarakat berperan penting dalam mendukung dan melaksanakan kegiatan revitalisasi Baluwarti tersebut. Masyarakat Baluwarti sangat mendukung revitalisasi tersebut karena mereka sadar bahwa revitalisasi Baluwarti ini nantinya akan berdampak baik pada kehidupan masyarakat. Dampak sosial yang ditimbulkan dengan adanya revitalisasi Baluwarti yaitu semakin timbulnya kesadaran masyarakat Baluwarti untuk melestarikan dan menjaga keaslian kawasan Baluwarti, mereka merupakan masyarakat yang hidup berdampingan di Baluwarti, semakin kuat kesadaran masyarakat bahwa Baluwarti adalah milik
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
mereka, sehingga mereka-lah yang wajib melestarikan dan menjaga Baluwarti dengan segala adat istiadat dan tradisi yang dimiliknya. Revitalisasi ini adalah salah satu tindakan nyata melestarikan dan mempertahankan Baluwarti. Dalam filosofi Jawa Kuna hal tersebut tercakup dalam satu kalimat yang penuh makna yaitu semboyan Rumangsa Melu Handarbeni, Wajib Melu Hangrungkebi, Mulat . Dampak lain dari revitalisasi Baluwarti secara tidak langsung masyarakat Baluwarti lebih guyup lan rukun atau semakin terciptanya rasa kerukunan masyarakat Baluwarti karena kegiatan revitalisasi Baluwarti tersebut bersifat masive yang melibatkan semua komponen masyarakat yang ada di kawasan Baluwarti.
b. Ekonomi Masyarakat dalam menjalankan segala aktivitasnya tidak pernah lepas dari kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan adanya revitalisasi Baluwarti tersebut kegiatan perekonomian masyarakat Baluwarti mulai terlihat menggeliat. Promosi yang dilakukan Dinas Tata Ruang Kota Surakarta untuk memperkenalkan dan mengangkat kembali potensi yang ada di Baluwarti dianggap mulai membuahkan hasil. Revitalisasi Baluwarti menimbulkan dampak ekonomi kepada masyarakat sekitarnya, masyarakat luas semakin mengenal Baluwarti sebagai salah satu kawasan Cagar Budaya di Kota Surakarta. Oleh sebab itu kawasan Baluwarti diproyeksikan menjadi kawasan wisata budaya pilihan bagi turis asing maupun domestik, dengan adanya hal tersebut masyarakat Baluwarti dapat merasakan dampak langsung yaitu memperoleh penghasilan dengan semakin banyaknya turis asing maupun domestik yang mengunjungi Cagar Budaya Baluwarti. Masyarakat Baluwarti mulai mengembangkan potensi diri mereka masing-masing dengan kreativitasnya mereka menciptakan kerajinankerajinan tangan yang unik. Contohnya: Baluwarti terdapat pelukis wayang beber atau yang biasa disebut penyungging yang bernama Joko Atmo Wiyono beliau tinggal di Gambuhan RT 02/ RW III, Dipik Craft industri kecil yang mengolah koran
koran bekas yang sudah tidak terpakai menjadi barang seni kerajinan dan
souvenir yang mempunyai nilai seni yang cukup tinggi. Pendirinya adalah Burhan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
Gatot dan berdiri sejak tahun 2007. Bengkel dan showroom Industri kecil ini bertempat di Gambuhan RT 03/ RW II Baluwarti, dan masih banyak kegiatan ekonomi masyarakat lainya yang mengangkat potensi kerajinan yang bercorak peninggalan Keraton Surakarta. Revitalisasi kawasan Baluwarti juga memberiakan dampak pada sektor home industri kuliner. Masyarakat Baluwarti mulai mendirikan usaha Katering yang menawarkan makanan khas Solo dan makanan yang biasa disajikan oleh juru masak keraton kepada Raja dan keluarganya. Contohnya makanan manuk nom yang isinya semacam bubur dari tepung beras yang dicampur dengan berbagai macam rempah-rempah dan diatasnya dibubuhkan emping melinjo. Konon makanan ini adalah makanan favorit dari PB X. makanan yang lain adalah Selat Solo, makanan ini adalah bercampuran dari kuliner Belanda dan Jawa. Orang Belanda biasa sarapan dengan salad yang didalamnya terdapat sayuaran dan buahbuahan kemudian orang Solo memodifikasinya dengan menambahkan kuah manis yang merupakan ciri makanan Solo yang serba manis. Kawasan Baluwarti yang mulai berbenah dengan adanya revitalisasi mulai menumbuhkan wacana untuk mengembangkan kegiatan pariwisata yang berbasis budaya di kawasan Baluwarti yang mengeksplorasi peninggalan-peninggalan bersejarah dan adat istiadat dari masyarakat Baluwarti yang masih terpengaruh oleh budaya Keraton Kasunan Surakarta. Dengan adanya wisata budaya diharapkan nantinya akan berdampak pada perekonomian masyarakat Baluwarti. Contohnya masyarakat Baluwarti akan memandu wisatawan mancanegara maupun domestik yang datang ke kawasan Baluwarti dengan menjelaskan sejarah dan adat istiadat kebiasaan masyarakat Baluwarti.
commit to user