GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 79 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN INVENTARISASI DAN PERPETAAN HUTAN Dl PROPINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang
: a. bahwa untuk menjamin terselenggaranya pengurusan hutan negara yang sebaik-baiknya, perlu dilaksanakan inventarisasi hutan untuk mengetahui
dan
memperoleh
data
dan
informasi
tentang
sumberdaya, potensi kekayaan alam hutan serta lingkungannya secara lengkap dan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi
Sebagai
penyelenggaraan
Daerah
Otonom,
inventarisasi
dan
penerbitan pemetaan
pedoman hutan/kebun
merupakan kewenangan Propinsi; b. bahwa sehubungan dengan maksud tersebut pada huruf a, perlu menetapkan
Pedoman
Penyelenggaraan
Inventarisasi
dan
Perpetaan Hutan di Propinsi Jawa Timur dengan Keputusan Gubernur Jawa Timur Mengingat
: 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria ; 2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah; 3. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom; 5. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 417 Tahun 1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Propinsi Jawa Timur ;
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007
1
6. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 4 Tahun 1996 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Tahun 1996/1997 - 2011/2012 ; 7. Peraturan Daerah Jawa Timur Nomor 33 Tahun 2001 tentang Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Timur; MEMUTUSKAN : Menetapkan
: KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN INVENTARISASI DAN PERPETAAN HUTAN DI PROPINSI JAWA TIMUR Pasal 1 Dengan
Keputusan
ini,
ditetapkan
Pedoman
Inventarisasi
dan
Perpetaan Hutan di Propinsi Jawa Timur sebagai panduan dalam melaksanakan inventarisasi dan perpetaan hutan di Propinsi Jawa Timur, sebagaimana tersebut dalam Lampiran. Pasal 2 Pedoman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, sebagai dasar acuan bagi Bupati/ Walikota di Jawa Timur untuk menyusun petunjuk peiaksanaan/ petunjuk teknis inventarisasi dan pemetaan hutan di wilayah kerjanya masing masing. Pasal 3 (1) Keputusan ini mulai berlaku pada tanggai diundangkan ; (2) Keputusan ini diundangkan dalam Lembaran Daerah Propinsi Jawa Timur Ditetapkan di Surabaya pada tanggal 7 Nopember 2002 GUBERNUR JAWA TIMUR ttd IMAM UTOMO S Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007
2
LAMPIRAN KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR TANGGAL : 7 NOPEMBER 2002 NOMOR
: 79 TAHUN 2002
PEDOMAN PENYELENGGARAAN INVENTARISASI DAN PERPETAAN HUTAN Dl PROPINSI JAWA TIMUR BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan alam yang harus diurus dan dimanfaatkan secara optimal serta dijaga kelestariannya. Untuk itu hutan harus dikelola dan dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya secara berkesinambungan, berkelanjutan bagi kesejahteraan masyarakat, baik bagi generasi sekarang maupun generasi yang akan datang tanpa memberikan pembebanan generasi yang akan datang. Dalam pengurusan hutan yang berkesinambungan, berdaya guna dan berhasil guna perlu didasarkan kepada perencanaan kehutanan untuk memberikan pedoman dan arah
yang
menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan yang efektif
dan efisien. Salah satu perencanaan kehutanan adalah kegiatan inventarisasi dan perpetaan hutan yang dilaksanakan untuk mengetahui dan memperoleh data dan informasi tentang keadaan fisik kawasan hutan, keadaan potensi dan keadaan sosial budaya masyarakat didalam dan disekitar wilayah hutan. 1.2. Maksud dan Tujuan 1. Dengan Pedoman Inventarisasi dan Perpetaan Hutan dimaksudkan agar terwujud keterpaduan, ketertiban dan kelancaran proses penyelenggaraan inventarisasi dan perpetaan hutan di wilayah Propinsi Jawa Timur; 2. Pedoman Inventarisasi dan Perpetaan Hutan bertujuan memberikan arahan dalam pelaksanaan kegiatan inventarisasi dan perpetaan hutan di tanaman
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007
1
1.3. Ruang Lingkup Ruang lingkup Inventarisasi dan Perpetaan Hutan ini meliputi: •
sasaran kegiatan;
•
tingkat kegiatan; dan
•
tahapan/ prosedur kegiatan. BAB II SASARAN KEGIATAN
2.1. Kriteria Sasaran Kegiatan Sasaran kriteria kegiatan meliputi: 1. Status penggunaan dan penutupan lahan atas kawasan hutan yang terdiri atas: (a) Didalam kawasan hutan, yaitu : 1) Telah ditetapkan Menteri Kehutanan sebagai kawasan hutan berdasarkan fungsi hutannya; 2) Ditentukan/ ditetapkan berdasarkan Undang-undang dan atau Peraturan Pemerintah; 3) Areal hutan yang telah memperoleh pengakuan para pihak (Badan hukum, Pemerintah, Masyarakat); 4) Tergambar dalam peta kawasan hutan yang ditetapkan Pemerintah. (b) Diluar kawasan hutan, yaitu : 1) Tidak/ belum pernah ditetapkan berdasarkan Undang-undang dan atau Peraturan Pemerintah dan atau Keputusan Menteri sebagai kawasan hutan; 2) Tidak dibebani hak hak atas tanah ; 2. Keadaan fisik hutan, iklim, hidrologi yang meliputi: (a) Kondisi topografi, ketinggian, kelerengan, jenis tanah dan batuan dan bentang alam; (b) Klasifikasi iklim dan intensitas curah hujan dan hari hujan ; (c) Keadaan sungai dan anak sungai (berair/kering), kedalaman, lebar, dasarnya dan wilayah Daerah Aliran Sungai; (d) Aksesibilitas yang dapat dijangkau. 3. Keadaan flora dan fauna serta ekosistemnya yang meliputi: (a) Jenis dan potensi serta penyebaran tegakan seperti : Pohon kayu, tumbuhan/pohon dilindungi, tumbuhan langka dan tumbuhan obat; (b) Jenis tumbuhan langka dan tumbuhan obat berdasarkan hasil identifikasi dan wawancara dari masyarakat pengguna serta informasi lainnya; Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007
2
(c) Jenis dan potensi serta penyebaran tegakan hutan non kayu dan hasil hutan ikutan; (d) Riap pertumbuhan hutan alam dan atau hutan tanaman ; (e) Jenis dan populasi serta habitat satwa hutan / dilindungi. 4. Keadaan sumber daya manusia serta kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat di dalam dan di sekitar hutan yang meliputi: Jumlah, jenis kelamin, umur, tempat tinggal, asal, agama, suku, tingkat pertumbuhan, mata pencarian dan sebagainya. 2.2. Standar Sasaran Kegiatan Standar sasaran kegiatan meliputi: 1. Penggunaan dan penutupan lahan adalah : (a) Area hutan alam dan atau hutan tanaman yang telah ditetapkan Menteri sebagai kawasan hutan yang berdasarkan penatagunaan terdiri dari: 1) Hutan Konservasi, yaitu: Cagar Alam (CA), Suaka Margasatwa (SM), Taman Nasional (TN), Taman Hutan Raya ( Tahura ), Taman Wisata Alam (TWA) dan Taman Buru (TB); 2) Hutan Lindung (HL); 3) Hutan Produksi, yaitu : Hutan Produksi Terbatas (HPT), Hutan Produksi Tetap (HP). (b) Hutan tanah kering, hutan rawa/ gambut, hutan payau/ mangrove ; (c) Areal penggunaan lain/ kawasan budidaya non kehutanan dan hutan perkotaan; (d) Luas dan keadaan penutupan Iahan berdasarkan hasii penafsiran data penginderaan jauh yang ditentukan berdasarkan urutan ketersediaan data yaitu: Potret udara, citra landsat tm-5 band 542, citra radar dengan waktu liputan selama-lamanya 2 (dua) tahun dan penutupan awan maksimum 10 % dan hasil pengamatan di lapangan dengan pembagian strata terdiri dari: Hutan primer (VF), hutan sekunder (LOA) dan tidak berhutan (NH). 2. Fisik hutan, iklim dan hidrologi meliputi: (a) Pengelompokan atas type fisiografi lapangan dengan ketinggian minimum dan maksimum di atas permukaan laut; (b) Penelaahan formasi geologi yang berdasarkan peta Geologi Indonesia skala 1:1. 000.000 terbitan Pusat Penelitiaan dan Pengembangan Geologi Bandung tahun 1992, dan peta Tanah Sistem Lahan / Kesesuaian Lahan terbitan Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bogor tahun 1998; (c) Gejala fisik tanah seperti erosi, longsor, dan lain-lain ; (d) Rata-rata curah hujan dan hari hujan selama 10 (sepuluh) tahun terakhir yang Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007
3
diperoleh dari stasiun meteorotogi setempat atau yang terdekat, nilai Q (%), intensitas hujan (mm/hh), dan klasifikasi type iklim berdasarkan Schmidt & Ferguson ; (e) Sungai dan anak sungai (berair/kering), kedalaman dan lebar sungai pada waktu musim hujan dan kemarau, keadaan dasarnya, dan wilayah Daerah Aliran Sungai; dan (f) Jalur perhubungan yang dapat dijangkau untuk menuju lokasi (sarana dan prasarana). 3. Flora dan fauna serta ekosistemnya meliputi : (a) Jenis dan kelompok jenis pohon kayu, tumbuhan langka, tumbuhan obat, tumbuhan pohon yang dilindungi, masing-masing dirinci menurut tingkat pertumbuhan dan kelas diameter, yaitu : (1) Kelompok jenis terdiri dari: a) Kelompok Kayu Jati dan sonokeling. b) Kelompok Kayu Rimba indah (Mahoni, Sonobrit). c) Kelompok Kayu lainnya (Pinus, Damar, Sengon, Gmelina arborea, Kayu putih). d) Kelompok Kayu Rimba Campuran. e) Kelompok Pohon/ Kayu
Yang
Dilindungi (Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999). (2) Tingkat Pertumbuhan terdiri dari : a) Tingkat semai ( anakan dengan tinggi < 150 cm). b) Tingkat pancang ( anakan dengan tinggi > 150 cm dan diameter setinggi dada < 10 cm). c) Tingkat
tiang
(Anakan
dengan
diameter
setinggi
dada
antara
10 cm – 20 cm). d) Tingkat pohon (Diameter setinggi dada > 20 cm). (3) Kelas diameter terdiri dari: a) Hutan tanah kering (20 - 49 cm, 50 - 59 cm, > 60 cm). b) Hutan rawa/gambut (20-39 cm, 40-49 cm, >50 cm). c) Hutan payau/mangrove (10-19 cm, > 20 cm). (4) Jenis flora dirinci menurut nama daerah, nama perdagangan, family, nama botanical, berat jenis, kelas awet, kelas kuat dan keadaan terapung atau tenggelam. (5) Jenis dan poputasi fauna, keadaan dan luas habitatnya. Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007
4
4. Sumberdaya manusia serta kondisi sosial ekonomi dan budidaya masyarakat di dalam dan di sekitar hutan meliputi : kelompok masyarakat, status sosial, kondisi sosial ekonomi dan tingkat ilmu dan pengetahuannya yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap tingkat kerawanan keamanan hutan. BAB III TINGKAT KEGIATAN 3.1. Kriteria tingkat kegiatan Kriteria tingkat kegiatan terdiri dari : 1. Inventarisasi dan Perpetaan Hutan Tingkat Propinsi, meliputi : (a) Kawasan hutan di wilayah Propinsi yang teiah ditetapkan Menteri. (b) Tergambar dalam peta kawasan hutan wilayah propinsi. (c) Gubernur menetapkan Pedoman. (d) Diselenggarakan dengan tehnologi penginderaan jauh serta secara terestik dengan teknik sampling dan intensitas sampling yang lebih besar dari tingkat Nasional. 2. Inventarisasi dan Perpetaan Hutan Tingkat Kabupaten/kota : (a) Kawasan hutan diwilayah Kabupaten / Kota yang telah ditetapkan Menteri. (b) Tergambar dalam peta kawasan hutan wilayah Kabupaten / Kota. (c) Bupati/Walikota menetapkan petunjuk teknis berdasarkan pedoman yang ada. (d) Diselenggarakan dengan teknoiogi penginderaan jauh serta secara terestik dengan teknik sampling dan intensitas sampling yang lebih besar dari tingkat Propinsi. 3. Inventarisasi dan Perpetaan Hutan Tingkat Daerah Aliran Sungai: (a) Kawasan hutan diwilayah Daerah Aliran Sungai yang telah ditetapkan Menteri. (b) Tergambar dalam peta kawasan hutan wilayah Daerah Aliran Sungai. (c) Diselenggarakan dengan teknologi penginderaan jauh serta kompilasi hasil inventarisasi hutan setiap tingkatan. (d) Sebagai bahan penyusunan rencana pengelolaan Daerah Aliran Sungai. 4. Inventarisasi dan Perpetaan Hutan Tingkat Unit Pengelolaan : (a) Kawasan hutan pada wilayah Unit Pengelolaan yang telah ditetapkan, dan atau pada blok operasi di kawasan hutan wilayah unit pengelolaan yang bersangkutan ; (b) Tergambar dalam peta kawasan hutan Unit Pengelolaan ; (c) Diselenggarakan berdasarkan petunjuk teknis yang ditetapkan Bupati dengan teknologi penginderaan jauh serta terestik dengan teknik sampling dan intensitas sampling yang lebih besar dari tingkat Kabupaten / Kota.
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007
5
3.2 Standar tingkat kegiatan Standar tingkat kegiatan terdiri dari: 1. Inventarisasi dan Perpetaan Hutan Tingkat Propinsi, yang meliputi: (a) Areal hutan di dalam maupun di luar kawasan hutan wilayah Propinsi; (b) Gubernur Jawa Timur menetapkan pedoman penyelenggaraannya ; (c) Data terestik dilaksanakan sekurang-kurangnya 5 tahun sekali; (d) Sistem sampling dengan intensitas ± 0,05 % ; (e) Kompilasi data hasil inventarisasi dari tingkat yang lebih rendah ; (f) Penyelenggara adalah Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Timur dan atau Unit Pelaksana
Teknis
Kehutanan
dibawah
pengawasan
dan
pengendalian
Gubernur Jawa Timur. 2. Inventarisasi dan Perpetaan Hutan Tingkat Kabupaten/kota : (a) Areal hutan, baik didalam maupun diluar kawasan hutan tingkat kabupaten/ kota; (b) Bupati/
Walikota
menetapkan
petunjuk
teknis
berdasarkan
pedoman
penyelenggaraannya; (c) Data terestik dilaksanakan sekurang kurangnya 5 tahun sekali; (d) Sistem sampling dengan intensitas ± 0,1 % ; (e) Kompilasi data hasil inventarisasi dari tingkat yang lebih rendah ; (f) Penyelenggara adafah Dinas Kehutanan Kabupaten/ kota dan atau Unit Pelaksana Teknis Kehutanan di Kabupaten/ kota dibawah pengawasan dan pengendalian Bupati/Walikota. 3. Inventarisasi dan Perpetaan HutanTingkat Daerah Aliran sungai : (a) Areal hutan di wilayah Daerah Aliran Sungai yang telah ditetapkan oleh Menteri; (b) Dilaksanakan sekurang kurangnya 5 tahun sekali; (c) Kompilasi data hasil inventarisasi dari tingkat Propinsi, tingkat Kabupaten/ Kota dan tingkat unit Pengelolaan; (d) Penyelenggara Daerah Aiiran Sungai diatur: 1) Daerah Aliran Sungai yang wilayahnya meliputi lintas Kabupaten / kota: a) Diselenggarakan berdasarkan Pedoman dan Petunjuk Teknis Tingkat Propinsi; b) Oleh Dinas Kehutanan dan atau Unit Pelaksana Teknis Kehutanan dibawah pengawasan dan pengendalian Gubernur. 2) Daerah Aiiran Sungai yang wilayahnya didalam kabupaten / kota. a) Diselenggarakan berdasarkan Petunjuk Teknis tingkat Kabupaten / Kota. b) Oleh Dinas Kehutanan Kabupaten/ Kota dibawah pengawasan dan pengendalian Bupati/ Walikota.
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007
6
4. Tingkat Unit Pengelolaan : (a) Areal hutan, baik di dalam maupun di luar kawasan hutan diwilayah unit pengelolaan yang telah ditetapkan. (b) Bupati/
Walikota
menetapkan
petunjuk
teknis
berdasarkan
pedoman
penyelenggaraannya. (c) Data terestik dilaksanakan sekurang kurangnya 5 tahun sekali, Sistem sampling dengan intensitas ± 0,03 %. (d) Untuk rencana kegiatan pada blok operasional: 1) Rencana jangka panjang (20 tahun), data terestik dilaksanakan sebelum realisasi dengan intensitas 0,03 %. 2) Rencana jangka menengah (5 tahun), data terestik dilaksanakan selambat lambatnya setahun sebelum realisasi operasional dengan intensitas 0,5 %. 3) Rencana jangka pendek (tahunan), data terestik dilaksanakan setahun sebelum realisasi operasional dengan intensitas 100%. (e) Penyelenggara adalah unit pengelola yang bersangkutan dibawah pengawasan dan pengendalian Bupati / Walikota. BAB IV TAHAPAN / PROSEDUR KEGIATAN 4.1. Kriteria Tahapan / Prosedur Kegiatan Kriteria Tahapan / Prosedur Kegiatan meliputi: 1. Persiapan / perencanaan meliputi kegiatan : (a) penunjukan Tim Pelaksana ; (b) penyiapan rencana biaya, rencana kerja dan peta kerja ; (c) surat menyurat dan administrasi ; 2. Pelaksanaan meliputi kegiatan : (a) mengikuti pedoman dan petunjuk teknis, rencana dan peta kerja ; (b) pelaksanaan secara berkala ; (c) pengumpulan data deskriptif, data numeric dan atau peta ; (d) pengumpulan data primer ; (e) pengumpulan data sekunder; (f) pengolahan data. (g) analisa data. (h) pelaporan
hasil
inventarisast
kepada
pimpinan
penyelenggara
dengan
lampirannya yang memuat informasi diskriptif, data numerik dan peta.
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007
7
3. Sasaran pendistribusian dan pensosialisasian hasil inventarisasi dan perpetaan hutan adalah: (a) Semua instansi kehutanan di Pusat dan atau Daerah. (b) Instansi pemerintah, lembaga pendidikan, lembaga penelitian dan lembaga swadaya masyarakat terkait, yang kemudian hasilnya didokumentasikan dan dikelola dalam suatu sistim informasi kehutanan. 3.2. Standar Tahapan / Prosedur Kegiatan Standar tahapan / prosedur kegiatan meliputi: 1. Persiapan / perencanaan : (a) Pelaksana oieh instansi kehutanan dan sesuai kebutuhan dapat dilaksanakan oleh instansi pemerintah lainnya dan atau konsultan dari lembaga pendidikan, lembaga penelitian, lembaga swadaya masyarakat yang mampu; (b) Rencana kerja disusun memuat rencana biaya, rencana pelaksanaan dan tata waktu. (c) Kemampuan kerja pelaksanaan terestik sehari ± 2 hektar sampling. (d) Mempersiapkan daftar isian / questionair, tally sheet dan lain-lain. (e) Peta kerja skala 1 : 50.000 atau skala 1 :100.000 memuat informasi kelompok hutan/ fungsi hutan, garis kontur, keadaan bentang alam dan penutupan vegetasi, titik ikat, jalur rintis dan plot atau jalur sample. (f) Peta dasar yang digunakan berdasarkan urutan ketersediaan liputan peta atas kawasan yang akan disurvey, yaitu : Peta Rupa Bumi ( RBI ), Peta Topografi (TOP) dan peta Joint Operation Graphic (JOG ). 2 Pengumpulan data meliputi: (a) Sesuai dengan Pedoman dan Petunjuk Teknis, serta rencana dan Peta Kerja. (b) Data Primer. (c) Data Sekunder. (d) Menghitung numerik dan sortasi data. (e) Anaiisa data terhadap kemungkinan kelestariaan pengusahaan: Ketersediaan bahan baku, aksesibilatas, ketenagakerjaan, sistem/ teknologi pengusahaan dan dampak sosial. (f) Anaiisa kemungkinan kelestarian hutannya: Keragaman jenis, rehabilitasi dan dampak lingkungannnya. (g) Pelaporan disajikan dalam bentuk laporan dengan lampiran berupa tabulasi data dan peta peta. (h) Peta hasil setiap tingkatan disajikan dalam skala. 1) Peta hasil pefaksanaan secara partial, skala 1 :50.000 2) Peta hasil pelaksanaan tingkat propinsi, skala 1 :250.000 Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007
8
3) Peta hasil peiaksanaan tingkat Kabupaten / Kota, skala
1 : 100.000.
4) Peta hasil pelaksanaan tingkat unit pengelolaan, skala
1 : 50.000.
3. Pendistribusian pensosialisasian hasil inventarisasi dan perpetaan hutan adalah: (a) Semua instansi kehutanan di pusat dan atau di daerah. (b) Instansi pemerintahan, lembaga pendidikan, lembaga penelitian dan lembaga swadaya terkait, yang kemudian didokumentasikan dan dikelola dalam suatu sistem informasi Kehutanan. BAB V HASIL KEGIATAN Hasil kegiatan berupa informasi deskriptif, numerik dan peta, antara lain: 1 Potensi dan penyebaran tegakan hutan. 2 Potensi dan penyebaran hasil hutan non kayu. 3 Potensi dan penyebaran hasil hutan ikutan. 4 Potensi dan penyebaran tumbuhan penghasil obat. 5 Potensi dan penyebaran tumbuhan langka. 6 Jenis, populasi, dan habitat satwa. 7 Potensi hutan lindung atau hutan konservasi. BAB VI PENUTUP Pedoman Penyelenggaraan Inventarisasi dan Perpetaan Hutan ini disusun sebagai dasar acuan bupati / waiikota untuk menyusun petunjuk pelaksanaan / petunjuk teknis inventarisasi dan pemetaan hutan di wilayah kerjanya masing masing.
GUBERNUR JAWA TIMUR ttd. IMAM UTOMO S.
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007
9