13
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini terdiri atas volume urin, persentase ekskresi urin, kerja diuretik, aktivitas diuretik, pH, kadar natrium, dan kalium urin. Selanjutnya, hasil penelitian disajikan sebagai berikut.
Volume Urin Rataan volume urin kumulatif setiap jam selama 5 jam pada setiap kelompok perlakuan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Rataan volume urin (mL) kumulatif tikus percobaan pada setiap jam perlakuan Jam ke-
Volume urin (mL) kumulatif pada kelompok Aquades c
EEBW 0,44
EEBW 0,88
EEBW 1,75
ab
ab
ab
0,10±0,10ab
0,03±0,06
0,37±0,38
0,03±0,06
Furosemid
1
1,33±0,23
2
2,37±0,32a
3,13±0,51a
3,70±0,61a
2,67±0,38a
3,10±1,15a
3
0,43±0,32ab
1,07±0,65ab
0,23±0,06a
0,13±0,06a
1,80±0,98b
4
0,37±0,32a
0,57±0,25a
0,17±0,12a
0,03±0,06a
0,40±0,69a
5
0,03±0,06a
0,03±0,06a
0,03±0,06a
0,00±0,00a
0,00±0,00a
Total
4,53±0,55bc
4,83±0,15bc
4,50±0,26bc
2,87±0,29ab
5,40±1,91c
Keterangan: EEBW ialah ekstrak etanol belimbing wuluh dengan satuan g/kg bb; huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).
Tabel 1 menunjukan bahwa setiap perlakuan mengalami peningkatan volume urin mulai dari jam ke-1 sampai dengan jam ke-2 dan mulai menurun pada jam ke-3. Total volume urin kelompok aquades, ekstrak 0,44 g/kg bb, dan ekstrak 0,88 g/kg bb memiliki nilai yang mendekati nilai volume urin kelompok furosemid. Hal ini mengindikasikan bahwa ekstrak etanol buah belimbing wuluh pada dosis 0,44 dan ekstrak 0,88 g/kg bb berpotensi sebagai diuretik. Furosemid merupakan obat diuretik yang sering digunakan sebagai standar pembanding dalam pengujian diuretik (Mamun et al. 2003). Obat ini dapat meningkatkan produksi urin dengan cara menghambat absorbsi ion natrium, kalium, dan klorida pada daerah ansa Henle segmen asenden (Nalwaya et al. 2009). Pada kelompok tikus yang diberikan ekstrak etanol belimbing wuluh dengan dosis 1,75 g/kg bb, didapat hasil volume total yang rendah bila
14
dibandingkan dengan kelompok ekstrak etanol belimbing wuluh dengan dosis 0,44 dan 0,88 g/kg bb. Hal ini sejalan dengan pernyataan Duryatmo 2003, bahwa mengonsumi tanaman obat dengan dosis yang tidak tepat maka khasiat yang diharapkan tidak optimal. Pada kelompok aquades, tikus percobaan mengekskresikan urin dalam jumlah yang cukup besar. Hal ini disebabkan adanya fungsi homeostasis tubuh. Fungsi ini menjaga keseimbangan cairan di dalam tubuh dengan cara menurunkan sekresi hormon antidiuretik, mengurangi permeabilitas tubulus distal, dan duktus kolingentes terhadap air sehingga menurunkan reabsorpsi air yang pada akhirnya akan meningkatkan ekskresi urin (Guyton 2006).
Persentase Ekskresi Urin Persentase ekskresi urin diperoleh sesuai dengan metode Mamun et al. (2003). Persentase ekskresi urin diperoleh dengan membagi volume urin yang didapat dengan total cairan yang dicekokan pada kelompok NaCl fisiologis dan kemudian dikali dengan 100%. Hasil persentase ekskresi urin disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil perhitungan ekskresi urin (%) pada tiap jam perlakuan Jam ke-
Ekskresi urin (%) kumulatif pada kelompok Aquades
EEBW 0,44 c
0,67±1,15
ab
EEBW 0,88 7,33±7,57
b
EEBW 1,75 0,67±1,15
ab
Furosemid 2,00±2,00ab
1
26,67±4,62
2
47,33±6,43a
62,67±10,26a
74,00±12,17a
53,33±7,57a
62,00±23,07a
3
8,67±6,43ab
21,33±13,01ab
4,67±1,15a
2,67±1,15a
36,00±19,70b
4
7,33±6,43a
11,33±5,03a
3,33±2,31a
0,67±1,15a
8,00±13,86a
5
0,67±1,15a
0,67±1,15a
0,67±1,15a
0,00±0,00a
0,00±0,00a
Keterangan: EEBW ialah ekstrak etanol belimbing wuluh dengan satuan g/kg bb; huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).
Pada jam ke-1, persentase ekskresi urin yang diperoleh pada kelompok aquades meningkat lebih tinggi dibandingkan kelompok lainnya. Pada jam ke-2, persentase ekskresi urin kelompok aquades, ekstrak 0,44 g/kg bb, ekstrak 0,88 g/kg bb, dan ekstrak 1,75 g/kg bb cenderung sama dengan persentase ekskresi urin kelompok furosemid. Pada jam ke-3 hingga jam ke-5, seluruh perlakuan mengalami penurunan persentase ekskresi urin. Di antara ke tiga dosis perlakuan
15
ekstrak etanol buah belimbing wuluh, kelompok ekstrak 0,44 g/kg bb memiliki persentase ekskresi urin yang paling mendekati persentase ekskresi kontrol furosemid.
Kerja Diuretik Kerja diuretik diperoleh sesuai dengan metode Mamun et al. (2003). Kerja diuretik diperoleh dengan cara membagi persentase ekskresi urin kelompok perlakuan dengan persentase ekskresi urin pada kelompok NaCl fisiologis. Hasil yang diperoleh disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil perhitungan kerja diuretik Jam ke-
Kerja diuretik pada kelompok Aquades
EEBW 0,44
EEBW 0,88
EEBW 1,75
Furosemid
1
40,00±6,9a
1,00±1,73b
11,00±11,36b
1,00±1,73b
3,00±3,00b
2
71,00±9,64a
94,00±15,39a
111,00±18,25a
80,00±11,36a
93,00±34,60a
3
0,12±0,09ab
0,30±0,18abc
0,07±0,02a
0,04±0,02a
0,50±0,28c
4
∞
∞
∞
∞
∞
5
∞
∞
∞
∞
∞
Keterangan: EEBW ialah ekstrak etanol belimbing wuluh dengan satuan g/kg bb; huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05); tanda (∞) menunjukan bahwa kerja diuretik pada kelompok tersebut tidak terhingga.
Pada jam ke-4 dan ke-5, kerja diuretik semua perlakuan memiliki nilai tidak terhingga. Hal tersebut disebabkan faktor pembagi kerja diuretik kelompok NaCl fisiologis memiliki nilai persentase ekskresi urin nol atau sudah tidak menghasilkan urin. Pada semua kelompok ekstrak etanol belimbing wuluh memiliki kerja diuretik hampir sama dengan kelompok furosemid dan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok aquades.
Aktivitas Diuretik Aktivitas diuretik diperoleh dengan cara membagi kerja diuretik kelompok perlakuan dengan kerja diuretik kelompok urea. Kerja diuretik kelompok urea digunakan sebagai pembanding dalam penentuan aktivitas diuretik dikarenakan kerja diuretik kelompok urea memiliki nilai aktivitas diuretik sebesar 1 (Lipschitz 1943). Hal ini dikarenakan urea merupakan zat yang mudah larut dalam air dan
16
dapat meningkatkan tekanan osmotik, sehingga jumlah air dan elektrolit yang diekskresikan akan bertambah besar (Ganiswarna et al. 1995). Selanjutnya, hasil perhitungan aktivitas diuretik disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil perhitungan aktivitas diuretik Jam ke-
Aktivitas diuretik pada kelompok Aquades ∞
1
a
EEBW 0,44
EEBW 0,88
EEBW 1,75
Furosemid
∞
∞
∞
∞
4,27±0,70
ab
5,05±0,83
b
3,64±0,52
ab
4,23±1,57ab
2
3,23±0,44
3
0,33±0,25a
0,82±0,50ab
0,18±0,04a
0,10±0,04a
1,38±0,76b
4
∞
∞
∞
∞
∞
5
∞
∞
∞
∞
∞
Keterangan: EEBW ialah ekstrak etanol belimbing wuluh dengan satuan g/kg bb; huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05); tanda (∞) menunjukan bahwa aktivitas diuretik pada kelompok tersebut tidak terhingga.
Hasil aktivitas diuretik hanya didapat pada jam ke-2 dan ke-3 saja. Hal ini dikarenakan nilai kerja diuretik kelompok urea pada jam ke-1, ke-4, dan ke-5 bernilai nol atau tidak menghasilkan urin (nilai aktivitas diuretik tidak terhingga). Pada skala Gujral et al. (1955), aktivitas diuretik dengan nilai kurang dari 0,72 dinyatakan tidak memiliki aktivitas diuretik, nilai 0,73 sampai dengan 1,0 adalah diuretik dengan aktivitas lemah, nilai 1,1 sampai dengan 1,5 merupakan diuretik dengan aktivitas sedang, dan jika lebih dari nilai 1,5 adalah diuretik dengan aktivitas kuat. Pada jam ke-2, semua perlakuan menunjukkan diuretik kuat dan tidak memiliki aktivitas diuretik pada jam ke-3 kecuali pada perlakuan ekstrak buah belimbing wuluh 0,44 g/kg bobot badan (aktivitas diuretik lemah) dan perlakuan furosemid (aktivitas diuretik sedang) (Tabel 5). Menurut Gudjral et al. (1955), furosemid memiliki aktivitas diuretik kuat yang hanya berlangsung tiga jam pertama. Aktivitas diuretik maksimum dicapai pada jam ke-2 dan akan menurun pada jam berikutnya.
17
Dinamika pH, Kadar Natrium, dan Kalium Nilai rataan pH urin kumulatif setiap jam selama 5 jam, kadar natrium dan kalium pada setiap kelompok perlakuan disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Dinamika pH, kadar natrium, dan kalium (mEq/mL) Nilai
Kelompok Aquades
EEBW 0,44
EEBW 0,88
EEBW 1,75
Furosemid
pH
6,77±0,25bc
5,90±0,17a
6,10±0,10a
6,13±0,06a
6,43±0,15ab
Na
0,06±0,01a
0,10±0,03a
0,13±0,0 ab
0,15±0,06ab
0,11±0,06a
K
0,07±0,03a
0,14±0,07abc
0,23±0,01d
0,22±0,05d
0,18±0,01bcd
Keterangan: EEBW ialah ekstrak etanol belimbing wuluh dengan satuan g/kg bb; huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).
Nilai pH urin ditentukan oleh pengaturan asam basa di ginjal. Apabila sejumlah ion HCO3- difiltrasi secara terus-menerus ke dalam tubulus ginjal dan diekskresikan ke dalam urin, maka akan menyebabkan urin bersifat basa. Sebaliknya apabila sejumlah ion H+ difiltrasi secara terus-menerus ke dalam tubulus ginjal dan diekskresikan ke dalam urin, maka akan menyebabkan urin bersifat asam. Dalam pengaturan konsentrasi ion H+, ginjal memiliki beberapa mekanisme yaitu mensekresikan ion H+ ke tubulus, melakukan reabsorpsi ion HCO3-, dan memproduksi ion HCO3- yang baru. Hal ini dilakukan untuk mengurangi dan menetralisir kelebihan ion H+ di dalam tubuh. Sekresi ion H+ dilakukan oleh transpor aktif sekunder dan transpor aktif primer. Transport aktif sekunder bekerja melalui ko-transpor Na+-H+ yang berfungsi mensekresikan ion H+ dengan mengabsorsi ion Na+ dan sebaliknya. Transport aktif sekunder terjadi di tubulus proksimal, ansa Henle segmen asenden, dan tubulus distal. Kemudian, transpor aktif primer bekerja melalui protein pentranspor-hidrogen ATPase yang dapat mentranspor ion H+ secara langsung ke tubulus. Transpor aktif primer terjadi di tubulus distal dan duktus kolingentes (Guyton 2006). Berdasarkan Tabel 5, kelompok yang memiliki aktivitas diuretik yang kuat memiliki nilai pH yang cenderung bersifat asam. Nilai pH urin tikus normal berkisar antara 7,3 sampai 8 (Nor et al. 2009). Keadaan ini dimungkinkan ekstrak etanol buah belimbing wuluh yang dicekok bersifat asam. Ekstrak tersebut
18
memiliki nilai pH sebesar 4,7. Akibat dari pencekokan ekstrak etanol buah belimbing wuluh yang bersifat asam, tubuh memiliki kelebihan ion H+. Untuk menetralisir kelebihan ion H+, salah satu mekanisme kerja ginjal yang diperkirakan terjadi adalah ginjal mensekresikan ion H+ melalui transport aktif primer. Hal ini dibuktikan terjadinya penurunan nilai pH tanpa disertai dengan penurunan kadar natrium di dalam urin (dibanding dengan kadar natrium kelompok aquades). Tabel 5 juga menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar natrium dan kalium urin dibandingkan kelompok aquades. Hal ini dimungkinkan karena terjadi penghambatan kerja ko-transpor natrium dan kalium sehingga menurunkan reabsorpsi ion natrium dan kalium di tubulus. Selain itu, pada semua perlakuan ekstrak etanol buah belimbing wuluh terjadi peningkatan kadar kalium yang lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan kadar natrium di dalam urin. Keadaan ini mirip dengan efek mekanisme diuretik golongan penghambat karbonik anhidrase yang dipaparkan oleh Mary (1995). Diuretik golongan penghambat karbonik anhidrase bekerja dengan menghambat enzim karbonik anhidrase sehingga kadar ion H+ dan HCO3- menjadi sedikit. Berkurangnya ion H+ menyebabkan pertukaran ion H+ dengan ion natrium terhambat sehingga reabsorpsi ion natrium menurun. Untuk menutupi kekurangan ion natrium di dalam tubuh, ginjal memaksimalkan kerja ko-transpor Na-K di tubulus proksimal. Hasil kompensasi yang dilakukan oleh ginjal menyebabkan peningkatan kadar kalium di dalam urin (Hitner 1999). Berdasarkan kesamaan kadar natrium dan kalium, ekstrak etanol buah belimbing wuluh dimungkinkan termasuk ke dalam diuretik golongan penghambat karbonik anhidrase. Furosemid merupakan diuretik kuat yang bekerja pada ansa Henle segmen asenden dengan menghambat kerja ko-transpor natrium, kalium, dan klorida. Penghambatan kerja ko-transpor akan menurunkan reabsorpsi ion-ion natrium, kalium, dan klorida sehingga kadar ion-ion ini meningkat di dalam urin. Peningkatan ion-ion hasil mekanisme furosemid menunjukkan peningkatan ion natrium lebih tinggi dibandingkan dengan ion kalium (Mary 1995). Hasil kelompok furosemid menunjukkan peningkatan kadar natrium yang lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan kadar kalium. Hal ini dapat dimungkinkan
19
kualitas furosemid yang digunakan pada percobaan kurang baik, sensitifitas hewan coba yang rendah terhadap furosemid atau adanya faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi mekanisme furosemid.
Analisis fitokimia Hasil analisis fitokimia menunjukan bahwa ekstrak etanol belimbing wuluh mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, dan saponin. Selanjutnya, hasil analisis fitokimia ekstrak etanol buah belimbing wuluh disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil analisis fitokimia ekstrak etanol buah belimbing wuluh Parameter Uji
Hasil
Teknik Analisis
Alkaloid
Positif
Kualitatif
Hidroquinolon
Negatif
Kualitatif
Tanin
Negatif
Kualitatif
Flavonoid
Positif
Kualitatif
Saponin
Positif
Kualitatif
Steroid
Negatif
Kualitatif
Triterpenoid
Negatif
Kualitatif
Senyawa alkaloid adalah senyawa organik terbanyak ditemukan di alam. Alkaloid diketahui berfungsi sebagai analgesik (morfin), penenang (reserpin), antimalaria (kuinina), obat parasimpatolitik (atropin), dan diuretik (kafein, teobromin, dan teofilin) (Sumardjo 2006). Flavonoid adalah zat golongan fenol alam terbesar yang diketahui mempunyai berbagai khasiat seperti antiradang, diuretik, antivirus, antijamur, antibakteri, antihipertensi, dan meningkatkan kerja pembuluh darah kapiler (Anonim 2005). Saponin merupakan salah satu hasil metabolisme sekunder pada beberapa tanaman. Saponin berfungsi sebagai memiliki sifat menurunkan tegangan permukaan, meningkatkan absorpsi diuretik (terutama yang berbentuk garam), dan merangsang ginjal untuk bekerja lebih aktif (Gunawan 2004). Berdasarkan paparan di atas, ekstrak buah belimbing wuluh berkhasiat sebagai diuretik dikarenakan mengandung senyawa alkaloid, flavonoid dan saponin.
20
Ekstrak buah belimbing wuluh memiliki efek diuretik yang efektif pada 2 jam pertama setelah perlakuan. Hal ini ditandai dengan peningkatan persentase ekskresi urin pada 2 jam pertama dan mulai menurun pada jam berikutnya. Pada jam ke-2, semua perlakuan ekstrak memiliki kerja diuretik yang maksimum dan bersifat diuretik dengan aktivitas kuat. Pada jam ke-3, semua perlakuan ekstrak tidak memiliki aktivitas diuretik kecuali perlakuan ekstrak buah belimbing wuluh dengan dosis 0,44 g/kg bobot badan yang bersifat diuretik dengan aktivitas lemah. Khasiat diuretik yang dimiliki ekstrak buah belimbing wuluh dengan dosis 0,44 dan 0,88 g/kg bb merupakan dosis yang berpotensi sebagai diuretik pada hewan coba tikus galur Sprague-Dawley. Ekstrak buah belimbing wuluh berkhasiat sebagai diuretik dikarenakan mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, dan saponin. Senyawa-senyawa ini dapat menghambat ko-transpor dan menurunkan reabsorpsi ion natrium dan kalium, sehingga meningkatkan kadar natrium dan kalium di dalam urin. Selain itu, senyawa saponin dapat merangsang ginjal melakukan transport aktif primer sehingga mengakibatkan penurunan nilai pH urin menjadi sedikit asam.