ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BAWANG PUTIH IMPOR DI INDONESIA
Oleh: JUMINI A 14105565
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN
JUMINI. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Bawang Putih Impor di Indonesia. Dibawah bimbingan DWI RACHMINA. Pertumbuhan penduduk Indonesia yang terus meningkat menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan makanan dan minuman. Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak, menjadi salah satu negara tujuan perdagangan terutama untuk produk pertanian. Perkembangan impor produk pertanian termasuk produk hortikultura ke Indonesia terus meningkat. Bawang putih salah satu yang mempunyai kecenderungan peningkatan volume impor yang semakin meningkat dan merupakan komoditas yang mempunyai permintaan impor yang paling tinggi dibandingkan dengan produk pertanian lainnya. Bawang putih merupakan tanaman rempah yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia secara masal. Peningkatan permintaan bawang putih impor dikarenakan meningkatnya konsumsi akan bawang putih. Bawang putih merupakan produk hortikultura yang mempunyai permintaan cukup tinggi untuk konsumsi di Indonesia. Produksi dan konsumsi bawang putih di Indonesia tidak seimbang. Konsumsi lebih tinggi diabandingkan dengan produksinya yang menyebabkan terjadinya impor. Menurunnya produksi dan meningkatnya konsumsi yang diduga dapat mempengaruhi banyaknya bawang putih impor masuk ke Indonesia. Bawang putih impor banyak masuk ke Indonesia dikarenakan kebijakan pencabutan bea masuk impor untuk bawang putih sejak tahun 2005. Hal ini berdampak buruk pada kondisi petani bawang putih di Indonesia karena tidak dapat bersaing dengan produk bawang putih impor. Negara-negara pengekspor bawang putih terbesar di Indonesia diantaranya adalah Cina, Hongkong, Malaysia, Thailand dan Singapore sedangkan Cina merupakan negara pengekspor paling banyak ke Indonesia. Produk pertanian termasuk bawang putih impor dari negara-negara ASEAN dan Cina banyak masuk ke pasar Indonesia setelah pemerintah membebaskan bea masuk komoditas pertanian, yaitu sejak tahun 2005. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang paling mempengaruhi permintaan bawang putih impor di Indonesia. Tujuan ke dua dari penelitian ini adalah membuat rekomendasi kebijakan untuk pemerintah dalam hal permintaan bawang putih impor di Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-Maret 2008 dengan pencarian data sekunder ke beberapa instansi yang terkait dengan objek penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian merupakan data periode bulanan yaitu periode Januari 2002 sampai dengan Desember 2007. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi permintaan bawang putih impor di Indonesia yaitu nilai tukar terhadap dollar Amerika, harga bawang putih lokal, harga bawang putih impor, produksi dalam negeri, konsumsi dalam negeri, pendapatan nasional, harga bawang merah lokal dan jumlah impor periode sebelumnya. Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu analisis deskriptif dan metode kuantitatif.
Hasil Analisis Uji Validasi Model menunjukkan uji normalitas dapat diketahui melalui grafik Kolmogorov-Smirnov dan nilai P-value pada pengujian analisis. Gambar 10 pada grafik menunjukkan titik-titik residual yang ada tergambar segaris dan nilai P-value yang diperoleh yaitu 0.000 ini menunjukkan bahwa residual model terdistribusi secara normal, dikarenakan nilai P-value kurang dari α (α = 0.05). Nilai VIF dari masing-masing variabel < 10, sehingga dinyatakan tidak ada masalah multikolinearitas. Asumsi ini telah terpenuhi untuk melakukan pengujian selanjutnya untuk melihat pengaruh variabel yang di uji. Pengujian lain yang dilakukan yaitu uji autokorelasi data yang dilihat dari nilai Durbin-Watson (D-W) dalam pengujian yaitu 1.5< D-W 2.5. Selanjutnya dilakukan pengujian Stasioneritas data untuk melihat unsur tren didalam data. Hasil uji terdapat pada Lampiran 2 dan3. Pengujian selanjutnya yaitu pengujian statistik dalam model analisis untuk mendapatkan model yang baik. Syarat pengujian asumsi dan syarat pengujian statistik dalam model telah terpenuhi sehingga model tersebut sudah dikatakan baik. Terdapat empat variabel yang berpengaruh nyata terhadap permintaan bawang putih impor ke Indonesia dan empat variabel tidak berpengaruh nyata. Empat variabel yang berpengaruh tersebut yaitu variabel harga bawang putih lokal (taraf nyata lima persen), konsumsi bawang putih lokal (taraf nyata 10 persen), produksi bawang putih dalam negeri (taraf nyata lima persen) dan harga bawang putih impor (taraf nyata 15 persen). Empat variabel yang tidak berpengaruh nyata yaitu variabel nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika, harga bawang putih impor, pendapatan nasional, harga bawang merah lokal sebagai barang substitusi dan volume impor bawang putih ke Indonesia periode sebelumnya. Nilai tukar dalam jangka panjang maupun jangka pendek bersifat inelastis. Harga bawang putih lokal, harga bawang putih impor, produksi bawang putih lokal dan konsumsi bawang putih lokal bersifat inelastis terhadap permintaan bawang putih impor di Indonesia, ini dilihat dari perubahannya tidak lebih besar dari satu. Perubahan dikatakan elastis apabila perubahannya lebih dari satu. Elastisitas jangka pendek pada nilai tukar rupiah (NTR) maka menunjukkan bahwa peningkatan atau penurunan nilai tukar sebesar satu persen maka akan mengakibatkan peningkatan atau penurunan permintaan bawang putih impor sebesar 0.22947 persen dan pada jangka panjang sebesar 0.22947. Harga bawang putih impor naik sebesar satu persen maka akan meningkatkan permintaan bawang putih impor sebesar 0.15849 pada jangka pendek. Konsumsi bawang putih lokal pada jangka pendek mempunyai elastisitas sebesar 0.17868. artinya yaitu ketika terjadi kenaikan Konsumsi bawang putih lokal sebesar satu persen maka permintaan bawang putih impor akan naik sebesar 0.17868.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BAWANG PUTIH IMPOR DI INDONESIA
Oleh: JUMINI A 14105565
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul
:
Analisis Faktor-faktor yang Mempangaruhi Permintaan Bawang Putih Impor di Indonesia
Nama :
JUMINI
NRP
A 14105565
:
Menyetujui: Dosen Pembimbing
Ir. Dwi Rachmina, MSi NIP. 131 918 503
Mengetahui: Dekan Fakultas pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus Ujian: 17 Mei 2008
LEMBAR PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
ANALISIS
FAKTOR-FAKTOR
YANG
MEMPENGARUHI
PERMINTAAN BAWANG PUTIH IMPOR DI INDONESIA ADALAH HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAINNYA. TULISAN YANG BERKAITAN DENGAN PENELITIAN DIJADIKAN SEBAGAI BAHAN LITERATUR DALAM PENULISAN SKRIPSI INI.
Bogor, Mei 2008
JUMINI A 14105565
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan Desa A. Widodo, Kecamatan Tugumulyo, Kabupaten Musi Rawas (Lubuk Linggau), Propinsi Sumatera Selatan pada tanggal 17 Juni 1983 sebagai putri kedua dari tiga bersaudara keluarga Bapak Misran dan Ibu Suratinem. Penulis memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 1, Desa A. Widodo pada tahun 1989 dan tamat pada tahun 1995. Tahun 1995 penulis lalu melanjutkan jenjang pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 1 Tugumulyo dan tamat pada tahun 1998. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas di SMU Negeri 1 Tugumulyo pada tahun 1998 dan tamat pada tahun 2001. Penulis diterima sebagai mahasiswa DIII Program Studi Teknologi Benih, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui Jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada tahun 2001 dan taman tahun 2004. Tahun 2005 penulis melanjutkan studi di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan Semesta Alam. Berkat ahmat dan karunia-Nya, skripsi ini dapat selesai dengan segala kekurangannya karena kesempurnaan hanya milik Allah semata. Skripsi dengan judul ”Analisis Faktorfaktor yang Mempengaruhi Permintaan Bawang Putih Impor di Indonesia” ini merupakan prasyarat dalam meraih gelar arjana Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini memuat serangkaian tentang analisis yang memungkinkan diketahuinya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi permintaan bawang putih impor di Indonesia dan negara-negara pengekspor bawang putih ke Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan, misalnya bagi pemerintah sebagai referensi dalam masalah impor bawang putih. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai rujukan srta informasi untuk dijadikan bahan referensi dalam melakukan studi lanjutan.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari
kesempurnaan, karenanya penulis hanya berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Bogor, Mei 2008
JUMINI A 14105565
UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillah, berkat rahmat dan karunia Allah SWT skripsi ini akhirnya dapat selesai. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terwujud berkat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak, Ibu, kakakku, Adikku dan semua keluagaku yang ada di kampung. Doa, nasehat dan dukungan yang ikhlas menjadikanku terus bersemangat dan terus berjuang dalam menjalani segala tantangan dalam kehidupan. 2. Ir. Dwi Rachmina, MSi selaku dosen Pembimbing yang telah membimbing dan memberi masukan yang sangat berharga sampai terselesainya skripsi ini. 3. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS selaku dosen penguji utama dan Ir. Juniar Atmakusuma, MS selaku dosen komisi pendidikan atas masukan dan arahannya. 4. Ir. Asi H Napitupulu, MSc, selaku dosen evaluator penulis ketika kolokium proposal skripsi. 5. Ir. Yayah K Wagiono, M.Ec, selaku Ketua Program Studi Ekstensi Manajemen Agribisnis. 6. Seluruh staf dan karyawan Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, yang telah membantu segala macam urusan yang terkait dengan administrasi skripsi ini. Semoga Allah membalas semua kebaikan dengan pahala kebaikan untuk semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi. Bogor, Mei 2008 JUMINI A 14105565
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI................................................................................................... DAFTAR TABEL .......................................................................................... DAFTAR GAMBAR...................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
x xi xii xv
PENDAHULUAN ...............................................................................
1
1.1. Latar Belakang ............................................................................... 1.2. Perumusan Masalah ....................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................... 1.4. Manfaat Penelitian ......................................................................... 1.5. Batasan Penelitian ..........................................................................
1 8 9 9 10
II.
TINJAUAN PUSTAKA......................................................................
11
III.
KERANGKA PEMIKIRAN..............................................................
16
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ........................................................ 3.1.1. Teori Permintaan................................................................. 3.1.2. Teori Elastisitas................................................................... 3.1.3. Teori Dasar Perdagangan Internasional .............................. 3.2. Faktor yang di Duga Mempengaruhi Impor Bawang Putih .......... 3.2.1. Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika ................... 3.2.2. Harga Bawang Putih Lokal di Indonesia ............................ 3.2.3. Harga Bawang Putih Impor di Indonesia ............................ 3.2.4. Produksi Bawang Putih Dalam Negeri ............................... 3.2.5. Konsumsi Bawang Putih Dalam Negeri ............................. 3.2.6. Pendapatan Nasional ........................................................... 3.2.7. Harga Bawang Merah Lokal ............................................... 3.2.8. Jumlah Impor Bawang Putih Asal Cina .............................. 3.3. Kerangka Pemikiran Operasional .................................................
16 16 20 22 25 25 26 27 28 28 29 30 30 30
METODE PENELITIAN...................................................................
33
4.1. Waktu Penelitian ........................................................................... 4.2. Sumber dan Jenis Data Penelitian ................................................. 4.3. Metode Analisis dan Pengolahan Data ......................................... 4.4. Perumusan Model Permintaan Bawang Putih Impor .................... 4.5. Pedugaan Nilai Elastisitas ............................................................. 4.6. Hipotesis Penelitian....................................................................... 4.7. Pengujian Asumsi Dan Uji Validasi Data..................................... 4.8. Pengujian Statistik.........................................................................
33 33 34 35 37 39 40 42
DESKRIPSI EKONOMI BAWANG PUTIH INDONESIA ..........
46
I.
IV.
V.
VI.
HASIL ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR BAWANG PUTIH DI INDONESIA.................................................................................. 54 6.1. Hasil Analisis dan Uji Validasi Data ............................................ 6.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Bawang Putih impor di Indonesia ............................................................... 6.4. Hasil Estimasi Elastisitas Faktor-faktor yang dapat Mempengaruhi Permintaan Bawang Putih Impor di Indonesia .... 6.3. Rekomendasi Kebijakan untuk Pemerintah dalam hal Permintaan Bawang Putih impor ..................................................
54 55 61 62
KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................
65
7.1. Kesimpulan ................................................................................... 7.2. Saran..............................................................................................
65 66
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... LAMPIRAN....................................................................................................
69 71
VII.
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Volume Impor Beberapa Komoditas Hortikultura di Indonesia, Tahun 2000-2006 .......................................................................................
1
2. Produksi dan Konsumsi Bawang Putih di Indonesia, Tahun 1998-2006...
3
3. Rata-rata Luas Panen Bawang Putih di Enam Pulau Besar di Indonesia, Tahun 2001-2006 .......................................................................................
5
4. Rata rata Hasil Panen Bawang Putih di Enam Pulau Besar di Indonesia, Tahun 2001-2006 .......................................................................................
6
5. Negara-negara Pengekspor Bawang Putih Terbesar ke Indonesia, Tahun 2002-2006 (ribu ton) .......................................................................
7
6. Persentase Impor Bawang Putih Indonesia Asal Cina, Tahun 2000-2006 .......................................................................................
7
7. Hasil Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Impor Bawang Putih ke Indonesia........................................................................
55
8. Hasil Elastisitas Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Bawang Putih Impor di Indonesia..............................................................
61
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Kurva Permintaan ......................................................................................
18
2. Pergerakan dan Pergeseran Kurva Permintaan ..........................................
24
3. Keseimbangan Dalam Perdagangan Internasional.....................................
24
4. Kerangka Pemikiran Operasional ..............................................................
32
5. Perkembangan Rata-rata Harga Bawang Putih Lokal................................
47
6. Perkembangan Rata-rata Harga Bawang Putih Impor ...............................
48
7. Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Rupiah ............................................
49
8. Perkembangan Rata-rata Produksi Dalam Negeri......................................
51
9. Perkembangan Rata-rata Konsumsi Dalam Negeri ...................................
50
10. Perkembangan Rata-rata Impor Total ........................................................
51
11. Perkembangan Rata-rata Impor Asal Cina.................................................
52
12. Perkembangan Rata-rata Pendapatan Nasional..........................................
53
13. Uji Normalitas Data ...................................................................................
54
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Hasil Analisis Regresi Berganda.............................................................
71
2.
Gambar plot stasioner data time series impor total bawang putih dan nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika .............................................
72
Gambar plot stasioner data time series harga bawang putih lokal dan harga bawang putih impor........................................................................
73
Gambar plot stasioner data time series produksi bawang putih Indonesia dan konsumsi bawang Putih di Indonesia.................................
74
Gambar plot stasioner data time series volume impor bawang putih asal Cina dan impor bawang putih periode sebelumnya...........................
75
6. Gambar Plot Stasioner Data Time Series Harga Bawang Merah Lokal dan Pendapatan Nasional ...........................................................................
76
3. 4. 5.
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia yang terus meningkat menyebabkan
meningkatnya kebutuhan akan makanan dan minuman. Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak, menjadi salah satu negara tujuan perdagangan terutama untuk produk pertanian.
Perkembangan
impor produk pertanian termasuk produk hortikultura ke Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun (Tabel 1). Tabel 1. Volume Impor Beberapa Komoditas Hortikultura di Indonesia, Tahun 2000-2006 Volume Impor (Ribu Ton) Komoditas 2000 Bawang Putih Bawang Merah Kubis Pisang Jamur Mangga Kentang
2001
2002
2003
2004
2005
2006
174.04 205.47 226.08 222.69 244.45 283,28 295,06
Laju Impor (%/th) 9.40
56.71
47.95
32.93
55.89
48.93
53.07
79.84
11.57
0.52
0.70
0.45
0.49
0.52
0.32
0.34
-3.05
0.01
0.08
0.10
0.56
0.41
0.44
0.25
187.05
0.84
1.49
1.47
1.52
0.19
2.91
0.30
222.30
0.02
0.01
0.10
0.45
0.69
0.87
0.95
279.78
15.87
19.00
21.21
21,.29
21.51
32.23
31.36
13.32
Sumber: BPS, Jakarta (2005).
Tabel 1 menunjukkan kecenderungan impor produk hortikultura yang semakin meningkat.
Bawang putih salah satu yang mempunyai peningkatan
volume impor yang semakin tinnggi. Jumlah impor bawang putih dari tahun 2000
2
hingga tahun 2006 mempunyai volume terbesar dibandingkan dengan produk pertanian lainnya yang mempunyai volume impor relatif kecil.
Tahun 2000
besarnya volume impor bawng putih sebesar 174.04 ribu ton dan pada tahun 2006 sebesar 295.06 ribu ton. Perkembangan volume impor bawang putih cenderung meningkat dari tahun ke tahun dilihat dari laju permintaan bawang putih impor yaitu sebesar 9,40 persen pertahun tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan komoditas hortikultura yang lainnya. Peningkatan volume impor bawang putih terbesar di Indonesia terjadi pada tahun 2005 yaitu meningkat sebesar 39,56 ribu ton dari tahun sebelumnya. Ketergantungan Indonesia terhadap bawang putih impor menjadikan Indonesia sebagai konsumen bawang putih dipasar Internasional. Kebutuhan akan bawang putih di Indonesia pada tahun 2005 sebesar 80 persen dipenuhi oleh bawang putih impor, terutama impor bawang putih asal Cina (Laporan Perekonomian Indonesia, BPS, 2006). Banyaknya bawang putih impor masuk ke Indonesia menunjukkan bahwa ketergantungan impor bawang putih di Indonesia sangat tinggi. Bawang putih merupakan tanaman rempah yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia secara masal. Peningkatan permintaan bawang putih impor dikarenakan meningkatnya konsumsi akan bawang putih.
Kegunaan bawang
putih tidak hanya dikonsumsi dalam bentuk segar tetapi juga dalam bentuk olahan, sementara produksi dalam negeri tidak mampu memenuhinya. Permintaan bawang putih dalam negeri berasal dari permintaan berupa bawang putih segar. Permintaan bawang putih segar digunakan untuk konsumsi dalam bentuk segar sebagai bumbu masakan dan dalam bentuk olahan sebagai bahan obat-obatan dalam bentuk ekstrak bawang putih.
3
Kecenderungan produksi dan konsumsi bawang putih yang tidak seimbang dimana konsumsi lebih tinggi dibandingkan dengan produksinya meyebabkan terjadinya defisit produksi (Tabel 2).
Defisit produksi yang terjadi akan
mendorong untuk melakukan impor untuk memenuhi kekurangan dari konsumsi tersebut sehingga konsumsi dapat terpenuhi. Suatu negara akan melakukan impor suatu komoditas apabila produksi dari komoditas tersebut tidak dapat memenuhi konsumsi untuk komoditas tersebut, seperti halnya negara Indonesia terhadap komoditi bawang putih dimana produksi bawang putih tidak dapat memenuhi konsumsi yang ada. Tabel 2 menunjukkan bahwa terjadi defisit produksi yang semakin tinggi di Indonesia dari tahun ke tahun. Pada tahun 1998 Indonesia mulai mengalami defisit produksi sebesar 19,26 ribu ton dan terus mengalami defisit hingga tahun 2006 sebesar 242,23 ribu ton. Tahun 2005 merupakan defisit tertinggi delapan tahun terakhir sebesar 284,74 ribu ton. Menurunnya produksi bawang putih setiap tahunnya, menyebabkan terjadinya defisit, sehingga peluang impor di Indonesia terbuka lebar untuk mengisi kekurangan permintaan yang ada di dalam negeri. Tabel 2. Produksi dan Konsumsi Bawang Putih di Indonesia, Tahun 1998-2006 (Ribu Ton) Konsumsi Laju Defisit Bawang Tahun Konsumsi Putih Produksi (%/th) Lokal 1998 105.84 125.10 - 19.26 1999 62.22 -41.21 136.64 9.22 - 74.42 2000 59.01 -5.16 146.84 7.46 - 87.83 2001 49.57 -16.00 157.34 7.15 - 107.77 2002 46.39 -6.42 208.70 32.64 - 162.31 2003 38.96 -16.02 272.56 30.60 - 233.97 2004 28.85 -25.95 279.87 2.68 - 251.02 2005 20.73 -28.14 305.47 9.15 - 284.74 2006 20.09 -3.09 262.31 -14.13 - 242.23 Sumber: Dirjen Tanaman Pangan dan Hortikultura, Jakarta (2006), diolah. Produksi Bawang Putih
Laju Produksi (%/th)
Laju (%/th) 286.40 18.52 22.70 50.61 44.15 7.29 13.43 -14.93
4
Perkembangan konsumsi bawang putih di Indonesia yang terus meningkat tidak diiringi dengan perkembangan produksi dalam negeri yang cenderung produksinya semakin menurun dari tahun ke tahun. Laju produksi bawang putih yang
bernilai
negatif
menunjukkan
bahwa
produksi
cenderung
turun.
Perkembangan produksi bawang putih di Indonesia semakin jauh dari harapan yang diinginkan dengan adanya liberalisasi perdagangan (perdagangan bebas). Produk bawang putih lokal sulit untuk bersaing dengan bawang putih impor dalam hal kualitas tampilan dan harga.
Harga bawang putih lokal lebih mahal
dibandingkan dengan harga bawang putih impor. Penyebab rendahnya produksi bawang putih lokal diantaranya dikarenakan luas lahan dan produktivitas hasilnya yang rendah (Tabel 3 dan 4). Menurut Wibowo (2006), kualitas bibit bawang putih yang digunakan rendah, penyakit yang sering menyerang bawang putih terutama jamur dan virus, lingkungan tumbuh yang kurang optimum serta tingginya kehilangan hasil akibat teknik penyimpanan umbi yang kurang memadai juga menjadi penyebab rendahnya produksi bawang putih di Indonesia. Hal tersebut yang menyebabkan penurunan produksi bawang putih lokal yang dialami petani bawang putih di Indonesia pada umumnya. Biaya produksi untuk bawang putih di Indonesia masih sangat tinggi dan dalam pengerjaannya masih secara tradisional, sehingga dalam hal kualitas dan kuantitas hasil sulit untuk bersaing dengan produk bawang putih impor. Biaya produksi tinggi dan produktivitasnya rendah maka produksi yang dihasilkan rendah, hal ini membuat harga bawang putih lokal menjadi mahal. Harga mahal untuk bawang putih lokal dikarenakan untuk menutupi biaya produksi yang ada.
5
Tabel 3 menunjukkan rata-rata luas panen komoditas bawang putih dari enam pulau besar di Indonesia yaitu pulau Sumatera, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua serta Kalimantan. Rata-rata luas panen untuk bawang putih cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Ratarata luas panen tiap tahunnya di Pulau Jawa lebih tinggi tetapi dengan luas panen yang semakin menurun. Menurunnya luas panen disebabkan karena petani lebih memilih menanam komoditas lain yang lebih menjanjikan keuntungan. Bawang putih mempunyai harga yang lebih tinggi tetapi sulit bersaing. Tabel 3. Rata-rata Luas Panen Bawang Putih di Enam Pulau Besar di Indonesia, Tahun 2001-2006 Wilayah
2001 1.630 6.046 1.244
Rata-rata Luas Panen (Ha) 2002 2003 2004 2005 1.729 2.204 1.610 723 4.678 3.318 2.179 1.101 1.249 752 1.098 1.248
Sumatera Jawa Bali dan Nusa Tenggara Kalimantan 0 0 Sulawesi 146 112 Maluku 213 155 dan Papua Total 9.279 7.923 Indonesia Sumber: BPS, Jakarta (2006) diolah
Laju (%/tahun) 2006 289 (23,69) 1.281 (23,83) 1.284 4,63
0 9 62
4 39 0
4 51 153
8 119 165
16,67 76.44 (15,88)
6.345
4.930
3.280
3.146
(18,88)
Tabel 4 menunjukkan rata-rata hasil panen bawang putih di Indonesia. Rata-rata hasil panen untuk bawang putih di Indonesia pertumbuhannya relatif berfluktuatif. Rata-rata hasil panen tertinggi untuk bawang putih terdapat di Pulau Sumatera, dengan luas lahan yang relatif lebih sempit dibandingkan dengan Pulau Jawa namun rata-rata hasil panennya lebih tinggi. Daerah Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua serta Bali dan Nusa Tenggara mempunyai presentase rata-rata hasil panen yang lebih kecil.
6
Tabel 4. Rata rata Hasil Panen Bawang Putih di Enam Pulau Besar di Indonesia, Tahun 2001-2006 Wilayah
Rata-rata Hasil Panen (Ton/Ha) 2002 2003 2004 2005 7,20 7,20 7,45 7,26 5,90 6,00 6,26 5,07 4,90 3,60 2,85 7,17
2001 Sumatera 5,40 Jawa 6,50 Bali dan 0,80 Nusa Tenggara Kalimantan 0,00 0,00 Sulawesi 1,30 1,00 Maluku 0,60 2,20 dan Papua Total 14,60 21,20 Indonesia Sumber: BPS, Jakarta (2006) diolah.
Laju (%/tahun) 2006 6,59 5,01 4,99 (4,76) 7,86 125,27
0,00 7,70 5,70
1,00 1,72 0,00
0,75 2,50 5,45
1,69 3,40 7,83
16,72 130,12 93,88
30,20
19,28
28,20
32,36
22,50
Rata-rata luas panen dan rata-rata hasil panen dapat pula dilihat dari lajunya dalam persen pertahun (Tabel 3 dan 4). Laju rata-rata luas panen untuk pulau Sumatera, Jawa serta Maluku dan Papua cenderung mengalami penurunan begitu juga dengan rata-rata hasil panennya. Penurunan terjadi karena banyak petani bawang putih yang beralih ke komoditas yang lain yang lebih menjanjikan dari segi keuntungan, sehingga luas lahan yang dibudidayakan untuk bawang putih semakin menurun. Tabel 5 menunjukkan negara-negara pengekspor bawang putih terbesar ke Indonesia. Negara-negara tersebut diantaranya adalah Cina, Hongkong, Malaysia, Thailand dan Singapore. Impor bawang putih terbesar Indonesia berasal dari negara Cina dibandingkan dengan negara lainnya. Produk pertanian termasuk bawang putih impor dari negara-negara ASEAN dan Cina banyak masuk ke pasar Indonesia setelah pemerintah membebaskan bea masuk komoditas pertanian, yaitu sejak tahun 2005. Keadaan ini mengancam usaha petani bawang putih karena sebelum pemerintah memberlakukan pembebasan bea masuk volume impor
7
bawang putih sudah sangat besar (Tabel 1). Cina mulai masuk ke pasar ASEAN sebagai kekuatan baru dalam persaingan perdagangan internasional terutama dalah hal produk pertanian. Tabel 5. Negara-negara Pengekspor Bawang Putih Terbesar ke Indonesia, Tahun 2002-2006 (ribu ton) Negara Berat Bersih Asal 2002 2003 2004 Cina 212.22 214.82 240.64 Hongkong 1.67 1.22 0.25 Malaysia 1.23 0.71 1.17 Thailand 0.01 0.42 0.57 Singapore 0.63 0.12 0.55 Sumber: BPS, Jakarta (2006)
2005 274.31 1.99 3.66 1.99 1.34
2006 284.26 1.32 3.75 1.57 1.97
Laju (%/th) 7.77 138.97 59.45 1090.93 117.08
Volume impor bawang putih dari Cina semakin meningkat dari tahun ke tahun. Impor dari Cina menunjukkan nilai yang tertinggi yaitu 284,255 ribu ton pada tahun 2006 (Tabel 6). Bawang putih asal Cina mempunyai tampilan yang lebih bagus dan harga yang lebih murah dibandingkan bawang putih lokal, sehingga lebih dipilih oleh konsumen.
Hongkong, Malaysia, Thailand dan
Singapore merupakan negara pengekspor bawang putih dengan volume ekspor kecil, hal ini disebabkan volume impor bawang putih dari Cina mendominasi pasar Indonesia. Bawang putih yang merupakan tanaman asli dari subtropis, membuat cocok tumbuh di Cina dan menyebabkan Cina kelebihan produksi sehingga harus di ekspor. Tabel 6. Persentase Impor Bawang Putih Indonesia Asal Cina, Tahun 2000-2006 Total Impor (Ribu Ton) 2000 174.03 2001 205.4 2002 226.08 2003 218.53 2004 243.72 2005 283.28 2006 295.05 Sumber: BPS, Jakarta (2006), diolah. Tahun
(Ribu Ton)
(%)
141.67 178.95 212.21 214.82 240.63 274.31 283.25
81 87 94 98 99 97 96
8
1.2.
Perumusan Masalah Bawang putih merupakan produk hortikultura yang mempunyai
permintaan cukup tinggi untuk konsumsi di Indonesia. Produksi dan konsumsi bawang putih di Indonesia tidak seimbang. Konsumsi lebih tinggi diabandingkan dengan produksinya, seperti yang terlihat pada Tabel 2. Produksi yang rendah ditunjukkan oleh menurunnya rata-rata luas panen dan rata-rata hasil panen bawang putih di Indonesia (Tabel 3 dan 4). Menurunnya produksi dalam negeri salah satunya disebabkan karena biaya produksi tinggi. Selain itu juga disebabkan harga yang lebih mahal, sehingga tidak dapat bersaing dalam hal harga. Menurunnya produksi dan meningkatnya konsumsi yang diduga dapat mempengaruhi banyaknya bawang putih impor masuk ke Indonesia. Bawang putih impor banyak masuk ke Indonesia dikarenakan kebijakan pencabutan bea masuk impor untuk bawang putih sejak tahun 2005. Hal ini berdampak buruk pada kondisi petani bawang putih di Indonesia karena tidak dapat bersaing dengan produk bawang putih impor. Negara-negara pengekspor bawang putih terbesar di Indonesia diantaranya adalah Cina, Hongkong, Malaysia, Thailand dan Singapore sedangkan Cina merupakan negara pengekspor paling banyak ke Indonesia (Tabel 5). Bawang putih impor asal Cina sebesar 81-96 persen dari total keseluruhan bawang putih impor yang masuk ke Indonesia (Tabel 6).
Bawang putih impor asal Cina
mempunyai kualitas yang lebih baik dengan dilihat tampilan fisiknya yang mempunyai ukuran lebih besar, selain itu mempunyai harga yang lebih murah, hal ini yang menyebabkan konsumen lebih memilih bawang putih impor.
9
Berdasarkan uraian-uraian diatas tentang permasalahan bawang putih impor di Indonesia maka pertanyaan yang dapat diajukan adalah: 1. Bagaimana deskripsi ekonomi bawang putih di Indonesia? 2. Faktor-faktor apa saja yang paling mempengaruhi permintaan bawang putih impor di Indonesia? 3. Apa rekomendasi kebijakan untuk pemerintah dalam hal permintaan bawang putih impor di Indonesia?
1.3.
Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah yang telah
dikemukakan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan keadaan ekonomi bawang putih di Indonesia. 2. Menganalisis faktor-faktor apa saja yang paling mempengaruhi permintaan bawang putih impor di Indonesia. 3.
Membuat rekomendasi kebijakan untuk pemerintah dalam hal permintaan bawang putih impor di Indonesia.
1.4.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah Indonesia dan
instansi yang terkait dalam melakukan impor suatu komoditi yang dibutuhkan terutama impor bawang putih dimasa yang akan datang.
Penelitian ini juga
diharapkan bermanfaat bagi pelaku pasar seperti pedagang, importir, eksportir sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan dalam meningkatkan impor atau ekspor suatu komoditi terutama komoditi bawang putih dari dan ke pasar
10
Internasional. Bagi penulis dan pembaca manfaat penelitian ini adalah sebagai bahan informasi mengenai impor bawang putih di Indonesia dan juga sebagai bahan perbandingan serta studi terdahulu dalam penelitian yang akan dilakukan peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan penelitian ini.
1.5.
Batasan Penelitian Jumlah penduduk seharusnya dimasukkan kedalam persamaan karena ada
variabel konsumsi total dalam penelitian, tetapi tidak dimasukkan karena keterbatasan dalam memperoleh data. Data jumlah penduduk tidak tersedia dalam bentuk data bulanan sehingga tidak dipakai dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan bawang putih impor. Data pendapatan penduduk tidak dianalisis karena keterbatasan dalam mencari data dan ketersediaan data yang diperoleh.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Wibowo (2006), bawang putih atau garlic termasuk dalam famili Liliaceae yang terkenal didunia. Nama ilmiah dari bawang putih adalah Allium sativum L. Bawang putih merupakan tanaman subtropis yang bisa di budidayakan di daerah tropis. Bawang putih ini mempunyai nilai komersial yang cukup tinggi dan banyak tersebar di seluruh dunia. Iklim, tanah dan air merupakan faktor utama yang perlu diperhatikan dalam budidaya bawang putih untuk menghasilkan produksi bawang putih yang memuaskan. Budidaya bawang putih yang optimal diperlukan suhu yang tidak panas dan tidak terlalu dingin. Bawang putih dapat ditanam pada tanah tegalan, pekarangan maupun tanah sawah setelah ditanami dengan padi. Bawang putih merupakan tanaman yang masuk dalam golongan tanaman sayuran semusim. Tanaman ini dikonsumsi yaitu dalam bentuk umbi bawang putih.
Jenis bawang putih banyak terdapat di dunia dan untuk di Indonesia
banyak dijumpai adalah jenis Lumbu Hijau, Lumbu Kuning, Cirebon, Tawangmangu, jenis Ilocos dari Filipina dan jenis dari Thailand.
Tanaman
bawang putih bukan merupakan tanaman asli dari Indonesia. Asal bawang putih sebenarnya berasal dari Asia Tengah, diantaranya Cina dan Jepang yang beriklim subtropis. Kajian tentang bawang putih terkait dengan budidaya bawang putih, kegunaan bawang putih sudah banyak dilakukan sehingga dapat dilihat bahwa kegunaan bawang putih sangat banyak. Bawang putih tidak hanya dikonsumsi dalam bentuk segar sebagai bumbu masak tetapi juga dapat digunakan dalam
12
bentuk ekstrak bawang putih (Budiman, 2007).
Penelitiannya menyebutkan
bahwa serbuk bawang putih dapat digunakan sebagai tambahan makanan dalam ransum ayam.
Hasilnya yaitu bahwa serbuk bawang putih dapat mencegah
penyebaran virus yang menyerang pada ayam. Penelitian lain yang terkait dengan impor bawang putih yaitu dilakukan oleh Permana tahun 2006.
Penelitian lain yang terkait dengan penulisan ini
sebagai tinjauan pustaka yaitu penelitian yang terkait dengan perdagangan internasional oleh Purnamasari (2006). Sedangkan analisis impor oleh Ariningsih (2004), Lubis (2005), Komarudin (2005), Afifa (2006), Azziz (2006) dan Rachmad (1994). Tinjauan pustaka yang digunakan terkait dengan persamaan dan perbedaan dalam komoditas yang digunakan, variabel-variabel dan alat analisis yang digunakan sebelumnya. Penelitian Permana (2006), memiliki persamaan yaitu mengkaji tentang impor bawang putih dan menggunakan variabel sama yaitu diantaranya total impor bawang putih di Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika, produksi bawang putih dan konsumsi bawang putih dalam negeri. Perbedaannya yaitu periode data dan alat analisis yang digunakan.
Permana (2006)
menggunakan data Januari 2000 – Juni 2005 dan alat analisis yang digunakan Model VEC (Vector Error Corection) untuk melihat keseimbangan jangka panjang, dengan pengolahan data komputer menggunakan program SPSS, berbeda dengan yang digunakan dalam penelitian ini yang mengunakan Minitab 14. Hasil penelitian yang dilakukan Permana (2006) yaitu menunjukkan bahwa terdapat hubungan keseimbangan jangka panjang yang positif antara impor bawang putih dengan harga impor bawang putih.
Disamping itu terdapat
13
hubungan jangka panjang yang negatif antara impor bawang putih dengan nilai tukar, produksi dan harga domestik. Peningkatan produksi bawang putih sebesar satu persen akan menurunkan impor bawang putih sebesar 0.44 persen. Peningkatan nilai tukar (Rp/US$) sebesar satu persen akan menurunkan impor bawang putih sebesar 9.16 persen. Sementara itu peningkatan harga domestik sebesar satu persen akan menurunkan impor sebesar 2.03 persen. Purnamasari (2006) melakukan penelitian terkait dengan analisis faktorfaktor yang mempengaruhi produksi dan impor kedelai di Indonesia, persamaannya yaitu menggunakan variabel jumlah impor dan harga suatu komoditi dan berbeda terhadap komoditi yang diteliti, hasilnya yaitu harga kedelai ditingkat produsen dipengaruhi secara nyata oleh jumlah produksi kedelai, jumlah impor kedelai, jumlah konsumsi kedelai dan harga rill kedelai di tingkat produsen tahun sebelumnya. Jumlah impor kedelai dipengaruhi secara nyata oleh harga kedelai internasional, jumlah populasi, jumlah produksi kedelai dan jumlah konsumsi kedelai. Penelitian Ariningsih (2004) terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan bawang merah di Indonesia, persamaannya yaitu variabel yang digunakan diantaranya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, harga impor dan jumlah impor dan hasilnya yaitu harga berdampak negatif terhadap permintaan tetapi pengaruhnya tidak nyata terhadap permintaan. Lubis (2005) mempunyai persamaan dalam variabel harga konsumsi yang digunakan dalam penelitian. Komarudin (2005), yaitu menganalisis permintaan impor buah apel di Indonesia dimana persamaan variabel yang digunakan adalah jumlah impor, harga impor dan nilai ukar rupiah yang hasilnya yaitu dengan
14
menggunakan analisis trend didapat trend impor apel Indonesia dari negaranegara eksportir selama empat tahun terakhir mengalami peningkatan.
Cina
sebagai negara importir terbesar apel menunjukkan trend impor yang meningkat sebesar 21,04 persen. Penelitian yang dilakukan Azziz (2006), Afifa (2006) dan Rachmad (1994) mempunyai persamaan yaitu variabel yang digunakan dalam penelitian yaitu variabel harga, produksi dan konsumsi suatu komoditi yang diteliti. Perbedaannya adalah alat analisis yang digunakan dalam penelitian dan komoditi yang diteliti. Azziz menganalisis pengaruh impor terhadap harga beras dalam negeri dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga beras dalam negeri, termasuk kebijakan pemerintah.
Hasilnya yaitu impor beras secara nyata
mempengaruhi harga beras dalam negeri, pengaruh tersebut negatif dimana jika impor beras meningkat maka harga beras dalam negeri akan menurun, tetapi responnya inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Faktorfaktor yang mempengaruhi impor beras secara nyata adalah kebijakan perdagangan (penetapan tarif impor), harga terigu, harga beras impor dan harga beras dalam negeri (taraf nyta satu persen), nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika (taraf nyata lima persen) dan produksi beras nasional (taraf nyata 15 persen). Faktor-faktor yang mempengaruhi impor beras secara negatif adalah variabel produksi beras nasional, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, harga beras impor dan harga terigu. Sedangkan faktor yang mempengaruhi impor beras secara positif adalah harga beras dalam negeri dan kebijakan impor beras dimana ketika impor beras dapat dilakukan tanpa dikenakan tarif impor, impor beras
15
lebih besar daripada ketika tarif impor beras sudah diterapkan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah dengan menerapkan tarif untuk impor beras sudah efektif dalam upaya mengurangi volume beras impor yang masuk ke Indonesia. Rachmad (1994), Cakupan analisa dalam penelitian ini adalah untuk lebih mendalami perilaku permintaan impor kedua komoditi tersebut dilakukan pendugaan fungsi permintaan impor dan elastisitas harga.
Pendugaannya
digunakan kesesuaikan pemakaian tiga model analisa yang sering dipakai dalam pendugaan permintaan impor yaitu model Armington, model AIDS dan model Translog. Pendugaan ketiga model tersebut dilakukan secara simultan dengan metode SUR dan Zellner. Pemakaian ketiga model dalam menduga permintaan impor kasus impor kedelai dan gandum Indonesia, dapat disimpulkan bahwa pemakaian model AIDS dan Translog dapat digunakan, sedangkan model Armington tidak disarankan.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1.
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Teori Permintaan Menurut (Lipsey, 1995), permintaan adalah hubungan menyeluruh antara kuantitas komoditi tetentu yang akan dibeli konsumen selama periode waktu tetentu dengan harga komoditi tersebut. Jumlah komoditi total yang inggin dibeli oleh konsumen disebut jumlah yang ingin diminta. Banyaknya komoditi yang inggin dibeli oleh konsumen pada periode waktu tertentu dipengaruhi oleh variabel penting berikut yaitu harga komoditi itu sendiri, rata-rata pendapatan, harga komoditi barang substitusi, distribusi pendapatan dan besarnya populasi. Suatu hipotesis ekonomi dasar menyatakan bahwa harga suatu komoditi dan kuantitas yang akan diminta berhubungan negatif, dengan faktor lain tetap sama. Artinya yaitu semakin rendah harga suatu komoditi maka jumlah yang akan diminta untuk komoditi itu akan semakin besar.
Kurva permintaan
menyajikan hubungan antara jumlah yang diminta pada tingkat harga tertentu, dengan faktor lain tetap.
Gambar 1 menunjukkan gambaran umum kurva
permintaan yaitu jumlah yang diminta pada Q dengan tingkat harga pada P. P P2
B
P1
A C
P3
D Q2
Q1 Q3
Q= f (P) Gambar 1. Kurva Permintaan
17
Kemiringan yang menurun pada kurva permintaan menunjukkan bahwa jumlah yang diminta meningkat jika harganya turun. Ketiga titik (A, B, C) yang terdapat pada kurva permintaan merupakan kombinasi yang terbentuk antara harga dan kuantitas. Titik A merupakan kombinasi yang terbentuk antara harga di P1 dan kuantitas di Q1. Menurut Lipsey (1995) ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi permintaan yaitu sebagai berikut: 1.
Harga barang itu sendiri Harga suatu komoditi dan kuantitas yang akan diminta berhubungan
secara negatif dengan faktor lain tetap sama.
Hal ini menunjukkan bahwa
semakin rendah harga suatu komoditi maka jumlah yang akan diminta untuk komoditi itu akan semakin meningkat dan semakin tinggi harga maka semakin rendah jumlah yang diminta. 2.
Harga barang lain Harga barang lain juga dapat mempengaruhi permintaan suatu barang,
tetapi kedua barang tersebut harus mempunyai keterkaitan.
Keterkaitan dua
macam barang tersebut dapat bersifat substitusi (barang pengganti) dan bersifat komplementer (barang pelengkap). Apabila harga barang substitusi meningkat, maka harga barang tersebut menjadi lebih murah, sehingga harga permintaan barang tersebut meningkat. Sedangkan apabila harga barang komplementer turun, maka permintaan terhadap barang komplementer tersebut meningkat, sehingga permintaan terhadap suatu barang tersebut meningkat.
Apabila dua macam
barang tidak mempunyai keterkaitan meka perubahan harga suatu barang tidak mempengaruhi permintaan barang yang lain.
18
3.
Distribusi pendapatan Distribusi pendapatan yang dimaksud adalah jika suatu pendapatan yang
konstan dikembalikan kepada jumlah penduduk maka permintaan berubah. Apabila pendistribusian akan meningkatkan pendapatan suatu rumah tangga maka permintaan rumah tangga tersebut akan meningkat, sedangkan rumah tangga yang lain akan menurun. 4.
Besarnya populasi Pertambahan
penduduk
pertambahan permintaan.
tidak
dengan
sendirinya
menyebabkan
Pertambahan penduduk pada umumnya dikuti oleh
perkembangan dalam kesempatan kerja, dengan demikian lebih banyak orang yang menerima pendapatan. Pendapatan yang meningkat menambah daya beli dalam masyarakat . pertambahan daya beli masyarakat yang pada akhirnya akan meningkatkan permintaan. 5.
Rata-rata penghasilan rumah tangga Apabila rumah tangga menerima rata-rata pendapatan yang lebih besar,
maka rumah tangga dapat diperkirakan akan membeli lebih banyak beberapa komoditi, walaupun harga komoditi tersebut tetap sama. 6.
Selera Selera suatu masyarakat atau kebiasaan yang terjadi berpengaruh besar
terhadap keinginan orang untuk membeli suatu barang. Perubahan selera terhadap suatu komoditi akan menyebabkan kenaikan atau peurunan tingkat permintaan untuk komoditi tersebut. Menurut Nicholson (1991), fungsi permintaan merupakan representasi yang menyatakan bahwa kuantitas yang diminta tergantung pada harga,
19
pendapatan, harga barang lain dan jumlah penduduk Fungsi permintaan juga dapat dinyatakan untuk mencatat hubungan antara jumlah yang diminta (Qd), harga barang itu sendiri (Px), Pendapatan (I), harga barang lain (Py) dan jumlah penduduk.
Fungsi permintaan dapat dicatat secara matematis yaitu sebagai
berikut: Qd = f (Px, Py, I, Jumlah penduduk) 3.1.2. Pergerakan dan Pergeseran Kurva Permintaan Menurut Lipsey (1995), perubahan permintaan terjadi karena dua sebab utama. Sebab utama tersebut yaitu perubahan yang disebabkan oleh perubahan harga itu sediri dan perubahan yang disebabkan oleh perubahan faktor lain selain harga itu sendiri. Perubahan faktor lain selai harga yaitu perubahan distribusi pendapatan, jumlah penduduk, selera, harga barang substitusi, harga barang komplementer dan rata-rata pendapatan rumah tangga. Perubahan harga barang itu sendiri menyebabkan perubahan barang yang diminta. Perubahan ini hanya hanya terjadi dalam satu kurva yang sama dan disebut pergerakan sepanjang kurva permintaan.
Pergerakan yang terjadi
disepanjang kurva permintaan yaitu terletak pada D0.
Jumlah barang yang
diminta akan mengalami perubahan apabila terjadi perubahan harga barang itu sendiri. Kenaikan harga dari P2 ke P1 akan menyebabkan jumlah barang yang diminta berkurang dari Q2 ke Q1.
Keseimbangan permintaan berubah yaitu
bergerak dari titik B ke titik A (Gambar 2). Perubahan kurva permintaan terjadi karena ada faktor lain yang berubah. Perubahan dalam permintaan ditunjukkan oleh bergesernya kurva permintaan kekiri bawah dan kekanan atas. Kurva permintaan akan bergeser kekanan dari D0
20
ke D1 (Gambar 2) apabila pada setiap tingkat harga lebih banyak jumlah yang diminta daripada sebelumnya dan sebaliknya. Suatu pergeseran kurva permintaan kekanan dapat disebabkan oleh kenaikan pendapatan, kenaikan harga komoditi substitusi, penurunan harga komoditi komplementer, perubahan selera menjadi lebih menyukai komoditi tersebut, kenaikan jumlah penduduk dan distribusi pendapatan yang menguntungkan kelompok yang membeli komoditi tersebut. Sedangkan suatu pergeseran kurva permintaan kekiri dapat disebabkan oleh keadaan sebaliknya dari hal tersebut. P A
P1 P2
C B
D
D1 D0
Q1 Q2
Q3
Q4
Q
Gambar 2. Pergerakan dan Pergeseran Kurva Permintaan
3.1.3. Teori Elastisitas Elastisitas adalah sebuah ukuran perubahan presentase dalam satu variabel yang diakibatkan oleh perubahan satu persen dalam variabel lainnya. Elastisitas digunakan dalam menggambarkan bagaimana jumlah sebuah barang yang diminta menanggapi perubahan dalam harganya (Nicholson, 1991). Elastisitas permintaan merupakan ukuran besarnya respondari kuantitas komoditi yang diminta terhadap perubahan harga (Lipsey, 1995). Elastisitas permintaan digolongkan menjadi empat jenis elastisitas yaitu elastisitas harga permintaan, elastisitas pendapatan permintaan, elastisitas harga silang dan elastisitas harga dan pengeluaran total
21
Elastisitas harga permintaan merupakan presentase perubahan jumlah yang diminta atas suatu barang yang disebabkan oleh perubahan harga barang itu sebesar satu persen.
Elastisitas harga permintaan (eQ,P) digunakan untuk
mengukur perubahan harga sebuah barang (P) pada perubahan jumlah barang yang di beli (Q), dapat dirumuskan sebagai berikut: eQ,P = presentase perubahan dalam Q/presentase perubahan dalam P =
∂Q P X . ∂P Q
Angka elastisitas bervariasi mulai dari nol hingga tak terhingga. Elastisitas harga permintaan sama dengan nol menunjukkan bahwa tidak ada perubahan yang diminta bila terjadi perubahan harga, artinya jumlah yang diminta tidak peka terhadap adanya perubahan harga. Nilai elastisitas harga permintaan kurang dari satu, maka presentase perubahan jumlah yang diminta lebih kecil dari presentase perubahan harga (permintaan inelastis). Apabila nilai elastisitas lebih dari satu maka presentase perubahan jumlah yang diminta lebih besar dari perubahan harganya (permintaan elastis). Elastisitas harga permintaan dapat digunakan untuk mengevaluasi berapa perubahan pengeluaran total untuk suatu barang, sebagai respon terhadap perubahan harganya.
Pengeluaran total suatu barang dihitung dengan
mengalihkan barang itu (P) dengan kuantitas yang dibeli (Q). Jika permintaannya elastis, maka kenaikan harga akan menyebabkan pengeluaran total turun dan keadaann sebaliknya. Elastisitas pendapatan permintaan (eQ,I) yaitu
merupakan presentase
perubahan kuantitas suatu barang yang diminta sebagai respon atas perubahan pendapatan sebesar satu persen. Elastisitas pendapatan permintaan (eQ,I) dapat dirumuskan sebagai berikut:
22
eQ,I = Presentase perubahan Q Presentase Perubahan I Elastisitas Pendapatan permintaan untuk barang normal bertanda positif ( ∂ Q/ ∂ I positif) karena kenaikan pendapatan mengakibatkan kenaikan pembelian barang. Elastisitas untuk barang inferior eQ,I bernilai negatif yaitu dimana terjadi peningkatan pendapatan maka menurunkan kuantitas yang dibeli. Elastisitas harga silang (eQ,Py) mengukur presentase perubahan kuantitas suatu barang yang diminta sebagai respon atas satu persen perubahan harga barang lain. Elastisitas harga silang mengukur reaksi jumlah yang dibeli (Q) terhadap perubahan harga barang lain (Py). Apabila barang-barang ini saling bersubstitusi, elastisitas harga silang permintaan akan bernilai positif saat harga satu barang dan kuantitas permintaan barang lain bergerak searah. Elastisitas harga silang dapat dirumuskan sebagai berikut: eQ,Py = Presentase perubahan Q Presentase perubahan Py
3.1.4. Teori Dasar Perdagangan Internasional Teori
Perdagangan
Internasional
mengkaji
dasar-dasar
perdagangan internasional serta keuntungan yang diperolehnya.
terjadinya Kebijakan
perdagangan Internasional membahas alasan-alasan serta pengaruh pembatasan perdagangan, serta hal-hal yang menyangkut proteksionisme (new protectionism) (Salvatore, 1997).
Ide yang mendasar dari perdagangan bebas internasional
adalah untuk mengurangi distorsi yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah dalam bentuk kebijakan tarif dan non-tarif.
Pengenaan tarif sebagai pajak
menyebabkan biaya perdagangan meningkat. Akibat dari biaya perdagangan yang
23
meningkat maka harga-harga barang impor di negara-nrgara pengekspor akan meningkat, harga terendah untuk barang-barang ekspor dan penurunannya volume perdagangan. Heckscher-Ohlin (Salvatore, 1995) dalam teorinya mengenai timbulnya perdagangan, menganggap bahwa negara dicirikan oleh bawaan faktor yang berbeda, sedangkan fungsi produksi disemua negara adalah sama. Menggunakan asumsi tersebut diperoleh kesimpulan bahwa dengan fungsi produksi yang sama dan faktor bawaan yang berbeda, suatu negara akan cenderung untuk mengekspor komoditi yang secara relatif intensif dalam menggunakan faktor produksi yang relatif banyak dimiliki karena faktor produksi melimpah dan murah. Suatu negara juga akan mengimpor komoditi yang faktor produksinya relatif langka didapat dan biaya yang mahal. Gambar 2, secara teoritis dapat dilihat dimana negara A adalah negara pengekspor dan negara B adalah negara pengimpor. Negara A (eksportir) akan mengekpor suatu komoditi (misalkan bawang putih) ke negara B. Saat sebelum terjadi perdagangan harga di negara A
pada P1 karena terjadi kelebihan
penawaran (excess suplly) sebesar garis BE, harga yang terbentuk sebelum terjadi perdagangan lebih rendah. Sehingga negara A mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya kenegara B. Negara B sebagai negara pengimpor (importir) mengalami kekurangan supply (penawaran) bawang putih karena konsumsi domestiknya melebihi dari produksinya dan terjadi excess demand (kelebihan permintaan) sebesar garis B’E’. Sehingga harga bawang putih menjadi lebih tinggi, harga yang terbentuk di Negara B adalah P3. Hal ini yang menyebabkan terjadinya perdagangan antar
24
negara, karena
negara B yang kekurangan bawang putih untuk memenuhi
konsumsi berkeinginan untuk membeli komoditi bawang putih dari negara A. Kedua negara melakukan perdagangan melalui pasar Internasional sehingga terjadi keseimbangan harga dipasar Internasional berada dititik E* dan harga terbentuk di pasar Internasional berada di P2. Negara A (Eksportir)
Pasar Internasional
Negara B (Importir)
Gambar 3: Keseimbangan Parsial dalam Perdagangan Internasional Sumber : (Salvatore, 1997) Keterangan: Px/Py
= Harga relatif komoditi X
P1
= Harga domestik komoditi X di Negara A, sebagai negara eksportir sebelum terjadi perdagangan Internasional
P2
= Harga yang terjadi dipasar Internasional setelah terjadi perdagangan internasional
P3
= Harga domestik komoditi X di negara B, sebagai negara importir sebelum terjadi perdagangan internasional
BE
= Besarnya excess suplay di Negara A atau jumlah yang di ekspor
B’E’
= Besarnya excess demand di Negara B atau jumlah yang di impor
25
Produksi adalah suatu proses mengubah input menjadi output sehingga nilai barang tersebut bertambah. Pada umumnya fungsi produksi digunakan oleh para ekonom untuk menggambarkan hubungan antara input dan output serta menunjukkan berapa jumlah maksimum output yang dapat diproduksi apabila sejumlah input tertentu dipergunakan dalam proses produksi.
Peningkatan
produksi tidak hanya berarti bahwa terdapat kelebihan produk pertanian untuk dikonsumsi secara langsung tetapi juga terdapat kelebihan penggunaan bahan mentah mengolah produk non pertanian yang dibutuhkan oleh masyarakat.
3.2.
Faktor-Faktor yang Diduga Mempengaruhi Permintaan Putih Impor di Indonesia
Bawang
3.2.1. Nilai Tukar Terhadap mata Uang Asing Nilai tukar adalah harga mata uang suatu negara yang dinyatakan dalam mata uang lain yang dapat dibeli dan dijual (Lipsey, 19995). Menurut Mankiw (2003) kurs (exchange rate) antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Kurs dibagi menjadi dua yaitu kurs nominal dan krs rill. Kurs nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara, sedangkan kurs riil adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara. Kurs riil menyatakan tingkat dimana suatu negara bisa meperdagangkan barang-barangnya dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Kurs riil mempengaruhi kebijakan perdagangan antara masing-masing negara pengekspor dan pengimpor. Jika kurs riil rendah , harga barang-barang diluar negeri lebih mahal dan harga dalam negeri relatif lebih murah. Apabila kurs rill tinggi maka harga barang-barang dalam negeri relatif lebih mahal dan harga
26
barang-barang luar negeri relatif lebih murah.
Sebagai akibatnya penduduk
domestik lebih berkeinginan untuk mengkonsumsi barang-barang impor. Nilai tukar (exchange rate) di gunakan untuk menentukan nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Suatu negara dengan sistem perekonomian terbuka dimana ada kegiatan ekspor dan impor didalamnya, nilai tukar merupakan salah satu variabel yang berpengaruh terhadap variabel lain seperti harga, tingkat suku bunga, neraca pembayaran dan transaksi berjalan. Tingkat nilai tukar mata uang dan tingkat suku bunga suatu negara dapat berubah sewaktu-waktu.
Nilai Tukar Rupiah terhadap Mata Uang Dollar Amerika
digunakan karena merupakan mata uang dunia yang banyak digunakan dalam perdagangan internasional. 3.2.2. Harga Bawang Putih Lokal di Indonesia Harga bawang putih lokal diduga dapat mempengaruhi banyaknya volume bawang putih impor masuk ke Indonesia. Hal ini disebabkan produksi yang sedikit dengan permintaan yang banyak menyebabkan harga bawang putih lokal menjadi mahal. Mahalnya bawang putih lokal menyebabkan masyarakat lebih memilih bawang putih impor yang harganya lebih murah dengan kualitas yang lebih baik. Bawang putih lokal Indonesia sulit bersaing dengan bawang putih lokal salah satunya dalam hal harga. Teori ekonomi menyebutkan apabila harga suatu komoditas meningkat maka permintaan akan turun dan sebaliknya. Berhubungan dengan harga bawang putih lokal, apabila harga bawang putih lokal meningkat maka diduga permintaan bawang putih lokal akan turun dan akan beralih ke bawang putih impor sehingga diduga menyebabkan permintaan bawang putih impor meningkat sehingga volume impor bawang putih meningkat.
27
3.2.3. Harga Bawang Putih Impor di Indonesia Harga impor adalah harga suatu produk yang ditetapkan oleh pasar Internasional yang diterima oleh negara importir.
Harga impor merupakan
komponen faktor-faktor luar negeri yang mempengaruhi fungsi impor suatu negara.
Harga impor yang berubah-rubah dapat mempengaruhi permintaan
produk impor suatu negara karena berkaitan dengan produk yang akan di perdagangkan atau diimpor pada suatu negara. Harga bawang putih impor merupakan harga barang lain yang diduga dapat mempengaruhi permintaan bawang putih impor di Indonesia. Harga impor yang digunakan yaitu harga bawang putih impor ditingkat pedagang bawang putih, yaitu harga yang akhir yang diterima oleh konsumen. Harga bawang putih impor diduga berhubungan negatif dengan permintaan yaitu apabila harga bawang putih impor turun maka permintaan bawang putih impor akan meningkat sehingga volume impor bawang putih akan meningkat dan sebaliknya. Harga bawang putih impor yang masuk ke Indonesia diduga dapat mempengaruhi permintaan impor di Indonesia. Hal ini disebabkan karena dapat menjadi perbandingan bagi masyarakat yang mengkonsumsi bawang putih untuk membeli antara bawang putih lokal dengan bawang putih impor. Harga bawang putih impor yang lebih murah dibandingkan dengan bawang putih lokal dikarenakan kebijakan penurunan tarif yang dilakukan pemerintah. Pemberlakuan tarif rendah oleh pemerintah yaitu 5 % terhadap impor bawang putih pada tahun 1996, dan dengan diberlakukannya AFTA tahun 2000 dan perjanjian ASEANCina tahun 2005 maka terhadap bawang putih tidak lagi dikenakan tariff impo. Penyebab lain impor bawang putih dapat dilakukan secara bebas oleh para
28
importir tanpa menggunakan acuan standar mutu sehingga mutu bawang putih impor yang diperdagangkan di dalam negeri sangat beragam, namun secara umum harganya lebih murah dengan kualitas dan tampilan yang lebih baik. 3.2.4. Produksi Bawang Putih Dalam Negeri Produksi bawang putih dalam negeri diduga dapat mempengaruhi permintaan bawang putih impor di Indonesia yang menyebabkan meningkatnya volume impor bawang putih ke Indonesia. Produksi dalam negeri menurun dan konsumsi meningkat maka diduga dapat meningkatkan permintaan bawang putih impor di Indonesia sehingga volume impor bawang putih ke Indonesia meningkat. Produksi yang sedikit dan tidak dapat mencukupi permintaan untuk dalam negeri menyebabkan adanya defisit permintaan, sehingga dapat menyebabkan adanya impor bawang putih oleh pemerintah untuk mencukupi kekurangan permintaan yang ada.
Masuknya bawang putih impor yang semakin banyak
menyebabkan pula petani tidak berusaha untuk menambah produksinya dikarenakan harga impor lebih murah, sehingga sulit untuk bersaing. Produksi semakin menurun membuat para importir bawang putih menambah volume bawang putih yang masuk untuk memenuhi konsumsi yang ada. 3.2.5. Konsumsi Bawang Putih Lokal Variabel konsumsi dimasukkan kedalam persamaan permintaan bawang putih impor dikarenakan, konsumsi diduga dapat mempengaruhi permintaan bawang putih impor. Konsumsi yang meningkat dengan produksi yang menurun menyebabkan peluang untuk masuknya impor untuk memenuhi kekurangan konsumsi yang ada. Konsumsi yang ada dapat menentukan besaran bawang putih impor yang masuk ke Indonesia.
Meningkatnya konsumsi bawang putih di
29
Indonesia maka dapat meningkatkan permintaan akan bawang putih impor yang menjadi peluang pasar bagi negara importir. Konsumsi bawang putih dalam negeri diduga berhubungan positif dengan permintaan bawang putih impor di indonesia.
Artinya apabila konsumsi meningkat maka akan menyebabkan
meningkatnya permintaan bawang putih impor di Indonesia. 3.2.6. Pendapatan Nasional Menurut Mankiw (2003), pendapatan nasional merupakan salah satu ukuran pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pendapatan nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga (RTK) disuatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi selama satu tahun. Pendapatan nasional juga merupakan pendapatan yang memperhitungkan balas jasa atas faktor produksi dengan mengurangi produk nasional netto dengan pajak tidak langsung dan ditambah dengan subsidi. Pengertian lain tentang pendapatan nasional yaitu hak individu yang merupakan balas jasa atas proses produksi yang dijalani. Keseluruhan pendapatan nasional yang ada tidak sepenuhnya milik perseorangan, karena sebagian merupakan hak dari perusahaan seperti laba ditahan, penerimaan bukan balas jasa, pembayaran asuransi sosial dan pendapatan bunga perseorangan dari pemerintah dan konsumen. Pendapatan nasional diduga dapat mempengaruhi permintaan bawang putih impor di Indonesia.
Pendapatan nasional diduga berhubungan positif
dengan permintaan bawang putih impor di Indonesia, dimana pendapatan nasional meningkat diduga dapat meningkatkan permintaan bawang putih impor di Indonesia.
30
3.2.7. Harga Bawang Merah Lokal Harga bawang merah lokal diduga dapat mempengaruhi permintaan bawang putih impor di Indonesia.
Bawang merah sebagai barang substitusi
terhadap bawang putih yaitu komoditi yang saling menggantikan dalam penggunaannya. Harga bawang merah lokal diduga berpengaruh positif terhadap permintaan bawang putih impor. Apabila harga bawang merah meningkat maka diduga harga bawang putih akan menurun, sehingga permintaan akan bawang putih meningkat dan sebaliknya. 3.2.6. Volume Impor Bawang Putih Periode Sebelumnya Volume impor bawang putih ke Indonesia semakin banyak masuk ke Indonesia.
Volume impor bawang putih periode sebelumnya diduga dapat
mempengaruhi jumlah bawang putih impor masuk ke Indonesia. Jumlah impor bawang putih periode sebelumnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan impor selanjutnya.
Apabila volume impor bawang putih
periode sebelumnya besar dengan permintaan yang relative sama maka diduga volume impor untuk periode berikutnya akan teradi penurunan.
seabilknya
apabila volume sebelumnya kecil dan consume relative tetap atau meningkat maka jumlah impor selanjutnya akan meningkat, sehingga diduga volume impor bawang putih periode sebelumnya berhubungan negatif dengan volume impor total bawang putih ke Indonesia.
3.2.
Kerangka Pemikiran Operasional Banyak masalah yang dihadapi Indonesia belakangan ini mengenai
semakin banyaknya impor berbagai produk kebutuhan masyarakat Indonesia
31
terutama untuk produk hortikultura dan komoditi bawang putih ada didalamnya. Hal ini merupakan dampak dari globalisasi yang menuntut adanya keterbukaan ekonomi suatu negara terhadap kegiatan perdagangan dunia. Impor dilakukan oleh negara importir untuk memenuhi sebagian kebutuhan di dalam negeri yang memang tidak dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Indonesia hingga saat ini masih menjadi konsumen dalam pasar dunia sehingga pemerintah harus dapat mengendalikan kegiatan impor, apabila tidak dapat dikendalikan maka akan terjadi impor besar-besaran dalam suatu negara yang berakibat akan memperburuk produksi dalam negeri.
Seperti halnya
komoditas bawang putih di Indonesia mempunyai ketergantungan permintaan impor yang sangat tinggi dan cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya sehingga untuk itu pemerintah harus berusaha untuk mengendalikan impor bawang putih dan meningkatkan produksi dalam negeri, sehingga dapat bersaing dengan produk impor. Banyaknya impor yang masuk terus menerus berdampak negatif terhadap produksi bawang putih dalam negeri. Faktor-faktor yang diduga dapat mempengaruhi permintaan suatu negara untuk komoditi bawang putih impor yaitu volume bawang putih impor periode sebelumnya, jumlah konsumsi bawang putih lokal, jumlah produksi bawang putih dalam negeri, harga bawang putih dalam negeri (ditingkat pedagang), harga bawang putih impor (ditingkat pedagang) dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Pada prinsipnya permintaan bawang putih tergantung kepada dua variabel yang utama yaitu produksi bawang putih dalam negeri dan konsumsi bawang putih dalam negeri itu sendiri. Apabila produksi dalam negeri tidak seimbang
32
dengan konsumsi dalam negeri atau dengan kata lain konsumsi meningkat dan produksinya tetap atau cenderung menurun maka untuk memenuhi kekurangan permintaan dengan melakukan impor. Berdasarkan uraian diatas maka dapat digambarkan dalam suatu kerangka pemikiran konseptual pada Gambar 3.
Konsumsi Bawang Putih Dalam Negeri Meningkat
Produksi Bawang Putih Dalam Negeri Menurun
Impor Bawang Putih Meningkat
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Bawang Putih impor Indonesia - Nilai Tukar Terhadap Mata Uang Asing - Harga Bawang Putih Lokal di Indonesia - Harga Bawang Putih Impor - Pendapatan Penduduk - Volume Impor Periode Sebelumnya - Harga Barang Substitusi - Pendapatan Nasional
Rekomendasi Kebijakan Untuk Pemerintah dalam hal Permintaan Bawang Putih Impor
Gambar 3: Kerangka Pemikiran Operasional
IV. METODE PENELITIAN
4.1.
Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-Maret 2008 dengan pencarian
data sekunder ke beberapa instansi yang terkait dengan objek penelitian. Data yang terkait untuk penelitian ini diambil dari berbagai sumber untuk mendukung pelaksanaan penulisan skripsi. Penulisan skripsi dilakukan setelah pengumpulan data dan pengolahan data selesai dilakukan.
4.2.
Sumber dan Jenis Data Penelitian Sumber informasi data untuk penelitian terdiri dari Badan Pusat Statistika
(BPS) Jakarta, Dirjen Tanaman Pangan dan Hortikultura Jakarta, Departemen Pertanian Pusat, Ragunan, Jakarta dan Perpustakaan LSI IPB berupa literatur skripsi yang mendukung penulisan, Bank Indonesia, Internet dan lain-lain. Data yang digunakan dalam mendukung penelitian dan penulisan skripsi adalah data sekunder yaitu data volume impor bawang putih total, jumlah konsumsi bawang putih lokal, jumlah produksi bawang putih dalam negeri, harga bawang putih lokal dan harga impor bawang putih.
Data diperoleh dari
Departemen Pertanian Pusat, Ragunan, Jakarta. Data lain yang digunakan yaitu nilai tukar rupiah terhadap mata uang Dollar Amerika, yang diperoleh dari Bank Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian yaitu data volume bawang putih impor periode sebelumnya, jumlah konsumsi bawang putih lokal, jumlah produksi bawang putih dalam negeri, harga bawang putih dalam negeri (ditingkat
34
pedagang), harga bawang putih impor (ditingkat pedagang yang diterima oleh konsumen) dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, berupa data bulanan periode Januari 2001 sampai dengan Desember 2007. Data pendukung dalam penulisan skripsi ini adalah rata-rata luas panen dan rata-rata hasil panen bawang putih, jumlah impor masing-masing negara importir terbesar ke Indonesia dan presentase impor bawang putih asal Cina. Data pendukung diperoleh dari BPS pusat Jakarta dan Dirjen Tanaman Pangan Dan Hortikultura, Pasar Minggu Jakarta. Data sekunder lain yang digunakan adalah data nilai tukar mata uang asing yaitu data nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Data tersebut diduga dapat mempengaruhi permintaan impor bawang putih di Indonesia. Data nilai dan Volume impor dari Departemen Pertanian. Data produksi bawang putih didapat dari BPS dan data mengenai nilai tukar rupiah didapat dari Bank Indonesia. Data mengenai harga impor, harga bawang putih lokal dan harga bawang merah lokal sebagai barang substitusi diperoleh dari Departemen Pertanian Pusat Jakarta. Data pendapatan nasional diperoleh dari Badan Pusat Statistika.
4.3. Metode Analisis dan Pengolahan Data Sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang telah ditetapkan dalam penelitian ini untuk mengetahui permintaan bawang putih impor dan faktor-faktor yang paling mempengaruhinya digunakan metode analisis deskriptif dan metode kuantitatif.
Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan jumlah
permintaan impor bawang putih setiap tahunnya yang dikaitkan dengan semakin meningkatnya volume impor bawang putih di Indonesia dari tahun ke tahun.
35
Analisis deskriptif juga digunakan untuk mendeskripsikan perkembangan kondisi ekonomi bawang putih di Indonesia dengan melihat variabel-variabel yang digunakan dalam analisis seperti, konsumsi bawang putih di Indonesia, produksi bawang putih, harga bawang putih lokal, haga bawang putih impor, impor bawang putih periode sebelumnya dan nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika. Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan bawang putih impor dan untuk mengetahui tingkat elastisitas permintaan bawang putih impor. Metode kuantitatif yang digunakan dalam menjawab permasalahan pada penelitian ini yaitu dengan menggunakan analisis regresi berganda menggunakan, pengujian asumsi dan pengujian statistik, untuk mengevaluasi model apakah sudah baik atau belum.
Metode tersebut
dilakukan dengan menggunakan software Minitab 14.
4.4.
Perumusan Model Permintaan Bawang Putih Impor Penelitian yang akan dilaksanakan yaitu untuk melihat faktor-faktor yang
paling mempengaruhi permintaan bawang putih impor di Indonesia. Variabelvarabel yang digunakan dalam analisis ini yaitu produksi bawang putih dalam negeri, konsumsi bawang putih di Indonesia, nilai tukar rupiah tehadap mata uang asing yaitu nilai tukar rupiah terhadap mata uang Dollar Amerika, harga bawang merah lokal sebagai barang substitusi, pendapatan nasional dan jumlah impor bawang putih periode sebelumnya sebagai peubah beda kala. Perumusan model dari variabel-variabel yang diperoleh dapat digunakan dengan persamaan tunggal dalam analisis regresi berganda dengan double log pada setiap variabel dalam persamaan yaitu sebagai berikut:
36
Log2 Yi = β0 + β1 log2 NTR + β2 log2HBPL + β3 log2 HBPI + β4 Log2 PBPL + β5 log2KBPL + β6 log2VIPS + β7 log2 HBML + β8 log2 PDNS + εi dimana: Parameter dugaan = β1, β3, β4 dan β6 < 0 serta β2, β5, β7 dan β8 > 0 Yi = Volume impor bawang putih di Indonesia sebagai peubah tidak bebas, dimana i = 1,2,3,...,n (bulan) β0 = Intersep β1 = Parameter penduga NTR β2 = Parameter penduga HBPL β3 = Parameter penduga HBPI β4 = Parameter penduga PBPL β5 = Parameter penduga KBPL β6 = Parameter penduga VIPS β7 = Parameter penduga HBML β8 = Parameter penduga HBML NTR = Nilai tukar terhadap rupiah terhadap dollar Amerika (Rp/USD) HBPL = Harga bawang putih lokal (Rp/Kg) HBPI = Harga bawang putih impor (Rp/Kg) PBPL = Produksi bawang putih lokal (Kg/Bulan) KBPL = Konsumsi bawang putih lokal (Kg/Bulan) VIPS = Volume impor bawang putih periode sebelumnya (Kg) HBML = Harga bawang merah lokal (Rp/Kg) PDNS = Pendapatan Nasional (Milliar Rp) εi
= Komponen error
37
Pendugaan model tersebut dilakukan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary Least Square) yang didasarkan asumsi-asumsi berikut (Sugiarto dan Harijono, 2000): 1. Nilai rata-rata kesalahan untuk pengganggu sama dengan nol, yaitu E(εi)=0, untuk i = 1,2,3,....,k. 2. Ragam εi = σ2, sama untuk semua kesalahan pengganggu (asumsi Homoscedasticity). 3. Tidak ada autokorelasi antara kesalahan penganggu berarti kovarian (εi, εj) = 0, untuk i ≠ j. dengan demikian antara εi dan εj tidak saling tergantung. 4. Peubah bebas X1,X2,X3, X4,…,Xk konstan dalam pengambilan sampel terulang dan bebas terhadap kesalahan pengganggu, E (Xi, εi) = 0. 5. Peubah bebas X saling bebas atau tidak ada multikolinearitas diantara peubah bebas X. 6. εi ~ N (0; σ2), artinya kesalahan pengganggu mengikuti distribusi normal dengan rata-rata nol dan varian σ2. Data dalam penelitian ini adalah data time series
yang diambil pada
periode waktu tertentu. Pada data time series perlu dilakukan pengujian untuk melihat apakah pada model yang dipilih terdapat multikolinearitas dan heteroskedastisitas karena masalah ini sering timbul untuk data time series.
4.5.
Pendugaan Nilai Elastisitas Menurut Lipsey (1995), Elastisitas adalah ukuran tingkat kepekaan suatu
variabel respon pada suatu persamaan terhadap perubahan dari peubah penjelas. Misalkan suatu persamaan :
38
Yt = a0 + a1X1t + a2X2t + a3X3t + anXt-1 Maka penentuan nilai elastisitasnya sebagai berikut: 1. Elastisitas jangka pendek
E SR = ai
(X ) (Y ) ij
t
Dimana :
ESR = Elastisitas peubah respon (Yt) terhadap peubah penjelas (Xij) dalam jangka pendek (short run).
ai = Parameter dugaan peubah respon Xij Xij = Rata-rata peubah penjelas Xij Yt = Rata-rata peubah respon Yt 2. Elastisitas jangka panjang E LR =
E SR 1 − an
Dimana:
ELR = Elastisitas peubah respon (Yt) terhadap peubah penjelas (Xij) dalam jangka panjang (long run).
ESR = Elastisitas peubah respon (Yt) terhadap peubah penjelas (Xij) dalam jangka pendek (short run).
an = Nilai parameter dugaan peubah periode sebelumnya. Nilai elastisitas lebih dari satu berarti peubah respon responsif terhadap perubahan peubah penjelasnya atau bersifat elastis. Apabila nilai elastisitasnya kurang dari satu berarti peubah respon tidak responsif terhadap perubahan dari peubah penjelasnya atau bersifat tidak inelastis.
39
4.6.
Hipotesis Penelitian
1.
Harga bawang putih lokal naik maka akan menyebabkan permintaan bawang putih lokal akan turun dan beralih ke bawang putih impor yang mempunyai harga lebih murah, sehingga permintaan bawang putih impor akan meningkat dan volume impor akan meningkat seiring dengan peningkatan permintaan.
2.
Harga bawang putih impor meningkat maka permintaan bawang putih impor akan turun, sehingga volume impor bawang putih akan turun dan sebaliknya.
3.
Konsumsi bawang putih meningkat dan produksi menrun maka permintaan bawang putih impor akan meningkat, sehingga volume impor bawang putih meningkat.
4.
Nilai tukar rupiah meningkat (rupiah menguat) maka volume impor akan menurun dan sebaliknya.
5.
Pendapatan nasional berhubungan positif dengan permintaan, dimana pendapatan nasional meningkat maka akan meningkatkan permintaan bawang putih dan sebaliknya.
6.
Harga bawang merah sebagai barang substitusi berhubungan positif dengan permintaan bawang putih. Haega bawang merah meningkat maka permintaan bawang merah menurun dan permintaan bawang putih akan meningkat.
7.
Volume impor periode bawang putih periode sebelumnya besar maka volume impor akan menurun karena terjadi stok untuk bawang putih dan sebaliknya.
40
4.7.
Pegujian Asumsi dan Uji Validasi Data Pengujian asumsi yang dilakukan dalam penelitian yaitu uji normalitas, uji
multikolinearitas dan uji autokorelasi data. Selain pengujian asumsi, didalam penelitian dilakukan pengujian validasi data yaitu uji stasioneritas data. Tujuan uji stasioner data yaitu digunakan untuk melihat apakan data yang digunakan mempunyai pola trend atau tidak 4.7.1. Uji Normalitas Multikolinearitas merupakan kondisi dimana terdapat hubungan linier diantara pengubah bebas. Jika peubah bebas berkorelasi sempurna, maka tidak mungkin mengestimasi koefisien regresi secara terpisah. Sebaliknya jika saling bebas, maka tidak perlu regresi berganda, karena estimasi dapat dilakukan untuk masing-masing peubah bebas. Uji normalitas terdapat dalam analisis regresi berganda untuk melihat nilai residual dalam sebuah modal. Asumsi Normalitas diharuskan nilai residual dalam model menyebar secara normal. Untuk mengetahui hal tersebut dilakukan uji
Kolmogorov-Smirnov dengan memplotkan nilai standar residual dengan probabilitasnya pada tes normalitas. Apabila pada grafik Kolmogorov-Smirnov titik-titik residual yang ada tergambar segaris dan nilai P-value tidak lebih besar dari α (α = 0,005), maka dapat disimpulkan bahwa residual model terdistribusi secara normal. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan software Minitab 14 untuk melihat grafik sebaran normal Kolmogorov-Smirnov. 4.7.2. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas merupakan kondisi adanya korelasi variabel-variabel bebas diantara satu dengan yang lainnya. Variabel-variabel bebas tersebut dalam
41
hal ini disebut variabel-variabel bebas orthogonal. Variabel-variabel bebas yang bersifat orthogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi diantara sesamanya sama dengan nol. Jika terdapat korelasi yang sempurna diantara variabel-variabel bebas sehingga nilai koefisien korelasi diantara sesama variabel bebas sama dengan satu, maka konsekuensinya adalah: 1. Koefisien-koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir 2. Nilai standar error setiap koefisien menjadi tidak terhingga (Januar, 2006). Uji multikolinearitas dapat dilihat dari nilai VIF pada masing-masing peubah bebas.
Jika nilai VIF kurang dari 10, maka menunjukkan bahwa
persamaan tersebut tidak mengalami masalah multikolinearitas. Sebaliknya jika nilai VIF peubah bebasnya lebih dari 10, maka menunjukkan persamaan tersebut mengalami permasalahan multikolinear. Pendugaan multikolinearitas dilakukan dengan menggunakan rumus yaitu sebagai berikut: 1 VIF =
1 – R2 xi
, i = 1,2,3,...,k
Keterangan: VIF: Variance Inflation Factor R2xi: Korelasi antar variabel xi dengan variabel x lainnya 4.7.3. Uji Autokorelasi Data Pengujian autokorelasi dilakukan untuk pegujian analisis regresi berganda linier sebagai pengujian asumsi. Uji autokorelasi dalam suatu model analisis merupakan salah satu syarat pengujian asumsi yang harus dipenuhi supaya dapat digunakan dalam pengambilan keputusan. Pengujian autokorelasi juga digunakan sebagai syarat dalam pengujian statistik.
Pengujian statistik dapat dilakukan
42
apabila dalam suatu model tidak ada autokorelasi antar data.
Pengujian
autokorelasi dilihat dari nilai pengujian Durbin-Watson dalam analisis regresi linier. Nilai Durbin-Watson 1.5< D-W <2.5 maka dalam model tidak terdapat autokorelasi dan dapat dilakukan pengujian statistik. Pengujian ini dilakukan dengan progran komputer dengan software Minitab 14. 4.7.4. Uji Stasioneritas Data Data yang diuji dalam uji stasioneritas yaitu data perkembangan impor total bawang putih di Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika, harga bawang putih lokal Indonesia, harga bawang putih impor, produksi bawang putih dalam negeri, konsumsi bawang putih lokal, pendapatan nasional, harga bawang merah lokal sebagai harga barang substitusi dan volume impor bawang putih periode sebelumnya. Uji ini dimaksudkan untuk melihat unsur trend yang ada di dalam data, apabila dalam data terdapat unsur trend maka data tidak dapat diolah lebih lanjut dan apabila tidak ada unsur trend maka data dapat digunakan dalam pengujian selanjutnya.
4.8.
Pengujian Statistik Pegujian statistik dalam penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi
model yang digunakan dalam hal ini sudah baik atau belum. Terdapat beberapa kriteria pengujian statistik yang lazim digunakan yaitu koefisien determinasi yang disesuaikan (R2 adj), uji F dan uji t. Pengujian statistik dapat digunakan apabila suatu model telah memenuhi asumsi-asumsi.
Beberapa asumsi yang harus
dipenuhi dalam suatu model analisis dalam pengambilan keputusan terdapat tiga asumsi yaitu sebagai berikut:
43
•
Model analisis adalah linier dan komponen error/ residual berasal dari distribusi normal.
•
Tidak terdapat multikolinearitas diantarara variabel independent
•
Tidak ada autokorelasi
4.7.1. Koefisien Determinasi yang disesuaikan Koefisien determinasi yang disesuaikan atau dilambagkan R2 (adj) dianjurkan digunakan untuk analisis regresi berganda yang mempunyai lebih dari dua variabel bebas dalam persamaan.
R2 (adj) dalam perhitungannya
memperhitungkan n (jumlah sampel) yang digunakan. 2
2
(n – 1)
R (adj) = 1 – (1 – R ) (n – k) dimana: R2 (adj) = koefisien deteminasi yang disesuaikan R2
= Koefisien determinasi
n
= Jumlah sampel
k
= Jumlah parameter
4.7.2. Uji F Uji F digunakan untuk melihat apakah variabel penjelas secara bersamasama (secara simultan) berpengaruh nyata atau tidak berpengaruh terhadap variabel dependen dalam persamaan regresi berganda. Uji F dalam skripsi ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh nilai tukar, harga bawang putih, produksi bawang putih, konsumsi bawang putih, pendapatan nasional, harga bawang merah lokal dan volume impor bawang putih periode sebelumnya (Xi) secara bersamasama terhadap impor bawang putih Indonesia (Y).
Pengujian ini dilakukan
dengan program komputer yaitu degan menggunakan software Minitab 14.
44
Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini dengan pengujian statistik uji F yaitu sebagai berikut: H0 : b1 = b2 = b3 H1 : minimal ada satu nilai b yang tidak sama dengan nol Fhitung = (JKR/ (k – 1)) / (JKD/ (n – k)) dimana: JKR = Jumlah Kuadrat Regresi JKD = Jumlah Kuadrat Residual n
= Jumlah sampel atau data yang digunakan
k
= Jumlah variabel
b1,b2,b3 = koefisien regresi Kesimpulan:
•
Jika Fhitung > Ftabel, maka tolak H0 terima H1, artinya variabel independent (nilai tukar, harga bawang putih lokal, produksi bawang putih dalam negeri, konsumsi bawang putih, pendapatan nasional, harga bawang merah lokal dan volume impor bawang putih periode sebelumnya) secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap output (variabel dependent).
•
Jika Fhitung < Ftabel, maka terima H0 tolak H1, artinya variabel independent (nilai tukar, harga bawang putih, produksi bawang putih, konsumsi bawang putih, dan volume impor bawang putih asal Cina) secara bersamasama tidak berpengaruh nyata terhadap output (variabel dependent).
4.7.3. Uji t Uji t merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah koefisien regresi tersebut signifikan atau tidak. Uji t digunakan dalam pengujian statistik untuk melihat apakah variabel independent secara individu berpengaruh
45
terhadap variabel dependent. Hipotesis dalam penelitian yang akan diuji adalah sebagai berikut: H0 : bi = 0 (tidak ada pengaruh) H1 : bi ≠ 0 (ada pengaruh) t hitung = (bi – 0) / Sbi Dimana:
Sbi = Standar error dari b bi = Koefisien regresi
Kesimpulan:
• Jika t hitung > t tabel maka tolak H0 terima H1, artinya Xi (variabel-variabel bebas pada persamaan) berarti berpengaruh nyata terhadap Y (variabel
dependent/ variabel tidak bebas). •
Jika t
hitung
tabel
maka terima H0 tolak H1, artinya Xi (variabel-variabel
bebasa pada persamaan) tidak berpengaruh nyata terhadapY (variabel tidak bebas).
V. DESKRIPSI EKONOMI BAWANG PUTIH INDONESIA
5.1.
Harga Bawang Putih Lokal Harga suatu barang dapat dikaitkan dengan besarnya permintaan barang
tersebut. Sama halnya dengan harga bawang putih berkaitan dengan banyaknya permintaan akan bawang putih tersebut. Harga bawang putih lokal per tahun dilihat dari garfik cenderung terjadi peningkatan dan sedikit mengalami penurunan. Penurunan harga bawang putih lokal di Indonesia tidak sebanding dengan peningkatannya. Harga Bawang Putih Harga Bawang Putih Lokal (Rp)
10000 8000 6000 Harga 4000 2000 0 1
2
3
4
5
6
Tahun (2002-2007)
Gambar 5. Grafik Perkembangan Rata-rata Harga Bawang Putih Lokal per Tahun
Harga yang cenderung terus meningkat tetapi permintaan akan bawang putih di Indonesia juga terus meningkat, hal ini disebabkan konsumsi akan bawang putih tetap atau cenderung meningkat tetapi produksinya mengalami penurunan sehingga harga menjadi mahal.
Banyaknya bawang putih impor
dengan harga yang lebih murah tidak menyebabkan harga bawang putih lokal
47
menjadi turun untuk dapat bersaing, tetapi cenderung mengalami peningkatan. Harga bawang putih lokal menjadi turun pada tahun 2007 supaya dapat bersaing dengan bawang putih impor yang ada di Indonesia (Gambar 5).
5.2.
Harga Bawang Putih Impor Bawang putih impor masuk ke Indonesia dari tahun 1998, dimana
Indonesia telah mengalami defisit produksi. Impor dilakukan untuk memenuhi permintaan yang tidak dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Berdasarkan grafik (Gambar 6), harga bawang putih impor dari tahun 2002 hingga tahun 2006 mempunyai pola yang sama dengan harga bawang putih lokal, yaitu mangalami peningkatan. Peningkatan harga bawang putih impor lebih rendah dibandingkan dengan dengan harga bawang putih lokal. Penurunan harga bawang putih impor pada tahun 2007 lebih besar dibandingkan dengan harga bawang putih lokal. Penurunan harga bawang putih impor disebabkan karena bea masuk untuk komoditi bawang putih dihapuskan pada tahun 2005. Harga Bawang Putih Impor Harga Bawang Putih Impor (Rp)
10000 8000 6000 Harga Impor 4000 2000 0 1
2
3
4
5
6
Tahun (2002-2007)
Gambar 6. Grafik Perkembangan Rata-rata Harga Bawang Putih Impor per Tahun
48
5.3.
Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika Nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing sangat berpengaruh terhadap
besarnya impor yang masuk ke dalam wilayah negara Indonesia. Nilai Tukar Rupiah terhadap mata uang Dollar Amerika digunakan karena merupakan mata uang dunia yang banyak digunakan dalam perdagangan internasional. Perkembangan nilai tukar rupiah dari Tahun 2002-2007 berfluktuatif (Gambar 7). Pada tahun 2002-2003 rupiah menguat, tetapi pada tahun 2003-2005 rupiah melemah kemudian rupiah menguat pada tahun 2006 dan stabil pada tahun 2007. Kondisi nilai tukar yang tidak stabil diduga dapat mempengaruhi perdagangan di Indonesia, menyebabkan banyaknya bawang putih impor masuk ke Indonesia. Nilai tukar rupiah diharapkan dapat terus stabil atau nilai tukar rupiah dapat menguat. Apabila rupiah stabil maka tidak akan terjadi kenaikan harga bawang putih impor yang masuk ke Indonesia.
Sedangkan apabila rupiah
menguat maka Indonesia akan membayar lebih murah dan harga bawang putih impor bisa mengalami penurunan, dan sebaliknya apabila nilai tukar rupiah meningkat (rupiah melemah). Nilai Tukar Rupiah
Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar
10500 10000 Nilai Tukar
9500 9000 8500 1
2
3
4
5
6
Tahun (2002-2007)
Gambar 7. Grafik Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar
49
5.4.
Produksi Bawang Putih Dalam Negeri Produksi bawang putih dalam negeri di Indonesia dari tahun ke tahun terus
mengalami penurunan (Gambar 8). Produksi yang terus menurun tidak dapat mencukupi permintaan untuk konsumsi yang cenderung mengalami peningkatan. Konsumsi yang lebih besar dibandingkan dengan produksinya, mendorong pemerintah melakukan impor untuk memenuhi kekurangan konsumsi yang ada di Indonesia, ini yang menyebabkan bawang putih impor masuk ke pasar Indonesia secara besar-besaran.
Produksi Bawang Putih Dalam Negeri (Ton)
Produksi Dalam Negeri 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0
Produksi
1
2
3
4
5
6
Tahun (2002-2007)
Gambar 8. Garfik Perkembangan Rata-rata Produksi dalam Negeri
Produksi tahun 2002 sampai dengan 2005 terjadi penurunan terus menerus yang sangat tajam, yang menyebabkan banyaknya bawang putih impor masuk ke pasar Indonesia (Gambar 7). Produksi bawang putih yang terus menurun dengan permintaan yang semakin meningkat, menjadikan Indonesia sebagai pasar yang potensial bagi negara pengekspor bawang putih.
Negara-negara pengekspor
bawang putih ke Indonesia adalah Cina, Malaysia, Singapura, Thailand dan Australia. Cina sebagai pengekpor terbesar bawang putih ke Indonesia.
50
5.5.
Konsumsi Bawang Putih Dalam Negeri Konsumsi bawang putih terkait dengan ketersedian bawang putih di dalam
negeri. Kekurangan pasokan untuk konsumsi mendorong suatu negara untuk memenuhi kekurangan dengan melakukan produksi secara massal.
Apabila
produksi tidak dapat dilakukan maka pemerintah akan melakukan impor untuk memenuhi kekurangan konsumsi tersebut. Sama halnya dengan bawang putih dimana konsumsi yang cukup besar tidak dapat dipenuhi dengan produksinya maka dilakukan impor. Konsumsi akan bawang putih dari tahun 2002-2007 terus mengalami peningktan (Gambar 9).
Konsumsi Bawang Putih Dalam Negeri (Ton)
Konsumsi Dalam Negeri 30000 25000 20000 Konsumsi
15000 10000 5000 0 1
2
3
4
5
6
Tahun (2002-2007)
Gambar 9. Grafik Perkembangan Rata-rata Konsumsi Bawang Putih Lokal
Peningkatan
konsumsi
bawang
beragamnya kegunaan bawang putih.
putih
di
indonesia
dikarenakan
Kegunaan bawang putih tidak hanya
digunakan sebagai bumbu masak, tetapi juga digunakan untuk obat-obatan. Bawang putih sebagai obat-oabatan dalam bentuk serbuk maupun ekstrak bawang putih.
Peningkatan kegunaan bawang putih menyebabkan peningkatan
konsumsinya.
51
5.6.
Volume Impor Total Bawang Putih Bawang putih impor masuk ke Indonesia dilakukan oleh pemerintah untuk
memenuhi permintaan dari konsumsi bawang putih yang terus meningkat setiap tahunnya.
Impor bawang putih terus dilakukan dikarenakan produksi dalam
negeri tidak dapat memenuhi permintaan yang ada. Volume impor dari tahun 2002-2007 untuk bawang putih terus mengalami peningkatan (Gambar 10). Banyaknya bawang putih impor di pasar Indonesia dapat mengancam keberlangsungan bawang putih lokal Indonesia. Volume impor total komoditi bawang putih didominasi oleh Cina sebagai pengahasil bawang putih. Negara pengekspor bawang putih ke Indonesia lainnya diantaranya yaitu Malaysia, Thailand, Hongkong dan Singapore.
Volume Impor Total (Ton)
Impor Total 30000 25000 20000 15000
Impor Total
10000 5000 0 1
2
3
4
5
6
Tahun (2002-2007)
Gambar 10. Grafik Perkembangan Rata-rata Total Impor Bawang Putih
5.7.
Total Impor Bawang Putih Asal Cina Cina merupakan negara terbesar pemasok bawang putih ke Indonesia.
Setiap tahun bawang putih impor asal Cina terus mengalami peningkatan. Bawang putih impor asal Cina banyak berada di pasar Indonesia. Tahun 2002-
52
2007 impor Cina akan bawang putih tidak pernah mengalami penurunan dan terus mendominasi sebagai importir terbesar untuk bawang putih mencapai 96 persen dari total impor bawang putih ke Indonesia. Gambar 11 pada grafik menunjukkan peningkatan jumlah bawang putih impor masuk ke Indonesia dari negara Cina. Peningkatan terus terjadi sampai pemerintah membebaskan tarif impor bawang putih pada tahun 2005 sebesar nol persen.
Volume Impor Bawang Putih Asal Cina (Ton)
Impor Bawang Putih Asal Cina 30000 25000 20000 15000
Impor Cina
10000 5000 0 1
2
3
4
5
6
Tahun (2002-2007)
Gambar 11. Grafik Perkembangan Rata-rata Impor Asal Cina per Tahun
5.8.
Pendapatan Nasional Pendapatan nasional adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh
rumah tangga keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi selama satu tahun. Pendapatan nasional negara Indonesia dari tahun 2002-2007 terus mengalami peningkatan (Gambar 12). Peningkatan pendapatan nasional diharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat Indonesia. Meningkatnya daya beli masyarakat maka diduga dapat mempengaruhi permintaan bawang putih impor di Indonesia. Pendaptan nasional berhubungan positif dengan permintaan bawang putih di Indonesia.
Pendapatan nasional
53
meningkat maka permintaan akan suatu barang akan meningkat dimana faktor lain tetap dan sebaliknya apabila pendapatan nasional turun maka permintaan akan suatu barang menurun (Mankiw, 2003).
Miliar Rp
Pendapatan Nasional 350000 300000 250000 200000
Series1
150000 100000 50000 0 1
2
3
4
5
6
Tahun (2002-2007)
Gambar 12. Grafik Perkembangan Rata-rata Pendapatan Nasional per Tahun
VI. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BAWANG PUTIH IMPOR INDONESIA
6.1.
Hasil Analisis Uji Validasi Model Uji normalitas dapat diketahui melalui grafik Kolmogorov-Smirnov dan
nilai P-value pada pengujian analisis. Gambar 11 pada grafik menunjukkan titiktitik residual yang ada tergambar segaris dan nilai P-value yang diperoleh yaitu 0.000 ini menunjukkan bahwa residual model terdistribusi secara normal, dikarenakan nilai P-value kurang dari α (α = 0.05). Normal Probability Plot of the Residuals (response is Volume Impor Total) 99.9 99
Percent
95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1
-20000
-10000
0
10000 Residual
20000
30000
40000
Gambar 13. Grafik Uji Normalitas Data
Nilai VIF dari masing-masing variabel < 10, sehingga dinyatakan tidak ada masalah multikolinearitas pada data.
Asumsi ini telah terpenuhi untuk
melakukan pengujian selanjutnya untuk melihat pengaruh variabel-variabel yang di uji. Pengujian lain yang dilakukan yaitu uji autokorelasi data yang dilihat dari
55
nilai Durbin-Watson (D-W) dalam pengujian yaitu 1.5< D-W <2.5. Selanjutnya dilakukan pengujian Stasioneritas data pada masing-masing variabel yang digunakan untuk melihat unsur trend didalam data.
Hasil uji terdapat pada
Lampiran 2 dan 3. Pengujian selanjutnya yaitu pengujian statistik dalam model analisis untuk mendapatkan model yang baik. Syarat pengujian asumsi dan syarat pengujian statistik dalam model telah terpenuhi sehingga model tersebut sudah dikatakan baik.
6.2.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Bawang Putih Impor di Indonesia Hasil analisis untuk melihat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi impor
bawang putih ke Indonesia terdapat pada Lampiran 1. Tabel 7 merupakan hasil pengujian analisis dilihat dari nilai-nilai pada variabel yang menunjukkan faktorfaktor apa saja yang dapat mempengaruhi permintaan bawang putih impor ke Indonesia. Terdapat delapan variabel yang diuji untuk menentukan faktor yang dapat mempengaruhi permintaan impor bawang putih. Tabel 7. Hasil Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Bawang Putih Impor ke Indonesia Prediktor Koefisien Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika Harga Bawang Putih Lokal Harga Bawang Putih Impor Produksi Bawang Putih Lokal Konsumsi Bawang Putih Lokal Volume Impor Sebelumnya Harga Bawang Merah lokal Pendapatan Nasional R2 R2 (adj) Durbin-Watson
Koefisien 0.3486 0.2427
SE. Koef. 0.2082 0.2755
0.2101 -0.1828 -0.0985 0.1787 -0.0019 0.0127 0.0904
0.0969 0.1172 0.0257 0.1006 0.1107 0.1018 0.1320
t P 1.67 0.098 0.88 0.381 2.17 -1.56 -3.78 1.78 -0.02 0.12 0.68
0.033* 0.123*** 0.001* 0.080** 0.987 0.901 0.496
VIF 1.7 9.6 9.4 2.2 2.7 2.4 3.1 4.8 70.06 % 66.40 % 2.17
56
Keterangan: *
= Nyata pada taraf nyata 5 persen
** = Nyata pada taraf nyata 10 persen *** = Nyata pada taraf nyata 15 persen Hasil pengujian asumsi sudah memenuhi syarat dimana tidak terdapat dugaan multikolinearitas dan autokorelasi serta data yang digunakan tidak mengandung unsur trend dan sudah terdistribusi secara normal sehingga dapat dilakukan pengujian statistik. Nilai R2 (adj) didapat sebesar 66.40 persen, hal ini menunjukkan bahwa model dapat menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan bawang putih impor sebesar 66.40 persen dan sisanya dapat diterangkan oleh komponen error. Nilai R2 (adj) memperhitungkan jumlah data yang digunakan dalam penelitian. Faktor-faktor yang dapat memepengaruhi permintaan bawang putih impor ke Indonesia yaitu diantaranya harga bawang putih lokal dengan nilai thitung sebesar 2.17, berpengaruh nyata pada taraf nyata lima persen. Produksi bawang putih dalam negeri berpengaruh nyata terhadap permintaan bawang putih impor pada taraf nyata lima persen dengan nilai thitung sebesar -3.78. Konsumsi bawang putih lokal berpengaruh nyata terhadap permintaan bawang putih impor pada taraf nyata 10 persen dengan nilai thitung sebesar 1.78. Harga bawang putih impor berpengaruh nyata pada taraf nyata 15 persen dengan nilai thitung sebesar -1.56. Nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika, harga bawang merah lokal, pendapatan nasional dan volume impor bawang putih periode sebelumnya tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan bawang putih impor di Indonesia. Harga bawang merah sebagai harga barang substitusi untuk komoditi bawang putih,
57
mempunyai nilai thitung sebesar 0.12. Harga bawang merah lokal berhubungan positif dengan permintaan bawang putih impor di Indonesia.
Harga bawang
merah yang meningkat menyebabkan permintaan bawang putih ikut meningkat. Hal ini dikarenakan bawang putih dan bawang merah merupakan komoditi yang saling menggantikan satu sama lain. Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika merupakan mata uang yang digunakan dalam perdagangan Internasional.
Nilai tukar rupiah dapat
mempengaruhi permintaan bawang putih impor di Indonesia. Variabel nilai tukar behubungan positif dengan volume impor bawang putih, dilihat dari negara pengekspor artinya adalah ketika nilai tukar rupiah naik (rupiah menlemah) maka jumlah impor bawang putih akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena Negara pengekspor akan membayar lebih murah dan harga impor akan menjadi lebih murah dibandingkan apabila nilai tukar rupiah turun (rupiah menguat) karena negara pengekpor akan membayar lebih mahal dan harga impor menjadi lebih mahal. Volume bawang putih impor yang meningkat yang disebabkan oleh melemahnya nilai rupiah maka akan menyebabkan harga bawang putih impor menjadi lebih rendah karena banyaknya pasokan bawang putih yang di impor. Nilai tukar rupiah berhubungan positif terhadap jumlah bawang putih impor yang masuk ke Indonesia. Pengaruh nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika tidak sesuai dengan landasan teori yang ada.
Nilai tukar rupiah
meningkat (rupiah melemah) pada permintaan impor meningkat, akan tetapi pengaruh nilai tukar tidak nyata terhadap permintaan bawang putih impor di Indonesia. Hal ini terjadi karena ketergantungan impor bawang putih di Indonesia sangat tinggi yaitu 80 persen dari total permintaan. Sehingga meningkat dan
58
menurunnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika tidak berpengaruh terhadap permintaan bawang putih impor karena ada faktor lain yang lebih berpengaruh. Indonesia akan tetap mengimpor karena konsumsinya tinggi dan produksinya terus menurun. Harga bawang putih lokal Indonesia mempunyai hubungan yang positif dengan volume impor bawang putih di Indonesia. Harga bawang putih lokal meningkat maka impor bawang putih Indonesia akan meningkat.
Hal ini
dikarenakan apabila harga bawang putih lokal meningkat maka konsumen akan beralih membeli bawang putih impor yang mempunyai harga lebih murah. Beralihnya konsumen ke bawang putih impor akan menyebabkan permintaan bawang putih impor meningkat sehingga untuk memenuhi peningkatan permintaan maka total impor bawang putih yang masuk ke Indonesia akan meningkat seiring meningkatnya permintaan. Harga bawang putih lokal sangat mempengaruhi banyaknya bawang putih impor masuk ke Indonesia.
Semakin banyak bawang putih impor masuk ke
Indonesia menyebabkan bawang putih lokal menjadi semakin terpuruk karena kalah besaing dalam segi harga. Harga bawang putih lokal cenderung lebih mahal dibandingkan dengan harga bawang putih impor yang diterima konsunsumen, sehingga konsumen beralih pada bawang putih impor yang lebih banyak beredar dipasar Indonesia. Mahalnya harga bawang putih lokal disebabkan karena biaya produksi untuk bawang putih di Indonesia mahal sehingga untuk menutupi biaya produksi petani menaikkan harga bawang putih. Harga bawang putih impor berhubungan negatif dengan jumlah impor bawang putih yang masuk ke Indonesia sudah sesuai dengan landasan teori
59
mikroekonomi.
Meningkatnya harga bawang putih impor di Indonesia maka
jumlah bawang putih yang diminta akan mengalami penurunan dan kondisi berlaku sebaliknya.
Hal ini disebabkan karena masyarakat akan beralih ke
komoditi lain sebagai barang pengganti dari bawang putih dan mengurangi konsumsi bawang putih. Harga bawang putih impor berhubungan negatif dengan permintaan bawang putih impor di Indonesia dan harga bawang putih impor berpengaruh nyata terhadap permintaan bawang putih Indonesia. Harga bawang putih impor mempengaruhi besar dan kecilnya jumlah bawang putih impor masuk ke Indonesia. Harga bawang putih impor yang menurun ditentukan oleh banyaknya impor bawang putih yang masuk ke Indonesia karena tidak adanya bea masuk (tarif impor sebesar 0%) untuk komoditi ini pada tahun 2005. Pembebasan tarif impor untuk komoditi bawang putih salah satu yang menyebabkan harga impor bawang putih lebih rendah dibandingkan dengan harga bawang putih lokal. Sebelum diberlakukan pembebasan
tarif impor, biaya dibebankan kepada
konsumen sehingga harga lebih tinggi, setelah dilakukan pembebasan tarif impor oleh pemerintah maka harga bawang putih impor menjadi lebih rendah, karena biaya yang seharusnya ditanggung konsumen tidak diberlakukan kembali. Produksi bawang putih Indonesia berhubungan negatif dengan impor bawang putih di Indonesia dan produksi bawang putih mempengaruhi besar dan kecilnya jumlah bawang putih impor masuk ke Indonesia secara nyata. Hal ini menunjukkan bahwa produksi bawang putih Indonesia yang menurun akan meningkatkan permintaan bawang putih impor.
Peningkatan produksi tidak
sebanding dengan peningkatan konsumsi yang ada sehingga produksi meningkat
60
maka impor bawang putih akan menurun.
Produksi menurun disebabkan
produktivitas menurun dan luas lahan yang menurun. Konsumsi bawang putih dalam negeri berhubungan positif dengan permintaan bawang putih impor Indonesia. Artinya yaitu konsumsi dalam negeri naik maka permintaan bawang putih akan naik, apabila tidak dapat dipenuhi oleh produksinya maka akan melakukan impor sehingga impor akan meningkat. Konsumsi bawang putih dalam negeri berpengaruh nyata terhadap permintaan bawang putih impor, karena banyaknya konsumsi akan mempengaruhi besarnya permintaan bawang putih di Indonesia.
Konsumsi bawang putih lokal di
Indonesia yang terus meningkat dari tahun ke tahun tidak diiringi dengan peningkatan produksinya yang menyebabkan kertergantungan impor untuk komoditi bawang putih. Pendapatan nasional berhubungan positif dengan permintaan bawang putih impor dan kondisi ini sudah sesuai dengan landasan teori yang ada. Pendapatan nasional meningkat maka akan meningkatkan konsumsi sehingga akan meningkatkan permintaan bawang putih. Pendapatan nasional tidak berpengarh nyata terhadap permintaan bawang putih, dikarenakan bawang putih bukan merupakan kebutuhan pokok. Apabila terjadi kenaikan pendapatan maka tidak akan membeli bawang putih dengan jumlah banyak, karena konsumsi bawang putih relatif tetap Jumlah impor bawang putih periode sebelumnya berhubungan negatif dengan volume impor bawang putih ke Indonesia.
Apabila jumlah impor
sebelumnya besar maka impor selanjutnya akan terjadi penerunan dan sebaliknya apabila sebelumnya volume impor kecil maka akan terjadi peningkatan jumlah
61
impor. Jumlah impor bawang putih periode sebelumnya tidak berpengaruh nyata, dikarenakan masih banyak hal yang lebih mempengaruhi besarnya bawang putih impor ke Indonesia, diantaranya produksi bawang putih dalam negeri yang cenderung mengalami penurunan, harga bawang putih lokal dan konsumsi bawang
putih
Indonesia
yang
terus
menerus
mengalami
peningkatan.
Ketergantungan impor bawang putih yang tinggi menyebabkan volume impor periode sebelumnya tidak mempengaruhi permintaan bawang putih impor.
6.3.
Hasil Estimasi Elastisitas Faktor-faktor yang Permintaan Bawang Putih Impor di Indonesia
Mempengaruhi
Elastisitas adalah ukuran tingkat kepekaan suatu variabel respon pada suatu persamaan terhadap perubahan dari peubah penjelas. Penentuan elastisitas ada dua yaitu elastisitas jangka pendek dan elastisitas jangka panjang. Hasil penghitungan elastisitas jangka pendek dan jangka panjang terdapat pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil Elastisitas Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Bawang Putih Impor di Indonesia Prediktor Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika Harga Bawang Putih Lokal Harga Bawang Putih Impor Produksi Bawang Putih Lokal Konsumsi Bawang Putih Lokal Harga Bawang Merah lokal Pendapatan Nasional Volume Impor Sebelumnya
Koefisien 0.2427 0.2101 -0.1828 -0.0985 0.1787 0.0127 0.0904 -0.0019
Elastisitas Jangka Pendek 0.22947
Elastisitas Jangka Panjang 0.22903
0.19076 -0.15849 0.08085 0.17868 0.01179 0.10249
0.19040 -0.15818 -0.08069 0.17833 0.01176 0.10229
Elastisitas jangka pendek pada nilai tukar rupiah (NTR) maka menunjukkan bahwa peningkatan atau penurunan nilai tukar sebesar satu persen maka akan mengakibatkan peningkatan atau penurunan permintaan bawang putih
62
impor sebesar 0.22947 persen dan pada jangka panjang sebesar 0.22947. Harga bawang putih impor naik sebesar satu persen maka akan meningkatkan permintaan bawang putih impor sebesar 0.15849 pada jangka pendek. Konsumsi bawang putih lokal pada jangka pendek mempunyai elastisitas sebesar 0.17868. artinya yaitu ketika terjadi kenaikan Konsumsi bawang putih lokal sebesar satu persen maka permintaan bawang putih impor akan naik sebesar 0.17868.
Harga bawang putih lokal, harga bawang putih impor, produksi bawang putih lokal, pendapatan nasional dan harga bawang merah lokal di Indonesia dan konsumsi bawang putih lokal bersifat inelastis terhadap permintaan bawang putih impor di Indonesia, ini dilihat dari perubahannya tidak lebih besar dari satu. Perubahan dikatakan elastis apabila niali elastisitasnya lebih dari satu. Apabila dilihat dari besaran elastisitas bawang putih maka elastisitas jangka pendek lebih elastis dibandingkan dengan elastisitas jangka panjang.
Hal ini disebabkan
bawang putih merupakan komoditi bahan pokok. Ketika terjadi perubahan harga pada jangka pendek maka akan cepat terpengaruh, dan ketika pada saat terjadi perubahan jangka panjang maka sudah bisa menyesuaikan.
6.4.
Rekomendasi Kebijakan untuk Pemerintah dalam hal Permintaan Bawang putih Impor di Indonesia Kebijakan adalah suatu keputusan atau ketetapan yang diambil oleh
pemerintah yang berfungsi untuk melindungi petani dalam negeri. Kebijakan tersebut meliputi pengenaan pajak masuk (Tarif impor) kepada barang yang akan masuk kedalam suatu negara. Tujuan adanya bea masuk yaitu diharapkan akan mengurangi persaingan yang akan terjadi apabila penduduk tersebut sebagai usaha untuk membantu perekonomian bangsa terhadap berlakunya perdagangan bebas
63
yang menuntut untuk siap bersaing.
Adanya kebijakan dalam bidang
perekonomian yang dilakukan pemerintah akan dapat melindungi petani dalam negeri yang sering tidak diuntungkan. Kebijakan yang sering diambil oleh pemerintah adalah kebijakan terhadap barang ekspor dan terhadap barang impor. Kebijakan ekspor diberlakukan pada barang yang akan diekspor oleh produsen ke negara lain dengan harapan agar barang tersebut tetap berada dalam negara sehingga harganya relatif stabil. Kebijakan impor adalah kebijakan yang diberlakukan pemerintah untuk melindungi produsen dalam negeri dari harga internasional yang lebih murah dan bersaing. Rekomendasi yang dapat diberikan kepada pemerintah yaitu harus memperbaiki kondisi perekonomian Indonesia yang berkaitan dengan sektor pertanian. Bawang putih merupakan produk hortikultura di sektor pertanian yang mempunyai ketergantungan tinggi terhadap bawang putih impor. Konsumsi yang terus meningkat tidak diiringi dengan meningkatnya produksi bawang putih. Produksi bawang putih di Indonesia terus mengalami penurunan disebabkan petani tidak tertarik dengan menanam bawang putih, walaupun harga bawang putih lokal di Indonesia tinggi. Tingginya harga bawang putih disebabkan karena biaya produksinya yang tinggi dalam menanam bawang putih. Harga bawang putih lokal yang lebih mahal tidak dapat bersaing dengan harga bawang putih impor yang lebih murah.
Kondisi ini mengancam
keberlangsungan budidaya bawang putih di Indonesia, karena petani lebih memilih budidaya tanaman lain yang lebih menguntungkan. sehingga makin sedikit petani yang menanam tanaman bawang putih.
Tidak adanya upaya
64
pemerintah dalam menangani masalah petani bawang putih, sehingga setiap tahun produksi menurun disebabkan luas panen dan luas tanam untuk tanaman bawang putih terus mengalami penurunan. Kebijakan yang dibuat pemerintah yaitu pengenaan tarif impor hingga tahun 2005 untuk melindungi petani sudah tidak berlaku. Tarif impor sebelum tahun 2005 sebesar lima persen untuk komoditi bawang putih kemudian tahun 2005 tarif impor untuk bawang putih menjadi 0 persen. Penghapusan tarif akan merugikan petani bawang putih karena tidak ada lagi batasan untuk bawang putih impor masuk ke Indonesia, sehingga petani harus siap untuk bersaing dengan bawang putih impor. Jika dilihat dari segi tampilan dan harga bawang putih impor lebih unggul dibandingkan dengan bawang putih lokal. Harga bawang putih impor jauh lebih murah dibandingkan dengan harga bawang putih lokal. Bawang putih impor mempunyai tampilan yang lebih menarik, dengan ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan bawang putih impor, sehingga konsumen lebih memilih bawang putih impor. Rekomendasi yang seharusnya dibuat untuk mengatasi ketergantungan impor bawang putih untuk memenuhi konsumsi dalam negeri yaitu dengan melakukan penyuluhan pertanian terkait peningkatan produktivitas bawang putih. Tujuannya yaitu untuk melindungi petani bawang putih dalam negeri. Apabila petani mampu meningkatkan produktivitas maka biaya produksi akan berkurang. Biaya produksi yang berkurang maka harga bawang putih lokal dalam segi harga akan dapat bersaing dengan bawang putih impor yang mempunyai harga yang lebih murah.
Penambahan lahan sudah tidak memungkinkan untuk komoditi
65
bawang putih, oleh karena itu peningkatan produktivitas sangat diperlukan untuk langkah pengurangan impor. Penetapan kembali tarif impor untuk bawang putih bisa dilaksanakan untuk melindungai petani karena harga bawang putih impor akan lebih mahal dengan adanya tarif. Akan tetapi dalam perdagangan bebas yang telah disepakati tidak mungkin memberlakukan tarif untuk komoditi bawang putih. Pemberlakuan
Quota yaitu pembatasan masuknya barang impor, agar tidak kelebihan penawaran sulit untuk dilaksanakan karena ketergantungan impor yang sangat tinggi untuk bawang putih. Kelebihan penawaran akan bawang putih impor menyebabkan harga bawang putih impor menjadi lebih murah.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1.
Kesimpulan Kesimpulan dari hasil dan pembahasan pada skripsi yaitu sebagai berikut
bawang putih impor banyak masuk ke Indonesia disebabkan karena produksi dalam negeri yang semakin menurun dan permintaan akan konsumsi bawang putih yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Hal ini menyebabkan
kekurangan persediaan akan bawang putih dan harus melakukan impor untuk memenuhi kekurangan. Semakin berkembangnya konsumsi dalam negeri, yaitu konsumsi dalam negeri tidak hanya dikonsumsi masyarakat umum sebagai bumbu dapur untuk konsumsi segar, tetapi banyak digunakan dalam bentuk ekstrak maupun serbuk bawang putih untuk konsumsi industri obat-obatan, hal ini yang menyebabkan permintaan bawang putih terus meningkat. Perkembangan bawang putih impor masuk ke Indonesia dari tahun ketahun terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan akan bawang putih. Terdapat delapan variabel yang diuji untuk menganalisis faktor-faktor yang dapat mempengaruhi permintaan bawang putih impor di Indonesia. Terdapat empat variabel yang berpengaruh nyata terhadap permintaan bawang putih impor ke Indonesia dan empat variabel tidak berpengaruh nyata. Empat variabel yang berpengaruh terhadap permintaan bawang putih impor tersebut yaitu variabel harga bawang putih lokal (taraf nyata lima persen), konsumsi bawang putih lokal (taraf nyata 10 persen), produksi bawang putih dalam negeri (taraf nyata lima persen) dan harga bawang putih impor (taraf nyata 15 persen). Empat variabel yang tidak berpengaruh nyata yaitu variabel nilai
67
tukar rupiah terhadap Dollar Amerika, pendapatan nasional, harga bawang merah lokal sebagai barang substitusi dan volume impor bawang putih ke Indonesia periode sebelumnya sebagai peubah beda kala. Harga bawang putih lokal, harga bawang putih impor, produksi bawang putih lokal, pendapatan nasional dan harga bawang merah lokal di Indonesia dan konsumsi bawang putih lokal bersifat inelastis terhadap permintaan bawang putih impor di Indonesia, ini dilihat dari perubahannya tidak lebih besar dari satu. Perubahan dikatakan elastis apabila niali elastisitasnya lebih dari satu. Apabila dilihat dari besaran elastisitas bawang putih maka elastisitas jangka pendek lebih elastis dibandingkan dengan elastisitas jangka panjang.
Hal ini disebabkan
bawang putih merupakan komoditi bahan pokok. Ketika terjadi perubahan harga pada jangka pendek maka akan cepat terpengaruh, dan ketika pada saat terjadi perubahan jangka panjang maka masyarakat yang mengkonsumsi bawang putih sudah bisa menyesuaikan.
7.2.
Saran Saran yang dapat diberikan untuk pemerintah dan perusahaan pengimpor
yaitu dalam melakukan impor suatu barang harus dilihat terlebih dahulu komoditi yang akan di impor. Kondisi perekonomian suatu negara menjadi pertimbangan dalam melakukan impor. Tidak adanya tarif impor untuk komoditi bawang putih menyebabkan banyaknya bawang putih impor masuk ke Indonesia, maka perlu kontrol dalam melakukan impor bawang putih sehingga tidak terjadi penumpukan bawang putih impor dipasar Indonesia. Kelebihan bawang putih impor, maka harganya akan semakin murah.
68
Perlu dilakukan peningkatan produktivitas bawang putih di Indonesia, dilihat dari penurunan produksi dan produktivitas yang terjadi setiap tahunnya. Peningkatan produktivitas bawang putih dapat dilakukan dengan cara penyuluhan ke petani yang dilakukan oleh pemerintah dalam tatacara budidaya bawang putih dengan tepat. produksi
Produktivitas bawang putih yang tinggi akan menyebabkan
meningkat.
Produksi
bawang
putih
yang
meningkat
maka
ketergantungan Indonesia akan bawang putih impor semakin berkurang, karena sebagian terpenuhi dari peningkatan bawang putih lokal.
DAFTAR PUSTAKA Afifa, Rosaria Dewi. 2006. Permintaan Kedelai Pada Industri Kecap Di Indonesia. Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Ariningsih, Ening dan Mari Komariah Tentamia. 2004. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran dan Permintaan Bawang Merah Di Indonesia. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Sosial Ekonomi, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Azziz, Arif Abdul. 2006. Analisis Impor Beras Serta Pengaruhnya Terhadap Harga Beras Dalam Negeri. Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Badan Pusat Statistika (BPS). 2005. Laporan Produksi Tahunan Tanaman Hortikultura. Jakarta. . 2005. Statistika Indonesia. Data rata-rata Luas Panen dan Rata-rata Hasil Panen Bawang Putih. Jakarta. . 2006. Laporan Perekonomian Indonesia. Jakarta. Budiman, Rachmad. 2007. Pengaruh Panambahan Bubuk Bawang Putih Pada Ransum Terhadap Gambaran Darah Ayam Kampung Yang di Infeksi Cacing Nematoda (Ascaridia galii). Skripsi. Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Departemen Pertanian. 2006. Data Volume Impor dan Volume Ekspor Bawang Putih Indonesia dan Data Hasil Produksi Tanaman Sayuran di Wilayah Indonesia. Jakarta. Dirjen Tanaman Pangan dan Hortikultura. Departemen Pertanian. 2005. Data Susenas. Jakarta. Gujarati, Damodar. 1995. Ekonometrika Dasar. Alih Bahasa Oleh Drs. Ak. Sumarno Zain, MBA. Penerbit Erlangga. Jakarta. Hapsari, Nungsri Tri. 2007. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Volume Impor Gula Indonesia Periode 1983-2006. Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Januar, Nur Rahmad. 2006. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Rumah Tangga Terhadap Beras Organik Di Bogor. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
70
Komarudin, Aan. 2005. Analisis Permintaan Impor Buah Apel Di Indonesia. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Lipsey, Richard G. 1995. Pengantar Mikroekonomi Jilid 1. Alih Bahasa Oleh A. Jaka Wasana dan Kirbrandoko. Binarupa Aksara. Jakarta. Lubis, Adrian Darmawan. 2005. Analisis Kebijakan Impor Beras Dan Kaitannya Dengan Diversifikasi Pangan Pokok. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Mankiw, Gregory N. 2003. Teori Makroekonomi, Edisi Kelima. Alih Bahasa Oleh Imam Nurmawan, SE. Erlangga. Jakarta. Nazir, Mochamad. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. Nicholson, Walter. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Edisi Kedelapan. Alih Bahasa Oleh IGN Bayu Mahendra, SE, MM dan Abdul Aziz, S.E, MSi. Erlangga. Jakarta. Permana, Gina. 2006. Penerapan Model VEC Pada Kasus Impor Bawang Putih di Indonesia. Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Purnamasari, Rika. 2006. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Produksi dan Impor Kedelai di Indonesia. Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Puspitaningtyas, Dewi. 2006. Potensi Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum) untuk Menginaktifasi KOI HERPES VIRUS (KHU) pada Ikan Mas (Cyprinus carpio). Skripsi. Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur. Departemen Budidaya Perikanan. Fakultas Perikanan. IPB. Rachmad, Muchjidin dan Erwidodo. 1994. Pendugaan Permintaan Impor Komoditi Kedelai dan Gandum Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi, Volume 13, Nomor 1, Mei 1994. 43-60. Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi Kelima Jilid I. Penerjemah Haris Munandar. Erlangga. Jakarta. Walpole, E. Ronald. 1992. Pengantar Statistika. Edisi Ketiga.Penerjemah Ir. Bambang Sumantri. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Wibowo, Singgih. 2006. Budidaya Bawang Putih, Bawang Merah dan Bawang Bombay. Penebar Swadaya. Jakarta. Yohana, Elvina. 2007. Aplikasi Ekstrak Bawang Putih (Allium sativum Linn) Sebagai Pengawet Mie Basah. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
71
Lampiran 1. Hasil Analisis Regresi Berganda
Regression Analysis: VIBPT log2 versus NTR Log2, HBPL Log2, ... The regression equation is VIBPT log2 = 0.349 + 0.243 NTR Log2 - 0.045 HBPL Log2 + 0.183 HBPI Log2 - 0.0986 PBPL Log2 + 0.073 KBPL Log2 - 0.002 VIPS Log2 + 0.013 HBML Log2 + 0.090 PDNS Log2
Predictor Constant NTR Log2 HBPL Log2 HBPI Log2 PBPL Log2 KBPL Log2 VIPS Log2 HBML Log2 PDNS Log2
Coef 0.3486 0.2427 0.2101 -0.1828 -0.09859 0.1787 -0.0019 0.0127 0.0904
S = 0.00577624
SE Coef 0.2082 0.2755 0.0969 0.1172 0.02568 0.1006 0.1107 0.1018 0.1320
T 1.67 0.88 2.17 1.56 -3.78 1.78 -0.02 0.12 0.68
R-Sq = 70.6%
PRESS = 0.00321614
P 0.098 0.381 0.033 0.123 0.001 0.080 0.987 0.901 0.496
VIF 1.7 9.4 9.6 2.2 2.7 2.4 3.1 4.8
R-Sq(adj) = 66.4%
R-Sq(pred) = 59.38%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 8 75 83
SS 0.00385116 0.00250237 0.00635353
MS 0.00048140 0.00003336
F 14.43
P 0.000
Durbin-Watson statistic = 2.17497 No evidence of lack of fit (P >= 0.1). Possible lack of fit at outer X-values (P-Value = 0.000) Overall lack of fit test is significant at P = 0.000
72
Lampiran 2. Gambar Plot Stasioner Data Time Series Impor Total Bawang Putih dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika
Time Series Plot of C13 50000 40000 30000 20000 C13
10000 0 -10000 -20000 -30000 -40000 1
7
14
21
28
35 42 Index
49
56
63
70
Grafik Plot Data Time Series Impor Total Bawang Putih Indonesia
Time Series Plot of C8 400 300 200
C8
100 0 -100 -200 -300 -400 -500 1
7
14
21
28
35 42 Index
49
56
63
70
Grafik Plot Data Time Series Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika
73
Lampiran 3. Gambar Plot Stasioner Data Time Series Harga Bawang Putih Lokal dan Harga Bawang Putih Impor
Time Series Plot of C9 2000 1000
C9
0 -1000 -2000 -3000 -4000 1
7
14
21
28
35 42 Index
49
56
63
70
Grafik Plot Data Time Series Harga Bawang Putih Lokal
Time Series Plot of C10 4000 3000
C10
2000 1000 0 -1000 -2000 1
7
14
21
28
35 42 Index
49
56
63
Grafik Plot Data Time Series Harga Bawang Putih Impor
70
74
Lasmpiran 4. Gambar Plot Stasioner Data Time Series Produksi Bawang Putih Indonesia dan Konsumsi Bawang Putih di Indonesia
Time Series Plot of C11 2000
C11
1000
0
-1000
-2000 1
7
14
21
28
35 42 Index
49
56
63
70
Grafik Plot Data Time Series Produksi Bawang Putih di Indonesia
Time Series Plot of C12 5000
C12
2500
0
-2500
-5000 1
7
14
21
28
35 42 Index
49
56
63
70
Grafik Plot Data Time Series Konsumsi Bawang Putih di Indonesia
75
Lampiran 5. Gambar Plot Stasioner Data Time Series Volume Impor Bawang Putih Asal Cina dan Volume Impor Periode sebelumnya.
Time Series Plot of C14 7500
5000
C14
2500
0
-2500
-5000 1
7
14
21
28
35 42 Index
49
56
63
70
Grafik Plot Data Time Series Impor Bawang Putih Asal Cina
Time Series Plot of VIPS 70000 60000
VIPS
50000 40000 30000 20000 10000 1
8
16
24
32
40 48 Index
56
64
72
80
Grafik Plot Data Time Series Impor Bawang Putih Periode sebelumnya
76
Lampiran 6. Gambar Plot Stasioner Data Time Series Harga Bawang Merah Lokal dan Pendapatan Nasional
Time Series Plot of HBML 3000
HBML
2000
1000
0
-1000
-2000 1
8
16
24
32
40 48 Index
56
64
72
80
Grafik Plot Data Time Series Harga Bawang Merah Lokal di Indonesia
Time Series Plot of PDNS 25000
20000
PDNS
15000
10000
5000
0 1
8
16
24
32
40 48 Index
56
64
72
Grafik Plot Data Time Series Pendapatan Nasional
80