KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Danau Tempe
2014
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Tempe
© Kementerian Lingkungan Hidup, 2014 Bagian atau seluruh isi buku ini dapat dikutip dengan menyebutkan sumbernya disertai ucapan terimakasih kepada Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Cara mengutip : Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2014. Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Tempe. Pengarah : Arief Yuwono Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim, KLH Penanggung Jawab : Hermono Sigit Asisten Deputi Pengendalian Kerusakan Ekosistem Perairan Darat, KLH Tim Penyusun : Rustam Pance, Andi Sarrafah, Harmin Manurung, Titi Novitha Harahap, Inge Retnowati, Siti Rachmiati Nasution, Wahyu Cahyadi Rustadi. Didukung oleh : Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Bappeda dan Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Provinsi Sulawesi Selatan, Bappeda dan BLHD Kabupaten Wajo, Bappeda dan BLHD Kabupaten Sidenreng Rappang, Bappeda dan Kantor LH Kabupaten Soppeng, serta Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) terkait di Provinsi Sulawesi Selatan dan SKPD Kabupaten Wajo, Soppeng dan Sidenreng Rappang.
Diterbitkan oleh : Kementerian Lingkungan Hidup. Cetakan I : Tahun 2013 Cetakan II : Tahun 2014
SAMBUTAN DEPUTI BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN DAN PERUBAHAN IKLIM
Danau Tempe merupakan salah satu dari 15 (lima belas) danau prioritas yang disepakati pada Kesepakatan Bali tentang Pengelolaan Danau Berkelanjutan saat penyelengaraan Konferensi Nasional Danau Indonesia I tahun 2009 di Denpasar Bali. Kesepakatan Bali yang ditandatangani oleh 9 Menteri yakni Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Pertanian, Menteri Energi Sumber Daya Mineral, Menteri Kehutanan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta Menteri Riset dan Teknologi telah melahirkan komitmen untuk mempertahankan, melestarikan dan memulihkan fungsi danau berdasarkan prinsip keseimbangan ekosistem dan daya dukung lingkungannya. Untuk mempercepat implementasi Kesepakatan Bali Tahun 2009, maka pada Konferensi Nasional Danau Indonesia II di Semarang, KLH telah meluncurkan Gerakan Penyelamatan Danau (Germadan) dan mengangkat Penyelamatan Danau Rawapening sebagai model. Diharapkan Model Penyelamatan Danau Rawapening yang telah disusun dalam dokumen Germadan Rawapening dapat direplikasikan kepada 14 danau prioritas lainnya. Sebagai wujud replikasi model penyelamatan Danau Rawapening, maka saat ini dokumen Germadan Danau Tempe telah tersusun. Dokumen Germadan Tempe ini lahir berdasarkan arahan dan kebijakan yang telah digariskan dalam Grand Design Penyelamatan Ekosistem Danau Indonesia serta hasil kajian, penelitian serta data dan informasi terbaru mengenai Danau Tempe dari berbagai sumber terkait. Germadan Tempe ini berisi Rencana Aksi Penyelamatan Danau Tempe yang menjelaskan program super prioritas dan prioritas penyelamatan Danau Tempe yang akan dilaksanakan secara bertahap oleh Kementerian, Lembaga dan Pemerintah Daerah serta oleh Dunia Usaha dan Masyarakat sesuai tugas fungsi dan kewenangannya. Danau Tempe adalah salah satu danau terluas yang terletak di provinsi Sulawesi Selatan. Danau Tempe adalah danau paparan banjir yang berfungsi sebagai reservoar alami untuk pengendali banjir di kawasan sekitarnya. Danau ini memiliki potensi sumberdaya hayati perairan yang cukup besar sehingga pernah dijuluki “mangkuk-ikan”-nya Sulawesi Selatan. Potensi Danau Tempe cukup besar yakni sebagai sumberdaya air untuk irigasi, PDAM, transportasi air (danau dan sungai) dan wisata danau. Selain itu Danau Tempe merupakan ekosistem air tawar yang unik dengan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya serta kearifan lokal masyarakat di sekitar danau. Namun tingkat kerusakan ekosistem DAS dan DTA danau telah menyebabkan tingginya tingkat bahaya erosi yang memicu sedimentasi telah mereduksi kapasitas tampung air yang memasuki danau. Selain itu, tingkat pencemaran dan penutupan tanaman air di Danau Tempe juga sudah memprihatinkan sehingga merubah status mutu air dan status trofik danau pada kondisi tercemar berat dan hipertrofik. Keanekaragaman hayati di Danau Tempe juga telah i
terancam, beberapa spesies ikan asli penghuni danau populasinya mulai berkurang bahkan terancam punah. Akhir kata saya mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya dan terima kasih kepada Tim Penyusun khususnya dan para narasumber baik yang berasal dari pemerintah pusat, daerah, dunia usaha maupun masyarakat pada umumnya, sehingga dokumen Gerakan Penyelamatan Danau Tempe ini dapat tersusun. Diharapkan dokumen Germadan ini dapat menjadi bahan arahan dan acuan bersama bagi para pihak untuk secara sinergis dan terpadu merencanakan, melaksanakan dan melakukan evaluasi kebijakan, program dan kegiatan penyelamatan Danau Tempe.
Jakarta,
September 2013
Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim
Ir. Arief Yuwono, MA
ii
KATA PENGANTAR KEPALA BADAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan bimbingan sehingga rancangan Gerakan Penyelematan Danau (GERMADAN) Tempe telah tersusun dengan baik. Terima kasih kepada Kementerian Lingkungan Hidup yang telah memberikan kepercayaan kepada TIM untuk menyusun rancangan ini. Sungguh merupakan kehormatan bagi kami dalam melaksanakan tugas ini. Sudah menjadi tekad kami bahwa masalah-masalah lingkungan, khususnya ekosistem Danau Tempe sudah perlu untuk melakukan tindakan penyelamatan dan pengelolaan yang berwawasan lingkungan. Kesempatan berkarya ini selain merupakan academic exercise juga merupakan bentuk pengabdian kepada masyarakat. Danau Tempe merupakan sumber kehidupan masyarakat yang bermukim di sekitar danau, baik di kabupaten Wajo, Soppeng dan Sidrap dengan berbagai bentuk aktivitas seperti perikanan, pertanian, transportasi dan lain-lain. Dibalik fungsinya sebagai pilar ekomoni, ternyata kondisi Danau Tempe saat ini sangat memprihatinkan. Terjadi kerusakan pada berbagai komponen ekosistem baik secara internal danau maupun eksternal yang berkonstribusi terhadap keberlangsungan ekosistem Danau Tempe. Kerusakan tersebut menyebabkan fungsi ekologis Danau Tempe menjadi berkurang dan bahkan akan menjadi kenangan dan catatan sejarah lingkungan bagi generasi mendatang, jika tidak segera ditangani dengan bijak dan berkomitmen tinggi. Berbagai upaya telah dilakukan, namun hasilnya belum optimal. Perlu evaluasi terhadap program sebelumnya dan menyusun rancangan program ke depan secara bertahap dan sinergis. Rancangan ini disusun berdasarkan pada berbagai kajian, evaluasi atas program yang telah dilakukan, masukan dari berbagai stakeholders, dan pengamatan kondisi aktual Danau Tempe saat ini. Namun demikian rancangan ini tidak luput dari kekurangan dan kesalahan. Oleh sebab itu, masukan dan saran senantiasa diharpakan untuk perbaikan. Selamat bekerja, menyelamatkan Danau Tempe berarti menyelamatkan kehidupan. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkah kepada kita semua atas niat baik ini, aamien.
Makassar, September 2013 Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sulawesi Selatan,
Ir. Andi Hasbi Nur, M.TP
DAFTAR ISI SAMBUTAN ............................................................................................................... i KATA PENGANTAR………………………..………………………………………………. iii DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………… iv DAFTAR TABEL …………………………………………………………………………… vi DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………………………… vii DAFTAR LAMPIRAN……………………………………..…………………………………. viii BAB I.
PENDAHULUAN…………………..………………………………………..…. 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5.
BAB II.
Latar Belakang…………………………………………..……………… Landasan Hukum……………………………………..………………… Permasalahan…………………………………………..………………. Ruang Lingkup dan Kerangka Pikir ....………………………….…… Tujuan dan Manfaat Program Penyelamatan Danau Tempe .................................................................................
GAMBARAN UMUM DANAU TEMPE .......................................……….... 2.1. LINGKUP WILAYAH KAJIAN…………………………………………..... 2.1.1. Batas Administrasi…………………………………………………. 2.1.2. Morfologi Danau Tempe…………………………..……………… 2.1.3. Geologi danTopografi……………………………..……………… 2.1.4. Hidrologi….………………………………………………………… 2.1.5. Bendung Gerak Tempe…………………………………………… 2.1.6. Sumberdaya Hayati..……………………………………………… 2.2. PERMASALAHAN EKOSISTEM DANAU TEMPE …………………….. 2.2.1. Pendangkalan Danau Tempe……………………………………. 2.2.2. Pencemaran Air…………………………………………………… 2.2.3. Status Trofik Danau Tempe……………………………………… 2.2.4. Tumbuhan Air……………………………………………………… 2.2.5. Sosial Ekonomi dan Budaya……………………………………… 2.3. STATUS EKOSISTEM TERESTRIAL DAN SEMPADAN DANAU…………………………………………………...... 2.3.1. Tata GunaLahan…………………………………………………… 2.3.2. Status Ekosistem Terestrial pada DTA……………………..…… 2.3.3. Status Ekosistem Sempadan Danau……………………….…… 2.4. KONDISI DAN PERMASALAHAN KELEMBAGAAN……………….....
iv
BAB III.
GERAKAN PENYELAMATAN DANAU TEMPE……………………….…… 3.1. 3.2. 3.3. 3.4.
BAB IV.
Identifikasi Faktor Internal dan Faktor Eksternal…………………….... Analisis SWOT.................................................................................... Pendekatan yang Digunakan.............................................................. Program Super Prioritas dan Program Prioritas……………………….. 3.4.1.Program Super Prioritas……..................................................... 3.4.2.Program Prioritas ……………………………………………….…
PENUTUP ..............……………………………………………………….…….
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
v
DAFTAR TABEL
2.1. Jenis- jenis Ikan yang Tertangkap di Danau Tempe…….…………………..…….… 2.2 Volume Sedimen Tahunan (m3)………………………………..……………………..…. 2.3. Hasil Pengukuran Parameter Kualitas Air dan Analisis Mutu Air Menurut Metode Storet…………………………………….…………...……… 2.4. Jenis Tanaman Air yang Teramati di Danau Tempe…………….……..…………..... 2.5. Penggunaan Lahan DAS Bila Walanae………………………….……………..….….. 3.1. Program Super Prioritas Penetapan Tata Ruang Ekosistem Perairan Danau………………………………………………………….…… 3.2. Program Super Prioritas Penyelamatan Ekosistem Perairan Danau…………………………………………………..…………..……...…… 3.3. Program Super Prioritas Penyelamatan Ekosistem Lahan Sempadan Danau……………………………………………..……….………… 3.4. Program Super Prioritas Penyelamatan Ekosistem DAS Bila Walanae dan DTA……………………………………………….……………. 3.5. Program Prioritas Pengembangan Sistem Monitoring, Evaluasi dan Informasi Ekosistem Danau…………………………….……………… 3.6. Program Prioritas Pengembangan Kapasitas Kelembagaan dan Koordinasi…………………………………………..…….………… 3.7. Program Prioritas Peningkatan Peran dan Partisipasi Masyarakat..…………………………………………………………….…..……………..
vi
DAFTAR GAMBAR
2.1. Peta Geomorfologi Daerah Danau Tempe dan Sekitarnya……………………………………...…….………………………………….. 2.2
Anak-anak Sungai yang Bermuara ke Sungai Bila Dan Sungai Walanae serta Sungai Batu-Batu dan Lawo yang Mengalir Langsung ke Danau Tempe………………………………
2.3. Peta Penggunaan Lahan DAS Bila Walanae……………………………………......
vii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Program Super Prioritas : Penetapan Tata Ruang Ekosistem Perairan Danau .......................................................................................................... 2. Program Super Prioritas: Penyelamatan Ekosistem Perairan Danau ..……………………….…………………………………..………………. 3. Program Super Prioritas : Penyelamatan Ekosistem Lahan Sempadan Danau………………………………..……………..……..………....... 4. Program Super Prioritas: Penyelamatan Ekosistem DAS Bila Walanae dan DTA……………………………..…………………………………. 5. Program Prioritas: Pengembangan Sistem Monitoring Evaluasi dan Informasi Ekosistem Danau…………………………...…….…………….... 6. Program Prioritas: Pengembangan Kapasitas Kelembagaan dan Koordinasi………………..……………………………..……….…...... 7. Program Prioritas: Peningkatan Peran dan Partisipasi Masyarakat………………………………………………………………………..…..………
viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Konferensi Nasional Danau Indonesia I pada 13 – 15 Agustus 2009 di Bali tahun 2009 telah menghasilkan Kesepakatan Bali tentang Pengelolaan Danau Berkelanjutan dalam mengantisipasi perubahan iklim global. Dalam kesepakatan tersebut, ditekankan bahwa untuk mempertahankan, melestarikan dan memulihkan fungsi danau berdasarkan prinsip keseimbangan ekosistem dan daya dukung lingkungan ditempuh melalui tujuh strategi, yaitu pengelolaan ekosistem danau; pemanfaatan sumberdaya air danau; pengembangan sistem monitoring, evaluasi dan informasi danau; penyiapan langkahlangkah adaptasi dan mitigasi perubahan iklim terhadap danau; pengembangan kapasitas, kelembagaan dan koordinasi; peningkatan peran masyarakat; dan pendanaan berkelanjutan. Kesepakatan Bali 2009 telah menetapkan 15 danau prioritas yang akan ditangani bersama secara terpadu, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan pada periode 20102014. Penetapan danau prioritas berlandaskan pada kerusakan danau, pemanfaatan danau, komitmen pemerintah daerah dan masyarakat dalam pengelolaan danau, fungsi strategis untuk kepentingan nasional, keanekaragaman hayati, dan tingkat resiko bencana. Ke-15 danau tersebut adalah Danau Toba, Maninjau, Singkarak, Kerinci, Tondano, Limboto, Poso, Tempe, Matano, Mahakam, Sentarum, Sentani, Batur, Rawa Danau, dan Rawapening. Danau Tempe berdasarkan pembentukannya merupakan danau paparan banjir yang berasal dari depresi lempeng bumi Asia-Australia, terletak di wilayah Sulawesi Selatan antara sungai Walanae Cenranaepada koordinat 4o00’00” - 4o15’00” LS dan 119o52’30” - 120o07’30” BT. Melintasi tujuh kecamatan yang tersebar pada tiga kabupaten. Luas Danau Tempe mencapai 47.800 ha pada saat tinggi muka air (TMA) mencapai elevasi 10 m dari permukaan laut (dpl). Kondisi Danau Tempe saat ini, memiliki luas permukaan atau genangan air yang berfluktuasi tergantung musim. Pada musim kemarau Danau Tempe hanya memiliki luas 10.000 ha dengan kedalaman air antara 0,50 – 2,00 m.
1
Sedangkan pada musim hujan luasnya mencapai 28.000- 43.000 ha dengan rata-rata TMA pada kisaran 6,0–9,0 m dpl. Bendung Gerak Tempe dibangun di sungai Cenranae yang merupakan outlet Danau Tempe dan bertujuan untuk meningkatkan rata-rata TMA danau hingga mencapai elevasi + 5,0 m dpl pada musim kemarau sehingga kedalaman air danau dapat dipertahankan pada kisaran 2,0 – 3,0 m. Pada elevasi TMA dan kisaran kedalaman danau tersebut, maka luas rata-rata genangan air pada Danau Tempe adalah 132,90 km2 atau 13.290 ha. Sungai yang menuju ke Danau Tempe terdiri atas 23 sungai dan membentuk dua sistem sungai dan catchment area, yaitu Sungai Bila yang mengalir dari arah utara dengan luas catchment area1.368 km2 dan Sungai Walanae yang mengalir ke dalam sungai Cenranae dari arah selatan dengan luas catchment area 3.190 km2. Sedangkan Danau Tempe sendiri mempunyai luas catchment area 1.580 km2. Sungai Cenranae selain mengalirkan air Sungai Walanae ke dalam Danau Tempe pada musim hujan, sungai ini juga merupakan outlet danau ke arah timur sampai Teluk Bone sepanjang 70 km. Curah hujan di daerah danau sebesar 1.400-1.800 mm/tahun dan di catchment area Bila dan Walanae sebesar 1.400-4.000 mm/tahun. Di samping Danau Tempe, terdapat pula Danau Sidenreng dan Danau Buaya. Pada mulanya ketiga danau ini merupakan satu kesatuan yang dikenal sebagai sistem Danau Tempe, tetapi karena sedimentasi yang berlangsung secara terus menerus dan terjadi pendangkalan, maka ketiganya terpisah dan masing-masing mempunyai nama tersendiri. Danau Tempe memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup besar, terdiri dari lingkungan fisik dan hayati. Lingkungan fisik yang menjadi daya tarik adalah hamparan danau yang luas menghubungkan tiga kabupaten dan sumberdaya air untuk irigasi serta air baku untuk PDAM. Di Danau Tempe hidup 17 jenis ikan termasuk udang air tawar yang bernilai ekonomis penting, salah satu di antaranya oleh masyarakat di sekitar danau dianggap sebagai spesies endemik yaitu ikan bloso (Glossogobius faureus) atau disebut ”ikan bungo”yang populasinya sudah mulai terancam sebagai dampak penangkapan dan kerusakan habitat.
2
1.2. Landasan Hukum
Berikut adalah beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengelolaan ekosistem danau, antara lain: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria; 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya; 3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air; 5. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Kehutanan menjadi UndangUndang; 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 7. Undang-Undang Nomor 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan; 8. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; 9. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara; 10. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan; 11. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan; 12. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; 13. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan; 14. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Sistem Budidaya Pertanian; 15. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi; 16. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah; 17. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar; 18. Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2001 tentang Irigasi;
3
19. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air; 20. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah; 21. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan; 22. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota; 23. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan; 24. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; 25. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumberdaya Air; 26. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2010 tentang Bendungan; 27. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai; 28. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik; 29. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan; 30. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS; dan 31. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2013 tentang Rawa.
Salah satu peraturan perundang-undangan yang digunakan dalam penyusunan grand design penyelamatan ekosistem danau adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 4 undang-undang tersebut mengatur perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang meliputi langkah-langkah sebagai berikut: a) perencanaan; b) pemanfaatan; c) pengendalian; d) pemeliharaan; e) pengawasan; dan f) penegakan hukum. sumberdaya
alam
Dalam pasal 12 ayat (1) mewajibkan pemanfaatan (termasuk
danau)
dilakukan
berdasarkan
Rencana
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH). Selain itu Pasal 13 dalam undang-undang tersebut juga mengatur pengendalian kerusakan
4
lingkungan hidup, yaitu meliputi: a) pencegahan; b) penanggulangan; dan c) pemulihan.
1.3. Permasalahan
Permasalahan Danau Tempe cukup rumit dan terdapat berbagai faktor yang saling terkait, baik yang terjadi di dalam perairan danau maupun permasalahan ekosistem di luar kawasan danau, dan memberi konstribusi yang sangat besar terhadap kerusakan lingkungan abiotik dan biotik pada Danau Tempe saat ini. Di samping permsalahan lingkungan, pemanfaatan lahan danau untuk kegiatan penangkapan ikan, pertanian, rumah apung dan okupasi lahan sempadan dapat menjadi sumber munculnya konflik sosial. Banyak kajian yang telah dilakukan oleh berbagai instansi, namun karena bersifat parsial dan sesaat sehingga kajian tersebut belum mampu memberikan solusi terbaik terhadap permasalahan lingkungan fisik dan lingkungan sosial yang dialami Danau Tempe. Berangkat dari pengalaman aplikasi berbagai program, kajian dan penelitian yang telah dilakukan selama ini, ternyata degradasi lingkungan danau berlangsung terus sejalan dengan waktu dan akhirnya berdampak pada pencemaran dan menurunnya status mutu air serta krisis biotik ekosistem Danau Tempe. Berdasarkan hal tersebut, maka sangat perlu dikembangkan grand design penyelamatan danau yang mampu mengatasi akar permasalahan(root problem) kerusakan ekosistem danau dan jaminan atas keberlanjutan program yang telah dituangkan dalam rencana aksi. Berdasarkan identifikasi permasalahan, maka root problem kerusakan ekosistem DanauTempe dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori yaitu; 1) Kerusakan pada ekosistem DAS dan DTA yang memicu terjadinya erosi; 2) Pendangkalan danau sebagai akibat sedimentasi;
3) Kerusakan sempadan danau oleh berbagai aktivitas;
4)
Pencemaran air yang merubah status mutu dan status trofik air danau; 5) Penutupan tanaman air (eceng gondok) yang sudah melebihi batas kelayakan; dan 6) Permasalahan sosial ekonomi yang berpotensi menimbulkan konflik horizontal terutama terkait pemanfaatan kawasan danau. Evaluasi dan road map identifikasi permasalahan Danau Tempe lebih detil dijelaskan pada Bab II.
5
1.4. Ruang Lingkup dan Kerangka Pikir
Pelaksanaan pengelolaan lingkungan meliputi kebijaksanaan nasional secara umum dan kebijakan pembangunan lingkungan hidup
secara khusus di provinsi Sulawesi
Selatan serta kebijaksanaan pembangunan lingkungan hidup di Kabupaten Wajo, Soppeng dan Sidrap. Kebijakan pengelolaan ekosistem Danau Tempe didasarkan pada visi dan misi yang telah dirumuskan. Visi penyelamatan Danau Tempe adalah Terciptanya kembali ekosistem Danau Tempe yang berdaya guna, lestari dan bersifat alami. Sedangnkan Misi adalah melakukan tindakan penyelamatan melalui perbaikan kerusakan ekosistem Danau Tempe, penghentian dan pengendalian laju sedimentasi serta memulihkan fungsi komponen ekosistem danau demi menjamin pemanfaatan berkelanjutan tanpa batas sesuai dengan daya dukung dan daya tampung danau. Strategi pengelolaan lingkungan hidup di provinsi Sulawesi Selatan ditempuh melalui pendekatan perencanaan pembangunan secara holistik dengan melahirkan program secara terpadu, baik dari perencanaan sampai kepada implementasi di lapangan. Prinsip ini ditetapkan dalam pola dasar pembangunan daerah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dengan mempertimbangkan segi-segi konservasi, pemulihan terhadap kondisi sumberdaya alam dan lingkungan hidup sesuai prinsip pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu strategi kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup provinsi Sulawesi Selatan ditempatkan pada prioritas utama, disamping bidang-bidang lainnya. Ruang lingkup penyelamatan diawali dengan melakukan identifikasi root problem dari kondisi ekosistem Danau Tempe saat ini sebagaimana telah diuraikan pada bagian permasalahan di atas. Oleh karena itu, penyelesaian yang harus dilakukan adalah merumuskan program-program yang saling terintegrasi dan bersinergis dalam bentuk rencana aksi penyelamatan Danau Tempe.
Selanjutnya program-program tersebut
dikelompokkan menjadi Program Super Prioritas (utama) dan Program Prioritas (pendukung) berdasarkan urgensi tingkat kerusakan danau.
6
1.5. Tujuan dan Manfaat Program Penyelamatan Danau Tempe
A. Tujuan Penyusunan program penyelamatan DanauTempe bertujuan untuk memberikan arah kebijakan, rencana dan pelaksanaan penyelamatan dan pengelolaan yang sehat agar fungsi dan manfaat danau dapat berkelanjutan tanpa batas. Adapun tujuan khusus adalah: 1. Meningkatan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi para penentu kebijakan di pusat maupun provinsi dengan kabupaten/kota
dalam implementasi program
penyelamatan dan pengelolaan DanauTempe serta implementasinya di lapangan; 2. Pengembangan peran kelembagaan dan instansi terkait sesuai kewenangannya untuk penyelamatan dan pengelolaan Danau Tempe; dan 3. Meningkatan partisipasi masyarakat pengguna dalam pengelolaan dan konservasi sumberdaya hayati DanauTempe. B. Manfaat Program penyelamatan Danau Tempe akan memberikan berbagai manfaat antara lain : 1. Memberikan penyadaran kepada masyarakat, pemangku kepentingan dan instansi terkait tentang pentingnya menyelamatkan ekosistem danau dari semua bentuk penyebab kerusakan yang terjadi sekarang ini; 2. Mengembalikan fungsi ekosistem danau sebagai habitat alami berbagai fauna seperti burung dan ikan, sebagai ekosistem pendukung dan fungsi ekonomi bagi masyarakat; dan 3. Terwujudnya ekosistem danau yang berdaya guna, lestari dan bersifat alami serta bermanfatat bagi kepentingan seluruh masyarakat.
7
BAB II GAMBARAN UMUM DANAU TEMPE
2.1.
LINGKUP WILAYAH KAJIAN
2.1.1. Batas Administrasi Danau Tempe merupakan salah satu danau besar yang ada di provinsi Sulawesi Selatan, tepatnya berada pada Kabupaten Wajo dengan wilayah terluas (70%), selebihnya berada diKabupaten Sidrap dan Kabupaten Soppeng serta melintasi tujuh kecamatandan 51 desa yang tersebar pada ketiga kabupaten tersebut. Di Kabupaten Wajo terdapat empat kecamatan, yaitu Tempe, Sabbangparu, Tanasitolo, dan Belawa. Kabupaten Soppeng dua kecamatan, yaitu Marioriawa dan Donri-Donri. Kabupaten Sidrap dengan satu kecamatan, yaitu Pancalautan. Secara geografis, Danau Tempe terletak antara sungai Walanae Cenranae pada koordinat 4o00’00” - 4o15’00”LS dan 119o52’30” - 120o07’30”BT. 2.1.2. Morfologi Danau Tempe Cekungan Tempe terdiri atas dataran teras dan dataran banjir. Pada dataran teras umumnya berbentuk datar yang terletak beberapa meter dari dataran banjir, namun batas antara kedua dataran ini tidak tegas. Dataran banjir alluvial terbentuk di sepanjang sungai dan sekitar danau. Sedangkan dataran teras umumnya terbentuk pada tanggul alami dan rawa belakang sepanjang saluran sungai dan rawa di sekitar Sungai Walanae. Di tengah-tengah wilayah cekungan Tempe, terbentuk sistem danau yang terdiri atas Danau Tempe, Danau Sidenreng dan Danau Buaya. Selama musim kemarau ketiga danau tersebut terpisah satu dengan lainnya. Danau Sidenreng dan Danau Buaya keduanya terhubung dengan Danau Tempe oleh saluran air yang terbentuk secara alami. Pada musim hujan ketiga danau tersebut menyatu menjadi satu kesatuan, dan pada kondisi tersebut oleh masyarakat setempat disebut sebagai banjir. Tinggi muka air (TMA) Danau Tempe pada musim hujan dari bulan Maret sampai bulan Juli berkisar antara elevasi 6,0 – 7,0 m dpl dan pada kondisi TMA tersebut Danau Tempe memiliki luas kurang lebih 28.000 ha. Ketika TMA dapat mencapai elevasi 7,0 – 9,0 m dpl maka luas Danau Tempedapat mencapai 43.000 ha (Nippon Koei, 1997). Sedangkan pada musim kemarau dimana TMA hanya berkisar antara elevasi 0,50 – 2,0 m dpl atau rata-rata kedalaman air
9
1,25 m, maka luas Danau Tempe hanya mencapai 10.000 ha. Tinggi genangan air Danau Tempe yang teramati pada mistar pengukur kedalaman yang terpasang pada menara pengontrol di tengah-tengah danau bulan September 2012 adalah 0,74 m dan pada bulan Desember 2012 adalah 0,45 m.
2.1.3. Geologi dan Topografi Danau Tempe terletak di tengah wilayah cekungan Tempe yang berasal dari depresi lempeng bumi Asia-Australia dan terletak di wilayah sungai Walanae dan Cenranae. Depresi lempeng Asia-Australia ini membentuk sistem danau yang terdiri atas Danau Tempe, Danau Sidenreng dan Danau Buaya. Selama musim kemarau ketiga danau tersebut terpisah dan hanya terhubung dengan saluran air yang terbentuk secara alami. Pada musim hujan ketiganya menyatu menjadi satu kesatuan genangan air danau dan oleh masyarakat setempat disebut dengan banjir. Elevasi dasar Danau Tempe terletak pada ketinggian ± 3 m dpl yang merupakan titik terendah dan elevasi tertinggi ± 10,5 m dpl (Nippon Koei,Ltd, 2003). Sedangkan satuan geomorfologi Danau Tempe (Gambar-2.1.) dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : 1) Satuan bentang alam pedataran. Satuan ini mendominasi (± 50 %) topografi daerah di sekitar Danau Tempe, Danau Sidenreng dan Danau Buaya serta sepanjang sungai utama yang bermuara ke Danau Tempe yaitu Sungai Bila, Cenranae dan Sungai Walanae. Satuan ini membentuk pedataran yang sangat luas memanjang dari barat laut hingga sebelah tenggara danau; 2) Satuan bentang alam perbukitan bergelombang. Bentuk ini menempati sekitar 40% topografi Danau Tempe dan melingkari daerah pedataran melebar ke timur di Kabupaten Wajo dan menyempit di bagian barat danau; dan 3) Satuan bentang alam perbukitan tersayat tajam. Bentuk ini menempati sekitar 10% topografi Danau Tempe dan menempati bagian barat DAS Soppeng di daerah Mario Riawa sedangkan di bagian utara menempati DAS Bila di bagian hulu.
10
Gambar 2.1. Peta Geomorfologi Daerah Danau Tempe dan Sekitarnya 2.1.4. Hidrologi Secara umum jumlah sungai yang menuju ke Danau Tempe sebanyak 23 sungai yang termasuk dalam 2(dua) daerah tangkapan air (DTA), yaitu DTA Bila dan DTA Walanae. Sedangkan outlet danau hanya satu yaitu DTA Cenranae yang memiliki panjang 70 km. Sistem sungai pada Danau Tempe terdiri atas Sungai Bila yang mengalir ke dalam danau dari arah utara dan Sungai Walanae yang mengalir ke dalam Sungai Cenranae dari arah selatan. Terdapat pula sungai kecil yang mengalir langsung ke danau seperti Sungai Batu-Batu dan Lawo (Gambar 2.2). 11
Sungai Bila mengalir sepanjang ±100 km dari daerah hulu (upstream) yaitu kabupaten Enrekang dengan catchment area 1.368 km2. Sistem Sungai Bila mempunyai empat anak sungai utama yaitu Sungai Bila, Sungai Buya, Sungai Lancirang dan Sungai Kalola. Pola sungai ini bermeander dari utara ke selatan dekat Tanru Tedong Kabupaten Sidrap dan berbelok ke timur kemudian mengalir masuk ke Danau Tempe melalui dataran alluvial sekitar danau. Rata-rata kemiringan lereng sungai Bila sangat terjal terutama di bagian upstream dan menjadi landai di muara sungai sekitar Danau Tempe. Lebar Sungai Bila antara 70 - 200 m. Sedangkan kapasitas tampung sungai tersebut adalah 600-850 m3/detik (Nippon Koei, 1997). Sungai Walanae mempunyai
catchment area seluas 3.190 km2. Sungai ini
mempunyai hulu dari Kabupaten Maros mengalir ke bagian tengah Sulawesi Selatan dan bergabung dengan Sungai Cenranae di Kabupaten Sengkang dan mengalirkan air masuk ke Danau Tempe pada musim hujan. Sistem Sungai Walanae terdiri dari anak Sungai Sanrego, Menraleng dan Mario.Sungai Sanrego mempunyai lereng yang terjal yaitu ratarata 1/400 dengan dasar sungai terdiri dari kerikil dan bongkahan. Kapasitas pengaliran Sungai Sangrego sekitar 700 m3/detik sedangkan Sungai Mengraleng adalah 700m3/detik (Nippon Koei, 1997). Dari sebelah barat Danau Tempe mendapat masukan air dari beberapa sungai termasuk Sungai Batu-Batu, Bilokka, Panincong, Lawo dan lain-lain dengan catchment area 927 km2. Sungai Cenranae sebagai outlet Danau Tempe, mengalirkan air ke arah timur danau hingga ke Teluk Bone sepanjang ± 70 km dengan catchment area 1.155 km2. Sungai Cenranae adalah sistem sungai tunggal yang mempunya luas dasar 30-80 m dan lebar permukaan 100-150 m.Sedangkan kedalaman sungai bervariasi dari 5 – 8 m. Kemiringan Sungai Cenranae sangat landai yaitu 1/10000 di daerah upstream dan 1/30000 di daerah hilir (downstream) dengan kapasitas pengaliran adalah 250-500 m/detik (Nippon Koei, 1997).
12
Gambar
2.2
Anak-anak Sungai yang Bermuara ke Sungai Bila dan Sungai Walanae serta Sungai Batu-Batu dan Lawo yang Mengalir Langsung ke Danau Tempe
Pada musim hujan sungai-sungai yang bermuara ke dalam Danau Tempe mengalirkan air jauh melebihi kapasitas tampung danau dan sungai Cenranae sebagai outlet, sehingga Danau Tempe meluap dan menggenangi daerah pertanian maupun pemukiman di sekitar danau. Ketidakmampuan Danau Tempe menampung air dalam volume yang lebih besar turut diperparah dengan pendangkalan danau akibat sedimentasi.
2.1.5. Bendung Gerak Tempe Danau Tempe sebagai danau paparan banjir sehingga merupakan tempat penampungan air (terminal air sekunder) dari sejumlah aliran sungai
yang ada di
sekelilingnya sebelum mengalir keluar ke teluk Bone melalui Sungai Cenranae. Sebagai terminal sekunder maka fluktuasi tinggi muka air (TMA) Danau Tempe tergantung pada kapasitas aliran sungai yang masuk dan keluar dari danau. Tingginya muka air danau pada musim hujan disebabkan tidak cukupnya kapasitas Sungai Cenranae untuk mengalirkan air keluar dari danau dan menurunannya kapasitas tampungan danau karena pendangkalan akibat sedimentasi sehingga air meluap ke pemukiman dan daerah pertanian. Sementara pada musim kemarau TMA danau menurun dengan drastis sehingga sebagian besar lahan pasang surut danau berubah menjadi lahan pertanian. Pada saat itu pula kegiatan penangkapan ikan semakin intensif sehingga mengancam
13
keanekaragaman hayati yang ada di dalam danau. Di samping itu pada musim kemarau transportasi danau dan sungai tidak berjalan dengan baik karena muka air menurun. Pembangunan Bendung Gerak Tempe bertujuan mengatur tinggi muka air Sungai Cenranae sehingga kebutuhan air di daerah downstream dapat terpenuhi, dan dan mempertahankan TMA Danau Tempe pada elevasi + 5.0 m dpl dengan kedalaman air berkisar antara 2,0 – 3,0 m. Pada kondisi tersebut maka luas rata-rata genangan air pada Danau Tempe pada musim kemarau dapat mencapai 13.290 ha sehingga kegiatan ekonomi masyarakat baik di bidang perikanan, pertanian, dan transportasi danau dan sungai berjalan baik. Sedangkan pada musim hujan luapan air danau dan sungai melewati bagian atas crest pintu dari Bendung Gerak Tempe. Selain itu, Bendung Gerak Tempe dilengkapi dengan pintu pengatur dan navigation lock untuk transportasi sungai serta fish ladder untuk migrasi ikan-ikan sungai baik yang bersifat katadromus maupun anadromus. Sasaran utama pembangunan Bendung Gerak Tempe adalah menyiapkan kondisi ideal danau untuk keperluan pengenalan akuakultur, irigasi, penyediaan air bersih, pariwisata dan sebagainya serta mencegah danau dari penurunan mutu lingkungan perairan dan kerugian ekonomi akibat musim kemarau. 2.1.6. Sumberdaya Hayati Jenis ikan yang tertangkap di Danau Tempe cukup beragam, meliputi kelompok ikan herbivora, karnivora dan omnivora. Terdapat 17 jenis ikan dan udang yang telah teridentifikasi dari hasil tangkapan nelayan di Danau Tempe (Tabel 2.1). Salah satu dari ke-17 jenis ikan tersebut adalah Ikan Beloso (Glossogobiusfaureus) yang lebih dikenal oleh masyarakat di sekitar danau dengan Ikan “Bungo”. Ikan Bungo, Ikan Belanak (Mugil cephalus) dan Ikan Tambakan (Helostomatemminckii) populasinya semakin berkurang bahkan jika tertangkap oleh nelayan ukurannya sudah kecil-kecil. Diduga karena kerusakan ekosistem Danau Tempedan penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan sehingga ikan-ikan tersebut semakin mengalami tekanan populasi dan terancam punah. Jenis dan jumlah alat tangkap berdasarkan pengelompokannya yang beroperasi di Danau Tempe adalah jaring insang (gill net) 452 buah, jaring angkat 228 buah, pancing 123 buah, perangkap 617 buah, jala lempar 78 buah dan garpu atau tombak 374 buah. Sedangkan jumlah perahu yang beroperasi di Danau Tempe adalah 3.420 buah. 14
Produktivitas alat tangkap yang beroperasi di Danau Tempe cukup tinggi. Produksi ikan cenderung mengalami peningkatan pada lima tahun terakhir ini (2007-2011), dimana produksi ikan tahun 2007 sebesar 13.525,00 ton dan pada tahun 2011 sebesar 13.560,60 ton atau meningkat sebesar 0,26 %.
Meskipun total produksi meningkat, namun
peningkatan produksi ini relatif rendah dan tentunya berkaitan dengan kerusakan lingkungan fisik, penurunan status mutu air, penurunan status trofik dan terganggunya jejaring makan di dalam ekosistem Danau Tempe saat ini. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Wajo telah mengantisipasi hal tersebut dengan melakukan restocking benih ikan setiap tahunnya, namun tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan produksi.
Tabel 2.1.Jenis-jenis Ikan yang Tertangkap di Danau Tempe No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Jenis Ikan Betok Sidat Sepat Siam Gabus Nila Lele Tawes Mas Nilem Belanak Betutu Julung-julung Tambakan Beloso Belut sawah Mujair UdangTawar
Nama Latin Anabastestinideus Anguilla-anguilla Trichogastepectoralis Ophiocephalusspp Tilapia nilotica Clariasbatrachus Puntiusjavanicus Cyprinuscarpio Osteochilushasselti Mugilcephalus Oxyeleotrismarmoratus Dermogenyspusillus Helostomatemminckii Glossogobiusfaureus Monopterus alba Tilapia mossambica Palaemonspp
Sumber : BLDH Sul-Sel, 2012a.
2.2. PERMASALAHAN EKOSISTEM DANAU TEMPE 2.2.1. Pendangkalan Danau Tempe Pendangkalan Danau Tempe utamanya bersumber dari proses sedimentasi dari bahan sedimen yang bersumber dari wilayah DAS Bila Walanae. Berdasarkan pada studi terdahulu yang dilakukan oleh Nippon Koei (1997) volume sedimen ditaksir 520 m3, volume sedimen tersebut setara dengan 0,37 - 0,38 cm/tahun. Sedimentasi di Danau Tempe berubah dari waktu ke waktu tergantung pada kondisi lahan di DAS Bila-Walanae.
15
Pada Tabel 2.2 dibawah ini menunjukkan volume pasokan sedimen dari sungai dan volume sedimen yang terangkut keluar dari Danau Tempe. Menurut Puslit Limnologi LIPI (2011dalam BLHD, 2012a), laju sedimentasi di Danau Tempe yaitu sebesar 1,0 – 3,0 cm per tahun. Akibat sedimentasi ini, danau mengalami pendangkalan dan menyebabkan terjadinya bencana banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. Apabila laju sedimentasi diasumsikan rata-rata sebesar 0,37 - 0,38 cm/tahun, maka dalam kurung waktu 61 tahun kemudian akan terjadi pendangkalan danau 22 – 23 cm. Jika kedalaman air Danau Tempe pada musim kemarau (September – Desember 2012) antara 0,45 – 0,74 m, maka pada tahun 2073 kedalam air danau berkisar antara 0,23 – 0,51 m. Hal ini berarti bahwa Danau Tempe diperkirakan pada tahun 2093 akan hilang pada musim kemarau. Selanjutnya disebutkan bahwa pendangkalan yang terjadi di Danau Tempe secara alami diakibatkan oleh sedimen yang dibawa oleh sungai-sungai yang bermuara di danau seperti sungai Lawo, sungai BatuBatu, sungai Belokka, sungai Bila dan Walanae. Terjadinya pendangkalan tersebut mengakibatkan penurunan kapasitas tampung Danau Tempe dan memicu terjadinya bencana banjir di kawasan sekitarnya. Tabel 2.2. Volume Sedimen Tahunan (m3) Sungai Aliran Dasar Masuk ke danau a. S. Bila 23.944 b. S. Walanae 153.437 c. S. lainnya 19.094 2. Keluar dari danau a. S. Cenranae 81.000 3. Neraca sedimen di danau 4. Ketebalan sedimen Sumber: Nippon Koei (1997dalam BLHD, 2012a) Catatan: rata-rata luas permukaan air D. Tempe 13.971 ha
Tersuspensi
Total
168.598 632.629 71.397
192.542 786.066 90.491
469.490
518.609 518.609 0,37 cm
1.
2.2.2. Pencemaran Air Sumber utama air Danau Tempe berasal dari beberapa sungai dan dan sungaisungai tersebut merupakan tempat berbagai aktivitas masyarakat, baik sebagai sarana transportasi maupun sebagai tempat mandi, mencuci dan kegiatan lainnya. Interaksi langsung masyarakat dengan aliran sungai yang memasuki danau menyebabkan ekosistem perairan Danau Tempe berpotensi mengalami pencemaran.Oleh sebab itu, sumber pencemaran Danau Tempe antara lain berasal dari limbah domestik, pertanian,
16
dan limbah industri rumah tangga. Hasil pengukuran berbagai parameter kualitas air dan análisis status mutu air Danau Tempe menurut metode Storet ditunjukkan pada Tabel 2.3. Tabel 2.3. Hasil Pengukuran Parameter Kualitas Air dan Analisis Mutu Air Menurut Metode Storet No
Parameter
Parameter Fisika Suhu Air 1 2 Warna Air 3 Bau Conductivity 4 5 Kakeruhan 6 TSS 7 TDS Parameter Kimia 8 pH 9 BOD 10 COD 11 DO 12 T-Phosfat (P) 13 Nitrat (NO3-N) 14 Amoniak (NH3) 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Satuan 0
C Units PtCo/Colour
Deviasi 3 25
27.8 48
29.7 539
28.75 539
0 -5
µmhcs/cm nTU mg/L mg/L
1500 15 50 1000
1051 3.5 9 490
2610 38.9 97 1250
1830.5 21.2 53 870
-4 -4 -4 -1
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
6,0 – 8,5 3,0 25 4 0,2 10
7.44 7.33 8 5.6 12.4 7.85 14.7 9.6 0.8 0.555 0.73 0.365 0.006 0.00305
0 -10 0 -10 -10 0 0
mg/L µm/L
-
0.018 1.25
0.795 6.95
0.4065 4.1
-8 0
800 1 150 0,03 0,01 0,02 0,05 1 -
0.1 0.02 0.06 0.005 7 0.7 0.005 0 0.08 0.35 12.12 12.4
3 0.02 0.09 2.01 7 0.79 1.138 0.06 2.09 1.74 80.8 19.5
1.55 0.02 0.075 1.0075 7 0.745 0.5715 0.03 1.085 1.045 46.46 15.95
0 0 0 -8 -10 -10 -8 0 0 0 0 0 -92
(NO2 )
Nitrit Sulfat (SO4) Minyak dan Lemak Fenol Detergen (MBAS) Pb (Timbal) Cd (Kadnium) Cu (Tembaga) Zn (Seng) As (Arsen) Fe (Besi) Mn (Mangan) Magnesium (Mg) Khlorida Cl
Hasil Pengukuran Skor menurut Baku Mutu Kelas II Minimum MaximumRata-Rata Metode Storet
-
Jumlah Skor
µm/L µm/L µm/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L µm/L mg/L mg/L
0 0,06
7.22 3.2 3.3 4.5 0.31 0 0.0001
Sumber: BLDH Sulawesi Selatan, 2012b
Beberapa parameter kualitas air sudah berada di luar batas ambang layak berdasarkan baku mutu air kelas II yang ditunjukkan oleh nilai bertanda minus ( - ) pada kolom “skor menurut Metode Storet” pada Tabel 2.3. Parameter tersebut meliputi: warna air, daya hantar listrik (conductivity), kekeruhan, total suspended solid (TSS), total disolved solid (TDS), biological oxygen demand (BOD), oksigen terlarut (DO), total phosfat, nitrit,
17
timbal, kadmium, tembaga dan logam zeng. Dengan demikian status mutu air Danau Tempe berdasarkan Metode Storet adalah tercemar berat (BLHD Sul-Sel, 2012b).
2.2.3. Status Trofik Danau Tempe Status trofik menunjukkan dampak adanya beban limbah unsur hara yang memasuki ekosistem danau. Kondisi kualitas perairan danau diklasifikasikan berdasarkan proses eutrofikasi oleh unsur hara, totalphosphor (P-total) dan total nitrogen (N-total). Pada umumnya tumbuhan air mengandung rata-rata phosphor dan nitrogen masingmasing 0,09% dan 0,7% dari berat basah. Phosphor membatasi proses eutrofikasi jika kadar nitrogen lebih dari delapan kali kadar phosphor, sementara nitrogen membatasi proses eutrofikasi jika kadarnya kurang dari delapan kali kadar phosphor (UNEPIETC/ILEC, 2001 dalam KLH, 2008). Parameter Klorofil-a menggambarkan kadar biomassa alga atau fitoplankton dengan perkiraan rata-rata beratnya adalah 1% dari biomassa. Sedangkan kecerahan perairan sangat menentukan jumlah intensitas cahaya matahari yang menembus ke dalam kolom air yang selanjutnya diperlukan untuk proses fotosintesis oleh organisme nabati di dalam perairan. Berdasarkan hasil analisis status trofik dengan melihat rata-rata kandungan parameter total-P, klorofi-a dan kecerahan, maka Danau Tempe digolongkan ke dalam status trofik “hipertrofik”. Tingginya total fosfat dapat disebabkan karena introduksi limbah domestik dan pertanian ke dalam danau. Sedangkan rendahnya klorofil-a menunjukkan bahwa fitoplankton tidak berkembang dengan baik di dalam perairan. Hal ini disebabkan karena kekeruhan air danau yang tinggi atau sebaliknya kecerahan air danau sangat rendah baik pada musim hujan maupun musim kemarau hanya berkisar antara 0,22 – 0,46 m. Kekeruhan dan kecerahah air berhubungan erat dengan tingginya kelarutan total suspended solid (TSS) dan total disslved solid (TDS) di dalam air danau.
2.2.4. Tumbuhan Air Tumbuhan air merupakan tanaman yang hidup di sekitar air dan di dalam air yang berfungsi sebagai produsen pada suatu ekosistem perairan (Odum dan Barrett, 2005). Produser pada ekosistem danau terdiri dari dua tipe yaitu, tanaman bentik (fito benthic) atau tanaman hijau lainnya baik yang melayang maupun mengapung kebanyakan dari
18
tanaman berbiji (spermatophyta) dan fitoplankton. Keberadaan tumbuhan air akan menciptakan produktivitas perairan yang tinggi dan menghasilkan keanekaragaman biota akuatik yang tinggi pula. Beberapa peranan tumbuhan air yang sangat penting adalah sebagai produser primer, sebagai habitat, tempat berlindung dan tempat menempel berbagai hewan renik dan larva ikan maupun mikroalga. Disamping itu, tumbuhan air dapat juga sebagai daerah asuhan (nursery ground) dan makanan berbagai jenis ikan herbivora. Odum dan Barrett (2005) mengelompokkan tumbuhan air menjadi terrestrial plants yaitu tumbuhan air yang seluruh organ tubuhnya belum tertutup oleh air, emerget plants yaitu tumbuhan air yang akarnya berada dalam air dan bagian lainnya berada di permukaan air, submerged plants yaitu tumbuhan air yang seluruh bagian tubuhnya berada dalam air dan floating plants yaitu tumbuhan air yang bagian akar dan batangnya mengapung di perairan seperti eceng gondok (Eichhornia crassipes). Tumbuhan air yang ditemukan di Danau Tempe (Tabel 2.4) terdiri atas 4 tipe habitat, yaitu tipe tanaman berakar dengan daun tersembul (emergent), tipe terendam sempurna (free submerged), tipe terapung sempurna (free floating), dan tipe daun terapung dengan akar tenggelam (rooted with floating leave). Untuk lebih jelasnya spesies dan famili dari tumbuhan air yang teramati selama studi ditunjukkan pada Tabel 2.4. Tumbuhan air atau gulma air (aquatic weeds) pada suatu keadaan tertentu dianggap menimbulkan kerugian atau sebagai pengganggu karena adanya dampak negatif berupa gangguan terhadap pemanfaatan perairan secara optimal, misalnya mempercepat pendangkalan, menyumbat saluran irigasi, memperbesar kehilangan air melalui proses evapotranspirasi, mempersulit transportasi danau dan sungai, menurunkan hasil perikanan, ataupun berupa gangguan langsung dan tidak langsung lainnya. Keberadaan tumbuhan air pada perairan dan tepian danau sangat diperlukan sebagai habitat kehidupan dan perkembangbiakan organisme danau. Namun apabila pertumbuhannya tidak terkendali maka akan menjadi gulma yang mengganggu fungsi serta pemanfaatan danau. Oleh karena itu perlu penetapan luasan tertentu daerah aquatic weeds yang berimbang dengan fungsi danau.
19
Tabel 2.4. Jenis Tanaman Air yang Teramati di Danau Tempe No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Spesies Brachiaria mutica Oryza sativa Murdannia sp Rhynchospora corymbosa Ludwigia Alternanthera philoxeroides Hydrilla verticillata Najas indica Eichhornia crassipes Pistia stratiotes Ipomoea aquatic Sumber: BLDH Sul-Sel, 2012a.
Famili Gramineae Poaceae Commelinaceae Cyperaceae Onagraceae Amaranthaceae Hydrocharitaceae Najadeceae Pontederiaceae Araceae Convolvulaceae
Eceng gondok(Eichhornia crassipes) adalah jenis tumbuhan air yang paling dominan dan populasinya diperkirakan telah menutupi permukaan danau sekitar 30 - 40%. Meningkatnya introduksi limbah domestik ke dalam Danau Tempe akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi unsur hara fosfat dan nitrogen di dalam air, sehingga memicu pertumbuhan populasi eceng gondok. Meskipun vegetasi tumbuhan air dapat berperan positif pada ekosistem danau saat populasinya dalam keadaan seimbang dan terkendali (penutupannya sekitar 1%). Namun penutupan enceng gondok di Danau Tempe sudah melebihi keadaan normal (1%) sehingga mengancam keseimbangan ekosistem, selain mempercepat proses pengendapan padatan tersuspensi juga dapat menciptakan kondisi an-aerobik pada dasar perairan terutama pada malam hari sehingga membahayakan kehidupan biota akuatik serta mengurangi nilai estetika wisata danau. Status penutupan eceng gondok turut diperparah dengan sistem penangkapan ikan yang dikembangkan nelayan Danau Tempe dengan istilah “Bungka Toddo”. Secara terminologi
Bungka Toddo berarti lumpur yang di patok atau ditancap dengan
menggunakan tiga batang bambu yang didesain berbentuk piramid pada setiap titik untuk menahan sekumpulan vegetasi eceng gondok agar tetap pada posisinya. Fungsi eceng gondok dalam system penangkapan Bungka Toddo adalah sebagai rumpon untuk berkumpul berbagai jenis ikan. Belum diketahui dengan pasti berapa unit Bungka Toddo
20
yang beroperasi di dalam Danau Tempe. Berdasarkan pengamatan jumlahnya cukup banyak dan tidak tertata dengan baik. Keberadaan Bungka Toddo di dalam Danau Tempe, secara biologis berfungsi sebagai spawning ground, nursery ground dan feeding ground atau rearing ground bagi berbagai jenis ikan. Namun secara fisika-kimia berdampak negatif terhadap kualitas perairan danau. Efek negatif yang dapat ditimbulkan antara lain menghambat pergerakan (turbulensi) air danau baik secara periodik maupun non periodik sehingga mempercepat pengendapan padatan tersuspensi di dalam air danau. 2.2.5. Sosial Ekonomi dan Budaya Danau Tempe mempunyai peranan ekonomis yang sangat tinggi terhadap masyarakat sekitar. Peranan tersebut antara lain
yaitu sebagai sumber air irigasi
(pompanisasi) pertanian, perikanan tangkap, air baku PDAM, dan pariwisata. Perkembangan usaha perikanan tangkap di kawasan Danau Tempe dari tahun ke tahun (2007- 2011) cenderung mengalami peningkatan produksi sebesar 0,26 %. Produksi ikan hasil tangkapan nelayan di Danau Tempe pada tahun 2011 sebesar 13.560,60 ton dengan nilai produksi sebesar Rp 72.921.340.817,80. Lokasi kegiatan usaha sektor perikanan tangkap di Danau Tempe terdapat di Kecamatan Tempe, Sabbangparu, Tanasitolo, Belawa dalam wilayah Kabupaten Wajo dan Kecamatan Marioriawa, DonriDonri dalam wilayah Kabupaten Soppeng serta Kecamatan Pancalautan dalam wilayah Kabupaten Sidrap. Kegiatan budidaya ikan di Danau Tempe selama ini belum pernah dilakukan oleh masyarakat. Fluktuasi tinggi muka air (TMA) danau pada musim hujan dan musim kemarau yang ekstrim menjadi faktor penyebabnya sehingga tidak cocok untuk mengembangkan metode budidaya ikan baik keramba jaring apung (KJA) maupun dengan penculture atau lebih dikenal dengan metode hampang. Namun setelah Bendung Gerak Tempe berfungsi dimana TMA berada pada elevasi +5 m dpl dengan kedalaman rata-rata air danau pada musim kemarau antara 2,0 – 3,0 m, sehingga memungkinkan untuk pengembangan budidaya ikan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan antisipasi dini tentang kemungkinan berkembangnya budidaya ikan dengan menyiapkan perangkat aturan untuk mencegah efek negatif limbah budidaya ikan terhadap ekosistem danau.
21
Usaha pariwisata di Danau Tempe belum berkembang dengan baik. Pariwisata yang ada masih berkaitan erat dengan potensi alam, historis, budaya yang dimiliki seperti budaya tenun tradisional sarung sutra yang tetap dilestarikan oleh ibu-ibu disekitar pinggiran danau. Wisatawan yang berkunjung di obyek wisata Danau Tempe masih didominasi oleh wisatawan lokal, sisanya adalah wisatawan mancanegara yang jumlahnya masih sangat terbatas. Sedangkan pemanfaatan eceng gondok sebagai produk kerajinan yang bernilai ekonimis, sampai saat ini belum ada kelompok masyarakat atau pengusaha yang memanfaatkanpotensi eceng gondok dari Danau Tempe. Meskipun kerajinan eceng gondok merupakan kerajinan yang unik, namun karena eceng gondok dianggap merugikan dan kehadirannya di ekosistem danau tidak dikehendaki. Namun dengan penerapan teknologi pengolahan maka eceng gondok dapat berubah menjadi komoditi bernilai ekonomis antara lain: produk kerajinan berupa asesoris, bahan bakupakan ternak, pakan ikan,bahan baku pembuatan pupuk kompos dan produksi bio-oil.
2.3. STATUS EKOSISTEM TERESTRIAL DAN SEMPADAN DANAU 2.3.1. Tata Guna Lahan Sumber dan dampak kerusakan yang terjadi pada ekosistem Danau Tempe antara lain perambahan hutan, perladangan berpindah, dan illegal logging. Kegiatan ini akan menimbulkan perubahan penggunaan lahan, sehingga menyebabkan terjadinya erosi yang berdampak terhadap meningkatnya laju sedimentasi pada Danau Tempe. Tabel 2.5. Penggunaan Lahan DAS Bila-Walanae Penutupan vegetasi Awan Danau Buaya Danau Sidenreng Danau Tempe Hutan Hutan bakau Permukiman Pertanian lahan kering Rawa Sawah Semak / belukar Tambak
Luas (ha) 13.687,14 1.976,30 4.753,30 12.779,63 173.741,43 3.460,56 2.020,68 307.292,22 7.269,30 16.665,25 158.277,32 1.460,15
% 1,87 0,27 0,65 1,74 23,72 0,47 0,28 41,95 0,99 2,28 21,61 0,20 22
Penutupan vegetasi Tanah terbuka Tubuh air Total Sumber: BLDH Sul-Sel, 2012a.
Luas (ha) 16.870,09 12.226,49 732.479,86
% 2,30 1,67 100
Penggunaan lahan DTA dan di sekitar Danau Tempe yang termasuk dalam DASBila Walanae disajikan pada Tabel 2.5 dan secara spasial ditunjukkan pada Gambar 2.3. Berdasarkan penggunaan lahan tersebut, dengan menggunakan formula RUSLE, maka diperoleh luas areal dengan kelas tingkat bahaya erosi (TBE) adalah sebagai berikut: Sangat rendah 393.882,570 ha, rendah 58,860 ha, sedang 39,690 ha, tinggi 11.057,310, dan sangat tinggi 316.264,680 ha (BLDH Sul-Sel, 2012a). Tingkat kerusakan lingkungan yang terdapat di dalam ekosistem DAS Tempe sangat parah dan memprihatinkan. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 284/Kpts-II/1999, DAS-DAS tersebut dikategorikan sebagai Prioritas I di Indonesia. Dampak utama yang mengakibatkan degradasi Danau Tempe adalah laju sedimentasi yang relatif tinggi. Bahan sedimen bersumber dari proses erosi di wilayah DAS Bila Walanae. Proses lanjutan dari peristiwa erosi tersebut adalah sedimentasi yang terjadi di dalam ekosistem Danau Tempe.
23
Gambar 2.3. Peta Penggunaan Lahan DAS Bila-Walanae
24
2.3.2. Status Ekosistem Terestrial pada DTA Indikator kondisi dan pengaruh ekosistem terestrial pada daerah tangkapan air adalah sebagai berikut : 1. Penutupan vegetasi pada lahan daerah tangkapan air (DTA) adalah luas lahan vegetasi dibagi luas lahan DAS atau DTA. Kondisi yang baik adalah apabila nilainya lebih besar dari 75 %, dan mulai terancam apabila nilainya 30 – 75 %, sedangkan kondisi rusak apabila nilainya sudah < 30 %. Pada danau vulkanik perhitungan luas vegetasi tersebut dikoreksi, yaitu luas DTA terlebih dulu dikurangi dengan luas lahan yang tidak dapat ditanami karena memiliki karakteristik solum tanah yang dangkal; 2. Fluktuasi debit air antara debit maksimal pada musim hujan dan debit minimal pada musim kemarau, yang dinyatakan dengan nilai koefisien regim sungai, yaitu KRS = Qmax/Qmin. Kondisi baik apabila KRS < 50; terancam apabila nialinya 50-120; rusak apabila nilainya > 120; 3. Erosi lahan DAS atau DTA : tingkat erosi baik apabila laju erosi masih di bawah batas toleransi erosi, terancam bila menyamai batas toleransi erosi dan rusak apabila melebihi batas toleransi erosi. Batas toleransi erosi untuk berbagai jenis lahan mengacu kepada peraturan dan pedoman yang berlaku; 4. Pendangkalan danau : kondisi danau adalah baik apabila tidak terjadi pendangkalan, terancam apabila pendangkalan rata-rata pertahun mencapai < 2% dari kedalaman danau, rusak apabila ≥ 2 % dari kedalaman danau; dan 5. Pembuangan limbah: kondisi danau adalah baik apabila tidak ada pembuangan limbah atau ada pembuangan limbah akan tetapi ada sistem pengendalian pencemaran air serta sesuai dengan daya tampung beban pencemaran air danau; terancam apabila tidak ada sistem pengendalian pencemaran air akan tetapi tidak melampaui daya tampung beban pencemaran air danau; rusak apabila melampaui daya tampung beban pencemaran air danau. Berdasarkan pada kriteria di atas, maka status terestrial pada DTADanau Tempeadalah sebagai berikut : 1. Penutupan vegetasi pada lahan DTA dengan luas 73.2479,86 ha, didominasi oleh pertanian lahan kering (41,95 %) diikuti hutan (23,72 %) dan semak belukar (21,61 %). Meskipun jika dijumlahkan termasuk dalam kategori baik (> 75%), namun karena
25
kegiatan pertanian intensif dan konservasi tanah yang kurang baik maka faktor ini akan mengakibatkan tingginya erosi; 2. Fluktuasi debit air antara debit maksimal pada musim hujan dan debit minimal pada musim kemarau, yang dinyatakan dengan nilai koefisien regim sungai (KRS), yaitu KRS = Qmax/Qmin. Kondisi yang terjadi di DanauTempe adalah terancam dengan nilai KRS = 87 (Sungai Walanae); 3. Erosi lahan DAS atau DTA : tingkat erosi dapat dinyatakan rusak, hal ini terlihat pada hasil perhitungan tingkat bahaya erosi (TBE) pada DAS-Bila Walanae yang termasuk kelas tinggi sampai dengan sangat tinggi sebesar 46 %; 4. Pendangkalan danau : kondisi pendangkalan Danau Tempe saat ini termasuk dalam kategori rusak, karena Pendangkalan rata-rata per tahun ≥0,37cm/tahun dengan kedalaman rata-rata 5 m. Akibat pendangkalan ini, menyebabkan ekosistem Danau Tempe yang sangat dangkal akan berubah menjadi ekosistem rawa; 5. Pembuangan limbah: kondisi Danau Tempe dapat dikategorikan terancam akibat terjadinya pembuangan limbah dan tidak ada sistem pengendalian pencemaran air, tetapi tidak melampaui daya tampung pencemaran air danau. 2.3.3. Status Ekosistem Sempadan Danau Untuk menentukan status ekosistem sempadan danau digunakan kriteria sebagai berikut: 1.
Sempadan danau: status baik jika tidak ada bangunan, status terancam jika mulai ada sedikit bangunan, dan status rusak jika banyak bangunan.
2.
Sempadan pasang surut:
status baik jika tidak ada bangunan dan tidak ada
pengolahan lahan dan tidak ada perkebunan dan sawah dengan pemupukan, status terancam jika ada pengolahan lahan untuk perkebunan dan sawah serta pemupukan, dan status rusak jika ada bangunan dan ada pengolahan lahan dan ada perkebunan dan sawah dengan pemupukan. 3.
Pembungan limbah: status baik jika tidak ada pembungan limbah, status terancam jika ada pembuangan limbah dan tidak ada sistem pengendalian pencemaran air, tetapi tidak melampaui daya tampung pencemaran air danau, dan status rusak jika
26
ada pembuangan limbah dan tidak ada sistem pengendalian pencemaran air, serta telah melampaui daya tampung pencemaran air danau. Berdasarkan pada kriteria status ekosistem sempadan Danau Tempe adalah sebagai berikut: 1.
Kondisi saat ini tidak dijumpai adanya bangunan pada sempadan Danau Tempe sehingga statusnya termasuk baik;
2.
Sempadan pasang surut pada musim kemarau digunakan sebagai areal pertanian dengan komoditi yang di usahakan adalah padi, kedele, jagung, kacang panjang, lombok dan lain lain dengan menggunakan pupuk, maka status sempadan pasang surut Danau Tempe termasuk terancam sampai dengan status rusak;
3.
Terdapat pembuangan limbah dan tidak terdapat sistem pengendalian pencemaran air serta volume limbah cenderung meningkat sejalan perkembangan aktivitas masyarakat dan bahkan dapat melampaui daya tampung pencemaran air danau terutama pada musim kemarau dimana air danau berkurang. Dengan demikian status pembuangan limbah Danau Tempe termasuk terancam sampai dengan status rusak.
2.4. KONDISI DAN PERMASALAHAN KELEMBAGAAN Danau Tempe yang terletak pada tiga kabupaten, Wajo, Soppeng dan Sidrap, memiliki beberapa permasalahan kelembagaan berkaitan dengan pengembangan kawasan yang bersifat multidimensional. Beberapa permasalahan di bidang manajemen kelembagaan antara lain: 1. Kebijakan setiap daerah yang menekankan pada batas administrasi, sementara pengelolaan Danau Tempe tidak sama dengan batas administrasi sehingga menghambat pengelolaan apalagi ada undang-undang otonomi daerah; 2. Adanya pergantian sistem pemerintahan secara regular sehingga memungkinkan kebijakan pengelolaan dapat berubah dan tidak berkelanjutan sebagaimana harapan stakeholder untuk mengelola kawasan Danau Tempe dengan baik; 3. Koordinasi dari ketiga kabupaten yang berada di Danau Tempe dalam rangka menangani pengelolaan ekosistem danau dan ekosistem kawasan disekitar danau belum berjalan secara optimal, peran kelembagaan yang ada belum sepenuhnya siap dan berkomitmen kuat, dalam pengelolaan Danau Tempe, akibatnya setiap kegiatan
27
masih bersifat parsial tanpa ada peraturan yang mengatur setiap aktifitas yang sinergis baik di ekosistem DAS atau DTA maupun di dalam ekosistem danau; 4. Kegiatan-kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini masih menggunakan pendekatan kebijakan topdown approach dan bersifat sektoral kedaerahan pada setiap kabupaten. Masih adanya ego sektoral dan kepentingan masing-masing daerah kabupaten sehingga menimbulkan potensi konflik yang tinggi; 5. Belum ada suatu lembaga khusus yang menangani pengelolaan ekosistem Danau Tempedengan menggunakan pendekatan regional; 6. Kurang optimalnya komitmen masing-masing stakeholder yang terus menerus mengupayakan pelestarian ekosistem Danau Tempe; 7. Belum
dimilikinya
grand
design
penyelamatan
ekosistem
Danau
Tempe
mengakibatkan arah action plan tidak jelas bagi dinas/ instansi yang terkait, sehingga program-program yang dijalankan bersifat sektoral dan dapat terjadi overlapping program pada ketiga kabupaten yang ada di kawasan Danau Tempe sehingga berpotensimenimbulkan pemborosan anggaran. Berdasarkan persoalan tersebut diatas maka permasalahan kelembagaan dapat dibagi menjadi 2, yaitu kelembagaan formal maupun informal dan belum adanya grand design. Belum optimalnya kelembagaan yang ada baik formal maupun informal mengakibatkan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan selama ini di Danau Tempe belum memberikan hasil yang nyata, ditambah belum adanya peraturan yang mengatur setiap aktivitas baik yang dilakukan di DAS atau DTA maupun di dalam ekosistem Danau Tempe itu sendiri. Peran kelembagaan informal berupa kearifan lokal merupakan potensi kekuatan yang perlu ditumbuhkan dan dilestarikan di dalam masyarakat. Diperlukan kerjasama dan partisipasi aktif dari stakeholder lainnya terutama masyarakat yang berada di kawasan sekitar Danau Tempe pada ketiga kabupaten (Wajo, Soppeng dan Sidrap). Hal ini perlu ada dukungan kerjasama yang baik antara berbagai stakeholder yang ada serta di dukung dengan dana yang memadai, di samping itu pedoman penanganan dan penyelamatan ekosistem Danau Tempe secara terpadu dan berkelanjutan sangat diperlukan. Oleh sebab itu, peningkatan koordinasi antara pemerintah, instansi terkait dan partisipasi masyarakat pada tiga kabupaten yang berhubungan langsung dengan Danau
28
Tempe perlu dikembangkan dalam bentuk program-program penyelamatan serta peraturan dan pedoman tentang pengeloaan ekosistem Danau Tempe. Sedangkan pada tingkat operasional koordinasi dapat dilaksanakan untuk membuat perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan berikut dukungan pembiayaan.
29
BAB III GERAKAN PENYELAMATAN DANAU TEMPE
3.1. Identifikasi Faktor Internal dan Faktor Eksternal
Untuk keperluan penyusunan gerakan penyelamatan danau (GERMADAN) Tempe, dilakukan identifikasi terhadap faktor internal yang meliputi : kekuatan(Strength), kelemahan (Weakness) dan faktor eksternal yang meliputi : peluang (Opportunity) dan ancaman (Threat). Hasil-hasil dari identifikasi kemudian digunakan untuk menyusun rincian kegiatan berdasarkan analis SWOT. 1. Kekuatan a. Danau Tempe adalah salah satu danau terluas di Sulawesi Selatan dan dapat berfungsi sebagai resevoar alami untuk pengendali banjir di kawasan sekitarnya; b. Memiliki potensi sumber daya hayati peraiaran yang cukup besar sehingga pernah dijuluki “mangkuk ikan” Sulawesi Selatan; c. Pontesi sumber daya air untuk irigasi, PDAM, transportasi air (danau dan sungai) dan wisata danau; d. Memiliki fungsi dan manfaat yang cukup besar terhadap perekonomian masyarakat dibidang perikanan, pertanian dan peternakan; dan e. Merupakan ekosistem air tawar yang mempunyai keunikan dengan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya serta kearifan lokal masyarakat di sekitar danau. 2. Kelemahan a. Belum tersedianya tata ruang wilayah dan zonasi pemanfaatan ekosistem danau sesuai peruntukannya; b. Lemahnya koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antar wilayah kabupaten dan instansi dalam pengelolaan Danau Tempe; c. Belum terbentuknya kelembagaan masyarakat (Forum Danau Tempe) dan lemahnya peran serta masyarakat pengguna dalam menjaga ekosistem danau; d. Isu permasalahan dan konflik pemanfaatan kawasan danau yang lebih menonjol dibandingkan dengan aksi penyelamatan ekosistem danau; e. Masih lemahnya dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi. 3. Peluang a. Adanya komitmen para penentu kebijakan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota terhadap penyelamatan ekosistem Danau Tempe; b. Kesepakatan sembilan menteri dan instansi terkait tingkat provinsi dan kabupaten/kota berdasarkan kewenangan masing-masing terhadap permasalahan dan kerusakan ekosistem Danau Tempe; 32
c. Dukungan lembaga kemasyarakatan Forum Peduli Danau Tempe (FPDT) dan partisipasi masyarakat pengguna dalam penyelamatan dan pengelolaan ekosistem Danau Tempe; d. Minat masyarakat untuk berinvestasi di kawasan perairan danau dalam rangka pengembangan usaha produksi dan jasa cukup tinggi; dan e. Kawasan danau dikembangkan menjadi salah satu obyek wisata alam dan wisata budaya. 4. Ancaman a. Kerusakan ekosistem DAS dan DTA yang menyebabkan tingginya tingkat bahaya erosi yang memicuh sedimentasi Danau Tempe; b. Pendangkalan danau akibat sedimentasi sehingga mereduksi kapasitas tampung terhadap air yang memasuki danau; c. Kerusakan dan okupasi lahan sempadan danau untuk kegiatan pertanian sehingga memicu pencemaran dan konflik sosial; d. Tingkat pencemaran dan penutupan tanaman air sudah memprihatinkan sehingga merubah status mutu air dan status trofik danau pada kondisi tercemar berat dan hipertrofik; dan e. Keanekaragaman hayati terancam, beberapa spesies ikan asli penghuni danau populasinya mulai berkurang, bahkan terancam punah. 3.2. Analisis SWOT
Berdasarkan hasil identifikasi faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman serta dengan menggunakan analisis SWOT, diperoleh alternatif-alternatif strategi pengembangan melalui empat pengelompokan, yaitu : (1) strategi menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang; (2) strategi menanggulangi kelemahan dengan memanfaatkan peluang; (3) strategi menggunakan kekuatan untuk menghadapi ancaman; serta (4) strategi memperkecil kelemahan dan menghadapi ancaman. Alternatif strategi untuk GERMADAN Tempe secara lengkap diuraikan sebagai berikut : 1.
Strategi Menggunakan Kekuatan untuk Memanfaatkan Peluang (Strategi S-O) a. Membangun komitmen kuat para penentu kebijakan untuk mengembalikan fungsi alami Danau Tempe sebagai resevoar alami pengendali banjir di kawasan sekitarnya; b. Peningkatan kerjasama dengan kementerian dan instansi terkait baik di pusat, provinsi dengan kabupaten/kota terhadap pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hayati perairan secara berkelanjutan; c. Keterlibatan lembaga masyarakat dan partisipasi masyarakat pengguna dalam pengelolaan sumberdaya air untuk kepentingan masyarakat secara bertanggung jawab dan ramah lingkungan;
33
d.
e.
Pengembangan pemanfaatan kawasan danau untuk perikanan, pertanian dan peternakan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat tanpa merusak ekosistem danau; dan Pengembangan sarana dan prasarana wisata danau dengan obyek ekowisata, wisata budaya dan wisata kuliner.
2.
Strategi Menanggulangi Kelemahan dengan Memanfaatkan Peluang (Strategi W-O) a. Diperlukan segera komitmen pemerintah untuk memcepat proses penyusunan RTRW dan RDTR serta zonasi pemanfaatan ekosistem kawasan danau (sempadan dan perairan danau) dan implementasinya di lapangan; b. Peningkatan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antar instansi terkait, baik di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka penyelamatan kerusakan dan pengelolaan danau Tempe serta implementasinya di lapangan; c. Pembentukan atau penguatan lembaga kemasyarakatan dan partisipasi masyarakat pengguna dalam gerakan penyelamatan dan pengelolaan ekosistem Danau Tempe; d. Mendorong peningkatan peran serta masyarakat dengan dukungan kelembagaan dalam mengangkat kembali nilai-nilai kearipan lokal dalam mengatasi konflik sosial serta menjaga keanekaragaman hayati ekosistem Danau Tempe; e. Pengembangan model usaha wisata danau dengan pemanfaatan ilmu dan teknolgi ramah lingkungan.
3.
Strategi Menggunakan Kekuatan untuk Menghadapi Ancaman (Strategi S-T) a. Optimalisasi fungsi Danau Tempe sebagai resevoar alami melalui pengendalian sedimentasi dengan mengatasi kerusakan erosi yang terjadi pada ekosistem DAS dan DTA; b. Optimalisasi potensi sumberdaya hayati perairan dengan pengerukan sedimen untuk meningkatkan kapasitas tampung air dan waktu simpan air di dalam danau yang lebih lama; c. Menjaga kelestarian potensi sumberdaya air dengan mencegah kerusakan dan memperbaiki fungsi ekologis lahan sempadan danau melalui penataan kegiatan pertanian dan sumber pencemaran; d. Optimalisasi fungsi dan manfaat ekonomi danau terhadap masyarakat dengan pengendalian pencemaran, tanaman air dan pemantauan kualitas air danau; e. Perlu penetapan zona konservasi di dalam kawasan perairan danau untuk mengembalikan keunikan danau dan menjaga keanekaragaman hayati agar tetap lestari.
34
4.
Strategi Memperkecil Kelemahan dan Mengatasi Ancaman (Strategi W-T) a. Peningkatan kesadaran nelayan danau tentang dampak negatif penangkapan ikan dengan sistem Bungka Toddo yang menghambat turbulensi air danau sehingga mempercepat pengendapan padatan tersuspensi ke dasar danau; b. Mendorong pengembangan usaha pertanian organik dan pengelolaan hutan rakyat di DAS dan DTA untuk mengurangi erosi; c. Meningkatkan peran kelembagaan masyarakat sebagai pelaku lapangan dalam memantau kerusakan lahan sempadan dan sumber pencemaran perairan danau; dan d. Pelatihan dan pengembangan kapasitas masyarakat di sekitar danau dalam memanfaatkan eceng gondok dan sedimen dasar sebagai produk bernilai ekonomi sehingga menciptakan lapangan kerja baru.
3.3. Pendekatan yang Digunakan
Pendekatan yang digunakan untuk mengatasi root problem Danau Tempe adalah dengan mengitegrasikan tiga kekuatan yang harus saling bersinergis, yaitu 1) Peningkatan koordinasi para penentu kebijakan di pusat maupun provinsi dengan kabupaten/kota dalam implementasi progam penyelamatan yang telah disusun; 2) Pengembangan peran kelembagaan dan instansi terkait sesuai kewenangannya untuk melaksanakan dan mengawal setiap aktivitas penyelamatan dan pengelolaan Danau Tempe; dan 3) Meningkatkan partisipasi masyarakat pengguna dalam melakukan pemanfaatan, pengelolaan dan konservasi sumberdaya hayati Danau Tempe secara bertanggung jawab. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dirumuskan 7 program (lampiran) yang terbagi ke dalam 4 Program Super Prioritas dan 3 Program Prioritas. Diharapkan program-program tersebut dapat merubah kondisi yang ada menjadi lebih baik sehingga semua komponen ekosisten danau dapat diselamatkandan berjalan sesuai fungsinya masing-masing untuk mendukung keberlanjutan Danau Tempe yang yang berdaya guna, lestari dan bersifat alami. 3.4. Program Super Prioritas dan Program Prioritas
Rumusan program Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Tempe yang terbagi ke dalam Program Super Prioritas dan Program Prioritas akan dilaksanakan dalam tahapan 5 tahun-an. Indikator Ouput keberhasilan program penyelamatan Danau Tempe disesuaikan untuk pencapaian pada tahap 5 tahun pertama. Pada tahap 5 tahun pertama, program penyelamatan Danau Tempe baik Program Super Prioritas maupun Program Prioritas akan diimplementasikan dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang saling bersinergis seperti diuraikan sebagai berikut :
32
3.4.1. Program Super Prioritas
Kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam Program Super Pprioritas atau program utama penyelamatan ekosistem Danau Tempe meliputi : 1. Penetapan Tata Ruang Ekosistem Perairan Danau
Kegiatan yang terkait dengan program ini (Tabel 3.1) adalah: 1) Penyusunan Rencana Tata RuangWilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kawasan danau; 2) Penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) kawasan ekosistem danau; dan 3) Penyusunan zonasi pemanfaatan ekosistem perairan danau. Indikator capaian (output) dari seluruh kegiatan ini adalah: Perlunya peraturan Gubernur Sulawesi Selatan tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW) Provinsi dengan dokumen pendukung sebagai berikut: a) kajian lingkungan hidup strategis (KLHS), dan b) zonasi pemanfaatan ekosistem danau (sempadan dan perairan danau) dan peraturan Bupati tentang rencana detail tata ruang (RDTR) kawasan Danau Tempe. Tabel 3.1. Program Super Prioritas Tata Ruang Ekosistem Perairan Danau Permasalahan
Kegiatan
Indikator Output
Outcome
Instansi Penanggung Jawab Pusat
Daerah
Program 1: Penetapan Tata Ruang Ekositem Perairan Danau Pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan peruntukkannya, terjadi konflik pemanfaatan ruang
Penyusunan RTRW dan RDTR kawasan danau
Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan tentang RTRW Provinsi dengan dokumen pendukung sebagai berikut: a) Kajian lingkungan hidup strategis (KLHS), dan b) Zonasi pemanfaatan ekosistem danau (sempadan dan perairan danau)
Membangun kesamaan persepsi para pengambil kebijakan dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan Danau Tempe, sehingga tercipta keharmonisan pemanfaatan danau sekaligus pencegahan dampak negatif ekosistem danau akibat dari pemanfaatan tersebut
Penyusunan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) kawasan ekosistem danau
Peraturan Bupati tentang RDTR kawasan Danau Tempe
Mencegah konflik penggunaan lahan dalam ekosistem perairan danau
Penyusunan zonasi pemanfaatan ekosistem perairan danau
Kementerian Pekerjaan Umum, KLH, Kementerian Dalam Negeri, dan Kelautan dan Perikanan
BAPPEDA dan BLHD Provinsi, Dinas Tata ruang Kabupaten, Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang, dan Dinas Perikanan dan Kelautan
Meningkatkan keanekaragaman hayati perairan danau dengan adanya zona konservasi
Sedangkan hasil atau sasaran yang diharapkan dari kegiatan ini adalah membangun kesamaan persepsi para pengambil kebijakan dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan keberadaan Danau Tempe, sehingga tercipta keharmonisan pemanfaatan danau sekaligus pencegahan dampak negatif terhadap ekosistem danau akibat dari pemanfaatan tersebut, dan mengarahkan upaya-upaya pembangunan di badan air dan di sekitar Danau Tempe dengan pendekatan ekologis, agar nilai dan manfaat danau dapat optimal dan berkelanjutan. Pada kegiatan penyusunan zonasi pemanfaatan ekosistem perairan Danau Tempeyang meliputi: zona konservasi, zona penangkapan ikan, zona wisata dan transportasi. Penyusunan zonasi pemanfaatan ini selain dimaksudkan mencegah terjadinya konflik atau benturan penggunaan lahan di dalam kawasan perairan danau dan meningkatkan keanekaragaman hayati
33
perairan danau dengan adanya zona konservasi, juga dapat mengatasi permasalahan populasi eceng gondok melalui penataan tata letak (layout) perikanan tangkap Bungka Toddo, memperlancar jalur transportasi danau, dan wisata danau. 2. Penyelamatan Ekosistem Perairan Danau Kegiatan yang terkait dengan program ini (Tabel 3.2) adalah: 1) Pengerukan sedimen pada muara sungai yang mengarah ke dalam danau; 2) Pemanfaatan sedimen danau menjadi kompos/pupuk organik atau media tumbuh tanaman; 3) Pemanfaatan sedimen danau menjadi batu bata; 4) Pengendalian pencemaran di daerah aliran sungai (DAS) dan daerah tangkapan air (DTA); 5) Pengendalian pencemaran di daerah ekosistem perairan danau; 6) Pemanenan gulma air secara mekanik; 7) Pengolahan eceng gondok menjadi kompos dan kerajinan tangan; dan 8) Penyediaan sarana transportasi air (perahu karet, dan lain-lain). Secara umum indikator capaian dari seluruh kegiatan ini adalah: Terbentuk muara dan aliran air sungai yang jelas (10 inlet) yang menuju ke dalam danau; Pelatihan pemanfaatan tanah organik menjadi kompos (3 kali/tahun) kepada masyarakat di sekitar danau; Tercipta unit usaha pembuatan batu bata dan lapangan kerja (8 unit); Kualitas air memenuhi Baku Mutu Air Kelas II dan Status Trofik meningkat menjadi eutrofik; dan mengendalikan penutupan permukaan danau oleh eceng gondok (30 %). Sedangkan sasaran atau hasil yang diharapkan setelah implementasi kegiatan dalam program penyelamatan ekosistem danau adalah : memperlambat pengendapan sedimen pada daerah inlet dan dasar danau, memperlancar jalur transportasi sungai dan danau, pemberdayaan ekonomi rakyat dan sekaligus dapat membantu mengendalikan laju sedimentasi danau, meningkatkan status kualitas air yang memenuhi baku mutu air kelas II dan status trofik air danau menjadi eutrofik, mengurangi tingkat penutupan permukaan danau oleh eceng gondok.
34
Tabel 3.2. Program Super Prioritas Penyelamatan Ekosistem Perairan Danau Permasalahan
Kegiatan
Program 2: Penyelamatan Ekosistem Perairan Danau Muara sungai yang masuk ke Pengerukan sedimen pada danau umumnya tertutup muara sungai yang sedimen sehingga air menyebar mengarah ke dalam danau dan tidak membentuk badan sungai, khususnya pada musim kemarau
Status mutu air tercemar berat dan Status Trofik : Hipereutrofik
Terbentuk muara dan aliran air sungai yang jelas (10 inlet)
Outcome
Memperlambat pengendapan sedimen pada daerah inlet dan dasar danau Memperlancar jalur trasportasi sungai dan danau
Pemanfaatan sedimen danau menjadi kompos/pupuk organik atau media tumbuh tanaman
Pelatihan pemanfaatan tanah organik menjadi kompos (3 kali/tahun)
Pemanfaatan sedimen danau menjadi batu bata.
Tercipta unit usaha pembuatan batu bata dan lapangan kerja (8 unit)
Pengendalian pencemaran di daerah DAS dan DTA
Kualitas Air Memenuhi Baku Mutu Air Kelas II dan Status Trofik Danau meningkat menjadi Eutrofik
Meningkatkan status kualitas air danau menjadi lebih baik dan layak secara fisik, kimia dan biologis untuk berbagai peruntukkan
Mengendalikan penutupan eceng gondok (30 %)
Pengurangan penutupan permukaan danau
Pengendalian pencemaran di daerah ekosistem perairan danau Penutupan gulma air (eceng gondok dan tumbuhan air lainnya) sudah cukup tinggi
Indikator Output
Pemanenan gulma air secara mekanik
Pemberdayaan ekonomi rakyat dan mengendalikan laju sedimentasi danau.
Instansi Penanggung Jawab Pusat KLH, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Parawisata dan Ekonomi Kreatif
Daerah Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang, BLHD, Dinas Pertanian, dan Dinas Pariwisata
Pengolahan eceng gondok menjadi kompos dan kerajinan tangan Penyediaan sarana transportasi air (perahukaret, dan lain-lain)
Perbaikan kesejahteraan masyarakat
3. Penyelamatan Ekosistem Lahan Sempadan Danau Kegiatan yang terkait dengan program ini (Tabel 3.3) adalah: 1) Penetapan wilayah sempadan danau dalam bentuk peraturan perundangan; 2) Pemasangan patok pembatas sempadan danau; 3) Pembangunan jalan paving block di sekeliling danau; 4) Penertiban sarana dan prasarana pariwisata yang melanggar tata kelola lingkungan. Sedangkan indikator capaian dari kegiatan kegiatan tersebut di atas adalah: Peraturan daerah yang menetapkan wilayah sempadan danau; mencegah terjadinya okupasi sempadan danau; Mencegah terjadinya okupasi sempadan danau (40 km); Tersedianya sarana jalan disekeliling danau (20 km); dan Sarana dan prasarana pariwisata danau tertata baik.
35
Tabel 3.3. Program Super Prioritas Penyelamatan Ekosistem Lahan Sempadan Danau Permasalahan
Kegiatan
Indikator Output
Outcome
Instansi Penanggung Jawab Pusat
Program 3 : Penyelamatan Ekosistem Lahan Sempadan Danau Alih fungsi dan okupasi lahan, Penetapan wilayah Peraturan Daerah yang sebagian sempadan danau sempadan danau dalam menetapkan wilayah digunakan sebagai areal bentuk peraturan perundangan sempadan danau pertanian tanaman pangan Mencegah terjadinya Pemasangan patok okupasi sempadan danau pembatas sempadan danau (40 km) Pembangunan jalan paving Tersedia sarana jalan block di sekelilingi danau disekeliling danau (20 km) Penertiban sarana dan Sarana dan prasarana prasarana parawisata yang parawisata danau tertata melanggar tata kelola baik lingkungan
Pulihnya fungsi sempadan danau sesuai ketentuan pasal 56 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW).
KLH, Kementrian Pekerjaan Umum, dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Daerah Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang, BLHD, Dinas Pekerjaan Umum, dan Dinas Parawisata
Tersedia sarana dan prasarana parawisata ramah lingkungan
Sedangkan sasaran atau hasil yang diharapkan setelah implementasi kegiatan ini adalah : pulihnya kembali fungsi sempadan danau sesuai ketentuan pasal 56 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW), dan tersedia sarana dan prasarana pariwisata danau yang ramah lingkungan serta tidak melanggar tata kelola lingkungan. 4. Penyelamatan Ekosistem DAS Bila-Walanae dan DTA Kegiatan yang terkait dengan program ini (Tabel 3.4) adalah: 1) Pengendalian aliran permukaan (run off) melalui sumur resapan dan embung; 2) Revegetasi ekosistem DAS BilaWalanae dan DTA; 3) Pembuatan Bendung Buya di Sungai Bila; dan 4) Pembangunan ekohidrolika. Sedangkan indikator capaian dari seluruh kegiatan tersebut adalah : Peningkatan jumlah sumur resapan atau embung untuk mengurangi aliran permukaan (30 bangunan); Penambahan penutupan lahan kritis (313.102,03 ha); Mengurangi sedimentasi ke dalam danau (0,28 cm/tahun) dan; Terbangunnya ekohidrolika untuk mengurangi luncuran sedimen (11 unit). Sedangkan sasaran atau hasil yang diharapkan setelah implementasi kegiatan ini adalah : meningkatkan tinggi permukaan air tanah; mengendalikan sedimentasi di daerah danau; dan memperbaiki kualitas air secara fisik.
36
Tabel 3.4. Program Super Prioritas Penyelamatan Ekosistem DAS Bila Walanae dan DTA Permasalahan
Kegiatan
Indikator Output
Program 4 : Penyelamatan Ekosistem DAS Bila - Walannae dan DTA Lahan kritis, erosi, banjir, Pengendalian aliran Peningkatan jumlah dan sedimentasi permukaan melalui sumur resapan atau pembuatan sumur embung untuk Resapan dan Mengurangi aliran Permukaan embung (30 bangunan) Revegetasi lahan kritis Penambahan penutupan lahan kritis Di DAS dan DTA (313.102,03 ha)
3.4.2.
Pembuatan bendung Buya di sungai Bila
Mengurangi sedimentasi ke dalam danau (0,28 cm/tahun)
Pembangunan ekohidrolika
Terbangunnya Ekohidrolika untuk Mengurangi luncuran sedimen (11 unit)
Outcome Meningkatkan tinggi permukaan air tanah
Mengendalikan sedimentasi di daerah danau
Instansi Penanggung Jawab Pusat Daerah Kementerian Pekerjaan Umum, KLH, dan Kementerian Kehutanan
Dinas Kehutanan Dan BP DAS, BLHD, Dinas Kehutanan, Dinas Pertanian, Dan Dinas PSDA
Perbaikan kualitas air danau secara fisik
Program Prioritas
Program prioritas atau program pendukung penyelamtan ekosistem Danau Tempe adalah sebagai berikut: 1. Pengembangan Sistem Monitoring, Evaluasi dan Informasi Ekosistem Danau Kegiatan yang terkait dengan program ini (Tabel 3.5) adalah: 1) Pembuatan peta dan karakteristik morfometri danau; 2) Pembuatan peta neraca lingkungan hidup; 3) Pembuatan peta DAS dan DTA; 4) Pembuatan peta morfologi, hidrologi, hidrobiologi, dan batimetri danau; dan 5) Pendataan dan evaluasi jenis ikan asli danau yang perlu dilindungi. Sedangkan indikator capaian dari seluruh kegiatan tersebut adalah: tersedianya basis data terbaru tentang kondisi ekosistem danau yang dapat diakses oleh berbagai pihak. Sedangkan sasaran atau hasil yang diharapkan setelah implementasi kegiatan ini adalah: memberikan informasi tentang kondisi terbaru ekosistem danau secara fisik, kimia, dan biologis sehingga memudahkan mengevaluasi perubahan-perubahan yang terjadi di dalam danau.
37
Tabel 3.5. Program Prioritas Pengembangan Sistem Monitoring, Evaluasi dan Informasi Ekosistem Danau Permasalahan
Kegiatan
Indikator Output
Outcome
Instansi Penanggung Jawab Pusat Daerah
Program 1 : Pengembangan Sistem Monitoring, Evaluasi dan Informasi Ekosistem Danau Keterbatasan data dan informasi ekosistem Danau Tempe
Pembuatan peta dan karakteristik morfometri Pemuatan peta neraca lingkungan hidup Pembuatan peta DAS dan DTA Pembuatan peta morfologi, hidrologi, hidrobiologi, dan batimetri danau
Tersedianya basis data terbaru tentang kondisi ekosistem danau yang Dapat diakses oleh berbagai pihak
Memberikan informasi tentang kondisi terbaru ekosistem danau secara fisik, kimia, dan biologis sehingga memudahkan mengevaluasi perubahan -perubahan yang terjadi di dalam danau
Pendataan dan evaluasi jenis ikan asli danau yang yang perlu dilindungi
Kementerian BLHD Provinsi/ Ristek Kabupaten (Puslit Limnoligi LIPI Dinas PU, Dinas BPPT,Badan Perikanan Informasi dan Kelautan, Geospasial Dinas PSDA, (BIG) , dan Dinas Biro Pariwisata dan Pusat StatistikBP DAS (BPS)
2. Pengembangan Kapasitas Kelembagaan dan Kordinasi Kegiatan yang terkait dengan program ini (Tabel 3.6) adalah: 1) Peningkatan kordinasi antar kabupaten dalam pengelolaan dan penyelamatan ekosistem Danau Tempe; dan 2) Peningkatan kordinasi antar instansi terkait dalam satu wilayah dan antar wilayah kabupaten dalam penyelamatan ekosistem Danau Tempe. Sedangkan indikator capaian dari seluruh kegiatan tersebut adalah: Diterbitkannya Peraturan Gubernur tentang koordinasi antar kabupaten dalam pengelolaan dan penyelamatan ekosistem danau; dan Tersedia nota kesepahaman (MOU) bersama tiga bupati/kepala daerah dalam pengelolaan penyelamatan ekosistem Danau Tempe. Sedangkan hasil atau sasaran yang diharapkan adalah : instansi atau lembaga pemerintahan yang terkait baik ditingkat provinsi, kabupaten/kota, dan lembaga kemasyarakatan harus bertanggung jawab berdasarkan kewenangannya masing-masing sesuai dengan permasalahan yang dialami Danau Tempe saat ini.
38
Tabel 3.6. Program Prioritas Pengembangan Kapasitas Kelembagaan dan Koordinasi Permasalahan
Kegiatan
Indikator Output
Program 2 : Pengembangan Kapasitas Kelembagaan dan Kordinasi Lemahnya kordinasi Peningkatan kordinasi Peraturan Gubernur tentang kabupaten dalam koordinasi antar kabupaten antar antar instansi dalam pengelolaan dan terkait dan antar wilayah pengelolaan penyelamatan ekosistem kabupaten dan penyelamatan ekosistem Danau Tempe danau Peningkatan kordinasi antar Tersedia nota kesepahaman instansi terkait dalam satu (MOU) bersama tiga Bupati wilayah dan antar wilayah dalam pengelolaan dan penyelamatan ekosistem kabupaten dalam antar penyelamatan ekosistem Danau Tempe Danau Tempe wilayah
Outcome
Instansi atau lembaga yang terkait bertanggung jawab berdasarkan kewenangan masing-masing sesuai dengan permasalahan danau
Instansi Penanggung Jawab Pusat KLH, ,Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Perikanan dan Kelautan
Daerah BLHD Provinsi/ Kabupaten dan Kabupat Dinas Terkait
dalam
3. Peningkatan Peran Dan Partisipasi Masyarakat Kegiatan yang terkait dengan program ini (Tabel 3.7) adalah:1) Sosialisasi dan penyadaran akan pentingnya penyelamaan ekosistem danau kepada para pengambil kebijakan; 2) Pelatihan kepada masyarakat tentang pentingnya fungsi danau dan gerakan penyelamatan serta pengelolaan ekosistem danau; 3) Penguatan kelompok masyarakat peduli danau atau Forum Peduli Danau Tempe (FRDT); 4) Pengembangan pengelolaan wisata Danau Tempe; dan 5) Pembinaan kelompok PUMP (Pengelolaan Usaha Mina Pedesaan) nelayan tangkap Danau Tempe. Sedangkan indikator capaian dari seluruh kegiatan tersebut adalah: Tersosialisasikannya kebijakan penyelamatan danau kepada seluruh pengambil kebijakan di daerah (1 Provinsi dan 3 Kabupaten); Terlatihnya peserta pelatihan pengelolaan ekosistem danau berkelanjutan (200 peserta dalam 5 tahun); Peningkatan kinerja Forum Peduli Ekosistem Danau Tempe; Tersedianya sarana dan prasarana wisata ramah lingkungan; dan Tersosialisasikannya penggunaan alat tangkap ramah lingkungan.
39
Tabel 3.7. Program Prioritas Peningkatan Peran dan Partisipasi Masyarakat Permasalahan
Kegiatan
Program 3 : Peningkatan Peran dan Partisipasi Masyarakat Rendahnya keterlibatan Sosialisasi dan penyadaran masyarakat dalam mengenali akan pentingnya masalah kerusakan ekosistem penyelamtan ekosistem danau Tempe dan kurangnya danau kepada para perhatian dalam melestarikan pengambil kebijakan nilai-nilai kearifan lokal dalam penyelamatan ekosistem danau. Pelatihan kepada masyarakat tentang pentingnya fungsi danau dan gerakan penyelamatan dan pengelolaan ekosistem danau. Pembentukan kelompok masyarakat peduli danau (Forum Rembuk Danau Tempe)
Indikator Output
Tersosialisasikannya kebijakan penyelamatan danau kepada seluruh pengambil kebijakan di daerah (1 Provinsi dan 3 Kabupaten)
Outcome
Timbulnya kesadaran dan komitmen para pengambil kebijakan dan masyarakat tentang fungsi danau dan pentingnya tindakan penyelamatan ekosistem danau.
Terlatihnya peserta pelatihan pengelolaan ekosistem danau berkelanjutan (200 peserta dalam 5 tahun),
Instansi Penanggung Jawab Pusat
Daerah
KLH, Kementrian Kelautan dan Perikanan, dan Kementrian Parawisata dan Ekonomi Kreatif
BLHD Provinsi/Kabupa ten, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Parawisata, Pemerhati lingkungan, dan Perguruan Tinggi
Peningkatan kinerja Forum Peduli Ekosistem Danau Tempe
Pengembangan pengelolaan wisata danau Tempe
Tersedianya sarana dan prasarana wisata ramah lingkungan
Pembinaan kelompok PUMP nelayan tangkap danau Tempe
Sosialisasi penggunaan alat tangkap ramah lingkungan
Melestarikan nilai budaya dan kearifan lokal (Maccera Tappareng) sebagai daya tarik wisatawan yang berwawasan lingkugan dan berkelanjutan Timbulnya kesadaran nelayan danau untuk menggunakan alat tangkat selektif, ramah lingkungan dan tidak merusak sumberdaya ikan lainnya.
Sedangkan hasil atau sasaran yang diharapkan dari kegiatan tersebut adalah : timbulnya kesadaran dan komitmen para pengambil kebijakan dan masyarakat tentang fungsi danau dan pentingnya tindakan penyelamatan ekosistem danau; melestarikan nilai budaya dan kearifan lokal “Maccera Tappareng” oleh masyarakat disekitar Danau Tempe sebagai daya tarik wisatawan yang berwawasan lingkungan; dan timbulnya kesadaran masyarakat yang selama ini menangkap ikan dari Danau Tempe (nelayan danau) untuk menggunakan alat tangkap selektif, ramah lingkungan sehingga tidak merusak sumberdaya ikan lainnya. Untuk lebih jelasnya Program Super Prioritas dan Prioritas yang tertuang dalam Rencana Aksi Penyelamatan Danau Tempe untuk 5 tahun pertama dapat dilihat pada Lampiran.
40
BAB IV PENUTUP
Menindaklanjuti Kesepakatan Bali Tahun 2009 tentang Pengelolaan Danau Berkelanjutan yang telah menyepakati 15 danau (Danau Toba, Danau Singkarak, Danau Maninjau, Danau Kerinci, Rawa Danau, Danau Rawapening, Danau Sentarum, Danau Tondano, Danau Tempe, Danau Poso, Danau Mahakam (Semayang, Melintang, Jempang), Danau Matano, Danau Limboto, Danau Batur, Danau Sentani) menjadi danau prioritas, maka pada tahun 2011 telah dicanangkan Gerakan Penyelamatan Danau (Germadan) sebagai wujud upaya percepatan impelementasi Kesepakatan Bali. Untuk itu maka sebagai model, Germadan Rawapening yang telah diluncurkan pada KNDI II (Konferensi Nasional Danau Indonesia Kedua) di Semarang harus dapat direplikasikan ke14 danau prioritas lainnya, salah satunya adalah Danau Tempe. Dokumen Gerakan Penyelamatan Danau Tempe yang telah tersusun ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi para pihak, baik pemerintah, dunia usaha, masyarakat, maupun perguruan tinggi dan LSM dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pelaksanaan penyelamatan Danau Tempe. Guna mendukung keberhasilan penyelamatan Danau Tempe sangat diperlukan kerjasama yang kuat antar para pihak dalam melaksanakan komitmen penyelamatan Danau Tempe. Untuk itu, maka Gubernur Sulawesi Selatan, Bupati Wajo, Bupati Sidrap dan Bupati Soppeng dapat meminta Bappeda serta unit SKPD terkait di daerah untuk menggunakan dokumen Germadan Tempe ini menjadi dasar dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program dan kegiatan penyelamatan Danau Tempe. Program penyelamatan Danau Tempe dapat dilaksanakan dengan mengoptimalkan peran dan fungsi masing-masing institusi terkait. Untuk menilai keberhasilan program dan kegiatan penyelamatan Danau Tempe di tingkat daerah, maka perlu dilakukan pemantauan dan evaluasi. Unit pemantauan dan evaluasi penyelamatan Danau Tempe dapat merupakan lembaga Ad-Hoc yang dibentuk oleh Gubernur dan memiliki kekuatan hukum. Lembaga tersebut dapat dibentuk dengan penguatan kelembagaan yang telah ada tanpa membentuk lembaga baru. 46
Sinergisitas program dan kegiatan antar sektor dan SKPD terkait di daerah sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan penyelamatan Danau Tempe. Untuk itu, maka komunikasi dan koordinasi dalam mengawal pelaksanaan penyelamatan danau hingga mencapai sasaran dan target capaian yang diinginkan menjadi prasyarat utama dan kunci keberhasilan program penyelamatan Danau Tempe.
47
DAFTAR PUSTAKA
Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Provinsi Sulawesi Selatan, 2012a. Laporan : Profil Ekosistem Danau Tempe. CV. Celebes Pratama Konsultan. Makassar. Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Provinsi Sulawesi Selatan, 2012b. Laporan : Kajian Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau Tempe. CV. Celebes Pratama Konsultan. Makassar. Boyd, C., 1991. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elsevier Scientific Publishing Company. New York. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelola Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta. Kementerian Lingkungan Hidup. 2008. Pedoman Pengelolaan Ekosistem Danau. KLH. Kementerian Lingkungan Hidup. 2009. Kesepakatan Bali tentang Pengelolaan Danau Berkelanjutan. KLH. Kementerian Lingkungan Hidup. 2010. Program Danau Prioritas Nasional Tahun 2010 – 2014. KLH. Kementerian Pekerjaan Umum, 2012. Laporan: Supervise Pembangunan Bendung Gerak Tempe dan Kegiatan Penyusunan Pengelolaan, Pemulihan dan Pengawasan Danau Tempe. PT. Indra Karya, Consulting Engineer. Wilayah-I Malang. Odum, E.P., G. W. Barrett., 2005. Fundamentals of ecology.5th Edition. Thomson Learning, United State. Suwanto, A., T.N. Harahap, H. Manurung, S. Rachmawati, W.C. Rustadi, B. B. Machbub, G.S. Haryati, I.N.N. Suryadiputra, dan Hoetomo. 2012. Grand Design Penyelamatan Ekosistem Danau Indonesia. Kementerian Lingkungan Hidup.
48
RENCANA AKSI PENYELAMATAN EKOSISTEM DANAU TEMPE Lampiran 1. Program Super Prioritas: Penetapan Tata Ruang Ekosistem Perairan Danau 1. Penetapan Tata Ruang Ekositem Perairan Danau PERMASALAHAN Pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan peruntukkannya, terjadi konflik pemanfaatan ruang
KEGIATAN Penyusunan RTRW dan RDTR kawasan danau
Penyusunan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) kawasan ekosistem danau Penyusunan zonasi pemanfaatan ekosistem perairan danau
INDIKATOR/ OUTPUT Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan tentang RTRW Provinsi dengan dokumen pendukung sebagai berikut: a) Kajian lingkungan hidup strategis (KLHS), dan b) Zonasi pemanfaatan ekosistem danau (sempadan dan perairan danau) Peraturan Bupati tentang RDTR kawasan Danau Tempe
BASELINE
TARGET CAPAIAN (TAHUN KE) 1
2
3
4
5
PENANGGUNG JAWAB BAPPEDA dan BLHD Provinsi
Perda Nomor 9 Tahun 2009 tentang RTRW Provinsi Sulawesi Selatan
Belum tersedia peraturan Bupati
Rancangan KLHS dan Zonasi pemanfaatan danau
Rancangan KLHS dan zonasi pemanfaatan danau
Rancangan Peraturan Bupati tentang RDTR kawasan Danau Tempe
Rancangan Peraturan Bupati tentang RDTR kawasan Danau Tempe
49
Peraturan Gubernur tentang KLHS dan Zonasi pemanfaatan danau
Peraturan Bupati tentang RDTR kawasan Danau Tempe
Implementasi
Implementasi
Implementasi
Implementasi
PENDUKUNG
KEMENTERIAN
Dinas Tata ruang Kabupaten, Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang, dan Dinas Perikanan dan Kelautan
Kementerian Pekerjaan Umum, KLH, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan
Lampiran 2 . Program Super Prioritas : Penyelamatan Ekosistem Perairan Danau 2. Penyelamatan Ekosistem Perairan Danau PERMASALAHAN Muara sungai yang masuk ke danau umumnya tertutup sedimen sehingga air menyebar dan tidak membentuk badan sungai, khususnya pada musim kemarau
Status mutu air tercemar berat dan Status trofik Hipereutrofikt
KEGIATAN Pengerukan sedimen pada muara sungai yang mengarah ke dalam danau (inlet)
Terbentuk muara dan aliran air sungai yang jelas (10 inlet)
Pemanfaatan sedimen danau menjadi kompos/pupuk organik atau media tumbuh tanaman Pemanfaatan sedimen danau menjadi batu bata
Pelatihan pemanfaatan tanah organik menjadi kompos (3 kali/tahun)
Pengendalian pencemaran di daerah DAS dan DTA
Kualitas air memenuhi Baku Mutu Air Kelas II dan Status Trofik meningkat menjadi eutrofik
Pengendalian pencemaran di daerah ekosistem perairan danau Penutupan gulma air (eceng gondok dan tumbuhan air lainnya) sudah cukup tinggi
INDIKATOR/ OUTPUT
Pemanenan gulma air secara mekanik Pengolahan eceng gondok menjadi kompos dan kerajinan tangan
Tercipta unit usaha pembuatan batu bata dan lapangan kerja (8 unit)
BASELINE
TARGET CAPAIAN (TAHUN KE) 1
2
3
4
5
PENANGGUNG JAWAB
PENDUKUNG
KEMENTERIAN
Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang,
BLHD, Dinas Pertanian, dan Dinas Pariwisata
KLH, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Tidak jelas alur inlet pada musim kemarau
0
2
2
3
3
1
1
2
2
3
3
1 unit
1 unit
1 unit
1 unit
2 unit
2 unit
Tercemar berat
Tercemar berat
Tercemar berat
Tercemar ringan
Tercemar ringan
Baik
Hipereutrofik
Hipereutrofik
Hipereutrofikeutrofik
Hipereutrofikeutrofik
Eutrofik
40
35
35
30
30
Hipereutrofik
Mengendalikan penutupan eceng gondok ( 30 % ) 40
Penyediaan sarana transportasi air (perahu karet, dan lain-lain)
50
Lampiran 3. Program Super Prioritas : Penyelamatan Ekosistem Lahan Sempadan Danau 3. Penyelamatan Ekosistem Lahan Sempadan Danau PERMASALAHAN Alih fungsi dan okupasi lahan, sebagian sempadan sungai digunakan sebagai areal pertanian tanaman pangan
KEGIATAN
INDIKATOR/OUTPUT
Penetapan wilayah sempadan danau dalam bentuk peraturan perundangan
Peraturan daerah yang menetapkan wilayah sempadan danau
Pemasangan patok pembatas sempadan danau
Mencegah terjadinya okupasi sempadan danau (40 km)
Pembangunan jalan paving block di sekelilingi danau
Tersedia sarana jalan di sekeliling danau (20 km)
Penertiban sarana dan prasarana parawisata yang melanggar tata kelola lingkungan
Sarana dan prasarana pariwisata danau tertata baik
TARGET CAPAIAN (TAHUN KE)
BASELINE
1
Belum ada penetapan sempadan
2
3
4
5
PENANGGUNG JAWAB Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Jeneberang
20%
40%
60%
80%
100 %
Belum ada patok batas sempadan danau
0
0
10
10
20
Belum ada sarana jalan di sekeliling danau
0
0
5
5
10
tidak tertata
tidak tertata
tertata
tertata
tertata
Kondisinya tidak tertata
51
PENDUKUNG
KEMENTERIAN
BLHD, Dinas Pekerjaan Umum, dan Dinas Pariwisata, BPN
KLH, Kementerian Pekerjaan Umum, dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Lampiran 4. Program Super Prioritas: Penyelamatan Ekosistem DAS Bila Walannae dan DTA 4. Penyelamatan Ekosistem DAS Bila - Walannae dan DTA PERMASALAHAN Lahan kritis, erosi, banjir, dan sedimentasi
KEGIATAN
INDIKATOR/OUTPUT
Pengendalian aliran permukaan melalui sumur resapan dan embung
Peningkatan jumlah sumur resapan atau embung untuk mengurangi aliran permukaan (30 bangunan )
Revegetasi lahan kritis di DAS dan DTA
Penambahan penutupan lahan kritis (313.102,03 ha)
Pembuatan Bendung Buya di Sungai Bila
Mengurangi sedimentasi ke dalam danau (0,28 cm/tahun)
Pembangunan ekohidrolika
Terbangunnya ekohidrolika untuk mengurangi luncuran sedimen (11 unit)
BASELINE
TARGET CAPAIAN (TAHUN KE) 1
2
3
4
5
PENANGGUNG JAWAB
PENDUKUNG
KEMENTERIAN
Dinas Kehutanan dan BPDAS Jeneberang Walanae
BLHD, Dinas Kehutanan, Dinas Pertanian, dan Dinas PSDA
Kementerian Pekerjaan Umum, KLH, dan Kementerian Kehutanan
Tidak tersedia data
2
4
6
8
10
316.264,68
316.264,68
316.264,68
313.102,03
313.102,03
313.102,03
0,38
0,38
0,33
0,33
0,28
0,28
0
0
3
3
5
Belum terbangun ekohidrolika
52
Lampiran 5. Program Prioritas : Pengembangan Sistem Monitoring, Evaluasi dan Informasi Ekosistem Danau 1. Pengembangan Sistem Monitoring, Evaluasi dan Informasi Ekosistem Danau PERMASALAHAN
KEGIATAN
INDIKATOR/OUTPUT
Keterbatasan data dan informasi ekosistem Danau Tempe
Pembuatan peta dan karakteristik morfometri danau
Tersedianya basis data terbaru tentang kondisi ekosistem danau yang dapat diakses oleh berbagai pihak
Pembuatan peta neraca lingkungan hidup ekosistem danau Pembuatan peta DAS dan DTA Pembuatan peta morfologi, hidrologi, hidrobiologi, dan batimetri danau Pendataan dan evaluasi jenis ikan asli danau yang perlu dilindungi
BASELINE
TARGET CAPAIAN (TAHUN KE) 1
2
3
4
5
Data belum terperbaharui
belum tersedia
belum tersedia
tersedia
tersedia
tersedia
Belum Tersedia Data Terbaru
belum tersedia
belum tersedia
tersedia
tersedia
tersedia
Belum Tersedia Data Terbaru
belum tersedia
belum tersedia
tersedia
tersedia
tersedia
Belum Tersedia data Terbaru
belum tersedia
belum tersedia
tersedia
tersedia
tersedia
Belum ada pendataan
persiapan
tersedia
tersedia
tersedia
tersedia
53
PENANGGUNG JAWAB BLHD Provinsi/Kabupaten, BPDAS Jeneberang Walanae, BBWS Sulawesi II
PENDUKUNG
KEMENTERIAN
KLH, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementian Kehutanan, Kementerian Perikanan dan Kelautan
Kementerian Ristek (Puslit Limnoligi LIPI, BPPT, Badan Informasi Geospasial (BIG)) , dan Biro Pusat Statistik (BPS)
Lampiran 6. Program Prioritas : Pengembangan Kapasitas Kelembagaan dan Koordinasi 2. Pengembangan Kapasitas Kelembagaan dan Kordinasi PERMASALAHAN
KEGIATAN
INDIKATOR/ OUTPUT
Lemahnya kordinasi antar instansi terkait dan antar wilayah kabupaten
Peningkatan kordinasi antar kabupaten dalam pengelolaan dan penyelamatan ekosistem Danau Tempe
Peraturan Gubernur tentang koordinasi antar kabupaten dalam pengelolaan dan penyelamatan ekosistem danau
Peningkatan kordinasi antar instansi terkait dalam satu wilayah dan antar wilayah kabupaten dalam penyelamatan ekosistem Danau Tempe
Tersedia nota kesepahaman (MOU) bersama tiga Bupati dalam penelolaan penyelamatan ekosistem Danau Tempe
BASELINE
TARGET CAPAIAN (TAHUN KE) 1
2
3
4
5
Belum ada Peraturan Gubernur
Naskah peraturan Gubernur tentang koordinasi antar kabupaten
Naskah Peraturan Gubernur tentang koordinasi antar kabupaten
Tersedia Peraturan Gubernur tentang koordinasi antar kabupaten
Implementasi Peraturan Gubenur
Implementasi Peraturan Gubenur
Sudah ada MOU tiga Bupati
Pengua-tan MOU tiga Bupati
Implementasi
Implementasi
Implementasi
Implementasi
54
PENANGGUNG JAWAB BLHD Provinsi/ Kabupaten
PENDUKUNG Dinas Terkait
KEMENTERIAN KLH, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan
Lampiran 7. Program Prioritas : Peningkatan Peran dan Partisipasi Masyarakat 3. Peningkatan Peran dan Partisipasi Masyarakat PERMASALAHAN
KEGIATAN
Rendahnya keterlibatan masyarakat dalam mengenali masalah kerusakan ekosistem danau Tempe dan kurangnya perhatian dalam melestarikan nilai-nilai kearifan lokal dalam penyelamatan ekosistem danau \
Sosialisasi dan penyadaran akan pentingnya penyelamaan ekosistem danau kepada para pengambil kebijakan
Pelatihan kepada masyarakat tentang pentingnya fungsi danau dan gerakan penyelamatan dan pengelolaan ekosistem danau Penguatan kelompok masyarakat peduli danau atau Forum Peduli Danau Tempe (FRDT) Pengembangan pengelolaan wisata Danau Tempe
Pembinaan kelompok PUMP (Pengelolaan Usaha Mina Pedesaan) nelayan tangkap Danau Tempe
INDIKATOR/ OUTPUT Tersosialisasikan nya kebijakan penyelamatan danau kepada seluruh pengambil kebijakan di daerah (1 Provinsi dan 3 Kabupaten) Terlatihnya peserta pelatihan pengelolaan ekosistem danau berkelanjutan (200 peserta dalam 5 tahun) Peningkatan kinerja Forum Peduli Ekosistem Danau Tempe
Tersedianya sarana dan prasarana wisata ramah lingkungan
Tersosialisasikan nya penggunaan alat tangkap ramah lingkungan
BASELINE
TARGET CAPAIAN (TAHUN KE) 1
2
3
4
5
Persiapan dan pmbentukan TIM sosialisasi
BLHD Provinsi/ Kabupaten Implementasi
Implementasi
Implementasi
Implementasi
50 peserta/ tahun
50 peserta/ tahun
50 peserta/ tahun
50 peserta/ tahun
Peningkatan kinerja Forum Peduli
Peningkatan kinerja Forum Peduli
Peningkatan kinerja Forum Peduli
Peningkatan kinerja Forum Peduli
Perbaikan dan pengadaan sarana wisata danau
Perbaikan dan pengadaan sarana wisata danau
Peningkatan produk objek wisata danau
Sudah ada
Perbaikan dan pengadaan sarana wisata danau
Peningkatan kunjungan wisatawan
Belum ada
Pembentukan kelompok PUMP nelayan danau
Pembinaan anggota kelompok PUMP
Implementasi alat tangkap ramah lingkungan
Implementasi alat tangkap ramah lingkungan
Implementasi alat tangkap ramah lingkungan
Belum ada
1 x setahun
sudah ada
Persiapan dan pembentukan TIM sosialisasi
Penguatan kelembagaan Forum Peduli
PENANGGUNG JAWAB
55
PENDUKUNG Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Pariwisata, Pemerhati lingkungan, dan Perguruan Tinggi
KEMENTERIAN KLH, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif