HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat pertumbuhan ternak semakin baik karena tingkat nafsu makan dan jumlah konsumsi pakannya semakin tinggi. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Kandang Blok A, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Suhu udara pagi hari di lokasi penelitian berkisar pada suhu 27˚C, sedangkan pada siang hari 33˚C, dan pada sore hari 30˚C. Kelembaban lokasi penelitian pada pagi hari 76%, pada siang hari 58%, dan pada sore hari 60%. Kondisi lingkungan penelitian pada suhu dan kelembaban yang telah disebutkan di atas tidak menimbulkan stress pada ternak. Ternak kerbau lebih rentan terhadap suhu panas dibandingkan ternak sapi maka diberikan suatu perlakuan untuk mencegah stress panas. Perlakuan yang diberikan adalah penyiraman air ke seluruh bagian tubuh kerbau sebagai suatu modifikasi lingkungan. Penyiraman dilakukan sebanyak tiga kali dalam satu hari yaitu jam 09.00 WIB, 11.00 WIB dan 13.00 WIB. Penelitian dilakukan pada kandang individu berukuran panjang 2 meter dan lebar 0,8 meter. Sistem pemeliharaan yang dilakukan selama penelitian adalah sistem pemeliharaan secara intensif. Sistem pemeliharaan intensif biasa dilakukan pada sapi, sedangkan kerbau biasa menggunakan sistem pemeliharaan ekstensif. Sistem pemeliharaan intensif dapat memungkinkan ternak mengkonsumsi ransum yang berkualitas baik dan dapat memanfaatkan bahan hasil ikutan industri pertanian sebagai pakan tambahan. Sistem intensif mempermudah dalam pengawasan kesehatan ternak dan penggunaan lahan pun lebih sedikit dibandingkan sistem ekstensif (Parakkasi, 1999). Manajemen pemberian pakan pada ternak sapi dan kerbau dalam penelitian ini tidak berbeda. Pakan yang diberikan adalah hijauan (rumput gajah dan rumput lapang), konsentrat dan kulit ari kedelai yang merupakan limbah pembuatan tempe. Rasio pemberian hijauan dan konsentrat adalah 40:60, sedangkan pemberian kulit ari kedelai dilakukan dengan mencampur atau mengaduk dengan konsentrat komersial pada perbandingan 1:2. Pemilihan kulit ari tempe sebagai sumber pakan pada
26
penelitian ini dikarenakan kandungan proteinnya yang tinggi dan harganya yang relatif murah, sehingga lebih aplikatif untuk dilakukan oleh peternak. Pakan hijauan yang digunakan terdiri dari 50% rumput lapang dan 50% rumput gajah yang diambil di sekitar lokasi penelitian. Konsentrat yang digunakan merupakan konsentrat komersial yang didapat pada sekitar lokasi penelitian pula, kandungan nutrisi pada hijauan dan pakan komersial yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 11. Pakan konsentrat yang berbentuk mash tidak biasa diberikan pada kerbau, sehingga diperlukan proses adaptasi terhadap pakan konsentrat tersebut. Adaptasi dilakukan selama dua minggu. Strategi pemberian pakan pada ternak kerbau pada awalnya dilakukan secara berlapis antara rumput dan konsentrat, sehingga kerbau dapat memakan konsentrat walaupun dalam jumlah yang sedikit. Kemudian setelah dua minggu masa adaptasi kerbau dapat mengkonsumsi pakan konsentrat secara baik. Kandungan pakan yang digunakan selama penelitian sesuai dengan kebutuhan nutrien sapi dan kerbau. Kandungan Total Digestible Nutrient (TDN) sumber pakan yang diberikan rata-rata diatas 60%, hanya kulit ari tempe yang memiliki kandungan TDN dibawah 60%.
Hal ini menunjukkan bahwa pakan yang diberikan sesuai
dengan kebutuhan gizi ternak. Menurut NRC (1984) sapi dengan kisaran bobot badan 225 kg memerlukan TDN sebesar 65,5%. Kebutuhan BK dan PK sebesar 0,25% untuk menghasilkan pertambahan bobot badan 900-1000 gram/ekor/hari. Pakan yang diberikan pada ternak akan dicerna melalui saluran pencernaan. Saluran pencernaan ruminansia terdiri dari empat perut yaitu retikulum, rumen, omasum, abomasum. Keempat perut ruminansia ini memiliki proses pencernaan yang berbeda-beda. Rumen yang merupakan perut inti ternak ruminansia memproses makanan secara fermentasi. Proses fermentasi pada ruminansia menyebabkan terjadinya perubahan kandungan pakan yang telah dicerna, salah satunya adalah asam lemak tak jenuh yang terkandung dalam pakan akan mengalami proses hidrogenasi yang akan merubahnya menjadi asam lemak jenuh dan akan tersimpan dalam daging. Maka dibutuhkan pakan suplemen yang dapat memproteksi asam lemak tak jenuh dalam pakan. Penelitian ini menggunakan tambahan pakan minyak ikan lemuru yang telah diproteksi kedalam bentuk campuran garam karboksilat kering (CGKK). Proteksi ini diharapkan dapat meningkatkan kandungan asam lemak tak jenuh didalam daging. Pada penelitian ini akan dilihat pengaruh pemberian
27
tambahan pakan minyak ikan lemuru yang terproteksi terhadap performa atau kondisi tubuh ternak kerbau dan sapi. Penelitian ini dilakukan untuk mengamati performa ternak kerbau dan sapi yang digemukkan dengan sistem intensif dan menggunakan ransum suplementasi CGKK. Pengamatam performa ternak meliputi pengamatan konsumsi total, pertumbuhan bobot badan, konversi, konsumsi nutrient, bobot kumulatif perbulan, income over feed cost dan body scoring ternak. Konsumsi Pakan dan Konsumsi Nutrient Ransum Konsumsi ransum merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi produktivitas ternak pada umumnya. Beberapa sifat ternak ruminan
dalam
mengkonsumsi ransum yang penting diketahui diantaranya adalah sifat seleksi, tidak ada batasan untuk mengkonsumsi bahan pakan yang buruk bila dikonsumsi terlalu banyak dan daya adaptasi terhadap bahan pakan tertentu (Parakkasi, 1999). Perbedaan ternak kerbau dan sapi secara kapasitas fisiologis nutrisi dan feeding behavior menyebabkan jumlah konsumsi total ransum keduanya pada penelitian ini berbeda. Konsumsi ransum total kerbau berdasarkan bahan kering lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan sapi (Tabel 12). Hal ini menunjukkan bahwa kerbau memiliki daya/sifat seleksi pakan yang lebih rendah dibandingkan sapi. Kerbau mampu memakan bahan pakan yang lebih beragam dibandingkan sapi. Menurut Suhubdy (2007), ternak kerbau memiliki potensi yang relatif mudah memakan bahan pakan dibanding sapi dari segi kapasitas fisiologi nutrisi dan feeding behavior. Maka kerbau akan cocok hidup pada kondisi lingkungan yang bervariasi. Kelebihan kondisi fisiologi nutrisi dan feeding behavior kerbau ditunjukkan pada Tabel 7. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kerbau cenderung lebih cepat untuk menghabiskan pakannya dibandingkan sapi. Sifat adaptasi terhadap pakan baru sangat terlihat pada ternak kerbau yang tidak terbiasa mengkonsumsi pakan konsentrat dibandingkan ternak sapi. Menurut Parakkasi (1999) ternak yang belum pernah mengkonsumsi pakan konsentrat perlu latihan makan konsentrat tersebut dengan hand-feeding selama satu minggu atau lebih terutama untuk hewan yang masih muda. Pada penelitian ini ternak kerbau mendapatkan waktu prelime atau penelitian pendahuluan selama dua minggu. Ternak kerbau dapat mengkonsumsi pakan lebih tinggi dibanding ternak sapi juga 28
disebabkan oleh kemampuan kerbau yang lebih baik dalam mencerna serat kasar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Williamson dan Payne (1993) bahwa kerbau mampu mengkonsumsi pakan kasar dalam jumlah yang lebih besar dari pada sapi. Tabel 12. Rataan Konsumsi Pakan (BK) dan Kandungan Nutrien (PK, LK, SK, dan TDN) (kg/ekor/hari) pada periode pemberiaan CGKK Jenis Ternak Kandungan Perlakuan Rata-rata Nutrient Sapi Kerbau BK CGKK 5,345±0,028 6,303±0,035 5,755a±0,518 Non CGKK 5,207±0.068 6,183±0,032 5,625b±0,524 b a 6,243 ±0,110 Rata-rata 5,276 ±0.088 PK
LK
SK
TDN
CGKK Non CGKK Rata-rata
0,739±0,003 0,712±0,009 0,726b±0,015
0,871±0,018 0,845±0,005 0,858a±0,018
0,796a±0,071 0,768b±0,070
CGKK Non CGKK Rata-rata
0,160±0,001 0,120±0,001 0,140b±0,021
0,184±0,006 0,140±0,001 0,161a±0,024
0,170a±0,012 0,128b±0,010
CGKK Non CGKK Rata-rata
1,907±0,009 1,851±0,025 1,880b±0,034
2,263±0,006 2,207±0,012 2,234a±0,048
2,060a±0,193 2,004b±0,190
CGKK Non CGKK Rata-rata
3,570±0,018 3,295±0,042 3,458b±0,150
4,216±0,098 3,916±0,020 4,066a±0,176
3,847a±0,350 3,561b±0,333
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjuka perbedaan yang nyata (P<0,05)
Konsumsi ransum total ternak dengan suplemen CGKK lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan ternak tanpa suplemen CGKK. Hal ini menunjukkan suplemen CGKK mampu meningkatkan nafsu makan dari ternak. Campuran Garam Karboksilat Kering merupakan suplemen tambahan yang berbahan dasar minyak ikan lemuru, onggok super dan garam karboksilat. Penambahan suplemen pakan hanya 4,5% dari 1 kg konsentrat karena kandungan garam pada suatu ransum tidak dapat lebih dari 5%. Bau yang khas ikan lemuru cenderung memiliki palatabilitas rendah, namun CGKK memiliki rasa yang disukai oleh ternak sehingga dapat meningkatkan jumlah konsumsi ternak. Perhitungan konsumsi kandungan nutrient ransum berdasarkan bahan kering seperti kandungan PK, LK, SK, dan TDN (Tabel 12) menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara jenis ternak dan perlakuan suplemen CGKK. Kandungan nutrient
29
ternak kerbau lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan ternak sapi. Konsumsi nutrient ternak dengan ransum suplementasi CGKK lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan sapi. Pakan ruminansia umumnya terbagi menjadi dua yaitu pakan serat (roughage) dan konsentrat. Pakan serat (roughage) adalah jenis bahan pakan yang berciri bulky dan mempunyai kecernaan yang rendah, kandungan serat kasarnya >18%. Bahan pakan yang termasuk roughage diantaranya adalah hijauan, limbah pertanian seperti dedak, jerami dan kulit ari tempe. Konsentrat adalah jenis bahan pakan dengan kandungan serat kasar <18%. Konsentrat terbagi menjadi dua jenis yaitu konsentrat sumber energi dengan BETN >60% seperti pakan biji-bijian dan limbah pengolahan) dan sumber protein dengan PK >20% seperti limbah pengolahan ternak maupun ikan (Parakkasi, 1999). Kandungan nutrien yang terkandung di pakan ternak akan berpengaruh terhadap pertumbuhannya, setiap nutrien memiliki fungsi dan kegunaannya masing-masing. Protein kasar adalah protein yang didapatkan oleh ternak ruminansia dari pakan yang dikonsumsinya. Ternak ruminansia memiliki kemampuan untuk memperoleh asam amino esensial dari protein mikroba yang terbentuk dalam rumen yang dibentuk dari amonia (Parakkasi, 1999). Protein berfungsi sebagai zat pembangun atau pertumbuhan, zat pengatur, dan mempertahankan daya tahan tubuh. Kuantitas dan kualitas protein yang menyuplai asam amino pada ruminan tergantung pada proses pencernaan dan sifat dari protein makanannya. Menurut Parakkasi (1999), ruminan membutuhkan penyeraan asam amino secara terus-menerus guna memenuhi kebutuhan glukosa jaringannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah konsumsi protein kerbau lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan sapi, hal ini disebabkan konsumsi nutrien kerbau dan sapi berbeda. Menurut Parakkasi (1999) kerbau memiliki kontraksi rumeno-retikulum yang lebih lamban, lebih banyak jumlah mikroba/unit cairan rumen, dan waktu retensi yang lebih lama dalam rumenoretikulumnya, sehingga kerbau lebih mampu mencerna protein kasar pada pakan yang diberikan. Ternak dengan pemberian suplemen CGKK memiliki konsumsi protein kasar yang lebih tinggi (P<0,05) disebabkan oleh kandungan BK dan PK pada pakan konsentrat dengan campuran CGKK lebih tinggi dibandingkan konsentrat tanpa suplemen CGKK.
30
Menurut Parakkasi (1999), kecernaan lemak lebih tinggi pada ternak kerbau dibandingkan ternak sapi walaupun konsumsi bahan keringnya tidak berbeda nyata. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa konsumsi nutrien lemak kasar kerbau lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan sapi. Pengaruh penambahan lemak dalam pakan terlihat pada perubahan tingkat konsumsi, pertambahan bobot badan, dan konversi pakan. Lemak yang terdapat pada pakan akam mengalami proses hidrolisis, fermentasi, hidrogenasi dan beberapa proses lainnya di dalam rumen. Proses-proses tersebut yang akan menentukkan jumlah kandungan asam lemak dan depo lemak dalam daging ternak. Ternak dengan pemberian suplemen CGKK memiliki konsumsi lemak kasar yang lebih tinggi (P<0,05) disebabkan oleh kandungan BK dan LK pada pakan konsentrat dengan campuran CGKK lebih tinggi dibandingkan konsentrat tanpa suplemen CGKK. Serat kasar adalah nutrien yang dapat menghambat digesta pakan pada alat pencernaan. Serat kasar dapat menurunkan degradasi karbohidrat maupun zat-zat makanan lainnya. Serat kasar yang terdapat pada pakan akan mengurangi daya cerna pakan tersebut. Semakin tinggi serat kasar maka daya cerna pakan semakin rendah. Kemampuan ternak ruminansia dalam mengkonsumsi pakan berserat kasar tinggi dikarenakan terdapat mikroba didalam rumen yang membantu proses pencernaan serat kasar. Kandungan mikroba pada ternak sapi dan kerbau memiliki jumlah yang berbeda, sehingga kemampuan kedua jenis ternak dalam mencerna serat kasar pun berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ternak kerbau mengkonsumsi serat kasar lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan sapi. Hal ini menunjukkan bahwa kerbau dapat mengkonsumsi pakan dengan kandungan serat kasar tinggi. Ternak dengan pemberian suplemen CGKK memiliki konsumsi serat kasar yang lebih tinggi (P<0,05) disebabkan oleh kandungan BK dan SK pada pakan konsentrat dengan campuran CGKK lebih tinggi dibandingkan konsentrat tanpa suplemen CGKK. TDN (Total Digestible Nutrient) adalah sistem penilaian energi dari suatu bahan makanan atau ransum. TDN dapat menyatakan kebutuhan energi ternak. Energi merupakan bagian terbesar yang disuplai oleh hampir semua bahan pakan yang diberikan pada ternak. Sumber energi pada ternak secara proksimat berasal dari karbohidrat, protein, lemak, mineral dan vitamin karena zat-zat makanan ini tidak dapat dipisahkan dari metabolisme energi (Parakkasi, 1999). Hasil penelitian ini
31
menunjukkan konsumsi TDN ternak kerbau lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan terbak sapi. Hal ini menunjukkan bahwa kerbau memiliki kecernaan energi yang lebih tinggi, sehingga terlihat pada pertambahan bobot badan kerbau pun lebih tinggi dibandingkan sapi. Tingkat energi tercerna dapat mempengaruhi tingkat pertambahan bobot badan, sedangkan faktor genetik mengontrol jumlah urat daging, lemak dan tulang (Parakkasi, 1999). Semua zat makanan semula diprioritaskan untuk pembentukkan tulan, kemudian pembentukan jaringan lean, bila energy berlebih akan digunakan untuk pembentukkan lemak. Oleh Karena itu, kadar energi merupakan pertimbangan utama untuk hewan pedaging. Ternak dengan pemberian suplemen CGKK memiliki konsumsi TDN yang lebih tinggi (P<0,05) disebabkan oleh kandungan BK dan TDN pada pakan konsentrat dengan campuran CGKK lebih tinggi dibandingkan konsentrat tanpa suplemen CGKK. Pertambahan Bobot Badan Harian dan Konversi Pakan Parakkasi (1999) menyatakan bahwa konsumsi dan kecernaan pakan sangat mempengaruhi pertambahan bobot badan harian ternak. Pencernaan ternak ruminansia tergantung pada aktivitas mikroba di dalam rumen terutama kemampuan yang tinggi untuk mencerna serat kasar. Hasil pertambahan bobot badan ternak (Tabel. 13) terlihat bahwa kerbau lebih memiliki kenaikan PBBH yang lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan sapi. Rata-rata PBBH kerbau yang didapatkan sebesar 1,16 kg lebih besar dari sapi yang sebesar 0,94 kg. Hal ini disebabkan oleh kemampuan kerbau yang dapat mencerna serat kasar lebih baik dibandingkan sapi. Hasil ini menunjukkan potensi yang baik dari kerbau dimana pertambahan bobot badan kerbau lebih tinggi dibandingkan sapi pada pemeliharaan secara intensif. Selama ini kerbau dianggap memiliki pertumbuhan yang lambat dibandingkan sapi karena banyak kerbau digemukkan secara ekstensif atau di gembalakan. Hal ini menunjukkan kerbau yang dipelihara secara intensif lebih baik, karena kerbau tidak banyak bergerak, sehingga lebih baik dalam menghasilkan daging atau lemak. Sistem pemeliharaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pada ternak. Pemberian suplemen CGKK pada ransum ternak tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan harian ternak, hal ini disebabkan oleh pemberiannya dilakukan dalam jangka waktu yang singkat sehingga pengaruhnya tidak terlihat.
32
Tabel 13. Rataan Pertambahan Bobot Badan, Konsumsi, dan Konversi Berdasarkan Jenis Ternak dengan Suplemen CGKK Jenis Ternak Parameter Perlakuan Rata-rata Sapi Kerbau PBBH CGKK 0,977±0,0974 1,223±0,0473 1,082±0.150 (kg/ekor/hari) Non CGKK 0,930±0,0920 1,096±0,0643 1,001±0.116 b a 1,160 ±0,085 Rata-rata 0,953 ±0,091 Konversi
CGKK Non CGKK Rata-rata
5,525±0,499 5,650±0,479 5,587±0,458
5,133±0,208 5,666±0,321 5,400±0,379
5,357±0,427 5,657±0,386
Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Konversi pakan merupakan indikator kemampuan ternak dalam mengubah ransum yang dikonsumsi menjadi daging. Nilai konversi pakan didapat dari perhitungan konsumsi pakan harian per pertambahan bobot badan harian. Semakin rendah nilai konversi ransum maka semakin tinggi kemampuan ternak mengubah ransum menjadi daging. Konversi pakan (Tabel 13) tidak berbeda pada kedua jenis ternak, begitu pun dengan perlakuan pemberian suplemen CGKK tidak ada perbedaan, interaksinya pun tidak ada. Konversi pakan yang tidak berbeda pada kedua jenis ternak dikarenakan pada konsumsi kerbau yang lebih tinggi dibanding sapi menghasilkan PBBH yang tinggi pula, sebaliknya dengan sapi. Sehingga hasil yang didapat tidak berbeda. Konversi ternak kerbau sebesar 5,4, ini menujukkan bahwa setiap pertambahan bobot badan sebesar satu satuan maka dibutuhkan ransum sebanyak 5,4 satuan. Bobot Badan Kumulatif Bobot badan kumulatif kerbau lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan ternak sapi di bulan pertama, kedua dan bobot akhir. Pemberian suplemen CGKK tidak berpengaruh pada kedua jenis ternak. Tidak ada interaksi antara jenis ternak dan pemberian suplemen CGKK. Peningkatan bobot badan pada hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pertumbuhan pada kedua jenis ternak. Pertambahan bobot badan merupakan salah satu indikator adanya pertumbuhan. Peningkatan bobot badan ternak secara kumulatif dapat dilihat pada Gambar. 8. Bobot badan kumulatif menunjukkan penambahan bobot badan ternak selama periode penelitian. Penambahan bobot badan ternak dilihat per bulan agar dapat 33
terlihat peningkatan yang dihasilkan per bulannya. Gambar 8 menunjukkan bahwa kerbau memiliki pertambahan badan yang lebih tinggi secara grafik dibandingkan sapi. Pertumbuhan kerbau lebih cepat dibandingkan sapi apabila diberikan sistem pemeliharaan, dan kandungan pakan yang sama. Ternak dengan suplementasi CGKK dan tanpa CGKK tidak digambarkan pada grafik pertumbuhan bobot badan kumulatif karena tidak ada perbedaan pada masing-masing ternak. 325
Bobot Badan
300 275 Kerbau 250
Sapi
225 200 Bobot Awal
Bulan1
Bulan 2 Bobot Akhir
Gambar 8. Grafik Bobot Badan Kumulatif Income Over Feed Cost Income Over Feed Cost (IOFC) pada kedua jenis ternak (Tabel. 13) berbeda.
Nilai IOFC pada ternak dengan perlakuan tanpa pemberian suplemen CGKK lebih rendah dibandingkan dengan pemberian CGKK. Teknologi baru dalam pemberian pakan dan manajemen pemeliharaan yang diterapkan dalam usaha peternakan harus memperhatikan segi ekonomi usahanya. Segi ekonomi usaha penggemukkan ternak dapat dilihat dengan mengukur Income Over Feed Cost (IOFC) dari suatu usaha peternakan. Analisis keuntungan dengan IOFC didasari oleh harga beli bakalan, harga jual ternak, dan biaya pakan selama pemeliharaan (Adkinson et al., 1993). Pertambahan bobot badan selama penggemukan, konsumsi pakan, dan harga pakan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perhitungan IOFC. Hasil perhitungan IOFC pada penelitian kali ini dapat dilihat pada Tabel 14. Hasil perhitungan IOFC terlihat bahwa ternak yang diberikan suplementasi CGKK memiliki nilai IOFC yang lebih tinggi. Nilai IOFC ternak kerbau CGGK sebesar Rp 16.427,- /hari dan sapi CGKK sebesar Rp 14.968,-/hari. Ternak yang tidak diberikan suplementasi CGKK memiliki nilai 34
IOFC yang lebih rendah. Nilai IOFC ternak kerbau tanpa CGKK Rp 14.354,-/hari dan sapi tanpa CGKK Rp 14.041,-/hari. Pendapatan per bulan yang didasari oleh pemberian pakan pada kedua jenis ternak dengan suplemen CGKK menunjukkan bahwa ternak kerbau memiliki jumlah yang lebih besar dari sapi yaitu Rp 492.810,sedangkan sapi sebesar Rp 449.040,Tabel 14. Nilai Income Over Feed Cost (IOFC) Harian Kerbau dan Sapi Perlakuan Parameter S0 S1 K0 K1 Biaya (Rp/hari) Hijauan 3475 3567,5 4022,5 4042,5 Kons+A. tempe 6664 6783 8024 8168,5 CGKK 0 162 0 162 10139 10513 12047 12373 Biaya Total (Rp/hari) PBB (Kg/ekor/hari) 0,93 0,98 1,1 1,2 Harga Beli 26000 26000 24000 24000 (Rp/Kg/B.ternak hidup) Penerimaan (Rp/hari) 24180 25480 26400 28800 IOFC (Rp/hari) 14041 14968 14354 16427 Keterangan
:
S0 S1 K0 K1
= = = =
Sapi tanpa suplementasi CGKK Sapi dengan suplementasi CGKK Kerbau tanpa suplementasi CGKK Kerbau dengan suplementasi CGKK
Hasil ini didapatkan karena pertumbuhan bobot badan pada ternak yang diberikan ransum CGKK lebih tinggi dibandingkan ternak tanpa CGKK. Penerimaan dari penjual ternak dengan suplementasi CGKK lebih tinggi dibandingkan ternak tanpa suplementasi CGKK. Hal ini menunjukkan bahwa biaya ransum yang lebih rendah tidak selalu memberikan keuntungan yang tinggi. Sedangkan biaya ransum yang lebih tinggi dengan hasil pertambahan bobot badan yang tinggi akan memperoleh keuntungan yang optimal.
Body Scoring Penggunaan skor kondisi tubuh dalam melihat performa sapi pada pertumbuhan dan perlemakan ternak memiliki banyak kelebihan. Penggunaan skor kondisi tubuh lebih mudah dipelajari, cepat, sederhana, murah, tidak memerlukan alat khusus dan cukup akurat dalam beberapa situasi manajemen dan penelitian (Rutter et al., 2000). Kondisi tubuh dinilai dari skor satu (sangat kurus) sampai lima (sangat gemuk). Pembagian lima skor berdasarkan perlemakan dan perdagingan ternak. Metode ini
35
untuk memprediksi rasio antara nilai lemak dan bukan kandungan lemak pada ternak (Phillips, 2001). Hasil body scoring untuk kerbau adalah 4 (gemuk) lebih tinggi dari sapi dengan skor 3 (sedang). Kerbau memiliki perlemakan yang lebih baik dibandingkan sapi terlihat dari bentuk belakang tubuhnya yang lebih bulat dibandingkan sapi. Petulangan dibagian tulang duduk dan tulang rusuk kerbau pun sudah tertutupi daging. Hal ini yang menyebabkan skor tubuh kerbau lebih tinggi dibandingkan sapi. Penggunaan sistem skor kondisi ternak dapat menentukan hubungan antara penampilan produksi dan manajemen pakan yang telah dilakukan. Kondisi tubuh sangat berpengaruh terhadap hasil potongan komersial, karkas, dan performa ternak. Kondisi tubuh ternak dengan ransum bersuplementasi CGKK tidak berbeda dengan ternak tanpa pakan bersuplementasi CGKK. Adapun contoh gambar hasil kondisi tubuh sapi dan kerbau dalam penelitian sebagai berikut :
Gambar 9. Kondisi Tubuh Sapi PO yang Menggunakan Suplemen CGKK dan Non CGKK
36
Gambar 10. Kondisi Tubuh Kerbau yang Menggunakan Suplemen CGKK dan Non CGKK
37