Pemanfaatan Sumber Daya Alam Potensial di Situs Kepurbakalaan Ratu Boko, Kabupaten Sleman, Yogyakarta Elsan Muhammad1 dan Ingrid H.E Pojoh2 1
Program Studi Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia 2 Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Situs kepurbakalaan Ratu Boko memiliki kondisi lingkungan yang terbatas, karena untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, masyarakat pada masa lalu yang tinggal di atasnya harus mengupayakan sesuatu. Dengan pendekatan environmental possibilism, penelitian ini menjelaskan bahwa dengan kondisi lingkungan yang terbatas, kebudayaan manusia dapat mengatasi lingkungan dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada dengan baik. Berdasarkan materi kebudayaan yang ditinggalkan, pemanfaatan sumber daya alam yang dilakukan di antaranya adalah meratakan bukit, mendirikan bangunan sesuai karakter satuan batuan, menampung air hujan, memanfaatkan air rekahan, memanfaatkan air sungai, memanfaatkan batu andesit Kali Opak, memanfaatkan batu putih dan batuan induk, dan membuat sawah di wilayah subur sekitar bukit Boko. Utilization of Potential Natural Resources in Archaeological Site of Ratu Boko, Sleman District, Yogyakarta Abstract Environmental conditions of Ratu Boko is limited that the people who lived there in the past must have done something to fulfill their needs. With environmental possibilism approach, this research shows that even though environmental conditions are limited, human culture can cope with that and utilizing the resources wisely as well as intelligently. Regarding the material culture remains, it is obvious that the natural resources being utilized were in the form of flattening the hill land surface with cut-and-fill technique, so people could live on it, using of rocks that are available around, rain water collecting by making water ponds as reservoirs, utilizing andesite rocks from Opak River, and making the fertile area around Boko hill as rice fields. Keyword; Ratu Boko; Utilizing; Boko Hills; Environmental Possibilism
Pendahuluan Arkeologi merupakan sebuah ilmu pengetahuan yang bersifat multidisiplin. Dalam beberapa penelitian, arkeologi memiliki hubungan dengan berbagai ilmu lingkungan seperti geologi, biologi, dan ekologi. Hubungan tersebut karena aspek yang ada dalam penelitian arkeologi mencakup banyak hal, tidak hanya manusia dan kebudayaannya saja, melainkan
Pemanfaatan sumber daya alam..., Elsan Muhammad, FIB UI, 2014
aspek-aspek lain yang terkandung di dalamnya seperti aspek lingkungan dan aspek teknologi. Oleh karena itu, arkeologi membutuhkan disiplin ilmu lain untuk memberikan informasi lebih rinci, agar ilmu arkeologi dapat berkembang lebih jauh dan lebih tajam (Bintarto, 1995:2). Salah satu disiplin ilmu yang memiliki hubungan erat dengan arkeologi adalah ekologi. Aspek yang dikaji dalam ekologi adalah hal-hal yang berkenaan dengan tempat tinggal mahkluk hidup, termasuk interaksi yang terjadi di dalamnya. Dengan kata lain, ekologi merupakan ilmu yang mengkaji interaksi atau hubungan timbal balik antara mahkluk hidup dengan lingkungannya (Soemarwoto, 1987: 15). Dengan demikian, lingkungan telah menjadi aspek yang penting dalam penelitian arkeologi. Melakukan analisis pada gejala interaksi antara manusia dan lingkungannya, maka semakin dekat dengan informasi dari sebuah sistem yang berjalan pada suatu kehidupan sosioekonomi peradaban masa lalu (Butzer, 1982: 7). Manusia memiliki akal dan pikiran sebagai kemampuan dalam menentukan lingkungan hidup yang sesuai untuk tempat tinggal, dan kemampuan tersebut bertambah dengan adanya teknologi. Teknologi dianggap sebagai instrumen dari sebuah kebudayaan (Hawley, 1986: 28). Dengan adanya teknologi, manusia mampu bergerak lebih jauh untuk mengatasi permasalahan lingkungan. Jadi, teknologi dapat digunakan manusia untuk memanfaatkan lebih baik segala potensi lingkungan yang ada. Gagasan tersebut dianggap sebagai konsep yang tepat dalam meninjau peran teknologi yang ada pada situs kepurbakalaan Ratu Boko. Karena pada situs tersebut terdapat objek yang diduga sebagai peninggalan kebudayaan untuk mengatasi kondisi lingkungan dan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada. Berdasarkan pengamatan di lapangan, beberapa indikasi adanya teknologi tersebut di antaranya adalah, temuan permukaan lahan yang datar dan berteras, kolam-kolam, dan dinding-dinding batu penahan tanah tiap teras. Hal tersebut menjadi indikasi, karena situs kepurbakalaan Ratu Boko berada pada puncak bukit yang curam, padas, tidak memiliki sumber air tanah, dan terlihat tidak begitu baik untuk pemukiman, sehingga objek tersebut diduga merupakan campur tangan manusia yang memiliki hubungan dengan kehidupan manusia masa lalu dan kondisi lingkungan yang ada. Ahli antropologi A.L Kroeber membedakan secara jelas wujud kebudayaan sebagai suatu sistem atas ide dan konsep dari manusia. Dalam tubuh kebudayaan, terdapat tiga elemen di dalamnya yaitu ide, aktivitas, dan materi kebudayaan (Koentjaraningrat, 2002: 186). Beberapa indikasi teknologi yang ada pada situs kepurbakalaan Ratu Boko perlu ditelusuri lebih lanjut, untuk mengetahui hal tersebut adalah materi peninggalan kebudayaan masa lalu atau bukan. Hal tersebut menjadi penting, karena bila objek tersebut tercipta sebagai
Pemanfaatan sumber daya alam..., Elsan Muhammad, FIB UI, 2014
materi kebudayaan, maka hal tersebut tidak terlepas dari aktivitas manusia dan ide di belakangnya. Untuk mengetahui hal tersebut, dapat ditelusuri berdasarkan hasil penelitian pada situs kepurbakalaan Ratu Boko. Beberapa penelitian di antaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Maria Tri Widayati pada tahun 1984, ia meneliti tentang sistem pengelolaan air dari kolam-kolam yang ada di situs kepurbakalaan Ratu Boko. Hasilnya adalah diketahui sumber air utama yang digunakan oleh manusia yang tinggal di Ratu Boko adalah air hujan dan dimanfaatkan dengan ditampung pada kolam-kolam buatan (Dwiyanto, 1996: 3). Penelitian lainnya adalah yang dilakukan Kusen pada tahun 1995. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa dalam pembangunan Abhayagirivihara yang diduga merupakan Ratu Boko ada kendala yang dihadapi di atas bukit, yaitu bentuk lahannya yang tidak rata dan tidak adanya sumber air potensial di lokasi tersebut. Kendala tersebut dapat diatasi dengan teknik pemangkasan dan penimbunan (cut and fill), permukaan bukit dan batu yang tidak rata dibentuk menjadi teras-teras. Untuk menahan tanah urug dan bahaya longsor atau erosi, dibangun talud-talud. Di atas teras-teras tersebut kemudian didirikan bangunan (Kusen, 1995: 3). Dari hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa indikasi teknologi yang ditemukan adalah sebuah materi kebudayaan masa lalu. Dengan demikian, indikasi teknologi tersebut memiliki kaitan dengan aktivitas manusia pada masa lalu. Akan tetapi penelitian sebelumya tidak menjelaskan tentang sumber daya alam lain yang bisa dimanfaatkan dari melihat fiturfitur yang ada. Hal tersebut sangat penting karena pada pengamatan lapangan, dataran yang lebih rendah di sekitar bukit saat ini adalah sawah yang subur dengan sungai yang cukup besar, menandakan kondisi lingkungan di dataran yang lebih rendah lebih baik dibandingkan di atas bukit. Kenyataannya bukit Boko telah menjadi lokasi yang dipilih untuk mendirikan Ratu Boko. Dengan demikian diketahui bahwa bukit Boko memiliki kemampuan yang bisa dimanfaatkan sebagai lingkungan yang dapat memenuhi kebutuhan manusia, hanya saja hal tersebut belum terungkap dengan baik. Kebutuhan tersebut di antarnya adalah lahan untuk mendirikan bangunan tempat tinggal, kebutuhan makan, aksesbilitas, kebutuhan air, dan kebutuhan bahan bangunan pada situs kepurbakalaan Ratu Boko. Permasalahan dan tujuan penelitian ini adalah mempelajari lingkungan dan mengaitkan pada peninggalan budaya yang merupakan suatu hal yang penting bagi ilmu arkeologi. Hubungan di antara keduanya dapat memberikan informasi tentang kebudayaan yang berkembang. Hal tersebut juga dapat menghasilkan penilaian tentang besar kemampuan
Pemanfaatan sumber daya alam..., Elsan Muhammad, FIB UI, 2014
atau potensi lingkungan hidup masyarakat Ratu Boko pada masa lalu, dengan upaya yang dilakukan manusia untuk mencapai kehidupan yang baik. Dengan demikian hasilnya dapat dijadikan dasar berpikir untuk mengaitkan pada penelitian dengan pendekatan yang lain untuk mengungkapkan Ratu Boko secara keseluruhan. Oleh karena itu, permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan dengan pertanyaan yang perlu dijawab, di antaranya sebagai berikut: 1. Bagaimana
potensi
lingkungan
dalam
mendukung
aktivitas
manusia
di
situs
kepurbakalaan Ratu Boko dan sekitarnya ? 2. Apa bukti yang memperlihatkan adanya pemanfaatan sumber daya alam yang dilakukan manusia pada masa lalu di situs kepurbakalaan Ratu Boko?
Tinjauan Teoritis Kebudayaan sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, kebudayaan yang diciptakan oleh manusia bersifat adaptif dan dapat menyesuaikan dengan kondisi lingkungannya (Ihromi, 1999: 28). Kebudayaan manusia tercipta dari perilaku manusia atau sistem yang berjalan di masyarakat dalam mengupayakan kehidupannya (Fagan, 2005: 13). Upaya yang dilakukan oleh manusia dalam memenuhi segala jenis kebutuhan hidupnya, dianggap sebagai perilaku budaya manusia yang memiliki hubungan langsung dengan lingkungannya. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan berupa pandangan hubungan antara manusia dengan lingkungannya yang disebut dengan environmental possibilism. Pada pandangan environmental possibilism, dijelaskan bahwa lingkungan fisik tidak berpengaruh langsung dalam menentukan kebudayaan manusia yang ada. Ada atau tidaknya pengaruh dari faktor lingkungan, kebudayaan akan menyesuaikan diri dengan keadaan alam. Gambar 1 menjelaskan bahwa, ada bagian dari kebudayaan yang tidak dapat sepenuhnya menembus keadaan lingkungan. Oleh karena itu, kebudayaan menjadi bentuk respon terhadap lingkungan dan berkembang melawan keterbatasan kondisi lingkungan. Dalam pandangan tersebut juga dijelaskan bahwa lingkungan yang memberikan tantangan yang cukup dalam suatu kebudayaan, memberikan kesempatan kebudayaan tersebut untuk maju menuju peradaban yang lebih baik (Rambo, 1983: 5).
Pemanfaatan sumber daya alam..., Elsan Muhammad, FIB UI, 2014
Gambar 1. Skema Enivonmental Possibilism (Rambo, 1983: 3)
Hubungan antara Ratu Boko dan lingkungan sekitarnya dapat diamati oleh pandangan environmental possibilism karena ada kesesuaian contoh kasus di dalamnya. Lingkungan tempat berdirinya Ratu Boko merupakan bukit padas yang padas dan curam, hal tersebut sesuai dengan penyataan pandangan tersebut bahwa, lingkungan yang memiliki tantangan yang cukup memberikan kesempatan kebudayaan di atasnya untuk maju. Oleh karena itu, indikasi teknologi yang ada pada situs kepurbakalaan Ratu Boko dilihat sebagai kebudayaan yang berkembang dan sebagai respon atas keterbatasan kondisi lingkungannya. Di samping itu ada pandangan yang dapat membantu melengkapi pendekatan yang digunakan yaitu pandangan environmental probabilism. Dalam pandangan tersebut dikatakan bahwa, di antara hubungan antara manusia dan lingkungannya, ada dua faktor di dalamnya, yaitu faktor determinan, sebagai faktor yang aktif, dan faktor sekunder sebagai faktor yang pasif. Hal yang termasuk dalam faktor yang aktif adalah manusia, dan pasif adalah lingkungan (Resosoedarmo, 1986:169-172).
Gambar 2. Skema Budaya Mempengaruhi Hubungan antara Manusia dengan Lingkungan fisik (Resosoedarmo, 1986: 169-172)
Dengan pandangan environmental probabilism pendekatan yang digunakan semakin lebih jelas dalam memahami hubungan antara situs kepurbakalaan Ratu Boko dan lingkungannya.
Pemanfaatan sumber daya alam..., Elsan Muhammad, FIB UI, 2014
Metode Penelitian Metode penelitian ini terbagi atas tiga tahap. Tahap pertama adalah observasi, tahap kedua adalah deskripsi, tahap ketiga adalah eksplanasi (Mundardjito, 1990: 23). Pada tahap observasi atau pengumpulan data dilakukan kegiatan berupa survei kepustakaan, dan survei lapangan. Pada survei kepustakaan dilakukan pencarian data tentang situs kerpubakalaan Ratu Boko dan lingkungan sekitar dari artikel dan laporan penelitian yang berkaitan. Data lingkungan yang dikumpulkan adalah data geomorfologi, stratigrafi, satuan batuan bukit Boko, tingkat permeabilitas tanah, kemiringan, jarak sungai terdekat, lahan subur sekitar situs kepurbakalaan Ratu Boko, curah hujan, dan karakteristik batuan bukit Boko. Data tentang situs kepurbakalaan Ratu Boko, adalah lokasi situs secara geografis dan astronomis, seluruh tinggalan kebudayaan yang ada baik berupa fitur atau artefak, laporan riwayat penelitian, dan hasil penafsiran dari beberapa ahli. Setelah mempelajari data dari survey kepustakaan, langkah selanjutnya adalah melakukan survei lapangan. Kegiatan survey lapangan dilakukan pada situs kepurbakalaan Ratu Boko, dan lingkungan sekitar situs kepurbakalaan Ratu Boko. Kegiatan yang dilakukan yaitu pencatatan mengenai ukuran, keletakan, dan dokumentasi fitur Ratu Boko dan lingkungannya. Langkah selanjutnya adalah deskripsi untuk mengolah data yang ditemukan. Proses pengolahan data dilakukan dengan dua cara analisis, analisis yang pertama adalah analisis khusus dengan pengamatan yang lebih spesifik terhadap data yang ditemukan dan analisis yang kedua adalah analisis kontekstual yaitu melihat korelasi antara artefak atau fitur satu dan yang lainnya dengan kondisi lingkungan sekitarnya. Dari proses pengamatan tersebut dihasilkan penjelasan tentang fungsi dari peninggalan kebudayaan pada situs kepurbakalaan Ratu Boko yang memiliki konteks dengan kondisi lingkungan yang ada. Fungsi yang ditemukan dilakukan berdasarkan kaitan antara tinggalan kebudayaan dengan data lingkungan yang relevan, misalkan pada kolam yang ditemukan, dikaitkan antara ukuran lebar, kedalaman, bahan dan bentuk kolam dengan kondisi struktur batuan, intensitas curah hujan, dan sistem yang berkenaan dengan kolam. Dengan demikian keberadaan kolam pada situs Ratu Boko dapat diketahui fungsinya dan dapat dikatakan sebagai bentuk pemanfaatan batuan induk untuk menampung air hujan. Hal tersebut dilakukan pada semua objek yang diindikasikan memiliki kaitan langsung sebagai teknologi yang digunakan. Penjelasan tentang fungsi yang dikaitkan oleh keadaan lingkungan, memberikan gambaran pada proses pemanfaatan yang dilakukan dan menjelaskan hubungan antara kebudayaan dengan lingkungan fisik.
Pemanfaatan sumber daya alam..., Elsan Muhammad, FIB UI, 2014
Berikutnya adalah tahap ekspalanasi atau menjelaskan hasil dari analisis yang dilakukan. Pada tahap ini dilakukan penjelasan data dari hasil analisis dan disintesiskan dengan pendekatan yang digunakan yaitu environmental possibilism. Pendekatan menjadi pengaruh besar dalam penelitian ini sebagai cara pandang dari hasil analisis yang dilakukan. Dengan pendekatan tersebut, maka materi kebudayaan dianggap sebagai bentuk respon terhadap tantangan lingkungan fisik, sehingga hasilnya menunjukan bahwa materi kebudayaan yang ada merupakan sebuah upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah lingkungan dan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada dengan baik. Di dalam hubungan yang terjadi antara manusia dengan lingkungannya, manusia merupakan faktor aktif yang menjadi penentu dalam kualitas hidup manusia, sedangkan lingkungan hanya faktor sekunder. Materi kebudayaan yang ada pada situs kepurbakalaan Ratu Boko adalah faktor yang menentukan dalam kualitas hidup masyarakat Ratu Boko pada masa lalu, dan kondisi lingkungan apapun telah mampu diatasi dengan materi kebudayaan tersebut. Pembahasan Situs kepurbakalaan Ratu Boko terletak di atas bukit Boko yang berada kurang lebih tiga kilometer di selatan Candi Prambanan. Bukit tersebut berada pada ketinggian 195,97 meter dari permukaan laut. Luas situs secara keseluruhan kurang lebih 194,998 m2. Wilayah situs kepurbakalaan Ratu Boko masuk ke dalam wilayah administratif dua dusun, yaitu Dusun Sumberwatu, Kelurahan Sambirejo dan Dusun Dawung, Kelurahan Bakaharjo. Kedua wilayah tersebut termasuk dalam Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara astronomis, Situs Ratu Boko terletak pada koordinat 110o29’58” Lintang Selatan dan 07o46’73” Bujur Timur (Samidi, 1993:4). Bukit tempat berdirinya situs kepurbakalaan Ratu Boko merupakan bagian dari rangkaian pegunungan Gunung Kidul bagian utara dengan ketinggian 110-229 meter dari permukaan laut, sedangkan dataran rendah di sekelilingnya memiliki ketinggian kurang dari 110 meter dari permukaan laut (Dwiyanto, 1996: 6). Bukit tempat berdirinya Ratu Boko memperlihatkan kemiringan lereng yang bervariasi yang dapat dibagi menjadi dua satuan relief, yaitu satuan relief datar dan satuan relief miring landai (Samidi, 1993: 25). Situs kepurbakalaan Ratu Boko termasuk dalam jalur Formasi Kebo yang berumur Miosen Bawah, formasi tersebut merupakan hasil sedimentasi vulkanis yang diendapkan pada lingkungan laut dangkal dan kemudian secara tektonis mengalami pengangkatan berupa antiklin serta tersesarkan (Soesilo, 1994: 27). Struktur geologi yang ada pada kawasan situs kepurbakalaan
Pemanfaatan sumber daya alam..., Elsan Muhammad, FIB UI, 2014
Ratu Boko dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu struktur geologi mayor dan struktur geologi minor. Struktur geologi mayor yang tampak adalah struktur antiklin, struktur tersebut menyebar pada kawasan yang luas dan memanjang dengan arah barat-timur. Struktur geologi minor terbagi atas dua struktur yaitu, struktur rekahan, dan struktur sesar/dislokasi. Struktur rekahan adalah ciri-ciri lapisan batuan mengalami perubahan secara tektonis, fisis, dan chemis (Soesilo, 1995: 31). Berdasarkan kegiatan peninjauan klimatologi dan hidrologi di situs kepurbakalaan Ratu Boko oleh Balai Studi dan Konservasi Borobudur pada tahun 1994, maka diperoleh data klimatologi yaitu, kelembaban udara rata-rata sebesar 57,6%, penguapan air secara menyeluruh pada musim kemarau sekitar 1,205 kg/m2 (Soesilo, 1995:23). Penghitungan curah hujan berdasarkan kondisi selama 22 tahun dari tahun 1975-1995 mempunyai rata-rata bulanan 204 mm/bulan dan curah hujan maksimum harian adalah 30 mm/hari dan memiliki hari hujan rata-rata bulanan = 11 hari/bulan (Nugroho, 2000: 27). Situs kepurbakalaan Ratu Boko merupakan situs yang memiliki cukup banyak peninggalan arkeologis. Berdasarkan jenisnya, peninggalan-peninggalan yang ada dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu struktur bangunan atau fitur, dan artefak atau non bangunan. Peninggalan yang termasuk dalam jenis struktur bangunan di antaranya gapura, pagar, talud, pondasi, kolam dan gua. Peninggalan yang termasuk dalam jenis non bangunan adalah prasasti, arca, keramik, gerabah, dan temuan lepas lainnya. Dalam pendeskripsian peninggalan arkeologi berupa fitur dikelompokan berdasarkan keletakannya terhadap bagian dari keseluruhan wilayah yang ada di Ratu Boko. Hal ini karena situs kepurbakalaan Ratu Boko memiliki beberapa teras dengan jenis dan karakteristik yang berbeda. Bagian barat merupakan bagian paling awal ketika memasuki pintu gerbang lokasi situs kepurbakalaan Ratu Boko. Bagian tersebut terdiri atas tiga teras, yaitu Teras I, Teras II dan Teras III. Berikutnya adalah bagian tenggara, bagian tersebut terdiri dari Teras IV, Teras V dan Teras VI. Teras IV sering disebut dengan kompleks Pendapa, karena terdapat struktur bangunan Pendapa dan Pringgitan. Teras V disebut dengan kompleks Kolam, karena terdapat banyak kolam. Teras VI, sering disebut dengan kompleks Keputren karena terdapat temuan keputren. Bagian paling akhir dari Ratu Boko adalah bagian timur, pada bagian tersebut hanya terdapat satu teras yaitu Teras VII, atau yang disebut dengan kompleks gua, karena di atasnya ditemukan struktur bangunan yang dikenal dengan nama Gua Lanang dan Gua Wadon. Pada situs kepurbakalaan Ratu Boko, terdapat kebutuhan yang harus dipenuhi agar segala aktivitas manusia yang dilakukan di Ratu Boko dapat berjalan dengan baik. Berdasarkan pendekatan environmental possibilism, sebuah upaya pemanfaatan yang
Pemanfaatan sumber daya alam..., Elsan Muhammad, FIB UI, 2014
dilakukan adalah bentuk respon dalam mengatasi tantangan alam berupa keterbatasan sumber daya lingkungan. Hal tersebut juga dapat diuraikan dengan pandangan environmental probabilism bahwa manusia dengan kebudayaan merupakan faktor yang aktif dalam memanfaatkan alam, dan lingkungan merupakan faktor yang pasif sebagai penyedia kebutuhan. Kebutuhan dasar yang dianggap paling penting dalam kehidupan manusia khususnya di situs kepurbakalaan Ratu Boko adalah, kebutuhan lahan untuk tempat tinggal, kebutuhan air, kebutuhan pangan, dan kebutuhan bahan bangunan untuk mendirikan bangunan. Pemanfaatan pertama adalah membuat permukaan bukit menjadi datar dengan teknik cut and fill. Situs kepurbakalaan Ratu Boko merupakan situs peninggalan arkeologi yang berdiri di atas perbukitan alami yang memiliki karakter kemiringan datar dan curam. Dengan keadaan bukit tersebut diperlukan upaya dalam menciptakan lahan yang sesuai untuk mendirikan bangunan untuk pemukiman. Upaya tersebut dilakukan dengan cara cut and fill. Cut yang berarti memotong atau pemangkasan, fill adalah menimbun permukaan yang lebih rendah agar memiliki kesamaan tinggi (Day, 1991: 81). Antisipasi untuk mengurangi resiko terjadinya tanah longsor akibat cut and fill adalah dengan membuat dinding penahan tanah atau talud. Bukti adanya proses cut and fill dapat diketahui dari hasil ekskavasi arkeologi yang dilakukan oleh Teguh Asmar dan Bennet Bronson tahun 1973. Ekskavasi tersebut adalah penggalian Operasi D, yang terletak di selatan paseban Teras III (lihat gambar 3).
Gambar 3 Lokasi Kotak A Operasi D Selatan Paseban (Asmar, 1973: 62).
Pada penggalian tersebut dinyatakan ada indikasi tanah urugan. Pada kotak tersebut dilakukan sitem lot dengan tujuh stratum. Hal unik dari stratigafi yang nampak adalah lapisan tersebut
Pemanfaatan sumber daya alam..., Elsan Muhammad, FIB UI, 2014
Gambar 4 Stratigrafi Dinding Timur Kotak A Operasi D (Asmar, 1973: 61).
Juga terdapat pada permukaan dataran lebih rendah pada bagian selatan. Perbedaan ketinggian tersebut mencapai empat meter, hal tersebut memberi dugaan yang cukup besar bahwa pada dataran yang digali merupakan tanah urug. Perbedaan warna tanah dan karakteristik yang ada diduga merupakan tanah urug yang diambil pada bagian yang berbeda beda pada situs kepurbakalaan Ratu Boko (lihat gambar 4) (Asmar, 1973: 25). Berikutnya pemanfaatan lahan untuk mendirikan bangunan mengikuti karakteristik satuan batuan. Situs kepurbakalaan Ratu Boko memiliki jenis dan karakteristik batuan yang berbeda. Pada bagian barat situs kepurbakalaan Ratu Boko terdapat permukaan tanah yang rata. Bagian yang diduga dilakukan pemangkasan dengan besar adalah pada bagian barat Ratu Boko, tepat pada Teras I, II, dan III. Pertimbangan yang dilakukan dalam melakukan kegiatan cut and fill yang besar adalah memperhitungkan sifat dan karaktersitik batuan yang ada di bawahnya. Pada bagian barat situs Ratu Boko, sebagaian besar wilayahnya merupakan jenis satuan batuan pasir tufaan dan dan batuan pasir vulkanik, namun pada lokasi Teras I, II, dan III, hampir seluruh wilayahnya merupakan jenis satuan batuan pasir tufaan. Berdasarkan hasil penelitian laboratorium yang dilakukan oleh Balai Studi dan Konservasi Borobudur bahwa batuan pasir tufaan yang ada di situs kepurbakalaan Ratu Boko adalah jenis batuan pasir tufaan merupakan jenis batuan yang kompak dan rapat namun tidak terlalu keras (Soesilo, 1995: 34). Karakteristik tersebut merupakan batuan yang kompak dan impermeabel atau tidak mudah meloloskan air. Kondisi tersebut dapat dilakukan kegiatan cut and fill karena tanah yang akan dipangkas memiliki kekompakan yang cukup baik dan rapat, sehingga tidak mudah tererosi dengan air. Berbeda dengan Teras IV, V, dan VI pada bagian tenggara yang berisikan banyak bangunan seperti pendapa, keputren dan kolam kolam. Banyaknya bangunan yang ada pada
Pemanfaatan sumber daya alam..., Elsan Muhammad, FIB UI, 2014
lokasi tersebut karena didukung oleh jenis satuan batuan tuff yang memiliki sifat yang lebih impermeabel, padat, kompak, sehingga pada bagian tersebut dapat dimanfaatkan untuk membuat kolam penampungan air hujan. Oleh karena hal tersebut pada bagaian tenggara, dianggap bagian yang paling mampu dalam menahan beban segala aktivitas manusia dan bangunan yang ada di atasnya. Pemanfaatan penting lainnya adalah untuk pengadaan air. Beberapa pemanfaatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan air di antarnya pemanfaatan air hujan. Dengan potensi hujan yang cukup tinggi maka berdasarkan pengamatan dilapangan upaya dalam memanfaatkan air hujan yang paling jelas terlihat adalah dengan dibuatnya kolam-kolam pada situs kepurbakalaan Ratu Boko. Kolam-kolam yang terlihat sampai saat ini di antaranya kolam yang ada pada Teras III dekat dengan candi pembakaran, kolam pada Teras IV, kolam bundar dan kolam persegi yang ada pada Teras V, kolam keputren yang ada pada Teras VI, dan kolam yang ada pada Teras VII. Banyaknya jumlah kolam dengan berbagai ukuran dan ke dalaman menunjukan suatu proses yang disengaja dan merupakan hasil dari tangan manusia. Setiap bagian wilayah yang ada pada situs Ratu Boko dibuat kolam kolam untuk persediaan air sebagai penunjang dalam kegiatan manusia sehari-hari. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan oleh Balai Studi dan Konservasi Borobudur menunjukan bahwa rata rata penguapan yang terjadi tiap harinya adalah 1 lt/m2. Maka didapatkan fakta bahwa kolam di Teras IV dan V yang berbentuk persegi cukup untuk menampung air hujan 2 – 2,5 tahun, air tidak akan meluap dan kering sepanjang tahun karena air akan menguap hanya 1/5 dari isi kolam. Hal tersebut terdapat pada kolam V/4, kolam ini memiliki volume maksimal adalah 220 m3, jumlah air yang masuk pada musim penghujan rata-rata kurang lebih 100,98 m3, sedangkan penguapannya 20,13 m3 tiap tahunnya. Berbeda dengan kolam nomor 4, kolam pada Teras V yang berbentuk bundar akan meluap karena volume kolam tidak mampu menampung jumlah air hujan yang masuk, pada kolam yang daya tampungnya paling besar yaitu 1,327 m3 tidak mampu menampung air yang masuk bila pada musim penghujan sebesar 3,249 m3. Jadi dapat disimpulkan bahwa kolam di Teras IV dan V yang berbentuk persegi dapat menampung air sepanjang tahun dan tidak akan kering karena penguapan hanya 1/5 kolam, sedangkan kolam bundar pada Teras V tidak dapat menampung air hujan dan akan meluap karena volumenya lebih kecil, sehingga kolam bundar pada Teras V sebagian akan terisi dan ada pula yang kering pada musim kemarau (Soesilo, 1995: 49). Selain air hujan ada juga air rekahan, yaitu air yang keluar dari celah batuan pada situs kepurbakalaan Ratu Boko. Lokasi berdirinya situs kepurbakalaan Ratu Boko memiliki struktur geologi minor yang terbagi menjadi dua struktur yaitu, struktur rekahan dan struktur
Pemanfaatan sumber daya alam..., Elsan Muhammad, FIB UI, 2014
sesar/dislokasi (Soesilo, 1995: 31). Air hujan yang turun dan menggenang diatas bukit tidak langsung jatuh kebawah begitu saja, melainkan terperangkap didalam celah celah batuan dan sebagian ada yang tertahan disana (Soesilo, 1995: 36). Berdasarkan pada penelitian oleh Balai Studi dan Konservasi Borobudur, bahwa rekahan yang terjadi pada situs kepurbakalaan Ratu Boko banyak pada bagian Teras IV, V, dan sebagian Teras VI. Rekahan yang terjadi pada teras tersebut tercatat 18 sampel pada kolam Teras V dan 24 sampel pada Kolam Keputren (Soesilo, 1995: 30). Untuk memenuhi kebutuhan air juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan air sungai yang ada di sekitar situs kepurbakalaan Ratu Boko. Ketersediaan air yang ada pada sungai menjadi salah satu sumber air potensial yang dapat dimanfaatkan oleh manusia yang tinggal di situs kepurbakalan Ratu Boko. Ada beberapa aliran sungai yang paling terdekat dengan situs kepurbakalaan Ratu Boko diantaranya ada Kali Opak dan Kali Borongan. Kali Opak berjarak kurang lebih 300 meter di utara Ratu Boko, sedangkan kali borongan terletak 400 meter di timur laut Ratu Boko. Dengan temuan sisa aktivitas manusia yang berada di lingkungan situs Ratu Boko seperti gerabah, mangkuk dan kendi menunjukan adanya teknologi yang mampu untuk mengambil air dari sungai walaupun belum ditemukan asosiasi yang dapat memastikan. Selanjutnya adalah pemanfaatan sumber daya alam potensial untuk bahan bangunan. Dari kondisi lingkungan yang ada, potensi pemanfaatan untuk bahan bangunan adalah memanfaatkan batu andesit, batu putih dan bukit induk itu sendiri. Batu andesit merupakan batu yang berasal dari pembekuan lahar gunung berapi. Gunung berapi yang terdekat oleh situs kepurbakalaan Ratu Boko adalah Gunung Merapi. Batu andesit yang dihasilkan oleh Gunung Merapi dapat dijumpai sepanjang Kali Opak yang dekat dengan Ratu Boko dan juga pada perbukitan yang ditemui pada daerah Losari ke arah timur sampai Lemahabang. Secara fisik ada perbedaan antara batu andesit yang berasal dari kali dan dari bukit, yaitu tampak pada warna dan kekerasannya, batu andesit yang berasal dari bukit memiliki warna lebih gelap dan tingkat kekerasannya lebih tinggi dari batu andesit yang berasal dari kali (Wirasanti, 2000: 200). Belum dapat dipastikan mengenai pemanfaatan batu andesit tersebut diambil dari bukit atau Kali Opak. Berdasarkan keletakannya maka jarak yang relatif dekat adalah Kali Opak. Potensi batu andesit yang ada pada Kali Opak ini juga cukup banyak dan dengan mudah dapat dijumpai sepanjang aliran sungai tersebut. Selain batu andesit juga pada bangunan yang ada di Ratu Boko menggunakan batu putih. Batu putih sangat banyak dijumpai pada bukit Boko sepanjang perbukitan Boko – Baturagung dan sekitarnya. Dimanfaatkan sebagai campuran bahan bangunan lain dengan
Pemanfaatan sumber daya alam..., Elsan Muhammad, FIB UI, 2014
batu andesit, misalkan pada talud, pagar, dan bangunan lain. Selanjutnya memanfaatkan batuan induk untuk memahat langsung untuk menjadi sebuah bangunan. Ada beberapa bangunan yang langsung dipahatkan pada bukit Boko, yaitu kolam-kolam yang ada pada seluruh bagian situs kepurbakalaan Ratu Boko dan gua yang ada pada Teras VII. Kolam yang ada pada situs kepurbakalaan Ratu Boko dibuat dengan cara memahatkan langsung pada bukit padas, contohnya pada kolam persegi dan kolam bundar yang ada pada Teras V, dibuat dengan cara langsung dipahatkan tanpa ada konstruksi menggunakan balok batu. Berikutnya adalah gua yang ada pada Teras VII yang disebut dengan Gua Lanang dan Gua Wadon, merupakan gua buatan yang dipahat langsung pada batuan induk Ratu Boko. Pada teras tersebut terdapat batuan induk yang keras yang menjulang keatas, dengan ukuran yang besar dan luas, sehingga dengan kondisi permukaan seperti itu, batuan tersebut dapat dipahat dan dibuat gua. Pemanfaatan lainnya adalah untuk memenuhi kebutuhan pangan. Lokasi tempat berdirinya situs Ratu Boko adalah bukit padas yang keras dan tidak memiliki kemampuan yang baik dalam menyerap air hujan, sehingga tidak memiliki persediaan air tanah. Dengan keadaan seperti itu, bukit Boko bukan merupakan lokasi yang baik untuk dijadikan tempat persawahan dan perkebunan. Berdasarkan pada pengamatan kondisi di lapangan saat ini daerah sekitar bukit Boko merupakan daerah persawahan yang luas dan subur sehingga sangat mungkin tanah tersebut dimanfaatkan untuk membuat sawah juga pada masa lalu. Ada beberapa elemen masyarakat pada masa lalu, di antaranya ada yang dinamakan wanua, merupakan komunitas kecil yang berprofesi sebagai petani untuk mengurusi sawah yang tinggal didesa dan dipimpin seorang rama, komunitas tersebut banyak tinggal disepanjang aliran sungai. Untuk mengatur penggunaan air untuk irigasi sawah oleh wanua, maka diperlukan pemimpin yang disebut raka. Setelah kebudayaan India masuk, maka para raka diberi gelar SriMaharaja, dan sebagai contoh adalah Sri Maharaja Rakai Panangkaran. Nama Rakai Panangkaran tertulis dalam prasasti Abhayagiri ada tahun 792 M (Dwiyanto, 1996: 12). Dengan demikian besar kemungkinan pemanfaatan lahan subur daerah sekitar Ratu Boko adalah persawahan dengan adanya nama raka yang secara langsung memeberikan kekuasaan pada turunannya yang telah disebutkan. Ada beberapa proses yang menyebabkan bagian sekitar situs kepurbakalaan Ratu Boko menjadi lahan subur yang dapat dimanfaatkan untuk menanam tanaman pangan. Daerah barat dan utara bukit Boko menjadi subur karena beberapa proses. Proses yang pertama adalah proses terjadinya dataran alluvial yang diakibatkan oleh air sungai dari gunung membawa material vulkanik yang terdeposit pada dataran yang lebih rendah (Brown, 1997). Hal tersebut
Pemanfaatan sumber daya alam..., Elsan Muhammad, FIB UI, 2014
dapat terjadi ketika Gunung Merapi sedang meletus dan materialnya terbawa oleh Kali Opak dan Borongan dengan debit air yang tinggi, sehingga mengakibatkan luapan air sungai dan sedimen yang terbawa mengendap pada tanah yang dibanjiri dengan material lepas berukuran lempung, lanau, pasir dan gravel yang bersifat subur. Proses berikutnya adalah sedimentasi dari pelapukan batuan kapur yang terjadi pada bagian selatan bukit Boko. Pada bagian selatan tanah subur yang terjadi karena proses sedimentasi dari pelapukan bukit Boko itu sendiri. Karakter tanah akibat sedimentasi bukit Boko yang terjadi akibat erosi mengakibatkan pembentukan tanah dengan karakter subur, karena sedimen yang terbawa adalah sedimen tufan yang memiliki unsur hara. Pada pengamatan di lapangan saat ini, wilayah pada bagian selatan bukit Boko tersebut digunakan oleh penduduk sekitar sebagai persawahan, dengan demikian dapat juga tergambarkan bahwa kondisi tanah tersebut merupakan tanah yang subur dan baik untuk di buat persawahan. Proses lain adalah pelapukan tanah yang terjadi pada bukit itu sendiri atau yang dikenal dengan istilah tanah depresi. Hal itu terjadi ketika bukit Boko mengalami pelapukan akibat erosi dan terendapkan pada suatu wilayah pada bagian bukit yang biasanya berupa daerah cekungan yang memiliki kontur lebih rendah sehingga pelapukan yang terjadi menghasilkan tanah dengan material sedimen tufan yang memiliki unsur hara. Oleh karena proses pelapukan tersebut meninggalkan material tanah di atas bagian yang masih menjadi bukit pada kontur yang rendah, akhirnya membuat cekungan tanah yang berisikan persediaan air yang banyak dari air hujan, dan air tersebut tidak meresap lagi ke bawah (Black, 1996: 188). Pada bagian barat daya ini kemungkinan besar adalah wilayah yang terjadi gejala tanah depresi. Pada wilayah ini banyak dihuni oleh penduduk pada masa sekarang dan lahan pada wilayah ini dimanfaatkan dengan pembuatan sawah dan perkebunan oleh penduduk. Wilayah tersebut dijumpai ketika memasuki areal pintu masuk Ratu Boko melalui wilayah selatan. Keadaan bukit yang landai dan rendah memberikan kemungkinan besar terjadinya pelapukan batuan tuff dari atas bukti dan mengendap di bawah. Kesimpulan Situs kepurbakalaan Ratu Boko berdiri di atas bukit Boko dengan kondisi lingkungan yang terbatas. Akan tetapi, situs tersebut telah berdiri lebih dari seribu tahun yang lalu, sehingga lokasi tempat berdirinya situs kepurbakalaan Ratu Boko adalah lokasi yang dianggap paling tepat. Hal tersebut menandakan bahwa lokasi tempat berdirinya situs kepurbakalaan Ratu Boko mampu memberikan potensi bagi kebutuhan manusia.
Pemanfaatan sumber daya alam..., Elsan Muhammad, FIB UI, 2014
Penelitian ini berhasil memberikan gambaran bahwa ada banyak potensi sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan pendekatan environmental possibilism, dapat memberikan pandangan bahwa segala sesuatu yang ada pada lingkungan tempat tinggal manusia dapat dimanfaatkan dengan baik ketika manusia juga dapat mengatasi dan memanfaatkannya dengan baik. Dari pendekatan yang digunakan, dikatakan bawhwa, dalam kondisi lingkungan yang terbatas, maka kebudayaan semakin berkembang maju untuk mengatasi masalah tersebut. Oleh karena itu hubungan antara kondisi lingkungan dan situs kepurbakalaan Ratu Boko dijelaskan dalam bentuk pemanfaatan sumber daya alam yang dilakukan manusia pada masa lalu adalah sebagai berikut : 1. Pemanfaatan Sumber Daya Alam Potensial Untuk Lahan Pemukiman Bukit Boko yang secara alami memiliki kontur yang bergelombang dibuat lebih rata agar memberikan ruang yang aman dan nyaman untuk mendirikan bangunan dengan cara cut and fill. Untuk mengatasi resiko tanah longsor, hal tersebut diatasi dengan membuat talud dan diberi dinding penahan dengan parit. Berikutnya masyarakat yang mendirikan Ratu Boko pada masa itu telah melakukan pembuatan kompleks bangunan dengan mengikuti karakteristik satuan batuan yang ada. Hal tersebut terdapat pada Teras I, II, III yang didirikan di atas tanah dengan satuan batuan pasir tufaan yang memiliki karakteristik baik untuk dilakukan proses cut and fill, lalu pada Teras V dibuat bangunan berupa kolamkolam, karena pada wilayah tersebut termasuk dalam satuan batuan tuff yang padas, sehingga baik digunakan untuk membuat kolam tadah hujan. 2. Pemanfaatan Sumber Daya Potensial Alam Untuk Pengadaan Air Beberapa hal yang dilakukan untuk memanfaatkan air diantaranya adalah menampung air dari celah celah batuan pada bukit atau yang disebut dengan air rekahan. Hal tersebut terdapat pada kolam yang berada di daerah yang memiliki rekahan paling banyak yaitu pada Teras IV, V, dan VI yang merupakan wilayah teras dengan satuan batuan tuff di bawahnya. Berikutnya adalah memanfaatkan air hujan, curah hujan pada situs Ratu Boko cenderung tinggi pada musim penghujan dan penguapan yang tinggi juga pada musim kemarau. Hal tersebut dimanfaatkan dengan membuat kolam-kolam tadah hujan pada seluruh bagian situs kepurbakalaan Ratu Boko. Dengan demikian, air hujan yang turun mampu mengisi kolam-kolam tersebut. Kolam dibuat dengan ukuran dan kedalaman yang bervariasi sehingga pada musim kemarau dengan penguapan yang tinggi, tidak semua
Pemanfaatan sumber daya alam..., Elsan Muhammad, FIB UI, 2014
kolam airnya akan habis, tetap ada kolam yang sepanjang tahun tetap terisi air. Hal lain yang dimanfaatkan adalah air yang ada di sungai terdekat yaitu Kali Opak dan Kali Borongan. 3. Pemanfaatan Sumber Daya Alam Potensial Untuk Bahan Bangunan Pemanfaatan potensi sumber daya alam untuk bahan bangunan dilakukan dengan cara memanfaatkan material alam yang tersedia dekat dengan lokasi situs kepurbakalaan Ratu Boko. Bahan baku yang dimanfaatkan adalah batu andesit, batu putih, serta batuan induk. Batu andesit dapat dijumpai sepanjang aliran Kali Opak yang merupakan sungai terdekat dengan lokasi situs kepurbakalaan Ratu Boko. Batu putih dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan yang berasal dari bukit tempat situs kepurbakalaan Ratu Boko ini sendiri berdiri. Bukit yang dipahatkan langsung menjadi bangunan karena memiliki karakteristik padas, sehingga dapat untuk dibuat bangunan, seperti gua dan kolam. 4. Pemanfaatan Sumber Daya Alam Potensial Untuk Kebutuhan Pangan Pemanfaatan sumber daya alam potensial untuk kebutuhan pangan dilakukan di sekitar bukit Boko. Tanah di sekitar bukit Boko adalah tanah yang subur dengan berbagai proses terjadinya dan dapat dibuat sawah. Tanah tersebut di antarnya adalah tanah yang terjadi akibat dataran banjir oleh Kali Opak dan Kali Borongan yang menghasilkan tanah alluvial. Pada bagian selatan juga merupakan tanah yang subur yang dapat dimanfaatkan sebagai areal persawahan karena tanah yang terjadi merupakan tanah hasil sedimentasi dari pelapukan bukit boko yang membawa kandungan humus oleh proses erosi. Pada Bukit Boko itu sendiri terjadi gejala alam yang disebut dengan tanah depresi, sehingga menghasilkan wilayah yang subur yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk membuat perkebunan. Wilayah tersebut dapat dijadikan sebagai areal persawahan pada masa lalu, karena berdasarkan prasasti Abhayagirivihara terdapat nama Rakai Panangkaran. Nama tersebut merupakan sebutan bagi raja yang di dalam struktur pemerintahannya menguasai salah satunya adalah wanua yaitu komunitas masyarakat yang bermatapencaharian sebagai petani. Pemilihan lokasi berdirinya situs Ratu Boko merupakan pertimbangan yang telah dipikirkan dengan cermat oleh orang yang membangun Ratu Boko masa lalu. Berdasarkan analisis kontekstual antara lingkungan dan materi kebudayaan dengan pendekatan environementalpossibilism, penelitian ini menyimpulkan bahwa lingkungan tempat berdirinya
Pemanfaatan sumber daya alam..., Elsan Muhammad, FIB UI, 2014
situs kepurbakalaan Ratu Boko memiliki potensi yang cukup baik bagi kehidupan manusia. Hal tersebut dikarenakan pada lokasi berdirinya situs tersebut dan lingkungan di sekitarnya terdapat cukup sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia yang tinggal pada masa lalu dengan baik. Dengan demikian tercapailah gambaran mengenai potensi yang dapat dimanfaatkan untuk kehidupan manusia beserta bukti-bukti materi kebudayaannya. Saran Masih banyak hal yang belum diketahui dari situs kepurbakalaan Ratu Boko. Penelitian ini hanya menerangkan tentang potensi sumber daya alam yang ada pada situs Ratu Boko beserta pemanfaatannya, sehingga dapat menggambarkan kemampuan lingkungan yang tersedia. Akan tetapi hal tersebut juga belum cukup untuk menjelaskan secara keseluruhan, akan lebih baik lagi jika dikaitkan dengan penelitian lain dengan topik yang berbeda seperti dikaitkan dengan penelitian dengan topik prasasti, arsitektur, dan lainnya Daftar Referensi Asmar,
Teguh & Bennet Bronson (1973), Laporan Ekskavasi Ratu Baka. Kerjasama Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional dan The University of Pennsylvania Museum. Yogyakarta: LPPN.
Bintarto H.R. (1995), “Keterkaitan Manusia, Ruang Dan Kebudayaan”. Makalah dalam Seminar Manusia Dalam Ruang: Studi Kawasan Arkeologi, hal: 2, Yogyakarta. Black, Peter E. (1996), Watershed Hydrology :Second Edition, United States: CRC Press. Brown,
A.G. (1997), Alluvial Geoarchaeology, Floodplain Archaeology Environmental Change, New York: Cambride Univercity Press.
And
Butzer, Karl W. (1982), Archaeology as Human Ecology: Method And Theory For a Contextual Approach. Cambridge: Cambridge University Press. Day, D. A., & Benjamin, N. B. H. (1991), Construction Equipment Guide. New York: Wiley. Dwiyanto, Djoko. J, Susetyo Edi Yuwono (1996), Kawasan Kraton Ratu Boko. Pusat Penelitian Pariwisata. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Laporan Penelitian Dan Pengembangan
Fagan, Brian M & Christoper R. DeCorse (2005), In The Beginning: An Introductional To Archaeology. New Jersey: Pearson Education
Pemanfaatan sumber daya alam..., Elsan Muhammad, FIB UI, 2014
Hawley, Amos. H. (1986), Human The University of Chicago press,
Ecology
a
Theoretical
Essay,
Chicago:
Ihromi
(1999), Pokok-Pokok Indonesia.
Antropologi
Budaya.
Jakarta:
Yayasan
Obor
Koentjaranigrat (2002), Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta. Kusen
(1995), “Kompleks Ratu Boko : Latar Belakang Pemilihan Tempat Pembangunannya”. Makalah dalam Seminar Manusia Dalam Ruang : Studi Kawasan Arkeologi, hal 2 : Yogyakarta.
Mundardjito (1990), “Metode Penelitian Pemukiman Arkeologi” Hal : 19-31 Dalam MonumenMonumen : Karya Persembahan untuk Prof. Dr. R. Soekmono. Ed. Edi Sedywati, dkk .Depok : Lembaran Sastra FSUI. Nugroho, Sugih (2000), Teknologi Pengelolaan Air di Kraton Ratu Baka, SKRIPSI Jurusan Arkeologi, Fakultas Sastra, Universitas Indonesia, Jakarta. Rambo, A. Terry (1983), Conceptual Approaches to Human Ecology, Hawaii: East-West Environment and Policy Institute. Resosoedarmo, Soedjiran., Kuswata Kartawinata, Apriliani Soegiarto, (1986) Pengantar Ekologi, Bandung : Remadja Karya Samidi (1993), Laporan Studi Konservasi Kolam Ratu Boko. Yogyakarta:Direktorat Jendral Kebudayaan Direktorat Perlindungan Dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala. Soemarwoto, Otto (1987), Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangungan. Bandung. Djambatan. Soesilo, Hendy (1995), Studi Hidrologi dan Klimatologi Ratu Boko, Yogyakarta: Balai Studi dan Konservasi Borobudur Wirasanti, Niken (2000), Pemanfaaan Sumberdaya Lingkungan Pada Masa Mataram Kuna Abad IX-X Masehi: Studi Kasus Wilayah Prambanan dan Sekitarnya, TESIS Program Studi Lingkungan Jurusan Antar Bidang, Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Pemanfaatan sumber daya alam..., Elsan Muhammad, FIB UI, 2014