GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2002 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH Dl PROPINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang
: bahwa untuk melaksanakan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Air Bawah Tanah Di Propinsi Jawa Timur yang diundangkan dalam Lembaran Daerah Propinsi Jawa Timur tanggal 30 Mei 2002 Nomor 2 Tahun 2002 seri E serta guna meningkatkan upaya pengendalian, pemanfaatan dan pelestarian air bawah tanah di Jawa Timur dipandang perlu untuk menetapkan Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2002 tersebut dengan suatu Keputusan Gubernur Jawa Timur.
Mengingat
: 1. Undang-undang
Nomor
2
Tahun
1950
tentang
Pembentukan
Propinsi Jawa Timur juncto Undang-undang Nomor 18 Tahun 1950 tentang Mengadakan Perubahan dalam Undang-undang Tahun 1950 Nomor 2 dari hal Pembentukan Propinsi Jawa Timur (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 32); . 2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 65, Tambagan Lembaran Negara Nomor 3046); 3. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501) ;
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007
1
4. Undang-undang
Nomor
23
Tahun
1997
tentang
Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara 3699); 5. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara 3839) ; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3225) ; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara 3838) ; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952) ; 9. Keputusan
Presiden
Nomor
44
Tahun
1999
tentang
Teknik
Penyusunan Peraturan Perundang-undangan, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 70) ; 10. Keputusan Menteri
Energi dan
Sumber Daya Mineral
Nomor
1451.K/10/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Pemerintahan di Bidang Pengelolaan Air Bawah Tanah ; 11. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 38 Tahun 2000 tentang Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Propinsi Jawa Timur ; 12. Peraturan Daerah .Propinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Air Bawah Tanah Di Propinsi Jawa Timur. MEMUTUSKAN: Menetapkan
: KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN AIR BAWAH TANAH DI PROPINSI JAWA TIMUR.
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007
2
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : 1. Pemerintah Propinsi, adalah Pemerintah Propinsi Jawa Timur; 2. Gubernur, adalah Gubernur Jawa Timur; 3. Pemerintah Kabupaten/ Kota, adalah Pemerintah Kabupaten/ Kota di Propinsi Jawa Timur; 4. Bupati/Walikota, adalah Bupati/Walikota di Propinsi Jawa Timur; 5. Pejabat yang ditunjuk, adalah pejabat yang secara teknis membidangi mengenai air bawah tanah ; 6. Air Bawah Tanah, adalah semua air yang terdapat dalam lapisan pengandung air di bawah permukaan tanah, ter-masuk mata air yang muncul secara alamiah di atas permukaan tanah ; 7. Pengelolaan Air Bawah Tanah, adalah pengelolaan dalam arti luas mencakup segala usaha inventarisasi, pengaturan pemanfaatan, perijinan, pembinaan, pengendalian/pengawasan dan konservasi air bawah tanah ; 8. Hak Guna Air, adalah hak untuk memperoleh dan menggunakan air bawah tanah untuk keperluan tertentu ; 9. Cekungan Air Bawah Tanah, adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas-batas hidrogeologi dimana semua kejadian hidrogeologi seperti proses pengimbuhan, pengaliran dan pelepasan air bawah tanah berlangsung ; 10. Akuifer atau Lapisan Pembawa Air, adalah lapisan batuan jenuh air di bawah permukaan tanah yang dapat menyimpan dan meneruskan air dalam jumlah cukup dan ekonomis ; 11. Pengambilan Air Bawah Tanah, adalah setiap kegiatan pengambilan air bawah tanah yang dilakukan dengan cara penggalian, pengeboran atau dengan cara membuat bangunan penurap lainnya untuk dimanfaatkan airnya dan atau tujuan lain ; 12. Inventarisasi
Air
Bawah
Tanah,
adalah
kegiatan
pemetaan,
penyelidikan, penelitian, eksplorasi, evaluasi, pengumpulan dan pengelolaan data air bawah tanah ; 13. Konservasi Air Bawah Tanah, adalah pengelolaan air bawah tanah untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara serta mempertahankan mutunya ; Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007
3
14. Pencemaran Air Bawah Tanah, adalah masuknya atau dimasukkannya unsur, zat, komponen fisika, kimia atau biologi ke dalam air bawah tanah
oleh
kegiatan
manusia
atau
oleh
proses
alami
yang
mengakibatkan mutu air bawah tanah turun sampai ke tingkat tertentu sehingga tidak lagi sesuai dengan peruntukkannya ; 15. Sumur Gali, adalah sarana penyadapan air bawah tanah yang pembuatannya dilakukan dengan cara penggalian tanah tanpa menggunakan alat bor; 16. Sumur Pasak, adalah sarana penyadapan air bawah tanah yang pembuatannya menggunakan alat bor tangan/tenaga manusia dengan diameter kurang dari 4 inchi ; 17. Sumur Bor, adalah sarana penyadapan air bawah tanah yang pembuatannya menggunakan alat bor mesin/ tenaga mekanis dengan diameter lebih besar 4 inchi ; 18. Sumur Pantau, adalah sumur yang dibuat untuk memantau muka dan atau mutu air bawah tanah pada akuifer tertentu ; 19. Jaringan Sumur Pantau, adalah kumpulan sumur pantau yang tertata berdasarkah kebutuhan pemantauan terhadap air bawah tanah pada suatu cekungan air bawah tanah ; 20. Pembinaan,
adalah
segala
usaha yang
mencakup
pemberian
pengarahan, petunjuk, bimbingan, pelatihan dan penyuluhan dalam pelaksanaan pengelolaan air bawah tanah ; 21. Pengendalian, adaiah segala usaha yang mencakup kegiatan pengaturan, penelitian dan pemantauan pengambilan air bawah tanah untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana demi menjaga kesinambungan ketersediaan dan mutunya ; 22. Pengawasan, adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjamin tegaknya peraturan perundang-undangan pengelolaan air bawah tanah ; 23. Daerah
Tutupan,
adalah
suatu
wilayah
yang
sudah
tidak
memungkinkan lagi dilakukan pengambilan air bawah tanah baru ; 24. Daerah Imbuh Air Bawah Tanah, adalah suatu wilayah dimana proses pengimbuhan air tanah berlangsung yang ditandai oleh kedudukan muka pfeatik lebih tinggi daripada muka pisometrik ; 25. Daerah Lepasan Air Bawah Tanah, adalah suatu wilayah dimana proses pelepasan air tanah berlangsung, yang ditandai oleh kedudukan muka preatik lebih rendah daripada muka pisometrik ; 26. Penurapan Mata Air, adalah suatu kegiatan membangun sarana untuk memanfaatkan mata air, di lokasi pemunculan mata air;
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007
4
27. Zona Jenuh Air, adalah zona pada akuifer daerah kars yang semua percelah rekahannya terisi air sepanjang tahun ; 28. Kawasan
Lindung
Air
Bawah
Tanah,
adalah
kawasan
yang
ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian air bawah tanah ; 29. Sungai Bawah Tanah Aktif, adalah sungai bawah tanah di kawasan kars yang sumber airnya berasal dari akuifer kawasan kars ; 30. Danau Bawah Tanah Aktif, adalah danau bawah tanah di kawasan kars yang sumber airnya berasal dari akuifer kawasan kars.
BAB II AZAS PENGELOLAAN Pasal 2 (1) Pengelolaan air bawah tanah berlandaskan pada satuan wilayah cekungan air bawah tanah ; (2) Wilayah cekungan air bawah tanah merupakan kesatuan wilayah pengelolaan air bawah tanah dalam satu atau lebih cekungan air bawah tanah. Pasal 3 (1) Pengelolaan cekungan air bawah tanah yang berada di dalam satu wilayah Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh Bupati/Walikota dengan mempertimbangkari kepentingan Kabupaten/Kota disekitarnya ; (2) Pengelolaan cekungan air bawah tanah yang melintasi batas wilayah Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh Gubernur, kecuali perizinan dilaksanakan oleb Bupati/Walikota dan difasilitasi oleh Gubernur; (3) Pengelolaan cekungan air bawah tanah yang melintas batas wilayah Propinsi Jawa Timur dikoordinasikan oleh Gubernur.
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007
5
BAB III INVENTARISASI, PERENCANAAN PENDAYAGUNAAN DAN KONSERVASI Bagian Kesatu Inventarisasi Potensi Pasal 4 (1) Inventarisasi meliputi kegiatan pemetaan, penyelidikan, penelitian, eksplorasi, evaluasi, pengumpulan dan pengelolaan data air bawah tanah yang meliputi: a. sebaran cekungan air bawah tanah dan geometri akuifer; b. kawasan imbuh (recharge area) dan lepasan (discharge area); c. karakteristik akuifer dan potensi air bawah tanah ; d. pengambilan air bawah tanah ; e. data lain yang berkaitan dengan air bawah tanah ; (2) Kegiatan pemetaan, penyelidikan, penelitian dan eksplorasi air bawah tanah dengan skala 1 : 100.000 sampai dengan 1 : 250.000 dilakukan oleh Gubernur; (3) Kegiatan pemetaan, penyelidikan, penelitian dan eksplorasi air bawah tanah dengan skala lebih besar dari 1 : 100.000 dilakukan oleh Bupati/Walikota ; (4) Gubernur dapat melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila Bupati/Walikota menyatakan tidak melaksanakan kegiatan tersebut karena alasan tertentu ; (5) Data pengambilan air bawah tanah yang dikelola oleh Gubernur dapat diperoleh dari: a. Instansi pemungut pajak air bawah tanah ; b. Pemerintah Kabupaten/Kota ; c. Laporan Pemegang Ijin Pengambilan Air Bawah Tanah ; (6) Inventarisasi tentang kebutuhan air bawah tanah pada beberapa wilayah Kabupaten/Kota yang berada dalam cekungan air bawah tanah lintas Kabupaten/Kota dapat dilakukan oleh Bupati/Walikota ;
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007
6
(7) Hasil
inventarisasi
dari
seluruh
Kabupaten/Kota
sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), ayat (5) huruf b dan ayat (6) digunakan oleh Gubernur sebagai bahan evaluasi potensi ketersediaan/ sumber daya air bawah tanah dalam satuan wilayah cekungan air bawah tanah lintas Kabupaten/Kota. Pasal 5 Kegiatan inventarisasi dan evaluasi potensi air bawah tanah dilakukan dalam rangka penyusunan rencana atau pola pengelolaan terpadu. Bagian Kedua Perencanaan Pendayagunaan Pasal 6 (1) Kegiatan perencanaan pendayagunaan air bawah tanah dilaksanakan sebagai
dasar
pengelolaan
air
bawah
tanah
dalam
rangka
pengendalian pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah ; (2) Perencanaan pendayagunaan air bawah tanah didasarkan pada hasil pengolahan dan evaluasi data inventarisasi sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (7) ; (3) Perencanaan pendayagunaan air bawah tanah pada masing-masing wilayah Kabupaten/Kota yang berada dalam cekungan air bawah tanah lintas Kabupaten/Kota dapat dilakukan oleh Bupati/ Walikota ; (4) Perencanaan
pendayagunaan
air
bawah
tanah
dari
seluruh
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diolah dan dianalisis oleh Gubernur sebagai dasar perencanaan pendayagunaan air bawah tanah dalam satuan wilayah cekungan air bawah tanah lintas Kabupaten/Kota.
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007
7
Bagian Ketiga Konservasi dan Pemantauan Air Bawah Tanah Pasal 7 (1) Upaya teknis dalam pelaksanaan konservasi air bawah tanah dapat dilakukan melalui : a. memaksimalkan pengimbuhan air bawah tanah dengan membuat/ menyediakan sumur-sumur resapan ; b. pengendalian pengambilan air bawah tanah melalui penentuan/ pengaturan akuifer yang aman disadap, perancangan konstruksi sumur dan pembatasan jumlah pengambilan air bawah tanah ; c. penetapan daerah tutupan dan kawasan lindung air bawah tanah ; d. pemantauan terhadap perubahan muka dan mutu air bawah tanah ; (2) Gubernur melakukan evaluasi/ kajian teknik terhadap terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan air bawah tanah pada cekungan air bawah tanah lintas Kabupaten/ Kota berdasarkan identifikasi yang dilaksanakan oleh Bupati/ Walikota. Pasal 8 (1) Upaya pengimbuhan air bawah tanah sebagaimana dimaksud Pasal 7 ayat (1) huruf a pada akuifer bebas/tidak tertekan dan akuifer tertekan dalam cekungan air bawah tanah yang tidak lintas Kabupaten/Kota dilakukan oleh Bupati/Walikota ; (2) Upaya pengimbuhan air bawah tanah sebagaimana dimaksud Pasal 7 ayat (1) huruf a pada akuifer tertekan di dalam cekungan air bawah tanah lintas Kabupaten/Kota dilakukan oleh Gubernur; (3) Upaya pengimbuhan air bawah tanah sebagaimana dimaksud Pasal 7 ayat (1) huruf a pada akuifer tidak tertekan di dalam cekungan air bawah
tanah
lintas
Kabupaten/Kota
dapat
dilakukan
oleh
Bupati/Walikota. Pasal 9 (1) Penetapan daerah tutupan dan kawasan lindung air bawah tanah sebagaimana dimaksud Pasal 7 ayat (1) huruf c didasarkan pada hasil penelitian mengenai perkembangan kondisi air bawah tanah pada masing-masing akuifer dan lingkungan keberadaannya ; Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007
8
(2) Hasil penelitian dimaksud ayat (1) dituangkan dalam bentuk peta zonasi yang menggambarkan kondisi air bawah tanah secara vertikal maupun horisontal, mencakup zona aman, zona rawan, zona kritis dan zona rusak, serta kawasan lindung air bawah tanah ; (3) Suatu daerah atau kawasan dinyatakan sebagai daerah tutupan/ daerah tertutup apabila kondisi air bawah tanah pada daerah dimaksud telah mengalami perubahan hingga mencapai kondisi zona kritis dan zona rusak ; (4) Zonasi air bawah tanah dimaksud ayat (2) ditetapkan berdasarkan kriteria-kriteria sebagaimana Lampiran angka I Keputusan ini. (5) Perencanaan pengembangan penggunaan lahan pada kawasan lindung air bawah tanah harus bertumpu pada aspek kelestarian air bawah tanah yang mencakup kualitas dan kuantitas air bawah tanah ; (6) Daerah tutupan dan kawasan lindung air bawah tanah sebagaimana dimaksud
ayat
(1)
dalam
cekungan
air
bawah
tanah
lintas
Kabupaten/Kota ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. Pasal 10 (1) Pemantauan terhadap perubahan muka dan mutu air bawah tanah sebagaimana dimaksud Pasal 7 ayat (1) huruf d dapat dilakukan melalui sumur-sumur pantau ; (2) Penetapan jaringan sumur pantau yang memantau air bawah tanah tertekan dalam satuan wilayah cekungan air bawah tanah lintas Kabupaten/Kota dilakukan oleh Gubernur; (3) Penetapan jaringan sumur pantau yang memantau air bawah tanah terfekan dalam satuan wilayah cekungan air bawah tanah lintas Propinsi dikoordinasikan oleh Gubernur.
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007
9
Pasal 11 (1) Setiap pemegang ijin pengambilan air bawah tanah dan ijin pengambilan mata air, wajib melaksanakan konservasi air bawah tanah sesuai dengan fungsi kawasan yang ditetapkan berdasarkan tata ruang wilayah yang bersangkutan ; (2) Pemegang ijin pengambilan air bawah tanah wajib menyediakan 1 (satu) buah sumur pantau yang dilengkapi alat perekam otomatis muka air bawah tanah (Automatic Water Level Recorder-AWLR) apabila : a. pengambilan air bawah tanah dilakukan dari 5 (lima) buah sumur dalam kawasan kurang dari 10 (sepuluh) hektar; b. pengambilan air bawah tanah sebesar 50 (limapuluh) liter/detik atau lebih yang berasal lebih dari 1 (satu) buah sumur dalam kawasan kurang dari 10 (sepuluh) hektar; c. pengambilan air bawah tanah sebesar 50 (limapuluh) liter/detik atau lebih yang berasal dari 1 (satu) buah sumur; (3) Pemegang ijin pengambilan air bawah tanah dapat melakukan pembuatan sumur pantau setelah mendapatkan persyaratan teknis dari Gubernur; (4) Persyaratan teknis pembuatan sumur pantau dimaksud Pasal 11 ayat (3) diatas diberikan dalam bentuk saran teknik ; (5) Untuk mendapatkan saran teknik sebagaimana dimaksud ayat (4), pemrakarsa wajib mengajukan permohonan saran teknik kepada Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral dilampiri dengan : a. gambar konstruksi sumur-sumur yang telah dimiliki; b. denah/peta situasi yang menggambarkan lokasi/letak sumur-sumur yang telah dimiliki. BAB IV PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH Pasal 12 (1) Prioritas utama pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah adalah untuk keperluan air minum ; Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007
10
(2) Urutan prioritas peruntukan air bawah tanah ditetapkan sebagai berikut: a. air minum ; b. air untuk rumah tangga ; c. air untuk peternakan dan pertanian sederhana ; d. air untuk industri ; e. air untuk irigasi; f. air untuk pertambangan ; g. air untuk usaha perkotaan ; h. air untuk kepentingan lainnya. (3) Urutan
prioritas
peruntukan
pemanfaatan
air
bawah
tanah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berubah dengan memperhatikan kepentingan umum dan kondisi setempat; (4) Penetapan prioritas peruntukan pemanfaatan air bawah tanah secara regional dalam satuan wilayah cekungan air bawah tanah lintas Kabupaten/Kota dapat dilakukan oleh Bupati/Walikota ; (5) Dalam rangka perlindungan serta mewujudkan keberpihakan kepada masyarakat luas, pengambilan air bawah tanah pada akuifer tidak tertekan hanya diprioritaskan untuk keperluan air minum dan rumah tangga, industri rumah tangga, keperluan sosial dan keperluan ibadah dengan cara penyadapan melalui sumur gali dan sumur pasak ; (6) Pada daerah yang hanya terdapat air bawah tanah pada akuifer tidak tertekan, penyadapan/pengambilan air bawah tanah untuk keperluan selain keperluan sebagaimana dimaksud ayat (5) dipertimbangkan setelah dilakukan kajian hidrogeologi untuk mengetahui dampak negatif yang mungkin terjadi terhadap sumur gali maupun sumur pasak penduduk disekitarnya ; (7) Pemanfaatan air bawah tanah di kawasan kars diprioritaskan untuk keperluan air minum dan rumah tangga, industri rumah tangga, vkeperluan sosial dan keperluan ibadah dengan cara penyadapan melalui sumur gali, sumur pasak atau menampung dari mata air;
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007
11
(8) Pemanfaatan air bawah tanah di kawasan kars untuk keperluan selain keperluan dimaksud ayat (7) hanya diperbolehkan menyadap zona jenuh air, sungai bawah tanah dan danau bawah tanah aktif setelah dilakukan kajian hidrogeologi untuk mengetahui dampak negatif yang mungkin .terjadi serta dengan mempertimbangkan kelestarian potensi ketersediaan dan pemanfaatan air bawah tanah yang telah ada sebelumnya. BAB V PEMBINAAN, FASILITASI, PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN AIR BAWAH TANAH Bagian Kesatu Pembinaan dan Fasilitasi Pasal 13 (1) Pembinaan dan fasilitasi pengelolaan air bawah tanah dilaksanakan oleh Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral; (2) Pola pembinaan dan fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas : a. Pembinaan Teknis Penurapan, Pemboran dan Pengambilan Air Bawah Tanah ; b. Koordinasi
Pelaksanaan
Pendayagunaan,
Konservasi,
Inventarisasi, Peruntukan
Perencanaan Pemanfaatan,
Pengendalian dan Pengawasan ; (3) Pembinaan teknik dimaksud ayat (2) huruf a dilakukan oleh Gubernur terhadap : a. Aparat pengelola air bawah tanah di Kabupaten/Kota ; b. Perusahaan Pemboran Air Bawah Tanah ; c. Pemakai Air Bawah Tanah ; (4) Fasilitasi sebagaimana dimaksud ayat (2) yang diberikan oleh Gubernur dapat berupa : a. Informasi tentang kondisi air bawah tanah di Jawa Timur; b. Penyediaan air bersih untuk masyarakat melalui pemanfaatan air bawah tanah ;
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007
12
c. Pemberian rekomendasi teknik untuk perijinan dibidang air bawah tanah. Bagian Kedua Pengendalian Pasal 14 (1) Pengendalian pengambilan air bawah tanah pada cekungan air bawah tanah lintas Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh Gubernur bersamasama dengan Bupati/Walikota ; (2) Bupati/Walikota menyelenggarakan pengendalian air bawah tanah di wilayahnya untuk kemudian disampaikan hasilnya kepada Gubernur; (3) Gubernur menyelenggarakan pengendalian air bawah tanah secara regional meliputi : a. evaluasi potensi
ketersediaan yang. mencakup
kualitas dan
kuantitas serta jumlah pengambilan air bawah tanah ; b. penentuan lokasi pengambilan, kedalaman pemboran dan debit pengambilan air bawah tanah dalam
bentuk Rekomendasi
Teknik ; c. pemberian
persyaratan
teknik
pembuatan
sumur pantau yang dimanfaatkan
dan
penyebaran
untuk memantau
kualitas
maupun perubahan muka air bawah tanah ; d. penelaahan hasil analisis kimia dan fisika air bawah tanah serta rekaman hidrograf dari sumur pantau ; e. penentuan persyaratan teknik pembuatan sumur imbuhan ; (4) Pengendalian air bawah tanah yang dilaksanakan oleh Bupati/ Walikota dimaksud ayat (2) meliputi kegiatan pengendalian diluar kegiatan pengendalian air bawah tanah yang dilaksanakan oleh Gubernur sebagaimana dimaksud ayat (3).
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007
13
Bagian Ketiga Rekomendasi Teknik Pasal 15 (1) Bupati/Walikota sebelum menerbitkan : a. Ijin Eksplorasi Air Bawah Tanah ; b. Ijin Pemboran Air Bawah Tanah untuk semua keperluan ; c. Ijin Pengambilan Air Bawah Tanah (baru) dari sumur bor untuk semua keperluan ; d. Ijin Pengambilan Air Bawah Tanah (baru) dari sumur pasak untuk keperluan industri dan usaha perkotaan ; e. Ijin Penurapan Mata Air untuk keperluan industri dan usaha perkotaan ; f. Ijin Pengambilan Mata Air (baru) untuk keperluan industri dan usaha perkotaan ; g. Ijin Pengambilan Air Bawah Tanah (perpanjangan/daftar ulang) dari sumur bor iintuk semua keperluan; h. Ijin Pengambilan Air Bawah Tanah (perpanjangan/daftar ulang) dari sumur pasak untuk keperluan industri dan usaha perkotaan; i. Ijin Pengambilan Mata Air (perpanjangan/daftar ulang) untuk keperluan industri dan usaha perkotaan ; pada cekungan air bawah tanah lintas Kabupaten/Kota, terlebih dahulu harus mendapatkan rekomendasi teknik dari Kepala Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral ; (2) Ijin dibidang air bawah tanah diluar ijin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan rekomendasi teknik dari Kepala Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral. (3) Untuk
mendapatkan
rekomendasi
teknik
dimaksud
ayat
(1),
Bupati/Walikota harus mengajukan permintaan rekomendasi teknik kepada Kepala Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral disertai dengan fotokopi berkas permohonan ijin dari pemohon yang- telah lengkap persyaratannya ; (4) Berkas permohonan ijin dimaksud ayat (3) yang harus disertakan/ dilampirkan dalam permintaan rekomendasi teknik untuk masingmasing jenis permohonan ijin ditetapkan sebagaimana tersebut dalam Lampiran angka III, IV, VI, VII, VIII, IX dan X. Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007
14
Pasal 16 (1) Kepala Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya permintaan rekomendasi teknik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3), mengeluarkan rekomendasi teknik untuk Ijin Eksplorasi Air Bawah Tanah, Ijin Pemboran Air Bawah Tanah dan Ijin Penurapan Mata Air, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf a, b dan e ; (2) Dalam pelaksanan Ijin Pemboran Air Bawah Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b, pada saat pemasangan konstruksi, uji pemompaan dan pemasangan pompa harus disaksikan oleh petugas dari Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral dan atau petugas dari Pemerintah Kabupaten/Kota setempat disertai dengan Berita Acara ; (3) Untuk keperluan sebagaimana ayat (2), pelaksana pemboran air bawah tanah harus memberitahukan rencana pelaksanaan kegiatankegiatan dimaksud kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sebelum pelaksanaan kegiatan ;
(4) Kepala Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral selambat-lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja setelah diterimanya permintaan rekomendasi teknik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3), mengeluarkan rekomendasi teknik untuk Ijin Pengambilan Air Bawah Tanah (baru) dari sumur bor, Ijin Pengambilan Air Bawah Tanah (baru) dari sumur pasak, Ijin Pengambilan Mata Air (baru), Ijin Pengambilan Air Bawah Tanah (perpanjangan/ daftar ulang) dari sumur bor, Ijin Pengambilan Air Bawah Tanah (perpanjangan/daftar ulang) dari sumur pasak, Ijin Pengambilan Mata Air (perpanjangan/ daftar ulang) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf c, d, f, g, h, dan i;
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007
15
(5) Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral dapat melakukan peninjauan lokasi berkaitan dengan permohonan Ijin Pengambilar Air Bawah Tanah (perpanjangan/daftar ulang) dari sumur bor, Ijin' Pengambilan Air Bawah Tanah (perpanjangan/daftar ulang) dari sumur pasak, Ijin Pengambilan Mata Air (perpanjangan/ daftar ulang) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf g, h dan i apabila terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan pengambilan air bawah tanah selama masa berlakunya ijin ; (6) Setelah ijin di bidang air bawah tanah diterbitkan oleh Bupati/ Walikota maka tembusan/salinan ijin dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kepada Kepala Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral sebagai data dan bahan evaluasi pengambilan air bawah tanah di Jawa Timur. Pasal 17 Gubernur
dapat
menyarankan
kepada
Bupati/Walikota
untuk
menangguhkan pelaksanaan pemboran dan pengambilan air bawah tanah pada cekungan air bawah tanah lintas Kabupaten/Kota atas dasar informasi yang diterima dari Bupati/Walikota setelah diadakan pengkajian teknis terhadap informasi dimaksud. Bagian Keempat Pengawasan Pasal 18 (1) Pengawasan terhadap pengelolaan air bawah tanah dilaksanakan oleh Gubernur, Bupati/Walikota ; (2) Pengawasan dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pelaksanaan rekomendasi teknik yang tercantum dalam Surat Ijin Pemboran Air Bawah Tanah (SIP) ; b. terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan air bawah tanah; c. pelaksanaan pembuatan sumur pantau ; d. pelaksanaan pembuatan sumur imbuhan ; e. jumlah pengambilan air bawah tanah yang tidak menggunakan meter air dalam rangka menguji kebenaran materiil terhadap air yang dimanfaatkan ; Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007
16
(3) Pelaksanaan
rekomendasi
teknik
untuk
kegiatan
pemboran
sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf a dilakukan bersama-sama Dinas
Energi
Dan
Sumber
Daya
Mineral
dan
Pemerintah
Kabupaten/Kota yang merupakan pemantauan terhadap kegiatankegiatan : a. penentuan lokasi pemboran ; b. pemasangan kontruksi sumur; c. uji pemompaan ; d. pemasangan pompa. Pasal 19 (1) Dalam rangka pengelolaan air bawah tanah secara terpadu, Bupati/Walikota menyampaikan laporan pengelolaan air bawah tanah : a. Setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada Gubernur; b. Setiap 6 (enam) bulan sekali kepada Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral melalui Gubernur. (2) Bentuk laporan dimaksud ayat (1) pasal ini ditetapkan sebagaimana Lampiran angka II Keputusan ini.
Pasal 20 (1) Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan ; (2) Keputusan ini diundangkan dalam Lembaran Daerah Propinsi Jawa Timur Ditetapkan di Surabaya Pada tanggal 21 Oktober 2002 GUBERNUR JAWA TIMUR ttd. IMAM UTOMO S.
Dok. Informasi Hukum-JDIH Biro Hukum Setda Prop Jatim /2007
17