HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Lokasi Penelitian Kecamatan Sungai Kakap merupakan salah satu bagian dari wilayah Kabupaten Pontianak yang mempunyai potensi pengembangan pertanian (termasuk perikanan) yang cukup besar. Kecamatan Sungai Kakap memiliki luas wilayah 564,2 km2 (6,83% dari wilayah Kabupaten Pontianak) dan terdiri dari 12 desa. Kecamatan ini berada pada ketinggian 0-2 m di atas permukaan laut (dpl). Suhu harian di Kecamatan Sungai Kakap berkisar antara 26-34o C, kelembaban nisbi 55-75 persen dan curah hujan rata-rata selama 10 tahun terakhir 2.679,5 mm dengan jumlah hari hujan 164 hari (Cabang Dinas Pertanian Sungai Kakap, 2003). Jenis tanah yang ada di Kecamatan Sungai Kakap adalah Histosol. Dari keseluruhan lahan yang ada 20.243 hektar berpotensi sebagai lahan kering, 14.386 hektar lahan pantai, 13.865 hektar lahan pasang surut, 3.575 hektar perairan umum dan 3.190 hektar lahan tadah hujan. Luasan lahan yang baru dapat difungsikan mencapai 13.835 hektar untuk lahan kering, 10.258 hektar untuk lahan pantai, 9.495 hektar lahan pasang surut 2.201 hektar perairan umum dan 1.625 hektar lahan tadah hujan (Cabang Dinas Pertanian Sungai Kakap, 2003). Penduduk Kecamatan Sungai Kakap berdasarkan hasil sensus tahun 2006 berjumlah 94.965 jiwa (20.970 KK), yang terdiri dari 52.343 jiwa laki-laki dan 42.622 jiwa perempuan. Kepadatan penduduk rata-rata di Kecamatan ini adalah 5,3 jiwa/km2. Penduduk yang bertempat tinggal di Kecamatan Sungai Kakap terdiri dari berbagai etnis, seperti Melayu, Bugis, Jawa, Madura, Dayak, Bali, Sunda, Batak dan Cina. Sebagian besar penduduk merupakan usia produktif, yaitu 51.739 jiwa dan 33.226 jiwa rata-rata berada pada usia tidak produktif. Mata pencaharian penduduk di Kecamatan Sungai Kakap terdiri dari petani tanaman pangan 21.850 jiwa, petani tanaman perkebunan 6.180 jiwa, peternak 1.591 jiwa, nelayan 1.076 jiwa dan mata pencaharian lain berjumlah 2.850 jiwa. Desa Sungai Itik merupakan salah satu dari 12 desa yang ada di Kecamatan Sungai Kakap. Desa ini merupakan desa pertama di Provinsi Kalimantan Barat yang ditetapkan sebagai lokasi pengembangan program Prima Tani. Luas Desa Sungai Itik sekitar 1800 hektar yang meliputi 3 dusun, yaitu dusun Mawar, dusun Melati dan dusun Cempaka. Desa ini memiliki topografi
38
datar dan merata pada ketiga dusunnya dengan ketinggian tempat 0 – 2 m dpl. Lahan di desa ini memiliki jenis tanah alluvial dan didominasi oleh lahan sulfat masam bersulfida dangkal dengan kedalaman pirit berkisar antara 45 hingga 50 cm yang belum teroksidasi serta memiliki kesuburan tanah rendah sampai sedang. Desa
Sungai Itik mempunyai aksesibiltas yang cukup baik, berjarak
sekitar 3 km dari Kecamatan Sungai Kakap dengan infrastruktur jalannya beraspal dan sebagian masih jalan tanah dengan waktu tempuh sekitar 20 menit dari ibukota Kecamatan. Jarak dari Desa Sungai Itik ke kota Provinsi (Pontianak) sekitar 20 km dengan waktu tempuh sekitar 1 jam. Jarak dari Desa ke Kota Kabupaten (Mempawah) sekitar 90 km, dengan waktu tempuh sekitar 3 jam. Untuk mencapai kota Pontianak dan kota Mempawah dari Kecamatan Sungai Kakap dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan umum (oplet dan bis), sedangkan untuk masuk ke Desa Sungai Itik tidak ada kendaraan umum, penduduk biasanya menggunakan sepeda motor, sepeda atau berjalan kaki. Penduduk Desa Sungai Itik berjumlah
4.645 jiwa. Berdasarkan umur
penduduk, golongan umur 1–10 tahun sebanyak 377 orang, 11-20 tahun sebanyak 847 jiwa, 21–30 tahun sebanyak 1.465 jiwa, 31–40 tahun sebanyak 902 jiwa, 41-50 tahun sebanyak 769 jiwag 51-60 tahun sebanyak 75 jiwa dan di atas 60 tahun sebanyak 50 jiwa. Jika dilihat dari tingkat pendidikan, Penduduk Sungai Itik sebagaian besar tidak/belum sekolah yaitu sekitar 39,37 persen dari jumlah penduduk, tamat SD 19 persen, SLTP 26 persen, SLTA 15 persen serta Akademi (diploma) 1 persen. Dilihat dari jenjang tingkat pendidikan, diharapkan penduduk cukup mampu untuk menerima inovasi yang akan diberikan. Jika dilihat dari mata pencaharian, sebagian besar adalah petani yaitu sekitar 2.209 orang atau 47,56 persen. Selain petani, ada juga pegawai, pedagang, tukang dan lain-lain. Desa Sungai Itik merupakan salah satu desa dengan lahan pasang surut yang potensial untuk pengembangan agribisnis pedesaan, karena memiliki kondisi lahan yang cukup baik dan lokasi strategis, maka memerlukan pengelolaan sumberdaya yang lebih baik. Sumber pengairan di desa ini dipengaruhi oleh gerakan pasang surut air laut dengan kategori tipe luapan sebagian besar merupakan tipe B artinya merupakan daerah yang hanya terluapi oleh pasang surutnya air laut pada saat pasang air cukup besar. Selain itu terdapat juga daerah
39
pasang tipe luapan A terutama sepanjang sungai itik yang dekat dengan wilayah ibukota Kecamatan. Masuknya air pasang ke lahan-lahan pertanian di wilayah ini selain dari Sungai Kakap juga dari berbagai saluran/parit yang telah di bangun. Desa Sungai Itik hanya berjarak sekitar 2 km dari sungai Kakap dan 6 km dari sungai Kapuas. Berdasarkan data Cabang Dinas Pertanian Sungai Kakap (2003), Desa Sungai Itik memiliki potensi lahan sawah seluas 1.643 hektar, lahan kering 1.126 hektar. Dari luas lahan pasang surut, lahan fungsional yang dapat digunakan adalah 950 hektar sedangkan lahan kering yang fungsional sebesar 975 hektar. Dari 950 hektar lahan sawah fungsional, telah dimanfaatkan seluruhnya untuk tanaman padi terutama pada musim rendengan. Pada musim kemarau dua tahun terakhir ini hampir seluruh lahan sawah yang ada telah dimanfaatkan untuk menanam padi. Sedangkan 975 hektar lahan kering fungsional, 829 hektar digunakan untuk kebun campuran (kelapa, pisang, pinang). Dari 829 hektar kebun campuran, 600 hektar di antaranya ditanami kelapa sedangkan sisanya tanaman perkebunan lain seperti pisang, pinang dan lain-lain. Lahan di dusun Mawar merupakan areal perkebunan kelapa, sedangkan dusun Melati dan Cempaka merupakan areal tanaman pangan. Dusun Cempaka mempunyai areal persawahan yang terluas dan merupakan penghasil beras yang utama bagi Desa Sungai Itik. Dusun Melati meskipun cukup banyak areal persawahannya, namun sebagian lahan di dusun ini ditanami kelapa. Berbeda dengan dua dusun lainnya, potensi lahan di dusun Mawar adalah kebun kelapa dan menjadi mata pencaharian utama bagi penduduk di dusun ini. Deskripsi Prima Tani di Desa Sungai Itik Prima Tani merupakan Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian, yang dilaksanakan secara partisipatif oleh semua pemangku kepentingan pembangunan pertanian, dalam bentuk laboratorium agribisnis. Prima Tani dilaksanakan selama 5 tahun mulai tahun 2005 sampai dengan tahun 2009, dengan mengambil lokasi di 14 Provinsi mencakup 21 Laboratorium Agribisnis. Pada tahun 2006 dan 2007, Prima Tani dimulai pula di provinsi-provinsi lain, sehingga di setiap provinsi akan ada kegiatan Prima Tani.
40
Prima Tani pada tahun anggaran 2005–2009 difokuskan di 3 (tiga) agroekosistem yaitu: (1) agroekosistem lahan sawah, (2) agroekosistem lahan kering, dan (3) lahan rawa pasang surut. Salah satu wilayah di Indonesia yang dijadikan lokasi Prima Tani pada tahun 2005 adalah Propinsi Kalimantan Barat dengan lokasi di Desa Sungai Itik Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Pontianak. Desa Sungai Itik merupakan salah satu Desa dengan Sub Agroekosistem lahan rawa, dimana lahan ini mempunyai karakteristik berupa rawa yang dipengaruhi oleh pasang-surut air laut, terletak di dataran pantai, dengan tanah gambut atau mineral atau campuran keduanya. Model usahatani yang dikembangkan di Desa Sungai Itik merupakan model renovasi/lanjutan dari model agribisnis yang ada, sehingga pada akhirnya mencerminkan revitalisasi inovasi yang ada pada sistem dan usaha agribisnis saat ini. Prinsip dasar yang dikembangkan dalam model ini adalah: (1) reinventing system dan usaha agribisnis yang ada melalui reformasi sistem, usaha, pelayanan publik dan kelembagaan; (2) renovasi dan revitalisasi teknologi dan kelembagaan. Rancangan model inovasi yang dibangun berpijak pada kondisi sistem dan usaha agribisnis yang ada. Sebelum masuknya Prima Tani di Desa Sungai Itik Kecamatan Sungai Kakap, Pemda Kalimantan Barat telah mengembangkan Program Kawasan Usaha Agribisnis Terpadu (KUAT) sebagai platform pembangunan pertanian di Propinsi Kalimantan Barat. Salah satu wilayah yang dicanangkan adalah Kecamatan Sungai Kakap. Dengan pengembangan KUAT ini diharapkan dapat tumbuh dengan cepat suatu kawasan sentra agribisnis. Konsep pembangunan kawasan ini adalah keterpaduan yang berorientasi pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani. Sementara itu Badan Penelitian dan Pengembangan pertanian melalui BPTP Propinsi Kalimantan Barat mengembangkan program penelitian utamanya yaitu Prima Tani yang juga ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat pertanian melalui percepatan adopsi inovasi pertanian. Oleh karena itu Prima Tani di Propinsi Kalimantan Barat diposisikan untuk mendukung program pengembangan KUAT, dimana kontribusinya difokuskan pada perumusan dan diseminasi inovasi pertanian yang sesuai dengan agroekosistem daerah atau target kawasan pengembangan.
41
Dengan konsep keterpaduan yang berorientasi pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan diharapkan pada tahun 2008 pendapatan petani dapat mencapai USD 1.000/kapita/tahun. Agar harapan tersebut dapat tercapai maka melalui kegiatan Prima Tani diimplementasikanlah berbagai komoditi dalam bentuk usahatani terpadu (tanaman, ternak dan ikan) dalam kawasan sentra agribisnis (pemasaran dan pengolahannya) serta kelembagaan pendukungnya di Desa Sungai Itik. Prima Tani mulai dilaksanakan di Desa Sungai Itik Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Pontianak pada tahun 2005. Untuk memasyarakatkan Prima Tani dalam rangka penerapan teknologi tepat guna dan pemberdayaan kelembagaan kelompok tani untuk mendukung Program Pengembangan Kawasan Usaha Agribisnis Terpadu (KUAT), maka dilakukan kegiatan sosialisasi, advokasi, dan sinkronisasi Prima Tani. Pelaksanaan kegiatan sosialisasi, advokasi, dan sinkronisasi dilaksanakan mulai dari tingkat Propinsi, Kabupaten, Kecamatan, dan Desa dengan melibatkan Dinas/Instansi terkait, antara lain yaitu Bappeda, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Dinas Perkebunan, Dinas Kehewanan dan Peternakan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Kimpraswil, Perum Bulog, BPEK, Disperindag, KTNA dan Swasta. Di Tingkat Kecamatan melibatkan Muspika, Kantor Cabang Dinas Pertanian, Tokoh masyarakat, Ketua dan pengurus kelompok tani se-Kecamatan Sungai Kakap. Sedangkan untuk tingkat desa melibatkan Kepala Desa dan Aparat Desa, tokoh masyarakat, Anggota kelompok tani Desa Sungai Itik. Sosialisasi dan advokasi kegiatan Prima Tani di Kecamatan Sungai Kakap telah dilakukan beberapa kali baik di tingkat Kecamatan (Kantor Cabang Dinas Pertanian, dan Kantor Camat Kecamatan Sungai Kakap), pada Tokoh Masyarakat dan Ketua kelompok Tani /Nelayan, juga dilakukan sosialisasi dengan judul Urun Rembug untuk Mendukung Pengembangan Kawasan Usaha Agribisnis Terpadu (KUAT) Kakap Bangkit melalui Prima Tani di Gedung Serba Guna Kecamatan Sungai Kakap tanggal 31 Januari 2005. Dari urun rembug tersebut telah dibuat oleh tokoh masyarakat dan ketua kelompok tani se-Kecamatan Sungai Kakap 18 (delapan belas) kesepakatan untuk mendukung program pengembangan KUAT
42
dan Prima Tani. Delapan belas kesepakatan tersebut (BPTP, 2005) adalah sebagai berikut: 1. Petani dan nelayan setuju dalam pengembangan kawasan usaha agribisnis terpadu dan bertekat untuk mensukseskan program KUAT dan Prima Tani. 2. Pemerintah
Daerah,
Dinas
terkait,
dan
Swasta/Pengusaha
bersedia
memberikan pembinaan dan bimbingan kepada petani dan nelayan untuk berusahatani agar pendapatan petani dan nelayan meningkat. 3. Petani dan nelayan bersedia secara aktif dan partisipatif dengan dibantu dan didukung oleh Pemerintah Daerah dan Instansi terkait dalam berusahatani yang baik seperti: •
Pengelolaan tata air mikro
•
Pengunaan varietas unggul bermutu/berlabel, pemupukan berimbang, pemanfaatan/penggunaan Alsintan dalam pengolahan tanah, penyiangan, panen dan pasca panen.
•
Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu melalui SL-PHT dan kegiatan pelatihan lainnya.
•
Beternak sapi, ayam, ikan, dan kambing yang baik.
4. Petani dan nelayan bersedia meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dengan mengikuti kursus, magang dan lain-lain. 5. Petani dan nelayan bersedia berkelompok dan secara partisipatif memajukan kelompoknya yang dibina oleh Dinas terkait, BPTP, dan KTNA. 6. Perlu peningkatan harga komoditas padi, kelapa, sayuran dengan perbaikan mutu dengan adanya standarisasi harga dan informasi melalui media massa yang cepat dan akurat. 7. Perbaikan sarana transportasi, pengerasan dan pengaspalan jalan 8. Perlu adanya kebijakan/keputusan tertulis dari Camat / Dinas terkait mengenai hak untuk menggarap lahan milik orang luar yang dianggap lahan tidur untuk digarap 2 (dua) kali setahun. 9. Perlu ada demplot untuk percontohan usahatani terpadu (padi, ternak sapi, ikan dan sayuran) yang mampu meningkatkan pendapatan petani. 10. Perlu dibangun kios pertanian untuk mendukung kegiatan usahatani 11. Perlu tambahan hasil sampingan seperti dari hasil penggilingan padi (dedak,
43
menir dll) dan ternak (pupuk organik). 12. Petani perlu modal untuk usahatani padi, kelapa, sayuran maupun ternak, sehingga perlu pembentukan kelompok usaha agribisnis dan klinik agribisnis. 13. Perlu jaminan harga dari pemerintah untuk komoditas pertanian melalui pengembangan kemitraan dengan swasta termasuk Perum Bulog. 14. Perlu peningkatan sumberdaya manusia dengan penyelenggaraan magang latihan dan sekolah lapang bagi petani dan petugas. 15. Untuk meningkatkan pendapatan petani nelayan hingga mencapai US$ 1000/KK/tahun secara bertahap, maka perlu percontohan (Demplot/Lab. Agribisnis) terpadu skala luas 100 Hektar yang dilaksanakan oleh petani secara partisipasi bersama–sama dengan BPTP, petugas Dinas, swasta dan Instansi terkait lainnya. 16. Perlu teknologi penyimpanan dan pengemasan langsat sehingga harga langsat stabil, BPTP berperan dalam menyediakan teknologi tersebut. 17. Kemitraan dengan swasta dan Perusda perlu dilaksanakan agar petani mendapatkan jaminan harga komoditas pertanian. 18. Perlu pelatihan manajemen agribisnis bagi petani dengan memanfaatkan fasilitas klinik agribisnis yang akan dibangun di Sungai Kakap. Menindaklanjuti sosialisasi dan advokasi di tingkat Kecamatan tersebut, tahap selanjutnya dilakukan kegiatan sosialisasi di tigkat desa, yaitu di Desa Sungai Itik sebagai desa yang ditetapkan sebagai lokasi Prima Tani. Setelah dilakukan tahapan sosialisasi dan advokasi selanjutnya dilakukan kegiatan PRA (Participatory Rural Appraisal), merupakan teknik pengumpulan informasi dan pengenalan kebutuhan masyarakat, dimana dalam prosesnya akan melibatkan masyarakat secara langsung. Pelaksanaan PRA ditujukan untuk mengumpulkan dan menganalisis berbagai informasi yang dibutuhkan dalam rangka perancangan jenis-jenis inovasi yang akan dikembangkan (BPTP, 2006). Luas sawah di Desa Sungai Itik sekitar 950 hektar dan sebagaian besar mata pencaharian penduduk dari padi sawah dan kelapa. Berdasarkan hasil PRA tahun 2005, permasalahan yang dijumpai pada daerah yang berbasis padi adalah rendahnya produktivitas dan pendapatan petani karena belum optimalnya pemanfaatan lahan dan tenaga. Sedangkan untuk daerah yang berbasis kelapa
44
permasalahan yang dihadapi secara umum yaitu rendahnya produktivitas, harga jual kelapa dan produk olahannya (BPTP Kalbar, 2005).
Peningkatkan
produktivitas padi dilakukan dengan perbaikan budidaya dan pasca panen, sedangkan peningkatan pendapatan dilakukan dengan usahatani terpadu, dalam hal ini yang menguntungkan adalah padi, sapi dan ikan juga dengan pengolahan produk pertaniannya. Untuk meningkatkan produktivitas kelapa dilakukan dengan perbaikan teknik budidayanya dan pasca panen serta pengolahan sampingannya. Hingga saat penelitian ini dilakukan, usahatani yang dikembangkan dalam Prima Tani di Desa Sungai Itik adalah usahatani yang berbasis padi yang merupakan model usahatani lanjutan yang telah dilaksanakan pada tahun 2005, sedangkan usahatani yang berbasis kelapa masih dalam taraf identifikasi permasalahan dan kebutuhan teknologi. Model usahatani yang dikembangkan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Model Usahatani Berbasis Padi Komoditas
Perbaikan yang dilakukan
Padi Sawah
Cara tanam, penambahan bahan organik dan hara makro, pengaturan drainase (Tata Air Mikro-TAM), PHP Bibit yang baik dan cukup umur, pemberian pakan hijauan dan jerami fermentasi dalam jumlah yang cukup (15% dari bobot badan hidup), kandang kelompok, sistem perkawinan yang tepat, pakan tambahan saat laktasi Jenis ikan sesuai (nila, lele), perbaikan kualitas tanah & air, pemberian pakan tambahan, padat tebar yang sesuai Budidaya Cabe rawit, tomat dan terong
Sapi Induk (awal 2 ekor induk, akhir 10 ekor induk) Ikan kolam (300 m2, 2 kali/th) dan karamba Sayuran Paskapanen Padi (Rice Milling Unit)
Persiapan bahan baku, pembuatan beras pecah kulit, pembuatan beras sosoh, poses produksi beras kristal, Proses pengemasan dan proses penyimpanan
Sumber : BPTP Kalbar, 2006.
Berdasarkan hasil PRA 2005, kelembagaan yang sudah ada di Sungai Itik sudah cukup lengkap, seperti pemerintah desa, kelompok tani, poliklinik desa, mesjid, RMU (lembaga pengolahan hasil), dan pasar yang cukup berperan, sedangkan PPL (lembaga penyuluhan), UPJA (lembaga alsintan) dan Credit Union (lembaga permodalan) perlu ditingkatkan peranannya agar lebih bermanfaat bagi petani. Sedangkan untuk lembaga sarana produksi (kios saprodi)
45
berada diluar Desa Sungai Itik adalah 2 km dari Sungai Itik (BPTP Kalbar, 2005). Sedangkan Klinik Agribisnis pada saat penelitian telah dapat dibangun secara gotong-royong oleh petani dan telah digunakan untuk berbagai kegiatan pertemuan. Karakteristik Petani Petani yang terpilih menjadi sampel penelitian adalah petani yang tergabung dalam kelompok tani. Karakteristik individu petani yang diamati meliputi: usia, pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman berusaha tani, motivasi, tingkat pendapatan, luas pemilikan lahan dan keanggotaan dalam kelompok tani. Deskripsi mengenai karakteristik individu ini lebih jelas tercantum dalam Tabel 4. Petani yang mengikuti Prima Tani adalah petani dengan umur yang masih produktif dengan kisaran umur antara 15-64 tahun. Usia produktif dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu produktif muda antara umur 15–39 tahun dan produktif tua, antara 40–64 tahun. Dengan usia yang masih produktif diharapkan petani dapat menyerap berbagai informasi dan inovasi sehingga teknologi inovatif yang didesiminasikan dalam Prima Tani dapat diterapkan dilahan usahataninya dan
tujuan
dikembangkannya
model
usahatani
terpadu
dalam
rangka
meningkatkan pendapatan petani dapat tercapai. Tingkat pendidikan petani yang mengikuti Prima Tani relatif rendah (Tabel 4). Pendidikan petani 66 persen berpendidikan Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah. Sedangkan berpendidikan SMP/Madrasah Tsanawiyah berjumlah 22 persen dan SMA/Madrasah Aliyah berjumlah 10 persen. Rendahnya tingkat pendidikan petani hendaknya perlu dicermati oleh Tim pembina di lapangan agar proses komunikasi antara petani dengan penyuluh dan Tim Prima Tani dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan, sehingga apa yang direncanakan dan dilaksanakan dalam Prima Tani dapat tercapai. Pembina di lapangan perlu memperhatikan kemampuan petani dalam menyerap berbagai materi pengetahuan yang disampaikan, disamping itu pembina di lapangan diharapkan dapat mengemas dan menyampaikan informasi secara sederhana dan menarik sehingga dapat dipahami dan dilaksanakan oleh petani.
46
Tabel 4 Karakteristik Individu Petani Karakteristi Individu Usia ( tahun ) 15 – 39 40 – 64 > 65 Pendidikan Tidak sekolah SD/ Madrasah Ibtidiyah SMP/ Madrasah Tsanawiyah SMA/ Madrasah Aliyah Pendidikan non formal/ Kursus kursus Tidak pernah 1kali 2 kali Lebih dari 3 kali Pengalaman berusaha tani 1 – 10 11 - 20 21 – 30 31 – 40 > 40 Motivasi 0 - 1 1,1 - 2 2,1 - 3 Luas pemilikan lahan 2.500 m2– 5000 m2 5001 m2 - 10.000 m2 10.001 m2 – 15.000 m2 15.001 m2 – 20.000 m2 20.001 m2 – 30.000 m2 Pendapatan perbulan (Rp) 150.000 – 500.000 501.000 - 750.000 751.000 - 1.000.000 1.000.001 – 1.500.000 > 1.500.000 Keanggotaan dalam kelompok tani Kedudukan dalam kelompok Ketua kelompok Sekretaris/ Bendahara Anggota Lama menjadi anggota kelompok 1–5 6 – 10 11 - 15 16 – 20 > 20 Keterangan: Jumlah sampel (n) =100
% 67 33 0 2 66 22 10 77 13 5 5 41 41 14 3 1 1 27 72 2 14 43 23 18 8 22 8 40 22 10 10 80 47 21 14 6 12
47
Tabel 4 menunjukkan bahwa sebanyak 77 persen petani tidak pernah mengikuti pelatihan/kursus apapun. Sedangkan 23 persen petani menyatakan pernah mengikuti pelatihan ataupun kursus, dengan rincian 13 petani hanya mengikuti pelatihan kursus sebanyak 1 kali, 5 orang petani pernah mengikuti kursus 2 kali dan 5 orang petani lebih dari 3 kali. Petani yang mengikuti kursus lebih dari 1 kali pada umumnya adalah pengurus kelompok. Dipilihnya pengurus kelompok untuk mengikuti kursus karena diharapkan mereka dapat menjadi motivator
dan
menyebarkan
pengetahuan
yang
telah
didapat
melalui
pelatihan/kursus kepada anggotanya. Penyelenggara pelatihan/ kursus adalah dari Dinas Instansi terkait baik dari Propinsi dan Kabupaten. Jenis pelatihan yang pernah diikuti responden dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Jenis Pelatihan/ Kursus yang pernah diikuti Petani Jenis pelatihan/ Kursus Pembuatan pupuk/ bokasi Pembuatan pakan ternak/ Fermentasi Tata air mikro Peningkatan usahatani Alsintan/ Perbengkelan
Petani yang pernah mengikuti 6 4 4 3 5
Penyelenggara BPTP Kalbar BPTP Kalbar dan Dinas Peternakan Dinas pertanian dan PU Distan dan BPTP Distan Prop, Distan Kab dan Disperindag prop Dinas pertanian prop,Dinas Perkebunan
SLPHT
12
Pemupukan tanaman/ penggunaan BWD
2
Penyuluh, BPTP
Penggunaan Pestisida
3
Swasta/ Perusahaan
Petani yang pernah mengikuti pelatihan/kursus merupakan petani kooperator,
karena
diharapkan
dapat
menyebarluaskan
informasi
yang
diterimanya kepada petani lainnya. Oleh karena itu perlu dikaji apakah petani yang pernah mengikuti pelatihan/kursus lebih banyak terlibat dalam proses komunikasi partisipatif atau tidak dan apakah tingkat pengetahuan, sikap dan perilakunya lebih baik dari petani yang tidak pernah mengikuti pelatihan/kursus. Perbandingan petani yang pernah mengikuti pelatihan/kursus dengan yang tidak pernah pelatihan/kursus berdasarkan strata dihubungkan dengan peubah lain dapat dilihat pada Tabel 6.
48
Tabel 6 Keadaan Petani yang pernah mengikuti Pelatihan/Kursus dengan Petani yang tidak pernah mengikuti Pelatihan/Kursus Karakteristik petani Usia ( tahun ) 15 – 39 40 – 64 > 65 Pendidikan Tidak sekolah SD/ Madrasah Ibtidiyah SMP/ Madrasah Tsanawiyah SMA/ Madrasah Aliyah Pengalaman berusaha tani 1 – 10 11 - 20 21 – 30 31 – 40 > 40 Motivasi 0 - 1 1,1 - 2 2,1 - 3 Luas pemilikan lahan 2 2 2.500 m – 5000 m 5001 m2 - 10.000 m2 10.001 m2 – 15.000 m2 15.001 m2 – 20.000 m2 20.001 m2 – 30.000 m2 Pendapatan sebulan (Rp) 150.000 – 500.000 501.000 - 750.000 751.000 - 1.000.000 1.000.001 – 1.500.000 > 1.500.000 Keanggotaan dalam kelompok tani Kedudukan dalam kelompok Ketua kelompok Sekretaris/ Bendahara Anggota Lama menjadi anggota kelompok 1–5 6 – 10 11 - 15 16 – 20 > 20
Petani yang pernah Pelatihan/Kursus
Petani yang tidak pernah Pelatihan/Kursus
15 8 -
52 25 -
12 8 3
2 54 14 7
7 11 3 2 -
34 30 11 1 1
4 19
1 23 53
3 11 5 4
2 11 32 17 14
3 1 7 10 2
5 21 6 30 20
5 4 14
5 6 66
10 4 4 5 -
37 17 10 1 12
Keterangan: Jumlah sampel (n) = 100
Berdasarkan dari sebaran data (Tabel 6) karakteristik petani yang pernah mengikuti
pelatihan/kursus
dan
petani
yang
tidak
pernah
mengikuti
pelatihan/kursus tidak ada perbedaan yang nyata antara keduanya. Hal ini didasarkan pada tujuan diberikannya pelatihan/ kursus, petani yang pernah kursus diharapkan selain dapat menerapkan materi yang diterimanya dari pelatihan/
49
kursus
di
lahan
menyebarluaskan
usahatani informasi
yang yang
dikelolanya, diterimanya
juga kepada
diharapkan petani
dapat
lain
di
lingkungannya. Petani yang mengikuti Prima Tani mempunyai motivasi yang tinggi untuk mengikuti model usahatani terpadu yang dikembangkan dalam Prima Tani. Dengan mengacu pada hierarkhi kebutuhan yang dikemukakan oleh Abraham Maslow, meliputi: kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri, maka diperoleh gambaran tentang motivasi petani dalam mengikuti model usahatani yang dikembangkan dalam Prima Tani. Tabel 4 menunjukkan, bahwa hampir sebagian besar responden sangat tertarik (2,1-3) yaitu sebesar 72 persen dan tertarik (1,1-2) sebesar 27 persen untuk mengikuti Prima Tani, sedangkan 1 persen tidak tertarik. Ketertarikan petani karena Prima Tani merupakan hal yang baru dan petani berharap dengan adanya Prima Tani ini dapat meningkatkan pendapatannya. Luas lahan yang dimiliki oleh petani (Tabel 4) dalam melakukan kegiatan usahatannya bervariasi. Lahan terkecil yang dimiliki oleh petani adalah 2.500 m2 dan terluas adalah 30.000 m2. Sebagian besar petani dalam penelitian ini memiliki lahan berkisar antara 2500–30.000 m2. Lahan yang ada pada umumnya digunakan untuk bercocok tanam padi. Sebagian besar petani di Desa Sungai Itik telah menerapkan pola dua kali tanam dalam satu tahun yaitu musim rendengan dan musim gadu. Pendapatan petani responden dalam satu bulan terakhir berkisar antara Rp. 150.000- 2.000.000,-. Pendapatan terbesar petani responden dalam mengelola usahataninya terbesar berada pada kisaran Rp.1.000.000-1.500.000,- perbulan dengan proporsi sebesar 40 persen. Perbedaan pendapatan diantara responden disebabkan karena perbedaan luas lahan usahatani yang dikelolanya, sehingga akan mempengaruhi penghasilan setiap petani. Tabel 4 menunjukkan bahwa petani responden adalah petani yang menjadi anggota kelompok tani sebanyak 80 persen, sedangkan proporsi untuk pengurus yang terdiri dari ketua dan sekretaris/bendahara kelompok tani masing-masing sebanyak 10 persen. Keanggotaan petani dalam kelompok tani terbesar pada
50
kisaran 1–5 tahun dengan proporsi sebanyak 47 persen. Sedangkan yang terlama adalah lebih dari 20 tahun menjadi anggota kelompok tani sebanyak 12 persen. Komunikasi Partisipatif dalam Pelaksanaan Prima Tani Prima Tani di Desa Sungai Itik dilaksanakan secara partisipatif dengan melibatkan BPTP dan Dinas instansi terkait mulai dari tingkat Propinsi, Kabupaten dan Kecamatan, dengan sasarannya adalah petani. Seluruh Dinas/Instansi dan Swasta diharapkan dapat turut serta berperan aktif dalam pelaksanaan Prima Tani di lokasi secara bersama-sama dengan petani sebagai sasaran program. Disamping itu Prima Tani yang dilaksanakan di Desa Sungai Itik ditujukan untuk memperoleh karakteristik teknologi tepat guna yang lokal spesifik. Oleh karena itu apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan petani menjadi prioritas utama. Komunikasi partisipatif dalam pelaksanaan Prima Tani antara Tim dari Prima Tani dengan petani dilakukan untuk mengetahui apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan petani sehingga dapat dijadikan sebagai acuan dalam merencanakan inovasi teknologi pertanian yang sesuai dengan karakteristik lokal spesifik dan petani penggunanya. Dengan demikian, terjadi suatu proses komunikasi yang bersifat sirkuler yaitu petani memberikan umpan balik kepada narasumber dalam hal ini Tim yang tergabung dalam Prima Tani, selanjutnya dibuatlah suatu kesepakatan sesuai dengan umpan balik yang disampaikan untuk dilaksanakan bersama-sama di lapangan antara Tim Prima Tani dengan petani. Tahapan yang perlu dilaksanakan dalam komunikasi partisipatif dalam Prima Tani adalah sebagai berikut: Penumbuhan Ide Penumbuhan
ide
merupakan
suatu
proses
atau
kegiatan
dalam
mensosialisasikan dan memperkenalkan Prima Tani kepada masyarakat tani, untuk memperoleh masukan dan keinginan serta dukungan petani terhadap Prima Tani. Sosialisasi ini selain bertujuan untuk mengenalkan Prima Tani yang dilaksanakan di desa juga untuk menumbuhkan ide apa sebenarnya yang di inginkan berkaitan dengan usahatani yang dijalaninya. Dalam sosialisasi ini selain menjelaskan tentang Prima Tani dan keikutsertaan petani sehingga petani paham
51
pentingnya Prima Tani, dari proses ini diharapkan akan timbul ide atau gagasan berkaitan
dengan
apa
yang
diinginkan
dan
dibutuhkan,
serta
dapat
mengungkapkan berbagai permasalahan usahatani yang dijalaninya. Gambaran penumbuhan ide pada petani dalam rangka pelaksanaan Prima Tani dapat dilihat dari bagaimana respons dan keterlibatan petani dalam proses penumbuhan ide yang dilaksanakan di desa. Respons petani ini dapat dilihat dari bagaimana kehadiran petani dalam sosialisasi tentang Prima Tani, bagaimana upaya mereka dalam mendengarkan dan memahami penjelasan tentang Prima Tani, bagaimana proses komunikasi partisipatif berlangsung yang dapat dilihat dari respons petani pada saat diberikan kesempatan mengajukan pertanyaan, bagaimana keterlibatan petani dalam turut memberikan usul, saran dan masukan sesuai dengan permasalahan dan keinginan petani serta dukungan petani dalam pelaksanaan Prima Tani. Keterlibatan petani berkaitan dengan penumbuhan ide dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Keterlibatan Petani dalam Penumbuhan Ide No
Pernyataan
Rata-rata skor
1.
Menghadiri sosialisasi Prima Tani
3,79
2.
Mendengarkan dan berusaha memahami penjelasan Prima Tani
3,77
3.
Petani diberikan kesempatan bertanya
4,09
4.
Turut memberikan masukan sesuai permasalahan dan keinginan petani
4,15
5.
Mendukung pelaksanaan Prima Tani
4,39
Rata-rata
4,03
Keterangan: n = 100
Sosialisasi tentang Prima Tani ini untuk tahun 2006 telah dilaksanakan beberapa kali, baik di tingkat kecamatan maupun di tingkat desa. Di tingkat kecamatan dihadiri oleh Tim pakar Prima Tani dari pusat serta Tim Prima Tani dari provinsi, kabupaten dan kecamatan, dalam kegiatan ini dihadiri pula oleh Kepala Desa dan Kepala Dusun serta Ketua kelompok tani yang ada di Desa Sungai Itik. Sosialisasi di Desa Sungai Itik dilaksanakan beberapa kali di tiga dusun yang ada di Desa Sungai Itik. Dalam kegiatan sosialisasi tersebut dihadiri
52
oleh Peneliti, Penyuluh dari BPTP Kalbar, UPTD Kecamatan, PPL, Pengurus kelompok tani dan petani. Dalam sosialisasi ini tidak seluruh petani hadir, berdasarkan wawancara yang penulis lakukan dengan penyuluh dari BPTP dan PPL memang pelaksanaan sosialisasi masih belum merata pelaksanaannya di tingkat petani. Dalam kegiatan sosialisasi, petani menyatakan mendengarkan dan berusaha memahami materi sosialisasi yang disampaikan. Hal ini disebabkan karena Prima Tani merupakan program yang baru sehingga petani yang hadir perlu mendapat penjelasan tentang program tersebut, terutama berkaitan dengan pola usahatani yang dijalankannya selama ini. Dalam kesempatan ini pula petani diberikan kesempatan untuk bertanya dan respons petani untuk mengajukan pertanyaan sangat tinggi. Ini menunjukkan bahwa petani sangat antusias untuk mengetahui dan memahami tentang Prima Tani yang akan dilaksanakan diwilayah nya. Dengan pahamnya petani tentang Prima Tani ini, maka diharapkan akan tumbuh dan berkembang ide baru sehingga dapat memberikan masukan dalam mengembangkan model usahatani yang sesuai dengan kondisi dan karakteristik lokal spesifik serta sesuai dengan keinginan dan kebutuhan petani. Petani menyatakan turut memberikan masukan kepada Tim Prima Tani menyangkut program yang akan dilaksanakan di desa tersebut. Hal Ini menunjukkan bahwa dalam tahapan komunikasi partisipatif keterlibatan petani cukup tinggi. Sedangkan dukungan petani terhadap pelaksanaan Prima Tani di desa juga sangat tinggi. Dengan dukungan yang tinggi diharapkan program Prima Tani dapat dilaksanakan sesuai dengan harapan dan dapat mengembangkan ideide yang baru untuk mendukung Prima Tani. Tabel 7 menunjukkan bahwa keterlibatan petani dalam
komunikasi
partisipatif pada penumbuhan ide skor rata rata tinggi sebesar 4,03. Nilai ini mengindikasikan bahwa dalam proses komunikasi partisipatif pada penumbuhan ide keterlibatan petani sangat tinggi. Petani mendukung dan ikut terlibat aktif dalam tahapan proses penumbuhan ide. Perencanaan Program Perencanaan program merupakan kegiatan komunikasi partisipatif dalam Prima Tani untuk mengidentisifikasi suatu wilayah dan permasalahannya dalam
53
usahatani padi, tanaman perkebunan, hortikultura/sayuran, ternak dan ikan serta mengidentisifikasi peluang dan solusi dalam rangka menemukan model usahatani yang tepat untuk meningkatkan pendapatan petani. Keterlibatan petani dalam perencanaan program yang akan dikembangkan di desa dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Keterlibatan Petani dalam Perencanaan Program No
Pernyataan
1.
Menghadiri pendataan, identifikasi wilayah dan masalah usahatani 2. Memperhatikan pada saat dilakukan pendataan, identifikasi wilayah dan masalah usahatani 3. Petani diberikan kesempatan bertanya 4. Turut mengajukan usul dan saran pada saat pendataan, identifikasi wilayah dan masalah usahatani 5. Mendukung hasil pendataan dan identifikasi wilayah serta rencana yang akan dikembangkan Rata-rata Keterangan: n = 100
Rata-rata skor 3,63 3,58 4,18 3,76 4,26 3,88
Perencanaan program dalam Prima Tani bertujuan untuk mengetahui dan mengidentifikasi peluang dan solusi dalam merumuskan model usahatani yang yang tepat sesuai keinginan dan karakteristik lokasi Prima Tani. Untuk mengetahui bagaimana gambaran perencanaan program dalam pelaksanaan Prima Tani, maka dapat dilihat bagaimana respons dan keterlibatan petani dalam proses perencanaan yang dilaksanakan di desa. Respons petani ini dapat dilihat dari bagaimana kehadiran mereka dalam menghadiri pendataan, identifikasi wilayah serta identifikasi masalah usahatani, bagaimana perhatian petani pada saat dilakukan pendataan, bagaimana proses komunikasi partisipatif berlangsung yang dapat dilihat dari respon petani pada saat diberikan kesempatan mengajukan pertanyaan, bagaimana keterlibatan petani dalam turut memberikan usul, saran dan masukan sesuai dengan permasalahan dan keinginan petani serta bagaimana dukungan mereka terhadap hasil pendataan dan identifikasi wilayah serta rencana yang akan dikembangkan dalam pelaksanaan Prima Tani. Sebelum merencanakan program atau teknologi inovatif apa yang akan dikembangkan pada lokasi Prima Tani (Desa Sungai Itik) maka terlebih dahulu dilakukan kegiatan pendataan terhadap petani. Salah satu teknik yang
54
dipergunakan untuk pengumpulan informasi dan pengenalan kebutuhan masyarakat yang melibatkan secara langsung dan aktif partisipasi masyarakat adalah melalui pemahaman secara partisipatif (Participatory Rural Appraisal). Metode ini ditujukan untuk mengumpulkan dan menganalisis berbagai informasi yang dibutuhkan dalam rangka perancangan jenis jenis inovasi yang akan dikembangkan. Pemahaman pedesaan secara partisipatif (Participatory Rural Appraisal) dilakukan secara intensif dan sistematis dengan melibatkan tim dari multi disiplin dan intersektor dimana anggota masyarakat/petani merupakan bagian dari pelaksanaan. Petani tidak diperlakukan sebagai obyek tetapi sebagai subyek. Seluruh komponen masyarakat berpartisipasi aktif dalam pengenalan potensi sumberdaya setempat, permasalahannya dan jenis inovasi yang dibutuhkan. Dalam kegiatan PRA yang dilaksanakan di Desa Sungai Itik dilakukan melalui beberapa tahapan antara lain: menganalisis data sekunder potensi Desa Sungai Itik, melakukan diskusi kelompok untuk memperoleh informasi dari petani dan
masyarakat
setempat
dari
berbagai
golongan,
tokoh
masyarakat,
Dinas/Instansi terkait dan PPL, serta melakukan observasi lapang Desa Sungai Itik. Berdasarkan potensi, masalah serta peluang yang ada di Desa Sungai Itik, terdapat dua komoditas yang akan dikembangkan yaitu padi dan kelapa. Pada lokasi yang berbasis padi komoditas yang akan dikembangkan adalah padi, sapi, ikan dan sayuran serta dirumuskan pula inovasi teknologi dan kelembagaan yang akan dilaksanakan. Sedangkan untuk lokasi yang berbasis kelapa ada beberapa komoditas yang potensial untuk dikembangkan yaitu kelapa, pinang, pisang dan sayuran, ayam buras, itik dan ikan. Tetapi sampai saat dilakukan penelitian pada lokasi yang berbasis kelapa masih belum berjalan karena sampai saat ini masih dalam taraf identifikasi permasalahan dan kebutuhan inovasi. Berdasarkan Tabel 8, keterlibatan petani dalam proses perencanaan model usahatani terpadu adalah tinggi. Skor rata-rata keterlibatan petani dalam perencanaan program tinggi dengan rata-rata sebesar 3,88. Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan di lapangan dengan penyuluh dan petugas lapangan lainnya dalam kegiatan perencanaan memang melibatkan hampir seluruh petani terutama pengurus kelompok tani dan orang yang dipandang mempunyai
55
pengaruh dan mampu di wilayah Desa Sungai Itik. Tetapi tidak semua petani hadir dalam kegiatan pendataan dan identifikasi, selain itu juga ada petani yang hadir dalam kegiatan tersebut tetapi mereka tidak aktif berpartisipasi dalam proses identifikasi dan perencanaan. Pelaksanaan Program yang Dihasilkan Pelaksanaan program yang dihasilkan merupakan suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan dalam rangka melaksanakan teknologi inovatif yang telah direncanakan dalam Prima Tani yaitu berupa model usahatani terpadu padi, sapi dan ikan. Pelaksanaan program yang dihasilkan bertujuan agar perencanaan yang telah dirumuskan berupa model usahatani terpadu padi, sapi dan ikan dapat dilaksanakan oleh petani. Untuk mengetahui bagaimana gambaran pelaksanaan model usahatani terpadu dalam Prima Tani, dapat dilihat bagaimana respons dan keterlibatan petani dalam proses pelaksanaan teknologi inovatif model usahatani terpadu di desa. Respons dan keterlibatan petani ini dapat dilihat dari bagaimana kehadiran mereka dalam pelatihan model usahatani terpadu, kehadirannya dalam praktek model percontohan usahatani terpadu, kehadirannya bersama penyuluh dalam melaksanakan model usahatani terpadu, perhatian yang diberikan dalam pelatihan, model percontohan dan pendampingan dalam pelaksanaan model usahatani terpadu. Untuk mengetahui bagaimana keterlibatan petani dalam proses komunikasi partisipatif pelaksanaan model usahatani terpadu dapat dilihat dari respon petani pada saat diberikan kesempatan mengajukan pertanyaan pada kegiatan pelatihan, model percontohan maupun pada saat pendampingan oleh penyuluh, bagaimana keterlibatan petani dalam memberikan usul, saran, masukan sesuai dengan permasalahan dan keinginan petani pada saat pelatihan, pelaksanaan model percontohan dan pendampingan serta bagaimana tanggapan petani terhadap apa yang menjadi keinginan mereka dalam pelaksanaan model usahatani terpadu di lahan usahataninya. Pernyataan petani berkaitan dengan keterlibatannya dalam pelaksanaan model usahatani terpadu dapat dilihat pada Tabel 9.
56
Tabel 9 Keterlibatan Petani dalam Pelaksanaan Model Usahatani Terpadu No
Pernyataan
Rata-rata
1.
Menghadiri penyampaian pelatihan model usahatani terpadu
3,75
2.
Menghadiri praktek model percontohan model usahatani terpadu Hadir bersama penyuluh melakukan kegiatan model usahatani terpadu Memperhatikan model usahatani yang disampaikan melalui pelatihan, model percontohan maupun pendampingan oleh penyuluh Petani diberikan kesempatan bertanya pada saat kegiatan pelatihan, model percontohan dan pendampingan oleh penyuluh Mengajukan pertanyaan pada saat pelatihan, model percontohan dan pendampingan oleh penyuluh Mengajukan usul dan saran pada saat pelatihan, model percontohan dan pendampingan oleh penyuluh Usul dan saran yang disampaikan oleh petani diterima dan dijadikan bahan pertimbangan penyuluh Rata-rata
3,81
3. 4. 5. 6. 7. 8.
3,75 3,78 3,96 3,73 3,87 4,10 3,84
Keterangan: n = 100
Pelaksanaan model usahatani terpadu ini diawali dengan pertemuan sistem produksi yang dihadiri oleh petani di lokasi Prima Tani. Berdasarkan informasi yang penulis peroleh dari penyuluh dan petugas lapangan dari BPTP, kegiatan pertemuan sistem produksi untuk tahun 2006 telah dilaksanakan sebanyak dua kali yaitu pada bulan Maret dan Mei 2006. Tujuan dari pertemuan ini adalah untuk mengenalkan kepada petani mengenai teknik budidaya tanaman yang baik agar mereka memahami dan selanjutnya menerapkan teknologi yang diberikan sesuai anjuran serta diharapkan dapat memperoleh umpan balik. Materi yang disampaikan dalam pertemuan sistem produksi tersebut antara lain teknologi sistem produksi berbasis padi (padi, sapi, ikan dan sayuran), meliputi materi: teknologi budidaya ikan dengan sistem kolam dan keramba, teknologi pakan dan pengkandangan pada sapi, teknologi budidaya sapi, teknologi budidaya padi di lahan pasang surut (PTT), teknologi pembuatan pupuk bokashi, teknologi pasca panen padi serta teknologi budidaya cabe rawit, tomat dan terong. Selain pertemuan sistem produksi juga dilakukan pelatihan/kursus terhadap petani, juga dilaksanakan model percontohan usahatani antara lain cara
57
tanam jajar legowo, pembuatan keramba tancap untuk pemeliharaan ikan serta sistem pengkandangan sapi yang baik. Model percontohan dipusatkan ditiap-tiap gabungan kelompok tani (Gapoktan) yang ada di Sungai Itik. Model percontohan usahatani terpadu yang dilaksanakan berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan, ternyata masih belum lengkap, belum ada percontohan petani yang melaksanakan kegiatan usahatani terpadu padi, sapi dan ikan secara lengkap. Petani hanya mengusahakan padi dan ikan atau padi dan sapi. Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang penulis lakukan selama penelitian di lokasi Prima Tani, penyuluh dan petugas dari BPTP dan petugas Dinas/Instansi terkait lainnya cukup aktif mengunjungi dan mendampingi serta melakukan pengawalan teknologi yang didiseminasikan kepada petani dalam setiap kegiatan usahatani yang dilaksanakan. Keterlibatan petani dalam komunikasi partisipatif pada pelaksanaan model usahatani terpadu adalah tinggi, hal ini dapat dilihat dari skor rata-rata petani dalam pelaksanaan program dengan rata-rata sebesar 3,84. Tingginya keterlibatan petani dalam pelaksanaan model usahatani terpadu belum menjamin bahwa apa yang disampaikan oleh penyuluh dilaksanakan oleh petani, karena terdapat faktorfaktor lain yang mempengaruhi perilaku petani dalam menerapkan suatu teknologi maupun inovasi. Salah satunya adalah kemampuan baik modal maupun SDM yang ada pada petani serta motivasi dan keinginannya Penilaian terhadap Program yang Dihasilkan Penilaian program yang dihasilkan merupakan kegiatan komunikasi yang dilakukan antara Tim Prima Tani dengan petani, dimana petani diberikan kebebasan untuk menilai model usahatani terpadu yang dilaksanakan. Untuk mengetahui bagaimana gambaran penilaian terhadap model usahatani terpadu yang dihasilkan dalam Prima Tani maka dapat dilihat bagaimana respons dan keterlibatan petani dalam melakukan penilaian terhadap program yang dilaksanakan. Respon dan keterlibatan petani ini dapat dilihat dari keaktifannya dalam melakukan peninjauan lokasi pelaksanaan model usahatani terpadu, keaktifannya dalam mendampingi penyuluh melakukan pengamatan lahan usahatani, keaktifannya dalam mengamati dan menilai lahan yang dikelolanya
58
serta keaktifannya dalam memberikan informasi dan dukungan terhadap model usahatani terpadu yang dikembangkan. Pernyataan tentang keterlibatan petani dalam melakukan penilaian terhadap program yang diimplementasikan dalam Prima Tani dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Keterlibatan Petani dalam Penilaian Program yang Dilaksanakan No
Pernyataan
1.
Pernah melakukan peninjauan lokasi pelaksanaan Prima Tani
2.
Mendampingi penyuluh melakukan pengamatan lahan usahatani Mengamati dan menilai lahan usahatani yang dikelola
3,96
4.
Memberikan informasi pelaksanaan model usahatani terpadu kepada penyuluh
3,78
5.
Mendukung model usahatani terpadu yang dikembangkan di desa
4,46
Rata-rata
3,95
3.
Rata-rata skor 3,85
3,70
Keterangan: n = 100
Keterlibatan petani dalam melakukan penilaian terhadap model usahatani yang dijalankan dilihat dari apakah mereka pernah melakukan peninjauan lokasi baik model usahatani terpadu yang dijalankannya maupun yang dilakukan petani lainnya di desa. Dengan melakukan peninjauan lokasi berarti mereka secara tidak langsung turut memberikan penilaian terhadap pelaksanaan model usaha tani yang dijalankan. Petani pada umunya pernah melakukan peninjauan lokasi pelaksanaan Prima Tani, hal ini disebabkan karena lokasi Prima Tani tidak jauh dari lingkungannya, sehingga memudahkan petani dalam melihat/meninjau model usahatani terpadu yang dilaksanakan di desa. Petani
sebagian besar aktif
mendampingi penyuluh melakukan pengamatan lahan usahatani yang dikelola. Hal ini disebabkan karena penyuluh baik yang dari BPTP maupun dari kecamatan memang sudah cukup akrab dan dikenal oleh petani, sehingga sering bertemu baik secara formal maupun informal. Petani juga
melakukan penilaian dan
pengamatan terhadap lahan usahatani yang dikelolanya. Hasil pengamatan yang dilakukan oleh petani diinformasikan juga kepada penyuluh. Pernyataan ini
59
terbukti dari informasi yang disampaikan penyuluh bahwa petani baik secara formal maupun informal selalu melakukan komunikasi dengan penyuluh menyangkut usahatani yang dijalaninya maupun menyangkut masalah-masalah lainnya. Berdasarkan uraian di atas serta Tabel 10 maka dapat dikatakan bahwa keterlibatan petani dalam melakukan penilaian program yang dihasilkan tinggi. Hal ini terbukti dan dapat dilihat dari nilai skor rata-rata petani dalam penilaian program yang sangat tinggi dengan rata-rata sebesar 3,95. Efektivitas Komunikasi Model Usahatani Terpadu Padi, Sapi dan Ikan Efektivitas komunikasi model usahatani terpadu adalah proses perubahan yang terjadi setelah melalui komunikasi partisipatif mulai dari penumbuhan ide, perencanaan program, pelaksanaan program yang dihasilkan dan penilaiaan terhadap pelaksanaan program. Efektivitas komunikasi dalam pelaksanaan Prima Tani di Desa Sungai Itik dapat digunakan sebagai salah satu indikator untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan Prima Tani yaitu dilaksanakannya komponen teknologi inovatif model usahatani terpadu padi, sapi dan ikan yang didiseminasikan dalam Prima Tani. Beranjak dari pemikiran tersebut, dalam rangka melihat sampai sejauh mana efektivitas komunikasi partisipatif dalam pelaksanaan Prima Tani, maka perlu diketahui bagaimana dampak yang ditimbulkan, meliputi aspek kognitif yaitu pengetahuan petani tentang model usahatani terpadu, aspek afektif yaitu sikap petani terhadap model usahatani terpadu serta aspek konatif yaitu penerapan model usahatani terpadu oleh petani. Pengetahuan Petani dalam Model Usahatani Terpadu Pengetahuan petani adalah unsur pembentuk perilaku petani yang berhubungan dengan masalah yang diketahuinya dan berada pada kawasan kognitif. Materi pengetahuan mengenai model usahatani terpadu yang diteliti meliputi tingkat pengetahuan petani tentang materi inovasi yang didiseminasikan kepada petani yang meliputi pengetahuan tata air mikro, pemupukan yang benar, penerapan inovasi usahatani, PHT, perlakuan pasca panen, pemanfaatan jerami, peternakan dan perikanan.
60
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan petani tentang model usahatani terpadu, diukur dengan cara mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan kriteria tersebut di atas, untuk setiap pertanyaan diberikan tiga alternatif jawaban. Dari ketiga alternatif jawaban tersebut petani memilih salah satu jawaban yang benar. Jawaban yang benar diberi nilai satu sedangkan jawaban salah diberi nilai nol. Tingkat pengetahuan petani dalam model usahatani terpadu dapat dilihat pada Tabel 11. Pengetahuan petani tentang tata air mikro cukup tinggi, petani pada umumnya mengetahui manfaat tata air mikro dan cara mengatasi keracunan kadar besi (Fe). Pengetahuan petani yang tinggi tentang tata air mikro disebabkan karena pada tahun 2005 di tingkat kelompok tani pernah dipraktekkan pembuatan tata air mikro, saat pertama kali program Prima Tani dilaksanakan tetapi hanya dilaksanakan pada kelompok binaan saja, belum merata ke seluruh kelompok tani. Pembuatan TAM dilaksanakan secara gotong-royong oleh petani. Disamping itu juga sebelum Prima Tani dilaksanakan di Desa Sungai Itik pernah dilaksanakan proyek pembuatan TAM, dimana petani melaksanakan sendiri pembuatan TAM di lahan usahataninya. Pengetahuan petani tentang pemupukan, khususnya efisiensi pemupukan juga cukup tinggi. Petani melakukan pemupukan sesuai dengan anjuran yang diberikan oleh penyuluh. Sebagian besar petani mengetahui penggunaan bagan warna daun untuk melakukan pemupukan N dan mengetahui pula penggunaan pedoman status unsur hara tanah untuk melakukan pemupukan P dan K. Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan, praktek percontohan tentang penggunaan Bagan Warna Daun (BWD) pernah dilakukan dikelompok tani, tetapi belum merata pelaksanaannya. Pedoman Bagan Warna Daun belum merata dimiliki oleh kelompok tani. Sedangkan informasi tentang pedoman status unsur hara tanah diperoleh petani dari penyuluh. Pengetahuan tentang cara tanam yang didiseminasikan dalam Prima Tani tinggi dengan skor rata-rata 3,35. Petani sudah mengetahui cara tanam jajar legowo 4:1, cara tanam yang dianjurkan dalam model usahatani terpadu, sedangkan varietas padi unggul pada umumnya petani lebih memilih varitas padi ciherang pada musim Gadu. Pemilihan varitas padi ciherang ini sesuai dengan
61
keinginan petani sendiri karena menurut petani varietas padi ini cocok ditanam pada musim kemarau (Gadu ). Pengetahuan petani tentang penggunaan pestisida hayati masih rendah. Salah satu penyebabnya adalah karena pelatihan tentang PHT khususnya tentang penggunaan pestisida hayati belum merata di tingkat petani, belum semua petani memperoleh pelatihan tentang pemanfaatan pestisida hayati. Petani pada umumnya menggunakan obat-obatan kimia dalam melakukan pemberantasan hama tanaman. Pengetahuan petani tentang perlakuan pasca panen cukup tinggi, responden mengetahui saat yang tepat untuk melakukan panen padi yaitu pada saat malai padi telah berwarna kuning dan kadar air diperkirakan sekitar 20 – 26 persen. Petani juga telah mengetahui perlakuan yang benar setelah pemanenan dan mengetahui pula perlakuan pengeringan padi yang benar. Hal ini disebabkan karena bertani merupakan pekerjaan pokok sehingga petani berpengalaman dalam pemanenan padi dan penanganan pasca panennya. Pengetahuan petani tentang pemanfaatan jerami sebagai salah satu jenis teknologi inovatif dalam model usahatani terpadu masih rendah. Petani belum mengetahui manfaat jerami melalui perlakuan fermentasi sebagai makanan ternak. Ketidaktahuan ini disebabkan pelatihan yang diberikan masih terbatas di tingkat petani. Pelatihan tentang pemanfaatan jerami dengan fermentasi pernah diberikan kepada petani pada tahun 2005 yaitu pada saat pertama kali Prima Tani dilaksanakan di Desa Sungai Itik. Pelatihan/kursus ini hanya diikuti oleh petani yang memelihara ternak khususnya sapi dengan jumlah yang terbatas. Pengetahuan petani tentang peternakan ternyata cukup tinggi walaupun ada petani tidak memelihara ternak (sapi). Pada umumnya petani mengetahui manfaat pengkandangan sapi, mengetahui perlakuan pengkandangan sapi yang benar, mengetahui pakan hijauan yang dapat diberikan kepada ternak dan mengetahui air minum sehat yang dapat diberikan pada sapi. Pengetahuan ini diperoleh petani melalui pergaulan dan interaksi dengan petani lainnya, khususnya mereka yang memelihara sapi. Disamping itu karena petani yang memelihara ternak tidak jauh dari lingkungannya sehingga petani yang tidak memelihara ternak dapat secara langsung melihat dan mengamati.
62
Tabel 11 Tingkat Pengetahuan Petani dalam Model Usahatani Terpadu No 1.
2.
3. 4. 5.
6. 7.
8.
Materi Pengetahuan
Rata-rata skor
Tata air mikro - Manfaat tata air mikro - Cara mengatasi keracun kadar besi (Fe)
4,05 4,05
Efisiensi pemupukan - Penggunaan BWD - Penggunaan pedoman status unsur hara tanah
3,7 4,6
Penerapan inovasi usaha tani - Penerapan cara tanam - Varietas padi yang di tanam PHT - Penerapan pestisida hayati Pasca panen - Saat yang tepat untuk pemanenan - Perlakuan yang benar setelah pemanenan - Perlakuan pengeringan yang benar Pemanfaatan jerami - Manfaat jerami dalam model usahatani terpadu Peternakan - Perkandangan sapi - Manfaat pengkandangan sapi - Perlakuan pengkandangan sapi - Pakan hijauan yang diberikan kepada ternak - Persyaratan air minum yang sehat Perikanan - Jenis ikan yang dianjurkan untuk dibudidayakan - Perlakuan dalam mempersiapkan pemeliharaan ikan di kolam / keramba - Jenis makanan yang tambahan dapat diberikan - Frekwensi pemberian pakan yang benar
Rata-rata Keterangan: n = 100,
3,35 4,3 2,1 3,15 4,65 4,75 1,95 4,1 3,95 4,00 4,9 4,3 4,9 4,65 3,55 3,05 3,90
Pengetahuan petani tentang perikanan cukup tinggi walaupun ada petani yang tidak memelihara ikan. Responden mengetahui jenis ikan yang dianjurkan untuk dipelihara dalam model usahatani terpadu, petani juga tahu mengenai perlakuan dalam mempersiapkan pemeliharaan ikan di kolam/keramba, petani juga mengetahui jenis pakan tambahan ikan yang dapat diberikan serta mengetahui frekwensi pemberian pakan yang benar. Seperti juga pengetahuan tentang peternakan, pengetahuan petani tentang perikanan diperoleh melalui pergaulan dan hubungan dengan petani lainnya, khususnya mereka yang memelihara ikan di kolam/keramba. Disamping itu karena petani yang
63
memelihara ternak tidak jauh dari lingkungannya maka petani yang tidak memelihara ternak dapat secara langsung melihat dan mengamati. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan petani terhadap komponen komponen teknologi inovatif model usahatani terpadu tinggi. Hal ini terbukti dan dapat dilihat dari skor rata-rata pengetahuan petani dalam model usahatani terpadu padi, sapi dan ikan yang tinggi yaitu sebesar 3,90. Sikap terhadap Model Usahatani Terpadu Sikap merupakan suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung atau memihak maupun perasaan tidak mendukung atau memihak pada obyek tersebut. Dengan demikian sikap responden terhadap teknologi inovatif model usahatani terpadu padi, sapi dan ikan dalam Prima Tani adalah bagaimana perasaan mereka terhadap model usahatani terpadu dalam Prima Tani yang dilaksanakan di desa mereka. Perasaan ini dilihat dari reaksi petani berupa dukungan maupun tidak mendukung terhadap model usahatani terpadu. Sikap petani sebagai pelaksana Prima Tani sangat menentukan keberhasilan model usahatani terpadu yang dikembangkan di Desa Sungai Itik. Sikap positif sangat diperlukan dalam semua program pembangunan, karena pelaksanaan program pembangunan keberhasilannya sangat didukung oleh sikap yang positif, dalam arti sikap yang mendukung pelaksanaan program yang dijalankan. Jika petani bersikap positif, maka petani juga cenderung akan berbuat positif, begitu juga sebaliknya bila sikapnya negatif dan tidak mendukung maka petani akan cenderung berbuat negatif dan pada akhirnya akan menghambat keberhasilan suatu program pembangunan. Untuk mengetahui bagaimana sikap responden terhadap model usahatani terpadu yang didiseminasikan dalam Prima Tani maka diajukan pertanyaan menyangkut inovasi teknologi yang dilaksanakan dalam Prima Tani. Untuk mengetahui sikap responden ini diajukan dua model pertanyaan, yaitu pertanyaan positif dan pertanyaan negatif. Sikap petani dalam Model Usahatani Terpadu dapat dilihat pada Tabel 12.
64
Tabel 12 Sikap petani terhadap Model Usahatani Terpadu No 1 2.
Sikap terhadap model usahatani terpadu Tata air mikro dapat mengurangi keracunan di lahan pasang surut Saluran kemalir/cacing digunakan untuk mengatasi keracunan Fe
Rata-rata skor 4,18 4,17
3. 4. 5. 6. 7.
Penggunaan bagan warna daun untuk melakukan pemupukan N Penggunaan peta status unsur hara tanah untuk pemupukan P dan K Varitas padi ciherang cocok dilahan pasang surut Cara tanam legowo 4:1 dapat meningkatkan populasi tanaman padi Bahan yang ada di sekitar lahan usahatani tidak dapat digunakan untuk memberantas hama tanaman 8. Pemanenan padi yang tepat pada saat padi berwarna kuning 9. Untuk memperoleh kualitas padi yang baik pemanenan tidak perlu dilakukan sampai kadar air gabah diperkirakan 20 – 26 % 10. Padi harus segera dirontok untuk memperoleh kualitas beras yang baik 11. Jerami tidak dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak 12. Agar sapi sehat dan terlindung, sapi tidak perlu dikandangkan 13. Kotoran sapi dimanfaatkan sebagai pupuk organik 14. Alas kandang menggunakan bahan yang dapat menyerap air 15. Pakan hijauan tidak perlu diberikan kepada ternak 16. Air bersih dan tidak berbau adalah air yang sehat untuk sapi 17. Ikan nila merah dan lele tidak tepat dilahan pasang surut 18. Pengendalian ikan predator dan hama pengganggu serta pengapuran dan pemupukan tidak perlu dilakukan dalam memelihara ikan di kolam/keramba 19. Ikan di kolam/ keramba, tidak perlu diberikan makanan tambahan 20. Pemberian pakan tambahan diberikan 2 kali sehari pagi dan sore Rata-rata Keterangan : n = 100
Sikap petani terhadap pelaksanaan tata air mikro sangat positif.
3,79 4,04 4,09 3,37 2,07 3,83 3,06 4,24 2,41 1,81 4,24 3,74 4,03 4,00 2,42 1,97 2,18 3,74 3,36
Petani
sangat setuju bahwa pengairan tata air mikro dapat mengurangi kadar keracunan tanaman di lahan pasang surut. Tetapi masih ada juga petani yang kurang mendukung karena menurut mereka walaupun telah dilaksanakan tata air mikro ternyata masih ada lahan petani yang tidak subur akibat keracunan Fe maupun terkena dampak air asin. Sedangkan sikap petani yang setuju dengan teknologi bahwa saluran cacing dapat mengatasi keracunan Fe juga sangat tinggi, menurut mereka teknologi saluran cacing dapat mengatasi permasalahan keracunan Fe pada tanaman padi. Sikap petani dalam menerapkan saat pemupukan yang benar berupa penggunaan BWD untuk melakukan pemupukan N tinggi walaupun kenyataannya masih banyak petani yang belum menggunakan pedoman BWD dalam melakukan pemupukan. Salah satu penyebabnya adalah Bagan Warna Daun jumlahnya masih
65
sangat terbatas dan hanya beberapa kelompok tani yang memiliki BWD tersebut. Sedangkan sikap petani yang mendukung pemupukan P dan K menggunakan peta status unsur hara tanah sangat tinggi. Informasi tentang peta status unsur hara tanah diperoleh petani dari penyuluh. Sikap petani terhadap penerapan inovasi usahatani khususnya penggunaan bibit unggul tanaman padi sangat tinggi. Petani sangat mendukung varitas padi unggul (ciherang) ditanam dilahan mereka karena sesuai dengan kondisi lahan yang digarap, walaupun masih ada petani yang menyatakan ragu-ragu atau tidak setuju terhadap penggunaan bibit unggul dalam bercocok tanam padi karena mereka sudah terbiasa menanam jenis padi lokal dan menurut mereka beras padi ciherang kalau dimasak kurang pas dengan selera mereka selama ini. Sedangkan sikap petani terhadap cara tanam legowo 4:1 tinggi. Walaupun secara ekonomi menurut petani hasilnya sama saja dengan cara tanam biasa/lalean. Oleh karena itu cara tanam legowo ini masih belum merata dilaksanakan oleh petani, hanya sebagian petani yang menerapkan cara tanam legowo 4:1. Pengukuran sikap petani tentang pemanfaatan bahan yang ada di sekitar lokasi pertanian untuk pemberantasan hama diukur dengan menggunakan pertanyaan negatif. Sikap petani dalam hal ini sedang-sedang saja, dalam arti petani tidak menolak dan juga kurang begitu mendukung pemanfaatan pestisida hayati untuk pemberantasan hama tanaman. Faktor penyebabnya antara lain karena petani sudah terbiasa melakukan pemberantasan hama dengan bahan kimia (pestisida dan sejenisnya), selain itu juga karena pelatihan tentang pestisida hayati ini masih belum merata di kalangan petani. Petani dalam menentukan saat yang tepat melakukan pemanenan padi sudah sesuai dengan apa yang dianjurkan. Pemanenan padi sudah dilakukan pada saat malai padi menguning, karena menurut petani hal itu sudah biasa dilaksanakan. Sedangkan sikap petani menyangkut upaya memperoleh kualitas beras yang baik dengan cara padi harus segera dirontok setelah pemanenan sangat tinggi. Ini artinya petani sudah mengetahui bahwa untuk memperoleh kualitas beras yang baik maka padi tidak boleh disimpan setelah pemanenan, tetapi harus dirontokkan terlebih dahulu, kemudian melalui proses pengeringan dan terakhir adalah penyimpanan. Pernyataan sikap petani tentang persyaratan kadar air yang
66
harus dipatuhi untuk melakukan pemanenan agar diperoleh kualitas beras yang baik dinyatakan dalam pertanyaan negatif. Petani menyatakan mendukung pemanenan padi dengan kadar air yang dianjurkan dengan skor rata-rata sebesar 3,06. Skor ini walaupun tinggi, tapi mengindikasikan bahwa banyak petani yang belum yakin mengenai persyaratan kadar air padi karena menurut mereka ini hanyalah perkiraan saja.
Petani belum memahami secara jelas tentang cara
pengukuran kadar air pada bulir padi. Untuk itu perlu terus disosialisasikan tentang kadar air yang tepat untuk melakukan pemanenan padi. Untuk mengetahui sikap petani tentang pemanfaatan jerami untuk pakan ternak diajukan dengan menggunakan pertanyaan negatif. Sikap petani mendukung dengan skor rata-rata sebesar 2,41 bahwa jerami tidak dapat digunakan sebagai pakan ternak. Hal ini menunjukkan sikap petani masih sedang saja, petani banyak yang belum dapat menerima bahwa dengan melakukan fermentasi, jerami dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Beberapa petani ada juga yang pernah mendengar informasi tentang pemanfaatan jerami untuk pakan ternak tetapi belum pernah melihat secara langsung. Untuk itu fermentasi jerami masih perlu terus disosialisasikan kepada petani, khususnya mereka yang memelihara ternak. Dalam rangka meningkatkan pendapatan petani dalam model usahatani terpadu juga dikembangkan usaha peternakan, yaitu selain menanam padi petani juga memelihara ternak. Ternak yang dipelihara oleh petani biasanya tidak dikandangkan dengan baik, ternak dilepas untuk mencari makanan/rumput di sekitar rumah dan lokasi pertanian mereka. Melalui penyuluhan, pelatihan maupun model percontohan dianjurkan supaya sapi dikandangkan dan diberi alas yang menyerap air agar kotorannya dapat dikumpulkan dan digunakan sebagai pupuk. Sapi juga harus diberikan pakan hijauan serta diberi air minum yang bersih dan sehat. Untuk mengetahui sikap terhadap pengetahuan ini diajukan kepada respoden pertanyaan positif dan negatif. Pertanyaan tentang pengkandangan sapi diajukan pertanyaan negatif. Sikap petani tentang pengkandangan sapi supaya sehat rendah dengan nilai rata-rata sebesar 1,81. Nilai ini mengindikasikan bahwa sebagian petani masih belum mendukung dalam mengkandangkan sapi yang dipeliharanya. Mereka lebih senang memelihara sapi dengan tidak dikandangkan
67
karena tidak perlu repot merawatnya dan memberikan pakan tambahan untuk sapi, selain itu juga banyak petani yang belum pernah memelihara ternak sapi. Sikap petani dalam hal pemanfaatan kotoran sapi untuk dipergunakan sebagai pupuk sangat tinggi dengan nilai rata-rata sebesar 4,24. Petani telah mengetahui manfaat kotoran sapi untuk dipergunakan sebagai pupuk bagi tanaman. Pengetahuan ini adalah bukan sesuatu hal yang baru bagi petani, karena mereka juga telah biasa melakukannya. Petani mengetahui bahwa kotoran sapi dapat dimanfaatkan sebagai pupuk, untuk itu kotoran sapi tersebut harus dikumpulkan terlebih dahulu. Petani setuju bahwa alas kandang harus menggunakan bahan yang menyerap air, agar sapi tetap sehat dan memudahkan dalam membersihkan kandang. Selain itu juga memudahkan untuk pengolahan menjadi pupuk kandang. Petani ada juga yang berpendapat bahwa penggunaan alas kandang tidak mutlak harus dilakukan tetapi alas kandang cukup dibuat datar dengan kemiringan tertentu sehingga mudah untuk mengumpulkan kotoran sapi dan membersihkannya. Sikap tentang pemberian pakan hijauan untuk sapi diajukan pertanyaan negatif. Petani yang menyatakan tidak setuju dengan pernyataan ini sangat tinggi, skor rata-rata sebesar 4,03. Nilai ini mengindikasikan bahwa petani mendukung penggunaan pakan hijauan untuk ternak yang mereka pelihara. Hal ini sesuai dengan kebiasaan masyarakat selama ini bahwa ternak yang dipelihara selalu diberi pakan hijauan yang diperoleh dari lingkungan sekitar mereka. Sedangkan pertanyaan mengenai pemberian air minum yang sehat diajukan pertanyaan positif. Petani yang menyetujui pernyataan ini tinggi karena hal memang sudah dilaksanakan selama ini. Dalam model usahatani terpadu juga dikembangkan usaha pemeliharaan ikan. Beberapa inovasi yang dikembangkan dalam pemeliharaan ikan diantaranya adalah jenis ikan yang dipelihara disesuaikan dengan karakteristik lokasi, perlakuan yang diberikan sebelum memasukkan bibit ikan di kolam/keramba adalah dengan melakukan pengendalian ikan predator dan hama pengganggu serta pengapuran dan pemupukan serta pemberian pakan yang tepat. Ada dua jenis pertanyaan yaitu pertanyaan positif dan negatif yang diajukan untuk mengetahui sikap responden dalam pemeliharaan ikan. Untuk jenis ikan yang sesuai dengan
68
karakteristik lokasi diajukan pertanyaan negatif. Sikap petani tentang ikan yang cocok dipelihara di lahan pasang surut sedang, dengan skor rata-rata sebesar 2,42. Ini mengindikasikan bahwa ada petani yang setuju dan tidak setuju bahwa ikan nila merah ataupun lele cocok dipelihara di tempat mereka.. Petani yang mengetahui informasi tentang ikan yang dianjurkan untuk dipelihara di lahan pasang surut, karena dijadikan sebagai model percontohan pengembangan ikan dalam keramba tancap, pernah mengikuti pelatihan dan pada umumnya tempat tinggalnya tidak jauh dari lokasi percontohan keramba tancap tersebut. Sikap dalam pengendalian ikan predator dengan cara perlakuan khusus pada kolam skor rata-ratanya rendah sebesar 1,97. Ini mengindikasikan bahwa sikap petani masih belum mendukung dalam perlakuan pengendalian ikan predator, hal ini disebabkan umumnya petani belum pernah memelihara ikan dalam keramba. Untuk jenis pakan tambahan yang sesuai untuk ikan diperoleh skor sedang, rata-rata sebesar 2,18. Hal ini disebabkan karena mereka belum menerima sosialisasi, baik melalui penyuluhan maupun pelatihan teknologi pemeliharaan ikan dalam keramba/kolam. Pelatihan yang pernah diberikan diikuti oleh peserta dengan jumlah yang masih sangat terbatas. Peserta yang pernah mengikuti pelatihan hanya petani yang dijadikan percontohan pemeliharaan ikan dalam
keramba/kolam
serta
mereka
yang
berminat
dalam
menambah
pendapatannya melalui usaha keramba/kolam ikan. Sedangkan sikap petani untuk memberikan pakan tambahan pada ikan secara terjadwal tinggi dengan skori ratarata sebesar 3,74. Hal ini mengindikasikan bahwa hampir semua petani sudah mengetahui bahwa dalam memelihara hewan, pakan tambahan perlu diberikan agar pertumbuhannya cepat dan dapat menghasilkan. Berdasarkan uraian tersebut di atas serta Tabel 12, maka dapat disimpulkan bahwa sikap petani dalam model usahatani terpadu tinggi. Hal ini terbukti dan dapat dilihat dari skor rata-rata sikap petani dalam model usahatani terpadu padi, sapi dan ikan yang tinggi sebesar 3,36. Penerapan Model Usahatani Terpadu Penerapan model usahatani terpadu adalah dilaksanakannya
model
usahatani terpadu yang dikembangkan dalam Prima Tani di Desa Sungai Itik oleh petani. Penerapan model usahatani terpadu padi, sapi dan ikan dalam Prima Tani
69
merupakan indikator bahwa komunikasi yang dilakukan dalam Prima Tani di Desa Sungai Itik efektip.
Untuk mengetahui bagaimana penerapan model
usahatani terpadu oleh petani di lokasi Prima Tani, maka diajukan beberapa pertanyaan berkaitan dengan beberapa inovasi yang dikembangkan dalam model usahatani terpadu di Desa Sungai Itik. Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian ini (Tabel 13) menunjukkan
bahwa
tingkat
penerapan
petani
terhadap
inovasi
yang
dikembangkan dalam model usahatani terpadu untuk meningkatkan pendapatan petani masih belum seluruhnya dapat dilaksanakan. Tabel 13 Penerapan Model Usahatani Terpadu No 1 2. 3. 4. 5.
Perubahan tindakan yang di lakukan
Menerapkan tata air mikro Membuat saluran kemalir/ cacing untuk mengatasi keracunan Fe Melakukan pemupukan N meng gunakan BWD Menerapkan cara tanam legowo 4:1 Melakukan pemupukan P dan K berdasarkan peta status unsur hara tanah 6. Menanam varitas padi unggul sesuai anjuran 7. Memanfaatkan pestisida hayati dalam penanggulangan hama 8. Melakukan pemanenan pada saat malai padi berwarna kuning 9. Melakukan pemanenan pada saat kadar air gabah diperkirakan 20 – 26 % 10. Menggunakan peralatan pemanenan yang tepat 11. Merontok padi segera setelah pemanenan 12. Melakukan fermentasi jerami untuk pakan ternak 13. Memelihara sapi dan dikandangkan 14. Menggunakan alas kandang dengan bahan yang menyerap air 15. Kotoran sapi dipergunakan untuk melakukan pemupukan 16. Memberi pakan hijauan pada sapi 17. Memberi air minum sapi dengan air bersih dan tidak berbau 18. Membudidayakan ikan di kolam/ keramba 19. Melakukan pembersihan, pengapuran dan pemupukan kolam 20. Selalu memberi pakan tambahan pada ikan peliharaan Rata-rata Keterangan: n = 100
Rata-rata skor 2,69 2,75 3,03 2,14 2,91 3,80 2,44 4,11 3,87 3,67 4,12 2,23 2,43 2,44 2,31 2,89 2,71 2,39 2,07 2,68 2,88
Permasalahan utama di lahan pasang surut adalah keracunan Fe dan H2S bila drainase jelek, keracunan AI dan keasaman bila lahan kekeringan serta cekaman air asin pada musim kemarau. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dibuatlah tata air mikro, dengan membuat parit keliling sebagai saluran pembuangan dan yang sangat penting adalah membuat saluran kemalir/cacing untuk megatasi keracunan besi (Fe) pada tanaman. Tingkat penerapan tata air
70
mikro oleh petani digolongkan sedang. Nilai ini mengindikasikan bahwa petani masih belum semuanya menerapkan tata air mikro dalam pengelolaan lahan pertaniannya. Berdasarkan pengamatan dilapangan, ternyata memang sebagian besar petani tidak melaksanakan tata air mikro untuk mengelola lahan usahataninya. Hal ini disebabkan karena kondisi saluran atau drainase primer dan sekunder sebagian besar tidak berfungsi dan memerlukan perbaikan. Tata air mikro dilahan usahatani petani sebagian besar kurang diperhatikan. Akibatnya petani selama ini dalam menanam padi mengandalkan tadah hujan. Sedangkan petani yang menerapkan tata air mikro, saluran atau drainase dengan baik dan berfungsi dengan lancar maka pengeloaan usahataninya dapat dilakukan selama 2 kali setahun yaitu musim gadu dan rendengan dengan penurunan keracunan Fe. Dalam mengatasi keracunan besi, petani dianjurkan untuk
membuat
saluran kemalir/cacing dilahan pertaniannya. Tingkat penerapan pembuatan saluran cacing digolongkan sedang. Ini mengindikasikan bahwa teknologi saluran cacing belum merata dilaksanakan oleh petani. Salah satu faktor penyebabnya karena ketidaktahuan mereka tentang manfaat saluran cacing, selain itu juga ada petani yang tahu tetapi mereka enggan/malas untuk membuat saluran cacing tersebut karena menurut beberapa petani setelah melakukan pengolahan lahan mereka biasanya harus segera melakukan penanaman untuk mengejar waktu tanam sehingga tidak sempat untuk membuat saluran cacing. Lahan pertanian pasang surut pada umumnya mempunyai kondisi tanah yang sangat masam, hal ini membuat sebagian unsur hara makro dan mikro kurang tersedia bagi tanaman. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka perlu dilakukan pemupukan secara berimbang dimana jenis dan dosis pupuk disesuaikan dengan kebutuhan tanaman. Inovasi yang dianjurkan kepada petani adalah dengan meningkatkan efisiensi pemupukan yang didasarkan pada hasil analisis tanah, dimana pemupukan N dilakukan dengan menggunakan pedoman Bagan Warna Daun (BWD) sesuai anjuran dari IRRI, Sedangkan pupuk P dan K didasarkan pada pedoman status hara P dan K di Desa Sungai Itik. Penerapan penggunaan BWD dikalangan petani digolongkan sedang. Ini mengindikasikan bahwa teknologi BWD masih belum merata dilaksanakan ditingkat petani. Salah satu penyebab belum meratanya penggunaan BWD ini karena alat BWD ini
71
jumlahnya sangat terbatas, berdasarkan penjelasan yang penulis peroleh dari penyuluh dan Tim Prima Tani di Desa Sungai Itik bahwa BWD sampai saat ini jumlahnya masih terbatas dan hanya dimiliki oleh 3 kelompok tani, dan alat BWD itu sendiri dipegang oleh ketua kelompok. Sedangkan penerapan penggunaan peta status unsur hara tanah untuk melakukan pemupukan P dan K dikatagorikan sedang. Hal Ini mengindikasikan bahwa pengetahuan masih belum merata dan banyak petani belum menerapkan pemupukan seperti yang dianjurkan. Salah satu faktor penyebab adalah petani belum terbiasa melakukan pemupukan seperti yang dianjurkan oleh Penyuluh maupun Tim Prima Tani selain itu juga menurut petani perlakuan pemupukan seperti itu belum dapat mereka laksanakan karena keterbatasan modal yang dimiliki. Sehingga petani banyak yang melakukan pemupukan tidak sesuai dengan anjuran penyuluh. Untuk meningkatkan populasi tanaman padi yang ditanam petani, oleh Tim Prima Tani dan penyuluh telah didiseminasikan dengan cara tanam jajar legowo
4:1. Cara tanam jajar legowo 4:1 ini merupakan salah satu komponen
dalam PTT. Penerapan cara tanam jajar legowo 4:1 dikatagorikan sedang. Ini mengindikasikan banyak petani yang belum menerapkan cara tanam seperti yang dianjurkan. Teknologi ini masih belum dapat diterima oleh petani. Penerapan teknologi legowo menurut petani masih cukup sulit, hal ini disebabkan kebiasaan petani menanam padi dengan cara lalean, dimana luas 0,5 hektar harus diselesaikan dalam setengah hari dengan 20 orang penanam, sedangkan kalau menggunakan cara tanam legowo luas 0,5 hektar bisa membutuhkan
waktu
menyelesaikan tanam yang relatif lama yaitu hampir mencapai 2 hari. Kondisi ini berdampak penambahan biaya tanam oleh petani walaupun ada peningkatan populasi tanaman. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan petani ternyata tidak ada peningkatan yang signifikan apabila menerapkan cara tanam legowo, hasilnya sama saja dengan cara tanam lalean/ biasa. Untuk meningkatkan hasil produksi tanaman padi, petani telah dianjurkan menanam varitas padi unggul. Varitas padi unggul yang ditanam petani dilokasi Prima Tani adalah Ciherang, Musi, Batanghari maupun IR 64. Pada musim gadu/ kering 2007 petani sebagian besar menanam jenis padi ciherang, hal ini disebabkan selain karena ciherang merupakan varitas padi unggul juga petani
72
mendapat bantuan benih padi dari pemerintah sehingga ada keseragaman varitas padi yang ditanam petani. Penerapan untuk menanam jenis padi unggul dikatagorikan tinggi. Ini mengindikasikan bahwa petani menggunakan bibit unggul yang dianjurkan dalam menanam padi. Berdasarkan informasi dari penyuluh petani memang mengharapkan agar setiap musim tanam dapat menggunakan bibit unggul agar hasil pertaniannya dapat meningkat. Untuk menanggulangi hama dilokasi pertanian, beberapa kelompok tani dan hamparan juga telah diberikan pelatihan pemberantasan hama pestisida hayati dengan memanfaatkan bahan bahan setempat. Petani yang memanfaatkan pestisida hayati untuk penanggulangan hama dikatagorikan sedang. Ini mengindikasikan bahwa penggunaan pestisida hayati belum semua petani melaksanakannya. Hanya beberapa petani yang memanfaatkan pestisida hayati dilahan pertaniannya, ini disebabkan karena mereka telah mendapatkan pelatihan pestisida hayati. Sedangkan petani yang belum memanfaatkan penggunaan pestisida hayati di lahan pertaniannya disebabkan selain mereka belum mendapatkan pelatihan tentang pestisida hayati juga menurut petani penggunaan pestisida hayati tidak praktis dan membutuhkan waktu yang lama. Petani lebih senang memberantas hama tanaman dengan menggunakan pestisida yang telah tersedia dipasaran. Pada saat melakukan pemanenan padi, sebagaian besar petani telah mengetahui dan melaksanakan saat yang tepat untuk melaksanakan panen yaitu malai padi telah menguning. Ini mengindikasikan bahwa sebagian besar telah melakukan pemanenan padi pada saat malai padi sudah menguning. Sedangkan untuk melakukan pemanenan petani juga memperhitungkan kadar air pada waktu panen. Informasi ini mengindikasikan bahwa petani sudah menerapkan pemanenan pada saat kadar air gabah diperkirakan sudah mencapai 20–26 persen. Peralatan yang dipergunakan pada waktu pemanenan bervariasi, ada yang masih menggunakan ani ani dan ada juga yang menggunakan arit biasa dan arit bergerigi. Petani pada umumnya telah mempergunakan peralatan yang dianjurkan pada waktu memanen padi seperti penggunaan arit bergerigi, hal ini terbukti skor jawaban petani yang digolongkan tinggi. Disisi lain upaya untuk mendapatkan kualitas beras yang baik, petani dianjurkan langsung merontokkan padi yang
73
dipanennya serta langsung mengeringkannya. Petani pada umumnya langsung merontokkan padi yang dipanennya langsung saat itu juga. Ini terbukti dari skor jawaban responden yang digolongkan sangat tinggi. Hal yang masih menjadi kendala selama ini adalah terbatasnya peralatan perontok padi. Akibatnya ada petani yang merontokkan padinya 2 atau 3 hari setelah pemanenan. Akibatnya kualitas padi menjadi jelek yang dipanen menjadi jelek. Usaha padi sawah disamping menghasilkan padi sebagai produk utama juga menghasilkan jerami. Jerami sebenarnya dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak setelah melalui proses fermentasi terlebih dahulu. Pelatihan tentang fermentasi jerami untuk pakan ternak pernah diberikan kepada petani oleh Tim Prima Tani (BPTP dan Balitnak) pada tahun 2005. Pelatihan ini diberikan dalam rangka membekali petani tentang teknologi budidaya sapi yang meliputi sistem pengkandangan, teknologi pakan, kesehatan ternak dan sistem perkawinan, karena pada tahun 2005 di sungai itik didatangkan sapi bantuan hasil kerjasama Dinas Peternakan dan Kehewanan Propinsi Kalbar dengan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Pontianak sebanyak 50 ekor.
Untuk pengembangan
selanjutnya diharapkan petani dapat memanfaatkan kotoran sapi sebagai pupuk tanaman yang mereka tanam, sedangkan jerami dapat dimanfaatkan untuk memberi makan sapi yang dipelihara petani. Penerapan fermentasi jerami untuk pakan ternak dikalangan petani dikatagorikan sedang. Ini mengindikasikan bahwa petani masih belum banyak yang melakukan pemanfaatan jerami untuk pakan ternak. Jerami dari lahan pertanian petani pada umumnya dibiarkan dilahan pertanian untuk dijadikan pupuk kompos dilahan mereka. Hal ini disebabkan karena pelatihan diberikan sangat terbatas, tidak seluruh petani/ kelompok tani menerimanya, hanya khusus kepada petani yang mendapat jatah memelihara ternak. Petani yang memelihara sapi dan dikandangkan skornya dikatagorikan sedang. Hal ini disebabkan petani hingga saat ini masih banyak yang belum memelihara
sapi
dalam
upaya
meningkatkan
pendapatan
seperti
yang
dikembangkan dalam model usahatani terpadu. Sedangkan petani yang menerapkan penggunaan alas kandang yang dapat menyerap air agar mudah dibersihkan dikatagorikan sedang. Pengetahuan ini masih belum banyak diserap
74
oleh petani karena petani banyak yang belum memelihara ternak (sapi) selain itu petani tidak pernah mendapat pelatihan/kursus tentang teknologi budidaya sapi. Permasalahan utama yang mereka hadapi sehingga petani belum memelihara sapi adalah selain karena mereka belum berpengalaman dalam memelihara sapi juga karena keterbatasan modal petani untuk membeli sapi. Akibatnya petani hanya menunggu penguliran sapi dari petani lainnya. Dalam usahatani terpadu padi, sapi dan ikan, diharapkan petani dapat menggunakan kotoran sapi yang dipeliharanya untuk melakukan pemupukan. Petani
yang
menggunakan
kotoran
sapi
untuk
melakukan
pemupukan
dikatagorikan sedang. Ini mengindikasikan bahwa petani banyak yang belum memanfaatkan penggunaan kotoran ternak untuk melakukan pemupukan Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah karena petani banyak yang belum dan tidak pernah memelihara ternak serta belum pernah pula mendapat pelatihan. Sedangkan petani yang memberikan pakan hijauan untuk sapi pada umumnya petani sudah mengetahui dan memahaminya. Penerapan untuk pemberian pakan hijauan ini digolongkan sedang. Hal ini disebabkan petani yang memelihara sapi masih terbatas. Begitu juga dalam hal memberi minum pada sapi, petani yang mengerti mendukung perilaku memberi minum sapi dengan air yang sehat dan tidak berbau karena mereka
pernah mendapatkan pembinaan dari penyuluh
peternakan, oleh karena itu skor untuk penerapan ini digolongkan sedang. Selain itu juga karena pemberian minuman terhadap ternak yang mereka pelihara memang sudah terbiasa dilakukan petani. Pada model usahatani terpadu padi, sapi dan ikan yang dikembangkan di Desa Sungai Itik, ikan yang dipelihara adalah ikan nila dan ikan lele. Ikan ini dipelihara dalam kolam pekarangan dan keramba jaring tancap di parit (saluran sekunder). Pemeliharaan ikan dikolam sudah dilakukan oleh beberapa petani dengan biaya sendiri, sedangkan pemeliharaan ikan di keramba mulai pertama kali dilakukan tahun 2005. Sebagai percontohan di pilih lima petani untuk memelihara ikan dalam keramba dengan lokasi yang menyebar di Desa Sungai Itik. Di dalam Lima (5) unit keramba ini dipelihara ikan nila merah dan ikan lele. Sampai saat penelitian ini dilakukan, terdapat peningkatan petani yang memelihara ikan dalam keramba, berdasarkan pengamatan dilapangan terdapat 10 unit keramba
75
pemeliharaan ikan milik petani disaluran sekunder. Lambannya peningkatan petani yang memelihara ikan dikeramba karena pemeliharaan ikan dikeramba memerlukan modal yang cukup besar, lain halnya memelihara ikan dikolam pekarangan rumah, modal yang dikeluarkan tidak terlalu besar. Petani yang memelihara ikan di kolam/keramba dikatagorikan sedang. Data ini mengindikasikan bahwa belum semua petani memelihara ikan sesuai dengan model usahatani terpadu yang dikembangkan di Desa Sungai Itik. Salah satu faktor penyebab adalah karena biaya untuk memelihara ikan cukup mahal, baik itu untuk membeli bibit maupun membeli makanan ikan, selain itu juga untuk memasarkan ikan peliharaan petani ini masih mengalami kesulitan. Sedangkan tindakan petani dalam mempersiapkan kolam atau kerambanya sebelum dimasukkan bibit ikan dengan melakukan pembersihan, pengapuran dan pemupukan terhadap kolam skornya sedang. Supaya ikan yang dipelihara cepat perkembangannya, petani yang memelihara ikan diharapkan dapat memberi pakan tambahan 2 kali sehari berupa pelet ikan atau makanan ikan sejenis lainnya. Petani yang memelihara ikan, juga telah memberi ikan yang dipeliharanya dengan pelet. Penerapan untuk hal ini skornya sedang. Artinya mereka memang sudah tahu bahwa agar supaya ikan cepat besar dan menghasilkan memang harus diberikan makanan tambahan. Prima Tani merupakan suatu program yang pelaksanaannya dilakukan secara partisipatif. Dengan demikian Dinas/ Instansi terkait serta swasta dituntut peran dan dukungannya untuk turut mensukseskan Prima Tani. Kenyataan di lapangan keterlibatan Dinas/ Instansi terkait serta swasta masih belum seperti yang diharapkan. Sejak pertama kali dilaksanakan tahun 2005 masih belum banyak program dari Dinas/ Instansi terkait yang diarahkan di lokasi Prima Tani. Program yang masuk untuk mendukung pelaksanaan Model usahatani terpadu dalam Prima Tani masih sangat terbatas, program yang sudah dilaksanakan di desa Sungai Itik antara lain: Bantuan benih/ bibit unggul dari Dinas Pertanian Kabupaten, Bantuan Sapi secara bergulir dari Dinas Peternakan Propinsi sebanyak 50 ekor, serta percontohan keramba tancap sebanyak 5 unit dari BPTP Kalbar, Bantuan Traktor dan Power Treser dari Dinas Pertanian Propinsi dan Kabupaten.
76
Sedangkan untuk komponen-komponen teknologi inovatif lebih banyak diberikan oleh BPTP serta penyuluh lapangan. Upaya yang dapat dilakukan agar model usahatani yang dikembangkan dilokasi Prima Tani dapat lebih ditingkatkan lagi adalah dengan lebih meningkatkan koordinasi dengan Dinas/ Instansi terkait dan swasta agar lebih dapat berperan lagi mendukung pelaksanaan Prima Tani. Dukungan tersebut dapat berupa mengarahkan program/proyek maupun permodalan sesuai bidang tugasnya masing-masing untuk dilaksanakan di desa Sungai Itik sebagai lokasi Prima Tani. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
petani yang
menerapkan teknologi inovatif dalam model usahatani terpadu sedang. Hal ini terbukti dan dapat dilihat (Tabel 13) dari
skor rata-rata penerapan model
usahatani terpadu padi, sapi dan ikan yang masuk dalam katagori sedang yaitu rata-rata 2,88 . Hubungan Karakteristik Individu Petani dengan Komunikasi Partisipatif Komunikasi partisipatif dalam Prima Tani salah satu tujuannya adalah untuk menemukan dan merumuskan model usahatani terpadu yang sesuai dengan karakteristik lokal spesifik dan keinginan petani. Petani dilibatkan secara langsung dalam proses penumbuhan ide, perencanaan, pelaksanaan dan penilaian model usahatani yang dikembangkan. Karakteristik petani akan mempengaruhi proses komunikasi partisipatif yang akan menghasilkan suatu model usahatani yang akan dilaksanakan dan dikembangkan dilokasi Prima Tani. Hubungan yang terjadi antara karakteristik petani yang meliputi usia, pendidikan, pendidikan non formal, pengalaman usahatani, motivasi, tingkat pendapatan dan keanggotaan dalam kelompok yang meliputi kedudukan dan pengalaman dengan komunikasi partisipatif dalam pelaksanaan Prima Tani yang meliputi penumbuhan ide, perencanaan, pelaksanaan dan penilaian dapat dijadikan sebagai acuan dalam rangka meningkatkan keberhasilan Prima Tani. Hal ini disebabkan karakteristik individu petani akan mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan Prima Tani dan sangat terkait dengan bagaimana proses komunikasi partisipatif yang terjadi antara Tim Prima Tani dengan petani dilokasi Prima Tani. Untuk mengetahui bagaimana hubungan kedua variabel tersebut, maka dilakukan uji dengan menggunakan analisis Korelasi Rank Spearman dan Chi Kuadrat.
Hubungan karakteristik
77
petani yang meliputi
usia, pendidikan, pendidikan non formal, pengalaman
usahatani, motivasi, tingkat pendapataan, luas pemilikan lahan dengan komunikasi partisipatif diuji dengan menggunakan analisis Rank Spearman, Sedangkan karakteristik petani yakni keanggotaan dalam kelompok dengan komunikasi partisipatif diuji dengan menggunakan analisis Chi Kuadrat. Korelasi antara karakteristik individu dengan komunikasi partisipatif dalam pelaksanaan Prima Tani dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14
Hubungan Karakteristik Individu Petani dengan Komunikasi Partisipatif dalam Pelaksanaan Prima Tani
No Karakteristik Individu Petani 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7 8.
Ket
Usia Pendidikan Pendidikan non formal Pengalaman usaha tani Motivasi Tingkat pendapatan Luas pemilikan lahan Keanggotaan dalam kelompok Kedudukan dalam kelompok Lama menjadi anggota
Komunikasi Partisipatif Dalam Pelaksanaan Prima Tani Penumbuhan Perencanaan Pelaksanaan Penilaian Ide Program Program Program 0,047 0,126 0,050 0,225* 0,143 0,042 0,100 0,006 ** ** * 0,418 0,352 0,217 0,192 0,002
0,135
-0,069
0,067
0,243* 0,175 -0,001
0,152 0,200* 0,045
0,176 0,312** 0,095
0,087 0,240* 0,049
1,342
2,650
1,393
0,859
17,614*
13,291
17,294*
13,201
= Signifikan pada taraf nyata α 0,05 = Signifikan pada taraf nyata α 0,01
Tabel 14 menunjukkan bahwa ada beberapa peubah pada korelasi antara karakteristik individu petani dengan komunikasi partisipatif dalam pelaksanaan Prima Tani yang ditolak dan ada beberapa peubah yang diterima. Usia petani tidak berhubungan nyata dengan penumbuhan ide, pelaksanaan program dan penilaian program. Artinya dalam proses komunikasi partisipatif dalam penumbuhan ide, pelaksanaan dan penilaian program tidak dipengaruhi oleh tingginya umur petani. Antara petani yang muda dengan yang tua tidak berbeda keterlibatannya dalam proses komunikasi partisipatif. Dengan demikian H1 pada korelasi antara usia dengan penumbuhan ide, pelaksanaan dan penilaian program ditolak. Sedangkan pada perencanaan program, usia petani berhubungan
78
nyata positif. Artinya dengan semakin tinggi umur petani maka semakin tinggi keterlibatannya dalam proses komunikasi partisipatif dalam turut merencanakan model usahatani yang dikembangkan di desa lokasi Prima Tani. Hal ini sesuai dengan pendapat Rakhmat (2000), bahwa umur berpengaruh pada kematangan fisik dan emosional seseorang, disamping kemampuannya dalam menyampaikan dan menerima informasi melalui program atau penumbuhan ide baru. Pendidikan petani tidak mempunyai hubungan nyata dengan semua peubah dalam komunikasi partisipatif. Artinya keterlibatan petani dalam penumbuhan ide, perencanaan program, pelaksanaan program dan penilaian program tidak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan petani. Keterlibatan petani sama saja antara petani yang mempunyai pendidikan yang rendah maupun petani dengan pendidikan yang tinggi. Dengan demikian H1 pada korelasi antara peubah pendidikan dengan penumbuhan ide, perencanaan program, pelaksanaan dan penilaian program ditolak. Pendidikan non formal berhubungan sangat nyata dengan penumbuhan ide, berhubungan sangat nyata dengan perencanaan program dan berhubungan nyata dengan pelaksanaan program. Artinya semakin banyak pendidikan non formal dalam bentuk pelatihan/ kursus dan sebagainya yang pernah diikuti petani maka keterlibatannya dalam penumbuhan ide, perencanaan program dan pelaksanaan program semakin tinggi. Sejalan dengan pernyataan Tubbs dan Moss (2000), semakin banyak pelatihan/kursus, tugas dan pengalaman yang dimiliki oleh kelompok dan para anggotanya maka akan semakin baik kinerja sebagai perseorangan dan sebagai kelompok. Dengan demikian H1 pada korelasi antara pendidikan non formal dengan penumbuhan ide, perencanaan program dan pelaksanaan program diterima. Sedangkan korelasi antara pendidikan non formal dengan penilaian program ditolak. Pengalaman usahatani tidak mempunyai hubungan nyata dengan semua peubah dalam komunikasi partisipatif. Artinya keterlibatan petani dalam penumbuhan ide, perencanaan program, pelaksanaan program dan penilaian program tidak dipengaruhi oleh pengalaman usahatani petani. Keterlibatan petani sama saja antara petani yang telah lama berusahatani dengan petani yang belum lama dalam berusahatani. Dengan demikian H1 pada korelasi antara pengalaman
79
berusahatani dengan penumbuhan ide, perencanaan program, pelaksanaan dan penilaian program ditolak. Motivasi tidak mempunyai hubungan nyata dengan peubah perencanaan program, pelaksanaan dan penilaian program. Artinya keterlibatan petani dalam perencanaan program, pelaksanaan program dan penilaian program tidak dipengaruhi oleh motivasi petani. Keterlibatan petani sama saja antara petani yang mempunyai motivasi yang rendah maupun petani dengan motivasi yang tinggi. Dengan demikian H1 pada korelasi antara motivasi dengan perencanaan program, pelaksanaan dan penilaian program ditolak. Sedangkan pada penumbuhan ide, motivasi berhubungan nyata. Artinya semakin tinggi motivasi petani mengikuti Prima Tani semakin tinggi keterlibatannya dalam penumbuhan ide. Petani sangat tertarik terhadap model usahatani yang akan dikembangkan di lokasi Prima Tani karena berkaitan dengan keinginan dan kebutuhannya. Selain itu juga karena Prima Tani merupakan suatu Program baru mengetahuinya. Menurut Effendy
sehingga petani tertarik untuk
(2000), bahwa motivasi akan mendorong
seseorang berbuat sesuatu yang sesuai dengan keinginan, kebutuhan dan kekurangannya. Dengan demikian H1 pada korelasi antara motivasi dengan penumbuhan ide diterima. Tingkat pendapatan petani berhubungan nyata dengan perencanaan program,
berhubungan
sangat
nyata
dengan
pelaksanan
program,
dan
berhubungan nyata dengan penilaian program, Ini artinya semakin tinggi tingkat pendapatan petani maka keterlibatan mereka dalam turut merencanakan model usahatani yang akan dikembangkan di desa, keterlibatannya dalam pelaksanaan program dan penilaian program semakin tinggi. Kenyataan di lapangan, petani yang mempunyai tingkat pendapatan yang lebih dibanding petani lainnya pada umumnya dijadikan panutan oleh petani lainnya karena secara ekonomi mereka dianggap lebih dari yang lainnya. Peran mereka baik dalam kelompoknya maupun diluar kelompok lebih menonjol sehingga dianggap dapat memahami dan mengetahui berbagai permasalahan petani dalam mengelola lahan usahataninya. Dengan demikian H1 pada korelasi antara tingkat pendapatan dengan perencanaan program, pelaksanaan program dan penilaian program diterima. Sedangkan korelasi antara tingkat pendapatan dengan penumbuhan ide ditolak.
80
Luas pemilikan lahan tidak mempunyai hubungan nyata dengan semua peubah dalam komunikasi partisipatif. Artinya keterlibatan petani dalam penumbuhan ide, perencanaan program, pelaksanaan program dan penilaian program tidak dipengaruhi oleh luas pemilikan lahan petani. Keterlibatan petani sama saja antara petani yang mempunyai luas lahan yang kecil maupun petani dengan luas lahan yang besar. Dengan demikian H1 pada korelasi antara luas lahan dengan penumbuhan ide, perencanaan program, pelaksanaan dan penilaian program ditolak. Kedudukan dalam kelompok tidak mempunyai hubungan nyata dengan semua peubah dalam komunikasi partisipatif. Artinya keterlibatan petani dalam penumbuhan ide, perencanaan program, pelaksanaan program dan penilaian program tidak dipengaruhi oleh kedudukan seseorang dalam kelompok tani. Keterlibatan petani sama saja antara pengurus kelompok tani dengan anggota kelompok tani. Dengan demikian H1 pada peubah kedudukan dalam kelompok dengan penumbuhan ide, perencanaan program, pelaksanaan dan penilaian program ditolak. Sedangkan pada aspek lamanya petani menjadi anggota kelompok tani mempunyai hubungan nyata dengan penumbuhan ide dan pelaksanaan program. Artinya semakin lama petani aktip dikelompok tani akan mempengaruhi keterlibatannya dalam komunikasi partisipatif dalam penumbuhan ide dan pelaksanaan program. Dengan demikian H1 peubah lama menjadi anggota kelompok dengan penumbuhan ide dan pelaksanaan program dapat diterima. Sedangkan hubungan antara petani yang lama menjadi anggota kelompok tani dengan perencanaan program dan penilaian program tidak mempunyai hubungan yang nyata. Artinya bahwa lamanya seseorang menjadi anggota kelompok tani tidak mempengaruhi keaktipannya dalam perencanaan program dan penilaian program. Antara petani yang lama menjadi anggota sama saja keterlibatannya dalam perencanaan program dan penilaian program dengan petani yang belum lama menjadi anggota kelompok tani. Dengan demikian H1 peubah lama menjadi anggota kelompok dengan perencanaan program dan pelaksanaan program ditolak.
81
Berdasarkan pada uraian yang dikemukakan di atas, menunjukkan bahwa ada beberapa peubah pada korelasi antara karakteristik individu petani dengan komunikasi partisipatif dalam pelaksanaan Prima Tani yang dapat diterima dan ditolak. Korelasi antara karakteristik individu petani dengan komunikasi partisipatif dalam pelaksanaan Prima Tani lebih banyak yang ditolak dibandingkan dengan yang diterima. Dengan demikian H1 korelasi antara karakteristik individu petani dengan komunikasi partisipatif dalam pelaksanaan Prima Tani ditolak. Hubungan Komunikasi Partisipatif dengan Efektivitas Komunikasi Model Usahatani Terpadu Padi, Sapi dan Ikan Komunikasi partisipatif dalam pelaksanaan Prima Tani adalah
suatu
proses komunikasi yang ditujukan untuk mensosialisasikan, merencanakan dan melaksanakan suatu program sehingga menghasilkan suatu model usahatani yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat dilokasi Prima Tani. Model usaha terpadu yang dikembangkan merupakan hasil dari proses komunikasi partisipatif yang melibatkan unsur penyuluh dan Tim Prima Tani, diawali dengan penumbuhan ide, perencanaan, pelaksanaan dan penilaian terhadap model usahatani
terpadu
yang
dikembangkan. Untuk
mengetahui
keberhasilan
komunikasi parsitipatif dalam pelaksanaan Prim Tani tersebut dapat dilihat dari efektivitas komunikasi model usahatani terpadu padi, sapi dan ikan. Efektivitas komunikasi dimaksud dilihat dari tingkat pengetahuan, sikapnya dan penerapan dalam model usahatani terpadu. Korelasi komunikasi partisispatif dalam pelaksanaan Prima Tani dengan efektivitas komunikasi model usahatani terpadu padi, sapi dan ikan dapat dilihat pada Tabel 15. Ada beberapa peubah pada korelasi antara Komunikasi partisipatif dalam pelaksanaaan Prima Tani dengan Efektivitas komunikasi model usahatani terpadu padi, sapi dan ikan dapat diterima dan ada juga yang ditolak.
82
Tabel 15 Hubungan Komunikasi Partisipatif dalam Pelaksanaan Prima Tani dengan Efektivitas Komunikasi Model Usahatani Terpadu Padi, Sapi dan Ikan No
Komunikasi Par tisipatif dalam Pelaksanaan Prima Tani
1. 2.
Penumbuhan Ide Perencanaan Program Pelaksanaan Program Penilaian Program
3. 4.
Efektivitas komunikasi Model Usahatani Terpadu Padi, Sapi dan Ikan Pengetahuan Sikap terhadap Penerapan dalam model model usahatani Usaha Tani usaha tani terpadu Terpadu terpadu 0,294** 0,269**
0,392** 0,405**
-0,141 -0,139
0,251*
0,327**
-0,272*
0,280**
0,339**
-0,113
Ket * = Signifikan pada taraf nyata α 0,05 = Sangat signifikan pada taraf nyata α 0,01
Penumbuhan ide mempunyai hubungan yang sangat nyata dengan pengetahuan dalam model usahatani terpadu dan mempunyai hubungan yang sangat nyata dengan sikap terhadap model usahatani terpadu. Artinya semakin tinggi keterlibatan petani dalam penumbuhan ide maka akan semakin tinggi pula pengetahuannya dalam model usahatani terpadu serta sikapnya terhadap model usahatani terpadu. Hal ini disebabkan keterlibatan petani dalam penumbuhan ide akan memudahkan pemahamannya dan sikapnya terhadap model usahatani terpadu. Komunikasi partisipatif dalam penumbuhan ide berlangsung secara dialogis sehingga memudahkan pemahaman petani tentang model usaha tani yang akan dikembangkan. Karena petani paham maka pengetahuan dan sikapnya akan mendukung terhadap teknologi inovatif dalam model usahatani terpadu yang dikembangkan. Dengan demikian H1 pada korelasi antara penumbuhan ide dengan pengetahuan dan sikap dapat diterima. Sedangkan hubungan antara penumbuhan ide dengan penerapan usahatani terpadu tidak mempunyai hubungan yang nyata. Dengan demikian H1 korelasi antara penumbuhan ide dengan penerapan usahatani terpadu ditolak. Perencanaan program mempunyai hubungan yang sangat nyata dengan pengetahuan dalam model usahatani terpadu dan mempunyai hubungan yang sangat nyata dengan sikap terhadap model usahatani terpadu. Artinya semakin
83
tinggi keterlibatan petani dalam perencanaan program maka akan semakin tinggi pula pengetahuannya dalam model usahatani terpadu serta sikapnya terhadap model usahatani terpadu. Komunikasi partisipatif dalam perencanaan program Prima Tani melibatkan secara aktif petani karena petanilah yang mengetahui apa yang dibutuhkan sesuai dengan karakteristik wilayahnya. Melalui komunikasi yang dialogis berbagai permasalahan dan keinginan petani diserap oleh Tim Prima Tani untuk dicarikan solusinya. Karena petani dilibatkan secara aktip maka secara tidak langsung pengetahuan petani akan meningkat serta diharapkan pula sikapnya akan mendukung terhadap model usahatani terpadu yang dikembangkan. Dengan demikian H1 pada korelasi antara perencanaan program dengan pengetahuan dan sikap dapat diterima. Sedangkan hubungan antara perencanaan program dengan penerapan usahatani terpadu tidak mempunyai hubungan yang nyata. Dengan demikian H1 korelasi antara perencanaan program dengan penerapan usahatani terpadu ditolak. Pelaksanaan program mempunyai hubungan nyata dengan pengetahuan dalam model usahatani terpadu dan mempunyai hubungan yang sangat nyata dengan sikap terhadap model usahatani terpadu. Artinya semakin tinggi keterlibatan petani dalam perencanaan program maka akan semakin tinggi pula pengetahuannya dalam model usahatani terpadu serta sikapnya terhadap model usahatani terpadu. Sedangkan hubungan antara pelaksanaan program dengan penerapan model usahatani terpadu mempunyai hubungan nyata negatif. Artinya bahwa semakin tinggi keterlibatan petani dalam pelaksanaan program ternyata tidak diikuti dengan peningkatan penerapan komponen teknologi inovatif dalam model usahatani terpadu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab belum semua petani mampu menerapkan teknologi inovatif usahatani terpadu padi, sapi dan ikan adalah masih ada petani yang belum yakin dan terbiasa dengan teknologi inovatif yang dikembangkan dalam Prima Tani, masih ada petani yang belum mengikuti kegiatan sosialisasi, kursus maupun pelatihan serta faktor kemampuan, tingkat pendapatan
dan permodalan petani yang masih rendah. Sedangkan
hubungan antara pelaksanaan program dengan penerapan usahatani terpadu mempunyai hubungan yang nyata negatif. Artinya bahwa meningkatnya keterlibatan petani dalam proses penumbuhan ide tidak diikuti dengan
84
meningkatnya penerapan usahatani terpadu. Ada variable variable lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini yang mempengaruhi penerapan petani dalam model usahatani terpadu. Dengan demikian H1 korelasi antara pelaksanaan program dengan pengetahuan, sikap dan penerapan usahatani terpadu diterima. Penilaian program mempunyai hubungan yang sangat nyata dengan pengetahuan dalam model usahatani terpadu, dan mempunyai hubungan yang sangat nyata dengan sikap terhadap model usahatani terpadu. Artinya semakin tinggi keterlibatan petani dalam penilaian program maka akan semakin tinggi pula pengetahuannya dalam model usahatani terpadu serta sikapnya terhadap model usahatani terpadu. Keterlibatan petani dalam penilaian program menandakan bahwa petani tersebut aktip dalam melakukan kontak dengan petani lainnya maupun dengan penyuluh. Dengan semakin seringnya petani melakukan kontak dengan petani lainnya maupun dengan penyuluh maka akan mempengaruhi pengetahuan dan sikapnya terhadap model usahatani terpadu yang dikembangkan di desa. Dengan demikian H1 pada korelasi antara penilaian program dengan pengetahuan dan sikap dapat diterima. Sedangkan hubungan antara penilaian program dengan penerapan usahatani terpadu tidak mempunyai hubungan yang nyata. Dengan demikian H1 korelasi antara penilaian program dengan penerapan usahatani terpadu ditolak. Berdasarkan pada uraian yang dikemukakan di atas, menunjukkan bahwa ada beberapa peubah pada korelasi antara komunikasi partisipatif dalam pelaksanaan Prima Tani dengan efektivitas komunikasi model usahataani terpadu padi, sapid an ikan yang dapat diterima dan ditolak. Korelasi antara komunikasi partisipatif dalam pelaksanaan Prima Tani dengan efektivitas komunikasi model usahataani terpadu padi, sapi dan ikan lebih banyak yang diterima dibandingkan dengan yang ditolak. Dengan demikian H1 korelasi antara komunikasi partisipatif dalam pelaksanaan Prima Tani dengan efektivitas komunikasi model usahatani terpadu padi, sapi dan ikan diterima.