14
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2009, yang merupakan bulan basah. Berdasarkan data iklim dari Badan Meteorologi dan Geofisika, Dramaga, Bogor (Lampiran 3) diperoleh bahwa curah hujan pada bulan-bulan tersebut berkisar 156.8 mm sampai 415.8 mm dengan curah hujan rata-rata per bulan 407.0 mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Oktober dan curah hujan terendah pada bulan September. Jumlah hari hujan terbanyak 24 hari pada bulan Oktober dan terendah 13 hari pada bulan September. Kondisi curah hujan tersebut sangat mencukupi untuk pertanaman padi sawah tetapi menyulitkan untuk pelaksanaan pemeliharaan tanaman baik pemupukan maupun pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Bibit tanaman padi dipindah tanam padi berumur 10 – 14 hari setelah semai (HST) dengan satu bibit per lubang tanam. Penyulaman tanaman dilakukan saat tanaman berumur 1 – 4 Minggu Setelah Tanam (MST). Penyulaman dilakukan karena serangan hama keong mas (Pomacea canaliculata L.). Penyulaman digunakan bibit yang berumur sama sehingga tidak tertinggal dengan tanaman awal. Populasi hama ini kian meningkat akibat kondisi air yang tergenang. Upaya pengendalian dilakukan sejak sebelum penanaman bibit (transplanting) hingga tanaman padi tampak kokoh yaitu dengan mengeringkan lahan dan memungut secara manual keong maupun telurnya dari lahan sawah. Kondisi pertanaman padi sawah secara umum dapat dilihat pada Gambar 1. Keragaan tanaman tiap perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 4. Hama lain yang banyak menyerang yaitu belalang. Hama ini menyerang pada saat pertumbuhan tanaman hingga saat pengisian bulir padi. Hama ini menyerang pada lahan percobaan dengan intensitas serangan yang cukup besar karena penularan dari petakan diluar penelitian. Hama ini menyebabkan daun pada tanaman
padi
tidak utuh lagi sehingga proses penyerapan fotosintesis
kurang sempurna. Hama belalang dikendalikan dengan aplikasi insektisida dengan bahan aktif profenofos 500 EC dengan dosis 1 L/Ha.
15
Gambar 1. Kondisi Umum Tanaman pada Saat 7 MST Jenis gulma yang terdapat pada areal sawah terdiri dari gulma rumput, berdaun lebar, dan teki. Pengendaliannya gulma dilakukan secara manual pada areal pertanaman padi sawah pada saat tanaman berumur 3 dan 5 MST sampai dengan saat panen. Serangan hama dan penyakit dapat diatasi sehingga baik fase vegetatif maupun generatif terlihat normal. Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan unsur hara tanah pada awal dan akhir penelitian dilakukan secara komposit dengan mencampurkan tanah yang berasal dari semua petakan. Perlakuan pemupukan pada penelitian berupa pupuk daun yang diaplikasikan pada tajuk tanaman padi sehingga tidak langsung mengenai tanah. Pupuk dasar berupa Urea, SP-18 dan KCl yang diberikan melalui tanah pada seluruh perlakuan dengan dosis sama. Parameter yang dianalisis meliputi pH, N total, unsur P dan K. Hasil analisis diperoleh bahwa tanah sebelum penelitian memiliki nilai pH sekitar 5.6 atau tergolong agak masam. Hasil analisis hara setelah penelitian menunjukkan adanya peningkatan pH menjadi 6.5. Unsur N Total sebelum penelitian 0.12% setelah penelitian meningkat menjadi 0.16% menunjukkan kandungan unsur N total yang rendah dan unsur P sebelum penelitian 3.4% setelah penelitian menjadi 5.2% menunjukkan kandungan unsur P
16
sangat rendah. Kandungan unsur K tanah mengalami penurunan pada akhir penelitian 0.21 meq/100g. Selisih pH serta kandungan hara tanah pada awal dan akhir penelitian secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 . Hasil Analisis dan Kriteria Sifat Kimia Tanah Penelitian Sifat Tanah pH H2O N-Total (%) P ters Bray I (%) K dapat ditukar extr. NH4Oac (me/100g)
Perlakuan Sebelum Pemupukan 5.6 (Agak Masam) 0.12 (Rendah) 3.4 (Sangat Rendah)
Perlakuan Setelah Pemupukan 6.5(Agak Masam) 0.16 (Rendah) 5.2(Sangat Rendah)
0.62 (Tinggi)
0.21 (Rendah)
Sumber : SEAMEO BIOTROP, 2009 dan 2010; Hardjowigeno, S, 1995.
Rekapitulasi Hasil Analisis Sidik Ragam Berdasarkan hasil rekapitulasi sidik ragam terhadap berbagai peubah yang diamati menunjukkan bahwa aplikasi perlakuan pupuk daun tidak berpengaruh nyata baik pada pertumbuhan maupun komponen hasil, kecuali pada peubah bobot basah jerami/tanaman. Secara rinci rekapitulasi hasil sidik ragam disajikan pada Tabel 4 dan 5. Tabel 4. Rekapitulasi Sidik Ragam Pupuk Daun terhadap Berbagai Peubah Pengamatan Peubah Tinggi Tanaman 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST
Pengaruh Perlakuan Pertumbuhan Tanaman
Koefisien Keragaman (%)
tn tn tn tn tn tn Jumlah Anakan tn tn tn tn tn tn
10.11 9.95 11.28 10.84 8.25 5.89 16.67# 13.97# 16.19# 15.09# 20.26 14.15
17
Tabel 5. Rekapitulasi Sidik Ragam Pupuk Daun terhadap Berbagai Peubah Pengamatan (Lanjutan) Peubah
Pengaruh Perlakuan Koefisien Keragaman (%) Bagan Warna Daun 3 MST tn 9.58 4 MST tn 7.74 5 MST tn 6.11 6 MST tn 4.57 7 MST tn 6.16 8 MST tn 6.44 Biomassa Tinggi Tanaman tn 5.52 Panjang Akar tn 12.06 Bobot Akar tn 21.79 Bobot Tajuk tn 21.92 Volume Akar tn 16.2# Komponen Hasil dan Hasil Jumlah Anakan Produktif tn 18.6 Panjang Malai tn 6.35 Jumlah Malai tn 18.57 Jumlah GabahMalai tn 17.6 Hasil Gabah Basah/Petak tn 17.97 Hasil Gabah Kering/Petak tn 22.42 Hasil Gabah Basah/Tanaman tn 17.5# Hasil Gabah Kering/Tanaman tn 17.06# Bobot Basah Jerami/Tanaman * 12.12 Bobot Kering Jerami/Tanaman tn 22.47# Bobot 1000 Butir tn 4.67 Persen Gabah Hampa tn 28.41# GKP tn 17.97 GKG tn 22.42 Keterangan : * = Nyata pada taraf 5%, tn = Tidak Nyata pada taraf 5 %, # = Tranformasi ((х+0.5)^0.5)
Pertumbuhan Tanaman Hasil pengamatan dan analisis statistik (Tabel 6) menunjukkan bahwa aplikasi pupuk daun yang diberikan
tidak berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan tanaman baik tinggi tanaman, jumlah anakan serta Bagan Warna
18
Daun (BWD). Peubah jumlah anakan yang di pupuk dengan pupuk daun cenderung menghasilkan jumlah anakan yang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah anakan tanpa pupuk daun seperti terlihat pada perlakuan 0.5 dosis PD1, 1 dosis PD1, 0.75 dosis PD2, 1 dosis PD2, 1.25 dosis PD3 dan 1.5 dosis PD3. Pada saat tanaman berumur 4 dan 6 MST Bagan Warna Daun menunjukkan skala < 4 sehingga perlu dilakukan pemupukan pupuk N susulan. Penggunaan Bagan Warna Daun (BWD) berkaitan erat dengan pemupukan terutama nitrogen. Tanaman yang memiliki kecukupan unsur N akan menunjukkan warna daun hijau gelap. Pemupukan N sangat menentukan hasil tanaman padi sawah. Nilai kritis bagan warna daun 4, oleh karena itu tanaman harus segera diberi pupuk N bila warna daun berada di bawah skala 4. Skala Bagan Warna Daun pada saat tanaman berumur 4 MST sekitar 2.4 – 2.7. pada saat tanaman berumur 6 MST, skala Bagan Warna Daun menunjukkan nilai sekitar 3.0 – 3.4. Hal ini diduga pemupukan pupuk daun hingga 1.5 dosis belum mampu mempengaruhi Bagan Warna Daun. Walaupun demikian, perlakuan pupuk daun memiliki Bagan Warna Daun yang lebih tinggi daripada perlakuan tanpa pemupukan pupuk daun. Tabel 6. Pertumbuhan Tanaman pada Berbagai Pupuk Daun Perlakuan Tanpa pupuk daun Pembanding 0.5 dosis PD1 0.75 dosis PD1 1 dosis PD1 1.25 dosis PD1 1.5 dosis PD1 0.5 dosis PD2 0.75 dosis PD2 1 dosis PD2 1.25 dosis PD2 1.5 dosis PD2 0.5 dosis PD3 0.75 dosis PD3 1 dosis PD3 1.25 dosis PD3 1.5 dosis PD3
Tinggi Tanaman 8 MST 60.4 67.5 65.9 61.8 68.8 66.9 65.2 64.4 68.3 67.3 63.3 63.6 65.0 62.4 63.4 67.1 66.7
Jumlah Anakan 8 MST 27 34 34 27 34 27 32 30 34 34 25 29 31 29 30 36 33
Bagan Warna Daun 4 MST 2.4 2.4 2.4 2.6 2.6 2.5 2.5 2.6 2.6 2.4 2.4 2.7 2.4 2.5 2.5 2.4 2.4
Bagan Warna Daun 6 MST 3.2 3.3 3.4 3.0 3.4 3.2 3.2 3.3 3.2 3.3 3.3 3.1 3.4 3.2 3.2 3.0 3.2
19
Biomassa Analisis pertumbuhan merupakan suatu cara untuk mengikuti dinamika fotosintesis yang diukur oleh produksi bahan kering. Akumulasi bahan kering mencerminkan kemampuan tanaman dalam mengikat energi dari cahaya matahari melalui proses fotosintesis, serta interaksinya dengan faktor-faktor lingkungan lainnya. Distribusi akumulasi bahan kering pada bagian-bagian tanaman seperti akar, batang, daun dan bagian generatif, dapat mencerminkan produktivitas tanaman. Pengamatan biomassa yang diamati pada tanaman padi sawah terdiri atas panjang akar, bobot kering akar, bobot kering tajuk/rumpun dan volume akar. Secara umum aplikasi pupuk daun tidak berpengaruh nyata secara stastistik terhadap biomassa padi sawah pada 8 MST (Tabel 7). Namun demikian terlihat perbedaan yang sangat besar yang ditunjukkan pada panjang akar, bobot akar, bobot tajuk dan volume akar apabila dibandingkan antara yang dipupuk daun dengan tanpa pupuk daun. Tabel 7. Panjang Akar, Volume Akar, Bobot Kering Akar dan Tajuk pada Berbagai Perlakuan Pupuk Daun Perlakuan
Panjang Akar (cm)
Volume Akar (ml)
Bobot Kering Akar (g)
Tanpa pupuk daun Pembanding 0.5 dosis PD1 0.75 dosis PD1 1 dosis PD1 1.25 dosis PD1 1.5 dosis PD1 0.5 dosis PD2 0.75 dosis PD2 1 dosis PD2 1.25 dosis PD2 1.5 dosis PD2 0.5 dosis PD3 0.75 dosis PD3 1 dosis PD3 1.25 dosis PD3 1.5 dosis PD3
21.9 29.1 24.0 21.9 27.5 26.1 23.4 22.6 26.5 26.2 24.8 23.4 22.3 24.2 20.8 25.7 25.9
25.0 46.6 41.6 28.3 38.3 46.6 38.3 38.3 30.0 43.3 43.3 36.6 43.3 31.6 28.3 33.3 41.6
6.0 10.8 10.1 7.4 8.9 10.8 10.4 9.2 7.8 12.2 9.8 9.3 10.4 8.5 7.1 8.4 10.5
Bobot Kering Tajuk (g) 21.8 30.5 28.8 20.2 31.6 31.8 27.4 25.9 27.4 32.4 28.8 22.7 28.2 24.1 24.5 29.4 31.0
20
Komponen Hasil dan Hasil Tanaman Pengamatan terhadap komponen hasil yang dilakukan meliputi jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah gabah/malai, persentase gabah hampa, serta bobot 1000 butir bobot. Aplikasi pupuk daun tidak berpengaruh nyata secara statistik terhadap komponen hasil. Secara rinci komponen hasil tanaman padi sawah pada berbagai perlakuan pupuk daun disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Komponen Hasil Tanaman Padi Sawah pada Berbagai Perlakuan Pupuk Daun
Perlakuan Tanpa pupuk daun Pembanding 0.5 dosis PD1 0.75 dosis PD1 1 dosis PD1 1.25 dosis PD1 1.5 dosis PD1 0.5 dosis PD2 0.75 dosis PD2 1 dosis PD2 1.25 dosis PD2 1.5 dosis PD2 0.5 dosis PD3 0.75 dosis PD3 1 dosis PD3 1.25 dosis PD3 1.5 dosis PD3
Jumlah Anakan Produktif/ Rumpun 24 26 24 24 23 22 23 19 21 22 20 19 20 27 26 18 22
Panjang Malai (cm) 23.6 25.1 24.9 24.0 24.1 24.6 25.0 25.3 24.3 25.8 24.5 22.8 24.7 24.9 25.7 24.1 25.0
Jumlah Gabah/ Malai
Persentase Gabah Hampa (%)
Bobot 1000 Butir (g)
99.4 113.8 105.1 106.3 106.8 103.0 120.4 133.4 115.0 132.2 117.5 97.2 109.0 123.0 124.9 108.8 111.3
31.6 30.3 14.6 22.6 15.6 29.0 18.6 18.3 17.6 14.0 14.0 21.3 22.6 21.0 20.6 10.6 11.6
26.0 25.3 27.0 25.0 26.6 26.6 25.3 26.6 26.3 25.6 26.6 27.3 26.3 27.0 26.3 27.3 24.6
Aplikasi pupuk daun menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap bobot gabah basah/tanaman, bobot gabah kering/tanaman, bobot gabah basah/petak, bobot gabah kering/petak, gabah kering panen dan gabah kering giling tanaman padi sawah. Namun, secara umum perlakuan pupuk daun memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan perlakuan kontrol. Secara rinci pengaruh aplikasi pupuk daun terhadap hasil tanaman disajikan pada Tabel 9.
21
Tabel 9. Hasil Tanaman Padi Sawah pada Aplikasi Pupuk Daun
Perlakuan Tanpa pupuk daun Pembanding 0.5 dosis PD1 0.75 dosis PD1 1 dosis PD1 1.25 dosis PD1 1.5 dosis PD1 0.5 dosis PD2 0.75 dosis PD2 1 dosis PD2 1.25 dosis PD2 1.5 dosis PD2 0.5 dosis PD3 0.75 dosis PD3 1 dosis PD3 1.25 dosis PD3 1.5 dosis PD3
Hasil Gabah Basah / Tanaman (g) 79.8 155.5 126.4 141.8 124.8 102.0 174.6 140.7 150.9 191.5 143.7 95.8 130.7 189.6 173.1 115.9 152.4
Hasil Gabah Kering/ Tanaman (g) 72.6 134.9 110.1 123.3 107.9 87.1 152.2 119.2 126.5 161.0 119.4 81.3 114.9 162.1 151.1 99.0 131.9
Hasil Gabah Basah/ Petak (kg) 1.9 2.7 3.2 2.7 2.5 2.6 3.3 3.1 2.6 3.3 2.9 3.0 2.8 2.3 2.2 2.9 2.8
Hasil Gabah Kering/ Petak (kg) 1.5 2.2 2.5 2.1 2.1 2.1 2.8 2.3 2.2 2.7 2.0 2.1 1.8 2.0 1.8 2.3 2.2
Berdasarkan Gambar 2 gabah kering panen dan gabah kering giling yang dihasilkan dengan pemberian pupuk daun memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan tanpa pemupukan pupuk daun. Aplikasi 1.5 dosis PD1 dan 1 dosis PD2 menghasilkan gabah kering panen paling tinggi (5280 kg/ha) sedangkan perlakuan kontrol menghasilkan 3147 kg/ha. Aplikasi 1.5 dosis PD1 menghasilkan gabah kering giling 4533 kg/ha. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan aplikasi pupuk daun dapat meningkatkan gabah kering panen dan giling.
Bobot Tajuk Tanaman Pada Saat Panen Aplikasi pupuk daun berpengaruh nyata terhadap bobot basah jerami tanaman padi sawah. Perlakuan 0.75 – 1.5 Dosis PD1, 0.5 – 1 dosis PD2, 0.75 – 1.5 dosis PD3 berpengaruh nyata meningkatkan bobot basah jerami lebih tinggi dibandingkan perlakuan tanpa pupuk daun. Namun perlakuan pupuk daun tidak mempengaruhi bobot kering jerami (Tabel 10). Bobot basah jerami
22
dipengaruhi oleh kandungan air yang diserap oleh tanaman padi sehingga tanaman padi menjadi lebih sukulen.
Gambar 2. Nilai Gabah Kering Panen (GKP) dan Gabah Kering Giling (GKG) Tabel 10. Pengaruh Pupuk Daun terhadap Bobot Tajuk Tanaman pada saat Panen Perlakuan Tanpa pupuk daun Pembanding 0.5 dosis PD1 0.75 dosis PD1 1 dosis PD1 1.25 dosis PD1 1.5 dosis PD1 0.5 dosis PD2 0.75 dosis PD2 1 dosis PD2 1.25 dosis PD2 1.5 dosis PD2 0.5 dosis PD3 0.75 dosis PD3 1 dosis PD3 1.25 dosis PD3 1.5 dosis PD3
Bobot Basah Jerami (g) 406.6c 491.6abc 486.6abc 575.0ab 571.6ab 473.3bc 601.6ab 568.3ab 556.6ab 563.3ab 475.0bc 530.0abc 526.6abc 575.0ab 605.0a 573.3ab 606.6a
Bobot Kering Jerami (g) 183.3 178.3 176.7 203.3 200.0 176.7 216.7 238.3 510.0 225.0 145.0 196.7 200.0 195.0 161.7 226.7 266.7
Keterangan : angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji DMRT taraf 5 %
23
Efektivitas Agronomi Relatif Nilai relatif efektivitas agronomis (RAE) merupakan nilai peningkatan hasil relatif antara perlakuan dosis pupuk yang diuji terhadap peningkatan hasil yang disebabkan oleh perlakuan pembanding (standar) dari perlakuan kontrol. Setiap nilai efektivitas agronomi > 100 menunjukkan bahwa perlakuan tersebut efektif secara agronomi. Terlihat pada Gambar 3 beberapa perlakuan pupuk daun memperlihatkan nilai RAE lebih besar dari 100. Perlakuan 0.5 dan 1.5 dosis PD1, 0.5, 1 – 1.5 dosis PD2, 0.5, 1.25 – 1.5 dosis PD3 memberikan nilai RAE lebih besar dari 100. Nilai RAE tertinggi ditunjukkan pada perlakuan 1.5 dosis PD1 dan 1 dosis PD2 dengan nilai RAE sebesar 181.84. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan hasil perlakuan pupuk daun PD1 dan PD2 dapat meningkatkan hasil lebih besar 181.14% dibandingkan perlakuan peningkatan pupuk pembanding.
Gambar 3. Nilai Efektivitas Agronomi Relatif (RAE) Tiap Perlakuan Peningkatan Hasil Aplikasi pupuk daun
dapat meningkatkan hasil 15 sampai 67% dari
perlakuan kontrol (Gambar 4). Perlakuan pupuk PD1 dapat meningkatkan hasil 28 – 67%. Peningkatan hasil tertinggi pada pupuk PD1 terjadi pada pemberian 1.5 dosis PD1. Perlakuan pupuk PD2 meningkatkan hasil 35 – 67%. Peningkatan
24
hasil tertinggi terjadi pada 1 dosis PD2. Sedangkan pada PD3 peningkatan hasil terjadi dari 15 – 49% dengan 1.5 dosis PD3 memberikan peningkatan hasil tertinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa pupuk daun dapat meningkatkan hasil dan efektif secara agronomi.
Gambar 4. Peningkatan Hasil Aplikasi Pupuk Daun Analisis Usahatani Mengetahui tingkat efektivitas aplikasi pupuk daun PD1, PD2 , dan PD3 dapat dilakukan analisis ekonomi usahatani. Peubah yang dianalisis tingkat keuntungan dan nilai R/C Rasio. Aplikasi PD1 0.5 dosis, 1 dosis PD2, dan 1.25 dosis PD3 menghasilkan keuntungan tertinggi untuk masing-masing pupuk. Aplikasi 0.5 dosis PD1 menghasilkan keuntungan Rp 10.520.000,00 dengan R/C Ratio 2.42 hal ini menunjukkan besar 1 satuan rupiah yang dikeluarkan menghasilkan Rp 2.42,00. Aplikasi 1 dosis PD2 menghasilkan keuntungan Rp 10.805.000,00 dengan R/C Ratio 2.41. aplikasi 1.25 dosis PD3 menghasilkan keuntungan Rp 8.997.300,00 dengan R/C Rasio 2.21 sedangkan perlakuan kontrol menghasilkan keuntungan Rp 4.064.000,00 dengan R/C Rasio 1.58. Secara rinci efektivitas aplikasi pupuk daun terhadap analisis ekonomi usahatani disajikan pada Tabel 11.
25
Tabel 11. Efektivitas Aplikasi Pupuk Daun terhadap Analisis Ekonomi Usahatani Perlakuan Kontrol Pembanding 0.5 Dosis PD1 0.75 Dosis PD1 1 Dosis PD1 1.25 Dosis PD1 1.5 Dosis PD1 0.5 Dosis PD2 0.75 Dosis PD2 1 Dosis PD2 1.25 Dosis PD2 1.5 Dosis PD2 0.5 Dosis PD3 0.75 Dosis PD3 1 Dosis PD3 1.25 Dosis PD3 1.5 Dosis PD3
Biaya (Rp) 6,950,000.00 7,625,000.00 7,400,000.00 7,625,000.00 7,675,000.00 7,062,500.00 8,300,000.00 7,400,000.00 7,625,000.00 7,675,000.00 8,075,000.00 8,300,000.00 7,140,800.00 7,236,200.00 7,157,500.00 7,427,900.00 7,523,300.00
Penerimaan (Rp) 11,014,500.00 15,120,000.00 17,920,000.00 15,120,000.00 14,185,500.00 14,934,500.00 18,480,000.00 17,360,000.00 14,934,500.00 18,480,000.00 16,614,500.00 16,800,000.00 15,680,000.00 13,065,500.00 12,694,500.00 16,425,500.00 16,054,500.00
Pendapatan (Rp) 4,064,500.00 7,495,000.00 10,520,000.00 7,495,000.00 6,510,500.00 7,872,000.00 10,180,000.00 9,960,000.00 7,309,500.00 10,805,000.00 8,539,500.00 8,500,000.00 8,539,200.00 5,829,300.00 5,537,000.00 8,997,600.00 8,531,200.00
R/C Ratio 1.58 1.98 2.42 1.98 1.85 2.11 2.23 2.30 1.96 2.41 2.06 2.02 2.20 1.81 1.77 2.21 2.13
Pembahasan Dengan sifat tanah seperti dikemukakan pada Tabel 3 maka tanah tersebut tergolong kurang subur dilihat dari kandungan unsur hara makro, dan pH tanah yang berstatus rendah. Faktor-faktor tanah tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman bila keadaannya tidak mendukung untuk memenuhi kebutuhan hara dan pertumbuhan tanaman. Dengan demikian, pemupukan pada kegiatan budidaya padi menjadi sangat penting untuk memenuhi kebutuhan hara bagi tanaman sehingga dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik. Berdasarkan hasil analisis tanah yang dilakukan, pemberian pupuk daun tidak mempengaruhi hasil analisis tanaman yang masih berperan meningkatkan nilai pH tanah, N-total, P pemupukan melalui akar. Tanah sawah yang digunakan dalam kegiatan penelitian memiliki sifat tanah yang agak masam dengan pH 6.5. Suplai nitrogen untuk padi sawah, diantaranya dapat berasal dari residu nitrogen ammonium dan nitrat di dalam tanah, nitrogen hasil mineralisasi bahan organik,
26
fiksasi oleh mikroorganisme tanah, dan dari pupuk yang diberikan (Ismunadji dan Roechan, 1988). Penggenangan tanah sawah dapat meningkatkan kadar P-tersedia dalam tanah (De Datta, 1981). Penggenangan umumnya dapat meningkatkan konsentrasi fosfat terlarut dan P-tersedia (Neue and Bloom, 1989). Saat tanah sawah tergenang, reduksi Fe3+ dapat melepaskan P terjerap (De Datta, 1986). Fosfor tidak langsung terlibat dalam reaksi oksidasi-reduksi dalam tanah tergenang, tetapi terjadi pengaktifan kembali fosfor yang bereaksi dengan besi, kalsium dan magnesium akibat sejumlah unsur redoks yang dipengaruhi oleh penggenangan tanah (Patrick and Reddy, 1978). Peningkatan kadar P-tersedia diduga terjadi akibat adanya penggenangan tanah dan peningkatan pH tanah. Penggenangan tanah dapat meningkatkan ketersediaan P bagi tanaman. Hal ini terjadi karena adanya kenaikan pH pada tanah masam sehingga dapat membebaskan sebagian Pterfiksasi. Peningkatan pH tanah pada tanah masam juga dapat meningkatkan mineralisasi P-Organik (Anwar dan Sudadi, 2007). Aplikasi pupuk daun pada tanaman padi sawah tidak berpengaruh nyata berdasarkan analisis sidik ragam terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan dan Bagan Warna Daun saat berumur 3 – 8 MST. Namun, perlakuan pupuk daun menunjukkan tinggi tanaman yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan pembanding. Aplikasi 1 dosis PD1 memberikan tinggi tanaman paling tinggi 68.84 cm. Aplikasi 1.25 dosis PD2 memberikan jumlah anakan paling banyak 36.26 anakan/rumpun. Bagan warna daun (BWD) yang dihasilkan pada pada 4 MST menunjukkan skala kurang dari 4 begitu pula pada saat tanaman berumur 6 MST namun lebih baik dari umur 4 MST. Peningkatan tersebut diduga karena pemberian pupuk daun yang diberikan mengandung unsur N, P, dan K yang ketiga unsur tersebut dapat membantu pertumbuhan. Menurut Salibury dan Ross (1992), tanaman yang cukup mendapatkan nitrogen biasanya mempunyai daun berwarna hijau tua dan lebat, dengan sistem akar kerdil, sehingga nisbah tajuk-akarnya tinggi. Menurut Blevins (1994), Magnesium sangat penting di dalam berbagai aspek fotosintesis, teralokalisasi antara 10-20% pada kloroplas daun.
27
Berdasarkan deskripsi/karakteristik varietas Way Apoburu (Lampiran 5) jumlah anakan produktif yang dihasilkan 15-18 anakan/rumpun. Pada saat vegetatif, perlakuan pupuk daun tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah anakan saat 3 – 8 MST. Pada saat 8 MST, perlakuan 1.25 dosis PD3 memberikan jumlah anakan yang lebih banyak dibandingkan perlakuan kontrol. Jumlah anakan produktif merupakan jumlah anakan yang menghasilkan malai. Jumlah anakan produktif umumnya lebih sedikit karena pada masa generatif ada beberapa malai yang terlambat masa pengisiannya. Perlakuan 0.75 dosis PD3 memperlihatkan
jumlah
anakan
produktif
yang
lebih
banyak
sekitar
27.46 anakan/rumpun sedangkan perlakuan kontrol 24.26 anakan /rumpun. Tanaman padi sawah memiliki bulu halus dan kandungan unsur Si yang diduga menyebabkan sulitnya pupuk daun terserap oleh tanaman itu sendiri. Letak stomata tanaman pada umumnya terletak dibelakang daun. Penguapan air dari tumbuhan berhubungan dengan kehilangan air dalam melalui stomata, kutikula, atau lentisel. Menurut Salisbury and Ross (1995) menyatakan faktor lingkungan juga mempengaruhi tidak hanya proses transpirasi dan difusi, tapi juga mempengaruhi membuka menutupnya stomata pada permukaan daun yang dilalui lebih dari 90% air yang ditranspirasikan dan CO2. Naiknya suhu daun, misalnya meningkakan penguapan dan sedikit difusi, namun menyebabkan menutup atau membuka stomata lebih lebar. Waktu matahari terbit, stomata membuka karena meningkatnya pencahayaan, dan cahaya menaikkan suhu daun sehingga air menguap lebih cepat. Naiknya suhu membuat udara mampu membawa lebih banyak kelembapan, makan transpirasi meningkat. Angin membawa lebih banyak CO2 dan mengusir uap air. Hal ini menyebabkan penguapan dan penyerapan CO2 meningkat karena menyebabkan stomata menutup sebagian. Bila daun dipanaskan oleh sinar matahari dengan panas yang melebihi suhu udara, angin akan menurunkan suhunya. Akibatnya, tranpirasi menurun. Bila kandungan air tanah terbatas, transpirasi dan penyerapan CO2 terhambat, karena stomata menutup. Selain faktor fisiologi ada kemungkinan faktor lingkungan yang membuat perlakuan pupuk daun tidak berpengaruh nyata terhadap peubah pertumbuhan tanaman. Curah hujan yang tinggi saat penelitian terutama saat aplikasi pupuk
28
daun oleh air hujan dan belum diserap oleh tanaman, sehingga tidak memberikan pengaruh terhadap perumbuhan tanaman. Hal ini kemungkinan ada unsur hara yang dikandung oleh pupuk daun yang disemprotkan pada tanaman, memerlukan waktu untuk dapat masuk ke dalam daun sehingga bila selama waktu tersebut turun hujan atau keadaan cuaca kering dan panas, maka menjadi berkurang penyerapannya. Faktor lingkungan dan internal tanaman mempengaruhi serapan tanaman untuk menjerap pupuk daun secara efektif. Pemberian pupuk daun tidak mempengaruhi persentase gabah hampa dan bobot 1000 butir. Brady dan Weil (2002) menyatakan bahwa nitrogen penting untuk pembentukan karbohidrat dalam tanaman. Nitrogen dapat meningkatkan kepadatan gabah tanaman berbiji dan jumlah protein di dalam biji. Hasil penelitian Wegner dan Michael (1971) dalam Mengel dan Kirby (1982) menunjukkan bahwa sintesis sitokinin akan terganggu jika kebutuhan akan unsur N tidak mencukupi. Ciri defisiensi nitrogen pada tanaman serelia di antaranya yaitu menurunnya jumlah butir padi per unit area, butir padi kecil, tapi relatif mengandung protein yang tinggi. Aplikasi pupuk daun tidak nyata berpengaruh terhadap komponen hasil dan hasil tanaman. Aplikasi pupuk daun tidak memberikan
hasil/tanaman,
hasil/petak dan dugaan hasil yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol. Namun, aplikasi pupuk daun lebih baik dibandingkan perlakuan kontrol. Perlakuan 1 dosis PD2 dan 0.75 dosis PD3 menghasilkan bobot basah dan kering per tanaman lebih baik dibandingkan perlakuan kontrol. Aplikasi pupuk daun tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan GKP dan GKG tanaman padi sawah. Hasil GKP tertinggi diperoleh dengan aplikasi 1.5 dosis PD1 dan 1 dosis PD2 yaitu 5280 kg/ha sedangkan perlakuan kontrol menghasilkan 3147 kg/ha. Hal ini mendekati dengan rata-rata hasil varietas Way Apoburu 5.5 ton/ha. Aplikasi pupuk daun efektif secara agronomis dan ekonomis terlihat aplikasi pupuk daun menunjukkan nilai RAE 181.14% pada aplikasi 1.5 dosis PD1 dan 1 dosis PD2. Efektivitas analisis usahatani menghasilkan keuntungan dua kali lipat dari perlakuan tanpa pemupukan pupuk daun (kontrol). Pemberian dosis pupuk daun hingga 1.5 dosis rekomendasi tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman. Persentase kandungan N,
29
P, dan K dalam
masing-masing pupuk daun sangat kecil. Hal ini yang
menyebabkan kebutuhan hara tanaman tidak cukup mendorong pertumbuhan maupun hasil tanaman bila dibandingkan dengan hara yang diberikan melalui akar. Beberapa hara tanaman yang diberikan bersifat immobile yang menyebabkan aplikasi pupuk daun tidak dapat tersebar secara merata keseluruh bagian tanaman. Kebutuhan hara tanaman terhadap serapan
hara yang diberikan tidak
diketahui sehingga jumlah hara yang diberikan sebatas rekomendasi saja. Kebutuhan hara tanaman akan unsur makro dianggap belum mencukupi untuk mempengaruhi pertumbuhan dan hasil yang maksimal. Bila kebutuhan akan N, P, dan K terpenuhi, maka proses metabolisme yang berkaitan dengan pembentukan dan pengisian gabah padi dapat berjalan dengan baik. Bobot GKG perlakuan pupuk daun yang relatif rendah menunjukkan padi mengalami defisiensi hara N, P, dan K. Menurut Leiwakabessy dan Sutandi (2004) semakin tinggi tingkat produksi, maka semakin tinggi hara yang dibutuhkan. Sehingga, rendahnya produksi pada perlakuan pupuk dan menunjukkan rendahnya jumlah hara yang diberikan melalui pupuk tersebut.