perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KAJIAN PENGARUH BERBAGAI FORMULA BIOSULFO TERHADAP KETERSEDIAAN FOSFOR DAN BELERANG SERTA HASIL KEDELAI (Glycine max L) PADA TANAH VERTISOL
Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta Jurusan / Program Studi Ilmu Tanah
Disusun oleh : NUR HIDAYATI H 0207051
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PENGESAHAN
KAJIAN PENGARUH BERBAGAI FORMULA BIOSULFO TERHADAP KETERSEDIAAN FOSFOR DAN BELERANG SERTA HASIL KEDELAI (Glycine max L) PADA TANAH VERTISOL
Yang dipersiapkan dan disusun oleh Nur Hidayati H0207051
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal : Agustus 2011 dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Tim Penguji
Ketua
Anggota I
Ir. Sumarno, MS
Hery Widijanto, SP., MP
NIP.19540518 198503 1 002
NIP. 19710117 199601 1002
Surakarta,
Anggota II
Ir. Sudadi, MP NIP.19620307 199010 1 001
September 2011
Mengetahui Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian Dekan
Prof. Dr. Ir. H.commit Bambang Pujiasmanto, MS to user NIP. 19560225 198601 1 001 ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Syukur alhamdulillah penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan karunia-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam penyusunan skripsi ini tentu tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS, selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Ir. Sri Hartati MP, selaku Ketua Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Ir. Sumarno, MS, selaku pembimbing utama; Hery Widijanto, SP., MP selaku pembimbing pendamping; serta Ir. Sudadi, MP selaku pembimbing penguji yang selalu memberikan motivasi, koreksi dan saran dalam penyusunan skripsi ini. 4. Ir. Sudjono Utomo, MP dan Rahayu, SP., MP., Ph.D selaku pembimbing akademik yang selalu memberikan motivasi dan masukan selama masa perkuliahan dan dalam penyususnan skripsi ini. 5. Kedua orang tua, kakak-kakak, serta adik-adikku yang selalu memberikan kasih sayang, doa, motivasi, dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Teman-teman satu tim BIOSULFO (Anggurit, Ratna, Visi, Hany, dan Tri), teman-teman IMOET’07, kakak-kakak MATANEM dan MITO5, serta teman-teman kos ”Tecnocita Cantikk” yang selalu memberikan bantuan, dukungan, semangat dan motivasi. 7. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan agar menjadi lebih baik. Akhirnya penyusun berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin. Surakarta, commit to user
iii
Agustus 2011
Penyusun
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………...
i
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………….
ii
KATA PENGANTAR………………………………………………………
iii
DAFTAR ISI………………………………………………………………..
iv
DAFTAR GAMBAR………………………………………………..............
vi
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………..
vii
RINGKASAN………………………………………………………………
viii
SUMMARY………………………………………………………………..
ix
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang……………………………………………………....
1
B. Perumusan Masalah………………………………………………....
3
C. Tujuan Penelitian…………………………………………………....
3
D. Manfaat Penelitian…………………………………………………..
3
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Teori…………………………………………………………..
4
1. Biosulfo………………………………………………………….
4
2. Kedelai…………………………………………………………..
5
3. Karakteristik Vertisols…………………………………………..
7
4. Keharaan P Pada Tanah dan Tanaman…………………………..
8
5. Keharaan S Pada Tanah dan Tanaman………………………….
10
B. Kerangka berfikir…………………………………………………...
12
C. Hipotesis…………………………………………………………….
12
III. METODOLOGI A. Tempat dan Waktu Penelitian……………………………………….
13
B. Alat dan Bahan………………………………………………………
13
C. Rancangan Percobaan……………………………………………….
13
D. Tata Laksana Penelitian……………………………………………..
14
E. Variabel-variabel yang diamati…………………………………....... commit to user F. Analisis data…………………………………………………………
18
iv
18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Tanah Awal………………………………………………...
19
B. Pengaruh Formula Biosulfo Terhadap Tanah……………………….
21
1. Reaksi (pH) Tanah………………………………………………
21
2. Fosfor Tersedia Tanah…………………………………………..
23
3. Sulfur Terlarut air………………………………………………..
25
C. Pengaruh Formula Biosulfo Terhadap Tanaman……………………
27
1. Serapan P………………………………………………………...
27
2. Serapan S………………………………………………………..
29
D. Pengaruh Formula Biosulfo Terhadap Pertumbuhan dan
Hasil
Tanaman……………..........................................................................
30
1. Tinggi Tanaman…………………………………………………
30
2. Berat Brangkasan Kering……………………………………......
32
3. Jumlah polong isi………………………………………………..
34
4. Jumlah dan Berat Biji Tiap Tanaman…………………………...
35
5. Berat Seribu Biji dan Berat Biji Tiap Hektar …………………...
39
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………………………………………………………….
42
B. Saran…………………………………………………………………
42
DAFTAR PUSTAKA
43
LAMPIRAN
46
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Pengaruh Formula Biosulfo Terhadap pH tanah……………
21
Gambar 2
Pengaruh Formula Biosulfo Terhadap P Tersedia Tanah…...
24
Gambar 3
Pengaruh Formula Biosulfo Terhadap S Terlarut air……….
26
Gambar 4
Pengaruh Formula Biosulfo Terhadap Serapan P Kedelai.....
27
Gambar 5
Pengaruh Formula Biosulfo Terhadap Serapan S Kedelai.....
29
Gambar 6
Pengaruh Formula Biosulfo Terhadap Tinggi Tanaman Kedelai………………………………………………………
Gambar 7
Pengaruh Formula Biosulfo Terhadap Berat Brangkasan Kering Kedelai………………………………………………
Gambar 8
38
Pengaruh Formula Biosulfo Terhadap Berat Seribu Biji Kedelai………………………………………………………
Gambar 12
37
Pengaruh Formula Biosulfo Terhadap Berat Biji Tiap Tanaman……………………………………………………..
Gambar 11
35
Pengaruh Formula Biosulfo Terhadap Jumlah Biji Tiap Tanaman……………………………………………………..
Gambar 10
34
Pengaruh Formula Biosulfo Terhadap Jumlah Polong Isi Kedelai………………………………………………………
Gambar 9
31
40
Pengaruh Formula Biosulfo Terhadap Berat Biji Tiap Hektar……………………………………………………….
commit to user
vi
41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Hasil Analisis Statistika Pengaruh Perlakuan Terhadap 46 Tanah………………………………………………………...
Lampiran 2
Hasil Analisis Statistika Pengaruh Perlakuan Terhadap 49 Tanaman……………………………………………………..
Lampiran 3
Hasil Analisis Statistika Pengaruh Perlakuan Terhadap 51 Hasil Tanaman………………………………………………
Lampiran 4
Rekapitulasi data pengamatan pH tanah (pH H2O) pada fase 57 vegetatif maksimum…………………………………………
Lampiran 5
Rekapitulasi data pengamatan P dan S vegetatif maximum...
Lampiran 6
Rekapitulasi data pengamatan tinggi kedelai……………….. 59
Lampiran 7
Rekapitulasi data pengamatan hasil kedelai………………...
62
Lampiran 8
Kebutuhan Pupuk Tiap Petak……………………………….
63
Lampiran 9
Denah penelitian…………………………………………….
64
commit to user
vii
58
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
RINGKASAN Nur Hidayati. NIM H0207051. Kajian Berbagai Formula Biosulfo Terhadap Ketersediaan Fosfor Dan Belerang Serta Hasil Kedelai (Glycine max L) Pada Tanah Vertisols. Penelitian ini dibawah bimbingan Ir. Sumarno, MS; Hery Widijanto, SP., MP; Ir. Sudadi, MP. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Kedelai memerlukan unsur P dan S dalam jumlah yang cukup besar. Budidaya kedelai pada tanah Vertisol mengalami kendala karena rendahnya ketersediaan unsur P dan S akibat tingginya nilai pH tanah. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, dilakukan penelitian dengan aplikasi pupuk biosulfo yang bersifat lepas hara terkendali. Penelitian dilaksanakan pada lahan sawah Vertisol di Desa Sine, Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen pada bulan Mei 2010 sampai November 2010. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh formula biosulfo terhadap ketersediaan P, S, dan hasil kedelai (Glycine max L) pada tanah Vertisol. Penelitian dilakukan dilapang dengan menggunakan rancangan acak kelompok lengkap (RAKL) faktor tunggal dengan 6 perlakuan dan 4 kali ulangan. Perlakuan tersebut adalah B1 (BF60J11 100 kg/ha, bahan organik 5 ton/Ha), B2 (BF60J11 200 kg/ha, tanpa bahan organik), B3 (BF60J31 100 kg/ha, bahan organik 5 ton/Ha), B4 (BF60J31 200 kg/ha, tanpa bahan organik), kontrol, dan SP sebagai perlakuan pembanding (SP-36 100 kg/ha, bahan organik 10 ton/Ha). Analisis data menggunakan uji F pada taraf kepercayaan 95% dan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf kepercayaan 95%. Variabel yang diamati adalah pH tanah, P tersedia, S terlarut, serapan P, serapan S, tinggi tanaman, berat brangkasan kering, dan hasil kedelai (jumlah polong isi, jumlah biji/tanaman, berat biji/tanaman, berat biji/ha). Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula Biosulfo berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah biji tiap tanaman; berpengaruh nyata terhadap P tersedia, berat biji tiap tanaman, berat seribu biji dan berpengaruh tidak nyata terhadap S terlarut dan jumlah polong isi. Ketersediaan P paling tinggi dicapai pada perlakuan B2 (25,16 ppm), sedangkan ketersediaan S paling tinggi dicapai pada perlakuan B4 (6,32 ppm). Jumlah polong isi tertinggi pada perlakuan B1 (52 polong); jumlah biji tertinggi pada perlakuan B1 (112 biji/tanaman); berat biji tertinggi pada perlakuan B1 (16,87 gram/tanaman), dan berat seribu biji tertinggi pada perlakuan B4 (206,145 gram). Kata kunci : Biosulfo, P tersedia, S terlarut, hasil kedelai
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
SUMMARY
Nur Hidayati. NIM H0207051. Study the Influence of Biosulfo Formulas on Phospor and Sulphur Availability, and Soybean (Glycine max L.) Yields on Vertisol Soil. This research is guided by Ir. Sumarno, MS; Hery Widijanto, SP., MP; Ir. Sudadi, MP. Department of Soil Science, Faculty of Agriculture, Sebelas Maret University, Surakarta. Soybean requires of P and S in large quantities. Some problems in soybean cultivation on Vertisol is low availability of P and S due to the high value of soil pH. This research was conducted to overcome these problems. This research was conducted at Sine, Sragen, in May 2010 to November 2010. The purpose of this research was to determining effect of Biosulfo formulas to the availability of P, S, and Soybean (Glycine max L) yields on Vertisol soil. This research was a single factor experimental, using a Randomized Completely Block Design (RCBD), with six treatments and four replications. The treatments were B1 (BF60J11 100 kg/ha, organic 5 tons/ha), B2 (BF60J11 200 kg/ha , without organic), B3 (BF60J31 100 kg/ha, organic 5 tons/ha), B4 (BF60J31 200 kg/ha, without organic), control, and SP as a comparison treatment (SP-36 100 kg, organic 10 tons/ha). Data analysis was using the F test at 95% significance level and Duncan Multiple Range Test (DMRT) at 95% significance level. Observed variables were pH of the soil, available P, soluble S, P uptake, S uptake, plant height, weight of dry stover, and soybean yields (total pod fill, total seed/plant, seed weight/plant, seed weight/ha). The results showed that the Biosulfo formulas were giving a highly significance effect to total seed/plant, giving significance effect to available P, seed weight per plant, thousand seed weight, and giving no no significance effect to soluble S, P uptake, S uptake, plant height, total pod fill, and seed weight/ha. The highest availability of P is achieve in B2 (25.16 ppm), the highest of S solubilizing is achieve in B4 (6, 32 ppm). The highest total of pod fill is achieve in B1(52 pods); the highest total of seed is acheve in the B1 (112 seeds/plant); the highest seed weight is achieve in B1(16.87 g/plant), and the highest of thousand seed weight is achieve in B4 (206.145 grams). Key words : Biosulfo, available P, soluble S, soybean yields
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kedelai (Glycine max L) merupakan salah satu komoditas pangan strategis di Indonesia. Dalam 11 tahun produksi kedelai di Indonesia merosot mencapai 64 persen. Produksi kedelai mencapai puncaknya pada tahun 1992 yaitu sebanyak 1,87 juta ton. Namun setelah itu, produksi terus mengalami penurunan hingga hanya 0,672 juta ton pada tahun 2003. Sebaliknya, konsumsi kedelai cenderung meningkat sehingga impor kedelai juga mengalami peningkatan mencapai 1,307 juta ton pada tahun 2004 (Atman, 2009). Ini akan membuka peluang yang besar untuk budidaya kedelai. Kedelai memerlukan beberapa unsur hara dalam jumlah yang sangat besar, misalnya unsur fosfor dan sulfur. Sulfur dibutuhkan dalam pembentukan asam amino. Sedangkan fosfor dibutuhkan pada setiap masa pertumbuhannya, terutama saat pembentukan polong (Supadi, 2008). Karena kebutuhan kedelai terhadap P dan S yang tinggi, maka budidaya kedelai pada tanah-tanah dengan ketersediaan P dan S yang rendah perlu mendapatkan perhatian khusus mengenai sistem pemupukannya. Salah satu jenis tanah dengan ketersediaan P dan S rendah adalah tanah Vertisol. Vertisols adalah tanah yang didominasi mineral liat tipe 2:1 yang memiliki kemampuan mengembang dan mengerut. Umumnya Vertisols defisiensi P, dan pada beberapa laporan Vertisols juga kekurangan sulfur (Munir, 1996). Jenis tanah Vertisol berbahan induk dari batuan kapur sangat miskin unsur hara kecuali hara Ca dan kadang-kadang hara Mg. Untuk meningkatkan produktivitas Vertisols, sangat banyak permasalahan yang harus dipecahkan, salah satunya ialah kurang efektifnya pemupukan P. Fosfor tersedia dalam tanah menjadi lebih cepat tidak tersedia akibat terikat oleh kation tanah berupa Ca dan Mg yang kemudian mengalami pengendapan (Hanafiah, 2009). Selain P, unsur S juga mengalami ketidak seimbangan siklus pada tanah Vertisol. Sulfur sebagian besar sebagai bentuk endapan atau user karbonat (Winarso, 2005). kristal pengotor bersama-samacommit dengantokalsium
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Untuk mengatasi masalah kekahatan P dan S pada tanah Vertisol, maka diperlukan suatu formula pupuk tertentu yang dapat menjamin ketersediaan kedua unsur tersebut dalam jangka waktu lama agar dapat memenuhi kebutuhan unsur tersebut selama masa pertumbuhan tanaman kedelai. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka diaplikasikan pupuk “Biosulfo” yang dirancang dengan sistem pelepasan secara bertahap (slow release). Biosulfo merupakan campuran dari belerang erlementer, batuan fosfat alam (BFA), jamur pengoksida belerang (Penicillium nalgiovensis) dan jamur pelarut fosfat (Aspergillus niger), yang juga diperkaya bahan organik. Biosulfo telah diujikan pada tanah Vertisol dalam skala rumah kaca. Pengujian dilakukan terhadap beberapa rancangan formula dan dosis Biosulfo. Dari pengujian tersebut didapatkan formula dan dosis yang menunjukkan hasil paling optimal pada kedelai. Formula yang dimaksud adalah BF60J11 (60% batuan fosfat alam dan belerang elementer, 40% bahan organik dengan perbandingan jamur P. nalgiovensis dan A. niger masing-masing 1:1), dan BF60J31 (60% batuan fosfat alam dan belerang elementer, 40% bahan organik dengan perbandingan jamur P. nalgiovensis dan A. niger masing-masing 3:1) dengan dosis masing-masing dari formula tersebut adalah 100 kg/Ha dan 200 kg/Ha dengan bahan organik atau tanpa bahan organik. Pada penelitian ini akan dilakukan pengujian skala lapang terhadap kedua ramuan dengan dosis masing-masing yang dikombinasikan dengan aplikasi bahan organik sehingga menjadi formula pupuk tertentu. Penelitian dilakukan terhadap 4 formula Biosulfo yaitu B1 (BF60J11 100 kg/Ha dengan bahan organik 5 Ton/Ha), B2 (BF60J11 200 kg/Ha tanpa bahan organik), B3 (BF60J31 100 kg/Ha dengan bahan organik 5 Ton/Ha), dan B4 (BF60J31 200 kg/Ha tanpa bahan organik). Sebagai pembanding, dilakukan perlakuan pembanding (SP) yaitu pemberian pupuk SP-36 dan perlakuan kontrol. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui apakah formula Biosulfo berpengaruh terhadap ketersediaan P dan S pada tanah Vertisol dalam skala lapang, serta untuk mengetahui apakah formula Biosulfo yang diujikan commit to user tersebut dapat meningkatkan hasil tanaman kedelai.
2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Perumusan Masalah Budidaya kedelai pada tanah Vertisol mengalami kendala karena rendahnya ketersediaan unsur P dan S akibat tingginya nilai reaksi tanah (pH). pH tanah yang tinggi mengindikasikan tingginya kadar Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg). Kalsium dan magnesium ini akan mengendapkan P dan S sehingga P dan S menjadi bentuk yang kurang tersedia bagi tanaman kedelai. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, dilakukan penelitian dengan aplikasi pupuk biosulfo dengan kemampuan pelepasan hara terkendali. Berdasar latar belakang tersebut, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apakah formula Biosulfo berpengaruh terhadap ketersediaan fosfor dan sulfur? 2. Formula Biosulfo yang mana yang dapat meningkatkan hasil kedelai tertinggi pada tanah Vertisol? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh formula Biosulfo terhadap ketersediaan P, S, dan hasil kedelai (Glycine max L) pada tanah Vertisol. D. Manfaat Penelitian Dengan adanya penelitian ini diharap dapat memberi sumbangan terhadap ilmu pengetahuan, khususnya dalam pengelolaan pemupukan pada tanah vertisol dalam kaitannya untuk meningkatkan ketersediaan P, S, dan hasil kedelai (Glycine max L).
commit to user
3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Biosulfo Biosulfo merupakan penggabungan dari bahan–bahan alami berupa belerang elementer, batuan fosfat alam (BFA), jamur pengoksidasi belerang (JPS) dan jamur pelarut fosfat (JPF) disertai bahan organik (onggok 60%, bekatul 30% dan tapioka 10%) sebagai agensia pelindung bagi kedua jenis jamur tersebut dalam formula pupuk dan menjadi sumber nutrisinya saat diaplikasikan di dalam tanah. Jamur pelarut P Aspergillus niger dan jamur pengoksidasi belerang Penicillium nalgiovensis yang dipadukan bersama dalam satu formula awal pupuk biosulfo mampu meningkatkan P dan S tersedia secara simultan (Sudadi, 2009). Penggabungan jamur dimaksudkan untuk mendekatkan jamur dengan bahan organik sebagai sumber karbon dan energi serta batuan fosfat sebagai sumber P dan serbuk belerang sebagai sumber S. Kandungan P2O5 dalam batuan fosfat alam asal kepulauan Christmas, Ciamis, dan Madura masing-masing adalah sebesar 33,69 %, 26,78 %, dan 21,3508 %. Sedangkan kandungan S dari belerang asal Amerika adalah sebesar 9,934 % dan belerang asal gunung Welirang adalah sebesar 6,709 % (Sumarno et al, 2008). Pupuk fosfat alam didefinisikan sebagai pupuk dari batuan yang mengandung zat hara P2O5. Kemampuan batuan fosfat dalam memasok P tersedia tergantung pada pH dan watak dari batuan tersebut (Mas’ud cit Sudadi, 2008). Pelarutan senyawa fosfat anorganik secara kimiawi terjadi karena asam organic yang dihasilkan oleh mikroba pelarut fosfat. Asam organik merupakan asam hidroksi yang mampu membentuk kompleks stabil dengan ion Ca2+, Mg
2+
, Fe2+, dan Al3+ sehingga P terlarut menjadi
meningkat (Sudadi, 2008). Beberapa faktor yang mempengaruhi kelarutan fosfat alam antara commit user larutan, komposisi fosfat alam lain konsentrasi H, Ca dan P ditodalam
4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
khususnya adanya substitusi karbonat terhadap P pada apatit, derajat percampuran antara fosfat alam dan tanah serta tingkat penggunaan fosfat alam pada tanah. Kelarutan fosfat alam dalam larutan tanah akan lebih baik bila pH tanah, Ca dapat dipertukarkan dan konsentrasi P di dalam larutan tanah rendah. Pada tanah masam yang banyak memerlukan P penggunaan fosfat alam dinilai lebih efektif dan lebih murah dibandingkan bentuk P yang lain, karena pada tanah masam fosfat alam lebih reaktif dan lebih murah di banding penggunaan superfosfat (Kasno, 2008). 2. Kedelai (Glycine max L) Awalnya kedelai dikenal sebagai Glicine soja, atau Soja max. Kemudian pada tahun 1984 disepakati bahwa nama botani kedelai yang dapat diterima dalam istilah ilmiah adalah Glycine max (L.) Merril. Berikut klasifikasinya : Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Rosales
Famili
: Leguminosae
Genus
: Glycine
Species
: Glycine max (L.) Merril
(Adisarwanto, 2005). Kedelai (Glycine max) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang penting di Indonesia. Kebutuhan kedelai pada setiap tahun mengalami peningkatan akibat meningkatnya pertumbuhan penduduk. Diperkirakan kebutuhan biji kedelai setiap tahun mencapai 1,8 juta ton dan bungkil kedelai sebesar 1,1 juta ton (Deptan, 2006). Produktivitas kedelai dipengaruhi oleh jenis tanah, kualitas benih, varietas, pengelolaan tanaman, takaran pupuk, pengendalian hama dan penyakit, waktu tanam dan panen, teknologi yang digunakan, dan interaksi commit user semua faktor tersebut (Saleh et al. to 1999).
5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pertumbuhan kedelai terdiri dari dua fase, yaitu fase vegetatif dan fase generative. Fase vegetatif dihitung sejak tanaman muncul dari dalam tanah hingga awal pembungaan. Sedangkan fase generatif dihitung sejak masuk waktu pembungaan hingga saat polong matang. Dari masingmasing fase terdiri dari beberapa stadium. Fase vegetatif terdiri dari stadium pemunculan (VE), cotiledon (VC), buku pertama (V1), buku kedua (V2), buku ketiga (V3), dan buku ke n (Vn). Fase generatif terdiri dari stadium mulai berbunga (R1), berbunga penuh (R2), mulai berpolong (R3), berpolong penuh (R4), mulai berbiji (R5), biji penuh (R6), mulai matang (R7), dan stadium matang penuh (R8) (Nazariah, 2007). Kedelai mampu beradaptasi terhadap berbagai jenis tanah, terutama pada tanah bertekstur ringan hingga sedang dan berdraenase baik. Kedelai akan tumbuh baik pada tanah bertekstur gembur, lembab, tidak tergenang, dan memiliki pH tanah 6 – 6,8 (Najiyati, 1999). Pada sumber lain disebutkan bahwa pH tanah yang cocok bagi pertumbuhan kedelai berkisar antara 5,8 – 7 (Suprapto, 2001). Karakteristik kedelai varietas wilis adalah sebagai berikut : Dilepas tahun
: 21 Juli 1983
SK Mentan
: TP 240/519/Kptsn/7/1983
Nomor induk
: B 3034
Asal
: hasil seleksi keturunan persilangan Orba x No.1682
Hasil rata-rata
: 1,6 ton/ha
Warna hipokotil
: ungu
Warna batang
: hijau
Warna daun
: hijau-hijau tua
Warna bulu
: coklat tua
Warna bunga
: ungu
Warna kulit biji
: kuning
Warna polong tua : coklat tua Warna hylum
: coklat tua commit to user (Suhartina, 2005).
6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Karakteristik tanah Vertisol Vertisols adalah tanah yang didominasi oleh mineral monmorilonit yang mampu mengembang dan mengerut. Vertisols bertekstur halus/clay didominasi mineral liat tipe 2:1 atau terdiri dari bahan yang telah mengalami pelapukan batu kapur, tuff, endapan alluvial, dan abu volkan. Biasanya dijumpai epipedon umbrik atau mollik, dan kadang memiliki horison argilik atau albik. Secara umum, Vertisols mengandung bahan organik yang rendah (sering < 1 %) (Munir, 1996). Vertisols dideskripsikan sebagai tanah yang retak, tanah liat hitam. Tanah ini mengerut saat kering dan mengembang saat basah. Biasanya tanah ini terbentuk pada rezim temperatur yang hangat dan lingkungan yang tropis, tetapi tidak terjadi pencucian karena sifat lempung induknya yang mengembang mengerut. Walaupun jenis tanah ini tidak cocok untuk budidaya tanaman, tetapi selama hujan dan irigasi memadai, tanah ini dapat digunakan untuk bercocok tanam (Coyne and Thompson, 2006). Vertisols merupakan jenis tanah yang berwarna abu-abu gelap hingga kehitaman, bertekstur liat, mempunyai slinckenside, dan rekahan yang secara periodik dapat membuka dan menutup. Komposisi mineral liat Vertisols selalu didominasi oleh mineral liat tipe 2 : 1, terutama montmorilonit. Pembentukan tanah Vertisols terjadi melalui dua proses, yaitu terakumulasinya mineral liat 2 : 1 dan proses mengembang dan mengkerut yang terjadi secara periodik, sehingga membentuk slinckenside atau relief mikro gilgai (Prasetyo, 2007). Pada umumnya Vertisol defisiensi P. Setelah N, unsur P merupakan hara pembatas pada Vertisol. Kekurangan unsur P jika kandungan P kurang dari 5 ppm. Kadar fosfor pada Vertisol ditentukan oleh banyak atau sedikitnya cadangan
mineral yang megandung fosfor dan
tingkat pelapukannya.
Permasalahan fosfor ini meliputi beberapa hal yaitu peredaran fosfor di dalam tanah, bentuk-bentuk fosfor tanah, dan ketersediaan fosfor (Munir, 1996).
Tanah Vertisol memiliki tekstur yang berat sehingga kemampuan permeabilitas rendah dancommit infiltrasi lambat. Perbaikan dilakukan dengan to user
7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pengolahan tanah yang baik, pemberian mulsa, penambahan bahan organik, rotasi tanaman, dan pemupukan (Munir, 1996). Tanah Vertisol mempunyai warna yang dipengaruhi oleh jumlah humus dan kadar kapur. Tanah yang kaya akan humus biasanya berwarna hitam sedangkan tanah yang kaya akan kapur berwarna cerah. Biasanya tanah Vertisols mengandung unsur-unsur Ca dan Mg yang tinggi (Darmawijaya, 1997). 4. Keharaan P pada tanah dan tanaman Fosfor didalam tanah berada dalam bentuk organik dan anorganik. Sumber utama P larutan tanah adalah dari pelapukan batuan dan dekomposisi bahan organik. Fosfor didalam tanah sangat tidak mobil (immobile) sehingga kehilangan P dkarenakan terbawa limpasan permukaan (run off) dan erosi atau pengangkutan tanah. Fosfor didalam tanah relatif cepat tak tersedia akibat terikat oleh kation tanah (Al dan Fe pada tanah masam atau Ca dan Mg pada kondisi netral) serta terfiksasi permukaan positif koloidal tanah. Sebagian besar P terdapat dalam bentuk yang tidak dapat diambil tanaman, dan P terikat oleh Al dan Fe dalam bentuk Al-P dan Fe-P pada tanah masam serta dalam bentuk Ca-P pada tanah alkalin (Hanafiah, 2009; Winarso, 2005; Sutedjo, 2008). Pada pH masam, P dalam tanah akan segera terikat oleh Fe dan Al sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Begitu pula bila P diberikan pada tanah alkalin akan diikat oleh Ca dan Mg sebagai Ca-P dan Mg-P yang sukar larut. Pada pH netral, bentuk P tanah terdapat dalam kondisi yang paling mudah diserap tanaman (Balai Penelitian Tanah, 2005). Batas optimal P didalam tanah adalah pada pH 5,5–7,0. Bila pH lebih dari 6,5 maka akan terjadi fiksasi oleh Ca. Fiksasi oleh Ca terhapad P akan menjadi oxy apatite, hidroxy apatite, atau carbonat apatite (Sutedjo, 2008). Penelitian Nursyamsi dan Nurul Fajri (2005) menunjukkan bahwa hara P merupakan faktor pembatas utama pertumbuhan tanaman kedelai, yang sesuai dengan penelitian lain yang membuktikan bahwa P merupakan pembatas utama dalam pertumbuhan tanaman kedelai pada tanah commit to user Inceptisol dan Ultisol, serta Vertisols. Selain P, hara N dan K serta Ca dan
8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Mg (khusus tanah masam) juga menjadi pembatas pertumbuhan tanaman kedelai dan jagung di tanah-tanah tersebut (Nursyamsi dan Fajri, 2005). Pada penelitian yang lain, Nursyamsi dan Nurul Fajri (2004) menunjukkan bahwa batas kritis P tanah untuk kedelai di tanah Vertisol adalah 450, 90, 60, dan 38 ppm P2O5 masing-masing dengan pengekstrak HCl 25%, Colwell, Truog, dan Olsen. Hara P merupakan hara makro bagi tanaman yang dibutuhkan dalam jumlah banyak setelah N dan lebih banyak daripada K. Fosfat diperlukan
oleh
tanaman untuk pembentukan
adenosin di- dan
triphosphate (ADP dan ATP) yang merupakan sumber energi untuk proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Selain itu kecukupan P sangat penting untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan bagian vegetatif dan reproduktif tanaman; meningkatkan kualitas hasil; dan ketahanan tanaman terhadap penyakit (Havlin et al., 1999). Fosfor diserap tanaman sebagian besar sebagai bentuk ion ortofosfat primer (H2PO4-) dan sejumlah kecil dalam bentuk ion ortofosfat sekunder (HPO4=). Fosfor diserap melalui mekanisme difusi (93%), intersepsi akar (3%) dan melalui aliran massa (5%). Fosfor memiliki fungsi yang sangat penting bagi tanaman yaitu dalam proses fotosintesis, respirasi, transfer dan penyimpanan energi, serta pembelahan dan pembesaran sel. Fosfor didalam tanaman bersifat lincah (mobil). Apabila tanaman defisien P maka gejala akan muncul pada jaringan tua. Apabila tanaman kekurangan P akan nampak kerdil, bentuk daun tidak normal, ada bagian daun, buah, dan batang yang mati (Hanafiah, 2009; Winarso 2005). Fosfor yang diserap tanaman dalam bentuk ion anorganik cepat berubah menjadi senyawa fosfor organik. Fosfor ini mobil atau mudah bergerak antar jaringan tanaman. Kadar optimal fosfor dalam tanaman pada saat pertumbuhan vegetatif adalah 0,3%-0,5% dari berat kering tanaman (Rosmarkam, 2002). commit to user
9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Keharaan S pada tanah dan tanaman Sulfur di dalam tanah berasal dari pelapukan mineral, gas belerang di atmosfer, dan dekomposisi bahan organik. Sulfur tersedia bagi tanaman dalam bentuk SO4= dan bersifat mobil. Sulfat bermuatan negatif sehingga tidak dapat ditarik oleh tapak permukaan liat dan bahan organik. S mudah bergerak bersama air tanah sehingga mudah tercuci (Hanafiah, 2009; Winarso, 2005). Ketersediaan unsur S menurun pada pH kurang dari 6,0 dan tinggi pada pH 6,0 keatas. Defisiensi unsur S mungkin terjadi pada tanah-tanah pasiran, tanah yang tinggi kandungan Al dan Fe, dan pada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah (Hanafiah, 2009). Pada tanah-tanah kalkareous, sulfat yang berasosiasi dengan kalsium karbonat menjadi bentuk yang sangat penting. Asosiasi ini selanjutnya menjadi bentuk endapan atau sebagai kristal pengotor. Ketersediaan dan kelarutan endapan SO42- dengan kalsium karbonat ini dipengaruhi oleh ukuran partikel kalsium karbonat, kadar air tanah, pengaruh ion sejenis, dan kekuatan ion (Winarso, 2005). Sulfur merupakan unsur hara makro esensial yang diserap tanaman dalam jumlah yang hampir sama dengan P (0,1-0,3%). Unsur ini rata-rata menyusun 0,1% bagian tanaman, merupakan unsur ketiga terbanyak setelah N dan K pada jerami kedelai, produksi kacang tanah, apel, tomat, kol, bawang putih, dan bawang merah. Tanaman yang dikenal rakus terhadap sulfur adalah kol, kol bunga, bawang dan asparagus, legume, kapas dan tembakau (Hanafiah, 2009). Sulfur diserap tanaman dalam bentuk SO4=. Unsur ini juga masuk kedalam tanaman dari udara melalui daun dalam bentuk gas oksida (SO2). Sulfur dalam tanaman berfungsi dalam pembentukan vitamin, klorofil, merangsang pembentukan nodul, dan memberikan sifat bau. Sulfur dalam tanaman bersifat mobil. Kekurangan S akan menyebabkan tanaman tumbuh kerdil, warna daun muda hijau pucat, daun-daun menggulung, commit to user batang kecil dan berputar (Hanafiah, 2009; Winarso, 2005).
10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sulfur berperan dalam pembentukan bintil-bintil akar. Sulfur merupakan unsur yang penting dalam beberapa jenis asam amino. Unsur ini pun membantu pertumbuhan anakan. Selain itu, S merupakan bagian penting pada tanaman-tanaman penghasil minyak, sayuran seperti cabai, kubis, dan lain-lain (Anonimb, 2008). Tanaman yang mengandung sulfur cukup tinggi adalah jenis tanaman legume dan lili, sehingga tanaman jenis ini membutuhkan sulfur cukup banyak dalam masa pertumbuhannya. Pada tanaman jenis legume, sulfur penting untuk pembentukan nodula (bintil akar), kekurangan sulfur akan menyebabkan tanaman mengalami klorosis kecuali pada pucuk daun (Sutedjo, 2008).
commit to user
11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Kerangka Berfikir Budidaya Kedelai (Glycine max L)
Vertisols
pH tinggi, Ca berlebih
Kahat fosfor dan sulfur
Formula Biosulfo 1
Formula Biosulfo 2
Formula Biosulfo 3
Formula Biosulfo 4
B1
B2
B3
B4
Ketersediaan fosfor dan sulfur meningkat
Serapan fosfor dan sulfur meningkat
Hasil kedelai meningkat C. Hipotesis Hipotesis yang akan diujikan dalam penelitian ini adalah : H0 : formula Biosulfo tidak berpengaruh terhadap peningkatan ketersediaan P, S, dan hasil kedelai (Glycine max L) pada tanah Vertisol H1 : formula Biosulfo berpengaruh terhadap peningkatan ketersediaan P, S, dan hasil kedelai (Glycine max L) pada tanah Vertisol commit to user
12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2010 sampai November 2010 di desa Sine, Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen. Sedangkan analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta serta Laboratorium Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. B. Alat dan Bahan 1. Alat Alat yang digunakan untuk mendukung penelitian ini adalah meteran, alat-alat tulis, kantong plastik, gunting, pisau, ayakan dengan mata saring Ø 2 mm dan 0,5 mm, timbangan analitik, spektrofotometer, pH meter, oven, flakon, kertas aluminium foil dan alat untuk analisis laboratorium 2. Bahan Bahan yang digunakan untuk mendukung penelitian ini adalah lahan vertisol Sragen, pupuk kandang (sebagai bahan organik), pupuk biosulfo, pupuk KCl, urea, SP-36, benih kedelai varietas wilis, dan kemikalia untuk analisis tanah dan jaringan tanaman C. Rancangan Percobaan Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang pendekatan variabelnya melalui eksperiment dengan rancangan dasar RAKL faktor tunggal dengan perlakuan sebagai berikut : No Perlakuan Spesifikasi 1 K Kontrol (Tanpa pemberian pupuk) Perlakuan pembanding 2 SP Pupuk SP-36 100 kg/Ha, Bahan organik 5 ton/Ha 3 B1 BF60J11 100 kg/ha, Bahan organik 5 Ton/Ha 4 B2 BF60J11 200 kg/ha, tanpa bahan organik 5 B3 BF60J31 100 kg/ha, Bahan organik 5 Ton/Ha 6 B4 BF60J31 200 kg/ha,totanpa commit user bahan organik
13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Keterangan simbol : 1. BF60J11 · BF60 adalah 60% batuan fosfat alam + belerang elementer dengan perbandingan 8 : 1 · J11 adalah Jamur pelarut fosfat dan jamur pengoksidasi belerang dengan perbandingan 1 : 1 2. BF60J31 · BF60 adalah 60% batuan fosfat alam + belerang elementer dengan perbandingan 8 : 1 · J31 adalah Jamur pelarut fosfat dan jamur pengoksidasi belerang dengan perbandingan 3 : 1 D. Tata laksana penelitian 1. Pembuatan pupuk Biosulfo · Bahan organik (onggok, bekatul, dan tapioka) disaring halus dan dicampur, lalu di sterilkan · Bahan organik yang sudah steril di inokulasi dengan jamur, lalu di inkubasi dan dipanen setelah jamur tumbuh · Bahan organik yang mengandung jamur diaduk · Bahan organik dicampur bersama batuan fosfat alam (BFA) dan belerang elementer · Campuran bahan organik, BFA, dan belerang elementer diaduk, ditambah pati kanji sebagai perekat · Campuran tersebut digiling dan dikeringkan 2. Pengambilan sampel tanah Tanah yang digunakan adalah jenis tanah Vertisol Sragen. Pengambilan sampel tanah menggunakan linggis, dengan mengambil tanah dari beberapa titik dalam setiap petak lalu di komposit. Tanah kemudian dikeringanginkan, ditumbuk dan disaring menggunakan ayakan dengan mata saring berdiameter 2 mm untuk media tanam dan 0,5 mm untuk keperluan analisis laboratorium. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada commit to user
14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
awal sebelum lahan diberi perlakuan pupuk, pada 15 HST, saat vegetatif maksimal, serta saat panen. 3. Persiapan lahan dan penanaman Lahan disiapkan dengan dibuat petak-petak kecil berukuran masingmasing 3 m x 2 m sejumlah 24 petak yang tata letaknya disesuaikan dengan peta rancangan. Sebelum tanam, pupuk di sebar pada setiap petak sesuai rancangan perlakuan. Selanjutnya petakan lahan ditugal menggunakan tugal dengan jarak 20 cm x 20 cm. penanaman dilakukan dengan memasukkan biji kedelai ke dalam tugalan dengan masing-masing 3 biji setiap lubang tugal. 4. Pemeliharaan Pemeliharaan dilakukan dengan melakukan penyiraman setiap 3 hari sekali. Penyiangan dilakukan secara manual dengan mencabuti rumput yang ada. Pengendalian hama dilakukan dengan penyemprotan pestisida setiap 3 hari sekali jika serangan hama meningkat atau seminggu sekali jika serangan hama menurun. 5. Pengamatan dan pengambilan sampel tanaman untuk analisis Pengamatan dilakukan setiap tiga hari sekali, sedangkan pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap dua minggu sekali. Pengambilan sampel tanaman dilakukan saat pertumbuhan tanaman mencapai saat vegetatif maksimal, yaitu saat tanaman berumur 35 hari. 6. Panen dan pasca panen Panen dilakukan saat tanaman berumur kurang lebih 73 hari dan telah menunjukkan tanda-tanda siap panen. Tanda secara visual adalah daun-daun yang mulai berguguran, serta polong kedelai sudah berwarna coklat. Dalam pemanenan, diambil 5 sampel dalam setiap petak. Pada tanaman sampel, dilakukan penghitungan jumlah polong serta jumlah polong hampa dan isi. Sedangkan tanaman kedelai selain tanaman sampel dipanen secara bersama-sama. Kedelai yang telah dipanen diambil polongnya, lalu dikeringkan. Setelah kering, polong dikupas. Selanjutnya commit to user biji kedelai dihitung.
15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7. Analisis laboratotium a. Analisis tanah awal 1. pH tanah (pH H2O) Pengukuran pH dilakukan dengan mengukur pH larutan yang dibuat dengan perbandingan tanah : aquades = 1 : 2,5 dan diukur menggunakan pH meter (Balai Penelitian Tanah, 2005). 2. Tekstur Penentuan tekstur tanah dengan metode hydrometer (Balai Penelitian Tanah, 2005). 3. KPK Besarnya nilai kapasitas pertukaran kation (KPK) dianalisis dengan ekstrak ammonium asetat pada pH 7,0 (Balai Penelitian Tanah, 2005). 4. Bahan organik Kadar bahan organik tanah dianalisis dengan metode Walky and Black (Balai Penelitian Tanah, 2005). 5. N total Kadar amonium dalam ekstrak dapat ditetapkan dengan cara destilasi. Ekstrak dibasakan dengan penambahan larutan NaOH. Selanjutnya, NH3 yang dibebaskan diikat oleh asam borat dan dititar dengan larutan baku H2SO4 menggunakan penunjuk Conway. Cara spektrofotometri menggunakan metode pembangkit warna indofenol biru (Balai Penelitian Tanah, 2005). 6. P total Fosfor
dalam
bentuk
cadangan
ditetapkan
dengan
menggunakan pengekstrak HCl 25%. Pengekstrak ini akan melarutkan bentuk-bentuk senyawa fosfat mendekati kadar P total, diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm (Balai Penelitian Tanah, 2005). commit to user
16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7. K total Kalium
dalam
bentuk
cadangan
ditetapkan
dengan
menggunakan pengekstrak HCl 25%. Pengekstrak ini akan melarutkan bentuk-bentuk senyawa kalium mendekati kadar K total, diukur dengan flamefotometer (Balai Penelitian Tanah, 2005). 8. P tersedia Nilai P tersedia pada tanah dalam suasana netral/alkalin dianalisis dengan metode Olsen, diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm (Balai Penelitian Tanah, 2005). 9. S terlarut Sulfur terlarut air dianalisis dengan ekstrak aquadest dan diukur
menggunakan
alat
Spektrofotometer
pada
panjang
gelombang 432 nm (Balai Penelitian Tanah, 2005). 10. Ca dan Mg tertukar Ca2+ dan Mg2+ dalam komplek jerapan tanah dapat ditukar oleh NH4+ dan diukur menggunakan AAS (Balai Penelitian Tanah, 2005). b. Analisis tanah akhir 1. P tersedia Nilai P tersedia pada tanah dalam suasana netral/alkalin dianalisis dengan metode Olsen, diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm (Balai Penelitian Tanah, 2005). 2. S terlarut Sulfur terlarut air dianalisis dengan ekstrak aquadest dan diukur
menggunakan
alat
Spektrofotometer
pada
panjang
gelombang 432 nm (Balai Penelitian Tanah, 2005). c. Analisis jaringan tanaman 1. P jaringan Fosfat jaringan tanaman di analisis dengan cara destruksi commit to user asam pekat HNO dan HClO basah menggunakan campuran 3
17
4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan perbandingan 3 : 1 dan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm (Balai Penelitian Tanah, 2005). 2. S jaringan Sulfur jaringan tanaman di analisis dengan cara destruksi basah menggunakan campuran asam pekat HNO3 dan HClO4 dengan perbandingan 3 : 1 dan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 432 nm (Balai Penelitian Tanah, 2005). E. Variabel-variabel yang diamati 1. Variabel utama a. P tersedia b. S tersedia c. Hasil kedelai ·
jumlah polong isi
·
jumlah biji tiap tanaman
·
berat biji tiap tanaman
·
berat biji tiap hektar
2. Variabel pendukung a. pH tanah b. Serapan P c. Serapan S d. Tinggi tanaman e. Berat brangkasan kering F. Analisis data Untuk
mengetahui
formula
pupuk
yang
mana
yang
dapat
meningkatkan ketersediaan P, S dan hasil kedelai pada tanah Vertisol dilakukan dengan uji pengaruh (uji F pada taraf 95%) untuk data normal, atau uji kruskal wallis untuk data tidak normal. Untuk membandingkan antar perlakuan dilakukan uji perbandingan antar rerata (DMRT pada taraf 95%) untuk data normal, atau uji mood median untuk data tidak normal. commit to user
18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Analisis tanah awal Tanah yang digunakan dalam penelitian adalah tanah Vertisol di Sragen. Hasil analisis sifat-sifat tanah adalah sebagai berikut : Tabel 1. Karakteristik Tanah Awal Variabel Nilai Satuan Pengharkatan pH 7,6 Agak alkalis KPK 49,7 me % Sangat tinggi BO 5,70 % Tinggi C-organik 3,31 % Tinggi N total 0,15 % Rendah P total 0,19 % Sedang K total 0,44 % Sedang P tersedia (P2O5) 19,55 ppm Tinggi = S terlarut (SO4 ) 4,2 ppm Sangat rendah Ca tertukar 8,32 me % Sedang Mg tertukar 1,53 me % Sedang Tekstur : Pasir/sand 17,52 % Klei (Clay) Debu/silt 28,59 % Liat/clay 53,89 % Keterangan : Pengharkatan menurut Balai Penelitian Tanah 2005. Kedelai dapat tumbuh baik di tempat yang berhawa panas. Toleransi pH yang baik yaitu antara 5,8–7. Tanah-tanah yang cocok yaitu alluvial, regosol, grumosol, latosol dan andosol. Pada tanah-tanah podzolik merah kuning dan tanah yang mengandung banyak pasir kwarsa, pertumbuhan kedelai kurang baik, kecuali bila diberi tambahan pupuk organik atau kompos dalam jumlah yang cukup (Andrianto dan Indarto, 2004). Tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis tanah vertisol (Sragen). Pada lahan penelitian, vertisol bertekstur lempungan, memiliki pH 7,6 dan KPK 49,7 me%. Dari data tersebut diketahui bahwa reaksi tanahnya agak alkalis dengan KPK sangat tinggi. Hal ini sesuai pendapat Munir (1996), Vertisol adalah tanah yang memiliki kapasitas tukar kation yang tinggi, dengan pH antara 6,0-8,0. commit to user
19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Vertisols mengandung bahan organik yang rendah (Munir, 1996). Namun pada lahan penelitian, C-organik dan bahan organik pada tanah awal tergolong tinggi. Hal ini disebabkan karena petani mengaplikasikan pupuk organik pada masa tanam sebelum penelitian sehingga ada sisa-sisa organik yang tertinggal yang menyebabkan tingginya kandungan C-organik tanah. Total hara N tergolong rendah yaitu sebesar 0,15%, sedangkan P dan K total tergolong sedang yaitu sebesar 0,19% dan 0,44 %. Kalsium dan Magnesium tertukar pada lahan penelitian masing-masing sebesar 8,32 me% dan 1,53 me% yang tergolong sedang. Hal ini berkaitan langsung dengan pH tanah, semakin tinggi pH tanah maka kandungan Ca dan Mg akan semakin tinggi. Adanya Ca dan Mg ini akan mempengaruhi ketersediaan beberapa unsur terutama P dan S. Kalsium didalam tanah dapat mengikat P sehingga menjadi bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman. Tanahtanah dengan kandungan Ca tinggi akan berpotensial mengikat P sehingga menjadi bentuk yang kurang tersedia bagi tanaman ( Tan 1998 cit Wijanarko et al, 2003). Fosfor tersedia tanah tergolong tinggi yaitu sebesar 19,55 ppm. Menurut Blokuis cit. Munir 1996, P tersedia vertisol sering dibawah 10 ppm namun dapat mencapai 80 ppm. Sedangkan besarnya S terlarut adalah 4,2 ppm, tergolong sangat rendah sehingga sangat diperlukan input S dari luar. Kedelai membutuhkan banyak hara P dan S selama masa pertumbuhannya. Fosfor dibutuhkan banyak terutama sebagai hara pembawa sekaligus penting dalam pembentukan biji dan pertumbuhan akar, sedangkan S merupakan penyusun asam amino dan penting dalam pembentukan bintil akar. Biosulfo merupakan pupuk dengan kemampuan menyediakan hara secara slow release, sehingga diharapkan dapat memberikan pasokan hara P dan S pada sepanjang masa
pertumbuhan
tanaman
commit to user
20
kedelai.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Pengaruh Formula Biosulfo terhadap Sifat Tanah 1. Reaksi (pH) tanah Reaksi tanah penting artinya bagi kesuburan tanah karena berkaitan erat terhadap ketersediaan unsur hara. Reaksi tanah (pH) merupakan parameter untuk mengetahui kelarutan hara dalam tanah karena sejumlah proses dalam tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah. Reaksi tanah juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman baik langsung maupun tidak langsung. Pengaruh tidak langsung terhadap tanaman adalah melalui kelarutan dan ketersediaan hara. Pemberian kapur, fosfat dan interaksinya berpengaruh nyata terhadap peningkatan pH tanah (Wijanarko et al,, 2003). Berdasar uji F terhadap pH tanah (Lampiran 1.a), diketahui bahwa formula Biosulfo berpengaruh nyata terhadap pH tanah. Masing-masing pupuk mengandung bahan organik yang akan melepaskan asam-asam organik ke dalam tanah. Pelepasan asam organik tersebut akan mempengaruhi kemasaman tanah. Dari uji DMRT diketahui bahwa masing-masing formula menunjukkan berbeda tidak nyata (Lampiran 1.a).
Gambar 1 Pengaruh formula Biosulfo terhadap pH tanah (pH H2O) Keterangan : * angka-angka yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMRT dengan taraf kepercayaan 5% commit to user B3 : BF60J31 100 kg/Ha, Bahan organik 5 Ton/Ha * K : kontrol 21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B1 : BF60J11 100 kg/Ha, Bahan organik 5 Ton/Ha B4 : BF60J31 200 kg/Ha, tanpa bahan organik B2 : BF60J11 200 kg/Ha, tanpa bahan organik SP : pembanding (SP-36)
Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa pH H20 masing-masing 6,565 pada perlakuan kontrol; 6,495 pada perlakuan pembanding (SP); 6,380 pada formula BF60J11 100 kg/Ha, bahan organik 5 ton/Ha (B1); 6,453 pada fomula BF60J11 200 kg/Ha tanpa bahan organik (B2); 6,538 pada formula BF60J31 100 kg/Ha+bahan organik 5 ton/Ha (B3); dan 6,388 pada formula BF60J31 200 kg/Ha tanpa bahan organik (B4). Pada fase vegetative, pH tertinggi adalah pada kontrol (6,565) dan pH terendah adalah pada formula B1 (6,380), sedangkan pH tanah awal adalah 7,56. pH pada fase vegetatif mengalami penurunan dari pH tanah awal. Hal ini baik karena pada pH tersebut, unsur hara (terutama P dan S) berada dalam kondisi maksimal tersedia. P relatif maksimal tersedia pada pH 6,5-7,5 (Hanafiah, 2009). Pada sumber lain (Sutedjo, 2008) menyebutkan bahwa kondisi optimal P tersedia adalah pada pH 5,5-7. Penurunan pH pada aplikasi formula biosulfo disebabkan karena pelepasan S oleh Biosulfo. Sulfur dari Biosulfo dilepaskan langsung oleh P. nalgiovensis dari belerang elementer sebagai bentuk S0. Selanjutnya sulfur tersebut akan berikatan dengan oksigen sebagai pecahan dari H2O menjadi bentuk sulfat yang tersedia bagi tanaman. Ion H yang tertinggal akan menyebabkan kemasaman tanah meningkat. Selain itu, menurunnya kemasaman tanah juga diakibatkan oleh dekomposisi bahan organik yang terkandung dalam Biosulfo. Bahan organik terdekomposisi menjadi bentuk asam-asam organik, karbondioksida (CO2) dan air, dan senyawa pembentuk asam karbonat. Menurut Winarso (2005), asam-asam karbonat tersebut akan bereaksi dengan Ca dan Mg karbonat untuk membentuk bikarbonat yang lebih mudah larut sehingga tanah akan menjadi masam. Hal ini baik karena akan mengurangi kadar Ca dan Mg tanah sehingga pengendapan P dan S oleh Ca dan Mg dapat ditekan. 2. Fosfor Tersedia Tanah Tersedianya fosfat didalam tanah menyebabkan mudahnya fosfat to user diserap tanaman sehinggacommit akan memperlancar proses metabolisme dalam
22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tanaman seperti fosforilasi oksidatif dari ADP menjadi ATP. ATP ini merupakan sumber energi utama untuk sintesis berbagai senyawa metabolik (Bidwell cit. Miharja 2003). Fosfat didalam tanah selain berasal dari pelapukan batuan dan dekomposisi sisa bahan organik, juga tergantung bahan tambahan dari luar baik itu pupuk organik maupun pupuk
anorganik
(Hanafiah,
2009).
Penambahan
pupuk
akan
mempengaruhi ketersediaan fosfat dalam tanah. Berdasar hasil uji F terhadap fosfor tersedia tanah (Lampiran 1.b) diketahui
bahwa
formula
Biosulfo
berpengaruh
nyata
terhadap
ketersediaan P dan masing-masing perlakuan berbeda nyata sesuai uji DMRT (Lampiran 1.b). Formula B2 (BF60J11 200 kg/Ha, tanpa bahan organik) dan B3 (BF60J31 100 kg/Ha, Bahan organik 5 Ton/Ha) berbeda nyata terhadap kontrol. Dari semua formula Biosulfo menunjukkan berbeda tidak nyata terhadap perlakuan pembanding. Pupuk biosulfo merupakan gabungan dari belerang elementer, batuan fosfat
alam
(BFA),
jamur
pengoksidasi
belerang
(Penicillium
nalgiovensis) dan jamur pelarut fosfat (Aspergillus niger) yang disertai bahan organik. Kandungan batuan fosfat alam dan jamur pelarut fosfat didalam formula Biosulfo akan berakibat meningkatnya ketersediaan P. Fosfor merupakan pembatas utama dalam pertumbuhan tanaman kedelai pada tanah Vertisol (Nursyamsi dan Nurul Fajri, 2004). Pada tanah Vertisol, P diikat oleh Ca sebagai Ca-P yang tidak larut (Sulaeman et al, 2005). Pemberian Biosulfo yang mengandung jamur pelarut P akan membantu peningkatan ketersediaan P pada tanah. Selain akibat pelarutan BFA oleh jamur A. niger, diduga peningkatan ketersediaan P merupakan akibat pelepasan asam-asam organik sehingga dapat melarutkan P dari pengikatan Ca dan Mg.
commit to user
23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2 Pengaruh formula Biosulfo terhadap P tersedia tanah Keterangan : * angka-angka yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMRT dengan taraf kepercayaan 5% B3 : BF60J31 100 kg/Ha, Bahan organik 5 Ton/Ha * K : kontrol B1 : BF60J11 100 kg/Ha, Bahan organik 5 Ton/Ha B4 : BF60J31 200 kg/Ha, tanpa bahan organik SP : pembanding (SP-36) B2 : BF60J11 200 kg/Ha, tanpa bahan organik
Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa ketersediaan P paling tinggi adalah pada formula BF60J11 200 kg/Ha tanpa bahan organik (B2) yaitu sebesar 25,16 ppm dan ketersediaan P terendah adalah pada perlakuan kontrol sebesar 18,64 ppm. Ketersediaan P pada formula B2 mengalami peningkatan sebesar 34,98% dari ketersediaan perlakuan kontrol. Peningkatan tertinggi terjadi pada formula B2 (BF60J11 200 kg/Ha tanpa bahan organik). Biosulfo mengandung batuan fosfat alam sebagai sumber utama P. Semakin besar dosis yang diaplikasikan, maka sumber P pada Biosulfo juga akan semakin besar sehingga P tersedia akan semakin tinggi. Fosfor akan semakin cepat tersedia karena kandungan jamur pelarut fosfat (A. niger) didalam Biosulfo yang membantu proses pelepasan P dari batuan fosfat. Peningkatan P juga terjadi melalui pelepasan asam-asam organik dari bahan organik yang terkandung dalam Biosulfo. Adanya asam-asam organik akan menurunkan pH tanah sehingga memungkinkan kondisi yang commit user 1 bahwa pH tanah mengalami optimal bagi P. Dibuktikan pada to Gambar
24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penurunan dari pH tanah awal yang semula cukup tinggi (7,6). pH pada perlakuan formula B2 (BF60J11 200 kg/Ha tanpa bahan organik) ini adalah 6,453. Pada pH ini P tersedia optimal (Sutedjo, 2008). Selain itu, adanya asam-asam organik akan melepaskan P oleh Ca dan Mg. Proses tersebut akan berdampak baik karena tanaman kedelai membutuhkan P dalam jumlah yang relatif lebih tinggi dibanding tanaman semusim lainnya. Fosfat diperlukan tanaman untuk pembentukan ADP dan ATP sebagai sumber energi untuk proses pertumbuhan dan perkembangan. Selain itu kecukupan P sangat penting untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan bagian vegetatif dan reproduktif tanaman, meningkatkan kualitas hasil, dan ketahanan tanaman terhadap penyakit (Havlin et al,, 1999). 3. S Terlarut Tanah umumnya mengandung S tersedia sekitar 25-30 % dari S total tanah (Winarso, 2005). Sebagian besar ketersediaan S dalam tanah berasal dari penambahan pupuk. Pada keadaan tanah yang cukup tersedia oksigen, ion SO42- merupakan bentuk yang stabil dan tersedia bagi tanaman (Hardjowigeno dan Reyes, 2005). Berdasar uji F terhadap S terlarut air (Lampiran 1.c) diketahui bahwa formula Biosulfo berpengaruh tak nyata terhadap S terlarut. Masingmasing perlakuan menunjukkan perbedaan yang tidak nyata pada uji DMRT (Lampiran 1.c). Ternyata aplikasi Biosulfo tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan ketersediaan S pada tanah vertisol. Faktor tanah yang mempengaruhi ketersediaan sulfur dalam tanah adalah bahan organik dan oksidasi sulfur dalam tanah (Krishna, 2002).
commit to user
25
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 3 Pengaruh formula Biosulfo terhadap S terlarut air Keterangan : * angka-angka yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMRT dengan taraf kepercayaan 5% B3 : BF60J31 100 kg/Ha, Bahan organik 5 Ton/Ha * K : kontrol B1 : BF60J11 100 kg/Ha, Bahan organik 5 Ton/Ha B4 : BF60J31 200 kg/Ha, tanpa bahan organik SP : pembanding (SP-36) B2 : BF60J11 200 kg/Ha, tanpa bahan organik
Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa ketersediaan S paling tinggi adalah pada formula BF60J31 200 kg/Ha tanpa bahan organik (B4) yaitu sebesar 6,32 ppm, dengan kenaikan sebesar 76,04 % dari kontrol. Ketersediaan S paling rendah adalah pada perlakuan kontrol yaitu sebesar 3,59 ppm. Ketersediaan sulfur didalam tanah dipengaruhi oleh adanya bahan organik. Pada formula B4 merupakan perlakuan dengan aplikasi biosulfo (BF60J31) tanpa penambahan bahan organik. Meskipun pada formula ini tidak diaplikasikan bahan organik, namun biosulfo mengandung bahan organik serta belerang elementer sebagai sumber tambahan Sulfur. Biosulfo juga mengandung jamur pengoksidasi belerang (P. nalgiovensis) sehingga akan mempercepat proses penyediaan sulfur. Hal ini berakibat pada meningkatnya ketersediaan S pada tanah. Unsur S relatif mobil dalam larutan tanah. Sulfur anorganik dalam tanah, yang tersedia bagi tanaman dalam bentuk anion SO4=. Muatan commit to user negatif ini menyebabkan S tidak ditarik oleh tapak-tapak permukaan liat 26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tanah dan bahan organik. Sisa bentuk S ini terdapat di dalam larutan tanah dan mudah bergerak bersama air tanah, sehingga mudah tercuci (Winarso, 2005). Pupuk biosulfo dirancang untuk melepaskan hara secara bertahap agar sulfur yang dilepas dapat tersedia dan segera diserap oleh tanaman sehingga dapat terhindar dari kehilangan. C. pengaruh formula Biosulfo terhadap tanaman 1. Serapan P Sebagian unsur P diserap tanaman dalam bentuk ion ortofosfat primer (H2PO4-) dan sejumlah kecil diserap dalam bentuk ortofosfat sekunder (HPO4=). pH mendekati 7 atau netral memberikan pengaruh yang kurang menguntungkan yaitu menurunkan serapan P, menurunkan pertumbuhan tanaman legum dan non legum dan serapan unsur mikro oleh tanaman (Wijanarko et al, 2003). Sesuai uji F terhadap serapan P (Lampiran 2.a), diketahui bahwa formula Biosulfo memberikan pengaruh yang tak nyata terhadap serapan P tanaman kedelai. Serapan hara tidak hanya dipengaruhi oleh tingginya ketersediaan hara tersebut, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor genetik dari tanaman. Pada uji DMRT diketahui bahwa masingmasing perlakuan berbeda tidak nyata (Lampiran 2.a).
Gambar 4 Pengaruh formula Biosulfo terhadap serapan P kedelai Keterangan : * angka-angka yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMRT dengan taraf kepercayaan 5% commit to user B3 : BF60J31 100 kg/Ha, Bahan organik 5 Ton/Ha * K : kontrol 27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B1 : BF60J11 100 kg/Ha, Bahan organik 5 Ton/Ha B4 : BF60J31 200 kg/Ha, tanpa bahan organik B2 : BF60J11 200 kg/Ha, tanpa bahan organik SP : pembanding (SP-36)
Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa serapan P tertinggi dicapai pada formula BF60J31 200 kg/Ha tanpa bahan organik (B4) yaitu sebesar 2,28 mg/tanaman, dengan kenaikan serapan sebesar 76,74 % dari serapan perlakuan kontrol. Serapan P yang tinggi pada aplikasi formula B4 ini diduga akibat tingginya kemampuan penyediaan P oleh jamur A. niger seperti yang dijelaskan sebelumnya. Dengan ketersediaan P yang tinggi maka penyerapan oleh tanaman akan meningkat. Pada perlakuan pembanding (SP), penyerapannya hanya meningkat sebesar 0,78 % dari perlakuan kontrol. Hal ini diduga karena pada perlakuan pembanding, pelepasan hara oleh pupuk yang diberikan (SP-36) terjadi secara cepat. Hal ini berdampak kurang baik mengingat P mudah menjadi tidak tersedia akibat diendapkan oleh Ca dan Mg. Pengendapan ini akan mengakibatkan tanaman tidak dapat menyerap P sehingga serapannya akan sangat rendah. Kandungan P tersedia tertinggi adalah pada formula B2 (BF60J11 200 kg/Ha tanpa bahan organik), namun serapan P tertinggi adalah pada formula B4 (BF60J31 200 kg/Ha tanpa bahan organik). Hal ini diduga karena ketersediaan P sebelum masa vegetatif maksimal pada formula B4 lebih tinggi daripada ketersediaan P pada formula B2, sehingga serapan P pada B4 lebih tinggi daripada serapan P pada B2. Sedangkan pada masa vegetatif maksimal, kadar P tersedia pada B4 telah menurun akibat tingginya serapan P oleh tanaman kedelai. Serapan P yang berasal dari pupuk meningkat dengan meningkatnya dosis pupuk yang diberikan. Peningkatan pemberian P juga meningkatkan serapan P yang berasal dari tanah (Wijanarko et al, 2003). Semakin tua, serapan P oleh tanaman kedelai semakin meningkat. Total serapan P saat fase vegetatif tidak lebih dari 10% dari total hara P yang diserap selama menjalankan siklus hidupnya. Selebihnya, P diserap oleh tanaman kedelai pada masa generatif yaitu commit sebesar 90% dari total serapan P. to user
28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Serapan S Serapan hara pada hakekatnya adalah jumlah hara yang masuk ke dalam jaringan tanaman. Serapan hara diperoleh dari hasil perkalian antara kadar hara dalam jaringan tanaman dengan berat brangkasan kering (Yuwono, 2004). Berdasar uji F terhadap serapan S (Lampiran 2.b) diketahui bahwa formula Biosulfo berpengaruh tak nyata terhadap serapan S tanaman kedelai. Pada masing-masing perlakuan tak berbeda pada uji DMRT (Lampiran 2.b), namun diketahui bahwa pada formula B4 (BF60J31 200 kg/Ha, tanpa bahan organik) berbeda nyata terhadap SP (perlakuan pembanding). Pemberian S pada pertanaman kedelai sangat penting karena S dibutuhkan banyak oleh tanaman legume. Sulfur penting untuk pembentukan bintil akar. Diketahui bahwa pada bagian biji, kandungan sulfurnya adalah 50% dari total P (Sutedjo, 2008).
Gambar 5 Pengaruh formula Biosulfo terhadap serapan S kedelai Keterangan : * angka-angka yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMRT dengan taraf kepercayaan 5% B3 : BF60J31 100 kg/Ha, Bahan organik 5 Ton/Ha * K : kontrol B1 : BF60J11 100 kg/Ha, Bahan organik 5 Ton/Ha B4 : BF60J31 200 kg/Ha, tanpa bahan organik SP : pembanding (SP-36) B2 : BF60J11 200 kg/Ha, tanpa bahan organik
commit to user
29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa serapan S tertinggi adalah pada formula B4 (BF60J31 200 kg/Ha tanpa bahan organik) yaitu sebesar 115,24 µg/tanaman dengan peningkatan serapan sebesar 34,64 % dari perlakuan kontrol. Sedangkan pada perlakuan pembanding (SP) terlihat bahwa serapannya lebih rendah dari pada serapan sulfur tanaman kedelai pada perlakuan kontrol. Pupuk SP-36 mengandung sedikit S sehingga suplai S pada perlakuan ini sedikit. Bila ditinjau kadar ketersediaan S, ternyata ketersediaan S paling tinggi adalah pada formula B4 (BF60J31 200 kg/Ha tanpa bahan organik) yaitu sebesar 6,32 ppm. Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi ketersediaan S didalam tanah maka serapan S tanaman akan meningkat dengan didukung oleh faktor serapan yang lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Havlin et al, (1999) bahwa konsentrasi SO4= yang diserap berbanding lurus dengan SO4= yang tersedia. Peningkatan dosis kandungan hara akan meningkatkan serapan hara tersebut (Wijanarko, 2003). Dengan terjadinya serapan hara yang baik, maka kebutuhan hara tanaman akan tercukupi. Tanaman akan tumbuh baik bila kebutuhan haranya tercukupi. Tanaman menyerap S dalam bentuk SO4=. Pemupukan S pada budidaya kedelai mampu menaikkan kandungan bahan kering, kandungan protein, kandungan belerang. Pemberian belerang dapat meningkatkan produksi kacang-kacangan. Secara langsung belerang juga sangat berperan dalam pengisian polong terutama pembentukan asam amino metionin, sistin dan sistein sebagai komponen nabati. Pemberian pupuk belerang mampu meningkatkan pertumbuhan kacang-kacangan dan produksi jerami, asam-asam amino sistein, sistin dan metionin biji kacang kacangan (Anonimc, 2011). D. Pengaruh Formula Biosulfo Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman 1. Tinggi Tanaman Tinggi tanaman merupakan suatu indikator pertumbuhan yang mudah dilihat. Tinggi tanaman berkaitan dengan kompetisi tanaman dalam to user memanfaatkan air, hara, commit dan sinar matahari untuk kegiatan fotosintesis
30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang akan menghasilkan energi untuk metabolisme didalam tanaman, sehingga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Dari uji F terhadap tinggi tanaman (Lampiran 3.a), diketahui bahwa formula Biosulfo berpengaruh tak nyata terhadap tinggi tanaman namun adanya blok berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman kedelai. Sedangkan pada uji DMRT (Lampiran 3.a) diketahui bahwa tinggi dari rerata masing-masing perlakuan berbeda tak nyata. Pertumbuhan
tanaman
ditentukan
oleh
faktor
genetis
dan
lingkungan. Faktor lingkungan tersebut adalah temperatur, kadar air, energi radiasi, komposisi atmosfer, struktur dan udara tanah, reaksi tanah, faktor biotik, unsur hara tersedia, kelerengan, kedalaman tanah (Winarso, 2005). Hal ini sesuai dengan pernyataan Jumin (2002), bahwa tinggi tanaman lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti cahaya, suhu tanah, ketersediaan air, kelembaban, dan kandungan hara tanah.
Gambar 6 Pengaruh formula Biosulfo terhadap tinggi tanaman kedelai Keterangan : * angka-angka yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMRT dengan taraf kepercayaan 5% B3 : BF60J31 100 kg/Ha, Bahan organik 5 Ton/Ha * K : kontrol B1 : BF60J11 100 kg/Ha, Bahan organik 5 Ton/Ha B4 : BF60J31 200 kg/Ha, tanpa bahan organik SP : pembanding (SP-36) B2 : BF60J11 200 kg/Ha, tanpa bahan organik
Cahaya merupakan faktor penting terhadap berlangsungnya fotosintesis
yang
merupakan proses yang menjadi kunci dapat commit to user berlangsungnya proses metabolisme yang lain di dalam tanaman. 31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dibandingkan dengan lama penyinaran dan jenis cahaya, intensitas cahaya merupakan faktor yang paling berperan terhadap kecepatan berjalannya fotosintesis (Kramer dan Kozlowski, 1979 cit. Anonimd, 2011). Berdasar penelitian Marjenah (2001), pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman dipengaruhi oleh cahaya; pertumbuhan tinggi lebih cepat pada tempat ternaung daripada tempat terbuka. Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa tanaman yang paling tinggi adalah pada formula BF60J11 200 kg/Ha tanpa bahan organik (B2). Hal ini diduga akibat tingginya P pada perlakuan ini seperti yang nampak pada Gambar 2 bahwa perlakuan yang menunjukkan ketersediaan P paling tinggi adalah pada formula B2. Ketersediaan P ini berperan dalam pembelahan inti sel untuk membentuk sel-sel baru dan memperbesar sel itu sendiri. Akibatnya, pertumbuhan dan perkembangan tanaman meningkat (Nurdin et al, 2008). 2. Berat Brangkasan Kering Pertumbuhan dan perkembangan tanaman berlangsung terus menerus sepanjang daur hidupnya. Berat tanaman mencerminkan tingkat pertumbuhan
tanaman
tersebut.
Semakin
berat
tanaman
berarti
pertumbuhan tanaman semakin baik (Pitasari, 2007). Berdasar uji F (Lampiran 3.b), diketahui bahwa aplikasi formula Biosulfo berpengaruh nyata terhadap berat brangkasan kering. Masingmasing perlakuan dirancang dengan formula berbeda. Sedangkan dari uji DMRT (Lampiran 3.b), ditunjukkan bahwa masing-masing perlakuan berbeda tidak nyata. Aplikasi biosulfo dengan formula yang berbeda akan memiliki kemampuan menyediakan hara yang berbeda pula. Selain kandungan hara yang berbeda-beda pada masing-masing formula, presentase kandungan jamur pada masing-masing formula pun berbeda. Perbedaan kandungan jamur ini menyebabkan kemampuan pelarutan hara (terutama hara P dari batuan fosfat alam dan hara S dari sumber belerang elementer) akan commit to formula user berbeda-beda pada masing-masing (pada perlakuan B1, B2, B3,
32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan B4). Perbedaan kemampuan pelarutan tersebut akan mempengaruhi ketersediaan unsur hara yang selanjutnya berpengaruh pada pertumbuhan tanaman.
Gambar 7
Pengaruh formula Biosulfo terhadap berat brangkasan kering kedelai
Keterangan : * angka-angka yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMRT dengan taraf kepercayaan 5% B3 : BF60J31 100 kg/Ha, Bahan organik 5 Ton/Ha * K : kontrol B1 : BF60J11 100 kg/Ha, Bahan organik 5 Ton/Ha B4 : BF60J31 200 kg/Ha, tanpa bahan organik SP : pembanding (SP-36) B2 : BF60J11 200 kg/Ha, tanpa bahan organik
Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa pada formula BF60J31 200 kg/Ha tanpa bahan organik (B4) memiliki berat brangkasan kering paling tinggi, yaitu 3.416 gram/tanaman (51,02 % lebih berat dari pada perlakuan kontrol). Hal ini diduga karena serapan hara (terutama hara P dan S) pada formula ini lebih tinggi dari pada perlakuan lainnya seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4 dan Gambar 5. Berat terendah adalah pada perlakuan pembanding (SP) yaitu sebesar 2.015 gram/tanaman. Pada perlakuan pembanding, berat kering tanamannya 10,92 % lebih kecil dari pada berat kering perlakuan kontrol. Hal ini diduga akibat kebutuhan hara yang tidak tercukupi. Dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5 bahwa serapan P dan S sangat rendah. Formula B4 adalah aplikasi formula biosulfo dengan kandungan jamur pelarut fosfat dan jamur pengoksidasi belerang masing-masing 3:1. user lebih banyak memungkinkan Aplikasi jamur pelarut commit fosfat toyang
33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
penyediaan P semakin cepat sehingga P yang tersedia bagi tanaman semakin banyak. Hal ini baik bagi tanaman kedelai, seperti yang dilaporkan Minardi (2002 cit. Nurdin et al, 2009) bahwa P mampu meningkatkan proses fotosintesis yang selanjutnya akan berpengaruh pula pada peningkatan berat kering tanaman. Tanaman yang ditanam pada lingkungan yang cukup P akan memiliki distribusi perakaran yang lebih baik dibanding perakaran tanaman yang ditanam pada lingkungan kekurangan P. Unsur P merangsang pertumbuhan akar (Baber 1984 cit. Winarso 2005) dan selanjutnya akan berpengaruh pada pertumbuhan bagian atas tanah dari tanaman. 3. Jumlah Polong Isi Polong pertama kali muncul sekitar 7-10 hari setelah munculnya bunga pertama. Polong berwarna hijau, Panjangnya polong muda sekitar 1 cm. Jumlah polong terbentuk pada setiap ketiak daun sangat beragam, antara 1-10 polong dalam setiap kelompok. Dalam satu polong berisi 1-4 biji. Bentuk biji kedelai pada umumnya bulat lonjong, ada yang bundar bulat agak pipih (Adisarwanto, 2005). Berdasar uji F terhadap jumlah polong isi (Lampiran 3.c), formula Biosulfo berpengaruh tak nyata terhadap jumlah polong isi. Masingmasing perlakuan berbeda tak nyata pada uji DMRT (Lampiran 3.c). Meskipun aplikasi biosulfo meningkatkan serapan P dan S tanaman kedelai, namun pembentukan polong tidak hanya ditentukan oleh jumlah hara yang diserap. Pembentukan polong juga dipengaruhi oleh keadaan tanah, lingkungan, dan distribusi hasil fotosintesis (Pitasari, 2007). Jumlah polong merupakan karakter penentu hasil biji pada tanaman kedelai. Semakin banyak jumlah polong isi, maka hasil biji akan tinggi.
commit to user
34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 8 Pengaruh formula Biosulfo terhadap jumlah polong isi kedelai Keterangan : * angka-angka yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMRT dengan taraf kepercayaan 5% B3 : BF60J31 100 kg/Ha, Bahan organik 5 Ton/Ha * K : kontrol B1 : BF60J11 100 kg/Ha, Bahan organik 5 Ton/Ha B4 : BF60J31 200 kg/Ha, tanpa bahan organik SP : pembanding (SP-36) B2 : BF60J11 200 kg/Ha, tanpa bahan organik
Dari Gambar 8 terlihat bahwa jumlah polong isi tertinggi adalah pada formula B1 (BF60J11 100 kg/Ha dengan bahan organik 5 Ton/Ha) yaitu sebanyak 52 polong dengan
peningkatan sebesar 67,74 % dari
jumlah polong isi pada perlakuan kontrol. Formula B1 yang merupakan gabungan dari biosulfo dengan komposisi jamur seimbang serta penambahan bahan organk. Diduga bahwa pada formula ini mampu menyediakan unsur yang dibutuhkan tanaman kedelai secara berimbang, sehingga serapan hara yang dibutuhkan tanaman tercukupi. Selanjutnya serapan hara akan ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman dan digunakan tanaman dalam pembentukan polong serta bagian generatif lainnya. 4. Jumlah dan Berat Biji Tiap Tanaman Hasil ditentukan oleh ukuran, jumlah dan bobot biji. Kelompok komponen dasar yang menentukan hasil kedelai adalah ukuran dan jumlah biji, jumlah biji tiap polong, jumlah polong tiap tanaman, dan jumlah tanaman (Lehman dan Lambert 1960 cit. Adie 2006). commit to user
35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dari uji F terhadap jumlah biji tanaman (Lampiran 3.d) dan berat biji tiap tanaman (Lampiran 3.e) diketahui bahwa formula Biosulfo berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah biji tiap tanaman dan berpengaruh nyata terhadap berat biji tiap tanaman. Pada uji DMRT terhadap jumlah biji (Lampiran 3.d), diketahui bahwa masing-masing perlakuan saling berbeda nyata. Namun pada uji DMRT terhadap berat biji tiap tanaman (Lampiran 3.e) menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan berbeda tidak nyata. Jumlah biji kedelai per tanaman pada formula biosulfo (B1, B2, B3, dan B4) berbeda nyata terhadap jumlah biji kedelai per tanaman pada perlakuan kontrol. Sedangkan jumlah biji kedelai per tanaman pada formula B1 (BF60J11 100 kg/Ha, Bahan organik 5 Ton/Ha) berbeda nyata terhadap perlakuan pembanding (SP). Formula biosulfo mengandung batuan fosfat alam sebagai sumber P dan belerang elementer sebagai sumber S. Selain kedua sumber P dan S tersebut, biosulfo disertai aplikasi jamur A. niger yang membantu pelarutan fosfat dan jamur P. nalgiovensis yang membantu mengoksidasi belerang sehingga P dan S tersedia bagi tanaman disepanjang masa pertumbuhannya. Pencukupan kebutuhan unsur hara pada tanaman kedelai ini akan membantu proses pembentukan biji sehingga jumlah biji akan meningkat. Fosfor berperan terutama sebagai pembawa energi sehingga penting perannya dalam semua proses metabolisme tanaman. Adanya P akan meningkatkan kualitas biji-bijian dan sangat penting dalam pembentukan biji. Fosfor juga akan merangsang pertumbuhan akar, yang selanjutnya akan mempengaruhi pertumbuhan bagian diatas tanah (Hanafiah, 2009; Winarso, 2006). Sedangkan S berperan penting sebagai penyusun asam amino. Selain itu S berperan dalam merangsang pembentukan nodul untuk fiksasi N oleh tanaman. Adanya nodul akan membantu pencukupan kebutuhan hara N sehingga akan berdampak baik pada tanaman. commit to user
36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 9 Pengaruh formula Biosulfo terhadap jumlah biji tiap tanaman Keterangan : * angka-angka yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMRT dengan taraf kepercayaan 5% B3 : BF60J31 100 kg/Ha, Bahan organik 5 Ton/Ha * K : kontrol B1 : BF60J11 100 kg/Ha, Bahan organik 5 Ton/Ha B4 : BF60J31 200 kg/Ha, tanpa bahan organik SP : pembanding (SP-36) B2 : BF60J11 200 kg/Ha, tanpa bahan organik
Dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa jumlah biji tertinggi tiap tanaman dicapai pada formula B1 (BF60J11 100 kg/Ha dengan bahan organik 5 Ton/Ha), yaitu sebanyak 112 biji per tanaman (meningkat 80,65% dari kontrol). Jumlah biji per tanaman terendah adalah pada perlakuan kontrol yaitu 62 biji per tanaman. Ini disebabkan karena pada perlakuan kontrol tidak mendapatkan suplai hara dari luar lingkungan tanah sehingga ketersediaan unsur hara tidak mencukupi kebutuhan hara tanaman. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan tanaman kurang optimal, terutama pada masa generatif. Kekurangan hara pada masa generatif menyebabkan pembentukan biji terhambat sehingga hasil biji rendah. Jumlah biji berkaitan erat dengan jumlah polong. Semakin tinggi jumlah polong isi, maka semakin tinggi pula jumlah biji tiap tanaman. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 9 bahwa formula B1 (BF60J11 100 kg/Ha+bahan organik 5 Ton/Ha) memberikan hasil tertinggi terhadap commit to user
37
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
jumlah biji tiap tanaman. Ini dikarenakan jumlah polong isi pada formula B1 ini tinggi, seperti yang tampak pada Gambar 8. Formula B1 merupakan formulasi biosulfo (BF60J11 100 kg/Ha) dengan tambahan bahan organik 5 Ton/Ha. Biosulfo dirancang untuk menyediakan hara secara bertahap (slow release) sehingga mampu menyediakan hara P dan S pada semua fase pertumbuhan tanaman kedelai. Sedangkan bahan organik mengandung hara yang komplek sehingga mampu mencukupi kebutuhan hara tanaman kedelai. Hal ini berdampak baik karena kebutuhan hara kedelai saat masa pembentukan biji akan tercukupi sehingga hasil biji akan tinggi.
Gambar 10 Pengaruh formula Biosulfo terhadap berat biji tiap tanaman Keterangan : * angka-angka yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMRT dengan taraf kepercayaan 5% B3 : BF60J31 100 kg/Ha, Bahan organik 5 Ton/Ha * K : kontrol B1 : BF60J11 100 kg/Ha, Bahan organik 5 Ton/Ha B4 : BF60J31 200 kg/Ha, tanpa bahan organik SP : pembanding (SP-36) B2 : BF60J11 200 kg/Ha, tanpa bahan organik
Dari Gambar 10 dapat disimpulkan bahwa formula B1 (BF60J11 100 kg/Ha dengan bahan organik 5 Ton/Ha) menghasilkan berat biji tertinggi dari pada perlakuan yang lain, yaitu sebesar 16,87 gram/tanaman (meningkat 41,76% dari kontrol). Berat biji kedelai pada setiap tanaman akan dipengaruhi oleh jumlah biji pada tanaman itu. Tingginya berat biji berbanding lurus dengan jumlah biji. Diketahui bahwa berat biji dan jumlah biji tiap tanaman yang tertinggi adalah pada formula B1 seperti yang terlihat pada Gambar 9 dan 10. commit to user
38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Formula B1 merupakan formulasi dari biosulfo (BF60J11) dengan bahan organik. Diduga pada formula ini, ketersediaan hara seimbang sehingga kebutuhan hara tanaman tercukupi. Dengan tercukupinya kebutuhan hara tersebut maka pertumbuhan tanaman kedelai baik pada fase vegetatif maupun fase generatif berjalan baik. Pencukupan kebutuhan hara pada fase generatif akan berdampak pada pembentukan polong dan biji. Sehingga ketersediaan hara pada fase ini sangat penting. Sedang pada perlakuan kontrol, tidak ada suplai hara bagi tanaman sehingga hasil biji kedelai akan sangat rendah. 5. Berat Seribu Biji dan Berat Biji Tiap Hektar Biji kedelai terdapat didalam polong yang berjumlah 2-3 biji pada setiap polong. Setiap biji kedelai mempunyai ukuran bervariasi, mulai dari kecil (sekitar 7-9 g/100 biji), sedang (10-13 g/100 biji), dan besar (>13 g/100 biji). Bentuk biji bervariasi, tergantung pada varietas tanaman, yaitu bulat, agak gepeng, dan bulat telur. Tetapi sebagian besar biji berbentuk bulat telur. Menurut Lehman dan Lambert (1960 cit. Adie et al, 2006) kelompok komponen dasar yang menentukan hasil kedelai adalah ukuran dan berat biji, jumlah biji tiap polong, jumlah polong tiap tanaman, dan jumlah tanaman. Berdasar uji F terhadap berat seribu biji (Lampiran 3.f) dan berat biji tiap hektar (Lampiran 3. g), diketahui bahwa formula Biosulfo berpengaruh nyata terhadap berat 1000 biji namun berpengaruh tidak nyata terhadap berat biji tiap hektar. Hal ini terkait dengan jumlah hara yang dilepas oleh pupuk yang diaplikasikan pada masing-masing perlakuan. Penyediaan hara yang berbeda oleh masing-masing perlakuan akan berpengaruh pada proses metabolisme serta pembentukan biji pada tanaman kedelai. Pada uji DMRT terhadap berat biji tiap tanaman (Lampiran 3.e) dan berat seribu biji (Lampiran 3.f), diketahui bahwa masing-masing perlakuan commit to user
39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berbeda tidak nyata baik terhadap berat seribu biji (Lampiran 3. f) maupun terhadap berat biji tiap hektar.
Gambar 11 Pengaruh formula Biosulfo terhadap berat seribu biji kedelai Keterangan : * angka-angka yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMRT dengan taraf kepercayaan 5% B3 : BF60J31 100 kg/Ha, Bahan organik 5 Ton/Ha * K : kontrol B1 : BF60J11 100 kg/Ha, Bahan organik 5 Ton/Ha B4 : BF60J31 200 kg/Ha, tanpa bahan organik SP : pembanding (SP-36) B2 : BF60J11 200 kg/Ha, tanpa bahan organik
Dari Gambar 11 dapat dilihat bahwa berat 1000 biji yang paling tinggi adalah pada formula B4 (BF60J31 200 kg/Ha tanpa bahan organik) yang meningkat sebesar 22,94 % dari kontrol. Sedangkan dari Gambar 10 diketahui bahwa berat biji tiap tanaman tertinggi pada formula B1, namun berat 1000 biji yang tertinggi pada formula B4. Berat seribu biji tidak hanya ditentukan dari berat biji tiap tanaman, namun juga dipengaruhi oleh jumlah biji dalam satu petak perlakuan. Diduga bahwa meskipun berat biji tiap tanaman pada B1 lebih tinggi, namun jumlah biji dalam satu petak pada formula B4 lebih banyak dan satuan biji memiliki ukuran yang besar. Hal ini menyebabkan hasil akhir 1000 biji pada formula B4 paling tinggi. Tingginya berat 1000 biji pada formula B4 disebabkan karena kebutuhan hara tanaman kedelai pada perlakuan ini tercukupi. Bisa dilihat bahwa serapan P dan serapan S pada perlakuan ini paling tinggi daripada perlakuan yang lain. Sulfur merupakan unsur penting dalam beberapa jenis protein seperti asam amino, sulfur dapat meningkatkan produksi kacangcommit to user kacangan. Disamping itu, kecukupan P sangat penting untuk mendukung 40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pertumbuhan dan perkembangan bagian vegetatif dan reproduktif tanaman serta meningkatkan kualitas hasil (Havlin et al,, 1999).
Gambar 11 Pengaruh formula Biosulfo terhadap berat biji tiap hektar Keterangan : * angka-angka yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji DMRT dengan taraf kepercayaan 5% B3 : BF60J31 100 kg/Ha, Bahan organik 5 Ton/Ha * K : kontrol B1 : BF60J11 100 kg/Ha, Bahan organik 5 Ton/Ha B4 : BF60J31 200 kg/Ha, tanpa bahan organik SP : pembanding (SP-36) B2 : BF60J11 200 kg/Ha, tanpa bahan organik
Dari Gambar 11 dapat dilihat bahwa berat biji tertinggi pada formula B1 (BF60J11 100 kg/Ha, Bahan organik 5 Ton/Ha) yang meningkat sebesar 48,72 % dari kontrol. Banyaknya jumlah polong (gambar 8), banyaknya biji tiap tanaman (gambar 9), dan berat biji tiap tanaman (gambar 10) tertinggi pada formula B1. Semakin banyak polong isi pada setiap tanaman, maka jumlah biji yang dihasilkan juga semakin tinggi. Jika jumlah biji yang dihasilkan oleh tanaman tinggi, maka berat bijinya akan semakin tinggi pula sehingga berat biji pada satu hektar lahan akan tinggi. Pada formula B1 merupakan aplikasi pemupukan biosulfo dan disertai bahan organik. Bahan organik yang termineralisasi akan melepaskan hara dengan lengkap (N, P, K, Ca, Mg, S dan hara mikro) dengan jumlah tertentu (Rosmarkan dan Yuwono, 2002). Diduga bahwa pada perlakuan formula ini mampu menyediakan semua hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Selanjutnya hara-hara yang tersedia akan diserap tanaman dan selanjutnya ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman. Hara ini akan digunakan tanaman dalam pertumbuhan vegetatif commit to user dan generatif (pembentukan biji). Kecukupan hara pada tanaman akan 41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menyebabkan pembentukan polong biji berjalan baik sehingga hasil berat biji tiap hektar tinggi.
commit to user
42
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Perlakuan Biosulfo berpengaruh nyata terhadap P tersedia, berat biji tiap tanaman, berat seribu biji dan berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah biji tiap tanaman. Sedangkan terhadap S tersedia dan jumlah polong isi, biosulfo berpengaruh tidak nyata. 2. Ketersediaan P paling tinggi dicapai pada perlakuan B2 (BF60J11 900 kg/Ha, tanpa bahan organik) yaitu sebesar 25,16 ppm, sedangkan ketersediaan S paling tinggi dicapai pada perlakuan B4 (BF60J31 900 kg/Ha, tanpa bahan organik) yaitu sebesar 6,32 ppm 3. Jumlah polong isi tertinggi pada perlakuan B1 (BF60J11 450 kg/Ha, bahan organik 5 Ton/Ha) sebanyak 52 polong; jumlah biji tertinggi pada perlakuan B1 (BF60J11 450 kg/Ha, bahan organik 5 Ton/Ha) sebanyak 112 biji/tanaman; berat biji tertinggi pada perlakuan B1 (BF60J11 450 kg/Ha, bahan organik 5 Ton/Ha) sebesar 16,87 gram/tanaman, dan berat biji tertinggi adalah pada perlakuan B1 (BF60J11 450 kg/Ha, bahan organik 5 Ton/Ha) sebesar 1,2 ton/ha B. Saran Berdasar analisis dari penelitian yang telah dilakukan, maka perlu dilakukan penelitian lebih detail mengenai efektivitas jamur yang ada pada biosulfo, lama waktu efektivitas pupuk biosulfo di lapang, serta dosis biosulfo. Dengan demikian maka diharap akan mendapat suatu rekomendasi pupuk yang tepat untuk diaplikasikan di lapang.
commit to user
42