HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah berada di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. KUNAK didirikan berdasarkan keputusan presiden (Keppres) No. 069/B/1994 tentang bantuan kredit sebesar Rp. 6.7 milyar untuk pembangunan Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah. KUNAK mulai dibangun Agustus 1995 sampai Desember 1996, dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 7 Januari 1997. Secara administratif KUNAK masuk ke Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang, Desa Pasarean dan Desa Pamijahan, Kecamatan Pamijahan. Wilayah KUNAK terdiri dari dua lokasi yaitu KUNAK I dan KUNAK II. Tabel 3. Batas Wilayah KUNAK Batas
Kecamatan Cibungbulang
Kecamatan Pamijahan
Ds. Situ Udik
Ds. Pasarean
Ds. Pamijahan
Utara
Ds. Situ Ilir
Ds. Situ Udik
Ds. Situ Udik
Selatan
Ds. Pasarean
Ds. Gn. Picung
Ds. Gn. Sari
Barat
Ds. Cimayang
Ds. Pamijahan
Ds. Gn. Wetan
Timur
Ds. Karacak
Ds. Gn. Menyan
Ds. Pasarean
Secara geografis wilayah KUNAK terletak di daerah perbukitan pada ketinggian 460 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata sebesar 3009 mm/tahun dan rataan suhu 19ºC dengan kisaran 20ºC - 31ºC. Kondisi ini cocok untuk mengembangkan budidaya sapi perah. Hal ini karena suhu kritis untuk sapi FH adalah 27ºC (Sudono, 1999). KUNAK dihuni oleh 120 Peternak dengan luas KUNAK I yaitu 52,43 Ha dan KUNAK II 41,98 Ha. Tiap peternak mengelola kavling yang terdiri dari rumah tipe 21, kandang dan lahan rumput seluas 4.250 meter persegi. Lahan rumput dimanfaatkan dengan ditanami rumput gajah. Rumput lapang dicari didaerah sekitar KUNAK. Wilayah KUNAK relatif jauh dari pusat kegiatan desa yang ada disekitarnya. Penempatan lokasi jauh dari pusat kegiatan agar usaha ternak sapi perah tidak mengalami gangguan sehingga dapat dihasilkan susu yang baik dan tidak mencemari lingkungan daerah sekitarnya. Meskipun jauh dari pusat kegiatan desa, namun akses transportasi menuju ke sana mudah. Meskipun kondisi jalan rusak, tetapi masih bisa
15
dilalui oleh peternak dalam mengangkut pakan dan mengangkut susu yang disetorkan ke koperasi yang selanjutnya akan diangkut oleh kendaraan tanki susu ke industri susu. Peternak sapi perah di KUNAK dibagi menjadi enam kelompok dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini : Tabel 4. Kelompok Peternak di KUNAK No
Kelompok
Lokasi
Peternak (orang)
1
Tertib
Kunak I
22
2
Segar
Kunak I
21
3
Bersih
Kunak I
21
4
Aman
Kunak II
23
5
Indah
Kunak II
19
6
Mandiri
Kunak II
20
Jumlah
126
Sumber : Koperasi Produksi Susu (KPS) Bogor (2010)
Populasi sapi perah di KPS Bogor merupakan gabungan dari populasi di KUNAK dan luar KUNAK dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Populasi Sapi Perah KPS Bogor Jenis Kelamin
Kelompok Umur
Betina
Jantan
Jumlah (ST)
Persentase (%)
Induk
2.625
76,59
Dara
439
12,81
Pedet
129,75
3,78
124
3,62
Muda
9
0,27
Pedet
100,5
2,93
3.427,25
100
Dewasa
Jumlah Sumber : KPS Bogor (2010)
Populasi sapi laktasi merupakan jumlah ternak sapi terbanyak yang ada didaerah KUNAK. Persentase sapi laktasi merupakan faktor terpenting yang tidak dapat diabaikan dalam tatalaksana untuk menjamin pendapatan peternak. Persentase
16
peternakan sapi perah yang baik adalah yang memiliki sapi laktasi sebanyak lebih dari 60 persen (Sudono, 1999). Pemberian Pakan Pakan merupakan bagian terpenting dalam usaha peternakan sapi perah. Pemberian pakan sapi perah ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan (Sutardi, 1981). Pakan yang diberikan di daerah KUNAK terdiri dari hijauan, konsentrat, ampas tahu dan ampas tempe. Sudono (1999) menyatakan pakan yang diberikan ke sapi perah minimal harus memenuhi tiga macam kebutuhan nutrisi pakan yaitu bahan kering, protein kasar, dan total digestible nutrient. Pakan yang dikonsumsi oleh sapi perah pada dasarnya yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan kebutuhan untuk berproduksi. Kebutuhan hidup pokok yaitu untuk memenuhi proses-proses hidup saja tanpa proses pertumbuhan dan produksi susu. Kebutuhan untuk produksi yaitu kebutuhan untuk pertumbuhan, produksi susu, dan pertumbuhan janin jika sedang bunting (Siregar, 1992). Rataan pemberian pakan sapi perah per ekor per hari di KUNAK dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Rataan Pemberian Pakan Pakan Rumput
Konsentrat
Ampas Tahu
Ampas Tempe
Total
Pagi
Sore
…….Kg/ekor……
Total Kg/ekor/hari
15,96 ± 4,16
16,73 ± 4,47
32,7 ± 8,17
(10 – 25)*
(10– 30)*
(20 – 48)*
2,13 ± 1,10
2,13 ± 1,07
4,3 ± 2,17
(1 – 5,25)*
(1– 5,25)*
(2 – 10,5)*
6,98 ± 3,06
6,98 ± 3,12
14,0 ± 6,18
(0 – 13,4)*
(0 – 13,4)*
(0 – 26,8)*
6,76 ± 0,41
6,79 ± 0,44
13,6 ± 0,85
(0 – 7,1)*
(0 – 7,2)*
(0 – 14,3)*
26,02 ± 4,10
26,79 ± 4,53
52,82 ± 8,19
*kisaran
Pemberian pakan di KUNAK kurang baik karena tidak memperhatikan jumlah dan keadaan pakan yang diberikan. Peternak memberikan pakan hanya berdasarkan perkiraan dan ketersediaan pakan. Pakan yang diberikan tidak
17
memperhatikan kondisi fisiologis ternak seperti berdasarkan produksi susu, kebuntingan, bobot badan, dan lainnya. Santosa (2001) menyatakan bahwa dalam pemberian pakan yang perlu diperhatikan adalah mengetahui jumlah pakan dan keadaan pakan yang diberikan pada berbagai kondisi fisiologis ternak. Hijauan yang diberikan pada ternak sapi perah antara lain rumput gajah. Rumput diambil dari lahan sendiri yang ada disekitar kandang. Hijauan lain yang diberikan berupa rumput lapang dan jerami yang diperoleh dari luar daerah sekitar KUNAK jika terjadi panen. Pemberian pakan hijauan rumput gajah dilakukan dengan cara cut and carry dimana rumput gajah diambil lalu dibawa ke kandang. Pengambilan rumput dilakukan pada pagi hari setelah aktifitas memerah dan memberi pakan di pagi hari selesai rentang waktu pukul 08.00 – 11.00. Hijauan diberikan dua kali sehari setelah pemerahan. Hijauan yang diberikan pada ternak rata-rata tidak dicacah terlebih dahulu. Pemberian hijauan tanpa dicacah dapat menurunkan efisiensi pakan karena banyak hijauan yang terbuang dan tidak dikonsumsi oleh sapi. Hal ini juga tidak baik karena karena sapi akan mengunyah sebentar lalu dicerna lebih lanjut dalam rumen yang mengakibatkan kerja mikroba rumen menjadi lebih berat. Konsumsi hijauan yang berkurang ternak akan mengalami kekurangan zat gizi untuk kebutuhan hidup dan juga akan berpengaruh pada kadar lemak susu yang dihasilkan menjadi rendah. Konsentrat
mempunyai
peran
dalam
meningkatkan
produksi
susu.
Konsentrat, ampas tahu, dan ampas tempe yang diberikan pada ternak sapi perah di KUNAK diperoleh dengan cara membeli dari KPS Bogor. Komposisi konsentrat dari KPS Bogor terdiri dari campuran berbagai jenis bahan baku yaitu wheat pollard (8 – 10%), onggok (14 – 18%), bungkil kopra (15 – 30%), tetes (10 – 12%), dedak padi (4 – 6%), dan kulit kacang afkir (12 – 14%). Konsentrat diberikan dengan cara dicampur dengan ampas tahu atau ampas tempe. Ampas tahu merupakan sumber protein yang mudah terdegradasi dalam rumen. Jumlah konsentrat yang diberikan berbeda-beda antar peternak. Peternak memberikan konsentrat berdasarkan perkiraan tanpa memperhatikan standar bobot badan dan produksi susu, sehingga terdapat yang berlebihan dan kurang dari standar yang dibutuhkan oleh ternak sapi perah. Ampas tahu diberikan dalam jumlah yang
18
cukup banyak oleh peternak. Peternak yang memberikan ampas tahu lebih banyak, konsentrat yang diberikan lebih sedikit. Campuran konsentrat dan ampas tahu atau ampas tempe diberikan dua kali sehari yaitu pada pagi hari setelah pemerahan dan pada sore hari diberikan sebelum pemerahan. Pemberian konsentrat sebelum diperah lebih baik karena akan berpengaruh terhadap produksi susu menjadi lebih tinggi. Ketersediaan air minum dalam usaha peternakan sapi perah sangat penting untuk konsumsi sapi dan kebersihan. Air minum sapi perah di KUNAK diberikan secara ad libitum (tak terbatas). Sumber air diperoleh dari bendungan aliran sungai Cigamea yang disalurkan kepada tiap peternak. Air diberikan secara ad libitum karena susu yang dihasilkan 87 persen berupa air dan sisanya bahan kering (Sudono et al., 2003). Kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan pada ternak sapi perah harus diperhatikan sebab hal ini berkaitan dengan kecepatan pertumbuhan sapi dan produksi susu. Sapi perah yang berproduksi tinggi jika tidak mendapat pakan yang cukup kuantitas dan kualitasnya tidak akan menghasilkan susu sesuai dengan kemampuannya (Sudono, 1999). Nilai kandungan nutrien sapi perah dapat dilihat pada Tabel 7 yang merupakan hasil analisis Laboratorium terhadap pakan di KUNAK dalam penelitian Pipit (2009) . Tabel 7. Kandungan Nutrien pada Pakan Sapi Perah di KUNAK Bahan Pakan
BK (%)
PKa
SKa
LKa
Abua
TDNb
(%BK)
Rumput Gajah
21,57
11,87
41,69
0,44
8,16
52,40
Konsentrat
80,86
17,82
19,06
2,65
18,71
68,50
Ampas Tahu
16,05
11,45
42,11
1,15
9,64
77.90
Ampas Tempe
14,26
13,27
51,89
1,27
2,34
64.55
Sumber : a Pipit (2009) b Suryahadi dan Permana (1997)
Rumput gajah yang dikonsumsi oleh sapi perah di KUNAK mempunyai kualitas yang rendah dengan kandungan protein kasar yaitu sebesar 11,87%. Konsentrat yang dikonsumsi ternak sapi perah menurut Sudono (1999) standarnya yaitu mengandung 18% protein kasar dan 75% TDN. Hasil penelitian Pipit (2009)
19
menunjukkan bahwa konsentrat yang diberikan oleh para peternak di KUNAK mempunyai kualitas yang rendah dengan kandungan protein kasar yaitu sebesar 17,82%. Konsumsi konsentrat yang mengandung PK tinggi akan mengaktifkan mikroba rumen sehingga meningkatkan jumlah bakteri proteolitik dan naiknya deaminasi yang mengakibatkan meningkatnya nilai cerna pakan (Hume, 1992). Penambahan ampas tahu atau ampas tempe yang memiliki kandungan protein kasar cukup tinggi yaitu masing-masing 11,45% dan 13,27% dapat meningkatkan kandungan protein dalam ransum yang dikonsumsi. Pakan yang mempunyai kandungan energi dan protein yang tinggi akan meningkatkan produksi susu. Peningkatan konsumsi protein akan dimanfaatkan oleh tubuh ternak baik untuk hidup pokok, pertumbuhan atau produksi serta dapat meningkatkan pertumbuhan protein mikroba (Chaerani, 2004). Penggunaan ampas tahu atau ampas tempe juga bertujuan untuk mengurangi jumlah pemberian konsentrat. Jumlah pemberian konsentrat dikurangi dan digantikan dengan ampas tahu atau ampas tempe karena alasan faktor ekonomis. Harga ampas tahu atau ampas tempe lebih murah daripada konsentrat sehingga biaya pakan dapat ditekan. Harga ampas tahu berkisar Rp. 11.000,00 sampai Rp. 15.000,00 per karung (tergantung volume karung) dan harga konsentrat (K3) Rp. 68.000,00 per karung yang berisi 40 kg. Produksi Susu Produksi susu di wilayah KUNAK mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Peningkatan produksi ini bisa dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Perkembangan Produksi Susu KPS 2009 – 2010 No
Uraian
Tahun 2009
Tahun 2010 …Liter/hari…
1
KUNAK
8.824
8.922
2
Luar KUNAK
4.566
6.703
Sumber : KPS Bogor (2010)
Rataan produksi susu harian di KUNAK mengalami peningkatan 1,1% dari produksi tahun 2009 sebanyak 8.824 liter/hari menjadi 8.922 liter/hari pada tahun 2010. KPS Bogor menetapkan harga susu kepada anggotanya di KUNAK sekitar Rp. 3100,00 per liter pada pemerahan pagi dan Rp. 3200,00 per liter pada pemerahan
20
sore. Harga ini lebih rendah dibandingkan dengan yang ditetapkan tengkulak atau loper susu yaitu sekitar Rp. 4000,00 sampai Rp. 5000,00 per liter susu. Walaupun harga lebih rendah dan belum mendatangkan keuntungan bagi peternak koperasi memberikan jaminan pemasaran dan selalu siap menampung berapapun produksi susu yang dihasilkan peternak. Upaya peningkatan produksi susu dilakukan dengan memperbaiki pemberian pakan yang tepat kualitas dan kuantitasnya, karena pemberian pakan yang tidak tepat akan semakin memperburuk kesehatan ternak, jumlah produksi susu dan kualitasnya. Jumlah pakan yang dikonsumsi dan kualitas pakan yang baik berpengaruh terhadap produksi susu. Nutrien yang dikonsumsi oleh ternak akan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertambahan bobot badan dan produksi susu. Jumlah nutrien yang dikonsumsi sapi perah juga akan dikonversi menjadi air susu, hal ini karena susu merupakan produk utama dari usaha peternakan sapi perah. Sapi memerlukan nutrien yang cukup untuk dapat memproduksi susu, terutama nutrien yang mengandung prekursor untuk air susu. Campbell et al., (2003) menyatakan bahwa kecepatan sintesis dan difusi dari beberapa penyusun air susu tergantung pada konsentrasi dari pembentuk air susu dalam darah. Rataan produksi susu pemerahan pagi dan sore hari per ekor yang terdapat di KUNAK dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Rataan Produksi Susu Pagi dan Sore di KUNAK Pagi Produksi
Sore
…….Liter/ekor…….
Total Liter/ekor/hari
Rataan
5,58 ± 1,98a
4,20 ± 1,69b
9,78 ± 3,56
Kisaran
2 – 12,8
2 – 12
4 – 24,8
Keterangan : superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (p<0.05)
Produksi susu pemerahan pagi dan sore menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (p<0,05). Hasil pemerahan pagi lebih banyak daripada hasil pemerahan sore. Hasil pemerahan pagi rata-rata 5,58 ± 1,98 liter/ekor dengan kisaran produksi antara 2 liter sampai dengan 12,8 liter dari hasil pengukuran terhadap 157 ekor sapi perah. Hasil pemerahan sore rata-rata 4,20 ± 1,69 liter/ekor dengan kisaran produksi 2 liter sampai dengan 12 liter dari hasil pengukuran terhadap 157 ekor sapi perah. Jika
21
dirata-ratakan produksi harian per ekor ternak sapi perah di KUNAK yaitu sebanyak 9,78 ± 3,56 liter/ekor/hari. Perbedaan produksi susu pagi dan sore hari bisa disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya yaitu perubahan suhu lingkungan. Suhu lingkungan pada siang hari lebih panas dibandingkan pada malam hari sehingga produksi pada sore hari mengalami penurunan. Yani dan Purwanto (2006) menyatakan bahwa cekaman panas pada ternak berdampak pada peningkatan konsumsi air minum, penurunan konsumsi pakan, dan penurunan produksi susu. Jumlah produksi susu yang lebih rendah pada sore hari disebabkan karena semakin meningkatnya suhu lingkungan sekitar sehingga mempengaruhi kondisi fisiologis sapi dan mempengaruhi produktivitas air susu (Ouweltjles, 1998). Faktor lain yaitu interval pemerahan yang tidak sama. Pemerahan sapi di KUNAK dilakukan sebanyak dua kali. Pagi hari rentang waktu antara pukul 05.00 – 06.30 dan sore hari rentang waktu antara pukul 15.00 – 16.30. Produksi susu pagi hari lebih banyak karena interval pemerahannya lebih lama jika dibandingkan dengan interval pada sore hari. Apabila interval pemerahan tidak sama, maka produksi susu akan lebih banyak pada interval yang lebih lama, dan kandungan lemak akan lebih tinggi pada hasil pemerahan dengan interval yang lebih singkat (Eckles dan Anthony, 1956). Interval yang lama akan mempengaruhi kecepatan sekresi susu sehingga pada interval yang lama alveolus susu telah mampu memproduksi susu secara optimal (alveolus penuh). Susu yang dihasilkan dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Selain mutu genetik, pakan menjadi faktor terpenting dalam produktifitas ternak sapi perah. Keterbatasan dan tingginya biaya pakan biasanya menjadi kendala bagi peternak dalam memenuhi kebutuhan nutrisi sapi yang dipelihara. Hasil penelitian menunjukkan jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak sapi perah berdasarkan jumlah produksinya berbeda-beda. Rataan dan rasio pemberian pakan pada sapi perah di KUNAK berdasarkan produksi susu bisa dilihat pada Tabel 10.
22
Tabel 10. Rataan Pemberian Pakan Berdasarkan Produksi Susu Produksi
Hijauan
Konsentrat
Ampas Tahu Ampas Tempe
….……………(kg/ekor/hari)………………
(liter/ekor/hari) <5
34,23 ± 8,01
4,29 ± 2,31
13,55 ± 3,54
14,30
6 – 12
32,02 ± 7,70
4,26 ± 2,27
14,17 ± 4,86
13,43 ± 0,85
13 – 15
31,73 ± 8,91
3,84 ± 1,50
16,60 ± 7,87
13,79 ± 0,79
> 15
36,83 ± 9,15
4,07 ± 1,80
17,80 ± 6,63
13,27 ± 1,45
Hasil pada Tabel 10 menunjukkan jumlah pakan yang diberikan berbeda berdasarkan produksi susu tiap ekornya. Perbedaan jumlah pakan yang diberikan terjadi karena peternak memberikan pakan hanya berdasarkan perkiraan. Rataan pemberian pakan pada produksi <5 liter/ekor/hari lebih tinggi jika dibandingkan dengan produksi 6 – 12 liter/ekor/hari dan produksi 13 – 15 liter/ekor/hari. Rataan pemberian pakan pada produksi lebih besar dari 15 liter/ekor/hari paling tinggi jika dibandingkan dengan yang lainnya. Pemberian pakan pada produksi < 5 liter/ekor/hari tidak efisien karena dengan pakan hijauan
34,23 ± 8,01 kg/ekor/hari, konsentrat 4,29 ± 2,31
kg/ekor/hari, ampas tahu 13,55 ± 3,54 kg/ekor/hari atau ampas tempe 14,30 kg/ekor/hari produksi susu yang dihasilkan sedikit yaitu rata-rata antara 0 – 5 liter/ekor/hari. Pemberian pakan yang tidak efisien akan merugikan peternak karena banyak biaya yang harus dikeluarkan sementara produksi yang dihasilkan sedikit. Manajemen pemberian pakan memang sangat tergantung dari ketersediaan pakan, namun upaya untuk peningkatan produksi susu juga harus terus diperhatikan. Pemberian pakan dan produksi susu yang optimal jika berdasarkan pakan yang diberikan bisa diperoleh pada rentang produksi 13 – 15 liter/ekor/hari. Hal ini karena pakan yang diberikan lebih sedikit jika dibandingkan dengan rentang produksi lainnya. Pakan hijauan yang diberikan yaitu sebesar 31,73 ± 8,91 kg/ekor/hari, konsentrat 3,84 ± 1,50 kg/ekor/hari, ampas tahu 16,60 ± 7,87 kg/ekor/hari, atau ampas tempe 13,79 ± 0,79 kg/ekor/hari. Jumlah konsumsi pakan yang sedikit dengan produksi optimal dari segi ekonomi bisa membantu para peternak untuk memenuhi kebutuhan lainnya. Produksi susu bisa mencapai produksi tertinggi dengan produksi > 15 liter/ekor. Pakan yang diberikan pada produksi > 15 liter/ekor/hari yaitu hijauan
23
36.83 ± 9.15 kg/ekor/hari, konsentrat 4.07 ± 1.80 kg/ekor/hari, ampas tahu 17.80 ± 6.63 kg/ekor/hari, atau ampas tempe 13.27 ± 1.45 kg/ekor/hari. Melihat karakteristik sapi perah di Indonesia yang hanya mampu berproduksi sekitar 10 liter/ekor/hari (Sudono, 1999), maka sapi perah dengan rataaan produksi > 15 liter/ekor/hari memiliki potensi yang baik untuk terus dikembangkan dan dipelihara oleh para peternak di KUNAK. Rendahnya produksi bisa diakibatkan oleh pakan yang dikonsumsi lebih banyak digunakan untuk pertambahan bobot badan daripada untuk produksi susu. Chaerani (2004) menyatakan jika perubahan bobot badan negatif, maka terjadi peningkatan produksi susu dan jika perubahan bobot badan positif maka terjadi penurunan produksi susu. Faktor lainnya bisa disebabkan oleh kualitas pakan yang rendah, proses degradasi dalam rumen, ketersediaan nutrien, kesehatan dan genetik ternak. Kualitas pakan yang rendah berpengaruh terhadap pengunaan nutrien oleh tubuh ternak. Kesehatan ternak berpengaruh terhadap efisiensi penggunaan pakan. Ternak yang sakit membutuhkan konsumsi yang banyak untuk pemulihan kesehatannya, pertambahan bobot badan dan produksi susu. Genetik yang berbeda bisa juga mempengaruhi kualitas dan utilitas nutrien yang rendah. Perbedaan respon terhadap konsumsi pakan dari masing-masing peternak juga terjadi karena tingginya variasi antar sapi dan manajemen pemeliharaan yang berbeda-beda dari masingmasing peternak. Hal penting lainnya yang harus diperhatikan oleh peternak yaitu kandungan nutrien dalam pakan yang diberikan. Kelengkapan nutrien menunjukkan bahwa pakan tersebut memiliki nilai gizi yang baik. Kebutuhan nutrien ternak sapi perah harus tersedia dalam pakan untuk menjaga hidup pokok dan produksi susu. Rataan pemberian TDN dan protein berdasarkan produksi susu dapat dilihat pada Tabel 11 di bawah ini.
24
Tabel 11. Pemberian TDN dan Protein Sapi Perah Di KUNAK Pemberian (kg/ekor) TDN Protein 9,25 2,01
Kebutuhan* (kg) TDN Protein 5,778 1,056
388,48
8,98
1,95
5,778
1,056
13,85
398,92
9,06
1,93
5,778
1,056
17,24
414,45
9,86
2,11
5,886
1,083
Rataan Produksi Susu (liter/ekor) 4,59
Rataan Bobot Badan (kg) 397,44
9,17
*Sumber : Sutardi (1981) Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa semakin tinggi pemberian TDN dan proteinnya, produksi susu semakin meningkat. Energi sangat diperlukan oleh ternak. Kandungan energi dapat mempengaruhi koefisien pakan, karena semakin tinggi kandungan energi dalam pakan akan mengakibatkan banyaknya energi yang dapat dicerna. Kekurangan energi pada sapi laktasi dapat mengakibatkan bobot badan dan produksi susu menurun, tetapi kelebihan energi juga dapat menyebabkan sapi terlalu gemuk dan menimbulkan kesulitan pada waktu melahirkan. Protein sangat diperlukan oleh ternak untuk pembentukan sel – sel tubuh yang telah rusak (Tillman et al., 1991). Ensminger (1971) menyatakan bahwa defisiensi protein dalam pakan yang terus – menerus pada sapi laktasi akan mengakibatkan produksi susu dan konsumsi menurun, anak yang dilahirkan kecil, kadar bahan kering tanpa lemak rendah, dan daya tahan tubuh menurun. Kelebihan protein dalam pakan juga akan menurunkan produksi susu, karena protein dalam pakan dengan kandungan energi rendah akan dirombak menjadi energi, sehingga penggunaan energi menjadi tidak efisien. Grafik hubungan produksi susu dengan pemberian TDN dan pemberian protein pada sapi perah di KUNAK dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
25
Gambar 3. Kurva Hubungan Produksi Susu dengan Pemberian TDN
Gambar 4. Kurva Hubungan Produksi Susu dengan Pemberian Protein Berdasarkan Gambar 1 dan Gambar 2 menunjukkan produksi susu mengalami peningkatan dengan meningkatnya pemberian TDN dan pemberian protein. Berdasarkan model pada kurva di atas menunjukkan bahwa perubahan satu satuan pemberian TDN akan meningkatkan produksi susu sebesar 0.103 satuan dan
26
perubahan satu satuan pemberian protein akan meningkatkan produksi susu sebesar 0.018 satuan. Faktor lain yang mempengaruhi produksi susu bervariasi yaitu umur sapi perah. Umur yang berbeda pada sapi perah akan berpengaruh terhadap produksi susu yang dihasilkan. Kapasitas produksi susu sapi perah akan meningkat terus sampai tubuhnya berkembang secara maksimum yaitu pada umur enam sampai delapan tahun, setelah itu akan turun dengan kecepatan yang semakin bertambah sampai usia tua (Johansson dan Rendel, 1968). Kisaran umur sapi perah yang dipelihara oleh para peternak di KUNAK antara 2 – 11 tahun. Para peternak sapi perah di KUNAK umumnya memelihara sapi yang diperoleh dengan cara membeli dari luar KUNAK seperti Cisarua, Kebon Pedes, Boyolali dan lain-lain. Sapi – sapi tersebut didatangkan saat berumur masih dara atau sudah beranak satu sampai dua kali. Sapi tidak dilengkapi dengan recording yang baik. Sapi dara yang dipelihara para peternak dikawinkan pertama pada kisaran umur 15 – 18 bulan. Jika ada sapi yang beranak, anaknya dipelihara sampai waktu tertentu. Pedet yang dipelihara baik jantan maupun betina akan dijual jika ada kebutuhan ekonomi yang mendesak dan tidak bisa ditutupi dari keuntungan hasil penjualan susu. Namun ada juga sebagian peternak yang tetap memelihara pedet untuk dijadikan bibit. Rataan produksi susu berdasarkan umur sapi dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 12. Tabel 12. Rataan Produksi Susu Berdasarkan Umur Sapi Umur (tahun)
Produksi Susu Pagi (liter/ekor)
Sore (liter/ekor)
Total (liter/ekor/hari)
2–4
5,63 ± 1,74
4,21 ± 1,52
9,84 ± 3,12a
5–7
5,79 ± 2,24
4,42 ± 1,87
10,21 ± 3,99a
8 – 11
4,52 ± 1,43
3,20 ± 1,17
7,72 ± 2,41b
Keterangan : superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (p<0.05)
Berdasarkan Tabel 12 menunjukkan bahwa rataan total produksi susu umur 2 – 4 tahun dengan umur 5 – 7 tahun tidak berbeda nyata (p>0,05). Produksi susu umur 2 – 4 tahun dan 5 – 7 tahun dengan umur 8 – 11 tahun berbeda sangat nyata. Umur 2 – 4 tahun rataan total produksi sebanyak 9,84 ± 3,12 liter/ekor/hari. Umur 5 – 7 tahun total produksi mengalami peningkatan sebanyak 3,76% dibandingkan dengan
27
umur 2 – 4 tahun, produksi yang dihasilkan yaitu sebanyak 10,21 ± 3,99 liter/ekor/hari. Umur sapi berikutnya 8 – 11 tahun produksi susu mengalami penurunan kembali sebanyak 24,38% dibandingkan produksi pada saat berumur 5 – 7 tahun. Produksi susu menjadi 7,72 ± 2,41 liter/ekor/hari. Saat sapi berumur antara 2 – 4 tahun berada pada fase laktasi pertama dan kedua. Pada fase ini produksi susu lebih rendah dibandingkan dengan saat berumur 5 – 7 tahun. Sapi yang dipelihara pada umur muda belum menunjukkan produksi yang tinggi karena masih berhubungan dengan umur beranak. Hal ini karena saat berumur 2 – 4 tahun sapi masih berada pada fase pertumbuhan yang relatif cepat, sehingga pakan yang dikonsumsi banyak dikonversi untuk pertumbuhan kerangka, otot dan lemak tubuh bukan untuk produksi susu. Kebutuhan nutrien pada fase laktasi pertama dan kedua lebih banyak karena kebutuhan nutriennya untuk kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan dan produksi susu. Konsumsi pakan yang terbatas dan kondisi kualitas pakan yang rendah mengakibatkan ternak sapi perah mengalami kesulitan menyediakan nutrisi untuk produksi susu. Pakan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam produktivitas ternak sapi perah. Selama proses pertumbuhan diperlukan konsumsi pakan yang mencukupi baik jumlah maupun nutrien sehingga bisa digunakan energinya untuk pertumbuhan dan produksi susu. Sapi yang berumur 5 – 7 tahun mengalami pertumbuhan kerangka dan otot fase lambat sedangkan produksi susu semakin tinggi. Produksi susu pada umur ini tidak dipengaruhi oleh umur beranak. Pada fase ini sapi telah mencapai dewasa tubuh dan dewasa kelamin sehingga tidak ada kebutuhan nutrien untuk pertumbuhan. Sudono et al (2003) menyatakan pertumbuhan pada sapi dewasa terjadi sampai dengan umur 7 tahun atau sekitar 84 bulan, kemudian pertumbuhan mengalami penurunan. Saat umur 5 – 7 tahun merupakan saat dimana sapi berada pada periode laktasi 3 – 5. Periode laktasi 3 – 5 umumnya sapi mengalami produksi susu maksimum. McNeilly (2001) menyatakan produksi susu terbanyak akan dicapai pada usia 7 – 8 tahun. Semakin tua umurnya sapi akan mengalami penurunan, baik penurunan bobot badan maupun penurunan produksi susu. Sapi yang sudah tidak produktif peternak akan menjualnya. Faktor lain yang mempengaruhi produksi susu sapi perah yaitu masa laktasi. Masa laktasi yaitu masa dimana sapi sedang menghasilkan air susu antara saat
28
beranak sampai masa kering. Lama laktasi yang normal yaitu 305 hari dan masa kering 60 hari. Masa laktasi menjadi lebih pendek apabila sapi terlalu cepat dikawinkan lagi setelah kelahiran atau dikeringkan karena sesuatu penyakit, sedangkan masa laktasi yang panjang biasanya dikarenakan adanya kesulitan dalam mengawinkan kembali (Blakely dan Bade, 1994). Jumlah produksi susu berdasarkan masa laktasi dapat dilihat pada Tabel 13 dibawah ini. Tabel 13. Rataan dan Rasio Produksi Susu Berdasarkan Bulan Laktasi Produksi Bulan Laktasi
Pagi (liter/ekor)
Sore (liter/ekor)
Total (liter/ekor/hari)
<2
5,89 ± 2,19
4,21 ± 2,11
10,10 ± 4,22
2–4
5,93 ± 2,10
4,49 ± 1,73
10,42 ± 3,69
5–7
5,12 ± 1,75
3,97 ± 1,61
9,09 ± 3,27
8 – 10
5,29 ± 1,82
3,65 ± 1,42
8,94 ± 3,15
Data hasil penelitian menunjukan produksi susu berbeda tiap masa laktasinya. Bulan laktasi kurang dari dua bulan produksi susunya 10,10 ± 4,22 liter/ekor/hari. Produksi susu mencapai puncaknya pada saat bulan laktasi antara 2 – 4 bulan yaitu sebesar 10,42 ± 3,69 liter/ekor/hari. Bulan laktasi selanjutnya yaitu selang antara 5 – 7 bulan dan 8 – 10 bulan produksi susu semakin menurun dengan total produksi masing – masing 9,09 ± 3,27 liter/ekor/hari dan 8,94 ± 3,15 liter/ekor/hari. Bulan laktasi kedua sampai keempat kondisi sapi berada pada kondisi yang terbaik sehingga produksi susunya akan terus meningkat hingga mencapai puncak laktasi. Sudono (1999) menyatakan produksi susu akan meningkat sampai dengan bulan laktasi ke dua, selanjutnya produksi susu per hari mulai turun secara bertahap sampai pada akhir laktasi. Penurunan produksi susu setelah mencapai pucak laktasi kira – kira besarnya 6 persen tiap bulan (Blakely dan Bade, 1994). Setelah beranak sapi akan mengalami peningkatan konsumsi pakan yang lambat. Peningkatan produksi susu yang cepat pada awal laktasi berbanding terbalik dengan bobot badan sapi. Terjadi peningkatan mobilisasi cadangan lemak tubuh untuk melengkapi ketidakcukupan konsumsi pakan akibat peningkatan kebutuhan produksi susu yang tinggi pada awal laktasi hingga menyebabkan bobot badan sapi menurun. Cadangan lemak tubuh menurun selama awal laktasi sampai 100 hari
29
laktasi dan disimpan kembali selama pertengahan dan akhir laktasi (Gallo et al., 1996). Pada awal laktasi sapi mengalami keseimbangan energi negatif karena kebutuhan energi untuk produksi susu tidak diperoleh dari pakan. Sehingga konsumsi pakan sapi perah yang sedang laktasi perlu dijaga agar sapi mampu memulihkan kondisi tubuh dan memulai siklus reproduksi kembali. Komposisi Susu Hasil analisis pengujian komposisi susu hasil dari peternakan sapi perah di KUNAK Bogor dapat dilihat pada Tabel di bawah ini. Tabel 14. Rataan Hasil Analisis Komposisi Susu Kualitas
Pagi
Sore
Lemak (%)
4,34 ± 0,80
4,59 ± 0,94
Bahan Kering Tanpa Lemak (%)
8,12 ± 0,47
8,28 ± 0,69
Berat Jenis
1,028 ± 1,62
1,028 ± 2,32
Protein (%)
3,59 ± 0,21
3,67 ± 0,31
Laktosa (%)
3,84 ± 0,23
3,92 ± 0,33
Rataan kadar lemak pemerahan pagi dan sore berbeda hasilnya. Hasil pemerahan pagi lebih rendah dibandingkan hasil pemerahan sore. Kadar lemak pemerahan pagi yaitu 4,34 ± 0,80% dan kadar lemak pemerahan sore 4,59 ± 0,94%. Kadar lemak yang berbeda pada pemerahan pagi dan sore disebabkan oleh interval antar pemerahan tidak sama. Pada interval pemerahan yang lebih lama (pagi hari) kandungan lemak lebih rendah dibandingkan dengan interval pemerahan yang lebih pendek (sore hari).
Hasil rataan kadar lemak pada peternakan sapi perah di
KUNAK masih memenuhi syarat mutu susu segar SNI (1998) yaitu minimum 3,0% dan dari ketentuan Codex Air Susu 1914 dengan kadar lemak lebih dari 2,7%. Pakan hijauan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kadar lemak pada susu. Lemak susu tergantung dari kandungan serat kasar dalam pakan. Apabila kadar serat kasar rendah maka kadar lemak yag dihasilkan juga rendah. Hijauan yang diberikan akan diubah oleh mikroba rumen menjadi VFA yang terdiri atas 65% asam asetat, 20% asam propionat, dan 15% asam butirat (Barret dan Larkin, 1979). Lemak merupakan salah satu komponen yang sangat penting secara ekonomi, karena berperan dalam penentuan harga ketika susu dijual.
30
Lemak susu terdiri atas campuran triacilglicerol yang mengandung asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Bentuk utama lemak susu pada ruminansia berupa butana dan hexana yang mempunyai bobot molekul rendah (McDonald et al., 2002). Kadar lemak dalam susu mempengaruhi kadar bahan kering susu, apabila kadar lemak susu tinggi maka kadar bahan kering susu akan tinggi. Bahan kering susu sebagian besar terdiri dari lemak susu, sisanya merupakan laktosa, protein, mineral dan vitamin yang masuk dalam bahan kering tanpa tanpa lemak (Solid Non Fat). Pakan yang diberikan harus selalu memperhatikan perimbangan yang optimal antara hijauan dan konsentrat agar dicapai produksi susu yang tinggi dengan kadar lemak susu yang normal (Siregar, 1972). Kadar bahan kering tanpa lemak yang dihasilkan pada pemerahan pagi sebesar 8,12 ± 0,47% dan pada pemerahan sore 8,28 ± 0,69%. Kadar bahan kering tanpa lemak dipengaruhi oleh bahan selain lemak. Sudono et al., (2003) menyatakan bahwa sebanyak 87 – 89% dari susu yang dihasilkan merupakan air dan sisanya berupa bahan kering sebesar 11 – 13%. Apabila bahan kering susu tinggi maka kandungan nutrien lainnya dalam susu seperti laktosa, protein, mineral dan vitamin juga tinggi. Berat jenis susu hasil pengujian pemerahan pagi yaitu 1,028 ± 1,62 dan hasil pemerahan sore 1,028 ± 2,32. Berat jenis susu dapat menunjukan jumlah bahan kering tanpa lemak. Apabila berat jenis susu tinggi maka jumlah bahan kering tanpa lemak semakin banyak. Pemberian konsentrat berpengaruh terhadap kadar berat jenis susu dan produksi susu. Semakin tinggi nilai gizi konsentrat maka berat jenis susu akan semaki tinggi. Eckles et al., (1984) menyatakan nilai berat jenis susu dipengaruhi kadar lemak dan bahan kering tanpa lemak, yang tidak lepas dari pengaruh makanan dan kadar air dalam susu. Berat jenis lemak lebih rendah daripada air. Semakin tinggi kadar lemak dalam air susu menyebabkan berat jenis air susu rendah. Kadar protein susu hasil pemerahan asal KUNAK masih sesuai dengan standar syarat mutu susu segar SNI (1998) yaitu Minimal 2,7%. Kadar protein hasil pemerahan pagi yaitu 3,59 ± 0,21% dan kadar protein hasil pemerahan sore 3,67 ± 0,31%. protein juga merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam susu. Sama halnya juga dengan lemak susu, protein susu berkorelasi negatif dengan
31
produksi susu (Schmidt et al., 1988). Protein merupakan bagian dari bahan kering tanpa lemak. Protein susu terbagi kedalam dua kelompok yaitu kasein dan whey (serumprotein). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kadar protein susu diantaranya yaitu bangsa sapi, makanan, umur sapi, periode laktasi, iklim, musim, dan penyakit. Kadar protein susu dipengaruhi oleh jumlah protein yang diperoleh dari pakan. Kadar protein konsentrat berperan dalam peningkatan produksi susu dan pembentukan kadar protein susu. Pemberian pakan sapi perah dengan konsentrat yang tinggi akan lebih banyak menstimulir pembentukan propionat dalam rumen. Laben (1963) menyatakan peningkatan protein susu terutama dipengaruhi oleh peningkatan asam propionat di dalam rumen sapi. Laktosa merupakan karbohidrat yang terdapat di dalam air susu. Kadar laktosa hasil pengujian pada pemerahan pagi yaitu 3.84 ± 0.23% dan hasil pengujian pada pemerahan sore yaitu 3.92 ± 0.33%. Laktosa terbentuk dari dua komponen gula yaitu glukosa dan galaktosa. Jumlah laktosa dalam susu menentukan tingkat kemanisan rasa susu. Bahan dasar pembentukan laktosa susu yaitu glukosa. Di dalam sel sekretori ambing, glukosa juga dapat diubah menjadi α-gliserol-P sebagai prekusor pembentukan lemak. Perubahan kadar laktosa susu dapat mempengaruhi kadar lemak susu. Kadar laktosa akan berlawanan dengan kadar lemak susu (Wattiaux, 2000). Penurunan laktosa susu berpengaruh baik karena jumlah kadar lemak akan meningkat sehingga air susu terasa tidak terlalu manis. Pakan sangat berperan dalam pembentukan kadar lemak dan bahan kering tanpa lemak dalam susu. Jumlah pakan yang diberikan yang mempengaruhi kadar lemak dan kabar bahan kering tanpa lemak dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.
32
Tabel 15. Rataan Pemberian Pakan Berdasarkan Kadar Lemak dan SNF Komposisi
Hijauan
Konsentrat
Ampas Tahu Ampas Tempe
………………….(kg/ekor/hari)……………….
A. Lemak <3.5
28,36 ± 6,26
6,93 ± 2,76
16,64 ± 6,11
-
3.5 – 5.1
32,71 ± 8,26
4,11 ± 2,04
14,46 ± 5,44
13,52 ± 0,86
>5.1
34,69 ± 8,02
3,70 ± 1,61
14,68 ± 4,64
14,3
<7.6
32,22 ± 8,47
4,44 ± 2,33
13,56 ± 5,18
14,05 ± 0,35
7.6 – 8.5
32,82 ± 8,28
4,36 ± 2,25
14,57 ± 5,57
13,56 ± 0,87
>8.5
32,50 ± 7,81
3,70 ± 1,60
15,98 ± 4,78
12,24
B. SNF
Konsumsi hijauan berperan dalam kadar lemak yang dihasilkan. Berdasarkan Tabel hasil penelitian menunjukkan susu yang kadar lemaknya kurang dari 3,5% dikarenakan hijauan yang diberikan lebih rendah yaitu 28,36 ± 6,26 kg/ekor/hari. Kadar lemak 3,5 – 5,1% hijauan yang diberikan yaitu 32,71 ± 8,26 kg/ekor/hari. Kadar lemak lebih besar dari 5,1% hiajuan yang diberikannya pun lebih banyak yaitu sebesar 34,69 ± 8,02 kg/ekor/hari. Kadar lemak akan rendah jika serat kasar dalam pakan rendah. Hal ini karena serat kasar merupakan sumber produksi asam asetat sebagai bahan baku utama pembentuk lemak. Hijauan merupakan pakan utama sapi perah yang mengandung kadar serat yang tingi. Kadar lemak yang dihasilkan pada peternakan di KUNAK selain dipengaruhi oleh hijauan juga dipengaruhi oleh ampas tempe. Ampas tempe mengandung kadar serat yang tinggi yaitu sekitar 51,89%. Makanan yang berserat kasar tinggi seperti hijauan menstimulir lebih banyak produksi asetat dan menjaga kadar lemak susu, maka kandungan serat kasar minimal 17% dari bahan kering pakan (Arora, 1995). Bahan kering tanpa lemak (SNF) kadarnya dipengaruhi oleh bahan selain lemak, seperti protein, laktosa, mineral, dan vitamin. SNF pada susu hasil pemerahan peternakan di KUNAK bervariasi hasilnya. Berdasarkan pada Tabel hasil penelitian menunjukkan susu yang kadar SNF kurang dari 7,6% pakan yang diberikannya yaitu hijauan 32,22 ± 8,47 kg/ekor/hari, konsentrat 4,44 ± 2,33 kg/ekor/hari dan ampas tahu atau ampas tempe berturut-turut 13,56 ± 5,18
33
kg/ekor/hari dan 14,05 ± 0,35 kg/ekor/hari. Susu yang mengandung kadar SNF 7,6 – 8,5% pakan yang diberikannya yaitu hijauan 32,82 ± 8,28 kg/ekor/hari, konsentrat 4,36 ± 2,25 kg/ekor/hari dan ampas tahu atau ampas tempe berturut-turut 14,57 ± 5,57 kg/ekor/hari dan 13,56 ± 0,87 kg/ekor/hari. Susu yang kadar SNF lebih besar dari 8,5 pakan yang diberikannya yaitu hijauan 32,50 ± 7,81 kg/ekor/hari, konsentrat 3,70 ± 1,60 kg/ekor/hari dan ampas tahu atau ampas tempe berturut-turut 15,98 ± 4,78 kg/ekor/hari dan 12,24 kg/ekor/hari. Pakan berpengaruh dalam kadar bahan kering yang dihasilkan. Peningkatan kadar protein, laktosa dan lainnya juga akan meningkatkan kadar bahan kering tanpa lemak. Kondisi pakan yang diberikan para peternak di KUNAK kandungan proteinnya rendah. hal ini bisa dilihat dari konsentrat yang diberikan para peternak cukup rendah.
34