FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN LIQUID PETROLEUM GAS DI INDONESIA PERIODE 1980 – 2003
OLEH YUNIKO FAUZAN H01400046
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
RINGKASAN YUNIKO FAUZAN. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Liquid Petroleum Gas di Indonesia Periode 1980-2003 ( dibimbing oleh RATNA WINANDI ). Pemanfaatan minyak yang sangat besar dan situasi yang kurang kondusif di negara-negara produsen minyak terbesar di dunia seperti Irak dan Kuwait membuat persediaan minyak semakin menipis. Hal ini berimbas pada meningkatnya harga minyak di dunia, tak terkecuali Indonesia. Oleh karena itu dirasa perlu untuk mencari barang substitusi yang dapat mengurangi konsumsi bahan bakar minyak dan juga ramah polusi. Keberadaan Liquid Petroleum Gas (LPG) merupakan solusi yang terasa tepat dalam mengatasi masalah tersebut, sehingga pemerintah selalu menghimbau adanya diversifikasi di bidang energi. Dalam hal ini, pemakaian gas merupakan salah substitusi yang tepat sebagai pengganti bahan bakar minyak. LPG merupakan suatu bahan bakar utama alternatif khususnya untuk konsumsi rumah tangga, diantaranya karena LPG masih tergolong sebagai produk yang memiliki daur hidup yang relatif masih muda, dan LPG juga merupakan bahan bakar alternatif yang bahkan dapat dikatakan sebagai bahan bakar suplemen dari minyak tanah. Sehingga yang perlu diperhatikan oleh stake holder (pihak-pihak yang berkepentingan) dalam mengatasi kelangkaan bahan bakar minyak dengan solusi peningkatan konsumsi LPG adalah mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan LPG di Indonesia, dengan demikian nantinya dapat diambil suatu kebijakan yang tepat. Selama ini rakyat Indonesia menikmati bahan bakar minyak dengan harga yang sangat murah. Bahkan harga bahan bakar minyak di Indonesia adalah yang terendah di ASEAN, jauh di bawah harga internasional. Hal ini bisa terjadi karena pemerintah mensubsidi harga bahan bakar minyak dalam negeri sehingga rakyat bisa mendapatkan bahan bakar minyak dengan harga terjangkau. Pada masa-masa oil booming di awal era 1980-an, pemberian subsidi terhadap bahan bakar minyak tidak terlalu memberatkan keuangan Negara mengingat besarnya pemasukan pemerintah dari hasil penjualan minyak. Namun, masa keemasan itu tidak berlangsung lama. Kendati demikian, keuangan pemerintah Indonesia rupanya masih sanggup menanggung beban subsidi bahan bakar minyak yang sedemikian besar, sehingga harga jual bahan bakar minyak di dalam negeri baru dinaikkan karena nilai ekspor bersihnya ( net export ) negatif pada tahun 1993. Penelitian ini memiliki empat tujuan utama. Pertama, menganalisis pengaruh harga LPG terhadap permintaan LPG di Indonesia, kedua menganalisis pengaruh perubahan harga barang substitusi LPG (minyak tanah dan tarif listrik) terhadap permintaan LPG di Indonesia, ketiga menganalisis pengaruh perubahan pendapatan per kapita terhadap permintaan LPG di Indonesia, dan keempat menganalisis dampak krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 terhadap permintaan LPG di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kuantitatif dengan menggunakan model ekonometrika. Untuk menduga
bagaimana pengaruh variabel-variabel peubah bebas terhadap variabel endogen digunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Melalui metode ini diharapkan dapat menjawab permasalahan dalam penelitian. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Departemen Energi dan Sumber daya Mineral, Direktorat Minyak dan Gas dan Badan Pusat Statistik. Variabel peubah tak bebas yang digunakan adalah konsumsi LPG, sedangkan variabel-variabel peubah bebasnya yaitu variabel harga LPG, harga minyak tanah, tarif listrik, konsumsi LPG tahun sebelumnya, pendapatan per kapita, dan dummy krisis. Taraf nyata yang ditolerir dalam penelitian ini adalah sebesar sepuluh persen (α = 10 persen). Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga LPG berpengaruh negatif yang signifikan, harga minyak tanah sebagai barang substitusi berpengaruh positif yang signifikan, pendapatan per kapita masyarakat berpengaruh positif yang signifikan, peubah dummy krisis ekonomi yang dialami Indonesia sejak tahun 1997 berpengaruh signifikan terhadap permintaan LPG di Indonesia, sedangkan tarif listrik yang diasumsikan sebagai salah satu barang substitusi LPG berpengaruh positif tetapi tidak signifikan. Penelitian ini menyarankan agar pemerintah sebaiknya membuat kebijakan yang memberikan insentif pada produsen appliances LPG sehingga harganya lebih terjangkau oleh masyarakat, akibatnya potensi pendapatan per kapita masyarakat yang berpengaruh positif secara signifikan terhadap permintaan LPG dapat dimanfaatkan secara optimal. Pemerintah juga sebaiknya menjaga kestabilan harga LPG didalam negeri jika pemerintah menghendaki terjadinya stabilitas permintaan LPG didalam negeri.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN LIQUID PETROLEUM GAS DI INDONESIA PERIODE 1980 – 2003
OLEH YUNIKO FAUZAN H01400046
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh : Nama Mahasiswa
: Yuniko Fauzan
NRP
: H01400046
Departemen
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
:Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi
Permintaan
Liquid Petroleum Gas Di Indonesia Periode 1980-2003
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Ratna Winandi, M.S. NIP : 130 687 506
Mengetahui, Ketua Departemen
Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP : 131 846 872
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN
TINGGI
ATAU
LEMBAGA MANAPUN.
Bogor,
Januari 2007
Yuniko Fauzan H0I400046
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Januari 1982 di sebuah kota kecil Bireun, di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Penulis yang bernama lengkap Yuniko Fauzan ini merupakan anak Pertama dari pasangan Ayahanda Muhammad Yunus Yusuf dan Ibunda Fauziah Idroes. Penulis memulai pendidikan formalnya di SD Negeri 43 Bireun tahun 1988 dan diselesaikan pada tahun 1994 dengan Nilai Ebtanas Murni (NEM) tertinggi untuk kota Bireun yaitu 46,77. Pada tahun 1997, penulis menamatkan pendidikan menengah pertamanya di SLTP Negeri 1 Bireun dan kemudian melanjutkan pendidikan menengah atas di SMU Negeri 3 Banda Aceh. Setelah sempat berpindah sekolah pada pertengahan tahun ajaran pertama di SMU Negeri 3 Banda Aceh, Penulis menyelesaikan pendidikan menegah atas di SMU Negeri 1 Bireun pada tahun 2000. Pada tahun yang sama, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut (USMI) IPB Penulis diterima untuk menempuh studi sarjana pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, Alhamdulillah atas Rahmat-Nya
penulis
dapat
menyelesaikan
skripsi
ini
dengan
judul
“Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Liquid Petroleum Gas Di Indonesia Periode 1980-2003”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan yang baik ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayah, Ibu, Adik-adik (Ratu dan Yona) atas semangat, dukungan dan doa yang telah diberikan selama ini. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada Ibu Ir. Ratna Winandi, MSc. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak membantu dan memberikan bimbingan serta arahan selama penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari banyak pihak, baik petunjuk, saran serta bimbingan. Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis telah mendapat bantuan dari berbagai pihak. Penulis juga menyadari akan kekurangan dan ketidaksempurnaan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran membangun demi perbaikan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.
Bogor, Januari 2007
Yuniko Fauzan H01400046
vi
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL
......................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... I.
x
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ...................................................................................
1
1.2. Permasalahan .....................................................................................
11
1.3. Tujuan Penelitian ...............................................................................
12
1.4. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................
12
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Pengertian LPG .................................................................................
14
2.2. Perlengkapan LPG.............................................................................
15
2.3. Manfaat LPG .....................................................................................
16
2.4. Kerangka Pemikiran Teoritis .............................................................
21
2.4.1. Teori Permintaan .....................................................................
21
2.4.2. Metode Regresi OLS (Ordinary Least Squared) ....................
31
2.5. Tinjauan Empiris ............................................................................. ..
32
2.6. Kerangka Pemikiran Konseptual ........................................................
35
2.7. Hipotesis.............................................................................................
37
III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data .......................................................................
38
3.2. Metode Analisis Dan Model Penelitian .............................................
38
3.3. Pengujian Model ................................................................................
40
IV. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN LIQUID PETROLEUM GAS DI INDONESIA PERIODE 1980 - 2003 4.1. Pengujian Model ................................................................. ..............
45
4.1.1. Kriteria Ekonometrika ..............................................................
45
4.1.2. Hasil Estimasi Model ...............................................................
48
vii
4.1.2. Kriteria Statistik .......................................................................
49
4.1.3. Interpretasi dan Analisis Ekonomi................................... .........
50
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan .........................................................................................
53
5.2. Saran ...................................................................................................
54
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
55
LAMPIRAN.....................................................................................................
57
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1.
Halaman Jenis Bahan Bakar yang Dipergunakan untuk Kebutuhan Rumah Tangga di Indonesia Tahun 1980-2005 . ............................................
3
1.2.
Perkembangan Subsidi BBM di Indonesia ..........................................
10
2.1.
Efisiensi Apparatus Beberapa Bahan Bakar ........................................
19
2.2.
Perbandingan Efisiensi Penggunaan LPG Dengan Minyak Tanah .....
20
3.1.
Nama, Simbol, dan Sumber Data.........................................................
38
4.1.
Uji Autokorelasi ..................................................................................
45
4.2.
Uji Heteroskedastisitas ........................................................................
46
4.3.
Uji Multikolinearitas ...........................................................................
47
4.4.
Uji Normalitas .....................................................................................
48
4.5.
Hasil Estimasi Parameter Model Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Liquid Petroleum Gas di Indonesia Periode Tahun 1980 – 2003 .........................................................................................
48
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
2.1.
Kurva Permintaan Pasar.......................................................................
22
2.2.
Kurva Permintaan Individu .................................................................
24
2.3.
Perubahan Permintaan..........................................................................
25
2.4.
Kerangka Pemikiran Konseptual .........................................................
36
4.1.
Uji Normalitas .....................................................................................
48
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Hal
1.
Data Penelitian …………… ................................................................
55
2.
Data Penelitian Dalam Logaritma .......................................................
56
3.
Uji Autokorelasi ...................................................................................
57
4.
Uji Heteroskedastisitas.........................................................................
57
5.
Uji Multikolinearitas ............................................................................
57
6.
Uji Normalitas......................................................................................
57
7.
Estimasi Parameter Model Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Liquid Petroleum Gas di Indonesia Periode 1980 – 2003 ............................................................................
58
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Pemanfaatan minyak yang sangat besar dan situasi yang kurang kondusif
di negara-negara produsen minyak terbesar di dunia seperti Irak dan Kuwait membuat persediaan minyak semakin menipis. Hal ini berimbas pada meningkatnya harga minyak di dunia, tak terkecuali Indonesia. Oleh karena itu dirasa perlu untuk mencari barang substitusi yang dapat mengurangi konsumsi atas bahan bakar minyak dan juga yang ramah terhadap udara dengan polusi seminimal mungkin. Gas di Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang pembangunan. Selain sebagai penghasil devisa yang utama, juga untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri. Gas dapat diproduksi dalam bentuk cair yaitu berupa Liquid Natural Gases (LNG), Liquid Petroleum Gases (LPG), gas kota. Berdasarkan Handbook of Mining and Energy Business (Ditjen Migas, 2002), kira-kira sebahagian atau sekitar 50 persen dari produksi gas di Indonesia diproses untuk dibuat LNG, dan seluruh produksi LNG diekspor ke luar negeri.
Produksi
LPG
sebahagiannya
digunakan
untuk
diekspor
dan
sebahagiannya lagi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kebutuhan energi dalam negeri ini selain dipenuhi dari LPG juga dipenuhi dari gas kota yang dapat diperoleh dari dua sumber yaitu gas bumi dan gas buatan. Sebahagian besar kebutuhan akan gas dalam sektor rumah tangga dipenuhi dari LPG. Kebutuhan gas pada sektor rumah tangga diperkirakan akan meningkat
2
terus. Peningkatan ini sejalan dengan kenaikan pendapatan masyarakat dan kesadaran akan sumber energi yang bersih, yang relatif tidak mencemari lingkungan dan relatif mudah didapat. Disamping itu, LPG juga digunakan oleh industri, baik sebagai bahan bakar maupun non bahan bakar misalnya sebagai bahan baku. Produk-produk seperti LPG dan gas kota mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang kebutuhan energi dalam negeri seperti kebutuhan energi rumah tangga, industri, dan komersial. Sebagian besar produk LPG yang tidak diekspor digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam sektor rumah tangga. Saat ini sebahagian besar dari kebutuhan gas untuk sektor rumah tangga telah dipenuhi oleh LPG, sedangkan gas kota hanya sebahagian kecil saja. Namun untuk masyarakat menengah ke bawah, kebutuhan energi dalam sektor rumah tangga mereka sebagian besar masih dipenuhi dari sumber-sumber energi biomassa seperti kayu dan arang, dan minyak tanah. Peranan biomassa dan minyak tanah sedikit demi sedikit semakin berkurang, bahkan menurun. Peningkatan dalam pendapatan bisa mengakibatkan seorang konsumen yang awalnya menggunakan minyak tanah dan juga karena kenaikan harga minyak tanah, akan beralih ke LPG berdasarkan pertimbangan benefit (keuntungan) dari LPG yang tidak bisa diukur dengan harga semata. Peranan gas kota dalam sektor rumah tangga akan semakin berkurang karena jaringan pipa-pipa gas yang sudah tua dan tidak diimbangi dengan perkembangan instalasi gas yang baru. Dengan demikian, peranan LPG akan semakin bertambah. Bahkan dewasa ini dapat dikatakan hampir seluruh kebutuhan untuk sektor rumah
3
tangga bersumber dari LPG. Hal tersebut diatas mengakibatkan bergesernya kedudukan gas kota karena biaya instalasi gas jauh lebih mahal dibandingkan dengan penggunaan LPG yang relatif lebih praktis. Tabel 1.1. Jenis Bahan Bakar yang Dipergunakan untuk Kebutuhan Rumah Tangga di Indonesia Tahun 1980 - 2005 (%) Listrik
LPG
Minyak Tanah
Kayu
Lainnya
Tahun Desa
Kota
Desa
Kota
Desa
Kota
Desa
Kota
Desa
Kota
1980
0,06
0.76
0.21
1.66
12.09
73.57
87.08
22.60
0.66
1.41
1985
0.42
1.60
0.24
4.58
10.93
68.35
88.04
23.39
0.37
2.08
1990
1.33
4.75
1.26
8.15
11.23
63.56
85.65
21.91
0.54
1.63
1995
2.05
5.73
0.71
10.47
14.37
65.91
81.37
16.21
0.69
1.68
2000
3.71
7.32
3.28
20.34
15.01
62.22
77.35
9.03
0.65
1.09
2005*
7.11
13.41
9.16
30.51
17.93
50.77
62.76
4.09
3.04
1.22
Rata-rata
1.41
2.13
1.79
5.83
1.17
- 4.56
- 4.80
- 3.62
0.96
- 0.04
Sumber : Review Notes 2001, ESDM. ( * = angka estimasi )
Tabel 1.1 menunjukkan persentase rumah tangga menurut bahan bakar yang digunakan untuk memasak. Dari Tabel 1.1 tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk listrik, baik untuk kelompok rumah tangga yang ada di desa maupun di kota cenderung mengalami peningkatan konsumsi sebagai bahan bakar untuk memasak. Hal ini dapat terjadi salah satunya karena adanya dukungan program dari pemerintah dalam hal perluasan pelayanan listrik, misalnya melalui program Listrik Masuk Desa. Pada tahun 1980, baru sekitar 0.06 persen rumah tangga di desa dan 0.76 persen rumah tangga di kota yang menggunakan listrik sebagai bahan bakar untuk memasak. Pada tahun 2005, penggunaan listrik sebagai bahan bakar untuk memasak meningkat menjadi 7.11 persen untuk rumah tangga yang
4
ada di desa dan 13.41 persen untuk rumah tangga yang ada di kota. Penggunaan listrik sebagai bahan bakar untuk memasak oleh rumah tangga secara rata-rata mengalami peningkatan sebesar 1.41 persen untuk rumah tangga yang ada di desa dan 2.13 persen untuk rumah tangga yang ada di kota. Untuk minyak tanah, kelompok rumah tangga yang ada di desa mengalami peningkatan konsumsi minyak tanah sebagai bahan bakar untuk memasak. Pada tahun 1980 penggunaan minyak tanah sebesar 12.09 persen mengalami penurunan sebesar 1.16 persen menjadi 10.96 persen pada tahun 1985, namun secara perlahan kembali meningkat hingga menjadi 17.93 persen pada tahun 2005. Minyak tanah untuk kelompok rumah tangga yang ada di desa rata-rata mengalami peningkatan sebesar 1.17 persen. Sedangkan kelompok rumah tangga yang ada di kota cenderung mengalami penurunan dalam penggunaan minyak tanah sebagai bahan bakar untuk memasak. Pada tahun 1980, 73.57 persen rumah tangga yang ada di kota menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar untuk memasak. Namun, pada tahun 2005 penggunaan minyak tanah oleh rumah tangga mengalami penurunan yang cukup drastis sebesar 22.80 persen menjadi hanya sebesar 50.77 persen. Secara rata-rata, penggunaan minyak tanah sebagai sumber bahan baker untuk memasak bagi rumah tangga yang ada di kota mengalami penurunan sekitar - 4.56 persen. Hal ini dapat terjadi salah satunya karena adanya peningkatan harga minyak tanah di satu sisi yang efeknya relatif lebih terasa oleh rumah tangga yang ada di desa, sedangkan pada sisi yang lain dikarenakan oleh adanya transformasi teknologi dari kompor konvensional berbahan bakar minyak
5
tanah menjadi kompor gas berbahan baku LPG maupun gas kota oleh rumah tangga yang ada di kota. Sementara itu, penggunaan kayu sebagai bahan bakar untuk memasak oleh rumah tangga yang ada di desa dan di kota mengalami penurunan yang sangat drastis. Pada tahun 1980 penggunaan kayu sebagai bahan bakar sebesar 87.08 persen untuk kelompok rumah tangga yang ada di desa dan 22.60 persen untuk kelompok rumah tangga yang ada di kota menurun menjadi 62.76 persen untuk rumah tangga yang ada di desa dan 4.09 persen untuk rumah tangga yang ada di kota pada tahun 2005. Secara rata-rata, penggunaan kayu bakar mengalami penurunan sebesar - 4.80 persen untuk kelompok rumah tangga yang ada di desa dan - 3.62 persen untuk kelompok rumah tangga yang ada di kota. Penggunaan bahan bakar lainnya, termasuk di dalamnya gas kota, arang, batu bara, spirtus, dan lain-lain sebagai bahan bakar untuk memasak oleh rumah tangga yang ada di kota cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 1980, sekitar 0.66 persen rumah tangga yang ada di desa menggunakan bahan bakar lainnya sebagai bahan bakar untuk memasak dan 1.41 persen rumah tangga yang ada di kota menggunakan bahan bakar lainnya untuk memasak. Dari tahun ke tahun, penggunaan bahan bakar lainnya memiliki trend atau kecenderungan yang relatif terus menurun. Namun pada tahun 2005, dimana harga bahan bakar mengalami kenaikan yang sangat signifikan, penggunaan bahan bakar lainnya oleh rumah tangga pun mengalami peningkatan. Untuk kelompok rumah tangga yang ada di desa, peningkatan bahan bakar lainnya menjadi sekitar 3.04 persen, sedangkan untuk rumah tangga yang ada di kota menjadi 1.22 persen.
6
Dari Tabel 1.1 juga dapat dilihat adanya peningkatan penggunaan LPG sebagai bahan bakar baik untuk kelompok rumah tangga yang ada di desa maupun di kota. Pada tahun 1980, penggunaan LPG untuk memasak di desa masih sebesar 0.21 persen dan selama kurang lebih 25 tahun yaitu pada periode tahun 2005 mengalami peningkatan yang cukup besar yaitu menjadi 9.16 persen. Bahkan peningkatan ini cukup drastis bila dilihat pada periode sebelumnya yaitu tahun 1995 yang masih sebesar 0.71 persen menjadi 3.28 persen pada periode tahun 2000 atau mengalami peningkatan sebesar 2.57 persen. Secara rata-rata, penggunaan LPG sebagai bahan bakar untuk memasak oleh rumah tangga yang ada di desa mengalami peningkatan sebesar 1.79 persen. Bahkan konsumsi LPG untuk memasak oleh masyarakat kota pada tahun 2005 mengalami peningkatan yang jauh lebih besar lagi yaitu menjadi sebesar 30.51 persen dari periode tahun 1980 yang hanya sebesar 1.66 persen. Secara rata-rata, untuk kelompok rumah tangga yang ada di kota penggunaan LPG mengalami peningkatan tertinggi dibandingkan bahan bakar lainnya yaitu sebesar 5.83 persen. Penggunaan LPG dalam sektor rumah tangga menunjukkan adanya peningkatan, terutama kelompok rumah tangga yang ada di kota yang mencapai dua digit dalam kurun waktu 15 tahun. Peningkatan ini sejalan dengan kenaikan tingkat pendapatan, tingkat pengetahuan dan kehidupan masyarakat, kebutuhan lingkungan akan sumber energi yang bersih, serta penyempurnaan distribusi pemasaran LPG di Indonesia. Kendati demikian, peningkatan pemakaian LPG dalam sektor rumah tangga tidak terlepas dari keterbatasan-keterbatasannya
7
diantaranya yaitu harga dan ketersediaan sumber (supply) dari LPG maupun sumber energi alternatif lainnya. Peranan gas dalam sektor rumah tangga hampir seluruhnya didominasi LPG, meskipun bila dibandingkan dengan LPG harga gas kota per satuan energi sedikit lebih murah. Namun salah satu penyebab mengapa LPG lebih banyak digunakan adalah masalah kemudahan untuk mendapatkan LPG tersebut, sedangkan proses instalasi gas kota membutuhkan biaya yang cukup besar. Pengembangan gas kota akan cenderung lebih mudah bila diterapkan pada konsumen dalam jumlah besar atau industri dengan skala tertentu. Ada banyak alasan mengapa LPG merupakan suatu pilihan yang tepat sebagai bahan bakar utama alternatif untuk konsumsi rumah tangga, diantaranya yaitu sebagai berikut : 1.
LPG masih tergolong sebagai produk yang memiliki daur hidup yang relatif masih muda,
2.
LPG merupakan bahan bakar alternatif (substitusi) yang memiliki banyak keunggulan dibandingkan bahan bakar yang sudah umum dipakai pada sektor rumah tangga, bahkan dapat dikatakan sebagai bahan bakar suplemen dari minyak tanah. Pada masa-masa oil booming di awal era 1980-an, pemberian subsidi atas
bahan bakar minyak (BBM) tidak terlalu memberatkan keuangan negara mengingat besarnya pemasukan pemerintah dari hasil penjualan minyak. Namun, masa keemasan itu tidak berlangsung lama. Kendati demikian, keuangan pemerintah Indonesia rupanya masih sanggup menanggung beban subsidi BBM
8
yang sedemikian besar, sehingga harga jual BBM di dalam negeri masih lebih murah daripada harga intenasional. Pada dasarnya, sebelum tahun 1993 pun harga BBM sudah mengalami kenaikan. Namun, peningkatan harga domestik sebagai akibat kenaikan harga internasional ini belum memberikan pengaruh negatif bagi anggaran pemerintah. Hal ini dapat terjadi karena pemerintah masih memperoleh nilai ekspor (net export) BBM yang lebih besar daripada konsumsi domestik sehingga beban subsidi belum menjadi beban dalam anggaran pemerintah. Dari tahun ke tahun pemerintah menyadari bahwa pengurangan subsidi BBM sampai suatu tingkat tertentu mesti dilakukan, namun untuk beberapa alasan hal tersebut masih sulit untuk dilakukan. Bahkan Bank Dunia termasuk pihak yang paling sering menyarankan untuk sesegera mungkin menghapuskan subsidi terhadap BBM ini. Selama ini rakyat Indonesia menikmati BBM dengan harga yang sangat murah. Bahkan harga BBM di Indonesia adalah yang terendah di ASEAN, jauh di bawah harga internasional. Hal ini bisa terjadi karena pemerintah mensubsidi harga BBM dalam negeri sehingga rakyat bisa mendapatkan BBM dengan harga terjangkau. Setelah kenaikan harga BBM Oktober 2005, harga BBM masih cukup jauh dibawah harga pasar. Sebagai contoh, harga premium untuk konsumsi masyarakat yang dijual di Indonesia sebesar Rp. 4500,00 per liter sedangkan harga internasional untuk premium serupa masih berkisar antara Rp. 5000,00 sampai Rp. 5500,00 per liternya. Dengan selisih harga yang masih cukup besar ini, diperlukan pengawasan yang lebih ketat oleh pemerintah untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan BBM bersubsidi, baik dalam bentuk penjualan BBM
9
bersubsidi kepada pihak industri maupun penyelundupan BBM bersubsidi untuk dijual dengan harga internasional. Pada sebuah artikel1, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dr. Purnomo Yusgiantoro menyatakan bahwa salah satu bentuk kebijakan pengurangan subsidi BBM adalah dengan melakukan subsidi silang sebagai bentuk restrukturisasi dalam sektor minyak dan gas (migas) yang dilakukan sejak tahun 2003. Subsidi BBM yang dilakukan pemerintah membuat harga BBM menjadi tidak rasional. Idealnya harga suatu produk mencerminkan biaya produksinya. Dalam APBN harga semestinya tidak hanya mencerminkan biaya ekonomisnya, namun juga memuat biaya konservasinya mengingat sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui jumlahnya terbatas. Dari tahun ke tahun, subsidi pemerintah terhadap komoditas BBM ini sangat besar yang tentu saja sangat membebani keuangan Negara dalam APBN. Dari tabel perkembangan subsidi BBM diatas, pada tahun anggaran 2001/2002 subsidi untuk BBM bahkan mencapai lebih dari 68 trilyun rupiah. Padahal komoditas BBM yang disubsidi hanyalah untuk jenis BBM premium, solar, dan minyak tanah. Sedangkan untuk bahan bakar minyak dan gas lainnya termasuk diantaranya avtur dan LPG serta LNG sudah cenderung dilepas ke pasar sehingga lebih berorientasi pada harga pasar. Untuk tahun anggaran 2006 yang dirilis pada bulan September 2005, pemerintah mengajukan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) untuk subsidi BBM mencapai lebih dari 139 trilyun rupiah. Hal ini tidak terlepas dari kenaikan harga minyak mentah di pasar
1
Detik.com edisi Maret 2003, Mengapa subsidi harus dikurangi ?
10
internasional yang sempat menyentuh level tertinggi sepanjang sejarah perminyakan dunia sebesar US $70 per barel. Tabel 1.2. Perkembangan Subsidi BBM di Indonesia (dalam milyar rupiah) Tahun Anggaran Biaya Pokok BBM Hasil Penjualan Bersih Subsidi 1994/1995
14049.00
14935.60
- 886.60
1995/1996
15829.50
14858.30
- 28.80
1996/1997
20171.90
17314.30
2857.60
1997/1998
34145.60
18279.50
15866.10
1998/1999
36593.90
29140.90
7453.00
1999/2000
71411.36
30487.96
40923.40
2000/2001
88837.08
35027.48
53809.60
2001/2002
108798.35
39417.55
68380.80
2006/20072
---
---
139100.00
Sumber : Biro Pusat Statistik (2003)
Berdasarkan Tabel 1.2 tentang perkembangan subsidi BBM, terlihat jelas bahwa dari tahun ke tahun, subsidi pemerintah terhadap komoditas BBM ini sangat besar bahkan pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) untuk tahun anggaran 2006 subsidi untuk BBM diperkirakan mencapai lebih dari 139 trilyun rupiah. Sedangkan harga produk gas termasuk LPG cenderung mengikuti perkembangan harga pasar. Hal ini lebih banyak dikarenakan oleh harga jual produk LPG yang cenderung mengikuti fluktuasi perkembangan harga pasar. Selain itu, cadangan potensial gas yang dimiliki Indonesia masih sangat besar relatif jika dibandingkan dengan cadangan minyak yang ada.
2
http//:www.ri.com/page 105/anggaran_belanja
11
Dengan kondisi subsidi atas BBM yang semakin tinggi, Pemerintah juga dituntut untuk memikirkan bagaimana harga BBM terutama minyak tanah untuk konsumsi rumah tangga dapat tetap terjangkau oleh masyarakat. Disamping itu pemerintah dapat juga memikirkan suatu solusi untuk menggalakkan penggunaan energi alternatif selain yang tersebut diatas, seperti misalnya LPG. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis bermaksud untuk mengkaji sejauh mana solusi untuk menggalakkan penggunaan LPG dapat dilakukan dengan melihat faktorfaktor yang kemungkinan berpengaruh terhadap permintaan LPG.
1.2.
Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut : 1.
Bagaimana faktor harga LPG mempengaruhi permintaan LPG di Indonesia,
2.
Bagaimana faktor perubahan harga barang subtitusi LPG (minyak tanah dan tarif listrik) mempengaruhi permintaan LPG di Indonesia,
3.
Bagaimana
faktor
perubahan
pendapatan
per
kapita
masyarakat
mempengaruhi permintaan LPG di Indonesia, serta 4.
Bagaimana dampak krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 terhadap permintaan LPG di Indonesia.
12
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan sebagaimana dijelaskan
sebelumnya maka dapat dirumuskan tujuan dari penelitian ini yaitu : 1.
Menganalisis pengaruh harga terhadap permintaan LPG di Indonesia,
2.
Menganalisis pengaruh perubahan harga barang subtitusi LPG (minyak tanah dan tarif listrik) terhadap permintaan LPG,
3.
Menganalisis
pengaruh
perubahan
pendapatan
perkapita
terhadap
permintaan LPG di Indonesia, serta 4.
Menganalisis dampak krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 terhadap permintaan LPG di Indonesia.
1.4.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini dilakukan pada selang waktu tahun 1980 –
2003 dengan menggunakan data tahunan yang bersifat time series. Pemilihan jangka waktu tersebut dilakukan atas dasar pertimbangan ketersediaan data. Selain itu, jangka waktu tersebut mencakup berbagai kondisi perekonomian Indonesia yaitu sebagai berikut : 1.
Mulai saat masa menjelang ( pra ) oil booming ( tahun 1980-1982 ),
2.
Masa oil booming ( tahun 1982-1983 ),
3.
Masa liberalisasi ekonomi pada akhir dasawarsa 1980-an,
4.
Masa krisis ekonomi yang melanda perekonomian hampir seluruh negara di Asia, termasuk Indonesia ( tahun 1997 ).
5.
Hingga masa pasca krisis ekonomi dari tahun 1998-2003.
13
Adanya beberapa kondisi perekonomian seperti tersebut diatas, penulis memasukkan variabel krisis ekonomi sebagai variabel dummy. Dummy yang digunakan dalam hal ini adalah dummy krisis yang terjadi sebagai akibat krisis perekonomian yang dialami hampir semua negara di Asia pada tahun 1997.
14
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1.
Pengertian LPG LPG adalah salah satu produk yang dipasarkan oleh Pertamina Direktorat
Pembekalan Dan Pemasaran Dalam Negeri (Dit. PPDN), dengan merk dagang LPG (Liquid Petroleum Gases). Komponen utama dari LPG adalah Propana (C3H8) dan Butana (C4H10). Disamping itu, LPG juga mengandung senyawa hidrokarbon ringan yang lain dalam jumlah kecil, misalnya Etana (C2H6) dan Pentana (C5H12). Menurut bahan baku pembuatnya, LPG dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu natural gas (gas bumi) dan refinery gas (gas hasil kilang). Gas bumi merupakan campuran senyawa-senyawa hidrokarbon ringan dan senyawa ikutan yang lain seperti karbondioksida, hidrogen sulfida, uap air, dan lain-lain. Sedangkan gas hasil kilang sebagian besar hanya terdiri dari senyawa hidrokarbon ringan saja. Dalam kondisi atmosfer, LPG berupa gas dan dapat dicairkan pada tekanan diatas 5 kg/cm2. Volume LPG dalam bentuk cair lebih kecil daripada dalam bentuk gas, untuk berat yang sama. Oleh sebab itu, LPG dipasarkan dalam bentuk cair. LPG merupakan bahan bakar alternatif disamping BBM. Dipakai untuk keperluan rumah tangga, industri, maupun untuk keperluan khusus lainnya. Menurut spesifikasinya, LPG dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu LPG campuran (mixed LPG), LPG Propana (Prophene LPG), dan LPG Butana (Buthene LPG). Spesifikasi LPG dari masing-masing jenis tersebut telah diatur
15
dan tercantum dalam Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi No. 25K/36/DDJM/1990. Untuk alasan keamanan dalam pemakaiannya, LPG diberi zat pembau. Sedangkan untuk keperluan khusus, Pertamina melalui Direktorat Pembekalan dan Pemasaran Dalam Negeri juga memasarkan LPG yang tidak berbau (odorless LPG).
2.2. Perlengkapan LPG Bahan bakar cair LPG disimpan dan dikemas dalam tabung baja dalam berbagai ukuran. Tabung tersebut telah diuji oleh Dinas Pembinaan NormaNorma Keselamatan Kerja (DPNKK) sesuai standar tes 4.B240 Interstate Commerce Commission (ICC). Sesuai dengan ukuran tabung, maka berat tabung juga bervariasi, yaitu : 5 - 12 kg, 12,1 – 17 kg, 50 kg, skid tank (1000 kg dan 4000 kg). Setiap tabung diperlengkapi dengan valve atau klep yang berguna untuk menahan gas agar tidak mengalir keluar, sekaligus merupakan celah untuk menyalurkan gas keluar. Pada saat membeli LPG, valve harus tertutup dengan segel aluminium (rain cap) sebagai jaminan keaslian isi tabung. Pada lubang valve terdapat ring/cincin karet guna mengatur saluran gas melalui regulator untuk mengamankan aliran gas. Perlengkapan tambahan yang harus ada agar LPG dapat digunakan adalah regulator. Regulator merupakan alat pengatur tekanan gas yang keluar dari tabung. Dalam keadaan terpasang, gas bertekanan tinggi dalam tabung sudah
16
berhubungan langsung dengan regulator. Gas akan mengalir keluar dengan tekanan rendah bila katup dibuka.
2.3. Manfaat LPG Indonesia mulai memperkenalkan dan memasarkan LPG sejak tahun 1968. Awal mula tujuan Pertamina memasarkan LPG adalah dalam rangka meningkatkan pemanfaatan hasil produk dari minyak bumi dan sekaligus diharapkan mampu mengurangi laju permintaan minyak tanah untuk rumah tangga di dalam negeri. Melihat perkembangan permintaan dari tahun ke tahun sampai dengan sekarang, telah terjadi peningkatan penggunaan gas LPG yang sangat tajam di Indonesia, baik untuk keperluan rumah tangga maupun industri. Sejalan dengan kemajuan pembangunan, maka Pertamina dituntut untuk lebih meningkatkan pelayanan dan pemerataan pemasaran gas LPG guna memenuhi permintaan yang semakin meningkat. LPG di Indonesia digunakan selain digunakan sebagai bahan bakar dapat juga digunakan untuk kebutuhan non-bahan bakar (untuk bahan baku industri). Sebagai bahan bakar, LPG dapat digunakan untuk : 1. Rumah Tangga : a. Sebagai bahan bakar kompor gas, b. Sebagai bahan bakar water heater, c. Sebagai bahan bakar lampu penerangan.
17
2. Industri
:
a. Industri makanan. LPG digunakan sebagai bahan bakar untuk memanasi atau mengeringkan dalam produksi crackers, biskuit, dan roti. b. Industri tekstil. LPG dipakai sebagai bahan bakar untuk proses produksi dari pabrik tekstil. c. Industri kertas dan percetakan. LPG digunakan sebagai sumber panas dalam proses pengeringan, pencairan, dan pemanasan. d. Industri keramik dan gelas. LPG digunakan sebagai bahan bakar dalam proses peleburan dan pembentukan gelas, bahan bakar pemanas untuk mengolah batu kapur, dan bahan bakar dalam pembakaran keramik. e. Industri logam. LPG digunakan sebagai bahan bakar untuk mencairkan logam, menempa logam yang dipanasi sampai membara dengan nyala api langsung, mencairkan logam yang akan dipakai dalam proses pengecoran, pemanasan dalam pemotongan lembaran-lembaran plat baja, kerangka-kerangka baja, dan baja batangan serta digunakan untuk memanasi dalam rangka menghilangkan goresan-goresan pada permukaan lembaran-lembaran plat baja (scurfing). f. Industri yang memproduksi produk-produk pertanian, perikanan,dan peternakan menggunakan LPG sebagai sumber panas dalam pengeringan tembakau, daun teh, jerami, biji-bijian, dan tumbuhan laut yang dapat dimakan serta sebagai sumber panas dari rumah kaca dan sumber panas peternakan unggas. g. Industri korek api gas menggunakan LPG sebagai bahan baku untuk pengisian gas dalam korek api.
18
3. Umum
: LPG digunakan untuk keperluan laboratorium, restoran/rumah
makan, bengkel, dan rumah sakit. Untuk kebutuhan selain bahan bakar LPG dapat digunakan sebagai bahan penekan atau zat penyemprotan pada produk aerosol seperti obat nyamuk spray, cat semprot, dan juga deodoran. Manfaat penggunaan LPG sebagai bahan bakar rumah tangga maupun industri banyak menghasilkan kemudahan dan kenyamanan dibandingkan minyak tanah. Untuk industri, tentu saja berhubungan langsung dengan kualitas produk yang dihasilkannya agar dapat menjadi lebih baik. Secara umum, kelebihankelebihan dalam pemakaian LPG adalah sebagai berikut : 1.
LPG merupakan sumber bahan bakar energi yang relatif bersih dan tidak ber asap,
2.
LPG dapat menghasilkan pembakaran yang sempurna dan tidak menimbulkan kotoran sehingga sangat tepat untuk industri keramik, kaca, dan gelas yang senantiasa membtuhkan bahan bakar yang bersih,
3.
LPG menghasilkan pemanasan yang relatif lebih cepat.
4.
Mempunyai tekanan uap yang lebih tinggi sehingga tidak diperlukan lagi pompa untuk pengalirannya,
5.
Tidak mengotori makanan yang dimasak serta tidak menimbulkan bau pada masakan,
6.
Peralatan memasak dan ruangan dapur lebih bersih,
7.
Mengurangi polusi,
19
8.
LPG mempunyai nilai kalori atau daya pemanasan yang cukup tinggi serta efisiensi pemanasan yang tinggi pula. Jika dibandingkan dengan bahan bakar lainnya, LPG masih memiliki daya
pemanasan dan efisiensi apparatus untuk memasak yang lebih besar. Efisiensi apparatus adalah efisiensi daya serap panas pembakaran terkait dengan peralatan yang digunakan. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2.1 mengenai efisiensi apparatus beberapa bahan bakar. Tabel 2.1. Efisiensi Apparatus Beberapa Bahan Bakar Daya Panas (kalori/kg) Efisiensi Apparatus (persen) Kayu Bakar
4450
15
Arang
7100
15
Minyak Tanah
11000
40
LPG
11900
60
Sumber : Review Notes 2001, ESDM.
Dari perbandingan diatas, ternyata satu tabung LPG yang bervolume 15 kg, memiliki daya pemanasan sebesar 178.500 kalori dan secara normal bisa dipakai untuk keperluan memasak selama kurang lebih satu bulan bagi keluarga sedang dengan dua orang anak (4 orang) di Indonesia. Disamping kelebihankelebihan diatas, Arifin (1998) menyebutkan terdapat juga beberapa hal yang dirasakan sebagai kekurangan dalam penggunaan LPG, antara lain : 1.
Pada tahap awal perlu investasi yang relatif tinggi. Pada tahap awal penggunaan LPG, seorang konsumen perlu mengeluarkan
biaya-biaya yang antara lain untuk : - Harga appliances (kompor, water heater, dan lain-lain) - Harga tabung LPG
20
- Harga regulator - Harga selang sepanjang lebih kurang 2 m dan klem - Harga isi tabung LPG - Ongkos pemasangan appliances. 2.
Penanganan LPG mempunyai resiko yang relatif lebih tinggi. Sebenarnya, kekurangan-kekurangan yang dirasakan
oleh seorang
konsumen pengguna LPG tidaklah demikian. Mengapa? Untuk mendapatkan jawaban, tabel 4 akan menunjukkan perbandingan penggunaan bahan bakar LPG dan minyak tanah bagi sebuah rumah tangga sedang (4 orang) di Indonesia selama satu bulan. Tabel 2.2. Perbandingan Efisiensi Penggunaan LPG dengan Minyak Tanah LPG Minyak Tanah 1. Biaya rutin per bulan*
Rp. 50.000,00
Rp. 63.000,00
1 tabung
30 liter
a. Kompor + perlengkapan
Rp. 250.000,00
Rp. 25.000,00
b. Tabung
Rp. 250.000,00
-
10 tahun
5 tahun
0,83 %/bln (Rp.
1,67 %/bln (Rp.
4.150,00)
417,50)
Rp. 54.150,00
Rp. 63.417,50
178.500
198.000
3,296
3,122
2. Investasi awal :
c. Umur
**
Penyusutan per bulan Total
biaya
rutin
+
penyusutan 3. Kalori per bulan (kal) Kalori tiap rupiahnya (kal/Rp)
* survey kebutuhan bahan bakar LPG vs Minyak Tanah selama 1 bulan oleh Pertamina ** estimasi penulis
21
Berdasarkan perbandingan pada Tabel 2.2, ternyata biaya penggunaan LPG malah lebih murah 9,85 persen dari biaya penggunaan minyak tanah. Bahkan, efisiensi energi (dalam kalori) yang dihasilkan LPG lebih besar 5,57 persen dari minyak tanah. Dengan kata lain, selama sebulan setiap rupiah yang dikeluarkan oleh seorang konsumen yang menggunakan LPG dapat menghasilkan 0,174 kalori lebih besar dari konsumen yang menggunakan minyak tanah. Disamping itu, di zaman yang semakin modern ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mampu menciptakan perangkat dan cara penanganan LPG yang lebih menjamin keamanan dan kenyamanan para pemakainya.
2.4. Kerangka Pemikiran Teoritis 2.4.1. Teori Permintaan Permintaan adalah keinginan konsumen untuk membeli suatu barang pada berbagai tingkat harga selama periode waktu tertentu. Permintaan juga merupakan pokok bahasan dalam ekonomi mikro. Meskipun ekonomi mikro analisisnya bersifat individual, akan tetapi bukan hal yang sederhana dan mudah untuk mengetahui konsep-konsep dasar permintaan secara individual. Permintaan individual menggambarkan permintaan orang per orang terhadap suatu barang tertentu. Gabungan dari seluruh permintaan perorangan tersebut disebut permintaan pasar. Kurva permintaan pasar didapat dengan menjumlahkan (secara horizontal) kurva permintaan individu-individu yang ada di pasar, misalnya ada dua individu (konsumen) di pasar yang membeli suatu barang mempunyai bentuk kurva permintaan sebagai berikut:
22
PX
PX
PX
Dx1
Dx2
PX*
MDx
PX*
0
X1*
X1
PX*
0
X2*
X2
INDIVIDU2
INDIVIDU1
X*
0
X
PASAR
Gambar 2.1. Kurva Permintaan Pasar Sumber : Nicholson, 2001.
Cara mendapatkan kurva permintaan pasar yang diperlihatkan dalam Gambar 2.1 yaitu untuk individu 1 dengan permintaan sebesar X1* dan individu 2 dengan permintaan sebesar X2*, pada harga yang sama sebesar Px* maka total permintaan menjadi X* = X1* + X2*. Kurva permintaan pasar terbentuk dari penjumlahan agregat atas permintaan individu 1 dan individu 2 yang ditunjukkan oleh titik keseimbangan pasar X*, Px*. Hukum permintaan berbunyi “pada tingkat harga yang lebih tinggi, jumlah barang yang diminta akan semakin berkurang atau sebaliknya pada harga yang lebih rendah, jumlah barang yang diminta akan semakin bertambah dengan asumsi cateris paribus atau hal-hal lain yang mempengaruhi dianggap konstan” (Iswardono, 1994). Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah yang diminta berhubungan terbalik (inverse) dengan harga barang tersebut dengan anggapan bahwa hal-hal lain dianggap konstan pada berbagai kemungkinan harga. Harga bukan merupakan satu-satunya yang menentukan berapa banyak masyarakat mau membeli barang-barang dan jasa. Selain harga, permintaan juga
23
dipengaruhi oleh pendapatan. Misalnya, jika harga barang sesuatu meningkat, tetapi pendapatan juga meningkat tidak dapat diketahui bagaimana perubahan jumlah barang yang diminta. Akan tetapi kalau harga konstan dan parameter nonprice juga konstan maka dapat ditentukan arah perubahan jumlah barang yang diminta. Ada tiga konsep penting yang perlu diperhatikan dalam menganalisis permintaan barang normal. Pertama, jumlah barang yang diminta merupakan kuantitas yang diinginkan (quantity desired). Ini menunjukkan berapa banyak barang yang ingin dibeli oleh rumah tangga, atas dasar harga barang tersebut, harga produk yang berkaitan ( substitusi ), penghasilan suatu rumah tangga, dan sebagainya. Kedua, jumlah barang yang diinginkan merupakan permintaan efektif, bukan merupakan harapan kosong. Artinya, jumlah permintaan yang orang bersedia membelinya pada harga yang mereka harus bayar untuk suatu barang. Ketiga, jumlah kuantitas barang yang diminta merupakan arus pembelian yang kontinyu. Oleh karenanya, kuantitas barang tersebut harus dinyatakan dalam banyaknya kuantitas per satuan waktu. Misalnya, 1 juta ton per hari atau 365 juta ton per tahun. (Lipsey, et al. 1998) Ada beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan akan suatu barang, diantaranya yaitu harga barang sendiri, pendapatan konsumen, harga terkait baik yang bersifat substitusi maupun komplementer terhadap barang tersebut, selera atau kebiasaan konsumen, jumlah penduduk, dan perkiraan harga di masa mendatang. (Nicholson, 2001 )
24
1.
Perubahan Harga Barang Itu Sendiri Harga (Rp) C
P2
A
P0
B
P1
Q2
Q0
Q1
Jumlah (Unit)
Gambar 2.2. Kurva Permintaan Perubahan harga barang sendiri akan menyebabkan perubahan jumlah barang yang diminta dengan asumsi cateris paribus. Ini dicerminkan oleh pergerakkan pada satu kurva permintaan. Pada Gambar 2.2 nampak adanya perubahan jumlah barang yang diminta jika terjadi perubahan harga. Perubahan dari titik A ke B atau ke C disebabkan karena perubahan harga barang itu sendiri. Ini berarti bahwa setiap kurva permintaan, jumlah barang yang diminta berubah sebagai akibat dari perubahan harga barang itu sendiri. Semakin tinggi harga suatu barang, semakin sedikit jumlah barang yang diminta, dan semakin rendah harga suatu barang semakin banyak jumlah barang yang diminta. Pernyataan ini sering disebut sebagai hukum permintaan yang berlaku dengan asumsi ceteris paribus. Hal yang perlu diingat adalah bahwa perubahan harga akan menyebabkan pergerakan sepanjang kurva permintaan.
25
2. Pendapatan Konsumen Adanya perubahan faktor lain selain harga barang itu sendiri akan menimbulkan
terjadinya
perubahan
permintaan
yang
ditunjukkan
oleh
bergesernya kurva permintaan ke kanan atau ke kiri. D1
HARGA RP
D
D2
D2 0
D
D1
JUMLAH (UNIT)
Gambar 2.3 Perubahan Permintaan Dalam Gambar 2.3 diatas, nampak bahwa kurva permintaan mula-mula adalah DD, kemudian berubah menjadi D1D1 dan D2D2. Perubahan ini yang disebut sebagai perubahan permintaan. Permintaan bertambah (meningkat) dicerminkan oleh D1D1 dan permintaan berkurang (menurun) ditunjukkan oleh D2 D2 . Oleh
karena
itu,
kenaikan
pendapatan
cenderung
meningkatkan
permintaan. Ini berarti bahwa kurva permintaan menunjukkan kuantitas (jumlah) yang diminta lebih besar pada setiap harga yang sama. Sehingga kenaikan pendapatan akan menggeser kurva permintaan kekanan (DD ke D1D1) dan sebaliknya menurunnya pendapatan akan menggeser kurva permintaan kekiri (DD ke D2D2). Kenaikan permintaan mungkin disebabkan meningkatnya pendapatan
26
dan sebaliknya menurunnya permintaan karena menurunnya pendapatan. Ini berarti ada hubungan positif antara pendapatan dengan permintaan. Perubahan pada variabel pendapatan rumah tangga akan menyebabkan terjadinya perubahan konsumsi atau permintaan tehadap barang-barang lainnya. Misalkan suatu rumah tangga menerima pendapatan yang lebih besar, maka dapat diperkirakan bahwa rumah tangga tersebut akan mengkonsumsi lebih banyak barang, pada kondisi harga barang tersebut tetap. Akibatnya secara keseluruhan untuk pasar dapat diperkirakan bahwa jumlah barang yang diminta akan lebih banyak daripada permintaan sebelumnya atas barang tersebut pada tingkat harga yang sama. Permintaan atas suatu barang, biasanya akan meningkat apabila variabel pendapatan juga mengalami peningkatan. Barang seperti ini disebut barang normal. Namun, dalam praktek keseharian bisa saja yang terjadi merupakan kebalikannya yaitu jika pendapatan mengalami peningkatan tetapi permintaan atas suatu barang justru mengalami penurunan. Barang seperti ini disebut sebagai barang inferior. (Nicholson, 2001) 3.
Harga Barang Terkait : Substitusi dan Komplementer Adanya perubahan harga barang lain juga akan menyebabkan perubahan
permintaan. Dalam menggambarkan kurva permintaan selalu dianggap bahwa harga barang itu sendiri yang berpengaruh terhadap jumlah barang yang diminta sedangkan harga barang terkait (prices of related goods) dianggap konstan. Ada dua macam barang terkait yaitu barang substitusi dan barang komplementer. Kedua macam barang tersebut dapat didefinisikan dalam
27
kaitannya dengan perubahan harga terhadap permintaan akan sesuatu barang. Misalnya, ada 2 (dua) barang X dan Y. Jika barang X dan barang Y substitusi, maka jika harga barang Y turun dan harga barang X tetap, kurva permintaan barang X akan bergeser kekiri atau ada penurunan permintaan. Contohnya: LPG dan minyak tanah. Dengan perkataan lain hubungannya positif artinya kenaikan harga minyak tanah (barang Y) cenderung meningkatkan permintaan LPG (barang X) dan sebaliknya. Sedangkan jika barang X dan barang Y komplementer, maka hubungannya negatif. Ini berarti bahwa jika harga barang Y naik cenderung akan menurunkan permintaan akan barang X,dan sebaliknya. Contohnya kompor gas dengan LPG. Jika harga kompor gas meningkat maka permintaan LPG akan menurun, dan sebaliknya kalau harga kompor gas menurun maka permintaan atas LPG meningkat. Untuk variabel harga barang terkait (substitusi maupun komplementer), perubahannya akan mengakibatkan perubahan terhadap konsumsi suatu barang. Kenaikan harga barang substitusi dari suatu barang akan menyebabkan konsumsi terhadap barang tersebut mengalami peningkatan, sedangkan kenaikan harga barang komplemennya akan menyebabkan konsumsi terhadap barang tersebut mengalami penurunan. 4.
Selera atau Kebiasaan Konsumen Selera atau kebiasaan juga dapat mempengaruhi permintaan suatu barang.
Misalnya, selera wanita berubah, tidak menyukai rok mini lagi, ini akan berakibat bergesernya kurva permintaan rok mini kekiri dalam. Begitu juga sebaliknya
28
kalau selera wanita terhadap rok mini meningkat maka kurva permintaan rok mini akan bergeser kekanan atas. Para ekonom tidak banyak membicarakan peranan selera pada perubahan permintaan. Hal ini disebabkan karena para ekonom tidak mampu mendefinisikan dan memberi tolak ukur terhadap selera serta tidak menjelaskan faktor-faktor apa yang menentukan selera. Ringkasnya, karena ada kesulitan dalam pengukuran dan teori tentang perubahan selera maka dianggap bahwa selera konstan, walaupun sebenarnya tidak, khususnya kalau ada pengenalan produk baru di pasar (Iswardono, 1994). 5.
Jumlah Penduduk Pertumbuhan penduduk (populasi) merupakan deret geometri (ukur)
sedangkan pertumbuhan pangan adalah merupakan deret aritmetika (hitung). Artinya adalah bahwa pertumbuhan pangan tidak sebanding dengan pertumbuhan penduduk yang pesat. Semakin banyak jumalah penduduk maka pangan yang dibutuhkan untuk bertahan hidup akan semakin meningkat pesat (permintaan pangan meningkat) sedangkan persediaan pangan relatif meningkat secara perlahan. Kelemahan teori ini kurang memperhitungkan faktor teknologi dalam proses peningkatan produktivitas. 6.
Ekspektasi di Masa Mendatang Theory of Rational Expectation atau teori perkiraan yang rasional
menyatakan bahwa masyarakat umumnya berperilaku berjaga-jaga dalam mengantisipasi kondisi yang akan terjadi di masa mendatang. Artinya adalah kejadian yang diperkirakan terjadi pada masa yang akan datang akan
29
mempengaruhi situasi saat ini. Sebagai contoh harga suatu barang yang diperkirakan akan naik di masa yang akan datang yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti kondisi makroekonomi dan politik yang kurang stabil maka masyarakat akan menambah stok sebagai persediaan di masa yang akan datang. Keadaaan ini mendorong masyarakat untuk membeli lebih banyak saat ini guna menghemat belanja di masa yang akan datang. Apabila kita memperkiraan bahwa harga suatu barang akan naik, adalah lebih baik membeli barang itu sekarang. Keadaaan ini mendorong orang untuk membeli lebih banyak saat ini guna menghemat belanja di masa mendatang. (Mishkin, 2000) Dalam analisis ekonomi atas pemintaan suatu barang, variabel-variabel yang diperhitungkan biasanya adalah variabel-variabel yang pengaruhnya besar dan mempengaruhi permintaan secara langsung. Dalam hal ini variabel-variabel yang dianggap mempengaruhi permintaaan atas suatu barang adalah harga barang itu sendiri, harga barang lain atau substitusi, dan pendapatan. (Rahardja dan Manurung, 2002 ) Dari apa yang disebutkan diatas, fungsi permintaan dapat disusun sebagai berikut : Dx = f(Px, Py, I, Pref, Pop, Expect ) Dimana : Dx
= permintaan atas barang x,
Px
= harga dari barang x ( bernilai negatif ),
Py
= harga barang lain atau substitusi ( dapat bernilai positif / negatif ),
I
= pendapatan per kapita ( bernilai positif ),
30
Pref
= preferensi / selera konsumen,
Pop
= jumlah penduduk,
Expect = Ekspektasi di masa yang akan datang. Tanda-tanda positif atau negatif dari suatu permintaan secara teori ekonomi merupakan hubungan antara variabel bebas terhadap variabel tak bebas yang mempengaruhi permintaan. Dari persamaan diatas, maka dapat ditulis persamaan matematis ∂Dx / ∂Px < 0 ( jika harga barang x naik, maka permintaan atas barang x akan turun, begitu juga sebaliknya ), ∂Dx / ∂Py > 0 ( jika harga
barang substitusi y naik, maka permintaan atas barang x akan naik, begitu juga sebaliknya ), ∂Dx / ∂I > 0 ( jika pendapatan per kapita naik, maka permintaan atas barang x akan naik, dan sebaliknya ). Persamaan diatas menjelaskan hubungan-hubungan antara variabel bebas dengan variabel tak bebas secara teori ekonomi dengan asumsi barang normal. Diluar asumsi tersebut, akan terjadi penyimpangan pola hubungan.
2.4.2. Metode Regresi OLS (Ordinary Least Squared)
Metode regresi OLS dikemukakan oleh Carl Friedrich Gauss, seorang ahli matematika berkebangsaan Jerman. Dengan asumsi-asumsi tertentu, metode regresi OLS mempunyai beberapa sifat statistik yang sangat menarik yang membuatnya menjadi suatu metode analisis regresi yang dapat diandalkan dan populer.
31
Menurut Gujarati (1999), metode kuadrat terkecil linear biasa (OLS / Ordinary Least Square) dapat digunakan jika asumsi-asumsi berikut
dapat
dipenuhi : 1.
Variasi unsur sisa menyebar normal,
2.
Nilai rata-rata dari unsur sisa sama dengan nol,
3.
Ragam merupakan bilangan konstan (asumsi homoskedastisitas),
4.
Tidak ada korelasi diri (asumsi autokorelasi),
5.
Tidak ada linear sempurna antar peubah bebas (asumsi multikolinearitas). Persamaan dasar permintaan yang sudah diregresi adalah : Yi = b0 + b1Xi + µi Dimana Yi merupakan variabel tak bebas dari variabel bebas Xi. Xi
merupakan variabel bebas untuk input ke-i, dimana i = 1, 2, ...,dan seterusnya, sehingga jika dimisalkan i = 1 adalah tenaga kerja, maka X1 = Variabel jumlah input tenaga kerja, dan begitu juga seterusnya. OLS cenderung akan mendekati distribusi normal apabila sampel semakin besar yaitu n mendekati ∞ sehingga akan menghasilkan varian unsur sisa yang menyebar normal dan nilai rata-rata unsur sisa sama dengan nol. Secara operasional dapat dituliskan sebagai Ui ∞ N(0,r) dengan nilai rata-rata Ui sama dengan nol (E(Ui) = 0), nilai varian Ui sama dengan r2 (E(Ui) = r2), dan nilai kovarian Ui dan Uj sama dengan nol (∑(Ui,Uj) = 0, i ≠ j). Dengan dipenuhinya asumsi tersebut, maka koefisien atau parameter yang diperoleh merupakan penduga linier terbaik yang tidak bias atau Blue Linier Unbiased Estimator (BLUE).
32
Untuk memenuhi syarat terjadinya sama (homo) dan penyebaran (scedasticity) maka ragam varians dari Ui adalah suatu angka konstan yang positif yang sama dengan σ 2 . Secara operasional dapat dituliskan sebagai Ui = E[Ui – E(Ui)]2 = σ 2 .Asumsi tidak terjadinya autokorelasi dapat terpenuhi apabila kovarian Ui dan Uj menghasilkan nilai nol dengan i dan j yang berbeda. Secara operasional hal ini dapat ditulis sebagai : cov (Ui,Uj) = E[Ui – E(Ui)][Uj – E(Uj)] = E(Ui,Uj) = 0, dimana i ≠ j. Jika asumsi ini terpenuhi, maka keragaman data menunjukkan ragam yang konstan sehingga asumsi homoskedastisitas Gujarati (1999) terpenuhi dan OLS dapat digunakan sebagai pengolah data. Asumsi tidak terjadinya multikolinieritas berarti menunjukkan bahwa gangguan Ui dan variabel yang menjelaskan Xi tidak saling berkorelasi. Jika X dan U memiliki pengaruh yang terpisah atas Y maka kalau X dan U berkorelasi secara positif, X meningkat pada saat U meningkat dan menurun pada saat U turun. Demikian juga sebaliknya, jika X dan U berkorelasi secara negatif maka X meningkat pada saat U menurun dan menurun saat U naik. Secara operasional dapat dituliskan sebagai : cov (Ui,Xi) = [Xi – E(Xi)]E[Ui – E(Ui)] = 0. Jika asumsi ini terpenuhi, maka tidak tedapat linier sempurna antar variabel bebas yang digunakan sebagai peubah. Atau dengan kata lain, karena tidak terdapat multikolinieritas antar variabel maka OLS dapat digunakan.
2.3.
Tinjauan Empiris Penelitian Noegroho (1985)
Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana elastisitas permintaan dan elastisitas silang antara minyak tanah dan listrik sebagai sumber energi untuk
33
memasak. Persamaan penelitian Noegroho dengan penelitian ini adalah konsep yang dianalisis yaitu produk energi. Hanya saja penelitian Noegroho menganalisis minyak tanah dengan listrik sebagai produk substitusinya, sedangkan penelitian ini menganalisis LPG dan minyak tanah dan listrik sebagai substitusinya. Penelitian yang akan dilakukan dalam skripsi ini berbeda dengan penelitian Noegroho. Dalam skripsi ini akan dianalisis faktor yang mempengaruhi permintaan LPG di Indonesia dengan regresi linier berganda biasa dan memasukkan minyak tanah dan listrik untuk melihat keterkaitannya sebagai sumber energi yang sama-sama dapat digunakan untuk memasak. Minyak tanah dimasukkan sebagai variabel substitusi karena kegunaannya yang sangat dekat dengan LPG, sedangkan listrik dimasukkan sebagai variabel substitusi karena sama-sama mensyaratkan penggunaan peralatan dengan teknologi baru. Penelitian Rivai (1991)
Tujuan utama penelitian yang dilakukan olah Rivai adalah untuk menjelaskan proses perkembangan permintaan avtur sebagai bahan bakar pada industri penerbangan (airlines) sebagai hasil dari perubahan dalam teknik produksi, penyerapan tenaga kerja, dan produktivitas kerja. Dalam penelitiannya Rivai menggunakan model fungsi produksi CES (Constant Elasticity of Substitution) dan Cobb-Douglas. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pada industri penerbangan menggunakan teknik produksi yang padat modal, dengan orientasi biaya atas penggunaan avtur yang sangat besar, sehingga peranan penggunaan avtur sebagai komponen biaya sangatlah penting. Dengan menggunakan fungsi Cobb-Douglas,
34
Rivai ingin menunjukkan bahwa elastisitas output terhadap modal adalah lebih besar daripada elastisitas output tenaga kerja. Persamaan antara penelitian Rivai dengan analisis dalam skripsi ini terletak hanya pada analisis Rivai mengenai proses perkembangan permintaan produk bahan bakar. Sedangkan untuk produk maupun model yang digunakan sangatlah berbeda. Penelitian Koshal (1998)
Penelitian ini melakukan peramalan fungsi permintaan produk energi, dalam hal ini minyak tanah dengan menggunakan data time series Indonesia untuk periode 1957-1992. Model dasar yang digunakan Koshal mengasumsikan bahwa jumlah konsumsi minyak tanah yang direncanakan dipengaruhi oleh harga minyak tanah, tarif listrik sebagai barang substitusi, dan pendapatan per kapita. Koshal melakukan pengujian-pengujian khusus, mengingat data yang digunakan bersifat time series yang dikhawatirkan memiliki sifat-sifat yang menyalahi asumsi dasar OLS. Tes Dickey-Fuller unit root yang dilakukan menghasilkan kesimpulan bahwa semua seri data yang digunakan bersifat stasioner. Oleh karena itulah dilakukan pengujian lebih lanjut, yaitu multivariate cointegration test untuk melihat apakah masing-masing seri yang tidak stasioner itu saling berintegrasi satu sama lain (cointegrated). Penelitian Koshal memiliki kesamaan kelompok produk yang dianalisis yaitu produk energi dan penggunaan analisis regresi linear dengan penelitian ini, namun produk yang dianalisis dan regresi linear yang digunakan berbeda. Dalam penelitian ini, produk yang dianalisis adalah LPG dan analisis regresi yang
35
digunakan adalah analisis regresi linear biasa. Sedangkan dalam penelitian Koshal, produk yang dianalisis adalah minyak tanah dengan produk substitusinya listrik dan analisis regresi yang digunakan adalah analisis regresi logaritmik. Penelitian yang akan dilakukan dalam skripsi ini memiliki perbedaan dari penelitian yang dilakukan oleh Koshal. Dalam skripsi ini akan dianalisis faktor yang mempengaruhi permintaan LPG di Indonesia dengan regresi linier berganda dan memasukkan minyak tanah dan listrik dalam variabel substitusinya untuk melihat keterkaitannya sebagai bahan bakar yang sama-sama digunakan untuk memasak oleh rumah tangga.
2.4.
Kerangka Pemikiran Konseptual
Teori permintaan dalam ekonomi mikro menjelaskan bahwa permintaan dipengaruhi oleh harga barang tersebut, harga barang substitusi, dan tingkat pendapatan. Oleh karena itu, dalam kasus ini penulis ingin melihat apakah permintaan LPG di Indonesia juga dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut diatas. Permintaan LPG di Indonesia, menurut teori ekonomi mikro dipengaruhi oleh harga LPG di Indonesia, harga produk substitusi LPG yang dalam hal ini merupakan harga minyak tanah dan tarif listrik di Indonesia, serta pendapatan per kapita masyarakat Indonesia. Penulis memasukkan harga minyak tanah dan tarif listrik sebagai faktor harga produk substitusi LPG karena minyak tanah dan listrik memiliki kesamaan fungsi dengan LPG sebagai sarana bagi rumah tangga untuk memasak. Selain itu, perlu dipertimbangkan adanya faktor trend permintaan LPG
36
di Indonesia dan juga faktor krisis ekonomi yang dapat mempengaruhi permintaan LPG di Indonesia.
Faktor yang mempengaruhi konsumsi LPG sebagai Bahan Bakar Alternatif untuk Memasak dalam Rumah Tangga
Permintaan LPG
1. Harga LPG 2. Harga Minyak Tanah 3. Tarif Listrik 4. Konsumsi LPG sebelumnya/Trend 5. Krisis Ekonomi (dummy)
Faktor Dominan
Interpretasi Hasil Penelitian Gambar 2.4. Kerangka Pemikiran Konseptual
Permintaan BBM, disamping dipengaruhi oleh harga, juga dipengaruhi oleh faktor usaha peningkatan produktivitas kegiatan ekonomi. Secara keseluruhan, besarnya jumlah konsumen yang meningkat dengan pesat dan teknologi yang menggunakan bahan energi tersebut. Akibat permintaan yang meningkat dengan pesat, timbul masalah dalam pengadaannya yang menyebabkan
37
komponen impor, yang ikut mempengaruhi struktur biaya produksi semakin membesar. Di lain pihak, permintaan untuk memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri beserta seluruh komponennya, pada akhirnya langsung berpengaruh pada besar kecilnya subsidi. Sehingga penekanan tingkat subsidi dengan penyesuaianpenyesuaian harga setiap periode tertentu selama ini dan juga sebagai usaha untuk menekan laju pertumbuhan permintaan tidak banyak berpengaruh.
2.5.
Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, permasalahan, dan tujuan penelitian sebagaimana dijelaskan sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis dalam skripsi ini yaitu : 1.
Harga LPG berpengaruh negatif terhadap permintaan LPG di Indonesia,
2.
Harga barang substitusi (minyak tanah dan tarif listrik) berpengaruh positif terhadap permintaan LPG di Indonesia,
3.
Pendapatan per kapita masyarakat berpengaruh positif terhadap konsumsi LPG di Indonesia,
4.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia memiliki pengaruh terhadap permintaan LPG di Indonesia.
38
III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang diolah dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari berbagai litelatur yang bersumber dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral-Direktorat Jenderal Minyak dan Gas (DITJEN MIGAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS). Keseluruhan data-data yang digunakan merupakan data time series tahunan dengan sampel waktu dari 1980 sampai 2003. Penggunaan data pada periode ini diharapkan dapat membantu dalam mencapai
tujuan
penelitian
ini
yaitu
menganalisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi permintaan liquid petroleum gas (LPG) di Indonesia. Keterangan yang lebih lengkap mengenai data yang digunakan sebagai variabel dalam penelitian ini diuraikan dalam Tabel 4.1. Tabel 3.1. Nama, Simbol, dan Sumber Data Jenis Data (Variabel) Satuan
Simbol
Permintaan LPG oleh rumah tangga Harga LPG yang ditetapkan Pemerintah
Juta Kaki Kubik (MCF)
LPGt
Rp/kg
PLPGt
Harga minyak tanah
Rp/liter
PMsubtt
Tarif listrik
Rp/kwh
PLsubtt
Pendapatan per kapita
Rp
Yt
Sumber Departemen ESDMDITJEN MIGAS Departemen ESDMDITJEN MIGAS Departemen ESDMDITJEN MIGAS Departemen ESDMDITJEN MIGAS BPS
3.2. Metode Analisis dan Model Penelitian
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ekonometrika melalui model regresi linier berganda dengan pendugaan parameter
39
melalui Ordinary Least Square (OLS), yaitu metode dimana error termnya dibuat dalam bentuk kwadratik dengan tujuan untuk memperkecil varian sehingga diperoleh kesalahan yang kecil. Analisis regresi linier berganda dengan menggunakan metode OLS merupakan suatu metode yang dapat digunakan untuk menguraikan pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel tak bebasnya. Untuk mempermudah dalam pengolahan data, alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini dioperasikan melalui perangkat lunak microsoft excell dan eviews 4.1. Berdasarkan
teori
permintaan
dimana
permintaan
suatu
produk
dipengaruhi oleh harga produk tersebut, harga produk substitusinya, pendapatan per kapita masyarakat, konsumsi produk tersebut pada tahun sebelumnya, serta faktor dummy, maka bentuk model ekonomi alternatif dari permintaan LPG adalah sebagai berikut : Demand LPG = f (PLPGt, PSubt, Yt, Demand LPGt-1, Dummy) Model ekonomi alternatif tersebut dapat dijabarkan dalam model regresi berikut: LPGt = b0 + b1 PLPGt+ b2 PM+ b3 PL+ b4 Yt+ b5 LPGt-1 + b6 D + et
.......(1)
Untuk mendapatkan hasil olahan dalam bentuk satuan yang sama (persen) maka variabel dependent maupun independet dilogaritmakan kecuali variabel yang sudah dalam bentuk persen dan variabel kualitatif. Dengan demikian persamaan (1) menjadi : LLPGt = b0+ b1LPLPGt+b2LPMt+b3LTLt+b4LYt+b5LLPGt-1 +b6D +et.....(2) dimana :
40
b0
= Konstanta,
b 1…5
= Parameter dugaan
LLPGt
= Logaritma permintaan LPG oleh rumah tangga (persen),
LPLPGt
= Logaritma harga LPG yang ditetapkan oleh pemerintah (persen),
LPMt
= Logaritma harga minyak tanah (persen)
LTLt
= Logaritma tarif listrik (persen)
LYt
= Logaritma pendapatan per kapita (persen)
LLPGt-1
= Logaritma permintaan LPG tahun sebelumnya (persen),
D
= Dummy krisis (nol sebelum dan satu sesudah krisis),
e
= Error.
3.3. Pengujian Model A. Kriteria Statistik
Suatu model dikatakan baik dan sesuai dengan kriteria statistik dapat dilihat dari uji-F, uji-t dan ukuran kebaikan model (R2). Uji-F
Uji-F digunakan untuk menguji bagaimanakah pengaruh seluruh variabel bebas terhadap variabel tak bebasnya. Hipotesis: H0 : b1 = b2 = ... = bk = 0 (tidak ada variabel bebas yang mempengaruhi varibel tak bebas), H1 : ada bk ≠ 0 (minimal ada salah satu variabel bebas yang berpengaruh terhadap variabel tak bebas). Jika probability F-statistic < taraf nyata (α), maka tolak H0 dan simpulkan minimal ada variabel independen yang mempengaruhi variabel dependennya. Jika
41
probability F-statistic > taraf nyata (α), maka terima H0 dan simpulkan tidak ada variabel bebas yang mempengaruhi variabel tak bebas. (Gujarati, 1999) Uji-t
Dipergunakan untuk menguji secara statistik apakah koefisien regresi dari masing-masing variabel bebas yang dipakai secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel tidak bebas. Hipotesis: H0 : bk = 0 (variabel bebas k tidak mempengaruhi variabel tak bebas), H1 : bk≠ 0 atau bk < 0 atau bk > 0 (variabel bebas k mempengaruhi variabel tak bebas). Wilayah kritis penolakan H0 adalah probability t-statistic < taraf nyata, dan simpulkan variabel bebas k berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tak bebasnya. Jika probability t-statistic > taraf nyata (α), maka terima H0 dan simpulkan bahwa variabel bebas k tidak mempengaruhi variabel tak bebasnya secara signifikan.
B. Kriteria Ekonometrika
Agar dapat digunakan sebagai dasar analisis lebih lanjut, maka perlu juga diuji apakah memenuhi kriteria ekonometrika, dalam artian tidak terjadi penyimpangan yang cukup serius dari asumsi-asumsi yang diperlukan dalam metode estimasi OLS ekonometrika
supaya hasil estimasi tidak menyimpang. Analisis
dilakukan
dengan
melakukan
uji
heteroskedastisitas, uji multikolinieritas, dan uji normalitas.
autokorelasi,
uji
42
Uji Autokorelasi
Salah satu Asumsi OLS ialah nilai µ (error term) antara satu persamaan bersifat bebas (tidak tergantung) pada nilai µ pengamatan lainnya. Hal ini berimplikasi covarians µ dua pengamatan sama dengan nol. Jika asumsi ini tidak terpenuhi, maka dikatakan terjadi autokorelasi atau korelasi serial. Autokorelasi adalah hubungan antara nilai suatu variabel dengan nilai sebelumnya, dapat dengan tenggang (lag) satu atau lebih. Koefisien autokorelasi berkisar antara –1 dan +1, dimana 0 menunjukkan tidak ada korelasi. Suatu model dikatakan baik apabila telah memenuhi asumsi tidak terdapat gejala autokorelasi. Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah hasil estimasi model tidak mengandung korelasi serial di antara disturbance term. Pada program E-Views, uji autokorelasi dilakukan dengan melihat probability Obs*R-squared pada uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM (Thomas, 2002). Hipotesis dalam uji ini adalah: H0 : ρ = 0, tidak terdapat autokorelasi H1 : ρ ≠ 0, terdapat autokorelasi Wilayah kritis penolakan H0 adalah Probability Obs*R-squared < α sedangkan wilayah penerimaan H0 adalah Probability Obs*R-squared > α. Jika H0 ditolak maka terjadi autokorelasi (positif atau negatif) dalam model. Sebaliknya jika H0 diterima maka tidak ada autokorelasi dalam model. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah varian dari gangguan atau variabel tak bebas yang berubah sepanjang waktu atau varian yang tidak konstan. Salah satu asumsi dengan menggunakan OLS adalah terbebas dari masalah heteroskedastisitas atau
43
homoskedastisitas yakni varians dari error-term untuk setiap pengamatan sama untuk seluruh nilai variabel bebas (Xi). Jika asumsi ini tidak terpenuhi dalam suatu regresi tertentu, maka dapat dikatakan error-term mengalami masalah heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi heteroskedastisitas pada software E-views dapat
dilakukan dengan uji White Heteroscedasticity atau Autoregressive
Conditional Heteroscedasticity (ARCH) test. Hipotesis yang diuji adalah : H0 : γ = 0, tidak terdapat heteroskedastisitas H1 : γ ≠ 0, terdapat heteroskedastisitas Wilayah kritis penolakan H0 adalah Probability Obs*R-squared < α, sedangkan wilayah penerimaan H0 adalah Probability Obs*R-squared > α. Jika H0 ditolak maka varians dari error term untuk setiap pengamatan berbeda untuk seluruh variabel bebas, sebaliknya jika H0 diterima maka varians dari error term untuk setiap pengamatan sama untuk seluruh variabel bebas. Uji Multikolinieritas
Asumsi lainnya yang harus dipenuhi adalah tidak terdapat gejala multikolinieritas di dalam suatu model regresi, yaitu adanya korelasi yang kuat pada sesama variabel bebas. Pengujian multikolinieritas dilakukan dengan melihat koefisien korelasi antar variabel bebas yang terdapat pada matriks korelasi. Jika terdapat koefisien korelasi yang lebih besar dari 0.8 maka terdapat gejala multikolinieritas (Gujarati, 1995). Namun, dalam metode regresi linier sederhana (OLS) hal ini bukanlah suatu ketentuan yang mutlak. Menurut Koutsoyiannis A. ( 1977 ), pengujian multikolinieritas dapat juga dilakukan dengan uji Klein. Uji Klein ini
44
menunjukkan bahwa jika koefisien korelasinya (r2) lebih kecil dari nilai Rsquared (R2) atau R2 lebih besar dari r2, maka dapat juga disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas. Uji Normalitas
Uji ini dilakukan untuk memeriksa apakah error term mendekati distribusi normal. Uji ini perlu dilakukan jika jumlah sample yang digunakan kurang dari 30 (n < 30). Hipotesis pengujiannya adalah : H0 : α = 0, error term terdistribusi normal H1 : α ≠ 0, error term tidak terdistribusi normal. Wilayah kritis penolakan H0 adalah Jarque-Bera (J-B) > χ2df-2 atau probabilitas (p_value) < α, sedangkan daerah penerimaan adalah Jarque-Bera (JB) < χ2df-2 atau probabilitas (p_value) > α. Jika H0 ditolak maka disimpulkan error term tidak terdisribusi normal, sedangkan jika H0 diterima maka disimpulkan bahwa error term terdistribusi normal.
45
IV. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN LIQUID PETROLEUM GAS DI INDONESIA PERIODE 1980-2003
4.1. Pengujian Model 4.1.1.Kriteria Ekonometrika Autokorelasi
Autokorelasi merupakan pelanggaran asumsi klasik yang menyatakan bahwa dalam pengamatan-pengamatan yang berbeda tidak terdapat korelasi antar error term. Dari model faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan liquid petroleum gas di Indonesia periode 1980-2003 didapatkan bahwa nilai dari probability obs* R-Squared adalah sebesar 0,348, lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu sebesar sepuluh persen (α = 10 persen). Hal ini berarti bahwa H0 terletak pada daerah penerimaan yang berarti model yang digunakan tidak mengalami gejala autokorelasi. Tabel 4.1. Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
0,771 2,110
Probability Probability
0,479 0,348
Heteroskedastisitas
Pengujian heteroskedastisitas ditujukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi berganda terjadi ketidaksamaan varians residual dari suatu pengamatan ke pengamatan yang lain atau dapat juga dikatakan untuk melihat apakah model regresi memenuhi asumsi bahwa model memiliki gangguan yang
46
variannya sama (homoskedastisitas). Pengujian heteroskedastisitas dalam model faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan liquid petroleum gas di Indonesia periode
1980-2003
menunjukkan
bahwa
tidak
terdapat
masalah
heteroskedastisitas. Hal ini diperlihatkan dengan nilai probabilitas Obs*R-squared (10,881) yang lebih besar dari taraf nyata 10 persen pada White Heteroskedasticity (wilayah terima H0) yaitu sebesar 0,453 . Tabel 4.2. Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test:
F-statistic Obs*R-squared
0,898
Probability
0,569
10,881
Probability
0,453
Multikolinearitas
Multikolinearitas merupakan suatu keadaaan dimana terjadinya satu atau dua variabel bebas yang berkorelasi sempurna atau mendekati sempurna dengan variabel bebas lainnya. Terjadinya multikolinearitas dapat dideteksi dengan melihat correlation matrix, jika korelasi antar variabel bebas dalam persamaan regresi kurang dari ⎪0.8⎮(rule of thumbs) maka disimpulkan bahwa dalam persamaan regresi tidak terjadi gejala multikolinearitas, dan sebaliknya jika correlation matrix > dari ⎪0.8⎮ maka disimpulkan pada persamaan regresi terjadi gejala multikolinearitas. Namun, dalam metode regresi linier sederhana (OLS) pengujian multikolinearitas dengan membandingkan koefisien korelasi antar variabel bebas yang terdapat pada matriks korelasi dengan rule of thumbs (⎪0.8⎮) bukanlah suatu ketentuan yang mutlak. Menurut Koutsoyiannis A. ( 1977 ), pengujian
47
multikolinieritas dapat juga dilakukan dengan uji Klein Uji Klein ini menunjukkan bahwa jika koefisien korelasinya ( r2 ) lebih kecil dari nilai Rsqiared ( R2 ) atau R2 lebih besar dari r2, maka dapat juga disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas. Tabel 4.3. Uji Multikolinearitas LPLPG LPMT LPLPG 0,952 LPMT 0,952 LTL 0,955 0,908 LYKAP 0,969 0,978 DK 0,814 0,852
LTL 0,955 0,908 0,930 0,734
LYKAP 0,969 0,978 0,930
DK 0,814 0,852 0,734 0,849
0,849
Dari tabel 4.3 koefisien matriks menunjukkan ada beberapa nilai yang lebih besar dari rule of thumbs, dalam hal ini ada indikasi terdapatnya gejala multikolinearitas pada model. Namun, dilihat dari R2 yang lebih besar (0,990) indikasi terjadinya gejala multikolinearitas ini dapat diabaikan (tidak terjadi multikolinearitas). Normalitas
Uji normalitas salah satu asumsi klasik pada OLS perlu dilakukan jika jumlah sample yang digunakan kurang dari 30 (n < 30). Uji ini bertujuan untuk menguji apakah error term terdistribusi secara normal (mendekati normal) atau tidak. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan Jarque-Bera Test. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa error term terdistribusi secara normal pada model faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan liquid petroleum gas di Indonesia periode 1980-2003. Hal ini ditandai dengan nilai probabilitasnya (0.749) yang lebih besar dari taraf nyata 10 persen (wilayah terima H0). Adanya masalah
48
normalitas pada residual tidak memberikan dampak yang berarti pada persamaan yang dihasilkan (Romayani, 2005). Hal ini dikarenakan masalah normalitas dapat dihilangkan dengan menambahkan variabel-variabel lain yang belum dimasukkan dalam persamaan. Implikasi dari adanya masalah normalitas tidak akan mempengaruhi hasil estimasi yang dilakukan. Gambar 4.1. Uji Normalitas 6 S e r ie s : R e s id u a l s S a m p le 1 9 8 1 2 0 0 3 O b s e r v a t io n s 2 3
5 4
M M M M S S K
3 2
ean e d ia n a x im u m in im u m td . D e v . kew n es s u r t o s is
2 0 0 -0 0 0 2
.6 .0 .1 .1 .0 .0 .2
0 0 1 0 5 8 4
E 0 3 7 5 6 3
-1 5 2 1 9 8 1 5 5 5 6 4 3 1 6 5 5 0 7 7
1 J a rq u e -B e ra P r o b a b ilit y
0 -0 .1 0
-0 .0 5
0 .0 0
0 .0 5
0 .5 7 7 8 4 5 0 .7 4 9 0 7 0
0 .1 0
Sumber : lampiran 7
4.1.2. Hasil Estimasi Model
Hasil estimasi parameter model faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan liquid petroleum gas di Indonesia periode 1980-2003
.
Tabel 4.4. Hasil Estimasi Parameter Model Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Liquid Petroleum Gas di Indonesia Periode 1980-2003
Variabel Log harga LPG (LPLPG) Log harga minyak tanah (LPMT) Log tarif listrik (LTL) Log pendapatan per kapita (LYt) Log trend (LLPG(-1)) Dummy krisis (D) Konstanta (C)
Koefisien -0,200 0,054 0,047 0,207 0,707 -0,143 3,797
t-Statistic -1,813 0,888 0,623 1,068 3,966 -2,247 1,744
R-squared 0,990 F-statistic Adjusted R-squared 0,986 Prob(F-statistic) Keterangan : * = signifikan pada taraf nyata 10 persen
Probabilitas 0,089* 0,039* 0,542 0,031* 0,001* 0,039* 0,100 254,403 0,000
49
Dari hasil estimasi diatas maka model faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan liquid petroleum gas di Indonesia periode 1980-2003 dapat disusun sebagai berikut: LLPG = 3,797 – 0,200 LPLPG + 0,054 LPMT + 0,047 LTL + 0,207 LY + 0,707LLPG(-1) – 0,143DK
4.1.3. Kriteria Statistik Uji-F
Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa nilai probabilitas F-statistik atau sering disebut P-Value adalah sebesar 0,000 yang lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan yakni sepuluh persen (α =10 persen). Nilai ini menjelaskan bahwa minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap variabel tak bebasnya atau dengan kata lain bahwa keabsahan model yang dibangun dapat diterima. Uji t-Statistik
Dari hasil estimasi yang ditunjukkan oleh tabel 4.5, ada lima variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap variabel tak bebasnya pada taraf nyata sepuluh persen (α =10 persen). Kelima variabel tersebut adalah harga LPG yang berpengaruh negatif, harga minyak tanah yang berpengaruh positif, pendapatan per kapita yang berpengaruh positif, konsumsi periode sebelumnya yang berpengaruh positif, dan krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997 berpengaruh terhadap permintaan LPG di Indonesia. Sedangkan variabel
50
tarif listrik tidak signifikan berpengaruh terhadap permintaan LPG pada taraf nyata sepuluh persen. Koefisien Determinasi (R2)
Hasil estimasi pada Tabel 4.5 menunjukkan koefisien determinasi pada model adalah sebesar 0,990, yang artinya adalah variasi variabel tak bebas (permintaan LPG) pada model dapat dijelaskan oleh variasi-variasi variabel bebas sebesar 99,0 persen, sedangkan sisanya sebesar 1 persen dijelaskan oleh variasi variabel-variabel lain diluar model.
4.1.4. Interpretasi dan Analisis Ekonomi
Dari hasil estimasi pada tabel 4.5, didapatkan bahwa harga LPG di Indonesia mempunyai koefisien sebesar -0,20, artinya adalah jika harga LPG meningkat sebesar satu persen maka permintaan atas LPG akan turun sebesar 0,20 persen, dan sebaliknya jika harga LPG turun sebesar satu persen akan mengakibatkan peningkatan permintaan LPG sebesar 0,20 persen, asumsi cateris paribus. Hasil temuan empiris ini sesuai dengan hukum permintaan dimana jika harga naik maka permintaan akan turun sedangkan jika harga turun maka permintaan akan meningkat. Besaran koefisien harga LPG yang menunjukkan elastisitas terhadap permintaan LPG yakni sebesar -0,20 (elastisitas harga < 1) menunjukkan bahwa LPG merupakan barang inelastis. Minyak tanah sebagai barang subtitusi pada penelitian ini memiliki koefisien sebesar 0,054. Artinya adalah jika harga minyak tanah meningkat sebesar satu persen maka permintaan LPG akan naik sebesar 0,054 persen, dan
51
sebaliknya jika harga minyak tanah turun sebesar satu persen maka permintaan LPG akan turun sebesar 0,054 persen, asumsi cateris paribus. Hasil temuan ini menunjukkan bahwa di Indonesia minyak tanah bersubstitusi dengan LPG, elastisitas silangnya mempunyai koefisien yang negatif yang artinya jika harga LPG meningkat maka konsumen akan mencari barang pengganti LPG dalam hal ini minyak tanah. Demikian sebaliknya jika harga minyak tanah meningkat akan menyebabkan permintaan akan minyak tanah menurun dan konsumen akan beralih memakai LPG (permintaan LPG meningkat). Koefisien variabel minyak tanah yakni sebesar 0,054 (elastisitas silang < 1) menunjukkan bahwa minyak tanah merupakan produk subtitusi yang inelastis bagi LPG di Indonesia. Tabel 4.5 menunjukkan bahwa pendapatan per kapita masyarakat Indonesia memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadap permintaan LPG di Indonesia dengan koefisien sebesar 0,207. Artinya adalah jika pendapatan per kapita masyarakat Indonesia meningkat sebesar satu persen maka konsumsi LPG di Indonesia akan meningkat sebesar 0,207 persen, dan sebaliknya jika pendapatan per kapita masyarakat Indonesia turun sebesar satu persen maka permintaan LPG di Indonesia akan turun sebesar 0,207 persen, asumsi cateris paribus. Temuan ini sesuai dengan teori ekonomi dimana peningkatan pendapatan akan meningkatkan konsumsi riil. Permintaan LPG periode sebelumnya berpengaruh positif terhadap permintaan LPG periode sekarang dimana koefisiennya sebesar 0,707. Artinya adalah jika permintaan LPG periode sebelumnya meningkat sebesar satu persen maka permintaan LPG periode berikutnya akan meningkat sebesar 0,707 persen,
52
dan sebaliknya jika permintaan LPG periode sebelumnya turun sebesar satu persen maka permintaan LPG periode berikutnya akan turun sebesar 0,707 persen, asumsi cateris paribus. Kondisi ini menunjukkan bahwa pemakaian LPG di Indonesia memiliki trend yang meningkat maupun menurun. Krisis
ekonomi
memberikan
pengaruh
yang
signifikan
terhadap
permintaan LPG di Indonesia. Hal ini berarti krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak awal tahun 1997 (kwartal ke tiga) mengakibatkan konsumsi / permintaan akan LPG di Indonesia berkurang. Krisis ekonomi memiliki dampak multiplyer (dampak menyeluruh) bagi perekonomian Indonesia. Krisis ekonomi yang berlanjut dengan ketidakstabilan politik membawa dampak negatif bagi keseimbangan perekonomian Indonesia. Krisis ekonomi yang mengakibatkan kenaikan harga-harga komoditi yang pada akhirnya mendorong inflasi yang membumbung tinggi menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan pasar (baik dari sisi penawaran maupun sisi permintaan). Dari sisi penawaran dapat dijelaskan bahwa peningkatan harga sebagai salah satu fenomena krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia, akan mengakibatkan produksi berkurang karena biaya operasional dan harga faktor produksi semakin meningkat yang berakibat menurunnya keuntungan produsen. Implikasi dari peningkatan biaya tersebut adalah harga komoditi akan meningkat. Dari sisi permintaan peningkatan harga komoditi akan berdampak pada penurunan permintaan karena daya beli masyarakat yang semakin menurun, hal ini sesuai dengan hukum permintaan bahwa harga dengan permintaan berbanding terbalik.
53
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang berjudul Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Liquid Petroleum Gas di Indonesia Pada Periode 1980-2003 dapat ditarik beberapa kesimpulan yakni: 1. Harga LPG berpengaruh signifikan yang negatif terhadap permintaan LPG di Indonesia. Dilihat dari besaran koefisiennya, elastisitas harga LPG bersifat inelastis. 2. Minyak tanah merupakan barang subtitusi dari LPG, hal ini ditunjukkan dari kesignifikanan variabel minyak tanah terhadap variabel permintaan LPG. Dilihat dari besaran koefisiennya bersifat inelastis (elastisitas silang bersifat inelastis), sedangkan tarif listrik tidak merupakan barang subtitusi dari LPG. 3. LPG merupakan barang normal karena peningkatan pendapatan akan meningkatkan permintaan LPG, selain itu LPG memiliki elastisistas pendapatan yang bersifat inelastis. 4. Krisis ekonomi yang mempunyai efek multiplier terhadap perekonomian Indonesia berpengaruh negatif terhadap permintaan LPG di Indonesia.
54
5.2.
Saran
1. Pendapatan per kapita masyarakat Indonesia berpengaruh positif terhadap permintaan LPG di Indonesia yang memiliki potensi besar untuk melakukan pengubahan (switching) dalam penggunaan bahan bakar minyak. Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya membuat kebijakan yang memberikan insentif pada produsen appliances LPG sehingga harganya lebih terjangkau oleh masyarakat. 2. Pemerintah sebaiknya menjaga kestabilan harga LPG didalam negeri jika pemerintah menghendaki terjadinya stabilitas permintaan LPG didalam negeri.
55
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Syamsul 1998. Efektivitas Kebijakan Energi Dalam Rangka Pengurangan Subsidi BBM di Masa Krisis. Artikel Ekonomi Energi. Jakarta Badan Pusat Statistik 2003. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. BPS, Jakarta. Boediono. 1996. Ekonomi Makro. Edisi keempat. BPFE. Yogyakarta. Depkominfo. 2006. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Perubahan). http//:www.ri.com/page 105/anggaran_belanja. Detik.com. Mengapa subsidi harus dikurangi?. Edisi Maret 2003. Ditjen Migas. 2003. Laporan Tahunan Migas Tahun 1995-2003. Ditjen Migas – Dept.ESDM, Jakarta. . 2003. Statistik Migas Indonesia Tahun 1995-2003. Ditjen Migas– Dept.ESDM, Jakarta. . 2003. Survey Kebutuhan Bahan Bakar LPG vs Minyak Tanah Selama 1 Bulan Oleh Pertamina. Ditjen Migas– Dept.ESDM, Jakarta. . 2003. Handbook of Mining and Energy Business 2002. Ditjen Migas– Dept.ESDM, Jakarta. . 2003. Review Notes 2001. Ditjen Migas-Dept.ESDM, Jakarta Gujarati, Damodar. 1999. Ekonometrika Dasar. Penerbit Erlangga, Jakarta. Gunarto, C. 2001. Studi Aplikasi Model Energi Gary G Moser dan Dick Durevall Terhadap Kasus Energi di Indonesia (Pendekatan Error Correction Model), 1985. Pascasarjana UGM. Iswardono. 1994. Teori Ekonomi Mikro. Gunadarma, Jakarta. Jaya, Wihana Kirana. 2001. Ekonomi Industri. Edisi Kedua. BPFE Yogyakarta. Koshal. 1998. Effect on Demand for Kerosene (South East Asia). FE-UI, Jakarta.
56
Koutsoyiannis, A. 1997. Theory of Econometrics. Edisi Kedua. Barnes and Noble Books, New Jersey. Lipsey, et al. 1998. Pengantar Mikroekonomi. Edisi Kelima. Binarupa Aksara, Jakarta. Mishkin, F.S. 2001. The economics of Money, Banking, and Financial Markets. Columbia University. Nicholson, Walter. 2001. Teori Ekonomi Mikro. Edisi Kedua. RajaGrafindo Perkasa, Jakarta. Noegroho, Ichsan. 1985. Analisis Konsumsi Minyak Tanah di Indonesia Dan Listrik Sebagai Variabel Substitusi. Fakultas Ekonomi – Universitas Padjajaran, Bandung. Rahardja, Pratama. dan Manurung, Mandala. 2002. Teori Ekonomi Mikro. Edisi Revisi. FE-UI, Jakarta. Rivai, Andra. 1991. Perkembangan Konsumsi Avtur Airline di Indonesia. FE – UI, Jakarta. Romayani, Dwi. 2005. Analisis Permintaan Uang dan Inflasi di Indonesia. Fakultas Ekonomi dan Manajemen – IPB, Bogor. Suparmoko, Drs. M. 1997. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Edisi Pertama. BPFE Yogyakarta.
57
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Penelitian Tahun
CLPG
PLPG
PMT
TL
Ykap
Dk
1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
28454,1 34859,8 35345,4 35007 42679,7 52071,5 57076,9 61629,6 64324,2 69864,7 73013,3 76571,9 80348,5 83186,4 93530 122799,5 137107,7 149525,5 146988,2 144026 151041,6 168501,3 170770,6 169892,7
93,32 128,76 149,59 164,2 170,43 179,67 186,22 173,65 205,62 244,45 307 315 325 350 360 375 375 415 512 735 815 897 950 1175
6,45 13,77 14,61 14,99 19,08 23,83 15,25 17,5 18 18 22,67 33,33 37,5 60 100 150 175 225 350 400 450 500 550 600
40,75 40,75 56,375 84,375 109,875 109,875 109,875 109,875 109,875 122,875 122,875 122,875 122,875 165,875 178,5 188,8125 190,5725 191,8 194,7875 245,0575 280,47 334,925 462,445 560,6225
1,17901 1,09905 1,08293 1,1668 1,45718 1,68222 1,8234 2,35959 2,4655 2,61607 2,82395 3,29776 3,8222 4,54514 5,32568 6,27695 9,55753 10,9973 13,8977 16,8428 18,6327 20,3635 22,6172 27,2971
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1
Keterangan: CLPG PLPG PMT TL Ykap Dk
= konsumsi LPG (Juta Kaki Kubik/MCF) = harga LPG(Rp/kg) = harga minyak tanah(Rp/liter) = tarif listrik(Rp/kwh) = pendapatan perkapita(Rp juta) = dummy krisis
58
Lampiran 2. Data Penelitian Dalam Logaritma Tahun LCLPG LPLPG LPMT LTL 10,2561 4,5360 1,8641 3,7075 1980 10,4591 4,8580 2,6225 3,7075 1981 10,4729 5,0079 2,6817 4,0320 1982 10,4633 5,1011 2,7074 4,4353 1983 10,6615 5,1383 2,9486 4,6993 1984 10,8604 5,1911 3,1709 4,6993 1985 10,9522 5,2269 2,7246 4,6993 1986 1987 11,0289 5,1570 2,8622 4,6993 11,0717 5,3260 2,8904 4,6993 1988 11,1543 5,4990 2,8904 4,8112 1989 11,1984 5,7268 3,1210 4,8112 1990 11,2460 5,7526 3,5065 4,8112 1991 11,2941 5,7838 3,6243 4,8112 1992 11,3288 5,8579 4,0943 5,1112 1993 11,4460 5,8861 4,6052 5,1846 1994 11,7183 5,9269 5,0106 5,2408 1995 11,8285 5,9269 5,1648 5,2500 1996 11,9152 6,0283 5,4161 5,2565 1997 11,8981 6,2383 5,8579 5,2719 1998 11,8778 6,5999 5,9915 5,5015 1999 11,9253 6,7032 6,1092 5,6365 2000 12,0347 6,7991 6,2146 5,8139 2001 12,0481 6,8565 6,3099 6,1365 2002 12,0429 7,0690 6,3969 6,3290 2003
LYKAP DK 13,9802 0 13,9100 0 13,8952 0 13,9698 0 14,1920 0 14,3356 0 14,4162 0 14,6740 0 14,7179 0 14,7772 0 14,8537 0 15,0088 0 15,1563 0 15,3296 0 15,4881 0 15,6524 0 16,0728 0 16,2132 1 16,4472 1 16,6394 1 16,7404 1 16,8293 1 16,9342 1 17,1223 1
Keterangan :
LCLPG LPLPG LPMT LTL LYkap Dk
= logaritma konsumsi LPG (persen) = logaritma harga LPG (persen) = logaritma harga minyak tanah (persen) = logaritma tarif listrik (persen) = logaritma pendapatan perkapita (persen) = dummy krisis (persen)
59
Lampiran 3. Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic
1,867498 Probability 0,191020 Obs*R-squared 4,843807 Probability 0,088753
Lampiran 4. Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic
0,897772 Probability 0,569372
Obs*R-squared 10,88053 Probability 0,453326 Lampiran 5. Uji Multikolinearitas LPLPG LPMT LTL
LYKAP
DK
1 0,952379 0,954795 0,968812 0,814360 LPLPG 1 0,908373 0,977571 0,852196 LPMT 0,952379 0,954795 0,908373 1 0,930092 0,734271 LTL 1 0,848931 LYKAP 0,968812 0,977571 0,930092 0,814360 0,852196 0,734271 0,848931 1 DK Lampiran 6. Uji Normalitas 6 S e r ie s : R e s id u a l s S a m p le 1 9 8 1 2 0 0 3 O b s e r v a t io n s 2 3
5 4
M ean M e d ia n M a x im u m M in im u m S td . D e v . S kew ness K u r t o s is
3 2
2 .6 0 E -1 5 0 .0 0 0 2 1 9 0 .1 1 3 8 1 5 -0 .1 0 7 5 5 6 0 .0 5 5 4 3 1 0 .0 8 6 6 5 5 2 .2 4 3 0 7 7
1 J a rq u e -B e ra P r o b a b ilit y 0 -0 .1 0
-0 .0 5
0 .0 0
0 .0 5
0 .1 0
0 .5 7 7 8 4 5 0 .7 4 9 0 7 0
60
Lampiran 7. Estimasi Model Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Liquid Petroleum di Indonesia Periode 1980-2003 Variabel bebas: LCLPG Metode: Least Squares Sampel (adjusted): 1981 2003 Variabel
Koefisien
Standar Error
t-Statistik
Probabilitas
LPLPG LPMT LTL LYKAP LCLPG(-1) DK C
-0,199661 0,053890 0,047338 0,206973 0,707022 -0,143464 3,796976
0.110120 0.060663 0.076010 0.193813 0.178264 0.063850 2.176641
-1.813121 0.888345 0.622784 1.067899 3.966157 -2.246909 1.744420
0.0886 0.0385 0.5422 0.0314 0.0011 0.0391 0.1003
Nilai R2 Nilai Durbin-Watson
0,989627 2,175816
F-Statistik Probabilitas F-Statistik
254.4032 0.000000