IV. 4.1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Agregat Tanah
Hampir semua karakteristik sifat fisik tanah ditentukan oleh kehadiran agregat. Porositas, infiltrasi dan permeabilitas adalah salah satu sifat fisik tanah yang nilainya sangat ditentukan oleh jumlah, ukuran dan stabilitas agregat tanah. Agregat tanah terdiri dari pengelompokan erat sejumlah butir-butir primer tanah. Pembentukan agregat tergantung pada terdapatnya butir-butir primer yang dapat beragregasi, penggumpalan dan penjonjotan butir-butir tanah, serta sedimentasi dari bahan-bahan yang menggumpal menjadi agregat yang stabil. Pengukuran nilai agregat tanah di diawali dengan pengambilan contoh tanah dengan agregat utuh di lokasi percobaan. Setelah itu di bawa ke laboratorium untuk dilakukan pengayakan. Sebelum dilakukan pengayakan, terlebih dahulu contoh tanah di kering udarakan. Setelah dikering udarakan, lalu dilakukan pengayakan kering. Pertama, taruh kurang lebih 500 gram tanah kering udara di atas ayakan 8 mm, di bawahnya berturut-turut ayakan 4,76, 2,83, 2 dan 0 mm. Tumbuk tanah dengan menggunakan alu kecil hingga semua tanah turun melalui ayakan 8 mm. Gerak-gerakan ayakan ini kurang lebih 5 kali, kemudian timbang masing-masing fraksi agregat, dan nyatakan dalam %. Persentasi agregat adalah 100 % dikurangi dengan % agregat yang lebih kecil dari 2 mm. Setelah itu lakukan pengayakan basah. Hitung selisih antara rata-rata berat diameter agregat tanah pada pengayakan kering dan pengayakan basah, jika selisihnya makin besar berarti makin tidak stabil tanah tersebut. Gambar 1 menunjukkan sebaran nilai indeks stabilitas agregat tanah di sekitar lubang resapan. Nilai agregat tanah di sekitar lubang resapan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, nilai rata-ratanya yaitu 80,4 sedangkan nilai agregat rata-rata pada kontrol adalah 77,3. Penambahan bahan organik berupasampah organik yang banyak mengandung berbagai macam senyawa seperti lemak, karbohidrat, protein dan lignin berdampak pada meningkatnya aktivitas organisme sehingga za-zat perekat butiran-butiran tanah seperti getah dan lilin yang berguna untuk mengikat butir-butir primer ke dalam lubang resapan yang telah dibuat beberapa bulan sebelumnya telah mempengaruhi kualitas sifat
fisik tanah di sekeliling lubang resapan, sehingga kemantapan agregat tanahnya semakin meningkat jika dibandingkan dengan kontrol. Seperti ditunjukkan pada Gambar 1, menunjukan nilai agregat tanah yang semakin tinggi pada sample yang berdekatan dengan lubang resapan biopori. Pada jarak 30, 50 dan 100 cm, nilai agregat tanahnya berturut-turut adalah 81,7, 80,4 dan 79,1. Pengamatan di Belanda menunjukan bahwa stabilitas agregat memiliki nilai yang lebih tinggi pada tanah yang mengandung bahan organik yang tinggi dan jumlah cacing tanah yang banyak. Jumlah cacing tanah sangatlah penting dalam menjaga stabilitas makro-agregat (Brussaard, 1997). 88 87
Index Stabilitas Agregat
86 85 84 83
Pan Mas
82
Limo
81
Cinere
80
Kontrol
79 78 77 76 0
20
40
60 Jarak Pengukuran (cm)
80
100
120
Gambar 1. Hubungan Nilai Agregat Tanah dengan Jarak dari Lubang Resapan Biopori Agregat tanah sangat jelas dipengaruhi oleh penambahan polisakarida dari bahan organik, tetapi stabilitasnya sangat dipengaruhi oleh jalinan hifa di dalam agregat. Jamur, jumlahnya di permukaan pada tanah mineral tanpa pengolahan sangatlah membantu dalam pembentukan agregat yang stabil oleh cacing tanah dan mikro arthopode seperti mites (Beare, 1997). Walaupun aktifitas cacing tanah sangat sangat penting dalam menjaga stabilitas agregat tanah, jamur dan bakteri juga berperan langsung dalam pembentukan dan menstabilkan agregat tanah. Peranan jamur dan bakteri seringkali menjadi dominan pada pengolahan tanah yang dilakukan secara konvensional di mana cacing tanah dan arthopoda lain berkurang karena cara-cara pengolahan tanah, kekurangan bahan organik, dan penggunaan pupuk atau cairan pembasmi hama.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan bahan organik mungkin memiliki pengaruh yang berbeda dalam stabilitas agregat (Piccolo et al. 1997). Penelitian ini menunjukkan bahwa komposisi bahan organik, khususnya tingkat kelembaban, mungkin memiliki pengaruh yang sangat penting pada bahan organik dalam menstabilkan agregat. 4.2.
Bobot Isi Tanah
Bobot isi tanah adalah bobot kering suatu unit volume tanah dalam keadaan utuh, dinyatakan dalam gram tiap sentimeter kubik. Unit volume terdiri dari volume yang terisi bahan padat dan volume ruangan diantaranya (Sitorus, et al. 1980) Menurut Hanafiah (2005) bahwa bobot isi tanah merupakan kerapatan tanah per satuan volume yang dinyatakan dalam dua batasan, yaitu kerapatan partikel (bobot partikel = BP) dan kerapatan massa (bobot isi = BI). Kerapatan partikel adalah bobot massa partikel padat per satuan volume tanah, pada tanah-tanah mineral biasanya kerapatan partikel berkisar antara 2,6 sampai 2,7 g/cm3 dengan nilai rata-rata 2,65 g/cm3, sedangkan kerapatan massa adalah bobot massa tanah kondisi lapangan yang dikering-ovenkan per satuan volume. Nilai kerapatan massa tanah berbanding lurus dengan tingkat kekasaran partikel-partikel tanah, makin kasar akan makin berat. Tanah lapisan atas yang bertekstur liat dan berstruktur granuler mempunyai bobot isi antara 1,0 sampai dengan 1,3 g/cm3, sedangkan yang bertekstur kasar memiliki bobot isi antara 1,3 sampai dengan 1,8 g/cm3. Sebagai contoh pembanding adalah bobot isi air = 1 g/cm3 = 1 ton g/cm3. Pengukuran nilai bobot isi tanah dilakukan dengan mengambil sampel tanah utuh di lapang dengan menggunakan ring sample yang memiliki garis tengah ring (stailess steel) 4,7 cm dan tinggi 5 cm pada kedalaman tanah 0-20 cm. Timbang contoh tanah utuh bersama dengan ring sample ( X gram ), lalu timbang berat ring sample kosong ( Y gram ). Tetapkan kadar air tanah ( Z ) dengan cara gravimetrik, yaitu mengeringkan tanah dengan oven pada suhu 105°C, setelah itu hitung volume tanah yang nilainya sama dengan volume ring sample. Kemudian hitung bobot isi tanah menggunakan rumus yang terdapat pada bab metodologi.
Gambar 2 menunjukkan sebaran nilai bobot isi tanah di sekitar lubang resapan. Nilai bobot isi tanah di sekitar lubang resapan cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kontrol, nilai rata-ratanya yaitu 0,95 g/cm3 sedangkan nilai bobot isi rata-rata pada kontrol adalah 0,97 g/cm3. Perbedaan nilai bobot isi ratarata pada sampel dan kontrol disebabkan karena adanya perbedaan tekstur tanah, jenis bahan organik dan penggunaan lahan di atasnya, selain itu pengaruh aplikasi lubang resapan yang telah dibuat sebelumnya juga cukup memberikan efek terhadap rendahnya nilai bobot isi tanah sampel terhadap kontrol. Rendahnya nilai bobot isi tanah juga berhubungan dengan aerasi tanah, namun berat tanah yang lebih kecil juga merupakan salah satu hal yang mempengaruhi nilai bobot isi tanah di lapang. Hasil pengamatan seperti ditunjukkan pada Gambar 2 juga menunjukkan bahwa semakin mendekati lubang resapan nilai bobot isi tanah cenderung menurun. Pada jarak 30 cm, 50 cm dan 100 cm, nilai bobot isi tanahnya berturutturut adalah 0,94, 0,948, 0,96 g/cm3. Penambahan bahan organik yang banyak mengandung berbagai macam senyawa seperti lemak, karbohidrat, protein dan lignin berdampak pada meningkatnya aktivitas organisme tanah, terutama organisme yang bersifat heterotrof. Bahan organik yang ditambahkan ke dalam lubang resapan dijadikan sumber energi bagi organisme ini karena organisme heterotrof tidak mampu berfotosintesis atau tidak mampu menyediakan makanannya sendiri. 0.98
Bobot Isi (g/cm3)
0.97 0.96
Pan Mas Limo
0.95
Cinere Kontrol
0.94 0.93 0
20
40
60
Jarak Pengukuran (cm)
80
100
120
Gambar 2. Hubungan Nilai Bobot Isi Tanah dengan Jarak dari Lubang Resapan Biopori
Arthropoda adalah salah satu jenis organisme heterotrof yang memiliki sendi pada kakinya, yang termasuk ke dalam keluarga arthropoda adalah seperti serangga, laba-laba, mites dan millipedes. Keluarga arthropoda banyak ditemukan di tanah, terutama tanah yang terdapat banyak kandungan bahan organik. Walaupun beberapa dari organisme ini banyak menyebabkan kerusakan dan penyakit pada akar tanaman, tetapi tidak sebanyak hama tanaman. Kegiatan yang dilakukan oleh organisme ini sangat mempengaruhi nilai porositas terhadap kemampuannya mengikat air, drainase dan aerasi. Bersama dengan cacing tanah, organisme ini sangat berperan dalam pengolahan bahan organik di tanah, kotoran yang dihasilkannya bersama cacing tanah merupakan bagian yang sangat penting dalam proses pembentukan humus. Peran utama Arthropoda adalah pada saat memarut, meremahkan sisa tanaman hingga menjadi bentuk yang lebih kecil dan mencapurkannya ke dalam tanah. Proses demikian merangsang mikroorganisme lain untuk melakukan dekomposisi dari sisa tanaman tersebut. Proses inilah yang menyebabkan nilai bobot isi tanah menjadi lebih rendah serta mempengaruhi sifat-sifat fisik tanah lainnya. 4.3.
Porositas Tanah
Persentase ruang pori total atau porositas total secara harfiah diartikan sebagai perbandingan antara volume pori tanah dengan volume total tanah. Berbeda dengan bobot jenis partikel yang tetap untuk suatu tanah tertentu, porositas dan bobot isi tanah dapat berubah dan beragam tergantung pada keadaan struktur tanah, khususnya dalam hubungan dengan proses pemadatan tanah. Porositas tanah sangat dipengaruhi oleh tekstur tanah, struktur tanah, stabilitas agregat tanah dan kadar agregat tanah, semakin stabil agregat suatu tanah, maka porositasnya akan semakin besar, sehingga kemampuan memegang airnya pun semakin besar. Pengukuran porositas tanah dilakukan di laboratorium dengan melakukan penetapan nilai bobot isi tanah terlebih dahulu, setelah itu baru menetapkan nilai porositas tanahnya yang dinyatakan dalam % dengan menggunakan rumus yang terdapat pada bab metodologi.
Gambar 3 menunjukkan sebaran nilai porositas tanah di sekitar lubang resapan. Nilai porositas tanah di sekitar lubang resapan cenderung memiliki nilai yang tinggi dibandingkan dengan kontrol, nilai rata-ratanya yaitu 64,20 % sedangkan nilai porositas rata-rata pada kontrol adalah 63,55 %. Porositas merupakan sifat fisik tanah yang nilainya sangat dipengaruhi oleh nilai agregat, struktur dan tekstur tanah. Pengaplikasian lubang resapan biopori disertai penambahan bahan organik ke dalam lubang resapan beberapa waktu sebelum dilakukannya pengambilan sampel tanah berdampak pada perbaikan sifat-sifat fisik tanah terutama struktur, tekstur dan agregat tanah yang tentunya memberikan pengaruh langsung terhadap nilai porositas tanah, sehingga memiliki nilai yang lebih besar jika dibandingkan dengan nilai pada kontrol. Hasil pengamatan seperti ditunjukkan pada Gambar 3 juga menunjukkan bahwa semakin mendekati lubang resapan nilai porositas tanah cenderung meningkat. Pada jarak 30cm, 50 cm dan 100 cm berturut-turut adalah 64,51, 64,18 dan 63,90. Bahan organik di dalam lubang resapan membuat organisme tanah lebih aktif. Menghasilkan perekat yang mampu mengeratkan partikel tanah menjadi satu kesatuan yang lebih besar merupakan sebuah hasil luar biasa dari aktifitas bakteri dan fungi. Eksudat dari akar tanaman juga merupakan sesuatu yang bermanfaat. Perekat atau mucilage yang dihasilkan oleh bakteri, jamur dan actinomycetes membantu merekatkan partikel tanah yang terpisah menjadi sebuah granul hingga terbentuk makro-agregat. Pembentukan agregat yang stabil inilah yang juga memberikan pengaruh terhadap nilai porositas pada tanah, sehingga nilai porositas tanah menjadi lebih besar serta mampu memegang air hasil infiltrasi dalam jumlah yang lebih banyak. Tanpa makro-agregat yang cukup, sangat sulit bagi tanah untuk mampu menahan air infiltrasi atau drainase dan udara yang cukup untuk mengurangi CO2 dan memperkirakan kebutuhan O2 yang cukup untuk kebutuhan tanaman dan pertumbuhan mikroba.
65
Porositas (%)
64.5
Pan Mas Limo
64
Cinere Kontrol
63.5
63
0
20
40
60 Jarak Pengukuran (cm)
80
100
120
Gambar 3. Hubungan Porositas Tanah dengan Jarak dari Lubang Resapan Biopori Salah satu hal penting yang perlu dilakukan untuk memperbaiki dan menjaga porositas tanah adalah dengan menggunakan bahan organik secara bijaksana atau sesuai aturan, meskipun porositas bisa diperbaiki, walaupun hanya sementara, dengan pengolahan secara tepat, penambahan kalsium atau menggunakan molekul polyelectrolytes. Umumnya, pengolahan bisa memperbaiki pori yang diisi udara secara sementara, tetapi ini biasanya awal terbentuknya pori mikro secara lebih luas ke pori makro dengan memberikan efek negatif pada infiltrasi, drainese dan pergerakan udara dalam tanah. 4.4.
Permeabilitas Tanah
Permeabilitas secara kuantitatif diartikan sebagai kecepatan bergeraknya suatu cairan pada suatu media berpori dalam keadaan jenuh. Dalam hal ini sebagai cairan adalah air dan sebagai media berpori adalah tanah. Penetapan permeabilitas dalam keadaan jenuh dilakukan mengikuti cara yang dikemukakan oleh De Boodt berdasarkan hukum Darcy. Pengukuran diawali dengan pengambilan contoh tanah utuh dari lokasi pengamatan dengan menggunakan ring sample yang memiliki garis tengah ring (stailess steel) 4,7 cm dan tinggi 5 cm pada kedalaman tanah 0-20 cm, setelah itu contoh tanah di bawa ke laboratorium dan di masukan ke dalam alat penetapan permeabilitas bersama dengan tabungnya, kemutian air dari keran di alirkan ke alat tersebut, biarkan proses ini berjalan selama 24 jam agar udara yang terdapat dalam pori-pori tanah keluar, karena permeabilitas ditetapkan dalam keadaan
jenuh, dan untuk membuat jenuh tanah berat diperlukan waktu lebih dari 24 jam. Misalkan setelah 24 jam adalah pukul 09.00, maka lakukan pengukuran pertama pada pukul 15.00 sampai pukul 16.00, lalu ukur lagi pada pukul 16.00 sampai pukul 17.00. Pengukuran ke tiga dilakukan esok hari pukul 09.00 sampai pukul 10.00, pengukuran ke empat dilakukan pukul 09.00 sampai pukul 10.00 di hari ke tiga dan pengukuran ke lima dilakukan pukul 09.00 sampai pukul 10.00 di hari ke empat. Pengukuran yang dilakukan adalah banyaknya volume air yang keluar setelah melalui massa tanah selama 1 jam, lalu ambil rata-rata dari kelima pengukuran tadi. Hitung dengan rumus yang terdapat pada bab metodologi. Gambar 4 menunjukkan sebaran nilai permeabilitas tanah di sekitar lubang resapan. Nilai permeabilitas tanah di sekitar lubang resapan cenderung memiliki nilai yang tinggi dibandingkan dengan kontrol, nilai rata-ratanya yaitu 34,93 cm/jam sedangkan nilai porositas rata-rata pada kontrol adalah 16,82 cm/jam. Perbaikan sifat fisik tanah yang disebabkan oleh penambahan bahan organik tanah sangat menentukan kecepatan air bergerak di dalam tanah, selain itu, adanya perakaran pada sampel tanah yang diambil juga turut mempengaruhi nilai permeabilitas, karena banyaknya rongga-rongga akibat perakaran, sehingga nilain permeabilitasya cenderung lebih besar. Hasil pengamatan seperti ditunjukkan pada gambar 4 juga menunjukkan bahwa semakin mendekati lubang resapan nilai porositas tanah cenderung meningkat. Pada jarak 30 cm, 50 cm dan 100 cm berturut-turut adalah 18,83, 18,03 dan 17,37 cm/jam. Struktur tanah mempunyai pengaruh yang besar terhadap udara dan air tanah ( infiltrasi, drainase dan jumlah air yang kemampuan tanah di pegang melawan gaya gravitasi) karena ruang diantara agregat, yaitu ruang pori tanah. Ruang pori tanah sangat tergantung kepada kealamian agregat dan mereka terbentuk hingga menjadi sebuah struktur, dan juga dibantu oleh rongga-rongga yang terbentuk akibat adanya pergerakan akar tanaman, insektisida, rodentisida, cacing tanah dan mengembang mengkerutnya liat.
19.5
Permeabilitas (cm/Jam)
19 18.5
Pan Mas Limo
18
Cinere Kontrol
17.5 17 16.5 0
20
40
60
Jarak Pengukuran (cm)
80
100
120
Gambar 4. Hubungan Nilai PermeabilitasTanah dengan Jarak dari Lubang Resapan Biopori Struktur tanah, baik di permukaan ataupun di dalam tanah, sangat mempengaruhi kapasitas infiltrasi. Lapisan luarnya dapat menghalangi air untuk masuk. Pemadatan tanah juga mempengaruhi kecepatan infiltrasi dan drainase. Jika drainase berjalan lambat, maka tidak akan cukup untuk menukar udara dalam tanah dengan air berlebih. Dari grafik 4 dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh penambahan bahan organik kedalam lubang resapan terhadap perbaikan sifat fisik tanah sehingga ada perbedaan nilai permeabilitas dari masing-masing jarak pengukuran akibat pengaruh dari penambahan bahan organik tersebut. 4.5.
Hantaran Hidrolik Tanah
Hantaran hidrolik tanah merupakan salah satu sifat tanah yang menggambarkan kemampuan tanah untuk meluluskan air, kemampuan ini berhubungan erat dengan fenomena pergerakan air di dalam tanah baik secara vertikal ataupun horizontal. Kemampuan tanah untuk meluluskan air sangat ditentukan oleh kondisi fisik tanah yang bersangkutan, terutama oleh porositas tanah, kontinuitas pori dan stabilitas agregat tanah. Pengukuran hantaran hidrolik jenuh dilakukan di lapang dengan menggunakan metode permeameter. Pertama, bersihkan lokasi dari serasah dan rumput yang akan mengganggu kegiatan pengukuran. Bor tanah sampai kedalaman 20 cm. Atur kerangka statif hingga dapat menopang permeameter dengan baik, kemudian tutup inlet udara pada tabung permeameter bagian atas. Isi tabung dengan air sampai penuh (tabung dalam dan luar) sehingga tidak ada
gelembung udara dalam tabung permeameter. Hindari penyumbatan lubang inlet udara dengan memberikan alas yang relatif tebal di atas permukaan tanah. Tutup permukaan permeameter menggunakan tissue secara perlahan, dan pastikan benarbenar sudah melekat. Masukan tabung ke dalam lubang yang telah di buat, kemudian pasang kaki statifnya, tinggi genangan air di dalam lubang adalah 15 cm. Buka inlet udara di atas tabung hinga air dalam tabung masuk ke dalam lubang dan meresap ke dalam tanah secara vertikal dan horizontal. Catat laju penurunannya setiap interval waktu yang telah ditentukan hingga penurunan menjadi konstan. Gambar 5 menunjukkan sebaran nilai hantaran hidrolik tanah di sekitar lubang resapan. Nilai hantaran hidrolik tanah di sekitar lubang resapan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, nilai rata-ratanya yaitu 6,8 cm/jam sedangkan nilai hantaran hidrolik pada kontrol adalah 5,2 cm/jam. Perbedaan nilai hantaran hidrolik rata-rata pada sampel dan kontrol disebabkan karena tanah di sekitar lubang resapan biopori yang telah berumur lebih dari 6 bulan telah mengalami perbaikan struktur, agregat dan sifat fisik tanah lainnya. Perbaikan agregat tanah sangat mempengaruhi nilai porositas tanah dan nilai porositas tanah sangatlah mempengaruhi nilai hantaran hidrolik tanah. Meningkatnya nilai porositas tahan menyebabkan kemampuan tanah untuk memegang air hasil infiltrasi semakin meningkat, oleh sebab itu nilai hantaran hidrolik tanah di sekitar lubang resapan biopori memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Hasil pengamatan seperti ditunjukkan pada gambar 5 juga menunjukkan bahwa semakin mendekati lubang resapan nilai hantaran hidroliknya cenderung meningkat. Pada jarak 100 cm, 50 cm dan 30 cm, nilai hantaran hidolik tanahnya berturut-turut adalah 6,6, 6,7 dan 7,2 cm/jam. Pengaruh penambahan bahan organik ke dalam lubang resapan biopori menunjukan adanya kecenderungan terhadap peningkatan jumlah resapan air, hal ini dikarenakan hantaran hidrolik sangat berkaitan dengan sifat-sifat fisik tanah lainnya, ditambahkannya bahan organik ke dalam tanah mengakibatkan mikroorganisme semakin aktif dan menjadikan sumber hara yang akan diserap oleh tanaman melalui akar. Adanya pergerakan tersebut mengakibatkan kualitas sifat fisik tanah semakin meningkat.
Aktifitas akar tanaman dan fauna tanah dapat membuat biopori (biopore), sedangkan mikroba dapat membantu proses mineralisasi dan sintesis senyawa organik dapat memantapkan agregat tanah. Akibatnya struktur tanah terpelihara, sehingga kemampuan tanah untuk meresapkan dan memegang air pun meningkat.
Hantaran Hidrolik (cm/Jam)
7.5
7
6.5
Pan Mas Limo
6
Cinere Kontrol
5.5
5
4.5 0
20
40
60
Jarak Pengukuran (cm)
80
100
120
Gambar 5. Hubungan Nilai Hantaran Hidrolik Tanah dengan Jarak dari Lubang Resapan Biopori 4.6.
Analisis Statistik
Pada prinsipnya analisis regresi adalah pencarian suatu kurva yang mewakili hubungan satu set data. Konsep regresi garis lurus dan regresi polinomial dapat dikembangkan untuk mendapatkan regresi multi-variable. Multikolinearitas biasanya terjadi ketika sebagian besar variabel yang digunakan saling terkait dalam suatu model regresi. Oleh karena itu masalah multikolinearitas tidak terjadi pada regresi linier sederhana yang hanya melibatkan satu variabel independen. Indikasi terdapat masalah multikolinearitas dapat kita lihat dari kasus-kasus seperti nilai R2 yang tinggi (signifikan), namun nilai standar error dan tingkat signifikansi masing-masing variabel sangat rendah; Perubahan kecil sekalipun pada data akan menyebabkan perubahan signifikan pada variabel yang diamati dan nilai koefisien variabel tidak sesuai dengan hipotesis, misalnya variabel yang seharusnya memiliki pengaruh positif (nilai koefisien positif), ditunjukkan dengan nilai negatif. Memang belum ada kriteria yang jelas dalam mendeteksi masalah multikolinearitas dalam model regresi linier. Selain itu hubungan korelasi yang
tinggi belum tentu berimplikasi terhadap masalah multikolinearitas. Tetapi kita dapat melihat indikasi multikolinearitas dengan tolerance value (TOL), eigenvalue, dan yang paling umum digunakan adalah varians inflation factor (VIF). Uji autokorelasi juga dilakukan guna melihat apakah ada hubungan linear antara error serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (data time series) yang menggunakan nilai Dubrin Watson dan dibandingkan dengan nilai dtabel.
Pada data penelitian ini digunakani variabel dependen (Y) Nilai Hantaran Hidrolik Tanah, dengan variabel independen yang diamati adalah Bobot isi Tanah (X1), Indeks Stabilitas Agregat Tanah (X2), Porositas Tanah (X3) dan Permeabilitas Tanah (X4), maka kita akan memilki model sebagai berikut: Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + ε Persamaan Regresi untuk jarak 30 cm dari lubang resapan biopori yang dihasilkan adalah: Y = 37 – 24,2 X1 - 0,0169 X2 – 0,17 X3 + 0,265 X4 Dari persamaan tersebut dapat dikemukakan bahwa variable X2 dan X3 berpengaruh negatif, artinya jika terjadi kenaikan nilai hantaran hidrolik tanah tidak diikuti oleh kenaikan kedua variabel penjelas/independen X2 dan X3. Variable X4 berpengaruh positif, artinya jika terjadi kenaikan nilai hantaran hidrolik tanah akan diikuti oleh kenaikan variabel penjelas/independen X4. Variabel bobot isi tanah memiliki nilai yang berbanding terbalik dengan variabel hantaran hidrolik, artinya kenaikan nilai hantaran hidrolik akan diikuti dengan menurunnya nilai bobot isi, data pada jarak pengukuran 30 cm menunjukan bahwa kenaikan nilai hantaran hidrolik diikuti juga oleh penurunan nilai bobot isi tanah, penambahan bahan organik pada lubang resapan biopori memberikan pengaruh terhadap penurunan nilai bobot isi tanah yang nilainya berbanding terbalik terhadap nilai hantaran hidrolik tanah, sehingga artinya walaupun variabel X1 memiliki nilai negatif akan tetap dikatakan berpengaruh positif karena nilainya yang berbanding terbalik. Nilai koefisien korelasi X2, X3 dan X4 yang berturut-turut adalah 0,0169, 0,17 dan 0,265 dianggap sangat kecil, maka pengaruhnya tidak signifikan.
Sedangkan koofisien korelasi X1 dengan nilai 24,2 memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap variabel dependen (Y) karena nilainya yang cukup besar. Nilai VIF pada output dengan jarak pengukuran 30 cm dari lubang resapan biopori menunjukkan keberadaan multikolinearitas, artinya nilai VIF > 1 mengidikasikan bahwa ada korelasi antar variabel prediktor dalam model. Ini ditunjukkan dengan nilai VIF berturut-turut untuk X1, X2, X3 dan X4 adalah 4,632, 1,810, 4,076 dan 1,538. Nilai Durbin Watson pada data pengukuran dengan jarak 30 cm dari lubang resapan biopori adalah 2,577, ini mengindikasikan tidak adanya autokorelasi yang terjadi. Nilai tersebut terletak pada daerah tengah rentang pengujian autokorelasi Durbin Watson. Nilai signifikansi pada output Analysis Of Variance menunjukkan model regresi yang digunakan kurang baik, diindikasikan dengan nilai F-statistik yang kecil (0,90%) dan nilai p-value 0,537 > 0,05. Persamaan Regresi untuk jarak pengukuran 50 cm dari lubang resapan biopori yang dihasilkan adalah: Y = - 297 + 134 X1 - 0,005 X2 + 2,78 X3 - 0,086 X4 Dari persamaan tersebut dapat dikemukakan bahwa variable X2 dan X4 berpengaruh negatif, artinya jika terjadi kenaikan nilai hantaran hidrolik tanah tidak diikuti oleh kenaikan kedua variabel penjelas/independen X2 dan X4. Variable X3 berpengaruh positif, artinya jika terjadi kenaikan nilai hantaran hidrolik tanah akan diikuti oleh kenaikan variabel penjelas/independen X3. Variabel bobot isi tanah memiliki nilai yang berbanding terbalik dengan variabel hantaran hidrolik, normalnya kenaikan nilai hantaran hidrolik akan diikuti dengan menurunnya nilai bobot isi, namun data pada jarak pengukuran 50 cm menunjukan bahwa kenaikan nilai hantaran hidrolik diikuti juga oleh naiknya nilai bobot isi tanah, ini bukanlah sebuah kesalahan, namun naiknya nilai bobot isi tanah dapat diartikan adanya peningkatan nilai bobot isi jika dibandingkan dengan jarak pengukuran 30 cm tetapi nilainya masih lebih kecil daripada kontrol, sehingga variabel X1 pada persamaan ini memiliki nilai positif. Nilai koefisien korelasi X2 dan X4 pada jarak pengukuran 50 cm dari lubang resapan biopori adalah 0,005 dan 0,086, nilai ini dianggap sangat kecil,
maka pengaruhnya tidak signifikan terhadap variabel Y. Variabel X3 yang memiliki nilai 2,78 memiliki pengaru terhadap variabel Y, sedangkan koofisien korelasi X1 dengan nilai 134 memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen (Y) karena nilainya yang cukup besar. Nilai VIF pada output dengan jarak pengukuran 50 cm dari lubang resapan biopori menunjukkan keberadaan multikolinearitas, variabel X3 menunjukan nilai VIF 4,681, artinya nilai VIF > 1 mengidikasikan bahwa ada korelasi antar variabel prediktor dalam model. Variabel lain mengindikasikan bahwa ada salah satu variabel prediktor merupakan fungsi dari variabel prediktor yang lain, jika VIF > 5 - 10. Ini ditunjukkan dengan nilai VIF berturut-turut untuk X1, X2 dan X4 adalah 5,389, 6,187 dan 5,938. Nilai Durbin Watson pada data pengukuran dengan jarak 50 cm dari lubang resapan biopori adalah 1,70, ini mengindikasikan tidak adanya autokorelasi yang terjadi. Nilai tersebut terletak pada daerah tengah rentang pengujian autokorelasi Durbin Watson. Nilai signifikansi pada output Analysis Of Variance menunjukkan model regresi yang digunakan kurang baik, diindikasikan dengan nilai F-statistik yang kecil (0,54%) dan nilai p-value 0,718 > 0,05. Persamaan Regresi untuk jarak pengukuran 100 cm dari lubang resapan biopori yang dihasilkan adalah: Y = 134 + 5 X1 - 0,087 X2 - 2,11 X3 + 0,515 X4 Dari persamaan tersebut dapat dikemukakan bahwa variable X2 dan X3 berpengaruh negatif, artinya jika terjadi kenaikan nilai hantaran hidrolik tanah tidak diikuti oleh kenaikan kedua variabel penjelas/independen X2 dan X3. Variable X4 berpengaruh positif, artinya jika terjadi kenaikan nilai hantaran hidrolik tanah akan diikuti oleh kenaikan variabel penjelas/independen X4. Variabel bobot isi tanah memiliki nilai yang berbanding terbalik dengan variabel hantaran hidrolik, normalnya kenaikan nilai hantaran hidrolik akan diikuti dengan menurunnya nilai bobot isi, namun data pada jarak pengukuran 100 cm menunjukan bahwa kenaikan nilai hantaran hidrolik diikuti juga oleh naiknya nilai bobot isi tanah, ini bukanlah sebuah kesalahan, namun naiknya nilai bobot isi tanah dapat diartikan adanya peningkatan nilai bobot isi jika dibandingkan dengan jarak pengukuran 30 cm tetapi nilainya masih lebih kecil daripada kontrol,
sehingga variabel X1 pada persamaan ini memiliki nilai positif. Nilai koofisien variabel X1 pada jarak pengukuran 100 cm memiliki nilai yang lebih kecil jika dibandingkan dengan pada jarak pengukuran 50 cm, hal ini menunjukan adanya pengaruh jarak pengukuran terhadap peningkatan ataupun penurunan kualitas bobot isi tanah. Nilai koefisien korelasi X2 dan X4 pada jarak pengukuran 100 cm dari lubang resapan biopori adalah 0,087 dan 0,515, nilai ini dianggap sangat kecil, sedangkan koofisien korelasi X1 dan X3 dengan nilai 5 dan 2,11 memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen (Y) karena nilainya yang cukup besar. Nilai VIF pada output dengan jarak pengukuran 100 cm dari lubang resapan biopori menunjukkan keberadaan multikolinearitas, artinya nilai VIF > 5 - 10 mengindikasikan bahwa ada salah satu variabel prediktor merupakan fungsi dari variabel prediktor yang lain. Ini ditunjukkan dengan nilai VIF berturut-turut untuk X1, X2, X3 dan X4 adalah 34,591, 19,144, 11,986 dan 6,298. Nilai Durbin Watson pada data pengukuran dengan jarak 100 cm dari lubang resapan biopori adalah 2,01, ini mengindikasikan tidak adanya autokorelasi yang terjadi. Nilai tersebut terletak pada daerah tengah rentang pengujian autokorelasi Durbin Watson. Nilai signifikansi pada output Analysis Of Variance menunjukkan model regresi yang digunakan kurang baik, diindikasikan dengan nilai F-statistik yang kecil (0,92%) dan nilai p-value 0,530 > 0,05.