Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
KERAGAMAN GENETIK PADI DAN UPAYA PEMANFAATANNYA DALAM MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN NASIONAL NAFISAH, AAN A. DARADJAT, dan HASIL SEMBIRING Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Jl. Raya 9 Sukamandi Subang – Jawa Barat 41256 E-mail
[email protected]
ABSTRAK Varietas unggul padi dan varietas lokal memiliki peranan yang sangat penting di dalam mempertahankan ketahananan dan keamanan pangan nasional. Adopsi varietas unggul baru terbukti meningkatkan produksi padi nasional. Di lahan-lahan sub optimal seperti lahan kering, tadah hujan, dataran tinggi dan lahan pasang surut, adopsi varietas modern masih menjadi kendala dengan adanya variasi kondisi lahan antar wilayah, kekeringan, hama dan penyakit, tingkat kesuburan tanah rendah, kemasaman tanah, keracunan dan defisiensi hara, petani subsisten dan ketersediaan modal usaha rendah. Varietas lokal menjadi sumber utama penyediaan pangan penduduk setempat. Varietas tradisional adalah gudangnya keanekaragaman genetik, dan punahnya varietas tersebut merupakan implikasi perlunya konservasi. Walaupun demikian, mempertahankan keragaman genetik ditingkat petani (on-farm) bukan hanya masalah mempertahankan penanaman varietas tradisional, karena menanam satu atau dua jenis varietas lokal saja di areal yang luas mungkin sama dengan menanam sejumlah varietas modern. Dilain pihak adopsi varietas modern tidak secara otomatis mengarah pada penggeseran varietas tradisional secara menyeluruh, namun kedua kelompok varietas tersebut dapat berada bersama-sama dalam sistem pertanian yang sama. Dalam kondisi seperti itu kebersamaan keberadaan varietas modern dengan varietas tradisional dalam satu ekosistem harus diterjemahkan sebagai sarana untuk meningkatkan keragaman genetik yang ada di agroekosistem yang bersangkutan. Kata kunci: Keragaman genetik, padi, ketahanan pangan
PENDAHULUAN Padi merupakan tanaman sereal yang memiliki ekonomi penting, Tanaman ini merupakan bahan makananan pokok lebih dari setengah penduduk dunia. Indonesia merupakan negara penghasil beras terbesar ke tiga dunia setelah China dan India, namun produksi nasional belum mampu mencukupi kebutuhan domestik sehingga masih perlu mengimpor beras dari negara lain. Dengan laju pertambahan penduduk rata-rata 1,3% per tahun menuntut peningkatan produksi padi hingga dua kali lipat dalam 30-40 tahun mendatang (YUDHOSODO, 2001). Perkembangan suatu varietas modern tergantung pada ketersediaan keragaman genetik yang bersumber dari varietas tradisional yang tumbuh dan terseleksi selama beberapa generasi oleh petani, dan sejumlah spesies liar. Meskipun varietas modern saat telah luas diadopsi oleh masyarakat petani, namun varietas tradisional secara berkelanjutan masih merupakan sumber penghidupan utama
petani di daerah tertentu. Tulisan ini bertujuan untuk mengungkap keragaman genetik padi nasional, sumbangannya di dalam mempertahankan ketahanan pangan dan upaya pemanfaatan dan pelestariannya. KERAGAMAN GENETIK PADI DAN PEMANFAATAN PLASMA NUTFAH NASIONAL Penggolongan plasma nutfah padi Keanekaragaman hayati didefinisikan sebagai total keanekaragam dan variabilitas antara sistem dan oganisme pada tingkat bioregional, lanskap (landscape), ekosistem dan individu pada berbagai tingkat organisme dari spesies, populasi dan individu serta pada tingkat populasi dan gene (HEYWOOD, 1995) sedangkan IPGRI (1993) mendefinisikan sumber daya genetik sebagai bahan genetik tanaman yang memiliki nilai sebagai suatu sumber untuk generasi sekarang dan yang akan
63
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
datang. HAWKES et al. (2000) mengelompokkan bahan genetik ini menjadi menjadi beberapa golongan: 1. Bentuk-bentuk primitif tanaman budidaya atau kultivar lokal. Merupakan hasil pertanian tradisional yang berkembang dengan menggunakan praktek pertanian tradisional. 2. Kultivar modern merupakan plasma nutfah yang penting ketika kultivar ini sudah tidak beredar lagi dimasyarakat. 3. Kultivar yang tidak terpakai lagi, adalah varietas yang dihasilkan oleh pemulia yang sudah tidak memiliki nilai komersial, tetapi masih memiliki gen yang berguna untuk pemuliaan. 4. Galur pemuliaan atau stok genetik, yaitu materi yang digunakan untuk membentuk varietas modern dengan cara pemuliaan tanaman atau seleksi. 5. Ras gulma, hal ini terjadi sebagai bagian dari kompleksitas tanamangulma di dalam pusat gen atau dimanapun juga. Gulma ini mungkin memiliki gen yang berguna dari spesies liar. 6. Kerabat spesies liar, adalah kelompok tanaman yang terbentuk di daerah pusat gen tanaman yang dibudidaya atau tidak dibudidaya. 7. Spesies liar lainnya, adalah spesies tanaman yang memiliki nilai guna untuk manusia sebagai tanaman obat, estetika, dan berguna untuk pemulia tanaman di masa yang akan datang karena mungkin memiliki gen yang berguna yang mungkin tidak tersedia pada tanaman yang telah dibudidayakan. Terdapat dua spesies padi yang dibudidayakan manusia yaitu Oryza sativa (2n = 24, AA) dikenal sebagai padi Asia, dibudidayakan hampir diseluruh bagian dunia, sedangkan O. glaberrima (2n = 24, AA), dikenal sebagai padi Afrika hanya dibudidayakan di sebagian daerah di Afrika Barat (BELLON, et al, 2005). Dua puluh dua spesies padi lainnya sebagian besar termasuk padi liar yang memiliki jumlah kromosom 2n = 24 atau 4n = 48, dengan genom AA, BB, CC, BBCC, CCDD, EE, FF, GG, HHJJ and HHKK (VAUGHAN, 1994; 2003; AGGARWAL et al., 1996; GE, 1999). Spesies padi liar tersebut
64
tersebar di seluruh benua dunia kecuali antartika (Table 1). Dua kerabat dekat spesies O. sativa adalah O. nivara dan O. rufipogon yang tersebar di Asia Selatan, Asia Tenggara dan Asia Timur. Kedua jenis padi tersebut adalah diploid (2n = 24) dan memiliki genom yang sama (AA) dan turunan mereka bersifat fertil sebagian. Spesies O. glaberrima, berkerabat dekat dengan O. barthii. kedua spesies tersebut adalah padi semusim yang bersifat diploid (2n = 24, AA) Di duga nenek moyang dari O. sativa adalah O. rufipogon yang tetap hidup sebagai padi tahunan (perennial) dan O. nivara sebagai padi semusim, sedangkan O. glaberrima diduga berasal dari O. longistaminata yang hidup sebagai tanaman tahunan, dan O. barthii yang hidup sebagai tanaman semusim. Spesies liar memiliki banyak kelemahan misalnya tanaman kerdil, perawakan seperti rumput, hasil sangat rendah namun sangat berguna sebagai sumber gen untuk cekaman biotik (Hama dan penyakit) dan abiotik. Bukti-bukti arkeologi, analisis palynologi serta literatur kuno menunjukkan bahwa tanaman padi pertama kali didomestikasi dan dibudidayakan di lembah dataran sedang Yangzi, Provinsi Hunan, China sekitar tahun 7500-8500 SM. Tanaman tersebut kemudian menyebar secara perlahan-lahan ke Asia Tenggara dan Asia Selatan pada kira-kira 4000 SM. Dari India tanaman tersebut masuk ke Timur Tengah (3000 SM). Dari China tanaman tersebut menyebar kearah timur yaitu Korea dan Jepang sekitar 2500 SM. Dari Timur Tengah tanaman tersebut berkembang ke Mesir dan daerah Mediteran 1000-2000 SM (GREENNLAND, 1997). Selama ribuan tahun dalam proses domestikasi dan penyebarannya serta adanya seleksi oleh petani, tanaman padi membentuk keragaman genetik yang amat luas yang direfleksikan dengan besarnya jumlah varietas padi sekarang ini. JACKSON (1995) memperkirakan bahwa terdapat sejumlah 140.000 varietas padi termasuk varietas primitiv dan varietas budidaya. Sedangkan PURNAWATI melaporkan bahwa sampai tahun 2005 tercatat koleksi plasma nutfah yang ada di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi sebanyak 3500 asesi plasma nutfah.
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
Tabel 1. Jumlah kromosom, konstitusi genom dan sifat potensial yang berguna spesies Oryza Species
2n
Genom Distribusi
Sifat berguna
O. breviligulata A. Chev
24
AgAg Afrika
Resisten Wereng hijau, HDB,
24
AlAl
Et et Roehr (O. barthii) O. longistaminata A. Chev. et Roehr.
Toleran kekeringan Afrika
Resisten BB, nematoda Toleran kekeringan
O. meridionalis Ng O glumaepatula Steud
24
AmAm Australia tropik
24
Toleran kekeringan AgpAgp Amerika Selatan dan Kemampuan memanjang Tengah
Kemampuan memanjang
O. officinalis complex O. punctata Kotschy ex
24, 48
Steud O. minuta J.S. Pesl. ex
BB,
Afrika
Resisten wereng coklat,
BBCC 48
zigzag leafhopper
BBCC Philippine
C.B. Presl. O. officinalis Wall ex Watt
24
CC
O. rhizomatis Vaughan
24
CC
O. eichingeri A. Peter
24
CC
O. latifolia Desv.
48
O. alta Swallen
48
O. grandiglumis (Doell) Prod
48
O. australiensis Domin
24
Resisten penyakit HDB, blas, hama wereng coklat, wereng hijau, toleran Shb Papua New Guinea Resistent hama wereng coklat, wereng hijau dan toleran penyakit sheath blight Asia tropic dan sub Resisten thrips, wereng coklat, wereng tropik, Australia hijau, sereng punggung putih, HDB, dan tropik penyakit akar batang (stem rot) Sri Lanka Toleran kekeringan rhizomatous
Asia Selatan dan Amerika Selatan, Afrika Timur CCDD Amerika Selatan dan Tengah CCDD Amerika Selatan dan Tengah CCDD Amerika Selatan dan Tengah EE Australia Tropis
(Mor. ex Steud.) Baill
Resisten wereng coklat, wereng punggung putih, dan wereng hijau Resisten wereng coklat, produksi biomassa tinggi Resisten striped, stemborer, produksi biomassa tinggi Produksi biomassa tinggi Resisten wereng coklat, HDB Toleran naungan Adaptasi terhadap tanah aerobik
O. meyeriana complex O. granulata Nees et Arn. ex Watt
24
GG
Asia Selatan Tenggara Asia Selatan
dan Toleran naungan, Adaptatif terhadap tanah aerob Toleran naungan
O. meyeriana (Zoll. Et)
24
GG
48
HHJJ
Irian Jaya, Indonesia Resistan blas, HDB
48
HHJJ
dan Papua New Guinea Asia Selatan
24
FF
O. ridleyi complex O. longiglumis Jansen
O. ridleyi Hook. F.
Resistan HDB, blas, penggerek, whorl, maggot
Belum terklasifikasi O. brachyantha A.
Africa
Chev. et Roehr.
Resistan HDB, penggerek kuning, Penggulung daun, whort maggot, toleran, tanah laterite
O. schlechteri Pilger
48
HHKK Papua New Guinea
Stoloniferous
HDB= hawar daun bakteri, Shb = sheath blight; (BRAR dan KHUSH, 2002)
65
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
Koleksi ini terdiri atas varietas lokal sebanyak 2000 asesi, varietas padi liar dan lainnya berupa galur elit serta varietas. Plasma nutfah yang sangat berharga merupakan modal dasar untuk perakitan varietas Varietas unggul baru dan kontribusinya dalam peningkatan produksi padi nasional Revolusi hijau mampu meningkatkan produksi padi sawah lebih dari empat kali dibandingkan yang dicapai produksi padi tahun 1950-an (JATILEKSONO, 1998). Pada pertengahan tahun 1960-an, produksi padi nasional adalah 1,8-1,95 t/ha. Rata-rata hasil padi sawah Indonesia dengan adopsi varietas generasi pertama (IR5 dan IR8) adalah 2 t/ha. Pelepasan varietas IR36 meningkatkan hasil padi menjadi 3 ton/ha di akhir tahun 1970-an. Pelepasan varietas baru di tahun 1980-an mampu meningkatkan hasil padi melebihi 4 ton/ha. Adopsi IR64 secara luas mampu meningkatkan produksi padi sawah mencapai 4,6 ton/ha. Akhir-akhir ini produksi padi mengalami pelandaian, saat ini rata-rata produksi padi nasional adalah 4,78 ton/ha (BPS, 2005). LAS (2002) melaporkan bahwa teknologi, perluasan areal tanam dan interaksi keduanya memberikan sumbangan terhadap peningkatan produksi padi berturut-turut sebesar 56.1; 26.3 dan 26.30% dan peran varietas unggul bersama
pupuk dan air terhadap peningkatan produksi mencapai 75%. Dari aspek lingkungan, semakin banyaknya varietas yang teridentifikasi beradaptasi baik pada suatu lingkungan tertentu, maka semakin meningkatkan variabilitas genetik tanaman. Hal tersebut akan mampu memperkecil tekanan seleksi terhadap penyakit atau hama yang secara tidak langsung akan memperkecil peluang munculnya strain penyakit atau biotipe hama baru. Sejak berdirinya lembaga penelitian padi oleh pemerintah Hindia Belanda, dari tahun 1943 sampai dengan tahun 2005 tercatat bahwa Balai Besar Penelitian Tanaman Padi telah menghasilkan sebanyak 183 varietas unggul padi. Tidak semua varietas yang dilepas oleh Departemen Pertanian diterima dan berkembang di tingkat petani. Hasil survei tahun 2002 mengungkapkan bahwa areal pertanaman varietas unggul mencakup 90% dari total areal tanam padi sawah, dengan jumlah varietas unggul yang diusahakan sekitar 80 varietas. Dua belas VUB di antaranya mempunyai areal tanam di atas 50 ribu ha/musim. Hasil survey tahun 2004 di dua puluh propinsi penghasil padi menunjukkan bahwa varietas Ciherang menduduki peringkat kedua (16.7%) dari total luas areal padi sawah sedangkan IR64 masih menduduki peringkat pertama (33.2%) (PUSLITBANGTAN, 2006).
Tabel 2. Luas tanam varietas unggul padi di 12 propinsi di Jawa Tengah, Sumatera, Nusa Tenggara dan Sulawesi Selatan 2002/2003 No 1 2 3 4 5 6 7 8
66
Varietas IR64 Way Apo Buru Ciliwung Memberamo Ciherang Lokal Cisadane IR42 Widas
Tahun Luas tanam pelepasan (000 ha) 1986 1998 1989 1995 2000 1980 1988 1999
4.195 758 616 425 408 343 338 305 244
No
Varietas
9 10 11 12 13 14 15 16
IR66 IR74 Digul Cilamaya Muncul Sintanur Cirata Celebes Tukad Balian
Tahun pelepasan 1995 1966 1996 1996 2001 1996 2000 2000
Luas tanam (000 ha) 175 107 62 60 58 50 35 35
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
Tabel 3. Varietas Unggul padi gogo No
Varietas
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Gajah Mungkur Way Rarem Kalimutu Jatiluhur Cirata Limboto Towuti Batu Tegi Danau Gaung Silugonggo Situ Patenggang Situ Bagendit
Tahun dilepas 1994 1994 1994 1994 1996 1999 1999 2001 2001 2002 2003 2003
Hasil (t/ha) Keunggulan 2,5-3,5 3,0-4,0 2,5-3,5 2,5-4,5 3,0-5,0 3,0-5,0 3,0-5,0 3,0-5,0 3,4-5,0 4,5-5,5 3,6-5,6 3,0-5,0
Blas, kekeringan Blas, Al, Fe, naungan Blas, kekeringan Blas,naungan Blas, WCK 1, naungan Blas, Fe, Al, kekeringan Blas, WCK2, 3, HDB III, IV Blas, Al, kekeringan Blas, Al, Fe, kemasaman Blas, HDB, kekeringan Blas, aromatik, kekeringan Blas, HDB III, naungan
Persilangan IRAT112 R8*3/Carreon/B981B IAC220-79 TOX1011/Ranau IR9129-59-3/IR5975 Papan Aren/IR36//Dogo S449B/Carreon//IR64*2 B6876B-Mr-10/B6128B-TB-15 ARC10372/B6135//Way Rarem IR9129/IR19774//IR9729 Kartuna/TB47H-Mr-10 Batur/S2823//S2823
Sumber: SUPRIHATNO et al. (2006)
Peningkatan produksi padi gogo dan dataran tinggi tidak terlalu tinggi seperti yang dicapai padi lahan irigasi. Dari data statistik (BPS) tercatat bahwa padi gogo meningkat dari 1 ton/ha di era tahun 1950-an dan 1960-an menjadi 2,5 ton/ha pada saat sekarang ini (BPS 2005). Di tingkat penelitian hasil padi gogo berkisar antara 3.5-6.6 ton/ha (SOEWARNO, 2005). Dalam sepuluh tahun terakhir, Departemen Pertanian telah melepas dua belas varietas padi gogo (Tabel 3). Belum ada penelitian sampai tingkat mana adopsi varietas unggul padi gogo di tingkat petani. Areal pertanaman padi gogo tersebar ada berbagai kondisi agroekologi dari wilayah beriklim kering hingga basah. Kendala utama peningkatan produksi padi gogo di wilayah kering adalah kekeringan, sedangkan di wilayah beriklim basah adalah penyakit blas, tingkat kesuburan tanah rendah, kemasaman tanah, keracunan dan defisiensi hara, petani subsisten dan ketersediaan modal usaha rendah (SOEWARNO, 2005). Pengembangan lahan pasang surut untuk tanaman padi memerlukan varietas padi yang toleran terhadap keracunan Fe, SO4, Al dan salinitas. Sejak tahun 1999 Departemen Pertanian telah berhasil melepas sebanyak sebelas varietas yang dapat dikembangkan di lahan pasang surut, sembilan varietas diantaranya hasil rakitan BB Padi (Tabel 4).
Pemanfaatan varietas lokal dalam pengembangan varietas padi unggul nasional Sejak berdirinya lembaga penelitian padi oleh pemerintah Hindia Belanda, dari tahun 1943 sampai dengan tahun 2005 tercatat bahwa Balai Besar Penelitian Tanaman Padi telah menghasilkan sebanyak 183 varietas unggul padi. Sebanyak 48 varietas diantaranya merupakan varietas introduksi dari IRRI, tiga varietas yaitu Genjah malam, Arias dan Seratus malam merupakan varietas hasil pemurnian galur dan sisanya adalah 132 varietas merupakan hasil rakitan pemulia padi BB Padi. Tercatat bawa 25 varietas lokal digunakan sebagai tetua secara langsung di dalam perakitannya, 5 diantaranya adalah lokal introduksi. Sedangkan bahan genetik lainnya menggunakan galur pemuliaan atau galur elit dan varietas unggul yang sudah ada (Tabel 4). Varietas lokal merupakan sumber gen sifat mutu baik (rasa nasi enak, aromatik), ketahanan terhadap hama dan penyakit utama (wereng coklat, hawar daun bakteri, tungro dan sebagainya) dan toleransi terhadap cekaman abiotik seperti suhu rendah, toleran lahan salin, sulfat masam, genangan. Sedangkan varietas yang sudah ada digunakan sebagai tetua karena memiliki tipe tanaman yang baik dan atau mutu baik dan sudah luas diadopsi oleh petani tetapi kurang dalam satu atau sifat lain yang ingin diperbaiki.
67
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
Tabel 4. Varietas unggul padi pasang surut Rata-rata hasil ton/ha 5
No
Varietas
Persilangan
1
Banyuasin
Cisadane/Kelara
2
Batanghari
Cisadane/IR19661-131-1-3-1-3
3
Dendang
Osok/IR5657-33-2
4
4
Indragiri
5
5 6 7 8
Punggur Martapura Margasari Siak Raya
B6256-Mr-3-5P/Barumun/ Rojolele/IR68 BKNFR76106-16-0/Kapuas Siam Unus/Dodokan Siam Unus/Cisokan Batang Ombilin/Kelara
9
Air Tenggulang
Batang Ombilin/Siam 29/ Batang Ombilin
5
10
Lambur
Cisadane/IR9884-54-3
4
11
Mendawak
Mahsuri/Kelara
5.5
4.5 4-5 3.5 5
3.98
Keunggulan Blas, becak coklat, Fe (10 ppm dan Al (5,4 me/100g) Fe, lahan gambut dan sulfat masam Al, cukup toleran Fe dan salinitas Toleran Al dan Fe Blas, Al dan Fe Fe, pasang surut pH 4 Fe, pasang surut pH 4 Al dan Fe (pasang surut lahan sulfat masam dan bergambut) WCK 2 dan 3, blas, pasang surut lahan sulfat masam dan bergambut Fe, rawa potensial bergambut dan sulfat masam Fe rawa potensial, bergambut dan sulfat masam
Sumber: SUPRIHATNO et al. (2006)
Penggunaan varietas tahan merupakan metode untuk yang paling murah dan efektif di dalam mengendalikan hama dan penyakit utama. Sementara itu akibat adanya tekanan seleksi akibat perubahan lingkungan, ras penyakit dan biotipe hama yang berkembang di lapangan selalu berubah. Hal ini menyebabkan pemuliaan untuk sifat ketahanan terhadap hama dan penyakit terus menerus harus dilakukan dan untuk itu diperlukan sumbersumber gen baru sumber ketahanan. Karakterisasi merupakan kunci utama untuk mengetahui potensi keunggulannya. Dengan berlangsungnya proses intensifikasi budidaya padi, sejumlah varietas lokal yang tidak unggul dalam aspek produktivitas, sering kalah bersaing dengan varietas-varietas modern yang potensi hasilnya tinggi, sehingga pada daerah-daerah tertentu keberadaan varietas lokal sudah hampir punah. Ancaman punahnya keanekaragaman genetik padi tidak hanya karena adopsi varietas
68
modern, namun juga karena hilangnya sistem pertanian dimana keragaman tersebut ada. Contohnya, adanya perubahan pemanfaatan lahan ekosistem sawah dataran tinggi menjadi lahan untuk pertanaman sayuran dan hortikultura lainnya. Contoh lain, pembangunan jaringan irigasi dan bangunanbangunan pengairan lainnya di daerah lahan rawa atau pasang surut akan mengkonversi daerah yang memiliki ekosistem daerah rendaman menjadi ekosistem irigasi, hal itu berpeluang memberikan kontribusi terhadap kehilangan varietas tradisional yang toleran rendaman. Pada saat ini, perakitan varietas unggul untuk peningkatan potensi hasil mengalami kendala, sebagai akibat sempitnya variabilitas genetik plasma nutfah yang ada, dan dekatnya tingkat kekerabatan antar varietas unggul yang ditanam petani. Hal tersebut diindikasikan oleh munculnya gejala pelandaian produksi padi.
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
Tabel 5. Varietas unggul padi nasional yang menggunakan tetua varietas lokal No
Varietas
Persilangan
Ekosistem
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Si Gadis Remaja PB5 PB8 Dewi Ratih Si Ampat Gemar Gati Batang Agam Tondano Kelara Batang Ombilin Maninjau Bahbutong Danau Bawah Danau Atas Laut Tawar Danau Tempe Way Rarem Maros Widas Limboto Indragiri Margasari Martapura Wera Mendawak Pepe Aek Sibundong
Blue Bonnet/Benong Balang/Cina//Latisail Peta/Tangkai Rotan Peta/Tangkai rotan 221-BC3-20-2/Randak cupak Peta/BP1-76 Jerak/PB8 Si Gadis/Bhasmati Sirendah Merah/IR2153 Gati/Genjah Lampung R. Henati/IR3404 Kuning Galung/IR2061 IR8/Shintha/Genjah Lampung/Si Gadis C4-63Gb/PTB33 B2784/IR32/Arias Seratus Malam Malam (Radiasi) Seratus Malam Mutan/IR50 IR8*3/Carreon R8*3/Carreon/B981B Markoti/IR64 Sintani/Singkarak Papah Aren/IR36//Dogo B6256/Barumun/Rojolele/IR68 Siam Unus/Cisokan Siam Unus/Cisokan Hawara Bunar Mahsuri/Kelara Simariti/IR64*3 Sitali/Way Apoburu//Widas
Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Dataran tinggi Gogo Dataran tinggi Gogo Sawah Dataran tinggi Gogo Sawah Gogo Gogo Gogo Gogo Gogo Sawah Sawah Gogo Rawa Rawa Rawa Sawah Rawa Sawah Sawah
Keterangan: Ratu henati, PTB 33, Carreon, dan Bhasmati adalah varietas lokal introduksi
Ada bukti-bukti nyata bahwa varietas modern mungkin memiliki latar belakang genetik yang sempit terutama dalam kasuskasus tertentu. Sampai dengan tahun 1994, semua varietas hasil pemuliaan padi IRRI jika ditelusuri asal usulnya, hanya berasal dari 40 varietas lokal dari 12 negara (DE LEON, in press cit FISHER 1996). Semua hibrida tipe indika di Cina memiliki gen sd1 dan sumber sitoplasmic (Cytoplasmic male sterility (CMS) wild abortive (WA) (CHANG, 1994 cit. FISHER 1996). Tercatat sebanyak dua puluh varetas unggul baru padi memiliki latar belakang genetik yang mirip dengan IR64 (Tabel 6).
Rendahnya keanekaragaman genetik akan meningkatkan vulnerabilitas padi apabila terjadi outbreak hama dan penyakit. Vulnerabilitas semakin meningkat dengan adanya praktek budidaya padi dua kali tanam dalam setahun. Pada MT I tahun 1992-1993, empat dari lima varietas populer di Indonesia memiliki bahan genetik dari IRRI. Dari luas areal lima varietas tersebut, luas pertanaman IR36 dan IR64 mencapai 66% (IRRI, 1995). Fenomena tersebut tampaknya berlanjut dimasa sekarang, dimana varietas unggul yang ada yang diterima dan ditanam petani memiliki bahan genetik yang hampir sama.
69
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
Tabel 6. Varietas Unggul Baru (VUB) perbaikan varietas IR64 No
Tahun dilepas
Varietas
Persilangan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
1986 1996 1996 1996 1998 1999 2000 2000 2001 2001 2001 2001 2001 2001 2001 2002 2002 2003 2003 2003 2004
IR64 Digul Maros Batang Anai Way Apo Buru Towuti Cisantana Ciherang Konawe Singkil Wera Ciujung Angke Code Batang gadis Sunggal Cigeulis Cibogo Batang Lembang Pepe Mekongga
IR18348-36-3-3 IR9661/IR64//IR9661 Markoti/IR64 IR54742/IR64 IR18349/IR19661*2//IR64*2 S499B/Carreon//IR64///IR64 IR64/IR54742 IR8349/IR19661*2///IR64*2 S487/IR19661//IR64*2 IR35432/IR19661//Ciliwung//IR64 Hawara Bunar/IR64 IR64/RP1837 IR64*6/1RBB5 IR64 M/1RBB7 IR64/NDR308 S487/IR19661//IR64*2 S487/IR19661//IR64*3 Ciluwung/Cikapundung//IR64 Sintha/IR64*3 Simariti/IR64*4 A2790/IR64*2
Ekosistem sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Gogo Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah
Tabel 7. Varietas unggul lokal yang popular dan bertahan dibudidayakan oleh petani No 1
Varietas Pandanwangi
Sentra produksi Cianjur, Jawa Barat
Luas (ha) 6.744
Keterangan SK Mentan No.126/Kpts/ LB.240/3/2004
2
Rojolele
Klaten, Jawa Tengah
55.221
SK Mentan No 163/Kpts/ LB.240/2/2003
3
Kuriek kusuik
4
Siam Unus
Kabupaten Agam dan Tanah Datar, Sumatera Barat Kalimantan
Varietas modern diyakini memiliki potensi hasil yang tinggi, dilain pihak di sejumlah daerah di Indonesia keberadaan varietas di lokal masih dirasakan peranannya dalam menunjang ketahanan pangan penduduk setempat. Varietas lokal tersebut sering didapatkan memiliki daya adaptasi yang menonjol dibandingkan dengan varietas modern, terutama dari aspek ketahanan terhadap cekaman biotik (hama dan penyakit), cekaman abiotik (keracunan hara, kondisi lingkungan biofisik yang kurang optimum), dan mutu gabah dan rasa nasinya.
70
-
Di samping itu, sebagian besar varietas unggul yang ada merupakan varietas yang responsif terhadap pemupukan. Apabila varietas tersebut ditanam di lahan yang kurang subur, maka hasil tanaman yang diperoleh berada dibawah potensi genetik yang dimilikinya. Di Indonesia penanaman varietas lokal padi gogo masih bertahan dan masih memberikan sumbangan yang cukup besar dalam produksi padi nasioanl dibandingkan dengan negara lain seperti Vietnam. Hal ini disebabkan padi gogo biasanya di tanam di daerah terpencil di mana transportasi masih menjadi kendala dalam penyediaan pupuk jika
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
varietas unggul ditanam di daerah tersebut. Selain kesuburan lahan dan pemupukan, faktor lain yang menjadi faktor pembatas peningkatan produksi padi adalah cekaman faktor biotik yaitu hama dan penyakit tanaman. Varietasvarietas lokal dan praktek budidaya petani yang di wariskan secara tradisi di daerah tersebut masih bertahan. Sampai saat ini pengembangan padi gogo dengan penggunaaan varietas tahan blas masih mendapat kendala. Penyakit blas masih sulit dikendalikan karena ras penyakit ini sangat bervariasi dan cepat sekali berubah karena pengaruh lingkungan. Di lahan tersebut diperlukan varietas yang memiliki diversitas genetik tinggi dalam aspek ketahanan terhadap penyakit blas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Lampung terdapat 18 varietas lokal padi gogo yang ditanam petani yang mana varietas tersebut dari segi morfologi maupun ketahanan terhadap penyakit blas sangat beragam antar varietas maupun individu dalam varietas (SUWARNO, 2005). Banyaknya pemanfaatan galur-galur hasil pemuliaan oleh petani memberikan indikasi bahwa galur-galur tersebut mempunyai satu atau sejumlah keunggulan tertentu seperti berumur genjah, produktivitas tinggi, harga jual gabah tinggi, mutu beras dan rasa nasi sesuai dengan permintaan pasar, atau tahan terhadap hama penyakit utama. Walaupun demikian potensi aktual dari produktivitas “kultivar unggul lokal” tersebut harus identifikasi, dan kemurnian benihnya harus diverifikasi, agar tidak menyebabkan munculnya distorsi terhadap sistem perbenihan nasional. Perluasan areal tanaman padi ke daerahdaerah marginal seperti lahan kering, lahan lebak dan lahan rawa pasang surut merupakan alternatif dalam meningkatkan produksi nasional. Berdasarkan Atlas sumber daya Tanah Eksplorasi Indonesia skala 1:1.000.000, luas wilayah Indonesia mencangkup 188,2 juta ha (PUSLITBANGTANAK, 2000). Dari total luas tersebut, 148,2 juta ha diantaranya berupa lahan kering dan sisanya 40 juta ha lahan basah. Dari 40 juta ha lahan basah tersebut, sebagian besar berupa hutan, semak belukar dan rumput rawa yang belum dimanfaatkan, dan berada pada lahan gambut, pasang surut maupun lebak. Sedangkan sebagian kecil sudah berupa sawah yaitu sawah irigasi, sawah tadah
hujan, sawah pasang surut, dan sawah lebak dengan total luas 7,75 juta ha (BPS, 2002) serta perkebunan kelapa, kelapa sawit, dan hutan tanaman industri (HTI). Ketahanan pangan nasional menurut UU No.7/1996 adalah tersedianya pandfan dalamjumlah dan mutu yang cukup, aman, merata, dan terjangkau. Ketahanan pangan dapat pula berarti total keamanan ekonomi dan ekologi di dalam hubungannya dengan kuantitas dan kualitas ketersediaan komoditas bahan pangan. Pemuliaan tanaman padi di masa mendatang seharusnya lebih berorientasi pada teknologi varietas di dalam perspektiv ekosistem. Selama ini hampir dua pertiga usaha pemuliaan padi di Asi, Afrika dan Amerika lebih banyak berorientasi pada ekosistem lahan sawah daripada lahan submarginal. Padahal ekosistem lahan submarginal, lebih penting dari segi pendekatan keamanan pangan dan nutrisi. Oleh karena itu pemuliaan yang lebih rasional untuk lahan sub marginal perlu dilakukan dengan cara inkorporasi sifat adaptabilitas yang luas di dalam genotipe padi atau pembentukan teknologi varietas dan hibrida yand cocok untuk spesifik lokasi. Di samping keanekaragaman yang luas, genotipe padi juga memiliki tingkat plastisitas fenotipik yang tinggi. Kultivar tanaman cenderung meningkatkan buffer fenotipik sementara pemuliaan cenderung menurunkan diversitas dan variabilitas. Sebagian tanaman padi budidaya memiliki daya adaptasi di dalam kisaran ekosistem yang lebih luas daripada yang lain. Pyramiding gabungan gen untuk sifat ekonomi dan sifat ekologi harus dilakukan untuk mempercepat dihasilkannya kultivar yang lebih produksitif dan lebih stabil. Perakitan varietas baru bergantung pada ketersediaan pada keragaman genetik yang tersedia. Konservasi merupakan hal yang penting di dalam usaha melestarikan dan memanfaatkan plasma nutfah yang ada. Terdapat tiga stratedi konservasi plasma nuftah yaitu konservasi ex situ, konservasi insitu dan konservasi on farm. Konservasi ex situ meliputi ativitas koleksi sample benih padi budidaya dan padi liar dari tempat asal dan menyimpannya dalam gene bank. Sedangkan konservasi in situ plasma nurfah padi ditujukan memelihara spesies atau populasi di habitat asalnya. Konservasi on-farm merupakan suatu
71
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
tipe konservasi in situ yang dianggap sangat penting oleh para peneliti, lembaga non pemerintah, petani dan institusi internasional sebagai kelengkapan konservasi ex situ. Konservasi on-farm didefinisikan sebagai suatu konservasi yang memadukan sistem budidaya dan pengelolaan tanaman secara berkelanjutan dari suatu set populasi yang memiliki keragaman genetik yang dipertahankan oleh petani pada suatu agroekosistem dimana populasi tanaman tersebut berada. Set populasi tersebut mungkin dapat berupa weedy dan kerabat liar dari suatu tanaman yang ada bersama di dalam satu ekosistem. Sejarah menunjukkan bahwa petani telah mengembangkan dan memelihara keragaman genetik, secara terus menerus meskipun sosial ekonomi dan teknologi berubah. Koservasi on-farm merupakan strategi yang potensial untuk mempertahankan keragaman genetik, karena bersifat dinamis sebagai akibat varietas yang dikelola petani terus menerus dipengaruhi oleh alam dan seleksi manusia. Namun demikian sedikit sekali pengetahuan antara hubungan antara jumlah varietas yang dikelola petani dengan macam pengelolaan yang diberikan, dan antara keragaman genetik yang ada di dalam agrekosistem dengan perubahan evolusioner yang mungkin terjadi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi memiliki hampir 4000 asesi varietas lokal padi hasil koleksi dari daerah-daerah sentra padi yang ada di Indonesia. Kekurangan informasi yang akurat tentang nilai guna suatu varietas lokal merupakan sebab utama terbatasnya penggunaaan plasma nutfah yang dikoleksi baik di tingkat koleksi nasional, regional maupun koleksi global. Untuk tanaman yang memiliki kisaran gen pool tinggi seperti halnya tanaman padi, pembentukan core collection akan menfasilitasi mudahnya pemanfaatan plasma nutfah (BROWN, 1995) Core collection merupakan suatu set asesi yang memiliki keragaman genetik maksimum dan minimum pengulangan dan terdiri atas asesi-asei tabng secara ekologi dan genetik berbeda. Core koleksi perlu dibuat tidak hanya di tingkat Internasional tetapi juga di tingkat nasional regional maupun nasional. Koleksi ini akan mengurangi biaya konservasi dan meningkatkan efisiensi managemen dan mendukung penggunaan keragaman genetik
72
yang berkelanjutan dengan identifikasi sumbersumber keragaman genetik secara tepat dan cepat untuk dimanfaatkan dalam program perbaikan sifat tertentu. Ekspedisi koleksi plasma nutfah harus di organisasi secara teratur untuk melengkapi kesenjangan di dalam koleksi plasma nutfah dari pusat keragaman yang sudah tergali dan belum digali. Karakterisasi secara sistematik koleksi plasma nutfah adalah sangat penting. Sumber genetik yang dihasilkan oleh lembaga penelitian seperti varietas unggul, galur pemuliaan, galur elit yang telah dievaluasi, mutan dan sebagainya harus di konservasi. Koordinasi Komisaris Daerah Plasma Nutfah di daerah-daerah dengan BB Biogen dan institusi penelitian lain yang memanfaatkan (BB Padi) akan sangat berguna dalam melengkapi koleksi padi untuk meningkatkan keragaman genetik di dalam koleksi. Upaya lain yang perlu dilakukan adalah menghindari duplikasi koleksi dengan cara melakukan evaluasi secara sistematik, pembentukan system asesi nasional, dan berhati-hati di dalam managemen gen bank, memantau secara dekat viabilitas plasma nutfah dan secara periodik melakukan kegiatan rejuvinasi untuk memberi kesempatan terjadinya evolusi secara alami. Reorietasi program pemuliaan dan penelitian di masa depan sangat penting di dalam mempertahankan dan memperluas keragamaan materi dasar genetik untuk sifatsifat ekonomi yang penting. Penggunaan bioteknologi seperti DNA finger priting dan marker-assisted selection seharusnya digunakan sebagai sarana untuk menganalisis keragaman genetik di dalam koleksi plasma nutfah. KESIMPULAN Varietas unggul padi dan varietas lokal memiliki peranan yang sangat penting di dalam mempertahankan ketahananan dan keamanan pangan nasional. Perkembangan vareitas unggul tergantung pada ketersediaan sumber genetik yang ada. Varietas lokal masih dipertahankan di tingkat petani karena keunggulannya yang dtidak dimiliki oleh varietas modern. Konservasi plasma nutfah di tingkat petani (on farm) dan bank gen berguna
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
untuk meningkatkan, mempertahankan dan memanfaatkan keragaman genetik yang ada.
IPGRI. 1993. Diversity for Development. International Plant Genetic Resources Institute. Rome.
DAFTAR PUSTAKA
Jackson, M.T. 1995. Protecting the heritage of rice biodversity. GeoJournal 35:267-274.
AGGARWAL, R.K., D.S. BRAR AND G.S. KHUSH. 1997. Two New Genomes in the Oryza Complex Identified on the Basis of Molecular Divergence Analysis using Total Genomic DNA Hybridization. Mol. Gen. Genet. 254:1-12.
JATILEKSONO, T. 1998. Impact of Rice Research and Technology Dissemination in Indonesia. In Impact of Rice Research. PINGALI, P.L. and M. HOSSAIN. Eds. The International Rice Research Institute. Philipinnes. P: 293-310
BPS 2005. Statistik Indonesia 2004. Badan Pusat Statistik Indonesia. Jakarta BPS 2002. Statistik Indonesia 2001. Badan Pusat Statistik Indonesia. Jakarta BRAR D.S. and G.S. KHUSH. 2002. Transferring Genes from Wild Species Into Rice. In: Quantitative Genetics, Genomics and Plant Breeding. KANG, M.S. (eds.) CAB International. P197-217. BROWN, A.H.D. 1995. The core collection at the croasroads in Core Collection of Plant Genetic Resources. HODGIN, T., A.H. D. BROWN, TH. J.L. VAN HINTUM dan E.A.V. MORALES. eds. IPGRI. A Wiley-Sayce Publication. 1-34p. CHANG, T. T. (1976). Manual on Genetic Conservation of Rice Germplasm for Evaluation and Utilization. IRRI. CHANG, T. T., and E. A. BORDENAS (1965). The Morphology and Varietal Characteristics of Rice Plant. IRRI Technical Bulletin 4. CHANG, T. T. 1970. Rice. In O.H. FRANKEL and E. BENNET LCD. Genetic Resources in Plants. Int. Biol. Prog. Handbook II. F.A. Davis. FISHER, K.S. 1996. Caring for the Biodiversity of Tropical Rice Ecosystems. Volume 2. FRANKEL, O.H., A.H.D. BROWN and J.J. BURDON. 1995. The Conservation of Plant Biodiversity. Cambridge University Press. GREENLAND, D.J. 1997. The Sustainability of Rice Farming. CAB International in Association with the International Rice Research Institute.273 p. HAWKES, J.G., N. MAXTED and B.V. FORD-LLOYD. 2000. The Ex Situ Conservation of Plant Genetic Resources. Kluwer Academic Publishers. London. 250 p.
KUSH. G.S. and R.C. AQUINO. 1990. Breeding for High Yield Potential in Rice. Paper Presented at the International Rice Research Conference. 27-31 August 1990, Seoul, Korea. MACKILL, D.J., W.R. COFFMAN, and D.P. VARRITY. 1996. Rainfed Low Land Rice Improvement. IRRI. PUSLITBANGTAN. 2006. Padi Ciherang Makin Popular. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Puslitbangtan. Bogor. Vol 28 (2): 14-15 Puslitbangtan. 2006. Sejauh mana Adopsi varietas Unggul Dewasa ini? Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Puslitbangtan. Bogor. Vol 26 (1): 6-7 SUPRIHATNO, B., A.A. DARADJAT, SATOTO, BAEHAKI, I.N. WIDIARTA, A. SETYONO, S.D. INDRASARI, O.S. LESMANA, dan H. SEMBIRING. 2006. Deskripsi Varietas Padi. Badan Penelitian dan Pngembangan Pertnian. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 78 hlm. SUWARNO, HUSIN M. TOHA dan ISMAIL PURBAYA. 2005. Ketersediaan Teknologi dan Pengembangan Padi Gogo dalam Inovasi Teknologi Padi menuju Swasembada Beras Berkelanjutan Buku Satu. SUPRIHATNO, B. A.K. MAKARIM., I.N.WIDIARTA, HERMANTO dan A. YAHYA eds. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. P:129-144. VAUGHAN, D.A. 2003. Genepools in Genus Oryza. In: Monograph in Genus Oryza. NAND, J.S. and SHARMA, S.D (eds.) Science Publisher, Enfield. USA. Pp.113-138 YUDHOHUSODO S. 2001. Kemandirian di Bidang Pangan Kebutuhan Negara Kita. Teks Pidato Pembukaan Seminar Pangan. Semarang 9 Oktober 2001.
73