BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Gambaran Umum Kabupaten Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo merupakan kabupaten terkecil kedua di Propinsi Jawa Tengah, secara geografis, terletak diantara Bagian ujung timur 110. 57o Bujur Timur, Bagian Ujung Sebelah Barat 110 42o Bujur Timur, Bagian Ujung Sebelah Utara 7 32o Lintang Selatan. Bagian Ujung Sebelah Utara 7 49o 32.00o Lintang Selatan. Dengan luas 46,666 km2, atau 1,43% luas wilayah Propinsi Jawa Tengah. Kabupaten Sukoharjo memiliki batas-batas wilayah administrasi sebagai berikut : Sebelah utara
: Kota Surakarta dan Kabupaten Karanganyar
Sebelah Selatan
: Kabupaten Gunung Kidul (DIY) dan Kabupaten Wonogiri
Sebelah Timur
: Kabupaten Karanganyar
Sebelah Barat
: Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten
Secara topografi terdiri atas daerah,
dataran rendah dan
perbukitan. Daerah dataran rendah merupakan kawasan di bagian Utara, daerah perbukitan merupakan kawasan di bagian Selatan dan Timur. Sesuai dengan letak geografis, dipengaruhi iklim daerah tropis yang dipengaruhi oleh angin muson dengan 2 musim, yaitu musim kemarau pada bulan April – September dan musim penghujan antara bulan Oktober – Maret. Curah hujan tahunan rata-rata sebesar 2.790 mm, suhu udara berkisar antara 23oC sampai dengan 34oC, dengan kelembaban udara tahunan rata-rata 77%.
Kabupaten Sukoharjo dalam suatu sistem hidrologi, merupakan kawasan yang berada pada aliran sungai Bengawan Solo,
mengalir
beberapa sungai yang tergolong besar seperti yaitu Sungai Bengawan Solo, Sungai Proyek Waduk GM,
Sebagai Daerah aliran, dengan
sendirinya merupakan daerah limpasan debit air dari sungai yang melintas dan sering mengakibatkan terjadinya banjir pada musim penghujan. Pola tata guna lahan terdiri dari Perumahan, Tegalan, Kebun campuran, Sawah, Perusahaan, Jasa, Industri dan Penggunaan lainnya dengan sebaran sawah sebesar 45,26%, dan lahan bukan sawah 54,74%, dari lahan sawah tersebut terdiri dari 70,17% irigasi teknis, irigasi setengah teknis 8,98%, irigasi sederhana 9,17% dan sawah tadah hujan 11,67 % (http://sukoharjokab.go.id/tentang-sukoharjo-2/geografis/). 2. Gambaran Umum Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional dalam Wilayah Kabupaten yang bersangkutan. Tugas dan Fungsi tersebut adalah : a. Menyiapkan kegiatan dibidang pengaturan penguasaan tanah, penatagunaan tanah, pengurusan hak-hak atas tanah, serta pengukuran dan pendaftaran tanah. b. Melaksanakan kegiatan pelayanan dibidang pengaturan penguasaan tanah, penatagunaan tanah, pengurusan hak-hak atas tanah, pengukuran dan pendaftaran tanah. c. Melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga. Misi dari pelayanan pertanahan : 1) Tertib pelayanan hukum pertanahan. a) Setiap objek hak (Perorangan, Badan Hukum, dan Instansi Pemerintah) harus melengkapi alas haknya. b) Tanahnya dikuasai secara fisik. c) Luas tanahnya tidak mempunyai batas maksimum dan atau
tidak melampaui kebutuhan nyata usahanya. d) Khusus tanah yang belum didaftarkan agar dimohonkan haknya. 2) Tertib pelayanan administrasi pertanahan. a) Peningkatan disiplin dan profesionalisme aparat. b) Penerbitan struktur organisasi dan uraian tugas yang jelas. c) Proses sertifikasi yang sederhana, lancar dan relatif murah. 3) Tertib pelayanan pengaturan penguasaan dan penggunaan tanah. a) Penggunaan
tanah
secara
optimal
dengan
asas
keseimbangan dan asas kelestarian. b) Digunakan sesuai dengan kemampuan dan peruntukannya. 4) Tertib
pelayanan
pengaturan
pemeliharaan
tanah
dan
lingkungan hidup. a) Mencegah kerusakan dan hilangnya kesuburan tanah, seperti bahaya banjir, tanah longsor dan tanah gersang. b) Penggunaan tanah disesuaikan dengan kondisi lingkungan hidup. Visi dari pelayanan pertanahan adalah mewujudkan pelayanan prima, antara lain : a. Tepat Waktu. b. Tepat Mutu, dalam arti jaminan kepastian hukum Hak Atas Tanah. Adapun kedudukan Kantor Pertanahan adalah sebagai instansi vertikal
Badan
Pertanahan
Nasional
Republik
Indonesia
di
Kabupaten/Kota yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia melalui Kantor Wilayah. Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dipimpin oleh seorang Kepala. Berdasarkan peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 tahun 2006 tersebut ditentukan tugas dan fungsi Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Adapun tugas Kantor Pertahanan Kabupaten/Kota adalah
melaksanakan sebagaian tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional di Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Dalam rangka untuk menjalankan tugas dan fungsi di bidang pertanahan, maka Badan Pertanahan Nasional Sukoharjo mempunyai Susunan Organisasi yang terdiri dari : a. Sub Bagian Tata Usaha b. Seksi Survey, Pengukuran dan Pemetaan c. Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah d. Seksi Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanhan e. Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan f. Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara
Gambar II Susunan Organisasi Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo Sumber Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo
Tugas dari masing-masing sub bagian/seksi tersebut di atas adalah sebagai berikut: 1) Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas memberikan pelayanan administratif kepada semua satuan organisasi Kantor Pertanahan, serta menyiapkan bahan evaluasi kegiatan, penyusunan program dan peraturan perundang-undangan 2) Seksi Survey, Pengukuran dan Pemetaan mempunyai tugas melakukan survey, pengukuran dan pemetaan bidang tanah, ruang dan perairan; perataan kerangka dasar, pengukuran batas kawasan/wilayah, pemetaan
tematik dan survey potensi tanah, penyiapan pembinaan surveyor berlisensi dan pejabat penilai tanah. 3) Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah mempunyai tugas menyiapkan bahan dan melakukan penetapan hak dalam rangka pemberian, perpanjangan dan pembaruan hak tanah, pengadaan tanah, perijinan, pendataan dan penerbitan berkas tanahhak; pendaftaran, peralihan, pembebanan hak atas tanah serta pembinaan Pejabat Pembuatan Akta Tanah (PPAT) 4) Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan mempunyai tugas menyiapkan bahan dan melakukan penatagunaan tanah, landreform, konsolidasi tanah, penataan pertanahan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, perbatasan dan wilayah tertentu lainnya. 5) Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan mempunyai tugas menyiapkan bahan dan melakukan kegiatan pengendalian pertanahan, pengelolaan tanah negara, tanah terlantar dan kritis serta pemberdayaan masyarakat. 6) Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara mempunyai tugas menyiapkan bahan dan melakukan kegiatan penanganan sengketa konflik dan perkara pertanahan.
B. Pelaksanaan Peningkatan Hak Atas Tanah Dari Hak Guna Bangunan Menjadi Hak Milik Di Kabupaten Sukoharjo Sebelum penulis membahas pelaksanaan Peningkatan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik di Kabupaten Sukoharjo, penulis akan menguraikan terlebih dahulu pengertian Hak Guna Bangunan dan Hak Milik yang menjadi kajian utama dalam penulisan skripsi ini. Pertama, pengertian Hak Guna Bangunan dapat dilihat dalam Pasal 35 UUPA ayat (1) yaitu Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Sedangkan didalam Pasal 37 UUPA, tentang terjadinya Hak Guna Bangunan, yang berbunyi : Hak Guna Bangunan terjadi : (1) Mengenai tanah yang dikuasai oleh Negara : karena penetapan Pemerintah. (2) Mengenai tanah milik, karena perjanjian yang berbentuk autentik anatara pemilik tanah yang bersangkutan dengan pihak yang akan memperoleh Hak Guna Bangunan tersebut. Kedua, pengertian Hak Milik dapat dilihat dalam Pasal 20 ayat (1) yaitu Hak Milik merupakan hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6. Apabila dihubungkan dengan Pasal 22 UUPA mengenai terjadinya Hak Milik, yang berbunyi: (1) Terjadinya Hak Milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan Pemerintah. (2) Selain menurut cara sebagai yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, hak milik terjadi karena: a. Penetapan Pemerintah, menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. b. Ketentuan Undang-undang.
Hak Milik merupakan hak yang paling tinggi tingkatannya dari hakhak atas tanah yang lainnya dan berlaku untuk selama-lamanya (tidak ada batas waktunya) selama pemegang haknya masih memenuhi syarat sebagai subjek Hak Milik. Bagi Warga Negara Indonesia pemenuhan kebutuhan akan perumahan yang merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia akan lebih bermakna apabila hak atas tanahnya berstatus Hak Milik. Hak Milik merupakan Hak Atas Tanah yang bersifat terpenuh dan terkuat yang dapat dipunyai seseorang (Maria S.W, Sumardjono, 184-185). Masyarakat pada khususnya mengiginkan hak atas tanahnya menjadi hak milik karena selain hal tersebut diatas, tanah dengan hak milik harganya lebih tinggi dibanding hak tanah lainya, salah satu yang mempengaruhi harga tanah yaitu letak tanah tersebut berada, seperti letak tanah di perkotaan. Tim Dixon, dalam tulisannya, berpendapat : “In many developed countris, urban land is a major component of overall land use.Understanding patterns of urban land and property ownership is important not only because the size and configuration of land holding affect urban morphology through new development, regeneration and refurbishment of existing land and property” (Tim Dixon, 2009:44). Di banyak negara maju, lahan perkotaan merupakan komponen utama untuk digunakan. Pemahaman pola tata lahan perkotaan dan kepemilikan tanah tidak hanya penting karena ukuran dan bentuk lahan mempengaruhi morfologi perkotaan melalui pengembangan baru, pembaruan dan perbaikan dari keberadaan kepemilikan tanah. Upaya pemerintah untuk memberikan bantuan dan pelayanan yang lebih baik untuk masyarakat dalam rangka peningkatan hak atas tanah, khususnya peningkatan Hak Guna Bangunan menjadi hak Milik tidak lagi mengacu pada peraturan yang ada dalam Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, tetapi mengacu pada beberapa Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional. Keputusan yang dimaksud antara lain:
Pertama, Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1997 tentang tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Sangat Sederhana (RSS) dan Rumah Sederhana (RS). Beberapa pasal dari Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1997 tentang tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Sangat Sederhana (RSS) dan Rumah Sederhana (RS) menyebutkan sebagai berikut: Pasal 1 Umum : Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : a. Hak Guna Bangunan Induk adalah Hak Guna Bangunan atas tanah yang kemudian dipecah menjadi bidang-bidang tanah yang lebih kecil atau sebagiannya dipisahkan dipisahkan untuk didaftar sebagai bidang tanah tersendiri. b. Perubahan hak adalah penetapan pemerintah mengenai penegasan bahwa sebidang tanah yang semula dipunyai dengan Hak Guna Bangunan, atas permohonan pemegang haknya, menjadi tanah negara dan sekaligus memberikan tanah tersebut kepadanya dengan Hak Milik. c. Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya. d. Tanah untuk RSS dan RS adalah bidang tanah yang memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Harga perolehan tanah dan rumah, dan, apabila atas bidang tanah tersebut sudah dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Pajak Bumi dan Bangunan tanah rumah tersebut tidak lebih daripada Rp.30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah), 2. Luasnya tidak lebih daripada 200m2, dan 3. Diatasnya telah dibangun rumah dalam rangka pembangunan perumahan massal atau komplek perumahan.
Pasal 2 Pemberian Hak Milik bagi tanah untuk RSS dan RS (1) Dengan keputusan ini : a. Hak Guna Bangunan atas tanah untuk RSS dan RS diatas tanah negara, termasuk diatas tanah Hak Pengelolaan, kepunyaan perseorangan warga negara Indonesia, atas permohonan pemegang hak atau kuasanya diubah menjadi Hak Milik; b. Tanah untuk RSS dan RS diatas tanah Hak Pengelolaan kepunyaan perseorangan warga negara Indonesia yang belum dipunyai dengan Hak Guna Bangunan diberikan dengan Hak Milik. (2) Untuk perubahan Hak Guna Bangunan
menjadi
Hak Milik dan
perolehan Hak Milik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pendaftarannya pemohon wajib membayar uang administrasi kepada negara sebesar Rp. 10.000,-(sepuluh ribu) rupiah dan sumbangan pelaksanaan landreform sebesar Rp.5.000,-(lima ribu) rupiah dan biaya pendaftaran sesuai ketentuan peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1992. Pasal 3 Pendaftaran perubahan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik : (1) Permohonan
pendaftaran
perubahan
Hak
Guna Bangunan
menjadi Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 (1)
huruf a
diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat dengan disertai: a. Sertipikat Hak Guna Bangunan yang dimohon untuk diubah menjadi Hak Milik, b. Akta jual beli atau surat perolehan mengenai rumah beserta tanah yang bersangkutan , c. SPT Pajak Bumi dan Bangunan terakhir, apabila atas bidang tanah tersebut sudah dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan tersendiri, dan d. Surat Persetujuan dari pemegang Hak Tanggungan, apabila tanah tersebut dibebani Hak Tanggungan.
(2) Apabila tanah RSS dan RS yang bersangkutan sudah diperoleh dari pengembang akan tetapi belum dipisah dari Hak Guna Bangunan induk, maka permohonan sebagaimana dimaksud ayat (1) diajukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran peralihan hak atas bidang tanah yang bersangkutan. (3) Dalam hal sebagaimana dimaksud ayat (2) sertipikat tanah hasil pemisahan bidang yang bersangkutan yang diterimakan kepada pemilik atau kuasanya adalah sertipikat Hak Milik. (4) Atas
permohonan
pendaftaran
perubahan
hak sebagaimana
dimaksud ayat (1) Kepala Kantor Pertanahan mengeluarkan perintah setor pungutan sebagaimana dimaskud pada pasal 1 ayat (2). (5) Setelah diterima tanda bukti setor pungutan sebagaimana dimaksud ayat (4) Kepala Kantor Pertanahan mendaftar status tanah Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik dengan memberikan catatan dengan tinta merah atau cap pada halaman pendaftaran peralihan hak dalam Buku Tanah Hak Guna Bangunan yang bersangkutan dan sertipikatnya serta pada daftar umum lainnya, sebagai berikut: “DENGAN
KEPUTUSAN
MENTERI
NEGARA
AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANIAN NASIONAL NOMOR ... TANGGAL ........... HAK GUNA BANGUNAN NOMOR ... DESA ............. DENGAN UANG ADMINISTRASI SEBESAR Rp. 10.000,DAN SUMBANGAN PELAKSANAAN LANDREFORM Rp. 5.000,-
....................., tgl. ....................
KEPALA KANTOR PERTANAHAN
KABUPATEN ............................ ( .................................. )”.
dan semua sebutan Hak Guna Bangunan beserta nomornya didalam Buku Tanah, sertipikat dan daftar umum lainnya dicoret dan diganti dengan sebutan Hak Milik dengan nomornya. Pasal 5 Pegurusan Permohonan Perubahan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik lainnya : (1) Permohonan Hak Milik atas tanah untuk RSS dan RS yang sudah diterima sebelum tanggai ditetapkannya Keputusan ini dan masih dalam penyelesaian diproses berdasarkan Keputusan ini. (2) Permohonan Hak Milik atas tanah Hak Guna Bangunan untuk rumah yang tidak memenuhi kriteria sebagai tanah untuk RSS dan RS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 diproses menurut ketentuan umum yang berlaku untuk pemberian hak atas tanah. Kedua, Keputusan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Perluasan Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk RSS/RS Menurut Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1997, pasal 1 keputusan menteri ini menyebutkan: Pasal 1 Mengubah kriteria tanah untuk RSS/RS sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 huruf d Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1997 tentang pemberian Hak Milik Atas Tanah untuk Rumah Sangat Sederhana (RSS) dan Rumah Sederhana (RS) sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 15 Tahun 1997, sehingga kriteria tersebut berbunyi sebagai berikut : “d Tanah untuk RSS dan RS adalah bidang tanah yang memenuhi kiteria sebagai berikut : 1) Harga
perolehan
tanah
dan
rumah
tidak
Rp. 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah), dan
lebih
daripada
2) Diatasnya telah dibangun rumah dalam rangka pembangunan perumahan massal atau kompleks perumahan.” Ketiga, Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1998 Tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Tinggal Yang Telah Dibeli oleh Pegawai Negeri Dari Pemerintah. Pasal 2 ayat (1) dan (2) menyebutkan : Pasal 2 (1) Dengan Keputusan ini : a. Tanah untuk rumah tinggal yang telah dibeli oleh pegawai negeri dari pemerintah dan telah dilunasi harganya, diberikan kepada pegawai negeri yang bersangkutan dengan Hak Milik b. Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah yang berasal dari tanah untuk rumah tinggal yang telah dibeli oleh pegawai negeri dari pemerintah dan masih atas nama pegawai negeri yang bersangkutan atau ahli warisnya, atas permohonan yang bersangkutan dihapus dan diberikan kembali kepada bekas pemegang haknya dengan Hak Milik c. Tanah Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang berasal dari tanah untuk rumah tinggal yang telah dibeli oleh pegawai negeri dari pemerintah yang sudah habis jangka waktunya dan masih dipunyai oleh pegawai negeri yang bersangkutan atau ahli warisnya diberikan dengan Hak Milik kepada pegawai negeri yang bersangkutan atau ahli warisnya (2) Untuk perolehan Hak Milik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan pendaftarannya, pemohon wajib membayar uang administrasi kepada Negara sebesar Rp. 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah) serta biaya
pendaftaran
sesuai
ketentuan
Peraturan
Kepala
Badan
Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1992. Keempat, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1998 Tentang Perubahan Hak Guna Bangunan atau
Hak Pakai atas tanah untuk rumah tinggal yang dibebani Hak Tanggungan menjadi Hak Milik. Pasal 2 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5) menyebutkan: Pasal 2 (1) Perubahan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah untuk rumah tinggal yang dibebani Hak Tanggungan menjadi Hak Milik dilakukan atas permohonan pemegang hak dengan persetujuan dari pemegang Hak Tanggungan, dengan pernyataan persetujuan secara tertulis disertai penyerahan Sertipikat Hak Tanggungan yang bersangkutan . (2) Perubahan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai menjadi Hak Milik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan hapusnya Hak Tanggungan yang membebani Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai tersebut. (3) Permohonan perubahan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sebagai pernyataan pelepasan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai dengan ketentuan bahwa tanah tersebut diberikan kembali kepada bekas pemegang hak dengan Hak Milik. (4) Persetujuan perubahan
hak dari pemegang Hak Tanggungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sebagai persetujuan pelepasan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 ayat (4) huruf c Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997
tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. (5) Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya mendaftarkan hapusnya Hak Tanggungan yang membebani Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang diubah menjadi Hak Milik yang bersangkutan. Terakhir, Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 1998 Tentang Pemberian Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal. Pasal 1, Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 menyebutkan:
Pasal 1 (1) Dengan Keputusan ini : a. Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah untuk rumah tinggal kepunyaan perseorangan warganegara Indonesia yang luasnya 600 m2 atau kurang, atas permohonan yang besangkutan dihapus dan diberikan kembali kepada bekas pemegang haknya dengan Hak Milik b. Tanah Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah untuk rumah tinggal kepunyaan perseorangan warganegara Indonesia yang luasnya 600 m2 atau kurang yang sudah habis jangka waktunya dan masih dipunyai oleh bekas pemegang hak tersebut, atas permohonan yang bersangkutan diberikan Hak Milik kepada bekas pemegang hak. (2) Untuk pemberian Hak Milik tersebut penerima hak harus membayar uang pemasukan kepada Negara sesuai ketentuan yang berlaku. Pasal 2 (1) Permohonan dalam
Pasal
pendaftaran
Hak
1
kepada
diajukan
Kabupaten/Kotamadya
setempat
Milik
sebagaimana dimaksud
Kepala
dengan
Kantor
surat
Pertanahan
sesuai
bentuk
sebagaimana contoh dalamLampiran I Keputusan ini dengan disertai: a. sertipikat tanah yang bersangkutan b. bukti penggunaan tanah untuk rumah tinggal berupa: 1) fotocopy Izin Mendirikan Bangunan yang mencantumkan bahwa bangunan tersebut digunakan untuk rumah tinggal, atau 2) surat keterangan dari Kepala Desa/ Kelurahan setempat bahwa bangunan tersebut digunakan untuk rumah tinggal, apabila Izin Mendirikan Bangunan tersebut belum dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. c. fotocopy SPPT PBB yang terakhir (khusus untuk tanah yang luasnya 200 m2 atau lebih)
d. bukti identitas pemohon e. pernyataan dari pemohon bahwa dengan perolehan Hak Milik yang dimohon pendaftarannya itu yang bersangkutan akan mempunyai Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal tidak lebih dari 5 (lima) bidang yang seluruhnya meliputi luas tidak lebih dari 5000 (lima ribu) m2, dengan menggunakan contoh sebagaimana Lampiran II Keputusan ini (2) Atas permohonan pendaftaran Hak Milik sebagaimana
dimaksud
ayat (1) Kepala Kantor Pertanahan mengeluarkan perintah setor pungutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) yang dibuat sesuai contoh sebagaimana Lampiran III Keputusan ini. (3) Setelah pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibayar lunas, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya: a. mendaftar hapusnya Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang bersangkutan dalam buku tanah dan sertipikatnya serta daftar umum lainnya, b. selanjutnya mendaftar Hak Milik atas tanah bekas Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai tersebut dengan membuatkan buku tanahnya dengan menyebutkan Keputusan ini sebagai dasar adanya Hak Milik tersebut dan menerbitkan sertipikatnya, dengan surat ukur yang dibuat berdasarkan data tisik yang digunakan dalam pendaftaran Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai. Pasal 3 (1) Permohonan perubahan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai menjadi Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal kepunyaan perseorangan warganegara Indonesia yang luasnya 600 m2 atau kurang yang pada waktu berlakunya keputusan ini sedang diproses di Badan Pertanahan Nasional, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi dan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya dan belum dilunasi uang pemasukannya
dikembalikan
kepada
Kantor
Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya dan diproses menurut keputusan ini. (2) Permohonan
perpanjangan
jangka
waktu
atau pembaharuan
Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah untuk rumah tinggal kepunyaan perseorangan warganegara Indonesia yang luasnya 600 m 2 atau kurang yang pada waktu berlakunya keputusan ini sedang diproses di Badan. Pertanahan Nasional, Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional
Propinsi
dan
Kantor
Pertanahan
Kabupaten/Kotamadya dan belum dilunasi uang pemasukannya atas permohonan
yang
bersangkutan
dikembalikan
kepada
Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kotamadya dan diproses menurut keputusan ini. Pasal 4 (1) Permohonan Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal yang tidak memenuhi syarat untuk diproses menurut Keputusan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1997 jo. Nomor 15 tahun 1997 dan Nomor 1 Tahun 1998 tentang pemberian Hak Milik atas tanah untuk Rumah Sangat Sederhana (RSS) dan Rumah Sederhana (RS), Keputusan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik atas Tanah Untuk Rumah Tinggal yang telah dibeli oleh Pegawai Negeri dari Pemerintah dan Keputusan ini, diproses sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972 jo. Nomor 5 Tahun 1973. (2) Permohonan Hak Milik sebagaimana dimaksud ayat (1) dibatasi untuk tanah seluas maksimum 2000 (dua ribu) m2.
Menurut Ibu Resminingsih pada tanggal 10 November 2015 selaku Kasubsi Penetapan Hak Tanah dan Pendaftaran Hak Tanah untuk wilayah Sukoharjo Peningkatan Hak Guna Bangunan Menjadi Hak Milik dilaksanakan dengan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah untuk Rumah Tinggal dan Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1997 tentang tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Sangat Sederhana (RSS) dan Rumah Sederhana (RS). Permohonan peningkatan hak atas tanah dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik, menurut Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal maka pemohon harus mengetahui terlebih dahulu ketentuan pemberian Hak Milik untuk rumah tinggal, antara lain adalah sebagai berikut: 1. Untuk setiap bidang tanah yang dimohon, luasnya tidak boleh lebih dari 600 m2 dan untuk batas maksimum luas tanah yang akan dimohonkan Hak Milik adalah 2000 m2, karena untuk tanah yang luasnya diatas 2000 m2, dikenakan peraturan tersendiri dalam proses pendaftarannya yaitu sesuai dengan Surat Keputusan dari Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi untuk masingmasing daerah (Herman Hermit, 2004: 163). 2. Setiap pemohon dibatasi pemilikan Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal tidak boleh dari 5 (lima) bidang yang seluruhnya meliputi luas tidak boleh lebih dari 5000 m2. Pemberian Hak Atas Tanah Untuk Rumah Tinggal untuk batas maksimum luas tanah yang akan dimohonkan Hak Milik adalah 2000 m2, karena untuk tanah yang luasnya diatas 2000 m2, dikenakan peraturan tersendiri dalam proses pendaftarannya yaitu sesuai dengan Surat Keputusan dari Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi untuk masing-masing daerah (Herman Hermit, 2004: 163). Berdasarkan wawancara
dengan Ibu Resminingsih pada tanggal 10 November selaku Kasubsi Penetapan Hak Tanah dan Pendaftaran Hak Tanah, pemohon yang memiliki tanah dengan luas diatas 2000 m2 memerlukan biaya-biaya tambahan dalam proses peningkatan hak atas tanah dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik. Biaya-biaya yang diperlukan tersebut antara lain, adalah: 1. Biaya ukur untuk pemohon dengan buku tanah sertifikat baru, dengan demikian Surat Ukur yang dibutuhkan juga baru. Sedangkan untuk pemohon dengan buku tanah dan sertifikat lama, biaya yang diperlukan adalah untuk mendapatkan kutipan surat ukur. 2. Biaya untuk mendapatkan surat keterangan pendaftaran tanah. 3. Biaya untuk panitia pemeriksaan tanah dalam melakukan pemeriksaan permohonan pendaftaran Hak Milik atas tanah. Sedangkan menurut Keputusan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik Atas Tanah Untuk Rumah Sangat Sederhana (RSS) dan Rumah Sederhana (RS) maka pemohon harus mengetahui terlebih dahulu ketentuan pemberian Hak Milik untuk rumah tinggal, antara lain adalah sebagai berikut: 4. Harga perolehan tanah dan rumah, dan, apabila atas bidang tanah tersebut sudah dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Pajak Bumi dan Bangunan tanah rumah tersebut tidak lebih daripada Rp.30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah), 5. Luasnya tidak lebih daripada 200 m2, dan 6. Diatasnya telah dibangun rumah dalam rangka pembangunan perumahan massal atau komplek perumahan. Seandainya, untuk perumahan yang berada dalam kompleks, bagaimana apabila hanya salah satu kriteria yang dipenuhi, yakni luas tanah melebihi persyaratan tetapi harga perolehan tidak lebih dari Rp. 30.000.000,(tiga puluh juta rupiah). Ada dua alternatif yang dapat diusulkan. Pertama, apabila faktor kepastian hukum hendak diutamakan, maka standar kriteria
tersebut dipertahankan, artinya perkecualian ditiadakan sama sekali. Kedua, namun apabila faktor kemanfaatan memperoleh pertimbangan, maka apabila harga perolehan tidak melebihi Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah), namun luas tanah melebihi persyaratan, dapat juga dipertimbangkan untuk diberikan Hak Milik dengan catatan prioritas pemrosesan tetap untuk mereka yang memenuhi syarat. Persyaratan yang tidak dapat diperlonggar adalah harga perolehan tanah dan bangunan, karena faktor inilah yang sesungguhnya menggambarkan daya beli masyarakat. Berdasarkan peraturan diatas pemegang Hak Guna Bangunan diberi kemungkinan untuk meningkatkan Hak Atas Tanahnya menjadi Hak Milik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengingat arti penting terpenuhinya kebutuhan akan “papan” termasuk penguatan status hak atas tanahnya, maka pada masa mendatang secara bertahap kiranya dapat ditetapkan kebijaksanaan bahwa untuk perumahan, terhadap Warga Negara Indonesia (WNI) langsung dapat diberikan tanah dengan status Hak Milik (Maria S.W, Sumardjono, 2001:184-185). Berdasarkan wawancara dengan Ibu Resminingsih pada tanggal 10 November selaku Kasubsi Penetapan Hak Tanah dan Pendaftaran Hak Tanah, Pelaksanaan peningkatan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik di Kabupaten Sukoharjo harus memenuhi persyaratan terlebih dahulu guna meningkatkan hak atas tanahnya. Persyaratan yang diperlukan antara lain: 1. Pemohon harus melampirkan sertipikat tanah (asli) yang bersangkutan dalam permohonan peningkatan hak atas tanah dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik karena sertipikat tersebut dapat memberikan
kepastian
hukum
kepada
pemegang
hak
yang
bersangkutan dan sebagai alat bukti yang sah dalam kepemilikannya. 2. Bukti yang harus disertakan antara lain berupa berupa:
a. Mencantumkan foto copy Izin Mendirikan Bangunan dari Instansi yang berwenang yang menerangkan bahwa bangunan tersebut telah digunakan untuk rumah tinggal. b. Surat keterangan dari Kepala Desa atau Kelurahan letak tanah setempat yang menerangkan bahwa bangunan tersebut digunakan untuk rumah tinggal. 3. Permohonan harus disertai dengan melampirkan foto copy Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) dan foto copy Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). 4. Identitas pemohon yaitu Kartu Tanda Penduduk (KTP)/ Kartu Keluarga (KK) yang digunakan pemohon agar diperiksa tentang kepemilikan tanah yang dimohonkan tersebut. Keterangan tersebut terdapat dalam sertipikat yang dimohonkan peningkatan haknya. 5. Adanya Akte Jual Beli bukti perolehan hak atas tanah dan bangunan dimana bangunan tersebut berdiri. Pemeriksaan permohonan pendaftaran Hak Milik atas tanah tersebut dilakukan sebagai berikut: 1. Data yuridis dan data fisik tanah yang diberikan Hak Milik diperiksa dengan melihat sertipikat Hak Guna Bangunan atas tanah yang bersangkutan. Untuk keperluan ini tidak perlu dilakukan pengukuran ulang, pemeriksaan tanah atau pemeriksaan lainnya, maupun rekomendasi dari instansi lain 2. Jika tanah tersebut digunakan untuk rumah tinggal maka diperiksa dengan melihat Izin Mendirikan Bangunan yang menyebutkan penggunaan bangunan. Dalam hal Izin Mendirikan Bangunan tersebut tidak pernah atau belum dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, maka diperlukan surat keterangan dari Kepala Desa atau Kelurahan bahwa benar bangunan yang berdiri diatas tanah tersebut dipergunakan sebagai rumah tinggal
3. Identitas pemohon diperiksa dari Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor yang bersangkutan. Apabila syarat-syarat diatas sudah terpenuhi, maka selanjutnya pemohon akan dihadapkan dengan prosedur peningkatan hak atas tanahnya. Prosedur peningkatan hak atas tanah dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik, adalah sebagai berikut: 1. Pemohon mengisi formulir pendaftaran yang telah disediakan oleh kantor pertanahan. 2. Setelah syarat-syarat lengkap pemohon mendaftarkan di loket pendaftaran Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo. 3. Dokumen diteliti/diperiksa oleh petugas loket, berkas yang diteliti adalah kelengkapan
yang menjadi syarat dalam permohonan
peningkatan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik. Setelah semua berkas yang diperlukan dinyatakan sudah lengkap dan memenuhi syarat untuk diproses, selanjutnya dibuatkan surat perintah setor untuk diberikan kepada pemohon. 4. Pemohon membayar biaya pendaftaran dan memperoleh kwitansi pembayaran. 5. Berkas dikirim ke pelaksana untuk diproses penerbitan sertifikat. 6. Setelah pengetikan sertifikat berkas diajukan kepada Kepala Sub Seksi Pendaftaran Hak untuk diperiksa dengan membubuhkan paraf, selanjutnya diajukan lagi kepada kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah untuk diperiksa dan membubuhkan paraf, selanjutnya maju ke Kepala Kantor untuk ditandatagani sertifikatnya. 7. Dari Kepala Kantor berkas dikirim ke pembukuan dan selanjutnya dikirim ke loket penyerahan sertifikat, dan pemohon bisa mengambil sertifikat. Permohonan peningkatan hak atas tanah dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik setelah didaftarkan maka keluarlah Surat Keputusan Pemberian Hak Milik oleh Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional
setempat, dimana dengan dikeluarkannya Surat Keputusan tersebut Hak Guna Bangunan dinyatakan hapus, dan status tanah secara otomatis berubah menjadi tanah dengan status Hak Milik. Pelaksanaan peningkatan status hak atas tanah dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik di Kabupaten Sukoharjo diakhiri dengan 2 (dua) cara, yaitu pertama dengan memberikan cap pada halaman pendaftaran perubahan hak dalam buku tanah, Hak Guna Bangunan yang bersangkutan dan sertipikatnya serta pada daftar umum lainnya, yang menyatakan telah terjadinya perubahan tersebut. Semua sebutan Hak Guna Bangunan beserta nomornya dalam buku tanah, sertipikat dan daftar umum lainnya dicoret dan diganti dengan sebutan Hak Milik dengan nomornya. Kedua, dengan memberikan buku tanah, sertipikat, dan daftar umum yang baru tentang status tanah yang bersangkutan dengan status Hak Milik (Boedi Harsono, 2002:307). Alur pelaksanaan Peningkatan Hak Guna Bangunan Menjadi Hak Milik di Kabupaten Sukoharjo, dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar III Alur Peningkatan Hak Guna Bangunan Menjadi Hak Milik Sumber Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo
Keterangan: 1. Pemohon mengajukan permohonan peningkatan hak atas tanahnya,
dengan melengkapi semua dokumen ke loket pelayanan untuk diperiksa. 2. Setelah dokumen dinyatakan lengkap, pemohon membayar biaya pendaftaran di loket pembayaran. 3. Kantor pertanahan memproses permohonan yang diajukan oleh pemohon. Kemudian setelah selesai dilakukan pencatatan dan pembukuan hak. 4. Kantor pertanahan menerbitkan sertifikat 5. Penyerahan sertifikat dengan keterangan Hak Milik atas tanah yang dimohonkan kepada pemohon. Peningkatan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik di proses berdasarkan
2 (dua) jenis. Pertama, apabila jangka waktu Hak Guna
Bangunan sudah habis (daluwarsa) dan kedua, belum daluwarsa jangka waktunya, yang membedakan dari dua hal tersebut adalah proses/ prosedur peningkatannya dan jangka waktunya dimana yang sudah daluwarsa prosesnya berbeda dan waktunya lebih lama. Berdasarkan wawancara dengan Ibu Resminingsih pada tanggal 17 November selaku Kasubsi Penetapan Hak Tanah dan Pendaftaran Hak Tanah Pemohon yang mengajukan peningkatan hak atas tanahnya dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik apabila jangka waktu sudah habis (daluwarsa) menurut Peraturan Pemerintah Pasal 35 Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, ketika Hak Guna Bangunan tersebut hapus maka status tanahnya akan menjadi Tanah Negara, dimana tetap masih bisa ditingkatkan hak tanahnya menjadi Hak Milik tetapi prosesnya akan lebih lama dan biaya akan lebih mahal. Pemohon harus membayar biaya tambahan di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Biaya pengukuran yang di sesuaikan dengan luas tanah pemohon hak. 2. Biaya tematik/pemetaan oleh petugas kantor pertanahan. 3. Biaya panitia ukur.
Jumlah pemohon yang meningkatkan hak atas tanahnya dari Hak Guna Banguan menjadi Hak Milik di Kabupaten Sukoharjo dari tahun ke tahun jumlahnya semakin berkurang. Keterangan dapat dilihat di bawah ini:
Gambar IV Jumlah Pemohon 2013-2015 Peningkatan HGB-HM Sumber Kantor Pertanahan Kabupaten Sukoharjo
no
Tahun
Jumlah
1
2013
530
2
2014
420
3
2015
322
Biaya Peningkatan Hak Atas Tanah diatur oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010 tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional. Untuk biaya pendaftaran pemohon dikenakan biaya sebesar Rp 50.000,-. Biaya perkara yang dikeluarkan akan berbeda disetiap daerah, karena biaya perkara mengacu pada peraturan pemerintah daerah dan luas lahan. Proses peningkatan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik di Kabupaten Sukoharjo pada dasarnya sama dengan proses di Kabupaten lainnya di seluruh Indonesia, karena keseluruhannya mengacu pada peraturan diatas. Hal yang membedakan adalah besarnya batas minimum dalam penghitungan besarnya uang pemasukan kedalam kas negara. Batas minimum tersebut tidak sama di seluruh Indonesia karena ditentukan oleh Bupati atau Walikota dari masingmasing daerah. Kewenangan yang dimiliki oleh Bupati atau walikota tersebut merupakan bagian dari otonomi daerah yang wajib dilaksanakan (Herman Hermit, 2004: 86).
C. Hambatan-Hambatan Dalam Peningkatan Hak Atas Tanah Dari Hak Guna bangunan Menjadi Hak Milik Di Kabupaten Sukoharjo Didalam pelaksanaan peningkatan hak atas tanah dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik di Kabupaten Sukoharjo tentunya ada hambatan-hambatan dalam parktiknya. Disini penulis menuliskan hambatan yang terjadi dimana hambatan yang terjadi adalah sebagai berikut: 1. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) maka pemerintah diamanatkan untuk membuka informasi terkait penyelenggaraan pemerintahan kepada masyarakat. Menurut Undang-Undang KIP, yang dimaksud dengan informasi publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan
publik. Di kantor pertanahan kabupaten Sukoharjo,
penulis menganggap masih kurangnya transparansi dalam hal informasi seperti penghitungan biaya yang diperlukan dalam peningkatan hak atas tanah. 2. Sebagai instansi pemerintah yang berhubungan langsung dengan pertanahan pihak kantor pertanahan dituntut aktif. Kurangnya sosialisasi dari kantor pertanahan kepada masyarakat tentang peningkatan hak atas tanah dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik. 3. Surat Edaran No. 13/SE/VIII/2015 tentang “Layanan Pertanahan 70 – 70”. Seluruh Kantor Pertanahan di Indonesia diinstruksikan untuk memilih jenis layanan dan jangka waktu layanan, untuk Peningkatan Hak dari Hak Guna Bangunan (HGB) ke Hak Milik (HM) di kantor pertanahan kabupaten Sukoharjo menetapkan kebijakan dalam jangka waktu 17 (tujuh belas) jam.
Pada praktiknya pemilihan layanan dan jangka waktu pelayanan tidak sesuai dengan surat edaran, bahkan dalam proses peningkatan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik di Kabupaten Sukoharjo bisa memakan waktu hingga 10 hari bahkan lebih.