LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Helath Risk Assessment) KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROVINSI SULAWESI UTARA
DISIAPKAN OLEH : POKJA AMPL / SANITASI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya yang telah memberikan kekuatan dan kemudahan serta limpahan-Nya sehingga Tim Studi EHRA (Studi Environmental Health Risk Assessment ) selesai menyusunan Laporan Studi EHRA Kabupaten Bolaang Mongondow sehingga tergambarkan gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku masyarakat yang beresiko terhadap kesehatan lingkungan, dijadikan sebagai Informasi dasar yang valid dalam penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan dan memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi serta menumbuhkan kesepahaman dan kesamaan persepsi akan pentingnya pelaksanaan studi EHRA bagi seluruh anggota pokja dan tim studi EHRA yang kemudian akan dijadikan sebagai data primer dalam penyusunan Buku Putih Sanitasi (BPS) Kabupaten Bolaang Mongondow. Keberhasilan penyusunan Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) tidak terlepas dari dukungan semua pihak terkait dalam proses penyusunan maupun dalam pelaksanaan Studi. Untuk itu Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow menyampaikan terima kasih kepada seluruh masyarakat dan pihak-pihak terkait atas peran aktifnya dalam melaksanakan Studi EHRA. Dalam penyusunan ini kami meyakini adanya kelemahan dalam metode maupun penyajian. Maka dari itu kami harapkan masukan dan saran dari berbagai pihak yang bersifat konstruksi dalam rangka penyempurnaan Studi EHRA ini. Semoga hasil studi EHRA ini dapat dijadikan salah satu dasar perencanaan pembangunan Sanitasi di kabupaten Bolaang Mongondow ke depan. Akhirnya, kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan dan penyelesaian laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Bolaang Mongondow ini kami ucapkan terima kasih. Semoga segala upaya kita bersama dalam membangun Kabupaten Bolaang Mongondow senantiasa mendapatkan Petunjuk serta Ridho dari Allah Yang Maha Esa. Amin.
Lolak, Agustus 2014
Pokja AMPL Kabupaten Bolaang Mongondow
i
DAFTAR ISI
Ringkasan Eksekutif ……………………………………………………………………………………………….
iii
Bab 1
Pendahuluan ……………………………………………………………………………………………… 1.1 Latar Belakang …………………………………………………………..…………………………... 1.2 Tujuan dan Manfaat ………………………………………………………………………………….. 1.3 Pelaksanaan Studi EHRA ………………………………………………………………………..….. 1.4 Metode Penyusunan Laporan Studi EHRA …………………………………………………………. 1.5 Wilayah Cakupan dan Waktu Pelaksanaan Studi EHRA …………………………………………..
1 1 1 2 2 2
Bab II
Metodologi Dan Langkah Studi EHRA ……………………………………………………..…….….. 2.1 Penentuan Kebijakan Sampel Pokja Sanitasi Kabupaten/Kota …………………………………. 2.2 Penentuan Strata Desa/Kelurahan …………………………………………………………………. 2.3 Penentuan Jumlah Desa/Kelurahan Traget Area Studi ………………………………………….. 2.4 Penentuan RT dan responden di lokasi di Area Studi …………………………………………… 2.5 Karakteristik Enumerator dan Supervisor serta Wilayah Tugasnya …………………………….
3 4 5 6 6 6
Bab III Hasil Studi EHRA …………………………………………………………………………………......... 3.1 Informasi Responden ………………………………………………………………………………… 3.2 Pengelolaan Sampah Rumah Tangga ……………………………………………………………… 3.3 Pembuangan Air Kotor/Limbah Tinja Manusia Dan Lumpur Tinja ……………………………… 3.4 Drainase Lingkungan/Selokan Sekitar Rumah Dan Banjir ………………………………………. 3.5 Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga …………………………………………………………… 3.6 Perilaku Higiene Dan Sanitasi ………………………………………………………………………. 3.7 Kejadian Penyakit Diare ………………………………………………………………………………. 3.8 Indeks Risiko Sanitasi (IRS) …………………………………………………………………………..
8 8 11 15 21 31 34 39 41
Bab IV Penutup ………………………………………………………………………………………………..…… 4.1 Kesimpulan …………………………………………………………………………………………….. 4.2 Hambatan/Kendala ……………………………………………………………………………………. 4.3 Saran …………………………………………………………………………………………………….
43 43 44 44
Daftar Tabel ………………………………………………………………………………………………………….. iv Daftar Gambar ………………………………………………………………………………………………………... v Lampiran ………………………………………………………………………………………………………………. 45
ii
RINGKASAN EKSEKUTIF Studi EHRA (Enviromental Health Risk Assassment) ini dilakukan terhadap 1600 Rumah Tangga yang tersebar di 40 Kelurahan/Desa di Kabupaten Bolaang Mongondow dengan tujuan untuk melakukan Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan sehingga tergambarkan gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku masyarakat yang beresiko terhadap kesehatan lingkungan, dijadikan sebagai Informasi dasar yang valid dalam penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan dan memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi serta menumbuhkan kesepahaman dan kesamaan persepsi akan pentingnya pelaksanaan studi EHRA bagi seluruh anggota pokja dan tim studi EHRA. Dalam studi EHRA ini, Pokja AMPL Kabupaten Bolaang Mongondow menetapkan 40 Desa/Kelurahan sebagai area studi oleh karena keterbatasan dana, dengan jumlah sampel per desa/kelurahan minimal 40 responden. Responden dalam studi EHRA adalah ibu atau anak perempuan yang sudah menikah dan berumur antara 18 s/d 60 tahun. Adapun responden dalam studi EHRA adalah ibu atau anak perempuan yang sudah menikah dan berumur antara 18 s/d 60 tahun. Hasil kajian yang di lakukan maka tergambarkan kondisi risiko sanitasi yang ada di kabupaten Bolaang Mongondow. Indeks Risiko Sumber Air yang paling tinggi teletak di wilayah Strata 2 dengan total 34 dan disusul oleh wilayah strata 4 dengan total sebesar 32, kemudian Indeks Risiko Sumber Air yang paling rendah terdapat di wilayah strata 3 dengan jumlah 27. Indeks Risiko Air Limbah Domestik yang paling tinggi terletak di wilayah strata 3 dengan jumlah 58 kemudian di susul dengan wilayah strata 2 dengan Indeks Risiko sebesar 57 dan Indeks Risiko Air Limbah Domestik yang paling rendah terletak di wilayah strata 1 sebesar 51. Indkes Risiko Persampahan yang paling tinggi sebesar 93 terletak di wilayah strata 2 kemudian dilanjutkan di wilayah strata 3 sebesar 87 dan juga terletak di wilayah strata 1 sebesar 44 dan Indeks Risiko Persampahan yang paling rendah terdapat di wilayah strata 4 dengan nilai sebesar 38. Indeks Risiko Genangan Air yang paling tinggi terletak di wilayah strata 3 sebesar 62 dan di wilayah strata 4 sebesar 50 dan wilayah Strata 2 sebesar 43 dan Indeks Risiko Genangan Air yang paling rendah terletak di wilayah strata 1 sebesar 8. Indeks Risiko Prilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) terlihat bahwa yang paling tinggi terdapat di wilayah strata 3 sebesar 55 kemudian wilayah strata 4 sebesar 52 dan Indeks Risiko Prilaku Hidup Bersih Dan Sehat yang paling rendah terdapat di wilayah strata 1 sebesar 45. Berdasarkan sektornya tergambarkan bahwa risiko sanitasi di kabupaten Bolaang Mongondow yang tertinggi adalah di Persampahan, kemudian Air Limbah Domestik dan risiko yang tinggi juga terjadi pada PHBS. Prioritas masalah sanitasi yang mendesak saat ini Persampahan, Air Limbah Domestik dan PHBS. Masyarakat kabupaten Bolaang Mongondow masih banyak yang membuang sampah tanpa diolah dan bahkan di bakar dan dibuang ke Sungai dan Danau. Masyarakat kabupaten Bolaang Mongondow banyak yang memiliki Jamban Pribadi namun tidak dilengkapi dengan SPAL sehingga Limbah Tinja langsung dibuang ke Sungai, Parit, Laut atau Drainase. Di dalam PHBS, masyarakat masih ada yang BABS dan banyak yang tidak melakukan CTPS di lima waktu penting. Hal ini akan menjadi pusat perhatian bagi pemerintah dan pemerhati sanitasi dalam menangani Risiko Sanitasi yang terjadi di kabupaten Bolaang Mongondow. Tidak terlepas dari itu peningkatan perubahan prilaku masyarakat terkait sanitasi yang jauh lebih baik dari saat ini juga perlu dilaksanakan dan berbagai pembangunan yang harus mengarah untuk pembangunan sanitasi sehingga akan mengurangi Indeks Risiko buruk yang terjadi di kabupaten Bolaang Mongondow.
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1
Informasi Responden ………………………………………………………………….………………. 9
Tabel 3.2
Area Berisiko Persampahan Berdasarkan Hasil Studi EHRA …………………………………….. 14
Tabel 3.3
Area Berisiko Air Limbah Domestik Berdasarkan Hasil Studi EHRA …….………....................... 20
Tabel 3.4
Area Berisiko Genangan Air Berdasarkan Hasil Studi EHRA ……………….……………………. 30
Tabel 3.5
Area Risiko Sumber Air Berdasarkan Hasil Studi EHRA ……………………….…………………. 33
Tabel 3.6
Area Berisiko Perilaku Higiene dan Sanitasi Berdasarkan Hasil Studi EHRA ….……………….. 38
Tabel 3.7
Kejadian Diare pada Penduduk Berdasarkan Hasil Studi EHRA …………………………………. 40
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Grafik Pengelolaan Sampah …………………………………………………………………………. 12 Gambar 3.2 Grafik Perilaku Praktik Pemilahan Sampah oleh Rumah Tangga ……………….………………. 13 Gambar 3.3 Grafik Persentase Tempat Buang Air Besar ……………………………………….………………. 15 Gambar 3.4 Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja …………………………………………….…..................... 16 Gambar 3.5 Grafik Waktu Terakhir Pengurasan Tanki Septik ………………………………………………….. 17 Gambar 3.6 Grafik Praktik Pengurasan Tanki Septik ……………………………………………………………. 18 Gambar 3.7 Grafik Persentase Tanki Septik Suspek Aman dan Tidak Aman ………………......................... 19 Gambar 3.8 Grafik Persentase Rumah Tangga yang Pernah Mengalami Banjir ………...…..………………. 22 Gambar 3.9 Grafik Persentase Rumah Tangga yang Mengalami Banjir Rutin ………………………………. 23 Gambar 3.10 Grafik Lama Air Menggenang Jika Terjadi Banjir ………………………….……………………… 24 Gambar 3.11 Grafik Lokasi Genangan Di Sekitar Rumah ………………………………..……….……………… 25 Gambar 3.12 Grafik Persentase Kepemilikan SPAL …………………………………………….………………… 26 Gambar 3.13 Grafik Akibat Tidak Memiliki SPAL Rumah Tangga …………………………….………………… 27 Gambar 3.14 Grafik Persentase SPAL yang Berfungsi …………………………………………………………… 28 Gambar 3.15 Grafik Pencemaran SPAL …………………………………………………………….……………… 28 Gambar 3.16 Grafik Akses Terhadap Air Bersih …………………………………………………………………… 31 Gambar 3.17 Grafik Sumber Air Minum dan Memasak …………………………………………………………… 32 Gambar 3.18 Grafik CTPS di Lima Waktu Penting ……………………………………..………….……………… 35 Gambar 3.19 Grafik Waktu Melakukan CTPS …………………………………………..…….…………………… 36 Gambar 3.20 Grafik Persentase Penduduk yang Melakukan BABS ……………………..……………………… 37 Gambar 3.21 Grafik Indeks Risiko Sanitasi (IRS) …………………………………………….….………………… 42
v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Studi Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan (Environtment Health Risk Assessment) atau disingkat studi EHRA adalah sebuah studi partisipasif di tingkat kabupaten/kota untuk memahami kondisi fasilitas dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat pada skala rumah tangga. Dimana data yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di kabupaten sampai dengan kelurahan/desa. Kabupaten Bolaang Mongondow sangat perlu melakukan studi EHRA dengan alasan , sebagai berikut : 1. Pembangunan sanitasi membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat 2. Data terkait dengan sanitasi dan hygiene terbatas dan data sanitasi umumnya tidak bisa dipecah sampai kelurahan/desa serta datanya tidak terpusat melainkan berada di berbagai kantor yang berbeda. 3. Isu sanitasi dan hygiene masih dipandang kurang penting 4. Terbatasnya kesempatan untuk dialog antara masyarakat dan pihak pengambil keputusan dalam hal sanitasi 5. Studi EHRA secara tidak langsung memberi amunisi bagi stakeholders dan masyakarat di kelurahan/desa untuk melakukan kegiatan advokasi ke tingkat yang lebih tinggi maupun advokasi secara horizontal ke sesama masyarakat atau stakeholders kelurahan/desa. Dalam pelaksanaan studi EHRA berfokus pada fasilitas sanitasi dan perilaku masyarakat. Pada Fasilitas sanitasi yang diteliti mencakup sumber air minum, layanan pembuangan sampah, jamban serta saluran pembuangan air limbah rumah tangga sedangkan perilaku masyarakat yang dijadikan sebagai objek penelitian adalah perilaku yang terkait dengan higinitas dan sanitasi dengan mengacu kepada 5 (lima) pilar STBM, yaitu stop buang air besar sembarangan (stop BABS), cuci tangan pakai sabun, pengelolaan air minum rumah tangga, pengelolaan sampah dengan 3 R dan pengelolaan air limbah rumah tangga (drainase lingkungan). 1.2
Tujuan dan Manfaat
Studi EHRA merupakan salah satu studi untuk mengumpulkan data primer, yang bertujuan untuk : 1. Mengetahui gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku masyarakat yang beresiko terhadap kesehatan lingkungan 2. Dijadikan sebagai Informasi dasar yang valid dalam penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan 3. Memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi 4. Menumbuhkan kesepahaman dan kesamaan persepsi akan pentingnya pelaksanaan studi EHRA bagi seluruh anggota pokja dan tim studi EHRA. Adapun manfaat dari studi EHRA diantaranya : 1. Menjadi rujukan bersama mengenai indikator sanitasi 2. Data EHRA representatif untuk menentukan serta membuat peta area beresiko sanitasi tingkat kelurahan / desa. 3. Menjadi masukan bahan utama dalam penyusunan Buku Putih Sanitasi Kabupaten Bolaang Mongondow dan penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten Bolaang Mongondow.
1
1.3
Pelaksana Studi EHRA
Berbagai rangkaian kegiatan dalam mewujudkan pelaksanaan studi EHRA di Kabupaten Bolaang Mongondow diantaranya melalui serangkaian pertemuan atau rapat persiapan yang melibatkan berbagai unsur terkait yang dikoordinir oleh Pokja Sanitasi Kabupaten Bolaang Mongondow sehingga menumbuhkan kesepahaman dan kesamaan persepsi akan pentingya pelaksanaan studi EHRA. Adapun yang menjadi pelaksana studi EHRA Kabupaten Bolaang Mongondow adalah sebagai berikut : 1. Penanggung Jawab : Sekretaris Daerah (Pokja Sanitasi Kab. Bolaang Mongondow) 2. Koordinator Studi : Kepala Dinas Kesehatan 3. Anggota : Dinas Kesehatan, Bappeda, BLH 4. Koordinator Kecamatan : Camat dan Kepala Puskesmas 5. Supervisor : Sanitarian dan Pemegang Program Kesling Puskesmas 6. Tim Entry Data : Dinas Kesehatan 7. Tim Analisis Data : Dinas Kesehatan 8. Enumerator : Bidan / Perawat dan Kader Kesehatan di 40 Desa/Kelurahan 1.4
Metode Penyusunan Laporan Studi EHRA
Dalam penyusunan laporan Studi EHRA Kabupaten Bolaang Mongondow menggunakan metodologi penelitian deskriptif dengan analisis data kualitatif. Dimana penelitian deskriftif ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas dan nyata tentang kondisi fasilitas dan higinitas sanitasi serta perilaku masyarakat pada skala rumah tangga. 1.5
Wilayah Cakupan dan Waktu Pelaksanaan Studi EHRA
Dalam pelaksanaan studi EHRA di Kabupaten Bolaang Mongondow telah dibahas dan disepakati wilayah area studi EHRA yaitu dilaksanakan di 11 Kecamatan 40 Desa/Kelurahan yang dijadikan sebagai area studi. Adapun Waktu pelaksanaan studi EHRA yang dilakukan oleh enumerator selama ± 2 bulan yang dimulai pada bulan Juni sampai dengan bulan agustus tahun 2014. Sebelum pelaksanaan studi EHRA dilakukan oleh enumerator terlebih dahulu dilakukan kegiatan pelatihan bagi koordinator, supervisor, enumerator dan petugas entry data guna pencapaian hasil yang maksimal.
2
BAB II METODOLOGI DAN LANGKAH STUDI EHRA
EHRA (Environmental Health Risk Assessment) adalah Studi yang menggunakanpendekatan dengan menerapkan 2 (dua) teknik pengumpulan data, yakni wawancara (interview) dan pengamatan (observation).Pewawancara dan pelaku pengamatan dalam EHRA adalah Enumerator yang dipilih oleh Koordinator Kecamatan melalui Kepala Desa/Lurah berdasarkan kriteria dari Pokja Sanitasi.Sementara Sanitarian bertugas menjadi Supervisor selama pelaksanaaan survei.Sebelum turun ke lapangan, koordinator Kecamatan, Supervisor dan Enumerator diwajibkan mengikuti pelatihan Petugas Studi EHRA.Materi pelatihan mencakup dasar-dasar wawancara dan pengamatan, pemahaman tentang instrument EHRA, latar belakang konseptual dan praktis tentang indikator-indikator, ujicoba lapangan dan diskusi perbaikan instrument. Jenis data berdasarkan sumber yang dipergunakan didalam Studi EHRA (Environmental Health Risk Assessment) antara lain yaitu : 1. Data Primer Data Primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama, misalnya dari individu atau perseorangan.Data ini berwujud hasil wawancara, pengisian kuesioner.Data yangdiperoleh lansung dari sumber pertama yaitu berupa data hasil studi/kajian/survey yaitu Studi Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan (EHRA).Studi EHRA adalah studi partisipatif untuk mengetahui kondisi prasarana sanitasi serta higinitas dan perilaku masyarakat terkait sanitasi di tingkat rumah tangga. 2. Data Sekunder Data Sekunder merupakan data dasar yang akan dijadikan dasar oleh Tim Studi EHRA (Environmental Health Risk Assessment) untuk menyusun Profil Umum Wilayah, memetakan Profil Sanitasi, dan menganalisis guna penentuan awal Area Berisiko suatu Kabupaten/Kota. Sumber yang biasa digunakan untuk mendapatkan data sekunder diantaranya adalah: Dokumen RTRW, RPJMD, Kabupaten Dalam Angka, RPIJM, Renstra dan Renja SKPD, Air limbah/Persampahan/Drainase serta profil Dinas Kesehatan Kabupaten Bolaang Mongondow. Proses dalam pelaksanaan studi EHRA dimulai dengan penyiapan profil wilayah. Analisis ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil analisis ini adalah untuk menjelaskan gambaransaat ini dari Kabupaten/Kota terkait kondisi geografis, administratif, geohidrologis; aspekdemografis; perekonomian dan keuangan daerah; kondisi sosial dan budaya; tata ruang wilayah; institusi dan kelembagaan Pemerintah Daerah (Pemda). Selanjutnya akan dilakukan penilaian profil sanitasi. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui kondisi sanitasi di Kabupaten Bolaang Mongondow saat ini secara obyektif berdasarkan data primer dan sekunder sistem dan layanan sanitasi, permasalahan yang dihadapi dan rencana pembangunan sanitasi yang ada saat ini.Hasil analisis ini adalah peta sistem sanitasi untuk masing-masing subsektor dan lokasinya yang spesifik, hasil analisis dari beberapa kajian data primer, dan teridentifikasinya rencana program dan kegiatan pengembangan sanitasi serta kegiatan sanitasi yang sedang berlangsung. Analisis ini menggunakan metode tabulasi, Diagram Sistem Sanitasi (DSS) dan analisis deskriptif. Langkah selanjutnya dari proses pelaksanaan studi EHRA yaitu dengan penetapan area berisiko sanitasi. Analisis ini bertujuan untuk menetapkan area berisiko sanitasi dan posisi pengelolaan sanitasi saat ini di Kabupaten Bolaang Mongondow berdasarkan analisis data sekunder, data primer yang dihimpun dari studi EHRA dan penilaian SKPD tentang kualitas, kuantitas dan kontinuitas sarana dan prasarana sanitasi dan perilaku PHBS. Analisis ini menggunakan metode tabulasi, pembobotan (skoring) dan peta. 3
2.1 Penentuan Kebijakan Sampal Pokja Sanitasi Kabupaten/Kota Ada 2 pilihan untuk menetapkan Desa/Kelurahan sebagai Area Studi EHRA di Kabupaten/Kota : 1. Seluruh desa/kelurahan diambil sebagai Area Studi EHRA dengan konsekuensi Pokja Sanitasi Kabu-paten/Kota menyediakan dana Studi EHRA yang cukup. 2. Mengambil sebagian dari desa/kelurahan yang ada di wilayah Kabupaten/Kota sebagai Area Studi EHRA, apabila jumlah desa/kelurahan cukup banyak dan dana yang tersedia terbatas. Untuk menetapkan desa/kelurahan sebagai Area Studi EHRA bisa dengan cara ( bisa dipilih salah satu sesuai dengan kondisi/kebijakan sampling yang akan digunakan ) : 1. Menetapkan seluruh desa/kelurahan sebagai Area Studi EHRA 2. Menetapkan desa/kelurahan dengan jumlah tertentu atau dengan kriteria tertentu sebagai Area Studi EHRA, misalnya : 25 % dari seluruh desa/kelurahan yang ada di kabupaten/kota atau diprioritaskan pada desa/kelurahan di wilayah perkotaan sesuai dengan RencanaTata Ruang Wilayah, 3. Menetapkan jumlah responden/sampel tertentu yang akan diambil untuk seluruh wilayah kabupaten/ kota, misalnya : 500 responden/sampel. Dalam studi EHRA ini, pokja menetapkan seluruh Desa/Kelurahan sebagai area studi, hal ini disebabkan tidak adanya data akurat tentang kepadatan penduduk, angka kemiskinan,daerah/wilayah yang dialiri aliran sungai dan daerah terkena banjir. Unit sampling utama (Primary Sampling) pada Studi EHRA adalah RT (Rukun Tetangga)dan dipilih secara random berdasarkan total RT di semua RW dalam setiap Desa/Kelurahan yangtelah dipilih menjadi Target Area Studi. Dalam Studi EHRA, disyaratkan jumlah sampel total responden minimal adalah 400 responden. Sementara jumlah sampel RT per Desa/Kelurahan minimal 8 RT dan jumlah sampel per RT minimal 5 responden.Dengan demikian jumlah sampel per desa/kelurahan minimal 40 responden.Responden dalam studi EHRA adalah ibu atau anak perempuan yang sudah menikah dan berumur antara 18 s/d 60 tahun. Dalam kegiatan riset, ukuran sampel dan cara pengambilannya harus diperhatikan karena semakin besar ukuran sampel bisa menjadi masalah, demikian juga bila ukuran sampel terlalukecil. Menurut Roscoe, beberapa hal yang dapat digunakan sebagai panduan untuk menentukan ukuran sampel, antara lain sbb.: 1. Ukuran sampel untuk setiap penelitian berada antara 30 sampai dengan 500. 2. Jika sampel akan dipecah-pecah menjadi beberapa bagian kecil, maka ukuran sampel minimum untuk setiap bagian tersebut adalah sebanyak 30. Jadi, berdasar panduan Roscoe di atas, maka jumlah sampel yang disyaratkan dalam studi EHRA untuk desa/kelurahan dianggap telah memenuhi syarat untuk jumlah minimum sampel dalam sebuah riset.Berdasarkan kaidah statistik, ukuran sampel dalam satu kabupaten/kota dapat ditentukan oleh : 1. Tingkat presisi yang diharapkan (CI = Confidence Interval), 2. Tingkat kepercayaan (CL = Confidence Level), 3. Prosentase baseline (bila tidak ada = 50%), 4. Perkalian faktor efek dari desain (Desain Effect; maksimal 2), 5. Antisipasi untuk sampel gagal (5%–10%). 6. Besar/jumlah populasi rumah tangga, dapat mempengaruhi perhitungan besaran sampel, namun tidak sebesar 5 hal di atas (bila besaran populasi tidak diketahui, besaran sampel pun masih bisa dihitung).
4
Berdasarkan kaidah statistik, untuk menentukan ukuran sampel minimum dalam skalakabupaten/kota dapat dilakukan dengan menggunakan banyak cara. Dalam studi EHRA, untuk menentukan ukuran sampel minimumnya dapat digunakan “Rumus Slovin” atau “Rumus Krejcie-Morgan”.Kedua rumus ini, digunakan untuk mengetahui estimasi dari proporsi populasi dengan menggunakan proporsi sampel. Hal ini sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam studi EHRA, dimana hasil Studi EHRA dari sampel desa/kelurahan sebagai area studi, yang berupa nilai proporsi, akan bisa memberikan peta area berisiko dalam skala kabupaten/kota. Bentuk “RumusSlovin” sebagai berikut :
n :Jumlah sampel N :Jumlah populasi d :Presisi yang ditetapkan 2.2 Penentuan Strata Desa/Kelurahan Stratifikasi atau penentuan strata Desa/Kelurahan, dilakukan oleh Pokja SanitasiKabupaten/Kota bersama petugas kecamatan dengan menggunakan empat kriteria utama penentuan Strata.Stratifikasi Desa/Kelurahan dilakukan terhadap seluruh desa/kelurahan yang ada di wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow yang menentukan persentase tertentu desa/kelurahannya sebagai Area Studi EHRA dan di wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow yang menentukan jumlah responden tertentu yang diambil sebagai Sampel Studi EHRA. Cara melakukan stratifikasi desa/kelurahan adalah sebagai berikut : Kumpulkan dan amati data desa/kelurahan yang akan distratifikasi berdasarkan 4 (empat)kriteria utama dalam melakukakan stratifikasi. 1. Bila data dalam suatu desa/kelurahan tidak terdapat 4 (empat) kriteria utama stratifikasi maka desa/kelurahan tersebut termasuk strata 0 ( nol ) 2. Bila data dalam suatu desa/kelurahan terdapat 1 (satu) kriteria utama stratifikasi maka desa/kelurahan tersebut termasuk strata 1 (satu) 3. Bila data dalam suatu desa/kelurahan terdapat 2 (dua) kriteria utama stratifikasi maka desa/kelurahan tersebut termasuk strata 2 (dua ) 4. Bila data dalam suatu desa/kelurahan terdapat 3 (tiga) kriteria utama stratifikasi maka desa/kelurahan tersebut termasuk strata 3 (tiga) 5. Bila data dalam suatu desa/kelurahan terdapat 4 (empat) kriteria utama stratifikasi maka desa/kelurahan tersebut termasuk strata 4 (empat )
5
Kecamatan dan No Desa/Kelurahan
Kriteria Kluster Kepadatan (Jiwa/Km2)
Banjir /
Jumlah kk
Terlewati Sungai
Rob
Miskin
/Drainase/Irigasi
Dumoga Barat
Kluster
4
1
Toraut
2
Matayangan
3
Uuwan
√
4
Ikhwan
√
5
Doloduo
√
6
Mekaruo
√
7
Wangga baru
√
8
Kosio
√
9
Kinomaligan
10
Ibolian
√
11
Werdhi Agung
√
12
Werdhi Agung Selatan
√
13
Ibolian I
√
14
Kosio Timur
√
√
√
2
√
1
√
2
√
√
3
√
√
√
4
√
2
√
√
3
√
√
3
√
1
√
2
√
3
√
2
√
√
3
√
√
√
√
4 4
Dumoga Utara 1 Tumokang Baru
√
√
2
Mopugad Utara
√
√
3
Mopugad Selatan
√
4
Mopuya Utara
√
5
Mopuya Selatan
√
6
Dondomon
√
7
Tapadaka I
√
√
2
8
Tapadaka Utara
√
√
2
9
Konarom
√
√
2
10
Osion
√
√
11
Dumara
√
√
2
12
Ikuna
√
√
2
13
Bonawang
√
√
2
√
3
√
3
√
√
3
√
√
3
√
√
4
√
√
2
√
3
Dumoga Timur
4
1
Tonom
√
√
√
3
2
Mogoyunggung
√
√
√
3
3
Imandi
√
√
√
4
Pinonobatuan
√
√
√
3
5
Modomang
√
√
√
3
6
Dumoga
√
√
2
7
Kembang Mertha
√
√
2
8
Siniyung
√
√
2
9
Bumbungon
√
1
10
Serasi
√
1
11
Mototabian
√
1
12
Ponompiaan
√
1
13
Piusian
√
1
14
Kanaan
√
1
15
Toruakat
√
1
16
Dumoga I
√
√
√
3
17
Dumoga II
√
√
√
3
18
Pinobatuan Barat
√
√
4
1
Lolayan
4
1
Mopusi
√
√
2
2
Matali Baru
√
√
2
3
Bakan
√
√
√
√
4
4
Tanoyan Selatan
√
√
√
√
4
5
Tanoyan Utara
√
√
√
√
4
6
Lolayan
√
7
Tungoi II
√
√
2
8
Tungoi I
√
√
2
9
Tapa Aog
√
√
2
10
Abak
√
√
2
11
Bombanon
√
√
2
12
Mopait
√
√
2
13
Kopandakan II
√
√
2
√
2
14
Mengkang
√
1
Passi Barat
1
1
Muntoi
√
√
2
2
Inuai
√
√
2
3
Poyuyanan
√
√
2
4
Lobong
√
√
2
5
Passi
√
1
6
Wangga
√
1
7
Otam
√
1
8
Bulud
√
1
9
Bintau
√
1
10
Passi II
√
1
11
Muntoi Timur
√
√
Passi Timur
2 1
1
Pangian
√
1
2
Poopo
√
1
3
Manembo
√
1
4
Sinsingon
√
1
5
Mobuya
√
1
6
Insil
√
1
7
Insil Baru
√
1
8
Pangian Tengah
√
1
9
Pangian Barat
√
1
10
Poopo Barat
√
1
11
Poopo Selatan
√
1
Bilalang
3
1
Bilalang III
√
√
2
2
Bilalang IV
√
√
2
3
Tuduaog
√
√
4
Tuduaog Baru
√
√
2
5
Kalingngaan
√
√
2
6
Bilalang III UTara
√
√
2
7
Bilalang Baru
√
√
2
√
3
Poigar
4
1
Mariri Dua
√
2
Mariri Lama
√
3
Mariri Baru
4
Nonapan Dua
√
√
√
3
5
Nonapan Satu
√
√
√
3
6
Wineru
√
√
√
3
7
Gogaluman
√
√
√
3
8
Tiberias
√
√
√
3
9
Poigar II
√
√
10
Poigar
√
√
√
3
11
Poigar III
√
√
√
3
12
Pomoman
13
Nanasi
√
√
√
3
14
Modatong
√
√
√
3
15
Mariri Satu
√
16
Nonapan Baru
√
√
2
17
Nanasi Timur
√
√
2
√
√
3 1 0
2
0
1
Bolaang
4
1
Komangaan
√
√
2
2
Solimandungan Dua
√
√
2
3
Solimandungan Satu
√
√
3
4
Bangomolunow
√
√
2
5
Langagon
√
√
2
6
Inobonto Satu
√
√
√
3
7
Inobonto Dua
√
√
√
4
8
Inobonto
√
√
√
3
√
√
Bolaang Timur
4
1
Tadoy I
√
√
√
√
4
2
Ambang II
√
√
√
√
4
3
Ambang I
√
√
√
√
4
4
Tadoy
√
√
√
√
4
5
Bolaang
√
√
√
√
4
6
Bantik
√
√
√
√
4
7
Lolan
√
√
√
√
4
Lolak
4
1 Bumbung
√
√
√
3
2 Buntalo
√
√
√
3
3 Totabuan
√
√
4 Solog
√
5 Tandu
√
√
√ √
8 Lolak
√
√
6 Tuyat 7 Lalow
√
2 2 √
√ √
√
4 3 2
√
3
9 Motabang
√
√
√
10 Mongkoinit
√
√
√
√
4
11 Pinogaluman
√
√
√
3
12 Baturapa
√
√
√
3
13 Labuan Uki
√
14 Sauk
√
√
√
3
15 Pindol
√
√
√
3
16 Pindolili
√
√
√
3
17 Lolak Tombolango
√
√
√
3
18 Lolak II
√
√
√
3
19 Baturapa II
√
√
√
3
20 Buntalo Timur
√
√
√
3
21 Buntalo Selatan
√
√
√
3
22 Diat
√
√
√
3
√
3
√
3
Sang Tombolang
4 √
√
2
√
√
3
3 Batu Merah
√
√
2
4 Pasir Putih
√
1 Pangi 2 Domisil Moonow
√
1
5 Maelang
√
√
√
3
6 Lolanan
√
√
√
3
7 Bolangat
√
√
√
3
√
8 Babo 9 Ayong 10 Cempaka
1
√
√
√
3
√
√
√
3
2.3. Penentuan Jumlah Desa/Kelurahan Target Area Studi Dalam studi ini, jumlah Desa/Kelurahan yang ada di Kabupaten Bolaang Mongondow diambil sebagaiarea studi EHRA yaitu 40 desa/kelurahan, disebabkan oleh karenaketerbatasan anggaran untuk melakukan studi. 2.4. Penentuan RT dan Responden di Area Studi Rukun Tetangga ( RT ) dan Rumah Responden dipilih dengan menggunakan cara acak (random sampling). Hal ini bertujuan agar seluruh RT memiliki kesempatan yang sama untukterpilih sebagai RT Area Studi dan rumah di RT Area Studi memiliki kesempatan yang sama sebagai sampel. Artinya, penentuan RT & rumah tangga responden bukan bersumber dari preferensi enumerator/supervisor ataupun keinginan responden itu sendiri. 2.5. Karakteristik Enumerator dan Supervisor serta Wilayah Tugasnya Secara penuh pengumpulan data pada studi EHRA dilakukan oleh Enumerator yang bertanggungjawab untuk tiap desa/kelurahan area studi. Sementara Pokja Sanitasi Kabupaten/Kota dengan bantuan CF bertanggung jawab mempersiapkan finalisasi data RT dan responden untuk tiap desa/kelurahan, logistik studi seperti lembar kuesioner dan ATK. Dalam pelaksanaan studi EHRA, pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan pengamatan langsung. Wawancara bertujuan mengumpulkan informasi dengan cara bertanya secara langsung kepada responden menggunakan kuesioner terstruktur yang dilengkapi dengan buku pedoman pengisian kuesioner. Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi yang hasilnya ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu : pewawancara/Enumerator, responden, materi pertanyaan (kuesioner/daftar pertanyaan) dan situasi pada saat wawancara. Agar hasil wawancara mempunyai mutu yang baik, pewawancara harus menyampaikan pertanyaan kepada responden dengan baik dan jelas. Kalau perlu pewawancara harus menggali lebih lanjut jawaban responden yang belum jelas (probing) sehingga responden mau menjawab dengan jujur. Pewawancara hanya boleh secara berulang-ulang membacakan pertanyaan yang persis sama dan tidak boleh sedikitpun diubah oleh pewawancara. Perbedaan karakteristik pewawancara dengan responden sering juga sangat mempengaruhi hasil wawancara. Seorang pewawancara dari tingkat sosial tinggi harus dapat menyesuaikan diri dengan responden yang mempunyai tingkat sosial rendah, sehingga kecanggungan dalam pelaksanaan wawancara akan mengakibatkan responden enggan memberikan informasi/fakta yang sebenarnya. Materi pertanyaan yang disampaikan dalam wawancara dapat juga mempengaruhi hasil wawancara.Pertanyaan yang peka/sensitif sering menyebabkan responden merasa enggan untuk menjawab, sehingga kemungkinan jawaban bukan fakta yang sebenarnya. Oleh karena itu sebaiknya pertanyaan yang peka/sensitif dihindari atau bila tetap ada, maka dapat ditanyakan pada akhir wawancara. 6
Situasi atau lingkungan wawancara seperti waktu, tempat, keberadaan orang ketiga dan sikap masyarakat setempat terhadap pelaksanaan studi dapat juga mempengaruhi hasil wawancara. Dengan demikian keterampilan dan kemampuan pewawancara untuk beradaptasi dengan responden dan lingkungan menjadi kunci dalam keberhasilan wawancara dan validitas data. Pemilihan supervisor dan enumerator untuk pelaksanaan Studi EHRA sepenuhnya merupakan kewenangan Tim Studi EHRA. Tugas utama Supervisor Studi EHRA selama pelaksanaan studi adalah: 1. Menjamin proses pelaksanaan studi sesuai dengan kaidah dan metoda pelaksanaan Studi EHRA yang telah ditentukan 2. Menjalankan arahan dari koordinator kecamatan dan Pokja Kabupaten/Kota 3. Mengkoordinasikan pekerjaan enumerator 4. Memonitor pelaksanaan studi EHRA di lapangan 5. Melakukan pengecekan/ pemeriksaan hasil pengisian kuesioner oleh Enumerator 6. Melakukan spot check sejumlah 5% dari total responden 7. Membuat laporan harian dan rekap harian untuk disampaikan kepada Koordinator kecamatan Selanjutnya Tim EHRA bersama Koordinator Kecamatan dan Supervisor menentukan antara lain: 1. Menentukan kriteria Enumerator Kriteria untuk petugas enumerator yaitu : a. Berjenis kelamin wanita b. Bertempat tinggal di wilayah survei c. Bidan Desa / Kader Kesehatan d. Bertanggung jawab e. Dapat melaksanakan tugas dengan baik 2. Memilih Enumerator Enumerator dipilih oleh Tim Studi EHRA bekerjasama dengan Koordinator Kecamatan.
7
BAB III HASIL STUDI EHRA
3.1
Informasi Responden
Pelaksanaan studi EHRA di Kabupaten Blaang Mongondow tahun 2014 dilaksanakan pada 40 kelurahan/desa yang ada. Dimana responden dalam studi yang dilaksanakan adalah masyarakat Kabupaten Bolaang Mongondow yaitu kaum Ibu atau anak perempuan yang sudah menikah dengan batasan umur antara 18 s/d 60 tahun. Adapun jumlah responden yang dijadikan sebagai sampel dalam pelaksanaan studi EHRA berjumlah sebanyak 1600 responden, yang terdapat dalam 11 (sebelas) kecamatan se Kabupaten Bolaang Mongondow. Dimana didapati bahwasanya informasi terhadap seluruh reponden yang dilakukan pada pelaksanaan studi dapat dibagi dalam beberapa kriteria, seperti kelompok umur, status rumah yang ditempati, pendidikan terakhir responden, layanan kesehatan yang dimiliki serta apakah responden mempunayi anak. Pada kriteria kelompok umur dapat dibagi menjadi tujuh kelompok umur yaitu responden yang berumur ≤ 20 tahun, antara 21 – 25 tahun, antara 26 – 30 tahun, antara 31 - 35 tahun, antara 41 – 45 tahun, dan diatas 45 tahun. Untuk status kepemilikan rumah juga dibagi kedalam beberapa status, yakni apakah milik sendiri, rumah dinas, berbagi dengan keluarga lain, sewa, kontrak ataupun milik orang tua dan lainnya. Informasi lebih detail tentang responden yang dipilih secara acak atau random sampling di setiap Kelurahan/desa pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Bolaang Mongondow dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut ini.
8
Tabel 3. 1 Informasi Responden Kabupaten Bolaang Mongondow
VARIABEL
KATEGORI
1 n
N
6 13 27 15 24 21 54
10 21 34 53 64 38 91
3.2 6.8 10.9 17.0 20.6 12.2 29.3
8 45 66 88 113 92 235
1.2 7.0 10.2 13.6 17.5 14.2 36.3
12 26 47 53 68 62 158
% 2.8 6.1 11.0 12.4 16.0 14.6 37.1
111 0 0
69.4 .0 .0
252 0 1
78.8 .0 .3
552 16 8
81.2 2.4 1.2
339 13 4
0 2 47 0
.0 1.3 29.4 .0
1 1 64 1
.3 .3 20.0 .3
1 3 92 8
.1 .4 13.5 1.2
Tidak sekolah formal
7
4.4
11
3.4
22
SD SMP SMA SMK Universitas/Akademi
61 50 24 7 11
38.1 31.3 15.0 4.4 6.9
146 110 38 6 9
45.6 34.4 11.9 1.9 2.8
Ya
21
13.1
94
29.4
<= 20 tahun 21 - 25 tahun 26 - 30 tahun 31 - 35 tahun 36 - 40 tahun 41 - 45 tahun > 45 tahun
Status dari rumah yang ditempati
Milik sendiri Rumah dinas Berbagi dengan keluarga lain Sewa Kontrak Milik orang tua Lainnya
Kepemilikan Surat
%
n
Total
4
% 3.8 8.1 16.9 9.4 15.0 13.1 33.8
Kelompok Umur Responden
Pendidikan terakhir
Strata Desa/Kelurahan 2 3 %
N
n
% 36 105 174 209 269 214 538
2.3 6.8 11.3 13.5 17.4 13.9 34.8
77.2 3.0 .9
1255 29 13
78.4 1.8 .8
3 2 76 2
.7 .5 17.3 .5
5 8 279 11
.3 .5 17.4 .7
3.2
15
3.4
55
3.4
355 181 100 10 12
52.2 26.6 14.7 1.5 1.8
156 155 97 12 4
35.5 35.3 22.1 2.7 .9
719 496 259 35 36
44.9 31.0 16.2 2.2 2.3
150
22.1
100
22.8
365
22.8
Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari desa/kelurahan Kepemilikan Kartu Asuransi Kesehatan bagi Keluarga Miskin (ASKESKIN)
Tidak
139
86.9
226
70.6
530
77.9
339
77.2
1235
77.2
33
20.6
77
24.1
160
23.5
133
30.3
403
25.2
Tidak
127
79.4
243
75.9
520
76.5
306
69.7
1197
74.8
Memiliki anak
Ya
149
93.1
288
90.0
615
90.4
395
90.0
1448
90.5
11
6.9
32
10.0
65
9.6
44
10.0
152
9.5
Ya
Tidak
Sumber : Pokja AMPL Kabupaten Bolaang Mongondow (data olahan studi EHRA)
10
3.2
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
Maksud pengelolaan sampah rumah tangga adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah rumah tangga (rujukan : UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah). Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumberdaya. Dari sudut pandang kesehatan lingkungan, pengelolaan sampah dipandang baik jika sampah tersebut tidak menjadi media berkembang biaknya bibit penyakit serta sampah tersebut tidak menjadi medium perantara menyebarluasnya suatu penyakit. Syarat lainnya yang harus dipenuhi, yaitu tidak mencemari udara, air dan tanah, tidak menimbulkan bau (tidak mengganggu nilai estetis), tidak menimbulkan kebakaran dan yang lainnya ( Aswar, 1986). Meningkatnya volume sampah yang dihasilkan oleh masyarakat yang bersumber dari sampah rumah tangga, sampah sejenis sampah rumah tangga, dan sampah spesifik, sementara itu, rendahnya pengetahuan, kesadaran, dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah menjadi suatu permasalahan yang perlu mendapat perhatian dalam pengelolaan lingkungan bersih dan sehat. Dalam masalah persampahan, EHRA mempelajari sejumlah hal pokok, yakni : 1. Cara pembuangan sampah yang utama, 2. Frekuensi & pendapat tentang ketepatan pengangkutan sampah bagi rumah tangga yang menerima layanan pengangkutan sampah, 3. Praktik pemilahan sampah, dan 4. Penggunaan wadah sampah sementara di rumah. Cara utama pembuangan sampah di tingkat rumah tangga di identifikasi melalui jawaban verbal yang disampaikan responden. Dalam kuesioner tersedia 22 (duapuluh dua) opsi jawaban. Duapuluh dua opsi itu dapat dikategoriakan dalam 4 (empat) kelompok besar, yakni : 1. Dikumpulkan di rumah lalu diangkut keluar oleh pihak lain, 2. Dikumpulkan di luar rumah/ di tempat bersama lalu diangkut oleh pihak lain, 3. Dibuang di halaman/ pekarangan rumah, dan 4. Dibuang ke luar halaman/ pekarangan rumah. Di antara empat kelompok itu, cara-cara yang berada di bawah kategori 1 dan 2 atau yang mendapat layanan pengangkutan merupakan cara-cara yang memiliki risiko kesehatan paling rendah. Beberapa literatur menyebutkan bahwa cara pembuangan sampah di lobang sampah khusus, baik di halaman atau di luar rumah, merupakan cara yang aman pula. Namun, dalam konteks wilayah perkotaan, di mana kebanyakan rumah tangga memiliki keterbatasan dalam hal lahan, penerapan cara-cara itu dinilai dapat mendatangkan risiko kesehatan yang cukup besar. Dari sisi layanan pengangkutan, EHRA melihat aspek frekuensi atau kekerapan dan ketepatan waktu dalam pengangkutan. Meskipun sebuah rumah tangga menerima pelayanan, risiko kesehatan tetap tinggi bila frekuensi pengangkutan sampah terjadi lebih lama dari satu minggu sekali. Sementara, ketepatan pengangkutan digunakan untuk menggambarkan seberapa konsisten ketetapan/kesepakatan tentang frekuensi pengangkutan sampah yang berlaku. Di banyak Kota di Indonesia, penanganan sampah merupakan masalah yang memprihatinkan. Dalam banyak kasus, beban sampah yang diproduksi rumah tangga ternyata tidak bisa ditangani oleh sistem persampahan yang ada. Untuk mengurangi beban di tingkat Kota, banyak pihak mulai melihat pentingnya pengelolaan/ pengolahan di tingkat rumah tangga, yakni dengan pemilahan sampah dan pemanfaatan atau penggunaan ulang sampah, misalnya sebagai bahan untuk kompos. Dengan latar belakang semacam ini, EHRA kemudian memasukkan pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan kegiatan pemilahan sampah di tingkat rumah tangga serta melakukan pengamatan yang tertuju pada kegiatan kegiatan pengomposan. 11
Terakhir, enumerator EHRA mengamati wadah penyimpanan sampah di rumah tangga. Wadah yang mengandung risiko kecil adalah wadah yang permanen atau setidaknya terlindungi dari capaian binatang seperti ayam atau anjing. Bak permanen atau keranjang yang tertutup dapat dikategorikan sebagai wadah yang relatif terlindungi dibandingkan dengan kantong plastik yang mudah sobek. Secara detail grafik di bawah ini menggambarkan pengelolaan sampah rumah tangga di Kabupaten Bolaang Mongondow. Dalam grafik 3.1 terlihat bahwa 75,2% masyarakat mengelola sampah dengan cara dibakar.
Gambar 3.1 Grafik Pengelolaan Sampah di Kabupaten Bolaang Mongondow Tahun 2014
100% 90% 80%
PENGELOLAAN SAMPAH BERDASARKAN STRATA DI KAB. BOLAANG MONGONDOW TAHUN 2014 11.3 1.3 13.1
3.1 12.2 1.3
2.4 6.7 .3
5.0 9.6 2.1
8.0 15.3 1.4
Tidak tahu Lain-lain Dibuang ke lahan kosong/kebun/hutan dan dibiarkan membusuk Dibiarkan saja sampai membusuk
70% 60%
Dibuang ke sungai/kali/laut/danau
50% 40%
60.6
79.4
84.6
63.1
75.2
6.3
30% 20% 10%
11.3
0% 1
1.3
4.7
10.5
2
3
4
Dibuang ke dalam lubang tetapi tidak ditutup dengan tanah Dibuang ke dalam lubang dan ditutup dengan tanah Dibakar Dikumpulkan dan dibuang ke TPS Dikumpulkan oleh kolektor informal yang mendaur ulang
Strata Desa/Kelurahan
Total
Sumber : Pokja AMPL Kabupaten Bolaang Mongondow (data olahan studi EHRA)
12
Gambar 3.2 Grafik Perilaku Praktik Pemilahan Sampah oleh Rumah Tangga
PRAKTIK PEMILAHAN SAMPAH OLEH RUMAH TANGGA DI KAB. BOLAANG MONGONDOW TAHUN 2014 100% 80%
50.0
33.3 73.5
60%
63.9
100.0
Tidak dipilah/dipisahkan
40% 50.0
20% 0%
66.7
Dipilah/dipisahkan 26.5
.0 1
2
3
36.1
4
Strata Desa/Kelurahan
Total
Sumber : Pokja AMPL Kabupaten Bolaang Mongondow (data olahan studi EHRA)
Dari grafik 3.2 dapat dilihat bahwa 55.2 % masyarakat belum melakukan pemilahan sampah. Penanganan sampah mutlak dilakukan dengan ramah lingkungan, langkah pertama yang dilakukan dalam penanganan sampah adalah dengan pemilahan sampah sesuai dengan katagorinya. Hal ini diupayakan melalui penempatan bak sampah organik, anorganik dan B-3 rumah tangga. Langkah kedua adalah pengumpulan sampah yang terpilah – pilah tersebut untuk selanjutnya diangkut yang merupakan langkah ketiga. Pengangkutan secara terpisah pun mutlak diperlukan . Langkah keempat adalah pengolahan sampah baik pada sumbernya maupun di TPA. Pengolahan sederhana dapat dilakukan dengan pengomposan sampah organik sejak dari sumber/rumah tangga. Pengomposan secara besar di lakukan di TPA dengan penyediaan mesinmesin pengolah yang memadai. Pengolahan sampah anorganik sampai saat ini masih dilakukan secara mandiri oleh masyarakat melalui pemulung dan pelapak. Langkah terakhir adalah pemrosesan akhir sampah di TPA, hal ini harus dilakukan secara ramah lingkungan.
13
Tabel 3.2 Area Berisiko Persampahan Berdasarkan Hasil Studi EHRA
Strata Desa/Kelurahan VARIABEL
KATEGORI
1 n
Pengelolaan sampah
Tidak memadai Ya, memadai
2
142
% 88.8
18
n
Total
3
312
% 97.5
11.3
8
n
4
642
% 95.1
2.5
33
n 393
% 89.5
n 1490
% 93.4
4.9
46
10.5
105
6.6
Frekuensi pengangkutan sampah
Tidak memadai
0
.0
4
100.0
1
100.0
0
.0
5
100.0
Ketepatan waktu pengangkutan sampah Pengolahan sampah setempat
Tidak tepat waktu
0
.0
4
100.0
1
100.0
0
.0
5
100.0
138
86.3
240
75.0
352
51.8
272
62.0
1002
62.6
22
13.8
80
25.0
328
48.2
167
38.0
598
37.4
Tidak diolah Ya, diolah
Sumber : Pokja AMPL Kabupaten Bolaang Mongondow (data olahan studi EHRA)
14
3.3
Pembuangan Air Kotor/Limbah Tinja Manusia dan Lumpur Tinja
Kebiasaan Buang Air Besar (BAB) dapat menjadi salah satu faktor resiko tercemarnya lingkungan termasuk sumber air, khususnya bila praktik BAB itu dilakukan di tempat yang tidak memadai. Tempat yang tidak memadai bukan hanya tempat BAB di ruang terbuka saja seperti di sungai pantai/ laut/kebun/pekarangan/selokan/parit/got, tetapi termasuk sarana jamban yang mungkin dianggap nyaman di rumah namun sarana penampungan dan pengolahan tinjanya yang tidak kedap air dan berjarak terlalu dekat dengan sumber air minum. Berikut grafik persentase keluarga yang memiliki jamban. Gambar 3.3 Grafik Persentase Tempat Buang Air Besar
PERSENTASE TEMPAT BUANG AIR BESAR DI KAB. BOLAANG MONGONDOW TAHUN 2014 1.3%
Jamban pribadi
5.8% 2.8% 3.1% 1.1%
MCK/WC Umum Ke WC helikopter 53.2%
27.4%
Ke sungai/pantai/laut Ke kebun/pekarangan Ke selokan/parit/got
8.9%
Ke lubang galian Lainnya,
1.4%
Tidak tahu
Sumber : Pokja AMPL Kabupaten Bolaang Mongondow (data olahan studi EHRA)
Dari grafik 3.3 diatas dapat tergambarkan bahwasanya rumah tangga yang memiliki jamban pribadi sebanyak 53.2%, namun demikian masih ada responden yang masih berprilaku kurang baik dengan BAB ke sungai/pantai/laut sebanyak 27.4%, dan ke kebun/pekarangan sebanyak 1.3%. Tinja merupakan bahan buangan yang timbul karena adanya kehidupan manusia sebagai mahluk individu maupun mahluk sosial. Tinja juga merupakan bahan buangan yang sangat dihindari oleh manusia karena dapat mengakibatkan bau yang sangat menyengat dan sangat menarik perhatian serangga, khususnya lalat, dan berbagai hewan lain seperti anjing, ayam, dan tikus. Apabila pembuangan tinja tidak ditangani sebagaimana mestinya,maka dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran permukaan tanah serta air tanah, yang berpotensi menjadi penyebab timbulnya penularan berbagai macam penyakit saluran pencernaan. Tangki Septik atau septick tank adalah bangunan tanki kedap air pada semua sisi dan bawah yang terbuat dari beton, fibreglass, PVC atau plastik, untuk penampungan dan pengolahan black water dan grey water yang merupakan tangki pengendapan dan proses anaerobik untuk mengurangi padatan dan material organik. Informasi tentang jenis pembuangan akhir tinja atau jamban rumah tangga yang didapatkan dari responden biasanya sering disalahartikan, dimana responden seringkali mengklaim bahwasanya tempat pembuangan akhir tinjanya adalah tangki septik, padahal yang dimiliki adalah cubluk atau bangunan tangki yang tidak kedap air yang berfungsi sebagai pengerasan dinding atau sebagai penyanggaa. Pada grafik 3.4 dibawah dapat dilihat tempat penyaluran akhir tinja. 15
Gambar 3.4 Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja
TEMPAT PENYALURAN AKHIR TINJA DI KAB. BOLAANG MONGONDOW TAHUN 2014 .0%
Tangki septik
24.7%
Pipa sewer Cubluk/lobang tanah
46.6%
Langsung ke drainase 3.7%
Sungai/danau/pantai Kolam/sawah Kebun/tanah lapang
19.1%
Tidak tahu Lainnya
.3% 1.6% 1.0% 3.0% Sumber : Pokja AMPL Kabupaten Bolaang Mongondow (data olahan studi EHRA)
Berdasarkan grafik 3.4 dari 46.6% rumah tangga yang memiliki jamban terdapat 24.7% rumah tangga yang memiliki saluran akhir pembuangan tinja berupa tanki septic dan 19.1% rumah tangga berupa cubluk atau lobang tanah yang tidak kedap air, sedangkan 1.6% rumah tangga membuang ke sungai/danau/pantai serta 46.6% tidak mengetahui pembuangan akhir tinjanya. Penyaluran tempat akhir pembuangan tinja di Kabupaten Bolaang Mongondow jelaslah masih rendah dari yang diharapkan, dimana sebagian besar masyarakat memiliki tempat penyaluran akhir pembuangan tinja menggunakan cubluk atau tangki yang tidak kedap air sehingga air tinja yang ditampung dapat merembes ke luar tangki dan akan menimbulkan resiko lebih besar terhadap pencemaran lingkungan. Selain itu juga masih rendahnya pengetahuan, kesadaran akan pentingnya BAB pada tempat yang semestinya karma tergambar masih ada masyarakat yang BAB di lahan terbuka seperti di sungai, danau dan pantai. Tempat penyaluran akhir tinja dengan menggunakan tangki septic sebaiknya dilakukan pengurasan sesuai dengan kapasitas volume tangki septic yang ada, dalam hal ini waktu skala pengurasan tanki septic dapat digambarkan dalam gambar 3.5 dibawah ini
16
Gambar 3.5 Grafik Waktu Terakhir Pengurasan Tanki Septik
WAKTU TERAKHIR PENGURASAN TANKI SEPTIK DI KAB. BOLAANG MONGONDOW TAHUN 2014 100% 90% 80% Tidak tahu
70% 60% 50%
91.7
92.4
96.0
87.3
91.9
40%
Tidak pernah Lebih dari 10 tahun
30% Lebih dari 5-10 tahun yang lalu
20% 10% 0% 1
2
3
4
Strata Desa/Kelurahan
Total
Sumber : Pokja AMPL Kabupaten Bolaang Mongondow (data olahan studi EHRA)
Dari gambar 3.5 tersebut dapat dilihat bahwasanya sebanyak 91.9% tidak pernah melakukan pengurasan tanki septiknya. Layanan jasa pengurasan tanki septik di Kabupaten Bolaang Mongondow tidak ada, hanya ada 1 buah mobil pengangkut inja dan sekarang dalam keadaan rusak. Layanan praktik pengurasan tanki septik dapat dilihat pada gambar 3.6 dibawah ini.
17
Gambar 3.6 Grafik Praktik Pengurasan Tanki Septik
PRAKTIK PENGURASAN TANKI SEPTIK BERDASARKAN STRATA DI KAB. BOLAANG MONGONDOW TAHUN 2014 100%
Dikosongkan sendiri
90% 80%
40.0
70%
72.2
60% 50%
100.0
20.0
75.0
100.0
40%
#REF!
30% 20%
40.0
10% 0%
Membayar tukang
.0 1 1
2
.0 3
16.7
12.5
11.1
12.5
4
Strata Desa/Kelurahan
Total
Sumber : Pokja AMPL Kabupaten Bolaang Mongondow (data olahan studi EHRA)
Dari gambar grafik diatas dapat disimpulkan bahwasanya sebagian besar rumah tangga yang memiliki tanki septik dalam praktik pengurasan tanki septik tidak ada yang dilakukan oleh layanan sedot tinja, sebagian kecil sebesar 12.5 % dengan membayar tukang, 12.5% dikosongkan sendiri dan 75.0% tidak mengetahuinya. Setiap tanki septik yang ada di rumah tangga dapat dilihat tingkat aman dan tidak amannya dengan menggunakan rentang waktu pengurasan atau pengosongan tinja di tangki septik. Dimana bila diringkas secara garis besar, maka kriteria tangki septik yang suspek aman maupun tidak aman didalam studi EHRA adalah sebagai berikut : Kriteria tanki spetik suspek aman, yaitu : - Dibangun kurang dari lima tahun - Dibangun lebih dari lima tahun dan pernah dikuras atau dikosongkan kurang dari lima tahun yang lalu Kriteria tanki septik suspek tidak aman : - Dibangun lebih dari lima tahun lalu dan tidak pernah dikuras - Dibangun lebih dari lima tahun lalu dan pernah dikuras atau dikosongkan lebih dari lima tahun yang lalu Untuk mengetahui persentase tanki septik yang suspek aman dan tidak aman dapat dilihat pada gambar 3.7 berikut : 18
Gambar 3.7 Grafik Persentase Tanki Septik Suspek Aman dan Tidak Aman
TANKI SEPTIK SUSPEK AMAN & TIDAK AMAN DI KAB. BOLAANG MONGONDOW TAHUN 2014 100% 90% 80% 70% 60%
77.5
85.9
50%
83.4
86.9
84.8
40%
Suspek aman
30%
Tidak aman
20% 10%
22.5
14.1
13.1
16.6
2
3
4
0% 1
Strata Desa/Kelurahan
15.2
Total
Sumber : Pokja AMPL Kabupaten Bolaang Mongondow (data olahan studi EHRA)
Berdasarkan gambar grafik 3.7 dapat dilihat bahwasanya persentase tangki septic suspek aman lebih besar bila dibandingkan dengan tanki septik suspek tidak aman. Dimana tanki septik aman sebesar 84.8% sedangkan tanki septik tidak aman hanya 15.2%.
19
Tabel 3. 3 Area Berisiko Air Limbah Domestik Berdasarkan Hasil Studi EHRA
Strata Desa/Kelurahan VARIABEL
KATEGORI
1
2
Total
3
4
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
36 124
22.5 77.5
45 275
14.1 85.9
89 591
13.1 86.9
73 366
16.6 83.4
243 1357
15.2 84.8
Tangki septik suspek aman
Tidak aman Suspek aman
Pencemaran karena pembuangan isi tangki septic
Tidak, aman
3
100.0
5
100.0
6
100.0
18
100.0
32
100.0
Pencemaran karena SPAL
Tidak aman
51
31.9
182
56.9
406
59.7
200
45.6
840
52.5
109
68.1
138
43.1
274
40.3
239
54.4
760
47.5
Ya, aman
Sumber : Pokja AMPL Kabupaten Bolaang Mongondow (data olahan studi EHRA)
20
Pada tabel 3.3 Area berisiko air limbah domestik berdasarkan hasil studi EHRA yang dilaksanakan di Kabupaten Bolaang mongondow dapat dilihat bahwasanya persentase terbesar yang mempengaruhi area beresiko oleh air limbah domestik adalah pencemaran yang disebabkan oleh pembuangan isi tanki septik tank yang tidak aman. Selain itu juga pencemaran yang disebabkan karena sarana pengolahan air limbah yang tidak memenuhi persyaratan. Hal ini sangat perlu dijadikan sebagai catatan penting bahwasanya pengembangan sektor sanitasi yang ada di Kabupaten Bolaang Mongondow pada setiap kecamatan maupun kelurahan belum dilakukan secara maksimal. 3.4
Drainase Lingkungan / Selokan Sekitar Rumah dan Banjir
Kegiatan perencanaan dan implementasi dari berbagai kebijakan pembangunan di Kabupaten Bolaang Mongondow diwujudkan dalam bentuk program dan strategi pembangunan guna mendukung misi dan untuk mewujudkan visi pembangunan daerah. Dan untuk mendukung kajian lapangan tentang permasalahan saluran air di sekitar lingkungan tempat tinggal (Drainase lingkungan) dan banjir, maka diminta dalam Studi EHRA ini enumerator mengamati dengan seksama dan teliti keberadaan dari saluran air (Drainase) di sekitar responden/rumah tangga yang terpilih. Saluran yang di maksud dalam kajian ini adalah saluran pembuangan air limbah dari aktivitas/penggunaan dari rumah tangga (grey water). Selanjutnya bila ada maka enumerator harus mengamati dari dekat apakah air di dalam saluran (drainase) tersebut mengalir dengan baik, apa karakteristik warna airnya dan melihat/mengamati apakah ada tumpukan sampah di dalam saluran air (drainase) tersebut. Saluran air (drainase) yang baik dan memadai ditandai dengan aliran air limbah tersebut mengalir dengan lancar, karakteristik dari warna airnya cenderung bening/bersih dan tidak bau serta tidak adanya tumpukan sampah di dalam saluran tersebut. Hal kedua dalam kajian dan atau bagian ini adalah permasalahan banjir dilingkungan responden/rumah tangga terpilih. Dalam hal ini banjir yang dimaksud adalah kebanjiran yang didefinisikan secara sederhana yaitu datangnya air ke lingkungan atau masuknya air ke dalam rumah yang di survey (responden). Air yang datang bisa bersumber dari manapun termasuk luapan dari sungai, laut maupun bersumber dari air hujan yang membuat terjadinya genangan air. Selanjutnya besarnya banjir tidak dibatasi dari ketinggiannya, artinya setinggi paha orang dewasa ataupun sedikit genangan lebih rendah dari mata kaki orang dewasa. Pada Studi EHRA untuk Kabupaten Bolaang Mongondow jika dilihat dari grafik gambar 3.8 tentang Grafik Persentase Rumah Tangga yang pernah mengalami banjir, maka total keseluruhan dari Kelurahan/Desa yang ada dan berdasarkan total keseluruhan rumah tangga (responden) maka persentasenya sebanyak 61,5 % dari rumah tangga terpilih (responden) yang melaporkan bahwa mereka dan daerah mereka tidak pernah mengalami banjir, seperti terlihat pada grafik dibawah ini.
21
Gambar 3.8 Grafik Persentase Rumah Tangga yang Pernah Mengalami Banjir di Kabupaten Bolaang Mongondow Tahun 2014
PERSENTASE RUMAH TANGGA YANG PERNAH MENGALAMI BANJIR DI KAB. BOLAANG MONGONDOW TAHUN 2014 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
Tidak tahu Sekali atau beberapa dalam sebulan Beberapa kali dalam
97.5 75.0
62.0
61.5
46.3
1
2
3
Sekali dalam setahun
4
Strata Desa/Kelurahan
Total
Sumber : Pokja AMPL Kabupaten Bolaang Mongondow (data olahan studi EHRA)
Dari total keseluruhan 38,5 % rumah tangga terpilih (responden) di Kabupaten Bolaang Mongondow yang di survey atau melaporkan bahwa mereka pernah mengalami banjir dan tidak tahu.
22
Gambar 3.9 Grafik Persentase Rumah Tangga yang Mengalami Banjir Rutin di Kabupaten Bolaang Mongondow Tahun 2014
PERSENTASE RUMAH TANGGA YANG MENGALAMI BANJIR RUTIN DI KAB. BOLAANG MONGONDOW TAHUN 2014 100% 90% 80% 70% 60% 50%
59.3
60.8
62.3
73.8 100.0
Tidak
40%
Ya
30% 20% 10% 0%
39.2
40.7
3
4
37.7
26.3 .0 1
2
Strata Desa/Kelurahan
Total
Sumber : Pokja AMPL Kabupaten Bolaang Mongondow (data olahan studi EHRA)
Didapat dari hasil survey yang di lakukan oleh enumerator dalam study EHRA bahwa dari total keseluruhan dari Kelurahan/Desa yang di survey didapat sebanyak 37.7 % dari rumah tangga terpilih (responden) meyakini dan atau mengatakan bahwa di daerah dan atau wilayah mereka tersebut terjadi banjir secara rutin dan sebanyak 62.3 % responden mengatakan dan meyakini bahwa banjir tersebut tidak secara rutin terjadi di wilayah mereka. Wilayah terbesar yang mengatakan mengalami terjadinya banjir secara rutin terdapat di daerah dan atau wilayah pada strata 4 yaitu 40.7 %. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.9 Dalam studi EHRA juga mempelajari dan mengamati tentang banjir rutin juga mempelajari dan mengamati tentang lamanya durasi/rentang waktu saat terjadinya banjir rutin tersebut yang dimulai dari saat banjir terjadi dan atau mulai hingga surutnya air banjir tersebut. Hal ini ditanyakan atau di amati langsung oleh enumerator lapangan kepada rumah tangga terpilih (responden) yang terpilih di masing – masing Kelurahan/Desa di kabupaten Bolaang Mongondow. Kemudian secara total di Kabupaten Bolaang Mongondow berdasarkan survey study EHRA yang dilakukan oleh enumerator didapat bahwa sebanyak 24,4 % responden yang menjawab dan mengatakan bahwa banjir yang terjadi hanya memakan waktu antara 1 – 3 jam. Kemudian sebanyak 21,3 % responden mengatakan dan atau menjawab bahwa banjir yang terjadi memakan durasi selama lebih dari 1 hari (lebih dari 24 jam), sedangkan kurang dari 10 % responden mengatakan dan atau menjawab tidak tahu tentang banjir yang terjadi di daerah mereka. Grafik persentase lebih rinci tentang lamanya air menggenang pada saat terjadi banjir di masing – masing strata desa/kelurahan dijabarkan pada gambar 3.10. 23
Gambar 3.10 Grafik Lama Air Menggenang Jika Terjadi Banjir
LAMA AIR MENGGENANG JIKA TERJADI BANJIR DI KAB. BOLAANG MONGONDOW TAHUN 2014 100% 90%
19.4
80%
20.4
22.1
21.3
70% 60%
Tidak tahu
50%
Lebih dari 1 hari
22.6
40%
23.4
30%
27.2
24.4
Setengah hari
20%
Antara 1 - 3 jam
10% 0%
Satu hari
Kurang dari 1 jam
.0 1
2
3
4
Strata Desa/Kelurahan
Total
Sumber : Pokja AMPL Kabupaten Bolaang Mongondow (data olahan studi EHRA)
Selanjutnya keterangan studi EHRA Kabupaten Bolaang Mongondow tentang lokasi genangan air yang terjadi di sekitar rumah, dimana sekitar 64,2 % dari jawaban rensponden mengatakan bahwa genangan air yang terjadi ketika banjir melanda banyak ditemukan di lokasi sekitar halaman rumah warga masyarakat, sebanyak 26,5 % responden mengatakan dan atau menjawab bahwa genangan air akibat banjir tersebut berada di dekat dapur, 34,9% responden mengatakan genangan air akibat banjir ada di dekat kamar mandi, dan 4,3% responden menjawab dan atau mengatakan genangan air yang terjadi akibat adanya banjir terletak didekat bak penampungan. Sedangkan sisanya sebanyak 1,8 % jawaban dari responden melalui studi EHRA di Kabupaten Bolaang Mongondow yang mengatakan bahwa ketika banjir terjadi maka genangan air tersebut berada di area lain sekitar rumah mereka, seperti terjadi genangan airnya di ruang tamu, kamar tidur, di garasi, di jalan lingkungan disekitar depan rumah, dan lain – lain.
24
Gambar 3.11 Grafik Lokasi Genangan Di Sekitar Rumah
LOKASI GENANGAN DI SEKITAR RUMAH Lainnya
1.8%
Di dekat bak penampungan
4.3%
Di dekat kamar mandi
34.9%
Di dekat dapur
26.5%
Dihalaman rumah
64.2% .0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
50.0%
60.0%
70.0%
Sumber : Pokja AMPL Kabupaten Bolaang Mongondow (data olahan studi EHRA)
Berhubungan dengan permasalahan banjir, ada satu hal yang paling mendasar dan sangat vital dan yang dapat mempengaruhi tingkat pencemaran lingkungan yang terjadi pada skala rumah tangga. Hal tersebut sering kita dengar dengan istilah SPAL singkatan dari Sarana/Saluran Pembuangan Air Limbah. SPAL memiliki definisi sebagai suatu bangunan yang digunakan untuk membuang air buangan dari kamar mandi, tempat cuci, dapur dan lain– lain ; tetapi limbah bukan dari kakus/jamban. Manfaat yang ingin diperoleh dengan adanya/terbangunannya SPAL (Sarana/Saluran Pembuangan Air Limbah) rumah tangga adalah agar : 1. Air Limbah tidak berserakan kemana – mana, sehingga tidak menimbulkan genangan air (becek), pandangan kotor, bau busuk yang dapat menganggu kesehatan ; 2. Menghilangkan sarang nyamuk ; 3. Dengan hilangnya comberan maka tanah dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti tempat bermain anak – anak dll. Berdasarkan hasil study EHRA yang telah dilakukan pada masyarakat Kabupaten Bolaang Mongondow secara mayoritas telah memiliki SPAL di rumah tangga (terlepas dari kriteria dan sesuai spesifikasi standar/layak bangun yang telah ditetapkan oleh pemerintah). Hal ini dipaparkan dengan grafik berikut ini, dimana terdapat 65,4 % responden mengatakan dan atau menjawab bahwa mereka telah memiliki SPAL (Sarana/Saluran Pembuangan Air limbah) dan hanya 34,6 % responden yang tidak memiliki SPAL di lingkungan rumah tangga mereka.
25
Gambar 3.12 Grafik Persentase Kepemilikan SPAL
PERSENTASE KEPEMILIKAN SPAL DI KAB. BOLAANG MONGONDOW TAHUN 2014
34.6%
65.4%
Ya, Ada Tidak ada
Sumber : Pokja AMPL Kabupaten Bolaang Mongondow (data olahan studi EHRA)
Selanjutnya berdasarkan pengaruh SPAL terhadap adanya genangan air atau tidak, studi EHRA membagi ke dalam 2 kategori akibat yang terjadi bila tidak adanya fasilitas SPAL yang terbangun di lingkungan rumah tangga. Berdasarkan kepada hasil studi EHRA yang dilakukan di lapangan oleh enumerator maka didapat 27,6% responden mengatakan bahwa akibat tidak adanya SPAL yang terbangun telah mengakibatkan terjadinya/adanya genangan air di lingkungan rumah mereka. Akan tetapi sekitar 72,4 % responden mengatakan bahwa dengan adanya SPAL maka tidak akan adanya genangan air yang terjadi di lingkungan rumah mereka. Gambar 3.13 berikut menunjukkan pemaparan yang telah dijelaskan.
26
Gambar 3.13 Grafik Akibat Tidak Memiliki SPAL Rumah Tangga
AKIBAT TIDAK MEMILIKI SPAL RUMAH TANGGA BERDASARKAN STRATA 100% 90% 80% 70%
71.3
60% 50%
66.9
73.6
72.4
95.0 Tidak ada genangan
40%
Ada genangan
30% 20% 10% 0%
28.8
33.1
2
3
26.4
27.6
5.0 1
4
Strata Desa/Kelurahan
Total
Sumber : Pokja AMPL Kabupaten Bolaang Mongondow (data olahan studi EHRA)
Selanjutnya berdasarkan pengaruh SPAL terhadap adanya genangan air atau tidak, studi EHRA membagi ke dalam 2 kategori akibat yang terjadi bila tidak adanya fasilitas SPAL yang terbangun di lingkungan rumah tangga. Berdasarkan kepada hasil studi EHRA yang dilakukan di lapangan oleh enumerator maka didapat 24,2% responden mengatakan bahwa akibat tidak adanya SPAL yang terbangun telah mengakibatkan terjadinya/adanya genangan air di lingkungan rumah mereka. Akan tetapi sekitar 60,8 % responden mengatakan bahwa dengan adanya SPAL maka tidak akan adanya genangan air yang terjadi di lingkungan rumah mereka. Gambar 3.14 berikut menunjukkan pemaparan yang telah dijelaskan.
27
Gambar 3.14 Grafik Persentase SPAL yang Berfungsi
PERSENTASE SPAL YANG BERFUNGSI BERDASARKAN STRATA DI KAB. BOLAANG MONGONDOW TAHUN 2014 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
17.5
11.9 31.8
23.7
24.2
Tidak ada saluran Tidak dapat dipakai, saluran kering
76.9
73.1 53.4
57.4
60.8
Tidak Ya
1
2
3
4
Strata Desa/Kelurahan
Total
Sumber : Pokja AMPL Kabupaten Bolaang Mongondow (data olahan studi EHRA)
Hasil pengamatan enumerator pada studi EHRA di lapangan, dapat dikatakan ada beberapa responden di wilayah strata 3 yang teratas yaitu 31.8% memiliki SPAL rumah tangga tetapi tanpa memiliki saluran/jaringan lanjutan. Gambar 3.15 Grafik Pencemaran SPAL
PENCEMARAN SPAL BERDASARKAN STRATA DI KAB. BOLAANG MONGONDOW TAHUN 2014 100% 4.4
3.1
95% 15.1
12.8
11.0
90% 85%
95.6
Ada pencemaran SPAL
96.9
80%
84.9
87.2
89.0
75% 1
2
3
Strata Desa/Kelurahan
4 Total
Sumber : Pokja AMPL Kabupaten Bolaang Mongondow (data olahan studi EHRA)
Tidak ada pencemaran SPAL
Permasalahan selanjutnya yang akan dibahas adalah tentang “Adakah pencemaran yang ditimbulkan oleh SPAL rumah tangga yang telah dibangun di masing – masing kelurahan/desa di Kabupaten Bolaang Mongondow?” Hal ini merupakan suatu pertanyaan wajib agar dapat dinilai ketepatan sasaran pembangunan SPAL dan juga tingkat kesadaran akan pencemaran di sektor drainase di Kabupaten Bolaang Mongondow. Secara total keseluruhan, ada pencemaran SPAL di Kabupaten sebesar 11 % dan sisa dari total keseluruhan sebesar 89 % tidak mengalami pencemaran SPAL. Di wilayah Strata 3 mengalami tingkat pencemaran SPAL tertinggi dari hasil survey sebesar 100 %. Dan selanjutnya hasil yang digambarkan dari masing – masing kelurahan/desa berdasarkan survey dijabarkan pada pada gambar 3.15 di atas dapat dijadikan suatu acuan strategis dalam arah kebijakan pembangunan sanitasi untuk kelurahan/desa yang ada di Kabupaten Bolaang Mongondow yang berkaitan dengan sektor drainase. Topik terakhir yang akan dibahas pada bagian ini adalah tentang “Area Beresiko Genangan Air berdasarkan Studi EHRA”. Adapun hasil yang didapat selama enumerator bekerja dan survey di lapangan memberikan suatu pandangan bahwa secara umum Kabupaten Bolaang Mongondow memiliki area berisiko genangan air yang cukup segnifikan, Pernyataan ini diperkuat dengan hasil survey EHRA secara keseluruhan yang menyatakan bahwa sekitar 50,5 % Kabupaten Bolaang Mongondow tidak memiliki area berisiko genangan air dan sekitar 49,5 % saja yang memiliki area berisiko terjadi genangan air. Pada tabel 3.4 menjabarkan bahwa responden yang menyatakan di wilayah mereka terdapat area berisiko genangan air yang cukup besar seperti yang berada pada strata 3 sebesar 61.8 %,
29
Tabel 3.4 : Area Berisiko Genangan Air Berdasarkan Hasil Studi EHRA
Strata Desa/Kelurahan VARIABEL
1
KATEGORI n
Adanya genangan air
Ada genangan air (banjir)
Tidak ada genangan air
2 %
n
Total
3 %
n
4 %
N
%
n
%
12
7.5
139
43.4
420
61.8
221
50.3
792
49.5
148
92.5
181
56.6
260
38.2
218
49.7
808
50.5
Sumber : Pokja AMPL Kabupaten Bolaang Mongondow (data olahan studi EHRA)
30
3.5
Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga
Berikut gambaran pengelolaan air minum, masak, mencuci dan gosok gigi hasil study EHRA Kabupaten Bolaang Mongondow tahun 2014. Gambar 3.16 Grafik Akses Terhadap Air Bersih
PENGGUNAAN SUMBER AIR DI BOLAANG MONGONDOW TAHUN 2014 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
7.2%33.1%
Gosok gigi
5.1% .6% 7.2% .5% 1.3% 3.3%53.7%7.6%
.1% .0% .4%
.1%
cuci pakaian Cuci piring & gelas Masak Minum
Sumber : Pokja AMPL Kabupaten Bolaang Mongondow (data olahan studi EHRA)
Berdasarkan gambar 3.16 Grafik Akses terhadap Air Bersih diatas menggambarkan responden yang menggunakan akses terhadap air bersih untuk diminum sebesar 7.2% dari air botol kemasan, 33.1% dari air isi ulang, air sumur gali terlindungi 53.7%, air sumur gali tidak terlindungi 6% dan yang terkecil menggunakan air hidran umum sebagai sumber air minum sebesar 0.5%.
31
Gambar 3.17 Grafik Sumber Air Minum dan Memasak
Air dari sungai Mata air terlindungi
.5% .4% 5.1% 5.1% 9.2% 7.6%
Air sumur gali tdk terlindungi Air sumur gali terlindungi Air sumur pompa tangan
53.7%
66.8%
6.9% 3.3%
Masak Minum
Air kran umum -PDAM/PROYEK
1.7% 1.3% 8.5% 7.2%
Air Ledeng dari PDAM Air isi ulang Air botol kemasan
3.7% .2%
33.1%
7.2%
.0% 10.0% 20.0% 30.0% 40.0% 50.0% 60.0% 70.0% 80.0% Sumber : Pokja AMPL Kabupaten Bolaang Mongondow (data olahan studi EHRA)
Dari gambar 3.17 grafik sumber air minum dan masak diatas maka diketahui bahwa air yang dipergunakan untuk masak sebanyak 66.8 % adalah menggunakan air sumur gali terlindungi dan sebanyak 9.2 % air sumur gali tidak terlindungi, sebanyak 8.5 % dari air ledeng PDAM, dan air isi ulang sebanyak 3.7 %. Untuk Keperluan minum sebanyak 53.7 % menggunakan air sumur gali terlindungi, sebanyak 7.6 % menggunakan air sumur gali tidak terlindungi, dan 33.1% menggunakan air isi ulang.
32
Tabel 3.5 : Area Risiko Sumber Air Berdasarkan Hasil Studi EHRA Strata Desa/Kelurahan VARIABEL
KATEGORI
1 n
Sumber air terlindungi
Tidak, sumber air berisiko tercemar Ya, sumber air terlindungi
Penggunaan sumber air tidak terlindungi
Tidak Aman
Kelangkaan air
Mengalami kelangkaan air
Ya, Aman
Tidak pernah mengalami
2
Total
3
4
52
% 32.5
n 230
% 71.9
n 321
% 47.2
n 277
% 63.1
n 880
% 55.0
108
67.5
90
28.1
359
52.8
162
36.9
720
45.0
44
27.5
106
33.1
155
22.8
257
58.5
562
35.1
116
72.5
214
66.9
525
77.2
182
41.5
1038
64.9
52
32.5
48
15.0
129
19.0
16
3.6
246
15.4
108
67.5
272
85.0
551
81.0
423
96.4
1354
84.6
Sumber : Pokja AMPL Kabupaten Bolaang Mongondow (data olahan studi EHRA)
33
Berdasarkan tabel 3.5 mengenai area risiko sumber air, terlihat bahwa untuk semua kelurahan/desa menggunakan sumber air yang terlindungi dengan persentase tidak tercemar 45% (berupa sumber air dari PDAM air ledeng, kran umum, hidran umum, sumur bor pompa tangan, sumur gali terlindungi, air hujan serta air isi ulang) dan beresiko tercemar 55%. Sedangkan yang menggunakan sumber air tidak terlindung yang tidak aman 35.1%, yang aman 64.9%. Pada semua kelurahan/desa, sebesar 84.6% dari total responden tidak pernah mengalami kelangkaan air dan hanya 15,4% yang pernah mengalami kelangkaan air.
3.6
Perilaku Higiene dan Sanitasi
Lingkup Kajian Sanitasi di kabupaten Bolaang Mongondow terdiri dari 4 (empat) sektor pembahasan, yaitu : (1) Air Limbah; (2) Persampahan; dan (3) Drainase Perkotaan dan (5) Prilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Berdasarkan kesepakatan Pokja AMPL kabupaten Bolaang Mongondow mengenai wilayah kajian Sanitasi dalam penyusun BPS-SSK adalah 11 kecamatan, yakni kecamatan Lolak, kecamatan Sang Tombolang, kecamatan Poigar, kecamatan Bolaang Timur, kecamatan Bolaang, kecamatan Dumoga Barat, kecamatan Dumoga Utara, kecamatan Lolayan, kecamatan Bilalang, kecamatan Passi Timur, dan kecamatan Passi barat. PHBS mencakup semua perilaku yang harus dipraktikkan di bidang pencegahan dan penanganan penyakit, penyehatan lingkungan, kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, gizi, farmasi dan pemeliharaan kesehatan. Perilaku-perilaku tersebut harus dipraktekkan dimana pun seseorang berada di rumah tanngga, di institusi pendidikan, di tempat kerja, di tempat umum dan di fasilitas pelayanan kesehatan – sesuai dengan situasi dan kondisi yang dijumpai. Pada rumah tangga, sasaran primer harus mempraktikkan perilaku yang dapat menciptakan Rumah Tangga Ber-PHBS, yang mencakup persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, memberi bayi ASI eksklusif, menimbang balita setiap bulan, menggunakan air bersih, mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, pengelolaan air minum dan makan di rumah tangga, menggunakan jamban sehat (Stop Buang Air Besar Sembarangan/Stop BABS), pengelolaan limbah cair di rumah tangga, membuang sampah di tempat sampah, memberantas jentik nyamuk, makan buah dan sayur setiap hari, melakukan aktivitas fisik setiap hari, tidak merokok di dalam rumah dan lain-lain (Pedoman Pembinaan Prilaku Hidup Bersih dan Sehat, 2011). Untuk mengetahui perilaku cuci tangan yang dilakukan anggota keluarga sehari-hari, studi EHRA terlebih dahulu memastikan penggunaan sabun di rumah tangga dengan pertanyaan waktu kapan saja biasanya mencuci tangan dengan menggunakan sabun.
34
Gambar 3.18 Grafik CTPS di Lima Waktu Penting
CTPS DI LIMA WAKTU PENTING 14.9
Tidak Ya
85.1
Sumber : Pokja AMPL Kabupaten Bolaang Mongondow (data olahan studi EHRA)
Gambar 3.18 menjelaskan bahwa berdasarkan kajian yang dilakukan Pokja AMPL kabupaten Bolaang Mongondow dengan jumlah responden 1600 rumah tangga, yang tersebar di 40 kelurahan dan desa di kabupaten Bolaang Mongondow terlihat 85,1% atau hampir seluruh masyarakat kabupaten Bolaang Mongondow belum melakukan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) di lima waktu penting dan hanya sebagian kecil atau 14,9% yang melakukan Cuci Tangan Pakai Sabun di lima waktu penting. Maka dengan hal tersebut perlu adanya peningkatan sosialisasi dan penyuluhan terkait Perilaku Hidup Bersih dan Sehat secara berkelanjutan baik dari pemerintah maupun para pemerhati sanitasi untuk menanamkan prilaku masyarakat melakukan praktek Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) di lima waktu penting, yaitu sebelum makan, sebelum memegang/mengolah/menyiapkan makanan, setelah buang air besar, setelah menceboki anak, serta setelah kontak dengan hewan dan tanah. Kebiasaan masyarakat Kabupaten Bolaang Mongondow dalam melakukan cuci tangan pakai sabun dapat dilihat pada gambar 3.19 dibawah ini :
35
Gambar 3.19 Grafik Waktu Melakukan CTPS
WAKTU MELAKUKAN CTPS DI KAB. BOLAANG MONGONDOW TAHUN 2014 Sebelum menyiapkan masakan
Sebelum memberi menyuapi anak
27.9%
23.1%
Sebelum makan
88.1%
Setelah dari buang air besar
Setelah menceboki bayi/anak
48.1%
25.6% .0% 10.0% 20.0% 30.0% 40.0% 50.0% 60.0% 70.0% 80.0% 90.0%100.0%
Sumber : Pokja AMPL Kabupaten Bolaang Mongondow (data olahan studi EHRA)
Gambar 3.19 menjelaskan, berdasarkan kajian yang dilakukan Pokja AMPL kabupaten Bolaang Mongondow dengan jumlah responden 1600 rumah tangga, yang tersebar di 40 kelurahan dan desa di kabupaten Bolaang Mongondow pada tahun 2014 terlihat bahwa waktu yang sering dilakukan CPTS oleh masyarakat kabupaten Bolaang Mongondow ketika sebelum makan dengan persentase yang cukup baik sebesar 88,1%. Di waktu setelah dari buang air besar hanya 48,1%, sebelum menyiapkan masakan sebesar 27,9%, setelah mencebokibayi/anak sebesar 25,6%, sebelum member atau menyuapi anak sebesar 23,1%. Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa masyarakat kabupaten Bolaang Mongondow belum melakukan CTPS dengan baik, maka perlu peningkatan berbagai kegiatan dari pemerhati hidup bersih dan sehat dan pemerintah pada khusus yang bisa memberikan pemahaman mengenai pentingnya berprilaku hidup sehat dengan melakukan gerakan cuci tangan pakai sabun di lima waktu penting.
36
Gambar 3.20 Grafik Persentase Penduduk yang Melakukan BABS
PERSENTASE PRAKTIK BABS DI KAB. BOLAANG MONGONDOW TAHUN 2014 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
48.4
40.4
51.9
48.0
68.8 Tidak 51.6
Ya, BABS
59.6
48.1
52.0
31.3
1
2
3
4
Strata Desa/Kelurahan
Total
Sumber : Pokja AMPL Kabupaten Bolaang Mongondow (data olahan studi EHRA)
Gambar 3.20 menjelaskan, berdasarkan kajian yang dilakukan Pokja AMPL kabupaten Bolaang Mongondow dengan jumlah responden 1600 rumah tangga, yang tersebar di 40 kelurahan dan desa di kabupaten Bolaang Mongondow pada tahun 2014 terlihat bahwa penduduk kabupaten Bolaang Mongondow yang masih banyak melakukan BABS dengan jumlah yang cukup signifikan. Sebesar 52% masyarakat kabupaten Bolaang Mongondow masih melakukan praktek BABS dan 48% masyarakat kabupaten Bolaang Mongondow sudah tidak melakukan BABS. Hal ini menjadi tolak ukur semua lapisan baik itu pemerintah, pemerhati sanitasi dan masyarakat di sekitar yang seharusnya memberikan pemahaman untuk tidak melakukan BABS dan juga perlu perhatian yang lebih baik lagi oleh pemeeintah dalam menyediakan sarana untuk masyarakat Buang Air Besar baik itu secara individual maupun komunal.
37
Tabel 3.6 : Area Berisiko Perilaku Higiene dan Sanitasi Berdasarkan Hasil Studi EHRA Strata Desa/Kelurahan VARIABEL
1
KATEGORI n
CTPS di lima waktu penting
Tidak Ya
Apakah lantai dan dinding jamban bebas dari tinja?
Tidak
Apakah jamban bebas dari kecoa dan lalat?
Tidak
Ya Ya
Keberfungsian penggelontor.
Tidak Ya, berfungsi
2 %
N
3 %
N
4
Total
%
n
%
n
%
160 0
100.0 .0
232 88
72.5 27.5
601 79
88.4 11.6
368 71
83.8 16.2
1362 238
85.1 14.9
54
33.8
212
66.3
461
67.8
234
53.3
962
60.1
106
66.3
108
33.8
219
32.2
205
46.7
638
39.9
58
36.3
193
60.3
453
66.6
284
64.7
989
61.8
102
63.8
127
39.7
227
33.4
155
35.3
611
38.2
52
32.5
148
46.3
366
53.8
207
47.2
774
48.4
108
67.5
172
53.8
314
46.2
232
52.8
826
51.6
Apakah terlihat ada sabun di dalam atau di dekat jamban?
Tidak
72
45.0
113
35.3
350
51.5
180
41.0
716
44.8
Ya
88
55.0
207
64.7
330
48.5
259
59.0
884
55.3
Pencemaran pada wadah penyimpanan dan penanganan air
Ya, tercemar
22
13.8
32
10.0
94
13.8
107
24.4
255
15.9
Tidak tercemar
138
86.3
288
90.0
586
86.2
332
75.6
1345
84.1
Perilaku BABS
Ya, BABS
50
31.3
165
51.6
405
59.6
211
48.1
832
52.0
110
68.8
155
48.4
275
40.4
228
51.9
768
48.0
Tidak
Sumber : Pokja AMPL Kabupaten Bolaang Mongondow (data olahan studi EHRA)
38
3.7
Kejadian Penyakit Diare
Sampai saat ini diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia pada umumnya dan Bolaang Mongondow pada khususnya, baik bila ditinjau dari angka kesakitan atau kematian yang ditimbulkannya. Penyakit diare juga sering menimbulkan Peningkatan Kasus serta Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan frekuensi dan kematian yang cukup tinggi yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat serta berdampak pada sektor-sektor lain. Secara operasional diare didifinisikan bahwa buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (3 kali atau lebih dalam sehari). Diare kebanyakkan disebabkan oleh beberapa infeksi virus tetapi juga seringkali akibat dari racun bakteri. Diare dapat dicegah dengan membiasakan hidup bersih dan sehat dengan makanan yang mencukupi dan tersedianya air bersih serta kondisi sanitasi lingkungan yang sehat. Diare secara diagnosis dapat di klasifikasikan menjadi 4 jenis, yaitu : (1) Diare akut, adalah diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7 hari). Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare, (2) Desentri, adalah diare yang disertai darah pada tinjanya. Akibat disentri adalah anoreksia (mual/muntah), penurunan berat badan dengan cepat, kemungkinan terjadinya komplikasi pada mukosa, (3) Diare persisten, adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan metabolisme, dan (4) Diare dengan masalah lain yaitu diare akut atau diare persisten yang disertai dengan penyakit lain, seperti : demam, gangguam gizi atau penyakit lainnya.
39
Tabel 3.7 : Kejadian Diare pada Penduduk Berdasarkan Hasil Studi EHRA Strata Desa/Kelurahan 1 N Waktu paling dekat anggota keluarga terkena diare
2 %
% 1.0
1.3
7
1.0
4
8.8
39
5.7
12
44
13.8
64
9.4
19
.6
46
14.4
70
10.3
44
3
1.9
19
5.9
43
6.3
29
6.6
94
5.9
4
2.5
23
7.2
113
16.6
56
12.8
196
12.3
140
87.5
155
48.4
337
49.6
266
60.6
899
56.2
18
90.0
127
77.0
268
78.1
129
74.6
542
77.3
0
Kemarin
1
1 minggu terakhir
9
1 bulan terakhir
2
3 bulan terakhir
N
1
.3
.6
4
5.6
28
1.3
1
6 bulan yang lalu Lebih dari 6 bulan yang lalu Tidak pernah
.0
%
4
7
Hari ini
n
Total
3 n 9
% 2.1
n 17
% 1.1
.9
16
1.0
2.7
88
5.5
4.3
129
8.1
10.0
161
10.1
Anggota Keluarga yang Mengalami Diare A. Anak-anak balita
Tidak Ya
B. Anak-anak non balita
Tidak Ya
C. Anak remaja laki-laki
Tidak Ya
D. Anak remaja perempuan
Tidak Ya
E. Orang dewasa laki-laki
Tidak Ya
F. Orang dewasa perempuan
Tidak Ya
2
10.0
38
23.0
75
21.9
44
25.4
159
22.7
18
90.0
138
83.6
283
82.5
146
84.4
585
83.5
2
10.0
27
16.4
60
17.5
27
15.6
116
16.5
18
90.0
154
93.3
325
94.8
165
95.4
662
94.4
2
10.0
11
6.7
18
5.2
8
4.6
39
5.6
20
100.0
157
95.2
322
93.9
161
93.1
660
94.2
0
.0
8
4.8
21
6.1
12
6.9
41
5.8
14
70.0
129
78.2
239
69.7
135
78.0
517
73.8
6
30.0
36
21.8
104
30.3
38
22.0
184
26.2
11
55.0
95
57.6
233
67.9
108
62.4
447
63.8
9
45.0
70
42.4
110
32.1
65
37.6
254
36.2
Sumber : Pokja AMPL Kabupaten Bolaang Mongondow (data olahan studi EHRA)
Tabel 3.7 menjelaskan bahwa berdasarkan kajian yang dilakukan di 40 desa dan kelurahan di kabupaten Bolaang Mongondow dengan total responden sebesar 1600 responden, maka terlihat kejadian Diare yang terjadi di kabupaten Bolaang Mongondow. Di kabupaten Bolang Mongondow, waktu yang paling dekat masing-masing anggota keluarga yang terkena diare 12,3% banyak terjadi di lebih dari 6 bulan yang lalu, 10,1% terjadi pada 3 bulan terakhir, 8,1 terjadi pada 1 bulan terakhir dan yang terjadi, 5,9% terjadi pada 6 bulan yang lalu, 5,5% terjadi pada 1 Minggu terakhir, 1,0% terjadi pada waktu kemarin dan 1,1% terjadi Hari ini disaat waktu kajian dilaksanakan dan 56,2% masyarakat di kabupaten Bolaang Mongondow tidak mengalami kejadian Diare. Kajadian Diare ini 36,2 % banyak dialami oleh Orang Dewasa Perempuan, 26,2% di alami oleh Orang Dewasa Laki-Laki dan 22,7% Anak-Anak Balita, 16,5% yang terkena Diare di alami oleh Anank-Anak Non Balita, 5,8% dialami oleh Anak Remaja Perempuan dan 5,6% dialami oleh Anak Remaja Laki-Laki. Meski cukup besar persentase masyarakat kabupaten Bolaang Mongondow tidak pernah kena Diare, untuk hal menanggulangi dan pencegahan penyakit Diare ini perlu dilakukan oleh pemerintah supaya tidak berdampak yang lebih buruk. Hidup bersih dan sehat mejadi tuntutan masyarakat kabupaten Bolaang Mongondow untuk mencegah kejadian terkena Diare. 3.8
Indeks Risiko Sanitasi (IRS)
Berdasarkan kajian yang di lakukan di 40 desa dan kelurahan di kabupaten Bolaang Mongondow dengan total responden yaitu 1600 responden, maka tergambarkan kondisi risiko sanitasi yang ada di kabupaten Bolaang Mongondow. Indeks risiko sumber air yang paling besar teletak di wilayah strata 2 dengan jumlah 34 kemudian indeks risiko sumber air yang paling rendah terdapat di wilayah Strata 3 dengan jumlah 27. Untuk indeks risiko Air Limbah Domestik yang paling tinggi terletak di wilayah strata 3 dengan jumlah 58 dan indeks risiko Air Limbah Domestik yang paling rendah terletak di wilayah Strata 1 sebesar 51. Kemudian di sektor persampahan, indkes risiko yang paling tinggi sebesar 93 terletak di wilayah pada strata 2 dan indeks risiko persampahan yang paling rendah terdapat di wilayah strata 4 dengan nilai sebesar 38. Selanjutnya, indeks risiko genangan air yang paling tinggi terletak di wilayah strata 3 sebesar 62 dan indeks risiko genangan air yang paling rendah terletak di wilayah strata 1 sebesar 8. Di dalam prilaku hidup bersih dan sehat terlihat bahwa indeks risiko yang paling tinggi terdapat di wilayah strata 3 sebesar 55 dan indeks risiko prilaku hidup bersih dan sehat yang paling rendah terdapat di wilayah strata 1 sebesar 45. Secara keseluruhan, indeks risiko sanitasi yang paling tinggi di kebupaten Bolaang Mongondow terlihat dalam kajian ini terdapat di wilayah strata 3 dan Indeks risiko sanitasi yang paling rendah terdapat di wilayah strata 1. Hal ini akan menjadi pusat perhatian bagi pemerintah dan pemerhati sanitasi dalam menangani risikorisiko sanitasi yang terjadi di kabupaten Bolaang Mongondow. Tidak terlepas dari itu peningkatan perubahan prilaku masyarakat terkait sanitasi yang jauh lebih baik dari saat ini juga perlu dilaksanakan dan berbagai pembangunan yang harus mengarah untuk pembangunan sanitasi sehingga akan mengurangi indeks risiko buruk yang terjadi di kabupaten Bolaang Mongondow, lebih lanjut dapat kita lihat pada gambar 3.21 di bawah ini.
41
Gambar 3.21 Grafik Indeks Risiko Sanitasi (IRS)
Grafik Indeks Risiko Sanitasi Kab. Bolaang Mongondow Tahun 2014 350 5. PERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT.
300 250
47
55
200
43
62
93
100 50
51
57
31 STRATA 1
-
STRATA 0
52 3. PERSAMPAHAN.
45 8 44
150
4. GENANGAN AIR.
50 87 38 58
54
34
27
32
STRATA 2
STRATA 3
STRATA 4
Sumber : Pokja AMPL Kabupaten Bolaang Mongondow (data olahan studi EHRA)
42
2. AIR LIMBAH DOMESTIK. 1. SUMBER AIR
BAB IV PENUTUP
1.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh Pokja AMPL Kabupaten Bolaang Mongondow mengenai Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan atau EHRA (Environmental Health Risk Assessment) dengan jumlah Responden 1600 Rumah Tangga yang tersebar di 40 Desa/Kelurahan se-kabupaten Bolaang Mongondow maka dapat di ambil kesimpulan bahwa sebagai berikut : a. 75.2 % masyarakat mengelola sampah dengan cara dibakar. b. Terdapat 84.8% masayarakat memiliki tangki septik aman sedangkan 15.2% masyarakat tidak memiliki tangki septik yang aman. c. Sebanyak 37.7 % dari rumah tangga terpilih (responden) mengatakan bahwa di daerah dan atau wilayah mereka tersebut terjadi banjir secara rutin dan sebanyak 62.3 % responden mengatakan dan meyakini bahwa banjir tersebut tidak secara rutin terjadi di wilayah mereka. d. 66.8% masyarakat sudah menggunakan Air Sumur Gali Terlindungi sebagai sumber air dasar untuk memasak dan sebanyak 9.2 % air sumur gali tidak terlindungi, sebanyak 8.5 % dari air ledeng PDAM, dan air isi ulang sebanyak 3.7 %. Untuk Keperluan minum sebanyak 53.7 % menggunakan air sumur gali terlindungi, sebanyak 7.6 % menggunakan air sumur gali tidak terlindungi, dan 33.1% menggunakan air isi ulang. e. 85,1% atau hampir seluruh masyarakat kabupaten Bolaang Mongondow belum melakukan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) di lima waktu penting dan hanya sebagian kecil atau 14,9% yang melakukan Cuci Tangan Pakai Sabun di lima waktu penting. f. Sebesar 52% masyarakat kabupaten Bolaang Mongondow masih melakukan praktek BABS dan 48% masyarakat kabupaten Bolaang Mongondow sudah tidak melakukan BABS. g. 12,3% responden menjawab kejadian Diare terjadi di lebih dari 6 bulan yang lalu, 10,1% terjadi pada 3 bulan terakhir, 8,1 terjadi pada 1 bulan terakhir dan yang terjadi, 5,9% terjadi pada 6 bulan yang lalu, 5,5% terjadi pada 1 Minggu terakhir, 1,0% terjadi pada waktu kemarin dan 1,1% terjadi Hari ini disaat waktu kajian dilaksanakan dan 56,2% masyarakat di kabupaten Bolaang Mongondow tidak mengalami kejadian Diare. h. Indeks Risiko Sumber Air yang paling tinggi teletak di wilayah Strata 2 dengan total 34 dan disusul oleh wilayah strata 4 dengan total sebesar 32, kemudian Indeks Risiko Sumber Air yang paling rendah terdapat di wilayah strata 3 dengan jumlah 27. i. Indeks Risiko Air Limbah Domestik yang paling tinggi terletak di wilayah strata 3 dengan jumlah 58 kemudian di susul dengan wilayah strata 2 dengan Indeks Risiko sebesar 57 dan Indeks Risiko Air Limbah Domestik yang paling rendah terletak di wilayah strata 1 sebesar 51. j. Indkes Risiko Persampahan yang paling tinggi sebesar 93 terletak di wilayah strata 2 kemudian dilanjutkan di wilayah strata 3 sebesar 87 dan juga terletak di wilayah strata 1 sebesar 44 dan Indeks Risiko Persampahan yang paling rendah terdapat di wilayah strata 4 dengan nilai sebesar 38. k. Indeks Risiko Genangan Air yang paling tinggi terletak di wilayah strata 3 sebesar 62 dan di wilayah strata 4 sebesar 50 dan wilayah Strata 2 sebesar 43 dan Indeks Risiko Genangan Air yang paling rendah terletak di wilayah strata 1 sebesar 8. l. Indeks Risiko Prilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) terlihat bahwa yang paling tinggi terdapat di wilayah strata 3 sebesar 55 kemudian wilayah strata 4 sebesar 52 dan Indeks Risiko Prilaku Hidup Bersih Dan Sehat yang paling rendah terdapat di wilayah strata 1 sebesar 45. m. Indeks Risiko Sanitasi yang paling tinggi di Kebupaten Bolaang Mongondow terlihat dalam kajian ini terdapat di wilayah strata 3 dan Indeks Risiko Sanitasi yang paling rendah terdapat di wilayah strata 1.
43
2. Hambatan/Kendala Dalam pelaksanaan kajian EHRA (Environmental Health Risk Assessment), kendala dan hambatan yang terjadi hanya saja terjadi pada pemahaman masyarakat terhadap pertanyaan yang kurang paham sehingga enumerator harus menjelaskan secara detail dan menggali lebih mendalam untuk mendapatkan pertanyaan yang sesuai dengan lembar pertanyaan dan akses rumah responden yang cukup jauh. 3. Saran Dari Kajian yang dilaksanakan Pokja AMPL Kabupaten Bolaang Mongondow mudah mudahan dapat digunakan sebagai suatu dasar untuk menyusun kebijakan terkait Sanitasi di kabupaten Bolaang Mongondow dan supaya pelaksanaan studi EHRA lebih optimal, maka disarankan untuk melakukan beberapa hal, antara lain : 1. Dalam penentuan Enumerator dan Supervisor harus sesuai dengan kriteria yang kita inginkan dan memiliki pengetahuan tentang Sanitasi agar lebih mudah memberikan pemahaman tentang Studi EHRA tersebut. 2. Supervisor harus terus melakukan koordinasi dengan Enumerator agar pelaksanaan kajian sesuai dengan kaidahnya. 3. Supervisor serta Enemurator harus memahami tata cara pelaksanaan survey, pemahaman kuesioner, tehnik wawancara dan pengamatan serta cara mengisi jawaban dengan benar, agar pengisian tidak terdapat kesalahan. 4. Ketelitian Tim Entry sangat penting agar tidak terjadi kesalahan dalam menginput.
44
45
TABEL – TABEL DASAR HASIL STUDI EHRA
C. PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA. Strata Desa/Kelurahan C2. Bagaimana sampah rumah tangga dikelola?
Total
1 .0
2 1.3
3 .1
4 .0
.3
Dikumpulkan dan dibuang ke TPS
11.3
1.3
4.7
10.5
6.3
Dibakar
60.6
79.4
84.6
63.1
75.2
Dibuang ke dalam lubang dan ditutup dengan tanah
1.9
.9
.3
1.4
.9
Dibuang ke dalam lubang tetapi tidak ditutup dengan tanah
13.1
1.3
.3
1.4
2.1
Dibuang ke sungai/kali/laut/danau
1.3
12.2
6.7
15.3
9.6
Dibiarkan saja sampai membusuk
.0
.3
.4
.2
.3
Dibuang ke lahan kosong/kebun/hutan dan dibiarkan membusuk
11.3
3.1
2.4
8.0
5.0
Lain-lain
.0
.0
.0
.2
.1
Tidak tahu
.6
.3
.4
.0
.3
Dikumpulkan oleh kolektor informal yang mendaur ulang
Strata Desa/Kelurahan Total 1 Dipilah/dipisahkan Tidak dipilah/dipisahkan
.0
2 50.0
3 66.7
4 26.5
36.1
100.0
50.0
33.3
73.5
63.9
Jamban pribadi
Ya
Column N% 53.2%
MCK/WC Umum
Ya
8.9%
Ke WC helikopter
Ya
1.4%
Ke sungai/pantai/laut
Ya
27.4%
Ke kebun/pekarangan
Ya
1.3%
Ke selokan/parit/got
Ya
5.8%
Ke lubang galian
Ya
2.8%
Lainnya,
Ya
3.1%
Tidak tahu
Ya
1.1%
D5. Kemana tempat penyaluran buangan akhir tinja?
Column N% 24.7%
Tangki septik Pipa sewer
3.7%
Cubluk/lobang tanah
19.1%
Langsung ke drainase
3.0%
Sungai/danau/pantai
1.6%
Kolam/sawah
1.0%
Kebun/tanah lapang
.3%
Tidak tahu
46.6%
Lainnya
.0%
D. PEMBUANGAN AIR KOTOR/LIMBAH TINJA MANUSIA, DAN LUMPUR TINJA. Strata Desa/Kelurahan 2 3 1 D7. Kapan tangki septik terakhir dikosongkan
4
Tota l
0-12 bulan yang lalu
.0
.0
.0
1.4
.5
1-5 tahun yang lalu
.0
4.5
.0
.7
1.0
Lebih dari 5-10 tahun yang lalu
.0
.0
.0
.7
.3
Lebih dari 10 tahun
.0
.0
.0
2.1
.8
91.7
92. 4 3.0
96. 0 4.0
87. 3 7.7
91.9
Tidak pernah Tidak tahu
8.3
5.6
D. PEMBUANGAN AIR KOTOR/LIMBAH TINJA MANUSIA, DAN LUMPUR TINJA. Total
Strata Desa/Kelurahan D8. Siapa yang mengosongkan tangki septik Ibu
Membayar tukang
1 .0
2 40.0
3 .0
4 11.1
12.5
Dikosongkan sendiri
.0
20.0
.0
16.7
12.5
100.0
40.0
100.0
72.2
75.0
Tidak tahu
2. AIR LIMBAH DOMESTIK. Total
Strata Desa/Kelurahan 2.1 Tangki septik suspek aman
Tidak aman
1 22.5
2 14.1
3 13.1
4 16.6
15.2
Suspek aman
77.5
85.9
86.9
83.4
84.8
Strata Desa/Kelurahan E3. Apakah rumah yang ditempati saat ini atau lingkungan sekitar rumah pernah terkena banjir?
Total
1
2
3
4
97.5
75.0
46.3
62.0
61.5
Sekali dalam setahun
.0
15.3
26.0
15.7
18.4
Beberapa kali dalam
.0
8.1
17.6
15.9
13.5
Sekali atau beberapa dalam sebulan
.0
.9
4.9
5.2
3.7
2.5
.6
5.1
1.1
2.9
Tidak pernah
Tidak tahu
Strata Desa/Kelurahan E4. Apakah banjir biasa terjadi secara rutin?
2
3
4
.0
26.3
39.2
40.7
37.7
100.0
73.8
60.8
59.3
62.3
Ya Tidak
1 E8. Pada saat terakhir kali banjir, berapa lama air banjir akan mengering?
Total
1
Strata Desa/Kelurahan 2 3
Total 4
Kurang dari 1 jam
.0
32.3
19.8
14.6
19.4
Antara 1 - 3 jam
.0
22.6
23.4
27.2
24.4
Setengah hari
.0
9.7
10.4
24.3
14.3
Satu hari
.0
12.9
18.5
9.7
15.4
Lebih dari 1 hari
.0
19.4
22.1
20.4
21.3
Tidak tahu
.0
3.2
5.9
3.9
5.1
Persentase Sumber Air Untuk Kebutuhan Sehari-hari
Air botol kemasan
Minum 7.2%
Masak .2%
Air isi ulang
33.1%
3.7%
Air Ledeng dari PDAM
7.2%
8.5%
Air kran umum -PDAM/PROYEK
1.3%
1.7%
Air sumur pompa tangan
3.3%
6.9%
Air sumur gali terlindungi
53.7%
66.8%
Air sumur gali tdk terlindungi
7.6%
9.2%
Mata air terlindungi
5.1%
5.1%
Air dari sungai
.4%
.5%
5. PERILAKU HIGIENE DAN SANITASI. 5.1 CTPS di lima waktu penting
Tidak
Total 85.1
Ya
14.9
G.4 Kapan biasanya Ibu mencuci tangan dengan menggunakan sabun?. Setelah menceboki bayi/anak Setelah dari buang air besar Sebelum makan Sebelum memberi menyuapi anak Sebelum menyiapkan masakan
Ya Ya Ya Ya Ya
% 25.6% 48.1% 88.1% 23.1% 27.9%
5. PERILAKU HIGIENE DAN SANITASI. Strata Desa/Kelurahan 5.4 Perilaku BABS
Total
Ya, BABS
1 31.3
2 51.6
3 59.6
4 48.1
52.0
Tidak
68.8
48.4
40.4
51.9
48.0