GERAKAN PENYELAMATAN DANAU MATANO (GERMADAN MATANO)
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Matano
© Kementerian Lingkungan Hidup, 2014 Bagian atau seluruh isi buku ini dapat dikutip dengan menyebutkan sumbernya disertai ucapan terimakasih kepada Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Cara mengutip : Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2014. Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Matano. Pengarah : Arief Yuwono Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim, KLH Penanggung Jawab : Hermono Sigit Asisten Deputi Pengendalian Kerusakan Ekosistem Perairan Darat, KLH Tim Penyusun : Rustam Pance, Harmin Manurung, Titi Novitha Harahap, Inge Retnowati, Siti Rachmiati Nasution, Wahyu Cahyadi Rustadi. Didukung oleh : Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan, Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan, Bappeda Kabupaten Luwu Timur, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Kabupaten Luwu Timur, serta Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten Luwu Timur. Diterbitkan oleh : Kementerian Lingkungan Hidup
SAMBUTAN DEPUTI BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN DAN PERUBAHAN IKLIM Konferensi Nasional Danau Indonesia I yang diselengarakan pada tahun 2009, telah menghasilkan Kesepakatan Bali yang ditandatangani oleh 9 Menteri yakni Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Pertanian, Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral, Menteri Kehutanan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta Menteri Riset dan Teknologi untuk mempertahankan, melestarikan dan memulihkan fungsi danau berdasarkan prinsip keseimbangan ekosistem dan daya dukung lingkungan, pada 15 Danau Prioritas Nasional. Untuk mempercepat implementasi Kesepakatan Bali Tahun 2009, maka pada Konferensi Nasional Danau Indonesia II di Semarang, Kementerian Lingkungan Hidup telah meluncurkan Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) dan mengangkat Penyelamatan Danau Rawapening sebagai model. Diharapkan Model Penyelamatan Danau Rawapening dapat direplikasikan kepada 14 danau prioritas lainnya. Sebagai wujud replikasi model penyelamatan Danau Rawapening, hingga saat ini telah tersusun dokumen GERMADAN Toba, Maninjau, Singkarak, Kerinci, Tondano, Limboto, Poso, Tempe, Matano, Kaskade Mahakam (Semayang, Melintang, Jempang), Sentarum, Sentani, Rawa Danau dan Batur. Dokumen GERMADAN ini lahir berdasarkan arahan dan kebijakan yang telah digariskan dalam Grand Design Penyelamatan Ekosistem Danau Indonesia serta hasil kajian, penelitian serta data dan informasi terbaru mengenai danau prioritas tersebut dari berbagai sumber terkait. GERMADAN ini berisi Rencana Aksi penyelamatan Danau Matano yang menjelaskan program super prioritas dan prioritas penyelamatan Danau Matano yang akan dilaksanakan secara bertahap Germadan Matano
iii
oleh Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha dan Masyarakat sesuai tugas, fungsi dan kewenangannya. Akhir kata saya menyampaikan penghargaan yang setinggitingginya dan ucapan terima kasih kepada Tim Penyusun dan para narasumber, baik yang berasal dari pemerintah pusat, daerah, akademisi, dunia usaha maupun masyarakat, sehingga dokumen Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) ini dapat tersusun. Diharapkan dokumen GERMADAN ini dapat menjadi bahan arahan dan acuan bersama bagi para pihak untuk secara sinergis dan terpadu merencanakan, melaksanakan dan melakukan evaluasi kebijakan, program dan kegiatan penyelamatan Danau Matano. Jakarta, November 2014 Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim
Ir. Arief Yuwono, MA
iv
Germadan Matano
KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kekuatan, bimbingan dan kasih sayang-Nya dalam setiap aktivitas pengabdian kita sehingga dokumen Gerakan Penyelematan Danau (GERMADAN) Matano telah tersusun dengan baik. Terima kasih kepada Kementerian Lingkungan Hidup yang telah memberikan kepercayaan kepada TIM untuk menyusun dokumen ini. Sebagai tekad kami dalam menyelamatkan lingkungan, khususnya ekosistem Danau Matano sudah perlu untuk melakukan tindakan penyelamatan dan pelestarian. Kesempatan berkarya ini sungguh merupakan kehormatan sekaligus academic exercise bagi kami dalam melaksanakan tugas pengabdian kepada masyarakat. Danau Matano merupakan salah satu danau yang terdapat di dalam Kompleks Danau Malili. Terbentuk 2-4 juta tahun silam, termasuk 10 danau terdalam di Dunia dan terdalam di Asia Tenggara. Airnya yang selalu jernih dan dasarnya berada di bawah permukaan laut (cryptodepression) menyimpan berbagai misteri dan keunikan sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi para peneliti baik di dalam negeri maupun luar negeri. Danau purba ini kaya spesies endemik yang perlu dilestarikan sebagai kekayaan sumberdaya genetik Bangsa Indonesia. Secara ekologis, Danau Matano saat ini masih baik, status ekosistem perairannya tercemar ringan dan “oligotrofik”, sedangkan ekosistem sempadan dan terestrial terancam. Danau Matano secara alami akan mengalami perubahan meskipun memerlukan waktu yang relatif lama. Perubahan status ekosistem perairan, pendangkalan dan perubahan keanekaragaman hayati dapat dipercepat karena berbagai aktivitas manusia di daerah sempadan, terestrial dan DTA maupun di Germadan Matano
v
atas perairan. Erosi dan laju sedimentasi serta beban pencemaran yang diterima merupakan ancaman kelestarian dan keberlanjutan fungsi ekosistem Danau Matano dimasa mendatang. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dokumen GERMADAN Matano dengan program rencana aksi perlu disusun dan diimplentasikan guna menyelamatkan dan melestarikan sumberdaya alam Danau Matano. Disadari bahwa dokumen ini tidak luput dari kekurangan dan kesalahan. Oleh sebab itu, masukan dan saran senantiasa diharpakan untuk perbaikan. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkah kepada kita semua atas niat baik ini, aamien. Makassar, 20 Agustus 2014, Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan
Dr. H. Syahrul Yasin Limpo, SH., MH.
vi
Germadan Matano
DAFTAR ISI SAMBUTAN .................................................................................. iii KATA PENGANTAR …………………………………………………. v DAFTAR ISI …………………...............……………………………… vii DAFTAR TABEL ……………………………………………………… ix DAFTAR GAMBAR … ………………………………………………… xi DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………. … xii BAB I PENDAHULUAN
…………………………………………. 1
1.1. Latar Belakang ……………………………………… 1 1.2. Landasan Hukum …………………………………… 3 1.3. Permasalahan ………………………………………. 7 1.4. Ruang Lingkup dan Kerangka Pikir ……………… 9 1.5. Tujuan dan Kegunaan ……………………………….. 11 BAB II GAMBARAN UMUM DANAU MATANO ……….……….... 15
2.1. Profil Danau Matano ……………….....…….……….... 15
2.1.1. Tipe dan Karakteristik Danau …………….……. 15 2.1.2. Hidrologi Danau …………....…………………… 17 2.1.3. Ekologi Perairan Danau ………….….…………. 19 2.1.4. Sumberdaya Air Danau .…….……….………… 24 2.1.5. Sumberdaya Hayati Danau ………….………… 25 2.1.6. Kualitas Air Danau ………………...…………… 29 2.2. Keanekaragaman Hayati ………………..……………. 40 2.2.1. Plankton …………………….…………………… 41 2.2.2. Tumbuhan Air ………………….………………… 42 2.2.3. Benthos ……………………….…………………. 43 2.2.4. Moluska ……………………….…………………. 44 2.2.5. Krustase ……………………….………………… 46 2.2.6. Ikan ……………………….……………………… 46
2.3. Permasalahan Ekosistem Danau ………………....... 49
2.3.1. Sumber dan Dampak Kerusakan …….........…. 49 Germadan Matano
vii
2.3.2. Pencemaran Air ………………………………… 52
2.4. Status Mutu Ekosistem Danau Matano .................... 56
2.4.1. Status Ekosistem Akuatik ................................ 56 2.4.2. Status Ekosistem Sempadan ......................... 60 2.4.3. Status Ekosistem Terestrial ............................. 64
BAB III GERAKAN PENYELAMATAN DANAU MATANO ……….. 67
3.1. Penentuan Faktor Internal dan Eksternal ................. 67
3.2. Program Germadan Matano .................................... 70
3.2.1. Program Super Prioritas ……........................... 70 3.2.2. Program Prioritas ……………………….……… 75
BAB IV PENUTUP ……………………..……………………………. 79 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….. 81 LAMPIRAN ……………………………………………………………. 85
viii Germadan Matano
DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Sungai Larona …………………………………………. 24 Tabel 2.2. Biota akuatik yang ditemukan di Danau Matano …... 26 Tabel 2.3. Posisi pengambilan sampel di permukaan air Danau Matano ……………………………........………. 29 Tabel 2.4. Hasil pengukuran parameter kualitas air permukaan Danau Matano pada bulan Juni 2013 ………....…….. 33 Tabel 2.5. Hasil pengukuran parameter kualitas air permukaan Danau Matano pada bulan Oktober 2013 .................. 38 Tabel 2.6. Jenis dan kelimpahan plankton pada setiap titik pengamatan ......................................................... 41 Tabel 2.7. Penggunaan lahan di sekitar Danau Matano dan Kompleks Danau Malili ............................................... 49 Tabel 2.8. Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Danau Matano dan Kompleks Danau Malili .............................................. 52 Tabel 2.9. Analisis mutu air Danau Matano menurut metode Storet bulan Juni dan Oktober 2013 .......................... 54 Tabel 2.10. Kriteria status ekosistem akuatik danau ................... 55 Tabel 2.11. Status ekosistem akuatik Danau Matano ................... 57 Tabel 2.12. Penentuan status trofik danau dengan metode UNEP-ILEC ................................................................ 59 Tabel 2.13. Rata-rata Total-N, Total-P, Khlorofil-a dan Kecerahan Danau Matano (Juni dan Oktober 2013) ................... 60 Tabel 2.14. Kriteria status ekosistem sempadan danau ............... 61 Tabel 2.15. Status ekosistem sempadan Danau Matano ............. 62 Tabel 2.16. Kriteria status ekosistem terestrial danau pada Daerah Tangkapan Air (DTA) ...................................... 63 Tabel 2.17. Status ekosistem terestrial Danau Matano pada Daerah Tangkapan Air (DTA) ..................................... 64 Tabel 3.1. Analisis SWOT lingkungan internal dan eksternal Danau Matano …………………..……………………… 68 Germadan Matano
ix
Tabel 3.2. Tabel 3.3. Tabel 3.4. Tabel 3.5. Tabel 3.6.
x
Program penyelamatan ekosistem DTA dan lereng Danau Matano …………………………...…………….. 71 Program penyelamatan ekosistem sempadan Danau Matano …………………………………....…….. 73 Program penyelamatan ekosistem perairan Danau Matano ………………………………………….. 74 Program pengembangan kelembagaan dan koordinasi Pengelolaan Danau Matano …………….. 76 Program pengembangan sistim monitoring dan informasi pengelolaan Danau Matano ……………. 77
Germadan Matano
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1. Pendekatan gerakan penyelamatan danau
(GERMADAN) Matano ……….……………………… 13
Gambar 2.1. Peta batimetrik Danau Matano ……………………… 16 Gambar 2.2. Peta struktur sedimen dasar Danau Matano …..…. 17 Gambar 2.3. Peta sistem danau dalam Kompleks Danau Malili .. 19 Gambar 2.4. Spesies endemik non-ikan di Danau Matano ….….. 45 Gambar 2.5. Spesies ikan endemik di Danau Matano ………..… 48 Gambar 2.6. Peta penggunaan lahan di sekitar Danau Matano
dan Kompleks Danau Malili ……………...…………. 51
Gambar 2.7. Peta TBE lahan di sekitar Danau Matano dan
Kompleks Danau Malili …………………..………….. 53
Germadan Matano
xi
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Program Super Prioritas Penyelamatan Ekosistem
DTA dan Lereng Danau Matano ……….......……….. 87
Lampiran 2. Program Super Prioritas Penyelamatan Ekosistem
Sempadan Danau Matano ………….............………. 88
Lampiran 3. Program Super Prioritas Pelestarian Ekosistem
PerairanDanauMatano …………...………….………. 89
Lampiran 4. Program Prioritas Pengembangan Kelembagaan
dan Koordinasi Pengelolaan Danau Matano ............ 90
Lampiran 5. Program Prioritas Pengembangan Sistim Monitoring
xii
dan Informasi Pengelolaan Danau Matano ........….. 91
Germadan Matano
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konferensi Nasional Danau Indonesia I pada 13 – 15 Agustus 2009 di Bali, telah menghasilkan kesepakatan Bali tentang pengelolaan danau berkelanjutan dalam mengantisipasi perubahan iklim global. Kesepakatan tersebut menekankan bahwa mempertahankan, melestarikan dan memulihkan fungsi danau harus dilakukan berdasarkan prinsif keseimbangan ekosistem dan daya dukung lingkungan. Untuk maksud tersebut di atas maka ditempuh tujuh strategi, yaitu pengelolaan ekosistem danau; pemanfaatan sumber daya air danau; pengembangan sistem monitoring, evaluasi dan informasi danau; penyiapan langkah-langkah adaptasi dan mitigasi perubahan iklim terhadap danau; pengembangan kapasitas, kelembagaan dan koordinasi; peningkatan peran masyarakat; dan pendanaan berkelanjutan. Kesepakatan Bali 2009 telah menetapkan 15 danau prioritas yang akan ditangani bersama secara terpadu, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan pada periode 2010-2014. Penetapan danau prioritas berlandaskan pada kerusakan danau, pemanfaatan danau, komitmen pemda dan masyarakat dalam pengelolaan danau, fungsi strategis untuk kepentingan nasional, keanekaragaman hayati, dan tingkat resiko bencana. Ke 15 danau tersebut adalah danau Toba, Maninjau, Singkarak, Kerinci, Tondano, Limboto, Poso, Tempe, Matano, Mahakam, Sentarum, Sentani, Batur, Rawa Danau, dan Rawapening. Secara geografis Danau Matano terletak pada koordinat: 2°29′16″S 121°21′07″E dan mempunyai luas permukaan 16.410 hektar. Merupakan danau tektonik purba, terbentuk pada akhir masa Pliosin sekitar 2-4 juta tahun yang lalu. Danau Matano mempunyai kedalaman 587 m dan termasuk danau terdalam kesepuluh di dunia dan terdalam di Asia Tenggara. Elevasi permukaan danau berada ketinggian 394 Germadan Matano
1
m dari permukaan laut, sedangkan bagian terdalam dari dasar danau berada sekitar 197 m (cryptodepression). Sistem hidrologi Danau Matano bersumber dari ribuan mata air sehingga tidak akan pernah mengalami kekeringan, meskipun anakanak sungai yang mengalir ke dalamnya mengalami kekeringan. Selain Danau Matano, terdapat juga Danau Mahalona, Danau Towuti, dan dua danau kecil yaitu Masapi dan Wawantoa. Kelima danau ini dikenal dengan “Kompleks Danau Malili” dan secara keseluruhan kawasan inti sistemnya berada dalam wilayah administratif pemerintahan daerah Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan. Kompleks Danau Malili ini terhubung secara “kaskade” dimana air Danau Matano mengalirkan air ke Danau Mahalona melalui Sungai Petea, air dari Danau Mahalona mengalir ke Danau Towuti melalui Sungai Tominanga dan selanjutnya mengalir ke Teluk Bone melalui Sungai Larona. Sedangkan Danau Wawantoa mengalirkan air ke Danau Towuti melalui Sungai Lantoa dan Danau Masapi memiliki aliran sungai tersendiri yang akan menyatu dengan sungai Larona sebelum bermuara ke teluk Bone. Kompleks Danau Malili dikelilingi oleh perbukitan yang berhutan lebat dan banyak sungai kecil ditemukan di kaki bukit dan umumnya mengalir menuju danau sehingga berperan sebagai penyuplai air (river inlet) bagi danau. Potensi sumberdaya air Danau Matano memiliki multifungsi, sebagai obyek wisata, transportasi, perikanan, PDAM dan PLTA. Secara limnologis Danau Matano memiliki banyak keunikan antara lain dasar danau yang cryptodepression, air danau yang sangat jernih, keragaman hayati, geologi dan panorama serta menunjukkan fenomena yang tidak lazim dari sisi biogeokimiawi. Oksigen terlarut hanya pada lapisan permukaan sampai kedalaman 100 m. Pada kedalaman lebih besar dari 100 m hingga ke dasar danau perairan bersifat anaerob. Sejumlah keunikan Danau Matano tidak seperti danau purba pada umumnya, lebih dari 90% spesies di Danau Matano adalah endemik. Kompleks Danau Malili (Matano, Mahalona, dan Towuti) adalah satu-satunya danau purba di dunia yang sistem aliran 2
Germadan Matano
airnya terhubung satu sama lain. Hal yang menarik dari Kompleks Danau Malili adalah spesies endemiknya. Masing-masing danau memiliki spesies endemik tersendiri, meskipun ada beberapa spesies biota air yang hidup pada ketiga danau purba ini atau dikwnal sebagai spesies endemik Kompleks Danau Malili. 1.2. Landasan Hukum Berikut adalah beberapa ketentuan peraturan perundangundangan yang terkait dengan pengelolaan ekosisten danau, antara lain: a. Undang-Undang 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria; 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuanketentuan Pokok Pertambangan; 3. Undang - undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; 4. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman; 5. Undang-undang Nomor 5 tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi PBB Mengenai Keanekaragaman Hayati; 6. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; 7. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air; 8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 9. Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007tentang Penataan Ruang; 10. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan; 11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Germadan Matano
3
b. Peraturan Pemerintah 1. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1991 tentang Rawa; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom; 9. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2001 tentang Tata Pengaturan Air; 10. Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2001 tentang Irigasi; 11. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air; 12. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah; 13. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2004 tentang Pemanfaatan Jasa Lingkungan; 14. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan; 15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antar Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten /Kota; 16. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2010 tentang Bendungan. 4
Germadan Matano
c. Keputusan Presiden 1. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; 2. Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional Bidang Pertanahan; 3. Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. d. Peraturan Menteri 1. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 28 Tahun 2009 tentang Daya Tampung Beban Pencemaran Air danau dan/atau Waduk; 2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 63/PRT/1993 tentang Garis Sempadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Peguasaan Sungai dan Bekas Sungai; 3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 39/PRTI1990 tentang Pembagian Wilayah Sungai; 4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45/PRT/1990 tentang Pengendalian Mutu Air pada Sumber-Sumber Air; 5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 48/PRT/1990 tentang Pengelolaan Atas Air dan Sumber Air Pada Wilayah Sungai; 6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 49/PRT/1990 tentang Tata Cara dan Persyaratan Ijin Penggunaan dan atau Sumber Sumber Air; 7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/1990 tentang Syarat- Syarat Pengawasan Kualitas Air; 8. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor 86/ HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Penyediaan Akomodasi; 9. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor 87/ HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Jasa Makanan dan Minuman; Germadan Matano
5
10. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor 88/ HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Kawasan Pariwisata; 11. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor 89/ HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Transportasi Wisata; 12. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor 90/ HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Daya Tarik Wisata; 13. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor 91/ HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Penyelenggaraan Kegiatan Hiburan dan Rekreasi; 14. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor 92/ HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Jasa Pramuwisata. e. Keputusan Menteri 1. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 458/KPTS/1986 tentang Ketentuan Pengamanan Sungai dalam Hubungan dengan Penambangan Bahan Galian Golongan C; 2. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 687/KPTS-11/1989 tentang Pengusahaan Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Rakyat dan Taman Wisata Laut; 3. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 779/KPTS/1990 tentang Pengendalian Banjir dan Pengaturan Sungai; 4. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 167/KPTS-11/1994 tentang Sarana dan Prasarana Pengusahaan Pariwisata di Kawasan Pelestarian Alam; 5. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 447/KPTS-11/1996 tentang Pembinaan dan Pengawasan Pengusahaan Pariwisata Alam; 6. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 348IKPTS-11/1997 tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 446/KPTS-ll/1996 tentang Tata Cara Permohonan, Pemberian dan Pencabutan Ijin Pengusahaan Pariwisata Alam; 6
Germadan Matano
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907 Tahun 2002 tentang Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum; 8. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 111 Tahun 2003 tentang Pedoman mengenai Syarat dan Tata Cara Perijinan serta Pedoman Pembuangan Limbah ke Air dan Sumber Air. 9. Keputusan No. 274/Kpts/Um/4/1979 tahun 1979 tentang Taman Wisata Alam Danau Matano, Taman Wisata Alam Danau Mahalona, dan Taman Wisata Alam Danau Towuti. f. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan 1. Perda Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 9 Tahun 2009 tentang Rencana Tataruang Wilayah (RTRW) Sulawesi Selatan; 2. Peraturan Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 69 Tahun 2010 tentang Baku Mutu dan Kriteria Kerusakan Lingkungan Hidup; g. Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Timur 1. Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Timur Nomor 7 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten; 2. Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Timur Nomor 12 Tahun 2011 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; 1.3. Permasalahan Berbagai faktor yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan baik pada kawasan di sekitar danau maupun pada ekosistem danau dan pada akhirnya menimbulkan permasalahan dan kerusakan danau. Faktor-faktor tersebut antara lain: Kerusakan lingkungan hutan dan pembukaan lahan di daerah DTA sehingga meningkatkan laju erosi dan sedimentasi di perairan danau; Alih fungsi lahan di daerah sempadan menjadi pemukiman dan kegiatan perekonomian lainnya; Buangan limbah domestik, industri, pertambangan dan pertanian dapat Germadan Matano
7
menyebabkan perubahan mutu air danau; Penangkapan ikan dengan cara yang tidak ramah lingkungan; Kegiatan budidaya ikan yang tidak terkendali berpotensi memicu eutrofikasi karena pencemaran limbah organik ke dalam danau; Pemanfaatan danau sebagai sumber air baku PDAM dan PLTA yang tidak memperhitungkan keseimbangan hidrologi dapat mengubah karakteristik permukaan air danau dan sempadan danau; Pemanfaatan danau sebagai sarana transportasi air berpotensi menimbulkan pencemaran bahan bakar minyak ke perairan danau. Berdasarkan pada hasil analisis dan identifikasi yang telah dilakukan, maka root problem yang menjadi ancaman terhadap ekosistem Danau Matano di masa mendatang dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori yaitu; 1. Permasalahan akibat kegiatan yang berlangsung di DTA dan lereng; 2. Permasalahan akibat kegiatan yang berlangsung di daerah sempadan; 3. Permasalahan akibat kegiatan yang berlangsung di atas perairan danau. Penyusunan GERMADAN Matano sangat diperlukan sebagai pedoman rencana penyusunan progran dan kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan ekosistem danau maupun ekosistem kawasan di sekitar danau secara berimbang antara kepentingan konservasi dengan kepentingan kesejahteraan masyarakat tanpa merusak fungsi dan keindahan ekosistem Danau Matano yang unik. Disadari bahwa beberapa program telah dilaksanakan, namun karena sifatnya yang insidentil dan parsial tergantung kepentingan masing-masing SKPD terkait. Bahkan jika diamati dengan cermat, terdapat berbenturan program dengan kewenangan dan tanggung jawab sehingga tidak memberikan dampak signifikan terhadap ekosistem Danau Matano menjadi lebih baik.
8
Germadan Matano
1.4. Ruang Lingkup dan Kerangka Pikir Salah satu peraturan perundang-undangan yang digunakan dalam penyusunan grand design penyelamatan ekosistem danau adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 4 undang-undang tersebut mengatur perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang meliputi langkah-langkah sebagai berikut : a) perencanaan; b) pemanfaatan; c) pengendalian; d) pemeliharaan; e) pengawasan; dan f) penegakan hukum. Dalam pasal 12 ayat (1) mewajibkan pemanfaatan sumberdaya alam (termasuk danau) dilakukan berdasarkan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH). Selain itu Pasal 13 dalam undang-undang tersebut juga mengatur pengendalian kerusakan lingkungan hidup, yaitu meliputi: a) pencegahan; b) penanggulangan; dan c) pemulihan. Pelaksanaan pengelolaan lingkungan meliputi kebijakan nasional secara umum. Sedangkan kebijakan dan strategi penataan wilayah provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan Perda Nomor 9 Tahun 2009 tentang Rencana Tataruang Wilayah (RTRW) Sulawesi Selatan, di dilakukan melalui pengembangan struktur ruang maupun pola ruang wilayah provinsi agar tujuan penataan ruang tercapai, yaitu pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan untuk mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan keanekaragaman hayati, mempertahankan dan meningkatkan fungsi perlindungan kawasan, melestarikan keunikan rona alam, dan melestarikan warisan ragam budaya lokal. . Sedangkan pemerintah daerah Luwu Timur pada saat ini, sedang merancang adanya suatu peraturan daerah yang mengatur pengelolaan danaudanau yang ada di dalam Kompleks Danau Malili. Keberadaan peraturan daerah yang mengatur pengelolaan Kompleks Danau Malili yang secara komprehensif mengakomodasi kepentingan konservasi, pemanfaatan dan pengendalian daya rusak air danau serta pelestarian keanekaragaman hayati danau yang sebagaian besar adalah spesies endemik. Germadan Matano
9
Berdasarkan pada kebijakan yang ada maupun rancangan kebijakan yang akan disusun, maka pengelolaan ekosistem Danau Matano didasarkan pada Visi melestarikan keunikan ekosistem Danau Matano sebagai laboratorium alami berbagai spesies endemik dan untuk menjadi warisan dunia. Sedangkan Misi pengelolaan ekosistem Danau Matano adalah: 1. Melakukan tindakan pencegahan, pengawasan dan penyelamatan kawasan hutan di daerah DTA dan lereng dari illegal loging atau pembalakan hutan dan perladangan. 2. Melakukan tindakan pencegahan masuknya dampak erosi, limbah berbahaya dan sampah sintetik yang dapat mengancam keunikan, keindahan dan komponen ekosistem Danau Matano. 3. Mewujudkan kesadaran serta peningkatan kapasitas dan peran serta masyarakat sekitar danau dalam melakukan tindakan pencegahan dan pengawasan intoduksi spesies invasif yang dapat mengancam eksistensi ikan-ikan endemik Danau Matano. 4. Melakukan upaya-upaya pengaturan dan pengawasan pemanfaatan kawasan sempadan danau secara berlebihan sebagai kompleks pemukiman, industri dan kegiatan-kegiatan lainnya. 5. Melakukan upaya-upaya antisipasi dengan penyediaan regulasi terhadap pemanfaatan danau sebagai kawasan wisata, perikanan budidaya, transportasi dan pemanfaatan lainnya yang berdampak buruk terhadap keberlanjutan komponen ekosistem Danau Matano. 6. Menggalakkan kegiatan penelitian dalam berbagai bidang ilmu untuk mengungkap misteri keunikan sekaligus menjadi tolak ukur upaya-upaya konservasi sumbedaya alam Danau Matano. Ruang lingkup gerakan penyelamatan diawali dengan melakukan analisis SWOT untuk menemukenali akar permasalahan yang dapat menjadi ancaman kelestarian sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati Danau Matano yang umumnya adalah spesies endemik. Oleh 10
Germadan Matano
karena itu, dirumuskanlah program-program yang dikelompokkan menjadi Program Super Prioritas (utama) dan Program Prioritas (pendukung). Program-program tersebut saling terintegrasi dan bersinergis dalam bentuk rencana aksi penyelamatan Danau Matano yang diuraikan pada bagian tersendiri dalam dokumen ini. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka untuk mengukur tingkat keberhasilan masing-masing program, maka disusun dalam 5 tahun tahapan pertama melalui 3 pendekatan yang terintegrasi dan saling sinergis (Gambar-1.1). Ketiga pendekatan untuk gerakan penyelamatan Danau Matano adalah: 1) dukungan riset dan teknogi untuk mengungkap misteri keunikan dan upaya pelestarian sumberdaya hayati perairan Danau Matano; 2) peningkatan peran pemerintah, stakeholder dan masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam secara berimbang dengan kebutuhan konservasi; dan 3) Pengembangan kelembagaan dan peningkatan peran serta masyarakat untuk kemajuan pariwisata. berbasis kearifan lokal, 1.5. Tujuan dan Kegunaan A. Tujuan Penyusunan gerakan penyelamatan Danau Matano bertujuan untuk memberikan pedoman rencana penyusunan program, kebijakan, dan peraturan daerah tentang pengelolaan dan pemanfaatan secara berimbang antara kepentingan konservasi sumberdaya alam dengan kepentingan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan danau. Sedangakan tujuan khusunya adalah sebagai berikut: 1. Mengambil tindakan tegas untuk mengawasi dan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang ada tentang kehutanan dan kawasan konservasi terkait dengan illegal loging, perladangan dan sejenisnya di daerah DTA dan lereng yang dapat memberi dampak terhadap penurunan fungsi ekosistem danau. 2. Mempersiapkan peraturan daerah tentang penataan pembangunan di daerah sempadan danau, khususnya sarana dan prasarana Germadan Matano
11
umum, pemukiman dan pengembangan wilayah, termasuk pengembangan objek wisata dengan mengangkat nilai keunikan Danau Matano dan budaya lokal masyarakat disekitar danau. 3. Menjalin kerjasama dengan semua stakeholders, tokoh masyarakat, pemerintah dan instasi terkait menyangkut pemanfaatan, pengelolaan dan pelestarian sumberdaya hayati ekosistem Danau Matano, baik di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten. 4. Menjalin kerjasama penelitian dengan perguruan tinggi, lembaga riset dan pihak swasta termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) baik nasional maupun internasional untuk mengungkap tabir kenuikan danau purba ini yang kaya dengan spesies endemik. 5. Melalukan pemantauan kualitas air Danau Matano secara reguler sebagai data base untuk melihat perubahan status trofik dan status mutu air Danau Matano sejalan dengan perkembangan dan perjalanan waktu.
B. Kegunaan Sejalan dengan tujuan yang akan dicapai, maka kegunaan Gerakan Penyelamatan Danau Matano yang dapat diperoleh adalah: 1. Mencegah kerusakan komponen ekosistem danau akibat berbagai aktivitas masyarakat di daerah DTA, lereng, sempadan dan perairan danau; 2. Sebagai pedoman dalam menyusun program pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam pada kawasan sekitar ekosistem danau maupun kawasan ekosistem danau yang berdaya guna bagi kepentingan seluruh masyarakat dan lestari tanpa batas. 3. Melestarikan fungsi ekosistem danau sebagai habitat alami berbagai spesies endemik seperti ikan, krustase, moluska dan biota perairan lainnya sebagai kekayaan sumberdaya genetik Indenesia; 4. Tersedianya data base tentang kondisi eksisting danau yang menjadi dasar dalam menilai dan mengevaluasi perubahan12
Germadan Matano
Indenesia; 4. Tersedianya data base tentang kondisi eksisting danau yang perubahan yang mungkin terjadi pada komponen ekosistem
menjadi dasardimasa dalamakan menilai Danau Matano datang.dan mengevaluasi perubahanperubahan yang mungkin terjadi pada komponen ekosistem .
Gambar-1.1. Pendekatan Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Matano Danau Matano dimasa akan datang.
Gambar-1.1. Pendekatan Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Matano
16
Germadan Matano
13
14
Germadan Matano
BAB II GAMBARAN UMUM DANAU MATANO 2.1. Profil Danau Matano 2.1.1. Tipe dan Karakateristik Danau Danau Matano merupakan salah satu dari lima danau yang terdapat di dalam “Kompleks Danau Malili” yaitu: Matano, Mahalona, Towuti, Masapi dan Wawantoa. Secara geografis Danau Matano terletak pada koordinat: 2°29′16″S 121°21′07″E yang berada di dalam wilayah Kabupaten Luwu Timur, Propinsi Sulawesi Selatan. Danau Matano merupakan sebuah danau tektonik purba yang terbentuk dari aktifitas pergerakan lempeng kerak bumi pada akhir masa Pliosin sekitar 2-4 juta tahun yang lalu (Haffner et al. 2001) dan posisi danau tepat berada di atas zona patahan/sesar aktif yang disebut “patahan matano” (Ahmad, 1977). Istilah “matano” dalam bahasa masyarakat lokal (Desa Matano) berarti “mata air” atau sumber air dan lokasi di mana sumber air tersebut telah dibangun kolam berukuran 8 x 12 m. Dari dasar kolam bermunculan gelembung-gelembung air yang tak henti-hentinya tampak seperti kehidupan yang lahir dari dalam perut bumi. Penduduk di Desa Matano memanfaatkan sumber mata air tersebut sebagai air bersih untuk kebutuhan sehari-harinya. Penggenangan Danau Matano bukan berasal dari pembentukan aliran sungai, meskipun beberapa anak sungai yang mengalikan air ke dalamnya, tetapi terjadi dari ribuan mata air yang keluar dari sekeliling dinding danau hingga ke dasar danau sehingga tinggi muka air relatif stabil dan tidak akan pernah mengalami kekeringan Menurut de Jesus, (2007) bahwa kedalaman Danau Matano adalah 587 m dan termasuk danau terdalam kesepuluh di dunia serta danau terdalam di Asia Tenggara dan di Indonesia. Pengukuran kedalaman dilakukan dengan menggunakan perangkat teknologi “EdgeTech, subprofiling system”. Data seismic yang diperoleh selanjutnya dilakukan Germadan Matano
15
digitasi secara manual dengan EdgeTech Direct and Microsoft Excel. Menurut beberapa sumber bahwa pengukuran kedalam Danau Matano digitasi secara manual dengan EdgeTech Direct and Microsoft Excel. Menurut beberapa sumber bahwa pengukuran kedalam Danau Matano dengan sekitar setengah menemukan bahwamenggunakan kedalaman “echosounder” mencapai 588 meter dan abad sekaligus yang lalu dan menemukan bahwa kedalaman mencapai 588 meter dan sekaligus dasar danau. memetakan dasar memetakan danau.
dengan menggunakan “echosounder” sekitar setengah abad yang lalu dan
Gambar-2.1. Peta batimetri Danau Matano Gambar-2.1. batimetri Danau Matano (Sumber:Peta Sargon de Jesus, 2007). (Sumber: Sargon de Jesus, 2007).
Elevasi permukaan Danau Matano berada pada ketinggian 394 m Elevasi permukaan Danau Matano berada pada ketinggian 394
dari permukaan laut (dpl) berarti bahwa bagian terdalam m dari permukaan laut yang (dpl) yang berarti bahwa bagian terdalamdari daridasar dasar Danau Matano berada sekitar 197 m di bawah permukaan laut
Danau Matano beradaSedangkan sekitar 197 m maksimum di bawah adalah: permukaan (cryptodepression). Panjang ± 28 laut km, lebar maksimum ± 8 km, dan luas permukaan ± 164,1 km2. Peta ± 28 km, Batimetri Danau Matano (Gambar-2.1) menunjukkan beberapa tingkat kedalaman. Warna kuning kehijauan menunjukkan kedalaman yang relati dangkal yaitu kurang dari 100 m dan biru tua menunjukkan bagian
(cryptodepression). Sedangkan Panjang maksimum adalah: 18
16
Germadan Matano
dari 100 m. Pada kedalaman lebih besar dari 100 m hingga dasar danau bersifat anaerobik, meskipun cahaya matahari hingga dasar danau yang terdalam. Menurut Crowe,dapat et.al., menembus (2008) bahwa perairan Danau Matano yang mengandung oksigen terlarut hanya
kedalaman 100 m. Sedangkan sedimenlebih dasar Danau Matano pada lapisan kurang dari 100 m.Struktur Pada kedalaman besar dari 100 m hingga dasar danau bersifat anaerobik, meskipun cahaya matahari dapat menembus hingga kedalaman 100 m. Sedangkan Struktur dasar Danau (Gambar-2.2) terdiri pecahan batu halus,sedimen pasir halus, lumpurMatano atau pasir halus, liat danatas lumpur, serta partikel atau kerikil kasar. pasir atau kerikil halus, pasir halus, lumpur atau pasirmenempel halus, liat pada dan lumpur, serta dasar partikeldanau. liat yang menempel pada liat yang permukaan permukaan dasar danau.
(Gambar-2.2) terdiri atas pecahan batu atau kerikil kasar. pasir atau kerikil
Gambar-2.2. Peta struktur struktur sedimen sedimen dasar dasar Danau DanauMatano Matano Gambar-2.2. Peta (Sumber: Sargon de Jesus, 2007). (Sumber: Sargon de Jesus, 2007). 2.1.2. Hidrologi Danau Danau Matano merupakan bagian dari sistem danau dalam “Kompleks Danau Malili” (Gambar-2.3) terhubung secara “kaskade” dengan Danau Mahalona dan Danau Towuti yang terletak lebih rendah,
19
Germadan Matano
17
dan masih terdapat dua danau kecil lainnya yang di kenal sebagai danau satelit yaitu, Danau Wawantoa dan Masapi. Air dari Danau Matano yang terletak pada elevasi 394 m dpl mengalirkan ke Danau Mahalona yang berada pada elevasi yang lebih rendah 392 m dpl melalui Sungai Petea, dari Danau Mahalona air selanjutnya mengalir ke Danau Towuti yang berada pada elevasi 319 m dpl melalui Sungai Tominanga. Air dari Danau Wawantoa yang berada pada elevasi 595 m dpl mengalir masuk ke Danau Towuti melalui Sungai Lantoa. Kemudian dari Danau Towuti air mengalir keluar melalui Sungai Larona. Sedangkan Danau Masapi yang berada pada elevasi 443 m dpl tidak memiliki hubungan dengan danau lainnya. Danau yang bentuknya menyerupai kawah ini memiliki aliran sungai tersendiri yang akan menyatu dengan Sungai Larona. Aliran Sungai Larona ini menyatu dengan Sungai Malili sebelum bermuara ke teluk Bone. Sumber air Danau Matano berasal dari beberapa mata air yang muncul dari dinding hingga kedasar danau dan catchment area di sekitarnya. Kawasan hutan Danau Matano dikelilingi oleh daerah perbukitan yang berhutan lebat dengan pepohonan yang cukup besar. Sungai-sungai kecil banyak ditemukan di kaki bukit dan umumnya mengalir menuju danau antara lain Sungai Lawa, Sungai Lemolengku, Sungai Lemo-Lemo, Sungai Lamoare, Sungai Lawewu dan lain-lain. Sungai-sungai tersebut berperan sebagai penyuplai air (river inlet) ke dalam danau dan diperkiranan terdapat 10 sungai/anak sungai. Dengan demikian perbedaan tinggi muka air (TMA) Danau Matano relatif konstan dengan variasi tahunan ± 56 cm pada musim penghujan dan musim kemarau.
18
Germadan Matano
2.1.3. Ekologi Perairan Danau Danau adalah badan air yang dibatasi oleh daratan (Welcomme, 2001) dan menempati daerah yang relatif kecil pada permukaan bumi dibandingkan dengan ekosistem laut dan daratan. Secara fisik, ekosistem danau merupakan suatu tempat luas yang mempunyai air tetap, jernih atau beragam dengan aliran tertentu (Golterman, 1975). Selanjutnya dijelaskan bahwa danau adalah badan air alami yang selalu tergenang sepanjang tahun dan mempunyai mutu air tertentu yang beragam dari satu danau ke danau yang lain serta mempunyai produktivitas biologi yang tinggi. Secara umum dikenal tiga bentuk danau berdasarkan perkembangan geologisnya, yaitu danau patahan, celah dan depressi (Mustafa, 1991). Ketiga bentuk danau tersebut memiliki ciri khas terutama keadaan sumberdaya airnya. Danau Matono termasuk Germadan Matano
19
dengan variasi tahunan ± 56 cm pada musim penghujan dan musim
kemarau.
Gambar-2.3. Peta sistem danau dalam Kompleks Danau Malili
Gambar-2.3. Peta sistem danau dalam Kompleks Danau Malili
bentuk danau celah, karena memiliki sumberdaya air yang berasal dari dalam danau itu sendiri dan telah berkembang berjuta tahun silam. Berdasarkan pada ciri sumberdaya air tersebut maka Danau Matano dapat dikelompokkan kedalam “danau meromiktik dataran rendah” yang bersifat terbuka dengan pola stratifikasi air “alomiktik”. Fluktuasi TMA pada danau patahan dan danau celah umumnya lebih rendah pada dua musim yang berbeda dibandingkan dengan danau depressi. Danau Matano menunjukkan fluktuasi TMA yang relatif konstan (± 56 cm) antara musim hujan dan musim kemarau. Berdasarkan pada penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan, maka Danau Matano memiliki semua zona pewilayahan danau yaitu: zone litoral, zone limnetik, zona profundal dan zona bentik. Menurut McComas (2003), zone litoral merupakan daerah pinggiran danau yang dangkal dan banyak di tumbuhi tanaman air yang berakar di dasar dan daunnya mencuat ke atas permukaan. Komunitas organisme pada zona ini sangat beragam termasuk jenis-jenis ganggang yang menempel (epifiton dan perifiton), berbagai moluska, krustacea, ikan, amfibi dan reptilia air seperti kura-kura dan ular. Zona litoral Danau Matano berbeda dengan danau-danau pada umumnya, dimana banyak di tumbuhi tanaman air yang berakar dan daunnya mencuL ke permukaan air serta dihuni beragam biota, termasuk ganggang yang menempel (epifiton dan perifiton), moluska, krustacea, ikan, amfibi dan reptilia air. Sedangkan pada Danau Matano, tanaman air yang ditemukan pada zona litoralnya sangat terbatas jenis dan populasinya baik tanaman air yang melayang di dalam air (submergent plant), maupun tanaman air terapung yang berakar di dasar (roted floating plant). Sedangkan tanaman air yang terapung bebas (floating plant) sampai saat ini belum ditemukan. Zona limnetik Danau Matano merupakan daerah perairan terbuka dimana penetrasi cahaya matahari mencapai lapisan air yang cukup dalam karena didukung oleh air danau yang jernih. Tidak ditemukan perubahan warna air pada zona ini karena fitoplankton, ganggan dan tumbuhan air yang melayang serta padatan tersuspensi. Proses 20
Germadan Matano
fotosintesis berlangsung sangat efektif pada zona ini, demikian juga dengan absorbsi energi cahaya matahari sehingga suhu air permukaan meningkat dengan cepat pada siang hari sehingga dapat menghasilkan stratifikasi suhu pada kedalam tertentu. Zone profundal pada Danau Matano tentunya berada pada lapisan air yang dalam karena dinding danau yang terjal dan kecerahan air yang tinggi. Zona ini ditandai dengan kondisi yang gelap atau tidak mendapat penetrasi cahaya matahari (daerah afotik) dan dihuni oleh cacing dan mikroba. Mikroba dan organisme lain yang memanfaatkan oksigen untuk respirasi selulernya setelah mendekomposisi detritus yang jatuh dari lapisan limnetik. Sedangkan Zone bentik merupakan bagian dasar danau yang selalu mendapat limpahan sisa-sisa organisme mati dari daerah lapisan atas danau. Zona ini dihuni oleh bakteri dan organisme bentos yang bersifat anaerobik. Pada danau-danau yang dalam seperti Danau Matano, air di zona bentik tidak lagi mendapat suplai oksigen terlarut baik melalui fotosintesis maupun turbulensi air dari lapisan fotik yang ada diatasnya. Karakteristik fisika, kimia dan bilogis ekosistem Danau Matano selain dipengaruhi oleh kondisi geomorfologi dan kegiatan manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam disekitar daerah tangkapan air (DTA), juga dipengaruhi oleh proses internal yang terjadi di dalam danau itu sendiri. Kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam pada ekosistem di sekitar Danau Matano seperti penambangan biji nikkel, pengusahaan hutan, pertanian, pengembangan kawasan pemukiman dan pemanfaatan lainnya. Kegiatan tersebut akan menjadi ancaman terhadap keseimbangan komponen abiotik dengan komponen biotik ekosistem Danau Matano dan sekaligus akan mengancam keberadaan spesies endemik dimasa mendatang. Di samping itu, kehadiran spesies invasif seperti ikan Lele dumbo, Louhan, Nila, Karper, Bawal, dan ikan Sapu-Sapu dan lain-lainnya merupakan bentuk ancaman tersendiri terhadap kelestarian spesies endemik Danau Matano. Keseimbangan ekosistem Danau Matano dapat berubah seiring perjalanan waktu akibat pengaruh atau tekanan dari perubahan Germadan Matano
21
ekosistem disekitar danau serta dampak aktivitas manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam. Oleh sebab itu ekosistem danau menawarkan dua hal, yaitu sebagai badan air yang paling praktis dan murah untuk kebutuhan domestik dan industri, dan sebagai sistem penerima limbah dari ekosistem sekitarnya yang memadai dan murah. Kondisi inilah yang menyebabkan Danau Matano sangat beresiko untuk mengalami perubahan keseimbangan komponen ekosistem yang ada di dalamnya. Menurut Goldmen dan Horne (1989), danau dapat dikelompokkan berdasarkan produksi materi organik-nya atau kandungan hara (tingkat kesuburan), yaitu, oligotrofik, mesotrofik, eutrofik dan hipertrofik. Berdasarkan pada kriteria tersebut maka Danau Matano samapai saat ini termasuk kedalam danau oligotrof, bahkan sebagian peneliti menggolongkan kedalam danau “ultra oligotrof” (Haffner, et al., (2001). Hasil pengamatan beberapa parameter kualitas air dari sampel air yang diambil pada lapisan permukaan Danau Matano antara lain: Kandungan Nitrat (NO3-) pada bulan Juni 2013 berkisar antar 0,001 – 0,049 mg/L dan bulan Oktober 2013 berkisar antara tidak terdeteksi (tt) – 0,001 mg/L dengan nilai rata-rata dari dua kali pengamatan tersebut adalah 0,0095 mg/L. Kandungan total phosfat (T-P) antara 0,28 – 0,78 mg/L pada bulan Juni 2013 dan pada bulan Oktober 2013 T-P tidak terdeteksi pada semua titik pengambilan sampel, dengan nilai rata-rata dari dua kali pengamatan tersebut adalah 0,0023 mg/L. Konsentrasi kedua unsur hara ini termasuk sangat rendah dan jauh di bawa baku mutu air kelas II yang dipersyaratkan untuk nitrat 10 mg/L dan T-P 0,2 mg/L. Unsur nitrat dan phosfat merupakan makronutrient yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan produser primer di dalam ekosistem perairan. Oleh sebab itu, perairan Danau Matano digolongkan kedalam danau oligotrof atau perairan dengan tingkat kesuburan rendah. Sulfat, bahan organik dan inorganik, baik yang terlarut maupun yang tersuspensi sangat rendah. Ini menyebabkan perairan di danau ini menjadi sangat jernih sehingga cahaya matahari dapat menembus kelapisan yang lebih dalam. Menurut Crowe, dkk., (2008b), transmisi 22
Germadan Matano
cahaya matahari pada perairan Danau Matano masih mencapai 99% pada kedalaman 200 m. Kandungan sulfat lapisan air permukaan Danau Matano, baik sebagai ion SO4- maupun sebagai H2S rata-rata berkisar antara 0,690 dan 0,0016 mg/L. Ion SO42- pada Danau Matano terdeteksi hingga kedalam 110 -120 m dan setelah kedalaman tersebut ion sulfat mengalami reduksi karena kondisi air danau yang an-erobik (Crowe dkk., 2008b). Hal ini menciptakan lingkungan yang sempurna bagi berkembangnya bakteri sulfur-hijau yang bersifat fototrof di lingkungan anaerob. Selanjutnya Crowe dkk., (2008b) menganalogikan bahwa kondisi lingkungan perairan di Danau Matano, mirip dengan kondisi lautan pada masa awal munculnya kehidupan pertama dibumi sekitar 2,5 – 4,0 milyar tahun yang lalu. Sebaliknya, kandungan garam-garam terlarut seperti kalsium dan magnesium, dari dua kali pengamatan diperoleh rata-rata kedua garam tersebut adalah 27,608 mg/L dan 77,124 mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa perairan Danau Matano memiliki total alkalinitas dan kesadahan yang tinggi. Dengan demikian perairan Danau Matano memiliki pH air yang matap, terbukti dari dua kali pengamatan pada semua titik sampel, pH berkisar antara 7,65 -7,66. Sedangkan kandungan logam – logam seperti besi (Fe2+), mangan (Mn2+), tembaga (Cu) dan timbal (Pb) kelarutannya pada lapisan permukaan air danau tergolong rendah dan bervariasi tergantung musim. Pada pengamatan bulan Juni atau periode musim hujan ditemukan kandungan logam-logam tersebut pada setiap titik pengamatan dengan nilai rata-rata: besi 0,150 mg/L, mangan 0,024 mg/L, tembaga 1,316 mg/L dan timbal 0,071 mg/L. Sedangkan pengamatan pada bulan Oktober atau periode musim kemarau, tidak ditemukan kandungan logam-logam tersebut pada semua titik pengamatan, kecuali timbal dengan nilai rata-rata 0,071 mg/L. Selain kondisi fisik dan kimiawi-nya yang unik, Danau Matano juga menjadi laboratorium alam yang penting bagi peneliti biologi. Posisi danau yang terisolasi selama jutaan tahun menyebabkan jenis flora dan fauna di Danau Matano menjadi sangat unik dan tidak ditemukan Germadan Matano
23
ditempat lain di manapun (endemik). Sekitar 11 jenis ikan endemik, 9 diantaranya adalah familia Thelmatherinidae dan 1 famili Gobiidae (Glossogobius matanensis), 1 jenis udang dari famili Atydae yaitu Caridina dennerlidan 2 jenis kepiting dari famili Gecarcinucidae yaitu Parathelphusa pantherina dan Syntripsa matannensis serta 1 jenis moluska dari familia Pachychilidae yaitu Tylomelania patriarchalis. Dengan demikian terdapat 14 jenis biota perairan yang ditemukan endemik di Danau Matano. Ikan endemik Danau Matano tergolong “vulnerable” atau rentan terhadap kepunahan. Artinya, ikan-ikan endemik tersebut menghadapi ancaman kepunahan yang tinggi akibat kecilnya ukuran habitat dan terbatasnya daerah sebaran. Tabel-2.1. Kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Sungai Larona No 1 2 3
PLTA Larona Balambano Karebbe
Kapasitas (MW) 165 110 90
Elevasi Puncak (m dpl) 322 167 79,5
Tahun Operasi 1979 1999 2011
2.1.4. Sumberdaya Air Danau Sumber daya air Danau Matano yang diperkirakan mencapai ± 92 juta m3 dengan masa tinggal di dalam danau ± 100 tahun, tlah dimanfaatkan sebagai sumber air baku PDAM Sorowako, wisata termasuk wisata selam, transportasi dan perikanan. Sumber daya air Danau Matano yang terhubung secara kaskade ke Danau Mahalona, Danau Towuti dan selanjutnya mengalir ke Sungai Larona telah di dimanfaatkan untuk keperluan tiga Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yaitu Larona, Balambano dan Karebbe (Tabel-2.1) Energi listrik yang dihasilkan selain dimanfaatkan untuk keperluan PT. Vale dan kota Sorowaku, juga melayani kebutah listrik masyarakat kabupaten Luwu Timur, Luwu Utara, Kota Palopo dan Kabupaten Luwu.
24
Germadan Matano
2.1.5. Sumberdaya Hayati Danau Danau Matano merupakan habitat alami dari 11 jenis ikan air tawar endemik atau lebih dari 90 % spesies ikan yang hidup di dalamnya adalah endemik dan juga merupakan habitat alami dari 76% dari 27 jenis Moluska (siput atau keong dan kekerangan) air tawar endemik Sulawesi (Whitten et al, 1987). Ahli biologi pertama yang mengunjungi ke lima danau dalam kompleks danau Malili adalah Rudolf Woltereck yang dipublikasikan pada tahun 1933 pada saat dilakukannya Ekspedisi Wallacea I, namun semua koleksinya habis pada perang dunia II. Sedangkan ahli taksonomi yang terakhir Dr. Maurice Kottelat (1988-1989) dan berhasil mengidentifikasi jenis-jenis ikan di Danau Matano. Menurut Hadiaty dan Wirjoatmodjo (2002) bahwa biota akuatik (Tabel-2.2) di Danau Matano dan danau lainnya di dalam Kompleks Danau Malili mempunyai keanekaragaman yang lebih kaya dibanding danau lain di Indonesia bagian timur. Terdapat 12 familia dari kelompok ikan dan masing-masing satu familia dari kelompok udang, kepiting, moluska dan kekerangan yang ditemukan di Danau Matano (Tabel-2.2) dan familia yang mempunyai spesies terbanyak adalah Telmatherinidae dan 10 spesies dari Telmatherinidae semuanya adalah endemik. Salah satu dari spesies endemik tersebut yaitu Telmatherina sp merupakan spesies yang baru ditemukan (Hadiaty dan Wirjoatmodjo, 2002) dan satu genus dari familia Telmatherinidae juga dianggap baru yaitu Paratherina wolterecki. Spesies endemik lainnya adalah ikan Butini (Glossogobius matanensis) yang merupakan salah satu dari tiga aggota familia Gobiidae yang ditemukan di Danau Matano. Sedangkan dua familia Gobiidae lainnya yaitu Mugilogobius latifrons atau Mugilogobius cf. adeia) dan Dermogenys ebradti (nama lokal ikan Dui-dui), Oryzias matanensis (nama lokal ikan Pangkilan atau Bonti), Aplocheilus panchax (nama lokal ikan Kepalah timah serta Poecilia reticuluta (nama lokal ikan Cupang). Semua spesies dari kedua familia Gobiidae tersebut di atas adalah endemik Kompleks Danau Malili karena selain ditemukan di Danau Matona juga terdapatdi di Danau Mahalona dan Danau Towuti. Germadan Matano
25
Kelompok udang-udangan dan kepiting yang terdapat di Danau Matano antara lain udang bintik putih (Caridina dennerli), udang coklat (Caridina holthuisi), udang lamak (Caridina. lanceolata) dan udang tawon merah (Caridina. loehae). Sedangkan kepiting adalah kepiting macan tutul (Parathelphusa pantherina) dengan nama lokal “Bungka Gori”, kepiting Syntripsa matannensis dengan nama lokal “Bungka Ito” dan kepiting Nautilothelphusa zimmeri dengan nama lokal “Bungka Wanta”. Semua spesies kepiting ini bernilai ekonomis dan ditangkap masyarakat sebagai salah satu sumber protein dalam menu makanan sehari-hari. Sedangkan kelompok moluska meliputi siput dan kerangkerangan yang ditemukan di Danau Matano ada sembilan jenis. Jenis siput adalah Melania insulaesacrae, M. grammifer, M. palicolarum, M. sanasinorus, M. patriarchalis, M. zeamais dan Brotia sp. Sedangkan jenis kerang-kerangan adalah Corbicula matannensis dan Corbicula. moltkeana. Siput dan kekerangan ini dikumpulkan masyarakat sebagai menu makanan. Tabel-2.2. Biota akuatik yang ditemukan di Danau Matano No
Familia
A. Kelompok Ikan 1. Telmatherinidae
2. Hemiramphidae 3. Oryziidae 4. Gobiidae
26
Germadan Matano
Nama Lokal Opudi Opudi Opudi Opudi Opudi Opudi Opudi Opudi Opudi Opudi Dui-dui Lunyar Butini Butini Butini
Spesies Ikan Nama Ilmiah Telmatherina bonti T. antoniae T. abendanoni T. obscura T. opudi T. prognatha T. sarasinorum T. wahyui Telmatherina sp)* Paratherina wolterecki Dermogenys weberi Oryzias matanensis Mugilogobius latifrons Mugilogobius cf. adeia Glossogobius matanensis
Keterangan Endemik Matano Endemik Matano Endemik Matano Endemik Matano Endemik Matano Endemik Matano Endemik Matano Endemik Matano Endemik Matano Endemik Matano Endemik Malili Likes Endemik Malili Likes Endemik Malili Likes Endemik Malili Likes Endemik Matano
No
Familia
5. Aplocheilid 6. Poecilii 7. Clariidae 8. Anabantidae 9. Channidae 10. Cyprinidae 11. Cichlidae 12. Loricariidae B. Kelompok Udang 13. Atyidae
Nama Lokal Kepalah timah Cupang Lele lokal Lele dumbo Betok Gabus Karper Bawal Nila Lou han Sapu-sapu U. bintik putih Udang coklat Udang lama U.tawon merah
C. Kelompok Kepiting 14. Gecarcinucidae Bungka gori Bungka ito Bungka wanta D. Moluska dan Kekerangan 15. Pachychilidae Keong totol
16. Cyrenidae
Kerang danau Kerang danau
Spesies Ikan Nama Ilmiah Aplocheilus panchax Poecilia reticuluta Clarias batrachus Clarias gariepinus Anabas testudineus Channa striata Cyprinus carpio Colossoma macropomum Oreochromis niloticus Amphilophus sp Hypostomus plecostomus
Keterangan Endemik Malili Likes Endemik Malili Likes Tersebar luas Spesies invasif Tersebar luas Tersebar luas Spesies invasif Spesies invasif Spesies invasif Spesies invasif Spesies invasif
Caridina dennerli C. holthuisi C. lanceolata C. loehae
Endemik Matano Endemik Malili Likes Endemik Malili Likes Endemik Malili Likes
Parathelphusa pantherina Syntripsa matannensis Nautilothelphusa zimmeri
Endemik Matano Endemik Matano Endemik Malili Likes
Tylomelania patriarchalis Melania zeamais M. insulaesacrae M. grammifer M. palicolarum M. sanasinorus Brotia sp Corbicula matannensis Corbicula moltkeana
Endemik Matano Endemik Matano Endemik Malili Likes Endemik Malili Likes Endemik Malili Likes Endemik Malili Likes Endemik Malili Likes Endemik Malili Likes Endemik Malili Likes
Sumber: Hadiaty dan Wirjoatmodjo (2002); Ubaidillah, dkk., (2013) dan Husnah, dkk., (2008), dan )* Diduga spesies yang baru ditemukan.
Penangkapan yang terus menerus terhadap spesies endemik serta dampak pencemaran dan kehadiran spesies invasif akan mengancam Germadan Matano
27
kelestarian sumberdaya hayati Danau Matano ini. Jenis alat tangkap yang digunakan masyarakat di Danau matano antara pancing, jaring ingsang, perangkap (bubu), jala lempar dan jaring angkat (lift net). Tidak ditemukan masyarakat dengan profesi khusus sebagai nelayan di Danau Matano, melainkan hanya sebagai pekerjaan sampingan atau sekedar menyalurkan hobi. Dengan demikian jumlah dari alat tangkap tersebut di atas tidak terdata dengan baik pada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Luwu Timur. Budidaya ikan dalam karamba pada mulanya hanya dilakukan oleh warga masyarakat di sekitar rumah bagi bermukim di atas perairan Danau Matano, yaitu di daerah litoral danau di pinggiran kota Sorowako dan hanya bersifat subsisten. Namun sejak memasuki awal tahun 2014 kegiatan budidaya ikan dalam karambah mulai berkembang pesat, baik yang dilakukan dengan sistim pen culture maupun dengan sistem Karambah Jaring Apung (KJA) dan telah menyebar di daerah litoran dan sub-litoral danau. Jenis ikan yang di budidayakan adalah ikan nila (Oreochromis niloticus), ikan bawal (Colossoma macropomum) dan ikan karper atau ikan mas (Cyprinus carpio). Kegiatan budidaya ikan dalam karamba yang dilakukan di perairan yang relatif tenang sperti danau dan waduk, harus diwaspadai dampak pencemaran limbah organik yang berasal dari sisa pakan yang tidak termakan dan feses ikan maupun hasil ekresi ikan dalam bentuk amoniak (NH3). Limbah organik tersebut akan menciptakan kondisi an-aerobik pada lapisan air di sekitar dasar perairan. Kondisi demikian sangat berbahaya bagi ikan-ikan endemik danau yang memijah dengan cara meletakkan telurnya pada sedimen dasar seperti bebatuan (rock spowners), pasir (sand spowners) dan ikan-ikan yang membuat sarang pada celah-celah batuan dan krikil (rock and gravel nesters) di dasar perairan. Telur-telur ikan tersebut akan gagal menetas karena selama inkubasi perkembangan embrio di dalam telur membutuhkan oksigen yang bersumber dari air, sementara oksigen terlarut akan defisit pada dasar perairan yang mengandung banyak bahan organik.
28
Germadan Matano
2.1.6. Kualitas Air Danau Kualitas air secara luas dapat dinyatakan dengan semua parameter fisika, kimiawi dan biologi termasuk berbagai zat, energi atau komponen lain di dalamnya yang mempengaruhi manfaat penggunaan air bagi manusia baik langsung maupun tidak langsung. Sedangkan air merupakan senyawaan yang mutlak diperlukan bagi hidup dan kehidupan organisme. Air juga merupakan senyawaan yang bersifat pelarut universal. Berdasarkan hal tersebut, maka tidak ada body water atau perairan alami yang murni melainkan didalamnya selalu terlarut unsur dan senyawa lainnya. Dengan terlarutnya unsur dan senyawa-senyawa lain, maka air merupakan komponen ekologis yang penting peranannya bagi hidup dan kehidupan organisme perairan. Sebaliknya. Apabila didalamnya terlarut atau terkabdung senyawa dan unsur yang bersifat racun dan atau menggangu bagi hidup dan kehidupan organisme, maka nilai guna air dan atau perairan tersebut menjadi menurun atau bahkan rusak. Pengambilan sampel air permukaan Danau Matano pada beberapa titik (Tabel-2.3) dilakukan dua kali pada waktu yang berbeda, yaitu bulan Juni dan Oktober 2013. Berdasarkan kondisi iklim bahwa bulan Juni adalah musim hujan dan bulan Oktober adalah musin kemarau di kawasan Danau Matano dan sekitarnya. Dengan demikian pengambilan sampel air danau mewakili dua musim yang berbeda. Tabel-2.3. Posisi pengambilan sampel di permukaan air Danau Matano Kode Sampling MTN-1 MTN-2 MTN-3
Posisi Geografis S : 020 30’ 17,1” E : 1210 19’ 52,6” S : 020 25’ 53,4” E : 1210 13’ 25,4” S : 020 27’ 14,4” E : 1210 16’ 50,6”
Keterangan Intake PDAM Muara Sungai Lawa Ditengah danau
Germadan Matano
29
Kode Sampling MTN-4 MTN-5 MTN-6 MTN-7
Posisi Geografis S : 020 27’ 02,1” E : 1210 20’ 16,1” S : 020 29’ 24,2” E : 121023’24,9” S : 020 31’ 14,9” E : 1210 21’ 55,6” S : 020 30’ 58,7” E : 1210 21’ 10,0”
Keterangan Depan Dermaga Nuha Ditengah danau Sorowako Lama (Muara Sungai Lamoare) Sorowako Lama (Muara Sungai Lawewu)
Hasil pengukuran parameter kualitas air pada beberapa titik sampel di permukaan Danau Matano pada Juni 2013 (Tabel-2.4) dan bulan Oktober 2013 (Tabel-2.5). Beberapa parameter kualitas air yang diukur mengalami peningkatan atau perubahan nilai dari dua waktu pengamatan berbeda yang akan diuraikan sebagai berikut: A. Parameter Fisika: 1. Suhu Suhu air danau di daerah tropsi sangat dipengaruhi oleh musim, ketinggian tempat (altitude) dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, kedalaman perairan dan jumlah sinar matahari yang jatuh. Sinar matahari yang jatuh dan sampai ke permukaan air sebagian dipantulkan kembali ke atmosfer oleh permukaan air dan sebagian lagi diteruskan ke dalam kolom air. Jumlah sinar matari yang dipantulkan dan diteruskan tergantung pada sudut datangnya cahaya dengan garis normal dan kondisi permukaan air (bergelombang atau tenang). Garis normal adalah garis tegak lurus dengan permukaan air, sehingga pada siang hari misalnya antara jam 11.00 sampai 13.00 dimana sudut datang cahaya semakin kecil dengan garis normal, maka sinar matahari yang diteruskan kedalam kolom air semakin besar. Pada perairan darat yang relatif tenang, peningkatan suhu permukaan air pada siang hari sangat cepat karena molekul-molekul air akan menyerap energi panas yang terkandung di dalam sinar Menurut Schwoerbel (1987) suhu air merupakan faktor abiotik yang memegang peranan penting bagi hidup dan kehidupan organisme perairan. Hasil pengukuran suhu 30
Germadan Matano
permukaan air Danau Matano pada bulan Juni 0C dan Oktober berkisar antara 28 -30. Berdasarkan hasil tersebut, tidak nampak perbedaan secara signifikan suhu permukaan air Danau Matano antara musim penghujan dan musim kemarau. 2. Warna air Warna perairan dikelompokkan menjadi dua, yautu warna sebenarnya dan warna tampak. Warna sebenarnya adalah warna yang disebabkan oleh bahan-bahan kimia terlarut, sedangkan warna tampak adalah warna yang disebabkan oleh bahan-bahan terlarut dan tersuspensi. Hasil pengamatan warna air Danau Matano pada bulan Juni terdeteksi 1 unit PtCo pada titik pengamatan MTN-1 dimana nilai tersebut masih sangat jauh di bawah baku mutu air kelas II yang dipersyaratkan yaitu 25 PtCO dan 6 titik pengamatan lainnya warna air tidak terdeteksi. Titik pengamatan MTN-1 ini berada dekat pemukiman kota Sorowako, sehingga warna yang terdeteksi tersebut kemungkinan berasalal dari limbah penduduk berupa bahan-bahan organik terlarut. Sedangkan hasil pengamatan pada bulan Oktober, warna air Danau Matano tidak terdeteksi pada semua titik pengamatan. 3. Conductivity Conductivity atau daya hantar listrik adalah gambaran numerik dari kemampuan air untuk meneruskan aliran listrik. Semakin banyak garamgaram terlarut dapat yang terionisasi dan reaktivits bilangan valensi serta konsentrasi ion-ion logam terlarut dalam perairan, maka semakin tinggi daya hantar listrik. Hasil pengukuran conductivity menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada semua titik pengamatan dari 1.742,286 ms/cm pada bulan Oktober menjadi 1.874,286 µmhos/cm pada Juni. Periode bulan Juni merupakan musim hujan di kawasan sekitar Danau Matano. Erosi yang terjadi pada musim hujan di DTA dan sedimen yang masuk ke danau bersama air sungai dan aliran permukaan diduga meningkatkan kelarutan ion-ion positif seperti Mg2+, Mn2+ dan Fe2+ meningkat. Ion-ion tersebut dapat menyebabkan peningkatan conductivity perairan tawar seperti halnya ion Na2+ dan Fe2+ pada air laut. Germadan Matano
31
4. Kecerahan Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara visual dengan cakram seiche dan nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai kecerahan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, keadaan permukaan air ketika pengamatan, kekeruhan dan ketelitian orang yang melakukan pengamatan. Menurut (Sellers dan Morkland 1987). bahwa kecerahan cakram secchi < 3 m adalah tipe peraran yang subur (eutropik), antara 3-6 m kesuburan sedang (mesotrofik) dan > 6 m digolongkan pada tipe perairan kurang subur (oligotrofik). Hasil pengukuran kecerahan air Danau Matano pada bulan Juni berkisar antara 13,77 – 22,01 m dan pada bulan Oktober berkisar antara 12,85 – 19,93 m. Nilai kecerahan tersebut bervariasi pada setiap titik pengamatan. . Hal ini dapat disebabkan karena perbedaan waktu dalam hari pengamatan, kondisi permukaan (ada tidaknya gerakan atau riakan) air pada saat pengamatan, kesalahan pembacaan cakram secchi dan titik lokasi pengamatan dimana terjadi intoduksi padatan tersuspensi dan terlarut ke dalam perairan. Meskipun demikian kecerahan air Danau Matano relatif lebih tinggi dibandingkan dengan danau-danau lain yang ada di Indonesia. 5. Kekeruhan Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dihamburkan oleh bahan-bahan yang tersuspensi di dalam air yang dinyatakan dalam satuan “unit turbiditas”, yaitu satuan kekeruhan yang diukur dengan metode nephelometric adalah “nephelometric turbidity unit” (NTU). Kecerahan dan kekeruhan air secara alami berkorelasi negatif, jika kecerahan air meningkat maka kekeruhan akan berkurang demikian sebaliknya. Hasil pengukuran kekeruhan air Danau Matano pada bulan Juni berkisar antara 3,0 – 6,0 NTU dan bulan Oktober berkisar antara 1,0 – 3,0 NTU. Terdapat perbedaan nilai kekeruhan air Danau Matano antara musim hujan dan musim kemarau. Pada musim hujan yaitu periode bulan Juni kekeruhan cenderung lebih tinggi. Hal ini 32
Germadan Matano
menunjukkan bahwa pada musim hujan, perairan Danau Matano banyak mendapat masukan sedimen baik yang tersuspensi maupun yang terlarut sehingga berpengaruh terhadap kekeruhan. 6. Total Suspended Solid dan Total Disolved Solid Total Suspended Solid (TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi yang berdiameter lebih besar dari 1,0 µm dan tertahan pada saringan dengan diameter pori 0,45 µm. Menurut Effendi (2003), TSS disebabkan oleh lumpur dan pasir halus akibat erosi tanah yang terbawa ke badan air serta jasad-jasad renik seperti alga. Sedangkan Total Disolved Solid (TDS) adalah bahan-bahan terlarut berdiameter lebih kecil dari 10-6 mm dan koloid berdiameter 10-6 mm – 10-3 mm, berupa senyawa kimia dan bahan-bahan lolosberdiameter pada saringan berdiameter bahan lainnya yang loloslainnya pada yang saringan 0,45 µm. TDS 0,45 µm. TDS biasanya disebabkan oleh bahan an-organik berupa biasanya disebabkan oleh bahan an-organik berupa ion-ion yang biasa ion-ion yang biasa ditemukan diperairan seperti kalsium, magnesium, bikarbonat dan besi. ditemukan diperairan seperti kalsium, magnesium, bikarbonat dan besi. Tabel-2.4. Hasil pengukuran kualitasairairpermukaan permukaan Tabel-2.4. Hasil pengukuranparameter parameter kualitas Danau Matano pada bulan Juni 2013 Danau Matano pada bulan Juni 2013 No
Paramter
Satuan
MTN-1
Lokasi Pengambilan Sampel Air MTN-2 MTN-3 MTN-4 MTN-5 MTN-6
MTN-7 Fisika o 1 Suhu 28 28 28 29 29 29 30 C 2 Colour PtCo 1,0 tt tt tt tt tt tt 1830 1830 2000 1810 1800 1830 3 Conductivity µmhos/cm 2020 4 Kecerahan m 16,97 18,42 22,01 18,97 21,54 16,1 13,77 5 Kekeruhan NTU 4,0 6,0 4,0 3,0 3,0 5,0 5,0 6 TSS mg/L 1,7 2,7 1,5 4,0 2,8 2,8 2,7 7 TDS mg/L 78 91 69 94 1.060 1.040 1.065 Kimia pH 8 7,34 7,60 7,52 7,70 7,81 7,77 7,90 Total-P 9 mg/L 0,0028 0,0077 0,0058 0,0042 0,0042 0,0036 0,0033 mg/L 0,002 0,001 0,003 0,001 0,001 0,002 0,003 10 Amoniak (NH3) mg/L 0,028 tt 0,003 0,001 0,022 0,005 0,049 11 Nitrat (NO3-) mg/L tt tt tt tt tt tt tt 12 Nitrit (NO2-) mg/L tt 0,67 tt tt tt tt tt 13 Sulfat (SO4-) 14 S sebagai H2S mg/L 0,001 0,001 0,002 0,002 0,002 0,002 0,001 mg/L 30,03 26,03 26,03 26,03 26,03 22,02 24,03 15 Kalsium (Ca2+) 16 Magnesium (Mg) mg/L 66,066 74,074 70,070 78,078 68,068 78,780 74,074 17 Khlorida mg/L 21,30 32,00 24,90 21,30 24,90 46,20 24,90 18 DO mg/L 7,5 7,4 6,7 8,5 5,9 7,8 7,2 33 Germadan Matano 19 BOD mg/L 2,4 2,4 3,0 2,4 1,0 2,4 2,4 20 COD mg/L 8,26 4,13 6,19 6,19 6,19 6,19 4,13 21 Iron (Fe) mg/L 0,18 0,17 0,13 0,13 0,09 0,20 tt
mg/L 0,028 tt 0,003 0,001 0,022 0,005 0,049 11 Nitrat (NO3-) Hasilmg/L pengukuran parameter airttpermukaan tt tt tt kualitas tt tt tt 12 Tabel-2.4. Nitrit (NO2 ) Danau Matano pada bulan Juni 2013 mg/L tt 0,67 tt tt tt tt tt 13 Sulfat (SO4 ) 14 S sebagai H2S mg/L 0,001 0,001 0,002 0,002 0,002 0,002 0,001 Lokasi Pengambilan mg/L 30,03 26,03 26,03 26,03 Sampel 26,03 Air 22,02 24,03 15 Kalsium (Ca2+) No Paramter Satuan 16 Magnesium (Mg) mg/L 66,066 MTN-1 74,074 MTN-2 70,070 MTN-3 78,078 MTN-4 68,068 MTN-5 78,780 MTN-6 74,074 MTN-7 17 mg/L 21,30 32,00 24,90 21,30 24,90 46,20 24,90 FisikaKhlorida o DO 18 mg/L 7,5 7,4 6,7 8,5 5,9 7,8 7,2 1 Suhu 28 28 28 29 29 29 30 C BOD 19 mg/L 2,4 2,4 3,0 2,4 1,0 2,4 2,4 2 Colour PtCo 1,0 tt tt tt tt tt tt COD 20 mg/L 8,26 4,13 6,19 6,19 6,19 6,19 4,13 2020 1830 1830 2000 1810 1800 1830 3 Conductivity µmhos/cm Iron (Fe) 21 mg/L 0,18 0,17 0,13 0,13 0,09 0,20 tt 4 Kecerahan m 16,97 18,42 22,01 18,97 21,54 16,1 13,77 2+ mg/L <0,024 <0,024 <0,024 <0,024 0,024 <0,024 <0,024 22 5 Kekeruhan NTU 4,0 6,0 4,0 3,0 3,0 5,0 5,0 Mangan (Mn ) Tembaga (Cu) 23 mg/L 0,039 0,042 0,027 0,028 6 TSS 1,7 2,7 1,5 2,8 2,8 2,7 0,026 4,0 0,022 0,029 Timbal 24 mg/L 0,01 0,02 0,05 0,05 0,04 0,05 0,05 7 TDS (Pb) 78 91 69 94 1.060 1.040 1.065 3 KimiaKlorofil 0,0002 0,0010 0,0008 0,0001 0,0011 0,0002 0,0001 25 mg/m pH 8 - Sul-Sel, 7,3420147,60 7,52 7,70 7,81 7,77 7,90 Sumber Data : BLHD Total-P 9 mg/L 0,0028 0,0077 0,0058 0,0042 0,0042 0,0036 0,0033 Sumber Data : BLHD Sul-Sel, 2014 mg/L 0,002 0,001 0,003 0,001 0,001 0,002 0,003 10 Amoniak (NH3) Hasil pengukuran TSS dan TDS Matano pada0,049 bulan mg/L 0,028air permukaan tt 0,003 Danau 0,001 0,022 0,005 11 Nitrat (NO3 ) mg/L tt tt tt tt tt tt tt 12 Nitrit (NO2-) Hasil pengukuran TSS dan TDS air permukaan Danau Matano mg/L tt tt tt tt 13 masing-masing Sulfat (SO4 ) Juni adalah tt1,5 –0,672,8 mg/L dan 69tt – 1.065 mg/L. pada 1,5 – 2,8 dan0,002 69 – 1.065 14 Sbulan mg/L 0,001 adalah 0,001 0,002 0,002mg/L 0,002 0,001 sebagaiJuni H2S masing-masing 2+ mg/L 30,03 26,03 26,03 26,03 26,03 22,02 15 (Ca ) bulan mg/L.Kalsium Sedangkan padaOktober bulan Oktober masing-masing adalah dari Sedangkan pada masing-masing adalah dari nilai24,03 tidak 16 Magnesium (Mg) mg/L 66,066 74,074 70,070 78,078 68,068 78,780 74,074 nilai tidak terdeteksimg/L (tt) – 1,0 mg/L dan 830 – 853 mg/L. Kandungan 17 Khlorida 21,30 32,00 24,90 21,30 24,90 46,20 24,90 terdeteksi – 1,0 830Danau – 7,4 853 Matano mg/L. Kandungan dan7,2 TDS TSS dan (tt) TDS air mg/L permukaan pada musim hujan dan 18 DO mg/L dan 7,5 6,7 8,5 5,9 TSS 7,8 19 BOD mg/L 2,4 2,4 3,0 2,4 2,4 kemarau, nilainya masih lebih rendah dari baku2,4mutu1,0air kelas II yang air20permukaan Danaumg/L Matano musim kemarau, COD 8,26pada 4,13 6,19hujan 6,19dan6,19 6,19 nilainya 4,13 dipersyaratkan sebesar 10000,09 mg/L untuk TDS. 21 Iron (Fe) mg/L 50 mg/L 0,18 untuk 0,17 TSS 0,13 dan 0,13 0,20 tt mg/L <0,024 <0,024 <0,024 <0,024 0,024 <0,024 <0,024 22 Mangan (Mn2+) Berdasarkan hasil pengukuran kedua parameter tersebut, 23 Tembaga (Cu) mg/L 0,039 0,042 0,026 0,022 0,029 0,027 0,028 menunjukkan ada penambahan masukan tersuspensi 24 Timbal (Pb) bahwa mg/L 0,01 0,02 0,05 0,05 padatan 0,04 0,05 0,05 3 0,0002 0,0010 0,0008 0,0001 0,0011 0,0002 0,0001 25 Klorofil mg/m
dan terlarut ke dalam Danau 39 Matano pada musim hujan yang Sumber Data : BLHD Sul-Sel, 2014 ditunjukkan dengan tingginya nilai TSS dan TDS pada bulan Juni (periode musim hujan) di bandingkan dengan nilai TSS dan TDS pada Hasil pengukuran TSS dan TDS air permukaan Danau Matano pada bulan bulan Oktober (periode musim kemarau). Demikian juga dengan nilai kekeruhan relatif lebih tinggi 1,5 pada Juni. dan Hal ini dijadikan Juni masing-masing adalah – bulan 2,8 mg/L 69 dapat – 1.065 mg/L. indikator bahwa terjadi proses sedimentasi di Danau Matano secara Sedangkan pada bulan Oktober masing-masing adalah dari nilai tidak bertahap dengan mengendapnya padatan tersuspensi tersebut ke dasar danau. terdeteksi (tt) – 1,0 mg/L dan 830 – 853 mg/L. Kandungan TSS dan TDS air B. permukaan ParameterDanau KimiaMatano pada musim hujan dan kemarau, nilainya
1. Derajat Keasaman Derajat keasaman (pH) adalah negatif logaritma dari konsentrasi ion hidrogen (H+). Ion hidrogen bersifat asam, sehingga keberadaan 39 34
Germadan Matano
H+ menggambarkan nilai pH. Suatu larutan atau perairan disebut asam jika ditunjukkan dengan nilai pH < 7,0 sebaliknya basa atau alkalis dengan nilai pH >7,0 dan netral dengan nilai pH = 7,0. Fluktuasi pH harian suatu perairan dipengaruhi antara lain suhu, karbon dioksida (CO2) bebas, alkalinitas, kandungan kation dan anion terlarut. Hasil pengukuran pH air permukaan Danau Matano pada bulan Juni berkisar antara 7,3 – 7,9 dan bulan Oktober berkisar antara 7,3 – 7,8. Nilai pH pada dua musim yang berbeda relatif sama. Namun keduanya menunjukkan bahwa pH air permukaan Danau Matano cenderung bersifat basa atau alkalis dengan nilai > 7,0. 2. Total Phosfat Total phosfat dalam perairan terdapat sebagai senyawa ortophosfat, poliphosfat dan phosfat organik. Phosfat organik adalah unsur phosfat yang terikat pada senyawa-senyawa organik. Setiap senyawa phosfat organik dapat berada dalam bentuk terlarut, tersuspensi dan terikat dalam senyawa organik lainnya. Hasil pengukuran kandungan total phosfat air permukaan Danau Matano pada bulan Juni berkisar antara 0,0028 – 0,0077 mg/L dan bulan Oktober kandungan total phosfat tidak terdeteksi (tt) pada semua titik pengambilan sampel. Total phosfat yang terukur pada bulan Oktober kemungkinan berasal dari phosfat organik atau sisa-sisa pemupukan phosfat an-organik dari perladangan di DTA dan terlimbas air hujan ke dalam danau. Rendahnya kandungan total phosfat dapat juga disebabkan karena anion phosfat seperti H2PO4, HPO42- dan PO43- Hasil pengukuran kandungan total phosfat air permukaan Danau Matano pada bulan Juni berkisar antara 0,0028 – 0,0077 mg/ dan bulan Oktober kandungan total phosfat tidak terdeteksi (tt) pada semua titik pengambilan sampel. diikat oleh kation (ion-ion positif) dari besi dan magnesium menjadi persenyawaan besi phosfat dan magnesium phosfat lalu mengendap kedasar danau. Hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya bercak warna kemerah-merahan pada sedimen pasir atau kerikil di tepi danau. Kandungan total phosfat pada air permukaan Danau Matano sangat rendah di bawah baku mutu air kelas II yang dipersyaratkan sebesar 0,2 mg/L. Germadan Matano
35
3. Nitrogen Parameter nitrogen yang diamati pada sampel air permukaan Danau Matano meliputi amoniak (NH3), nitrat (NO3-) dan nitrit (NO2-). Hasil pengukuran ketiga parameter tersebut pada bulan Juni adalah amoniak berkisar antara 0,001 – 0,003 mg/L, nitrat antara tidak terdeteksi (tt) sampai 0,005 mg/L, dan nitrit tidak terdeteksi (tt) pada semua titik pengambilan sampel. Sedangkan pada bulan Oktober masing-masing adalah amoniak antara 0,001 – 0,002 mg/L, nitrat hanya ditemukan pada titik pengamatan MTN-5 sebesar 0,001 mg/L, dan nitrit tidak terdeteksi (tt) pada semua titik pengambilan sampel. Dari parameter nitrogen yang diamati, hanya amoniak yang dtemukan merata pada lapisan air permukaan Danau Matano dalam konsentrasi sangat rendah, baik pada musim hujan maupun musim kemarau. Sedangkan nitrat nilainya juga sangat rendah dan jauh di bawah baku mutu air kelas II yang dipersyaratkan, yaitu 10 mg/L. Dilaporkan oleh Awalina dkk., (2005) bahwa kandungan total-N Danau Matano pada lapisan permukaan berkisar antara 0,014 – 0,275 mg/L dan meningkat dengan bertambahnya kedalaman hingga mencapai 11,121 mg/L pada kedalaman 200 m. Demikian halnya dengan kandungan nitrat di lapisan permukaan berkisar antara 0,004 – 0,012 mg/L dan pada kedalaman 200 m berkisar antara 2,617 – 3,324 mg/L. 4. Sulfat Parameter sulfat yang diamati meliputi ion sulfat (SO42-) dan sulfur (S) sebagai H2S. Hasil pengukuran kedua parameter tersebut pada bulan Juni adalah ion sulfat hanya ditemukan pada titik pengatan MTN2 sebesar 0,67 mg/L dan sulfur berkisara antara 0,001 – 0,002 mg/L. Sedangkan pada bulan Oktober kedua parameter tersebut umumnya tidak terdeteksi (tt), kecuali ion sulfat hanya ditemukan pada titik pengamatan MTN-1 sebesar 0,71 mg/L. Menurut Crowe dkk. (2008b) bahwa SO42- pada Danau Matano terdeteksi hingga kedalam 110 -120 m. setelah kedalaman tersebut ion sulfat mengalami proses reduksi karena kondisi air danau yang an-erobik. 36
Germadan Matano
5. Kalsium, Magnesiun dan Khlorida Kandungan ketiga kation-kation ini pada air permukaan Danau Matano cukup tinggi baik pada bulan Juni maupun bulan Oktober. Hasil pengukuran Kalsium, Magnesiun dan Khlorida pada bulan Juni masing-masing adalah 22,02 – 30,03 mg/L; 66,066 – 78,780 mg/L; dan 21,30 – 46,20 mg/L. Sedangkan pada bulan Oktober masing-masing adalah adalah 28,03 – 30,13 mg/L; 68,07 – 122,12 mg/L; dan 21,30 – 35,50 mg/L. Tingginya kandungan ketiga kation-kation tersebut pada air permukaan Danau Matano menunjukkan bahwa perairan Danau Matano bersifat basa atau alkalis dan memiliki total kedasahan yang tinggi. Sedangkan peningkatan kandungan Khlorida pada bulan Juni (periode musim hujan) dibandingkan pada bulan Oktober (periode musim kemarau) dapat disebabkan karena adanya penggunaan senyawa khlorida pada DTA dan lereng. Ketika musim hujan sisa-sisa dari penggunaan senyawa khlorida tersebut masuk ke perairan danau melalui sungai dan aliran permukaan. 6. Dissolved Oxygen Oksigen terlarut atau dissolved oxygen (DO) merupakan salah satu parameter air yang sangat penting bagi proses biokimia yang terjadi di dalam perairan. Konsentrasi dan kelarutan oksigen harian sangat fluktuatif tergantung intensitas produksi dan konsumsinya. Kelarutan oksigen dalam perairan dapat berasal dari hasil fotosintesis dan difusi dari atmosfir. Tinggi-rendahnya kandungan DO dipengaruhi oleh suhu, tekanan parsial gas-gas terlarut dan konsentrasi berbagai ion dalam air. Hasil pengukuran DO air permukaan Danau Matano pada bulan Juni berkisar antara 5,9 – 7,8 mg/L dan pada bulan Oktober antara 3,0 – 7,5 mg/L Kandungan DO pada air permukaan Danau Matano cukup tinggi [ada dua musim yang berbeda dan memenuhi bahkan melebihi baku mutu air kelas II yang dipersyratkan 4,0 mg/L. Menurut Crowe, dkk. (2008a) bahwa DO pada perairan Danau Matano hanya terdapat pada kedalaman 100 m selebihnya perairan sudah bersifat an-erobik, meskipun transmisi cahaya matahari pada kekedalaman 200 m masih mencapai 99% (Crowe, dkk., 2008b). Germadan Matano
37
7. Biologycal Oxygen Demand Biologycal oxygen demand (BOD) merujuk pada jumlah kebutuhan oksigen oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasi) hampir semua bahan organik yang terlarut dan sebagian bahan-bahan organik yang tersuspensi di dalam air. Hasil pengukuran BOD5 air permukaan Danau Matano pada bulan Juni berkisar antara 1,0 – 3,0 mg/L dan pada bulan Oktober antara 0,3 – 5,1 mg/L. Secara umum rata-rata BOD5 yang diperoleh pada semua titik pengamatan baik pada musim hujan (data bulan Juni) sebesar 2,286 mg/L maupun musim kemarau (data bulan Oktober) sebesar 1,757 mg/L adalah realatif lebih rendah dari baku mutu air kelas II yang dipersyratkan 3,0 mg/L. Parameter ini menunjukkan bahwa lapisan air permukaan Danau Matano tidak banyak mengandung bahan organik terlarut. Tabel-2.5. Hasil pengukuran parameter kualitas air permukaan Danau Matano pada bulan Oktober 2013 No
Paramter
Satuan
Lokasi Pengambilan Sampel Air MTN-1 MTN-2 MTN-3 MTN-4 MTN-5 MTN-6 MTN-7
Fisika o Suhu 29 28 29 28 29 29 30 1 C Colour 2 PtCo tt tt tt tt tt tt tt Conductivity 3 1742 1745 1745 1737 1735 1737 µmhos/cm 1755 Kecerahan m 16,50 12,92 13,86 12,85 19,93 14,40 13,70 4 Kekeruhan NTU 1,5 3,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 5 TSS 6 mg/L 1,0 tt tt tt tt 1,0 1,0 TDS mg/L 853 834 834 834 832 830 830 7 Kimia 8 pH 7,25 7,62 7,66 7,69 7,77 7,76 7,82 9 Total-P mg/L tt tt tt tt tt tt tt 10 Amoniak (NH3) mg/L 0,002 0,001 0,001 0,001 0,002 0,001 0,001 11 Nitrat (NO3) mg/L tt tt tt tt 0,001 tt tt 12 Nitrit (NO2) mg/L tt tt tt tt tt tt tt mg/L 0,71 tt tt tt tt tt tt 13 Sulfat (SO4-) mg/L tt tt tt tt tt tt tt 14 S sebagai H2S 15 Kalsium (Ca) mg/L 30,03 28,03 30,03 28,03 30,13 30,03 30,03 16 Magnesium (Mg) mg/L 122,12 78,08 78,08 72,07 82,03 70,07 68,07 17 Khlorida mg/L 21,30 21,30 21,30 24,90 21,30 28,40 35,50 18 DO mg/L 4,0 7,5 4,3 3,4 3,0 3,7 3,2 19 BOD mg/L 2,2 5,1 1,9 1,0 0,3 1,0 0,8 20 COD mg/L 6,19 6,19 6,19 4,13 6,19 12,38 8,26 21 Iron (Fe) mg/L tt tt tt tt tt tt tt mg/L tt tt tt tt tt tt tt 22 Mangan (Mn2+) 38 23 Germadan TembagaMatano (Cu) mg/L tt tt tt tt tt tt tt 24 Timbal (Pb) mg/L 0,163 0,096 0,141 0,085 0,067 0,096 0,081 25 Klorofil 0,0010 0,0100 0,0002 0,0010 0,0002 0,0003 0,0012 mg/m3
15 Kalsium (Ca) mg/L 30,03 28,03 30,03 28,03 30,13 30,03 30,03 16 Magnesium (Mg) mg/L 122,12 78,08 78,08 72,07 82,03 70,07 68,07 17 Khlorida mg/L 21,30 21,30 21,30 24,90 21,30 28,40 35,50 18 DO mg/L 4,0 7,5 4,3 3,4 3,0 3,7 3,2 Pengambilan Sampel 19 BOD mg/L 2,2 5,1Lokasi1,9 1,0 0,3 Air1,0 0,8 No Paramter Satuan 20 COD mg/L 6,19 6,19 6,19 4,13 6,19 12,38 MTN-7 8,26 MTN-1 MTN-2 MTN-3 MTN-4 MTN-5 MTN-6 FisikaIron (Fe) 21 mg/L tt tt tt tt tt tt tt o Suhu 22 mg/L tt tt tt tt tt tt tt 29 28 29 28 29 29 30 1 Mangan (Mn2+) C Colour 23 Tembaga (Cu) mg/L tt tt tt tt tt tt tt PtCo 2 Conductivity 24 Timbal (Pb) mg/L 0,163 0,096 0,141 0,085 0,067 0,096 0,081 3 1755 1742 1745 1745 1737 1735 1737 µmhos/cm Kecerahan 25 Klorofil 0,0010 4 m 3 16,50 0,0100 12,92 0,0002 13,86 0,0010 12,85 0,0002 19,93 0,0003 14,40 0,0012 13,70 mg/m Kekeruhan NTU 1,5 3,0 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 5 Sumber Data Sul-Sel, 2014 TSS mg/L 1,0 : BLHD tt tt tt tt 1,0 1,0 6 TDS mg/L 853 834 834 834 832 830 830 7 Kimia 8. 8 Chemical Oxygen Demand pH 7,25 7,62 7,66 7,69 7,77 7,76 7,82 9 Chemical Total-P mg/L demand tt tt(COD) tt menggambarkan tt tt tt jumlah tt oxygen 10 Amoniak (NH3) mg/L 0,002 0,001 0,001 0,001 0,002 0,001 0,001 kebutuhan oksigenmg/L kimiawitt yangtt dibutuhkan 11 Nitrat (NO3) tt tt untuk 0,001 menguraikan tt tt 12 Nitrit (NO2) mg/Lsemua tt bahan tt organik tt tt anorganik tt ttdalamttair. (mengoksidasi) hampir dan 13 Sulfat (SO4-) mg/L 0,71 tt tt tt tt tt tt Uji COD selalu menghasilkan nilai kebutuhan oksigen yang lebih tinggi mg/L tt tt tt tt tt tt tt 14 S sebagai H2S dibandingkan yang resisten terhadap 15 Kalsium (Ca) uji BOD mg/L karena 30,03 bahan-bahan 28,03 30,03 28,03 30,13 30,03 30,03 16 Magnesium (Mg) biologis mg/L oleh 122,12mikroorganisme 78,08 78,08 72,07 82,03 68,07 oksidasi secara dapat ikut 70,07 teroksidasi 17 Khlorida mg/L 21,30 21,30 21,30 24,90 21,30 28,40 35,50 dengan uji COD. Besaran nilai COD suatu badan air dapat memberikan 18 DO mg/L 4,0 7,5 4,3 3,4 3,0 3,7 3,2 indikasi terhadap 19 BODkemungkinan mg/Ladanya 2,2 pencemaran 5,1 1,9 limbah 1,0 0,3 1,0 perairan 0,8 20 COD Hasil pengukuran mg/L 6,19 6,19 4,13Danau 6,19 Matano 12,38 8,26 tersebut. COD 6,19 air permukaan pada 21 Iron (Fe) mg/L tt tt tt tt tt bulan Juni berkisar antara 4.13 – 8,26 mg/L dantt bulantt Oktober antara 22 Mangan (Mn2+) mg/L tt tt tt tt tt tt tt 6,19 – 12,38(Cu)mg/L. mg/L Nilai COD hasil 23 Tembaga tt tt darittkeduatt pengukuran tt tt tersebut tt 24 Timbal (Pb) rendahmg/L 0,163 mutu 0,096 air 0,141 0,085 0,067 dipersyratkan 0,096 0,081 adalah lebih dari baku kelas II yang 3 25 Klorofil 0,0010 0,0100 0,0002 0,0010 0,0002 0,0003 0,0012 mg/m
sebesar 25 mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa lapisan permukaan air Danau Matano belum banyak mendapat masukan bahan organik dan bahan an-organik terlarut. 9. Logam-Logam
Logam-logam yang telah dianalisis pada air permukaan Danau Matano adalah besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu) dan timbal (Pb). Hasil pengukuran pada bulan Juni adalah Fe antara 0,09 – 0,20 mg/L, Mn adalah < 0,024 mg/L, Cu adalah 0,022 – 0,039 mg/L dan Pb adalah 0,01 – 0,05 mg/L. Sedangkan pada bulan Oktober hanya logam Pb yang ditemukan dengan kisaran antara 0,067 – 0,163 mg/L, sementara Fe, Mn dan Cu tidak terdeteksi pada semua titik pengamatan. Berdasarkan hasil tersebut, maka patut diduga bahwa ada kemungkinan limba cair yang masuk ke Danau Matano mengandung logam Pb. Germadan Matano
39
10. Klorofil Klorofil adalah pigmen pemberi warna hijau pada tumbuhan, alga dan bakteri fotosintetik. Klorofil berperan dalam proses fotosintesis dengan menyerap dan mengubah energi cahaya menjadi energi kimia. Dalam proses fotosintesis terdapat 3 fungsi utama dari klorofil yaitu memanfaatkan energi matahari, memicu fiksasi CO2 menjadi karbohidrat dan menyediakan dasar energetik bagi ekosistem secara keseluruhan. Hasil analisis kandungan klorofil air permukaan Danau Matano pada bulan Juni berkisar antara 0,0001 – 0,0011 mg/m3 dengan nilai rata-rata 0,0005 mg/m3, lebih rendah dibanding dengan kandungan khlorofil pada bulan Oktober yang berkisar antara 0,0002 – 0,0100 mg/m3 dengan nilai rata-rata 0,0020 mg/m3. Menurut Crowe dkk., (2008b) bahwa distribusi pigmen fotosintesis yang meliputi khlorofil a dan khorofil b berdasarkan kedalaman di Danau Matano hanya ditemukan pada daerah epilimnion atau lapisan dimana terjadi percampuran massa air permukaan secara merata. Laju produksi primer pada lapisan epilimnion Danau Matano sangat rendah, yaitu dengan mengukur produksi oksigen oleh cyanobakteri dan alga sebesar 3,8 x 10-3 mol C/cm2/hari. Dijelaskan pula bahwa khlorofil a di Danau Matano ditemukan sampai kedalaman 110 m dan khlorofil b ditemukan sampai kedalaman 140 m. 2.2. Keanekaragaman Hayati Jenis dan komposisi biota perairan berdasarkan tingkat taksa (genus), dimulai dari plankton, tumbuhan air, benthos, krustase, moluska dan ikan. Berkaitan dengan keadaan tersebut dalam gambaran umum Danau Matano ini akan ditampilkan berrbagai jenis biota dan komposisnya baik yang diamati secara langsung (data primer) maupun dari beberapa laporan hasil penelitian (data sekunder) yang telah dilakukan di Danau Matano berkaitan dengan keanekaragaman hayati.
40
Germadan Matano
2.2.1. Plankton Merujuk pada hasil analisis unsur hara nitrat dan phosfat pada air permukaan Danau Matano, menunjukkan kandungan kedua unsur tersebut sangat rendah. Dengan demikian, berdasarkan pada tingkat kesuburannya maka perairan Danau Matano tergolong kurang subur atau oligotrofik. Unsur nitrat dan phosfat sangat penting bagi pertumbuhan populasi fitoplankton sebagai produser primer dalam ekosistem perairan. Tabel-2.6. Jenis dan kelimpahan plankton pada Setiap titik pengamatan Titik Pengamatan Sampel
No.
Jenis
1 2 3 4 5 6 7
Fitoplankton Leptocylindricus sp Rhizosolenia sp Chaetoceros sp Cyclotella sp Microcystis sp Pleurosigma sp Zooplankton Moina sp Jumlah sel/L
MTN-1 MTN-2 MTN-3 MTN-4 MTN-5 MTN-6 MTN-7 1 1 1 0 2 1 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 2 0 1 1 0 1 1 0 0 1 2 4 7 5 6 3 8 0 1 0 2 1 2 1 1 1 2 0 1 2 1 6 8 12 9 12 9 12
Sumber Data : BLHD Sul-Sel, 2014
Plankton yang ditemukan pada lapisan permukan air Danau Matano terdiri atas 4 klas yaitu Chlorophyceae, Baccilariophyceae, Cyanophyceae, dan Crustaceae. Dari keempat klas tersebut, terdapat 6 jenis plankton dengan kerapatan antara 3 -35 sel/L (Tabel-2.6). Menurut Husna dkk., (2008) banwa plankton yang terdapat di Danau Matano terdiri atas 5 familia, yaitu Chlorophyceae, Baccilariophyceae, Cyanophyceae, Crysophyceae, dan Dinophyceae. Dari kelima familia tersebut, terdapat sekitar 59 jenis dengan kelimpahan rata-rata berkisara Germadan Matano
41
318 – 955 individu/liter. Nofdianto (2013) mendapatkan 23 jenis plankton yang terdiri atas kelas dinophyceae, cynophyceae, chlorophyceae dan bacillarophyceae dengan kelimpahan 790 individu/L. Jumlah jenis dan kelimpahan plankton kenderung menurun hingga kedalaman 40 m. Berapa jenis plankton yang hanya ditemukan di Danau Matano, dan tidak ditemukan di Danau Mahalona dan Towuti adalah sebagai berikut : Ceratium, Characium, Chilomonas, Gleodium, Gomphonema, Micra, Nostochopsis, Oedogoniales, Pleurosigma, Protococcua dan Richterella (Husna dkk., 2008). Salah satu dari plankton tersebut di atas yaitu Pleurosigma juga ditemukan dalam sampel plankton bulan Juni dan Oktober 2013. Sedangkan Nofdianto (2013), plankton yang dominan ditemukan di Danau Matano adalah Peridium, Microcystis dan Staurastrum dan salah satu dari jenis plankton yang mendominasi Danau Matano juga ditemukan yaitu Microcystis sp dalam sampel plankton bulan Juni dan Oktober 2013. 2.2.2. Tumbuhan Air Tumbuhan air adalah tanaman yang sebagian atau seluruh daur hidupnya berada di air dan mempunyai peranan sebagai produser primer di dalam ekosistem perairan (Odum dan Barrett, 2005). Di samping itu tumbuhan air juga membantu aerasi perairan melalui fotosintesis, membersihkan air dari bahan-bahan pencemar menyerap unsur-unsur tertentu dalam peraira. Keberadaan tumbuhan air pada ekosistem perairan dengan populasi yang masih terkendali akan meningkatkan carrying capacity, produktivitas dan keanekaragaman hayati perairan. Beberapa peranan tumbuhan air yang penting pada ekosistem perairan adalah sebagai produsen primer dan makanan bagi hewanhewan herbivora, sebagai tempat berlindung dan tempat menempel berbagai perifiton dan epifiton maupun alga renik lainnya. Di samping itu, tumbuhan air juga berfungsi sebagai tempat ikan menempelkan telur-telurnya dan sekaligus sebagai daerah asuhan (nursery ground) bagi larva atau anak-anak ikan untuk berlindung dan mencari makanan serta daerah pembesaran (rearing ground) dan pemijahan (spowning 42
Germadan Matano
ground) berbagai jenis ikan di dalam perairan. Fungsi ini terlihat dari banyaknya larva-larva dan juvenil berbagai biota perairan yang dapat dijumpai pada bagian akar dan batang tumbuhan air seperti ganggang air tawar (Hydrilla verticillata), kangkung (Ipomoea aquatic), pakis air (Najas indica), dan eceng gondok (Eichhornia crassipes). Chambers (1970) menegaskan bahwa tumbuhan air memiliki peranan penting dalam struktur dan fungsi ekosistem perairan seperti danau, waduk dan genangan air lainnya. Odum dan Barrett (2005) mengelompokkan tumbuhan air menjadi terrestrial plants yaitu tumbuhan air yang seluruh organ tubuhnya belum tertutup oleh air, emerget plants yaitu tumbuhan air yang akarnya berada dalam air dan bagian lainnya berada di permukaan atau tumbuhan air amfibi, submerged plants yaitu tumbuhan air yang seluruh bagian tubuhnya berada dalam air dan floating plants yaitu tumbuhan air yang bagian akar dan batangnya mengapung di perairan. Jenis tumbuhan air yang ditemukan di perairan Danau Matano berdasarkan pengelompokan habitatnya terdapat 7 jenis masingmasing: Tumbuhan darat yang hidup di air yaitu Isoetes sp, tumbuhan air amfibi yaitu teratai (Limnanthemum pamiflorum) dan rumput purun atau rumput teki (Poa, sp). Tumbuhan air yang tenggelam yaitu Ceratophyllum demersum, Ottelia mesenterium, Chara sp, dan Eripcaulon sollyanum. Sedangkan tumbuhan air yang mengapung di permukaan tidak ditemukan selama dilakukan survei lapangan. Tumbuhan air di Danau Matano adalah jenis yang umum ditemukan pada perairan tawar di sulawesi baik sungai, waduk, danau dan rawa. Semua jenis tumbuhan air di Danau Matano populasinya masih tergolong sangat rendah dan hanya ditemukan pada daerah litoral yang dangkal, terutama di daerah yang berdekatan dengan pemukiman. 2.2.3. Benthos Pada perairan yang bersifat oligotrof seperti halnya Danau Matano, organisme benthos sangat jarang dapat ditemukan, kecuali Germadan Matano
43
jika terjadi perubahan status trofik. Masuknya berbagai jenis limbah ke perairan Danau Matano sebagai dampak eksploitasi sumberdaya alam dan peningkatan pemukiman pada ekosistem sekitar danau sehingga menyebabkan eutrofikasi dan berpotensi merubah status trofik danau menjadi lebih subur. Pada ekosistem yang bersifat terbuka seperti danau, perubahan status trofik tersebut secara alami akan diikuti dengan perubahan struktur komunitas biota perairan termasuk komposisi benthos yang hidup di daar. Hasil survei lapangan dan pengamatan sampel substrat Danau Matano, menunjukkan bahwa sangat sulit untuk menemukan komposisi jenis oragisme benthos yang hidup pada sedimen dasar di daerah litoral danau. Struktur sedimen pada daerah litoral yang diamati pada umumnya tersusun dari pasir kasar hingga fragmen batuan. Kondisi substrat dasar seperti ini sangat tidak mendukung sebagai media tumbuh organisme benthos. Selain itu, tim penyusun masih kesulitan menemukan data dan referensi ilmiah yang melaporkan tentang komposisi jenis organime brnthos di ekisitem Danau Matano sehingga kami tidak banyak membahas tentang hal ini. 2.2.4. Moluska Moluska atau yang lebih dikenal dengan keong (siput) dan kerangkerangan, di Danau Matano ditemukan ada 9 spesies. Spesies siput yang ditemukan di Danau Matano dan juga di Danau Mahalona dan Danau Towuti adalah Melania insulaesacrae, M. grammifer, M. palicolarum, M. sanasinorus, dan Brotia sp. Dua spesies siput endemik Danau Matano adalah Melania patriarchalis dan Melania zeamais (Gambar-2.4). Kedua spesies siput endemik ini adalah marga (genus) Melania dan oleh masyarakat di sekitar danau dikenal dengan sebutan “siput totol”. Genus Melania pertama kali dideskripsikan oleh Sarasin & Sarasin pada tahun 1897 sebagai spesies Melania patriarchalis, kemudian direvisi oleh Rintelen dkk. (2003 dan 2007) dan kemudian dimasukkan kembali ke dalam genus Tylomelania sehingga siput totol ini dikenal pula dengan sebutan Tylomelania patriarchali sinonim Melania patriarchalis. Semua jenis siput yang terdapat di Danau 44
Germadan Matano
perdagangkan ke negara-negara Eropa sebagai siput hias di dalam akuarium (Ubaidillah, dkk.,masyarakat 2013). Penangkapan berlebihan untuk Matano dikumpulkan selain sebagaiyang sumber protein dalam menu makanan sehari-hari, juga di perdagangkan ke negara-negara kebutuhan konsumsi masyarakat dan dieksport akan mengancan Eropa sebagai siput hias di dalam akuarium (Ubaidillah, dkk., 2013). Penangkapan yang untuk kebutuhan konsumsi masyarakat kelestarian siput totol ini,berlebihan sementara belum ada upaya konservasi yang dan dieksport akan mengancan kelestarian siput totol ini, sementara belum ada kelestariannya. upaya konservasi yang dapat menjagah kelestariannya. dapat menjagah
Gambar-2.4. Spesies Gambar-2.4. Spesiesendemik endemiknon-ikan non-ikan di di Danau Danau Matano Matano (BLHD Sul-Sel, 2014) 2014) Sedangkan jenis kerang-kerangan yang terdapat di Danau Matano adalah dari familia Cyrenidae dan terdapat dua spesies dari familia ini, yaitu Corbicula matannensis dan Corbicula moltkeana yang merupkan spesies endemik di dalam kompleks Danau Malili karena 53 ditemukan juga di Danau Mahalona dan Danau Towuti. Sama halnya dengan siput totol, kerang C.matannensis dan C. moltkeana juga dikumpulkan oleh masyarakat sebagai sumber protein dalam menu makanan sehari-hari.
Germadan Matano
45
2.2.5. Krustase Kelompok krustase yang terdapat di Danau Matano ada dua yaitu kepiting dan udang-udangan. Kelompok kepiting ada tiga spesies yaitu: kepiting macan tutul (Parathelphusa pantherina) dengan nama lokal “Bungka Gori”, kepiting Syntripsa matannensis dengan nama lokal “Bungka Ito” dan kepiting Nautilothelphusa zimmeri dengan nama lokal “Bungka Wanta”. Dua spesies diantaranya adalah endemik Danau Matano, yaitu kepiting Bungka Gori (P. pantherina) dan kepiting Bungka Ito (S. matannensis) (Gambar-2.4). Sedangkan kepiting Bungka Wanta adalah spesies endemik pada Kompleks Danau Malili, karena terdapat juga di Danau Mahalona dan Danau Towuti. Semua jenis kepiting yang hidup di Danau Matano bernilai ekonomis dan ditangkap oleh masyarakat sebagai salah satu sumber protein dalam menu makanan sehari-hari. Sedangkan kelompok udang-udangan yang terdapat di Danau Matano ada empat spesies. Salah satu diantaranya adalah endemik Danau Matano yaitu udang bintik putih (Caridina dennerli) (Gambar-2.4). Sedangkan tiga spesies lainnya yaitu: Udang coklat (Caridina holthuisi), udang lamak (C. lanceolata) dan udang tawon merah (C. loehae) adalah endemik pada Kompleks Danau Malili, karena terdapat juga di Danau Mahalona dan Danau Towuti. Populasi dari spesies udang ini masih banyak ditemukan dalam Kompleks Danau Malili dan umumnya berukuran kecil-kecil. Masyarakat di sekitar danau menangkap udang ini sebagai sumber protein dalam menu makanan sehari-hari. Selain ditangkap untuk dimakan, udang ini juga dijual sebagai penghuni akuarium bahkan telah di ekspor dengan cara ilegal sebagai komoditi ikan hias ke beberapa negara seperti Jepang, Jerman dan negaranegara Eropa lainnya dengan harga yang cukup mahal. 2.2.6. Ikan Ekosistem Danau Matano memiliki keragaman ikan yang unik dan hampir semua spesies ikan yang terdapat didalamnya tidak ditemukan di daerah lain, kecuali di Kompleks Danau Malili. Beberapa 46
Germadan Matano
spesies ikan yang terdapat di Danau Matano, tidak ditemukan di Danau Mahalona dan Danau Towuti seperti yang telah dijelaskan pada sub-bagian sumberdaya hayati (Tabel-2.2). Keunikan Danau Matano dengan spesies endemiknya (ikan dan biota lainnya) menjadi tantangan tersendiri bagi ahli biologi dan ekologi. Ketiga danau (Matano, Mahalona dan Towuei) di dalam Kompleks Danau Malili secara ekologis terhubung secara kaskade oleh sungai. Aliran air dari Danau Matano masuk ke Danau Mahalona melalui Sungai Petea dan dari Danau Mahalona mengalir masuk ke Danau Towuti melalui Sungai Tominanga. Padahal sebagian besar spesies endemik Danau Matano tidak terdapat pada danau-danau yang ada dibawahnya. Tercatat 16 spesies biota perairan endemik yang hidup di Danau Matano. 11 spesies ikan (Gambar-2.5) dan 10 diantaranya adalah familia Telmatherinidae yaitu: Telmatherina bonti, T. antoniae, T. abendanoni, T, obscura, T. prognatha, T. sarasinorum, T. opudi, T. wahyui, Telmatherina sp yang dianggap sebagai spesies baru dan Paratherina wolterecki (Hadiarty dan Wirjoatmodjo, 2002). Ke sepuluh spesies tersebut oleh masyarakat disekitar danau dikenal dengan ikan “Opudi”. Satu spesies endemik lainnya adalah dari familia Gobiidae,yaitu ikan Butini (Glossogobius matanensis).
Germadan Matano
47
endemik
lainnya
adalah
dari
familia
Gobiidae,yaitu
ikan
Butini
(Glossogobius matanensis).
Gambar-2.5. Spesiesikan ikan endemik endemik didiDanau Matano Gambar-2.5. Spesies Danau Matano (BLHD Sul-Sel, 2014) (BLHD Sul-Sel, 2014) Selain spesies spesies endemik dandan spesies ikan ikan yang yang juga Selain endemikDanau DanauMatano Matano spesies juga ditemukan di Danau Mahalona dan Danau Towuti (endemik di ditemukan di Danau Mahalona dan Danau Towuti (endemik di Kompleks Kompleks Danau Malili) seperti di dijelaskan pada tabel-2.2. di atas. Terdapat pulaseperti ikan-ikan air tawar mempunyai penyebaran Danau Malili) di dijelaskan pada yang tabel-2.2. di atas. Terdapat pula luas seperti ikan Lele lokal (Clarias batrachus), ikan Betok (Anabas ikan-ikan air tawar yang mempunyai penyebaran luas seperti ikan Lele testudineus) dan ikan Gabus (Channa striata), juga ditemukan di Danau Matano. Menurut Herder, dkk., (2012 yang diacu dalam Ubaidillah, 56 telah diintroduksikan ke dalam 2013) bahwa ikan-ikan asing yang Danau Matano dan bersifat invasif telah mencapai 14 jenis dan yang berhasil ditemukan antara lain ikan Lele dumbo (Clarias gariepinus), ikan Nila (Oreochromis niloticus), ikan Lau han (Amphilophus sp), ikan Bawal ikan bawal (Colossoma macropomum) dan ikan Sapu-sapu (Hypostomus plecostomus).
48
Germadan Matano
2.3. Permasalahan Ekosisrem Danau 2.3.1. Sumber dan Dampak Kerusakan Sumber dan dampak kerusakan yang terjadi di Danau Matano antara lain: Penebangan yang tak terkendali, diantaranya perambahan hutan, perladangan, ilegal logging. Kegiatan ini akan menimbulkan perubahan penggunaan lahan, sehingga menyebabkan terjadinya erosi yang disertai dengan timbulnya sedimentasi. Penggunaan lahan di sekitar Danau Matano dan di Kompleks Danau Malili disajikan pada Tabel-2.7, dan secara spasial ditunjukkan pada Gambar-2.6. Dari kondisi hutan yang ada di sekitar Danau Matano dan di Kompleks Danau Malili lainnya, sebagian besar masih cukup terjaga, meskipun di beberapa titik lokasi tertentu telah rusak karena kegiatan penambangan yang berkarakter legal dan ditindak-lanjuti dengan revegetasi, pembalakan liar yang cenderung ilegal dan kegiatan perladangan oleh masyarakat. Meskipun pengawasan tetap dilakukan, namun karena keterbatasan sumberdaya aparat shingga hasilnya kurang efektif dan pembalakan hutan terhenti hanya bersifat sementara. Oleh sebab itu, diperlukan peningkatan kapasitas dan kemampuan aparat dilapangan serta perbaikan metode dan teknik pengawasan hutan yang efektif dan berkelanjutan. Selain itu, diperlukan adanya solusi yang bersifat permanen berupa usaha pemberdayaan masyarakat untuk pengembangan hutan kemasyarakatan. Kegiatan ini diharapkan dapat mengurangi dan bahkan menggeser aktivitas masyarakat dari pembalakan huian menjadi petani kayu dengan menanam jenis-jenis kayu tertentu yang dapat menjadi sumber penghasilannya. Tabel-2.7. Penggunaan lahan di sekitar Danau Matano dan Kompleks Danau Malili No
Penggunaan Lahan
Luas (ha)
1
Danau Mahalona
2.311,51
2
Danau Masapi
240,63
3
Danau Matano
16.320,69 Germadan Matano
49
No
Penggunaan Lahan
Luas (ha)
4
Danau Towuti
5
Hutan Mangrove
118.801,73
56.687,11
6
Hutan Primer
155.138,39
7
Hutan Rawa
8
Hutan Sekunder
185.756,46
24,09
9
Kebun Campuran
88.192,08
10
Padang Rumput
2.349,63
11
Perkebunan
1.076,88
12
Permukiman
723,67
13
Pertambangan
2.318,41
14
Sawah
3.270,55
15
Semak/Belukar
16
Tambak
3.456,84
17
Tanah Terbuka
3.310,41
18
Tubuh Air Grand Total
29.420,65
1.912,45 671.312,18
Sumber Data : BLHD Sul-Sel, 2014
Berdasarkan data penggunaan lahan tersebut di atas, dengan menggunakan formula RUSLE, maka diperoleh kelas Tingkat Bahaya Erosi (TBE) kawasan hutan di sekitar Danau Matano dan Kompleks Danau Malili sebagaimana disajikan pada Tabel-2.8 dan secara spasial kelas TBE ditunjukkan pada Gambar-2.7. Tingkat kerusakan lingkungan di DTA atau DAS-DAS yang terdapat di dalam ekosistem DAS Matano sangat parah dan memprihatinkan. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 284/Kpts-II/1999, DAS-DAS tersebut dikategorikan sebagai Prioritas Pertama di Indonesia.
50
Germadan Matano
Kehutanan
No.
284/Kpts-II/1999,
DAS-DAS
tersebut
dikategorikan
sebagai Prioritas Pertama di Indonesia.
Gambar-2.6. Peta penggunaan DanauMatano Matano Gambar-2.6. Pete penggunaanlahan lahan di di sekitar sekitar Danau dan Kompleks Danau Malili (BLHD Sul-Sel,2014) 2014) dan Kompleks Danau Malili (BLHD Sul-Sel, Dampakutama utama dari dari kerusakan kerusakan DAS-DAS DAS-DAS tersebut tersebut menjadi menjadi Dampak ancaman terhadap kelestarian ekosistem Danau Matano dimasa ancaman terhadap kelestarian ekosistem Danau Matano dimasa mendatang adalah sedimentasi, perubahan status trofik dan status mutu air danau. sedimen bersumber dari proses erosi yang mendatang adalahBahan sedimentasi, perubahan status trofik dan status mutu terjadi di wilayah tangkapan air. Setelah terjadi peristiwa erosi maka air danau. Bahan sedimen bersumber dari proses erosi yang terjadi di akan mengakibatkan sedimentasi dari hasil erosi atau sediment.
59
Germadan Matano
51
Tabel-2.8. Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Danau Matano dan Kompleks Danau Malili No 1 2 3 4 5
Kelas Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Total
Luas (ha) <5 5 - 12 12 - 25 25 - 60 > 60
399.084,86 136.391,61 111.399,06 32.442,28 48.750,30 728.068,11
(%) 54,81 18,73 15,30 4,46 6,70 100,00
Sumber Data : BLHD Sul-Sel, 2014
Menrut Munir. dkk., (2000) bahwa sedimentasi adalah proses lanjutan dari pengikisan tanah oleh air. Laju sedimentasi dapat dihitung dengan persamaan berikut: SY = SDR.E Di mana: SY (Sediment Yield), dan SDR (Sediment Delivery Ratio). Beberapa studi untuk mengestimasi SDR secara empirik dengan luas DAS dinyatakan dalam formula berikut (Robinson, 1979 dalam Arsyad, 2010).
SDR = á.A â Di mana : A = Luas DAS (km2), α = 36, dan β = -0,20 2.3.2. Pencemaran Air Sumberdaya air Danau Matano memiliki berbagai fungsi dan telah dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat secara luas. Danau yang merupakan badan air (body water) alami yang selalu tergenang sepanjang tahun dan berfungsi sebagai penampung air dari DTA dan catchment area di sekitarnya sangat rentang terhadap pencemaran. 52
Germadan Matano
di sekitarnya sangat rentang terhadap pencemaran.
Oleh sebab itu,
ancaman pencemaran air danau merupakan masalah penting yang perlu
Oleh sebab perhatian itu, ancaman air danau merupakan masalah mendapat semuapencemaran pihak. Beragamnya sumber bahan pencemar penting yang perlu mendapat perhatian semua pihak. Beragamnya yang dapat masuk dan terakumulasi di dalam danau sehingga dapat sumber bahan pencemar yang dapat masuk dan terakumulasi di dalam danau sehinggaperubahan dapat menyebabkan perubahan ekosistem danau. menyebabkan ekosistem danau.
Gambar-2.7. Peta TBE disekitar sekitar Danau Matano Gambar-2.7. Peta TBElahan lahan di Danau Matano dan dan Kompleks Danau Malili (BLHD Sul-Sel,2014) Kompleks Danau Malili (BLHD Sul-Sel,2014) Sumber pencemaran ekosistemDanau Danau Matano Matano dapat Sumber pencemaran ekosistem dapatberasal berasaldari dari kegiatan kegiatan pertambangan, industry, pertanian, peternakan dan kegiatan kegiatan pertambangan, industry, pertanian, peternakan dan pemukiman serta aktivitas yang berlangsung di perairan danau itu pemukiman serta bersifat aktivitas produktif yang berlangsung perairan danauSedangkan itu sendiri, sendiri, baik yang maupundinon-produktif. jenis bahan pencemar tergantung dari jenis aktivitas masyarakat yang baik yang bersifat produktif maupun non-produktif. Sedangkan jenis berlangsung di DTA, sempadan dan di perairan danau antara lain bahanpenduduk, pencemar limbasan tergantungsisa daripupuk jenis dan aktivitas masyarakat yang limbah pestisida dari kegiatan pertanian, peternakan, serta limbah industri dan pertambangan. Jenis bahan pencemar tersebut memasuki danau melalui sungai, 61 aliran permukaan (run off) dan limbah yang di buang langsung oleh Germadan Matano
53
masyarakat yang bermukim di tepian danau serta limbah buidaya ikan yang mulai dirintas dengan system karamba. Tabel-2.9. Analisis mutu air Danau Matano menurut metode Storet bulan Juni dan Oktober 2013 No
Parameter No Parameter Fisika Fisika Suhu 1 1 2SuhuColour 2 3Colour Conductivity 3 4Conductivity Kecerahan 4 5Kecerahan Kekeruhan 5 6Kekeruhan TSS 6 7TSSTDS 7 Kimia TDS Kimia 8 pH 8 9pH Total-P 9 10Total-P Amoniak (NH3) 10 11Amoniak 3) ) Nitrat(NH (NO 3
11 12NitratNitrit (NO(NO 3) 2) 12 13NitritSulfat (NO2 )(SO -) 4
Hasil Pengukuran Baku Mutu Satuan Skor Hasil Pengukuran Minimum Maksimum Rata-Rata Baku Mutu Keals II Satuan Skor Minimum Maksimum Rata-Rata Keals II o deviasi 3 28,71 28,71 28,71 C 3 28,710,00 28,711,00 28,710,50 C PtCo deviasi 25 PtCo 0,00 µmhos/cm 25 1.500 1742,29 1,00 1874,29 0,50 1808,29 µmhos/cm 1.500 (-) 1742,29 m 16,311874,29 18,251808,29 17281,00 m NTU (-) 15 16,311,36 18,254,29 17281,002,82 1,361,00 4,291,36 2,821,18 NTUmg/L 15 50 mg/Lmg/L 50 1000 1,00 499,57 1,36 835,29 1,18 667,43 mg/L 1000 499,57 835,29 667,43 6,0 - 8,5 7,65 7,66 7,66 - mg/L 6,0 - 8,5 7,65 0 7,66 0.2 0,005 7,66 0,0023 mg/Lmg/L 0.2 (-) 0 0,005 0,001 0,002 0,0023 0,002 mg/Lmg/L (-) 10 0,001 0,002 0,001 0,018 0,002 0,010 mg/Lmg/L 10 0.06 0,001 0.000 0,018 0.000 0,010 0,000 mg/Lmg/L 0.06 (-) 0.0000,67 0.0000,71 0,0000,69 o
0 0 0 0 -5 -5 (-) (-) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 (-) (-) 0 0 0
0 (-)
13 14Sulfat mg/Lmg/L (-) 0,02 0,67 4) S (SO sebagai H2S 0.000 0,71 0,002 0,69 0,002 (-) 0 14 15S sebagai S 2+) mg/Lmg/L 0,02 (-) H2(Ca 0.000 25,74 0,002 29,47 0,002 27,61 0 (-) Kalsium 15 16Kalsium (-) (-) 25,74 Magnesium 72,74 29,47 81,50 27,61 77,12 (-) (-) (Ca2+) (Mg2+) mg/Lmg/L 16 17Magnesium mg/Lmg/L (-) (-) 72,74 Khlorida(Mg2+) (Cl‾) 24,86 81,50 27,93 77,12 26,39 (-) (-) 17 18Khlorida mg/Lmg/L (-) 4 24,864,16 27,937,29 26,395,72 (-) 10 (Cl‾) (Cl‾) 18 19(Cl‾)BOD mg/Lmg/L 4 3 4,161,76 7,292,29 5,722,02 10 0 Pengukuran 19 20BODCOD mg/Lmg/L 3 25 1,765,90 2,297,08 2,026,49 0 Hasil 0 Baku Mutu No Parameter Satuan 20 21CODIron (Fe) mg/L ML 25 (-) 5,900.00 7,080,15 0 (-) Maksimum Rata Minimum Keals6,49 II 0,15 21 22Iron Mangan (Fe) ML mg/L (-) (-) 0.000.00 0,150,02 0,150,02 (-) (-) Fisika (Mn2+) 2+ 22 23Mangan mg/Lmg/L 0.000.00oC 0,021,32 Tembaga -8 (Mn )(Cu) deviasi0,02 3 1,32 (-)28,71 Suhu(-) 0,02 1 28,71 23 24Tembaga mg/Lmg/L 0,020,03 0.000,04 Timbal(Cu) (Pb) -8 1,00 2 Colour PtCo 1,320,10 25 1,320,07 -8 0,00 24 25Timbal (Pb) mg/L 0,03 (-) 0,04 0,10 0,07 -8 (-) Klorofil 0,0005 0,00201.500 0,0012 1742,29 3 3 Conductivity µmhos/cm 1874,29 18 mg/m 25 Klorofil (-) (-)16,31 0,0012 Jumlah Skor 0,0005 -11 mg/m34 Kecerahan m0,0020 (-) 18,25 172 Skor -11 1,36 5 Jumlah Kekeruhan NTU 15 4,29 Sumber Data : BLHD Sul-Sel,mg/L 2014 50 1,00 1,36 6 TSS 7 TDS mg/L 1000 499,57 835,29 6 Kimia 8 mutu pH 6,0 - 8,5 (Tabel-2.9) 7,65 7,66 Berdasarkan analisis air menurut metode Storet 9 Total-P mg/L 0.2 0 0,005 0 dimana sampel air yang10diambil adalah padamg/L lapisan permukaan. Hasil 0,002 Amoniak (NH3) (-) 0,001 analisis menunjukkan 11 bahwa mutu air Danau mg/L Matano 10 pada saat Nitrat (NO 0,001 ini 3) 12 mg/L 0.06 Nitrit (NO ) 0.000 termasuk dalam kondisi tercemar.2 Namun tidak menutup kemungkinan 13 Sulfat (SO4-) mg/L (-) akan terjadi perubahan menjadi tercemar atau lebih dari itu di 0,67 masa 14 S sebagai H2S mg/L 0,02 0.000 2+ mendatang, tergantung pencemaran yang diterimanya atau 15 beban mg/L (-) 25,74 Kalsium (Ca )
54
Germadan Matano
16 17 18 19 20 21
Magnesium (Mg2+) Khlorida (Cl‾) (Cl‾) BOD COD Iron (Fe)
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L ML
(-) (-) 4 3 25 (-)
72,74 24,86 4,16 1,76 5,90 0.00
0,018 0.000 0,71 0,002 29,47 81,50 27,93 7,29 2,29 7,08 0,15
yang memasuki perairan Danau Matano dari ekosistem sekitarnya. Ekosistem danau senantiasa menawarkan dua hal, yaitu sebagai badan air yang paling praktis dan murah untuk kebutuhan domestik dan industri, dan sebagai sistem penerima limbah dari ekosistem sekitarnya yang memadai dan murah. Seiring peningkatan berbagai aktivitas masyarakat di sekitar danau dan pengembangan pemukiman sebagai dampak peningkatan penduduk di Kota Sorowako merupakan ancaman meningkatnya jumlah beban pencemaran yang masuk ke dalam ekosistem Danau Matano. Akumulasi bahan pencemar yang berlangsung terus ke dalam perairan danau dapat menyebabkan perubahan status mutu air dan status trofik danau. Dampak buruk selanjutnya dari pencemaran adalah berkurangnya keanekaragaman hayati sehingga menimbulkan kerugian secara ekonomis dan ekologis, bahkan dapat menyebabkan hilangnya spesies endemik danau. Oleh karena itu, semua pihak harus menyadari dan bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya pencemaran terhadap ekosistem Danau Matano. Selain keindahan Danau Matano yang harus dipertahankan, juga merupakan salah danau purba yang menyimpan berbagai keunikan serta memiliki spesies endemik terbanyak di dunia yang merupakan sumberdaya genetik yang harus dilestarikan. Tabel-2.10. Kriteria status ekosistem akuatik danau Parameter Danau
Status Ekosistem Danau
Status Trofik
Baik Oligotrof - Mesotrof
Terancam
Rusak
Eutrof
Hipertrof
Status Mutu Air
Tidak tercemar
Tercemar sedang
Tercemar berat
Keanekaragaman Hayati
Masih terdapat flora/fauna Berkurangnya jenis flora/ Hilangnya jenis flora/fauna endemik dan asli fauna endemik dan asli endemik dan asli, bnyak ditemukan jenis introduksi
Germadan Matano
55
Parameter Danau
Status Ekosistem Danau Baik Tingkat trofik seimbang (produsen primer/ sekunder, konsumen/ tersier Terkendali tidak menyebar dan tidak mengganggu fungsi danau
Terancam Tingkat trofik tidak seimbang
Alga/ Ganggang biru (microcystis)
Sedikit
Sedang
Marak
Limbah Pakan Perikanan Budidaya
Jumlah produksi ikan dan penggunaan pakan sesuai dengan daya tampung danau dan perizinan
Jumlah produksi ikan dan penggunaan pakan melebihi daya tampung danau, tetapi memenuhi perizinan
Kegiatan budidaya ikan dan pemakaian pakan tidak terkendali, tidak sesuai dengan daya tampung danau
Jejaring Makan (food web)
Tutupan Tumbuhan Air
Rusak Tidak terjadi tingkat trofik
Kurang terkendali dan Menyebar tidak terkendali, menggangu fungsi danau sangat mengganggu fungsi danau
Sumber Data : BLHD Sul-Sel, 2014
2.4. Status Mutu Ekosistem Danau Matano 2.4.1. Status Ekosistem Akuatik Penentuan status ekosistem akuatik Danau Matano dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan kelas air dan baku mutu air danau, penentuan status mutu air serta penentuan status trofik danau. Adapun kriteria parameter lain yang harus ditentukan adalah keanekaragaman hayati, jejaring makanan, tutupan tumbuhan air, alga/ganggang biru (Microcystis) dan limbah pakan perikanan budidaya (Tabel-2.10). Sedangkan untuk menilai status ekosistem Danau Matano berdasarkan kriteria tersebut di atas (Tabel-2.11).
56
Germadan Matano
Tabel-2.11. Status ekosistem akuatik Danau Matano Status Ekosistem Danau
Parameter Danau
Status
Keterangan
Status Trofik
Baik
Oligotrof
Status Mutu Air
Terancam
Tercemar
Keanekaragaman Hayati
Baik
Masih terdapat flora/fauna endemik dan asli
Jejaring Makan (food web) Tutupan Tumbuhan Air
Baik
Tingkat trofik seimbang (produsen primer/sekunder, konsumen/ tersier Terkendali tidak menyebar dan tidak mengganggu fungsi danau
Alga/ Ganggang biru (microcystis)
Baik
Tidak ada
Limbah Pakan Perikanan Budidaya
Baik
Ada budidaya dalam skala kecil
Baik
Sumber Data : BLHD Sul-Sel, 2014
Penelaah status ekosistem Danau Matano dirangkum dalam urutan sebagai berikut: 1. Menentukan Kelas Kualitas Air, yang menunjukkan tingkat pencemaran (PP No. 69 tahun 2010); 2. Mengidentifikasi keanekaragaman hayati yang menunjukkan keragaman biota air, serta ikan endemik yang terdapat di perairan Danau Matano; 3. Meneliti jejaring makan (food web) yang menunjukkan struktur rangkaian makanan secara alami untuk mendukung kehidupan biota air. 4. Mengidentifikasi tutupan tumbuhan air, baik yang berfungsi sebagai penunjang kehidupan biota akuatik maupun yang bersifat gulma mengganggu ekosistem dan pemanfaatan air danau; 5. Mengidentifikasi alga/ganggang biru (Microcytis), yaitu jenis alga yang mengganggu kelestarian dan kualitas air danau, serta mengganggu kehidupan ikan dan menimbulkan proses eutrofikasi. Germadan Matano
57
Status trofik menunjukkan dampak adanya beban limbah unsur hara yang masuk air danau. Kondisi kualitas air danau dan waduk diklasifikasikan berdasarkan status proses eutrofikasi yang disebabkan adanya peningkatan kadar unsur hara dalam air. Faktor pembatas sebagai penentu eutrofikasi adalah unsur phosphor (P) dan nitrogen (N). Pada umumnya rata-rata tumbuhan air mengandung nitrogen dan phosphor masing-masing 0,7% dan 0,09% dari berat basah. Phosphor membatasi proses eutrofikasi jika kadar nitrogen lebih dari delapan kali kadar phosphor, sementara nitrogen membatasi proses eutrofikasi jika kadarnya kurang dari delapan kali kadari phosphor (UNEP-IETC/ ILEC, 2001). Sedangkan klorofil-a adalah pigmen tumbuhan hijau yang diperlukan untuk fotosintesis. Parameter klorofil-a tersebut mengindikasikan kadar biomassa algae, dengan perkiraan rata-rata beratnya adalah 1% dari biomassa. Eutrofikasi yang disebabkan oleh proses peningkatan kadar unsur hara terutama parameter nitrogen dan phosphor pada air danau dan waduk. Proses tersebut diklasifikasikan dalam empat kategori status trofik kualitas air danau dan waduk berdasarkan kadar unsur hara dan kandungan biomassa atau produktivitasnya sebagai berikut. 1. Oligotrof adalah status trofik air danau dan waduk yang mengandung unsur hara dengan kadar rendah, status ini menunjukkan kualitas air masih bersifat alamiah belum tercemar dari sumber unsur hara nitrogen dan phosphor. 2. Mesotrof adalah status trofik air danau dan waduk yang mengandung unsur hara dengan kadar sedang, status ini menunjukkan adanya peningkatan kadar nitrogen dan phosphor namun masih dalam batas toleransi karena belum menunjukkan adanya indikasi pencemaran air. 3. Eutrof adalah status trofik air danau dan waduk yang mengandung unsur hara dengan kadar tinggi, status ini menunjukkan air telah tercemar oleh peningkatan kadar nitrogen dan phosphor. 4. Hipereutrof/Hipertrof adalah status trofik air danau dan waduk yang mengandung unsur hara dengan kadar sangat tinggi, status 58
Germadan Matano
ini menunjukkan air telah tercemar berat oleh peningkatan kadar nitrogen dan phosphor. Tingkat kesuburan perairan danau dan waduk dapat dihitung berdasarkan tiga metode yaitu: Metode UNEP-ILEC, Metode Indeks Status Trofik Carlson dan Rumus Jones dan Bachman. Penentuan status trofik dengan ketiga metode tersebut berdasarkan adanya keterkaitan yang erat antara parameter total nitrogen, total phosphor, klorofil-a dan kecerahan perairan. Introduksi unsur pencemar keperairan danau berupa nitrogen dan phosphor akan menyebabkan terjadinya pertumbuhan fitoplankton di dalam perairan tersebut yang ditandai dengan adanya konsentrasi klorofil-a, akibat lebih lanjut dengan adanya kepadatan klorofil-a tersebut akan menyebabkan terhambatnya cahaya yang masuk ke dalam kolom air sehingga berdampak pada semakin dangkalnya kecerahan perairan yang dapat terukur dengan cakram sechi. Tabel-2.12. Penentuan status trofik danau dengan metode UNEP-ILEC
Oligotrof
Total-N (µg/L) <650
Total-P (µg/L) < 10
Khlorofil a (µg/L) < 2,0
Kecerahan (m) >10
Mesotrof
< 750
<30
<5,0
>4,0
Eutrof
< 1.900
<100
<15
>2,5
Hipertrof
> 1.900
>100
>200
< 2,5
Status Trofik
Sumber Data : BLHD Sul-Sel, 2014
Berdasarkan hasil analisis status trofik dengan Metode UNEPILEC (Tabel-2.12) dan hasil pengukuran rata-rata kandungan usurtotal-N, total-P, khlorofil dan kecerahan (Tabel-2.13), maka Danau Matano digolongkan kedalam status “oligotrof”. Bahkan jika dilihat dari kecerahan air dan kandungan unsur hara pada musim kemarau, dapat digolongkan kedalam “ultraoligotrof”. Germadan Matano
59
Tabel-2.13. Rata-rata Total-N, Total-P, Khlorofil-a dan Kecerahan Danau Matano (Juni dan Oktober 2013) No
Parameter
Satuan
Waktu Pengukuran Juni Oktober
1
Total-N
(µg/L)
10,0
1,0
2
Total-P
(µg/L)
2,3
0,0
3
Khlorofil a
(µg/L)
0,5
2,0
4
Kecerahan
(m)
18,254
16,309
Sumber Data : BLHD Sul-Sel, 2014
2.4.2. Status Ekosistem Sempadan Persyaratan kualitas air untuk berbagai pemanfaatan air danau terdiri dari syarat parameter fisika, kimia dan mikrobiologi atau sesuai baku mutunya. Sedangkan penilaian status trofik air danau terutama terdiri dari syarat kadar unsur hara nitrogen dan phosphor, klorofil-a dan kecerahan air. Oleh karena itu perhitungan daya tampung perairan danau perlu memperhatikan sumber dan beban pencemaran serta dampaknya terhadap pemanfaatan air dan kesinambungan fungsi ekosistem danau. Danau dan sebagai sumberdaya air yang memiliki berbagai pemanfaatan, juga berfungsi sebagai penampung air atau resevoar alami dari daerah tangkapan air (DTA) dan sempadan. Oleh karena itu berbagai unsur pencemaran dari DTA dan ekosistem sempadan akan terbawa masuk ke dalam danau bersama dengan air sungai dan aliran permukaan. Untuk menentukan status ekosistem sempadan di gunakan kriteria pada Tabel-2.14 yang didasarkan pada parameter ada atau tidaknya bangunan di sempadan danau.
60
Germadan Matano
Tabel-2.14. Kriteria status ekosistem sempadan danau
Parameter Danau
Status Ekosistem Teretrial pada DTA Baik
Sempadan Danau
Tidak ada bangunan
Sempadan PasangSurut
a. Tidak ada bangunan b. Tidak ada pengolahan lahan dan tidak ada perkebunan dan sawah dengan pemupukan
Pembuangan Limbah Tidak ada pembuangan limbah
Terancam
Rusak
Mulai ada sedikit bangunan Ada pengolahan lahan untuk perkebunan dan sawah, serta pemupukan
Banyak Bangunan
Ada pembuangan limbah dan tidak ada sistem pengendalian pencemaran air, tetapi tidak melampaui daya tampung pencemaran air danau
Ada pembuangan limbah dan tidak ada sistem pengendalian pencemaran air, serta telah melampaui daya tampung pencemaran air danau
a. Ada bangunan b. Ada pengolahan lahan dan ada perkebunan dan sawah dengan pemupukan
Sumber Data : BLHD Sul-Sel, 2014
Pada daerah DTA dan sempadan Danau Matano terdapat berbagai kegiatan yang berpotensi menghasilkan limbah secara langsung dan tidak langsung ke danau, antara lain, pertanian, peternakan, industri dan pertambangan serta limbah penduduk. Kondisi saat ini, sempadan Danau Matano di sebelah selatan merupakan kawasan pemukiman kota Sorowako dan perumahan karyawan PT. Vale. Sebelah barat danau terdapat pemukinan Desa Matano dan di sebelah barat laut sampai utara terdapat pemukiman Desa Nuha. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan perkembangan kota Sorowako, maka tuntutan kebutuhan pemukiman/perumahan bagi penduduk semakin mendesak. Disisi lain kondisi tofografi kota Sorowako yang berbukit dan sebagaian besar berada dibawa konsesi PT.Vale sehingga sulit untuk mendapatkan lahan pemukiman baru yang layak. Oleh karena itu pemanfaatan sempadan danau sebagai kawasan pemukiman baru terus berkembang dan sulit untuk dicegah. Bahkan dimasa akan datang, pengembangan pemukiman ini akan Germadan Matano
61
menjadi ancaman tersendiri tehadap status ekosistem sempadan Danau Matano. Tabel-2.15. Status ekosistem sempadan Danau Matano
Parameter Danau
Status Ekosistem Teretrial pada DTA Status
Keterangan
Sempadan Danau
Terancam
Ada bangunan, tersebar pada beberapa lokasi sempadan.
Sempadan Pasang-Surut
Terancam
Ada pengolahan lahan untuk perkebunan dan pemupukan
Pembuangan Limbah
Terancam
Ada pembuangan limbah,sebagian ada sistem pengendalian pencemaran air dan sebagian tidak ada, namun tidak melampaui daya tampung pencemaran air danau
Sumber Data : BLHD Sul-Sel, 2014
Kawasan sempadan Danau Matano sebelah timur saat ini sebagian telah berubah menjadi pemukiman baru antara lain, Kompleks perumahan Villa Matano Indah dan kompleks rumah susun serta berkembang pula industri perhotelan dan rumah-rumah penduduk yang dibangun secara perorangan. Pembangunan rumah susun ini merupakan kebijakan pemerintah Luwu Timur melalui instasi terkait yang dimaksudkan untuk merelokasi penduduk kota Sorowako yang mendirikan bangunan rumah di atas Danau Matano. Selain sebagai kawasan pemukiman, sempadan Danau Matano sebagian telah menjadi lahan perkebunan rakyat. Komoditi yang diusahakan oleh masyarkat adalah coklat dan merica serta tanaman musiman. Pada sempadan pasang surut Danau Matano, ditemukan bangunan permanen berupa dermaga penyeberangan baik di Sorowako maupun di Nuha. Kedua dermaga tersebut merupakan prasarana transportasi danau yang menghubungkan Sorowako Kabupaten Luwu Timur Propinsi Sulawesi Selatan melalui Desa Nuha dengan Kabupaten Morowali Propinsi Sulawesi Tengah. Disekitar dermaga Sorowako, terlihat pemukiman penduduk di bangun di atas sempadan pasang surut. Di antara pemukiman tersebut terdapat usaha budidaya ikan 62
Germadan Matano
dengan sistem kerambah, meskipun jumlahnya tidak banyak dan masih dalam skala kecil. Pemanfaatan lahan sempadan pasang surut tersebut, dikhawatirkan akan menjadi acaman terhadap keaslian ekosistem Danau Matano di masa mendatang. Sedangkan parameter pembuangan limbah, terdapat sistem pengendalian pencemaran air atau instalasi pengolahan air limbah (IPAL) dari buangan limbah PT. Vale dan perumahan staf serta karyawannya. Sedangkan penduduk di kota Sorowako sebagaian besar mengalirkan limbahnya langsung kedanau, termasuk penduduk di desa Matano dan Nuha. Selain itu, aliran sungai-sungai kecil yang berjumlah 10 buah dan berhulu di DTA Larona secara reguler mengalirkan air ke Danau Matano, termasuk limbah yang terkandung di dalamnya baik pada musim kemarau terlebih pada musim hujan. Berdasarkan pada kriteria sempadan danau dan analisis yang telah dilakukan maka status ekosistem sempadan Danau Matano (Tabel-2.15) sampai saat ini adalah status terancam. Tabel-2.16. Kriteria status ekosistem terestrial danau pada Daerah Tangkapan Air (DTA) Status Ekosistem Teretrial pada DTA
Parameter Danau
Baik Penutupan Lebih dari 75 % vegetasi pada DTA
Terancam 30 – 70 %
Rusak Kurang dari 30 %
Koefisien region sungai (Qmax/ Qmin) masuk danau Erosi Lahan DTA
Kurang dari 50
50 - 120
Lebih dari 120
Dampak Pendangkalan Danau
Tidak terjadi pendangkalan
Tingkat erosi masih Tingkat erosi telah Tingkat erosi telah melebihi batas dibawah tingkat menyamai batas toleransi toleransi erosi toleransi erosi erosi Pendangkalan rata2 per a. Pendangkalan rata2 per tahun ≥ tahun kurang dari 2% dari 2% dari kedalaman danau kedalaman danau b. Pendangkalan menyebabkan ekosistem tipe danau sangat dangkal berubah menjadi ekosistem rawa Germadan Matano
63
Parameter Danau Pembuangan Limbah
Status Ekosistem Teretrial pada DTA Baik Tidak ada pembuangan limbah
Terancam Ada pembuangan limbah dan tidak ada sistem pengendalian pencemaran air, tetapi tidak melampaui daya tampung pencemaran air danau
Rusak Ada pembuangan limbah dan tidak ada sistem pengendalian pencemaran air, serta telah melampaui daya tampung pencemaran air danau
Sumber Data : BLHD Sul-Sel, 2014
2.4.2. Status EkosistemTerestrial Untuk menentukan status ekosistem terestrial di gunakan kriteria pada Tabel-2.16 yang didasarkan pada pengaruh ekosistem terestrial pada DTA Danau Matano. Sedangkan status ekosistem terestrial Danau Matano pada Daerah Tangkapan Air (Tabel-2.17). Tabel-2.17. Status ekosistem terestrial Danau Matano pada Daerah Tangkapan Air
Parameter Danau
Status Ekosistem Terestrial pada DTA Status
Keterangan
Penutupan vegetasi pada DTA Koefisien region sungai (Qmax/Qmin) masuk danau
Baik
> 86 %
Baik
10
Erosi Lahan DTA
Baik
Tingkat erosi masih dibawa batas toleransi erosi
Dampak Pendangkalan Danau Pembuangan Limbah
Baik
Tidak terjadi pendangkalan (Danau Purba)
Belum Terancam
Ada pembuangan limbah dan ada sistem pengendalian pencemaaran, tidak melampaui daya tampung pencemaran air danau
Sumber Data : BLHD Sul-Sel, 2014
64
Germadan Matano
Indikator kondisi dan pengaruh ekosistem terestrial pada Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Matano adalah sebagai berikut : 1. Penutupan vegetasi pada lahan daerah DTA adalah luas lahan vegetasi dibagi luas lahan DAS atau DTA. Kondisi yang baik adalah apabila nilainya lebih besar dari 75%, dan mulai terancam apabila nilainya 30 – 75%, sedangkan kondisi rusak apabila nilainya < 30%. Pada danau vulkanik perhitungan luas vegetasi tersebut dikoreksi yaitu luas DTA terlebih dulu dikurangi dengan luas lahan yang tidak dapat ditanami karena memiliki karakteristik solum tanah yang dangkal. 2. Fluktuasi debit air antara debit maksimal pada musim hujan dan debit minimal pada musim kemarau, yang dinyatakan dengan nilai koefisien regim sungai yaitu KRS = Qmax/Qmin. Kondisi baik apabila KRS < 50; terancam apabila nilainya 50-120; rusak apabila nilainya > 120. 3. Erosi lahan DAS atau DTA : tingkat erosi baik apabila laju erosi masih dibawah batas toleransi erosi, terancam bila menyamai batas toleransi erosi dan rusak apabila melebihi batas toleransi erosi. Batas toleransi erosi untuk berbagai jenis lahan mengacu kepada peraturan dan pedoman yang berlaku. 4. Pendangkalan danau: kondisi danau adalah baik apabila tidak terjadi pendangkalan, terancam apabila pendangkalan rata-rata pertahun mencapai < 2% dari kedalaman danau, rusak apabila ≥ 2% dari kedalaman danau. 5. Pembuangan limbah: kondisi danau adalah baik apabila tidak ada pembuangan limbah atau ada pembuangan limbah akan tetapi ada sistem pengendalian pencemaran air serta sesuai dengan daya tampung beban pencemaran air danau; terancam apabila tidak ada sistem pengendalian pencemaran akan tetapi tidak melampaui daya tampung beban pencemaran air danau; rusak apabila melampaui daya tampung beban pencemaran air danau.
Germadan Matano
65
66
Germadan Matano
BAB III GERAKAN PENYELAMATAN DANAU MATANO 3.1. Penentuan Faktor Internal dan Eksternal Kondisi ideal yang diinginkan dalam pengelolaan dan pemanfaatan ekosistem Danau Matano adalah terjaganya fungsi, daya dukung dan keaslian serta keunikan danau purba ini dalam meningkatkan kualitas kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat di sekitar danau. Selain itu, kekayaan sumberdaya hayati khususnya spesies endemik dan keunikan sumberdaya ekosistem Danau Matano dapat terus terpelihara dan terjaga kelestariannya sepanjang masa. Melalu gerakan penyelamatan ini, diharafkan Danau Matano dapat memberikan manfaat yang berkelanjutan, baik manfaat ekonomi maupun ekologis. Dalam upaya penyelamatan Danau Matano, perlu dilakukan kajian lingkungan eksternal dan internal untuk mengidentifikasi akar permasalahan (root problem) karena berpotensi mengancam dan merusak kealamian dan keseimbangan ekosistem Danau Matano di masa akan datang. Akar permasalahan tersebut dapat dikelompokkan menjadi permasalahan yang terjadi pada DTA, daerah sempadan; dan permaalahan akibat kegiatan yang berlangsung di atas perairan danau. Ketiga akar permasalahan tersebut secara umum dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Perambahan (pembalakan) hutan dan perladangan yang tak terkendali di daerah DTA dan lereng. 2. Dampak erosi dari kegiatan pertambangan, perladangan dan pembukaan lahan di daerah sempadan untuk pemukiman terhadap ekosistem danau. 3. Keberadaan ikan invasive menjadi ancaman keaeneka ragaman hayati dan populasi spesies endemik danau. 4. Pengembangan pemukiman baru pada daerah sempadan dan pendirian bangunan ditepian danau. Germadan Matano
67
5. Pembuangan limbah domestik, industri dan pertanian serta transportasi air yang semakin meningkat memasuki danau. 6. Ancaman limbah budidaya ikan yang sudah mulai dirintis di beberpa lokasi tepian danau. Setiap permasalahan tersebut perlu mendapat perhatian dan penanganan serius karena berpotensi mengancam dan merusak kealamian ekosistem Danau Matano di masa akan datang. Kondisi dan karakteristik lingkungan internal dan eksternal perlu dianalisis sehingga dapat diperoleh beberapa rencana strategis yang mungkin dapat dilakukan. Untuk keperluan analisis SWOT (Tabel-3.1), penentuan dan identifikasi faktor internal meliputi: kekuatan (Strength), kelemahan (Weakness) dan faktor eksternal meliputi: peluang (Opportunity) dan ancaman (Threat). Berdasarkan pada hasil analisis SWOT, selanjutnya akan dielaborasi ke dalam beberapa strategi atau upaya yang dilakukan dalam bentuk program, sehingga upaya tersebut efektif dan berdaya guna dalam mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat mencegah serta menyelamatkan Danau Matano dari kerusakan. Tabel-3.1. Analisis SWOT lingkungan internal dan eksternal Danau Matano Faktor Eksternal
Faktor Internal
68
Germadan Matano
Peluang (O) 1. Banyak dilirik oleh ilmuan dan peneliti danau purba untuk kegiatan penelitian lanjutan 2. Spesies endemik Danau Matano diminati oleh pencinta ikan hias di berbagai negara 3. Satatus Danau Matano dapat ditingkatkan menjadi warisan dunia (World Heritage), 4. Komitmen kuat pemerintah dan stakeholders untuk pengelolaan sumberdaya alam Danau Matano secara berimbang
Ancaman (T) 1. Pembalakan, pertambangan dan pembukaan lahan di daerah sempadan akan meningkatkan laju erosi, 2. Keberadaan ikan invasive menjadi ancaman spesies endemik Danau Matano 3. Fungsi sempadan terancam dengan pengembangan pemukiman dan pendirian bangunan ditepian danau 4. Dampak erosi dan limbah serta sisa pakan ikan akan mengubah status trofik dan status mutu air danau
Kekuatan (S) 1. Danau purba terbentuk secara tektonik sekitar 1 – 4 juta tahun silam, 2. Memiliki banyak keunikan dan lebih dari 90 % spesies ikan adalah endemik 3. Merupakan kawasan tanam wisata alam dengan panorama yang elok dan air yang sangat jernih 4. Berfungsi sebagai air baku PDAM, PLTA, transportasi danau, perikanan dan taman wisata alam Kelemahan (W) 1. Belum tersedia Perda pengelolaan dan pemanfaatan ekosistem Danau Matano 2. Belum dilakukan tindakan tegas pelaku pembalakan hutan di daerah DTA dan lereng 3. Danau Matano berbatasan langsung dengan Kota Sorowako penduduknya bertambah dengan cepat. karena berada dalam kawasan PT. Vale 4. Diperlukan penelitian dan kajian ilmiah untuk mengungkap misteri keunikan Danau Matano.
Strategi S-O 1. Menjalin kerja sama penelitian dengan lembaga penelitian, perguruan tinggi dan bergai stakeholder baik nasional maupun internasional, 2. Membangun prasarana dan sarana domestikasi spesies endemik 3. Melakukan pengelolaam danau dengan baik dan membangun jaringan informasi danau, 4. Melakukan pemanfaatan sumberdaya alam yang berimbang antara kepentingan konservasi dan pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Strategi S-T 1. Melakukan revegetasi, membangun kolam pengendapan dan ekohidrolika didaerah DTA dan lereng 2. Memberi penyadaran kepada masyarakat tentang pentingnya melestarikan spesies endemik dan menghimbau untuk menangkap ikan invasif 3. Meningkatkan kualitas pelayanan jasa pariwisata dan menggalakkan kembali pestival Danau Matono, 4. Membangun dan merenovasi IPAL pada setiap inlet pembuangan ke dalam danau. Strategi W-O Strategi W-T 1. Menyiapkan perangkat hukum 1. Menyiapkan perangkat hukum tentang kerjasama penelitian, tentang pembalakan hutan dan pengelolaan dan pemanfaatan pemanfaatan sempadan untuk sumberdaya alam termasuk pemukiman, sumberdaya genetik. 2. Menindak tegas oknum yang 2. Melakukan perbaikan metode melepaskan ikan invasif yang pengawasan pembalakan hutan bersifat predator kedalam dan menindak tegas oknum yang danau, melanggar hukum termasuk 3. Merencanakan pemukiman perdagangan ikan endemik baru di luar kawasan sempadan tanpa izin, danau, 3. Membentuk kelompok atau 4. Mengembangkan pengolahan forum pencinta danau limbah dengan menerapkan 4. Menyiapkan kebijakan tehnologi bioremediasi. pengelolaan sumberdaya alam berdasarkan hasil penelitian dengan prinsif keberlanjutan.
Program-program yang dirumuskan dapat dikelompokkan menjadi dua berdasarkan urgensinya yaitu: Program Super Prioritas dan Program Prioritas. Untuk mencapai sasaran yang diharapakan maka dalam pelaksanaan program-program tersebut, kegiatan-kegiatan dilakukan secara periodik dengan suatu pendekatan implementasi program yang saling mendukung. Pendekatan yang digunakan dalam implementasi programprogram Gerarakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Matano adalah sebagai berikut: Germadan Matano
69
1. Perlunya dukungan riset dan teknologi untuk mengungkap misteri keunikan dan upaya pelestarian sumberdaya hayati Danau Matano. 2. Perlunya peningkatan peran pemerintah dan stakeholders dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam secara berimbang. 3. Perlunya kelembagaan dan peningkatan peran masyarakat dalam mengawal program dan upaya pelestarian ekosistem Danau Matano. 3.2. Program Germadan Matano Beberapa program super prioritas dan program prioritas dalam Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Matano antara lain: 3.2.1. Program Super Prioritas 1. Penyelamatan Ekosistem DTA dan Lereng Danau Matano Proses sedimentasi pada danau berlangsung secara alami, meskipun memerlukan waktu yang relatif lama dan pada akhirnya terjadi pendangkalan. Sedimentasi danau dapat dipercepat karena aktivitas manusia di daerah DTA dan sempadan yang menyebabkan tingginya laju erosi. Menurut Dinas Kehutan Luwu Timur (Pertemuan 28 Agustus 2014) bahwa luas lahan kritis kawasan hutan Taman Wisata Alam (TWA) Danau Matano 4.236 Ha termasuk di dalamnya hutan produksi, hutan lindung dan kawasan konsesi PT. Vale, Tbk. Berdasarkan penggunaan lahan di sekitar Danau Matano dan di Kompleks Danau Malili sebagian besar masih cukup terjaga meskipun di beberapa titik lokasi tertentu telah rusak, termasuk kawasan pertambangan 2.318,41 ha yang berkarakter legal dan ditindak-lanjuti dengan revegetasi. Selain itu, pembalakan hutan yang cenderung ilegal dan kegiatan perladangan/kebun campuran oleh masyarakat 88.192,08 ha, padang rumput 2,349,63 ha, semak belukar 29.420,65 ha, tanah terbuka 3.310, 41 ha dan bentuk penggunaan lainnya yang menambah lahan kritis dan rentang erosi. Sedangkan tingkat bahaya erosi (TBE) kawasan hutan di sekitar Danau Matano dan Kompleks Danau Malili 70
Germadan Matano
sebagaimana disajikan pada Tabel-2.8 menunjukkan bahwa kawasan DTA yang memiliki TBE dengan kategori sangat tinggi 48.750,30 ha dan tinggi 32.442,28 ha. Lahan demikian dapat berpotensi sebagai lahan kritis, yaitu lahan yang telah mengalami kerusakan secara fisik, kimia dan biologis, sehingga fungsi lahan menjadi tidak efektif dan cenderung berdampak negatif. Lahan kritis tersebut perlu dilakukan revegetasi baik secara vegetatif maupun secara sipil teknis. Revegetasi lahan kritis dapat dilakukan secara vegetatif yaitu dengan meningkatkan jumlah dan jenis tanaman kayu melalui kegiatan penghijauan atau Hutan Tanaman Rakyat (HTR) pada lahan masyarakat maupun reboisasi pada lahan negara. Rehabilitasi lahan kritis secara sipil teknis antara !ain melalui pembuatan teras pada lahan miring, ekohidrolika dan kolam-kolam pengendapan terutama di daerah pertambangan. Hal ini dimaksudkan untuk memperkecil laju limpasan aliran permukaan ketika hujan sehingga daya rusaknya berkurang dan meningkatkan laju infiltrasi air kedalam tanah serta menurunkan laju erosi. Pada akhirnya akan mampu mengurangi sedimentasi dan pendangkalan danau. Kegiatan yang terkait dengan program penyelamatan ekosistem DTA dan lereng Danau Matano serta indikator capaian maupun sasaran atau hasil yang diharapkan (Tabel-3.2.). Tabel-3.2. Program penyelamatan ekosistem DTA dan lereng Danau Matano Permasalahan
Kegiatan
Indikator Output
Outcome
Instansi Penanggung Jawab Pusat
Daerah
1. Penyelamatan Ekosistem DTA dan Lereng Danau Matano Dampak kegiatan yang berlangsung di DTA dan lereng seperti pertambangan, pembalakan hutan dan perladangan
Melakukan reboisasi pada kawasan Berkurangnya lahan kritis di DTA dan Merehabilitasi ekosistem kawasan Kementerian Danas hutan lindung di sekitar Danau lereng hutan lindung di DTA Danau Kehutanan, Kehutanan, Matano Matano Kementerian BP DAS, ESDM dan BBKSDA SulMelakukan reklamasi pada kawasan Berkurangnya lahan kritis di DTA dan Merehabilitasi hutan dan KLH Sel, Danas hutan di sekitar Danau Matano pada lereng pasca tambang mengendalikan erosi di DTA dan PSDA, areal Kontrak Karya PT. Vale lereng pasca tambang, BAPEDALD A, PT. Vale Tersedianya tata kelola yang lebih Tersedianya tata kelola yang lebih Berkurangnya kerusakan hutan Tbk., TNI, baik dan perangkat pengawasan baik dan perangkat pengawasan hutan akibat perambahan Kepolisian, hutan yang efektif yang efektif Kejaksaan dan Dinas Membangun kolam pengendapan Tersedianya pond sediment/ Memperlambat laju erosi dan ESDM (pond sediment )/ sejenisnya pada sejenisnya pada lahan pasca tambang sedimentasi pada danau lahan pasca tambang
Germadan Matano
71
2. Penyelamatan Ekosistem Sempadan Danau Matano Penilaian terhadap ekosistem sempadan danau yang baik, tentu didasarkan pada kriteria yang telah ditetapkan. Perda Provinsi Sulawesi Selatan No. 9 Tahun 2009 tentang Tata Ruang bahwa zona bebas di daerah sempadan danau 50 – 100 m dan Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan No. 69 Tahun 2010 tentang Baku Mutu dan Kriteria Kerusakan Lingkungan Hidup. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa kriteria atau parameter sempadan danau dan sempadan pasang surut danau yang baik adalah tidak ada bangunan dan tidak ada pengolahan lahan untuk perkebunan dan sawah dengan pemupukan. Demikian juga dengan parameter pembuangan limbah yaitu tidak ada pembuangan limbah di daerah sempadan danau. Kondisi ekostem sempadan Danau Matano saat ini sebagaian besar telah beralih fungsi menjadi lahan pemukiman, pertanian, peternakan, industri dan berbagai kegiatan lainnya. Demikian halnya dengan sempadan pasang surut (zona litoral) telah banyak ditemukan bangunan di atas air, termasuk budidaya ikan dengan sistem karamba tancap (pen culture). Upaya pemerintah merelokasi penduduk yang bermukim di atas tepian danau atau di atas zona litoral merupakan tindakan nyata untuk penyelamatan sempadan Danau Matano yang perlu diapresiasi. Pembuangan limbah khususnya di daerah sempadan pasang surut baik limbah padat maupun limbah cair, nampaknya sudah memprihatinkan dan akan mengancam kelestarian ekosistem perairan Danau Matano. Limbah padat banyak bertumpuk di tepian danau, demikian pula dengan limbah cair volumenya semakin meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang ada sebagian sudah tidak berfungsi dan yang lainnya menjadi over capacity sehingga tidak efektif mengendalikan limbah berbahaya memasuki ekosistem perairan danau. Berdasarkan pada kriteria sempadan danau dan analisis yang telah dilakukan maka ekosistem sempadan Danau Matano sampai saat ini statusnya terancam. Oleh sebab itu, kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dalam program penyelamatan ekosistem sempadan Danau Matano serta indikator capaian maupun sasaran atau hasil yang diharapkan (Tabel-3.3). 72
Germadan Matano
Tabel-3.3. Program penyelamatan ekosistem sempadan Danau Matano Permasalahan
Kegiatan
Indikator Output
Outcome
Instansi Penanggung Jawab Pusat
Daerah
2. Penyelamatan Ekosistem Sempadan Danau Matano Berkurangnya jalur hijau (green belt) di daerah sempadan sehingga fungsinya sebagai penyangga danau tidak optimal
Pembatasan pemanfaatan kawasan Mencegah alifungsi sempadan danau Fungsi ekosistem sempadan Kementrian Dinas sempadan untuk pengembangan secara berlebihan sebagai daerah penyangga danau Kehutanan Kehutanan, pemukiman tetap lestari dan KLH Dinas Pertamanan, BAPEDALD Menyiapkan perangkat hukum Tersedia perangkat hukum tentang A, PT. Vale tentang tata kelola dan pemanfaatan tata kelola dan pemanfaatan Tbk., sempadan danau sempadan danau BBKSDA SulSel, Dinas Revegatasi atau penataan kembali Terbentuknya jalur hijau pada Tata Ruang jalur hijau pada kawasan kawasan pemukiman di daerah dan pemukiman di daerah sempadan sempadan BAPPEDA danau
3. Pelestarian Ekosistem Perairan Danau Matano Dokumen dan informasi hasil-hasil penelitian dan kajian ilmiah tentang kondisi limnologis Danau Matano hanya sedikit yang dapat diakses atau dipublikasikan. Danau yang menyimpan banyak keunikan ini menjadi tantangan tersendiri bagi ahli geologi, biologi dan ekologi untuk melakukan penelitian lanjutan di danau purba ini. Berdasarkan perkembangan geologisnya, Danau Matono termasuk bentuk danau celah (Mustafa, 1991) yang memiliki ciri khas pada sumberdaya airnya yang berasal dari dalam danau itu sendiri (mata air) dan telah berkembang berjuta tahun silam. Potensi pencemaran air Danau Matano sebagai dampak kegiatan yang berlansung di DTA dan pemukiman di daerah sempadan serta budidaya ikan dengan sistim karamba, akan menjadi ancaman terhadap keseimbangan ekosistem perairan. Secara fisik kualitas air Danau Matano sangat jernih. Menurut Peter dan rekan-rekannya yang dikutif oleh Bupati Luwu Timur, (2009) bahwa kecerahan air Danau Matano mencapai 25 m; Husnah, dkk., (2008) bahwa kecerahan maksimum mencapai 22,8 m; dan BLHD Sul-Sel, (2014) bahwa kecerahan maksimum mencapai 20,97 m. Terdapat kecenderungan penurunan Germadan Matano
73
kecerahan air pada ekosistem Danau Matano dan penurunun tersebut di pertegas dengan meningkatnya total dissolved solid (TDS) di air permukaan berkisar antara 853,00 – 1065,00 mg/L. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat material-material baik anorganik maupun organik yang terlarut memasuki ekosistem perairan Danau Matano. Kekhawatiran dampak limbah budidaya ikan dengan sistim karamba terhadap kerusakan ekosistem perairan Danau Matano harus diantisipasi sejak awal. Peningkatan volume pemasangan karamba pada daerah litoral dan sub litoral Danau Matano mulai berkembang pesat pada awal tahun 2014. Limba budidaya ikan berupa pakan yang tidak termakan, feces dan hasil ekskresi ikan berupa amoniak akan terakumulasi pada badan air dan dasar perairan terutamaperairan yang relatif tenang seperti danau. Limba budidaya ikan ini, selain meningkatkan total bahan organik terlarut, padatan tersuspensi dan padatan terlarut yang berdampak dengan meningkatnya kekeruhan, berkembangnya alga dan tumbuhan air, serta terciptanya kondisi anaerobik pada dasar perairan dan memicuh produksi gas-gas toksit seperti H2S, CO2 dan metan. Tabel-3.4. Program pelestarian ekosistem perairan Danau Matano Permasalahan
Kegiatan
Indikator Output
Outcome
Instansi Penanggung Jawab Pusat
Daerah
3. Pelestarian Ekosistem Perairan Danau Matano Danau purba yang unik menyimpan bayak misteri dan keanekaragaman spesies endemik menjadi tantangan tersendiri bagi ahli geologi, biologi, ekologi dan para peneliti lainnya
Menjalin kerja sama penelitian dengan lembaga penelitian, perguruan tinggi dan stakeholder nasional maupun internasional
Tersedianya MoU atau bentuk kesepakatan lainnya yang mengikat dalam melakukan penelitian
Tersedianya data base jumlah dan Kemndikbud, BAPPEDA, jenis peneltian/kajian yang telah KKP, LIPI DKP, dilakukan di Danau Matano dan KLH, BAPEDALD Kementerian A, Balai Kehutanan Riset, Pengembangan IPAL Terpadu, Berfungsinya IPAL dengan baik pada Mencegah masuknya limba Perguruan penerapan teknologi bioremediasi setiap inlet saluran limba yang menju berbahaya yang dapat merubah Tinggii, PT. dan merenovasi IPAL yang tidak ke dalam danau status mutu air dan mengancam Vale Tbk., berfungsi keanekaragaman hayati danau BBKSDA SulSosialisasi pentingnya melestarikan Terlaksanya sosialisasi atau Terbentuknya kesadaran dan Sel spesies endemik dan dampak pertemuan dengan kelompok perilaku masyarakat untuk negatif kehadiran spesies invasif di masyarakat pemanfaat danau menjaga kelestarian spesies dalam danau endemik dan mencegah masuk spesies invasif Melakukan pengawasan dan menindak tegas pelaku perdagangan spesies endemik Danau Matano tanpa izin
Tersedia perangkat hukum dan prosedur perizinan perdagangan komuditi perikanan
Merencanakan Perda tentang Tersedia Perda tentang budidaya ikan pengaturan dan atau pelarangan sistim karamba atau sejenisnya di budidaya ikan sistim karamba atau dalam ekosistem Danau Matano sejenisnya dengan teknologi tinggi
74
Germadan Matano
Bentuk upaya perlindungan sumberdaya genetik yang merupakan kekayaan Bangsa Indonesia Mencegah perubahan status mutu air Danau Matano akibat limba budidaya ikan sistim karamba atau sejenisnya
Jika kondisi demikian terjadi, maka spesies endemik danau yang memijah dan menyimpan telurnya pada sedimen dasar seperti batu dan pasir akan gagal menetas karena embrionya di dalam telur tidak berkembang akibat tidak terdapat oksigen terlarut di dasar perairan. Belajar dari pengalaman terhadap danau-danau yang rusak karena dampak budidaya ikan dengan sistim karamba. Untuk mencegah kasus tersebut tidak terjadi di Danau Matano, maka diperlukan pengaturan dan atau pelarangan budidaya ikan sistim karamba dengan teknoligi tinggi untuk tujuan komersial. Kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dalam program pelestarian ekosistem perairan Danau Matano serta indikator capaian maupun sasaran atau hasil yang diharapkan (Tabel-3.4). 3.2.2. Program Prioritas 1. Pengembangan Kelembangaan dan Koordinasi Pengelolaan Danau Matano Pengelolaan dan pelestarian ekosistem Danau Matano perlu didukung dengan peraturan perundang-undangan dan peraturan daerah baik tingkat propinsi maupun kabupaten. Selain itu, koordinasi berbagai sektor di tingkat pemerintah pusat serta pemerintah daerah, stakeholders dan masyarakat sangat diperlukan. Koordinasi tersebut perlu diperkuat dengan pembentukan kelembagaan atau Forum Pengelolaan dan Konservasi Sumberdaya Alam (FPKDA) Kompleks Danau Malili. Pemerintah melalui kementerian atau lembaga dan dinas terkait diharapkan berperan sebagai fasilitator dalam pengembangan kelembagaan tersebut. Sedangkan peran dan partisipasi masyarakat harus pula teroranisir antara lain dengan pembentukan forum seperti yang dijelaskan di atas adalah sangat penting, agar program penyelamatan dan pelestarian danau dapat berlangsung dengan baik dan bermanfaat. Kearifan lokal dalam pemanfaatan danau perlu dikembangkan. Masyarakat yang bermukim di sekitar danau, secara turun temurun telah memanfaatkan danau sebagai sumber kehidupan dengan tetap menjaga kelestariannya. Bentuk interaksi masyarakat dalam Germadan Matano
75
memanfaatkan danau selama ini, dapat diperkaya dengan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi agar diperoleh kemudahan dalam operasionalnya. Namun aplikasi teknologi tersebut tidak merusak dan merubah perinsif dasar kearifan lokal yang berorientasi kepada pelestarian siumberdaya hayati Danau Matano. Tabel-3.5. Program pengembangan kelembagaan dan koordinasi pengelolaan Danau Matano Permasalahan
Kegiatan
Indikator Output
Outcome
Instansi Penanggung Jawab Pusat
Daerah
Sembilan kementerian (Kesepakatan Bali 2009)
Bappeda, SKPD terkait, BBKSDA SulSel, LSM, dan PT. Vale Tbk.,
1. Pengembangan Kelembangaan dan Koordinasi Pengelolaan Danau Matano Belum terbentuknya kelembagaan atau forum yang bertugas melakukan pengawasan dan koordinasi antar SKPD terkait pemanfaatan dan pengelolaan Kompleks Danau Malili
Pembentukan kelembagaan atau Terbentuknya kelembagaan atau Forum Pegelolaan dan Konservasi FPKSA Kompleks Danau Malili Sumberdaya Alam (FPKSA) Kompleks Danau Malili
Terdapat lembaga atau forum yang bertugas melakukan pengawasan dan koordinasi antar SKPD terkait pemanfaatan dan pengelolaan Kompleks Danau Malili
Pegembangan Desa Matano sebagai model desa konservasi
Terbentuknya kelembagaan Model Desa Konservasi (MDK)
Terdapat MDK sebagai Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan (SPKP) dengan pemanfaatan HHBK melalui lebah madu sehingga mengurangi ketergantungan terhadap KPA TWA. Danau Matano
Pengembangan destinasi wisata Danau Matano berbasis kearifan lokal
Tersedia kalender tahunan festival Danau Matano
Menggalakkan festival Danau Matano berbasis kearifan lokal untuk kunjungan wisata
Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam berbasis masyarakat (bottom up) yang dilaksanakan secara terpadu, desentralistik dan partisipatif untuk menangani permasalahan lingkungan sangat diperlukan (KLH, 2008). Keterlibatan masyarakat dalam mengangkat dan menghidupkan kembali nilai-nilai lokal yang pernah ada dan telah diparaktekkan selama ini dapat menumbuhkan rasa memiliki terhadap kerarifan lokal tersebut. Di samping itu, peningkatan peran serta dan pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan model desa konservasi, selain berdampak pada pemanfaatan sumberdaya alam secara lestari juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dalam program pengembangan kelembagaan dan koordinasi pengelolaan Danau Matano serta indikator capaian maupun sasaran atau hasil yang diharapkan (Tabel-3.5). 76
Germadan Matano
2. Pengembangan Sistim Monitoring dan Informasi Pengelolaan Danau Matano Pengelolaan sumberdaya alam Danau Matano harus dilakukan secara berimbang antara kepentingan konservasi dengan kepentingan kesejahteraan masyarakat agar kelestarian ekosistemnya tetap terjaga. Oleh sebab itu sistim monitoring dan evaluasi tentang karakteristik dan kondisi ekosistem Danau Matano senantiasa terpantau secara reguler antara lain : Pemantauan kualitas air serta berbagai kegiatan yang berlangsung baik di atas perairan maupun di kawasan sekitar danau yang beresiko merusak dan mencemari ekosistem Danau Matano; Informasi keanekaragaman hayati khususnya spesies endemik; Informasi jenis gulama air dan luas tutupannya. Tabel-3.6. Program pengembangan sistim monitoring dan informasi pengelolaan Danau Matano Permasalahan
Kegiatan
Indikator Output
Outcome
Instansi Penanggung Jawab Pusat
Daerah
Kenterian PU, KLH, KKP, Kementerian Kehutanan dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
BAPPEDA, Dinas PU, BAPEDALD A, DKP, Dinas Pariwisata, Dinas PSDA, BBKSDA SulSel dan PT. Vale Tbk.,
2. Pengembangan Sistem Monitoring dan Informasi Pengelolaan Danau Matano Belum terbentuknya sistem monitoring dan informasi Danau Matano
Membangun pusat monitoring dan informasi ekosistem Danau Matano dan pengadaan prasarana dan sarana domestikasi spesies endemik
Tersedia pusat monitoring dan Menjadi sarana promosi sekaligus informasi serta prasarana dan sarana pusat informasi kondisi ekosistem domestikasi spesies endemik Danau Danau Matano Matano
Pengembangan jaringan informasi pengelolaan Danau Matano
Tersedia website Danau Matano dan dapat diakses dengan mudah setiap saat
Menjadi sarana promosi dan informasi kondisi ekosistem Danau Matano secara nasional dan internasional
Pemantauan dan evaluasi kualitas lingkungan ekosistem Danau Matano secara berkala
Tersedia data base kondisi kualitas lingkungan ekosistem Danau Matano
Menjadi bahan evaluasi perubahan kualitas lingkungan ekosistenm Danau Matano
Mendokumentasi data dan informasi Tersedia data dan informasi keanekaragaman hayati Danau keanekaragaman hayati Danau Matano Matano
Menjadi bahan evaluasi sekaligus promosi spesies endemik Danau Matano sebagai ikan hias
Pengembangan sistim monitoring dan informasi tentang kondisi eksisting Danau Matano ini sangat penting dan sekaligus menjadi data base untuk bahan evaluasi perubahan-perubahan kondisi yang mungkin terjadi di masa mendang. Semua informasi harus dapat diakses oleh berbagai pihak dan masyarakat yang bekepentingan dengan pegelolaan dan pemanfaat Danau Matano.
Germadan Matano
77
Kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dalam program sistim monitoring dan informasi pengelolaan Danau Matano serta indikator capaian maupun sasaran atau hasil yang diharapkan (Tabel-3.6).
78
Germadan Matano
BAB IV PENUTUP Menindaklanjuti Kesepakatan Bali Tahun 2009 tentang Pengelolaan Danau Berkelanjutan yang telah menyepakati 15 danau (Danau Toba, Danau Singkarak, Danau Maninjau, Danau Kerinci, Rawa Danau, Danau Rawapening, Danau Sentarum, Danau Tondano, Danau Tempe, Danau Poso, Danau Mahakam (Semayang, Melintang, Jempang), Danau Matano, Danau Limboto, Danau Batur, Danau Sentani) menjadi danau prioritas, maka pada tahun 2011 telah dicanangkan Gerakan Penyelamatan Danau (Germadan) sebagai wujud upaya percepatan impelementasi Kesepakatan Bali. Untuk itu maka sebagai model, Germadan Rawapening yang telah diluncurkan pada KNDI II (Konferensi Nasional Danau Indonesia Kedua) di Semarang harus dapat direplikasikan ke-14 danau prioritas lainnya, salah satunya adalah Danau Matano. Dokumen Gerakan Penyelamatan atau pelestarian ekosistem Danau Matano yang telah tersusun ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi para pihak, baik pemerintah, dunia usaha, masyarakat, maupun perguruan tinggi dan LSM dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pelaksanaan pelestarian ekosistem Danau Matano. Guna mendukung keberhasilan pelestarian ekosistem Danau Matano sangat diperlukan kerjasama dan komitmen yang kuat antar para pihak dalam melaksanakan program-program pelestarian ekosistem Danau Matano yang telah disusun. Untuk itu, maka Gubernur Sulawesi Selatan dan Bupati Luwu Timur dapat meminta Bappeda serta unit SKPD terkait di daerah untuk menggunakan dokumen Germadan Matano ini menjadi dasar dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program dan kegiatan pelestarian ekosistem Danau Matano. Program pelestarian ekosistem Danau Matano dapat dilaksanakan dengan mengoptimalkan peran dan fungsi masingmasing institusi terkait, stakeholders dan masyarakat. Untuk menilai keberhasilan program dan kegiatan pelestarian ekosistem Danau Germadan Matano
79
Matano di tingkat daerah, maka perlu dilakukan pemantauan dan evaluasi. Unit pemantauan dan evaluasi penyelamatan Danau Matano dapat merupakan lembaga Ad-Hoc yang dibentuk oleh Gubernur dan memiliki kekuatan hukum. Lembaga tersebut dapat dibentuk dengan penguatan kelembagaan yang telah ada tanpa membentuk lembaga baru dan atau lembaga yang dibentuk secara berjenjang mulai dari tingkat desa, kecamatan hingga kabupaten. Sinergisitas program dan kegiatan antar sektor dan SKPD terkait di daerah sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan pelestarian ekosistem Danau Matano. Untuk itu, maka komunikasi dan koordinasi serta komitmen yang kuat dalam mengawal pelaksanaan program hingga mencapai sasaran dan target capaian yang diinginkan menjadi prasyarat utama dan kunci keberhasilan pelestarian ekosistem Danau Matano.
80
Germadan Matano
DAFTAR PUSTAKA Ahmad, W., 1977. Geology along the Matano Fault Zone East Sulawesi, Indonesia. Regional Conference on the Geology and Mineral resources of South East Asia, BJakarta. Awalina, Sulastri, dan D. I. Hartoto, 2005. Karakteristik senyawa nitrogen dan fosfor perairan Danau Matano, Mahalona dan Towuti, Sulawesi Selatan. Pusat Penelitian Limnologi LIPI, Kompleks LIPI Cibinong. BLHD., 2014. Profil Danau Matano. Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. Makassar. Chambers, K. L. 1970. Biochemical coevolution. Twenty-ninth Biology Colloquium, Oregon state, University Press. Eugene. Crowe, S. A., C. A. Jones, S. Katsev, Ce’dric Magen, A. H. O’Neill, A. Sturm, D. E. Canfield, G. D. Haffner, A. Mucci, B. Sundby, and D. A. Fowle., 2008b. Photoferrotrophs thrive in an Archean Ocean analogue. Eds. Knoll, A. H. Harvard University, Cambridge. Crowe, S .A., A. H. O’Neill, S. Katsev, P. Hehanussa, G.D. Haffner, B. Sundby, A. Mucci, and D. A. Fowle., 2008a. The biogeochemistry of tropical lakes: Acase study from Lake Matano, Indonesia. Limmnol Oceanogr. 53 (1) : 319 – 331. de Jesus, S., 2007. Danau Matano a study of bathymetric and sedimentalogical structure. [Diakses 20 Maret 2014 pada situs http://proteus.brown.edu/earthlabgis/admin/download]. Effendi, H. Telaah kualitas air, bagi pengelolaan sumber daya dan lingkungan perairan. Kanisius, Yogyakarta. Golterman, H.l., 1975. Physiological limnology: An approach to the physiology of lake ecosystems. Elsevier Scientific Publishing Company. Amsterdam - Oxford –New York. Haffner, G.D., P.E.Hehanussa dan D. Hartoto, 2001. The biology and physical processes of large lakes of Indonesia: Lakes Matano and Germadan Matano
81
Towuti, pp. 182 -192. In: M. Munawar and R.E. Hecky (eds) The Great Lakes of the world (GLOW) Food web, health and integrity. Backhuis Publishers, Leiden. Hadiaty, R. K. dan S. Wirjoatmodjo, 2002. Studi pendahuluan biodiversitas dan distribusi ikan di Danau Matano, Sulawesi Selatan. Jumal Iktiologi Indonesia Vol.2, (2) : 23-29. ISSN 1693 – 0339. Herder, F., Schliewen, U.K., Geiger, M.F., Hadiaty, R. K., Gray, S.M., McKinnon, J.S., Walter, R.P. & Jobst Pfaender, J., 2012. Alien invasion in Wallace’s Dreamponds: records of the hybridogenic “flowerhorn” cichlid in Lake Matano, with an annotated checklist of fish species introduced to the Malili Lakes system in Sulawesi. Aquatic Invasions, 7(4): 521–535. Husnah, D.W.H. Tjahyo, A. Nastiti, D. Oktaviani, S.H. Nasution dan Sulistiono, 2008. Status keanekaragaman hayati sumberdaya perikanan perairan umum di Sulawesi. (ed) E.R. Kartamihardja dan M.F. Rahardjo. Balai Riset Perikanan Perairan Umum Pusat Riset Perikanan Tangkap. Penerbit Badan Riset Kelautan dan Perikanan. KLH., 2008. Pedoman pengelolaan ekosistem danau. Jakarta. McComas. S., 2003. Lake and Pond Management: Guidebook. Lewis Publishers. Mustafa, M., 1991. Danau-danau di Sulawesi Selatan keterpaduan pengembangan wilayah dengan konsevasi ekosistem yang khas. Kumpulan bahan Makalah Keterpaduan antara Konservasi dan Tataguna Lahan Basah di Sulawesi. Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang. Nofdianto, 2013. Komposisi dan distribusi vertikal fitoplankton pada beberapa danau di Sulawesi Selatan. [Diakses 21 Oktober 2013 pada situs https://www.google.com/Plankton danau.pdf]. Odum, E.P., G. W. Barrett., 2005. Fundamentals of ecology. 5th Edition. Thomson Learning, United State. 82
Germadan Matano
Rintelen, T. von and M. Glaubrecht, 2003. New discoveries in old lakes: three new species of Tylomelania Sarasain & Sarasin, 1897 (Gastropoda: Cerithioidea: Pachychilidae) from the Malili Lake system on Sulawesi, Indonesia. J. Moll. Stud. 69 : 3 - 17. Rintelen, T. von, P. Bouchet, M. Glaubrecht, 2007. Ancient lakes as hotspots of diversity: a morphological review of an endemic species flock of Tylomelania (Caenogastropoda:Pchychilidae) in the Malili lake system on Sulawesi, Indonesia. Hydrobiologica, 592: 11 - 94. Ubaidillah, R., R. M. Marwoto, R. K. Hadiaty, Fahmi, D. Wowor, Mumpuni, R. Pratiwi, A. H. Tjakrawidjaja, Mudjiono, S.T.Hartati, Heryanto, A. Riyanto dan N. Mujiono, 2013. Biota perairan terancam punah di Indonesia, Prioritas perlindungan. (ed) Sadili. D., Sarmintohadi dan C.Mustika. Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan Ditjen Kelautan, Pesisir, dan Pulau – Pulau Kecil KKP Bekerjasama dengan LIPI. Welcomme, R.L., 2001. Inland fisheries: Ecology and management. Fishing News Books. Oxford. Whitten, A.J., M. Mustafa and G.S. Henderson, 1987. Ekologi sulawesi. Diterjemahkan oleh Gembong Tjitrosoepomo, Fakultas Biologi Universitas Gajah Mada. Gajah Mada University Press.
Germadan Matano
83
84
Germadan Matano
LAMPIRAN
Germadan Matano
85
86
Germadan Matano
LAMPIRAN RENCANA AKSI GERAKAN PENYELAMATAN DANAU MATANO Lampiran-1. Program Super Prioritas Penyelamatan Ekosistem DTA dan Lereng Danau Matano KEGIATAN
INDIKATOR OUTPUT BASELINE
Melakukan reboisasi pada Berkurangnya lahan kawasan hutan lindung di kritis di DTA dan lereng sekitar Danau Matano
1 0
TARGET CAPAIAN (TAHUN KE) 2 3 4 38 Ha 50 Ha 50 Ha
5 50 Ha
PENANGGUNG PENDUKUNG KEMENTERIAN JAWAB
188 Ha KPHL, Dinas dan Kehutanan (75.200 btg) bibit Melakukan reklamasi pada Berkurangnya lahan 200 Ha 0 50 Ha 50 Ha 50 Ha 50 Ha PT. Vale Tbk., kawasan hutan di sekitar kritis di DTA dan lereng dan Danau Matano pada areal pasca tambang (80.000 Kontrak Karya PT. Vale btg) bibit Melakukan perbaikan Tersedianya tata MoU para Imple- Imple- Imple- Imple- Imple- Dinas metode pengawasan kelola yang lebih pihak mentasi mentasi mentasi mentasi mentasi Kehutanan, hutan dari pelaku baik dan perangkat KPHL, PT. Vale penebangan liar dan pengawasan hutan Tbk., BBKSDA perambahan yang efektif Membangun kolam Tersedianya pond n.a 10 20 20 20 30 PT. Vale Tbk., pengendapan (pond sediment/ sejenisnya sediment)/ sejenisnya pada lahan pasca pada lahan pasca tambang tambang
PT. Vale Tbk., BBKSDA dan Dinas ESDM
Kementerian Kehutanan, Kementerian ESDM dan KLH
Dinas Kehutanan, KPHL, BBKSDA TNI, Kepolisian, Kejaksaan,
PT. Vale Tbk., BBKSDA dan Dinas ESDM
Germadan Matano
87
Lampiran-2. Program Super Prioritas Penyelamatan Ekosistem Sempadan Danau Matano KEGIATAN
INDIKATOR OUTPUT BASELINE
Pembatasan pemanfaatan Mencegah alifungsi kawasan sempadan sempadan danau untuk pengembangan secara berlebihan pemukiman
n.a
Menyiapkan perangkat hukum tentang tata kelola dan pemanfaatan sempadan danau
Tersedia perangkat hukum tentang tata kelola dan pemanfaatan sempadan danau
n.a
Revegatasi atau penataan kembali jalur hijau pada kawasan pemukiman di daerah sempadan danau
Terbentuknya jalur hijau pada kawasan pemukiman di daerah sempadan
n.a
88
Germadan Matano
TARGET CAPAIAN (TAHUN KE) PENANGGUNG PENDUKUNG KEMENTERIAN JAWAB 1 2 3 4 5 Sosiali- Sosiali- 50 - 100 50 - 100 50 - 100 Dinas Tata BAPEDALDA, Kementrian sasi sasi m m m Ruang dan Dinas Kehutanan dan BBKSDA Sul-Sel Kehutaanan KLH dan PT. Vale Tbk., PenyuSK Imple- Imple- Imple- BAPPEDA dan BBKSDA sunan Bupati mentasi mentasi mentasi Dinas Tata Sul-Sel, tentang Draf Ruang BAPEDALDA tata Peradan PT. Vale kelola turan (SK dan Tbk., Bupati) pemanfaatan sempadan danau Peren- Imple- Imple- Imple- Tercapai Dianas BBKSDA canaan mentasi mentasi mentasi Pertamanan Sul-Sel, dan dan Dinas BAPEDALDA pengKehutanan dan PT. Vale anggaTbk., ran
Lampiran-3. Program Super Prioritas Pelestarian Ekosistem Perairan Danau Matano KEGIATAN Menjalin kerja sama penelitian dengan lembaga penelitian, perguruan tinggi dan stakeholder nasional maupun internasional Pengembangan IPAL Terpadu, penerapan teknologi bioremediasi dan merenovasi IPAL yang tidak berfungsi Sosialisasi pentingnya melestarikan spesies endemik dan dampak negatif kehadiran spesies invasif di dalam danau Melakukan pengawasan dan menindak tegas pelaku perdagangan spesies endemik Danau Matano tanpa izin
INDIKATOR OUTPUT BASELINE Tersedia SK Bupati atau bentuk kesepakatan lainnya yang mengikat dalam melakukan penelitian
n.a
1 Penyusunan draf SK Bupati
TARGET CAPAIAN (TAHUN KE) PENANGGUNG JAWAB 2 3 4 5 Tersedia Imple- Imple- Imple- BAPPEDA SK mentasi mentasi mentasi Bupati
Berfungsinya IPAL Ada 1 2 unit 3 unit 4 unit 5 unit 6 unit BAPEDALDA dengan baik pada (over setiap inlet saluran capacity) limba yang menju ke dalam danau Terlaksana sosialisasi n.a 1 kali 1 kali 1 kali 1 kali 1 kali DKP atau pertemuan dengan kelompok masyarakat pemanfaat danau Tersedia perangkat Tersedia Imple- Imple- Imple- Imple- Imple- DKP hukum dan perangkat mentasi mentasi mentasi mentasi mentasi prosedur perizinan hukum perdagangan komuditi perikanan
PENDUKUNG KEMENTERIAN DKP dan BBKSDA SulSel
Kemndikbud, KKP, LIPI dan KLH, Kementerian Kehutanan
PT. Vale Tbk.,
BBKSDA SulSel dan PT. Vale Tbk., BBKSDA Sul-Sel
Germadan Matano
89
KEGIATAN Merencanakan Perda tentang pengaturan dan atau pelarangan budidaya ikan sistim karamba atau sejenisnya dengan teknologi tinggi
INDIKATOR OUTPUT BASELINE Tersedia Perda tentang budidaya ikan sistim karamba atau sejenisnya di dalam ekosistem Danau Matano
n.a
TARGET CAPAIAN (TAHUN KE) PENANGGUNG PENDUKUNG KEMENTERIAN JAWAB 1 2 3 4 5 Penyu- Tersedia Imple- Imple- Imple- BAPPEDA BBKSDA Sulsunan pera- mentasi mentasi mentasi Sel dan DKP draf turan peraBupati turan (SK Bupati)
Lampiran-4. Program Prioritas Pengembangan Kelembagaan dan Koordinasi Pengelolaan Danau Matano KEGIATAN Pembentukan kelembagaan atau Forum Pegelolaan dan Konservasi Sumberdaya Alam (FPKSA) Kompleks Danau Malili Pegembangan Desa Matano sebagai model desa konservasi
TARGET CAPAIAN (TAHUN KE) INDIKATOR PENANGGUNG BASELINE OUTPUT JAWAB 1 2 3 4 5 Terbentuknya n.a Penyu- Bekjerja Bekjerja Bekjerja Bekjerja BAPPEDA kelembagaan sunan/ sesuai sesuai sesuai sesuai atau FPKSA pemben- tupoksi tupoksi tupoksi tupoksi Kompleks Danau tukan Malili FPKSA Terbentuknya kelembagaan Model Desa Konservasi (MDK)
Pengembangan destinasi Tersedia kalender wisata Danau Matano tahunan festival berbasis kearifan lokal Danau Matano
90
Germadan Matano
n.a
Pembentukan MDK
MDK aktif sesuai tupoksi
MDK aktif sesuai tupoksi
MDK aktif sesuai tupoksi
MDK aktif sesuai tupoksi
BBKSDA Sul-Sel sebagai pemangku kawasan TWA Danau Matano
Perna terlaksana
Terlaksana setiap tahun
Terlaksana setiap tahun
Terlaksana setiap tahun
Terlaksana setiap tahun
Terlak- Dinas Pariwisata sana setiap tahun
PENDUKUNG
KEMENTERIAN
SKPD terkait, BBKSDA Sul-Sel, LSM dan PT.Vale Tbk.,
Kenterian PU, KLH, KKP, Kementerian Kehutanan dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Dinas Kehutanan, BAPEDALDA dan PT. Vale Tbk., SKPD terkait, BBKSDA Sul-Sel, LSM dan PT.Vale Tbk.,
Lampiran-5. Program Prioritas Pengembangan Sistim Monitoring dan Informasi Pengelolaan Danau Matano KEGIATAN Membangun pusat monitoring dan informasi ekosistem Danau Matano dan pengadaan prasarana dan sarana domestikasi spesies endemik Pengembangan jaringan informasi pengelolaan Danau Matano Pemantauan dan evaluasi kualitas lingkungan ekosistem Danau Matano secara berkala Mendokumentasi data dan informasi keanekaragaman hayati Danau Matano
INDIKATOR OUTPUT Tersedia pusat monitoring dan informasi serta prasarana dan sarana domestikasi spesies endemik Danau Matano Tersedia website Danau Matano dan dapat diakses dengan mudah setiap saat Tersedia data base kondisi kualitas lingkungan ekosistem Danau Matano Tersedia data dan informasi keanekaragaman hayati Danau Matano
BASELINE n.a
TARGET CAPAIAN (TAHUN KE) 1 2 3 4 Tahap Draf PemPemnegosiasi perenbangun- bangundan peren- canaan an dan an dan canaan dan peng- pengapengaanggaran daan daan fasilitas fasilitas
PENANGGUNG PENDUKUNG KEMENTERIAN JAWAB
5 Loun- Dinas PU, BAPPEDA, ching dan BBKSDA Sul-Sel SKPD Terkait, mulai dan DKP BBKSDA SulberakSel dan PT. tivitas Vale Tbk.,
n.a
PerenTersedia Tersedia Tersedia Tersedia Dinas canaan dan dapat dan dapat dan dapat dan dapat Pariwisata dan peng- diakses diakses diakses diakses anggaran
SKPD Terkait, BBKSDA SulSel dan PT. Vale Tbk.,
n.a
PerenMonicanaan toring lingdan peng- kungan anggaran berlangsung PerenPengumcanaan pulan dan dan peng- analisis anggaran data
SKPD Terkait, BBKSDA SulSel dan PT. Vale Tbk.,
n.a
Monitoring lingkungan berlangsung Tersedia data dan informasi yang dapat akses
Monitoring lingkungan berlangsung Tersedia data dan informasi yang dapat akses
MoniBAPEDALDA toring lingkungan berlangsung Tersedia BAPEDALDA data dan dan DKP informasi yang dapat akses
Kenterian PU, KLH, KKP, Kementerian Kehutanan dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
SKPD Terkait, BBKSDA SulSel dan PT. Vale Tbk.,
Germadan Matano
91
92
Germadan Matano