14
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di lahan kering dengan kondisi lahan sebelum pertanaman adalah tidak ditanami tanaman selama beberapa bulan dengan gulma yang dominan sebelum pertanaman adalah Cynodon dactylon dan Borreria alata (Lampiran 3). Kondisi awal tanah tergolong masam dengan pH 5.00. Hasil analisis tanah setelah perlakuan menunjukkan bahwa terjadi penurunan pH dari 5.00 menjadi 4.7 untuk perlakuan kontrol disiang dan mulsa teki segar. Penurunan juga terjadi pada perlakuan mulsa teki kering, teki segar dicampur tanah, dan kompos teki menjadi 4.6, sedangkan untuk perlakuan kontrol tanpa disiang dan teki kering dicampur tanah, pH menjadi 4.5 (Lampiran 8). Kandungan C-organik, K, dan N total tergolong rendah dengan masingmasing nilai yaitu 1.92 %, 0.26 me/100g, dan 0.18 %. Kandungan P tergolong sangat rendah yaitu 14.8 ppm (Tabel 1). Nilai C organik dan N total mengalami peningkatan kecuali untuk perlakuan kontrol tanpa disiang yang mengalami penurunan, yaitu C organik menjadi 1.84 dan N total 0.17 %. Nilai C organik dan N total tertinggi pada perlakuan teki segar dicampur tanah yaitu 2.55 dan 0.23 %. Nilai P mengalami penurunan untuk perlakuan kontrol baik disiang maupun tidak disiang, serta mulsa teki segar dan mulsa teki kering, nilai terkecil pada kontrol disiang yaitu 7.5 ppm, sedangkan untuk perlakuan teki kering dicampur tanah nilai P tetap yaitu 14.8 ppm. Sementara untuk perlakuan teki segar dicampur tanah dan kompos nilai P naik menjadi 15.1 ppm dan 15.6 ppm. Nilai K mengalami kenaikan untuk seluruh perlakuan, nilai tertinggi terjadi pada perlakuan teki kering dicampur tanah yaitu 0.72 me/100g sedangkan nilai K terendah pada perlakuan mulsa teki kering yaitu 0.46 me/100 g (Lampiran 10). Tabel 1 menunjukkan pemberian perlakuan teki segar dicampur tanah, teki kering dicampur tanah, dan kompos teki dapat meningkatkan kandungan hara P di dalam tanah. Perlakuan mulsa teki segar dan kompos teki juga meningkatkan C organik dalam tanah dengan nilai yang sama. Kandungan C organik dan N dalam
15 tanah akan meningkat dengan pemberian bahan-bahan organik ke dalam tanah (Gunarto, et al. 2002). Pemberian bahan organik ini juga berfungsi sebagai penyangga biologi yang dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah sehingga tanah dapat menyediakan hara bagi tanaman (Muhammad, 2005). Tabel 1. Analisis Tanah pada Berbagai Perlakuan Pemberian Biomasa Teki (C.rotundus). N (%) 0.18
P (ppm) 14.8
K (me/100g) 0.26
C Organik (%) 1.92
C/N Rasio 10.67
Kontrol Disiang
0.19
7.5
0.60
2.15
11.3
Kontrol Tanpa Disiang
0.17
8.3
0.47
1.84
10.8
Mulsa Teki Segar
0.21
8.3
0.66
2.31
11.0
Mulsa teki Kering
0.19
13.3
0.46
2.07
10.89
Teki Segar Dicampur Tanah
0.23
15.1
0.63
2.55
11.09
Teki Kering Dicampur Tanah
0.19
14.8
0.72
2.07
10.89
Kompos Teki
0.21
15.6
0.68
2.31
11.0
Perlakuan Sebelum Tanam Setelah Panen :
Sumber : Laboratorium Kimia Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB 2012
Persentase daya tumbuh kedelai rata-rata berkisar 95-98 % tiap petaknya. Hal ini menunjukkan benih yang digunakan mampu tumbuh dengan baik. Berdasarkan data stasiun Klimatologi Darmaga kelembaban udara selama pelaksanaan penelitian berkisar 84 % hingga 87 % dan curah hujan rata-rata 388.5 mm/bulan (Lampiran 12). Kedelai akan tumbuh baik pada daerah dengan curah hujan 100 – 400 mm/bulan (Kemenristek, 2000). Beberapa jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman kedelai selama percobaan
adalah belalang (Valanga
nigricornis
Dunn), kepik
(Anoplocnemis phasiana), mosaik virus, dan karat daun (Phakospora pachyrbizi Syd), penyerangan terutama terjadi pada saat akhir fase vegetatif tanaman kedelai (5 MST). Selama percobaan berlangsung tidak dilakukan pengendalian terhadap hama karena tidak sampai merusak pertanaman kedelai. Pengendalian penyakit dilakukan secara mekanis yaitu dengan mencabut tanaman yang terserang.
16 Pengaruh Perlakuan Pemberian Biomasa Teki (C. rotundus) terhadap Pertumbuhan Gulma Pertumbuhan gulma pada lahan percobaan dapat dilihat pada hasil analisis vegetasi yang dilakukan pada 4 MST dan 8 MST seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2. Hasil analisis vegetasi menunjukkan pada seluruh perlakuan gulma golongan daun lebar memiliki keragaman jenis yang paling banyak, kemudian diikuti gulma golongan rumput dan teki. Pada analisis vegetasi 4 MST, perlakuan mulsa teki kering memiliki keragaman spesies gulma daun lebar yang paling banyak yaitu 10 jenis, kemudian teki kering dicampur tanah 8 jenis, mulsa teki segar, teki segar dicampur tanah, dan kompos teki 7 jenis, serta perlakuan kontrol baik disiang maupun tidak disiang dengan keragaman jenis gulma daun lebar paling rendah, yaitu 6 jenis. Tabel 2. Pertumbuhan Gulma pada Berbagai Perlakuan Pemberian Biomasa Teki (C. rotundus).
Perlakuan
Kontrol Disiang Kontrol Tanpa Disiang Mulsa Teki Segar Mulsa Teki Kering Teki Segar Dicampur Tanah Teki Kering Dicampur Tanah Kompos Teki
Waktu (MST)
Jumlah Jenis Gulma
Nisbah Jumlah Dominansi (NJD) (%) T R DL 18.9 27.6 53.5
4
T 1
R 4
DL 6
8
1
1
8
4.5
6.7
4
1
3
6
9.5
8
0
1
5
4
1
6
8
1
4
Berat Kering Gulma (g/0.25 m2)
BK Gulma Total (g/0.25 m2)
T 34.3
R 43.5
DL 174.5
88.9
1
1.2
28.2
30.4
13.2
77.4
11.6
20.8
239.7
272
0
4.7
95.3
0
3.2
302.4
305.6
7
20.1
26.5
53.4
35.4
57.8
104.5
197.7
2
7
8.6
24.1
67.4
0.6
4.1
8.7
13.4
0
5
10
0
37.1
63
0
36.1
103.6
139.7
8
1
4
6
4.9
40.9
54.3
0.2
7.4
6.7
14.3
4
1
4
7
45.1
23.5
31.4
125.5
69
77.2
271,7
8
1
2
3
22
47.6
30.4
0.9
6.6
2.6
10.1
4
1
5
8
41
21.6
37.4
120.3
44.1
54.3
218.7
8
1
3
5
4.5
32.4
67.6
0.5
5
10.5
16
4
0
3
7
0
31.5
68.5
0
96.5
172.2
268.7
8
0
3
4
0
53.2
46.8
0
6
4.4
10.4
Keterangan : BK T R DL
: Bobot kering : Teki : Rumput : Daun lebar
252.5
17 Pada analisis vegetasi 8 MST terjadi perubahan komposisi jenis gulma pada gulma golongan daun lebar dan rumput. Terjadi penurunan jumlah jenis pada golongan gulma rumput di seluruh perlakuan kecuali perlakuan kompos teki yang jumlahnya tetap. Penurunan jumlah jenis juga terjadi pada golongan daun lebar pada seluruh perlakuan pemberian biomasa teki kecuali mulsa teki segar yang jumlahnya tetap dan kontrol disiang yang jumlahnya justru meningkat dari 6 spesies menjadi 8 spesies. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa gulma golongan daun lebar mendominasi hampir di seluruh perlakuan kecuali pada perlakuan teki sebagai dicampur tanah, hal ini dapat dilihat dari nisbah jumlah dominansi (NJD) dan bobot kering gulma. Jika dilihat dari NJD gulma, lebih dari 50 % gulma daun lebar mendominasi di setiap petak perlakuan, kecuali untuk petak perlakuan teki dicampur tanah dengan persentase dominansi gulma daun lebar hanya 31.4 % untuk teki segar dicampur tanah dan 37.4 % untuk teki kering dicampur tanah. Pada perlakuan ini gulma golongan teki lebih mendominasi dengan persentase NJD 45.1 % untuk teki segar dicampur tanah dan 41 % untuk teki kering dicampur tanah. Hasil analisis vegetasi juga menunjukkan bahwa bobot kering gulma daun lebar pada seluruh petak yang diberi perlakuan teki lebih rendah dibandingkan petak perlakuan kontrol, baik kontrol tidak disiang dan kontrol disiang. Pada analisis vegetasi 4 MST petak perlakuan teki kering dicampur tanah memiliki bobot kering gulma daun lebar paling rendah yaitu 54.3 g, dan tertinggi pada petak kontrol tidak disiang yaitu 239.7 g. Hal ini juga terjadi pada analisis vegetasi 8 MST, pada 8 MST petak teki segar dicampur tanah memiliki bobot kering gulma daun lebar paling rendah yaitu 2.6 g dan yang tertinggi pada petak kontrol tidak disiang yaitu 302.4 g. Jika dilihat dari berat kering gulma total, perlakuan mulsa teki memiliki bobot yang paling rendah dibandingkan perlakuan yang lainnya yaitu 197.7 g untuk mulsa teki segar dan 139.7 untuk mulsa teki kering.
18 Pengaruh Perlakuan Pemberian Biomasa Teki (C. rotundus) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai
Tinggi Tanaman Selama periode pertumbuhan kedelai, perlakuan pemberian biomasa teki C. rotundus berpengaruh nyata pada tinggi tanaman kedelai hanya pada 2 MST dan tidak nyata pada 3 MST hingga 8 MST (Lampiran 6). Tabel 3. Tinggi Tanaman Kedelai pada Berbagai Perlakuan Pemberian Biomasa Teki (C.rotundus). Perlakuan
2
3
Tinggi Tanaman (MST) 4 5 6
7
8
Kontrol Disiang
-------------------- (cm/tanaman) -------------------11.07 16.83 26.50 44.73 57.57 69.18 76.33
Kontrol Tanpa Disiang
10.48b
15.92
24.54
41.38
51.08 61.90
70.48
Mulsa Teki Segar
11.66
a
17.79
27.18
46.12
60.50 73.29
81.33
Mulsa Teki Kering
12.02a
17.93
27.10
45.28
57.92 70.73
77.03
Teki Segar Dicampur Tanah
11.14ab
17.00
26.08
42.77
55.00 66.13
73.53
Teki Kering Dicampur Tanah 11.15
ab
16.83
25.89
44.35
56.22 67.02
74.18
Kompos Teki
b
16.30
25.61
44.63
57.13 68.83
75.27
ab
10.39
Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.
Pada Tabel 3 menunjukkan tinggi tanaman teringgi terdapat pada perlakuan mulsa teki segar yaitu 11.66 cm namun tidak berbeda nyata dengan petak kontrol. Tinggi tanaman paling rendah pada perlakuan kompos teki yaitu 10.39 cm.
Jumlah Daun Trifoliat Kedelai Selama pertumbuhan kedelai, pemberian perlakuan biomasa teki C. rotundus tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun trifoliat kedelai (Lampiran 6). Secara rinci pengaruh pemberian biomasa teki C. rotundus terhadap jumlah daun disajikan pada Tabel 4.
19 Tabel 4. Jumlah Daun Trifoliat Kedelai pada Berbagai Perlakuan Pemberian Biomasa Teki (C. rotundus).
Kontrol Disiang
2 1.50
3 3.70
Jumlah Daun (MST) 4 5 6 7 5.60 8.67 11.77 18.20
Kontrol Tanpa Disiang
1.37
3.37
5.27
8.13
10.03
14.33
16.83
Mulsa Teki Segar
1.63
3.73
5.60
8.53
10.93
16.90
19.47
Mulsa Teki Kering
1.60
3.70
5.60
8.27
10.40
15.87
17.77
Teki Segar Dicampur Tanah
1.43
3.53
5.43
8.37
11.27
17.87
22.23
Teki Kering Dicampur Tanah
1.73
3.40
5.43
8.67
11.70
18.00
21.07
Kompos Teki
1.57
3.63
5.47
9.13
12.67
19.97
24.27
Perlakuan
8 23.03
Jumlah Cabang Selama pertumbuhan kedelai, pemberian perlakuan biomasa teki C. rotundus tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah cabang kedelai (Lampiran 6). Secara rinci pengaruh pemberian biomasa teki C. rotundus terhadap jumlah cabang kedelai disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Jumlah Cabang Kedelai pada Berbagai Perlakuan Pemberian Biomasa Teki (C. rotundus). Perlakuan
Jumlah Cabang (MST) 6 7 1.63 2.03
Kontrol Disiang
5 0.20
8 2.10
Kontrol Tanpa Disiang
0.13
1.03
1.57
1.70
Mulsa Teki Segar
0.13
1.33
1.87
1.90
Mulsa Teki Kering
0.27
1.17
1.37
1.53
Teki Segar Dicampur Tanah
0.23
1.57
2.23
2.23
Teki Kering Dicampur Tanah
0.37
1.53
1.93
1.93
Kompos Teki
0.60
1.63
2.43
2.57
20 Bobot Kering Biomasa Kedelai Pemberian perlakuan biomasa teki C. rotundus berpengaruh nyata terhadap bobot kering biomasa kedelai hanya pada 2 MST (Lampiran 6). Pada Tabel 6 menunjukkan perlakuan mulsa teki segar memiliki bobot kering biomasa kedelai yang paling tinggi yaitu 0.27 g, dan perlakuan yang memiliki bobot kering terendah yaitu mulsa teki kering dan teki segar dicampur tanah yaitu 0.19 g. Secara rinci pengaruh pemberian biomasa teki C. rotundus terhadap bobot kering biomasa kedelai disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Bobot Kering Biomasa Kedelai pada Berbagai Perlakuan Pemberian Biomasa Teki (C. rotundus). Bobot Kering
Perlakuan
2 MST 4 MST 6 MST 8 MST ------------------- (g/tanaman)------------------0.24ab
1.97
6.11
15.17
Kontrol Tanpa Disiang
0.22
ab
1.90
5.28
11.88
Mulsa Teki Segar
0.27a
1.87
7.87
17.16
Mulsa Teki Kering
0.19b
2.62
6.88
17.11
Teki Segar Dicampur Tanah
0.19b
2.20
6.84
18.20
Teki Kering Dicampur Tanah
0.24ab
1.97
6.50
17.66
Kompos Teki
0.24ab
2.60
6.68
14.28
Kontrol Disiang
Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.
Bintil Akar Kedelai Pemberian perlakuan biomasa teki C. rotundus berpengaruh nyata terhadap jumlah bintil akar kedelai pada 5 MST dan 6 MST, namun pemberian perlakuan ini tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot bintil akar kedelai (Lampiran 6). Pada Tabel 7 menunjukkan jumlah bintil akar kedelai perlakuan mulsa teki segar memiliki jumlah paling banyak pada 5 MST dan 6 MST, yaitu 20.33 dan 29.67, namun jumlah ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol. Pada 5 MST perlakuan teki segar dicampur tanah memiliki
21 jumlah bintil akar terendah yaitu 6.67 dan pada 6 MST jumlah bintil akar terendah pada perlakuan teki kering dicampur tanah yaitu 9. Secara rinci pengaruh pemberian biomasa teki C. rotundus terhadap jumlah dan bobot bintil akar kedelai disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Jumlah dan Bobot Bintil Akar Kedelai pada Berbagai Perlakuan Pemberian Biomasa Teki (C. rotundus) Minggu Setelah Tanam (MST) Perlakuan
4
5
6
Jumlah
4
5
6
Bobot (mg/tanaman)
Kontrol Disiang
3.33
17.00ab
24.00a
35.43
297.23
417.43
Kontrol Tanpa Disiang
2.00 11.33abc
21.33ab
27.00
149.10
292.30
Mulsa Teki Segar
3.67
20.33a
29.67a
40.93
223.30
651.27
Mulsa Teki Kering
2.67
10.00bc
17.33ab
34.50
135.53
300.83
Teki Segar Dicampur Tanah
4.33
6.67c
20.33ab
41.77
153.63
385.03
Teki Kering Dicampur Tanah
4.00
7.33bc
9.00b
34.10
164.50
307.10
Kompos Teki
2.00 13.00abc
19.67ab
18.40
210.77
332.93
Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.
Bobot Akar dan Tajuk Pemberian perlakuan biomasa teki C. rotundus tidak berpengaruh nyata terhadap bobot basah dan kering akar dan tajuk kedelai pada saat panen. Secara rinci pengaruh pemberian biomasa teki C. rotundus terhadap bobot akar dan tajuk disajikan pada Tabel 8.
22 Tabel 8. Bobot Akar dan Tajuk Kedelai pada Berbagai Perlakuan Pemberian Biomasa Teki (C. rotundus) Bobot Basah Bobot Kering Akar Tajuk Akar Tajuk ----------------- (g/tanaman) ------------------
Perlakuan
Kontrol Disiang
5.08
20.68
2.20
7.56
Kontrol Tanpa Disiang
2.77
11.02
1.20
5.48
Mulsa Teki Segar
4.03
19.36
1.80
7.24
Mulsa Teki Kering
4.21
17.46
1.59
7.16
Teki Segar Dicampur Tanah
4.30
16.96
1.91
7.78
Teki Kering Dicampur Tanah
5.17
23.69
2.32
9.67
Kompos Teki
7.68
27.12
3.39
10.58
Jumlah Polong Isi dan Polong Hampa Perlakuan pemberian biomasa teki C. rotundus tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah polong isi dan jumlah polong hampa. Jumlah polong 50,00 45,00 40,00
43,83 38,97 34,83
34,40
35,00 30,00
33,37
24,67
25,00
isi hampa
17,47
20,00 15,00 10,00 5,00 0,00
Perlakuan P1
Keterangan :
P2
P3
P1 = Kontrol Disiang P2 = Kontrol Tanpa Disiang P3 = Mulsa Teki Segar P4 = Mulsa Teki Kering
P4
P5
P6
P7
P5 = Teki Segar Dicampur Tanah P6 = Teki Kering Dicampur Tanah P7 = Kompos Teki
Gambar 2. Jumlah Polong Hampa dan Polong Isi Kedelai pada Berbagai Perlakuan Pemberian Biomasa Teki (C. rotundus).
23 Bobot Polong Per Petak Panen dan Bobot Biji Perlakuan pemberian biomasa teki C. rotundus tidak berpengaruh nyata terhadap bobot 100 biji kedelai, tetapi perlakuan ini memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap bobot polong ubinan. Bobot polong ubinan tertinggi pada perlakuan mulsa teki segar yaitu 2104 g/4m2, hasil ini berbeda sangat nyata dengan bobot polong ubinan pda perlakuan kontrol tidak disiang yaitu 884 g/4m2. Tabel 9. Bobot polong dan 100 Biji Kedelai pada Berbagai Perlakuan Pemberian Biomasa Teki (C. rotundus). Perlakuan Kontrol Disiang
Bobot Polong (g/4m2)
Bobot 100 Biji (g)
1529b
12.34
c
Kontrol Tidak Disiang
884
9.79
Mulsa Teki Segar
2104a
14.01
Mulsa Teki Kering
1513b
11.18
Teki Segar Dicampur Tanah
1657ab
11.32
Teki Kering Dicampur Tanah
1500b
13.19
Kompos Teki
1779ab
13.35
Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.
24 PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Pemberian Biomasa Teki (C. rotundus) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Hasil analisis vegetasi yang dilakukan selama periode pertumbuhan tanaman menunjukkan bahwa gulma golongan daun lebar memiliki keragaman jenis lebih banyak, kemudian diikuti golongan rumput dan teki pada semua perlakuan percobaan (Tabel 2). Pada analisis vegetasi 4 MST, gulma golongan daun lebar mendominasi hampir diseluruh perlakuan, kecuali untuk perlakuan teki segar dicampur tanah dan teki kering dicampur tanah (P5 dan P6). Hal ini dapat dilihat dari bobot kering gulma dan nisbah jumlah dominansinya (NJD). Menurut Tjitrosoedirdjo et al (1984) persebaran teki (C.rotundus) dapat menggunakan organ generatif yaitu biji, dan organ vegetatif berupa umbi akar. Gulma golongan teki mendominasi di perlakuan teki dicampur tanah. Hal ini diduga karena teki (C. rotundus) ini dikembalikan kedalam tanah, sehingga memungkinkan umbi teki untuk tumbuh kembali. Tumbuhnya kembali teki ini juga akan menambah persaingan dalam perebutan sarana tumbuh dengan gulma yang lain dan kedelai. Selain itu diduga dominansi daun lebar yang rendah pada perlakuan teki dicampur tanah karena adanya pengaruh alelopati. Alelopati adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan baik sewaktu masih hidup atau setelah mati (Junaedi et al., 2006). Senyawa alelopati dilepaskan dari jaringan tumbuhan dalam berbagai cara, yaitu melalui penguapan, eksudat akar, pencucian, dan pembusukan bagianbagian organ yang mati (Sastroutomo, 1990). Analisis vegetasi pada 4 MST juga menunjukkan bahwa petak dengan perlakuan mulsa teki memiliki bobot kering gulma total lebih rendah dibanding petak lainnya. Hal ini karena pemberian mulsa teki dapat mengurangi intensitas cahaya yang masuk ke lahan. Intensitas cahaya yang kurang dapat mengurangi perkecambahan biji (Barrera and Nobel, 2003). Bobot total gulma kering pada perlakuan mulsa teki kering memiliki bobot yang lebih rendah dibandingkan mulsa teki segar, hal ini
karena organ vegetatif teki pada teki kering yang
digunakan sebagai mulsa tidak tumbuh lagi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.
25 Pada analisis vegetasi 8 MST, terjadi perubahan komposisi jenis gulma, terutama gulma golongan daun lebar dan rumput. Jumlah jenis gulma golongan daun lebar mengalami penurunan cukup signifikan pada perlakuan mulsa teki kering, teki sebagai dicampur tanah, dan kompos teki. Jika dibandingkan dengan kontrol disiang, jumlah jenis gulma daun lebar mengalami peningkatan. Hal ini juga terjadi pada gulma rumput yang mengalami penurunan jenis gulma pada seluruh perlakuan. Selain itu, nilai jumlah dominansi gulma daun lebar juga mengalami penurunan pada perlakuan mulsa teki kering, teki segar dicampur tanah, dan kompos teki. Hasil analisis pada 8 MST ini juga menunjukkan bahwa pertumbuhan gulma teki mengalami penurunan, terutama pada perlakuan teki dicampur tanah yang pada pengamatan sebelumnya mendominasi lahan. Hal ini karena tajuk kedelai sudah menutupi permukaan tanah sehingga menghambat cahaya yang masuk ke lahan yang secara tidak langsung akan mengambat pertumbuhan teki. Menurut Sastroutomo (1990) produksi umbi pada C. rotundus sangat dipengaruhi oleh cahaya, produksi akan menurun dengan menurunnya intensitas cahaya. Jika dilihat dari bobot kering gulma, gulma daun lebar pada perlakuan kontrol disiang memiliki bobot 63.6 g, jauh lebih tinggi dibandingkan gulma rumput dan teki, yaitu 0.6 g dan 1 g. Berbeda dengan perlakuan mulsa teki kering, teki segar dicampur tanah, dan kompos teki yang bobot gulma daun lebar lebih rendah dibandingkan gulma rumput. Analisis vegetasi pada 4 MST dan 8 MST juga menunjukkan bahwa berat kering gulma daun lebar dan bobot kering gulma total pada lahan yang diberi perlakuan teki, bobotnya lebih rendah dibandingkan kontrol, baik yang disiang maupun yang tidak disiang. Hal ini menunjukkan perlakuan pemberian biomasa teki baik sebagai mulsa, dicampur tanah, dan kompos mampu menekan pertumbuhan gulma terutama gulma daun lebar.
26 Pengaruh Perlakuan Pemberian Biomasa Teki (C. rotundus) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai
Pemberian biomasa teki dalam beberapa cara baik sebagai mulsa, dicampur tanah, dan kompos tidak memberikan pengaruh yang nyata pada pertumbuhan vegetatif kedelai, kecuali pada tinggi tanaman pada 2 MST yang memberikan pengaruh nyata. Pengaruh nyata juga terjadi pada peubah bobot kering biomasa pada 2 MST, jumlah bintil akar pada 5 dan 6 MST. Perlakuan juga memberikan pengaruh sangat nyata pada peubah bobot polong ubinan (Lampiran 6 dan 7). Sidik ragam pada peubah tinggi tanaman kedelai (Lampiran 6) menunjukkan bahwa perlakuan teki memberikan pengaruh yang nyata pada fase awal pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian Aini (2008) menyatakan ekstrak teki menghambat pertumbuhan hipokotil pada perkecambahan kedelai. Pengaruh perlakuan menunjukkan, perlakuan kompos teki dan kontrol tidak disiang berbeda nyata dengan perlakuan mulsa teki. Tinggi kedelai pada mulsa teki lebih tinggi dibandingkan kontrol dan perlakuan lainnya. Hal ini diduga teki sebagai mulsa justru memberikan kondisi lingkungan yang cukup baik untuk pertumbuhan perkecambahan. Berbeda dengan kompos teki, meskipun tidak berbeda nyata dibandingkan kontrol, namun tinggi kedelai pada kompos teki paling rendah. Hal ini diduga karena pengaruh alelopati pada kompos teki lebih mudah terlarut. Menurut Sastroutomo (1990) setelah tumbuhan atau bagianbagian organnya mati, senyawa-senyawa kimia yang mudah terlarut dapat tercuci dengan cepat. Selain pada peubah tinggi tanaman, pemberian perlakuan biomasa teki juga memberikan pengaruh nyata terhadap bobot kering biomasa kedelai pada 2 MST (Lampiran 6). Pada stadia awal pertumbuhan ini bobot kering biomasa kedelai paling rendah pada perlakuan mulsa teki kering dan teki segar dicampur tanah yaitu 0.19 g, sedangkan paling tinggi pada perlakuan mulsa teki segar yaitu 0.27 g (Tabel 6). Hal ini diduga pemberian teki segar sebagai mulsa memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan kedelai. Meskipun tidak berbeda nyata, bobot kering biomasa kedelai pada akhir pengamatan, yaitu 6 MST dan 8 MST,
27 perlakuan kompos teki memperlihatkan bobot kering lebih rendah dibandingkan perlakuan biomasa teki yang lainnya. Petak dengan perlakuan kompos teki memiliki bobot kering kedelai yang juga lebih rendah dibandingkan kontrol disiang, namun tetap lebih tinggi dibandingkan petak kontrol tidak disiang. Hal ini juga diduga sebagai pengaruh alelopati yang dihasilkan oleh kompos teki. Perlakuan pemberian teki juga berpengaruh nyata terhadap jumlah bintil akar kedelai pada 5 dan 6 MST (Lampiran 6). Dapat dilihat bahwa jumlah bintil akar paling banyak pada perlakuan mulsa teki segar, kemudian diikuti oleh kontrol disiang (Tabel 7). Diduga pemberian mulsa teki mampu menjaga keadaan atmosfer tanah. Menurut Pujisiswanto (2011) pemberian mulsa terhadap tanaman adalah untuk menghindari
kompetisi dengan gulma , berperan menjaga dan
melindungi keadaan mikroklimat. Menurut Adisarwanto dan Wudianto (1998) kedelai merupakan tanaman yang sangat peka terhadap perubahan lingkungan tumbuh yang disebabkan oleh kondisi iklim, baik mikro maupun makro. Runham (1998) menyatakan temperatur dibawah tanah dibawah mulsa yang lebih tinggi mampu meningkatkan proses mineralisasi nitrogen. Hal ini memungkinkan kondisi yang baik bagi aktivitas bakteri rizhobium dan perkembangan akar. Hasil penelitian Suwarto, et al (1994) juga menunjukkan pemberian pupuk N mampu meningkatkan bobot kering bintil akar hingga 73 %. Pada komponen produksi kedelai, perlakuan teki tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah polong hampa dan polong isi serta bobot 100 biji. Namun perlakuan teki memberikan pengaruh sangat nyata terhadap bobot polong ubinan dengan luas 4m2 (Lampiran 6). Tabel 8 menunjukkan perlakuan dengan mulsa teki segar memberikan bobot polong ubinan paling tinggi dan berbeda nyata dengan petak kontrol disiang dan sangat nyata dibanding petak kontrol tidak disiang. Hal ini diduga akibat adanya penekanan mulsa teki terhadap gulma sehingga memperkecil persaingan antara kedelai dan gulma dalam memanfaatkan
sarana
tumbuh.
Penggunaan
teki
dalam
keadaan
segar
mengakibatkan volume menjadi dua kali lebih banyak dibandingkan dalam keadaan kering sehingga penutupannya menjadi lebih rapat. Peningkatan produksi kedelai ini juga sejalan dengan hasil penelitian El-Rokiek, et al (2010) yang menggunakan ekstrak C.rotundus pada penelitiannya dan Delsi (2012) yang
28 menggunakan C. rotundus sebagai mulsa mampu meningkatkan pertumbuhan dan bobot kering kedelai. Hasil analisis vegetasi dan pertumbuhan serta produksi kedelai menunjukkan bahwa penggunaan biomasa C. rotundus dalam proses budidaya kedelai memberikan penekanan terhadap bobot kering gulma total. Penekanan terhadap kedelai hanya terjadi pada stadia awal pertumbuhan atau perkecambahan, sedangkan pada produksi kedelai menunjukkan hasil yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa potensi alelopati yang terdapat pada C. rotundus dapat digunakan sebagai alternatif dalam pengendalian gulma dalam proses budidaya yang lebih ramah lingkungan. Pemberian biomasa teki baik sebagai mulsa, dicampur tanah, maupun kompos juga dapat menambah bahan organik tanah, sehingga dapat memperbaiki struktur tanah, menambah kesuburan tanah, mengurangi hilangnya nitrat karena pencucian, dan mengurangi erosi air (Kurniadie, 2010).