perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEPSI PETANI TERHADAP PERAN PENYULUH PERTANIAN LAPANG DALAM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao) DI DESA BERO KECAMATAN MANYARAN KABUPATEN WONOGIRI
SKRIPSI
Oleh : SAPTINA OKTASARI H0407066
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEPSI PETANI TERHADAP PERAN PENYULUH PERTANIAN LAPANG DALAM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao) DI DESA BERO KECAMATAN MANYARAN KABUPATEN WONOGIRI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta Jurusan/Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian
Oleh : SAPTINA OKTASARI H0407066
Dosen Pembimbing : 1. Dr. Ir. Eny Lestari, M.Si 2. Bekti Wahyu Utami, SP, MSi
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user
2011 ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEPSI PETANI TERHADAP PERAN PENYULUH PERTANIAN LAPANG DALAM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao) DI DESA BERO KECAMATAN MANYARAN KABUPATEN WONOGIRI yang dipersiapkan dan disusun oleh Saptina Oktasari H0407066
telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal : ......Oktober 2011 dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Tim Penguji Ketua
Anggota I
Anggota II
Dr. Ir. Eny Lestari, MSi NIP. 19601226 198601 2 001
Bekti Wahyu Utami, SP, MSi NIP. 19780715 200112 2 001
Ir. Supanggyo, MP NIP. 19471007 198103 1 001
Surakarta,
Oktober 2011
Mengetahui Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS NIP. 19560225 commit to 198601 user 1 001
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat, Hidayah, dan Nikmat kesehatan yang diberikan sehingga penulis dapat melaksanakan
dan
menyelesaikan
penyusunan
skripsi
yang
berjudul
”Persepsi Petani terhadap Peran Penyuluh Pertanian Lapang dalam Pengembangan Agribisnis Kakao (Theobroma cacao) di Desa Bero Kecamatan Manyaran Kabupaten Wonogiri”. Terselesaikannya penulisan skripsi ini juga tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Dwiningtyas Padmaningrum, SP, MSi selaku Ketua Jurusan Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian Sebelas Maret Surakarta. 3. Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, MS selaku Ketua Komisi Sarjana Jurusan/Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta 4. Dr. Ir. Eny Lestari, M.Si selaku pembimbing utama yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skipsi ini. 5. Bekti Wahyu Utami, SP, M.Si selaku pembimbing pendamping sekaligus Pembimbing Akademik yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi. 6. Ir. Supanggyo, MP selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan masukan, saran, dan kritikan yang membangun sehingga penyusunan skripsi menjadi lebih baik. 7. Seluruh karyawan Jurusan/Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta atas kemudahan dalam menyelesaikan administrasi penulisan skripsi. 8. Kepala
Kesatuan
Bangsa
Politik
dan
Lindungan
Masyarakat
(Kesbangpollinmas) Kabupaten Wonogiri yang telah memberikan perijinan commit to user penelitian di Kabupaten Wonogiri.
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9. Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Wonogiri yang telah memberikan bantuan dalam pengumpulan data. 10. Kepala Desa Bero beserta staff yang telah memberikan perijinan melakukan penelitian di Desa Bero serta memberikan bantuan dalam pengumpulan data. 11. Petugas Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) Kecamatan Manyaran yang telah memberikan bantuannya dalam pengumpulan data. 12. Segenap responden yang telah berpartisipasi dalam pengumpulan data. 13. Kedua orang tua penulis atas kasih sayang, kepercayaan, dukungan, doa, perhatian, nasehatnya, serta perjuangan yang besar untuk memberikan pendidikan yang terbaik. 14. Mbak Murni, Mas Anto, Mas Joko, Mbak Tri, Mbak Asih, Mas Hari atas doa dan dukungannya. 15. Muhammad Rusdhi Saputra (Monos) atas kasih sayang, doa, dukungan, semangat dan bantuan yang telah diberikan. 16. Ayu, Dewi (Pasol), Sofa, Vera, Febri (Mbas), Susi, Nurul, Danti, Dewi, Nisa, Lala, Yanti, Tika, Naning, Tuning, Ratna, Sochibun, Wawan, Budi, Apep, Zufar, Irsa, Thoriq, Nanang, Mbak Fitri, Mbak Vina, atas kebersamaan dan persahabatannya selama ini. 17. Semua teman-teman PKP 2007 dan PKP 2006, yang telah bersedia membantu dan memberi dukungan kepada penulis. 18. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan menambah pengetahuan baru bagi yang memerlukan. Surakarta,
commit to user
v
Oktober 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ ii HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ x DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xi RINGKASAN ................................................................................................... xii SUMMARY .................................................................................................... xiii I.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...................................................................................... B. Rumusan Masalah ................................................................................. C. Tujuan Penelitian .................................................................................. D. Kegunaan Penelitian .............................................................................
1 3 5 5
II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ................................................................................... B. Kerangka Berfikir ................................................................................. C. Hipotesis Penelitian ............................................................................... D. Pembatasan Masalah.............................................................................. E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ....................................
6 23 24 24 25
III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian ...................................................................... B. Pemilihan Lokasi Penelitian ................................................................. C. Populasi dan Sampel ............................................................................ D. Jenis dan Sumber Data ......................................................................... E. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. F. Teknik Analisis Data ...........................................................................
35 35 36 37 38 38
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Wilayah ................................................................................. B. Keadaan Penduduk .............................................................................. C. Keadaan Pertanian dan Peternakan ...................................................... D. Keadaan Sarana Perekonomian ........................................................... E. Gambaran Umum Agribisnis Kakao ....................................................
41 44 50 52 54
V. HASIL DAN PEMBAHASAN commit to user A. Karakteristik Responden...................................................................... 55 vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Persepsi Petani terhadap Peran Penyuluh Pertanian Lapang ............... 59 C. Pengembangan Agrbisnis Kakao .......................................................... 66 D. Hasil Uji Hubungan antara Persepsi Petani terhadap Peran Penyuluh Pertanian Lapang dengan Pengembangan Agribisnis Kakao ............... 73 VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ......................................................................................... 85 B. Saran ................................................................................................... 86 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Pengukuran Variabel Peran Penyuluh Pertanian Lapang ................... 27 Tabel 2.2. Pengukuran Variabel Pengembangan Agribisnis ............................... 31 Tabel 3.1. Data Produksi Kakao di Kecamatan Manyaran .................................. 36 Tabel 3.2. Data Luas Daerah dan Penggunaan Tanah di Kecamatan Manyaran . 36 Tabel 3.3. Jumlah Sampel Petani (Responden) ................................................... 37 Tabel 4.1. Luas Lahan Desa Bero menurut Penggunaan Tanah .......................... 42 Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Bero.................... 45 Tabel 4.3. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ................................. 48 Tabel 4.4. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Bero .............. 49 Tabel 4.5. Luas Panen dan Produksi Tanaman Utama di Desa Bero ................... 51 Tabel 4.6. Ternak dan Unggas di Desa Bero ....................................................... 52 Tabel 4.7. Sarana Perekonomian di Desa Bero.................................................... 53 Tabel 5.1. Karakteristik Responden ..................................................................... 55 Tabel 5.2. Persepsi Petani terhadap Peran PPL sebagai Motivator ..................... 60 Tabel 5.3. Persepsi Petani terhadap Peran PPL sebagai Komunikator ................ 62 Tabel 5.4. Persepsi Petani terhadap Peran PPL sebagai Fasilitator ..................... 63 Tabel 5.5. Persepsi Petani terhadap Peran PPL sebagai Konsultan ..................... 64 Tabel 5.6. Persepsi Petani terhadap Peran PPL secara keseluruhan .................... 65 Tabel 5.7. Pengembangan Agribisnis tahap Pemilihan Sarana Produksi ............ 66 Tabel 5.8. Pengembangan Agribisnis tahap Budidaya Tanaman ........................ 68 Tabel 5.9. Pengembangan Agribisnis tahap Panen dan Pasca Panen .................. 69 commit to user Tabel 5.10. Pengembangan Agribisnis tahap Pemasaran Hasil ........................... 70 viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 5.11. Pengembangan Agribisnis tahap Kelembagaan Penunjang .............. 71 Tabel 5.12. Pengembangan Agribisnis tahap keseluruhan .................................. 72 Tabel 5.13. Analisis Hubungan antara Persepsi Petani terhadap Peran Penyuluh Pertanian Lapang dengan Pengembangan Agribisnis Kakao ........... 73
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Lingkup Pembangunan Agribisnis .................................................. 10 Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir Peran Penyuluh Pertanian Lapang dalam Pengembangan Agribisnis Kakao…………………………………. 24
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Kuisioner Penelitian ....................................................................... 91 Lampiran 2: Identitas Responden ....................................................................... 103 Lampiran 3: Variabel X (Peran Penyuluh Pertanian) ......................................... 105 Lampiran 4: Variabel Y (Pengembangan Agribisnis Kakao) ............................. 107 Lampiran 5: Distribusi Frekuensi (Variabel X) .................................................. 109 Lampiran 6: Distribusi Frekuensi (Variabel Y) ................................................. 111 Lampiran 7: Nonparametric Correlations .......................................................... 113 Lampiran 8: Dokumentasi Kegiatan Penelitian .................................................. 116 Lampiran 9: Daftar Kelompok Tani ................................................................... 118 Lampiran 10: Surat Perijinan Penelitian ............................................................. 121 Lampiran 11: Peta Daerah Penelitian ................................................................. 122
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
RINGKASAN Saptina Oktasari, H0407066 ” PERSEPSI PETANI TERHADAP PERAN PENYULUH PERTANIAN LAPANG DALAM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao) DI DESA BERO KECAMATAN MANYARAN KABUPATEN WONOGIRI”. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Eny Lestari, MSi dan Bekti Wahyu Utami, SP, MSi. Salah satu sumber daya yang berpeluang besar untuk dikembangkan secara agribisnis di Indonesia adalah kakao. Saat ini kakao mempunyai potensi pengembangan yang baik, karena hasil pengolahan dari buah kakao banyak diminati semua lapisan masyarakat di seluruh dunia. Sumbangan nyata biji kakao terhadap perekonomian Indonesia dalam bentuk devisa dari ekspor biji kakao dan hasil industri kakao. Sesuai dengan strategi pengembangan agribisnis, para petani harus dapat meningkatkan kemampuannya menjalankan fungsi sebagai pelaku agribisnis. Melihat kenyataan bahwa sebagian kaum tani adalah masyarakat berpendidikan rendah maka pengetahuan yang dimiliki untuk melaksanakan agribisnis kakao masih terbatas. Salah satu tugas seorang penyuluh pertanian adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani. Meskipun penyuluh bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan agribisnis, tetapi materi-materi penyuluhan yang didasarkan kebutuhan petani mempunyai hubungan yang erat terhadap keberhasilan agribisnis. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengkaji persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian lapang dalam upaya mengembangkan agribisnis kakao, (2) Mengetahui pengembangan agribisnis kakao, (3) Menganalisis hubungan antara persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian lapang dengan pengembangan agribisnis kakao. Metode dasar penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan teknik survei. Penelitian berlokasi di Desa Bero Kecamatan Manyaran Kabupaten Wonogiri dengan responden sebanyak 60 orang yang diambil menggunakan metode proportional random sampling. Untuk mengetahui hubungan antara variabel penelitian digunakan analisis korelasi Rank Spearman (rs). Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian lapang sebagai motivator dalam kategori rendah, sebagai komunikator, fasilitator dan konsultan dalam kategori sedang. Pengembangan agribisnis pada tahap budidaya tanaman dalam kategori tinggi, tahap pemilihan sarana produksi, tahap panen dan pasca panen, tahap pemasaran hasil dan tahap kelembagaan penunjang dalam kategori sedang. Hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa peran penyuluh pertanian lapang dalam kategori sedang. Sedangkan pengembangan agribisnis dalam kategori sedang. Dari hasil analisis Rank Spearman dengan uji signifikansi pada tingkat kepercayaan 95%, menunjukkan bahwa persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian lapang sebagai motivator, fasilitator dan konsultan tidak signifikan, dan peran penyuluh pertanian lapang sebagai komunikator mempunyai commit to user hubungan yang signifikan dengan pengembangan agribisnis kakao.
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
SUMMARY Saptina Oktasari, H0407066 " FARMER’S PERCEPTIONS TOWARD AGRICULTURAL EXTENSION WORKERS’ROLE IN DEVELOPING COCOA AGRIBUSINESS (Theobroma cacao) AT BERO VILLAGE OF MANYARAN, WONOGIRI DISTRICT". Faculty of Agriculture, Sebelas Maret University. Under guidance of Dr. Ir. Eny Lestari, M.Si and Bekti Wahyu Utami, SP, M.Si. One of resources which has big opportunity to be developed with agribusiness in Indonesia is cocoa. At this time, cocoa has good potential development, because the processed product from cocoa’s fruit is highly liked among the whole society level. There are many varieties of foods and drinks in all over the world using basic ingredients cocoa fruit. The real contribution of cocoa toward Indonesian economic in the form of foreign exchange from cocoa’s exports and industrial product. In accordance with agribusiness development strategy, the farmers should be able to improve their ability in conducting function as actors in each agribusiness subsystem. By seeing the fact that most of farmers are poorly educated people, so the knowledge possessed to conduct cocoa agribusiness is still limited. One of an agricultural extension’s job is to improve farmer’s knowledge and skills. Although the extension is not the only determining factor of agribusiness success, but the materials are based on farmer’s need have tight relations toward agribusiness success. This research aims to examine (1) Acknowledge farmers perceptions in the role of agricultural extension workers in the effort to develop cocoa agribusiness, (2) Determine the development of cocoa agribusiness, (3) Analyse the relations between the farmers perceptions toward agricultural extension workers’role with cocoa agribusiness development. The basic method of this research is quantitative method with survey techniques. This research is located in Bero Village of Manyaran, Wonogiri District with respondents as many as 60 persons taken using proportional random sampling method. To determine the relation between research variables used correlation analysis Rank Spearman (rs). The results showed that farmers perceptions of agricultural extension workers’role as a motivator in the low category, as a communicator, facilitator, and consultant in medium category. Agribusiness development on plant cultivation stage is in high category, production tool’s selection stage, harvest stage and post harvest, product marketing stage and supporting institutional stages is in medium category. The results of this research can be known that agricultural extension role is in medium category. Meanwhile cocoa agribusiness development is in the medium category. From the analysis and the Spearman Rank test of significance at the 95% confidence level, the results showed that agricultural extension workers’role as a motivator, facilitator and consultant is not significant. Furthermore, agricultural extension workers’role as a communicator has a significant relations with cocoa agribusiness development. commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan motor penggerak utama pembangunan ekonomi Indonesia. Hal ini terbukti setelah Indonesia dilanda krisis ekonomi, ternyata sektor pertanianlah yang dapat tumbuh positif dalam suasana kritis. Untuk menjadikan pembangunan pertanian menjadi motor penggerak pembangunan ekonomi Indonesia, maka sektor pertanian diarahkan menuju pada pembangunan sistem dan usaha agribisnis. Menurut Soekartawi (2001), agribisnis merupakan tumpuan utama dalam pemulihan ekonomi dari krisis ekonomi yang berkepanjangan karena dalam perekonomian Indonesia agribisnis merupakan sumber devisa negara (selain nonmigas), serta mampu menyediakan lapangan kerja, mampu menyediakan keragaman bahan pangan, serta mampu mendukung sektor industri. Salah satu sistem dan usaha agribisnis yang dikembangkan adalah sistem dan usaha agribisnis yang desentralis, yaitu sistem dan usaha agribisnis yang dicirikan pada pendayagunaan keragamanan sumberdaya lokal, berkembangnya pelaku ekonomi lokal dan meningkatkan bagian nilai tambah yang dinikmati rakyat setempat. Pengembangan pertanian menuntut produsen atau petani mampu mengusahakan sendiri produksi pertaniannya, mengolah hasilnya dan sekaligus memasarkannya pada kondisi harga yang menguntungkan. Namun, dalam prakteknya seringkali produsen atau petani dihadapkan pada keterbatasan yang dimiliki, oleh karenanya diperlukan kerjasama dengan pihak lain. Apabila karena sesuatu hal salah satu pihak dirugikan maka cepat atau lambat akan merugikan pula keberhasilan agribisnis ini (Soekartawi, 2001). Adanya perubahan kebijakan pembangunan kearah pembangunan sistem dan usaha agribisnis maka dikehendaki adanya perubahan pendekatan penyuluhan pertanian dari pendekatan usaha tani ke pendekatan sistem to user agribisnis. Pendekatan baru commit ini mengharuskan penyuluh pertanian untuk 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
melihat usaha yang dikelola petani sebagai bagian dari agribisnis. Berkaitan dengan
pembangunan
agribisnis
yang
desentralis,
maka
di
dalam
pelaksanaannya penyuluh pertanian juga harus mampu menerapkan prinsip penyuluhan spesifikasi lokal, dalam artian penyuluh harus lebih memusatkan perhatian pada kebutuhan dan potensi daerah kerjanya. Salah satu sumber daya yang berpeluang besar untuk dikembangkan secara agribisnis di Indonesia adalah kakao. Berdasarkan potensi fisik seperti kesesuaian lahan, iklim, sumberdaya manusia, dan tingkat adaptasi teknologi, tanaman kakao mudah dibudidayakan di banyak tempat atau lokasi di Indonesia sehingga memungkinkan untuk diusahakan oleh para petani secara luas. Kakao merupakan salah satu tanaman buah berbentuk pohon yang sering disebut juga sebagai tanaman buah coklat yang memiliki nilai ekonomis tinggi, terlihat dari harganya yang tidak pernah turun dan banyak disukai oleh masyarakat karena mengandung gizi yang cukup tinggi. Buah kakao mempunyai cita rasa manis dan agak asam yang khas. Dari biji tumbuhan ini dihasilkan produk olahan yang dikenal sebagai cokelat (Roesmanto, 1991). Bahan makanan dari cokelat juga mengandung gizi yang tinggi karena di dalamnya terdapat protein dan lemak serta unsur-unsur penting lainnya. Saat ini kakao mempunyai potensi pengembangan yang baik, karena hasil pengolahan dari buah kakao menjadi buah yang banyak diminati semua lapisan masyarakat, segala macam makanan dan minuman di seluruh dunia banyak yang menggunakan bahan dasar buah kakao sebagai rasa maupun aroma coklat. Buah kakao mempunyai nilai ekspor yang tinggi, karena kebutuhan akan coklat di seluruh dunia selalu meningkat dari tahun ke tahun. Sumbangan nyata biji kakao terhadap perekonomian Indonesia dalam bentuk devisa dari ekspor biji kakao dan hasil industri kakao. Sumbangan lainnya adalah penyediaan bahan baku untuk industri dalam negeri, baik industri bahan makanan maupun industri kosmetika dan farmasi. Yang tidak kalah pentingnya dari munculnya industri kakao adalah tersedianya lapangan pekerjaan bagi jutaan penduduk Indonesia, dari tahap penanaman, commit to user pemeliharaan, pemanenan, pengolahan, industri, dan pemasaran. Melihat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
prospek-prospek tersebut, maka kakao mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan secara agribisnis. Menurut Rogers dalam Mardikanto (1988) salah satu keberhasilan kegiatan penyuluhan ialah usaha-usaha atau kegiatan yang dilakukan penyuluh untuk menjalin hubungan secara langsung maupun tak langsung dengan segenap anggota masyarakat sasarannya. Keberadaan penyuluh pertanian diharapkan
dapat
mengembangkan
kemampuan,
keswadayaan,
dan
kemandirian petani dan keluarganya agar mereka dapat mengelola usaha taninya secara produktif, efektif dan efisien sehingga mempunyai daya saing yang tinggi. Dengan kata lain peran penyuluh pertanian ini sangat diperlukan agar petani mampu melaksanakan better farming sekaligus better business. Sehingga dalam menjalankan perannya, penyuluh pertanian harus melihat usaha tani yang dikelola petani secara keseluruhan baik on farm maupun off farm. Untuk mengetahui apakah penyuluh pertanian di Kecamatan Manyaran Kabupaten Wonogiri telah melaksanakan perannya dengan baik dalam upaya pengembangan agribisnis kakao, maka perlu diadakan suatu penelitian yang bertema Persepsi Petani terhadap Peran Penyuluh Pertanian Lapang dalam Pengembangan Agribisnis Kakao di Desa Bero Kecamatan Manyaran Kabupaten Wonogiri. Untuk itulah penelitian ini dilaksanakan. B. Rumusan Masalah Seperti layaknya suatu sistem, maka berkembangnya agribisnis sangat ditentukan oleh rangkaian kegiatan subsistem-subsistem di dalamnya yang saling terkait dan berhubungan. Sehingga untuk mewujudkan agribisnis yang tangguh perlu adanya kerjasama yang sistematis antara subsistem yang tercakup dalam sistem agribisnis tersebut. Namun pada kenyataannya pelaksanaan sistem agribisnis di Indonesia masih tersekat-sekat. Hal ini tampak pada kenyataan bahwa subsistem input (produksi dan perdagangan saprodi) atau yang sering disebut sebagai subsistem hulu dan subsistem hilir dikuasai oleh pengusaha menengah atas bukan petani, sedangkan petani hanya commit to user menguasai subsistem usahatani. Pelaksanaan sistem agribisnis yang demikian
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menyebabkan petani sebagai subjek dalam subsistem usahatani sulit untuk meningkatkan pendapatannya, karena dalam sistem agribisnis nilai tambah terbesar berada pada subsistem hulu dan hilir, sedangkan subsistem usahatani menghasilkan pendapatan yang lebih kecil (Saragih, 1997). Dengan adanya sekat dalam pelaksanaan sistem agribisnis tersebut, maka untuk meningkatkan kesejahteraan petani perlu adanya suatu pengembangan sistem agribisnis. Salah satu strategi pengembangan agribisnis yang disampaikan oleh Saragih (1997) adalah menjalankan struktur agribisnis integrasi vertikal dengan pola pemilikan tunggal atau kelompok. Pada pola ini seluruh subsistem agribisnis suatu komoditi mulai dari hulu sampai hilir dimiliki oleh perorangan atau kelompok, dalam hal ini petani, sehingga petani dapat meningkatkan pendapatannya dan pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraannya. Sesuai dengan strategi pengembangan agribisnis tersebut, maka para petani harus dapat meningkatkan kemampuannya untuk menjalankan fungsinya sebagai pelaku pada tiap-tiap subsistem agribisnis. Beberapa petani kakao di Desa Bero Kecamatan Manyaran Kabupaten Wonogiri telah melaksanakan agribisnis kakao, tetapi melihat kenyataan bahwa sebagian kaum tani adalah masyarakat berpendidikan rendah maka pengetahuan yang dimiliki untuk melaksanakan agribisnis kakao masih sangat terbatas. Salah satu tugas seorang penyuluh pertanian adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani tidak hanya sampai pada proses produksi atau budidaya, tetapi sampai pada proses pengolahan hasil dan pemasaran. Meskipun penyuluh bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan agribisnis, tetapi materi-materi penyuluhan yang didasarkan pada kebutuhan petani mempunyai hubungan yang erat terhadap keberhasilan agribisnis. Dengan demikian penyuluhan pertanian adalah sesuatu yang mutlak harus ada sebagai pilar untuk mempercepat laju pembangunan pertanian di Indonesia pada saat ini dan masa yang akan datang. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa commit to user permasalahan yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1. Bagaimana persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian lapang dalam upaya pengembangan agribisnis kakao di Desa Bero Kecamatan Manyaran Kabupaten Wonogiri? 2. Bagaimana pengembangan agribisnis kakao di Desa Bero Kecamatan Manyaran Kabupaten Wonogiri? 3. Bagaimana hubungan antara persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian lapang dengan pengembangan agribisnis kakao di Desa Bero Kecamatan Manyaran Kabupaten Wonogiri? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian lapang dalam upaya mengembangkan agribisnis kakao di Desa Bero Kecamatan Manyaran Kabupaten Wonogiri. 2. Mengetahui pengembangan agribisnis kakao di Desa Bero Kecamatan Manyaran Kabupaten Wonogiri. 3. Menganalisis hubungan antara persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian lapang dengan pengembangan agribisnis kakao di Desa Bero Kecamatan Manyaran Kabupaten Wonogiri. D. Kegunaan Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Bagi peneliti, sebagai sarana mengembangkan pola pikir, menambah pengalaman dan sebagai syarat untuk memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bagi pemerintah dan instansi terkait, dapat menjadi bahan informasi dan bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan-kebijakan selanjutnya dalam pengembangan agribisnis. 3. Bagi peneliti lain, dapat digunakan sebagai bahan pembanding untuk melakukan penelitian sejenis. 4. Bagi
petani, sebagai pertimbangan dan
pengembangan agribisnis.commit to user
bahan informasi dalam
1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Pembangunan Pertanian Menurut Van den Ban dan Hawkins (1999), pembangunan pertanian merupakan perubahan dalam teknik produksi pertanian dan sistem usahatani menuju ke situasi yang diinginkan, biasanya situasi yang memungkinkan petani dapat memanfaatkan hasil-hasil penelitian pertanian dan berkurangnya pertanian pokok dan lebih berorientasi pasar. Menurut Departemen Pertanian (2002), pembangunan pertanian mengalami perubahan dalam kebijakan, dimana terjadi perubahan pendekatan penyuluh pertanian dari pendekatan usahatani ke pendekatan sistem agribisnis. Kebijakan dengan sistem agribisnis mensyaratkan dikembangkannya jaringan kerjasama diantara pelaku dan kelembagaan agribisnis, kelembagaan penyuluh pertanian, kelembagaan penelitian dan kelembagaan pendidikan. Pembangunan
pertanian
dalam
kerangka
sistem
agribisnis
merupakan suatu rangkaian dan keterkaitan dari: sub agribisnis hulu (upstream
agribusiness)
yaitu
seluruh
kegiatan
ekonomi
yang
menghasilkan sarana produksi bagi pertanian primer (usahatani); sub agribisnis usahatani (onfarm agribusiness) atau pertanian primer, yaitu kegiatan yang menggunakan sarana produksi dan sub agribisnis hulu untuk menghasilkan komoditas pertanian primer; sub agribisnis hilir (down stream agribusiness) yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah komoditas pertanian primer menjadi produk olahan baik bentuk produk antara (intermediate product) maupun bentuk produk akhir (finished product); dan sub jasa penunjang yaitu kegiatan yang menyediakan jasa bagi ketiga sub agribisnis di atas (Litbang Deptan, 2007). Potensi sub sektor perkebunan untuk dijadikan ekspor di masa-masa mendatang sebenarnya sangat besar. Prasyarat yang diperlukan hanyalah commit to user perbaikan dan penyempurnaan iklim usaha dan struktur pasar komoditas 6
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perkebunan dari sektor hulu sampai ke hilir. Mustahil kinerja ekspor akan lebih baik jika kegiatan produksi disektor hulu, pola perdagangan dan distribusi komoditas perkebunan domestik masih mengalami banyak hambatan dan distorsi pasar (Arifin, 2001). Tanaman perkebunan memiliki dua potensi pasar, yaitu di dalam dan di luar negeri. Di dalam negeri tanaman perkebunan dapat dikonsumsi langsung oleh masyarakat, diperlukan sebagai bahan baku industri (untuk diolah menjadi bahan jadi dan atau barang jadi), dan makanan ternak, juga sebagai komoditas substitusi impor. Di luar negeri tanaman perkebunan dibutuhkan untuk konsumsi dalam negara-negara pengimpor dan untuk diolah lebih lanjut sebagai barang ekspor (reekspor). Ini semua menunjukkan bahwa tanaman perkebunan memiliki arti ekonomi yang penting.
Artinya,
bila
diusahakan
secara
sungguh-sungguh
atau
profesional bisa menjadi suatu bisnis yang menjadikan keuntungan besar (Rahardi et al, 1993). 2. Persepsi Persepsi diartikan sebagai pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dalam menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan selain itu persepsi juga diartikan sebagai pemberian makna pada stimuli indrawi (Sensory Stimuly). Persepsi juga dapat diartikan sebagai proses memberi makna pada sensasi sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru, dengan kata lain persepsi mengubah sensasi menjadi informasi (Rakhmat, 2001). Persepsi
merupakan
suatu
proses
yang
didahului
oleh
penginderaan, yaitu merupakan proses yang berwujud diterimanya stimulus oleh individu melalui alat reseptornya, namun proses itu tidak berhenti sampai disitu saja, melainkan stimulus itu dilanjutkan atau diteruskan ke pusat susunan syaraf yaitu otak dan terjadilah proses psikologis, sehingga individu menyadari apa yang ia lihat, apa yang ia dengar, dan individu mengalami persepsi (Walgito, 1990). commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut Moskowitz dan Orgel (1969) dalam Walgito (1990) menyatakan bahwa persepsi merupakan proses yang integrated dari individu terhadap stimulus yang diterimanya. Persepsi merupakan proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu. Persepsi adalah proses internal yang kita lakukan untuk memilih, mengevaluasi dan mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan eksternal, dengan kata lain persepsi adalah cara kita mengubah energienergi fisik lingkungan kita menjadi pengalaman yang bermakna. Persepsi adalah juga inti komunikasi, karena jika persepsi kita tidak akurat, tidak mungkin kita berkomunikasi dengan efektif. Persepsilah yang menentukan kita memilih pesan dan mengabaikan pesan yang lain. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi individu, semakin mudah dan semakin sering mereka berkomunikasi, dan sebagai konsekuensinya semakin cenderung membentuk kelompok budaya atau kelompok identitas. Persepsi meliputi : -
Penginderaan (sensasi), melalui alat-alat indra kita (indra perasa, indra peraba, indra pencium, indra pengecap, dan indra pendengar). Makna pesan yang dikirimkan ke otak harus dipelajari. Semua indra itu mempunyai
andil
bagi
berlangsungnya
Penglihatan
menyampaikan
pesan
komunikasi
nonverbal
ke
manusia.
otak
untuk
diinterprestasikan. Pendengaran juga menyampaikan pesan verbal ke otak untuk ditafsirkan. Penciuman, sentuhan dan pengecapan, terkadang memainkan peranan penting dalam komunikasi. -
Atensi atau perhatian adalah, pemrosesan secara sadar sejumlah kecil informasi dari sejumlah besar informasi yang tersedia. Informasi didapatkan dari penginderaan, ingatan dan, proses kognitif lainnya. Proses atensi membantu efisiensi penggunaan sumberdaya mental yang terbatas yang kemudian akan membantu kecepatan reaksi terhadap rangsang tertentu. Atensi dapat merupakan proses sadar maupun tidak sadar. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
-
4 digilib.uns.ac.id
Interpretasi adalah, proses komunikasi melalui lisan atau gerakan antara dua atau lebih pembicara yang tak dapat menggunakan simbolsimbol yang sama, baik secara simultan (dikenal sebagai interpretasi simultan) atau berurutan (dikenal sebagai interpretasi berurutan) (Nanath, 2008).
3. Pengembangan Agribisnis Dalam arti luas, agribisnis didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan usaha yang menghasilkan produk pertanian hingga konsumsi oleh konsumen. Secara umum terdapat tiga jenis kegiatan atau bidang usaha yang tercakup dalam agribisnis yaitu kegiatan pengadaan sarana produksi pertanian, kegiatan produksi pertanian dan kegiatan pemasaran dan/atau kegiatan pengolahan hasil pertanian. Ketiga jenis kegiatan tersebut saling terkait secara fungsional-hirarkis dan membentuk suatu sistem agribisnis. Pelaku usaha dalam produksi pertanian berfungsi sebagai pemasok input usahatani kepada petani, sedangkan petani berfungsi sebagai produsen hasil pertanian dan pemasok produk pertanian kepada pedagang hasil pertanian, atau berfungsi sebagai pemasok bahan baku kepada industri pengolahan hasil pertanian (Irawan, 2004). Agribisnis sebagai sebuah sistem dan budaya baru mengelola bisnis berbasis sumber daya alam sebenarnya telah dikenal di Indonesia sejak akhir 1970-an. Namun, karena esensi utama suatu sistem agribisnis sebagai keterkaitan seluruh komponen dan subsistem agribisnis, tidaklah mudah untuk merumuskan suatu strategi pengembangan yang terintergrasi apalagi dengan faktor eksternal yang sukar sekali dikendalikan. Bagi para pelaku ekonomi yang gemar bermain dengan resiko, karakter komoditas agribisnis yang mengandung resiko dan ketidakpastian justru memberikan peluang dan tantangan berharga untuk mengelola resiko dan tingkat ketidakpastian tersebut (Arifin, 2007). Konsep agribisnis sebenarnya adalah suatu konsep yang utuh, mulai dari proses produksi, mengolah hasil, pemasaran dan aktivitas lain yang commit to user berkaitan dengan kegiatan pertanian. Menurut Soekartawi (2001) yang
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dimaksudkan dengan agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubunganya dengan pertanian dalam arti luas. Yang dimaksud dengan adanya hubungan dengan pertanian dalam artian yang luas adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian. Secara
singkat
Pambudy
(2003)
menggambarkan
lingkup
pembangunan sistem agribisnis tersebut sebagai berikut: Subsistem Agribisnis Hulu
Subsistem Usahatani
Subsistem Pengolahan
Subsistem Agribisnis Hilir
Subsistem Jasa Penunjang: · Pendidikan dan Penyuluhan · Penelitian dan Pengembangan · Transportasi dan Perdagangan · Perkreditan dan Asuransi
Gambar 1.1 Lingkup Pembangunan Sitem Agribisnis Sesuai dengan konsep agribisnis tersebut, Departemen Pertanian (2002)
mengedepankan
konsep,
yaitu
subsistem
agribisnis
hulu
(perusahaan pengadaan dan penyaluran sarana produksi), subsistem agribisnis tengah (perusahaan usahatani), subsistem agribisnis hilir (perusahaan pengolahan hasil atau agroindustri dan perusahaan pemasaran hasil), serta subsistem jasa penunjang (lembaga keuangan, transportasi, penyuluhan, dan pelayan informasi agribisnis, penelitian kaji terap, kebijakan pemerintah dan asuransi agribisnis) yang masing-masing harus melakukan koordinasi dalam suatu sistem untuk meningkatkan efisiensi usaha. Berikut uraian yang diberikan oleh Suparta (2003) mengenai sub sistem agribisnis : commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. sub sistem agribisnis hulu berfungsi menghasilkan dan menyediakan sarana produksi pertanian terbaik agar mampu menghasilkan produk usahatani yang berkualitas. b. sub sistem usahatani berfungsi melakukan kegiatan teknis produksi, agar produksinya dapat dipertanggungjawabkan baik secara kualitas maupun kuantitas. Mampu melakukan manajemen agribisnis secara baik agar proses produksinya menjadi efisien sehingga mampu bersaing di pasar. Karena itu umumnya petani memerlukan penyuluhan dan informasi agribisnis, teknologi dan informasi lainnya dalam proses produksi. c. sub sistem agribisnis hilir berfungsi melakukan pengolahan lanjut untuk mengurangi susut nilai atau meningkatkan mutu produk agar dapat memenuhi kebutuhan dan selera konsumen, serta berfungsi memperlancar pemasaran hasil melalui perencanaan sistem pemasaran yang baik. d. sub sistem jasa penunjang secara aktif maupun pasif berfungsi menyediakan layanan bagi kebutuhan pelaku sistem agribisnis untuk memperlancar aktivitas sistem agribisnis. Masing-masing komponen jasa penunjang mempunyai karakteristik fungsi yang berbeda, namun intinya adalah agar mereka dapat berbuat sesuatu untuk mengurangi beban
dan
meningkatkan
kelancaran
penyelenggaraan
sistem
agribisnis. Dalam perekonomian Indonesia, agribisnis mempunyai peranan yang sangat penting sehingga mempunyai nilai strategis. Hal ini disebabkan karena: a. Mayoritas rumah tangga penduduk indonesia mengusahakan agribisnis dan mayoritas angkatan kerja bekerja dibidang agribisnis. b. Agribisnis menunjang pendapatan nasional terbesar. c. Kandungan impor dalam usaha agribisnis rendah. d. Agribisnis sebagai salah satu sumber devisa, karena sebagian besar commitdari to user devisa dari nonmigas berasal agribisnis.
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e. Kegiatan agribisnis lebih bersifat ramah terhadap lingkungan. f. Agribisnis off farm merupakan industri yang lebih mudah diakses oleh petani dalam rangka transformasi struktural. g. Agribisnis merupakan kegiatan usaha penghasil makanan pokok dan kebutuhan lainnya. h. Agribisnis bersifat labor intensive. i. Mempunyai efek multiplier yang tinggi. Disamping itu, agribisnis merupakan tumpuan utama dalam pemulihan ekonomi dari krisis ekonomi yang berkepanjangan (Soekartawi, 2001). Unit usaha tani berskala kecil merupakan bagian terbesar dari sistem agribisnis di indonesia dengan tingkat pendapatan yang rendah. Faktorfaktor yang mempengaruhi rendahnya tingkat kinerja tersebut meliputi keterbatasan modal dan peralatan, akses terhadap informasi, modal kerja atau kredit, pasar dan tingkat harga, teknologi dan kelembagaan pendukung. Dimasa depan peranan agribisnis berskala kecil semakin penting dan memiliki keunggulan, mengingat ciri-ciri tidak memerlukan modal investasi yang besar, dapat bergerak luwes, mudah menyesuaikan situasi yang berubah dan tidak terjebak dalam birokrasi seperti perusahaan besar (Crawford dalam Pajanto dan Suyana, 1999). 4. Penyuluhan Pertanian Penyuluhan merupakan proses perubahan perilaku (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) dikalangan masyarakat agar mereka tahu, mau dan mampu melaksanakan perubahan-perubahan demi tercapainya peningkatan
produksi,
pendapatan
atau
keuangan
dan
perbaikan
kesejahteraan keluarga atau masyarakat yang ingin dicapai melalui pembangunan (Mardikanto, 1996). Dalam perkembangan selanjutnya, Mardikanto (2003) mendefinisikan pengertian penyuluhan sebagai proses perubahan sosial, ekonomi dan politik untuk memperdayakan dan memperkuat kemampuan masyarakat melalui proses belajar bersama yang partisipatif agar terjadi perubahan perilaku pada diri semua stakeholders commit to user yang terlibat dalam proses (individu, kelompok, kelembagaan)
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pembangunan demi terwujudnya kehidupan yang semakin berdaya, mandiri dan partisipatif serta semakin sejahtera secara berkelanjutan. Sedangkan pengertian penyuluhan pertanian menurut Mardikanto dan Sri Sutarni (1982) adalah suatu sistem pendidikan non formal di luar sekolah bagi para petani dan keluarganya agar terjadi perubahan perilaku yang lebih maksimal dengan belajar sambil berbuat (learning by doing) sampai mereka tahu, mau, dan mampu berswakarsa untuk memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi baik secara sendiri-sendiri maupun bersamaan guna untuk terus memajukan usahatani dan menaikkan jumlah, mutu, macam serta jenis dan nilai produksinya sehingga tercapai kenaikan pendapatan yang lebih bermanfaat bagi dirinya sendiri, keluarganya ndan kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Hal ini sefaham dengan apa yang dikemukakan oleh Slamet (2003) bahwa penyuluhan pertanian adalah suatu pendidikan luar sekolah (pendidikan non formal) untuk petani dan keluarganya dengan tujuan agar mereka sanggup dan mampu memerankan dirinya sebagai warga negara yang baik sesuai dengan bidang profesinya, serta mampu, sanggup dan berswadaya memperbaiki atau meningkatkan kesejahteraannya sendiri dan masyarakatnya. Kegiatan penyuluhan pertanian meliputi : (1) memfasilitasi proses pembelajaran petani dan keluarganya beserta masyarakat pelaku agribisnis, (2) memberikan rekomendasi dan mengikhtiarkan akses petani dan keluarganya ke sumber-sumber informasi dan sumberdaya yang akan membantu mereka dalam memecahkan masalah yang dihadapi, (3) membantu
menciptakan
iklim
usaha
yang
menguntungkan,
(4)
mengembangkan organisasi petani menjadi organisasi sosial ekonomi yang tangguh, dan (5) menjadikan kelembagaan penyuluhan sebagai lembaga mediasi dan intermediasi, terutama yang menyangkut teknologi dan kepentingan petani dan keluarganya beserta masyarakat pelaku agribisnis (Departemen Pertanian, 2002). Slamet (2003) mengungkapkan bahwa penyuluh pertanian harus to user Prinsip-prinsip dan teknologi mereorientasi dirinya ke commit arah agribisnis.
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang berkaitan dengan agribisnis harus lebih banyak dikembangkan dan dipelajari. Penyuluhan pertanian tidak terbatas pada aspek teknologi produksi saja, tetapi jauh lebih luas, meliputi aspek ekonomi, teknologi pasca panen, teknologi pengolahan, pengawetan, pengangkutan dan pemasaran. 5. Peran Penyuluh Pertanian Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan. Apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sesuai kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan. Peranan lebih banyak menunjukkan pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu proses, jadi tepatnya adalah bahwa seseorang menduduki suatu peranan. Suatu peranan mencakup paling sedikit tiga hal, yaitu : a. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan. b. Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi. c. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perikelakuan individu yang
penting bagi struktur sosial masyarakat (Soekanto, 1987). Penyuluh
pertanian
adalah
orang
yang
mengemban
tugas
memberikan dorongan kepada para petani agar mau mengubah cara berpikir, cara kerja dan cara hidupnya yang lama dengan cara-cara baru yang lebih sesuai dengan perkembangan zaman, perkembangan teknologi pertanian yang lebih maju (Kertasapoetra, 1991). Sedangkan menurut Departemen Pertanian (2002) definisi penyuluh pertanian adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang pada satuan organisasi lingkungan pertanian untuk melkukan kegiatan penyuluhan commit to user pertanian. Penyuluh Pertanian terdiri dari Penyuluh Pertanian Ahli dan
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penyuluh Pertanian Terampil. Penyuluh Pertanian Ahli adalah jabatan fungsional penyuluh pertanian keahlian yang dalam pelaksanaan pekerjaannya didasarkan atas disiplin ilmu pengetahuan, metodologi dan teknik analisis tertentu. Sedangkan Penyuluh Pertanian Terampil adalah jabatan fungsional penyuluh pertanian keterampilan
yang dalam
pelaksanaannya mempergunakan prosedur dan teknik kerja tertentu. Mardikanto (2001) mengemukakan beragam peran atau tugas penyuluh sebagai berikut : a. Edukasi, yaitu untuk memfasilitasi proses belajar yang dilakukan oleh para
penerima
manfaat
penyuluhan
(beneficiaries)
dan
atau
stakeholders pembangunan yang lainnya. b. Diseminasi Informasi/Inovasi, yaitu penyebarluasan informasi/inovasi dari sumber informasi dan atau penggunanya. c. Fasilitasi, atau pendampingan yang lebih bersifat melayani kebutuhankebutuhan yang dirasakan kliennya. d. Konsultan, yaitu membantu memecahkan masalah-masalah atau sekedar memberikan alternatif-alternatif pemecahan masalah. e. Supervisi atau pembinaan, yaitu upaya untuk bersama-sama klien melakukan penilaian untuk kemudian memberikan saran atau alternative perbaikan pemecahan masalah yang dihadapi. f. Pemantauan, yaitu kegiatan evaluasi yang dilakukan selama proses kegiatan sedang berlangsung. g. Evaluasi, yaitu kegiatan pengukuran dan penilaian yang dapat dilakukan pada sebelum, selama, dan setelah kegiatan selesai dilakukan. Ajid
(2001)
mengungkapkan
lebih
ringkas
bahwa
dalam
melaksanakan tugasnya sehari-hari, penyuluh pertanian berperan sebagai fasilitator, komunikator, motivator, konsultan petani-nelayan dalam pembangunan pertanian. Dengan perannya itu, para penyuluh pertanian diharapkan mampu memperdayakan petani-nelayan agar mereka mampu, commit to user mau serta berswadaya memperbaiki tingkat kesejahteraan sendiri maupun
perpustakaan.uns.ac.id
11 digilib.uns.ac.id
masyarakat pedesaan lainnya. Selain itu juga diharapkan para penyuluh pertanian mampu mengantisipasi kebutuhan pembangunan pertanian dan melaksanakannya dengan penuh disiplin dan tanggung jawab. Tentang peran penyuluh pertanian, Nasution (1990) juga menyatakan bahwa penyuluh adalah seorang pemimpin yang membina dan meningkatkan kemampuan anggota masyarakat dalam usaha bersama mengubah kehidupan menjadi lebih baik. Penyuluh juga berfungsi sebagai motivator yang tangguh, atau orang yang membangkitkan semangat masyarakat yang dibinanya untuk mencapai cita-cita. Dalam proses perubahan itu penyuluh sekaligus merupaka fasilitator yang membantu anggota masyarakat malaksanakan proses yang dimaksud. Penyuluhan juga sebagai tempat bertanya, tempat anggota masyarakat menanyakan sesuatu untuk memperoleh informasi yang mereka perlukan. Jadi, seorang penyuluh adalah juru informasi atau juru penerangan bagi khalayak di sekitarnya. Berdasarkan kajian teori tersebut di atas, terutama dari pendapat Ajid (2001) dan Nasution (1990) menekankan bahwa penyuluh pertanian mempeunyai peran sebagai motivator, komunikator, fasilitator dan konsultan. Oleh karena itulah penelitian ini memberikan batasan pada peran penyuluh yang akan dikaji yaitu peran sebagai motivator, komunikator, fasilitator dan konsultan. a. Penyuluh sebagai Motivator Maslow (1994) berpendapat bahwa manusia mempunyai keinginan dan jarang mencapai keadaan puas sepenuhnya, kecuali untuk waktu yang singkat. Apabila keingina yang satu telah terpenuhi, keinginan yang lainpun muncul menggantikan tempat keinginan pertama jika keinginan ini telah dipenuhi, masih ada keinginan lain yang akan muncul dan demikian seterusnya. Konsep motivasi yang dikemukakan Abraham Maslow ini dikenal dengan hierarki kebutuhan, yang diklasifikasikan pada lima tingkatan (hierarki) yaitu: commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Kebutuhan fisik adalah kebutuhan yang langsung berhubungan dengan kelangsungan hidup, seperti kebutuhan rasa lapar, rasa haus, sex, perumahan dan sebagainya. 2) Kebutuhan keamanan yaitu kebutuhan keselamatan, perlindungan dari bahaya, ancaman, dan perampasan atau pemecatan dari perusahaan. 3) Kebutuhan sosial merupakan kebutuhan akan rasa cinta, kepuasan dalam menjalin hubungan dengan ornag lain, kepuasan dan rasa memiliki serta diterima dalam suatu masyarakat dan diterima dalam suatu kelompok, rasa kekeluargaan, persahabatan, serta kasih sayang. 4) Kebutuhan penghargaan yaitu kebutuhan akan status dan kedudukan, kehormatan diri, reputasi, dan prestasi. 5) Kebutuhan aktualisasi diri yaitu kebutuhan pemenuhan diri, pengembangan
diri
semaksimal
mungkin,
kreatifitas
dan
melakukan apa yang paling cocok serta menyelesaikan pekerjaan sendiri. Suhardiyono (1992) menyatakan bahwa sebelum petani mampu menerapkan suatu teknik baru yang dapat meningkatkan hasil produksi usaha taninya, yang pertama-tama harus dibangkitkan dalam diri mereka adalah motivasi. Karena tanpa adanya motivasi di dalam dirinya, petani dalam melaksanakan suatu pekerjaan akan kurang menyadari pentingnya pekerjaan tersebut. Motivasi orang untuk berperilaku ada dua macam, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Pada motivasi intrinsik, daya dorong untuk berperilaku tertentu berasal dari dalam diri orang itu sendiri. Sedangkan motivasi ekstrinsik perlu ada faktor dari luar diri orang tersebut yang mendorong untuk berperilaku tertentu; kepemimpinan adalah faktor luar (Slamet, 2003). commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Penyuluh sebagai Komunikator Ajid (2001) mendefinisikan komunikator adalah seseorang yang memulai komunikasi. Penyuluh pertanian banyak berperan sebagai komunikator dalam proses komunikasi. Ia bertanggung jawab menjalin komunikasi yang efektif dengan para petani dan penduduk pedesaan agar mereka mempraktekkan informasi teknis untuk bertani yang lebih produktif, berusaha tani yang lebih menguntungkan, hidup yang lebih sejahtera dan kehidupan yang lebih asri. Schram dan Lerner dalam Mardikanto (1996) melihat pentingnya kegiatan penyuluhan sebagai proses komunikasi pembangunan dalam sistem pembangunan nasional, baik untuk menjembatani kesenjangan perilaku antara sesama aparat pemerintah maupun untuk menjembatani kesenjangan perilaku antara aparat pemerintah dengan masyarakat (petani) sebagai pelaksana utama pembangunan. Komunikator yang baik harus dapat diandalkan. Penyuluh pertanian dapat meningkatkan keterandalannya (kredibilitasnya) dengan mempelajari berkomunikasi yang efektif. Komunikator yang baik harus: 1) Memahami warga binaannya, kebutuhan dan keperluannya, memahami
pesannya,
materi
dan
cara
menyampaikannya,
memahami saluran komunikasi yang efektif untuk menjangkau warga binaannya, dan memahami kemampuan dan keterbatasannya sendiri. 2) Menaruh perhatian kepada warga binaannya dan kesejahteraannya, dan mengupayakan agar pesan/teknologi dapat membantunya menaruh perhatian untuk memperbaiki keterampilannya dalam berkomunikasi. 3) Mempersiapkan pesannya secara hati-hati dengan menggunakan alat bantu yang cocok agar menarik perhatian dan diterima dengan baik. commit to user 4) Berbicara dengan jelas.
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5) Menggunakan kata dan kalimat yang dapat dipahami oleh masyarakat. 6) Menghayati tanggung jawab guru sejati adalah memelihara susana saling mempercayai. 7) Mewaspadai keterbatasan waktu, tidak membahas seluruh topik pada satu waktu, memilih bagian topik yang paling cocok untuk situasi belajar (Ajid, 2001). c. Penyuluh sebagai Fasilitator Fasilitator adalah orang yang memberikan bantuan dalam memperlancar proses komunikasi sekelompok orang, sehingga mereka dapat memahami atau memecahkan masalah bersama-sama. Fasilitator bukanlah seseorang yang bertugas hanya memberikan pelatihan, bimbingan,
nasihat
atau
pendapat.
Fasilitator
harus
menjadi
narasumber yang baik untuk berbagai permasalahan. Tugas dan wewenang fasilitator adalah: 1) Menata acara belajar, menyiapkan materi, dan penyajian materi sesuai dengan bidangnya. 2) Menata situasi proses belajar. 3) Mengintensifkan kerjasama dan
komunikasi
antar anggota
kelompok. 4) Mengarahkan acara belajar dan menilai bahan belajar sesuai dengan modal. 5) Mengadakan bimbingan pada diskusi kelompok, memberikan umpan balik kepada anggota kelompok. 6) Apabila dalam diskusi terdapat pembicaraan yang keluar jalur, fasilitator
juga
bertugas
sebagai
mediator/penengah
untuk
mengembalikan topik pembicaraan ke jalur yang benar. 7) Merumuskan kegiatan-kegiatan dan hasil-hasil kegiatan peserta. 8) Mengadakan evaluasi terhadap peserta dan proses pelatihan commit to user (Chief, 2008).
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Melalui penyuluhan juga harus diupayakan tidak terciptanya ”ketergantungan” masyarakat kepada penyuluhnya. Penyuluh hanya sekadar sebagai fasilitator untuk memperlancar proses pembangunan yang direncanakan. Dengan kata lain, melalui penyuluhan, ingin dicapai suatu masyarakat yang mamiliki pengetahuan luas tentang berbagai ilmu dan teknologi, memiliki sikap yang progresif untuk melakukan perubahan dan inovatif terhadap sesuatu (informasi) yang baru, serta terampil dan mampu berswadaya untuk mewujudkan keinginan dan harapannya demi tercapainya perbaikan kesejahteraan keluarganya (Huda, 2002). Ajid (2001) menyatakan bahwa penyuluh atau fasilitator harus : (1) memiliki tujuan yang jelas, (2) memiliki materi pelajaran yang tersusun baik, (3) menarik, bersemangat dan menyenangkan materi pelajarannya, (4) mampu berkomunikasi dengan baik, (5) bersikap demokratis dalam memimpin, (6) mendorong partisipasi, (7) menepati waktu, bersahabat dan sopan, (8) menggunakan rencana pembelajaran yang baik, (9) memberikan contoh yang baik dalam kepemimpinan dan mengajar. d. Penyuluh sebagai Konsultan Totok Mardikanto (2003) mengemukakan beragam peran atau tugas penyuluh, diantaranya adalah melayani konsultasi, yaitu membantu memecahkan masalah atau sekadar memberikan alternatifalternatif pemecahan maslah. Peran penyuluh sebagai konsutan juga diungkapkan
oleh
Nasution
(1990)
yang
menyatakan
bahwa
penyuluhan juga sebagai tempat bertanya, tempat anggota masyarakat menanyakan sesuatu untuk memperoleh informasi yang mereka perlukan. Peran
penyuluh
adalah
mengembangkan
kekondusifan
lingkungan belajar bagi sasaran penyuluhan untuk belajar secara mandiri, dan memberikan konsultasi bagi petani atau pengusaha commit to user agribisnis lain yang memerlukan. Penyuluh berkewajiban
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menyadarkan sasaran penyuluhan tentang adanya kebutuhan yang nyata (real need) menjadi kebutuhan yang dirasakan (felt need). Penyuluh harus mampu mengajak sasaran penyuluhan berpikir, berdiskusi, menyelesaikan masalahnya, merencanakan dan bertindak bersama-sama sehingga terjadi pemecahan masalah dari mereka, oleh mereka dan untuk mereka (Suparta, 2003). 6. Kakao a. Budidaya Kakao Di Indonesia kakao mulai dubudidayakan secara luas sejak tahun 1970. Selain ditanam secara swadaya oleh masyarakat, kakao ditanam oleh perkebunan milik negara seperti PTPN VI, PTPN IX, PTPN XI, PTPN XII, dan PTPN XXV serta perkebunan besar milik swasta seperti PT. Pagilaran di Jawa Tengah (Roesmanto, 1991). Usaha tanaman kakao di Indonesia mempunyai arti penting dalam aspek kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaan bagi penduduk, sumber pengahasilan bagi para petani di daerah sentra produksi dan sebagai sumber devisa bagi negara (Sunanto, 1992). Tanaman kakao (Theobroma cacao) merupakan tanaman tropis yang berasal dari hutan tropis Amerika Selatan. Kakao merupakan tanaman yang menumbuhkan bunga dari batang atau cabang. Karena itu tanaman ini digolongkan ke dalam kelompok tanaman caulifloris. Secara
botani
tanaman
kakao
diklasifikasikan sebagai berikut : Divisio
: Spermatophyta
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Malvales
Famili
: Sterculiaceae
Genus
: Theobroma
Spesies
: Theobroma cacao commit to user
(Siregar, 1989).
(Theobroma
cacao)
dapat
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Syarat tumbuh tanaman kakao adalah sebagai berikut: a. Faktor tanah Tanaman kakao tumbuh subur dan berbuah banyak di daerah dengan ketinggian 1-600 m di atas permukaan laut dengan kemiringan maksimal 40°. Tanah yang diperlukan mempunyai sifat-sifat yang gembur, banyak mengandung bahan organik dengan pH tanah 6-7,5 serta mengandung cukup udara dan air. b. Faktor iklim Curah hujan optimum adalah 1500mm/tahun dan merata sepanjang tahun. Suhu yang terbaik sekitar 24°-28° C dan kelembaban udara sekitar 80%. Intensitas sinar matahari yang optimum adalah 50%. Kecepatan angin yang baik yaitu 2-5 m/detik karena dapat membantu penyerbukan. Penanaman pohon pelindung dapat mengurangi kecepatan angin dan menjaga kelembaban kebun (Sunanto, 1992). b. Prospek Bisnis Kakao Menurut
Direktorat
Bina
Program
Ditjenbun,
Indonesia
mempunyai keunggulan komparatif dibandingkan dengan negara produsen kakao yang lain. Lahan pengembangan masih terbuka lebar, tenaga kerja melimpah, dan secara geografis Indonesia terletak di tempat yang amat strategis sehingga dekat ke banyak negara dan biaya transportasi jauh lebih murah. Hal semacam ini ditunjang oleh sistem politik bebas dan aktif, yang memudahkan Indonesia dalam menembus pasar di negara-negara pengimpor kakao. Sebagai akibatnya program perluasan tanaman kakao di Indonesia berjalan lancar (Roesmanto, 1991). Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) mempunyai pandangan yang optimis. Kakao adalah komoditi ekspor yang inelastis, dimana permintaan yang naik secara drastis tidak dapat disuplai segera oleh produsen. Dengan kata lain masih diperlukan waktu untuk commit toKemudian user memnuhi permintaan tersebut. yang penting diperhitungkan
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
juga adalah elastisitas permintaan kakao dalam negeri terhadap pendapatan konsumen yang cukup tinggi. Semakin meningkat pendapatan penduduk Indonesia di masa datang, semakin besar mengkonsumsi cokelat. Pada saat ini cokelat memang belum begitu lazim dikonsumsi oleh masyarakat umum, tetapi baru terbatas pada golongan masyarakat berpenghasilan tinggi (Roesmanto, 1991). B. Kerangka Berfikir Penyuluh pertanian adalah lembaga yang berfungsi membantu petani (masyarakat pertanian) untuk secara mandiri membangun usaha tani (agribisnis) yang berposisi tangguh, berteknologi maju, serta berkelanjutan. Dari gambaran tersebut dapat disimpulkan bahwa meskipun yang membangun usaha tani agribisnis itu petani sebagai subjek yang mandiri, akan tetapi pertanian yang tangguh, maju dan efisien tidak mungkin terwujud apabila tidak ada pihak luar yang menopang, menggandeng, melayani dan memanfaatkannya. Petani membutuhkan topangan ilmu pengetahuan dan teknologi baru (maju); pelayanan permodalan, sarana dan jasa; menggandeng kemitraan usaha; permintaan konsumen serta iklim yang kondusif untuk memicu dan memacu energi yang dimilikinya. Peran-peran tersebut dapat difasilitasi oleh penyuluh pertanian yang profesional sehingga mampu memberikan motivasi kepada petani agar mampu menggali potensi dirinya dan berani bertindak untuk memperbaiki kualitas kehidupan, antara lain dengan cara pendidikan untuk penyadaran dan kemampuan diri mereka. Oleh karena itu tingkat pelaksanaan peran penyuluh pertanian sangat mempengaruhi keberhasilan pertanian yang berbasis agribisnis. Pandangan baru yang diutarakan oleh Ajid (2003) menyatakan bahwa dewasa ini peran penyuluh pertanian dititik beratkan pada peran sebagai motivator, komunikator, fasilitator dan konsultan. Sehingga dalam upaya mengembangkan pertanian yang berbasis agribisnis maka peran-peran penyuluh pertanian tersebut harus dapat dilaksanakan dengan berorientasi kearah agribisnis.
commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berkaitan dengan pengembangan agribisnis kakao, maka peran penyuluh pertanian
sangat
diperlukan
untuk
membantu
petani
meningkatkan
kesejahteraan melalui peningkatan produktifitas dengan memperhatikan subsistem input dan produksi, peningkatan keterampilan budidaya sekaligus peningkatan kemampuan pemasarannya. Tinggi rendahnya tingkatan peran penyuluh pertanian akan terlihat dari kontribusi tiap-tiap peran yang diberikan dalam pelaksanaan agribisnis. Kerangka pemikiran diatas dapat digambarkan secara sistematis sebagai berikut : Peran Penyuluh Pertanian Lapang: · Motivator · Komunikator · Fasilitator · Konsultan
Pengembangan Agribisnis: · Pemilihan sarana produksi · Budidaya tanaman · Panen dan pasca panen · Pemasaran hasil · Kelembagaan
penunjang
Tinggi Sedang
Rendah
Gambar 2.1 Skema Kerangka Berfikir Persepsi Petani terhadap Peran Penyuluh Pertanian Lapang dalam Pengembanagn Agribisnis Kakao (Theobroma Cacao) di Desa Bero Kecamatan Manyaran Kabupaten Wonogiri C. Hipotesis Diduga ada hubungan yang signifikan antara persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian lapang terhadap pengembangan agribisnis kakao di Desa Bero Kecamatan Manyaran Kabupaten Wonogiri. D. Pembatasan Masalah 1. Pengembangan
agribisnis
kakao
yang
diteliti
dikhususkan
pada
pengembangan agribisnis integrasi vertikal dengan pola pemilikan tunggal atau kelompok pada tingkat petani di Desa Bero Kecamatan Manyaran Kabupaten Wonogiri. 2. Peran penyuluh pertanian yang diteliti meliputi peran sebagai motivator, komunikator, fasilitator dan konsultan. commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Unsur dari pengembangan agribisnis meliputi pemilihan sarana produksi, budidaya tanaman, panen dan pasca panen, pemasaran hasil, serta kelembagaan penunjang. E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 1. Definisi Operasional a. Peran penyuluh pertanian yaitu tugas yang diharapkan dapat dijalankan oleh penyuluh pertanian, yang meliputi peran sebagai berikut: 1) Motivator merupakan peran penyuluh dalam membangkitkan semangat masyarakat yang dibinanya, dan mempengaruhi petani agar tergerak untuk menerapkan agribisnis. 2) Komunikator merupakan peran penyuluh dalam menyampaikan informasi dan sebagai jembatan penghubung antara masyarakat sasaran dengan pemerintah, lembaga penyuluhan, peneliti dan instansi terkait, baik dalam hal menyampaikan inovasi atau kebijakan-kebijakan yang harus diterima dan dilaksanakan oleh masyarakat sasaran, maupun untuk menyampaikan umpan balik atau tanggapan masyarakat kepada pemerintah atau lembaga penyuluhan yang bersangkutan. 3) Fasilitator merupakan peran penyuluh dalam melayani kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat binaannya atau memberikan bantuan dalam pelaksanaan suatu proses atau kegiatan. 4) Konsultan
merupakan
peran
penyuluh
dalam
membantu
masyarakat memecahkan masalah atau sekedar memberikan alternatif-alternatif pemecahan masalah. b. Pengembangan agribisnis yaitu usaha untuk meningkatkan sektor
agribisnis dengan mengupayakan keterpaduan suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai subsistem input, subsistem produksi, subsistem pengolahan dan subsistem pemasaran. commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Pemilihan sarana produksi adalah kegiatan agribisnis yang berhubungan dengan penyediaan dan kualitas input dalam usaha tani, yang berupa penyediaan bibit, pupuk, dan pestisida. 2) Budidaya tanaman ialah bagian dari kegiatan agribisnis yang berhubungan dengan pengolahan lahan untuk menghasilkan produk pertanian yang berkualitas dan berkuantitas yang didasarkan pengelolaan sesuai dengan rekomendasi dari Dinas Pertanian atau Perkebunan. 3) Panen dan pasca panen yaitu kegiatan agribisnis yang berhubungan dengan usaha memetik atau mengumpulkan hasil usaha tani dari lahan budidaya maupun kegiatan setelah pengumpulan tersebut. 4) Pemasaran hasil adalah kegiatan pasca panen untuk memasarkan dan mendistribusikan hasil produksi pertanian. 5) Kelembagaan penunjang ialah kegiatan aktif maupun pasif dalam menjalin hubungan dengan para pelaku agribisnis dalam rangka untuk memperlancar kegiatan usaha tani.
commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Pengukuran Variabel a. Persepsi Petani terhadap Peran Penyuluh Pertanian Lapang Tabel 2.1 Pengukuran Variabel Persepsi Petani Terhadap Peran Penyuluh Pertanian Lapang Variabel 1. Motivator
Indikator Membangkitkan semangat dengan menyampaikan informasi keuntungan beragribisnis kakao
Kecakapan penyuluh dalam memberikan motivasi kepada para petani
Intensitas/frekuensi penyuluh dalam memberikan motivasi
2. Komunikator
Kejelasan berbicara dalam penyampaian informasi
Penggunaan bahasa yang dapat dipahami oleh commit to user petani
Kriteria · penyuluh selalu menyampaikan informasi keuntungan agribisnis dengan jelas · penyuluh kadang menyampaikan informasi keuntungan agribisnis dengan jelas · penyuluh tidak pernah menyampaikan informasi keuntungan agribisnis dengan jelas · Penyuluh bisa membangkitkan semangat petani di berbagai kegiatan · Penyuluh bisa membangkitkan semangat di kegiatan tertentu · Penyuluh tidak bisa membangkitkan semangat para petani · Selalu memberikan motivasi ketika kegiatan penyuluhan dan diluar penyuluhan · Jarang memberikan motivasi saat penyuluhan maupun diluar penyuluhan · Tidak pernah memberikan motivasi saat penyuluhan maupun diluar penyuluhan · Penyuluh selalu berbicara dengan jelas · Penyuluh kadang berbicara tidak jelas · Penyuluh tidak pernah berbicara dengan jelas · Bahasa yang digunakan penyuluh selalu mudah dipahami oleh petani
Skor 3
2
1
3
2
1
3
2
1
3 2 1
3
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kesesuaian penyampaian informasi dengan kebutuhan petani
Menyampaikan informasi input budidaya kakao
Menyampaikan informasi budidaya kakao yang baik
Menyampaikan informasi panen dan pasca panen kakao
Menyampaikan informasi commit to user
· Bahasa yang digunakan penyuluh kadang tidak dapat dipahami oleh petani · Bahasa yang digunakan penyuluh selalu tidak dapat dipahami oleh petani
2
· Informasi yang diberikan selalu sesuai dengan kebutuhan petani · Informasi yang diberikan kadang tidak sesuai dengan kebutuhan petani · Informasi yang diberikan selalu tidak sesuai dengan kebutuhan petani
3
· Menyampaikan informasi pemilihan bibit yang baik dan penyediaan pupuk · Menyampaikan informasi pemilihan bibit yang baik saja atau penyediaan pupuk saja · Tidak menyampaikan informasi subsistem input
3
· Menyampaikan informasi lengkap dari pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan sampai pemanenan · Menyampaikan informasi tidak lengkap · Tidak menyampaikan informasi budidaya tanaman kakao · Menyampaikan informasi cara memanen dan pengolahan pasca panen · Menyampaikan informasi cara memanen atau cara pengolahan pasca panen saja · Tidak menyampaikan informasi cara panen ataupun pasca panen · Selalu menyampaikan
1
2
1
2
1
3
2 1
3
2
1
3
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pemasaran
Penggunaan media dalam penyampaian informasi agribisnis
3. Fasilitator
Sebagai perantara informasi antara petani dan pihak lain
Mempersiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan petani pada saat penyuluhan
Kesediaan PPL menjadi pembimbing petani
commit to user
informasi harga pasar · Kadang menyampaikan informasi harga pasar · Tidak pernah menyampaikan informasi harga pasar
2 1
· Selalu menggunakan media yang menarik dan mempermudah petani memahami informasi agribisnis · Kadang menggunakan media yang menarik dan mempermudah petani memahami informasi agribisnis · Tidak pernah menggunakan media yang menarik dan mempermudah petani memahami informasi agribisnis
3
· Selalu menyampaikan kebijakan baru dari pemerintah atau pihak lain · Kadang menyampaikan kebijakan baru dari pemerintah atau pihak lain · Tidak pernah menyampaikan kebijakan baru dari pemerintah atau pihak lain
3
· Selalu mempersiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan petani · Kadang mempersiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan petani · Tidak pernah mempersiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan petani
3
· Selalu bersedia membimbing petani · Sering bersedia membimbing petani
2
1
2
1
2
1
3 2
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keterlibatan PPL dalam setiap masalah petani.
4. Konsultan
· Jarang bersedia membimbing petani
1
· Selalu terlibat dan memberikan solusi. · Sering terlibat, kadang memberikan solusi. · Jarang terlibat & tidak pernah memberikan solusi.
3
Pemanfaatan penyuluh sebagai tempat konsultasi setiap masalah pertanian
· Selalu · Kadang-kadang · Tidak pernah
Pemberian alternatif pemecahan masalah
· Selalu memberikan alternatif pemecahan masalah kepada petani yang berkonsultasi · Tidak selalu memberikan alternatif pemecahan masalah kepada petani yang berkonsultasi · Tidak pernah memberikan alternatif pemecahan masalah kepada petani yang berkonsultasi
Penerapan alternatif pemecahan masalah oleh petani
commit to user
· Petani selalu menerapkan alternatif pemecahan yang dianjurkan oleh penyuluh · Petani kadang tidak menerapkan alternatif pemecahan yang dianjurkan oleh penyuluh · Petani tidak pernah menerapkan alternatif pemecahan yang dianjurkan oleh penyuluh
2 1
3 2 1 3
2
1
3
2
1
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Tahap Pengembangan Agribisnis Tabel 2.2 Pengukuran Variabel Pengembangan Agribisnis Variabel 1. Pemilihan sarana produksi
Indikator Asal bibit tanaman
Ketersediaan sarana produksi (bibit, pupuk dan pestisida)
Evaluasi penggunaan sarana produksi
2. Budidaya tanaman
Persiapan lahan
Pembibitan benih kakao
Pemeliharaan bibit kakao
commit to user
Kriteria · Petani membeli bibit di toko saprodi bersertifikat · Petani membeli bibit di pasar · Petani membuat bibit sendiri
Skor 3
· Petani selalu menyediakan sarana produksi yang dibutuhkan · Petani kadang menyediakan sarana produksi yang dibutuhkan · Petani tidak memperhatikan sarana produksi yang dibutuhkan
3
· Petani melakukan evaluasi seluruh pengeluaran ditambah tenaga kerja sendiri/keluarga · Petani menghitung pengeluaran dalam bentuk uang saja · Petani tidak mengevaluasi sarana produksi yang digunakan
3
· Pengelolaan tanah dilakukan dengan cara mekanis · Pengelolaan tanah dilakukan dengan cara manual · Tidak melakukan pengelolaan tanah
3
· Benih kakao dikecambahkan di bedeng pendederan kemudian bibitnya dipindahkan ke polybag · Benih kakao langsung disemai dalam polybag · Benih kakao langsung disemai di lahan
3
· Selalu melakukan pemeliharaan yang meliputi
3
2 1
2
1
2
1
2 1
2 1
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penyiraman, pemupukan dan penyemprotan insektisida/fungisida · Kadang melakukan penyiraman, pemupukan, atau penyemprotan insektisida/fungisida saja · Tidak pernah melakukan pemeliharaan Penanaman
Pemangkasan tanaman kakao
Pemupukan
Pengendalian hama dan gulma
3. Panen dan pasca panen
Teknik memetik buah
commit to user
· Bibit kakao ditanam pada umur 4-6 bulan · Bibit kakao ditanam pada umur lebih dari 6 bulan · Bibit kakao ditanam pada umur kurang dari 4 bulan
2
1
3 2 1
· Setelah tanaman berumur 8 bulan dilakukan pemangkasan secara berkala · Kadang-kadang melakukan pemangkasan · Tidak pernah melakukan pemangkasan
3
· Tanaman kakao dipupuk setelah berumur dua bulan · Tanaman kakao dipupuk pada umur kurang dari dua bulan · Pemupukan tidak memperhatikan umur tanaman
3
· Pengendalian gulma dengan cara manual dan kimiawi · Pengendalian gulma dengan cara manual atau kimiawi saja · Tidak pernah melakukan pengendalian gulma
3
· Selalu menggunakan pisau tajam dengan memotong tangkai buah tepat di batang/cabang yang ditumbuhi buah · Kadang menggunakan pisau tajam dengan memotong
3
2 1
2
1
2
1
2
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tangkai buah tepat di batang/cabang yang ditumbuhi buah · Tidak pernah menggunakan pisau tajam dengan memotong tangkai buah tepat di batang/cabang yang ditumbuhi buah Pengeringan
Sortasi
Pemanfaatan limbah (kulit buah, pulp, dan placenta)
4. Pemasaran hasil
Keaktifan petani dalam melihat perkembangan harga
commit to user
1
· Selalu mengalami proses pencucian terlebih dahulu dan sesuai rekomendasi · Kadang mengalami proses pencucian terlebih dahulu dan kurang sesuai rekomendasi · Tidak pernah mengalami proses pencucian terlebih dahulu dan tidak sesuai rekomendai
3
· Biji yang telah dikeringkan selalu dibedakan atas berat biji, kemurnian, warna, serta jamur · Biji yang telah dikeringkan kadang dibedakan atas berat biji, kemurnian, warna, serta jamur · Biji yang telah dikeringkan tidak pernah dibedakan/disortir
3
· Limbah buah kakao dijual · Limbah buah kakao dimanfaatkan sebagai campuran bahan makanan ternak · Limbah buah kakao tidak dimanfaatkan/dibuang
3 2
· Selalu melihat perkembangan harga · Kadang-kadang melihat perkembangan harga · Tidak pernah melihat perkembangan harga
3
2
1
2
1
1
2 1
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5. Kelembagaan penunjang
Kemampuan petani dalam mengakses pasar
· Tinggi · Sedang · Rendah
3 2 1
Tujuan pemasaran hasil
· Dipasarkan untuk komoditas ekspor · Dijual ke pasar · Dijual kepada tengkulak/pengepul
3
Keaktifan petani dan dalam mencari informasi teknologi budidaya di Dinas Pertanian, Perkebunan/ lembaga lain
· Selalu aktif · Kadang-kadang aktif · Tidak pernah aktif
Keaktifan dalam menjalin hubungan dengan lembaga agribisnis
· Selalu aktif berhubungan dengan lembaga agribisnis · Kadang aktif menjalin hubungan dengan lembaga agribisnis · Tidak pernah aktif menjalin hubungan dengan lembaga agribisnis
Keaktifan petani dalam menjalin hubungan dengan lembaga pemasar
Keaktifan dalam menjalin hubungan dengan anggota kelompok tani
commit to user
· Petani selalu aktif dalam menjalin hubungan dengan lembaga pemasar · Petani kadang aktif dalam menjalin hubungan dengan lembaga pemasar · Petani tidak aktif dalam menjalin hubungan dengan lembaga pemasar · Selalu aktif · Kadang-kadang aktif · Tidak pernah menjalin hubungan
2 1
3 2 1
3 2
1
3
2
1
3 2 1
1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
III. METODE PENELITIAN
A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar penelitian yang digunakan adalah Metode kuantitatif. Penelitian kuantitatif memusatkan pada pengumpulan data yang berupa angkaangka untuk kemudian dianalisis dengan mengggunakan alat-alat analisis kuantitatif yang berupa analisis statistika (deskriptif, parametrik, dan nonparametrik) maupun dengan perhitungan matematika. Penelitian kuantitatif memiliki keunggulan yaitu mampu memberikan penilaian yang lebih obyektif (Mardikanto, 2001). Metode penelitian kuantitatif ini dilakukan dengan teknik survei. Teknik survei dilakukan dengan mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok, pada umumnya data penelitian survei dikumpulkan dari sampel atas populasi untuk mewakili seluruh populasi. Salah satu keuntungan utama dari penelitian ini adalah mungkinnya pembuatan generalisasi untuk populasi yang besar (Singarimbun dan Effendi, 1995). B. Metode Penentuan Lokasi Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive yaitu cara pengambilan sampel dengan sengaja karena alasan-alasan tertentu yang disesuaikan dengan tujuan penelitian (Singarimbun dan Effendi, 1995). Pemilihan Kabupaten Wonogiri sebagai lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) yang didasarkan pertimbangan tertentu karena Kabupaten Wonogiri merupakan kabupaten yang masih memiliki lahan perkebunan kakao yang cukup besar, yaitu seluas 1.064 Hektar. Selain itu di Kabupaten Wonogiri pernah menjadi Proyek Perkebunan Inti Rakyat (PIR) Lokal Kakao Wonogiri yang merupakan pelaksanaan program pembangunan perkebunan melalui pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR) dengan PT. Perkebunan XVIII (Persero) yang telah dilakukan studi kelayakan dengan kesimpulan hasil survey oleh Fakultas Pertanian UGM bahwa daerah commit to user Kabupaten Wonogiri dapat dikembangkan budidaya tanaman komoditi kakao. 35
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penentuan lokasi penelitian di tingkat kecamatan dilakukan secara sengaja (purposive) yaitu di Kecamatan Manyaran. Kecamatan Manyaran dipilih sebagai lokasi penelitian karena Kecamatan Manyaran merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Wonogiri yang saat ini sedang mengembangkan
budidaya
kakao.
Selain
itu,
Kecamatan
Manyaran
merupakan daerah pengembangan kakao yang cukup baik, dengan dilihat dari adanya peningkatan produksi dari tahun ke tahun yang tidak pernah mengalami penurunan produksi. Tabel 3.1 Data Produksi Tanaman Kakao di Kecamatan Manyaran Produksi Jumlah (ton) 1. 2008 2 2. 2009 6 3. 2010 6 Jumlah 14 Sumber: Laporan Tahunan Komoditas Perkebunan No
Tahun
Rata (kg/Ha) 275 413 644 1.332
Dari beberapa desa yang memiliki areal tanaman kakao, dipilih Desa Bero dengan pertimbangan luas areal tanaman kakao Desa Bero menempati urutan pertama dibandingkan desa-desa lain yang terdapat di Kecamatan Manyaran, yaitu dengan luasan 24 Hektar. Tabel 3.2 Data Luas Daerah dan Penggunaan Tanah di Kecamatan Manyaran Luas No Desa Daerah (Ha) 1. Punduhsari 975,705 2. Pagutan 778,125 3. Karanglor 469,742 4. Gunungan 1.241,500 5. Bero 1.395,024 6. Pijiharjo 1.268,515 7. Kepuhsari 1.555,924 Jumlah 7.684,535 Sumber: Monografi tahun 2009
Penggunaan Tanah Sawah Kering (Ha) (Ha) 152 823,705 101 677,125 103 366,742 95 1.146,500 77 1.318,024 130 1.138,515 132 1.423,924 790 6.894,535
C. Populasi Dan Metode Penentuan Sampel commit to user
Luas Areal Tanaman Kakao (Ha) 8 5 3 11 24 55
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Populasi
dalam
penelitian
ini
semua petani yang
adalah
tergabung dalam Kelompok Tani Kakao Ngudi Makmur di Desa Bero Kecamatan Manyaran Kabupaten Wonogiri. Anggota Kelompok Tani Kakao Ngudi Makmur sejumlah 95 orang yang terdiri dari 8 (delapan) dusun, yaitu Dusun Bero sebanyak 47 orang, Dusun Pageyan sebanyak 32 orang, Dusun Jetis sebanyak 8 orang, Dusun Timoyo dan Silir masing-masing sebanyak 2 orang, Dusun Pondok, Gembuk, dan Banasan masing-masing sebanyak 1 orang. Sampel diambil sebanyak 60 petani responden. Penentuan jumlah responden
tiap
sub
populasi
menggunakan
Metode
proportional
random sampling yaitu pengambilan responden dengan menetapkan jumlah tergantung besar kecilnya sub populasi atau kelompok yang
akan
diwakilinya
(Mardikanto,
2001).
Penentuan
jumlah
responden ditentukan dengan rumus :
ni =
nk n N
Keterangan : ni = Jumlah responden dari masing-masing kelompok tani nk = Jumlah petani dari tiap kelompok tani sebagai responden N = Jumlah populasi atau jumlah petani seluruh kelompok tani n = Jumlah petani responden yang diambil sebanyak 60 petani
Tabel 3.3 Jumlah Petani Sampel Kelompok Tani Ngudi Makmur
Dusun Bero Pageyan Jetis Timoyo Silir Pondok Gembuk Banasan
Jumlah Sumber : Data Primer
Jumlah anggota 47 32 8 2 2 2 1 1 95
Jumlah responden 30 20 5 1 1 1 1 1 60
D. Jenis dan Sumber Data commit to user Jenis dan sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
1. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber data pertama di lokasi penelitian atau obyek penelitian. 2. Data sekunder, merupakan data yang diperoleh dari sumber ke dua atau sumber sekunder dari data yang dibutuhkan yaitu dari lembaga yang terkait dengan penelitian (Bungin, 2006).
E. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik sebagai berikut : 1. Wawancara, merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi antara pewawancara dengan responden untuk mendapatkan informasi dengan bertanya secara langsung (Singarimbun dan Effendi, 1995). Wawancara dilakukan dengan petani-petani sebagai responden dalam penelitian ini dan pihak lain yang terlibat. 2. Observasi, pengertian observasi menurut Gulo (2002) adalah teknik pengumpulan data dimana peneliti mencatat informasi sebagaimana yang mereka saksikan selama penelitian. Penyaksian peristiwa-peristiwa bisa dengan melihat, mendengarkan, merasakan, yang kemudian dicatat seobyektif mungkin. Dilakukan untuk memahami data yang berbentuk kegiatan atau perilaku, yaitu dengan cara pengamatan secara langsung terhadap kondisi agribisnis kakao. 3. Pencatatan, teknik pencatatan dilakukan dengan mencatat hasil wawancara pada kuisioner dan mencatat data sekunder dari instansi yang terkait dengan penelitian. Misalnya data monografi dari desa ataupun kecamatan, data produksi tanaman perkebunan dari Dinas Perkebunan.
F. Metode Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengukur persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian dalam upaya pengembangan agribisnis kakao di Desa Bero Kecamatan Manyaran
commit to lebar user interval kelas, yaitu: Kabupaten Wonogiri digunakan rumus
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Lebar interval =
Jumlah
- Jumlah
Skor Tertinggi Banyaknya
kategori
Skor Terendah
jawaban
2. Untuk mengukur pengembangan agribisnis kakao di Desa Bero Kecamatan Manyaran Kabupaten Wonogiri digunakan rumus lebar interval kelas, yaitu: Lebar interval =
Jumlah
- Jumlah
Skor Tertinggi Banyaknya
kategori
Skor Terendah
jawaban
3. Untuk mengetahui derajat tingkat hubungan antara persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian lapang dengan pengembangan agribisnis kakao di Desa Bero Kecamatan Manyaran Kabupaten Wonogiri digunakan analisis korelasi untuk mencari keeratan hubungan antara dua variabel. Uji korelasi menggunakan rank Spearman (rs) yang didukung dengan program SPSS 17,0 for windows. Menurut Siegel (1994), rumus koefisien korelasi jenjang spearman (rs) adalah : N
6å di 2 i =1
rs = 1 Keterangan : rs
N3 - N
= koefisien korelasi rank spearman
N
= jumlah sampel petani
di
= selisih ranking antara faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan adopsi dengan tingkat penerapan budidaya padi organik
Untuk menguji tingkat signifikansi hubungan digunakan uji t karena sampel yang diambil lebih dari 10 (N>10) dengan tingkat kepercayaan 95% dengan rumus (Siegel, 1994) :
t = rs
Dimana :
N -2 1 - ( rs ) 2
commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
N : Jumlah petani sampel rs : Koefisien jenjang spearman Kriteria uji : 1. Jika t hitung ≥ t tabel (α = 0,05), maka H0 ditolak yang berarti berarti ada hubungan yang signifikan antara persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian lapang dengan pengembangan agribisnis kakao di Desa Bero Kecamatan Manyaran Kabupaten Wonogiri. 2. Jika t hitung < t tabel (α = 0,05), maka H0 diterima yang berarti berarti ada hubungan yang tidak signifikan antara persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian lapang dengan pengembangan agribisnis kakao di Desa Bero Kecamatan Manyaran Kabupaten Wonogiri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Dari berbagai analisis data penelitian yang telah dilakukan maka kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Persepsi petani terhadap Peran Penyuluh Pertanian Lapang (PPL) dalam Pengembangan Agribisnis Kakao (Theobroma cacao) di Desa Bero Kecamatan Manyaran Kabupaten Wonogiri adalah sebagai berikut : a. Peran PPL sebagai motivator dalam katagori rendah cenderung sedang. Dari 60 responden, sebanyak 30 responden (50%) menyatakan rendah, sedangkan 28 responden (46,7%) menyatakan sedang. b. Peran PPL sebagai komunikator dalam katagori sedang. Dari 60 responden, sebanyak 48 responden (80%) menyatakan sedang. c. Peran PPL sebagai fasilitator dalam katagori sedang. Dari 60 responden, sebanyak 42 responden (70%) menyatakan sedang. d. Peran PPL sebagai konsultan dalam katagori sedang. Dari 60 responden, sebanyak 34 responden (56,7) menyatakan sedang. 2. Tahap Pengembangan Agribisnis Kakao (Theobroma cacao) di Desa Bero Kecamatan Manyaran Kabupaten Wonogiri adalah sebagai berikut : a. Tahap pemilihan sarana produksi dalam katagori sedang. Dari 60 responden, sebanyak 39 responden (65%) menyatakan sedang. b. Tahap budidaya tanaman dalam katagori tinggi. Dari 60 responden, sebanyak 37 responden (61,7%) menyatakan tinggi. c. Tahap panen dan pasca panen dalam katagori sedang. Dari 60 responden, 30 responden (50%) menyatakan sedang. d. Tahap pemasaran hasil dalam katagori sedang. Dari 60 responden, 38 responden (63,3%) menyatakan sedang. e. Tahap kelembagaan penunjang dalam kategori sedang. Dari 60 responden, 42 responden (70%) menyatakan sedang. commit to user
85
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Hubungan antara persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian lapang sebagai komunikator menunjukkan hubungan yang signifikan dengan pengembangan agribisnis kakao. Sedangkan hubungan antara persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian lapang sebagai motivator, fasilitator dan konsultan menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan pengembangan agribisnis kakao. B. Saran Dari kesimpulan hasil analisis penelitian di Desa Bero diatas maka penulis menyarankan : 1. Peran Penyuluh Pertanian Lapang terhadap pengembangan agribisnis masih kurang baik, hendaknya pelayanan yang diberikan semakin ditingkatkan kualitas maupun kuantitasnya, sehingga petani semakin termotivasi
untuk
melakukan
agribisnis
kakao
dan
melakukan
pengembangan agribisnis lebih baik lagi. 2. Untuk meningkatkan peranannya, hendaknya para penyuluh harus memiliki pengetahuan teknis yang memadai, mampu memecahkan masalah petani, menyampaikan informasi dengan tepat dan lebih menarik. 3. Minimnya kredibilitas Penyuluh Pertanian Lapang, maka para petani tidak perlu lagi menggantungkan kegiatan usahatani atau agribisnis terhadap peran PPL, mereka harus bisa mandiri mengembangkan agribisnisnya tanpa bantuan dari PPL.
commit to user
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden Karakteristik responden yang diteliti dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, usia responden, alamat, pekerjaan, status petani, luas lahan dan pendapatan. Adapun karakteristik responden selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut: Tabel 5.1 Karakteristik Responden No. Identitas Responden 1. Jenis Kelamin a. Laki-laki b. Perempuan Jumlah 2. Usia responden a. Usia produktif b. Usia nonproduktif Jumlah 3. Alamat a. Bero b. Pageyan c. Jetis d. Timoyo e. Silir f. Pondok g. Gembuk h. Banasan Jumlah 4. Pekerjaan a. Utama - Petani - Wiraswasta - PNS - Pensiunan - Lain-lain b. Sampingan - Petani - Peternak - Pedagang - Wiraswasta - Lain-lain Jumlah commit to user
55
Jumlah
Prosentase
52 8 60
86,67 13,33 100
48 12 60
80 20 100
30 20 5 1 1 1 1 1 60
50 33,33 8,33 1,67 1,67 1,67 1,67 1,67 100
42 8 3 4 3
70 13,33 5 6,67 5
18 13 10 2 17 60
30 21,67 16,67 3,33 28,33 100
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5.
6.
7.
Status Petani a. Pemilik penggarap b. Penyewa c. Penyakap d. Buruh tani Jumlah Luas lahan (Ha) a. Tegal - 0,00 – 0,2 - 0,21 – 0,4 Jumlah b. Sawah - 0,00 – 0,2 - 0,21 – 0,4 - > 0,41 Jumlah c. Pekarangan - 0,00 – 0,2 - 0,21 – 0,4 Jumlah Pendapatan/bulan a. 500.000 – 1.000.000 b. > 1.000.001 Jumlah
60 60
100 100
38 22 60
63,33 36,67 100
26 31 3 60
43,33 51,67 5 100
38 22 60
63,33 36,67 100
43 17 60
71,67 28,33 100
Sumber : Analisis Data Primer 2011 1. Jenis Kelamin Responden pada penelitian ini berjumlah 60 orang yang terdiri dari 52 orang responden laki-laki dan 8 orang responden perempuan. Kaum laki-laki berperan lebih dominan dalam mengelola kegiatan usahatani atau agribisnis. Sebagaimana pula peran laki-laki di Desa Bero sebagai manajer dalam usahatani keluarga didukung oleh peran mereka sebagai kepala rumah tangga. Terdapat responden perempuan yang berjumlah 8 orang tersebut merupakan wanita tani yang sudah janda, mereka menjadi penopang ekonomi keluarga dengan berperan sebagai pengelola usahatani atau agribisnis dan sebagai kepala rumah tangga. 2. Usia Responden Umur responden dibedakan menjadi dua yaitu umur yang tergolong produktif (penduduk umur 15-59 tahun) dan umur yang tergolong non commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
produktif (penduduk umur <14 tahun dan penduduk umur >60 tahun). Dalam penelitian ini responden yang tergolong dalam usia produktif lebih banyak dibandingkan dengan jumlah responden yang tergolong dalam usia non produktif. Menurut Soekartawi (2005) makin muda petani biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui, sehingga dengan demikian mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya mereka masih belum berpengalaman dalam soal adopsi inovasi tersebut. Hal ini ditunjukan dengan adanya respon yang baik dari para responden yang mayoritas tergolong dalam usia produktif dalam mengikuti kegiatan budidaya tanaman kakao yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas, sehingga mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan hidupnya. 3. Alamat Responden Petani yang dipilih sebagai responden berasal dari satu kelompok tani yang terdiri dari delapan dusun yang berada di Desa Bero. Responden terbanyak berasal dari Dusun Bero karena anggota dari kelompok tani tersebut paling banyak dalam membudidayakan kakao dibanding dusundusun lain yang ada di Desa Bero. Sedangkan jumlah responden tekecil berasal dari lima dusun, yaitu Dusun Timoyo, Silir, Pondok, Gembuk dan Banasan. Hal ini disebabkan karena anggota-anggota dari dusun tersebut menganggap bahwa budidaya kakao terlalu rumit dan membutuhkan tenaga kerja dan biaya yang lebih besar daripada budidaya padi dan palawija yang biasanya diterapkan oleh petani. 4. Pekerjaan Responden Pekerjaan responden dibedakan menjadi dua, yaitu pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan. Responden yang dipilih merupakan petani yang membudidayakan
kakao,
baik
sebagai
pekerjaan
utama
maupun
sampingan. Pekerjaan utama yang paling banyak ialah sebagai petani sejumlah 42 orang, pekerjaan sampingan yang paling banyak juga sebagai petani yaitu sejumlah 18 orang responden. Responden bekerja di luar to userkebutuhan hidupnya dan rumah kegiatan on farm untukcommit mencukupi
perpustakaan.uns.ac.id
58 digilib.uns.ac.id
tangganya. Mereka bekerja apa saja selama pekerjaan itu halal dan tidak melanggar peraturan serta mampu memberikan pendapatan sampingan ketika dari sektor pertanian tidak mampu mencukupi kebutuhannya. Pekerjaan yang dilakukan oleh responden yaitu sebagai pedagang, peternak, wiraswasta atau buruh industri. 5. Status Petani berdasarkan Penguasaan Lahan Semua responden atau 60 orang responden pada penelitian ini termasuk pada petani yang berstatus sebagai petani pemilik penggarap. Petani yang memiliki lahan sendiri pada umumnya merupakan warisan dari orang tua mereka yang dulunya juga bermata pencaharian sebagai petani. Ketersediaan lahan yang dimiliki sendiri tentunya akan semakin meningkatkan pendapatan hasil usaha tani. Dengan kata lain, petani tidak perlu mengeluarkan biaya sewa lahan selama melakukan usaha tani sehingga pendapatan petani semakin meningkat. 6. Luas Lahan Luas kepemilikan lahan usahatani pada penelitian ini merupakan luas lahan yang dikelola oleh responden dalam mengelola usahataninya. Responden pada penelitian kali ini lahan yang dimiliki oleh responden merupakan lahan milik sendiri yang terdiri dari lahan tegalan, sawah dan pekarangan. Tidak semua petani responden mempunyai ketiga lahan tersebut. Lahan tegalan dan lahan sekitar pekarangan yang dimiliki responden kebanyakan ditanami dengan tanaman kakao ataupun palawija, sedangkan untuk lahan sawah mereka menggantungkan air tadah hujan untuk bisa ditanami padi. Luas lahan yang dimiliki responden sedikitnya juga dapat menambah pendapatan responden sehingga dapat menambah kesejahteraan keluarganya. 7. Pendapatan Responden Pendapatan merupakan faktor yang sangat penting dalam menunjang perekonomian keluarga. Tingkat pendapatan merupakan salah satu indikasi social ekonomi seseorang yang sangat dipengaruhi oleh sumber commit user daya dan kemampuan dalam diritoindividu. Jenis pekerjaan dan tingkat
perpustakaan.uns.ac.id
59 digilib.uns.ac.id
pengeluaran seseorang juga menentukan tingkat kesejahteraan dalam status ekonomi sosial seseorang. Sebesar 43 responden (71,67%) memiliki pendapatan antara kisaran Rp 500.000 – Rp 1.000.000. Selanjutnya sebesar 17 responden (28,33%) memiliki pendapatan antara kisaran > Rp 1.000.001. Pendapatan tersebut diperoleh dari usaha agribisnis maupun non agribisnis, disesuaikan dengan pekerjaan yang mereka lakukan. Selama masih bisa memperoleh pendapatan lebih, mereka akan berusaha untuk mendapatkannya. B. Persepsi Petani terhadap Peran Penyuluh Pertanian Lapang dalam Pengembangan Agribisnis Kakao (Theobroma cacao) Pelaksanaan kegiatan penyuluhan pertanian berkaitan erat dengan tenaga-tenaga penyuluh yang handal agar dapat melaksanakan kegiatan penyuluhan pertanian yang direncanakan. Akan tetapi, peran penyuluh hanya dibatasi pada kewajibannya untuk menyampaikan inovasi dan mempengaruhi sasaran penyuluhan melalui metoda dan teknik-teknik tertentu sampai mereka (sasaran penyuluhan) dengan kesadaran dan kemampuannya sendiri mengadopsi inovasi yang disampaikan. Dalam perkembangannya, peran penyuluh tidak hanya terbatas pada fungsi menyampaikan inovasi dan mempengaruhi proses pengambilan keputusan, akan tetapi, ia harus mampu menjadi jembatan penghubung antara pemerintah atau lembaga penyuluhan yang diwakilinya dengan masyarakat sasaran, maupun untuk menyampaikan umpan balik atau tanggapan masyarakat kepada pemerintah atau lembaga penyuluhan yang bersangkutan (Mardikanto, 1993). Keberhasilan kegiatan penyuluhan tentunya tidak terlepas dari peran para Penyuluh Pertanian Lapang (PPL). Adapun peran PPL yang dimaksud adalah sebagai motivator, sebagai komunikator, sebagai fasilitator dan sebagai konsultan. Untuk mengetahui lebih jauh masing-masing peran tersebut maka bisa dilihat pada uraian dibawah ini : 1. Persepsi Petani terhadap Peran PPL Sebagai Motivator Peran penyuluh sebagai motivator yaitu kemampuan penyuluh commit to user dalam memberikan dorongan pada petani melalui berbagai macam upaya
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
agar petani tergerak berpartisipasi dalam mengembangkan kegiatan agribisnis. Dalam menjadi seorang motivator tentunya penyuluh harus memiliki hubungan yang baik dengan kontak tani dan bahkan dengan para anggota kelompok tani. Hal ini menjadi sangat penting karena pada dasarnya petani akan lebih cepat menerapkan sebuah inovasi yang diperoleh dari orang-orang terdekat mereka. Untuk mengetahui tingkat peran penyuluh pertanian sebagai motivator dapat dilihat dari kontribusi yang telah diberikan penyuluh pertanian kepada petani dalam upaya membangkitkan semangat beragribisnis, dan penyampaian informasi keuntungan beragribisnis yang bertujuan untuk memotivasi petani. Persepsi Petani terhadap Peran PPL sebagai Motivator dinilai menggunakan 5 pertanyaan dengan skor tertinggi 15 dan skor terendah 5, dan lebar interval 3,33. Semakin tinggi motivasi petani untuk beragribisnis kakao maka semakin tinggi pula skor yang diberikan. Untuk mengetahui persepsi petani terhadap Peran PPL sebagai Motivator dapat diketahui dari tabel 5.2 berikut: Tabel 5.2 Persepsi Petani terhadap Peran PPL Sebagai Motivator Skor 3 2 1 Total
Katagori Tinggi Sedang Rendah
Interval 11,68 – 15,00 8,34 – 11,67 5,00 – 8,33
Jumlah (Orang) 2 28 30 60
Prosentase 3,3 46,7 50 100
Sumber : Analisis Data Primer 2011 Berdasarkan Tabel 5.2 menunjukkan bahwa responden pada kategori tinggi sebanyak 2 orang atau sebesar 3,3 %, untuk responden pada kategori sedang sebanyak 28 orang atau sebesar 46,7 %. Sedangkan responden pada kategori rendah sebanyak 30 orang atau sebesar 50 %. Tabel 5.2 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar petani responden atau sebanyak 30 petani mengatakan bahwa peran PPL sebagai Motivator dalam katagori rendah (50%), namun juga cenderung masuk dalam kategori sedang dengan jumlah responden 28 orang (46,7%), hanya selisih 2 orang petani responden. ini berarti bahwa penyuluh pertanian commit Hal to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
belum melaksanakan seluruh tindakan-tindakan yang dapat memotivasi petani untuk mengembangkan agribisnis kakao dengan rekomendasi yang ada. Tindakan-tindakan tersebut yaitu penyuluh kurang memberikan arahan yang spesifik dan jelas sehingga sulit diterima oleh petani, penyuluh tidak pernah memberikan penghargaan ataupun memberikan pelatihan untuk memberikan semangat agar melakukan kegiatan agribisnis yang lebih baik, penyuluh tidak bias memberikan contoh nyata dan kurang membangkitkan semangat dalam manyampaikan keuntungan agribisnis kakao. Rendahnya peran penyuluh pertanian lapang sebagai motivator juga bisa dikarenakan oleh motivasi petani untuk beragribisnis kakao yang timbul dari beberapa dorongan, bukan hanya dari peran penyuluh saja. Misalnya seperti dorongan dalam diri sendiri, orang lain di sekitar atau orang lain yang dianggap penting, serta lingkungan. Dari uraian tersebut di atas terlihat bahwa motivasi petani untuk beragribisnis kakao muncul dari dorongan diri sendiri, orang lain dan lingkungan sekitar, bukan dari dorongan penyuluh pertanian lapang. 2. Perspsi Petani terhadap Peran PPL Sebagai Komunikator Tugas penyuluh sebagai komunikator adalah memilih cara bagaimana sebaiknya mengadakan komunikasi terhadap masyarakat atau sasaran kegiatan penyuluhan yang akan dipengaruhi. Bahasa apa yang harus dipergunakan. Kapan dan dimana mereka berada, serta bentuk apa yang mereka inginkan. Dasar ini harus benar-benar dikuasai, sebab dengan membuat kesalahan dalam proses komunikasi berarti akan membuat kegagalan dalam proses penyuluhan selanjutnya (Samsudin, 1982). Cara berkomunikasi akan menentukan cepat lambatnya atau diterima tidaknya hal-hal yang dianjurkan. Sering seorang penyuluh membuat kesalahan karena tidak memperhatikan bagaimana caranya berkomunikasi yang baik, sehingga berakibat sukarnya petani untuk dipengaruhi
lagi.
Persepsi commitPetani to userterhadap
Peran
PPL
sebagai
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Komunikator dinilai menggunakan 7 pertanyaan dengan skor tertinggi 21 dan skor terendah 7, dan lebar interval 4,67. Untuk mengetahui persepsi petani terhadap Peran PPL sebagai Komunikator dapat diketahui dari tabel 5.3 berikut: Tabel 5.3 Persepsi Petani terhadap Peran PPL Sebagai Komunikator Skor 3 2 1 Total
Katagori Tinggi Sedang Rendah
Interval 16,36 – 21,00 11,68 – 16,35 7,00 – 11,67
Jumlah (Orang) 3 48 9 60
Prosentase 5 80 15 100
Sumber : Analisis Data Primer 2011 Berdasarkan Tabel 5.3 menunjukkan bahwa responden pada kategori tinggi sebanyak 3 orang atau sebesar 5 %, untuk responden pada kategori sedang sebanyak 48 orang atau sebesar 80 %. Sedangkan responden pada kategori rendah sebanyak 9 orang atau sebesar 15 %. Tabel 5.3 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar petani responden atau sebanyak 48 petani mengatakan bahwa peran PPL sebagai Komunikator dalam katagori sedang (80%). Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan penyampaian informasi atau inovasi, dan atau menjadi jembatan penghubung antara petani dengan pihak terkait yang telah dikomunikasikan oleh penyuluh pertanian lapang kurang dapat diterima oleh sebagian petani dan telah terlaksana dengan cukup baik namun kurang jelas dan lengkap. Hal tersebut disebabkan banyak para petani yang tidak mengikuti penyuluhan pertanian secara rutin karena kegiatan penyuluhan dilakukan pada siang hari yang mana waktu siang hari dilakukan untuk melakukan pekerjaan sehari-hari sesuai dengan profesi responden, sehingga informasi yang diperoleh tidak mencakup semua hal yang dibutuhkannya. Para petani lebih mempercayai informasi dan inovasi yang diperoleh dari petani lain yang dianggap berpengalaman dan telah terbukti secara nyata bisa mengembangkan agribisnis kakao.
commit to user
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Persepsi Petani terhadap Peran PPL Sebagai Fasilitator Peran PPL sebagai fasilitator diartikan sebagai tugas yang diharapkan dapat dijalankan oleh penyuluh pertanian dalam melayani kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat binaannya atau memberikan bantuan dalam pelaksanaan suatu proses kegiatan. Persepsi Petani terhadap Peran PPL sebagai Fasilitator dinilai menggunakan 4 pertanyaan dengan skor tertinggi 12 dan skor terendah 4, dan lebar interval 2,67. Untuk mengetahui persepsi petani terhadap Peran PPL sebagai Fasilitator dapat diketahui dari tabel 5.4 berikut: Tabel 5.4 Persepsi Petani terhadap Peran PPL Sebagai Fasilitator Skor 3 2 1 Total
Katagori Tinggi Sedang Rendah
Interval 9,36 – 12,00 6,68 – 9,35 4,00 – 6,67
Jumlah (Orang) 4 42 14 60
Prosentase 6,7 70 23,3 100
Sumber : Analisis Data Primer 2011 Berdasarkan Tabel 5.4 menunjukkan bahwa responden pada kategori tinggi sebanyak 4 orang atau sebesar 6,7 %, untuk responden pada kategori sedang sebanyak 42 orang atau sebesar 70 %. Sedangkan responden pada kategori rendah sebanyak 38 orang atau sebesar 23,3 %. Dari tabel 5.4 diketahui bahwa peran PPL sebagai Fasilitator dikatagorikan sedang yaitu dengan prosentase 70% atau sejumlah 42 petani yang mengkatagorikan sedang. Hal ini dikarenakan memang setiap kali
pertemuan
para
penyuluh
tidak
selalu
bisa
mendampingi,
membimbing bahkan memecahkan setiap masalah yang mereka hadapi. Hal tersebut, dikarenakan keterbatasan jumlah PPL dengan anggota petani yang tidak seimbang. Walaupun dengan keterbatasan tersebut materi yang disampaikan oleh penyuluh dinilai sudah cukup mewakili karena para petani yang kurang paham dengan materi ataupun solusi yang ditawarkan oleh penyuluh biasanya mereka berdiskusi dengan kontak tani atau petani lain yang dianggap mengerti dan mampu membantunya. Secara umum, commit to user petani kakao menyatakan bahwa penyuluh pertanian telah berusaha
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memfasilitasi pengembangan agribisnis kakao, tetapi dirasa masih kurang maksimal. 4. Persepsi Petani terhadap Peran PPL Sebagai Konsultan Peranan penyuluh sebagai konsultan dalam pengembangan agribisnis diartikan dengan kemampuan penyuluh dalam membantu memecahkan masalah atau sekedar memberikan alternatif pemecahan masalah. Peran penyuluh sebagai konsultan disini sangat diperlukan karena para penyuluh selain menjadi agent of change, mereka juga sebagai pihak yang menjembatani antara petani dengan stakeholder atau dinasdinas terkait. Persepsi Petani terhadap Peran PPL sebagai Konsultan dinilai menggunakan 3 pertanyaan dengan skor tertinggi 9 dan skor terendah 3, dan lebar interval 2. Untuk mengetahui persepsi petani terhadap Peran PPL sebagai Konsultan dapat diketahui dari tabel 5.5 : Tabel 5.5 Persepsi Petani terhadap Peran PPL Sebagai Konsultan Skor 3 2 1 Total
Katagori Tinggi Sedang Rendah
Interval 7,02 – 9,00 5,01 – 7,01 3,00 – 5,00
Jumlah (Orang) 5 34 21 60
Prosentase 8,3 56,7 35 100
Sumber : Analisis Data Primer 2011 Berdasarkan Tabel 5.5 menunjukkan bahwa responden pada kategori tinggi sebanyak 5 orang atau sebesar 8,3 %, untuk responden pada kategori sedang sebanyak 34 orang atau sebesar 56,7 %. Sedangkan responden pada kategori rendah sebanyak 21 orang atau sebesar 35 %. Dari tabel 5.5 diketahui bahwa sebagian besar petani responden (34 petani) mengatakan bahwa peran PPL sebagai Konsultan dalam katagori sedang yaitu dengan prosentase 56,7%. Sebagian besar petani responden mengkatagorikan peran PPL sebagai konsultan dalam katagori sedang dengan artian bahwa penyuluh pertanian belum dapat membantu memecahkan masalah pertanian mereka, terutama masalah yang berkaitan dengan agribisnis kakao.
commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Data di lapang menunjukkan bahwa mayoritas petani mengakui bahwa dalam perannya sebagai konsultan, penyuluh pertanian menanggapi dengan baik setiap petani yang ingin berkonsultasi, dan sedapat mungkin membantu
memecahkan
masalah
yang
dihadapi
petani
dengan
memberikan alternatif-alternatif pemecahan masalah. Namun kesempatan berkonsultasi ini hanya ada ketika penyuluh pertanian melakukan kunjungan lapang, ironisnya kunjungan ini sangat jarang dilakukan, yaitu rata-rata 1 – 2 kali dalam satu bulan. Keterbatasan intensitas penyuluhan ini mengakibatkan penyuluh pertanian tidak selalu ada di saat petani ingin berkonsultasi tentang masalah yang dihadapinya sewaktu-waktu. Oleh karena itu, para petani lebih banyak berkonsultasi tentang masalah pertaniannya dengan petani lain atau kontak tani yang dianggap lebih berpengalaman dan mempunyai pengetahuan lebih. 5. Persepsi Petani terhadap Peran PPL secara keseluruhan Setelah penjelasan di atas, untuk selanjutnya dapat diketahui peran penyuluh pertanian lapang menurut persepsi petani secara keseluruhan. Peran penyuluh pertanian lapang secara keseluruhan meliputi peran sebagai motivator, komunikator, fasilitator dan konsultan. Untuk mengetahui persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian secara keseluruhan digunakan 19 pertanyaan menyangkut peran-peran yang telah dijelaskan diatas, dengan skor tertinggi 57, skor terendah 19 dan lebar interval 12,67. Tabel 5.6 Persepsi Petani terhadap Peran PPL secara keseluruhan Skor Katagori 3 Tinggi 2 Sedang 1 Rendah Total
Interval 44,36 – 57,00 31,68 – 44,35 19,00 – 31,67
Jumlah (Orang) 1 44 15 60
Prosentase 1,7 73,3 25 100
Sumber : Analisis Data Primer 2011 Berdasarkan Tabel 5.6 menunjukkan bahwa responden pada kategori tinggi sebanyak 1 orang atau sebesar 1,7 %, untuk responden commit to user pada kategori sedang sebanyak 44 orang atau sebesar 73,3 %. Sedangkan
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
responden pada kategori rendah sebanyak 15 orang atau sebesar 25 %. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa peran penyuluh pertanian lapang menurut persepsi petani dapat dikatakan belum cukup berpengaruh dan tidak begitu diharapkan oleh petani dalam menunjang pengembangan agribisnis kakao. Tanpa adanya penyuluh petanian lapang, petani sudah bisa mengembangkan agribisnis kakao secara mandiri dan bekerja atau bersama-sama saling membantu antar anggota kelompok tani. C. Pengembangan Agribisnis Kakao (Theobroma cacao) di Desa Bero Kecamatan Manyaran Kabupaten Wonogiri 1. Pengembangan Agribisnis pada Tahap Pemilihan Sarana Produksi Sarana produksi pertanian termasuk dalam salah satu subsistem agribisnis yaitu subsistem agribisnis hulu, yakni kegiatan industri dan perdagangan yang menghasilkan sarana produksi pertanian. Pemilihan sarana produksi sangat penting karena mengingat kegiatan yang dilakukan memerlukan sebuah perencanaan dan persiapan awal yang matang sehingga masalah yang timbul tentunya bisa diminimalisir. Dalam pemilihan sarana produksi tentunya diperlukan keterlibatan pihak-pihak terkait seperti PPL, Pengurus kelompok tani, anggota kelompok tani dan beberapa pihak-pihak yang bersangkutan. Pengembangan agribisnis dalam tahap pemilihan sarana produksi dinilai dengan menggunakan 3 pertanyaan dengan skor tertinggi 9 dan skor terendah 3, dan lebar interval 2. Analisis hasil survei mengenai pengembangan agribisnis dalam tahap pemilihan sarana produksi yang telah dilakukan, maka disajikan pada tabel 5.7 berikut : Tabel 5.7 Pengembangan Agribisnis Tahap Pemilihan Sarana Produksi Skor 3 2 1
Katagori Tinggi Sedang Rendah Total
Interval 7,02 – 9,00 5,01 – 7,01 3,00 – 5,00
Jumlah (Orang) 0 39 21 60
Sumber : Analisis Data Primer 2011 commit to user
Prosentase 0 65 35 100
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan Tabel 5.7 menunjukkan bahwa tidak ada responden pada kategori tinggi, untuk responden pada kategori sedang sebanyak 31 orang atau sebesar 65 %. Sedangkan responden pada kategori rendah sebanyak 19 orang atau sebesar 35 %. Data yang tercantum pada tabel 5.7 menunjukkan bahwa kategori tinggi tidak dipilih oleh responden karena tingkatan pemilihan sarana produksi yang kurang baik atau sedang-sedang saja. Sebagian besar petani responden yaitu sebanyak 31 petani atau 65% mengkatagorikan pengembangan agribisnis pada tahap pemilihan sarana produksi dalam katagori sedang. Pada kategori tinggi tidak dipilih bukan dikarenakan petani merasa sarana produksi tidak perlu atau petani malas mencari sarana produksi yang baik, namun hal tersebut disebabkan karena kurang terjangkaunya sarana dan prasarana yang ada dan minimnya modal untuk mencapainya. Kategori sedang menunjukkan bahwa pemilihan sarana produksi oleh petani sudah cukup baik walaupun kadang-kadang masih belum sesuai dengan kriteria yang dianjurkan, dimana criteria yang digunakan merupakan perpaduan antara anjuran penyuluh dengan teori tentang budidaya kakao. 2. Pengembangan Agribisnis pada Tahap Budidaya Tanaman Budidaya tanaman diartikan sebagai bagian dari kegiatan agribisnis yang berhubungan dengan pengolahan lahan untuk menghasilkan produk pertanian yang berkualitas dan berkuantitas yang didasarkan pengelolaan sesuai dengan rekomendasi Dinas Pertanian atau Dinas Perkebunan terkait. Pengembangan Agribisnis pada Tahap Budidaya Tanaman ini dinilai dengan menggunakan 7 pertanyaan dengan skor tertinggi 21 dan skor terendah 7, dan lebar interval 4,67. Dari hasil survei mengenai pengembangan agribisnis pada tahap budidaya tanaman disajikan pada tabel 5.8 sebagai berikut : commit to user
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 5.8 Pengembangan Agribisnis pada Tahap Budidaya Tanaman Skor 3 2 1
Katagori Tinggi Sedang Rendah Total
Interval 16,36 – 21,00 11,68 – 16,35 7,00 – 11,67
Jumlah (Orang) 37 23 0 60
Prosentase 61,7 38,3 0 100
Sumber : Analisis Data Primer 2011 Berdasarkan Tabel 5.8 menunjukkan bahwa responden pada kategori tinggi sebanyak 37 orang atau sebesar 61,7 %, untuk responden pada kategori sedang sebanyak 23 orang atau sebesar 38,3 %. Sedangkan responden pada kategori rendah sebanyak 0 orang atau sebesar 0 %. Data pada Tabel 5.8 diketahui bahwa pengembangan agribisnis pada tehap budidaya tanaman dikatagorikan tinggi yaitu sebanyak 61,7% atau 37 orang mengatakan pengembangan agribisnis pada tahap budidaya tanaman adalah tinggi. Pengembangan agribisnis pada tahap budidaya tanaman dikategorikan tinggi dapat dilihat dari kemampuan ataupun informasi tentang budidaya yang dimiliki oleh para petani sudah memenuhi rekomendasi atau criteria yang disarankan. Mereka melakukan budidaya tanaman secara mandiri dan saling membantu dari para anggota kelompok tani dan atau kontak tani. Tahap budidaya tanaman ini dinilai sebagai tahap yang paling penting dalam pengembangan agribisnis. Hal ini dikarenakan pada tahap ini, baik atau buruknya budidaya tanaman akan terlihat pada saat panen ataupun produktivitasnya. Dengan tahap budidaya yang baik maka akan dihasilkan produk pertanian atau pengembangan agribisnis yang berkualitas dan kuantitas yang memuaskan sehingga diperoleh pendapatan yang cukup tinggi, dan sebaliknya apabila proses budidaya yang buruk maka produktivitasnya juga akan menurun. 3. Pengembangan Agribisnis pada Tahap Panen dan Pasca Panen Tahap pemanenan dapat didefinisikan sebagai kegiatan memetik buah-buahan dari pohon kemudian memecahnya untuk memanfaatkan biji basahyang ada di dalamnya. Sedangkan pada tahap pasca panen diartikan commit to user
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sebagai pengelolaan buah-buahan setelah melalui masa pemetikan dan diolah menjadi produk yang lebih bernilai jual tinggi. Pengembangan agribisnis pada tahap panen dan pasca panen dapat dinilai dengan menggunakan 3 pertanyaan dengan skor tertinggi 9 dan skor terendah 3, dan lebar interval 2. Dari hasil analisis survei dilapangan mengenai pengembangan agribisnis pada tahap panen dan pasca panen disajikan dalam tabel 5.9 sebagai berikut : Tabel 5.9 Pengembangan Agribisnis pada Tahap Panen Dan Pasca Panen Skor 3 2 1
Katagori Tinggi Sedang Rendah Total
Interval 7,02 – 9,00 5,01 – 7, 01 3,00 – 5,00
Jumlah (Orang) 7 30 23 60
Prosentase 11,7 50 38,3 100
Sumber : Analisis Data Primer 2011 Berdasarkan Tabel 5.9 menunjukkan bahwa responden pada kategori tinggi sebanyak 7 orang atau sebesar 11,7 %, untuk responden pada kategori sedang sebanyak 30 orang atau sebesar 50 %. Sedangkan responden pada kategori rendah sebanyak 23 orang atau sebesar 38,3 %. Tabel 5.9 menunjukan bahwa pengembangan agribisnis pada tahap panen dan pasca panen adalah dalam katagori sedang. Sebanyak 30 petani responden atau 50% mengkatagorikan pengembangan agribisnis pada tahap panen dan pasca panen dalam katagori sedang. Hal ini berarti para petani responden sudah menerapkan sistem panen dan pasca panen yang dilakukan cukup baik, dimulai dari proses pemetikan buah, pemecahan buah, pengeringan dan sampai pada sortasi biji yang telah dikeringkan. 4. Pengembangan Agribisnis pada Tahap Pemasaran Hasil Tahap pemasaran merupakan suatu kegiatan yang berhubungan dengan tujuan untuk merencanakan dan menentukan harga sampai dengan mempromosikan dan mendistribusikan barang atau jasa dari tangan produsen sampai pada konsumen. Pengembangan agribisnis pada tahap pemasaran hasil dapat dinilai dengan menggunakan 3 pertanyaan dengan commit to user skor tertinggi 9 dan skor terendah 3, dan lebar interval 2. Dari hasil
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
analisis survei dilapangan mengenai pengembangan agribisnis pada tahap pemasaran hasil disajikan dalam tabel 5.10 sebagai berikut : Tabel 5.10 Pengembangan Agribisnis pada Tahap Pemasaran Hasil Skor 3 2 1
Katagori Tinggi Sedang Rendah Total
Interval 7,02 – 9,00 5,01 – 7, 01 3,00 – 5,00
Jumlah (Orang) 4 38 18 60
Prosentase 6,7 63,3 30 100
Sumber : Analisis Data Primer 2011 Berdasarkan Tabel 5.10 menunjukkan bahwa responden pada kategori tinggi sebanyak 4 orang atau sebesar 6,7%, untuk responden pada kategori sedang sebanyak 38 orang atau sebesar 63,3%. Sedangkan responden pada kategori rendah sebanyak 18 orang atau sebesar 30 %. Pengembangan
agribisnis
pada
tahap
pemasaran
hasil
dikatagorikan sedang yaitu sebanyak 38 petani atau dengan prosentase 63,3%. Pengembangan agribisnis pada tahap pemasaran hasil berada pada kategori sedang dikarenakan para petani responden mengelola agribisnis kakao dari lahan perkebunan rakyat yang mana volume cokelat yang dihasilkan oleh petani masih dalam jumlah kecil dan kualitasnya belum mencapai standar. Maka pemasarannya terbatas dari petani produsen kepada tengkulak ataupun dijual ke pasar saja, belum mencapai pada komoditas ekspor. 5. Pengembangan Agribisnis pada Tahap Kelembagaan Penunjang Kelembagaan penunjang ialah kegiatan aktif maupun pasif dalam menjalin hubungan dengan para pelaku agribisnis dalam rangka untuk memperlancar kegiatan usaha tani. Kelembagaan disini bisa meliputi Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, Lembaga Agribisnis, Lembaga Pemasar, Koperasi, Bank, Kelompok Tani ataupun Gabungan Kelompok Tani. Pengembangan agribisnis pada tahap kelembagaan penunjang dapat dinilai dengan menggunakan 4 pertanyaan dengan skor tertinggi 12 dan skor terendah 4, dan lebar interval 2,67. Pengembangan agribisnis pada commit to user tahap kelembagaan penunjang dapat dilihat pada tabel 5.11 berikut:
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 5.11 Pengembangan Agribisnis pada Tahap Kelembagaan Penunjang Skor 3 2 1
Katagori Tinggi Sedang Rendah Total
Interval 9,36 – 12,00 6,68 – 9,35 4,00 – 6,67
Jumlah (Orang) 5 42 13 60
Prosentase 8,3 70 21,7 100
Sumber : Analisis Data Primer 2011 Berdasarkan Tabel 5.11 menunjukkan bahwa responden pada kategori tinggi sebanyak 5 orang atau sebesar 8,3%, untuk responden pada kategori sedang sebanyak 42 orang atau sebesar 70%. Sedangkan responden pada kategori rendah sebanyak 13 orang atau sebesar 21,7 %. Hasil survei pada Tabel 5.10 di atas menunjukkan bahwa kelembagaan penunjang dalam kategori sedang, yaitu sebanyak 42 orang petani responden (70%). Hal ini menunjukkan bahwa petani sudah cukup aktif dalam menjalin kerjasama baik dengan Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, Penyuluh Pertanian Lapang (PPL), kelompok tani dan koperasi. Bentuk kerjasamanya yaitu, secara aktif baik petani, PPL, maupun Dinas Kehutanan dan Perkebunan secara bersama-sama ikut berpartisipasi
dalam
Gerakan
Nasional
Peningkatan
Produksi,
Produktivitas dan Mutu Kakao di Kabupaten Wonogiri. Kerjasama yang lain yaitu secara mandiri kelompok tani kakao Ngudi Makmur Desa Bero berusaha mengembangkan agribisnis semaksimal mungkin agar dapat mengajukan proposal untuk memperoleh bantuan dalam bentuk sarana produksi, dan akhirnya telah lolos seleksi dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Wonogiri menghasilkan beberapa bantuan, yaitu: pupuk sebanyak 6 ton, gunting sebanyak 20 unit, sprayer sebanyak 4 unit dan uang sebesar Rp 750,00/batang tanaman. 6. Pengembangan Agribisnis pada Tahap Keseluruhan Setelah penjelasan mengenai tahapan pengembangan agribisnis pada masing-masing tahapan kegiatan agribisnis, untuk selanjutnya akan diuraikan tahapan pengembangan commit to user agribisnis secara keseluruhan yang
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
meliputi tahap pemilihan sarana produksi, budidaya tanaman, panen dan pasca panen, pemasaran hasil serta kelembagaan penunjang. Untuk mengetahui tahap pengembangan agrbisnis secara keseluruhan digunakan 20 pertanyaan menyangkut tahap-tahap pengembangan agribisnis yang telah dijelaskan diatas, dengan skor tertinggi 60, skor terendah 20 dan lebar interval 13,33. Tabel 5.12 Pengembangan Agribisnis pada Tahap Keseluruhan Skor 3 2 1
Katagori Tinggi Sedang Rendah Total
Interval 46,68 – 60,00 33,34 – 46,67 20,00 – 33,33
Jumlah (Orang) 6 54 0 60
Prosentase 10 90 0 100
Sumber : Analisis Data Primer 2011 Berdasarkan Tabel 5.12 dapat disimpulkan bahwa pengembangan agribisnis kakao menurut persepsi petani dalam kategori sedang. Dari jumlah 60 responden, sebanyak 54 orang petani (90%) mengatakan kesesuaian teknik pengembangan agribisnis dalam kategori sedang, sebanyak 6 orang petani (10%) dalam kategori tinggi, dan tidak ada responden yang menyatakan pengembangan agribisnis kakao dalam kategori
rendah.
Dengan
demikian
dapat
disimpulkan
bahwa
pengembangan agribisnis kakao di Desa Bero sedang berkembang. Pada mulanya petani ragu-ragu untuk melakukan budidaya atau agribisnis kakao, namun dengan dorongan petani lain dan lingkungan yang mendukung maka mereka memberanikan diri untuk beragribisnis kakao. Petani termotivasi dengan pekerjaan yang lebih ringan bahkan mudah dalam budidaya kakao, dapat menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi dibanding dengan budidaya palawija seperti yang mereka lakukan sebelum beralih pada tanaman kakao. Pada tahun-tahun pertama dan kedua penanaman kakao memang menjadi dilema, karena pada waktu tersebut tanaman kakao belum berbuah dan petani tidak akan mendapat penghasilan sama sekali. Namun semua itu dapat teratasi, pada lahan tanaman kakao yang masih kecil dapat dilakukan tumpangsari seperti commit to user
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
misalnya ditanami palawija. Oleh sebab itu, sebagian besar petani yang mempunyai lahan potensial pada saat ini telah banyak dan sedang gencargencarnya beralih pada tanaman kakao. D. Hasil Uji Hubungan antara Persepsi Petani terhadap Peran Penyuluh Pertanian Lapang dengan Pengembangan Agribisnis Kakao (Theobroma cacao) di Desa Bero Kecamatan Manyaran Kabupaten Wonogiri Pelaksanaan penelitian ini dimaksudkan untuk menguji hubungan antara persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian lapang dengan pengembangan agribisnis kakao di Desa Bero Kecamatan Manyaran Kabupaten Wonogiri. Dalam melakukan analisis ini digunakan perhitungan dengan rumus rank spearman (rs) dengan menggunakan program SPSS 17 for windows. Selanjutnya untuk menguji signifikansi dari nilai rs digunakan dengan uji T yang membandingkan antara thitung dengan ttabel pada toleransi kesalahan yang digunakan adalah 5% atau taraf kepercayaan 95%. Untuk lebih jelasnya mengenai hubungan antara peran penyuluh pertanian lapang terhadap pengembangan agribisnis kakao disajikan pada tabel berikut : Tabel 5.13 Hasil Analisis Rank Spearman Hubungan antara Persepsi Petani terhadap Peran Penyuluh Pertanian Lapang dengan Pengembangan Agribisnis Kakao Variabel X X1 X2 X3 X4
Variabel Y Y1 rs 0,057 0,065 0,171 0,011
Y2 thitung 0,435 0,496 1,322 0,084
rs -0,007 0,055 -0,064 -0,298*
Y3 thitung -0,053 0,420 -0,488 -2,378
rs 0,192 0,310* 0,064 0,063
Y4 thitung 1,490 2,483 0,488 0,481
rs 0,182 0,032 0,149 0,084
Y5 thitung 1,410 0,244 1,148 0,642
rs 0,058 0,125 -0,090 0,301*
thitung 0,442 0,959 -0,688 2,404
Sumber : Analisis Data Primer 2011 Keterangan: X1 = Peran Penyuluh sebagai Motivator
Y1 = Pemilihan Sarana Produksi
X2 = Peran Penyuluh sebagai Komunikator
Y2 = Budidaya Tanaman
X3 = Peran Penyuluh sebagai Fasilitator
Y3 = Panen dan Paska Panen
X4 = Peran Penyuluh sebagai Konsultan
Y4 = Pemasaran Hasil
rs
Y5 = Kelembagaan Penunjang
= Korelasi Rank Spearman
t tabel = 2,000 *
= Signifikan pada a = 0,05
Ytotal = Pengembangan Agribisnis Kakao
commit to user
Ytotal rs thitung 0,150 1,155 0,318* 2,554 0,212 1,652 -0,026 -0,198
perpustakaan.uns.ac.id
74 digilib.uns.ac.id
1. Hubungan Antara Persepsi Petani terhadap Peran Penyuluh Pertanian Lapang Sebagai Motivator (X1) dengan Pengembangan Agribisnis Kakao (Theobroma cacao) (Y) Hasil analisis pada Tabel 5.13 menunjukkan perhitungan statistik non parametrik antara persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian lapang sebagai motivator dengan pemilihan sarana produksi diperoleh nilai rs yaitu sebesar 0,570 dan thitung sebesar 0,435 sehingga dapat dilihat bahwa thitung 0,435 < ttabel 2,000 maka H0 diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan arah yang positif antara peran penyuluh pertanian lapang sebagai motivator dengan pemilihan sarana produksi dalam pengembangan agribisnis kakao. Hasil analisis pada Tabel 5.13 menunjukkan perhitungan statistik non parametrik antara persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian lapang sebagai motivator dengan budidaya tanaman diperoleh nilai rs yaitu sebesar - 0,007 dan thitung sebesar - 0,053 sehingga dapat dilihat bahwa thitung -0,053 < ttabel 2,000 maka H0 diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan arah yang negatif antara peran penyuluh sebagai motivator dengan budidaya tanaman pada pengembangan agribisnis kakao. Hal ini menunjukkan bahwa peran penyuluh pertanian lapang sebagai motivator tidak berhubungan dengan budidaya tanaman pada pengembangan agribisnis kakao, karena para petani melakukan budidaya tanaman secara mandiri dengan dorongan dan bantuan dari petani lain ataupun kontak tani yang dianggap lebih berpengalaman dan mempunyai pengetahuan yang cukup luas serta lingkungan sekitar yang mendukung untuk budidaya tanaman kakao. Hasil analisis pada Tabel 5.13 menunjukkan perhitungan statistik non parametrik antara persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian lapang sebagai motivator dengan panen dan pasca panen diperoleh nilai rs yaitu sebesar 0,192 dan thitung sebesar 1,490 sehingga dapat dilihat bahwa thitung 1,490 < ttabel 2,000 maka H0 diterima, yang artinya tidak terdapat useryang positif antara peran penyuluh hubungan yang signifikancommit dengantoarah
perpustakaan.uns.ac.id
75 digilib.uns.ac.id
sebagai motivator dengan proses panen dan pasca panen dalam pengembangan agribisnis kakao. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya peran penyuluh sebagai motivator tidak berhubungan dengan proses panen dan pasca panen dalam pengembangan agribisnis kakao, karena untuk melakukan proses panen dan pasca panen tidak mensyaratkan motivasi yang diberikan oleh penyuluh, melainkan timbul dari dalam diri seorang petani itu sendiri untuk mengolah hasil pertaniannya. Selama para petani masih melakukan budidaya tanaman maka ia harus melakukan proses pemanenan dan melanjutkan pada proses pasca panen. Hasil analisis pada Tabel 5.13 menunjukkan perhitungan statistik non parametrik antara persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian lapang sebagai motivator dengan pemasaran hasil diperoleh nilai rs yaitu sebesar 0,182 dan thitung sebesar 1,410 sehingga dapat dilihat bahwa thitung 1,410 < ttabel 2,000 maka Ho diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan arah yang positif antara peran penyuluh sebagai motivator dengan pemasaran hasil pada pengembangan agribisnis kakao. Hal ini menunjukkan tinggi rendahnya peran penyuluh sebagai motivator tidak berhubungan dengan pemasaran hasil pada pengembangan agribisnis kakao. Hasil analisis pada Tabel 5.13 menunjukkan perhitungan statistik non parametrik antara persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian lapang sebagai motivator dengan kelembagaan penunjang diperoleh nilai rs yaitu sebesar 0,058 dan thitung sebesar 0,442 sehingga dapat dilihat bahwa thitung 0,442 < ttabel 2,000 maka Ho diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan arah yang positif antara peran penyuluh sebagai motivator dengan kelembagaan penunjang dalam pengembangan agribisnis kakao. Hasil analisis pada Tabel 5.13 menunjukkan perhitungan statistik non parametrik antara persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian commit to user lapang sebagai motivator dengan pengembangan agribisnis kakao
perpustakaan.uns.ac.id
76 digilib.uns.ac.id
diperoleh nilai rs yaitu sebesar 0,150 didapatkan thitung 1,155 < ttabel 2,000 maka H0 diterima. Hal ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan arah yang positif antara peran penyuluh pertanian lapang sebagai motivator terhadap pengembangan agribisnis kakao di Desa Bero. Menurut Suhardiyono (1992) untuk meningkatkan usaha taninya, petani harus mempunyai motivasi yang tinggi. Semakin tinggi motivasi petani, maka pengembangan usaha tani, dalam hal ini pengembangan agribisnis kakao juga akan semakin tinggi. Motivasi petani untuk beragribisnis kakao tidak hanya berasal dari penyuluh saja, tetapi juga dapat berasal dari dorongan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan sekitar. Kenyataan di lapang peran penyuluh pertanian lapang sebagai motivator menurut persepsi petani berada pada kategori rendah cenderung sedang dan pengembangan agribisnis kakao di Desa Bero pada kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan agribisnis kakao di Desa Bero bukan hanya dikarenakan adanya motivasi dari penyuluh pertanian lapang, tetapi lebih dikarenakan pada faktor-faktor lain yang lebih berpengaruh seperti misalnya motivasi dari diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan. 2. Hubungan antara Persepsi Petani terhadap Peran Penyuluh Pertanian Lapang Sebagai Komunikator (X2) dengan Pengembangan Agribisnis Kakao (Theobroma cacao) (Y) Hasil analisis pada Tabel 5.13 menunjukkan perhitungan statistik non parametrik antara persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian lapang sebagai komunikator dengan pemilihan sarana produksi diperoleh nilai rs sebesar 0,065 dengan thitung sebesar 0,496 sehingga dapat dilihat bahwa thitung 0,496 < ttabel 2,000 maka H0 diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan arah yang positif antara peran penyuluh sebagai komunikator dengan pemilihan sarana produksi dalam user ini menunjukkan bahwa tinggi pengembangan agribisniscommit kakao.to Hal
perpustakaan.uns.ac.id
77 digilib.uns.ac.id
rendahnya peran penyuluh pertanian lapang sebagai komunikator tidak berhubungan dengan pemilihan sarana produksi dalam pengembangan agribisnis kakao, karena pemilihan sarana produksi tersebut tergantung oleh selera dan kebutuhan masing-masing petani. Hasil analisis pada Tabel 5.13 menunjukkan perhitungan statistik non parametrik antara persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian lapang sebagai komunikator dengan budidaya tanaman diperoleh nilai rs yaitu sebesar 0,055 dan thitung sebesar 0,420 sehingga dapat dilihat bahwa thitung 0,055 < ttabel 2,000 maka H0 diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan arah yang positif antara peran penyuluh pertanian lapang sebagai komunikator dengan budidaya tanaman pada pengembangan agribisnis kakao. Hal ini menunjukkan bahwa peran penyuluh sebagai komunikator tidak berhubungan dengan budidaya tanaman pada pengembangan agribisnis kakao. Hasil analisis pada Tabel 5.13 menunjukkan perhitungan statistik non parametrik antara persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian lapang sebagai komunikator dengan panen dan pasca panen diperoleh nilai rs yaitu sebesar 0,310* pada dan thitung sebesar 2,483 sehingga dapat dilihat bahwa thitung 2,483 > ttabel 2,000 maka H0 ditolak, yang artinya terdapat hubungan yang signifikan dengan arah yang positif antara peran penyuluh sebagai komunikator dengan proses panen dan pasca panen dalam pengembangan agribisnis kakao. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya peran penyuluh pertanian lapang sebagai komunikator berhubungan dengan proses panen dan pasca panen dalam pengembangan agribisnis kakao, karena untuk melakukan proses panen dan pasca panen membutuhkan informasi dan inovasi-inovasi secara lengkap dan jelas. Informasi dan inovasi-inovasi tersebut sering didapat oleh petani melalui komunikasi dengan para penyuluh pertanian. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi peran penyuluh sebagai komunikator maka semakin tinggi atau baik pula proses panen dan pasca panen yang dilakukan oleh petani. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
78 digilib.uns.ac.id
Hasil analisis pada Tabel 5.13 menunjukkan perhitungan statistik non parametrik antara persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian lapang sebagai komunikator dengan pemasaran hasil diperoleh nilai rs yaitu sebesar 0,032 dan thitung sebesar 0,244 sehingga dapat dilihat bahwa thitung 0,244 < ttabel 2,000 maka H0 diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan arah yang positif antara peran penyuluh pertanian lapang sebagai komunikator dengan pemasaran hasil pada pengembangan agribisnis kakao. Hal ini menunjukkan tinggi rendahnya peran penyuluh pertanian lapang sebagai komunikator tidak berhubungan dengan pemasaran hasil pada pengembangan agribisnis kakao. Karena pada tahap pemasaran hasil, para petani lebih banyak melakukan komunikasi terhadap sesama petani ataupun kepada lembaga pemasar yang dirasa lebih mengerti tentang harga maupun proses pemasarannya. Hasil analisis pada Tabel 5.13 menunjukkan perhitungan statistik non parametrik antara persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian lapang sebagai komunikator dengan kelembagaan penunjang diperoleh nilai rs sebesar 0,125 dan thitung sebesar 0,959 sehingga dapat dilihat bahwa thitung 0,959 < ttabel 2,000 maka H0 diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan arah yang positif antara peran penyuluh pertanian lapang sebagai komunikator dengan kelembagaan penunjang dalam pengembangan agribisnis kakao. Hasil analisis pada Tabel 5.13 menunjukkan perhitungan statistik non parametrik antara persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian lapang sebagai komunikator dengan pengembangan agribisnis diperoleh nilai rs sebesar 0,318* dan thitung sebesar 2,554 sehingga dapat dilihat bahwa thitung 2,554 > ttabel 2,000 maka H0 ditolak. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dengan arah yang positif antara peran penyuluh pertanian lapang sebagai komunikator terhadap pengembangan agribisnis kakao di Desa Bero. Menurut Ajid (2001) semakin tinggi peran penyuluh pertanian commit user lapang sebagai komunikator akan to mempengaruhi usaha petani untuk lebih
perpustakaan.uns.ac.id
79 digilib.uns.ac.id
produktif dalam mengembangkan usaha taninya. Berdasarkan analisis data di lapang, peran penyuluh pertanian lapang sebagai komunikator berada dalam kategori sedang dan pengembangan agribisnis kakao di Desa Bero juga menunjukkan nilai yang sedang, sehingga apabila penyuluh menyampaikan informasi atau inovasi secara lengkap dan jelas (baik), maka para petani dapat melakukan pengembangan agribisnis kakao secara maksimal. 3. Hubungan antara Persepsi Petani terhadp Peran Penyuluh Pertanian Lapang Sebagai Fasilitator (X3) dengan Pengembangan Agribisnis Kakao (Theobroma cacao) (Y) Hasil analisis pada Tabel 5.13 menunjukkan perhitungan statistik non parametrik antara persepsi petani terhadap peran penyuluh sebagai fasilitator dengan pemilihan sarana produksi diperoleh nilai rs yaitu sebesar 0,171 dan thitung sebesar 1,322 sehingga dapat dilihat bahwa thitung 1,322 < ttabel 2,000 maka H0 diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan arah yang positif antara peran penyuluh pertanian lapang sebagai fasilitator dengan pemilihan sarana produksi dalam pengembangan agribisnis kakao. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya peran penyuluh pertanian lapang sebagai fasilitator tidak berhubungan dengan pemilihan sarana produksi dalam pengembangan agribisnis kakao, karena walaupun peran penyuluh pertanian lapang sebagai fasilitator dalam kategori tinggi belum tentu mempengaruhi pemilihan sarana produksi yang digunakan oleh petani. Hasil analisis pada Tabel 5.13 menunjukkan perhitungan statistik non parametrik antara persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian lapang sebagai fasilitator dengan budidaya tanaman kakao diperoleh nilai rs yaitu sebesar - 0,064 dan thitung sebesar - 0,488 sehingga dapat dilihat bahwa thitung - 0,488 < ttabel 2,000 maka H0 diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan arah yang negatif antara peran penyuluh pertanian lapang sebagai komunikator dengan budidaya tanaman commit to user pada pengembangan agribisnis kakao. Hal ini menunjukkan bahwa peran
perpustakaan.uns.ac.id
80 digilib.uns.ac.id
penyuluh pertanian lapang sebagai fasilitator tidak berhubungan dengan budidaya tanaman pada pengembangan agribisnis kakao, karena para petani melakukan budidaya tanaman secara mandiri dengan fasilitas dan bantuan dari diri sendiri, petani lain ataupun kontak tani yang dianggap lebih berpengalaman dan mempunyai pengetahuan yang cukup luas serta lingkungan sekitar yang mendukung untuk budidaya tanaman kakao. Hasil analisis pada Tabel 5.13 menunjukkan perhitungan statistik non parametrik antara persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian lapang sebagai fasilitator dengan panen dan pasca panen diperoleh nilai rs yaitu sebesar 0,dan thitung sebesar 0,488 sehingga dapat dilihat bahwa thitung 0,488 < ttabel 2,000 maka H0 diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan arah yang positif antara peran penyuluh sebagai fasilitator dengan proses panen dan pasca panen dalam pengembangan agribisnis kakao. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya peran penyuluh sebagai motivator tidak berhubungan dengan proses panen dan pasca panen dalam pengembangan agribisnis kakao, karena pada proses panen dan pasca panen petani melakukannya sendiri tanpa difasilitasi oleh penyuluh. Hasil analisis pada Tabel 5.13 menunjukkan perhitungan statistik non parametrik antara persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian lapang sebagai fasilitator dengan pemasaran hasil diperoleh nilai rs yaitu sebesar 0,149 dan thitung sebesar 1,148 sehingga dapat dilihat bahwa thitung 1,148 < ttabel 2,000 maka H0 diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan arah yang positif antara peran penyuluh pertanian lapang sebagai fasilitator dengan pemasaran hasil pada pengembangan agribisnis kakao. Hal ini menunjukkan tinggi rendahnya peran penyuluh sebagai fasilitator tidak berhubungan dengan pemasaran hasil pada pengembangan agribisnis kakao. Hasil analisis pada Tabel 5.13 menunjukkan perhitungan statistik non parametrik antara persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian commitkelembagaan to user lapang sebagai fasilitator dengan penunjang diperoleh nilai r
s
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yaitu sebesar - 0,090 dan thitung sebesar - 0,688 sehingga dapat dilihat bahwa thitung -0,688 < ttabel 2,000 maka H0 diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan arah yang negatif antara peran penyuluh pertanian lapang sebagai fasilitator dengan kelembagaan penunjang dalam pengembangan agribisnis kakao. Dengan arah yang negatif tersebut, menunjukkan bahwa semakin rendah peran penyuluh sebagai fasilitator maka semakin tinggi faktor kelembagaan penunjang. Hal ini dikarenakan kurangnya intensitas penyuluh sebagai fasilitator atau pendamping maka para petani akan semakin sering mencari informasi, inovasi maupun bantuan lain kepada kelembagaan penunjang Hasil analisis pada Tabel 5.13 menunjukkan perhitungan statistik non parametrik antara persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian lapang sebagai fasilitator dengan pengembangan agribisnis diperoleh nilai rs yaitu sebesar 0,212 dan thitung sebesar 1,652 sehingga dapat dilihat bahwa thitung 1,652 < ttabel 2,000 maka H0 diterima. Hal ini menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan arah yang positif antara peran
penyuluh
pertanian
lapang
sebagai
fasilitator
terhadap
pengembangan agribisnis kakao di Desa Bero. Adanya peran penyuluh pertanian lapang sebagai fasilitator akan dapat memperlancar proses komunikasi kelompok petani sehingga dapat memecahkan masalah. Dalam hal ini masyarakat petani kakao dapat mengatasi permasalahan dan meningkatkan kegiatan agribisnisnya dibantu oleh penyuluh pertanian dalam melayani kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat atau memberikan bantuan dalam pelaksanaan suatu proses kegiatan agribisnis. 4. Hubungan antara Persepsi Petani terhadap Peran Penyuluh Pertanian Lapang Sebagai Konsultan (X4) dengan Pengembangan Agribisnis Kakao (Theobroma cacao) (Y) Hasil analisis pada Tabel 5.13 menunjukkan perhitungan statistik non parametrik antara persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian commitpemilihan to user sarana produksi diperoleh nilai lapang sebagai konsultan dengan
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
rs yaitu sebesar 0,011 dan thitung sebesar 0,084 sehingga dapat dilihat bahwa thitung 0,084 < ttabel 2,000 maka H0 diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan arah yang positif antara peran penyuluh pertanian lapang sebagai konsultan dengan pemilihan sarana produksi dalam pengembangan agribisnis kakao. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya peran penyuluh pertanian lapang sebagai konsultan tidak berhubungan dengan pemilihan sarana produksi dalam pengembangan agribisnis kakao, karena dalam memilih sarana produksi, para petani tidak perlu berkonsultasi kepada penyuluh. Mereka memilih dengan selera, kebutuhan, dan kemampuan masing-masing. Hasil analisis pada Tabel 5.13 menunjukkan perhitungan statistik non parametrik antara persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian lapang sebagai motivator dengan budidaya tanaman diperoleh nilai rs yaitu sebesar - 0,298* dan thitung sebesar - 2,378 sehingga dapat dilihat bahwa thitung - 2,378
> ttabel 2,000 maka H0 ditolak, yang artinya terdapat
hubungan yang signifikan dengan arah yang negatif antara peran penyuluh pertanian lapang sebagai konsultan dengan budidaya tanaman pada pengembangan agribisnis kakao. Dengan arah yang negatif tersebut, menunjukkan bahwa semakin rendah peran penyuluh pertanian sebagai konsultan, maka semakin tinggi budidaya tanaman dalam pengembangan agribisnis kakao. Hal ini menunjukkan bahwa peran penyuluh pertanian lapang sebagai konsultan berhubungan dengan budidaya tanaman pada pengembangan agribisnis kakao, karena para petani melakukan budidaya tanaman secara mandiri dan apabila mengalami kesulitan dalam melakukan budidaya tanaman, mereka lebih memilih berkonsultasi atau minta bantuan dari petani lain ataupun kontak tani yang dianggap lebih berpengalaman dan mempunyai pengetahuan yang cukup luas serta lingkungan sekitar yang mendukung untuk budidaya tanaman kakao. Hasil analisis pada Tabel 5.13 menunjukkan perhitungan statistik non parametrik antara persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian commit panen to userdan pasca panen diperoleh nilai r lapang sebagai konsultan dengan
s
perpustakaan.uns.ac.id
83 digilib.uns.ac.id
yaitu sebesar 0,063 dan thitung sebesar 0,481 sehingga dapat dilihat bahwa thitung 0,481 < ttabel 2,000 maka H0 diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan arah yang positif antara peran penyuluh sebagai konsultan dengan proses panen dan paska panen dalam pengembangan agribisnis kakao. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya peran penyuluh pertanian lapang sebagai konsultan tidak berhubungan dengan proses panen dan pasca panen dalam pengembangan agribisnis kakao, karena untuk melakukan proses panen dan pasca panen tidak mensyaratkan konsultasi kepada penyuluh, melainkan timbul dari dalam diri seorang petani itu sendiri untuk mengolah hasil pertaniannya. Selama para petani masih melakukan budidaya tanaman maka ia harus melakukan proses pemanenan dan melanjutkan pada proses paska panen. Dapat disimpulkan bahwa tinggi atau rendahnya peran penyuluh pertanian lapang sebagai konsultan tidak berhubungan pada baik atau buruknya proses panen dan pasca panen. Hasil analisis pada Tabel 5.13 menunjukkan perhitungan statistik non parametrik antara persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian lapang sebagai konsultan dengan pemasaran hasil diperoleh nilai rs yaitu sebesar 0,084 dan thitung sebesar 0,642 sehingga dapat dilihat bahwa thitung 0,642 < ttabel 2,000 maka H0 diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan arah yang positif antara peran penyuluh pertanian lapang sebagai konsultan dengan pemasaran hasil pada pengembangan agribisnis kakao. Hal ini menunjukkan tinggi rendahnya peran penyuluh sebagai konsultan tidak berhubungan dengan pemasaran hasil pada pengembangan agribisnis kakao. Hasil analisis pada Tabel 5.13 menunjukkan perhitungan statistik non parametrik antara persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian lapang sebagai konsultan dengan kelembagaan penunjang diperoleh nilai rs yaitu sebesar 0,301* dan thitung sebesar 2,404 sehingga dapat dilihat bahwa thitung 2,404 > ttabel 2,000 maka H0 ditolak, yang artinya terdapat useryang positif antara peran penyuluh hubungan yang signifikancommit dengantoarah
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pertanian lapang sebagai konsultan dengan kelembagaan penunjang dalam pengembangan agribisnis kakao. Semakin tinggi para petani berkonsultasi dengan penyuluh, maka semakin sering atau tinggi pula mereka menjalin hubungan dengan kelembagaan penunjang. Karena penyuluh pertanian lapang mempunyai banyak relasi yang memungkinkan dapat menjadi pertimbangan untuk tempat berkonsultasi pada permasalahan yang dihadapi. Hasil analisis pada Tabel 5.13 menunjukkan perhitungan statistik non parametrik antara persepsi petani terhadap peran penyuluh pertanian lapang sebagai konsultan dengan pengembangan agribisnis diperoleh nilai rs sebesar - 0,026 dan thitung sebesar -0,198 sehingga dapat dilihat bahwa thitung - 0,198 < ttabel 2,000 maka H0 diterima. Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan dengan arah yang negatif antara peran penyuluh pertanian lapang sebagai konsultan terhadap pengembangan agribisnis kakao di Desa Bero. Dengan arah yang negatif tersebut, menunjukkan bahwa semakin rendah peran penyuluh sebagai konsultan, maka semakin tinggi pengembangan agribisnis kakao. Berdasarkan teori yang ada, semakin tinggi peran penyuluh sebagai konsultan akan banyak memberikan alternatif untuk membantu pemecahan masalah (Nasution, 1990) sehingga petani dapat lebih meningkatkan pengembangan agribisnis kakao. Namun kenyataan yang ada di lapang menunjukkan bahwa peran penyuluh pertanian lapang sebagai konsultan berada pada kategori sedang yang cenderung rendah, dalam hal ini peran penyuluh pertanian lapang sebagai konsultan kurang berpartisipasi aktif membantu petani dalam melaksanakan kegiatan agribisnis kakao. Namun pengembangan agribisnis kakao berada pada kategori sedang.
commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
A. Keadaan Wilayah 1. Letak Geografis dan Keadaan Topografi Daerah Desa Bero merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Manyaran Kabupaten Wonogiri yang terdiri dari 13 Rukun Warga, 32 Rukun Tetangga dan 12 Dusun yaitu Dusun Bero, Dusun Jetis Kidul, Dusun Jetis Lor, Dusun Pucanganom, Dusun Silir, Dusun Pondok, Dusun Gembuk, Dusun Kopen, Dusun Banasan, Dusun Pageyan, Dusun Gayam dan Dusun Timoyo. Jarak dari barat ke timur ± 4 Km, jarak dari utara ke selatan ± 6 km, jarak ke ibukota kecamatan yaitu ± 4 km dan jarak dari ibu kota kecamatan ke ibukota Kabupaten Wonogiri ± 24 km. Adapun batas-batas wilayahnya adalah sebagai beikut : a. Sebelah Utara
: Kecamatan Selogiri
b. Sebelah Timur
: Kecamatan Wuryantoro
c. Sebelah Selatan
: Desa Pijiharjo dan Desa Pulutan Kulon
d. Sebelah Barat
: Desa Gunungan
Desa Bero merupakan daerah dataran tinggi, dengan tinggi 238 m di atas permukaan laut. Rata-rata curah hujan dalam satu tahun yaitu 2.400 mm. Jumlah bulan hujan di Desa Bero yaitu enam bulan, dengan suhu rata-rata harian 34°C sehingga Desa Bero berpotensi baik untuk budidaya tanaman perkebunan seperti kakao. 2. Luas Wilayah dan Tata Guna Lahan Luas wilayah merupakan potensi yang dimiliki masyarakat yang dapat
dimanfaatkan
secara
optimal.
Tata
guna
lahan
dapat
menggambarkan sejauh mana penduduk di suatu wilayah dapat mendayagunakan luas lahan yang ada agar lebih bermanfaat bagi masyarakat setempat. Desa Bero memiliki luas wilayah sebesar 1.395 Ha, yang terdiri dari tanah sawah seluas 77 Ha dan tanah kering seluas 1.318 Ha. Adapun user berikut: pembagian tata guna lahancommit adalah tosebagai 41
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.1. Luas Lahan Desa Bero menurut Penggunaan Tanah No Penggunaan lahan 1. Tanah sawah a. Irigasi teknis b. Irigasi ½ Teknis c. Tadah hujan Jumlah 2. Tanah kering a. Pekarangan/ bangunan b. Tegalan/ kebunan c. Padang gembala Jumlah 3. Lain-lain (sungai, jalan, kuburan, dll) Jumlah Total
Luas (Ha)
Presentase (%)
51,75 7,90 17,35 77
3,71 0,57 1,24 5,52
538 725 2 1.165 53
38,56 51,97 0,14 90,67 3,81
1.395
100,00
Sumber : Data Monografi Desa Bero Tahun 2010 Lahan yang berada di Desa Bero dimanfaatkan oleh penduduk dalam berbagai bentuk, sehingga lahan yang ada bisa memberikan keuntungan tersendiri bagi penduduk. Berdasarkan tabel 4.1, mengenai luas lahan Desa Bero menurut penggunaan tanah, dapat diketahui bahwa luas keseluruhan lahn yang ada di Desa Bero adalah 1.395 Ha. Berdasarkan hasil presentase, sebesar 90,67 % lahan yang di Desa Bero merupakan lahan kering. Penggunaan lahan kering ini pun bermacam-macam, seperti pemanfaatan sebagai pekarangan/bangunan, tegalan/kebunan serta sebagai padang gembala. Penggunaan lahan untuk tegalan dan kebunan merupakan yang paling besar, yaitu seluas 725 Ha atau sebesar 51,97 %. Pemanfaatan tanah kering lainnya adalah sebagai pekarangan atau bangunan seluas 538 Ha atau sebesar 38,56 % dan dimanfaatkan sebagai padang gembala seluas 2 Ha atau sebesar 0,14 %. Tanah kering yang tidak dimanfaatkan sebagai bangunan, dimanfaatkan kegunaannya sebagai tegalan/ kebunan yang biasanya ditanami dengan tanaman sampingan seperti buah, sayur atau tanaman tahunan. Sedangkan pemanfaatan tanah kering lainnya yaitu sebagai padang gembala,commit penduduk Desa Bero mayoritas mempunyai to user
perpustakaan.uns.ac.id
43 digilib.uns.ac.id
ternak, dari penggunaan lahan tersebut penduduk mempunyai tambahan penerimaan. Tanah sawah yang berada di Desa Bero seluas 77 Ha atau sebesar 5,52 %. Luas lahan yang dimanfaatkan sebagai tanah sawah lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan lahan sebagai tanah kering. Hal ini bisa dikarenakan antara lain bervariasinya mata pencaharian penduduk di Desa Bero, tidak hanya di bidang pertanian akan tetapi di bidang perdagangan, jasa serta sektor industri. Pemanfaatan lahan untuk lahan sawah antara lain ciri-ciri tanahnya gembur, tidak berpasir, dan tidak mengalami penggenangan air, hasilnya bisa ditanami tanaman pangan misalnya padi, jagung, umbi-umbian disamping sayur-sayuran. Tanah sawah di Desa Bero dibagi menjadi tiga yaitu sawah irigasi teknis, irigasi setengah teknis dan tadah hujan. Irigasi teknis berarti sawah yang memperoleh pengairan dimana saluran pemberi terpisah dari saluran pembuang agar penyediaan dan pembagian irigasi dapat sepenuhnya diatur dan diukur dengan mudah. Jaringan seperti ini biasanya terdiri dari saluran induk, sekunder dan tersier. Irigasi teknis disini berarti saluran pengairan yang ada, seperti sungai-sungai sudah dalam kedaan primer atau semua sisi sungai sudah dilapisi dengan semen. Saluran irigasi ini dibuat dengan alasan agar air yang mengalir dari bendungan maupun dari sumur tidak habis meresap ke dalam tanah. Adapun jenis irigasi sederhana atau saluran tersier, di mana semua sisi pada saluran air belum dilapisi dengan semen. Semua sisi di saluran tersier masih berupa tanah, contohnya seperti saluran irigasi di sawahsawah. Adapun persentase terbanyak pemanfaatan lahan sawah dengan menggunakan irigasi teknis seluas 51,75 Ha atau sebesar 3,71 %, irigasi setengah teknis seluas 7,90 Ha atau sebesar 0,57 % dan tadah hujan seluas 17,35 Ha atau sebesar 1,24 %. Dari data tersebut menunjukan adanya sinergi yang baik antara pemerintah daerah setempat dengan masyarakat khususnya petani dalam commitsumber to user daya alam melalui pembuatan mengelola dan memanfaatkan
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
irigasi teknis serta pemeliharaannya oleh petani untuk dikelola, dengan adanya pembuatan saluran irigasi ini, akan mengurangi hambatanhambatan dalam bertani khususnya dalam sistem irigasi. Saluran teknis maupun setengah teknis sangat membantu petani dalam mengelola usahataninya, sehingga air tidak semakin habis meresap ke dalam tanah ketika mengalir menuju persawahan, dan petani tidak banyak kehilangan air atau juga harus menyewa diesel yang berarti menambah biaya operasional usahataninya. Pemanfaatan tanah di Desa Bero tidak hanya untuk tanah kering dan tanah sawah, akan tetapi terhitung pula kebutuhan penggunaan lahan untuk keperluan lain-lain, seperti sungai, jalan, tempat pemakaman dan kebutuhan lainnya. Pemanfaatan lahan untuk lain-lain seluas 53 hektar atau sebesar 3,81 %. Luasnya lahan yang tersedia untuk kebutuhan lainlain merupakan suatu bentuk fasilitas dari pemerintah setempat untuk mendukung pelayanan kepada masyarakat. B. Keadaan Penduduk Keadaan penduduk di suatu daerah erat hubungannya dengan kondisi sosial ekonomi di daerah tersebut. Berikut adalah data keadaan penduduk Desa Pucangan menurut umur dan jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan mata pencaharian. Adapun penjelasan secara lebih rinci yaitu sebagai berikut: 1. Keadaan Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Keadaan
penduduk
menurut
umur
dapat
digunakan
untuk
mengetahui besarnya Angka Beban Tanggungan (ABT) di suatu wilayah, sedangkan keadaan penduduk menurut jenis kelamin dapat digunakan untuk mengetahui besarnya Sex Ratio atau perbandingan antara jumlah penduduk laki-kaki dan perempuan. Adapun besarnya jumlah penduduk menurut umur dan jenis kelamin yaitu sebagai berikut:
commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.2. Jumlah Penduduk menurut Umur dan Jenis Kelamin di Desa Bero Tahun 2010 Kelompok Umur (th)
Laki-laki (Jiwa)
Perempuan (Jiwa)
0-4 5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-39 40-49 50-59 60 + Jumlah
188 218 265 321 518 450 332 221 176 260 2.949
181 211 256 310 499 434 321 214 169 250 2.845
Jumlah (L+P) (Jiwa) 369 429 521 631 1.017 884 653 435 345 510 5.794
Presentase (%) 6,37 7,40 9,00 10,90 17,55 15,26 11,27 7,50 5,95 8,80 100,00
Sumber: Data Monografi Desa Bero Tahun 2010 Keterangan:
L = laki-laki P = perempuan
Dari tabel 4.2, mengenai jumlah penduduk menurut umur dan jenis kelamin di Desa Bero tahun 2010, menunjukkan bahwa presentase penduduk terbesar yaitu pada usia 20-24 tahun, yaitu sebesar 17,55 % atau sejumlah 1.017 jiwa. Umur 20-24 tahun tergolong dalam usia produktif dalam pengertian secara umum memiliki fisik dan mental untuk mampu bekerja atau berproduktivitas, sehingga diharapkan dengan penduduk yang sudah memasuki usia produktif akan mampu memberikan kontribusi terhadap pembangunan sosial, ekonomi, dan budaya khususnya di Desa Bero. Penduduk yang berusia 60 tahun atau lebih dari 60 tahun sejumlah 510 jiwa atau sebesar 8,80 %. Usia tersebut termasuk dalam kategori usia non produktif, sehingga kisaran usia tersebut akan menurunkan kemampuan fisik dan mental untuk mampu bekerja, dengan demikian penduduk dengan kelompok umur tersebut menjadi beban tanggungan bagi kelompok usia produktif. Jumlah usia produktif yaitu penduduk dengan kelompok usia 15-59 tahun adalah 3.965 jiwa, sedangkan usia non commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
produktif yaitu penduduk dengan kelompok usia 0-14 dan 60 tahun ke atas sebesar 1.829 jiwa. Angka beban tanggungan (ABT) di Desa Bero adalah sebagai berikut: ABT = =
Jumlah Penduduk Usia Non Pr oduktif x100 Jumlah Penduduk Usia Pr oduktif 1.829 x100 = 46,13 3.965
= 46 Dari analisis perhitungan ABT di atas dapat diketahui bahwa nilai ABT sebesar 46,13~46 artinya dari 100 penduduk usia produktif menanggung 46 penduduk usia non produktif. Menurut Mantra (2003), tingginya
ABT
(Angka
Beban
Tanggungan)
merupakan
faktor
penghambat pembangunan ekonomi, karena sebagian dari pendapatan yang diperoleh oleh golongan produktif terpaksa harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan mereka yang belum produktif atau sudah tidak produktif. Berdasarkan analisis Angka Beban Tanggungan di Desa Bero tahun 2010 menunjukkan angka sebesar 46, hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dikatakan cukup. Jumlah penduduk yang produktif atau bekerja lebih banyak daripada jumlah penduduk yang non produktif atau tidak bekerja sehingga penduduk yang produktif harus mampu memenuhi kebutuhannya sendiri maupun kebutuhan bagi usia non produktif yang menjadi tanggungan mereka, baik kebutuhan primer maupun kebutuhan yang lain. Penduduk usia non produktif di Desa Bero umumnya sudah menjadi tanggungan dalam keluarga masing-masing, sehingga hal ini tidak begitu mempengaruhi tingkat kesejahteraan penduduk dari jumlah penduduk usia non produktif atau usia lansia. Keadaan penduduk menurut jenis kelamin berdasarkan pada tabel 4.2 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk laki-laki sebesar 2.949 jiwa commit to user perempuan sebesar 2.845 jiwa (50,90%), sedangkan jumlah penduduk
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(49,10%). Data komposisi jumlah penduduk pada tabel 4.2 dapat digunakan untuk menghitung nilai Sex Ratio (SR). Rumus Sex Ratio (SR) yaitu : SR = =
S penduduk laki - laki X 100 S penduduk perempuan 2.949 X 100 2.845
= 103,65 ~ 104 Angka rasio jenis kelamin (Sex Ratio) pada umumnya dinyatakan sebagai perbandingan jumlah laki-laki per 100 perempuan. Rasio jenis kelamin (Sex Ratio) di Desa Bero sebesar 104. Hal ini menunjukkan bahwa dalam 100 penduduk perempuan terdapat 104 penduduk laki-laki. Apabila angka SR (Sex Ratio) di bawah 100, maka dapat menimbulkan berbagai masalah, dimana berarti di wilayah tersebut kekurangan penduduk laki-laki, sehingga berakibat terjadinya kekurangan tenaga kerja laki-laki untuk melaksanakan pembangunan atau masalah lain yang berhubungan dengan perkawinan. Hal ini dapat terjadi apabila di suatu daerah banyak penduduk laki-laki yang meninggalkan daerah atau kematian banyak terjadi pada penduduk laki-laki (Mantra, 2003). Angka sex ratio dapat digunakan untuk mengetahui jumlah tenaga kerja yang tersedia. Pada umumnya, pekerjaan di bidang pertanian lebih banyak peran kaum laki-laki, namun tidak menutup kemungkinan kaum perempuan juga berperan dalam bidang pertanian. Umumnya kaum perempuan lebih banyak berperan dalam hal menggarap lahan sawah dengan kecenderungan melakukan pekerjaan yang lebih ringan dari pekerjaan kaum laki-laki, antara lain dengan menanam, menyebar benih dan memelihara tanaman (mencabuti gulma). Tenaga kerja wanita di Desa Bero tidak hanya di sektor pertanian saja melainkan di beberapa sektor seperti industri, pedagang, dan wiraswasta. commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Keadaan Penduduk menurut Tingkat Pendidikan Pendidikan merupakan faktor penting dalam menunjang kelancaran pembangunan. Masyarakat yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi akan mudah untuk mengadopsi suatu inovasi baru sehingga akan memperlancar proses
pembangunan.
Sebaliknya masyarakat
yang
memiliki tingkat pendidikan rendah akan sulit untuk mengadopsi suatu inovasi baru sehingga dalam hal ini akan mempersulit pembangunan. Tingkat pendidikan di suatu wilayah menjadi cerminan seberapa berkembangnya wilayah tersebut, karena biasanya penduduk dengan tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima dan menganalisis suatu inovasi. Orang yang berpendidikan cenderung berpikir lebih rasional dan umumnya cenderung menerima adanya pembaharuan. Keadaan penduduk di Desa Bero menurut pendidikan dapat dilihat dalam tabel berikut ini: Tabel 4.3. Keadaan Penduduk menurut Tingkat Pendidikan di Desa Bero No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Jenjang Pendidikan Jumlah (Jiwa) Tidak sekolah 628 Belum tamat SD 434 Tidak tamat SD 1.036 Tamat SD 1.113 Tamat SLTP 1.013 Tamat SLTA 844 Tamat Akademi/ Perguruan 102 Tinggi Jumlah 5.170 Sumber: Data Monografi Desa Bero Tahun 2010
Presentase (%) 12,15 8,39 20,04 21,53 19,59 16,32 1,97 100,00
Berdasarkan tabel 4.3 mengenai keadaan penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Bero menunjukkan bahwa sejumlah 628 jiwa atau sebesar 12,15 % yang tidak menempuh pendidikan sama sekali atau tidak bersekolah. Penduduk yang belum tamat SD sebesar 8,39 %, tidak tamat SD sebesar 20,04 %, tamat SD sebesar 21,53 %, tamat SLTP sebesar 19,59 %, tamat SLTA sebesar 16,32 %, dan tamat Akademi/ Perguruan Tinggi sebesar 1,97 %. Dari data tersebut, dapat diketahui bahwa tingkat commitBero to user pendidikan penduduk Desa dapat dikatakan sedang, karena
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
rendahnya presentase penduduk yang tidak bersekolah. Banyaknya penduduk yang menyadari kebutuhan akan pentingnya pendidikan, akan membuat penduduk untuk menyelesaikan pendidikan sampai tingkat yang tinggi. Tingkat pendidikan masyarakat yang tinggi, akan berpengaruh terhadap sikap mereka terhadap perubahan dalam hal sosial, budaya dan ekonomi serta adanya inovasi yang berkembang di tengah masyarakat. 3. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian Mata pencaharian penduduk di suatu wilayah dipengaruhi oleh ketersediaan Sumber Daya Alam, ketersediaan jumlah lapangan pekerjaan, serta kondisi sosial ekonomi penduduk di wilayah tersebut yang meliputi umur, tingkat pendidikan, ketrampilan, modal dan sebagainya. Jenis mata pencaharian
yang ditekuni penduduk
akan
menunjukkan tingkat
kesejahteraannya dan kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan hidup. Berikut adalah gambaran penduduk menurut mata pencaharian: Tabel 4.4. Keadaan Penduduk menurut Mata Pencaharian di Desa Bero No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Mata pencaharian Jumlah (Jiwa) Petani 1.978 Buruh tani 445 Buruh/swasta 293 Pegawai negeri 69 Pengrajin 270 Pedagang 552 Peternak 4 Nelayan 3 Montir 5 ABRI 3 Pensiunan 41 Dokter 1 Pengusaha 28 Jumlah 3.692 Sumber: Data Monografi Desa Bero Tahun 2010
Presentase (%) 53,58 12,05 7,94 1,87 7,31 14,95 0,11 0,08 0,14 0,08 1,11 0,03 0,76 100,00
Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa penduduk di Desa Bero, sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani yaitu sejumlah 1.978 jiwa atau sebesar 53,58 %. Penduduk yang bekerja sebagai pedagang sebesar 14,95 %, sedangkan penduduk yang bekerja sebagai commit to user buruh tani sebesar 12,05 % dan penduduk yang bekerja sebagai buruh
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
petani sebesar 4,16 %. Penduduk di Desa Bero memiliki mata pencahariaan yang beraneka ragam, antara lain petani, buruh tani, buruh/swasta, PNS, pengrajin, pedagang, peternak, nelayan, montir, ABRI, pensiunan, dokter dan pengusaha. Berdasarkan persentase tersebut, dapat disimpulkan bahwa mata pencaharian dalam sektor pertanian masih memegang peranan utama bagi masyarakat di Desa Bero dalam mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Banyaknya penduduk yang bekerja di sektor pertanian disebabkan karena adanya sumber daya alam yang potensial yang mampu mendukung pelaksanaan kegiatan usahatani di wilayah Desa Bero. Sumber daya alam tersebut berupa tanah yang subur untuk bercocok tanam serta lokasi yang dekat dengan sumber mata air. Selain itu juga disebabkan adanya budaya dan sikap mental penduduk yang menganggap bahwa petani adalah mata pencaharian turun temurun dari generasi ke generasi. C. Keadaan Pertanian dan Peternakan Keadaan pertanian di suatu wilayah dapat menjadi indikator kemampuan suatu wilayah dalam mencukupi kebutuhan pangan penduduk di wilayah tersebut. Kemampuan tersebut tentunya harus didukung oleh tersedianya lahan usaha tani yang potensial, teknologi yang medukung, serta sumber daya manusia yang memadai untuk mengolah lahan usaha tani secara optimal. 1. Luas Areal Panen dan Produksi Tanaman Utama Tanaman pangan merupakan tanaman utama yang dibudidayakan oleh penduduk di suatu wilayah untuk mencukupi kebutuhan pangan pokok di wilayah tersebut. Luas areal panen dan produksi tanaman pangan di suatu wilayah dapat menggambarkan potensi yang dimiliki oleh wilayah tersebut untuk menghasilkan makanan pokok untuk penduduk. Adapun luas panen dan produksi tanaman pangan di Desa Bero yaitu sebagai berikut:
commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.5. Luas Panen dan Produksi Tanaman Utama di Desa Bero No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jenis tanaman Padi Jagung Ketela pohon Ketela rambat Kacang tanah Kacang kedelai Cabe Bawang merah Jumlah
Luas (Hektar) 150 175 570 0 210 450 1 1 1.557
Hasil (ton/Ha) 4,3 3,5 5 0 3,5 2,5 3 3 18,8
Sumber: Data Monografi Desa Bero Tahun 2010 Prioritas komoditas yang dibudidayakan oleh penduduk di suatu wilayah dapat dipengaruhi oleh kebiasaan penduduk di wilayah tersebut serta tingkat kebutuhan penduduk terhadap suatu komoditas tertentu. Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa luas panen terbesar yaitu pada tanaman ketela pohon dengan produksi rata-rata 5 ton per hektar. Hal ini dapat menunjukkan bahwa tanaman ketela pohon menjadi prioritas utama untuk dibudidayakan petani. Selain itu, yang menjadi komoditas yang juga dibudidayakan di Desa Bero antara lain padi, jagung, kacang tanah, kedelai, cabe dan bawang merah. Komoditas ini bisa dikatakan sebagai komoditas sampingan, karena hanya dalam luasan yang tidak terlalu luas pembudidayaannya. Sementara itu, di Desa Bero tidak ditanam komoditas untuk buah dan sayur, mungkin hal ini dikarenakan oleh kebiasaan dari petani yang selalu menanam tanaman pangan (khususnya padi). 2.
Kondisi Peternakan Peternakan di Desa Bero diusahakan petani sebagai tabungan atau usaha sampingan. Hewan ternak dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan gizi seperti daging dan telur yang merupakan sumber protein hewani. Hewan ternak dapat dimanfaatkan tenaganya dalam kegiatan usahatani seperti kerbau yang digunakan untuk membajak sawah. Selain itu, kotoran ternak juga dapat dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk commit user memiliki beragam hewan ternak. kandang atau pupuk organik. DesatoBero
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berikut merupakan data hewan beserta jumlahnya yang ada di Desa Pucangan: Tabel 4.6. Ternak dan Unggas di Desa Bero No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Jenis ternak/ unggas (ekor) Sapi Kerbau Kambing Kuda Babi Ayam Bebek Jumlah
Jumlah (ekor) 810 17 1.800 0 0 9.200 20 11.847
Sumber: Data Monografi Desa Bero Tahun 2010 Berdasarkan Tabel 4.6 di atas dapat dilihat bahwa terdapat berbagai macam hewan yang diternakkan di Desa Bero. Ayam merupakan jenis ternak yang paling banyak. Hal ini dikarenakan ayam merupakan jenis ternak yang memang dikembangkan dengan tujuan sebagai usaha sampingan. Produk ayam baik berupa telur dan daging sangat disukai oleh masyarakat. Telur ayam merupakan bahan protein hewani yang mudah diperoleh dan digemari masyarakat umumnya. Kambing dan sapi juga banyak dikembangkan oleh penduduk Desa Bero. Jenis ternak-ternak tersebut selain dapat merupakan tabungan bagi pemiliknya, kotorannya dapat digunakan dalam budidaya usahatani yaitu dapat dibuat pupuk. D. Keadaan Sarana Perekonomian Sarana perekonomian merupakan penunjang dalam perekonomian sekaligus mempermudah pemenuhan kebutuhan sehari-hari masyarakat. Kegiatan perdagangan atau jual beli dapat menjadi mudah dengan adanya sarana perekonomian seperti pasar. Sarana perekonomian dapat pula menunjang pendapatan penduduk dan dapat menyerap tenaga kerja di suatu wilayah. Adapun sarana perekonomian di Desa Bero yaitu sebagai berikut:
commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.7. Sarana Perekonomian di Desa Bero No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Sarana Perekonomian
Jumlah 1 33 12 3 2 71 2 1 1 95 12
Pasar Koperasi Industri Kerajinan Industri Alat Rumah Tangga Industri Bahan Bangunan Toko/ swalayan Angkutan Usaha Peternakan Usaha Perikanan Usaha Perkebunan Kelompok Simpan Pinjam
Sumber: Data Monografi Desa Bero Tahun 2010 Berdasarkan tabel 4.7 yang berasal dari data monografi Desa Bero tahun 2010, dapat diketahui bahwa sarana perekonomian yang terbanyak yaitu berupa usaha perkebunan yaitu sebanyak 95 unit. Pada urutan kedua yaitu terdapat toko/ swalayan sebanyak 71 unit, dan pada ururan ketiga yaitu usaha koperasi sebanyak 33 unit. Toko/ swalayan yang ada di Desa Bero meliputi toko kelontong, alat tulis, listrik, alat pertanian, bangunan, dan lain-lain yang berfungsi untuk menyediakan kebutuhan hidup sehari-hari, kebutuhan sarana produksi, modal produksi, serta pemasaran hasil produksi. Dengan adanya berbagai sarana perekonomian tersebut diharapkan dapat meningkatkan laju perekonomian masyarakat. Desa Bero juga memiliki kelompok simpan pinjam sebanyak 12 unit. Adanya kelompok simpan pinjam ini, dapat membantu masyarakat yang ada di Desa Bero untuk bisa mendapatkan kredit pinjaman modal maupun digunakan untuk menabung. Kelompok simpan pinjam ini dirasa sangat membantu perekonomian di Desa Bero. Dengan adanya berbagai sarana perekonomian
di
Desa
Bero
diharapkan
perekonomian masyarakat.
commit to user
dapat
meningkatkan
laju
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
E. Gambaran Umum Agribisnis Kakao di Desa Bero Berawal pada tahun 1990 terdapat mahasiswa Fakultas Pertanian UGM melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Nyata di Desa Bero. Mereka melakukan penelitian terhadap faktor tanah dan faktor iklim apakah daerah tersebut cocok untuk ditanami kakao. Dan hasilnya menyatakan bahwa Desa Bero mempunyai potensi lahan yang cocok untuk ditanami kakao. Saat itu juga, ada perusahaan
yang membantu mensponsori
penanaman
kakao
dengan
memberikan bantuan berupa bibit kakao kepada petani yang bersedia membudidayakan. Banyak petani yang tertarik dengan bantuan tersebut, petani menanam bibit kakao pada lahan pekarangan dan tegalan. Namun tidak banyak petani yang mampu bertahan dengan budidaya tanaman kakao tersebut, mereka berpikir jika menanam kakao selama 3 – 5 tahun pertama tidak akan mendapatkan hasil apapun sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari karena pada rentang waktu tersebut tanaman kakao belum berproduksi/berbuah. Oleh sebab itu, banyak para petani yang mencabut atau tidak jadi menanam kakao dan tetap pada budidaya tanaman palawija, hanya sebagian kecil saja yang masih bertahan dengan kakao. Petani yang masih bertahan dengan tanaman kakao pada saat ini sudah dapat menikmati hasilnya. Waktu, tenaga dan biaya untuk budidaya kakao ternyata lebih kecil dan pendapatan lebih besar dibanding dengan budidaya palawija. Sehingga pada tahun-tahun 2005 banyak para petani yang tergiur untuk membudidayakan tanaman kakao lagi. Untuk mengatasi biaya selama kakao belum menghasilkan buah, pada lahan kakao tersebut bisa dilakukan tumpangsari dengan tanaman palawija sehingga petani masih memperoleh penghasilan, dan apabila tanaman kakao sudah besar atau berbuah secara rutin maka tidak perlu lagi dilakukan tumpangsari. Sudah tersebar dan sudah banyaknya petani yang membudidayakan kakao maka pada tahun 2009 dibentuklah Kelompok Tani Kakao Ngudi Makmur di Desa Bero. Dan perkembangan agribisnis di Desa Bero pada saat ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan. commit to user