GERAKAN PENYELAMATAN DANAU (GERMADAN) DANAU RAWAPENING
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2011
TIM PENYUSUNAN GERAKAN PENYELAMATAN DANAU (GERMADAN) DANAU RAWAPENING 1. Pengarah
: - Ketua Komisi VII DRP – RI ( Drs. Daryatmo Mardiyanto, MM ) - Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim ( Ir. Ari Yuwono, MA ) - Rektor Universitas Diponegoro ( Prof. Sudharto P. Hadi, MES, PhD )
2. Penanggung jawab
: - Asisten Deputi Urusan Pengendalian Kerusakan Ekosistem Perairan ( Ir. Hermono Sigit ) - Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Diponegoro ( Prof. Dr. Ir. Suriharyono, MS. )
3. Ketua Pelaksana Sekretaris Anggota
: Dr. Tri Retnaningsih Soeprobowati, MAppSc drh. Sri Mawati, MSi Dr. Erma Prihastanti, MSi Lilih Khotim Perawati, SSi., MSi. Kasiyati, SSi., MSi. Drs. Arif Suwanto, MAP Drs. Harmin Manurung, MT Titi Novita Harahap, SP, MT Dr. Sakdullah, MSc (PPE Jawa) Wahyu Cahyadi Rustadi, S.Si Siti Rachmiati Nasution, STP
Narasumber
: Hoetomo, MPA Bambang Listiono (BLH Prov. Jateng) Prasojo, SKM (BLH Prov. Jateng) Drs. Prayitno Sudaryanto, MM (BLH Kab. Semarang) Jermia J Wicaksono (BLH Kab. Semarang) Bambang Pamulardi, MSi (KLH Kota Salatiga) Pujiyono, Sp (KLH Kota Salatiga)
ii
ABSTRAK
Rawapening merupakan danau semi alami yang mempunyai peranan strategis sebagai reseravoir alami untuk PLTA, sumber baku air minum, irigasi, perikanan, dan pariwisata. Namun, pendangkalan terjadi akibat sedimentasi dan erosi serta pertumbuhan tidak terkontrol dari tumbuhan air terutama eceng gondok. Akar permasalahannya adalah pengkayaan danau oleh nutrien terutama nitrogen dan fosfor yang memicu pertumbuhan tidak terkontrol eceng gondok dan perubahan tataguna lahan. Hal tersebut terjadi karena sistem kelembagaan dan implementasi kebijakan yang kurang optimal, dan rendahnya keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan danau. Guna mengatasi hal tersebut, maka disusunlah grand design Gerakan Penyelamatan Ekosistem Danau (GERMADAN) Rawapening. Tiga pendekatan dirancang untuk mengatasi akar permasalahan yang ada, yaitu: 1) Aplikasi sains dan tehnologi untuk remediasi badan air dan DTA, 2) Pengembangan kelembagaan dalam pengelolalaan danau, dan 3) pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan dan konservasi danau. Ketiga pendekatan secara sinergi saling mendukung dan integratif. Berdasarkan analisis SWOT, maka akar permasalahan Danau Rawapening akan dilaksanakan melalui Program Super Prioritas (Pokok) dan program Prioritas (Penunjang). Program Super Prioritas terdiri dari 6 kegiatan, yaitu: 1) Penanganan eceng gondok; 2) Penanggulangan Lahan Kritis, Erosi, Banjir dan Sedimentasi, 3) Penurunan Kandungan Nutrien Perairan Danau Rawapening, 4) Kajian Limnologi Danau Saat ini dan Rekontruksi Kualitas Air di Masa Lalu, 5) Implementasi Pertanian Ramah Lingkungan, dan 6) Peningkatan Keterlibatan dan Kepedulian Masyarakat dalam Pengelolaan dan Konservasi Danau Rawapening. Program Prioritas terdiri dari 11 kegiatan yaitu: 1) Pengembangan pengelolaan perikanan ramah lingkungan Danau Rawapening., 2) Pengembangan Ipal terpadu, 3) Pengembangan drainase terpadu, 4) Pengembangan pusat penelitian Danau Rawapening, 5) Perencanaan pembangunan kawasan Danau Rawapening berbasis kewilayahan dan kebijakan penanganan eceng gondok melalui pelibatan masyarakat, 6) Pengembangan regulasi /kebijakan pengelolaan Danau Rawapening dan Daerah Tangkapan Air (DTA), 7) Pengembangan kebijakan garis sempadan dan proteksi sumber daya alam, 8) Pengembangan zonasi pemanfaatan Danau Rawapening, 9) Pengembangan pemanfaatan eceng gondok untuk menyelesaiakan problem blooming dan peningkatan pendapatan masyarakat, 10) Pengembangan ekoturisme, dan 11) Pengembangan forum peduli lingkungan. Tujuh belas kegiatan tersebut di atas sangat tergantung pada koordinasi dan kerjasama antar lembaga serta keterlibatan masyarakat. Keberhasilan kegiatan dapat dilihat dari capaian indikator kinerja.
Kata kunci: Germadan, Rawapening, Program Super Prioritas,Prioritas, indikator
iii
KATA PENGANTAR DEPUTI BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM
Perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan untuk penyelamatan danau Rawapening dilakukan melalui kajian/ penelitian yang baik dan informasi sebelumnya yang bisa dipercaya dan dapat diandalkan. Kajian-kajian tersebut dilakukan untuk penghematan waktu dan biaya serta tenaga. Agar kebijakan penyelamatan danau Rawapening tercapai maka diperlukan kerjasama antara pemangku kepentingan, secara komprehensif dan terpadu. Kesepakatan Bali Tahun 2009 yang menetapkan 15 Danau prioritas yaitu Danau Toba, Maninjau, Singkarak, Kerinci, Tondano, Limboto, Poso, Tempe, Matano, Mahakam, Sentarum, Sentasi, Batur, Rawadanau, dan Rawapening perlu mendapat dukungan semua pihak. Untuk itu dari 15 danau prioritas tersebut, salah satu danau Rawapening, merupakan prioritas penyusunan model penyelamatan ekosistem danau yang diharapkan dapat direplikasikan di danau prioritas yang mempunyai tipologi dan permasalahan yang sama. Model ini juga merupakan stimulan untuk mendapat komitmen bersama para pemangku kepentingan. Penyusunan ini didorong oleh berbagai kepentingan bersama dalam upaya penyelamatannya dan sebagai tindak lanjut kunjungan komisi VII DPR – RI, pada tanggal, 19-20 Desember 2010, untuk dapat direalisasikan penyelamatannya. Diperkirakan pada tahun 2021 danau Rawapening akan menjadi daratan, apabila tidak ditangani secara serius. Akhir kata saya mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya dan terima kasih kepada Tim penyusun khususnya dari Universitas Diponegoro Semarang, beberapa narasumber dari sektor dan daerah, sehingga dapat mewujudkan suatu dokumen penyelamatan ekosistem danau Rawapening, untuk dapat digunakan sebagai acuan bersama dalam rencana aksinya.
Jakarta,
Juni 2011
Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim
Ir.Arief Yuwono, MA
iv
KATA PENGANTAR REKTOR UNIVERSITAS DIPONEGORO Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan yang telah memberikan kekuatan dan bimbingan sehingga Rancangan Gerakan Penyelematan Danau (Germadan) Danau Rawapening telah tersusun dengan baik. Saya menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Kementerian Lingkungan Hidup yang telah memberikan kepercayaan kepada Universitas Diponegoro untuk menyusun rancangan ini. Sungguh merupakan kehormatan, kami dapat melaksanakan tugas ini. Sudah menjadi tekad kami, bahwa sebagai institusi pendidikan tinggi selain mendidik mahasiswa menjadi lulusan yang unggul, kami juga peduli pada masalahmasalah lingkungan baik lokal, regional maupun nasional. Kesempatan berkarya ini selain merupakan academic exercise untuk menghasilkan aplikasi sains dan teknologi juga merupakan bentuk pengabdian kepada masyarakat. Hasil exercise akan memperkaya muatan materi pembelajaran yang bermanfaat bagi mahasiswa dan kalangan akademisi dan publik pada umumnya. Dengan demikian kerjasama kami dengan Kementerian Lingkungan Hidup merupakan wujud implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi. Rawa pening merupakan danau yang menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat dan berbagai institusi yang mengalami pendangkalan karena erosi dan sedimentasi serta pertumbuhan eceng gondok yang tidak terkendali. Berbagai upaya telah dilakukan oleh berbagai pihak, namun hasilnya belum optimal. Evaluasi terhadap berbagai program yang telah dilakukan perlu dilakukan dan rumusan rencana tindak kedepan perlu dicanangkan. Rancangan ini disusun dengan mendasarkan pada evaluasi atas berbagai program yang telah dilakukan dan masukan dari berbagai stakeholders. Namun demikian masukan dan saran senantiasa diharpakan untuk perbaikan. Selamat bekerja, menyelamatkan Rawa pening berarti menyelamatkan kehidupan. Semoga Tuhan senantiasa memberikan berkah kepada kita semua, amien.
Semarang,
Juni 2011
Rektor,
Prof. Sudharto P. Hadi, MES. PhD
v
DAFTAR ISI Halaman TIM PENYUSUN ......................................................................................ii ABSTRAK ............................................................................................ iii KATA PENGANTAR DEPUTI BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM ........................................................................... iv KATA PENGANTAR REKTOR UNIVERSITAS DIPONEGORO ............................. v DAFTAR ISI ............................................................................................ vi DAFTAR TABEL …......................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………………… ix
BAB I
PENDAHULUAN.......................................................................... I - 1 1.1. Latar Belakang............................................................................... 1.2. Peraturan Perundang-Undangan.................................................. 1.3. Permasalahan................................................................................ 1.4. Ruang Lingkup dan Kerangka Pikir ..............................................
I-1 I-3 I-8 I-9
1.5. Tujuan dan Keguanaan Program Danau Rawapening…………..… I - 12
BAB II
EVALUASI DAN ROAD MAP DANAU RAWAPENING ............. II - 1 2.1. Lingkup Wilayah Studi …………………......................................... 2.2. Kondisi dan Permasalahan Badan Air Danau Rawapening................................................................................... 2.3. Kondisi dan Permasalahan Kelembagaan …................................ 2.4. Kondisi dan Permasalahan Kemasyarakatan................................
BAB III
II – 1 II - 11 II - 18 II - 20
GERAKAN PENYELAMATAN DANAU (GERMADAN) RAWAPENING …………………………………….……………….. II - 1 3.1. Program Super Prioritas ................................................................ III - 4 3.1.1. Penanganan Enceng Gondok …......................................... III - 4 3.1.2. Penanggulangan Lahan Kritis, Erosi, Banjir, dan Sedimentasi …..................................................................... III - 7 3.1.3. Penurunan Kandungan Nutrien Perairan Danau Rawapening......................................................................... III - 9 3.1.4. Kajian Limnologi Danau Rawapening saat ini dan Rekontruksi Kualitas Air di Masa Lalu................................. III - 9 3.1.5. Implementasi Pertanian Ramah Lingkungan …………........ III - 12 3.1.6. Peningkatan Keterlibatan dan Kepedulian Masyarakat dalam Pengelolaan dan Konservasi Lingkungan Danau Rawapening ....…………………………...III - 13 3.2. Program Prioritas (Penunjang) ………………................................. III - 15 3.2.1. Pengembangan pengelolaan perikanan ramah lingkungan ………………….................................................. III - 15 3.2.2. Pengembangan IPAL Terpadu ……………………………….. III - 15 3.2.3. Pengembangan Draenase Terpadu …………………………..III - 19 3.2.4. Pengembangan Pusat Penelitian D. Rawapening ……….... III - 19 3.2.5. Perencanaan Pembangunan Kaw. Rawapening Berbasis Kewilayahan ……………………………………..….. III - 21 3.2.6. Pengembangan Regulasi/Kebijakan Danau Rawapening dan DTA …………………………………....……III - 21 3.2.7. Pengembangan Kebijakan Garis Sempadan dan Proteksi SDA ………………………………………………….. III - 23 3.2.8. Pengembangan Zonasi Pemanfaatan Danau III - 23 Rawapening ……………………………………………......…..
vi
3.2.9. Pengembangan Pemanfatan Eceng Gondok untuk Peningkatan Pendapatan Masyarakat ……...………….....…III - 23 3.2.10. Pengembangan Ekoturisme ………………………………….III - 25 3.2.10. Pengembangan Forum Peduli Lingkungan …………….…. III - 25
BAB VI REKOMENDASI BAB V DAFTAR PUSTAKA L A M P I R A N
IV - 1 V-1
vii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel I.1
Indikator Keberhasilan GERMADAN Rawapening ........................... I - 13
Tabel II.1
Sembilan Sub-DAS Danau Rawapening ………………………………. II - 3
Tabel III.1
Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab II - 6 Kegiatan Program Penanganan Eceng Gondok................................ Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan II - 8 Program Penanggulangan Lahan Kritis, Erosi Banjir, dan Sedimentasi ………………………………………………………………. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan II - 10 Program Penurunan Kandungan Nutrien Perairan Danau Rawapening ………………………………………………………………. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Kajian Limnologi Danau Rawapening Saat ini dan III - 11 Rekontruksi Kualitas Air di Masa Lalu .......................................... Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawa Kegiatan III - 14 Program Implementasi Pertanian Ramah Lingkungan …………….. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab III – 14 Kegiatan Program Keterlibatan Masyarakat Dalam Pengelolaan Dan Konservasi Lingkungan Danau Rawapening …... Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan III - 17 Program Pengembangan Pengelolaan Perikanan Ramah Lingkungan ……………………………………………………………..… Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan III - 19 Program Pengembangan IPAL Terpadu …………………………….… Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab III - 21 Kegiatan Program Drainase Terpadu …………..……………………... Kegiatan Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Pengembangan Pusat Penelitian Danau III - 21 Rawapening ………………………………………………………………. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan III - 23 Program Perencanaan Pembangunan Kawasan Rawapening Berbasis Kewilayahan ………………………………………………….. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan III – 23 Program Pengembangan regulasi/kebijakan pengelolaan Danau Rawapening ………………………………………………………………. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan III - 23 Program Pengembangan Kebijakan Garis Sempadan dan Proteksi Sumber Daya Alam ……………………………………………………… Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan III - 27 Program Pengembangan Zonasi Pemanfaatan Danau Rawapening ………………………………………………………………. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Pengembangan Pemanfaatan Eceng Gondok untuk III - 27 Peningkatan Pendapatan Masyarakat ………………………………… Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan III - 29
Tabel III.2
Tabel III.3
Tabel III.4
Tabel III.5 Tabel III.6
Tabel III.7
Tabel III.8 Tabel III.9 Tabel III.10
Tabel III.11
Tabel III.12
Tabel III.13
Tabel III.14
Tabel III.15
Tabel III.16
Program Pengembangan Ekoturisme …………………………………. Tabel III.17
Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan III – 29 Program Pengembangan Forum Peduli Lingkungan ………………..
viii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar I.1.
Pendekatan Gerakan Penyelamatan D. Rawapening..........
I - 11
Gambar II.1
Batas Administrasi Danau Rawapening ..............................
II - 2
Gambar II.2
Peta Penggunaan Lahan Wilayah Sub-Das Rawapening....
II - 3
Gambar II.3
Permasalahan Danau Rawapening ....................................
II - 7
Gambar II.4
Permasalahan Danau Rawapening ....................................
II - 18
Gambar III.1
Hasil Analisis SWOT, Akar Permasalahan & Pendekatan Penyelamatan Danau Rawapening......................................
ix
III - 9
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
BAB I PENDAHULUAN 1. 2. 3. 4. 5.
1.1
Latar Belakang Peraturan perundang-undangan Permasalahan Ruang Lingkup dan Kerangka Pikir Tujuan dan Kegunaan
LATAR BELAKANG Pada Konferensi Nasional Danau Indonesia I pada 13 – 15 Agustus 2009 telah menghasilkan Kesepakatan Bali 2009 antara 9 menteri tentang
pengelolaan
danau
berkelanjutan
dalam
mengantisipasi
perubahan iklim global. Dalam pengembangan dan pemanfaatan potensi danau sangat diperlukan upaya untuk mempertahankan, melestarikan dan memulihkan fungsi danau berdasarkan keseimbangan ekosistem melalui 7 strategi, yaitu pengelolaan ekosistem danau; pemanfaatan sumber daya air danau; pengembangan sistem monitoring, evaluasi dan informasi danau; penyiapan langkah-langkah adaptasi dan mitigasi perubahan iklim terhadap danau; pengembangan kapasitas, kelembagaan dan koordinasi; peningkatan peran masyarakat; dan pendanaan berkelanjutan. Kesepakatan Bali 2009 menetapkan 15 danau prioritas yang akan ditangani
bersama
secara
terpadu,
berwawasan
lingkungan
dan
berkelanjutan pada periode 2010-2014. Penetapan danau prioritas berlandaskan pada kerusakan danau, pemanfaatan danau, komitmen Pemda dan masyarakat dalam pengelolaan danau, fungsi strategis untuk kepentingan nasional, keanekaragaman hayati, dan tingkat resiko bencana. 15 danau tersebut adalah Danau Toba, Maninjau, Singkarak, Kerinci, Tondano, Limboto, Poso, Tempe, Matano, Mahakam, Sentarum, Sentani, Batur, Rawa Danau, dan Rawapening. Danau Rawapening sangat spesifik, pertama, merupakan danau semi alami sehingga merupakan reservoir alami,
letaknya sangat
strategis di segitiga pertemuan Yogyakarta, Solo dan Semarang. Oleh
I-1
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
karena itu maka Rawapening menjadi
landmark Jawa Tengah
(Bappeda Provinsi Jawa Tengah, 2005). Kedua, Danau Rawapening sebagai bagian dari wilayah sungai Jratunseluna (Jragung Tuntang Serang Lusi Juwana) merupakan wilayah sungai strategis nasional (Permen PU No. 11A/PRT/M/2006). Ketiga, Danau Rawapening termasuk danau prioritas
2010 – 2014 (KLH, 2010) karena penutupan lahan
Rawapening berturut-turut adalah non hutan (55,5%), lahan kritis (24%), pemukiman (13,6), hutan (3,9%), dan tubuh air (3,2%) (KLH, 2009). Danau Rawapening sangat rentan terhadap perubahan lingkungan, memiliki manfaat tinggi sebagai sumber air tawar, produksi pangan, dan pengendali banjir. Banyak penelitian yang telah dilakukan di Danau Rawapening, banyak program yang telah dikembangkan dan diterapkan, namun kondisinya
tetap
tidak
mengalami
perbaikan
bahkan
cenderung
degradatif. Inti Danau Rawapening (badan danau) airnya dimanfaatkan untuk penggerak turbin PLTA hingga mampu menghasilkan 222,504 juta Kwh; perikanan (dengan produksi 1.535,9 ton/tahun); pengendali banjir; peternakan itik; penambangan gambut; dan wisata (Bappeda Provinsi Jawa Tengah, 2005) serta irigasi teknis 1.265,09 ha sawah, (BPS kabupaten Semarang, 2010, Bappeda kota Salatiga, 2009). Banyak Perguruan Tinggi yang telah mengembangan penelitian ilmiah tentang Rawapening antara lain oleh Universitas Diponegoro, Universitas Satya Wacana, Universitas Gadjah Mada, baik untuk level S1, S2 maupun S3. BPPT juga telah banyak melakukan penelitian dan kajian di Rawapening antara lain tentang kualitas air DAS Rawapening; agroforestri, status kesuburan lahan dan tingkatkesesuaian lahan; kajian ekologi sekitar bantaran sungai yang masuk ke Danau Rawapening; pemanfaatan eceng gondok dan gambut untuk pengembangan pertanian organik, sebagai media tumbuh florikultura dan hortikultura; pemanfaatan gambut Rawapening sebagai absorben bau, pengelolaan limbah padat industri makana, pengembangan bituman (biji tumbuh mandiri), untuk nutrien blok (media tanaman untuk rehabilitasi lahan pasca tambang; pengendalian populasi eceng gondok dengan teknologi stockpile, studi I-2
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
luasan tutupan eceng gondok; pengendalian sedimentasi di hulu DAS Rawapening.
Masih banyak penelitian lainnya tentang Rawapening masih tetap sebagai dokumen, namun sampai saat ini kondisi Danau Rawapening tidak mengalami perbaikan bahkan cenderung lebih degradatif. Hal ini mengindikasikan bahwa program yang telah diterapkan di Danau Rawapening belum menunjukkan dampak nyata,
perbaikan
yang
terjadi
tidak
signifikan
dan
hanya
menyelesaikan permasalahan hanya pada periode program saja, kemudian menjadi permasalahan lebih besar lagi. Oleh karena itu, sudah
saatnya
sangat
diperlukan
dan
segera
dilakukan
Penyelamatan Danau Rawapening, agar 46.076 petani, 27.379, orang buruh tani, 25.427 orang buruh industri, 11.022 orang buruh bangunan, 2205 orang nelayan, 3.746 orang pengusaha, 2.239 orang peternak/ perikanan di sekitar Rawapening dapat terus terjaga (BPS Kabupaten Semarang, 2010, Bappeda kota Salatiga, 2009).
1.2
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN A. Undang - Undang
1. Undang - Undang No. 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok - Pokok Agraria.
2. Undang-Undang No. 11 Tahun 1967, tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan.
3. Undang-undang No. 5 Tahun 1990, tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
4. Undang-undang No. 4 Tahun 1992, tentang Perumahan dan Pemukiman
5. Undang-undang Nomor 5 tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi PBB Mengenai Keanekaragaman Hayati.
6. Undang-Undang No. 41 Tahun 1999, tentang Kehutanan. 7. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004, tentang Sumber Daya Air. 8. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan
I-3
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
Daerah.
9. Undang-Undang No 26 tahun 2007, tentang Penataan Ruang. 10. Undang-Undang No 10 Tahun 2009, tentang Kepariwisataan. 11. Undang-undang No 32 Tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup B. PERATURAN PEMERINTAH
1. Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1970, tentang Perencanaan Kehutanan.
2. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1991, tentang Rawa 3. Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991, tentang Sungai. 4.
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, tentang Pendaftaran Tanah.
5. Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1997, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
6. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999, tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
7. Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999, tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar.
8. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000, tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom.
9. Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2001, tentang Tata Pengaturan Air.
10. Peraturan Pemerintah No. 77 Tahun 2001, tentang Irigasi 11. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001, tentang Pengelolaan Kualitas Air & Pengendalian Pencemaran Air.
12. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004, tentang Penatagunaan Tanah.
13. Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2004, tentang Pemanfaatan Jasa Lingkungan.
14. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2004, tentang Perlindungan Hutan.
15. Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2007, tentang Pembagian I-4
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
Urusan Pemerintahan Antar Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten /Kota.
16. Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2010, tentang Bendungan. C. KEPUTUSAN PRESIDEN
1. Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990, tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
2. Keputusan Presiden No. 34 Tahun 2003, tentang Kebijakan Nasional Bidang Pertanahan.
3. Keputusan Presiden No. 65 Tahun 2006, tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
D. PERATURAN MENTERI
1. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 28 Tahun 2009, tentang Daya Tampung Beban Pencemaran Air danau dan/atau Waduk.
2. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 63/PRT/1993, tentang Garis Sepadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai,
Daerah
Peguasaan Sungai dan Bekas Sungai
3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 39/PRTI1990, tentang Pembagian Wilayah Sungai.
4. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 45/PRT/1990, tentang Pengendalian Mutu Air pada Sumber-Sumber Air.
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 48/PRT/1990, tentang Pengelolaan Atas Air dan Sumber Air Pada Wilayah Sungai.
6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 49/PRT/1990, tentang Tata Cara dan Persyaratan Ijin Penggunaan dan atau Sumber Sumber Air.
7. Peraturan Menteri Kesehatan 416/1990, tentang Syarat-Syarat Pengawasan Kualitas Air.
8. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 11A/PRT/M/2006 tentang Danau Rawapening sebagai bagian dari wilayah sungai I-5
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
Jratunseluna (Jragung Tuntang Serang Lusi Juwana)
9. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 28 Tahun 2009, tentang daya tampung beban pencemaran air danau dan/atau waduk
10. Peraturan Menteri
Kebudayaan
dan
Pariwisata
No
PM
86/HK.501/MKP/2010, tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Penyediaan Akomodasi.
11. Peraturan Menteri
Kebudayaan
dan
Pariwisata
No
PM
87/HK.501/MKP/2010, tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Jasa Makanan dan Minuman.
12. Peraturan Menteri
Kebudayaan
dan
Pariwisata
No
PM
88/HK.501/MKP/2010, tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Kawasan Pariwisata.
13. Peraturan Menteri
Kebudayaan
dan
Pariwisata
No
PM
89/HK.501/MKP/2010, tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Transportasi Wisata.
14. Peraturan Menteri
Kebudayaan
dan
Pariwisata
No
PM
90/HK.501/MKP/2010, tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Daya Tarik Wisata.
15. Peraturan Menteri
Kebudayaan
dan
Pariwisata
No
PM
91/HK.501/MKP/2010, tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Penyelenggaraan Kegiatan Hiburan dan Rekreasi.
16. Peraturan Menteri
Kebudayaan
dan
Pariwisata
No
PM
92/HK.501/MKP/2010, tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Jasa Pramuwisata.
17. Peraturan Menteri
Kebudayaan
dan
Pariwisata
No
PM
96/HK.501/MKP/2010, tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Wisata Tirta.
E. KEPUTUSAN MENTERI
1. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 458/KPTS/1986, tentang Ketentuan Pengamanan Sungai dalam Hubungan dengan Penambangan Bahan Galian Golongan C. I-6
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
2. Keputusan Menteri Kehutanan No. 687/KPTS-11/1989, tentang Pengusahaan Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Rakyat dan Taman Wisata Laut.
3. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 779/KPTS/1990, tentang Pengendalian Banjir dan Pengaturan Sungai.
4. Keputusan Menteri Kehutanan No. 167/KPTS-11/1994, tentang Sarana dan Prasarana Pengusahaan Pariwisata di Kawasan Pelestarian Alam.
5. Keputusan Menteri Kehutanan No. 447/KPTS-11/1996, tentang Pembinaan dan Pengawasan Pengusahaan Pariwisata Alam.
6. Keputusan Menteri Kehutanan No. 348IKPTS-11/1997, tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan No. 446/KPTS-ll/1996 tentang Tata Cara Permohonan, Pemberian dan Pencabutan Ijin Pengusahaan Pariwisata Alam.
7. Keputusan Menteri Kesehatan No 907 Tahun 2002 tentang Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum
8. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 42 Tahun 2003 tentang Pedoman mengenai Syarat dan Tata Cara Perijinan serta Pedoman Pembuangan Limbah ke Air. F.
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH
1. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 1 Tahun 1990, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup di Provinsi Jawa Tengah.
2. Peraturan Daerah No 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 – 2029. G. KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH
1.
Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 610/21/2007 tanggal 9 Agustus
2007
tentang
Pembentukan
Pengelolaan Kawasan Rawapening.
I-7
Forum
Koordinasi
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
H. PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG
1.
Peraturan Daerah No 3 Tahun 2003 tentang Ijin Gangguan
2.
Peraturan Daerah No 10 Tahun 2003 tentang Ijin Pembuangan Limbah Cair;
3.
Perda Prov. Jateng No. 11 Tahun 2004 tentang Garis Sempadan;
4.
Perda No. 10 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Limbah;
5.
Perda Prov. Jateng No. 8 Tahun 1990 tentang Irigasi;
6.
Peraturan Daerah No 26 Tahun 2008 tentang Air Bawah Tanah Kabupaten Semarang
7.
Peraturan Daerah No 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 – 2029
1.3
PERMASALAHAN Banyak program telah dikembangkan dan dijalankan, namun masih bersifat sporadis, dan seringkali berbenturan dengan kewenangan dan tanggung jawab, sehingga hasilnya kurang optimal. Program-program tersebut hanya menyelesaikan permasalahan sesaat, namun ketika program
telah
berhenti,
maka
permasalahan
akan muncul
lagi.
Berdasarkan hal tersebut, maka sangat perlu dikembangkan grand design yang
mampu
mengatasi
akar
permasalahan
dan
keberlanjutan
programnya terjamin. Berdasarkan
analisis
yang
telah
dilakukan,
maka
akar
permasalahan Danau Rawapening dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu permasalahan pada badan air (inti danau), permasalahan di DTA, dan permasalahan
kelembagaan. Evaluasi dan Road map
identifikasi akar permasalahan Danau Rawapening lebih detail dijelaskan pada Bab II.
I-8
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
1.4. RUANG LINGKUP DAN KERANGKA PIKIR Kebijakan kebijaksanaan
pelaksanaan nasional
lingkungan hidup
pengelolaan
secara
umum,
lingkungan
kebijakan
meliputi
pembangunan
yang secara khusus di Provinsi Jawa Tengah dan
kebijaksanaan pembangunan lingkungan hidup di Kabupaten Semarang. Kebijakan pengelolaan ekosistem danau didasarkan pada visi untuk melestarikan fungsi ekosistem danau untuk kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang. Sedangkan misi: melakukan tindakan konservasi dan pemanfaatan yang bijak atas danau dan daerah tangkapan airnya melalui kegiatan inventarisasi, penelitian, dan kajian ekosistem danau serta mengikutsertakan peran aktif masyarakat setempat dan meningkatkan kapasitas kelembagaan dengan kerjasama, koordinasi, dan keterpaduan antar pemangku kepentingan. Strategi pengelolaan lingkungan hidup di Provinsi Jawa Tengah ditempuh dengan pendekatan perencanaan pembangunan secara holistik yang memungkinkan kebijakan-kebijakan secara terpadu, baik dari proses perencanaan sampai ke pengelolaannya. Prinsip ini ditetapkaan dalam Pola Dasar Pembangunan Daerah sesuai dengan Rencana Tata Ruang
Daerah
dengan
mempertimbangkan
segi-segi
konservasi,
pemulihan terhadap kondisi sumberdaya alam dan lingkungan hidup sesuai dengan pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu strategi kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup di Provinsi Jawa Tengah ditempatkan pada prioritas utama, disamping bidang kependudukan dan ketenagakerjaan. Ruang lingkup penyelamatan ekosistem Danau Rawapening diawali dengan analisis SWOT untuk menemukenali akar permasalahan dari kondisinya sekarang. Blooming eceng gondok yang terjadi sebagai akibat dari melimpahnya nutrien di badan
air Danau Rawapening sehingga
memicu pertumbuhan tidak terkorntrol dari tumbuhan air. Oleh karena itu, maka penyelesaian yang harus dilakukan adalah menjada agar nutrien yang masuk ke danau sama dengan nutrien yang keluar dari danau (Nutrien input = nutrien output). Guna mencapai kondisi tersebut, maka disusun milestones 5 tahun pertama Gerakan Penyelamatan Danau
I-9
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
(GERMADAN)
Rawapening
dengan
3
pendekatan
yang
saling
mendukung dan terintegrasi seperti pada Gambar 1. Pendekatan untuk GERMADAN Rawapening tediri dari Aplikasi Sains dan Teknologi untuk Remediasi Badan Danau dan DTA, Pengembangan Kelembagaan untuk Peningkatan Pengelolaan Danau, dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan dan Konservasi Danau. Ketiga pendekatan tersebut diatas saling terintegrasi sehingga dapat dirumuskan program Super Prioritas (Pokok) dan Prioritas (Pendukung). Program Super Prioritas terdiri dari 6 kegiatan dan Program Prioritas terdiri dari 11 kegiatan. Diharapkan 17 kegiatan tersebut mampu mengatasi permasalahan ekosistem Danau Rawapening dalam jangka waktu 5 tahun, sehingga fungsinya sebagai PLTA, irigasi pertanian, perikanan, sumber baku air minum dan wisata dapat tetap dipertahankan.
a. Program Super Prioritas (Pokok) 1. Penanganan Eceng gondok 2. Penanggulangan Lahan Kritis, Erosi, Banjir dan Sedimentasi. 3. Penurunan Kandungan Nutrien Perairan Danau Rawapening 4. Kajian Limnologi Danau Saat ini dan Rekontruksi Kualitas Air di Masa Lalu 5. Implementasi Pertanian Ramah Lingkungan 6. Peningkatan Keterlibatan dan Kepedulian Masyarakat dalam Pengelolaan dan Konservasi Danau Rawapening b. Program Prioritas (Penunjang) 1. Pengembangan pengelolaan perikanan ramah lingkungan Danau Rawapening. 2. Pengembangan Ipal terpadu 3. Pengembangan drainase terpadu 4. Pengembangan pusat penelitian Danau Rawapening 5. Perencanaan pembangunan kawasan Danau Rawapening berbasis kewilayahan dan kebijakan penanganan eceng gondok melalui pelibatan masyarakat
I - 10
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
6. Pengembangan regulasi /kebijakan pengelolaan Danau Rawapening dan Daerah Tangkapan Air (DTA) 7. Pengembangan kebijakan garis sempadan dan proteksi sumber daya alam 8. Pengembangan zonasi pemanfaatan Danau Rawapening 9. Pengembangan pemanfaatan eceng gondok untuk menyelesaiakan problem blooming dan peningkatan pendapatan masyarakat 10. Pengembangan ekoturisme 11. Pengembangan forum peduli lingkungan
Gambar I.1. Pendekatan Gerakan Penyelamatan Danau Rawapening
I - 11
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
1.5. TUJUAN DAN KEGUNAAN PROGRAM PENYELAMATAN DANAU RAWAPENING 1.5.1. Tujuan Studi Program Penyelamatan Danau Rawapening bertujuan untuk mengkonservasi danau sehingga fungsi dan peranannya sebagai reservoir alami untuk PLTA, irigasi pertanian, perikanan, sumber baku air minum dan wisata dapat terjaga. Adapun tujuan khusus dari program ini adalah: a.
Mengaplikasikan sains dan teknologi untuk remediasi badan air dan DTA
b.
Mengembangkan
proses
kebijakan
pengelolaan
Danau
Rawapening yang didukung oleh kelembagaan yang baik c.
Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan dan konservasi Danau Rawapening.
1.5.2. Manfaat a. Program Penyelamatan Danau Rawapening dapat menjadi model pengelolaan danau Indonesia lainnya. b. Menyediakan dasar pertimbangan penilaian kesesuaian antara rencana
kegiatan
penyelamatan
danau
dengan
rencana
pembangunan daerah. c. Melibatkan masyarakat untuk berpartisipasi di dalam kegiatan pengelolaan Danau Rawapening. Melalui partisipasi masyarakat dalam proses penyelamatan Danau Rawapening diharapkan dimasa mendatang masyarakat juga akan turut serta secara aktif dalam pengambilan keputusan mengenai kelayakan lingkungan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
Indikator Keberhasilan GERMADAN Rawapening disusun sebagai sarana untuk pemantauan capaian program pada Tabel 1 sebagai berikut.
I - 12
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
Tabel I.1. Indikator Keberhasilan GERMADAN Rawapening
I - 13
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
BAB II EVALUASI DAN ROAD MAP DANAU RAWAPENING 1. 2. 3. 4.
2.1.
Lingkup Wilayah Studi Kondisi dan Permasalahan Badan Air Danau Rawapening Kondisi dan Permasalahan Kelembagaan Kondisi dan Permasalahan Kemasyarakat
LINGKUP WILAYAH STUDI Danau Rawapening terletak pada 7o40’ LS – 7o30’ LS dan 110o24’46” BT – 110o49’06” BT, dikelilingi empat kecamatan, yaitu Tuntang, Bawen, Ambarawa, dan Banyubiru, dan terletak 45 km sebelah selatan Semarang dan 9 km timur laut Salatiga, di segitiga pertumbuhan Yogyakarta, Solo (Surakarta), dan Semarang.
2.1.1. Batas Administrasi DTA
(catchment
area)
merupakan
wilayah
daratan
yang
menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai utama. DTA Rawapening termasuk dalam Sub-DAS Rawapening, yang terdiri dari 9 sub-sub DAS dengan daerah tangkapan air 28.735,12 Ha (Bappeda Provinsi Jawa Tengah, 2005). Secara administratif DTA Rawapening terletak di Kecamatan Ambarawa, Banyubiru, Bawen dan Tuntang. SubDAS Rawapening terdiri dari 9 sub-sub – DAS, Di Kabupaten Semarang terdapat 6 sub-DAS, yaitu Ambarawa, Banyubiru, Bawen, Tuntang, Getasan dan Jambu. Sebagian kecil DTA Rawapening berada di wilayah Kota Salatiga, yakni di Kecamatan Sidorejo, Sidomukti dan Argomulyo. Sembilan sub DAS dan potensinya tersaji pada Gambar II.1 dan Tabel II.1.
II - 1
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
Sumber: Pemali Jratun Tahun 2009.
Gambar II.1. Batas Administrasi Danau Rawapening
II - 2
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
Tabel II.1. Sembilan sub – DAS Danau Rawapening Kelurahan Kabupaten Kecamatan Semarang Ambarawa Kelurahan Bejalen, DesaKupang, Kelurahan
Banyubiru
Bawen Tuntang
Getasan
Jambu
Salatiga
Tambakboyo, Baran, Lodoyong, Ngampin, Pasekan, Panjang, Pojoksari, Kranggan, Rowoboni, Kebumen, Kebondowo, Banyubiru, Desa Tegaron, Kemambang, Sepakung, Wirogomo, Gedong, Ngrapah, Desa Asinan, Bawen, Harjosari Desa Tuntang, Desa Lopait, Desa Kesongo, Desa Candirejo, Desa Jombor, Desa Sraten, Desa Rowosari, Gedangan, Watuagung Wates, Doplang, Batur, Tolokan, Samirono, Polobogo, Ngrawan, Nagasaren, Manggihan, Kopeng, Getasan, Sumogawe, Tajuk Brongkol, Genting, Kelurahan, Kuwarasan, Bedono, Jambu, Kebondalem, Rejosari, Gondoriyo
Sidarejo
Blotongan, Pulutan, Salatiga, Sidorejo lor, Bugel. Sidamukti Kalicacing, Kecandran, Mangunsari, Dukuh Argomulya Randuacir, Kumpulrejo, Kumpulrejo
2.1.2. Geologi dan topografi Secara alami, Danau Rawapening terbentuk melalui proses letusan vulkanik yang mengalirkan lava basalt dan menyumbat aliran Kali Pening di daerah Tuntang. Sebagai akibatnya lembah Kali Pening menjadi terendam air dan kemudian menjadi reservoir alami yang keberadaannya sangat penting bagi sistem ekologi (Wardani, 2002). Sebagai akibatnya lembah Pening yang berhutan tropik menjadi rawa, sehingga Danau Rawapening termasuk tipe ”mangkok”. Rawapening
berubah
menjadi
danau
semi
alami
sejak
pembangunan pertama dam dikembangkan di hulu Sungai Tuntang, pada tahun
1912–1916,
sehingga
permukaan
air
rawa
naik
dengan
memanfaatkan Sungai Tuntang sebagai satu-satunya pintu keluar. Penggenangan lembah Kali Pening tersebut membawa dampak besar terhadap perubahan ekosistemnya, seperti penggambutan sisa-sisa hutan tropik,
invasi
tumbuhan
air,
terbentuknya
II - 3
pulau
terapung
dan
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
berkembangnya komunitas akuatik. Perluasan danau dilakukan pada tahun 1936, sehingga genangan air maksimum mencapai ± 2.667 hektar pada musim penghujan dan ± 1,650 hektar pada musim kemarau (Goltenboth & Timotius, 1994). Berdasarkan
topografinya,
Danau
Rawapening
terletak
di
dataran/lahan rendah dan dikelilingi oleh beberapa perbukitan dan gunung seperti Gunung Telomoyo (1895 m), Gunung Butak (1000 m), Gunung Balak (700 m), Gunung Payung dan Gunung Rong (600 m), dengan kelerengan berkisar antara 8% hingga mencapai lebih besar dari 45%. 2.1.2. Hidrologi Danau Rawapening memiliki kapasitas tampung air maksimum 65 juta m3 pada elevasi muka air 463,9 m dan kapasitas air minimum 25 juta m3 pada elevasi muka air 462,05 m. Pada tahun 1998, volume air danau Rawapening sebanyak 45.930.578 m3 dengan luas genangan antara 1.650 sampai 2.770 Ha (Goltenboth & Timotius, 1994). Curah hujan rata-rata pada daerah tangkapan 2247 mm/tahun (BPS kabupaten Semarang, 2010 & Bappeda kota Salatiga, 2009). Sungai yang merupakan inlet Danau Rawapening antara lain Sungai Gajahbarong, dan Dungrangsong (sub-sub DAS Rengas), Panjang dan Pentung (sub-sub DAS Panjang), Torong (sub-sub DAS Torong), Galeh dan Klegung (sub-sub DAS Galeh), Legi (sub-sub DAS Legi), Parat dan Muncul (sub-sub DAS Parat), Sraten (sub-sub DAS Sraten), Tapen dan Tengah (sub-sub DAS Ringis), Ngreco, Dogbacin, Pragunan (sub-sub DAS Kedungringin,Gambar II.2). Secara hidrologis, air Danau Rawapening berasal dari curah hujan, air tanah, dan air permukaan yang berasal 16 aliran sungai sebagai inlet yang termasuk dalam 9 sub-sub DAS. Kondisi ini menyebabkan air di danau mengalami penambahan terus menerus, sementara air yang keluar hanya melalui 1 outlet yaitu Sungai Tuntang. Akan tetapi penambahan air tersebut juga membawa material-material dari daerah hulu yang kemudian diendapkan di danau, sehingga memberi sumbangan endapan
II - 4
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
yang cukup besar. Seiiring perjalanan waktu, maka ada kecenderungan perubahan tipe danau menjadi tipe “piring” karena proses pendangkalan yang terjadi (Soeprobowati, 2010). Distribusi sedimen ke danau pada musim penghujan mencapai 880 kg/hari dan di musim kemarau rata-rata 270 kg/hari (Pemerintah Kabupaten Semarang, 2000). Sedimentasi yang besar mengakibatkan banjir, yang terjadi sejak tahun 1970 (Bappeda Provinsi Jawa Tengah, 2005).
Sumber : P4N UGM, 2000
Gambar II.2. Peta sistem hidrologi sub-DAS Rawapening
II - 5
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
Neraca air merupakan alat untuk mendekati nilai-nilai hidrologis proses yang terjadi di lapangan. Secara garis besar neraca air merupakan penjelasan tentang hubungan antara aliran ke dalam (in flow) dan aliran ke luar (out flow) di suatu daerah untuk suatu periode tertentu dari proses sirkulasi air (Suryatmojo, 2006). Neraca air di kawasan Rawapening berkaitan dengan pengaturan air yang menentukan hasil pengelolaan air di DAS Tuntang. Tampungan alami di bagian hulu DAS Tuntang merupakan pusat pengaturan awal distribusi air untuk berbagai kebutuhan air di hilir, antara lain terkait dengan dua buah PLTA, yaitu PLTA Jelog dan PLTA Timo. Distribusi aliran airnya dimanfaatkan untuk kebutuhan air baku di Kabupaten Semarang 500 l/dt, tenaga listrik 26 MW, serta
pengendalian banjir (Balai Besar Wilayah Sungai Pemali-
Juana, 2008) dan irigasi teknis 1.265,09 ha, (BPS kabupaten Semarang, 2010, Bappeda kota Salatiga, 2009).
2.1.3. Tata guna lahan Pemanfaatan lahan daerah tangkapan Danau Rawapening adalah tegalan 35%, sawah 18,3%, semak/lahan terbuka 11,6%, permukiman 13,8%, perkebunan 8%, kebun campur 7,8%, rawa/danau 4,5%, penggunaan lahan lainnya 1% (Bappeda Provinsi Jawa Tengah, 2000). Berdasarkan luas pemanfaatan lahan sampai dengan tahun 2009 di daerah Danau Rawapening untuk sawah adalah 5.539,25 Ha; tegal dan kebun 11.264,2 Ha;
permukiman 4.408,33 Ha;
perkebunan 2.16,42;
rawa 2.623 Ha; dan penggunaan lahan lainnya sebesar 1.340,1 Ha (BPS Kabupaten Semarang, 2010). Perubahan tata guna lahan di sekitar danau berkontribusi terhadap perubahan diindikasikan
kualitas
air
Danau
pemanfaatan
Rawapening.
lahan
yang
Perubahan
tidak
sesuai
tersebut dengan
peruntukannya, tingkat kelerengan lahan yang curam (lebih dari 25 %) disebabkan tingginya run off dan sulit untuk dihijaukan (Gambar II.3.)
II - 6
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
Sumber: Soeprobowati, 2010b
Gambar II.3. Peta Penggunaan lahan wilayah sub-DAS Rawapening
II - 7
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
2.1.4. Kependudukan Jumlah penduduk di Kabupaten Semarang sampai dengan tahun 1997 mencapai 673.390 jiwa, dengan mata pencaharian sebagian besar adalah petani. Selama kurun waktu 1995-1998 pertumbuhan penduduk di Kawasan Rawapening cukup rendah, yakni rata-rata 0,79% per tahun, namun pada tahun 1998 mulai mengalami peningkatan menjadi 939,33 jiwa per km3. Artinya, tekanan penduduk pada lahan pertanian semakin meningkat (P4N UGM, 2000). Data pada tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk di kabupaten Semarang adalah 917.745 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk yang ada di sekiatar Danau Rawapening adalah 207.438 jiwa (BPS kab Semarang, 2010). Tingkat pertumbuhan penduduk di Kabupaten Semarang pertahun selama sepuluh tahun terakhir yakni dari tahun 2000 – 2010 sebesar 1,02 persen (BPS, 2010). Terjadi peningkatan pertumbuhan penduduk, jika dilihat data pertumbuhan penduduk pada tahun 2000 yaitu sebesar 0,93 % (Pemerintah Kabupaten Semarang, 2000). Jumlah penduduk yang bergantung pada keberadaan Danau Rawapening sebanyak 6.561 orang petani, 7.007 orang buruh tani, dan 2.604 orang nelayan (Bappeda Provinsi Jawa Tengah, 2005). Data pada tahun 2010 memperlihatkan bahwa jumlah penduduk di sekitar wilayah Danau Rawapening sebanyak 46.076,016 petani, 27378,715 orang buruh tani, 25426,583 orang buruh industri, 11022,052 orang buruh bangunan, 2205 orang nelayan, 3745,874 orang pengusaha, 2239 orang peternak/ perikanan di sekitar Rawapening dapat terus terjaga (BPS kabupaten Semarang, 2010, Bappeda kota Salatiga, 2009). 2.1.5. Sosial ekonomi dan budaya Secara ekonomis, Danau Rawapening mempunyai peranan sangat tinggi untuk masyarakat sekitar, yaitu irigasi pertanian, perikanan, pembangkit listrik tenaga air, dan pariwisata. Jenis usaha yang berkembang di Kawasan Rawapening adalah industri pengolahan, pertanian, perikanan, serta pariwisata. Jenis usaha sektor industri pengolahan di Kawasan Rawapening didominasi oleh
II - 8
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
industri kecil, sampai tahun 1999 jumlah industri kecil di Rawapening mencapai 7.111 unit usaha dengan jumlah tenaga kerja terserap 19.646 orang dan nilai produksi yang dihasilkan Rp.23.587.022.000,-. Industri eceng gondok tidak termasuk ke dalam industri unggulan, meskipun bahan baku industri eceng gondok cukup tersedia di perairan Rawapening (P4N UGM, 2000). Perkembangan usaha perikanan terutama produksi ikan di Kawasan Rawapening dari tahun ke tahun mengalami peningkatan 50,14%.
Lokasi
kegiatan
usaha
sektor
perikanan
di
Kawasan
Rawapening terdapat di Kecamatan Tuntang, Banyubiru, Ambarawa, dan Bawen dengan produksi ikan air tawar. Usaha pariwisata yang berada di Kawasan Rawapening sangat berkaitan erat dengan potensi alam, historis, budaya yang dimiliki seperti Candi Gedong Songo, Palagan Ambarawa, Bukit Cinta, Pemandian Muncul, Museum Kerata Api, Bandungan Indah, Waduk Umbul Songo, Pemandian Kopeng, Agrowisata Tlogo, Asinan di Kecamatan Bawen, dan Benteng Pendem. Jumlah wisatawan yang berkunjung di obyek wisata Kawasan Rawapening masih didominasi oleh wisatawan nusantara sekitar
98.91%,
sisanya
adalah
wisatawan
mancanegara (Pusat
Penelitian Perencanaan Pembangunan Nasional, 2000). Selama tahun 2009
jumlah
wisatawan
domestik
yang
berkunjung
di kawasan
Rawapening sejumlah 50.520, sedangkan wisatawan mancanegara mencapai 148 orang (BPS, 2010). Sampai dengan saat ini baru terdapat tiga orang pengrajin sekaligus pengusaha kerajinan eceng gondok yang memanfaatkannya. Ketiga pengrajin tersebut memiliki spesialisasi produksi yang berbeda, yang pertama sepatu dan sandal, kedua kerajinan tas, nampan, tempat kue, tempat tissue serta keranjang, yang ketiga khusus meja dan kursi. Kerajinan eceng gondok ini merupakan kerajinan yang unik, karena selama ini eceng gondok dianggap sebagai sampah dan hama diperairan, namun ternyata dapat berubah menjadi komoditi usaha yang menjanjikan jika dolah menjadi berbagai jenis kerajinan yang menarik, berseni, dan berdaya jual tinggi.
II - 9
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
Eceng gondok dari Rawapening sebagai bahan baku kerajinan juga dikirim ke Yogjakarta. Pemasok memperoleh enceng gondok dari hasil
tanaman
liar
dan
bukan
dari
pembudidayaan.
Penduduk
Rawapening hanya tinggal mengambil tanaman yang tumbuh liar dan memenuhi hamparan permukaan rawa. Pengolah tidak perlu memikirkan ketersediaan bahan baku tanaman enceng gondok untuk pemanenan berikutnya, karena jumlah yang tersedia sangat banyak. Mereka tinggal menunggu atau berpindah ke area lain dimana tanaman sudah cukup besar
untuk
diambil
tangkai
daunnya.
Perkembangbiakan
dan
pertumbuhan tanaman enceng gondok memang sangat cepat. Proses perlakuan tangkai daun untuk bahan baku kerajinan ini meliputi hal-hal sebagaiberikut: 1. Pengambilan dan seleksi tanaman enceng gondok yang sudah tua dan memiliki tangkai yang besar dan panjang. 2. Pemotongan tangkai dari bagian daun dan bonggol akar 3. Pengeringan tangkai dengan jalan diikat dan dijemur di bawah terik sinar matahari. Penjemuran dilakukan dengan jalan digantung di parapara atau diletakkan begitu saja di tanah. 4. Pengepakan ikatan tangkai daun untuk siap disetor ke pengrajin.
Usaha
industri
pemanfaatan
eceng
gondok
di
kawasan
Rawapening masih terbatas. Bagian tanaman enceng gondok yang diambil untuk hiasan adalah bagian tangkai daunnya saja. Tanaman ini sebagaimana jenis tanaman air lainnya tidak memiliki batang, jadi hanya terdiri dari daun, tangkai daun, bonggol akar dan akar itu sendiri. Dengan demikian
setelah
diambil
bagian
tangkainya,
tentu
saja
akan
menghasilkan limbah berupa bagian sisa tanaman yang tidak diolah lebih lanjut.
Selain sebagai bahan dasar untuk kerajinan
tangan, tanah
gambut yang merupakan sisa-sisa tanaman dan gulma yang mati dan mengendap di dasar danau, diambil dan dimanfaatkan sebagai pupuk atau media untuk bertanam sayur dan jamur. Gambut Rawapening berasal dari pembusukan eceng gondok yang mati dan mengendap dirawa. Gambut ini kemudian di keduk dan diangkat menggunakan perahu, selanjutnya dikeringkan dan dicampur
II - 10
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
kapur untuk dijadikan kompos. Tempat pendaratan gambut ini ada di Tuntang dan Bukit Cinta, dimana banyak juga nelayan yang hidupnya bergantung pada pekerjaan ini. Tanah Gambut secara umum memiliki kadar pH yang rendah, memiliki kapasitas tukar kation yang tinggi, kejenuhan basa rendah, memiliki kandungan unsur K, Ca, Mg, P yang rendah dan juga memiliki kandungan unsur mikro (seperti Cu, Zn, Mn serta B)
yang rendah pula. Secara teknis tanah gambut tidak baik
sebagai dasar konstruksi bangunan karena mempunyai kadar air sangat tinggi, kompresibilitas atau kemampatannya tinggi serta daya dukung sangat rendah (extremely low bearing capacity). Proses pembentukan gambut dipengaruhi oleh iklim, hujan, pasang-surut, jenis tumbuhan rawa, bentuk topografi, jenis dan jumlah biologi yang melakukan dekomposisi, serta lamanya proses dekomposisi tersebut berlangsung (Rahman, 2002).
2.2.
KONDISI DAN PERMASALAHAN BADAN AIR DANAU RAWAPENING
2.2.1. Kualitas air Penelitian kualitas air Danau Rawapening banyak dilakukan, namun hanya sedikit yang dipublikasikan. Sebelum tahun 2000 pH Danau Rawapening cenderung netral dan lebih bersifat basa pada tahun 2001 dan 2008 meskipun pada tahun 2005 cenderung bersifat asam (Soeprobowati, 2010). Kandungan nitrogen perairan berupa nitrogen anorganik seperti ammonia, nitrat dan nitrat, dan nitrogen organik berupa protein, asam amino, dan urea. Dalam kondisi basa, amonia tidak terionisasi dan dalam jumlah yang banyak dapat bersifat toksik. Kandungan ammonia bebas di Danau Rawapening tahun 1976 hingga 2010 selalu lebih besar dari 0,02 mg/L
(Soeprobowati,
2010).
Tingginya
kadar
ammonia
ini
mengindikasikan pencemaran organik yang dapat berasal dari limbah domestik, industri dan limpasan pupuk pertanian atau bahan organik yang terdapat pada sedimen. Kadar amonia yang tinggi ditemukan pada dasar danau yang anoksik. Kadar ammonia bebas yang tidak terionisasi di perairan danau sebaiknya tidak lebih besar dari 0,02 mg/L karena bersifat
II - 11
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
toksik pada ikan (Effendi, 2003). Kasus kematian ikan di beberapa danau di Indonesia, termasuk di Danau Rawapening berkaitan peningkatan pH dan kandungan ammonia perairan. Parameter kualitas perairan Rawapening di titik – titik pemantauan (Sumber : BLH Provinsi Jateng tahun 2010) adalah sebagai berikut: a. Inlet Sungai Galeh (dekat mata air), koordinat S= 70o18' 20,8 " E= 110o 25'29,5; parameter yang tidak memenuhi syarat untuk klasisifikasi air klas II adalah BOD (11,9 mg/l), COD (54,48 mg/l), Total P (0,28 mg/l), Khrom (0,09 mg/l), Khlorin bebas (0,75 mg/l) b. Outlet
ke Sungai Tuntang, koordinat S = 07o 16' 12,8"
E= 110o
26'30,0" parameter yang tidak memenuhi syarat untuk klasisifikasi air klas II adalah BOD (7,68 mg/l), DO (2,8 mg/l), Total P (0,29 mg/l), Seng (0,18 mg/l) dan Khlorin bebas (0,75 mg/l). c. Rawapening (sekitar keramba), Koordinat S=
07o 18' 25,1"
E=
110o25' 43,1" parameter yang tidak memenuhi syarat untuk klasifikasi air klas II adalah BOD (12,29 mg/l), COD (82,09 mg/l), DO (1,8 mg/l), Total P (0,21 mg/l) dan Khlorin bebas (0,73 mg/l).
2.2.2. Luas Perairan Danau Rawapening Danau Rawapening menempati empat wilayah Kecamatan, yakni Ambarawa, Banyubiru, Tuntang, dan Bawen memiliki luas 2.670 ha (Balai Pengelolaan DAS Pemali-Jratun, 2010). Pada tahun 1976, luas maksimum 2.500 ha dan minimum 650 ha (Goltenboth, 1979). Sedikit peningkatan luas danau ini kemungkinan sebagai akibat dari semakin luasnya daerah genangan banjir. Hal ini diperkuat dengan perubahan tataguna lahan, dimana persentase stabil 4% sejak tahun 1972 (Soeprobowati, 2010b).
2.2.3. Kedalaman Danau Rawapening Batimetri merupakan ilmu yang mempelajari kedalaman bawah air dan studi tentang tiga dimensi danau. Peta batimetri menunjukkan relief dasar atau dataran danau dengan garis-garis kontur kedalaman (isobath
II - 12
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
atau depth contour), sehingga memiliki informasi tambahan navigasi permukaan (Larson, 2002). Kedalaman Danau Rawapening pada penelitian yang dilakukan Goltenboth pada tahun 1976 diketahui bahwa titik terdalam pada waktu musim hujan adalah 11 meter yang terletak di daerah utara (Golthenboth, 1979). Eksploitasi gambut yang sangat besar mungkin telah merubah lapisan tersebut (Goltenboth & Timotius, 1994).
2.2.4. Sedimentasi Distribusi sedimen ke Danau Rawapening pada musim penghujan mencapai 880 kg/hari dan di musim kemarau rata-rata 270 kg/hari dengan laju rata-rata 778,93 ton/tahun (Pemerintah Kabupaten Semarang, 2000). Deposisi yang besar mengakibatkan banjir, yang terjadi sejak tahun 1970 (Bappeda Provinsi Jawa Tengah,2005). Daerah yang memungkinkan terjadinya sedimentasi pada daerah hilir Sub DAS Rawapening, yakni
Sedimentasi sangat berat terjadi di muara Sungai Tarung, Sungai Legi, dan Sungai Parat.
Sedimentasi berat, terjadi muara Sungai Galeh.
Sedimentasi sedang, terjadi di muara Sungai Torong, Sungai Panjang, dan Sungai Kedungringin.
Sedimentasi ringan, terjadi di muara Sungai Rengas dan Sungai Ringis. Sembilan sub-sub DAS pada Sub DAS Rawapening memiliki laju
erosi dan potensi deposisi yang berbeda dari ringan sampai sangat berat. Pada tahun 2021 Danau Rawapening diprediksi akan penuh dengan sedimen dan menjadi daratan (Pemerintah Kabupaten Semarang, 2000). Berdasarkan
penelitian diketahui
bahwa
volume
air
Danau
Rawapening dalam kurun 22 tahun (tahun 1976–1998) mengalami penurunan 29,34%. Degradasi kualitas air, sedimentasi yang cukup tinggi dan blooming eceng gondok mengakibatkan proses pendangkalan danau yang dipercepat. Jika kondisi tidak berubah, maka diprediksi pada tahun
II - 13
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
2021 Rawapening akan menjadi daratan (Pemerintah Kabupaten Semarang, 2000).
2.2.5. Pemanfaatan Danau Rawapening Hasil studi karakteristik Rawapening (BalitBang Prov Jateng, 2003) menggambarkan kebergantungan kegiatan ekonomi masyarakat yang signifikan pada keberadaan Danau Rawapening. Kebergantungan tersebut dalam wujud memanfaatkan Danau Rawapening dalam berbagai sektor, yaitu sektor pertanian, irigasi, pariwisata, PDAM, PLTA, perikanan, pengendali daya rusak air, serta habitat air dan fauna. Kegiatan sektor pertanian yang dilakukan oleh masyarakat sekitar berupa penggunaan lahan pasang surut seluas 822 ha yang berkaitan
dengan
pengaturan
operasi
air
danau.
Air
danau
Rawapening yang dipergunakan untuk irigasi sawah seluas 39.277 ha di Kabupaten Semarang, Demak, dan Grobogan. Daerah irigasi Glapan Barat seluas 8.896 ha. Pengoprasian PLTA Jelok yang dibangun pada tahun 1938 dan PLTA Timo yang dibangun pada tahun 1962 dengan kapasitas maksimum 24.500 Kwh sangat bergantung pada ketersediaan air danau. Produksi listrik PLTA Jelog dari tahun 1984 sampai 2010 tercatat 2.520.740.439 KWh atau rata-rata per tahun 93.360.757 KWh yang sangat vital untuk memenuhi kebutuhan listrik di Jawa Tengah. Pola operasi PLTA Jelog sesuai dengan pengaturan air dari PSDA, jika curah hujan banyak maka produksi banyak. Jadi, sangat bergantung pada Rawapening (Sutarwi, 2008). Air danau Rawapening juga dimanfaatkan sebagai PDAM di Kanal Tuntang untuk mensuplai air bagi rumah tangga, kantor, dan industri yang dapat ditingkatkan dari 250 liter/detik menjadi 1.100 liter/detik. Selain PDAM, air dari kanal Tuntang juga dimanfaatkan sebagai sumber air kemasan yang diambil langsung dari mata air Muncul dan untuk industri Apac Inti Karangjati (Bappeda, 2005).
II - 14
sebesar 100 liter per detik
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
Pemanfaatan Rawapening sebagai salah satu obyek wisata Jawa Tengah berkaitan dengan potensi yang dimilikinya, yaitu wisata alam dan wisata budaya. Wisata alam merupakan
bentuk kegiatan
pariwisata yang memanfaatkan keindahan alam yang sangat mempesona dalam menghayati kehidupan di alam. Sedangkan wisata budaya, yaitu pendukung kegiatan wisata alam dalam menampilkan berbagai jenis atraksi dan obyek yang menarik. Aspek lain yang mendukung tercapai pemanfaatan Rawapening sebagai salah satu obyek wisata adalah kawasan Rawapening sudah lama dikenal dengan berbagai atraksi wisata alam maupun buatan manusia, seperti wisata alam dengan iklim yang sejuk dan pemandangan yang indah, potensi pengembangan wisata sejarah dan budaya maupun wisata yang kesehatan (olah raga) sebenarnya cukup tersedia (Retnaningsih 2001). Keberadaan Kawasan Rawapening di tengah triangle Yogya-Semarang-Solo membuat kawasan ini memiliki kekuatan strategis dan potensial untuk dikembangkan melalui kegiatan pariwisata. Pada Tahun 2001 Diparta Provinsi Jawa Tengah mencanangkan Kawasan Rawapening sebagai kawasan wisata air. Pemilihan Kawasan Rawapening untuk dikembangkan sebagai kawasan dengan atraksi wisata air didukung dengan kondisi kawasan yang berupa danau dengan pemandangan alam dan kurang tersedianya obyek wisata dengan atraksi wisata air di Jawa Tengah. Jumlah nelayan dan petani ikan di sekitar Danau Rawapening, yakni 2.196 jiwa. Artinya, kebergantungan petani dan nelayan pada keberadaan Rawapening sangat besar sekali. Perikanan yang telah dikelola masyarakat dalam bentuk usaha budi daya penyediaan benih ikan, penangkapan ikan, dan usaha pengepul ikan. Sistem budi daya ikan di Rawapening ada dua macam, yaitu keramba tancap (gorobog bambu) di desa Rowoboni, dan desa Kebondowo Kecamatan Banyubiru, dan keramba jaring apung (KJA) di Desa Ngasinan, Desa Sumurup
Kecamatan
Bawen,
serta
kelurahan
Tambakboyo
Kecamatan Ambarawa. Penangkapan ikan dilakukan dengan bantuan alat tangkap berupa seser, kere, jala arang, jala sogok, jala kalar, jala kerep, pancing kalar, susuk, branjang, dan anco. Hasil tangkapan
II - 15
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
ikan per hari tahun 1970 rata-rata mencapai 50-100 kg. Hingga tahun 2009 hasil produksi ikan dari rawa dan sungai sekitar Rawapening mencapai 1.150,1 ton. Jenis ikan lele dan nila hitam masih mendominasi produksi ikan pada tahun 2009.Usaha pengepul ikan terdiri atas pemasaran hasil tangkapan dan usaha pengolahan hasil tangkapan. Jenis-jenis ikan yang terdapat di Rawapening adalah ikan mas, gurami, tawes, kutuk, nila, mujaher, belut, lele, patin, bawal, dan cethol (BPS Kabupaten Semarang, 2010). Jenis-jenis ikan yang terdapat di Rawapening adalah kutuk, nila, mujaher, belut, dan cethol. Terdapat
fluktuasi
produksi
perikanan
Danau
Rawapening.
Pengaruh perikanan di Danau Rawapening terlihat sangat nyata terhadap kualitas air danau karena penempatan karamba baik tancap maupun jaring apung yang hanya terkumpul pada lokasi tertentu seperti Tuntang, Asinan, Kejalen dan Bukit Cinta. Arahan Pemerintah Kabupaten Semarang, kultur jaring apung ikan di Danau Rawapening terletak pada zona pemancingan, 3 ha di sub zona Puteran (Banyubiru) dan 1,5 serta 3 ha di dekat sub zona Cobening (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Semarang, 2007). Sampai tahun 2009 jumlah keramba yang berada di Danau Rawapening sejumlah 752 unit, sedangkan usaha perikanan darat minapadi mencapai luas 2,5 ha ikut menyumbang produksi perikanan darat (BPS Kabupaten Semarang, 2010). 2.2.6. Permasalahan Danau Rawapening Secara ekologis, Danau Rawapening telah banyak mengalami perubahan, yang diindikasikan oleh tidak terkontrolnya pertumbuhan gulma air yang umumnya berkaitan dengan proses eutrofikasi. Kurang lebih 20–30% danau tertutup oleh Eicchornia crassipes, 10% oleh Hydrilla verticillata dan Salvinia cucculata (Goltenboth & Timotius, 1994). Penutupan permukaan danau oleh tumbuhan air tersebut semakin besar persentasenya, bahkan pada musim kemarau dapat mencapai 70%. Pertumbuhan
yang
tidak
terkontrol
ini
menyebabkan
penutupan
permukaan perairan, terakumulasinya seresah/busukan eceng gondok di
II - 16
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
dasar perairan dan terperangkapnya sedimen di akar tanaman sehingga mempercepat pendangkalan danau. Meskipun sejak tahun 1931 telah dilakukan upaya pengendaliannya namun sampai dengan saat ini belum sepenuhnya menunjukkan hasil yang memadai. Keberadaan eceng gondok pada umumnya memberikan dampak negatif
pada
lingkungan.
Berbagai
upaya
untuk
menanggulangi
keberadaan eceng gondok adalah dengan penggunan pestisida dan sebagai bahan campuran pembuatan kompos tetapi upaya tersebut belum menunjukkan hasil yang sangat signifikan sehingga diperlukan pemanfaatan lebih lanjut, salah satunya dengan pembuatan barang kerajinan berbahan dasar eceng gondok. Satu batang
eceng gondok
dalam waktu 52 hari mampu menghasilkan tanaman baru seluas 1 m2 (Gutierrez et al., 2001) . Bisa dibayangkan, selama 106 tahun berada di bumi Indonesia eceng gondok telah menyebar ke seluruh perairan yang ada dan memenuhi setiap jengkalnya, baik waduk, rawa, danau, maupun sungai. Dari permukaan air Rawapening yang berkisar 7200 hektar, diantaranya tertutup eceng gondok. Tertutupnya permukaan perairan menyebabkan berkurangnya jenis binatang air dan pendapatan petani serta pengunjung wisata daerah tersebut.
II - 17
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
Sumber : BLH Kab Semarang, 2011
Gambar II.4. Permasalahan Danau Rawapening 2.3.
KONDISI DAN PERMASALAHAN KELEMBAGAAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, beberapa persoalan yang berkaitan dengan pengembangan kawasan Rawapening bersifat multidimensional.
Beberapa
permasalahan
di
bidang
manajemen
kelembagaan antara lain: a. Adanya pergeseran sistem pemerintahan yang menuntut kesiapan stakeholder untuk mengelola kawasan Rawapening dengan baik. b. kebijakan otonomi daerah yang menekankan pada batas administrasi, sementara pengelolaan Kawasan Rawapening tidak sama dengan batas administrasi sehingga menghambat pengelolaan apalagi ada undang-undang otonomi daerah.
II - 18
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
c. Kelembagaan dan koordinasi dalam rangka menangani pengelolaan sumberdaya air belum berjalan secara optimal, peran kelembagaan yang ada (Rembug Rawapening) belum mantap, akibatnya setiap benefecieries bertindak bebas tanpa ada peraturan yang mengatur setiap aktifitas baik di daerah tangkapan air maupun inti danau Rawapening, yang cenderung menimbulkan konfllik. d. Kegiatan-kegiatan pembangunan yang selama ini dilakukan masih menggunakan pendekatan kebijakan topdown approach dan bersifat sektoral serta kedaerahan. Oleh karena itu, perlu ada koordinasi antara bottom up dan top-down opproach e. Masih adanya ego sektoral dan kepentingan sehingga menimbulkan potensi konflik yang tinggi. f. Belum terciptanya pengelolaan sumberdaya air dengan menggunakan pendekatan regional, g. Belum tersedianya data base pengelolaan lingkungan hidup yang mengintegrasikan
antara
teknologi
penginderaan
jauh
(remote
sensing) dengan sistem informasi geografi yang lebih akurat. h. Belum
tersosialisasinya
misi
pelayanan
pemerintah
kepada
masyarakat, i. Kurang optimalnya komitmen masing-masing stakeholder yang terus menerus mengupayakan pelestarian Rawapening j. Tidak tegaknya pengaturan air oleh pintu air (PLTA) Tuntang menimbulkan konflik antara
petani
lahan pasang
surut
rawa
(kabupaten Sernarang) dengan petani hilir (terutama Kabupaten Grobogan) k. Tidak ada pengaturan penambangan gambut di Rawapening yang memberikan keuntungan besar bagi pengusahanya. l. Belum dimilikinya grand design mengakibatkan arah action plan tidak jelas bagi dinas/ instansi yang terkait, sehingga program-program yang dijalankan bersifat sektoral yang mengakibatkan overlapping program dan pemborosan. Berdasarkan persoalan tersebut diatas maka Permasalahan kelembagaan, dapat dibagi menjadi 2, yaitu kelembagaan baik formal
II - 19
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
maupun informal dan belum adanya grand design. Belum optimalnya kelembagaan yang ada baik formal maupun informal mengakibatkan belum optimalnya proses kebijakan pengelolaan air yang mantap, ditambah belum adanya peraturan yang mengatur setiap aktivitas baik di daerah tangkapan maupun pada inti danau sehinga memicu timbulnya konflik. Peran kelembagaan informal berupa kearifan lokal merupakan potensi kekuatan masih dapat lebih ditingkatkan. Nilai Ngepen dan Wening telah ditinggalkan baik oleh masyarakat di sekitar Danau Rawapening maupun oleh negara. Belum dimilikinya grand desain menyebabkan arah action plan tidak jelas bagi dinas/instansi yang terkait, sehingga program-program yang dijalankan bersifat sektoral yang mengakibatkan overlapping program, kerancuan
kewenangan dan tanggungjawab program dan
pemborosan. Diperlukan kerjasama dan partisipasi aktif dari sfakeholder lainnya terutama masyarakat yang berada di Kawasan Rawapening. Hal ini perlu ada dukungan kerjasama yang baik antara berbagai stakeholder yang ada serta di dukung dengan dana yang memadai, di samping itu pedoman
penanganan
kawasan
Rawapening
yang
terpadu
dan
operasional sangat diperlukan.
2.4. Kondisi dan permasalahan kemasyarakatan Sesungguhnya masyarakat Jawa Tengah khususnya di sekitar danau Rawapening telah memiliki falsafah/ kearifan budaya dalam menyikapi proses pemberdayaan masyarakat. Falsafah tersebut hingga kini masih tetap lestari dan melekat dalam sanubari masyarakat Jawa Tengah. Memberdayakan masyarakat dengan pola yang sudah dikenal masyarakat adalah inti dari proses pelaksanaan program ini. Dalam falsafah jawa masyarakat disebut dengan " Brayat " atau keluarga. Setiap anggota keluarga, baik anak-anak, orang tua, pegawai, swasta, petani dan lain-lain, diakui eksistensi dan diberi peran sesuai kemampuannya. Pengejawantahan falsafah tersebut adalah tidak akan ada
II - 20
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
pemisahan atau perbedaan menurut kelompok atau status di dalam masyarakat. Perbedaan - perbedaan yang ada dikelola dan diharapkan mampu menunjang tujuan program yaitu masyarakat mampu saling belajar dan membangkitkan potensi dirinya dalam mencapai tujuannya. Meskipun secara kultural peran Pemerintah dan pemrakarsa, memiliki peran penting, tetapi titik berat perannya lebih bersifat "Tut Wuri Handayani" dan masyarakatlah yang menjadi subyek kegiatan ini. Pada prinsipnya pelaksanaan program penyelamatan Rawapening dilakukan dengan melibatkan segenap potensi masyarakat yang ada. Mekanisme pelaksanaan adalah memfasilitasi masyarakat untuk mampu melaksanakan tujuan program secara mandiri dan berkelanjutan. Pemberian fasilitas dimaksudkan untuk menjembatani masyarakat langsung dengan konsumen produk yang dihasilkan oleh masyarakat. Dalam UU nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) dinyatakan bahwa tujuan pemberdayaan masyarakat adalah
meningkatkan
lembagaan
dan
keberdayaan
organisasi
masyarakat
masyarakat
melalui
setempat,
penguatan
penanggulangan
kemiskinan, dan perlindungan sosial masyarakat, peningkatan keswadayaan masyarakat luas guna membantu masyarakat untuk meningkatkan ekonomi. Visi pemberdayaan masyarakat adalah peningkatan kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi dinamis yang
memungkinkan
masyarakat mampu membanguan diri dan lingkungannya berdasarkan potensi, kebutuhan aspirasi dan wewenangan yang ada pada masyarakat sendiri dengan difasilitasi oleh pemerintah dan seluruh stakholders pemberdayaan masyarakat. Misi Pemberdayaan masyarakat adalah mengembangkan kemampuan dan kemandirian masyarakat untuk berperan aktif dalam pembangunan, agar secara bertahap masyarakat mampu membangun diri dan lingkungan secara
mandiri
melalui
:
Peningkatan
keswadayaan
masyarakat,
pemantapan nilai-nilai budaya masyarakat, pengembangan usaha ekonomi masyarakat, peningkatan pemanfatan sumberdaya alam yang berwawasan lingkungan, peningkatan pemanfaatan teknologi tepat guna sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
II - 21
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
Kebijakan
Pemberdayaan
Masyarakat
adalah
mengembangkan
kemandirian masyarakat dalam seluruh aspek kehidupannya, melalui pemberdayaan masyarakat dalam aspek ekonomi, sosial-budaya, politik dan lingkungan hidup. Strategi Pemberdayaan Masyarakat adalah : pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat,
masyarakat, pengembangan aspirasi dan partisipasi
pengorganisasian
dan
pelembangaan
masyarakat,
pemberdayaan masyarakat perkotaan dan perdesaan, berpihak pada pengembangan ekonomi rakyat, pendekatan lintas sektor dan program, mendayagunakan teknologi tepat guna sesuai kebutuhan masyarakat.
II - 22
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
BAB III GERAKAN PENYELAMATAN DANAU (GERMADAN) RAWAPENING 1. Program Super Prioritas (Pokok) 2. Program Prioritas (Penunjang)
Berdasarkan analisis SWOT dan Root Cause Analysis yang telah dilakukan, maka dapat ditemukenali akar permasalahan Danau Rawapening yang terdapat pada badan danau dan DTA. Pada badan danau, eutrofikasi telah memicu pertumbuhan tidak terkontrol dari tumbuhan air, terutama eceng gondok. Di DTA terjadi perubahan tataguna lahan, yang memicu pendangkalan danau, sehingga fungsi utamanya sebagai reservoir alami untuk sumber air baku, PLTA, irigasi, perikanan dan wisata menjadi terganggu. Permasalahan lainnya terkait dengan
pengelolaan
Danau
Rawapening
adalah
belum
optimalnya
kelembagaan dan implementasi kebijakan yang memicu kekurang berhasilan program, tumpang tindih tanggung jawab dan kewenangan dan kurangnya pemberdayaan masyarakat. Hasil analisis SWOT pada Gambar III.1. Guna mengatasi akar permasalahan tersebut, maka dilakukan dengan memadukan 3 pendekatan, yaitu 1) Aplikasi sains dan tehnologi untuk remediasi badan air dan DTA, 2) Pengembangan kelembagaan untuk peningkatan pengelolalaan danau, dan 3) Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan dan konservasi danau. Berdasarkan hal tersebut diatas, dirumuskan 17 program (lampiran) yang diharapkan dapat menyelamatkan danau Rawapening. Dalam pelaksanaannya Program-program tersebut dikelompokkan menjadi 2 program besar, yaitu 1) Program Super Prioritas dan 2) Program Prioritas GERMADAN akan dilaksanakan secara periodik 5 tahun, untuk tahap 5 tahun pertama ke-tiga pendekatan
tersebut di atas akan diimplementasikan
dalam kegiatan-kegiatan yang saling mendukung.
III - 1
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening KEKUATAN STRENGTH): Reservoir alami Pengendali banjir Irigasi PLTA Perikanan Wisata Gambut Eceng gondok
KELEMAHAN (WEAKNESS): Erosi dan sedimentasi Pencemaran Bloomingtumbuha n air eceng gondok Pengurangan volume air Pulau terapung Pendapatan per kapita rendah
PELUANG (PPORTUNITY): Lokasi strategis Joglosemar Kemudahan aksesibilitas Warisan historis dan budaya Landmark Jateng Ekowisata
TANTANGAN (THREAT): Ledakan pertumbuhan wilayah Overlapping kelembagaan Konsistensi kebijakan Partisipasi mitra Peranan Perguruan Tinggi
AKAR PERMASALAHAN 1. BADAN DANAU Eutrofikasi – blooming eceng gondok 2. DTA - Perubahan tataguna lahan – sedimentasi & erosi – pendangkalan danau - Pengolahan limbah - Drainase - Belum ada kontrol input nutrien
PENGELOLAAN DANAU: 1. Kelembagaan belum optimal, 2. Implementasi kebijakan belum optimal 3. Belum ada grand design tumpang tindih tanggung jawab dan kewenangan 4. Kebijakan top down, kurang koordinasi, belum optimal 5. Database lemah 6. Komitmen stakeholder kurang optimal
KURANGNYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 1. Kurang informasi 2. Kurangnya kemandirian masyarakat dalam berperan pada pengelolaan danau 3. Kurang terlibat dalam pengambilan keputusan
PENDEKATAN PENYELAMATAN DANAU RAWAPENING
1. APLIKASI SAINS DAN TEKNOLOGI UNTUK REMEDIASI BADAN AIR DAN DTA Ekoteknologi Ekohidrologi
2. PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN UNTUK PENGELOLAAN DANAU RAWAPENING
3. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN DAN KONSERVASI DANAU
Gambar III.1. Hasil Analisis SWOT, Akar Permasalahan dan Pendekatan Penyelamatan Danau Rawapening III - 2
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
PROGRAM SUPER PRIORITAS (POKOK) 1.
Penanganan eceng gondok
2.
Penanggulangan Lahan Kritis, Erosi, Banjir dan Sedimentasi.
3.
Penurunan Kandungan Nutrien Perairan Danau Rawapening
4.
Kajian Limnologi Danau Saat ini dan Rekontruksi Kualitas Air di Masa Lalu
5.
Implementasi Pertanian Ramah Lingkungan
6.
Peningkatan Keterlibatan dan Kepedulian Masyarakat dalam Pengelolaan dan Konservasi Danau Rawapening
PROGRAM PRIORITAS (PENUNJANG) 1.
Pengembangan pengelolaan perikanan ramah lingkungan Danau Rawapening.
2.
Pengembangan Ipal terpadu
3.
Pengembangan drainase terpadu
4.
Pengembangan pusat penelitian Danau Rawapening
5.
Perencanaan pembangunan kawasan Danau Rawapening berbasis kewilayahan dan kebijakan penanganan eceng gondok melalui pelibatan masyarakat
6.
Pengembangan regulasi /kebijakan pengelolaan Danau Rawapening dan Daerah Tangkapan Air (DTA).
7.
Pengembangan kebijakan garis sempadan dan proteksi sumber daya alam
8.
Pengembangan zonasi pemanfaatan Danau Rawapening
9.
Pengembangan pemanfaatan eceng gondok untuk menyelesaiakan problem blooming dan peningkatan pendapatan masyarakat
10. Pengembangan ekoturisme 11. Pengembangan forum peduli lingkungan
III - 3
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
3.1. Program Super Prioritas Danau Rawapening memiliki fungsi utama untuk PLTA, sumber air baku minum, irigasi, perikanan, dan wisata. Fungsi tersebut sangat tergantung pada kuantitas dan kualitas air. Ada kecenderungan penurunan kuantitas air danau karena laju sedimentasi dan erosi yang tinggi dari DTA. Kualitas air danau dalam kondisi eutrofik, yaitu kaya akan unsur hara nitrogen dan fosfor sehingga memicu pertumbuhan tidak terkontrol (blooming) dari tumbuhan air lainnya. Seiring perjalanan waktu, eceng gondok mendominasi, sedangkan tumbuhan air lainnya populasinya menjadi berkurang. Program pemanenan masal sering dilakukan, namun di tahun berikutnya populasinya menjadi tidak terkontrol lagi. Akar permasalahan terletak pada tingginya kandungan nutrien perairan, dalam hal ini nitrogen dan fosfor, sehingga pengelolaan yang harus dikembangkan adalah menurunkan kandungan nutrien perairan. Oleh karena itu, sangat diperlukan aplikasi ekoteknologi guna mengatasi permasalahan eutrofikasi. Hal ini akan dilakukan secara internal (di dalam badan air danau) dan secara eksternal (di daerah DTA).
3.1.1. Penanganan Eceng Gondok (Eichornia crassipes (Mart.) Solms) Remediasi badan Danau Rawapening akan dilakukan secara integratif secara fisik, kimia
dan biologi. Aplikasi ekoteknologi akan dilakukan di
daerah sekitar danau, khususnya di sekitar inlet sebelum masuk danau. Prioritas utama dalam penyelamatan ekosistem Danau Rawapening adalah mempertahankan kuantitas air danau agar fungsi utamanya tetap dapat terjaga. Danau Rawapening didominasi tanaman eceng gondok (Eichornia crassipes) lebih dari 70% dari luas permukaaanya dan kurang dari 10% di dominasi jenis-jenis tanaman air lainnya seperti Typha spp, Phragmites spp., Justicia spp. (Wilow).,Chara spp., filamentaous algae dan Potamogeton spp. populasi
eceng
Penerapan ekoteknologi dalam kegiatan penanganan gondok
mutlak
dilakukan
untuk
menghambat
dan
menurunkan pertumbuhan serta perkembangan tanaman ini dengan menerapkan ekoteknologi. Upaya kontrol pertumbuhan eceng gondok akan dilakukan secara terintegrasi antara mekanisme mekanik dengan manual (tangan oleh
III - 4
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
masyarakat setempat) dan mesin pemanen, secara kimiawi dengan zat pengatur tumbuh/zpt (herbisida), dan secara biologi (biokontrol) dengan ikan grasscrap (Ctenopharyngodon idella). Secara biologi, tanaman eceng gondok akan berkurang drastis kapasitas fotosintesisnya (mencapai 81%) apabila lembaran daunnya tidak berfungsi (Lancar & Krake, 2002). Herbisida akan diaplikasikan untuk eceng gondok yang berada di tengah danau, yang
secara mekanik sulit dilakukan. Penggunaan
ikan
grasscarp akan ditebar untuk lebih menekan populasi. Penanganan eceng gondok akan dilakukan setiap tahun dengan aktivitas spesifik. Penutupan eceng gondok pada permukaan air Danau Rawapening saat ini 70%. Ditargetkan dalam tahun I kegiatan melalui pemanenan massal eceng gondok, maka penutupannya terhadap permukaan air danau menjadi 20%. Selanjutnya untuk menjaga agar penutupan permukaan perairan danua oleh eceng gondok tidak bertambah/meluas, maka eceng gondok tersebut di lokalisir di tepian danau dengan diberi penghalang jaring agar tidak meluas ke tengah danau. Eceng gondok di bagian tepi danau ini dapat dimanfaatkan sebagai green belt dan menjadi filter air yang masuk ke danau dan memperangkap sedimen sehingga kedalaman danau dapat terjaga. Guna menjaga agar populasi eceng gondok tidak bertambah pesat, maka pemanenan eceng gondok secara mekanik terus dilakukan, dapat diimbangi secara kimiawi dengan herbisida untuk lokasi yang tidak dapat dilakukan secara mekanik. Penebaran ikan grasscarp dapat dilakukan sebagai pengendali populasi eceng gondok.Taget capaian keberhasilan penanganan eceng gondok seperti Tabel III.1. Batang eceng gondok hasil panenan dapat dimanfaatkan untuk kerajinan, sedangkan daun dan akarnya dapat dibuat ternak dan pupuk organik. Hal ini akan dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat bersamaan dengan Kegiatan 15 (Pengembangan pemanfaatan eceng gondok untuk peningkatan pendapatan masyarakat).
III - 5
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
Tabel III.1. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Penanganan Eceng Gondok 1. PENANGANAN ECENG GONDOK KEGIATAN a. Secara mekanik (pemanenan) b. Biokontrol c. Herbisida ramah lingkungan
INDIKATOR/OUTPUT Covering danau oleh eceng gondok (%) ikan koan (grass carp) berat 100 gram herbisida (liter)
BASELINE 70,00
1
TARGET CAPAIAN (TAHUN KE) 2 3 4
5
20,00
20,00
20,00
20,00
20,00
na
25.000.000
25.000.000
25.000.000
25.000.000
25.000.000
na
267,00
267,00
267,00
267,00
267,00
III - 6
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
3.1.2. Penanggulangan Lahan Kritis, Erosi, Banjir dan Sedimentasi Secara alami danau akan mengalami pendangkalan meskipun memerlukan waktu yang relatif lama. Pendangkalan danau dapat dipercepat karena aktivitas manusia di daerah DTA seperti tingginya laju sedimentasi dan erosi. DTA Rawapening memiliki lahan sangat kritis 463,62 ha, lahan kritis 7.382,09 ha, agak kritis 5.991,02 ha, potensial kritis 6.188,17 ha, dan tidak kritis 7.409,14 ha (Balai Pengelolaan DAS Pemali Jratun, 2010). Lahan kritis adalah lahan yang telah mengalami kerusakan secara fisik, kimia dan biologis, sehingga fungsi lahan menjadi tidak efektif dan cenderung berdampak negatif. Lahan kritis tersebut perlu dilakukan rehabilitasi baik secara vegetatif maupun secara sipil teknis. Rehabilitasi lahan sangat kritis dapat dilakukan secara vegetatif yaitu dengan meningkatkan jumlah dan jenis tanaman keras melalui kegiatan penghijauan (lahan rakyat) maupun reboisasi (lahan Negara). Pemanfaatan spesies yang mempunyai perakaran kuat dan dapat menyimpan air akan dapat mendukung konservasi tanah di sekitar badan sungai. Rehabilitasi lahan kritis secara sipil teknis antara lain melalui pembuatan teras pada lahan miring, hal ini dimaksudkan untuk memperkecil laju limpasan permukaan sehingga daya rusaknya berkurang
dan
meningkatkan laju infiltrasi air kedalam tanah, yang pada gilirannya akan meningkatkan sumber mata air serta mampu menurunkan erosi akhirnya akan mampu mengurangi sedimentasi dan pendangkalan danau. Pengaturan pola tanam perlu dilakukan dengan penanaman secara kontur, pergiliran tanaman, penanaman tanaman lorong serta pemulsaan agar mampu meningkatkan produktivitas lahan dan fungsi perlindungan didaerah hilir.
Pengembangan
agroforestry dapat dilakukan dengan
melibatkan masyarakat. Alternatif lain yang dapat dikembangkan antara lain dengan pembuatan bronjong/pelindung tebing, monitoring debit air dan seidmen, pembuatan bangunan pengendali sedimentasi (cek dam) dan pembuatan
drainase
irigasi
dan
drainase
limbah
secara
terpisah,
pengerukan tanah gambut pada badan air danau dan pembuatan sumur resapan dan lubang resapan biopori. Keberhasilan kegiatan ini dapat dilihat dari ketercapaian indikator pada Tabel III.2.
III - 7
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
Tabel III.2. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Penanggulangan Lahan Kritis, Erosi Banjir, dan Sedimentasi
III - 8
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
3.1.3. Penurunan Kandungan Nutrien Perairan Danau Rawapening Pertumbuhan eceng gondok yang sangat cepat merupakan dampak dari tingginya kandungan nutrien perairan terutama kandungan total nitrogen dan fosfor yang masuk ke badan danau, sehingga remediasi yang harus dikembangkan adalah menurunkan kandungan nutrien perairan. Langkah yang dapat dilakukan antara lain: pengerukan bagian tepi danau, pembuatan pre-impoundment di sekitar danau (bagian tepi), khususnya untuk kontrol nutrien dari inlet. Hal ini sangat perlu dilakukan agar kandungan nutrien pada inti danau tidak bertambah, sehingga mampu menekan pertumbuhan eceng gondok. Di lokasi pre-impoundments juga dilakukan pengontrolan nutrien agar air yang masuk danau memenuhi standar yang ditentukan. Untuk itu, maka perlu dikembangkan regulasi yang mengatur standar nutrien, sehingga program penyelamatan danau diharapkan dapat menyelesaikan akar masalah. Selanjutnya dilakukan pengembangan IPAL di daerah hulu untuk mengurangi pencemaran limbah domestik yang masuk ke danau. Hal ini perlu didukung oleh kebijakan kelembagaan berupa aturan dan sangsi hukumnya (pendekatan kelembagaan). Disisi lain pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan limbah dan konservasi danau harus ditingkatkan melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat. Pengembangan dan koridorisasi wetland di bagian tepi danau sebagai green belt. Hal ini akan dilakukan dengan melokalisir eceng gondok di bagian tepi danau (Kegiatan Penangan eceng gondok), sebagai filter inlet dan memperangkap sedimen sehingga kedalaman danau dapat terjaga. Keberhasilan kegiatan ini dapat dilihat dari ketercapaian indikator pada Tabel III.3.
3.1.4. Kajian Limnologi Danau Rawapening Saat ini dan Rekontruksi Kualitas Air di Masa Lalu Kajian tentang kondisi limnologis Danau Rawapening bersamaan dengan rekonstruksi
kondisi
masa
lampau
sebagai
landasan
dalam
pengelolaannya. Studi DTA seperti laju erosi dan sedimentasi, juga perlu dilakukan lagi, mengingat data yang ada sudah lebih dari 10 tahun. Kegiatan yang akan dilakukan dan indikator keberhasilan pada Tabel III.4.
III - 9
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
Tabel III.3. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Penurunan Kandungan Nutrien Perairan Danau Rawapening
III - 10
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
Tabel III.4. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Kajian Limnologi Danau Rawapening Saat ini dan Rekontruksi Kualitas Air di Masa Lalu
III - 11
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
3.1.5. Implementasi Pertanian Ramah Lingkungan Danau Rawapening memiliki peranan sangat penting dalam pertanian di DTA, di sisi lain pertanian di DTA juga berkontribusi terhadap degradasi kualitas air Danau Rawapening. Kondisi eutrofik Danau Rawapening salah satunya diakibatkan oleh pemanfaatan pupuk pertanian yang berlebihan. Untuk mempertahankan fungsi Danau Rawapening, khususnya untuk irigasi, maka sangat perlu dikembangkan pertanian yang ramah lingkungan. Sasaran kegiatan ini adalah untuk meningkatkan produksi pertanian dengan menurunkan konsentrasi nitrogen dan fosfor yang masuk ke danau. Pada daerah hulu terutama pada lahan kritis untuk meningkatkan produktivitas
hasil
pertanian,
para
petani
banyak
mengandalkan
penggunaan pupuk kimia. Kekurangan informasi akan dampak penggunaan pupuk kimia secara berlebihan menjadi salah satu kendalanya. Penggunaan pupuk yang tidak
terkendali di daerah hulu secara langsung juga akan
memberikan kontribusi terjadinya eutrofikasi didaerah danau, hal ini ditandai dengan meningkatnya unsur-unsur anorganik seperti N,P dan K. Kondisi tersebut mengakibatkan tingginya kandungan nutrien perairan. Berdasar data lapangan terdapat akumulasi N sebesar 17551,2 kg, P sebesar 14956,8 kg dan K sebesar 2560,8 kg dalam danau. Remediasi yang harus dikembangkan adalah menurunkan kandungan unsur-unsur anorganik perairan dengan mengurangi penggunaan pupuk kimiawi didaerah hulu digantikan dengan penggunaan pupuk organik. Mekanisme yang akan dilaksanakan antara lain pengembangan pertanian organik. Pengembangan pemanfaatan pupuk organik berbahan dasar eceng gondok yang terintegrasi dengan kegiatan 1. Pupuk organik tersebut diperoleh dengan pembuatan kompos dari eceng gondok sebagai bahan baku utama (KLH, 2009). Kondisi ini juga akan mengurangi populasi eceng gondok yang tumbuh di danau Rawapening, yang pada gilirannya akan mampu memperbaiki kualitas dan kuantitas air di danau (Tabel III.5).
III - 12
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
Mekanisme lain yang dapat dikembangkan adalah pengendalian hama terpadu yang bersifat organik dengan pemanfaatan pestisida dan musuh alami (biopestida dan biokontrol) dan pengembangan sistem drainase irigasi terintegrasi. Semua mekanisme tersebut akan dapat memberikan kekhasan jika dilakukan pengembangan sistem pertanian berbasis potensi lokal terutama di daerah hulu.
3.1.6. Peningkatan Keterlibatan Dan Kepedulian Masyarakat dalam Pengelolaan dan Konservasi Lingkungan Danau Rawapening
Masyarakat memiliki peranansangat penting dalam keberhasilan GERMADAN. Kearifan lokal yang ada perlu dilestarikan, yang dalam implementasinya dalam pengelolaan dan konservasi Danau Rawapening dapat diperkaya dengan pengetahuan dan ketrampilan. Hal ini sangat diperlukan karena pengelolaan yang bottom up, yaitu pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat dilaksanakan secara terpadu, desentralistik
dan
partisipatif
permasalahanlingkungandengan
untuk
partisipasiaktif
menangani
dan
peran
serta
masyarakat (KLH, 2008). Guna meningkatkan pengetahuan lingkungan pada masyarakat luas, akan dilakukan melalui pembelajaran lingkungan bagi masyarakat, melalui: a. pengoptimalan tenaga kerja lokal dalam kegiatan
rehabilitasi dan
konservasi b. pengelolaan daerah sempadan berwawasan lingkungan c. peningkatan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan d. efisiensi pemanfaatan fungsi air danau e. pembelajaran cara bertani ramah lingkungan f.
peningkatan keterlibatan masyarakat dalam aksi peduli lingkungan
g. sinergisme pemerintahan, stakeholders, dan perguruan tinggi serta LSM dalam aksi peduli lingkungan (Tabel III.6).
III - 13
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
Tabel III.5. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Implementasi Pertanian Ramah Lingkungan
Tabel III.6. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Keterlibatan Masyarakat Dalam Pengelolaan Dan Konservasi Lingkungan Danau Rawapening
III - 14
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
3.2. Program Prioritas (Penunjang) 3.2.1. Pengembangan pengelolaan perikanan ramah lingkungan Remediasi badan Danau Rawapening akan dilakukan secara integratif secara fisik, kimia
dan biologi. Aplikasi ekoteknologi akan dilakukan di
daerah sekitar danau, khususnya di sekitar inlet sebelum masuk danau. Berdasarkan produksitivitas primernya, potensi perikanan Danau Rawapening cukup tinggi, berkisar antara 791 – 1521 ton/tahun, dengan hasil tangkapan tidak boleh lebih besar dari 1.229 ton/tahun (Dinas Peternakan & Perikanan Kab. Semarang, 2007). Namun, produktivitas perikanan Danau Rawapening fluktuatif. Perubahan kandungan amoniak perairan seringkali mengancam produktivitasnya, disamping faktor lainnya seperti kecerahan air. Upaya peningkatan produktivitas perikanan Danau Rawapening dapat dengan perbaikan kualitas airnya, terutama kandungan amoniak dan kecerahan air. Kegiatan pengembangan
yang
dilakukan
pengelolaan
dalam
perikanan
mendukung ramah
terwujudnya
lingkungan,
yaitu
pengembangan budidaya perikanan ramah lingkungan, dan pengembangan budidaya perikanan sesuai daya dukung dan daya tampung danau (Tabel III.7). 3.2.2. Pengembangan IPAL Terpadu Degradasi kualitas air Danau Rawapening sangat dipengaruhi oleh aktivitas di DTA, sehingga remediasi yang akan dilakukan melalui pengembangan pertanian yang ramah lingkungan, pengolahan limbah, pengembangan drainase, penanggulangan banjir, pengembangan unit evaluasi dan monitoring dan pusat informasi Rawapening. Remediasi cacthment area (DTA) Danau Rawapening akan dilakukan secara integratif antara aspek geografi, biologi, fisik, ekonomi dan Sosial. Aplikasi ekohidrologi akan dilakukan di daerah cacthment area danau Rawapening, khususnya di daerah hulu agar mampu mendukung kelestarian fungsi Danau Rawapening tersebut. Kualitas air Danau Rawapening dipengaruhi oleh kondisi DTA-nya. Pengembangan wilayah dan perubahan tata guna menambah beban
III - 15
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
pencemaran air. Guna menyelamatkan ekosistem Danau Rawapening, maka perlu dilakukan pengolahan limbah sebelum masuk ke danau.
III - 16
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
Tabel III.7. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Pengembangan Pengelolaan Perikanan Ramah Lingkungan
III - 17
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
Hal ini dapat dilakukan dengan pembangunan IPAL pada masing-masing Sub-sub DAS Rawapening. Di sisi lain, industri perhotelan dan restoran juga harus memiliki IPAL masing-masing sebelum dibuang dan masuk ke IPAL Sub-sub DAS. Hal ini akan diperkuat dengan aturan dan kelembagaan yang kuat. MEKANISME YANG AKAN DILAKUKAN
Untuk mengatasi limbah rumah tangga, Teknik – teknik yang dapat dipakai dalam mengatasi permasalahan limbah
rumah tangga, pengolahan limbah berbasis masyarakat
(SANIMAS), Pembuatan saluran penyaring/peredam limbah rumah Tangga, Pembuatan septictank permukiman,
Pembangunan IPAL
komunal (terintergasi dengan pembangunan drainase di Sub-sub DAS Rawapening) dan
pembinaan pengolahan air limbah rumah tangga
(Tabel III.8). Untuk mengatasi limbah industri termasuk pertanian dan perikanan (pelanggaran baku mutu effluent): Akumulasi limbah industri termasuk industri pertanian dan perikanan perlu ditangani dengan bijaksana agar tidak terjadi pencemaran dan ketidak seimbangan kondisi lingkungan. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) merupakan instalasi yang diperlukan dalam penanganan masalah limbah sebelum dibuang kebadan air, sehingga air yang ada pada badan air tersebut masih dapat dipertahankan kualitasnya sesuai dengan peruntukanya. Salah satu pengendali dalam mempertahankan kualitas air pada badan air terserbut adalah perlunya pengawasan terhadap limbah yang dibuang ke lingkungan. Uraian diatas dapat disarikan bahwa
diharapkan
kegiatan yang
dapat digunakan dalam mengatasi permasalahan limbah industri perikanan dan pertanian, antara lain dengan melalukan Identifikasi jenis dan sumber pencemar, penerapan IPAL (individu, komunal, terpusat), IPAL (individu, komunal, terpusat), melakukan koordinasi pemantauan kualitas air, penertiban dan pengawasan ijin pembuangan air limbah, pemantauan kualitas air.
III - 18
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
Tabel III.8. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Pengembangan IPAL Terpadu
III - 19
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
Untuk mengatasi sampah: Permasalahan sampah hampir semua daerah mengalaminyabaik dari sisi
sarana
prasarana
penampungannya
maupun
teknologi
penanganannya. Sampah dapat berbentuk organik maupun anorganik dan merupakan Permasalahan
limbah kegiatan yang harus segera ditangani. penanganan
sampah
dapat
dilakukan
dengan
peningkatan fasilitas teknologi pengolahannya, fasilitasi kerjasama antar kabupaten/kota dalam pengelolaan sampah.
3.2.3. Pengembangan Drainase Terpadu Sistem drainase yang sudah ada adalah drainase irigasi, sedangkan drainase limbah yang ada sekarang belum terintegrasi, bahkan banyak pula permukiman yang tidak memiliki sistem drainase dan hanya berupa genangan. Pada waktu musim hujan, seringkali terjadi banjir karena buruknya sistem drainase yang ada. Untuk itu perlu dikembangan sistem drainse limbah yang terintegrasi, untuk kemudian bermuara di preimpoundment sebelum akhirnya masuk ke Danau. Hal ini penting selain untuk menjaga kualitas air juga untuk mencegah pendangkalan. Mekanisme yang dapat dilakukan dalam pengembangan
drainase terpadu yaitu :
dengan pengembangan drainase limbah terintegrasi, Implementasi drainase limbah terintegrasi dan melakukan evaluasi sistem drainase (Tabel III.9)
3.2.4. Pengembangan Pusat Penelitian Danau Rawapening Implementasi co-managemen akan memberikan hasil optimal jika perguruan tinggi berperan sebagai fasilitator. Banyak kajian/penelitian yang telah dilakukan di Danau Rawapening dan DTA-nya, namun data masih tersebar. Monitoring dan evaluasi kegiatan yang dilakukan di Rawapening lebih tepat jika dilaksanakan oleh perguruan tinggi (UNDIP). Untuk itu pada molestone 5 tahun pertama ini perlu dikembangkan Unit Monitoring dan Evaluasi,
yang
sekaligus
merupakan
pusat
informasi
Rawapening.
Pengembangan pusat penelitian danau rawapening dapat direalisasikan dengan melakukan pengembangan setasiun penelitian Danau Rawapening, pengembangan data base Danau Rawapening, dan Pengembangan Pusat Informasi Danau Rawapening (Tabel III.10).
III - 20
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
Tabel III.9. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Drainase Terpadu
Tabel III.10. Kegiatan Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Pengembangan Pusat Penelitian Danau Rawapening
III - 21
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
3.2.5. Perencanaan Pembangunan Kawasan Rawapening Berbasis Kewilayahan
Danau Rawapening memiliki cacthmen area yang cukup luas dan berada di 2 kabupaten/kota.
Oleh karena itu
dalam kegiatan
pembangunanya diperlukan perencanaan yang terintegrasi antar wilayah sesuai
dengan
kepentingan
masing-masing
daerah
dengan
mempertimbangan daya dukung dan daya tampung. Agar tidak mengabaikan kepentingan tiap daerah di wilayah danau Rawapening maka perencanaan pembangunannya harus dilakukan dengan cara sinkronisasi perencanaan pembangunan kawasan rawapening yang berbasis kewilayahan dan
Implementasi perencanaan pembangunan
Kawasan Rawapening (Tabel III.11).
3.2.6. Pengembangan Regulasi/Kebijakan Pengelolaan Danau Rawapening dan Daerah Tangkapan Air (DTA)
Pemerintah berperan sangat penting dalam pengelolaan danau terkait dengan kelembagaan dan pengaturan kebijakan sehingga pelaksanaan pengelolaan danau dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan peraturan yang ada. Perlu didorong pula penerapan aturan dari entitas untuk entitas yang ramah terhadap danau. Kesamaan budaya yang melatar belakangi entitas memungkinkan idiom-idiom kebudayaan yang berlaku dapat mengurai kendala dalam organisasi. Kadang konsep wewaler budaya mampu mencegah tindakan yang dapat merusak danau. Menghubungkan entitas yang ada menjadi
hidup membutuhkan
dukungan dari pihak pemerintah. Pertemuan, data penelitian, demplot, dukungan alat, dana, menjadi hal penting bagi suatu wadah organisasi entitas danau. Kegiatan yang akan dilakukan antara lain inventarisasi dan Evaluasi regulasi pengelolaan Danau Rawapening, pengembangan regulasi dalam pengelolaan Danau Rawapening, sosialisasi dan implementasi regulasi tersebut (Tabel III.12).
III - 22
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
Tabel III.11. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Perencanaan Pembangunan Kawasan Rawapening Berbasis Kewilayahan
Tabel III.12. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Pengembangan regulasi/kebijakan pengelolaan Danau Rawapening
Tabel III.13. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Pengembangan Kebijakan Garis Sempadan dan Proteksi Sumber Daya Alam
III - 23
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
3.2.7. Pengembangan Kebijakan Garis Sempadan dan Proteksi Sumber Daya Alam Danau Rawapening pada dasarnya merupakan suatu zona ekonomi terbuka, dimana masyarakat mengembangkan berbagai perilaku untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam menjalankan usaha tersebut ada yang
dilakukan secara perseorangan ataupun berkelompok.
Danau
Rawapening harus dipandang sebagai suatu kawasan dengan entitas yang berkecimpung di dalamnya. Masyarakatlah yang bersentuhan dengan danau dan ditangan merekalah Danau Rawapening ini akan lestari. Kegiatan yang akan dilaksanakan antara lain: penetapan dan penataan tapal batas sempadan danau, penertiban dan penataan tapal batas sempadan danau, proteksi sumber daya alam, historis dan budaya, dan budaya dan peningkatan kepedulian masyarakat terhadap sumber daya alam, historis dan budaya (Tabel III.13).
3.2.8. Pengembangan Zonasi Pemanfaatan Danau Rawapening Dalam rangka optimalisasi fungsi Danau Rawapening untuk PLTA, sumber baku air minum, irigasi, perikanan, dan wisata, maka pengembangan zonasi pemanfaatan harus dilakukan agar kegiatan
tidak melebihi
kemampuannya. Untuk itu, maka perlu dilakukan kajian zonasi pemanfaatan Danau Rawapening yang telah ada, koordinasi dan konsultasi lintas sektor/dinas, penetapan zonasi terintegrasi, pembuatan dan sosialisasi perundangan pengelolaan Danau Rawapening dan implementasi dan Low Enforcement (Tabel III.14). 3.2.9. Pengembangan Pemanfaatan Eceng Gondok untuk Peningkatan Pendapatan Masyarakat
Eceng gondok merupakan tanaman air di wilayah perairan yang hidup terapung dan memiliki perkembangbiakan dengan sangat cepat baik secara vegetatif maupun secara generatif. Perkembangbiakannya yang demikian cepat menyebabkan tanaman eceng gondok telah berubah menjadi tanaman gulma.
III - 24
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
Masyarakat disekitar danau perlu diberdayakan dalam menyikapi peluang bisnis tersebut yang dapat meningkatkan pendapatan dan dapat mengurangi angka pengangguran. Peluang bisnis ini relatif lebih potensial jika dikembangkan (dipasarkan) didaerah perkotaan (permasalahan). Merupakan suatu tantangan stakeholder dalam mencarikan sasaran target-target pemasaran. Dalam rangka mendukung kelestarian danau dan peningkatan pendapatan masyarakat diperlukan pembentukan kelompok-kelompok pengrajin pemanfaatan eceng gondok. Kegiatan ini akan dilaksanakan secara terus menerus selama 5 tahun pertama, yang sinergis dengan
kegiatan yang lain. Upaya
pengurangan covering eceng gondok pada Danau Rawapening harus diimbangi dengan upaya divcersifikasi pemanfaatan eceng gondok. Oleh karena itu, maka kegiatan
ini dilakukan terus menerus selama 5 tahun,
hanya pada tiap tahunnya ada pemfokusan pada salah satu potensi, dengan harapan akan diperoleh hasil yang lebih optimal. Mekanisme yang akan dilakukan antara lain (Tabel III.15): a. Pengembangan usaha kelompok tani melalui pelatihan baik teknis maupun managerial agar memiliki kemampuan dalam memanfaatkan eceng gondok secara maksimal; b. Pengembangan pemanfaatan eceng gondok sebagai bahan baku berbagai kerajinan/kertas bernilai ekonomi tinggi. Eceng gondok di Danau Rawapening menutupi hampir 60% permukaan Danau Rawapening.
Salah satu upaya yang cukup prospektif untuk
menanggulangi gulma eceng gondok adalah dengan memanfaatkan tanaman
eceng
gondok
sebagai
bahan
bahan
baku
berbagai
kerajinan/kertas yang memiliki nilai ekonomi. c. Diversifikasi pemanfaatan eceng gondok yang lain dapat untuk pakan ternak (baik ruminansia besar, ruminansia kecil dan unggas). Hasil analisis proksimat eceng gondok segar mengandung kadar air, abu , protein kasar (PK), lemak kasar (LK), serat kasar (SK),
dan Bahan
Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) masing-masing sebesar 94,09; 1,41; 0,71; 2,19 dan 1,25% (Suwardi dan Utomo).Eceng gondok mengandung protein kasar dan BETN yang cukup tinggi yaitu 11,2% dan 20% (dalam 100% BK). Namun pemanfaatan eceng gondok sebagai pakan ternak
III - 25
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
memiliki beberapa kelemahan antara lain, kadar air yang cukup tinggi, tekstur halus, banyak mengandung hemicellulose dan proteinnya sulit dicerna. Oleh karena itu perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu baik pengolahan fisik, kimia, biologi maupun kombinasinya, Hasil penelitian menunjukkan adanya penambahan berat badan harian unggas yang diberi pakan eceng gondok sebesar 24,82 – 26,05 g/ekor/hari; d. Diversifikasi pemanfaatan akar eceng gondok untuk kompos yang bermanfaat untuk pengembangan pupuk organik yang berguna untuk penghijauan didaerah hulu; e. Pemanfaatan teknologi tepat guna yang berwawasan lingkungan pada pengembangan usaha kelompok tani.
3.2.10. Pengembangan Ekoturisme
Danau Rawapening merupakan satu-satunya danau alami di pulau Jawa. Lokasinya juga strategis diantara Semarang – Solo – Jogyakarta, yang merupakan tujuan wisata di Jawa Tengah. Namun daya tariknya masih rendah, sehingga jumlah wisatawan yang datang relatif rendah. Wisatawan yang datang masih di dominasi wisatawan domestik (98,91%) dan sisanya adalah wisatawan asing. Untuk itu diperlukan upaya pengembangan wisata Rawapening dengan tetap mempertahankan kealamiannya. Hal ini dapat dilakukan secara integratif melalui pengembangan ekoturisme, baik di Danau Rawapening maupun di DTA-nya,
pengembangan potensi wisata
dan pemantapan zonasi Danau Rawapening, pengembangan landmark wisata Rawapening, Promosi ekoturisme, pengembangan sarana prasarana (Tabel III.16).
3.2.11. Pengembangan Forum Peduli Lingkungan
Danau Rawapening pada dasarnya merupakan suatu zona ekonomi terbuka, dimana masyarakat mengembangkan berbagai perilaku untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam menjalankan usaha tersebut ada yang dilakukan secara perseorangan ataupun berkelompok.
III - 26
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
Tabel III.14. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Pengembangan Zonasi Pemanfaatan Danau Rawapening
Tabel III.15. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Pengembangan Pemanfaatan Eceng Gondok untuk Peningkatan Pendapatan Masyarakat
III - 27
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
Danau Rawapening harus dipandang sebagai suatu kawasan dengan entitas yang berkecimpung di dalamnya. Masyarakatlah yang bersentuhan dengan danau dan ditangan merekalah Danau Rawapening ini akan lestari. Kelembagaan yang efektif bagi Rawapening adalah kelembagaan yang mewadahi dan memungkinkan entitas Danau Rawapening untuk berperan. Distorsi
eksistensi
peran
entitas
danau
akan
menimbulkan
ketidakefektifannya dalam pengelolaan danau secara menyeluruh. Wadah organisasi bagi danau pada dasarnya bukanlah suatu organisasi baru yang akan mengatur
entitas danau. Wadah organisasi
danau pada dasarnya adalah suatu sarana untuk menyatukan dan mengkoordinasikan entitas kegiatan yang memudahkan bagi mereka menjalankan kegiatannya. Dalam hal ini wadah organisasi merupakan nilai tambah yang menguntungkan bagi entitas danau secara nyata. Banyak kelompok masyarakat di daerah Rawapening, yang melalukan kegiatan secara sporadik. Kelompok masyarakat ini seringkali melakukan pertemuan untuk berbagi pengalaman dalam pengembangan pertanian maupun perikanan. Kelompok ini dapat diberdayakan untuk pengelolaan lingkungan. Oleh karena itu maka optimalisasi kepedulian masyarakat terhadap lingkungan dan optimalisasi aksi penduli lingkungan (Festival Danau Rawapening), dilaksanakan setiap tahun (Tabel III.17).
III - 28
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
Tabel III.16. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Pengembangan Ekoturisme
Tabel III.17. Kegiatan, Indikator Keberhasilan dan Penanggung Jawab Kegiatan Program Pengembangan Forum Peduli Lingkungan
III - 29
Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening
BAB IV REKOMENDASI
Keberhasilan Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) Rawapening sangat tergantung pada komitmen para pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun perguruan tinggi dan LSM. Untuk itu, diperlukan kerjasama yang kuat antar
lembaga, dukungan dana, dan fasilitas pendukung lainnya yang dapat
dilakukan secara bertahap. Guna mendukung keberhasilan tersebut, maka sangat diperlukan pemantauan dan evaluasi terhadap program berjalan. Unit pemantauan dan evaluasi dapat merupakan lembaga Ad-Hoc yang dibentuk oleh Gubernur dan memiliki
kekuatan
hukum.
Lembaga
tersebut
dapat
dibentuk
dengan
mengembangkan kebijakan dan penguatan kelembagaan yang telah ada tanpa membentuk lembaga baru. Unit pemantauan dan evaluasi diperlukan sejak rancangan disusun dan dilaksanakan secara terpadu untuk menjamin implementasi program berjalan sesuai
dengan
perencanaan
program
Rawapening.
VI - 1
Gerakan
Penyelamatan
Danau
BAB V DAFTAR PUSTAKA Balai Besar Wilayah Sungai Pemali-Juana, 2008. Balai Pengelolaan DAS Pemali-Jratun, 2010. BalitBang Prov Jateng, 2003. Penelitian karakteristik Rowopening. BLH Prov Jateng, 2010. Kualitas Air Rawapening. BLH Kab Semarang, 2011. Kerusakan Rawapening. Bappeda Propinsi Jawa Tengah, 2000. Penyusunan rencana pengelolaan kawasan Rawapening Propinsi Jawa Tengah. BAPPEDA JATENG – Pusat Penelitian Perencanaan Pembangunan Nasional, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Bappeda Propinsi Jawa Tengah, 2005. Penyusunan Action Plan pengembangan kawasan Rawapening. Laporan Akhir. CV. Galihloka Semarang. Bappeda Propinsi Jawa Tengah, 2006. Flood management in selected basins (FMSB). Sub project appraisal report (SPAR). Sub Bidang Sumber Daya BPS, 2010. Kabupaten Semarang Data Dalam Angka 2010, Badan Pusat Statistik Kabupaten Semarang. BPS, 2010. Kecamatan Dalam Angka Kabupaten Semarang 2010, Badan Pusat Statistik Kabupaten Semarang. BPS, 2009. Salatiga Dalam Angka 2009, Badan Pusat Statistik Bappeda Kota Salatiga. Dinas Pariwisata Propinsi Jawa Tengah. 2001. Profil investasi usaha bidang pariwisata kawasan Rawapening. Dinas pariwisata Propinsi Jawa Tengah, Semarang. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Semarang. 2007. Kajian potensi sumber daya perikanan Rawapening Kabupaten Semarang 2007. Laporan Akhir. PT. Astri Bumi Semarang. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelola Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta. Guitierrez, E.L.; Ruiz, E.F.; Uribe, E.G. and Maertinez, J. 2001. Biomass and productivity of ater hyacinth and their application in control program. In Biological and integrated control of water hyacinth Eichornia crassipes. Edited by Julien, M.H.; Hill, M.P.; Center, T.D.; and Jianqing, D. ACIAR proceeding 102. Goltenboth, F. 1979. Preliminary final report. The Rawapening Project. Satya Wacana Christian University, Salatiga. Goltenboth, F. and K.H. Timotius. 1994. Danau Rawapening di Jawa Tengah, Indonesia. Satya Wacana University Press, Salatiga.
V-1
KLH (Kementerian Lingkungan Hidup). 2008. Pedoman Pengelolaan Ekosistem danau. KLH (Kementerian Lingkungan Hidup). 2009. Penuntun Praktis Pemanfaatan Eceng Gondok menjadi Pupuk Organik dan Biogas Untuk Pemulian Kualitas Lingkungan Danau dan Waduk. KLH (Kementerian Lingkungan Hidup). 2009. Kesepakatan Bali Pengelolaan danau berkelanjutan. Kementerian Lingkungan Hidup. KLH (Kementerian Lingkungan Hidup). 2010. Program danau prioritas nasional tahun 2010 – 2014. Kementerian Lingkungan Hidup. Lancar, L. And Krake, K. 2002. Aquatic weeds and their management. International Commission on Irrrigation and Drainage. Larson, T.M.J. (2002) Kriging Water Levels with a Regional-Linear and Point Logarithmic Drift, Ground Water 33 (1): 338-35 P4N UGM (Pusat Penelitian Perencanaan Pembangunan Nasional Universitas gadjah Mada). 2000. Penyusunan rencan pengelolaan Kawasan Rawapening Propinsi Jawa Tengah. Ringkasan Eksekutif. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi Jawa Tengah. Pemerintah Kabupaten Semarang. 2000. Proyek Perencanaan Tata Lingkungan Daerah Aliran Sungai (DAS) Rawapening. PT. Comarindo Mahameru, Semarang. Pemali Jratun, 2009. Peta Penggunaan Lahan dan Peta Administrasi Wilayah sub-DAS Rawa Pening. Rahman, Y.A.2002. Stabilisasi Tanah Gambut Rawa Pening dengan Semen dan Gypsum. Thesis Program Pacsasarjana Universitas Diponegoro. Soeprobowati, T. R. 2010. Stratigrafi Diatom Danau Rawapening: Kajian Paleolimnologi Sebagai Landasan Pengelolaan Danau. Makalah Disampaikan Dalam Seminar Nasional Limnologi V Prospek Ekosistem Perairan Darat Indonesia:Mitigasi Bencana Dan Peran Masyarakat. Pusat Penelitian Limnologi – LIPI, Bogor, 28 Juli 2010 Soeprobowati, T. R. 2010b. Analisis diatom protokol Indonesia untuk rekonstruksi Danau Rawapening, Jawa, Indonesia. Disertasi Program Doktor Ilmu Lingkungan UGM. Suryatmojo, H. 2006. Konsep dasar hidrologi hutan. Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan. Fak kehutanan, UGM, Yogyakarta. Sutarwi. 2008. Kebijakan pengelolaan sumber daya air danau dan peran kelembagaan informal, menggugat peran Negara atas hilangnya nilai ngepen dan wening dalam pengelolaan danau Rawapening di Jawa Tengah. Disertasi. Program Pascasarjana Studi Pembangunan. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga. Wardani, N.S. 2002. Sisitem Geologi Rawapening. Paper dalam Simposium dan Lokakarya Pelestarian DanauRawapening untuk Pemberdayaan Masyarakat. 18-19 April 2002. Pusat Studi Rawapening, Universitas Satya Wacana Salatiga.
V-2
PROGRAM PENYELAMATAN EKOSISITEM DANAU RAWAPENING
A. PROGRAM SUPER PRIORITAS (POKOK) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Penanganan Enceng gondok Penanggulangan Lahan Kritis, Erosi, Banjir dan Sedimentasi. Penurunan Kandungan Nutrien Perairan Danau Rawapening Kajian Limnologi Danau Saat ini dan Rekontruksi Kualitas Air di Masa Lalu Implementasi Pertanian Ramah Lingkungan Peningkatan Keterlibatan dan Kepedulian Masyarakat dalam Pengelolaan dan Konservasi Danau Rawapening
No.
PROGRAM SUPER PRIORITAS
1
Penanganan enceng gondok
2
Penanggulangan Lahan Kritis, Erosi, Banjir dan Sedimentasi
PENANGGUNG JAWAB
PENDUKUNG
KEMENTERIAN
KKP Prov. Jateng, PSDA Provinsi Jateng, Dinas ESDM Prov. Jateng
Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Energi Sumberdaya Mineral
BPDAS Pemali Jratun
Dinas Kehutanan Provinsi Jateng, BLH Prov. Jateng, PSDA Prov. Jateng, BLH Kab. Semarang, Dinas Pertanian dan Perkebunan Kab. Semarang, KLH Kota Salatiga, Jateng, ESDM Kab. Semarang, KLH Demak, Dinas Pekerjaan Umum Demak
Kementerian Kehutanan, Kementerian Energi Sumberdaya Mineral
- Balai Besar Wialayah Sungai Pemali-Juwana
3
Penurunan Kandungan Nutrien Perairan Danau Rawapening
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Prov. Jateng, BLH Prov. Jateng
Dinas Pertanian Kab. Semarang, Dinas Pertanian Kota Salatiga
Kementerian Pertanian
4
Kajian Limnologi Danau Saat ini dan Rekontruksi Kualitas Air di Masa Lalu
BLH Prov. Jateng
BLH Kab. Semarang, KLH Kota Salatiga
Kementerian Lingkungan Hidup
5
Implementasi Pertanian Ramah Lingkungan
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Prov. Jateng, BLH Prov. Jateng
Dinas Pertanian Kab. Semarang, Dinas Pertanian Kota Salatiga
Kementerian Pertanian
6
Peningkatan Keterlibatan dan Kepedulian Masyarakat dalam Pengelolaan dan Konservasi Danau Rawapening
Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Prov. Jateng
Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan KB Kota Salatiga, Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kab. Semarang
Kementerian Lingkungan Hidup
1
B. PROGRAM PRIORITAS (PENUNJANG) 7. Pengembangan pengelolaan perikanan ramah lingkungan Danau Rawapening. 8. Pengembangan Ipal terpadu 9. Pengembangan drainase terpadu 10. Pengembangan pusat penelitian Danau Rawapening 11. Perencanaan pembangunan kawasan Danau Rawapening berbasis kewilayahan dan kebijakan penanganan enceng gondok melalui pelibatan masyarakat 12. Pengembangan regulasi /kebijakan pengelolaan Danau Rawapening dan Daerah Tangkapan Air (DTA). 13. Pengembangan kebijakan garis sempadan dan proteksi sumber daya alam 14. Pengembangan zonasi pemanfaatan Danau Rawapening 15. Pengembangan pemanfaatan enceng gondok untuk peningkatan pendapatan masyarakat 16. Pengembangan ekoturisme 17. Pengembangan forum peduli lingkungan
No.
PROGRAM SUPER PRIORITAS
7.
Pengembangan pengelolaan perikanan ramah lingkungan Danau Rawapening.
8.
Pengembangan ipal terpadu
9.
Pengembangan drainase terpadu
10.
Pengembangan pusat penelitian Danau Rawapening
11.
Perencanaan pembangunan kawasan Danau Rawapening berbasis kewilayahan dan kebijakan penanganan enceng gondok melalui pelibatan masyarakat.
PENANGGUNG JAWAB Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Jateng
PENDUKUNG Dinas Peternakan dan Perikan Kab. Semarang, Dinas Pertanian Kota Salatiga
KEMENTERIAN Kementerian Kelautan dan Perikanan,
Dinas Cipkataru Prov. Jateng,
BLH Prov. Jateng, Dinas Ciptakarya Kab. Semarang, Dinas Tata Kota Salatiga, BLH Kab. Semarang, KLH Kota Salatiga,
Kementerian PU,
Dinas Cipkataru Prov. Jateng,
Dinas Ciptakarya Kab. Semarang, Dinas Tata Kota Salatiga, BLH Kab. Semarang, KLH Kota Salatiga,
Kementerian PU,
UNDIP
Balitbang Prov. Jateng, Bappeda Kab. Semarang, Bappeda Kota Salatiga
Menristek
Bappeda Prov. Jateng
Bappeda Kab. Semarang, Bappeda Kota Salatiga
Kementerian Dalam Negeri
2
12.
Pengembangan regulasi /kebijakan pengelolaan Danau Rawapening dan Daerah Tangkapan Air (DTA).
13.
Pengembangan kebijakan garis sempadan dan proteksi sumber daya alam.
14.
Pengembangan zonasi pemanfaatan Danau Rawapening
15.
Pengembangan pemanfaatan enceng gondok untuk peningkatan pendapatan masyarakat
16. 17.
Pengembangan ekoturisme Pengembangan forum peduli lingkungan
Bappeda Prov. Jateng
Bappeda Kab. Semarang, Bappeda Kota Salatiga
Kementerian Dalam Negeri
Balai Besar Besar Wilatah Sungai Pemali-Juawana
Bappeda Prov. Jateng, Bappeda Kab. Semarang, ESDM Kab. Semarang, ESDM Kota Semarang, Bappeda Kota Salatiga
Kementerian PekerjaanUmum
BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI PEMALI-JUANA
PSDA Prov. Jateng, Bappeda Kab. Semarang, ESDM Kab. Semarang, ESDM Kota Semarang, Bappeda Kota Salatiga
Kementerian PekerjaanUmum
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Prov. Jateng
Disperindag Kab. Semarang, Disperindagkop dan UMKM Kota Salatiga,
Kementerian Riset dan Teknologi
Dinas Pariwisata Prov. Jateng
Dinas Pariwisata Kab. Semarang, Dinas Kota Salatiga.
Kementerian Pariwisata
BLH Prov. Jateng
BLH Kab. Semarang, KLH Kota Salatiga
Kementerian Lingkungan Hidup
3
LAMPIRAN
PENYELAMATAN EKOSISITEM DANAU RAWAPENING PROGRAM SUPER PRIORITAS 1. PENANGANAN ECENG GONDOK PERMASALAHAN
KEGIATAN
a. Secara mekanik (pemanenan) penurunan kuantitas air, sehingga fungsi b. Biokontrol plta, irigasi, perikanan dan wisata terganggu c. Herbisida ramah lingkungan
PERMASALAHAN
KEGIATAN
a. Rehabilitasi lahan kritis secara sipil teknis b. Rehabilitasi lahan kritis secara Lahan terbuka/kritis vegetatif c. Pengaturan pola tanam d. Pengembangan drainase irigasi terpisah dengan drainase limbah e. Pengembangan agroforestry f. Pembuatan bronjong/pelindung Laju erosi dan tebing sedimentasi g. Monitoring debit dan sedimen h. Pembuatan bangunan pengendali sedimentasi (cek dam) dan Pengaturan drainase irigasi
INDIKATOR/OUTPUT Covering danau oleh eceng gondok (%) ikan koan (grass carp) berat 100 gram herbisida (liter)
eutrofikasi
KEGIATAN a. Pre-impoundment b. Pembuatan IPAL komunal di daerah hulu
1
TARGET CAPAIAN (TAHUN KE) 2 3 4
20,00
20,00
20,00
20,00
na
25.000.000
25.000.000
25.000.000
25.000.000
na
267,00
267,00
267,00
267,00
70,00
2. PENANGANAN LAHAN KRITIS, EROSI, BANJIR, SEDIMENTASI TARGET CAPAIAN (TAHUN KE) INDIKATOR/OUTPUT BASELINE 1 2 3 4 Luas lahan sangat kritis (ha)
PENANGGUNG PENDUKUNG KEMENTERIAN JAWAB Balai Besar KKP Prov. Pekerjaan Umum, 20,00 Wilayah Sungai Jateng, PSDA Energi dan Sumber Pemali Juwana Provinsi Jateng, Daya Mineral 25.000.000 Dinas ESDM Prov. Jateng 267,00 5
5
463,62
440,44
417,26
394,08
370,90
347,72
Luas lahan kritis (ha)
7.382,09
7.012,99
6.643,88
6.274,78
5.905,67
5.536,57
Hutan rakyat (ha) Laju erosi (ton/ha/th)
2,19 118,37
2,19 118,37
3,64 100,40
5,09 80,90
6,54 65,78
8,00 40,00
778,93 29.617,00 3,87 na
778,93 35.000,00 4,57 9,00
650,00 40.000,00 5,22 9,00
500,00 45.000,00 5,88 19,00
400,00 45.000,00 5,88 19,00
300,00 46.100,00 6,00 19,00
133,50
133,50
133,50
133,50
133,50
133,50
8,36
8,36
8,40
8,60
7,30
7,30
39.227,00
39.227,00
40.000,00
41.000,00
42.000,00
43.000,00
0,50 0,85 29,72
0,50 0,85 29,72
0,80 0,70 22,00
1,00 0,50 17,00
1,10 0,40 10,00
1,10 0,20 3,00
0,40 9,36
0,40 9,36
0,30 7,00
0,20 5,00
0,15 3,00
0,10 1,00
na na
100,00 15.000,00
200,00 30.000,00
300,00 45.000,00
400,00 60.000,00
464,00 75.000,00
Laju sedimentasi (ton/th) Volume air danau (1000m3) Rerata kedalaman danau (m) Dam pengendali (unit) pengerukan tanah gambut i. Pengerukan tanah gambut (ha/th) Pendangkalan danau Debit air ke PLTA Jelok 3 j. Pengaturan drainase terintegrasi (m /det) Irigasi dari danau Rawapening dengan kegiatan 9 (Ha) Debit ke sal irigasi (m3/det) Banjir bandang Kab Smg (%) Persentase desa terkena banjir (Demak) Berkurangnya daerah k. Pembuatan sumur resapan dan Banjir bandang Demak (%) resapan lubang resapan biopori Persentase desa terkena banjir (Kab Smg) jumlah sumur resapan (unit) lubang biopori (unit)
PERMASALAHAN
BASELINE
3. PENURUNAN KANDUNGAN NUTRIEN PERAIRAN DANAU RAWAPENING TARGET CAPAIAN (TAHUN KE) INDIKATOR/OUTPUT BASELINE 1 2 3 4 Total Nitrogen (mg/L) 0,11 0,11 0,09 0,08 0,07 Amonia (mg/L) 0,162 -1 0,80 0,61 0,41 0,22
c. Pengembangan dan koridorisasi Klorofil-a mg/L Kecerahan air (m) wetland
0,120 0,59±0,23
0,100 0,80
0,050 1,00
0,001 2,00
0,003 3,00
5 <0,065 <0,02 0,005 4,00
PENANGGUNG PENDUKUNG JAWAB BPDAS Pemali Dinas Jratun Kehutanan Provinsi Jateng, BLH Prov. Jateng, PSDA Prov. Jateng, BLH Kab. Semarang, Dinas Pertanian dan Perkebunan Kab. Semarang, KLH Kota Salatiga, Jateng, ESDM Kab. Semarang, KLH Demak, Dinas Pekerjaan Umum Demak
PENANGGUNG JAWAB Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Prov. Jateng, BLH Prov. Jateng
KEMENTERIAN Kementerian Kehutanan, Kementerian Energi Sumberdaya Mineral
PENDUKUNG
KEMENTERIAN
Dinas Pertanian Kab. Semarang, Dinas Pertanian Kota Salatiga
Kementerian Pertanian
PERMASALAHAN
KEGIATAN
a. Kajian kualitas air
database upaya penyelamatan ekosistem Danau Rawapening
b. Kajian kuantitas air
c. Kajian fungsi danau
PERMASALAHAN
4. KAJIAN LIMNOLOGI DANAU SAAT INI DAN REKONTRUKSI KUALITAS AIR DI MASA LALU TARGET CAPAIAN (TAHUN KE) INDIKATOR/OUTPUT BASELINE 1 2 3 4 Total Nitrogen (mg/L) 0,11 0,11 0,09 0,08 0,07 Amonia (mg/L) 0,162 -1 0,80 0,61 0,41 0,22 Klorofil-a mg/L 0,120 0,100 0,050 0,001 0,003 Kecerahan air (m) 0,59±0,23 0,80 1,00 2,00 3,00 DO 1,8 – 8,9 4,00 4,90 5,90 6,90 19,78 – COD 70,67 59,25 47,84 36,42 82,09 BOD5 7,68 – 12,29 10,43 8,57 6,72 4,86 pH 6 – 8,4 6 – 8,4 6 – 8,4 6 – 8,4 6 – 8,4 Konduktivitas 0,2 -0,3 0,2 -0,3 0,2 -0,3 0,2 -0,3 0,2 -0,3 Turbiditas 41,64 41,64 29,99 18,34 7,70 TDS 0,06 0,06 0,29 0,52 0,76 TSS 0,07 0,07 0,18 0,28 0,40 TN (mg/L) 0,11 0,11 0,09 0,08 0,07 TP (mg/L) 0,01 0,01 0,01 0,05 0,00 logam berat Pb (mg/l) 0,06 0,06 0,04 0,03 0,02 logam berat Cd (mg/l) 0,02 0,02 0,02 0,01 0,01 logam berat Cr (mg/l) 0,09 0,09 0,07 0,04 0,01 logam berat Cu (mg/l) 0,04 0,04 0,04 0,04 0,03 29.617,00 35.000,00 40.000,00 45.000,00 45.000,00 Volume air danau (m3) Laju erosi (ton/ha/th) 118,37 118,37 100,40 80,90 65,78 Laju sedimentasi (ton/th) 778,93 778,93 650,00 500,00 400,00 Rerata kedalaman danau (m) 3,87 4,57 5,22 5,88 5,88 Sumber air baku (liter/detik) 1.100,00 1.100,00 1.200,00 1.200,00 1.300,00 Debit air ke PLTA Jelok 8,36 8,36 8,40 8,60 7,30 (m3/det) 0,50 0,50 0,80 1,00 1,10 Debit ke sal irigasi (m3/det) Irigasi dari danau Rawapening 39.227,00 39.227,00 40.000,00 41.000,00 42.000,00 (ha) Luas karamba (ha) 3,78 3,78 3,78 3,78 3,78
KEGIATAN a. Pengembangan pertanian organik
Eutrofikasi
Banjir
b. Pengembangan sistem drainase pertanian (terintegrasi dengan kegiatan 9)
5. IMPLEMENTASI PERTANIAN RAMAH LINGKUNGAN TARGET CAPAIAN (TAHUN KE) BASELINE 1 2 3 Realisis Pupuk urea Kab smg 19.317,00 19.317,00 18.000,00 17.000,00 (ton) Realisasi Pupuk super pos (ton) 1.275,00 1.275,00 1.150,00 1.100,00 INDIKATOR/OUTPUT
Realisasi Pupuk ZA (ton) Pupuk NPK phonska (ton) Irigasi dari danau Rawapening (ha)
1.225,00 1.635,00 39.227,00
1.225,00 1.635,00 39.227,00
1.150,00 1.500,00 40.000,00
1.100,00 1.350,00 41.000,00
5 <0,065 <0,02 0,005 4,00 7,90
PENANGGUNG JAWAB BLH Prov. Jateng
PENDUKUNG
KEMENTERIAN
BLH Kab. Semarang, KLH Kota Salatiga
Kementerian Lingkungan Hidup
25,00 3,00 7 – 8,4 0,2 -0,3 6,68 1,00 0,50 <0,065 <0,001 < 0,02 < 0,01 0,01 < 0,03 46.100,00 40,00 300,00 6,00 1.300,00 7,30 1,10 43.000,00 3,78
4 16.000,00
5 15.000,00
1.050,00
1.000,00
1.050,00 1.200,00 42.000,00
1.000,00 1.000,00 43.000,00
PENANGGUNG JAWAB Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Prov. Jateng, BLH Prov. Jateng
PENDUKUNG Dinas Pertanian Kab. Semarang, Dinas Pertanian Kota Salatiga
KEMENTERIAN Kementerian Pertanian
PERMASALAHAN
6. PENINGKATAN KETERLIBATAN DAN KEPEDULIAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN DAN KONSERVASI LINGKUNGAN DANAU TARGET CAPAIAN (TAHUN KE) KEGIATAN INDIKATOR/OUTPUT BASELINE 1 2 3 4 5
a. Pengoptimalan tenaga kerja Pendangkalan danau lokal dalam kegiatan rehabilitasi dan konservasi
Pentaaatan pemanfaatan sempadan
Kepedulian lingkungan
PERMASALAHAN
produksi perikanan danau
4.738.868
4.738.868
4.942.162
5.145.456
534.875
5.552.044
Luas lahan sangat kritis (ha) Luas lahan kritis (ha) Hutan rakyat (ha)
463,62 7.382,09 2,19
463,62 7.382,09 2,19
463,62 7.400,00 3,64
450,00 7.600,00 5,09
440,00 7.800,00 6,54
430,00 8.000,00 8,00
822,00
780,90
739,80
698,70
657,60
616,50
0,00
10,00
25,00
50,00
75,00
100,00
1.100,00 8,36
1.100,00 8,36
1.200,00 8,40
1.200,00 8,60
1.300,00 7,30
1.300,00 7,30
b. Pengelolaan daerah sempadan Pertanian pasang surut (ha) berwawasan lingkungan c. Peningkatan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan
sumber air baku, d. Efisiensi pemanfaatan fungsi debit air untuk PLTA, air danau debit air irigasi Eutrofikasi
Pendapatan per kapita ( rupiah)
Pentaatan pemanfaatan sempadan (%) Sumber air baku (liter/detik) Debit air ke PLTA Jelok 3 (m /det) 3 Debit ke sal irigasi (m /det)
e. Pembelajaran cara bertani Kelompok tani organik ramah lingkungan f. Peningkatan keterlibatan masyarakat dalam aksi peduli lingkungan jumlah kelompok peduli g. Sinergisme pemerintah, lingkungan masyarakat, stakeholders , dan perguruan tinggi dalam aksi peduli lingkungan
0,50
0,50
0,80
1,00
1,10
1,10
na
1/kec
10/kec
20/Kec
1/desa
1/dusun
na
3/Kab
20/Kec
10/Kec
1/Kec
1/Desa
7. PENGEMBANGAN PENGELOLAAN PERIKANAN RAMAH LINGKUNGAN DANAU RAWAPENING TARGET CAPAIAN (TAHUN KE) INDIKATOR/OUTPUT BASELINE 1 2 3 4 Luas karamba (ha) 3,78 3,78 3,78 3,78 3,78 A. Pengembangan budidaya Jumlah karamba (tancap dan 752,00 752,00 752,00 752,00 752,00 perikanan ramah lingkungan KJA) Produktivitas karamba (ton/th) 215,97 900,00 980,00 1.050,00 1.150,00 KEGIATAN
B. Pengembangan teknik budidaya perikanan sesuai daya dukung dan tampung danau
5 3,78 752,00 1.200,00
Nilai produksi (juta rupaih) Hasil tangkapan ikan
1.993,75 218,42
1.993,75 225,40
2.093,45 232,38
2.890,00 239,36
3.790,23 246,34
3.855,00 253,32
Pendapatan per kapita ( rupiah)
4.738.868
4.738.868
4.942.162
5.145.456
534.875
5.552.044
PENANGGUNG PENDUKUNG JAWAB Badan Badan Pemberdayaan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Masyarakat, Prov. Jateng Perempuan dan KB Kota Salatiga, Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kab. Semarang
KEMENTERIAN Kementerian Lingkungan Hidup
PENANGGUNG PENDUKUNG JAWAB Dinas Kelautan Dinas dan Perikanan Peternakan dan Prov. Jateng Perikan Kab. Semarang, Dinas Pertanian Kota Salatiga
KEMENTERIAN
PENANGGUNG JAWAB Dinas Cipkataru Prov. Jateng
PENDUKUNG
KEMENTERIAN
BLH Prov. Jateng, Dinas Ciptakarya Kab. Semarang, Dinas Tata Kota Salatiga, BLH Kab. Semarang, KLH
Kementerian PU
Kementerian Kelautan dan Perikanan,
8. PENGEMBANGAN IPAL TERPADU PERMASALAHAN
KEGIATAN
a. Pembuatan saluran penyaring/peredam limbah rumah tangga b. Pembuatan septictank permukiman limbah rumah tangga c. Pembangunan IPAL komunal (terintegrasi dengan pembangunan drainase di Subsub DAS) d. Pembinaan pengolahan air limbah rumah tangga limbah industri f. Monitoring kualitas air termasuk didalamnya i. Penertiban dan pengawasan ijin pembuangan air limbah pertanian dan
INDIKATOR/OUTPUT
BASELINE
Unit pengolah limbah rumah tangga
na
septictank/kk
1
TARGET CAPAIAN (TAHUN KE) 2 3 4
5
1/kec
1/desa
1/RW
1/RT
1/kk
na
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
jumlah IPAL komunal
na
1/kec
1/desa
1/RW
1/RT
1/20 kk
Frekuensi monitoring
na
1/th
1/9 bln
1/6bln
1/4bln
1/3 bln
k. Peningkatan fasilitas teknologi pengolahan sampah
sampah
l. Fasilitasi kerjasama antar kabupaten/kota dalam pengelolaan sampah
Sarana pengumpul sampah (truk) Container tinja (unit) Gerobak sampah (unit) jumlah TPS jumlah TPA Jumlah Truk tinja Instalasi pengolah limbah tinja (unit)
5,00
5,00
7,00
7,00
8,00
8,00
47,00 15,00 21,00 1,00 1,00 -
47,00 15,00 21,00 1,00 1,00 -
48,00 25,00 25,00 1,00 2,00 1,00
49,00 30,00 25,00 2,00 2,00 1,00
50,00 30,00 28,00 2,00 3,00 1,00
51,00 35,00 30,00 2,00 4,00 1,00
9. PENGEMBANGAN DRAINASE TERPADU PERMASALAHAN
KEGIATAN
INDIKATOR/OUTPUT
BASELINE
3
sistem drainase buruk, drainase limbah belum
1 0,50 39.227,00
TARGET CAPAIAN (TAHUN KE) 2 3 4 0,80 1,00 1,10 40.000,00 41.000,00 42.000,00
0,50 a. Implementasi drainase limbah Debit ke sal irigasi (m /det) Irigasi dari danau Rawapening 39.227,00 terintegrasi (Ha) 10. PENGEMBANGAN PUSAT PENELITIAN DANAU RAWAPENING TARGET CAPAIAN (TAHUN KE) PERMASALAHAN KEGIATAN INDIKATOR/OUTPUT BASELINE 1 2 3 4 Banyak a. Pengembangan database Jumlah macam database 10,00 20,00 30,00 50,00 kajian/penelitian yang Danau Rawapening b. Pengembangan Pusat Informasi Jumlah akses/bln telah dilakukan di Danau Rawapening Danau Rawapening PERMASALAHAN Banyaknya hutan yang gundul, tingginya laju erosi,
PERMASALAHAN
lemahnya hukum
11. PERENCANAAN PEMBANGUNAN KAWASAN RAWAPENING BERBASIS KEWILAYAHAN TARGET CAPAIAN (TAHUN KE) INDIKATOR/OUTPUT BASELINE 1 2 3 4 Implementasi perencanaan Luas lahan sangat kritis (ha) 463,62 463,62 463,62 450,00 440,00 Luas lahan kritis (ha) 7.382,09 7.382,09 7.400,00 7.600,00 7.800,00 pembangunan Kawasan Hutan rakyat (ha) 2,19 2,19 3,64 5,09 6,54 Rawapening KEGIATAN
12. PENGEMBANGAN REGULASI /KEBIJAKAN PENGELOLAAN DANAU RAWAPENING DAN DTA TARGET CAPAIAN (TAHUN KE) INDIKATOR/OUTPUT BASELINE 1 2 3 4 Jumlah kasus lingkungan na 5,00 10,00 15,00 20,00 a. Pengembangan regulasi dalam tertangani (%/tahun) pengelolaan Danau Rawapening KEGIATAN
b. Sosialisasi dan Implementasi regulasi
Pentaatan pemanfaatan sempadan (%)
0,00
10,00
25,00
50,00
75,00
13. PENGEMBANGAN KEBIJAKAN GARIS SEMPADAN DAN PROTEKSI SUMBER DAYA ALAM TARGET CAPAIAN (TAHUN KE) INDIKATOR/OUTPUT BASELINE 1 2 3 4 Jumlah peninggalan historis a. Proteksi sumber daya alam, 3,00 >3 >3 >3 >3 dan budaya yang telah historis dan budaya dilestarikan Pemanfaatan daerah Adat/tradisi/norma 5,00 minimal 5 minimal 5 minimal 5 minimal 5 sempadan secara liar b. Peningkatan kepedulian 4,00 minimal 4 minimal 4 minimal 4 minimal 4 masyarakat terhadap sumber daya Kearifan lokal alam, historis, dan budaya PERMASALAHAN
PERMASALAHAN Tata ruang
Lemahnya penegakan hukum
KEGIATAN
KEGIATAN a. Koordinasi dan konsultasi lintas sektor/dinas b. Penetapan zonasi c. Pembuatan dan sosialisasi perundangan pengelolaan Danau Rawapening E. Implementasi dan Low Enforcement
14. PENGEMBANGAN ZONASI PEMANFAATAN DANAU RAWAPENING TARGET CAPAIAN (TAHUN KE) INDIKATOR/OUTPUT BASELINE 1 2 3 4 Wisatawan domestik/th
50.520
Wisatawan asing/th
Implementasi tata ruang kawasan (%)
60.000,00
148
na
80.000,00
200
5,00
400
10,00
5 1,10 43.000,00
5 60,00
PENANGGUNG PENDUKUNG JAWAB Dinas Cipkataru Dinas Prov. Jateng, Ciptakarya Kab. Semarang, PENANGGUNG JAWAB UNDIP
PENDUKUNG
KEMENTERIAN
Balitbang Prov. Jateng, Bappeda Kab. Semarang,
Menristek
PENANGGUNG JAWAB Bappeda Prov. Jateng
PENDUKUNG
KEMENTERIAN
PENANGGUNG JAWAB Bappeda Prov. Jateng
PENDUKUNG
KEMENTERIAN
Bappeda Kab. Semarang, Bappeda Kota Salatiga
Kementerian Dalam Negeri
30,00
5 430,00 8.000,00 8,00
5 25,00
100,00
5 >3 minimal 5 minimal 4
Bappeda Kab. Kementerian Dalam Semarang, Negeri Bappeda Kota
PENANGGUNG PENDUKUNG JAWAB Balai Besar Besar Bappeda Prov. Wilayah Sungai Jateng, Pemali-Juwana Bappeda Kab. Semarang, ESDM Kab. Semarang, ESDM Kota
PENANGGUNG PENDUKUNG JAWAB Balai Besar Besar PSDA Prov. 100.000,00 150.000,00 200.000,00 Wilayah Sungai Jateng, 600 800 1000 Pemali-Juwana Bappeda Kab. Semarang, ESDM Kab. Semarang, 15,00 20,00 25,00 ESDM Kota Semarang, 5
KEMENTERIAN Kementerian PU,
KEMENTERIAN Kementerian PekerjaanUmum
KEMENTERIAN Kementerian PekerjaanUmum
PERMASALAHAN
Eceng Gondok
15. PENGEMBANGAN PEMANFAATAN ECENG GONDOK UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT TARGET CAPAIAN (TAHUN KE) PENANGGUNG PENDUKUNG INDIKATOR/OUTPUT BASELINE KEMENTERIAN 1 2 3 4 5 JAWAB a. pembuatan kerajinan dan kertas Dinas Disperindag Kementerian Riset Jumlah pengrajin eceng gondok 3,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 dari eceng gondok Perindustrian dan Kab. Semarang, dan Teknologi b. Pakan ternak dari eceng Perdagangan Disperindagkop Jumlah tenaga kerja terserap 19.046,00 20.000,00 21.000,00 22.000,00 23.000,00 24.000,00 gondok Prov. Jateng dan UMKM Kota c. Pembuatan kompos dari eceng Salatiga, Jumlah unit usaha 7.111,00 7.500,00 7.800,00 8.100,00 8.300,00 8.500,00 gondok dan gambut d. Pemanfaatant eknologi tepat guna berwawasan lingkungan Pendapatan per kapita ( rupiah) 4.738.868 4.738.868 4.942.162 5.145.456 534.875 5.552.044 untuk pengembangan usaha kelompok tani KEGIATAN
16. PENGEMBANGAN EKOTURISME PERMASALAHAN
Danau Rawapening merupakan land mark Jawa Tengah yang rendah wisatawan
KEGIATAN
a. Pengembangan landmark wisata Rawapening
b. Promosi ekoturisme c. Pengembangan sarana prasarana
PERMASALAHAN
KEGIATAN
a. Optimalisasi aksi peduli Pertanian, perikanan lingkungan c. Pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui pemanfaatan potensi Danau Rawapening yang rendahnya pendapatan berwawasan lingkungan d. Pelatihan untuk peningkatan ketrampilan masyarakat
INDIKATOR/OUTPUT
Wisatawan domestik/th
Wisatawan asing/th Jumlah hotel di DTA Jumlah restoran di DTA Pendapatan masyarakat sekitar danau/th
BASELINE
50.520
148 223,00 5,00 5.768.150
1
60.000,00
200 223,00 5,00 6.797.432
TARGET CAPAIAN (TAHUN KE) 2 3 4
80.000,00
400 223,00 6,00 7.826.714
100.000,00
600 223,00 10,00 8.855.996
150.000,00
800 223,00 10,00 9.885.278
17. PENGEMBANGAN FORUM PEDULI LINGKUNGAN TARGET CAPAIAN (TAHUN KE) BASELINE 1 2 3 4 Jumlah aktivitas peduli 1,00 1,00 2,00 3,00 4,00 lingkungan (/th) INDIKATOR/OUTPUT
Pendapatan masyarakat sekitar danau (Rp/th)
5.768.150
Pendapatan per kapita ( rupiah)
4.738.868
6.797.432
4.738.868
7.826.714
4.942.162
8.855.996
5.145.456
9.885.278
534.875
5
200.000,00
PENANGGUNG JAWAB
PENDUKUNG
KEMENTERIAN
Dinas Pariwisata Prov. Jateng
Dinas Pariwisata Kab. Semarang, Dinas Kota Salatiga.
Kementerian Pariwisata
PENANGGUNG JAWAB
PENDUKUNG
KEMENTERIAN
1000 223,00 15,00 10.914.560
5 5,00
BLH Kab. 10.914.560 BLH Prov. Jateng Semarang, KLH Kota Salatiga 5.552.044
Kementerian Lingkungan Hidup