SeminarNasional Peternakan clan Veteriner 2000
UPAYA HKTI DALAM MENDUKUNG PROGRAM KETAHANAN PANGAN NASIONAL DAN AGRIBISNIS PETERNAKAN SISWONO
YuDo HusoDo
Himpututn Kerukunan Tani Indonesia
Assalamualaikum Warahmatulahi Wabarakatuh, Salam sejahtera bagi hadirin sekalian clan selamat pagi, Yang saya hormati Kepala Pusat Penelitian Peternakan, Badan Penelitian clan Pengembangan Pertanian, Sdr. Dr. Kusuma Diwyanto ; Yang saya hormati Ketua Panitia Seminar Nasional clan Pameran Teknologi Peternakan clan Veteriner, Sdr . Dr. R.M. Abdul Madjid; Sdr. Moderator clan hadirin peserta seminar yang saya hormati . Dengan memanjatkan piji daz syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, dengan senang hati saya memenuhi undangan Sdr. Dr. Kusuma Diwyanto, untuk memberikan masukan pada seminar yang penting ini. Dr. Kusuma Diwyanto meminta saya memberikan masukan tentang Upaya HKTI Dalam Mendukung Program Ketahanan Pangan Nasional clan Agribisnis Peternakan Hadirin yang saya hormati, Pembangunan pangan clan gizi merupakan bagian yang ticlak clapat dipisahkan dari pembangunan nasional secara keseluruhan dalam rangka meningkatnyn kualitas sumber daya manusia. Pemenuhan kebutuhan pangan harus dilakukan mengingat pangan adalah satu kebutuhan dasar manusia yang hakiki . Sebelum krisis multi dimensi sekarang ini melanda Indonesia, ketahanan pangan sudah menjadi masalah, terutama menyangkut ketersediaan yang cukup sepanjang tahun dari produksi nasional sendiri clan daya jangkau pangan kelompok miskin yang jumlahnya sudah semakin berkurang, clan masalah kesadaran masyarakat terhadap kwalitas konsumsi pangan. Penyediaan pangan melalui kebijakan swasembacla masih menghadapi persoalan, ditanlbah tuntutan pangan yang aman dann bermutu terus meningkat . Krisis multi dimensi ini telah mempertinggi resiko ketahanan pangan karena turunnya daya beli disatu sisi clan meningkatnya harga, yang telah memperburuk gizi sebagian masyarakat, baik yang tinggal di kota maupun di desa, baik masyarakat miskin baru maupun masyarakat miskin lama/kronis . Penyebabnya antara lain karena (i) meningkatnya jumlah pengganguran, (ii) bertambahnya penduduk miskin, (iii) penurunan pendapatan riil masyarakat, clan (iv) meningkatnya harga pangan di pasar . Kebijakan pangan mendatang tidak saja harus mampu mengatasi berbagai masalah yang telah memperlemah ketahanan pangan, akan tetapi harus juga berpijak kepada tujuan jangka panjang seperti yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan. Untuk menuju ke tingkat ketahanan pangan yang berkelanjutan adalah amat bergantung kepada kemampuan kita untuk mengelola ketahanan pangan secara lestari . Apabila pada jangka pendek ini tidak dapat diatasi dengan baik, maka negara akan menanggung beban ekonomi maupun sosial politik yang besar .
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000
Dalam upaya memenuhi ketersediaan pangan yang cukup bagi konsumsi masyarakat, harus pula dipikirkan upaya untuk meningkatkan pendapatan produsen karena besarnya jumlah petani kita. Pembangunan pangan dan gizi mencakup banyak kegiatan yang saling terkait, mulai dari kegiatan produksi distribusi dan perdagangan . Dalam upaya itu, maka kebijaksanaan dibidang pangan sepatutnya mengandung tujuan Memantapkan ketahanan pangan dengan usaha penganeka ragaman konsumsi pangan yang sebisa mungkin bertumpu pads produksi lokal menjamin ketersediaan pangan dan distribusinya serta keterjangkauan masyarakat; Memperbaiki konsumsi pangan dan status gizi masyarakat; Meningkatkan mutu dan keamanan pangan ; Memantapkan kelembagaan pangan; Meningkatkan kesejahteraan produsen pangan .
o o o o o
Pada saat krisis seperti sekarang ini, kebijaksanaan dibidang pangan perlu diarahkan untuk : Memperkecil resiko ketahanan pangan, dan Memperbaiki gizi masyarakat yang rawan pangan sebagai kelompok sasaran .
o o
Hadirin yang saya hormati, Sesuai dengan judul yang dimintakan, makalah ini terdiri dari tiga bagian, Bagian pertama berisi upaya memperkuat ketahanan pangan nasional dan rumah tangga. Bagian kedua berisi agribisnis peternakan. Dan bagian ketiga penutup . UPAYA MEMPERKUAT KETAHANAN PANGAN NASIONAL DAN RUMAH TANGGA Konsumsi pangan a.
Sebelum krisis ekonomi beralngsung, telah terjadi berbagai perubahan dalam pola konsumsi pangan masyarakat . Perubahan-perubahan penting tersebut antara lain o
o o o o
o
Menurun secar pesat tingkat konsumsi umbi-umbian (ubi kayu dan ubi rambat) untuk konsumsi langsung manusia, karena umbi-umbian menjadi pangan yang dianggap inferior (menurun tingkat konsumsinya dengan meningkatnya pendapatan masyarakat) . Namun demikian permintaan umbi-umbian untuk bahan baku industri cenderung meningkat . Peningkatan konsumsi beras dan jagung dalam laju yang lebih lambat terutama banyak ditentukan oleh perkembangan penduduk daripada ditentukan oleh peningkatan pendapatan. Meningkatnya konsumsi pangan yang berasal dari gandum seiring dengan peningkatan pendapatan penduduk, terutama kelompok berpendapatan tinggi juga oleh medernisasi dan globalisasi . Meningkatnya konsumsi jagung dan kedelai untuk pakan ternak,(pada industri peternakan unggas) Meningkat dengan cepat makanan yang mengandung protein seperti daging (ayam dan telor) sehingga mendorong terjadinya peningkatan permintaan akan pakan ternak. Demikian juga telah terjadi peningkatan permintaan terhadap protein hewani yang berasal dari daging, ikan dan susu. Meningkat cepat makanan yang banyak mengadung vitamin dan mineral terutama yang berasal dari sayur-sayuran dan buah-buahan, khususnya buat kelompok rumah tangga berpenadapatan tinggi .
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 200 0
o o
Konsumsi pangan olahan dan siap konsumsi (prepared food) meningkat cepat dan pada umumnya pangan jenis ini berasala dari impor, khususnya buat kelompok berpendapatan tinggi di perkotaan Indeks ketahanan pangan rumah tangga secara nasional terus meningkat menuju angka 100 . Pada tahun 1996, indek ketahanan pangan untuk energi dan protein masing-masing sebesar 77 dan 74 (Jatileksono 1997). Suatu negara dikatakan ketahanan pangannya rendah bila indeksnya berkisar antara 65 - 75, sedang bila indeksnya 75 - 85 sesuai dengan (FAO, 1997) . Diperkirakan indeks ini telah menurun selama periode krisis, yaitu kurang dari 65 yang merupakan ketahanan pangan krisis .
b.
Berikut ini diuraikan sejumlah perbuatan dalam konsumsi rumah tangga selama krisis 1998 . Proporsi pengeluaran untuk meneurin seiring dengan meningkatnya pendapatan keluarga, demikian juga sebaliknya. Pengeluaran rumah tangga untuk pangan meningkat selama krisis dijumpai harnpir semua kelompok rumah tangga baik didesa maupun kota. Pangsa pengeluaran di desa mencapai 70 persen dan di kota mencapai 54 persen, dobandingkan dengan tahun 1996 masing - masung hanya 63 persen dan 48 persen (Tabel 1) Pengeluaran untuk kelompok miskin (berpendapat kurang dari Rp 30,000) jauh lebih besar, mencapai antara 70 - 76 persen . Implikasinya adalah setiap kenaikan harga pangan, akan memukul kelompok berpendapatan rendah juauh lebih parah dibandingkan dengan kelompok berpendapat tinggi,
c.
Sejumlah studi mikro memperlihatkan bahwa rumah tangga telah mengurangi konsumsi beras dan mengkonsumsi beras berkualitas rendah, karena penurunan pendapatan riil dan tingginya harga beras. Pangsa pengeluaran rumah tangga untuk serealia dan umbi-umbian meningkat, dan menurunnya pengeluaran untuk sayuran dan prepared food (Tabel 2). Makanan jenis terakhir, umumnya berasal dari impor yang tentunya harganya melonjak lebih dari 300 persen sebagai akibat dari depresiasi rupiah terhadap nilai dolar Amerika.
Tabel 1. Pangsa pengeluaran untuk pangan, dirinci menurut kelompok pengeluaran dan area (%) Kelompok Pengeluaran RT Untuk Pangan (Rp) < 15 .000
15 .000 -19.999 20 .000 - 29.999
30.000- 39 .000 40.000 - 59 .999 60.000 - 79 .000 80.000 - 99 .000
100.000 - 149.999 150.000 - 199.999
200.000 - 299.999 > 300.000
Desa
Kota
1996
1998
71,3 69,7
75,6 74,6
74,4 73,7
67,5 64,1
70,4 72,3
54,4 62,3
63,5 56,7
50,3 44,8
36,6
52
Sumber : SusENAs BPs (1996 dan 1998), seperti yang dikutip
69
72,8
60,2
20 63,1
1998
82,7 72,2
70,5 67,9
53,5 45,7
1996
77,1 , 75,8
57,2 69,6
58 54,8
73,4
70 66,8 63
59,1 55,3
37,8
49,9 45,8
48
53,8
42,2
oleh SUDARYANTO et al. (1999)
34,2
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000 Tabel 2.
Pangsa pengeluaran rumah tangga menurut komoditas pangan
Komoditas Serealia Umbi-umbian Berasal dari binatang (animal origin) Sayuran dan legumes Makanan jadi (preparedfood) Tembakau
1990 -1998 (%)
1990
1993
1996
1998
29,9
24,3
23,1
25,4
1,5
1,2
1,6
18,8
19,5
19,8
21,1
18,4
17,5
17,7
15,5
13,5
15,4
10,1
8,7
8
8,8
1,7
8,4
7,8
Sumber : SusENAs Brs (berbagai tahun), seperti yang dikutip oleh SUDARYANTO
d.
et al. (1999)
Pengeluaran masayarakat menurun tajam dalam periode krisis 1998, tidak hanya pengeluaran untuk pangan tapi juga pengeluaran lainnya apalagi pendapatan riil mereka menurun, untuk mempertahankan hidup demi pangan, mereka akan menjuak aset atau mereka menghentikan anak dari sekolah .
Suplai pangan dalam negeri a.
Produser terbesar (sekitar 60-70%) pangan khususnya padi, tebu dan palawija, sayur-sayuran dan bush-buahan serta ternak dihasilkan di pulauJawa yang luasnya hanya 6 persen dari luas Indonesia dan dihuni oleh hampir 70 persen penduduk Indonesia . Lahan subur di Jawa terus dikonversi ke non- sawah atau non-pertanian diperkirakan mencapai angka 30 sampai 40 ribu hektar pertahun untuk industri. Real estate, pembangunan sarana jalan dan lain-lain . Banyak diantaranya adalah sawah-sawah beririgrasi yang investasinya tidak murah . Fungsi sawah seharusnya tidak hanya dilihat dari aspek ekonomi semata, tetapi juga harus dilihat dari multi fungsi sawah terutama untuk resapan air, lingkungan hidup, mencegah erosi, tempat kehidupan biota dan tanaman, serta terkait dengan aspek kebudayaan atau pedesaan. Harga lahan sawah terutama yang beririgasi harus dinilai tidak saja dari segi ekonomi tapi juga nilai sosial .
b.
Lemahnya infrastruktur pemasaran khususnya untuk sub-sektor sayuran dan bush-buahan yang mudah rusak dan produksi yang tergantung musim, mengakibatkan fluktuasi harga yang sangat tajam, infrastruktur pemasaran seperti jalan aspal ketersediaan listrik, gudang, cold storage, pelabuhan laut, jumlah kapal laut, truk, alat telekomunikasi dan sebagainya. Pengembangan sektor pangan khususnya yang cepat rusak di luar Jawa terkendala karena faktor-faktor tersebut. Kelemahan infrastruktur tersebut telah mempengaruhi perkembangan industri pangan yang bahan bakunya berasal dari dalam negeri. Bahan baku yang dihasilkan secara musiman tidak dapat disebarkan secara kontinue sepanjang tahun. Sementara itu keburuban konsumen relatif tetap sepanjang tahun. Masih menonjolnya kehilangan pangan pasta panen karena kekurang pengetahuan dan rendahnya teknologi pasta panen. Untuk padi misalnya kehilangan dapat mencapai 1 juta ton beras setiap musimnya .
c.
Kecuali daging dan telur ayam buras, hampir semua produksi daging dan telur menurun dalam tahun 1997 dan 1998 dibandingkan dengan tahun 1996 (Tabe13). Penurunan ini terkait dengan mahalnya pakan ternak yang berasal dari impor sebagai akibat dan depresiasi rupiah yang begitu tinggi . Demikian juga produksi susu juga merosot pada tahun 1998 dibandingkan dengan tahun 1994-1997 .
Seminar Nasional Perernakan dan Veieriner 2000
Tabel 3.
Produksi daging, telur dan susu
Kornoditas Daging Lernbu Karnbing/Domba Babi Ayam Buras Layer Ayam Ras Itik Telur Ayam Buras Layer Itik Sumber : Bas (1998) seperti dikutip d.
1993-1996 (ton)
Periode krisis
Sebelurn krisis 1993
1994
1995
1996
1997
1998
353,7
351,4
346,3
3365
312
347,2
51,2
48,2
46,1
48,7
47,4
50,5
111,2
99,7
94,3
98,6
107,2
105,3
169,3
183,6
177,8
189,5
146,8
155,8
242,4
282,1
269,4
281,5
314
323,7
22,6
22,6
33,1
40,1
48,9
25,1
422,7
498,5
551,7
605
515,3
435,7
10,9
19,5
21,4
20,4
20,4
23,4
93,6
119,5
125,3
128,8
123,7
125,8
354,7
423,5
457
500,6
483,1
317,6
124,6
145,6
153,8
150,4
158,2
156,5
433,4
441,2
423,7
405,5
388
427
oleh SUDARYANCO el al. (1999)
Penurunan produksi pangan seperti yang disebutkan, telah menurunkan suplai yang berasal dari dalam negeri, clan kekurangan tersebut terpaksa harus impor. Seperti betas misalnya pada tahun 1998 pemerintah telah mengimpor betas cukup banyak yaitu: mencapai 5,8 juta ton, dan merupakan impor tertinggi sejak kemerdekaan .
Distribusi dan perdagangan pangan a.
Salah satu perubahan dalam perdagangan pangan adalah dihapusnya monopoli pemerintahan . Selama ini, impor sejumlah komoditas pangan seperti : beras, kedelai, gandum dan gula dimonopoli oleh pemerintah (BULOG). Akan tetapi sejak akhir tahun 1998, semua komoditas tersebut telah dapat diimpor oleh swasta . Swasta diperlakukan sama dengan bulog dalam impor maupun ekspor. Petani harus siap menerima harga rendah pada saat tertentu dan menerima pendapatan yang lebih tinggi bila harga luar negeri lebih tinggi dari dalam negeri . Petani dihadapkan pada pasar persaingan global lebih awal dari yang disepakati (kesepakatan WTO adalah tahun 2020 untuk negara-negara berkembang, APEC TAHUN 2010 DAN AFTA sampai tahun 2003). Implikasi dari perubahan ini adalah petani akan menghadapi resiko terhadap perubahan harga diluar negeri khususnya beras clan gula. Dan akan mempengaruhi ketidakstabilan harga pangan dalam negeri yang selanjutaya mempertinggi resiko ketahanan pangan rumah tangga.
b.
Pemerintah telah mengalihkan kebijakan subsidi pangan untuk konsumen umum melalui kebijakan stok publik ke mekanisme pasar, sehingga harga pangan akan sepenuhnya ditentukan oleh mekanisme pasar tidak terkecuali beras .Khusus untuk kelompok miskin yang rawan pangan, pemerintah mensubsidi beras dengan harga yang jauh lebih murah daru harga pasar.Kebijakan ini jauh lebih murah dibandingkan dengan general subsidi dengan operasi pasar (OP) mumi, sehingga pemerintah dapat menghemat dana cara ini jugs tidak bebas dari penyimpangan dengan melihatnya beredarnya dipasar beras yang diperuntukan untuk kelompok
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000
yang miskin yang telah jatuh kesasaran yang tidak tepat oada tahun 1999 sampai dengan bulan Februari, peran operasi pasar khusus (OPK) betas telah mencapai sekitar 70 persen dari total OP (label 4) Pada periode 1990-1996, rata-rata OP beras pertahun mencapai tidak lebih dari 0,5 juta ton, akan tetapi seterusnya meningkat menjadi 1,3 juta ton tahun 1997, dan kemudian tahun 1998 meningkat tajam menjadi 3,4 juta ton, OP betas terbesar selama 30 tahun terakhir . Tabel 4. Operasi pasar betas: rata-rata per bulan dalam periode 1990-1996 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Olctober Nopember Desember Total c.
Rata-rata per tahun
1997
1998
96 .239 55 .532
50 .533 18 .770
413.974 482.793
12 .213 14 .785
59 .612 40 .744
120.080 77 .632
1990-1996
21 .013
18 .085 16 .398 13 .143 18 .725
26 .362
12 .364
162.519
21 .904 15 .266 34 .951
216.437 310.320
341 .901 . 445.734
241 .196 316.233
26 .405
269.276
431 .322
1 .337 .417
58 .324 80 .461
386.882
365.870 265.857
3.361 .793
% OPK terhadap total OP 1998
0
0 0 0 0
1999
68,97 66,28
tad
0
0,67 11,11
17,68 26,73 35,10 44,99
Pemerintah masih tetap mempertahankan harga dasar gabah, memebri kredit murah kepada petani (padi), serta menyediakan kredit pengadaan pangan kepada koperasi agar petani terangsang untuk tetap memproduksi padi. Kebijakan harga dasar semakin sulit diterapkan pada harga beras di luar negeri jauh lebih murah dari dalam negeri tanpa perlindungan berupa tarif bea masuk.
Konsumsi pangan protein hewani a.
b.
Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, pendapatan dan days beli, pertumbuhan pariwisata, serta kesadaran gizi yang membaik, meningkat pula permintaan konsumsi pangan protein hewan setiap tahunnya. Walaupun demikian, konsumsi pangan masyarakat Indonesia akan protein hewai per kapita per tahun masih sangat rendah. Konsumsi pangan protein hewani masyarakat Indonesia per kapita per tahun baru mencapai 1,95 kilogram . Negara-negara seperti Amerika, Eropa,dan Asia lainnya, konsumsi pangan protein hewan per kapita per tahunnya sudah sangat tinggi . Sebagai perbandingan dapat disajikan berikut : r Argentina 69,5 kilogram r Amerika Utara 43,6 kilogram r Australia 36,3 kilogram . r Uruguay 61,7 kilogram r Negara Eropa Barat 20,2 kilogram
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000
v r r r r r
Hongkong Korea Selatan Jepang Israel Mesir Arab Saudi
12 kilogram 8,4 kilogram 9,3 kilogram 16,3 kilogram 9,6 kilogram 4,3 kilogram
Bagi Indonesia kenaikan 1 kilogram konsumsi pangan protein hewan per kapita per tahun mempunyai konsekwensi diperlukan tambahan 1 juta ekor sapi per tahun Tabel 5. Proyeksi suplai-demand daging sapi dan Kerbau serta upaya yang dilakukan (000 ton Uraian
No.
Konsumsi Nasional Produksi Daging Sapi Kerbau 3. Kekurangan 4. Upaya-upaya INSAPP Impor Bakalan Impor Daging Sumber: Ditjen Peternakan, 1977 1. 2.
c.
Tahun 1995
1999
2003
462,0 347,1 300,0
578,7 381,9
781,2 434,3
114,9
196,8
49,5 346,9
75,1
177,2
47,1
15,9 76,5 22,5
333,8 48,1
93,4 28,3
384,8
131,1 38,6
Dari Tabel 5, terlihat bahwa pada tahun 1999 kita akan kekurangan daging sebagai sumber pangan protein hewani sebesar 196.800 ton dan meningkat menjadi 346.900 ton pada tahun 2003. Harapan untuk memenuhi kekurangannya dari produksi peternakan rakyat mulai terbatas, sehingga Indonesia pada saat ini sudah menggantungkan 25% kebutuhan daging dari impor. Oleh karena itu, apabila tidak segera dilakukan perubahan yang mendasar, kita akan menjadi pasar yang empuk bagi negara-negara exportir daging.
Untuk memperkuat ketahanan pangan nasional dan rumah tangga, diperlukan kebijakan yang saling mendukung dan saling melengkapi dari berbagai instansi. Ekonomi makro 1.
Kestabilan ekonomi makro khususnya inflasi, nilai tukar serta pertumbuhan ekonomi merupakan syarat mutlak untuk memperkuat ketahanan pangan nasional, dan rumah tangga. Penciptaan lapangan kerja, mengurangi penduduk miskin dan pemerataan pendapatan, perlu mempe~rleh penanganan serius dari pemerintah.
Konsumsi 2.
Hampir semua komoditas pangan telah dilepas ke mekanisme pasar dan petani produsen harus siap bersaing di pasar global . Implikasi dari hal ini adalah petani harus siap menghadapi fluktuasi harga pangan. Kebijakan yang tepat untuk itu adalah memberikan perlindungan dan
SeminarNasiona! Peternakan dan Veteriner 1000
dorongan agar petani tetap tertarik untuk berproduksi . Dalam kaitan denga hal itu, maka upaya mencapai swasembada pangan merupakan langkah yang tepat untuk dicapai . Penerapan bea masuk yang flexibel untuk melindungi produsen dalam negeri juga diperlukan . 3.
Membuka pasar secara global dan menghapus subsidi pangan secara umum, akan menguntungkan sebagian masyarakat yang mampu bersaing, akan tetapi sekelompok masyarakat lain akan mengalami kesulitan dalam mengakses pangan di pasar karena mereka miskin. Oleh karena itu tetap diperlukan kebijakan yang mampu melindungi mereka . Dalam jangka pendek, kebijakan yang perlu ditempuh adalah meneruskan program JPS untuk melindungi keluarga rawan pangan dan gizi.
4.
Kebijakan penganekaragaman panga perlu terus disosialisasikan . Penelitian teknologi pangan tentang manfaat umbi-umbian harus secara besar-besaran, sehingga kelompok kaya tidak melihat umbi-umbian sebagai pangan inferior .
Produksi pangan dalam negeri 5.
Kebijakan meningkatkan produksi pangan dalam negeri khususnya pangan yang memiliki keunggulan komparatif baik komoditas nabati maupun hewani perlu ditingkatkan . Usaha ini akan berhasil apabila kita mampu melakukan investasi untuk mengembangan dan memperbaiki distribusi, dan infrastruktur pemasaran . Investasi dalam bidang R & D perlu lebih banyak diberikan untuk mendukung industri benih dan bibit serta perbaikan pasca panen.
6.
Kebijakan ini terkait erat dengan usaha untuk menyediakan suplai bahan baku berkualitas dan kontinu untuk mendukung sektor agroindustri sebagai sektor andalan dimasa mendatang .
7.
Kebijakan perpajakan yang tinggi untuk pihak-pihak yang mengkonversi lahan sawit beririgasi perlu diterapkan, sehingga lahan-lahan subur penghasil pangan dapat terlindungi. AGRIBISNIS PETERNAKAN
Ternak dalam keluarga petani sejak dulu memiliki fungsi sosial, sering-sering bahkan lebih menonjol dari fungsi ekonominya. Petani yang memiliki ternak lebih banyak, memiliki kedudukan sosial yang lebih baik. Di daerah-daerah peternakan seperti NTT atau Kalimantan Selatan, fungsi ternak sebagai status sosial sangat menyolok; indikator status sosial seseorang diukur dari jumlah ternak (sapi atau kerbau) yang dimiliki . Secara ekonomi, di keluarga petani, kedudukan ternak ini sangat sederhana, yakni sebagai tabungan atau penghasil pupuk untuk mendukung pertaniannya . Tidak banyak petani yang bisnis utamanya adalah ternak, kecuali di Sumba, NTT, NTB khususnya Dompu, Bima, Sumbawa dan beberapa tempat di Sulawesi . Bisnis peternakan dalam arti yang sesungguhnya sebagai usaha pokok masih sangat terbatas . Kendala utama bagi rakyat adalah biaya pengusahaannya yang tidak kecil. Di pasar ternak, adalah sangat sulit mengatur harga berdasarkan cost plus profit, terutama untuk unggas, karena di pasar masuk pula produk dari peternak-peternak sambilan, yang kecil-kecil tapi jumlahnya sangat banyak, yang tidak menghitung cost. Biaya terbesar dari pengusahaan ternak adalah pakan. Contoh yang paling sederhana adalah peternak ayam kampung di rumah-rumah, yang bisa berjalan tanpa diberi makan secara khusus karena ayamnya mencari sendiri sisa-sisa makanan. Demikian pula dengan ternak bebek diwaktu yang lalu, yang sekarang masih dilakukan di beberapa tempat. Sistemnya dengan mengangon sepanjang tahun, dari panen yang satu ke panen yang lain, dan petak sawah yang satu ke yang lain dengan jalan kaki, sampai bebek tersebut harus dijual untuk dipotong karena sudah tidak menghasilkan telur lagi. Pengusaha cukup menyediakan pangan secara terbatas, karena bebek mencari sendiri pangannya . 10
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000
Sekarang setelah banyak digunakan pestisida di sawah, peternak bebek angon itdxemahin berjai&ng .: Peternakan bebek sekarang kebanyakan dikandangkan oleh juraganjuragan--bebek=tdengmi -,mbdal yang besar. Secara umum, memang sedang terjadi pergeseran di negara kita, yakni tanab-tana milllc petani dijual kepada yang bukan petani, pemilik-pemilik usaha pertanian (agribisitis5'teb4si~zk b6kan) ian,. petani. Petani yang sesungguhnya menjadi buruh tani atau terlempar ke sektor,non pe, menjadi buruh di perkotaan . Demikian pula dengan peternakan . Hal ini terladi"kueni, . 4litik pertanian kita untuk waktu yang lama menekankan kepada upaya menyediakan pangan yang murah, bukan membuat petaninya sejahtera . Secara politik pemerintah memiliki 2 pilit%h -~Oitwnze1jridungii kepentingan petani dengan membuat harga-harga produk pertanian tinggi, seperti yang dianut'Jepang dan negara-negara maju yang lain, atau melindungi kepentingan konsumen yang akhirnya--,Aapat menghancurkan potensi pertaniannya. Biasanya rumusan strategis yang kita tetapkan itu mengambang melindungi-konsumen,tanpa merugikan petani, yang sebenarnya merupakan pilihan melindungi konsumen. Kita juga telah salah membiarkan rakyat yang tidak tahu atau tidak sidar,Jbekerja: df, bawah skala ekonomi untuk menjadikannya sejahtera, seperti petani-petani yang bekerja -di lahan ;,~ang sempit yang tidak menjamin kesejahtemannya, peternak yang menternakkan beberapa-akorj'terngk yang tak akan cukup mensejahterakan dirinya. Di Australia, tidak ada peternak yangteternakkurang dari 100 ekor sapi, karena hal itu akan menjadikannya miskin . Di Jepang setiap petani berlahan-lebih dari 1 hektar dan dikelola dengan sangat produktif dan efisien. Sebagai ilustrasi,`40°/o'petani :di Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki lahan kurang dari 1.000 MZ. Di banyak tempat, kita melihat kondisi lahan-lahan pertanian kita mempiihatinkan -karena terlalu banyak memperoleh masukan pupuk-pupuk kimia. Dalam keadaan yang deniikian . itu, pemanfaatan pupuk organik secara masal di daerah pertanian menjadi - mendesak: - Untuh menyediakan pupuk organik dimaksud, maka pengembangan peternakan menjadi suatu yang mutlak . Tidak ada pertanian tanpa peternakan. Dalam pada itu, dengan penuh keprihatinan kita juga menyaksikan masalah-masalah mendasar di bidang peternakan yang belum dapat diatasi, yang Secara garis besar digambarkan sebagai berikut, 1.
Jumlah penduduk meningkat, jumlah ternak menurun. Populasi ternak akan semakin menurun karena jumlah yang dipotong telah lebih banyak daripada anakannya . Pertumbuhan populasi ternak besar kita negatif Jumlah ternak tapi di Australia 26 juta ekor mampu memproduksi 7 juta ekor pertahunnya (28%) dan pertumbuhannya tetap tinggi . Jumlah ternak sapi kita 11 juta hanya mampu memproduksi sekitar 1,5 juta ekor (14%) dan sudah menyebabkan pertumbuhan yang menurun.
2.
Konsumsi per kapita daging meningkat dari tahun 1969 (awal pelita) sebesar 2,74 kilogram per kapita per tahun menjadi 7,95 kilogram per kapita per tahun pada tahun 1997 (awal resesi), karena daya beli meningkat sejalan dengan kenaikan income per kapita. Konsumsi rakyat Indonesia 7,95 kilogram per kapita per tahun . Peningkatan 1 kilogram saja. Berarti pertumbuhan permintaan 200 juta kilogram. Konsumsi per kapita daging ayam 3,6 kilogram per kapita per tahun atau t 1 ekor ayam per 100 hari. Terbuka peluang meningkat 1 kilogram dalam beberapa tahun ke depan, yang berarti penambahan kebutuhan lebih dari 200 juta ekor per tahun.
3.
Daya beli naik, daya produksi menurun.
4.
Harga daging impor semakin lebih murah daripada daging lokal.
Seneinar Nasional Peternakan clan Veteriner 2000
5.
Negara lain dengan kesungguhan berhasil memperbesar/memperberat ternaknya dengan berbagai persilangan clan rekayasa genetika lamnya, sementara ternak kita karena inbreeding clan persilangan yang tak terarah menjadi semakin kecil. Demikian juga dengan ayam kampung yang semakin mengecil clan gays tahannya melemah.
6.
Masyarakat menuntut daging yang semakin bermutu .
7.
Impor daging clan ternak hidup semakin tinggi . Kebutuhan daging semakin di dominasi daging impor.
8.
Ongkos angkut ternak dari New Zealand atau Australia ke pulau Jawa sebagai konsumen lebih murah dibandingkan ongkos angkut ternak antar pulau di Indonesia dari pulau Sumba ke pulau Jawa.
9.
Pulau Jawa clan Pulau Bali yang merupakan daerah produksi ternak terbesar, semakin tidak mampu menampung peternakan, padang penggembalaan/tanah pangonan semakin menyempit.
Keadaan sekarang pertumbuhan ternak negatif, sedangkan pertumbuhan penduduk 1,6% per tahun. Dengan pertumbuhan penduduk sebesar itu, dalam waktuy 40 tahun, jumlah penduduk kita sudah akan menjadi dua kali lipat _+ 400 juta clan konsumsi per kapita 2 kali sekarang clan tanpa upaya-upaya yang terencana dengan baik, sapi kita akan habis atau daging impor akan mendominasi kebutuhan daging kits. Negara negara Australia clan New Zealand beruntung mempunyai tetangga seperti Indonesia, yang mempakan pasar ternak yang sangat besar, termasuk jeroannya yang dalam waktu dekat belum mampu berswasembada. Di Australia clan New Zealand, jeroan itu menjadi dog food. Sebelum krisis moneter (1998) produksi claging sapi clan kerbau kita mencapai 389.000 ton atau sebesar 31,7% dari total produksi daging kita sebesar 1,2 juta ton. Konsumsi daging sapi clan kerbau pada tahun yang sama adalah 419.000 ton, sehingga terdapat kekurangan 30.000 ton . Jumlah ternak besar tinggal 12 juta, terdiri dari sapi 19 juta, kerbau 3 juta . Sebelum resesi jumlah sapi saja sekitar 11 juta. Selama krisisi ekonomi dimana harga dolar meningkat tajam, impor sapi potong clan daging sapi berkurang, sehigga kita terpaksa memotong sapi yang ada, sehingga jumlahnya menurun tinggal 9 juta ekor. Sebelum krisis rata-rata per tahunnya kita mengimpor sapi potong 400 .000 ekor clan impor claging sekitar 30.000 ton . Sekarang kita seperti menghadapi buah simalakama. Kalau terus menerus impor akan semakin membesar, devisa kita akan banyak terpakai untuk daging yang sebenarnya tidak perlu. Untuk menghemat devisa (karena negara kita hutang Valuta asingnya telah sangat besar), kalau kita stop impor lagi, maka ternak kita yang ada, yang kira-kira jumlahnya tinggal 12 juta ekor lagi akan habis. Kalau kita mulai dengan breeding, maka akan memakan waktu yang cukup lama. Hadirin yang saya hormati Dalam konteks pembangunan peternakan, saya melihat bahwa pemerintah telah membangun organisasi pernerintahan di bidang peternakan sampai ke tingkat kecamatan clan membuat kebijakankebijakan tentang pembangunan peternakan. Luar biasa upaya itu, tetapi saya kurang tahu dimana salahnya, yang terjadi bukan meningkatnya kekuatan peternakan rakyat, tetapi malah sebaliknya peternakan rakyat relatif menjadi semakin lemah . Atau karena sifat pembinaannya, menjadikan peternak tergantung pada pemerintah. Kita menyaksikan, produksi ternak kita semakin tidak mampu memenuhi meningkatnya permintaan . 12
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000
Kualitas ternak juga menurun, ditandai dengan menurunnya berat rata-rata sapi. Di zaman Belanda, sapi Bali rata-rata beratnya 350 kilogram. Sekarang sulit mencari yang beratnya 300 kilogram. Berat ayam dan daya tahannya terhadap penyakit juga menurun. Hal itu antara lain terjadi karena inbreeding yang berlangsung terus menerus, yang kita kurang aktifmencegahnya.
Sekarang kita semakin banyak mengimpor daging sapi dari Australia dan New Zealand . Proses itu tidak datang mendadak sontak. Semula (sampai tahun 70 an),, kita mengekspor ternak, bagian terbesar ke Hongkong dan Singapura. Selanjutnya, bukannya menjadi semakin banyak ekspornya dengan kualitas yang semakin baik, tetapi lalu tidak mampu ekspor. Selanjutnya negara kita bahkan menjadi pengimpor daging serta jeroan . Pada tahun 1997 (sebelum resesi), kita mengimpor sapi hidup 370 .000 ekor (ekivalen 96.000 ton) dan mengimpor daging sebanyak 27.000 ton (eldvalen 1.03:000 ekor). Seluruh impor kita 123 .000 ton (ekivalen 473 .000 ekor) atau sekitar 24,50% dari seluruh konsumsi kita. Nilai impor ini adalah sekitar Rp 1 . 152,5 triliun, belum terhitung impor ternak dan daging lainnya. Perbandingan antara impor daging sapi dan sapi hidup adalah 1 : 3. Jangan sampai tahap selanjutnya kita mengimpor 100% daging beku. Kita perlu menyadari bahwa tentu ada yang salah dalam kebijakan yang mengatur peternakan kita.
Ke depan, tampaknya pemerintah perlu menyusun strategi pembangunan peternakan yang menghasilkan peternakan rakyat yang tangguh . Masalah besar yang kita hadapi adalah bagaimananya, tetapi keputusan politik yang perlu diputuskan terlebih dahulu adalah bahwa kebijakan di bidang peternakan itu haruslah mensejahterakan peternak, menghasilkan peternak yang kaya. Ini menyangkut 3 hal pokok yaitu, harga temak, biaya pengusahaannya dan skala ekonomi usaha ternak. Kebijakan yang tepat di bidang peternakan adalah yang dapat meningkatkan produksi clan kualitas daging dalam negeri dan ransangan penambahan populasi dengan menciptakan harga daging yang baik. Dengan melihat kondisi petani dan petemak kita, pada waktu ini petani clan peternak perlu perlindungan dan dalam sisa waktu yang sangat terbatas sebelum semakin bebasnya pasar dunia, perlu upaya maksimal untuk membangun daya saing yang tinggi. Di bidang pertanian, untuk waktu yang lama, kita berorientasi pada peningkatan produksi yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Produksi memang telah meningkat, tetapi pada kenyataannya kesejahteraan petani tidak meningkat. Ke depan sebaiknya kita berorientasi pada peningkatan kesejahteraan petani/peternak, yang akan berdampak pada peningkatan produksi . Negara-negara yang kuat umumnya melindungi petani clan peternaknya. Apabila negara seperti Indonesia yang hampir 50% angkatan kerjanya bekerja di sektor pertanian dalam arti yang luas. Kebutuhan mendasar yang harus ditempuh -pemerintah adalah membuat pertanian/peternakan kita menghasilkan petani/peternak yang kaya. Pasar hasil pertanian clan peternakan yang sangat besar yang kita miliki harus kita gunakan dengan sebaik-baiknya untuk mensejahterakan petani/peternak clan memperkuat pertanian dan peternakan kita dan memperkuat daya saing kita.
Semua teori bisnis mengajarkan bahwa dari berbagai unsur bisnis, yang paling penting adalah memperoleh pasar. The most important thing is how to sell. Dan pasar itu ada pada kits. Jangan sampai pasar amat besar yang kita miliki ini menjadi pasar yang empuk bagi peternak-peternak lain (sekarang hal itu sudah terjadi). Membangun bangsa kita sendiri tentu lebih baik daripada memberi peluang bangsa lain membangun dirinya. 13
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000
Kedepan, perhatian yang cukup besar perlu diberikan kepada upaya untuk meningkatkan jurnlah populasi ternak di tanah air kita, baik melalui breeding ataupun impor, sampai sejumlah yang hasilnya dapat membuat kita swasembada daging dalam waktu 10 tahun yang akan datang, dan selanjutnya menjadi pengekspor bersamaan dengan membangun daya swing . Tidak kalah pentingnya adalah menjaga dan meningkatkan kualitas ternak dan daging, jangan sampai terjadi inbreeding, bersamaan dengan upaya upgrading ras, dan perbaikan makanan ternak. Ternak-ternak yang buruk sebaiknya disingkarkan secara bertahap agar tidak terjadi degradasi kualitas . Kita telah lama lengah tentang hal ini, dan karenannya terjadi penurunan kualitas di banyak produk pertanian, seperti mangga yang asam, pisang yang jelek, berat ayam yang menurun, kambing dan sapi yang mengecil dan lain-lain . Membiarkan inbreeding dan membiarkan ternak-ternak yang buruk kualitasnya berada di lapangan, merusak masa depan peternakan kita. Dilihat dari alternatif yang tersedia, tampaknya secara ekstrim terdapat 4 pilihan alternatif yang perlu dikombinasikan satu dengan yang lain. Tak mungkin kits menerapkan model tunggal untuk kondisi wilayah kita yang berbeda. Pertama dalah pendekatan revolusioner, yang hasilnya akan cepat, tetapi kurang melibatkan peternak-peternak kecil. Kita mengganti sistem yang ads dengan bentuk baru, seperti yang dianut oleh negara-negara maju yang memiliki basis peternakan yang kuat, seperti Amerika Serikart, Australia dan New Zealand . Orientasi dasarnya adalah memperbesar produksi, dengan mengundang pengusaha-pengusaha besar dan di beri subsidi . Seperti tempo hari kita mendorong sektor perbankan, sektor properti dan sektor riil lainnya, hasilnya akan cepat . Bibit yang kita perlukan, jutaan ekor, di datangkan dari luar negeri. Usaha breeding itu, tidak menguntungkan. Oleh karena itu perlu subsidi pemerintah . Yang akan menerima subsidi adalah peternak-peternak besar. Kebijakan ini akan mendorong peternak besar, bukan peternakan rakyat. Korbannya dalah peternak kecil, seperti pada kejadian pertekstilan tempo dulu. ATBM (alat tenut bukan mesin) di ganti ATM (alat tenun mesin) . Hasilnya kita swasembada tekstil bahkan mampu mengekspor, tetapi usaha tenun rakyat hancur. Kedua, yang sifatnya bertahap, melibatkan peternak-peternak kecil . Orientasinya dasarnya adalah membangun peternakan rakyat. Cara ini lebih populis . Dengan cara ini kits harus bersabar. Pendekatan yang manapun yang akan diambil, ads konsekuensinya. Yang tidak kalah penting adalah konsistensi pemerintah terhadap setiap pilihan . Biasanya setelah pemerintah menetapkan suatu perubahan policy, dan umumnya begitu terjadi perubahan policy, terjadi gejolak politik. Pemerintah takut, lantas konsep yang baru berjalan dihentikan dan diganti lagi dengan mengikuti arus. Kalau politik sudah ikut berbicara terhadap masalah-masalah teknik, seperti disektor perbankan sekarang ini, maka konsep peternak sebaiknya apapun akan hancur. Kita akhirnya memilih status quo, kita kembali seperti sekarang yang akan menuju kekehancuran . Ingat dengan kasus gula. Alternatif lain adalah bergabungnya peternak-peternak kecil dalam satu koperasi yang besar, diberi modal dan subsidi yang besar untuk mengikuti model yang pertama . Pengalaman mengajarkan kita, KUD yang telah dibina puluhan tahun dengan dana trilyunan rupih, belum mampu berkembang seperti yang kita harapkan menjadi unit ekonomi yang handal bagi petani . Ketiga, dalam menunjang pilihan yang kedua, langkah-langkah Belanda tempo hari perlu kita cermati, yang baik-baik kita ulang dan sempurnakan . Misalnya hidupkan kembali tanah-tanah pangonan . Kita membangun kantong-kantong peternakan yang sesuai dengan kondisi alamnya . Kita gerakan rakyat untuk membangun peternakan. Kita subsidi dan beri modal pada peternak-peternak kecil, dan kits upgrade ternak-ternak yang ads kits tambah dengan ternak-ternak yang bagus . Kita cegah hewan-hewan subur di potong. Populasinya ditambah dari luar negeri dengan bibit yang baik14
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000
baik. Propinsi atau wilayah yang kita jadikan sumber atau gudang ternak harus mendapat perhatian pemerintah. Tidak perlu dipaksakan seluruh propinsi memelihara ternak. Untuk kepentingan lingkungan, sesuai tata ruang, lokasi-lokasi tertentu di pulau Jawa dipertahankan sebagai penghasil ternak, lengkap dengan tanah-tanah pangonan yang memadai sesuai kebutuhan, dan mendayagunakan secara optimal semua potensi pakan ternak yang ads, antara lain jerami padi serta potensi lahan yang ads untuk pakan tern* antara lain bantaran sungai, tepi-tepi jalan, bekas-bekas semak belukar dan lain-lain (seperti di negara Belanda, dikiri kanan parit dan jalan ditanami makanan ternak) . Landasan pengembangan petemakan jangan dipolakan seragam. Model di NTT biarkan saja seperti yang mereka anut, skalanya besar-besar . Model di Sulawesi Tengah dan lain-lain tempat, skalanya relatif kecil. Sistem pemeliharaan kerbau rawa (kerbau kalang) di Kahmatan Selatan dan Kalimantan Tengah perlu dilestarikan dan ditingkatkan . Kalau dulu kerbau kalang atau kerbau rawa tergusur PLG, maka setelah PLG dihentikan, sebaian dari lahan tersebut kita gunakan kembali untuk peternakan kerbau kalang. Saluran-saluran yang telah kita bangun menjadi tempat kerbau mandi, lahannya kita tanami rumput makanan kerbau. Ada sekitar 6.000 hektar lahan PLG yang bersebelahan dengan desa Rantau Bahuang, Kecamatan Jenamas yang sudah dibangun saluran primer dan sekunder yang merupakan habitatnya kerbau kalang/iawa. Sebelum adanya PLG, satu desa saja bisa memiliki tiga sampai empat ribu kerbau. Keempat, alternatif lain adalah modemisasi potensi rakyat yang bisa menjadi besar . Di NTT khususnya Pulau Sumba, banyak umbu-umbu yang kaya memilki sapi yang cukup banyak. Pemerintah perlu mendorong dan membina umbu-umbu tersebut menjadi peternak-peternak yang profesional . Kita bantu mereka membangun rach yang baik, yang modern. Beri mereka modal yang besar, sapinya ditambah dengan impor. Daripada mengimpor lebih baik kita memberi modal saudarasaudara kita. Kebijakan pemerintah jangan bertentangan, apalagi menghancurkan kearifan-kearifan tradisional, tetapi harus menunjang agar hasilnya lebih bermanfaat bagi semua pihak. Sebagai negara yang karuniai daratan yang luas, hampir 2 juta km2 dengan hamparan sabana yang luas di NTB, NTT, Sultra, Sulteng, Merauke, sangatlah disayangkan kalau kita tidak mampu memenuhi sendiri kebutuhan daging kita. Kualitas sabana-sabana kita jauh lebih baik daripada sabana di Northen Teritory dan North Queensland di Australia. Kita belum optimal memanfaatkan potensi-potensi sabana kita. Kita juga belum optimal memanfaatkan dan mengendalikan potensi air hujan untuk pertanian dan petemak di wilayah-wilayah kita yang kering yang sangat luas seperti di Pulau Sumbawa, Pulau Bima, Pulau Flores, Pulau Timor, Kabupaten Memuke di Sulawesi Tengara, di Kabupaten Palu dan lain-lain seperti yang dilakukan Australia di Northern Tenytory dan North Queensland. Mengenai teknologi embung untuk peternakan kita memang perlu belajar dari Australia. PENUTUP Sebagai negara yang berpenduduk sangat banyak, lebih dari 200 juta orang dengan jumlah petani yang banyak lebih dari 20 juta orang, dengan potensi makanan ternak yang sangat banyak berupa padang slang-slang, padang rumput danjerami padi, keputusan untuk berswasembada daging menyakut harga diri bangsa ini . Kami sangat mengharapkan, bersama pemerintah mewujudkan mimpin ini dalam waktu yang tidak terlalu lama. Kita pernah menjadi nett exporter ternak, sampai tahun 1970 an. Marilah kita susun bersama langkah-langkah yang efektif untuk kembali menjadi exportir ternak.
15
Seminar Nasiona! Peternakan dan Vetermer 2000
Waktu yang tersedia kita amat terbatas sebelum dunia ini secara bertahap menjadi satu pasar bebas, ingat 2003 pasar bebas ASEAN, 2010 pasar bebas ASIA PACIFIK dan 2020 pasar bebas dunia. Demikianlah hat-hal yang dapat saya sampaikan, semoga bermanfaat. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.