perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
EVALUASI PENGANGGARAN KEUANGAN DAERAH DENGAN ANALISIS STANDAR BELANJA (ASB) TAHUN ANGGARAN 2010 (Studi Kasus : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ngawi)
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan Perencanaan Wilayah dan Keuangan Daerah
Oleh :
RAHADIYAN PRASANA PUTRA S4209076
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN SURAKARTA commit to user 2012
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
EVALUASI PENGANGGARAN KEUANGAN DAERAH DENGAN ANALISIS STANDAR BELANJA (ASB) TAHUN ANGGARAN 2010 (Studi Kasus : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ngawi)
Disusun oleh : RAHADIYAH PRASANA PUTRA S4209076
Telah disetujui oleh Pembimbing Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Evi Gravitiani, SE, M.Si NIP.19730605 200912 2 001
Drs. Mulyanto, ME NIP.19680623 199302 1 001
Ketua Program Studi Megister Ekonomi dan Studi Pembangunan
Dr. AM. SUSILO, M.Sc NIP. 19590328 198803 1 001 commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
EVALUASI PENGANGGARAN KEUANGAN DAERAH DENGAN ANALISIS STANDAR BELANJA (ASB) TAHUN ANGGARAN 2010 (Studi Kasus : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ngawi)
Disusun oleh : RAHADIYAH PRASANA PUTRA S4209076
Telah disetujui oleh Tim Penguji Pada tanggal :
Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Ketua Tim Penguji
Dr. Yunastiti Purwaningsih, MP
Pembimbing Utama
Dr. Evi Gravitiani, SE, M.Si
Pembimbing Pendamping
Drs. Mulyanto, ME
Mengetahui Direktur PPs UNS
Ketua Program Studi Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S NIP. 19610717 198601 1 001
Dr. AM. Susilo, M.Sc NIP. 19590328 198803 1 001
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERYATAAN
Yang bertandatangan di bawah ini : Nama
: RAHADIYAN PRASANA PUTRA
NIM
: S4209076
Program Studi
: Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan
Konsentrasi
: Perencanaan Wilayah dan Keuangan Daerah
Menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil karya sendiri dan bukan merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain. Demikian surat pernyataan ini saya buat sebenar-benarnya.
Ngawi, April 2012 Tertanda,
RAHADIYAN PRASANA PUTRA
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO Mendapat kepercayaan itu mudah, yang lebih mudah lagi menghancurkan,tapi yang sulit adl membina dan menjaga kepercayaan itu.
Berbuat kesalahan adl hal yang biasa.Tetapi memperbaiki semua kesalahan adl hal yang sangat luar biasa.
Hidup ini akan menjadi penuh arti, apabila mempunyai arti / manfaat untuk orang lain.
Usaha tanpa do’a itu “SOMBONG”, do’a tanpa usaha itu “SIA-SIA”
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSEMBAHAN Seiring rasa syukurku, karya ini Kupersembahkan untuk :
PAPA RACHMAD SUPRASONO & MAMA SUBIYATI TERCINTA Sebagai ungkapan trimakasih & tanda baktiku kepada kedua orang tuaku..
Mas Agus, Mbak Nilam serta Kel.Besarku di bidang Prasarana Wilayah Bappeda Kab. Ngawi Sebuah tanggung jawab yg besar untukku..thx bt dispensasi waktu, bantuan, support & do’anya slama ni..(maaf kalau sering ijin meninggalkan kantor,,karena harus konsul tesis ke solo)
Seseorang yg selalu mengisi ruang hatiku NURUL IZZATI Istriqu tercinta Mkch ats cinta & sygmu slama ni..Mkch tlah mendampingiku dengan sabar saat suka & duka, karna kamu aku bisa.......
Sahabat & teman2ku tercinta Yang slalu mendo’akanku & membantuku dlm sgala hal..
Almamater yg kubanggakan Dan untuk waktu yang telah mengubahku menjadi lebih baik.....
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Ngawi selama ini menerapkan sistem pendekatan incremental dan line item. Penerapan dari pendekatan tersebut mengakibatkan ditemukannya pengalokasian dana yang tidak efisien dan efektif. Hal ini dapat dilihat dari terjadinya overfinancing dan underfinancing dalam pelaksanaan suatu kegiatan. Penyusunan APBD berbasis kinerja menjadi sebuah keharusan di daerah, karena dengan menggunakan anggaran kinerja tersebut, maka anggaran daerah akan lebih transparan, adil, dan dapat dipertanggungjawabkan. Salah satu instrumen yang diperlukan untuk menyusun anggaran daerah dengan pendekatan kinerja adalah Analisis Standar Belanja (ASB). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan belanja rata-rata dengan model regresi linier sederhana Analisis Standar Belanja (ASB), menghitung nilai minimum dan maksimum anggaran belanja, serta menghitung prosentase alokasi belanja pada masing-masing objek belanja. Berdasarkan analisa data dan pembahasan diperoleh persamaan regresi linier sederhana dengan ASB untuk anggaran belanja : Y = 9.417.170,19 + 203.298,09 X dimana Y adalah total anggaran, sedangkan X adalah cost driver. nilai minimum dan maksimum belanja kegiatan forum komunikasi atau koordinasi pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) tahun anggaran 2010 dari model regresi untuk masing-masing kelompok Analisis Standar Belanja (ASB) adalah sebagai berikut : belanja rata-rata sebesar Rp. 70.000.000,00 belanja minimum sebesar 59.371.325,70, dan belanja maksimum sebesar 80.628.674,30. Berdasarkan prosentase alokasi belanja dapat diketahui bahwa kegiatan koordinasi di Badan Perencanaan Pembangungan Kabupaten Ngawi, dapat diketahui 40% pelaksanaan anggaran keuangannya dalam kondisi underfinance, 20% wajar dan 40% lagi overfinance. Kata Kunci : Analisis Standar Belanja, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Preparation of Budget Ngawi District during this incremental approach to implementing the system and the line item. Implementation of these approaches lead to the discovery of an inefficient allocation of funds and effective. It can be seen from the over financing and under financing in the implementation of an activity. Performance-based budgeting become a necessity in the area, due to the use of the performance budget, the budget should be more transparent, equitable, and accountable. One of the instruments required to prepare local budgets with the performance approach is ASB (Standard Analysis of Expenditure). This study aims to obtain avarage budget with a simple linear regression model Standard Analysis of Expenditure (ASB), calculate the minimum and maximum budget, and calculate the percentage allocation of expenditure in each expenditure object. Based on data analysis and discussion of a simple linear regression equation obtained by ASB for the budget: Y = 9.417.170.19 + 203.298,09X where Y is the total budget, while X is a cost driver. the minimum and maximum spending a forum for communication or coordination of activities at the Regional Planning Board fiscal year 2010 from the regression model for each group of the Standard Analysis of Expenditure (ASB) is as follows: avarage budget of 70.000.000,00, a minimum budget of 59,371,325.70, and the budget maximum 80,628,674.30. Based on the percentage allocation of expenditure can be seen that the coordination of activities in the District Development Planning Agency Ngawi, it can be seen 40% of budgetary finances in underfinanced conditions, 20% fair and 40% more over finance. Keywords: Analysis of Standard Spending, Revenue and Expenditure Budget
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji
syukur
Alhamdulilah
penulis
panjatkan
kehadirat
Allah
Subhanahuwata’ala, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulisan tesis ini adalah merupakan salah satu syarat guna memperoleh derajat sarjana S-2 pada Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Program Pascasarjana Magister Ekonomi dan Studi Pembangunan Surakarta yang berjudul “Evaluasi Penganggaran Keuangan Daerah Dengan Analisis Standar Belanja Tahun Anggaran 2010 (Studi Kasus: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ngawi). Berkenaan
dengan
penulisan
penelitian
tesis
ini,
penulis
ingin
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya untuk bantuan dan dukungan dari banyak pihak yang telah memungkinkan selesainya penyusunan maupun penyajian tesis ini, kepada : 1. Dr. AM. Susilo M.Sc, selaku Ketua Program Studi Megister Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta staf yang telah setia mendukung kegiatan perkuliahan sampai dengan proses penyusunan tesis ini; 2. Ibu Dr. Evi Gravitiani, SE, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Pertama dan Bapak Drs. Mulyanto, ME selaku Dosen Pembimbing Kedua. Terima kasih banyak atas waktu,
kesabaran, ketelatenan, informasi, arahan, serta
bimbingan yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini;
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Bapak / Ibu dosen Program Studi Megister Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan tambahan ilmu dan wawasan serta motivasi kepada penulis; 4. Istriku tercinta Nurul Izzati yang dengan penuh kesabaran telah berkorban demi keberhasilan penulis dalam mengikuti pendidikan; 5. Kedua orang tuaku, mertuaku dan saudara-saudaraku yang telah memberikan dorongan moral kepada penulis untuk dapat menyelesaikan studi; 6. Rekan-rekan mahasiswa seangkatan Program Studi Megister Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membantu memberikan berbagai informasi, motivasi dan saran-saran kepada penulis selama menempuh studi; 7. Teman-teman di Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi Bidang Prasarana Wilayah Bapak Setu Riyanto, Dodik, Udin, Mbak Ninik, Nita, Diyah, Yayuk, Putri dan Khususnya kepada Kepala Sub. Bidang Permukiman dan Prasarana Bappeda Kabupaten Ngawi Ibu Kusumawati Nilam S.S.Si, Kepala Sub. Bidang Tata Ruang, Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Hidup Bappeda Kabupaten Ngawi Bapak Agus
Sutopo, S.STP, MT. Terima kasih banyak telah membantu penulis dalam memperoleh data-data penelitian.
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Akhirnya Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari berbagai pihak akan diterima dengan senang hati demi sempurnanya tesis ini. Penulis berharap semoga tesis ini bisa bermanfaat dan dapat dikembangkan lagi sebagai dasar oleh para peneliti ke depan.
Ngawi,
April 2012 Peneliti
RAHADIYAN PP
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN ...............................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ..............................
iv
MOTTO ..................................................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN ...............................................................
vi
ABSTRAK ..............................................................................................
vii
ABSTRACT ..............................................................................................
viii
KATA PENGANTAR ............................................................................
ix
DAFTAR ISI ............................................................................................
xii
DAFTAR TABEL ...................................................................................
xv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
xvii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
xviii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................
1
A. Latar Belakang ........................................................................
1
B. Perumusan Masalah ................................................................
8
C. Tujuan Penelitian ....................................................................
9
D. Manfaat Penelitian ..................................................................
10
BAB. II TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................
12
A. Landasan Teori ........................................................................
12
1. Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ......
12
commit to user 2. Jenis Sistem Penganggaran Keuangan Daerah ..................
14
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Prinsip-prinsip Penganggaran APBD.................................
19
4. Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran (PPA) .................................................................
21
5. Fungsi Anggaran Daerah ...................................................
27
6. Siklus Perencanaan Anggaran Daerah ...............................
29
7. Pengertian Analisis Standar Belanja (ASB).......................
30
8. Landasan Hukum Analisis Standar Belanja (ASB) ...........
31
9. Prinsip Dasar Penyusunan ASB .........................................
35
10. Peranan ASB Dalam Penyusunan Anggaran .....................
35
11. Anggaran Berbasis Kinerja ................................................
38
B. Studi Terdahulu .......................................................................
43
C. Kerangka Pemikiran Penelitian ...............................................
47
BAB. III METODE PENELITIAN ..........................................................
49
A. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ...................................
49
B. Lokasi Penelitian…………………………………………….
50
C. Jenis dan Sumber Data……………………………………….
50
D. Metode Pengumpulan Data......................................................
51
E. Definisi Operasional Variabel Penelitan .................................
51
F. Metode Analisis Data ..............................................................
54
1. Belanja rata-rata..................................................................
55
2. Batas Minimum dan Maksimum Belanja............................
56
3. Prosentase Alokasi Belanja................................................ .
57
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Prosentase Alokasi Belanja rata-rata............................. ..
57
b. Prosentase Alokasi Belanja Minimum.......................... ..
57
c. Prosentase Alokasi Belanja Maksimum........................ ..
58
4. Kewajaran Anggaran...........................................................
58
BAB. IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ................................
56
A. Kondisi Umum Kabupaten Ngawi ...........................................
56
1. Kondisi Geografis ..............................................................
56
2. Pemerintahan Daerah............................................................
62
3. Demografi (Kependudukan) ..............................................
65
4. Pendidikan..........................................................................
67
5. Mata Pencaharian ...............................................................
69
6. Struktur Usia Penduduk .....................................................
72
7. Pendapatan Per Kapita Daerah ...........................................
72
B. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ngawi
76
1. Kondisi Umum Bappeda Kabupaten Ngawi ......................
76
2. Struktur Organisasi Bappeda Kabupaten Ngawi ...............
77
3. Renstra dan Prioritas Program Renstra Bappeda ...............
80
C. Analisa Data dan Pembahasan. ................................................
81
1. Belanja Rata-rata ................................................................
81
2. Penghitungan Nilai Minimum dan Maksimum Belanja ....
87
3. Penghitungan Prosentase Alokasi Belanja ........................
89
4. Klasifikasi Kewajaran Belanja Dalam Suatu Kegiatan Dengan Menggunakan Model ASB ................................... commit to user
xiv
92
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
D. Pembahasan 1. Belanja Rata-rata ................................................................
94
2. Nilai Minimum dan Maksimum Belanja ...........................
95
3. Prosentase Alokasi Belanja ................................................
96
4. Klasifikasi Kewajaran Belanja Dalam Suatu Kegiatan Dengan Menggunakan Model ASB……………………. ..
97
BAB. V PENUTUP ....................................................................................
99
A. Kesimpulan .............................................................................
99
B. Saran ......................................................................................
101
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
103
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1
Ringkasan APBD Kabupaten Ngawi Tahun 2010 ...................
7
Tabel 4.1
Penduduk Kabupaten Ngawi menurut Hasil Sensus Penduduk
66
Tabel 4.2
Penduduk Akhir Tahun 2010 Menurut Jenis Kelamin.............
67
Tabel 4.3
Jumlah Tenaga Kerja Industri Kecil/Kerajinan Rumah Tangga Menurut Subsektor Industri ........................................
70
Tabel 4.4
PDRB menurut Lapangan Usaha (2005-2009) (milyar rupiah)
74
Tabel 4.5
Anggaran KUA-PPA................................................................
81
Tabel 4.6
Perincian Anggaran Program Kerjasama Pembangunan antar Wilayah Tahun 2010 ................................................................
Tabel 4.7
Perincian Anggaran Program Perencanaan Pembangunan Ekonomi Tahun 2010 ...............................................................
Tabel 4.8
82
Perincian Anggaran Program Perencanaan Sosial Budaya Tahun 2010 ..............................................................................
Tabel 4.9
82
83
Perincian Anggaran Program Perencanaan Pembangunan Bidang Prasarana Wilayah Tahun 2010 ...................................
83
Tabel 4.10 Perincian Anggaran Program Perencanaan Pembangunan Bidang Prasarana Wilayah Tahun 2010 ...................................
84
Tabel 4.11 Perincian Anggaran Kelompok ASB forum komunikasi atau koordinasi Bappeda Tahun 2010..............................................
84
Tabel 4.12 Cost driver dan Output kegiatan Koordinasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tahun 2010 ..................... commit to user
xvi
85
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN Tabel 4.13 Pehitungan persamaan regresi sederhana (Model ASB) ..........
86
Tabel 4.14 Perhitungan Kekeliruan Baku Tafsiran ....................................
88
Tabel 4.15 Prosentase Alokasi Belanja Rata-rata ......................................
89
Tabel 4.16 Prosentase Alokasi Belanja Minimum .....................................
90
Tabel 4.17 Prosentase Alokasi Belanja Maksimum ...................................
91
Tabel 4.18 Prosentase Batas Belanja .........................................................
92
Tabel 4.19 Klasifikasi Kewajaran Belanja .................................................
89
commit to user
xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Penelitian ............................................
48
Gambar 4.1
Peta Kabupaten Ngawi ..........................................................
60
Gambar 4.2
Rata-rata Curah Hujan/Bulan di Kabupaten Ngawi ..............
61
Gambar 4.3
Prosentase Luas Lahan Sawah di Kabupaten Ngawi Menurut Jenis Pengairannya .................................................
Gambar 4.4
Prosentase Luas Lahan Bukan Sawah di Kabupaten Ngawi Menurut Penggunaannya.......................................................
Gambar 4.5
64
Jumlah Anggota DPRD Kabupaten Ngawi Berdasarkan Jenis Kelamin tahun 2010......................................................
Gambar 4.8
63
Jumlah Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemkab Menurut Golongan Kepangkatan Tahun 2010................... ...
Gambar 4.7
62
Jumlah Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemkab Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2010........................... .
Gambar 4.6
62
64
Jumlah Anggota DPRD Kabupaten Ngawi Berdasarkan Tingkat Pendidikan tahun 2010.............................................
65
Perkembangan Jumlah Murid di Kabupaten Ngawi .............
68
Gambar 4.10 Perkembangan Tenaga Kerja Kabupaten Ngawi ..................
71
Gambar 4.11 Penduduk Kabupaten Ngawi Menurut Golongan Umur...... .
72
Gambar 4.9
Gambar 4.12 Distribusi Prosentase PDRB atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Ngawi .................................................................. commit to user
xviii
74
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN Gambar 4.13 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Ngawi ...................
75
Gambar 4.14 Struktur Organisasi Bappeda Kabupaten Ngawi ..................
78
commit to user
xix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah Bappeda Kabupaten Ngawi Tahun Anggaran 2010
Lampiran 2.
Objek Anggaran Belanja Kelompok ASB Forum Komunikasi atau Koordinasi Bappeda Kabupaten Ngawi Tahun Anggaran 2010
Lampiran 3.
Cost Driver ASB Forum Komunikasi atau Koordinasi Bappeda Kabupaten Ngawi Tahun Anggaran 2010
Lampiran 4.
Perhitungan Belanja Rata-rata
Lampiran 5.
Perhitungan Nilai Maksimum dan Minimum Belanja
Lampiran 6.
Perhitungan Prosentase Alokasi Belanja
Lampiran 7.
Menentukan Klasifikasi Kewajaran Belanja Berdasarkan ASB
commit to user
xx
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Otonomi Daerah merupakan proses awal terjadinya reformasi penganggaran keuangan daerah di Indonesia. Otonomi Daerah sangat berimplikasi pada perubahan dalam sistem pembuatan keputusan terkait dengan pengalokasian sumber daya dalam anggaran pemerintah daerah. Pada dasarnya untuk mewujudkan kemandirian daerah dalam rangka menghadapi Otonomi Daerah salah satu faktor keuangan yang perlu menjadi perhatian adalah perencanaan keuangan daerah dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pemerintah dalam rangka mengantisipasi adanya reformasi dalam pengelolaan keuangan daerah, maka meresponnya dengan mengeluarkan beberapa peraturan perundang-undangan ditandai dengan dikeluarkannya pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah diganti dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004. Setelah itu, dalam manajemen keuangan daerah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara. commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
Kemudian dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang merupakan uraian penjelasan penyusunan APBD. Permendagri No. 13 Tahun 2006 merupakan pengganti dari Kepmendagri No. 29 Tahun 2002. Beberapa perubahan dari Permendagri No. 13 Tahun 2006 yaitu : 1. Dikenalkannya
kembali
bendahara
pengeluaran
dan
bendahara
penerimaan; 2. Belanja aparatur dan belanja publik dihilangkan dan lebih menekankan kepada belanja langsung dan belanja tidak langsung; 3. Penyusunan indikator kinerja mulai dari memasukan (input), keluar (output), dan menghasilkan hasil, tetapi manfaat dan dampak dihilangkan; dan 4. Kemudian mulai dikenalkannya Medium Terms Expenditure Framework (MTEF). Kemudian juga dikeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 yang memuat perubahan atas atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan Pemerintah Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 39 ayat (1) sampai (3) secara jelas menyatakan bahwa penyusunan RKA-SKPD dengan pendekatan prestasi kerja, memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan dari kegiatan dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
program termasuk efisiensi dalam pencapaian keluaran dan hasil tersebut. Pendekatan anggaran prestasi kerja disusun untuk mengatasi kelemahan dalam anggaran tradisional, khususnya kelemahan tidak adanya tolak ukur yang jelas, selain itu adanya tuntutan transparan dan akuntabel atas pengelolaan keuangan daerah semakin meningkat. Untuk dapat memenuhi tuntutan tersebut, terutama atas tuntutan akuntabel dapat dilakukan dengan cara pengelolaan keuangan daerah secara ekonomis, efisien, dan efektif. Untuk itu salah satu cara yang dapat diambil oleh pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan yang di dasarkan pada prestasi kerja pemerintah daerah perlu melengkapi diri dengan instrumen lain yaitu dengan menyusun standar biaya atau dalam bahasa resmi dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 yaitu Analisis Standar Belanja (ASB). Dengan upaya tersebut diharapkan daerah didorong untuk lebih tanggap, kreatif, inovatif dan mampu mengambil inisiatif terutama dalam hal perbaikan sistem dan prosedurnya serta meninjau kembali sistem tersebut secara terus-menerus, dengan tujuan memaksimalkan efisiensi dan efektivitas berdasarkan keadaan, kebutuhan dan kemampuan keuangan daerah. Pada dasarnya pendekatan kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kelemahan yang terdapat dalam anggaran tradisional, khususnya kelemahan yang disebabkan oleh tidak adanya tolok ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan publik Mardiasmo (2002: 84). Lebih lanjut dinyatakan bahwa penilaian kinerja didasarkan pada pelaksanaan value for money dan efektivitas anggaran. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
Pendekatan ini cenderung menolak pandangan anggaran tradisional yang menganggap bahwa tanpa adanya arahan dan campur tangan, pemerintah akan menyalahgunakan kedudukan mereka dan cenderung boros (over-spending). Menurut pendekatan kinerja ini, dominasi pemerintah akan diawasi dan dikendalikan sehingga pemerintah dipaksa untuk bertindak berdasarkan efisien dan efektivitas. Mardiasmo (2002: 231) menyatakan bahwa, salah satu tolok ukur keberhasilan otonomi daerah adalah apabila lembaga sektor publik dikelola dengan memperhatikan konsep Value For Money (VFM). Value For Money merupakan ekpresi dari pelaksanaan lembaga sektor publik yang mendasarkan pada 3 (tiga) elemen dasar, yaitu adanya ekonomi, efisiensi dan efektivitas. Anggaran dengan pendekatan kinerja sangat menekankan pada konsep value for money dan pengawasan dan pembuatan prioritas tujuan serta pendekatan yang sistematis dan rasional dalam pengambilan keputusan. Aparat
pemerintah
daerah
harus
memiliki
kemampuan
dan
pengetahuan yang memadai dalam perencanaan dan perumusan kebijakan strategis daerah, termasuk proses dan pengalokasian anggaran belanja daerah agar pelaksanaan berbagai kegiatan pelayanan oleh pemerintah daerah dapat berjalan
secara
ekonomis,
efisien,
dan
efektif.
Pemerintah
daerah
Kabupaten/Kota dituntut untuk mampu menemukan metode baru dalam meningkatkan
sumber
pembiayaan
di
daerahnya.
Selain
itu
juga
mengharuskan daerah untuk dapat mengalokasikan belanjanya agar hemat, berdaya guna dan tepat guna. Peran sera masyarakat sebagai pemilik sebagian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
dana sangat diharapkan dalam proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Kabupaten Ngawi sebagai bagian dari Provinsi Jawa Timur dengan luas wilayah administratif 1.298,59 km2 yang dibagi menjadi 19 Kecamatan sedang merasakan akan pentingnya pengelolaan keuangan daerah. Kondisi di Kabupaten Ngawi menunjukkan bahwa realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan meningkat, meskipun belum optimal karena sumber-sumber penerimaan daerah belum seluruhnya dapat digali dan managemen pengelolaan yang kurang profesional. Kondisi penerimaan ini berpengaruh terhadap alokasi belanja untuk unit kerja termasuk pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi Permasalahan di atas harus diselesaikan, anggaran daerah dalam konteks otonomi dan desentralisasi menduduki posisi yang sangat penting. Kondisi yang ada selama ini di Kabupaten Ngawi pada khususnya dan di Bappeda pada umumnya kualitas perencanaan Anggaran dengan paradigma lama masih cenderung lemahnya, sehingga masih belum mampu menunjukkan adanya pertanggungjawaban kinerja yang mengarah pada akuntabilitas. Selama ini dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) juga menerapkan sistem pendekatan incremental dan line item. Penerapan
dari
pendekatan
tersebut
mengakibatkan
ditemukannya
pengalokasian dana yang tidak efisien dan efektif. Hal ini dapat dilihat dari terjadinya overfinancing dan underfinancing dalam pelaksanaan suatu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
kegiatan. Selama ini pengukuran keberhasilan maupun kegagalan dari instansi pemerintah dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sulit untuk dilakukan secara obyektif. Pengukuran kinerja suatu instansi hanya lebih ditekankan pada kemampuan instansi. Dengan seluruh kondisi awal dan latar belakang secara umum di atas, maka dapatlah dikatakan bahwa penyusunan APBD berbasis kinerja menjadi sebuah keharusan di daerah, karena dengan menggunakan anggaran kinerja tersebut, maka anggaran daerah akan lebih transparan, adil, dan dapat dipertanggungjawabkan. Salah satu instrumen yang diperlukan untuk menyusun anggaran daerah dengan pendekatan kinerja adalah Analisis Standar Belanja (ASB). Dalam regulasi-regulasi yang tersebut di atas selalu disebutkan bahwa ASB merupakan salah satu instrumen pokok dalam penganggaran
berbasis
kinerja.
Walaupun
regulasi-regulasi
tersebut
mengamanatkan ASB, tetapi ternyata regulasi-regulasi tersebut belum menunjukkan secara riil dan operasional tentang ASB dan pada akhirnya mengakibatkan ASB menjadi sesuatu yg abtrak bagi Pemerintah Daerah di Indonesia. APBD Pemerintah Kabupaten Ngawi pada tahun 2010 pada pos belanja daerah mengalami defisit anggaran sebesar Rp. 58.679.457.100,00. Hal ini mengindikasikan terjadinya penganggaran yang tidak sehat di Kabupaten Ngawi. Sebenarnya hal ini bisa dihindari apabila dalam penyusunan APBD sudah menggunakan regresi linier ASB karena dapat digunakan sebagai dasar peramalan yang dapat dipertanggungjawabkan secara commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
matematis. Untuk lebih jelasnya tentang terjadinya underfinance anggaran pada APBD Kabupaten Ngawi ini dapat dilihat pada tabel 1.1 sebagai berikut : Tabel 1.1 Ringkasan APBD Kabupaten Ngawi Tahun 2010 No A. 1. a. b. c. d. 2. a. b. c. 3. a. b. c. d. e. B. 1. a. b. c. d. e. f. 2. a. b. c.
Uraian Realisasi PENDAPATAN DAERAH 982.336.089.000 PENDAPATAN ASLI DAERAH 35.313.790.550 Hasil Pajak Daerah 10.717.750.000 Hasil Retribusi Daerah 17.099.799.000 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang 1.127.798.050 Dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 6.368.443.500 DANA PERIMBANGAN 786.098.768.250 Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 61.608.288.250 Dana Alokasi Umum 654.720.280.000 Dana Alokasi Khusus 69.770.200.000 LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH 160.923.530.200 YANG SAH Pendapatan Hibah 1.858.575.000 Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah 39.019.230.000 Daerah Lainnya Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah 35.500.000.000 Daerah Lainnya Tambahan Penghasilan Bagi PNS Guru 14.311.050.000 Tunjangan Profesi Guru PNSD 70.234.675.200 BELANJA DAERAH 1.041.015.546.100 BELANJA TIDAK LANGSUNG 728.460.676.550 Belanja Pegawai 689.575.003.250 Belanja Bunga 56.840.250 Belanja Hibah 11.567.000.000 Belanja Bantuan Sosial 6.399.000.000 Belanja Bantuan Keuangan Kepada Provinsi 20.691.273.150 Kabupaten/Kota dan Pemerintahan Desa Belanja Tidak Terduga 171.559.900 BELANJA LANGSUNG 312.554.869.550 Belanja Pegawai 22.550.451.700 Belanja Barang dan Jasa 121.967.561.900 Belanja Modal 168.036.855.950 commit to user Surplus (Defisit) (58.679.457.100)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
Lanjutan Tabel 1.1 58.679.457.100 59.396.185.850
.
C. PEMBIAYAAN 1. Penerimaan Pembiayaan Sisa Lebih Anggaran Daerah Tahun a. 51.601.035.850 Sebelumnya Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang b. 5.895.150.000 Dipisahkan c. Penerimaan Piutang Daerah 1.900.000.000 2. Pengeluaran Pembiayaan 716.728.750 Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah a. 500.000.000 Daerah b. Pembayaran Pokok Utang 216.728.750 Sumber : Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Aset (DPPKA) Kabupaten Ngawi Dalam menyusun APBD Pemerintah Kabupaten Ngawi belum menggunakan instrumen Analisis Standar Belanja (ASB) dalam pengalokasian anggaran belanja kepada masing-masing satuan kerja yang ada dalam struktur organisasi Pemerintah Kabupaten Ngawi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Oleh sebab itu dalam tesis ini di karenakan salah satu tugas pokok dan fungsi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah yaitu melakukan kegiatan forum komunikasi atau koordinasi. maka peneliti mencoba melakukan perhitungan Analisis Standar Belanja (ASB) di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi tahun anggaran 2010. Adapun masalah pada penelitian ini hanya dibatasi pada satu aspek saja yaitu pada kegiatan forum komunikasi atau koordinasi tahun anggaran 2010.
B. Perumusan Masalah Kegiatan forum komunisasi atau koordinasi merupakan salah satu dari tugas pokok dan fungsi dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
(Bappeda) Kabupaten Ngawi. Berdasarkan penjelasan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Dengan menggunakan Analisis Standar Belanja (ASB) berapakah belanja rata-rata Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) tahun anggaran 2010? 2. Dengan menggunakan Analisis Standar Belanja (ASB) berapakah nilai minimum dan maksimum belanja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) tahun anggaran 2010? 3. Dengan menggunakan Analisis Standar Belanja (ASB) bagaimanakah prosentase alokasi belanja rata-rata, belanja minimum dan belanja maksimum pada masing-masing objek belanja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi tahun anggaran 2010? 4. Kegiatan forum komunikasi atau koordinasi manakah yang masuk dalam kategori underfinancing, overfinancing, wajar pada Bappeda Kabupaten Ngawi tahun anggaran 2010? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan sebagaimana tersebut pada latar belakang masalah dan perumusan masalah di atas. maka tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian menggunakan instrumen ”ASB” secara umum adalah bahwa penelitian ini diharapkan dapat memperkenalkan atau membumikan ”ASB” sebagai salah satu pendekatan yang digunakan dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja. sehingga diharapkan ASB tersebut dapat diwujudkan dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
dilaksanakan secara riil oleh Pemerintah Kabupaten Ngawi. Sedangkan tujuan khususnya dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menghitung besarnya belanja rata-rata dalam pelaksanaan kegiatan forum komunikasi atau koordinasi pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) tahun anggaran 2010 untuk masing-masing kelompok Analisis Standar Belanja (ASB); 2. Menghitung nilai minimum dan maksimum belanja kegiatan forum komunikasi atau koordinasi pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) tahun anggaran 2010 dari model regresi untuk masingmasing kelompok Analisis Standar Belanja (ASB); 3. Menghitung prosentase alokasi belanja pada masing-masing objek belanja pada kegiatan forum komunikasi atau koordinasi. baik alokasi belanja ratarata. alokasi belanja minimum. dan alokasi belanja maksimum pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi tahun anggaran 2010; 4. Menentukan klasifikasi kewajaran belanja dalam kegiatan forum komunikasi atau koordinasi pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi tahun anggaran 2010. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat. antara lain sebagai berikut: 1. Dapat memberikan bahan masukan dan informasi untuk Pemerintah Kabupaten Ngawi dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
(Bappeda) Kabupaten Ngawi pada khususnya dalam pelaksanaan anggaran berbasis kinerja melalui perhitungan kebutuhan belanja yang wajar sesuai dengan beban unit kerja pada kegiatan forum komunikasi atau koordinasi. 2. Membantu memberikan bantuan pemikiran kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Ngawi pada waktu menetapkan prioritas plafon anggaran sementara (PPAS) yang lebih obyektif (tidak lagi berdasarkan ”intuisi”) sehingga akhirnya dapat meminimalisir terjadinya pengeluaran yang kurang jelas yang menyebabkan inefisiensi anggaran; 3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi akademisi atau peneliti selanjutnya mengenai anggaran berbasis kinerja menggunakan Analisis Standar Belanja (ASB), khususnya di Kabupaten Ngawi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) pada
hakekatnya merupakan instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. Oleh karena itu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Pemerintah Daerah harus berupaya secara nyata dan terstruktur guna menghasilkan APBD yang dapat mencerminkan kebutuhan riil masyarakat sesuai dengan potensi masing-masing daerah serta dapat memenuhi tuntutan terciptanya anggaran daerah yang berorientasi pada kepentingan dan akuntabilitas publik. Suatu anggaran yang telah direncanakan dengan baik hendaknya disertai dengan pelaksanaan yang tertib dan disiplin sehingga tujuan atau sasarannya dapat dicapai secara berdayaguna dan berhasilguna. Berbagai definisi dari para ahli dan Undang-undang mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) : a.
Menurut Wayong (1962: 81) APBD adalah suatu rencana pekerjaan keuangan (financial worlplan) yang dibuat untuk suatu jangka waktu tertentu pada waktu badan legislatif memberikan kredit kepada badanbadan eksekutif untuk melakukan pembiayaan guna memenuhi commit to user kebutuhan rumah tangga daerah sesuai dengan rancangan yang
12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
menjadi
dasar
(groundslag)
penetapan
anggaran,
dan
yang
menunjukkan semua penghasilan untuk menutup pengeluaran tadi. b.
Menurut Mamesah (1995: 19) APBD adalah ”Rencana operasional keuangan daerah, dimana satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam satu tahun anggaran tertentu, dan dipihak lain menggambarkan perkiraan penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran dimaksud”.
c.
Menurut Halim (2002: 24) APBD merupakan rencana kegiatan pemerintah daerah yang dituangkan dalam bentuk angka dan menunjukkan adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal dan biaya yang merupakan batas maksimal untuk suatu periode anggaran.
d.
Menurut Mardiasmo (2002: 9) APBD merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah. Sebagai instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah. Sebagai instrumen kebijakan, anggaran
daerah
pengembangan
menduduki
kapabilitas
posisi
dan
sentral
efektivitas.
dalam
upaya
Anggaran
daerah
digunakan sebagai alat untuk menentukan besar pendapatan dan pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, otorisasi pengeluaran dimasa-masa yang akan datang, sumber pengembangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
alat untuk memotivasi para pegawai, dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa APBD adalah : a. Rencana operasional daerah yang menggambarkan bahwa adanya aktivitas atau kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di mana aktivitas tersebut telah diuraikan secara rinci; b. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas-aktivitas tersebut, sedang biaya-biaya yang ada merupakan batas maksimal pengeluaranpengeluaran yang akan dilaksanakan; c. Dituangkan dalam bentuk angka, jenis kegiatan dan jenis proyek; d. Untuk keperluan dalam satu tahun anggaran. 2. Jenis Sistem Penganggaran Keuangan Daerah Sistem penganggaran sektor publik dalam sejarahnya berkembang dan berubah sesuai dengan dinamika perkembangan manajemen sektor publik dan tututan masyarakat. Sektor publik merupakan refleksi dari arah dan tujuan pelayanan masyarakat yang diharapkan dari pemerintah daerah. Menurut Ritonga (2009: 21-24) sistem penganggaran sektor publik terdiri dari anggaran tradisional (konvensional) dan anggaran yang berorientasi pada kepentingan publik (new public management). Anggaran tradisional terdiri dari : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
a. Line Item Pendekatan Line Item didasarkan atas sifat nature dari penerimaan dan pengeluaran. Metode line item tidak memungkinkan untuk menghilangkan item-item penerimaan dan pengeluaran yang telah ada dalam struktur anggaran, walaupun ada beberapa item yang sudah tidak relevan untuk digunakan pada periode sekarang. Hal ini mengakibatkan tidak dapat dilaksanakannya penilaian kinerja, karena tolok ukur kinerjanya adalah ketaatan dalam penggunaan dana yang diusulan. Pada masa orde baru, contohnya selalu dianggarkan belanja penyuluhan Keluarga Berencana (KB) atau belanja penataran Pedoman Penghayatan
Pengamalan
Pancasila
(P4)
dalam
komponen
pengeluaran. Belanja-belanja ini akan muncul terus dalam anggaran, walaupun sudah tidak dibutuhkan lagi oleh masyarakat tertentu. b. Incrementalism Tujuan utama pendekatan tradisional terdapat pada pengawasan dan pertanggungjawaban yang terpusat. Anggaran ini bersifat incrementalism yaitu hanya menambahkan atau mengurangi item-item anggaran yang telah ada sebelumnya. Data yang digunakan sebagai dasar adalah data tahun sebelumnya tanpa ada kajian apakah pengeluaran periode sebelumnya tersebut didasarkan atas kebutuhan yang
wajar
atau
tidak.
Pendekatan
incrementalism
dapat
mengakibatkan kesalahan pada periode selanjutnya ketika akan menentukan anggaran karena tidak mendasarkan pada kebutuhan riil. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
Masalah utama pendekatan ini adalah tidak adanya perhatian terhadap konsep value for money, sehingga pada akhir tahun anggaran tersebut seringkali terjadi kelebihan anggaran dalam pengalokasiannya dan dipaksakan pada aktivitas-aktivitas yang sebenarnya kurang penting untuk dilaksanakan. Dapat diambil contoh di sini bahwa jika tahun sekarang belanja barang dan jasa sebesar Rp. 1.000.000,00 dan diprediksi tahun depan inflasi sebesar 10%, maka besarnya anggaran tahun depan adalah Rp. 1.000.000,00 x 110% = Rp. 1.100.000,00. Anggaran yang berorientasi pada kepentingan publik terdiri dari (Ritonga, 2009: 157-160) : a.
Zero Based Budgeting (ZBB) Penyusunan anggaran dengan menggunakan pendekatan ZBB dapat mengatasi kelemahan pendekatan incrementalism karena anggaran diasumsikan mulai dari nol (zero based). Zero Based Budgeting tidak berpatokan pada anggaran tahun lalu dalam menyusun anggaran tahun ini. Kebutuhan anggaran didasarkan pada kebutuhan saat ini. Dengan ZBB proses anggaran dimulai dari hal yang baru dan item anggaran yang sudah tidah relevan dapat dihilangkan dari struktur anggaran dan dimungkinkan muncul item yang baru. Kelebihan dari penggunaan metode ZBB ini adalah dapat menghasilkan sumber daya secara lebih efisien, lebih fokus pada value for money, lebih mudah untuk mengidentifikasi terjadinya inefisiensi dan ketidakefektifan biaya. Adapun kelemahan dalam ZBB commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
antara lain proses penyusunan anggaran memakan waktu yang lama dan terlalu teoritis, serta cenderung menekankan manfaat jangka pendek. b.
Planning, Programming, and Budgeting System (PPBS) Planning, Programming, and Budgeting System (PPBS) merupakan teknik penganggaran yang didasarkan pada system perencanaan formal yang berorientasi pada output dan tujuan. Penekanan utamanya adalah alokasi sumber daya yang berdasarkan analisis ekonomi. Hal tersebut disebabkan sumber daya yang dimiliki pemerintah terbatas jumlahnya. Dalam keadaan tersebut pemerintah dihadapkan pada pilihan alternatif keputusan yang memberikan manfaat paling besar dalam pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan. PPBS memberikan kerangka untuk membuat pilihan tersebut. Sistem anggaran PPBS tidak mendasarkan pada struktur organisasi tradisional yang terdiri dari divisi-divisi, tetapi berdasarkan program dengan pengelompokan aktivitas untuk mencapai tujuan tertentu. Kelebihan PPBS dalam jangka panjang adalah dapat mengurangi beban kerja, mudah dalam pendelegasian tanggungjawab dari atasan kepada bawahan, memperbaiki kualitas pelayanan melalui pendekatan standar biaya dan menghilangkan program yang overlapping. Kelemahan PPBS adalah dalam penyusunananya membutuhkan biaya yang tinggi karena membutuhkan teknologi yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
canggih, membutuhkan system pengukuran, dan staf yang memiliki kapabilitas yang tinggi. c.
Perfomance Based Budgeting Sistem Anggaran Berbasis Kinerja (Perfomance Based Budgeting) merupakan pendekatan kinerja yang disusun untuk mengatasi kelemahan anggaran tradisional, yaitu tidak adanya tolok ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan publik. Anggaran berbasis kinerja sangat menekankan konsep value for money yaitu ekonomis, efisien dan efektif. Konsep ekonomis terkait dengan perolehan input yang semurah mungkin. Konsep efisiensi terkait dengan biaya rata-rata terendah untuk menghasilkan output, sedangkan konsep efektif terkait dengan pencapaian tujuan yang paling berdaya guna. Secara teknis pelaksanaan
sistem
anggaran
kinerja
merupakan
subsistem
perencanaan strategis (strategic planning). Penerapan sistem anggaran kinerja dalam penyusunan anggaran dimulai dengan perumusan isuisu strategis yang direspon dengan program dan kegiatan yang relevan. Penentuan program dan kegiatan tersebut mencakup pula penentuan indikator kinerja yang digunakan sebagai tolok ukur dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dalam perencanaan strategis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
3. Prinsip-prinsip Penganggaran APBD Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun 2012, APBD disusun berdasarkan : a.
Partisipasi masyarakat Pengambilan keputusan dalam proses penyusunan dan penetapan APBD sedapat mungkin melibatkan partisipasi masyarakat, sehingga masyarakat mengetahui akan hak dan kewajibannya dalam pelaksanaan APBD.
b.
Transparansi dan akuntabilitas anggaran APBD harus dapat menyajikan informasi secara terbuka dan jelas mengenai tujuan , sasaran, sumber pendanaan, hasil dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek yang dianggarkan. Anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup
masyarakat.
Masyarakat
juga berhak
untuk
menuntut
pertanggungjawaban atas rencana ataupun pelaksanaan anggaran tersebut. c.
Disiplin anggaran Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan merupakan batas commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
tertinggi pengeluaran belanja. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi kredit anggarannya dalam APBD atau perubahan APBD. Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dianggarkan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening kas umum daerah d.
Keadilan anggaran Pajak daerah, retribusi daerah, dan pungutan daerah lainnya yang
dibebankan
kepada
masyarakat
harus
dipertimbangkan
kemampuan untuk membayar. Dalam mengalokasikan belanja daerah, pemerintah daerah wajib mengalokasikan penggunaan anggarannya secara adil dan merata agar dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi dalam pemberian pelayanan karena pendapatan daerah pada hakekatnya diperoleh melalui peran serta masyarakat. e.
Efisiensi dan efektifitas anggaran Penyusunana anggaran hendaknya dilakukan berdasarkan azas efisiensi, tepat guna, tepat waktu pelaksanaan, dan penggunaannya dapat
dipertanggungjawabkan.
Dana
yang
tersedia
harus
dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal untuk kepentingan masyarakat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
f.
Taat azas Penyusunan APBD tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan peraturan daerah lainnya.
g.
Disusun dengan pendekatan kinerja APBD
disusun
dengan
pendekatan
kinerja,
yaitu
mengupayakan pencapaian hasil kerja (output atau outcome) dari perencanaan alokasi biaya atau input yang telah ditetapkan. Selain itu harus mampu menumbuhkan profesionalisme kerja disetiap organisasi kerja yang terkait. 4. Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran (PPA) Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran (PPA) merupakan dua dokumen utama dalam penyusunan APBD. KUA adalah dokumen yang memuat kebijakan bidang pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta asumsi yang mendasari untuk 1 (satu) tahun. KUA adalah salah satu alat perencanaan dalam penganggaran berbasis kinerja. Oleh karena penyusunan KUA sedapat mungkin memuat target pencapaian kinerja yang terukur dari setiap program dan kegiatan menurut urusan pemerintahan daerah yang disertai dengan proyeksi pendapatan daerah, alokasi belanja daerah, sumber dan penggunaan pembiayaan yang disertai dengan asumsi yang mendasarinya, yakni perkembangan ekonomi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
a. Pendapatan daerah Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Pendapatan daerah tersebut merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai
untuk
setiap
sumber
pendapatan.
Pendapatan
daerah
dikelompokkan atas: 1) Pendapatan Asli Daerah (PAD), kelompok PAD dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas : a) Pajak daerah; b) Retribusi daerah; c) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan d) Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah 2) Dana perimbangan, kelompok pendapatan dana perimbangan dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas a) Dana bagi hasil terdiri dari bagi hasil pajak dan bagi hasil bukan pajak; b) Dana alokasi umum; dan c) Dana alokasi khusus.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
3) Lain-lain pendapatan daerah yang sah, kelompok lain-lain pendapatan daerah yang sah dibagi menurut jenis pendapatan yang mencakup : a) Hibah berasal dari pemerintah, pemerintah daerah lainnya, badan atau lembaga atauorganisasi swasta dalam negeri, kelompok masyarakat atau perorangan, dan lembaga luar negeri yang tidak mengikat; b) Dana darurat dari pemerintah dalam rangka penanggulangan korban atau kerusakan akibat becana alam; c) Dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten atau kota d) Dana penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan oleh pemerintah; dan e) Bantuan keuangan dari provinsi atau dari pemerintah daerah lainnya Pendapatan daerah tidak sama dengan penerimaan daerah. Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah. Penerimaan daerah terdiri dari pendapatan daerah dan penerimaan pembiyaan daerah b. Belanja Daerah Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Belanja daerah merupakan perkiraan beban pengeluaran daerah yang dialokasikan secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam pemberian pelayanan umum. Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang menggunakan ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Belanja daerah dapat dibedakan menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek, dan rincian obyek belanja. Belanja menurut urusan pemerintah dibedakan atas belanja urusan wajib dan belanja urusan pilihan. Menurut organisasi organisasi, belanja daerah dibedakan berdasarkan susunan organisasi pemerintahan daerah. Sementara itu, belanja daerah menurut program dan kegiatan ditetapkan sesuai dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Menurut fungsinya, belanja daerah dibedakan atas : 1) Pelayanan Umum; 2) Ketertiban dan Keamanan; 3) Ekonomi; 4) Lingkungan Hidup; 5) Perumahan dan Fasilitas Umum; 6) Kesehatan; 7) Pariwisata dan Budaya; 8) Agama; 9) Pendidikan, dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
10) Perlindungan Sosial. Menurut Pasal 39 Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Tanggung jawab Keuangan Negara, setiap jenis belanja yang dianggarkan harus memperhatikan keterkaitan pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan dari program dan kegiatan yang dianggarkan, termasuk efisiensi dalam pencapaian keluaran
dan
hasi
tersebut.
Berdasarkan
ketentuan
tersebut,
Permendagri No. 13 Tahun 2006 juga membedakan Belanja Daerah menjadi Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung. Belanja Tidak Langsung adalah belanja yang dianggarkan tidak terkait langsung dengan program kegiatan, sementara Belanja Langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan, sementara. Belanja Daerah tidak sama dengan Pengeluaran Daerah. Pengeluaran Daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah. Pengeluaran Daerah terdiri dari Belanja Daerah dan Pengeluaran Pembiayaan Daerah. Belanja Tidak Langsung diklasifikasikan menjadi : 1) Belanja Pegawai; 2) Bunga; 3) Subsidi; 4) Hibah; 5) Bantuan Sosial; 6) Belanja Bagi Hasil; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
7) Bantuan Keuangan; dan 8) Belanja Tak Terduga. Sementara itu, Belanja Langsung diklasifikasikan menjadi 1) Belanja Pegawai 2) Belanja Barang dan Jasa 3) Belanja Modal c. Pembiayaan Daerah Pembiayaan Daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahuntahun anggaran berikutnya. Dengan demikian pembiayaan daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Selisih dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan disebut pembiayaan neto dan jumlahnya harus dapat menutup difisit anggaran. 1) Penerimaan pembiayaan mencakup : a) Sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA); b) Pencairan dana cadangan; c) Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; d) Penerimaan pinjaman daerah; e) Penerimaan kembali pemberian pinjaman; dan f) Penerimaan piutang daerah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
2) Pengeluaran pembiayaan : a) Pembentukan dana cadangan; b) Penanaman modal pemerintah daerah; c) Pembayaran pokok utang; dan d) Pemberian pinjaman daerah 5. Fungsi Anggaran Daerah Anggaran daerah mempunyai peranan penting dalam sistem keuangan daerah. Peran anggaran daerah dapat dilihat berdasarkan fungsi utamanya yaitu, (Ritonga, 2009: 92) : a. Fungsi otorisasi mengandung pengertian bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan; b. Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan; c. Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan; d. Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja atau mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas perekonomian; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
e. Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan; f. Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah daerah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah. Secara lebih spesifik, fungsi anggaran daerah dalam proses pembangunan di daerah menurut Ritonga (2009: 96) adalah : a. Instrumen kebijakan (policy tools). Anggaran daerah adalah salah satu instrument formal yang menghubungkan eksekutif daerah dengan tuntutan dan kebutuhan publik yang diwakili oleh legislative daerah; b. Intrumen kebijakan fiskal (fiscal tool). Dengan mengubah prioritas dan besar alokasi dana, anggaran daerah dapat digunakan untuk mendorong, memberikan fasilitas dan mengkoordinasikan kegiatankegiatan ekonomi masyarakat guna mempercepat pertumbuhan ekonomi di daerah; c. Intrumen perencanaan (planning tool). Di dalam anggaran daerah disebutkan tujuan yang ingin dicapai, biaya dan output atau hasi yang diharapkan dari setiap kegiatan di masing-masing unit kerja; d. Instrumen pengendalian (control tool). Anggaran daerah berisi rencana penerimaan dan pengeluaran secara rinci setiap unit kerja. Hal ini dilakukan agar unit kerja tidak melakukan overspending dan underspending atau mangalokasikan anggaran pada bidang lain. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
6. Siklus Perencanaan Anggaran Daerah Perencanaan anggaran daerah secara keseluruhan yang mencakup penyusunan Kebijakan Umum APBD sampai dengan disusunnya Rancangan APBD terdiri dari beberapa tahapan proses perencanaan anggaran daerah. Berdasarkan Permendagri No. 13 Tahun 2006 adalah : a. Penyusunan kebijakan umum APBD (KUA) dan dokumen prioritas dan plafon anggaran sementara (PPAS) b. Pembahasan KUA dan PPAS antara pemerintah daerah dengan DPRD c. Penetapan nota kesepahaman KUA dan prioritas dan plafon anggaran (PPA) d. Penyusunan dan penyampaian surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD kepada seluruh SKPD e. PPKD melakukan kompilasi RKA-SKPD menjadi Raperda APBD untuk dibahas dan memperoleh persetujuan bersama dengan DPR sebelum diajukan dalam proses evaluasi; f. Pembahasan RKA-SKPD oleh tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) dengan SKPD g. Penyusunan rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang APBD h. Pembahasan Raperda APBD; i. Proses penetapan Perda APBD baru dapat dilakukan jika Mendagri atau Gubernur menyatakan bahwa perda APBD tidak bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundangan yang lebih tinggi;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
j. Penyusunan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. 7. Pengertian Analisis Standar Belanja (ASB) Menurut Pusat Antar Universitas Studi Ekonomi UGM (2000: 24) menyatakan bahwa Standar Analisis Belanja (SAB) adalah perkiraan jumlah alokasi dana untuk berbagai jenis pengeluaran di dalam unit kerja. Alasan menerapkan Standar Analisis Belanja adalah untuk menghasilkan alokasi dana yang lebih akurat, sehingga setiap dana yang dikeluarkan didasarkan atas proses perhitungan yang wajar dan rasional. Dengan demikian mendorong unit kerja untuk melaksanakan prinsip ekonomi, efektif dan efisien secara berkesinambungan Menurut Ritonga (2009: 241) Analisis Standar Belanja (ASB) yaitu pedoman yang digunakan untuk menganalisis kewajaran beban kerja dan belanja setiap program atau kegiatan yang akan dilaksanakan oleh suatu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam satu tahun anggaran. ASB merupakan suatu pendekatan yang digunakan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk mengevaluasi usulan program, kegiatan, dan anggaran setiap SKPD dengan cara menganalisis kewajaran beban kerja dan belanja dari setiap usulan program atau kegiatan yang bersangkutan. Penilaian kewajaran beban kerja usulan program atau kegiatan terkait dengan kebijakan anggaran, komponen dan tingkat pelayanan yang akan dicapai, jangka waktu pelaksanaan, serta kapasitas satuan kerja untuk melaksanakannya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
Beban kerja program atau kegiatan yang diusulkan SKPD dapat dinilai kewajarannya berdasarkan pertimbangan sebagai berikut : a. Kaitan logis antara program atau kegiatan yang di usulkan dengan strategi dan prioritas APBD; b. Kesesuaian antara program atau kegiatan yang diusulkan dengan tugas pokok dan fungsi satuan kerja yang bersangkutan; c. Kapasitas SKPD yang bersangkutan untuk melaksanakan program atau kegiatan pada tingkat pencapaian yang diinginkan dan dalam jangka waktu satu tahun anggaran. Berdasarkan penjelasan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 167 ayat 3 tentang Analisis Standar Belanja dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 93 adalah sebagai berikut : ” Analisis Standar Belanja (ASB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan”. 8. Landasan Hukum Analisis Standar Belanja (ASB) Regulasi-regulasi yang mengamanatkan agar Pemerintah Daerah menerapkan ASB antara lain adalah : a. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 167 ayat (3) : ”Belanja daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan Analisis Standar Belanja, Standar Harga, Tolok Ukur Kinerja, dan Standar Pelayanan Minimal yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan”; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
b. Penjelasan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 167 ayat (3): ”Yang dimaksud dengan Analisis Standar Belanja (ASB) adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan”; c. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 39 ayat (2) : ”Penyusunan anggaran berdasarkan prestasi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal”; d. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 41 ayat (3), ”Pembahasan oleh tim anggaran pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk menelaah kesesuaian antara RKA-SKPD dengan kebijakan umum APBD, prioritas dan plafon anggaran sementara, prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya, dan dokumen perencanaan lainnya, serta capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal”; e. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah 89 ayat (2) : “Rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:dokumen sebagai lampiran meliputi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
KUA, PPA, kode rekening APBD, format RKA-SKPD, analisis standar belanja, dan standar satuan harga”; f. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 93 yang berbunyi: 1) “Penyusunan RKA-SKPD berdasarkan prestasi kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (2) berdasarkan pada : Indikator Kinerja, Capaian atau Target Kinerja, Analisis Standar Belanja (ASB), standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal (SPM)”. 2) ”Analisis Standar Belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan”; g. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 100 ayat (2) : ”Pembahasan oleh TAPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menelaah kesesuaian antara RKA-SKPD dengan KUA, PPA, prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya, dan dokumen perencanaan lainnya, serta capaian kinerja, indikator kinerja, kelompok sasaran kegiatan, standar analisis belanja, standar satuan harga, standar pelayanan minimal, serta sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD”; h. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 89 ayat (2) : “Rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD sebagaiman dimaksud pada ayat (1) mencakup: Dokumen sebagai lampiran surat edaran meliputi KUA, PPAS, analisis standar belanja dan standar satuan harga”; i. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 100 ayat (2) : “Pembahasan oleh TAPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menelaah kesesuaian rencana anggaran dengan standar analisis belanja, standar satuan harga”; j. Lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 32 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2009, (Romawi III) Teknis Penyusunan APBD No. 4: ”Substansi Surat Edaran Kepala Daerah tentang Pedoman Penyusunan RKA-SKPD kepada seluruh SKPD dan RKA-PPKD kepada SKPKD lebih disederhanakan, hanya memuat prioritas pembangunan daerah dan program atau kegiatan yang terkait, alokasi plafon anggaran sementara untuk setiap program atau kegiatan SKPD kepada PPKD dan dokumen sebagai lampiran Surat Edaran dimaksud meliputi KUA, PPAS, Analisis Standar Belanja, dan Standar Satuan Harga.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
9. Prinsip Dasar Penyusunan ASB Menurut Tanjung (2010: 3) dalam penyusunan ASB, ada beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan pemerintah daerah yaitu : a. Penyederhanaan (modeling) Penyusunan ASB bertujuan membuat model belanja untuk objek-objek kegiatan yang menghasilkan output yang sama. b.
Mudah diaplikasikan Model yang dibuat mudah diaplikasikan, atau tidak membuat susah yang menggunakan model tersebut.
c.
Mudah diup-date Model yang dibuat mudah untuk diperbarui, dalam arti jika ditambahkan data baru tidak merubah formula model tersebut secara keseluruhan.
d. Fleksibel, Model yang dibuat menggunakan konsep belanja rata-rata dan memiliki batas minimum belanja dan batas maksimum belanja. 10. Peranan ASB Dalam Penyusunan Anggaran Sesuai dengan isi Permendagri No. 13 Tahun 2006 pasal 93 ayat (1), menyatakan bahwa penyusunan RKA-SKPD berdasarkan ASB (salah satu dasar), dan pada pasal 4 menyatakan bahwa ASB merupakan penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan, serta memperhatikan prinsip-prinsip dasar commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
penyusunan ASB. Maka dapat dikatakan peranan ASB dalam penyusunan anggaran pada pemerintah daerah adalah sebagai berikut : a. Menjamin kewajaran beban kerja dan biaya yang digunakan antar SKPD dalam melakukan kegiatan sejenis; b. Mendorong terciptanya anggaran daerah yang semakin efisien dan efektif; c. Memudahkan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) melakukan verifikasi total belanja yang diajukan dalam RKA-SKPD untuk setiap kegiatan; d. Memudahkan SKPD dan TPAD dalam menghitung besarnya anggaran total belanja untuk setiap jenis kegiatan berdasarkan target output yang ditetapkan dalam RKA-SKPD. Menurut Ritonga (2009: 11-12) ASB memiliki peran yang penting dalam berbagai tahap pengelolaan keuangan daerah. Berikut akan dijelaskan peran ASB pada berbagai tahapan tersebut : a. Tahap Perencanaan Keuangan Daerah ASB dapat digunakan pada saat perencanaan keuangan daerah. ASB dapat dipergunakan pada saat musrembang, penyusunan rencana kerja SKPD (renja SKPD), dan penyusunan rencana kerja pemerintah daerah (RKPD). Pada tahap-tahap tersebut ASB digunakan oleh para perencana
untuk
mengarahkan
para
pengusul
kegiatan,
baik
masyarakat maupun aparatur pemda, untuk fokus pada kinerja. Apabila tanpa ASB, maka perencana hanya sekedar mencatat usulan namacommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
nama kegiatan dari para pengusul. Dengan adanya ASB, maka para perencana akan bertanya lebih jauh lagi kepada pengusul tentang pemicu kinerja (cost driver) kegiatan yang diusulkan agar dapat menentukan plafon anggaran kegiatan yang diusulkannya. b. Tahap Penganggaran Keuangan Daerah ASB digunakan pada saat proses penganggaran keuangan daerah, yaitu pada saat penentuan plafon anggaran sementara dan penyusunan rencana kerja anggaran. ASB digunakan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk mengevaluasi usulan program, kegiatan dan anggaran setiap satuan kerja dengan cara menganalisis kewajaran antara beban kerja dan biaya dari usulan program atau kegiatan yang bersangkutan. ASB digunakan pada saat mengkuantitatifkan target kinerja program dan kegiatan setiap SKPD menjadi RKA-SKPD. RKA-SKPD berisi rencana program dan kegiatan yang akan dilaksanakan beserta usulan anggaran yang akan digunakan. Untuk mengetahui beban kerja dan beban biaya yang optimal dari setiap usulan program atau kegiatan yang diusulkan, langkah yang harus dilakukan adalah dengan menggunakan formula perhitungan ASB yang terdapat pada masing-masing ASB. Tidak hanya TAPD, tim anggaran DPRD juga menggunakan ASB untuk meneliti kewajaran anggaran dan beban kerja dari setiap usulan kegiatan
yang
diajukan
oleh
pemerintah
daerah
sebelum
mengesahkannya menjadi Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
c. Tahap Pengawasan atau Pemeriksaan Pada tahap pengawasan atau pemeriksaan dapat menggunakan ASB untuk menentukan batasan mengenai pemborosan dari suatu kegiatan. Penganggaran suatu kegiatan dikatakan efisien jika pagu anggaran kegiatan tersebut tidak melampaui pagu ASB. Apabila penganggaran belanja suatu kegiatan melebihi pagu ASB maka inilah yang disebut dengan pemborosan. 11. Anggaran Berbasis Kinerja Heinrich (2002: 714) menyatakan bahwa diperlukan sistem manajemen berbasis outcome agar kinerja manajer publik atau aparat pemerintah lebih efektif dari pada dengan pendekatan tradisional pada pengendalian birokrat. Sistem manajemen atau pengukuran kinerja yang berbasis outcome ini akan menghasilkan informasi. Informasi yang diperoleh dari pengukuran kinerja bisa digunakan untuk memberikan informasi kepada pengelola program dalam berbagai tingkat organisasi. Mardiasmo (2002: 169) menyatakan bahwa kelemahan utama dalam manajemen pengeluaran rutin daerah adalah tidak adanya ukuran kinerja yang dapat dijadikan acuan bagi pemerintah daerah dalam proses perencanaan, ratifikasi, implementasi dan evaluasi pengeluaran rutin daerah. Hal ini berdampak pada kecenderungan kurangnya perhatian pada decision maker anggaran daerah terhadap konsep nilai uang (value for money). Seperti halnya pada pengeluaran rutin, permasalahan yang ada pada pengeluaran pembangunan pun sama. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
Pada pos pengeluaran rutin, satu-satunya ukuran kinerja yang dipakai
adalah
aturan
bahwa
jumlah
dana
untuk
pengeluaran
pembangunan yang tertera dalam anggaran daerah adalah jumlah dana maksimal yang dapat dibelanjakan untuk setiap pos pengeluaran anggaran. Dengan demikian bila pada pengeluaran rutin pemerintah daerah cenderung menghabiskan dana maka pada pengeluaran pembangunan hal yang sama juga akan terjadi. Karena ukuran kinerja lainnya tidak ada, maka dasar evaluasi pengeluaran pembangunan akan menggunakan rerata proporsi dana yang dialokasikan untuk setiap sektor yang ada dalam kelompok pengeluaran pembangunan. Dengan menggunakan alat evaluasi ini, terlihat bahwa rata-rata alokasi dana aparatur pemerintah masih tinggi. Dapat diidentifikasikan ada 3 (tiga) hal yang harus dibenahi dalam perencanaan pengeluaran. Pertama, konsep batas maksimal yang ada pada pos pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan sebaiknya diganti, hal ini karena pada kenyataan di lapangan konsep ini telah menjadi dasar bagi unit kerja pemerintah di daerah untuk menghabiskan anggaran. Kedua,
konsep
tradisional
budget
yang
membatasi
jenis-jenis
pengeluaran, baik rutin maupun pembangunan harus sudah diganti untuk jenis-jenis pengeluaran yang lebih rasional sesuai dengan kebutuhan daerah. Ketiga, untuk identifikasi kebutuhan dana pada pos pengeluaran atau belanja rutin daerah, maka ukuran kinerja yang sederhana adalah dengan melihat beban kerja (workload) dan biaya rutin rata-rata (unit cost).
Dalam
rangka
identifikasi kebutuhan commit to user
pos
pengeluaran
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
pembangunan, ukuran kinerja yang harus dibuat oleh daerah menjadi lebih kompleks atau rumit Mardiasmo (2002: 174) Mengutip
pendapat
Vazquez
(1997)
menyatakan
bahwa
pengukuran kebutuhan pengeluaran (expenditure needs) dalam kontek intergovernmental relationship merupakan pekerjaan yang sulit lihat Asmaldi (2002:10). Beberapa teknik mengestimasi kebutuhan pengeluaran pemerintah adalah: 1. menghitung biaya penyediaan standar tingkat pelayanan di suatu daerah; 2. menggunakan Analisis Regresi, metode ini merupakan cara yang canggih dengan menggunakan data pengeluaran aktual, namun teknis ni hanya menyajikan pengukuran kebutuhan relatif antar daerah dan mengabaikan perbedaan-perbedaan tingkat harga, efisiensi penyediaan pelayanan, aturan, tingkat preferensi dan kualitas pelayanan antar daerah. Metode ini sulit diterapkan di negara-negara yang dalam masa transisi atau negara-negara sedang berkembang di mana informasi atau data sulit diperoleh dan kwalitasnya pun kadang diragukan. 3. menggunakan metode unit cost, cara ini banyak digunakan di beberapa negara pada masa lalu tetapi sekarang telah banyak ditinggalkan karena tidak mampu mencakup perbedaan antar daerah. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, ”kinerja” memiliki beberapa arti, seperti prestasi, tingkat capaian, realisasi, dan pemenuhan. Kebanyakan terminologi mengacu pada dampak tujuan tindakan publik, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
tetapi beberapa berhubungan secara subyektif dengan tingkat kepuasan yang dirasakan sebagai suatu hasil dari suatu tindakan. Perlu dipahami bahwa konsep kinerja harus dianggap sebagai sebuah alat atau instrumen untuk mencapai tujuan dan bersifat relatif atau dapat diperbandingkan baik terhadap waktu, terhadap daerah atau SKPD lain. Anggaran dengan pendekatan prestasi kerja merupakan suatu sistem anggaran yang mengutamakan hasil kerja dan output dari setiap program dan kegiatan yang direncanakan. Setiap dana yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah untuk melaksanakan program dan kegiatan harus didasarkan atas hasil dan output yang jelas dan terukur. Ini merupakan pembeda utama antara anggaran kinerja dengan anggaran tradisional yang pernah diterapkan sebelumnya
yang
lebih
mempertanggungjawabkan
input
yang
direncanakan dengan input yang dialokasikan. Mengacu pada definisi di atas, penyusunan anggaran berdasarkan prestasi kerja pada dasarnya sudah dilakukan sejak pemerintah daerah mengajukan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) harus ditentukan secara tegas mengenai besaran hasil dan outputnya. Namun, penyusunan anggaran berdasarkan prestasi kerja akan terlihat secara operasional pada saat SKPD mengajukan RKA-SKPD (Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah). Dalam pasal 39 ayat (1) sampai (3) Permendagri No. 13 Tahun 2006 secara jelas menyatakan bahwa ”Penyusunan RKA-SKPD dengan pendekatan prestasi kerja dilakukan dengan memperhatikan dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
keterkaitan antara pendanaan dan keluaran dan hasil yang diharapkan dari kegiatan dan program termasuk efisiensi dalam pencapaian keluaran dan hasil tersebut”. Untuk mengimplementasikan anggaran berdasarkan prestasi kerja, pemerintah daerah perlu melengkapi diri dengan instrumen lain seperti capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga, dan standar pelayanan minimal. Terdapat beberapa indikator yang secara umum dijadikan ukuran pencapaian kinerja dalam pengelolaan anggaran daerah. Dalam Kepmendagri No. 29 Tahun 2002, indikator kinerja diukur berdasarkan input, output, hasil, manfaat, dan dampak. Namun berdasarkan Permendagri No. 13 Tahun 2006, indikator kinerja dibatasi menjadi masukan (input), keluaran (output), dan hasil (outcome). Input adalah seluruh sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan output. Keluaran (output) adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran dan tujuan program dan kebijakan. Hasil (outcome) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran dari kegiatan-kegiatan dalam suatu program. Indikator-indikator kinerja di atas, pada dasarnya tidak bisa memberikan penjelasan yang berarti tentang kinerja melainkan semata menjelaskan keterkaitan proses yang logis antara input, output dan outcome atau yang biasa disebut kerangka kerja logis. Indikator yang digunakan tidak mampu menjelaskan apakah kinerja kita sudah semakin membaik ataukah semakin memburuk?. Indikator yang digunakan bahkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
tidak akan mampu menjawab apakah program dan kegiatan tersebut menyentuh kepentingan publik atau masyarakat atau tujuan jangka menengah dan jangka panjang lainnya. Indikator tersebut hanya mampu menjelaskan bahwa untuk setiap input yang digunakan ada sejumlah output yang dihasilkan dan jumlah outcome pada level program. Mengingat kinerja bersifat relatif, maka harus ada data pembanding (bencmark). Dengan adanya data pembanding, memungkinkan untuk menilai apakah program dan kegiatan yang direncanakan lebih efisien dan lebih efektif dibandingkan dengan data pembanding tersebut atau program dan kegiatan yang sama ditahun sebelumnya. Suatu program atau kegiatan dikatakan semakin efisien jika untuk mencapai output tertentu diperlukan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan data dasar (bencmark) atau dengan biaya tertentu akan diperoleh output yang lebih besar dibandingkan data
dasar
dan
sebaliknya.
Efektivitas
dapat
dilihat
dengan
membandingkan rencana output terhadap rencana hasil. Jika dengan rencana output tertentu akan mampu dicapai hasil yang lebih besar atau dengan target hasil tertentu akan dicapai dengan output yang lebih kecil dibandingkan dengan data dasar, maka program dan kegiatan tersebut dikatakan semakin efektif. B. Studi Terdahulu Mardiasmo
dan
Jaya
(1999)
melakukan
penelitian
tentang
pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999. Alat analisis yang digunakan adalah alat analisis commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
deskriptif. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa model line-item dan incrementalism seharusnya diganti dengan model yang lebih bagus dan anggaran pemerintah daerah seharusnya lebih dekat dengan kebutuhan dan prioritas
komunitas
lokal
yang
dinamis.
Hasil
penelitian
lainnya
mengungkapkan bahwa akuntabilitas bisa diciptakan dengan partisipasi masyarakat, sehingga partisipasi masyarakat dalam pembuatan anggaran menjadi penting. Penelitian dari dalam negeri antara lain dilakukan oleh Pusat Antar Universitas-Fakultas Ekonomi UGM (2000). Ruang lingkup dari penelitian ini difokuskan pada pengembangan sistem anggaran kinerja daerah dan model Standar Analisis Belanja (SAB), dengan lokasi penelitian di Pemerintah Kota Denpasar dan Kabupaten Sleman. Unit kerja yang dijadikan sampel adalah Bagian Keuangan, Dinas Pendapatan Daerah, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan Nasional dan Dinas Pekerjaan Umum. Adapun alat analisis yang digunakan adalah perhitungan biaya rata-rata, standar analisa belanja dan kebutuhan anggaran unit kerja. Hasil penelitian tersebut antara lain yang berkaitan dengan kinerja pemerintah daerah saat ini belum ada kejelasan tupoksi dan kewenangan untuk setiap unit kerja. Masih terdapatnya tupoksi pada beberapa unit kerja yang tidak lagi relevan dengan tujuan pelayanan dan kepentingan publik serta peraturan-peraturan legal tentang desentralisasi. Oleh karena itu, sebagian besar unit kerja belum memiliki sistem pengukuran kinerja yang lengkap dan konprehensif. Hail penelitian ini dituangkan dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
bentuk Laporan Akhir Pengembangan Model Standar Analisa Belanja (SAB) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Penelitian dari luar dilakukan oleh Martinez (2001) yang meneliti tentang masalah-masalah dalam alokasi belanja. Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif. Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa diperlukan kriteria efisiensi dalam hal penentuan bagian belanja. Selain itu diperlukan juga adanya pencapaian sasaran redistribusi dan stabilitas. Beberapa masalah yang sering timbul dalam penentuan belanja adalah tidak adanya penentuan belanja yang efisien, adanya penentuan belanja yang bersifat mendua dan adanya tanggung jawab yang di bagi bersama. Martines juga menyatakan bahwa ada dua bentuk umum pendanaan yang tersedia yaitu akses langsung pada pasar modal oleh pemerintah daerah dengan menerbitkan obligasi dan peminjaman dari lembaga keuangan. Penelitian dari luar negeri lainnya dilakukan oleh Heinrich (2002) yang melakukan penelitian tentang implikasi manajemen kinerja berbasis outcome pada publik sektor dalam akuntabilitas dan efektivitas pemerintahan. Penelitian dilakukan di Amerika Serikat. Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penggunaan data administratif pada manajemen kinerja tidak menghasilkan perkiraan dampak program yang benar-benar akurat. Penelitian ini juga menegaskan bahwa datadata administrasi bisa menghasilkan informasi yang berguna bagi manajer publik yang bisa dimanipulasi untuk memperbaiki kinerja organisasi. Selain itu disimpulkan pula bahwa hal penting dalam merancang suatu sistem kinerja commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
adalah sejauh mana efektivitas sebuah kebijakan sebagai alat untuk meningkatkan akuntabilitas pemerintah. Penelitian lainnya dilakukan oleh Asmaldi (2002) yang meneliti tentang Standar Analisis Belanja (SAB) pengeluaran Pemerintah Kabupaten Kerinci. Obyek penelitiannya adalah pada Kantor Kebersihan, Pemadam Kebakaran dan Pertamanan Pemakaman. Penelitian menggunakan data-data tahun 2001. alat analisis yang digunakan adalah standar analisa belanja, biaya rata-rata, kebutuhan anggaran unit kerja, serta perhitungan perhitungan target kinerja dengan menggunakan analisis trend. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pada tahun 2001 terjadi overfinancing terhadap belanja pelayanan kebersihan yang menunjukkan tidak efisiennya pengelolaan anggaran pada unit kerja, selain itu untuk kegiatan penyapuan sampah terjadi underfinancing. Keadaan ini mengakibatkan beberapa kegiatan akan tertunda pelaksanaannya, sehingga
dapat
menurunkan
kualitas
pelayanan
kebersihan
kepada
masyarakat. Untuk kegiatan pengangkutan dan penggusuran sampah terjadi overfinancing. Bila dibanding dengan tahun 2001, maka kinerja keuangan 2000 lebih baik dari pada kinerja keuangan tahun 2001. Penelitian tersebut akan menjadi acuan dan bahan referensi bagi penelitian ini. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya seperti disebutkan, apabila dibandingkan dengan penelitian ini mempunyai beberapa kesamaan yaitu permasalahan yang akan di bahas mengenai Analisis Standar Belanja (ASB) serta beberapa alat analisis yang relevan digunakan. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah terletak pada commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
lokasi penelitian yang ada di Kabupaten Ngawi dengan fokus pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Penelitian yang berkaitan dengan Analisis Standar Belanja (ASB) secara umum telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, tetapi penelitian terhadap Analisi Standar Belanja pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ngawi belum pernah dilakukan. C. Kerangka Pemikiran Penelitian Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran (PPA) merupakan dua dokumen utama dalam penyusunan APBD. Kedua dokumen tersebut harus direncanakan secara matang untuk menghasilkan penganggaran keuangan daerah yang berkualitas. Salah satu instrumen yang digunakan untuk menganalisis efektifitas dan ketepatan penentuan anggaran adalah dengan Analisis Standar Belanja (ASB). Analisis Standar Belanja (ASB) merupakan pedoman yang digunakan untuk menganalisis kewajaran beban kerja dan belanja setiap program atau kegiatan yang akan dilaksanakan oleh suatu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam satu tahun anggaran. ASB merupakan suatu pendekatan yang digunakan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk mengevaluasi usulan program, kegiatan, dan anggaran setiap SKPD dengan cara menganalisis kewajaran beban kerja dan belanja dari setiap usulan program atau kegiatan yang bersangkutan. Penilaian terhadap kewajaran beban kerja usulan program atau kegiatan terkait dengan kebijakan anggaran, komponen dan tingkat pelayanan yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
akan dicapai, jangka waktu pelaksanaan, serta kapasitas satuan kerja. Setelah melakukan analisis standar belanja (ASB) maka dapat diketahui nilai minimum dan maksimum anggaran untuk masing-masing program dan kegiatan yang akan dilakukan SKPD. Ketika pelaksanaan penganggaran keuangan daerah, dana yang terealisasi dapat dibandingkan dengan nilai minimum dan maksimum yang telah dilakukan analisis standar belanja. Apakah penganggaran keuangan daerah yang dibuat overfinancing atau underfinancing dalam pelaksanaannya. Untuk lebih jelas kerangka pemikiran penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : KUA PPA
Analisa Standar Biaya (ASB)
Standar Minimum dan Maksimum
Pelaksanaan Penganggaran Keuangan Daerah
Overfinance / Underfinace . Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Catatan : KUA : Kebijakan Umum Anggaran PPA : Prioritas dan Plafon Anggaran commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah anggaran untuk kegiatan forum komunikasi atau koordinasi yang ada pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi. Adapun untuk penganggaran keuangan daerah yang diteliti pada penelitian ini adalah penganggaran keuangan daerah berbasis kinerja di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi tahun 2010 yang terdiri dari Kegiatan Koordinasi Kerjasama
Pembangunan
Antar
Wilayah,
Koordinasi
Perencanaan
Pembangunan Bidang Ekonomi, Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Sosial Budaya, Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Prasarana Wilayah dan Koordinasi Penanganan Kemiskinan. B. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi Provinsi Jawa Timur yang beralamat di Jl. Teuku Umar, No. 12 Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi. Pertimbangan penelitian dilakukan di SKPD Bappeda Kabupaten Ngawi, karena terkait dengan mewujudkan visi dari Bappeda Kabupaten Ngawi yaitu ”Terwujudnya institusi perencanaan pembangunan yang akuntabel, partisipatif dan strategis” maka dari itu penyusunan keuangannya harus berbasis kinerja, serta agar hasil penelitian ini commit to user berupa Analisis Standar Belanja (ASB) dapat digunakan sebagai informasi ,
49
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
memotivasi, dan referensi SKPD yang lain dalam perencanaan keuangan yang berbasis kinerja guna mendapatkan APBD yang berkualitas. C. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan untuk mendukung penulisan penelitian ini adalah berupa data sekunder yang diperoleh melalui pengumpulan dokumendokumen resmi serta laporan keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Ngawi tahun anggaran 2010. Data sekunder yang dikumpulkan adalah sebagai berikut : 1. Data Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Ngawi tahun anggaran 2010; 2. Laporan keuangan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi tahun anggaran 2010; 3. Data
Daftar
Pelaksanaan
Anggaran
(DPA)
Badan
Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi tahun anggaran 2010; 4. Data Kabupaten Ngawi dalam angka tahun 2011. Data-data dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber lembaga resmi pemerintah antara lain : 1.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi;
2.
Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Kabupaten Ngawi;
3.
Badan Keluarga Berencana, Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Ngawi;
4.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Ngawi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
D. Metode Pengumpulan Data Dalam mengumpulkan data untuk bahan analisis dilakukan dengan berbagai cara. Data dan informasi yang berhubungan dengan penelitian ini, diperoleh dengan cara: 1. Penelitian Kepustakaan (Library research) dengan cara mempelajari berbagai literatur serta tulisan-tulisan yang berhubungan sengan masalah yang diteliti. Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperkuat landasan teori yang dapat mendukung penelitian yang disarikan dan diambil dari literatur atau buku-buku, artikel ilmiah maupun hasil penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini; 2. Studi Dokumenter untuk memperoleh data sekunder yang diperlukan dengan menggali informasi pada Unit Kerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi yang berhubungan dengan masalah penelitian. E. Definisi Operasional Variabel Penelitan Untuk menghindari terjadinya penafsiran yang keliru, diperlukan uraian ringkas mengenai istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini. 1. Analisis Standar Belanja (ASB) adalah standar yang digunakan untuk menganalisis kewajaran beban kerja atau biaya setiap program atau kegiatan yang akan dilaksanakan oleh suatu Satuan Kerja dalam satu tahun anggaran. Dalam penelitian ini Analisis Standar Belanja (ASB) didasarkan pada masing-masing kegiatan yang ada pada kegiatan forum komunikasi atau koordinasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
2.
Penganggaran keuangan daerah adalah penganggaran keuangan daerah berbasis kinerja di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi tahun 2010 yang terdiri dari Kegiatan Koordinasi Kerjasama Pembangunan Antar Wilayah, Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Ekonomi, Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Sosial Budaya, Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Prasarana Wilayah dan Koordinasi Penanganan Kemiskinan.
3.
Pengendali belanja (Cost Driver) atau sering juga disebut dengan pemicu belanja adalah faktor yang mempengaruhi besar kecilnya belanja dari suatu kegiatan. Dalam penelitian ini yang menjadi cost driver kegiatan forum komunikasi atau koordinasi adalah jumlah peserta dan jumlah frekuensi koordinasi.
4.
Belanja Total merupakan penjumlahan dari belanja tetap dan belanja variabel pada suatu target kinerja tertentu.
5.
Belanja tetap merupakan belanja yang nilainya tetap walaupun target kinerja suatu kegiatan berubah-ubah. Belanja tetap ini tidak dipengaruhi oleh adanya perubahan volume atau target kinerja suatu kegiatan. Besarnya nilai belanja tetap merupakan batas maksimal untuk setiap kegiatan dimana penyusun anggaran tidak boleh melebihi nilai tersebut, namun diperbolehkan apabila besaran belanja tetap dibawah nilai yang ditetapkan.
6.
Belanja Variabel menunjukkan besarnya perubahan belanja untuk masing-masing kegiatan yang dipengaruhi oleh perubahan atau commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
penambahan volume kegiatan. Semakain besar target kinerja, maka akan semakin besar pula total belanja variabelnya. 7.
Belanja rata-rata adalah biaya rata-rata yang dikeluarkan untuk satu satuan target kinerja yang hendak dicapai pada suatu kegiatan tertentu yang meliputi belanja langsung.
8.
Batas Minimum Belanja adalah proporsi belanja terendah yang diperbolehkan dalam penganggaran keuangan daerah setelah dianalisis dengan ASB.
9.
Batas Maximum Belanja adalah proporsi belanja maximum yang diperbolehkan dalam penganggaran keuangan daerah setelah dianalisis dengan ASB.
10. Alokasi Objek Belanja adalah alokasi obyek belanja berisikan macammacam obyek belanja, proporsi batas bawah, proporsi rata-rata, dan proporsi batas atas dari total belanja. Obyek belanja disini adalah obyek belanja yang hanya diperbolehkan dipergunakan dalam ASB yang bersangkutan. Jumlah macam obyek belanja tidak boleh ditambah maupun dikurangi karena diyakini bahwa kegiatan tersebut hanya akan efektif jika obyek-obyek belanja tersebut hadir. Batas bawah adalah proporsi terendah dari obyek belanja yang bersangkutan. Rata-rata adalah proporsi rata-rata dari obyek belanja tersebut untuk seluruh SKPD di Pemerintah Daerah tersebut (dalam penelitian ini adalah seluruh kegiatan yang ada di Bappeda Kabupaten Ngawi). Batas atas adalah proporsi tertinggi yang dapat dipergunakan dalam obyek belanja. Maksud akan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
adanya batas atas dan batas bawah adalah untuk memberikan keleluasaan kepada pengguna anggaran untuk menentukan besaran dari masingmasing obyek belanja. Dengan kata lain, batas atas dan batas bawah ini untuk mengakomodasi ”selera” pengguna anggaran SKPD. F. Metode Analisis Data Penelitian ini bertujuan menghitung besarnya belanja rata-rata, menghitung nilai minimum dan maksimum belanja, menghitung prosentase alokasi kepada masing-masing objek belanja, baik alokasi prosentase belanja rata-rata, minimum dan maksimum serta menentukan klasifikasi kategori kewajaran belanja pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi tahun anggaran 2010. Untuk menjawab permasalahan yang telah ditetapkan, menurut Tanjung (2010: 5-9) penyusunan analisis standar belanja (ASB) menggunakan 3 (tiga) pendekatan utama yaitu : pendekatan Activity Based Costing (ABC), pendekatan Ordinary least Square (regresi sederhana) dan pendekatan metode diskusi (focused group discussion). Pada penelitian ini alat yang akan digunakan untuk analisis kegiatan forum komunikasi atau koordinasi yang ada pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi adalah dengan pendekatan Ordinary least squere. Analisis regresi sederhana adalah suatu teknik yang digunakan untuk membangun suatu persamaan yang menghubungkan antara variabel tidak bebas (Y) dengan variabel bebas (X) sekaligus untuk menentukan nilai ramalan atau dugaannya. Dalam regresi sederhana ini, variabel tidak bebas merupakan total biaya dari suatu kegiatan, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
sedangkan variabel bebas merupakan cost driver dari kegiatan tersebut. Alat analisis yang digunakan sebagai berikut : 1. Belanja rata-rata Belanja rata-rata adalah belanja rata-rata yang dikeluarkan guna kegiatan forum komunikasi atau koordinasi pada tahun 2010 oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi. Untuk menghitung belanja rata-rata, maka harus diketahui belanja total kegiatan. Y = a + bX
.............................................................................
(3.1)
Dimana : Y = Belanja Total X = Cost Driver a = Belanja Tetap Total (Fixed Cost) b = Belanja Variabel Per unit (Variable Cost) Nilai X dan Y adalah nilai-nilai yang diperoleh dari nilai Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran (PPA). Yang perlu ditaksir adalah koefisien a dan b. Taksiran terbaik untuk koefisien a dan b adalah dengan menggunakan metode kuadrat terkecil , yaitu : b =
å XY - n XY å X - nX 2
2
.......................................................................
di mana : åX X= n commit to user
(3.2)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
Y=
åY
n Dimana :
∑X = Jumlah Cost Driver
a = Y - bX
∑Y = Total anggaran
n = jumlah data
................................................................................
(3.3)
Dimana koefisien a merupakan belanja tetap, dan koefisien b merupakan koefisien untuk belanja variabel. Jadi rumus untuk belanja ratarata adalah : Ỹ = a + bX
..................................................................... (3.4)
Dimana : Ỹ = Belanja rata-rata X = Cost Driver rata-rata a = Belanja Tetap Total (Fixed Cost) b = Belanja Variabel Per unit (Variable Cost) 2. Batas Minimum dan Maksimum Belanja Sebelum menghitung batas minimum dan maksimum belanja, terlebih dahulu melihat reliabilitas dari persamaan garis yang ditaksir, dengan menggunakan kekeliruan baku taksiran (standar deviasi). Rumus yang digunakan adalah :
Se =
å (Y - Y ) n-2
2
.......................................................................
Bentuk ∑ (Y- Ỹ) 2 disebut pula sebagai jumlah kuadrat kekeliruan. commit to user
(3.5)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
Jika prediksi terhadap Ỹ berdasarkan sebuah nilai X yang ditetapkan telah dibuat, maka kita dapat menentukan interval taksiran untuk Yˆ ini dengan menggunakan kekeliruan baku taksiran yang dikemukakan di atas. Dengan demikian batas bawah (belanja minimum) untuk taksiran Ỹ dapat dihitung dengan :
Ỹ - tp. se
................................................................................
(3.6)
Sedangkan batas atas (belanja maksimum) taksiran Yˆ adalah :
Ỹ + tp. se
................................................................................
(3.7)
di mana t diperoleh dari tabel t dengan derajat bebas n – 2 3. Prosentase Alokasi Belanja a. Prosentase Alokasi Belanja Rata-rata Menghitung prosentase alokasi belanja rata-rata kepada masing-masing objek belanja (aktivitas) dilakukan dengan cara membagi total belanja masing-masing objek dengan total belanja suatu kegiatan, lalu dikalikan dengan 100% Total belanja masing-masing objek % Belanja Rata-rata =
x 100%
.........
(3.8)
Total belanja
b. Prosentase Alokasi Belanja Minimum Menghitung prosentase alokasi belanja minimum kepada masing-masing objek belanja dilakukan dengan cara mencari terlebih dahulu selisih prosentase
belanja
rata-rata
dengan
commit to user
belanja
minimum,
hasilnya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
dialokasikan kepada masing-masing objek belanja, lalu besarnya prosentase alokasi belanja minimum adalah = % belanja rata-rata - % alokasi selisih masing-masing objek belanja
.............
(3.9)
c. Prosentase Alokasi Belanja Maksimum Menghitung prosentase alokasi belanja maksimum kepada masingmasing objek belanja dilakukan dengan cara mencari terlebih dahulu selisih prosentase belanja rata-rata dengan belanja maksimum, hasilnya dialokasikan kepada masing-masing objek belanja, lalu besarnya prosentase alokasi belanja maksimum adalah = % belanja rata-rata + % alokasi selisih masing-masing objek belanja
............
(3.10)
4. Kewajaran Anggaran Untuk menentukan klasifikasi kewajaran belanja dilakukan dengan cara membandingkan anggaran yang ada pada masing-masing kegiatan forum komunikasi atau koordinasi Bappeda Kabupaten Ngawi dengan batas belanja minimum dan maksimum. Jika anggaran berada di bawah batas belanja minimum maka termasuk kategori underfinance dan sebaliknya jika anggaran berada di atas batas belanja maksimum maka masuk kategori Overfinance, serta jika anggaran berada diantara batas belanja minimum dan maksimum berarti anggaran dikategorikan wajar. .......
(3.11)
Anggaran kegiatan > Batas maksimal belanja = Overfinance
.......
(3.12)
Batas minimal > Anggaran kegiatan < Batas Maksimal = wajar
.......
(3.13)
Anggaran kegiatan < Batas minimal belanja = Underfinance
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Kabupaten Ngawi 1. Kondisi Geografis Kabupaten Ngawi terletak di wilayah barat Provinsi Jawa Timur yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Kabupaten Ngawi adalah 1.298,58 km2, di mana sekitar 39 persen atau sekitar 504,8 km2 berupa lahan sawah. Sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Ngawi tahun 2004, secara administrasi wilayah ini terbagi ke dalam 19 kecamatan dan 217 desa, dimana 4 dari 217 desa tersebut adalah kelurahan. Secara geografis Kabupaten Ngawi terletak pada posisi 7o 21’ – 7o 31’ Lintang Selatan dan 110o 10’ – 111o 40’ Bujur Timur. Topografi wilayah ini adalah berupa dataran tinggi dan tanah datar. Tercatat 4 kecamatan terletak pada dataran tinggi yaitu Sine, Ngrambe, Jogorogo dan Kendal yang terletak di kaki Gunung Lawu. Batas wilayah Kabupaten Ngawi adalah sebagai berikut: -
Sebelah Utara
: Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora (Provinsi Jawa Tengah) dan Kabupaten Bojonegoro.
-
Sebelah Timur : Kabupaten Madiun.
-
Sebelah Selatan : Kabupaten Madiun dan Kabupaten Magetan.
-
Sebelah Barat
: Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sragen commit to user (Provinsi Jawa Tengah).
59
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
Gambar 4.1 Peta Kabupaten Ngawi Sumber : Arsip Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ngawi Topografi Kabupaten Ngawi adalah berupa dataran tinggi dan tanah datar. 4 kecamatan dari 19 kecamatan terletak pada dataran tinggi yaitu Sine, Ngrambe, Jogorogo dan Kendal yang terletak di kaki Gunung Lawu. Kabupaten Ngawi termasuk daerah yang beriklim tropis, dan hanya mengenal dua musim yaitu, musim kemarau dan musim penghujan. Dari 21 lokasi penakar hujan yang masih berfungsi di Kabupaten Ngawi (3 lokasi lainnya rusak) dapat diketahui bahwa ratarata curah hujan di kabupaten ini. Pada tahun 2010, Kabupaten Ngawi sepanjang tahun diguyur hujan. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari hingga Mei. Curah hujan berkisar pada 21,00-28,00 mm. Ratarata hari hujan tiap bulannya 15-16 hari. Curah hujan terendah terjadi commit to user pada bulan Juni hingga Agustus. Curah hujan berkisar 12,00-15,00 mm.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
Rata-rata hari hujan tiap bulan hanya 2-7 hari. Secara umum dalam 5 tahun terakhir (2006, 2007, 2008, 2009, 2010) rata-rata curah hujan tertinggi adalah pada bulan Desember, Januari dan Februari dan yang terendah adalah pada bulan Juli, Agustus dan September.
Gambar 4.2 : Gambar Rata-rata Curah Hujan Tiap Bulan Sumber : Ngawi Dalam Angka 2011 Dari total luas wilayah Kabupaten Ngawi, luas lahan sawah dan bukan lahan sawah selama 5 tahun terakhir relatif tidak berubah hingga tahun 2010 sebesar 50.476 Ha (71,39%) dan bukan lahan sawah sebesar 20.231 Ha (28,61%). Dari luas lahan sawah tersebut menurut jenis pengairannya tahun 2010 terdiri dari sawah teknis 37.923 Ha (75,13%), setengah teknis 5.774 Ha (11,44%), sederhana 2.496 Ha (4,94%), tadah hujan 3.787 Ha (7,5%), lainnya 496 Ha (0,98%). Sedangkan commit to user lahan bukan sawah menurut
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
penggunaannya pada tahun 2010 terdiri dari tegal/ kebon 13.903 Ha (68,72%), ladang/huma 269 Ha (1,32%), Perkebunan 2.284 Ha (11,29%), hutan rakyat 1.990 Ha (9,82%), kolam/tebat/empang 25 Ha (0,12%), penggembala/padang rumput 6 Ha (0,029%), sementara/tidak diusahakan 4 Ha (0,019%), lainnya 1.750 Ha (8,65%).
Gambar 4.3 Prosentase Luas Lahan Sawah Menurut Jenis Pengairannya Sumber : Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2011
Gambar
4.4
Prosentase Luas Lahan Bukan Penggunaannya Sumber : Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2011
Sawah
Menurut
2. Pemerintahan Daerah Kabupaten Ngawi terbagi dalam 19 Kecamatan dan 217 Desa atau Kelurahan. Kecamatan Karangjati merupakan Kecamatan dengan jumlah Desa atau Kelurahan terbanyak yaitu berjumlah 17 Desa atau commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
Kelurahan. Pemerintahan Daerah Kabupaten Ngawi memiliki 64 Kantor atau Instansi atau Bagian yang tersebar dilingkungan Pemerintah Kabupaten Ngawi, Kecamatan dan Desa atau Kelurahan. Menurut data pada tahun 2011 menyebutkan jumlah sumber daya manusia aparatur Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten Ngawi tahun 2010 adalah 14.363 orang, naik 3,88 persen dibanding dengan tahun 2009. Kualifikasi pendidikan Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Kabupaten Ngawi pada tahun 2010 sebagai berikut
Gambar 4.5 Jumlah Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemkab Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2010 Sumber : Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2011 SLTP atau kurang sejumlah 8% atau 1.137 orang, SLTA sejumlah 36% atau 5.090 orang, Sarjana Muda sejumlah 23% atau 3.350 orang, Sarjana sejumlah 32% atau 4.587 orang, dan untuk Pasca Sarjana jumlahnya paling sedikit yaitu 1% atau 199 orang. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
Berdasarkan golongan kepangkatannya pada tahun 2010, pegawai yang termasuk golongan IV sejumlah 3.600
orang, golongan III
sejumlah 5.696 orang, golongan II sejumlah 4.335 orang dan golongan I sejumlah 732 orang.
Gambar 4.6 Jumlah Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemkab Menurut Golongan Kepangkatan tahun 2010 Sumber : Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2011 Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Ngawi pada tahun 2010 sejumlah 45 orang yang berasal dari 11 partai politik. Jumlah anggota DPRD laki-laki sebesar 36 orang sedangkan untuk anggota DPRD perempuan berjumlah 9 orang.
Gambar 4.7 Jumlah Anggota DPRD Kabupaten Ngawi Berdasarkan Jenis Kelamin tahun 2010 commit to user Sumber : Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2011
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
Anggota DPRD Kabupaten Ngawi pada tahun 2010 terbanyak dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan Golongan Karya (Golkar) sebanyak 8 orang. Tingkat pendidikan anggota DPRD Kabupaten Ngawi tahun 2010 terbanyak yaitu
tingkat SLTA sebanyak 21 orang dan
tingkat Sarjana Strata 1 sebanyak 19 orang.
Gambar 4.8 Jumlah Anggota DPRD Kabupaten Ngawi Berdasarkan Tingkat Pendidikan tahun 2010 Sumber : Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2011
3. Demografi (Kependudukan) Data dari Badan Keluarga Berencana, Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Ngawi (dalam Kabupaten Ngawi dalam Angka 2011) pada akhir tahun 2010 tercatat sebanyak 894.675 jiwa yang terdiri dari 439.536 laki-laki dan 455.139 perempuan dengan sex rasio sebesar 96 artinya bahwa setiap 100 penduduk wanita terdapat sekitar 96 penduduk laki-laki. Dibandingkan dengan tahun 2009 jumlah penduduk Kabupaten Ngawi setiap tahun terus bertambah sebesar 2.624 jiwa atau meningkat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
sebesar 0,29%. prosentase kenaikannya pun terus meningkat; dari 0,34% pada tahun 2007, naik 0,78% pada tahun 2008. Namun pada tahun 2009 prosentase kenaikannya menurun menjadi 0,31%. Nampaknya mulai tahun 2009 pemerintah dan masyarakat Kabupaten Ngawi ada upaya untuk menekan laju pertumbuhan penduduk setelah disadari adanya peningkatan selama 2 tahun ber-turut-turut yang salah satunya melalui program Keluarga Berencana. Tabel. 4.1. No.
Penduduk Kabupaten Ngawi menurut Hasil Sensus Penduduk 2006
2007
2008
2009
2010
Penduduk
879.193
882.221
889.224
892.051
894.675
a.
Laki-laki
429.921
431.354
437.808
438.223
439.536
b.
Perempuan
449.272
450.867
451.416
453.828
455.139
Komposisi Penduduk L:P (%)
48:52
48:52
49:51
49:51
49:51
2
Sex Ratio
95,69
95,67
96,99
96,99
96,57
3
Prosentase Kenaikan (%)
0,34
0,78
0,31
0,29
4
Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)
681
686
688
690
1
Uraian
678
Sumber : Badan Keluarga Berencana, Kependudukan dan Catatan Sipil Kab. Ngawi (Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2011) Dengan melihat Tabel 4.1 di atas diketahui bahwa komposisi penduduk antara laki-laki dan perempuan di Kabupaten Ngawi adalah 49:51. Rasio jenis kelamin (sex ratio) sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 berkisar antara 95,69 hingga 96,57 (di bawah 100) yang berarti jumlah perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Dengan fakta ini maka dalam pelaksanaan kegiatan yang ada di Kabupaten Ngawi prinsip kesetaraan gender menjadi sangat penting demi keadilan dan pemerataan kesempatan dalam membangun dan mengaktualisasikan diri commit to user setiap warga negara. Namun bila ditinjau per kecamatan, ternyata ada 2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
kecamatan yang sex rationya di atas 100 yaitu, Kecamatan Kasreman dan Karanganyar. Tabel 4.2. Penduduk Akhir Tahun 2010 Menurut Jenis Kelamin No.
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Sine Ngrambe Jogorogo Kendal Geneng Gerih Kwadungan Pangkur Karangjati Bringin Padas Kasreman Ngawi Paron Kedunggalar Pitu Widodaren Mantingan Karanganyar JUMLAH
Laki2 (jiwa) 22.953 21.308 20.106 24.552 27.810 18.196 14.200 14.202 23.257 15.922 17.031 12.147 42.038 44.075 36.804 14.089 35.008 19.841 15.997 439.536
Perempuan (jiwa) 25.980 21.540 21.150 26.509 28.213 19.294 14.543 14.624 24.850 16.419 17.136 12.145 42.498 45.328 37.062 14.195 35.742 22.002 15.909 455.139
Jumlah (jiwa) 48.933 42.848 41.256 51.061 56.023 37.490 28.743 28.826 48.107 32.341 34.167 24.292 84.536 89.403 73.866 28.284 70.750 41.843 31.906 894.675
Sex Ratio 88,35 98,92 95,06 92,62 98,57 94,31 97,64 97,11 93,59 96,97 99.39 100,02 98,92 97,24 99,30 99,25 97,95 90,18 100,55 96.57
Sumber : Badan Keluarga Berencana, Kependudukan dan Catatan Sipil Kab. Ngawi (Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2011) 4. Pendidikan Sumber daya manusia adalah salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan. Komitmen Pemerintah Kabupaten Ngawi dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia ini tercermin dari perkembangan sekolah (negeri dan swasta), murid/ mahasiswa dan guru/ dosen dari Taman Kanak-Kanak commit to (TK)/ user Raudhatul Athfal (RA) hingga
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
Perguruan Tinggi (PT) di kabupaten ini pada 5 tahun terakhir (2006 – 2010) yang terus meningkat. Adapun
perbandingan
jumlah
murid
menurut
tingkat
pendidikannya di kabupaten ini dari tahun 2006 sampai dengan 2010 dapat dilihat pada gambar 4.9 di bawah ini.
Gambar 4.9 Perkembangan Jumlah Murid di Kabupaten Ngawi Sumber : Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2011
Data dari Kabupaten Ngawi dalam angka tahun 2011 untuk tahun 2010 jumlah Taman Kanak-kanak (TK) sebanyak 550 lembaga dengan jumlah murid 14.081 siswa, dengan rasio murid-sekolah 25. Jumlah Sekolah Dasar (SD) dan sederajat ada 664 lembaga, mempunyai murid 79.219 siswa dengan rasio murid-sekolah 119. Jumlah murid Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan sederajat sebanyak 38.837 siswa, yang tersebar di 111 sekolah dengan rasio murid-sekolah 349. Jumlah murid Sekolah Menengah Umum (SMU)/Sekolah Menengah commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
Kejuruan 24.971 siswa yang tersebar di 68 sekolah, dengan rasio muridsekolah 367. Dari data perkembangan jumlah murid menarik untuk diketahui adalah seberapa besar rasio antara jumlah penduduk Kabupaten Ngawi yang menempuh jenjang pendidikan (formal) dengan jumlah penduduk secara keseluruhan. Perubahan nilai rasio bisa disebabkan oleh beberapa kemungkinan, yaitu: laju pertumbuhan angkatan penduduk prasekolah atau balita, atau banyaknya angka penduduk putus sekolah atau lulus sekolah tetapi tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Semakin besar nilai rasio menunjukkan dua kemungkinan, yang pertama adalah semakin berkurangnya angka putus sekolah, sementara itu laju pertumbuhan angkatan penduduk prasekolah dapat ditekan atau karena jumlah penduduk yang baru mulai sekolah lebih besar daripada jumlah penduduk yang putus sekolah dan atau yang selesai/ lulus sekolah. Sebaliknya, jika nilai rasio semakin kecil mungkin disebabkan semakin banyak angka putus sekolah, sementara itu laju pertumbuhan angkatan penduduk prasekolah meningkat. 5. Mata Pencaharian Sumber pendapatan penduduk Kabupaten Ngawi berasal dari berbagai sektor lapangan usaha, meliputi bidang pertanian, perkebunan, peter-nakan, kehutanan, perikanan, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, bangunan, perdagangan eceran, rumah tangga, perhotelan, rumah makan, pengangkutan, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
penimbunan, perhubungan, keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, jasa penunjang informasi dan komunikasi, jasa-jasa kemasyarakatan, sosial dan perseorangan (rumah tangga), pemerintahan umum, hiburan dan kebudayaan. Sektor industri di Kabupaten Ngawi berjalan lambat namun terus meningkat. Jumlah industri kecil/kerajinan rumah tangga naik dari 15.346 pada tahun 2009 menjadi 15.643 pada tahun 2010. Nilai produksi dari usaha di atas juga meningkat dari 109.962 milyar rupiah pada tahun 2009 menjadi 121.824 milyar rupiah pada tahun 2010. Sektor industri kecil/kerajinan rumah tangga menyerap tenaga kerja 39.281 pada tahun 2010 meningkat 1,35 persen disbanding tahun 2009. Industri barang dari kayu dan sejenisnya sebagai sub sector yang paling banyak menyerap tenaga kerja yaitu sebesar 20.419 pekerja. Tabel 4.3 Jumlah Tenaga Kerja Industri Kecil/Kerajinan Rumah Tangga Menurut Subsektor Industri No. 1. 2.
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Sektor Usaha Industri Makanan, Minuman dan Tembakau Tekstil, Pakaian Jadi dan Barang dari Kulit
2007
2008
2009
2010
4.929
5.004
5.019
5.042
680
680
680
680
20.259
20.279
20.419
78
78
78
52
52
57
8.453
8.453
8.468
722
722
722
-
-
-
3.164 38.412
3.465 38.748
3.815 39.281
Industri Barang dari Kayu dan 20.259 sejenisnya Industri Kertas dan Barang cetakan 78 Industri Kimia dan Barang dari 52 Karet/Plasti Industri Semen dan Barang Galian 8.453 bukan Logam Logam Dasar Besi dan Baja 722 Industri Barang dari Logam, Mesin dan alat angkut Industri Pengolahan lainnya commit to user 2.764 Jumlah Total 37.937
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
Sumber : Kabupaten Ngawi Dalam Angka Tahun 2011 Dari 894.675 orang penduduk Kabupaten Ngawi pada tahun 2010, jumlah penduduk yang masuk dalam Angkatan Kerja atau dari kelompok umur produktif (20-60 tahun) adalah sebesar 456.678. Angka ini lebih besar daripada jumlah Angkatan Kerja pada tahun 2009 yaitu sebesar 455.957 orang. Dari penduduk Angkatan Kerja sebanyak 456.678 orang pada tahun 2010 ini, yang tertampung dalam suatu bidang pekerjaan atau yang produktif adalah 428.761 orang (93,8%). Jumlah penduduk produktif tahun ini meningkat daripada tahun sebelumnya hal ini menunjukkan adanya pengurangan angka pengangguran meskipun jumlah angkatan kerja terus bertambah. Dan hal ini merupakan iklim yang baik bagi kehidupan sosial-ekonomi di kabupaten ini.
Gambar 4.10 Perkembangan Tenaga Kerja Kabupaten Ngawi Sumber : Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2011 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
6. Struktur Usia Penduduk Struktur Usia penduduk Kabupaten Ngawi pada tahun 2010 dan 2011 secara umum cenderung meningkat prosentasenya pada usia 1 sampai 40 tahun dan cenderung menurun prosentasenya pada usia di atas 40 tahun. Hal ini menunjukkan Kabupaten Ngawi termasuk kategori Angkatan Penduduk Muda. Dengan adanya fakta bahwa penduduk di kabupaten ini lebih banyak pada usia produktif maka, kegiatan ekonomi dan pembangunan di kabupaten ini diharapkan dapat bergerak lebih dinamis, dengan ditunjang adanya program-program pembangunan yang ada di kabupaten ini.
2009
2010
Gambar 4.11 Penduduk Menurut Kelompok Umur Sumber : Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2010, 2011 7. Pendapatan Per Kapita Daerah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah alat untuk mengukur laju perekonomian suatu daerah sebagai indikator tingkat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
keberhasilan pembangunan daerah tersebut dengan menghitung semua jenis produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh daerah tersebut dalam kurun waktu tertentu (biasanya 1 tahun). PDRB juga dapat sebagai alat ukur tingkat kesejahteraan masyarakat secara umum. PDRB per kapita merupakan nilai rata-rata dari pembagian antara PDRB dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun. Perkembangan PDRB dari tahun ke tahun berdasarkan harga konstan merupakan indikator pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Angka PDBRB Ngawi atas dasar harga berlaku tahun 2009 mencapai 6.444 milyar rupiah naik sekitar 11,69% dari tahun 2008 yang mencapai 5.770 milyar rupiah. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan (2000) mencapai 2.942 milyar, naik sekitar 5,65% dari tahun sebelumnya yang mencapai 2.785 milyar rupiah. Sampai dengan tahun 2009 perekonomian Kabupaten Ngawi masih didominasi sektor pertanian. Sumbangan sektor ini terhadap total PDRB sampai dengan 2009 sekitar 36,91%. Tidaklah aneh bila sektor ini menjadi sektor unggulan bagi Kabupaten Ngawi. Namun demikian sumbangan sektor ini dari tahun ke tahun terus menunjukkan penurunan walaupun sebenarnya secara produksi mengalami pertumbuhan. Sektor lainnya yang memberi sumbangan cukup besar terhadap perekonomian Kabupaten Ngawi adalah sektor perdagangan. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir sumbangan sektor ini selalu di atas 25 persen dari total PDRB yaitu sebesar 28,05%. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
Gambar 4.12 Distribusi Prosentase PDRB atas Dasar Harga Berlaku Sumber : Kabupaten Ngawi Dalam Angka Tahun 2011 Tabel 4.4 PDRB menurut Lapangan Usaha (2005-2009) (milyar rupiah) No
Lapangan Usaha
1
Pertanian
2
Pertambangan dan Penggalian
3
Industri Pengolahan
4
Listrik, gas dan air bersih
5
Bangunan
6
Perdagangan, Hotel dan Restoran
7
Angkutan dan Komunikasi
8
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahan
9
Jasa-jasa
Jumlah
Harga
2005
2006
2007
2008*)
2009**)
Berlaku
1.422.944,9
1.629.981,8
1.843.370,5
2.129.128,28
2.378.578,04
Konstan
905.474,59
941.025,88
985.007,46
1.039.356,65
1.092.374,15
Berlaku
20.444,39
23.924,26
27.821,13
31.159,67
34.743,03
Konstan
13.864,37
14.403,57
15.442,31
16.286,80
16.983,88
Berlaku
243.982,92
275.496,96
306.568,98
354.275,13
399.597,31
Konstan
149.370,19
155.405,22
162.859,61
173.860,51
184.792,71
Berlaku
27.322,24
31.946,84
36.199,99
44.111,18
53.443,97
Konstan
13.032,72
13.730,36
14.673,00
16.013,48
17.819,46
Berlaku
172.033,04
202.821,88
243.130,70
276.908,89
304.976,38
Konstan
104.902,34
110.420,20
116.758,32
120.634,70
127.066,94
Berlaku
1.049.123,88
1.241.254,87
1.412.591,98
1.610.680,64
1.807.677,16
Konstan
651.328,99
697.427,05
745,925,20
793.681,83
848.170,35
Berlaku
146.204,02
181.477,29
205.072,67
233.711,75
259.515,53
Konstan
82.364,00
87.412,59
92.497,17
98.137,08
104,975,22
Berlaku
188.861,99
218.291,53
243.939,08
273.336,32
302.413,64
Konstan
129.690,39
137.199,62
142.016,95
148.281,52
154.159,75
Berlaku
150.671,16
170.865,69
189.248,26
211.831,58
236.984,91
Konstan
98.804,34
103.749,61
109.328,00
116.516,30
124.737,33
Berlaku
3.831.351,83
3.831.351,83
5.031.428,99
5.770.273,06
6.444.782,83
Konstan
2.385.681,99
2.510.075,52
2.639.717,89
2.785.335,43
2.942.602,51
Catatan: *) Angka Diperbaiki **) Angka Sementara
Sumber: BPS Kab. commit Ngawi (Kabupaten Ngawi dalam Angka 2011) to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
Menurut perhitungan atas dasar harga berlaku, pendapatan regional per kapita penduduk Kabupaten Ngawi tahun 2009 sebesar Rp. 7.033.529,80 meningkat sekitar 11,07% dari tahun 2008 yang hanya mencapai Rp. 6.332.350,61. Dapat diartikan penghasilan penduduk Ngawi tahun 2009 sebesar Rp. 586.127,48. Sedangkan pendapatan regional per kapita atas dasar harga konstan (2000) mencapai Rp. 3.211.416,58 meningkat sekitar 5,06% dari tahun 2008 yang mencapai Rp. 3.056.652,66. Kenaikan ini merupakan gambaran dari laju pertumbuhan ekonomi kabupaten.
Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ngawi
sebagai berikut: dari 5,1% pada tahun 2007, naik menjadi 5,50% pada tahun 2008, dan 5,60% pada tahun 2009.
Gambar 4.13 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Ngawi Sumber : Kabupaten Ngawi Dalam Angka 2011 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
B. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ngawi 1. Kondisi Umum Bappeda Kabupaten Ngawi Visi dan Misi Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Ngawi sebagaimana dituangkan dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Tahun 2006-2010 sebagai berikut : Visi : ”Terwujudnya institusi perencanaan pembangunan yang akuntabel, partisipatif dan strategis” Misi : a. Meningkatkan
partisipasi
masyarakat
dalam
perencanaan
pembangunan b. Menjalankan sistem perencanaan sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. c. Meningkatkan kualitas sumber daya perencana d. Melaksanakan tugas pokok dan fungsi instirusi secara optimal. Bappeda Kabupaten Ngawi yang terbentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Ngawi Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi
dan
Tata
Kerja
Inspektorat,
Badan
Perencanaan
Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah, juncto Peraturan Bupati Ngawi Nomor 26 Tahun 2008 tentang Tugas, Fungsi dan Kewenangan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Kedudukan, tugas dan fungsi Bappeda Kabupaten Ngawi diuraikan sebagai berikut : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
Kedudukan Bappeda Kabupaten Ngawi adalah sebagai unsur perencana penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Sedangkan tugas dari Bappeda Kabupaten Ngawi adalah melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang perencanaan pembangunan daerah. Adapun fungsi dari Bappeda Kabupaten Ngawi adalah perumusan kebijakan teknis daerah yang meliputi : a. Pengkoordinasian penyusunan perencanaan pembangunan b. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang perencanaan c. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya. 2. Struktur Organisasi Bappeda Kabupaten Ngawi Susunan organisasi Bappeda terdiri dari : a. Kepala b. Sekretariat c. Bidang Ekonomi d. Bidang Pemerintahan dan Kemasyarakatan e. Bidang Prasarana Wilayah f. Bidang Pengendalian dan Evaluasi g. Kelompok Jabatan Fungsional commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
Untuk lebih jelasnya struktur organisasi badan perencanaan pembangunan daerah kabupaten ngawi dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 4.14 Struktur Organisasi Bappeda Kabupaten Ngawi Sumber : Arsip Bappeda Kabupaten Ngawi Sekretariat dipimpin oleh seorang sekretaris, sedangkan bidang dipimpin oleh Kepala Bidang yang dalam melaksanakan tugasnya bertanggungjawab langsung kepada Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Uraian tugas dari masing-masing struktur adalah sebagai berikut : a. Sekretaris, mempunyai tugas melaksanakan urusan perencanaan, keuangan dan umum serta tugas-tugas lain yang diberikan oleh kepala Badan sesuai dengan bidang tugasnya. b. Bidang ekonomi mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Badan Perencanaan Pembangungan Daerah di bidang pertanian, industri dan pariwisata, perdagangan, koperasi, pengusaha kecil dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
menengah dan pengembangan dunia usaha serta tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Badan sesuai dengan bidang tugasnya. c. Bidang pemerintahan dan Kemasyarakatan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Badan Perencanaan Pembangungan Daerah di bidang pemerintahan dan aparatur, kesejahteraan rakyat, pendidikan,
kesehatan,
kebudayaan,
mental
spiritual,
kependudukan dan tenaga kerja serta tugas- tugas lain yang diberikan oleh Kepala Badan sesuai dengan bidang tugasnya. d. Bidang prasarana wilayan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Badan Perencanaan Pembangungan Daerah di bidang
prasarana
sumber
daya
air,
perhubungan
dan
telekomunikasi, tata ruang dan pengembangan wilayah, sumber daya alam, lingkungan hidup, pertambangan dan energi serta tugastugas lain yang diberikan oleh Kepala Badan sesuai dengan bidang tugasnya. e. Bidang pengendalian dan evaluasi mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Badan Perencanaan Pembangungan Daerah di bidang pengendalian dan evaluasi pembangunan bidang ekonomi, pemerintahan, kemasyarakatan serta prasarana wilayah serta tugastugas lain yang diberikan oleh Kepala Badan sesuai dengan bidang tugasnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
3. Renstra dan Prioritas Program Renstra Bappeda Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan
Nasional
dokumen
Perencanaan
Pembangunan Daerah yang harus disusun oleh Bappeda Kabupaten Ngawi adalah: a. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) yang memiliki jangka waktu perencanaan 20 tahun dan ditetapkan dengan Perda. b. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang memiliki jangka waktu perencanan 5 tahun dan ditetapkan dengan Perda. c. Rencana Pembangunan Tahunan Daerah atau Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), yang memiliki jangka waktu perencanaan 1 tahun dan ditetapkan dengan Peraturan Bupati. Berkaitan dengan dokumen perencanaan pembangunan daerah tersebut di atas, disusun dokumen perencanaan pembangunan sebagai berikut : a. Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD) yang memiliki jangka waktu perencanaan 5 tahun sebagai penjabaran dari RPJMD. b. Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD) yang memiliki jangka waktu perencanaan 1 tahun sebagai penjabaran dari Renstra SKPD dan RKPD. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
C. Analisis Data dan Pembahasan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data perencanaan anggaran berdasarkan kebijakan umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran (PPA) tahun 2010, dan data Daftar Pelaksanaan Anggaran (DPA) pada masing-masing kegiatan di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(Bappeda)
Kabupaten
Ngawi.
Adapun
pengolahan
data
menggunakan Analisis Standar Belanja (ASB) dengan metode regresi linier sederhana. 1. Belanja Rata-rata Untuk menghitung belanja rata-rata terlebih dahulu di hitung belanja total melalui model regresi sederhana. Dalam pelaksanaan kegiatan forum komunikasi atau koordinasi pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) tahun anggaran 2010 untuk masingmasing kelompok Analisis Standar Belanja (ASB) diperoleh dengan menggunakan data berdasarkan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran (PPA) tahun 2010 adalah berikut: Tabel 4.5 Anggaran KUA-PPA No
Program
1
Kerjasama Pembangunan
2
Perencanaan Pembangunan Ekonomi Perencanaan Sosial Budaya
3
4
Perencanaan Prasarana Wilayah dan Sumber Daya Alam
5
Perencanaan Penanggulangan Kemiskinan
Kegiatan Koordinasi Kerjasama Pembangunan antar Wilayah Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Ekonomi Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Sosial Budaya Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Prasarana Wilayah Koordinasi Penanganan Kemiskinan
Sumber : Arsip Bappeda commit Kabupaten Ngawi to user
Anggaran (Rupiah) 70,000,000 50,000,000 50,000,000
40,000,000
140,000,000
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
Adapun perincian objek belanja berdasarkan kegiatan yang dilakukan pada masing-masing kegiatan adalah sebagai berikut : Tabel 4.6 Perincian Anggaran Program Kerjasama Pembangunan antar Wilayah Tahun 2010 No
Objek Anggaran Belanja
1 2 3 4 5
Hr. PNS Hr. Non PNS Uang Lembur PNS Belanja ATK Blj. Perangko, Materai dan Benda Pos Lainnya Belanja Penggandaan Belanja Sewa Belanja Makanan dan Minuman Rapat Belanja Perjalanan Dinas Dalam Daerah Belanja Perjalanan Dinas Luar Daerah
6 7 8 9 10 11
Belanja Modal JUMLAH Sumber : Arsip Bappeda Kabupaten Ngawi
Anggaran (Rupiah) 13,500,000.00 600,000.00 3,616,000.00 1,264,850.00 900,000.00 1,971,650.00 10,125,000.00 3,832,500.00 34,190,000.00 70,000,000.00
Tabel 4.7 Perincian Anggaran Program Perencanaan Pembangunan Ekonomi Tahun 2010 Anggaran No Objek Anggaran Belanja (Rupiah) 1 Hr. PNS 3,150,000.00 2 Uang Lembur PNS 676,000.00 3 Belanja ATK 1,677,500.00 4 Blj. Perangko, Materai dan Benda Pos 900,000.00 5 Belanja Penggandaan 5,671,500.00 6 Belanja Sewa 1,650,000.00 7 Belanja Makanan dan Minuman Rapat 22,860,000.00 8 Belanja Perjalanan Dinas Dalam Daerah 4,015,000.00 9 Belanja Perjalanan Dinas Luar Daerah 9,400,000.00 50,000,000.00 JUMLAH Sumber : Arsip Bappeda Kabupaten Ngawi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
Tabel 4.8 Perincian Anggaran Budaya Tahun 2010 No
Program
Objek Anggaran Belanja
1 2 3 4 5 6 7 8
Hr. PNS Uang Lembur PNS Belanja ATK Blj. Perangko, Materai dan Benda Pos Belanja Penggandaan Belanja Makanan dan Minuman Rapat Belanja Perjalanan Dinas Dalam Daerah Belanja Perjalanan Dinas Luar Daerah JUMLAH Sumber : Arsip Bappeda Kabupaten Ngawi
Perencanaan
Sosial
Anggaran (Rupiah) 8,100,000.00 3,616,000.00 417,600.00 660,000.00 1,451,400.00 9,375,000.00 5,780,000.00 20,600,000.00 50,000,000.00
Tabel 4.9 Perincian Anggaran Program Perencanaan Pembangunan Bidang Prasarana Wilayah Tahun 2010 No
Objek Anggaran Belanja
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Hr. PNS Uang Lembur PNS Belanja ATK Blj. Perangko, Materai dan Benda Pos Belanja Penggandaan Belanja Makanan dan Minuman Rapat Belanja Perjalanan Dinas Dalam Daerah Belanja Perjalanan Dinas Luar Daerah Belanja Modal JUMLAH Sumber : Arsip Bappeda Kabupaten Ngawi
commit to user
Anggaran (Rupiah) 5,800,000 9,324,000 2,163,500 450,000 900,000 2,812,500 3,800,000 4,750,000 10,000,000 40,000,000
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
Tabel 4.10 Perincian Anggaran Program Perencanaan Pembangunan Bidang Prasarana Wilayah Tahun 2010 Anggaran No Objek Anggaran Belanja (Rupiah) 1 Hr. PNS 65,050,000 2 Uang Lembur PNS 4,068,000 3 Belanja ATK 1,624,100 4 Blj. Perangko, Materai dan Benda Pos 870,000 5 Belanja Penggandaan 4,970,400 6 Belanja Makanan dan Minuman Rapat 13,612,500 7 Belanja Perjalanan Dinas Dalam Daerah 11,430,000 8 Belanja Perjalanan Dinas Luar Daerah 38,375,000 140,000,000 JUMLAH Sumber : Arsip Bappeda Kabupaten Ngawi Dari data sekunder objek belanja masing-masing DPA-SKPD Bappeda Kabupaten Ngawi dapat dikelompokan dalam satu Kelompok ASB forum komunikasi atau koordinasi sebagai berikut : Tabel 4.11 Perincian Anggaran Kelompok ASB forum komunikasi atau koordinasi Bappeda Tahun 2010 No
Objek Anggaran Belanja
1
Hr. PNS
2
Hr. Non PNS
3
Uang Lembur PNS
4 5
6 7 8
9
Koordinasi Kerjasama Pembangunan antar Wilayah
Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Ekonomi
13,500,000.00 600,000
3,150,000.00 -
Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Prasarana Wilayah
Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Sosial Budaya
8,100,000.00
5,800,000
Koordinasi Penanganan Kemiskinan
65,050,000
-
Jumlah
95,600,000.00 600,000.00
3,616,000.00
676,000.00
3,616,000.00
9,324,000
4,068,000
21,300,000.00
Belanja ATK Blj. Perangko, Materai dan Benda Pos Lainnya Belanja Penggandaan
1,264,850.00
1,677,500.00
417,600.00
2,163,500
1,624,100
7,147,550.00
900,000.00
900,000.00
660,000.00
450,000
870,000
3,780,000.00
1,971,650.00
5,671,500.00
1,451,400.00
900,000
4,970,400
14,964,950.00
Belanja Sewa Belanja Makanan dan Minuman Rapat Belanja Perjalanan Dinas Dalam Daerah
-
1,650,000.00
-
10,125,000.00
22,860,000.00
9,375,000.00
2,812,500
13,612,500
58,785,000.00
3,832,500.00
4,015,000.00
5,780,000.00
3,800,000
11,430,000
28,857,500.00
commit to user
1,650,000.00
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
Lanjutan Tabel 4.11 10
11
Belanja Perjalanan Dinas Luar Daerah Belanja Modal
JUMLAH
34,190,000.00
9,400,000.00
20,600,000.00
4,750,000
38,375,000
10,000,000
70,000,000.00
50,000,000.00
50,000,000.00
40,000,000
10,000,000.00
140,000,000
Sumber : Arsip Bappeda Kabupaten Ngawi Pengolahan data dengan analisis standar belanja (ASB) dilakukan dengan menentukan terlebih dahulu output dan cost drivernya. Pada penelitian ini yang yang menjadi output dari kegiatan koordinasi adalah Orang Kali (OK), sedangkan yang menjadi cost driver dari kegiatan koordinasi adalah jumlah peserta dan frekwensi koordinasi, seperti yang dijelaskan pada tabel 4.12 berikut ini : Tabel. 4.12 Cost Driver dan Output kegiatan Koordinasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tahun 2010 No 1 2 3 4 5
Kegiatan
Anggaran
Koordinasi Kerjasama Pembangunan antar Wilayah Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Ekonomi Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Sosial Budaya Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Prasarana Wilayah Koordinasi Penanganan Kemiskinan JUMLAH
Cost Driver Jumlah Frekuensi Peserta Koordinasi
Output OK
70,000,000
30
10
300
50,000,000
20
11
220
50,000,000
15
12
180
40,000,000
15
10
150
140,000,000
40
16
640
350,000,000
120
59
1,490
Catatan. (OK) : Orang Kali Analisis Standar Belanja (ASB) pada penelitian ini menggunakan metode regresi linier sederhana. Untuk membuat persamaan regresi linier commit to user
107.315.000,00
350.000.000,00
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
sederhana maka digunakan perhitungan seperti pada tabel 4.13 berikut ini: Tabel. 4.13 Pehitungan persamaan regresi sederhana (Model ASB) No 1 2 3 4 5
Anggaran (Y) 70,000,000 50,000,000 50,000,000 40,000,000 140,000,000
Output (X) 300 220 180 150 640
Jumlah
350,000,000
1,490
XY X2 21,000,000,000 90,000 11,000,000,000 48,400 9,000,000,000 32,400 6,000,000,000 22,500 89,600,000,000 409,600 136,600,000,000
602,900
Sumber : Data diolah X=
åX
Y=
åY
n
n
=
1490 = 298 5
=
350.000.000 = 70.000.000 5
Kemudian ditentukan nilai a dan b sebagai berikut : b =
b=
å XY - n XY å X - nX 2
2
=
350.000.000 - 5 (298 x 70.000.000) 602.900 - 5 (88.804)
32.300.000.000 = 203.298,09 158.880
a = Y - b X = 70.000.000 - 203.298,09 ( 298) = 9.417.170,19
Sehingga persamaan regresi yang diperoleh adalah sebagai berikut : Y = 9.417.170,19 + 203.298,09 X Atau dengan kata lain, Belanja total kegiatan fórum komunikasi atau koordinasi pada badan perencanaan pembangunan Kabupaten Ngawi adalah : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
Belanja Total =
9.417.170,19 + 203.298,09 x
(jumlah peserta) x
(frekuensi koordinasi) Dari persamaan regresi línear tersebut, besarnya belanja rata-rata untuk ASB forum komunikasi atau koordinasi dapat dihitung sebagai berikut : Y = 9.417.170,19 + 203.298,09X = 9.417.170,19 + 203.298,09 x (298) = 70.000.000 2. Penghitungan Nilai Minimum dan Maksimum Belanja Untuk mengetahui pelaksanaan pengangaran keuangan daerah yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ngawi masih dalam taraf wajar atau tidak, maka perlu ditentukan nilai minimum dan maksimum total anggaran. Adapun untuk batas minimum dan maksimum total anggaran, terlebih dahulu dicari nilai kekeliruan baku tafsiran dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Se =
å (Y - Yˆ)
2
n-2
Untuk mempermudah perhitungan mencari nilai kekeliruan baku tafsiran tersebut digunakan perhitungan seperti pada tabel 4.14 sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
Tabel. 4.14 Perhitungan Kekeliruan Baku Tafsiran No
X
1
300
70,000,000
Y = 9.417.170,19 + 203.298,09X 70,406,596
2
220
50,000,000
3
180
4 5
Y
e=Y-Y
∑(Y-Y)2
406,596
165,320,448,071
54,142,749
4,142,749
17,162,371,304,570
50,000,000
46,010,826
(3,989,174)
15,913,510,953,817
150
40,000,000
39,911,883
(88,117)
7,764,573,566
640
140,000,000
139,527,946
(472,054)
222,835,338,305
JUMLAH
33,471,802,618,328
Sumber : Data diolah model ASB Dari tabel di atas, maka diperoleh : Se =
33.471.802.618.328 = 3.340.249,62 5-2 Setelah diperoleh kekeliruan baku taksiran, selanjutnya dapat
dihitung besarnya belanja minimum dan belanja maksimum dengan menggunakan model ASB sebagai berikut ˆ - t .S Belanja miminum = Y p e
Berdasarkan tabel t, maka diperoleh nilai tp = 3,182. Belanja minimum
= 70.000.000 - (3,182)( 3.340.249,62) = 70.000.000 - 10.628.674,30 = 59.371.325,70
Belanja maksimum
=
ˆ + t .S Y p e
= 70.000.000 + (3,182)( 3.340.249,62) = 70.000.000 + 10.628.674,30 = 80.628.674,30
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
3. Penghitungan Prosentase Alokasi Belanja Setelah belanja rata-rata, belanja minimum dan belanja maksimum dihitung, lalu dihitung prosentase alokasi belanja kepada masing-masing objek belanja (aktivitas) pada satu kelompok ASB, baik alokasi belanja rata-rata, alokasi belanja minimum dan alokasi belanja maksimum. Menghitung alokasi belanja rata-rata kepada masing-masing objek belanja dapat dilakukan dengan cara membagi total belanja masing-masing objek dengan total anggaran kegiatan lalu dikalikan 100%, sehingga didapatkan hasil seperti pada tabel sebagai berikut : Tabel 4.15 Prosentase Alokasi Belanja Rata-rata Objek Belanja
Perhitungan Alokasi
%
Hr. PNS
95.600.000/350.000.000 X 100%
27,31%
Hr. Non PNS
600.000/350.000.000 X 100%
0,17%
Uang Lembur PNS
21.300.000/350.000.000 X 100%
6,09%
Belanja ATK Blj. Perangko, Materai dan Benda Pos Lainnya Belanja Penggandaan
7.147.550/350.000.000 X 100%
2,04%
3.780.000/350.000.000 X 100%
1,08%
14.964.950/350.000.000 X 100%
4,28%
Belanja Sewa
1.650.000/350.000.000 X 100%
0,47%
Belanja Makanan dan Minuman Rapat Belanja Perjalanan Dinas Dalam Daerah
58.785.000/350.000.000 X 100%
16,80%
28.857.500/350.000.000 X 100%
8,25%
Belanja Perjalanan Dinas Luar Daerah Belanja Dokumentasi
107.315.000/350.000.000 X 100% 10.000.000/350.000.000 X 100%
30,66% 2,86%
Sumber : Data diolah ASB Menghitung prosentase alokasi belanja minimum kepada masingmasing objek belanja dilakukan dengan cara : mencari terlebih dahulu selisih prosentase belanja rata-rata dengan belanja minimum, hasilnya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
dialokasikan kepada masing-masing objek belanja, lalu besarnya prosentase alokasi belanja minumum adalah = % belanja rata-rata - % alokasi selisih masing-masing objek belanja, sebagai berikut : Selisih Prosentase = =
(70.000.000 - 59.371.325,70) = 10.628.674,30 10.628.674,30/70.000.000 *100% = 15,18%
Tabel 4.16 Prosentase Alokasi Belanja Minimum Selisih % Alokasi Belanja Minimum 4,15% 0,03%
% Alokasi Belanja minimum 23,17% 0,15%
0,92% 0,31%
5,16% 1,73%
0,16%
0,92%
0,65% 0,07%
3,63% 0,40%
2,55%
14,25%
Belanja Perjalanan Dinas Dalam Daerah Belanja Perjalanan Dinas Luar Daerah
1,25%
6,99%
4,65%
26,01%
Belanja Dokumentasi Sumber : Data diolah ASB
0,43%
2,42%
Objek Belanja Hr. PNS Hr. Non PNS Uang Lembur PNS Belanja ATK Blj. Perangko, Materai dan Benda Pos Lainnya Belanja Penggandaan Belanja Sewa Belanja Makanan dan Minuman Rapat
Menghitung prosentase alokasi belanja maksimum dilakukan dengan cara mencari terlebih dahulu selisih prosentase belanja rata-rata dengan belanja maksimum, hasilnya dialokasikan kepada masing-masing objek belanja, lalu besarnya prosentase alokasi belanja maksimum = % belanja rata-rata + % alokasi selisih masing-masing objek belanja, sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 91
Selisih Prosentase = =
(80.628.674,30 – 70.000.000) = 10.628.674,30 10.628.674,30/70.000.000 *100% = 15,18%
Tabel 4.17 Prosentase Alokasi Belanja Maksimum Objek Belanja Hr. PNS Hr. Non PNS Uang Lembur PNS Belanja ATK Blj. Perangko, Materai dan Benda Pos Lainnya Belanja Penggandaan Belanja Sewa Belanja Makanan dan Minuman Rapat Belanja Perjalanan Dinas Dalam Daerah Belanja Perjalanan Dinas Luar Daerah Belanja Dokumentasi Sumber : Data diolah ASB
Selisih % Alokasi Belanja Maksimum 4,15% 0,03% 0,92% 0,31%
% Alokasi Belanja Maksimum 31,46% 0,20% 7,01% 2,35%
0,16% 0,65% 0,07%
1,24% 4,92% 0,54%
2,55%
19,35%
1,25%
9,50%
4,65% 0,43%
35,32% 3,29%
Forum komunikasi atau koordinasi merupakan kegiatan untuk menyelenggarakan komunikasi atau koordinasi dengan lembaga atau instansi lain yang terkait dengan maksud dan tujuan tertentu. Hasil dari kegiatan ini berupa kesepakatan dan pemahaman tentang masalah yang ingin dipecahkan dan tercapainya tujuan yang diharapkan. Satuan pengendali biaya (cost driver) adalah jumlah peserta lembaga yang dicakup dalam forum komunikasi atau koordinasi serta frekuensi koordinasi. Berdasarkan hasil perhitungan dengan Analisis Standar Belanja maka dapat dirangkum anggaran belanja untuk masingmasing kegiatan adalah seperti pada tabel berikut ini : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 92
Tabel 4.18 Prosentase Batas Belanja
No
Objek Belanja
1 2 3 4 5
Hr. PNS Hr. Non PNS Uang Lembur PNS Belanja ATK Blj. Perangko, Materai dan Benda Pos Lainnya 6 Belanja Penggandaan 7 Belanja Sewa 8 Belanja Makanan dan Minuman Rapat 9 Belanja Perjalanan Dinas Dalam Daerah 10 Belanja Perjalanan Dinas Luar Daerah 11 Belanja Dokumentasi JUMLAH Sumber : Data diolah ASB
27,31% 0,17% 6,09% 2,04%
Batas Belanja Minimum 23,17% 0,15% 5,16% 1,73%
Batas Belanja Maksimum 31,46% 0,20% 7,01% 2,35%
1,08%
0,92%
1,24%
4,28% 0,47%
3,63% 0,40%
4,92% 0,54%
16,80%
14,25%
8,25%
6,99%
30,66%
26,01%
35,32%
2,86% 100,00%
2,42% 84,83%
3,29% 115,18%
Rata-rata
19,35% 9,50%
4. Klasifikasi Kewajaran Belanja Dalam Suatu Kegiatan Dengan Menggunakan Model ASB Untuk menggambarkan lebih lanjut penggunaan model Analisis Standar Belanja (ASB) yang telah dibuat dalam mengevaluasi kewajaran nilai belanja suatu kegiatan. Berikut ini dihitung besarnya belanja berdasarkan model Analisis Standar Belanja (ASB), baik secara rata-rata, mínimum, maupun maksimum dari ASB kegiatan Forum Komunikasi atau Koordinasi yang ada pada Bappeda Kabupaten Ngawi tahun anggaran 2010 sebagai berikut : Belanja rata-rata = 70.000.000,00 Belanja Minimum = 59.371.325,70 commit to user Belanja Maksimum = 80.628.674,30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 93
Tabel 4.19 Tabel Klasifikasi Kewajaran Belanja
Kegiatan
Anggaran (Rupiah)
Koordinasi Kerjasama 70,000,000 Pembangunan antar Wilayah Koordinasi Perencanaan Pembangunan 50,000,000 Bidang Ekonomi Koordinasi Perencanaan Pembangunan 50,000,000 Bidang Sosial Budaya Koordinasi Perencanaan Pembangunan 40,000,000 Bidang Prasarana Wilayah Koordinasi Penanganan 140,000,000 Kemiskinan
Batas Minimum Belanja Berdasarkan ASB (Rupiah)
Batas Minimum Belanja Berdasarkan ASB (Rupiah)
59,371,325,70 80.628.674,30
Keterangan
Wajar
59,371,325,70 80.628.674,30 Underfinance
59.371.325,70 80.628.674,30 Underfinance
59.371.325,70 80.628.674,30 Underfinance
59.371.325,70 80.628.674,30
Overfinance
Sumber : Arsip Bappeda Ngawi. Berdasarkan tabel 4.19 di atas, dapat diketahui hanya ada satu kegiatan koordinasi di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ngawi yang nilai pelaksanaan penganggaran keuangannya wajar yaitu Koordinasi Kerjasama Pembangunan antar Wilayah. Selebihnya terdapat tiga kegiatan koordinasi yang pelaksanaan penganggaran keuangannya underfinance karena berada di bawah nilai minimum Analisis Standar Belanja (ASB), yaitu Koordinasi Perencanaan commit toKoordinasi user Pembangunan Bidang Ekonomi, Perencanaan Pembangunan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 94
Bidang Sosial Budaya, dan Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Prasarana Wilayah karena nilainya dibawah belanja minimum yaitu sebesar Rp. 59.371.325,70. Kegiatan yang overfinance adalah Koordinasi Penanganan Kemiskinan, karena nilainya lebih dari belanja maksimum yaitu sebesar Rp. 80.628.674,30. D. Pembahasan 1. Belanja Rata-rata Pendekatan menggunakan analisis regresi dengan membuat model belanja anggaran merupakan pendekatan yang cukup praktis, analisis regresi merupakan alat analisis yang dapat dipertanggungjawabkan secara matematis dan biasa digunakan untuk peramalan, karena tujuan menggunakan
analisis
regresi
dalam
penyusunan
ASB
adalah
menentukan kewajaran dari nilai belanja dibandingkan dengan beban kerja dari suatu kegiatan. Banyak yang mengkhawatirkan, model ASB yang diubat dari anggaran kegiatan yang kewajaran belanjanya masih dipertanyakan, apakah akan menghasilkan model ASB yang wajar? Hal ini dapat dihilangkan dengan cara mengeliminasi kegiatan-kegiaran yang anggaran belanjanya tidak wajar, dalam arti tidak diikut sertakan dalam analisis regresi, sehingga tidak merusak model ASB yang dibuat. Belanja total merupakan penjumlahan dari belanja tetap dan belanja variabel pada suatu target kinerja tertentu. Belanja rata-rata adalah belanja total dengan memperhitungkan target kinerja. Belanja commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 95
rata-rata dapat dihitung dengan mencari terlebih dahulu belanja total melalui persamaan model regresi sederhana dalam pelaksanaan kegiatan forum
komunikasi
atau
koordinasi
pada
Badan
Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) tahun anggaran 2010 untuk masingmasing kelompok Analisis Standar Belanja (ASB) adalah sebagai berikut Y = 9.417.170,19 + 203.298,09 X Atau dengan kata lain, belanja total ASB kegiatan koordinasi pada badan perencanaan pembangunan Kabupaten Ngawi adalah : Belanja total =
9.417.170,19 + 203.298,09 x
(jumlah peserta) x
(frekuensi koordinasi) Dari persamaan belanja total melalui regresi linier tersebut kemudian dapat digunakan untuk mencari belanja rata-rata untuk forum komunikasi atau koordinasi Bappeda Kabupaten Ngawi sebagai berikut: Belanja rata-rata = 9.417.170,19 + 203.298,09X Dimana cost driver (X) yang digunakan dalam belanja rata-rata adalah cost driver rata-rata dari ASB forum komunikasi atau koordinasi. Dari persamaan belanja rata-rata tersebut menunjukan belanja rata-rata untuk ASB forum komunikasi atau koordinasi yaitu sebesar 70.000.000,00. Besarnya belanja rata-rata ini karena adanya target kinerja rata-rata (cost driver) rata-rata yaitu sebesar 298 orang kali. 2. Nilai Minimum dan Maksimum Belanja Berdasarkan hasil analisis data didapatkan nilai minimum dan maksimum belanja kegiatan komunikasi atau koordinasi pada commitforum to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 96
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) tahun anggaran 2010 dari model regresi untuk masing-masing kelompok Analisis Standar Belanja (ASB) adalah sebagai berikut : Belanja minimum
= Rp. 59.371.325,70
Belanja maksimum
= Rp. 80.628.674,30
Dengan menggunakan acuan standar belanja minimum dan maksimum hasil dari Analisis Standar Belanja (ASB) ini diharapkan akan memberi masukan tentang tingkat kewajaran dari anggaran yang diajukan SKPD, dan dapat dijadikan acuan untuk penentuan realisasi anggaran keuangan. Kegiatan koordinasi di Bappeda Kabupaten Ngawi pada tahun 2010 kurang maksimal pelaksanaannya, karena terbatasnya anggaran yang disetujui dan dapat diserap oleh Bappeda. 3. Prosentase Alokasi Belanja Berdasarkan tabel 4.18 dari hasil perhitungan Analisis Standar Belanja (ASB) untuk kegiatan forum komunikasi dan koordinasi pada Bappeda Kabupaten Ngawi menunjukkan bahwa prosentase belanja ratarata terbesar alokasi belanja sebesar 30,66%, untuk prosentase alokasi belanja minimum terbesar 26,01%, sedangkan untuk prosentase alokasi batas belanja maksimum tertinggi sebesar 35,32%, dari ketiga prosentase alokasi belanja tersebut ketiganya terletak pada Belanja Perjalanan Dinas Luar Daerah. Prosentase terendah pada kelompok ASB kegiatan forum komunikasi atau koordinasi ini untuk alokasi belanja rata-rata yaitu sebesar 0,17%, belanja minimum 0,15%, untuk belanja maksimum commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 97
sebesar 0,20%, semuanya terletak pada objek belanja Honorarium Non PNS. Hal ini terjadi disebabkan karena tidak semua kelompok kegiatan di dalam ASB forum komunikasi atau koordinasi ada honorarium non PNS nya (nara sumber atau tenaga ahli). Dari 5 (lima) kegiatan hanya ada 1 (satu) kegiatan ada honorarium PNS nya yaitu pada kegiatan Koordinasi Kerjasama Pembangunan Antar Wilayah, hal tersebut yang membuat prosentase alokasi pada objek honorarium non PNS rendah. 4. Klasifikasi Kewajaran Belanja Dalam Suatu Kegiatan Dengan Menggunakan Model ASB untuk mengetahui tingkat kewajaran dari nilai anggaran keuangan pada kegiatan koordinasi di Badan Perencanaan Pembangungan Kabupaten Ngawi,
dapat diketahui 40% pelaksanaan anggaran
keuangannya dalam kondisi underfinance, 20% wajar dan 40% lagi overfinance. Kondisi ini kurang baik, karena kurangnya anggaran bisa berdampak pada hasil koordinasi yang dilakukan menjadi tidak maksimal. Hal ini terjadi karena pada tahun 2010 terjadi efisiensi anggaran yang sangat signifikan, sehingga anggaran yang diajukan SKPD banyak dipangkas. Pada kegiatan yang overfinance berarti terjadi pemborosan anggaran keuangan untuk itu perlu dikaji penyebab terjadinya kelebihan anggaran. Kegiatan yang overfinance adalah koordinasi penanganan kemiskinan. Untuk itu dalam penetapan anggaran keuangan selanjutnya dapat digunakan metode regresi model ASB ini sebagai acuannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 98
Penyusunan ASB untuk setiap kegiatan sebenarnya dapat dilakukan dengan cara menghitung ulang besarnya beban kerja dan biaya dari setiap kegiatan berdasarkan outputnya, sehingga bila ada kegiatan yang sama antar SKPD dengan output yang sama dan cost driver yang sama pula, seharusnya anggaran kegiatan yang memiliki kesamaan tersebut harus sama besar (unsur keadilan). Namun hal hal ini akan memerlukan waktu yang sangat lama. Berdasarkan tabel 4.19 di atas, dapat diketahui hanya ada satu kegiatan koordinasi di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ngawi yang nilai pelaksanaan penganggaran keuangannya wajar yaitu Koordinasi Kerjasama Pembangunan antar Wilayah. Selebihnya terdapat tiga kegiatan koordinasi yang pelaksanaan penganggaran keuangannya underfinance karena berada di bawah nilai belanja minimum Analisis Standar Belanja (ASB), yaitu Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Ekonomi, Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Sosial Budaya, dan Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Prasarana Wilayah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan hasil evaluasi penganggaran keuangan daerah dengan Analisis Standar Belanja (ASB) pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi tahun 2010 sebagai berikut : 1. Dalam kegiatan forum komunikasi atau koordinasi pada Bappeda Kabupaten Ngawi tahun anggaran 2010, terdapat lima kegiatan yaitu Koordinasi
Kerjasama
Pembangunan
Antar
Wilayah,
Koordinasi
Perencanaan Pembangunan Bidang Ekonomi, Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Pembangunan Bidang Sosial Budaya, Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Prasarana Wilayah, Koordinasi Penanganan Kemiskinan. Berdasarkan Analisis Standar Belanja (ASB) dari kelima kegiatan tersebut didapatkan besarnya belanja rata-rata yaitu sebesar Rp. 70.000.000,00 dengan target kinerja rata-rata (cost driver ratarata) 298 orang kali. Dimana cost driver untuk kegiatan forum komunikasi atau koordinasi adalah hasil perkalian dari jumlah peserta dan jumlah frekuensi koordinasi. 2. Berdasarkan perhitungan Analisis Standar Belanja (ASB) umtuk kegiatan forum komunikasi atau koordinasi Bappeda Kabupaten Ngawi tahun commit to user 99
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 100
anggaran 2010 didapatkan besarnya nilai minimum dan maksimum belanja dari model regresi sederhana sebagai berikut: Belanja minimum sebesar Rp. 59.371.325,70 Belanja maksimum sebesar Rp. 80.628.674,30 3. Berdasarkan perhitungan prosentase alokasi kepada masing-masing objek belanja (aktivitas) pada kelompok Analisis Standar Belanja (ASB) forum komunikasi atau koordinasi didapatkan prosentase batas minimum total belanja sebesar 84,83% (dari anggaran total) dimana prosentase tertinggi terdapat pada belanja perjalanan dinas luar daerah sebesar 26,01% dan prosentase terendah terdapat objek belanja Honorarium non PNS sebesar 0,15%, sedangkan untuk prosentase alokasi belanja maksimum total sebesar 115,18% (dari anggaran total) dimana untuk prosentase tertinggi terletak pada objek belanja perjalanan dinas luar daerah 35,32% dan terendah pada objek belanja Honorarium non PNS 0,20%. 4. Berdasarkan penilaian beban kewajaran dengan Analisis Standar Belanja (ASB) dapat diketahui hanya ada satu kegiatan koordinasi di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ngawi yang nilai pelaksanaan
penganggaran
keuangannya
wajar
yaitu
Koordinasi
Kerjasama Pembangunan antar Wilayah. Selebihnya terdapat tiga kegiatan koordinasi yang pelaksanaan penganggaran keuangannya underfinance atau mengalami kekurangan pembiayaan karena berada di bawah belanja minimum Analisis Standar Belanja (ASB), yaitu Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Ekonomi, Koordinasi Perencanaan Pembangunan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 101
Bidang Sosial Budaya, dan Koordinasi Perencanaan Pembangunan Bidang Prasarana. Kegiatan yang overfinance atau kelebihan penganggaran adalah Koordinasi Penanganan Kemiskinan. B. Saran Saran-saran yang bisa disampaikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Ngawi sebagai berikut : 1.
Setiap program kegiatan pada masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dapat disusun Analisis Standar Belanja (ASB). Hal ini diperlukan untuk menghindari agar tidak terjadi overfinancing dan underfinancing dalam penganggaran belanja, sehingga setiap rupiah yang dibelanjakan betul-betul rasional dan proporsional dan pada akhirnya dapat mendorong terciptanya anggaran daerah yang semakin efisien dan efektif.
2.
Hasil-hasil dari perhitungan Analisis Standar Belanja (ASB) ini menunjukkan bahwa selama tahun anggaran 2010 ternyata kegiatan Koordinasi Penanganan Kemiskinan mengalami overfinancing. Salah satu kemungkinan adanya overfinancing adalah karena identifikasi belanjabelanja yang harus dikeluarkan belum optimal. Oleh karena itu, dimasa mendatang diharapkan bahwa untuk kegiatan forum komunikasi atau koordinasi pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi lebih mengoptimalkan kembali perhitungan belanjabelanja yang secara langsung terlibat dalam perhitungan standar belanja. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 102
3.
Karena
terjadinya
kelebihan
anggaran,
maka
seharusnya
dapat
dimanfaatkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Ngawi untuk memperbanyak program kegiatan yang bermanfaat
bagi
masyarakat.
Kelebihan
anggaran
dapat
juga
dimanfaatkan oleh Bappeda Kabupaten Ngawi untuk lebih memperluas perencanaan pembangunan daerah dengan membuat dokumen-dokumen perencanaan yang mendukung visi dari Bappeda Kabupaten Ngawi yaitu “Terwujudnya institusi perencanaan yang akuntabel, partisipatif dan stategis”
commit to user