Seminar Nasional Peternakan Jan Veteriner 2000
HARAPAN DAN TANTANGAN BAGI SUBSEKTOR PETERNAKAN DALAM MENINGKATKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL AcximAD SuityANA
Kepala Badan Urusan Ketahanan Pangan
PENDAHULUAN Sebagai bagian dari komunitas bangsa-bangsa di dunia, Indonesia mempunyai komitmen untuk mewujudkan ketahanan pangan, termasuk menanggulangi ketawanan pangan dan kekurangan gizi. Peningkatan ketahanan pangan mempunyai arti strategis bagi pembangunan nasional karena: (1) pemenuhan pangan merupakan hak azasi setiap rakyat Indonesia, (2) pangan yang cukup, aman dan bergizi merupakan pilar bagi pembangunan sumberdaya manusia yang berkualitas, dimana sumberdaya manusia yang berkualitas merupakan faktor kunci dari peningkatan produktivitas yang selanjutnya diperlukan untuk memacu pembangunan ekonomi, dan (3) ketahanan pangan merupakan unsur strategis dalam pembangunan ekonomi dan ketahanan nasional. Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1999-2004 memberi rumusan arah kebijakan untuk membangun ketahanan pangan nasional, yaitu: mengembangkan sistem ketahanan pangan yang berbasis lokal dalam rangka menjamin tersedianya pangan dan nutrisi dalam jumlah dan mute yang dibutuhkan pada tingkat harga yang terjangkau dengan memperhatikan peningkatan pendapatan petani/nelayan serta produksi yang diatur dengan undang-undang. Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 mendefmisikan ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga, yang tercermin dari tersediaannya pangan yang cukup, baikjumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau . Dengan pengertian tersebut, maka secara garis besar terdapat empat aspek pokok ketahanan pangan, yaitu kecukupan, aksesibilitas, keamanan dan waktu. Aspek kecukupan harus diartikan sebagai ketersediaan dalam jumlah dan keragaman yang memadai, mencakup sumber karbohidrat, protein dan zat gizi mikro; aspek aksesibilitas diartikan sebagai kemampuan setiap warga untuk menjangkaunya, sehingga menyangkut aspek distribusi pangan ke seluruh wilayah dan aspek kemampuan/keberdayaan penduduk untuk mendapatkannya sesuai dengan kebutuhan . Keamanan pangan berarti terbebasnya konsumen dari berbagai bahan zat kimia dan mikro organisme yang membahayakan kesehatannya, sedangkan dimensi waktu, menjelaskan perlunya kestabilan kecukupan, aksesibilitas dan keamanan waktu ke waktu. Dengan pengertian tersebut, maka upaya membangun ketahanan pangan tidak hanya menyangkut peningkatan produksi dan distribusi ke seluruh wilayah hingga rumah tangga, tetapi juga perbaikan konsumsi dan peningkatan pendapatan/daya beli masyarakat serta upaya-upaya lain yang dapat menjamin aksesibilitas setiap anggota masyarakat terhadap ketersediaan pangan . Disamping itu, pengembangan ketahanan pangan juga tidak hanya mencakup pengembangan sumber-sumber karbohidrat, tetapi juga mencakup sumber-sumber protein (baik nabati maupun hewani) maupun sumber-sumber zat gizi mikro . Dengan demikian, peningkatan hasil-hasil produksi peternakan bagi pemenuhan kebutuhan pangan merupakan bagian terpenting dalam upaya meningktkan ketahanan pangan . Permasalahan strategis dalam pengembangan ketahanan pangan dapat dilihat dari berbagai aspek yaitu: (1) produksi, terutama ketersediaan dan kecukupan di tingkat nasional, daerah, dan rumah tangga; (2) distribusi, berupa kemerataan pangan antar wilayah, antar waktu, dan antar golongan pendapatan masyarakat, termasuk keterjangkauan harga pangan strategis; dan (3) 21
Seminar Nasional Peternakan clan Veteriner 2000
konsumsi, meliputi peningkatan kualitas konsumsi gizi, penganekaragatnan pangan clan sistem kewaspadaan pangan clan gizi . Membangun ketahanan pangan yang tangguh, efisien, clan moderen, termasuk bidang peternakan, bukanlah suatu hal yang mudah. Di dalamnya terkandung berbagai masalah yang kompleks clan multidimensi. Meskipun demikian, bukan berarti peluang untuk mengatasi hal tersebut sudah tertutup . Berikut ini disajikan berbagai permasalahan clan tantangan bagi subsektor peternakan di dalam membanguan sistem ketahanan pangan, serta peluang-peluang clan harapan ke depan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut .
KERAGANAN DUKUNGAN PETERNAKAN DALAM KETAHANAN PANGAN Ketersediaan Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengan 1998 mempunyai dampak yang cukup besar terhadap pertumbuhan populasi, produksi clan produktivitas ternak . Usaha peternakan yang sangat besar terpengaruh clan terpuruk oleh krisis ekonomi tersebut adalah usaha peternakan ayam ras clan industri sapi potong . Terpuruknya kedua industri tersebut disebabkan oleh dua hal, yaitu menurunnya daya beli masyarakat clan meningkatnya biaya produksi, karena sebagian input produksi berasal dari komponen impor. Demikian juga dengan industri sapi potong yang selama ini mengandalkan dari pasokan sapi bakalan yang berasal dari impor. Perkembangan populasi ternak clan produksi ternak dari tahun 1997-1999 dapat dilihat pada Tabel 1 clan Tabel 2. Dari tabel tersebut terlkihat bahwa selama krisis (1997-1998) jumlah populasi ternak mengaami penurunan. Pada tahun 1999, bagi sebagian populasi ternak kembali pulih pada tingkat tahun 1997, namun produksi hasil-hasil ternak pada tahun 1999 masih di bawah pencapaian tahun 1997 . Hal ini tentu saja menunjukkan perkembangan yang mengkawatirkan, karena tanpa ada upaya peningkatan populasi, maka dikawatirkan populasi akan semakin menurun lagi . Tabel 1 . Perkembangan populasi clan ternak 1997-1999 (juta ekor) Jenis produk
1997
Sapi potong Sapi perah
11,93 0,33
11,63 0,32
Kambing Domba
14,16 7,70
13,56 7,14
14,12 7,50
0,58 260,8
0,56 253,13
0,58 266,00
Itik 30,32 Keterangan : *) Angka sementam Sumber : Ditjen Produksi Petemakan
25,95
26,28
Kerbau
Babi Kuda
Ayam buras
Ayam petelur Ayam peda ging
22
3,06
8,23
70,6 641,37
1998
2,83
7,80
38,86 354,03
1999*) 12,1
0,33 2,86
9,35
41,97 418,94
Pertumbuhan (%) (98-97) -2,55 -3,71
-7,67 -4,25
(99-98) 4,03 3,73
1,05 4,13
-7,19 -5,29
5,02 19,95
-2,95 -44,97
5,08 7,99
-2,71
-44,80 14,41
2,17
18,3 1,29
Seminar Nasiona! Petemakan dan veteriner 2000
Tabel 2. Perkembangan produksi daging, telur dan susu tahun Jenisproduk Daging Telur Keterangan : *) Angka sementara Sumber : Ditjen Produksi Petemakan
1997-1999
(ribu ton)
1997
1998
1999*)
1 .554
1 .229
1 .322
815
530
546
Jika dilihat dari sisi produksi yang dihasilkan, maka terlihat bahwa produksi ternak dalam negeri belum dapat mengimbangi kebutuhan konsumsi, karena nilai impor hasil-hasil ternak masih cukup besar, seperti terlihat pada Tabel 3. Walaupun perkembangan ekspor produk peternakan juga cenderung meningkat, namun nilai impornya juga meningkat melampaui nilai ekspor, sehingga neraca perdagangan ternak masih terus menunjukkan angka defisit. Tabel 3. Neraca ekspor-impor komoditi petemakan Uraian 1997 58 .012 Ekspor Impor 572.641 Neraca (514.629) Keterangan : *) Angka sementara Sumber : Ditjen Produksi Petemakan
(US S) 1998
1999
110.556
112.725
13 .828
358 .248
381 .343
81 .343
(247 .692)
(268.618)
(67 .515)
2000*)
Ketidakmampuan produksi dalam negeri dalam memenuhi kebutuhan domestik, antara lain dipengaruh oleh keterbatasannya dalam: (a) penguasaan teknologi, baik di bidang produksi maupun di bidang penanganan pasca panen, (b) ketersediaan pakan, (c) kemampuan permodalan peternakan, dan (d) kualitas sumberdaya manusianya (peternak tradisional). Distribusi dan harga Mengingat bervariasinya kemampuan produksi ternak antar wilayah, maka kelancaran distribusi ke seluruh wilayah sangat berpengaruh terhadap ketahanan pangan tingkat wilayah dan rumahtangga. Terdapat beberapa penmaalahan yang menyebabkan ketidak lancaran arus lalu-lintas ternak antar propinsi dan pulau, seperti : (a) belum memadainya prasaranan distribusi ternak, (b) terdapatnya pungutan-pungutan dan gangguan keamanan sepanjang jalur distribusi, (c) kelembagaan prasaranan yang belum berperan baik, (d) kurang lancarnya informasi tentang kebutuhan (demand) yang disampaikan kepada swasta, baik untuk perdagangan dalam negeri mauoun impor, (e) kurang sederhanannya peraturan perizinan untuk perdagangan ternak, baik untuk ekspor maupun impor. Ketidaklancaran distribusi ternak menyebabkan harga produk ternak relatif tinggi sehingga tidak terjangkau oleh masyarakat. Konsumsi Rata-rata konsumsi protein orang Indonesia pada tahun 1999 sebesar 48,7 g/kapita/hari, masih lebih rendah daripada standar kecukupan protein yang ditetapkan di dalam Widaya Karya Pangan 23
SeminarNasional Peternakan clan
Yetertner 2000
clan Gizi tahun 1998, yaitu 50 gram/kapita/hari. Di sainping itu, sumber zat gizi yang dikonsumsi oleh orang Indonesia, baik energi maupun protein, lebih banyak berasal dari pangan nabati. Konsumsi per kapita daging clan proporsi konsumsi protein yang bewrasal dari daging, telur clan susu disajikan pada Tabel 5 clan Tabel 6. Tabel 5. Perkembangan konsumsi rata-rata daging, telur clan susu per kapita seminggu 1990-1999 Komodid Daging sapi/kerbau Daging syam ras%katnpung Telur ayam Telur itik/manila asin Susu kental manis Susu bubuk kaleng/bayi Sumber : Susenas 1996 clan 1999
Satuan k9 k9 k9 Butir Kaleng (397 gr) kg
1990 0,014 0,037 0,049 0,156 0,020 0,005
1993 0,015 0,044 0,063 0,157 0,028 0,007
1996 0,014 0,068 0,088 0,125 0,042 0,013
1999 0,010 0,033 0,060 0,062 0,029 0,006
Tabel 6. Perkembangan proporsi konsumsi protein yang berasal dari daging, telur clan susu Uraian Daging Telur clan susu Total protein Keterangan :') Angka sementara Sumber : Susenas 1996 clan 1999
1996 4,62 3,80 100
(person) 1999 2,73 -2,93 100
Tingginya harga pangan hewani merupakan penyebab utama rendahnya konsumsi hasil ternak . Beberapa hal lain yang merupakan penyebab rendahnya konsumsi hewani adalah : (a) masyarakat menganggap pangan hewani adalah makanan mewah yang hanya perlu clikonsumsi pada waktu waktu tertentu saja seperti : harai raya, pesta atau perayaan, (b) tersedianya substitusi pangan hewani yang harganya terjangkau masyarakat seperti ikan asin, clan (c) sebagian masyarakat tabu mengkonsumsi pangan hewani (vegetarian). MASALAH DAN TANTANGAN Ketersediann a.
Meskipun konsumsi hasil-hasil ternak (daging, telur, susu), belum setinggi seperti yang direkomendasikan dalam Pola Pangan Harapan (PPH), namun dengan jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar, sekitar 210 juta clan terns bertambah 1,6 persen per tahun, maka penyediaan kebutuhan pangan yang berasal dari ternak masih sangat besar . Hal ini juga terlihat dari besarnya impor yang telah dilakukan oleh subsektor peternakan .
b.
Berlanjutnya konversi lahan pertanian ke non-pertanian, khususnya pada lokasi-lokasi yang mempunyai kondisi lahan clan agroklimat yang cocok bagi pengembangan produksi pangan (termasuk penghasil pakan ternak seperti jagung clan kedelai). Selain itu kesuburan lahan juga
24
Seminar Nasiona! Peiernakan clan Veleriner 2000
mengalami penurunan akibat degradasi kualitas lingkungan. Hal ini menyebabkan penyediaan pakan ternak yang berasal dari dalam negeri juga mengalami hambatan. c.
Peran ketersediaan air untuk produksi pakan ternak clan pengembangan ternak juga belum banyak memperoleh perhatian yang cukup, sehingga penyediaan air untuk keperluan pengembangan peternakan ticlak begitu diperhitungan dalam persaingan yang ketat dengan pemanfaatan airu untuk produksi tanaman clan air untuk keperluan rumah tangga .
d.
Penyediaan pangan asal impor, manakala produksi di dalam negeri tidak mencukupi, tidak dapat dilakukan secara leluasa karena keterbatasan devisa yang dimiliki .
e.
Pada saat ini jumlah temak betina yang dipotong mencapai 40% dari seluruh jumlah ternak yang dipotong, clan ternyata 70% dari betina yang dipotong tersebut masih produktif Hal ini membahayakan keberlanjutan pengembangan agribisnis petemakan .
Distribusi clan harga pangan Ketahanan pangan menuntut agar seluruh rumah tangga dapat menjangkau kebutuhan pangannya dalam jumlah clan kualitas yang cukup sepanjang tahun . Bervariasinya kemampuan produksi pangan antar wilayah clan antar musim menyebabkan kelancaran clan biaya distribusi pangan sangat mempengaruhi tingkat ketahanan pangan wilayah clan rumah tangga . Beberapa permasalahan penting aspek distribusi clan harga pangan clapat diidertifikasi sebagai berikut: a.
Belum memadainya prasaranan distribusi yang diperlukan untuk menjangkau seluruh wilayah konsumen, baik prasaranan di dapat clan terlebih lagi prasarana distribusi antar pulau, menyebabkan terganggunya aksesibilitas masyarakat terhadap pangan secara fisik, bahkan juga secara ekonomis karena kelangkaan pasokan akan memicu kenaikan harga sehingga mengurangi daya beli masyarakat.
b.
Kebijakan pemerintah di berbagai tingkatan pemerintahan sering mengurangi kelancaran serta meningkatkan biaya distribusi antar wilayah, berupa retribusi, pungutan (formal clan nonformal) yang dikenakan atas perclagangan komoditas ternak. Deregulasi atas berbagai pungutan yang menghambat arus distribusi clan pembentukan harga pangan yang wajar sebenarnya telah diatur melalui berbagai peraturan perundangan, namun masih sangat terbataspenerapannya, terutama karena fungsi kontrol pemerintah maupun masyarakat terhadap pelaku-pelaku distorsi tersebut masih lemah.
c.
Fluktuasi harga daging, telkur da susu, clitingkat petani clan ditingkat konsumen relatif besar. Hal ini mengakibatkan tidak stabilnya pasokan, distribusi clan konsumsi pangan hasil ternak.
Konsumsi pangan Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam konsumsi pangan adalah rendahnya keanekaragaman clan mutu konsumsi pangan clan gizi. Tingkat konsumsi pangan hewani, sayur, clan buah, sumber karbohidrat non-beras relatif renclah ; karena pola konsumsi masih terefokus pada beras. Sebagian besar konsumsi sumber-sumber protein juga berasal dari protein nabati. a.
Sampai dengan tahun 1999 rata-rata konsumsi protein sebagian besar berasal dari pangan nabati. Komposisi ini belum sesuai dengan standar kecukupan_konsumsi yang memenuhi unsur gizi seimbang.
25
Seminar Nasiona! Peternakan clan Veteriner 2000
b.
Perilaku konsumsi pangan dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk aspek sosial budaya . Masalah keragaman konsumsi pangan tidak selalu disebabkan oleh kemampuan daya beli clan keterjangkauan, tetapi oleh aspek-aspek kebiasaan makan, yang perubahannya memerlukan peningkatan pengetahuan clan sikap yang sifatnya jangka panjang .
c.
Adanya peningkatan konsumsi daging clan telur pada hari-hari besar keagamaan yang diikuti oleh kenaikan harga yang tajam. Walaupun kejadian ini berulang kali, namun fenomena ini terus berlangsung setiap tahun. Selain aspek keseimbangan pengwaran clan pembelian, aspek psikologi pasar turut mempengaruhi. HARAPAN DAN TANTANGAN
Komponen hasil-hasil ternak dalam komposisi konsumsi pangan clan gizi masyarakat Indonesia masih sangat renclah . Sementara itu, peran protein dalam diet bagi pemgembangan kualitas SDM sangat penting. Rendahnya tingkat konsumsi ini dilihat dari sistem ketahanan pangan dapat clikembalikan kepada tiga hal pokok: produksi, distribusi, clan konsumsi. Agar ketahanan pangan dapat diwujudkan dengan baik, subsektor peternakan dinarapkan dapat berperan aktif tidak hanya pada aspek produksi saja, tetapi aspek distribusi clan konsumsinya . Eerikut disajikan beberapa bentuk yang berkaitan dengan ketiga hal tersebut. Ketersediaan Untuk meningkatkan ketersediaan hasil-hasil ternak (daging, telur, clan susu) bagi konsumsi domestik, maka perlu dilakukan upaya-upaya peningkatan produktivitas populasi ternak clan substitusi/diversifikasi produk . a. Peningkatan produktivitas Peningkatan produktivitas ternak dilakukan melalui upaya-upaya: (a) peningkatan kegiatan ET clan IB secara terpadu, terkonsentrasi diikuti dengan penggemukan, (b) pengembangan pakan yang cukup, bermutu clan tersedia setiap hari, (c) upaya persilangan ternak kearah dual purpose . Peningkatan upaya ET clan IB diupayakan melalui pengadaan elite bull clan donor serta pengadaan sarana clan prasarana pendukung. Pengadaan elite bull clan donor tersebut diharapkan akan meningkatkan produksi semen beku. Dengan clihasilkan embrio tersebut, akan diperoleh keuntungan ganda, yaitu secara cepat (satu generasi) terbentuk bibit unggul clan sekaligus tidak perlu lagi dilakukan importasi bull maupun donor. Pengembangan penyediaan pakan dengan menggunakan bahan baku dari sumber daya lokal dengan memanfaatkan sebesar-besamya keragaman sumberdaya clan kelembagaan serta teknologi lokal . Upaya persilangan dilakukan untuk menghasilkan ternak dual purpose sehingga menjadi ternak pedaging clan ternak perah, sebagai penghasil susu clan claging . b. Peningkatan populasi ternak Peningkatan produksi ternak antara lain dilakukan melalui upaya-upaya: (a) pengenadlian pemotongan betina produksif, (b) pengendalian penyakit reproduksi, (c) penyediaan bibit ternak bermutu. 26
Seminar Nasiona! Peternakan dan Veteriner 2000 c. Substitusi dan diversifikasi produk Upaya ini dilakukan agar terjadi substitusi daging ternak besar dengan daging ternak lainnya, khususnya daging ternak unggas (pergeseran dari red meat ke white meat), sehingga pada akhirnya fdak tergantung pada pasokan daging sapi semata. Distribusi a.
Diperlukan pengembangan prasarana distribusi yang memadai sehingga dapat menjangkau seluruh wilayah konsumen, baik prasarana di dapat maupun prasarana distribusi antar pulau, sehingga fdak mengganggu aksesibilitas masyarakat terhadap pangan secara fisik clan ekonomis yang dikarenakan adanya kelangkaan pasokan yang menyebabkan kenaikan harga clan menurunnya daya beli masyarakat.
b.
Mengurangi dan menurunkan biaya distribusi antar wilayah, terutama yang berupa retribusi atau pungutan (formal dan nonformal) yang dikenakan atas perdagangan komoditas ternak.
Konsumsi a. Meningkatan konsumsi pangan hewani Mengingat konsumsi pangan hewani masih rendah, perlu diupayakan uapa-uapa sosialisasi clan kampanye peningkatan konsumsi pangan hewani . Hal ini dapat memiliki pengaruh yang cukup besar apabila disertai dengan upaya-upaya peningkatan pendapatan masyarakat. b. Pengembangan produk pangan-pangan lokal yang berbasis hasil-hasil ternak Mengingat keterbatasan sumber-sumber devisa, maka hal ini perlu dikembangkan sehingga mengurangi konsumsi pangan-pangan hewani yang berasal dari impor. Pengembangan ini hrus memperhatikan aspek budaya clan kebiasaan makan setempat. PERAN PEMERINTAH (PUSAT DAN DAERAH) DAL-AM PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 menegaskan ketahanan pangan dibangun bersama oleh pemerintah dan masyarakat . Peran pemerintah adalah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian, dan pengamasan terhadap ketersediaan pangan yang cukup jumlah, mutu, keamanan dan nilai gizinya, merata clan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Pengaturan disini terutama ditujukan untuk memfasilitasi masyarakat dalam melaksanakan produksi, distribusi, perdagangan, perbaikan mutu clan pengamanan, serta perbaikan konsumsinya. Dengan befakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Nomoir 25 Tahun 1999, serta Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, maka mewujudkan ketahanan pangan di fngkat daerah clan rumah tangga, menjadi kewajiban pemerintah daerah bersama masyarakataya, khususnya daerah kabupaten . Pemerintah kabupaten melaksanakan seluruh aspek yang diamanatkan dalam UndangUndang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan tersebut, dengan mengedepankan peran masyarakat . Peran pemerintah (pusat) lebih terbatas pada pengaturan, pengawasan, pendappan nonna clan stanclar yang terkait dengan produksi, ketersediaan, clan cadangan, distribusi/perdagangan dan harga; 27
Seminar Nasional Peternakan clan Veteriner 2000
perbaikan mutu konsumsi pangan clan gizi serta penganekaragaman pangan ; clan pengembangan sistem kewaspadaan pangan clan gizi serta pengolahan teknis peningkatan mutu clan keamanan pangan . Sejalan dengan hal tersebut, maka pembangunan sistem ketahanan pangan yang handal difokuskan pada daerah kabupaten, agar sejauh mungkin pemerintah bersama masyarakatnya mampu mendeteksi secara dini, mengantisipasi, serta mengatasi masalah pangan didaerahnya. Pada daerah propinsi sistem ketahanan pangan dibangun untuk memantau clan mengantisipasi berbagai aspek yang bersifat lintas kabupaten, clan membantu pelaksanaan berbagai hal yang belum dapat dilakukan kabupaten . Demikian halnya pemerintah pusat menangani aspek-aspek ketahanan pangan dalam perspektif nasional, membantu menangani masalah lintas propoinsi yang memeriukan intervensi pusat. Berdasarkan kompleksnya unsur-unsur yang berperan dalam mewujudkan ketahanan pangan, yang mencakup lintas subsektor-sektor teknis maupun non teknis, lintas institusi pemerintah clan non pemerintah, lintas wilayah, lintas pelaku yaitu produsen, industri pengoiah, distributor clan konsumen, maka diperlukan suztu unit karja yang khusus menangani peningkatan clan pemantapan ketahanan pangan agar terjadi kesinambungan, keselarasan clan sinergi atas berbagai upaya yang dilakukan oleh berbagai unsur tersebut. Di pusat sudah terbentuk Badan Urusan Ketahanan Pangan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 160/Kpts/OT.210/3/2000 . Diharapkan di daerah baik propinsi maupun kabupaten/kota dapat di bentuk Kantor Ketahanan Pangan Daerah yang mampu menangani pengembangan ketahanan pangan . Tugas clan fungsi unit kerja yang menangani pernmasalahan ketahanan pangan tersebut antara lain adalah : 1.
mengidentifikasi kebutuhan produksi clan konsumsi pangan
2.
mengkaj i, memantau, mengendalikan ketersediaan clan kecukupan pangan
3.
mengembangkan, memantau clan mengevaluasi pelaksanaan pengolahan cadangan pangan
4.
memantau clan mengevaluasi pengolahan penyaluran komoditas pangan strategis
5.
mengkaji, merumuskan kebijakan, clan memantau harga pangan strategis, serta mengembangkan sistem informasi manajemen harga pangan strategis
6.
melaksanakan penyuluhan penganekaragaman pangan
7.
mengembangan, memantau, clan mengevaluasi sistem kewaspadaan pangan clan gizi
8.
merumuskan, mengawasi, memantau penerapan norma clan standar mutu serta keamanan bahan pangan
9.
membangun koordinasi yang efektif untuk melaksanakan ke delapan fungsi di atas
clan
gerakan
peningkatan
mutu
konsumsi
pangan
clan
Untuk mewujudkan sistem ketahanan pangan yang handal diperlukan sistem yang sesuai. Sistem yang terdiri atas organisasi, SDM, tata kerja clan metoda kerja, serta sarana clan prasarana kerja, yang selama ini didesain untuk pola yang sentralistis clan seolah-olah pelaksanaan pembangunan hanya oleh pemerintah, harus disesuaikan kepada pola yang partisipatif. Penyesuaian ini tidak saja memerlukan kemauan politik, tetapi juga memerlukan kemampuan intelektual clan komitmen para pelakunya untuk berubah . Peran lembaga pemerintah berubah, dari fungsi melaksanakan kepada fungsi menfasilitasi clan memberdayakan masyarakat, sedangkan peran masyarakat yang pasif berubah menjadi aktif dalam rangka memberdayakan dirinya. 28