61 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Lokasi Penelitian Kota Kotamobagu Kota Kotamobagu terletak di Pulau Sulawesi bagian utara. Bagian utara berbatasan dengan Kabupaten Bolaang Mongondow, bagian selatan juga berbatasan dengan Kabupaten Bolaang Mongondow, demikian pula bagian timur dan barat juga berbatasan dengan Kabupaten Bolaang Mongondow. Secara nyata batas-batas wilayah Kota Kotamobagu di kelilingi oleh Kabupaten Bolaang Mongondow. Kota Kotamobagu mempunyai luas wilayah 184,33 km² yang terdiri dari empat kecamatan yaitu Kotamobagu Utara, Kotamobagu Selatan, Kotamobagu Timur dan Kotamobagu Barat. Kecamatan Kotamobagu Utara memiliki tiga desa dan empat kelurahan, Kecamatan Kotamobagu Selatan memiliki tiga desa dan enam kelurahan, Kecamatan Kotamobagu Timur memiliki enam desa dan dua kelurahan dan Kecamatan Kotamobagu Barat memiliki lima desa. Secara keseluruhan Kota Kotamobagu memiliki 17 desa dan 12 kelurahan. Terdapat lima Puskesmas di wilayah Kota Kotamobagu yaitu Puskesmas Kotobangon, Puskesmas Upai, Puskesmas Bilalang, Puskesmas Gogagoman dan Puskesmas Motoboi Kecil. Wilayah Kota Kotamobagu berada pada ketinggian antara 225 sampai dengan 368 meter dari permukaan laut. Jumlah penduduk di Kota Kotamobagu adalah sebesar 97.633 jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai lebih dari 530 penduduk per km². Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Kabupaten Bolaang Mongondow Utara berada di bagian barat Provinsi Sulawesi Utara yang memanjang dari timur ke barat sampai berbatasan dengan Provinsi Gorontalo di sebelah barat dan Kabupaten Bolaang Mongondow di sebelah timur. Wilayah daratan melebar dari tepi laut Sulawesi di sebelah utara sampai daratan Kabupaten Bolaang Mongondow di sebelah selatan dan juga
62 merupakan daerah hasil pemekaran dari Kabupaten Bolaang Mongondow pada tahun 2007. Kabupaten Bolaang Mongondow Utara memiliki luas wilayah 1.856.,86 km² yang terdiri dari enam kecamatan, 71 desa dan satu kelurahan, dengan ketinggian antara satu sampai dengan 10 meter dari permukaan laut. Terdapat enam Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) kecamatan yang tersebar di Kabupaten ini yaitu Puskesmas Sangkub di Kecamatan Sangkub yang melayani sembilan desa dengan jumlah penduduk 8.602 jiwa, Puskesmas Bintauna di Kecamatan Bintauna yang melayani 13 desa dan satu kelurahan dengan jumlah penduduk 12.021 jiwa, Puskesmas Bohabak di Kecamatan Bolang Itang Timur yang melayani 15 desa dengan jumlah penduduk 11.820 jiwa, Puskesmas Bolang Itang di kecamatan Bolang Itang Barat yang melayani 12 desa dengan jumlah penduduk 13.066 jiwa, Puskesmas Boroko di Kecamatan Kaidipang yang melayani sembilan desa dengan jumlah penduduk 10.399 jiwa dan Puskesmas Buko di Kecamatan Pinogaluman yang melayani 13 desa dengan jumlah penduduk 9.622 jiwa. Dari 6 Puskesmas Kecamatan tersebut terdapat tiga Puskesmas Perawatan dan tiga Puskesmas non Perawatan, 22 Puskesmas Pembantu, enam Puskesmas Keliling, 77 Posyandu, 31 Polindes, satu Toko Obat dan belum memiliki Rumah Sakit Umum (RSU) (Profil Kesehatan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, 2006). Sebagian besar masyarakat Bolaang Mongondow Utara telah dapat menyelesaikan pendidikan sampai ke Sekolah Dasar. Ini terlihat dari rata-rata lamanya sekolah pada tahun 2002 sebesar 7,1 tahun. Bila dibandingkan dengan daerah lain di Provinsi Sulawesi Utara, masih cukup tertinggal. Berdasar data SUSENAS tahun 2000, penduduk yang tidak tamat SD/MI memiliki presentasi tertinggi sebesar 38%, di susul tamat SD/MI sebesar 34%, tamat SLTP/sederajat sebesar 17,4% dan tamat Perguruan Tinggi sebesar 2,9%. Sedangkan untuk angka melek huruf sebesar 96%.
63 Deskripsi Petugas Kesehatan Puskesmas Petugas
kesehatan
Puskesmas
Kecamatan
terdapat
di
Puskesmas
Kecamatan yang berada di wilayah Kota Kotamobagu dan Kabupaten Bolaang Mongondow, yang terbagi atas petugas medik (dokter umum, dokter gigi dan dokter spesialis), petugas paramedik (perawat, perawat gigi, bidan, petugas gizi, sanitarian, penyuluh kesehatan dan penanggung jawab program yang lain) serta petugas pendukung administrasi (pekarya). Deskripsi mengenai keahlian, umur, status kepegawaian, jenis kelamin, gaji tetap, penghasilan luar gaji dan lamanya bekerja di puskesmas dari
petugas kesehatan medik Puskesmas di
Kota Kotamobagu dan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara dapat dilihat pada Tabel 5. Rasio dokter umum Puskesmas dengan jumlah penduduk di Kota Kotamobagu adalah 1 per 10.000 penduduk. Rasio dokter umum Puskesmas dengan jumlah penduduk di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara adalah 1 per 10.000 penduduk dan rasio dokter gigi Puskesmas di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara dengan jumlah penduduk adalah 0,15 per 10.000 penduduk. Di Kota Kotamobagu belum terdapat Dokter Gigi demikian juga halnya di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara yang hanya terdapat seorang dokter gigi di Puskesmas Buko kecamatan Pinogaluman. Ini terkait dengan isu strategis ketenagaan kesehatan. Masalah-masalah yang terkait dengan ketenagaan kesehatan antara lain: 1) Kurang serasinya produksi/pendidikan dan pendayagunaan (termasuk daya serap) tenaga kesehatan; 2) Rendahnya kualitas tenaga kerja; 3) Kurang meratanya penyebaran tenaga kesehatan; 4) Lemahnya manajemen SDM kesehatan dan 5) Rasio tenaga kesehatan dengan jumlah penduduk masih rendah. Hal ini menyebabkan terjadinya ketimpangan antara perkotaan dan pedesaan, bahkan sekitar 25 sampai 40 persen Puskesmas tidak mempunyai dokter khususnya di daerah dengan geografis sulit seperti kawasan timur Indonesia (Adisasmito, 2007).
64 Tabel 5. Deskripsi Petugas Kesehatan Medik Puskesmas di Dua Lokasi Penelitian Uraian
Kota Kotamobagu Jumlah
1. Keahlian Dokter Umum Dokter Gigi Dokter Spesialis Total 2. Umur (tahun) a. < 31 b. 32-37 c. > 38 Total 3. Status kepegawaian a. PNS b. Kontrak/PTT c. Sukarela Total 4. Jenis kelamin a. Laki-laki b. Perempuan Total 5. Gaji Tetap a.
Rp.2,5jt Total 6. Penghasilan luar gaji a. Tidak ada b. Rp.500rb-1jt c. Rp.1,5jt-2jt d. >Rp.2jt Total 7. Lamanya bekerja (Puskesmas ybs ; tahun) a. < 1 b. 1 -3 c. 4 -6 d. > 6 Total
%
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Jumlah %
6 6
100,0 0 0 100,0
5 1 6
83,3 16,7 0 100,0
4 1 1 6
66,6 16,7 16,7 100,0
5 1 6
83,3 16,7 0 100,0
4 2 6
66,7 33,3 0 100,0
1 5 6
16,7 83,3 0 100,0
6 6
100,0 0 100,0
3 3 6
50,0 50,0 100,0
5 1 6
0 83,3 16,7 100,0
4 2 6
0 66,7 33,3 100,0
3 1 1 1 6
50,0 16,7 16,7 16,7 100,0
1 3 2 6
16,7 50,0 0 33,3 100,0
1 4 1 6
16,7 66,7 0 16,7 100,0
2 4 6
33,3 66,7 0 0 100,0
Tenaga medik yang berusia muda (31 tahun ke bawah) lebih banyak di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara yang sebagian besar merupakan tenaga kontrak, akibat permintaan masyarakat untuk pelayanan kesehatan modern makin meningkat dan jumlah lulusan Fakultas kedokteran juga makin banyak. Pada tanggal 13 Agustus 1991 Pemerintah menerbitkan Keputusan Presiden No.37 yang mewajibkan para dokter bekerja pada Pemerintah Departemen Kesehatan selama periode tiga tahun dengan sebutan Dokter Pekerja Tidak Tetap (PTT). Secara umum dokter PTT didistribusikan ke seluruh negeri dan ditunjuk sebagai Kepala Puskesmas di tingkat Kecamatan.akan tetapi dokter PTT juga dapat diangkat sebagai staf medis di Puskesmas yang telah
65 mempunyai dokter PNS. Kota Kotamobagu, lebih besar terdapat tenaga medik usia 38 tahun ke atas di mana sebagian besar sudah memiliki status sebagai Pegawai Negeri Sipil. Gaji tetap tenaga medik yang terbesar berada di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara adalah di atas Rp.2,5 juta per bulan, ini ada kaitannya juga dengan penempatan dokter di daerah terpencil, yakni sebagai dokter PTT mereka akan memperoleh gaji pokok dan beberapa bantuan keuangan lainnya dalam hal ini daerah kerja yang berbeda, baik daerah normal, terpencil atau sangat terpencil mempunyai imbalan finansial yang berbeda. Demikian pula dengan penghasilan di luar gaji, yang tertinggi adalah tenaga medik di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (di atas 2 juta rupiah per bulan), di mana salah satu hak sebagai dokter PTT adalah dapat melakukan praktek pribadi di luar jam kerja. Lamanya bekerja di Puskesmas bagi petugas kesehatan medik pada di bawah satu tahun lebih banyak terdapat di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara yaitu seorang dokter umum yang baru bekerja selama 1 minggu dan seorang dokter gigi yang baru bekerja selama 10 bulan, keduanya terdapat di Puskesmas
Buko
Kecamatan
Pinogaluman
dan
merupakan
tenaga
kontak/dokter PTT. Petugas kesehatan medik yang bekerja lebih dari 6 tahun terdapat di Kota Kotamobagu, yaitu seorang dokter umum yang sudah berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil dan juga sebagai Kepala di Puskesmas Bilalang Kecamatan Kotamobagu Utara. Semua petugas medik menyatakan bahwa mereka memberikan respon yang baik terhadap pasien dan sudah seharusnya demikian sesuai dengan tanggung jawab profesi dan kepuasan pelayanan pasien, yaitu dengan pemberian obat pertama. Petugas medik umumnya tidak menghadapi kendala dalam pemberian respon kecuali pasien yang susah menjelaskan gejalanya, pasien usia lanjut yang tidak dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan kendala adat istiadat setempat yang kurang dipahami petugas medik yang bersangkutan.
66 Sebagian besar petugas medik menyatakan bahwa mereka dapat memberikan layanan walau sarana dan prasarana yang kurang memadai karena tindakan harus dilakukan walau sarana dan prasarana yang kurang yaitu memberikan pelayanan maksimal dengan alat yang minimal untuk kepuasan pasien. Di satu sisi, sebagian yang lain menyatakan tidak mungkin pelayanan yang akurat akan terwujud tanpa sarana dan prasarana yang memadai. Semua petugas medik menyatakan bahwa mereka tidak melakukan diskriminasi dalam pelayanan kesehatan terhadap pasien. Demikian juga dengan tersedianya waktu yang cukup bagi pasien, semua petugas medik menyatakan bahwa waktu yang tersedia cukup untuk melayani baik dalam diagnosis dan terapi serta jumlah kunjungan yang masih dapat dilayani dengan waktu yang ada. Menyangkut efektivitas diagnosis, semua petugas medik mengemukakan bahwa mereka terlebih dahulu melakukan wawancara (anamnesis) dan untuk pemeriksaan lebih pasti baru kemudian menggunakan stetoskop, di mana 70 persen melakukan wawancara mengenai riwayat penyakit dan sisanya pemeriksaan fisik. Apabila diperlukan, dilakukan pemeriksaan laboratorium dan jika memang diperlukan, dilakukan rujukan. Semua petugas medik juga mencari tanda-tanda klinis dan gejala-gejala lain karena akan memperkuat diagnosis dan minimal mendekati perkiraan jenis penyakit yang diderita pasien. Semua petugas medik melakukan pemeriksaan fisik sesuai kebutuhan pasien, selain merupakan keharusan, seperti pasien penderita hipertensi dan tbc tidak cukup hanya mendengar keluhan saja. Pemeriksaan fisik lengkap dapat juga dilakukan jika waktu yang tersedia cukup. Pemeriksaan laboratorium dan atau foto rontgen tidak selalu dilaksanakan, tergantung pada jenis penyakit atau jika ada indikasi yang memerlukan pemeriksaan lanjut. Hampir semua Petugas medik menyatakan bahwa umumnya pasien yang datang berobat sembuh setelah pemeriksaan dan pengobatan pertama (penyakit infeksi biasa), sebagian lagi menyatakan tidak, karena tergantung penyakit yang diderita, datang berobat sudah pada stadium lanjut dan ada yang
67 memerlukan kontrol rutin. Mengenai pasien yang perlu beberapa kali datang berobat dijelaskan karena untuk penderita seperti tbc, jantung dan hipertensi harus selalu dikontrol untuk mengetahui perubahan kondisi pasien, observasi perkembangan pengobatan dan perawatan selanjutnya. Umumnya pasien yang harus datang kembali ke Puskesmas karena ingin bertanya penyakit apa sebenarnya yang mereka derita, ada yang meminta tambahan obat khususnya pasien dengan penyakit kronis, obat yang diberikan tidak cocok (alergi) ataupun minta tambahan obat karena cocok. Para petugas medik mengungkapkan bahwa pasien datang berobat umumnya karena dorongan sendiri sebab mereka merasa terganggu aktifitasnya jika sakit ataupun karena penyakitnya semakin memburuk selain itu juga sudah ada kesadaran dari pasien untuk menjaga kesehatannya. Para petugas medik juga memberi tanggapan bahwa sebagian besar pasien datang berobat pada stadium dini di mana penyakit masih ringan atau bila gejala mulai mengganggu, sebagian lagi mengungkapkan mereka datang pada stadium sedang. Seorang dokter umum di Puskesmas Bolang Itang Kecamatan Bolang Itang Barat mengemukakan bahwa ia belum pernah menemukan pasien CA (Kanker) selama bertugas. Obat-obat yang diberikan oleh para petugas medik bagi pasien yang datang berobat ke Puskesmas umumnya adalah obat-obat generik berupa antibiotik, simptosomatik, analgetik, obat panas dan pereda nyeri (paracetamol), obat batuk (gg, dmp, sirup), flu, ctm, efedrin, obat hipertensi, antipiretik, antasida, bcom, vit c dan antiinflamasi. Penyakit yang umumnya ditemukan pada pasien yang berobat di Puskesmas menurut mereka yaitu ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut), rematik, malaria, diare, hipertensi (darah tinggi), TBC, panas, batuk, penyakit kulit (gatal-gatal) dan demam. Golongan usia yang paling banyak diperiksa oleh para petugas medik di Puskesmas selama 3 bulan terakhir adalah golongan usia lanjut, diikuti oleh golongan usia produktif, neonatus, usia pra sekolah dan usia sekolah. Sementara gejala penyakit yang paling banyak diderita selama 3 bulan terakhir sebagian besar adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut), diikuti rematik
68 dan hipertensi, malaria, panas, batuk, pilek, sakit kepala dan sakit maag. Menurut semua petugas medik, setiap pasien yang berobat diberikan penyuluhan berkaitan dengan penyakit yang diderita yaitu diberikan cara pencegahan dan diberikan informasi mengenai komplikasi yang akan didapat bila tidak berobat dengan baik. Petugas medik umumnya memberikan pengertian malpraktek sebagai tindakan yang tidak sesuai standard dan prosedur atau kerja yang tidak sesuai dengan wewenang dan kompetensi, tindakan sesuai prosedur tetapi tidak ada ijin, ada juga yang mengartikan sebagai malapetaka praktek. Umumnya mereka beranggapan kasus malpraktek terjadi karena kesalahan manusia (human error), respon individu terhadap obat yang diberikan dan kesalahan diagnosa. Rata-rata mereka berpendapat bahwa sikap yang harus diambil jika terjadi malpraktek adalah mengkaji kembali kejadian, menelusuri sebabsebabnya dan mengacu kembali pada kode etik kedokteran. Deskripsi ketrampilan, umur, status kepegawaian, jenis kelamin, gaji tetap, penghasilan luar gaji dan lamanya bekerja di Puskesmas dari petugas kesehatan paramedik di dua lokasi penelitian selanjutnya disajikan pada Tabel 6. Keseluruhan petugas paramedik dalam pengumpulan data primer melalui wawancara kuisioner di Kota Kotamobagu sebanyak 76 orang dengan rasio 1 per 1.250 penduduk dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara sebanyak 65 orang dengan rasio 1 per 1.000 penduduk (Tabel 6).
Kabupaten Bolaang
Mongondow Utara dengan jumlah Puskesmas yang lebih banyak (6 buah) jika dibanding dengan Kota Kotamobagu (5 buah), memiliki jumlah perawat yang lebih banyak dibanding dengan di Kota Kotamobagu. Perawat gigi tidak ditemukan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, namun terdapat Dokter Gigi di Puskesmas Buko Kecamatan Pinogaluman, sedangkan di Kota Kotamobagu terdapat 5 orang perawat gigi (6,6 persen) yang tersebar di Puskesmas Motoboi Kecil Kecamatan Kotamobagu Selatan (2 orang) dan di Puskesmas Gogagoman Kecamatan Kotamobagu Barat (3 orang).
69 Tabel 6. Deskripsi Petugas Kesehatan Paramedik di Dua Lokasi Penelitian Uraian
1. Ketrampilan a. Perawat b. Perawat Gigi c. Bidan d. Petugas Gizi e. Sanitarian f. Farmasi g. Tenaga Lab h. Tenaga Surveilence i. Juru Imunisasi j. Penyuluh Kesehatan k. Tenaga Kesling l. Lainnya Total 2. Umur (tahun) a. 20 – 29 b. 30 – 39 c. 40 – 49 d. > 50 Total 3. Status Kepegawaian a. PNS b. Kontrak c. Sukarela Total 4. Jenis kelamin a. Pria b. Wanita Total 5. Gaji Tetap (per bulan) a. Rp.500rb-1,5jt b. Rp.1,5jt-2,5jt Total 6. Penghasilan Luar Gaji (per bln) c. Rp.500rb-1jt d. Rp.1jt-1,5jt e. Rp.1,5jt-2jt f. >Rp.2jt Total 7. Lamanya bekerja (Puskesmas ybs ; tahun) a. < 1 b. 1 -3 c. 4 -6 d. > 6 Total
Kota Kotamobagu Jumlah
Persentase
(orang)
( %)
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Jumlah Persentase (orang)
(%)
25 5 13 9 5 12 1 1 3 1 1 76
32,9 6,6 17,1 11,8 6,6 15,8 1,3 1,3 3,9 1,3 1,3 0 100,0
36 6 4 4 1 3 1 3 5 1 1 65
55,4 0 9,2 6,2 6,2 1,5 4,6 1,5 4,6 7,7 1,5 1,5 100,0
27 29 16 4 76
35,5 38,2 21,1 5,3 100,0
26 25 7 7 65
40,0 38,5 10,8 10,8 100,0
67 9 76
88,2 11,8 0 100,0
42 21 2 65
64,6 32,3 3,1 100,0
13 63 76
17,1 82,9 100,0
21 44 65
32,3 67,7 100,0
39 37 76
51,3 48,7 100,0
42 23 65
64,6 35,4 100,0
65 2 4 5 76
85,5 2,6 5,3 6,6 100,0
61 1 3 65
93,8 1,5 0 4,6 100,0
8 46 7 15 76
10,5 60,5 9,2 19,7 100,0
5 19 12 29 65
7,7 29,2 18,5 44,6 100,0
Tenaga Bidan lebih banyak ditemukan di Kota Kotamobagu. Demikian juga petugas gizi, sanitarian dan farmasi yang lebih banyak di Kota Kotamobagu. Tenaga Laboratorium dan Penyuluh Kesehatan lebih banyak ditemukan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara yaitu di Puskesmas Bohabak Kecamatan Bolang Itang Timur dan Puskesmas Bintauna Kecamatan Bintauna
70 (masing-masing 2 orang dan seorang tenaga laboratorium) serta Puskesmas Boroko Kecamatan Kaidipang (5 orang penyuluh kesehatan). Kelompok Umur petugas kesehatan paramedik baik 20 sampai dengan 29 tahun, 30 sampai dengan 39 tahun dan 40 sampai dengan 49 tahun lebih banyak terdapat di Kota Kotamobagu, sedangkan umur petugas kesehatan paramedik 50 tahun ke atas lebih banyak ditemukan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Status kepegawaian sebagai Pegawai Negeri Sipil lebih banyak terdapat di Kota Kotamobagu, sedangkan di Kabupaten Bolaang Mongondow terdapat lebih banyak tenaga kontrak. Tenaga sukarela tidak ditemukan di Kota Kotamobagu sedangkan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara terdapat 2 tenaga sukarela yaitu di Puskesmas Bintauna Kecamatan Bintauna sebagai tenaga pembantu loket dan Puskesmas Bolang Itang Kecamatan Bolang Itang Barat sebagai tenaga kebersihan (cleaning service). Petugas Kesehatan Paramedik Pria lebih banyak terdapat di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, sementara Petugas Kesehatan Paramedik wanita lebih banyak terdapat di Kota Kotamobagu. Prosentase petugas kesehatan pria yang lebih banyak berada di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara karena wilayah ini lebih terpencil (+ 300 km dari Kota Kotamobagu dan + 450 km dari Kota Manado) sehingga penetapan petugas kesehatan pada saat wilayah ini menjadi daerah otonom baru atau dimekarkan pada tahun 2007, pihak Kabupaten Bolaang Mongondow sebagai kabupaten induk lebih banyak mendistribusi tenaga kesehatan pria, di sisi lain, banyak petugas kesehatan wanita yang bermohon untuk ditempatkan di wilayah Kota Kotamobagu. Petugas kesehatan paramedik berstatus tenaga kontrak di Kota Kotamobagu sebanyak 11,8 persen, yang berstatus pegawai negeri sipil dengan pangkat/golongan II (dua) sebanyak 38,2 persen dan dengan Pangkat/Golongan III sebanyak 48,7 persen. Untuk petugas kesehatan paramedik di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara yang berstatus tenaga kontrak dan sukarela (volunteer) sebanyak 35,4 persen bagi petugas kesehatan paramedik yang
71 sudah menjadi PNS dengan Pangkat/Golongan II sebanyak 27,7 persen dan dengan Pangkat/Golongan III sebanyak 36,9 persen. Terdapat lebih sedikit Petugas kesehatan paramedik di Kota Kotamobagu yang belum pernah mengikuti pelatihan fungsional jika dibanding dengan yang pernah mengikuti pelatihan tersebut. Di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara terdapat petugas paramedik lebih sedikit yang belum pernah mengikuti pelatihan fungsional jika dibandingkan dengan yang sudah pernah mengikuti pelatihan-pelatihan, ini menunjukkan petugas kesehatan yang pernah mengikuti pelatihan sesuai dengan profesinya lebih banyak sehingga pemahaman dan kinerja terhadap tugas dan fungsinya seharusnya makin baik. Pelatihan-pelatihan yang pernah diikuti oleh tenaga paramedik yaitu pengelola
obat
puskesmas,
sistem informasi
manajemen
puskesmas,
manajemen penanggulangan bencana, manajemen kesehatan, manajemen laktasi, petkes lingkungan, ketahanan pangan, penyakit kesmas, sanitasi, water test, imunisasi, ISPA, diare, P2 TB Paru dan Kusta, bidan fungsional, implant, IUD, asuhan persalinan normal (APN), resiko tinggi bumil, MP ASI, P2 kanker leher rahim, gizi buruk, manajemen mutu puskesmas, manajemen kepemimpinan puskesmas, kadarzi, malaria, kesehatan jiwa, surveilence, amdal, UKS, lab dasar-lanjutan, hiv/aids, epidemologi, pembentukan desa siaga, fungsional perawat, manajemen keperawatan, radiomedik, PHBS dan penyuluhan kesehatan. Penghasilan Petugas Kesehatan Paramedik di luar gaji sejumlah Rp. 500 ribu sampai dengan Rp. 1 juta rupiah di Kota Kotamobagu terdapat lebih banyak dibandingkan dengan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Penghasilan di luar gaji sejumlah Rp. 1 juta sampai dengan Rp. 1 juta 500 ribu, Rp. 1 juta 500 ribu sampai dengan Rp. 2 juta dan Rp. 2 juta ke atas, rasionya lebih banyak terdapat di Kota Kotamobagu. Lamanya bekerja di Puskesmas bagi petugas kesehatan paramedik di bawah 1 tahun lebih banyak terdapat di Kota Kotamobagu, sedangkan yang telah bekerja lebih dari 6 tahun lebih banyak terdapat di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.
72 Respon yang baik diberikan oleh petugas kesehatan paramedik, khususnya perawat, perawat gigi dan bidan, terhadap keluhan pasien, bahwa mereka memberi respon yang baik karena sudah menjadi tugas dan kewajiban dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. yaitu dengan mendengarkan keluhan, menangani keluhan, dengan bahasa tubuh yang baik untuk dapat menegakkan diagnosis serta memberi penjelasan pada pasien yang ditangani. Sebagian perawat gigi di yang tersebar di Puskesmas di wilayah Kota Kotamobagu, setelah melakukan pemeriksaan, merujuk ke dokter gigi di luar puskesmas karena belum terdapat dokter gigi di Puskesmas wilayah Kota Kotamobagu. Keseluruhan respon yang baik ditujukan untuk mendapatkan kepuasan dari pelanggan Puskesmas. Sebagian besar petugas kesehatan paramedik tidak menghadapi kendala dalam memberikan respon yang baik karena dapat ditegakkan diagnosa dan dilakukan terapi yang sesuai, demikian pula dengan pelanggan yang cepat memahami apa yang dimaksudkan oleh petugas, kecuali pelanggan dengan tingkat pendidikan yang rendah yang agak sulit dapat memahami. Sebagian kecil menyatakan cukup menghadapi kendala dalam pemberian respon yang baik akibat keterbatasan sarana dan prasarana Puskesmas serta kendala bahasa. Sebanyak 16,31 persen dari petugas kesehatan paramedik menyatakan tidak dapat melakukan kualitas layanan yang tinggi tanpa sarana dan prasarana memadai karena tidak akan tercipta mutu layanan prima serta menghambat proses pelayanan dan pemberian tindakan yang diperlukan walaupun ada semangat yang tinggi. Di sisi lain, sebagian besar petugas paramedik atau sebesar 83,69 persen menyatakan dapat memberi kualitas layanan yang tinggi karena menurut mereka yang penting adalah adanya respon yang sesuai dengan keadaan, di mana usaha pemberian layanan diberikan walaupun sarana dan prasarana yang kurang memadai, sesuai tugas dan tanggung jawab yang telah dibebankan. Semua petugas paramedik menyatakan tidak melakukan diskriminasi pelayanan kesehatan terhadap pelanggan. Mereka berpendapat bahwa semua pasien adalah sama baik pelanggan umum, askes maupun askeskin. Mereka
73 lebih menekankan pada keluhan (penyakit yang diderita) daripada keberadaan pelanggan dan sesuai dengan standar pelayanan minimal yang ada, juga sesuai dengan sumpah yang telah mereka lakukan. Ketersediaan waktu untuk berinteraksi dengan pelanggan Puskesmas, sebagian besar petugas paramedik menyatakan bahwa mereka memiliki waktu yang cukup, yaitu melakukan anamnesis,
memberikan pelayanan sesuai
dengan situasi dan kondisi serta kebutuhan dari pasien termasuk penjelasan kesehatan, dorongan untuk sembuh, penjelasan tentang lingkungan sehat dan perilaku hidup sehat. Ada yang mengemukakan selama pasien tidak banyak/antri maka waktu interaksi bisa lebih banyak sesuai dengan jam kerja, sementara ada yang mengungkapkan di mana saja dan kapan saja bertemu bisa dilakukan penjelasan tentang masalah kesehatan. Umumnya petugas paramedik menyatakan pekerjaan dapat diselesaikan sesuai target, baik menyelesaikan pengobatan pasien sampai sembuh, pembuatan laporan setiap bulannya, melakukan pekerjaan dengan tidak menunda, serta waktu yang cukup tersedia. Sebagian yang lain tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai target, akibat dari kendala-kendala teknis seperti kurangnya fasilitas, tugas ganda, distribusi vaksin yang kurang lancar (program imunisasi), lintas program yang kurang kooperatif, kunjungan balita ke posyandu rendah (program gizi), dana terbatas dan obat kurang (program kesehatan gigi), serta kesadaran penggunaan jamban rendah (program PHBS). Sebagian kecil menyatakan ada pekerjaan yang sesuai target dan ada yang tidak. Peran penyuluhan petugas paramedik terhadap pasien atau pelanggan puskesmas, hampir semua mengemukakan bahwa mereka melaksanakan peran penyuluhan dengan berbagai macam penjelasan. Seorang petugas paramedik menyatakan bahwa tidak ada peran penyuluhan dalam tugas mereka, yang ada hanya informasi kesehatan yang diberikan kepada pasien sesuai dengan masalah kesehatan yang ada. Semua petugas paramedik menyatakan bahwa kerjasama mereka dengan petugas medik (dokter umum dan dokter gigi) baik, yaitu dengan
saling
74 menghargai, saling pengertian, saling membantu, saling menunjang, saling diskusi sebagai tim kerja (teamworks) dalam kelengkapan data, perawatan dan pengobatan pasien, lintas program dan dalam mengisi tugas-tugas yang ada. Demikian pula halnya kerjasama dengan petugas pendukung administrasi (pekarya), semua petugas paramedik menyatakan bahwa kerjasama mereka baik terutama dalam hal kelengkapan data dan pencatatan penderita baru. Perawat, umumnya menyatakan bahwa mereka menyediakan waktu yang cukup untuk berbicara dengan pasien, tidak memberitahukan masalah di luar pekerjaan mereka kepada pasien, tidak menunjukkan pada pasien bahwa mereka dalam keadaan sibuk, tidak menghindari diskusi mengenai masalah pribadi pasien, menuruti kemauan pasien selama masih wajar, tidak membicarakan masalah kesehatan pasien dengan rekan yang lain sementara pasien berada di dekatnya, melibatkan diri dengan masalah pasien selama masalah itu tidak terlalu pribadi dan tidak mengeluh ketika melayani pasien. Deskripsi mengenai umur, jenis kelamin, gaji tetap, penghasilan luar gaji dan lamanya bekerja di Puskesmas dari Petugas Pendukung Administrasi (pekarya) di dua lokasi penelitian yaitu di Kota Kotamobagu dan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 7. Kelompok Umur petugas pendukung administrasi antara 20 sampai 26 tahun dan 27 sampai 33 tahun lebih banyak terdapat di Kabupaten Bolaang Mongondow utara. Sementara kelompok umur 34 sampai 40 tahun lebih banyak terdapat di Kota Kotamobagu. Kelompok umur 41 tahun ke atas di Kota Kotamobagu dan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara terdapat jumlah yang sama. Untuk Petugas pekarya pria dan wanita di dua lokasi penelitian juga memiliki jumlah yang sama. Gaji tetap petugas pekarya setiap bulan sejumlah Rp. 500.000 sampai dengan Rp. 1.500.000 lebih banyak terdapat di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, sedangkan gaji tetap dengan jumlah Rp. 1.500.000 sampai dengan Rp. 2.500.000 lebih banyak terdapat di Kota Kotamobagu. Penghasilan di luar gaji setiap bulannya dengan jumlah Rp. 500.000 sampai dengan Rp. 1.000.000 lebih banyak di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara
dan
75 penghasilan di luar gaji dengan jumlah Rp. 1.500.000 sampai dengan Rp. 2.000.000 lebih banyak berada di Kota Kotamobagu. Tabel 7. Deskripsi Petugas Pendukung Administrasi di Dua Lokasi Penelitian Uraian
Kota Kotamobagu Jumlah (orang)
1. Umur (tahun) a. 20 – 26 b. 27 – 33 c. 34 – 40 d. > 41 Total 2. Jenis Kelamin a. Pria b. Wanita Total 3. Gaji Tetap (per bulan) a. Rp.500rb-1,5jt b. Rp.1,5jt-2,5jt c. >Rp. 2,5 jt Total 4. Penghasilan Luar gaji (per bulan) b. Rp.500rb-1jt c. Rp.1,5jt-2jt c. >Rp.2jt Total 5. Lamanya bekerja (Puskesmas Ybs/tahun) a. 1 - 6 b. 7 – 12 c. > 13 Total
Persentase (%)
Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Jumlah Persentase (orang) (%)
3 2 5
0 0 60,0 40,0 100,0
2 1 2 5
40,0 20,0 0 40,0 100,0
1 4 5
20,0 80,0 100,0
1 4 5
20,0 80,0 100,0
3 2 5
60,0 40,0 0 100,0
4 1 5
80,0 20,0 0 100,0
4 1 5
80,0 20,0 0 100,0
5 5
100,0 0 0 100,0
4 1 5
80,0 20,0 0 100,0
3 1 1 5
60,0 20,0 20,0 100,0
Lama bekerja di Puskesmas adalah antara 1 sampai 6 tahun lebih banyak ditemukan di Kota Kotamobagu dan lebih dari 13 tahun lebih banyak terdapat di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, tepatnya di Puskesmas Bintauna Kecamatan Bintauna, yaitu satu orang. Tanggapan mengenai administrasi pelayanan di Puskesmas, sebagian besar petugas pendukung administrasi menyatakan bahwa administrasi pelayanan yang ada sudah cukup baik, sedangkan sebagian kecil yang lain mengemukakan bahwa administrasi pelayanan di Puskesmas masih belum
76 begitu optimal dan belum sesuai dengan pengelolaan yang sebenarnya serta masih rumit. Motivasi responden bekerja di Puskesmas, dari Petugas pendukung administrasi adalah ingin meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat dan membantu masyarakat dalam memberi pelayanan yang maksimal. Sebagian yang lain dari mereka menyatakan ingin menambah pengalaman kerja serta ingin memperluas wawasan. Kerjasama dengan tenaga medik maupun dengan tenaga paramedik, sebagian besar Petugas pendukung administrasi menyatakan baik, mulai dari pencatatan sampai dengan pada pelaporan Puskesmas dalam kaitannya dengan masalah kepegawaian dan pelayanan kesehatan masyarakat, ada komunikasi yang lancar mengenai program-program yang dilaksanakan serta setiap permasalahan yang selalu dibahas secara bersama. Karakteristik Pelanggan Puskesmas Karakteristik sampel pelanggan Puskesmas dalam penelitian ini adalah umur, pendapatan, pekerjaan, pendidikan, jumlah anggota keluarga, pengertian makna, tujuan dan manfaat hidup sehat (Tabel 8, Tabel 10, dan Tabel 11). Rataan umur responden pelanggan di Kota Kotamobagu yaitu 37,93 tahun (Tabel 8), dengan kisaran umur antara 16 sampai dengan 71 tahun. Rataan umur responden pelanggan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara yaitu 41,85 tahun, dengan kisaran umur antara 17 sampai dengan 81 tahun. Dilihat dari rataan umur pelanggan menunjukkan bahwa pelanggan puskesmas di kedua daerah ini adalah pelanggan yang berada pada usia kerja, menurut konsep Susenas, yaitu pada usia 10 tahun ke atas (usia produktif), di mana pada kondisi sakit, mereka akan mengalami kerugian moril dan materil karena terganggu aktifitas di bidang kegiatan dari pekerjaan ataupun tempat bekerjanya.
77 Tabel 8. Ciri-ciri Sampel Pelanggan Puskesmas di Dua Lokasi Penelitian No.
Uraian
1
Umur (Tahun) - Rataan - Kisaran Jenis Kelamin (%) - Laki-laki - Perempuan Pendapatan Pelanggan per bulan (%) - Rp. 500.000Rp.750.000 - >Rp. 750.000-Rp. 1.000.000 - >Rp. 1.000.000-Rp. 1.250.000 - >Rp. 1.250.000-Rp. 1.500.000 - >Rp. 1.500.000 Pekerjaan Pelanggan (%) - PNS - TNI/Polri - Pensiunan - Swasta - Tani - Ibu Rumah Tangga Pendidikan Pelanggan (%) - SD - SMP - SMA - Perguruan Tinggi Jumlah Anggota Keluarga Pelanggan (%) - 1 s/d 3 - 4 s/d 6 - 7 s/d 9 - >9 Jarak Tempat Tinggal Pelanggan ke Puskesmas (%) - 50-1640 mtr - 1641-3230 mtr - 3231-4820 mtr - 4821-6410 mtr
2. 3.
4.
5.
6.
7.
Lokasi Penelitian Kota Kotamobau Kabupaten (n = 100) Bolaang Mongondow Utara (n = 100) 37,93 16-71
41,85 17-81
37 63
50 50
24 25
44 32
10
9
15
3
13
2
13
10
22 0 4 19 30 25
12 0 4 13 48 23
18 17 50 15
24 25 45 6
48 47 5 0
48 46 6 0
75 19 5 1
50 28 4 18
78 Responden pelanggan Puskesmas laki-laki dan wanita ditemukan sama banyaknya (Tabel 8) di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Responden pelanggan perempuan lebih banyak terdapat di Kota Kotamobagu. Walaupun demikian ada kaitannya dengan angka harapan hidup perempuan yang biasanya lebih tinggi daripada laki-laki akibat pekerjaan laki-laki yang lebih berat, kebiasaan merokok dan sebagainya yang sebagian besar ada pada lakilaki. Kabupaten Bolaang Mongondow Utara terdapat paling banyak pekerjaan sebagai petani dengan tingkat pendapatan yang sangat kurang yaitu sebesar 27,0 persen, demikian halnya di Kota Kotamobagu sebanyak 17,0 persen. Hal ini menunjukkan kalangan petani di dua wilayah ini masih tergolong miskin. Pekerjaan sebagai ibu rumah tangga dengan pendapatan sangat kurang lebih banyak terdapat di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara yaitu 13,0 persen, dapat dipahami karena wilayah di pesisir utara ini pertumbuhan ekonominya lebih tertinggal jika dibandingkan dengan di Kota Kotamobagu. Pekerjaan sebagai pegawai negeri sipil dengan pendapatan >Rp.1.500.000, tidak cukup berbeda antara di Kota Kotamobagu (8,0 persen) dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (7,0 persen), di kedua wilayah ini, menjadi pegawai negeri sipil masih menjadi dambaan karena sektor swasta belum cukup berkembang, ini dapat dilihat dengan pekerjaan swasta, tingkat pendapatan yang >Rp.1.500.000 tidak terdapat di Kota Kotamobagu, dan sebanyak 1,0 persen di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Responden pelanggan di Kota Kotamobagu lebih banyak memiliki pendidikan dengan kategori baik (tidak tamat atau tamat SMA) sebesar 50,0 persen (Tabel 8). Kabupaten Bolaang Mongondow Utara memiliki paling banyak responden pelanggan dengan pendidikan kategori kurang atau sebanyak 24,0 persen yaitu mereka yang tidak tamat atau tamat SD, ini membuktikan bahwa responden pelanggan di Kota Kotamobagu lebih berpendidikan dibandingkan dengan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Pendidikan yang tinggi atau mereka yang mengecap perguruan tinggi baik tamat maupun tidak, termasuk D1, D2, D3 dan D4 lebih besar terdapat di Kota
79 Kotamobagu sejumlah 15,0 persen dibandingkan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara sebesar 6,0 persen. Dapat dikatakan responden pelanggan dengan pendidikan yang tinggi di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara masih cukup langka. Keberadaan Universitas (swasta) seperti Universitas Dumoga Kotamobagu (UDK), Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE), Akademi (Kebidanan, Keperawatan) dan sebagainya, di Kota Kotamobagu turut mempengaruhi banyaknya responden pelanggan dengan pendidikan kategori tinggi. Di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara belum terdapat perguruan tinggi. Pada Tabel 8, di Kota Kotamobagu maupun di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, jumlah anggota keluarga responden pelanggan Puskesmas kategori kurang hampir tidak memiliki perbedaan, masing-masing sebesar 48,0 persen. Demikian pula halnya dengan jumlah anggota keluarga kategori cukup (4 s/d 6 orang) yang tidak menunjukkan perbedaan nyata antara kedua wilayah ini masing-masing sebesar 47,0 persen di Kota Kotamobagu dan sebesar 46,0 persen di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Jumlah anggota keluarga dengan kategori baik (7 s/d 9 orang) di kedua daerah lokasi penelitian sebesar 5,0 persen di Kota Kotamobagu dan demikian pula di Kabupaten Bolaang Mongondow sebesar 6,0 persen. Responden pelanggan yang memiliki jarak tempat tinggal kategori sangat dekat lebih banyak ditemukan di Kota Kotamobagu yaitu sebesar 75,0 persen, sedangkan responden pelanggan dengan jarak tempat tinggal ke Puskesmas kategori sangat jauh lebih banyak terdapat di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara sebesar 18,0 persen. Jarak tempat tinggal yang sangat jauh di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara disebabkan wilayah ini adalah wilayah pesisir di mana desa-desa dalam tiap kecamatan letaknya memanjang (lineal) sepanjang pesisir pantai utara. Berbeda dengan kondisi di Kota Kotamobagu di mana pola kotanya cenderung berbentuk jaring laba-laba (spider web) dan dikelilingi oleh perbukitan. Dari keseluruhan responden, yang berstatus kawin sebesar 78,5 persen, belum kawin sebesar 14,5 persen, janda sebesar 3,0 persen dan yang berstatus duda
80 sebesar 4,0 persen. Paling banyak ditemukan responden yang berstatus kawin serta paling sedikit ditemukan responden yang berstatus janda Uraian berikut ini adalah responden yang menjadi pelanggan Puskesmas mulai tahun 1958 sampai dengan tahun 2008 yang disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Sebaran Sampel Menurut Lamanya Menjadi Pelanggan Puskesmas Kota Kabupaten Kotamobagu Bolaang (%) Mongondow No. Periode Tahun Utara (%) 1. 1958 s/d 1968 4,00 1,00 2.
1969 s/d 1979
5,00
8,00
3.
1980 s/d 1990
19,00
22,00
4.
1991 s/d 2000
20,00
34,00
5.
> 2001
52,00
35,00
100,00
100,00
Total Keterangan: n = 200
Responden yang paling banyak ditemukan adalah pelanggan Puskesmas sejak tahun 2001 sampai sekarang (52,00 persen) di Kota Kotamobagu dan sebesar 35,00 persen di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Tabel 9). Hal ini dapat menjadi indikasi makin lama makin besar kepercayaan dari masyarakat untuk berobat ke Puskesmas saat sakit serta mempercayakan kesembuhan mereka kepada petugas kesehatan Puskesmas jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada masa yang lalu, pelayanan kesehatan masyarakat belum tergabung seperti saat berdirinya Puskesmas. Dalam melihat pengertian tentang makna, tujuan dan manfaat hidup sehat dilakukan pengukuran skala 1 s/d 4, sangat rendah sama dengan 1 dan sangat tinggi sama dengan 4. Pengertian makna hidup sehat dari pelanggan Puskesmas secara keseluruhan dapat dikatakan baik. Nilai Rataan Skor Pengertian Makna, Tujuan dan Manfaat Hidup Sehat disajikan pada Tabel 10. Pengertian makna hidup sehat (X1.6) di Kota Kotamobagu sebagian besar berada pada kategori yang sangat tinggi sebesar 53,33 persen dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara sebagian besar berada pada kategori yang tinggi
81 sebesar 55,33 persen, yang terdiri dari indikator Pengertian hidup sehat; Orientasi hidup sehat; dan Kesadaran hidup sehat. Sebagian besar pelanggan Puskesmas di kedua lokasi penelitian sudah cukup memiliki pengertian tentang makna hidup sehat mulai dari sanitasi, pengolahan air limbah, penggunaan jamban yang baik dan benar dan hal-hal lain yang berkaitan dengan itu (Tabel 10). Di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara terdapat seorang responden yang memiliki pengertian tentang hidup sehat yang sangat rendah dengan pengertian hidup sehat yang rendah khususnya pengertian dalam hal Tabel 10. Persentase dan Rataan Skor Pengertian Makna, Tujuan dan Manfaat Hidup Sehat di Dua Lokasi
No.
Uraian
1.
Pengertian Makna Hidup Sehat (X1.6) - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi Total Pengertian Tujuan Hidup Sehat (X1.7) - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi Total Pengertian Manfaat Hidup Sehat (X1.8) - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi Total Uraian Pengertian Makna Hidup Sehat (X1.7) Pengertian Tujuan Hidup Sehat (X1.8) Pengertian Manfaat Hidup Sehat (X1.9) Total Rataan
2.
3.
4. 5. 6.
Lokasi Penelitian Kota Kotamobagu Kabupaten (n = 100) Bolaang Mongondow Utara (n = 100) % %
Rataan %
0,00 1,33 45,33 53,33 100,00
0,33 4,33 55,33 40,00 100,00
0,17 2,83 50,33 46,67 100,00
2,33 8,67 56,00 33,00 100,00
0,33 9,33 56,00 34,33 100,00
1,33 9,00 66,00 33,67 100,00
0,00 0,00 44,50 55,50 100,00 Skor Kategori
0,00 0,00 6,00 3,00 49,50 47,00 44,50 50,00 100,00 100,00 Skor Kategori Rataan Kategori
3,52
Tinggi
3,35
Tinggi
3,44
Tinggi
3,20
Tinggi
3,23
Tinggi
3,22
Tinggi
3,56
Tinggi
3,38
Tinggi
3,47
Tinggi
3,43
Tinggi
3,32
Tinggi
3,38
Tinggi
Keterangan: 1-2 = Rendah; >2-3 = Sedang; >3-4 = Tinggi
82 sanitasi, pengolahan air limbah, wc, dan lain-lain, di mana mereka menyatakan bahwa mereka sangat tidak mengerti (kategori sangat rendah) dan tidak mengerti (kategori rendah) mengenai hal tersebut. Orientasi hidup sehat, khususnya kegiatan sehari-hari dengan sarana air bersih, dengan kategori rendah masih terdapat di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Umumnya di kedua lokasi penelitian memiliki orientasi hidup sehat dengan kategori tinggi dan sangat tinggi. Di Kota Kotamobagu, kesadaran hidup sehat dengan kategori tinggi terdapat jumlah yang paling besar. Tingkat pendidikan responden pelanggan Puskesmas yang sudah cukup baik di Kota Kotamobagu membuat mereka semakin ”aware” terhadap kesehatan dan kesadaran hidup sehat menjadi suatu hal yang penting bagi mereka. Pengertian tujuan hidup sehat (X1.7) sebagian besar berada pada kategori tinggi sebesar 56,00 persen di Kota Kotamobagu dan sebesar 56,00 persen di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Tabel 10), yang terdiri dari indikator Program pelayanan kesehatan; Partisipasi program; dan Dampak program kesehatan. Terlihat bahwa pengertian tentang tujuan hidup sehat khususnya pemahaman tentang program pelayanan kesehatan masyarakat yang rendah masih terdapat di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Walaupun kurang berarti jika dibandingkan dengan kategori tinggi dan sangat tinggi, namun ternyata masih ada responden yang belum memahami tujuan program pelayanan kesehatan yang diselenggarakan petugas kesehatan Puskesmas untuk peningkatan derajat dan kualitas kesehatan masyarakat, dan berpikir bahwa puskesmas adalah tempat yang akan dikunjungi jika sakit. Pemahaman tentang program pelayanan kesehatan masyarakat yang didapat dari pengetahuan sendiri atau partisipasi aktif anggota masyarakat Puskesamas, masih ditemukan dengan kategori rendah di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Hal ini menunjukkan sebagian anggota masyarakat pelanggan Puskesmas masih tidak mau tahu tentang program kesehatan yang ada di wilayahnya dan bersifat pasif dalam mencari pengetahuan tentang itu. Hal ini disebabkan masing-masing memiliki
83 kesibukan sendiri dan berpikir bahwa mereka yang berkecimpung di bidang itulah yang harus menyampaikan kepada mereka seperti para petugas kesehatan maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang kesehatan masyarakat. Kategori terbesar adalah partisipasi program pelayanan kesehatan yang tinggi yaitu di Kota Kotamobagu, ini menunjukkan pelanggan Puskesmas di Kota Kotamobagu lebih memiliki partisipasi aktif dalam hal pengetahuan yang dicari sendiri mengenai program pelayanan kesehatan. Pemahaman tentang dampak positif dari program pelayanan kesehatan masyarakat masih terdapat kategori sangat rendah di Kota Kotamobagu. Kota Kotamobagu yang lebih maju dari Kabupaten Bolaaang Mongondow Utara menunjukkan kesenjangan yang cukup nyata di mana di satu sisi menunjukkan tingkat partisipasi program pelayanan kesehatan yang tinggi sementara di sisi lain masih terdapat pelanggan yang kurang memahami dampak positif program pelayanan kesehatan serta kerugian-kerugian ekonomi, sosial yang dialami jika mendapat peran sakit. Secara umum pengertian tujuan hidup sehat pelanggan Puskesmas dalam penelitian ini dapat dikatakan baik dilihat dari pengertian program pelayanan kesehatan, partisipasi program dan dampak program kesehatan. Pengertian manfaat hidup sehat (X1.8) sebagian besar berada pada kategori sangat tinggi sebesar 55,50 persen di Kota Kotamobagu dan kategori tinggi sebesar 49,50 persen di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, yang terdiri dari indikator Manfaat kualitas hidup sehat dan Harapan kualitas hidup sehat. Secara umum, pengertian tentang manfaat hidup sehat dalam penelitian ini tergolong baik. Kecuali di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara yang masih terdapat pelanggan yang memiliki pemahaman yang rendah tentang terciptanya masyarakat sejahtera, memiliki motivasi tinggi dan mau bekerja keras akibat dari kualitas hidup yang baik. Harapan, yaitu keinginan agar masyarakat setempat menjadi lebih maju akibat kualitas kesehatan yang baik, rata-rata di kedua wilayah ini memiliki kategori sangat tinggi di Kota Kotamobagu. Mereka menyatakan bahwa
84 mereka sangat ingin masyarakat menjadi maju karena kualitas kesehatan yang baik. Pengertian makna hidup sehat (X1.6) sebagian besar pelanggan sebesar 98,66 persen adalah pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi di Kota Kotamobagu dan sebesar 95,33 persen pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Pengertian tujuan hidup sehat (X1.7) sebagian besar pelanggan sebesar 89,00 persen adalah pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi di Kota Kotamobagu dan sebesar 90,33 persen pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, dan Pengertian manfaat hidup sehat (X1.8) sebagian besar pelanggan sebesar 100,00 persen adalah pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi di Kota Kotamobagu dan sebesar 94,00 persen pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Tanggapan Pelanggan terhadap Pengaruh Tokoh Informal Pengaruh Tokoh Informal terdiri dari dua sub peubah yang dijadikan indikator pengukuran yaitu Gaya Kepemimpinan Informal dan Perilaku Pemimpin Informal, nilai rataan skor anjuran dan himbauan tokoh informal adalah 0,79 (tinggi, pada skala 0 -1), kelompok responden pelanggan Puskesmas di Kota Kotamobagu dengan nilai rataan skor 0,74, lebih rendah dari kelompok responden di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara sebesar 0,84. Selebihnya dengan nilai rataan skor 3,05 (tinggi, pada skala 1 – 4), di mana kelompok responden di Kota Kotamobagu dengan nilai rata-rata 2,99 (sedang), lebih rendah dari kelompok responden di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara yaitu 3,10 (tinggi) . Perolehan nilai rataan skor setiap sub peubah dapat dilihat pada Tabel 11. Pada Tabel 11, Sub peubah Gaya Kepemimpinan Informal (X2.1) sebagian besar berada pada kategori tinggi sebesar 66,00 persen di Kota Kotamobagu dan sebesar 74,00 persen di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, yang
85 Tabel 11. Persentase dan Rataan Skor Tanggapan Pelanggan terhadap Pengaruh Tokoh Informal Lokasi Penelitian Kota Kotamobagu Kabupaten (n = 100) Bolaang Mongondow Utara (n = 100) % %
No.
Uraian
1.
Gaya Kepemim pinan Informal (X2.1) - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi Total Perilaku Pemimpin Informal (X2.2) - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi Total Uraian Gaya Kepemim pinan Informal (X2.1) Perilaku Pemimpin Informal (X2.2)
2.
3. 4.
Total Rataan
0,50 17,00 66,00 16,50 100,00 2,50 15,50 62,50 19,50 100,00 Skor Kategori
Rataan %
1,00 8,00 74,00 17,00 100,00
0,75 12,50 70,00 16,75 100,00
0,50 1,50 7,50 11,50 73,50 68,00 18,50 19,00 100,00 100,00 Skor Kategori Rataan Kategori
2,99
Sedang
3,07
Tinggi
3,03
Tinggi
2,99
Sedang
3,10
Tinggi
3,05
Tinggi
2,99
Sedang
3,09
Tinggi
3,04
Tinggi
Keterangan: 1-2 = Rendah; >2-3 = Sedang; >3-4 = Tinggi terdiri
dari
indikator
Anjuran,
Himbauan,
Teladan
serta
Pengetahuan,Ketrampilan dan Sikap dari pemimpin informal. Untuk anjuran tokoh informal, di Kota Kotamobagu dengan kategori rendah lebih besar dibandingkan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, mereka memberi tanggapan bahwa para tokoh masyarakat tidak selalu menganjurkan masyarakat untuk menggunakan fasilitas kesehatan seperti Puskesmas jika mereka atau anggota keluarga mereka sakit. Di kedua lokasi penelitian menunjukkan bahwa anjuran tokoh informal untuk hidup sehat memiliki kategori yang tinggi baik di Kota Kotamobagu maupun di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Himbauan tokoh informal dalam hal mendukung program kesehatan dan berperilaku hidup sehat yang berkategori tinggi di Kota Kotamobagu maupun
86 di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Mereka menyatakan bahwa himbauan para tokoh masyarakat ini selalu dipatuhi dan dilaksanakan atau diikuti karena hal itu penting dilakukan. Anjuran dan himbauan dari tokoh masyarakat adalah merupakan hal yang mutlak diperlukan guna mendukung tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang tinggi. Kelompok masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan serta dalam terselenggaranya upaya kesehatan yang baik yang juga didukung oleh pemerintah sebagai pihak yang berwajib dan berwenang agar swadaya masyarakat dapat berhasil guna dan berdaya guna. Adisasmito (2007) mengemukakan bahwa masalah kesehatan adalah tanggung jawab bersama setiap individu, masyarakat, pemerintah dan swasta. Teladan tokoh masyarakat bagi anggota masyarakat pelanggan Puskesmas umumnya menunjukkan kategori yang tinggi baik di Kota Kotamobagu maupun di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Umumnya responden pelanggan Puskesmas di kedua lokasi ini menyatakan bahwa para tokoh masyarakat cukup menjadi teladan bagi mereka dalam hal peranserta bagi peningkatan upaya pelayanan kesehatan masyarakat untuk tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang baik. Pengetahuan, ketrampilan dan sikap tokoh masyarakat tergolong baik, di kedua lokasi penelitian menunjukkan kategori tinggi di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Para responden mengungkapkan bahwa para tokoh masyarakat cukup memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang baik dalam menunjang program pelayanan kesehatan masyarakat yang diselenggarakan oleh Puskesmas. Boyle (1981) menjelaskan tahap-tahap pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang rendah adalah: (1) Pengetahuan yang rendah hanya sebatas mengetahui fakta-fakta yaitu hanya dengan melihat dan melakukan sedikit pengujian (examining); (2) Ketrampilan yang rendah hanya sebatas mengetahui apa yang akan dilakukan yaitu dengan membaca dan bertanya; (3) Sikap yang rendah hanya sebatas kesadaran yaitu hanya dengan mendengarkan. Tahap-tahap pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang tinggi adalah: (1) Pengetahuan yang
87 tinggi dapat mengerti, mengaplikasikannya dan merekonstruksi melalui diskusi, menjawab, mempraktekkan dan melakukan eksperimen hubungan; (2) Ketrampilan yang tinggi ditandai dengan memiliki beberapa kemampuan, kemampuannya mumpuni dan dapat mengadopsi kemampuan lain serta mampu mengaplikasikan, menganalisis dan mengklarifikasi. Sub peubah Perilaku Pemimpin Informal (X2.2) sebagian besar berada pada kategori tinggi sebesar 62,50 persen di Kota Kotamobagu dan sebesar 73,50 persen di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, yang terdiri dari indikator Keterlibatan
Pemimpin
Informal
dan
Perhatian
Pemimpin
Informal.
Keterlibatan pemimpin informal dapat digolongkan baik dengan kategori yang tinggi baik di Kota Kotamobagu maupun di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Responden pelanggan Puskesmas mengemukakan bahwa para tokoh masyarakat turut serta terlibat dalam perencanaan program pelayanan kesehatan masyarakat. Menurut Boyle (1981), terdapat tiga tipe program yang dapat diidentifikasi yaitu developmental program, institusional program dan informational program, dengan uraian sebagai berikut: (1) Developmental program mengidentifikasi masalah-masalah utama dari klien, masyarakat atau bagian dari masyarakat [seperti masalah kesehatan] setelah dimana program pembelajaran untuk menolong orang-orang berhasil diatasi; (2) Institusional program fokus pada membawa pertumbuhan dan peningkatan pada kemampuan dasar individu seperti berpikir dan berkomunikasi; dan (3) Informational program sering ditemukan pada orang dewasa atau pembelajaran lanjut, khususnya pertukaran informasi antara programmer dan pembelajar. Perhatian tokoh informal tergolong baik yaitu dengan kategori tinggi di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Sebagian besar responden pelanggan Puskesmas menyatakan bahwa menurut mereka para tokoh masyarakat cukup memberi perhatian yang khusus terhadap masalah kesehatan dan cara hidup sehat anggota masyarakat. Gaya kepemimpinan informal (X2.1) menurut tanggapan pelanggan sebesar 82,50 persen berada pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi di Kota
88 Kotamobagu dan sebesar 91,00 persen pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, sedangkan Perilaku pemimpin informal (X2.2) menurut tanggapan pelanggan sebesar 82,00 persen berada pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi di Kota Kotamobagu dan sebesar 92,00 persen pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Persepsi Pelanggan terhadap Peran Petugas Kesehatan Puskesmas Persepsi pelanggan terhadap Peran Petugas Kesehatan dapat digolongkan baik. Ini terlihat dari nilai rataan skor sub peubah yang memiliki kategori tinggi. Peran Petugas Kesehatan Puskesmas (X3) terdiri dari sub peubah kejelasan peran, kecocokan peran dan sumber acuan jika sakit, keseluruhan nilai rataan skornya adalah 3,21 (pada skala 1–4). Kelompok responden pelanggan Puskesmas di Kota Kotamobagu dengan nilai rataan skor 3,20, lebih rendah dari responden pelanggan Puskesmas di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara dengan nilai rataan skor 3,23. Nilai rataan skor tiap sub peubah disajikan pada Tabel 12. Untuk sub peubah kejelasan peran (X3.1) sebagian besar berada pada kategori tinggi sebesar 74,67 persen di Kota Kotamobagu dan sebesar 77,33 persen di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, yang terdiri dari indikator fungsi dan peran petugas, kesesuaian fungsi dan peran dan keahlian petugas. Sub peubah Kecocokan peran (X3.2) terdiri dari indikator petugas yang berwenang, ketatatan pada aturan, peran kepala puskesmas dan tanggung jawab kepala puskesmas. Sub peubah sumber acuan jika sakit (X3.3) terdiri dari indikator sikap petugas, rujukan yang dilakukan dan profesional petugas (Tabel 12). Fungsi dan peran petugas adalah tergolong baik dan memiliki kategori tinggi di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Sebagian besar responden menyatakan bahwa para petugas kesehatan Puskesmas melaksanakan fungsi dan perannya dengan baik dalam pelayanan kesehatan.
89 Tabel 12. Persentase dan Rataan Skor Persepsi Pelanggan terhadap Peran Petugas Kesehatan Puskesmas
Rataan
%
Lokasi Penelitian Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (n = 100) %
1,00 9,00 74,67 15,33 100,00
2,33 4,67 77,33 15,67 100,00
1,67 6,84 76,00 16,00 100,00
0,00 5,50 67,75 26,75 100,00
0,25 2,25 69,50 28,00 100,00
0,13 3,88 68,63 27,38 100,00
Kota Kotamobagu (n = 100) No.
Uraian
1.
Kejelasan Peran (X3.1) - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi Total Kecocokan Peran (X3.2) - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi Total Sumber Acuan jika Sakit (X3.3) - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi Total Uraian Kejelasan Peran (X3.1)
2.
3.
4. 5. 6.
Kecocokan Peran (X3.2) Sumber Acuan jika Sakit (X3.3) Total Rataan
0,00 1,67 60,00 38,33 100,00 Skor Kategori
%
0,00 0,00 1,33 1,50 59,00 59,50 39,67 39,00 100,00 100,00 Skor Kategori Rataan Kategori
3,04
Tinggi
3,06
Tinggi
3,05
Tinggi
3,21
Tinggi
3,25
Tinggi
3,23
Tinggi
3,34
Tinggi
3,38
Tinggi
3,36
Tinggi
3,20
Tinggi
3,23
Tinggi
3,21
Tinggi
Keterangan: 1-2 = Rendah; >2-3 = Sedang; >3-4 = Tinggi Kesesuaian fungsi dan peran petugas adalah tergolong baik, dengan kategori tinggi. Kebanyakan responden memberi jawaban bahwa fungsi dan peran yang dijalankan petugas kesehatan di puskesmas sudah sesuai seperti yang mereka harapkan termasuk memberikan pelayanan meskipun di luar jam kerja. Terlihat di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara memiliki kategori yang tinggi. Keahlian petugas kesehatan di kedua lokasi penelitian masing-masing memiliki kategori tinggi sesuai pernyataan responden pelanggan Puskesmas.
90 Mereka setuju bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan kepada mereka sudah sesuai dengan keahlian yang dimiliki oleh petugas kesehatan yang bersangkutan. Kecocokan peran (X3.2) sebagian besar berada pada kategori tinggi sebesar 67,75 persen di Kota Kotamobagu dan sebesar 69,50 persen di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, yang berkaitan dengan petugas yang berwenang, sebagian besar responden sebagian besar memberi tanggapan baik dengan kategori tinggi di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Mereka setuju bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan oleh petugas kesehatan ditangani oleh para petugas kesehatan yang berwenang sesuai dengan tugasnya serta tidak terjadi tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas. Ketaatan terhadap aturan dari petugas kesehatan ditanggapi para responden dengan baik dengan kategori yang tinggi di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Mereka melihat para petugas kesehatan di Puskesmas menaati aturan-aturan yang ada termasuk tata cara dalam melakukan pelayanan kesehatan masyarakat. Peran Kepala Puskesmas dinilai oleh kebanyakan para responden dengan kategori tinggi baik di Kota Kotamobagu maupun di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Mereka menilai bahwa Kepala Puskesmas sangat peduli terhadap pelanggan/pasien di Puskesmas. Tanggung jawab kepala puskesmas dinyatakan oleh sebagian besar responden adalah baik dengan kategori tinggi di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Menurut responden, mereka mengamati kepala Puskesamas menegur bawahannya jika memberikan pelayanan yang kurang baik pada pasien pelanggan puskesmas. Peranan kedudukan (status roles) sangat penting, di mana setiap kedudukan memiliki seperangkat peranan yang harus dilakukan oleh orang yang bersangkutan. Peranan-peranan ini kemudian menjadi seperangkat norma, sehingga tabrakan peran (role collision) atau ketidakcocokkan peran (role
91 incompatibility) serta peran yang membingungkan (role confusion) dapat dihindari. Sumber acuan jika sakit (X.3.3) sebagian besar berada pada kategori tinggi sebesar 60,00 persen di Kota Kotamobagu dan sebesar 59,00 persen di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, yang terdiri dari sikap petugas dinilai baik oleh sebagian besar responden dengan kategori tinggi di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Sebagian besar mereka berpendapat para petugas kesehatan berlaku sopan dalam memberikan layanan pada mereka. Rujukan yang dilakukan dinilai oleh sebagian besar responden pelanggan Puskesmas dengan kategori tinggi baik di Kota Kotamobagu maupun di Kabupaten
Bolaang
Mongondow
Utara.
Kebanyakan
responden
mengungkapkan rujukan ke fasilitas yang lebih memadai serta ke petugas kesehatan yang lebih ahli dilakukan dengan cepat apabila penyakit mereka dianggap serius dan kurang dapat ditangani di Puskesmas. Profesional petugas kesehatan ditanggapi oleh kebanyakan responden dengan kategori tinggi masing-masing di Kota Kotamobagu dan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Menurut mereka para petugas kesehatan memberikan pelayanan pengobatan yang sungguh-sungguh guna penyembuhan penyakit. Persepsi sebagian besar (90,00 persen) pelanggan Kota Kotamobagu terhadap kejelasan peran petugas kesehatan Puskesmas (X3.1) adalah pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi, dan Persepsi sebagian besar (93,00 persen) pelanggan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara terhadap kejelasan peran petugas kesehatan Puskesmas (X3.1) adalah pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi. Persepsi pelanggan terhadap kecocokan peran petugas Puskesmas (X3.2) di Kota Kotamobagu sebesar 94,50 persen adalah pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi dan sebesar 97,50 persen di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara berada pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi. Untuk persepsi pelanggan terhadap petugas kesehatan Puskesmas sebagai sumber acuan jika sakit (X3.3) sebesar 98,33
92 persen berada pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi di Kota Kotamobagu dan sebesar 98,67 persen berada pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Persepsi Pelanggan terhadap Lingkungan Sosial Budaya Lingkungan Sosial Budaya (X4) sebagai peubah bebas terdiri dari dua sub peubah yaitu Nilai Sosial Budaya (X4.1) dan Kearifan Lokal (X4.2). Nilai rataan skor peubah lingkungan sosial budaya adalah 3,07 (pada skala 1- 4), kelompok responden di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara dengan nilai rataan skor 3,06, sama besar dengan nilai rataan skor kelompok responden di Kota Kotamobagu yakni 3,06. Nilai rataan skor masing-masing sub peubah disajikan pada Tabel 13. Tabel 13.
Persentase dan Rataan Skor Persepsi Pelanggan terhadap Lingkungan Sosial Budaya Kota Kotamobagu (n = 100)
No.
1.
2.
3. 4.
Uraian % Nilai Sosial Budaya (X4.1) - Sangat rendah 0,40 - Rendah 7,20 - Tinggi 62,80 - Sangat tinggi 29,60 Total 100,00 Kearifan Lokal (X4.2) - Sangat rendah 0,33 - Rendah 23,00 - Tinggi 63,00 - Sangat tinggi 13,67 Total 100,00 Uraian Skor Kategori Nilai Sosial Budaya 3,22 Tinggi (X4.1)
Lokasi Penelitian Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (n = 100) %
Rataan
1,60 9,80 70,20 18,40 100,00
1,00 8,50 66,50 24,00 100,00
%
2,00 1,16 14,00 18,50 58,67 60,84 25,33 19,50 100,00 100,00 Skor Kategori Rataan Kategori 3,05
Tinggi
3,14
Tinggi
Kearifan Lokal (X4.2)
2,90
Sedang
3,07
Tinggi
2,99
Sedang
Total Rataan
3,06
Tinggi
3,06
Tinggi
3,07
Tinggi
Keterangan: 1-2 = Rendah; >2-3 = Sedang; >3-4 = Tinggi
93 Nilai Sosial Budaya (X4.1) sebagian besar berada pada kategori tinggi sebesar 62,80 persen di Kota Kotamobagu dan sebesar 70,20 persen di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, yang terdiri dari Sikap Positif Pelanggan, Nilai-nilai Tradisional yang dianut, Kesesuaian nilai tradisional dengan program Puskesmas, Pengaruh Puskesmas terhadap perilaku hidup sehat masyarakat dan Interaksi Masyarakat dengan petugas kesehatan Puskesmas (Tabel 13). Sikap positif/mendukung terhadap program Puskesmas ditanggapi baik oleh sebagian besar responden dengan kategori tinggi di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Mereka menyatakan program pelayanan kesehatan yang dijalankan Puskesmas adalah baik dan untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Nilai-nilai tradisional yang tidak bertentangan dengan program Puskesmas dinilai baik oleh sebagian besar responden dengan kategori tinggi di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Para responden beranggapan bahwa nilai-nilai mengenai cara hidup sehat serta pengobatan tradisional yang ada di tempat mereka tidak bertentangan dengan apa yang dilakukan dan diselenggarakan oleh puskesmas. Kesesuaian nilai tradisional dengan program puskesmas oleh kebanyakan responden pelanggan Puskesmas tergolong baik dengan kategori tinggi di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Para responden memandang fasilitas yang ada di Puskesmas sudah sesuai dengan harapan dan dikunjungi banyak orang jika mereka sakit ataupun hanya sekedar berkonsultasi. Pengaruh Puskesmas terhadap perilaku hidup sehat masyarakat dinilai baik oleh sebagian besar responden dengan kategori tinggi di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Para responden mengemukakan bahwa keberadaan Puskesmas cukup mempengaruhi perilaku hidup sehat dari masyarakat seperti mau berobat ke Puskesmas. Interaksi Masyarakat dengan petugas kesehatan Puskesmas tergolong baik ini terlihat dari tanggapan responden yang masuk dalam kategori tinggi di Kota
94 Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Mereka menyatakan bahwa mereka sering berinteraksi dengan petugas puskesmas karena menjadi kenalan atau saudara dan interaksi yang terjadi tidak hanya di dalam puskesmas. Sub peubah Kearifan Lokal (X4.2) sebagian besar berada pada kategori tinggi sebesar 63,00 persen di Kota Kotamobagu dan sebesar 58,67 persen di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, yang terdiri dari konsep hidup sehat, Dampak konsep hidup sehat dan Pandangan terhadap petugas pendatang (Tabel 13). Konsep Hidup Sehat Masyarakat cenderung tergolong baik terlihat dari lebih banyak tanggapan responden dengan kategori tinggi di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Namun terlihat juga kategori rendah yang cukup mencolok di Kota Kotamobagu
dan di
Kabupaten Bolaang Mongondow. Tanggapan responden dengan kategori rendah ini menyatakan bahwa masyarakat setempat masih memiliki konsep hidup sehat sendiri yang berbeda pandangan dengan yang diajarkan oleh Puskesmas. Tanggapan masyarakat terhadap dampak yang baik dari konsep hidup sehat adalah tergolong baik. Hal ini terlihat dari respon pelanggan pada kategori tinggi di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Tanggapan pada petugas kesehatan pendatang adalah tergolong baik, dapat dilihat dari penilaian sebagian besar responden dengan kategori tinggi di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Mereka (para responden) beranggapan bahwa petugas kesehatan, khususnya yang berasal dari luar daerah dapat dipercaya serta keahliannya diakui. Persepsi pelanggan terhadap nilai sosial budaya (X4.1) di Kota Kotamobagu sebesar 92,40 persen berada pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi sedangkan di Kabupaten Bolaang Mongondow sebesar 88,60 persen berada pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi. Persepsi pelanggan terhadap kearifan lokal (X4.2) di Kota Kotamobagu sebesar 76,67 persen berada pada kategori tinggi sampai dengan kategori sangat tinggi,
95 sedangkan di Kabupaten Bolaang Mongondow sebesar 84,00 persen berada pada kategori tinggi sampai dengan kategori sangat tinggi. Persepsi Pelanggan terhadap Pelayanan Puskesmas Peubah Persepsi Pelanggan terhadap Pelayanan Puskesmas (Y1) terdiri dari sub peubah Petugas Kesehatan (Y1.1), Layanan Kesehatan (Y1.2) dan Obat yang Diberikan (Y1.3). Sub peubah Petugas Kesehatan (Y1.1) terdiri dari indikator Perlakuan yang tidak membedakan, simpati dan motivasi yang diberikan petugas kesehatan, perlakuan yang manusiawi dari petugas kesehatan, penjelasan yang diberikan oleh petugas kesehatan, keterbukaan pasien mengenai penyakitnya, anamnesa/interviuw oleh petugas kesehatan dan pilihan pasien terhadap petugas kesehatan. Semua yang tercakup dalam subsub peubah ini berada pada skala pengukuran 1 sampai dengan 4, kecuali indikator pilihan pasien terhadap petugas kesehatan dengan skala pengukuran 0 sampai dengan 1. Nilai rataan skor Persepsi pelanggan terhadap Pelayanan Puskesmas (Y1) yaitu 3,07 (tinggi). Kelompok responden di Kota Kotamobagu memiliki nilai rata-rata 3,04, lebih rendah dari kelompok responden di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara sebesar 3,06. Khusus indikator pilihan pasien terhadap petugas kesehatan (sub peubah petugas kesehatan) diperoleh angka rata-rata 0,96, yakni kelompok responden di Kota Kotamobagu memiliki angka rata-rata 0,99, lebih tinggi dari kelompok responden di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara yakni 0.92. Nilai rataan skor Peubah Tidak Bebas Persepsi Pelanggan terhadap Pelayanan Puskesmas disajikan pada Tabel 14. Sub peubah Persepsi Pelanggan terhadap Petugas kesehatan (Y1.1) paling besar berada pada kategori tinggi sebesar 66,50 persen di Kota Kotamobagu dan sebesar 72,50 persen di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, yang terdiri dari indikator Perlakuan yang tidak membedakan, Simpati/Motivator, Manusiawi, Penjelasan yang diberikan, Keterbukaan pasien, Interviuw petugas dan Pilihan pasien.
96 Tabel 14. Persentase dan Rataan Skor Persepsi Pelanggan terhadap Pelayanan Puskesmas
Rataan
%
Lokasi Penelitian Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (n = 100) %
0,83 14,17 66,50 18,50 100,00
2,50 7,33 72,50 17,67 100,00
1,67 10,75 69,50 18,09 100,00
0,33 13,00 69,67 17,00 100,00
1,33 10,33 67,33 21,00 100,00
0,83 11,67 68,50 19,00 100,00
Kota Kotamobagu (n = 100) No.
Uraian
1.
Petugas kesehatan (Y1.1)) - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi Total Layanan kesehatan (Y1.2) - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi Total Obat yang diberikan (Y1.3) - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi Total Uraian Petugas kesehatan (Y1.1))
2.
3.
4. 5. 6.
Layanan kesehatan (Y1.2) Obat yang diberikan (Y1.3) Total Rataan
0,00 12,33 69,33 18,33 100,00 Skor Kategori
%
1,00 0,50 7,00 9,67 69,00 69,17 23,00 20,67 100,00 100,00 Skor Kategori Rataan Kategori
3,03
Tinggi
3,05
Tinggi
3,04
Tinggi
3,03
Tinggi
3,08
Tinggi
3,06
Tinggi
3,06
Tinggi
3,15
Tinggi
3,11
Tinggi
3,04
Tinggi
3,09
Tinggi
3,07
Tinggi
Keterangan: 1-2 = Rendah; >2-3 = Sedang; >3-4 = Tinggi Perlakuan yang tidak membedakan tergolong baik, ini ditunjukkan dari tanggapan responden yang sebagian besar dikategorikan tinggi di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Umumnya mereka menyatakan para petugas kesehatan tidak membedakan antara pasien kaya dan miskin ataupun mendahulukan pasien yang dikenalnya seperti saudara atau teman. Simpati dan motivasi yang diberikan petugas kesehatan dinilai baik oleh para responden di kedua lokasi penelitian dengan kategori tinggi baik di Kota
97 Kotamobagu maupun di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Para responden menyatakan bahwa petugas kesehatan turut merasakan keluhan yang mereka hadapi atau penyakit yang mereka derita serta memberikan motivasi pada mereka agar cepat sembuh dari penyakitnya. Perlakuan yang manusiawi dari petugas kesehatan ditanggapi baik oleh kebanyakan responden dengan kategori tinggi di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Mereka menyatakan para petugas kesehatan memperlakukan mereka secara manusiawi. Penjelasan yang diberikan oleh petugas kesehatan dinilai baik oleh kebanyakan responden yang diwawancarai dengan kategori tinggi di kedua lokasi penelitian yaitu di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Mereka menilai bahwa pertanyaan-pertanyaan tentang masalah kesehatan mereka dijelaskan secara rinci oleh petugas kesehatan Puskesmas. Keterbukaan pasien mengenai penyakitnya adalah baik, dengan kategori tinggi di Kota Kotamobagu maupun di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Di sisi lain kecenderungan keterbukaan pasien dengan kategori rendah masih terdapat di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Hal ini menunjukkan masih terdapat pasien yang masih enggan bersikap terbuka atas penyakit yang dideritanya dan yang menyebabkan hingga ia menderita penyakit tersebut. Anamnesis oleh petugas kesehatan dinilai cukup baik oleh kalangan responden dan berada pada kategori tinggi di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Di Kota Kotamobagu masih terlihat pada kategori yang rendah, mereka menegaskan bahwa petugas kesehatan kurang banyak bertanya mengenai gejala dan riwayat penyakit yang di derita. Pilihan pasien terhadap petugas kesehatan yang ditanyakan kepada para responden
yakni
apakah
mereka
memilih
petugas
kesehatan
yang
berpenampilan menarik atau petugas kesehatan yang kurang berpenampilan menarik, umumnya responden memilih petugas kesehatan yang berpenampilan menarik di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.
98 Mereka lebih suka memilih petugas yang berpenampilan menarik tanpa menilai kualitas petugas kesehatan yang bersangkutan, walaupun mungkin secara psikologis dapat membantu penyembuhan penyakit. Persepsi Pelanggan terhadap Layanan Kesehatan (Y1.2) berada pada kategori tinggi sebesar 69,67 persen di Kota Kotamobagu dan sebesar 67,33 persen di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, yang terdiri dari indikator fasilitas layanan kesehatan, prosedur pelayanan kesehatan dan sistem pelayanan kesehatan (Tabel 14). Fasilitas layanan kesehatan adalah cukup baik ditanggapi oleh para responden dengan kategori tinggi di Kota kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Fasilitas layanan kesehatan dengan kategori rendah juga cukup mencolok di dua lokasi baik di Kota Kotamobagu maupun di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Responden yang menjawab dengan kategori rendah menyatakan bahwa fasilitas layanan kesehatan yang ada di Puskesmas belum memadai dan belum baik. Prosedur pelayanan kesehatan tergolong baik dengan kategori tinggi di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara sebesar. Kebanyakan responden merasakan prosedur pelayanan kesehatan di puskesmas sudah seperti yang mereka harapkan. Sistem pelayanan kesehatan tergolong baik serta ditanggapi oleh sebagian besar responden dengan kategori tinggi di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Sebagian besar responden menegaskan bahwa cara pelayanan kesehatan yang diberikan kepada mereka cukup baik serta berkaitan dengan keluhan penyakit yang mereka derita. Persepsi Pelanggan terhadap Obat yang diberikan (Y1.3) sebagian besar berada pada kategori tinggi sebesar 69,33 persen di Kota Kotamobagu dan sebesar 69,00 persen di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, yang terdiri dari indikator Manfaat obat, Pemberian obat, dan Ketersediaan obat. Manfaat obat yang diberikan sebagian besar ditemukan pada kategori tinggi di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Sebagian besar responden yang berada di dua lokasi penelitian ini menyatakan bahwa obat-
99 obat yang diberikan oleh Puskesmas memberikan manfaat bagi kesembuhan mereka. Pemberian obat dan penjelasan khasiatnya paling besar tergolong pada kategori tinggi baik di Kota Kotamobagu maupun di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Umumnya responden menegaskan bahwa pemberian obat oleh petugas kesehatan sekaligus pula pemberian penjelasan khasiatnya. Ketersediaan obat di Puskesmas menurut tanggapan responden pelanggan adalah baik dengan kategori tinggi di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Namun demikian ketersediaan obat dengan kategori rendah masih cukup terlihat di Kota Kotamobagu dan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Responden yang menjawab dengan kategori rendah ini mengeluhkan bahwa selama mereka berkunjung atau berobat ke Puskesmas, obat-obatan yang dibutuhkan tidak selalu tersedia. Persepsi pelanggan terhadap petugas kesehatan (Y1.1) di Kota Kotamobagu sebesar 85,00 persen berada pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi, sedangkan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara sebesar 90,17 persen berada pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi. Persepsi pelanggan terhadap layanan kesehatan (Y1.2) di Kota Kotamobagu sebesar 86,67 persen berada pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi, sedangkan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara sebesar 88,33 persen berada pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi. Persepsi pelanggan terhadap obat yang diberikan (Y1.3) di Kota Kotamobagu sebesar 87,66 persen berada pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi, sedangkan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara sebesar 92,00 persen berada pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi. Persepsi Pelanggan terhadap Pengobatan Luar Puskesmas Terdapat dua sub peubah dari Peubah Persepsi Pelanggan terhadap Pengobatan Luar Puskesmas yaitu pandangan terhadap dukun dan pandangan terhadap layanan tradisional. Sub peubah pandangan terhadap dukun terdiri dari indikator pilihan untuk pergi ke dukun, kepercayaan terhadap dukun atau
100 terhadap petugas puskesmas dan kemanjuran dari pengobatan dukun. Indikator pilihan pergi ke dukun, kepercayaan terhadap dukun (sub peubah pandangan terhadap dukun) dan keberadaan layanan tradisional (sub peubah pandangan terhadap layanan tradisonal) berada pada skala pengukuran 0 sampai dengan 1 dengan rata-rata 0,66 (sedang), kelompok responden di Kota Kotamobagu memiliki angka rata-rata 0,62, yang lebih rendah dari kelompok responden di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara dengan perolehan angka rata-rata 0,71 (pada skala 0 – 1). Semua indikator dari sub-sub peubah dilakukan pengukuran pada skala 1 sampai dengan 4, dan diperoleh angka rata-rata 2,44 (sedang), di mana kelompok responden di Kota Kotamobagu memiliki angka rata-rata 2,40 serta Tabel 15. Persentase dan Rataan Skor Pengobatan Luar Puskesmas
Uraian
1.
Pandangan terhadap Dukun (Y2.1)) - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi Total Pandangan terhadap Layanan Tradisional (Y2.2) - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi Total Uraian Pandangan terhadap Dukun (Y2.1)) Pandangan terhadap Layanan Tradisional (Y2.2) Total Rataan
2.
4. 5.
Pelanggan
terhadap
Rataan
%
Lokasi Penelitian Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (n = 100) %
12,00 82,00 4,00 1,00 100,00
19,00 63,00 13,00 5,00 100,00
15,50 72,50 8,50 3,00 100,00
Kota Kotamobagu (n = 100) No.
Persepsi
3,00 11,00 61,67 24,33 100,00 Skor Kategori
%
3,67 3,34 20,33 15,66 52,00 56,83 24,00 24,17 100,00 100,00 Skor Kategori Rataan Kategori
1,93
Rendah
2,06
Sedang
1,99
Rendah
2,86
Sedang
2,85
Sedang
2,88
Sedang
2,40
Sedang
2,46
Sedang
2,44
Sedang
Keterangan: 1-2 = Rendah; >2-3 = Sedang; >3-4 = Tinggi
101 lebih kecil dibanding kelompok responden di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara yakni 2,46. Nilai Rataan Skor Peubah Tidak Bebas Persepsi Pelanggan terhadap Pengobatan luar Puskesmas disajikan pada Tabel 15. Pandangan terhadap Dukun (Y2.1) palin besar berada pada kategori rendah sebesar 82,00 persen di Kota Kotamobagu dan sebesar 63,00 persen di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara yang terdiri dari indikator Pilihan, Kepercayaan dan Kemanjuran Dukun. Pilihan untuk pergi ke dukun ditemukan rendah baik di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, hal ini membuktikan masih cukup banyak responden yang berkunjung ke dukun daripada ke Puskesmas. Kepercayaan terhadap dukun atau terhadap petugas Puskesmas tergolong jelek baik di Kota Kotamobagu maupun di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Sebagian responden di kedua lokasi penelitian menegaskan bahwa mereka lebih percaya kepada dukun daripada petugas kesehatan di Puskesmas. Persepsi pelanggan terhadap kemanjuran dari pengobatan dukun tergolong rendah ditanggapi sebagian besar responden di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Sub peubah Pandangan terhadap Layanan Tradisional (Y2.1) paling besar berada pada kategori tinggi sebesar 61,67 persen di Kota Kotamobagu dan sebesar 52,00 persen di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, yang terdiri dari indikator keberadaan Layanan Tradisional, Kepercayaan pada Puskesmas, Kesadaran atas keberadaan Puskesmas dan Alasan ke layanan tradsional karena murah. Keberadaan Layanan Tradisional tergolong rendah di Kota Kotamobagu maupun di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Sebagian besar responden menyatakan masih terdapat layanan tradisional di tempat mereka. Kepercayaan pada Puskesmas tergolong baik dengan kategori tinggi di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara sebesar. Mereka (para
responden)
menegaskan
walaupun
mereka
berobat
secara
alternatif/tradisional namun mereka juga percaya bahwa dengan berobat ke Puskesmas penyakit mereka akan sembuh.
102 Kesadaran atas keberadaan Puskesmas tergolong baik dengan kategori tinggi di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Para responden menyatakan bahwa keberadaan puskesmas cukup memberi kesadaran pada mereka untuk berobat ke puskesmas daripada berobat ke pengobatan alternatif/tradsional. Alasan ke layanan tradsional karena murah dan tergolong rendah di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara menyatakan bahwa mereka tidak setuju pergi ke pengobatan alternatif walaupun lebih murah dan lebih memilih pergi berobat ke Puskesmas karena lebih aman. Namun demikian terdapat kategori rendah di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara dengan nilai yang cukup mencolok (25,00 persen) di mana mereka menyatakan setuju bahwa berobat ke pengobatan alternatif/tradisional karena lebih murah daripada pergi ke Puskesmas. Dukun juga menggunakan obat-obatan tradisional (sebagian), namun sebagian yang yang lain bersifat klenik atau mistis, yakni sang dukun yang melakukan pengobatan, mengalami intrans (kesurupan) dan melakukan upaya penyembuhan. Khusus di Kota Kotamobagu, pengobatan oleh dukun dilakukan dalam bentuk ”tarian tayok” (wilayah Puskesmas Bilalang), yakni sang dukun sudah dirasuki oleh roh halus dan berusaha mengusir penyakit (yang diakibatkankan oleh gangguan roh halus yang lain) yang membuat sang pasien menderita suatu penyakit. Pandangan terhadap dukun (Y2.1) di Kota Kotamobagu sebesar 5,00 persen berada pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi, sedangkan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara sebesar 18,00 persen berada pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi. Pandangan terhadap layanan tradisional (Y2.2) di Kota Kotamobagu sebesar 86,00 persen berada pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi, sedangkan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara sebesar 76,00 persen berada pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi.
103 Persepsi Pelanggan terhadap Kebutuhan Hidup Sehat Peubah Persepsi Pelanggan terhadap Kebutuhan Hidup Sehat (Y3) terdiri dari sub Peubah Kebutuhan Sehat/Fisiologik (Y3.1), Kebutuhan Psikologik (Y3.2), Kebutuhan Spiritual (Y3.3) dan Kebutuhan Layanan Kesehatan yang murah (Y3.4). Sub peubah Kebutuhan Sehat/Fisiologik terdiri dari indikator Frekuensi berobat ke puskesmas bila sakit, Prioritas Puskesmas daripada pengobatan alternatif lainnya dan Kebutuhan ke puskesmas bila sakit. Dari keseluruhan indikator, frekuensi berobat ke Puskesmas yang diukur pada skala 0 sampai dengan 1. Nilai rataan skor yang diperoleh adalah kategori sedang, sebesar 0,68 (di kedua lokasi penelitian). Kelompok responden di Kota Kotamobagu angka rata-ratanya 0,55 lebih kecil daripada kelompok responden di Kabupaten Bolaang Mongondow sebesar 0,81. Sedangkan keseluruhan indikator dari sub-sub peubah lainnya diperoleh skor rata-rata 3,27 (tinggi), di mana kelompok responden di Kota Kotamobagu 3,31, lebih besar dari kelompok responden di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara dengan angka rata-rata 3,24 (pada skala 1 – 4). Nilai Rataan Skor Peubah Tidak Bebas Persepsi Pelanggan terhadap Kebutuhan Hidup Sehat disajikan pada Tabel 16. Kebutuhan sehat/fisiologik (Y3.1) berada pada kategori tinggi sebesar 63,00 persen di Kota Kotamobagu dan sebesar 54,00 persen di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, yang terdiri dari indikator Frekuensi berobat ke Puskesmas, Prioritas ke Puskesmas, dan ke Puskesmas bila sakit. Frekuensi berobat ke Puskesmas bila sakit cukup baik di mana lebih banyak responden di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara yang mengaku selalu berkunjung ke Puskesmas jika mereka atau anggota keluarga mereka sakit. Kategori rendah terlihat di Kota Kotamobagu, di mana responden mengaku mereka kadang-kadang atau tidak selalu berkunjung ke Puskesmas jika mereka ataupun anggota keluarga mereka sakit. Prioritas Puskesmas daripada pengobatan alternatif lainnya tergolong baik dengan kategori tinggi sebesar di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang
104 Tabel 16. Persentase dan Rataan Skor Persepsi Pelanggan terhadap Kebutuhan Hidup Sehat
Rataan
%
Lokasi Penelitian Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (n = 100) %
0,50 8,00 63,00 28,50 100,00
3,00 9,50 54,00 33,50 100,00
1,75 8,75 68,50 31,00 100,00
0,25 10,75 67,00 22,00 100,00
1,00 7,75 73,50 17,75 100,00
0,68 9,75 70,23 19,88 100,00
0,00 5,00 58,00 37,00 100,00
2,00 4,50 58,50 35,00 100,00
1,00 4,75 58,25 36,00 100,00
Kota Kotamobagu (n = 100) No.
Uraian
1.
Kebutuhan Sehat/Fisiologik (Y3.1) - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi Total Kebutuhan Psikologik (Y3.2) - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi Total Kebutuhan Spiritual (Y3.3) - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi Total Kebutuhan Layanan Kesehatan Murah (Y3.4) - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi Total Uraian Kebutuhan Sehat/Fisiolo Gik (Y3.1)
2.
3.
4.
5. 6. 7. 8.
Kebutuhan Psikologik (Y3.2) Kebutuhan Spiritual (Y3.3) Kebutuhan Layanan Kesehatan Murah (Y3.4) Total Rataan
0,00 0,00 38,00 62,00 100,00 Skor Kategori
%
0,00 0,00 2,50 1,25 53,50 45,75 44,00 53,00 100,00 100,00 Skor Kategori Rataan Kategori
3,20
Tinggi
3,19
Tinggi
3,19
Tinggi
3,10
Tinggi
3,08
Tinggi
3,09
Tinggi
3,32
Tinggi
3,27
Tinggi
3,29
Tinggi
3,62
Tinggi
3,42
Tinggi
3,52
Tinggi
3,31
Tinggi
3,24
Tinggi
3,27
Tinggi
Keterangan: 1-2 = Rendah; >2-3 = Sedang; >3-4 = Tinggi
105 Mongondow Utara. Mereka beranggapan bahwa berobat ke Puskesmas lebih baik daripada berobat ke dukun atau pengobatan alternatif lainnya. Kebutuhan untuk pergi ke Puskesmas bila sakit berada pada kategori tinggi di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Sebagian besar dari
responden mengaku jika mereka sakit, maka pergi berobat ke
Puskesmas sudah menjadi kebutuhan mereka. Sub peubah Kebutuhan psikologik (Y3.2) paling besar pada kategori tinggi sebesar 67,00 persen di Kota Kotamobagu dan sebesar 73,50 persen di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, yang terdiri dari indikator Ketenangan hati saat berkunjung ke Puskesmas, Penyakit dapat diketahui, Interaksi sesama pengunjung dan Hubungan/silaturahmi antar pasien yang menjadi kenalan dan kerabatnya (Tabel 16). Ketenangan hati saat berkunjung ke Puskesmas berada pada kategori tinggi baik di Kota Kotamobagu maupun di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Sebagian besar responden di dua lokasi penelitian mengaku mereka senang berobat ke Puskesmas karena semua petugas kesehatan memenuhi kebutuhan psikologisnya seperti tidak menakut-nakuti penyakit yang mereka derita sehingga ada ketenangan hati pada diri mereka. Penyakit dapat diketahui tergolong baik dengan kategori tinggi di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Para responden menyatakan dengan pergi berobat ke Puskesmas, mereka dapat mengetahui penyakit apa yang diderita. Interaksi sesama pengunjung cenderung baik dengan kategori tinggi baik di Kota Kotamobagu maupun di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Para responden mengaku dengan berkunjung ke Puskesmas, mereka dapat bertemu dengan orang lain dan saling bertanya tentang masing-masing penyakit yang diderita juga bagaimana penanganan yang diberikan oleh petugas kesehatan. Hubungan/silaturahmi antar pasien yang menjadi kenalan dan kerabatnya cenderung baik dengan kategori tinggi di Kota Kotamobagu dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Hal ini menunjukkan sebagian responden yang diwawancarai
mengaku
bahwa
berhubungan/bersilaturahmi
sesama
106 pasien/pelanggan baik kenalan maupun kerabatnya adalah salah satu hal yang mereka butuhkan, terutama saling mengetahui penyakit yang mereka derita dan penyebab dari penyakit mereka, serta penanganan yang diberikan oleh petugas kesehatan. Sub peubah Kebutuhan spiritual (Y3.3) paling besar berada pada kategori tinggi sebesar 58,00 persen di Kota Kotamobagu dan sebesar 58,50 persen di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara,
yang terdiri dari indikator Saran
berdoa dari petugas kesehatan dan saran untuk Berdoa itu dilakukan pasien tergolong baik, masyarakat di kedua daerah ini masih cukup religius. Dari kedua indikator ini (Saran berdoa dan Berdoa) untuk kesembuhan penyakit mereka, pada kategori tinggi, masing-masing di Kota Kotamobagu dan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Pengakuan responden, petugas kesehatan selain memberi obat juga menyarankan berdoa agar cepat sembuh dan mereka banyak berdoa kepada Yang Maha Kuasa agar diberikan kesembuhan. Berbagai penelitian membuktikan bahwa tingkat keimanan seseorang erat hubungannya dengan imunitas atau kekebalan baik fisik maupun mental, di antaranya yaitu: (1) Survey yang dilakukan majalah Time dan CNN serta USA Weekend (Maryam et al, 2007), menyatakan bahwa lebih dari 70 persen pasien percaya bahwa keimanan terhadap Tuhan yang Maha Kuasa dan doa dapat membantu proses penyembuhan; (2). Penelitian yang dilakukan oleh Snyderman (Maryam et al, 2007) terhadap hubungan antara komitmen agama dan ilmu pengetahuan (terapi medis) dan Christy (Maryam et al, 2007) berjudul “Prayer as Medicine” menyatakan bahwa doa merupakan obat selain daripada obat medis. Pemulihan fisik berkaitan erat dengan sikap, mental dan stabilitas emosi, dengan adanya penasehat agama dapat memberikan hiburan , dukungan dan bimbingan bagi pasien/pelanggan dan keluarganya. Sub peubah Kebutuhan layanan kesehatan murah (Y3.4) paling besar berada pada kategori sangat tinggi sebesar 62,00 persen di Kota Kotamobagu dan kategori tinggi sebesar 53,50 persen di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, yang terdiri dari indikator Kebutuhan layanan murah dan Layanan
107 murah dengan kualitas baik tergolong baik di Kota Kotamobagu dan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara untuk kebutuhan akan layanan yang murah. Untuk layanan murah dengan kualitas baik, cenderung sangat baik dengan kategori sangat tinggi keduanya di Kota Kotamobagu dan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Sebagian besar (91,50 persen) persepsi pelanggan terhadap kebutuhan fisiologik (Y3.1) di Kota Kotamobagu berada pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi, sedangkan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara sebesar 87,50 persen berada pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi. Persepsi pelanggan terhadap kebutuhan psikologik (Y3.2) sebesar 89,00 persen di Kota Kotamobagu berada pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi, sedangkan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara sebesar 91,25 persen berada pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi. Persepsi pelanggan terhadap kebutuhan spiritual (Y3.3) masing-masing di Kota Kotamobagu dan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara sebesar 95,00 persen dan 93,50 persen berada pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi. Persepsi pelanggan terhadap kebutuhan layanan kesehatan murah (Y3.4) di Kota Kotamobagu dan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara masing-masing sebesar 100 persen dan 97,50 persen berada pada kategori tinggi sampai dengan sangat tinggi. Kepuasan Pelanggan Puskesmas Pasien/pelanggan Puskesmas melihat layanan kesehatan yang berkualitas adalah sebagai suatu layanan kesehatan oleh petugas kesehatan Puskesmas yang dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakannya (felt needs) yang dilakukan dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap dan mampu menyembuhkan keluhan serta mencegah atau berkembangnya dan meluasnya suatu penyakit. Kepuasan pelanggan Puskesmas dikaji dari dimensi petugas kesehatan, layanan kesehatan dan obat yang diberikan yang diukur dari perlakuan yang tidak membedakan (tidak diskriminatif), simpatik dan memotivasi, manusiawi, memberikan penjelasan yang diperlukan, keterbukaan pasien, interview
108 petugas kesehatan, pilihan pasien pada petugas kesehatan (penampilan menarik atau kurang menarik), fasilitas, prosedur, sistem, manfaat obat, pemberian obat dan ketersediaan obat. Perolehan angka rata-rata Kepuasan Pelanggan disajikan pada Tabel 17. Nilai rataan skor Kepuasan Pelanggan adalah tinggi, 3,07 (pada skala 1 – 4). Kelompok responden di Kota Kotamobagu angka rata-rata 3,06, sedangkan kelompok
responden
pelanggan
Puskesmas
di
Kabupaten
Bolaang
Mongondow dengan skor 3,07 (relatif sama), disajikan pada Tabel 17. Tabel 17. Persentase dan Rataan Skor Persepsi Kepuasan Pelanggan terhadap Pelayanan Puskesmas
Rataan
%
Lokasi Penelitian Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (n = 100) %
1,00 10,00 66,00 23,00 100,00
1,72 5,29 76,86 16,14 100,00
1,86 7,65 71,43 19,57 100,00
2,00 11,00 70,67 16,33 100,00
3,00 6,00 74,00 17,00 100,00
2,50 8,50 74,34 16,67 100,00
Kota Kotamobagu (n = 100) No.
Uraian
1.
Petugas kesehatan - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi Total Layanan kesehatan - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi Total Obat yang diberikan - Sangat rendah - Rendah - Tinggi - Sangat tinggi Total Uraian Petugas kesehatan (Y1.1))
2.
3.
4. 5. 6.
Layanan kesehatan (Y1.2) Obat yang diberikan (Y1.3) Total Rataan
0,67 11,67 72,33 15,33 100,00 Skor Kategori
%
5,00 2,84 6,00 8,84 71,00 71,67 18,00 16,67 100,00 100,00 Skor Kategori Rataan Kategori
3,10
Tinggi
3,07
Tinggi
3,09
Tinggi
3,05
Tinggi
3,06
Tinggi
3,06
Tinggi
3,02
Tinggi
3,07
Tinggi
3,05
Tinggi
3,06
Tinggi
3,07
Tinggi
3,07
Tinggi
Keterangan: 1-2 = Rendah; >2-3 = Sedang; >3-4 = Tinggi
109 Rata-rata indikator kepuasan (Tabel 17) dari tiap sub peubah cenderung baik (berada pada kategori tinggi), kecuali dari sub peubah petugas kesehatan, layanan kesehatan dan obat yang diberikan dengan kategori rendah (cenderung jelek) yang cukup besar di Kota Kotamobagu meliputi aspek kurangnya Penjelasan yang diberikan petugas kesehatan, anamnesis/intervieuw petugas kesehatan yang kurang komplit, fasilitas Puskesmas yang kurang memadai, pemberian obat yang tidak tuntas, dan obat yang tidak selalu tersedia. Penjelasan para petugas medik dalam triwulan terakhir, sebagian pasien yang berkunjung menderita ISPA. Kaitannya dengan Kepuasan Pelanggan adalah bahwa para petugas medik memberikan penjelasan yang berkaitan dengan penyakitnya, cara pencegahan dan informasi mengenai komplikasi yang bisa terjadi jika tidak melaksanakan anjuran dengan baik. Pelanggan yang mengikuti anjuran, dengan sendirinya akan sembuh dan tidak perlu kembali lagi dan Pelanggan menjadi puas. Pelanggan yang tidak mengikuti anjuran, penyakitnya tidak akan sembuh/tuntas dan harus kembali lagi (frekuensi sakit lebih banyak). Mereka menjadi tidak puas. Kondisi kesehatan Pelanggan yaitu berapa kali ia sakit yang bermuara pada kepuasan mereka, antara lain diagnosis yang tepat serta pemberian obat, di mana pada saat menggunakan obat yang diberikan sesuai dengan diagnosis, penyakit mereka langsung sembuh. Ketidakpuasan sering muncul akibat diagnosis yang kurang tepat diikuti dengan pemberian obat yang tidak tepat sehingga pasien harus beberapa kali berkunjung/datang ke Puskesmas. Persepsi kepuasan pelanggan terhadap petugas kesehatan di Kota Kotamobagu sebesar 89,00 persen dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara sebesar 93,00 persen berada pada kategori tinggi sampai dengan kategori sangat tinggi. Persepsi kepuasan pelanggan terhadap layanan kesehatan di Kota Kotamobagu sebesar 87,00 persen dan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara sebesar 91,00 persen berada pada kategori tinggi sampai dengan kategori sangat tinggi, sedangkan Persepsi kepuasan pelanggan terhadap obat yang diberikan di Kota Kotamobagu sebesar 87,66 persen dan di Kabupaten
110 Bolaang Mongondow Utara sebesar 89,00 persen berada pada kategori tinggi sampai dengan kategori sangat tinggi Hubungan Beberapa Peubah Bebas dengan Peubah Tidak Bebas Tabel 18 memperlihatkan hubungan antara Karakteristik Pelanggan (X1), Pengaruh Tokoh Informal (X2), Peran Petugas Kesehatan (X3), Lingkungan Sosial Budaya (X4) dengan Persepsi Terhadap Pelayanan Puskesmas (Y1), Pengobatan Luar Puskesmas (Y2) dan Kebutuhan Hidup Sehat (Y3). Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan hubungan yang nyata (positif) antara Pendapatan rumah tangga (r = 0.245), Pendidikan (r =0.452), Pengertian makna hidup sehat (r = 0.332), Pengertian tujuan hidup sehat (r = 0.318) dan pengertian manfaat hidup sehat (r = 0.390) dengan Persepsi Terhadap Pelayanan Puskesmas (Y1), ini artinya semakin tinggi/baik pendapatan rumah tangga, pendidikan, pengertian makna hidup sehat, tujuan hidup sehat dan manfaat hidup sehat maka semakin tinggi/baik persepsinya terhadap pelayanan Puskesmas. Hubungan antara Pekerjaan (r = -0.159), Jumlah anggota keluarga (r = -0.143), Jarak tempat tinggal ke Puskesmas (r = -0.256) lemah dan menunjukkan hubungan yang negatif. Pekerjaan, jumlah anggota keluarga dan jarak tempat tinggal ke Puskesmas yang semakin tinggi, maka Persepsi terhadap pelayanan Puskesmas semakin rendah. Karakteristik pelanggan Puskesmas (X1) secara keseluruhan memiliki hubungan yang nyata (positif) dengan Persepsi terhadap Layanan Puskesmas (r = 0.259) dengan demikian, semakin baik Karakteristik pelanggan maka semakin baik pula persepsi mereka terhadap layanan Puskesmas (Y1). Pendapatan rumah tangga yang semakin baik, semakin baik pendidikan serta semakin memiliki pengertian tentang makna, tujuan dan manfaat hidup sehat dan memahaminya, membuat Pelanggan puskesmas selalu berpikiran positif (positive thinking) serta dapat memaklumi keterbatasan terhadap layanan kesehatan Puskesmas yang ada.
111 Tabel 18. Peubah
Pendapatan Rumah Tangga (X1.1) Pekerjaan (X1.2) Pendidikan (X1.3) Jumlah Anggota Keluarga (X1.4) Jarak Tempat Tinggal Ke Puskesmas (X1.5) Pengertian Makna (X1.6) Pengertian Tujuan (X1.7) Pengertian Manfaat (X1.8) Total X1 (Karakteristik Pelanggan) Pengaruh Tokoh Informal (X2) Peran Petugas Kesehatan Puskesmas (X3) Lingkungan Sosial Budaya (X4)
Keterangan:
Hubungan Beberapa Peubah Bebas dengan Peubah Tidak Bebas di Kota Kotamobagu dan Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Persepsi Pelanggan Terhadap Pelayanan Puskesmas (Y1)
Persepsi Pelanggan Terhadap Pengobatan Luar Puskesmas (Y2)
Persepsi Pelanggan Terhadap Kebutuhan Hidup Sehat (Y3) 0.128
0.245**
-0.155*
-0.159*
0.083
0.147*
0.452**
-0.038
0.060
-0.143*
0.126
-0.007
-0.256**
0.034
-0.051
0.332**
0.079
0.461**
0.318**
-0.024
0.403**
0.390**
0.040
0.510**
0.259**
-0.005
0.370**
0.486**
-0.028
0.488**
0.523**
-0.024
0.622**
0.452**
-0.024
0.508**
* = nyata pada α = 0.05; ** = sangat nyata pada α = 0,01 n = 200
112 Persepsi Pelanggan terhadap Pelayanan Puskesmas sebagai peubah tidak bebas, berhubungan nyata positif dengan Pengaruh tokoh informal (r = 0.486), Peran Petugas kesehatan Puskesmas (r = 0.523) dan Lingkungan Sosial Budaya (r = 0.452). Artinya, semakin besar pengaruh tokoh informal, Peran petugas kesehatan Puskesmas dan semakin baik pengaruh Lingkungan Sosial Budaya, maka semakin tinggi Persepsi pelanggan terhadap pelayanan yang diselenggarakan oleh Puskesmas. Persepsi
Pelanggan
terhadap
Pengobatan
Luar
Puskesmas
(Y2)
berhubungan secara negatif dengan Karakteristik pelanggan (r = -0.005), Pengaruh tokoh informal (r = -0.028), Peran petugas kesehatan Puskesmas (r = -0.024) dan Lingkungan Sosial Budaya (r = -0.024). Artinya, semakin tinggi/baik Karakteristik pelanggan, Pengaruh tokoh informal, Peran petugas kesehatan Puskesmas, dan Lingkungan sosial budaya yang berorientasi pada program kesehatan maka semakin rendah Persepsi pelanggan terhadap pengobatan luar Puskesmas. Hubungan yang lemah dan negatif ditunjukkan juga oleh Pendapatan rumah tangga (r = -0.155), Pendidikan (r = -0.038), Pengertian tujuan hidup sehat (r = -0.024), Karakteristik pelanggan (r = -0.005), Pengaruh tokoh informal (r = 0.028), Peran petugas kesehatan (r = -0.024) dan Lingkungan sosial budaya (r = -0.024) ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi/besar Pendapatan rumah tangga, Pendidikan, pengertian tujuan hidup sehat, Karakteristik pelanggan, Pengaruh tokoh informal dan Lingkungan sosial budaya, maka semakin rendah persepsi mereka terhadap pengobatan luar Puskesmas. Pengobatan luar Puskemas (Y2) memiliki hubungan positif dengan Pekerjaan dengan nilai r = 0.083, artinya semakin baik Pekerjaan maka semakin tinggi persepsinya terhadap pengobatan luar puskesmas. Jumlah anggota keluarga, Jarak tempat tinggal ke Puskesmas serta Pengertian Makna dan Manfaat hidup sehat berhubungan tak nyata secara positif dengan Pengobatan luar Puskesmas dengan nilai r = 0.126; r = 0.034; r = 0.079 dan r = 0.040
dengan
demikian
semakin
besar Jumlah anggota
keluarga,
113 Jarak tempat tinggal ke Puskesmas serta Pengertian Makna dan Manfaat hidup sehat, maka semakin tinggi Persepsi Pelanggan Puskesmas terhadap pengobatan luar Puskesmas. Persepsi Pelanggan Terhadap Kebutuhan Hidup Sehat (Y3) berhubungan tak nyata positif dengan Pendapatan rumah tangga (r = 0.128), Jenis kelamin(r = 0.101), Pekerjaan (r = 0.147), Pendidikan (r = 0.060); dan nyata dengan Pengertian tentang makna, tujuan serta manfaat hidup sehat, masing-masing dengan nilai koefisien korelasi r = 0.461; r = 0.403; r = 0.510, sedangkan dengan Jumlah anggota keluarga dan Jarak tempat tinggal ke Puskesmas berhubungan nyata negatif (r = -0.007 dan r = -0.051), artinya semakin tinggi/baik pendapatan rumah tangga, pekerjaan, pendidikan, pengertian makna, tujuan dan manfaat hidup sehat maka semakin tinggi persepsi terhadap kebutuhan hidup sehat, sedangkan semakin tinggi/besar jumlah anggota keluarga dan jarak tempat tinggal ke Puskesmas semakin jauh, maka semakin rendah persepsi terhadap kebutuhan hidup sehat. Persepsi Pelanggan terhadap Kebutuhan Hidup Sehat berhubungan nyata positif dengan keseluruhan Karakteristik pelanggan Puskesmas (X1) dengan nilai r = 0.370, dengan Pengaruh tokoh informal (X2) senilai r = 0.488, dengan Peran petugas kesehatan Puskesmas (X3) senilai r = 0.622 dan dengan Lingkungan sosial budaya (X4) senilai r = 0.508, dengan demikian, semakin baik Karakteristik pelanggan, Pengaruh tokoh informal, Peran petugas kesehatan Puskesmas dan Lingkungan sosial budaya maka semakin tinggi Persepsi Pelanggan terhadap Kebutuhan Hidup Sehat. Di Kota Kotamobagu, Persepsi pelanggan terhadap pelayanan Puskesmas berhubungan positif dengan Pendidikan (r = 0.179), hubungan nyata positif ditunjukkan Pengertian makna, tujuan dan manfaat hidup sehat masing-masing dengan nilai koefisien korelasi r = 0.270; r = 0.453 dan r = 0.333. Karakteristik Pelanggan Puskesmas behubungan nyata positif (r = 0.292), demikian dengan Pengaruh tokoh
informal,
Peran
petugas kesehatan dan Lingkungan
114 Tabel 19. Peubah
Pendapatan Rumah Tangga (X1.1) Pekerjaan (X1.2) Pend3dikan (X1.3) Jumlah Anggota Keluarga (X1.4) Jarak Tempat Tinggal Ke Puskesmas (X1.5) Pengertian Makna (X1.6) Pengertian Tujuan (X1.7) Pengertian Manfaat (X1.8) Total X1 (Karakteristik Pelanggan) Pengaruh Tokoh Informal (X2) Peran Petugas Kesehatan Puskesmas (X3) Lingkungan Sosial Budaya (X4)
Keterangan:
Hubungan Beberapa Peubah Bebas dengan Peubah Tidak Bebas di Kota Kotamobagu Persepsi Pelanggan Terhadap Pelayanan Puskesmas (Y1)
Persepsi Pelanggan Terhadap Pengobatan Luar Puskesmas (Y2)
Persepsi Pelanggan Terhadap Kebutuhan Hidup Sehat (Y3) 0.252*
-0.094
0.083
-0.177
0.006
0.197*
0.179
0.050
0.038
-0.060
0.005
-0.030
-0.163
0.056
-0.041
0.270**
0.159
0.415**
0.453**
0.135
0.516**
0.333**
0.202*
0.531**
0.292**
0.068
0.343**
0.584**
-0.014
0.580**
0.668**
0.124
0.660**
0.606**
0.059
0.647**
* = nyata pada α = 0.05; ** = sangat nyata pada α = 0.01
n = 100
sosial budaya yang berhubungan nyata positif masing-masing dengan koefisien korelasi r = 0.584; r = 0.668 dan r = 0.606. Hubungan ini menjelaskan semakin
115 baik pendidikan, pengertian makna, tujuan dan manfaat hidup sehat, karakteristik keseluruhan pelanggan puskesmas (X1), pengaruh tokoh informal (X2), peran petugas kesehatan (X3) dan lingkungan sosial budaya (X4) maka persepsi mereka terhadap pelayanan Puskesmas semakin baik. Hubungan negatif antara Persepsi Pelanggan Puskesmas pada pelayanan Puskesmas dengan Pendapatan rumah tangga (r = -0.094), Pekerjaan (r = 0,177), Jumlah anggota keluarga (r = -0.060), Jarak tempat tinggal ke Puskesmas (r = -0.163), hal ini berarti, semakin tinggi Pendapatan rumah tangga, semakin baik pekerjaan, semakin besar Jumlah anggota keluarga dan semakin jauh jarak tempat tinggal ke Puskesmas, maka persepsi mereka terhadap Pelayanan Puskesmas semakin rendah. Persepsi pelanggan terhadap pengobatan luar Puskesmas berhubungan positif dengan pendapatan rumah tangga (r = 0.083), Pekerjaan (r = 0.006), Pendidikan (r = 0.050), Jumlah anggota keluarga (r = 0.005), pengertian makna hidup sehat (r = 0.159), Pengertian tujuan hidup sehat (r = 0.135) dan berhubungan nyata dengan pengertian manfaat hidup sehat (r = 0.202). Persepsi pelanggan terhadap pengobatan luar Puskesmas juga berhubungan positif dengan keseluruhan Karakteristik Pelanggan Puskesmas (r = 0.068), Peran Petugas kesehatan Puskesmas (r = 0.124) dan dengan Lingkungan sosial Budaya (r = 0.059). Walaupun demikian hubungan-hubungan ini kurang nyata, kecuali pengertian manfaat hidup sehat yang nyata pada α = 0.05. Hal ini berarti semakin tinggi pengertian manfaat hidup sehat maka semakin tinggi Persepsi pelanggan terhadap pengobatan luar Puskesmas khususnya pada Pandangan terhadap layanan tradisional. Di sisi lain, Persepsi pelanggan terhadap pengobatan luar Puskesmas berhubungan nyata negatif Pengaruh tokoh informal (r = -0.014), yang artinya, semakin besar pengaruh tokoh informal maka semakin rendah persepsi pelanggan terhadap pengobatan luar puskesmas, pengaruh tokoh informal berhubungan
tak nyata negatif dengan persepsi
responden di terhadap
116 pengobatan terhadap luar Puskesmas. Tokoh masyarakat tidak cukup pengaruh terhadap program kesehatan. Persepsi Pelanggan Puskesmas Terhadap Kebutuhan Hidup Sehat berhubungan nyata dan positif dengan Pendapatan rumah tangga (r = 0.252), Pekerjaan (0.197), Jumlah anggota keluarga (r = 0.103), Pengertian makna hidup sehat (r = 0.415), Pengertian tujuan hidup sehat (r = 0.516) serta Pengertian manfaat hidup sehat (r = 0.531). Keseluruhan karakteristik pelanggan juga memiliki hubungan nyata positif (r = 0.343), demikian halnya pula dengan Pengaruh tokoh informal (r = 0.580), Peran petugas kesehatan Puskesmas (r = 0.660) dan Lingkungan sosial budaya (r = 0.647). Hal ini artinya semakin tinggi/baik karakteristik pelanggan, pengaruh tokoh informal, peran petugas kesehatan dan lingkungan sosial budaya yang berorientasi pada program pelayanan kesehatan maka semakin tinggi persepsi terhadap kebutuhan hidup sehat. Hubungan yang lemah dan negatif pada Persepsi Pelanggan Puskesmas Terhadap Kebutuhan Hidup Sehat ditunjukkan oleh jumlah anggota keluarga (r = -0.030) dan Jarak tempat tinggal ke Puskesmas (r = -0.041). hal ini berarti semakin tinggi/besar Jumlah anggota keluarga dan semakin besar/jauh Jarak tempat tinggal responden Pelanggan ke Puskesmas maka semakin rendah Persepsi mereka terhadap kebutuhan hidup sehat. Di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Tabel 20), Persepsi pelanggan terhadap pelayanan Puskesmas berhubungan nyata dan positif dengan Pendapatan rumah tangga (r = 0.336), Pendidikan (r = 0.727), Pengertian makna hidup sehat (r = 0.394), Pengertian tujuan hidup sehat (r = 0.218) dan Pengertian manfaat hidup sehat (r = 0.444). Sedangkan hubungan nyata positif ditunjukkan juga oleh Karakteristik pelanggan (r = 0.294), Pengaruh tokoh informal (r = 0.455), Peran petugas kesehatan Puskesmas (r = 0.427) dan Lingkungan sosial budaya (r = 0.343). Persepsi pelanggan terhadap pelayanan Puskesmas ternyata berhubungan nyata negatif (lemah) dengan sub peubah Pekerjaan (r = -0.108), Jumlah
117 Tabel 20. Peubah
Hubungan Beberapa Peubah Bebas dengan Peubah Tidak Bebas di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara Persepsi Pelanggan Terhadap Pelayanan Puskesmas (Y1)
Persepsi Pelanggan Terhadap Pengobatan Luar Puskesmas (Y2)
Pendapatan 0.336** -0.155 Rumah Tangga (X1.1) Pekerjaan -0.108 0.109 (X1.2) Pendidikan 0.727** -0.025 (X1.3) Jumlah -0.270** 0.219* Anggota Keluarga (X1.4) Jarak Tempat -0.164 -0.087 Tinggal Ke Puskesmas (X1.5) Pengertian 0.394** 0.002 Makna (X1.6) Pengertian 0.218* -0.160 Tujuan (X1.7) Pengertian 0.444** -0.091 Manfaat (X1.8) Total X1 0.249* -0.081 (Karakteristik Pelanggan) Pengaruh 0.455** -0.029 Tokoh Informal (X2) Peran 0.427** -0.134 Petugas Kesehatan Puskesmas (X3) Lingkungan 0.343** -0.112 Sosial Budaya (X4) Keterangan: * = nyata pada α = 0.05; ** = nyata pada α = 0.01
Persepsi Pelanggan Terhadap Kebutuhan Hidup Sehat (Y3) - 0.036
0.089 0.087 0.025
-0.062
0.495** 0.298** 0.491** 0.387** 0.420**
0.595**
0.358** n = 100
anggota keluarga (r = -0.270) dan Jarak tempat tinggal ke Puskesmas (r = 0.164). Hasil ini menunjukkan semakin baik pekerjaan, semakin tinggi jumlah
118 anggota keluarga dan semakin jauh jarak tempat tinggal ke Puskesmas, maka semakin rendah Persepsi responden pelanggan terhadap pelayanan Puskesmas. Di wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Persepsi pelanggan terhadap pengobatan luar Puskesmas berhubungan nyata positif dengan sub peubah Pekerjaan (r = 0.109), Jumlah anggota keluarga (r = 0.219) dan Pengertian makna hidup sehat (r = 0.002). Ini berarti semakin banyak pekerjaan dan jumlah anggota keluarga maka semakin tinggi persepsi terhadap pengobatan luar Puskesmas (khusus jumlah anggota keluarga hubungannya nyata pada ά = 0.05). Demikian juga dengan pengertian makna hidup sehat yang makin baik, persepsi terhadap pengobatan luar puskesmas yang makin tinggi, namun hubungannya tidak nyata. Sub peubah Pendapatan rumah tangga, sub peubah Pendidikan, sub peubah Jarak tempat tinggal ke Puskesmas, sub peubah Pengertian tujuan hidup sehat, sub peubah Pengertian manfaat hidup sehat, Peubah Karakteristik pelanggan, peubah Pengaruh tokoh informal, peubah Peran petugas kesehatan dan peubah lingkungan sosial budaya memiliki hubungan negatif dengan
Persepsi
pelanggan terhadap pengobatan luar Puskesmas masing-masing dengan nilai koefisien korelasi r = -0.155; r = -0.025; r = -0.087; r = -0.160; r = -0.091; r = 0.081; r = -0.029; r = -0.134 dan r = -0.112. Ini artinya semakin tinggi Pendapatan rumah tangga, Pendidikan, Jarak tempat tinggal ke Puskesmas, Pengertian tujuan hidup sehat dan Pengertian manfaat hidup sehat, Karakteristik pelanggan, Pengaruh tokoh informal, Peran petugas kesehatan dan Lingkungan sosial budaya, maka semakin rendah Persepsi terhadap pengobatan luar Puskesmas. Persepsi pelanggan terhadap kebutuhan hidup sehat berhubungan positif dengan sub peubah Pekerjaan (r = 0.089), Pendidikan (r = 0.087), Jumlah anggota keluarga (r = 0.025), Pengertian makna hidup sehat (r = 0.495), Pengertian tujuan hidup sehat (r = 0.298), Pengertian manfaat hidup sehat (r = 0.491), artinya semakin tinggi/baik pekerjaan, pendidikan, jumlah anggota keluarga, pengertian makna, tujuan, dan manfaat hidup sehat seseorang maka
119 semakin tinggi persepsinya terhadap kebutuhan hidup sehat. Peubah yang menunjukkan hubungan nyata positif dengan Persepsi pelanggan terhadap kebutuhan hidup sehat adalah Karakteristik pelanggan (r = 0.387), Pengaruh tokoh informal (r = 0.420), Peran Petugas kesehatan Puskesmas (r = 0.595) dan Lingkungan sosial budaya (r = 0.358), yang artinya semakin tinggi/baik karakteristik yang dimiliki seorang pelanggan, pengaruh tokoh informal yang semakin berorientasi pada program kesehatan, peran petugas kesehatan yang semakin baik, dan lingkungan sosial budaya yang semakin berorientasi hidup sehat, maka persepsi terhadap kebutuhan hidup sehat semakin baik. Hubungan nyata negatif dengan Persepsi pelanggan terhadap kebutuhan hidup sehat ditunjukkan oleh sub peubah Pendapatan rumah tangga (r = 0.036), Jarak tempat tinggal ke Puskesmas (r = -0.062), artinya semakin baik Pendapatan rumah, semakin besar Jarak tempat tinggal ke Puskesmas maka Persepsi mereka terhadap Kebutuhan hidup sehat semakin rendah pula. Hubungan-hubungan ini tidak nyata pada α = 0.05 dan α = 0.01. Keputusan untuk pergi ke Puskesmas atas keinginan siapa, dari jawaban responden di kedua lokasi penelitian diperoleh: (1) 81,5 % atas keputusan sendiri; (2) 13 % atas keputusan suami atau istri; (3) 4,5 % atas keputusan ayah atau ibu mereka dan (4) 1,0 % atas keputusan lainnya seperti teman, saudara dan sebagainya. Di sisi lain, masih ada sejumlah 28,4% responden yang menganggap bahwa biaya berobat ke Puskesmas memberatkan mereka. Pengaruh Beberapa Peubah Bebas terhadap Peubah Tidak Bebas Dalam melihat pengaruh beberapa peubah bebas dengan peubah tidak bebas digunakan analisis regresi yakni suatu analisis yang mengukur pengaruh antara peubah bebas terhadap peubah tidak bebas. Karena pengukuran pengaruh antar peubah melibatkan lebih dari satu peubah bebas, maka digunakan analisis regresi linier berganda dengan persamaan untuk Persepsi pelanggan terhadap pelayanan Puskesmas (Y1), Persepsi pelanggan terhadap pengobatan luar Puskesmas (Y2) dan Persepsi pelanggan terhadap kebutuhan hidup sehat (Y3) yakni sebagai berikut:
120 Y1 = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 Y2 = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 Y3 = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 Berdasarkan hasil pehitungan program SPSS versi 14 untuk Persepsi pelanggan terhadap pelayanan Puskesmas (Y1) diperoleh nilai R Square sebesar 0,335, hal ini menjelaskan bahwa 33,5 persen Persepsi pelanggan terhadap pelayanan Puskesmas (Y1) dapat dijelaskan oleh model, untuk nilai Durbin-Watson ditunjuk sebesar 1,712, karena nilai tersebut tidak berada pada rentang 1,58 < DW < 1,69 maka terjadi tidaknya autokorelasi dapat disimpulkan. Dalam Anova, nilai Sig X1, X2, X3, X4 terhadap Y1 adalah 0.000 < 0,05, hal ini menunjukkan variasi yang dapat dijelaskan oleh model (regression sum of squares) tidak terjadi secara kebetulan, atau dengan kata lain model nyata. Dalam coefficients, peubah bebas Peran petugas kesehatan Puskesmas (X3) yang memiliki nilai Sig < 0,05, hal ini berarti peubah bebas X3 menunjukkan nilai koefisien regresi nyata, sedangkan nilai VIF semua peubah bebas menunjukkan nilai < 2 yang berarti kurang menunjukkan ada hubungan antar peubah bebas. Collinearity Diagnostics menjelaskan korelasi antar peubah bebas, nilai Eigen value masing-masing peubah bebas X1, X2, X3, dan X4 terhadap Y1 masing-masing sebesar 1,585; 7,670; 4,602; dan 3, 574, hal ini kurang menunjukkan interkorelasi antar peubah bebas. Grafik Histogram peubah tidak bebas Y1 menunjukkan data terdistribusi normal, sedangkan Normal P-P Plot mendekati garis lurus 45 derajat sehingga data dapat dikatakan normal. Grafik
Scatterplot
sdresidual
dengan
standardized
predicted
mengindikasikan trend bahwa semakin tinggi nilai standardized predicted, maka penyimpangan sdresidual makin tinggi. Hal ini memungkinkan terjadinya heterokedastisitas, selain itu dalam scatterplot peubah tidak bebas Y1 terdapat satu titik yang menyimpang (pencilan). Persamaan model regresi linear peubah tidak bebas Persepsi Pelanggan terhadap Pelayanan Puskesmas (Y1) yang terbentuk adalah: Y1 = 10,499 + 7,935X1 + 0,394X2 + 0,424X3 + 0,321X4. Hal ini berarti jika terjadi
121 peningkatan Persepsi Pelanggan terhadap Pelayanan Puskesmas (Y1) sebesar satu satuan maka menyebabkan peningkatan Karakteristik pelanggan (X1), Pengaruh tokoh informal (X2), Peran petugas kesehatan (X3), dan Lingkungan sosial budaya (X4) masing-masing sebesar 7,935; 0,394; 0,424; dan 0,321 satuan. Persepsi pelanggan terhadap pengobatan luar Puskesmas (Y2) diperoleh nilai R Square sebesar 0,001, hal ini menjelaskan bahwa 1,00 persen Persepsi pelanggan terhadap pengobatan luar Puskesmas (Y2) dapat dijelaskan oleh model, untuk nilai Durbin-Watson ditunjuk sebesar 2,016, karena nilai tersebut tidak berada pada rentang 1,03 < DW < 1,81 maka terjadi tidaknya autokorelasi dapat disimpulkan. Dalam Anova, nilai Sig X1, X2, X3, X4 terhadap Y2 adalah 0.996 > 0,05, hal ini menunjukkan variasi yang dapat dijelaskan oleh model (regression sum of squares) terjadi secara kebetulan, atau dengan kata lain model tidak nyata. Dalam coefficients, semua peubah bebas memiliki nilai Sig > 0,05, hal ini berarti semua peubah bebas menunjukkan nilai koefisien regresi kurang nyata, sedangkan nilai VIF semua peubah bebas menunjukkan nilai < 2 yang berarti kurang menunjukkan hubungan antar peubah bebas. Collinearity Diagnostics menjelaskan korelasi antar peubah bebas, nilai Eigen value masing-masing peubah bebas X1, X2, X3, dan X4 terhadap Y2 masing-masing sebesar 1,585; 7,670; 4,602; dan 3, 574, hal ini kurang menunjukkan interkorelasi antar peubah bebas. Grafik Histogram peubah tidak bebas Y2 menunjukkan data terdistribusi normal, sedangkan Normal P-P Plot mendekati garis lurus 45 derajat sehingga data dapat dikatakan normal. Grafik
Scatterplot
sdresidual
dengan
standardized
predicted
mengindikasikan trend bahwa semakin tinggi nilai standardized predicted, maka penyimpangan sdresidual makin tinggi. Hal ini memungkinkan terjadinya heterokedastisitas, selain itu dalam scatterplot peubah tidak bebas Y2 terdapat satu titik yang menyimpang (pencilan). Persamaan model regresi linear peubah tidak bebas Persepsi Pelanggan terhadap Pengobatan Luar Puskesmas (Y2) yang terbentuk adalah: Y2 =
122 13,319 + 2,481X1 - 1,440X2 - 3,950X3 - 7,230X4. Hal ini berarti jika terjadi peningkatan pada Persepsi Pelanggan terhadap Pengobatan Luar Puskesmas (Y2) sebesar satu satuan
maka menyebabkan peningkatan Karakteristik
pelanggan (X1), penurunan Pengaruh tokoh informal (X2), penurunan Peran petugas kesehatan (X3), dan penurunan Lingkungan sosial budaya (X4) masing-masing sebesar 2,481; -1,440; -3,950; dan -7,230 satuan. Persepsi pelanggan terhadap kebutuhan hidup sehat (Y3) diperoleh nilai R Square sebesar 0,455, hal ini menjelaskan bahwa 44,5 persen Persepsi pelanggan terhadap kebutuhan hidup sehat (Y3) dapat dijelaskan oleh model, untuk nilai Durbin-Watson ditunjuk sebesar 1,714, karena nilai tersebut tidak berada pada rentang 1,67 < DW < 1,69 maka terjadi tidaknya autokorelasi dapat disimpulkan. Dalam Anova, nilai Sig X1, X2, X3, X4 terhadap Y3 adalah 0.000 < 0,05, hal ini menunjukkan variasi yang dapat dijelaskan oleh model (regression sum of squares) tidak terjadi secara kebetulan, atau dengan kata lain model nyata. Dalam coefficients, peubah bebas Karakteristik pelanggan (X1) dan peubah bebas Peran petugas kesehatan Puskesmas (X3) yang memiliki nilai Sig < 0,05, hal ini berarti peubah bebas X1 dan X3 menunjukkan nilai koefisien regresi nyata, sedangkan nilai VIF semua peubah bebas menunjukkan nilai < 2 yang berarti kurang menunjukkan ada hubungan antar peubah bebas. Collinearity Diagnostics menjelaskan korelasi antar peubah bebas, nilai Eigen value masing-masing peubah bebas X1, X2, X3, dan X4 terhadap Y3 masing-masing sebesar 1,585; 7,670; 4,602; dan 3, 574, hal ini kurang menunjukkan interkorelasi antar peubah bebas. Grafik Histogram peubah tidak bebas Y3 menunjukkan data terdistribusi normal, sedangkan Normal P-P Plot mendekati garis lurus 45 derajat sehingga data dapat dikatakan normal. Grafik
Scatterplot
sdresidual
dengan
standardized
predicted
mengindikasikan trend bahwa semakin tinggi nilai standardized predicted, maka penyimpangan sdresidual makin tinggi. Hal ini memungkinkan terjadinya heterokedastisitas, selain itu dalam scatterplot peubah tidak bebas Y3 juga terdapat satu titik yang menyimpang (pencilan).
123 Persamaan model regresi linear peubah tidak bebas Persepsi Pelanggan terhadap Kebutuhan Hidup Sehat (Y3) yang terbentuk adalah: Y3 = 5,399 + 0,144X1 + 7,290X2 + 0,439X3 + 0,272X4. Hal ini berarti jika terjadi peningkatan Persepsi Pelanggan terhadap Kebutuhan Hidup Sehat (Y3) sebesar satu satuan maka menyebabkan peningkatan karakteristik pelanggan (X1), Pengaruh tokoh informal (X2), Peran petugas kesehatan (X3), dan Lingkungan sosial budaya (X4) masing-masing sebesar 0,144; 7,290; 0,439; dan 0,272 satuan Pembahasan Umum Persepsi Pelanggan terhadap Pelayanan Puskesmas di kedua lokasi penelitian adalah tinggi, dengan nilai rataan skor 3,07 (pada skala 1 – 4). Persepsi Pelanggan terhadap Pelayanan Puskesmas memiliki hubungan yang nyata dengan Karakteristik Pelanggan (r = 0,259), Pengaruh Tokoh Informal (r= 0,486), Peran Petugas Kesehatan Puskesmas (r = 0,523) dan Lingkungan Sosial Budaya (r = 0.452). Perubahan variasi dari peubah-peubah ini memberikan perubahan variasi pula pada Persepsi Pelanggan terhadap Pelayanan Puskesmas. Persepsi berbeda dengan fakta atau kenyataan sesungguhnya yang terjadi dalam pelayanan Puskesmas. Kepekaan dan perhatian membatasi kemampuan untuk berpersepsi, apabila berada di bawah nilai ambang, kita tidak dapat berpersepsi lagi (Maramis, 2006 : 16). Bisa saja sebagian besar rangsangan yang masuk berlalu begitu saja tanpa disadari. Peran penyuluhan diperlukan agar masyarakat dapat secara kritis memberi penilaian sesuai dengan yang mendekati keadaan sebenarnya, yaitu dengan usaha peningkatan knowledge, skill dan attitude agar mereka dapat memberi penilaian yang baik dan benar. Walaupun Persepsi Pelanggan terhadap Pelayanan Puskesmas dalam penelitian ini tergolong baik, namun fakta yang ada menunjukkan bahwa pelayanan Puskesmas belum seperti yang diharapkan; dari pengamatan di lapangan, beberapa Puskesmas yang sudah tutup sebelum jam kerja usai, dokter yang tidak berada di tempat pada saat jam pelayanan dan pengakuan dari masyarakat setempat bahwa ada beberapa petugas kesehatan yang
124 menutup pintu ruangannya (tidak menerima pasien) tanpa alasan yang jelas, padahal petugas kesehatan yang bersangkutan berada di tempat dan tidak kemana-mana. Persepsi Pelanggan terhadap Pengobatan Luar Puskesmas khusus indikator Pilihan pergi ke Dukun, Kepercayaan terhadap Dukun (Sub Peubah Pandangan terhadap Dukun) dan keberadaan layanan tradisional (Sub Peubah Pandangan terhadap Layanan Tradisional), adalah sedang, 0,66 (pada skala 0 – 1), selebihnya indikator dari sub-sub peubah Persepsi Pelanggan terhadap Pengobatan Luar Puskesmas yaitu 2,44 atau cenderung sedang (pada skala 1 – 4). Persepsi Pelanggan terhadap Pengobatan Luar Puskesmas berhubungan lemah dan negatif dengan Karakteristik pelanggan (r = -0,005), Pengaruh tokoh informal (r = -0,028), Peran petugas kesehatan Puskesmas (r = -0,024) dan Lingkungan sosial budaya (r = -0,024). Hal ini menunjukkan persepsi masyarakat terhadap pengobatan luar Puskesmas, yaitu stimulus yang ditangkap
oleh
pancaindera
individu,
diorganisasikan
dan
kemudian
diienterpretasikan cukup memberikan kesadaran dan pengertian bahwa pelayanan Puskesmas mereka persepsikan lebih baik daripada pengobatan luar Puskesmas. Dalam Konferensi UNESCO di Melbourne Australia tahun 1998, para ahli pendidikan mengemukakan empat bidang belajar yang perlu diperhatikan yaitu: (1) Learning to know; (2) Learning to do; (3) Learning to be dan (4) Learning to live together. Belajar berarti berubah di ranah kognitif, afektif dan psikomotor, sehingga untuk belajar, pertama-tama seseorang harus belajar bagaimana berpersepsi melalui pancaindera. Meskipun dalam hal ini responden memberi persepsi baik terhadap pelayanan puskesmas, namun dalam hal pengobatan luar Puskesmas, para responden memberi persepsi yang rendah pada pengobatan luar Puskesmas. Ini memberikan gejala yang baik karena
125 ada pandangan dari responden pelanggan Puskesmas bahwa pelayanan Puskesmas lebih baik dibandingkan dengan pengobatan luar Puskesmas. Peran penyuluhan disini adalah lebih meningkatkan kesadaran responden agar tetap mengandalkan layanan Puskesmas tanpa meremehkan pengobatan luar puskesmas yang ada (khususnya layanan tradisional dan bukan layanan dukun). Persepsi Pelanggan terhadap Kebutuhan Hidup Sehat, dari keseluruhan indikator sub-sub peubah di kedua lokasi penelitian, Frekuensi berobat ke Puskesmas yang dilakukan pengukuran dengan skala 0 sampai dengan 1, dan cenderung kurang tinggi, 0,68. Akan tetapi keseluruhan yang lain indikator sub-sub peubah dari Persepsi Pelanggan terhadap Kebutuhan Hidup Sehat cenderung tinggi, 3,24 (pada skala 1–4). Persepsi Pelanggan terhadap Kebutuhan Hidup Sehat berhubungan nyata dengan Karakteristik pelanggan (r = 0,370), Pengaruh tokoh informal (r = 0,488), Peran petugas kesehatan Puskesmas (r = 0,622) dan Lingkungan sosial budaya (r =0,508). Berdasarkan batasan perilaku Skiner (Notoatmodjo, 2007), perilaku kesehatan adalah suatu respon individu terhadap stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan. Kebutuhan berobat pelanggan ke Puskesmas bila sakit cukup tinggi, walaupun di Kota Kotamobagu relatif rendah (45% yang kadang-kadang berobat ke Puskesmas jika sakit, serta menggunakan jasa dokter praktek. Walaupun demikian, kebutuhan yang lain seperti kebutuhan sehat/fisiologik, kebutuhan psikologik, kebutuhan spiritual dan kebutuhan layanan kesehatan murah cenderung tinggi. Kebutuhan hidup sehat melalui pelayanan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah sebagai ujung tombak (frontline) pelayanan kesehatan pemerintah dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Persepsi pelanggan terhadap kebutuhan hidup sehat diarahkan melalui peran Puskesmas sebagai alat pemenuhan kebutuhan dan harapan akan hidup sehat mereka. Kaitannya dengan kebutuhan hidup sehat, penyuluh kesehatan Puskesmas sangat diperlukan dedikasinya dalam melaksanakan pekerjaan yang
126 tidak hanya berorientasi pada promosi kesehatan semata, akan tetapi berusaha bagaimana menjadi agent of change dalam usaha perubahan perilaku hidup sehat masyarakat yang sejalan dengan program yang diselenggarakan oleh Puskesmas, tidak terbatas pada pengetahuan (knowledge) saja, tapi juga tindakan dan kemampuan yang mandiri (selfhelp) dalam usaha pemenuhan kebutuhan dan harapan hidup sehat mereka, ini seperti halnya dengan responden yang tempat BABnya belum menggunakan penampung limbah sebesar 22,4%, dan 77,1% yang sudah menggunakan penampung limbah. Ini menunjukkan masih terdapat responden yang belum berorientasi terhadap hidup sehat, dan belum sejalan dengan program yang diselenggarakan oleh Puskesmas. Hal ini juga menjadi tantangan tersendiri khususnya bagi petugas penyuluh kesehatan Puskesmas bagaimana dapat mengubah kebiasaan ini menjadi kebiasaan yang berorientasi pada hidup sehat. Terdapat pengaruh positif secara bersama beberapa peubah bebas (X1, X2, X3, dan X4) terhadap Persepsi pelanggan terhadap pelayanan Puskesmas (Y1) dan Persepsi pelanggan terhadap kebutuhan hidup sehat (Y3), sedangkan terdapat pengaruh negatif beberapa peubah bebas (X2, X3, dan X4) terhadap Persepsi pelanggan terhadap pengobatan luar Puskesmas (Y3). Sebagian besar (99,32%) petugas kesehatan Puskesmas menyatakan bahwa mereka melaksanakan peran penyuluhan dengan berbagai macam penjelasan. Ditemukan seorang petugas kesehatan yang menyatakan bahwa tidak ada peran penyuluhan dalam tugas mereka, yang adalah pemberian informasi kesehatan kepada pasien/pelanggan berkaitan dengan masalah kesehatannya. Nilai rataan skor Kepuasan pelanggan tergolong tinggi, 3,07 (pada skala 1 – 4) (Tabel 17). Pengukuran kepuasan pelanggan dilihat dari Petugas Kesehatan, Layanan kesehatan dan Obat yang diberikan (Tabel 17). Kepuasan pelanggan terbentuk dari penilaian pelanggan terhadap kualitas, kinerja hasil (luaran klinis) dan manfaat yang diperoleh dari produk atau pelayanan yang diterima. Dengan demikian, kepuasan terjadi karena penilaian terhadap manfaat serta kenikmatan yang diperoleh lebih dari yang dibutuhkan dan diharapkan (Koentjoro, 2007).
127 Responden di kedua lokasi penelitian menilai bahwa kebutuhan dan harapan mereka terhadap petugas kesehatan, layanan kesehatan dan obat yang diberikan oleh Puskesmas sudah sesuai atau melebihi termasuk perlakuan yang tidak membedakan, simpatik/motivator, manusiawi, penjelasan, keterbukaan pasien, interview petugas dan pilihan pasien terhadap petugas kesehatan puskesmas yang rata-rata memberi tanggapan dengan kategori tinggi. Demikian pula halnya dengan fasilitas, prosedur dan sistem layanan kesehatan serta manfaat obat, pemberian obat dan ketersediaan obat di Puskesmas. Menurut Koentjoro (2007), agar pengalaman pelanggan dapat dikelola dengan baik, maka diperlukan lima prinsip dasar yaitu: (1) Organisasi yang peduli terhadap pelanggan; (2) Perilaku yang peduli pada pelanggan; (3) Penciptaan kesetiaan dan kemitraan pelanggan; (4) Pengukuran, evaluasi dan tindak lanjut terhadap pengalaman pelanggan, dan (5) Pemulihan pelanggan yang kecewa. Responden yang menunjukkan ketidakpuasan (dengan memberi tanggapan pada kategori rendah) cukup menonjol terutama pada perlakuan yang kurang manusiawi oleh petugas kesehatan (17% di Kota Kotamobagu), penjelasan yang kurang oleh petugas kesehatan mengenai penyakit mereka (19% di Kota Kotamobagu), Interview yang kurang rinci oleh petugas kesehatan (14% di Kota Kotamobagu), Pemberian obat yang kurang bermanfaat (14% di Kota Kotamobagu) serta Ketersediaan obat yang kurang (16% di Kota Kotamobagu dan 11% di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Karakteristik pelanggan berhubungan nyata dengan pengaruh tokoh informal, Peran petugas kesehatan puskesmas, Lingkungan sosial budaya, Persepsi pelanggan terhadap pelayanan Puskesmas dan Persepsi pelanggan terhadap kebutuhan hidup sehat. Pengaruh tokoh informal berhubungan nyata dengan peran petugas kesehatan Puskesmas, Lingkungan sosial budaya, Persepsi pelanggan terhadap pelayanan Puskesmas dan kebutuhan hidup sehat. Hubungan nyata positif ditunjukkan oleh peran petugas kesehatan Puskesmas, Lingkungan sosial budaya serta dengan Persepsi pelanggan terhadap pelayanan Puskesmas dan kebutuhan hidup sehat.
128 Hubungan yang lemah dan negatif ditunjukkan oleh Karakteristik pelanggan dengan persepsi pelanggan terhadap pengobatan luar Puskesmas (r = -0,005), pengaruh tokoh informal dengan persepsi pelanggan terhadap pengobatan luar puskesmas (r = -0.028), peran petugas kesehatan Puskesmas dengan persepsi pelanggan terhadap pengobatan luar Puskesmas (r = -0.024) dan lingkungan sosial budaya dengan persepsi pelanggan terhadap pengobatan luar Puskesmas (r = -0.024). Variasi ini menunjukkan semakin baik karakteristik pelanggan Puskesmas, pengaruh tokoh informal, peran petugas kesehatan Puskesmas dan lingkungan sosial budaya maka semakin rendah persepsi
mereka
terhadap
pengobatan
luar
puskesmas,
serta
lebih
mengandalkan Puskesmas sebagai frontline layanan kesehatan pemerintah yang ada di wilayah mereka. Ini sebenarnya menunjukkan gejala yang baik berarti masyarakat sudah cukup rasional dalam berpersepsi dan memberikan penilaian. Dalam penelitian ini, di Kota Kotamobagu, oleh Pejabat Walikota, diberlakukan kebijakan bebas tarif, baik untuk pasien umum, pemegang kartu askes maupun askeskin, sedangkan di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, tarif Puskesmas diberlakukan sebesar Rp. 4.500,- per pelanggan umum. Aktivitas keseharian, seperti mandi; mencuci; dan lain-lain, ditemukan sebesar 52,2 persen dari responden di kedua lokasi penelitian yang menggunakan air PAM untuk kegiatan sehari-hari dan sebesar 47,3 persen yang tidak menggunakan. Sebesar 67,7 persen yang menggunakan air sumur untuk kegiatan keseharian dan 31,8 persen yang tidak menggunakan, serta 5,5 persen yang menggunakan air sumur dan 94,0 persen yang tidak menggunakan air sungai untuk kegiatan keseharian mereka dan 5,5 persen yang menggunakan air sungai. Air sangat penting bagi kehidupan manusia. Manusia akan lebih cepat meninggal karena kekurangan air darpada kekurangan makanan. Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk keperluan minum, mencuci, dan sebagainya. Di antara kegunaan air, yang sangat penting adalah untuk kebutuhan minum. Oleh karenanya, untuk keperluan minum, termasuk
129 untuk masak, air harus memiliki persyaratan khusus agar tidak menimbulkan penyakit. Sebanyak 31,7 persen responden mengaku bahwa mereka mempunyai kebiasaan merokok dan sebanyak 5,9 persen responden mengaku memilki kebiasaan mengkonsumsi minuman beralkohol. Kenyataan ini menunjukkan kebiasaan atau pola hidup yang kurang sehat masih terdapat di kalangan masyarakat di mana penelitian ini dilaksanakan. Kebiasaan-kebiasaan lain dari responden yang kurang berorientasi pada hidup sehat, selain kebiasaan merokok, mengkonsumsi minuman keras dan tempat BAB tanpa penampung limbah, ditemukan pula kebiasaan-kebiasaan lain seperti: (1) Terdapat sebanyak 29,5% responden yang tidak terbiasa melakukan 3M (mencuci, menguras dan membuang) barang bekas; (2) Terdapat sebanyak 32,5% responden yang memiliki kebiasaan makan permen; (3) Sebanyak 3,0% responden yang punya kebiasaan menggigit kuku; (4) Sebanyak
56,0%
responden
yang
tidak
biasa
menggunakan
obat
nyamuk/kelambu saat tidur; (5) Terdapat sebanyak 75% responden yang jarang minum vitamin yang diperlukan tubuh; (6) Sebanyak 4,0% responden yang memiliki kebiasaan berbisik pada diri sendiri/gejala sakit jiwa; (7) Sebanyak 0,5% responden yang jarang/kurang istirahat; (8) Terdapat sebanyak 0,5% responden yang biasa minum kopi; dan (9) Terdapat sebanyak 60,2% responden yang tidak memiliki peralatan P3K di rumah. Mengubah kebiasaankebiasaan yang tidak berorientasi pada hidup sehat, memerlukan kesadaran yang perlu ditumbuh-kembangkan melalui, peran serta petugas kesehatan Puskesmas khususnya petugas penyuluh kesehatan. Diskusi kelompok terfokus dengan petugas kesehatan (medik dan paramedik) ditemukan bahwa penyakit yang umumnya diderita para pasien/pelanggan puskesmas adalah ISPA (infeksi saluran pernafasan akut) pada kelompok umur yang tersebar baik pada usia balita, usia produktif (30-an tahun) maupun usia lanjut; Diikuti penyakit hipertensi (golongan usia, produktif dan manula), Malaria (usia produktif dan manula) dan Diare (neonatus, usia prasekolah, sekolah, anak-anak). Menurut para petugas
130 kesehatan, keluhan yang datang dari pasien/pelanggan Puskesmas, yaitu ketika mereka harus berkunjung kembali dan bertanya penyakit apa yang sebenarnya mereka derita karena obat sudah habis namun tidak juga sembuh, ada juga keluhan karena alergi terhadap obat yang diberikan. Di beberapa Puskesmas, para
petugas
kesehatan
mengaku
bahwa
tidak
ada
keluhan
dari
pasien/pelanggan mereka. Kendala umum yang dihadapi para petugas kesehatan adalah masalah distribusi obat yang kurang lancar, namun setelah dikonfirmasi ke Dinas Kesehatan, sebenarnya pihak Dinas Kesehatan sering mengantar langsung obat-obatan ke Puskesmas-Puskesmas, tetapi saat berada di Puskesmas, dokter yang bertugas tidak berada di tempat, sehingga obat-obatan tersebut dibawa kembali oleh pihak Dinas Kesehatan. Hal ini diungkapkan sendiri oleh Wakil Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Utara yang berkunjung ke Puskesmas-Puskesmas, khususnya di wilayah Bolaang Mongondow Utara, di mana saat berada di sana, petugas kesehatan tidak berada di tempat, Wakadis membawa kembali obat tersebut. Mengatasi kendala ini diperlukan sikap inisiatif petugas kesehatan yang tidak menunggu sampai obat habis kemudian mengajukan permintaan obat, dan sikap instansi di atasnya yang tetap mensuplai obat-obatan secara teratur. Kendala lain yang dialami oleh para petugas kesehatan adalah sepi pelanggan, khususnya Puskesmas Boroko dan Puskesmas Buko yang berbatasan langsung dengan Propinsi Gorontalo. Anggota masyarakat yang sakit cenderung berobat ke Rumah Sakit yang berada di Kabupaten Gorontalo. Mengatasi kendala ini adalah memberi keyakinan pada pelanggan bahwa Puskesmas dapat diandalkan. Khususnya Dokter PTT, saat berinteraksi dengan pasien ada kendala masalah bahasa. Kebanyakan pasien/pelanggan yang berobat kurang dapat berbahasa Indonesia dengan baik. Walau dilakukan pemeriksaan fisik, namun petugas kesehatan sangat perlu mengadakan anamnesis/wawancara terhadap pasien/pelanggan untuk diagnosis yang baik. Satu-satunya mengatasi kendala bahasa adalah petugas berusaha mempelajari dan memahami bahasa daerah setempat.
131 Diskusi
kelompok
yang
dilakukan
dengan
Petugas
Pendukung
Administrasi (Pekarya) mengenai tarif puskesmas, sebagian besar pekarya menyatakan tidak mahal. Di wilayah Kota Kotamobagu saat dilaksanakan penelitian ini, oleh Pejabat Walikota, diberikan pelayanan gratis baik untuk pelayanan umum, Askes maupun pemilik Kartu miskin. Di wilayah Bolaang Mongondow Utara, sebagian besar pekarya menyatakan tidak pernah ada keluhan mengenai biaya, karena biaya di Puskesmas tergolong murah dan terjangkau. Beberapa pekarya di wilayah Bolaang Mongondow Utara mengaku pernah ada keluhan biaya dari pasien pelayanan umum, ini akibat target PAD (pendapatan asli daerah) yang dibebankan Dinas Kesehatan Bolaang Mongondow Utara terhadap Puskesmas-Puskesmas dengan besaran antara Rp. 4 juta sampai dengan Rp. 7,5 juta per tahun. Diskusi kelompok yang dilakukan pada pelanggan Puskesmas umumnya mereka mengemukakan bahwa pelayanan kesehatan yang mereka terima sudah cukup memadai. Tarif Puskesmas masih dapat dijangkau sesuai dengan kemampuan ekonomi mereka (bagi pasien pelayanan umum), sedangkan pasien pemegang Askes (PNS) dan Askeskin (Keluarga miskin) menyatakan tidak ada masalah mengenai tarif pelayanan. Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh petugas kesehatan Puskesmas, umumnya dinilai oleh para pelanggan bahwa para petugas kesehatan Puskesmas dalam memberikan pelayanan cukup perhatian, ramah dan sopan. Demikian pula dengan fasilitas dan ketersediaan obat, menurut mereka cukup berarti, karena mereka selalu diberi obat oleh petugas kesehatan.
Strategi Peningkatan Pemenuhan Kebutuhan Layanan Kesehatan Pelanggan Puskesmas Kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat yang madani (civil society) adalah cita-cita bersama kita semua. Hal tersebut membutuhkan usaha yang keras, kesabaran, komitmen, kebersamaan visi, misi, program yang terarah, sasaran yang jelas, dan penyelenggaraan di lapangan yang taat asas serta tidak
132 menyimpang. Usaha mewujudkan masyarakat madani, sehat dan sejahtera membutuhkan Pembangunan masyarakat yang memberi prioritas khusus di bidang
kesehatan.
Mahatma
Gandhi
pernah
mengatakan
bahwa
”Pembangunan yang paling hakiki adalah pembangunan kualitas manusia.” Tanpa kualitas manusia, pembangunan tidak akan mencapai arah yang dituju, dan kualitas manusia yang tinggi adalah dengan memiliki kualitas kesehatan yang tinggi (selain kualitas knowledge, attitude dan skill yang dimiliki serta didukung kesehatan yang prima). Terwujudnya Pembangunan Masyarakat di bidang kesehatan akan memberi dampak kepada derajat kesehatan anggota masyarakat yang berkualitas. Derajat kesehatan masyarakat yang tinggi sangat penting bagi setiap individu baik kebutuhan itu mereka sadari (felt needs) maupun tidak (real needs). Analogi yang dapat diberikan seperti seorang pencandu narkoba, felt needs mereka adalah bagaimana mendapatkan dan mengkonsumsi narkoba, padalah real needs yang kurang mereka sadari adalah masuk ke rehabilitasi yang memberi terapi terhadap ketergantungan mereka. Kepuasan pelanggan terhadap Standar layanan kesehatan Puskesmas kinerja pelayanan kesehatan banyak mendapat sorotan dari anggota masyarakat baik dalam sistem layanan, prosedur layanan maupun fasilitas layanan yang ada di Puskesmas (termasuk juga pelayanan dasar dan pelayanan rujukan). Perbaikan terhadap standar layanan kesehatan di Puskesmas sangat diperlukan. Standar layanan kesehatan khsusnya di Puskesmas yang ada di lokasi penelitian belum memadai. Menurut Koentjoro (2007), dalam memperhatikan kebutuhan dan harapan pelanggan, perbaikan standar layanan kesehatan mutlak diperlukan. Kebutuhan dan harapan dari pelanggan tidak hanya diartikan seperti apa yang diinginkan atau diharapkan akan didapat oleh Pelanggan., tetapi apa yang diharapkan tidak terjadi selama menjalani proses pelayanan dan menikmati produk yang dibeli, antara lain tidak mengalami kesalahan tindakan medik ataupun kejadian-kejadian yang tidak diinginkan (malpractice). Sistem adalah keseluruhan dari bagian-bagian yang yang saling kaitmengkait untuk menjamin berjalannya suatu proses kepada tujuan yang
133 diharapkan. Tanpa sistem yang ”sistematis” dan terkoordinasi secara baik, maka cacatnya satu komponen akan mempengaruhi komponen yang lain sehngga proses yang diharapkan untuk mencapai hasil tidak maksimal. Menurut Shrode dan Voich (Adisasmito, 2007), Sebuah system adalah kesatuan dari bagian-bagian yang saling terkait, masing-masing bekerja sendiri dan saling tergabung, dalam mencapai tujuan bersama pada lingkungan yang kompleks (”A system is a set of interrelated parts, working independently and joinly, in pursuit of common objective of the whole, within a complex environment”). Sistem layanan kesehatan, khususnya dalam pelayanan Puskesmas, adalah berbagai kombinasi antara institusi kesehatan (Polindes, Pustu dan Puskesmas serta institusi yang berkoordinasi di atasnya), sistem layanan Puskesmas juga tak lepas dari sumber daya manusia pendukung, sistem informasi sampai pada sistem rujukan. Pola keterpaduan yang sinergis dan terarah dapat membentuk sistem pelayanan kesehatan di daerah yang baik sehingga upaya menuju masyarakat dengan derajat kesehatan yang tinggi dapat diwujudkan, dengan demikian capaian yang ditargetkan Departemen Kesehatan melalui Indonesia Sehat 2010 dapat pula terwujud. Petugas paramedik umumnya mengaku bahwa pekerjaan dapat mereka diselesaikan sesuai target yakni pembuatan laporan setiap bulannya, melakukan pekerjaan dengan tidak menunda, serta waktu yang cukup tersedia. Namun, Sebagian yang lain (22,5%), tidak dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai target, akibat dari kendala-kendala teknis seperti tugas ganda, distribusi vaksin yang kurang lancar (program imunisasi) dan lintas program yang kurang kooperatif karena kurangnya koordinasi. Pada Gambar 4, peneliti berusaha membuat suatu strategi untuk peningkatan pemenuhan kebutuhan layanan kesehatan bagi pelanggan Puskesmas. Kendala teknis seperti tugas ganda dan distribusi vaksin yang kurang lancar menunjukkan sistem layanan di Puskesmas masih lemah. Perlu ada pembagian
134 tugas yang jelas serta tidak ada tugas rangkap. Distribusi vaksin yang kurang lancar menunjukkan sistem informasi yang kurang baik dari institusi di bawahnya, polindes, pustu dan Puskesmas, sampai kepada Dinas Kesehatan setempat dan seterusnya. Ada informasi yang putus yang mengakibatkan keterlambatan pengiriman vaksin untuk balita. Lintas program yang kurang
koordinasi, membuat sistem layanan
Puskesmas menjadi lemah, tenaga surveilence yang tidak segera melaporkan penyakit yang menyebar di kalangan masyarakat akan mengakibatkan kejadian luar biasa dan akan sangat merugikan masyarakat yang mengalami musibah, ini juga bisa dari akibat tenaga penyuluh kesehatan yang kurang mendeteksi dini perilaku hidup sehat yang dapat berindikasi pada timbulnya penyakit dan penyebarannya serta memberi informasi cara pencegahannya sejak awal dan berkoordinasi sebelumnya dengan tenaga surveilence. Berkaitan dengan prosedur layanan Puskesmas, pelanggan mungkin tidak mengetahui secara sadar apa yang mereka alami ketika berkunjung ke Puskesmas. Mereka mengikuti prosedur dari pelayanan Puskesmas yang ada, mulai dari pendaftaran di loket sampai pada pengambilan obat di apotik. Ini dapat terjadi pada pasien yang kurang kritis (karena berasal dari golongan menengah ke bawah, tingkat pendidikan rendah, dan menganggap petugas kesehatan sebagai orang yang harus dihormati, bukan sebagai teman/sahabat), ini membuat pasien/pelanggan menjadi obyek (bukan subyek) dan bersifat pasif. Standar
layanan Puskesmas
yang berkualitas
didasari penilaian
pasien/pelanggan yang kemudian berdasarkan kebutuhan nyata (real needs)
135
Penyuluhan Sistem Layanan Puskesmas
Prosedur Layanan Puskesmas
Fasilitas Layanan Puskesmas
Dukungan Swasta
Peran LSM
Standard Layanan Kesehatan Puskesmas
Kepuasan Pasien/Pelanggan Puskesmas dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehat
Partisipasi Masyarakat Kompetensi Petugas Kesehatan
Derajat Kesehatan Masyarakat Yang Tinggi
Dukungan Tokoh Informal
Pembangunan Manyarakat di Bidang Kesehatan
Kesejahteraan Masyarakat
Kesadaran Hidup Sehat Anggota Masyarakat
Kebijakan dan Dukungan Anggaran
Gambar 4. Strategi Peningkatan Pemenuhan Kebutuhan Layanan Kesehatan Pelanggan Puskesmas
136 yang selanjutnya disusun prosedur layanan Puskesmas untuk menjamin standard layanan Puskesmas yang prima. Fasilitas layanan Puskesmas yang baik akan menunjang standar layanan Puskesmas, tanpa fasilitas yang baik standar layanan yang diberikan akan kurang optimal. Sebagian besar responden dokter yang ada di Puskesmas menyatakan bahwa mereka dapat memberikan layanan walau sarana dan prasarana yang kurang memadai karena tindakan harus dilakukan, yaitu memberikan pelayanan maksimal dengan alat yang minimal untuk kepuasan pasien. Di satu sisi, sebagian yang lain menyatakan tidak mungkin pelayanan yang akurat akan terwujud tanpa sarana dan prasarana yang memadai. Integritas yang tinggi ditunjukkan oleh para responden dokter ini. Mereka akan bekerja lebih baik apabila fasilitas yang ada juga baik yang mendukung standar layanan kesehatan Puskesmas, sehingga peningkatan fasilitas layanan Puskesmas sangat diperlukan. Terwujudnya pembangunan masyarakat di bidang kesehatan melalui standard layanan kesehatan yang memadai tidak lepas juga dari peran swasta, selain pemerintah dan masyarakat. Peran swasta dapat terwujud lewat Social Responsibility (SR), yaitu tanggung jawab sosial berbagai pihak terhadap masyarakat
setempat, di mana mereka melakukan kegiatan usaha, untuk
meningkatkan kesejahteraan mereka termasuk peningkatan derajat kesehatan. Kesadaran dari pihak swasta sangat diperlukan, yaitu kesadaran yang tidak terlalu bersifat bisnis oriented, khusus untuk pihak Perusahaan. Lembaga swadaya masyarakat (LSM), khususnya yang bergerak di bidang kesehatan, selama ini cukup memberi peran kepada masyarakat untuk peningkatan kesadaran hidup sehat dan memberi kesadaran pada mereka untuk pergi ke tempat yang sesuai apabila mereka sakit. Peran LSM tidak luput dari tindak nyata mereka seperti halnya untuk kegiatan umum sehari-hari masyarakat, seperti berpartisipasi bersama masyarakat membuat tempat untuk mandi, mencuci, dan wc umum dengan sarana air bersih, membantu program pemerintah di bidang kesehatan terutama pendidikan kesehatan kepada masyarakat bagaimana berperilaku hidup sehat yang baik untuk mencegah
137 timbulnya suatu penyakit, memperhatikan masyarakat kurang mampu yang sakit, dan lain-lain. Lembaga Swadaya masyarakat yang benar-benar memperhatikan masyarakat dan memiliki dedikasi yang tinggi sangat diperlukan. Partisipasi anggota masyarakat adalah salah satu bentuk yang dibutuhkan untuk tercapainya Standar Layanan Puskesmas yang baik. Meskipun sistem, prosedur, fasilitas, dukungan swasta dan peran LSM sudah optimal, namun, tanpa partisipasi anggota masyarakat untuk turut serta menggunakan fasilitas, terlibat dalam sistem dan prosedur layanan kesehatan yang tersedia baik oleh Puskesmas maupun usaha swasta untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat lokal (seperti fasilitas layanan kesehatan yang disediakan perusahaan untuk kepentingan anggota masyarakat setempat yang turut mendukung program yang dijalankan oleh Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat yang diselenggarakan oleh pemerintah). Hal ini juga dapat dipengaruhi oleh perilaku anggota masyarakat. Menurut Notoatmodjo (2007), dapat dibedakan menjadi dua perilaku yaitu: (1) Perilaku tertutup
(covert
behavior),
yang
terbatas
pada
perhatian,
persepsi,
pengetahuan, kesadaran dan sikap pada individu yang menerima stimulus. Misalnya seorang ibu hamil tahu pentingnya periksa kehamilan atau seorang pemuda tahu bahwa HIV/AIDS dapat tertular lewat hubungan seks, dan lainlain; (2) Perilaku terbuka (overt behavior) yaitu respon dalam bentuk tindakan atau praktek, misalnya seorang ibu yang memeriksakan kehamilan atau anaknya ke Puskesmas untuk diimunisasi, dan lain-lain. Diharapkan perilaku yang terbatas pada perhatian dan persepsi ini dalam menjadi perilaku dalam bentuk tindakan sehingga terjadinya perubahan perilaku. Aspek lain yang dapat mempengaruhi Standar layanan kesehatan Puskesmas prima adalah kompetensi yang dimiliki oleh Petugas kesehatan Puskesmas, terutama keterlibatan perannya dalam sistem, penguasaan prosedur layanan dan ketrampilan mengoperasikan sarana/fasilitas medis yang ada. Kompetensi petugas kesehatan Puskesmas adalah hal yang sangat penting dengan mengutamakan sikap santun, manusiawi, pemberian penjelasan yang
138 terperinci, serta bersahabat dengan pasien/pelanggan dengan menjunjung tinggi profesionalisme. Kesadaran anggota masyarakat terhadap hidup sehat dapat dikaitkan dengan perubahan perilaku yang semulanya pasif menjadi aktif. Menurut Winkel (Yustina, 2004), kesadaran/pemahaman adalah tingkat kedua setelah pengetahuan (covert behavior). Diharapkan setelah adanya kesadaran dan pemahaman terhadap hidup sehat, terjadi perilaku yang terbuka (overt behavior) atau terjadinya perubahan perilaku. Dalam konteks penyuluhan, perilaku baru yang diharapkan, dilakukan oleh individu secara mandiri (self help). Filosofi penyuluhan intinya adalah ”how to help them to help themselves,” yang merupakan inti perubahan perilaku individu mengenai kesadaran tentang hidup sehat di mana ada simpatik (bukan sekedar empati yang tidak bersifat aksi), dalam hal bagaimana berperilaku hidup sehat serta turut serta mendukung aspek-aspek lain yang memberi kontribusi terhadap standard layanan kesehatan Puskesmas yang prima. Dukungan anggaran di bidang kesehatan oleh pemerintah sangat besar pengaruhnya, serta sangat menentukan peningkatan standar layanan kesehatan termasuk stadard layanan yang ada di Puskesmas. Tanpa dukungan anggaran yang proporsional maka standard layanan kesehatan, terutama di Puskesmas, akan seperti apa adanya saja. Anggaran ini harus juga tepat sasaran, langsung menyentuh pada masyarakat, diimplementasikan dengan program-program yang jitu, dan pengawasan pelaksanaan yang intensif untuk mencegah terjadinya penyimpangan, baik program maupun anggaran, agar benar-benar efektif dan efisien. Penyelenggara penyuluhan, demi terwujudnya standard layanan kesehatan Puskesmas yang prima, adalah Pemerintah, Swasta dan LSM. Pemerintah memiliki andil dalam hal memperbaiki sistem, layanan dan prosedur kesehatan Puskesmas serta perubahan perilaku dari orang-orang yang terlibat di dalamnya. Swasta memberi andil dalam hal keikutsertaan akan penyadaran masyarakat dalam menggunakan layanan kesehatan yang ada serta bagaimana berperilaku hidup yang bersih dan sehat. LSM (Lembaga Swadaya Mayarakat)
139 mempunyai andil bagaimana mendampingi masyarakat untuk menggunakan layanan kesehatan yang ada, bagaimana berperilaku yang berorientasi pada kesehatan sebagai salah satu kebutuhan hidup dan bagaimana memberikan pemahaman atas program layanan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas.