36
HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1
Tatanan Lanskap Situs Ratu Boko
5.1.1 Karakteristik Lanskap Alami Situs Ratu Boko diduga telah dihuni sejak tahun 700 Masehi sampai dengan 1400 Masehi. Secara administratif, kawasan Situs Ratu Boko terletak di antara perbukitan yang merupakan rangkaian pegunungan zona Gunung Kidul dengan ketinggian 110-229 meter di atas permukaan air laut. Di sebelah utara kawasan dibatasi oleh lereng perbukitan, di sebelah barat, timur, dan selatan dibatasi oleh lembah dan bukit-bukit yang merupakan bagian dari zona Gunung Kidul (Gambar 10). Situs Ratu Boko yang dibangun pada abad VIII M mempunyai dua latar belakang keagamaan yang berbeda, yaitu agama Hindu dan agama Budha. Sifat buddhisme yang terkandung dalam situs dapat dilihat dengan temuan arca-arca budha, reruntuhan stupa, dan stupika (stupa dengan ukuran yang lebih kecil dan terbuat dari tanah liat. Digunakan sebagai benda pelengkap upacara), sedangkan sifat Hinduisme dilihat dari penemuan prasasti yang mengandung keterangan tentang pendirian lingga yaitu Lingga Krrtvaso, Lingga Tryambaka, dan Lingga Hara. Lingga merupakan perwujudan Dewa Siwa, yaitu dewa dengan tingkatan tertinggi dalam kepercayaan Trimurti (kepercayaan Hindu dengan arti tiga manifestasi dari Sang Hyang Widhi, yaitu Dewa Brahma, Dewa Wisnu, Dewa Siwa) di Indonesia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan disimpulkan bahwa Situs Ratu Boko merupakan bangunan yang berfungsi sebagai keraton kuno. Beliau membandingkan unsur-unsur serta bagian-bagian bangunan yang ada di Situs Ratu Boko dengan keraton awal di India (Subroto, 1990). Sebagian besar terdapat kesamaan antara keduanya sehingga dapat disimpulkan bahwa Situs Ratu Boko berfungsi sebagai tempat tinggal. Letak situs yang berada pada perbukitan diduga karena didasari pada konsep kosmologis. Konsep kosmologis merupakan konsep spiritual yang mendasari kebudayaan di Asia Tenggara. Konsep ini adalah konsep yang mengedepankan kesejajaran atau keseimbangan antara makrokosmos dan mikrokosmos, yaitu antara alam semesta dan dunia manusia. Diduga alasan dibangunnya situs ini di atas perbukitan selain karena kesakralan dalam melakukan ibadah juga erat kaitannya dengan faktor kekuasaan Di sisi lain situs permukiman yang berupa
37
keraton ini memilih dibangun di perbukitan karena mengutamakan faktor keamanan dan faktor pencaharian. Bahan yang digunakan dalam pembangunan adalah kayu dan batu karena disesuaikan dengan iklim dan lingkungan. Selain itu bentuk konstruksi bagian atapnya selalu mempunyai sudut kemiringan cukup tajam. Bahan atap yang digunakan pada zaman dahulu diduga adalah ijuk, daundaunan, dan sirap, sedangkan bagian lantainya ditinggikan dengan batur atau disangga oleh beberapa tiang 1. Apabila diduga sebagai tempat permukiman, seharusnya kondisi lingkungan dapat mendukung kehidupan manusia di dalamnya. Hal yang paling menonjol dari ciri permukiman adalah sumber air yang cukup dan kesuburan tanah. Namun dilihat dari data yang diperoleh serta pengamatan lapang, situs ini berada pada keadaan lingkungan yang tandus dan gersang. Hal tersebut dipengaruhi oleh ketinggian rangkaian perbukitan Boko yang ada pada ketinggian yang cukup rendah, yaitu 229 m di atas permukaan laut. Jika dilihat dari segi jenis tanah yang terkandung, karena susunan tanah terdiri dari lempung abu-abu, lempung abu-abu kerikil putih, lumpur lempung cokelat berlapiskan cadas, lumpur lempung kerikil, dan cadas muda, maka jenis tanah seperti ini cenderung keras dan kurang baik dalam pertanian dan perkebunan. Situs yang diduga sebagai permukiman ini terletak di perbukitan yang bentukan lahannya sangat rentan terhadap erosi dan tanah longsor, terutama pada kawasan yang minim vegetasi. Hal yang menyebabkan kawasan ini rentan dengan erosi dan tanah longsor adalah lapisan tanahnya yaitu grumosol dan latosol yang memiliki ketebalan yang sangat tipis. Keadaan tanah dengan sifat yang minim akan ketersediaan air tanahnya berakibat kurang baik untuk budidaya tanaman terutama pada musim kemarau. Dengan kondisi lahan seperti yang dijelaskan sebelumnya menunjukkan secara geografis dan secara geologis kurang memenuhi syarat untuk dijadikan tempat permukiman, terutama dalam kendala kurangnya sumber air sebagai kebutuhan utama manusia. Tanah juga kurang menyerap air hujan dengan baik disebabkan jenis tanah grumosol yang mengandung pasir sehingga air tidak mudah terikat oleh partikel tanah. Selain itu adanya sedimentasi batuan di bawah 1
Sumber: Wawancara dengan Ketua Pengelola Situs Ratu Boko BP3 DIY (Februari, 2011)
38
permukaan tanah dengan kondisi pelapisan miring, bahkan di beberapa bagian kemiringannya terjal. Keadaan permeabilitas tanahnya juga rendah dan sangat mudah terjadi erosi (Widayati, 1994). Situs Ratu Boko yang terletak di perbukitan dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 10 Bukit dan Lembah yang Mengelilingi Kompleks Situs Ratu Boko
Gambar 11 Situs Ratu Boko dan Kawasan di Sekitarnya (Sumber: Indonesian Heritage, 1996) Situs Ratu Boko ini diduga dulunya adalah sebagai tempat pemujaan dan sangat terkait dengan letaknya yang berada di perbukitan. Situs ini terletak pada kemiringan yang cukup landai. Dengan keadaan topografi yang seperti ini, masyarakat zaman dahulu kemudian membangunnya sebagai tempat pemujaan agar nilai kesakaralannya tinggi. Selain itu, situs ini juga diduga sebagai tempat berlindung dari musuh dan permukiman sementara. Didukung pula dengan kondisi topografi di luar situs, khususnya di sebelah barat situs (Jalan Raya Piyungan) yang lerengnya bergelombang. Dengan keadaan tanah yang bergelombang mempersulit musuh untuk masuk dan memperkuat pertahanan di dalam keraton. Selain itu, keberadaan Situs Ratu Boko dengan situs-situs di sekitar kawasan saling terkait yang menunjukkan adanya masyarakat Hindu dan
39
Budha yang pernah tinggal di kawasan tersebut. Candi yang terletak di sekitar kompleks Situs Ratu Boko antara lain, di sebelah timur terdapat Candi Barong dan Candi Miri yang bersifat Hindu, serta stupa Dawangsari yang bersifat Budha (Gambar 12). Sedangkan di sebelah selatan kompleks terdapat Candi Banyunibo yang bersifat Budha dan di atas bukit sebelah selatan Banyunibo terletak Candi Ijo yang bersifat Hindu. Adapula Candi Sojiwan yang bersifat agama Budha terletak di sebelah utara serta Candi Rara Jonggrang (Candi Prambanan) yang bersifat Hindu. Di lembah barat Situs Ratu Boko terdapat Situs Watu Gudig yang belum jelas latar belakang keagamaannya dan Candi Kalasan yang bersifat Budha. Keterkaitan yang paling erat yaitu antara Situs Ratu Boko dengan Candi Prambanan dan Candi Kalasan berdasarkan latar belakang sejarahnya. Selain dilihat dari tatanan lanskap alami, bentuk lain yang perlu diperhatikan adalah tata ruang, elemen sejarah, dan tata letak elemen yang terdapat dalam kompleks Situs Ratu Boko. Dari tata ruang, elemen sejarah, dan tata letak elemen, kompleks ini mengarah pada sebuah kompleks keraton. Bangunan-bangunan peninggalan zaman Boko memang mengarah pada bangunan keraton, seperti adanya gapura, Pendapa, alun-alun, Keputren, dan lain-lain.
Gambar 12 Candi Barong Terlihat dari Sebelah Timur 5.1.2 Konsep Tatanan Lanskap a.
Karakter Bangunan Situs Ratu Boko Apabila dibandingkan dengan Candi Borobudur dan Candi Prambanan yang
merupakan bangunan ibadah pada rentang waktu yang tidak terlalu jauh, Situs Ratu Boko tidak memiliki karakter yang menonjol. Candi Borobudur dan Candi Prambanan memiliki bentukan yang meruncing ke atas, sedangkan Situs Ratu Boko hanya batu dan batur-batur yang tertata membentuk suatu pola kerajaan atau
40
keraton. Hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan fungsi antara Candi Borobudur dan Candi Prambanan dengan Situs Ratu Boko. Fungsi Candi Borobudur dan Candi Prambanan sebagai tempat beribadah, sedangkan Situs Ratu Boko selain berfungsi sebagai tempat beribadah, juga sebagai tempat tinggal. Objek utama bangunan tersebar di perbukitan sebelah barat yang berkontur. Meskipun bentuk bangunan simetris, namun tata letak bangunan pada lahan tidak simetris yang menunjukkan adanya transisi antar satu kelompok bangunan dengan kelompok bangunan lainnya. Bangunan yang memiliki bentuk dominan adalah Gapura Utama. Gapura utama memiliki tinggi yang menjulang dan tidak dalam skala manusia sehingga memberikan kesan megah dan wibawa. Namun terdapat persamaan antara Candi Bororbudur sengan Situs Ratu Boko, yaitu adanya hiasan ratna (sejenis buah Keben) pada gapura utama. Perbedaan bentuk dan karakter bangunan antara Candi Borobudur, Candi Prambanan, dan Situs Ratu Boko dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13 Perbedaan Karakter Bangunan antara Candi Borobudur, Candi Prambanan, dan Situs Ratu Boko
41
b.
Konsep Tatanan Berdasarkan Filosofis dan Fungsi Menurut Subroto (1989/1990) dalam laporan penelitiannya yang berjudul
“Identifikasi Unsur-Unsur Bangunan Pada Situs Ratu Boko”, Situs Ratu Boko merupakan bekas keraton atau bekas suatu kerajaan. Hal ini ditunjukkan dengan bekas-bekas peninggalan yang mendukung pernah dibangunnya sebuah kerajaan seperti batur, lantai bangunan, tembok, pagar, gapura, dan kompleks gua. Diantara peninggalan-peninggalan tersebut terdapat beberapa bangunan yang bersifat profan (hunian/tidak sakral) dan bangunan yang bersifat sakral (suci). Bangunan yang bersifat profan atau hunian yaitu seperti Pendapa, Keputren, dan kolam pemandian. Sedangkan bangunan atau tinggalan yang bersifat sakral atau suci antara lain kompleks gua, minatur candi, beberapa arca, dan peripih. Dalam menentukan konsep tatanan lanskap, terdapat dua dasar, yaitu berdasarkan filosofi atau alur kesejarahannya dan berdasarkan fungsi bangunan dan elemen sejarah. Berdasarkan konsep inilah konsep tatanan diambil dari dasar kesejarahan pada umumya, yaitu konsep kosmologis agama Hindu dan agama Budha. Dalam bidang kesejarahan, ada tiga aspek yang mempengaruhi suatu tinggalan arkeologis yaitu waktu (time), ruang (space), dan bentuk (form). Studi arkeologi ruang lebih menitik beratkan perhatiannya kepada sebaran (distribution) benda-benda dan situs arkeologi serta hubungan (relationship) benda dan situs itu dengan lingkungan fisiknya sebagai sumber daya. Secara umum konsep kosmologi agama Hindu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bhurloka (dunia bawah), bwahloka (dunia tengah), dan swahloka (dunia atas). Namun banyak orang yang menyebut konsep pembagian tata ruang ini dengan Tri Hita Kirana atau diartikan sebagai tiga jalan kebajikan. Tiga bagian dalam Tri Hita Kirana ini, antara lain adalah atma (jiwa), sarira (raga), dan trikaya (tenaga/kekuatan). Ada hubungan yang terkait antara bagian-bagian dalam Tri Hita Kirana. Integrasi antara atma dengan sarira akan menghasilkan kreasi yang memiliki tiga kekuatan, yaitu kaya (tenaga fisik), wak (kemampuan berbicara), dan manah
(tenaga jiwa/pikir). Di Bali, konsep ini
disebut dengan Tri Angga, yang terdiri dari nista yang berarti bagian bawah dan diidentikan dengan kaki dan kotor, madya atau bagian tengah atau balai yang bersifat netral, dan utama yaitu bagian atas atau kepala dan bersifat bersih (Departemen Pariwisata Pos dan Telekomunikasi Direktorat Jendral Pariwisata
42
Proyek Pengembangan Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta, 1996). Selain konsep dari agama Hindu, konsep kosmologis dari agama Budha juga secara tersirat pada tatanan Situs Ratu Boko ini. Konsep kosmologis agama Budha di bagi menjadi tiga bagian, yaitu kamadhatu (nafsu rendah), rupadhatu (pembersihan), dan arupadhatu (alam atas) (Anonim, 2012). Dari konsep dasar yang dijelaskan sebelumnya, konsep yang hampir sama juga diterapkan pada tata ruang kompleks Situs Ratu Boko. Pembagian ruang kompleks Situs Ratu Boko ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu area profan, area transisi, dan area sakral. Di dalam konsep tatanan filosofis ini dibagi lagi dalam kelompok-kelompok berdasarkan fungsi bangunan. Konsep fungsi bangunan dibagi menurut letak dan fungsi setiap elemen yang ada di dalam kompleks Situs Ratu Boko. Menurut fungsi bangunan-bangunannya, Situs Ratu Boko terbagi menjadi lima kelompok, yaitu Kelompok Gapura Utama, Kelompok Paseban, Kelompok Pendapa, Kelompok Keputren, dan Kelompok Gua. Konsep tatanan berdasarkan filosofis dijabarkan secara horizontal dan vertikal. Konsep yang dijabarkan secara horizontal, dilihat dari tingkat kesakralan berdasarkan susunan area dari depan ke belakang. Area profan yang merupakan area yang paling depan dan dinilai tidak memiliki nilai kesakralan sama sekali. Lalu area selanjutnya adalah area transisi yang terletak di tengah, setelah area profan. Area ini merupakan area netral antara area profan dan area sakral. Area yang paling belakang adalah area sakral. Area sakral dinilai memiliki kesakralan atau kesucian yang paling tinggi. Area ini merupakan pusat kegiatan masyarakat kerajaan. Kegiatan yang dilakukan yaitu kegiatan pemerintahan, kegiatan pribadi anggota kerajaan, dan kegiatan peribadahan. Pembagian ruang filosofis secara horizontal ini dapat dilihat pada Gambar 14. Konsep tatanan secara vertikal melihat tingkat kesakralan berdasarkan tinggi area, yaitu dari rendah ke tinggi. Area profan terletak pada susunan terendah karena selain fungsi ruang yang kurang sakral juga letaknya yang berada di paling bawah atau pada teras pertama. Area selanjutnya yaitu area transisi, area ini setingkat lebih tinggi dari area profan, yaitu pada teras kedua dan teras ketiga. Area transisi merupakan area yang bersifat netral dan berfungsi sebagai tempat berkumpul untuk acara-acara penting, seperti acara pembakaran jenazah, dan lain-
43
lain. Area yang terakhir atau area yang tingkatannya paling tinggi adalah area sakral. Area ini terletak paling belakang di sebelah timur dan pada tatanan yang paling tinggi. Area sakral dibagi ke dalam dua area, yaitu area ibadah dan area pribadi. Area ibadah letaknya di atas bukit dan diduga menjadi area peribadahan yang sangat dijunjung kesucian dan kesakralannya sesuai dengan filosofis agama hindu, yaitu tempat suci berada pada tingkatan yang paling tinggi. Area lainnya pada area sakral yaitu area pribadi. Area pribadi letaknya di teras yang lebih rendah dibandingkan dengan area skaral namun masih dalam garis vertikal yang sama dengan area ibadah. Area pribadi ini termasuk ke dalam area sakral karena merupakan area dengan diduga sebagai pusat kegiatan sehari-hari anggota kerajaan. Pembagian ruang vertikal berdasarkan filosofinya dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 14 Pembagian Ruang Berdasarkan Filosofis Secara Horizontal
Gambar 15 Pembagian Ruang Berdasarkan Filosofis Secara Vertikal Area profan merupakan halaman yang luas di sebelah barat sebelum kawasan inti situs. Area ini dinilai profan atau tidak sakral karena sifatnya umum dan hanya ada struktur jalan menuju kawasan inti situs. Tidak ada elemen yang sifatnya sakral di area ini. Batas dari area profan dengan area transisi ditandai dengan tangga menuju Gapura Utama.
44
Area transisi dimulai dari Gapura Utama I pada teras kedua sampai ke halaman sebelah timur di teras ketiga. Area transisi bersifat netral, terletak di antara area profan dan area sakral. Pada area ini terdiri dari kelompok Gapura Utama dan kelompok Paseban. Kelompok Gapura Utama terletak di sebelah barat yang terdiri dari Gapura Utama I dan II, talud, pagar, candi pembakaran dan sisasisa reruntuhannya. Fungsi ruang pada kelompok ini umumnya sebagai ruang penerimaan dan sebagai tempat upacara. Seperti Gapura Utama I dan II merupakan akses masuk-keluar kerajaan yang sifatnya bebas dan boleh dilalui oleh siapa saja. Candi Pembakaran yang digunakan sebagai tempat pembakaran jenazah juga dinilai bersifat netral. Hal ini dikarenakan kegiatan yang dilakukan pada Candi Pembakaran bersifat umum, yaitu ritual pembakaran jenazah yang dilaksanakan oleh semua anggota dan masyarakat kerajaan. Kelompok kedua yaitu Kelompok Paseban. Kelompok ini terdiri dari batur Paseban dua buah, talud, dan pagar Paseban termasuk gapura, dan dua buah lantai di teras ketiga dengan beberapa umpak batu. Diduga dahulu kelompok Paseban difungsikan sebagai ruang berkumpul atau gathering area bagi masyarakat kerajaan. Secara umum dapat disebut juga sebagai alun-alun. Fungsi dari batur Paseban dan lantai pada teras ketiga yang diduga memiliki fungsi sebagai tempat pertemuan. Area sakral terbagi menjadi dua area, yaitu area ibadah dan area pribadi. Area ibadah terletak di sebelah utara dengan keadaan tanah yang berundak-undak serta ketinggian yang lebih tinggi dibandingkan dengan area pribadi. Area ibadah dimulai dari jalan setapak menuju ke perbukitan di sebelah utara. Terdapat dua buah gua di perbukitan ini, yaitu Gua Wadon dan Gua Lanang yang termasuk ke dalam kelompok Gua. Kelompok Gua letaknya di teras paling atas sebelah utara kelompok Pendapa. Kelompok ini terdiri dari Gua Lanang, Gua Wadon, bak tandon air, dan tangga batu cadas alam. Gua Lanang dan Gua Ladon terletak pada teras yang berbeda. Gua Wadon berada pada tempat yang lebih rendah dari Gua Lanang dan terletak di sebelah tenggara Gua Wadon. Pada zaman dahulu gua digunakan sebagai tempat bersemedi dan tempat yang paling suci maka letaknya di teras yang paling tinggi di antara kelompok lainnya. Hal ini bertujuan untuk lebih mensakralkan lingkungan peribadahan. Selain itu agar orang yang beribadah atau bersemedi dapat lebih khusyuk dengan keadaan lingkungan yang lebih sunyi
45
dan tenang. Sampai sekarang masih belum diketahui perbedaan fungsi antara Gua Lanang dan Gua Wadon. Area sakral lainnya yaitu area pribadi yang terletak pada teras yang lebih rendah di sebelah selatan area ibadah. Di dalam area pribadi ini terdiri dari kelompok Pendapa dan kelompok Keputren. Kelompok Pendapa terdiri dari batur Pendapa dan Pringgitan yang dikelilingi pagar batu. Pendapa ini memiliki tiga gapura sebagai pintu masuk, miniatur candi yang dikelilingi teras-teras segi empat di samping kanan Pendapa, beberapa kolam penampung air yang dikelilingi pagar lengkap dengan gapuranya, dan struktur talud yang diberi pagar dibagian atasnya. Fungsi kelompok Pendapa adalah sebagai pusat kegiatan kerajaan karena diduga Pendapa merupakan tempat tinggal para raja. Kelompok lain yaitu Kelompok Keputren. Kelompok Keputren terdiri dari dua buah batur Keputren dan kompleks kolam pemandian. Fungsi dari Kelompok Keputren adalah sebagai tempat kegiatan para ratu dan putri kerajaan. Keputren diduga memiliki fungsi sebagai tempat tinggal ratu dan putri. Bagian lain yang termasuk dalam kelompok ini adalah kompleks kolam yang letaknya di antara Pendapa dan Keputren. Tepatnya kompleks kolam ini di sebelah timur Pendapa dan di sebelah barat Keputren. Kompleks kolam yang tersedia pun dikhususkan sebagai tempat pemandian para ratu dan putri. Terbagi menjadi dua kompleks, yaitu kompleks kolam bundar dan kompleks kolam persegi. Elemen-elemen yang ada pada area ini bersifat pribadi karena hanya anggota kerajaan saja yang dapat melakukan aktivitas pada area ini. Selain itu juga elemen-elemen yang ada pada area ini memiliki fungsi yang tinggi dalam mendukung kegiatan sehari-hari anggota kerajaan. Dapat dilihat bahwa Pendapa dan Keputren merupakan tempat tinggal raja dan ratu yang sifatnya sangat pribadi. Selain itu, kompleks kolam ini merupakan kolam-kolam yang hanya dapat digunakan oleh anggota kerajaan saja baik itu untuk mandi, maupun untuk kegiatan lainnya. Elemen lainnya yang ada di kelompok Keputren yaitu bak air yang letaknya di utara kompleks kolam. Bak air ini berbentuk persegi dan ukurannya jauh lebih kecil daripada kolam-kolam di kompleks pemandian. Peta tatanan lanskap berdasarkan filosofis terdapat pada Gambar 16. Peta tatanan kelompok ruang berdasarkan fungsi bangunanya dapat dilihat pada Gambar 17.
46
47
48
5.1.3 Tata Ruang, Orientasi, dan Elemen Lanskap Sejarah Fungsi Kompleks Situs Ratu Boko sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Diduga ada tiga fungsi kompleks Situs Ratu Boko ini, yaitu sebagai permukiman, sebagai pertahanan, dan sebagai tempat beribadah. Situs ini dibangun di atas bukit dengan kandungan batuan padas yang dominan. Pada bagian depan kawasan Situs Ratu Boko terdiri dari teras-teras yang dibuat oleh masyarakat zaman dahulu untuk menghindari bencana erosi dan longsor. Terdiri dari tiga teras, yaitu teras pertama, teras kedua, dan teras ketiga. Latar belakang pembuatan teras-teras ini yaitu didasari pada kepercayaan tertentu. Orientasi dari Situs Ratu Boko adalah menghadap ke arah barat. Hal ini mengikuti arah terbenamnya matahari. Situs terbentang memanjang dengan arah barat ke timur-tenggara dengan dibatasi oleh tebing di sekelilingnya. Namun tidak semua elemen yang ada di dalam kawasan Situs Ratu Boko menghadap barat. Elemen-elemen yang menghadap ke arah barat antara lain Gapura Utama, bangunan yang diduga sebagai tempat tinggal seperti Pendapa dan Keputren, bangunan yang diduga sebagai tempat pertemuan seperti batur Paseban dan batur yang terletak di sebelah uatara batur Paseban, dan yang terakhir elemen yang menghadap ke barat adalah Candi Batu Putih, Candi Pembakaran, dan miniatur candi. Sedangkan dua buah gua yang terletak di sebelah timur kawasan situs menghadap ke arah selatan. Hal ini belum diketahui dengan pasti alasan perbedaan orientasi antar beberapa bangunan. Diduga orientasi gua menghadap selatan agar dapat berjaga-jaga dan melihat keadaan ke sebelah selatan gua (Pendapa dan Keputren) yang ketinggiannya lebih rendah dari area kompleks gua. Pada umumnya bahan dasar yang digunakan pada elemen-elemen sejarah yang ada yaitu batuan andesit, antara lain terdapat pada Gapura Utama, batur yang terdapat di teras ketiga, batur Paseban, batur Pendapa, batur Pringgitan, dan batur Keputren. Bahan lain yang digunakan pada elemen-elemen yang ada di kawasan Situs Ratu Boko ini yaitu batu putih yang digunakan pada elemen Candi Batu Putih, Candi Pembakaran, dan digunakan pula pada dinding Pendapa. Bahan lainnya yaitu batuan induk dan batuan padas yang umumnya digunakan sebagai bahan dasar bak air, kolam, dan beberapa bagian dinding.
49
Elemen-elemen yang ditinggalkan dari peradaban ini dapat dikelompokan berdasarkan tata ruang filosofinya. Terbagi menjadi tiga area, yaitu Area Profan, Area Transisi, dan Area Sakral (Tabel 16). Tabel 16 Pengelompokkan Elemen No. Area 1. Profan
Kelompok Fungsi
2.
Gapura Utama
Transisi
Paseban
3.
Sakral Area Ibadah
Gua
Area Pribadi
Pendapa
Keputren
a.
Elemen 1. Struktur Jalan 2. Talud 3. Pagar 4. Saluran Air 1. Gapura Utama I 2. Gapura Utama II 3. Candi Batu Putih 4. Pagar 5. Talud 6. Tangga 7. Saluran Air 8. Candi Pembakaran 9. Kolam 1. Lantai 2. Pagar 3. Paseban 4. Umpak-Umpak 1. Gua Lanang 2. Gua Wadon 1. Pendapa 2. Paseban 3. Batur 4. Saluran Air 5. Bale-Bale 6. Miniatur candi 1. Keputren 2. Kolam 3. Batur 4. Pagar 5. Saluran Air
Area Profan Area profan terletak di sebelah barat. Area ini merupakan area yang
letaknya paling awal dan paling depan. Area profan dimulai dari halaman luas
50
(pelataran bawah) sampai dengan tangga sebelum Gapura Utama sebelah barat. Ada yang menyebutkan arti dari profan adalah permukiman atau tempat tinggal, tapi maksud profan di sini adalah area yang dinilai kurang suci atau tidak sakral. Area profan berada di teras pertama. Teras ini memiliki ukuran sekitar 180x80 m dan merupakan teras terendah di antara tiga teras yang ada di kawasan situs ini. Pada sebelah timur dibatasi oleh talud yang merupakan pembatas dari teras pertama dengan teras kedua, sedangkan pada sebelah utara, barat, dan selatan dibatasi oleh lereng-lereng bukit. Keadaan lahan di area profan relatif datar. Elemen-elemen arkeologis yang ada pada teras pertama antara lain, sisa-sisa pagar, struktur jalan, saluran air, dan talud. a.1
Struktur Jalan Jalan yang terdapat pada teras pertama ini sebagian besar sudah ditutupi
oleh jalan baru. Struktur jalan merupakan lantai yang tertata dari balok-balok batu putih dan memliki lebar kurang lebih 4 meter. Jalan ini berada sebelum Gapura Utama. Terdapat beberapa buah tangga untuk mencapai Gapura Utama karena letak jalan dan gapura yang berbeda teras.
Gambar 18 Jalan Menuju Teras Kedua a.2
Talud Talud terletak di sebelah timur teras pertama dan merupakan pembatas teras
pertama dengan teras kedua. Talud ini disusun dari batu putih sedangkan pada bagian utara dipahat dari batuan induk. Tinggi talud antara 3-4 meter. Sebagian talud dalam keadaan runtuh. Fungsi talud yaitu dalam pengelolaan air dan untuk mencegah terjadinya erosi tanah.
51
Gambar 19 Talud 1 a.3
Pagar Pagar yang ada pada teras pertama hanya tinggal sisa-sisanya saja. Pagar ini
terbuat dari batu putih dan merupakan pembatas jalan menuju Gapura Utama I. a.4
Saluran Air Saluran air ini memiliki panjang 95 cm, lebar 34 cm, dan tebal 28 cm. Pada
awalnya saluran air ini merupakan sebuah balok batu yang kemudian dipahat sehingga membentuk saluran air. Di bagian tengah balok batu saluran air dipahat dengan lebar 18 cm dan kedalaman 10 cm. b.
Area Transisi Area kedua atau area transisi terletak di tengah, dimulai dari Gapura Utama
sampai alun-alun. Fungsi dari area ini adalah sebagai tempat berkumpul (gathering area), pertemuan dengan raja, dan kegiatan-kegiatan lain yang sifatnya umum. Hal ini terlihat dari elemen yang ada, seperti dua batur Paseban dan dua lantai yang diduga digunakan sebagai tempat pertemuan, lalu Candi Pembakaran yang fungsinya sebagai tempat sesembahan dan pembakaran jenazah. Disebut area transisi karena area ini bersifat netral atau sebagai pembatas antara area yang tidak sakral dengan area yang sakral. Pada area ini kedaan lahannya berteras-teras, yaitu terdiri dari teras kedua dan teras ketiga. Teras kedua terletak di sebelah timur teras pertama dan memiliki ukuran 170x20 meter. Teras ini dibatasi oleh tebing di sebelah utara, di sebelah barat dibatasi oleh talud atau dinding pembatas teras pertama dengan teras kedua, lereng terletak di sebelah selatan teras kedua, dan di sebelah timur dibatasi oleh talud pembatas teras kedua dan teras ketiga. Dinding di sebelah barat pada teras
52
kedua terbuat dari batuan induk kecuali ujung utara sepanjang 6 m. Bagian dinding sebelah utara memanfaatkan tebing bukit batu padas yang diratakan. Secara umum, bentukan lahan teras kedua rata dan berada di ketinggian yang sama. Elemen-elemen peninggalan yang tersisa pada teras kedua antara lain, Gapura Utama I, Batur Batu Putih (Batur A), pagar, tangga, lantai, saluran air, dan talud. Teras yang terakhir yaitu teras ketiga. Teras ketiga memiliki ukuran 160x160 m. Teras ini letaknya di sebelah timur teras kedua dan memiliki ketinggian yang lebih tinggi dari teras pertama dan teras kedua. Teras ketiga berupa tanah lapang yang cukup luas dan mengarah ke tenggara menuju kompleks bangunan Pendapa. Di sebelah utara dan timur teras ketiga ini merupakan dinding bukit yang beberapa bagiannya disusun dari batu putih, sedangkan pada bagian selatan dan barat terdapat talud pembatas teras kedua dan teras ketiga. Keadaan permukaan tanah dari permulaan halaman di teras ketiga sampai ke Paseban relatif memiliki ketinggian yang sama meskipun tidak rata. Sisa-sisa benda peninggalan yang masih ada di teras ketiga yaitu Candi Pembakaran, kolam kecil, kolam di timur Candi Pembakaran, umpak-umpak, saluran air, kolam di tenggara Gapura Utama II, pagar, dan Paseban. Bentuk dasar dan ukuran elemen-elemen yang hampir sama pada area transisi mengidentifikasikan bahwa ada dasar tersendiri dari letak bangunanbangunan tersebut. Yang pertama yaitu bentuk dasar dari kedua Gapura Utama hampir mirip, yang membedakan hanya ketinggian dan jumlah gapura paduraksa. Selain itu ciri khas dari Gapura Utama dan gapura lainnya yang ada di kompleks Situs Ratu Boko yaitu hiasan Ratna (hiasan yang berbentuk seperti buah keben) di bagian atas gapura. Bahan yang digunakan oleh kedua gapura ini adalah batuan andesit kecuali tangganya yang menggunakan bahan dasar batu putih. Selanjutnya yaitu bentuk dari batur dan lantai yang ada di area transisi. Bentuk yang sama dari dua buah lantai yang terletak di tengah-tengah teras ketiga dengan batur Paseban yang letaknya di sebelah selatannya. Bentuk dari batur dan lantai ini adalah persegi panjang dan tersusun dari bahan yang sama yaitu batu andesit. Yang membedakan adalah orientasinya. Batur Paseban memanjang barattimur, sedangkan lantai di sebelah utaranya memanjang utara-selatan.
53
Bentuk lain yang serupa adalah bentuk Candi Pembakaran dan Candi Batu Putih. Kedua bentuk candi ini adalah persegi empat. Meskipun memiliki ukuran yang berbeda, namun keduanya diduga sebagai elemen yang digunakan untuk beribadah. Orientasi keduanya juga sama yaitu menghadap ke arah barat. Hal ini dilihat dari adanya tangga di sebelah barat Candi Pembakaran dan Candi Batu Putih. Bentuk serta orientasi yang sama pada beberapa elemen diidentifikasi bahwa elemen-elemen tersebut memiliki fungsi yang sama. Selain itu diduga ada dasar filosofis yang digunakan masyarakat zaman dulu yang namun sampai saat ini masih belum diketahui. b.1
Kelompok Gapura Utama
b.1.1 Gapura Utama I Gapura ini terletak di teras kedua. Yang menghubungkan antara struktur jalan dengan Gapura Utama I adalah sebuah tangga di depan gapura. Gapura yang terdepan terdiri dari tiga buah gapura yang berbentuk paduraksa (Gambar 20). Puncak gapura tersebut berupa hiasan yang berbentuk Ratna. Bahan dasar dari gapura-gapura tersebut adalah batu andesit, namun lantai, tangga, dan pagarnya terbuat dari batu putih (tufa). Gapura yang menghadap ke barat ini terdiri dari tiga buah gapura paduraksa yang tersusun berjajar dan berhimpit mengarah utara ke selatan. Gapura tengah merupakan gapura terbesar karena memiliki ukuran lebar lorong 3,40 m, panjang 4,85 m, dan tinggi 3,40 m. Ukuran pada gapura pengapit yaitu lebar lorong 1,92 m, panjang 3,9 m, dan tinggi 2,5 m. Bahan yang digunakan dalam pembangunan gapura ini adalah batu andesit, namun yang terlihat sekarang batu-batu penyusun atap gapura dalam sudah tidak lengkap lagi. Bentuk dari atap gapura pengapit yaitu berbentuk sisi genta, tersusun atas tiga bagian yang semakin ke atas semakin kecil dan pada puncaknya ada pahatan berbentuk Ratna. Pada gapura ini juga terdapat tangga yang terdiri dari tiga tingkatan dengan lebar masing-masing tangga 1,92 m. Keadaan gapura cukup baik karean sudah beberapa kali dilakukan rekonstruksi. Beberapa bagian batu gapura sudah bukan batu asli dari zaman Boko lagi.
54
Gambar 20 Gapura Utama I b.1.2 Gapura Utama II Gapura ini berdiri di atas batur yang tingginya 2 m. Di sisi batur terdapat tangga yang berjumlah tiga buah. Tangga tengah memiliki lebar 3,83 m dengan jumlah tingkatan 17 buah sedangkan tangga pada gapura lainnya memiliki lebar 2,17 m dan terdiri dari 15 tingkatan. Gapura Utama II ini merupakan gapura yang menghubungkan teras kedua dengan teras ketiga. Gapura tersusun dari batu andesit serta terdiri dari lima buah gapura paduraksa yang berjajar dan berdampingan arah utara selatan dan menghadap ke arah barat. Puncak gapura memiliki hiasan berbentuk Ratna. Gapura tengah merupakan gapura yang paling besar diantara dua gapura lainnya. Gapura ini memiliki ukuran lebar lorong 3,85 m, panjang 5,96 m, dan tinggi 3,70 m. Terdapat tangga yang di depan dan di belakang gapura dengan lebar 3,85 m. Gapura pengapit dalam yang mengapit tepat di sisi kanan dan kiri gapura tengah memiliki ukuran lebar lorong 2,17 m, panjang 4,81 m, dan tingginya 2,17 m. Gapura pengapit luar yang mengapit gapura tengah dan gapura dalam berukuran lebar lorong 1,15 m, panjang 2,33 m, dan tinggi 2 m. Sama halnya dengan Gapura Utama II, keadaan gapura ini juga baik dan terlihat masih kokoh. Pengelola sudah melakukan pemugaran beberapa kali untuk membangun gapura ini.
Gambar 21 Gapura Utama II
55
b.1.3 Candi Batu Putih Batur ini terletak di sisi utara teras kedua. Sesuai dengan namanya, batur ini disusun dari batu putih dan berbentuk bujur sangkar. Belum diketahui fungsinya, namun diperkirakan digunakan sebagai tempat ibadah. Yang tersisa dari bangunan ini hanya tinggal baturnya sampai dengan kaki candi. Ukuran candi ini yaitu 20x20 m.
Gambar 22 Candi Batu Putih b.1.4 Pagar Terdapat dua buah pagar pada teras kedua. Pagar pertama terletak di sebelah utara dan sebelah selatan Gapura Utama I. Pagar ini merupakan pemisah halaman di teras kedua dan tersusun atas batu putih dengan lebar 1,50 m. Namun yang tersisa hanya pondasinya saja. Pagar yang kedua merupakan pagar pemisah antara dua saluran yang terletak di sebelah timur teras kedua. Pagar ini bersambungan dengan batur Gapura Utara II. Sama halnya dengan pagar yang pertama, pagar ini tersusun dari batu putih namun dengan lebar sekitar 1 m. Kedua pagar ini memanjang arah utara selatan. b.1.5 Talud Talud yang terletak di sebelah timur teras kedua ini merupakan elemen yang memisahkan teras kedua dengan teras ketiga. Talud ini memanjang dari arah utara ke selatan. Talud dibuat dengan tujuan mengurangi tingkat erosi lahan dan digunakan dalam pengelolaan air. Talud ini bersambungan dengan talud lain yang terletak di sebelah selatan teras ketiga yang memanjang timur-barat. Bahan utama talud ini merupakan batu putih. Bentukan talud tidak lagi sempurna sejak awal ditemukan.
56
Gambar 23 Talud 2 b.1.6 Tangga Tangga ini terletak di sisi selatan Gapura Utama II. Tangga memiliki lebar tangga ini kurang lebih 2 m dan dapat menghubungkan teras kedua dengan teras ketiga. Tangga menghadap ke barat dan tersusun dari batu putih. b.1.7 Saluran Air Terdapat beberapa saluran air pada area transisi ini. Saluran pertama terletak di sebelah timur teras kedua, di sisi luar talud. Saluran ini mengarah utara selatan dan terbagi menjadi tiga bagian yaitu di sebelah utara Gapura Utama II dan pada tangga di sebelah selatan. Terdapat dua buah saluran air di sebelah utara Gapura Utama II, yaitu saluran di sebelah timur pagar dan saluran yang terletak di sebelah barat pagar. Saluran yang terletak di sebelah timur pagar mempunyai lebar 1,5 m dan disusun dari batu putih pada lantai dan pada dindingnya. Saluran yang terletak di sebelah barat pagar memiliki ukuran 68 cm dan dipahat langsung di batuan induk. Saluran ini dipisahkan oleh pagar dan terletak sejajar. Kedua saluran ini dihubungkan oleh saluran air tertutup yang terletak di sebelah selatan dan sebelah utara Gapura Utama II. Hanya terdapat satu saluran air yang terletak di sebelah selatan tangga, yaitu di sebelah timur pagar. Saluran ini memiliki lebar 1,5 m dan berada di sisi luar talud yang mengarah ke utara selatan. Dinding dan lantainya tersusun dari batu putih sedangkan saluran tertutup yang ditemukan di ujung selatan saluran air tersusun dari batu andesit. Saluran air lainnya terletak di sisi luar talud sebelah selatan paseban. Saluran ini memanjang dari timur ke barat dan terletak tepat di depan tangga talud selatan yang merupakan pembatas teras kedua dengan teras ketiga. Di sebelah barat, saluran air ini berhenti pada tanah yang belum digali,
57
sedangkan di sebelah timur saluran ini berhenti pada bagian yang melebar sehingga membentuk kolam kecil. Saluran air ini dibuat dalam dan sempit dengan lebar sekitar 50 cm dan dipahat langsung pada batuan induk. Terdapat lagi saluran air di sebelah utara Gapura Utama II dengan jarak 53 cm dari gapura tersebut. Saluran ini mengarah dari teras ketiga ke arah bawah dan berhenti di atas saluran sebelah barat pagar. Saluran ini memiliki lebar 29 cm dan terbuat dari batu putih. Saluran air lain terletak di bagian selatan kolam kecil di tenggara Candi Pembakaran dan di sebelah utara pagar. Saluran ini memanjang dari timur ke barat, di sebelah baratnya terdapat susunan batu yang membentuk saluran air. Saluran ini dipahat langsung di batuan induknya. Saluran yang mengarah ke barat memiliki lebar 40 cm dan kedalaman 16 cm. Di ujungnya berhenti dan menembus talud pembatas teras kedua dengan teras ketiga. Pada saluran yang mengarah ke sisi timur berhubungan dengan kolam besar sebelah timur Candi Pembakaran. b.1.8 Candi Pembakaran Candi ini dianggap sebagai tempat pembakaran atau penyimpanan abu jenazah pada masa lampau. Hal ini dibuktikan dengan adanya penemuan abu di sumur candi. Selain sebagai tempat penyimpanan abu jenazah, di Candi Pembakaran ini juga dilakukan beberapa ritual keagamaan seperti ritual pembakaran jenazah yang dilakukan oleh semua anggota kerajaan dan masyarakat kerajaan lainnya. Candi yang berada di sebelah timur laut Gapura Utama II dan di sebelah utara pagar pemisah halaman ini memiliki bentuk tapak segi empat dengan ukuran 26 x 26 cm dan tinggi 3 m. Di tengah candi terdapat perigi atau sumur yang berukuran 4x4 m dengan kedalaman 2,30 m dan terbuat dari batu andesit. Candi ini dilengkapi dengan tangga yang lebarnya 2 m dan terdiri dari 15 anak tangga. Bentuk Candi Pembakaran menyerupai piramida yang terpotong bagian atasnya. Saat ditemukan, candi ini tidak memiliki tubuh dan atap. Batu putih dan batu andesit merupakan bahan yang digunakan dalam pembuatan Candi Pembakaran. Saat ini sedang dilakukan pemugaran terhadap Candi Pembakaran.
58
Gambar 24 Candi Pembakaran b.1.9 Kolam dan Bak Air Bak dan kolam ini berfungsi untuk menampung air. Bak air pertama yaitu bak yang terletak di sebelah tenggara Candi Pembakaran. Bak air ini terlihat dari adanya pemahatan pada batuan induk di sisi barat dan selatan kolam sehingga membentuk dinding. Sedangkan bibir kolamnya terbuat dari batuan andesit. Bak air ini dulunya dimanfaatkan untuk menanam padi oleh masyarakat sekitar namun pada bulan Maret 1993 mulai dilakukan pemugaran dan pemeliharaan agar identitasnya tidak hilang (Soenarto, Subroto, dan Santoso, 1993). Bak air yang berukuran 1 x 1 m ini merupakan sebuah mata air dulunya dan sampai saat ini masih dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk kebutuhan sehari-hari. Bak ini memiliki kedalaman air 2,7 m di bawah permukaan tanah. Air yang tertampung di bak air ini masih dimanfaatkan oleh masyarakat agama Hindu dalam ritual keagamaan perayaan hari raya Nyepi dan di bawa ke Candi Pembakaran untuk dilakukan ritual selanjutnya. Kolam ketiga yang ada pada teras ketiga ini yaitu kolam yang terletak di barat alun-alun atau di sebelah tenggara Gapura Utama II. Kolam yang berbentuk segi empat dan berukuran 3 x 4 m ini sangat mendukung sistem drainase di alunalun. Kolam ini juga dibuat dengan cara memahat langsung batuan induknya.
Gambar 25 Bak Air di Tenggara Candi Pembakaran
59
b.2
Kelompok Paseban
b.2.1 Pagar Ada dua buah pagar yang terletak di teras ketiga ini. Pagar yang pertama adalah pagar yang memisahkan halaman 1 (Candi Pembakaran, kolam kecil, dan kolam sebelah timur Candi Pembakaran) dengan halaman lainnya yang berada di sebelah selatan, sering disebut alun-alun. Pagar lainnya adalah pagar yang mengelilingi teras ketiga. Pagar ini hanya tersisa sebagian kecil yang letaknya di sebelah utara Gapura. Pagar ini merupakan pahatan yang langsung dipahat di batuan induk dan dibentuk menjadi pagar. b.2.2 Lantai Lantai pada teras ketiga ini hanya ditemukan sebagian kecil, yaitu di sebelah timur laut Gapura Utama II. lantai yang letaknya di area transisi ini memanjang dari timur ke barat. Lantai ini tersusun atas balok-balok batu putih. Diduga dahulunya lantai ini merupakan dasar sebuah bangunan yang terdiri dari dari tiang-tiang dan dinding. Bukti adanya tiang-tiang yaitu adanya umpakumpak di dasar yang tertanam di tanah. Fungsi umpak-umpak yaitu sebagai landasan tiang penyangga. Umpak-umpak yang tersusun dari batuan andesit ini terletak di sebelah utara Paseban dan di bagian timur teras ketiga. Elemen ini berbentuk persegi panjang dengan susunan tiga deretan ke timur barat. Masingmasing deretan umpak terdiri dari sembilan buah. Umpak-umpak memiliki ukuran 32 x 32 cm.
Gambar 26 Lantai di Teras Ketiga b.2.3 Paseban Paseban ini terdiri dari dua buah batur yang terletak secara berdampingan. Paseban berada pada bagian selatan teras ketiga dan terletak 175 m di sebelah
60
tenggara Gapura Utama II. Terdapat tangga sebagai penghubung antara teras kedua dan teras ketiga di sebelah selatan Paseban. Fungsi dan penggunaannya sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Diduga dulunya Paseban berfungsi sebagai tempat pertemuan dengan para raja. Hal ini dikarenakan yang tersisa dari paseban ini hanya batur-batur dan susunan batuan yang tidak teratur. Bahan dasar dari paseban adalah batu andesit. Lantai yang berada di sebelah timur memiliki ukuran panjang 25 m, lebar 12 m, dan tinggi 0,33 m. Pada sebelah barat terdapat pula lantai dengan ukuran yang berbeda, yaitu panjang 15 m, lebar 12 m, dan tinggi 0,33 m. Dalam Miksic (1996) diduga Paseban dulunya digunakan sebagai tempat penerimaan tamu.
Gambar 27 Paseban c.
Area Sakral Bagian terakhir yaitu bagian yang letaknya di atas atau di sebelah timur
sampai tenggara kawasan situs. Area ini adalah area sakral. Pada area sakral keadaan lahannya berlereng-lereng dan cukup curam di sebelah utara meskipun permukaan di sebelah selatan cenderung lebih rendah dibandingkan dengan area di sebelah utaranya. Batas dari area ini, yaitu pada sebelah selatan, barat, dan timur dibatasi oleh lereng-lereng, sedangkan pada sebelah utara dibatasi oleh perbukitan. Area sakral letaknya paling atas dan paling belakang. Pada area sakral kegiatan lebih banyak dilakukan karena area ini berfungsi sebagai permukiman dan peribadahan. Area sakral dimulai dari Pendapa, Keputren, sampai dengan gua. Area ini dibagi dua, yaitu area ibadah dan area pribadi yang letaknya turun ke bawah tepatnya di bagian tenggara. Area ibadah terletak di sebelah timur dan naik ke atas. Pada area ini hanya terdapat gua yang digunakan oleh masyarakat
61
zaman dahulu untuk beribadah dan bertapa. Dua buah gua yang ada di area sakral ini yaitu Gua Lanang dan Gua Wadon. Area yang kedua adalah area pribadi. Di area ini terdapat bangunan-bangunan yang digunakan sebagai tempat tinggal dan sarana untuk mendukung kehidupan sehari-hari. Di area pribadi, elemen yang ada di dalamnya antara lain, Pendapa, Keputren, kolam, miniatur candi, dan lain-lain. c.1
Area Ibadah (Kelompok Gua) Area ibadah terletak di sebelah utara area pribadi. Untuk mencapai kawasan
ini perlu berjalan melewati jalan yang curam. Bentuk tatanan dari kelompok timur ini yaitu tebing bukit yang permukaannya tidak rata karena tapaknya yang berteras. Tapak ini dikelilingi oleh lereng di sebelah timur, selatan, dan barat. Sedangkan di sebelah utara dibatasi oleh tebing. Di bagian ini tidak banyak sisa peninggalan yang ada, hanya terdapat dua buah gua, yaitu Gua Lanang dan Gua Wadon. Dari area ini, kawasan di sebelah selatannya atau area pribadi dapat terlihat jelas. Maka diduga selain untuk kesakralan, dibangunnya gua di tempat yang tinggi juga untuk dapat memantau keadaan di daerah pribadi. Keadaan pada area ibadah ini cenderung gersang. Hal ini mungkin disebabkan karena kurangnya vegetasi yang ada serta keadaan suhu sekitar yang kurang nyaman, yaitu sekitar 29°C. Bentuk kedua gua relatif sama, namun yang membedakan hanya jumlah relung serta peletakannya yang berada pada ketinggian yang berbeda. Belum diketahui alasan pembangunan kedua gua yang memiliki perbedaan ketinggian dan perbedaan jumlah relung. Kedua gua ini juga dibuat oleh manusia zaman dulu dan dipahat langsung di batuan induk. c.1.1 Gua Lanang Dua gua yang terdapat di kelompok Timur ini, yaitu Gua Lanang dan Gua Wadon. Gua Lanang terletak lebih tinggi dari Gua Wadon. Gua ini memiliki ukuran pada pintu masuknya, yaitu lebar 1,5 m, tinggi 1,15 m, dan kedalaman gua 1,5 m. Di dalam gua terdapat lagi sebuah relung dengan lebar 50 cm, panjang, 2,15 m, dan tinggi 60 cm. Gua Lanang ini mengahadap ke arah selatan. Ukuran dari Gua Lanang lebih kecil dibandingkan dengan Gua Wadon. Selain itu, hanya terdiri dari sebuah relung maka diperkirakan Gua Lanang hanya dapat digunakan oleh satu orang saja.
62
Gambar 28 Gua Lanang c.1.2 Gua Wadon Gua lainnya terletak di sebelah tenggara Gua Lanang. Gua ini dinamakan Gua Wadon. Gua Wadon juga mengahadap ke arah selatan. Gua yang memiliki empat buah relung di dalamnya berukuran lebar 3 m, kedalaman gua 3,5 m, dan tinggi 1,5 m. Empat buah relung ini terletak di sisi yang berberda. Dua buah relung terletak di dinding utara gua dan terletak berjajar. Relung ini berukuran masing-masing lebar 1 m, panjang 1,5 m, dan tinggi 60 cm. Sebuah relung dipahatkan di dinding sebelah barat dengan lebar 59 cm, panjang 1,5 m, dan tinggi 86 cm. sedangkan relung lainnya dipahat di sisi timur dinding gua dengan lebar 57 cm, panjang 1,2 m, dan tinggi 65 cm. Ada bagian lain yang merupakan sisa peninggalan dari kerajaan Boko, yaitu sebuah undakan atau tangga dan dinding. Undakan ini terletak di sebalah barat gua dan menghadap ke arah selatan. Keduanya dipahat langsung di batuan induk.
Gambar 29 Gua Wadon c.2
Area Pribadi (Kelompok Pendapa dan Kelompok Keputren) Area pribadi terletak di sebelah selatan. Ketinggian area pribadi relatif lebih
rendah dibandingkan area ibadah. Namun ketinggian kompleks kolam dan Keputren lebih rendah dibandingkan dengan Kelompok Pendapa. Selain itu,
63
permukaan tanahnya relatif rata. Elemen sejarah yang terdapat di area pribadi antara lain, Pendapa, batur Pringgitan, miniatur candi, kompleks kolam, dan Keputren. Jika dilihat dengan seksama, bentuk dari elemen-elemen yang ada pada area pribadi ini juga hampir sama, antara lain bentuk dari batur Pendapa dan batur Pringgitan. Bentuknya yaitu persegi panjang dan memanjang dari utara ke selatan. Bangunan Pendapa ini diduga mengahadap ke arah barat dilihat dari gapura masuknya yang ada di sebelah barat berjumlah dua buah berbeda dengan gapura yang terletak di sisi lainnya yang hanya berjumlah satu. Selain itu, pada gapura masuk Pendapa ini terdapat hiasan Ratna yang juga ada pada Gapura Utama di area transisi. Berbeda dengan bentuk batur pada kompleks Pendapa, bentuk batur Keputren yaitu persegi empat yang berjumlah dua buah dan berdampingan utaraselatan. Diduga orientasi dari bangunan Keputren ini juga menghadap ke arah barat. c.2.1.Pendapa Pendapa adalah bangunan yang digunakan sebagai tempat tinggal raja. Adapula yang mengatakan bahwa Pendapa adalah tempat berkumpulnya anggota kerajaan (Miksic,1994). Pendapa ini terletak di bagian barat Kelompok Tenggara dengan batas dinding bukit pada utara, lalu lereng di sebelah barat dan selatan, dan di sebelah timur dibatasi oleh talud yang membatasi kompleks Pendapa dengan kolam. Pendapa terletak di teras yang paling tinggi di antara kompleks Keputren dan kolam. Bangunan Pendapa disusun dari batuan andesit pada bagian baturnya, sedangkan pada bagian atasnya tersusun dari batu putih. Tinggi batur ini sekitar 1,5 m dan dikelilingi oleh tembok yang memiliki hiasan berbentuk ratna di bagian atasnya. Bangunan Pendapa dapat dilihat di Gambar 30. Tembok yang mengelilingi Pendapa mempunyai bentuk persegi panjang dengan ukuran 3,6 x 40 m. Bahan dasar pembangunan tembok ini adalah batu andesit, tetapi pada bagian tengah terdapat susunan batu putih. Pada bagian atas tembok dihiasi dengan kemuncak yang yang mengelilingi tembok. Pada tembok ini juga terdapat tiga buah gapura masuk (Gambar 31), yaitu terletak di sebelah utara (Gapura 1), barat (Gapura 2), dan selatan (Gapura 3). Gapura masuk yang terletak di dalam tembok juga terbuat dari batuan andesit dan berbentuk paduraksa. Gapura yang terletak di
64
sebelah barat tembok keliling Pendapa berjumlah dua buah. Kedua gapura menghadap ke arah barat. Pada saat ini, sebagian besar bentukan gapura sudah runtuh, yang tersisa hanya pondasi dan sebagian kecil tubuh gapura. Lebar lorong gapura ini kurang lebih 2 m. Pada masing-masing gapura dilengkapi tangga naik dan terdapat hiasan kalamakara di bagian tangan tangga. Konstruksi pembuatan tangga ini dibuat dengan konstruksi tempel, yaitu tidak menyatu dengan baturnya. Selain itu, ditemukan juga saluran air berbentuk jaladwara yang terletak di dasar tembok dan mengelilingi tembok tersebut. Ada enam buah saluran air di sebelah selatan, lima buah di sebelah barat, dan empat buah di sebelah utara. Pada masingmasing ujung tembok ditemukan saluran air semu, yaitu saluran air yang tidak memiliki lubang saluran. Elemen lain yang ditemukan adalah tiga buah batur, yaitu batur Pendapa, batur pringgitan, dan bale-bale. Kedua batur ini terletak di dalam tembok keliling Pendapa. Batur Pendapa terbuat dari batu andesit dan berdenah bujur sangkar (Gambar 32). Ukuran dari batur ini adalah 20 x 20 m dan tinggi 1,25 m. Batur ini juga memiliki tangga yang di sisi barat, utara, dan timurnya dengan lebar masingmasing tangga 1,25 m. Di dalam kompleks Pendapa ini juga ditemukan sejumlah umpak yang diperkirakan berfungsi sebagai landasan tiang penyangga. Jumlah umpak-umpak ini sekitar 20 buah dengan susunan berderet mengikuti denah batur. Batur lainnya atau yang disebut dengan pringgitan, terletak di sebelah selatan batur Pendapa. Pringgitan adalah ruang antara Pendapa dan bagian rumah utama (http://www.artikata.com/, 14 juli 2011). Pringgitan ini berdenah persegi panjang dan memiliki ukuran 20 x 6 m dengan tinggi 1,25 m. Tersusun dari batu andesit dan bentuknya memanjang arah timur barat. Yang menghubungkan antara batur Pendapa dengan pringgitan adalah semacam selasar yang memiliki panjang 4 m dan lebar 2 m. Di sisi kanan dan kiri selasar terdapat tangga. Bale-bale merupakan salah satu bentukan batur lainnya. Bale-bale ini terletak di sebelah timur tembok keliling Pendapa. Bangunan yang berdenah persegi panjang ini mengarah utara selatan dengan ukuran 38 x 7 m dan tinggi 1,15 m. Batur ini memiliki tangga di bagian barat dengan lebar 1,25 m. Ada
65
beberapa bekas sekat di lantai batur yang mencirikan bahwa pernah ada ruang yang bersekat-sekat di atas batur ini. Terdapat beberapa batur lain dengan ukuran yang lebih kecil dan letaknya di sebelah selatan bale-bale. Salah satu baturnya terdapat candi kecil atau miniatur candi (Gambar 33). Miniatur candi ini terletak di sebelah selatan bale-bale atau di bagian tenggara tembok keliling Pendapa. Berjumlah tiga buah dan masingmasing candi memiliki tangga masuk pada sisi barat. Miniatur candi utama memiliki ukuran 1,30 x 1,30 m dengan tinggi 1,48 m. Bagian atap candi utama ini sudah hilang. Sedangkan ukuran dua candi lainnya yaitu 1 x 1 m dengan tinggi 1,58 m. Puncak atap candi ini juga sudah hilang. Di depan miniatur candi terdapat bak air. Bak air ini memiliki bentuk persegi panjang dengan ukuran 1,90 x 1,26 m dan kedalaman 1,25 m. Batuan andesit merupakan bahan yang digunakan dalam membuat bak air ini. Di sebelah utara bale-bale, terdapat sebuah kolam yang berbentuk bujur sangkar. Kolam ini langsung dipahat pada batuan induk, tetapi bagian atasnya diperkuat dengan batuan putih. Kolam lain terdapat di sebelah utara tembok keliling Pendapa. Berbeda dengan kolam di atas, kolam ini berbentuk bulat dan masih tertimbun tanah. Kolam ini juga dibuat dengan langsung memahat batuan induk. Kompleks Pendapa ini dilengkapi dengan saluran air. Saluran air ini berada di sepanjang sisi luar sebelah barat dasar talud dan di sebelah selatan Pendapa. Saluran air yang terletak di sebelah utara dan sebelah selatan Gapura 1 memiliki sistem saluran terbuka. Saluran ini mempunyai lebar 60 cm dan dibuat dengan cara langsung memahat pada batuan induk. Saluran ini juga diperkuat dengan batu putih pada dinding dan lantai saluran. Saluran lainnya, yaitu yang terletak di sebelah selatan Gapura 2. Saluran ini memiliki sistem saluran tertutup dan merupakan kelanjutan saluran air tertutup yang berada di sebelah barat Pendapa. Di sebelah barat saluran air ini terdapat sebuah pagar. Namun, disayangkan pagar ini sudah runtuh dan yang tersisa hanya pondasinya saja. Pagar ini memanjang dari utara ke selatan, sejajar dengan saluran air.
66
Gambar 30 Pendapa
Gambar 31 Gapura Masuk
Gambar 32 Batur Pendapa
Gambar 33 Miniatur Candi
c.2.2 Keputren Keputren adalah tempat tinggal para putri dan ratu (Gambar 34). Bangunan ini terletak di sebelah timur kompleks kolam. Batas dari Keputren ini adalah pada bagian utara, timur, dan selatan dibatasi oleh lereng, sedangkan di sebelah barat dibatasi oleh talud yang membatasi Keputren dengan kompleks kolam. Beberapa elemen peninggalan yang tersisa di kompleks Keputren antara lain, dua buah batur, pagar, kolam, dan saluran air. Batur Keputren terdiri dari dua buah batur yang disusun dari batu andesit. Sebagian batur sudah rusak, namun batur lainnya masih cukup lengkap. Batur ini memiliki denah segi empat dengan ukuran 20 x 20 m. Terdapat umpak-umpak yang berjumlah 28 buah dengan ukuran 32 x 32 cm. Umpak ini disusun berderet mengikuti denah batur, yaitu persegi empat.
Gambar 34 Keputren
67
c.2.3 Kompleks Kolam Disebelah barat Keputren atau disebelah timur Pendapa terdapat kompleks kolam (Gambar 35). Kompleks kolam ini berada pada lahan yang lebih rendah dari pada Pendapa dan sejajar dengan Keputren. Kolam ini terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kolam bundar dan kelompok kolam persegi. Dari hasil pengamatan dan literatur kelompok kolam bundar terdiri dari 14 buah kolam bundar berukuran besar dan 14 kolam bundar berukuran kecil. Namun menurut pengelola situs, kolam bundar ini terdiri dari 17 kolam besar dan 23 kolam kecil. Kolam bundar besar memiliki diameter 2,5 m dan kolam bundar kecil berukuran 1,5 m. Pola kolam bundar ini teratur dan membentuk pola huruf L. Kolam-kolam ini dihubungkan dengan saluran air dengan tujuan air dapat saling mengalir antar kolam dan tidak adanya pengahamburan air. Kolam ini dibuat dengan cara langsung memahat pada batuan induknya. Kelompok kolam lainnya yaitu kelompok kolam persegi. Letak dari kelompok kolam persegi ini yaitu di sebelah utara kelompok kolam bundar. Kelompok kolam persegi terdiri dari lima buah kolam persegi besar dan dua buah kolam persegi kecil. Kolam terbesar memiliki ukuran 9x5 m dan kolam terkecil berukuran 1x1 m. Sama halnya dengan kelompok kolam bundar, kolam-kolam persegi ini juga dihungkan dengan saluran air utama. Saluran air ini mengarah dari uatar ke selatan. Di ujung selatan, saluran air menembus pagar dan dihubungkan dengan kelompok kolam bundar. Di sekeliling pinggir kolam terdapat lubang-lubang pada batuan induk dan letaknya tidak teratur. Rata-rata lubang ini berdiameter 20 cm. Bak air pada kompleks Keputren ini letaknya di sebelah barat batur pendapa (Gambar 36). Bak air ini memiliki bentuk persegi panjang. Terdapat tangga menuju dasar kolam yang berjumlah 9 tingkat. Elemen lain yang ditemukan di Keputren ini adalah pagar. Sebagian besar pagarnya sudah runtuh. Dari sisa-sisa pada bagian bawahnya, peneliti memperkirakan bahwa bangunan ini adalah sebuah pagar. Diduga pagar ini dibangun mengelilingi Keputren. Elemen yang paling penting yang ada di Keputren ini yaitu saluran air. Saluran air ini terletak di sebelah utara kolam Keputren. Saluran mengarah ke bawah dan menempel pada talud. Saluran lain yang ditemukan yaitu saluran yang terletak di timur pagar yang memisahkan
68
kolam dengan batur. Saluran ini dimanfaatkan untuk mengalirkan air hujan dari sebelah selatan pagar ke luar pagar. Selain itu juga ditemukan bak air di sebelah utara kompleks pemandian. Fungsinya adalah untuk menampung air hujan.
Gambar 35 Kompleks Kolam Pemandian
Gambar 36 Bak Air 5.1.4 Strategi Pemanfaatan Lahan dan Pengelolaan Air pada Zaman Dahulu Dengan keadaan lahan yang berlereng dan berteras-teras, masyarakat Boko pada zaman dulu mengantisipasinya dengan beberapa hal. Hal tersebut membuat kerajaan ini dapat berdiri kokoh di atas kedaan lahan yang kurang baik. Strategi yang dilakukan masyarakat Ratu Boko untuk bertahan dalam lingkungan yang seperti ini yaitu dengan ditemukannya
beberapa bukti, seperti talud, bekas
penambangan tanah, dan sisa pemangkasan lapisan batuan induk. Talud adalah salah satu elemen yang khas di Situs Ratu Boko. Talud dibuat dari tatanan batu dan pemangkasan batuan induk. Talud-talud tersebut secara fungsional terkait dengan masalah keadaan tanah yang tidak rata. Tanah yang tidak rata ini juga menjadi salah satu masalah dalam pendirian bangunan. Masyarakat Ratu Boko menyikapinya dengan strategi pengurugan. Mereka mengurug tanah dari bagian lain kompleks situs dan hingga saat ini masih ada bekas penggaliannya. Tanah urug ini memiliki sifat yang sama yaitu mudah
69
tererosi dan lahan yang di urug terdiri dari lereng-lereng yang curam. Untuk menanggulangi masalah ini maka dibuatlah talud-talud tersebut. Tujuannya adalah agar tanah tidak longsor yang disebabkan oleh aliran air yang tidak terkendali. Dari pengelolaan lahan yang baik inilah maka terbentuk lahan yang rata dan sesuai dalam perencanaan pendirian bangunan. Untuk bertahan hidup, diduga masyarakat Kerajaan Boko memanfaatkan air hujan dan air tanah untuk kebutuhan sehari-hari. Hal tersebut dilihat dari penemuan-penemuan kolam dan saluran air yang tertanam di dalam tanah. Kolamkolam tersebut digunakan untuk menampung air hujan dan dihubungkan dengan saluran-saluran air antar satu kolam dengan kolam lainnya. Lapisan batuan induk semen yang menjadi bahan dasar kolam memiliki sifat tidak mudah meloloskan dan menyerap air. Air di dalam kompleks situs ini selain dimanfaatkan sebagai kebutuhan memasak, minum, dan mandi, juga dimanfaatkan dalam ritual keagamaan. Hal itu terlihat dari kolam-kolam dan saluran air yang ditemukan di sekitar Candi Pembakaran. Selain itu pemanfaatan air untuk ritual keagamaan juga terlihat di Miniatur Candi. Diduga air yang digunakan untuk membasuh candi dapat ditampung di bak air yang letaknya di depan Miniatur Candi untuk digunakan dalam ritual selanjutnya. Pengelolaan air dengan baik juga diterapkan di kompleks kolam yang terletak di sebelah timur Keputren. Antara satu kolam dengan kolam lainnya dihubungkan oleh saluran. Dengan saluran ini maka apabila air yang tertampung di satu kolam penuh, akan teralirkan ke kolam lainnya. Hal ini menyebabkan tidak akan ada air yang terbuang dengan percuma. Masalah terakhir yang menjadi perhatian adalah jenis tanah di kawasan ini yang sebagian besar berupa lapisan padas yang ditutupi tanah. Lapisan tanah yang menutupi batu padas kesuburannya rendah dan tidak cocok untuk penanaman. Namun untuk masalah ini belum diketahui strategi penanggulangan masalahanya. 5.2
Analisis Pemanfaatan Wisata dan Pengelolaan
5.2.1 Aktivitas Wisata dan Dampaknya Terhadap Objek Situs Ratu Boko yang dikenal sebagai peninggalan sejarah yang telah dijadikan sebagai tempat wisata. Ada banyak aktivitas wisata yang dapat dilakukan di sini, antara lain rekreasi situs sejarah, menikmati pemandangan alam
70
yang terdiri dari hamparan bukit-bukit, Gunung Merapi, Candi Prambanan, sunrise dan sunset; berkemah, tracking, dan lain-lain. Untuk masuk ke dalam kompleks Situs Ratu Boko, pengunjung dikenakan biaya sebesar Rp. 10.000,untuk hari biasa dan Rp. 15.000,- untuk hari libur (pada tahun 2011). Berikut adalah kegiatan yang biasa dilakukan oleh pengunjung di Situs Ratu Boko: a. Wisata Sejarah Situs Ratu Boko Kawasan yang memiliki karakter unik dan berbeda ini memiliki beberapa bangunan yang bernilai sejarah tinggi. Peninggalan-peninggalan sejarah ini banyak terdapat di bukit timur Boko. Bangunan-bangunan ini terdiri dari, Gapura Utama, Candi Batu Putih, Candi Pembakaran, Alun-alun, Paseban, Pendapa, Keputren, dan Kelompok Gua. b. Bersemedi dan Ritual Keagamaan Beberapa masyarakat yang masih memiliki kepercayaan bersemedi di gua menjadikan Gua Lanang dan Gua Wadon sebagai tempat bersemedi yang baik. Namun, kegiatan bersemedi saat ini sudah jarang dilakukan. Selain bersemedi, beberapa pengunjung/masyarakat, khusunya masyarakat Hindu, juga melakukan ritual. Ritual yang biasa dilakukan adalah pengambilan air di bak air yang letaknya di depan Candi Pembakaran sehari sebelum hari raya Nyepi. Air ini dibawa ke Candi Prambanan untuk upacara tawur agung (hari raya Nyepi). Sebelum dibawa ke Candi Prambanan, dilakukan ritual terlebih dahulu di batur Paseban. c. Berkemah Area yang digunakan untuk berkemah terletak di area Boko Barat dekat dengan pintu masuk utama. Disediakan pula perlengkapan yang memadai sehingga mempermudah dan dapat menambah kenyamanan pengunjung. Area yang berbukit dengan nuansa alam yang asri sangat cocok untuk melakukan kemping. Lokasi perkemahan berada di lahan yang berkontur landai dan sudah dikeraskan untuk penempatan tenda. d. Tracking Kegiatan ini yaitu kegiatan menyusuri bukit-bukit dan kawasan di sekitar Situs Ratu Boko.
71
e. Menikmati pemandangan sekitar Pemandangan di sekitar kawasan situs yang sangat indah, dapat dijadikan alternatif aktivitas wisata lainnya. Pemandangan yang dapat dilihat dari dalam kawasan antara lain Candi Prambanan dan Gunung Merapi di sebelah utara kawasan. Pemandangan bukit Boko yang mengelilingi situs dapat terlihat dengan jelas dari sebelah barat di sepanjang jalan menuju Gapura Utama dan di sebelah timur. Dari sebelah timur kawasan, juga dapat terlihat matahari terbit dan dari sebelah barat kawasan pengunjung disuguhkan pemandangan matahari terbenam. Dari aktivitas wisata yang disebutkan sebelumnya, pengelola PT. Taman Wisata juga mengembangkan atraksi wisata dalam beberapa paket wisata untuk wisatawan (Hartono, 2004). Tujuan disediakannya paket wisata adalah untuk menarik pengunjung dan juga untuk lebih mengeksplore kegiatan wisata yang biasa dilakukan di Situs Ratu Boko. Paket wisata yang tersedia antara lain: a. Paket Boko Sunset Dinner and Performance, yaitu paket menikmati panorama keindahan matahari tenggelam dan makan malam untuk umum. b. Paket Camping, yaitu kegiatan perkemahan untuk pelajar, mahasiswa, atau pengunjung lainnya yang letaknya di bagian bukit Boko barat. Selain itu juga ada fasilitas kamar mandi yang cukup bersih, air, listrik, tenda kemah biasa, tenda kemah eksklusif (ekstra kasur, bantal, selimut), serta disediakan pula perlengkapan memasak dan bahan mentahnya. Keunggulan dari paket ini adalah pengunjung dapat melihat langsung pemandangan yang alami, menikmati sunrise dan sunset, dan suasana pedesaan yang alami. c. Paket Camping & Tracking, yaitu paket untuk wisatawan mancanegara dan lokal. Kegiatannya yaitu menyusuri jejak pedesaan dan peninggalan purbakala di kawasan perbukitan Boko sambil menikmati keindahan matahari terbit dari bukit Pegat. Kegiatan tracking dimulai pada pukul 03.00 WIB dini hari dan berakhir pukul 09.00 WIB. Fasilitas yang disediakan yaitu tongkat, senter, air mineral, snack, sarapan pagi, pemandu, dan souvenir. Keunggulan paket ini adalah pengunjung dapat menikmati pemandangan alam yang sangat indah serta melihat dengan jelas saat matahari terbit. d. Paket Boko Ritual, yaitu paket kegiatan mengikuti ritual dan kegiatan para psikologi menyusuri keganjilan –keganjilan alam gaib Situs Ratu Boko.
72
e. Paket Desa Wisata dan Sunset, yaitu paket kegiatan menikmati keindahan desa-desa di sekitar Situs Ratu Boko dengan menggunakan andong yang diakhiri dengan menimati keindahan matahari terbenam. Fasilitas-fasilitas yang disediakan pengelola untuk mendukung aktivitas wisata, antara lain : a. Gardu Pandang Gardu pandang yang disediakan pengelola berjumlah empat buah. Letak gardu pandang ini yaitu tiga buah berada di Bukit Boko Barat dan sebuah gardu terletak di sebelah utara Candi Pembakaran. Fungsi gardu pandang adalah untuk melihat pemandangan bukit-bukit, Gunung Merapi, pemandangan ke candi-candi lain yang ada di sekitar Kawasan Situs Ratu Boko, dan menikmati sunrise (matahari terbit) dan sunset (matahari tenggelam). Tiga buah gardu yang terletak di Bukit Boko Barat digunakan untuk melihat pemandangan kawasan sekitar Ratu Boko. Gardu yang terletak di utara Candi Pembakaran atau di bagian timur-utara bukit digunakan untuk melihat pemandangan ke arah Gunung Merapi dan Candi Prambanan (Gambar 37). Keadaan gardu pandang ini sangat memprihatinkan karena kurangnya perawatan. Kondisi yang kurang layak menyebabkan gardu jarang digunakan oleh pengunjung. Bagian dalam gardu pandang dapat dilihat pada Gambar 38. Di dalam gardu terdapat sebuah arca Hindu (Gambar 39).
Gambar 37 Gardu Pandang
Gambar 38 Bagian dalam Gardu Pandang
73
Gambar 39 Arca Hindu yang Tterletak di dalam Salah Satu Gardu Pandang b. Plaza Andrawina Plaza Andrawina terdiri dari sebuah restoran dan fasilitas karaoke yang terletak di dekat pintu masuk utama, tepatnya di lereng bukit. Dari plaza ini, pengunjung dapat melihat dengan jelas pemandangan alam yang indah dari Candi Prambanan dan Candi Sewu dengan latar belakang Gunung Merapi. Selain itu, pengunjung juga dapat melihat indahnya pemandangan matahari terbenam dan pegunungan yang mengelilingi kawasan Situs Ratu Boko. c. Toko Cinderamata Toko ini menyediakan beberapa hasil kerajinan dari desa-desa wisata di sekitar kompleks Situs Ratu Boko dan souvenir. Toko cinderamata ini terletak di parkiran bus. d. Fasilitas Informasi Fasilitas informasi yang disediakan pengelola masih minim, khusunya yang terletak di dalam kawasan Ratu Boko. Fasilitas informasi yang disediakan untuk mendukung kegiatan wisata terdiri dari beberapa jenis, antara lain papan peta kompleks Situs Ratu Boko yang terletak di tangga setelah loket karcis (Gambar 40), papan informasi elemen sejarah yang diletakkan di spot-spot tertentu (Gambar 41), signage (Gambar 42), dan kantor informasi.
Gambar 40 Papan Peta Wisata Kompleks Situs Ratu Boko
74
Gambar 41 Papan Informasi
Gambar 42 Signage e. Fasilitas Pengelolaan, Pelayanan, dan Pengembangan Dalam aspek wisata, pihak yang mengelola adalah PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko. PT. Taman Wisata menyediakan sebuah kantor pengelola di Kompleks Situs Ratu Boko dan kantor pusat pengelola terletak di Jl. Raya Jogja-Solo. Sedangkan untuk kantor pengelola BP3 berada di luar kawasan situs yaitu di sebelah barat pintu gerbang utama. Pengelola juga menyediakan fasilitas pelayanan dan pengembangan seperti gardu penjagaan, loket karcis, toilet, musholla, tempat sampah, tempat parkir, dan warung-warung makanan kecil. Warung-warung kecil ini terletak di dalam kompleks sehingga memudahkan pengunjung untuk membeli makanan dan minuman (Gambar 43). Warung yang dikelola oleh PT. Taman Wisata dan masyarakat sekitar ini memiliki bangunan non permanen dan ada beberapa warung yang merupakan tempat tinggal masyarakat. Fasilitas lain yang cukup baik keadaannya yaitu tempat sampah (Gambar 44). Namun di dalam kompleks situs penyediaan tempat sampah masih kurang.
75
Gambar 43 Warung Makanan dan Minuman di dalam Kawasan Situs
Gambar 44 Fasilitas Tempat Sampah f. Fasilitas Akomodasi Pengelola PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko menyediakan fasilitas mini bus untuk pengunjung. Fasilitas ini dapat digunakan oleh pengunjung yang mengambil paket wisata Candi Prambanan dan Situs Ratu Boko dengan biaya Rp. 25.000,-. Kapasitas minibus ini untuk delapan sampai sepuluh orang. Setelah dilakukan pengamatan dan analisis dari data yang diperoleh, aktivitas wisata yang dilakukan di kawasan ini bukan hanya kegiatan rekreasi situs sejarah saja, tetapi juga pemandangan sekitar kawasan. Kawasan Situs Ratu Boko yang berada pada lanskap yang berbukit menyuguhkan atraksi lain yang dapat dinikmati oleh pengunjung. Dengan banyaknya potensi yang dimiliki, Kompleks Situs Ratu Boko cukup banyak dikunjungi. Dari data pengunjung pada Situs Ratu Boko dari tahun 2005 sampai tahun 2009 terus meningkat. Yang paling signifikan peningkatannya adalah dari tahun 2008 dengan 2009 yaitu mencapai 100%. Kejadian letusan Gunung Merapi pada tahun 2010 kemarin tidak berpengaruh pada jumlah pengunjung yang datang ke kawasan. PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko bekerja sama dengan DISBUDPAR untuk meningkatkan sosialisasi kawasan wisata Situs Ratu Boko.
76
Jumlah pengunjung Situs Ratu Boko dari tahun 2005-2010 dapat dilihat pada Gambar 45, sedangkan tabel jumlah pengunjung ada pada Lampiran 3.
2005 2006 2007 2008 2009 2010
Gambar 45 Diagram Jumlah Pengunjung Tahun 2005-2010 Dari aktivitas-aktivitas yang dilakukan di dalam kawasan Situs Ratu Boko menghasilkan beberapa dampak terhadap situs, antara lain vandalisme atau perusakan situs, pelestarian situs, dan pemeliharaan lingkungan. Perusakan situs terlihat jelas pada elemen gua yaitu ada beberapa coretan di beberapa bagian dinding. Dibalik itu ada dampak positif yang didapatkan. Kegiatan alam seperti perkemahan dan tracking memberikan dampak baik dalam pemeliharaan lingkungan. Secara tidak langsung pengunjung diajarkan untuk menjaga sumber daya alam dan keindahan yang dimiliki alam Situs Ratu Boko. Dengan dimanfaatkannya tinggalan sejarah ini sebagai kawasan wisata maka
meningkatnya
pemasukan
sehingga
dapat
meningkatkan
kualitas
pengelolaan fasilitas. Beberapa fasilitas tampak kurang pemeliharaannya. Restoran yang dijadikan sebagai salah satu spot untuk menikmati keindahan pemandangan
sekitar
terlihat
kumuh.
Seharusnya
pengelola
senantiasa
meningkatkan kualitas pelayanan wisata dan pelestarian situs selaras dengan kenaikan pengunjung dan peningkatan pendapatan. 5.2.2 Persepsi Pengunjung Untuk mengetahui persepsi pengunjung terhadap Situs Ratu Boko serta pengaruh kegiatan-kegiatan yang dilakukan pengunjung, maka dilakukan penyebaran kuisioner dengan jumlah responden sebanyak 30 responden. Pada
77
umumnya pengunjung datang ke Situs Ratu Boko untuk melakukan rekreasi, sedikit pengunjung yang datang untuk melakukan kegiatan lain seperti penelitian. Hasil dari sebaran kuisioner pengunjung dapat dilihat pada Gambar 46.
78
Gambar 46 Diagram Hasil Penyebaran Kuisioner Pengunjung Dilihat dari hasil penyebaran kuisioner secara acak, pengunjung paling banyak mengetahui informasi tentang kompleks Situs Ratu Boko dari teman dan kerabat. Jumlah pengunjung yang mengetahui informasi kompleks Situs Ratu Boko dari teman sebanyak 19 orang atau sekitar 63,3%. Pengelola sendiri telah menyebarkan informasi mengenai wisata Situs Ratu Boko ini melalui media cetak dan juga media elektronik 2. Selain itu dari segi pengetahuan sejarah dan karakter Situs Ratu Boko, pengunjung yang mengetahui karakter dan identitas situs sebanyak 60%, sedangkan yang tidak mengetahui berkisar 40%. Dari pengunjung yang mengetahui karakter situs, perbandingannya hampir sama antara pengunjung yang mengenal situs ini sebagai candi dan sebagai keraton. Perbandingannya yaitu antara 50% yang menganggap Situs Ratu Boko sebagai candi dan 44,4% yang mengidentifikasikannya sebagai keraton, sedangkan sisanya yang menilai bahwa identitas situs ini tidak termasuk keduanya, baik candi maupun keraton. Kurangnya pengembangan penelitian tentang kawasan ini serta media interpetasi yang minim dari pengelola menyebabkan sampai saat ini belum diketahui secara pasti identitasnya. Banyaknya pengunjung yang mengetahui bahwa identitas kompleks Situs Ratu Boko sebagai candi karena pada umumnya masyarakat menyebut Situs Ratu Boko dengan nama Candi Ratu Boko. Hal lain yang diperhatikan dalam penelitian ini adalah persepsi pengunjung tentang tatanan lanskap yang mempengaruhi situs. Meskipun sebanyak 70% pengunjung kurang mengetahui tentang tatanan lanskap, namun semua responden, yaitu 100%, mengatakan bahwa lanskap sekitar merupakan satu kesatuan dengan situs di dalamnya. Letak Situs boko yang berada di tanah yang berbukit 2
Sumber: Wawancara dengan pengelola swasta dan pemerintah dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman (Bpk Wasita, SS, MAP) (Februari 2011)
79
menjadikan kawasan ini memiliki pemandangan yang indah. Dari sebelah utara kompleks, pengunjung dapat melihat pemandangan Gunung Merapi dan Candi Prambanan. Di pagi hari, pemandangan sunrise (matahari terbit) dan sunset (matahari terbenam) sangat jelas terlihat. Oleh karena itu, sebanyak 50% pengunjung menilai bahwa citra dari kawasan ini adalah pemandangannya yang indah. Dengan banyaknya potensi serta persepsi pengunjung yang mengarah agar Kompleks Situs Ratu Boko ini dikelola, baik dari bidang sejarah maupun wisatanya. Dari hasil survai yang dilakukan, disimpulkan bahwa masih ada kekurangan dalam beberapa bagian. Yang pertama yaitu kurangnya sosialisasi mengenai kompleks Situs Ratu Boko. Penyebaran informasi kawasan Situs Ratu Boko sebenarnya sudah dilakukan pengelola melalui media cetak dan media elektronik. Informasi yang disajikan cukup baik, namun sikap masyarakat yang pasif menyebabkan masyarakat masih kurang begitu mengenal kompleks Situs Ratu Boko. Hal lain yang perlu diperhatikan terkait persepsi pengunjung adalah pengetahuan yang masih minim mengenai sejarah dan identitas kawasan. Pengelola sudah menyediakan beberapa fasilitas yang cukup menunjang dalam memberikan informasi sejarah serta identitas kompleks Situs Ratu Boko. Namun, dikarenakan media interpretasi yang kurang baik menyebabkan penyampaian informasi yang tidak utuh kepada pengunjung. Dalam penyampaian informasi, pengelola sudah menyediakan fasilitas baik secara visual (papan informasi) dan secara audio (rekaman penjelasan sejarah dan masing-masing elemen). Papan informasi yang terdiri dari papan peta wisata Situs Ratu Boko dan papan yang berisi informasi sejarah serta penjelasan untuk setiap elemen sejarah (Gapura Utama, Candi Batu Putih, Candi Pembakaran, Paseban, Pendapa, Keputren, dan Kolam). Fasilitas secara audio juga disediakan
pengelola, yaitu rekaman
penjelasan sejarah dan bangunan yang ada. Rekaman ini dinyalakan sepanjang hari selama kompleks Situs Ratu Boko ini dibuka. Namun, fasilitas rekaman sejarah ini dinilai kurang efektif karena jarak yang terlalu jauh antara speaker dengan area inti sejarah (kelompok situs). Seharusnya fasilitas speaker diletakkan dibeberapa tempat yang terjangkau sehingga pengunjung masih dapat mendengar informasi sejarah tersebut dengan jelas.
80
Potensi kawasan ini selain terdapat situs sejarah juga dikenal dengan pemandangannya yang indah. Namun potensi ini tidak ditunjang dengan fasilitas yang baik. Untuk dapat menikmati pemandangan yang indah, pengelola telah menyediakan gardu pandang sebanyak empat buah dan diletakkan di tempattempat yang tepat. Keempat buah gardu pandang ini kurang dikelola dengan baik. Hampir keempat gardu pandang sangat tidak layak digunakan karena kondisinya yang rusak dan kotor. 5.2.3 Sistem Pengelolaan Kawasan ini dikelola oleh tiga bagian, yaitu BP3 (Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala), pemerintah tepatnya DISPARBUD (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan) Kabupaten Sleman, dan pihak swasta, yaitu PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko. Ketiga pengelola ini memiliki bagian masing-masing untuk dikelola. PT. Taman Wisata mengelola aspek wisata, BP3 mengelola kawasan yang terdiri dari tinggalan-tinggalan arkeologis, dan pemerintah (Disparbud Kabupaten Sleman) mengelola kawasan sekitar Situs Ratu Boko. Pengelola dan pembagian tugas dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Pembagian Tugas Berdasarkan Pengelola Pihak Pengelola PT. Taman Wisata
Objek yang dikelola Kawasan pelayanan wisata
BP3
Kawasan situs
Pemerintah (Disparbud) Kab. Sleman
Kawasan di luar Situs Ratu Boko
Cara Pengelolaan wisata Eskavasi Pemugaran RDTR
Untuk segi kepariwisataan, pihak yang bertanggung jawab adalah PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko. Pengelola menyediakan fasilitas-fasilitas guna menunjang aktivitas wisata yang dilakukan. Setelah dilakukan wawancara dengan Kepala Kantor Unit Kawasan Ratu Boko, Bapak Nugroho dan Ibu Diana dari bagian Lanskap kantor Pusat TWCBPRB, diketahui bahwa pengelolaan dibagi dua, yaitu pengelolaan aktivitas wisata dan fasilitas wisata. Pengelolaan lebih ditekankan pada pengelolaan operasional. Pengelolaan dilakukan secara menyeluruh baik itu mengenai aktivitas wisata juga
81
dengan fasilitas-fasilitasnya. Untuk aktivitas wisata, pengelola mengatur biaya tiket masuk dan jam dibukanya kawasan untuk kegiatan wisata. Biaya tiket masuk untuk satu orang sebesar Rp. 10.000,-. Untuk biaya aktivitas lain diluar rekreasi situs akan ditambahkan biaya lagi. PT. Taman Wisata juga membuat zonasi wisata. Pembagian zonasi ruang ini didasarkan dari fungsi ruang dan kegiatan yang dilakukan. Ruang-ruang wisata pada kawasan Situs Ratu Boko terbagi menjadi ruang fasilitas wisata dan ruang penemuan situs. Area fasilitas wisata terdapat di sebelah barat kawasan Situs Ratu Boko. Area ini tidak mengganggu area inti situs (area benda-benda penemuan sejarah) karena letaknya yang cukup jauh dari kawasan inti situs. Pada area fasilitas wisata terdiri dari area penerimaan formal dan area penerimaan alternatif. Area penerimaan formal merupakan area penerimaan utama dari sebelah selatan, sedangkan area penerimaan alternatif adalah area penerimaan yang sifatnya alternatif dan dikhusukan kepada pengunjung yang menggunakan kendaraan bus. Pada area penemuan situs terdapat area interpretasi lanskap sejarah. Fungsi area interpretasi sejarah ini adalah untuk mengenalkan dan menginterpretasikan sejarah Situs Ratu Boko kepada pengunjung dengan tinggalan-tinggalan arkeologis serta media interpretasi di dalamnya. Pada area interpretasi lanskap sejarah saat ini masih terdapat rumah-rumah penduduk yang belum dipindahkan. Hal ini secara tidak langsung dapat mengganggu aktivitas wisata sejarah di area tersebut dan juga dapat merusak keindahan lanskap kawasan Situs Ratu Boko. Sebaiknya pengelola dapat melakukan penataan lanskap agar dapat menunjang aktivitas wisata sejarah Situs Ratu Boko. Fasilitas wisata yang tersedia pada area interpretasi ini juga sedikit dan masih belum menunjang. Salah satu fasilitas wisata yang belum maksimal pemanfaatannya saat ini yaitu jalur sirkulasi dan papan informasi sejarah. Jalur sirkulasi dan papan informasi sejarah merupakan fasilitas yang cukup penting dalam aktivitas wisata sejarah karena berfungsi sebagai media interpretasi untuk lebih mengenalkan fungsi dan makna sejarah kawasan Situs Ratu Boko. Peta ruang wisata kawasan Situs Ratu Boko dapat dilihat pada Gambar 47.
82
Gambar 47 Peta Ruang Wisata Situs Ratu Boko Pengelola lainnya yaitu BP3 (Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala). BP3 merupakan salah satu pengelola yang konsetrasi pengelolaannya terhadap situs sejarah. BP3 melakukan pengelolaan dalam bentuk konservasi dan preservasi yaitu dengan pemintakatan pelestarian dan pemugaran bangunan-bangunan sejarah. Pelestarian yang dilakukan oleh BP3 salah satunya adalah pemintakatan untuk pelestarian. Mintakat adalah zona atau ruang. Zonasi pelestarian yang dibuat oleh BP3 dibagi menjadi tiga mintakat (BP3, 1995), antara lain: a.
Mintakat I (Mintakat Inti) Luas mintakat inti ± 24 Ha. Mintakat inti meliputi seluruh situs sebagai
benda cagar budaya yang akan dilindungi dan dipelihara. Di dalam mintakat inti
83
berlaku ketentuan-ketentuan undang-undang No. 5 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1993. b.
Mintakat II (Mintakat Penyangga) Mintakat penyangga secara langsung berbatasan dengan mintakat inti dan
diperuntukkan bagi pengembangan kegiatan serta fasilitas wisata dengan peraturan dan pembatasan tertentu yang mendukung pelestarian situs. Luas mintakat penyangga ± 100 Ha. Pada mintakat penyangga dibagi dua menjadi mintakat penyangga intensif dan mintakat penyangga ekstensif. b.1
Mintakat Penyangga Intensif Area penyangga wisata intensif merupakan mintakat dengan fasilitas dan
penataan yang mendukung langsung kegiatan wisata di mintakat inti. Mintakat ini berada di bawah wewenang pengelolaan PT. Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko termasuk penguasaan hak atas tanah. b.2
Mintakat Penyangga Ekstensif Area penyangga wisata ekstensif mempunyai area yang lebih luas dan
tidak dilengkapi dengan fasilitas khusus. Penataan yang dilakukan juga terbatas. Wewenang pengelolaan dan penguasaan tanah pada mintakat ini juga berada di bawah kewewnangan PT. Taman Wisata. c.
Mintakat III (Mintakat Pengembangan) Luas mintakat pengembangan kurang lebih 500 Ha. Di dalam mintakat ini
ditetapkan sejumlah ketentuan yang bersifat umum, berlaku bagi struktur fisik maupun kegiatan di dalamnya dengan tetap diarahkan pada dukungan bagi pengembangan mintakat-mintakat yang lebih dalam. Batas mintakat III dimulai setelah mintakat II ke arah luar dengan batasan radius tidak tertentu. Batasan ini hanya ditetapkan dengan memperkirakan area pengaruh dari pengembangan kawasan Situs Ratu Boko. Batas-batas mintakat pengembangan yaitu di sebelah utara jalan raya Jogja-Solo, selatan
jalan menuju Candi Ijo, dan barat Sungai
Opak. Peta pengembangan pelestarian yang ditetukan oleh BP3 dapat dilihat pada Gambar 48. Berdasarkan pembagian zonasi pelestarian yang telah ditentukan oleh BP3, zona inti yang telah ditentukan mencakup seluruh kawasan Situs Ratu Boko, baik itu area inti situs (benda-benda peninggalan sejarah) dan area fasilitas wisata.
84
Namun saat ini di dalam zona inti/mintakat inti ini masih ada beberapa rumah warga yang belum direlokasi. Hal tersebut tentu dapat menurunkan nilai sejarah yang terkandung bahkan dapat mengancam keberlanjutan situs. Sebaiknya pengelola dan pemerintah membuat peraturan untuk melindungi situs dari ancaman luar serta segera merelokasi rumah-rumah tersebut ke kawasan yang telah ditentukan pemerintah. Untuk zona penyangga atau mintakat II memiliki luas ± 100 Ha. Batasan zona penyangga yang ditentukan oleh BP3 saat ini masih hanya dalam batasan Desa Bokoharjo di sebelah barat, hutan-hutan di sekitar kawasan situs dan sebagian jalur sirkulasi menuju kawasan. Setelah dilakukan pengamatan, persawahan milik masyarakat sekitar dan aksesibilitas dari sebelah selatan kawasan belum termasuk ke dalam zona penyangga yang ditentukan oleh BP3 saat ini. Area persawahan ini merupakan milik masyarakat Desa Bokoharjo dan tidak mengancam keberlanjutan situs. Selain itu, dengan adanya area persawahan ini membuat lingkungan di sekitar kawasan situs lebih alami. Aksesibilitas atau jalur sirkulasi di sebelah barat ini merupakan jalur utama dari jalan Raya Piyungan untuk sampai ke kawasan Situs Ratu Boko. Akses ini sangat mendukung keberadaan situs. Dari hasil pengamatan dan analisis, perlu dilakukan revisi zona penyangga. Zona penyangga diusulkan untuk diperluas ke arah selatan mencakup area persawahan milik masyarakat Bokoharjo dan aksesibilitas menuju kawasan situs. Hal ini dikarenakan area persawahan tersebut sampai saat ini tidak mengganggu dan mengancam keberlanjutan situs. Begitu pula dengan aksesibilitas utama yang berada di sebelah selatan. Aksesibilitas merupakan salah satu kriteria utama dalam penentuan zona penyangga selama akses tidak mengancam dan berkaitan erat dengan situs tersebut. Tindakan pelestarian lain yang dilakukan oleh BP3 yaitu pemugaran. Pemugaran adalah kegiatan rekonstruksi ulang bangunan sejarah dengan material yang sesuai sehingga menjadikan bangunan tersebut mirip dengan keadaan aslinya. Namun BP3 sendiri tidak memiliki jadwal khusus dalam melaksanakan pemugaran.
85
Gambar 48 Peta Zonasi Pelestarian Situs Ratu Boko oleh BP3 DIY
86
Dalam Soenarto, Subroto, dan Santoso (1993) disebutkan bahwa sebelum melakukan pemugaran, pengelola terlebih dahulu melakukan penelitian dengan cermat, melakukan pra pemugaran, dan dilanjutkan dengan studi kelayakan. Studi kelayakan ini memperhatikan beberapa aspek yaitu aspek historis atau sejarah, aspek arkeologis, dan aspek teknis. Dari hasil studi tersebut maka akan diketahui bahwa bangunan tersebut layak dipugar atau tidak. Pemugaran dilakukan pertama kali pada tahun 1938 oleh F. D. K. Bosch, N. J. Krom dan W. F. Stutterheim. Seharusnya kegiatan pemugaran dilakukan dengan melaksanakan penelitian total, eskavasi atau penggalian benda purbakala yang tertimbun di dalam tanah. Sistem tersebut dinilai sulit dan perlu waktu yang sangat lama untuk dilaksanakan maka pemugaran hanya dilakukan pada elemen atau bangunan yang sudah ada di atas tanah (Soenarto, Subroto, dan Santoso, 1993). Masalah lain yaitu sebagian tanah yang terdapat tinggalan arkeologi di dalamnya merupakan tanah yang dimiliki masyarakat sekitar. Kegiatan pemugaran dapat dilihar pada Gambar 49. Rencana pemugaran harus dibuat dengan baik dan rinci. Dengan begitu akan mempermudah pihak yang melakukan pemugaran di lapang. Contoh rencana pemugaran yang dibuat oleh BP3 pada tahun 2002 sampai 2010 dilihat pada Lampiran 4.
(a)
(b)
Gambar 49 Kegiatan Pemugaran: (a) Kegiatan Pengukuran Sebelum Dilakukan Pemugaran (b) Kegiatan Pemugaran Candi Pembakaran Pemugaran yang dilakukan oleh pihak BP3 hanya direncanakan apabila dilihat perlu. Kegiatan pemugaran ini melibatkan masyarakat sekitar. Material yang banyak digunakan untuk pemugaran adalah batu andesit karena batu andesit dinilai memiliki ketahanan air dan angin yang baik sehingga dapat digunakan dalam jangka waktu panjang. Selain itu, batu andesit ini juga mudah dalam
87
pemeliharaannya. Kegiatan lain yang dilakukan BP3 dalam melestarikan dan mengelola Situs Ratu Boko adalah dengan pembersihan lingkungan. Kegiatan pembersihan lingkungan ini juga tidak ada jadwal khusus, tetapi apabila diperlukan maka pengelola melakukan pembersihan dan penataan ulang. Akibat dari tidak adanya penjadwalan yang signifikan dalam kegiatan pembersihan, lingkungan kawasan Situs Ratu Boko terlihat kurang terawat. Pohon-pohon yang rimbun serta ilalang yang tinggi dibiarkan oleh pihak pengelola. Dikarenakan peraturan perlindungan kawasan yang kurang kuat maka masyarakat
sekitar
kawasan
dengan
bebas
masuk
ke
dalam
untuk
menggembalakan ternaknya (Gambar 50). Sebenarnya pihak BP3 sudah memasang pagar kawat yang mengelilingi kompleks Situs Ratu Boko, namun masyarakat sekitar tetap dapat masuk ke dalam kawasan. Hal ini memiliki keuntungan juga kerugian bagi pihak pengelola. Di satu sisi, masyarakat dengan menggembalakan ternaknya di dalam kompleks dapat membantu membersihkan rumput dan ilalang yang tidak teratur. Namun di sisi lain, dengan bebasnya masyarakat sekitar yang keluar masuk kawasan ada kemungkinan dapat mengancam keberlanjutan situs. Pengelola tidak dapat tegas membuat peraturan yang melarang masyarakat secara bebas masuk dan keluar untuk melakukan berbagai aktivitas dikarenakan sebagian tanah di ujung timur masih dimiliki oleh masyarakat desa, yaitu Desa Sambirejo.
Gambar 50 Masyarakat yang Menggembalakan Kambing di dalam Kawasan Situs Ratu Boko Pihak lain yang turut andil dalam kegiatan pengelolaan kawasan Situs Ratu Boko ini, yaitu pemerintah dalam bidang DISPARBUD (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan) Kabupaten Sleman. Kawasan yang dikelola DISPARBUD adalah kawasan di sekitar Kompleks Situs Ratu Boko yang terdiri dari permukiman-
88
permukiman warga, lahan pertanian, dan lain-lain yang letaknya di luar kompleks. Salah satu langkah pemerintah dalam mengelola dan melestarikan situs ini yaitu dengan melakukan sosialisasi dan pembuatan perencanaan daerah. Tapi disayangkan, pemerintah Kabupaten Sleman tidak turut andil dalam pembuatan Perda (Peraturan Daerah) mengenai pelestarian benda cagar budaya. Pembuat Perda adalah pemerintah provinsi, sedangkan perangkat DISPARBUD kabupaten hanya melaksanakan pengembangannya saja dengan acuan Perda yang telah ada. Langkah lain yang dilakukan pemerintah daerah Kabupaten Sleman adalah dengan sosialisasi kawasan wisata Situs Ratu Boko kepada masyarakat sekitar dan masyarakat luar. Tujuan dari sosialisasi ini adalah agar masyarakat dan wisatawan mengenal kawasan Situs Ratu Boko serta dapat ikut melestarikan baik dalam pastisipasi aktif maupun pasif. Fasilitas yang digunakan dalam sosialisasi ini adalah melalui media cetak (selebaran, pamflet, koran) dan media elektronik (web internet). Ternyata sosialisasi yang dilakukan pemerintah dalam mengenalkan Situs Ratu Boko masih belum efektif. Pengunjung lebih banyak mengetahui informasi situs ini dari teman atau keluarganya. Hal ini seharusnya menjadi perhatian pemerintah untuk lebih aktif dan variatif dalam tindakan sosialisasi. Selain dua langkah di atas, langkah lain yang dilakukan pemerintah daerah Kabupaten Sleman adalah dengan perencanaan daerah atau yang sering disebut dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). RDTR ini adalah rencana pengembangan wilayah tingkat kecamatan, khususnya Kecamatan Prambanan. Dengan RDTR ini, pemerintah dapat merencanakan wilayah-wilayah sekitar kawasan Situs Ratu Boko untuk tetap mendukung keberadaan situs tersebut. Saat ini kawasan di sekitar situs masih mendukung dan tidak mengancam keberlanjutan situs. Pembangunan rumah dan infrastruktur sesuai dengan RDTR yang telah ditentukan dan sebagian mendukung keberadaan Situs Ratu Boko sebagai objek wisata. Beberapa hal yang masih menjadi kendala dan belum ada perbaikan oleh pemerintah adalah aksesibilitas yang sulit untuk mencapai kawasan, tidak adanya kendaraan umum, serta keadaan jalan yang sebagian masih rusak sehingga dapat membahayakan pengguna jalan.
89
5.3. Pengaruh Kawasan Sekitar dan Aktivitas Masyarakat Terhadap Situs 5.3.1 Analisis Penggunaan Lahan dan Pengaruh Perkembangan Kawasan Sekitar Situs Ratu Boko adalah salah satu situs bersejarah yang telah dijadikan sebagai tempat wisata. Banyaknya wisatawan baik lokal maupun mancanegara membuat kawasan wisata Situs Ratu Boko semakin dikenal oleh masyarakat. Hal ini juga berpengaruh pada keadaan sekitar situs, khusunya Dukuh Dawung, Desa Bokoharjo, Kecamatan Prambanan. Pada umumnya masyarakat di Desa Bokoharjo dan Desa Sambirejo bekerja sebagai petani. Namun karena keadaan tanah yang kurang mendukung pertanian, sebagian besar tanah mereka dimanfaatkan untuk perkebunan dan tegalan/ladang. Tanah yang dimanfaatkan sebagai tegalan/ladang di Dukuh Dawung, Desa Bokoharjo, yaitu sebesar 25 Ha (2010) 3. Pemanfaatan lahan di Desa Bokoharjo dan Desa Sambirejo dapat dilihat pada Peta Tata Guna Lahan tahun 1999 (Gambar 51).
Gambar 51 Peta Tata Guna Lahan Situs Ratu Boko dan Sekitarnya 3
Sumber: Data Dukuh Dawung, Desa Bokoharjo, Kec. Prambanan, Kab. Sleman, 2010
90
Dari laporan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Prambanan periode 2009-2018, pemerintah daerah baru merencanakan pengembangan sebanyak tiga desa di Kecamatan Prambanan dari enam desa yang ada. Desa yang telah dibuat Rencana Detail Tata Ruangnya, salah satunya Desa Bokoharjo. Sedangkan, Desa Sambirejo sendiri termasuk ke dalam desa yang belum direncanakan
pengembangannya
oleh
pemerintah.
Dalam
segi
rencana
pemanfaatan ruangnya, Desa Bokoharjo direncanakan untuk dikembangkan dalam bidang perdagangan dan jasa, permukiman yang lebih tertata, kawasan lindung cagar budaya, lahan sawah, perkebunan, dan ladang. Di kawasan sekitar Situs Ratu Boko, pemerintah mengembangkan kawasan menjadi permukiman yang memperhatikan rawan gempa dan keberadaan situs yang harus dilestarikan. Selain dikembangkan untuk kawasan permukiman, kawasan di sekitar Situs Ratu Boko ini juga dikembangkan menjadi kawasan lindung cagar budaya. Kawasan lindung cagar budaya ini mencakup kawasan Situs Ratu Boko dan kawasan di sekitarnya yang mendukung keberadaan situs. Pengembangan permukiman mengacu pada kawasan cagar budaya dan juga memperhatikan aspek pengembangan wisata. Peta RDTR Pemanfaatan Ruang dapat dilihat di Gambar 52. Pengembangan kawasan permukiman di kawasan lindung cagar budaya diperhatikan dengan baik, yaitu dengan memperhatikan laju pertumbuhan permukiman. Laju permukiman harus dikontrol, dibatasi, dan sesuai dengan fungsi kawasan yaitu sebagai kawasan cagar budaya. Ketinggian maksimal bangunan permukiman di kawasan ini yaitu 2 lantai (12 meter) dan dapat dimanfaatkan sebagi homestay. Tujuannya adalah untuk mendukung kegiatan parawisata di kawasan ini. Dari data yang diperoleh dari Bappeda tahun 2007 dengan sumber dari Desa Bokoharjo, diketahui bahwa di Desa Bokoharjo terdapat 54 buah penginapan. Jika dibandingkan dengan desa-desa lain yang hanya memiliki satu buah penginapan, Desa Bokoharjo memiliki jumlah penginapan yang paling banyak. Dengan adanya beberapa tempat wisata di Desa Bokoharjo, dapat membantu meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar dan desa. Setelah melakukan pengamatan, kebanyakan penginapan yang tersedia di Desa Bokoharjo adalah homestay atau semacam rumah tinggal penduduk yang digunakan untuk menginapnya para wisatawan. Hal ini sesuai dengan RDTR yang telah ditentukan oleh pemerintah.
91
Gambar 52 Peta Rencana Blok Pemanfaatan Ruang Desa Bokoharjo
92
Penginapan-penginapan ini terletak tidak jauh dari kawasan wisata Situs Ratu Boko dan tempat-tempat wisata lainnya sehingga mudah dicapai oleh pengunjung. Hal ini menguntungkan wisatawan untuk lebih efesien dan efektif dalam hal waktu dan juga biaya. Tabel jumlah penginapan di Kecamatan Prambanan dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18
Banyaknya Penginapan Menurut Jenisnya per Desa di Kecamatan
Prambanan Tahun 2007 Desa Sumberharjo Wukirharjo Gayamharjo Sambirejo Madurejo Bokoharjo Kecamatan *) data belum tersedia
Hotel Berbintang 1
Melati
1
1
1
Lainnya * * * * * 54 54
(Sumber: Desa/ Kecamatan Prambanan Dalam Angka 2007) Pemerintah juga membuat RDTR dalam pengembangan sarana kebudayaan dan rekreasi (tempat wisata). Dalam RDTR, pemerintah merencanakan kawasan Situs Ratu Boko sebagai rekreasi alam dan wisata Candi Ratu Boko sesuai dengan batas yang telah ditentukan pada Gambar 53. Sedangkan berdasarkan zonasi pelestarian yang telah ditetapkan oleh BP3 (Gambar 48), batasan zona inti adalah kawasan Situs Ratu Boko itu sendiri dan tidak mencakup kawasan di luar situs dan kawasan di sekitar situs termasuk ke dalam zona penyangga. Zona inti yang ditetapkan BP3 adalah area yang seharusnya dilindungi dan aktivitas yang dilakukan di dalamnya juga terbatas. Sedangkan pemerintah merencanakan di dalam kawasan tersebut terdapat kegiatan rekreasi alam yang tidak bisa dikaitkan dengan wisata sejarah. Rekreasi merupakan hal yang berbeda dengan wisata dari segi aktivitas maupun hasil yang didapatkan. Aktivitas dari rekreasi biasanya bertujuan hanya untuk mendapatkan kesenangan, sedangkan aktivitas wisata biasanya ada hasil yang didapatkan selain kesenangan. Dalam hal ini dikhususkan sebagai aktivitas wisata sejarah yang tujuannya adalah untuk dapat memahami makna sejarah dari kawasan. Adanya perbedaan antara peta pelestarian eksisting
93
dari BP3 dengan peta RDTR yang direncanakan pemerintah. Seharusnya pemerintah dan BP3 saling berkoordinasi dalam membuat RDTR agar pelestarian dan pengelolan Situs Ratu Boko berjalan dengan baik. Rencana yang diusulkan yaitu sebaiknya membedakan antara ruang rekreasi alam dengan wisata candi. Perbedaan ruang ini yaitu, ruang wisata candi hanya mencakup kawasan Situs Ratu Boko dan ruang untuk rekreasi alam di luar kawasan situs yang sifatnya alami dan mendukung aktivitas rekreasi alam. Di sekitar Situs Ratu Boko terdapat beberapa objek wisata, antara lain, Candi Prambanan, Wisata Situs Purbakala Candi Watu Gudhig (Bokoharjo), Wisata Air (Bokoharjo), Pasar Kerajinan Bokoharjo, dan Desa Wisata Budaya Plempoh di sebelah selatan Situs Ratu Boko. Desa Plempoh adalah wisata yang paling dekat dengan kawasan situs. Wisata budaya yang disuguhkan oleh desa ini adalah budaya Srandul, yaitu seperti ketoprak atau drama tentang Dadung Awuk yang diiringi musik tradisional. Selain itu, Desa Plempoh menyediakan jasa tracking di candi-candi yang terletak di sekitar desa tersebut. Keberadaan Desa Wisata Budaya Plempoh ini berpengaruh positif terhadap Situs Ratu Boko. Aktivitas masyarakat Desa Plempoh juga tidak mengganggu dan tidak merusak lanskap kawasan situs dan sekitarnya, bahkan mereka turut melestarikan situs 4. Dengan banyaknya objek wisata lain yang ada di sekitar kawasan tentu menjadi keuntungan bagi Situs Ratu Boko. Keuntungan yang diperoleh yaitu dapat meningkatkan jumlah pengunjung ke kawasan Situa Ratu Boko. Mengacu pada Laporan Final RDTR Kecamatan Prambanan 2009-2018, rencana untuk peningkatan sarana kebudayaan dan rekreasi antara lain: 1.
Merawat dan melestarikan lokasi rekreasi yang telah ada bersama dengan masyarakat sekitar.
2.
Membuat tambahan fasilitas rekreasi baru yang dapat diintegrasikan dengan fasilitas rekreasi eksisting.
3.
Meningkatkan fasilitas di sekitar tempat rekreasi seperti fasilitas kebersihan parkiran, taman, penerangan, dan lainnya.
4. 4
Memperbaiki balai pertemuan di setiap kantor masing-masing desa.
Sumber: Wawancara dengan Kepala Dukuh Dawung (September 2011)
94
Gambar 53 Peta Rencana Pengembangan Sarana Kebudayaan dan Rekreasi Desa Bokoharjo
95
5.3.2 Analisis Potential View Selain penggunaan lahan di sekitar situs serta desa-desa budaya yang mendukung keberadaan situs, potential view juga menjadi kekuatan Situs Ratu Boko, baik dalam intrepretasi sejarah dan juga wisata. Berdasarkan hasil pengamatan, potential view yang dapat dinikmati dari dalam kawasan Situs Ratu Boko dibagi ke dalam tiga titik, yaitu: 1. Dari sebelah utara kawasan situs, kita dapat langsung melihat pemandangan Gunung Merapi dan Candi Prambanan tanpa adanya penghalang apapun. Untuk dapat menikmati pemandangan ini, pengelola menyediakan fasilitas gardu pandang di sebelah timur Candi Pembakaran. Hal tersebut dapat menjadi salah satu media interpretasi sejarah untuk menginformasikan keterkaitan sejarah antara Ratu Boko dengan Prambanan. Untuk dapat menjadikan potential view ke arah Candi Prambanan sebagai salah satu media interpretasi, peran pemerintah dalam pembuatan perencanaan pengembangan kawasan seharusnya mendukung. Salah satunya yaitu dengan membatasi pembangunan gedung-gedung ke arah Candi Prambanan agar tidak mengahalangi pemandangan. Gambar ilustrasi potensi view ke arah Candi Prambanan dan Gunung Merapi dapat dilihat pada Gambar 54. Potential view lainnya yaitu perbukitan Boko yang mengelilingi kawasan. Perbukitan ini merupakan rangkaian dari Gunung Kidul dan menjadi salah satu pemandangan potensial yang disajikan di kawasan wisata ini. Pemandangan ke arah Candi Prambanan dan Gunung Merapi terdapat pada Gambar 55, serta pemandangan perbukitan Boko dapat dilihat pada Gambar 56.
Gambar 54 Potensi View Situs Ratu Boko di Sebelah Utara (Sumber: Laporan Awal Rencana Detil Teknis Kawasan Ratu Boko, 1995-1996)
96
Gambar 55 Candi Prambanan dan Gunung Merapi Terlihat di Sebelah Utara
Gambar 56 Perbukitan Boko yang Mengelilingi Kawasan Situs Ratu Boko 2. Potential view lainnya yaitu ada di sebelah timur kawasan Situs Ratu Boko. Apabila melihat ke arah tenggara, pemandangan yang dapat dinikmati adalah perbukitan Boko dan juga candi-candi yang ada di sekitar kawasan situs. Candi-candi yang dapat dilihat dari dalam kawasan ini yaitu Candi Barong dan Candi Ijo. Letak candi-candi ini lebih tinggi dari Situs Ratu Boko. Meskipun dari titik ini dapat melihat pemandangan Candi Barong dan Candi Ijo secara langsung, namun kurang terlihat jelas karena letak candi yang cukup jauh. Hal ini seharusnya menjadi perhatian pengelola untuk menyediakan fasilitas yang layak seperti gardu pandang dengan teropong sehingga pemandangan ke arah candicandi tersebut dapat terlihat jelas. Titik yang paling tepat untuk melihat pemandangan candi-candi ini yaitu dari sebelah utara kompleks Keputren atau dari dari timur kawasan. Pemandangan ke arah Candi Barong dapat dilihat pada Gambar 57. Selain itu, dari titik ini juga dapat melihat matahari terbit di pagi hari dari ufuk timur dan juga perbukitan yang mengelilingi kawasan Situs Ratu Boko.
97
Gambar 57 Candi Barong di Sebelah Utara 3. Di sebelah barat kawasan, pemandangan yang dapat dinikmati adalah pemandangan kawasan di sebelah barat situs dan pemandangan matahari terbenam dan perbukitan Boko. Pengelola menyediakan fasilitas gardu pandang di sebelah restoran untuk dapat melihat pemandangan ke sebelah barat kawasan. Diagram potential view kawasan Situs Ratu Boko pada Gambar 58.
Gambar 58 Potential View Kawasan Situs Ratu Boko
98
5.3.3 Analisis Aksesibilitas dan Sirkulasi Menuju Kawasan Ada tiga akses untuk masuk ke dalam kawasan Situs Ratu Boko. Ketiga akses tersebut yaitu: 1. Akses yang pertama yaitu melalui Jalan Raya Yogya-Solo, belok ke kanan setelah perempatan Prambanan dan selanjutnya melewati Jalan Raya PiyunganPrambanan. Dari jalan ini pengunjung bisa masuk melalui dua pintu yang disediakan pengelola. Pintu alternatif di sebelah utara dan pintu utama di sebelah barat. Untuk sampai ke pintu utama, jalan yang dilalui setelah melewati Jalan Raya Piyungan yaitu jalan desa atau jalan setapak yang lebarnya kurang lebih 3 meter. Dengan melalui jalan desa ini, pengunjung juga dapat melihat aktivitas masyarakat sekitar situs secara langsung, Desa Wisata Budaya Plempoh, dan juga dapat melihat pemandangan perbukitan yang mengelilingi situs. Setelah sampai ke pintu masuk utama atau area parkir atas, berbagai fasilitas telah tersedia di welcome area ini kecuali toko cinderamata. Toko cinderamata letaknya di pintu masuk alternatif atau di area parkir bawah. Pintu masuk lainnya yaitu pintu masuk alternatif yang terletak di sebelah utara kawasan Situs Ratu Boko. untuk sampai ke pintu masuk ini, aksesibilitas yang dilalui mudah yaitu hanya perlu melalui Jalan Raya Piyungan-Prambanan dan langsung masuk ke area parkir di sebelah kiri jalan. Namun, untuk sampai ke kawasan inti situs, pengunjung harus berjalan kaki menaiki tangga yang cukup jauh dan curam. Hal ini dinilai kurang efesien karena pengunjung akan lelah lebih dulu sebelum memulai aktvitas wisata. Pada welcome area dengan akses pintu masuk alternatif, fasilitas yang tersedia cukup baik dan kualitasnya kurang dibandingan fasilitas di welcome area pintu masuk utama. 2. Jalur lainnya yaitu jalur yang melingkar dari arah selatan, melalui Janti di Ring Road Timur dan melewati kawasan Wonosari. Kemudian dilanjutkan dengan jalan lokal sampai ke Jalan Raya Piyungan ke sebelah utara. Selanjutnya disambung dengan jalan desa sampai ke pintu masuk utama kawasan. Transportasi umum yang dapat digunakan melalui jalur ini hanya bus umum dan angkutan umum sampai Jalan Raya Piyungan. Untuk mencapai pintu utama kawasan melalui jalan desa diperlukan ojeg.
99
3.
Jalur yang ketiga yaitu jalur yang berasal dari Desa Sambirejo, yang
letaknya di sebelah timur kawasan Situs Ratu Boko. Untuk mencapai situs, masyarakat atau pengunjung yang berasal dari Desa Sambirejo dapat melalui jalan desa dengan lebar jalan kurang lebih 3 m. Jalur yang berasal dari Desa Sambirejo akan sampai pada kawasan situs sebelah timur, namun tidak ada pintu gerbang untuk masuk ke dalam kawasan. Hal ini dikarenakan pengelola telah memasang pagar kawat yang mengelilingi kawasan Situs Ratu Boko. Belum adanya aksesibilitas yang layak untuk mencapai kawasan situs dari sebelah timur kawasan. Baik jalur yang pertama maupun jalur yang kedua berhenti berhenti di bagian tengah bukit dengan ruang terbuka (plaza) sebagai tempat parkir atas. Para pengunjung yang datang dengan kendaraan umum menuju objek akan melewati jalur desa dari Jalan Raya Piyungan menuju Plaza. Jalan desa masih berupa jalan setapak. Sebagian dalam keadaan baik karena sudah diaspal, namun sebagian lagi belum. Hal ini menyebabkan pada saat musim hujan, jalan licin dan berbahaya. Sedangkan jalur tiga akan sampai pada bagian timur kawasan situs. Di bagian ini, pengelola sudah menutup kawasan dengan pagar sehingga sebenarnya tidak ada akses untuk masuk ke dalam kawasan. Namun, beberapa bagian pagar dirusak dan kawasan Situs Ratu boko dijadikan jalan pintas oleh masyarakat untuk sampai ke kawasan situs atau jalan lokal (jalan Raya Piyungan-Prambanan). Aksesibilitas dari Desa Sambirejo dan kawasan di sebelah timur kawasan masih terbatas. Dari ketiga jalur menuju kawasan Situs yang paling efektif dan efesien dalam jalur pertama dengan melalui Jalan Raya Jogja-Solo-Jalan Raya PiyunganPintu Masuk Utama. Meskipun waktu yang diperlukan untuk sampai ke pintu masuk utama kawasan lebih lama dibanding apabila masuk melalui pintu alternatif, namun banyak keuntungan yang didapatkan oleh pengunjung. keuntungan-keuntungannya yaitu, pengunjung tidak perlu menaiki tangga yang curam untuk menuju kawasan inti situs dan pengunjung juga dapat melihat pemandangan sekitar sebelum sampai di kawasan situs. Yang menjadi kendala hanya apabila pengunjung menggunakan kendaraan umum, yaitu minimnya atau bahkan tidak ada kendaraan umum yang melewati jalan desa. Peta analisis aksesibilitas menuju kawasan Situs Ratu Boko dapat dilihat pada Gambar 59.
100
101
5.3.4 Persepsi Masyarakat Selain melakukan pengamatan, dilakukan juga penyebaran kuisioner dan wawancara dengan masyarakat Desa Bokoharjo. Digram hasil kuisioner persepsi masyarakat tentang Situs Ratu Boko dapat dilihat pada Gambar 60. Jumlah responden yang diambil sebanyak 30 orang dan sebagian besar tinggal di Desa Bokoharjo, sebagian kecil lainnya tinggal di desa lain namun bekerja di Desa Bokoharjo.
Gambar 60 Diagram Penyebaran Kuisioner Persepsi Masyarakat Terhadap Situs Ratu Boko Penyebaran kusioner dilakukan secara acak karena masyarakatnya yang homogen dari segi pendidikan dan pekerjaan. Tujuan penyebaran kuisioner ini untuk mengetahui persepsi masyarakat sekitar mengenai Situs Ratu Boko dan perubahnnya. Meskipun sebagian besar responden tinggal di dekat Situs Ratu
102
Boko, namun pengetahuan mereka tentang sejarah Ratu Boko dinilai masih kurang. Hal ini dapat dilihat presentase masyarakat yang mengetahui sejarah Ratu Boko hanya sebesar 20%, sebanyak 60% responden mengetahui sedikit sejarahnya, dan 20% responden tidak mengetahui sejarah Ratu Boko. Masyarakat Desa Bokoharjo adalah masyarakat yang paling melihat perubahan dan perkembangan sekitar dampak dari adanya kawasan wisata Ratu Boko. Dari hasil penyebaran kuisioner, sebanyak 63,3% menyatakan bahwa sudah banyak terjadi perubahan di Desa Bokoharjo. Perubahan yang jelas terlihat adalah perubahan secara fisik, yaitu diperbaikinya infrastruktur jalan dan listrik. Jalan utama di sepanjang Desa Bokoharjo sudah diperbaiki dan diaspal, namun jalur jalan menuju kawasan situs masih ada beberapa bagian yang rusak. Menurut sebagian masyarakat, perubahan yang terjadi dapat dilihat dengan adanya bangunan-bangunan baru seperti penginapan. Dengan dijadikannya Situs Ratu Boko sebagai kawasan wisata, Desa Bokoharjo semakin ramai dikunjungi. Melihat
perubahan
dan
perbaikan
terhadap
fasilitas-fasilitas
desa,
masyarakat juga turut berkontribusi dalam pelestarian dan pengelolaannya. Kontribusi yang dilakukan masyarakat ada yang bersifat aktif maupun pasif. Dari keseluruhan responden, sebanyak 33,3% masyarakat ikut berkontribusi aktif (tenaga dan pikiran). Salah satu bentuk kontribusinya adalah dengan menjaga kebersihan desa dan sekitar situs. Sebanyak 30% masyarakat berkontribusi pasif, biasanya dilakukan dari mulut ke mulut atau berupa wejangan dari perangakat desa yang berisi untuk lebih menjaga dan melestarikan Situs Ratu Boko. Lalu, sebanyak 20% masyarakat ikut berkontribusi aktif dengan menyumbangkan pikiran, 10% masyarakat berkontribusi aktif dengan menyumbangkan tenaga, 3,33% berkontribusi aktif dengan menyumbangkan materi (finansial), dan 3,33% lainnya. 5.4
Analisis Keberlanjutan Lanskap Situs Ratu Boko dengan Metode
Analisis SWOT Analisis SWOT ini digunakan untuk mendapatkan strategi pelestarian lanskap Situs Ratu Boko. Strategi ini dapat dijadikan sebagai langkah pengelola untuk menjaga keberlanjutan dan mengembangakan kawasan ini sebagai kawasan wisata sejarah. Analisis SWOT terdiri dari dua faktor yang mempengaruhi, yaitu
103
faktor internal dan faktor eksternal. Dari analisis dan pengamatan maka akan didapatkan kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) yang termasuk ke dalam faktor internal, sedangkan peluang (oppurtunities) dan ancaman (threats) termasuk ke dalam faktor eksternal. 5.4.1 Identifikasi Faktor Internal Faktor internal dalam menganalisis swot dilihat dari aspek-aspek yang berpengaruh dari dalam tapak, yaitu tatanan lanskap dalam kawasan, masyarakat di dalam kawasan situs, aktivitas wisata, pengelolaan di dalam kawasan. a.1
Kekuatan (Strength)
1.
Karakteristik tatanan lanskap di dalam kawasan unik. Situs Ratu Boko dibangun berdasarkan konsep kosmologis, yaitu
keterkaitan antara manusia dengan alam yang saling mendukung. Situs ini terletak di perbukitan yang merupakan satuan dari pegunungan Gunung Kidul sehingga dapat terlihat keterkaitan antar alam (pegunungan) dengan manusia (bangunan keraton/kerajaan). Setiap kelompok bangunannya terletak pada teras yang berbeda sesuai dengan fungsi ruangnya. Selain itu teras-teras ini juga dibagi berdasarkan filosofis agama Hindu dan Budha yang melihat ketinggian berdasarkan kesakralannya. 2.
Elemen sejarah dan tatanan lanskap yang baik dalam menginterpretasikan kebudayaan hindu dan budha. Bangunan dan elemen sejarah di kompleks Situs Ratu Boko dapat
menginterpretasikan kebudayaan Hindu dan Budha pada masa lampau. Untuk agama Hindu dapat dilihat dari Candi Pembakaran dan miniatur candi juga beberapa peneluan lepas seperti prasasti yang berisi tentang Dewa Siwa (Hindu). Elemen sejarah yang menginterpretasikan agama Budha dari Situs Ratu Boko ini yaitu beberapa penemuan arca, stupa, dan hiasan Ratna yang juga ada pada Candi Borobudur (Wikipedia.org, diakses tanggal 26 Februari 2012). 3.
Penyediaan fasilitas dan aktivitas wisata yang representatif. Pengelola PT. Taman Wisata menyediakan fasilitas yang mendukung
kegiatan wisata dan juga sesuai dengan kebutuhan pengunjung, seperti: toilet, tempat parkir, tempat sampah, restoran, gardu pandang, toko cinderamata, dan
104
lain-lain. Pengelola juga menyediakan paket wisata sehingga mempermudah pengunjung dalam berwisata. 4.
Pengelolaan Situs Ratu Boko berada dalam satu rayon dengan Candi Prambanan dan Candi Borobudur. Situs Ratu Boko termasuk di dalam pengelolaan PT. TWCBCPRB yang
juga mengelola Candi Borobudur dan Candi Prambanan sehingga pengelola lebih mudah mempromosikan serta mengenalkan Situs Ratu Boko kepada pengunjung dan masyarakat. 5.
Pembuatan zonasi pelestarian oleh pengelola. Zonasi pelestarian yang telah ada dapat menjadi acuan dan dasar dalam
melakukan tindakan pelestarian situs. a.2
Kelemahan (Weaknesses)
1.
Bentukan lahan di dalam kawasan yang kurang baik. Kawasan Situs Ratu Boko yang berlereng dan jenis tanah grumosol dan
latosol yang sifatnya kurang baik dalam mengikat air sehingga rentan terhadap bencana longsor dan erosi tanah. 2.
Karakter situs belum teridentifikasi Sebagian elemen belum dieskavasi akibat masalah kepemilikan tanah
sehingga karakter situs kurang teridentifikasi fungsinya serta kurangnya media interpretasi sehingga pengunjung yang datang belum dapat memahami fungsi dan makna kawasan. 3.
Tidak ada jalur interpretasi. Sirkulasi di dalam tapak tidak jelas dan tidak berarah. Selain itu tidak
menghubungkan antar satu bangunan dengan bangunan lainnya. 4.
Pengelolaan yang kurang intensif. Pengelola tidak memiliki jadwal khusus dalam melakukan pemugaran.
Pemugaran dilakukan hanya ketika elemen sejarah perlu dilakukan pemugaran. Sedangkan untuk fasilitas wisata terdapat fasilitas yang kurang layak digunakan seperti gardu pandang. Fasilitas lainnya seperti restoran juga terlihat kumuh dan tidak terawat. Selain itu media interpretasi sejarah di dalam tapak juga kurang maksimal perannya sehingga pengunjung tidak mendapatkan pengetahuan yang cukup mengenai sejarah dan lanskap kawasan Situs Ratu Boko.
105
5.
Kurang tegasnya pengelola dalam memberlakukan aturan mengenai batas kawasan. Pengelola swasta kurang tegas dalam memberlakukan peraturan mengenai
batas tapak menyebabkan nilai privasi kawasan situs berkurang. Batas kawasan Situs Ratu Boko juga tidak jelas sehingga masih ada beberapa rumah warga yang berada di dalam kawasan Situs Ratu Boko dan menghambat proses eskavasi. 5.4.2 Identifikasi Faktor Eksternal Faktor eksternal dalam menganalisis swot dilihat aspek-aspek yang berpengaruh terhadap kawasan Situs Ratu Boko dari luar tapak, seperti tata guna lahan sekitar situs, pengunjung, persepsi masyarakat sekitar kawasan situs, dan peran pemerintah setempat. b.1
Peluang (Opportunities)
1.
Pemandangan sekitar yang menarik. Situs Ratu Boko terletak perbukitan dengan lereng yang cukup curam
sehingga memiliki pemandangan yang indah dan alami. Hal ini dijadikan sebagai alternatif wisata lain oleh pengelola Situs Ratu Boko. Salah satu yang menarik adalah pemandangan ke arah Candi Prambanan. keterkaitan antara Situs Ratu Boko dengan Candi Prambanan dapat diinterpretasikan dengan view ke arah Candi Prambanan atau sebaliknya. 2.
Berada di provinsi Yogyakarta dan letaknya berdekatan dengan objek wisata lain. Keberadaan Situs Ratu Boko di provinsi Yogyakarta merupakan salah satu
peluang karena Yogyakarta merupakan salah satu kota yang memiliki banyak wisata sejarah dan budaya. Selain itu letak situs yang berdekatan dengan objek wisata lainnya seperti Candi Prambanan, Candi Banyunibo, Candi Barong, Desa Budaya Plempoh, dan objek wisata lainnya sehingga banyak pengunjung yang datang untuk berwisata. Keuntungan yang diperoleh adalah dapat meningkatkan jumlah pengunjung yang datang ke kawasan Situs Ratu Boko. 3.
Peran pemerintah dalam pengembangan kawasan Situs Ratu Boko. Perbaikan sarana umum oleh pemerintah seperti jalan desa menuju situs,
penyediaan fasilitas penginapan (homestay) di sekitar Situs Ratu Boko, dan
106
pengembangan objek wisata di sekitar Situs Ratu Boko sehingga pengunjung banyak yang datang dan Situs Ratu Boko semakin dikenal oleh masyarakat luar. Pemerintah (Disbudpar) juga melakukan promosi wisata baik melalui media cetak dan media elektronik. 4.
Tingkat kepedulian masyarakat yang tinggi pada situs sejarah. Masyarakat sekitar sebagian besar ikut berkontribusi aktif dalam hal
pelestarian. Bentuk kontribusi yang dilakukan masyarakat, seperti menjaga lingkungan serta wejangan perangkat desa tentang pelestarian dan menjaga situs. Kepedulian masyarakat ini dapat membantu dalam melestarikan situs. Selain itu, tidak sedikit masyarakat sekitar yang mengetahui tentang sejarah Situs Ratu Boko. Pengetahuan masyarakat mengenai sejarah Situs Ratu Boko dapat membantu dalam mempromosikan kawasan wisata ini kepada masyarakat luar. 5.
Peningkatan jumlah pengunjung. Peningkatan jumlah pengunjung dari tahun 2005 sampai 2010 yang
signifikan berdampak pada peningkatan pendapatan Situs Ratu Boko. Hal ini tentu saja menguntungkan pengelola dan dapat meningkatkan kualitas pelayanan wisata dan pengelolaan kawasan Situs Ratu Boko. b.2
Ancaman (Threats)
1.
Keadaan lahan yang berlereng dan jenis tanah yang buruk di sekitar kawasan. Keadaan lahan yang berlereng dan jenis tanah yang kurang padat dan
banyak mengandung pasir (grumosol) dan jenis tanah latosol. Dengan keadaan tanah yang seperti ini maka dapat menjadi ancaman karena rawannya kawasan terhadap bencana, khususnya longsor dan erosi. 2.
Aksesibilitas dan sirkulasi yang sulit untuk mencapai kawasan Situs Ratu Boko. Situs Ratu Boko yang terletak di perbukitan menyebabkan aksesibilitas yang
sulit untuk mencapai kawasan. Tidak adanya kendaraan umum menuju situs serta keadaan jalan desa dan jalan setapak yang sebagian masih rusak. Hal ini dapat menyebabkan menurunkan minat pengunjung untuk berkunjung ke Situs Ratu Boko. Selain itu dapat pula berpengaruh terhadap sistem pengelolaan karena menurunnya jumlah pengunjung.
107
3.
Masyarakat bebas keluar-masuk kawasan situs. Masyarakat yang bebas keluar masuk kawasan adalah masyarakat yang
tinggal di sekitar situs, khususnya masyarakat yang berasal dari Desa Sambirejo. Biasanya mereka mengembalakan ternak mereka di dalam kawasan situs atau mengambil sebagian rumput untuk dibawa pulang. Selain itu, karena aksesibilitas dan sirkulasi yang terbatas dari Desa Sambirejo menuju kawasan situs atau ke jalan lokal (Jalan Raya Piyungan-Prambanan), kebanyakan masyarakatnya memilih untuk melewati kawasan situs sebagai jalan pintas. Masyarakat merusak pagar kawat yang telah dibuat oleh pengelola. Hal ini dapat berdampak pada berkurangnya nilai keprivasian kawasan sejarah serta dapat merusak lingkungan. 4.
Kurangnya kerjasama antar pemerintah dan pengelola swasta dalam mengelola kawasan Situs Ratu Boko dan sekitarnya. Kurangnya kerjasama antar para pengelola dalam mengelola kawasan Situs
Ratu Boko dan sekitarnya berdampak pada keberlanjutan lanskap sejarah kawasan Situs Ratu Boko. Aspek legal yang ada juga tidak diberlakukan dengan tegas sehingga sewaktu-waktu dapat terjadi perubahan tata guna dan pemanfaatan lahan yang dapat mengancam keberlanjutan situs. Selain itu, RDTR yang dibuat oleh pemerintah tidak sejalan dengan peta eksisting zonasi pelestarian yang telah ditetapkan BP3. 5.4.3 Penilaian Faktor Internal dan Eksternal Kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang sudah diidentifikasi diberi
simbol.
Selanjutnya
dinilai
tingkat
kepentingannya
berdasarkan
pengaruhnya terhadap kawasan Situs Ratu Boko. Penilaian kepentingan ini dinilai berdasarkan keterkaitannya dengan tujuan penelitian ini. Tabel tingkat kepentingan dapat dilihat pada Tabel 19 dan Tabel 20, sedangkan penilaian kepentingan dapat dilihat pada Tabel 21 dan Tabel 22. Tabel 19 Tingkat Kepentingan Faktor Internal Situs Ratu Boko Tingkat Kepentingan Faktor Internal Situs Ratu Boko (Tatanan lanskap dalam kawasan, masyarakat di dalam kawasan situs, aktivitas wisata, pengelolaan di dalam kawasan) Simbol Faktor Kekuatan Tingkat Kepentingan Karakteristik Tatanan Lanskap di dalam Kekuatan yang sangat S1 kawasan unik. penting
108
Simbol S2
Faktor Kekuatan Tingkat Kepentingan Elemen sejarah yang baik dalam Kekuatan yang cukup menginterpretasikan kebudayaan hindu penting dan budha.
S3
Penyediaan fasilitas dan aktivitas wisata Kekuatan yang sangat yang representatif. penting
S4
Pengelolaan Situs Ratu Boko termasuk ke Kekuatan yang sangat dalam satu rayon dengan Candi penting Prambanan dan Borobudur.
S5
Pembuatan pengelola.
Simbol W1
zonasi
pelestarian
oleh Kekuatan yang sangat penting
Faktor Kelemahan Tingkat kepentingan Tatanan lahan dan jenis tanah di dalam Kelemahan yang sangat kawasan yang kurang baik. penting
W2
Karakter situs kurang teridentifikasi
Kelemahan yang sangat penting
W3
Tidak ada jalur interpretasi.
Kelemahan yang penting
W4
Pengelolaan yang kurang intensif.
Kelemahan yang penting
W5
Kurang tegasnya pengelola dalam Kelemahan yang penting memberlakukan aturan mengenai deliniasi batas kawasan.
Tabel 20 Tingkat Kepentingan Faktor Eksternal Situs Ratu Boko Tingkat Kepentingan Faktor Eksternal Situs Ratu Boko (Tata guna lahan sekitar situs, pengunjung, persepsi masyarakat sekitar kawasan situs, dan peran pemerintah setempat) Simbol Faktor Peluang Tingkat Kepentingan O1 Pemandangan sekitar yang menarik. Peluang yang sangat penting O2
Berada di provinsi Yogyakarta dan Peluang yang penting letaknya berdekatan dengan objek wisata lain.
O3
Peran pemerintah dalam pengembangan Peluang yang sangat kawasan Ratu Boko. penting
O4
Tingkat kepedulian masyarakat tinggi pada situs sejarah.
yang Peluang yang cukup penting
109
Simbol O5
Faktor Peluang Peningkatan jumlah pengunjung.
Tingkat Kepentingan Peluang yang penting
Simbol T1
Faktor Ancaman Tingkat Kepentingan Keadaan lahan yang berlereng jenis tanah Ancaman yang sangat yang buruk di sekitar kawasan. penting
T2
Aksesibilitas dan sirkulasi yang sulit untuk Ancaman yang penting mencapai kawasan Situs Ratu Boko.
T3
Masyarakat bebas keluar-masuk kawasan Ancaman yang cukup situs. penting
T4
Kurangnya kerjasama antar pemerintah Ancaman yang penting dan pengelola swasta dalam mengelola Ratu Boko dan sekitarnya.
Tabel 21 Penilaian Faktor Internal Kawasan Situs Ratu Boko Simbol
S1
S1
S2
S3
S4
S5
W1 W2 W3 W4 W5 Total Bobot
4
2
2
2
2
2
3
3
3
23
0,12
1
1
1
1
1
1
1
1
9
0,04
2
2
2
2
3
3
3
23
0,12
2
2
2
3
3
3
23
0,12
2
2
3
3
3
23
0,12
2
3
3
3
23
0,12
3
3
3
23
0,12
2
2
13
0,06
2
13
0,06
13 186
0,06 1,00
S2
1
S3
2
4
S4
2
4
2
S5
2
4
2
2
W1
2
4
2
2
2
W2
2
4
2
2
2
2
W3
1
3
1
1
1
1
1
W4
1
3
1
1
1
1
1
2
W5
1
3
1
1
1
1
1
2
2
Total Tabel 22 Penilaian Faktor Eksternal Kawasan Situs Ratu Boko Simbol
O1
O1
O2
O3
O4
O5
T1
T2
T3
T4
Total
Bobot
3
2
4
3
2
3
4
3
24
0,16
1
3
2
1
2
3
2
15
0,1
4
3
2
3
4
3
24
0,16
1
1
1
2
1
9
0,06
1
2
3
2
15
0,1
3
4
3
24
0,16
O2
1
O3
2
3
O4
1
1
1
O5
1
2
1
3
T1
2
3
2
4
3
110
Simbol
O1
O2
O3
O4
O5
T1
T2
T2
1
2
1
3
2
1
T3
1
1
1
2
1
1
1
T4
1
2
1
3
2
1
2
T3
T4
Total
Bobot
3
2
15
0,1
1
9
0,06
15
0,1
150
1
3
Total
5.4.4 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan Matriks External Factor Evaluation (EFE) Setelah memberikan penilaian mengenai tingkat kepentingan dan pemberian bobot, selanjutnya pembuatan matriks Internal Factor Evaluation
(IFE) dan
matriks External Factor Evaluation (EFE). Untuk dapat membuat matriks IFE dan EFE, terlebih dahulu memberikan peringkat pada setiap faktor sesuai dengan tingkat kepentingan. Skor kepentingan yaitu antara 1-4. Nilai 4 sampai 1 diberikan kepada faktor yang mendukung kawasan situs dari tingkat sangat penting sampai tidak penting. Nilai 1 sampai 4 diberikan kepada faktor yang tidak mendukung kawasan dari tingkat sangat penting sampai tidak penting. Tabel matriks IFE dan matriks EFE dapat dilihat pada Tabel 23 dan Tabel 24. Tabel 23 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) Simbol
Faktor internal
Bobot
Peringkat
Skor
Kekuatan (Strengths) S1
Karakteristik Tatanan Lanskap di dalam kawasan unik.
0,12
4
0,48
S2
Elemen sejarah yang baik dalam menginterpretasikan kebudayaan hindu dan budha.
0,04
2
0,08
S3
Penyediaan fasilitas dan aktivitas wisata yang representatif.
0,12
4
0,48
S4
Pengelolaan Situs Ratu Boko termasuk ke dalam satu rayon dengan Candi Prambanan dan Borobudur
0,12
4
0,48
Pembuatan pengelola.
0,12
4
0,48
S5
zonasi
pelestarian
oleh
Kelemahan (Weaknesses) W1
Tatanan lahan dan jenis tanah di dalam kawasan yang kurang baik.
0,12
1
0,12
W2
Karakter situs kurang teridentifikasi
0,12
1
0,12
111
Simbol
Faktor internal
Bobot
Peringkat
Skor
W3
Tidak ada jalur interpretasi.
0,06
2
0,12
W4
Pengelolaan yang kurang intensif.
0,06
2
0,12
W5
Kurang tegasnya pengelola dalam memberlakukan aturan mengenai deliniasi batas kawasan.
0,06
2
0,12
Total
1
2,6
Tabel 24 Matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE) Simbol Faktor Eksternal Peluang (Opportunities)
Bobot
Peringkat
Skor
O1
Pemandangan sekitar yang menarik.
0,16
4
0,64
O2
Berada di provinsi Yogyakarta dan letaknya berdekatan dengan objek wisata lain.
0,1
3
0,3
O3
Peran pemerintah dalam pengembangan kawasan Ratu Boko.
0,16
4
0,64
O4
Tingkat kepedulian masyarakat tinggi pada situs sejarah.
0,06
2
0,12
O5
Peningkatan jumlah pengunjung.
0,1
3
0,3
yang
Ancaman (Threats) T1
Keadaan lahan yang berlereng jenis tanah yang buruk di sekitar kawasan.
0,16
1
0,16
T2
Aksesibilitas dan sirkulasi yang sulit untuk mencapai kawasan Situs Ratu Boko.
0,1
2
0,2
T3
Masyarakat bebas keluar-masuk kawasan situs.
0,06
3
0,18
T4
Kurangnya kerjasama antar pemerintah dan pengelola swasta dalam mengelola Ratu Boko dan sekitarnya.
0,1
2
0,2
Total
1
2,74
Dari skor yang diperoleh dari matriks IFE dan EFE, skor pada faktor internal sebesar 2,6 dan skor pada faktor eksternal 2,74. Skor pada faktor internal berada di atas 2,5 maka dinilai kuat sedangkan skor faktor eksternal di atas 2,5 maka dinilai kuat pengaruhnya terhadap keberlanjutan situs. Matriks InternalEksternal dapat dilihat pada Gambar 61.
112
Gambar 61 Matriks Internal-Eksternal (IE) Situs Ratu Boko Dari skor tersebut yang didapatkan dari pembobotan ranking di atas, akan diketahui posisi kawasan Situs Ratu Boko pada kuadran tertentu yang dapat menyatakan kekuatan dan kelemahan melalui matriks internal-eksternal (IE). Matriks IE didasarkan pada dua dimensi kunci, yaitu skor total matriks IFE pada sumbu X dan total matriks EFE pada sumbu Y. Berdasarkan nilai total skor IFE dan EFE yang sudah diperoleh, kondisi Situs Ratu Boko berada pada kuadran V. Kuadran V menunjukkan bahwa Situs Ratu Boko berada pada posisi hold and maintain. Strategi yang sesuai adalah strategi seperti mempertahankan potensi yang ada serta mencari alternatif yang harus dilakukan untuk menanggulangi kendala dan mengembangkan potensi yang telah ada. 5.4.5 Matriks SWOT Faktor-faktor internal dan eksternal yang telah diidentifikasi dan diberikan penilaian bobot kemudian dimasukkan ke dalam matriks SWOT (Tabel 25). Tabel horizontal merupakan faktor-faktor eksternal yang terdiri dari peluang (opportunities) dan ancaman (threats). Pada tabel vertikal merupakan faktorfaktor yang sifatnya internal. Faktor internal ini terdiri dari kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses). Pada matriks SWOT ini diolah untuk dapat memperoleh strategi yang sesuai dengan potensi dan kendala yang ada. Strategistrategi ini diperoleh dari penggabungan faktor-faktor, antara lain dari faktor peluang-kekuatan, faktor ancaman-kekuatan, faktor peluang-kelemahan, dan faktor ancaman-kelemahan.
113
Tabel 25 Matriks SWOT Eksternal
Internal Kekuatan (Strengths) 1.Karakteristik Tatanan Lanskap di dalam kawasan unik. 2.Elemen sejarah yang baik dalam menginterpretasikan kebudayaan hindu dan budha. 3.Penyediaan fasilitas dan aktivitas wisata yang representatif. 4.Pengelolaan Situs Ratu Boko berada dalam satu rayon dengan Candi Prambanan dan Candi Borobudur. 5. Pembuatan zonasi
Peluang (Opportunities) 1.Pemandangan sekitar yang menarik. 2.Berada di provinsi Yogyakarta dan letaknya berdekatan dengan objek wisata lain. 3.Peran pemerintah dalam pengembangan kawasan Ratu Boko. 4. Tingkat kepedulian masyarakat yang tinggi pada situs sejarah. 5.Peningkatan jumlah pengunjung. Strategi SO 1.Pengembangan dan perbaikan potensi sumber daya Situs Ratu Boko dan kawasan di sekitarnya 2.Pengembangan Fasilitas dan Aktivitas Wisata.
Ancaman (Threats) 1. Keadaan lahan yang berlereng jenis tanah yang buruk di sekitar kawasan. 2. Aksesibilitas dan sirkulasi yang sulit untuk mencapai kawasan Situs Ratu Boko. 3. Masyarakat bebas keluar-masuk kawasan situs. 4. Kurangnya kerjasama antar pemerintah dan pengelola swasta dalam mengelola Kaw. Situs Ratu Boko dan sekitarnya. Strategi ST 1. Perencanaan pengembangan kawasan yang mendukung keberlanjutan Situs Ratu Boko.
pelestarian oleh pengelola. Kelemahan (Weaknesses) 1.Tatanan lahan dan jenis tanah di dalam kawasan yang kurang baik.
Strategi WO 1.Penataan lahan di dalam kawasan yang terintegrasi dengan lanskap sekitar.
2.Karakter situs kurang 2.Perbaikan sistem teridentifikasi pengelolaan wisata dan situs sejarah. 3. Tidak ada jalur interpretasi. 4.Pengelolaan yang belum intensif. 5.Kurang tegasnya pengelola dalam memberlakukan aturan mengenai deliniasi batas kawasan.
Strategi WT 1. Pengembangan kerjasama antar pemerintah dan pengelola swasta mengenai pengelolaan dan pelestarian untuk keberlanjutan situs dan sekitarnya. 2. Meningkatkan perlindungan kawasan situs sejarah.
114
5.4.6 Penentuan Peringkat Alternatif Strategi Strategi yang diperoleh dari matriks SWOT berjumlah tujuh strategi. Dari alternatif strategi ini dibuat peringkat sesuai dengan kepentingan pemenuhan strategi. Peringkat ini diperoleh dari penjumlahan skor unsur-unsur SWOT yang terkait dengan masing-masing strategi. Skor strategi yang tertinggi memiliki peringkat teratas untuk dijadikan sebagai prioritas utama dalam melakukan pelestarian dan pengelolaan kawasan. Tabel 26 menunjukan penentuan prioritas startegi dan alternatif strategi yang dapat dilakukan. Tabel 26 Penentuan Peringkat Alternatif Strategi No. 1.
2. 3.
4.
5.
6.
7.
Alternatif Strategi Pengembangan dan perbaikan potensi sumber daya Situs Ratu Boko dan kawasan di sekitarnya. Pengembangan aktivitas dan fasilitas wisata. Perencanaan pengembangan kawasan yang mendukung keberlanjutan Situs Ratu Boko. Penataan lahan di dalam kawasan yang terintegrasi dengan lanskap sekitar. Perbaikan sistem pengelolaan wisata dan situs sejarah. Pengembangan kerjasama antar pemerintah dan pengelola swasta untuk keberlanjutan situs dan sekitarnya dan peninjuan pengelolaan wisata dan situs sejarah. Meningkatkan perlindungan kawasan situs sejarah.
Keterkaitan dengan Unsur SWOT S1, S2, O1, O2, O3, O4
Skor
Peringkat
2, 476
1
S3, S4, O2, O5
1,720
3
S1, S2,S3,T1, T2, T3, T4
2,171
2
W1, O1, O3,O4
1,564
4
W2, W3, W4, W5, O2, O5
1,334
5
W1, W3,W4, T1, T2
0,904
7
W2, W4, W5, T3, T4
0,924
6
115
5.4.7 Strategi Pelestarian Lanskap Berdasarkan analisis SWOT yang dilakukan, didapatkan tujuh strategi. Tujuh strategi ini terkait dengan keberlanjutan Situs Ratu Boko baik dari aspek nilai sejarahnya juga dari aspek wisata. Berikut merupakan peringkat alternatif strategi untuk kawasan Situs Ratu Boko dan sekitarnya: 1. Pengembangan dan perbaikan potensi sumber daya Situs Ratu Boko dan kawasan sekitarnya. Strategi ini bertujuan untuk meningkatkan sumber daya di dalam kawasan agar lebih bermanfaat baik untuk kepentingan wisata. Program dari strategi ini yaitu dengan membangun museum yang letaknya masih di dalam kawasan Situs Ratu Boko. Museum ini berisi temuan-temuan lepas yang ditemukan di kawasan Situs Ratu Boko yang sifatnya non-bangunan. Museum ini juga dapat dijadikan sebagai salah satu media interpretasi untuk lebih mengenalkan nilai sejarah dan budaya Situs Ratu Boko. Eskavasi atau penggalian yang menyeluruh di kawasan situs dapat menjadi alternatif program lainnya untuk lebih mengembangkan situs. Eskavasi ini disertai dengan penelitian yang lebih mendalam agar didapat secara jelas identitas atau karakteristik situs. Hal ini bermanfaat dalam pemberian informasi sejarah situs agar pengunjung atau masyarakat tidak salah dalam menginterpretasikan Situs Ratu Boko. Program-program ini sebaiknya mengikut sertakan langsung masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan karena selain untuk menambah pendapatan bagi masyarakat, juga masyarakat dapat ikut mengembangkan kawasan dengan memberikan pengetahuan mereka tentang sejarah Situs Ratu Boko. 2. Perencanaan pengembangan kawasan yang mendukung keberlanjutan Situs Ratu Boko. Salah satu langkah yang dapat dilakukan dalam strategi ini yaitu dengan pembuatan zonasi pelestarian. Yang berandil besar dalam pembuatan zonasi pelestarian yaitu pengelola, antara lain BP3, PT. Taman Wisata, dan pemerintah. Selama ini yang mengelola kawasan di dalam situs hanya pengelola swasta. Akan lebih baik apabila pemerintah ikut berperan dalam melakukan pembuatan zonasi pelestarian ini. Peran pemerintah dalam pengembangan kawasan sekitar Situs
116
Ratu Boko sangatlah tinggi karena dalam hal ini pemerintah yang bertanggung jawab terhadap kawasan di luar situs. Mengacu pada Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Prambanan tahun 2009-2018 yang dibuat oleh BAPPEDA, disebutkan bahwa Desa Bokoharjo memiliki beberapa tempat bersejarah yang telah dikembangkan menjadi tempat wisata. Pemerintah dan pengelola sebaiknya mengembangkan dan membangun kawasan sekitar sesuai dengan RDTR yang berlaku dan dengan koordinasi yang baik antar pengelola dan juga antar pengelola dengan masyarakat. Dengan adanya tempat wisata bersejarah ini, kawasan di sekitar juga seharusnya mampu mendukung aktivitas wisata. Salah satu program yang dapat mendukung adalah penyediaan fasilitas seperti homestay yang layak huni untuk wisatawan-wisatawan yang datang berkunjung. Pembangunan homestay atau penginapan ini diharuskan untuk tidak merusak dan mengganggu kawasan situs bersejarah. Program lain yaitu dengan membangun aksesibilitas yang mudah untuk menuju kawasan situs, pelebaran dan perbaikan jalan, pemasangan signage, dan penyediaan transportasi umum untuk mempermudah pengunjung yang tidak menggunakan kendaraan pribadi. 3. Pengembangan aktivitas dan fasilitas wisata. Pengelola sudah menyediakan paket wisata yang sesuai dengan kebutuhan wisata pengunjung. Namun, pengunjung lebih banyak tidak menggunakan paket wisata. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya promosi pengelola mengenai paket wisata yang telah tersedia. Salah satu strategi yang terkait dengan pengembangan aktivitas wisata yaitu promosi paket wisata yang tersedia dengan keuntungankeuntungannya dan pembuatan paket wisata yang bervariatif serta tidak menoton sehingga dapat menarik pengunjung lebih banyak. Variasi paket wisata yang dapat ditambahkan, misalnya program paket wisata pendidikan yang bekerjasama dengan lembaga pendidikan atau sekolah-sekolah. Salah satu bentuk program yang dapat dijalankan sesuai dengan strategi ini adalah dengan pengenalan Situs Ratu Boko ke murid-murid sekolah dasar sampai sekolah menegah. Tujuannya adalah untuk menanamkan keinginan untuk melestarikan situs sejarah sejak masih usia dini. Pengenalan ini dapat berupa memasukkan mata pelajaran sekolah mengenai sejarah di DI Yogyakarta, namun dapat juga berupa program study tour
117
yang diadakan oleh masing-masing sekolah. Selain itu disediakan juga pekat wisata yang terkait dengan kawasan sekitar situs yang berpotensi. Paket wisata ini yaitu dengan menyediakan jasa tracking Situs Ratu Boko dan sekitarnya. Kawasan sekitarnya ini lebih dikhususkan pada kawasan objek wisata yang ada di luar kawasan situs, misalnya Desa Wisata Budaya Plempoh, Candi Barong, Candi Banyunibo, atau Situs Watu Gudhig. Tujuan dan Manfaat yang diperoleh dari kegiatan wisata pendidikan ini adalah untuk lebih mengenalkan objek wisata yang ada di sekitar situs, pengunjung juga memperoleh pendidikan budaya dan sejarah dari objek wisata yang ada di sekitar. Dengan program ini, masyarakat juga dapat terlibat langsung dalam mengenalkan nilai sejarah dan budaya dari situs dan desa berpotensi di sekitarnya. 4. Penataan lahan di dalam kawasan yang terintegrasi dengan lanskap sekitar. Penataan lahan di dalam kawasan situs sangat terkait dengan peran pengelola (BP3 dan PT. TWCBPRB). Tujuan penataan lahan adalah agar lahan yang sifatnya rawan bencana erosi dan longsor dapat direkayasa sehingga dapat terhindar dari bencana tersebut. Salah satu cara penataan lahan ini adalah dengan membuat undakan-undakan atau teras-teras sehingga air yang mengalir ketika hujan tidak membawa partikel tanah sekaligus. Selain itu, penanaman vegetasi juga sangat dianjurkan agar akar dari vegetasi tersebut dapat mengikat tanah lebih baik. Dengan penataan lahan yang baik maka bencana dapat diminimalisir dan keberadaan situs tetap dapat terjaga. 5. Perbaikan sistem pengelolaan wisata dan situs sejarah. Sistem pengelolaan dan pelestarian yang berjalan sekarang bersifat tidak intensif. Akibat dari tidak ada penjadwalan dalam mengelola kawasan maka beberapa situs atau elemen sejarah secara fisik terlihat kurang terawat. Sama halnya dengan fasilitas yang tersedia, beberapa fasilitas keadaannya kumuh dan rusak. Dengan kenaikan jumlah pengunjung seharusnya berbanding lurus dengan kenaikan Pendapatan wisata dan kualitas pengelolaan juga harus ditingkatkan kembali. Salah satu implementasi yang dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah ini adalah pelestarian situs secara berkala dan perbaikan sistem pengelolaan fasilitas wisata. Pengelola sebaiknya memiliki jadwal khusus dalam
118
pengecekan dan pemugaran situs. Tujuan pemugaran atau kegiatan konservasi dan preservasi lainnya adalah untuk tetap menjaga nilai sejarah yang terkandung sehingga tidak tergerus oleh waktu. Selain pelestarian situs sejarah, yang tak kalah penting untuk diperhatikan adalah pengelolaan fasilitas-fasilitas wisata. Untuk perbaikan fasilitas wisata seperti toilet, restoran, sirkulasi di dalam tapak, dan lainnya yang bersifat fisik dilakukan sekurang-kurangnya 3-6 tahun sekali. Dengan kualitas fasilitas yang baik tentu akan dapat meningkatkan minat pengunjung untuk datang ke Situs Ratu Boko. 6. Pengembangan kerjasama antar pemerintah dan pengelola swasta untuk keberlanjutan situs dan sekitarnya dan peninjauan sistem pengelolaan wisata dan situs sejarah. Sampai saat ini pengelola, baik pemerintah (DISPARBUD) dan pengelola swasta masih belum mengelola kawasan secara intensif. Hal ini menyebabkan beberapa elemen sejarah di dalam kawasan dan fasilitas wisata kurang memadai. Program yang dapat dilaksanakan sesuai dengan strategi ini adalah peningkatan kerjasama antar pemerintah dan pihak swsata dalam mengelola situs dan kawasan sekitarnya agar tercipta integrasi yang kuat, peninjauan ulang rencana pengelolaan agar dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah disusun, pemeliharaan dan pelestarian situs secara berkala agar kegiatan konservasi dan preservasi dapat berjalan dengan jangka waktu yang tetap, dan serta peningkatan promosi Situs Ratu Boko yang dikemas dengan menarik. 7. Meningkatkan perlindungan kawasan situs sejarah. Keberadaan situs yang dulunya adalah bekas permukiman menyebabkan sebagian tanah di dalam kawasan masih milik warga. Beberapa rumah warga juga masih ada di dalam kawasan. Selain itu dikarenakan di beberapa bagian kawasan tidak ada batas fisik, masyarakat sekitar kawasan dapat dengan bebas keluar masuk ke dalam kawasan untuk melakukan berbagai aktivitas seperti menggembalakan kambing dan mengambil rumput. Hal ini dapat menyebabkan nilai keprivasian dan sejarah situs berkurang. Strategi yang dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah ini adalah kerjasama antar pemerintah yang mengelola kawasan sekitar denganpengelola yang mengelola kawasan situs dalam pembuatan aspek legal atau peraturan tentang batas kawasan. Selain itu dibuat
119
pula perencanaan buffer zone di sekeliling kawasan dan pagar pembatas permanen yang membatasi kawasan situs. Pemerintah dan pengelola juga sebaiknya merelokasi rumah warga yang masih ada di dalam kawasan situs. 5.5
Usulan dan Rekomendasi Pelestarian
5.5.1 Konsep Dasar Pelestarian Situs Ratu Boko yang dulunya diduga dimanfaatkan sebagai permukiman dan sebagai tempat beribadah, memiliki keterkaitan erat dengan alam sekitarnya. Konsep ruang pembangunan situs ini berdasarkan filosofisnya diduga kuat berdasar pada konsep kosmologis atau konsep yang mengutamakan keharmonisan antar alam dan manusia. Konsep dasar pelestarian Situs Ratu Boko ini adalah pelestarian kawasan Situs Ratu Boko untuk membentuk suatu kesatuan lanskap yang berkelanjutan, baik dari aspek sejarah, sosial, dan wisatanya. Konsep ini dilihat dari konsep dasar tatanan secara filosofis yaitu konsep kosmologis, keberadaan kawasan di sekitar situs, dan pengaruh masyarakat dan pemerintah dalam menjaga kelestarian situs. Letak situs yang berada di perbukitan yang berlereng haruslah seimbang dengan pemanfaatan lahan di sekitarnya. Tujuannya adalah agar situs yang bernilai sejarah ini berjalan beriringan dengan lanskap kawasan sekitar dan budaya masyarakat yang tinggal di sekitar situs. Peran pemerintah sebagai pengelola juga sangatlah penting dalam menjaga keterkaitan serta pengembangan kawasan sekitar agar tetap mendukung Situs Ratu Boko. 5.5.2 Zonasi Pelestarian Berdasarkan hasil analisis SWOT yang telah dilakukan sebelumnya, strategi pelestarian dan pengelolaan yang perlu dilakukan untuk Situs Ratu Boko adalah hold and maintance. Prinsip pelestarian ini adalah mempertahankan dan melestarikan kesatuan kawasan di dalam situs dan di luar situs, serta memanfaatkannya untuk menunjang kehidupan saat ini sesuai dengan kebijakan pemerintah dan perkembangan zaman. Oleh karena itu perlu dilakukan pembagian zona agar upaya pelestarian dan pengelolaan dapat selaras dengan pemanfaatan kawasannya. Zonasi pelestarian ini adalah implementasi untuk melakukan srategi pelestarian yang telah didapatkan dari analisis SWOT. Zonasi pelestarian yang
120
diusulkan merupakan revisi zonasi pelestarian yang telah ditentukan oleh pengelola (BP3) dan pemerintah (RDTR). Menurut UU No. 11 tahun 2010 pasal 72-73 mengenai benda cagar budaya, zonasi pelestarian dibagi menjadi empat zona, yaitu zona inti perlindungan, zona penyangga, dan zona pengembangan. Dalam PP No. 10 Tahun 1993 dijabarkan definisi mengenai zona inti, zona penyangga,
zona
pengembangan,
dan/atau
zona
penunjang.
Zona
inti
perlindungan, yaitu kawasan atau lokasi yang di dalamnya terdapat benda cagar budaya yang dilindungi, zona penyangga adalah kawasan di sekitar situs yang berfungsi
sebagai
penyangga
bagi
kelestarian
situs,
sedangkan
zona
pengembangan adalah kawasan di sekitar zona penyangga atau zona inti yang dapat dikembangkan untuk difungsikan sebagai sarana sosial, ekonomi, dan budaya yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian benda cagar budaya dan situsnya. Untuk usulan zonasi pelestarian kawasan Situs Ratu Boko, dibagi menjadi dua zona sesuai dengan UU No. 11 Tahun 2010 dan kebutuhan pelestarian. Zona pelestarian yang diusulkan, yaitu zona inti dan zona penyangga. Untuk zona pengembangan mengikuti yang telah ada saat ini. Hal ini dikarenakan zona pengembangan yang ada saat ini telah baik dalam pengembangannya. Diagram konsep zonasi pelestarian dapat dlihat pada Gambar 62.
Gambar 62 Diagram Konsep Zonasi Pelestarian 1. Zona Inti Zona inti merupakan zona yang berfungsi untuk melindungi situs sejarah. Pada zona ini terdapat elemen sejarah yang harus dilindungi. Zona inti yang ditetapkan disesuaikan dengan luasan yang zona inti yang telah ditetapkan oleh BP3. Tidak adanya perluasan atau penyempitan untuk zona inti ini. Zona inti perlindungan adalah seluruh kawasan Situs Ratu Boko yang termasuk ke dalam
121
pengelolaan PT. Taman Wisata dan BP3. Area ini mencakup kawasan inti situs di sebelah barat dan area fasilitas wisata di sebelah timur. Dimulai dari gerbang utama dari area penerimaan formal dan area penerimaan alternatif lalu ke sebelah barat sampai gapura utama dan elemen-elemen serta bangunan sejarah yang ada di sebelah timur kawasan. Zona inti ini dikhususkan sebagai area wisata sejarah dengan fasilitas-fasilitas dan aktivitas yang sesuai dengan karakter situs serta tidak mengancam keberlanjutan situs. Wisata sejarah ini meliputi interpretasi kawasan agar pengunjung dapat memahami makna dan fungi Situs Ratu Boko. Elemenelemen sejarah yang menjadi media interpertasi sejarah kawasan terletak di kawasan inti situs tepatnya di sebelah timur. Kawasan inti situs sejarah ini dibagi menjadi tiga area berdasarkan konsep filosofisnya, yaitu area profan, area transisi, dan area sakral. Area Profan yang dimulai dari struktur jalan menuju teras kedua, tepatnya letak struktur jalan ini berada pada teras pertama, sampai dengan area sakral (area ibadah dan area pribadi) yang dibatasi oleh Gua dan Keputren. Semua kelompok dan elemen sejarah termasuk ke dalam zona inti, antara lain area profan yang terdiri dari struktur jalan, talud, pagar, dan saluran air, selanjutnya area transisi yang di dalamnya terdapat kelompok Gapura Utama (Gapura Utama I, Gapura Utama II, Candi Batu Putih, Candi Pembakaran, talud, kolam, saluran air, dan pagar), Kelompok Paseban (paseban, lantai, dan umpak-umpak), dan area terakhir yang termasuk ke dalam zona inti perlindungan adalah area sakral yang terdiri dari dua area, yaitu area ibadah (Kelompok Gua) dan area pribadi (Kelompok Pendapa dan Kelompok Keputren). Di dalam zona inilah terdapat semua elemen sejarah yang harus dilindungi dan dijaga kesakralannya. Selain itu, zona inti juga menjadi kawasan utama wisata. Tindakan pelestarian, pengelolaan, dan pengembangan wisata yang akan dilakukan oleh pengelola dan pemerintah harus mendukung dan selaras dengan keberadaan situs serta lanskap di dalamnya. Untuk pelestarian lanskap kawasan Situs Ratu Boko pada zona inti dapat berupa tindakan konservasi, preservasi, dan interpretasi. Konservasi ditujukan untuk menjaga kelestarian dan meningkatkan nilai sejarah yang terkandung pada situs serta mempertahankan karakter situs yang unik. Kegiatan konservasi ini tujuannya adalah untuk mencegah bahan dan teknologi artefak dari proses pelapukan dan kerusakan. Bentuk-bentuk kegiatan konservasi antara lain restorasi,
122
renovasi, dan rekontruksi.
Tindakan pelesatarian yang selanjutnya adalah
preservasi. Kegiatan presevasi bertujuan untuk tetap menjaga keaslian karakter dan identitas situs sesuai dengan keadaan aslinya. Selain itu, kegiatan preservasi juga mencegah keadaan situs dari proses penuaan. Tindakan preservasi dilakukan terhadap benda-benda non-bangunan, seperti prasasti dan arca-arca. Tindakan interpretasi lebih ditujukan untuk mendukung kegiatan wisata di dalam kawasan. dalam Laporan Awal Rencana Detil Teknis Kawasan Ratu Boko (1996) dijelaskan secara garis besar, proses pelestarian mencakup empat hal, yaitu dokumentasi, perlindungan, pemugaran, dan pemeliharaan. Dokumentasi yaitu meliput pendaftaran pihak atau lembaga, inventarisasi tapak, dan penyelamatan (preserve by record). Perlindungan yaitu terdiri dari perijinan (lalu lintas Benda Cagar Budaya), pengamanan fisik, dan penyelamatan terutama yang bersifat darurat (rescue). Tahap pemugaran dan pemeliharaan termasuk ke dalam kegiatan konservasi, terutama apabila ditujukan kepada pencegahan kerusakan dan pelapukan bahan/material, seni bangun/arsitektur, dan situs. Batas zona inti adalah dari area penerimaan formal dan alternatif sampai ke sebelah timur kelompok Keputren dan kelompok gua yang dibatasi oleh pagar yang mengelilingi kawasan. 2. Zona Penyangga Zona yang kedua yaitu zona penyangga. Zona penyangga adalah zona yang berfungsi sebagai batas atau penyangga untuk melindungi kawasan inti sejarah agar tidak terganggu dan tidak rusak oleh ancaman di luar zona penyangga (zona pengembangan). Zona penyangga ini merupakan hasil dari revisi setelah melakukan pengamatan dan analisis. Dasar dari zona penyangga ini adalah peta pelestarian yang ditetapkan BP3 dan RDTR Kecamatan Prambanan yang direncanakan oleh pemerintah Kabupaten Sleman. Dari zonasi pelestarian yang ditetapkan oleh BP3, zona penyangga yang diusulkan lebih meluas ke arah selatan dengan menambah aksesibilitas menuju kawasan serta persawahan yang terletak di sebelah selatan. Zona penyangga ini meliputi kawasan di luar Situs Ratu Boko, baik itu desa di sekitarnya, aktivitas masyarakat, objek wisata di sekitar Situs Ratu Boko, dan juga aspek lainnya seperti aksesibilitas, hutan, sungai, dan tatanan lahannya yang berfungsi menyangga situs sejarah. Desa atau dukuh yang paling tinggi pengaruhnya adalah Dukuh Dawung (Desa Bokoharjo), Dukuh Plempoh
123
(Desa Bokoharjo), dan Dukuh Sumberwatu (Desa Sambirejo). Dukuh Dawung merupakan dukuh letak Situs Ratu Boko berada. Kepala Dukuh serta masyarakatnya yang paling nyata dalam berkontribusi untuk pelestarian situs. Masyarakat dan pengelola saling bahu membahu dalam menjaga keberlanjutan Situs Ratu Boko. Berdasarkan RDTR pemerintah pada perencanaan pemanfaatan ruang bahwa kawasan Situs Ratu Boko dan sekitarnya direncanakan sebagai kawasan cagar lindung. Sedangkan dalam RDTR pengembangan sarana kebudayaan dan rekreasi kawasan Situs Ratu Boko direncanakan untuk dikembangkan menjadi kawasan rekreasi alam dan wisata candi. Namun dari hasil analisis, area untuk rekreasi alam dan wisata sejarah candi sebaiknya dibedakan karena pada kawasan cagar lindung terdapat dua karakteristik dan nilai area yang berbeda. Pada area situs telah ditetapkan sebagai zona inti sehingga area ini hanya sesuai untuk wisata sejarah (wisata candi), sedangkan zona penyangga dibagian luarnya berupa hutan sehingga sesuai untuk rekreasi alam. Yang penting diperhatikan dalam zona penyangga ini yaitu perkembangan permukiman. Perkembangan permukiman yang ada di sekitar situs perlu diawasai dan dipantau oleh pengelola dan pemerintah. Perkembangan permukiman ini sebaiknya dibatasi dan harus sesuai dengan karakter situs serta tidak mengancam keberlanjutan situs. Pembangunan rumah atau bangunan juga disesuaikan dengan RDTR 2009-2018 untuk menghindari bencana longsor dan erosi yang rawan terjadi di kawasan ini. Perkembangan permukiman ini juga sebaiknya tidak mengancam keberlanjutan kawasan Situs Ratu Boko. Penyediaan fasilitas seperti homestay untuk pengunjung diharapkan dibangun untuk mendukung kegiatan wisata namun tidak mengganggu kawasan Situs Ratu Boko. Selain itu, beberapa objek wisata di sekitar situs dapat mempengaruhi keberlanjutan lanskap sejarah dan wisata Situs Ratu Boko. Salah satunya adalah Desa Wisata Budaya Plempoh. Desa Wisata Budaya Plempoh yang letaknya di selatan Situs Ratu Boko memiliki potensi untuk dikembangkan karena sampai saat ini desa ini belum dikenal baik oleh masyarakat di luar. Pengembangan Desa Plempoh ini juga diharapkan dapat mendukung keberadaan situs atau tidak mengganggu serta merusak situs. Salah satu program warga desa Plempoh yaitu menyedikakan jasa tracking kawasan
124
bersejarah di sekitarnya juga diharapkan untuk lebih dikembangkan karena dapat berdampak baik bagi nilai wisata Situs Ratu Boko. Batas zona penyangga ini adalah di luar kawasan inti sejarah Situs ratu Boko, dimulai dari gapura utama Situs Ratu Boko dan pagar kawat yang mengelilingi kawasan sampai dengan batas sejarah yang telah ditentukan. Pembagian zona-zona tersebut berdasarkan pertimbangan yang telah ditentukan. Secara spasial, ususlan zonasi peletarian kawasan Situs Ratu Boko dapat dilihat pada Gambar 63. 5.5.3 Aksesibilitas dan Jalur Sirkulasi Untuk memasuki kawasan, terdapat satu jalur menuju kawasan yang paling efesien dan efektif. Jalur ini dari sebelah barat, yaitu melalui jalan raya Jogja-Solo dan disambung dengan jalan raya piyungan. Terdapat dua buah pintu masuk. Pintu masuk utama letaknya di barat kawasan, sedangkan pintu masuk alternatif berada di sebelah utara kawasan. Akses yang mudah adalah jalan yang sampai ke pintu utama kawasan. Namun, waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke pintu utama kawasan Situs Ratu Boko lebih lama dibandingkan sampai ke pintu alternatif. Maka diusulkan untuk akses menuju pintu alternatif, dibuat jalur sirkulasi yang mempermudah pengunjung untuk sampai ke area inti situs. Jalur sirkulasi di dalam kawasan ini berfungsi sebagai jalur interpretasi yang dapat menghubungkan antar ruang pelestarian. Selain itu, jalur ini juga berfungsi untuk menginterpretasikan dan menghubungkan elemen-elemen sejarah yang ada di dalam kawasan situs. Jalur ini menghubungkan antar elemen sejarah sesuai dengan tingkat kesakralannya. Jalur interpretasi dimulai dari main entrance atau pintu masuk utama, pada area penerimaan, terdapat fasilitas-fasilitas sebagai interpretasi awal pengunjung terhadap Situs Ratu Boko seperti papan informasi peta kawasan Situs Ratu Boko dan museum yang merupakan tempat temuan lepas yang ditemukan di dalam kawasan situs. Selanjutnya masuk ke zona inti. Di zona inti ini elemen sejarah yang pertama dilalui jalur sirkulasi adalah Gapura Utama, selanjutnya Candi batu Putih, dilanjutkan dengan Candi pembakaran, Umpakumpak, Peseban, tangga, Pendapa, Miniatur Candi, Kompleks kolam persegi, kompleks kolam bundar, Keputren, dan elemen sejarah yang terakhir dilalui jalur ini adalah gua. Gua merupakan elemen yang paling sakral dan berada di teras
125
yang lebih tinggi dari Pendapa dan Keputren. Peta usulan aksesibilitas dan jalur sirkulasi dapat dilihat pada Gambar 64. 5.5.4 Tindakan Pelestarian dan Pengelolaan Berdasarkan tujuh strategi yang didapatkan dari analisis SWOT, strategistrategi ini dibagi sesuai dengan kebutuhan setiap zonasi pelestarian. Pembagian strategi pelestarian berdasarkan zona dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27 Pembagian Strategi Berdasarkan Zona Pelestarian Zona Inti
Tindakan Pelestarian 1. Pengembangan aktivitas dan fasilitas wisata. 2. Penataan lahan di dalam kawasan yang terintegrasi dengan lanskap sekitar. 3. Perbaikan sistem pengelolaan wisata dan situs sejarah. 4. Meningkatkan perlindungan kawasan situs sejarah.
Penyangga
Keduanya
1. Perencanaan pengembangan kawasan yang mendukung keberlanjutan Situs Ratu Boko. 1. Pengembangan kerjasama antar pemerintah dan pengelola swasta untuk keberlanjutan situs dan sekitarnya dan peninjauan sistem pengelolaan wisata dan situs sejarah. 2. Pengembangan dan perbaikan potensi sumber daya Situs Ratu Boko dan kawasan sekitarnya.
Tindakan pelestarian yang dikembangkan dari strategi pelestarian dan pengelolaan yang diperoleh dari analisis SWOT, antara lain: 1.
Pengembangan dan perbaikan potensi sumber daya Situs Ratu Boko dan kawasan sekitarnya. a. Penyediaan fasilitas museum arkeologis. b. Relokasi permukiman warga. c. Eskavasi yang menyeluruh. d. Pembuatan sirkulasi di dalam tapak.
2.
Perencanaan pengembangan kawasan yang mendukung keberlanjutan Situs Ratu Boko. a. Perbaikan kualitas aksesibilitas dan sirkulasi menuju tapak. b. Penyediaan tempat penginapan di sekitar kawasan wisata. c. Penyediaan transportasi umum menuju tapak.
126
d. Membatasi pembangunan yang dapat mengahalangi interpretasi Situs Ratu Boko terhadap Candi Prambanan. 3.
Pengembangan aktivitas dan fasilitas wisata. a. Penyediaan media interpretasi dan media informasi. b. Sosialisasi mengenai situs ke siswa sekolah dasar sampai tingkat menengah. c. Pemanfaatan kawasan wisata sekitar (Desa Plempoh). d. Perbaikan kualitas dan penambahan media interpretasi (papan informasi, museum, dan penyediaan shelter di dalam kawasan).
4.
Penataan lahan di dalam kawasan yang terintegrasi dengan lanskap sekitar. a. Membuat undakan atau teras-teras pada lahan yang rawan longsor. b. Penanaman vegetasi yang berakar kuat dan mampu bertahan pada cuaca kering untuk dapat mengikat tanah lebih baik serta dapat meningkatkan kelembaban dan menurunkan suhu kawasan situs dan sekitarnya. c. Pembuatan saluran air dan menghubungkannya dengan sumber air terdekat (Sungai Opak).
5.
Perbaikan sistem pengelolaan wisata dan situs sejarah. a. Penjadwalan pemugaran benda-benda artefak. b. Penjadwalan pengelolaan dan perbaikan kualitas fasilitas seperti restoran, gardu pandang, toilet, dan jalur sirkulasi. c. Pemeliharaan taman dan vegetasi.
6.
Pengembangan kerjasama antar pemerintah dan pengelola swasta untuk keberlanjutan situs dan sekitarnya serta peninjauan sistem pengelolaan wisata dan situs sejarah. a. Peningkatan kerjasama antar pemerintah dan pengelola swasta. b. Peningkatan promosi wisata Situs Ratu Boko. c. Peninjauan ulang rencana pelestarian dan pengelolaan.
7.
Meningkatkan perlindungan kawasan situs sejarah. a. Pembuatan aspek legal. b. Pemberian batas fisik seperti pagar yang mengelilingi situs.
127
128