BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Eksplorasi dan Isolasi Agens Biokontrol pada Rhizosfer Kelapa Hasil eksplorasi agens biokontrol dari berbagai sumber rhizosfer kelapa dipilahkan berdasarkan warna, bentuk dan elevasi koloninya. Jumlah isolat calon agens biokontrol yang diperoleh selama mengisolasi sebanyak 30 isolat (Tabel 1), 17 isolat dari kelompok bakteri dan 13 isolat dari kelompok cendawan. Tabel 1. Jumlah Isolat Calon Agens Biokontrol dari Berbagai Lokasi
Lokasi Tabilaa (Bolsel) Batu Hamba (Bolsel) Bakan (Bolmong) Bungko (Bolmong) Mapanget (Minut) Tontalete (Minut) Total
Cendawan 2 3 2 0 3 3 13
Bakteri 3 5 3 2 3 1 17
Total 5 8 5 2 6 4 30
Ket. : Bolsel (Bolaang Mongondow Selatan), Bolmong (Bolaang Mongondow) dan Minut (Minahasa Utara)
Isolat calon agens biokontrol yang diperoleh dari eksplorasi berbagai rhizosfer kelapa menunjukkan jumlah yang sedikit yaitu 30 isolat jika dibandingkan dengan hasil penelitian Sariyanto (2006) yang melakukan eksplorasi pada rhizosfer pisang yang media tanahnya mengandung bahan organik dari sampah dapur, kotoran ayam dan kotoran kambing. Jumlah isolat yang diperoleh sebanyak 168 isolat. Berlimpahnya isolat yang diperoleh ini bisa jadi karena ada kaitannya dengan bahan organik pada rhizosfer seperti dinyatakan oleh Sutedjo (1999) bahwa bahan organik dapat memperbesar populasi mikroorganisme dalam tanah. Tanah yang tidak diberi bahan organik mengandung bakteri 3,0 juta, actinomycetes 1,15 juta dan cendawan 0,059 juta sedangkan tanah yang diberi bahan organik mengandung bakteri mencapai 8,8 juta, actinomycetes 2,92 juta dan cendawan 0,072 juta.
27
Hal yang sama diungkapkan oleh Rao (1994) bahwa meningkatnya jumlah mikroorganisme tergantung dari kandungan bahan organik suatu tanah tertentu. Seperti yang diketahui bahan dalam organik terdiri banyak senyawa-senyawa organik seperti gula sederhana, tepung, selulosa, hemiselulosa, protein, karbohidrat, asam-asam organik dan produk-produk lainnya yang semua ini dapat dimanfaatkan mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Selain bahan organik populasi mikroorganisme dalam tanah bisa juga dipengaruhi oleh kelembaban, temperatur, pH tanah, aerasi, ketersediaan air, dan jenis tanaman. B. Uji Kemampuan Antagonis Isolat Calon Agens Biokontrol terhadap P. palmivora Secara In vitro Hasil uji antagonis antara P. palmivora dengan ke-30 isolat calon agens biokontrol dapat dilihat pada Tabel 2. Diperoleh enam isolat yang berpotensi menekan perkembangan P. palmivora (Gambar 6) yaitu dengan cara membentuk zona hambat, memblokade/menguasai tempat tumbuh patogen dan dengan cara lisis (Gambar 7). Keenam isolat tersebut terdiri atas empat dari kelompok bakteri yaitu BHP2, BH2P4, TBL1P3, BKN2P1 dan dua dari kelompok cendawan yaitu TBL2P3 dan Tonta P3. Persentse daya hambat keenam isolat calon agens biokontrol tersebut yaitu isolat BHP2 sebesar 80,89%; BH2P4 41,27%; TBL1P3 22%; BKN2P1 47,71%; TBL2P3 64,25% dan isolat Tonta P3 sebesar 72,66%.
28
Tabel 2. Hasil Uji Antagonisme Isolat Calon Agens Biokontrol terhadap P. palmivora
Isolat TBL1P1 TBLP4 TBL1P3 TBL2P3 TBL3P1 BHP2 BH1P5 BH1P4 BH2P4 BH2P5 BH1P6 BH2P6 BHP3 BKN1P1 BKN2P5 BKN2P1 BKNP6 BKN1P3 BKOP3 BKOP4 MT3P1 MT4P1 MT5P1 MTP6 MTP8 MT2P1 Tonta P2 Tonta P4 Tonta P4.2 Tonta P3 Ket. : + Menghambat; - Tidak menghambat
Penghambatan + + + + + +
29
BH2P4
TBL1P3
BHP2
TBL2P3
BKN2P1
Tonta P3
Gambar 6. Isolat Calon Agens Biokontrol
Secara umum bakteri dan cendawan antagonis menghambat patogen dengan cara menghasilkan senyawa antimikroba yang mengakibatkan terjadinya pertumbuhan hifa patogen menjadi abnormal atau malformasi. Lebih lanjut Diniyah (2010) menjelaskan mekanisme kerja senyawa antimikroba dalam melawan mikroorganisme patogen dengan cara merusak dinding sel, mengganggu metabolisme sel mikroba, menghambat sintesis sel mikoba, mengganggu permeabilitas membran sel mikroba, menghambat sintesis protein dan asa asam nukleat sel mikroba. Terbentuknya rbentuknya zona hambat (Gambar 7.a.b.c 7.a.b.c dan f) menandakan bahwa calon agens biokontrol tersebut kemungkinan memproduksi suatu senyawa antimikrobial baik berupa enzim, toksin maupun antibiotik. Antibiotik merupakan suatu substansi yang ng dihasilkan oleh organisme hidup yang dalam konsentrasi rendah dapat menghambat atau membunuh organisme lainnya (Imas et al.1989 dalam Sariyanto, 2006). Antibiotik digolongkan sebagai metabolit sekunder yang dihasilkan
oleh
mikroorganime
antagonis
dalam
jalur
metabolisme.
Penghambatan nghambatan calon agens biokontrol menunjukkan zona hambat yang jelas seperti yang diungkapkan oleh Maria (2002) bahwa kriteria keefektifan hasil uji
30
antagonisme secara in vitro dalam screening reening dilihat dari terbentuk atau tidaknya zona hambatan, yaitu zona bening di antara patogen patogen dan calon agens biokontrol biokontrol. Adanya rambatan senyawa antibiotik antibiotik yang dihasilkan agens biokontrol menyebabkan terjadinya penekanan pada pertumbuhan patogen. a
b
c
d
e
f
Gambar 7. Penekanan Patogen P. palmivora oleh Isolat Calon Agens Biokontrol BHP2(a), (a), BH2P4 (b), TBL1P3(c), (c), TBL2P3 (d), BKN2P1 (e) dan Tonta P3 (f)
Selain itu ada juga agens biokontrol yang cara penghambatannya de dengan memblokade zona tumbuh (hiperparasit). Dimana agens biokontrol ini mampu tumbuh lebih cepat dari patogen, sehingga ruang lingkupnya hampir dipenuhi oleh perkembangan angan agens biokontrol (Gambar 6d). Shehata et al.. (2008) menyatakan bahwa salah satu sifat mikroba antagonis adalah pertumbuhannya lebih cepat dibanding dengan patogen dan atau menghasilkan senyawa antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan patogen. Cara lain agens biokontrol dalam menghambat patogen yaitu dengan cara lisis. Lisis yaitu tu miselium dari agens biokontrol mampu menghancurkan dan atau memotong-motong motong miselium dari patogen, sehingga pada akhirnya menyebabkan kematian pada patogen tersebut (Gambar 6e). 6e). Mekanisme lisis pada hifa patogen ditandai dengan berubahnya warna hifa patogen menjadi jernih dan kosong karena isi sel dimanfaatkan oleh agen biokontrol sebagai nutrisi serta kemampuan agen
31
biokontrol menghasilkan enzim yang dapat melisiskan dinding sel patogen dan akhirnya menyebabkan kematian sel (Sunarwati dan Yoza, 2010). C. Uji Kemampuan Antagonis Isolat Agens Biokontrol terhadap P. palmivora Secara In vitro pada Media Berbeda Hasil uji daya hambat agens biokontrol terhadap pertumbuhan P. palmivora pada
masing-masing masing
media
menunjukkan
bahwa
terjadi
penghambatan
pertumbuhan koloni P. palmivora oleh isolat agens biokontrol (Gambar 8).
Persentase Daya Hambat
90 80
Media Tumbuh PDA
70 60 50
KING'S B
40
TSA
30
V8
20 10 0 BHP2
BH2P4
TBL1P3
TBL2P3
BKN2P1 TONTAP3
Isolat Agens Biokontrol
Gambar 8. Grafik Hubungan antara Media Tumbuh dengan Persentase Daya Hambat Isolat Agens Biokontrol
Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa satu jenis agens biokontrol yang diuji pada berbagai medium memberikan persentase hambatan tidak selalu sama. Ini berarti penggunaan media tumbuh berpengaruh pada daya hambat isolat agens biokontrol terhadap P. palmivora. pal . Persentase daya hambat isolat agens biokontrol pada beberapa medium tumbuh dapat dilihat pada Tabel 3.
32
Tabel 3. Persentase Daya Hambat Isolat Agens Biokontrol pada Beberapa Medium Tumbuh.
Isolat Agens Biokontrol
Media Tumbuh
BHP2
PDA
10,92 a
King's B
BH2P4 26,76 tn
TBL1P3
TBL2P3
BKN2P1
Tonta P3
14,01tn
52,58 a
02,74 a
52,26 a
34,35 ac 33,34
22,00
41,66 b
33,70 c
54,47 a
TSA
80,89 b
28,58
15,99
35,27 b
40,64 bc
47,71 a
V8
24,67 c
41,27
17,38
64,25 c
47,71 d
72,66 b
Ket : Angka dengan huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak berbeda nyata pada fisher test 95% (α=0.05).
Dari Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa persentase daya hambat agens biokontrol isolat BH2P4 dan TBL1P3 terhadap patogen P. palmivora pada beberapa medium tumbuh tidak berbeda nyata, sedangkan empat isolat agens biokontrol lainnya memberikan pengaruh berbeda untuk setiap media tumbuh yang digunakan. Persentase daya hambat tertinggi isolat BHP2 terdapat pada medium TSA, isolat TBL2P3, BKN2P1 dan Tonta P3 pada medium V8. Dari Tabel 3 dapat direkomendasikan bahwa jika kita ingin melakukan uji antagonis dengan jenis agens biokontrol BHP2 maka kita dapat mengujinya pada medium TSA, TBL2P3, BKN2P1 dan TontaP3 pada medium V8 sedangkan agens biokontrol isolat BH2P4 dan TBL1P3 dapat dilakukan pada semua media yaitu PDA, King’s B, TSA dan V8 karena kedua isolat tersebut persentase daya hambatnya tidak berbeda nyata. Persentase daya hambat agens biokontrol yang tidak selalu sama pada tiap media diduga karena tiap medium yang digunakan memiliki kandungan nutrien yang berbeda dan tiap isolat agens biokontrol membutuhkan nutrisi yang berbeda pula. Penghambatan yang terlihat di ruang medium uji antagonis antara isolat agens biokontrol dengan P. palmivora diduga adanya kebutuhan isolat agens biokontrol tersebut akan nutrisi yang terkandung dalam medium uji yang digunakan untuk keberlangsungan hidupnya yaitu berupa karbohidrat, protein, asam amino esensial, mineral dan elemen-elemen mikro seperti fosfor (P), Magnesium (Mg), Kalium (K) dan Vitamin C (asam diaskorbat), beberapa
33
vitamin B (tiamin, niasin, vitamin B6). Karbohidrat dan gula memiliki peran sebagai sumber karbon untuk menghasilkan energi dan juga untuk biosintesis senyawa-senyawa karbon. Karbohidrat dirombak menjadi asam oganik tertentu dan karbon dioksida. Perombakan ini melibatkan enzim ekstraseluler yang terikat di dinding sel dan hanya beberapa organisme tanah saja yang dapat melakukan perombakan tersebut (Imas & Setiadi, 1987 dalam Mukarlina et al. 2010). Gula dan karbohidrat dimanfaatkan oleh agens biokontrol sebagai sumber karbon yang memiliki peran sebagai prekursor dari metabolit sekunder untuk menghambat perkecambahan spora dari patogen (Soesanto, 2008). Hasil uji antagonis terlihat bahwa terdapat daya hambat agens biokontrol lebih besar hanya pada media tertentu saja, hal ini diduga kemungkinan isolat tersebut kebutuhan nutrisinya terpenuhi pada media tersebut sehingga isolat agens biokontrol mampu menghasilkan senyawa metabolit sekunder berupa antibiotik, enzim, senyawa toksik lainnya yang bersifat menghambat perkecambahan spora P. palmivora. Komposisi
media pertumbuhan
mempengaruhi
hasil
metabolisme
mikroba, karena media merupakan sumber nutrisi untuk pertumbuhan sumber energi, pembentuk zat tertentu, dan pembentukan sel. Media pertumbuhan yang baik merupakan media yang mampu menyediakan sumber karbon dan meniralmineral lain yang dibutuhkan dalam pertumbuhan maupun aktivitasnya (Todar, 2007). Menurut Waluyo (2005) peran utama nutrien adalah sebagai sumber energi, bahan pembangun sel, dan sebagai aseptor elektron dalam reaksi bioenergetik (reaksi yang menghasilkan energi). Lebih lanjut Darkuni (2001) menjelaskan ketiadaan atau kekurangan sumber-sumber nutrisi ini akan berpengaruh terhadap kegiatan metabolisme yang pada akhirnya akan menyebabkan gangguan terhadap penyediaan bahan sel, energi yang diperlukan pada saat pertumbuhan dan produksi senyawa anti mikroba. Media PDA mengandung sumber karbohidrat dalam jumlah cukup dari ekstrak kentang dan dekstrosa. Karbohidrat merupakan sumber karbon (C) dan merupakan
sumber
energi
utama
bagi
mikroorganisme
kelompok
34
jamur/cendawan. Secara umum cendawan lebih banyak membutuhkan nutrisi dari unsur C sedangkan bakteri membutuhkan lebih banyak Nitrogen (N), Dengan demikian media PDA sangat baik untuk pertumbuhan cendawan dan kurang baik untuk bakteri. Namun, karena beberapa bakteri juga memfermentasi karbohidrat dan menggunakannya sebagai energi, maka beberapa bakteri masih mungkin tumbuh pada media PDA tersebut (Fardias, 1993). Hal ini terlihat pada persentase hambatan isolat TBL2P3 dan Tonta P3 pada medium PDA (Tabel 3) mempunyai daya hambat yang jauh lebih besar dibanding isolat lainnya hal ini dikarenakan kedua isolat tersebut merupakan isolat dari kelompok cendawan. Media TSA merupakan pembiakan bakteri yang menyediakan enzim dari kasein dan pepton kedelai yang mengandung asam amino dan substansi nitrogen lainnya. Kasein dan pepton kedelai ini merupakan sumber utama nitrogen (N) yang banyak dibutuhkan sebagian besar bakteri. Dalam TSA juga menyediakan dekstrosa sebagai sumber energi, Natrium klorida untuk mempertahankan kesetimbangan
osmotik
dan
dikalium
fosfat
sebagai
buffer
untuk
mempertahankan pH (Fathir, 2011). Hal-hal inilah yang menjadikan TSA sebagai medium yang bernutrisi tinggi untuk pembiakan mikroorganisme terutama bakteri seperti dinyatakan oleh Pelczar & Chan (2005) bahwa pada umumnya medium untuk bakteri terdiri dari bahan-bahan yang kompleks berupa pepton atau ekstrak daging yang mungkin tidak terdapat pada jenis medium untuk cendawan seperti pada PDA. Pepton adalah produk yang dihasilkan dari bahan-bahan yang banyak mengandung protein seperti daging, kasein, gelatin, darah, susu, dan kedelai. Pepton merupakan sumber utama nitrogen organnik, pepton juga mengandung vitamin dan karbohidrat, bergantung pada jenis bahan berkandungan protein yang dicernakan. Pepton juga merupakan sumber buffer yang baik (Ardhi, 2011). Pada medium King’s B juga menyediakan pepton sebagai sumber nitrogen, vitamin, mineral, dan asam amino esensial untuk pertumbuhan bakteri. Fosfat kalium hidrogen adalah sumber fosfor dan magnesium sulfat menyediakan kation untuk mengaktifkan produksi fluorescein dan Gliserol sebagai sumber karbon (Anonim, 2011b), sedangkan pada medium V8 lebih banyak mengandung vitamin A dan vitamin C. Dalam V8 juga mengandung karbohidrat, sodium, protein, gula
35
dan mineral-mineral mineral esensial lainnya dari ekstrak berbagai sayuran sayuran. Medium V8 sering digunakan untuk menumbuhkan Phytophthora atau mikroba jenis cendawan.
Phytophthora yang ditumbuhkan pada medium ini akan banyak
membentuk spora dan pertumbuhannya sangat cepat. Ada kemungkinan untuk tiga isolat yaitu BHP2, TBL1P3 dan BKN2 BKN2P1 pada Tabel 3 terdapat pengaruh negatif dari media terhadap kemampuan tumbuh patogennya sehingga nampak bahwa seolah-olah seolah olah daya hambat agens biokontrol tersebut lebih besar. Berdasarkan hal tersebut, maka secara umum dapat kita rekomendasikan bahwa jika ingin melakukan uji kemampuan daya hambat suatu agens biokontrol terhadap patogen P. palmivora sebaiknya menggunakan m medium V8 karena medium V8 seperti telah diungkap di atas merupakan medium tumbuh terbaik untuk P. palmivora maka jika pada medium V8 P. pa palmivora dapat terhambat, apalagi jika diuji pada medium lain yang bukan medium untuk P. palmivora tentu daya hambatnya akan lebih besar. D. Uji Patogenesitas Isolat Agens Biokontrol pada Buah Kelapa Hasil uji patogenesitas isolat agens biokontrol pada buah kelapa dapat diihat pada Tabel 4..
Hasil uji ini memperlihatkan bahwa isolat
agens biokontrol
tersebut tidak bersifat patogenik (Gambar 9) dengan tidak munculnya gejala penyakit pada buah kelapa yang diinokulasi isolat agens biokontrol. a
b
Gambar 9. (a) Buah Kelapa Sebelum Diinokulasi Calon Agens Biokontrol (b) Tujuh Hari Setelah Diinokuasi Calon Agens Biokontrol
Isolat agens biokontrol tidak bersifat patogen diduga karena tidak menghasilkan suatu enzim maupun toksin untuk merusak sel-sel sel sel pada jaringan
36
tanaman. Misalnya enzim pektinolitik yang digunakan oleh beberapa bakteri maupun cendawan patogen untuk memecah dan menghancurkan lamela tengah di antara sel. Tabel 4. Patogenesitas Isolat Agens Biokontrol
Isolat BHP2 BH2P4 TBL1P3 TBL2P3 BKN2P1 Tonta P3
Patogenesitas -
Ket. + : Bersifat Patogenik/Menyebabkan Penyakit - : Tidak Bersifat Patogenik
Mikroorganisme mampu memparasit dan memyebabkan penyakit karena mereka dapat menyerang tanaman inang, makan dan berkembag biak di dalamnya, serta tahan pada kondisi tempat inang tersebut hidup (Agrios, 1996). Selanjutnya Sinaga (2009) menambahkan bahwa suatu mikroorganisme dapat menyebabkan penyakit pada tanaman karena mikroba tersebut mampu mendesintegrasi dinding sel, mendegradasi selulosa, senyawa pektat maupun protein dalam tubuh tanaman inang. Diketahui bahwa dinding sel dan lamela tengah terbuat dari senyawasenyawa dengan berat molekul yang tinggi dan kompleks seperti selulosa, pektat dan protein. Mikroorganisme tidak dapat mengasorbsi senyawa-senyawa tersebut. Oleh karena itu makromolekul tersebut harus didegradasi menjadi unit lebih sederhana
dengan
bantuan
enzim
yang
dihasilkan
oleh
suatu
patogen/mikroorganisme. Selulosa dikonversi menjadi glukosa yaitu gula sederhana, protein menjadi asam amino, dan senyawa pektat yang tidak larut menjadi senyawa pektat yang larut. Hasil akhir inilah yang kemudian digunakan patogen/mikroorganisme untuk proses pertumbuhan dan reproduksi. Sebagai respon inang terhadap degradasi ini diekspresikan dengan adanya gejala penyakit pada tanaman inang tersebut misalnya, bercak daun, hawar, maupun busuk buah. (Sinaga, 2009).
37
E. Uji Antagonis Antar Isolat Agens Biokontrol Keberhasilan aktivitas suatu agens biokontrol sangat ditentukan oleh keberadaan agens biokontrol lainnya. Oleh karena itu untuk tujuan jangka panjang seperti pembuatan formulasi maka pengetahuan dasar tentang sifat antagonis antar agens biokontrol penting diketahui. Hasil antagonis antar agens biokontrol disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Antagonisme Antar Isolat Agens Biokontrol
Uji Antar Isolat AXB AXC AXD AXE AXF BXC BXD BXE BXF CXD CXE CXF DXE DXF EXF
Penghambatan + + + + + + + + + + + +
Ket. : A). BHP2; B). BH2P4; C). TBL1P3; D. BKN2P1; E). TBL2P3; F). TontaP3 (+) = Saling Menghambat, (-) = Tidak Saling Menghambat
Dari Tabel 5 di atas dapat dilihat bahwa ada beberapa isolat yang menunjukkan efek saling menghambat antar agens biokontrol (Gambar 10). Namun, ada juga yang tidak saling menghambat (dapat hidup bersama-sama). Adanya efek saling menghambat antar agens diduga karena kedua atau salah satu dari agens biokontrol yang ditandingkan mengeluarkan suatu senyawa baik itu berupa enzim, antibiotik maupun toksin yang dapat menekan atau mempengaruhi pertumbuhan agens biokontrol lain yang ada di dekatnya.
Sebagai contoh
Streptococcus lactis dan Bacillus subtilis atau Proteus vulgaris. Jika ketiga spesies ini ditumbuhkan bersama-sama dalam sutu medium, maka pertumbuhan
38
Bacillus dan Proteus akan segera tercekik karena adanya asam susu yang dihasilkan oleh Streptococcus lactis (Dwidjoseputra, 2005). Sedangkan antar agens biokontrol yang tidak saling menghambat diduga agens bersifat netralisme (tidak saling mengganggu), mutualisme atau sinergisme.
AXB
AXC
AXD
AXE
AXF
BXC
BXD
CXD
BXE
BXF
CXE
CXF
39
DXE
DXF
EXF
Gambar 10. Uji Antagonis Antar Isolat Agens Biokontrol Bioko
F. Uji Efektivitas Agens Biokontrol terhadap P. palmivora Di Lapang Setelah isolat yang berpotensi menekan P. palmivora secara in vitro diperoleh, maka dilanjutkan dengan uji efektivitas agens biokontrol di lapang terhadap P. palmivora. Pengujian menggunakan kultivar kelapa Genjah Kuning Nias (GKN), sedangkan isolat agens biokontrol yang digunakan adalah BHP2 dan BH2P4 untuk jenis bakteri
serta TBL2P3 dan Tonta P3 untuk cendawan.
Parameter yang diamati sebagai indikator keefektifan agens biokontr biokontrol dalam menghambat perkembangan patogen adalah luas bercak yang tumbuh pada permukaan buah kelapa yang diinokulasi P. palmivora. Semua buah kelapa yang mendapat perlakuan infestasi patogen P. palmivora baik tanpa introduksi agens biokontrol maupun perlakuan dengan introduksi si agens biokontrol belum menunjukkan perbedaan yang signifikan signifikan. Hasil analisis varians menunjukkan bahwa perlakuan tidak
berbeda nyata, artinya
pemberian agens biokontrol pada tanaman tanaman kelapa belum dapat menghambat perkembangan patogen P.
palmivora secara signifikan. Hal ini dapat terjadi
kemungkinan karena kultivar kelapa yang diuji sangat rentan dan patogen P. palmivora yang diinvestasikan juga sangat virulen. Tanaman kelapa yang digunakan gunakan pada percobaan ini adalah kelapa GKN. Menurut Akuba (2008), kultivar kelapa GKN merupakan kultivar kelapa yang sangat rentan terhadap patogen Phytophthora. Faktor lain yang kemungkinan berpengaruh terhadap kurang efektifnya agens biokontrol dalam mengendalikan penyakit bisa jadi metode aplikasi agens biokontrol yang kurang tepat dan konsetrasi aplikasi agens biokontrol yang kurang. Kenyataan ini sejalan dengan hasil penelitian Susanna (2000) yang
40
menyatakan bahwa salah satu faktor keberhasilan dan keefektifan pengendalian secara biologi ditentukan oleh cara aplikasi agens antagonis. Diduga agens biokontrol yang diintroduksikan ke tanaman tidak sepenuhnya dapat masuk ke dalam jaringan tanaman. Pada percobaan ini agens biokontrol hanya disemprotkan pada permukaan buah saja. Diketahui bahwa mikroorganisme dapat masuk ke dalam jaringan tanaman dengan cara mempenetrasi secara langsung, melalui lubang-lubang alami, atau melalui luka.
Beberapa jenis cendawan hanya
mempenetrasi dengan satu cara, dan ada jenis lain yang mempenetrasi lebih dari satu cara. Sebagian besar bakteri masuk melaui luka, jarang melalui lubanglubang alami dan tidak pernah secara langsung (Agrios, 1996). Cara dan tempat aplikasi berhubungan dengan kemampuan agens biokontrol untuk tumbuh dan berkembang dengan cepat, menghasilkan senyawa metabolit yang menekan patogen atau mampu menetralisir toksin yang dikeluarkan oleh patogen. Selain itu ditentukan juga oleh konsentrasi agens biokontrol yang diaplikasikan, kemampuan berproliferasi dan berkembang dalam lingkungan yang baru (Susanna, 2000). Kemungkinan lain belum efektifnya agens biokontrol yaitu belum terekspresinya senyawa-senyawa penghambat patogen dalam tanaman. Ini diduga karena pandeknya rentang waktu aplikasi agens biokontrol dengan patogen P. palmivora sehingga dalam jaringan tanaman tersebut belum terjadi reaksi akibat adanya introduksi agens biokontrol untuk dapat menghasilkan senyawa –senyawa metabolit seperti fitoaleksin, asam salisilat, peroksidase dan senyawa-senyawa fenol lainnya sebagai penghambat patogen yang masuk ke tanaman.