ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA PERBANKAN SYARI`AH DI INDONESIA PERIODE 2003-2009
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh Lia Andriani NIM: 106084004341
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2010 M
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA PERBANKAN SYARI`AH DI INDONESIA PERIODE 2003-2009 Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh Lia Andriani NIM: 106084004341
Di bawah Bimbingan
Pembimbing I
Dr. Yahya Hamja SE, MM
Pembimbing II
Utami Baroroh S. Pi, M.Si
NIP. 19490602 197803 1 001
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2010 M
Hari ini Rabu Tanggal 15 Bulan Desember Tahun Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama Lia Andriani dengan NIM: 106084004341 dengan judul skripsi “ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA PERBANKAN SYARI`AH DI INDONESIA PERIODE 2003-2009”. Memperhatikan hasil dan kemampuan keilmuan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 15 Desember 2010
Tim Penguji Ujian Skripsi
Dr. Yahya Hamja, SE, MM Ketua
Prof. Dr. Abdul Hamid, MS Penguji I
Utami Baroroh, S.Pi, M.Si Sekretaris
Dr. Suhenda Wiranata, ME Penguji II
Hari ini Senin Tanggal 27 Bulan September Tahun Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Lia Andriani NIM: 106084004341 dengan judul skripsi “ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA PERBANKAN SYARI`AH
DI
INDONESIA
PERIODE
2003-2009”.
Memperhatikan
penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 27 September 2010
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Drs. Lukman M. Si
Zuhairan Y. Yunan SE, M.Sc
Ketua
Sekretaris
Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM Penguji Ahli
SURAT PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Mahasiswa
: Lia Andriani
NIM
: 106084004341
Jurusan
: Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri yang merupakan hasil penelitian, pengolahan dan analisis saya sendiri dan bukan merupakan rekapitulasi maupun sanduran dari hasil karya atau penelitian orang lain. Apabila terbukti skripsi ini merupakan plagiat atau rekapitulasi maka skripsi dianggap gugur dan harus melakukan penelitian ulang ataupun menyusun skripsi baru dan kelulusan serta gelarnya dibatalkan. Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul di kemudian hari menjadi tanggung jawab saya.
Jakarta, Desember 2010
Lia Andriani
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Biodata Diri: Nama Lengkap
: Lia Andriani
Jenis Kelamin
: Wanita
Tempat/tgl. Lahir : Jakarta, 08 Desember 1988 Agama
: Islam
Email
:
[email protected]
Alamat
: Jl. Cendrawasih Rt 004 Rw 011 No. 84 Cipayung - Ciputat, Tangerang Selatan 15411
Pendidikan Formal: 1. Periode 1993-1994 : TK Bina Aksara Cipayung 2. Periode 1994-2000 : SDN Ciputat VII 3. Periode 2000-2003 : SMPN 1 Pamulang 4. Periode 2003-2006 : SMAN 1 Ciputat
Pendidikan Non Formal: Periode 2001-2005 : Mengikuti pendidikan Bahasa
Inggris
pada
lembaga pendidikan Bahasa Inggris Intensive English Course (IEC) cabang Ciputat.
Latar Belakang Keluarga: 1. Ayah
: Drs. Supardi
2. Ibu
: Djanges Suliah
3. Alamat : Jl. Cendrawasih Rt 004 Rw 011 No. 84 Cipayung - Ciputat, Tangerang Selatan 15411
Pengalaman Kerja: 1. Mengajar di TPA Al-Muhajirin, Cipayung 2. Mengajar di TK Islam Plus Tahfidz Ibnu Umar, Legoso
ABSTRACT
This study aims to analyze the effect of profit and loss sharing, the Jakarta Islamic Index (JII), inflation rate, Gross Domestic Product (GDP) and exchange rate of Rupiah/US$ against the demand of mudaraba financing on banking sharia in Indonesia in the short and long term. The analysis was done using monthly time series data which published by Bank Indonesia and the Indonesia Stock Exchange period 2003 to 2009. The method which is used in this study apply model dynamic Error Correction Model (ECM), which is popularized by Engle and Granger. The results showed that the Jakarta Islamic Index (JII), Gross Domestic Product (GDP) and exchange rate of Rupiah/US$ variables both short and long term significantly influences the demand of mudaraba financing on banking sharia in Indonesia. While the level of profit and loss sharing and inflation rate variables both short and long term did not significantly affect the demand of mudaraba financing on banking sharia in Indonesia.
Keywords: Mudaraba financing, the level of profit and loss sharing, Jakarta Islamic Index (JII), inflation rate, Gross Domestic Product (GDP), exchange rate of Rupiah/US$, Error Correction Model (ECM)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh tingkat bagi hasil, Jakarta Islamic Index (JII), tingkat inflasi, Produk Domestik Bruto (PDB) dan kurs Rupiah/US$ dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia. Analisis dilakukan dengan menggunakan data runtut waktu bulanan yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia periode 2003 hingga 2009. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah model dinamis Error Correction Model (ECM) yang dipopulerkan oleh Engle dan Granger. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel Jakarta Islamic Index (JII), Produk Domestik Bruto (PDB) dan kurs Rupiah/US$ baik jangka pendek maupun jangka panjang berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia. Sedangkan variabel tingkat bagi hasil dan tingkat inflasi baik jangka pendek maupun jangka panjang tidak berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia.
Kata kunci: Pembiayaan mudharabah, tingkat bagi hasil, Jakarta Islamic Index (JII), tingkat inflasi, Produk Domestik Bruto (PDB), kurs Rupiah/US$, Error Correction Model (ECM)
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya, kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kita dan kejelekan amalan-amalan kita, barang siapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali hanya Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad shalaallahu `alaihi wa sallam adalah hamba dan Rasul-Nya. Atas segala nikmat, rahmat dan hidayah-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERMINTAAN
PEMBIAYAAN
MUDHARABAH
PADA PERBANKAN SYARI`AH DI INDONESIA PERIODE 2003-2009”. Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Strata Satu Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya akan keterbatasan dan kekurangan yang ada. Serta penulis menyadari betul bahwa penulisan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa adanya usaha, bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnya penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Ummi dan Abiku tercinta, love you so much.. atas seluruh pengorbanan yang telah Kalian berikan dengan penuh ketulusan, seluruh do`a yang Kalian panjatkan dengan penuh keikhlasan. Jasa-jasa Kalian tidak akan pernah bisa aku balas sampai kapanpun. Oleh karena itu aku berdo`a semoga Allah Azza Wa Jalla mengampuni dosa-dosa Kalian dan membalasnya dengan kebaikan yang sangat banyak. Allahumma aamiiinn.
2.
Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Bapak Drs. Lukman, M. Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4.
Bapak Dr. Yahya Hamja, SE, MM, selaku dosen pembimbing skripsi I yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini hingga terselesaikannya skripsi ini dengan baik.
5.
Ibu Utami Baroroh, SPi, M. Si, selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus sebagai dosen pembimbing skripsi II yang selalu memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini hingga terselesaikannya skripsi ini dengan baik.
6.
Seluruh dosen dan staf pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa kuliah.
7.
Ade-adeku yang aku sayangi, akhirnya kakakmu yang imut ini bisa juga kan menyelesaikan skripsinya, mantab-mantab ^^ Barokallahu fiik.
8.
Keluarga pakde dan budehku, jazakumullohu khoyron katsiron untuk komputernya, makanannya, tempat tidurnya, dan semua-semuanya ya. Senang deh bisa menginap di sana ^^.
9.
Saudara-saudara seimanku, Teman-teman senasib dan seperjuanganku, Keluarga besar Ekonomi Islam.. Yunita, Saras, Yeni, Winda, Lia, Sari, Iwas, Laras, Yanti, Joy, Ovi, pokoknya semua deh! Duh senengnya bisa kenal kalian semua. Semangat-semangat!!! Ayo abis lulus cepet-cepet nikah ya pada^^ oh iya hampir lupa!! mau mengucapkan special syukron for Iwas, Yanti dan Sapi.. terima kasih ya buat semua-semuanya.. terutama buat ngolah datanya^^
10. Saudari-saudari seaqidahku, hadooohhh…. Dah jarang ketemu nih sama antuna semua gara-gara sok sibuk sama tugas skripsi ci.. kangen… semoga abis kelar ini kita ketemu lagi ya. Uhibbukum fillah.
11. Pokoknya semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini. Jazakumullahu khoyron katsiron. Para pembaca yang budiman, tulisan yang berada dihadapan Anda inilah karya penulis. Semua manfaat yang terkandung di dalamnya adalah milik Anda. Oleh karena itu, jika Anda mendapatkan kebaikan di dalamnya, maka janganlah Anda segan untuk mendo`akan penulis, karena do`a orang mukmin bagi saudaranya dari kejauhan akan dikabulkan. Dan jika Anda mendapat kesalahan, maka maafkanlah dan perbaikilah. Penulis memohon kepada Allah Azza Wa Jalla akan ampunan-Nya, petunjuk-Nya, karunia-Nya serta keselamatan di dunia dan akhirat. Penulis berlindung kepada Allah dari kesempitan tempat berdiri pada hari Kiamat kelak, hari di mana harta dan anak tidak lagi mendatangkan manfaat kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. Dan Allah selalu menepati janji.
Jakarta, Desember 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan Daftar Riwayat Hidup ..............................................................................
i
Abstract ......................................................................................................
ii
Abstrak ......................................................................................................
iii
Kata Pengantar .........................................................................................
iv
Daftar Isi ...................................................................................................
vii
Daftar Tabel ..............................................................................................
xi
Daftar Gambar .........................................................................................
xii
Daftar Grafik ............................................................................................
xiii
Daftar lampiran ........................................................................................
xiv
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian .......................................................
1
B. Perumusan Masalah ................................................................
8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...............................................
9
1. Tujuan Penelitian ...............................................................
9
2. Manfaat Penelitian .............................................................
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bank Syari`ah .........................................................................
12
1. Definisi Bank Syari`ah ......................................................
12
2. Prinsip Bank Syari`ah .......................................................
14
B. Permintaan Uang Dalam Islam ...............................................
17
C. Pembiayaan dan Sistem Pembiayaan.......................................
27
1. Definisi Pembiayaan Perbankan ........................................
27
2. Definisi Sistem dan Sistem Pembiayaan ............................
28
3. Jenis-jenis Pembiayaan .....................................................
29
4. Prinsip Dasar Pembiayaan .................................................
32
D. Pembiayaan Mudharabah .......................................................
33
1. Definisi Mudharabah ........................................................
33
2. Landasan Syari`ah.............................................................
33
3. Jenis-jenis Mudharabah ....................................................
35
4. Aplikasi Dalam Perbankan ................................................
36
5. Manfaat Mudharabah .......................................................
37
6. Risiko Mudharabah ..........................................................
38
7. Penentuan Bagi hasil dalam Skema Mudharabah ..............
38
E. Bagi Hasil ...............................................................................
40
F. Jakarta Islamic Index (JII) ......................................................
44
G. Inflasi .....................................................................................
48
H. Produk Domestik Bruto (PDB) ...............................................
55
I.
Kurs Mata Uang .....................................................................
61
J.
Penelitian Terdahulu ...............................................................
66
K. Kerangka Pemikiran ...............................................................
72
L. Hipotesis Penelitian ................................................................
78
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian.......................................................
81
B. Metode Penentuan Sampel ......................................................
81
C. Metode Pengumpulan Data .....................................................
82
D. Metode Analisis ......................................................................
83
1. Uji Stasioneritas ................................................................
83
a. Uji Akar-akar Unit ........................................................
84
b. Uji Derajat Integrasi .....................................................
85
2. Uji Kointegrasi ..................................................................
87
3. Asumsi Klasik ...................................................................
90
a. Multikolinieritas ...........................................................
91
b. Heteroskedastisitas .......................................................
91
c. Autokorelasi .................................................................
92
4. Error Correction Term (ECT) ............................................
94
5. Pendekatan Error Correction Model (ECM) ......................
95
E. Operasional Variabel Penelitian..............................................
97
1. Variabel Dependen (Y) ......................................................
97
2. Variabel Independen (X) ....................................................
98
BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian.............................
100
1. Sejarah Singkat Perbankan Syari`ah ...................................
100
2. Perkembangan Bank Syari`ah di Indonesia ........................
104
3. Perkembangan Pembiayaan Mudharabah ...........................
106
4. Perkembangan Tingkat Bagi hasil ......................................
108
5. Perkembangan Jakarta Islamic Index (JII) .........................
110
6. Perkembangan Tingkat Inflasi di Indonesia ........................
112
7. Perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB) ...................
114
8. Perkembangan Kurs Rupiah/US$ .......................................
116
B. Hasil Analisis dan Pembahasan...............................................
118
1. Uji Akar-Akar Unit ............................................................
119
2. Uji Derajat Integrasi...........................................................
121
3. Uji Kointegrasi ..................................................................
122
4. Uji Asumsi Klasik ..............................................................
124
a. Multikolinieritas ............................................................
124
b. Heteroskedastisitas ........................................................
125
c. Autokorelasi ..................................................................
126
5. Pendekatan Error Correction Model (ECM) ......................
127
a. TBH dan Permintaan Pembiayaan Mudharabah ............
130
b. JII dan Permintaan Pembiayaan Mudharabah ................
132
c. Tingkat Inflasi dan Permintaan Pembiayaan Mudharabah .................................................................
133
d. PDB dan Permintaan Pembiayaan Mudharabah ............
135
e. Kurs Rupiah/US$ dan Permintaan Pembiayaan Mudharabah .................................................................
136
6. Analisis Ekonomi...............................................................
137
a. Pengaruh JII dalam Jangka Pendek dan Jangka Panjang
138
b. Pengaruh PDB dalam Jangka Pendek dan Jangka Panjang .........................................................................
140
c. Pengaruh Kurs Rupiah/US$ dalam Jangka Pendek dan Jangka Panjang……………………………………… ... .
141
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI A. Kesimpulan…………………………………………………….
144
B. Implikasi………………………………………………………..
148
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………. ..
153
LAMPIRAN…………………………………………………………………
159
DAFTAR TABEL
No.
Keterangan
Halaman
1.1
Komposisi Dana Pihak Ketiga yang Dihimpun Perbankan Syari`ah….
5
1.2
Komposisi Pembiayaan yang Diberikan……………………………….
6
2.1
Perbedaan Antara Sistem Bunga dan Sistem Bagi Hasil………………
16
2.2
Perbandingan Antara Bank Syari`ah dan Bank Konvensional………… 17
2.3
Ringkasan Penelitian Terdahulu……………………………………….. 70
4.1
Jaringan Kantor Perbankan Syari`ah…………………………………... 106
4.2
Hasil Estimasi Akar-akar Unit Pada Level…………………………….
120
4.3
Hasil Estimasi Akar-akar Unit Pada Derajat Integrasi Pertama……….
121
4.4
Nilai Regresi Uji Kointegrasi…………………………………………..
123
4.5
Hasil Uji Correlation Matrix…………………………………………..
125
4.6
Hasil Uji White Heteroskedasticity Test……………………………….
126
4.7
Hasil regresi LM-Test………………………………………………….
127
4.8
Hasil Estimasi Model Dinamis ECM………………………………….
129
DAFTAR GAMBAR
No.
Keterangan
Halaman
2.1
Hubungan Antara a dan Y di Pasar Uang……………………
22
2.2
Bentuk Kurva LAM Vertikal………………………………...
23
2.3
Gambar Kurva LAM Horizontal…………………………….
24
2.4
Permintaan Uang dalam Ekonomi Islam…………………….
25
2.5
Pembiayaan Mudharabah……………………………………
34
2.6
Bagi Hasil dalam Skema Mudharabah……………………...
38
2.7
Kurva Demand Pull Inflation……………………………….
51
2.8
Kurva Cost Push Inflation…………………………………..
52
2.9
Kerangka Pemikiran………………………………………...
77
3.1
Statistik Durbin-Watson…………………………………….
94
DAFTAR GRAFIK
No.
Keterangan
Halaman
4.1
Perkembangan Pembiayaan Mudharabah Periode 2003-2009…….
107
4.2
Perkembangan Bagi Hasil Periode 2003-2009……………………..
109
4.3
Perkembangan Jakarta Islamic Index (JII) Periode 2003-2009……
110
4.4
Perkembangan Inflasi Periode 2003-2009………………………….
112
4.5
Perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB) Periode
4.6
2003-2009…………………………………………………………..
114
Perkembangan Kurs Rupiah/US$ Periode 2003-2009……………..
117
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Keterangan
Halaman
1.
Data Penelitian………………………………………………....
158
2.
Hasil Estimasi Akar-akar Unit PM Pada Level……………….
161
3.
Hasil Estimasi Akar-akar Unit TBH Pada Level………………
162
4.
Hasil Estimasi Akar-akar Unit JII Pada Level………………...
163
5.
Hasil Estimasi Akar-akar Unit Tingkat Inflasi Pada Level…...
164
6.
Hasil Estimasi Akar-akar Unit PDB Pada Level………………
165
7.
Hasil Estimasi Akar-akar Unit Kurs Rupiah/US$ Pada Level..
166
8.
Hasil Estimasi Akar-akar Unit PM Pada First Different………
167
9.
Hasil Estimasi Akar-akar Unit TBH Pada First Different…….
168
10.
Hasil Estimasi Akar-akar Unit JII Pada First Different……….
169
11.
Hasil Estimasi Akar-akar Unit Tingkat Inflasi Pada First Different………………………………………………….
170
12.
Hasil Estimasi Akar-akar Unit PDB Pada First Different…….
171
13.
Hasil Estimasi Akar-akar Unit Kurs Rupiah/US$ Pada First Different...................................................................................
172
14.
Hasil Estimasi Regresi Linier…………………………………
173
15.
Hasil Regresi Uji Kointegrasi………………………………...
174
16.
Hasil Uji Correlation Matrix…………………………………
174
17.
Hasil Uji White Heteroskedasticity Test……………………...
175
18.
Hasil Uji LM-Test…………………………………………….
175
19.
Hasil Estimasi Model Dinamis ECM………………………...
175
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Sejak awal kelahirannya, perbankan syari`ah dilandasi dengan kehadiran dua gerakan renaissance Islam modern: neorevivalis dan modernis. Tujuan utama dari pendirian lembaga keuangan berlandaskan etika ini adalah tiada lain sebagai upaya kaum muslim untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya berlandaskan Al-Qur`an dan As-Sunnah. Upaya awal penerapan sistem profit dan loss sharing tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940-an. Rintisan institusional lainnya adalah Islamic Rural Bank di desa Mit Ghamr pada tahun 1963 di Kairo Mesir. Setelah dua rintisan awal yang cukup sederhana ini, bank syari`ah tumbuh dengan sangat pesat yang beroperasi di seluruh dunia, baik di negaranegara yang berpenduduk muslim maupun di Eropa, Australia dan Amerika. Satu hal yang juga patut dicatat adalah saat ini banyak nama besar dalam dunia keuangan internasional seperti Citibank, Jardine Flemming, ANZ, Chase Chemical Bank, Goldman Sach, dan lain-lain telah membuka cabang dan subsidiaries yang berdasarkan syari`ah. Dalam
dunia pasar
modal pun,
Islamic fund
kini ramai
diperdagangkan, suatu hal yang mendorong singa pasar modal dunia Dow Jones untuk menerbitkan Islamic Dow Jones Index . Oleh karena itu tak heran
jika Scharf, mantan direktur utama bank syari`ah Denmark yang non muslim itu, menyatakan bahwa bank syari`ah adalah partner baru pembangunan. Berkembangnya
bank-bank syari`ah
berpengaruh sampai ke Indonesia.
Aspek
di
negara-negara
hukum
Islam
yang mendasari
perkembangan bank syari`ah di Indonesia adalah UU No 7 Tahun 1992. Dalam UU tersebut prinsip syari`ah masih samar, yang dinyatakan sebagai prinsip bagi hasil. Prinsip perbankan syari`ah secara tegas dinyatakan dalam UU No. 10 Tahun 1998, yang kemudian diperbaharui dengan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan UU No. 3 tahun 2004. Dalam Undang-undang tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syari`ah. Undang-undang tersebut juga memberikan arahan bagi bankbank
konvensional
untuk
membuka
unit
syari`ah
atau
bahkan
mengkonversikan diri secara total menjadi bank syari`ah. Di sisi yang lain, banyak pihak yang sangat diuntungkan dengan kehadiran perbankan syari`ah di Indonesia terutama dunia usaha. Pada saat produsen harus membayar input modal yang digunakan, terutama ketika tidak menggunakan modalnya sendiri. Produsen akan mencari pembiayaan dari pihak lain, misalnya melalui perbankan syari`ah. Atas penggunaan modal dari pihak lain ini kemudian produsen harus memberikan kompensasi kepada pemilik modal.
Dalam ekonomi konvensional, kompensasi ini terutama berwujud bunga, karenanya bunga dapat disebut sebagai price of capital. Dalam ekonomi Islam, eksistensi bunga tidak bisa dipertahankan karena adanya larangan Allah Subhanahu Wa Ta`ala mengenai hal ini. Bunga adalah riba, sedangkan riba adalah haram. Sebagai alternatif penggantinya ajaran Islam menawarkan konsep profit and loss sharing atau bagi rugi dan bagi untung (sering disebut bagi hasil saja) yang dipandang lebih mencerminkan keadilan bagi para pelaku ekonomi. Aktivitas bagi hasil yang dilakukan perbankan syari`ah ini memang potensial dalam menggerakkan dunia usaha yaitu untuk memajukan usaha produktif. Sebagai sektor yang tergolong modern usaha produktif tidak bisa dilepaskan dari keberadaan perbankan, karena selama ini banyak yang memperoleh kredit atau pinjaman dari sektor perbankan. Mekanisme pembiayaan melalui perbankan syari`ah yang berbasis bagi hasil akan lebih fleksibel dalam menyikapi kondisi dunia usaha, yang adakalanya dihadapkan pada kondisi untung dan adakalanya dihadapkan pada kondisi rugi. Sistem pembiayaan bagi hasil ini sangat berbeda dengan sistem pembiayaan perbankan konvensional berbasis bunga yang mengasumsikan hasil usaha akan selalu bernilai positif, sehingga peminjam (pelaku usaha) harus selalu dapat membayar pokok pinjaman berikut bunganya. Kondisi ini akan sangat membebani pelaku usaha, terutama jika ia mengalami kerugian, sementara penyedia modal akan berada pada pihak yang terus menerus diuntungkan. Kondisi yang berat sebelah ini membuat dunia usaha semakin
terpuruk. Sehingga berdasarkan kenyataan empiris tersebut memang perlu adanya alternatif pembiayaan yang bisa memberikan iklim usaha yang kondusif bagi berkembangnya dunia usaha dan menggerakkan kembali sektor ekonomi riil. Berdasarkan pengamatan lebih mendalam, terdapat keunikan yang terjadi di dalam Statistik Perbankan Syari`ah yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Dari data tahun 2003 sampai tahun 2009 pembiayaan (nominal) bagi hasil bukanlah pembiayaan yang menempati posisi utama, pembiayaan murabahah yang berprinsip jual beli dan sewalah yang mendominasi dari seluruh pembiayaan yang ada (Statistik Perbankan Syari`ah, 2009). Dengan kata lain permintaan akan pembiayaan bagi hasil masih cenderung berada di bawah pembiayaan murabahah. Kegentingan pembiayaan (kredit) pada bank syari`ah di Turki yang disinyalir oleh Starr dan Yilmaz (2005) juga mengalami hal yang sama seperti di Indonesia yaitu disebabkan adanya masalah pada sisi permintaan kredit. Transaksi syari`ah lebih didominasi (90%) oleh murabahah dari pada mudharabah. Murabahah merupakan bentuk transaksi pembelian barang melalui bank, mirip dengan kredit konsumen pada perbankan konvensional. Sementara mudharabah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya merupakan sistem transaksi bagi untung dan bagi rugi
(profit and loss
sharing) atau jika usaha untung atau rugi baik pihak pemodal (bank) maupun pengusaha
harus
bersama-sama
menanggungnya
(Antonio,
1999).
Mudharabah (bagi hasil) merupakan sistem andalan transaksi perbankan
syari`ah untuk menggantikan konsep riba atau tingkat suku bunga yang diterapkan oleh perbankan konvensional. Konsep mudharabah dipergunakan baik untuk mengumpulkan modal dari masyarakat maupun untuk menyalurkan pembiayaan (kredit) kepada nasabah. Dari sudut pengumpulan dana, mudharabah mendominasi penghimpunan dana perbankan syari`ah di Indonesia. Yakni pada tahun 2007, deposito mudharabah telah mencapai 52,86% dari total pengumpulan dana perbankan syari`ah. Pada tahun 2008 dan 2009 mengalami kenaikan masingmasing menjadi 54,66% dan 56,62% (lihat tabel 1.1).
Tabel 1.1 Komposisi Dana Pihak Ketiga yang Dihimpun Perbankan Syari`ah (Dalam Milyar Rupiah) Jenis Data
2007
Giro Wadiah Tabungan Mudharabah Deposito Mudharabah Total
Nilai 3.750 9.454 14.807 28.012
share 13,39% 33,75% 52,86% 100%
2008 Nilai 4.238 12.471 20.143 36.852
Share 11,50% 33,84% 54,66% 100%
2009 Nilai 6.202 16.475 29.595 52.271
share 11,87% 31,52% 56,62% 100%
Sumber: Bank Indonesia, 2009
Sementara itu, untuk menyalurkan pembiayaan selama periode itu justru paling besar ditempati oleh transaksi murabahah yaitu sekitar 59,24% pada tahun 2007, 58,87% pada tahun 2008, dan 56,14% pada tahun 2009. Sebaliknya model penyaluran pembiayaan mudharabah relatif masih rendah, seperti pada tahun 2007 hanya sebesar 19,96%, pada tahun 2008 turun menjadi 19,40% dan naik menjadi 22,21% pada tahun 2009 (lihat tabel 1.2)
Tabel 1.2 Komposisi Pembiayaan yang Diberikan (Dalam Milyar Rupiah) Jenis Pembiayaan Musyarakah Mudharabah Piutang Murabahah Piutang Istishna` Lainnya Total
2007 Nilai share 4.406 15,77% 5.578 19,96% 16.553 59,24% 351 1,26% 1.056 3,78% 27.944 100%
2008 Nilai Share 6.205 16,25% 7.411 19,40% 22.486 58,87% 369 0,97% 1.724 4,51% 38.195 100%
2009 Nilai share 6.597 14,07% 10.412 22,21% 26.321 56,14% 423 0,9% 3.134 6,68% 46.886 100%
Sumber: Bank Indonesia, 2009
Berdasarkan pemaparan di atas terlihat bahwa untuk penghimpunan dana, cara mudharabah sudah mampu menghimpun dana relatif besar, sementara untuk pembiayaan mudharabah masih kalah jauh dari murabahah. Di kalangan praktisi perbankan syari`ah memang sering ada pendapat bahwa banyak masyarakat menyimpan uang di perbankan syari`ah dengan sistem mudharabah karena bagi hasilnya tinggi, sehingga masyarakat merasa “diuntungkan”. Sebaliknya dalam urusan pembiayaan masyarakat justru menghindari mudharabah, karena bagi hasilnya tinggi di mana yang diuntungkan adalah pemilik modal (bank). Hal ini memang sungguh disayangkan karena, meskipun perbankan syari`ah memiliki karakteristik bagi hasil, berprinsip dengan sistem bagi hasil, tetapi pada kenyataannya total pembiayaan dengan prinsip bagi hasil tidak pernah lebih dari setengah total pembiayaan dengan prinsip murabahah (jual beli). Hal tersebut merupakan sebuah fenomena yang menarik karena diharapkan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil lebih mendominasi. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil diharapkan lebih mengembangkan dunia usaha dan menggerakkan sektor riil di Indonesia karena menutup
kemungkinan disalurkannya dana pada kepentingan konsumtif dan hanya pada usaha produktif. Dalam pandangan Islam, uang dapat berkembang hanya dengan suatu produktivitas yang nyata. Selain itu, apabila ditinjau dari konsep bagi hasil, maka harus ada return yang dibagi, hal tersebut hanya bisa terjadi bila uang digunakan untuk usaha produktif. Bila ditinjau dari prinsip ketaatan terhadap syari`ah, pembiayaan dengan prinsip jual beli dan sewa menimbulkan celah lebih besar untuk melakukan penyimpangan terhadap prinsip syari`ah, ditambah lagi dengan risiko yang dihadapi akan lebih besar. Hal ini berbeda dengan prinsip pembiayaan mudharabah yang berbagi rugi dan berbagi untung. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk meneliti pembiayaan mudharabah dengan analisis tidak hanya terfokus pada sektor perbankan tetapi juga di luar sektor perbankan. Variabel sektor perbankan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah tingkat bagi hasil dan Jakarta Islamic Index (JII), sedangkan variabel di luar sektor perbankan yang digunakan antara lain: tingkat inflasi, PDB dan kurs Rupiah/US$ yang sebenarnya sangat mungkin berpengaruh terhadap kelancaran penyaluran pembiayaan mudharabah. Oleh karena itu dengan berpijak dari masalah-masalah di atas mendorong penulis untuk mengadakan penelitian mengenai permintaan pembiayaan mudharabah dengan mengambil judul:
“ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA PERBANKAN SYARI`AH DI INDONESIA PERIODE 2003-2009.”
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana yang telah diuraikan di atas, untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah baik jangka pendek maupun jangka panjang maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah tingkat bagi hasil (TBH) berpengaruh dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia periode 2003-2009? 2. Apakah Jakarta Islamic Indeks (JII) berpengaruh dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia periode 2003-2009? 3. Apakah tingkat inflasi berpengaruh dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia periode 2003-2009? 4. Apakah Produk Domestik Bruto (PDB) berpengaruh dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia periode 2003-2009?
5. Apakah kurs Rupiah/US$ berpengaruh dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia periode 2003-2009?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Berkaitan
dengan rumusan masalah
seperti dikemukakan
sebelumnya, penelitian ini bertujuan sebagai berikut: a. Menganalisis pengaruh tingkat bagi hasil (TBH) dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia periode 2003-2009. b. Menganalisis pengaruh Jakarta Islamic Indeks (JII) dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia periode 2003-2009. c. Menganalisis pengaruh tingkat inflasi dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia periode 2003-2009. d. Menganalisis pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB) dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia periode 2003-2009. e. Menganalisis kurs Rupiah/US$ dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia periode 2003-2009.
2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bagi mahasiswa: 1) Memperoleh
tambahan
pengetahuan
yang
relevan
untuk
meningkatkan kompetensi, kecerdasan intelektual dan emosional. 2) Memperoleh kesempatan untuk menerapkan pengetahuan teoritis yang diperoleh diperkuliahan dalam berbagai kasus riil di dunia kerja. b. Bagi praktisi lembaga-lembaga keuangan Memberikan informasi kepada masyarakat khususnya para praktisi lembaga pemberdayaan umat serta praktisi lembaga-lembaga keuangan, khususnya perbankan syari`ah yang mempunyai komitmen sebagai lembaga pemberdayaan umat terutama para pelaku ekonomi mengenai peran serta lembaga keuangan dan kebijakan-kebijakan yang dapat mengembangkan dunia usaha, dari sudut pandang lembaga keuangan Islam, khususnya perbankan syari`ah sebagai lembaga nirlaba yang menggunakan sistem keuangan syariah. c. Bagi pemerintah, diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dan masukan, untuk menentukan kebijakan dalam pengembangan serta pemberdayaan perbankan syari`ah yang memiliki peran sebagai lembaga yang ikut andil dalam menumbuhkembangkan dunia usaha dan menggerakkan sektor riil yang ada di Indonesia, sehingga dapat meningkatkan perekonomian nasional.
d. Bagi pihak lain Memberikan sumbangsih data dalam kaitannya dengan perkembangan dan pertumbuhan lembaga keuangan atau lembaga pembinaan berbasis syari`ah dalam hal ini adalah perbankan syari`ah sebagai lembaga pemberdayaan umat baik dari kalangan atas, menengah maupun bawah, baik dari pelaku rumah tangga, pengusaha maupun pelaku ekonomi lainnya, sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan referensi untuk penelitian selanjutnya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Bank Syari`ah 1. Definisi Bank Syari`ah Dalam Booklet Perbankan Indonesia edisi Maret 2006 dijelaskan pengertian tentang perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Sedangkan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah (Kairo: al-Maktabah at-Tijariyah alKubro, 1955) mendefinisikan mengenai basis syari`at yaitu hikmah dan kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat. Kemaslahatan ini terletak pada keadilan sempurna, rahmat, kebahagiaan dan kebijaksanaan. Apapun yang mengubah keadilan menjadi penindasan, rahmat menjadi kesulitan, kesejahteraan menjadi kesengsaraan dan hikmah menjadi kebodohan, tidak ada hubungannya dengan syari`at. Adapun prinsip syari`ah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syari`ah. Berdasarkan pemaparan
di atas maka Heri Sudarsono (2003:18) mendefinisikan bank syari`ah sebagai lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan prinsip-prinsip syari`ah. Bank Syari`ah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Dengan kata lain, bank syari`ah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syari`at Islam. (Muhammad, 2004:1). Bank Syari`ah adalah bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan
dana
maupun dalam
rangka
penyaluran
dananya
memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syari`ah yaitu jual beli dan bagi hasil. (Y Sri Susilo, 2000:110). Antonio (2001) membedakan bank syariah menjadi dua pengertian, yaitu Bank Islam dan Bank yang beroperasi dengan prinsip syari`ah Islam. Bank Islam adalah (1) bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syari`ah Islam; (2) bank yang tata cara beroperasinya mengacu
kepada
ketentuan-ketentuan
Al-Qur`an
dan
As-Sunnah.
Berdasarkan definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa bank syari`ah merupakan salah satu bentuk dari perbankan nasional yang mendasarkan operasionalnya pada syari`at (hukum) Islam.
2. Prinsip Bank Syari`ah Prinsip utama yang digunakan dalam kegiatan perbankan syari`ah adalah (Zainul Arifin, 2006:12): a. Larangan riba dalam berbagai bentuk transaksi. b. Melakukan kegiatan usaha perdagangan berdasarkan perolehan keuntungan yang sah. c. Memberikan zakat. Oleh karena itu, dalam operasinya perbankan syari`ah tidak menerapkan sistem bunga seperti bank konvensional tetapi menerapkan sistem bagi hasil. Hal ini sesuai dengan fatwa MUI tanggal 16 Desember 2003 yang menggolongkan bunga bank termasuk riba, dan menurut AlQur`an riba adalah haram. Pernyataan ini ditegaskan oleh ayat-ayat dalam Al-Qur`an antara lain sebagai berikut: a. QS. Al-Baqarah ayat 276: “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” b. QS. Al-Baqarah ayat 279 yang artinya: “Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu, dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”
Selain itu dalam beberapa hadist juga disebutkan tentang riba diantaranya: a. Dari Jubair radhiyallahu `anhu, Rasulullah shalallahu `alaihi wa sallam mencela penerima dan pembayar bunga, orang yang mencatat begitu pula yang menyaksikan. Beliau bersabda; “Mereka semua samasama berada dalam dosa”. (HR. Muslim, Tirmidzi dan Ahmad; dalam Heri Sudarsono, 2003:3) b. Dari Ubaidah bin Sami radhiyallahu `anhu, Rasulullah shalallahu `alahi wa sallam bersabda; “Emas untuk emas, perak untuk perak, gandum untuk gandum. Barang siapa membayar lebih atau menerima lebih dia telah berbuat riba, pemberi dan penerima sama saja (dalam dosa)”. (HR Muslim dan Ahmad; dalam Heri Sudarsono, 2003:3)
Dalam pengertian syari`ah, riba memiliki dua kategori yaitu riba nasi`ah dan riba fadhl. Riba nasi`ah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya. Karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian,
seperti
penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya (Umer Chapra, 2000:22). Untuk menghindari perbuatan yang dilarang dalam Al-Qur`an maupun As-Sunnah, maka bank-bank yang menganut prinsip syari`ah menerapkan prinsip bagi hasil yang sesuai dengan syari`ah. Dan inilah yang membedakan bank yang menganut prinsip syari`ah dengan bank
konvensional yang telah ada selama ini. Di mana bank konvensional masih menerapkan bunga sebagai imbalan yang diterima oleh nasabahnya. Adapun perbedaan bunga dan bagi hasil dapat dijelaskan lebih jauh dalam tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1 Perbedaan Antara Sistem Bunga dan Sistem Bagi Hasil Keterangan Penentuan besarnya hasil
Sistem Bunga Sudah ditentukan sebelumnya
Indikator yang ditentukan
Bunga, besarnya nilai rupiah
Jika terjadi kerugian
Ditanggung oleh nasabah
Proses perhitungan hasil
Dari dana yang dipinjamkan, bersifat fixed (tetap) Besarnya bunga yang harus dibayarkan oleh nasabah pasti akan diterima oleh bank Pasti: (%) x jumlah pinjaman yang telah diketahui Berlawanan dengan QS. Luqman ayat 34
Titik perhatian proyek atau usaha Penghasilan yang akan didapat Status hukum
Sistem Bagi Hasil Ditentukan sesudah berusaha, sesudah ada untungnya Menyepakati proporsi pembagian untung untuk masing-masing pihak, misalnya 50:50, 40:60, dst Ditanggung oleh kedua belah pihak, yaitu nasabah dan lembaga Dari keuntungan yang akan diperoleh, belum tentu besarnya Keberhasilan proyek atau usaha menjadi perhatian bersama antara nasabah dan lembaga Proporsi: (%) x jumlah untung yang belum diketahui = belum diketahui Sesuai dengan QS. Luqman ayat 34
Sumber: Muhammad, 2004: 4
Sedangkan perbandingan antara bank konvesional dan bank yang menganut prinsip syari`ah adalah seperti terlihat pada tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.2 Perbandingan Antara Bank Syari`ah dan Bank Konvensional Bank Syari`ah 1) Investasi yang halal 2) Prinsip bagi hasil, jual beli, atau sewa 3) Profit dan falah oriented 4) Hubungan kemitraan 5) Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Syari`ah Nasional (DSN)
Bank Konvensional 1) Investasi halal dan haram 2) Memakai perangkat bunga 3) Profit oriented 4) Hubungan debitur-kreditur 5) Tidak terdapat dewan sejenis
Sumber: M. Syafi’i Antonio dalam Angga Atmawardhana, 2006: 51
B. Permintaan Uang dalam Islam Dalam sistem ekonomi Islam, (Metwally, 1995:87) menyebutkan bahwa terdapat dua motif seorang muslim memegang uang baik dari segi permintaan maupun penawaran yaitu: 1. Motif transaksi (transaction motive) 2. Motif berjaga-jaga (precautionary motive) Motif transaksi timbul karena uang digunakan untuk melakukan pembayaran secara regular terhadap transaksi yang dilakukan. Permintaan uang untuk tujuan transaksi dalam ekonomi Islam ini berhubungan dengan tingkat pendapatan. Artinya semakin besar tingkat pendapatan yang dihasilkan maka jumlah uang yang diminta untuk transaksi juga mengalami peningkatan dan demikian sebaliknya.
Motif kedua seorang muslim
memegang uang adalah motif berjaga-jaga muncul karena individu dan perusahaan menganggap perlu memegang uang tunai di luar apa yang diperlukan untuk transaksi, untuk keperluan masyarakat di masa yang akan datang (berjaga-jaga), guna memenuhi kewajiban dan berbagai kesempatan
yang tidak disangka untuk pembelian di muka. Permintaan uang dengan motif spekulasi (seperti yang diutarakan Keynes) tidak dijumpai dalam sistem ekonomi Islam. Oleh karena itu permintaan uang untuk tujuan spekulasi sebagai fungsi dan tingkat bunga menjadi nol (tidak ada) dalam moneter Islam (Nurul Huda et al, 2008:83). Praktek spekulasi ini dilarang dalam sistem ekonomi Islam disebabkan karena spekulasi akan memudharatkan pihak lain. Praktek spekulasi menyebabkan keadaan ekonomi suatu negara tidak normal dan sukar untuk diprediksi. Praktek ini memang dari satu segi dapat menghasilkan keuntungan yang besar, tetapi dari segi lain menimbulkan kesenjangan ekonomi yang luar biasa. Dalam Islam sangat dilarang keras adanya suatu pihak memudharatkan atau menganiaya pihak lain dalam bentuk kegiatan apapun. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah shalallahu `alaihi wa sallam (As-Suyuti dalam Ismul Azhari, 2009): Artinya: Tidak boleh memudaratkan (seseorang) dan tidak boleh dimudaratkan (orang lain). (HR. Bukhari dan Muslim)
Secara umum fungsi permintaan uang menurut sistem ekonomi konvensional digambarkan dalam rumusan berikut: (Dornbusch, 1992:85) MD = L (r,Y) Di mana: MD = Permintaan uang r
= Tingkat suku bunga
Y
= Pendapatan nasional
(2.1)
Oleh
karena
Islam
(Rahman
dalam
Ismul
Azhari,
2009)
mengharamkan praktek riba atau bunga, artinya bunga bukan merupakan faktor di dalam menentukan tingkat permintaan uang maka variabel bunga (r) tidak terdapat dalam fungsi permintaan uang. Yang menentukan permintaan uang dalam moneter Islam hanya tingkat pendapatan (Y) masyarakat itu sendiri. Sehingga persamaan (2.1) di atas berubah menjadi:
MD = L (Y)
(2.2)
Selain dipengaruhi oleh tingkat pendapatannya, permintaan uang dalam sistem ekonomi Islam juga tergantung kepada ekspektasi return dari finansial aset. Ekspektasi return yang tinggi dari finansial aset menyebabkan uang menjadi kurang bermanfaat jika uang hanya dipegang dan tidak diinvestasikan. Meski demikian, adanya rasa tanggung jawab seorang muslim dalam membantu sesama muslim lainnya, maka motif memegang uang seringkali dilandasi sikap untuk dapat memberikan pinjaman qardhul hasan kepada orang lain sebagai upaya untuk membantu mereka
yang
membutuhkan dana pinjaman jangka pendek. Besaran dana yang dipegang untuk motif ini akan tergantung dari konsekuensi biaya yang ditanggung akibat memegang uang tunai, dan juga return dari aset-aset finansial yang dimiliki seorang muslim (Nurul Huda et al, 2008:148) . Rendahnya biaya dalam memegang uang tunai dan juga rendahnya return dari aset-aset finansial akan mengakibatkan keinginan untuk memegang uang dalam jumlah tunai menjadi lebih besar. Dengan jumlah
uang tunai yang lebih banyak, maka seorang muslim idealnya akan dapat memberikan lebih banyak pinjaman kebaikan kepada sesamanya. Inilah yang disebut oleh Fahim Khan (1995), sebagai motif spekulasi terselubung permintaan akan uang dalam sistem ekonomi Islam. Permintaan uang yang didedikasikan untuk pinjaman kebaikan ini selanjutnya disebut dengan motif altruistic. Keinginan dasar untuk memegang uang pada saat return rendah dan dorongan untuk melakukan investasi pada saat return yang tinggi. Dengan kondisi ini, maka motif memegang uang untuk tujuan altruistic akan lebih besar pada saat return investasi dari aset finansial rendah daripada pada saat ekspektasi return investasi tinggi. Fahim Khan menambahkan bahwa dalam Islam terdapat suatu institusi pengendali dari permintaan uang yang speculative yaitu zakat. Dengan adanya zakat, maka akan memperkuat motif memegang uang untuk motif altruistic. Permintaan uang riil dipengaruhi oleh peningkatan pendapatan riil dan penurunan tingkat ekspektasi return dari finansial aset. Maka persamaan fungsi permintaan uang secara matematis dinyatakan sebagai berikut (Fahim Khan, 1995): MD = kY – hQ
(2.3)
Di mana: MD = Permintaan akan uang Y
= Pendapatan nasional
Q
= Ekspektasi profit pada finansial aset untuk pemilik aset (axR)
Keseimbangan di pasar uang dibangun berdasarkan asumsi jumlah uang beredar dan tingkat harga yang tetap, sehingga jumlah uang riil yang beredar pun tetap. Selanjutnya persamaan matematis secara sederhana dapat dihubungkan antara a dan Y, yaitu (Fahim Khan, 1995):
a =1
kY – M h’ P
(2.4)
Di mana: h’ = hR; R= Keuntungan a = Rasio profit sharing (bagi hasil) M = Jumlah uang beredar P = Tingkat harga yang tetap
Berdasarkan hubungan ini terlihat bahwa antara a atau bagi hasil dengan tingkat pendapatan terdapat suatu hubungan yang positif. Secara grafis, hubungan positif antara a dan Y ini akan digambarkan dalam suatu kurva yang disebut dengan kurva LAM, kurva LAM dibangun dari permintaan uang yang berlandaskan motif untuk mendapatkan profit dari investasi dengan mempertimbangkan sikap altruistic, seperti pada gambar 2.1 (Nurul Huda, 2008:150):
a
LAM
Y Gambar 2.1 Hubungan Antara a dan Y di Pasar Uang
Kurva LAM, yang merupakan representasi dari keseimbangan di pasar uang sebagaimana dijelaskan di atas, memiliki slope yang positif, namun, dimungkinkan bagi kurva LAM untuk memiliki bentuk kurva yang vertikal dan horizontal (Nurul Huda, 1995: 151).
a LAM Kurva LAM yang vertikal, pada saat ini permintaan akan uang tidak responsif terhadap nilai ‘a’ atau h’= 0 dan kurva ini menunjukkan bahwa perekonomian masih dalam masa awal pertumbuhan Y
Gambar 2.2 Kurva LAM Vertikal
Kondisi ini terjadi karena rendahnya nilai Q, ekspektasi keuntungan investasi dari aset-aset finansial, yang berarti juga diakibatkan oleh nilai R yang rendah (sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa Q=axR). Rendahnya nilai Q ini mengakibatkan pemilik dana lebih menyukai untuk memegang uangnya dalam bentuk tunai. Hal ini karena mereka mengetahui kemungkinan risiko yang harus ditanggung jika mereka berinvestasi, yaitu return yang rendah dan bahkan kondisi yang lebih buruk lagi adalah berkurangnya dana pokok investasi (Nurul Huda, 1995:151).
a Kurva LAM yang horizontal menunjukkan nilai a yang mendekati 1, kondisi ini juga merepresentasikan R dan Q yang tinggi. Kurva ini menunjukkan bahwa perekonomian sudah dalam kondisi advance
LAM Y Gambar 2.3 Kurva LAM Horizontal Jumlah uang tunai yang diperlukan dalam sistem ekonomi Islam hanyalah untuk melaksanakan dua motif permintaan uang, yaitu transaksi dan berjaga-jaga. Jumlah uang tunai tersebut merupakan fungsi dari pendapatan, dan pada tingkat itu pula dikenakan zakat bagi aset yang tidak produktif (Nurul Huda, 2008:96). Menurut Metwally (1995) Bertambahnya pendapatan seorang muslim mengiringi pula dengan meningkatnya permintaan atas uang
oleh masyarakat untuk tingkat pendapatan tertentu yang terkena zakat. Secara matematik dirumuskan sebagai berikut: MD = ƒ
δMD δY
Y µ
(2.5) >0
(2.6)
dµ = 0
Di mana: MD = Permintaan uang dalam masyarakat Islam Y
= Pendapatan
µ
= Tingkat biaya karena menyimpan uang dalam bentuk kas
Suatu kenaikan pada biaya uang yang menganggur, pada tingkat pendapatan tertentu akan cenderung mengurangi jumlah permintaan uang. Hal ini dapat ditunjukkan oleh kurva berikut (Nurul Huda, 2008:97): Y
µ3 µ2 µ1 Y1 ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¦¯ ¯ ¯ ¦ ¦ ¦ ¦ M3D
¦¯ ¯ ¯ ¯ ¦ ¦ ¦ ¦ ¦ ¦ ¦ ¦ ¦ M2D
M1D
Gambar 2.4 Permintaan Uang dalam Ekonomi Islam
MD
Pendapatan (Y) diukur pada garis vertikal dan permintaan uang (MD) pada garis horizontal. Bila pendapatan adalah Y1 dan tingkat biaya adalah µ1 maka permintaan uang adalah M1D. Kenaikan tingkat biaya ke µ2 akan mengakibatkan penurunan jumlah permintaan uang dari M1D menjadi M2D. Kenaikan biaya selanjutnya menjadi µ3 akan menurunkan jumlah permintaan uang menjadi M3D. Kegiatan pasar dalam Islam apalagi yang menyangkut dengan pasar uang, sering tidak dapat diprediksikan. Kadangkala permintaan melebihi penawaran, namun tidak jarang penawaran melebihi permintaan. Apabila permintaan melebihi penawaran maka kelebihan itu (menurut Islam) diatasi dengan menaikkan biaya atas uang yang menganggur. Apabila pendapatan itu dilambangkan dengan Y0 dan tingkat biaya dilambangkan dengan µ0 maka keseimbangan dan kondisi di atas menjadi (Metwally, 1995: 91): Md 0 (Y0 / µ1) > Ms0 = αY0
(2.7)
Oleh karena kenaikan tingkat biaya tersebut maka laju permintaan yang melebihi penawaran tadi sudah dapat diantisipasi sehingga mencapai suatu keseimbangan makro. Persamaan (2.7) akan berubah menjadi: Md 0 (Y0 / µ1) = Ms0 = αY0
(2.8)
Kenaikan µ akan mendorong sekaligus investasi dan konsumsi, dan ini akan menaikkan tingkat pendapatan menjadi Y 1. Tingkat pendapatan yang
baru akan meningkatkan tingkat permintaan uang (menjadi Md1), selanjutnya tingkat keseimbangan baru akan diperoleh seperti:
Md 1 ( Y1 / µ1 ) = Ms1 = αY1
C.
(2.9)
Pembiayaan dan Sistem Pembiayaan 1. Definisi Pembiayaan Perbankan Bank pada hakekatnya adalah lembaga intermediasi antara para penabung dan investor. Tabungan hanya akan berguna apabila diinvestasikan, sedangkan para penabung tidak dapat diharapkan untuk mampu melakukannya sendiri. Nasabah akan menyimpan dananya di bank karena ia percaya bahwa bank dapat memilih alternatif investasi yang menarik dan menguntungkan. Selanjutnya bank akan menyalurkan kembali dana tabungan dan nasabah tersebut dalam bentuk investasi kepada masyarakat yang membutuhkan dana (Ismul Azhari, 2009). Pengalokasian dana dapat diwujudkan dalam bentuk pinjaman atau yang lebih dikenal dengan kredit. Pengalokasian dana dapat pula dilakukan dengan membelikan berbagai aset yang dianggap dapat menguntungkan bank. Akan tetapi, kegiatan pengalokasian dana yang paling penting dalam perbankan adalah pemberian pinjaman pada nasabah atau yang dikenal dengan istilah kredit pada bank konvensional dan pembiayaan bagi bank yang melaksanakan operasionalnya berdasarkan prinsip syari`ah (Ismul Azhari, 2009).
Pengertian pembiayaan dalam hal ini dibatasi pada pengertian pembiayaan yang dilakukan oleh bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syari`ah saja, bukan pembiayaan yang dilakukan lazimnya oleh lembaga pembiayaan non bank. Dalam Standar Akuntansi Keuangan, dikatakan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan (LM dalam Ismul Azhari, 2009). Menurut Undang-undang Perbankan nomor 10 tahun 1998, pembiayaan
adalah
penyediaan
uang
atau
tagihan
yang
dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara pihak bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. (Kasmir, 2000:73).
2. Definisi Sistem dan Sistem Pembiayaan Dalam buku Sistem Informasi Manajemen, dikatakan bahwa sistem adalah sekelompok elemen-elemen yang terintegrasi dengan maksud yang sama untuk mencapai tujuan (Ross H. Mcleod, 1996:13). Sedangkan pendapat lain menyatakan, sistem adalah suatu kegiatan yang
telah ditentukan caranya dan biasanya dilakukan berulang-ulang (Halim Alamsyah, 1998:2). Beberapa pendapat mengenai pengertian sistem antara lain adalah (Zaki Baridwan, 1994:4): a. W. Gerald Cole: Sistem adalah suatu kerangka dan prosedur-prosedur yang saling berhubungan yang disusun sesuai dengan suatu skema yang menyeluruh, untuk melaksanakan suatu kegiatan atau fungsi utama dari perusahaan b. Steven A. Moscove: Sistem adalah suatu kesatuan (entity) yang terdiri dan bagianbagian yang saling berkaitan dengan tujuan untuk mencapai tujuantujuan tertentu. Dari definisi-definisi tersebut dapat dikemukakan bahwa sistem terdiri dan sub-sub atau bagian yang saling terintegrasi untuk mencapai suatu tujuan. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka definisi sistem pembiayaan adalah suatu kerangka dan prosedur-prosedur yang berhubungan dengan proses penyediaan uang, barang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara pihak bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil (Ismul Azhari, 2009:29).
3. Jenis-jenis Pembiayaan Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihakpihak yang merupakan defisit unit. Menurut sifat penggunaannya pada perbankan syari`ah, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua bagian sebagai berikut (M. Syafi’i Antonio, 2001:160): a. Pembiayaan Produktif Pembiayaan produktif merupakan pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi (M. Syafi’i Antonio, 2001:160). Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua hal berikut: 1) Pembiayaan Modal Kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan: a) Peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi. b) Untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang. Bank Syari`ah melaksanakan pembiayaan modal kerja untuk memenuhi kebutuhan modal kerja nasabah bukan dengan meminjamkan
uang,
melainkan
dengan
menjalin
hubungan
partnership dengan nasabah, di mana bank bertindak sebagai
penyandang dana (shahibul maal), sedangkan pengusaha sebagai pengelola dana (mudharib). Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa Islam mendorong umatnya menjadi investor bukan semata-mata kreditor. Skema pembiayaan ini disebut dengan mudharabah (trust financing). Fasilitas ini dapat diberikan untuk jangka waktu tertentu, sedangkan bagi hasil secara periodik dengan nisbah wajar yang disepakati. Setelah jatuh tempo, nasabah mengembalikan sejumlah dana tersebut beserta porsi bagi hasil (yang belum dibagikan) dan merupakan bagian bank. 2) Pembiayaan Investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barangbarang modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang berkaitan dengan itu. Pembiayaan investasi diberikan kepada nasabah untuk keperluan investasi, yaitu keperluan penambahan modal guna mengadakan
rehabilitasi
pembiayaan
investasi
perluasan
diberikan
usaha.
dalam
Pada
jumlah
umumnya besar
dan
pengendapannya cukup lama. Dengan demikian perlu disusun proyeksi arus kas (projected cash flow) yang mencakup semua komponen biaya dan pendapatan sehingga akan dapat diketahui berapa dana yang tersedia setelah semua kewajiban terpenuhi. Setelah itu barulah disusun jadwal arnortisasi yang merupakan angsuran pembiayaan.
b. Pembiayaan Konsumtif Pembiayaan konsumtif diperlukan oleh pengguna dana untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis dipakai untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Bank Syari`ah dapat menyediakan pembiayaan komersil untuk pemenuhan kebutuhan barang konsumsi dengan skema berikut: 1) Bai’ bi tsaman ajil (salah satu bentuk murabahah) yaitu suatu perjanjian pembiayaan yang disepakati antara bank dengan nasabah, di mana bank menyediakan dananya untuk pembelian barang modal dan usaha anggotanya yang kemudian proses pembayarannya dilakukan secara mencicil atau angsuran. 2) Ijarah muntahia bi tamlik atau sewa beli. 3) Musyarakah mutanaqishah (decreasing paticipation), di mana secara bertahap bank menurunkan jumlah partisipasinya. 4) Rahn yaitu menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya (M. Syafi’i Antonio, 2001:168).
4. Prinsip Dasar Pembiayaan Secara umum prinsip pembiayaan pada perbankan syari`ah dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu musyarakah, mudharabah, muzara’ah dan musaqah. Sungguhpun demikian, didalam prakteknya, pihak perbankan syari`ah saat ini masih belum menerapkan semua jenis akad pembiayaan tersebut. Prinsip yang paling banyak digunakan adalah
musyarakah dan mudharabah, sedangkan muzara’ah dan musaqah biasanya dipergunakan secara lebih khusus lagi yaitu untuk plantation financing atau pembiayaan pertanian oleh beberapa bank syari`ah. Khusus dalam penelitian ini hanya akan dibahas mengenai prinsip-prinsip pembiayaan mudharabah (Ismul Azhari, 2009).
D. Pembiayaan Mudharabah 1. Definisi Mudharabah Al-Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (Shahibul maal) menyediakan seluruh modal (100%), sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib). Keuntungan usaha mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan ke dalam kontrak, sedangkan apabila mengalami kerugian ditanggung oleh pemilik modal, selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pihak pengelola. Seandainya kerugian itu akibat kelalaian atau kecurangan si pengelola, maka si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut (AsySyarbasyi dalam Ismul azhari, 2009). Pembiayaan mudharabah dapat digambarkan dalam skema di bawah ini:
PERJANJIAN BAGI HASIL Keahlian Keterampilan
Nasabah (mudharib)
Modal 100%
Bank (shahibul maal)
PROYEK/USAHA
Nisbah X%
PEMBAGIAN KEUNTUNGAN
Nisbah Y%
Pengambilan Modal pokok MODAL
Gambar 2.5 Pembiayaan Mudharabah
2. Landasan Syari`ah Secara umum, landasan dasar syari`ah mudharabah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dalam ayat-ayat dan hadits berikut ini: a. Al-Qur`an
“…dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah…” (QS. al-Muzammil:20)
“…apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah…” (QS. al-Jumu`ah:10)
b. As-Sunnah Dari Shalih bin Shuhaib radhiyallahu `anhu bahwa Rasulullah shalallahu `alaihi wa sallam bersabda, “Tiga hal yang di dalamnya terdapat
keberkahan:
jual
beli
secara
tangguh,
muqaradhah
(mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR Ibnu Majah no. 2280, kitab at-Tijarah dalam Ismul Azhari, 2009)
3. Jenis-jenis Mudharabah Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis, yaitu mudharabah muthlaqah dan mudharabah muqayyadah (Zainul Arifin, 2006:19). a. Mudharabah Muthlaqah Transaksi mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya amat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. Dalam pembahasan fiqih ulama salafus shaleh seringkali diungkapkan
dengan contoh if’al ma syi’ta’ (lakukan sesukamu) dan shahibul maal ke mudharib yang memberikan kekuasaan sangat besar. b. Mudharabah Muqayyadah Mudharabah muqayyadah atau disebut juga dengan istilah restricted mudharabah/specified mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Si mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum si shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha.
4. Aplikasi dalam Perbankan Mudharabah
biasanya
diterapkan
pada
produk-produk
pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, mudharabah diterapkan pada: a. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti tabungan haji, tabungan kurban, dan sebagainya. b. Deposito spesial (special investment), di mana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya murabahah saja atau ijarah saja. Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk: a. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa. b. Investasi khusus, disebut juga mudharabah muqayyadah, di mana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syaratsyarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal.
5. Manfaat Mudharabah Manfaat mudharabah pada praktek perbankan (Ismul Azhari, 2009) antara lain: a. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat. b. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread. c. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan arus kas usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah. d. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan karena keuntungan yang kongkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan. e. Prinsip bagi basil dalam mudharabah/musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga di mana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi .
6. Risiko Mudharabah Risiko yang terdapat dalam mudharabah, terutama pada penerapannya dalam pembiayaan relatif tinggi, diantaranya (Ismul Azhari, 2009):
a. side streaming nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak; b. lalai dan kesalahan yang disengaja; c. penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur.
7. Penentuan Bagi Hasil dalam Skema Mudharabah
S PBHM (mudharib)
40%
60%
D PBHS (shahibul maal)
Gambar 2.6 Bagi Hasil dalam Skema Mudharabah
Kurva S menunjukkan kurva penawaran modal dari para shahibul maal, sementara D adalah kurva permintaan modal dari para mudharib. Kurva penawaran S memiliki lereng positif, yang berarti bahwa semakin tinggi porsi bagi hasil yang diterima oleh shahibul maal, maka akan semakin meningkat kesediaanya untuk menawarkan modal. Sebaliknya, dengan kenaikan porsi bagi hasil yang diterima oleh shahibul maal ini berarti menurunnya porsi yang diterima oleh mudharib. Karenanya, kurva
permintaan D berlereng negatif, yang berarti menaiknya porsi bagi hasil yang diterima oleh shahibul maal akan semakin mengurangi permintaan modal dari para mudharib. Tingkat nisbah bagi hasil yang terjadi dihasilkan dari perpotongan kurva penawaran S dan pemintaan D dalam gambar di atas perpotongan ini menghasilkan nisbah bagi hasil 40:60, yaitu 40% untuk shahibul maal dan 60% untuk mudharib. Analisis seperti ini akan berlaku dalam kasus terdapat keuntungan (positive return) dari kerja sama tersebut. Dalam kasus terjadi kerugian, maka shahibul maal akan menanggung seluruh kerugian permodalan sementara mudharib tidak mendapat bagian pendapatan apa pun. Jadi mudharib menanggung kerugian tenaga, pikiran dan manajemen yang telah ia curahkan. Dalam hal tidak terdapat keuntungan atau kerugian (zero return), maka tidak ada pembagian apa pun di antara keduanya. Tampak jelas bahwa dalam mudharabah harga modal akan ditentukan bersama-sama dengan harga dari kewirausahaan.
E. Bagi Hasil 1. Definisi Sistem Bagi Hasil Sistem bagi hasil adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara pihak penyedia dana (shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib). Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara
bank dengan penyimpan dana atau antara bank dengan nasabah penerima dana. (M. Syafi’i Antonio, 1999). 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bagi Hasil a. Faktor Langsung Diantara faktor langsung yang mempengaruhi perhitungan bagi hasil adalah: 1) Investment rate, yaitu merupakan persentase aktual dana yang diinvestasikan dan total dana. 2) Jumlah dana yang tersedia. Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan merupakan jumlah dana dan berbagai sumber dana yang tersedia untuk diinvestasikan. Dana tersebut dapat dihitung dengan menggunakan salah satu metode rata-rata saldo minimum bulanan atau rata-rata total saldo harian. Investment rate dikalikan dengan jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan akan menghasilkan jumlah dana aktual yang digunakan. 3) Nisbah (profit sharing ratio) a) Salah satu ciri al-mudharabah adalah nasabah yang harus ditentukan dan disetujui pada awal perjanjian. b) Nisbah antara satu bank dengan bank lainnya dapat berbeda. c) Nisbah juga dapat berbeda dari waktu ke waktu dalam satu bank, misalnya deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan. d) Nisbah juga dapat berbeda antara satu account dengan account lainnya sesuai dengan besarnya dana dan jatuh temponya.
b. Faktor Tidak langsung Faktor tidak langsung terdiri dari: 1) Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya mudharabah, antara lain: a) Bank dan nasabah melakukan share dalam pendapatan dan biaya (profit and sharing). Pendapatan yang dibagihasilkan merupakan pendapatan yang diterima dikurangi biaya-biaya. b) Jika semua biaya ditanggung bank, maka hal ini disebut revenue sharing. 2) Kebijakan Akuntansi (prinsip dan metode akuntansi) Bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh berjalannya aktivitas yang diterapkan, terutama sehubungan dengan pengakuan pendapatan dan biaya.
3. Pembagian Keuntungan (Profit Distribution) Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa pendapatan yang dibagihasilkan merupakan pendapatan yang diterima setelah dikurangi dengan biaya-biaya operasional, harus dibagi antara bank dengan para penyandang dana, yaitu nasabah investasi, para penabung dan para pemegang saham sesuai dengan nisbah bagi hasil yang diperjanjikan (Zainul Arifin, 2006:57). Bank dapat menegosiasikan nisbah bagi hasil atas investasi mudharabah sesuai dengan tipe yang ada, baik sifatnya maupun jangka waktunya. Bank juga dapat menentukan nisbah bagi hasi yang sama atas
semua tipe, tetapi menetapkan bobot (weight) yang berbeda-beda atas setiap tipe investasi yang dipilih oleh nasabah. Berdasarkan kesepakatan mengenai nisbah bagi hasil antara bank dengan para nasabah tersebut, bank akan mengalokasikan penghasilannya dengan tahap-tahap sebagai berikut (Zainul Arifin, 2006:57): a. Tahap pertama, bank menetapkan jumlah relatif masing-masing dana simpanan yang berhak atas bagi hasil usaha bank menurut tipenya, dengan cara membagi setiap tipe dana-dana dengan seluruh jumlah dana-dana yang ada pada bank dikalikan 100%. b. Tahap kedua, bank menetapkan jumlah pendapatan bagi hasil untuk masing-masing tipe dengan cara mengalikan persentase (jumlah relatif) dari masing-masing dana simpanan dengan jumlah pendapatan bank. c. Tahap ketiga, bank menetapkan porsi bagi hasil untuk masing-masing tipe dana simpanan sesuai dengan nisbah yang diperjanjikan. d. Tahap keempat, bank harus menghitung jumlah relatif biaya operasional terhadap volume dana, kemudian mendistribusikan beban tersebut sesuai dengan porsi dana dari masing-masing tipe simpanan. e. Tahap kelima, bank mendistribusikan bagi hasil untuk setiap pemegang rekening menurut tipe simpanannya sebanding dengan jumlah simpanannya.
4. Hubungan Bagi Hasil dengan Permintaan Pembiayaan Mudharabah Dalam teorinya, apabila tingkat bagi hasil mudharabah meningkat maka akan menurunkan permintaan pembiayaan. Hal ini disebabkan,
dalam urusan pembiayaan, masyarakat memang menghindari pembiayaan mudharabah, karena apabila bagi hasilnya tinggi maka pihak yang akan diuntungkan adalah pemilik modal (bank), sehingga akan menurunkan permintaan pembiayaan mudharabah, yang berarti bahwa antara tingkat bagi hasil dengan permintaan pembiayaan mudharabah memiliki hubungan yang negatif.
F. Jakarta Islamic Index (JII)
1. Definisi Jakarta Islamic Index Market index atau indeks pasar adalah rata-rata tingkat keuntungan seluruh saham yang beredar di pasar modal yang diperoleh dari nilai pasar seluruh saham yang beredar digabung dengan seluruh saham yang beredar pada hari pertama tahun dasar dikalikan seratus persen. (Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas). Sedangkan yang dimaksud dengan saham syari`ah adalah salah satu bentuk dari saham biasa yang memiliki karakteristik khusus berupa kontrol yang ketat dalam hal kehalalan ruang lingkup kegiatan usaha (Reny Maharani dalam Elih Tahliyah, 2008:17) Oleh karena itu Jakarta Islamic Index atau biasa disebut JII adalah salah satu indeks saham yang ada di Indonesia yang menghitung indeks harga rata-rata saham untuk jenis saham-saham yang memenuhi kriteria syari`ah. Pembentukan JII tidak lepas dari kerja sama antara Pasar
Modal Indonesia (dalam hal ini PT Bursa Efek Jakarta) dengan PT Danareksa Invesment Management (PT DIM) (Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas). JII telah dikembangkan sejak tanggal 3 Juli 2000. Pembentukan instrumen syari`ah ini untuk mendukung pembentukan Pasar Modal Syari`ah yang kemudian diluncurkan di Jakarta pada tanggal 14 Maret 2003. Mekanisme Pasar Modal Syari`ah meniru pola serupa di Malaysia yang digabungkan dengan bursa konvensional seperti Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Setiap periodenya, saham yang masuk JII berjumlah 30 (tiga puluh) saham yang memenuhi kriteria syari`ah. JII menggunakan hari dasar tanggal 1 Januari 1995 dengan nilai dasar 100. (Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas).
2. Tujuan Pembentukan Jakarta Islamic Index Tujuan pembentukan JII adalah untuk meningkatkan kepercayaan investor untuk melakukan investasi pada saham berbasis syari`ah dan memberikan manfaat bagi pemodal dalam menjalankan syari`ah Islam untuk melakukan investasi di bursa efek. JII juga diharapkan dapat mendukung proses transparansi dan akuntabilitas saham berbasis syari`ah di Indonesia. JII menjadi jawaban atas keinginan investor yang ingin berinvestasi sesuai syari`ah. Dengan kata lain, JII menjadi pemandu bagi investor yang ingin menanamkan dananya secara syari`ah tanpa takut tercampur dengan dana ribawi. Selain itu, JII menjadi tolak ukur kinerja
(benchmark) dalam memilih portofolio saham yang halal (Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas)
3. Penentuan Saham Jakarta Islamic Index Penentuan kriteria dalam pemilihan saham dalam JII melibatkan Dewan Pengawas Syari`ah PT DIM. Saham-saham yang akan masuk ke JII harus melalui filter syari`ah terlebih dahulu. Berdasarkan arahan Dewan Pengawas Syariah PT DIM, ada 4 syarat yang harus dipenuhi agar saham-saham tersebut dapat masuk ke JII (Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas): a. Emiten tidak menjalankan usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang. b. Bukan lembaga keuangan konvensional yang menerapkan sistem riba, termasuk perbankan dan asuransi konvensional. c. Usaha yang dilakukan bukan memproduksi, mendistribusikan, dan memperdagangkan makanan/minuman yang haram. d. Tidak menjalankan usaha memproduksi, mendistribusikan, dan menyediakan barang/jasa yang merusak moral dan bersifat mudharat. Dalam Al-Qur’an, Allah Azza Wa Jalla berfirman:
“Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian berbuat zalim kepada yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh; dan amat sedikitlah mereka ini.” (QS. Shaad: 24).
Selain filter syari`ah, saham yang masuk ke dalam JII harus melalui beberapa proses penyaringan (filter) terhadap saham yang listing, yaitu (Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas): a. Memilih kumpulan saham dengan jenis usaha utama yang tidak bertentangan dengan prinsip syari`ah dan sudah tercatat lebih dari 3 bulan, kecuali termasuk dalam 10 kapitalisasi besar. b. Memilih saham berdasarkan laporan keuangan tahunan atau tengah tahun berakhir yang memiliki rasio Kewajiban terhadap Aktiva maksimal sebesar 90%. c. Memilih 60 saham dari susunan saham di atas berdasarkan urutan ratarata kapitalisasi pasar (market capitalization) terbesar selama 1 (satu) tahun terakhir. d. Memilih 30 saham dengan urutan berdasarkan tingkat likuiditas ratarata nilai perdagangan reguler selama 1 (satu) tahun terakhir. Pengkajian ulang akan dilakukan 6 (enam) bulan sekali dengan penentuan komponen indeks pada awal bulan Januari dan Juli setiap tahunnya. Sedangkan perubahan pada jenis usaha utama emiten akan dimonitor secara terus menerus berdasarkan data publik yang tersedia.
Perusahaan yang mengubah lini bisnisnya menjadi tidak konsisten dengan prinsip syari`ah akan dikeluarkan dari indeks. Sedangkan saham emiten yang dikeluarkan akan diganti oleh saham
emiten
lain.
Semua
prosedur
tersebut
bertujuan
untuk
mengeliminasi saham spekulatif yang cukup likuid. Sebagian sahamsaham spekulatif memiliki tingkat likuiditas rata-rata nilai perdagangan reguler yang tinggi dan tingkat kapitalisasi pasar yang rendah.
4. Hubungan
Jakarta
Islamic
Index
(JII)
dengan
Permintaan
Pembiayaan Mudharabah JII
memiliki
hubungan
pembiayaan mudharabah.
yang positif
dengan permintaan
Hal ini dapat terlihat bahwa dengan
meningkatnya JII yang mencerminkan membaiknya kondisi keuangan perusahaan dan kondisi perekonomian yang stabil (certainty) akan meningkatkan minat dunia usaha dalam mengembangkan usaha sehingga akan meningkatkan permintaan pembiayaan mudharabah. Sebaliknya menurunnya JII yang mencerminkan memburuknya kondisi keuangan perusahaan dan kondisi perekonomian yang uncertainty akan mengurangi minat dunia usaha dalam mengembangkan usaha sehingga akan menurunkan permintaan pembiayaan mudharabah.
G. Inflasi 1. Definisi Inflasi Cukup banyak definisi inflasi tetapi hingga kini belum diperoleh suatu definisi yang baku yang disetujui oleh seluruh ahli ekonomi. Definisi inflasi menurut beberapa penulis pada dasarnya sama yaitu antara lain : a. Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaikkan secara umum dan terus-menerus. (Budiono, 2001) b. Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum barang-barang secara terus-menerus ini tidak berarti bahwa harga-harga berbagai macam barang itu naik dengan presentase yang sama. Mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tetapi tidaklah bersamaan yang penting terdapat kenaikan umum barang secara terus-menerus selama satu periode. (Nopirin, 2000) Ini tidak berarti bahwa harga berbagai macam barang itu naik dengan persentase yang sama. Mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidaklah bersamaan. Yang penting terdapat kenaikan harga umum barang secara terus menerus selama suatu periode tertentu. Kenaikan yang terjadi hanya sekali saja (meskipun dengan persentase yang cukup besar) bukanlah merupakan inflasi.
2. Jenis-jenis Inflasi a. Penggolongan Inflasi Menurut Parah Tidaknya Inflasi
Penggolongan pertama menurut parah tidaknya inflasi, beberapa macam inflasi: (Budiono, 2001) 1) Inflasi ringan (di bawah 10% setahun) 2) Inflasi sedang (antara 10 – 30% setahun) 3) Inflasi berat (antara 30 –100%) 4) Hiperinflasi (di atas 100%) Penentuan parah tidaknya inflasi tentu saja sangat relatif dan tergantung pada “selera” kita untuk menamakannya. b. Penggolongan Inflasi Menurut Penyebabnya Penggolongan kedua adalah atas dasar sebab musabab awal dari inflasi. Ekonom Islam Taqiuddin Ahmad ibn al-Maqrizi (1364 M1441 M dalam Adiwarman Karim, 2007:140), yang merupakan salah satu murid dari Ibnu Khaldun, menggolongkan inflasi dalam dua golongan yaitu: 1) Natural Inflation Sesuai dengan namanya, inflasi jenis ini diakibatkan oleh sebab-sebab alamiah, di mana orang tidak mempunyai kendali atasnya (dalam hal mencegah). Ibn al-Maqrizi mengatakan bahwa inflasi ini adalah inflasi yang diakibatkan oleh turunnya agregat supply (AS) atau naiknya agregat demand (AD). Natural
inflation
dapat
dibedakan
berdasarkan
penyebabnya menjadi dua golongan yaitu sebagai berikut:
a) Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang tertentu kuat (Demand Pull Inflation). Inflasi yang dimaksud di sini adalah inflasi yang timbul akibat uang yang masuk dari luar negeri terlalu banyak, di mana ekspor naik sedangkan impor turun sehingga net export nilainya sangat besar, maka mengakibatkan naiknya agregat demand (AD) yaitu adanya banyak permintaan akan barang-barang konsumsi oleh masyarakat, karena permintaan masyarakat bertambah, maka kurva agregat demand bergeser dari D1 ke D2. Akibatnya harga berubah dari H1 ke H2 kenaikan harga barang akhir mendahului harga barang input dan kenaikan faktor produksi, (Gambar 2.7). P S
P2 ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¦ ¦ P1 ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯¦ ¦ ¦ ¦ ¦ ¦ ¦ ¦ 0 Q1 Q2
D2 D1 Q
Gambar 2.7 Kurva Demand Pull Inflation Cara mengatasi permasalahan tersebut khalifah Umar bin Khattab rodhiyallahu `anhu pada zamannya, Beliau
melarang penduduk Madinah untuk membeli barang-barang atau komoditi selama dua hari berturut-turut. Akibatnya adalah turunnya AD dalam perekonomian. Setelah pelarangan tersebut berakhir maka tingkat harga kembali menjadi normal. b) Inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi (Cost Push Inflation). Cost push inflation adalah inflasi yang timbul karena berkurangnya penawaran akibat kenaikan produksi karena terjadinya paceklik, perang ataupun embargo dan boycott. Pada gambar di bawah terlihat bila ongkos produksi naik maka kurva penawaran akan bergeser dari S1 ke S2. Kenaikan harga barang akhir (output) mengikuti kenaikan harga barang input atau faktor produksi, (Gambar 2.8). P S2 S1 P2 ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯¦ ¦ P1 ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯ ¯¦¯ ¯ ¯ ¯ ¦ ¦ ¦ ¦ ¦ ¦ ¦ 0 Q1 Q2
D
Q
Gambar 2.8 Kurva Cost Push Inflation
Cara mengatasi permasalahan tersebut khalifah Umar bin Khattab rodhiyallahu `anhu pada zamannya, Beliau
melakukan impor gandum dari Fustat-Mesir sehingga agregat supply (AS) barang di pasar kembali naik yang kemudian berakibat pada turunnya tingkat harga-harga. 2)
Human Error Inflation (HEI) HEI dikatakan sebagai inflasi yang diakibatkan oleh
kesalahan dari manusia itu sendiri (QS. Ar-Rum: 41). HEI dapat dikelompokkan menurut penyebabnya sebagai berikut: a) Korupsi dan administrasi yang buruk (Corruption and bad administration). b) Pajak yang berlebihan (Excessive Tax). c) Pencetakan uang dengan maksud menarik keuntungan yang berlebihan (Excessive Seignorage).
3. Metode Pengukuran Inflasi Suatu kenaikan harga dalam inflasi dapat diukur dengan menggunakan indeks harga. Ada beberapa indeks harga yang dapat digunakan untuk mengukur laju inflasi (Nopirin, 1987:25) antara lain: a. Consumer Price Index (CPI) Indeks yang digunakan untuk mengukur biaya atau pengeluaran rumah tangga dalam membeli sejumlah barang bagi keperluan kebutuhan hidup: Cost of market basket in given year CPI =
x 100% Cost of market basket in base year
(2.23)
b. Produsen Price Index dikenal dengan Whosale Price Index Indeks yang lebih menitikberatkan pada perdagangan besar seperti harga bahan mentah (raw material), bahan baku atau barang setengah jadi. Indeks PPI ini sejalan dengan indeks CPI. c. GNP Deflator GNP deflator ini merupakan jenis indeks yang berbeda dengan indeks CPI dan PPI, di mana indeks ini mencangkup jumlah barang dan jasa yang termasuk dalam hitungan GNP, sehingga jumlahnya lebih banyak dibanding dengan kedua indeks di atas:
GNP Nominal GNP Deflator = GNP Riil
X 100
(2.24)
4. Hubungan Inflasi dengan Permintaan Pembiayaan Mudharabah Inflasi memiliki hubungan yang negatif terhadap permintaan pembiayaan mudharabah. Inflasi yang mencerminkan ekspektasi terhadap kenaikan harga-harga relatif barang dan jasa di masa datang akan menyebabkan naiknya tingkat bagi hasil, dengan tingginya bagi hasil tersebut biasanya masyarakat akan menyimpan uang di perbankan syari`ah dengan sistem mudharabah lebih banyak karena bagi hasilnya tinggi, sehingga masyarakat merasa “diuntungkan”. Sebaliknya dalam urusan pembiayaan masyarakat justru menghindari pembiayaan mudharabah, karena bagi hasilnya tinggi di mana yang diuntungkan adalah pemilik
modal (bank). Oleh karena itu masyarakat akan menurunkan pembiayaan mudharabah yang diminta. Sehingga hubungan antara inflasi dan permintaan pembiayaan mudharabah berbanding terbalik.
H. Produk Domestik Bruto (PDB) 1. Definisi PDB Produk Domestik Bruto atau Gross Domestic Product (GDP) adalah nilai total atas segenap output akhir yang dihasilkan oleh suatu perekonomian baik yang dilakukan oleh penduduk domestik maupun penduduk asing maupun orang-orang dari negara lain yang bermukim di negara yang bersangkutan. PDB merupakan ukuran terbaik dari kinerja perekonomian karena tujuan PDB adalah meringkas aktivitas ekonomi dalam nilai uang tunggal dalam periode waktu tertentu (Mankiw, 1999). Menurut Paul A. Samuelson (1992:112), PDB adalah jumlah output total yang dihasilkan dalam batas wilayah suatu negara dalam satu tahun. PDB mengukur nilai barang dan jasa yang di produksi di wilayah suatu negara tanpa membedakan kewarganegaraan pada suatu periode waktu tertentu. Sadono Sukirno (1994:33) mendefinisikan PDB/GDP sebagai nilai barang dan jasa dalam suatu negara yang diproduksi oleh faktorfaktor produksi milik warga negara tersebut dan warga negara asing. PDB diyakini sebagai indikator ekonomi terbaik dalam menilai perkembangan ekonomi suatu negara. Perhitungan pendapatan nasional ini
mempunyai ukuran makro utama tentang kondisi suatu negara. Pada umumnya perbandingan kondisi antar negara dapat dilihat dari pendapatan nasionalnya sebagai gambaran, Bank Dunia menentukan apakah suatu negara berada dalam kelompok negara maju atau berkembang melalui pengelompokan besarnya PDB, dan PDB suatu negara sama dengan total pengeluaran atas barang dan jasa dalam perekonomian (Teddy Herlambang, 2001:16). Dengan demikian warga negara yang bekerja di negara lain, pendapatannya tidak dimasukkan ke dalam PDB. Sebagai gambaran PDB Indonesia baik oleh warga negara Indonesia (WNI) maupun warga negara asing (WNA) yang ada di Indonesia tetapi tidak diikutsertakan produk WNI di luar negeri (Teddy Herlambang, 2001:22). Sedangkan Faried Wijaya (1997:13) menyatakan bahwa PDB adalah nilai uang berdasarkan harga pasar dari semua barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksi oleh suatu perekonomian dalam suatu periode waktu tertentu biasanya satu tahun. Secara umum PDB dapat diartikan sebagai nilai akhir barang-barang dan jasa yang diproduksi di dalam suatu negara selama periode tertentu (biasanya satu tahun). 2. PDB Sebagai Kinerja Perekonomian Terdapat beberapa cara untuk menilai PDB sebagai kinerja sebuah perekonomian (Mankiw, 1999):
a. Dengan melihat PDB dari pendekatan produksi, yaitu dengan cara menjumlahkan nilai produksi yang dihasilkan oleh sektor-sektor produktif yang ada di Indonesia. Secara sistematis metode produksi dituliskan sebagai berikut:
Y = Pq1Q1 + Pq2Q2 + Pq3Q3 + … + PqnQn
(2.13)
b. Dengan melihat PDB sebagai perekonomian total (pendekatan pendapatan) dari setiap orang yang berada di dalam perekonomian, dengan menjumlahkan semua pendapatan dari faktor-faktor produksi. Jika ditulis persamaannya adalah sebagai berikut:
Y=w+i+r+ π
c. Dengan
melihat
PDB
sebagai
pengeluaran
(2.14)
total
(pendekatan
pengeluaran) pada output barang dan jasa perekonomian, dengan menjumlahkan semua pengeluaran. Secara sistematis persamaanya dapat ditulis: Y = C + I + G + (X-M)
(2.15)
Dari sudut pandang lain, jelaslah mengapa PDB merupakan cerminan dari kinerja ekonomi karena mengukur sesuatu yang dipedulikan banyak orang (pendapatan) demikian pula dengan output barang dan jasa yang memuaskan permintaan rumah tangga, perusahaan dan pemerintah. PDB mengukur pendapatan dan pengeluaran perekonomian pada outputnya dengan alasan bahwa jumlah keduanya adalah sama dan fakta
yang mendasar, karena setiap transaksi memiliki penjual dan pembeli, setiap uang yang dikeluarkan seorang pembeli menjadi pendapatan seorang penjual yang lain.
3. PDB Atas Harga Berlaku dan Harga Konstan Pendapatan nasional dapat dihitung berdasarkan dua harga yang telah ditetapkan pasar. Menurut Mulyono dalam Hanton (2002:27), pendapatan nasional pada harga konstan dan harga berlaku dapat diperoleh melalui: PDB hkx = PDB hbx x 100
(2.16)
IHKx PDB hbx = PDB hkx x IHKx
(2.17)
100 Indeks harga yang digunakan untuk mendeflasi PDB harga berlaku di mana Implicit Price Deflator.
Implicit Price Deflator =
PDB hbx x 100 PDB hkx
Di mana: Hkx = Harga konstan Hbx = Harga berlaku IHK= Indeks harga konsumen 100 = Indeks harga konsumen tahun dasar X
= Tahun tertentu
(2.18)
GDP nominal (PDB atas dasar harga berlaku) merujuk kepada nilai GDP tanpa memperhatikan pengaruh harga. Sedangkan GDP riil (PDB atas dasar harga konstan) mengoreksi angka GDP nominal dengan memasukkan pengaruh dari harga. GDP dapat dipahami melalui cara perhitungan pendapatan nasional berikut dibawah ini (Suseno Triyanto, 1983:16). GNP = GDP + F
(2.19)
NNP = GNP – D
(2.20)
NI = NNP – Nit
(2.21)
Di mana : GNP = Produk nasional bruto GDP = Produk domestik bruto NNP = Produk nasional neto F
= Pendapatan neto terhadap luar negeri atas faktor-faktor produksi
D
= Penyusutan
Nit
= Pajak tidak langsung neto, yaitu selisih antara pajak tidak langsung dengan subsidi
NI
= Pendapatan nasional (Y)
Jika ketika persamaan tersebut digabungkan akan didapat persamaan sebagai berikut : GDP = NI + Nit + D - F
(2.22)
Suseno Triyanto (1983) berpendapat bahwa kenaikan pendapatan perkapita mungkin menaikkan standar hidup riil masyarakat bisa terjadi, sementara pendapatan riil perkapita meningkat, akan tetapi konsumsi mengakibatkan tingkat tabungan meningkat. Hal ini akan menjadikan salah satu bentuk akumulasi modal melalui tabungan masyarakat yang pada
akhirnya
akan
digunakan
pemerintah
dalam
membiayai
pembangunan di negaranya.
4. Hubungan PDB dengan Permintaan Pembiayaan Mudharabah PDB
memiliki
hubungan
yang
erat
dengan
permintaan
pembiayaan mudharabah, hal ini disebabkan, dengan adanya kenaikan PDB karena kondisi perekonomian yang mantap maka tingkat konsumsi masyarakat akan semakin meningkat, oleh sebab itu jika PDB meningkat maka permintaan akan pembiayaan mudharabah juga akan mengalami peningkatan guna mencukupi tingkat konsumsi yang diperlukan oleh masyarakat. Sehingga PDB memiliki hubungan yang searah (positif) dengan permintaan pembiayaan mudharabah, dan sebaliknya dalam kondisi perekonomian yang lemah (resesi) maka permintaan pembiayaan mudharabah cenderung menurun karena dengan sendirinya masyarakat akan mengurangi tingkat konsumsinya.
I. Kurs Mata Uang 1. Definisi Kurs Mata Uang Nilai tukar uang yang dikenal dengan sebutan kurs mata uang adalah catatan (quation) harga pasar dari mata uang asing (foreign currency) dalam harga mata uang domestik (domestic currency) atau resiprokalnya, yaitu harga mata uang domestik dalam mata uang asing (Douglas Greenwald, 1982:430). Sedangkan menurut Adiningsih, dkk (1998:155), nilai tukar Rupiah adalah harga Rupiah terhadap mata uang negara lain. Jadi, nilai tukar Rupiah merupakan nilai dari satu mata Rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata uang negara lain. Misalnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS, nilai tukar Rupiah terhadap Yen, dan lain sebagainya. Kurs inilah sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di pasar saham maupun pasar uang karena investor cenderung akan berhati-hati untuk melakukan investasi. Menurunnya kurs Rupiah terhadap mata uang asing khususnya Dollar AS memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal (Sitinjak dan Kurniasari, 2003).
2. Perhitungan Kurs Mata Uang
P = e x P’
Di mana: P = Tingkat harga domestik (domestic price)
(2.23)
P’ = Tingkat harga luar negeri (foreign price) e = Nilai tukar uang (exchange rate) e x P’ Real exchange rate =
(2.24) P
(e* IDR/USD – e IDR/USD) RIDR = RUSD +
(2.25) e IDR/USD
Di mana: R = Expected return on asset e* = Expected future exchange rate (perkiraan nilai tukar) e = Exchange rate (nilai tukar )
3. Penyebab Fluktuasi Kurs Mata Uang Ada
beberapa
faktor
yang
menjadi
penyebab
dari
apresiasi/depresiasi (fluktuasi) nilai tukar suatu mata uang, di dalam Islam digolongkan dalam dua kelompok yaitu natural dan human error. Nilai tukar uang menurut Islam akan dipakai dalam dua skenario yaitu (Adiwarman Karim, 2007:167): a. Perubahan harga terjadi di dalam negeri 1) Natural exchange rate fluctuation Fluktuasi nilai tukar uang akibat dari perubahan-perubahan yang terjadi pada agregat demand (AD) dan agregat supply (AS). 2) Human error exchange rate fluctuation d) Korupsi dan administrasi yang buruk (Corruption dan bad administration)
e) Pajak yang berlebihan (Excessive Tax) f) Pencetakan uang dengan maksud menarik keuntungan yang berlebihan (Excessine seignorage). b. Perubahan harga terjadi di luar negeri 1) Non-engineered/non-manipulated changes Disebut sebagai non-engineered/non-manipulated changes adalah karena perubahan yang terjadi bukan disebabkan oleh manipulasi (yang dimaksudkan untuk merugikan) yang dilakukan oleh pihakpihak tertentu. 2) Engineered/manipulated changes Disebut sebagai engineered/manipulated changes adalah karena perubahan yang terjadi disebabkan oleh manipulasi yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang dimaksudkan untuk merugikan pihak lain.
4. Sistem Kurs Mata Uang Menurut Kuncoro (2001: 26), ada beberapa sistem kurs mata uang yang berlaku di perekonomian internasional, yaitu: a. Sistem kurs mengambang (floating exchange rate), sistem kurs ini ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa upaya stabilisasi oleh otoritas moneter. Di dalam sistem kurs mengambang dikenal dua macam kurs mengambang, yaitu :
1) Mengambang bebas (murni) di mana kurs mata uang ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme pasar tanpa ada campur tangan pemerintah. 2) Mengambang terkendali (managed or dirty floating exchange rate) di mana otoritas moneter berperan aktif dalam menstabilkan kurs pada tingkat tertentu. b. Sistem kurs tertambat (peged exchange rate), dalam sistem ini, suatu negara mengkaitkan nilai mata uangnya dengan suatu mata uang negara lain atau sekelompok mata uang, yang biasanya merupakan mata uang negara partner dagang yang utama. c. Sistem kurs tertambat merangkak (crawling pegs), dalam sistem ini, suatu negara melakukan sedikit perubahan dalam nilai mata uangnya secara periodik dengan tujuan untuk bergerak menuju nilai tertentu pada rentang waktu tertentu. d. Sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies). Banyak negara terutama negara sedang berkembang menetapkan nilai mata uangnya berdasarkan sekeranjang mata uang. Keuntungan dari sistem ini adalah menawarkan stabilitas mata uang suatu negara karena pergerakan mata uang disebar dalam sekeranjang mata uang. e. Sistem kurs tetap (fixed exchange rate). Dalam sistem ini, suatu negara mengumumkan suatu kurs tertentu atas nama uangnya dan menjaga kurs ini dengan menyetujui untuk menjual atau membeli valas dalam
jumlah tidak terbatas pada kurs tersebut. Kurs biasanya tetap atau diperbolehkan berfluktuasi dalam batas yang sangat sempit.
5. Hubungan Kurs Rupiah/US$ Terhadap Permintaan Pembiayaan Mudharabah Kurs Rupiah/US$ merupakan salah satu variabel moneter yang penulis gunakan. Kurs Rupiah/US$ memiliki hubungan yang signifikan terhadap permintaan pembiayaan mudharabah. Artinya melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap US$ yang mencerminkan kondisi perekonomian yang tidak menentu (uncertainty) sehingga meningkatkan risiko berusaha akan direspon oleh dunia usaha dengan menurunkan permintaan pembiayaan mudharabah. Sebaliknya menguatnya nilai tukar Rupiah/US$ yang mencerminkan stabilitas perekonomian yang semakin mantap akan menurunkan risiko berusaha yang pada akhirnya akan direspon oleh dunia usaha dengan meningkatkan permintaan pembiayaan mudharabah.
J. Penelitian Terdahulu Sebelum penulis melakukan penelitian ini, telah ada penelitian terdahulu yang meneliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pembiayaan atau pinjaman atau kredit, diantaranya seperti yang akan penulis jabarkan pada pembahasan di bawah ini. Penelitian yang dilakukan oleh Duddy Roesmara Donna dan Dumairy (2006), dengan penelitian yang berjudul “Variabel-variabel yang
Mempengaruhi Permintaan dan Penawaran Mudharabah Pada Perbankan Syari`ah Di Indonesia”. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi variabelvariabel yang berpengaruh pada permintaan dan penawaran pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia. Analisis dilakukan dengan menggunakan data runtut waktu (time series) bulanan, mulai Desember 2000 hingga Oktober 2005. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain pembiayaan mudharabah, tingkat bagi hasil, ekspektasi profit, dana pihak ketiga, modal per aset dan non performing financing (NPF). Penelitian ini menggunakan metode analisis Prosedur Iterasi Cochrane-Orcut (PICO) maupun PICO yang dikombinasi dengan Auto Regresive Conditional Heteroscedasticity (ARCH). Berdasarkan hasil estimasi dan analisis dengan regresi dapat disimpulkan bahwa: 1. Jumlah mudharabah yang diminta dipengaruhi oleh tingkat bagi hasil (negatif) dan ekspektasi profit (positif); 2. Jumlah mudharabah yang ditawarkan dipengaruhi oleh tingkat bagi hasil (positif), dana pihak ketiga (positif), dan modal per aset (positif). Penelitian kedua yang dilakukan oleh Anas Iswanto Anwar, dkk (2006) yang berjudul “Perilaku dan Referensi Masyarakat Sulawesi Selatan Terhadap Bank Pengkreditan Rakyat (BPR)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor penentu pilihan masyarakat untuk mengambil/ingin mengambil kredit di lembaga keuangan dan BPR. Metode analisis yang digunakan adalah Borda Method dan CPI Method.
Berdasarkan perhitungan
Borda
hasil
analisis dapat disimpulkan bahwa
Method
tentang
faktor
penyebab
hasil
responden
mengambil/ingin mengambil kredit di lembaga keuangan dan BPR di Propinsi Sulawesi Selatan antara lain jenis kredit sesuai kebutuhan, bunga kredit rendah, memprioritaskan teman/keluarga sebagai sumber informasi mengenai eksistensi BPR, BU dan LKNB. Sedangkan yang menggunakan metode CPI faktor penyebab responden mengambil/ingin mengambil kredit di lembaga keuangan dan BPR di Propinsi Sulawesi Selatan adalah proses aplikasi yang sederhana dan mudah. Penelitian ketiga yang dilakukan oleh Lukman Hakim dan Siti Aisyah Tri Rahayu (2007) yang berjudul “Model Kegentingan Kredit Bank Syari`ah Pada Masa Krisis”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan kegentingan kredit dalam perbankan syari`ah. Penelitian ini menggunakan dua model yakni model permintaan dan penawaran kredit yang diestimasi dengan Two Stage Least Square (TSLS) dan model Vector Autoregression (VAR). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah permintaan dan penawaran kredit perbankan syari`ah, nisbah mudharabah, indeks produksi, kapasitas kredit, kredit macet (NPF) dan nisbah pembiayaan dan deposit (FDR). Berdasarkan hasil persamaan simultan, kegentingan kredit perbankan syari`ah disebabkan oleh sisi permintaan dan penawaran: 1. Dari sisi permintaan dengan semakin tinggi nisbah mudharabah menyebabkan penurunan permintaan kredit perbankan syari`ah. Sementara
dari sudut penawaran kredit, kredit macet (NPF) merupakan faktor utama yang dapat mengurangi penawaran kredit. 2. Berdasarkan metode VAR menunjukkan bahwa variabel indeks produksi yang sangat berpengaruh pada permintaan kredit dan semakin besarnya kapasitas kredit yang dimiliki oleh perbankan syari`ah yang sangat berpengaruh pada penawaran kredit syari`ah. Penelitian keempat yang dilakukan oleh Ni Nyoman Aryaningsih (2008) yang berjudul “Pengaruh Suku Bunga, Inflasi dan Jumlah Penghasilan Terhadap Permintaan Kredit di PT BPD Cabang Pembantu Kediri”. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengaruh suku bunga, inflasi dan jumlah penghasilan terhadap permintaan kredit secara parsial dan simultan. Teknis analisis data menggunakan Analisis Regresi Linear Berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suku bunga dan inflasi tidak berpengaruh secara parsial terhadap permintaan kredit, sedangkan jumlah penghasilan berpengaruh signifikan. Kontribusi suku bunga, inflasi dan jumlah penghasilan terhadap perubahan permintaan kredit sebesar 37,8% sedangkan variabel lainnya berkontribusi 62,2%. Penelitian kelima dilakukan oleh Arlina Nurbaity Lubis dan Ganjang Arihta Ginting (2008) yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Permintaan Kredit Pada PT Bank Tabungan Negara Cabang Medan”. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh faktor tingkat suku bunga, dan pelayanan nasabah
dalam mempengaruhi dan menentukan keputusan permintaan KPR pada PT Bank Tabungan Negara Cabang Medan. Metode analisis yang digunakan adalah Regresi Linier Berganda. Hasil regresi menunjukkan bahwa tingkat suku bunga dan pelayanan nasabah secara serempak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan permintaan KPR pada PT. Bank Tabungan Negara Cabang Medan. Untuk lebih jelasnya penelitian terdahulu tersebut akan disajikan dalam tabel 2.3 di bawah ini:
Tabel 2.3 Ringkasan Penelitian Terdahulu
Nama
Duddy Roesmara Donna dan Dumairy (2006)
Variabel Dependen Permintaan mudharabah pada bank syari`ah Penawaran mudharabah pada bank syari`ah
Variabel Independen Tingkat bagi hasil Ekspektasi profit (EP) DPK Modal per aset (MPA)
Metodologi dan Hasil Analisis regresi dengan Prosedur Iterasi Cochrane-Orcut (PICO) maupun PICO yang dikombinasi dengan ARCH Hasil: 1. Permintaan: bagi hasil (negatif), EP (positif). 2. Penawaran: bagi hasil (positif), DPK (positif), MPA (positif).
Anas Iswanto Anwar, dkk (2006)
Preferensi masyarakat Sulawesi Selatan untuk mengambil kredit baik di BPR , Bank Umum (BU) maupun di LKNB
Faktor-faktor penentu pilihan masyarakat Sulawesi Selatan untuk mengambil kredit baik di BPR, BU maupun di LKNB
Analisis Borda Method dan Comparative Performance Index (CPI) Method Hasil: 1.Borda Method: jenis kredit sesuai kebutuhan, bunga kredit rendah, memprioritaskan teman/keluarga sebagai sumber informasi mengenai eksistensi BPR, BU dan LKNB. 2.CPI Method: proses aplikasi yang sederhana dan mudah
Lukman Hakim dan Siti Aisyah Tri Rahayu (2007)
Permintaan dan penawaran kredit perbankan syari`ah
Nisbah mudharabah Indeks produksi Kapasitas kredit Kredit macet (NPF) Nisbah pembiayaan dan deposit (FDR)
Metodologi: 1.Two Stage Least Square (TSLS) 2.Vector Auto Regression (VAR) Hasil: 1.Permintaan: nisbah mudharabah (negatif), indeks produksi (positif). 2.Penawaran: nisbah mudharabah (positif), kapasitas kredit (positif), NPF (negatif), FDR (positif).
Nama
Variabel
Variabel
Dependen
Independen
Metodologi dan Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Hasil: 1.Suku bunga (negatif) 2.Inflasi (negatif) 3.jumlah penghasilan (positif)
Suku bunga
(2008)
Permintaan kredit di PT BPD cabang pembantu Kediri
Arlina Nurbaity Lubis dan Ganjang Arihta Ginting
Permintaan kredit pada PT Bank Tabungan Negara Cabang Medan
Tingkat suku bunga Pelayanan nasabah
Analisis Regresi Linier Berganda Hasil: 1.Tingkat suku bunga (signifikan) 2.Pelayanan nasabah (signifikan)
Penawaran pinjaman
Tingkat bagi hasil
Error Corection Model (ECM)
DPK
Hasil:
Ni Nyoman Aryaningsih
Inflasi Jumlah penghasilan
(2008) Seyed dan Nezamaddin Makiyan
Inflasi
(2001)
1.Tingkat bagi hasil (tidak signifikan) 2.DPK (signifikan) 3.Inflasi (signifikan)
Sylvanus Ikhide (2003)
Kuantitas kredit yang diminta dan kuantitas kredit yang ditawarkan
Output gap Suku bunga riil Expected income Inflasi Kapasitas pinjaman DPK Tingkat bunga pinjaman Indeks pasar modal
Full Information Maximum Likelihood Procedure Hasil: 1.Permintaan: Expected income (positif), output gap (negatif), inflasi (negatif), suku bunga riil (negatif). 2.Penawaran: kapasitas pinjaman (positif), tingkat bunga pinjaman (positif), indeks pasar modal (positif), inflasi (negatif), DPK (positif)
K. Kerangka Pemikiran Kerangka berpikir yang mendasari pelaksanaan penelitian ini adalah usaha-usaha untuk menemukan dan menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pembiayaan mudharabah pada bank syari`ah di Indonesia, periode 2003-2009. Hal tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa total pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (mudharabah) tidak pernah lebih dari setengah total pembiayaan dengan prinsip jual beli (murabahah). Pada tahun 2007 saja murabahah mencapai 59,24 % sedangkan mudharabah hanya mencapai 19,96 %. (Statistik Perbankan Syari`ah, 2007). Hal ini memang sungguh disayangkan karena diharapkan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil lebih mendominasi. Dari penelitian terdahulu dapat kita lihat bahwa permintaan pembiayaan atau kredit oleh nasabah perbankan dipengaruhi oleh variabelvariabel yang berbeda-beda. Seperti yang diungkapkan oleh Duddy Roesmara Donna dan Dumairy (2006), dalam penelitiannya yang berjudul “Variabelvariabel yang Mempengaruhi Permintaan dan Penawaran Pembiayaan Mudharabah Pada Perbankan Syari`ah di Indonesia”. Dalam penelitiannya menyebutkan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan pembiayaan mudharabah adalah Ekspektasi Profit (EP), sedangkan faktor yang mempengaruhi penawaran mudharabah adalah Tingkat Bagi Hasil (TBH), Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Modal Per Aset (MPA). Penelitian
tentang
faktor
yang
mempengaruhi
permintaan
pembiayaan mudharabah juga dilakukan Lukman Hakim dan Siti Aisyah
pada penelitiannya yang berjudul “Model Kegentingan Kredit Bank Syari`ah Pada Masa Krisis”, dengan hasil bahwa faktor yang mempengaruhi permintaan pembiayaan mudharabah adalah Indeks Produksi (IP) sedangkan faktor yang mempengaruhi penawaran mudharabah adalah Kapasitas Kredit (KK), kredit macet (NPF) dan nisbah pembiayaan dan deposit (FDR). Berbeda dengan penelitian di atas dalam penelitian ini penulis akan menggunakan lima variabel yang dapat mempengaruhi terjadinya permintaan pembiayaan mudharabah dalam jangka pendek maupun jangka panjang yang sebagian besar menggunakan faktor ekstern sebagai variabelnya. Faktorfaktor tersebut antara lain: tingkat bagi hasil (X1), Jakarta Islamic Index (X2), tingkat inflasi (X3), Produk Domestik Bruto (X4) dan kurs Rupiah/US$ (X5). Tingkat bagi hasil merupakan salah satu variabel intern yang penulis gunakan. Hubungan tingkat bagi hasil dengan permintaan pembiayaan mudharabah yaitu, apabila tingkat bagi hasinya tinggi maka akan menurunkan
permintaan
pembiayaan
mudharabah
dan
begitu
pula
sebaliknya, apabila tingkat bagi hasilnya rendah maka akan meningkatkan permintaan pembiayaan mudharabah. Hal ini disebabkan, dalam urusan pembiayaan, masyarakat memang menghindari pembiayaan mudharabah, karena apabila bagi hasilnya tinggi maka pihak yang akan diuntungkan adalah pemilik modal (bank), sedangkan mudharib hanya akan mendapatkan hasil yang sedikit. Sehingga dengan begitu akan menurunkan permintaan pembiayaan mudharabah, yang berarti bahwa antara tingkat bagi hasil
dengan permintaan pembiayaan mudharabah memiliki hubungan yang negatif. JII merupakan variabel intern kedua yang penulis gunakan dalam penelitian ini. JII memiliki hubungan yang positif dengan permintaan pembiayaan mudharabah. Meningkatnya indeks JII yang mencerminkan membaiknya kondisi keuangan perusahaan dan kondisi perekonomian yang stabil
(certainty)
akan
meningkatkan
minat
dunia
usaha
dalam
mengembangkan usaha sehingga akan meningkatkan permintaan pembiayaan mudharabah. Sebaliknya menurunnya indeks JII yang mencerminkan memburuknya kondisi keuangan perusahaan dan kondisi perekonomian yang uncertainty akan mengurangi minat dunia usaha dalam mengembangkan usaha sehingga akan menurunkan permintaan pembiayaan mudharabah. Inflasi merupakan salah satu variabel makroekonomi yang peneliti gunakan. Inflasi memiliki hubungan negatif terhadap permintaan pembiayaan mudharabah. Inflasi yang mencerminkan ekspektasi terhadap kenaikan harga-harga relatif barang dan jasa di masa datang akan menyebabkan naiknya bagi hasil, dengan tingginya bagi hasil tersebut biasanya masyarakat akan menyimpan uang di perbankan syari`ah dengan sistem mudharabah lebih banyak karena bagi hasilnya tinggi, sehingga masyarakat merasa “diuntungkan”. Sebaliknya dalam urusan pembiayaan masyarakat justru menghindari pembiayaan mudharabah, karena bagi hasilnya tinggi di mana yang diuntungkan adalah pemilik modal (bank). Oleh karena itu masyarakat
akan menurunkan permintaan pembiayaan mudharabah. Sehingga hubungan antara inflasi dan permintaan pembiayaan mudharabah berbanding terbalik. PDB merupakan variabel makroekonomi kedua setelah inflasi yang penulis gunakan dalam penelitian ini. Pada dasarnya PDB mempunyai hubungan yang erat dengan permintaan pembiayaan mudharabah, hal ini disebabkan, dengan adanya kenaikan PDB karena kondisi perekonomian yang stabil maka tingkat konsumsi masyarakat akan semakin meningkat, oleh sebab itu jika PDB meningkat maka permintaan akan pembiayaan juga akan mengalami peningkatan guna mencukupi tingkat konsumsi yang diperlukan oleh masyarakat. Sehingga PDB memiliki hubungan yang positif dengan permintaan pembiayaan mudharabah, dan sebaliknya dalam kondisi perekonomian
yang
lemah
(resesi)
maka
permintaan
pembiayaan
mudharabah cenderung menurun karena dengan sendirinya masyarakat akan mengurangi tingkat konsumsinya. Kurs Rupiah/US$ merupakan salah satu variabel moneter yang penulis gunakan dalam penelitian ini. Kurs Rupiah/US$ memiliki hubungan yang signifikan terhadap permintaan pembiayaan mudharabah. Artinya melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap US$ yang mencerminkan kondisi perekonomian yang tidak menentu (uncertainty) sehingga meningkatkan risiko berusaha akan direspon oleh dunia usaha dengan menurunkan permintaan pembiayaan mudharabah. Sebaliknya menguatnya nilai tukar Rupiah/US$ yang mencerminkan stabilitas perekonomian yang semakin
mantap akan menurunkan risiko berusaha yang pada akhirnya akan direspon oleh dunia usaha dengan meningkatkan permintaan pembiayaan mudharabah. Metode analisis yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah model koreksi kesalahan atau Error Correction Model (ECM) yang diperkenalkan oleh Sargan dan dipopulerkan oleh Engle dan Granger. Model ini mampu meliputi banyak variabel dalam menganalisis fenomena ekonomi jangka panjang dan juga dapat memecahkan masalah variabel time series yang rentan dengan ketidakstasioneran yang sebelumnya dilakukan uji stasioner ADF dan uji kointegrasi Engle-Granger, singkatnya akan penulis gambarkan pada kerangka pemikiran. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini jika divisualisasikan dalam bentuk skema atau model sederhana adalah sebagai berikut:
Pengukuran permintaan
Identifikasi faktor-faktor penyebab permintaan pembiayaan mudharabah (Y)
Faktor Intern
Bagi Hasil (X1)
Faktor Ekstern
JII (X2)
PDB (X4)
Inflasi (X3)
Kurs (X5)
Uji Akar-akar Unit
Tidak Uji Derajat Integrasi
Stasioner Ya
Stasioner pada ordo yang sama
Ya
Tidak Keluarkan dari Pengujian
Tidak Uji Kointegrasi
Uji Asumsi Klasik: Multikolinieritas Heteroskedastisitas Autokorelasi
Pendekatan ECM
Gambar 2.9. Kerangka Pemikiran
Kesimpulan dan Implikasi
STOP
L. Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban sementara atas suatu persoalan yang masih perlu dibuktikan kebenarannya dan harus bersifat logis, jelas, dan dapat diuji. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel tingkat bagi hasil (X1) Ho : Diduga tingkat bagi hasil tidak berpengaruh secara signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia periode 2003-2009. Ha : Diduga tingkat bagi hasil berpengaruh secara signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia periode 2003-2009. 2. Variabel Jakarta Islamic Index (X2) Ho : Diduga Jakarta Islamic Index tidak berpengaruh secara signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia periode 2003-2009. Ha : Diduga Jakarta Islamic Index berpengaruh secara signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia periode 2003-2009.
3. Variabel tingkat inflasi (X3) Ho : Diduga tingkat inflasi tidak berpengaruh secara signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia periode 2003-2009. Ha : Diduga tingkat inflasi berpengaruh secara signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia periode 20032009.
4. Variabel PDB (X4) Ho : Diduga PDB tidak berpengaruh secara signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia periode 20032009. Ha : Diduga PDB berpengaruh secara signifikan dalam jangka pendek maupun
jangka
panjang
terhadap
permintaan
pembiayaan
mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia periode 20032009.
5. Variabel kurs Rupiah/US$ (X5) Ho : Diduga kurs Rupiah/US$ tidak berpengaruh secara signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia periode 2003-2009. Ha : Diduga kurs Rupiah/US$ berpengaruh secara signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia periode 2003-2009.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian Berawal dari uraian yang telah dipaparkan di atas, melihat luasnya pembahasan mengenai pembiayaan bank syari`ah di Indonesia, dalam penelitian ini penulis memfokuskan variabel dependennya hanya pada permintaan pembiayaan mudharabah saja. Dan variabel independennya hanya difokuskan pada tingkat bagi hasil (TBH), Jakarta Islamic Index (JII), inflasi, PDB, dan kurs Rupiah/US$. Data operasional yang digunakan pada penelitian ini menggunakan data runtut waktu (time series). Semua data dalam bulanan kecuali data Produk Domestik Bruto (PDB) Nominal dalam triwulanan. Data yang digunakan adalah data bulanan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan data lain yang mendukung yang bersumber dari Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia serta dari sumber-sumber lainnya yang terkait.
B. Metode Penentuan Sampel Metode penentuan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah metode quota sampling. Quota sampling adalah metode penarikan sampel quota besarnya strata atau sub-kelas dalam populasi yang ditaksir secara kasar dari statistik yang dipublikasikan dan pencacah memiliki
kebebasan memilih responden. Statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Statistik Bulanan Bank Indonesia dan Statistik Bulanan Bursa Efek Indonesia.
C. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam pengumpulan data untuk melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Field research Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersifat sekunder yaitu data yang diperoleh melalui hasil pengolahan pihak kedua (data eksternal) atau data yang sudah dipublikasi untuk menjelaskan gejala dari suatu fenomena, seperti pusat referensi Bank Indonesia (BI) dan Bursa Efek Indonesia (BEI). 2. Library research Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari membaca literatur, buku, artikel, jurnal dan sejenisnya yang berhubungan dengan aspek yang diteliti sebagai upaya untuk memperoleh data yang valid. 3. Internet research Terkadang buku referensi atau literatur yang kita miliki atau pinjam di perpustakaan tertinggal selama beberapa waktu atau kadaluarsa, karena ilmu selalu berkembang, oleh karena itu untuk mengantisipasi hal tersebut penulis melakukan penelitian dengan teknologi yang juga
berkembang yaitu internet sehingga data yang diperoleh merupakan data yang sesuai dengan perkembangan zaman.
D. Metode Analisis 1. Uji Stasioneritas Proses yang bersifat random atau stokastik merupakan kumpulan dari variabel random dalam urutan waktu. Setiap data time series yang kita punyai merupakan suatu data dari hasil proses stokastik. Suatu data hasil proses random dikatakan stasioner jika memenuhi kriteria, yaitu: jika ratarata dan varian konstan sepanjang waktu dan kovarian antara dua data runtun waktu hanya tergantung dari kelambanan antara dua periode waktu tertentu (Agus Widarjono, 2005:354). Salah satu persyaratan penting untuk mengaplikasikan model seri waktu yaitu dipenuhinya asumsi data yang normal atau stabil (stasioner) dari variabel-variabel pembentuk persamaan regresi. Karena penggunaan data dalam penelitian ini dimungkinkan adanya data yang tidak stasioner, maka dalam penelitian ini perlu digunakan beberapa uji stasioner. Dalam melakukan uji stasioneritas, penulis akan melakukan proses analisis yang terdiri dari :
a. Uji Akar-akar Unit (Testing for Unit Root) Uji akar-akar unit dapat dipandang sebagai uji stasioneritas, karena pada intinya uji tersebut mengamati apakah koefisien tertentu dari model otoregresif yang ditaksir mempunyai nilai satu atau tidak.
Langkah awal yang harus dilakukan pengujian ini adalah menaksir model otoregresif dari masing-masing variabel yang akan digunakan dalam penelitian dengan OLS. Ada beberapa prosedur untuk melakukan uji akar-akar unit namun yang banyak digunakan adalah uji Dickey-Fuller ( DF ) dan uji Philips Peron. Uji ADF adalah uji yang dikembangkan oleh Dickey-Fuller untuk menyempurnakan uji DF yang sudah ada sebelumnya. Dalam prakteknya uji ADF inilah yang seringkali digunakan untuk mendeteksi apakah data stasioner atau tidak. Uji ADF ini dilakukan dengan memasukkan konstanta dan trend. Adapun formulasi uji ADF adalah sebagai berikut : k
DYt = a0 + a1 + Σ b 1 B1DYt
(3.1)
i=1
k
DYt = c0 + c1T + c2 BYt + Σ d 1B1DYt
(3.2)
i=1
Notasi : DYt = Yt - Yt-1 BYt = Yt-1 T
= Trend waktu
Yt = Variabel yang diamati pada waktu t K
= Besarnya waktu kelambanan yang dihitung dengan rumus
K
= N1/3 dengan N adalah jumlah sampel.
Langkah selanjutnya adalah membandingkan nilai t-statistik ADFnya dengan nilai kritis statistik ADF tabel. Nilai ADF ditunjukkan oleh nilai t pada koefisien regresi BYt pada persamaan (3.1) dan (3.2). Bila data yang diamati pada uji akar unit ternyata tidak statsioner, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji derajat integrasi.
b. Uji Derajat Integrasi (Testing for Degree on Integration) Uji ini dilakukan untuk mengetahui pada derajat atau order differensi ke berapa derajat data yang diteliti akan stasioner. Pengujian ini dilakukan pada uji akar-akar unit (langkah pertama di atas), jika ternyata data tersebut tidak stasioner pada derajat pertama (Insukindro, 1992:261). Uji derajat integrasi ini mirip dengan uji akar unit. Untuk melakukan uji tersebut juga dilakukan penaksiran model otoregresif dengan OLS. k
D2Yt = b0 + b1BDYt + Σ f1B1D2Yt i=1
(3.3)
k
D2Yt = d0+ d1T + d2BDYt + Σ h1 B1D2Yt
(3.4)
i=1
Di mana
D2Yt = DYt - DYt-1 BDYt = DYt-1
Prosedur untuk menentukan apakah data stasioner atau tidak dengan cara membandingkan antara nilai ADF dengan nilai kritis
distribusi statistik Mackinon. Jika nilai absolut statistik ADF lebih besar dari nilai kritisnya, maka data yang diamati menunjukkan stasioner dan jika sebaliknya nilai absolut statistik ADF lebih kecil dari nilai kritisnya maka data tidak stasioner. Hal yang krusial dalam uji ADF adalah menentukan panjangnya kelambanan. Selain uji ADF juga bisa dengan menggunakan uji Philips Peron untuk menentukan akar unit dan derajat integrasi. Uji PP memasukkan
unsur
autokorelasi
di
dalam
residual
dengan
memasukkan variabel independen berupa kelambanan diferensi. Philips Peron membuat uji akar-akar unit dengan menggunakan metode statistik non parametik dalam menjelaskan kelambanan diferensi sebagaimana uji ADF. Adapun uji akar-akar unit dari Philips Peron sebagai berikut : DYt = γ Yt-1 + et DYt = ao + γYt-1 + et DYt = ao + a2T + γ Yt-1 + et
(3.5) (3.6) (3.7)
Keterangan : T adalah trend waktu Statistik distributif t tidak mengikuti statistik distribusi normal tetapi mengikuti distribusi PP sedangkan nilai kritisnya digunakan nilai kritis yang dikemukakan oleh Mackinon. Berbeda dengan uji ADF, dalam menentukan panjangnya lag uji PP
menggunakan truncation lag q dari Newey-West. (Agus Widarjono, 2005:361)
2. Uji Kointegrasi Setelah dilakukan uji stasioneritas dan diyakini seluruh variabel yang diamati merupakan variabel yang sudah stasioner dan memiliki derajat yang sama, maka langkah selanjutnya adalah pengujian kointegrasi untuk melihat jangka panjang dari model tersebut. Dalam melakukan uji kointegrasi harus diyakini terlebih dahulu bahwa variabel-variabel terkait dalam pendekatan ini memiliki derajat integrasi yang sama atau tidak (Insukindro, 1993:132). Berkaitan dengan itu, uji akar-akar unit dan uji derajat integrasi perlu dilakukan terlebih dahulu. Untuk mendapatkan gambaran mengenai pendekatan kointegrasi, anggaplah memiliki satu himpunan variabel runtun waktu X. Komponen X dikatakan berkointegrasi pada derajat d, h atau ditulis ~ (d,h) bila (Jaka Sriyana, 2003) : i. Setiap komponen dari X berkointegrasi pada derajat d atau I (d) ii. Terdapat suatu vektor α yang tidak sama dengan nol (α ≠ 0), sehingga Zt= α1 X~1(d,b), di mana b=0 dan α adalah vektor kointegrasi. Implikasi penting dari ilustrasi dan definisi di atas adalah bahwa jika dua variabel atau lebih mempunyai derajat integrasi yang berbeda, katakanlah X = I (1) dan Y = I (2), maka kedua variabel tersebut tidak dapat berkointegrasi (Insukindro, 1993:132). Uji ini dilakukan setelah uji stasioneritas melalui uji akar-akar unit dan derajat integrasi terpenuhi.
Uji kointegrasi digunakan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya keseimbangan atau kestabilan jangka panjang diantara variabelvariabel yang diamati. Setelah prasyarat dari uji kointegrasi dilakukan, maka dapat diketahui data yang diamati tersebut stasioner pada derajat keberapa. Hal ini perlu diketengahkan mengingat adanya syarat dari uji kointegrasi yaitu bahwa dalam melakukan uji kointegrasi data yang digunakan harus berintegrasi pada derajat yang sama. Selanjutnya bersamaan dengan uji kointegrasi, Engle dan Granger (1987:265) berpendapat bahwa dari tujuh uji statistik yang diketengahkan untuk menguji hipotesa nol tidak adanya kointegrasi, ternyata uji CRDW (Cointegration-Regression Durbin-Watson), DF (Dickey-Fuller), dan ADF (Augmented Dickey-Fuller) merupakan uji statistik yang paling disukai. Untuk menghitung statistik CRDW, DF, dan ADF ditaksir dengan regresi kointegrasi berikut ini dengan metode kuadrat terkecil (ordinary least squares = OLS). (Insukindro,1993:132)
Yt = m0 + m1X1t + m2X2t + Et
Di mana: Y
= Variabel tak bebas
X1, X2 = Variabel bebas E
= Nilai residual
(3.8)
Kemudian regresi berikut ini ditaksir dengan OLS: DEt = p 1 Et-1
(3.9)
p-1
DEt= q1 Et-1 + Σ w1 DEt-1
(3.10)
i=1
Di mana: DEt = Et – Et-1 Nilai statistik CRDW ditunjukan oleh nilai statistik DW (DurbinWatson) pada regresi persamaan (3.8) dan nilai statistik DF dan ADF ditunjukan oleh nisbah pada koefisien Et-1 pada persamaan (3.9) dan (3.10). Nilai kritis untuk ketiga uji tersebut dapat dilihat pada Engle dan Yoo (1987). Sebagaimana telah disinggung di atas, tujuan utama dari uji kointegrasi adalah untuk mengkaji apakah residual regresi kointegrasi stasioner atau tidak. Pengujian ini sangat penting bila ingin dikembangkan suatu model dinamis, khususnya model koreksi kesalahan (Error Correction Model = ECM), yang mencakup variabel-variabel kunci pada regresi kointegrasi terkait. Pada prinsipnya, model koreksi kesalahan terdapat keseimbangan yang tetap dalam jangka panjang antara variabel-variabel ekonomi. Bila dalam jangka pendek terdapat ketidakseimbangan dalam satu periode, maka model koreksi kesalahan akan mengoreksinya pada periode berikutnya (Engle dan Granger, 1987:254). Mekanisme koreksi kesalahan ini dapat diartikan sebagai penyelaras perilaku jangka pendek dan jangka panjang. Dengan mekanisme ini pula, masalah regresi yang semrawut
dapat dihindarkan melalui penggunaan variabel perbedaan yang tetap di dalam model, namun tanpa menghilangkan informasi jangka panjang yang diakibatkan oleh penggunaan data perbedaan semata. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa model koreksi kesalahan dengan konsep kointegrasi atau dikenal dengan Granger Representation Theorem (Jaka Sriyana, 2003).
3. Uji Asumsi Klasik Sebelum dilakukan regresi, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik untuk melihat apakah data terbebas dari masalah multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Uji asumsi klasik penting dilakukan untuk menghasilkan estimator yang linier tidak bias dengan varian yang minimum (Best Linier Unbiased Estimator = BLUE), yang berarti model regresi tidak mengandung masalah. Untuk itu perlu dibuktikan lebih lanjut apakah model regresi yang digunakan sudah memenuhi asumsi tersebut. Berikut ada tiga asumsi yang digunakan: a. Multikolinieritas Multikolinieritas adalah situasi di mana terdapat korelasi variabel-variabel bebas diantara satu dengan lainnya. Hubungan linier antara variabel independen dapat terjadi dalam bentuk hubungan linier yang sempurna (perfect) dan hubungan linier yang kurang sempurna (imperfect).
Salah
satu
cara
mendeteksi
ada
atau
tidaknya
multikolinieritas adalah dengan uji korelasi. Pada uji korelasi, kita
menguji multikolinieritas hanya dengan melihat hubungan secara individual antara satu variabel independen dengan satu variabel independen yang lain. Tetapi multikolinieritas bisa juga muncul karena satu atau lebih variabel independen merupakan kombinasi linier dengan variabel independen lain. Dalam penelitian ini penulis akan melihat multikolienieritas dengan menguji koefisien korelasi (r) antarvariabel independen. Sebagai aturan main yang kasar (rule of thumb), jika koefisien korelasi cukup tinggi katakanlah diatas 0,7 maka diduga ada multikolinieritas dalam model. Sebaliknya jika koefisien korelasi relatif rendah maka diduga model tidak mengandung multikolinieritas.
b. Heteroskedastisitas Salah satu asumsi penting OLS adalah varian dari residual adalah konstan. Namun dalam kenyataannya seringkali varian residual adalah tidak konstan atau
disebut dengan
heteroskedastisitas.
Heteroskedastisitas biasanya terdapat pada data cross section. Sementara
itu
data
time
series
jarang
mengandung
unsur
heteroskedastisitas, dikarenakan ketika menganalisis perilaku data yang sama dari waktu ke waktu fluktuasinya akan relatif lebih stabil (Agus Widarjono,
2005:146).
Untuk
mendeteksi
ada
tidaknya
heteroskedastisitas, maka bisa menggunakan uji White, yang pada prinsipnya meregres residual yang dikuadratkan dengan variabel bebas
pada model. Di mana keputusan ada tidaknya heteroskedastisitas berdasarkan besar kecilnya Obs* R square. Ho : tidak ada heteroskedastisitas Ha : ada heteroskedastisitas Kriteria Uji White adalah jika: Obs* R square > χ2 tabel, tidak signifikan, Ho ditolak Obs* R square < χ2 tabel, signifikan, Ho diterima Dengan tingkat signifikan (α) sebesar 5% bisa juga dengan menggunakan probabilitas Probabilitas Chi-Square, maka : Prob Chi-Square < 0,05, tidak signifikan, Ho ditolak
Prob Chi-Square > 0,05, signifikan, Ho diterima
c. Autokorelasi Autokorelasi adalah suatu keadaan di mana kesalahan penggangguan dari periode tertentu (µt) berkorelasi dengan kesalahan pengganggu dari periode sebelumnya (µt-1). Pada kondisi ini kesalahan pengganggu tidak bebas tetapi satu sama lain saling berhubungan. Bila kesalahan pengganggu periode t dengan t-1 berkorelasi maka terjadi kasus
korelasi
serial
sederhana
tingkat
pertama
(first
order
autocorrelation) (Yahya Hamja, 2008:117) Secara harfiah autokorelasi berarti adanya korelasi antara anggota observasi satu dengan observasi lain yang berlainan waktu. Dalam kaitannya dengan asumsi metode OLS, autokorelasi merupakan korelasi antara satu residual dengan residual yang lainnya. Sedangkan
salah satu asumsi penting metode OLS berkaitan dengan residual adalah tidak adanya hubungan antara residual satu dengan residual yang lain (Agus Widarjono, 2005:177). Dalam penelitian ini untuk melihat adanya autokorelasi atau tidak maka dapat menggunakan uji autokorelasi yang dikembangkan oleh Bruesch dan Godfrey yang lebih umum dan dikenal dangan uji Lagrange Multiplier (LM-test). Ho : tidak ada autokorelasi Ha : ada autokorelasi Dengan tingkat signifikan (α) sebesar 5% dan menggunakan distribusi Chi-Square, maka : Jika Prob Chi-Square < 0,05, tidak signifikan, Ho ditolak Jika Prob Chi-Square < 0,05, signifikan, Ho diterima Atau dengan cara lain untuk mendeteksi adanya autokorelasi dalam model bisa dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-Watson (DW), yaitu dengan cara membandingkan antara DW statistik (d) dengan dl dan du. Jika hipotesis nol menyatakan bahwa tidak terjadi penyakit autokorelasi, maka: Ada autokorelasi positif
0
Inconclusive
dl
Tidak ada autokorelasi
du
2
Inconclusive
4-du
Gambar 3.1 Statistik Durbin-Watson
Ada autokorelasi negatif
4-dl
4
4. Error Correction Term (ECT) ECT adalah bagian dari pengujian model dinamis ECM. Nilai ECT diperoleh dari penjumlahan variabel independen tahun sebelumnya dikurangi variabel dependen tahun sebelumnya. Hal ini dimaksudkan untuk melihat bagaimana pengaruh dari model tersebut baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Kemudian regres model ECM secara berurutan sesuai dengan model yang telah ditentukan. Hasil probabilitas ECT akan menentukan apakah model dapat dianalisis baik jangka pendek maupun jangka panjang. Jika variabel ECT positif dan signifikan pada tingkat signifikansi 5% maka spesifikasi model sudah shohih (valid) dan dapat menjelaskan variabel dependen.
5. Pendekatan Error Correction Model (ECM) Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel dalam penelitian ini berupa pendekatan teori ekonomi, teori statistik dan teori ekonometrika dengan lebih menekankan pada pendekatan model analisis seri waktu (time series analysis). Model umum yang dipakai dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Salah satu prasyarat penting untuk mengaplikasikan model seri waktu yaitu dipenuhinya asumsi data yang normal atau stabil (stasioner) dari variabel-variabel pembentuk persamaan regresi. Karena penggunaan data dalam penelitian ini dimungkinkan adanya data yang tidak stasioner,
maka penelitian ini digunakan teknik kointegrasi (Cointegration Tecnique) dan model koreksi kesalahan atau Error Correction Model (ECM). Digunakan ECM karena mekanisme ECM memiliki keunggulan baik dari segi nilainya dalam menghasilkan persamaan yang diestimasi dengan property statistik yang diinginkan maupun dari kemudahan persamaan tersebut untuk diinterprestasikan (Insukindro, 1993:65). Disamping itu ECM dapat pula dijadikan variabel proksi nalar asa dari model stok penyangga masa depan dengan cara membentuk estimasi jangka panjang dari ECM, ECM juga bisa menghindari regresi lancung atau regresi semu yang menghasilkan kesimpulan yang menyesatkan.
Proses analisis yang akan dilakukan terdiri dari uji akar unit (testing for unit root) dan uji derajat integrasi (testing for degree of integration), uji kointegrasi (cointegration test), uji asumsi klasik serta pendekatan ECM (Error Correction Model). Hubungan permintaan pembiayaan mudharabah dengan faktor-faktor yang mempengaruhi dapat diformulasikan sebagai berikut :
PM t = f (TBH t, JII t, INF t, PDB t, KURS t)
(3.11)
Berikut merupakan model ECM yang digunakan pada penelitian ini: DPM t = β0 + β1DTBH t + β2 DJII t + β3 DINF t + β4 DPDB t + β5 DKURS t + β6 BTBH t + β7 BJII t + β8 BINF t + β9 BPDB t + β10 BKURS t + β11 ECT
(3.12)
Di mana: DPM t
= Perubahan pembiayaan mudharabah periode t
DTBH t
= Perubahan tingkat bagi hasil periode t
DJII t
= Perubahan Jakarta Islamic Index (JII) periode t
DINF t
= Perubahan tingkat inflasi periode t
DPDB t
= Perubahan Produk Domestik Bruto periode t
DKURS t = Perubahan kurs Rupiah/US$ periode t BTBH t
= Tingkat bagi hasil t-1
BJII t
= Jakarta Islamic Index t-1
BINF t
= Tingkat inflasi t-1
BPDB t
= Produk Domestik Bruto t-1
BKURS t = Kurs Rupiah/US$ t-1 ECT
= Error Correction Term
β0
= Konstanta
β1 - β10
= Koefisien regresi
β11
= Koefisien ECT
E. Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel Dependen (Y) Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah permintaan pembiayaan mudharabah pada bank syari`ah di Indonesia. Permintaan pembiayaan di sini adalah total pembiayaan mudharabah yang
disalurkan oleh bank syari`ah kepada nasabah di Indonesia. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yaitu pada Statistik Perbankan Syari`ah berdasarkan perhitungan bulanan, yaitu dari tahun 2003-2009 yang dinyatakan dalam bentuk milyar rupiah.
2. Variabel Independen (X) Variabel independen di sini meliputi: a. Tingkat Bagi Hasil (X1) Tingkat Bagi Hasil (TBH) bank syari`ah yang diproksi dengan tingkat indikasi imbalan IMA dalam rata-rata tertimbang pada Statistik Perbankan Syari`ah. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, yaitu dari Statistik Perbankan Syari`ah berdasarkan perhitungan bulanan, yaitu dari tahun 2003-2009 yang dinyatakan dalam bentuk persen. b. Jakarta Islamic Index (X2) Jakarta Islamic Index (JII) sebenarnya merupakan angka indeks harga saham yang berbasis syari`ah yang sudah disusun dan dihitung sehingga menghasilkan trend, di mana angka indeks adalah adalah angka yang diolah sedemikian rupa sehingga dapat digunakan membandingkan kejadian yang dapat berupa perubahan harga saham syari`ah dari waktu ke waktu. Data diperoleh dari Statistik Bursa Efek Indonesia (BEI) berdasarkan perhitungan bulanan, dari tahun 20032009 yang dinyatakan dalam bentuk milyar rupiah.
c. Inflasi (X3) Inflasi adalah kenaikan tingkat harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus selama priode tertentu. Data tentang inflasi adalah data tentang laju inflasi dalam persen yang terjadi di Indonesia. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Bank Indonesia berdasarkan perhitungan bulanan, yaitu dari tahun 2003-2009 dan dinyatakan dalam bentuk persen perbulan. d. Produk Domestik Bruto (X3) Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai tambah barang dan jasa akhir yang dihasilkan suatu daerah dihitung menggunakan tahun dasar 2000. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, yaitu dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) berdasarkan perhitungan triwulanan, yaitu dari tahun 2003-2009 yang dinyatakan dalam bentuk milyar rupiah. e.
Kurs Rupiah/US$(X5) Kurs Rupiah/US$ merupakan nilai dari satu mata Rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata uang negara lain, dalam hal ini adalah nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, yaitu dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) berdasarkan perhitungan bulanan, dari tahun 2003-2009 yang dinyatakan dalam bentuk ribu rupiah.
BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Sejarah Singkat Perbankan Syari`ah Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang. Di dalam sejarah perekonomian umat Islam, pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai syari`ah telah menjadi bagian dari tradisi umat Islam sejak zaman Rasulullah shalallahu `alaihi wa sallam. Fungsi-fungsi tersebut di zaman Rasulullah shalallahu `alaihi wa sallam dilakukan oleh perorangan dan biasanya satu orang hanya melakukan satu fungsi. Ketika zaman Abbasiyah, ketiga fungsi perbankan baru dilakukan oleh satu individu. Dalam perkembangan berikutnya, kegiatan yang dilakukan oleh perorangan (jihbiz) kemudian dilakukan oleh institusi yang saat ini dikenal sebagai bank. Ketika bangsa Eropa mulai menjalankan praktik perbankan, persoalan mulai timbul karena transaksi yang dilakukan menggunakan instrumen bunga yang dalam pandangan fiqih adalah riba, sedangkan riba adalah haram.
Ketika mulai bangkit dari keterbelakangannya dan mengalami renaissance, bangsa Eropa melakukan penjelajahan dan penjajahan ke seluruh penjuru dunia, sehingga aktivitas perekonomian dunia didominasi oleh bangsa-bangsa Eropa. Pada saat yang sama, peradaban Muslim satu per satu jatuh ke dalam cengkraman penjajahan bangsa-bangsa Eropa. Akibatnya, institusi-institusi perekonomian umat Islam runtuh dan digantikan oleh institusi ekonomi bangsa Eropa. Bunga uang yang secara fiqih dikategorikan sebagai riba yang berarti haram, di sejumlah negara Islam dan berpenduduk mayoritas muslim mulai timbul usaha-usaha untuk mendirikan lembaga bank alternatif non-ribawi. Usaha modern pertama untuk mendirikan bank tanpa bunga pertama kali dilakukan di Malaysia pada pertengahan tahun 1940an, tetapi usaha ini tidak sukses (Sudin Haron dalam Adiwarman Karim, 2007: 23). Namun demikian, eksperimen pendirian bank syari`ah yang paling sukses dan inovatif di masa modern dilakukan di Mesir pada tahun 1963, dengan berdirinya Mit Ghamr Local Saving Bank. Bank ini didirikan dengan bantuan permodalan dari Raja Faisal Arab Saudi dan merupakan binaan dari Prof. Dr. Abdul Aziz Ahmad El Nagar yang mendapat sambutan yang cukup hangat di Mesir, terutama dari kalangan petani dan masyarakat pedesaan.
Mit Ghamr Bank dianggap berhasil memadukan manajemen perbankan
Jerman
dengan
prinsip
muamalah
Islam
dengan
menerjemahkannya dalam produk-produk bank yang sesuai untuk daerah pedesaan yang sebagian besar orientasinya adalah industri pertanian. Namun karena persoalan politik, pada tahun 1967 Mit Ghamr Bank ditutup. Kemudian pada tahun 1971 di Mesir berhasil didirikan kembali bank syari`ah dengan nama Nasser Social Bank, hanya tujuannya lebih bersifat sosial daripada komersil. Bank syari`ah pertama yang bersifat swasta adalah Dubai Islamic Bank, yang didirikan tahun 1975 oleh sekelompok usahawan muslim dari berbagai negara. Pada tahun 1977 berdiri dua bank syari`ah dengan nama Faysal Islamic Bank di Mesir dan Sudan. Pada tahun itu pula pemerintah Kuwait mendirikan Kuwait Finance House. Secara internasional, perkembangan perbankan syari`ah pertama kali diprakarsai oleh Mesir. Pada Sidang Menteri Luar Negeri Negara-negara Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Karachi Pakistan bulan Desember 1970. Pada Sidang Menteri Keuangan OKI di Jeddah tahun 1975 berhasil disetujui rancangan pendirian Islamic Development Bank (IDB) dengan modal awal 2 milyar dinar dan beranggotakan semua negara anggota
OKI.
Bank
ini
menyediakan
bantuan
finansial
untuk
pembangunan negara-negara anggotanya, membantu mereka untuk mendirikan bank syari`ah di negaranya masing-masing, dan memainkan peranan penting dalam penelitian ilmu ekonomi, perbankan dan keuangan
syari`ah. Sejak saat itu mendekati awal dekade 1980-an, bank-bank syari`ah bermunculan di Mesir, Sudan, negara-negara Teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh dan Turki. Secara garis besar lembaga-lembaga perbankan syari`ah yang bermunculan itu dapat dikategorikan ke dalam dua jenis, yaitu sebagai Bank Islam Komersial (Islamic Commercial Bank), seperti Faysal Islamic Bank (Mesir dan Sudan), Kuwait Finance House, Dubai Islamic Bank, Jordan Islamic Bank for Finance and Investment, Bahrain Islamic Bank dan Islamic International Bank for Finance and Development atau lembaga investasi dengan bentuk international holding companies, seperti Daar Al-Maal Al-Islami (Geneva), Islamic Investment Company of the Gulf, Islamic Investment Company (Bahama), Islamic Investment Company (Sudan), Bahrain Islamic Investment Bank (Manama) dan Islamic Investment House (Amman). Kini perbankan syari`ah telah mengalami perkembangan yang cukup pesat, tidak hanya bermunculan di negara-negara timur, bahkan perbankan syari`ah tumbuh dan berkembang pula di negara-negara Barat, seperti Citibank, ANZ Bank, Chase Manhattan Bank dan Jardine Fleming telah membuka Islamic window agar dapat memberikan jasa-jasa perbankan yang sesuai dengan syari`at Islam.
2.
Perkembangan Bank Syari`ah di Indonesia Rintisan praktek perbankan syari`ah di Indonesia dimulai pada awal periode 1980-an, melalui diskusi-diskusi bertemakan bank syari`ah sebagai pilar ekonomi Islam. Tokoh-tokoh yang terlibat dalam pengkajian tersebut, di antaranya adalah Karnaen A Perwaatmadja, M Dawam Rahardjo, AM Saefuddin, dan M Amien Azis. Sebagai uji coba, gagasan perbankan syari`ah dipraktekkan dalam skala yang relatif terbatas di antaranya di Bandung (Bait At-Tamwil Salman ITB) dan di Jakarta (Koperasi Ridho Gusti). Sebagai gambaran, M Dawam Rahardjo dalam tulisannya pernah mengajukan rekomendasi Bank Syari’at Islam sebagai konsep alternatif untuk menghindari larangan riba, sekaligus berusaha menjawab tantangan bagi kebutuhan pembiayaan guna pengembangan usaha dan ekonomi masyarakat. Jalan keluarnya secara sepintas disebutkan dengan transaksi pembiayaan berdasarkan tiga modus, yakni mudharabah, musyarakah dan murabahah. Prakarsa lebih khusus mengenai pendirian bank syari`ah di Indonesia baru dilakukan tahun 1990. Pada tanggal 18-20 Agustus tahun tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyelenggarakan lokakarya bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut kemudian dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI di Jakarta 22-25 Agustus 1990, yang menghasilkan amanat bagi pembentukan kelompok kerja pendirian bank syari`ah di Indonesia.
Sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut adalah berdirinya PT Bank Muamalat Indonesia (BMI), yang sesuai akte pendiriannya, berdiri pada tanggal 1 Nopember 1991. Sejak tanggal 1 Mei 1992, BMI resmi beroperasi dengan modal awal sebesar Rp.106.126.382.000,00. Sampai bulan September 1999, BMI telah memiliki lebih dari 45 outlet yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Kelahiran bank syari`ah di Indonesia relatif terlambat dibandingkan dengan negara-negara lain sesama anggota OKI. Hal tersebut merupakan ironi, mengingat pemerintah Indonesia yang diwakili Menteri Keuangan Ali Wardana, dalam beberapa kali sidang OKI cukup aktif memperjuangkan realisasi konsep bank syari`ah, namun tidak diimplementasikan di dalam negeri. K.H. Hasan Basri, yang pada waktu itu sebagai Ketua MUI memberikan jawaban bahwa kondisi keterlambatan pendirian bank syari`ah di Indonesia karena political-will belum mendukung. Selanjutnya dibentuk Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, BMI merupakan satu-satunya bank umum yang mendasarkan kegiatan usahanya atas syari`at Islam di Indonesia. Baru setelah itu berdiri beberapa bank syari`ah lain, seperti Bank IFI membuka cabang syari`ah pada tanggal 28 Juni 1999, Bank Syari`ah Mandiri yang merupakan konversi dari Bank Susila Bakti (BSB), anak perusahaan Bank Mandiri, serta pendirian lima cabang baru berupa cabang syari`ah dari PT Bank Negara
Indonesia (Persero) Tbk. per bulan Februari 2000, tercatat di Bank Indonesia bank-bank yang sudah mengajukan permohonan membuka cabang syari`ah, yakni: Bank Niaga, Bank BTN, Bank Mega, Bank BRI, Bank Bukopin, BPD Jabar dan BPD Aceh. Perkembangan perbankan syari`ah hingga tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 4.1 di bawah ini:
Tabel 4.1 Jaringan Kantor Perbankan Syari`ah Periode
Bank Umum Syari`ah (BUS)
2005 2006 2007 2008 2009
307 352 404 586 777
Unit Usaha Syari`ah (UUS) 173 203 222 268 312
Bank Pembiayaan Rakyat Syari`ah (BPRS) 184 210 299 333 363
Sumber: Bank Indonesia, 2010 (Diolah)
3. Perkembangan Pembiayaan Mudharabah Pada Perbankan Syari`ah Al-Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (Shahibul maal) menyediakan seluruh modal (100%), sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib). Keuntungan usaha mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan ke dalam kontrak, sedangkan apabila mengalami kerugian ditanggung oleh pemilik modal, selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pihak pengelola. Seandainya kerugian itu akibat kelalaian atau kecurangan si pengelola, maka si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Permintaan pembiayaan di sini adalah total pembiayaan mudharabah yang
disalurkan oleh bank syari`ah kepada nasabah di Indonesia. Perkembangan pembiayaan mudharabah periode 2003-2009 dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Sumber: Bank Indonesia (Diolah)
Grafik 4.1 Perkembangan Pembiayaan Mudharabah Periode 2003-2009
Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa jumlah pembiayaan mudharabah tertinggi terjadi pada akhir bulan yaitu pada bulan Desember 2009 sebesar Rp. 10.412 Milyar dan angka terendah terjadi pada bulan Januari 2003 sebesar Rp. 511 Milyar. Perbankan syari`ah di Indonesia hingga tahun 2010 ini menunjukkan perkembangan yang sangat menggembirakan, baik secara kualitas maupun kuantitas. Begitu pula dengan pembiayaan yang ada di dalamnya, pembiayaan dengan prinsip bagi hasil yaitu pembiayaan mudharabah yang keberadaannya pun semakin diminati oleh masyarakat. Dari grafik di atas juga dapat dilihat bahwa pembiayaan mudharabah dari tahun 2003 hingga
tahun 2009 terus mengalami peningkatan. Tetapi pada akhir tahun 2008 pembiayaan mudharabah sedikit mengalami penurunan. Pada bulan September 2008 jumlah pembiayaan mudharabah mencapai Rp. 6.750 Milyar, hingga pada bulan Desember 2008 pembiayaan mudharabah semakin menurun hingga mencapai Rp. 6.205 Milyar. Tetapi pada awal 2009 pembiayaan mudharabah kembali meningkat menjadi Rp. 7.554 Milyar hingga akhir 2009. Sehingga dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa pembiayaan mudharabah dari tahun 2003 hingga tahun 2009 mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan, meskipun sempat terjadi penurunan pada bulan-bulan tertentu.
4. Perkembangan Tingkat Bagi Hasil Pada Perbankan Syari`ah Sistem bagi hasil adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara pihak penyedia dana (shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib). Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana atau antara bank dengan nasabah penerima dana (M. Syafi’i Antonio, 1999). Perhitungan bagi hasil ini sesuai dengan kesepakatan bersama antara kedua belah pihak, pihak shahibul maal dan mudharib. Perkembangan tingkat bagi hasil periode 2003-2009 dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Sumber: Bank Indonesia (Diolah)
Grafik 4.2 Perkembangan Tingkat Bagi Hasil Periode 2003-2009
Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa tingkat bagi hasil tertinggi terjadi pada bulan Juli 2003 dan bulan Desember 2008 yaitu sebesar 10,5% dan angka terendah terjadi pada bulan April 2004 yaitu sebesar 2,1%. Perkembangan tingkat bagi hasil pada perbankan syari`ah setiap bulannya memang bervariasi, adakalanya bagi hasil yang diterima besar dan adakalanya kecil. Bahkan dari grafik di atas dapat kita lihat bahwa tingkat bagi hasil selalu berfluktuasi setiap bulannya. Hal ini dapat terjadi karena bagi hasil pada perbankan syari`ah ditentukan sesuai dengan kesepakatan bersama antara pihak pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib). Sehingga lebih mencerminkan rasa keadilan diantara para pelaku ekonomi.
5. Perkembangan Jakarta Islamic Index (JII) Jakarta Islamic Index atau biasa disebut JII adalah salah satu indeks saham yang ada di Indonesia yang menghitung indeks harga ratarata saham untuk jenis saham-saham yang memenuhi kriteria syari`ah. Tujuan pembentukan JII adalah untuk meningkatkan kepercayaan investor untuk melakukan investasi pada saham berbasis syari`ah dan memberikan manfaat bagi pemodal dalam menjalankan syari`ah Islam untuk melakukan investasi di bursa efek. Perkembangan JII periode 2003-2009 dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Sumber: Bank Indonesia (Diolah)
Grafik 4.3 Perkembangan JII Periode 2003-2009
Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa angka tertinggi indeks harga saham JII terjadi pada bulan Februari 2008 yaitu sebesar 508.945 Milyar dan angka terendah terjadi pada bulan Januari 2003 yaitu
sebesar Rp. 62.347 Milyar. Jakarta Islamic Index baru didirikan pada tahun 2000, meskipun belum terlalu lama JII berdiri tetapi keberadaannya cukup diminati oleh masyarakat Indonesia. Hal ini dapat terlihat bahwa pada tahun 2003 hingga tahun 2009 indeks JII 40% lebih besar bila dibandingkan dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Berdasarkan
grafik
di
atas
juga
dapat
dilihat
bahwa
perkembangan indeks JII mengalami peningkatan dari awal bulan 2003 hingga Februari 2008 meskipun pernah mengalami penurunan pada bulan Mei 2007. Harga saham JII mulai mengalami penurunan yang signifikan pada bulan Mei 2008 hingga Oktober 2008 yaitu dari Rp. 441.664 Milyar menjadi hanya Rp. 193.683 Milyar. Tetapi pada bulan November 2008 harga saham JII mulai mengalami peningkatan kembali hingga akhir tahun 2009. Terjadinya peningkatan indeks JII ini diperkirakan karena adanya apresiasi kurs (kurs yang meningkat) sedangkan terjadinya penurunan indeks JII diperkirakan karena nilai kurs yang terdepresiasi (kurs yang menurun).
6. Perkembangan Tingkat Inflasi di Indonesia Inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum barang-barang secara terus-menerus, ini tidak berarti bahwa harga-harga berbagai macam barang itu naik dengan presentase yang sama, mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tetapi tidaklah bersamaan yang penting terdapat kenaikan umum barang secara terus-menerus selama satu periode. (Nopirin, 2000).
Perkembangan tingkat inflasi periode 2003-2009 dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Sumber: Bank Indonesia (Diolah)
Grafik 4.4 Perkembangan Tingkat Inflasi Periode 2003-2009
Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa tingkat inflasi tertinggi berada pada bulan November 2005 sebesar 18,38% dan angka terendah terjadi pada bulan November 2009 sebesar 2,41%. Pada grafik di atas dapat kita lihat bahwa pergerakan inflasi cukup berfluktuasi. Pada awal tahun 2003 sampai September 2005 inflasi dalam keadaan stabil. Sedangkan pada akhir-akhir tahun 2005 inflasi mulai naik hampir mencapai 20%. Hal ini diperkirakan karena adanya kenaikan harga BBM yang sangat tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2007, ketika terjadi krisis subprime mortgage di Amerika Serikat (AS) dan kenaikan harga minyak mentah dunia yang nyaris tembus US$ 100 per
barel, kinerja ekonomi Indonesia selama kuartal ketiga (Q-3) 2007 ternyata menunjukkan tanda-tanda yang tidak terpengaruh dengan gejolak eksternal tersebut. Gejolak subprime mortgage itu memang berpengaruh, tetapi hanya berhenti pada sektor keuangan di Indonesia (melalui pergerakan IHSG). Sementara itu, sektor riil tetap tumbuh seolah tidak terpengaruh sama sekali dengan hiruk pikuk di sektor keuangan. Keadaan inflasi pun dikatakan dapat dikontrol, bahkan daya beli masyarakat yang mengalami penurunan pada tahun 2005 dan 2006 sudah pulih kembali di tahun 2007. Pada tengah bulan 2008 inflasi kembali naik hingga mencapai 12,14%. Sedangkan pada tahun 2009 inflasi kembali memperlihatkan kestabilannya hingga mencapai angka 2,41%. Angka ini merupakan angka terendah inflasi sepanjang tahun. Sehingga pada tahun tersebut dapat dikatakan bahwa kondisi perekonomian Indonesia sudah mulai kondusif kembali, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya penurunan angka inflasi yang cukup signifikan.
7. Perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia Produk Domestik Bruto atau Gross Domestic Product (GDP) adalah nilai total atas segenap output akhir yang dihasilkan oleh suatu perekonomian baik yang dilakukan oleh penduduk domestik maupun penduduk asing maupun orang-orang dari negara lain yang bermukim di negara yang bersangkutan. PDB merupakan ukuran terbaik dari kinerja perekonomian karena tujuan PDB adalah meringkas aktivitas ekonomi
dalam nilai uang tunggal dalam periode waktu tertentu (Mankiw, 1999). Pendapatan nasional dapat dihitung berdasarkan dua harga yang telah ditetapkan pasar, yaitu harga berlaku dan harga konstan. Perkembangan PDB periode 2003-2009 dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Sumber: Bank Indonesia (Data Diolah)
Grafik 4.5 Perkembangan PDB Periode 2003-2009
Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa PDB tertinggi terjadi pada bulan September 2009 yaitu sebesar Rp. 561.003 Milyar dan angka terendah terjadi pada bulan Januari 2003 yaitu sebesar RP. 380.341 Milyar. Setelah krisis ekonomi pada tahun 1997, maka laju pertumbuhan ekonomi Indonesia turun sebesar 13,16% pada 1998, bertumbuh sedikit sebesar 0,62% pada tahun 1999 dan setelah itu makin membaik. Laju pertumbuhan tahunan 1999-2009 terus mengalami peningkatan. Ekonomi kita bertumbuh dari hanya 0,62% berangsur membaik pada kisaran 4%
antara tahun 2000 sampai tahun 2003 dan pada tahun 2004 sudah mulai masuk pada kisaran 5%. Pada perkembangan selanjutnya yaitu pada tahun 2007 sejumlah kalangan seolah tidak percaya ketika Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan angka pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga (Q-3) 2007 yang tumbuh hingga 6,5%. Ini mengingat, situasi ekonomi di dalam negeri sedang dihantui oleh berbagai kondisi eksternal seperti krisis subprime mortgage di Amerika Serikat (AS) dan kenaikan harga minyak mentah dunia yang nyaris tembus US$ 100 per barel. Kinerja perekonomian Indonesia selama Q-3 2007 memang menunjukkan tanda-tanda yang tidak terpengaruh dengan gejolak eksternal tersebut. Jika melihat kinerja sektor riil pada tahun 2007 hingga tahun 2009, memang tidak ada alasan untuk tidak optimis bahwa ekonomi tidak membaik. Berbagai indikator misalnya, konsumsi semen, impor barang modal, listrik, kredit perbankan, penjualan kendaraan bermotor dan lain sebagainya menunjukkan peningkatan yang cukup berarti. Demikian pula dengan ekspor, baik migas dan non migas juga mengalami pertumbuhan. Dengan kata lain, sesungguhnya perekonomian kita memiliki faktor-faktor domestik yang solid, ditengah hiruk pikuk krisis di sektor eksternal tersebut. Tinggal bagaimana upaya kita untuk mengoptimalkan peran faktor domestik tersebut agar dapat lebih maksimal lagi kontribusinya.
8. Perkembangan Kurs Rupiah/US$ Nilai tukar uang yang dikenal dengan sebutan kurs mata uang adalah catatan (quation) harga pasar dari mata uang asing (foreign currency) dalam harga mata uang domestik (domestic currency) atau resiprokalnya, yaitu harga mata uang domestik dalam mata uang asing (Douglas Greenwald, 1982:430). Kurs mata uang dapat dihitung berdasarkan tingkat harga, yaitu tingkat harga domestik dibagi dengan tingkat harga luar negeri. Perkembangan kurs Rupiah/US$ periode 20032009 dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Sumber: Bank Indonesia (Diolah)
Grafik 4.6 Perkembangan Kurs Rupiah/US$ Periode 2003-2009
Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa angka kurs tertinggi terjadi pada bulan November 2008 yaitu sebesar Rp.12.151,00 dan angka terendah terjadi pada bulan Mei 2003 yaitu sebesar Rp.8.279,00 Pada grafik tersebut dapat dilihat bahwa kurs Rupiah/US$ berfluktuasi.
Sepanjang tahun 2003 hingga akhir-akhir tahun 2005 kurs Rupiah/US$ terus melemah dari Rp.8.875,00 menjadi Rp.10.310,00. Pada tahun 2006 hingga September 2008 kurs Rupiah/US$ kembali stabil dan grafik di atas menunjukkan bahwa pergerakan yang stabil sepanjang tahun tersebut karena berada pada kisaran Rp.9000,00 sampai Rp.9400,00. Pada Oktober 2008 hingga pertengahan 2009 kurs Rupiah/US$ cenderung di atas Rp.10.000,00. Kecenderungan melemahnya nilai tukar Rupiah tersebut terkait dengan kondisi sosial politik yang bergejolak. Dan pada September 2009 kurs Rupiah/US$ kembali menguat hingga mencapai kisaran Rp. 9400,00.
B. Hasil Analisis dan Pembahasan Semua data yang digunakan dalam analisis ini merupakan data sekunder deret waktu (time series) yang berbentuk annual mulai tahun 20032009. Penelitian mengenai permintaan pembiayaan di sini menggunakan data pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia sebagai variabel dependen (variabel tidak bebas). Sedangkan variabel independen terdiri dari Tingkat Bagi Hasil (TBH), Jakarta Islamic Index (JII), tingkat inflasi, Produk Domestik Bruto (PDB) dan kurs Rupiah/US$. Keseluruhan dari data yang digunakan sebagai bahan penelitian diperoleh dari laporan bulanan Bank Indonesia (BI) dan dari Bursa Efek Indonesia (BEI). Data mengenai tingkat bagi hasil diperoleh dari Statistik Perbankan Syari`ah Bank Indonesia. Data mengenai tingkat inflasi, PDB dan kurs Rupiah/US$
diperoleh dari Bank Indonesia dalam Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI). Sedangkan data mengenai indeks harga saham syari`ah JII diperoleh dari laporan bulanan Statistik Bursa Efek Indonesia. Seluruh data diambil dari berbagai tahun terbitan. Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya model yang digunakan sebagai alat analisis adalah model dinamis Error Correction Model (ECM). Model ECM digunakan untuk menguji spesifikasi model dan kesesuaian teori dengan kenyataan. Pengolahan data dilakukan secara elektronik dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan Eviews 6.0 untuk mempercepat perolehan hasil yang dapat menjelaskan variabel-variabel yang akan diteliti. Pembahasan dilakukan dengan analisis secara ekonometrik.
1. Uji Akar-akar Unit (Testing for Unit Root) Pengujian akar-akar unit untuk semua variabel yang digunakan dalam analisis time series perlu dilakukan untuk memenuhi keabsahan analisis Error Correction Model (ECM). Dalam hal ini data harus bersifat stasioner dengan kata lain perilaku data yang stasioner memiliki varians yang tidak terlalu besar dan mempunyai kecenderungan mendekati nilai rata-rata. (Suhendra, 2003). Uji akar-akar unit dipandang sebagai uji stasioneritas karena pengujian ini pada prinsipnya bertujuan untuk mengamati apakah koefisien tertentu dari model otoregresif yang ditaksir mempunyai nilai satu atau tidak. Pengujian dilakukan dengan menggunakan dua pengujian yang dikembangkan oleh Dickey dan Fuller (1979, 1981). Uji akar-akar unit
dilakukan dengan memasukkan konstanta dan trend untuk metode DickyFuller (DF) dan Augmented Dickey Fuller (ADF). Pengujian akar-akar unit dikatakan stasioner apabila nilai statistik ADF hitung lebih besar dari nilai statistik ADF tabel, sebaliknya jika nilai statistik ADF lebih kecil dari nilai statistik ADF tabel maka variabel tersebut tidak stasioner. Hasil dari pengujian akar-akar unit ini dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini : Tabel 4.2 Hasil Estimasi Akar-akar Unit Pada Level
Variabel
Nilai t-Statistik ADF -0.164800
Nilai Kritis Statistik ADF α = 5% -3.464865
PM
Tidak stasioner
TBH
-3.827524
-3.464865
Stasioner
JII
-1.841019
-3.464865
Tidak stasioner
INF
-1.480392
-3.464865
Tidak stasioner
PDB
-4.700207
-3.467703
Stasioner
KURS
-3.019034
-3.466966
Tidak stasioner
Kesimpulan
Sumber: Lampiran 2
Tabel di atas menunjukkan hasil uji akar-akar unit dengan menggunakan ADF test dengan trend. Dari tabel di atas tersebut dapat diketahui bahwa nilai t-statistik ADF masing-masing variabel dengan derajat keyakinan 5% hanya ada dua variabel yang stasioner pada level yaitu variabel Produk Domestik Bruto (PDB) dan tingkat bagi hasil (TBH), karena hanya variabel PDB dan TBH yang nilai t-statistik ADFnya lebih besar bila dibandingkan dengan nilai kritis statistik ADF tabel.
Sedangkan empat variabel yang lainnya tidak stasioner disebabkan karena nilai t-statistik ADFnya lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai kritis statistik ADF tabel, dengan kata lain variabel-variabel tersebut pada level mengalami persoalan akar-akar unit, oleh karena itu perlu dilanjutkan dengan uji derajat integrasi pertama.
2. Uji Derajat Integrasi (Testing for Degree on Integration) Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pada derajat atau order differensi ke berapa data yang diteliti akan stasioner. Pengujian ini dilakukan pada uji akar-akar unit (langkah pertama di atas), jika ternyata data tersebut tidak stasioner pada derajat pertama (Insukindro, 1992:261). Nilai statistik ADF untuk mengetahui pada derajat berapa suatu data akan stasioner dapat dilihat pada nilai t-statistik ADF lebih besar dari nilai kritis statistik ADF tabel, maka variabel tersebut dikatakan stasioner pada derajat pertama. Hasil dari pengujian derajat integrasi pertama dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini: Tabel 4.3 Hasil Estimasi Akar-akar Unit Pada Derajat Integrasi Pertama Variabel
Nilai t-Statistik ADF
PM
-8.636820
Nilai Kritis Statistik ADF α = 5% -3.465548
TBH
-9.662423
-3.466248
Stasioner
JII
-8.447274
-3.465548
Stasioner
INF
-7.531761
-3.465548
Stasioner
PDB
-4.925150
-3.468459
Stasioner
KURS
-4.425452
-3.466966
Stasioner
Sumber: Lampiran 2
Kesimpulan Stasioner
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai t-statistik ADF masing-masing variabel dengan derajat keyakinan 5% sudah stasioner pada integrasi pertama (first different). Hal ini dapat dilihat bahwa nilai tstatistik ADF variabel Pembiayaan Mudharabah (PM), Tingkat Bagi Hasil (TBH), Jakarta Islamic Index (JII), tingkat inflasi, Produk Domestik Bruto (PDB) dan kurs Rupiah/US$ lebih besar bila dibandingkan dengan nilai kritis statistik ADF tabel. Dari hasil uji stasioneritas tersebut dapat disimpulkan bahwa semua variabel sudah stasioner pada ordo yang sama, yaitu pada derajat integrasi pertama, sehingga pengujian selanjutnya dapat dilanjutkan ke uji kointegrasi.
3. Uji Kointegrasi Setelah dilakukan uji stasioneritas dan diyakini seluruh variabel yang diamati merupakan variabel yang sudah stasioner dan memiliki derajat yang sama, maka langkah selanjutnya adalah pengujian kointegrasi untuk melihat hubungan jangka panjang dari model tersebut. Dalam melakukan uji kointegrasi harus diyakini terlebih dahulu bahwa variabelvariabel terkait dalam pendekatan ini memiliki derajat integrasi yang sama atau tidak. (Insukindro, 1992:262). Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah dalam jangka panjang terdapat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependennya. Tujuan utama uji kointegrasi ini adalah untuk mengetahui apakah residual regresi terkointegrasi stasioner atau tidak. Apabila variabel terkointegrasi maka terdapat hubungan yang stabil dalam jangka panjang.
Sebaliknya jika tidak terdapat kointegrasi antar variabel maka implikasi tidak adanya keterkaitan hubungan dalam jangka panjang. Uji statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis null mengenai tidak adanya kointegrasi ini adalah dengan menggunakan metode ADF (Augmented Dicky-Fuller), sedangkan pesamaan jangka panjangnya akan diturunkan dari persamaan Error Correction Model (ECM). Berikut ini hasil uji kointegrasi ADF: Tabel 4.4 Nilai Regresi Uji Kointegrasi
Persamaan Kointegrasi
Nilai tStatistik ADF
Nilai Kritis Statistik ADF α = 5%
PM t = f (TBH t , JII t , INF t, PDB t, KURS t)
-2.215375
-1.944811
Kesimpulan Residual stasioner
Sumber: Lampiran 15
Dari hasil estimasi di atas dapat dilihat bahwa nilai t-statistik ADF sebesar -2.215375 sedangkan nilai kritis statistik ADF pada tingkat signifikansi 5% yaitu -1.944811. Karena nilai t-statistik lebih besar dari nilai kritis statistik ADF tabel, artinya residual dari persamaan telah stasioner pada derajat integrasi nol atau I(0). Sehingga variabel-variabel tersebut dikatakan terkointegrasi atau terdapat indikasi hubungan jangka panjang. Adanya indikasi hubungan keseimbangan dalam jangka panjang belum dapat digunakan sebagai bukti bahwa terdapat hubungan dalam jangka pendek. Sehingga untuk menentukan variabel mana yang
menyebabkan parubahan pada variabel lain, dan untuk menyediakan shortrun dynamic adjustment guna menuju periode jangka panjang, maka dilakukan perhitungan ECM setelah melakukan uji asumsi klasik terlebih dahulu.
4. Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui apakah hasil estimasi tersebut mempunyai penyakit atau tidak maka dilakukan pengujian lebih lanjut yaitu berupa uji asumsi klasik. Pengujian ini dimaksudkan
untuk
mendeteksi
ada
tidaknya
multikolinieritas,
heteroskedastisitas, dan autokorelasi di dalam model penelitian. Sehingga dapat diketahui apakah hasil-hasil regresi telah memenuhi kaidah Best Linier Unbiased Estimator (BLUE) yang berarti bahwa tidak ada gangguan serius terhadap asumsi klasik dalam metode kuadrat terkecil tunggal (OLS) yaitu masalah multikolinieritas, heteroskedastisitas dan autokorelasi.
a. Multikolinearitas Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan (korelasi) yang signifikan di antara dua atau lebih variabel
independen
dalam
model
regresi.
Deteksi
adanya
multikolinearitas dilakukan dengan menggunakan uji korelasi parsial antar variabel independen. Dengan melihat nilai koefisien korelasi (r) antar variabel independen, dapat diputuskan apakah data terkena
multikolinearitas atau tidak, yaitu dengan menguji koefisien korelasi antar
variabel
independen.
Hasil
pengujian
multikolinearitas
menggunakan uji korelasi (r) dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4. 5 Hasil Uji Correlation Matrix TBH
JII
INF
PDB
KURS
TBH
1.000000
0.245446
-0.004006
0.487058
0.390918
JII
0.245446
1.000000
-0.089016
0.810215
0.165741
INF
-0.004006
-0.089016
1.000000
-0.055907
0.161374
PDB
0.487058
0.810215
-0.055907
1.000000
0.574965
KURS
0.390918
0.165741
0.161374
0.574965
1.000000
Sumber: Lampiran 16
Dari tabel hasil analisis uji multikolinearitas dengan correlation matrix di atas terlihat bahwa koefisien korelasi ada yang di atas 0.7, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model terdapat masalah multikolinearitas. Tetapi meskipun terdapat multikolinieritas, tetapi tidak mempengaruhi model secara signifikan sehingga hasil akhir estimasi tetap menunjukkan hasil yang cukup bagus.
b. Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan
ke
pengamatan
yang
lain
tetap
maka
disebut
homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Metode yang digunakan untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas
pada penelitian ini adalah uji White. Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan bantuan program komputer Eviews 6.0, dan diperoleh hasil regresi seperti pada tabel berikut ini:
Tabel 4.6 Hasil Uji White HeteroskedasticityTest
Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
1.749313 17.69813 183.8087
Prob. F(11,71) Prob. Chi-Square(11) Prob. Chi-Square(11)
0.0800 0.0889 0.0000
Sumber: Lampiran 17
Dari tabel di atas diketahui bahwa koefisien determinasi (R2) sebesar 0.213230. Nilai probabilitas dari Chi-Square sebesar 0.0889 yang lebih besar dari nilai α sebesar 0.05. Karena nilai probabilitas Chi-square lebih besar dari α = 5% maka Ho diterima sehingga dapat disimpulkan
bahwa
dalam
model
tidak
ada
masalah
heteroskedastisitas.
c. Autokorelasi Untuk mendeteksi
masalah autokorelasi digunakan uji
Langrange Multiplier (LM-test). Uji ini sangat berguna untuk mengindentifikasi masalah autokorelasi tidak hanya pada derajat pertama (first order) tetapi juga digunakan pada tingkat derajat. Uji autokorelasi juga bisa dilihat dari nilai probabilitas Chi-Square. Jika probabilitas Chi-Square lebih besar dari tingkat signifikansi 5% maka
tidak terdapat autokorelasi dan sebaliknya jika probabilitas Chi-Square lebih kecil dari 5% maka terdapat autokorelasi. Tabel 4.7 Hasil Regresi LM-Test Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
0.700736 0.822638
Prob. F(1,70) Prob. Chi-Square(1)
0.4054 0.3644
Sumber: Lampiran 18
Dari tabel diketahui bahwa koefisien determinasi (R2) sebesar 0.009911. Nilai probabilitas dari Chi-Square sebesar 0.3644 yang lebih besar dari nilai α sebesar 0.05. Karena nilai probabilitas Chi-square lebih besar dari α = 5% maka Ho diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa di dalam model tidak terdapat masalah autokorelasi.
5. Pendekatan Error Correction Model (ECM) Dengan ditemukannya fenomena hubungan jangka panjang antara variabel-variabel yang digunakan dalam pengujian kointegrasi di atas, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pendekatan Error Correction Model (ECM). Model koreksi kesalahan (ECM) merupakan metode pengujian yang dapat digunakan untuk melihat ada tidaknya hubungan antar variabel dalam jangka pendek. ECM merupakan salah satu pendekatan untuk menganalisis model time series yang digunakan untuk melihat konsistensi antara hubungan jangka pendek dengan hubungan jangka panjang dari variabel-variabel yang diuji.
Untuk menyatakan apakah model ECM yang digunakan shohih atau tidak maka koefisien Error Correction Term (ECT) harus signifikan. Jika koefisien ini tidak signifikan maka model tersebut tidak cocok dan perlu dilakukan perubahan spesifikasi lebih lanjut (Insukindro, 1993:12). Berikut merupakan persamaan ECM yang digunakan pada penelitian ini:
DPM t = β0 + β1DTBH t + β2 DJII t + β3 DINF t + β4 DPDB t + β5 DKURS t+ β6BTBH t + β7 BJII t + β8 BINF t + β9 BPDB t + β10 BKURS t + β11 ECT
(4.1)
Hasil pengolahan data yang dilakukan dengan menggunakan program komputer EViews 6.0, dengan model regresi linier ECM ditampilkan sebagai berikut:
Tabel 4.8 Hasil Estimasi Model Dinamis ECM
Dependent Variable: D(PM) Method: Least Squares Date: 11/27/10 Time: 17:37 Sample (adjusted): 2003M02 2009M12 Included observations: 83 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C D(TBH) D(JII) D(INF) D(PDB) D(KURS) TBH(-1) JII(-1) INF(-1) PDB(-1) KURS(-1) ECT
1235.518 3.073299 0.088549 -12.93882 0.101543 0.220705 3.573885 0.087935 -2.119427 0.083341 0.138589 0.087741
805.9667 15.71114 0.035147 12.34707 0.034323 0.075644 12.11134 0.035238 5.346480 0.033160 0.051381 0.035148
1.532964 0.195613 2.519363 -1.047926 2.958480 2.917671 0.295086 2.495451 -0.396415 2.513305 2.697294 2.496370
0.1297 0.8455 0.0140 0.2982 0.0042 0.0047 0.7688 0.0149 0.6930 0.0142 0.0087 0.0149
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.335500 0.232550 156.3788 1736257. -530.6306 3.258848 0.001198
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
119.2892 178.5060 13.07544 13.42515 13.21593 2.155354
Sumber: lampiran 18
Dari estimasi model dinamis ECM dapat diperoleh fungsi regresi OLS sebagai berikut:
DPM t = 1235.518 + 3.073299*DTBH t + 0.088549*DJII t - 12.93882*DINF t + 0.101543*DPDB t + 0.220705*DKURS t + 3.573885*BTBH t + 0.087935*BJII t - 2.119427*BINF t + 0.083341*BPDB t + 0.138589*BKURS t + 0.087741*ECT
(4.2)
Berikut analisis interpretasi koefisien regresi variabel-variabel dalam model ECM maupun model regresi linier yaitu sebagai berikut:
a. Tingkat
Bagi
Hasil
(TBH)
dan
Permintaan
Pembiayaan
Mudharabah Hasil analisis ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Duddy Roesmara Donna dan Dumairy (2006), mereka meneliti tentang “Variabel-variabel yang Mempengaruhi Permintaan dan Penawaran Mudharabah Pada Perbankan Syari`ah di Indonesia”. Variabel yang digunakan adalah Tingkat Bagi Hasil (TBH), Ekspektasi Profit (EP), Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Modal Per Aset (MPA). Alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi dengan Prosedur Iterasi Cochrane-Orcut (PICO) dan PICO yang dikombinasi dengan ARCH. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa tingkat bagi hasil mempunyai hubungan yang negatif terhadap permintaan pembiayaan mudharabah sedangkan ekspektasi profit mempunyai hubungan yang positif terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia. Interpretasi variabel tingkat bagi hasil terhadap permintaan pembiayaan mudharabah dalam jangka pendek dan jangka panjang akan dijelaskan sebagai berikut: 1) Jangka Pendek Hasil perhitungan menunjukkan bahwa koefisien regresi variabel tingkat bagi hasil dalam jangka pendek (DTBH) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan pembiayaan
mudharabah. Hal ini dapat dilihat dari t-statistiknya sebesar 0.1956, angka ini lebih kecil dari 2 dengan koefisien sebesar 3.0733, dan tingkat probabilitasnya yaitu sebesar 0.8455, yang lebih besar bila dibandingkan dengan tingkat signifikansi 5%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa berapapun jumlah tingkat bagi hasil yang ada pada perbankan syari`ah maka tidak akan berpengaruh apa-apa dalam jangka pendek terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia. 2) Jangka Panjang Dalam jangka panjang (TBH (-1)), variabel tingkat bagi hasil tidak mempunyai pengaruh
yang
signifikan
terhadap
permintaan pembiayaan mudharabah. Hal ini dapat dilihat dari tstatistiknya yang kurang dari 2 yaitu sebesar 0.2951 dengan koefisiennya sebesar 3.5739 dan tingkat probabilitasnya yaitu sebesar 0.7688 lebih besar dari tingkat signifikansi 5%, yang berarti bahwa berapapun jumlah tingkat bagi hasil yang ada pada perbankan syari`ah maka tidak akan berpengaruh apa-apa dalam jangka panjang terhadap permintaan pembiayaan mudharabah Sehingga dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa variabel tingkat bagi hasil tidak berpengaruh secara signifikan dalam jangka pendek maupun
jangka
panjang
terhadap
permintaan
mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia.
pembiayaan
b. Jakarta
Islamic
Index
(JII)
dan
Permintaan
Pembiayaan
Mudharabah 1) Jangka Pendek Hasil perhitungan menunjukkan bahwa koefisien regresi variabel Jakarta Islamic Index (JII) dalam jangka pendek (DJII) mempunyai hubungan yang signifikan dengan tingkat probabilitas sebesar 0.0140, signifikan pada tingkat signifikansi 5% dan tstatistiknya sebesar 2.5194, angka ini sudah lebih besar dari 2 dengan koefisien sebesar 0.0885 yang berarti bahwa dalam jangka pendek, jika indeks JII naik sebesar 1%, maka permintaan pembiayaan mudharabah akan mengalami peningkatan sebesar Rp. 0.0885 Milyar. 2) Jangka Panjang Dalam jangka panjang harga saham JII (JII (-1)) mempunyai hubungan yang signifikan dengan tingkat probabilitas sebesar 0.0149 dan t-statistiknya yang sudah lebih besar dari 2 yaitu sebesar 2.4955 dengan koefisien jangka panjangnya sebesar 0.0879, yang berarti jika indeks JII naik sebesar Rp. 1%, maka permintaan pembiayaan mudharabah akan mengalami peningkatan sebesar Rp. 0.0879 Milyar. Sehingga dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa variabel Jakarta Islamic Index (JII) berpengaruh secara signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap
permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia.
c. Tingkat Inflasi dan Permintaan Pembiayaan Mudharabah Hasil analisis ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Ni Nyoman Aryaningsih (2006) yang meneliti mengenai “Pengaruh Suku Bunga, Inflasi dan Jumlah Penghasilan Terhadap Permintaan Kredit di PT BPD Cabang Pembantu Kediri”. Variabel yang digunakan adalah suku bunga, inflasi dan jumlah penghasilan. Alat analisis yang digunakan adalah analisis Regresi Linier Berganda. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa inflasi dan suku bunga mempunyai hubungan yang negatif terhadap permintaan pembiayaan mudharabah sedangkan variabel jumlah penghasilan mempunyai hubungan yang positif terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia. Interpretasi variabel tingkat inflasi terhadap permintaan pembiayaan mudharabah dalam jangka pendek dan jangka panjang akan dijelaskan sebagai berikut: 1) Jangka Pendek Hasil perhitungan menunjukkan bahwa koefisien regresi variabel tingkat inflasi dalam jangka pendek (DINF) tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap permintaan pembiayaan mudharabah. Hal ini dapat dilihat dari t-statistiknya yang kurang dari 2 yaitu sebesar -1.0479 dengan koefisiennya sebesar -12.9388 dan tingkat probabilitasnya yaitu sebesar 0.2982
lebih besar dari tingkat signifikansi 5%, yang berarti bahwa berapapun tingkat inflasinya maka tidak akan berpengaruh apa-apa dalam
jangka
pendek
terhadap
permintaan
pembiayaan
mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia. 2) Jangka Panjang Dalam jangka panjang (INF (-1)), variabel tingkat inflasi tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap permintaan pembiayaan mudharabah. Hal ini dapat dilihat dari t-statistiknya yang kurang dari 2 yaitu sebesar -0.3964 dengan koefisiennya sebesar -2.1194 dan tingkat probabilitasnya yaitu sebesar 0.6930 lebih besar dari tingkat signifikansi 5%, yang berarti bahwa berapapun tingkat inflasinya maka tidak akan berpengaruh apa-apa dalam
jangka
panjang
terhadap
permintaan
pembiayaan
mudharabah. Sehingga dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa variabel tingkat inflasi tidak berpengaruh secara signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia.
d. Produk Domestik Bruto (PDB) dan Permintaan Pembiayaan Mudharabah 1) Jangka Pendek Hasil perhitungan menunjukkan bahwa koefisien regresi variabel Produk Domestik Bruto dalam jangka pendek (DPDB) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel permintaan
pembiayaan mudharabah dengan tingkat probabilitas sebesar 0.0042, signifikan pada tingkat signifikansi 5% dan t-statistiknya yang sudah lebih besar dari 2 yaitu sebesar 2.9585 dengan koefisien sebesar 0.1015 yang berarti bahwa dalam jangka pendek, jika Produk Domestik Bruto (PDB ) naik sebesar 1%, maka permintaan pembiayaan mudharabah akan mengalami peningkatan sebesar Rp. 0.1015 Milyar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) dalam jangka pendek berpengaruh terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia. 2) Jangka Panjang Begitu pula dalam jangka panjang Produk Domestik Bruto (PDB(-1)) berpengaruh secara signifikan, dengan tingkat probabilitas sebesar 0.0142, signifikan pada tingkat signifikansi 5% dan tstatistiknya yang sudah lebih besar dari 2 yaitu sebesar 2.5133 dengan koefisien jangka panjangnya yaitu sebesar 0.0833, yang berarti jika PDB naik sebesar Rp. 1% maka akan menaikkan permintaan pembiayaan mudharabah sebesar Rp. 0.0833 Milyar. Sehingga dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa variabel Produk Domestik Bruto (PDB) berpengaruh secara signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia.
e. Kurs Rupiah/US$ dan Permintaan Pembiayaan Mudharabah 1) Jangka Pendek Hasil perhitungan menunjukkan bahwa koefisien regresi variabel kurs Rupiah/US$ dalam jangka pendek (DKURS) mempunyai
pengaruh
yang
signifikan
terhadap
permintaan
pembiayaan mudharabah. Hal ini dapat dilihat dari nilai tstatistiknya yang sudah lebih besar dari 2 yaitu sebesar 2.9177 dengan tingkat probabilitas dalam jangka pendek sebesar 0.0047, signifikan pada tingkat signifikansi 5% dan koefisien sebesar 0.2207 yang berarti bahwa dalam jangka pendek, jika kurs Rupiah/US$ menguat sebesar 1%, maka permintaan pembiayaan mudharabah akan mengalami peningkatan sebesar Rp. 0.2207 Milyar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kurs Rupiah/US$ dalam jangka pendek berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia. 2) Jangka Panjang Dalam jangka panjang, kurs Rupiah/US$ (KURS (-1)) mempunyai
pengaruh
yang
signifikan
terhadap
permintaan
pembiayaan mudharabah. Hal ini dapat dilihat dari nilai tstatistiknya yang sudah lebih besar dari 2 yaitu sebesar 2.6973 dengan tingkat probabilitas sebesar 0.0087 dan koefisien yaitu sebesar 0.1386, yang berarti bahwa dalam jangka panjang, jika kurs Rupiah/US$ menguat sebesar 1% maka akan menaikkan permintaan
pembiayaan mudharabah sebesar Rp. 0.1386 Milyar. Sehingga dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa variabel kurs Rupiah/US$ berpengaruh secara signifikan dalam jangka pendek maupun
jangka
panjang
terhadap
permintaan
pembiayaan
mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia.
6. Analisis Ekonomi Dari hasil regresi model dinamis ECM yang dapat terlihat pada tabel 4.8, dapat diketahui bahwa nilai R2 sebesar 0.3355 ini menunjukkan bahwa 33.55% variasi variabel dependen (pembiayaan mudharabah) dapat dijelaskan oleh variasi variabel-variabel independen (tingkat bagi hasil, Jakarta Islamic Index (JII), Produk Domestik Bruto (PDB), inflasi dan kurs Rupiah/US$, sedangkan sisanya 66.45% dijelaskan oleh variasi di luar model yang tidak diikutsertakan dalam paenelitian ini. Pada regresi variabel Error Correction Term (ECT) dapat diketahui besarnya koefisien ECT sebesar 0.0877 dengan taraf signifikansi sebesar 0.0149 artinya bahwa variabel tersebut signifikan pada taraf signifikansi 5%. Dengan demikian, spesifikasi model yang dipakai dalam penelitian ini adalah tepat dan mampu menjelaskan hubungan jangka pendek maupun jangka panjang. Oleh karena itu persamaan tersebut sudah shohih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Jakarta Islamic Index (JII), Produk Domestik Bruto (PDB) dan kurs Rupiah/US$ berpengaruh secara signifikan dalam jangka pendek maupun jangka
panjang terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia.
Penjelasan lebih lanjut akan dijelaskan pada
pembahasan di bawah ini:
b) Pengaruh Jakarta Islamic Index (JII) dalam Jangka Pendek dan Jangka Panjang Salah satu indikator yang mempengaruhi kenaikan dan penurunan harga saham Jakarta Islamic Index (JII) di Bursa Efek Indonesia (BEI) diantaranya adalah kurs mata uang. Kurs inilah sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di pasar saham maupun di pasar uang. Apabila kurs Rupiah/US$ menguat maka akan mendorong para investor untuk menanamkan sahamnya di JII dan sebaliknya melemahnya kurs Rupiah/US$ memiliki pengaruh negatif terhadap perekonomian dan pasar modal. Pada saat kurs Rupiah terapresiasi, maka biaya bahan baku impor atau produk yang memiliki kaitan dengan produk impor akan mengalami penurunan. Hal ini menyebabkan biaya produksi menurun dan laba perusahaan akan naik sehingga tingkat dividen yang dapat dibagikan dan return yang ditawarkan akan meningkat pula. Kenaikan return yang ditawarkan mengakibatkan permintaan terhadap saham akan bertambah sehingga harga saham tersebut di pasaran akan naik. Kondisi seperti ini akan menarik pihak investor untuk menanamkan sahamnya di JII sehingga indeks harga saham syari`ah JII akan mengalami peningkatan. Dengan meningkatnya indeks harga
saham JII yang mencerminkan membaiknya kondisi keuangan perusahaan dan kondisi perekonomian yang stabil (certainty) akan meningkatkan minat dunia usaha dalam mengembangkan usaha sehingga akan meningkatkan permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia. Sebaliknya pada saat kurs Rupiah terdepresiasi, maka biaya bahan baku impor atau produk yang memiliki kaitan dengan produk impor akan mengalami kenaikan. Hal ini menyebabkan biaya produksi meningkat dan laba perusahaan akan turun sehingga tingkat dividen yang dapat dibagikan dan return yang ditawarkan akan menurun pula. Penurunan return yang ditawarkan mengakibatkan permintaan terhadap saham akan berkurang sehingga harga saham tersebut di pasaran akan turun. Kondisi seperti ini kurang menarik pihak investor untuk menanamkan sahamnya di JII sehingga indeks harga saham syari`ah JII akan mengalami penurunan. Dengan menurunnya indeks harga saham JII yang mencerminkan memburuknya kondisi keuangan perusahaan dan kondisi perekonomian yang uncertainty akan mengurangi minat dunia usaha dalam mengembangkan usaha sehingga akan menurunkan permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia.
c) Pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB) dalam Jangka Pendek dan Jangka Panjang Salah
satu
pendekatan
yang
dapat
digunakan
untuk
menghitung besarnya pendapatan masyarakat suatu negara, adalah dengan menghitung Produk Domestik Bruto (PDB) yang merupakan kinerja dari suatu perekonomian. PDB adalah nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh masyarakat suatu negara (termasuk warga negara asing) dalam satu tahun tertentu. Berdasarkan pendekatan produksi, ketika para produsen menambah jumlah produksinya dari setiap sektor produktif yang ada di Indonesia maka return yang didapatkan akan meningkat. Dengan meningkatnya return yang diterima tersebut maka secara otomatis akan meningkatkan pendapatan masyarakat dengan kata lain PDB akan meningkat pula. Dengan meningkatnya jumlah PDB, maka setiap masyarakat akan semakin meningkatkan jumlah konsumsinya, oleh sebab itu jika PDB meningkat maka permintaan akan pembiayaan mudharabah juga akan mengalami peningkatan guna mencukupi tingkat konsumsi yang diperlukan
oleh
masyarakat,
dan
sebaliknya
dalam
kondisi
perekonomian yang lemah (resesi) di mana PDB mengalami penurunan maka permintaan pembiayaan mudharabah cenderung menurun karena dengan sendirinya masyarakat akan mengurangi tingkat konsumsinya. Oleh karena itu kenaikan dan penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) akan mempengaruhi permintaan pembiayaan mudharabah. Berdasarkan
pemaparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kenaikan pendapatan masyarakat, yang notabene merupakan salah satu tolak ukur peningkatan ekonomi, akan berdampak positif pada permintaan pembiayaan mudharabah sedangkan penurunan pendapatan masyarakat akan berdampak negatif pada permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia.
d) Pengaruh Kurs Rupiah/US$ dalam Jangka Pendek dan Jangka Panjang Stabilitas moneter patut menjadi agenda utama dalam kebijakan ekonomi di Indonesia. Pengendalian moneter untuk menjaga nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS (kurs Rupiah/US$) agar selalu stabil mutlak diperlukan terutama dalam menjaga keseimbangan antara agregat demand (AD) dan agregat supply (AS). Perubahan-perubahan yang terjadi pada AD dan AS akan menyebabkan kurs Rupiah berfluktusi. Apresiasi kurs Rupiah terjadi ketika AD meningkat (kontraksi) di mana akan mengakibatkan menurunnya tingkat harga secara keseluruhan. Jika tingkat harga dalam negeri turun sedangkan tingkat harga di luar negeri tetap maka nilai tukar mata uang (kurs Rupiah) akan mengalami apresiasi. Apresiasi kurs Rupiah sebaliknya akan terjadi jika AS sedang mengalami ekspansi di mana berakibat pada turunnya tingkat harga secara keseluruhan yang akan menguatnya (apresiasi) nilai tukar. Dengan menguatnya kurs Rupiah khususnya
terhadap Dollar AS dalam hal ini, yang mencerminkan stabilitas perekonomian yang semakin mantap akan menurunkan risiko berusaha yang pada akhirnya akan direspon oleh dunia usaha dengan meningkatkan permintaan mudharabah. Sebaliknya depresiasi kurs Rupiah terjadi ketika AD meningkat atau mengalami ekspansi di mana mengakibatkan naiknya tingkat harga secara keseluruhan. Jika tingkat harga dalam negeri naik sedangkan tingkat harga di luar negeri tetap maka nilai tukar mata uang (kurs Rupiah) akan mengalami depresiasi. Depresiasi kurs Rupiah akan terjadi ketika AS mengalami kontraksi di mana berakibat pada naiknya tingkat harga secara keseluruhan yang kemudian akan mengakibatkan melemahnya (depresiasi) kurs Rupiah. Dengan melemahnya kurs Rupiah terhadap Dollar AS dalam hal ini, yang mencerminkan kondisi perekonomian
yang
tidak
menentu
(uncertainty)
sehingga
meningkatkan risiko berusaha akan direspon oleh dunia usaha dengan menurunkan permintaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia.
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Senada dengan teori yang ada, Tingkat Bagi Hasil (TBH) yang ada pada perbankan syari`ah baik jangka pendek maupun jangka panjang ternyata tidak berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas jangka pendek dan jangka panjangnya berturut-turut sebesar 0.8498 dan 0.7742. Angka-angka tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan tingkat signifikansi 5% dan nilai t-statistiknya yang kurang dari 2 berturut-turut sebesar 0.1956 dan 0.2951, yang berarti bahwa berapapun jumlah tingkat bagi hasil yang ada pada perbankan syari`ah tidak akan berpengaruh apa-apa dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia. Hal ini berimplikasi bahwa dalam jangka pendek maupun jangka panjang tingkat bagi hasil tidak dapat digunakan untuk memprediksi permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia.
2. Indeks harga saham syari`ah Jakarta Islamic Index (JII) di Bursa Efek Indonesia baik jangka pendek maupun jangka panjang ternyata berhubungan positif dan signifikan terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia. Hal ini sesuai dengan teori yang ada, dengan nilai probabilitas jangka pendek dan jangka panjangnya berturut-turut sebesar 0.0140 dan 0.0149, signifikan pada tingkat signifikansi 5% dan nilai t-statistiknya yang sudah lebih besar dari 2 berturut-turut sebesar 2.5194 dan 2.4955 dengan koefisien berturut-turut sebesar 0.0885 dan 0.0879. Oleh karena itu kenaikan dan penurunan permintaan pembiayaan mudharabah sangat dipengaruhi oleh indeks harga saham JII. Semakin naik indeks harga saham JII dalam jangka pendek maupun jangka panjang maka akan semakin naik pula permintaan pembiayaan mudharabah. Dan sebaliknya semakin turun indeks harga saham JII dalam jangka pendek maupun jangka panjang maka akan semakin menurunkan permintaan pembiayaan mudharabah. Hal ini membawa implikasi bahwa dalam jangka pendek maupun jangka panjang informasi indeks harga saham syari`ah JII dapat digunakan untuk memprediksi permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia. 3. Tingkat inflasi di Indonesia baik jangka pendek maupun jangka panjang ternyata tidak berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia. Hal ini sesuai dengan teori yang ada, dengan nilai probabilitas jangka pendek dan
jangka panjangnya berturut-turut sebesar 0.2982 dan 0.6930. Angka-angka tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan tingkat signifikansi 5% dan nilai t-statistiknya yang kurang dari 2 berturut-turut sebesar -1.0479 dan 0.3964. Sehingga dapat disimpulkan bahwa berapapun tingkat inflasi yang terjadi di Indonesia maka tidak akan berpengaruh apa-apa dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan pembiayaan mudharabah. Hal ini berimplikasi bahwa dalam jangka pendek maupun jangka panjang tingkat inflasi bukanlah indikator yang baik untuk memprediksi permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia. 4. Senada dengan teori yang ada Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia baik jangka pendek maupun jangka panjang ternyata berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan pembiayaan mudharabah, dengan tingkat probabilitas dalam jangka pendek dan jangka panjang berturut-turut sebesar 0.0042 dan 0.0142, signifikan karena lebih besar dari tingkat signifikansi 5%. Nilai t-statistik yang sudah lebih besar dari 2 berturutturut sebesar 2.9585 dan 2.5133 dan koefisien dalam jangka pendek dan jangka panjangnya berturut-turut sebesar 0.1015 dan 0.0833. Oleh karena itu kenaikan dan penurunan permintaan pembiayaan mudharabah sangat dipengaruhi oleh Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Semakin naik PDB dalam jangka pendek maupun jangka panjang maka akan semakin naik pula permintaan pembiayaan mudharabah. Dan sebaliknya semakin turun PDB dalam jangka pendek maupun jangka panjang maka akan semakin
menurunkan permintaan pembiayaan mudharabah. Hal ini membawa implikasi bahwa dalam jangka pendek maupun jangka panjang informasi PDB dapat digunakan untuk memprediksi permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia. 5. Kurs Rupiah/US$ di Indonesia ternyata berpengaruh secara signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia. Hal ini sesuai dengan teori yang ada, dengan tingkat probabilitasnya lebih kecil dari 0,05. Tingkat probabilitas dalam jangka pendek dan jangka panjang berturut-turut sebesar 0.0047 dan 0.0087. Nilai t-statistiknya yang sudah lebih besar dari 2 berturut-turut sebesar 2.9177 dan 2.6973 dengan koefisien dalam jangka pendek dan jangka panjangnya berturut-turut sebesar 0.2207 dan 0.1386. Oleh karena itu kenaikan dan penurunan permintaan pembiayaan mudharabah sangat dipengaruhi oleh kurs Rupiah/US$. Semakin menguat kurs Rupiah/US$ dalam jangka pendek maupun jangka panjang maka akan semakin besar pula permintaan pembiayaan mudharabah. Dan sebaliknya semakin melemah kurs Rupiah/US$ dalam jangka pendek maupun jangka panjang maka akan semakin menurunkan permintaan pembiayaan mudharabah. Hal ini membawa implikasi bahwa dalam jangka pendek maupun jangka panjang kurs Rupiah/US$ merupakan indikator yang baik untuk memprediksi permintaan pembiayaan mudharabah pada perbankan syari`ah di Indonesia.
6. Hasil analisis regresi model dinamis Error Correction Model (ECM) berdasarkan tabel yang ada telah menghasilkan model yang bebas dari masalah autokorelasi dan heteroskedastisitas sedangkan dalam model terdapat
masalah
multikolinieritas.
Meskipun
terdapat
masalah
multikolinieritas tetapi tidak mempengaruhi model secara signifikan sehingga hasil analisis estimasi yang dihasilkan tetap bagus.
B. Implikasi Berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan pada penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pembiayaan mudharabah tersebut maka dapat ditarik sebuah implikasi teoritis darinya yaitu : 1. Di kalangan praktisi perbankan syari`ah memang sering ada pendapat bahwa dalam urusan pembiayaan, masyarakat justru menghindari pembiayaan mudharabah, karena bagi hasilnya tinggi di mana yang diuntungkan adalah pemilik modal (bank). Sehingga dalam hal ini perbankan syari`ah seharusnya bisa lebih menyeimbangkan porsi bagi hasil antara pihak bank (shahibul maal) dengan nasabah (mudharib) yang melakukan kontrak (kerjasama). Tingkat bagi hasil yang ditawarkan seharusnya tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah. Dengan demikian apabila penawaran tingkat bagi hasilnya “menarik” artinya tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah maka pembiayaan mudharabah yang diminta oleh masyarakat pun akan semakin bertambah.
2. Untuk memprediksi pergerakan harga saham yang terdaftar dalam Jakarta Islamic Index (JII) selain memperhatikan informasi kurs Rupiah/US$ para investor juga disarankan untuk melihat informasi jumlah uang beredar dalam arti luas (M2). Hal ini dikarenakan ketika uang beredar semakin banyak maka akan menurunkan biaya produksi dari perusahaan emiten. Menurunnya
biaya
produksi
perusahaan
emiten
tersebut
akan
mengakibatkan keuntungan perusahaan lebih besar sehingga dividen yang dapat dibagikan kepada para pemegang saham akan meningkat. Peningkatan dividen yang diberikan akan menurunkan risiko berinvestasi pada saham sehingga membuat penanaman investasi pada saham akan lebih menguntungkan. Dewan Syari`ah Nasional pun seharusnya ikut berperan dalam hal ini. Mereka para Dewan seharusnya lebih bisa memperhatikan faktor human error yang ada pada tubuh JII. Semua bentuk kecurangan, penipuan dan tindakan lainnya yang tidak sesuai dengan prinsip syari`ah, misalnya seperti memberikan informasi harga saham yang tidak sesuai dengan fakta yang ada harus ditindak tegas, karena akan sangat mempengaruhi kondisi perekonomian dan pasar modal di Indonesia. 3. Untuk mengatasi demand pull inflation yang timbul akibat adanya banyak
permintaan akan barang-barang konsumsi oleh masyarakat, di mana uang yang masuk dari luar negeri terlalu banyak sehingga dapat mengakibatkan naiknya agregat demand (AD), mengatasi masalah seperti ini Islam memiliki solusi yang telah dicontohkan oleh khalifah Umar bin Khattab
rodhiyallahu `anhu pada masanya. Beliau melarang barang-barang atau komoditi selama dua hari berturut-turut. Akibatnya adalah turunnya AD dalam perekonomian. Setelah pelarangan tersebut berakhir maka tingkat harga kembali menjadi normal. Sedangkan untuk mengatasi cost push Inflation di mana berkurangnya penawaran akibat kenaikan produksi, Islam pun memiliki solusi yang pernah pula dicontohkan oleh Umar bin Khattab
rodhiyallahu
`anhu.
Pada
saat
terjadi
paceklik
yang
mengakibatkan kelangkaan gandum, sehingga tingkat harga-harga menjadi naik. Pada waktu itu Beliau melakukan impor gandum dari Fusfat-Mesir sehingga agregat supply barang di pasar kembali naik yang kemudian berakibat turunnya tingkat harga-harga. Dari pemaparan di atas dapat dilihat bahwa upaya untuk menstabilkan inflasi ternyata tidak perlu menjadikan suku bunga sebagai instrumen kebijakan moneternya, karena dengan sangat jelas dikatakan di dalam Al-Qur`an bahwa bunga itu haram. Dan untuk solusinya seharusnya pemerintah dapat mencontoh tindakan di atas untuk dapat menstabilkan kembali inflasi di Indonesia tanpa melibatkan suku bunga didalamnya. 4. Dalam peningkatan PDB yang merupakan ukuran dari kesejahteraan sosial, dalam hal ini seharusnya pemerintah dapat memasukkan unsur zakat di dalam pengukuran pendapatan. Pengukuran ini akan sangat bermanfaat sebagai variabel kebijakan di dalam pengambilan keputusan di bidang sosial ekonomi, sebagai bagian dari salah satu rancangan untuk mengentaskan kemiskinan di suatu negara, kemiskinan tersebut akan
berkurang bahkan mungkin teratasi. Dengan adanya zakat kemungkinan masyarakat untuk membayarnya akan lebih besar bila dibandingkan dengan pajak, karena zakat merupakan rukun Islam yang ketiga sehingga masyarakat
akan
lebih
memiliki
rasa
tanggung
jawab
untuk
melaksanakannya. Dengan meningkatnya zakat yang merupakan indikator yang baik dalam meningkatkan pendapatan negara, masyarakat ekonomi lemah akan terbantukan terutama dalam memberikan bantuan modal secara cuma-cuma bagi mereka yang tidak memiliki modal sama sekali, dengan begitu baik masyarakat kalangan atas, menengah maupun bawah dapat berusaha dan mengembangkan usaha yang produktif sehingga akan menaikkan taraf hidup mereka dan akan mengurangi masalah kemiskinan di Indonesia. 5. Dalam pengendalian nilai tukar Rupiah/US$, pemerintah dalam hal ini seharusnya menjaga keseimbangan antara AD dan AS serta membatasi masuknya barang-barang impor yang selama ini cukup banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Hal ini bisa dilakukan melalui upaya pembatasan perdagangan luar negeri atau proteksionisme baik dalam bentuk ekspor maupun impor dengan tarif yaitu pajak yang dikenakan pada barang impor, quota atau batasan terhadap jumlah barang yang diimpor, serta subsidi ekspor yaitu bantuan atau pembayaran pemerintah yang diberikan pada perusahaan dalam negeri untuk mendorong ekspor.
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, Sri et.all. “Perangkat Analisis dan Teknis Analisis Investasi di Pasar Modal Indonesia”, PT. BEJ, Jakarta, 1998. Al-Jauziyyah, Ibnul Qoyyim. “A`lamul Muwaqqi`in”, al-Maktabah at-Tijariyah alKubro, Vol III, hal 14, Kairo, 1995. Alamsyah, Halim. “Restrukturisasi Perbankan dan Dampaknya Terhadap Pemulihan Kegiatan Ekonomi dan Pengendalian Moneter”, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Vol 1 No. 3 hal 121-145, Bank Indonesia, Jakarta, 1998. Ambarwati, Septiana. “Keseimbangan Pasar Barang dan Uang: Kurva IS-LM dalam Ekonomi Konvensional dan Ekonomi Islam”, Kuliah Umum Ekonomi Syari`ah. 2008, dari Copyright © 2008 ekonomi-syariah.com Antonio, Muhammad Syafi`i. “Perbankan Syari`ah di Indonesia”, Tazkia Institute, Jakarta, 1999. . “Bank Syari`ah dari Teori ke Praktik”, Gema Insani, Jakarta, 2001. Anwar, Anas Iswanto, et.all. “Perilaku dan Preferensi Masyarakat Sulawesi Selatan Terhadap Bank Pengkreditan Rakyat (BPR)”, 2006. Arifin, Zainul. “Dasar-dasar Manajemen Bank Syari`ah”, Edisi Revisi, Pustaka Alvabet, Jakarta, 2006. Aryaningsih, Ni Nyoman. “Pengaruh Suku Bunga, Inflasi dan Jumlah Penghasilan Terhadap Permintaan Kredit di PT BPD Cabang Pembantu Kediri”. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora, Vol 2 (1) April, h. 56-67, 2008. Atmawardhana, Angga. ”Analisis Efisiensi Bank Umum Syariah dan bank Konvensional yang Memiliki Unit Usaha Syariah di Indonesia, Setelah Pemberlakuan UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan (Pendekatan Data Envelopment Analysis)”, Skripsi Sarjana (tidak dipublikasikan ) Fakultas Ekonomi, UII, Yogyakarta, 2006.
Azhari, Ismul. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nisbah Bagi Hasil Sistem Pembiayaan Mudharabah Perbankan Syari`ah”, Tesis Magister (dipublikasikan) Program Pascasarjana, Institut Agama Islam Negeri, Medan, 2009. Dari http: //aacislamiceconomy,blogspot.com Badan Pusat Statistik, Indeks Harga Perdagangan Besar, Jakarta, 2003-2009. Bank Indonesia. Statistik Perbankan Syariah, Jakarta, 2003-2009. www.bi.go.id . Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, Jakarta, 2003-2009. Baridwan, Zaki. “Sistem Akuntansi, Penyusunan, Prosedur dan Metode”, Edisi Kelima, BPFE, Yogyakarta, 1991. . “Sistem Informasi Akuntansi”, Edisi Kedua, BPFE, Yogyakarta, 1994. Boediono. “Ekonomi Moneter”, BPFE UGM, Yogyakarta, 2001. Booklet Perbankan Indonesia, Edisi Maret, BI, 2006. Chapra, Umer. “Sistem Moneter Islam”, Gema Insani, Jakarta, 2000. Danielson, Morris G and Jonathan. “Bank Loan Availability and Trade Credit Demand”. The Financial Review 39, h. 579-600, 2004. Donna, Duddy Roesmara dan Dumairy. “Variabel-variabel yang Mempengaruhi Permintaan dan Penawaran Mudharabah pada Perbankan Syari`ah di Indonesia”, Jurnal Sosiosains, Vol 19 (4) Oktober, h. 539-548, 2006. Dornbusch, R dan S.Fischer. “Makroekonomi”, Terjemahan, Erlangga, Jakarta, 1992. Engle, Robert F dan C.W.J Granger. “Co-Integration and Error Correction: Representation Estimation and Testing”, Econometrica, Vol 55 (21) March, USA, 1987. Escandon, R. Julio and Alejandro Diaz-Bautista. “A simple Dynamic Model of Credit and Aggregat Demand”, Working Paper 18, 2000.
Hakim, Lukman dan Siti Aisyah. “Model Kegentingan Kredit Bank Syari`ah pada Masa Krisis”. Universitas Sebelas Maret (UNS), 2007, dari www.pdffactory.com Hamid, Abdul. “Buku Panduan Penulisan Skripsi”, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Jakarta, 2009. Hamja, Yahya. “Modul I Ekonometrika”, FEB-UIN, Jakarta, 2008. . “Modul II Ekonometrika”, FEB-UIN, Jakarta, 2008. Hanton. “Pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB), Kurs Dollar Amerika Serikat dan Tingkat Inflasi Terhadap impor Total di Indonesia 1983-1998”, Skripsi Jurusan Ilmu Ekonomi FE UNUD, Denpasar, 2002. Haqqi, Elih Taliyah. “Hubungan Kausalitas Antara Suku Bunga SBI, nilai Tukar Rupiah, Uang yang Beredar dan Inflasi Terhadap Harga Saham Syari`ah JII”, Skripsi Sarjana Fakultas Ekonomi UIN, Jakarta, 2008 Huda, Nurul, et.all. “Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoretis”, Kencana, Jakarta, 2008. Ikhide, Sylvanus. “Was There a Credit Crunch in Namibia Between 1996-2000?”, Journal of Applied Economics, Vol. IV, No. 2 (Nov), 269-290, 2003. Isukindro. “Ekonomi Uang dan Bank”, BPFE UGM, Yogyakarta, 1993. Kasmir. “Manajemen Perbankan”, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2000. Khan, M. Fahim. “Islamic Banking as Practiced Now In The World”, 1982. Kuncoro, Mudrajat. “Manajemen Keuangan Internasional”, BPFE, Yogyakarta, 1996. Makiyan, Nezamaddin dan Seyed. “The Role of Rate of Return on Loans in the Islamic Banking System of Iran”, International Journal of Islamic Financial Services, Vol. 3, No. 3, 2001. Mankiw, N. Gregori. “Macroeconomics”, 4th ed, Worth Publishers, New York, 2000.
Mcleod, Ross H. “Control and Competition: Banking Deregulation and ReRegulation In Indonesia”, Departmental Working Papers, Economics RSPAS, Australian National University, 1996. Metwally, M. M. “Teori dan Model Ekonomi Islam”, PT Bangkit Daya Insana, Edisi Pertama, Jakarta, 1995. Muhammad. “Manajemen Dana Bank Syariah”, Edisi Pertama, Ekonisia, Yogyakarta, 2004. Nasution, Mustafa Edwin dan Reny Maharani. “Hubungan Kausalitas Antara Variabel Makro dan Harga Saham Syari`ah Jakarta Islamic Index (JII)”, Jurnal Ekonomi Keuangan dan Bisnis Islami, 2005 Nopirin. “Ekonomi Moneter”, BPFE UGM, Yogyakarta, 1987. . “Ekonomi Moneter”, BPFE UGM, Yogyakarta, 2000. Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), “Ekonomi Islam”, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2008.
Rifai, Mochamad Faza. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Perbankan pada Bank Umum di Propinsi Jawa Tengah (Periode 1990-2005”), Skripsi Sarjana (dipublikasikan) Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2007. Samuelson, Paul A and William D. Nordhaus. “Economics”, 15 th Edition, McGraw Hill, 1992. Sitinjak, Elyzabeth Lucky Maretha dan Widuri Kurniasari. “Indikator-indikator Pasar Saham dan Pasar Uang yang Saling Berkaitan Ditinjau dari Pasar saham sedang Bullish dan Bearish”, Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen, Vol. 3, No. 3, 2003. Sriyana, Jaka. “Modul Teori Pelatihan Ekonometrika”, BPFE UII, Yogyakarta, 2003.
Starr, Martha and Rasim Yilmaz. “ Bank Runs in Emerging-Market Countries: The Experience of Turkey’s Islamic Banks in the 2001 Crisis”, Paper Presented MEE Session on Microfinance ASSA Meeting at American University, 2005. Sudarsono, Heri. “Bank dan Lembaga Keuangan Syari`ah Deskripsi dan Ilustrasi”, Ekonisia, Yogyakarta, 2004. Sujati, Condro Wahyu. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Alokasi KUK pada Bank-bank Umum di Indonesia (Pada Tahun 2004:02-2005:12)”, Skripsi Sarjana (dipublikasikan) Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2007. Sukirno, Sadono. “Pengantar Teori Makroekonomi”, Edisi dua, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1994. Sumantri, Eko. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Kredit UKM di Kabupaten Kulonprogo Periode Tahun 1990-2006 (dengan Menggunakan Pendekatan Error Corection Model)”, Skripsi Sarjana (dipublikasikan) Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta, 2009. Sunariyah. “Pengantar Pengetahuan Pasar Modal”, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, 2000. Suprayitno, Eko. “Ekonomi Islam, Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional”, Graga Ilmu, Yogyakarta, 2005. Susilo, Y. Sri. “Bank dan Lembaga Keuangan Lain”. Salemba Empat, Jakarta, 2000. Wahyuningtyas, Yunita Fitri. “Analisis Permintaan Deposito Berjangka Rupiah pada Bank Umum di DIY Tahun 1986-2005”, Skripsi Sarjana (dipublikasikan) Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2008. Widarjono, Agus. “Ekonometrika, Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis”, Ekonesia UII, Yogyakarta, 2005. Wijaya, Faried. “Seri Pengantar Ekonometrika”, BPFE UGM, Yogyakarta, 1997.
Wirawan. “Pengaruh Kurs Dollar Amerika Serikat dan Inflasi Dalam Negeri Terhadap Nilai Impor Barang Konsumsi Indonesia Periode 1987-2001”, Skripsi Jurusan Ilmu Ekonomi FE UNUD, Denpasar, 2002. Wirdyaningsih, et.all. “Bank dan Asuransi Islam Indonesia, Kencana, Jakarta, 2005.
Lampiran 1. Data Penelitian
PERIODE Jan-03 Feb-03 Mar-03 Apr-03 May-03 Jun-03 Jul-03 Aug-03 Sep-03 Oct-03 Nov-03 Dec-03 Jan-04 Feb-04 Mar-04 Apr-04 May-04 Jun-04 Jul-04 Aug-04 Sep-04 Oct-04 Nov-04 Dec-04 Jan-05 Feb-05 Mar-05 Apr-05 May-05 Jun-05 Jul-05 Aug-05
PM 511 522 534 544 563 593 629 671 702 742 824 795 900 950 1029 1197 1387 1459 1573 1655 1702 1884 1907 2062 2106 2236 2370 2517 2633 2745 2790 2896
TBH 7.52 6.49 8.20 9.90 5.50 7.98 10.50 7.10 3.50 4.38 5.25 5.05 4.85 3.15 3.34 2.10 2.98 3.85 4.12 3.15 4.43 5.70 5.76 4.26 4.11 3.75 3.58 4.49 3.75 4.62 4.56 3.92
Sumber: BI dan BEI, 2003-2009
JII 62347 64143 63703 72957 81065 81375 80417 83148 92860 102573 102845 118952 126355 128253 124748 130482 121325 123329 126869 125371 133894 141252 162948 164029 174187 171834 169334 161002 178201 187884 198242 178261
INF 8.68 7.60 7.17 7.62 7.15 6.98 6.27 6.51 6.33 6.48 5.53 5.16 4.83 4.60 5.11 5.92 6.47 6.83 7.20 6.67 6.27 6.22 6.18 6.40 7.32 7.15 8.81 8.12 7.40 7.42 7.84 8.33
PDB 380341 384151 387962 390056 392151 394245 397734 401222 404711 400688 396665 392642 395958 399275 402591 405666 408740 411815 416008 420201 424393 422271 420148 418026 421018 424011 427003 430039 433074 436110 440238 444366
KURS 8876 8905 8908 8675 8279 8285 8505 8535 8389 8495 8537 8465 8441 8447 8587 8661 9210 9415 9168 9328 9170 9090 9018 9290 9165 9260 9480 9570 9495 9713 9819 10240
PERIODE Sep-05 Oct-05 Nov-05 Dec-05 Jan-06 Feb-06 Mar-06 Apr-06 May-06 Jun-06 Jul-06 Aug-06 Sep-06 Oct-06 Nov-06 Dec-06 Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 May-07 Jun-07 Jul-07 Aug-07 Sep-07 Oct-07 Nov-07 Dec-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 May-08 Jun-08
PM 3004 3140 3108 3124 3105 3130 3209 3336 3430 3561 3636 3698 3843 3950 3966 4062 4007 4001 4133 4323 4432 4687 4855 5029 5247 5355 5440 5578 5564 5719 5835 6095 6242 6518
TBH 4.11 4.77 5.17 5.42 5.00 6.47 6.95 4.56 5.01 4.72 5.03 4.74 4.45 5.33 8.54 8.62 8.07 4.53 6.48 6.27 6.26 5.33 5.71 5.15 6.61 6.47 6.87 6.80 5.95 6.06 6.32 7.17 7.36 7.41
Sumber: BI dan BEI, 2003-2009
JII 183731 181422 188836 199749 215357 218261 233821 260193 237238 233272 239301 251352 263497 268992 295497 311281 296958 294062 315245 344963 245580 356853 388630 368153 399747 463055 483964 493014 476969 508945 448424 428093 441664 430291
INF 9.06 17.84 18.38 17.11 17.03 17.92 15.74 15.40 15.60 15.53 15.15 14.90 14.55 6.29 5.27 6.60 6.26 6.30 6.52 6.29 6.01 5.77 6.06 6.51 6.95 6.88 6.71 6.59 7.36 7.40 8.17 8.96 10.38 11.03
PDB 448493 445346 442198 439051 442201 445351 448501 451593 454684 457776 463534 469291 475049 472022 468994 465967 469156 472344 475533 479697 483862 488026 494073 500121 506168 501900 497633 493365 497309 501254 505198 509855 514513 519170
KURS 10310 10090 10035 9830 9395 9230 9075 8775 9220 9300 9070 9100 9235 9110 9165 9020 9090 9160 9118 9083 8828 9054 9186 9410 9137 9103 9376 9419 9291 9051 9217 9234 9318 9225
PERIODE Jul-08 Aug-08 Sep-08 Oct-08 Nov-08 Dec-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09 Apr-09 May-09 Jun-09 Jul-09 Aug-09 Sep-09 Oct-09 Nov-09 Dec-09
PM 6522 6602 6750 6590 6440 6205 7554 7866 8108 8347 8672 9142 9422 9932 10007 10184 10359 10412
TBH 7.70 7.93 8.60 10.34 9.41 10.50 9.94 9.04 8.37 7.99 7.71 7.66 7.48 7.00 6.61 6.53 6.73 6.92
Sumber: BI dan BEI, 2003-2009
JII 387806 356095 286391 193683 195691 216189 213634 214121 236786 279869 307138 321457 385216 380655 401528 383665 397893 417182
INF 11.90 11.85 12.14 11.77 11.68 11.06 9.17 8.60 7.92 7.31 6.04 3.65 2.71 2.75 2.83 2.57 2.41 2.78
PDB 525646 532123 538599 532182 525766 519349 522255 525160 528066 532165 536265 540364 547244 554123 561003 556516 552030 547543
KURS 9118 9153 9378 10995 12151 10950 11355 11980 11575 10713 10340 10225 9920 10060 9861 9545 9480 9400
Lampiran 2: Hasil Estimasi Akar-akar Unit Pembiayaan Mudharabah (PM) Pada Level Null Hypothesis: PM has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4) t-Statistic
Prob.*
-0.164800 -4.072415 -3.464865 -3.158974
0.9929
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
PM(-1) -0.004921 0.029863 C 14.44147 41.66665 @TREND(2003M01) 2.966053 3.358841
-0.164800 0.346595 0.883058
0.8695 0.7298 0.3799
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(PM) Method: Least Squares Date: 12/01/10 Time: 15:46 Sample (adjusted): 2003M02 2009M12 Included observations: 83 after adjustments Variable
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.107769 0.085463 170.7078 2331291. -542.8602 4.831447 0.010449
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
119.2892 178.5060 13.15326 13.24069 13.18838 1.934914
Lampiran 3: Hasil Estimasi Akar-akar Unit Tingkat Bagi Hasil (TBH) Pada Level Null Hypothesis: TBH has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4) t-Statistic
Prob.*
-3.827524 -4.072415 -3.464865 -3.158974
0.0198
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
TBH(-1) -0.290327 0.075853 C 1.219107 0.429729 @TREND(2003M01) 0.012867 0.006083
-3.827524 2.836920 2.115432
0.0003 0.0058 0.0375
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(TBH) Method: Least Squares Date: 12/01/10 Time: 15:48 Sample (adjusted): 2003M02 2009M12 Included observations: 83 after adjustments Variable
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.155993 0.134893 1.173626 110.1918 -129.5322 7.392970 0.001132
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-0.007229 1.261812 3.193548 3.280976 3.228671 1.993072
Lampiran 4: Hasil Estimasi Akar-akar Unit JII Pada Level Null Hypothesis: JII has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4) t-Statistic
Prob.*
-1.841019 -4.072415 -3.464865 -3.158974
0.6757
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
JII(-1) -0.081110 0.044057 C 10352.91 6961.065 @TREND(2003M01) 324.3225 222.3550
-1.841019 1.487259 1.458580
0.0693 0.1409 0.1486
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(JII) Method: Least Squares Date: 12/01/10 Time: 15:43 Sample (adjusted): 2003M02 2009M12 Included observations: 83 after adjustments Variable
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.040703 0.016720 28151.15 6.34E+10 -966.6076 1.697187 0.189727
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
4275.120 28389.49 23.36404 23.45147 23.39916 1.825636
Lampiran 5: Hasil Estimasi Akar-akar Unit Inflasi Pada Level Null Hypothesis: INF has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4) t-Statistic
Prob.*
-1.480392 -4.072415 -3.464865 -3.158974
0.8286
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
INF(-1) -0.063587 0.042953 C 0.652424 0.489952 @TREND(2003M01) -0.004541 0.006883
-1.480392 1.331610 -0.659696
0.1427 0.1868 0.5113
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(INF) Method: Least Squares Date: 12/01/10 Time: 15:41 Sample (adjusted): 2003M02 2009M12 Included observations: 83 after adjustments Variable
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.031818 0.007613 1.502400 180.5764 -150.0304 1.314541 0.274336
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-0.071084 1.508152 3.687480 3.774908 3.722603 1.597585
Lampiran 6: Hasil Estimasi Akar-akar Unit PDB Pada Level Null Hypothesis: PDB has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 4 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.700207 -4.078420 -3.467703 -3.160627
0.0015
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(PDB) Method: Least Squares Date: 12/01/10 Time: 15:45 Sample (adjusted): 2003M06 2009M12 Included observations: 79 after adjustments Variable
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
PDB(-1) D(PDB(-1)) D(PDB(-2)) D(PDB(-3)) D(PDB(-4)) C @TREND(2003M01)
-0.290861 0.799593 0.147547 -0.431685 0.429245 108535.7 622.5090
-4.700207 7.759962 1.297293 -3.646441 3.759649 4.746669 4.720859
0.0000 0.0000 0.1987 0.0005 0.0003 0.0000 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.626913 0.595823 2407.148 4.17E+08 -723.5409 20.16409 0.000000
0.061883 0.103041 0.113734 0.118385 0.114172 22865.65 131.8635
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
1966.987 3786.315 18.49471 18.70466 18.57882 1.984861
Lampiran 7: Hasil Estimasi Akar-akar Unit Kurs Pada Level Null Hypothesis: KURS has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.019034 -4.076860 -3.466966 -3.160198
0.1336
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(KURS) Method: Least Squares Date: 12/01/10 Time: 15:44 Sample (adjusted): 2003M05 2009M12 Included observations: 80 after adjustments Variable
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
KURS(-1) D(KURS(-1)) D(KURS(-2)) D(KURS(-3)) C @TREND(2003M01)
-0.196033 0.361808 -0.228116 0.338666 1701.986 3.374543
-3.019034 3.222442 -2.102528 3.063775 3.059082 1.660957
0.0035 0.0019 0.0389 0.0030 0.0031 0.1010
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.249641 0.198941 313.1783 7257968. -570.1384 4.923879 0.000605
0.064932 0.112278 0.108496 0.110539 556.3716 2.031686
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
9.062500 349.9124 14.40346 14.58211 14.47509 2.069535
Lampiran 8: Hasil Estimasi Akar-akar Unit Pembiayaan Mudharabah (PM) Pada First Difference Null Hypothesis: D(PM) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4) t-Statistic
Prob.*
-8.636820 -4.073859 -3.465548 -3.159372
0.0000
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(PM(-1)) -0.977527 0.113181 C 17.53002 39.00333 @TREND(2003M01) 2.361902 0.852839
-8.636820 0.449449 2.769459
0.0000 0.6543 0.0070
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(PM,2) Method: Least Squares Date: 12/01/10 Time: 15:47 Sample (adjusted): 2003M03 2009M12 Included observations: 82 after adjustments Variable
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.485789 0.472771 171.7681 2330839. -536.8088 37.31669 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.512195 236.5609 13.16607 13.25412 13.20142 1.988782
Lampiran 9: Hasil Estimasi Akar-akar Unit Tingkat Bagi Hasil (TBH) Pada First Difference Null Hypothesis: D(TBH) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-9.662423 -4.075340 -3.466248 -3.159780
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(TBH,2) Method: Least Squares Date: 12/01/10 Time: 15:48 Sample (adjusted): 2003M04 2009M12 Included observations: 81 after adjustments Variable
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(TBH(-1)) D(TBH(-1),2) C @TREND(2003M01)
-1.525263 0.357390 -0.172278 0.003549
-9.662423 3.414444 -0.624926 0.630073
0.0000 0.0010 0.5339 0.5305
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.623507 0.608839 1.184324 108.0021 -126.5859 42.50641 0.000000
0.157855 0.104670 0.275678 0.005633
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-0.018765 1.893620 3.224344 3.342588 3.271785 2.112617
Lampiran 10: Hasil Estimasi Akar-akar Unit JII Pada First Difference Null Hypothesis: D(JII) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4) t-Statistic
Prob.*
-8.447274 -4.073859 -3.465548 -3.159372
0.0000
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(JII(-1)) -0.950983 0.112579 C 4554.728 6580.899 @TREND(2003M01) -10.58712 134.7944
-8.447274 0.692113 -0.078543
0.0000 0.4909 0.9376
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(JII,2) Method: Least Squares Date: 12/01/10 Time: 15:43 Sample (adjusted): 2003M03 2009M12 Included observations: 82 after adjustments Variable
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.474607 0.461305 28886.13 6.59E+10 -957.0564 35.68175 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
213.3293 39356.65 23.41601 23.50406 23.45136 2.000963
Lampiran 11: Hasil Estimasi Akar-akar Unit Inflasi Pada First Difference Null Hypothesis: D(INF) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4) t-Statistic
Prob.*
-7.531761 -4.073859 -3.465548 -3.159372
0.0000
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(INF(-1)) -0.832956 0.110592 C 0.157043 0.341860 @TREND(2003M01) -0.004778 0.007043
-7.531761 0.459379 -0.678369
0.0000 0.6472 0.4995
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(INF,2) Method: Least Squares Date: 12/01/10 Time: 15:42 Sample (adjusted): 2003M03 2009M12 Included observations: 82 after adjustments Variable
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.417974 0.403239 1.504666 178.8576 -148.3276 28.36638 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.017683 1.947780 3.690918 3.778969 3.726269 1.977830
Lampiran 12: Hasil Estimasi Akar-akar Unit PDB Pada First Difference Null Hypothesis: D(PDB) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 4 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.925150 -4.080021 -3.468459 -3.161067
0.0007
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(PDB,2) Method: Least Squares Date: 12/01/10 Time: 15:46 Sample (adjusted): 2003M07 2009M12 Included observations: 78 after adjustments Variable
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(PDB(-1)) D(PDB(-1),2) D(PDB(-2),2) D(PDB(-3),2) D(PDB(-4),2) C @TREND(2003M01)
-0.826964 0.571759 0.433754 -0.161187 0.272572 1351.354 7.635553
-4.925150 3.689496 3.517132 -1.282502 2.216970 1.871700 0.558516
0.0000 0.0004 0.0008 0.2038 0.0298 0.0654 0.5782
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.474686 0.430293 2678.072 5.09E+08 -722.6526 10.69286 0.000000
0.167906 0.154969 0.123326 0.125682 0.122948 721.9931 13.67114
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-84.37179 3548.104 18.70904 18.92054 18.79371 2.174420
Lampiran 13: Hasil Estimasi Akar-akar Unit Kurs Pada First Difference Null Hypothesis: D(KURS) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-4.425452 -4.076860 -3.466966 -3.160198
0.0035
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(KURS,2) Method: Least Squares Date: 12/01/10 Time: 15:44 Sample (adjusted): 2003M05 2009M12 Included observations: 80 after adjustments Variable
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
D(KURS(-1)) D(KURS(-1),2) D(KURS(-2),2) C @TREND(2003M01)
-0.829888 0.079670 -0.249563 37.51612 -0.705252
-4.425452 0.564269 -2.225450 0.476676 -0.441594
0.0000 0.5743 0.0291 0.6350 0.6601
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.511264 0.485198 329.6853 8151931. -574.7846 19.61425 0.000000
0.187526 0.141192 0.112141 78.70361 1.597059
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
1.912500 459.4936 14.49462 14.64349 14.55430 1.995607
Lampiran 14: Hasil Estimasi Regresi Linier Dependent Variable: PM Method: Least Squares Date: 11/27/10 Time: 17:26 Sample: 2003M01 2009M12 Included observations: 84 Variable
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
C TBH JII INF PDB KURS
-21203.83 -29.34978 -0.001781 -65.97433 0.054669 0.113975
-25.16698 -0.772835 -1.573731 -4.060314 16.21527 0.893539
0.0000 0.4420 0.1196 0.0001 0.0000 0.3743
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.962575 0.960176 555.5385 24072597 -646.9531 401.2375 0.000000
842.5259 37.97679 0.001131 16.24858 0.003371 0.127555
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
4084.571 2783.835 15.54650 15.72013 15.61630 0.218670
Lampiran: 15 Hasil Regresi Uji Kointegrasi Null Hypothesis: RESID01 has a unit root Exogenous: None Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=4)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.215375 -2.593468 -1.944811 -1.614175
0.0266
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(RESID01) Method: Least Squares Date: 12/01/10 Time: 15:50 Sample (adjusted): 2003M03 2009M12 Included observations: 82 after adjustments Variable
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
RESID01(-1) D(RESID01(-1))
-0.120723 0.054493 0.395980 0.108661
-2.215375 3.644185
0.0296 0.0005
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.151201 0.140591 233.8992 4376707. -562.6416 1.977428
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter.
14.93122 252.3067 13.77175 13.83045 13.79531
Lampiran 16: Hasil Uji Correlation Matrix
TBH JII INF PDB KURS
TBH 1.000000 0.245446 -0.004006 0.487058 0.390918
JII 0.245446 1.000000 -0.089016 0.810215 0.165741
INF -0.004006 -0.089016 1.000000 -0.055907 0.161374
PDB 0.487058 0.810215 -0.055907 1.000000 0.574965
KURS 0.390918 0.165741 0.161374 0.574965 1.000000
Lampiran 17: Hasil Uji White Heteroskedasticity Test Heteroskedasticity Test: White F-statistic 1.749313 Obs*R-squared 17.69813 Scaled explained SS 183.8087
Prob. F(11,71) Prob. Chi-Square(11) Prob. Chi-Square(11)
0.0800 0.0889 0.0000
Lampiran 18: Hasil Regresi LM-Test Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
0.700736 0.822638
Prob. F(1,70) Prob. Chi-Square(1)
0.4054 0.3644
Lampiran 19: Hasil Estimasi Model Dinamis ECM Dependent Variable: D(PM) Method: Least Squares Date: 11/27/10 Time: 17:37 Sample (adjusted): 2003M02 2009M12 Included observations: 83 after adjustments Variable
Coefficient Std. Error
t-Statistic
Prob.
C D(TBH) D(JII) D(INF) D(PDB) D(KURS) TBH(-1) JII(-1) INF(-1) PDB(-1) KURS(-1) ECT
1235.518 3.073299 0.088549 -12.93882 0.101543 0.220705 3.573885 0.087935 -2.119427 0.083341 0.138589 0.087741
1.532964 0.195613 2.519363 -1.047926 2.958480 2.917671 0.295086 2.495451 -0.396415 2.513305 2.697294 2.496370
0.1297 0.8455 0.0140 0.2982 0.0042 0.0047 0.7688 0.0149 0.6930 0.0142 0.0087 0.0149
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.335500 0.232550 156.3788 1736257. -530.6306 3.258848 0.001198
805.9667 15.71114 0.035147 12.34707 0.034323 0.075644 12.11134 0.035238 5.346480 0.033160 0.051381 0.035148
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
119.2892 178.5060 13.07544 13.42515 13.21593 2.155354