konsentrasi. Konsentrasi kafein terbagi menjadi 6 konsentrasi, sehingga dari masing-masing komponen diperoleh 24 kombinasi konsentrasi. c. Campuran senyawa tiga komponen, yaitu Vitamin B1, Vitamin B6, dan kafein. Konsentrasi Vitamin B1 terbagi menjadi 3 bagian, Vitamin B6 terbagi 4 bagian, dan kafein 6 bagian. Kombinasi yang diperoleh sebanyak 72 kombinasi, namun yang digunakan hanya 24 kombinasi konsentrasi. 2. Spektroskopi FTIR : senyawa aktif gingerol dari jahe. Data penelitian yang akan dianalisis berupa data spektra yang berasal dari berbagai kombinasi senyawa (Lampiran 1, Lampiran 2 dan Lampiran 3). Panjang gelombang yang di amati untuk UV-VIS antara 400 nm sampai 200 nm, dan untuk FTIR kisaran bilangan gelombang yang digunakan antara 4000 cm-1 sampai 400 cm-1. Data spektum FTIR pada penelitian ini menggunakan ukuran bilangan gelombang bukan panjang gelombang. Metode Penelitian ini dilakukan dua tahapan, yaitu tahapan eksplorasi data dan tahapan simulasi data. Tahapan Eksplorasi Data 1. Langkah awal dilakukan adalah dengan membuat plot antara persen transmisi (%T) atau persen absorban dengan panjang gelombang dari spektrum masing-masing senyawa. Penyajian grafik spektrum UV-VIS dan spektrum FTIR (grafik hubungan persen transmisi dan panjang gelombang) disesuaikan dengan spektrum aslinya dimana sumbu vertikal untuk persen transmisi (%T) dan sumbu horisontal untuk panjang gelombang. Nilai persen transmisi (%T) dari bawah ke atas untuk nilai dari kecil ke besar, sedangkan pada sumbu horisontal yakni panjang gelombang (nm) dari kiri ke kanan adalah untuk panjang gelombang dari kecil ke besar. 2. Menentukan korelasi masing-masing komponen dari data spektrum UV-VIS. Pada penelitian ini data yang digunakan jumlah pengamatannya lebih kecil dari jumlah peubahnya (n
Tahapan Simulasi Data Tahapan simulasi data dilakukan untuk memperoleh data dua modus dan tiga modus yang hampir sesuai dengan pola data spektroskopi UV-VIS secara visual berdasarkan plot data aslinya. Tahapan simulasi yang dilakukan : 1). Membangkitkan data menyebar Normal untuk data satu populasi (Lampiran 4). 2). Membangkitkan data menyebar Normal untuk data dua populasi (Lampiran 5). 3). Membangkitkan data menyebar Normal untuk data tiga populasi (Lampiran 6). Data yang dibangkitkan masing-masing untuk data yang mempunyai ragam sama dan ragam beda dengan rataan dan ukuran yang berbeda. Software yang digunakan dalam penelitian ini adalah Microsoft Excel 2003, MINITAB 14.1, R 2.7.0 dan SAS 9.1. HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Pola Spektrum Spektrum UV-VIS Pola plot spektrum UV-VIS dari data asli menunjukkan bahwa banyaknya komponen mempengaruhi bentuk grafik yang diperoleh. Hasil grafik dari senyawa tunggal menunjukkan pola data yang mempunyai satu puncak gelombang (Lampiran 7), sedangkan untuk senyawa campuran dua komponen mempunyai dua puncak gelombang (Lampiran 8) dan untuk senyawa campuran tiga komponen mempunyai tiga puncak gelombang (Lampiran 9). Hal ini dikarenakan dalam senyawa tersebut setiap komponennya mempunyai panjang gelombang maksimum yang berbeda. Selain itu, plot data asli dari masing-masing komponen mempunyai pola yang meyerupai plot rataan sampelnya (Lampiran 10, Lampiran 11, dan Lampiran 12). Dalam menganalisis data spektrum UVVIS, pertama kali yang dilakukan adalah menentukan panjang gelombang maksimumnya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan cut-off pada masingmasing komponen yang mempunyai panjang gelombang maksimun, karena data spektrum tersebut tidak semua digunakan dalam proses analisis. Penentuan cut-off ini dilakukan dengan memperhatikan rentang panjang gelombang agar lebih akurat. Menurut Fatmawati (2008) panjang gelombang maksimum untuk Vitamin B1, Vitamin B6, dan Kafein dengan pelarut air deionisasi secara berurutan adalah 234.2 nm, 222.2 nm, dan 272,8 nm. Sedangkan menurut
Siong & Swan-Choo 1996, diacu dalam Fatmawati 2008, panjang gelombang maksimum Vitamin B1 dan B6 dalam pelarut asam hidroklorida 0.1 N adalah 246 nm dan 266 nm. Sementara panjang gelombang maksimum Kafein menurut Paradkar & Indrayarad 2002, diacu dalam Fatmawati 2008 adalah 277 nm menggunakan pelarut kloroform. Diperlukannya penentuan bilangan gelombang maksimum dari masing-masing komponen ditujukan supaya dalam penentuan sebaran data dan pola datanya lebih terfokus pada panjang gelombang tersebut. Selain itu, serapan sampel dari tiap-tiap komponen akan baik jika diukur pada panjang gelombang maksimum. a. Senyawa tunggal Senyawa tunggal yang digunakan adalah senyawa dari vitamin B1 dengan rentang panjang gelombang setelah dilakukan cut-off antara 200-250.6 nm. Hasil cut-off dapat dilihat pada Gambar 1.
0 dan nilai kurtosis -0.19 yang artinya nilai kurtosisnya pendek dengan nilai 0.19. Berdarsakan uji tersebut, pada taraf 5% menyatakan bahwa data tersebut menyebar Normal. Selain itu, senyawa tunggal ini juga mempunyai rata-rata nilai korelasi yang relatif besar, yaitu 0.996 (Lampiran 14). b. Senyawa campuran dua komponen Senyawa campuran dua komponen terdiri dari Vitamin B1 dan Kafein. Dari dua komponen tesebut dapat dilihat dari plot data asli. Rentang panjang gelombang data setelah dilakukan cut-off antara 200-293.6 nm. Hasil cut-off data dapat dilihat pada Gambar 2. Lampiran 9 memperlihatkan bahwa pola grafik data asli merupakan plot dari nilai rataan sampel yang dihubungkan pada tiap-tiap panjang gelombangnya. Scatterplot of 2 Komponen 2.0
% transmittan
1.5
Scatterplot of 1 Komponen 0.5
0.5
0.4 % transmittan
1.0
0.3
0.0 200
0.2
0.1
Gambar
0.0 200
210
220 230 panjang gelombang
240
250
Gambar 1 Plot senyawa satu komponen Pola data asli untuk senyawa tunggal ini mempunyai ekor yang cukup panjang. Pola data ini juga dapat dilihat dari plot rataan absorban, plot rataan masing-masing sampel pada setiap panjang gelombang. Dari plot rataan tersebut dapat terlihat bahwa dari 24 sampel yang diambil mempunyai data yang relatif sama. Selain dilihat pola grafiknya, data ini digunakan juga untuk mengetahui pola sebaran data. Hal ini diperlukan supaya analisis selanjutnya yang akan digunakan lebih mudah. Penentuan pola sebaran data ini dilakukan pada data cut-off agar lebih terfokus pada panjang gelombang maksimumnya. Pola sebaran data yang dilakukan yaitu melakukan uji kenormalan dengan uji ShapiroWilk (Lampiran 13). Sebagai contoh data pada panjang gelombang 200 nm, hasil dari uji Shapiro-Wilk mempunyai nilai 0.97 dengan nilai-p 0.7227. Mempunyai nilai kemenjuluran
220
240 260 panjang gelombang
2 Plot senyawa komponen
280
campuran
300
dua
Sama halnya dengan senyawa tunggal, pada senyawa campuran ini juga dilakukan uji kenormalan untuk melihat pola sebaran data dari senyawa campuran ini. Uji kenormalan yang dilakukan dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk (Lampiran 15). Contoh data pertama pada panjang gelombang 200 nm, hasil dari uji Shapiro-Wilk pada taraf 5% mempunyai nilai 0.96 dengan nilai-p 0.478. Nilai kemenjuluran 0.78 dan nilai kurtosisnya -0.73. Artinya, data menjulur ke kanan sebesar 0.78 dan data mempunyai kurtosis pendek dengan nilai 0.73. Uji tersebut menyatakan bahwa data pertama senyawa campuran dua komponen menyebar Normal. Senyawa campuran dua komponen ini mempunyai nilai rata-rata korelasi yang juga relatif besar, yaitu 0.977. c. Senyawa campuran tiga komponen Komponen dari senyawa campuran ini terdiri dari Vitamin B1, Vitamin B6, dan Kafein. Rentang panjang gelombang yang digunakan setelah cut-off antara 200-351 nm
(Gambar 3). Sama halnya dengan senyawa tunggal dan senyawa canpuran dua komponen, pola grafik data asli senyawa ini merupakan plot dari nilai rataan sampel yang dihubungkan pada tiap-tiap panjang gelombang. Scatterplot of 3 komponen 3.0
% transmittan
2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 200
220
240
260 280 300 panjang gelombang
320
340
adalah untuk bilangan gelombang dari besar ke kecil. Dari pola tersebut tidak mudah diketahui berapa panjang gelombang maksimum dari suatu senyawa. Masing-masing contoh data dari spektrum FTIR juga mempunyai nilai korelasi yang sangat besar, yaitu berkisar antara 0.6 sampai 1. Rata-rata nilai korelasi dari senyawa aktif gingerol relatif besar yaitu 0.946. Hal ini menunjukkan bahwa antar contoh data, baik data spektrum UV-VIS maupun FTIR mempunyai nilai korelasi yang tinggi antar masing-masing kombinasi contohnya. Data spektrum FTIR juga dilakukan uji kenormalan data dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk.
360
Gambar 3 Plot senyawa campuran tiga komponen
0.6 0.5 0.4
Senyawa ini juga dilakukan uji kenormalan untuk melihat pola sebaran data dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk (Lampiran 16). Uji ini dilakukan pada rentang data cut-off. Sebagai contoh, data pertama, pada panjang gelombang 200 nm dilakukan uji Shapiro-Wilk mempunyai nilai 0.95 dengan nilai-p 0.2815. Hal ini menyatakan bahwa data tersebut menyebar Normal pada taraf 5%. Mempunyai nilai kemenjuluran 0.05 dan nilai kurtosisnya -1.09. Artinya, pada panjang gelombang 200 nm ini data menjulur ke kanan sebesar 0.05 dan mempunyai kurtosis pendek sebesar 1.09. Senyawa campuran tiga komponen juga mempunyai rata-rata nilai korelasi yang relatif besar yaitu 0.996. Senyawa campuran untuk dua dan tiga komponen beberapa spektrumnya mengalami tumpang tindih sebagian dan tumpang tindih sempurna. Senyawa tersebut dimungkinkan mempunyai dua panjang gelombang maksimum yang diperoleh dari tiap-tiap komponennya. Kadar kedua komponen dapat dihitung dari persamaan kurva standar dari dua panjang gelombang komponen. Pola Spektrum FTIR Data spektrum FTIR grafiknya lebih tidak berpola dibandingkan dengan spktrum UVVIS. Spektrum UV-VIS berupa gelombang sedangkan spektrum FTIR berbentuk stalagmit. Data spektrum FTIR yang digunakan pada penelitian ini, yaitu data dari senyawa aktif gingerol pada jahe dengan kisaran bilangan gelombang antara 4000 cm-1 sampai 400 cm-1. Pola dari satu data spektrum FTIR dapat dilihat pada Gambar 4. Bilangan gelombang pada plot datanya dari samping kiri ke kanan
0.3
Series1
0.2 0.1 0 1 134 267 400 533 666 799 932 10651198 133114641597 1730 1863
Gambar 4 Plot data spektrum FTIR untuk Jahe Serbuk Perbedaan antara spektroskopi UV-VIS dan FTIR terletak pada fungsinya. Spektroskopi UV-VIS digunakan untuk menentukan nilai maksimum panjang gelombang dari suatu molekul, sedangkan spektroskopi FTIR digunakan untuk mengetahui rumus molekul dari spektrum dengan cara menggabungkan gugus yang terbentuk yang nantinya bisa bergabung menjadi satu molekul. Kemudian antara UVVIS dan FTIR disamakan untuk mengetahui pada panjang gelombang berapa dan terdapat molekul apa pada suatu senyawa. Pola Sebaran Data Plot data spektrum UV-VIS dari data asli digunakan untuk mengetahui pola sebaran datanya. Hal ini diperlukan supaya dalam melakukan analisis lebih lanjut mengenai pola spektrum UV-VIS lebih mudah, sehingga tidak ada kesalahan dalam melakukan analisis statistik. Penentuan pola sebaran ini dilakukan pada data yang telah dilakukan cut-off pada panjang gelombang maksimum (Gambar 1, Gambar 2, dan Gambar 3). Pada gambar tersebut hanya diambil contoh dari data pertama.
Pola sebaran data spekrum UV-VIS diperoleh setelah dilakukan uji Shapiro Wilk. Pada uji ini juga dapat terlihat nilai skewness dan kurtosisnya. Sebagai contoh untuk data senyawa tunggal dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Contoh hasil uji kenormalan pada spektrum UV-VIS untuk senyawa tunggal Panjang Gelombang 200
209.6
Uji Kenormalan Statistik Uji Nilai
Tabel 2 Contoh hasil uji kenormalan pada spektrum FTIR untuk senyawa gingerol jahe Uji Kenormalan Panjang Gelombang
Statistik Uji
Nilai
Nilai-p
399.624.855
Shapiro-Wilk
0.96
0.5909
Mardia Skewness Mardia Kurtosis
0.37
0.5435
-0.62
0.5384
0.96
0.5948
0.37
0.5452
-0.61 0.97
0.5393 0.7155
0.16
0.685
-0.58 0.96
0.564 0.4309
1.08
0.2981
-0.47
0.6397
Nilai-p
Shapiro-Wilk
0.95
0.2815
Mardia Skewness Mardia Kurtosis Shapiro-Wilk Mardia Skewness Mardia Kurtosis
0.05
0.8173
-1.09
0.2768
0.98 0
0.8988 0.9502
-0.63
0.5294
Hasil uji tersebut dapat diketahui bahwa data cenderung menyebar Normal. Sebagai contoh untuk senyawa tunggal, data pertama pada panjang gelombang 200 nm, nilai dari uji Shapiro-Wilk 0.97 dengan nilai-p 0.723 yang menyatakan bahwa data tersebut menyebar normal dengan =0.05. Senyawa campuran dua komponen untuk data pertama pada panjang gelombang 200 nm, nilai uji Shapiro Wilk 0.96 dengan nilai-p 0.478. Sedangkan senyawa campuran tiga komponen untuk data pertama pada panjang gelombang 200 nm, nilai uji Shapiro-Wilk 0.95 dengan nilai-p 0.2815. Dengan demikian untuk melakukan analisis statistik terhadap data spektrum UV-VIS dapat menggunakan asumsi-asumsi sebaran Normal pada taraf =0.05 . Pola sebaran data spektrum FTIR tidak jauh berbeda dengan pola sebaran data spektrum UV-VIS. Untuk FTIR tidak perlu dilakukan cut-off pada data, karena data spektrumnya menyebar Normal. Pada penelitian ini data spektrum FTIR hanya dilakukan eksplorasi pada pola plot data dan nilai korelasinya. Sebagai contoh, data pertama pada serbuk jahe nilai uji Shapiro-Wilk 0.96 dengan nilai-p 0.5909 yang menyatakan bahwa data tersebut menyebar Normal dengan =0.05.
397.889.033
397.889.033
397.889.033
Shapiro-Wilk Mardia Skewness Mardia Kurtosis Shapiro-Wilk Mardia Skewness Mardia Kurtosis Shapiro-Wilk Mardia Skewness Mardia Kurtosis
Simulasi Data Simulasi data yang dilakukan adalah simulasi untuk data spektrum UV-VIS. Simulasi ini dilakukan dengan melihat plot data spektrum UV-VIS pada masing-masing panjang gelombang untuk mengetahui banyaknya komponen dalam suatu senyawa. Simulasi pembangkitan data dilakukan terhadap data yang mempunyai ragam sama dan ragam berbeda. Data yang mempunyai ragam berbeda, nilai parameternya diperoleh berdasarkan data asli spektrum UV-VIS. Satu Populasi Data simulasi diperoleh dengan membangkitkan data yang menyebar Normal sesuai dengan parameter pada masing-masing komponen. Simulasi untuk data satu komponen, satu modus, dilakukan dengan membangkitkan data Normal (0,1) sebanyak 257 (Gambar 5). Selain itu, dilakukan juga simulasi untuk data beragam beda yang nilai parameternya berdasarkan data asli spektrum UV-VIS. Pendekatan ini dilakukan agar diperoleh data yang menyerupai data aslinya. Simulasi untuk data satu populasi ini dilakukan dengan membangkitkan populasi data menyebar Normal (0.23, 0.14) sebanyak 257 data (Gambar 6).
membangkitkan data menyebar Normal (0.5, 0.03) sebanyak 219 data. Dua data yang sudah dibangkitkan kemudian digabungkan sehingga diperoleh satu populasi untuk dilihat plot datanya (Gambar 8).
Gambar 5 Plot data simulasi satu modus
Gambar 8 Plot data simulasi dua modus dengan parameter data asli
Gambar 6 Plot data simulasi satu modus dengan parameter data asli Dua Populasi Data populasi pertama dibangkitkan menyebar Normal (0.7, 0.14) sebanyak 255. Data populasi kedua dibangkitkan sebanyak 219 yang menyebar Normal (0.03, 0.14) (Gambar 7). Banyaknya data yang dibangkitkan juga tidak sama, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya overlap sehingga pada saat dilakukan penggabungan data, plot yang dihasilkan tidak tumpang tindih.
Tiga Populasi Data tiga modus atau data tiga populasi, pembangkitan data dilakukan sebanyak tiga kali dengan rataan dan jumlah data yang berbeda. Untuk data yang menpunyai ragam sama, data populasi pertama dibangkitkan sebanyak 231 data yang menyebar Normal (0.8, 0.03). Data populasi kedua menyebar Normal (0.4, 0.03) sebanyak 281, dan data populasi ketiga dibangkitkan sebanyak 246 menyebar Normal (0.12, 0.03). Data hasil simulasi tersebut digabungkan untuk dilihat plot datanya (Gambar 9). Plot yang dihasilkan mempunyai puncak yang berbeda. Hal ini dikarenakan pada masing-masing komponen mempunyai jumlah data yang tidak sama.
Gambar 9 Plot data simulasi tiga modus Gambar 7 Plot data simulasi dua modus Dibangkitkan pula data yang nilai parameternya diperoleh dari data asli, sehingga nilai parameter antara populasi satu dan populasi dua berbeda. Data populasi pertama disimulasikan dengan membangkitkan data menyebar Normal (0.7, 0.14) sebanyak 255 data, sedangkan data populasi kedua dengan
Untuk data tiga modus yang mempunyai parameter berbeda dilakukan pula pembangkitan data sebanyak tiga kali, kemudian digabungkan menjadi satu populasi dan dilihat plot datanya (Gambar 10). Data populasi pertama dibangkitkan sebanyak 231 data yang menyebar Normal (0.85, 0.27). Data populasi kedua diperoleh dengan
membangkitkan data yang menyebar Normal (0.39, 0.03) sebanyak 281 data. Data populasi ketiga dengan membangkitkan data menyebar Normal (0.12, 0.002) sebanyak 246 data.
Gambar 10 Plot data simulasi tiga modus dengan parameter data asli Simulasi pembangkitan data normal campuran yang dilakukan pada penelitian ini adalah data dengan satu modus, dua modus, dan tiga modus. Pendekatan yang digunakan berdasarkan prinsip sebaran campuran. Sebaran campuran merupakan campuran dari sebaran Normal dengan nilai ragam yang sama, tetapi pada penelitian ini juga dilakukan pembangkitan data dengan ragam yang berbeda. Pembangkitan data dilakukan iterasi sebanyak 100 kali untuk melihat berapa banyak data yang dibangkitkan berada di luar selang kepercayaan (Tabel 3). Tabel 3 Persentase hasil simulasi data beragam sama dan beragam beda yang tidak mencakup nilai parameternya (nilai α) modus 1 modus 2 modus - modus 1 - modus 2 3 modus - modus 1 - modus 2 - modus 3
ragam sama 6%
ragam beda 3%
5% 4%
5% 6%
2% 6% 3%
6% 4% 2%
Dari Tabel 3, terlihat bahwa nilai α dari hasil iterasi yang diperoleh relatif kecil, dengan demikian simulasi yang dilakukan sudah dikatakan berhasil. Perhitungan selang kepercayaan dilakukan terhadap masingmasing modus atau pada masing-masing komponen bukan dalam senyawa dikarenakan dalam pembangkitan data tiap modus mempunyai parameter berbeda. Hasil pada
perhitungan selang kepercayaan diperoleh pada masing-masing modus untuk data satu modus ragam sama berada pada selang kepercayaan 94% dan ragam beda 97%. Begitu pula data dua modus, simulasi yang dilakukan berada pada selang kepercayaan 95% untuk data modus satu ragam beda dan ragam sama, sedangkan data dua modusnya berada pada selang kepercayaan 96% ragam sama dan 94% untuk ragam beda. Pada data tiga modus, data modus pertama untuk ragam sama berada pada selang kepercayaan 98% dan ragam beda 94%. Sedangkan data dua modusnya untuk ragam sama berada pada selang kepercayaan 94% dan ragam beda 96%. Untuk data tiga modus yang beragam sama berada pada selang kepercayaan 97% dan ragam beda 98% Berdasarkan pola spektrum data, simulasi yang dilakukan tidak dipengaruhi oleh berapa banyaknya kombinasi contoh data, namun dipengaruhi oleh berapa banyaknya komponen data dalam senyawa tersebut. Senyawa tunggal, berdasarkan data asli, mempunyai satu puncak, sedangkan senyawa campuran dua komponen mempunyai dua puncak dan senyawa campuran tiga komponen mempunyai tiga puncak. Sehingga hasil yang diperoleh antara data simulasi relatif sesuai dengan data aslinya untuk data spektrum UV-VIS ini. SIMPULAN Eksplorasi terhadap data spektrum UVVIS memperlihatkan bahwa data tersebut mempunyai nilai korelasi yang relatif besar. Data spektrum UV-VIS setelah dilakukan uji Shapiro-Wilk diperoleh hasil bahwa data tersebut cenderung menyebar Normal baik pada senyawa tunggal maupun senyawa campuran. Dari plot data spektrum UV-VIS ini dapat diketahui banyaknya jumlah komponen yang terkandung dalam suatu senyawa yang dapat diketahui berdasarkan jumlah puncak gelombangnya. Data spektrum FTIR mempunyai plot data yang berbeda dengan data spektrum UV-VIS. Plot datanya berupa stalagmit yang lebih tidak teratur dibandingkan dengan spektrum UV-VIS yang plotnya berbentuk gelombang. Data spektrum FTIR juga mempunyai nilai korelasi yang relatif besar. Berdasarkan pendekatan sebaran Normal campuran, simulasi yang dilakukan menunjukkan bahwa data yang dibangkitkan, baik data satu komponen, dua komponen maupun tiga komponen yang mempunyai ragam berbeda, menghasilkan plot data yang hampir sama dengan data aslinya. Setelah