FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) DI BANK RAKYAT INDONESIA UNIT LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR
SKRIPSI
EKO PUTRO MULYARTO H34066038
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
RINGKASAN
EKO PUTRO MULYARTO. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Bank Rakyat Indonesia Unit Leuwiliang Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ETRIYA).
Kredit merupakan salah satu sumber permodalan yang sangat penting untuk membiayai kegiatan suatu usaha. Usaha mikro, kecil, menengah dan besar adalah skala bisnis yang terdapat di Indonesia yang memerlukan kredit sebagai tambahan permodalan dalam mengembangkan suatu usaha. Bagi usaha mikro, kecil dan menengah aspek permodalan merupakan salah satu kendala dari berbagai kendala yang dihadapi dalam menjalankan kegiatan usahanya. Kendala lain yang mendasar dan terkait dengan masalah permodalan adalah masalah kurangnya kewirausahaan, teknis produksi dan lemahnya kemampuan pemasaran dan manajemen. Lembaga perbankan merupakan salah satu lembaga yang dapat memberikan kredit kepada usaha mikro, kecil dan menengah. KUR merupakan fasilitas pembiayaan yang khusus diperuntukan bagi usaha mikro, kecil dan menengah yang usahanya layak namun tidak mempunyai agunan yang cukup sesuai persyaratan yang ditetapkan perbankan. Tujuan akhir dari program KUR adalah meningkatkan perekonomian, pengentasan kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja. Penyaluran KUR oleh BRI dimulai pada bulan November 2007, akan tetapi baru mulai dilaksanakan realisasinya pada bulan Maret 2008. KUR diberikan untuk mengembangkan atau meningkatkan usaha-usaha kecil dan mikro yang disalurkan melalui BRI Unit BRI Unit Leuwiliang merupakan salah satu unit kerja di BRI Cabang Bogor. BRI Unit Leuwiliang memiliki debitur terbanyak dalam penyaluran KUR akan tetapi besar jumlah realisasi kreditnya berada di urutan ketiga setelah BRI Unit Cijeruk dan BRI Unit Cisarua. Jumlah realisasi KUR di BRI Unit Leuwiliang setiap bulannya selalu mengalami penurunan. Sehingga perlu diketahui faktorfaktor yang mempengaruhi permintaan realisasi KUR di BRI Unit Leuwiliang agar perealisasiannya dapat meningkat. Dengan demikian dapat dilihat faktorfaktor yang mempengaruhi realisasi KUR di BRI Unit Leuwiliang. Penelitian ini dilaksanakan untuk tujuan menganalisis karakteristik nasabah KUR di BRI Unit Leuwiliang serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR di BRI Unit Leuwiliang. Metode pengambilan sampel menggunakan metode sample random sampling (pengambilan sampel secara acak) dengan jumlah responden sebanyak 80 orang. Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan regresi linear berganda. Mekanisme penyaluran KUR yang telah dilakukan oleh BRI Unit Leuwiliang dapat dikatakan tidak sulit. Syarat-syarat maupun prosedur telah disesuaikan dengan keadaan masyarakat sekitar sehingga dapat diterima oleh masyarakat. Prosedur penyaluran kredit meliputi pelaksanaan persyaratan awal, pendaftaran, dan pemeriksaan usaha calon nasabah. Pemeriksaan usaha calon nasabah tidak terlepas dari prinsip penyaluran kredit (5 C).
Berdasarkan dari hasil pembahasan karakteristik responden berdasarkan pada prinsip penyaluran kredit, dapat diketahui bahwa karakteristik nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang secara umum responden mayoritas adalah laki-laki sebesar 87,5 persen. Responden BRI Unit Leuwiliang mayoritas berusia 33-46 tahun sebesar 46,25 persen. Tingkat pendidikan yang dicapai responden mayoritas hanya sampai tingkat SMU sebesar 43,75 persen. Jenis pekerjaan responden merupakan salah satu kriteria karakteristik responden, mayoritas responden BRI Unit Leuwiliang berprofesi sebagai wiraswasta sebesar 61,25 persen. Jumlah penghasilan per bulan responden BRI Unit Leuwiliang mayoritas berkisar satu sampai dengan lima juta rupiah sebesar 47,5 persen. Waktu yang ditempuh responden untuk dapat ke BRI Unit Leuwiliang yaitu selama satu sampai dengan 15 menit sebesar 81,25 persen. Penilaian karakteristik responden juga dapat dilihat dari frekuensi pinjaman responden. Berdasarkan hasil penelitian, responden BRI Unit Leuwiliang mayoritas memiliki frekuensi pinjaman satu sampai tiga kali sebesar 62,5 persen. Hal ini menyatakan bahwa sebagian besar responden merupakan nasabah baru dalam mengajukan pinjaman. Selain itu, waktu perealisasiannya adalah selama tujuh hari sebesar 60 persen. Sebagian besar responden memiliki modal usaha sebanyak >10 juta rupiah sebesar 73,75 persen. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden di BRI Unit Leuwiliang kondisi perekonomian mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan usaha yang dijalankan. Saat ini di wilayah Leuwiliang terdapat beberapa usaha yang sangat membutuhkan dana untuk mempertahankan usahanya dikarenakan ketatnya persaingan, selain itu ada beberapa usaha yang membutuhkan dana untuk mengembangkan usaha dan membuka usaha baru. Berdasarkan hasil regresi linear berganda diketahui bahwa hasil uji-F menyatakan bahwa dari keseluruhan peubah bebas mempengaruhi secara nyata perealisasian KUR di BRI Unit Leuwiliang, dengan nilai P-value sebesar 0,006 lebih kecil dibandingkan nilai α = 0,05. Dari hasil uji-t diketahui bahwa variabelvariabel yang berpengaruh nyata terhadap perealisasian KUR pada α = 0,05 ada tiga faktor yang mempengaruhi perealisasian KUR, yaitu tingkat pendapatan per bulan, frekuensi pengambilan kredit, dan lama usaha. Sedangkan pada α = 0,1 faktor yang mempengaruhi realisasi kredit yaitu modal usaha. Koefisien determinasi yang dihasilkan dari penelitian ini sebesar 58,4 persen, yang artinya kemampuan seluruh variabel X mampu menjelaskan secara nyata keragaman perealisasian KUR sebesar 58,4 persen. Dari keseluruhan hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR ada empat, yaitu pendapatan, frekuensi pengambilan kredit, lama usaha dan modal usaha. Dari semua faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi ada yang mempengaruhi secara negatif, yaitu aset keluarga, aset usaha dan lama pendidikan. BRI Unit Leuwiliang diharapkan lebih memfokuskan pada faktor pendapatan, pengalaman kredit, lama usaha dan modal usaha dalam memenuhi perealisasian KUR guna mendapatkan calon nasabah yang memiliki kualifikasi yang baik. BRI Unit Leuwiliang diharapkan meningkatkan daya serap KUR bagi nasabah dengan melakukan kegiatan pembinaan dan sosialisasi yang berkaitan
dengan manajemen usaha untuk meningkatkan usahanya sehingga perealisasian terhadap KUR meningkat. BRI Unit Leuwiliang diharapkan lebih menilai karakteristik responden dalam perealisasian KUR sehingga perealisasian kredit tepat sasaran bagi pengusaha mikro dan kecil yang membutuhkan dan memenuhi persyaratan KUR BRI Unit Leuwiliang serta untuk penelitian lanjutan, disarankan untuk mengkaji efektivitas penyaluran KUR kepada masyarakat di BRI.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) DI BANK RAKYAT INDONESIA UNIT LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR
EKO PUTRO MULYARTO H34066038
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul
: Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Bank Rakyat Indonesia Unit Leuwiliang Kabupaten Bogor.
Nama
: Eko Putro Mulyarto
NRP
: H34066038
Bogor, Maret 2009 Disetujui, Pembimbing
Etriya, SP, MM NIP. 132 310 809
Diketahui : Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr.Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 131 415 082
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “ Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Bank Rakyat Indonesia Kabupaten Bogor” adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2009
Eko Putro Mulyarto NRP.H34066038
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 13 Juli 1985. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Toto Prasetyo dan Ibu Sri Erita Aprillani. Penulis mengikuti pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Polisi I Bogor dan lulus pada tahun 1997 dan kemudian dilanjutkan pada pendidikan tingkat menengah pada SMP Negeri 4 Bogor dan dapat diselesaikan pada tahun 2000. Pendidikan tingkat atas dapat diselesaikan penulis pada tahun 2003 pada SMU Bina Bangsa Sejahtera Bogor kemudian penulis melanjutkan pendidikan pada Program Studi Diploma III Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor yang diselesaikan penulis pada tahun 2006. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan studi di Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian. Skripsi ini berjudul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Bank Rakyat Indonesia Unit Leuwiliang Kabupaten Bogor”.
Skripsi ini menguraikan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
realisasi kredit usaha rakyat (KUR) di Bank Rakyat Indonesia khususnya di BRI Unit Leuwiliang Kabupaten Bogor. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, Namur demikian penulis berharap agar hasil yang tertuang dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Maret 2009
Eko Putro Mulyarto
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur, akhirnya penulisan Skripsi ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang direncanakan.
Penyelesaian penulisan Skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada bagian ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Etriya, SP, MM sebagai dosen pembimbing yang telah memberi bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis mulai dari awal sampai dengan skripsi ini selesai. 2. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen evaluator kolokium atas perbaikan yang telah diberikan terhadap isi dan format skripsi. 3. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS selaku dosen penguji utama pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 4. Dra. Yusalina, Msi selaku dosen komite pendidikan pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktu serta memberikan saran kepada penulis demi perbaikan skripsi ini. 5. Orang tua tercinta, Bapak Toto Prasetyo dan Ibu Sri Erita Aprillani serta adikku tersayang Eryasih Setyorini atas perhatian yang tulus dan kasih sayang yang telah dicurahkan serta dukungan moril dan materil selama ini dan dalam penyelesaian skripsi. 6. Pemimpin Cabang Bank Rakyat Indonesia periode 2008 Bapak Achmad Chumaidi, dan Pemimpin Cabang Bank Rakyat Indonesia periode 2009 Bapak Subandi yang telah mendukung serta memberikan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini 7. Kepala Unit BRI Unit Leuwiliang Bapak Dayan yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di BRI Unit Leuwiliang. 8. Mantri BRI Unit Leuwiliang Bapak Heri serta seluruh jajaran BRI Unit Leuwiliang baik Deskman, Teller serta petugas lainnya yang banyak memberikan bantuan kepada penulis.
9. Dhita yang selalu mendampingi dan menemani penulis pada saat penulisan skripsi ini. Terima kasih atas kesabaran dan kesetiaannya terhadap penulis selama ini. 10. Dimas Dwi Satya yang telah bersedia menjadi pembahas dalam seminar sehingga sangat membantu penulis dalam perbaikan skripsi ini. 11. Febry, Adhy, Aidi, Yuyun, Lia, Mira, serta teman-teman yang tidak bisa disebutkan namanya yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, tarima kasih atas persahabatannya. 12. Seluruh teman-teman dari Diploma III Manajemen Agribisnis sampai dengan Ekstensi Agribisnis terima kasih atas dukungan serta pertemanan yang sangat baik. 13. Trizar yang telah bersedia membantu serta memberikan masukan kepada penulis selama penulisan skripsi ini berlangsung. 14. Mbak Umi atas pengertiannya dan bantuannya kepada penulis selama penulisan skripsi ini berlangsung.
Bogor, Maret 2009
Eko Putro Mulyarto
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ................................................................................ .xv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xvi I.
PENDAHULUAN .............................................................................. ..1 1.1 Latar Belakang ............................................................................ ..1 1.2 Perumusan Masalah .................................................................... ..6 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 10 1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... 10 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................ 10
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 11 2.1 Definisi Usaha Mikro Kecil Menengah ...................................... 11 2.2 Pengertian Bank ............................................................................ 12 2.3 Fungsi Bank .................................................................................. 13 2.4 Pengertian Kredit .......................................................................... 14 2.5 Macam-Macam Kredit BRI .......................................................... 16 2.6 Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI ................................................. 18 2.7 Prosedur Umum Perkreditan ....................................................... 21 2.8 Mekanisme Penyaluran Kredit ..................................................... 22 2.9 Kajian Penelitian Terdahulu ........................................................ 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................. 27 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ....................................................... 27 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ................................................. 29 3.2.1 Permintaan Realisasi Kredit Usaha Rakyat .......................... 31 3.2.2 Penilaian Karakteristik Nasabah Berdasarkan Pada Prinsip Penyaluran Kredit ................................................................. 33 IV. METODE PENELITIAN .................................................................. 36 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 36 4.2 Jenis dan Sumber Data ................................................................. 36 4.2.1 Data Primer .......................................................................... 36 4.2.2 Data Sekunder ..................................................................... 36 4.3 Metode Pengambilan Sampel........................................................ 37 4.4 Metode Pengolahan Analisis Data ................................................ 37 4.4.1 Model Analisis Faktor yang Mempengaruhi Realisasi KUR ...................................................................................... 38 4.4.1 Analisis Regresi Linear Berganda ........................................ 38
4.4.3 Evaluasi Model Pendugaan .................................................. 39 4.5 Asumsi Dalam Analisis Regresi Linear ........................................ 41 4.6 Hipotesa Penelitian........................................................................ 41 4.7 Definisi Operasional...................................................................... 42 V. GAMBARAN UMUM BRI ................................................................. 44 5.1 Sejarah BRI .................................................................................. 44 5.2 Visi, Misi, Tujuan BRI dan Sasaran Jangka Panjang ................... 46 5.3 Organisasi dan Jaringan Kerja BRI ............................................... 47 5.4 Bidang Usaha BRI ........................................................................ 48 5.5 Gambaran Umum Kantor Cabang BRI Bogor .............................. 49 5.6 Gambaran Umum Kantor BRI Unit Leuwiliang ........................... 50 VI. MEKANISME PENYALURAN KUR DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN ...................................................................................... 54 6.1 Mekanisme Penyaluran KUR di BRI Unit Leuwiliang ................ 54 6.2 Character (Karakter) Responden ................................................. 57 6.2.1 Jenis Kelamin Responden .................................................... 57 6.2.2 Usia Responden .................................................................... 58 6.2.3 Tingkat Pendidikan Responden ........................................... 59 6.2.4 Jenis Pekerjaan Responden .................................................. 60 6.2.5 Jumlah Penghasilan Per Bulan Responden .......................... 61 6.2.6 Waktu Tempuh Responden ke BRI...................................... 62 6.2.7 Frekuensi Pinjaman Responden ........................................... 63 6.2.8 Waktu Perealisasian KUR Responden ................................. 64 6.3 Modal Usaha Responden............................................................... 65 6.4 Kondisi Ekonomi .......................................................................... 66 VII. ANALISIS REALISASI KUR DI BRI UNIT LEUWILIANG ..... 67 7.1 Interpretasi Variabel-Variabel Dependent dan Independent ........ 67 7.1.1 Variabel Dependent .............................................................. 69 7.1.2 Jumlah Pendapatan Responden ............................................ 69 7.1.3 Aset Keluarga Responden .................................................... 69 7.1.4 Aset Usaha Responden ......................................................... 70 7.1.5 Pengalaman Kredit Responden ............................................ 70 7.1.6 Lama Usaha Responden ....................................................... 71 7.1.7 Modal Usaha Responden ..................................................... 71 7.1.8 Lama Pendidikan Responden ............................................... 72 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 73 8.1 Kesimpulan ................................................................................. 73 8.2 Saran ............................................................................................ 74
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 75 LAMPIRAN .............................................................................................. 77
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
Jumlah Usaha Kecil, Menengah dan Besar Menurut Sektor Ekonomi di Indonesia Tahun 2006 .............................................. .2
2.
Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Kerja Usaha Kecil, Menengah dan Besar Per Sektor Ekonomi di Indonesia Tahun 2006.....................................................................................3
3.
Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Usaha Kecil, Menengah dan Besar Menurut Sektor Ekonomi di Indonesia Tahun 2006 .......... .4
4.
Besar Dana dan Jumlah Debitur Kredit Usaha Rakyat (KUR) Per 30 Juni 2008..............................................................................6
5.
Pertumbuhan Realisasi KUR Bulan Maret-Juli 2008 di BRI Unit Leuwiliang Bogor....................................................................8
6.
Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu.......................................... 26
7.
Jenis Kelamin Responden Nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang...57
8.
Usia Responden Nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang ................ 58
9.
Tingkat Pendidikan Responden Nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang.................................................................................... 59
10.
Jenis Pekerjaan Responden Nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang.................................................................................... 60
11.
Jumlah Penghasilan Per Bulan Responden Nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang ........................................................................... 61
12.
Waktu Tempuh Responden Nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang.................................................................................... 63
13.
Frekuensi Pinjaman Responden Nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang.................................................................................... 63
14.
Waktu Perealisasian KUR Responden Nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang ........................................................................... 64
15.
Modal Usaha Responden Nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang .. 66
16.
Hasil Pengujian Model Regresi Linear Berganda ........................ 68
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Prosedur Umum Perkreditan ................................................................ 22 2. Permintaan dan Penawaran Kredit ....................................................... 28 3. Diagram Kerangka Pemikiran Operasional ......................................... 30 4. Struktur Organisasi BRI Unit Leuwiliang............................................ 51
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
17.
Laporan Realisasi Kumulatif KUR BRI Unit Kantor Cabang Bogor Bulan Juli 2008.....................................................................77
18.
Laporan KUR Per Sektor BRI Unit Leuwiliang Bulan Juli 2008.................................................................................................78
19.
Kuesioner Responden......................................................................79
20.
Proporsi Jumlah Responden di BRI Unit Leuwiliang.....................83
21.
Struktur Organisasi BRI Pusat……….............................................84
22.
Struktur Organisasi Kantor Wilayah BRI ...................................... 85
23.
Struktur Organisasi Kantor Cabang BRI ....................................... 86
24.
Struktur Organisasi BRI Cabang Pembantu ................................... 87
25.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Realisasi KUR...................... 88
26.
Hasil Output SPSS Regresi Linear ................................................. 89
27.
Undang-Undang RI Tentang UMKM ............................................ 91
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang, pada suatu negara berkembang terdapat istilah ekonomi rakyat yang merupakan suatu konstruksi pemahaman dari realita ekonomi. Ekonomi rakyat adalah suatu kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh usaha kecil dan mikro. Ekonomi rakyat merupakan pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia (Kementerian Koperasi dan UKM, 2007). Lembaga pemerintahan dan swasta membagi pelaku ekonomi ke dalam dua kelompok besar, yaitu ekonomi konglomerasi dan ekonomi rakyat. Sektor ekonomi rakyat berbeda dengan sektor ekonomi konglomerasi karena aktivitas ekonominya sepenuhnya milik rakyat, orientasi pasar dan usahanya juga sepenuhnya milik rakyat dan relatif mandiri1. Ekonomi rakyat akan lebih tepat dipahami sebagai usaha kecil dan mikro. Menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 40/KMK.06/2003, usaha mikro adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan warga negara Indonesia, memiliki hasil penjualan paling banyak 100 juta rupiah dan dapat menerima kredit dari bank maksimal 50 juta rupiah. Usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam UU No.9 Tahun 1995, adalah usaha produktif yang berskala kecil dan memenuhi kriteria memiliki kekayaan bersih paling banyak 200 juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak satu milyar rupiah, serta dapat menerima kredit dari bank diatas 50 juta rupiah sampai dengan 500 juta rupiah. Usaha menengah sebagaimana dimaksud Inpres No.10 Tahun 1998, adalah usaha produktif yang memenuhi kriteria kekayaan bersih lebih besar dari 200 juta rupiah sampai dengan 10 milyar rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha serta dapat menerima kredit dari bank diatas 500 juta rupiah sampai dengan lima milyar rupiah2. _______________________ 1
Rahman Uyanto. 2004. Ekonomi Rakyat di Indonesia. http://www.smeru.or.id diakses 30 Juli
2008 2
Efendi.2005. Penyaluran Kredit Berdasarkan Klasifikasi Usaha. http://www.pikiranrakyat.com diakses 30 Juli 2008
Usaha mikro, kecil dan menengah mampu memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional, khususnya dalam menyediakan kesempatan kerja dan merupakan sumber yang cukup besar bagi penerimaan negara. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah usaha kecil yang ada di Indonesia. Pada tahun 2006 jumlah usaha kecil mendominasi sebanyak 48.823.019 unit dari total usaha yang ada di Indonesia, sedangkan jumlah usaha menengah sebanyak 106.802 unit dan jumlah usaha besar sebanyak 7.294 unit (Kementrian Negara Koperasi dan UMKM, 2007). Persentase terbesar dari usaha kecil ini adalah berasal dari sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan sebesar 53,68 persen. Peran dari sektor inilah yang tidak akan lepas dari perekonomian Indonesia sebagai negara agraris. Jumlah usaha kecil, menengah dan besar menurut sektor ekonomi pada tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.
Jumlah Usaha Kecil, Menengah dan Besar Menurut Sektor Ekonomi di Indonesia Tahun 2006 Skala Usaha
No
Sektor Ekonomi
Kecil (unit)
1
2 3 4 5 6 7 8
9
Menengah (%)
(unit)
(%)
Besar (unit)
(%)
Pertanian,Peternakan, Kehutanan dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air
26.207.670
53,68
1.676
1,57
53
0,74
265.676
0,54
617
0,58
120
1,67
3.200.620 14.497
6,55 0,03
16.886 963
15,81 0,90
2.555 213
35,47 2,96
Bangunan Perdagangan, dan Restoran Pengangkutan Komunikasi Keuangan, Persewaan, Perusahaan Jasa-jasa Total
Hotel
162.135 13.247.288
0,33 27,13
3.757 57.651
3,52 53,98
318 1.737
4,41 24,11
dan
2.697.174
5,52
4.763
4,46
322
4,47
71.431
0,15
11.218
10,50
1.274
17,68
2.956.434 48.823.019
6,07 100
9.180 106.802
8,68 100
612 7.294
8,49 100
Jasa
Sumber : Kementerian Negara Koperasi dan UMKM, 2007
Usaha mikro dan kecil memainkan peranan yang amat besar dalam memajukan perekonomian Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari nilai persentase Produk Domestik Bruto (PDB) kerja usaha kecil pada tahun 2006 mencapai 38,80 persen dari total PDB skala usaha lainnya dan mencapai 43,11 persen untuk nilai persentase PDB tanpa migas, sedangkan sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan yang
memiliki
persentase
paling besar dari
keseluruhan
persentase di skala usaha kecil, yaitu sebesar 87,25 persen (Kementerian Negara Koperasi dan UMKM, 2007). Nilai PDB kerja usaha kecil, menengah dan besar per sektor ekonomi menurut sektor ekonomi tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Kerja Usaha Kecil, Menengah dan Besar Per Sektor Ekonomi di Indonesia Tahun 2006 Skala Usaha No
1
Sektor Ekonomi
Pertanian, Peternakan, Kehutanan
Kecil
Menengah
Besar
(%)
(%)
(%)
87,25
8,64
4,12
8,20
3,25
88,55
dan Perikanan 2
Pertambangan dan Penggalian
3
Industri Pengolahan
13,07
11,90
75,03
4
Listrik, Gas dan Air
0,54
7,74
91,72
5
Bangunan
44,28
21,77
33,95
6
Perdagangan, Hotel dan Restoran
75,47
20,79
3,75
7
Pengangkutan dan Komunikasi
29,92
24,21
45,88
8
Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan
17,03
46,89
36,09
9
Jasa-jasa
39,70
7,93
52,38
PDB
38,80
15,96
45,25
PDB Tanpa Migas
43,11
17,63
39,26
Sumber : Kementerian Negara Koperasi dan UMKM, 2007
Usaha kecil mampu menyediakan lapangan kerja yang cukup luas bagi masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penyerapan tenaga kerja usaha kecil,
menengah dan besar tahun 2006 pada Tabel 3. Usaha kecil mampu menyerap tenaga kerja sebesar 80.933.473 orang dari total penyerapan usaha kecil, usaha menengah menyerap tenaga kerja sebanyak 4.483.198 orang dari total penyerapan usaha menengah dan usaha besar menyerap sebanyak 3.388.558 orang dari total penyerapan usaha besar (Kementerian Negara Koperasi dan UMKM, 2007). Besarnya jumlah tenaga kerja yang diserap, maka sektor usaha kecil merupakan kunci peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Tabel 3. Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Usaha Kecil, Menengah dan Besar Menurut Sektor Ekonomi di Indonesia Tahun 2006 Skala Usaha No
1
2 3 4 5 6 7 8
9
Sektor Ekonomi
Kecil
Menengah (orang)
Besar
(orang)
(%)
(%)
(orang)
(%)
Pertanian,Peternakan , Kehutanan dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air
37.965.878
46,90
805.531
17,96
43.126
1,27
559.811
0,69
29.972
0,67
71.443
2,11
7.517.088 78.205
9,28 0,09
1.827.073 38.970
40,75 0,86
2.636.841 53.202
77,82 1,57
Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan Jasa-jasa Total
627.595 21.401.446
0,77 26,44
89.897 784.589
2,00 17,50
24.882 166.749
0,73 4,92
3.355.709
4,14
150.065
3,35
79.097
2,33
531.427
0,65
246.978
5,51
171.532
5,06
8.896.225 80.933.473
11,04 100
510.034 4.483.198
11,4 100
141.590 3.388.558
4,19 100
Sumber : Kementerian Negara Koperasi dan UMKM, 2007
Masalah yang dihadapi dalam dunia usaha pada umumnya adalah permodalan ketika akan melakukan pengembangan usaha. Demikian pula halnya dengan usaha mikro, kecil dan menengah terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan usahanya, yaitu kurangnya akses terhadap permodalan, kemitraan, serta peluang usaha. Permasalahan tersebut dapat menghambat tumbuh dan berkembangnya usaha kecil dan mikro. Pada umumnya keberhasilan suatu usaha diperlukan dana yang mencukupi, dimana semakin besar
dana yang tersedia memungkinkan keberhasilan usaha baik di bidang produksi dalam ekonomi riil maupun dalam perdagangan, karena pemilik modal yang besar biasanya mampu bertahan dalam menghadapi persaingan di pasar. Kredit merupakan salah satu sumber permodalan yang sangat penting untuk membiayai kegiatan suatu usaha. Usaha mikro, kecil, menengah dan besar adalah skala bisnis yang terdapat di Indonesia yang memerlukan kredit sebagai tambahan permodalan dalam mengembangkan suatu usaha. Bagi usaha mikro, kecil dan menengah aspek permodalan merupakan salah satu kendala dari berbagai kendala yang dihadapi dalam menjalankan kegiatan usahanya. Kendala lain yang mendasar dan terkait dengan masalah permodalan adalah masalah kurangnya kewirausahaan, teknis produksi dan lemahnya kemampuan pemasaran dan manajemen ( Widi dalam Novitasari, 2006 ). Lembaga perbankan merupakan salah satu lembaga yang dapat memberikan kredit kepada usaha mikro, kecil dan menengah. Selain dari lembaga perbankan saat ini kredit juga dapat diperoleh melalui program terbaru pemerintah yang dikhususkan untuk memberikan modal kepada usaha mikro, kecil dan menengah yang disebut dengan program Kredit Usaha Rakyat (KUR). KUR merupakan fasilitas pembiayaan yang dapat diakses oleh usaha mikro, kecil dan menengah juga koperasi yang memiliki usaha yang layak namun belum bankable, maksudnya adalah usaha yang memiliki prospek bisnis yang baik dan memiliki kemampuan untuk mengembalikan.
KUR dapat diakses melalui bank-bank
pelaksana yang telah ditunjuk oleh pemerintah dalam penyaluran dana KUR. Pemerintah menunjuk enam bank pelaksana dalam penyaluran KUR, antara lain Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BTN, Bank Bukopin dan Bank Syariah Mandiri. Menurut Deputi Menko Kesra Bidang Penanggulangan kemiskinan Sudjana Royat, realisasi penyaluran KUR yang disalurkan melalui enam bank nasional tersebut per 30 Juni 2008 mencapai sekitar Rp 8,378 triliun dengan jumlah debitur 916.527. Pada akhir tahun diharapkan penyaluran dana KUR mencapai Rp15 triliun dengan jumlah debitur sebanyak dua juta. Sektor yang paling dominan dalam pemanfaatan KUR adalah sektor perdagangan sebesar 59
persen dan sektor pertanian sebesar 24 persen3. Besar KUR yang telah disalurkan melalui enam bank pelaksana dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Besar Dana dan Jumlah Debitur Kredit Usaha Rakyat (KUR) Per 30 Juni 2008. Bank Pelaksana BRI
Besar Dana (Rp) 2.019.000.000.000
Jumlah Debitur (orang) 17.086
BNI
1.002.000.000.000
7.852
Bank Mandiri dan Mandiri Syariah
1.044.000.000.000
33.482
BTN
104.892.000.000
618
Bank Bukopin
512.527.000.000
2.551
Sumber : Menko Kesra, 2008
Pada Tabel 4 terlihat bahwa penyaluran dana KUR terbesar di lakukan oleh BRI. Hal tersebut terjadi karena BRI merupakan bank yang berpengalaman dalam membantu permodalan usaha mikro dan kecil sehingga masyarakat sudah mengetahui dengan baik akan program-program kredit yang dapat diberikan oleh BRI terhadap usaha mikro dan kecil. Pada Bank Mandiri dan Mandiri Syariah memiliki jumlah debitur terbanyak yaitu sebesar 33.482 debitur, dengan penyaluran dana KUR sebesar Rp 1.044 Triliun. Sedangkan pada Bank BRI jumlah debiturnya sebanyak 17.086 debitur, dengan penyaluran dana sebesar Rp 2.019 Triliun. Hal tersebut disebabkan karena debitur pada Bank BRI memiliki permintaan jumlah KUR yang lebih besar dibandingkan pada Bank Mandiri dan Mandiri Syariah.
1.2 Perumusan Masalah BRI merupakan salah satu bank pelaksana yang ditunjuk oleh pemerintah dalam penyaluran program KUR karena BRI merupakan bank yang sangat dekat dengan usaha mikro dan kecil. BRI selama ini berfokus pada penyaluran _______________________ 3
Menkokesra. 2008. Realisasi KUR per 30 http://www.menkokesra.go.id diakses 3 Agustus 2008
Juni
2008
Rp
8,378
Triliun.
kredit usaha mikro dan kecil. BRI bukan hanya membantu dalam permodalan usaha mikro dan kecil, tetapi juga bantuan teknis agar usaha tersebut menjadi bankable, seperti pengurusan sertifikat, surat izin usaha dan sebagainya. Selain Progam kredit KUR yang dikeluarkan pemerintah BRI juga memiliki produk Kredit Usaha Pedesaan (Kupedes) yang merupakan salah satu produk pinjaman yang dikeluarkan oleh BRI dan juga merupakan kredit yang disalurkan bagi usaha kecil dan menengah di wilayah pedesaan maupun perkotaan. KUR merupakan fasilitas pembiayaan yang khusus diperuntukan bagi usaha mikro, kecil dan menengah yang usahanya layak namun tidak mempunyai agunan yang cukup sesuai persyaratan yang ditetapkan perbankan. Tujuan akhir dari program KUR adalah meningkatkan perekonomian, pengentasan kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja. Penyaluran KUR oleh BRI dimulai pada bulan November 2007, akan tetapi baru mulai dilaksanakan realisasinya pada bulan Maret 2008. KUR diberikan untuk mengembangkan atau meningkatkan usahausaha kecil dan mikro yang disalurkan melalui BRI Unit yang berada diseluruh pelosok pedesaan dan juga perkotaan. Program KUR ini sedikit mengadaptasi sistem kredit yang diterapkan oleh Grameen Bank di Bangladesh yang didirikan oleh Muhammad Yunus, yaitu pemberian kredit tanpa agunan serta adanya sistem kepercayaan yang ditujukan kepada sektor usaha mikro. Semakin berkembang perindustrian di daerah perkotaan dan pedesaan, dan meningkatnya usaha-usaha mikro, kecil dan menengah mengakibatkan tumbuhnya persaingan yang ketat sehingga suatu perusahaan harus mampu bertahan dan lebih mengembangkan usahanya.
Untuk mempertahankan eksistensinya perusahaan
harus memiliki pondasi yang kuat seperti modal yang besar yang dapat digunakan untuk menjalankan perusahaan, serta mengembangkan dan mempertahankan bahkan meningkatkan kualitas produk. Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah agribinis di Jawa Barat, salah satunya adalah wilayah Leuwiliang yang terletak di Kabupaten Bogor. Berdasarkan
besaran penyaluran KUR di setiap BRI Unit pada BRI Kantor
Cabang Bogor pada tahun 2008 (Lampiran 1), BRI Unit Leuwiliang memiliki debitur terbanyak dalam penyaluran KUR akan tetapi besar jumlah realisasi kreditnya berada di urutan ketiga setelah BRI Unit Cijeruk dan BRI Unit Cisarua,
ini menyatakan bahwa di wilayah Leuwiliang banyak usaha mikro, kecil dan menengah yang sedang tumbuh dan berkembang. Wilayah Leuwiliang merupakan daerah yang berpotensi dalam usaha mikro dan kecil, akan tetapi besar nominal KUR yang telah disalurkan oleh BRI Unit Leuwiliang menempati peringkat ke tiga untuk keseluruhan BRI Kantor Cabang Bogor. Per Juli tahun 2008 penyaluran KUR persektor ekonomi pada BRI Unit Leuwiliang lebih besar diberikan pada sektor perdagangan dibandingkan sektor agribisnis atau pertanian yaitu mencapai lebih dari satu milyar rupiah (Lampiran 2). Jumlah realisasi KUR di BRI Unit Leuwiliang setiap bulannya selalu mengalami
penurunan.
Sehingga
perlu
diketahui
faktor-faktor
yang
mempengaruhi realisasi KUR di BRI Unit Leuwiliang agar permintaannya dapat meningkat. Dengan demikian dapat dilihat faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR di BRI Unit Leuwiliang. Pertumbuhan realisasi KUR di BRI Unit Leuwiliang dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Pertumbuhan Realisasi KUR Bulan Maret – Juli 2008 di BRI Unit Leuwiliang Bogor. Bulan
Debitur
Pertumbuhan
Jumlah
Pertumbuhan
(orang)
(%)
(Rp)
(%)
Maret
66
-
217.500.000
-
April
124
87,88
391.950.000
80,21
Mei
84
-32,26
248.000.000
-37,73
Juni
55
-34,52
209.500.000
-15,52
Juli
48
-12,73
162.000.000
-22,67
Total
377
1.228.950.000
Sumber : BRI Unit Leuwiliang, 2008
Jumlah debitur KUR di BRI Unit Leuwiliang sampai dengan bulan Juli 2008 sebanyak 377 orang namun yang bergerak di bidang agribisnis sebanyak 253 orang. Sistem agribisnis meliputi subsistem input, subsistem on farm, subsistem
output dan pengolahan. Debitur KUR di BRI unit Leuwiliang kebanyakan termasuk pada subsistem output dan juga pengolahan. Untuk meningkatkan jumlah pinjaman dan pencapaian target permintaan KUR yang sampai saat ini belum tercapai, BRI perlu mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR tersebut. Ada beberapa usaha yang telah dilakukan oleh BRI yaitu dengan memberikan kemudahan pelayanan, kedekatan dengan nasabah, bunga flat dan juga jangka waktu yang dapat disesuaikan oleh nasabah. Plafond maksimum KUR di BRI Unit sebesar lima juta rupiah. Dengan besar plafond yang dikeluarkan oleh BRI Unit diharapkan usaha mikro dan kecil dapat tumbuh dan mengembangkan usahanya, sehingga diharapkan dapat meningkatkan permintaan realisasi KUR oleh nasabah. Untuk dapat mencapai peningkatan realisasi KUR, BRI Unit Leuwiliang perlu mengetahui dan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi
KUR serta
karakteristik nasabah KUR. Karakteristik nasabah KUR di BRI Unit leuwiliang sangat penting untuk diidentifikasi karena terkait dengan karakter nasabah atau keberhasilan nasabah dalam menjalankan usahanya serta kemampuan dalam pengembalian kredit. Dengan demikian BRI Unit Leuwiliang dapat menentukan nasabah yang tepat dan jumlah KUR yang tepat untuk nasabah tersebut. Selain itu, peningkatan realisasi kebutuhan
KUR di masyarakat
wilayah Leuwiliang disebabkan oleh tingginya tingkat wilayah
Leuwiliang
untuk
memperluas
dan
mengembangkan usahanya serta adanya kemudahan-kemudahan prosedur yang diberikan oleh BRI Unit Leuwiliang dalam pemberian KUR. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diperoleh perumusan masalah yang akan dibahas di penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah karakteristik nasabah KUR di BRI Unit Leuwiliang ? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi realisasi KUR di BRI Unit Leuwiliang ?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah : 1. Menganalisis karakteristik nasabah KUR di BRI Unit Leuwiliang. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR di tingkat nasabah pada BRI Unit Leuwiliang.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat dan kegunaan juga informasi dan masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan yaitu: 1. Bagi BRI Unit Leuwiliang, diharapkan dapat bermanfaat untuk melihat fakor-faktor yang mempengaruhi permintaan realisasi pinjaman KUR, sehingga realisasi KUR akan meningkat serta tepat sasaran. 2. Bagi mahasiswa, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pustaka dan referensi untuk penelitian yang akan dilakukan. 3. Bagi penulis, yaitu dapat menerapkan disiplin ilmu yang diperoleh saat kuliah, mengaplikasikan teori, berpikir kritis dan sistematis.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian
ini
difokuskan
kepada
analisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi realisasi kredit, khususnya realisasi terhadap Kredit Usaha Rakyat (KUR) di bidang agribisnis di wilayah Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Studi kasus pada Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Leuwiliang.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Usaha Mikro Kecil Menengah Usaha mikro kecil menengah merupakan usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2008 mendefinisikan kriteria Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sebagai berikut: 1. Kriteria usaha mikro adalah sebagai berikut: a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah. 2. Kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut: a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). 3. Kriteria usaha menengah adalah sebagai berikut: a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah). Usaha mikro, kecil dan menengah mampu memberikan kontribusi bagi perekonomian
nasional.
Ada beberapa acuan definisi yang digunakan oleh
berbagai instansi di Indonesia, yaitu: a. Undang-Undang No.9 tahun 1995 tentang usaha kecil, mengatur kriteria usaha kecil berdasarkan nilai aset tetap (di luar tanah dan bangunan) paling besar Rp 200 juta dengan omzet per tahun maksimal Rp 1 milyar. Sementara itu
berdasarkan Inpres No.10 tahun 1999 tentang usaha menengah, batasan aset tetap (di luar tanah dan bangunan) untuk usaha menengah adalah Rp 200 juta hingga Rp 10 milyar. b. Kementrian Koperasi dan UKM menggolongkan suatu usaha sebagai usaha kecil jika memiliki omset kurang dari Rp 1 milyar per tahun. Untuk usaha menengah, batasannya adalah usaha yang memiliki omset antara Rp 1 sampai dengan Rp 50 milyar per tahun. c. Departemen Perindustrian dan Perdagangan menetapkan bahwa industri kecil dan menengah adalah industri yang memiliki nilai investasi sampai dengan Rp 5 milyar. Sementara itu, usaha kecil di bidang perdagangan dan industri juga dikategorikan sebagai usaha yang memiliki aset tetap kurang dari Rp 200 juta dan omzet per tahun kurang dari Rp 1 miliar (sesuai UU No. 9 tahun 1995). d. Bank Indonesia menggolongkan UK dengan merujuk pada UU No. 9/1995, sedangkan untuk usaha menengah, BI menentukan sendiri kriteria aset tetapnya dengan besaran yang dibedakan antara industri manufaktur (Rp 200 juta s/d Rp 5 miliar) dan non manufaktur (Rp 200 – 600 juta). e. Badan Pusat Statistik (BPS) menggolongkan suatu usaha berdasarkan jumlah tenaga kerja. Usaha kecil adalah usaha yang memiliki pekerja 1-19 orang; usaha menengah memiliki pekerja 20-99 orang; dan usaha besar memiliki pekerja sekurang-kurangnya 100 orang.
2.2 Pengertian Bank Masyarakat pada umumnya telah mengetahui bahwa fungsi bank itu adalah tempat menabung, menyimpan uang ataupun meminjam uang bagi masyarakat yang membutuhkan. Bank disebut sebagai lembaga kepercayaan, karena bank harus dapat dipercayai oleh masyarakat sehingga mereka yakin untuk menyimpan uangnya di bank.
Demikian juga sebaliknya, masyarakat yang
menerima dana dari bank juga harus benar-benar dapat dipercaya sehingga pada waktunya dana itu dapat kembali baik pokok maupun bunga sesuai dengan yang
disepakati semula. Berikut akan disampaikan dua defenisi bank, sebagai berikut : (Suyatno dkk, 2005). a.
Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, tentang perbankan menyatakan : Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
b.
Menurut Prof. G.M. Verryn Stuart mendefinisikan : Bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnnya dari orang lain maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar baru berupa uang giral. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bank merupakan
tempat penyimpanan uang, pemberi atau penyalur kredit dan juga perantara dalam lalu lintas pembayaran. Dalam menjalankan usahanya bank melakukan penghimpunan dana dalam bentuk simpanan yang merupakan sumber dana dari bank tersebut, kemudian bank menyalurkan kembali dana tersebut. Dalam penyaluran kembali dana tersebut ke masyarakat, diharapkan bank tidak semata-mata untuk memperoleh keuntungan yang besar, tapi juga kegiatannya harus pula diarahkan pada peningkatan taraf hidup masyarakat.
2.3 Fungsi bank Fungsi perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun, penyalur dan pelayan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang di masyarakat yang bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.
Secara ringkas fungsi bank dapat
dibagi menjadi sebagai berikut : a. Penghimpun dana untuk menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dana b. Penyalur atau pemberi kredit bank dalam kegiatannya tidak hanya menyimpan dana yang diperoleh, akan tetapi untuk pemanfaatannya bank menyalurkan
kembali dalam bentuk kredit kepada masyarakat yang memerlukan dana segar untuk usaha. c. Penyalur dana-dana yang terkumpul oleh bank disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk pemberian kredit, pembelian surat-surat berharga, penyertaan dan pemilikan harta tetap. d. Pelayanan jasa bank dalam mengemban tugas sebagai “pelayan lalu-lintas pembayaran uang” melakukan berbagai aktivitas kegiatan antara lain pengiriman uang, inkaso, cek wisata, kartu kredit dan pelayanan lainnya.
2.4 Pengertian Kredit Kata kredit berasal dari bahasa latin “credere” yang artinya percaya, maka dalam arti luas kredit diartikan kepercayaan. Maksud dari percaya bagi si pemberi kredit adalah percaya kepada si penerima kredit merupakan penerimaan kepercayaan yang mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai jangka waktu. Menurut Undang-Undang Perbankan No.7 Tahun 1992 tentang pokokpokok perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Berdasarkan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 yang merupakan perubahan dari Undang - Undang No .7 Tahun 1992 , menyatakan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Maksud pemberian atau pengambilan kredit pada umumnya bertujuan agar penggunaan faktor-faktor produksi dapat dilakukan lebih intensif, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan. Kredit sangat dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan pembangunan ekonomi.
Pembangunan ekonomi mempunyai tiga komponen penting, yaitu
pertumbuhan, perubahan struktur ekonomi dan pengurangan jumlah kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi ditunjukan oleh adanya peningkatan produksi (output).
Peningkatan produksi hanya dapat dicapai dengan cara menambah jumlah input atau dengan cara menerapkan teknologi baru.
Penambahan input maupun
penggunaan teknologi baru akan selalu diikuti dengan penambahan modal. Dengan kata lain, pelaksanaan pembangunan berarti pula peningkatan penggunaan modal. Modal yang digunakan bersumber dari modal sendiri atau dari modal pinjaman (kredit). Namun, mengingat modal sendiri umumnya relatif sedikit, maka kebutuhan akan kredit yang tersedia tepat waktu sangat diperlukan. Berdasarkan kepentingannya jenis kredit dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu kredit produksi dan kredit konsumsi. Kredit produksi diberikan kepada peminjam untuk membiayai kegiatan usahanya yang bersifat produktif. Sedangkan kredit konsumsi diberikan kepada peminjam yang kekurangan dana untuk membiayai konsumsi keluarganya. Menurut Suyatno (2005) menyatakan bahwa dalam transaksi kredit terdapat unsur-unsur kredit, yaitu : 1. Kepercayaan Merupakan keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikan baik dalam bentuk uang, barang atau jasa akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu pada masa yang akan datang. Kepercayaan ini timbul karena sebelumnya si pemberi kredit telah melakukan penyelidikan dan analisa terhadap kemampuan dan kemauan calon nasabah dalam membayar kembali kredit yang akan disalurkan. 2. Waktu Suatu masa yang akan memisahkan antara pemberi prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dalam unsur waktu ini terkandung pengertian nilai uang, yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterimanya kembali pada masa yang akan datang. 3. Degree of Risk Suatu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari jangka waktu yang memisahkan antara pemberi prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterimanya pada masa yang akan datang. Semakin lama jangka waktu kredit
yang diberikan semakin tinggi resiko yang dihadapinya, karena dalam waktu tersebut terdapat juga unsur ketidakpastian yang tidak dapat diperhitungkan. Keadaan inilah yang menyebabkan timbulnya unsur resiko. Oleh karena itu, dalam pemberian kredit timbul adanya jaminan. 4. Prestasi atau Objek Kredit Pemberian kredit tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat diberikan dalam bentuk barang dan jasa, namun dapat dinilai dengan bentuk uang. Dalam prakteknya transaksi kredit pada umumnya adalah menyangkut uang.
2.5 Macam-Macam Kredit BRI Kredit-kredit yang dilayani BRI terdiri dari Kredit Kepada Golongan Berpenghasilan Tetap (Kretap), Kredit Pensiun (Kresun), Kredit Umum Pedesaan (Kupedes), Kredit Usaha Rakyat (KUR), Kredit Kendaraan Bermotor (KKB), dan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). 1. Kredit Kepada Golongan Berpenghasilan Tetap (Kretap) Kredit Kepada Golongan Berpenghasilan Tetap yang selanjutnya disebut Kretap merupakan kredit yang diberikan kepada para pegawai Instansi Pemerintah atau Pegawai Negeri Sipil (PNS), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Polisi Republik Indonesia (POLRI) dan pegawai swasta yang telah diangkat sebagai pegawai tetap. Kretap dilayani oleh BRI Kantor Cabang dan Kantor Cabang Pembantu. Pemberian kretap dilakukan secara kolektif dengan rekomendasi dan adanya perjanjian kerjasama antara BRI dengan pimpinan instansi atau perusahaan tempat pegawai yang bersangkutan bekerja. Kretap diberikan atas dasar penghasilan atau gaji bulanan pegawai dan pembayaran angsurannya dilakukan dengan mengadakan kerjasama pemotongan gaji dengan instansi atau perusahaan dimana pegawai tersebut bekerja. Kretap diberikan dalam bentuk persekot dengan angsuran bulanan secara tetap pokok dan bunga.
2. Kredit Pensiun (Kresun) Kredit Pensiun yang selanjutnya disebut Kresun adalah kredit yang diberikan kepada para pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS), pusat maupun daerah atau jandanya, Pensiunan TNI dan POLRI atau jandanya, Pensiunan Pegawai BUMN dan BUMD atau jandanya, Pensiunan Karyawan Swasta yang instansinya mempunyai Yayasan Dana Pensiun atau jandanya, Pensiunan pegawai lainnya atau jandanya yang menerima pension secara tetap dari perusahaan asuransi ataupun perusahaan dana pension yang dapat dipercaya BRI. Kresun dilayani di Kantor Cabang dan Kantor Cabang Pembantu. Pemberian
Kresun
atas
dasar
penghasilan
pensiunnya
dan
pembayarannya dilakukan dengan mengadakan kerjasama pemotongan pensiun dengan Lembaga yang membayarkan pensiun. Kresun diberikan dalam bentuk persekot dengan angsuran bulanan. 3. Kredit Umum Pedesaan (Kupedes) Kupedes adalah fasilitas kredit yang bersifat umum, individual, selektif dan berbunga wajar yang bertujuan untuk mengembangkan atau meningkatkan usaha mikro yang layak (eligible). Kupedes merupakan kredit yang dilayani di BRI Unit dan diberikan dalam mata uang rupiah. 4. Kredit Usaha Rakyat (KUR) KUR
adalah
fasilitas
kredit
atau
pembiayaan
yang
khusus
diperuntukan bagi usaha mikro, kecil dan menengah serta koperasi yang usahanya layak namun tidak mempunyai agunan yang cukup sesuai persyaratan yang ditetapkan oleh BRI yang bertujuan untuk meningkatkan perekonomian di tingkat usaha mikro, kecil dan menengah dan juga koperasi. KUR merupakan kredit yang dilayani saat ini hanya di BRI Unit dan diberikan dalam mata uang rupiah. 5. Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) Kredit Kendaraan Bermotor merupakan kredit yang diberikan untuk keperluan pembelian kendaraan bermotor.
Kendaraan bermotor yang
dimaksud adalah kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat baik yang masih baru maupun yang sudah bekas.
Pasar sasarannya yaitu
perorangan maupun badan usaha atau instansi. Kredit Kendaraan Bermotor ini dilayani di BRI Kantor Cabang. 6. Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Kredit Pemilikan Rumah adalah fasilitas kredit yang diberikan oleh BRI kepada perorangan baik yang berpenghasilan tetap, profesional, dan wiraswasta untuk keperluan pembelian, pembangunan maupun renovasi rumah. Kredit Pemilikan Rumah ini dilayani di BRI Kantor Cabang
2.6 Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI Bank Rakyat Indonesia Unit (BRI Unit) merupakan salah satu dari unit kerja Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang melayani kegiatan usaha perbankan pada segmen mikro. Secara struktural BRI Unit berada di level paling bawah dalam struktur organisasi BRI. Unit kerja yang berada di atas BRI Unit secara berturutturut adalah Kantor Cabang, Kantor Wilayah dan Kantor Pusat. Formasi standar pekerja di BRI Unit cukup sederhana, yaitu terdiri dari empat fungsi. Fungsifungsi tersebut adalah Kepala Unit, Mantri, Teller dan Deskman yang harus ditangani minimal oleh empat orang pekerja, yang merupakan jumlah standar pekerja di BRI Unit. BRI Unit yang sebelumnya bernama BRI Unit Desa, pertama sekali dibentuk pada tahun 1969, berkaitan dengan program Bimbingan Massal (Bimas) yang merupakan program pemerintah. Peran BRI Unit Desa dalam program Bimas tersebut adalah sebagai pemberi modal kepada petani di wilayah pedesaan. Dana yang disalurkan BRI Unit kepada petani ini berasal dari dana pemerintah, dalam hal ini BRI melalui BRI Unit Desa hanya berfungsi sebagai agen pemerintah (Agent of Development). Penyaluran kredit Bimas sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah daerah setempat khususnya dalam hal menentukan sasaran kredit. BRI Unit Desa tidak mempunyai kewenangan penuh karena segala ketentuan dan sistemnya ditentukan atau tergantung pemerintah. Dalam hal ini BRI Unit Desa lebih bersifat „kasir‟ saja karena tidak mempunyai kewenangan untuk melakukan penilaian kredit dan menentukan pihak-pihak mana saja yang layak untuk diberi kredit. Karena realisasi dan kinerja Bimas mengalami penurunan akhirnya pada tahun 1983 program Bimas dihentikan.
Pada tahun 1983 pemerintah mengeluarkan kebijakan deregulasi keuangan dan perbankan, diantaranya diberi kemudahan persyaratan untuk mendirikan sebuah bank dan setiap bank dapat menentukan sendiri tingkat suku bunga produknya. Kebijakan ini dimanfaatkan oleh BRI tentang keberadaan BRI Unit Desa yaitu dengan merubah fungsi BRI Unit Desa yang semula keberadaannya hanya berfungsi sebagai agen pemerintah dalam penyaluran kredit Bimas menjadi Lembaga
Perantara
Keuangan
Pedesaan
(Commercial
Rural
Financial
Intermediary). Lokasi BRI Unit Desa yang semula lebih banyak didirikan di daerah pertanian atau persawahan, mulai direalokasikan ke sentra-sentra perekonomian di wilayah setempat.
Sejak tahun 1984 nama BRI Unit Desa
diganti dengan nama yang lebih komersial yaitu BRI Unit, dengan tidak hanya melayani masyarakat pedesaan juga perkotaan dan mulai menyalurkan Kredit Umum Pedesaan (Kupedes) yang pendekatannya mengarah ke komersial, selain itu juga mengukuhkan BRI sebagai bank komersial yang memfokuskan usahanya pada usaha mikro, kecil dan menengah. Sebagai lembaga keuangan perbankan pada umumnya melakukan kegiatan pelayanan pinjaman simpanan dan juga pelayanan jasa perbankan lainnya, seperti transfer, kliring, inkaso payment point dan money changer. Khusus pelayanan pinjaman di BRI Unit disalurkan melalui Kupedes yang merupakan kredit bersifat umum, individual, selektif dan berbunga wajar yang bertujuan untuk meningkatkan atau mengembangkan usaha mikro yang layak. Pada akhir tahun 2007 pemerintah mengeluarkan program KUR, program KUR ini sedikit diadaptasi oleh pemerintah Indonesia dari Grameen Bank (Bank Pedesaan) yang pertama kali didirikan di Bangladesh pada tahun 1976. Grameen Bank ini didirikan oleh Muhammad Yunus yang menerima hadiah Nobel perdamaian pada tanggal 13 Oktober 2006. Grameen Bank merupakan sebuah organisasi kredit mikro yang memberikan pinjaman kecil kepada orang yang kurang mampu tanpa memerlukan agunan dan membuat sistem perbankan berdasarkan saling percaya.
Konsep Grameen Bank ini sudah diterapkan
dibeberapa negara contohnya adalah Malaysia dan Filipina.
Konsep ini pun
akhirnya direalisasikan oleh Indonesia dengan mengeluarkan program KUR yang
merupakan langkah nyata dalam membantu pengusaha mikro kecil dan menengah dalam pemberian kredit mikro. KUR yang disalurkan melalui BRI sebagai salah satu bank pelaksana yang merupakan fasilitas kredit atau pembiayaan yang khusus diperuntukan bagi kegiatan usaha mikro, kecil dan menengah serta koperasi yang usahanya cukup layak namun tidak mempunyai agunan yang cukup sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan oleh pihak perbankan.
Program KUR bertujuan untuk
meningkatkan perekonomian khususnya di bidang usaha mikro, kecil dan menengah, pengentasan kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja. KUR dimulai dengan adanya Keputusan Sidang Kabinet Terbatas yang diselenggarakan pada tanggal 9 maret 2007 bertempat di kantor Kementrian Negara Koperasi dan UKM. Salah satu agenda keputusannya antara lain, dalam rangka pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) serta koperasi, pemerintah akan mendorong peningkatan akses UMKM dan koperasi kepada kredit atau pembiayaan dari perbankan melalui peningkatan kapasitas perusahaan penjamin. Dengan demikian UMKM dan koperasi yang selama ini mengalami kendala dalam mengakses kredit atau pembiayaan dari perbankan karena kekurangan agunan dapat diatasi. KUR baru dilaksanakan oleh BRI pada bulan Maret 2008, dan saat ini hanya dilaksanakan oleh BRI Unit. KUR terbagi menjadi dua yaitu KUR Retail dan KUR Mikro. KUR Retail maksimum plafond adalah sebesar Rp.500 juta, sedangkan untuk KUR Mikro maksimum plafond adalah sebesar lima juta rupiah. Saat ini BRI hanya mengeluarkan KUR dengan maksimum plafond sebesar lima juta rupiah yang hanya dilakukan oleh BRI Unit, sedangkan KUR retail belum dilakukan oleh BRI. Setelah dana direalisasikan oleh pihak bank, pihak peminjam berkewajiban mengembalikan kredit berdasarkan jangka waktu yang telah disepakati bersama. Jangka waktu kredit terbagi tiga, yaitu : 1. Kredit jangka pendek, berjangka waktu satu tahun. 2. Kredit jangka menengah, berjangka waktu antara satu tahun sampai dengan tiga tahun. 3. Kredit jangka panjang, berjangka waktu lebih dari tiga tahun.
BRI Unit memberikan jangka waktu untuk pengembalian kredit berdasarkan jenis pinjaman , yaitu : 1. Pinjaman untuk modal kerja (KMK), jangka waktu pengembaliannya adalah dua tahun. 2. Pinjaman untuk investasi (KI), jangka waktu pengembaliannya adalah tiga tahun. Dalam pemberian kredit, pihak peminjam diharuskan memberikan agunan (pinjaman) kepada pihak bank. Barang yang menjadi agunan biasanya adalah surat-surat berharga seperti sertifikat rumah atau sertifikat tanah, sedangkan untuk Kretap agunannya adalah SK kerja. Khusus untuk KUR pihak peminjam tidak perlu memberikan agunan karena KUR merupakan kredit atau pinjaman tanpa agunan dan dijamin oleh pemerintah. Dalam KUR pihak peminjam dikenakan bunga pinjaman dalam pengembalian kredit, yaitu sebesar 1,125 persen per bulan. Pemerintah menjamin kredit apabila ternyata kredit yang disalurkan macet melalui perusahaan asuransi BUMN, yaitu PT. Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dan Perum Sarana Pembinaan Usaha (SPU). Kedua perusahaan itu menanggung kredit macet hingga 70 persen dari total kredit, hal itu terjadi karena KUR dijamin pemerintah.
2.7 Prosedur Umum Perkreditan Pengajuan kredit dari nasabah kepada pihak BRI Unit Leuwiliang melalui beberapa tahap atau prosedur.
Prosedur perkreditan ini sangat penting
dilaksanakan oleh pihak BRI Unit Leuwiliang dalam melakukan perealisasian kredit. Prosedur umum perkreditan dimulai dari tahap awal yaitu permohonan kredit, pemenuhan persyaratan kredit kemudian pengisian formulir permohonan kredit, setelah itu dilakukan penilaian dan analisis dari permohonan kredit sehingga dapat diambil keputusan atas permohonan kredit yang diajukan oleh nasabah, hingga tahap pengawasan kredit. Prosedur umum perkreditan ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Permohonan Kredit
Pemenuhan Persayaratan Kredit
Pengisian Formulir Permohonan Kredit
Pencairan Kredit
Keputusan atas Permohonan Kredit
Penilaian dan Analisis Permohonan Kredit
Pelunasan Kredit
Pengawasan Kredit
Gambar 1. Prosedur Umum Perkreditan Sumber : Bank Rakyat Indonesia, 2008
2.8 Mekanisme Penyaluran Kredit Mekanisme penyaluran kredit terdiri atas syarat-syarat dan prosedur pemberian kredit. Selain itu prinsip lima C turut mempengaruhi dalam pemberian kredit. Kelima prinsip itu adalah : 1. Character (Karakter), Keadaan watak dan sifat calon nasabah baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam lingkungan usahanya.
Penilaian ini
merupakan penilaian terhadap kejujuran, ketulusan, kepatuhan akan janji, serta kemauan untuk membayar hutang-hutangnya. Tingkat kepercayaan debitur (sifat maupun tingkah laku) mempengaruhi pihak bank dalam memberikan kredit. 2. Capacity (Kapasitas), kemampuan yang dimiliki calon nasabah atau debitur untuk membuat rencana dan mewujudkan rencana tersebut menjadi kenyataan, termasuk dalam menjalankan usahanya guna memperoleh keuntungan atau laba yang diharapkan. 3. Capital (Modal), meliputi modal dasar atau dana yang dimiliki calon nasabah atau debitur untuk menjalankan dan memelihara kelangsungan usahanya. Adapun penilaian terhadap modal ini adalah untuk mengetahui keadaan permodalan, sumber-sumber dana dan penggunaannya.
Semakin besar
nilainya dapat mepengaruhi pemberian kredit. 4. Collateral (Agunan), meliputi barang-barang yang diserahkan calon nasabah atau debitur sebagai agunan kredit yang akan diterimanya. Tujuan penilaian ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana resiko tidak terpenuhinya kewajiban financial kepada bank dapat ditutup oleh nilai agunan yang diserahkan calon nasabah. Penilaian terhadap barang agunan ini meliputi jenis
atau macam barang, nilainya, lokasinya, bukti pemilikan dan status hukumnya. 5. Condition of Economy (Kondisi Ekonomi), merupakan faktor eksternal berupa kondisi politik, sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain yang mempengaruhi keadaan perekonomian pada suatu saat maupun untuk kurun waktu tertentu yang dapat mempengaruhi permintaan terhadap kredit. Penilaian terhadap kondisi ekonomi dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana kondisi ekonomi itu berpengaruh terhadap kegiatan usaha calon nasabah atau debitur dan bagaimana debitur tersebut mengatasi dan mengantisipasinya, sehingga usahanya tetap hidup dan berkembang.
2.9 Kajian Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Pursito (2003) menganalisis mengenai efektivitas dan faktor-faktor penyaluran kredit dalam pembiayaan industri kecil dan menengah pangan oleh BRI di Semarang. Hasil analisis menunjukan bahwa jumlah pegawai yang dikenal berpengaruh nyata positif terhadap pengambilan kredit ritel komersial. Dari sisi kreditur dengan dikenalnya calon nasabah oleh pegawai bank, maka akan memudahkan kreditur dalam mengumpulkan informasi yang diperlukan, sehingga analisis dan evaluasi dengan prinsip 5 C diharapkan memiliki tingkat keyakinan yang tinggi. Berdasarkan analisis menggunakan model logit, peubah lama pendidikan, pengalaman usaha, rasio pendapatan, jumlah karyawan dan jarak ke bank tidak berpengaruh nyata pada pengambilan kredit. Penelitian yang dilakukan oleh Risdwianto (2004) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi volume penyaluran kredit. Analisis yang dilakukan di dalam penelitian ini menggunakan model OLS (Ordinary Least Square). Hasil yang diperoleh dari penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi volume penyaluran kredit ini adalah rasio modal terhadap aset memberikan pengaruh yang negatif terhadap volume kredit yang disalurkan oleh BRI, pengaruhnya bersifat nyata dan signifikan pada taraf satu persen. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Pangabean (2005) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan tunggakan kupedes pada
nasabah BRI cabang Iskandar Muda, Medan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor yang harus diperhatikan oleh BRI secara dominan dalam memberikan kupedes adalah kemampuan nasabah dalam melakukan usahanya atau capacity dan character, mengingat target kupedes adalah usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Alat analisis yang digunakan untuk meneliti faktor yang
mempengaruhi permintaan adalah regresi linear berganda dengan menggunakan model double log. Faktor yang menjadi penyebab tunggakan sangat beragam pada masingmasing nasabah, sehingga tidak bias digeneralisasi.
Secara umum dari tiga
kelompok usaha yang dianalisis (pertanian, perdagangan, dan industri) secara mendasar disebabkan oleh penyimpangan penerimaan dan pengeluaran rumah tangga. Usaha-usaha yang memiliki capacity atau kemampuan usaha yang paling baik dan telah memiliki pengalaman dalam meminjam kupedes adalah usahausaha yang memiliki resiko menunggak paling kecil. Sektor usaha perdagangan juga merupakan sektor usaha dengan resiko yang paling kecil, sehingga memiliki akses yang lebih cepat dalam menerima kredit. Penelitian tersebut dianalisis menggunakan tabulasi yang akan menunjukan kondisi keuangan rumah tangga dan usaha nasabah serta melihat keseluruhan pemasukan dan pengeluaran dalam rumah tangga. Penelitian yang dilakukan oleh Tarigan (2006) berjudul Analisis FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Umum Pedesaan (Kupedes) Dalam Sektor Pertanian di BRI Unit Parung Bogor, menyimpulkan bahwa faktorfaktor yang berpengaruh nyata terhadap permintaan Kupedes di BRI Unit Parung adalah jumlah agunan, pengalaman kredit, dan omzet.
Agunan (Collateral)
digunakan sebagai alat pengamanan apabila usaha yang dibiayai dengan kredit tersebut gagal atau sebab-sebab lain dimana debitur tidak mampu melunasi kreditnya dari usahanya yang normal. Faktor-faktor lain yang perlu diperhatikan dalam pemberian kredit adalah karakter nasabah dengan kapasitas nasabah. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda dengan uji statistik t, uji statistik F, dan koefisien determinasi. Penelitian yang dilakukan oleh Sari (2007) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kredit Umum Pedesaan (Kupedes) di wilayah
perkotaan dan pedesaan pada Bank BRI Unit Ciampea dan Unit Citeureup. Alat analisis yang digunakan di dalam penelitian ini adalah regresi linear berganda. Variabel-variabel yang mempengaruhi permintaan adalah tingkat pendapatan, aksesibilitas atau jarak, asset keluarga, asset usaha, frekuensi atau pengalaman kredit, agunan atau jaminan, lama usaha, modal usaha, tingkat pendidikan, lokasi dan jenis kelamin. Dari keseluruhan hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan Kupedes dapat diambil kesimpulan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi ada enam, yaitu pendapatan, aset keluarga, aset usaha, pengalaman kredit, agunan dan modal. Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah hasil penelitian terdahulu belum ada yang membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Selain itu, penulis mengambil lokasi penelitian pada BRI Unit Leuwiliang, di Kecamatan Leuwiliang. Persamaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah dari beberapa variabel-variabel yang dianalisis oleh Sari (2007) yaitu pendapatan, aset usaha, aset keluarga, frekuensi atau pengalaman kredit, lama usaha dan modal usaha. Alat analisis yang digunakan pada penelitian ini juga menggunakan analisis regresi linier berganda dengan pengolahan data menggunakan SPSS.
Tabel 6. Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu No
Peneliti/
Judul
Metode Penelitian
Tahun 1
Pursito (2003)
Kajian Efektivitas dan FaktorFaktor Penyaluran Kredit Dalam Pembiayaan Industri Kecil dan Menengah Pangan Oleh BRI di Semarang
Analisis Regresi Logistik(Model Logit)
2
Risdwianto (2004)
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Volume Penyaluran Kredit Bank Rakyat Indonesia
Model OLS ( Ordinary Least Square)
3
Pangabean (2005)
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan dan Tunggakan Kupedes Pada Nasabah Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Iskandar Muda Medan
Analisis Regresi Linier Berganda
4
Tarigan (2006)
Analisis Deskriptif Analisis Regresi Linier Berganda
5
Sari (2007)
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Umum Pedesaan (Kupedes) Dalam Sektor Pertanian di BRI Unit Parung Bogor Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Umum Pedesaan (Kupedes) di Wilayah Pedesaan dan Perkotaan, Kasus pada BRI Unit Ciampea dan BRI Unit Citeureup
Analisis Deskriptif Analisis Regresi Linier Berganda
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Perkembangan suatu usaha dipengaruhi oleh ketersedian modal. Secara garis besar terdapat dua jenis modal (Tarigan, 2006), yaitu : 1.
Modal Sendiri, yaitu modal yang dimiliki secara pribadi yang dapat digunakan untuk mengembangkan usahanya.
2.
Modal dari luar (kredit), yaitu modal yang berasal dari pihak lain yang dapat digunakan untuk mengembangkan suatu usaha. Untuk memperoleh modal ini, seluruh prosedur yang ada harus dapat dipenuhi oleh calon debitur.
Modal sendiri, umumnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan suatu usaha. Oleh karena itu, ketersediaan modal dari pihak luar atau kredit sangat diperlukan. Sumber modal yang berasal dari luar dapat berasal dari sumber formal maupun non formal. Kredit menurut kegunaannya dapat terbagi menjadi dua yaitu, kredit konsumtif dan kredit produktif. Kredit konsumtif merupakan sejumlah pinjaman yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sedangkan kredit produktif merupakan pinjaman yang digunakan dalam suatu kegiatan produksi atau melakukan suatu usaha. Kebutuhan akan kredit juga menjadi sesuatu yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah dalam usahanya meningkatkan sektor usaha mikro, kecil dan menengah telah melaksanakan dan mengeluarkan beberapa kebijakan di bidang perbankan. Dimulai dengan adanya bantuan kredit berupa KUT (Kredit Usaha Tani), Bimas (Bimbingan Massal), Kkop (Kredit Kepada Koperasi) dan sebagainya. Menurut Nuryartono (2005) permintaan pinjaman dana atau kredit tidaklah sama dengan permintaan atas barang dalam pasar pada umumnya. Di dalam pasar tiap-tiap harga barang akan melakukan penyesuaian secara otomatis untuk memenuhi permintaan (demand) dan penawaran (supply) barang. Jika terdapat kelebihan permintaan barang, maka harga akan naik dan jumlah persediaan barang akan meningkat. Lain halnya dengan permintaan dana (kredit), dalam pemenuhan permintaan kredit akan terdapat keterbatasan apabila terjadi kelebihan permintaan kredit atau pinjaman.
Mengikuti aturan umum yang berlaku dalam pasar kredit, jika permintaan kredit melebihi persediaannya, maka akan diikuti dengan peningkatan jumlah pinjaman dan tingkat suku bunga yang dikenakan tetap. Selain itu yang membedakan permintaan barang dengan permintaan kredit adalah resiko (risk), karena dalam permintaan kredit resiko yang dihadapi adalah pengembalian kredit, dimana sering terdapat kendala dalam pengembaliannya sehingga menyebabkan kredit macet.
Oleh karena itu untuk menghindari resiko yang terjadi, maka
diperlukan adanya jaminan dalam permintaan kredit yang berguna sebagai alat pengaman apabila usaha yang dibiayai oleh kredit tersebut gagal atau sebab lain dimana debitur tidak dapat melunasi kreditnya. Pada Gambar 2. dapat dilihat bahwa pada saat keseimbangan awal, keseimbangan ada pada titik E0, dimana jumlah kredit yang ditawarkan adalah Q0 dan harga (tingkat bunga) i0. Jika jumlah permintaan terhadap kredit mengalami peningkatan (D0 ke D1), maka jumlah kredit juga akan meningkat menjadi Q1 dan tingkat bunga menjadi i2. Dengan demikian, tingkat keseimbangan menjadi E1. Untuk mencegah adanya kenaikan tingkat suku bunga, maka pemerintah akan mengeluarkan berbagai kebijakan, hal ini diharapkan dapat menggeser kurva penawaran dari S0 ke S1. Dengan kata lain, tingkat keseimbangan turun ke E2.
Tingkat Bunga S0 i2
S1
E1
i1
E2
i0 D0 Q0
Q1
D1
Q2
Gambar 2. Permintaan dan Penawaran Kredit Sumber: Tarigan, 2006
Jumlah Kredit
Dalam penetapan suku bunga KUR BRI Unit mengenakan suku bunga sebesar 1,125 persen. Pengenaan bunga terhadap KUR sangat kecil sehingga memberikan keringanan terhadap debitur
bagi
pengembalian kreditnya.
Pengenaan bunga KUR sebesar 1,125 persen ini sangat kecil karena tidak adanya provisi (biaya yang dipungut oleh BRI Unit Leuwiliang).
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Menurut Soebijantoro (2001) dalam Pangabean (2005), Bank Rakyat Indonesia merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfokus kepada penyediaan kredit bagi usaha kecil dan menengah. Pada Business Plan BRI tahun 2000 diharapkan pembiayaan untuk bisnis mikro mencapai 80 persen dan akan terus bergerak di bidang mikro dan menengah. Visi BRI adalah Bank Rakyat Indonesia dalam jangka panjang diharapkan menjadi bank komersial terkemuka yang akan selalu peduli akan nasabah. Untuk mewujudkan visi ini maka BRI menjalankan misinya yaitu melakukan kegiatan perbankan terbaik dengan mengutamakan pelayanan kepada usaha kecil dan menengah, memberikan pelayanan prima kepada nasabah dengan didukung oleh tenaga profesional dan melakukan good corporate governance serta memberikan keuntungan dan manfaat optimal kepada stakeholder. Berdasarkan visi dan misi dapat dilihat salah satu strategi bisnis unit adalah dengan dikeluarkannya suatu program pemberian pinjaman atau kredit. Saat ini BRI telah mengeluarkan program pinjaman yang diberi nama Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dijalankan oleh BRI Unit dengan plafond maksimal sebesar lima juta rupiah. Dengan dikeluarkannya program pinjaman atau kredit ini BRI mengharapkan adanya peningkatan ekspansi KUR, selain itu dapat membantu dan semakin memajukan usaha mikro, kecil dan menengah. BRI memberikan target-target bagi BRI unit sebagai penyalur KUR. Target –target yang ditentukan salah satunya adalah mengenai permintaan KUR oleh nasabah. Dalam pemenuhan target KUR yang sampai saat ini belum tercapai dan untuk melakukan peningkatan jumlah pinjaman agar setiap bulannya dapat meningkat jumlah realisasi kreditnya, maka BRI perlu mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi pinjaman KUR oleh nasabah. Kerangka pemikiran operasional dapat dilihat Pada Gambar 3. BRI Unit Leuwiliang
KUR
Permasalahan : Belum tercapainya target KUR di BRI Unit Leuwiliang Adanya penurunan besar jumlah realisasi KUR setiap bulannya di BRI Unit Leuwiliang
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR di BRI Unit Leuwiliang Karakteristik nasabah KUR Berdasarkan Prinsip 5 C : 1. Character (Karakter) 2. Capacity (Kapasitas) 3. Capital (Modal) 4. Collateral (Agunan) 5. Condition of Economy (Kondisi Ekonomi) Variabel-variabel yang mempengaruhi realisasi KUR : 1. Tingkat pendapatan usaha perbulan 2. Asset Keluarga 3. Asset Usaha 4. Pengalaman Kredit 5. Lama Usaha 6. Modal Usaha 7. Lama Pendidikan
Rekomendasi kebijakan kepada BRI Unit Leuwiliang Gambar 3. Diagram Kerangka Pemikiran Operasional
3.2.1 Permintaan Realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) Menurut (Zeller, 2002) karakteristik permintaan dibedakan menurut umur, gender (jenis kelamin), dan tanggung jawab sosial. Dalam suatu rumah tangga, alokasi tenaga kerja yang kompleks dibedakan menurut gender dan umur yang digunakan dalam mengajukan permintaan dana atau kredit.
Dalam ekonomi
rakyat, seorang kepala rumah tangga memiliki tenaga kerja yang merupakan anggota keluarga, serta beberapa harta. Seluruh anggota keluarga bertanggung jawab penuh pada investasi utama (modal) seperti barang-barang pertanian, alatalat perkakas dan juga pada pemenuhan keperluan rumah tangga, seperti makanan dan minuman, kesehatan, pendidikan dan pakaian.
Oleh karena itu untuk
pemenuhan kebutuhan hidup serta untuk pertumbuhan, suatu rumah tangga harus memiliki tabungan, strategi kredit. Selain dari kepala rumah tangga, anggota keluarga yang dewasa memiliki kriteria yang lebih spesifik dalam permintaan jasa keuangan (pinjaman) berdasarkan pada kebutuhan mereka dan juga berbagai jenis kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan. Selain itu seorang wanita yang sudah menikah harus tetap memperhatikan pengeluaran untuk kebutuhan sehari-hari walaupun mereka menerima warisan dari orang tuanya, mayoritas wanita dibatasi oleh ketiadaan modal dalam melakukan kegiatan usaha, sedangkan pria rata-rata memiliki kapasitas pembiayaan 10 kali lebih besar dari wanita. Secara umum wanita dapat mengembangkan suatu usaha dengan menggunakan input dengan biaya yang rendah atau dengan mendapatkan bantuan modal dari pihak lain. Wanita biasanya sering terlibat dalam usaha yang berpenghasilan rendah seperti usaha kerajinan tangan atau usaha pembuat makanan ringan dalam skala kecil. Realisasi terhadap KUR akan diduga dengan beberapa variabel atau karakteristik. Karakteristik yang digunakan untuk menduga permintaan KUR dalam penelitian ini adalah rumah tangga nasabah, karakteristik usaha, pengalaman kredit, dan lama pendidikan. Permintaan nasabah terhadap KUR diduga dipengaruhi karakteristik rumah tangga nasabah yaitu : a.
Tingkat pendapatan, maksudnya adalah besarnya pendapatan bersih yang diperoleh dari omzet usaha-usaha yang dimilikinya maupun upah atau gaji sebagai pegawai. Besarnya pendapatan menjadi salah satu kriteria dalam
permintaan kredit, untuk mengukur kemampuan nasabah dalam membayar kewajibannya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati dengan pihak perbankan. b.
Jumlah aset keluarga, yang dimaksud adalah aset yang dimiliki responden dalam rumah tangga, seperti kendaraan, televisi, komputer, kompor, radio, dan lain-lain, Karakteristik rumah tangga nasabah berpengaruh positif dalam permintaan
KUR sehingga permintaan KUR akan semakin besar, karena nasabah akan merasa memiliki kemampuan membayar kredit yang lebih tinggi, sehingga BRI juga akan memberikan pinjaman yang lebih besar. Karakteristik yang berpengaruh juga dalam permintaan KUR adalah karakteristik usaha, dalam karakteristik usaha ini yang dilihat adalah aset usaha, modal usaha dan lama usaha. a.
Aset usaha adalah barang-barang yang dimiliki oleh nasabah untuk menjalankan dan mengembangkan usaha, jenis aset usaha ini tergantung dari jenis usaha yang dijalankan. Apabila usaha yang dijalankan besar, maka aset usaha yang dimilikinya dalam jumlah banyak, sedangkan apabila usahanya kecil maka aset usaha yang dimilikinya dalam jumlah kecil.
b.
Modal usaha, merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi permintaan KUR, karena besarnya modal usaha akan mempengaruhi aset usaha dan juga besarnya usaha yang dijalankan.
c.
Lama usaha menjadi salah satu variabel yang mempengaruhi realisasi KUR karena lama usaha mempengaruhi perkembangan usaha yang dijalankan. Karakteristik usaha diduga berpengaruh positif terhadap realisasi KUR
karena dalam menjalankan usaha diperlukan modal, dengan modal akan mempengaruhi perkembangan usaha. Dalam perkembangan usahanya diperlukan tambahan modal sehingga mempengaruhi permintaan KUR. Lama usaha dan aset usaha pun diduga berpengaruh terhadap permintaan kredit karena dapat menunjukan eksistensi suatu usaha. Selain karakteristik rumah tangga nasabah, dan karakteristik usaha nasabah, karakteristik yang juga berpengaruh positif dalam permintaan KUR adalah pengalaman kredit dan besarnya agunan (jaminan), akan tetapi khusus untuk KUR tidak menggunakan agunan (jaminan). Pengalaman kredit adalah
besarnya frekuensi peminjaman nasabah. Pengalaman kredit berpengaruh positif dalam permintaan KUR, karena nasabah-nasabah ini dianggap sudah lebih mampu dalam menggunakan KUR yang dipinjamnya atau sudah lebih mampu dalam mengatur keuangan usahanya yang dibiayai oleh KUR. Pihak BRI juga lebih mengenal keseluruhan lima C dari nasabah, terutama character karena apabila nasabah sering meminjam, maka pihak BRI akan semakin tahu kriteria character nasabah tersebut, sehingga BRI mampu mempercayakan jumlah kredit yang lebih besar bagi nasabah yang telah lama menjadi nasabahnya. Faktor-faktor lain yang juga diduga mempengaruhi permintaan KUR adalah
pendidikan
dan
gender.
Pendidikan,
merupakan
faktor
yang
mempengaruhi permintaan KUR dimana semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka usaha yang dijalankan dalam volume yang besar sehingga memerlukan pinjaman untuk perkembangan dan perluasan usahanya.
3.2.2
Penilaian Karakteristik Penyaluran Kredit
Nasabah
Berdasarkan
Pada
Prinsip
Pihak perbankan dalam melaksanakan kegiatan perkreditan secara sehat terlebih dahulu melakukan penilaian atau menganalisis calon nasabah. Hal ini berlaku di BRI seperti yang tercantum dalam Pedoman Kerja Bank Rakyat Indonesia (1991), yang menjelaskan penerapan “Prinsip 5C” atau Five Cs of Credit dalam penyaluran kredit. Lima prinsip tersebut adalah : 1. Character (Karakter) Pemberian kredit berdasarkan atas kepercayaan atau adanya keyakinan bahwa debitur mempunyai watak atau sifat-sifat pribadi yang positif dan kooperatif. Selain itu memiliki rasa tanggung jawab baik dalam kehidupan pribadi, kehidupan sosial, maupun dalam menjalankan kegiatan usaha. Manfaat penilaian character adalah untuk mengetahui sejauh mana tingkat kejujuran dan integritas serta tekad baik, yaitu kemauan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban dari calon debitur. Character ini merupakan faktor dominan, karena walaupun calon debitur cukup mampu untuk menyelesaikan hutang-hutangnya, tetapi bila tidak ada itikad baik tentu akan membawa kesulitan.
Pada dasarnya pihak perbankan lebih suka memberikan kredit kepada nasabah yang telah lama menjadi nasabah bank tersebut. Hal ini dikarenakan pihak bank lebih mengetahui watak dan karakteristik debitur dalam memenuhi kewajibannya. Bahkan pihak bank cenderung menambahkan jumlah kredit kepada nasabah lama tersebut. 2. Capacity (Kapasitas) Suatu penilaian kepada calon debitur mengenai kemampuan melunasi kewajiban-kewajibannya dari kegiatan usaha yang dilakukannya atau kegiatan usaha yang akan dibiayai dengan kredit dari bank.
Jadi penilaian yang
dimaksudkan adalah sampai dimana hasil usaha yang akan diperolehnya tersebut akan mampu untuk melunasi kewajibannya tepat pada waktunya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. 3. Capital (Modal) Capital merupakan jumlah dana atau modal sendiri yang dimiliki oleh calon debitur.
Hal ini kelihatannya kontradiktif dengan tujuan kredit yang
berfungsi sebagai penyedia dana.
Namun dalam kaitan bisnis yang murni,
semakin kaya seseorang, maka semakin dipercaya untuk memperoleh kredit. Secara rasional hal ini tentu tidak mengherankan karena seorang calon debitur yang telah menanamkan dananya dalam proporsi yang besar dibandingkan dengan kredit yang diperolehnya dari bank, tentu akan melakukan usahanya dengan penuh tanggung jawab dan kesungguhan sehingga biasanya akan berhasil. 4. Collateral (Agunan atau Jaminan) Manfaat dari collateral yaitu sebagai alat pengaman apabila usaha yang dibiayai dengan kredit tersebut gagal atau sebab lain dimana debitur tidak dapat melunasi kreditnya.
Jaminan juga dapat sebagai alat pengaman dalam
menghadapi kemungkinan adanya ketidakpastian pada kurun waktu yang akan datang pada saat kredit tersebut harus dilunasi. Penilaian terhadap jaminan harus ditinjau dari dua sudut, yaitu sudut ekonomis dari barang-barang yang menjadi jaminan, serta nilai yuridisnya yaitu apakah barang-barang yang menjadi jaminan telah memenuhi syarat-syarat yuridis untuk digunakan sebagai barang jaminan. Sedangkan untuk penilaian jaminan yang tidak berwujud kebendaan, tentu harus dilihat dari bonafiditas dari pemberi pinjaman, reputasi bisnis, dan juga perlu
diperhatikan intensitas dari keterkaitan si pemberi jaminan bila kredit tersebut benar-benar mengalami kegagalan. Jaminan yang dapat diajukan oleh debitur adalah : a.
Jaminan benda berwujud, seperti tanah, bangunan, kendaraan bermotor, mesin-mesin atau peralatan, tanaman/kebun/sawah.
b.
Jaminan benda tidak berwujud, merupakan surat-surat yang dijadikan jaminan seperti saham, sertifikat obligasi, sertifikat deposito, rekening tabungan yang dibekukan, promes dan wesel.
c.
Jaminan orang, jaminan yang diberikan oleh seseorang kepada calon debitur perorangan maupun badan usaha terhadap kredit yang diajukan dan apabila kredit itu macet maka orang yang memberikan jaminan itulah yang menanggung resiko.
5. Condition of Economy (Kondisi Ekonomi) Suatu situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain yang mempengaruhi keadaan perekonomian pada suatu saat maupun untuk suatu kurun waktu tertentu. Hal ini mempunyai kemungkinan dapat mempengaruhi kelancaran usaha dari perusahaan yang memperoleh kredit baik yang bersifat positif maupun negatif.
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR di wilayah pedesaan ini dilakukan di Bank Rakyat Indonesia.
Bank ini dipilih
karena diakui fokus bisnisnya pada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) serta memiliki jaringan kerja dan jumlah sumberdaya manusia terbesar diantara perbankan di Indonesia, selain itu diakui sebagai The Biggest and The Best Micro Banking System in The World. Dalam penelitian ini lokasi yang dipilih adalah BRI Unit Leuwiliang. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja berdasarkan pertimbangan bahwa di BRI unit Leuwiliang memiliki debitur terbanyak yaitu sebanyak 377 orang dalam penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR), sehingga dilihat berpotensi untuk dijadikan tempat penelitian. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Agustus 2008.
4.2 Jenis dan Sumber Data 4.2.1 Data Primer Data primer berupa informasi yang didapat melalui wawancara langsung kepada responden dan BRI Kantor Cabang Bogor serta BRI Unit Leuwiliang. Data yang diperoleh dari responden berupa kegiatan usaha, tingkat kesejahteraan, fasilitas-fasilitas yang dimiliki, dan hubungan lainnya yang terjalin dengan BRI Unit Leuwiliang yang berkaitan dengan permintaan realisasi kredit. Data yang diperoleh dari wawancara langsung kepada pihak BRI Kantor Cabang Bogor maupun BRI Unit Leuwiliang adalah mekanisme dan tata cara pemberian kredit kepada nasabah dari awal pengajuan pinjaman atau kredit sampai dengan perealisasian pinjaman kepada nasabah, serta tata cara pembayaran kredit.
4.2.2Data Sekunder Data sekunder berupa data-data internal dan data eksternal BRI yang diperoleh dari perusahaan tersebut seperti modul BRI, pedoman kerja BRI, dan
data-data dari Divisi Pendidikan dan Pelatihan BRI (Sendik BRI). Data sekunder juga diperoleh dari Kementerian Negara Koperasi dan UKM Republik Indonesia, jurnal-jurnal penelitian seperti skripsi dan tesis, buku-buku perbankan, dan sumber lain yang relevan dengan penelitian ini.
4.3 Metode Pengambilan Sampel Total populasi debitur KUR di BRI unit Leuwiliang sebanyak 377 orang, akan tetapi debitur yang khusus bergerak di subsistem agribisnis hanya sebanyak 253 orang, yang meliputi subsistem input sebanyak 35 orang, subsistem on farm sebanyak 60 orang, subsistem off farm sebanyak 121 orang dan pengolahan sebanyak 37 orang.
Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah simple random sampling, yaitu pengambilan sampel secara acak (Nazir, 2003). Penentuan jumlah responden ini menggunakan metode Gay dalam Candrayasa (2000) yang menyatakan bahwa jumlah responden yang dinilai cukup mewakili keseluruhan populasi adalah minimal 10 persen dari total populasi. Responden yang diambil dalam penelitian ini lebih dari 10 persen dari total populasi, yaitu sebanyak 32 persen dari total populasi debitur yang bergerak di bidang agribisnis. Jumlah responden pada penelitian ini adalah sebanyak 80 orang.
Jumlah total responden diambil dari masing-masing subsistem dengan
menggunakan proporsi (Lampiran 4). Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung kepada responden dengan menggunakan alat bantu kuesioner. Responden diharapkan dapat mengisi kuesioner yang telah dibagikan sesuai dengan keadaan usaha yang dijalankannya.
Kuesioner tersebut berisi daftar pertanyaan kepada responden
dengan harapan responden memberikan respon terhadap daftar pertanyaan tersebut.
4.4 Metode Pengolahan Analisis Data Metode analisis data yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Nazir (2003) mengartikan analisis deskriptif sebagai suatu metode dalam meneliti suatu kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu
sistem pemikiran maupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuannya adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat, mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Metode analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan gambaran umum BRI, syarat-syarat penyaluran kredit serta prosedur yang diterapkan untuk memperoleh kredit yang dikeluarkan oleh BRI Unit Leuwiliang.
Dengan
demikian, dapat diketahui mekanisme penyaluran KUR di BRI Unit Leuwiliang berdasarkan prinsip lima C, yaitu
character (karakter), capacity (kapasitas),
capital (modal), collateral (agunan), condition of economy (kondisi ekonomi).
4.4.1 Model Analisis Faktor yang Mempengaruhi Realisasi KUR Analisis regresi berhubungan dengan studi ketergantungan satu variabel (variabel tak bebas) pada satu atau lebih variabel lain (variabel yang menjelaskan) dengan maksud meramalkan nilai rata-rata hitung (mean) atau rata-rata variabel tak bebas, dipandang dari segi nilai yang diketahui atau tetap (dalam pengambilan sampel berulang) variabel yang menjelaskan Menurut (Gujarati, 1997). Apabila yang dipelajari adalah ketergantungan satu variabel pada lebih dari satu variabel yang menjelaskan dikenal sebagai analisis regresi majemuk (multiple regression) atau analisis regresi linier berganda.
4.4.2 Analisis Regresi Linear Berganda Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR akan dilakukan dengan menggunakan data dari keseluruhan responden, maka diperoleh model permintaan KUR seluruh nasabah. Model yang digunakan adalah regresi linear berganda, model persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut : Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 Dimana : Y = Jumlah realisasi kredit X1 = Tingkat pendapatan per bulan (Rp) X2 = Aset keluarga (Rp) X3 = Aset Usaha (Rp)
X4= Frekuensi/pengalaman kredit X5 = Lama usaha (tahun) X6 = Modal usaha (Rp) X7 = Lama pendidikan formal (tahun) Analisis dimulai dengan melakukan wawancara berdasarkan kuesioner yang dibuat kepada responden. Ralisasi KUR diasumsikan dipengaruhi oleh beberapa variabel, yaitu tingkat pendapatan per bulan, aset keluarga, aset usaha, frekuensi atau pengalaman kredit, lama usaha, modal usaha, dan lama pendidikan formal. Variabel-variabel tersebut diduga berpengaruh terhadap realisasi KUR di BRI Unit Leuwiliang.
4.4.3 Evaluasi Model Pendugaan Evaluasi model pendugaan bertujuan untuk mengetahui apakah model yang diduga terpenuhi secara statistik. Dalam membuat suatu keputusan ada atau tidaknya pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y), maka digunakan uji F dan uji t. Uji F digunakan untuk melihat pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) secara bersama-sama (simultan), sedangkan uji t digunakan untuk melihat pengaruh setiap variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) dalam penilitian ini. a. Uji-F Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor (Xi) secara bersamaan (simultan) terhadap variable terikat (Y). dengan hipotesis sebagai berikut : H0 : b1 = b2 = 0 (Semua faktor Xi tidak mempengaruhi Y) H1 : b1 ≠ 0 (Sekurang-kurangnya ada satu Xi yang mempengaruhi Y) Rumus Uji F adalah :
F
JKK k n 1 JKG k 1
Keterangan : JKK : Jumlah kuadrat untuk nilai tengah kolom JKG : Jumlah kuadrat galat k
: Jumlah faktor yang dianalisis
n
: Jumlah contoh
Kriteria Uji : 1. F- hit > F Tabel, maka tolak H0 berarti semua variabel bebas mampu secara bersama-sama menjelaskan variasi dari variabel tak bebas. 2. F- hit < F Tabel, maka terima H0 berarti semua variabel bebas tidak mampu secara bersama-sama menjelaskan variasi dari variabel bebas. b. Uji- t Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y). Hipotesis pengujiannya adalah : H0 : bi = 0 (Variabel X tidak mempengaruhi variabel Y) H1 : bi ≠ 0 (Variabel X mempengaruhi variabel Y) Dalam melihat pengaruh variabel X terhadap variabel Y, maka digunakanlah uji t. Rumus perhitungan uji t adalah : (Walpole, 1993) t hitung
bi b0 SE
=
Keterangan: b = Slope faktor Xi b0 = Slope Konstanta SE = Standard Error Kriteria Uji : 1. t- hit > t
tabel,
maka tolak H0 artinya variabel-variabel bebas yang diuji
berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas 2. t- hit < t
tabel,
maka terima H0 artinya variabel-variabel bebas tidak
berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. c. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi (R2) digunakan sebagai pengukur tingkat kebaikan model.
Semakin tinggi keragaman dapat diterangkan oleh model tersebut,
semakin besar koefisien determinasi. Koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagai berikut : (Walpole, 1995) R2 = 1
JKG n 1 S2y
4.5 Asumsi Dalam Analisis Regresi Linier Untuk membuat suatu persamaan regresi linier berganda diperlukan beberapa asumsi mendasar, yaitu normalitas, homogenitas, multikolinieritas, dan autokorelasi (Santoso, 1999). Dalam penelitian ini, analisis regresi yang digunakan adalah regresi linier berganda karena memiliki enam variabel bebas dan satu variabel dummy, sehingga asumsi yang digunakan dalam penelitian ini hanya dua yaitu normalitas dan homogenitas. Uji Normalitas Normalitas atau disebut juga uji kenormalan data diperlukan dalam analisis regresi berganda, hal ini disebabkan metode ini merupakan salah satu metode analisis parametrik. Kenormalan diketahui melalui sebaran regresi yang merata disetiap nilai. Salah satu cara yang digunakan untuk melihat normalitas data adalah dengan melihat plot garis dari standardized residual cumulative probability. Apabila sebaran data berada pada garis normal, maka dapat dikatakan bahwa data yang diuji memiliki sebaran yang normal dan sebaliknya jika garis tidak terletak disekitar garis, maka data tidak normal (Santoso, 1999). Uji Homogenitas Uji Homoskedastisitas ini pada dasarnya menyatakan bahwa nilai-nilai variabel terikat (Y) bervariasi dalam satuan yang sama. Untuk menguji asumsi ini, dibuat plot antara standardized residual dengan faktor X. Jika tidak terdapat suatu pola dalam plot tersebut maka dikatakan bahwa data tersebut homogen (Santoso, 1999).
4.6 Hipotesa Penelitian Perumusan hipotesa dari faktor-faktor yang diduga mempengaruhi realisasi KUR adalah sebagai berikut: 1. Variabel tingkat pendapatan perbulan, aset keluarga, aset usaha, lama usaha, modal usaha, dan lama pendidikan diduga bernilai positif terhadap realisasi kredit. 2. Variabel pengalaman kredit diduga bernilai negatif terhadap realisasi kredit. Variabel tingkat pendidikan perbulan responden diduga bernilai positif karena besar jumlah pendapatan mempengaruhi terhadap pengembalian kredit,
aset keluarga dan aset usaha juga diduga mempengaruhi realisasi kredit karena semakin besar aset yang dimiliki maka akan semakin besar usaha yang dijalankan. Lama usaha menunjukan eksistensi suatu usaha, sehingga semakin lama usaha yang dijalankan maka usaha tersebut mampu bertahan dalam persaingan yang ada, Selain itu modal usaha pun diduga bernilai positif karena modal usaha mempengaruhi skala usaha yang dijalankan, semakin besar modal maka semakin besar pula skala usaha yang dijalankan. Lama pendidikan menjadi salah satu variabel yang diduga mempengaruhi, karena semakin tinggi pendidikan yang diperoleh maka akan lebih mudah dalam memahami prosedur yang diterapkan oleh BRI serta lebih memiliki rasa tanggung jawab. Selain dari variabel-variabel yang diduga bernilai positif pada faktorfaktor yang mempengaruhi realisasi KUR di BRI Unit Leuwiliang, ada juga variabel yang diduga bernilai negatif. Variabel yang diduga bernilai negatif yaitu pengalaman kredit.
4.7 Definisi Operasional 1. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank.
Pada penelitian ini
nasabah yang dimaksud adalah nasabah pengguna KUR pada BRI Unit Leuwiliang. 2. Karakter nasabah merupakan salah satu dari prinsip lima C yang merupakan persyaratan dalam mekanisme penyaluran KUR. 3. Tingkat pendapatan per bulan adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh peminjam kredit selama satu bulan, diukur dalam rupiah. 4.
Aset keluarga adalah nilai beberapa aset yang dimiliki usaha responden. Diukur dalam rupiah dengan menghitung nilai dari asset yang dimiliki apabila aset tersebut dijual pada saat penelitian berlangsung (harga pasar yang berlaku).
5.
Aset usaha adalah jumlah atau nilai beberapa aset yang dimiliki usaha responden. Diukur dalam rupiah dengan menghitung nilai dari aset yang dimiliki apabila aset tersebut dijual pada saat penelitian berlangsung (harga pasar yang berlaku).
6. Frekuensi peminjaman atau pengalaman kredit adalah berapa kali peminjaman kredit yang telah dilakukan responden, diukur dalam berapa kali. 7. Lama usaha adalah berapa lama usaha yang telah dijalankan sejak dari awal berdiri hingga saat ini, diukur dalam satuan tahun. 8. Modal usaha adalah jumlah modal yang digunakan pada saat awal pendirian usaha, diukur dalam satuan rupiah. 9. Lama pendidikan adalah berapa lama pendidikan terakhir yang diselesaikan oleh nasabah, diukur dalam tahun.
V. GAMBARAN UMUM BRI
5.1 Sejarah BRI Bank Rakyat Indonesia atau yang sekarang ini dikenal dengan nama Bank BRI didirikan di Purwokerto, Jawa Tengah pada Tanggal 16 Desember 1895 oleh seorang patih yang bernama Raden Bei Aria Wirjaatmadja.
Awalnya bank
tersebut bernama “De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche (Bank
Hoofdeen”
Bantuan dan Simpanan
Milik Kaum
Priyayi
yang
berkebangsaan Indonesia atau pribumi), selanjutnya berubah menjadi “Halp Spaarbank der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren” (Bank Bantuan dan Simpanan Milik Pegawai Pangreh Praja Berkebangsaan Pribumi). Pada kegiatan awalnya, bank tersebut menggunakan uang kas masjid untuk kemudian digunakan sebagai pinjaman bagi masyarakat dengan angsuran ringan. Dalam perkembangannya terdapat berbagai perubahan dan pembenahan sistem, yaitu: a. Pada tahun 1987 namanya diubah menjadi “Purwokertosche Hulp Spaar en Landbouw Creditbank” oleh W.P.D. de Wollf Van Westerrode, seiring dengan reorganisasi yang meliputi, pembentukan badan hukum, penyusunan prosedur, perluasan keanggotaan, perluasan bidang usaha, dan lain-lain. b. Pada tahun 1898 namanya lebih dikenal sebagai Volksbank atau Bank Rakyat yang tumbuh dengan pesat diberbagai tempat sehingga mulai melibatkan pemerintahan Hindia Belanda secara langsung dan namanya berganti lagi menjadi Vokscredietwezwn. c. Berdasarkan surat keputusan Ratu Belanda No.118 tanggal 10 Juli 1912, Staatsblad 1912 No.392, berubah menjadi “Centrale Kas Voor het Volkscredietwezen”. d. Pada tahun 1934 berubah menjadi “Agemeene Volscredietbank” (AVB), berdasarkan Staatsblad No.82 menyatakan bahwa AVB bukanlah usaha yang dimiliki oleh negara meskipun didirikan dengan keputusan pemerintahan. AVB diusahakan untuk diatur dan dikelola sebagaimana perusahaan swasta. e. Pada masa kedudukan Jepang di Indonesia, tanggal 3 Oktober 1934 AVB berganti nama menjadi “Syomin Ginko” (Bank Rakyat). Kemudian setelah
kemerdekaan Republik Indonesia berdasarkan peraturan Pemerintah No.1 tanggal 22 November 1946 Pasal 1 disebutkan bahwa BRI adalah Bank Pemerintah pertama di Republik Indonesia. f. Adanya situasi perang mempertahankan kemerdekaan pada tahun 1948, kegiatan BRI sempat terhenti untuk sementara waktu dan baru mulai aktif kembali setelah perjanjian Renville pada tahun 1949 dengan berubah nama menjadi Bank Rakyat Indonesia Serikat. Pada waktu itu melalui PERPU No.41 tahun 1960 dibentuk Bank Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN) yang merupakan peleburan dari BRI, Bank Tani Nelayan dan Nederlandsche Maatschappij (NHM). g. Berdasarkan Penetapan Presiden (Penpres) No. 9 tahun 1965, BKTN diintegrasikan ke dalam Bank Indonesia dengan nama Bank Indonesia Urusan Koperasi Tani dan Nelayan.
Setelah berjalan selama satu bulan keluar
Penpres No.17 tahun 1965 tentang pembentukan bank tunggal dengan nama Bank Negara Indonesia. Dalam ketentuan baru itu, Bank Indonesia Urusan Koperasi Tani dan Nelayan (eks BKTN) diintegrasikan dengan nama Bank Negara Indonesia unit II bidang rural, sedangkan NHM menjadi Bank Negara Indonesia unit II bidang ekspor Impor (Exim). h. Berdasarkan Undang-undang No.14 tahun 1967 tentang Undang-undang Pokok Perbankan dan Undang-undang No.13 tahun 1968 tentang Undangundang Bank Sentral, yang intinya mengembalikan fungsi Bank Indonesia sebagai Bank Sentral dan Bank Negara Indonesia unit II Bidang rural dan ekspor impor dipisahkan masing-masing menjadi dua bank yaitu Bank Rakyat Indonesia dan Bank Ekspor Impor Indonesia.
Selanjutnya berdasarkan
Undang-undang No.21 tahun 1968 menetapkan kembali tugas-tugas pokok BRI sebagai bank umum. i. Sejak 1 Agustus 1992 berdasarkan Undang-undang Perbankan No.7 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah RI No. 21 tahun 1992 status BRI berubah menjadi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) yang kepemilikannya masih 100 persen ditangan pemerintah. Sejak bulan Oktober 2003, BRI melakukan go public sehingga dalam kepemilikannya, BRI telah menjadi perusahaan
publik dan namanya ditambah menjadi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, yang dikenal dengan nama Bank BRI.
5.2 Visi, Misi, Tujuan BRI, dan Sasaran Jangka Panjang Visi BRI adalah “Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan kepuasan nasabah”, sedangkan misi BRI adalah : a. Melakukan kegiatan perbankan yang terbaik dengan mengutamakan pelayanan kepada usaha mikro, kecil dan menengah untuk menunjang peningkatan ekonomi masyarakat. b. Memberikan pelayanan prima kepada nasabah melalui jaringan kerja yang tersebar luas dan didukung oleh sumberdaya manusia yang profesional dengan melaksanakan praktek good corporate government. c. Memberikan keuntungan dan manfaat yang optimal kepada pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders). Berdasarkan dari visi dan misi BRI, maka BRI telah mempunyai tujuan yang jelas khususnya dibidang kredit, yaitu menjadi bank komersial dengan menitikberatkan kepada usaha mikro, kecil dan menengah. Hal ini ditunjukan dengan 80 persen dari jumlah kredit yang disalurkan oleh Bank BRI diberikan kepada sektor usaha mikro, kecil dan menengah. Bidang pendanaan BRI mengutamakan kepuasan nasabah dengan memberikan pelayanan yang prima melalui jaringan kerja yang tersebar luas dan mengembangkan dukungan teknologi perbankan yang canggih. Di samping itu bank BRI juga menetapkan tujuan untuk kepentingan stakeholders, baik pemerintah maupun publik, yaitu : a. Pemerintah Berperan serta dalam meningkatkan mutu industri perbankan di Indonesia, memperlancar perputaran uang di masyarakat, menjadi agen pembangunan dan meningkatkan pendapatan pajak. b. Pemegang Saham Memberikan tambahan penghasilan bagi pemegang saham melalui dividen yang dibagikan sesuai keuntungan dan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
c. Nasabah Memberikan bantuan di bidang permodalan dan mengamankan dana masyarakat serta meberi jasa perbankan dengan melalui pelayanan dan kualitas yang terbaik, sehingga memberi nilai tambah yang wajar dan terpeliharanya hubungan kemitraan dengan nasabah. d. Pekerja Menjadikan pekerja sebagai aset utama perusahaan serta menciptakan lingkungan dan suasana kerja yang sehat, mengembangkan budaya kerja perusahaan (coporate culture) dan memberikan penghasilan bagi pekerja. e. Masyarakat. Memberikan kontribusi kepada masyarakat untuk membangun ekonomi, sosial maupun lingkungan dengan menyisihkan sebagian laba usaha yang diperoleh. Selain visi dan misi serta tujuan BRI, Bank BRI juga mempunyai sasaran jangka panjang, yaitu : 1. Menjadi bank sehat dan salah satu dari lima bank terbesar dalam asset dan keuntungan. 2. Menjadi bank terbesar dan terbaik dalam pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah. 3. Menjadi bank terbesar dan terbaik dalam pengembangan agribisnis. 4. Menjadi bank go public terbaik. 5. Menjadi bank yang melaksanakan good corporate governance secara konsisten.
5.3 Organisasi dan Jaringan Kerja BRI BRI dipimpin oleh seorang direktur utama dan seorang wakil direktur utama yang dibantu oleh enam orang direktur yang membidangi bisnis. Masingmasing direktur membawahi bidang bisnis mikro dan ritel, bisnis menengah, bidang pengendalian kredit, bidang keuangan dan internasional, bidang operasional, dan bidang kepatuhan. Secara struktural direksi membawahi para kepala divisi di kantor pusat dan pemimpin wilayah di kantor wilayah BRI. Struktur Organisasi BRI Pusat dapat dilihat pada Lampiran 5.
Unit kerja di kantor pusat BRI meliputi berbagai bidang bisnis operasional dan penunjang, yang masing-masing dipimpin oleh para kepala divisi dibantu oleh wakil kepala divisi yang membawahi para kepala bagian dan staf. Unit kerja di tingkat wilayah BRI dipimpin oleh pemimpin wilayah yang dibantu oleh wakil pemimpin wilayah, yang membawahi kepala bagian dan pemimpin cabang yang ada di wilayah tersebut. Struktur organisasi kantor wilayah BRI dapat dilihat pada Lampiran 6. Unit kerja di kantor cabang BRI dipimpin oleh pemimpin cabang yang dibantu oleh wakil pemimpin cabang yang membawahi para officer, kepala seksi serta seluruh kantor cabang pembantu dan BRI Unit yang ada di wilayah kantor cabang tersebut (Lampiran 7). Unit kerja kantor cabang pembantu (KCP) dipimpin oleh pemimpin cabang pembantu (Pincapem) yang membawahi para supervisor, teller dan unit pelayanan nasabah (UPN) atau sering disebut dengan Customer Service (CS). Struktur organisasi kantor cabang pembantu dapat dilihat pada Lampiran 8. Unit kerja di tingkat BRI Unit dipimpin oleh seorang kepala unit (Kaunit) yang membawahi Mantri, Deskman dan Teller di BRI Unit tersebut.
5.4 Bidang Usaha BRI Bank BRI mempunyai berbagai bidang usaha yang secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bidang usaha simpanan, pinjaman, dan jasa bank lainnya. 1. Bidang Simpanan Meliputi Giro BRI (Girobri), Deposito BRI (Depobri) baik dalam mata uang Rupiah maupun US Dollar, Sertifikat BRI (Sertibri), Tabungan Britama baik Britama Rupiah maupun Britama Dollar, Tabungan Simaskot, Tabungan Simpedes, dan Tabungan Haji. 2. Bidang Pinjaman Meliputi Kredit Prioritas atau Kredit Program, Kredit Non Program, Kredit Komersial, Kredit Kepemilikan Rumah, Kredit Kendaraan Bermotor, Kredit Profesi, Kredit Expres, Kredit Pembinaan Peningkatan Pendapatan Petani atau Nelayan (P4K), Kupedes, Kredit Golongan Berpenghasilan Tetap, Kredit Pensiun, Kredit Cash Collateral dan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
3. Usaha Jasa Bank Meliputi transfer, Inkaso, Safe Deposit Box, Automatic Teller Machine (ATM), Cek Perjalanan BRI (Cepebri), Kliring, dan jual beli Bank Notes atau mata uang asing. Selain itu, jasa bank lainnya meliputi biaya penyelenggaraan ibadah haji, penerimaan Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK), Surat Izin Mengemudi (SIM), Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), penerimaan setoran denda tilang, penerimaan setoran tagihan telepon dan listrik, pembayaran uang pensiun PT Taspen dan PT Asabri, pembayaran Pajak Bea Cukai KPKN, pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Subsidi Pembangunan Inpres (P2KP), Pelayanan setoran PT Pusri, pelayanan pembayaran Pertamina dan pelayanan setoran Pegadaian.
5.5 Gambaran Umum Kantor Cabang BRI Bogor Kantor Cabang (Kanca) BRI Bogor merupakan salah satu dari 24 Kanca BRI yang ada di wilayah Kanwil Jakarta 2. Kanca BRI Bogor dipimpin oleh seorang Pemimpin Cabang (Pinca) yang membawahi kegiatan pelayanan kepada sektor makro dan ritel. Dalam kegiatannya Pinca dibantu oleh tiga orang manajer, yaitu : 1. Manajer Pemasaran (MP) Manajer Pemasaran bertanggung jawab terhadap bisnis ritel baik kredit maupun dana.
Kredit merupakan sejumlah dana BRI yang dipinjamkan
kepada nasabah (debitur). Sedangkan dana adalah pemasukan yang diterima oleh BRI baik melalui simpanan, pinjaman, penjualan saham BRI, dan sebagainya. Manajer Pemasaran membawahi para Account Officer (AO). 2. Manajer Operasional (MO) Manajer Operasional bertanggung jawab terhadap kelancaran seluruh proses kegiatan operasional Kanca.
Manajer Operasional membawahi Asisten
Manajer Operasional (AMO) serta Supervisor Kas dan Supervisor Dana dan Jasa. 3. Manajer Bisnis Mikro (MBM) Manajer Bisnis Mikro bertanggung jawab terhadap bisnis baik kredit maupun dana dan operasional mikro di BRI Unit. MBM dibantu oleh Asisten Manajer
Bisnis Mikro (AMBM) yang membawahi penilik BRI Unit. Selain itu, MBM juga membawahi Petugas Administrasi Unit (PAU) dan Petugas Rekonsiliasi Unit (PRU). Kantor Cabang BRI Bogor membawahi 27 kantor BRI Unit. Unit-unit yang berada di bawah Kantor Cabang BRI Bogor tersebar di berbagai kecamatan yang ada di kota dan kabupaten Bogor. BRI Unit yang berada di wilayah Kantor Cabang BRI Bogor bergerak dalam segmen pelayanan perbankan di bidang mikro.
5.6 Gambaran Umum Kantor BRI Unit Leuwiliang Kantor BRI Unit Leuwiliang merupakan salah satu dari 27 BRI Unit yang berada di wilayah Kantor Cabang BRI Bogor. BRI Unit Leuwiliang berdiri pada tahun 1984 bersamaan dengan berdirinya BRI Unit di seluruh Indonesia. Berdirinya BRI Unit tersebut tidak terlepas dari gagalnya pelaksanaan program Bimbingan Massal (Bimas) dan Intensifikasi Massal (Inmas) yang didirikan pemerintah pada tahun 1969. Tujuan utama program Bimas dan Inmas adalah untuk meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman pangan, terutama produk beras.
Namun
program tersebut tidak berjalan lancar karena BRI tidak mempunyai wewenang penuh dalam melakukan penilaian kredit dan menentukan pihak-pihak mana saja yang dinilai cukup layak untuk mendapatkan kredit, sehingga program tersebut dihentikan. Pada tahun 1984, untuk pertama kalinya pemerintah mengeluarkan kebijakan deregulasi perbankan yang memungkinkan BRI untuk melakukan transisi bisnis kredit mikro. Sejak itu BRI mulai menata manajemen internalnya dan memperbaiki antusiasme para karyawan hingga ke tingkat BRI Unit yang berhubungan langsung dengan nasabah mikro dan kecil. BRI Unit Leuwiliang terletak di kecamatan Leuwiliang, tepatnya di Jalan Raya Leuwiliang di depan pasar Leuwiliang.
Ruang lingkup BRI Unit
Leuwiliang yaitu hanya Kecamatan Leuwiliang. Mayoritas nasabah BRI Unit Leuwiliang berdomisili di Kecamatan Leuwiliang.
Untuk peminjaman
dikhususkan (sebagian besar) untuk nasabah di Kecamatan Leuwiliang dan adapula beberapa berasal dari wilayah lain.
BRI Unit Leuwiliang dipimpin oleh seorang Kepala Unit (Kaunit) yang membawahi Mantri, Deskman dan Teller (Gambar 4). Masing-masing bagian mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, sebagai berikut : a. Kepala Unit (Kaunit) Bertugas sebagai pemimpin kantor BRI Unit dan bertanggung jawab atas seluruh kegiatan operasional yang dilakukan oleh BRI Unit tersebut. Disamping itu mempunyai wewenang untuk melakukan putusan kredit sebatas Kuasa Memutus Permohonan Pinjaman (KMPP) yang dimilikinya. Kaunit mempunyai wewenang untuk memutuskan kredit sebesar 10.000.000 rupiah, lebih dari nilai tersebut harus diproses di kantor cabang. Plafond maksimum KUR di BRI Unit Leuwiliang sebesar lima juta rupiah. b. Mantri Bertugas sebagai tenaga pemasaran yang berfungsi ganda sebagai lending atau funding officer. Khusus untuk pinjaman, Mantri berfungsi sebagai seorang analisa kredit yang melakukan analisis dan merekomendasi putusan kredit sekaligus berfungsi sebagai Pembina nasabah kredit. c. Deskman Bertugas melayani kebutuhan nasabah dalam melakukan transaksi di BRI Unit yang bersifat administratif. Selain itu berfungsi untuk memberikan informasi kepada nasabah tentang produk-produk yang dimiliki oleh BRI khususnya tabungan Simpedes dan Kredit Usaha Rakyat (KUR). d. Teller Bertugas melayani nasabah untuk melakukan transaksi tunai, yaitu penerimaan dan pembayaran kas. Adapun beberapa contohnya yaitu penerimaan setoran tabungan, pembayaran pinjaman, dan sebagainya. Kepala Unit
Mantri
Deskman
Gambar 4. Struktur Organisasi BRI Unit Leuwiliang Sumber : BRI Unit Leuwiliang, 2008
Teller
Produk yang ditawarkan oleh BRI Unit Leuwiliang adalah Simpedes, Kupedes, KUR, tabungan Britama, Deposito BRI (Depobri), tabungan haji, dan Simaskot (Simpanan Masyarakat Kota, pada akhir tahun 2005 di tiadakan dan dilebur menjadi satu dengan Simpedes). Untuk lebih menarik minat nasabah terhadap produk-produk yang ditawarkan oleh BRI Unit Leuwiliang, maka BRI Unit Leuwiliang memberikan fasilitas-fasilitas yang memudahkan nasabah, yaitu : 1.
Untuk produk peminjaman, tidak ada persyaratan khusus hanya surat izin usaha yang otentik dan jelas serta layak dan juga identitas diri.
2.
Untuk produk simpanan, dalam pembuatan simpanan hanya memerlukan KTP dan saldo awal untuk setiap simpanan tidak terlalu besar, untuk Simpedes saldo awal sebesar 100 ribu rupiah, sedangkan untuk Britama saldo awal sebesar 200 ribu rupiah. Dalam penarikan uang, nasabah dapat melakukannya di ATM BRI dimana saja, selain itu BRI Unit Leuwiliang sudah on line jadi nasabah dapat melakukan transaksi di BRI dimana saja. BRI Unit Leuwiliang juga melayani pembayaran listrik, telepon, angsuran motor, dan sebagainya. Produk utama yang dimiliki oleh BRI Unit selain daripada KUR adalah
Simpedes (Simpanan Masyarakat Pedesaan) dan Kupedes. Hal ini merupakan penciri utama BRI Unit seluruh Indonesia.
Simpedes BRI telah menjawab
keraguan akan kemampuan dan kemauan menabung masyarakat pedesaan terhadap faktor keamanan, kemudahan dan kenyamanan dalam penarikan tabungan sewaktu-waktu. Kupedes adalah suatu fasilitas kredit yang bersifat umum untuk mengembangkan suatu usaha yang layak. Kupedes diutamakan untuk membiayai usaha, baik masyarakat pedesaan maupun masyarakat kecil di perkotaan. Namun demikian, untuk memperluas jangkauan pelayanan, kupedes dapat juga disalurkan untuk sektor konsumsi bagi golongan masyarakat berpenghasilan tetap. Dalam perealisasian kupedes untuk rata-rata peminjaman yang dilakukan oleh nasabah BRI Unit sebesar Rp. 1.000.000 – Rp. 50.000.000, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh nasabah, yaitu :
1. Industri/usaha: a. Izin usaha dari wilayah setempat b. Kelayakan usaha c. Surat keterangan usaha dari wilayah setempat d. Agunan sesuai kebutuhan kredit 2. Pegawai berpenghasilan tetap a. Adanya perjanjian kerjasama antara BRI dengan perusahaan atau instansi tempat pegawai tersebut bekerja. b. Adanya izin dari perusahaan atau instansi untuk meminjam di BRI c. Perinjian gaji serta SK golongan. Jangka waktu pengembalian pinjaman didasarkan pada kriteria nasabah dan penggunaan pinjaman, yaitu pinjaman untuk modal kerja dua tahun, pinjaman untuk investasi tiga tahun , dan pinjaman untuk pegawai lima tahun. Apabila persyaratan tidak dipenuhi maka dapat memungkinkan pinjaman tersebut akan ditolak oleh pihak BRI. Selain tidak dipenuhinya persyaratan ada juga yang menjadi faktor pinjaman ditolak, yaitu apabila usahanya tidak layak.
VI. MEKANISME PENYALURAN KUR DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN
6.1 Mekanisme Penyaluran KUR di BRI Unit Leuwiliang BRI Unit Leuwiliang dalam menyalurkan KUR tidak terlepas dari syaratsyarat maupun prosedur yang harus dilaksanakan oleh nasabah. Dalam hal ini, KUR tidak langsung diberikan oleh pihak BRI Unit Leuwiliang sebelum mengenal karakteristik calon debitur secara lebih jelas. Secara umum prosedur pengambilan KUR melewati dua tahap, yaitu tahap pengajuan permohonan atau pemberian kredit dan tahap pembayaran kembali. Tahap pengajuan permohonan kredit diawali dengan formulir yang tersedia di BRI Unit Leuwiliang. Kemudian penilaian kredit dilakukan oleh Mantri BRI Unit Leuwiliang. Kaunit BRI Leuwiliang meneliti data kredit yang telah dikumpulkan dan mengambil keputusan. Apabila usaha tersebut dinilai layak, maka Kaunit dapat langsung memutuskan pemberian kredit.
Plafond KUR di BRI Unit Leuwiliang yaitu
maksimal lima juta rupiah. Bila permohonan kredit tersebut dinilai tidak layak maka Kaunit dapat langsung memberikan keputusan penolakan. Semua prosedur penyaluran kredit tidak terlepas dari prinsip lima C (Character, Capacity, Collateral, Capital dan Condition of Economy). Proses pencairan kredit di BRI Unit Leuwiliang kurang lebih adalah seminggu setelah pengajuan permohonan kredit. Secara lebih jelas prosedur penyaluran kredit yang dilakukan oleh BRI Unit Leuwiliang adalah : 1. Persyaratan Awal Pendaftaran awal harus dilakukan di kantor BRI Unit Leuwiliang pada jam kerja dan petugas yang melayani adalah Deskman.
Calon nasabah harus
membawa kelengkapan identitas diri untuk permohonan pinjaman atau kredit, yaitu: 1. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) suami isteri bila sudah menikah. 2. Fotokopi Kartu Keluarga (KK) 3. Pas Photo (4 x 6) sebanyak 1 lembar. 4. Surat Keterangan Usaha dari Kecamatan dan Kelurahan.
5. KUR tidak diwajibkan menggunakan agunan akan tetapi tidak menutup kemungkinan pihak bank meminta jaminan atau agunan ringan. 6. Minimal usaha yang dilakukan telah berjalan selama 6 bulan. Calon nasabah dapat memilih jumlah serta jangka waktu pengembalian KUR sesuai dengan kemampuannya berdasarkan prosedur KUR yang berlaku. Jangka waktu angsuran KUR yang dapat dipilih calon debitur yaitu selama 12, 18, dan 24 bulan.
Pada saat itu, Deskman turut membantu nasabah dalam
memberikan alternatif pilihan pinjaman sesuai dengan kemampuan usahanya. 2. Pendaftaran Setelah proses pengajuan kredit dilakukan, selanjutnya dilaksanakan proses administrasi. Dalam hal ini, Deskman bertugas untuk memeriksa apakah calon debitur termasuk dalam daftar hitam atau tidak. Selain itu, Deskman juga harus mempersiapkan pemeriksaan di tempat nasabah sesuai dengan besar KUR dan memastikan pinjaman lama dengan memeriksa berkas pinjaman yang lalu dan kartu pelunasannya, apabila pernah atau sedang meminjam di BRI. Setelah itu, seluruh berkas diberikan kepada Kaunit untuk diproses lebih lanjut. Kaunit akan memeriksa kelengkapan persyaratan yang diperlukan dan berkas pengajuan pinjaman dari Deskman. Sebelum memutuskan permohonan, Kaunit harus menugaskan Mantri atau Kaunit sendiri yang melakukan pemeriksaan kebenaran laporan usaha yang diberikan oleh calon debitur. Dalam hal ini, diharapkan Kaunit lebih mengenal karakter calon debitur. 3. Pemeriksaan terhadap Usaha Calon Debitur Pemeriksaan terhadap aspek-aspek usaha calon debitur juga sangat diperlukan untuk meminimalkan resiko terjadinya penunggakan pada pinjaman. Pemeriksaan dapat dilakukan secara langsung oleh Mantri terhadap keadaan usaha calon debitur. Untuk memperoleh informasi tersebut Mantri dapat melakukan wawancara, baik langsung terhadap calon nasabah maupun para tetangga atau relasinya. Prinsip 5 C perlu diperhatikan dalam pemeriksaan ini, oleh karena itu Mantri harus giat mengamati dan mewawancarai orang-orang yang tepat guna mendapatkan data yang akurat sehingga tidak terjadi kesalahan dalam menganalisis usaha calon nasabah. Kriteria pemeriksaan tersebut meliputi :
1. Usaha benar-benar sesuai dengan surat keterangan Kecamatan atau Kelurahan yang diberikan. 2. Domisili calon debitur sesuai dengan KTP yang telah diberikan. 3. Calon nasabah atau debitur mempunyai sifat baik, ini dapat diketahui dari hasil wawancara dengan para tetangga, relasi, ataupun perangkat desa yang berhubungan. 4. Calon nasabah mempunyai prospek usaha yang baik. Pemeriksaan terhadap usaha nasabah dapat dibagi atas aspek pemasaran, aspek keuangan, aspek manajemen, aspek hukum dan aspek sosial ekonomi. Aspek pemasaran dianalisis untuk mengetahui prospek usaha dan laba yang dapat menjamin kelangsungan usaha tersebut. Aspek ini mencakup keadaan pasar, baik permintaan maupun penawaran yang sudah ada untuk jenis usaha yang direncanakan dan diproduksi. Penilaian terhadap aspek keuangan dilakukan dengan cara melihat data keuangan calon nasabah dari kegiatan masa lalu. Dari data tersebut dapat diperkirakan sejauhmana keuntungan dari usaha yang dijalankan dimasa yang akan datang. Dengan demikian pihak BRI Unit dapat mengukur kesehatan usaha dan dapat mempertimbangkan seberapa besar jumlah pinjaman yang dapat diberikan. Aspek manajemen dapat mencerminkan bagaimana hubungan antara kemampuan, pengalaman, kejujuran, dan cara mengelola usaha. Hal ini berkaitan dengan bagaimana karakter calon debitur dengan kemampuannya dalam mengembalikan pinjaman kredit. Penilaian terhadap aspek hukum dapat dilihat dari kelengkapan data yang dimiliki oleh nasabah, seperti akte pendirian usaha maupun surat ijin usaha lainnya dari instansi yang berwenang. Hal ini diperlukan untuk melihat kebenaran keberadaan usaha yang dilaporkan calon debitur.
Sedangkan aspek sosial
ekonomi dapat dilihat dari pengaruh usaha calon nasabah terhadap lingkungan masyarakat sekitarnya.
6.2 Character (Karakter) Responden Karakter nasabah merupakan salah satu dari prinsip lima C yang merupakan persyaratan dalam mekanisme penyaluran KUR. Nasabah BRI Unit Leuwiliang memiliki karakter yang berbeda, baik tidaknya karakter nasabah dapat mempengaruhi pemberian KUR. Untuk melihat karakter responden BRI Unit Leuwiliang dapat dibagi menjadi beberapa kriteria, yaitu jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan per bulan, frekuensi pinjaman, waktu perealisasian KUR, dan waktu tempuh ke BRI.
Jenis Kelamin Responden Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Unit BRI Unit Leuwiliang, dalam pemberian KUR tidak membedakan pria dan wanita, oleh karena itu nasabah KUR BRI sangat beragam. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, nasabah yang menjadi responden di BRI Unit Leuwiliang mayoritas berjenis kelamin pria sebesar 87,50 persen lebih banyak dibandingkan dengan nasabah berjenis kelamin wanita sebesar 12,50 persen (Tabel 7).
Tabel 7. Jenis Kelamin Responden Nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang Jenis Kelamin Pria
Jumlah Responden (Orang) 70
Persentase (%) 87,50
Wanita
10
12,50
Total
80
100
Berdasarkan Tabel 7, dapat dilihat bahwa nasabah KUR berjenis kelamin pria berjumlah 70 orang, sedangkan nasabah wanita berjumlah 10 orang. Hal ini dapat dipahami karena adanya norma yang berlaku di masyarakat bahwa tugas mencari penghasilan lebih dititikberatkan kepada kaum pria. Oleh karena pria merupakan kepala rumah tangga yang memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap setiap bulannya sehingga tingkat kepercayaan pada nasabah pria lebih besar.
6.2.2.Usia Responden Usia menjadi kriteria lainnya dalam melihat karakter nasabah, dikarenakan apabila usia nasabah terlalu muda dikhawatirkan belum memiliki pekerjaan yang tepat, atau belum mempunyai pengalaman yang cukup dalam menjalankan usaha sehingga usaha yang dijalankan akan mengalami kegagalan, sedangkan bila usia nasabah terlalu tua dikhawatirkan tidak dapat berproduktif lagi sehingga bila diberikan pinjaman maka akan mengalami keterlambatan dalam pembayarannya. Berdasarkan hasil penelitian, usia responden nasabah KUR di BRI Unit Leuwiliang (Tabel 8) mayoritas berada pada kisaran usia 33-46 tahun sebesar 46,25 persen. Hal ini menunjukan bahwa nasabah KUR yang menjadi responden masih berproduktif dalam bekerja dan memiliki penghasilan tetap setiap bulannya sehingga dapat dipercaya untuk diberikan pinjaman karena mampu dalam memenuhi kewajiban pelunasan pinjaman.
Tabel 8. Usia Responden Nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang Usia Responden < 33 Tahun
Jumlah Responden (Orang) 10
Persentase (%) 12,50
33-46 Tahun
37
46,25
47-59 Tahun
24
30
9
11,25
80
100
>59 Tahun Total
Berdasarkan Tabel 8, responden nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang paling banyak berusia 33-46 tahun, akan tetapi di BRI Unit Leuwiliang terdapat juga nasabah yang berusia >59 tahun sebesar 11,25 persen, berdasarkan hasil wawancara dengan responden, nasabah yang berusia >59 tahun merupakan nasabah lama yang mengajukan KUR dan pinjaman yang direalisasikan digunakan untuk perkembangan usahanya atau digunakan oleh anak maupun saudaranya untuk membuka usaha baru atau untuk perkembangan usaha.
6.2.3. Tingkat Pendidikan Responden Selain jenis kelamin dan usia responden, tingkat pendidikan juga merupakan indikator yang perlu dilihat dari nasabah KUR, karena tinggi rendahnya pendidikan sangat mempengaruhi nasabah dalam mengerti dan memahami tentang tata cara pengajuan dan penerimaan pinjaman, serta mengetahui hak dan kewajiban sebagai nasabah KUR sehingga peluang keterlambatan pembayaran pinjaman akan semakin kecil. Dalam penelitian tingkat pendidikan dibagi menjadi beberapa kategori dari tidak sekolah sampai dengan D3 atau sarjana.
Berdasarkan penelitian
terhadap tingkat pendidikan responden yang dilakukan di BRI Unit Leuwiliang (Tabel 9), diketahui bahwa tingkat pendidikan sebagian besar nasabah adalah Sekolah Menengah Umum (SMU) sebesar 43,75 persen.
Nasabah yang
melesaikan pendidikannnya hingga Sekolah Dasar (SD) sebesar 28,75 persen, Sekolah Mengengah Pertama (SMP) sebesar 15 persen, D3 atau Sarjana sebesar 7,50 persen. Akan tetapi masih ada responden yang tidak tamat SD sebesar 5 persen, sangat kecil dibanding tingkat pendidikan lainnya dikarenakan responden tersebut masih menganggap pendidikan kurang penting serta adanya masalah ekonomi.
Tabel 9. Tingkat Pendidikan Responden Nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang Tingkat Pendidikan Tidak Tamat SD
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%) 4
5
SD
23
28,75
SMP
12
15
SMU
35
43,75
6
7,50
80
100
D3/Sarjana Total
Berdasarkan hasil penelitian, responden di BRI Unit Leuwiliang memiliki tingkat pendidikan yang beragam, akan tetapi mayoritas responden berpendidikan akhir SMU, sehingga responden mudah dalam memahami dan mengerti proses
perealisasian KUR dan kewajiban pelunasan sehingga dapat mengurangi resiko keterlambatan pembayaran. Walaupun demikian pihak BRI tidak terlalu mempertimbangkan pendidikan nasabahnya apabila dari segi kelayakan usaha sudah memenuhi semua persyaratan yang ditetapkan.
6.2.4. Jenis Pekerjaan Responden Jenis pekerjaan merupakan salah satu kriteria karakter nasabah yang terpenting, karena dengan mengetahui pekerjaan nasabah maka pihak BRI dapat mengetahui seberapa besar pendapatan yang diperoleh setiap bulannya sehingga dapat menilai calon nasabah mampu atau tidak dalam memenuhi kewajibannya bila pinjaman direalisasikan. Jenis pekerjaan yang dilakukan oleh responden di BRI Unit Leuwiliang sangatlah beragam. Berdasarkan hasil penelitian, jenis pekerjaan nasabah BRI Unit Leuwiliang (Tabel 10), walaupun termasuk dalam wilayah pedesaan, namun yang berprofesi sebagai petani atau pengusaha agribisnis yang bergerak langsung di subsistem usaha tani hanya sebesar 23,75 persen. Selain itu juga ada juga responden yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebesar 5 persen dan Ibu Rumah Tangga (IRT) sebesar 6,25 persen.
Mayoritas responden
berprofesi sebagai wiraswasta baik dari subsistem input, subsistem output dan pengolahan sebesar 61,25 persen, hal ini menyatakan bahwa UMKM telah tumbuh dan berkembang di wilayah pedesaan.
Tabel 10. Jenis Pekerjaan Responden Nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang Pekerjaan Responden Petani Wiraswasta
Jumlah Responden (Orang) 19
Persentase (%) 23,75
49
61,25
PNS
4
5
Buruh
3
3,75
IRT
5
6,25
80
100
Total
Berdasarkan Tabel 10, dapat dilihat bahwa mayoritas responden berprofesi sebagai wiraswasta sebesar 61,25 persen, hal tersebut membuktikan bahwa BRI telah memenuhi salah satu misinya yaitu “ Melakukan kegiatan perbankan yang terbaik dengan mengutamakan pelayanan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah untuk menunjang peningkatan ekonomi masyarakat”.
6.2.5. Jumlah Penghasilan per Bulan Responden Jumlah penghasilan merupakan kriteria terpenting setelah jenis pekerjaan, karena dengan mengetahui jenis pekerjaan seorang nasabah maka dapat diketahui berapa jumlah penghasilan yang didapat dalam satu bulannya.
Jumlah
penghasilan responden di BRI Unit Leuwiliang (Tabel 11) sangat beragam, jumlah penghasilan dapat berasal dari omzet usaha untuk wiraswasta, pengusaha agribisnis, gaji dan upah untuk pegawai negeri, buruh, dan petani. Sedangkan untuk IRT penghasilannya didapatkan dari usaha yang dijalankan atau dari suami. Berdasarkan hasil wawancara dengan para responden, sebagian besar nasabah yang berprofesi sebagai wiraswasta, bidang usahanya adalah toko sembako atau rumah makan.
Tabel 11. Jumlah Penghasilan per Bulan Responden Nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang Penghasilan PerBulan < Rp.1.000.000
Jumlah Responden (Orang) 18
Persentase (%) 22,50
Rp.1.000.000 - 5.000.000
38
47,50
Rp.5.000.001 - 10.000.000
24
30
0
0
80
100
> Rp.10.000.000 Total
Berdasarkan Tabel 11, responden di BRI Unit Leuwiliang memiliki ratarata penghasilan mayoritas berkisar antara satu juta sampai lima juta rupiah sebesar 47,50 persen. Pendapatan usaha nasabah yang kurang dari satu juta rupiah sebesar 22,50 persen dan pendapatan usaha berkisar lima juta satu sampai sepuluh
juta sebesar 30 persen. Besar penghasilan perbulan responden merupakan salah satu kriteria terpenting yang dijadikan landasan perealisasian kredit, karena pihak BRI sangat mengutamakan faktor keamanan dalam pengembalian kredit. Dapat dilihat dari hasil penelitian, mayoritas responden berpenghasilan satu juta rupiah sampai dengan lima juta rupiah, sedangkan sedikit responden yang berpenghasilan dibawah satu juta rupiah, sehingga dapat disimpulkan bahwa masih banyak pengusaha kecil yang berpenghasilan dibawah satu juta rupiah belum dapat menerima bantuan kredit KUR. Besarnya pendapatan pendapatan per bulan yang diperoleh nasabah dapat menentukan perealisasian KUR karena pihak BRI mempercayai nasabah dapat memenuhi kewajibannya.
6.2.6. Waktu Tempuh Responden ke BRI Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Unit BRI Unit Leuwiliang, yang menjadi nasabah KUR di utamakan masyarakat yang tinggal di ruang lingkup BRI Unit Leuwiliang yang jarak (aksesibilitas) tidak perlu jauh dari BRI Unit Leuwiliang.
Pada Tabel 12, yang menjadi nasabah KUR BRI Unit
Leuwiliang berada pada ruang lingkup kerja BRI Unit Leuwiliang, nasabah KUR yang menjadi responden mayoritas bertempat tinggal dekat dengan BRI Unit Leuwiliang, dimana waktu tempuh dari tempat tinggal sampai ke BRI selama satu sampai 15 menit sebesar 81,25 persen. Akan tetapi ada pula nasabah yang waktu tempuhnya selama lebih dari 30 menit yaitu sebesar 1,25 persen, hal tersebut dikarenakan nasabah tinggal di luar ruang lingkup BRI Unit Leuwiliang serta sulit mendapatkan kredit di BRI Unit yang berada di dekat domisili nasabah tersebut sehingga mencoba mengajukan permohonan kredit ke BRI Unit Leuwiliang. Berdasarkan Tabel 12, dapat dinyatakan bahwa BRI Unit Leuwiliang mengutamakan nasabah yang berada pada ruang lingkup kerjanya, tetapi walaupun ada nasabah yang berada di luar ruang lingkupnya, maka pihak BRI akan tetap melayani apabila persyaratan yang dibutuhkan telah dilengkapi dan memiliki usaha yang layak.
Tabel 12. Waktu Tempuh Responden Nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang Waktu Tempuh ke Bank (Menit) 1-15 menit
Jumlah Responden (Orang) 65
Persentase (%) 81,25
16-30 menit
14
17,50
> 30 menit
1
1,25
80
100
Total
6.2.7. Frekuensi Pinjaman Responden Dalam menilai karakter responden
dapat
dilihat dari frekuensi
pinjamannya, dimana dengan frekuensi pinjaman dapat diketahui seberapa besar loyalitas nasabah BRI dan dapat meningkatkan tingkat kepercayaan BRI sehingga dapat dengan mudah diberikannya kembali pinjaman setelah pinjaman terakhir dilunasi. Responden di BRI Unit Leuwiliang memiliki frekuensi pinjaman yang relatif kecil (Tabel 13), yaitu sebanyak satu sampai tiga kali mengajukan pinjaman. Hal ini menyatakan bahwa nasabah BRI Unit Leuwiliang yang menjadi responden merupakan nasabah baru.
Dalam hal ini, yang dimaksud dengan
nasabah baru adalah seseorang yang telah lama menjadi nasabah BRI Unit Leuwiliang khusus simpanan, tetapi baru beberapa tahun nasabah tersebut mengajukan pinjaman dimana pinjaman tersebut digunakan nasabah untuk membuka usaha baru maupun untuk mengembangkan usahanya.
Tabel 13. Frekuensi Pinjaman Responden Nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang Frekuensi Pinjaman
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
1-3 kali
50
62,50
4-6 kali
15
18,75
7-10 kali
7
8,75
> 10 kali
8
10
80
100
Total
Berdasarkan Tabel 13, responden mengajukan pinjaman, mayoritas sebanyak satu sampai tiga kali pengajuan pinjaman sebesar 62,50 persen, dan juga empat sampai enam kali pengajuan pinjaman sebesar 18,75 persen. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, frekuensi pinjaman sebanyak satu sampai tiga kali merupakan nasabah baru pinjaman.
Responden tersebut baru menjadi
nasabah pinjaman KUR BRI dikarenakan usaha yang dijalankannya memerlukan tambahan
dana
untuk
mempertahankan
dan
mengembangkan
usahanya
dikarenakan banyaknya usaha-usaha baru yang sejenis dan memperketat persaingan.
6.2.8. Waktu Perealisasian KUR Responden Waktu perealisasian KUR dapat dijadikan tolak ukur dalam menilai karakter nasabah, apabila waktu perealisasian KUR cepat maka pihak BRI sudah memiliki kepercayaan terhadap calon nasabahnya, selain itu usaha yang dijalankan sudah dinilai layak dan persyaratan sudah dipenuhi oleh calon nasabah.
Tabel 14. Waktu Perealisasian KUR Responden Nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang Waktu Perealisasian Pinjaman (Hari) 1
Jumlah Responden (Orang) 3
Persentase (%) 3,75
2
2
2,50
3
16
20
5
5
6,25
7
48
60
10
4
5
14
1
1,25
30
1
1,25
80
100
Total
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 14, dapat dilihat mayoritas waktu perealisasian KUR adalah tujuh hari sebesar 60 persen dan tiga hari sebesar 20 persen.
Waktu perealisasian KUR selama tujuh hari merupakan waktu yang
dijanjikan oleh BRI dalam perealisasian dana setelah dilakukan survey lapang guna mengetahui kelayakan usaha, sedangkan waktu perealisasian dana kurang dari tujuh hari dikarenakan nasabah tersebut merupakan nasabah lama atau mempunyai hubungan baik dengan BRI Unit Leuwiliang.
Selain itu waktu
perealisasian lebih dari tujuh hari bahkan mencapai satu bulan dikarenakan kurang terpenuhinya persyaratan-persyaratan dalam pengajuan pinjaman.
Modal Usaha Responden Modal usaha merupakan salah satu mekanisme penyaluran kredit, yang merupakan sejumlah dana atau modal yang dimiliki oleh calon debitur. Hal ini kelihatannya berkaitan dengan tujuan kredit yang berfungsi sebagai penyedia dana, dalam kaitan bisnis, semakin besar modal usaha seseorang maka semakin dipercaya untuk menerima kredit. Besarnya modal usaha yang dimiliki setiap nasabah berbeda-beda ada yang memiliki modal besar, ada juga yang memiliki modal kecil, tergantung dengan jenis usaha yang dijalankannya. Umumnya usaha yang dijalankan oleh responden BRI Unit Leuwiliang adalah toko-toko sembako, rumah makan, makanan dan minuman baik dalam volume besar maupun kecil. Dapat dilihat pada Tabel 15, mayoritas responden memiliki modal usaha sebesar lebih dari 10 juta rupiah sebesar 73,75 persen, dengan usaha yang dijalankan beragam seperti usaha agribisnis pertanian, peternakan, toko kayu bangunan, dan rumah makan atau restoran . Sedangkan untuk modal kurang dari 10 juta rupiah usaha yang dijalankan adalah tukang sayur, tukang gorengan, bubur ayam, bakso, dan trading. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 15, dapat dilihat mayoritas responden yang mendapatkan KUR memiliki modal usaha diatas sepuluh juta rupiah. Responden yang memiliki modal usaha dibawah sepuluh juta rupiah relatif kecil, sehingga masih banyak para pengusaha kecil yang memiliki modal usaha dibawah sepuluh juta rupiah belum dapat memperoleh KUR. Dalam hal ini BRI Unit Leuwiliang memperhatikan faktor keamanan karena semakin besar
modal usaha responden maka semakin besar omzet yang dihasilkan. Modal usaha merupakan salah satu kriteria penting dalam penyaluran kredit karena semakin besar modal usaha seseorang maka semakin dipercaya untuk menerima kredit.
Tabel 15. Modal Usaha Responden Nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang Modal Usaha Responden Rp. 0 - 5.000.000
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
7
8,75
Rp. 5.000.001-10.000.000
14
17,50
> Rp.10.000.000
59
73,75
Total
80
100
6.4. Kondisi Ekonomi Suatu situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi, budaya, dan lain-lain yang mempengaruhi keadaan perekonomian pada suatu saat maupun untuk suatu kurun waktu tertentu. Hal ini mempunyai kemungkinan dapat mempengaruhi kelancaran usaha dari perusahaan yang memperoleh kredit baik yang bersifat positif maupun negatif. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden di BRI Unit Leuwiliang kondisi perekonomian mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan usaha yang dijalankan. Saat ini di wilayah Leuwiliang terdapat beberapa usaha yang sangat membutuhkan dana untuk mempertahankan usahanya dikarenakan ketatnya persaingan, selain itu ada beberapa usaha yang membutuhkan dana untuk mengembangkan usaha dan membuka usaha baru.
VII. ANALISIS REALISASI KUR DI BRI UNIT LEUWILIANG
Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi KUR dapat dimodelkan kedalam suatu fungsi permintaan.
Dalam penelitian ini terdapat
tujuh faktor yang diduga mempengaruhi realisasi KUR, yaitu tingkat pendapatan (X1) , aset-aset yang dimiliki keluarga (X2), aset-aset yang dimiliki usaha (X3), frekuensi atau pengalaman mengambil kredit (X4), lama usaha yang dijalankan (X5), modal yang dimiliki untuk usaha (X6) dan lama pendididikan formal (X7). Data faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi
KUR dapat dilihat pada
Lampiran 9. Dalam pembuatan suatu persamaan regresi linier berganda diperlukan beberapa asumsi mendasar, yaitu normalitas, homogenitas dan multikolinearitas. Hasil yang didapat dari penelitian ini menunjukan bahwa data yang diuji memiliki sebaran normal, dimana titik-titik data membentuk pola linear sehingga konsisten dengan distribusi normal, sedangkan asumsi homogenitas terpenuhi dalam gambar scatterplot pada Lampiran 10, antara regression studentized residual dengan regression adjusted predicted value tidak membentuk suatu pola tertentu, sehingga dapat dikatakan bahwa data yang diuji homogen.
7.1 Interpretasi Variabel-Variabel Dependent dan Independent Dalam
penelitian
ini
terdapat
variabel-variabel
dependent
dan
independent, yang menjadi variabel dependent adalah besarnya kredit yang direalisasikan oleh BRI Unit, sedangkan variabel independent terdiri dari tujuh variabel, yaitu tingkat pendapatan, asset-asset yang dimiliki keluarga, asset-asset yang dimiliki usaha, frekuensi atau pengalaman mengambil kredit, lama usaha yang dijalankan, modal yang dimiliki untuk usaha dan lama pendididikan formal. Dalam penelitian ini nilai VIF pada masing-masing peubah bebas tertinggi pada peubah X3 (asset usaha) dengan nilai VIF mencapai 4,4. Karena nilai VIF lebih kecil dari 5 maka tidak terdapat hubungan yang kuat antara peubah bebas atau masing-masing peubah bebas tidak saling mempengaruhi satu sama lainnya (bebas multikolinearitas).
Nilai-nilai yang dimiliki oleh masing-masing variabel independen (peubah bebas) diuji dengan menggunakan uji-F dan uji-t. Uji-F dan uji-t digunakan untuk mengetahui apakah peubah bebas mempengaruhi realisasi KUR, dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi realisasi KUR. Hasil yang didapat dalam uji-F ini diketahui bahwa dari keseluruhan peubah bebas mempengaruhi secara nyata perealisasian KUR di BRI Unit Leuwiliang (Tabel 16). Penilaian pada P-value dalam tabel sebesar 0,006 lebih kecil dibandingkan nilai α = 0,05. Berdasarkan
hasil
uji-t
diketahui
faktor-faktor
apa
saja
yang
mempengaruhi mempengaruhi perealisasian KUR di BRI Unit Leuwiliang. Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 16), pada α = 0,05 ada tiga faktor yang mempengaruhi perealisasian KUR secara nyata, yaitu tingkat pendapatan sebesar 2,147, frekuensi atau pengalaman kredit sebesar 2,321, dan lama usaha sebesar 2,602.
Sedangkan pada α = 0,1 ada empat faktor yang mempengaruhi
perealisasian KUR, yaitu tingkat pendapatan responden per bulan sebesar 2,147, frekuensi atau pengalaman kredit sebesar 2,321, lama usaha sebesar 2,602, dan modal usaha sebesar 1,861. Masing-masing peubah ini memiliki nilai t hitung lebih besar dari t tabel pada α = 0,05, DF=79 adalah 1,960, dan α = 0,1, DF=79 adalah 1,645. Sehingga dari hasil tersebut, variabel-variabel bebas yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas.
Tabel 16. Hasil Pengujian Model Regresi Linear Berganda Variabel (Konstanta) Tingkat Pendapatan Aset keluarga Aset Usaha Pengalaman kredit Lama usaha Modal usaha Lama pendidikan R-sq = 66,5 % Model Regresion Residual Total
DF 7 72 79
Koefisien t hitung Resresi -3.958.276 11,208 0,084 2,147 -0,001 -0,235 -0,001 -0,560 79.793,974 2,321 4.990,259 2,602 0,001 1,861 -17.949,6 -0,538 R-sq(adj) = 58,4 % SS 1,808E+013 6,00E+013 7,81E+013
Ket : (*),(**) signifikan pada taraf nyata 5% dan 10%
MS 2,58E+012 8,33E+011
Sig. 0,000 0,040* 0,815 0,577 0,023* 0,042* 0,072** 0,592 F 3,1
VIF
2,3 2,6 4,4 1,3 1,2 4,2 1,1 P 0,006
Penelitian ini menggunakan beberapa variabel yang mempengaruhi realisasi KUR. Dari hasil penelitian pada Tabel 16. diketahui bahwa R2 adjusted sebesar 58,4 persen, yang artinya kemampuan seluruh variabel X mampu menjelaskan secara nyata keragaman perealisasian KUR sebesar 58,4 persen, sedangkan sisanya sebesar 41,6 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain.
7.1.1. Variabel Dependent Dalam penelitian ini yang menjadi peubah tidak bebas (dependent) adalah jumlah KUR yang direalisasikan oleh BRI Unit Leuwiliang. Dalam perealisasian KUR, BRI mengeluarkan kebijakan tentang besaran plafond KUR, dengan plafond maksimum sebesar lima juta rupiah.
Berdasarkan hasil penelitian,
maksimum perealisasian KUR di BRI Unit Leuwiliang sebesar lima juta rupiah. Besaran jumlah perealisasian KUR berfluktuatif dimana data permintaan KUR memiliki nilai rata-rata Rp 4.462.500,00 dan memiliki nilai simpangan baku sebesar 967.101,241.
7.1.2. Jumlah Pendapatan Responden Berdasarkan tabel 16 jumlah pendapatan responden per bulan termasuk salah satu faktor yang mempengaruhi realisasi KUR. Besarnya nilai X1 sebesar 0,084 artinya bila seorang nasabah mengalami peningkatan dalam pendapatannya per bulan, maka jumlah realisasi KUR akan meningkat dikarenakan kemampuan responden dalam pemenuhan kewajiban pembayaran meningkat.
Jumlah
pendapatan responden, minimum pendapatan sebesar Rp 500.000,00 , sedangkan pendapatan maksimum responden sebesar Rp 20.000.000,00.
Hasil yang
diperoleh dari responden menunjukan data jumlah pendapatan responden per bulan memiliki nilai rata-rata sebesar Rp 4.435.709,00.
7.1.3. Aset Keluarga Responden Asset keluarga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah barang-barang rumah tangga yang dimiliki oleh responden.
Barang-barang yang dimiliki
responden ada berbagai macam dari perlengkapan rumah tangga, kendaraan, dan
lain-lain. Asset keluarga merupakan salah satu faktor yang tidak mempengaruhi perealisasian KUR.
Faktor ini berpengaruh negatif terhadap perealisasian,
berdasarkan tabel 16. dengan meningkatnya aset keluarga sebesar satu rupiah, maka perealisasian KUR akan menurun sebesar 0,001 rupiah. Dalam penelitian ini aset keluarga berpengaruh negatif karena ada beberapa responden yang hanya memiliki sedikit aset keluarga, dikarenakan responden tidak berkeluarga dan hidup sendiri, sehingga aset keluarga yang dimiliki relatif sedikit. Besaran nilai aset keluarga sangat beragam, aset keluarga terkecil sebesar Rp 170.000,00 sedangkan aset nilai asset keluarga yang terbesar mencapai Rp 200.000.000,00 nilai aset keluarga yang besar berasal dari responden yang berhasil dalam bidang usahanya.
7.1.4. Aset Usaha Responden Responden memiliki aset usaha yang beragam, aset usaha yang dimiliki berdasarkan pada jenis usaha yang dijalankan. Aset usaha digunakan sebagai penunjang kelancaran dan perkembangan usaha.
Berdasarkan Tabel 16. aset
usaha berpengaruh negatif terhadap perealisasian KUR, bila aset usaha meningkat sebesar satu rupiah, maka perealisasian KUR akan menurun sebesar 0,001 rupiah. Pada umumnya meningkatnya aset usaha berdampak pada peningkatan usaha dan peningkatan pendapatan, dalam penelitian ini aset usaha berpengaruh negatif karena ada beberapa responden yang tidak memiliki aset usaha karena jenis usaha yang dijalankannya adalah trading. Nilai aset usaha terkecil sebesar 0 (nol) dikarenakan tidak semua responden memiliki usaha sendiri, melainkan berprofesi sebagai buruh tani maupun PNS, sedangkan nilai aset usaha terbesar sebesar Rp 324.000.000,00.
7.1.5. Pengalaman Kredit Responden Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa sebagian besar responden sudah pernah mengajukan pinjaman, dan berlanjut sampai sekarang, tetapi ada juga yang baru mengajukan pinjaman. Pengalaman kredit menjadi salah satu faktor yang paling mempengaruhi perealisasian KUR.
Pengalaman kredit
berpengaruh positif terhadap perealisasian KUR, karena bila nasabah terus
berlanjut mengajukan pinjaman, maka BRI akan memberikannya, dan juga akan meningkatkan jumlah pinjaman karena pihak BRI sudah mengenal karakteristik nasabah, dan sudah menilai kelayakan usaha yang dijalankan, sehingga BRI memberikan kepercayaannya terhadap nasabah tersebut. Data yang didapatkan dari hasil penelitian diketahui bahwa tidak semua nasabah memiliki frekuensi pinjaman yang banyak, frekuensi pinjaman terkecil adalah satu kali dan yang terbesar adalah 13 kali. Berdasarkan hasil penelitian, frekuensi terkecil berasal dari responden yang baru pertama kali mendapatkan pinjaman karena baru mengenal BRI dan selain itu juga responden itu sedang membutuhkan tambahan modal untuk usahanya. Frekuensi pinjaman terbesar berasal dari responden yang telah lama menjadi nasabah BRI dan terus mengajukan permohonan kredit terhadap BRI.
7.1.6. Lama Usaha Responden Dalam penelitian ini lama usaha merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perealisasian KUR.
Lama usaha menunjukan perkembangan
usaha yang dijalankan dan juga eksistensi usaha yang dijalankan.
Dalam
pemberian KUR, BRI menitikberatkan pada UMKM dikarenakan KUR memang program yang ditujukan oleh pemerintah melalui bank BRI salah satunya untuk membantu para pengusaha kecil untuk mengembangkan usahanya. Seluruh responden dalam penelitian ini sudah memiliki usaha, minimal lama usaha yang dijalankan adalah satu tahun , dan usaha yang paling lama adalah selama 29 tahun. Data lama usaha memiliki nilai rata-rata sebesar 11,9 yaitu lama usaha responden rata-rata selama 12 tahun.
7.1.7. Modal Usaha Responden Modal usaha menunjukan besarnya usaha yang dijalankan, semakin besar jenis usaha yang dijalankan semakin besar modal yang harus tersedia. Dalam penelitian ini modal terbesar adalah Rp 300.000.000,00 dan yang terkecil adalah 0 (nol) rupiah. Modal yang terkecil berasal dari responden petani atupun buruh karena terbatasnya pendapatan sehingga modal usaha juga terbatas, sedangkan modal yang besar berasal dari responden yang memiliki usaha pertanian dengan
lahan yang sangat luas serta peralatan yang sangat beragam. Biasanya responden mengajukan pinjaman untuk perkembangan usaha yang dimiliki atau untuk membuka unit usaha yang baru. Berdasarkan tabel 16 modal berpengaruh positif terhadap perealisasian KUR, besarnya nilai X6 sebesar 0,001 artinya apabila modal usaha naik sebesar satu rupiah maka perealisasian KUR akan naik sebesar 0,001 rupiah. Besarnya modal dapat menunjukan volume usaha dan juga perkembangan serta perluasan usaha sehingga diperlukan pinjaman untuk tumbuh dan berkembangnya suatu usaha.
Dengan demikian semakin besar modal maka akan meningkatkan
pinjaman.
7.1.8. Lama Pendidikan Responden Tingkat pendidikan merupakan salah satu kriteria terpenting dalam karakteristik responden, akan tetapi dalam penelitian ini lama pendidikan berpengaruh negatif terhadap perealisasian KUR, sehingga tidak mempengaruhi perealisasian KUR (Tabel 16). Lama pendidikan ini berfungsi dalam memahami proses pengajuan KUR dan perealisasian KUR.
Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka akan memudahkan memahami dan mengerti persyaratan-persyaratan pengajuan dan pengembalian KUR, serta hak dan kewajiban nasabah KUR. Berdasarkan data yang diperoleh dari responden lama pendidikan tertinggi adalah selama 17 tahun atau sampai jenjang Sarjana 1 (S1) dan lama pendidikan yang terendah adalah selama tiga tahun atau sampai dengan kelas tiga sekolah dasar saja.
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan Mekanisme penyaluran KUR yang telah dilakukan oleh BRI Unit Leuwiliang dapat dikatakan tidak sulit.
Syarat-syarat maupun prosedur telah
disesuaikan dengan keadaan masyarakat sekitar sehingga dapat diterima oleh masyarakat. Prosedur penyaluran kredit meliputi pelaksanaan persyaratan awal, pendaftaran, dan pemeriksaan usaha calon nasabah. Pemeriksaan usaha calon nasabah tidak terlepas dari prinsip penyaluran kredit (5 C). Berdasarkan dari hasil pembahasan karakteristik responden berdasarkan pada prinsip penyaluran kredit, dapat diketahui bahwa karakteristik nasabah KUR BRI Unit Leuwiliang secara umum responden mayoritas berumur 33 hingga 46 tahun. Sebagian besar responden BRI Unit Leuwiliang berjenis kelamin laki-laki, akan tetapi ada juga sebagian kecil responden berjenis kelamin perempuan. Tingkat pendidikan yang dicapai oleh responden mayoritas sampai dengan sekolah menengah umum (SMU). Jenis pekerjaan merupakan salah satu kriteria karakter nasabah, karena dengan mengetahui pekerjaan nasabah maka pihak BRI dapat mengetahui seberapa besar pendapatan yang diperoleh setiap bulannya sehingga dapat menilai calon nasabah mampu atau tidak dalam memenuhi kewajibannya bila pinjaman direalisasikan.
Secara
umum
responden
berprofesi
sebagai
wiraswasta.
Responden di BRI Unit Leuwiliang memiliki rata-rata penghasilan mayoritas berkisar antara satu juta sampai lima juta rupiah. Modal usaha responden KUR BRI Unit Leuwiliang mayoritas diatas 10 juta rupiah. Pengalaman kredit perlu diperhatikan dalam menilai karakteristik nasabah karena dengan frekuensi pengambilan kredit dapat diketahui nasabah-nasabah yang memiliki karakter yang baik sehingga dapat dipercaya. Dalam perealisasian KUR mayoritas tujuh hari, ini dapat menyatakan bahwa sebagian besar responden di Leuwiliang merupakan nasabah baru KUR. Perealisasian KUR selama tujuh hari merupakan standar yang diberikan BRI dalam perealisasian kredit. Berdasarkan
hasil
penelitian,
dapat
diketahui
faktor-faktor
yang
mempengaruhi realisasi KUR di BRI Unit Leuwiliang adalah jumlah pendapatan
atau penghasilan, pengalaman pengambilan kredit, lama usaha dan modal usaha. Dari semua faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi ada yang mempengaruhi secara negatif, yaitu aset keluarga, aset usaha dan lama pendidikan.
8.2. Saran 1. BRI Unit Leuwiliang diharapkan lebih memfokuskan pada faktor pendapatan, pengalaman kredit, lama usaha dan modal usaha dalam memenuhi perealisasian KUR guna mendapatkan calon nasabah yang memiliki kualifikasi yang baik. 2. BRI Unit Leuwiliang diharapkan meningkatkan daya serap KUR bagi nasabah dengan melakukan kegiatan pembinaan dan sosialisasi yang berkaitan dengan manajemen usaha untuk meningkatkan usahanya sehingga perealisasian terhadap KUR meningkat. 3. BRI Unit Leuwiliang diharapkan lebih menilai karakteristik responden dalam perealisasian KUR sehingga perealisasian kredit tepat sasaran bagi pengusaha mikro dan kecil yang membutuhkan dan memenuhi persyaratan KUR BRI Unit Leuwiliang. 4. Penelitian lanjutan disarankan untuk mengkaji efektivitas penyaluran KUR kepada masyarakat di BRI.
DAFTAR PUSTAKA
Bank Rakyat Indonesia. 1991. Pedoman Kerja BRI Unit Bidang Kupedes. Bank Rakyat Indonesia Kantor Pusat. Jakarta. ___________________ 2005. Buku Pedoman Operasional. Bank Rakyat Indonesia Kantor Pusat. Jakarta. Candrayasa, H. I. G. 2000. Analisis Efektivitas Penyaluran Kredit Umum Pedesaan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengambilannya di Bank Rakyat Indonesia Unit Diponegoro Surabaya. Skripsi. Jurusan IlmuIlmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Gujarati. 1997. Ekonometrika Dasar. Penerbit Erlangga. Jakarta. Kementrian Negara Koperasi dan UKM Republik Indonesia. 2007. Indikator Makro Usaha Kecil dan Menengah. Jakarta. ___________________________________________________ Usaha Rakyat (KUR). Jakarta.
2007.
Kredit
Nazir, M. 2003. Metodologi Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. Novitasari. 2006. Analisis Kinerja dan Dampak Kredit Umum Pedesaan (KUPEDES) Terhadap Peningkatan Pendapatan Usaha Kecil di BRI Unit Kreo Tanggerang. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Nuryartono, N. 2005. Impact Of Smallholders Acces To Land And Credit Markets On Technology Adoption And Land Use Decision: The Case Of Tropical Forest Margins In Central Sulawesi Indonesia. Cuvillier Verlag Gottingen. Pangabean, M. H. K. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan dan Tunggakan Kupedes Pada Nasabah Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang Iskandar Muda Medan. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Pursito, D. J. 2003. Kajian Efektivitas dan Faktor-Faktor Penyaluran Kredit Dalam Pembiayaan Industri Kecil dan Menengah Pangan Oleh BRI di Semarang. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pusdik BRI. 2007. Modul BRI. Pusat Pendidikan dan Pelatihan BRI. Jakarta. Risdwianto, B. 2004. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Volume Penyaluran Kredit Bank Rakyat Indonesia. Departemen Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Santoso, S. 1999. Aplikasi Excel Dalam Statistik Bisnis. PT. Elexmedia Komputindo. Jakarta. ______________ 2006. Menggunakan SPSS Untuk Statistik Parametrik. PT. Elexmedia Komputindo. Jakarta.
Sari, G. W. 2007. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Umum Pedesaan (Kupedes) di Wilayah Pedesaan dan Perkotaan, Kasus pada BRI Unit Ciampea dan BRI Unit Citeureup. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Suyatno, T. 2005. Kelembagaan Perbankan. Edisi Ketiga. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Tarigan, K. P. 2006. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Umum Pedesaan (Kupedes) Dalam Sektor Pertanian di BRI Unit Parung Bogor. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Uyanto, S, S. 2006. Pedoman Analisis Data Dengan SPSS. Edisi Kedua. Graha Ilmu. Yogyakarta. Wallpole, R. E. 1995. Pengantar Statistik. Edisi Ketiga. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Yunus, M. 2008. Bank Kaum Miskin. Marjin Kiri. Depok. Zeller, Manfred dan Richard L Meyer. 2002. The Triangle of Microfinance Financial Sustainability, Outrech, and Impact. The Internacional Food Policy Research Institute.
LAMPIRAN
Lampiran 3. Kuesioner Responden
KUESIONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) DI BANK RAKYAT INDONESIA UNIT LEUWILIANG, KABUPATEN BOGOR
Kuesioner ini digunakan dalam rangka penyusunan bahan penelitian untuk skripsi oleh Eko Putro Mulyarto, mahasiswa Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor. Mohon Bapak/Ibu berkenan mengisi kuesioner dengan jujur dan objektif sesuai dengan kondisi yang sebenarnya, karena hal ini sangat membantu keberhasilan penelitian ini. Terima kasih.
I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : 2. Alamat : 3. No KTP/SIM : II. KARAKTERISTIK RESPONDEN 1. Jenis Kelamin : (1) Laki-Laki 2. Usia :
(2)Perempuan
tahun
3. Status Perkawinan: (1) Bujangan
(2) Menikah
4. Jumlah Tanggungan Keluarga : (1) 0-3 orang (2) 4-6 orang 5. Pendidikan Terakhir (pendidikan formal) (1) Tidak tamat SD (2) SD (3) SMP (4) SMU (5) D3/Sarjana Lama pendidikan :………tahun 6. Pendidikan non formal : (1) Kursus bahasa….. (2) Kursus komputer (3) dll…………..
(3) Janda/Duda
(3) >6 orang
7. Pekerjaan Utama : (1) Petani (2) Wiraswasta (3) PNS (4) Buruh (5) Ibu Rumah Tangga 8. Pekerjaan Sampingan (diisi jika ada) : 9. Asset Keluarga yang dimiliki : No
Jenis Asset yang dimiliki
Total III. KARAKTERISTIK USAHA 1. Jenis usaha yang anda jalankan? 2. Komoditas yang diusahakan oleh anda? 3. Usaha yang anda jalankan bergerak di bidang : (1) Subsistem input (2) Subsistem Onfarm (3) Subsistem Output /off farm (4) Pengolahan 4. Sudah berapa lama usaha anda berjalan? Mulai tahun berapa usaha dijalankan? 5. Lokasi usaha? (1) Lingkungan masyarakat (2) Pasar tradisional (3) Pedagang kaki lima (4) Keliling
6. Wilayah pemasaran usaha anda? (1) Wilayah kelurahan (2) Wilayah kecamatan (3) Kota (4) Luar kota
Harga (Rp)
7. Konsumen produk/jasa usaha anda ? (1) Rumah tangga (2) Pegawai/karyawan (3) Pedagang (4) Lain-lain 8. Berapa modal kerja yang dibutuhkan pada saat memulai usaha?
No
Modal kerja
Harga (Rp)
Input :
Total
9. Status usaha? (1) Sewa (2) Milik (3) Gadai (4) dll(…………….) 10. Sifat usaha yang anda jalankan ? (1) Utama (2) Sampingan 11. Berapa penerimaan bersih usaha per bulan atau omset usaha per bulan yang anda terima ? Biaya pengeluaran (input, TK, transport,dll)
Pendapatan (output)
Total pendapatan – total biaya pengeluaran = penerimaan
12. Asset Usaha yang dimiliki : No
Jenis Asset yang dimiliki
Harga (Rp)
Total
IV. PERMINTAAN KREDIT 1. Sejak kapan anda mulai mengambil kredit ? 2. Alasan anda mengambil kredit ? 3. Peruntukan pinjaman : (1) Usaha (2) Konsumsi 4. Sudah berapa kali anda mengambil kredit/frekuensi kredit ? 5. Alasan anda memilih Bank Rakyat Indonesia (BRI) ? 6. Permasalahan apa yang anda peroleh dalam mengambil kredit? 7. Aksesibilitas/jarak bank BRI dengan rumah anda? (1) 1-15 menit (2) 16-30 menit (3) > 30 menit 8. Berapa jumlah permintaan kredit yang anda ajukan? 9. Berapa lama waktu perealisasian kredit yang diajukan ?...........hari 10. Berapa lama jangka waktu pengembalian kredit anda ? 11. Kenapa anda memilih mengambil kredit usaha rakyat (KUR), Alasan anda?
Lampiran 10. Hasil Output SPSS Regresi Linier
Variables Entered/Removedb Model 1
Variables Entered x7, x5, x6, x4,a x2, x1, x3
Variables Removed
Method .
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: y Model Summary(b)
Model 1
R .407(a)
R Square .665
Adjusted R Square .584
Std. Error of the Estimate 925447.897
a Predictors: (Constant), x7, x5, x6, x4, x2, x1, x3 b Dependent Variable: y ANOVAb
Model 1
Regression
Sum of Squares 1.808E+013
df 7
Mean Square 2.58E+12 8.33E+11
Residuall
6.00E+013
72
Total
7.81E+013
79
F 3.10E+00
Sig. .006 a
a. Predictors: (Constant), x7, x5, x6, x4, x2, x1, x3 b. Dependent Variable: y
Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1
(Constant)
B -3958276
Std. Error 353155.6
Standardized Coefficients Beta
t 11.208
Sig. .000
x1
.084
.043
.318
2.147
.040
x2
-.001
.004
-.041
-.235
.815
.002
x3
-.164
-.560
.577
x4
79793.974
-.001
34378.088
.280
2.321
.023
x5
4990.259
13241.162
.044
2.062
.042
.047
1.861
.072
-.062
-.538
.592
x6
.001
x7
-17949.6
a. Dependent Variable: y
.002 33383.686
Descriptive Statistics
Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7
Mean 4462500 4435709 25453375 77017500 4.0125 11.9250 62015000 9.6750
Std. Deviation 967101.241 3656504.583 46246893.89 157340960.2 3.39934 8.47151 126337613.9 3.34428
Minimum 1.000.000 500.000 170.000 0 1 1 0 3
Maksimum 5.000.000 20.000.000 250.000.000 900.000.000 13 29 600.000.000 17
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Dependent Variable: y 1.0 0.8 0.6 Expected Cum Prob 0.4 0.2 0.0 0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Observed Cum Prob
Scatterplot
Dependent Variable: y 2
1
Regression Studentized Deleted 0 (Press) Residual -1
-2
-3
-4 -2
-1
0
1
Regression Standardized Predicted Value
2
3
Lampiran 11. Undang-Undang RI Tentang UMKM
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 harus diwujudkan melalui pembangunan perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi; b. bahwa sesuai dengan amanat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR-RI/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah perlu diberdayakan sebagai bagian integral ekonomi rakyat yang mempunyai kedudukan, peran, dan potensi strategis untuk mewujudkan struktur perekonomian nasional yang makin seimbang, berkembang, dan berkeadila n; c. bahwa pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagaimana dimaksud dalam huruf b, perlu diselenggarakan secara menyeluruh, optimal, dan berkesinambungan melalui pengembangan iklim yang kondusif, pemberian kesempatan berusaha, dukungan, perlindungan, dan pengembangan usaha seluas-luasnya, sehingga mampu meningkatkan kedudukan, peran, dan potensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan peningkatan pendapatan rakyat, penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan; d. bahwa sehubungan dengan perkembangan lingkungan perekonomian yang semakin dinamis dan global, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, yang hanya mengatur Usaha Kecil perlu diganti, agar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Indonesia dapat memperoleh jaminan kepastian dan keadilan usaha; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi criteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. 3.
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih ata u hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
4. Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari Usaha Menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara
atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.
5. Dunia Usaha adalah Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah, dan Usaha Besar yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia dan berdomisili di Indonesia. 6.
Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
7. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 8. Pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan usaha terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri. 9.
Iklim Usaha adalah kondisi yang diupayakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah secara sinergis melalui penetapan berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan di berbagai aspek kehidupan ekonomi agar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah memperoleh pemihakan, kepastian, kesempatan, perlindungan, dan dukungan berusaha yang seluasluasnya.
10. Pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah melalui pemberian fasilitas, bimbingan, pendampingan, dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. 11. Pembiayaan adalah penyediaan dana oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat melalui bank, koperasi, dan lembaga keuangan bukan bank, untuk mengembangkan dan memperkuat permodalan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. 12. Penjaminan adalah pemberian jaminan pinjaman Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah oleh lembaga penjamin kredit sebagai dukungan untuk memperbesar kesempatan memperoleh pinjaman dalam rangka memperkuat permodalannya. 13. Kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan,
mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar.
14. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. 15. Menteri Teknis adalah menteri yang secara teknis bertanggung jawab untuk mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam sektor kegiatannya.
BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 2 Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah berasaskan:
a.
kekeluargaan;
b. demokrasi ekonomi; c.
kebersamaan;
d. efisiensi berkeadilan; e.
berkelanjutan;
f.
berwawasan lingkungan;
g.
kemandirian;
h.
keseimbangan kemajuan; dan
i.
kesatuan ekonomi nasional. Pasal 3 Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan.
BAB III PRINSIP DAN TUJUAN PEMBERDAYAAN Bagian Kesatu Prinsip Pemberdayaan
Pasal 4 Prinsip pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah:
a. Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk berkarya dengan prakarsa sendiri; b. Perwujudan berkeadilan;
kebijakan
publik
yang
transparan,
akuntabel,
dan
c. Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; d. Peningkatan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; dan e. Penyelenggaraan terpadu.
perencanaan,
pelaksanaan,
dan pengendalian secara
Bagian Kedua Tujuan Pemberdayaan Pasal 5 Tujuan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah:
a. Mewujudkan struktur perekonomian berkembang, dan berkeadilan;
nasional
yang
seimbang,
b. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri; dan c. Meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.
BAB IV KRITERIA Pasal 6
(1)
Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b.
(2)
memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
a.
memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). (3)
(4)
Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:
a.
memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b.
memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan ayat (2)huruf a, huruf b, serta ayat (3) huruf a, huruf b nilai nominalnya dapat diubah sesuai dengan perkembangan perekonomian yang diatur dengan Peraturan Presiden.
BAB V PENUMBUHAN IKLIM USAHA Pasal 7
(1)
Pemerintah dan Pemerintah Daerah menumbuhkan Iklim Usaha dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang meliputi aspek:
a.
pendanaan;
b. sarana dan prasarana; c.
informasi usaha;
d. kemitraan;
(2)
e.
perizinan usaha;
f.
kesempatan berusaha;
g.
promosi dagang; dan
h.
dukungan kelembagaan.
Dunia Usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif membantu menumbuhkan Iklim Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 8
Aspek pendanaan ditujukan untuk:
sebagaimana
dimaksud
dalam
Pasal 7 ayat (1) huruf a
a.
memperluas sumber pendanaan dan memfasilitasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk dapat mengakses kredit perbankan dan lembaga keuangan bukan bank;
b.
memperbanyak lembaga pembiayaan dan memperluas jaringannya sehingga dapat diakses oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
c.
memberikan kemudahan dalam memperoleh pendanaan secara cepat, tepat, murah, dan tidak diskriminatif dalam pelayanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
d.
membantu para pelaku Usaha Mikro dan Usaha Kecil untuk mendapatkan pembiayaan dan jasa/produk keuangan lainnya yang disediakan oleh perbankan dan lembaga keuangan bukan bank, baik
yang menggunakan sistem konvensional maupun sistem syariah dengan jaminan yang disediakan oleh Pemerintah.
Pasal 9 Aspek sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b ditujukan untuk:
a.
mengadakan prasarana umum yang dapat mendorong mengembangkan pertumbuhan Usaha Mikro dan Kecil; dan
b.
memberikan keringanan tarif prasarana tertentu bagi Usaha Mikro dan Kecil.
dan
Pasal 10 Aspek informasi usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c ditujukan untuk:
a.
membentuk dan mempermudah pemanfaatan bank data dan jaringan informasi bisnis;
b.
mengadakan dan menyebarluaskan informasi mengenai pasar, sumber pembiayaan, komoditas, penjaminan, desain dan teknologi, dan mutu; dan
c.
memberikan jaminan transparansi dan akses yang sama bagi semua pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah atas segala informasi usaha.
Pasal 11 Aspek kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf d ditujukan untuk:
a.
mewujudkan kemitraan antar-Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
b.
mewujudkan kemitraan antara Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar;
c.
mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam pelaksanaan transaksi usaha antar-Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
d.
mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam pelaksanaan transaksi usaha antara Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Usaha Besar;
e.
mengembangkan kerjasama untuk meningkatkan posisi tawar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;
f.
mendorong terbentuknya struktur pasar yang menjamin tumbuhnya persaingan usaha yang sehat dan melindungi konsumen; dan
g.
mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan usaha oleh orang perorangan atau kelompok tertentu yang merugikan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.