FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMAMPUAN KOMUNIKASI PEJABAT KREDIT LINI DI KANTOR BANK X SUB AREA MIKRO BOGOR (Factors Which Influencing Communications Ability of Credit Functionary Lini In Office Of Bank X - Micro Sub Area Bogor) Oleh/By:
Arief Awaludyanto Dosen Akademi Manajemen Kesatuan
ABSTRAK
ABSTRACT
Kemampuan Komunikasi Pejabat kredit lini di kantor sub area mikro merupakan faktor penentu efektivitas dan efisiensi pelayanan perbankan kepada masyarakat. Kemampuan komunikasi pejabat kredit lini dipengaruhi oleh faktor-faktor internal pejabat yang bersangkutan. Penelitian ini bersifat survai deskriptif korelasional yang bertujuan: (1) mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan komuniksai, (2) mengukur kemampuan komunikasi, dan (3) mengetahui hubungan antara kemampuan komunikasi terhadap kinerja pejabat kredit lini. Hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor Internal pejabat kredit lini di kantor BANK X sub area mikro Bogor adalah : (1) umur sebagian besar (62,7%) berusia di atas rata-rata (43,36% tahun), (2) tingkat pendidikan formal (83,1%) SLTA/Sederajat, (3) mengikuti pendidikan nonformal (83,1%) sejumlah 2–4 kali selama bekerja, (4) masa kerja di BANK X (91,5%) cukup dan baik, (7) pangkat/jabatan struktural sebagian besar mantri (47,5%) dan kepala unit (47,5%), dan (8) mempunyai sikap terhadap pekerjaan cukup baik. Faktor-faktor eksternal pejabat kredit lini di kantor BANK X sub area mikro Bogor adalah: (1) iklim kerja, (2) gaya kepemimpinan, (3) pembagian kerja, (4) hubungan antar pegawai, (5) kegiatan pelatihan, (6) transparansi dalam keuangan, dan (7) fasilitas pendukung sebagian besar mempunyai kategori yang cukup baik. Kinerja pejabat lini di kantor BANK X sub area mikro Bogor adalah : (1) kualifikasi nilai karya sebagian besar (94,9%) baik dan (2) Performance Portofilio sebagian besar (64,4%) cukup baik. Hubungan antar faktor internal dan kemampuan komunikasi pejabat kredit lini di kantor BANK X sub area mikro Bogor secara garis besar menunjukkan adanya hubungan yang nyata. Urutan tingkat prioritas/dominasi faktor-faktornya sebagai berikut: (1) iklim kerja, (2) fasilitas pendukung, (3) hubungan antar pegawai, (4) gaya kepemimpinan, (5) transparansi dalam keuangan, (6) kegiatan pelatihan, dan (7) pembagian kerja. Hubungan antara kemampuan komunikasi dan kinerja pejabat kredit lini di kantor BANK X sub area mikro Bogor secara garis besar menunjukkan adanya hubungan yang nyata yaitu : (1) tingkat kesulitan dalam berkomunikasi dengan kualifikasi nilai karya dan performance portofolio, dan (2) persepsi dari debitur kredit dengan performance portofolio.
Communications Ability of Credit Functionary Lini in Micro Sub Area Office represent the determinant of effectiveness and efficiency of banking service to society. Communications Ability of Credit Functionary Lini influenced by internal factors of pertinent functionary. This research have the character of the corelasional descriptive survey which aim to: (1) knowing factors influencing communications ability, (2) measuring communications ability, and (3) knowing relation of among communications ability to performance of credit functionary lini. Result of research show the Internal factors of Credit Functionary Lini in office of BANK X micro sub area of Bogor are : (1) age of most functionaries (62,7%) have above average age(43,36% year), (2) formal education storey (83,1%) SLTA/on an equal, (3) following education nonformal (83,1%) a number of 2-4 times during working, (4) year of service in BANK X ( 91,5%) enough and good, (7) rank/struktural occupation most mantri (47,5%) and lead the unit (47,5%), and (8) having attitude to good enough work. The External Factors of Credit Functionary Lini in BANK X Office of micro sub area Bogor is: (1) climate work, (2) leadership style, (3) labor division, (4) relation the officer, (5) training activity, (6) transparency in financial, and (7) supporter facility of most functionary having good enough category. Performance of Functionary Lini in BANK X Office of micro sub area Bogor is : (1) Qualification assess the masterpiece of most (94,9%) goodness and (2) Performance Portofilio most (64,4%) good enough. Relation usher the internal factor and ability of communications of Credit Functionary Lini in BANK X Office of micro sub area sub Bogor marginally show the existence of real relation. Sequence mount the priority/ predominate its factors as follows: (1) climate work, (2) supporter facility, (3) relation usher the officer, (4) leadership style, (5) transparency in finance, (6) training activity, and (7) labor division. Relation of among communications ability and performance of Credit Functionary Lini in BANK X office of micro sub area Bogor marginally show the existence of real relation that is : (1) difficulty storey in communicating with qualification assess the masterpiece and performance portoflio, and (2) perception from credit debitor by portfolio performance.
Kata Kunci: Kemampuan Komunikasi, Pejabat Kredit Lini, Kinerja.
Keyword: Communications Ability, Credit Functionary Lini, Performance.
ARIEF AWALUDYANTO, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Komunikasi Pejabat Kredit Lini di Kantor BANK X Sub Area Mikro Bogor
PENDAHULUAN Krisis ekonomi dan perbankan nasional merupakan pelajaran yang berharga untuk melakukan berbagai koreksi terhadap konsep pembangunan yang dilaksanakan pada era orde baru. Pengaruh krisis ekonomi terhadap dunia perbankan sangat nyata yang ditujukan oleh terjadinya likuidasi terhadap 16 bank yang dinilai tidak sehat pada tanggal 1 Nopember 1997 yang kemudian diteruskan pada tanggal 27 Pebruari 1993 yaitu penyerahan 54 bank lemah ke BPPN. Dampak lain yang sangat terasa di bidang perbankan adalah timbul kondisi negative spread perbankan dalam operasional usaha. Pada tanggal 13 Maret 1999 pemerintah telah menambah daftar bank yang ditutup sebanyak 38 buah dan mengambil alih 7 bank umum nasional, dan daftar ini masih dimungkinkan untuk terus bertambah (Bank X, 2001). Kondisi ini menyebabkan perbankan nasional semakin berat meraih keuntungan, karena harus menghadapi kondisi perekonomian yang buruk yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin meningkat dan mengakibatkan kerugian. Kegagalan kredit dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor mulai dari perbankan sebagai institusi pemberi kredit, nasabah sebagai penerima kredit serta faktor-faktor yang berada di luar jangkauan kedua belah pihak seperti kondisi perekonomian nasional, global dan bencana alam. Penyebab lain yang tak kalah penting adalah perencanaan penempatan kredit yang kurang profesional. Hal ini disebabkan oleh minimnya komunikasi atau informasi yang dimilki oleh para pejabat kredit lini mengenai potensi bisnis yang berkembang dalam suatu wilayah kerja penyaluran kredit. Akibatnya bank hanya berkonsentrasi untuk membiayai salah satu sektor bisnis saja dimana sektor tersebut justru rawan terhadap perubahan kondisi perekonomian dan ketika terjadi kondisi yang tidak menguntungkan dalam sektor tersebut maka sebagian besar kredit menjadi macet, misalnya Kredit Usaha Tani (KUT). Untuk mengatasi berbagai permasalahan kredit, diduga perbankan memerlukan suatu sistem terstruktur secara internal agar penyaluran kredit dapat berjalan dengan lancar. Mewujudkannya memerlukan kualitas pelayanan nasabah secara profesional melalui metode komunikasi yang efektif. Khusus dalam bidang perkreditan, kinerja pejabat kredit lini dapat ditingkatkan melalui kemampuan berkomunikasi yang terfokus pada kepuasan nasabah (customer satisfaction). BANK X saat ini mempunyai tiga bidang usaha yang terpisah dalam 4 SBU (Strategic Business Unit), yaitu SBU-I Micro Banking, SBU II- Retail Banking, SBU IIICoorporate Banking dan SBU IV – Investment Banking. Dua SBU pertama mempunyai andil yang sangat besar dalam menentukan keberhasilan Bank BANK X Cabang Bogor (SBU I – Micro Banking dan SBU II – Retail Banking). Masing-masing SBU telah memiliki buku panduan operasional sistem perkreditan yang cukup baik. Rekapitulasi perbankan menuntut perbankan untuk lebih profesional dalam menjalankan kegiatan perbankan. Profesionalisme pejabat kredit sangat besar artinya untuk meningkatkan kinerja pelayanan kredit. Pejabat kredit yang profesional dapat memberikan pelayanan kredit yang rasional dengan menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian pemberian kredit. Dalam hal ini,
2
komunikasi yang efektif merupakan sasaran utama dalam pelayanan kredit karena komunikasi yang efektif akan meningkatkan kualitas kinerja pelayanan kredit. Penelitian ini bertujuan: (1) Mengetahui kemampuan komunikasi pejabat kredit lini BANK X, (2) Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kemampuan komunikasi pejabat kredit lini BANK X dan (3) Mengetahui hubungan antara kemampuan komunikasi dan peningkatan kinerja pejabat kredit lini BANK X. Selaras dengan tujuan penelitian, Hipotesis yang diajukan adalah (1) Terdapat pengaruh antara Faktor internal individu pejabat kredit lini terhadap kemampuan komunikasi pejabat kredit lini. (2) Terdapat pengaruh antara Faktor eksternal organisasi terhadap kemampuan komunikasi pejabat kredit lini, dan (3) Terdapat pengaruh antara kemampuan komunikasi terhadap peningkatan kinerja pejabat kredit ini.
METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode survai yang bersifat deskriptif dan analisis korelasional. Penekanan dalam penelitian ini terletak pada upaya untuk mengidentifikasi dan menganalisis kemampuan komunikasi pejabat kredit lini Bank BANK X Sub Area Bogor dengan debitur kredit serta korelasinya terhadap peningkatan kinerja di bidang perkreditan. B.
Operasional Variabel
Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Faktor-faktor Internal adalah ciri-ciri individu responden yang terdiri dari: usia, jenis kelamin, pendidikan formal, pendidikan non formal, masa kerja di BANK X, masa kerja di kredit, pengetahuan kredit, pengalaman kredit, pangkat/golongan, riwayat pekerjaan, dan sikap. 2. Usia: jumlah tahun hidup seseorang sampai dengan saat penelitian, diukur dalam tahun, pembulatan dilakukan untuk enam bulan ke atas dihitung 1 tahun, apabila kurang dari enam bulan ditiadakan. Kriteria penilaian adalah (a) Usia muda: usia muda yang dapat menjabat pada jabatan ini adalah antara, 24 sampai dengan 40 tahun. (b) Usia tua: usia dikatakan tua untuk jabatan ini adalah antara 41 sampai dengan 55 tahun. 3.
4.
Pendidikan formal: pendidikan formal tingkat yang terakhir yang ditamatkan oleh responden, yang dikategorikan menjadi: SLTA atau sederajat, diploma atau sarjana muda, sarjana dan pascasarjana. Pendidikan nonformal: pendidikan nonformal yang pernah diikuti responden seperti kursus-kursus, pelatihan-pelatihan, penataran, seminar, dan lainlain yang berhubungan dengan kredit. Pengukurannya dilakukan dengan skala ordinal sebagai berikut: belum pernah (tidak pernah), 1 – 2 kali (jarang), 2-4 kali (kadang-kadang) dan 5 kali ke atas (sering).
Jurnal Ilmiah Kesatuan Nomor 1 Volume 6, April 2004
ARIEF AWALUDYANTO, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Komunikasi Pejabat Kredit Lini di Kantor BANK X Sub Area Mikro Bogor 5.
Masa kerja di BANK X: lamanya responden bekerja di BANK X, diukur dan dibulatkan ke tahun bekerja terdekat yang dinyatakan dalam tahun. Pengukuran dengan skala ordinal sebagai berikut: 0 – 5 tahun (kurang), 5 – 10 tahun (cukup) dan 10 tahun ke atas (baik). Masa kerja di Kredit: lamanya responden bekerja di bagian kredit, diukur dan dibulatkan ke tahun bekerja terdekat yang dinyatakan dalam tahun. Pengukuran dengan skala ordinal adalah: 0 – 5 tahun (kurang), 5 – 10 tahun (cukup) dan 10 tahun ke atas (baik). Pengetahuan kredit: tingkat pengetahuan responden tentang kredit yang diukur dengan skala ordinal yaitu: kurang, cukup dan baik.
penghargaan terhadap prestasi kerja karyawan, penerapan sanksi terhadap pelanggaran tugas, kepekaan atasan terhadap kritik, dan pendelegasian wewenang oleh pimpinan. 15. Pembagian kerja: meliputi kesesuaian struktur organisasi dengan tujuan, perjenjangan yang sesuai dengan kemampuan/ capability, pembagian ruangan yang menunjang efektivitas kerja, partisipasi pegawai terhadap bidang tugasnya, mutasi pekerjaan/jabatan sesuai dengan kemampuan. 16. Hubungan antar pegawai meliputi keterlibatan/ kebersamaan, pengontrolan emosi/perasaan, konsultatif, komunikatif, penuh perhatian/tanggap terhadap lingkungan dan pengertian terhadap keadaan orang lain.
Pengalaman kredit: pengalaman responden menangani tentang kredit, diukur dan dibulatkan ke tahun terdekat yang dinyatakan dalam tahun. Pengukuran dengan skala ordinal adalah: 0 – 5 tahun (kurang), 5 – 10 tahun (cukup) dan 10 tahun ke atas (baik). 9. Pangkat atau golongan: pangkat atau golongan kerja responden di BANK X, yaitu terdiri dari: Pimpinan Cabang (Pinca), Manajer Bisnis Mikro (MBM) Asisten Manajer Bisnis Mikro (AMBM), Kepala BANK X Unit (Kaunit) dan mantri. 10. Riwayat pekerjaan: riwayat jabatan struktural/ kerja yang pernah diduduki responden, diukur dan dibulatkan ketahun terdekat yang dinyatakan dalam tahun, yaitu: 0 – 5 tahun (kurang), 5 – 10 tahun (cukup) dan 10 tahun ke atas (baik).
17. Kegiatan pelatihan meliputi kesempatan pagawai/ staf untuk mendapatkan pelatihan menunjang fungsinya, dan pengembangan karir.
6.
7.
8.
11. Sikap: aspek-aspek sikap responden yang dinilai terhadap tugas dan pekerjaan di BANK X meliputi: (1) rasa ikut memiliki, (2) motivasi dalam melaksanakan tugas/pekerjaan, (3) orientasi terhadap hasil pekerjaan, (4) standar hasil kerja yang ingin dicapai, (5) orientasi jangka panjang, (6) orientasi pada perbaikan dan penyempurnaan hasil kerja, (7) Analistis dalam setiap pelaksanaan tugas, (8) kesadaran dan kecermatan dalam pelaksanaan tugas, (9) kreatif, (10) disiplin, (11) Teguh/ kokoh pendirian, (12) kepercayaan pada diri sendiri, (13) objektif, (14) kewibawaan atau kharisma, (15) kekritisan dalam berfikir dan bersikap, (16) inisiatif, (17) energi/ daya tahan, (18) fleksibel atau luwes, dan (19) dewasa dalam sikap, yang seluruh aspek tersebut diukur dengan skala ordinal, yaitu: kurang, cukup dan baik. 12. Faktor Eksternal adalah Faktor-faktor yang berasal dari luar diri responden yang diukur dengan skala orfinal yaitu (1) kurang, (2) cukup, dan (3) baik. Faktor eksternal ini terdiri dari: iklim kerja, gaya kepemimpinan, pembagian kerja, hubungan antar pegawai, kegiatan pelatihan, transparansi keuangan, fasilitas pendukung. 13. Iklim kerja: keadaan atau suasana di sekeliling tempat kerja responden yang terdiri dari hubungan antar karyawan, kekompakkan kerja, kebanggaan terhadap organisasi, kondisi kelayakan organisasi menunjang, iklim persaingan kerja antar pegawai, dan toleransi terhadap perbedaan nilai-nilai tradisi antar organisasi. 14. Gaya kepemimipinan: pola/ sifat pemimpin dalam memimpin suatu organisasi yang terdiri dari
Jurnal Ilmiah Kesatuan Nomor 1 Volume 6, April 2004
18. Transparansi keuangan yaitu keterbukaan terhadap keuangan dalam suatu organisasi 19. Fasilitas pendukung yang meliputi ketersediaan media (alat/ forum) komunikasi 20. Kemampuan komunikasi pejabat kredit ini adalah pengetahuan dan keterampilan pejabat lini untuk berkomunikasi secara efektif, yang meliputi: tingkat kesulitan dalam berkomunikasi, tingkat kesesuaian terhadap lingkungan kerja, presepsi dari debitur kredit. 21. Tingkat kesulitan dalam berkomunikasi: tingkat hambatan pengetahuan dan keahlian yang dirasakan oleh pejabat kredit lini dalam berkomunikasi/ menyampaikan pesan yang diukur dengan skala ordinal. 22. Tingkat kesesuaian terhadap lingkungan kerja: tingkat pengetahuan dan keahlian yang dirasakan oleh pejabat kredit lini dalam berkomunikasi/ menyampaikan pesan yang diukur dengan skala ordinal. 23. Persepsi dari debitur kredit: pandangan/ tanggapan responden terhadap kemampuan komunikasi pejabat kredit lini di BANK X, yang diukur dengan menggunakan skala ordinal. 24. Kinerja pejabat kredit lini adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok pejabat kredit lini dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masingmasing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Yang meliputi: laporan penilaian karya pegawai dan performance portofolio. 25. Laporan penilaian karya pegawai profesional: penilaian yang dilakukan oleh atasan terhadap kemampuan atau karya pejabat kredit lini professional, yang terdiri atas: laporan hasil kerja, kemampuan manajerial secara umum, kemampuan fungsional kredit, sikap atau perilaku pegawai terhadap tugas dan pekerjaan, penilaian kekuatan dan kelemahan, penilaian dilakukan setiap tahun dan dihitung dengan menggunakan skala ordinal. 26. Performance portofolio: performance suatu keadaan yang menggambarkan besarnya total tunggakan di BANK X Unit dibandingkan dengan total Kupedes
3
ARIEF AWALUDYANTO, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Komunikasi Pejabat Kredit Lini di Kantor BANK X Sub Area Mikro Bogor
C.
yang masih berada di tangan nasabah. Semakin tinggi nasabah yang dihasilkan maka semakin buruk kualitas Kupedes yang diberikan, sehingga harus menjadi perhatian. Rumus yang digunakan adalah: Tunggakan PFS = x 100% Outstanding
Keterangan : z = absis kurva normal untuk α/2 dengan α = tingkat keyakinan d = batas kesalahan prediksi proporsi no = Prediksi awal jumlah sampel n = Jumlah sampel N = Prediksi populasi P = Prediksi proporsi sampel Q = sisa proporsi sampel = 1 – p
Performance portofolio diukur dengan CA/TEA lebih kecil atau sama dengan 5%.
Maka dengan menentukan tingkat keyakinan α = 0.05 didapat nilai Z α/2 = Z0.05 = 2 dan mengasumsikan bahwa proporsi sampel yang diambil p = 0.1 (q = 1– 0.1 = 0.9) dan tingkat keyakinan prediksi proporsi d = 0.05, serta prediksi populasi N = 23.898 diperoleh jumlah responden minimal yang harus dikumpulkan yaitu 144 orang.
Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di kantor Cabang BANK X dan Sub Area Mikro yang memiliki jaringan kerja 25 kantor unit yang berlokasi di sekitar Kotamadya dan Kab. Bogor. D. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai bank yang bekerja dan mendukung kegiatan operasional BANK X Sub Area Mikro Bogor yang tersebar di 25 kantor unit BANK X yang berlokasi di sekitar Kotamadya dan Kab. Bogor, sebanyak 301 orang. Sedangkan jumlah pejabat kredit lini yang bertugas secara langsung berjumlah 59 orang. Responden debitur kredit seluruhnya berjumlah 23.898 yang tersebar di seluruh kantor BANK X unit dan dikelompokkan berdasarkan masing-masing sektor usaha yaitu: pertanian, perindustrian, perdagangan, jasa dan golongan berpenghasilan tetap sebanyak 23.848 orang. E.
Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel untuk pejabat kredit lini dilakukan dengan metode total sampling yaitu seluruh pejabat Bank yang bertugas secara langsung menangani perkreditan dan terlibat dalam pengambilan keputusan kredit. Dari setiap kantor unit BANK X yang ada terdapat 2 orang pejabat kredit lini yaitu: 1 orang kepala unit dan 1 orang mantri, kecuali pada kantor BANK X unit Ciampea, Ciomas, Citeureup, Depok, Parung dan Kedung Halang memiliki 3 orang pejabat kredit yaitu: 1 orang kepala unit dan 2 orang mantri. Pada kantor cabang terdapat 3 orang pejabat kredit lini yaitu: 1 orang pimpinan cabang dan 2 orang pimpinan sub area. Jadi total jumlah responden pejabat kredit lini adalah 59 orang. Responden debitur diambil berdasarkan metode proportional-stratified sampling atau pengambilan sampel strata. Untuk menentukan kantor BANK X unit yang dipilih menjadi obyek penelitian maka setiap strata ditentukan berdasarkan jumlah kumulatif realisasi Kupedes. Dari setiap kantor BANK X unit dipilih 5 BANK X unit yang memiliki data dan angka realisasi kumulatif Kupedes tertinggi untuk masing-masing sektor usaha dalam populasi peminjaman. Untuk penentuan jumlah dan komposisi responden yang berasal dari debitur Kupedes rumus yang digunakan untuk menentukan besar ukuran sampel adalah: z2 pq No = d2 no n = …………… (Cochran, 1985) 1 + (no – 1)/ N
4
F.
Metode Pengumpulan Data
Data penelitian, terdiri dari data sekunder dan primer. Data sekunder diperoleh dari prospectus perusahaan, laporan tahunan dan buku pedoman perusahaan mengenai perkreditan. Selain itu data sekunder juga diperoleh dari buku rujukan, Koran, majalah dan sumber informasi lainnya. Data primer diperoleh dari hasil pengisian kuesionar yang dibagikan kepada para pejabat kredit lini di Kanca dan Kaunit Bank BANK X Bogor. Selanjutnya kuesioner dibagikan kepada para debitur yang telah terpilih secara proportional-stratified sampling sebagai responden. Kuesioner yang sudah dibagikan untuk diisi oleh pejabat kredit lini dan oleh debitur, di samping itu ada petugas enumerator yang mendampingi dan memandu pengisian kuesioner dan apabila dipandang perlu, maka dilakukan wawancara mendalam (indepth interview). G. Metode Analisis Data Data yang dikumpulkan berupa data kuantitatif, selanjutnya diklasifikasikan dengan cara tabulasi dan diranking. Data diolah dengan menggunakan metode uji korelasi Rank Spearman untuk mengetahui dan menganalisis Faktor-faktor yang berhubungan dengan kemampuan komunikasi serta kinerja atau profesionalisme kerja pejabat kredit lini. Analisis data dilakukan secara kuantitatif berupa analisa tabulasi dengan angka absolut dan selanjutnya diubah menjadi angka relatif berdasarkan prosentase. Kemudian dilihat tingkat hubungan nyata antara Faktor internal indifvidu terhadap kemampuan komunikasi pejabat kredit lini, faktor eksternal organisasi terhadap kemampuan komunikasi pejabat kredit lini dan kemampuan komunikasi terhadap peningkatan kinerja pejabat kredit lini. H. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Untuk mencapai validitas instrumen daftar pertanyaan disusun dengan cara: (1) menyesuaikan isi pertanyaan dengan keadaan responden, (2) menyesuaikan dengan apa yang dilakukan peneliti terdahulu untuk mendapatkan data yang sama, (3) mempertimbangkan teori dan kenyataan yang telah diungkapkan para ahli dari berbagai pustaka empiris dan (4) memperhatikan nasihat-nasihat para ahli, terutama dosen pembimbing. Untuk menentukan reabilitas instrumen, terlebih dahulu dilakukan uji coba (pre-test) instrumen pada responden yang memiliki karakteristik relatif sama dengan karakteristik obyek peneltian. Uji coba dilakukan
Jurnal Ilmiah Kesatuan Nomor 1 Volume 6, April 2004
ARIEF AWALUDYANTO, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Komunikasi Pejabat Kredit Lini di Kantor BANK X Sub Area Mikro Bogor pada 12 orang responden yang berasal dari pejabat kredit lini yang tersebar di Bank BANK X Sub area Mikro Bogor. Berdasarkan pengolahan data hasil uji coba kuesioner dengan metode metode Split-half diperoleh nilai koefisien realibilitas 0,9066 (lampiran 2), karena nilai rhasil = 0,9066 > rtabel = 0,576 maka dapat dikatakan bahwa kuesioner yang digunakan reliable.
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Bank X (Persero) BANK X merupakan bank dengan 100% kepemilikan saham di tangan pemerintah. Status BANK X menjadi
persero, menuntut efisiensi dan efektivitas yang setinggitingginya dalam menghasilkan keuntungan yang setinggitingginya, tanpa melupakan perannya sebagai agent of development. Kantor cabang BANK X Bogor merupakan bagian dari 31 kantor cabang BANK X yang berada di bawah Kantor Wilayah BANK X Jakarta. Bogor sebagai daerah penyangga pembangunan daerah Jakarta, merupakan alternatif yang tepat untuk kegiatan bisnis. Berdasarkan struktur organisasi kepemimpinan, pejabat yang bertanggung jawab terhadap keberhasilan bisnis adalah pemimpin cabang yang membawahi bisnis retail dan bisnis BANK X unit. Uraian secara skematis disajikan pada Gambar 1.
Kantor Pusat
Kantor Wilayah Jakarta
Kantor Wilayah Lain
Kanca Lain
Kanca Bogor
BANK X Sub Area Bogor Gambar (Figure) 1. Struktur Organisasi BANK X (Central Organization Chart of BANK X)
Pemimpin cabang membawahi pemimpin sub area dan wakil pemimpin sub area yang bertanggung jawab atas keberhasilan bisnis dan operasional 25 BANK X unit yang berada di wilayah Bogor. BANK X unit melakukan kegiatan antara lain: (1) menghimpun simpanan dan (2) menyalurkan pinjaman. Usaha simpanan di BANK X unit meliputi: (1) TABANASBANK X, (2) SIMASKOT, (3) SIMPEDES, (4) DEPOBANK X dan (5) DEMUNA. Usaha pinjaman di BANK X unit adalah: (1) Kupedes untuk modal kerja, (2) eksploitasi, (3) investasi, dan (4) kredit konsumtif bagi golongan berpenghasilan tetap. Manajemen sub area (BANK X) unit dilakukan secara sederhana dan didukung oleh organisasi yang sangat ramping dengan melibatkan antara 4 – 6 orang karyawan untuk tiap kantor. Rincian struktur organisasinya adalah: (a) KaUnit, (2) Mantri, (3) Deskman dan (4) Teller. Kaunit bertugas memimpin dan membina kantor BANK X unit, termasuk melakukan kegiatan: (1) pengurusan kas, (2) administrasi pembukuan, dan (3) melayani nasabah. Mantri mempunyai rincian tugas: (1) memeriksa dan memproses permintaan pinjaman, (2) memasarkan jasa bank, dan (3) melaksanakan pemberantasan tunggakan. Deskman/tenaga pembukuan bertugas melaksanakan posting semua transaksi yang terjadi BANK X unit. Teller
Jurnal Ilmiah Kesatuan Nomor 1 Volume 6, April 2004
mempunyai tugas: (1) menyelenggarakan pengurusan kas, (2) menerima setoran, dan (3) membayar uang kepada nasabah yang berhak. Uraian secara skematis struktur organisasi BANK X unit disajikan pada Gambar 2. Pemimpin Cabang
Pemimpin Sub Area
Kepala Unit
Mantri
Teller
Deskman
Gambar (Figure) 2. Struktur Organisasi BANK X Unit (Branch Organization Chart of BANK X)
5
ARIEF AWALUDYANTO, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Komunikasi Pejabat Kredit Lini di Kantor BANK X Sub Area Mikro Bogor Pejabat Kredit Lini
Pejabat kredit dibedakan menjadi dua bagian berdasarkan tugas dan wewenangnya antara lain: 1. Pejabat kredit lini, adalah pejabat yang bertugas dan berwenang langsung sebagai: (a) pemrakarsa, (b) penentu putusan, dan (c) pembinaan kredit. Selain itu, pejabat kredit lini juga bertanggung jawab terhadap PS dan tingkat kesehatan kredit sampai dengan pelunasan. Pejabat yang termasuk dalam posisi adalah: (a) mantri unit, (b) Kaunit, (c) AMBM, dan (d) pemimpin cabang. 2.
Pejabat kredit support (administrasi) yaitu pejabat kredit yang tidak secara langsung berkaitan dengan tugas sebagai pemrakarsa, penentu putusan dan pembinaan kredit, tetapi bertugas untuk mengadministrasikan dan menyediakan informasi bagi pejabat kredit lini. Pejabat yang termasuk dalam jabatan ini adalah: (a) deskman, (b) pegawai administrasi unit dan (c) pejabat administrasi kredit (ADK).
Kredit Umum Pedesaan (Kupedes)
Kupedes (Kredit Umum Pedesaan) yang dilayani oleh BANK X unit, merupakan kredit yang bersifat umum, individual, selektif dan berbunga wajar yang bertujuan untuk mengembangkan atau meningkatkan usaha mikro yang layak (eligible) dan diberikan dalam mata uang rupiah. Sektor usaha yang dibiayai oleh Kupedes adalah: (1) pertanian, (2) perindustrian, (3) perdagangan, (4) jasa, dan (5) Golongan Berpenghasilan Tetap (Golbertap). Besarnya plafond Kupedes adalah Rp 50.000.000,dengan sumber pembayaran kembali kredit berasal dari cashflow usaha atau dari pendapatan tetap peminjam. Pejabat BANK X yang memiliki tugas dan tanggung jawab menyangkut putusan pemberian fasilitas kredit, penyelamatan dan penyelesaian Kupedes bermasalah adalah pejabat kredit lini. Berdasarkan tugas dan tanggung jawabnya pejabat kredit lini dibagi menjadi dua yaitu pejabat pemrakarsa dan pejabat pemutus. Pejabat pemrakarsa adalah pejabat yang memprakarsai dan menganalisis calon debitur atau pemohon Kupedes, melakukan pemeriksaan langsung ke tempat usaha nasabah (on the spot) dan menilai aspek-aspek penting yang berkaitan dengan kelayakan permohonan Kupedes, serta memberi pertimbangan akhir kepada pejabat pemutus. Pejabat pemutus adalah pejabat yang memberikan putusan atas suatu permohonan Kupedes berdasarkan rekomendasi dan hasil analisis yang disampaikan oleh pejabat pemrakarsa. Pemberian Kupedes disesuaikan dengan prosedur perkreditan yang sehat dengan berpedoman pada Pangsa Sasaran (PS), Kriteria Resiko yang dapat Diterima (KRD), serta Rencana Pemasaran Tahunan (RPT) Kupedes. Pangsa sasaran (PS) adalah sekelompok nasabah dalam suatu industri, segmen ekonomi, pasar atau suatu daerah geografis yang memiliki ciri-ciri tertentu yang dinginkan dan dipandang perlu untuk mengalokasikan usaha dan biaya pemasaran dalam mencari peluang-peluang bisnis baru atau perluasan usaha. Cakupan PS bisnis mikro antara lain adalah pengusaha mikro dan golongan berpenghasilan tetap yang memerlukan biaya tambahan. Penetapan PS disiapkan oleh divisi bisnis mikro BANK X dan dibahas bersama dengan divisi administrasi kredit. Untuk draft final dimintakan persetujuan direktur bidang bisnis mikro dan ritel yang selanjutnya diuji oleh direktur kepatuhan
6
dan dimintakan pengesahannya kepada direktur pengendalian kredit. Pedoman selanjutnya dalam memilih calon nasabah untuk dapat diterima oleh unit kerja bisnis pada setiap pasar sasaran adalah penilaian yang didasarkan pada KRD yang bersifat kuantitatif dan kualitatif dengan parameter: (1) kemampuan membayar kembali/ Repayment Capacity (RPC), (2) pengalaman mengelola usaha, (3) prospek bisnis sektor yang dilayani, (4) pasar untuk produk yang dihasilkan, dan (5) Syarat Kupedes untuk golongan berpenghasilan tetap adalah: (a) ada kerjasama dengan instansi pemerintah (BUMN) perusahaan swasta dan, (b) kesanggupan tertulis untuk pemotongan gaji. Penetapan KRD juga disiapkan oleh divisi bisnis mikro BANK X dan dibahas bersama dengan divisi administrasi kredit. Selanjutnya draft final dimintakan persetujuan direktur bidang bisnis mikro dan ritel yang kemudian diuji oleh direktur kepatuhan dan disahkan oleh direktur pengendalian kredit. Rangkaian Proses pemberian putusan dikelompokkan sebagai berikut: 1. Prakarsa dan permohonan Kupedes
2.
Kupedes
Pemberian Kupedes diawali dengan memperhatikan PS, KRD, serta penetapan RPT kemudian dilanjutkan dengan pendaftaran permohonan Kupedes. Tahap pendaftaran permohonan Kupedes dibagi dalam dua aktivitas, yaitu saat pendaftaran dan setelah pendaftaran. Analisis dan evaluasi Kupedes Setelah menerima SKPP dari deskman dan berdasar disposisi KaUnit, mantri melakukan pemeriksaan lapangan berdasarkan SKPP nasabah dengan menggunakan prinsip penilaian 5C.
3.
Penetapan tipe dan struktur Kupedes
4.
Setelah pengisian berkas-berkas yang berkaitan dengan pemeriksaan di tempat usaha dan agunan calon nasabah diselesaikan, mantri segera menentukan pengisian lembar usulan, yang menyangkut tipe dan struktur kredit yang didasarkan atas besaran Kupedes yang diusulkan, jangka waktu dan pola angsuran, serta bentuk dan suku bunga. Rekomendasi pemberian Kupedes
5.
Rekomendasi Kupedes dibuat oleh pejabat pemrakarsa kupedes yaitu: mantri, KaUnit, UDO/ AMBM (MBO) dan PSA/ Wa.PSA/ WBM (MBM) berdasarkan hasil analisis atau evaluasi yang dibuat oleh pemrakarsa kredit yaitu mantri. Pemrakarsa kredit dalam hal ini adalah empat pejabat pemrakarsa yang melakukan peran sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Pemberian putusan Kupedes Proses putusan Kupedes dilakukan oleh pejabat pemutus Kupedes (KaUnit, UDO/ AMBM (MBO) dan Pinca/Wa. Pinca) yang mempunyai kewenangan dan limit putusan sesuai PDWK. Pejabat pemutus wajib meneliti dan memastikan bahwa dokumen-dokumen yang mendukung pemberian putusan Kupedes berlaku lengkap, sah dan berkekuatan hukum. Mekanisme proses putusan Kupedes secara skematis disajikan pada Gambar 3.
Jurnal Ilmiah Kesatuan Nomor 1 Volume 6, April 2004
ARIEF AWALUDYANTO, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Komunikasi Pejabat Kredit Lini di Kantor BANK X Sub Area Mikro Bogor
Pangsa Sasaran (PS) Kriteria Resiko yang dapat diterima (KRD)
Rencana Pemasaran Tahunan (RPT)
Prakarsa dan permohonan Kupedes
Nasabah • Mengajukan Permohonan • Menyiapkan Kelengkapan
Analisa dan Evaluasi
Mantri • Melakukan Pemeriksaan Usaha dan Agunan • Melakujkan Analisa dan Evaluasi
Penetapan & Tipe Struktur
Pemrakarsa
Mantri • Membuat Usulan Tipe dan Struktur KUPEDES
Pemberian Putusan
Perjanjian dan Pencairan
Mantri
Kaunit
Deskman
• Membuat Rekomendasi KUPEDES
• Meneliti Hasil Pemeriksaan dan Penilaian SKKP
• Mencatat dlm register Md.35 Kupedes • Menyiapkan Dokumen Perjanjian dan Pencairan Kupedes • Meminta nasabah utk menandatangani dokumen pencairan Kupedes
Deskman
Deskman
• Memeriksa Kelengkapan Berkas • Meminta Nasabah mengisi dan menandatangani Md.72/75 • Mengisi Md.72A • Mencatat pada register Md.35CA dan 35 DA
• Mencatat Tanggal Penerimaan SKPP pada Md 35 dan 35B
Kaunit • Memeriksa kelengkapan dan kebenaran pengisian berkas • Melakukan flat bayar
Kaunit Deskman • Memeriksa Kelengkapan SKPP • Memberikan disposisi pada Md 72/75 untuk Mantri
• Menerima berkas Kupedes dari Kaunit untuk administrasi pencatatan
Teller Deskman • Menyiapkan Md. 70A/70B/71A/78B • Mencatat pada Md 35 dan 35B • Menyerahkan Berkas SKPP kepada Mantri • Menyimpan Sertifikat Asli (bila Ada)
• Meneliti Kebasahan Kuitansi • Melakukan pembayaran
Nasabah • Menerima Pembayaran
Deskman
Sumber: PPK Bisnis Mikro BANK X Gambar (Figure) 3 Flowchart Alur Proses Putusan KUPEDES (Groove The Process of Decision KUPEDES Flowchart)
Jurnal Ilmiah Kesatuan Nomor 1 Volume 6, April 2004
• Memasukkan kuitansi dari teller ke dalam berkas Kupedes • Menyimpan berkas Kupedes setelah diverifikasi Kaunit
7
ARIEF AWALUDYANTO, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Komunikasi Pejabat Kredit Lini di Kantor BANK X Sub Area Mikro Bogor B.
Profil Wilayah Penelitian dan Gambaran Umum BANK X Kantor Cabang Bogor
Profil Wilayah Bogor
Kanca BANK X Bogor memiliki tiga ruang lingkup kerja regional yaitu meliputi Kotamadya Bogor dan Kab. Bogor serta Kota Administratif Depok. Data wilayah dan jumlah penduduk Kotamadya dan Kab. Bogor (data tahun 2000) secara rinci disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Data Wilayah dan Jumlah Penduduk Kotamadya dan Kab. Bogor, Tahun 2000 Jumlah Per Kategori Kodya Bogor Kab. Bogor satuan Luas wilayah 118,65 km2 3.440,75 km2 3.559,40 km2 Jumlah 6 kec 36 kec 42 kec kecamatan Jml Desa/ 68 Desa 487 desa 555 desa Kelurahan Jumlah 3.888.559 4.559.964 671.405 jiwa Penduduk jiwa jiwa
dengan kedalaman tanah sekitar 16 sampai dengan 20 meter dari permukaan kota dan didukung dengan sejuknya udara yang rata-rata setiap bulan memiliki suhi 26 derajat celcius menjadikan Bogor cocok untuk usaha kepariwisataan. Korelasi antara penduduk dan wilayah yang ada menggambarkan pemanfaatan lahan, secara rinci disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Menunjukkan bahwa pertanian merupakan sektor yang paling dominan. Pertanian yang ada di wilayah Bogor, meliputi pertanian tanaman pangan, peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan. Sektor dominan berikutnya adalah sektor perdagangan dan industri. Tabel 2. Data Pemanfaatan Lahan Wilayah Bogor, Tahun 2000 Sektor % Pemukiman 19,25 Pertanian dan lapangan terbuka 47,45 Perdagangan dan industri 18,92 Perkantoran dan pendidikan 7,40 Sektor jalan 7,98
Sumber: Memori Serah Terima Pinca Bogor 2001
Sumber: Memori Serah Terima Pinca BRT Bogor, 2001
Kepadatan penduduk Bogor memiliki tingkat yang tidak merata dimana tingkat yang terpadat adalah Kecamatan Sukmajaya dan yang terendah adalah Jasinga. Topografi kota Bogor merupakan kota pegunungan, keadaan tanahnya naik turun serta lembah dan tebing
Peta perindustrian di kota Bogor kondisi tahun 2000 dapat dibagi dalam beberapa kelompok industri. Uraian secara rinci disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Peta Perindustrian Bogor, Tahun 2000 Jumlah Unit No. Klasifikasi Industri Usaha 1. Industri dasar 1 2. Aneka Industri 15 3. Industri kecil formal 346 4. Industri kecil nonformal 1.024 5. Pangan 151 6. Sandang dan kulit 22 7. Kimia dan bahan bangunan 61 8. Logam 44 9. Kerajinan dan umum 55 Jumlah 1.719
Nilai Produksi (Rupiah 104.547.789.000 11.825.767.250 25.215.362.182 1.256.240.238 4.799.865.000 11.872.448.000 26.593.916.182 1.174.546.752 1.132.850.000 188.418.784604
Nilai Investasi (Rupiah) 76.887.400 3.938.507.220 2.310.138.745 1.450.347.206 625.574.000 184.363.570 2.123.151.570 784.006.675 231.125.000 11.724.100.561
Sumber : Memori Serah Terima Pinca BANK X Bogor, 2001
Ukuran besaran industri per klasifikasi industri pada Tabel 3. Adalah sebagai berikut: 1. Industri dasar atau aneka industri, nilai investasi di atas Rp 70 juta. 2. Industri kecil formal dengan nilai investasi berkisar antara Rp 500 ribu sampai dengan Rp 70 juta. 3. Industri kecil nonformal, nilai investasinya dibawah Rp 500 ribu. Klasifikasi industri Kotamadya Bogor tahun 2000 berdasarkan besaran nilai investasi, maka nilai investasi terbesar adalah cabang aneka industri yaitu sebanyak 15 buah unit usaha dengan nilai produksi Rp 11.825.767.250, dan nilai investasi sebesar Rp 3.938.507.220. Pada urutan kedua adalah cabang industri kecil formal dengan jumlah unit usaha sebanyak 346 buah dan dengan nilai produksi Rp 25.215.362.182 serta nilai investasi sebesar Rp2.310.138.745. Pada urutan ketiga yaitu cabang kimia dan bahan bangunan dengan jumlah unit usaha sebanyak 61 buah, nilai produksi sebanyak Rp 26.593.916.182, dan nilai investai sebesar Rp 2.123.151.745. Urutan keempat adalah cabang industri kecil non formal dgn jumlah unit usaha 1.024 buah nilai produksi Rp 1.256.240.238, dan
8
nilai investasi sebesar Rp 1.450.347.206. Pada urutan terakhir adalah industri dasar dengan jumlah unit kerja 1 buah, nilai investasi sebesar Rp 76.886.400, dan nilai produksi senilai Rp 104.547.789.000. Data tahun 2000 di Wilayah Kab. Bogor menunjukkan adanya 609 buah perusahaan yang tergolong dalam industri komersial aktif dengan skala usaha ukuran besar dan sedang. Jumlah yang terbanyak yaitu dari sub sektor industri kimia, farmasi, karet, dan plastik sebanyak 148 buah, kemudian sub sektor tekstil, pakaian jadi dan kulit sebanyak 118 buah. Sub sektor industri barang dari logam, mesin dan perlengkapan menduduki peringkat ke 3 dengan jumlah 98 perusahaan. Disamping itu terdapat 83 buah perusahaan yang tergolong dalam kelompok industri makanan, minuman dan tembakau. Pada saat ini BANK X Kantor Cabang Bogor merupakan salah satu dari 31 kantor cabang yang berada di bawah Kantor Wilayah BANK X Jakarta. Saat ini di daerah Bogor (kotamadya dan Kab.) telah beroperasi sebanyak 30 buah bank (di luar Bank Perkreditan Rakyat). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa BANK X Cabang Bogor beroperasi dalam persaingan perbankan yang cukup ketat. Meskipun demikian, di antara bank-bank
Jurnal Ilmiah Kesatuan Nomor 1 Volume 6, April 2004
ARIEF AWALUDYANTO, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Komunikasi Pejabat Kredit Lini di Kantor BANK X Sub Area Mikro Bogor Bogor yang berjumlah 301 orang. Uraian rinci disajikan pada Tabel 4.
tersebut, BANK X Cabang Bogor adalah bank yang mempunyai jaringan usaha yang paling luas, karena didukung oleh 25 Kantor BANK X Unit (Sub Area). Jaringan yang tersebar luas di wilayah tingkat II (Kab. dan kotamadya) memungkinkan BANK X Cabang Bogor mempunyai kinerja yang cukup memadai, karena salah satu keberhasilan usaha suatu perbankan adalah memiliki jaringan yang tersebar luas. Dengan demikian, potensi pengembangan kredit (share) di kanca BANK X Bogor masih memiliki banyak kemungkinan untuk dapat dikembangkan lagi.
Tabel 4. Jumlah Pegawai BANK X Sub Area Mikro Bogor Jumlah (Orang) No Pegawai Cabang Unit Jumlah 1. Pegawai Organik 88 120 208 2. Pegawai Traince 12 12 3. Pegawai Unit Satuan Area 20 20 4. Pegawai Kontrak 22 39 61 Jumlah 110 191 301
Usia pegawai bervariasi antara 20 tahun s/d 55 tahun dengan tingkat pendidikan mulai dari tingkat SLTA sampai pascasarjana S2. Jenjang kepangkatan dan jabatan pegawai organik dan kontrak disajikan pada Tabel 5.
Profil Pegawai BANK X
Profil pegawai BANK X Bogor yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan BANK X baik di kantor cabang maupun di BANK X sub area (unit) yang tersebar di seluruh wilayah kerja BANK X Tabel (Table) 5. Jenjang Kepangkatan dan Jabatan Pegawai BANK X No.
Kepangkatan Pegawai dasar 1 s/d 2 Pegawai dasar 3 s/d 4
Unit Payment Point Pramubakti Pramubakti/ Sopir
1. 2.
Kontrak A1-A2
3. 4. 5.
B1-B2 C1 C2
Pegawai Pertama 1 Pegawai Pertama 2
Teller/ deskman Teller/ deskman/ Mantri
6.
D1
Pegawai Pertama 3
Mantri/ KaUnit
D2
Pegawai Pertama 4
7.
E1
Pegawai Muda 1
KaUnit/ Supervisor Supervisor/ AMBM AMBM
8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
E2 F1 F2 F3 F4 F5 F6
Pegawai Muda 2 Pegawai Madya 1 Pegawai Madya 2 Pegawai Madya 3 Pegawai Utama 1 Pagawai Utama 2 Pegawai Utama 3
Jabatan Cabang Payment Point Pramubakti Pramubakti/Sopir
Teller/Costumer Service Teller/Costumer service Teller/Costumer Service Supervisor/ Kasi
-
-
-
Officer Officer/ Staff Manajer/ Pinca Manajer/ Pinca
Manajer/ Pinca
-
Kanwil/ Kampus
-
-
Wapinwil/ Wakadiv Pinwil/Kadiv Kadiv/Direksi
Sumber (Source) : BANK X Kanpus Jakarta (Central Office of BANK X Jakarta)
Usaha untuk memenuhi SDM yang berkualitas sebagai perencana, pengelola dan pengawas manajemen, BANK X telah “commited” untuk menerapkan (1) manajemen pengembangan perekrutan, (2) pemilihan calon, (3) pendidikan dan pelatihan, (4) penempatan dan pengembangan karir, (5) penilaian kinerja dan potensi, (6) penggajian dan tunjangan sosial dan (7) pemberhentian pegawai atau pensiun. Pengembangan fungsi-fungsi SDM secara terpadu, konsistensi, dan konsekuensi di atas menghasilkan sosok bangkir professional yang utuh dan berkualitas. Tahapan pengembangan tersebut dapat dirinci sebagai berikut: 1. Perekrutan dan pemilihan calon Proses perekrutan dan pemilihan calon pegawai Bank X dilakukan secara selektif, meliputi: (a) peningkatan tingkat pendidikan formal (dari tingkat SLTA ke tingkat sarjana), (b) semakin ditingkatkannya persyaratan prestasi pendidikan formal (misalnya, untuk calon pegawai eksekutif disyaratkan indeks prestasi 3,25 ke atas), dan (c) semakin selektifnya pemilihan jurusan atau program studi (keahlian) yang dibutuhkan sesuai dengan spesifikasinya. Selain itu, proses seleksi yang harus dilalui
Jurnal Ilmiah Kesatuan Nomor 1 Volume 6, April 2004
oleh calon pegawai adalah harus lulus dalam beberapa tes yang digunakan untuk mendapatkan pegawai yang berkualitas tinggi. Tes seleksi antara lain meliputi: (a) tes kemampuan dasar, (b) tes psikologi (psyco test) dan (c) tes wawancara. 2. Pendidikan dan pelatihan Kinerja pegawai BANK X selama bekerja selalu dinilai dengan kurun waktu tertentu, yang meliputi: (a) Hasil kerja, mencakup posisi pinjaman, penyelesaian KPPB, perbaikan KAP, pemasukan ekstra, rencana kunjungan bulanan dan tugas khusus dari pinjaman; (b) Kemampuan pegawai, mencakup kemampuan manajerial umum, kemampuan fungsional dan kemampuan khusus; dan (c) Sikap perilaku, mencakup sikap terhadap tugas atau pekerjaan, sikap dalam berhubungan dengan orang lain dan sikap perilaku pribadi. Berdasarkan hasil penilaian pegawai dapat diketahui kemampuan pegawai yang nyata dan kemampuan yang dituntut berdasarkan kedudukan atau jabatannya. Gap antara tuntutan kualitas SDM (job requirement) dengan kualitas yang tersedia (inventory) menjadi dasar dalam penentuan Training Need Assessment (TNA) SDM BANK X.
9
ARIEF AWALUDYANTO, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Komunikasi Pejabat Kredit Lini di Kantor BANK X Sub Area Mikro Bogor Pendidikan di BANK X tidak terlepas dari upaya peningkatan mutu dan kualitas SDM dalam bidang technical skills, conceptual skill dan human relation skills, sehingga rata-rata pegawai BANK X dapat menikmati pendidikan dan pelatihan paling cepat sebanyak 1 tahun sekali atau lebih dan paling lambat menikmati pendidikan 4 tahun sekali yaitu pada saat kenaikan pangkat atau jabatan. 3.
Penempatan dan pengembangan karir
Penempatan dan pengembangan karir, fungsi penilaian karya atau kinerja (performance) dan penilaian potensi dilakukan selambatnya 1 tahun sekali. Dari hasil penilaian kinerja tersebut dapat ditentukan kebutuhan pendidikan dan pelatihan yang diperlukan oleh seorang pegawai dalam rangka pengembangan kualitas kerja karyawan. Mekanisme penilaian kinerja seluruh pegawai selama ini sudah dilakukan secara baku dan terhitung, yang dilakukan oleh pegawai penilai dan pemeriksa. Komponen-komponen penilaian ditulis dalam bentuk kuesioner dan pengisiannya dilakukan selama kurun waktu penilaian (setiap saat selama pegawai bekerja). Pegawai yang mempunyai kinerja di atas rata-rata mendapatkan kesempatan untuk mengikuti penilaian potensi, untuk ditempatkan pada posisi yang tepat. Profil Debitur BANK X Bogor
Profil responden (debitur) yang dikaji dalam penelitian ini meliputi aspek: umur, lama berhubungan dengan BANK X, lama mendapatkan kredit dari BANK X, jenis kelamin, pendidikan formal dan sektor usaha yang dibiayai oleh kredit. Kajian ini akan mendukung terhadap persepsi debitur terhadap pejabat kredit lini dalam menjalankan tugasnya. 1.
Umur
Ketegori umur atau usia minimal yang dapat menjadi debitur BANK X adalah dewasa (usia > 21 tahun atau telah menikah) yang diperkenankan secara sah untuk mengadakan atau menandatangani suatu perjanjian. Batasan umur maksimal debitur tidak terbatas sepanjang dalam kondisi sehat akal dan tidak dalam pengampunan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur debitur ratarata 43,36 tahun dengan kisaran antara 24-65 tahun, usia yang dewasa dan produktif. Kenyataan ini dapat dipahami berkaitan dengan persyaratan untuk mendapatkan pinjaman, seperti: (1) kualitas hubungan antara debitur dan BANK X selama ini, (2) jaminan atas kelayakan kredit, dan (3) kemampuan melakukan pembayaran secara tepat waktu. 2. Lama Debitur Berhubungan dengan BANK X Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan lamanya debitur berhubungan dengan BANK X adalah 5,25 tahun dengan variasi antara 1–15 tahun. Keadaan ini menunjukkan bahwa debitur mempunyai kepercayaan yang cukup tinggi terhadap kinerja dan kesehatan BANK X. Karena BANK X merupakan salah satu bank yang sahamnya 100% milik pemerintah dan menunjukkan daya tahan terhadap krisis serta pengembangan yang baik. Pesatnya perkembangan dapat dilihat dari setelah direorganisasinya struktur dan manajemen BANK X menjadi PT BANK X (Persero). 3.
Lama Menikmati Kredit dari BANK X
Lama debitur yang mendapat dan menikmati kredit dari BANK X rata-rata 4,31 tahun dengan kisaran dengan kisaran 1–15 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa BANK X
10
mempunyai PS yang cukup baik dan memiliki daya saing yang tinggi dalam dunia perbankan di wilayah Bogor (Tabel 6). Tabel 6. Sebaran Responden (Debitur) berdasarkan Umur, Lama Berhubungan dan Lama Mendapatkan Kredit dari BANK X Rata-rata Kisaran No Karakteristik (Tahun) (Tahun) 1 Umur 43,36 24 – 65 2 Lama berhubungan dgn BANK X 5,25 1 – 48 3 Lama mendapat kredit BANK X 4,31 1 – 15 Keterangan : Jumlah debitur sampel (n) = 146 debitur
4.
Jenis Kelamin
Debitur BANK X ditinjau berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa sebagian besar (78,8%) adalah lakilaki. Kenyataan ini memberikan indikasi bahwa dalam melakukan kegiatan penting yang resmi masih terlihat adanya dominasi laki-laki terhadap perempuan. Hal ini lebih cenderung dikarenakan Faktor kebiasaan yang selama ini berlaku di masyarakat (Tabel 7). 5.
Pendidikan Formal Debitur
Debitur BANK X sebagian besar berpendidikan SLTA (43,2%). Data ini menunjukkan bahwa PS sebagian besar berasal dari lapisan menengah dari segi tingkat pendidikan khususnya dan kehidupan pada umumnya. Golongan inilah yang mempunyai kebutuhan yang relatif lebih tinggi dalam penumbuhan dan pengembangan usaha (Tabel 7). Tabel 7. Sebaran Responden (Debitur) Berdasarkan Jenis Kelamin dan Pendidikan Formal Frekuensi No Karakteristik % (n=146) 1 Jenis kelamin a. Laki-laki 115 78,8 b. Perempuan 31 21,2 Jumlah 146 100,0 2 Pendidikan Formal a. SD/ sederajat 41 28,1 b. SLTP/ sederajat 18 12,3 c. SLTA/ sederajat 63 43,2 d. Diploma/ Sarmud 13 8,9 e. Sarjana 10 6,8 f. Pascasarjana 1 0,7 Jumlah 146 100,0 Keterangan: Jumlah debitur sampel 9n) = 146 debitur
6.
Sektor Usaha
Bidang usaha yang dilakukan oleh debitur dan mendapatkan kredit dari BANK X dapat dikelompokkan menjadi enam sektor usaha yaitu: pertanian, perdagangan, industri, jasa, GBT konsumtif dan GBT non konsumtif (Tabel 8). Tabel 8. Sebaran Responden (Debitur) Kupedes Berdasarkan Sektor Usaha, Tahun 2002 Jumlah Debitur No Sektor Usaha % (Orang) 1 Pertanian 1.135 4,75 2 Perdagangan 9.860 41,27 3 Perindustrian 678 2,87 4 Jasa 1.636 6,84 5 GBT. Konsumtif 4.394 18.39 6 GBT. Non Konsumtif 4.394 18,39 Jumlah 23.898 100
Jumlah debitur kredit mikro adalah 23.898 orang yang tersebar di seluruh kantor BANK X unit yang dikelompokkan berdasarkan masing-masing sektor usaha.
Jurnal Ilmiah Kesatuan Nomor 1 Volume 6, April 2004
ARIEF AWALUDYANTO, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Komunikasi Pejabat Kredit Lini di Kantor BANK X Sub Area Mikro Bogor Tabel 9. Sebaran Debitur Sektor Pertanian yang Mendapat Kupedes dan Jumlah Nasabah dari BANK X unit di Wilayah Bogor Kupedes Nasabah No. BANK X Unit (Rp) (Orang) 1 Parung 514.780.250 127 2 Semplak 511.209.700 148 3 Jonggol 490.464.100 163 4 Cibungbulang 461.782.750 110 5 Ciampea 388.488.950 83 Jumlah 2.366.725.750 631 Tabel 10. Sebaran Debitur Sektor Perdagangan yang Mendapat Kupedes dan Jumlah Nasabah dari BANK X unit di Wilayah Bogor Kupedes Nasabah BANK X Unit (Rp) (Orang) Ciomas 2.481.288.530 493 Parung 2.363.131.050 621 Purbasari 2.345.513.410 540 Cileungsi 2.049.239.120 560 Leuwiliang 1.969.363.700 446 Jumlah 11.208.535.810 2.660 Tabel 11. Sebaran Debitur Sektor Perindustrian yang Mendapat Kupedes dan Jumlah Nasabah dari BANK X unit di Wilayah Bogor BANK X Unit Kupedes (Rp) Nasabah (Orang) Ciomas 394.504.200 72 Semplak 276.420.450 65 Citeureup 243.265.800 41 Parung 219.341.950 57 Depok 175.330.100 25 Jumlah 1.308.862.500 260 Tabel 12. Sebaran Debitur Sektor Jasa Lainnya yang Mendapat Kupedes dan Jumlah Nasabah dari BANK X unit di Wilayah Bogor BANK X Unit Kupedes (Rp) Nasabah (Orang) Cipayung 750.684.900 139 Gunung Putri 623.998.900 131 Ciomas 572.884.620 95 Purbasari 523.629.250 97 Depok 519.867.700 109 Jumlah 2.991.065.370 2.981
Tabel 13. Sebaran Debitur Sektor GBT Konsumtif yang Mendapat Kupedes dan Jumlah Nasabah dari BANK X unit di Wilayah Bogor Kupedes Nasabah BANK X Unit (Rp) (Orang) Ciomas 4.569.431.200 1.059 Harjasari 3.565.745.500 595 Warung Jambu 2.600.745.500 540 Gunung Putri 2.027.276.400 500 Semplak 1.602.785.650 287 Jumlah 14.366.179.150 2.981 Tabel 14. Sebaran Debitur Sektor GBT Non Konsumtif yang Mendapat Kupedes dan Jumlah Nasabah dari BANK X unit di Wilayah Bogor Kupedes Nasabah BANK X Unit (Rp) (Orang) Kedung Halang 2.255.250.300 859 Citeureup 1.209.511.900 373 Parung 522.182.690 232 Cileungsi 389.674.370 153 Jasinga 354.549.700 125 Jumlah 4.731.168.960 1.830
C.
Faktor-faktor Internal Pejabat Kredit Lini
Kemampuan komunikasi pejabat lini dalam melaksanakan tugas untuk dapat mencapai kinerja yang tinggi dipengaruhi oleh Faktor-faktor lingkungan usaha dari bank (Faktor internal maupun Faktor eksternal). Faktor-faktor internal terdiri dari beberapa aspek yaitu: (1) usaha, (2) pendidikan formal, (3) pendidikan informal, (4) masa kerja di BANK X, (5) masa kerja di kredit, (6) pengetahuan kredit, (7) pangkat atau jabatan struktural, (8) riwayat pekerjaan, dan (9) sikap dari pejabat kredit lini (Tabel 15)
Tabel 15. Sebaran Faktor Internal Pejabat Kredit Lini BANK X No.
Faktor – Faktor Internal
1.
Usia
2.
Pendidikan
3.
Pendidikan Formal
4.
Masa kerja di BANK X
5.
Masa kerja di kredit mikro
6.
Pengetahuan kredit
7.
Pangkat atau jabatan struktural
8.
Riwayat pekerjaan
9.
Sikap
Jurnal Ilmiah Kesatuan Nomor 1 Volume 6, April 2004
a. Muda (24-40 tahun) b. Tua (40-55 tahun) a. SLTA/ sederajat b. Diploma/ Sarmud c. Sarjana a. Belum pernah b. 1-2 kali c. 2-4 kali d. > 4 kali a. < 5 tahun b. 5-10 tahun c. > 10 tahun a. < 5 tahun b. 5-10 tahun c. > 10 tahun a. Kurang b. Cukup c. Baik a. Mantri b. KaUnit c. AMBN/ Pinca a. < 5 tahun b. 5-10 tahun c. > 10 tahun a. Kurang b. Cukup c. Baik
Frekuensi (n=59) 22 37 49 4 6 4 1 49 5 0 5 54 8 28 23 5 34 20 28 28 3 1 12 46 1 42 16
Persentase (%) 37,3 62,7 83,1 6,8 10,1 6,8 1,7 83,1 8,5 0,0 8,4 91,5 13,5 47,5 39,0 57,6 57,6 33,9 47,5 47,5 5,0 1,7 20,3 78,0 1,7 71,2 27,1
11
ARIEF AWALUDYANTO, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Komunikasi Pejabat Kredit Lini di Kantor BANK X Sub Area Mikro Bogor 1. Usia Pejabat kredit lini sebagian besar (62,7%) berusia tua yaitu berumur antara 40 sampai 45 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pejabat kredit lini sudah mempunyai pengalaman kerja dan kemampuan yang sudah cukup baik. Hal ini terjadi karena proses seorang pegawai untuk menduduki jabatan mantri unit/ pejabat pemrakarsa kredit harus telah memiliki pengalaman menjadi petugas deskman/teller unit, minimal selama 4 tahun. Dengan demikian jika seseorang masuk BANK X dengan tingkat pendidikan SLTA (usia 19 tahun) kemudian mengikuti pendidikan sebagai pegawai sementara selama 2 tahun dan 4 tahun menjadi sebagai teller atau deskman, maka jabatan mantri unit paling muda adalah pada usia 25 tahun. Selain itu, Faktor tingginya tingkat persaingan akibat sedikitnya formasi jabatan yang ada memberikan konsekuensi terhadap periode waktu lebih lama yang harus dilalui oleh seorang pegawai BANK X untuk menjadi pejabat kredit lini. 2. Pendidikan Formal Pendidikan formal pejabat kredit lini dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu: (1) SLTA/ sederajat, (2) Diploma/ Sarjana Muda, dan (3) Sarjana. Sebagian besar (83,1%) tingkat pendidikan pejabat kredit lini adalah SLTA. Hal ini menunjukkan bahwa pejabat kredit lini mempunyai pengetahuan dasar yang cukup memadai untuk melaksanakan tugas. Selain itu, persyaratan pendidikan job requirement untuk jabatan kredit lini (dari mantri, KaUnit, AMBM) adalah SLTA. Pejabat kredit lini mengikuti tahapan seleksi dari tingkat pangkat pelaksana atau paling dasar (pangkat CI). Fenomena hasil reqruitment Pegawai pelaksana BANK X akhir-akhir ini lebih banyak yang diterima dari pendidikan sarjana dan pascasarjana (75%) walaupun job reqruitment yang ditetapkan adalah tingkat SLTA.
teller dengan masa kerja 4 tahun, jabatan mantri unit dengan masa jabatan 5 tahun, dan untuk menjadi KaUnit seorang mantri harus berpengalaman minimal 4 tahun. 6. Pengetahuan Kredit Pengetahuan kredit pejabat kredit lini sebagian besar (57,6%) termasuk dalam kategori cukup baik. Hal ini terjadi karena hampir seluruh pejabat kredit sub area mikro (kecuali Manajer/Pinca) ruang lingkup pengetahuannya hanya terbatas pada pengetahuan tentang kredit kecil Kupedes. Padahal pengetahuan tetang kredit Kupedes ini hanya merupakan salah satu bagian dari kredit yang ada di BANK X secara keseluruhan. 7. Pangkat atau Jabatan Struktural Pangkat atau jabatan struktural dari pejabat kredit lini adalah mantri (47,5%) dan KaUnit cabang BANK X (47,5%). Mereka tersebar di seluruh kantor BANK X unit di Kota Bogor dan Kab. Bogor. Dan hanya 5,0% yang merupakan AMN dan Pimpinan Cabang BANK X Bogor. Pangkat jabatan struktural kredit lini ini telah sesuai dengan penyebaran jabatan di BANK X Sub Area Bogor, dimana pemimpin cabang di kantor cabang sebagai koordinator 1 orang, MBM di Kanca tidak ada kosong, AMBM 2 orang, KaUnit masing-masing unit adalah 1 orang (jadi berjumlah 5 orang) dan sisanya adalah mantri di mana dibeberapa unit terdapat 2 mantri di setiap unit (jumlah 31 unit). 8. Riwayat Pekerjaan Riwayat pekerjaan merupakan riwayat jabatan struktural/kerja yang pernah diduduki responden. Sebagian besar (78%) pejabat kredit lini mempunyai riwayat pekerjaan lebih dari 10 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa mereka sudah cukup lama bekerja sebagai pejabat kredit lini. Di lain pihak kaderisasi/ peremajaan tidak dapat berjalan efektif karena keterbatasan formasi jabatan yang ada.
3. Pendidikan Nonformal
9. Sikap
Pendidikan nonformal merupakan jenis pendidikan seperti kursus, pendidikan dan latihan dan magang yang pernah diikuti oleh pejabat kredit lini untuk meningkatkan kinerja sesuai dengan tuntutan tugas atau untuk menduduki suatu jabatan baru (sebagai prasarat jabatan). Sebagian besar (83,1%) pejabat kredit lini pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan antara 2-4 kali. Jenis pendidikan nonformal bagi pegawai BANK X antara lain kursus deskman atau teller dan kursus mantri. 4. Masa Kerja BANK X
Sikap merupakan kecenderungan pejabat kredit lini berperilaku dalam melaksanakan tugas. Sebagian besar (71,2%) pejabat kredit lini menyikapi tugas dengan cukup baik. Hal ini menunjukkan bahwa pejabat kredit lini mempunyai kemampuan yang cukup baik dalam : (1) rasa ikut memiliki, (2) motivasi dalam melaksanakan tugas, (3) orientasi pada hasil pekerjaan, (4) standar hasil kerja yang ingin dicapai, (5) orientasi jangka panjang, (6) orientasi pada perbaikan dan penyempurnaan hasil kerja, (7) analisis dalam setiap pelaksanaan tugas, (8) kreatif, (9) disiplin, (10) teguh/kokoh pendirian, (11) kepercayaan pada diri sendiri, (12) sifat objektif, (13) kewibawaan atau kharisma,(14) kekritisan dalam berfikir dan bersikap, (15) inisiatif, (16) energi atau daya tahan, dan (17) fleksibel atau luwes dan dewasa dalam sikap.
Masa kerja sebagian besar (91,5%) pejabat kredit lini adalah lebih dari 10 tahun. Data ini menunjukkan bahwa pejabat kredit lini sudah mempunyai pengalaman kerja yang cukup lama. Hal ini terjadi, karena persyaratan menjadi pejabat kredit lini adalah memiliki masa kerja lebih dari 5 tahun dan memiliki pengalaman bekerja sebagai deskman atau teller selama 4 tahun. 5. Masa Kerja di Kredit Mikro Sebanyak 47,5% responden mempunyai masa kerja di kredti mikro antara 5-10 tahun. Data ini menunjukkan bahwa pejabat kredit lini mempunyai pengalaman yang cukup sebagai pejabat kredit mikro. Hal ini terjadi, karena adanya ketentuan-ketentuan yang mengharuskan seorang pegawai BANK X untuk menduduki suatu jabatan tertentu dalam periode waktu tertentu. Misalnya, pegawai sementara (pegawai trainee), deskman atau
12
D. Faktor Eksternal Pejabat Kredit Lini Faktor eksternal merupakan Faktor-faktor luar yang mempengaruhi pejabat kredit lini dalam bekerja, yang terdiri dari beberapa aspek yaitu: (1) iklim kerja, (2) gaya kepemimpinan, (3) pembagian kerja, (4) hubungan antar pegawai, (5) kegiatan pelatihan, (6) transparansi dalam keuangan dan fasilitas pendukung. Uraian rinci sebaran Faktor eksternal pejabat kredit lini disajikan pada Tabel 17.
Jurnal Ilmiah Kesatuan Nomor 1 Volume 6, April 2004
ARIEF AWALUDYANTO, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Komunikasi Pejabat Kredit Lini di Kantor BANK X Sub Area Mikro Bogor Tabel 16. Sebaran Faktor Eksternal Pejabat Kredit Lini BANK X No.
Faktor Eksternal Pejabat Kredit Lini
1.
Iklim Kerja
2.
Gaya Kepemimpinan
3.
Pembagian Kerja
4.
Hubungan antara pegawai
5.
Kegiatan Pelatihan
6.
Transfaransi dalam keuangan
7.
Fasilitas pendukung
a. Kurang b. Cukup c. Baik a. Kurang b. Cukup c. Baik a. Kurang b. Cukup c. Baik a. Kurang b. Cukup c. Baik a. Kurang b. Cukup c. Baik a. Kurang b. Cukup c. Baik a. Kurang b. Cukup c. Baik
1. Iklim Kerja Sebagian besar (52,5%) pejabat kredit lini merasa bahwa iklim kerja sudah baik. Lingkungan kerja yang baik dapat ditinjau: (1) lingkungan sosial, yaitu hubungan antara sesama pejabat, baik yang selevel, yang lebih rendah, dan dengan pejabat yang lebih tinggi serta hubungan antara pejabat kredit lini dengan debitur. Hubungan sosial yang baik akan terwujud, bila masing-masing pegawai bank bekerja sesuai dengan job description-nya dan apabila intruksi atau pelimpahan wewenang dari pimpinan dilakukan secara bijaksana dengan mengembangkan rasa saling empaty, dan (2) lingkungan fisik yang mencakup sarana dan prasarana yang dibutuhkan disediakan dengan kuantitas dan kualitas yang dapat menunjang efektivitas dan efisiensi pegawai dalam melaksanakan tugas. 2. Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan yang diterapkan di lingkungan BANK X sebagian besar (61%) sudah cukup baik, dilihat dari efektivitas dan efisiensi pegawai dalam melaksanakan tugas dan adanya jalinan hubungan baik antar pegawai dan antara pegawai dgn pimpinan. Kepemimpinan yang dijalankan cenderung lebih berorientasi pada tugas dan kurang memperhatikan kuantitas dan kualitas hubungan. Kenyataan ini terjadi, karena jumlah pekerjaan yang banyak dengan waktu yang terbatas dan minimnya media atau sarana untuk mewujudkan hubungan yang baik. Selain itu, apabila ditinjau dari kontinum gaya kepemimpinan antara gaya kepemimpinan yang autocrat dan gaya kepemimpinan yang demokratis maka gaya kepemimpinan di BANK X cenderung mengacu pada gaya kepemimpinan yang situasional. Gaya kepemimpinan situasional bergerak secara fleksibel di antara kubu yang cenderung ke autocrat dan demokratis sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Dalam situasi dan kondisi kerja yang menuntut penyelesaian masalah atau tugas secara cepat, pimpinan lebih menggunakan gaya autocrat. Sebaliknya, apabila situasi dan kondisi berjalan
Jurnal Ilmiah Kesatuan Nomor 1 Volume 6, April 2004
Frekuensi (n=59) 4 24 31 12 36 11 4 43 12 4 37 18 5 33 21 9 30 20 22 28 9
Persentase (%) 6,8 40,7 52,5 20,3 61,0 18,6 6,8 72,9 20,3 6,8 62,7 30,5 8,5 55,9 35,6 15,3 50,8 50,8 37,7 47,5 15,3
secara normal di mana jumlah tugas dan waktu yang tersedia cukup, pimpinan lebih mempercayakan pengambilan ide atau gagasan dan penyelesaian tugas pada masing-masing pegawai. 3. Pembagian Kerja Pembagian kerja di lingkungan BANK X dirasakan oleh sebagian besar (72,9%) pejabat sudah cukup baik. Hal ini dapat ditinjau dengan adanya: (1) Penilaian Kinerja yang sudah dilakukan oleh pimpinan berjalan dengan baik, sesuai dengan instrumen kinerja yang mencakup kemampuan pegawai dan sikap perilaku pegawai instrumen yang berupa kuesioner diisi oleh pimpinan terhadap pegawai dalam bidang atau bagiannya secara hierarkhi berdasarkan struktur organisasi; (2) Pendidikan dan pelatihan pegawai yang dilakukan secara cukup merata. Penentuan dan pelaksanaan diklat disesuaikan dengan tingkat kinerja pegawai, sehingga pegawai dengan kinerja baik, cenderung lebih cepat dipromosikan untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi; dan (3) Penilaian potensi bagi pejabat yang mempunyai kinerja di atas rata-rata untuk dipromosikan sesuai dengan kemampuannya. Optimalisasi pembagian kerja di BANK X belum dapat tercapai, karena harapan sebagian besar pegawai kredit lini untuk menduduki jabatan yang diinginkan tidak selalu terwujud dalam waktu singkat karena kompetisi antar pegawai yang sangat tinggi. Selain itu, keterbatasan formasi jabatan juga menyebabkan terhentinya karir seseorang pada posisi tertentu. Kenyataan yang sering terjadi adalah adanya pelimpahan wewenang dari pimpinan kepada pegawai yang dirasakan belum terdistribusi secara adil dan merata, karena pimpinan cenderung melimpahkan wewenang pada pegawai tertentu yang dinilai mampu melaksanakan tugas dengan baik. Begitu juga, pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh pegawai yang mempunyai kinerja kurang dari tuntutan jabatan menyebabkan tugas tidak dapat diselesaikan secara tepat waktu dan tepat kualitas hasil. Dua fakta ini memberikan konsekuensi kepada
13
ARIEF AWALUDYANTO, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Komunikasi Pejabat Kredit Lini di Kantor BANK X Sub Area Mikro Bogor pegawai yang mempunyai kinerja yang baik untuk menanggung beban tugas riil yang jauh melebihi kemampuan atau kapasitas kerjanya dan sekaligus menyebabkan ketidakseimbangan beban tugas riil antara pegawai mempunyai kinerja tinggi, cukup dan rendah. 4. Hubungan Kerja Antar - Pegawai Hubungan kerja antar-pegawai di BANK X sebagian besar (62,7%) termasuk dalam kategori cukup baik. Keadaan ini dapat ditinjau dari proses pelaksanaan tugas masing-masing pegawai dalam rangka pencapaian target perusahaan yang sudah berjalan sesuai dengan yang ditetapkan. Selain itu, ditunjukkan pula oleh adanya sinergi yang berjalan dengan baik antar-pegawai dan bagian di lingkungan struktur organisasi BANK X. Kenyataan ini terjadi karena masing-masing pegawai mempunyai spesifikasi tugas yang saling berkaitan dan saling mendukung keberhasilan perusahaan. Kualitas hubungan antar pegawai belum berjalan baik, karena beberapa hal yaitu: (1) terlampau benyaknya tugas, sehingga kesempatan untuk melakukan hubungan menjadi berkurang, (2) sistem kerja sudah jelas sehingga hubungan hanya dilakukan pada hal yang penting saja, dan (3) adanya perbedaan karakter dan perbedaan tingkat keberhasilan yang membatasi hubungan antar-pegawai. 5. Kegiatan Pelatihan Kesempatan untuk memperoleh pelatihan dirasakan oleh pejabat sudah cukup baik (55,9%). Hal ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan keberhasilan pencapaian target atau tujuan perusahaan, pihak BANK X selalu mengupayakan pelatihan untuk menghasilkan bankir yang berkonsekuensi kepada semakin tingginya tingkat kompetensi antar-pejabat untuk menempati jabatan baru. Pemberian kesempatan pelatihan bagi pegawai belum tercapai secara optimal karena adanya beberapa permasalahan, seperti: (1) kekurangtepatan situasi dan kondisi Diklat BANK X dengan situasi dan kondisi pegawai. Misalnya, pada saat ada pelatihan ternyata pegawai berhalangan, dan (2) prasyarat pendidikan belum terpenuhi oleh pegawai. 6. Transparansi dalam Keuangan Transparansi keuangan BANK X dirasakan cukup baik (50,8%). Data ini menunjukkan bahwa keterbukaan keuangan di lingkungan BANK X cukup memuaskan semua pejabat sehingga permasalahan dan hambatan komunikasi dapat diminimalisasi. 7. Fasilitas Pendukung Fasilitas pendukung yang diberikan BANK X untuk memperlancar operasional pelaksanaan tugas dirasakan sudah cukup memadai (47,5%). Data ini menunjukkan bahwa di setiap BANK X terutama di kantor cabang dan di kantor sub area sudah terdapat fasilitas seperti: komputer, sistem informasi dan teknologi (on line), dan kendaraan. Keadaan fasilitas pendukung yang dirasakan kurang, terutama di kantor-kantor BANK X unit desa adalah belum adanya fasilitas standar, misalnya komputer, sehingga masih menggunakan mesin ketik yang menyebabkan penyelesaian tugas administrasi menjadi lebih lambat dibanding menggunakan komputer.
14
E.
Kemampuan Berkomunikasi Pejabat Kredit Lini
Kemampuan berkomunikasi pejabat kredit lini terdiri dari: (1) tingkat kesulitan dalam berkomunikasi, (2) tingkat kesesuaian terhadap lingkungan kerja, dan (3) persepsi dari debitur kredit (Tabel 17). Tabel 17. Sebaran Kemampuan Komunikasi Pejabat Kredit Lini Kemampuan Komunikasi (%) Tingkat Kesulitan dalam Berkomunikasi a. Tidak sulit 45,8 b. Kadang-kadang 47,5 c. Sulit 6,7 Tingkat Kesesuaian terhadap Lingkungan Kerja a. Tidak sesuai 1,7 b. Cukup sesuai 61,0 c. Sesuai 37,3 Persepsi dari Debitur a. Kurang 5,1 b. Cukup 40,7 c. Baik 54,2
1. Tingkat Kesulitan Dalam Berkomunikasi Sebagian besar pejabat kredit lini (47,5%) terkadang mengalami kesulitan berkomunikasi karena sedang dalam proses penyesuaian terhadap kemajuan teknologi informasi yang diterapkan di berbagai sistem manajemen, termasuk teknologi komunikasi dan informasi. Kesenjangan muncul pada pegawai yang terbiasa menggunakan fasilitas komunikasi sederhana (misalnya mengetik surat dengan mesin ketik dan mengirimkannya melalui jasa pos, kondisi ini berbeda atau terdapat kesenjangan dengan mengetik surat dengan komputer dan mengirimkannya melalu e-mail internet). Selain itu, kesulitan berkomunikasi dengan pejabat yang lebih tinggi sering terjadi karena adanya perbedaan status atau kedudukan. 2. Tingkat Kesesuaian terhadap Lingkungan Kerja Sebagian besar pejabat kredit lini (61%) merasa bahwa tingkat kesesuaian kerja mereka cukup sesuai terhadap lingkungan kerja. Hal ini menunjukkan bahwa: (1) adanya pembagian kerja yang cukup baik, (2) adanya kesesuaian antara kemampuan dan keahlian dengan jabatan, (3) adanya sistem karier yang jelas, (4) adanya fasilitas pendukung atau lingkungan fisik yang cukup memadai, dan (5) cukup sesuainya gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh pimpinan dengan kondisi yang ada. Keadaan ini menyebabkan pengetahuan dan keahlian pejabat dapat meningkat sehingga lebih mampu meningkatkan kemampuan dalam menyampaikan pesan komunikasi. 3. Persepsi Debitur Persepsi debitur tentang kemampuan komunikasi pejabat kredit lini sebagian besar menilai sudah baik (54,1%). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan pelayanan pejabat kredit lini sudah cukup professional dalam melaksanakan tugas. Selain itu, sebagian besar debitur merupakan pengusaha mikro (kecil) yang memiliki pola pikir yang sangat sederhana sehingga harapan-harapan debitur kepada pejabat kredit lini dapat lebih mudah dipahami dan direalisasikan dengan baik. F.
Kinerja Pejabat Kredit Lini
Kinerja Pejabat kredit lini dibagi menjadi 2 aspek yaitu kualitas nilai karya dan performance portofolio.
Jurnal Ilmiah Kesatuan Nomor 1 Volume 6, April 2004
ARIEF AWALUDYANTO, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Komunikasi Pejabat Kredit Lini di Kantor BANK X Sub Area Mikro Bogor Uraian rinci mengenai disajikan pada table 19.
kinerja pejabat
kredit
tunggakan dan total Kupedes sebagian besar termasuk dalam kategori sedang (64,4%) yang menunjukkan sudah adanya kemampuan yang cukup dari pejabat kredit lini dalam mengusahakan berkurangnya tunggakan kredit. Tunggakan kredit yang relatif masih cukup besar ini antara lain disebabkan oleh: (1) kurang tepatnya pejabat kredit dalam menilai kemampuan nasabah dalam mengembalikan kredit (penilaian lebih tinggi dari kemampuan sebenarnya) dan (2) kurang stabilnya situasi dan kondisi perekonomian, khususnya dalam bidang usaha nasabah, akhirnya menyebabkan tidak stabilnya pendapatan atau keuntungan usaha dan perkembagan nasabah. Untuk Performance Portofolio kredit lainnya mempunyai prinsip perhitungan yang sama.
lini
Tabel 18. Sebaran Kinerja Pejabat Kredit Lini No.
1.
2.
Frekuensi (n=59)
Aspek Kinerja Kualifikasi nilai karya a. Kurang baik b. Cukup baik c. Baik Performance Portofolio a. Kurang baik b. Cukup baik c. Baik
%
0 56 3
0,0 94,9 5,1
12 38 9
20,3 64,4 15,3
1. Kualifikasi Nilai Karya Kualifikasi nilai karya menunjukkan bahwa sebanyak 94,9% pejabat kredit lini berkualifikasi cukup baik, yaitu mempunyai kemampuan yang cukup baik dalam melaksanakan tugas (mencapai tujuan atau target perusahaan). Kemamupan pejabat tersebut meliputi: (1) laporan hasil kerja, (2) kemampuan umum dan fungsional, (3) kemampuan spesifik dalam melakukan tugas, (4) sikap perilaku, dan (5) kekuatan dan kelemahan pejabat. Optimalisasi kualifikasi nilai karya pejabat belum tercapai sepenuhnya karena adanya toleransi pejabat penilai terhadap pejabat yang dinilai (budaya “ewuh pakewuh”). 2. Performance Portofolio
G. Hubungan antara Faktor Internal dan Kemampuan Komunikasi Pejabat Kredit Lini Hubungan antara Faktor internal dan kemampuan komunikasi pejabat kredit lini ditunjukkan dengan hubungan antara umur, pendidikan formal, pendidikan informal, masa kerja di BANK X, masa kerja di kredit mikro, pengetahuan kredit, pangkat/jabatan, riwayat pekerjaan, sikap dengan tingkat kesulitan dalam berkomunikasi, tingkat kesesuaian terhadap lingkungan kerja dan persepsi dari debitur kredit. Hubungan antara variable bebas dengan variable terikat dianalisis dengan menggunakan uji Rank Spearman. Uraian secara rinci disajikan pada Tabel 19.
Performance Portofolio merupakan keadaan yang menggambarkan selisih antara besarnya tunggakan dan total Kupedes. Nisbah antara besarnya
Tabel 19. hubungan antara Faktor Internal dan Kemampuan Komunikasi Pejabat Kredit Lini Kemampuan Komunikasi Pejabat Kredit Lini Tingkat Kesulitan dlam Tingkat Kesesuaian thdp Persepsi dari Debitur Berkomunikasi Lingkungan Kerja Kredit rs p rs p rs P -0,014 0,917 -0,143** 0,280 0,286**** 0,028 0,213** 0,106 0,109* 0,411 -0,015 0,910 0,148** 0,262 0,164** 0,216 -0,111* 0,402 -0,039 0,786 0,099* 0,456 0,236*** 0,072
Faktor Internal
1. Umur 2. Pendidikan formal 3. Pendidikan nonformal 4. Masa kerja di BANK X 5. Masa kerja di kredit Mikro 0.097* 6. Pengetahuan kredit 0.062 7. Pankat/jabatan struktural 0,073 8. Riwayat pekerjaan 0,153** 9. Sikap 0,285**** Keterangan: **** berhubungan dengan nyata pada taraf α = 5 persen *** berhubungan dengan nyata pada taraf α = 10 persen
1.
Hubungan antara Komunikasi
Umur
dan
-0,097* 0,078
0,463 0,560
0,080 -0,136*
0,582 0,247 0,029
-0,029 -0,017 -0,167**
0,826 0,898 2,207
0,332*** -0,067 -0,095*
0,549 0,304 0,010 0,614 0,475
** berhubungan dengan nyata pada taraf α = 30 persen * berhubungan dengan nyata pada taraf α = 50 persen
Kemampuan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) umur tidak berubungan dengan tingkat kesulitan dalam berkomunikasi, (2) umur berhubungan nyata dengan tingkat kesesuaian terhadap lingkungan kerja denan angka negatif dan (3) umur berhubungan nyata dengan persepsi dari debitur kredit. Umur tidak berhubungan dengan tingkat kesulitan dalam berkomunikasi, hubungan yang cenderung negatif antara umur dan tingkat kesesuaian terhadap lingkungan kerja terjadi karena pejabat kredit lini pada usia muda memiliki motivasi yang lebih tinggi
Jurnal Ilmiah Kesatuan Nomor 1 Volume 6, April 2004
0,467 0,640
untuk bekerja. Sedangkan umur berhubungan dengan persepsi dari debitur karena hasil pengamatan menunjukkan bahwa pejabat kredit pada usia matang akan bersikap lebih sabar dan lebih efektif dalam menyampaikan pesan-pesan kepada debitur. 2.
Hubungan antaran Pendidikan Kemampuan Komunikasi
Formal
dan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) pendidikan formal berhubungan dengan tingkat kesulitan dalam berkomunikasi yang berarti semakin tinggi tingkat pendidikan pejabat kredit semakin
15
ARIEF AWALUDYANTO, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Komunikasi Pejabat Kredit Lini di Kantor BANK X Sub Area Mikro Bogor kecil tingkat hambatan berkomunikasinya. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan komunikator (pejabat kredit) semakin mampu dia mengeliminasi faktor-faktor tingkat hambatan/ noise dalam berkomunikasi, (2) pendidikan formal berhubungan dengan tingkat kesesuaian lingkungan kerja. Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan tingkat pendidikan komunikator (pejabat kredit lini) yang lebih tinggi akan mempengaruhi kemampuannya beradaptasi, karena meningkatnya pengetahuan, wawasan dan kepercayaan diri, (3) pendidikan formal tidak berhubungan persepsi debitur karena debitur kurang begitu memberikan perhatian kepada pendidikan formal pejabat kredit lini, tetapi cenderung lebih mempehatikan kemampuan pelayanan pejabat kredit lini kepada debitur. 3.
Hubungan antara pendidikan Kemampuan Komunikasi
Nonformal
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) masa kerja pejabat kredit lini BANK X di kredit mikro berhubungan dengan kesulitan berkomunikasi. Semakin lama masa kerja dalam hal kredit mikro semakin baik tingkat berkomunikasi karena yang bersangkutan mampu memecahkan hambatanhambatan yang mempengaruhi kemampuan komunikasi, (2) masa kerja di kredit mikro berhubungan dengan lingkungan kerja. Semakin lama masa kerja di kredit mikro semakin mudah pejabat yang bersangkutan menyesuaikan diri, karena seiring dengan masa berjalannya waktu proses pengenalan pada lingkungan pekerjaan akan menjadi labih terbuka dan hambatan-hambatan dalam lingkungan kerja telah mulai terpecahkan, (3) tidak ada hubungan antara masa kerja di kredit mikro dengan persepsi debitur karena masa kerja di kredit mikro tidak mencerminkan kemampuan belajar dalam memperbaiki kualitas pelayanan. 6.
Hubungan antara Pengetahuan Kemampuan Komunikasi
Kredit
dan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) pengetahuan kredit tidak berhubungan dengan kesulitan berkomunikasi karena pengetahuan kredit tidak dapat digunakan untuk menjamin bahwa komunikasi pada saat pelayanan dengan debitur menjadi efektif. Akan tetapi pengetahuan mengenai kredit mendasari pejabat kredit dalam menentukan strategi manajemen komunikasi yang berkaitan dengan permasalahan yang timbul dalam pelayanan kredit dengan debitur supaya berjalan dengan efektif, (2) pengetahuan kredit tidak berhubungan dengan tingkat kesesuaian dengan lingkungan kerja karena pengetahuan kredit tidak mempunyai pengaruh yang dominan terhadap kemampuan pejabat kredit lini dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja terutama dalam memanage konflik yang muncul. dan (3) pengetahuan kredit berhubungan negatif terhadap persepsi debitur. Semakin tinggi pengetahuan pejabat tentang kredit justru tidak mendapatkan respon positif debitur, karena cenderung membuat pejabat ybs semakin prudent dalam menyalurkan kredit (semakin banyak analisis yang butuhkan) dan semakin takut akan risiko yang akan muncul. Akibatnya besaran kredit yang diberikan pada debitur menjadi kecil.
Hubungan antara Masa Kerja di BANK X dan Kemampuan Komunikasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) masa kerja pejabat kredit lini tidak berhubungan dengan tingkat kesulitan berkomunikasi karena masa kerja seseorang tidak dapat memberikan kemampuan belajar dan mengendalikan diri di dalam berkomunikasi sehingga tidak berhubungan dengan kemampuan berkomunikasinya, (2) masa kerja di BANK X berhubungan nyata dengan kesesuaian lingkungan kerja. Semakin lama bekerja maka pejabat kredit lini akan semakin mudah menyesuaikan diri di lingkungan kerjanya. Berdasarkan pengamatan ternyata para pejabat yang memiliki masa kerja lebih tinggi akan lebih mudah menyesuaikan diri
16
5. Hubungan antara Masa Kerja di Kredit Mikro dan Kemampuan Komunikasi
dan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) pendidikan nonformal berhubungan dengan tingkat kesulitan pejabat kredit lini dalam berkomunikasi. Semakin banyak pendidikan nonformal yang diikuti oleh pejabat kredit lini, maka kesulitan dalam berkomunikasi semakin rendah karena materi pendidikan nonformal yang diadakan BANK X, telah sesuai dalam membantu pejabat di dalam mensolusi berbagai hambatan komunikasi, sehingga para pejabat kredit (komunikator) dapat mengkomunikasikan informasi kredit kepada nasabah dengan baik, (2) pendidikan nonformal berhubungan dengan tingkat kesesuaian lingkungan kerja. Semakin banyak pendidikan nonformal yang diikuti oleh pejabat kredit, maka mereka akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam lingkungan kerja, karena pendidikan nonformal yang diadakan oleh BANK X telah sesuai dengan perilaku lingkungan kerja karyawan, (3) pendidikan nonformal berhubungan negatif terhadap persepsi debitur yang berarti semakin banyak pendidikan nonformal yang diikuti pejabat semakin tidak disukai oleh debitur. Kondisi seperti ini, terjadi karena komunikator (pajabat kredit lini) yang telah mendapatkan pendidikan nonformal akan menyampaikan pesan-pesan kepada debitur tidak saja hal-hal yang menyenangkan tetapi juga yang kurang menyenangkan (antara lain; aturan-aturan, syarat-syarat kredit dan kondisikondisi tingkat kesehatan kredit) sehingga komunikan (debitur) memberikan feedback (persepsi) yang berbeda/ tidak baik. 4.
dalam lingkungan kerja di BANK X karena Faktor kebiasaan (proses normal), (3) masa kerja pejabat kredit lini di BANK X berhubungan dengan persepsi debitur. Semakin lama pejabat bekerja di BANK X semakin banyak mendapat simpati dari debitur. Hal ini wajar karena sesuai dengan proses pengenalan diri (Jendela Johari) di mana berapa unsur kepribadian tertutup dan tidak diketahui atau disadari mulai terbuka dan dikenali, sesuai proses waktu yang berjalan, sehingga persepsi komunikan (debitur) menjadi lebih baik.
7.
Hubungan antara Pangkat dan Jabatan Struktural vs Kemampuan Komunikasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) pangkat dan jabatan struktural tidak berhubungan dengan tingkat kesulitan dalam berkomunikasi
Jurnal Ilmiah Kesatuan Nomor 1 Volume 6, April 2004
ARIEF AWALUDYANTO, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Komunikasi Pejabat Kredit Lini di Kantor BANK X Sub Area Mikro Bogor
8.
karena pangkat/jabatan seseorang tidak dapat menggambarkan secara tepat kemampuan komunikasi pejabat (proses promosi kenaikan jabatan atau kedudukan struktural lebih dominan didasarkan pada tingkat kinerja pegawai), (2) pangkat atau jabatan struktural tidak berhubungan dengan tingkat kesesuaian dengan lingkungan kerja karena pangkat/jabatan struktural adalah hierarkhi jenjang kepangkatan yang harus dilalui oleh setiap pejabat untuk mencapai jabatan yang diinginkan, dan (3) pangkat atau jabatan struktural berhubungan nyata dengan persepsi debitur. Semakin tinggi jabatan pejabat pengelola kredit, semakin tinggi persepsi debitur karena dengan jabatan dan status sosial serta kewenangan yang lebih tinggi, pejabat yang bersangkutan akan mendapat perhatian yang lebih besar dari debitur.
debitur karena pejabat kredit mampu membuka diri sehingga hambatan berkomunikasi dapat terpecahkan, (2) sikap berhubungan negatif dengan kesesuaian lingkungan kerja. Hal ini terjadi karena pejabat kredit yang memiliki sikap baik justru cenderung menutup diri dan secara sosial tidak dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi, dan (3) sikap berhubungan negatif dengan persepsi debitur. Semakin baik sikap pejabat semakin ditanggapi secara kurang baik oleh debitur, karena rata-rata debitur dalam mengemas pesan dipengaruhi oleh harapan (ekspektasi) yang sederhana yaitu permohonan kreditnya disetujui. Akan tetapi pejabat kredit lini yang mempunyai tingkat sikap yang baik cenderung tidak memiliki toleransi membuka diri untuk menghindari subyektivitas dalam menyetujui permohonan kredit debitur.
Hubungan antara Riwayat Kemampuan Komunikasi
Hubungan Faktor-faktor internal dan kemampuan komunikasi yang diurutkan berdasarkan tingkat prioritas dan dominasi hubungan atau korelasinya disajikan pada Tabel 21. Faktor-faktor internal memiliki korelasi terhadap kemampuan berkomunikasi pejabat kredit lini secara keseluruhan. Faktor yang menjadi prioritas untuk diperhatikan berdasarkan tingkat koefisien korelasi yang paling tinggi adalah Faktor pendidikan nonformal dan sikap komunikator (pejabat kredti lini di BANK X Unit Bogor), karena materi, waktu dan tingkatan pendidikan nonformal sesuai dengan kebutuhan dan kinerja pejabat kredit lini. Peningkatan perilaku sebagai hasil dari proses pendidikan nonformal lebih tepat karena sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan tugas.
Pekerjaan
dan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) riwayat pekerjaan berhubungan dengan kesulitan dalam berkomunikasi. Semakin lama masa kerja seorang pejabat semakin rendah hambatan komunikasinya. Hal ini terjadi karena timbulnya konsep diri dalam diri pejabat yang bersangkutan sehingga hambatan komunikasi terpecahkan dengan berjalannya waktu dan pengalaman kerja yang dimiliki pejabat, (2) riwayat pekerjaan tidak berhubungan dengan kesesuaian lingkungan kerja di BANK X karena riwayat pekerjaan tidak secara dominan mengarahkan karier jabatan seseorang, tetapi lebih cenderung sebagai hierarki yang akan menentukan laju seseorang untuk mencapai jabatan yang diinginkan, dan (3) riwayat pekerjaan tidak berhubungan dengan persepsi debitur karena riwayat pekerjaan tidak secara dominan menentukan kualitas pelayanan pejabat terhadap debitur. Selain itu debitur tidak tahu dan juga tidak termotivasi untuk mengetahui riwayat pekerjaan pejabat kredit secara langsung karena tidak berkaitan dengan kepentingan debitur. 9.
Hubungan antara Komunikasi
Sikap
dan
Kemampuan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) sikap berhubungan dengan tingkat kesulitan berkomunikasi. Semakin baik sikap pejabat kredit BANK X, semakin rendah hambatan komunikasinya dengan
H. Hubungan antara Faktor Eksternal Kemampuan Komunikasi Pejabat Kredit Lini
dan
Kemampuan komunikasi pejabat kredit lini selain berhubungan dengan Faktor internal juga berhubungan dengan Faktor eksternal. Faktor eksternal yang dikaji dalam penelitian ini adalah: (1) iklim kerja, (2) gaya kepemimpinan, (3) pembagian kerja, (4) hubungan antar pegawai, (5) kegiatan pelatihan, (6) transfaransi dalam keuangan, dan (7) fasilitas pendukung yang mencakup (a) tingkat kesulitan dalam berkomunikasi, (b) tingkat kesesuaian terhadap lingkungan kerja, dan (c) persepsi dari debitur kredit. Uraian hasil analisis Korelasi Rank Spearman secara rinci disajikan pada Tabel 20.
Tabel 20. Korelasi (Hubungan) Faktor Eksternal dan Kemampuan Komunikasi Pejabat Kredit Lini
Faktor Eksternal
1. 2. 3. 4.
Kemampuan Komunikasi Pejabat Kredit Lini Tingkat Kesulitan dalam Tingkat Kesesuaian thdp Berkomunikasi Lingkungan kerja rs rs p I. p 0,117* 0,378 0,116* 0,382 0,116* 0,380 -0,016 0,907 0,403**** 0,002 0,039 0,772 0,154** 0,245 -0,060 0,652
Persepsi dari Debitur kredit rs J. P -0,172** 0,193 0,002 0,988 -0,017 0,896 -0,194** 0,140
Iklim kerja Gaya kepemimpinan Pembagian kerja Hubungan antar pegawai 5. Kegiatan Pelatihan 0,149** 0,261 -0102* 0,442 -0,072 0,588 6. Transfaransi dalam 0,126* 0,343 0,065 0,626 -0,057 0,671 keuangan 7. Fasilitas Pendukung 0,177** 0,180 0,111* 0,401 -0,058 0,665 Keterangan: **** berhubungan dengan nyata pada taraf α = 5 persen ** berhubungan dengan nyata pada taraf α = 30 persen *** berhubungan dengan nyata pada taraf α = 10 persen * berhubungan dengan nyata pada taraf α = 50 persen
Jurnal Ilmiah Kesatuan Nomor 1 Volume 6, April 2004
17
ARIEF AWALUDYANTO, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Komunikasi Pejabat Kredit Lini di Kantor BANK X Sub Area Mikro Bogor Tabel 20 menunjukkan bahwa iklim kerja, gaya kepemimpinan, hubungan antar pegawai, kegiatan pelatihan, transparansi keuangan, dan fasilitas pendukung mempunyai hubungan dengan kemampuan komunikasi pejabat kredit lini. Secara umum terbukti Faktor-faktor eksternal mempunyai hubungan dengan kemampuan komunikasi pejabat kredit lini. 1.
Hubungan antara Gaya Kemampuan Komunikasi
Kepemimpinan
Hubungan antara Pembagian Kemampuan Komunikasi
Kerja
dan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) pembagian kerja berhubungan dengan tingkat kesulitan berkomunikasi karena pembagian kerja yang baik menyebabkan tingkat kompetensi pejabat menjadi lebih tinggi sehingga hambatan dalam berkomunikasi mulai dapat dipecahkan, (2) pembagian kerja tidak berhubungan dengan kesesuaian lingkungan kerja di dalam perusahaan karena belum tentu sesuai dengan keinginan pegawai sehingga tidak ada kecenderungan apakah pembagian kerja memberikan kedudukan yang sesuai atau tidak sesuai, dan (3) pembagian kerja tidak berhubungan dengan persepsi debitur karena tidak secara langsung mempengaruhi pada kualitas pelayanan bank ke debitur. Misalnya pembagian kerja yang menghasilkan pejabat kredit yang professional yang akan memberi konsekuensi pada peningkatan kualitas pelayanan, dan atau sebaliknya. 4.
Hubungan antara Hubungan antar Pegawai dan Kemampuan Komunikasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) variable hubungan antar pegawai berhubungan dengan tingkat kesulitan berkomunikasi karena dengan hubungan yang baik di antara pegawai maka hambatan yang paling mendasar akan terpecahkan dan komunikasi menjadi lancar, (2) variable hubungan antar-pegawai tidak berhubungan dengan kesesuaian lingkungan kerja karena tidak secara dominan menentukan seorang pegawai akan merasa sesuai dengan lingkungan kerjanya. Walaupun dapat berkontribusi terhadap terciptanya iklim kerja yang kondusif, dan (3) variable hubungan antar-pegawai berhubungan negatif dengan persepsi debitur. Hal ini terjadi karena kualitas hubungan antar pegawai yang baik akan memberikan iklim kerja kondusif yang memungkinkan terjadinya sinergi yang baik dalam menyelesaikan pekerjaan secara tepat waktu. Keadaan ini dapat mengoptimalisasikan hubungan kerja sehingga pejabat kredit akan lebih berhati-hati dalam memberikan pertimbangan persetujuan kredit yang diajukan debitur. Bagi perusahaan sifat ini akan menjamin kelancaran pembayaran kredit, tetapi bagi debitur memberi dampak yang kurang menggembirakan, karena kemungkinan besar kredit yang diajukan tidak akan disetujui.
dan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) gaya kepemimpinan berhubungan dengan kesulitan dalam berkomunikasi. Semakin baik gaya kepemimpinan akan semakin rendah tingkat kesulitan dalam berkomunikasi. Gaya kepemimpinan yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada akan membuka wilayah diri yang belum diketahui sehingga hambatan-hambatan dalam berkomunikasi juga mulai terbuka, (2) gaya kepemimpinan tidak berhubungan dengan kesesuaian lingkungan kerja. Hal ini terjadi karena gaya kepemimpinan mempengaruhi lingkungan makro di dalam sistem kerja diperusahaan. Sedangkan kesesuaian kerja dengan lingkungan kerja cenderung lebih bersifat individual dari masing-masing pegawai, dan (3) gaya kepemimpinan tidak berhubungan dengan persepsi debitur. Hal ini terjadi karena gaya kepemimpinan yang ditetapkan oleh pimpinan berkaitan dengan strategi untuk mencapai tujuan perusahaan dengan efektif dan efisien. Konsekuensinya debitur kurang mengetahui secara rinci dan menyeluruh mengenai kebijaksanaan pimpinan yang diterapkan di perusa-
18
3.
Hubungan antara Iklim Kerja dan Kemampuan Komunikasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) iklim kerja berhubungan denga tingkat kesulitan berkomunikasi. Semakin baik iklim kerja, semakin rendah hambatan komunikasi sebab dengan adanya iklim kerja yang baik akan menimbulkan kesan positif dan berkurangnya noise (hambatan) bagi komunikator (pejabat kredit lini di BANK X), (2) iklim kerja berhubungan dengan kesesuaian lingkungan kerja. Semakin baik iklim kerja di BANK X unit semakin tinggi pula tingkat kesesuaian dengan lingkungan kerja karena iklim kerja yang kondusif akan mendorong terciptanya kesesuaian antara pejabat kredit lini dan lingkungan kerja, (3) iklim kerja berhubungan negatif dengan persepsi debitur. Semakin baik lingkungan kerja pejabat kredit justru semakin tidak disukai oleh debitur. Hal ini terjadi karena lingkungan kerja yang baik akan menumbuhkan kebanggaan sektoral yang cenderung lebih tinggi pada pejabat kredit lini terhadap perusahaan tempat bekerja. Konsekuensi yang timbul dengan adanya kebanggaan sektoral terhadap perusahaan yang tinggi adalah menjadikan pejabat kredit mempredisposisikan dirinya jauh lebih tinggi dari yang sebenarnya. Sebaliknya, pejabat kredit akan cenderung mempredisposisikan debitur lebih rendah dari kedudukan yang sebenarnya. Keadaan ini jelas menimbulkan dampak yang kurang menyenangkan bagi debitur hubungannya dengan besaran kredit yang diajukan (bargaining power dari debitur menjadi rendah).
2.
haan sehingga tidak diperoleh kejelasan debitur terhadap gaya kepemimpinan pejabat lini.
5.
Hubungan antara Kegiatan Kemampuan Komunikasi
Pelatihan
dan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) kegiatan pelatihan berhubungan dengan tingkat kesulitan berkomunikasi karena latihan yang diadakan BANK X telah mensolusi hambatan komunikasi yang dihadapi pejabat kredit, (2) kegiatan pelatihan berhubungan dengan kesesuaian lingkungan kerja. Artinya pelatihan yang diadakan oleh BANK X telah berhasil membuat suasana kerja materi yang diberikan pada saat pelatihan dikaitkan dengan promosi pegawai terhadap tugas atau jabatan yang baru (akan dijabat) sehingga siap dan
Jurnal Ilmiah Kesatuan Nomor 1 Volume 6, April 2004
ARIEF AWALUDYANTO, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Komunikasi Pejabat Kredit Lini di Kantor BANK X Sub Area Mikro Bogor memahami tugas yang akan dilakukan. Hal ini akan memberikan dampak pada pegawai untuk menjadi lebih merasa sesuai dengan lingkungan kerja, (3) kegiatan pelatihan tidak berhubungan dengan persepsi debitur karena hasil pelatihan tidak dapat menjamin peningkatan kualitas layanan pejabat kredit terhadap debitur, tetapi sebatas mendukung peningkatan kualitas pagawai yang memang telah mempunyai dasar profesionalisasi yang tinggi. 6.
Hubungan antara Transparansi dalam Keuangan dan Kemampuan Komunikasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) transparansi dalam keuangan berhubungan dengan tingkat kesulitan berkomunikasi dengan adanya budaya kerja terbuka di bidang keuangan yang telah membuka wacana komunikasi pejabat kredit lini sehingga hambatan komunikasi dapat diperkecil, (2) transparansi dalam keuangan tidak berhubungan dengan kesesuaian lingkungan kerja di BANK X karena cash flow keuangan terbuka untuk tiap pegawai atau bagian dan tidak dapat ditawar lagi dan ketidakterbukaan akan memperoleh sanksi berat (di-PHK) dari perusahaan, dan (3) transparansi dalam keuangan tidak berhubungan dengan persepsi debitur karena menurut debitur ketidakterbukaan keuangan di perbankan kemungkinannya sangat kecil selain tidak memahami persoalan transparansi keuangan bank.
7.
Hubungan antara Fasilitas Kemampuan Komunikasi
Pendukung
dan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa fasilitas pendukung berhubungan dengan tingkat kesulitan berkomunikasi. Berarti, semakin lengkap ketersediaan fasilitas pendukung komunikasi di BANK X, seperti telepon, OHP, pengeras suara, sistem on line, komputer, mobil dan alat pendeteksi uang maka hambatan komunikasi semakin kecil. Ketersediaan sarana dan prasarana tersebut yang secara kuantitas dan kualitas memenuhi standar kerja yang baik menyebabkan hambatan berkomunikasi dapat diminimalisasi, (2) fasilitas pendukung berhubungan nyata dengan kesesuaian lingkungan kerja. (3) fasilitas pendukung tidak berhubungan dengan persepsi debitur karena debitur berasal dari berbagai lapisan masyarakat dengan variasi status sosial ekonomi yang tinggi sehingga persepsi debitur terhadap fasilitas pendukung di perbankan juga beragam. Hubungan antara Faktor eksternal dan kemampuan komunikasi yang disusun secara berurutan berdasar tingkat prioritas dan dominasi hubungan secara umum berhubungan dengan kemampuan berkomunikasi pejabat kredit lini (lihat Tabel 21). Prioritas faktor-faktor eksternal yang berkontribusi paling tinggi perlu diperhatikan karena berhubungan erat dengan upaya peningkatan kinerja pejabat kredit lini. Faktor yang paling menjadi rioritas untuk diperhatikan adalah iklim kerja komunikator (pejabat kredit lini di BANK X Unit Bogor) yang merupakan perujudan adanya keserasian, keseimbangan dan kenyamanan keseluruhan sistem kerja perbankan di BANK X.
Tabel 21. Tingkat Prioritas Korelasi Faktor Eksternal dan Kemampuan Komunikasi Pejabat Kredit Lini Kemampuan Komunikasi Pejabat Kredit Lini Tingkat Kesulitan dlm Tingkat Kesesuaian thdp Persepsi dari Debitur Faktor Eksternal Berkomunikasi Lingkungan kerja kredit rs p rs p rs P 1. Iklim kerja 0,117* 0,378 0,116* 0,382 -0,172** 0,193 2. Fasilitas Pendukung 0,177** 0,180 0,111* 0,401 -0,058 0,665 3. Hubungan antar 0,154** 0,245 -0,060 0,652 -0,194** 0,140 Pegawai 4. Gaya Kepemimpinan 0,116* 0,380 -0,016 0,907 0,002 0,988 5. Transfaransi dalam 0,126* 0,343 0,065 0,626 -0,057 0,671 keuangan 6. Kegiatan Pelatihan 0,149** 0,261 -0,102* 0,442 -0,072 0,588 7. Pembagian Kerja 0,403**** 0,002 0,039 0,772 -0,017 0,896 Keterangan: **** berhubungan dengan nyata pada taraf α = 5 persen *** berhubungan dengan nyata pada taraf α = 10 persen
K.
** berhubungan dengan nyata pada taraf α = 30 persen * berhubungan dengan nyata pada taraf α = 50 persen
Hubungan antara Kemampuan Komunikasi dan Kinerja Pejabat Kredit Lini
Hubungan antara kemampuan komunikasi dan kinerja pejabat kredit lini, dapat digambarkan melalui hubungan antara: (1) tingkat kesulitan dalam berkomunikasi, (2) tingkat kesesuaian terhadap lingkungan kerja, dan (3) persepsi debitur kredit dengan (a) kualifikasi nilai karya, dan (b) performance portofolio. (disajikan pada Tabel 22). Tabel 22. Hubungan antara Kemampuan Komunikasi dan Kinerja Pejabat Kredit Lini Kemampuan Komunikasi 1. Tingkat kesulitan dalam berkomunikasi 2. Tingkat kesesuaian terhadap lingkungan kerja 3. Persepsi dari debitur kredit **** berhubungan dengan nyata pada taraf α = 5 persen *** berhubungan dengan nyata pada taraf α = 10 persen
Jurnal Ilmiah Kesatuan Nomor 1 Volume 6, April 2004
Kinerja Pejabat Kredit Lini Kualifikasi Nilai Karya Performance Portofolio rs P rs P -0,175** 0,185 -0,167** 0,206 -0,013 0,920 ,-0,001 0,994 -0,080 0,548 0,139** 0,294 ** berhubungan dengan nyata pada taraf α = 30 persen * berhubungan dengan nyata pada taraf α = 50 persen
19
ARIEF AWALUDYANTO, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Komunikasi Pejabat Kredit Lini di Kantor BANK X Sub Area Mikro Bogor hati-hati dalam mempertimbangkan pemberian kredit kepada debitur. Hal ini tidak menunjukkan kecenderungan yang pasti dari pejabat kredit antara kesesuai terhadap lingkungan kerja dengan tingkat nisbah kredit macet dengan total kredit yang diberikan.
Tabel 22. menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kemampuan komunikasi dengan Kinerja pejabat kredit. 1.
Hubungan antara Tingkat Kesulitan Berkomunikasi dan Kualifikasi Nilai Karya
dalam
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) tingkat kesulitan dalam berkomunikasi berhubungan negatif dengan kinerja pegawai yaitu semakin kecil hambatan berkomunikasi maka kinerja atau nilai karya pegawai semakin baik. Hal ini terjadi karena Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesulitan komunikasi berbanding lurus dengan unsur-unsur yang ada dalam penilaian karya pegawai pejabat kredit lini, dan (2) tingkat kesulitan dalam berkomunikasi berhubungan negatif dengan Performance Portofolio kredit yaitu semakin rendah hambatan berkomunikasi semakin baik tingkat performance portofolio pejabat kredit. Hal ini terjadi karena kemampuan pejabat kredit berkomunikasi merupakan hal yang dapat membantu mereka mengelola kredit secara sehat dan menguntungkan. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa seorang pejabat kredit yang mempunyai kemampuan komunikasi yang tinggi, dapat menyelesaikan semua permasalahan tugas dan konflik secara tuntas dan berakhir dengan kejelasan dan kebaikan hubungan antara pejabat tersebut degnan debitur, sesama pegawai dan kepada atasan. Hal ini akan memberikan aktualisasi kinerja optimal terhadap kemampuan pejabat kredit dalam berkomunikasi secara efektif dan efisien dengan hambatan komunikasi yang minim. 2.
Hambatan antara Tingkat Kesesuaian tehadap Lingkungan Kerja dan Kinerja Pejabat Kredit Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) tingkat kesesuaian terhadap lingkungan kerja tidak berhubungan dengan kualifikasi nilai karya. Kenyataan menunjukkan bahwa pada sebagian pejabat apabila mendapatkan lingkungan kerja yang tidak sesuai menjadi tidak termotivasi karena merasa tidak puas dengan keadaan yang ada. Sebaliknya, bagi pejabat kredit yang merasa sesuai dengan lingkungan kerja merasa termotivasi untuk meningkatkan kualifikasi nilai karyanya. Tetapi ada pejabat yang menilai kesesuaian dengan lingkungan kerja sebagai hal biasa saja sehingga tidak terdapat kecenderungan yang pasti antara kesesuaian nilai karya dengan kualifikasi nilai karya, dan (2) tingkat kesesuaian terhadap lingkungan kerja tidak berhubungan dengan performance portofolio karena kesesuaian terhadap lingkungan kerja tidak menjamin seorang pejabat untuk bertindak secara
20
3.
Hubungan antara Persepsi dari Debitur dan Kinerja Pejabat Kredit Lini Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) persepsi debitur kredit tidak berhubungan dengan kualifikasi nilai karya. Hal ini terjadi karena debitur kredit tidak mengetahui secara jelas kualifikasi nilai karya pejabat dan debitur kurang mempunyai perhatian yang signifikan terhadap kualitas nilai karya seorang pejabat kredit. Perhatian debitur secara spesifik adalah terhadap permohonan kredit yang diajukan sehingga tidak ditemukan kecenderungan yang jelas antara persepsi debitur terhadap kualifikasi nilai karya pejabat kredit, dan (2) persepsi debitur kredit berhubungan dengan performance portofolio. Hal ini terjadi karena pejabat kredit lini BANK X harus mengenal debitur secara menyeluruh untuk menjaga agar kredit yang diberikan berada dalam kondisi sehat dan menguntungkan yaitu debitur mampu membayar kredit yang sudah disepakati bersama. Keadaan ini menguntungkan pejabat kredit baik secara operasional dan secara finansial bagi bank (resiko kecil).
L.
Hubungan antara Faktor Internal dan Eksternal dengan Kemampuan Komunikasi Pejabat Kredit dan Kinerja Pejabat Kredit Lini
Hubungan antara Faktor internal dan eksternal dan kemampuan komunikasi pejabat kredit dan hubungannya dengan kinerjanya pada umumnya nyata (Tabel 25). Hal ini terjadi karena: (1) pendidikan nonformal selalu diikuti oleh pejabat kredit BANK X selama 2 sampai 4 tahun. Pendidikan nonformal ini selanjutnya berhubungan dengan kemampuan dalam berkomunikasi dan kinerja kredit, (2) sikap yang dimiliki pejabat BANK X sebagian besar cukup baik yang dicirikan oleh adanya rasa memiliki, termotivasi dalam melaksanakan tugas, berorientasi pada hasil pekerjaan, berorientasi pada standar hasil kerja yang ingin dicapai, berorientasi jangka panjang dan mempunyai kepribadian dan kinerja yang baik. Hal ini berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi dan peningkatan kinerja kredit, (3) pejabat kredit lini merasakan iklim kerja berjalan dengan baik. Hal ini berhubungan dengan kemampuan berkomunikasi dan kinerja kredit, dan (4) fasilitas pendukung berhubungan dengan kemampuan komunikasi pejabat kredit dan kinerja kredit.
Jurnal Ilmiah Kesatuan Nomor 1 Volume 6, April 2004
ARIEF AWALUDYANTO, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Komunikasi Pejabat Kredit Lini di Kantor BANK X Sub Area Mikro Bogor
Tabel 23. Distribusi Faktor-faktor Komunikasi dan Korelasi terhadap Kemampuan Komunikasi dan Kinerja Pejabat Kredit Lini Faktor Internal dan Faktor Eksternal
Kemampuan Komunikasi Nilai
Umur (Tua) Pendidikan Informal (SLTA) Pendidikan Informal (2 – 4 kali) Masa Kerja di BANK X (> 10 th) Masa Kerja di Kredit Mikro (5-10 th) Pengetahuan Kredit (Cukup) Pangkat/ Jabatan Struktural (D/Mantri) Riwayat Pekerjaan (> 10 th) Sikap (Cukup) Iklim kerja (Baik) Gaya Kepemimpin an (Cukup Pembagian Kerja (Cukup) Hubungan antar Pegawai (Cukup) Kegiatan Pelatihan (Cukup) Transparansi Dalam Keuangan (Cukup) Pasilitas Pendukung (Cukup)
Korelasi 0 (-) (+) (+) (+) 0 (+) (+) (-) 0 (+) (+) (+) (-) 0 0 0 (-) 0 0
1. Tingkat Kesulitan dalam Berkomunikasi 2. Tingkat Kesesuaian terhadap Lingkungan Kerja 3. Persepsi dari Debitur Kredit 1. Tingkat Kesulitan dalam Berkomunikasi 2. Tingkat Kesesuaian terhadap Lingkungan Kerja 3. Persepsi dari Debitur Kredit 1. Tingkat Kesulitan dalam Berkomunikasi 2. Tingkat Kesesuaian terhadap Lingkungan Kerja 3. Persepsi dari Debitur Kredit 1. Tingkat Kesulitan dalam Berkomunikasi 2. Tingkat Kesesuaian terhadap Lingkungan Kerja 3. Persepsi dari Debitur Kredit 1. Tingkat Kesulitan dalam Berkomunikasi 2. Tingkat Kesesuaian terhadap Lingkungan Kerja 3. Persepsi dari Debitur Kredit 1. Tingkat Kesulitan dalam Berkomunikasi 2. Tingkat Kesesuaian terhadap Lingkungan Kerja 3. Persepsi dari Debitur Kredit 1. Tingkat Kesulitan dalam Berkomunikasi 2. Tingkat Kesesuaian terhadap Lingkungan Kerja
Kadang-kadang Kurang sesuai Baik Kadang-kadang Kurang sesuai Baik Kadang-kadang Kurang sesuai Baik Kadang-kadang Kurang sesuai Baik Kadang-kadang Kurang sesuai Baik Kadang-kadang Kurang sesuai Baik Kadang-kadang Kurang sesuai
3. Persepsi dari Debitur Kredit
Baik
(+)
1. Tingkat Kesulitan dalam Berkomunikasi 2. Tingkat Kesesuaian terhadap Lingkungan Kerja 3. Persepsi dari Debitur Kredit 1. Tingkat Kesulitan dalam Berkomunikasi 2. Tingkat Kesesuaian terhadap Lingkungan Kerja 3. Persepsi dari Debitur Kredit 1. Tingkat Kesulitan dalam Berkomunikasi 2. Tingkat Kesesuaian terhadap Lingkungan Kerja 3. Persepsi dari Debitur Kredit 1. Tingkat Kesulitan dalam Berkomunikasi 2. Tingkat Kesesuaian terhadap Lingkungan Kerja
Kadang-kadang Kurang sesuai Baik Kadang-kadang Kurang sesuai Baik Kadang-kadang Kurang sesuai Baik Kadang-kadang Kurang sesuai
(+) 0 0 (+) (-) (-) (+) (+) (-) (+) 0
3. Persepsi dari Debitur Kredit
Baik
1. Tingkat Kesulitan dalam Berkomunikasi 2. Tingkat Kesesuaian terhadap Lingkungan Kerja 3. Persepsi dari Debitur Kredit 1. Tingkat Kesulitan dalam Berkomunikasi 2. Tingkat Kesesuaian terhadap Lingkungan Kerja 3. Persepsi dari Debitur Kredit 1. Tingkat Kesulitan dalam Berkomunikasi 2. Tingkat Kesesuaian terhadap Lingkungan Kerja 3. Persepsi dari Debitur Kredit 1. Tingkat Kesulitan dalam Berkomunikasi 2. Tingkat Kesesuaian terhadap Lingkungan Kerja
Kadang-kadang Kurang sesuai Baik Kadang-kadang Kurang sesuai Baik Kadang-kadang Kurang sesuai Baik Kadang-kadang Kurang sesuai
3. Persepsi dari Debitur Kredit
Baik
1. Tingkat Kesulitan dalam Berkomunikasi 2. Tingkat Kesesuaian terhadap Lingkungan Kerja 3. Persepsi dari Debitur Kredit
Kadang-kadang Kurang sesuai Baik
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penelitian tentang Faktor-faktor yang berhubungan dengan kemampuan komunikasi pejabat kredit lini di kantor BANK X Sub Area Mikro Bogor menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Faktor internal yang beruhubungan dengan kemampuan komunikasi pejabat kredit lini adalah:
Jurnal Ilmiah Kesatuan Nomor 1 Volume 6, April 2004
Kinerja Pejabat Kredit Lini Kualifikasi Nilai Performance Karya Portofolio KoreKoreNilai Nilai lasi asi (-) (-) Baik 0 Cukup 0 0 (+) (-) (-) Baik 0 Cukup 0 0 (+) (-) (-) Baik 0 Cukup 0 0 (+) (-) (-) 0 0 Baik Cukup 0 (+) (-) (-) Baik 0 Cukup 0 0 (+) (-) (-) Baik 0 Cukup 0 0 (+) (-) (-) 0 0 Baik Cukup 0 (+) Baik
Baik
Baik
Baik
(-) 0 0 (-) 0 0 (-) 0 0 (-) 0
0
0
(+) 0 0 (+) 0 (-) (+) (-) 0 (+) 0
(-) 0 0 (-) 0 0 (-) 0 0 (-) 0
Baik
Baik
Baik
Baik
0
0
(+) (+) 0
(-) 0 0
Baik
Cukup
Cukup
Cukup
Cukup
(-) 0 (+) (-) 0 (+) (-) 0 (+) (-) 0 (+)
Cukup
Cukup
Cukup
Cukup
(-) 0 (+) (-) 0 (+) (-) 0 (+) (-) 0 (+)
Cukup
(-) 0 (+)
(a) umur dengan tingkat kesulitan terhadap lingkungan kerja dan persepsi dari debitur kredit, (b) pendidikan formal dengan tingkat kesulitan dalam berkomunikasi dan tingkat kesesuai terhadap lingkungan kerja, (c) pendidikan nonformal dengan tingkat kesulitan dalam berkomunikasi, tingkat kesesuaian terhadap lingkungan kerja, dan persepsi dari debitur kredit, (d) masa kerja di BANK X dengan tingkat kesesuaian terhadap lingkungan kerja dan persepsi dari debitur kredit, (e) masa kerja di kredit mikro dengan tingkat kesulitan
21
ARIEF AWALUDYANTO, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Komunikasi Pejabat Kredit Lini di Kantor BANK X Sub Area Mikro Bogor
2.
3.
4.
dalam berkomunikasi dan tingkat kesesuaian terhadap lingkungan kerja, (f) pengetahuan kredit dengan persepsi dari debitur kredit, (g) pangkat atau jabatan struktural dengan persepsi dari debitur kredit, dan (h) riwayat pekerjaan dengan tingkat kesulitan dalam berkomunikasi. Faktor-faktor eksternal yang berhubungan dengan kemampuan komunikasi pejabat kredit lini adalah (a) iklim kerja dengan tingkat kesulitan dalam berkomunikasi, tingkat kesesuaian terhadap lingkungan kerja, dan persepsi dari debitur kredit, (b) gaya kepemimpinan dengan tingkat kesulitan dalam berkomunikasi, (c) pembagian kerja dengan tingkat kesulitan dalam berkomunikasi, (d) hubungan antar pegawai dengan tingkat kesulitan dalam berkomunikasi dan persepsi dari debitur, (e) kegiatan pelatihan dengan tingkat kesulitan dalam berkomunikasi dan tingkat kesesuaian terhadap lingkungan kerja, (f) transparansi dalam keuangan dengan tingkat kesulitan dalam berkomunikasi, dan (g) fasilitas pendukung dengan tingkat kesulitan dalam berkomunikasi dan tingkat kesesuaian terhadap lingkungan kerja. Kemampuan komunikasi pejabat kredit lini BANK X termasuk dalam kategori cukup baik (49,73%). Hal ini ditunjukkan bahwa kadang-kadang pejabat kredit lini mengalami kesulitan dalam komunikasi (47,50%), merasakan cukup sesuai dengan lingkungan kerjanya (61,00%), dan mendapatkan persepsi yang baik dari debitur (54,20%). Hubungan antara kemampuan komunikasi dengan peningkatan kinerja pejabat kredit lini adalah: (a) tingkat kesulitan dalam berkomunikasi dengan kualifikasi nilai karya dan performance portofolio (dengan tanda negatif) (b) Persepsi dari debitur kredit dengan performance portofolio.
Saran 1.
2.
3.
22
Untuk meningkatkan efektifitas kemampuan komunikasi pejabat kredit lini, BANK X perlu memperhatikan beberapa Faktor yang berpengaruh negatif terhadap kemampuan komunikasi pejabat kredit lini, yaitu pendidikan nonformal, masa kerja, umur, pengetahuan kredit, sikap, iklim kerja, hubungan antar pegawai dan kegiatan pelatihan. Untuk meningkatkan pelayanan kredit yang paling urgent dilakukan oleh BANK X adalah meningkatkan kemampuan komunikasi pejabat kredit dengan tekanan pada peningkatan diklat, iklim kerja yang kondusif, dan pemerataan pembagian kerja. Agar para pejabt kredit mampu menjawab ketidakcocokan antara dengan kesesuaian lingkungan kerja dan persepsi debitur maka para pejabat perlu mengikuti pendidikan kepribadian untuk memberikan dasar yang kuat terhadap
kepribadian yang baik sehingga dalam mengambil keputusan atau kebijaksanaan dalam pekerjaan dapat secara tepat.
DAFTAR PUSTAKA Adisardjono, J.K. 1999. Analisis Portofolio Kredit Guna Mendukung Strategi Bisnis PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Kantor Cabang Bogor. Tesis. PPS Magister Manajemen Agribisnis IPB, Bogor. Ancok, J., 1989. Validitas dan Reliabilitas Instrumen penelitian dalam Metode Penelitian Survey, Diedit oleh Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi Penerbit LP3ES. Jakarta. Anonim, 1992. Peran AO dalam Mendeteksi Kredit Macet. Bisnis Indonesia. Jakarta Anonim, 1997. Kredit Bermasalah BANK X Rp 2.6 Trilyun. Kompas. Jakarta Berlo, David K, 1960. The Proses of Communication, An Introduction to Theory and Practice. Holr, Rinehart and Winston, Inc, New York, Chicago, san Francisco. Atlanda. Dallas. Montreal. Toronto. London. Sydney. BANK X. 2001. Pedoman Pelaksanaan Kredit Bisnis Mikro PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero). Jakarta. Curtis, Dan B; Floyd, James J; Winsor, Jerry L. 1998. Komunikasi Bisnis dan Profesional. PT Remaja Rosdakarya. Bandung. DeVito, J.A. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Alih Bahasa oleh Agus Maulana. Profesional Books. Jakarta. Donaldson, L., dan Edward E. Scannell, 1982. Human Resource Development. The New Trainer’s Guide, Second Edition. Eddison-Wesley Publishing Company Inc. Reading, Massachusetts. Menlo Park, California, Don Mills, Ontario, Wokingham, England, Amsterdam, Sydney, Singapore, Tokyo, Madrid, Bogota, San Juan. Effendy, O.U. 1996, Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek, Penerbit PT. Remaja Rosdakarya Bandung. Haugen, R.A. 1993. Modern Investment Theory. 3 th edition. Prentice Hall International. USA Harry Gusti. 1999. Kajian Portofolio Produks Jasa Bank Guna Meningkatkan Kinerja PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Kantor Cabang Bogor. Gladikarya. Program Studi Magister Manajemen Agribisnis. Program Pasca Sarjana. IPB, Bogor.
Jurnal Ilmiah Kesatuan Nomor 1 Volume 6, April 2004