ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME PENYALURAN KREDIT MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (MKM) DI INDONESIA
OLEH SEPTY ANDRIANI H14104064
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN
SEPTY ANDRIANI. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Penyaluran Kredit Mikro, Kecil, dan Menengah (MKM) di Indonesia (dibimbing oleh BUNASOR SANIM). Perkembangan sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini dapat terlihat dari Kinerja UMKM dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan peningkatan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menggambarkan peningkatan dari PDB yang diciptakan UMKM dalam tahun 2006 sebesar 62,3 persen jika dibandingkan tahun sebelumya. Begitu juga dengan jumlah unit usaha UMKM mencapai 48,9 juta, sedangkan jumlah tenaga kerja yang bekerja disektor ini tercatat 88,8 juta pekerja. Selain itu kontribusi yang diberikan sektor UMKM terhadap perekonomian tidak hanya terbatas pada sumbangannya terhadap PDB saja. Namun penerimaan terhadap ekspor juga mengalami peningkatan sebesar 8,2 persen pada tahun 2006 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kredit UMKM yang disalurkan untuk pertumbuhan sektor riil masih relatif rendah. Kredit yang dikucurkan perbankan di sektor UMKM memang mengalami peningkatan, meskipun hanya mencapai 21,6 persen. Berdasarkan data Bank Indonesia tercatat bahwa pertumbuhan kredit UMKM perbankan sampai Oktober 2007 sudah mencapai 21,6 persen atau secara nominal sebesar Rp. 500,03 triliun dengan rincian sebesar Rp. 197,2 triliun disalurkan untuk kredit mikro, Rp 147,22 triliun untuk kredit kecil, sedangkan Rp.155,62 triliun disalurkan untuk kredit menengah. Melihat permasalahan yang dihadapi oleh pelaku UMKM, maka perlu adanya penelitian pada volume penyaluran kredit MKM di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi volume penyaluran kredit pada jangka panjang dan jangka pendek. Pada penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode ECM (Error Correction Model). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi volume penyaluran kredit mikro, kecil, dan menengah (MKM) bank umum, Groos Domestic Product (GDP), kapasitas kredit, non performing loan, suku bunga kredit berdasarkan penggunaan, serta suku bunga SBI. Penelitian ini menggunakan data bulanan, pada periode tahun 2002 sampai 2007. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada jangka panjang pertumbuhan ekonomi yang diukur melalui GDP (2,339011) berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap volume penyaluran kredit mikro, kecil, dan menengah. Akan tetapi, perubahan sertifikat bank Indonesia (6,85E-05) tidak signifikan. Hal ini disebabkan oleh kenaikan pada suku bunga SBI mempengaruhi sektor riil sangat lambat, sehingga tidak berpengaruh terhadap pada volume penyaluran kredit MKM. Selain itu, kapasitas kredit (0,579417), suku bunga kredit (8,20E-05) dan non performing loan (0,000316) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap volume penyaluran kredit mikro, kecil dan menengah (MKM) di Indonesia. Pada jangka pendek faktor yang mempengaruhi volume penyaluran kredit mikro, kecil, dan menengah secara positif dan signifikan adalah penyaluran kredit mikro, kecil, dan menengah (MKM) pada periode tiga dan empat bulan sebelumnya. Begitu juga dengan GDP periode bulan sekarang dan tiga bulan sebelumnya, kapasitas kredit bulan sekarang dan satu bulan sebelumnya, serta NPL satu bulan sebelumnya, serta suku bunga kredit pada bulan sebelumnya. Sedangkan yang memberikan pengaruh
negatif dan signifikan pada volume penyaluran kredit MKM di Indonesia adalah GDP pada dua dan empat bulan sebelumnya, suku bunga kredit empat bulan sebelumnya, serta perubahan suku bunga SBI pada periode satu sampai tiga bulan sebelumnya. Pengaruh GDP dan penyaluran kredit MKM itu sendiri sangat besar dalam meningkatkan volume penyaluran kredit. Berdasarkan hasil penelitian volume penyaluran kredit MKM adalah hal terpenting untuk meningkatkan sektor UMKM. Sektor ini merupakan bagian dari sektor riil yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Oleh karena itu, maka pada jangka panjang perlu adanya peningkatan terhadap kapasitas kredit, sebab dengan adanya peningkatan terhadap kapasitas kredit maka akan meningkatkan penyaluran kredit. Hal ini dapat ditingkatkan melalui total pasiva, kas perbankan serta GWM. Selain itu, perlu adanya peningkatan terhadap peran perbankan pada jangka pendek dengan adanya peningkatan terhadap lending capacity, penurunan suku bunga kredit, suku bunga SBI, serta NPL.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME PENYALURAN KREDIT MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (MKM) DI INDONESIA
OLEH SEPTY ANDRIANI H14104064
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh: Nama Mahasiswa
: Septy Andriani
Nomor Registrasi Pokok
: H14104064
Departemen
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Penyaluran Kredit Mikro, Kecil, dan Menengah (MKM) di Indonesia
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Prof. Bunasor Sanim, Ph.D NIP. 130 345 012
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Rina Oktaviani, Ph.D NIP. 131 846 872 Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2008
Septy Andriani H14104064
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir pada tanggal 30 September 1986 di Jakarta. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Suparman dan Ibu Kapinah. Penulis menamatkan sekolah dasar di SDN IV Ciputat, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 2 Ciputat. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan menengah umum di SMU Negeri I Serpong dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama ini penulis juga aktif dalam kegiatan mahasiswa dengan terlibat sebagai pengurus Himpunan Profesi Peminat Studi Ekonomi Pembangunan (HIPOTESA) periode 2006 dan anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) komisariat FEM.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadiran Allah SWT. Atas berkat rahmat dan ridonya dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Penyaluran Kredit Mikro, Kecil, dan Menengah (MKM) di Indonesia”. Penelitian mengenai volume penyaluran kredit MKM merupakan topik yang menarik, karena penyauluran kredit MKM ini dapat memacu pertumbuhan perekonomian melalui sektor riil. Pemacuan pertumbuhan tersebut didrong melalui peningkatan pertumbuhan pada sektor UMKM. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Orang tua tercinta penulis yaitu Suparman dan Kapinah, adikku Dalilati, serta keluarga besar atas doa, bimbingan, semangat, perhatian, dukungan serta pengorbanannya. 2. Prof. Ir. Bunasor Sanim, M.Sc, Ph.D selaku dosen pembimbing atas waktu, kesabaran, masukan, arahan selama bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 3. Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. selaku Dosen penguji utama yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan serta kritik yang sangat bermanfaat untuk penyempurnaan skripsi ini. 4. Widyastutik, M.Si Dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan masukan dalam perbaikan tata bahasa untuk penyempurnaan skripsi ini. 5. Tim TU Departemen IE Mas Anto, Mas Dede, Mas Anwar, Mas Ryan dan TU Fakultas Ekonomi dan Manajemen atas dukungan dan bantuan selama proses persiapan seminar dan sidang. 6. Ibu Mira Rahmawaty, Pak Mafud, Ibu Tati, serta Pak Joni dari Bank Indonesia atas dukungan serta bantuannya selama proses pengambilan data.
7. Teman-temanku Rani, Hana, Della, Lia, Niken, Dila, Mair, Fanya, Nisa, serta Rinda, Heni, Icha. Teman-teman sebimbingan penulis (Dwi, Uunk, dan Fabya), teman seperjuangan (Liana, Tika, Wida, Rolas, Mba Titi, Alin, Rista, Tatu, Andra)serta teman-teman IE 41 lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas doa, semangat, sharing, bantuan, serta keceriaan selama proses pembuatan skripsi. Akhirnya penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesain skripsi ini. Segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian menjadi tanggung jawab penulis. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2008
Septy Andriani H14104064
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL.........................................................................................
Halaman xii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................
xiv
I. PENDAHULUAN..................................................................................
1
1.1. Latar Belakang.................................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah..........................................................................
8
1.3. Tujuan Penelitian..............................................................................
11
1.4. Manfaat Penelitian............................................................................
11
1.5. Ruang Lingkup.................................................................................
12
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN.................
13
2.1. Kredit................................................................................................
13
2.1.1. Pengertian Kredit....................................................................
13
2.1.2. Unsur-Unsur Kredit................................................................
14
2.1.3. Prinsip-Prinsip Kredit.............................................................
15
2.1.4. Jenis-Jenis Kredit...................................................................
15
2.1.5. Fungsi Kredit..........................................................................
17
2.2. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter......................................
18
2.2.1. Jalur Suku Bunga (Interest Rate Channel).............................
18
2.2.2. Jalur Nilai Tukar (Exchange Rate Channel)..........................
19
2.2.3. Jalur Harga Aset (Asset Price Channel).................................
20
2.2.4. Jalur Ekspektasi (Expectation Channel)…….....…………...
20
2.2.5. Jalur Kredit (Credit Channel)………………………………
21
2.3. Definisi dan Fungsi Bank.................................................................
22
2.4. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).................................
23
2.5. Penelitian Terdahulu........................................................................
26
x
III. KERANGKA PEMIKIRAN...................................................................
29
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis..........................................................
29
3.1.1. Penawaran Kredit..................................................................
29
3.1.2. Teori Keseimbangan.............................................................
32
3.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Penyaluran Kredit Mikro, Kecil, dan Menengah (MKM).....................
35
3.1.3.1. Suku Bunga Kredit...................................................
35
3.1.3.2. Non Performing Loan (NPL)...................................
36
3.1.3.3. Gross Domestic Product (GDP)...............................
36
3.1.3.4. Lending Capacity.....................................................
37
3.1.3.5. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI)..........
37
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional.....................................................
38
IV. METODOLOGI PENELITIAN.............................................................
41
4.1. Jenis dan Sumber Data.....................................................................
41
4.2. Metode Analisis Data.......................................................................
42
4.3. Pendekatan Koreksi Kesalahan........................................................
43
4.3.1. Uji Stasioneritas.....................................................................
43
4.3.2. Uji Kointegrasi.......................................................................
44
4.3.3. Error Correction Model.........................................................
46
4.4. Uji Diagnostic.................................................................................
49
4.4.1. Uji Normalitas........................................................................
49
4.4.2. Uji Heteroskedastisitas...........................................................
49
4.4.3. Uji Autokolerasi.....................................................................
50
4.4.4. Uji Mutikolinearitas...............................................................
51
V. HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................
53
5.1. Uji Unit Root Test............................................................................
53
5.2. Uji Kointergasi……………………………………..……….....…..
54
5.3. Error Correction Model…………………………….….…….....…
60
xi
5.4. Uji Diagnostic..................................................................................
71
5.4.1. Uji Normalitas........................................................................
71
5.4.2. Uji Heteroskedastisitas...........................................................
72
5.4.3. Uji Autokolerasi.....................................................................
73
5.4.4. Uji Multikolinearitas..............................................................
73
5.5. Ringkasan Hasil Penelitian...............................................................
73
5.5.1. Jangka Panjang.......................................................................
74
5.5.2. Jangka Pendek........................................................................
74
VI. KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................
76
6.1. Kesimpulan......................................................................................
76
6.2. Saran................................................................................................
76
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
77
LAMPIRAN..................................................................................................
80
xii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1. Jumlah Tenaga Kerja dan Kontribusi UMKM Terhadap PDB Atas Harga Berlaku di Indonesia Tahun 2006.............................
2
1.2. Perkembangan Ekspor Barang UMKM dan Besar Menurut Sektor Ekonomi di Indonesia Tahun 2005-2006..........................
3
1.3. Kredit UMKM Menurut Kelompok Bank Komersial di Indonesia Tahun 2007 (Triliun Rupiah)........................................
6
2.1. Definisi UMKM............................................................................
18
2.2. Penelitian Terdahulu.....................................................................
21
4.1. Jenis, Simbol dan Sumber Data....................................................
41
5.1. Hasil Uji Unit Root Pada Level dengan Menggunakan Augmented Dickey Fuller..............................................................
53
5.2. Hasil Uji Unit Root Pada First Difference dengan Menggunakan Augmented Dickey Fuller..............................................................
54
5.3. Hasil Estimasi Persamaan Jangka Panjang dengan Menggunakan Engle-Granger Cointegration Test......................
55
5.4. Uji Unit Root Terhadap Residual Persamaan Jangka Panjang Penyaluran Kredit MKM di Indonesia Tahun 2002-2007...........
60
5.5. Error Correction Model untuk Penyaluran Kredit MKM di Indonesia Tahun 2002-2007 dengan Variabel yang Signifikan....
61
5.6. Hasil Uji Heteroskedastisitas untuk Mendeteksi Metode Error Correction Model (ECM) Pada Model Volume Penyaluran Kredit (MKM) di Indonesia Tahun 2002-2007.............................
72
5.7. Hasil Uji Autokolerasi untuk Mendeteksi Metode Error Correction Model (ECM) pada Model Volume Penyaluran Kredit (MKM) di Indonesia Tahun 2002-2007.............................
73
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Komposisi Kredit UMKM Menurut Jenis Kredit (Persen)..………
4
2.
Trend Outsanding Penyaluran Kredit MKM Bank Umum…...…...
9
3.
Trend Suku Bunga SBI Periode 1994-2007.....................................
10
4.
Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Jalur Suku Bunga...............................................................................................
19
Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Jalur Nilai Tukar................................................................................................
19
Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Jalur Harga Aset..................................................................................................
20
Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Jalur Ekspektasi........................................................................................
21
8.
Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Jalur Kredit.....
21
9.
Keseimbangan Kredit.......................................................................
32
10.
Penurunan Kredit Akibat Menurunnya Permintaan.........................
33
11.
Penurunan Kredit Akibat Menurunnya Penawaran..........................
34
12.
Kerangka Pemikiran.........................................................................
40
13.
Trend Loan Deposit to Ratio (LDR) Periode 2002-2007…………
66
14.
Trend Lending Capacity (LC) Bank Umum Periode 1994-2007….
66
15.
Hasil Uji Normalitas Error Correction Model Penyaluran Kredit MKM di Indonesia Tahun 2002-2007………………….................
72
5.
6.
7.
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Data Riil Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Volume Penyaluran Kredit MKM di Indonesia Periode 2002-2007............ 2. Uji Unit Root Pada Tingkat Level............................................... 3. Uji Unit Root Pada Tingkat First Difference……………...……… 4. Hasil Estimasi Jangka Panjang dengan Menggunakan EngleGranger Cointegration Test untuk Penyaluran Kredit MKM di Indonesia Tahun 2002-2007………………………………………. 5. Hasil Uji Unit Root Terhadap Residual (V) Jangka Panjang Penyaluran Kredit MKM di Indonesia Tahun 2002-2007……….. 6. Hasil Estimasi Jangka Pendek (Error Correction Model) untuk Penyaluran Kredit MKM di Indonesia Tahun 2002-2007 dengan Variabel yang Tidak Signifikan………………………………...… 7. Hasil Estimasi Jangka Pendek (Error Correction Model) untuk Penyaluran Kredit MKM di Indonesia Tahun 2002-2007 dengan Variabel yang Signifikan……………………………………...….. 8. Hasil Uji Normalitas Error Correction Model untuk Penyaluran Kredit MKM di Indonesia Tahun 2002-2007………………..…… 9. Hasil Uji Heteroskedastisitas Error Correction Model untuk Penyaluran Kredit MKM di Indonesia Tahun 2002-2007…...…… 10. Hasil Uji Autokolerasi Error Correction Model Untuk Penyaluran Kredit MKM di Indonesia Tahun 2002-2007…………………..… 11. Hasil Uji Multikolinearitas Error Correction Model untuk Penyaluran Kredit MKM di Indonesia Tahun 2002-2007…….......
81 83 84
86
86
87
88
89
89
90
91
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Perkembangan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Peranan UMKM dipandang sebagai katup penyelamat dalam proses pemulihan ekonomi nasional baik dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi maupun dalam penyerapan tenaga kerja. Kinerja UMKM dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan peningkatan. Hal ini dapat terlihat dari adanya peningkatan terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) yang diciptakan UMKM dalam tahun 2006 sebesar 62,3 persen jika dibandingkan tahun sebelumya. Begitu juga dengan jumlah unit usaha UMKM mencapai 48,9 juta, sedangkan jumlah tenaga kerja yang bekerja disektor ini tercatat 88,8 juta pekerja. Selain itu kontribusi yang diberikan sektor UMKM terhadap perekonomian tidak hanya terbatas pada sumbangannya terhadap PDB saja. Namun penerimaan terhadap ekspor juga mengalami peningkatan sebesar 8,2 persen pada tahun 2006 dibandingkan dengan tahun sebelumnya (BPS, 2006). UMKM memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia, baik dilihat dari segi jumlah usaha maupun penciptaan lapangan kerja. Berdasarkan data departemen koperasi pada tahun 2006 dari total jumlah usaha sektor UKM memiliki jumlah unit usaha lebih besar dibandingkan dengan jenis usaha lain yaitu mencapai sebesar 99,9 persen. Melihat jumlah unit usaha yang besar ini, maka mampu mengindikasikan bahwa pada sektor ini dominan juga dalam penyerapan
2
tenaga kerja yaitu sebesar 96,18 persen. Sumbangan PDB yang diberikan oleh sektor ini berkontribusi besar bagi pertumbuhan perekonomian yaitu sebesar 53,28 persen. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Jumlah Tenaga Kerja dan Kontribusi UMKM Terhadap PDB Atas Harga Berlaku di Indonesia Tahun 2006 Kriteria UKM Usaha Besar Total Jumlah Usaha Jumlah Usaha 48,929,636 7,204 48,936,840 (Unit) (99.9) (0.01) (100) Jumlah Tenaga 85,416,493 3,388,462 88,804,955 Kerja(Orang) (96.18) (38.16) (100) Sumbangan 1,778,746 1,559,450 3,338,196 PDB(Miliar (53.28) (46.72) (100) Rupiah) Sumber : Badan Pusat Statistik dan Departemen Koperasi, 2008 (diolah) Perkembangan sektor UMKM tersebut menggambarkan bahwa terdapat potensi yang besar atas kekuatan domestik, jika hal ini dapat dikelola dengan baik tentu akan dapat mewujudkan usaha yang tangguh seperti saat perkembangan usaha menengah di Korea Selatan dan Taiwan. Apabila dilihat pada Tabel 1.1 diatas masih memperlihatkan struktur yang tersegmentasi untuk struktur ekonomi nasional. Pada satu sisi jumlah unit usaha besar hanya memiliki jumlah unit usaha yang lebih kecil yaitu sebesar 0,01 persen dibandingkan dengan usaha kecil dan menengah (UKM). Akan tetapi kontribusi PDB yang disumbangkan pada sektor ini cukup besar yaitu sebesar 46,72 persen. Kontribusi yang diberikan oleh sektor UMKM tidak hanya berupa sumbangan terhadap PDB saja, melainkan juga mampu berkontribusi lebih terhadap pertumbuhan perekonomian. Sektor ini juga mempunyai potensi yang besar dalam meningkatkan penerimaan terhadap ekspor. Peningkatan peranan UMKM terhadap ekspor sudah terjadi sejak tahun 1997, penerimaan ekspor ini
3
memberikan kontribusi pada pemasukkan neraca perdagangan. Pada Tabel 1.2 dapat dilihat, bahwa perkembangan ekspor barang yang lebih tinggi pada sektor pertambangan dan penggalian jika dibandingkan sektor lain. Namun pada sektor lain masih belum optimal penerimaan ekspor yang dihasilkan, hal ini diakibatkan dengan adanya kesulitan terhadap akses pasar dalam pemasaran, kenaikan dari harga bahan baku bahkan dengan adanya keterbatasan akses terhadap sumber pembiayaan. Tabel 1.2
Perkembangan Ekspor Barang UMKM dan Besar Menurut Sektor Ekonomi di Indonesia Tahun 2005-2006 Sektor UKM 9.77
Skala usaha Besar 3.94
Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian 42.23 16.48 Industri Pengolahan 10.50 6.35 Total 10.75 8.56 Sumber : Badan Pusat Statistik dan Departemen Koperasi, 2008
Jumlah 9.29 16.70 7.06 8.90
Berdasarkan dengan kondisi diatas maka Pemerintah melakukan kebijaksanaan dalam bidang perkereditan yaitu dalam bentuk pengendalian jumlah kredit serta pemberian kredit yang terarah. Pengendalian penyaluran kredit dilakukan terutama melalui pengaturan likuiditas bank, pengendalian perluasaan kredit serta pengaturan suku bunga menurut sektor ekonomi, penentuan besarnya pembiayaan oleh bank dan kebijaksanaan yang mengarah kepada UMKM untuk mencapai pembangunan perekonomian. Pengendalian dengan penyaluran kredit melalui pengaturan suku bunga bertujuan untuk meningkatkan gairah usaha. Pengaturan suku bunga ini dapat meningkatkan produktifitas usaha. Jika dilihat dari sisi sektor ekonomi, terdapat
4
tiga sektor utama dalam penyaluran kredit untuk UMKM, yaitu sektor perdagangan 28,14 persen, sektor industri 8,93 persen serta sektor lainnya sebesar 49,59 persen. Komposisi ini tidak jauh berbeda dari alokasi kredit per sektor ekonomi untuk total kredit perbankan nasional. Sektor lainnya pada
kredit UMKM, diduga disebabkan oleh adanya
penyaluran kredit konsumsi yang lebih besar. Hal tersebut dapat terlihat pada gambar 1, dengan nilai komposisi pada jenis kredit, porsi kredit UMKM untuk konsumsi mencapai 49,25 persen. Melihat hal ini walupun pertumbuhan ekonomi didorong oleh sektor UMKM, namun peranan kredit konsumsi pada sektor ini sangat dominan.
45,77
44
41,18
40,19
41,69
43,45
45
48,32
50,5
49,26
10,78
10,99
10,5
9,31
9,05
2002
2003
2004
2005
2006
KI
KK
KMK
Sumber: SEKI, Bank Indonesia, 2007 Keterangan: KI=Kredit Investasi, KK= Kredit Konsumsi, KMK=Kredit Modal Kerja Gambar 1. Komposisi Kredit UMKM Menurut Jenis Kredit (Persen) Sejak tahun 2003, pertumbuhan kredit UMKM untuk konsumsi selalu berada diatas jenis kredit lain berdasarkan jenis penggunaan seperti kredit investasi dan modal kerja. Pada kredit UMKM untuk kredit investasi porsinya terus mengalami penurunan, hal ini sangat memperihatinkan. Kondisi seperti ini
5
sebenarnya tidak terbatas terjadi pada kredit UMKM saja, namun juga untuk total kredit perbankan. Kredit UMKM pada tahun 2006, ternyata mulai menunjukkan perubahan. Hal ini dapat terlihat dengan pertumbuhan kredit UMKM untuk konsumsi mengalami penurunan, bahkan telah berada di bawah pertumbuhan total kredit UMKM. Penyebab utama menurunnya kredit konsumsi pada tahun 2006 adalah merosotnya daya beli masyarakat ketika pemerintah menaikkan harga BBM di buulan September 2005 yang berdampak pada 2006. akibat merosotnya daya beli ini, maka pertumbuhan kredit UMKM di tahun 2006 hanya sebesar 15, 65 persen jauh dibawah tahun 2005 yang masih sebesar 30,92 persen. Kredit UMKM yang disalurkan untuk pertumbuhan sektor rill masih relatif rendah. Kredit yang dikucurkan perbankan di sektor UMKM memang mengalami peningkatan, meskipun hanya mencapai 21,6 persen. Berdasarkan data bank Indonesia tahun 2007 menggambarkan bahwa pertumbuhan kredit UMKM perbankan sampai Oktober 2007 sudah mencapai 21,6 persen atau secara nominal sebesar Rp. 500,03 triliun dengan rincian sebesar Rp. 197,2 triliun disalurkan untuk kredit mikro, Rp. 147,22 triliun untuk kredit kecil, sedangkan Rp.155,62 triliun disalurkan untuk kredit menengah. Pada bulan sebelumnya September 2007, total outsanding kredit UMKM tercatat sebesar Rp. 494,29 triliun. Ini berarti dalam tempo sebulan, kredit baru UMKM yang mengucur mencapai Rp. 5,74 triliun. Secara akumulasi, sejak awal tahun hingga Oktober 2007, perbankan telah menyalurkan kredit UMKM sebanyak 72,04 triliun. Hal ini merupakan hasil yang maksimal bagi perbankan.
6
Jika dilihat berdasarkan kelompoknya pada Tabel 1.3, maka bank swasta nasional devisa
dan bank persero (BUMN) lebih banyak dalam menyalurkan kredit
UMKM dibandingkan dengan bank yang lainnya. Tabel 1.3 Kredit UMKM Menurut Kelompok Bank Komersial di Indonesia Tahun 2007 (Triliun Rupiah) Jenis Bank
Kuartal I 144.82 179.34
Kuartal II 151.61 191.15
Kuartal III 161.06 204.39
Bank Persero Bank Swasta Nasional Devisa Bank Swasta Nasional Non 18.07 19.39 20.7 Devisa BPD 55.59 62.23 67.51 Bank Campuran 4.71 5.04 5.54 Bank Asing 13.13 13.35 13.78 BPR-BPRS 18.59 19.9 21.29 Sumber: Statistik Perbankan Indonesia,Bank Indonesia, 2007
Okt-2007 164.06 206.62 20.73 67.91 5.65 13.75 21.29
Sebelumnya memang dukungan perbankan terhadap UMKM memang sangat minimal. Kredit mikro, kecil, dan menengah lebih banyak disalurkan bukan pada target yang sebenarnya. Hal itu tidak terlepas dari rendahnya kemampuan akses usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) terhadap permodalan. Adapun anggapan bank dalam penyaluran kredit kepada UMKM mempunyai resiko yang relatif tinggi, serta manajemen dan administrasi yang buruk dengan ketidakadaan agunan. Dilain pihak, fungsi intermediasi perbankan memang sangat rumit karena prosedur dan aturan yang ketat dan terikat pada prinsip kehati-hatian, yaitu bank mensyaratkan penyediaan agunan bagi masyarakat yang hendak mendapatkan kredit. Bila terjadi ketidakseimbangan dalam prinsip kehati-hatian tersebut , akan timbul resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan keuangan bank. Selain itu
7
seperti yang disebutkan oleh Choury, Galai dan Mark, timbulnya perubahan dalam kualitas kredit debitur dapat berdampak besar pada nilai kredit bank (Syafi’i, 2005). Dalam bukunya juga Choury, Galai dan Mark menyatakan bahwa dalam industri perbankan resiko kredit merupakan resiko klasik yang sudah dikenal oleh para praktisi perbankan sejak lama. Penyebab utama dari berbagai permasalahan bank menyangkut resiko kredit ini, kebanyakan berkaitan langsung. Hal itu seperti dalam standar pemberian pinjaman bagi debitur yang belum dikelola dengan baik dan pengelolaan portofolio yang masih belum optimal. Selain itu juga disebabkan dengan kurangnya perhatian terhadap perubahan kondisi
perekonomian
atau
kondisi
lain
yang
mempengaruhi
jumlah
pengembalian pinjaman debitur. Namun, ketika melihat kondisi pada Tabel 1.3, dengan adanya peningkatan penyaluran kredit kepada sektor UMKM setiap tahunnya. Perbankan sudah mulai beralih menyalurkan kreditnya kepada sektor ini. Hal ini disebabkan dengan mampu bertahannya sektor ini pada saat krisis pada tahun 1997 terjadi. Selain itu juga, perbankan sudah mampu menilai bahwa pada sektor ini resiko yang dihadapi oleh perbankan sangat rendah, jika dibandingkan dengan sektor usaha besar (korporasi). Oleh karena itu, dari perlu adanya penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi volume penyaluran kredit Mikro, Kecil, dan Menengah (MKM).
8
1.2. Perumusan Masalah Dunia usaha khususnya pada sektor UMKM memberikan peranan besar terhadap pendapatan nasional. Hal ini terlihat dari adanya kontribusi UMKM yang meningkat setiap tahunnya. Oleh karena itu, peningkatan sektor ini tidak terlepas dari peranan perbankan dalam penyaluran kredit. Kredit yang disalurkan oleh perbankan merupakan aset bank yang sifatnya kurang liquid dibandingkan dengan aset lainnya. Hal ini disebabkan karena pinjaman kredit tidak dapat langsung disalurkan dalam bentuk cash sampai dengan masa pinjaman habis. Adanya kemungkinan pengembalian pinjaman yang gagal, akibat tidak sanggupnya debitur untuk mengembalikan pinjaman sesuai dengan kesepakatan. Pengembalian pinjaman seperti ini dapat menimbulkan kredit terjadinya kredit bermasalah atau non performing loan (NPL). Melihat situasi tersebut, maka kredit yang disalurkan perbankan akan mengalami penurunan. Perbankan tidak ingin mengambil resiko dengan berkurangnya aset yang dimiliki oleh bank. Total penyaluran kredit mikro, kecil dan menengah nominal (outsanding) mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini dapat terlihat pada gambar 2, outsanding kredit MKM selalu mengalami peningkatan pada tahun 2002 sampai 2007. Peningkatan tersebut cukup besar dari Rp.1685,39 triliun sampai Rp.5372,29 triliun. Kondisi ini menunjukkan pentingnya perbankan dalam mendorong sektor rill untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian.
9
5372,29 4527,41 3791,31 2837,72 1685,39
2002
2197,67
2003
2004
2005
2006
2007
Keterangan: dalam triliun rupiah Sumber: Bank Indonesia, 2008 Gambar 2. Trend Outsanding Penyaluran Kredit MKM Bank Umum Dalam penyaluran kredit perbankan terhadap sektor ini juga dipengaruhi oleh suku bunga. Penetapan suku bunga yang tinggi akan menyebabkan sektor perbankan lebih memilih untuk membeli surat berharga dibandingkan dengan memilih resiko untuk menyalurkan kredit kepada sektor usaha. Pemilihan dengan membeli surat berharga akan mengurangi jumlah reserve bank, sehingga jumlah kredit yang disalurkan akan berkurang dan menurunkan pertumbuhan sektor UMKM serta berimbas pada penurunan pertumbuhan perekonomian. Namun, pada kenyataannya di negara Indonesia kebijakan melalui penetapan suku bunga SBI belum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan kredit. Hal ini dapat terlihat pada Gambar 3, periode awal tahun 2002 suku bunga SBI sebesar 16,93 persen sampai akhir 2003 sebesar 8,31 persen. Pada periode ini terjadi kebijakan moneter yang tidak efektif yang dilakukan oleh bank sentral. Saat itu pemerintah melakukan kebijakan moneter yang ekspansif dengan menurunkan suku bunga SBI. Penurunan SBI yang diharapkan dapat mendorong perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit
10
ternyata tidak terjadi, melainkan hal sebaliknya yang terjadi. Melihat hal tersebut maka belum pulihnya fungsi lembaga perbankan. 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00 1
10 19 28 37 46 55 64 73 82 91 100 109 118 127 136 145 154 163
suku bunga SBI
Sumber: Bank Indonesia, 2008 Keterangan: dalam persen Gambar 3. Trend Suku Bunga SBI Periode 1994-2007 Penyaluran kredit perbankan saat ini memeng lebih banyak kepada sektor UMKM. Proporsi yang disalurkan pada sektor UMKM mengalami peningkatan setiap tahunnya, akan tetapi ini belum proporsional dibandingkan dengan korporasi. Adapun dua alasan perbankan beralih untuk menyalurkan kredit kepada sektor UMKM. Pertama, risiko kredit UMKM jauh lebih rendah dibandingkan dengan korporasi. Kedua, NPL pada sektor UMKM lebih kecil. Melihat berbagai permasalahan yang dihadapi oleh sektor UMKM maka perlu adanya penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi dalam volume penyaluran kredit mikro, kecil, dan menengah. Oleh karena itu dapat dirumuskan permasalahannya adalah sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi volume penyaluran kredit Mikro, Kecil, dan Menengah pada jangka panjang?
11
2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi volume penyaluran kredit Mikro, Kecil, dan Menengah pada jangka pendek?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi volume penyaluran kredit Mikro, Kecil, dan Menengah (MKM) pada jangka panjang. 2. Menganalisis
faktor-faktor
apakah
yang
mempengaruhi
volume
penyaluran kredit Mikro, Kecil, dan Menengah (MKM) pada jangka pendek.
1.4. Manfaat Penelitian Sejalan dengan tujuan penelitian maka manfaat penelitian ini adalah: 1. Memberikan pertimbangan kepada pihak yang berkepentingan seperti lembaga perbankan khususnya dalam mengambil keputusan untuk memberikan akses kredit kepada sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). 2. Memberikan masukan untuk peningkatan pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
12
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian ini difokuskan kepada pencarian data mengenai analisis faktor-
faktor yang mempengaruhi volume penyaluran kredit Mikro, Kecil, dan Menengah (MKM) dengan batasan penelitian pada bank umum (bank komersial) pada periode 2002 sampai 2007. Variabel-variabel ekonomi yang dianggap berpengaruh dalam penelitian ini yaitu kapasitas kredit (lending capacity), non performing loan bank umum (NPL), Gross Domestik product (GDP) dengan tahun dasar konstan tahun 2000, suku bunga sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan suku bunga kredit bank umum berdasarkan jenis penggunaan yaitu kredit modal kerja, kredit investasi dan kredit konsumsi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Kredit
2.1.1. Pengertian Kredit Kredit berasal dari bahasa Yunani (credere) yang berarti kepercayaan. Kepercayaan itu antara si pemberi dengan si pemohon kredit yang terkait dalam suatu kesepakatan. Menurut Kent dalam Suyatno (2003), kredit adalah hak untuk menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu yang diminta, atau pada waktu yang akan datang yang disebabkan oleh penyerahan barang-barang sekarang. Jonson dalam Djinarto (2000) menyatakan bahwa kredit adalah kemampuan untuk memperoleh barang atau jasa dengan memberi janji untuk membayar pada tanggal tertentu dimasa yang akan datang. Dalam arti ekonomi kredit adalah penundaan bayaran dari prestasi yang diberikan sekarang baik dalam bentuk barang, uang atau jasa (Suyatno, 2003). Menurut UU No.7 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan, pengertian kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu. Hal tersebut berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjamanpinjaman antara bank dengan pihak lain. Kondisi tersebut mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan. Penyaluran terhadap kredit merupakan segala bentuk fasilitas pinjaman dana melalui pasar rupiah dan valuta asing yang ditetapkan dalam peraturan bank Indonesia. Namun dalam penyaluran kredit tersebut terdapat resiko kredit baik itu
14
secara langsung maupun tidak langsung. Resiko kredit merupakan resiko akibat adanya ketidakpastian dalam pengembalian pinjaman. Rencana kredit untuk jangka waktu satu tahun yang disusun itu disesuaikan dengan perkiraan jumlah uang yang beredar sehingga tidak akan menganggu kestabilan moneter. Kestabilan moneter yang dimaksudkan ialah merupakan perimbangan antara perkembangan jumlah uang yang beredar dengan tingkat harga, suku bunga, perkembangan neraca pambayaran, tingkat moneterisasi perekonomian.
2.1.2. Unsur-Unsur Kredit Menurut Muljono (2001), terdapat unsur kredit antara lain: 1. Waktu, yang menyatakan bahwa ada jarak antara saat persetujuan pemberian kredit dan pelunasannya. 2. Kepercayaan, yang melandasi pemberian kredit oleh pihak kreditur kepada debitur, bahwa setelah jangka waktu tertentu debitur akan mengembalikan sesuai dengan kesepakatan yang sudah disetujui oleh kedua belah pihak. 3. Penyerahan, yang menyatakan bahwa pihak kreditur menyerahkan nilai ekonomi kepada debitur yang harus dikembalikan setelah jatuh tempo. 4. Resiko, yang menyatakan adanya resiko yang mungkin timbul sepanjang jarak antara saat memberikan dan pelunasannya. 5. Persetujuan dan perjanjian, yang menyatakan bahwa antara kreditur dan debitur terdapat suatu persetujuan dan dibuktikan dengan suatu perjanjian.
15
2.1.3. Prinsip-Prinsip Kredit Menurut Kasmir (2004), prinsip-prinsip penilaian kredit yang dilakukan dengan analisis 5C yang terdiri dari faktor sebagai berikut: 1. Character, adalah sifat atau watak calon debitur. Hal ini bertujuan memberikan keyakinan kepada pihak perbankan bahwa sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan kredit dapat dipercaya. 2. Capacity, adalah kemampuan calon debitur dalam membayar kredit yang dihubungkan dengan kemampuan calon debitur tersebut dalam mengelola bisnis serta kemampuannya mendapat keuntungan. 3. Capital, adalah sumber-sumber pembiayaaan yang dimiliki calon debitur dalam usaha yang dilakukannya. 4. Collateral, adalah jaminan yang diberikan calon debitur baik besifat fisik maupun non fisik. Jaminan yang diberikan dianjurkan melebihi jumlah kredit yang diberikan. 5. Condition, adalah penilaian kredit yang mempertimbangkan kondisi ekonomi sekarang dan masa yang akan datang.
2.1.4. Jenis-Jenis Kredit A. Kredit Berdasarkan Tujuan Penggunaan Berdasarkan tujuan penggunaannya, kredit terbagi menjadi dua jenis yaitu: 1. Kredit konsumtif yaitu, kredit yang digunakan untuk membiayai pembelian barang-barang atau jasa-jasa yang dapat memberikan kepuasan langsung kepada konsumen. Jenis kredit ini digunakan untuk membiayai hal-hal yang
16
bersifat konsumtif seperti kredit perumahan, kredit kendaraan serta kredit untuk membeli makanan dan pakaian. Secara tidak langsung kredit konsumtif akan memberikan efek produktif dengan cara meningkatkan produksi dari barang atau jasa yang telah dibeli oleh peminjam. 2. Kredit produktif yaitu, kredit yang digunakan untuk tujuan-tujuan yang produktif. Kredit ini digunakan untuk membeli barang-barang modal yang bersifat tetap maupun untuk membiayai kegiatan pengadaan barang yang habis dalam sekali produksi. Kredit produktif dapat dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu, kredit investasi dan kredit modal kerja. Kredit investasi merupakan jenis kredit yang dikeluarkan oleh perbankan untuk pembelian barang-barang modal yaitu, tidak habis dalam satu cycle. Kredit modal kerja merupakan jenis kredit yang diberikan oleh bank kepada debiturnya untuk memenuhi kebutuhan modal kerjanya yang biasanya habis dalam satu siklus usahanya. Menurut BRI dalam Thamrin (2002), kredit investasi merupakan suatu kebijaksanan kredit yang bersifat jangka menengah atau jangka panjang yang diberikan kepada pengusaha perorangan atau perusahaan dengan persyaratan dan prosedur khusus atau dengan pertimbangan kelayakan. Program kelompok kecil Industri (KKI) digunakan untuk pembiayaan investasi barang modal dan jasa yang diperlukan dalam rangka perluasan proyek lama atau baru serta rehabilitasi aset yang ada. Sedangkan program kredit modal kerja permanen hanya diberikan untuk pembiayaan modal secara terus menerus digunakan untuk kelancaran usaha.
17
B. Kredit Berdasarkan Jangka Waktu Berdasarkan jangka waktunya, kredit dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: 1. Kredit jangka pendek, merupakan kredit yang jangka waktu pembayarannya maksimal satu tahun. Kredit ini biasanya digunakan untuk membiayai kebutuhan modal kerja (Djinarto, 2000). 2. Kredit
jangka
menengah,
merupakan
kredit
yang
jangka
waktu
pembayarannya antara satu sampai dengan tiga tahun. Kredit jangka menengah biasanya berupa kredit modal kerja dan kredit investasi yang tidak terlalu besar (Djinarto, 2000). 3. Kredit jangka panjang, merupakan jenis kredit yang jangka waktu pembayarannya lebih dari tiga tahun. Kredit ini biasanya digunakan untuk pembelian mesin, pabrik, perumahan, dan alat-alat untuk keperluan investasi (Djinarto, 2000).
2.1.5. Fungsi Kredit . Menurut Bank Indonesia, 1997 fungsi kredit adalah: 1. Bagi dunia usaha kredit berfungsi sebagai permodalan untuk menjaga kelangsungan atau meningkatkan usahanya, dan sebagai pengembalian kredit wajib dilakukan tepat waktu, sehingga diharapkan dapat diperoleh dari keuntungn usahanya. 2. Bagi lembaga keuangan kredit berfungsi untuk menyalurkan dana masyarakat (deposito, tabungan, giro) dalam bentuk kredit pada dunia usaha.
18
2.2. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Perekonomian sebuah negara terbuka (open economy) terdiri dari 4 sektor, yaitu sektor moneter, sektor riil, sektor fiskal, dan sektor eksternal. Hubungan antar sektor moneter dan sektor riil terjadi melalui mekanisme transmisi (mechanism of transmision). Mekanisme ini dilakukan oleh bank sentral sebagai otoritas sektor moneter dapat mengeluarkan kebijakan yang akan berpengaruh pada sektor riil. Mekanisme kebijakan moneter didefinisikan sebagai suatu proses. Kebijakan moneter ini ditransmisikan ke dalam perubahan GDP riil dan inflasi (Warjiyo dan Solikin, 2003). Secara umum jalur mekanisme transmisi tersebut bekerja melalui lima jalur, yaitu jalur suku bunga, nilai tukar, harga aset, dan ekspektasi.
2.2.1. Jalur Suku Bunga (Interest Rate Channel) Mekanisme transmisi melalui jalur suku bunga menekankan bahwa kebijakan moneter dapat mempengaruhi permintaan agregat melalui perubahan suku bunga. Dalam hal ini, pengaruh perubahan suku bunga jangka pendek ditransmisikan pada suku bunga jangka menengah atau jangka panjang melalui mekanisme penyeimbang antara sisi penawaran dan permintaan di pasar uang. Perkembangan suku bunga tersebut akan mempengaruhi biaya modal (cost of capital), yang akan mempengaruhi pengeluaran investasi dan konsumsi yang merupakan komponen dari permintaan agregat.
19
Kebijakan moneter
Suku Bunga
Biaya Modal
Investasi/ Konsumsi
Jumlah uang beredar Sumber: Warjiyo dan Solikin, 2003 Gambar 4. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Jalur Suku Bunga
2.2.2. Jalur Nilai Tukar (Exchange Rate Channel) Mekanisme transmisi melalui jalur nilai tukar menekankan bahwa kebijakan
moneter
dapat
mempengaruhi
perkembangan
penawaran
dan
permintaan agregat, kemudian mempengaruhi output dan harga. Pengaruh pergerakan nilai tukar tergantung pada sistem nilai tukar oleh suatu negara. Dalam sistem nilai tukar mengambang, kebijakan moneter ekspansif oleh Bank Sentral akan mendorong depresiasi mata uang domestik dan meningkatkan harga barang impor. Hal ini kemudian akan mendorong kenaikan harga barang domestik, meskipun tidak terdapat ekspansi di sisi permintaan agregat. Dalam sistem nilai tukar mengambang terkendali, pengaruh kebijakan moneter pada perkembangan output riil dan inflasi menjadi semakin lemah pada jangka panjang, terutama jika terdapat substitusi yang tidak sempurna antara aset domestik dan luar negeri. Kebijakan moneter
Nilai Tukar
Harga Relatif Impor
Investasi/ Konsumsi
Jumlah uang beredar Permintaan Agregat
Sumber: Warjiyo dan Solikin, 2003 Gambar 5. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Jalur Nilai Tukar
20
2.2.3. Jalur Harga Aset (Asset Price Channel) Mekanisme transmisi melalui jalur harga aset menekankan bahwa kebijakan moneter berpengaruh pada perubahan harga aset dan kekayaan masyarakat, kemudian dapat mempengaruhi pengeluaran investasi dan konsumsi. Apabila bank sentral melakukan kebijakan moneter kontraktif, maka dapat mendorong peningkatan suku bunga, dan akhirnya akan menekan harga aset perusahaan (market value). Penurunan harga aset dapat berakibat pada dua hal. Pertama, mengurangi kemampuan perusahaan untuk melakukan ekspektasi. Kedua, menurunkan nilai kekayaan dan pendapatan, akhirnya mengurangi pengeluaran konsumsi. Kedua hal tersebut berdampak pada penurunan pengeluaran agregat pada akhirnya. Kebijakan moneter
Nilai Tukar
Harga Aset
Investasi/ Konsumsi
Jumlah uang beredar Sumber: Warjiyo dan Solikin, 2003 Gambar 6. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Jalur Harga Aset
2.2.4. Jalur Ekspektasi (Expectation Channel) Mekanisme transmisi melalui jalur ekspektasi menekankan bahwa kebijakan moneter dapat diarahkan untuk mempengaruhi pembentukan ekspektasi mengenai inflasi dan kegiatan ekonomi. Kondisi tersebut mempengaruhi perilaku agen-agen ekonomi dalam melakukan keputusan konsumsi dan investasi, yang akan mendorong perubahan permintaan agregat dan inflasi.
21
Kebijakan moneter
Ekspektasi Inflasi/ Kegiatan Ekonomi
Keputusan konsumsi/ investasi
Jumlah uang beredar Sumber: Warjiyo dan Solikin, 2003 Gambar 7. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Jalur Ekspektasi
2.2.5. Jalur Kredit (Credit Channel) Mekanisme transmisi melalui jalur kredit bekerja dengan memanfaatkan media pasar utang dan pasar kredit. Fungsi bank sebagai lembaga intermediasi antara Surplus Spending Unit (SSU) dan Defisit Spending Unit (DSU) berperan penting dalam mekanisme kebijakan melalui jalur kredit. Mekanisme jalur kredit dibedakan menjadi dua jalur. Pertama, bank lending channel yang menekan pengaruh kebijakn moneter pada kondisi keuangan bank, dari sisi aset khususnya. Kedua, balance sheet channel yang menekankan pengaruh kebijakan moneter pada kondisi keuangan perusahaan dan kemudian akan mempengaruhi akses perusahaan untuk mendapatkan kredit. Kebijakan moneter
Liabilitas Bank
Ketersediaan Kredit Bank
Jumlah uang beredar Investasi
Suku Bunga/ Harga Saham
Nilai Bersih Perusahaan
Pemberian Kredit
Sumber: Warjiyo dan Solikin, 2003 Gambar 8. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Melalui Jalur Kredit
22
2.3.
Definisi dan Fungsi Bank Bank merupakan lembaga keuangan yang menerima deposit dan
menyalurkan ke dalam kredit. Bank adalah lembaga intermediasi keuangan, penghubung antara orang yang memiliki kelebihan modal dengan orang yang memerlukan modal (Mishkin, 2001). Menurut UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya ke masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak. Apabila dilihat dari fungsinya menurut UU Pokok Perbankan No. 7 Tahun 1992 dan UU RI No. 10 Tahun 1998, terdiri dari Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah: 1. Bank umum, adalah bank yang menjalankan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sifat jasa yang diberikan adalah umum, dalam arti daat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada. Begitu juga dengan wilayah operasinya dapat dilakukan di seluruh wilayah Indonesia, bahkan keluar negeri (cabang). 2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR), adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
23
2.4. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Menurut Tambunan dalam Hadad (2004), beragam definisi UMKM yang dikeluarkan oleh berbagai instansi. Pengelompokan definisi UMKM ini dapat dilihat dalam Tabel 2.1. Tabel 2.1 Definisi UMKM Lembaga
Istilah
Pengertian Umum
UU No.9/95 ttg Usaha Kecil
Usaha kecil
Asset: Rp200 juta di luar tanah & bangunan; Omset: Rp1 miliar/ tahun Independen
Usaha mikro Usaha kecil Usaha menengah Usaha kecil
Pekerja <5 orang, incl tng kerja keluarga Pekerja 5 - 19 orang Pekerja 20 - 99 orang Aset < Rp200 juta, Omset < Rp1 miliar/thn
Usaha menengah
Aset > Rp200 juta, Omset > Rp1 miliar/thn
Usaha mikro Usaha kecil Usaha menengah
Usaha keluarga miskin, teknologi sederhana Aset < Rp200 juta, Omset < Rp1 miliar/thn Aset > Rp200 juta dan < Rp5 miliar (utk industri) dan Aset > Rp200 juta dan < Rp6 miliar (utk jasa lainnya); serta Omset Rp3 miliar/thn Aset di luar tanah & bangunan Pekerja <10 orang, Aset
10 orang dan <50 orang, Aset >USD100 ribu dan USD100 ribu/thn dan 50 orang dan <300 orang, Aset >USD300 ribu dan USD300 ribu/thn dan
BPS
Meneg Kop & UKM
Bank Indonesia
Bank Dunia
Usaha mikro Usaha kecil
Usaha menengah
Sumber: Tambunan dalam Hadad (2002), Hal. 11 Menurut Sanim dalam Thamrin (2002), peranan usaha kecil dapat dilihat secara lebih rinci pada tingkat atau level makro (analisis suatu kesatuan atau agragat) yang dapat menyebabkan, yaitu:
24
1. Penyerapan tenaga kerja dan menciptakan lapangan kerja baru (employment dan creat new job), 2. Breeding Ground untuk bisnis baru, 3. Usaha bersama kekeluargaan (cooperatif), 4. Mengurangi kecemburuan sosial, karena adanya kesenjangan sosial ekonomi dan kemiskinan. Peranan usaha kecil pada tingkat mikro (analisis usaha kecil mikro dan koperasi) adalah sebagai : 1. Alat distibusi untuk bisnis besar, 2. Sumber pendapatan dan perolehan devisa, 3. Menciptakan kompetisi, 4. Medan bagi inovasi independent dan bakal kewirausahaan, 5. Kontribusi bagi desentralisasi. Batasan usaha kecil dapat dilihat dari berbagai segi yang menyangkut ciriciri khusus dan ukuran skala atau kapasitas usaha. Menurut Mintzberg dalam Sutojo (1993), kriteria sektor usaha kecil adalah struktur organisasi yang masih sangat sederhana dan mempunyai karakter yang khas. Menurut hasil penelitian lembaga manajemen FEUI, profil usaha kecil di Indonesia adalah sebagai berikut: 1) Hampir setengahnya dari perusahaan kecil hanya mempergunakan kapasitas terpasang 60 persen atau kurang. Hal tersebut disebabkan oleh adanya kesalahan dalam perencanaan dan ketidakmampuan memperbesar pasar. 2) Lebih dari setengah perusahaan kecil didirikan sebagai pengembangan usaha. Pada masa persiapan (sebelum investasi) terdapat dua permasalahan yang
25
menonjol yaitu pemodalan dan kemudahan usaha (lokasi dan perizinan). Pada tahap selanjutnya (pengenalan usaha) sektor usaha kecil menghadapi masalah pemasaran ditambah dengan masalah permodalan dan hubungan usaha. Pada tahap peningkatan usaha, sektor ini kembali menghadapi permasalahan dalam permodalan den pengadaan bahan baku. 3) Umumnya sulit untuk meningkatkan pangsa pasar bahkan cenderung mengalami penurunan usaha yang terjadi karena kekurangan modal, tidak mampu memasarkan dan kurang keterampilan khas dan adminisrasi. 4) Tingkat ketergantungan terhadap bantuan dari pemerintah berupa permodalan, pemasaran dan pengadaan barang/bahan relatif tinggi. 5) Hampir lebih dari 50 persen dari usaha kecil masih mempergunakan teknologi tradisional. 6) Hampir sekitar 70 persen dari usaha kecil masih melakukan pemasaran langsung kepada konsumen. 7) Sebagian besar pengusaha kecil dalam usaha memperoleh bantuan perbankan merasa terlalu rumit dan dokumen yang harus dipersiapkan sulit dipenuhi.
2.5.
Penelitian Terdahulu
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu Nama Peneliti dan Judul Agung et al. (2001),
Tujuan Penelitian Menguji secara empiris
Metode Analisis switching
kajian secara
mengenai penurunan
regression dan
sistematis mengenai
kredit yang terjadi lebih
dengan data
fenomena credit
banyak disebabkan oleh
panel
crunch di Indonesia
faktor-faktor penawaran
Kesimpulan Pada sisi penawaran, ditemukan bahwa: • Kapasitas kredit, bank memiliki pengaruh positif terhadap jumlah kredit yang disalurkan oleh bank. • Suku bunga kredit mempunyai pengaruh yang positif dan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penawaran kredit. • Pengaruh NPL (Non Performing Loan) dengan penawaran kredit
seperti dalam hipotesa credit crunch.
bersifat negatif, yang mengindikasikan peningkatan jumlah NPL akan mengakibatkan penurunan dalam jumlah penawaran kredit perbankan. Nilai NPL yang besar mengharuskan bank harus menyiapkan cadangan dana penghapusan yang lebih besar guna mengantisipasi terjadinya kredit macet.
Harmanta dan
Meneliti mengenai kredit
maximum
Adanya perilaku yang berbeda dalam penurunan penyaluran kredit
Enkanada (2005),
dengan tujuan serta
likelihood,
menunjukkan perilaku yang berbeda dalam dua periode:
Disintermediasi
metode estimasi yang
persamaan
Fungsi Perbankan di
hampir sama dengan
simultan,
ini menyimpulkan bahwa penurunan kredit yang terjadi disebabkan oleh
Indonesia Pasca
Agung, et. al. Penelitian
switching
adanya penawaran kredit yang lemah. Pada periode ini krisis yang
• Periode pertama tahun 1997/1998 ditandai dengan excess demand. Hal
26
Krisis 1997 : Faktor
ini mengasumsikan bahwa
Permintaan atau
permintaan kredit tidak
Penawaran Kredit,
selalu sama dengan
Sebuah Pendekatan
penawaran kredit (adanya
supply. Hal ini menyimpulkan bahwa terjadinya penurunan kredit lebih
dengan Model
disekuilibrium)
disebabkan dari permintaan kredit. Kondisi ini terjadi karena belum
regression
sedang terjadi mengakibatkan pertumbuhan DPK yang lambat sehingga menurunkan kemampuan bank dalam menyalurkan kredit.
• Periode kedua pasca krisis 1999 sampai 2003 ditandai dengan excess
Disequilibrium
pulihnya perekonomian dengan mengakibatkan rendahnya dalam prospek investasi.
Habibi (2004),
Mengestimasi besarnya
(Vector
permintaan dan
penawaran dan
Autoregresive) kredit, rasio modal terhadap aset dan kredit bermasalah. Kapasitas kredit
penawaran kredit
permintaan kredit dari
VAR
rupiah
bank umum sepanjang
kredit. Hal ini terihat dari representasi grafik penawaran dan permintaan
periode 1994-2003, serta
kredit yang diestimasi tidak terjadi credit crunch sepanjang periode 1994-
membuktikan apakah
2003.
Dari sisi penawaran kredit dipengaruhi secara signifikan oleh suku bunga
tidak mempunyai pengaruh yang signifikan oleh output dan suku bunga
terjadi credit crunch. Marissa (2004),
Menganalisis faktor-
Two Stage
Kredit domestik memiiki pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi
korelasi antara
faktor yang
Least Square
dan nilainya secara statistik signifikan dalam kurun waktu 1983-2002. Hal
kredit domestik
mempengaruhi
(2SLS)
ini menyatakan bahwa kredit telah memberikan kontribusi positif terhadap
terhadap
pertumbuhan kredit
perekonomian Indonesia. Kondisi ini menunjukkan bahwa permintaan
pertumbuhan
domestik dan
kredit domestik oleh sektor ekonomi disalurkan untuk kegiatan investasi
ekonomi Indonesia
pertumbuhan ekonomi di
dan modal kerja sehingga menciptakan pertumbuhan ekonomi.
27
Indonesia. Karina (2005),
Menganalisis faktor-
Ordinary
Selama periode 1998-2003 jumlah unit usaha kecil memberikan pengaruh
analisis penyaluran
faktor yang
Least Square
yang positif dan signifikan terhadap penyaluran kredit usaha kecil.
kredit bank umum
mempengaruhi dan peran
(OLS)
Peningkatan jumlah unit usaha kecil menyebabkan kredit yang disalurkan
terhadap usaha kecil
perbankan dalam
oleh usaha kecil juga semakin banyak. Tingkat suku bunga kredit juga
di Indonesia
penyaluran kredit bank
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penyaluran kredit kepada
umum terhadap usaha
usaha kecil.
kecil di Indonesia Wicaksono (2007),
• Mengkaji keragaan dari
Ordinary
Penyaluran kredit pertanian oleh BRI tahun 2002-2003 secara nominal
analisis faktor-
volume kredit pertanian
Least Square
selalu mengalami peningkatan, kecuali tahun 2005 triwulan IV menalami
faktor yang
di BRI periode 2002-
(OLS)
penurunan dibandingkan pada triwulan sebelumnya. Sedangkan dari sisi
mempengaruhi
2006.
proporsi kredit pertanian terhadap total kredit yang disalurkan oleh BRI
kredit pertanian oleh • Menganalisis pengaruh
mengalami pertumbuhan yang fluktuatif dengan tren yang terus menurun.
Bank BRI di
GDP sektor pertanian,
Proporsi yang tinggi terjadi tahun 2005 (III), terendah 2006 (IV).
Indonesia.
tingkat suku bunga BRI
Peningkatan proporsi yang gignifikan tersebut disebabkan oleh adanya
dan NPL terhadap
kredit pertanian jenis kredit program yang dimulai triwulan tersebut.
penyaluran kredit pertanian oleh BRI dan faktor yangberpengaruh.
28
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Penawaran Kredit Penawaran komoditas barang dan jasa adalah jumlah dari komoditas yang ditawarkan produsen kepada konsumen dalam pasar dengan tingkat harga dan jangka waktu tertentu. Sumber penawaran meliputi produksi pada waktu tertentu dengan persediaan pada waktu sebelumnya. Penawaran atau harga dan jumlah yang ditawarkan semakin meningkat. Begitu juga dengan penawaran kredit, jika modal yang dimiliki oleh suatu bank semakin meningkat, maka jumlah kredit yang ditawarkan akan semakin meningkat juga. Pada kondisi ini menggunakan teori penawaran yang cateris paribus, yaitu variabel lain dianggap konstan atau tetap, maka faktor lain selain komoditas tersebut tidak mengalami perubahan. Menurut Agung et al. (2001) faktor-faktor penyaluran (L) atau penawaran kredit dipengaruhi oleh resiko kredit (R), modal bank (K), jumlah agunan (A), kondisi keuangan debitur (CF), kebijakan moneter (MP) dan adverse selection. Sehingga hubungan tersebut dapat diperlihatkan dalam persamaan sebagai berikut: L = f (R, K, A, CF, MP)
(3.1)
Dalam resiko kredit mengandung asymetric information dan moral hazard. Asymetric information merupakan faktor yang harus dihadapi oleh perbankan, karena bank tidak mengetahui kondisi yang sebenarnya terjadi dari perusahaan dalam melakukan aplikasi kredit. Kondisi ini akan menimbulkan terjadinya moral
30
hazard, dengan pihak peminjam tidak memiliki kemampuan yang baik dalam mengembalikan pinjaman yang diberikan oleh bank. Risiko kredit ini memiliki hubungan negatif, ketika risiko kredit meningkat maka akan menurunkan penawaran kredit. Modal bank memiliki pengaruh positif terhadap penawaran kredit. Hal ini disebabkan oleh kondisi likuiditas bank ditentukan dalam kemampuan bank untuk menyalurkan kredit, sebab kredit merupakan bagian dari aset bank. Ketika kondisi likuiditas atau modal dari bank meningkat maka kemampuan bank dalam menyalurkan kredit juga mengalami peningkatan. Agunan merupakan suatu bentuk komitmen dari debitur berupa suatu penjaminan aset yang dimilikinya kepada pihak bank dalam menyalurkan kredit. Agunan memiliki hubungan negatif dengan penawaran kredit. Kondisi keuangan debitur (Cf) memiliki hubungan dengan output yang dihasilkan (Y) dan kualitas pengembalian kredit (LQ). Sehingga hubungan tersebut dapat dilihat sebagi berikut: CF = f (Y,LQ)
(3.2)
Penelitian ini melihat kondisi keuangan dalam keadaan perekonomian secara keseluruhan maka Y dapat diubah menjadi GDP (Mankiw, 2003). Sedangkan kualitas pengembalian kredit tercermin dari adanya kredit bermasalah maka LQ diubah menjadi (NPL). Sehingga menjadi: CF = f(GDP,NPL)
(3.3)
Kebijakan moneter (MP) dalam persamaan 3.1, merupakan instrumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia dalam bentuk kebijakan pasar terbuka OPT,
31
kebijakan cadangan wajib minimum/ reserve requirement (GWM) dan penentuan tingkat diskonto (DR). Sehingga hubungan tersebut adalah sebagai berikut MP = f(OPT, GWM, DR)
(3.4)
Dalam penelitian ini, kebijakan pasar terbuka tercermin dari kebijakan BI dalam menentukan tingkat suku bunga SBI. SBI ini memiliki pengaruh terhadap penyaluran kredit oleh bank. Sehingga dalam persamaan tersebut menjadi: MP = f (SBI, GWM, DR)
(3.5)
Berdasarkan penjelasan diatas maka persamaan 3.1 dapat dijabarkan lebih detil dengan memasukkan persamaan 3.3 dan 3.5, sehingga menjadi persaman baru: L = f (R, K, A, GDP, NPL, SBI, GWM, DR)
(3.6)
Dalam penelitian ini variabel modal, GWM, dan agunan mempengaruhi kapasitas kredit. Oleh karena itu GWM, A dan K dapat di ubah menjadi LC. Begitu juga dengan suku bunga kredit (RK) mempengaruhi dalam penyaluran kredit, sehingga persamaan yang didapat menjadi: L = f (R, LC, RK, GDP, NPL, SBI, DR)
(3.7)
Penelitian ini hanya melihat faktor LC, RK, GDP, NPL, dan SBI, maka dari persamaan 3.7, variabel R dan DR dihilangkan sehingga persamaan yang digunakan dalam model penelitian ini adalah L = f (LC, RK, GDP, NPL, SBI)
(3.8)
32
3.1.2. Teori Keseimbangan Kredit Keseimbangan kredit terbentuk dari perpotongan antara kurva penawaran kredit (S0) dan permintaaan kredit (D0). Keseimbangan ini menghasilkan tingkat suku bunga sebesar r0 dan kuantitas kredit sebesar L0. Suku bunga S0
r0
D0
L0
Kualitas kredit
Gambar 9. Keseimbangan Kredit Berdasarkan
gambar
tersebut,
penurunan
penawaran
kredit
akan
mengakibatkan pergeseran S0 ke kiri atas, dan sebaliknya jika terjadi peningkatan. Sementara bila terjadi penurunan permintaan kredit akan mengakibatkan pergeseran D0 ke kiri bawah, dan juga sebaliknya. Menurut Agung et al. (2001), turunya kredit yang disalurkan oleh perbankan dapat disebabkan oleh: 1.
Penurunan Kredit Akibat Turunnya Permintaan Pergeseran permintaan kredit akibat lemahnya perekonomian akan
menyebabkan kredit permintaan dari kredit yaitu D menurun menjadi D1, dengan asumsi penawaran yang tetap. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya penurunan pada tingkat suku bunga menjadi r1. Jika perubahan kredit didorong oleh faktor –
33
faktor struktural mikroekonomi maka penurunan kurva permintaan kredit juga diikuti oleh semakin menajamnya kemiringan dari kurva permintaan yang mengakibatkan menurunnya sensitivitas perubahan suku bunga terhadap permintaan kredit. Kondisi ini ditunjukkan oleh kurva D2. Suku bunga kredit
S r0 r1 D0 D1 D2 L’
Kualitas kredit L
Sumber: Agung et al. (2001) Gambar 10. Penurunan Kredit Akibat Menurunnya Permintaan 2. Penurunan Kredit Akibat Turunnya Penawaran Penawaran kredit dapat disebabkan oleh turunnya kemauan bank untuk menyalurkan kredit pada tingkat suku bunga yang berlaku. Keengganan menyalurkan kredit ini dapat berasal dari faktor internal maupun eksternal. Faktor internal mengenai permasalahan seperti rendahnya kualitas dari jumlah aset yang dimiliki oleh perbankan, tingginya tingkat NPL dan turunya modal yang dimiliki oleh bank akibat menurunnya tingkat keuntungan. Sisi eksternal permasalahan terjadi akibat lemahnya kondisi keuangan perusahaan serta bank tidak mengetahui
34
secara pasti mengenai kondisi dari sutu perusahaan serta kemampuannya untuk membayar pinjaman. Suku bunga kredit S1
S2
S0 r2 r1
D L2
L
Kualitas kredit
Sumber: Agung et al. (2001) Gambar 11. Penurunan Kredit Akibat Menurunnya Penawaran Menurunya jumlah kredit akibat perubahan faktor penawaran dapat dilihat dengan bergesernya kurva penawaran ke kiri atas dari S0 menjadi S1. Implikasi dari pergeseran ini adalah kenaikan tingkat suku bunga dan penurunan jumlah penyaluran kredit. Terkadang keengganan bank untuk menyalurkan kredit tidak diikuti dengan perubahan tingkat suku bunga. Hal ini menyebabkan kurva penawaran bergeser kekiri dan berubah menjadi vertikal (S2), dan kurva penawaran menjadi tidak sensitif terhadap perubahan tingkat suku bunga. Efek seperti ini disebut sebagai Non Price Credit Rationing. Hal ini dapat dipahami sebagai akibat memburuknya resiko kredit dunia usaha dan karena persoalan informasi yang membuat bank tidak dapat membedakan kualitas
35
debitur. Persoalan ini lebih buruk lagi ketika ada pergantian manajemen didalam perbankan dengan orang yang baru. Karena hubungan bank dengan nasabah jangka panjang pergantian manajemen bank menyebabkan kurang mengertinya kondisi
nasabah.
Akibatnya,
bank
cenderung
lebih
berhati-hati
dalam
menyalurkan kredit dan tingkat suku bunga bukan hal utama dalam menyalurkan kredit, karena bank berpendapat bahwa hanya nasabah yang kualitas rendah yang bersedia membayar tingkat suku bunga pinjaman yang tinggi (adverse selection problem).
3.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Penyaluran Kredit Mikro, Kecil, dan Menengah (MKM) 3.1.3.1. Suku bunga kredit Suku bunga kredit merupakan suku bunga yang ditetapkan oleh bank kepada debitur sehingga sebagai suku bunga pinjaman bagi debitur dan intensif bagi bank atas penyaluran kredit. Dalam penelitian ini digunakan suku bunga kredit berdasarkan jenis pengunaan yaitu suku bunga kredit modal kerja, investasi dan konsumsi. Pengaruh suku bunga kredit terhadap penyaluran kredit kepada memiliki hubungan yang positif. Hal ini menggambarkan bahwa ketika terjadi peningkatan terhadap suku bunga kredit maka akan meningkatkan penyaluran kredit. Kondisi ini sama halnya dalam penyaluran kredit terhadap sektor riil. Suku bunga yang digunakan dalam penelitian ini menggunakn suku bunga riil (RK), dengan formula sebagai berikut: RK riil = RK - inflasi tahunan (INFLYOY)
(3.9)
36
3.1.3.2. Non Performing Loan (NPL) Non Performing Loan (NPL) merupakan rasio perbandingan antara kredit dalam kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet terhadap total kredit (Dendawijaya, 2001). NPL merupakan salah satu indikator perbankan yang menggambarkan kesehatan dari suatu bank. NPL = (kredit bermasalah / total kredit) * 100%
(3.10)
NPL (kredit macet) memiliki hubungan yang negatif dengan penyaluran kredit (Harmanata, 2005) Namun pada penyaluran kredit ke dalam sektor riil, khususnya sektor UMKM memiliki NPL yang lebih kecil dibandingkan usaha besar.
3.1.3.3. Gross Domestic Product (GDP) Gross Domestic Product (GDP) merupakan pengeluaran total atas output barang dan jasa perekonomian (Mankiw, 2000). Dalam penelitian ini menggunakan variabel GDP dengan menggunakan GDP dalam bentuk riil, yang nilai baran dan jasa diukur dengan menggunakan harga konstan. Harga konstan yang digunakan berdasarkan GDP rill pada tahun dasar 2000. GDP dapat mengukur pertumbuhan perekonomian suatu negara. Pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang positif dalam penyaluran kredit (Harmanata, 2005). Dalam penelitian ini menggunakan data bulanan yang di interpolasi dari data triwulanan dengan menggunaka metode cubic spline.
37
3.1.3.4. Lending Capacity Lending capacity atau kapasitas kredit, merupakan kemampuan suatu bank dalam menyalurkan kredit. Lending capacity atau kapasitas kredit (LC) yang diperoleh melalui pengurangan dari total pasiva, cash in valut, modal dan GWM (giro wajib minimum). Kapasitas kredit ini diharapkan memiliki korelasi yang positif terhadap penyaluran kredit MKM (Harmanata, 2005). Dalam penelitan ini menggunakan kapasitas kredit dalam bentuk riil, yaitu LC riil = LC / IHK
(3.11)
3.1.3.5. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Suku bunga sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek dengan sistem diskonto. Selain itu, SBI merupakan salah satu instrumen yang memungkinkan Bank Indonesia terlibat langsung di pasar uang, dalam rangka mengendalikan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Suku bunga Sertifikat Bank Indonesia yaitu suku bunga rata-rata tertimbang SBI berjangka waktu 1 (satu) bulan pada saat lelang SBI di Bank Indonesia. Suku bunga SBI yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk riil, adalah sebagai berikut: RSBI riil = RSBI - inflasi tahunan (INFLYOY)
(3.12)
Suku bunga SBI memiliki hubungan yang negatif dengan penyaluran kredit (Harmanata, 2005). Hal ini menyatakan bahwa ketika kebijakan moneter ketat yang ditempuh oleh otoritas moneter dengan menaikkan suku bunga SBI
38
maka akan menyebabkan semakin meningkatnya dana perbankan yang ditanamkan pada instrumen SBI sehingga jumlah kredit yang ditawarkan semakin berkurang.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Dalam Penelitian mengenai analisis yang mempengaruhi volume penyaluran kredit mikro, kecil dan menengah (MKM) ini melibatkan beberapa variabel ekonomi yang dianggap mempengaruhi. Variabel yang mempengaruhi penyaluran kredit MKM tersebut adalah Gross Domestic product (GDP), kapasitas kredit atau lending capacity riil (RLC), suku bunga kredit riil bank umum berdasarkan penggunaan (RRK), kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL), serta perubahan suku bunga sertifikat Bank Indonesia (DRSBI). Berdasarkan teori yang ada bahwa dalam penyaluran kredit perbankan terhadap pengusaha UMKM itu menimbulkan terjadinya permasalahan seperti kredit macet. Kredit macet ini diukur dilihat melalui non performing loan (NPL). Permasalahan mengenai kredit macet merupakan masalah bagi perbankan dalam menyalurkan kreditnya, sebab hal ini yang dapat mengukur tingkat kesehatan bank. Pengaruh jumlah NPL yang meningkat merupakan masalah bagi perbankan, sebab dana yang harus disiapkan perbankan harus lebih banyak lagi untuk menutupi permasalahan tersebut. Ketika NPL meningkat maka menyebabkan penurunan dalam penyaluran kredit. Melihat hal tersebut, maka NPL dapat mempengaruhi seberapa besar ekspansi yang dilakukan perbankan dalam menyalurkan volume kredit MKM kepada UMKM.
39
Selain itu pada panyaluran kredit MKM ini juga dipengaruhi oleh kapasitas kredit. Ketika pertumbuhan DPK (dana pihak ketiga) mengalami peningkatan, maka kapasitas kredit juga meningkat. Oleh karena itu, kapasitas kredit dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan kepada jumlah kredit MKM yang disalurkan perbankan kepada UMKM. Begitu juga dengan suku bunga dalam penyaluran kredit MKM merupakan hal yang dilihat oleh debitur ketika ingin meminjam kepada bank. Begitu juga dengan perbankan dalam menyalurkan kredit MKM kepada UMKM dengan melihat tingkat suku bunga kredit. Berdasarkan hal tersebut volume penyaluran kredit MKM yang disalurkan perbankan terhadap UMKM tersebut, akan dianalisis dengan menggunakan metode Error Correction Model (ECM). Metode ini digunakan untuk melihat analisis dalam jangka pendek. Sedangkan untuk melihat analisis dalam jangka panjang maka dianalisis dengan menggunakan Engle Granger Cointegration. Ketika sudah dianalisis dalam jangka pendek maka model yang didapatkan didiagnostic test agar terbebas permasalahan dalam model dengan uji normalitas, heteroskedastisitas, autokolerasi, dan multikolinearitas. Hal itu dilakukan untuk mendapatkan model yang terbaik. Setelah analisis dilakukan terhadap model maka hasil analisis dapat dibandingkan dengan teori yang telah ada. Kesimpulan mengenai pengaruh jangka panjang maupun jangka pendek terhadap penyaluran volume kredit mikro, kecil, dan menengah dapat diperoleh berdasarkan hasil pengamatan.
40
Faktor-faktor yang mempengaruhi volume penyaluran kredit mikro, kecil, dan menengah (MKM): 1. Outsanding kredit MKM pada bank umum (LM) 2. Gross Domestic Product (GDP) 3. Kapasitas Kredit / lending capacity (LC) 4. Kredit bermasalah / Non Performing Loan (NPL) 5. Suku bunga kredit bank umum (RK) 6. Suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (DRSBI)
Analisis volume penyaluran kredit mikro, kecil, dan menengah (MKM)
Pendekatan residual
Analisis Jangka Panjang
Analisis Jangka Pendek
Engle Granger Cointegration
Analisis dengan Metode ECM
Diagnostic Test Kesimpulan
Gambar 12. Kerangka Pemikiran
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data skunder brupa data time series yang digunakan dalam bentuk data bulanan dengan periode tahun 2002-2007. Data ini diperoleh dari buku Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia (SEKI) Bank Indonesia, buku Statistik Perbankan Indonesia (SPI) Bank Indonesia, dan direktorat research Bank Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data mengenai outsanding kredit mikro, kecil, dan menengah (LM), Gross Domestic Product (GDP), lending capacity (LC), non performing loan (NPL), riil suku bunga kredit (RRK), serta perubahan riil suku bunga sertifikat bank Indonesia (DRSBI). Tabel 4.1 Jenis, Simbol dan Sumber Data Penelitian No Variabel Satuan
Simbol
Sumber
Miliar rupiah
LM
BI
2.
Outsanding kredit mikro, kecil, dan menengah Gross Domestic Product
Miliar rupiah
GDP
SEKI, BI
3.
Lending Capacity
Miliar rupiah
LC
BI
4.
Non Performing Loan
Persen
NPL
SPI, BI
5.
Suku bunga kredit riil
Persen
RRK
SEKI, BI
6.
Perubahan riil suku bunga kredit
Persen
DRSBI
SEKI, BI
1.
Variabel outsanding awalnya memiliki satuan juta rupiah diubah menjadi miliar rupiah. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini sudah berbentuk nilai riil, terkecuali NPL yang berasal dari data Bank Indonesia. Variabel GDP didapat dalam bentuk kuartalan, kemudian diubah menjadi data bulanan dengan cara
42
interpolasi. GDP yang digunakan berdasarkan harga konstan tahun 2000. jenis data, simbol dan sumbernya disajikan pada Tabel 4.1.
4.2. Metode Analisis Data Metode yang digunakan dalam penelitian untuk menganalisis data ada dua. Metode-metode tersebut yaitu analisis jangka panjang dengan menggunakan persamaan kointegrasi dan analisis jangka pendek dengan menggunakan Error Correction Model (ECM). Langkah
awal
dari
penelitian
ini
yaitu
mengestimasi
besarnya
mengestimasi besarnya volome penyaluran kredit mikro, kecil dan menengah (MKM) dengan menggunakan pendekatan residual. Selanjutnya dalam penelitian ini akan dilakukan uji unit root untuk mengetahui apakah koefisien tertentu memiliki orde first difference atau untuk mengetahui ada atau tidaknya akar unit (komponen random walk) dengan menggunakan Augmented Dickey Fuller Test (ADF test). Setelah itu dilakukan uji kointegrasi untuk mengetahui adanya hubungan
jangka
panjang
dan
meramalkan
keseimbangannya
dengan
menggunakan Engle-Granger Cointegration test. Langkah selanjutnya adalah melakukan koreksi kesalahan (error) dengan menggunakan ECM untuk model penelitian. Hal terakhir yang dilakukan adalah Diagnostic Test yaitu uji normalitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokolerasi. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan software E-views 4.1. dan Microsoft Excel.
43
4.3. Pendekatan Koreksi Kesalahan 4.3.1. Uji Stasioneritas Stasioneritas data hal yang sangat penting diuji dalam uji ekonometrika suatu permodelan. Perhatian ini timbul karena jika ternyata data time series yang diteliti bersifat non stasionery, maka hasil regresi akan mengandung R2 yang lebih tinggi dan Durbin-Watson Statistic yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi regresi semu (suporius regression) dalam model. Untuk mengukur keberadaan stasioner data ada beberapa cara yang dapat digunakan. Melalui Augmented Dickey Fuller Test (ADF test) pada Eviews 4.1. Jika nilai statistiknya lebih kecil dari Mac Kinnon Critical Value maka dapat disimpulkan bahwa data tersebur stasioner. Namun, jika nilai ADF statistiknya ternyata lebih besar dari nilai Mac Kinnon Critical Value, berarti data tersebut tidak stasioner. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah data yang non-stasioner adalah dengan meningkatkan taraf nyata yang digunakan. Jika hal tersebut tidak berhasil, maka dapat diatasi dengan melakukan difference non stasionary processes. Nelson dan Plosser dalam Enders (2004) menyebutkan bahwa pada dasarnya Augmented Dickey Fuller Test (ADF test) melakukan regresi dengan persamaan berikut: p
Δy t = α 0 + α 1t + γy t −1 + ∑ βΔy t −i +1 + ε t i =2
Keterangan: P α 0 ,α 2 , γ
εt
= Selang yang terpilih = Nilai yang diestimasi = Error term.
(4.1)
44
Hipotesis yang diuji adalah : H 0 : γ = 0 (data tidak stasioner) H 0 : γ < 0 (data stasioner) Nilai γ diestimasi dengan metode Ordinary Least Squares (OLS) dengan statistik uji yang digunakan adalah: t hit =
γ Sγ
(4.2)
dimana, Sγ = Simpangan baku dari γ . Jika nilai t-hit (ADF statistic) lebih kecil dari nilai Mac Kinnon Critical
Value, maka keputusan yang diambil adalah tolak H0. Hal ini berarti bahwa data tersebut stasioner. Selain dengan memperhatikan nilai ADF statistic, pengujian kestasioneran juga dapat dilakukan dengan memperhatikan nilai probabilitas (prob*).jika nilai probabilitas (prob*) lebih besar dari taraf nyata yang digunakan, maka data tersebut tidak stasioner. Sementara itu, jika nilai probabilitas (prob*) lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan, maka data tersebut sudah stasioner.
4.3.2. Uji Kointegrasi Uji kointegrasi digunakan untuk memperoleh hubungan jangka panjang antar variabel dalam permodelan. Enders (2004) mengatakan bahwa kointegrasi merujuk pada kombinasi linier antar variabel-variabel yang tidak stasioner. Engle Granger dalam Enders (2004) mengemukakan bahwa hubungan kointegrasi hanya bias dibentuk oleh variabel-variabel yang terintegrasi pada derajat yang sama. Selain itu, menurut Engle Granger komponen-komponen dari vektor Xt = (X1t,X2t,…,Xnt) dikatakan terkointegrasi pada order (d,b) jika:
45
a. Semua komponen dari Xt terintegrasi pada order d, b. Terdapat vektor β = (β1,β2,…,βn) sehingga kombinasi linier dari β Xt = β1X1t+ β2X2t+…+ βn Xnt terintegrasi pada order (d-b) dengan b>0. Granger juga mengatakan bahwa suatu uji kointegrasi dapat dianggap sebagai awal untuk menghindari regresi yang palsu. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk melihat uji kointegrasi yaitu uji kointegrasi Engle-Granger (Engle Granger Cointegration Test), uji kontegrasi Johansen (Johansen Cointegration Test) dan uji kointegrasi Durbin Watson (Cointegrating Regression Durbin Watson Test). Dalam penelitian ini, uji kointegrasi Engle Granger. Metode kointegrasi Engle Granger menggunakan metode Augmented
Dickey Fuller (ADF) yang terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah meregresi persamaan OLS kemudian mendapatkan residual (U) dari persamaan tersebut. Kedua adalah dengan menggunakan metode ADF diuji akar unit terhadap U dengan hipotesis yang sama dengan hipotesis yang sama dan hipotesis uji unit
root sebelumnya. Jika hipotesis null (H0) ditolak atau signifikan, maka variabel U adalah stasioner atau dalam hal ini kmbinasi linier antar variabel adalah stasioner atau U=I(0). Hal ini berarti meskipun variabel-variabel yang digunakan tidak stasioner, namun dalam jangka panjang variabel-variabel tersebut cenderung menuju kepada keseimbangan. Oleh karena itu, kombinasi linier dari variabel- variabel tersebut disebut co-integrated regression atau regresi kointegrasi dan parameter-parameter
46
yang dihasilkan disebut sebagai co-integrated parameters atau koefisien jangka panjang. LNLM = f(LNGDP, LNLC, NPL, DRSBI, RRK)
(4.3)
LNLMt = b0 + b1LNGDPt + b2LNLCt + b3NPLt + b4DRSBIt + b5RRKt + vt
(4.4)
dimana, LNLMt LNGDPt LNLCt NPLt DRSBIt RRKt vt
= Outsanding kredit mikro, kecil, dan menengah pada periode t (miliar rupiah), = Gross Domestic Product pada periode t (miliar rupiah), = Lending Capacity pada periode t (miliar rupiah), = Non Performing Loan pada periode t (persen), = perubahan riil suku bunga kredit pada periode t (persen), = suku bunga kredit riil pada periode t (persen), = error distribunce pada periode t.
4.3.3. Error Correction Model (ECM)
Error Correction Model (ECM) digunakan untuk mengatasi masalah data deret waktu (time series) yang tidak stasioner dan superious regression. Hal ini dikarenakan seluruh komponen dan informasi pada tingkat variabel yang telah dimasukkan ke dalam model, kemudian memasukkan semua bentuk kesalahan untuk dikoreksi yaitu dengan cara mendaur ulang error yang terbentuk pada periode sebelumnya. Beberapa keunggulan dalam penerapan ECM (Thomas, 1997), adalah sebagai berikut: 1. Dapat mengatasi masalah deret waktu yang non stasioner dan regresi palsu 2. Dapat diestimasi menggunakan OLS (Ordinary Least Squared) 3. Model dengan menggunakan variabel-variabel dalam bentuk first difference dalam mengeliminasi trend dari variabel
47
4. Mengatasi masalah pengolahan data lanjutan seperti masalah multikolinieritas antar data yang dapat menyebabkan standar error yang sangat besar. 5. Sangat ideal untuk menaksir keakuratan sebuah hipotesis, dengan ECM dapat dengan jelas membedakan antar parameter jangka panjang. 6. ECM juga memungkinkan untuk mengeliminasi variabel-variabel yang tidak signifikan tanpa menimbulkan masalah terhadap diagnostic statistic sehingga efisiensi estimasi dapat ditingkatkan. Jika
terjadi
ketidakseimbangan
(disequilibrium
error),
hal
ini
kemungkinan disebabkan karena kesalahan spesifikasi, antara lain terjadi pada pemilihan variabel dan parameter pada keseimbangan itu sendiri. Selain itu, mungkin disebabkan oleh kesalahan dalam pembuatan definisi variabel dan cara pengukurannya, atau juga kesalahan oleh faktor manusia (human error) dalam menginput data. Model koreksi kesalahan (ECM) dalam penelitian ini adalah: ∆LNLMt = β0 +β1 ∆LNGDPt +β2 ∆LNLCt +β3 ∆NPLt +β4 ∆DRSBIt +β5 ∆RRKt + γvt-1+et
(4.5)
Keterangan: -1 < γ < 0 γ= error correction term Ut = LNLMt – b0 – b1 LNGDPt – b2 LNLCt- b3 NPLt – b4 DRSBIt – b5 RRKt (4.6)
48
Model (4.6) dapat diubah dengan mengeluarkan koefisien dalam U menjadi: ∆LNLMt= β0 +β1 ∆LNGDPt +β2 ∆LNLCt +β3 ∆NPLt +β4 ∆DRSBIt +β5 ∆RRKt +β6 LNLMt-1 +β7 LNGDPt-1 +β8 LNLCt-1 +β9 NPLt-1 +β10 DRSBIt-1 +β11 RRKt-1 +et dimana, β0 β1 β2 β3 β4 β5 β6 β7 β8 β9 β10 β11 ∆ LNLMt LNGDPt LNLCt NPLt DRSBIt RRKt et
(4.7)
= b0 (γ), = b1, = b2, = b3, = b4, = b5, = γ, = -b1 (γ), = -b2 (γ), = -b3 (γ), =- b4 (γ), = -b5 (γ), = perbedaan pertama (first difference) = Outsanding kredit mikro, kecil, dan menengah pada periode t (miliar rupiah), = Gross Domestic Product pada periode t (miliar rupiah), = Lending Capacity pada periode t (miliar rupiah), = Non Performing Loan pada periode t (persen), = perubahan riil suku bunga kredit pada periode t (persen), = suku bunga kredit riil pada periode t (persen), = error distribunce pada periode t.
Untuk mengetahui apakah spesifikasi model dengan ECM merupakan model yang valid, maka dilakukan uji terhadap koefisien Error Correction Term (ECT). Jika hasil pengujian terhadap koefisien ECT signifikan, maka spesifikasi model yang di amati valid.
49
4.4. Diagnostic Test 4.4.1. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk memeriksa apakah error term mendekati distribusi normal atau tidak. Jika asumsi ini tidak terpenuhi maka prosedur pengujian menggunakan t-statistic menjadi tidak sah. Uji normalitas error term dilakukan dengan menggunakan uji Jarque–Bera. Uji ini didasarkan pada error penduga least squares. Prosedur pengujiannya adalah: a. H0: Error Term terdistribusi normal H1: Error Term tidak terdistribusi normal b. Statistic J-B dihitung melalui tahapan berikut:
Hitung kecondongan ( α 3 ) dan ketinggian ( α 4 ) distribusi error term
Hitung statistik J-B dengan rumus sebagai berikut:
⎛ α 2 (α − 3) 2 J − B = n⎜⎜ 3 + 4 24 ⎝ 24
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
(4.8)
Daerah kritis penolakan H0 adalah Jarque- Bera (J-B) > X df2 − 2 atau probabilitas (p-value) < α.
4.4.2. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas merupakan suatu kondisi dengan nilai varian dari variabel independen tidak memiliki nilai yang sama. Hal ini melanggar asumsi dasar dari regresi linear klasik yaitu varian setiap variabel bebas mempunyai nilai yang konstan atau memiliki varian yang sama/ homoskedastisitas.
50
Rumusan homoskedastisitas adalah sebagai berikut:
E (u i2 ) = σ 2
i=1,2,...,N
(4.9)
dimana, = unsur distrubance ui 2 = nilai varians σ Pengujian heteroskedastisitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji White Heteroskedasticity atau Autoregressive Conditional Heteroskedasticity (ARCH) test pada softwear E-views. Hipotesis: H 0 : β 0 = 0 , tidak terdapat heteroskedastisitas (homoskedastisitas) H 0 : β 0 ≠ 0 , terdapat heteroskedastisitas Kriteria pengujian: Probability Obs*R-squared < α (taraf nyata yang digunakan), maka tolak H0, Probability Obs*R-squared > α (taraf nyata yang digunakan), maka terima H0. Jadi, dapat disimpulkan apabila menolak H0, maka menunjukkan terdapat masalah heteroskedastisitas dalam model. Sebaliknya, jika menerima H0 menunjukkan bahwa tidak terdapat masalah heteroskedastisitas dalam model.
4.4.3. Uji Autokolerasi
Autokolerasi diartikan sebagai kolerasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu atau ruang (Gujarati, 2003). Model klasik mengasumsikan bahwa unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi tidak dipengaruhi oleh unsure distrubansi atau gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lain. Pada softwear E-views untuk mendeteksi adanya autokolerasi (serial correlation) dapat dilakukan melaui uji Durbin
51
Watson (DW), dimana DW>2 atau DW<2, maka terdapat masalah autokolerasi. Namun dalam penelitian ini uji autokolerasi (serial correlation) menggunakan uji Breush-Godfrey Serial Colleration LM . rumusan adanya autokolerasi dalam permodelan adalah sebagai berikut:
E (ui, uj ) ≠ 0
i≠j
ui
= disturbance pengamatan i
uj
= disturbance pengamatan j
kondisi diatas menunjukkan bahwa unsur gangguan (disturbance) yang berhubungan dengan observasi (ui) dupengaruhi oleh unsur gangguan (disturbance) yang berhubungan dengan pengamatan lain (uj). Hipotesis: H 0 : β 0 = 0 , tidak terjadi autokolerasi H 0 : β 0 ≠ 0 , terjadi autokolerasi Kriteria pengujian: Probability Obs*R-squared < α (taraf nyata yang digunakan), maka tolak H0, Probability Obs*R-squared > α (taraf nyata yang digunakan), maka terima H0. Jadi, dapat disimpulkan apabila menolak H0, maka menunjukkan terdapat masalah autokolerasi dalam model. Sebaliknya, jika menerima H0 menunjukkan bahwa tidak terdapat masalah autokolerasi dalam model.
4.4.4. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas merupakan pengujian yang dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan linier antar variabel-variabel bebas dalam model
52
regresi. Gejala multikolinearitas dalam suatu model akan menimbulkan beberapa konsekuensi, diantaranya: 1. Meskipun penaksiran OLS dapat diperoleh, namun kesalahan standarnya cenderung semakin besar dengan meningkatkannya korelasi antar variabel (Gujarati, 2003). 2. Standar error dari parameter dugaan akan sangat besar, sehingga selang kepercayaan cenderung lebih besar (Gujarati, 2003). 3. Sekalipun multikolinearitas dapat mengakibatkan banyak variabel yang tidak signifikan, tetapi koefisien determinasi (R squared) tetap tinggi, dan uji F signifikan (Nachrowi, 2006). 4. Jika korelasinya tinggi kemungkinan probabilitas untuk menerima hipotesis yang salah menjadi besar (Gujarati, 2003). 5. Kesalahan standar akan semakin besar dan sensitif jika ada perubahan data (Gujarati, 2003). 6. Tidak mungkin mengisolasi pengaruh individual dari variabel yang menjelaskan(Gujarati, 2003). Ada beberapa cara untuk mengetahui multikolinearitas dalam suatu model. Salah satunya adalah dengan melihat koefisien korelasi hasil output komputer. Jika terdapat koefisien korelasi yang lebih besar |0,8|, maka terdapat gejala multikolinearitas.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.
Uji Unit Root Data deret waktu dapat dikatakan stasioner jika data tersebut menunjukkan
pola konstan dari waktu ke waktu. Uji unit root ini dilakukan untuk menganalisis suatu variabel stasioner atau tidak satasioner. Uji ini dilakukan terhadap semua variabel yang digunakan dalam analisis Error Correction Model (ECM). Pengujian kestasioneran data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Augmented Dickey Fuller (ADF). Hasil uji ADF untuk data time series setiap variable pada tingkat level dapat dilihat pada Table 5.1. Table 5.1 Hasil Uji Unit Root Pada Level dengan Menggunakan Augmented Dickey Fuller Variabel
Nilai ADF tstatistik -1.897107 LNLM LNGDP -8.967404 -1.203676 NPL -8.259374 DRSBI -1.847556 RRK -1.896209 LNLC Sumber:Lampiran 2
Nilai Kritis Mc Kinnon 1% 5% 10% -4.094550 -4.094550 -3.525618 -2.598416 -3.525618 -4.094550
-3.475305 -3.475305 -2.902953 -1.945525 -2.902953 -3.475305
-3.165046 -3.165046 -2.588902 -1.613760 -2.588902 -3.165046
Keterangan Tidak stasioner Stasioner Tidak stasioner Stasioner Tidak stasioner Tidak stasioner
Pada Tabel 5.1. dapat dilihat bahwa terdapat empat variable yang tidak stasioner. Ini terlihat dari nilai ADF t-statistik keempat variabel tersebut lebih besar dari Mac Kinnon Critical Value pada taraf nyata 5 persen. variabel yang tidak stasioner pada tingkat level adalah LNLM, NPL, RRK, dan LNLC. Ketidakstasioneran ini dapat dibuktikan melalui nilai ADF t-statistik lebih besar dari Mac Kinnon pada taraf nyata 5 persen. Penelitian dengan menggunakan data
54
yang tidak stasioner akan menghasilkan regresi semu (superious regression). Oleh karena itu terdapat empat variabel yang tidak stasioner dan dua variabel yang stasioner pada tingkat level, maka perlu dilanjutkan dengan uji unit root pada tingkat first difference. Uji unit root pada tingkat first difference (derajat satu) ini dilakukan sebagai konsekuensi dari tidak terpenuhinya asumsi stasioneritas pada tingkat level (derajat nol). Table 5.2 memperlihatkan hasil uji stasioner pada tingkat first difference. Table 5.2 Hasil Uji Unit Root Pada First Difference dengan Menggunakan Augmented Dickey Fuller Variabel
Nilai ADF tstatistik -11.32696 LNLM LNGDP -10.34946 -7.098562 NPL -10.39428 DRSBI -7.653201 RRK -13.26975 LNLC Sumber: Lampiran 3
Nilai Kritis Mac Kinnon 1% 5% 10% -4.094550 -4.096614 -4.094550 -2.599413 -3.527045 -3.527045
-3.475305 -3.476275 -3.475305 -1.945669 -2.903566 -2.903566
-3.165046 -3.165610 -3.165046 -1.613677 -2.589227 -2.589227
keterangan stasioner stasioner stasioner stasioner stasioner stasioner
Berdasarkan Tabel 5.2. dapat diketahui bahwa semua data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat stasioner pada tingkat first difference. Oleh karena itu dapat dikatakan semua data yang digunakan dalam penelitian ini terintegrasi pada derajat satu (I(1)).
5.2.
Uji Kointegrasi Enders (2004) mengatakan bahwa sistem persamaan jangka panjang dapat
diperoleh dari variabel-variabel yang tidak stasioner sekalipun, asalkan terjadi
55
kointegrasi pada varriabel-variabel tersebut sehingga dapat diperoleh kombinasi linier antara variabel atau antar variabel-variabel yang bersifat stasioner. Pengujian kointegrasi dilakukan untuk memperoleh hubungan jangka panjang antar variabel. Tahap awal uji kointegrasi Engle-Granger adalah meregresi persamaan dan mendapatkan nilai residual dari regresi tersebut. Hasil persamaan regresi adalah: LNLM = -18.35529 + 2.339011LNGDP - 0.579417 LNLC + 6.85E-05 DRSBI -8.20E-05 RRK - 0.000316 NPL
(5.1)
Tabel 5.3 Hasil Estimasi Persamaan Jangka Panjang dengan Menggunakan Engle-Granger Cointegration Test Variabel LNGDP LNLC DRSBI RRK NPL C R-squared Adjusted R-squared F-statistic Durbin-Watson stat Prob(F-statistic) Sumber : Lampiran 4
Koefisien 2.339011 -0.579417 6.85E-05 -8.20E-05 -0.000316 -18.35529
Standar Error 0.117139 0.208436 4.34E-05 2.43E-05 5.31E-05 2.405981
Probabilitas 0.0000 0.0071 0.1199 0.0012 0.0000 0.0000
0.967644 0.965155 388.7837 0.475416 0.000000
Berdasarkan Tabel 5.3. diatas variabel LNGDP, LNLC, RRK, NPL, dan konstanta (C) memberikan pengaruh yang siignifikan terhadap variabel LNLM pada derajat kepercayaan 5 persen. Sedangkan variabel DRSBI tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Hasil analisis persamaan penyaluran kredit mikro, kecil dan menengah (MKM) di Indonesia adalah:
56
a. Gross Domestik Product (GDP) Koefisien LNGDP yang positif sebesar 2,339011, artinya jika terjadi kenaikan sebesar satu persen pada LNGDP maka volume penyaluran kredit MKM di Indonesia akan menurun sebesar 2,339011 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang diukur dari GDP mempengaruhi penyaluran kredit MKM di Indonesia. Peningkatan penyaluran kredit perbankan dapat meningkatkan produktifitas usaha. Peningkatan produktifitas ini dapat mendorong peningkatan
terhadap
GDP,
yang
menggambarkan
perbaikan
terhadap
pertumbuhan perekonomian dengan adanya pemulihan terhadap iklim usaha. Nilai probabilitas variabel LNGDP adalah 0,0000. Nilai ini lebih kecil dari taraf nyata 5 persen, sehingga LNGDP adalah signifikan dan mempengaruhi variabel dependennya. b. Kapasitas Kredit atau lending capacity(LC) Koefisien kapasitas kredit (LNLC) menunjukkan nilai yang negatif sebesar 0,579417, artinya apabila terjadi kenaikan sebesar satu persen pada kapasitas kredit (lending capacity) maka kemampuan bank untuk menyalurkan kredit MKM akan menurun sebesar 0,579417 persen. Kredit MKM yang disalurkan sangat tergantung pada kapasitas kredit yang tersedia di bank. Hal ini terjadi karena ketika kapasitas kredit yang meningkat tidak sepenuhnya disalurkan kepada sektor rill khususnya UMKM. Porsi penyaluran kredit perbankan kepada sektor ini masih relatif rendah, meskipun ada peningkatannya setiap tahun.
57
Apabila dilihat dari nilai probabilitas variabel LNLC adalah sebesar 0,0071. Nilai ini lebih besar dari taraf nyata 5 persen, sehingga variabel LNLC signifikan mempengaruhi variabel dependennya. c. Perubahan suku bunga SBI (DRSBI) Koefisien perubahan suku bunga riil sertifikat bank Indonesia (DRSBI) menunjukkan nilai yang positif sebesar 6,85E-05. Artinya ketika terjadi peningkatan perubahan suku bunga sebesar 1 persen, maka penyaluran kredit MKM akan mengalami penurunan sebesar 6,85E-05 persen. Jika dilihat dari nilai probabilitas DRSBI adalah sebesar 0.1199, berarti nilai ini lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa DRSBI tidak signifikan mempengaruhi variabel dependennya. Hal ini mengindikasikan bahwa pada jangka panjang perubahan dari suku bunga SBI tidak berpengaruh. Selain itu juga maka kebijakan moneter tidak berjalan atau tidak berpengaruh pada jangka panjang, karena tidak berpengaruhnya SBI. d. Suku bunga kredit (RRK) Koefisien suku bunga kredit (RRK) menunjukkan nilai yang negatif sebesar 8,20E-05. Artinya, jika terjadi kenaikan suku bunga kredit sebesar 1 persen maka penyaluran kredit MKM akan semakin menurun. Sebesar 8,20E-05 persen. Ketika suku bunga kredit itu meningkat maka kredit yang ditawarkan oleh perbankan itu semakin menurun. Pada kondisi ini perbankan melakukan kebijakan moneter yang kontraktif, yaitu dengan menekan jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini mendorong terjadinya kenaikan suku bunga yang tinggi, yang kemudian mendorong peningkatan terhadap suku bunga kredit. Peningkatan suku
58
bunga kredit ini berdampak kepada sektor perbankan cenderung untuk membeli surat berharga dibandingkan memberikan kredit kepada investor. Hal ini mengakibatkan rendahnya kredit yang disalurkan oleh perbankan, sehingga produktifitas yang akan dihasilkan oleh perusahaan akan mengalami penurunan. Selain itu dengan adanya penurunan tersebut dapat menyebabkan pertumbuhan perekonomian mengalami penurunan dengan lesunya iklim usaha. Berdasarkan nilai probabilitas RRK adalah 0,0012. Nilai ini lebil kecil dibandingkan taraf nyata 5 persen, sehingga dapat disimpulkan bahwa RRK signifikan mempengaruhi variabel dependennya. e. Non Performing Loan (NPL) Koefisien non performing loan (NPL) menunjukkan nilai yang negatif sebesar 0,000316. Hal ini berarti bahwa jika terjadi kenaikan NPL atau kredit macet sebesar 1 persen maka akan menyebabkan penurunan pada penyaluran kredit MKM bank umum sebesar 0,000316 persen. Semakin tinggi NPL yang dimiliki bank, maka semakin menurun kredit MKM yang disalurkan. NPL yang tinggi menyebabkan bank harus membentuk cadangan penghapusan yang lebih besar sehingga dana yang dapat disalurkan lewat pemberian kredit semakin berkurang. Sebaliknya semakin rendah NPL yang dimiliki bank, maka semakin meningkat kredit yang dapat disalurkan. NPL yang rendah menyebabkan bank membentuk cadangan penghapusan yang lebih sedikit sehingga dana yang dapat disalurkan melalui kredit khususnya sektor UMKM akan semakin meningkat. Pada tingkat NPL yang tinggi, perbankan yang berfikir rasional tidak akan menyalurkan kreditnya. Akan tetapi, dengan resiko yang dimiliki oleh kredit
59
UMKM cenderung lebih rendah. Melihat hal tersebut maka perbankan mengambil resiko dengan menyalurkan kredit. Jika dilihat nilai probabilitas NPL adalah 0,0000. Nilai ini lebih kecil dari taraf nyata 5 persen, sehingga dapat disimpulkan bahwa NPL signifikan mempengaruhi variabel dependen. Nilai konstanta (C) dalam pemodelan adalah negatif sebesar 18,35529. Hal ini berarti jika semua variabel diasumsikan bernilai nol, maka penyaluran kredit MKM pada bank umum cenderung akan meningkat sebesar 18,35529 persen. Nilai probabilitas C adalah 0,0000, sehingga menunjukkan bahwa C memberikan pengaruh yang signifikan dalam permodelan. Nilai koefisien determinasi (R-Squared) adalah sebesar 0,967644 yang berarti bahwa variasi variabel endogen dapat dijelaskan secara linier oleh variabel bebasnya di dalam persamaan sebesar 96,76 persen, dan sisanya sebesar 3,24 persen dijelaskan leh faktor-faktor lain di luar persamaan. Dilihat dari hasil uji F, didapatkan bahwa variabel-variabel eksogen dapat menjelaskan variabel endogen yang ditunjukkan oleh nilai P-value = 0,00000 yang lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan yaitu sebesar 5 persen (α=10%). Nilai ini menunjukkan bahwa persamaan di atas telah mendukung keabsahaan model, atau dengan kata lain bahwa pengaruh yang ditimbulkan oleh keseluruhan variabel independen (bebas) terhadap variabel dependennya (terkait) adalah baik. Persamaan jangka panjang telah diregresikan, maka langkah berikutnya adalah menguji unit root terhadap nilai residual (V) dengan menggunakan metode
60
ADF. Nilai residual (V) persamaan penyaluran kredit MKM bank umum ternyata stasioner pada tingkat level dapat dilihat pada Tabel 5.4. Tabel 5.4 Uji Unit Root Terhadap Residual Persamaan Jangka Panjang Penyaluran Kredit MKM di Indonesia Tahun 2002-2007 Variabel
V
Nilai ADF
Nilai Kritis Mac Kinnon
t-statistik
1%
5%
10%
-4.239682
-2.598907
-1.945596
-1.613719
prob
ket
0.0001
S
Sumber: Lampiran 5 Keterangan: S= data stasioner Berdasarkan Tabel 5.4. nilai ADF t-statistik lebih kecil dari nilai kritis Mc Kinnon pada taraf nyata 1, 5, dan 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa nilai residual adalah stasioner pada tingkat level. Dilihat juga dari nilai probabilitas V (prob*) adalah 0,0001 yang berada di bawah taraf nyata 5 persen juga menjelaskan kestasioneran residual V tersebut. Dengan demikian terbukti bahwa terdapat kointegrasi dalam model, sehingga perumusan ECM dapat dilanjutkan.
5.3.
Error Correction Model (ECM) Error Correction Model (ECM) digunakan untuk mengestimasi model
jangka pendek. Estimasi ECM dilakukan dengan meretriksi variabel-variabel yang berpengaruh terhadap penyaluran kredit mikro, kecil, dan menengah (MKM). Sebelum mendapatkan ECM untuk penyaluran kredit MKM dengan variabel yang signifikan (lampiran 7), sudah dilakukan uji ECM untuk penyaluran kredit MKM dengan lag (selang) empat terlebih dahulu (lampiran 6). Hasil estimasi persamaan jangka pendek (dinamis) penyaluran kredit MKM dapat dilihat pada Tabel 5.5.
61
Tabel 5.5 Error Correction Model Untuk Penyaluran Kredit MKM di Indonesia Tahun 2002-2007 Variabel DLNLM(-3) DLNLM(-4) DLNGDP DLNGDP(-2) DLNGDP(-3) DLNGDP(-4) DLNLC DLNLC(-1) DNPL(-1) DRRK(-1) DRRK(-4) DDRSBI(-1) DDRSBI(-2) DDRSBI(-3) V(-1) Sumber: Lampiran 7
Koefisien Standar Error 0.593259 0.095495 0.337114 0.088018 0.955937 0.230329 -1.750117 0.634087 2.972735 0.878785 -2.284554 0.573350 0.346469 0.072127 0.149859 0.073329 0.000102 3.27E-05 9.08E-05 3.23E-05 -9.71E-05 3.37E-05 -8.82E-05 3.27E-05 -8.02E-05 3.38E-05 -8.93E-05 3.44E-05 -0.117171 0.033536
Probabilitas 0.0000 0.0003 0.0001 0.0080 0.0014 0.0002 0.0000 0.0461 0.0029 0.0070 0.0057 0.0094 0.0216 0.0121 0.0010
Berdasarkan Tabel 5.5. diatas, maka pemodelan jangka pendeknya adalah: DLNLM = 0.593259DLNLM(-3) + 0.337114DLNLM(-4) + 0.955937DLNGDP 1.750117DLNGDP(-2)
+
2.972735DLNGDP(-3)
-
2.284554DLNGDP(-4) + 0.346469DLNLC + 0.149859DLNLC(-1) + 0.000102DNPL(-1) + 9.08E-05DRRK(-1) -
9.71E-05DRRK(-4) -
8.82E-05DDRSBI(-1) - 8.02E-05DDRSBI(-2) - 8.93E-05DDRSBI(-3) - 0.079800V(-1)
(5.2)
Hasil pengujian terhadap model dinamis (jangka pendek) penyaluran kredit MKM dapat diinterpretasikan berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 5.5 adalah sebagai berikut: a. Perubahan penyaluran kredit mikro, kecil, dan menengah (DLNLM) Koefisien perubahan penyaluran kredit MKM menunjukkan pengaruh yang positif dan signifikan. Pengaruh penyaluran kredit MKM ternyata
62
dipengaruhi juga dengan penyaluran kredit pada periode penyaluran kredit tiga bulan sebelumnya dan penyaluran kredit pada empat bulan sebelumnya. Peningkatan sebesar satu persen dari penyaluran kredit MKM pada tiga bulan sebelumnya akan meningkatkan penyaluran kredit MKM sebesar 0,593259 persen. Apabila dilihat dari nilai probabilitas variabel LNLM sebesar 0,0000, maka nilai ini lebih kecil dari taraf nyata 5 persen. Hal ini dapat menyatakan bahwa variabel perubahan LNLM pada tiga bulan sebelumnya adalah signifikan. Peningkatan sebesar satu persen dari penyaluran kredit MKM pada empat bulan sebelumnya akan meningkatkan penyaluran kredit MKM sebesar 0,37114 persen. Apabila dilihat dari nilai probabilitas variabel LNLM adalah 0,0003 maka nilai ini lebih kecil dari taraf nyata 5 persen. Hal ini menyatakan bahwa variabel perubahan LNLM pada empat bulan sebelumnya adalah signifikan. Secara keseluruhan dalam jangka pendek, ketika terjadi peningkatan penyaluran kredit pada empat dan tiga bulan sebelumnya sebesar satu persen akan mempengaruhi
kenaikan volume penyaluran kredit MKM sebesar 0,899759
persen. b. Perubahan Gross Domestic Product (DLNGDP) Pengaruh Gross Domestic Product (LNGDP) terhadap penyaluran kredit MKM pada jangka pendek berpengaruh secara signifikan, kecuali periode pada satu bulan sebelumnya. Peningkatan satu persen LNGDP pada bulan sekarang akan meningkatan penyaluran kredit MKM sebesar 0,955937 persen. Nilai probabilitas variabel LNGDP adalah 0,0001. Nilai ini lebih kecil dari taraf nyata 5
63
persen, sehingga variabel perubahan LNGDP pada bulan sekarang adalah signifikan. Peningkatan satu persen LNGDP pada dua bulan sebelumnya akan menurunkan penyaluran kredit MKM sebesar 1,750117 persen. Nilai probabilitas variabel LNGDP adalah 0,080. Jika GDP meningkat maka mencerminkan bahwa meningkatnya pertumbuhan ekonomi, sehingga permintaan terhadap kredit akan meningkat. Namun, berdasarkan hasil penelitian ini menyatakan bahwa peningkatan GDP pada dua bulan sebelumnya mengakibatkan penurunan terhadap permintaan kredit. Sehingga kondisi tersebut mengakibatkan terjadinya penurunan terhadap penyaluran kredit MKM. Hal ini dapat diakibatkan juga dengan keadaan perekonomian sekarang ini. Dalam karakteristik sektor ini yang feasibel, maka pola subsidi masih diperlukan oleh UKM. Pola subsidi ini dapat berkurang karena kondisi perekonomian yang terjadi saat ini. Ketika harga minyak terus meningkat maka berimbas pada menurunnya perekonomian, keadaan ini juga menular kepada para usaha kecil, dan menengah. Peningkatan terhadap harga minyak tersebut juga diiringi dengan peningkatan harga bahan baku, sehingga semakin mahalnya biaya yang dikeluarkan para pengusaha UMKM ini. Pendapatan yang diperoleh oleh para UMKM memang meningkat, namun diikuti dengan peningkatan bahan baku yang lebih tinggi. Selain itu juga, subsidi yang disalurkan oleh pemerintah mengalami penurunan dengan adanya pengurangan terhadap anggaran belanja pemerintah yang lain. Hal itu sama saja dengan keadaan sebelumnya, sehingga menyebabkan permintaan terhadap kredit juga menurun dan perbankan dalam menyalurkan kredit MKM juga menurun. Nilai ini lebih
64
kecil dari taraf nyata 5 persen, sehingga variabel perubahan LNGDP pada bulan sekarang adalah signifikan dan mempengaruhi variabel dependennya. Peningkatan satu persen LNGDP pada tiga bulan sebelumnya akan meningkatan penyaluran kredit MKM sebesar 2,972735 persen. Nilai probabilitas variabel LNGDP adalah 0, 0014. Nilai ini lebih kecil dari taraf nyata 5 persen, sehingga variabel perubahan LNGDP pada tiga bulan sebelumnya adalah signifikan dan mempengaruhi variabel dependenya. Peningkatan satu persen LNGDP pada empat bulan sebelumnya akan menurunkan penyaluran kredit MKM sebesar 2,284554 persen. Nilai probabilitas variabel LNGDP adalah 0,0002. Nilai ini lebih kecil dari taraf nyata 5 persen, sehingga variabel perubahan LNGDP pada empat bulan sebelumnya adalah signifikan dan mempengaruhi variabel dependenya. Secara keseluruhan dalam jangka pendek, ketika terjadi peningkatan LNGDP sebesar satu persen maka akan meningkatkan penyaluran kredit MKM sebesar 3,928672 persen dan akan menurunkan penyaluran kredit MKM sebesar 4,034671 persen. c. Perubahan kapasitas kredit atau lending capacity (DLNLC) Pengaruh perubahan kapasitas kredit atau lending capacity (LNLC) terhadap penyaluran kredit MKM pada jangka pendek berpengaruh secara positif dan signifikan penelitian. Peningkatan satu persen LNLC pada bulan sekarang akan meningkatan penyaluran kredit MKM sebesar 0,346469 persen. Nilai probabilitas variabel LNLC adalah 0,0000. Nilai ini lebih kecil dari taraf nyata 5
65
persen, sehingga variabel perubahan LNLC pada bulan sekarang adalah signifikan dan mempengaruhi variabel dependennya. Peningkatan satu persen LNLC pada satu bulan sebelumnya akan meningkatan penyaluran kredit MKM sebesar 0,149859 persen. Nilai probabilitas variabel LNLC adalah 0,0461. Nilai ini lebih kecil dari taraf nyata 5 persen, sehingga variabel perubahan LNLC pada satu bulan sebelumnya adalah signifikan dan mempengaruhi variabel dependennya. Secara keseluruhan dalam jangka pendek, ketika terjadi peningkatan LNLC sebesar satu persen maka akan meningkatkan volume penyaluran kredit MKM sebesar 0,496328 persen. Saat kemampuan perbankan dalam menyalurkan kredit terhadap sektor UMKM mengalami peningkatan maka jumlah kredit sektor UMKM juga meningkat. Setelah pasca krisis 1999 sampai dengan sekarang, terjadinya
excess
supplay atau kelebihan penawaran. Sejalan dengan meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada perbankan, karena adanya program penjaminan pemerintah, maka secara cepat lending capacity mengalami pemulihan. Hal ini karena didorong dengan adanya peningkatan dana pihak ketiga pada perbankan. Selain itu adanya program rekapitalisasi perbankan dalam mengatasi modal bank yang negatif, hal ini dapat meningkatkan kemampuan penyaluran kredit. Namun belum sepenuhnya kemampuan bank dalam menyalurkan kredit dapat diserap oleh sektor rill khususnya UMKM. Kondisi ini tercermin dengan rendahnya kondisi LDR dibawah 50 persen sampai tahun 2005. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 13.
66
80 70 60 50 40 30 20 10 0 1
5
9
13 17 21 25 29 33 37 41 45 49 53 57 61 65 69
LDR
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, Bank Indonesia, 2008 Keterangan: dalam persen Gambar 13. Trend Loan Deposit to Ratio (LDR) Periode 2002-2007 Akan tetapi pada tahun 2005 sampai saat ini kemampuan kredit dalam menyalurkan kredit sudah mengalami pemulihan. Hal ini dapat terlihat pada Gambar 14, dengan adanya peningkatan lending capacity setiap tahunnya dengan kondisi LDR sebesar 66,94 persen pada akhir 2007. Oleh karena itu kemampuan dalam menyalurkan kredit dapat diserap oleh sektor rill, untuk memacu pertumbuhan perekonomian saat ini. 2000 1500 1000 500 0 1
11
21
31
41
51
61
71
81
91 101 111 121 131 141 151 161 171
LC
Sumber: Bank Indonesia, 2008 (diolah) Keterangan: dalam triliun rupiah Gambar 14. Trend Lending Capacity (LC) Bank Umum Periode 1994-2007
67
d. Perubahan Non Performing Loan (DNPL) Koefisien perubahan non performing loan (NPL) terhadap penyaluran kredit MKM pada jangka pendek berpengaruh secara signifikan hanya pada periode satu bulan sebelumnya Peningkatan satu persen NPL pada satu bulan sebelumnya akan meningkatan penyaluran kredit MKM sebesar 0,000102 persen. Nilai probabilitas variabel NPL adalah 0,0029. Ketika NPL yang dimiliki oleh bank meningkat maka, semakin rendah kerdit yang disalurkan. Namun pada kondisi ini berbeda, sebab resiko yang dimiliki oleh UMKM cenderung rendah, sehingga ketika NPL meningkat maka dengan resiko yang rendah, kredit MKM yang disalurkan meningkat. Nilai ini lebih kecil dari taraf nyata 5 persen, sehingga variabel perubahan NPL pada bulan sekarang adalah signifikan dan mempengaruhi variabel dependennya. Secara keseluruhan dalam jangka pendek, ketika terjadi peningkatan NPL sebesar satu persen maka akan meningkatkan penyaluran kredit MKM sebesar 0,000102 persen. e. Perubahan suku bunga kredit (DRRK) Koefisien perubahan suku bunga kredit (RRK) berpengaruh
terhadap
penyaluran kredit MKM pada jangka pendek. Peningkatan satu persen RRK pada satu bulan sebelumnya akan meningkatkan penyaluran kredit MKM sebesar 9,08E-05 persen. Nilai probabilitas variabel RRK adalah 0,0070. Nilai ini lebih kecil dari taraf nyata 5 persen, sehingga variabel perubahan NPL pada bulan sekarang adalah signifikan dan mempengaruhi variabel dependennya.
68
Peningkatan satu persen RRK pada empat bulan sebelumnya akan menurunkan penyaluran kredit MKM sebesar 9,71E-05 persen. Ketika suku bunga meningkat maka kredit yang ditawarkan oleh perbankan semakin meningkat. Namun pada suku bunga kredit meningkat, adanya penurunan terhadap penyaluran kredit. Hal ini disebabkan adanya beberapa UMKM memiliki tingkat sensitifitas yang tinggi terhadap kenaikan suku bunga. Permasalahan yang biasanya terjadi ketika adanya peningkatan suku bunga kredit adalah kredit macet. Kondisi ini dapat terlihat dengan adanya ketidakmampuan pengembalian dari pihak debitur UMKM dengan nilai pengembalian yang lebih tinggi, sehingga hal ini menyebabkan turunnya volume penyaluran kredit MKM dari pihak perbankan. Nilai probabilitas variabel RRK adalah 0,0057. Nilai ini lebih kecil dari taraf nyata 5 persen, sehingga variabel perubahan RRK pada bulan sekarang adalah signifikan dan mempengaruhi variabel dependennya. Secara keseluruhan dalam jangka pendek, ketika terjadi peningkatan RRK sebesar satu persen maka akan meningkatkan penyaluran kredit MKM sebesar 9,08E-05 persen dan akan menurunkan penyaluran kredit MKM sebesar 9,71E-05 persen. f. Perubahan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (DRSBI) Pengaruh perubahan terhadap perubahan suku bunga sertifikat Bank Indonesia (DRSBI) terhadap penyaluran kredit MKM pada jangka pendek berpengaruh secara negatif. Peningkatan satu persen DRSBI pada satu bulan sebelumnya akan menurunkan penyaluran kredit MKM sebesar 8,82E-05 persen. Nilai probabilitas variabel DRSBI adalah 0,094. Nilai ini lebih kecil dari taraf
69
nyata 5 persen, sehingga variabel perubahan DRSBI pada bulan sekarang adalah signifikan dan mempengaruhi variabel dependennya. Peningkatan satu persen DRSBI pada dua bulan sebelumnya akan menurunkan penyaluran kredit MKM sebesar 8,02E-05 persen. Nilai probabilitas variabel DRSBI adalah 0,0216. Nilai ini lebih kecil dari taraf nyata 5 persen, sehingga variabel perubahan DRSBI pada bulan sekarang adalah signifikan dan mempengaruhi variabel dependennya. Peningkatan satu persen DRSBI pada tiga bulan sebelumnya akan menurunkan penyaluran kredit MKM sebesar 8,93E-05 persen. Nilai probabilitas variabel DRSBI adalah 0,0121. Nilai ini lebih kecil dari taraf nyata 5 persen, sehingga variabel perubahan DRSBI pada bulan sekarang adalah signifikan dan mempengaruhi variabel dependennya. Secara keseluruhan dalam jangka pendek, ketika terjadi peningkatan DRSBI sebesar satu persen maka akan menurunkan volume penyaluran kredit MKM sebesar 25,77E-05 persen. Terjadinya hubungan negatif suku bunga SBI terhadap penyaluran kredit MKM ini, sesuai dengan teori. Hal ini berarti bahwa kebijakan moneter ketat (kontraksi moneter) yang ditempuh oleh otoritas moneter dengan menaikkan suku bunga SBI maka akan menyebabkan semakin meningkatnya dana perbankan yang ditanamkan pada instrumen SBI sehingga jumlah kredit yang ditawarkan semakin berkurang. Kondisi ini sama halnya terjadi ketika pertengahan tahun 1997 sampai dengan 1998. saat itu pada dunia perbankan mengalami depresiasi rupiah yang sempat mencapai Rp.15.000/US$ yang diakibatkan keputusan Thailand untuk
70
mendevaluasi Bath pada 2 Juli 1997. Distorsi yang terjadi dalam sisi moneter ini secara langsung menuntut Bank Indnesia sebagai otoritas moneter untuk melakukan pemulihan yang cepat. Oleh karenanya, dengan meningkatkan suku bunga SBI, Bank Indonesia dapat menahan laju dpresiasi yang tinggi, menekan laju iinflasi akibat depresiasi kurs Rupiah sekaligus mengembalikan kepercayaan dunia perbankan khususnya nasabah agar tetap menyimpan dananya di bank. Melihat keadaan seperti ini, maka penyaluran kredit yang diberikan perbankan mengalami penurunan. Sebaliknya kebijakan moneter longgar yang ditempuh oleh otoritas moneter dengan menurunkan suku bunga SBI maka akan semakin menurunkan penanaman dana perbankan pada instrumen SBI sehingga jumlah kredit yang ditawarkan semakin meningkat. Fenomena ini menggambarkan bahwa SBI merupakan alternatif penanaman aktiva produktif bank selain kredit dan bersifat risk free. Ketika kebijakan moneter yang ekspansif dilakukan oleh pemerintah yaitu dengan menurunkan suku bunga SBI. Penurunan suku bunga SBI diharapkan dapat mendorong perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit. Penurunan suku bunga kredit tersebut dapat meningkatkan penyaluran kredit. Adanya peningkatan penyaluran tersebut yang diiringi dengan kenaikan investasi maka dapat menyebabkan terjadinya peningkatan terhadap pertumbuhan perekonomian. Dilihat dari nilai koefisien ECT (V(-1)) adalah negatif sebesar 0,117171. Hal ini mengindikasikan ketidakseimbangan dalam volume penyaluran kredit MKM. Nilai koefisien ECT (V) sebesar 0,117171 menunjukkan bahwa
71
disequilibrium periode sebelumnya terkoreksi pada periode sekarang sebesar 11,71 persen. ECT menentukan seberapa cepat equilibrium tercapai kembali ke keseimbangan jangka panjang. Hasil estimasi dari persamaan jangka pendek menunjukkan nilai R-Square sebesar 0,688730, artinya bahwa 68,87 persen model volume penyaluran kredit MKM dapat dijelaskan oleh variabel perubahan LNGDP, LNLC, NPL, DRSBI, dan RRK pada peride bulanan sebelumnya. Sedangkan sisanya sebesar 31,13 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model.
5.4.
Diagnostic Test Diagnostic Test terhadap ECM dalam penelitian ini nertujuan untuk
mengetahui ada atau tidaknya masalah yang muncul dari estimasi OLS. Masalah mengenai normalitas, heteroskedastisitas, dan autokolerasi.
5.4.1. Uji Normalitas Uji ini dilakukan untuk memeriksa apakah error term mendekati distribusi normal atau tidak. Uji ini dilakukan dengan bantuan Histogram- Normality Test Jarque-Bera pada E-views 4.1. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa error term terdistribusi secara normal. Hal ini ditunjukkan oleh nilai probabilitas Jarque-Bera sebesar 0,743801. nilai probabilitas tersebut lebih besar dari taraf nyata 5 persen. hasil uji normalitas dapat dilihat pada Gambar 15.
72
10 Series: Residuals Sample 2002:06 2007:12 Observations 67
8
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
6
4
0.001890 0.002246 0.019569 -0.022091 0.008722 -0.218115 2.852521
2 Jarque-Bera Probability
0 -0.02
-0.01
0.00
0.01
0.591964 0.743801
0.02
Gambar 15. Hasil Uji Normalitas Error Correction Model Penyaluran Kredit MKM di Indonesia Tahun 2002-2007
5.4.2. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Autoregressive
Conditional
Heterscedasticity
(ARCH)
test.
Hasil
uji
heteroskedastisitas tersebut ditunjukkan pada Tabel 5.6. Tabel 5.6 Hasil Uji Heteroskedastisitas untuk Mendeteksi Metode Error Correction Model (ECM) Pada Model Volume Penyaluran Kredit (MKM) di Indonesia Tahun 2002-2007 ARCH Test: F-statistic Obs*R-squared Sumber: Lampiran 9
0.539062 7.340420
Probability Probability
0.876394 0.834322
Nilai probability Obs*R-squared sebesar 0,834322 lebih besar dari taraf nyata 5 persen yang digunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan nilai tersebut, maka disimpulkan bahwa tidak terdapat masalah heteroskedastisitas dalam pemodelan.
73
5.4.3. Uji Autokolerasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test digunakan untuk menguji keberadaan autokolerasi pada model jangka pendek volume penyaluran kredit MKM. Hasil autokolerasi dapat dilihat pada Tabel 5.7. Tabel 5.7 Hasil Uji Autokolerasi untuk Mendeteksi Metode Error Correction Model (ECM) Pada Model Volume Penyaluran Kredit (MKM) di Indonesia Tahun 2002-2007 Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 0.879774 Obs*R-squared 11.46410 Sumber: Lampiran 10
Probability Probability
0.573323 0.489619
Berdasarkan Tabel 5.7. dapat dibuktikan bahwa model volume penyaluran kredit MKM terbebas dari masalah autokolerasi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai probabilitas Obs*R-squared adalah 0,489619 lebih besar dari taraf nyata 5 persen.
5.4.4. Uji Multikolinearitas Berdasarkan Lampiran 11, menyatakan tidak terdapatnya multikolinearitas pada jangka pendek ini. Hal ini terlihat pada Lampiran 11, tidak terdapat koefisien korelasi pada model jangka pendek yang lebih besar dari |0.8|.
5.5. Ringkasan Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian mengenai
analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi volume penyaluran kredit mikro, kecil, dan menengah (MKM) di Indonesia maka dapat di ringkasakan hasil penelitian adalah sebagai berikut:
74
5.5.1. Jangka Panjang Berdasarkan hasil uji persamaan jangka panjang dengan Ordinary Least Squares, maka adapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit mikro, kecil, dan menengah, yaitu: 1. Pertumbuhan Ekonomi yang diukur melalui GDP berpengaruh secara positif dan signifikan, 2. Kapasitas kredit (LC) berpengaruh secara negatif dan signifikan, 3. Perubahan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (DRSBI) memberikan pengaruh yang positif dan tidak signifikan, 4. Suku bunga kredit berpengaruh negatif dan memberikan pengaruh yang signifikan, 5. Non Performing Loan (NPL) berpengaruh negatif dan signifikan.
5.5.2. Jangka Pendek Berdasarkan model dinamis (jangka pendek) penyaluran kredit mikro, kecil, dan menengah (MKM) di Indonesia menyimpulkan bahwa, 1. Penyaluran kredit mikro, kecil, dan menengah (MKM) ternyata juga mempengaruhi dengan penyaluran kredit pada periode penyaluran kredit tiga bulan sebelumnya dan penyaluran kredit pada empat bulan sebelumnya. Variabel ini mempengaruhi penyaluran kredit secara positif dan signifikan, 2. GDP mempengaruhi penyaluran kredit pada bulan sekarang, dua sampai empat bulan sebelumnya. Namun ada pada dua dan empat bulan sebelumnya
75
berpengaruh negatif dan signifikan. Berbeda halnya dengan GDP pada bulan sekarang dan tiga bulan sebelumnya berpengaruh positif dan signifikan, 3. Kapasitas kredit atau lending capacity (LNLC) berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyaluran kredit MKM pada bulan sekarang dan satu bulan sebelumnya, 4. Non Performing Loan (NPL) berpengaruh positif pada satu bulan sebelumnya dan signifikan terhadap penyaluran kredit MKM pada jangka pendek, 5. Suku bunga kredit memberikan pengaruh jangka panjang yang positif dan signifikan pada bulan sekarang. Sedangkan pada suku bunga bulan empat sebelumnya memberikan pengaruh yang negatif dan signifikan, 6. Perubahan suku bunga SBI memberikan pengaruh yang negatif dan signifikan pada satu sampai tiga bulan sebelumnya. Setelah melakukan uji diagnostic test, disimpulkan bahwa pemodelan bebas dari permasalahan heteroskedastisitas, autokolerasi, serta error term terdistribusi secara normal. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan pemodelan yang dianalisis adalah baik.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan 1. Pada jangka panjang faktor yang mempengaruhi penyaluran kredit mikro, kecil, dan menengah secara positif dan signifikan adalah pertumbuhan ekonomi yang diukur melalui GDP. Sedangkan kapasitas kredit, suku bunga kredit dan non performing loan berpengaruh negatif dan signifikan. 2. Pada jangka pendek peran pemerintah lebih besar dibandingkan peran perbankan. Hal ini terlihat dari pengaruh GDP yang lebih dominan pada periode bulan sekarang serta dua sampai empat bulan sebelumnya.
6.2. Saran 1. Pada jangka panjang perlu adanya peningkatan terhadap kapasitas kredit, sebab dengan adanya peningkatan terhadap kapasitas kredit maka akan meningkatkan penyaluran kredit. Hal ini dapat ditingkatkan melalui total pasiva, kas perbankan serta GWM. 2. Perlu adanya peningkatan terhadap peran perbankan pada jangka pendek dengan adanya peningkatan terhadap lending capacity, penurunan suku bunga kredit, suku bunga SBI, serta NPL. 3. Perlu
adanya
analisis
lebih
lanjut
terhadap
penelitian
ini
dengan
menambahkan variabel indikator perbankan seperti CAR, LDR. dan DPK. Hal ini untuk melihat keterkaitan terhadap variabel ekonomi tersebut terhadap penyaluran kredit MKM.
DAFTAR PUSTAKA
Agung, J, B. Kusmiarso, B. Pramono, E. G. Hutapea, A. Prasmuko, dan N. J. Prastowo. 2001. Credit Crunch di Indonesia Setelah Krisis : Fakta Penyebab dan Implikasi Kebijakan. Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia, Jakarta. Anggreni, Y. H. 2006. Analisis Efekivitas Kredit UMKM Studi Kasus UKM Nasabah Bainul Ummah Kelurahan Pamoyan, Bogor Selatan [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen: Institut Pertanian Bogor. Badan Pusat Statistik. 2006. Laporan Perekonomian Indonesia. Jakarta. Badan Pusat Statistik dan Departemen Koperasi. 2008. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Usaha Kecil, Menengah dan Besar Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2005-2006 Atas Dasar Harga Berlaku. Jakarta. _____________.2008. Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Usaha Kecil, Menengah dan Besar Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2005-2006. Jakarta. _____________. 2008. Perkembangan Ekspor Barang Usaha Kecil, Menengah dan Besar Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2005-2006. Jakarta. Bank Indonesia. 1997. Kebijakan dan Upaya Perbankan dalam Membantu Pengembangan Usaha Kecil dan Koperasi. Jakarta. _____________. 2004. Bank and Other Financial Institutions. Economic report on Indonesia. Hal. 100-120. . Boedi, A. 2005. Fenomena Credit Crunch Dalam Pasar Kredit dan Implikasinya Terhadap Intermediasi Perbankan: Analisis Empiris Perbankan Indonesia Sebelum dan Setelah Periode Krisis [disertasi]. Pascasarjana Ilmu Ekonomi: Universitas Indonesia. Dendawijaya, L. 2001. Manajemen Perbankan. Ghalia Indonesia, Jakarta. Djinarto, B. 2000. Banking Asset Liability Managemen Perencanaan, Strategi, Pengawasan, dan Pengelolaan Dana. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta. Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Bank Indonesia. Jakarta. Berbagai Edisi. Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan. Statistik Perbankan Indonesia. Bank Indonesia. Jakarta. Berbagai Edisi.
78
Enders, W. 2004. Applied Econometric Time Series (Second Edition). John Willey & Sons, Inc, Albama. Gujarati, D. 2003. Ekonometrika Dasar. Zain, Sumarno [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Habibi, K. 2004. Analisis Penawaran Dan Permintaan Kredit Rupiah Di Indonesia Periode 1994-2003 [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen: Institut Pertanian Bogor. Hadikusumah, I. 2007. Analisis Efektivitas Penetapan Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) Terhadap Penyaluran Kredit Serta Implikasinya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Nasional [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen: Institut Pertanian Bogor. Hadad, M, D. Blasyus, Herawanto, Indradjaja, M. Mukhlas, Y. Kusumastuti. 2004. Kajian Peta Permasalahan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). //www.bi.go.id//. Harmanata, dan M. Enkanada. 2005. Disintermediasi Fungsi Perbankan di Indonesia Pasca Krisis 1997 : Faktor Permintaan atau Penawaran Kredit, Sebuah Pendekatan dengan Model Disequilibrium. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Vol.8, No.1: 51-78. Karina, R. 2005. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit Bank Umum Terhadap Usaha Kecil di Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen: Institut Pertanian Bogor. Kasmir. 2004. Manajemen Perbankan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Mankiw, G. 2000. Teori Makroekonomi. Imam Nurmawan [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Marissa, S. 2004. Analisis Kredit Domestik dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia Periode 1983-2002 [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen: Institut Pertanian Bogor. Mishkin, F. 2001. The Economics Of Money, Banking and Financial Markets. Columbia University, America. Muljono.2001. Manajemen Yogyakarta.
Perkreditan
Bagi
Bank
Komersial.
BPFE,
Nuryakin, C dan Perry W. 2006. Perilaku Penawaran Kredit Bank Indonesia: Kasus Pasar Oligopoli Periode Januari 2001-Juli 2005. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Vol.9, No.2: 21-55.
79
Nachrowi, D. N. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. LP FEUI, Jakarta. Simorangkir, O. P. 2000. Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank. Ghalia Indonesia, Jakarta. Sutojo, H. 1993. Profil Sektor Usaha Kecil di Indonesia dan Upaya Penyaluran Kredit Perbankan. LM FEUI, Jakarta. Suyatno, T. 2003. Dasar-Dasar Perkreditan Edisi Keempat. PT. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta. Syafi’i. 2005. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Kredit Ditinjau Dari Sisi Permintaan dan Penawaran [tesis]. Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi: Universitas Indonesia. Thamrin, F. D. 2002. Dampak Kredit Usaha Kecil Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja dan Peningkatan Pendapatan Pada Usaha Kecil Kasus Nasabah BRI Cabang Bogor [tesis]. Program Pascasarjana: Institut Pertanian Bogor. Thomas, 1997. Moneter Econometrics An Introduction : Addision Wesley Lagman Limited. England. Untoro, dan P. Warjiyo. 2005. Default Risk dan Penjaminan Kredit UKM. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Vol.7, No.4: 584-619. Warjiyo,P. 2003. Wicaksono, A. R. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit Pertanian oleh Bank BRI di Indonesia [skripsi]. Fakultas Pertanian: Institut Pertanian Bogor. Winarno, W. 2007. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews. Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN, Yogyakarta.
LAMPIRAN
81
Lampiran 1. Data Rill Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Volume Penyaluran Kredit MKM di Indonesia Periode 2002-2007 Periode 2002:01 2002:02 2002:03 2002:04 2002:05 2002:06 2002:07 2002:08 2002:09 2002:10 2002:11 2002:12 2003:01 2003:02 2003:03 2003:04 2003:05 2003:06 2003:07 2003:08 2003:09 2003:10 2003:11 2003:12 2004:01 2004:02 2004:03 2004:04 2004:05 2004:06 2004:07 2004:08 2004:09 2004:10 2004:11 2004:12 2005:01 2005:02 2005:03 2005:04 2005:05 2005:06 2005:07 2005:08
LM 123390.0 124113.0 128438.0 132572.0 135790.0 140314.0 142455.0 145684.0 149766.0 152180.0 153999.0 154133.0 152721.0 155840.0 159536.0 162248.0 165657.0 172897.0 174048.0 176845.0 179138.0 183229.0 185864.0 188553.0 186836.0 188381.0 194001.0 197088.0 200627.0 205847.0 209146.0 215404.0 220466.0 226033.0 226951.0 231981.0 229646.0 234388.0 236868.0 242820.0 249650.0 257936.0 262159.0 268171.0
NPL 1200.000 1240.000 1280.000 1310.000 1240.000 1180.000 1210.000 1150.000 1080.000 1060.000 1020.000 809.0000 840.0000 820.0000 815.0000 820.0000 830.0000 800.0000 830.0000 780.0000 790.0000 780.0000 810.0000 820.0000 820.0000 830.0000 780.0000 770.0000 780.0000 750.0000 730.0000 670.0000 690.0000 670.0000 660.0000 575.0000 590.0000 600.0000 560.0000 570.0000 730.0000 790.0000 850.0000 890.0000
GDP 11995445 12122532 12255585 12331696 12400261 12528629 12722923 12918860 12990936 12877709 12673960 12538528 12607789 12791090 12975318 13058946 13104331 13185418 13331348 13482753 13535452 13434960 13258204 13131806 13171642 13309037 13464582 13564485 13651261 13773043 13939388 14106933 14193746 14155528 14052070 13980803 14031508 14151649 14281037 14370786 14456635 14585619 14758130 14927328
RLC 929622.0 912260.0 891469.0 889329.0 868741.0 868598.0 880491.0 876229.0 879884.0 882172.0 859422.0 865466.0 885838.0 849160.0 844664.0 847421.0 842913.0 846186.0 852961.0 848500.0 849753.0 860582.0 848514.0 902347.0 852212.0 849407.0 845207.0 834671.0 855941.0 859142.0 843580.0 842709.0 849594.0 843221.0 841515.0 852358.0 835270.0 837441.0 828833.0 853764.0 854899.0 866852.0 873448.0 895652.0
RRK RSBI 469.0000 251.0000 400.0000 173.0000 508.0000 268.0000 579.0000 331.0000 621.0000 258.0000 768.0000 363.0000 906.0000 488.0000 845.0000 393.0000 850.0000 274.0000 859.0000 277.0000 839.0000 258.0000 873.0000 290.0000 1007.000 401.0000 1113.000 464.0000 1151.000 423.0000 1091.000 344.0000 1128.000 329.0000 1121.000 255.0000 1156.000 283.0000 1100.000 240.0000 1098.000 233.0000 1053.000 200.0000 1122.000 296.0000 1132.000 315.0000 1149.000 304.0000 1158.000 310.0000 1084.000 231.0000 986.0000 141.0000 911.0000 85.00000 859.0000 51.00000 809.0000 16.00000 845.0000 70.00000 878.0000 112.0000 871.0000 119.0000 865.0000 125.0000 828.0000 102.0000 725.0000 11.00000 734.0000 29.00000 566.0000 -111.0000 631.0000 -17.00000 695.0000 85.00000 693.0000 107.0000 652.0000 167.0000 600.0000 167.0000
82
Lanjutan Lampiran 1. 2005:09 2005:10 2005:11 2005:12 2006:01 2006:02 2006:03 2006:04 2006:05 2006:06 2006:07 2006:08 2006:09 2006:10 2006:11 2006:12 2007:01 2007:02 2007:03 2007:04 2007:05 2007:06 2007:07 2007:08 2007:09 2007:10 2007:11 2007:12
274318.0 257254.0 279839.0 262603.0 257336.0 259517.0 259490.0 262163.0 262488.0 267707.0 269138.0 272170.0 275276.0 276274.0 277731.0 284752.0 275463.0 275697.0 280289.0 282832.0 288372.0 297333.0 300596.0 305536.0 310530.0 311823.0 318223.0 323342.0
880.0000 840.0000 870.0000 830.0000 870.0000 930.0000 940.0000 920.0000 880.0000 880.0000 890.0000 880.0000 850.0000 880.0000 860.0000 700.0000 680.0000 680.0000 660.0000 670.0000 670.0000 640.0000 650.0000 630.0000 580.0000 560.0000 540.0000 460.0000
Sumber: Bank Indonesia, 2008 (diolah)
14999732 14928712 14784441 14683946 14731679 14862833 15000033 15084993 15165953 15310234 15529124 15760933 15887926 15838488 15694545 15584147 15629498 15763659 15913846 16020789 16127635 16291037 16520365 16763649 16921639 16903007 16761341 16558161
894497.0 812281.0 903346.0 852158.0 843648.0 841648.0 815629.0 816004.0 846128.0 847948.0 837288.0 851636.0 861263.0 868950.0 877105.0 896791.0 884565.0 877515.0 874867.0 878994.0 893877.0 912985.0 921071.0 918796.0 927189.0 929852.0 949867.0 959600.0
602.0000 -241.0000 -273.0000 -87.00000 -63.00000 -143.0000 85.00000 121.0000 104.0000 111.0000 149.0000 168.0000 190.0000 1005.000 1090.000 932.0000 954.0000 934.0000 895.0000 902.0000 909.0000 916.0000 814.0000 819.0000 746.0000 738.0000 754.0000 746.0000
194.0000 -564.0000 -563.0000 -437.0000 -430.0000 -518.0000 -374.0000 -290.0000 -335.0000 -378.0000 -390.0000 -315.0000 -330.0000 446.0000 498.0000 315.0000 324.0000 295.0000 248.0000 271.0000 274.0000 273.0000 165.0000 174.0000 130.0000 137.0000 154.0000 141.0000
83
UJI KESTASIONERITASAN Lampiran 2. Unit Root pada Tingkat Level 1. LNLM (Outsanding Mikro Kecil Menengah) Null Hypothesis: LNLM has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=1) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.897107 Test critical values: 1% level -4.094550 5% level -3.475305 10% level -3.165046
Prob.* 0.6455
2. LNLC (Lending Capacity) Null Hypothesis: LNLC has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=1) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.896209 Test critical values: 1% level -4.094550 5% level -3.475305 10% level -3.165046 3.LNGDP( Pertumbuhan Domestik Bruto) Null Hypothesis: LNGDP has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=1) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -8.967404 Test critical values: 1% level -4.094550 5% level -3.475305 10% level -3.165046
Prob.* 0.6459
Prob.* 0.0000
4. NPL (Non Performing Loan) Null Hypothesis: NPL has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=1) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.203676 Test critical values: 1% level -3.525618 5% level -2.902953 10% level -2.588902
Prob.* 0.6687
84
5. RRK(Suku Bunga Kredit Riil) Null Hypothesis: RRK has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=1) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.847556 Test critical values: 1% level -3.525618 5% level -2.902953 10% level -2.588902
Prob.* 0.3550
6. DRSBI (Perubahan Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia) Null Hypothesis: DRSBI has a unit root Exogenous: None Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=1) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -8.259374 Test critical values: 1% level -2.598416 5% level -1.945525 10% level -1.613760
Prob.* 0.0000
Lampiran 3. Uji Unit Root pada Tingkat First Difference 1. LNLM (Outsanding Mikro Kecil Menengah) Null Hypothesis: D(LNLM) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=1) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -11.32696 Test critical values: 1% level -4.094550 5% level -3.475305 10% level -3.165046
Prob.* 0.0000
2. LNLC (Lending Capacity) Null Hypothesis: D(LNLC) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=1) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -9.130388 Test critical values: 1% level -4.096614 5% level -3.476275 10% level -3.165610
Prob.* 0.0000
85
3.LNGDP( Pertumbuhan Domestic Bruto) Null Hypothesis: D(LNGDP) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=1) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -10.34946 Test critical values: 1% level -4.096614 5% level -3.476275 10% level -3.165610
Prob.* 0.0000
4. NPL (Non Performing Loan) Null Hypothesis: D(NPL) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=1) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -7.144814 Test critical values: 1% level -3.527045 5% level -2.903566 10% level -2.589227
Prob.* 0.0000
5. RRK(Suku Bunga Kredit Riil) Null Hypothesis: D(RRK) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=1) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -7.653201 Test critical values: 1% level -3.527045 5% level -2.903566 10% level -2.589227
Prob.* 0.0000
6. DRSBI (Perubahan Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia) Null Hypothesis: D(DRSBI) has a unit root Exogenous: None Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=1) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -10.39428 Test critical values: 1% level -2.599413 5% level -1.945669 10% level -1.613677
Prob.* 0.0000
86
UJI KOINTEGRASI Lampiran 4. Hasil Estimasi Jangka Panjang dengan Menggunakan EngleGranger Cointegration Test Untuk Penyaluran Kredit MKM di Indonesia Tahun 2002-2007 Dependent Variable: LNLM Method: Least Squares Date: 05/19/08 Time: 17:26 Sample(adjusted): 2002:02 2007:12 Included observations: 71 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic LNGDP 2.339011 0.117139 19.96786 LNLC -0.579417 0.208436 -2.779832 DRSBI 6.85E-05 4.34E-05 1.575935 RRK -8.20E-05 2.43E-05 -3.377254 NPL -0.000316 5.31E-05 -5.959508 C -18.35529 2.405981 -7.629028 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.967644 0.965155 0.049455 0.158977 115.8648 0.475416
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
Prob. 0.0000 0.0071 0.1199 0.0012 0.0000 0.0000 12.06583 0.264937 -3.094784 -2.903572 388.7837 0.000000
Lampiran 5. Hasil Uji Unit Root Terhadap Residual (V) Jangka Panjang Penyaluran Kredit MKM di Indonesia Tahun 2002-2007 Null Hypothesis: V has a unit root Exogenous: None Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11) t-Statistic Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.239682 Test critical values: 1% level -2.598907 5% level -1.945596 10% level -1.613719 Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(V) Method: Least Squares Date: 05/19/08 Time: 18:14 Sample(adjusted): 2002:04 2007:12 Included observations: 69 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic V(-1) -0.330783 0.078021 -4.239682 D(V(-1)) 0.378425 0.113192 3.343213 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid
0.247458 0.236226 0.029115 0.056794
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion
Prob.* 0.0001
Prob. 0.0001 0.0014 0.000411 0.033314 -4.206579 -4.141822
87
ERROR CORRECTION MODEL (ECM) Lampiran 6. Hasil Estimasi Jangka Pendek (Error Correction Model) Untuk Penyaluran Kredit MKM di Indonesia Tahun 2002-2007 dengan Variabel yang Tidak Signifikan Dependent Variable: DLNLM Method: Least Squares Date: 05/20/08 Time: 01:39 Sample(adjusted): 2002:07 2007:12 Included observations: 66 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic DLNLM(-1) 0.078723 0.166012 0.474199 DLNLM(-2) 0.153083 0.166315 0.920444 DLNLM(-3) 0.468883 0.157336 2.980130 DLNLM(-4) 0.263623 0.147214 1.790755 DLNGDP 0.443626 0.718322 0.617586 DLNGDP(-1) 0.617761 1.660800 0.371966 DLNGDP(-2) -2.076127 2.113601 -0.982270 DLNGDP(-3) 3.115001 1.708315 1.823435 DLNGDP(-4) -2.457840 0.859516 -2.859563 DLNLC 0.405081 0.094372 4.292402 DLNLC(-1) 0.177457 0.125004 1.419611 DLNLC(-2) 0.020324 0.120912 0.168087 DLNLC(-3) 0.004219 0.114744 0.036771 DLNLC(-4) -0.046177 0.096010 -0.480962 DNPL -3.35E-05 3.88E-05 -0.864201 DNPL(-1) 9.44E-05 4.17E-05 2.264699 DNPL(-2) -5.13E-05 4.21E-05 -1.218592 DNPL(-3) -6.79E-05 4.68E-05 -1.451049 DNPL(-4) -5.35E-06 4.37E-05 -0.122355 DRRK 5.69E-05 5.91E-05 0.963222 DRRK(-1) 6.28E-05 5.43E-05 1.157232 DRRK(-2) -6.13E-06 5.27E-05 -0.116370 DRRK(-3) -4.15E-05 5.24E-05 -0.790776 DRRK(-4) -8.34E-05 5.28E-05 -1.580210 DDRSBI -4.29E-05 5.98E-05 -0.717061 DDRSBI(-1) -0.000112 6.89E-05 -1.625390 DDRSBI(-2) -0.000109 6.57E-05 -1.662656 DDRSBI(-3) -7.46E-05 5.79E-05 -1.289608 DDRSBI(-4) 2.07E-06 1.05E-05 0.197943 V(-1) -0.025873 0.058155 -0.444907 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.770123 0.584945 0.010271 0.003798 228.5259
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Durbin-Watson stat
Prob. 0.6382 0.3635 0.0051 0.0817 0.5407 0.7121 0.3325 0.0765 0.0070 0.0001 0.1643 0.8675 0.9709 0.6335 0.3932 0.0296 0.2309 0.1554 0.9033 0.3419 0.2548 0.9080 0.4343 0.1228 0.4780 0.1128 0.1051 0.2054 0.8442 0.6591 0.012643 0.015943 -6.015936 -5.020638 1.966145
88
Lampiran 7. Hasil Estimasi Jangka Pendek (Error Correction Model) Untuk Penyaluran Kredit MKM di Indonesia Tahun 2002-2007 dengan Variabel yang Signifikan Dependent Variable: DLNLM Method: Least Squares Date: 05/20/08 Time: 11:32 Sample(adjusted): 2002:06 2007:12 Included observations: 67 after adjusting endpoints Variabel Koefisien Std. Error t-Statistic DLNLM(-3) 0.593259 0.095495 6.212481 DLNLM(-4) 0.337114 0.088018 3.830040 DLNGDP 0.955937 0.230329 4.150302 DLNGDP(-2) -1.750117 0.634087 -2.760057 DLNGDP(-3) 2.972735 0.878785 3.382778 DLNGDP(-4) -2.284554 0.573350 -3.984569 DLNLC 0.346469 0.072127 4.803622 DLNLC(-1) 0.149859 0.073329 2.043657 DNPL(-1) 0.000102 3.27E-05 3.131106 DRRK(-1) 9.08E-05 3.23E-05 2.810569 DRRK(-4) -9.71E-05 3.37E-05 -2.882958 DDRSBI(-1) -8.82E-05 3.27E-05 -2.697656 DDRSBI(-2) -8.02E-05 3.38E-05 -2.369628 DDRSBI(-3) -8.93E-05 3.44E-05 -2.599223 V(-1) -0.117171 0.033536 -3.493919 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.688730 0.604926 0.010057 0.005260 221.5857
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Durbin-Watson stat
Prob. 0.0000 0.0003 0.0001 0.0080 0.0014 0.0002 0.0000 0.0461 0.0029 0.0070 0.0057 0.0094 0.0216 0.0121 0.0010 0.012934 0.016001 -6.166737 -5.673149 1.713846
89
DIAGNOSTIC TEST Lampiran 8. Hasil Uji Normalitas Error Correction Model Untuk Penyaluran Kredit MKM di Indonesia Tahun 2002-2007 10 Series: Residuals Sample 2002:06 2007:12 Observations 67
8
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
6
4
0.001890 0.002246 0.019569 -0.022091 0.008722 -0.218115 2.852521
2 Jarque-Bera Probability
0 -0.02
-0.01
0.00
0.01
0.591964 0.743801
0.02
Lampiran 9. Hasil Uji Heteroskedastisitas Error Correction Model Untuk Penyaluran Kredit MKM di Indonesia Tahun 2002-2007 ARCH Test: F-statistic Obs*R-squared
0.539062 7.340420
Probability Probability
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 05/20/08 Time: 11:38 Sample(adjusted): 2003:06 2007:12 Included observations: 55 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic C 9.81E-05 5.38E-05 1.823793 RESID^2(-1) -0.099649 0.152392 -0.653903 RESID^2(-2) -0.161683 0.152672 -1.059020 RESID^2(-3) -0.150341 0.154276 -0.974494 RESID^2(-4) 0.102706 0.155735 0.659497 RESID^2(-5) 0.039683 0.155776 0.254743 RESID^2(-6) -0.058662 0.155618 -0.376958 RESID^2(-7) 0.050165 0.149049 0.336571 RESID^2(-8) -0.117399 0.148924 -0.788314 RESID^2(-9) 0.057404 0.145771 0.393795 RESID^2(-10) -0.070706 0.143669 -0.492147 RESID^2(-11) -0.064647 0.141146 -0.458017 RESID^2(-12) 0.143646 0.140209 1.024510 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.133462 -0.114120 0.000105 4.65E-07 433.1304 1.922831
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.876394 0.834322
Prob. 0.0753 0.5167 0.2956 0.3354 0.5132 0.8002 0.7081 0.7381 0.4349 0.6957 0.6252 0.6493 0.3115 7.37E-05 9.97E-05 -15.27747 -14.80301 0.539062 0.876394
90
Lampiran 10. Hasil Uji Autokolerasi Error Correction Model Untuk Penyaluran
Kredit MKM di Indonesia Tahun 2002-2007 Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 0.879774 Probability Obs*R-squared 11.46410 Probability
0.573323 0.489619
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 05/20/08 Time: 11:35 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variabel koefisien Std. Error t-Statistic DLNLM(-3) -0.023253 0.123379 -0.188467 DLNLM(-4) -0.044441 0.106484 -0.417349 DLNGDP 0.092907 0.290498 0.319822 DLNGDP(-2) -0.177965 0.776123 -0.229300 DLNGDP(-3) 0.197728 1.072527 0.184357 DLNGDP(-4) -0.006259 0.708943 -0.008828 DLNLC -0.066803 0.085211 -0.783969 DLNLC(-1) 0.009143 0.078966 0.115781 DNPL(-1) 1.74E-05 3.55E-05 0.488321 DRRK(-1) -2.45E-05 3.94E-05 -0.622446 DRRK(-4) 2.57E-05 4.11E-05 0.626974 DDRSBI(-1) 1.64E-05 4.00E-05 0.410435 DDRSBI(-2) 1.97E-05 4.19E-05 0.468870 DDRSBI(-3) 1.89E-05 4.20E-05 0.449458 V(-1) -0.040051 0.039762 -1.007264 RESID(-1) 0.280994 0.169553 1.657265 RESID(-2) -0.022237 0.177807 -0.125063 RESID(-3) -0.055692 0.213997 -0.260246 RESID(-4) 0.034808 0.188869 0.184299 RESID(-5) 0.138244 0.178987 0.772366 RESID(-6) -0.193524 0.192692 -1.004319 RESID(-7) 0.001936 0.186501 0.010380 RESID(-8) -0.107818 0.180535 -0.597214 RESID(-9) 0.391275 0.185105 2.113807 RESID(-10) -0.077049 0.188214 -0.409367 RESID(-11) 0.171043 0.187387 0.912781 RESID(-12) 0.170727 0.182423 0.935885
Prob. 0.8515 0.6787 0.7508 0.8198 0.8547 0.9930 0.4377 0.9084 0.6280 0.5372 0.5342 0.6837 0.6417 0.6555 0.3199 0.1053 0.9011 0.7960 0.8547 0.4444 0.3213 0.9918 0.5537 0.0408 0.6845 0.3668 0.3549
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.171106 -0.367675 0.010200 0.004161 229.4323
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Durbin-Watson stat
0.001890 0.008722 -6.042755 -5.154297 1.918213
Lampiran 11. Hasil Uji Multikolineritas Pada Model Error Correction Model Untuk Penyaluran Kredit MKM di Indonesia Tahun 2002-2007 DLNLM DLNLM DLNLM(-3) DLNLM(-4) DLNGDP DLNGDP(-2) DLNGDP(-3) DLNGDP(-4) DLNLC DLNLC(-1) DNPL(-1) DRRK(-1) DRRK(-4) DDRSBI(-1) DDRSBI(-2) DDRSBI(-3) V(-1)
1.000000 0.242338 -0.044029 0.244540 0.324308 0.156520 -0.097973 0.482800 0.007713 0.373129 0.123346 0.012825 0.129522 0.012253 -0.063694 -0.343602
DLNLM (-3) 0.242338 1.000000 0.170529 -0.047960 0.136922 0.282506 0.404694 -0.023351 -0.005563 0.033114 -0.143831 0.121106 -0.023373 -0.257784 0.138762 0.070432
DLNLM (-4) -0.044029 0.170529 1.000000 -0.131689 0.021351 0.130696 0.272929 -0.067585 -0.012419 -0.202463 -0.037760 0.344757 0.030079 -0.021952 -0.264550 0.078095
DLNGDP 0.244540 -0.047960 -0.131689 1.000000 0.071929 -0.431144 -0.483072 -0.045682 0.046868 0.126000 0.044072 -0.005119 -0.013046 0.007797 0.028037 0.037831
DLNGDP (-2) 0.324308 0.136922 0.021351 0.071929 1.000000 0.696664 0.069028 0.117535 -0.010463 0.176644 -0.030609 0.051578 -0.013076 -0.025276 -0.003841 -0.322980
DLNGDP (-3) 0.156520 0.282506 0.130696 -0.431144 0.696664 1.000000 0.710116 0.224977 0.107846 0.034110 -0.030054 0.038696 0.007255 -0.014176 -0.012885 -0.210589
DLNGDP (-4) -0.097973 0.404694 0.272929 -0.483072 0.069028 0.710116 1.000000 0.152410 0.206629 -0.121516 -0.001327 0.013848 0.025327 0.005238 -0.007416 0.018396
DLNLC 0.482800 -0.023351 -0.067585 -0.045682 0.117535 0.224977 0.152410 1.000000 -0.183686 -1.92E-05 0.011002 -0.028778 0.081145 -0.019874 0.005241 -0.338258
DLNLC (-1) 0.007713 -0.005563 -0.012419 0.046868 -0.010463 0.107846 0.206629 -0.183686 1.000000 0.059967 0.385428 0.013640 0.273647 0.082677 -0.035725 0.125524
DNPL (-1) 0.373129 0.033114 -0.202463 0.126000 0.176644 0.034110 -0.121516 -1.92E-05 0.059967 1.000000 0.179251 -0.103833 0.212754 0.123366 -0.147238 0.253606
91
Lanjutan Lampiran 11. DRRK (-1) 0.123346 -0.143831 -0.037760 0.044072 -0.030609 -0.030054 -0.001327 0.011002 0.385428 0.179251 1.000000 0.071143 0.666226 0.108376 -0.083970 -0.081565
DRRK (-4) 0.012825 0.121106 0.344757 -0.005119 0.051578 0.038696 0.013848 -0.028778 0.013640 -0.103833 0.071143 1.000000 0.141698 -0.140592 -0.663520 -0.053490
DDRSBI (-1) 0.129522 -0.023373 0.030079 -0.013046 -0.013076 0.007255 0.025327 0.081145 0.273647 0.212754 0.666226 0.141698 1.000000 -0.418795 -0.149169 -0.174083
DDRSBI (-2) 0.012253 -0.257784 -0.021952 0.007797 -0.025276 -0.014176 0.005238 -0.019874 0.082677 0.123366 0.108376 -0.140592 -0.418795 1.000000 -0.418807 0.085798
DDRSBI (-3) -0.063694 0.138762 -0.264550 0.028037 -0.003841 -0.012885 -0.007416 0.005241 -0.035725 -0.147238 -0.083970 -0.663520 -0.149169 -0.418807 1.000000 0.054042
V (-1) -0.343602 0.070432 0.078095 0.037831 -0.322980 -0.210589 0.018396 -0.338258 0.125524 0.253606 -0.081565 -0.053490 -0.174083 0.085798 0.054042 1.000000
92