3
Foreword Pengantar
Onto Our Next Centennial
Menyongsong Seratus Tahun Berikutnya
The origin of PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (Lonsum) goes back more than a century to 1906 with the founding of a small tobacco and coffee estate just north of Medan, which was subsequently developed into sizeable rubber estates.
Sejarah PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk. (Lonsum) dimulai pada 1906. Berawal dari sebuah perkebunan kecil tembakau dan kopi di utara kota Medan, kemudian berkembang menjadi perkebunan karet yang cukup besar.
Largely managing rubber, coffee and tea plantations during pre-independence Indonesia, Lonsum concentrated mainly on rubber as a mainstay commodity in the 1950s through to the 1970’s, and in the 1980’s diversified into oil palm, which replaced rubber as the primary commodity in the following decade. Throughout the 20th century, Lonsum survived two world wars, the Indonesian independence revolution, the tumultous period during the formative years of a young independent nation, and more recently, the worst financial crisis ever to hit Indonesia. The Asian financial crisis of 1997 had left Lonsum with a substantial debt overhang. However, a comprehensive financial restructuring undertaken since 2003 has fully resolved the debt issue and provided Lonsum with a much stronger balance sheet and greater liquidity. At the same time, a broad-based transformation has also been underway in Lonsum, embracing a Company’s vision, its core values, business strategies and goals. As Lonsum celebrated its Centennial anniversary in 2006, it was being boldly reinvigorated to become a leading agro-industrial business based on the strength of its natural assets and a century of work of intellectual expertise in the plantation business. With these assets, Lonsum is looking ahead to its next Centennial with great confidence.
Sebelum Indonesia merdeka, Lonsum sebagian besar mengelola karet, kopi dan teh. Sejak era 1950-an hingga 1970-an, fokus pada tanaman karet sebagai komoditas utama. Baru pada era 1980-an Lonsum melakukan diversifikasi ke perkebunan kelapa sawit yang menggantikan karet sebagai komoditas utama dalam satu dekade berikutnya. Sepanjang abad ke-20, Lonsum berhasil melewati masa-masa sulit pecahnya dua kali perang dunia, revolusi kemerdekaan Indonesia, periode bergejolak dari sebuah negara yang baru merdeka, dan badai krisis keuangan yang belum lama berselang menghantam Indonesia. Krisis moneter yang melanda Asia pada 1997 telah mewarisi Lonsum beban hutang yang substansial. Namun, berkat upaya restrukturisasi keuangan secara komprehensif yang dilakukan sejak 2003, problem hutang berhasil diselesaikan sepenuhnya. Bahkan neraca keuangan Lonsum menjadi jauh lebih kuat dengan tingkat likuiditas yang lebih baik. Di saat bersamaan, sebuah proses transformasi menyeluruh digulirkan, termasuk soal visi, nilai-nilai utama, strategi bisnis, dan tujuan Perseroan. Seiring dengan usia satu abad Lonsum pada 2006, Perseroan direvitalisasi untuk menjadi perusahaan berbasis agro-industri terkemuka yang mengandalkan kekuatan sumber daya alam dan karya intelektual selama satu abad di bisnis perkebunan. Bermodalkan itulah, Lonsum siap menyongsong era seratus tahun berikutnya dengan penuh keyakinan.
Financial Highlights Ikhtisar Keuangan
4
In million Rupiah
Dalam Jutaan Rupiah
(unless otherwise stated)
(kecuali disebutkan lain)
Net Sales Gross Profit Operating Income Net Income/(Loss)
2006
2005
2004
2003
2002
Penjualan Bersih Laba Kotor Laba Usaha Laba/(Rugi) Bersih
2,148,413 552,328 454,648 303,105
1, 832,860 532,035 445,075 355,724
1, 654,294 534,553 459,216 (247,198)
1, 256,785 389,390 313,103 310,909
1, 098,056 387,037 326,367 500,489
Outstanding Shares (thousand) Basic Earnings/(Loss) per Share (full Rupiah)
Jumlah Saham Beredar (ribuan) Laba/(Rugi) Bersih per Saham Dasar (Rupiah penuh)
1,095,229
1,095,229
1,095,229
485,613
485,613
277
325
(297)
640
1,030
Current Assets Fixed Assets Other Assets Total Assets
Aktiva Lancar Aktiva Tetap Aktiva Lain-lain Jumlah Aktiva
539,735 2,247,733 197,744 2,985,212
397,512 1,993,715 210,946 2,602,173
415,065 1,259,032 688,833 2,362,930
633,341 1,169,983 216,134 2,019,458
357,636 1,012,077 316,368 1,686,081
Current Liabilities Non-Current Liabilities Total Liabilities Total Equity Net Working Capital
Kewajiban Lancar Kewajiban Tidak Lancar Jumlah Kewajiban Jumlah Ekuitas Modal Kerja Bersih
950,121 689,191 1,639,312 1,345,900 (410,386)
806,869 670,367 1,477,236 1,124,937 (409,357)
868,810 1,746,918 1,760,916 724,907 168,604 136,368 1,593,717 1,915,522 1,897,284 769,213 103,936 (211,203) (453,745) (1,113,577) (1,403,280))
In Percentage (%) Sales Growth Gross Profit Margin Operating Profit Margin Net Profit Margin Return on Assets
Dalam Persentase (%) Pertumbuhan Penjualan Marjin Laba Kotor Marjin Laba Usaha Marjin Laba Bersih Rasio Laba/(Rugi) Bersih terhadap Jumlah Aktiva Rasio Laba/(Rugi) Bersih terhadap Jumlah Ekuitas * Rasio Lancar * Rasio Kewajiban terhadap Ekuitas * Rasio Kewajiban terhadap Aktiva *
17.22 25.71 21.16 14.11
10.79 29.03 24.28 19.41
31.63 32.31 27.76 (14.94)
14.46 30.98 24.91 24.74
85.95 35.25 29.72 45.58
10.15
13.67
(10.46)
15.40
29.68
17.31 99.03 70.49 41.34
23.25 98.94 70.07 41.20
(21.05) 89.51 101.22 50.30
299.14 36.25 1,842.98 94.85
(236.97) 20.31 (898.32) 112.53
Return on Equity * Current Ratio * Debt to Equity Ratio * Debt to Assets Ratio *
*) Assuming MCN is converted / Asumsi MCN dikonversi
OPERATIONAL HIGHLIGHTS Ikhtisar Operasional
5
2006
2005
2004
2003
2002
Lahan Tanaman - Inti Kelapa Sawit Menghasilkan Belum Menghasilkan
85,463 63,203 48,703 14,500
81,644 59,253 48,351 10,902
65,237 41,528 36,636 4,892
66,046 41,177 37,106 4,071
65,805 40,534 35,839 4,695
Rubber Mature Immature
Karet Menghasilkan Belum Menghasilkan
16,586 13,937 2,649
16,706 14,344 2,362
17,607 15,042 2,565
19,025 13,201 5,824
19,405 10,653 8,752
Others Mature Immature
Lainnya Menghasilkan Belum Menghasilkan
5,674 5,067 607
5,685 4,978 707
6,101 5,221 880
5,843 5,376 467
5,865 5,516 349
Plasma Mature Handed Over
Kebun Plasma yang Telah Diserahterimakan
35,973
35,917
31,013
35,287
31,476
Age Maturity of Oil Palm Trees Young (3-<9 years) Prime (9-20 years) Old (>20 years) Total
Profil Umur Tanaman Kelapa Sawit Tanaman Muda ( 3-<9 tahun) Tanaman Utama (9-20 tahun) Tanaman Tua (>20 tahun) Jumlah
10,119 35,903 2,681 48,703
20,362 26,036 1,953 48,351
17,903 16,089 2,644 36,636
21,721 13,095 2,290 37,106
22,242 10,563 3,033 35,838
Distribution of Planted AreasNucleus North Sumatera South Sumatera East Kalimantan Java North Sulawesi South Sulawesi Total
Distribusi Lahan Tertanam Inti Sumatera Utara Sumatera Selatan Kalimantan Timur Jawa Sulawesi Utara Sulawesi Selatan Jumlah
39,566 33,637 4,556 2,313 729 4,662 85,463
39,572 29,533 4,571 2,324 729 4,915 81,644
39,619 17,426 525 2,757 4,910 65,237
39,625 18,393 525 2,858 4,645 66,046
39,525 18,218 525 2,854 4,683 65,805
Production Volume (Tonnes) Processed Fresh Fruit Bunch (FFB) Crude Palm Oil (CPO) (MT) Palm Kernel Oil Palm Seed (thousand of seeds) Rubber Cocoa Coffee Tea
Volume Produksi (Ton) Tandan Buah Segar (TBS) yang diolah 1,455,737 340,015 Minyak Sawit (MT) 77,333 Inti Sawit 15,870 Benih Sawit (ribuan benih) 26,625 Karet 4,739 Kakao 138 Kopi 1,112 Teh
1,373,457 328,688 71,325 15,511 24,079 5,123 165 1,364
Sales Volume (Tonnes) Crude Palm Oil (CPO) (MT) Palm Kernel Product Oil Palm Seed (thousand of seeds) Rubber Cocoa Coffee Tea
Volume Penjualan (Ton) Minyak Sawit (MT) Produk Inti Sawit Benih Sawit (ribuan benih) Karet Kakao Kopi Teh
In Hectare (unless otherwise stated)
Dalam Hektar (kecuali disebutkan lain)
Planted Area- Nucleus Oil Palm Mature Immature
354,159 75,810 15,066 26,999 4,940 114 1,429
312,318 72,196 14,396 26,325 5,092 312 1,409
1,212,286 1,175,952 1,116,974 295,790 270,820 259,492 65,006 61,082 57,042 10,441 6,286 5,177 22,335 20,429 14,157 5,071 4,788 5,003 758 812 960 1,088 1,053 963 300,655 65,352 10,719 22,505 5,116 662 1,172
266,360 60,393 6,132 16,990 4,727 1,028 761
278,495 57,574 5,159 14,005 5,198 892 1,140
With close to 100,000 hectares of planted oil palm estates, the consolidation of Pan Lonsum’s palm oil assets in 2006 provided Lonsum with a more solid base from which to grow. Dengan lahan tanaman sawit hampir 100.000 hektar, konsolidasi aset perkebunan kelapa sawit Pan Lonsum yang telah tuntas pada 2006 memberikan Lonsum basis pertumbuhan yang lebih kuat.
9
Message from the Board of Commissioners Sambutan De wan Komisaris
Dear Stakeholders,
Stakeholders yang terhormat,
As the second largest listed plantation company in Indonesia with substantial holdings of palm oil and rubber assets, Lonsum continues to benefit from strong commodity prices in our crops.
Sebagai perusahaan perkebunan publik terbesar kedua di Indonesia yang mengelola perkebunan sawit dan karet yang substansial, Lonsum kembali diuntungkan oleh menguatnya harga komoditas yang dimiliki.
The price of crude palm oil (CPO) has been rising since 2004, and is currently supported by several positive developments. The potential use of CPO as a renewable source of energy in the form of bio-diesel fuel has generated a lot of excitement of late. Although Lonsum is not directly exposed to palm bio-diesel production, we will benefit from any upward pricing pressure associated with bio-fuel demand. But even if the bio-diesel demand effects are not sustainable, the demand for CPO product as an edible oil has been strong and is growing in key consuming countries such as China and India, not to mention Indonesia which comes next after those two countries in terms of population. Moreover, the year 2007 is expected to see a return of the El Nino effects that produce drier-than-normal weather conditions. A combination of these factors has resulted in a significant reduction in stock which has flowed into higher palm prices over the last six months. The CPO FOB market price has averaged US$ 560 per tonne from January to the date of this letter. The price of rubber has also been favourable for Lonsum. It is well above the ten-year average, despite having retreated from its peak. Although rubber accounts for only about 11% of our cultivated land, it remains a very profitable crop for Lonsum and we remain optimistic on its long-term growth prospects. Furthermore, we believe that as long as the price of crude oil remains above US$ 50 per barrel, the price of oil based synthetic rubber will be supported and this in turn will support the natural rubber price. Whilst we are fortunate enough to be experiencing strong prices in the commodities we produce, we have not lost sight of the fact that we are in a commodity business that does have business cycles, and we have asked management to keep a strong focus on the costs of business operations going forward.
Harga minyak sawit mentah (Minyak sawit) mengalami kenaikan sejak 2004 yang ditopang oleh sejumlah perkembangan positif lainnya. Potensi pemanfaatan minyak sawit sebagai sumber energi yang bisa diperbarui dalam bentuk bahan bakar biodisel telah meningkatkan minat pasar terhadap komoditas ini. Meskipun Lonsum tidak secara langsung bergerak dalam produksi biodisel, Perseroan akan memetik keuntungan dari meningkatnya harga minyak sawit yang berkaitan dengan permintaan bio-fuel. Bahkan jika ternyata pengaruh biodisel tidak bertahan lama pun, permintaan pasar terhadap produk minyak sawit untuk keperluan minyak sayur tetap tinggi dan cenderung meningkat di negara-negara konsumen utama dunia seperti Cina dan India, termasuk Indonesia yang memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia setelah dua negara tadi. Selain itu, kembalinya fenomena El Nino pada 2007 yang akan mendatangkan iklim yang lebih kering dibanding biasanya. Kombinasi dari faktor-faktor itu telah mengakibatkan penurunan persediaan minyak sawit secara signifikan dan menaikkan harga ke tingkat yang lebih tinggi dalam enam bulan terakhir. Harga pasar minyak sawit FOB telah berada di kisaran US$ 560 per ton dari Januari sampai dengan tanggal tulisan ini. Harga pasar komoditas karet sejauh ini juga tak kalah menguntungkan. Harganya jauh di atas rata-rata dalam kurun sepuluh tahun terakhir kendati telah mengalami penurunan dari harga tertinggi yang pernah dicapai. Selain itu, meskipun karet hanya menempati 11% dari total areal perkebunan yang kami miliki, karet merupakan tanaman yang amat menguntungkan Lonsum. Kami tetap optimis prospek pertumbuhannya masih akan terus meningkat dalam jangka panjang. Lebih dari itu, kami meyakini selama harga minyak mentah dunia berada di atas US$ 50 per barel maka harga karet sintetis akan tetap tinggi dan pada akhirnya hal ini akan tetap menopang tingkat harga karet alam.
10 Notwithstanding positive market forces, the Indonesian economy went through some of the most challenging conditions in 2006 as a result of inflation and high interest rates. Inflation rose to double-digit figures during the first nine months of 2006, from an average of 6% the previous year. This was mainly as a result of the sharp fuel price increase in October 2005 as the government significantly reduced fuel-price subsidies. Meanwhile, Bank of Indonesia had to raise the benchmark one-month SBI interest rate from 8.5% to 12.8% (their highest points in 2005 and 2006 respectively), to compensate for increasing selling pressure on the Rupiah. However, as the benefits from lower fuel subsidies and Indonesia’s resurgent exports began to accumulate throughout the year, the economy strengthened considerably in the last quarter of 2006, paving the way for an expected strong recovery in 2007.
Meskipun beruntung karena komoditas yang diproduksi memiliki harga yang kuat, kami tetap menyadari bahwa kami berada dalam industri komoditas yang memiliki siklus bisnis sehingga kami tetap meminta manajemen untuk senantiasa fokus menangani biaya-biaya operasional ke depan.
Lonsum was not immune to deteriorating economic conditions during the first half of 2006. We faced increasing cost pressures in 2006 which arose from rising inflation as well as from certain operational inefficiencies from the integration of the Pan London Sumatra oil palm estates which were consolidated into Lonsum in 2005. These inefficiencies stemmed from largely scattered palm plantations over large areas in South Sumatera and inadequate infrastructure in some of those areas resulting in higher transportation costs. The business performance was also adversely impacted by the fact that Pan London Sumatra did not have sufficient owned palm-oil milling capacity for its plantation size. However, these shortcomings are being addressed by Lonsum, and we expect production costs to normalize in due course as Lonsum achieves greater integration and economies-of-scale in its South Sumatera estates. A key priority of Lonsum in the near future would be to bring up the productivity of the South Sumatera oil palm estates, including milling capacity, closer towards those of our oil palm estates in North Sumatera.
untuk tahun 2005 dan 2006. Meski begitu, seiring dengan berkurangnya beban subsidi pemerintah dan pulihnya kegiatan ekspor Indonesia, perekonomian domestik kembali menguat di kuartal keempat 2006. Ini melempangkan jalan bagi perbaikan kondisi ekonomi di tahun 2007.
The Commissioners are supportive of a solid growth program for Lonsum across all of its crops. However, high commodity pricing means that we have to be more vigilant than ever with allocation of the shareholders’ capital. We are conscious of the increased cost of achieving growth (in the form of land prices) and will make sure that our growth plans are able to demonstrate an appropriate level of return for the owners. The Board of Commissioners has monitored the management and performance of Lonsum closely over the past three years since the Company was restructured financially and reorganised. The Board is pleased with the general progress of the Company since this restructuring, but also expresses its concerns over productivity rates, which have declined slightly since the consolidation of the Pan London Sumatera estates in South Sumatera, and general business costs. Other than that, Lonsum has benefited from a clear direction and sound management that have positioned the company for more sustainable strong and profitable growth. More importantly, Lonsum has focused on
Meskipun iklim pasar menunjukkan kecenderungan positif, perekonomian Indonesia pada 2006 menghadapi tantangan berat akibat laju inflasi dan suku bunga yang tinggi. Inflasi menembus angka dua digit selama sembilan bulan pertama 2006, dari rata-rata 6% di tahun sebelumnya. Hal ini terutama disebabkan oleh tingginya kenaikan harga bahan bakar minyak pada Oktober 2005, sebagai konsekuensi dari kebijakan pemerintah memangkas subsidi harga BBM secara signifikan. Di sisi lain, untuk meredam derasnya tekanan jual terhadap mata uang Rupiah Bank Indonesia terpaksa menaikkan tingkat suku bunga SBI berjangka waktu satu bulan, dari 8,5% menjadi 12,8%, yang merupakan level tertinggi
Lonsum tak kebal terhadap imbas memburuknya kondisi perekonomian di paruh pertama 2006. Perseroan harus menghadapi tekanan lonjakan biaya produksi pada 2006 sebagai akibat dari kenaikan laju inflasi dan belum efisiennya kegiatan operasional setelah dilakukan proses konsolidasi lahan perkebunan sawit Pan London Sumatra ke dalam Lonsum pada 2005. Inefisiensi terjadi akibat dari tersebarnya unit perkebunan di areal yang luas di Sumatera Selatan dan belum memadainya infrastruktur di sejumlah daerah tersebut yang menyebabkan biaya transportasi lebih tinggi. Kinerja bisnis juga terimbas oleh kenyataan bahwa kapasitas pengolahan minyak sawit milik Pan London Sumatra belum memadai jika dibandingkan dengan luas perkebunan yang ada. Berbagai kekurangan inilah yang kini sedang giat dibenahi oleh Lonsum. Kami memperkirakan, melalui proses integrasi yang kian sempurna dan pencapaian skala ekonomi produksi di unit perkebunan Sumatera Selatan, biaya produksi akan kembali normal. Salah satu prioritas penting yang akan dilakukan dalam waktu dekat oleh Lonsum adalah meningkatkan produktivitas lahan perkebunan sawit di Sumatera Selatan, termasuk di dalamnya peningkatan kapasitas pabrik pengolahan sawit, mendekati produktivitas perkebunan sawit di Sumatera Utara. Dewan Komisaris mendukung program pertumbuhan Lonsum yang solid untuk keseluruhan komoditas yang dimilikinya. Namun demikian, tingginya harga komoditas memiliki arti bahwa kami semua harus lebih memperhatikan lagi alokasi modal yang berasal dari para pemegang saham. Kami menyadari akan adanya peningkatan biaya untuk pertumbuhan (berkaitan dengan harga tanah) dan memastikan bahwa rencana pertumbuhan tersebut mampu memberikan tingkat keuntungan yang layak untuk para pemegang saham. Dewan Komisaris secara seksama telah memantau langsung kegiatan pengelolaan dan kinerja Lonsum selama tiga tahun terakhir sejak dilakukannya restrukturisasi keuangan dan penataan kembali organisasi perusahaan. Dewan merasa puas dengan kemajuan yang telah dicapai Perseroan
11
building its governance structure, accountability, transparency, and standardised operations to facilitate its turnaround and will continue to improve these areas as the company grows. Lonsum has also strengthened overall management oversight, internal control and risk management. The Board also notes with appreciation the efforts of Lonsum to galvanise its people and make them a centerpiece of our sustainable long-term growth. In the past year alone, we have seen a major increase in both the scope and scale of human resources training and development programmes that have been enthusiastically embraced by our personnel. At the same time, Lonsum has increased its corporate social responsibility activities with the aim of becoming more integrated within the communities in which we operate. Finally, allow me to report on changes made to our board membership. There has not been any change to the composition of the Board of Commissioners since our last annual report. However, the Company made two changes to the Board of Directors in 2006. We extend our highest appreciation to Mr. Handana Halim Wanawijaya and Mr. Wirawan Giriputra who resigned from the Board of Directors effective from 17 May 2006, and welcome Mr. Bibin Busono and Mr. Arsyad Lahabu, who assumed the post of Managing Director of Finance and Director of Human Resources & General Services, respectively. While there are still challenges ahead of us, I am confident that we will be able to face up to these challenges and drive our growth momentum forward. There is much yet to do. Nevertheless, Lonsum is poised for growth.
MARK H. CARNEGIE President Commissioner Presiden Komisaris
pascarestrukturisasi. Namun, di saat bersamaan merasa prihatin dengan tingkat produktivitas yang sedikit menurun sejak dikonsolidasikannya unit perkebunan Pan London Sumatra di Sumatera Selatan, dan biayabiaya operasional secara umum. Di luar itu, Lonsum diuntungkan oleh adanya arahan usaha yang jelas yang menempatkan Perseroan pada tingkat pertumbuhan yang lebih kuat dan menguntungkan. Yang tak kalah penting, Lonsum telah memusatkan perhatiannya pada pengembangan struktur tata kelola, akuntabilitas, transparansi, dan standarisasi kegiatan operasionalnya yang mendorong bangkitnya kembali Perseroan dan akan meneruskan untuk menyempurnakan hal ini sejalan dengan perkembangan perusahaan. Lonsum juga telah memperkuat pengawasan pengelolaan secara keseluruhan, kendali internal, dan manajemen risiko. Dewan juga memberikan apresiasi atas upaya Lonsum dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusianya dan menjadikan mereka sebagai inti dari pertumbuhan berkelanjutan perusahaan dalam jangka panjang. Khusus di tahun lalu, kami melihat adanya kemajuan pesat dalam skala maupun cakupan kegiatan pelatihan serta berbagai program pengembangan sumber daya manusia, yang ditanggapi secara antusias oleh seluruh karyawan. Di saat bersamaan, Lonsum telah menggiatkan berbagai aktivitas kepedulian sosial dengan tujuan utama menjadikan Perseroan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat di sekitarnya. Akhir kata, perkenankan kami melaporkan adanya perubahan dalam keanggotaan Dewan. Sejak laporan tahunan terakhir diterbitkan, tidak ada perubahan apa pun di jajaran Dewan Komisaris. Namun, di jajaran Dewan Direksi telah dilakukan penggantian dua posisi jabatan pada 2006 lalu. Kami menghaturkan penghargaan setinggi-tinginya kepada Bapak Handana Halim Wanawijaya dan Bapak Wirawan Giriputra yang mengundurkan diri dari Dewan Direksi terhitung sejak 17 Mei 2006, dan mengucapkan selamat bergabung kepada Bapak Bibin Busono dan Bapak Arsyad Lahabu sebagai Managing Director of Finance serta Managing Director of Human Resources & General Services yang baru. Di masa-masa mendatang, masih banyak tantangan yang siap menghadang. Namun kami yakin akan senantiasa mampu menghadapinya dan membawa momentum pertumbuhan yang telah dicapai jauh ke depan. Selain itu, walau masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan tetap kami juga siap menyambutnya untuk terus tumbuh dan berkembang.
1 3
4
5
1 rachmat soebiapraja Independent Commissioner Komisaris Independen
2 2 Tengku A. Aziz Independent Commissioner Komisaris Independen 3 Jay G. Wacher Commissioner Komisaris 4 Eddy K. Sariaatmadja Commissioner Komisaris 5 Joefly J. Bahroeny Commissioner Komisaris
15
DIRECTORS’ REPORT LAPORAN DIREKSI
Lonsum posted higher operating profit in 2006 than in 2005. However, net profit declined by 14.8% from Rp 355.7 billion to Rp 303.1 billion due to higher income tax as Lonsum no longer had accruing tax benefit from past losses carried forward in 2006. Back-to-back profitability in 2005 and 2006 had finally produced retained earnings in our equity accounts for the first time in almost a decade since Lonsum gradually recovered from losses stemming from the Asian financial crisis of 1997. We were therefore pleased to declare and distribute dividends of Rp 75 per share from our 2005 profit in 2006. The growth of our operating profitability was in line with the prevailing trend line that appears to have reached bottom in 2004, and had shown upwards momentum during the past two years. As a result of which we increased stockholders’ equity by 19.6%, after dividends, to Rp 1,345.9 billion as at yearend 2006. Returns on average assets and equities were 10.1% and 22.5% in 2006, respectively, compared to 13.7% and 31.6% in 2005. With roughly 51,400 hectares of landbank coming from the consolidation of the Pan Lonsum assets, on top of our own 112,000 hectares of landbank, there was much to be done for Lonsum in 2006. This consolidation has left us with much work and rebuilding to do, despite its obvious potential for increasing growth and income streams in the years to come. In fact, we made encouraging progress in 2006 as Lonsum began to put integrative processes including better harvesting, transportation and logistics management in our sprawling South Sumatera palm estates. This stabilised palm production output so much so that we have increased overall productivity of palm products which, albeit still small, is critically important given the huge task of integration that Lonsum faces in South Sumatera. In rubber, Lonsum achieved record output as we increased our net sales of rubber by 52.4% in 2006, taking advantage of high market prices as well as increased production from rubber estates in North Sumatera that are being phased out for conversion into oil palm estates.
Lonsum pada 2006 lalu berhasil membukukan laba operasional yang lebih tinggi dibanding 2005. Namun, laba bersih yang diraih menurun 14,8% dari Rp 355,7 miliar menjadi Rp 303,1 miliar. Hal ini disebabkan oleh besarnya jumlah pajak penghasilan yang harus dibayarkan, karena Lonsum tidak lagi menikmati manfaat pajak akrual (accruing tax benefit) atas kerugian tahun-tahun sebelumnya yang dialihkan ke tahun 2006. Berkat keuntungan yang diraih pada 2005 dan 2006, Perseroan berhasil mencatatkan laba ditahan pada pembukuan ekuitas untuk pertama kalinya dalam kurun hampir satu dekade, sejak Lonsum berangsur-angsur pulih dari kondisi merugi akibat terpaan krisis keuangan Asia pada 1997. Sehubungan dengan itu, dengan gembira kami mengumumkan bahwa pada 2006 Perseroan membagikan dividen sebesar Rp 75 per saham yang disisihkan dari laba tahun 2005. Pertumbuhan profitabilitas operasional ini sejalan dengan tren penurunan secara umum yang mencapai titik nadirnya pada 2004, yang kemudian menunjukkan kecenderungan peningkatan selama dua tahun terakhir. Berkaitan dengan itu, kami meningkatkan ekuitas hingga 19,6%, dengan nilai setelah dipotong dividen menjadi Rp 1.345,9 miliar pada akhir 2006. Adapun keuntungan atas rata-rata aktiva dan ekuitas pada 2006 sebesar 10,1% dan 22,5%, sementara pada 2005 masing-masing sebesar 13,7% dan 31,6%. Dengan tambahan lahan perkebunan sekitar 51.400 hektar, yang berasal dari konsolidasi aset-aset Pan Lonsum ke dalam aset perkebunan Perseroan yang mencapai 112.000 hektar, banyak hal harus dilakukan Lonsum pada 2006. Langkah konsolidasi ini menyisakan begitu banyak pekerjaan dan upaya pembangunan kembali, meskipun di sisi lain terkandung potensi besar bagi peningkatan pertumbuhan dan keuntungan Perseroan di tahun-tahun mendatang, Kenyataannya, kami telah membuat kemajuan berarti sepanjang 2006 dengan dimulainya penerapan proses yang terintegrasi, termasuk di dalamnya pemanenan, pengangkutan, dan pengelolaan logistik yang lebih baik di perkebunan-perkebunan kami yang tersebar di seluruh Sumatera Selatan. Hal ini pun memantapkan hasil produksi sawit,
As planned, Lonsum cleared more land and undertook more plantation programmes in 2006 than the previous year. We continued to improve crop cultivation and harvesting, build and upgrade estate roads to enable us to harvest more FFB per hectare of land, and deliver them more quickly to the mills. We also made substantial investments in telecommunications facilities - using 3G mobile communications linked to satellite systems. Using a geographical information system (GIS), we were able to take satellite pictures of remote plantation sites, increasing our control and monitoring over on-site development, and therefore providing a higher level of confidence for Lonsum’s management to act on, and finance major site developments. These are all part of our concerted efforts to align our resources for future growth. Having fully regained our financial sustainability, Lonsum has established specific growth parameters, a roadmap, to guide us in achieving greater economies of scale over the next five years. Moving to management issues, we are pleased to report that the Company has completed the development of comprehensive policy manuals that outlines and details the standard operating procedures for every key operational aspects of Lonsum,from code of conduct to strategy and organisation, human resources, operations, sales, finance and accounting, general and administration, corporate secretary and
sehingga secara keseluruhan produktivitasnya ikut meningkat. Memang masih terbilang kecil, tapi sangatlah berarti mengingat begitu banyak pekerjaan yang harus dilakukan Lonsum berkaitan dengan penyatuan aset perkebunan di Sumatera Selatan. Untuk tanaman karet, Lonsum mencatat rekor produksi yang tercermin pada meningkatnya nilai penjualan bersih pada tahun 2006 sebesar 52,4%. Hal ini dipicu oleh tingginya harga pasar serta meningkatnya produksi kebun-kebun karet di Sumatera Utara yang kini tengah dikonversikan menjadi perkebunan sawit. Seperti direncanakan, Lonsum melakukan lebih banyak kegiatan perluasan lahan dan penanaman sepanjang 2006 dibanding tahun sebelumnya. Kami juga terus menyempurnakan proses penanaman dan pemanenan, membangun dan memperbaiki akses jalan di perkebunan agar lebih banyak TBS yang dapat dipanen dari tiap hektar lahan untuk kemudian membawanya ke pabrik pengolahan sawit dalam waktu yang lebih singkat. Kami juga menanamkan investasi yang cukup besar untuk fasilitas jaringan infrastruktur komunikasi dengan menerapkan teknologi komunikasi bergerak 3G yang terhubung dengan sistem satelit. Melalui penggunaan sistem informasi geografis (GIS), kami dapat mengambil gambar perkebunan yang lokasinya terpencil via satelit sehingga perkembangan di lapangan dapat lebih terpantau dan terkendali. Berkat teknologi ini, jajaran manajemen menjadi lebih mantap dalam mengambil keputusan untuk bertindak dan membiayai berbagai pengembangan di lahan-lahan perkebunan dengan skala besar. Semua ini merupakan bagian dari upaya bersama untuk mempersiapkan sumber daya kami guna mencapai pertumbuhan di masa mendatang. Setelah berhasil memantapkan kembali kondisi keuangan perusahaan, Lonsum kini telah memiliki tolok ukur pertumbuhan yang akan menjadi panduan dalam mencapai skala ekonomi yang lebih tinggi dalam kurun lima tahun mendatang. Beralih ke masalah manajemen, kami berbesar hati untuk melaporkan bahwa Perseroan berhasil menyelesaikan pengembangan panduan kebijakan secara komprehensif yang menjabarkan secara rinci prosedur operasional standar untuk setiap kegiatan kunci Lonsum, mulai dari
With financial restructuring and consolidation behind it, Lonsum is now poised for growth and looks ahead with great expectations... Berbekal restrukturisasi dan konsolidasi keuangan, Lonsum kini siap tumbuh dan menyongsong masa depan...
legal, procurement, security, risk management, control and monitoring, and internal audit. Together, these standard operating manuals provide the basis from which Lonsum can exercise effective planning, execution, control and evaluation the hallmarks of any sound management that rely on well-managed information, highly coordinated execution, rigorous controls and continuous improvements. Moreover, in tandem with better management tools and controls, Lonsum continues to align its corporate governance to international best practices. Good corporate governance at Lonsum begins with a clear vision and direction of our business; clear delegation of authorities and responsibilities between Commissioners and Directors and among senior executives; emphases on risk management and internal control; conduct our business affairs transparently, accountably, responsibly, fairly and independently; disseminate material information timely and accurately; and be responsive to community and environmental needs. Since 2004, Lonsum has had an Audit Committee, a Nomination and Remuneration Committee and a Risk Management Committee to assist the Board of Commissioners in supervising the Company. These Committees, which also comprises of independent members who possess the expertise and experience to advice the Commissioners on relevant issues, assist the Commissioners in monitoring the performance of the Company against strategic goals, business plans, annual/quarterly budgets and other matters requiring the attention of the Commissioners. On behalf of the Board of Directors, I would like to thank our shareholders, employees, customers, business partners, government authorities and the communities in which Lonsum is a part of. With your support, Lonsum will remain to be a valuable proposition as it has been for more than a hundred years.
code of conduct hingga strategi dan organisasi, sumber daya manusia, operasional, penjualan, keuangan dan akuntansi, umum dan administrasi, sekretaris perusahaan dan hukum, pengadaan, keamanan, manajemen risiko, pengendalian dan pengawasan, dan audit internal. Bersamasama, seluruh panduan operasional standar ini memberikan basis bagi Lonsum untuk melakukan perencanaan, eksekusi, pengendalian dan evaluasi secara efektif - pilar-pilar manajemen yang sehat yang mengandalkan informasi yang dikelola secara baik, pelaksanaan yang sangat terkoordinasi, pengendalian yang ketat dan penyempurnaan secara terus-menerus. Lebih jauh lagi, seiring dengan perangkat dan kendali manajemen yang lebih baik, Lonsum terus menyelaraskan tata kelola perusahaannya sesuai dengan standar terbaik internasional. Tata kelola perusahaan yang baik di Lonsum diawali dengan visi dan arah bisnis yang jelas; pemisahan wewenang dan tanggung jawab yang tegas antara Komisaris dan Direktur serta di antara para eksekutif senior; penekanan pada manajemen risiko dan pengawasan internal; menjalankan kegiatan bisnis secara transparan, akuntabel, bertanggung jawab, wajar dan mandiri; menyebarluaskan informasi material secara tepat waktu dan akurat; dan bersikap tanggap terhadap kebutuhan masyarakat dan lingkungan. Sejak tahun 2004, Lonsum telah memiliki Komite Audit, Komite Nominasi dan Remunerasi dan Komite Manajemen Risiko untuk membantu Dewan Komisaris dalam mengawasi jalannya Perseroan. Ketiga komite tersebut, yang juga terdiri dari anggota-anggota independen dengan keahlian dan pengalaman yang memadai untuk memberi advis kepada Komisaris tentang isu-isu yang relevan, membantu Komisaris dalam mengawasi kinerja Perseroan terhadap sasaran-sasaran strategis, rencana kerja, anggaran tahunan/triwulanan dan hal-hal lain yang membutuhkan perhatian Dewan Komisaris. Atas nama Dewan Direksi, saya menghaturkan terima kasih kepada seluruh pemegang saham, karyawan, pelanggan, mitra usaha, pemerintah, dan masyarakat sekitar yang telah menjadikan Lonsum sebagai bagian dari kita semua. Dengan dukungan Anda sekalian, Lonsum akan tetap menjadi aset yang bernilai, sebagaimana yang terjadi selama lebih dari seratus tahun ini.
GLENN M.S. YUSUF President Director Presiden Direktur
17
1
2
3
4
1 Bibin Busono Managing Director, Finance Direktur Keuangan 2 Bryan J. Dyer Managing Director, Operations Direktur Operasional 3
Arsyad Lahabu Managing Director, Human Resources & General Services Direktur Personalia & Administrasi
4 ZAFRIL a. HamZah Managing Director, Sales Direktur Penjualan
Lonsum capitalised fully on high Rubber price to achieve record production and sales volume for Rubber in 2006 Lonsum menarik manfaat penuh dari har ga karet yang ting gi untuk mencapai rekor volume produksi maupun penjualan karet pada tahun 2006
23
Growth & Sustainability Pertumbuhan dan Kesinambungan
Future Growth
Pertumbuhan di masa depan
Lonsum undertook a mapping exercise in 2006, strategically establishing the key parameters by which the Company will have to perform over the next several years in order to achieve greater economies of scale. As stated in our last annual report, Lonsum carried operating efficiency challenges from the consolidation of the Pan Lonsum palm oil estates throughout the region.
Pada 2006, Lonsum melakukan pemetaan yang menghasilkan sederet tolok ukur utama bagi kegiatan usaha selama beberapa tahun ke depan dalam rangka mancapai skala ekonomi yang lebih besar. Seperti disebutkan dalam laporan tahunan sebelumnya, Lonsum harus menghadapi tantangan peningkatan efisiensi operasional. Hal ini berkaitan dengan dikonsolidasikannya aset perkebunan Pan Lonsum di sejumlah daerah.
It has been clearly established that a number of estates are widely dispersed over a large area where roads are not always useable, telecommunications infrastructures virtually non existent, and security a number one concern for the integrity of the entire estate.
Sejumlah kebun yang tersebar luas di daerah pengembangan belum memiliki akses jalan memadai. Hampir tidak ada infrastruktur telekomunikasi di sana. Terlebih lagi, faktor keamanan yang merupakan persoalan penting yang diperlukan untuk menciptakan kesatuan dari keseluruhan unit perkebunan.
Advanced Communications and Mapping
Kemajuan Teknologi Komunikasi dan
Technology
Pemetaan
Faced with challenges on integration, Lonsum introduced the latest 3G mobile communications technology as well as a satellite-linked geographical imaging system (GIS) that allowed for much greater information to be collected and disseminated between Lonsum’s head office and field operations that have helped Management to make decisions and move the integration of our estates resolutely forward.
Dihadapkan pada tantangan integrasi, Lonsum memperkenalkan teknologi komunikasi bergerak yang berbasiskan 3G dan sistem infor masi geografis (GIS) via satelit. Dengan teknologi ini lebih banyak infor masi bisa dikumpulkan untuk kemudian diper tukarkan antara kantor pusat Lonsum dan unit ker ja lapangan. Teknologi ini sangat membantu Manajemen dalam mengambil keputusan dan lebih memantapkan pengintegrasian unit perkebunan Perseroan.
Since 2006, Lonsum has been able to undertake mobile video conferences linking head office with any point on the Lonsum estates. In addition, the use of GIS allows Lonsum to take very precise satellite images of any plot of land throughout the estates.
Sejak 2006 Lonsum juga telah menggelar berbagai video konferensi dengan teknologi komunikasi bergerak yang menghubungkan kantor pusat dan berbagai titik di unit perkebunan Lonsum. Selain itu, pemanfaatan GIS memungkinkan Lonsum mengambil gambar satelit dengan tajam terhadap petak-petak tanah di seluruh perkebunan.
24 Mapping Our Way to Growth
Pemetaan Jalur Pertumbuhan
The satellite imaging ability is critical to Management in that it provides a greater level of confidence to follow through on development programmes deemed crucial to our integration objectives in our estates. Because for every report that says certain areas of land are being cleared, or planted with new trees, or that so many roads and bridges are being built then everything is easily and almost instantly verifiable. This obviously gives much greater control to Management to drive the integration process forward.
Kemampuan pencitraan via satelit merupakan hal penting bagi Manajemen. Dengan teknologi ini jajaran Manajemen dapat lebih mengikuti berbagai program pengembangan demi tercapainya tujuan penyatuan unit perkebunan Perseroan. Dengan teknologi ini pula, setiap laporan mengenai pembukaan dan penanaman lahan baru, serta pembangunan jalan dan jembatan dapat dengan mudah dikonfirmasikan. Hal ini membuat kendali Manajemen menjadi lebih besar dalam upaya melanjutkan proses integrasi.
In fact, the GIS has been used to map the entire estates, thereby placing strategic information previously inaccessible to Lonsum that would allow for a much more coordinated and integrated development of our estates. We know exactly where to build additional mills, in which direction we need to expand our estates, how to accomodate transportation and logistics, and how we plan for community development that will best serve the interest of sustainable long-term growth for the benefit of all. Our road map to growth, drawn on the basis of highly precise satellite photos of existing estates, points to very exciting prospects for Lonsum, if we can expand the areas of our palm oil and rubber estates to 1,000,000 MT and 100,000 tonnes, respectively, by 2011.
Teknologi GIS telah dimanfaatkan pula untuk memetakan keseluruhan unit perkebunan. Sehingga berbagai informasi strategis yang sebelumnya tak tersedia kini dapat dengan mudah diperoleh Lonsum dan digunakan bagi upaya pengembangan yang lebih terkoordinasi dan terpadu. Dengan cara ini, Perseroan kini dapat mengetahui secara pasti di mana harus membangun fasilitas pengolahan sawit tambahan, ke arah mana perluasan lahan sebaiknya dilakukan, bagaimana mengatur arus pengangkutan dan logistik secara efisien, serta jenis kegiatan kemasyarakatan apa yang paling tepat untuk mendukung pertumbuhan jangka panjang yang memberikan keuntungan bagi semua pihak. Arah Perseroan menuju pertumbuhan yang didasarkan pada hasil pencitraan satelit berkualitas tinggi atas lahan perkebunan yang ada, menjanjikan prospek yang amat cerah buat Lonsum, asalkan Perseroan dapat memperluas lahan perkebunan sawit dan karet menjadi 1.000.000 MT dan 100.000 ton pada 2011.
25 H av ing r e g a ine d f in a nc i a l s u s ta in a bil i t y, Lon s um h a s dr aw n u p a r oa dm a p t h at p oin ts to f u t u r e g r owt h . . . Setelah berhasil memulihkan kondisi keuangan, Lonsum mengembangkan peta rencana yang mengarah pada pertumbuhan di masa datang ...
Managing the Pace of Growth
Mengatur Langkah Pertumbuhan
At the scale and pace with which Lonsum is bringing back proper cultivation methods to its plantations, following years of neglect and a lack of investment prior to financial restructuring, it follows to reason that we cannot change everything all at once, much as we might like to do. Yet virtually all elements of our operations need some form of improvement or other because of the fact that most have had to make do on stretched budgets in the past, with little capital goods replacement, if any.
Kurangnya perhatian dan investasi di tahun-tahun sebelum restrukturisasi menyebabkan Perseroan ingin melakukan perubahan di berbagai hal pada saat bersamaan saat ini. Namun, dengan skala dan kecepatan langkah yang diterapkan Lonsum untuk mengembalikan metode tanam menjadi sebagaimana mestinya, keinginan ini tidaklah memungkinkan. Hampir seluruh aspek operasional perlu diperbaiki. Sebab, sebelumnya Perseroan harus puas dengan alokasi dana yang sangat minim dan hanya mampu meremajakan sejumlah kecil aset permodalannya.
This issue continues to be addressed by Management, albeit strategically. First, Lonsum was restructured financially, which had also involved the consolidation of the Pan Lonsum assets as part of that restructuring. Then, we reorganised, brought in fresh blood, and set standard operating procedures across the business; documenting every plantation, mill and office operating procedure as never before. Next, we equipped our people with the tools of the trade. From a new vision and core values to increased training, a performance based reward system, information technology, telecommunications, research, support groups and work manuals, among other things. Now, we are increasing economies of scale by expanding our production base, with the aim of increasing revenues at a faster pace than that of operating costs. To do that, we will have to leverage on existing resources, increase the pace of investments, perform innovatively and efficiently, remain focused on our goals, and capitalise fully on our on-going revitalisation and realignment for growth and sustainability.
Hal ini terus menjadi pusat perhatian Manajemen, meskipun baru sebatas strategi. Pertama, Lonsum telah melalui proses restrukturisasi keuangan yang juga melibatkan langkah konsolidasi terhadap asetaset Pan Lonsum. Kemudian, Perseroan melakukan reorganisasi dengan mendatangkan orang-orang baru, menyusun prosedur operasi standar (SOP) di seluruh jajaran, mendokumentasikan prosedur operasional di setiap areal perkebunan, pabrik pengolahan sawit, dan kantor administrasi yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Selanjutnya, Perseroan melengkapi orang-orangnya dengan perangkat yang diperlukan. Di antaranya, visi dan tatanan nilai baru untuk menggiatkan pelatihan, penerapan sistem penghargaan berbasis kinerja, teknologi informasi, telekomunikasi, riset, kelompok kerja pendukung, dan panduan kerja. Kini, Perseroan berupaya meningkatkan skala ekonomi dengan cara memperluas basis produksi. Dengan ini diharapkan terjadi peningkatan pendapatan yang lebih cepat ketimbang biaya produksi. Untuk itu, Perseroan harus mampu mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada, meningkatkan laju investasi, menjalankan kegiatan secara inovatif dan efisien, tetap memusatkan perhatian pada pencapaian sasaran, serta memberdayakan sepenuhnya langkah revitalisasi dan penataan kembali langkah-langkah menuju pertumbuhan dan kelangsungan usaha.
Lonsum maintains a stable revenue stream from cocoa production, by efficiently managing cocoa estates that have been sustained over many years Lonsum mempertahankan arus pendapatan yang stabil dari hasil produksi kakao melalui pengelolaan perkebunan kakao secara efisien dan berkelanjutan selama bertahun-tahun.
29
Giving Back to the Land
Sumbangsih Bagi Negeri
The year 2006 was notable for Lonsum’s corporate social responsibility agenda which encompases sustainable development industry practices as well as community development initiatives.
Tahun 2006 mer upakan tahun yang signifikan bagi Lonsum dalam melaksanakan agenda tanggung jawab sosial korporasinya. Agenda itu mencakup praktik-praktik pengembangan industri yang berkelanjutan, yang sejalan dengan berbagai prakarsa pengembangan masyarakat.
Lonsum is an active member of the RSPO, the Roundtable for Sustainable Palm Oil, the international forum which represents the most advanced initiative on sustainable management of oil palm plantations to date, the RSPO brings together the expertise and resources of leading palm-oil producers, palm-oil supply chain and investors, environmental organisations and indigenous community groups whose very livelihoods depend on the sustainability of the palm oil plantations. Since volunteering to undertake the first pilot project of the RSPO initiative in 2005, Lonsum has benchmarked its operations against the RSPO Principles and Criteria (RSPO P&C) which encompass 17 criteria in all - subdivided within the five principles of legal, technical, environmental, social, and plantation establishment. We use our best efforts to meet each one of the RSPO criteria. A at year-end 2006, Lonsum has fulfilled many of the RSPO criteria including legal compliance, economic sustainability, soil and water protection, pest control management, best-practice in nursery and breeding, managing environmental and social impacts, supporting local communities, biodiversity and conservation, and more. For instance, Lonsum has introduced the High Conservation Value Forest (HCVF) and the ISO-14001 standards on environmental management (EMS-ISO14001) to its operations starting in 2006. In November, Lonsum signed a Memorandum of Understanding (“MoU”) with the World Wide Fund for Nature (WWF) organisation for the identification of HCVF in Lonsum’s development areas is South Sumatera and East Kalimantan. Immediately following the MoU signing, a HCVF indentification project in the Musi Rawas area in South Sumatera took place under the supervision of the WWF, carried out by independent consultants who identified and catalogued the bio-diversity of wildlife and vegetation with potentially high conservation values.
Lonsum adalah salah satu anggota aktif RSPO, sebuah forum internasional bagi pengembangan minyak sawit berkelanjutan yang ramah lingkungan. Forum ini juga menyatukan keahlian dan sumber daya dari berbagai perusahaan terkemuka di bidang minyak sawit, sejumlah organisasi lingkungan hidup, dan kelompok masyarakat lokal yang menggantungkan hidupnya pada kelangsungan perkebunan kelapa sawit. Sejak secara sukarela menjalankan salah satu proyek percontohan dalam prakarsa RSPO pada 2005, Lonsum menjalankan kegiatan operasionalnya berdasarkan Prinsip dan Kriteria RSPO (RSPO P&C). Secara keseluruhan terdiri dari 17 kriteria dan terbagi dalam lima prinsip yaitu hukum, teknis, lingkungan hidup, kemasyarakatan, dan pembukaan perkebunan. Lonsum memberikan upaya terbaik bagi pemenuhan tiap kriteria RSPO di setiap kegiatan usahanya. Pada 2006, Perseroan telah berhasil memenuhi hampir semua kriteria RSPO termasuk kepatuhan hukum, kelangsungan ekonomi, pelestarian sumber daya tanah dan air, pengendalian hama, praktik terbaik bagi pemeliharaan dan pembiakan tanaman, pengurangan dampak sosial dan lingkungan, dukungan bagi masyarakat setempat, keragaman hayati dan konservasi, serta masih banyak lagi lainnya. Sebagai contoh, Lonsum telah menerapkan High Conservation Values Forest (HCVF) dan standar ISO14001 untuk sistem pengelolaan lingkungan (EMS-ISO14001) pada kegiatan operasionalnya mulai tahun 2006. Pada November lalu, Lonsum menandatangani nota kesepakatan dengan LSM internasional, World W ide Fund for Nature (WWF), guna mengidentifikasi HCVF di beberapa daerah perkebunan yang sedang dikembangkan Lonsum di Sumatera Selatan dan Kalimantan Timur. Setelah penandatanganan, sebuah proyek identifikasi HCVF mulai dijalankan di wilayah Musi Rawas, Sumatera
30
Environmental Policy In May 2006, Lonsum issued a formal Environmental Policy as part of the drive to implement and improve the Company’s environmental management system. The policy reflects Lonsum’s commitment to put in place policies, systems and procedures to attain ISO 14001 qualification, in addition to pursuing the RSPO Principles and Criteria. Lonsum also carried out comprehensive environmental and social risk assessments that represent the core of ISO 14001. Health And Safety Policy Lonsum issued a formal Health and Safety Policy in June 2006 containing eight key points to focus and adhere to in the interest of occupational health and safety. Community Development Community development is part and parcel of Lonsum’s operational activities and consitutes an important part of our corporate social responsibility (CSR) undertaking. It is also part of the Social Component of the RSPO criteria on sustainable palm oil development which among other things deals specifically with the issue of support for local communities by committing plantations and mills to contribute to local development wherever possible (RSPO Criterion 12.2). Lonsum’s community development activities are carried out through a Government and Community Relations Department dedicated to the cause. Lonsum divides its community development programs into 10 broad areas encompassing education, healthcare, religious
Selatan di bawah pengawasan WWF. Pelaksanaannya dilakukan oleh konsultan independen yang bertugas mengidentifikasi serta mendata spesies hewan dan tumbuhan yang perlu dilestarikan di lokasi tersebut. Kebijakan Lingkungan Pada Mei 2006, Lonsum menerbitkan sebuah kebijakan lingkungan resmi sebagai bagian dari penerapan dan upaya penyempurnaan sistem pengelolaan lingkungan Perseroan. Kebijakan ini mencerminkan komitmen Lonsum bagi penerapan kebijakan, sistem, serta prosedur yang memenuhi standar kualifikasi ISO 14001. Selain itu, merupakan upaya pemenuhan prinsip dan kriteria RSPO. Lonsum juga melakukan analisis menyeluruh terhadap dampak lingkungan dan sosial yang merupakan inti ISO 14001. Kebijakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Lonsum menerbitkan kebijakan resmi yang mengatur perihal keselamatan dan kesehatan kerja pada bulan Juni 2006 yang berisi delapan poin penting yang harus diperhatikan serta dipatuhi dalam upaya peningkatan kesehatan serta keselamatan kerja. Pengembangan Masyarakat Kegiatan pengembangan masyarakat merupakan bagian integral dan utama dari kegiatan operasional Lonsum sekaligus menjadi salah satu aspek penting bagi kegiatan tang gung jawab sosial korporasi (CSR). Hal ini juga termasuk dalam komponen sosial dari kriteria RSPO bagi pengembangan sawit berkelanjutan, yang antara lain berhubungan dengan perihal dukungan terhadap masyarakat setempat melalui kontribusi pusat perkebunan dan
31
Lonsum gives back some of its profit to improving the welfare and living conditions of the communities with whom the Company lives and works. Lonsum menyisihkan sebagian dari laba usahanya untuk meningkatkan kesejahteraan maupun lingkungan hidup masyarakat yang menjadi bagian dari kegiatan usaha maupun keberadaan Perseroan.
affairs, public facilities, sports, youth, culture, sponsorships, disaster relief aid, and the development of small-scale industries through the so-called foster partnership programme. The total amount of approriated funds in all 10 areas amounted to more than Rp 6.4 billion in 2006 compared to Rp 4.1 billion in 2005. The four largest appropriations in 2006 went to relief aids, religious affairs, sponsorships and education in that order. Whereas if we combine 2005 and 2006, the largest appropriation was for education in which Lonsum renovated, refurbished and reequipped close to 50 public schools in and around its estates.
pengilang an terhadap pembangunan daerah (Kriteri RSPO Pasal 12.2) Kegiatan pengembangan masyarakat, dijalankan Lonsum melalui Government and Community Relations Department yang khusus menangani hal tersebut. Lonsum membagi program pengembangan masyarakatnya ke dalam 10 bidang utama. Mencakup pendidikan, kesehatan, keagamaan, fasilitas umum, olah raga, kepemudaan, kebudayaan, dana sponsor, sumbangan bencana alam dan pengembangan usaha kecil melalui program mitra binaan. Untuk tahun 2006, nilai dana yang dialokasikan bagi kesepuluh bidang ini mencapai lebih dari Rp 6,4 miliar, sementara untuk 2005 jumlahnya hanya Rp 4,1 miliar. Empat bidang yang mendapat alokasi dana terbesar pada tahun 2006 secara berturut-turut adalah bantuan bagi korban bencana, keagamaan, kesponsoran dan pendidikan. Bila digabungkan alokasi dana di 2005 dan 2006, sebagian besar ditujukan bagi bidang pendidikan, di mana Lonsum melakukan renovasi, peremajaan dan penyediaan perlengkapan belajar-mengajar terhadap kurang lebih 50 gedung sekolah umum di sekitar perkebunannya.
From its own advanced crop-research and nursery facilities, Lonsum pr oduces some of the world’s best-yielding oil palm seeds. Berbekal fasilitas riset tanaman dan pembibitan mutakhir yang dimiliki, Lonsum menghasilkan salah satu benih sawit terunggul di dunia.
35
FINANCIAL REVIEW TINJAUAN KEUANGAN
management’s discussion and analysis
Analisis Dan Pembahasan Manajemen
Overview
Ikhtisar
PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (the “Company”) is an integrated plantation company with three core activities: Breeding and Cultivating, Milling and Processing, and Sales Management. The Breeding and Cultivating segment produces and cultivates seeds and seedlings into oil palm, rubber, cocoa, tea and coconuts, grown across estates in North and South Sumatera, West and East Java, North and South Sulawesi, and East Kalimantan. In addition, the Company also manages plasma estates which are located in South Sumatera and South Sulawesi. The Milling and Processing segment operates 18 milling and processing plants that produce CPO and Palm Kernel from FFB, dry sheet and crumb rubber, dry cocoa and coffee beans, and dry tea leaves. The Sales Management segment sells and distributes these commodities to domestic and international buyers who are either traders or downstream manufacturers of the commodities. The Company has been operating for more than a hundred years since 1906, started with single rubber estate in North Sumatera, which has been grown to become a primary area producing oil palm and rubber. The Company counts its North Sumatera estates among its best cultivated, well-established and highly integrated operations, producing yields that are on a par or better than some of the best plantations in the world.
PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (“Perseroan”) adalah perusahaan perkebunan terpadu dengan tiga aktivitas utama: pembibitan dan penanaman, pengolahan dan pemrosesan, serta manajemen pemasaran. Segmen pembibitan dan penanaman memproduksi benih dan bibit sawit, karet, kakao, kopi, teh, dan kelapa untuk ditanam dan dikelola di kebun Lonsum yang tersebar di Sumatera Utara dan Sumatera Selatan, Jawa Barat dan Jawa Timur, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan, serta Kalimantan Timur. Selain itu, Perseroan mengelola sejumlah perkebunan plasma di Sumatera Selatan dan Sulawesi Selatan. Segmen pabrik dan pengolahan mengoperasikan 18 pabrik pengolahan yang memproduksi minyak dan inti sawit, karet lembaran dan remah, biji kakao dan kopi, serta teh. Segmen manajemen pemasaran, menjual dan mendistribusikan berbagai komoditas yang dihasilkan kepada pedagang atau pabrikan pengelola komoditas di pasar domestik maupun internasional. Perseroan telah memulai kegiatan operasionalnya sejak lebih dari seratus tahun lalu, tepatnya pada 1906, dari sebuah lahan perkebunan karet di Sumatera Utara yang kemudian berkembang menjadi lahan perkebunan dengan komoditas utamanya kelapa sawit dan karet. Kebun-kebun di Sumatera Utara merupakan salah satu lahan perkebunan terbaik, mapan, dan memiliki sistem operasi yang terintegrasi penuh bagi Perseroan, sehingga mampu membuahkan hasil yang setara atau bahkan melampaui standar beberapa perkebunan terbaik di dunia saat ini.
The Company’s long-term goal is to be the leading land-based agroindustrial business in Indonesia and beyond, committed to generating profitable and sustainable growth from a diversified range of perennial crops through (i) world-class primary production, and (ii) selected value-added downstream activities. As a primary step to achieving this goal, the Company has focused its attention on integrating its estate resources in Indonesia, especially those that are not as well-established and integrated as in North Sumatera, maximising the potential of its primary production capabilities, and enhancing its human resources.
Tujuan jangka panjang Perseroan adalah menjadi perusahaan agroindustri berbasis perkebunan berkelas dunia, dengan mengembangkan usaha tanaman komoditas yang menguntungkan dan berkesinambungan melalui produksi primer berstandar internasional dan aktivitas turunannya yang memiliki nilai tambah. Untuk itu, Perseroan fokus pada integrasi sumber daya perkebunan di Indonesia, terutama daerah yang belum established dan terintegrasi seperti di Sumatera Utara. memaksimalkan kemampuan produksi primer, dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
17.1
36
10.0 7.4
6.6
5.0
2002
2003
2004
2005
2006
Indonesian Yearly Inflation Rates (%) Tingkat Inflasi Tahunan Indonesia (%)
The year 2006 has been a challenging one for the Company, as it follows through with the consolidation of its recently acquired South Sumatera oil palm assets from PT Pan Lonsum. The challenge centres upon bringing up the productivity of these South Sumatera estates, reducing their operating costs to reflect parity with those of the Company’s average operating costs, and integrating the various elements of the South Sumatera operations.
Tahun 2006 masih diwarnai dengan berbagai tantangan seiring dengan upaya Perseroan mengkonsolidasikan lahan-lahan kelapa sawit PT Pan Lonsum di Sumatera Selatan. Tantangan itu berkisar pada upaya peningkatan produktivitas kebun-kebun di Sumatera Selatan tersebut, mengurangi biaya operasinya agar setara dengan biaya operasi rata-rata Perseroan, dan mengintegrasikan berbagai elemen dari kegiatan operasi di Sumatera Selatan.
Therefore, the Company has continued to focus its efforts on achieving two key productivity measures, which are yield improvement and cost per tonne of production. This focus has met with relative success in 2006, although the Company has had to meet with a new set of challenges from external economic factors that have increased pressures on its operating costs.
Berkaitan dengan itu, Perseroan akan terus fokus pada usaha pencapaian dua indikator produktivitas utama yaitu peningkatan dari segi output (yield) dan biaya produksi per metrik ton. Fokus ini cukup berhasil dicapai pada 2006, walaupun Perseroan harus menghadapi beberapa tantangan baru dari faktor ekonomi eksternal yang membuat tekanan pada biaya operasi kian berat.
The Indonesian Economy
Perekonomian Indonesia
Indonesia has continued to demonstrate a relatively stable political and economic condition in the face of external challenges and internal adjustments. The Gross Domestic Product (GDP) grew by 5.5% in 2006, compared to 5.6% in 2005. The year 2006 was marked by a gradual easing of inflation and interest rates, especially throughout the fourth quarter of the year, as Indonesia’s balance-of-payments improved to post a surplus of 3.8% of GDP for the year. This surplus was attributed to the accumulation over time of government savings from the reduced fuel price subsidies of October 2005, and Indonesia’s relatively strong exports throughout the year.
Di tengah tantangan global dan adanya berbagai penyesuaian di dalam negeri, kondisi politik dan ekonomi Indonesia relatif stabil. Produk domestik bruto (PDB) meningkat 5,5% pada 2006, dibandingkan 5,6% pada 2005. Tahun 2006, khususnya sepanjang kuartal keempat, ditandai dengan menurunnya laju inflasi dan suku
The gradually improving macroeconomic conditions had a calming effect on the volatility of the rupiah, which traded within Rp 8,720 to Rp 9,795 to the US dollar throughout the year. The benchmark one-month SBI interest rate declined from 12.75% to 9.75% as at year-end 2006, while the annualised Consumer Price Index (CPI) inflation rates decreased from 17.1% to 6.6%. These improvements notwithstanding, the first nine months of 2006 were challenging for many businesses in Indonesia as inflation inflicted heavy tolls on the operating expenses of
bunga secara bertahap. Di tahun yang sama, neraca pembayaran negara mencatat surplus sebesar 3,8% dari PDB. Surplus ini berkat akumulasi penghematan beban subsidi harga BBM sejak Oktober 2005, serta volume ekspor nasional yang relatif meningkat sepanjang 2006. Kondisi makroekonomi yang semakin membaik telah meredakan fluktuasi nilai tukar rupiah. Sepanjang tahun lalu, rupiah diperdagangkan pada kisaran harga antara Rp 8.720 hingga Rp 9.795 per dolar AS. Bunga SBI satu bulan pun turun dari 12,75% menjadi 9,75% di penghujung tahun 2006. Sementara indeks harga konsumen (CPI) tahunan menurun dari 17,1% menjadi 6,6%. Sekalipun demikian, dunia usaha pada umumnya menghadapi tantangan yang tidak ringan selama sembilan bulan pertama tahun 2006. Tingginya tingkat inflasi yang membebani biaya operasional di kebanyakan perusahaan telah memangkas peningkatan produktivitas
37 16,050
15,195
15,150 15,000
15,900
13,500
5,132
4,844
4,950
Malaysia Indonesia India & others
2004
2005
2006
Production of Crude Palm Oil (‘000 MT) Produksi Minyak Sawit (‘000 MT)
most companies, which ate up any productivity gains that were achieved during the year. However, with the economy running on more solid ground since the end of the year, businesses are looking forward to a potentially growing momentum in 2007.
yang berhasil dicapai pada tahun itu. Namun demikian, dengan kondisi ekonomi yang kian solid di penghujung tahun, dunia usaha siap menyongsong datangnya momentum pertumbuhan pada 2007.
World Supply and Demand for Lonsum Commodities
Permintaan dan Penawaran Dunia Terhadap Komoditas Lonsum
The total global production of CPO reached 36.9 million metric tonnes (MT) in 2006, an increase of 10.1% over 33.5 million MT produced in 2005. Indonesia accounted for close to 15.9 million MT of global CPO output in 2006, inching ever closer to that of Malaysia at around 16.0 million MT, which is still the world’s largest producer of CPO. Indonesia is on the verge of overtaking Malaysia as the world’s largest CPO producer on account of Indonesia’s vast land resources, abundant labour, and continuing improvement in yields and productivity as more oil palm trees mature.
Total produksi minyak sawit dunia pada 2006 mencapai 36,9 juta metrik ton (MT), meningkat 10,1 % dari 2005 yang hanya 33,5 juta MT. Indonesia sendiri menghasilkan hampir 15,9 juta MT Minyak sawit pada 2006. Ini berarti kian mendekati tingkat produksi Malaysia sekitar 16,0 juta MT, yang merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia. Indonesia diproyeksikan akan menggantikan Malaysia sebagai penghasil minyak sawit terbesar di dunia karena didukung oleh lahan yang luas, tenaga kerja berlimpah, dan peningkatan terus-menerus atas hasil maupun produktivitasnya sejalan dengan bertambahnya jumlah tanaman sawit yang telah menghasilkan.
Global CPO demand has remained strong in 2006 due to continuing economic and demographic growth in key markets. Consumption in China has increased by 24.7% from 4.3 million MT in 2005 to 5.4 million MT in 2006, still behind the European Union (EU-27) which consumed 4.6 million MT in 2006. Other major consumers of CPO are India, with 3.1 million MT of consumtion in 2006, down from 3.3 million MT in 2005; and Indonesia, which consumes 3.8 million MT in 2006, up from 3.6 million MT a year ago.
Sepanjang 2006, permintaan minyak sawit di pasar dunia tetap tinggi berkat berlanjutnya pertumbuhan ekonomi dan demografi di sejumlah pasar utama dunia. Konsumsi di Cina meningkat sebesar 24,7% dari
Demand for CPO is expected to grow in the years to come for several reasons. Market demand in China will continue to increase due to rising affluence, insufficient domestic oilseed production, and the scheduled phasing out of tariffs on edible oils starting in January 2006 as mandated by the World Trade Organisation (WTO). In the United States, which has never been a major consumer of CPO, demand is expected to increase with new Food and Drug Administration (FDA) rules in January 2006 requiring food manufacturers to disclose trans-
Berpijak pada sejumlah alasan, permintaan minyak sawit diperkirakan akan terus meningkat di masa mendatang. Permintaan pasar di Cina akan semakin berkembang akibat membaiknya tingkat kehidupan, ketidakcukupan produksi minyak nabati dalam negeri, serta dihapusnya tarif impor secara bertahap sejak Januari 2006 sesuai ketentuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Di Amerika Serikat (AS), yang tidak pernah menjadi konsumen utama minyak, permintaan minyak sawit diperkirakan juga akan meningkat dengan diberlakukannya peraturan baru Food and Drug Administration (FDA) sejak Januari
4,3 juta MT pada 2005 menjadi 5,4 juta MT pada 2006. Jumlah ini masih sedikit di bawah Uni Eropa (EU-27) yang mengkonsumsi 4,6 juta MT. Negara pengguna minyak sawit lainnya yaitu India, konsumsinya menurun dari 3,3 juta MT pada 2005 menjadi 3,1 juta MT pada 2006; dan Indonesia, konsumsinya pada 2006 mencapai 3,8 juta MT, meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 3,6 juta MT.
Cyclical stress of palm trees Siklus jenuh tanaman sawit
Oversupply of soya crops in the US and South America Kelebihan persediaan kedelai di Amerika dan Amerika Selatan
1,000
38
Ban in CPO export Larangan ekspor minyak sawit
900
Significat increase in demand from China Kenaikan permintaan Cina yang signifikan
CIF Price (US$/MT) Harga CIF(US$/MT)
800 700
Increase demand from China and India Peningkatan permintaan di Cina dan India
600 500 400 300 200 General global oversupply of vegetable oils Kelebihan persediaan dunia atas minyak sayur
100
El Nino Effects Efek El Nino
2006
2005
2004
2003
2002
2001
2000
1990
1998
1997
1996
1995
1994
1993
1992
1991
1990
1989
1988
1987
1986
1985
1984
1983
1982
1981
1980
0
Global CPO Price Trend - CIF Rotterdam (US$/MT) Tren Harga Minyak Sawit Dunia - CIF Rotterdam (US$/MT)
fatty acid contents in nutritional labels. This will encourage U.S. food manufacturers to switch to palm oil from soy-bean oil, which in addition to being more expensive, produces more trans-fatty acids when hydrogenated.
2006. Peraturan baru itu mengharuskan produsen makanan untuk merinci kandungan trans-fatty acid pada label kemasan produknya. Hal ini akan mendorong produsen makanan di AS untuk memakai minyak sawit sebagai pengganti minyak kedelai, yang selain lebih mahal, juga menghasilkan lebih banyak trans-fatty acid setelah hidrogenisasi.
Renewable Energy
Energi yang Terbarukan
Another area that has become a truly significant long-term growth prospect for palm oil is renewable energy. With the increasingly unsustainable price of crude oil, from which petroleum is derived which fuels virtually all of the world’s combustion engines today, bio-diesel, or fuel that is derived from bio-organic sources such as oil palm, has recently emerged as a well-researched, proven and highly feasible form of alternative fuel energy.
Perkembangan lain yang membawa prospek pertumbuhan jangka panjang bagi minyak sawit adalah potensinya yang sedang dikembangkan sebagai sumber energi yang dapat diperbarui. Dengan semakin tingginya harga minyak mentah yang merupakan sumber utama BBM sebagai bahan bakar bagi hampir semua jenis mesin penggerak di dunia dewasa ini, biodisel atau bahan bakar minyak yang diolah dari sumber nabati, seperti minyak sawit, telah menjadi pilihan yang menarik sebagai sumber energi bahan bakar alternatif.
Since February 2005, China has enacted a renewable energy law, which became effective from 1 January 2006. The renewable energy law induces a national energy policy which encourages and supports the use of wind, hydro, solar, bio-mass, and other forms of renewable energy. The target is to have 10.0% of primary energy from renewables by 2010 and 15.0% by 2020. Because of this new law, bio fuels are making inroads in China, and increasing the development of bio fuels and energy crops, which include China’s aggressive undertaking to invest in the development of new oil palm plantations in Indonesia. The European Union is also leading the move towards the use of biodiesel, requiring it to account for up to 5.8% of the energy content of all transportation fuels in EU countries by 2010 and 20.0% by 2020. The United States has granted federal tax incentives that are expected to increase bio-diesel demand four fold by 2012. Malaysia is currently drafting its Bio-diesel Act that will make palm bio-fuel mandatory by 2008. From these developments, palm bio-fuel is expected to account for up to half a million tonnes of CPO consumption per annum from as early as 2008. Global consumption of edible oils has grown at an annual rate of 7.0% and is projected to exceed 100 million tonnes in 2007.
Sejak Februari 2005, Cina meluncurkan Undang-Undang Energi Terbarukan, yang mulai berlaku efektif sejak 1 Januari 2006. UndangUndang ini mendukung kebijakan energi Cina yang mendorong serta mendukung penggunaan tenaga angin, air, matahari, bio-mass dan bentuk lainnya dari energi yang terbarukan. Sasarannya adalah 10,0% kebutuhan energi primer dapat dipenuhi dari sumber energi yang terbarukan pada 2010 dan 15,0% pada 2020. Bio-fuel juga semakin dikembangkan di Cina. Melalui Undang-Undang Energi Terbarukan ini, Cina terus mendorong pengembangan bio-fuel dan tanaman yang menghasilkan energi termasuk agresivitasnya dalam melakukan investasi pada pengembangan lahan perkebunan kelapa sawit baru di Indonesia. Uni Eropa juga merupakan pelopor dalam bidang biodisel. Negaranegara anggotanya diharuskan untuk mengalokasikan penggunaan biodisel sekurang-kurangnya 5,8% dari total penggunaan BBM untuk keperluan transportasi pada 2010 dan 20,0% pada 2020. Amerika Serikat memberikan insentif pajak yang diharapkan akan meningkatkan penggunaan biodisel hingga empat kali lipat pada 2012. Malaysia tengah merancang Undang-Undang biodisel yang mengharuskan penggunaan BBM sawit mulai 2008. Melihat semua perkembangan itu, penggunaan BBM sawit diperkirakan akan mengkonsumsi sekitar setengah juta ton minyak sawit per tahun mulai 2008, dan akan terus meningkat.
3,028
2, 922
2,881
2, 352
39
2,197 2,018
1,175
1,260
1,104
Thailand Indonesia Malaysia 2004
2005
2006
Production of Natural Rubber (‘000 Tonnes) Produksi Karet Alam (‘000 Ton)
Extra demand from bio-fuel related use will begin to come on stream in 2007, and industry experts have projected a likely supply-to-demand deficit of around 3.5 million tonnes of edible oils in 2007. However, despite the growing number of uses and market demand for CPO product, the supply of CPO has never been in short supply over an extended period of time; and with the likely exception of Malaysia, other major CPO producing countries on the equatorial belt such as Indonesia, India, Papua New Guinea and Nigeria are increasing their CPO outputs rapidly. This has influenced the price of CPO from time to time. Like any other commodity, the price of CPO fluctuates with supply and demand and is also influenced by the global supply and demand of its closest substitute product, soybean oil. In 2006, the price of CPO/palm products has been generally stable at around US$ 435 per MT of CIF or US$ 375 per MT of FOB during the first seven months of the year, mainly due to higher production of oilseed on the back of conducive weather conditions in major growing areas in the US, South America and India. However, a significant jump in the price of crude oil to around US$ 80 per barrel in mid 2006 has spurred greater urgency towards the use of bio-fuel, leading to a significant rise in the price of palm oil to an average of US$ 480 per MT of FOB in the fourth quarter of 2006. For comparison, the average CPO price in the Rotterdam Spot Market was US$ 414 per MT in 2005. The table on the previous page shows the trend of global CPO price over the past twenty five years. Natural rubber accounts for about a third of the worldwide supply of rubber, with the balance of two-thirds coming from synthetic rubber. In 2006, Indonesia produced nearly 2.3 million tonnes of natural rubber, up from 2.2 million tonnes in 2005, accounting for almost one-fourth of the world’s total output of approximately 9.0 million tonnes, and second only to Thailand’s
Konsumsi dunia atas minyak nabati telah meningkat sebesar 7,0% per tahun dan diperkirakan melampaui 100 juta ton pada 2007. Permintaan tambahan akibat meningkatnya penggunaan bio-fuel akan mulai terasa pada 2007. Karena itu, para pakar industri memprediksikan kemungkinan adanya defisit pasokan atas permintaan sekitar 3,5 juta ton minyak nabati di tahun itu. Kendati terdapat peningkatan penggunaan dan permintaan pasar atas minyak sawit, namun tidak pernah terjadi kekurangan pasokan minyak sawit dalam waktu yang lama. Selain itu, negara-negara produsen utama minyak sawit lainnya, di luar Malaysia, seperti Indonesia, India, Papua Nugini, dan Nigeria terus meningkatkan produksinya secara pesat. Hal ini sangat mempengaruhi harga minyak sawit dari waktu ke waktu. Sebagaimana komoditas pada umumnya, harga minyak sawit dipengaruhi oleh besarnya permintaan dan pasokan selain juga oleh pasokan dan permintaan dari produk substitusinya yang terdekat yaitu minyak kedelai. Pada 2006, harga minyak sawit/produk sawit umumnya stabil di kisaran US$ 435 per MT untuk CIF atau US$ 375 per MT untuk FOB sepanjang tujuh bulan pertama tahun itu. Hal ini terutama disebabkan oleh adanya peningkatan produksi minyak biji-bijian yang didukung cuaca kondusif di kawasan perkebunan utama di AS, Amerika Selatan, serta India. Namun, adanya lonjakan harga minyak mentah dunia yang mencapai sekitar US$ 80 per barel pada pertengahan 2006 telah mendorong kebutuhan yang lebih besar akan penggunaan bio-fuel. Hal ini memicu terjadinya peningkatan signifikan harga minyak kelapa sawit menjadi rata-rata US$ 480 per MT untuk FOB di kuartal keempat 2006. Sebagai perbandingan, pada 2005 harga minyak sawit rata-rata di pasar spot Rotterdam adalah US$ 414 per MT. Grafik di halaman sebelumnya menunjukkan tren harga minyak sawit di pasar dunia selama dua puluh lima tahun terakhir. Karet alam memiliki porsi sekitar sepertiga dari total pasokan karet dunia. Sedangkan dua-pertiga sisanya dipenuhi oleh karet sintetis. Pada 2006, produksi karet alam Indonesia hampir 2,3 juta ton, meningkat dari 2,2 juta ton pada tahun sebelumnya. Jumlah ini sekitar seperempat dari total produksi karet alam dunia yang mencapai 9,0 juta ton, menduduki
3,000
Robust economies in US and China, plus loss of synthetic rubber production Peningkatan perekonomian AS dan Cina serta turunnya produksi karet sintetis
2,500
AIDS related glove/latex boom Peningkatan permintaan sarung tangan dan lateks sehubungan dengan AIDS
CIF(US$/Tonne) CIF(US$/Ton)
40
Thailand Goverment. intervention and China factors Intervensi pemerintah Thailand dan faktor Cina
2,000
1,500
1,000
2006
2005
2004
2003
2002
2001
2000
1990
1998
1997
1996
1995
1994
1993
1992
1991
1990
Massive expansion in production Ekspansi produksi besar-besaran
1989
1988
1987
1986
1985
1984
1983
1982
1980
1981
Russian Invasion to Afghanistan Invasi Rusia ke Afghanistan
500
Global Rubber Price Trend - (US$/Tonne) Tren Harga Karet Dunia - (US$/Ton)
2.9 million tonnes. Natural rubber is of higher quality compared to synthetic rubber because of its ability to diffuse extreme heat, withstand abrupt changes in temperature, and maintain its flexibility at very low temperatures. Approximately 75.0% of natural rubber supply is consumed by the tyre industry, while the remaining 25.0% is taken up by other industries such as automotive engineering (for hoses and engine mountings), footwear (shoe soles and slippers), and pharmaceuticals (such as surgical gloves and prophylactics). In 2006, the largest consumers of natural rubber were China with over 2.2 million tonnes of consumption, followed by the United States with 1.1 million tonnes. Natural rubber prices have steadily increased over the last five years, reaching a record-high of US$ 2,700 per tonne in August 2006, compared to a previous high of US$ 1,800 per tonne in 2005. This uptrend has been primarily driven by the rise of crude oil prices, which is the basis for the production of oilderived synthetic rubber. In addition, a sharp increase in mining related demand for heavy equipment tyres worldwide, fuelled by excessively high copper and other base metal prices, have also contributed to the price increase for rubber. However, with the decrease of crude oil price from its peak in August 2006, the price of rubber has since retreated to close the year at US$ 1,950 per tonne, still above the highest price level of the previous year. In 2007, the price of crude oil will continue to be the single most important factor influencing the price of rubber, and along with other commodity prices, especially gold and hard metals, will shape the actions of the highly influential hedge fund operators in the Japanese rubber futures market. Looking ahead, the global demand for tyres is expected to continue to drive future rubber consumption, especially on the back of strong industrial growth mainly from China. These factors, together with decreasing plantation areas and rising labour costs in Thailand and Malaysia, should place Indonesian rubber at a competitive edge. The above table shows the movements of price for natural rubber over the past twenty five years.
posisi kedua setelah Thailand yang memproduksi 2,9 juta ton. Mutu karet alam lebih baik dibandingkan karet sintetis karena memiliki daya tahan terhadap panas yang tinggi, perubahan suhu yang mendadak, serta tetap elastis pada suhu yang amat rendah. Sekitar 75,0% pasokan karet alam dikonsumsi untuk industri ban, sedangkan 25,0% sisanya digunakan antara lain untuk manufaktur mobil (untuk selang dan penyangga mesin), industri alas kaki (sol sepatu dan sandal), dan farmasi (sarung tangan bedah dan alat kontrasepsi). Pada 2006, pengguna karet alam terbesar adalah Cina dengan konsumsi lebih dari 2,2 juta ton, diikuti Amerika Serikat 1,1 juta ton. Harga karet alam meningkat konstan dalam lima tahun terakhir dan mencapai rekor tertingginya seharga US$ 2.700 per ton pada Agustus 2006. Sementara pada 2005 hanya US$ 1.800 per ton. Peningkatan ini terutama dipicu oleh kenaikan harga minyak mentah yang merupakan basis produksi karet sintetis. Faktor pendorong lainnya adalah adanya kenaikan tajam permintaan dunia atas ban untuk alat-alat berat di bidang pertambangan. Hal ini dipicu oleh lonjakan harga tembaga dan bahan metal dasar lainnya di pasar dunia. Meski begitu, dengan penurunan harga minyak mentah dari puncaknya pada Agustus 2006, harga karet ikut turun menjadi US$ 1.950 per ton di penghujung tahun. Namun, angka ini masih di atas harga tertinggi pada tahun sebelumnya. Pada 2007, harga minyak mentah masih akan tetap menjadi faktor tunggal yang paling mempengaruhi harga karet, bersama dengan komoditas lainnya, terutama emas dan metal keras, akan menjadi faktor penentu langkah bagi para pengelola dana (hedge fund) yang sangat berpengaruh di pasar berjangka karet Jepang. Tingginya permintaan global terhadap ban diperkirakan juga akan terus melandasi tingkat konsumsi karet di masa mendatang, khususnya ditunjang oleh pertumbuhan industri yang pesat di Cina. Adanya faktor-faktor ini ditambah dengan semakin susutnya area perkebunan dan peningkatan biaya tenaga kerja di Thailand dan Malaysia akan membuat karet Indonesia menjadi kian kompetitif. Grafik di atas menunjukkan perkembangan harga karet alam selama dua puluh lima tahun terakhir.
2,148.4 1,496.1
1,832.9 1,653.3
1,098.1
1,288.4
41
1,256.8 900.9
2002
1,342.5
2003
2004
2005
2006
Net Sales (Rp Billion) Penjualan Bersih (Rp Miliar)
2002
996.5
2003
2004
2005
2006
Palm Product Sales Revenue (Rp Bilion) Penjualan Produk Sawit (Rp Miliar)
The market prices for the Company’s two main other commodities, cocoa and tea, showed divergent trends. Tea enjoyed a price increase of Rp 666 per kg, while the price of cocoa declined by Rp 1,403 per kg.
Harga pasar dua komoditas Perseroan lainnya yaitu kakao dan teh menunjukkan tren yang berbeda. Teh mengalami kenaikan harga sebesar Rp 666 per kg, sedangkan kakao mengalami penurunan sebesar Rp 1.403 per kg.
Results of Operations
Hasil Operasional
The Company’s operational results are mainly driven by the sales of its two primary commodities, palm products and rubber, which accounted for 69.6% and 22.3 % of total sales in 2006, compared to 73.3% and 17.1% in 2005, respectively. The remaining 8.1% of sales came from other commodities including cocoa, tea, coffee, coconut, and seeds.
Hasil operasional Perseroan terutama dipengaruhi oleh penjualan dua komoditas utamanya yaitu produk sawit dan karet. Masing-masing menyumbang sebesar 69,6% dan 22,3% dari total penjualan sepanjang 2006. Sementara pada 2005, sumbangan sawit dan karet masing-masing sebesar 73,3% dan 17,1%. Sisanya sebesar 8,1% berasal dari komoditas lainnya yaitu kakao, teh, kopi, kelapa, dan benih.
Other than the volume of sales of the various commodities, the market prices of these commodities are also factors that in large part determine the Company’s operational result. Other factors include the general macroeconomic conditions in which the Company operates, primarily those pertaining to inflation rates, bank interest rates and foreign currency exchange rates as they relate to the Company’s operating expenses, borrowing costs and sales revenues, respectively.
Selain volume penjualan, harga pasar dari setiap komoditas juga menjadi faktor penentu yang mempengaruhi hasil operasional Perseroan. Beberapa faktor lainnya adalah kondisi makroekonomi tempat Perseroan beroperasi terutama yang terkait dengan tingkat inflasi, suku bunga bank, dan nilai tukar valuta asing. Semua faktor itu berpengaruh terhadap biaya operasi, beban pinjaman, dan pendapatan Perseroan.
Despite the higher average selling prices of CPO and rubber during the year under review, which translated to a 17.2% higher sales revenues for the Company in 2006 compared to those of the previous year, Lonsum posted an 14.8% decline in the bottom line result for 2006 than that of the previous year, mainly due to higher COGS and operating costs emenating from higher interest rates and inflation as well as higher income tax expenses.
Harga rata-rata minyak sawit dan karet sepanjang tahun yang dilaporkan lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya. Ini berdampak pada peningkatan pendapatan Perseroan sebesar 17,2% pada 2006. Meski demikian, laba bersih Lonsum pada 2006 turun 14,8%. Ini terutama disebabkan oleh harga pokok penjualan dan biaya operasi yang lebih tinggi sebagai akibat dari meningkatnya laju inflasi dan tingkat suku bunga. Juga akibat dari beban pajak pendapatan yang lebih tinggi.
Revenues
Pendapatan
Total sales revenue of the Company grew by 17.2% from Rp 1.833 trillion in 2005 to Rp 2.148 trillion in 2006. Growth of revenues during the year was derived mainly from an increase of 13.4% in the sales volume of palm products, and 4.7% increase in sales volume of seeds. Significantly higher rubber price and a higher rubber production also contributed to a 52.4% revenue growth from the sale of rubber.
Total penjualan Perseroan tumbuh sebesar 17,2% dari Rp 1,833 triliun pada 2005 menjadi Rp 2,148 triliun pada 2006. Pertumbuhan ini terutama berkat peningkatan volume penjualan produk sawit sebesar 13,4% dan volume penjualan benih sebesar 4,7%. Harga karet yang meningkat secara signifikan juga berdampak pada peningkatan pendapatan dari komoditas ini sebesar 52,4%.
Revenues from palm products. Palm products continued to be the main contributor to the Company’s revenues in 2006, and
Pendapatan dari produk sawit. Produk sawit tetap menjadi kontributor utama pendapatan Perseroan pada 2006. Komoditas ini menyumbang pertumbuhan penerimaan hasil penjualan sebesar 11,2%, sejalan
24.4
42
23.9
23.3
23.2 23.0
2002
2003
2004
2005
2006
Oil Extraction Rate (%) Tingkat Rendemen Minyak Sawit (%)
contributed to an 11.2% sales revenue growth year-on-year, in line with budgetary targets. The sales revenue growth of palm products was attributed to both rising production and higher average selling price of CPO during the year.
dengan target anggaran yang ditetapkan. Pertumbuhan pendapatan produk sawit berasal dari peningkatan volume dan harga penjualan rata-rata pada tahun tersebut.
Total revenues from the sales of CPO and other palm products increased from Rp 1,342.5 billion in 2005 to Rp 1,496.1 billion in 2006, boosted primarily by higher average CPO price year-on-year, and growth in FFB volume sales. Sales revenue from CPO itself rose 15.8% to Rp 1,254.7 billion for the year under review. The Company managed to maintain the level of oil extraction rates (OER) between 23.0% and 24.0% throughout most of the year, hovering above the 23.5% mark in May and June, and from August onward, before breaking to 24.1% in December 2006.
Total penjualan minyak sawit dan produk sawit lainnya meningkat dari Rp 1.342,5 miliar pada 2005 menjadi Rp 1.496,1 miliar pada 2006. Peningkatan ini terutama ditunjang oleh harga rata-rata minyak sawit yang lebih tinggi maupun peningkatan volume penjualan. Pendapatan dari penjualan minyak sawit itu sendiri meningkat sebesar 15,8% menjadi Rp 1.254,7 miliar untuk tahun yang dilaporkan. Perseroan berhasil menjaga tingkat ekstraksi (oil extraction rates/OER) antara 23,0% hingga 24,0% hampir sepanjang tahun. Bahkan bertahan di atas 23,5% pada Mei, dan Juni, serta sejak Agustus dan bulan bulan berikutnya, sebelum akhirnya mencapai 24,1% pada Desember 2006.
Although the OER trend is rising, there is an inverse relationship between FFB crop purchased from external sources and OER. The more the Company outsourcer for FFB to maximise mill utilisation, the lower the OER. This has led the Company to focus on improving the quality of FFB that is grown in the plasma estates, and make plans to invest in additional palm oil mills in underserved areas of its palm estates.
Sekalipun OER terus meningkat, hubungannya berbanding terbalik dengan TBS yang dibeli dari luar. Semakin banyak Perseroan membeli TBS dari luar untuk memaksimalkan utilisasi pabrik semakin rendah OER. Hal ini mendorong Perseroan untuk fokus pada peningkatan mutu TBS yang dihasilkan di kebun plasma serta merencanakan pembangunan pabrik minyak sawit baru di area perkebunan yang belum terlayani.
Sales revenue from FFB declined by 7.2% to Rp 91.9 billion in 2006. The decline is mainly resulted from a decision by the Company to engage in a share-processing agreement with a third-party mill, in which the Company provided FFB to be processed into CPO at a certain agreed extraction rate, in return for sharing a portion of the processing cost, at an agreed price of per metric tonne of CPO. In 2006 approximately 41,414 tonnes of FFB were processed in this manner, thus reducing the amount of FFB available for sale. This contributed to the aforementioned decline in FFB sales revenue.
Penjualan TBS menurun 7,2% menjadi Rp 91,9 miliar pada 2006. Hal ini terutama disebabkan oleh keputusan Perseroan untuk membuat perjanjian pengolahan bagi hasil dengan pabrik pengolahan sawit milik pihak ketiga. Melalui kerja sama ini Perseroan memasok TBS untuk diolah menjadi minyak sawit dengan tingkat ekstraksi yang disepakati. Perseroan juga menanggung sebagian biaya pengolahan dengan harga yang telah disepakati untuk setiap metrik ton minyak sawit. Pada 2006 sekitar 41.414 ton TBS diproses melalui perjanjian ini. Hal ini mengakibatkan volume TBS yang dijual berkurang yang pada akhirnya mengakibatkan penurunan pendapatan dari TBS.
However, the Company recorded higher FFB harvest yields throughout its palm oil estates, both core and plasma, in North Sumatera (NS), South Sumatera (SS), and East Kalimantan (EK). The NS core estates produced the highest incremental FFB harvest yield, adding some 13,512 tonnes of FFB yield in 2006. At roughly half the production output of NS, the SS core estates were projected
Meskipun demikian, Perseroan mencatat panen TBS yang lebih tinggi di seluruh kebun sawit, baik inti maupun plasma, yang terletak di Sumatera Utara (SU), Sumatera Selatan (SS), dan Kalimantan Timur (KT). Kebun inti SU menghasilkan tambahan jumlah TBS yang terbesar yaitu sekitar 13.512 ton TBS pada 2006. Kebun inti SS, dengan
478.6
95.0
43
88.7
314.0
245.2 43.3 166.7
94.4
16.8 12.9
2002
2003
2004
2005
2006
Seed Sales Revenue (Rp Bilion) Penjualan Benih (Rp Miliar)
to produce more FFB yield growth for 2006 but this failed to be realised, due to the unusually lengthy dry season which affected the SS estates. As a result, the SS core estates could only produce 4,116 tonnes of additional FFB yield for the year under review. Meanwhile, EK core estates contributed 7,062 tonnes of additional FFB yield during the year, also hampered by prolonged drought in the Kalimantan-Pahu Makmur estate. In overall, the Company’s core and plasma palm estates produced 24,690 tonnes and 32,299 tonnes of additional FFB yields, respectively, for a total increase of 56,989 tonnes of FFB in 2006. Total FFB yield in 2006 amounted to 1,464,639 tonnes compared to 1,407,650 tonnes in 2005. Sales revenue from palm kernel declined by 6.8% to Rp 149.5 billion, despite a 5.0% growth in sales volume which was offset by a 11.2% decline in the average selling price of palm kernel in 2006. The sales revenue of seeds, of which oil palm seeds accounted for the majority, increased by 7.2% to Rp 95.0 billion in 2006, while its sales volume increased from 14.8 million seeds to 15.9 million seeds during the year. The increase in seed production reflected the establishment of two other major seed-producing facilities in South Sumatera and East Kalimantan along with the expansion of the Company’s Bah Lias Research Station. Revenues from rubber. Rubber represents the Company’s second largest revenue earner, and contributed to a 52.4% sales revenue growth in 2006. Total revenues from the sales of rubber and related products increased from Rp 314.0 billion in 2005 to Rp 478.6 billion in 2006. The significant increase was attributed to a 2.6% growth in sales volume from 26,325 tonnes in 2005 to 26,999 tonnes in 2006, as well as an increase in the average selling price of rubber by as much as 48.6% to Rp 17,728 per kilogram in 2006. The Company benefited from the strong demand for natural rubber in the face of high crude oil prices, and managed to improve crop productivity across all of its core and plasma rubber estates in North Sumatera, South Sulawesi and South Sumatera. The total amount of dry rubber yield from these estates increased from 20,507 tonnes in 2005 to 22,414 tonnes in 2006, in which all areas exhibited strongly improving crops.
2002
2003
2004
2005
2006
Rubber Sales Revenue (Rp Bilion) Penjualan Karet (Rp Miliar)
output setengah dari kebun SU, diproyeksikan untuk menghasilkan lebih banyak TBS pada 2006. Namun, target ini belum terealisasi akibat musim kering berkepanjangan yang melanda kebun-kebun SS. Oleh karenanya, perkebunan inti SS hanya mampu memproduksi tambahan jumlah TBS sebesar 4.116 ton untuk tahun yang dilaporkan. Sedangkan perkebunan inti di Kalimantan Timut memproduksi tambahan TBS sebanyak 7.062 ton selama 2006. Hasil TBS ini pun tidak mencapai target Perseroan karena musim kering berkepanjangan yang melanda kebun Pahu Makmur, Kalimantan Timur. Secara keseluruhan, perkebunan inti dan plasma Perseroan masing-masing memproduksi 24.690 ton dan 32.299 ton TBS tambahan, sehingga total penambahan TBS sepanjang 2006 mencapai 56.989 ton. Sementara itu, total TBS yang dihasilkan pada 2006 mencapai 1.464.639 ton, lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang hanya 1.407.650 ton. Adapun penjualan inti sawit menurun sebesar 6,8% menjadi Rp 149,5 miliar. Ini dikarenakan, meski terjadi kenaikan volume penjualan sebesar 5,0%, di sisi lain terjadi penurunan harga jual rata-rata sebesar 11,2% pada 2006. Penjualan benih, yang sebagian besar adalah benih sawit meningkat sebesar 7,2% menjadi Rp 95,0 miliar pada 2006, sementara volume penjualannya bertambah dari 14,8 juta benih menjadi 15,9 juta benih. Peningkatan produksi benih mencerminkan hasil pendirian dua fasilitas produksi benih utama bersamaan dengan pengembangan Bah Lias Research Station milik Perseroan di Sumatera Selatan dan Kalimantan Timur. Pendapatan dari karet. Karet merupakan sumber pendapatan terbesar kedua bagi Perseroan. Komoditas ini menyumbangkan pertumbuhan pendapatan sebesar 52,4% pada 2006. Total pendapatan dari karet dan produk terkait meningkat dari Rp 314,0 miliar pada 2005 menjadi Rp 478,6 miliar pada 2006. Peningkatan yang signifikan ini disebabkan oleh pertumbuhan volume penjualan sebesar 2,6% dari 26.325 ton pada 2005 menjadi 26.999 ton pada 2006. Selain itu, disebabkan oleh terjadinya kenaikan harga jual rata-rata karet sebesar 48,6% menjadi Rp 17.728 per kilogram pada 2006. Perseroan diuntungkan oleh tingginya permintaan pasar atas karet alam di saat harga minyak mentah sedang tinggi. Di sisi lain, Perseroan pun mampu meningkatkan produktivitasnya di seluruh perkebunan inti dan plasma karet di Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Selatan. Total produksi karet kering dari seluruh perkebunan ini meningkat
Palm Products Produk Sawit Rubber Karet Seed Benih
44
Other Crops Produk Lainnya
17.1
22.3
73.3
69.6
4.8
4.4
4.8
3.7
FY 2005 Sales Mix (%) Bauran Penjualan Tahun 2005 (%)
FY 2006 Sales Mix (%) Bauran Penjualan Tahun 2006 (%)
Revenues from other commodities. Other commodities produced by the Company in commercial volume are cocoa and tea, and to a lesser extent, coconut and coffee. The sales revenue from these commodities declined by 10.3% from Rp 87.6 billion in 2005 to Rp 78.6 billion in 2006. The decline was mainly attributed to the decrease in market price especially for cocoa products. However, both of the Company’s cocoa and tea estates are well established, prime estates that produce stable outputs from one year to another. Hence, the Company will maintain the upkeep of these assets and sustain their productivity for many years to come.
Pendapatan dari komoditas lainnya. Komoditas lainnya yang diproduksi oleh Perseroan dalam skala komersial adalah kakao dan teh. Selain itu, kelapa dan kopi, meski dalam jumlah yang lebih kecil. Pendapatan dari penjualan komoditas-komoditas tersebut mengalami penurunan sebesar 10,3% dari Rp 87,6 miliar di tahun 2005 menjadi Rp 78,6 miliar pada 2006. Penurunan ini terutama disebabkan oleh turunnya harga pasar terutama untuk produk kakao. Perkebunan kakao dan teh milik Perseroan merupakan perkebunan yang telah mapan sehingga mampu menghasilkan produk yang stabil dari tahun ke tahun. Oleh karena itu, Perseroan akan meneruskan pemeliharaan kedua aset tersebut dan menjaga produktivitasnya di masa depan. Revenue (Rp Million) Pendapatan (Rp Juta)
CPO (vol. in MT) Rubber Palm Kernel Fresh Fruit Bunches Seeds (vol. in ‘000 seeds) Cocoa Tea Coffee Coconuts (vol. in ‘000 pieces)
dari 20.507 ton pada 2005 menjadi 22.414 pada 2006. Peningkatannya merata di semua kebun karet.
Minyak Sawit (vol. dalam MT) Karet Inti Sawit Tandan Buah Segar Benih (vol. dalam’000 benih) Kakao Teh Kopi Kelapa (vol. dalam’000 butir)
Total
Sales Volume (Tonnes) Volume Penjualan (Ton)
2006
2005
Var %
2006
2005
Var %
1,254,745 478,629 149,476 91,892 95,038 60,002 13,640 1,428 3,563
1,083,193 314,006 160,364 98,984 88,687 68,999 12,515 2,380 3,732
15.8 52.4 -6.8 -7.2 7.2 -13.0 9.0 -40.0 -4.5
354,159 26,999 75,810 136,251 15,936 4,940 1,429 114 11,063
312,318 26,325 72,196 135,072 14,806 5,092 1,409 312 11,186
13.4 2.6 5.0 0.9 7.6 -3.0 1.4 -63.6 -1.1
2,148,413
1,832,860
17.2
Cost of Goods Sold
Harga Pokok Penjualan
The Company’s cost of goods sold (COGS) in 2006 comprised upkeep and cultivation costs, harvesting costs, crop purchase costs, allocation of indirect costs, manufacturing costs, depreciation expenses and inventory movements. COGS increased by 22.7% from Rp 1,300.8 billion in 2005 to Rp 1,596.1 billion in 2006, mainly due to higher costs in manufacturing and harvesting
Harga pokok penjualan (HPP) Perseroan pada 2006 terdiri dari biaya-biaya penanaman dan pemeliharaan kebun, panen, pembelian buah, alokasi biaya overhead, produksi dan depresiasi, serta perubahan persediaan. HPP meningkat sebesar 22,7% dari Rp 1.300,8 miliar pada 2005 menjadi Rp 1.596,1 miliar pada 2006. Peningkatan ini terutama disebabkan oleh naiknya beban produksi dan beban panen yang
1,596.1 1,300.8
45
1,119.7 867.4
711.0
2002
2003
2004
2005
2006
COGS (Rp Billion) Harga Pokok Penjualan (Rp Miliar)
which increased year-on-year by 35.4% and 25.4% to Rp 115.8 billion and Rp 213.0 billion, respectively. There were also higher costs for upkeep and cultivation as well as crop purchases which increased by 20.7% and 17.7% to Rp 175.7 billion and Rp 471.5 billion, respectively.
masing-masing meningkat 35,4% dan 25,4% menjadi Rp 115,8 miliar dan Rp 213,0 miliar. Beban penanaman dan pemeliharaan kebun, serta beban pembelian TBS, masing-masing meningkat 20,7% dan 17,7% menjadi Rp 175,7 miliar dan Rp 471,5 miliar.
The following table sets forth the various cost components of COGS and their movements in 2006.
Tabel berikut menunjukkan berbagai komponen HPP dan perubahannya pada 2006.
Variance Description Deskripsi Varian 2006 2005
Cost Of Goods Sold Upkeep & Cultivation Costs Harvesting Costs Crop Purchases Allocation of Indirect Cost Manufacturing Costs Depreciation Expenses Inventory Movement
Beban Pokok Penjualan Biaya Pemupukan dan Pemeliharaan Biaya Panen Biaya Pembelian Buah Alokasi Biaya Tidak Langsung Biaya Pabrikasi Biaya Penyusutan Pergerakan Persediaan
The main contributing factors to the higher COGS were increased costs related to fuel, fertilisers and general inflation. In 2006, the Company absorbed the full-year effect of the fuel price increases that had transpired only in July and October 2005 for industrial diesel oil (“IDO”) and retail petrol fuel, respectively. This made comparative COGS figures between 2006 and 2005 not entirely comparable since the Company had only been exposed to a fraction of the fuel-impacted costs increases in transportation, manufacturing, fertilising and others in 2005. Fuel and IDO price increases contributed directly to higher transportation cost in both crop purchases and harvesting activities, as well as in manufacturing whereas increases in the cost of fertilisers contributed directly to higher upkeep and cultivation costs. Increases in crop purchases resulted mainly from the increase of average price of FFB purchased in 2006 than that of 2005 as the Company succeeded in curbing crop purchases from outgrowers below the budget for crop purchases. However, the Company continues to face challenges in terms of maintaining
1,596,085 175,666 213,012 471,521 507,707 115,828 82,155 30,196
1,300,825 145,528 169,891 400,726 450,616 85,568 89,662 -41,166
in Rp in % Dalam Rp Dalam %
295,260 30,138 43,121 70,795 57,091 30,260 -7,507 71,362
22.7 20.7 25.4 17.7 12.7 35.4 -8.4 -173.4
Beberapa faktor utama penyebab kenaikan HPP antara lain meningkatnya beban terkait dengan BBM, pupuk, dan dampak inflasi secara umum. Pada 2006, Perseroan merasakan dampak setahun penuh akibat kenaikan harga BBM pada Juli dan Oktober 2005, baik untuk solar industri (IDO) maupun BBM eceran. Akibat faktor ini, perbandingan HPP 2006 dan 2005 tidak sepenuhnya setara sebab, pada 2005, Perseroan baru saja merasakan sebagian dampak peningkatan beban usaha yang terkait dengan biaya transportasi, produksi, pemupukan, dan lainnya. Kenaikan harga BBM dan IDO berdampak langsung pada peningkatan beban transportasi untuk urusan pembelian tanaman maupun kegiatan panen, selain juga biaya produksi. Sedangkan peningkatan beban pupuk berdampak langsung pada biaya penanaman dan pemeliharaan. Peningkatan biaya dalam pembelian buah terutama disebabkan oleh kenaikan harga rata-rata TBS pada tahun 2006 dibandingkan dengan tahun 2005, sekalipun perseroan berhasil menahan pembelian TBS dari luar di bawah anggaran. Perseroan juga masih menghadapi sejumlah tantangan dalam menjaga keteraturan pasokan TBS untuk mencapai optimalisasi pengolahan pabrik, terutama di Sumatera Selatan, yang perkebunan sawitnya tersebar di wilayah yang luas. Kondisi ini
552.3 534.6
46
387.0
389.4
2002
2003
2004
532.0
2005
2006
Gross Profit (Rp Billion) Laba Kotor (Rp Miliar)
steady FFB supplies for optimum mill throughput, especially in South Sumatera where its oil palm estates are scattered over large areas. This makes it non-feasible to transport harvested FFB over long distances to the Company’s mills, thereby forcing the Company to sell its FFB from outlying estates to nearby independent mills, while supplementing the FFB supply of its own mills with FFB from outgrowers. However, the present situation offers growth opportunities for the Company as it reduces crop purchases in future in line with the increasing maturity of palm estates in and around the vicinity of its mills, or with the construction of new mills to process FFB from the outlying estates. Depreciation expenses that were charged to COGS, including those of mature estates, decreased by 8.4% from Rp 89.7 billion in 2005 to Rp 82.2 billion in 2006. The decrease was attributed more to the extraordinary rise of this particular expense account in 2005 as a result of the consolidation of the Pan Lonsum assets. Because of this consolidation, depreciation expenses constituted one of the largest cost increases in 2005. Thus, the decrease in 2006 merely reflected a leveling off of the depreciation expenses. Gross Profit As a result of the foregoing, gross profit increased by 3.8% from Rp 532.0 billion in 2005, to Rp 552.0 billion in 2006. The increase was primarily attributable to the 17.2% increase of net sales, or roughly Rp 315.5 billion, even as it incurred a 22.7% increase in COGS, or roughly Rp 295.3 billion in 2006. Despite a decline in the gross profit margin from 29.0% to 25.7% yearon-year, for reasons that were outlined in the COGS-increase discussions above, the Company was able to post a higher absolute gross profit figure in 2006 due to increased productivity output from all of its plantation estates which, in addition to favourable market prices, contributed to the higher net sales.
menyulitkan pengiriman TBS ke pabrik-pabrik Perseroan. Akibatnya, Perseroan terpaksa menjual TBS yang dipanen dari kebun yang letaknya jauh dari pabrik, di sisi lain Perseroan harus membeli TBS dari luar untuk memasok pabrik pengolahannya. Namun demikian, kondisi ini menciptakan peluang pertumbuhan bagi Perseroan, jika di kemudian hari pembelian buah menjadi berkurang, seiring dengan semakin meningkatnya umur tanaman beberapa kebun sawit di sekitar pabrik perseroan atau adanya pembangunan pabrik-pabrik pengolahan baru di kebun-kebun berlokasi jauh. Biaya depresiasi yang dibebankan kepada HPP, termasuk untuk kebun yang menghasilkan, menurun sebesar 8,4% dari Rp 89,7 miliar pada 2005 menjadi Rp 82,2 miliar pada 2006. Penurunan ini lebih dikarenakan oleh terjadinya peningkatan luar biasa pada pos beban ini di tahun 2005, sebagai akibat dari dilakukannya konsolidasi aset-aset Pan Lonsum. Akibat dari konsolidasi tersebut, biaya depresiasi menjadi salah satu biaya yang tertinggi peningkatannya pada 2005. Oleh karena itu, penurunannya pada 2006 semata-mata menunjukkan kembalinya biaya depresiasi ke tingkat yang wajar. Laba Kotor Sebagai akibat di atas, laba kotor meningkat dari 3,8% dari Rp 532,0 miliar pada 2005 menjadi Rp 552,0 miliar pada 2006. Peningkatan ini terutama disebabkan oleh kenaikan penjualan bersih sebesar 17,2% atau sekitar Rp 315,5 miliar, meskipun terdapat peningkatan HPP sebesar 22,7% atau sekitar Rp 295,3 miliar pada 2006. Sekalipun terjadi penurunan margin laba kotor dari 29,0% menjadi 25,7% antara 2005 dan 2006, sehubungan dengan berbagai alasan sebagaimana disebutkan di atas, Perseroan mampu membukukan laba kotor yang lebih tinggi pada 2006. Ini berkat tingkat produktivitas yang lebih tinggi di seluruh perkebunan, yang ditunjang pula oleh harga pasar yang menguntungkan, sehingga pada akhirnya menghasilkan penjualan bersih yang lebih tinggi.
459.2 445.1
326.4
313.1
2002
2003
2004
2005
454.6
2006
Operating Income (Rp Billion) Laba Usaha (Rp Miliar)
Operating Expenses
Beban Usaha
The Company’s operating expenses in 2006 comprised of selling expenses and general and administrative expenses. These expenses increased by 12.4% from Rp 87.0 billion in 2005 to Rp 97.7 billion in 2006, primarily due to administration costs related to the management, mapping and permits of landrights as well as security related costs, as the Company undertook legal proceedings of the consolidated estates in South Sumatera.
Beban usaha Perseroan pada 2006 mencakup pengeluaran biaya penjualan serta beban umum dan administrasi. Beban usaha meningkat sebesar 12,4% dari Rp 87,0 miliar pada 2005 menjadi Rp 97,7 miliar pada 2006. Peningkatan ini terutama berkaitan dengan beban administrasi untuk pengelolaan, pemetaan, dan perizinan hak guna tanah, selain juga biaya keamanan. Hal ini akibat dari langkah-langkah hukum yang diambil Perseroan sehubungan dengan dilakukannya konsolidasi perkebunan di Sumatera Selatan.
Operating Income
Laba Usaha
As a result of the foregoing, operating income rose by 2.1% from Rp 445.1 billion in 2005 to Rp 454.6 billion in 2006. The single most significant contributor to this higher operating income was rubber, which posted an operating income of Rp 125.1 billion in 2006, more than doubled that of Rp 54.8 billion in 2005. This more than offset the decline in operating income of palm products from Rp 300.1 billion to Rp 253.8 billion, and the combined operating losses of cocoa and tea of Rp 11.1 billion in 2006 compared to a combined income of Rp 12.7 billion in 2005.
Berkaitan dengan hal di atas, laba usaha Perseroan meningkat sebesar 2,1% dari Rp 445,1 miliar pada 2005 menjadi Rp 454,6 miliar pada 2006. Faktor tunggal terpenting penyebab terjadinya peningkatan laba usaha ini adalah karet. Komoditas ini mencatat laba usaha sebesar Rp 125,1 miliar pada 2006, dua kali lipat lebih tinggi dibanding tahun 2005 yang hanya Rp 54,8 miliar. Lonjakan laba usaha dari karet ini mampu menutup penurunan laba usaha pada produk sawit, yang turun dari Rp 300,1 miliar menjadi Rp 253,8 miliar. Juga berhasil menutup gabungan kerugian usaha kakao dan teh sebesar Rp 11,1 miliar pada 2006. Di tahun sebelumnya, keduanya masih menghasilkan laba gabungan sebesar Rp 12,7 miliar.
Although the Company continues to experience a decline in the operating income of palm products, it has been able to reduce the rate of decline from 28.7% in 2005 to 15.4% in 2006, indicating that the integration of South Sumatera estates is progressing at pace and should yield improving results for the Company over time. While the extraordinary results for rubber have been due to yield maximisation policy undertaken by the Company to take full advantage of exceedingly high rubber prices.
Walaupun penurunan laba usaha produk sawit masih terus berlangsung, Perseroan mampu menekan tingkat penurunannya dari 28,7% pada 2005 menjadi tinggal 15,4% pada 2006. Ini menunjukkan bahwa proses integrasi perkebunan di Sumatera Selatan terus mengalami kemajuan dan menghasilkan produkproduk yang lebih baik bagi Perseroan dalam jangka panjang. Sementara itu, hasil luar biasa yang dicapai pada karet merupakan buah dari kebijakan eksploitasi total oleh Perseroan dalam rangka memanfaatkan tingginya harga karet.
Profit Before Income Tax
Laba Sebelum Pajak
Profit before income tax increased by 14.9% from Rp 373.9 billion in 2005 to Rp 429.9 billion in 2006, mainly as a result of a currency translation gain of Rp 32.9 billion, an increases
Laba sebelum pajak Perseroan naik 14,9% dari Rp 373,9 miliar pada 2005 menjadi Rp 429,9 miliar pada 2006, kenaikan ini terutama disebabkan oleh laba kurs sebesar Rp 32,9 miliar, peningkatan pendapatan lain-
47
500.5
48
355.7 310.9 303.1
2002
2003
2004
2005
2006
247.2 Net Income / Loss (Rp Billion) Laba/ Rugi Bersih (Rp Miliar)
in other income of Rp. 6.5 bilion as well as gains made on the sale of fixed assets of Rp 3.7 billion during the year.
lain sebesar Rp 6,5 miliar, dan keuntungan dari penjualan aktiva tetap sebesar Rp 3,7 miliar sepanjang tahun itu.
Income Tax
Pajak Penghasilan
The Company had appropriated all of its tax benefits from past losses carried forward, which was the basis for the Company’s relatively low income tax charge of Rp 18.2 billion for fiscal year 2005. In 2006, with no more tax benefits accruing, the Company incurred an income tax expense of Rp 126.9 billion comprising of current and deferred taxes of Rp 119.2 billion and Rp 7.6 billion, respectively.
Adanya manfaat pajak dari kerugian di masa lalu yang dialihkan ke tahun berikutnya (carried forward), membuat pajak penghasilan Perseroan untuk tahun fiskal 2005 relatif rendah, yaitu Rp 18,2 miliar. Pada 2006, dengan tidak adanya manfaat pajak akrual yang diterima, Perseroan terkena beban pajak penghasilan sebesar Rp 126,9 miliar. Terdiri dari pajak kini dan pajak yang ditangguhkan, masing-masing sebesar Rp 119,2 miliar dan Rp 7,6 miliar.
Net Income
Laba Bersih
Inline with the increasing income tax, the Company posted a net income of Rp 303.1 billion in 2006, a decline of 14.8% from Rp 355.7 billion in 2005. This translated into a basic earnings per share of Rp 277 in 2006 compared to Rp 325 in 2005.
Sehubungan dengan adanya peningkatan pajak penghasilan tersebut, laba bersih Perseroan pada 2006 turun sebesar 14,8% menjadi Rp 303,1 miliar, dari Rp 355,7 miliar di tahun sebelumnya. Akibatnya, laba per saham dasar turun dari Rp 325 pada 2005 menjadi Rp 277 pada 2006.
Financial Condition
Kondisi Keuangan
Changes in the balance sheet of the Company between 31 December 2005 and 31 December 2006 reflected the activities of the Company during the year, attributed primarily to the continuing integration of the consolidated Pan Lonsum’s assets totalling 51,472 hectares of landbank by the Company in begining 2005. These assets are located in South Sumatera, Central and East Kalimantan, and North Sulawesi. As of yearend 2006, approximately 14,486 hectares of this landbank had been converted into Planted plantation estates With the consolidation of those assets fully reflected in the Company’s balance sheet as of 31 December 2005, changes in the balance sheet of the Company one year after primarily reflected the ongoing cultivation of immature estates, (the book value of) which rose more than Rp 200 billion; the ongoing construction of new fixed assets, which increased by approximately Rp 99 billion; and borrowings in foreign currency denomination amounting to US$ 150 million over three tranches for certain
Perubahan pada akun-akun neraca Perseroan antara 31 Desember 2005 dan 31 Desember 2006 menggambarkan kegiatan Perseroan sepanjang tahun, terutama yang disebabkan oleh proses integrasi dan konsolidasi berkelanjutan atas aset perkebunan Pan Lonsum seluas 51.472 hektar pada awal 2005. Perkebunan tersebut berlokasi di Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Utara. Hingga akhir 2006, kurang lebih 14.486 hektar lahan tersebut telah dimanfaatkan menjadi lahan perkebunan. Dengan konsolidasi aset-aset Pan Lonsum yang tercermin pada neraca Perseroan per 31 Desember 2005, perubahan pada akunakun neraca setelah satu tahun menggambarkan adanya proses pemeliharan yang sedang berlangsung atas kebun-kebun yang belum menghasilkan, (dengan nilai buku) yang meningkat lebih dari Rp 200 miliar. Selain itu, mencerminkan pembangunan yang sedang berlangsung atas aktiva-aktiva tetap baru yang nilainya meningkat sekitar Rp 99 miliar. Juga mencerminkan pinjaman dalam denominasi mata uang asing sejumlah US$ 150 juta.
2,985.2
49
2,602.0 2,362.9 2,019.5 1,688.1
2002
2003
2004
2005
2006
Total Assets (Rp Billion) Jumlah Aktiva (Rp Miliar)
refinancing, capital expenditure and working capital purposes in relation to the continuing development and integration of the consolidated assets. Assets The Company’s current assets increased by 35.8% from Rp 397.5 billion in 2005 to Rp 539.7 billion in 2006, primarily as a result of a significant increase in the amount of cash and cash equivalent which increased by 68.8%. The Company inventories decline by 8.3% in year 2006 held to Rp 130.6 billion, due to sales volume increased by 13.4%, while its production volume of CPO only rose 3.4%. The net book value of the Company’s total plantation assets as at year-end 2006 amounted to Rp 1,365.1 billion compared to Rp 1,167.2 billion a year before. In 2006, the increased mostly due to immature plantation assets rose by 39.9% from Rp 495.7 billion to Rp 693.3 billion. This increased is implying from the new planting in the year of 2006 by 5,408.6 hectarage, on the top of the accumulative cost from the total immature planted area. The Company’s fixed assets, net of accumulated depreciation, amounted to Rp 882.6 billion as at year-end 2006, an increase of 6.8% from Rp 826.5 billion in 2005, mainly due to the increase of construction in progress of Rp 59.4 billion pertaining to the development of infrastructure, housing and mills. As a result of the foregoing, the Company’s total assets increased by 14.7% from Rp 2,602.2 billion in 2005 to Rp 2,985.2 billion in 2006.
Pinjaman ini terdiri atas tiga bagian (tranche) yang dialokasikan untuk kepentingan pembiayaan ulang (refinancing), belanja modal (capital expenditures), dan modal kerja (working capital) dalam kaitannya dengan keberlangsungan pengembangan dan integrasi atas aset-aset yang terkonsolidasi. Aktiva Aktiva lancar Perseroan meningkat 35,8% dari Rp 397,5 miliar pada 2005 menjadi Rp 539,7 miliar pada 2006. Peningkatan ini terutama disebabkan oleh kenaikan signifikan pada kas dan setara kas sebesar 68,8%. Persediaan Perseroan pada tahun 2006 turun sebesar 8,3% menjadi Rp 130,6 miliar, penurunan ini dikarenakan peningkatan volume penjualan minyak sawit sebesar 13,4%, sedangkan peningkatan volume produksi minyak sawit hanya sebesar 3,4%. Nilai buku bersih dari aset tanaman perkebunan Perseroan pada akhir tahun 2006 mencapai Rp 1.365,1 miliar. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar Rp 1.167,2 miliar. Pada 2006, kenaikan terutama disebabkan oleh peningkatan pada tanaman belum menghasilkan sebesar 39,9% dari Rp 495,7 miliar menjadi Rp 693,3 miliar. Peningkatan ini merupakan implikasi dari penanaman baru selama tahun 2006 sebesar 5.408,6 hektar, selain akumulasi tambahan biaya dari keseluruhan tanaman belum menghasilkan. Aktiva tetap Perseroan setelah akumulasi depresiasi mencapai Rp 882,6 miliar pada akhir 2006, yang berarti naik sebesar 6,8% dari Rp 826,5 miliar pada 2005. Kenaikan ini terutama dikarenakan adanya peningkatan kegiatan konstruksi yang sedang berlangsung senilai Rp 59,4 miliar, khususnya dalam bentuk pembangunan prasarana, perumahan, dan pabrik. Akibat dari semua itu, jumlah aktiva Perseroan meningkat 14,7% dari Rp 2.602,2 miliar pada 2005 menjadi Rp 2.985,2 miliar pada 2006.
Capital Expenditures
Belanja Modal
In 2006, the Company entered into several contracts for the purchase of capital goods from various contractors and suppliers amounting to approximately Rp 115.8 billion and US$ 1.7 million. As at year-end 2006, the amounts of outstanding contracts that have yet to be fulfilled amounted to approximately Rp 63.6 billion and US$ 0.8 million.
Pada 2006, Perseroan membuat sejumlah kontrak untuk pembelian barang modal dari berbagai kontraktor dan pemasok, senilai kurang lebih Rp 115,8 miliar dan US$ 1,7 juta. Hingga akhir 2006, jumlah kontrak yang masih dalam proses penyelesaian kurang lebih Rp 63,6 miliar dan US$ 0,8 juta.
Mature Immature
50 67.67 55.7
52.0
67.7 1,897.3
56.9
1,915.5 1,639.3
1,593.7 1,477.2
17.8 13.8
2002
10.4
2003
14.0 8.3
2004
2005
2006
2002
Planted Areas (‘000 Hectares) Lahan Tertanam (‘000 Hektar)
2003
2004
2005
2006
Total Liabilities (Rp Billion) Jumlah Kewajiban (Rp Miliar)
Liabilities
Kewajiban
As at year-end 2006, the Company carried short-term liabilities amounting to Rp 950.1 billion, an increase of 17.8% from Rp 806.9 billion a year ago. Its long-term liabilities were Rp 689.1 billion and Rp 670.4 billion in 2006 and 2005, respectively, a year-on-year increase of 2.8%. These increases mainly resulted the bank borrowing in US$ Club Deal. In 2006, the Company secured a Club Deal facility amounting to a total credit of US$ 150 million, divided into three tranches as follows:
Pada akhir 2006, Perseroan menanggung kewajiban jangka pendek senilai Rp 950,1 miliar, naik 17,8% dari Rp 806,9 miliar tahun lalu. Sementara, kewajiban jangka panjang naik sebesar 2,8% dari Rp 670,4 miliar menjadi Rp 689,1 miliar dalam kurun waktu yang sama. Peningkatan kewajiban itu terutama disebabkan oleh kenaikan pinjaman bank dalam bentuk US Dollar Club Deal. Pada 2006, Perseroan mendapat fasilitas Club Deal sebesar US$ 150 juta, yang dibagi ke dalam tiga bagian (tranche) sebagai berikut:
- Tranche A amounting to US$ 54,043,673 was drawn in August 2006 to refinance the BNI syndicated loan facility.
- Tranche A sebesar US$ 54.043.673 dicairkan pada Agustus 2006 untuk membiayai ulang fasilitas hutang sindikasi BNI.
- Tranche B amounting to US$ 80,956,327, of which approximately 10.8% had been drawn as of year-end 2006 to finance the purchase of capital goods amounting to US$ 8,753,796.
- Tranche B sebesar US$ 80.956.327, sekitar 10,8% di antaranya telah dicairkan pada akhir 2006 untuk membiayai pembelian barang-barang modal sejumlah US$ 8.753.796.
- Tranche C amounting to US$ 15,000,000, of which US$ 8,500,000 had been drawn as of year-end 2006 for working capital.
- Tranche C sebesar US$ 15.000.000. Sebanyak US$ 8.500.000 telah dicairkan pada akhir 2006 untuk modal kerja.
As at year-end 2006, the Company still had the Mandatory Convertible Notes (MCN) in its current liabilities account in the amount of Rp 405.1 billion, that can be converted into 269,344,000 shares at any time by the MCN holders.
Pada akhir 2006, Perseroan masih menanggung surat hutang berbentuk Mandatory Convertible Notes (MCN) yang tercatat pada pos hutang lancar senilai Rp 405,1 miliar. Surat hutang ini sewaktu-waktu dapat dikonversikan oleh para pemiliknya menjadi 269.344.000 lembar saham Perseroan.
1,345.9 1,124.9 769.2
103.9
2002
2003
2004
2005
2006
211.2
Total Equity (Rp Billion) Jumlah Ekuitas (Rp Miliar)
Shareholders’ Equity
Ekuitas
Shareholder’s equity as at year-end 2006 rose 19.6% to Rp 1,345.9 billion from Rp 1,124.9 billion a year ago. The Company declared a cash dividend of Rp 75 per share on its net profit of Rp 355.7 billion for the year ended 31 December 2005. The dividends were paid out in August 2006, as a result of which the amount of retained earnings of the Company in 2006 was reduced by Rp 82.1 billion to Rp 177.4 billion. Nonetheless, the year 2006 marked the first time that the Company’s capital accounts have shown positive retained earnings since 1998.
Ekuitas pada akhir 2006 naik sebesar 19,6% menjadi Rp 1.345,9 miliar, dari Rp 1.124,9 miliar setahun yang lalu. Perseroan mengumumkan pembagian dividen tunai Rp 75 per saham yang berasal dari laba bersih sebesar Rp 355,7 miliar untuk tahun buku yang berakhir pada 31 Desember 2005. Dividen dibagikan pada Agustus 2006, yang membuat jumlah laba ditahan Perseroan pada 2006 berkurang sebesar Rp 82,1 miliar menjadi Rp 177,4 miliar. Meskipun demikian, tahun 2006 menjadi tonggak bersejarah bagi Perseroan karena untuk pertama kalinya sejak 1998, dalam neraca tercantum laba ditahan yang positif.
51
Responsibility For Financial Reporting Tanggung Jawab Pelaporan Keuangan
52 The financial statements and related financial information in this Annual Report were prepared by the Management of the Company. In doing so, the Management applied generally accepted acounting principles and also exercised its judgement and made estimates in those instance where they were deemed appropriate. In discharging its responsibility both for the integrity and fairness of this statements and information, the Managements maintains a system of internal controls designed to provide reasonabled assurance that transactions are executed in accordance with the Management’s authorisation, assets are safeguarded and proper records are maintained. With regards to the oversight and management of the Company in general, the Company has formed several supervisory and management committees, including the Audit Committee, the Nomination & Remuneration Committee, and the Risk Management Committee, all of which serve under the Board of Commissioners; and the Pricing Committee, Operational Committee, Information Technology Committee, Human Resources Committee, and Procurement Committee, all of which assist the Board of Directors in the management of the respective fields. Another important element in the establishment of control is the careful selection, training and development of professional personnel, including internal auditors. The Management believes that the system of internal control supports the integrity and reliability of the financial statements.
Laporan keuangan dan semua informasi keuangan yang terkait dengan Laporan Tahunan ini disiapkan oleh Manajemen Perusahaan. Dalam pelaksanaannya, manajemen menerapkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku secara umum dan melakukan penilaian serta estimasi dari terhadap hal-hal yang dirasa perlu. Untuk memenuhi standar kebenaran dan kewajaran dari laporan dan segala informasi ini, Manajemen menerapkan sistem pengendalian intern untuk memastikan bahwa setiap transaksi yang dilakukan telah sesuai dengan otorisasi Manajemen, semua aktiva yang dimiliki telah dilindungi dengan baik dan semua hal tersebut telah dicatat dengan benar. Sejalan dengan visi dan pengelolaan Perusahaan secara umum, Perusahaan telah membentuk beberapa komite pengawasan dan manajemen, termasuk Komite Audit, Komite Nominasi dan Remunerasi, dan Komite Risiko Manajemen, dimana semuanya di bawah Dewan Komisaris; dan Komite Harga, Komite Operasi, Komite Teknologi dan Informasi, Komite Sumber Daya dan Komite Pengadaan, yang membantu Direksi dalam area-area tersebut. Elemen penting lainnya dalam pembentukan pengendalian adalah seleksi yang seksama, pelatihan dan pengembangan staf profesional, termasuk auditor internal. Manajemen berkeyakinan bahwa sistem pengendalian internal mendukung integritas dan keandalan laporan keuangan.
Jakarta, 29 March 2007 Jakarta, 29 Maret 2007
Glenn M. S. Yusuf President Director Presiden Direktur
Bibin Busono Director Direktur
Consolidated Financial Statement laporan Keuangan Konsolidasian
53
121
Corporate Information Informasi Perseroan
Board of Commisioners Dewan Komisaris
122
Mark Howard Carnegie Australian citizen, age 45. He holds a BA (Hons-jurisprudence) from Oxford University and a BSc (Hons-zoology) from Melbourne University. President Commissioner of Lonsum since 2004. Currently, he is also Chairman of STW Communication Ltd.; Chairman of EasyCall International Ltd.; Director of Macquarie Radio Network Pty. Ltd.; Director of DSL Group Pty. Ltd.; Director of Lonely Planet Publications; Member of the Council of Australian Film Television and Radio School.
Warga Negara Australia, 45 tahun. Beliau meraih gelar BA (Hons-jurisprudence) dari Universitas Oxford, dan gelar BSc dari Universitas Melbourne (Hons-zoology). Komisaris Utama Lonsum sejak tahun 2004. Saat ini juga menjabat sebagai Pimpinan STW Communication Ltd.; Pimpinan EasyCall International Ltd.; Direktur Macquarie Radio Network Pty. Ltd.; Direktur DSL Group Pty. Ltd.; Direktur Lonely Planet Publications; Anggota Perwakilan dari Sekolah Film, Televisi dan Radio Australia.
Rachmat Soebiapradja Indonesian citizen, age 75. He holds a Master of Science degree (1963) and PhD (1965) from Oklahoma State University. Commissioner of Lonsum since 1993; Commissioner of PT REA Kaltim since 1993. Visiting Lecturer and Former Dean of the Faculty of Agriculture, Universitas Mercu Buana. Previously, President Commissioner of PT Perkebunan XIII, President Commissioner of PT Socfindo (19871993) and President Commissioner of PT Perkebunan XII, Bandung, West Java (1982-1988).
Warga Negara Indonesia, 75 tahun. Memperoleh gelar Master of Science (1963) dan PhD (1965) dari Oklahoma State University. Komisaris Lonsum sejak 1993; Komisaris PT REA Kaltim sejak 1993. Dosen Tidak Tetap dan Mantan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Mercu Buana. Sebelumnya menjabat Komisaris Utama PT Perkebunan XIII, Komisaris Utama PT Socfindo (1987-1993) dan Komisaris Utama PT Perkebunan XII, Bandung, Jawa Barat (1982-1988).
Tengku Alwin Aziz Indonesian citizen, age 64. He holds a degree in Economics majoring in Accountancy from the University of North Sumatera, Medan (1968). Commissioner of Lonsum since 2000. Previously, President Director of Bank Umum Nasional (1998-1999), President Commissioner of Staco Graha, Staco Mitra Sedaya, Staco Jasa Pratama, Salindo Perdana Finance (19931998), and Director of Bank Dagang Negara (1992-1997).
Warga Negara Indonesia, 64 tahun. Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi bidang Akuntansi dari Universitas Sumatera Utara, Medan (1968). Komisaris Lonsum sejak 2000. Sebelumnya pernah menjabat Direktur Utama Bank Umum Nasional (1998-1999), Komisaris Utama Staco Graha, Staco Mitra Sedaya, Staco Jasa Pratama, Salindo Perdana Finance (1993-1998) dan Direktur Bank Dagang Negara (1992-1997).
123
Jay Geoffrey Wacher Australian citizen, age 40. He holds a Bachelor of Commerce and Bachelor of Law from University of New South Wales. Commissioner of Lonsum since 2004. Currently, he is an Associate at Carnegie, Wylie & Company, an Australian independent investment bank and private equity firm. Previously, Jay has been involved in several private investment transactions over his career, including DSL Drums Services, The Text Media Group, Jasco Stationery and Skansen Giftware. Jay has spent considerable time in Indonesia over the last four years overseeing an investment in PT Surya Citra Media Tbk.
Warga Negara Australia, 40 tahun. Beliau meraih gelar Bachelor of Commerce dan Bachelor of Law dari Universitas New South Wales. Komisaris Lonsum sejak 2004. Saat ini beliau merupakan Associate di Carnegie, Wylie & Company, perusahaan sekuritas dan perbankan investasi di Australia. Selama karirnya, beliau melakukan penanaman modal di berbagai bidang usaha termasuk DSL Drums Services, The Text Media Group, Jasco Stationery dan Skansen Giftware. Jay meluangkan banyak waktu di Indonesia selama empat tahun terakhir, mengawasi penyertaan modal di PT Surya Citra Media Tbk.
Joefly Joesoef Bahroeny Indonesian citizen, age 51. A graduate of University of News South Wales, Sydney (1982), and Magister Management of Agrobusiness from University of North Sumatera, Medan (1999). Commissioner of Lonsum since 2004. He is concurrently Director of PT Bahruny (Rubber Plantation); President Director of PT Joefly J. Bahroeny (Contractor); President Director of PT Bahrun and Sons (Rubber Plantation); President Commissioner of PT Matang Speng Raya (Shrimp Farm); Commissioner of PT Blang Keutumba (Rice Milling). Previously, Branch Manager of PT Shantika Valuindo Lestari, Medan (1987-2000); Branch Coordinator of PT Sarana Pandupustaka Utama, Medan (1987-1999).
Warga Negara Indonesia, 51 tahun. Lulusan Universitas New South Wales, Sydney (1982), dan Agrobusiness Magister Management dari Universitas Sumatera Utara, Medan (1999). Komisaris Lonsum sejak 2004. Saat ini juga menjabat sebagai Direktur PT Bahruny (Perkebunan Karet); Presiden Direktur PT Joefly J. Bahroeny (Kontraktor); Presiden Direktur PT Bahrun and Sons (Perkebunan Karet); Presiden Komisaris PT Matang Speng Raya (Tambak Udang); Komisaris PT Blang Keutumba (Penggilingan Beras). Sebelumnya Kepala Cabang PT Shantika Valuindo Lestari, Medan (1987-2000); Koordinator Cabang PT Sarana Pandupustaka Utama, Medan (1987-1999).
Eddy Kusnadi Sariaatmadja Indonesian citizen, age 54. He holds BE (Hons) and MSc. in Engineering from the University of News South Wales. Commissioner of Lonsum since 2004; and previously also from 1995-1997, and 1999-2000. Currently, he is also President Commissioner of PT Elang Mahkota Tekhnologi; Commissioner and Founder of PT Abhimata Citra Abadi; Commissioner of PT Surya Citra Media Tbk. Previously, Commissioner and Shareholder of PT Australian Guarantee Corp. (1983-1993).
Warga Negara Indonesia, 54 tahun. Beliau meraih gelar BE (Hons) dan MSc. di bidang Teknik dari Universitas New South Wales. Komisaris Lonsum sejak 2004; dan juga sebelumnya pada tahun 1995-1997, dan 1999-2000. Saat ini juga menjabat sebagai Presiden Komisaris PT Elang Mahkota Tekhnologi; Komisaris dan pendiri PT Abhimata Citra Abadi; Komisaris PT Surya Citra Media Tbk. Sebelumnya pernah menjabat Komisaris dan Pemegang Saham PT Australian Guarantee Corp. (1983-1993).
Board of Directors Dewan Direksi
124
Glenn Muhammad Surya Yusuf Indonesian citizen, age 52. He holds an BA degree in Economics from the University of the Philippines, Manila (1979) and a Master in Business Management from the Asian Institute of Management, Manila (1981). President Director of Lonsum since June 2003. He is concurrently a member of the Board of Commissioners of PT Surya Citra Media Tbk. Previously, Chairman of the Assistance Team to the Minister of Finance of the Republic of Indonesia; President Director of PT (Persero) Danareksa (1995-2001); Chairman of IBRA (1998-2000); Director General of Financial Institutions, Ministry of Finance of the Republic of Indonesia (1998); Managing Director of PT (Persero) Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (1994-1995); various executive posts leading to Finance Director at Bank Niaga (19851994); employed by Citibank N.A. Jakarta (1981-1985).
Warga Negara Indonesia, 52 tahun. Memperoleh gelar sarjana Ekonomi dari University of the Philippines, Manila (1979) dan Master di bidang Bisnis Manajemen dari Asian Institute of Management, Manila (1981). Presiden Direktur Lonsum sejak bulan Juni 2003. Saat ini juga menjabat sebagai anggota Dewan Komisaris PT Surya Citra Media Tbk. Sebelumnya Ketua Tim Asistensi Menteri Keuangan Republik Indonesia; Presiden Direktur PT (Persero) Danareksa (1995-2001); Ketua BPPN (1998-2000); Direktur Jenderal Lembaga Keuangan, Departemen Keuangan Republik Indonesia (1998); Direktur Pelaksana PT (Persero) Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (1994 -1995); berbagai jabatan eksekutif hingga Direktur Keuangan di Bank Niaga (1985-1994); bekerja di Citibank N.A. Jakarta (1981-1985).
Bibin Busono Indonesian citizen, age 42. A graduate of Faculty of Electrical Engineering Universitas Indonesia (1988) and various executive courses in Finance & Capital Markets. Previously an Associate Partner Ernst & Young Advisory Services, Indonesia (2003-2006), Financial and Planning Executive, PT Danareksa (Persero) (1999-2001), CEO of Surabaya Stock Exchange, Indonesia (1995-1999), Manager of PT Unilever Indonesia (1991–1995), and as a teaching staff at the Computer Science Center, Universitas Indonesia (1989-1991).
Warga Negara Indonesia, 42 tahun. Lulusan dari Fakultas Teknik Jurusan Elektro Universitas Indonesia (1988) dan berbagai kursus eksekutif di bidang Finansial & Pasar Modal. Sebelumnya pernah menjabat sebagai Associate Partner Ernst & Young Advisory Services, Indonesia (2003-2006), Eksekutif Keuangan & Perencanaan PT Danareksa (Persero) (1999-2001), Direktur Utama PT Bursa Efek Surabaya (1995-1999), Manajer di PT Unilever Indonesia (1991–1995), dan sebagai Staff Pengajar di Pusat Ilmu Komputer Universitas Indonesia (1989-1991).
125
Bryan John Dyer British citizen, age 58. A graduate of University of Reading (1971) - BSc Hons in Agricultural Science; London Business School (1985); Advanced Strategic Marketing, Insead, France (1994). Director of Lonsum since 2004. Previously Managing Director of Booker Tate Ltd, Thame, UK (20012004), CEO of Monaghan Middlebrook Ltd. (1994-2001), Managing Director Middlebrook Mushrooms Ltd (1989-1994); began and pursued a multinational career with Booker Agricultural International Ltd, UK, from 1971 to 1986, serving in the UK, Papua New Guinea, Somalia, Kenya and Guyana.
Warga Negara Inggris, 58 tahun. Lulusan dari University of Reading (1971) - gelar BSc Hons di bidang pertanian; London Business School (1985); Advanced Strategic Marketing, Insead, France (1994). Direktur Lonsum sejak tahun 2004. Sebelumnya pernah menjabat Managing Director Booker Tate Ltd, Thame, UK (2001-2004), CEO Monaghan Middlebrook Ltd. (19942001), Managing Director Middlebrook Mushrooms Ltd (1989-1994); dan mengawali serta menjalani karirnya di berbagai belahan dunia dalam naungan Booker Agricultural International Ltd, UK, dari tahun 1971 hingga 1986, di UK, Papua New Guinea, Somalia, Kenya dan Guyana.
Arsyad Lahabu Indonesian citizen, age 56. He holds a Diploma in Management Accounting from the Academy Management Industry Ujung Pandang (1973). General Manager of Lonsum area Kota Pinang since 2005. Began his career with the company sice 1974 as a Supervisor Trainee. He than held several positions such as Head Assistant, Manager, Sub Inspector, Inspector, and Plantation Inspector and Advisor.
Warga Negara Indonesia, 56 tahun. Memperoleh Diploma dalam bidang Akuntansi Manajemen dari Akademi Manajemen Industri Ujung Pandang (1973). General Manager Lonsum area Kota Pinang sejak tahun 2005. Mengawali karir di Perseroan sejak tahun 1974 sebagai Supervisor Trainee dan selanjutnya menempati berbagai posisi antara lain Head Assistant, Manager, Sub Inspector, Inspector, dan Plantation Inspector and Advisor.
Zafril Ansgar Hamzah Indonesian citizen, age 55. A graduate of Asian Institute of Management, Manila, the Philippines (1996). Director of Lonsum since 2004. Previously Vice President and Group Head of Trade Finance of Bank Niaga (2001-2003), Head of Credit Card Centre (2000-2001), Niaga 2000 Project Manager (19972000), Senior Manager Information Systems (1991-1997), Head of Marketing Operations, Niaga Medan Branch (1985-1991); began his career with Bank Niaga in 1975.
Warga Negara Indonesia, 55 tahun. Lulusan dari Asian Institute of Management, Manila, Filipina (1996). Direktur Lonsum sejak tahun 2004. Sebelumnya pernah menjabat sebagai Vice President Trade Finance Group Head di Bank Niaga (2001-2003), Kepala Sentra Kartu Kredit (2000-2001), Kepala Proyek Niaga 2000 (1997-2000), Manajer Senior Sistem Informasi (19911997), Kepala Pemasaran, Kantor Cabang Niaga Medan (1985-1991); mengawali karirnya bersama Bank Niaga pada tahun 1975.
Senior officers Pejabat senior
126 Sales
• Head of Sales
- Leonard Beschizza
Operational
• Director of Estates
General Managers
- Andrew P. Hamilton - A. Fattah Ibrahim
- Amirrudin
- Michael New
- Royke Surachman
- Syaiful Bahri Nasution
- Sular Pramu N
- Win Alamsyah
- Samuel Leki
• Director of Processing
Senior Processing Manager
- Peribadi Karo Karo
- Lee Chee Kong
- Yose Rizal
- Anthony Bosco
• Head of Engineering Services
- Gary Mulligan
• Director Research
- Dr. S.P.C. Nelson
• Head of Special Project & Joint Ventures/Head of Palembang BO
- Sumarjono Saragih
• Head of Task Force Land Bank
- Tarmizi
• Head of Technology Transfer
- Anthony Gillbanks
Support & Services
• Head of General Services
- Mino Lesmana
• Head of Human Resources & Industrial Relations
- Indrarto
• Head of Procurement
- Ahmad Juwari
• Head of Security
- Roy Basoeki
Finance & Control
• Head of Accounting & Taxation
- E. Loe Soei Kim
• Head of Financial Control
- Andjurken Tarigan
• Head of Information Systems
- M. Irsan Nasution
• Head of Project Management Office
- Dominicus W. Wibowo
• Head of Treasury
- Agus Karjono
Corporate Office
• Corporate Secretary & Head of Legal Affairs
- Beny Haryanto
• Head of Corporate Communications
- Duddy Pramudyanto
• Head of Government & Community Relations
- Rudy R. Sumopawiro
• Head of Internal Audit
- Zayarwan Zain
• Head of Investor Relations
- Agustino Sudjono
Estates location Lokasi kebun
127 No Estates Name Nama Kebun
District Kabupaten
Province Propinsi
Description Keterangan
Nucleus Estates Kebun Inti
1.
Dolok
Asahan
North Sumatera Sumatera Utara
Oil Palm Estate Kebun Sawit
2.
Gunung Malayu
Asahan
North Sumatera Sumatera Utara
Oil Palm Estate Kebun Sawit
3. Begerpang Deli Serdang North Sumatera Sumatera Utara
Oil Palm & Rubber Estate Kebun Sawit & Karet
4. Rambong Sialang Deli Serdang North Sumatera Sumatera Utara
Oil Palm & Cocoa Estate Kebun Sawit & Kakao
5.
Sei Merah
Deli Serdang
North Sumatera Sumatera Utara
6. Si Bulan Deli Serdang North Sumatera Sumatera Utara
Oil Palm Estate Kebun Sawit Oil Palm & Rubber Estate Kebun Sawit & Karet
7.
Bungara
Langkat
North Sumatera Sumatera Utara
Oil Palm Estate Kebun Sawit
8.
Turangie
Langkat
North Sumatera Sumatera Utara
Oil Palm Estate Kebun Sawit
9.
Pulo Rambong
Langkat
North Sumatera Sumatera Utara
Oil Palm Estate Kebun Sawit
10. Sei Rumbiya Labuhan Batu North Sumatera Sumatera Utara
Oil Palm & Rubber Estate Kebun Sawit & Karet
11. Bah Bulian Simalungun North Sumatera Sumatera Utara
Oil Palm & Rubber Estate Kebun Sawit & Karet
12. Bah Lias Simalungun North Sumatera Sumatera Utara
Oil Palm, Cocoa & Coconut Estate Kebun Sawit, Kakao & Kelapa
13.
Bukit Hijau
Musi Rawas
South Sumatera Sumatera Selatan
Oil Palm Estate Kebun Sawit
14.
Belani Elok
Musi Rawas
South Sumatera Sumatera Selatan
Oil Palm Estate Kebun Sawit
15.
Batu Cemerlang
Musi Rawas
South Sumatera Sumatera Selatan
Oil Palm Estate Kebun Sawit
16.
Gunung Bais
Musi Rawas
South Sumatera Sumatera Selatan
Oil Palm Estate Kebun Sawit
17.
Ketapat Bening
Musi Rawas
South Sumatera Sumatera Selatan
Oil Palm Estate Kebun Sawit
18.
Riam Indah
Musi Rawas
South Sumatera Sumatera Selatan
Oil Palm Estate Kebun Sawit
19.
Sei Kepayang
Musi Rawas
South Sumatera Sumatera Selatan
Oil Palm Estate Kebun Sawit
20.
Sei Lakitan
Musi Rawas
South Sumatera Sumatera Selatan
Oil Palm Estate Kebun Sawit
128 No Estates Name Nama Kebun
District Kabupaten
Province Propinsi
Description Keterangan
Nucleus Estates Kebun Inti
21.
Terawas Indah
Musi Rawas
South Sumatera Sumatera Selatan
Oil Palm Estate Kebun Sawit
22.
Sei Gemang
Musi Rawas
South Sumatera Sumatera Selatan
Oil Palm Estate Kebun Sawit
23.
Tulung Gelam
Ogan Komering Ilir
South Sumatera Sumatera Selatan
Rubber Estate Kebun Karet
24.
Kubu Pakaran
Ogan Komering Ilir
South Sumatera Sumatera Selatan
Rubber Estate Kebun Karet
25.
Bebah Permata
Ogan Komering Ilir
South Sumatera Sumatera Selatan
Rubber Estate Kebun Karet
26.
Kertasarie
Bandung
West Java Jawa Barat
Tea Estate Kebun Teh
27. Treblasala Banyuwangi East Java Jawa Timur
Cocoa & Coffee Estate Kebun Kakao & Kopi
28.
Balombissie
Bulukumba
South Sulawesi Sulawesi Selatan
Rubber Estate Kebun Karet
29.
Palang Isang
Bulukumba
South Sulawesi Sulawesi Selatan
Rubber Estate Kebun Karet
30. Pungkol Minahasa North Sulawesi Sulawesi Utara
Cocoa & Coconut Estate Kebun Kakao & Kelapa
31.
Tirta Agung
Musi Banyuasin
South Sumatera Sumatera Selatan
Oil Palm Estate Kebun Sawit
32.
Budi Tirta
Musi Banyuasin
South Sumatera Sumatera Selatan
Oil Palm Estate Kebun Sawit
33.
Suka Damai
Musi Banyuasin
South Sumatera Sumatera Selatan
Oil Palm Estate Kebun Sawit
34.
Arta Kencana
Lahat
South Sumatera Sumatera Selatan
Oil Palm Estate Kebun Sawit
35.
Kencana Sari
Lahat
South Sumatera Sumatera Selatan
Oil Palm Estate Kebun Sawit
36.
Pahu Permai
Kutai Barat
East Kalimantan Kalimantan Timur
Oil Palm Estate Kebun Sawit
37.
Pahu Makmur
Kutai Barat
East Kalimantan Kalimantan Timur
Oil Palm Estate Kebun Sawit
38.
Jelau Makmur
Kutai Barat
East Kalimantan Kalimantan Timur
Oil Palm Estate Kebun Sawit
39.
Sari Jempang
Kutai Barat
East Kalimantan Kalimantan Timur
Oil Palm Estate Kebun Sawit
40.
Isuy Makmur
Kutai Barat
East Kalimantan Kalimantan Timur
Oil Palm Estate Kebun Sawit
129 No Estates Name Nama Kebun
District Kabupaten
Province Propinsi
Description Keterangan
Plasma Estates Kebun Plasma
1.
Air Bening
Musi Rawas
South Sumatera Sumatera Selatan
Oil Palm Estate Kebun Sawit
2.
Bukit Hijau
Musi Rawas
South Sumatera Sumatera Selatan
Oil Palm Estate Kebun Sawit
3.
Dwi Makmur
Musi Rawas
South Sumatera Sumatera Selatan
Oil Palm Estate Kebun Sawit
4.
Ekasari
Musi Rawas
South Sumatera Sumatera Selatan
Oil Palm Estate Kebun Sawit
5.
Marga Sido
Musi Rawas
South Sumatera Sumatera Selatan
Oil Palm Estate Kebun Sawit
6.
Muara Kelingi
Musi Rawas
South Sumatera Sumatera Selatan
Oil Palm Estate Kebun Sawit
7.
Pelita Jaya
Musi Rawas
South Sumatera Sumatera Selatan
Oil Palm Estate Kebun Sawit
8.
Tirta Agung
Musi Banyuasin
South Sumatera Sumatera Selatan
Oil Palm Estate Kebun Sawit
9.
Suka Damai
Musi Banyuasin
South Sumatera Sumatera Selatan
Oil Palm Estate Kebun Sawit
10.
Arta Kencana
Lahat
South Sumatera Sumatera Selatan
Oil Palm Estate Kebun Sawit
11.
Bebah Permata
Ogan Komering Ilir
South Sumatera Sumatera Selatan
Rubber Estate Kebun Karet
12.
Kubu Pakaran
Ogan Komering Ilir
South Sumatera Sumatera Selatan
Rubber Estate Kebun Karet
13.
Tulung Gelam
Ogan Komering Ilir
South Sumatera Sumatera Selatan
Rubber Estate Kebun Karet
14.
Tibona
Bulukumba
South Sulawesi Sulawesi Selatan
Rubber Estate Kebun Karet
Processing Factories Location Lokasi Pabrik Pengolahan
130 No
Factory Name Nama Pabrik
Capacity Kapasitas
District Kabupaten
Province Propinsi
1.
Dolok
30 tonnes/hour
Asahan
North Sumatera Sumatera Utara
Palm Oil Mill Pabrik Sawit
2.
Gunung Malayu
30 tonnes/hour
Asahan
North Sumatera Sumatera Utara
Palm Oil Mill Pabrik Sawit
3.
Begerpang
45 tonnes/hour
Deli Serdang
North Sumatera Sumatera Utara
Palm Oil Mill Pabrik Sawit
4.
Rambong Sialang
20 tonnes/hour
Deli Serdang
North Sumatera Sumatera Utara
Cocoa Factory Pabrik Kakao
5. Sei Rumbiya 3.8 tonnes/hour Labuhan Batu North Sumatera Sumatera Utara
Description Keterangan
Sheet & Crumb Rubber Factory Pabrik Karet Remah & Lembaran
North Sumatera Sumatera Utara
Palm Oil Mill Pabrik Sawit
10.4 mio seeds/year Simalungun
North Sumatera Sumatera Utara
Seed Processing Pengolahan Benih
Bah Lias
2.5 tonnes/hour
Simalungun
North Sumatera Sumatera Utara
Cocoa Factory Pabrik Kakao
9.
Belani Elok
60 tonnes/hour
Musi Rawas
North Sumatera Sumatera Utara
Palm Oil Mill Pabrik Sawit
10.
Ekasari
10 tonnes/hour
Musi Rawas
North Sumatera Sumatera Utara
Palm Oil Mill Pabrik Sawit
11.
Gunung Bais
10 tonnes/hour
Musi Rawas
South Sumatera Sumatera Selatan
Palm Oil Mill Pabrik Sawit
6.
Turangie
50 tonnes/hour
7.
Bah Lias
8.
Langkat
12. Mesuji 3 tonnes/hour Ogan Komering Ilir South Sumatera Sumatera Selatan
Crumb Rubber Factory Pabrik Karet Remah
13.
Sei Lakitan
60 tonnes/hour
Musi Rawas
South Sumatera Sumatera Selatan
Palm Oil Mill Pabrik Sawit
14.
Terawas Indah
20 tonnes/hour
Musi Rawas
South Sumatera Sumatera Selatan
Palm Oil Mill Pabrik Sawit
15.
Kertasarie
2.5 tonnes/hour
Bandung
West Java Jawa Barat
Tea Factory Pabrik Teh
16.
Treblasala
3 tonnes/hour
Banyuwangi
East Java Jawa Timur
Cocoa Factory Pabrik Kakao
17. Palang Isang 2.8 tonnes/hour Bulukumba South Sulawesi Sulawesi Selatan 18.
Arta Kencana
5 tonnes/hour
Lahat
South Sumatera Sumatera Selatan
Sheet & Crumb Rubber Factory Pabrik Karet Remah & Lembaran Palm Oil Mill Pabrik Sawit
Shareholder’s Information Informasi Pemegang Saham
131 Shareholders Pemegang Saham
Number of Shares Jumlah Saham
Percentage (%) Persentasi (%)
First Durango Singapore Pte., Ltd
379,353,073
34.64
PT Pan London Sumatra Plantation
171,989,027
15.71
Credit Suisse Singapore S/A First Durango Singapore Pte., Ltd
169,367,927
15.46
Public Masyarakat
374,519,266
34.19
1,095,229,293
100.00
Total
Share Prices Harga Saham
2006
Highest Tertinggi
2005 Lowest Terendah
Highest Tertinggi
Lowest Terendah
January - March Januari - Maret
4,075
2,750
1,920
1,330
April - June April - Juni
4,350
3,225
2,500
1,710
July - September Juli - September
4,925
3,525
2,575
1,710
October - December Oktober - Desember
6,600
4,375
3,275
2,400
Buoyed by growing operations, and positive market sentiments, the Company’s share price movements were bullish throughout 2006, climbing steadily from Rp 2,900 at the start of the year to Rp 6,600 by year end, a 127.6% overall gain. Lonsums’ share price gain during the year outperformed the growth of its peer companies as well as the composite index of the Jakarta Stock Exchange which grew by 48.2% for the year. With an average daily trading volume of three point three million shares a day, Lonsum’s shares were more sought after by investors in 2006 compared to 2005. The Company’s shareholders also shifted towards institutions with medium to long-term horisons, making Lonsum’s shares more stable and liquid. Ditunjang oleh kegiatan yang meningkat, serta sentimen pasar yang positif, pergerakan saham Perseroan menunjukkan tren yang positif sepanjang tahun 2006, meningkat secara pelan namun pasti dari Rp 2.900 di awal tahun hingga Rp 6.600 di akhir tahun, atau kenaikan sebesar 127,6%. Peningkatan nilai saham Lonsum melebihi pertumbuhan saham perusahaan sejenis maupun Indeks Harga Saham Gabungan Bursa Efek Jakarta yang meningkat sebesar 48,2% pada tahun 2006. Dengan volume transaksi harian rata-rata sebesar tiga koma tiga juta lembar saham per hari, saham Lonsum lebih diminati pemodal di tahun 2006 dibandingkan dengan tahun 2005. Jenis pemegang saham Perseroan juga bergeser ke modal institusional dengan cakrawala investasi jangka menengah hingga panjang, menjadikan saham Lonsum lebih stabil dan likuid. 7,000 6,000
4,000 3,000 2,000
Lonsum Closing Share Price Movement January 2005 - December 2006 Pergerakan Harga Penutupan Saham Lonsum Januari 2005 - Desember 2006
Dec ‘06
Nov ‘06
Sep ‘06
Oct ‘06
Jul ‘06
Aug ‘06
Jun ‘06
May ‘06
Apr ‘06
Mar ‘06
Jan ‘06
Feb ‘06
Dec ‘05
Nov ‘05
Sep ‘05
Oct ‘05
Jul ‘05
Aug ‘05
Jun ‘05
May ‘05
Apr ‘05
Mar ‘05
Jan ‘05
1,000 Feb ‘05
(Rp/Shares) (Rp/Lembar Saham)
5,000
Corporate Information Informasi Perseroan
132 Head Office
Investor Relations
Share Registrar
Kantor Pusat
Hubungan Investor
Biro Administrasi Efek
World Trade Center 15th Floor Jl. Jend. Sudirman Kav. 29 - 31 Jakarta 12920, Indonesia Tel. (62-21) 520 6610 Fax. (62-21) 520 6611
[email protected]
Agustino Sudjono World Trade Center 15th Floor Jl. Jend. Sudirman Kav. 29 - 31 Jakarta 12920, Indonesia Tel. (62-21) 520 6610 Fax. (62-21) 520 6611
[email protected]
PT Raya Saham Registra Gedung Plaza Sentral Lt. 2 Jl. Jend. Sudirman Kav. 47 - 48 Jakarta 12930, Indonesia Tel. (62-21) 252 5666 Fax. (62-21) 252 5028
Corporate Secretary
Public Accountant
Sekretaris Perusahaan
Akuntan Publik
Beny Haryanto World Trade Center 15th Floor Jl. Jend. Sudirman Kav. 29 - 31 Jakarta 12920, Indonesia Tel. (62-21) 520 6610 Fax. (62-21) 520 6611
[email protected]
KAP Haryanto Sahari & Rekan PricewaterhouseCoopers Jl. H.R. Rasuna Said, Kav. X - 7 No. 6 Jakarta 12940, Indonesia Tel. (62-21) 521 2901 Fax. (62-21) 529 05555 / 529 05050
Statutory Reporting In addition to the 2006 Annual Report, the Company publishes a separate financial report document that satisfies the statutory reporting requirements of the Indonesian Capital Market Supervisory Board, Bapepam. Such report, which includes all requisite information, has been filed with Bapepam prior to the publication of the 2006 Annual Report. Ketentuan Pelaporan Selain Laporan Tahunan 2006, Perseroan menerbitkan dokumen laporan keuangan secara terpisah yang memenuhi ketentuan pelaporan yang berlaku sesuai persyaratan Badan Pengawas Pasar Modal di Indonesia, Bapepam. Laporan tersebut, termasuk seluruh informasi yang disyaratkan, telah disampaikan kepada Bapepam sebelum penerbitan Laporan Tahunan 2006.