HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang Penelitian Rataan suhu kandang pada pagi, siang, dan sore hari selama penelitian secara berturut-turut adalah 25,53; 30,41; dan 27,67 °C. Suhu kandang selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. 35 Suhu (0C)
30 25 20 15 10 5 0 1
2
3
4
5
6
7 Pagi
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Hari keSiang
Sore
Gambar 3. Suhu Kandang Suhu kandang pada pagi dan sore hari termasuk suhu yang nyaman untuk mencit, sedangkan pada siang hari suhu kandang diatas kondisi yang ideal untuk mencit. Malole dan Pramono (1989) menyatakan bahwa suhu kandang yang ideal untuk mencit adalah 18-29 °C dengan rataan 22 °C. Hewan percobaan tidak akan berkembang baik pada suhu kamar lebih dari 30 °C (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Hasil pengamatan dalam penelitian pendahuluan, pada kondisi suhu 30 °C mencit akan menjulurkan kepala ke bagian tutup kandang untuk mencari udara bebas, hal tersebut terjadi terutama pada kandang koloni. Sesekali mencit aktif bergelantungan di bagian tutup untuk mencari aliran udara, mencit stres dan aktifitas makanpun menurun.
Rataan kelembaban kandang pada pagi, siang, dan sore hari selama penelitian secara berturut-turut adalah 89,55%; 66,27%; dan 78,44%. Kelembaban kandang selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 4. 120 Kelembaban (%)
100 80 60 40 20 0 1
2
3
4
5
6
7
8
Pagi
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Hari keSiang
Sore
Gambar 4. Kelembaban Kandang Rataan kelembaban yang tinggi selama penelitian terjadi pada pagi dan sore hari, kelembaban tersebut lebih tinggi dari yang disarankan oleh Malole dan Pramono (1989) yaitu 30%-70%. Pada siang hari, kelembaban menurun sampai pada kondisi yang sesuai untuk mencit. Kelembaban kandang yang tinggi dapat memicu perkembangbiakan mikroorganisme patogen. Hal tersebut dapat menyebabkan munculnya berbagai penyakit pada mencit. Pakan Kandungan protein kasar (PK) dalam pakan utama sekitar 8,38% (Tabel 3), namun informasi dalam kemasan menyebutkan PK dalam pakan tersebut 12%. Kandungan PK tersebut belum memenuhi kebutuhan nutrisi mencit. Mencit membutuhkan pakan berkadar protein di atas 14% (Malole dan Pramono, 1989). Rekomendasi dari National Research Council (1995) mengenai kebutuhan protein kasar mencit adalah 12%-24%. Kadar serat kasar sebesar 13,53% melebihi standar yang ditentukan oleh Smith dan Mangkoewidjojo (1988) dan National Research Council (1995) yaitu 5%. National Research Council (1995) menjelaskan bahwa serat kasar dapat menurunkan palatabilitas, kecernaan, laktasi, biosintesa mikroba usus dan asupan nutrisi lainnya.
Kadar lemak kasar sebesar 3,40% belum sesuai dengan yang direkomendasikan oleh Smith dan Mangkoewijojo (1988) yaitu 10%-12% dan National Research Council (1995) yaitu minimal 5%. Kadar lemak minimal tersebut belum dapat mendukung reproduksi dan pertumbuhan mencit. Kadar lemak yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi ketengikan pakan. Semakin tinggi kadar lemak dalam pakan, maka pakan akan semakin cepat tengik (Tillman et al., 1989). Pakan yang digunakan adalah pakan komersial untuk ayam kampung, berbentuk crumble, dan berwarna kuning kecoklatan. Secara keseluruhan nutrien pakan tersebut belum sesuai dengan standar kebutuhan nutrisi mencit, terutama protein. Diperlukan pakan tambahan agar kebutuhan protein dapat terpenuhi. Kandungan nutrisi L. rubellus (Tabel 3) kemungkinan dapat meningkatkan konsumsi nutrisi pada mencit terutama protein, sehingga produktivitas mencit dapat lebih baik. Cacing L. rubellus dipilih sebagai pakan tambahan karena, selain kandungan nutrisinya yang baik cacing tersebut mudah dipelihara dan produktifitasnya baik. Pengaruh Perlakuan terhadap Peubah yang Diamati Konsumsi Pakan Konsumsi bahan kering pakan mencit selama 18 hari tersaji pada Tabel 4. Rataan konsumsi pakan mencit adalah 4,57 g/ekor/hari atau 28,87% dari bobot badan, konsumsi tersebut termasuk normal. Sebagai pembanding adalah penelitian Rakhmadi (2008) yang memperoleh konsumsi pakan mencit lepas sapih sebesar 3,98 g/ekor/hari. Konsumsi tersebut juga tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian dari Anantyo (2006) dan Panda (2007) yang mendapatkan konsumsi pakan mencit dengan kadar protein kasar dalam ransum 17%-20% yaitu 4-6 g/ekor/hari. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa konsumsi pakan ke tiga perlakuan tidak berbeda nyata. Pemberian L. rubellus sampai dengan taraf 2 g/ekor/hari tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering pakan. National Research Council (1994) menyatakan bahwa, konsumsi ransum dipengaruhi oleh kandungan serat kasar dalam ransum. Semakin tinggi serat kasar maka konsumsi ransum cenderung menurun. Ransum yang berserat tinggi bersifat amba, sehingga mempercepat penuhya lambung.
Tabel 4. Rataan Konsumsi Bahan Kering Pakan Mencit pada Taraf Pemberian L. rubellus yang Berbeda P0
KK
P1
KK
P2
KK
Ratarata
4,30
7,35
4,43
2,75
4,19
8,85
4,30
0
0,00
0,27
0,00
0,54
0,00
0,27
4,30
7,35
4,70
2,74
4,73
8,52
4,57
- kasar (g/ekor/hari) Protein Serat Lkasar (g/ekor/hari)
0,36
21,01
0,53
14.82
0,67
13.68
0,51
0,58 20,77
0,61
20,70
0,60
24,77
0,60
Lemak kasar (g/ekor/hari)
0,14 22,02
0,17
19,57
0,18
20,01
0,16
Konsumsi Pakan utama - (g BK/ekor/hari) - L.rubellus (gBK/ekor/hari) - Total (g BK/ekor/hari)
Keterangan : KK : Koefisien Keragaman; P0 : Pakan ayam buras + 0 g L. rubellus; P1 : Pakan ayam buras + 1 g L. rubellus; P2 : Pakan ayam buras + 2 g L. rubellus
Mencit jantan lepas sapih mampu menghabiskan 2 g L. rubellus/ekor/hari (dalam kondisi segar/hidup). Pemberian cacing sampai dengan taraf 2 g/ekor/hari menaikkan konsumsi protein sampai 14%, tapi hal tersebut tidak mempengaruhi total konsumsi bahan pakan. Grafik konsumsi pakan mencit dapat dilihat pada Gambar 5. 7 6 5 4 3 2 1 0 3
6
9
12
15
18
Hari keP0
P1
P2
Gambar 5. Grafik Konsumsi Pakan Mencit Terjadi penurunan konsumsi pada hari ke-6 sampai 9 dan hari ke-15 sampai 18. Konsumsi pakan yang tidak stabil dikarenakan suhu kandang yang tidak stabil, terutama pada siang hari. Suhu tinggi pada hari ke-17 yaitu 33,2 °C, hal tersebut yang mempengaruhi konsumsi rata-rata pada hari ke-16 sampai dengan hari ke-18. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan antara lain suhu dan kelembaban kandang, kesehatan mencit, kadar air dalam makanan (Malole dan
Pramono, 1989) serta perbedaan fisiologis mencit dalam siklus kehidupan seperti pertumbuhan dan reproduksi (National Research Council, 1995). Malole dan Pramono (1989) menyatakan bahwa suhu kandang yang ideal untuk mencit berkisar 19-29 °C dengan rataan 22 °C. Ditambahkan oleh Smith dan Mangkoewidjojo (1988) bahwa hewan percobaan pada umumnya tidak dapat berkembang dengan baik pada suhu kamar lebih dari 30 °C. Bobot Badan dan Pertambahan Bobot Badan Performa mencit dapat dilihat dari pencapaian bobot badan tiap tiga hari dan pada saat bobot akhir. Rataan total bobot badan awal mencit sebesar 12,67 g/ekor dengan koefisien keragaman 16,59 seperti terlihat pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Bobot Badan Awal dan Akhir Serta Pertambahan Bobot Badan Harian Mencit Selama Penelitian Rataan Bobot Badan P0
PBBH KK(%) (g/ekor/hari) 0,46 13,98
Awal (g)
KK (%)
Akhir (g)
KK (%)
13,19
26,69
21,55
13,56
P1
11,56
10,65
21,79
8,21
0,56
15,88
P2
13,27
12,45
21,91
18,85
0,48
50,80
Rataan
12,67
16,59
21,75
13,54
0,5
26,88
Keterangan : KK : Koefisien Keragaman; P0 : Pakan ayam buras + 0 g L. rubellus; P1 : Pakan ayam buras + 1 g L. rubellus; P2 : Pakan ayam buras + 2 g L. rubellus
Bobot badan mencit lepas sapih yang digunakan tidak sama dengan yang diungkapkan oleh Smith dan Mangkoewidjojo (1988) bahwa bobot mencit lepas sapih berkisar antara 18-20 g. Hal tersebut dikarenakan perbedaan manajemen pemeliharaan mencit. Hasil analisis ragam pertambahan bobot badan harian (PBBH) mencit selama 18 hari penelitian tidak berbeda nyata. Kecepatan tumbuh mencit dengan nutrisi pakan yang baik dapat mencapai 1 g/hari (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988), hal tersebut tidak tercapai dalam penelitian ini. Pertambahan bobot badan sangat dipengaruhi oleh konsumsi pakan, karena konsumsi pakan menentukan masuknya zat nutrisi ke dalam tubuh yang selanjutnya dipakai untuk pertumbuhan dan keperluan lainnya. Karena konsumsi pakan dari ke tiga perlakuan adalah sama, maka pertumbuhan yang dicapai pun tidak berbeda. Hasil penelitian ini mendukung
pernyataan Soeharsono (1976) bahwa konsumsi ransum erat kaitanya dengan pertumbuhan. Selain itu sejalan dengan Jull (1978) yang menyatakan bahwa secara tidak langsung pertumbuhan merupakan peningkatan air, protein dan mineral serta terdapat hubungan yang erat antara kecepatan tumbuh dengan jumlah ransum yang dikonsumsi pada periode tertentu. Pada saat pertumbuhan berjalan dengan cepat, ternak sangat sensitif terhadap tingkat gizi pada ransum (Wahju, 1992) dan apabila lebih banyak ransum yang dikonsumsi maka lebih cepat pertambahan bobot badan ternak tersebut. Gambaran pertambahan bobot badan mencit dapat dilihat pada Gambar 6.
PBBH (g/ekor/hari)
25 20 15 10 5 0 0
3
6
9 Hari keP0
P1
12
15
18
P2
Gambar 6. Grafik Pertambahan Bobot Badan Mencit Pola garis yang hampir sama antara P0, P1, dan P2 (Gambar 6) menunjukkan tidak adanya perbedaan bobot badan mencit selama penelitian. Titik infleksi belum terlihat pada grafik. Titik infleksi merupakan titik balik grafik yang menunjukkan bahwa hewan telah mencapai dewasa kelamin dan mengalami perlambatan pertumbuhan. Sudono (1981) menyatakan bahwa laju pertumbuhan tertinggi pada umur 29 hari, sedangkan Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa mencit dapat mencapai dewasa kelamin pada umur kurang dari 35 hari. Bobot badan mencit pada hari ke-18 telah mencapai ukuran bobot dewasa tubuh yaitu diatas 20 g dan mencit telah berumur 39 hari. Pencapaian bobot badan tersebut lebih baik dari pernyataan Smith dan Mangkoewidjojo (1988) serta Malole
dan Pramono (1989) bahwa mencit mencapai bobot badan 20 g dan siap untuk dikawinkan pada umur 56 hari. Hal tersebut terjadi kemungkinan karena perbedaan manajemen pemeliharaan mencit. Konversi Pakan Rataan umum konversi pakan mencit (umur 21-39 hari) selama 18 hari penelitian adalah 8,60 dengan koefisien keragaman 26,15 seperti tampak pada Tabel 6. Tabel 6. Rataan Konversi Pakan Mencit pada Tingkat Pemberian L. rubellus yang Berbeda Perlakuan
Rataan konversi pakan
KK (%)
P0
9,28
19,63
P1
7,80
19,17
P2
8,74
39,66
Rataan
8,60
26,15
Keterangan : KK : Koefisien Keragaman; P0 : Pakan ayam buras + 0 g L. rubellus; P1 : Pakan ayam buras + 1 g L. rubellus; P2 : Pakan ayam buras + 2 g L. rubellus
Rataan konversi tersebut lebih baik dari penelitian Rakhmadi (2008) yang mendapatkan rataan konversi pakan mencit 12,33 dengan koefisien keragaman 45,66 (umur mencit 28-49 hari) pada kadar PK ransum 15,79% dan dengan suhu pemeliharaan yang nyaman. Perbedaan nilai konversi tersebut dikarenakan umur dan lama pemeliharaan mencit yang berbeda. Nilai konversi yang tinggi menunjukkan bahwa mencit tidak efisien dalam memanfaatkan ransum untuk mengubah bobot badan. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian L. rubellus sebagai pakan tambahan tidak berpengaruh terhadap konversi pakan mencit. Konversi pakan mencerminkan kesanggupan ternak dalam memanfaatkan pakan (North dan Bell, 1990). Konversi yang sama memperlihatkan bahwa semua pakan mempunyai tingkat efisiensi yang sama. Dapat dikatakan bahwa pemberian L. rubellus sebagai pakan tambahan tidak menaikkan nilai konversi pakan meskipun memberikan sumbangan protein yang nyata pada konsumsi hariannya.
Mortalitas Tidak terdapat kematian mencit selama penelitian, mencit sehat, aktif, berbulu rapat, dan mengkilap. Manajemen pemeliharaan yang baik sangat berpengaruh terhadap mortalitas mencit yang di dukung dengan kondisi lingkungan yang baik. Menurut Blakely dan David (1991) kondisi lingkungan yang baik dan sesuai dengan kebutuhan ternak dapat menurunkan angka mortalitas. Dilihat dari penampilan fisik mencit, pemberian L. rubellus sampai dengan taraf 2 g/ekor/hari tidak menimbulkan bahaya sakit pada mencit tersebut.