ANALISIS PENGARUH INSTRUMEN MONETER SYARIAH DAN KONVENSIONAL TERHADAP PENYALURAN DANA KE SEKTOR USAHA KECIL MIKRO DAN MENENGAH (UMKM) DI INDONESIA
OLEH: MASYITHA MUTIARA RAMADHAN H14080052
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN MASYITHA MUTIARA RAMADHAN, Analisis Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan Konvensional Terhadap Penyaluran Dana ke Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia (dibimbing oleh IRFAN SYAUQI BEIK) Dunia mengakui bahwa usaha kecil, mikro dan menengah (UMKM) memainkan peran yang sangat vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara-negara sedang berkembang tetapi juga di negara maju (Tambunan, 2009). Sektor UMKM juga memiliki peran yang penting dalam perekonomian Indonesia dalam hal penyerapan tenaga kerja, penyumbang PDB terbesar dan juga pendapatan ekspor non-migas. Akan tetapi sektor UMKM di Indonesia masih menghadapi masalah mendasar yaitu keterbatasan modal kerja dan investasi. Untuk itu, penyaluran dana ke sektor UMKM melalui perbankan diharapkan mampu mendukung permodalan dan perkembangan UMKM. Sesuai dengan Undang-undang Bank Sentral No.23 Tahun 1999 Indonesia merupakan salah satu negara yang menerapkan sistem moneter ganda pada sistem perekonomiannya, yaitu diterapkannya sistem moneter syariah dan konvensional secara bersamaan. Sejak saat itu berkembang instrumen moneter syariah, salah satunya adalah Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) yang melengkapi Sertifikat Bank Indonesia yang selama ini dipakai oleh perbankan konvensional. Penelitian ini menganalisis pengaruh instrumen moneter syariah dan konvensional terhadap penyaluran dana ke sektor UMKM melalui perbankan syariah dan konvensional. Selain itu, penelitian ini membandingkan sejauh mana pengaruh instrumen moneter syariah dan konvensional terhadap penyaluran dana ke UMKM. Penelitian ini menggunakan metode VAR/VECM yang dianalisis melalui Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD). Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa instrumen moneter konvensional yang diwakili oleh suku bunga SBI dan instrumen moneter syariah yang diwakili oleh SBIS secara signifikan berpengaruh terhadap pembiayaan UMKM baik melalui perbankan syariah maupun perbankan konvensional. Selain itu, dari jalur perbankan konvensional, SBI dan SBIS berpengaruh negatif terhadap pembiayaan UMKM. Perbankan konvensional akan lebih tertarik mengalokasikan dananya di SBI atau SBIS ketika terjadi kenaikan return. Hal ini lah yang menyebabkan jumlah dana kredit yang disalurkan akan menurun. Dari hasil simulasi IRF guncangan moneter akan berpengaruh dengan cepat pada pembiayaan UMKM dari perbankan syariah dan kredit UMKM dari perbankan konvensional. Akan tetapi, pembiayaan UMKM dari perbankan syariah akan lebih cepat stabil dibandingkan dengan kredit UMKM dari perbankan konvensional. Dari hasil FEVD, pembiayaan dan kredit UMKM dari perbankan syariah dan konvensional lebih dipengaruhi SBIS dibandingkan dengan SBI. Hal ini mengindikasikan peran SBI yang semakin tidak efektif dalam transmisi moneter melalui jalur kredit.
ANALISIS PENGARUH INSTRUMEN MONETER SYARIAH DAN KONVENSIONAL TERHADAP PENYALURAN DANA KE SEKTOR USAHA KECIL MIKRO DAN MENENGAH (UMKM ) DI INDONESIA
OLEH: MASYITHA MUTIARA RAMADHAN
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Judul Skripsi :
Nama NIM
: :
Analisis Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan Konvensional Terhadap Penyaluran Dana ke Sektor Usaha Kecil Mikro Dan Menengah (UMKM ) di Indonesia Masyitha Mutiara Ramadhan H14080052
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Irfan Syauqi Beik, Ph.D NIP. 19790422 200604 1 002
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr.Ir. Dedi Budiman Hakim. M. Ec NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan
:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor,
Mei 2012
Masyitha Mutiara Ramadhan H14080052
PADA
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Masyitha Mutiara Ramadhan. Lahir di Bogor pada tanggal 30 Maret 1991. Penulis merupakan anak pertama dari empat orang bersaudara dari pasangan
Abdul Hadi dan Eni Nurani. Penulis memulai
pendidikan di SDIT Al-Qalam Depok dan melanjutkan pendidikan formal di SMPN 3 Depok dan SMAIT Nurul Fikri Depok. Pada tahun 2008 penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor dengan jurusan Ilmu ekonomi melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Prestasi yang pernah diraih penulis ketika kuliah
adalah menjadi
Nominasi Utama Lomba Karya Tulis Ilmiah Stabilitas Sistem Keuangan Bank Indonesia 2011. Penulis juga merupakan Asisten Praktikum Mata Kuliah Ekonomi
Umum TPB IPB.
Selama menyelesaikan perkuliahan penulis
mengikuti berbagai kepanitian dan aktif di organisasi. Salah satu organisasi yang perah diikuti adalah Sharia Economic Student Club (SES-C) FEM IPB sebagai Bendahara Umum periode 2009-2010 dan 2010-2011.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur mari Kita panjatkan Kehadirat Allah SWT karena telah melimpahkan segala rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Instrumen
Moneter
Syariah dan Konvensional terhadap Penyaluran Dana ke Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM) di Indonesia”.
Shalawat serta salam selalu
tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah mengajarkan indahnya Islam kepada umatnya. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh instrumen moneter manakah yang lebih berpengaruh dalam penyaluran dana ke sektor usaha mikro kecil dan menengah
melalui perbankan, apakah instrumen moneter syariah atau
konvensional. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi referensi bagi bank sentral dalam upaya pengendalian moneter yang lebih efektif. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Kedua Orang Tua penulis, Ayah Abdul Hadi dan Ibu Eni Nurani, atas seluruh dukungan dan doa yang selalu diberikan. 2. Bapak Irfan Syauqi Beik, Ph.D,
selaku dosen pembimbing skripsi yang
dengan sabar membimbing dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS selaku penguji utama yang telah memberikan saran dan masukan yang bermanfaat dalam penyempurnaan tulisan ini. 4. Bapak Deni Lubis, MA selaku penguji komdik yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan penulisan ini. 5. Ketiga Adik Penulis, Bio Abidzar Gifari, Muhammad Hazqal Salasa, dan Puan Azzahra Mudatsir atas semangatnya. 6. Segenap Dosen Departemen Ilmu Ekonomi yang telah memberikan ilmu dan pelajaran yang begitu berharga.
ii
7. Segenap Tata Usaha Departemen Ilmu Ekonomi yang telah membantu proses administrasi. 8. Teman-teman satu bimbingan, Istiqomah, Mustika Rini, Sylviana D.H dan Kasyfurrohman Ali. 9. Sahabat penulis Haryuni D.U, Diyah N, Chairun N, Ayu S, Laelati N.F dan Risma A, serta teman-teman Ilmu Ekonomi 45 atas segala dukungannya. 10. Teman- teman Al-Katras dan Pondok Putri Rahma atas bantuannya. 11. Teman- teman di Sharia Economic Student Club (SES-C) atas semangat dan dukungannya. 12. Rina Hartini yang telah bersedia menjadi guru, teman berdiskusi dan membantu dalam pengolahan data.
Penulis sangat berharap penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi kelanjutan studi ekonomi Islam sehingga ekonomi Islam dapat terus berkembang dan terus mengepakan sayapnya di Indonesia. Penulis sangat terbuka terhadap saran dan kritik mengenai skripsi ini. Skripsi ini dapat dijadikan referensi untuk penulisan lain tanpa seijin penulis dengan memperhatikan kaidah akademik.
Bogor,
Mei 2012
Masyitha Mutiara Ramadhan H14080052
iii
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................. i DAFTAR ISI .............................................................................................. iii DAFTAR TABEL ....................................................................................... v DAFTAR GAMBAR .................................................................................. vi DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. vii I.
PENDAHULUAN .................................................................................. 1 1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1 1.2. Rumusan Masalah ........................................................................... 5 1.3. Tujuan Penelitian............................................................................. 6 1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................... 7 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 8 2.1. Transmisi Moneter .......................................................................... 8 2.2. Instrumen Moneter ........................................................................ 12 2.3. Teori Preferensi Likuiditas ............................................................ 16 2.4. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) ................................ 18 2.5. Teori Bank Syariah dan Bank Konvensional ............................... 19 2.6. Pembiayaan dan Kredit Perbankan ................................................ 22 2.7. Konsep Bunga dan Profit Loss Sharing ......................................... 24 2.8. Teori Keuangan Syariah ................................................................ 25 2.9. Penelitian Terdahulu...................................................................... 26 2.10. Kerangka Pemikiran Konseptual .................................................. 28 2.11. Hipotesis ..................................................................................... 29 III. METODE PENELITIAN ...................................................................... 30 3.1. Jenis dan Sumber Data..................................................................... 30 3.2. Variabel dan Definisi Operasional ................................................... 30
iv
3.3. Metode Penelitian ............................................................................ 32 3.3.1. Vector Autoregresisve (VAR) ................................................ 32 3.3.2. Vector Error Correction Model (VECM) ................................. 34 3.3.3. Uji Stasioneritas Data .............................................................. 35 3.3.4. Pemilihan Lag Optimum ......................................................... 36 3.3.5. Uji Kointegrasi ......................................................................... 36 3.3.6. Uji Stabilitas ........................................................................... 37 3.3.7. Impulse Respond Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD ............................................ 37 3.4. Model Penelitian ............................................................................. 38 IV. GAMBARAN UMUM ......................................................................... 40 4.1. Sertifikat Bank Indonesia dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah ..... 40 4.2. Penyaluran Dana Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)........ 42 4.2.1. Kredit UMKM dari Bank Konvensional ................................ 43 4.2.2. Pembiayaan UMKM dari Bank Syariah .................................... 43 4.2.3. Perbandingan Kredit dan Pembiayaan UMKM ...................... 44 4.3. Suku Bunga Kredit dan Bagi Hasil .................................................. 46 V. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 48 5.1. Uji Kestasioneran Data .................................................................... 48 5.2. Hasil Uji Kausalitas Granger ........................................................... 49 5.3. Penetapan Lag Optimum.................................................................. 49 5.4. Uji Stabilitas VAR ........................................................................... 50 5.5. Uji Kointegrasi Johansen ................................................................. 51 5.6. Hasil Estimasi VECM ..................................................................... 53 5.7. Simulasi Impulse Response Function (IRF) ..................................... 56 5.8. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) ........................... 61 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 64 6.1. Kesimpulan ..................................................................................... 64 6.2. Saran ............................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 66 LAMPIRAN .............................................................................................. 68
v
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Bank Syariah, Unit Usaha Syariah dan BPRS Tahun 2007-2010 .............................................................................. 3 Tabel 2.1. Kriteria UMKM menurut UU No. 20 Tahun 2008 ........................... 18 Tabel 2.2. Perbedaan Antara Bank Syariah dan Konvensional .......................... 20 Tabel 2.3. Perbedaan Sistem Bunga dan Bagi Hasil ......................................... 24 Tabel 3.1. Model Penelitian ............................................................................. 39 Tabel 5.1. Hasil Uji Stasioneritas ..................................................................... 48 Tabel 5.2. Hasil Uji KausalitasGranger ............................................................ 49 Tabel 5.3. Hasil Pengujian Lag Optimum ......................................................... 50 Tabel 5.4. Hasil Uji Stabilitas VAR pada Model I ........................................... 50 Tabel 5.5. Hasil Uji Stabilitas VAR pada Model II .......................................... 51 Tabel 5.6. Hasil Uji Kointegrasi Johansen pada Model I .................................. 52 Tabel 5.7. Hasil Uji Kointegrasi Johansen pada Model II ................................. 52 Tabel 5.8. Rangkuman Hasil Uji Kointegrasi ................................................... 52 Tabel 5.9. Hasil Estimasi VECM Model I ........................................................ 53 Tabel 5.10. Hasil Estimasi VECM Model II ..................................................... 54
vi
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.1. Peran dan Kontribusi UMKM dalam Perekonomian Indonesia .......2 Gambar 2.1. Alur Penerapan Sistem Moneter Ganda di Indonesia .................... 15 Gambar 2.2. Kurva Permintaan dan Penawaran Uang ...................................... 17 Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran Konseptual .................................................. 28 Gambar 3.1. Tahapan Analisis VAR dan VECM .............................................. 34 Gambar 4.1. Perkembangan SBI dan SBSI Periode Mei 2006- Desember 2010 ............................................................................................ 41 Gambar 4.2. Perbandingan Kredit UMKM dan Non-UMKM Bank Konvensional .............................................................................. 43 Gambar 4.3. Perbandingan Kredit UMKM dan Non-UMKM Bank Syariah .....44 Gambar 4.4. Perbandingan Jumlah Penyaluran Dana ke Sektor UMKM Bank Syariah dan Bank Konvensional Periode Mei 2006Desember 2010............................................................................ 45 Gambar 4.5. Perbandingan Porsi Penyaluran Dana ke Sektor UMKM Bank Syariah dan Konvensional Periode Mei 2006Desember 2010............................................................................ 46 Gambar 4.6. Perbandingan Suku Bunga Bank Konvensional dan Bagi Hasil Bank Syariah Periode Mei 2006- Desember 2010 ........................ 46 Gambar 5.1. Respon Kredit UMKM terhadap Guncangan SBIS dan SBI ......... 56 Gambar 5.2. Respon Suku Bunga Kredit terhadap Guncangan SBIS dan SBI.. . 57 Gambar 5.3. Respon Pembiayaan UMKM terhadap Guncangan SBIS dan SBI .............................................................................. 58 Gambar 5.4. Respon Profit dan Loss Sharing UMKM terhadap Guncangan SBIS dan SBI .............................................................................. 59 Gambar 5.5. Respon Margin Keuntungan terhadap Guncangan SBIS dan SBI ....................................................................................... 59 Gambar 5.6. Hasil FEVD pada Pembiayaan UMKM Bank Syariah..... ............. 62 Gambar 5.7. Hasil FEVD pada Kredit UMKM Bank Konvensional ................. 63
vii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Hasil Uji Stasioneritas Variabel .................................................... 69 Lampiran 2. Hasil Analisis VAR/VECM Model I ........................................... 73 Lampiran 3. Hasil Analisis VAR/VECM Model II .......................................... 78
1
I. PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Dunia mengakui bahwa usaha kecil, mikro dan menengah (UMKM)
memainkan peran yang sangat vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara-negara sedang berkembang tetapi juga di negara maju. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Prancis, dan Belanda telah menjadikan sektor UMKM sebagai motor penggerak perekonomian negaranya, yaitu sebagai pemicu pertumbuhan ekonomi, inovasi, dan progres teknologi (Tambunan, 2009). Sektor UMKM juga memiliki peran yang penting dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2010 sektor ini mampu menyerap 97,3 persen dari total tenaga kerja. Hal ini menunjukan bahwa sektor UMKM adalah sektor utama dalam penyerapan tenaga kerja di Indonesia yang apabila dikembangkan berpotensi mengurangi pengangguran karena jumlah
unit usaha UMKM
mencapai 52.764.603 unit atau 99 persen dari total usaha. Selain itu, lebih dari setengah atau 56,5 persen Produk Domestik Bruto
(PDB)
Indonesia
disumbangkan oleh sektor ini. Begitu juga dengan pendapatan ekspor non-migas, sektor UMKM mampu menyumbang 17,04 persen dari pendapatan total (BPS, 2010). Pada kenyataannya perkembangan sektor UMKM di Indonesia masih dihadapkan oleh berbagai masalah. Salah satu masalah mendasar yang dihadapi adalah keterbatasan modal kerja dan investasi. Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010, hanya 20,49 persen usaha mikro dan kecil yang
2
memanfaatkan pinjaman dan sebagian besar pinjaman berasal dari perorangan, bukan dari lembaga keuangan formal atau perbankan. Permodalan mereka tergantung sepenuhnya pada tabungan sendiri atau sumber-sumber informal seperti keluarga. Sejak tahun 1970-an, pemerintah telah memfasilitasi penyaluran dana ke sektor usaha kecil mikro dan menengah (UMKM) yang diawali dengan dua skema kredit dari Bank Indonesia yaitu Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP) dan Kredit Investasi Kecil (KIK). Selain itu Bank Sental telah mengeluarkan Peraturan Perbankan Nomor 3/2/PBI/20011 yang mewajibkan perbankan untuk menyediakan 20 persen dari total kreditnya kepada usaha kecil. Peraturan tersebut dikeluarkan untuk mendorong perbankan agar meningkatkan penyaluran dana kepada sektor UMKM. Melihat besarnya peran UMKM di Indonesia maka wajar apabila sektor ini mendapat perhatian lebih khususnya dari segi akses dan pembiayaan modal yang selama ini menjadi permasalahan utama dalam pengembangan UMKM.
Sumber: BPS dan Kementrian Koperasi dan UKM (2010) Gambar1.1. Definisi UMKM dan Perannya Dalam Perekonomian
3
Indonesia merupakan salah satu negara yang menerapkan sistem moneter ganda pada sistem perekonomiannya, yaitu diterapkannya sistem moneter syariah dan konvensional secara bersamaan. Penerapan sistem moneter ganda yang dilandasi oleh Undang-undang Bank Sentral No. 23 Tahun 1999 membawa pengaruh terhadap perkembangan lembaga keuangan syariah di Indonesia. Sejak tahun 2002 mulai bermunculan bank syariah, unit usaha syariah (UUS) dan bank perkreditan rakyat syariah (BPRS) yang tersebar di seluruh Indonesia. Dapat dilihat pada Tabel 1.1 bahwa perkembangan jumlah lembaga keuangan syariah memiliki tren yang meningkat dan diprediksi akan terus bertambah. Begitu juga dengan perkembangan perbankan syariah yang diawali oleh munculnya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 2002. Sejak saat itu perkembangan bank syariah semakin pesat dan menjadikan perbankan syariah salah satu lembaga keuangan yang memiliki peran yang semakin besar dalam perbankan nasional. Tabel 1.1. Perkembangan Jumlah Bank Syariah, Unit Usaha Syariah dan BPRS Tahun 2007-2010 Kelompok Bank
2007
2008
2009
2010
Bank Umum Syariah (BUS)
3
5
6
11
Unit Usaha Syariah (UUS)
26
37
25
23
225
286
1223
1763
BPRS 185 202 Total Jumlah Kantor BUS,UUS dan BPRS 782 1024 Sumber: Statistik Perbankan Syariah Indonesia (2010)
Selain dengan munculnya lembaga keuangan syariah, penerapan sistem moneter ganda di Indonesia telah melahirkan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) sebagai instrumen moneter pelengkap Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang selama ini dipakai oleh perbankan konvensional. SBIS adalah surat berharga bedasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang
4
diterbitkan oleh Bank Indonesia dalam rangka meningkatkan efektifitas mekanisme moneter dengan prinsip syariah. Sertifikat Bank Indonesia Syariah mulai digunakan sebagai instrumen moneter sejak tahun 2008 yang mengantikan peran Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). Sebagai Instrumen moneter, SBI dan SBIS memiliki jalur transmisi tersendiri terhadap sektor riil dimana instrumen ini akan mempengaruhi besarnya pembiayaan dan peyaluran kredit kepada sektor riil. Baik bank syariah maupun bank konvensional memiliki tugas utama sebagai lembaga intermediasi, yaitu menyalurkan dana dari pihak surplus ke pihak yang memerlukan dana secara optimal. Salah satu jalur intermediasi perbankan adalah melalui penyaluran dana kepada UMKM, yaitu penyaluran dana yang dialokasikan untuk investasi atau pengembangan usaha masyarakat berskala mikro, kecil atau menengah. Pemberian kredit kepada dunia usaha khususnya di sektor UMKM perlu ditingkatkan dalam upaya meningkatkan peran perbankan nasional sebagai lembaga intermediasi (Meydianawathi, 2007). Bank sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat harus dapat mengelola saluran kredit dan pembiayaan secara tepat sehingga dapat menjembatani sektor keuangan dan sektor rill. Selain itu, bank sebagai lembaga keuangan yang dominan di Indonesia seharusnya mendukung penuh keberadaan dan perkembangan UMKM mengingat peran UMKM yang sangat besar bagi perekonomian. Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/2/PBI/2001, perbankan konvensional
maupun
perbankan
syariah
dianjurkan
untuk
menjadikan
pembiayaan sektor UMKM sebagai prioritas dan berkomitmen untuk terus mempermudah akses UMKM terhadap perbankan. Hal ini tercermin dari porsi
5
kredit UMKM yang mencapai lebih dari empat puluh persen dari kredit total pada perbankan konvensional. Bahkan porsi pembiayaan UMKM pada bank syariah mencapai lebih dari tujuh puluh persen dari pembiayaan total. Penyaluran dana ke sektor UMKM lewat perbankan tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Dari berbagai studi terdahulu, faktor internal yang memengaruhi penyaluran kredit
dari
perbankan antara lain faktor rentabilitas dan profitabilitas. Sedangkan dari faktor eksternal, penyaluran kredit dari perbankan dipengaruhi oleh instrumen moneter. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan bahwa penelitian mengenai pengaruh instrumen syariah atau konvensional terhadap pembiayaan UMKM di Indonesia penting untuk dilakukan karena akan mempengaruhi tindakan perbankan konvensional maupun syariah dalam menyalurkan dananya ke sektor UMKM. Oleh karena itu, penelitian ini menganalisis secara kuantitatif pengaruh instrumen moneter dan perbankan terhadap pembiayaan UMKM di Indonesia.
1.2
Perumusan Masalah Peran sektor UMKM yang besar terhadap perekonomian Indonesia
membuat sektor ini menjadi perhatian penting yang harus didukung dan di fasilitasi
terutama
pada
bidang
permodalan,
perluasan
usaha
dan
keberlanjutannya. Hal ini akan terwujud apabila transmisi moneter berjalan dengan baik yang mana sektor keuangan yang digambarkan melalui perbankan dapat menyalurkan dana ke masyarakat dan menggerakan perekonomian secara riil.
6
Mekanisme transmisi moneter ganda yang diterapkan di Indonesia sejak tahun 1992 melegalkan penggunaan sistem moneter syariah dan konvensional secara bersamaan, hal ini berarti bahwa ada pengaruh dari instrumen moneter syariah dan konvensional terhadap penyaluran dana dari perbankan, termasuk pemberian kredit atau pembiayaan UMKM. Maka dari itu penelitian ini ingin menganalisis instrumen
moneter manakah yang lebih berpengaruh dalam
penyaluran dana ke sektor UMKM di Indonesia. Secara lebih rinci, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh instrumen moneter konvensional terhadap kredit UMKM di Indonesia? 2. Bagaimana pengaruh instrumen moneter syariah terhadap pembiayaan UMKM di Indonesia? 3. Bagaimanakah perbandingan pengaruh instrumen moneter syariah dan konvensional dalam pembiayaan UMKM di Indonesia
1.3
Tujuan Penelitian Dari perumusan masalah yang telah di uraikan di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi
pengaruh
instrumen
moneter
syariah
dan
konvensional terhadap pembiayaan UMKM dari perbankan syariah di Indonesia. 2. Mengidentifikasi
pengaruh
instrumen
moneter
syariah
dan
konvensional terhadap kredit UMKM dari perbankan konvesional di Indonesia.
7
3. Membandingkan sejauh mana pengaruh instrumen moneter syariah dan konvensional terhadap penyaluran dana ke sektor UMKM di Indonesia.
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat dan masukan bagi
pemerintah, masyarakat dan kalangan akademisi: 1.
Pemerintah dapat menjadikan penelitian ini sebagai masukan dalam pengambilan kebijakan khususnya dalam mengembangkan sektor UMKM melalui perbankan.
2.
Masyarakat dapat mengetahui peran perbankan syariah dalam mengembangkan UMKM.
3.
Kalangan akademisi dapat mejadikan referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbandingan pengaruh instrumen
moneter syariah dan konvensional terhadap perkembangan sektor UMKM di Indonesia. Instrumen moneter yang digunakan terbagi dua menjadi insturmen moneter konvensional dan syariah, instrumennya yaitu bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), pembiayaan bank syariah kepada UMKM dan kredit perbankan konvensional kepada UMKM. Sedangkan periode waktu yang diambil dalam studi kasus ini adalah perekonomian Indonesia dari Mei 2006 sampai dengan Desember 2010.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1
Transmisi Moneter Transmisi moneter adalah mekanisme bekerjanya kebijakan moneter sampai
memengaruhi sektor riil. Mishkin (2004) menjelaskan bahwa jalur mekanisme transmisi moneter dapat terjadi melalui beberapa jalur, yaitu jalur efek suku bunga tradisional (traditional interest rate effect), jalur efek harga asset lain (other asset price effect) dan jalur kredit (credit view). Berikut adalah penjelasan singkat mengenai beberapa jalur transmisi moneter : 1. Jalur Efek Suku Bunga Tradisional (Traditional Interest Rate Effect) Ketika terjadi ekspansi kebijakan moneter dengan penurunan suku bunga yang mana akan menurunkan harga dari modal (cost of capital) maka akan meningkatkan investasi dan memicu agregate demand sehingga meningkatkan output. 2. Jalur Efek Harga Asset Lain (Other Asset Price Effect) Transmisi moneter melalui jalur harga aset lain (other asset price effect) dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu efek nilai tukar terhadap ekspor bersih (Exchange Rate Effect on Net Export), Teori Q Tobin (Tobin’s Q Theory) dan Efek Kesejahteraan (Wealth Effect). a.
Exchange Rate Effect on Net Export Ketika terjadi ekspansi kebijakan moneter dengan penurunan suku bunga
maka akan menyebabkan aset dalam mata uang asing lebih menarik dibandingkan dengan aset domestik dalam Rupiah. Pada akhirnya nilai dari
9
aset rupiah akan menurun sehingga rupiah terdepresiasi. Nilai rupiah yang lebih rendah dibandingkan mata uang asing akan menyebabkan harga barang domestik
menjadi lebih murah dibandingkan harga barang asing sehingga
meningkatkan ekspor dan agregate output. b.
Tobin’s Q Theory Teori ini dikembangkan oleh James Tobin yang menjelaskan pengaruh
kebijakan moneter terhadap penilaian ekuitas.
Tobin mendefinisikan ‘q’
sebagai harga pasar untuk perusahaan yang dibagi dengan penggantian harga modal. Ketika nilai q tinggi maka harga pasar untuk perusahaan akan relatif tinggi dibandingkan dengan harga modalnya. Untuk itu perluasan usaha dan harga dari peralatan relatif murah sehingga dapat meningkatkan investasi. Hal ini terjadi karena perusahaan dapat mengeluarkan sedikit saham, tetapi dapat dijual dengan harga yang tinggi. Ketika terjadi ekspansi moneter maka masyarakat akan dihadapkan pada kondisi dimana terjadi kelebihan uang dibandingkan kebutuhan yang ada sehingga masyarakat akan menyalurkan dananya ke pasar saham. Permintaan saham akan meningkat dan harga saham akan naik. Harga saham yang naik akan menyebabkan q naik sehingga meningkatkan investasi dan output. c.
Wealth Effect Asumsi yang mendasari proses transmisi moneter pada jalur ini bahwa
pengeluaran konsumsi juga dipengaruhi oleh sumber daya seumur hidup (lifetime resources), bukan hanya didasari pada pendapatan yang didapat hari ini. Komponen utama sumber daya seumur hidup (lifetime resources) adalah kesejahteraan finansial, salah satunya adalah saham. Saat terjadi kontraksi
10
moneter maka harga saham akan naik, sehingga menaikan kesejahteraan dan juga menaikan konsumsi. Konsumsi yang naik akan meningkatkan ouput. 3. Jalur Kredit (Credit View) Transmisi moneter melalui jalur kredit dapat dibedakan menjadi lima bagian, yaitu penyaluran bank (bank lending channel), jalur neraca (balance sheet channel), jalur arus kas (cash flow channel), jalur tingkat harga yang tidak diantisipasi (unanticipated price level channel), dan jalur efek likuiditas rumah tangga (household liquidity effect). Mekanisme transmisi moneter melalui pinjaman bank (credit view) muncul untuk menangani masalah asimetri informasi pada pasar keuangan. Pada jalur kredit, transmisi moneter memengaruhi penyaluran dana pada perbankan serta neraca perusahaan dan rumah tangga. Pada jalur pertama, yaitu penyaluran dana dari perbankan (bank lending channel)
berangkat dari analisis bahwa bank
memiliki peran penting dalam sistem keuangan karena dapat menangani masalah informasi asimetrik pada pasar kredit. Karena peran bank yang sangat penting maka peminjam hanya dapat mengakses pasar kredit melalui bank. Dengan asumsi tidak ada substitusi sempurna diantara bank dengan sumber dana lain maka saat terjadi ekspansi moneter yang meningkatkan cadangan perbankan dan deposit bank maka akan meningkatkan ketersediaan dan kuantitas pinjaman perbankan yang tersedia.
Dengan asumsi peminjam tergantung pada pinjaman
perbankan untuk membiayai aktifitasnya, maka peningkatan pinjaman pada perbankan akan meningkatkan investasi. Secara skematik, transmisi kebijakan moneter melaui jalur pembiayaan perbankan adalah sebagai berikut,
11
Ekspansi kebijakan moneter : cadangan dan deposit bank Jika dilihat dari bagan diatas maka dapat disimpulkan bahwa ketersediaan pinjaman dari bank Investasi(I) Output (Y) kebijakan moneter melalui jalur kredit bertujuan untuk mendorong investasi dari sisi supply yang direpresentasikan oleh bank sebagai lembaga intermediasi. Implikasi yang penting transmisi moneter melalui jalur kredit bahwa dengan adanya kebijakan moneter maka efek yang lebih besar akan dirasakan oleh perusahaan kecil yang mana sangat bergantung oleh pinjaman bank. Sedangkan perusahaan besar dapat mengantisipasinya dengan mencari sumber modal lain selain perbankan, yaitu melalui saham atau obligasi (Miskhin, 2009). Penyaluran dana untuk sektor UMKM dari perbankan dapat diklasifikasikan ke jalur bank lending channel karena bank memiliki peran yang penting dalam sistem keuangan, yaitu sebagai lembaga intermediasi sekaligus penyalur kredit dan pembiayaan terhadap masyarakat, termasuk kepada sektor UMKM. Dalam proses transmisinya, Bank Indonesia dapat melakukan kontraksi dan ekspansi moneter dengan menaikan atau menurunkan suku bunga kebijakan (BI Rate). Kebijakan ini akan mempengaruhi sisi liabilitas (kewajiban) bank yang di dominasi oleh dana pihak ketiga (DPK) yaitu dana masyarakat yang disimpan di perbankan. Ketika ekonomi memanas, Bank Indonesia melakukan kontraksi moneter dengan menaikan BI Rate. Kebijakan ini akan menyebabkan jumlah uang beredar di masyarakat akan turun sehingga mengakibatkan jumlah DPK juga ikut menurun. Penurunan DPK akan mengakibatkan penurunan ketersediaan dana yang siap disalurkan oleh perbankan, salah satunya dalam bentuk kredit. Untuk
12
meningkatkan DPK perbankan akan cenderung menaikan suku bunga dana seperti tabungan dan deposito sehingga berakibat pada kenaikan suku bunga kredit. Permintaan terhadap kredit baru cenderung turun karena suku bunga kredit yang meningkat dan menyebabkan investasi turun dan pertumbuhan ekonomi melambat. Bank Indonesia juga dapat melakukan kontraksi moneter dengan peningkatan Giro
Wajib
Minimum (GWM).
Peningkatan
GWM
akan
mempengaruhi sisi liabilitas perbankan secara langsung sehingga dana yang siap disalurkan juga akan cenderung menurun. Hal ini juga akan meningkatkan suku bunga kredit dan menurunkan permintaan terhadap kredit baru sehingga investasi juga menurun. Investasi yang menurun akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.
2.2. Instrumen Moneter Dalam menjalankan kebijakan moneter Bank Indonesia memiliki beberapa instrumen moneter yaitu Operasi Pasar Terbuka atau Open Market Operation (OPT), Giro Wajib Minimum (GWM), Fasilitas Diskonto, dan Intervensi Mata Uang Asing. Berikut adalah penjelasan singkat mengenai beberapa instrumen moneter yang digunakan oleh Bank Indonesia dalam menjalankan operasi moneternya: a. Operasi Pasar terbuka adalah kegiatan jual beli surat berharga oleh bank sentral yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat suku bunga. Operasi ini memiliki dua aktivitas didalamnya, yaitu jual dan beli suratsurat berharga termasuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Kedua instrumen ini digunakan sebagai
13
instrumen utama dalam kebijakan moneter antara lain karena Bank Indonesia memiliki SBI dalam jumlah yang memadai untuk mengeksekusi keputusan kontraksi atau ekspansi moneter yang diambil setelah mempertimbangkan tekanan terhadap inflasi. Selain itu SBI memenuhi tiga syarat utama likuiditas surat berharga yang dapat diperjualbelikan dalam operasi pasar terbuka dan diterbitkan secara kontinyu serta tersedia setiap saat (Sugiyono, 2003). b. Giro Wajib Minimum (Reserve Requirement) Giro Wajib Minimum adalah ketentuan bank sentral yang mewajibkan bank-bank untuk memelihara sejumlah alat likuid sebesar presentase tertentu dari kewajiban lancarnya. Semakin kecil presentase tersebut maka semakin besar kemampuan bank memanfaatkan cadangannya untuk diberikan kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman dan begitu juga sebaliknya. c. Fasilitas Diskonto Fasilitas diskonto adalah kebijakan moneter bank sentral untuk memengaruhi jumlah uang beredar melalui penetapan diskonto pinjaman bank sentral kepada bank-bank. Dengan penetapan diskonto yang tinggi diharapkan bank akan mengurangi permintaan kredit dari bank sentral yang akibatnya akan mengurangi jumlah uang beredar. d. Intervensi Mata Uang Asing Intervensi mata uang asing adalah kebijakan bank sentral untuk mempengaruhi jumlah uang beredar atau likuiditas di pasar uang melalui jual beli valuta asing atau cadangan devisa. Apabila bank sentral ingin
14
mengetatkan likuiditas rupiah di pasar uang, bank sentral akan menjual cadangan devisanya. Peraturan Bank Indonesia nomor 4/10/PBI/2002 tentang Sertifikat Bank Indonesia (SBI) menyatakan bahwa SBI adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. SBI ditebitkan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu piranti dalam Operasi Pasar Terbuka (OPT). Sedangkan Peraturan Bank Indonesia nomor 10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah menyatakan bahwa SBIS adalah surat berharga bedasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia menggunakan Akad Jua’lah. SBIS dibuat oleh Bank Indonesia dalam rangka meningkatkan efektifitas mekanisme moneter dengan prinsip syariah. Kedua instrumen ini memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai instrumen Operasi Pasar Terbuka dalam rangka pengendalian moneter dengan tujuan akhir kestabilan nilai rupiah dan tingkat inflasi. Penggunaan akad Jua’alah pada Sertifikat Bank Indonesia Syariah berarti suatu janji atau komitmen (iltizam) untuk memberi imbalan tertentu (ju’ul) atas hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu
pekerjaan. Dalam hal ini Bank
Indonesia bertindak sebagai pemberi pekerjaan (Ja’il), bank syariah bertindak sebagai penerima perkerjaan (Maj’ullah) dan objek/ underlying Ju’alah (mahall al-‘aqd) adalah partisipasi bank syariah untuk membantu tugas Bank Indonesia dalam pengendalian moneter melalui penyerapan likuiditas dari masyarakat dan menempatkannya di Bank Indonesia dalam jumlah dan waktu tertentu. Di dalam prakteknya yaitu saat Bank Indonesia akan melakukan transaksi lelang SBIS maka
15
Bank Indonesia akan mengumumkan bahwa Bank Indonesia akan melakukan kebijakan moneternya yaitu akan menyerap likuiditas yang beredar di masyarakat. Maka bank syariah akan membeli SBIS tersebut dan mendapatkan imbalan tertentu. Jumlah nominal Ju’ul atau imbalannya harus dibayarkan oleh Ja’il yang ditetapkan saat terjadinya akad dan harus disepakati oleh kedua belah pihak. Tingkat suku bunga pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) nantinya akan digunakan sebagai proksi bagi kebijakan moneter, oleh karenanya perubahan pada tingkat suku bunga SBI diharapkan mampu memberi pengaruh pada tingkat suku bunga kredit. Dengan kata lain tingkat suku bunga SBI dijadikan barometer untuk menentukan tingkat suku bunga deposito, kemudian suku bunga pinjaman akan merespon perubahan tersebut (Muslim, 2008).
Sumber: Ascarya (2011) Gambar 2.1. Alur Penerapan Sistem Moneter Ganda di Indonesia Dengan semakin berkembangnya perbankan syariah, transmisi kebijakan moneter tidak hanya mempengaruhi perbankan konvensional saja, namun juga memengaruhi perbankan syariah karena mekanisme transmisi juga dapat melewati
16
jalur syariah. Instrumen kebijakan moneter ganda juga tidak terbatas hanya menggunakan suku bunga saja, tetapi dapat pula menggunakan bagi hasil atau margin. Dengan demikian, dalam sistem moneter ganda, interest rate passthrough lebih tepat disebut policy rate pass-through, dimana policy rate untuk konvensional menggunakan suku bunga, sedangkan policy rate untuk syariah dapat menggunakan bagi hasil atau margin (Ascarya, 2012). Dalam sistem perbankan syariah di Indonesia terdapat hubungan antara sistem moneter yang ada di Indonesia dengan sistem perbankan syariah, yaitu dengan keikutsertaan perbankan syariah di dalam kebijakan moneter yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas moneter utama. Bank Indonesia menyatakan bahwa cara-cara pengendalian moneter di Indonesia bisa dilakukan berdasarkan prinsip Syariah yang ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia (Triandaru, 2006).
2.3.
Teori Preferensi Likuiditas Teori
Preferensi
Likuiditas
menyatakan
bahwa
tingkat
bunga
menyesuaikan untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan uang. Jika M adalah penawaran uang dan P adalah tingkat harga maka M/P adalah penawaran dari keseimbangan uang riil. Teori ini mengasumsikan adanya penawaran uang riil yang tetap dan menegaskan bahwa tingkat bunga adalah sebuah determinan dari berapa banyak uang yang ingin dipegang oleh masyarakat. Alasannya adalah bahwa tingkat bunga adalah biaya peluang (opportunity cost) dari memegang uang, yaitu biaya yang harus ditanggung karena memegang sebagian aset dalam bentuk uang (yang tidak mendapatkan bunga) atau dalam deposito atau obligasi.
17
Ketika tingkat bunga naik, orang-orang ingin memegang uang dalam jumlah yang lebih sedikit. Hal ini menunjukan bahwa fungsi bahwa permintaan uang riil dipengaruhi oleh suku bunga (Mankiw, 2007). Tingkat bunga akan menyesuaikan untuk menyeimbangkan pasar uang, dimana jumlah uang riil yang diminta sama dengan jumlah penawarannya. Penyesuaian terjadi karena ketika terjadi ketidakseimbangan pada pasar uang maka masyarakat akan berusaha menyesuaikan aset mereka dan dalam prosesnya mengubah suku bunga. Misalnya, apabila tingkat bunga diatas keseimbangan maka jumlah uang riil yang ditawarkan akan melebihi jumlah yang diminta. Oang-orang yang memegang yang kelebihan penawaran uang berusaha untuk mengubah sebagian diantaranya menjadi deposito atau obligasi. Bank-bank dan penerbit obligasi yang lebih suka membayar tingkat bunga yang lebih rendah merespon kelebihan uang dengan mengurangi tingkat bunga, begitu juga sebaliknya. Hal ini digambarkan dalam kurva berikut: Tingkat bunga, r
Penawaran
Tingkat bunga ekuilibrium Permintaan, L(r)
M/P
Keseimbangan uang riil, M/P
Sumber: Mankiw, 2007 Gambar 2.2. Kurva Permintaan dan Penawaran Uang
18
2.4.
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Usaha mikro kecil dan menengah memiliki beberapa definisi dari beberapa
lembaga dan institusi terkait yang mendefinisikannya dengan berbagai kriteria, antara lain: a. Berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, pengertian UMKM adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha lain. UMKM dikelompokan menjadi tiga usaha berdasarkan kriteria asset dan omzet yang dimiliki, kriterianya adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Kriteria UMKM Menurut UU Nomor 20 Tahun 2008 Kriteria No
Uraian Asset
Omzet
1
Usaha Mikro
Max 50 juta
Max 300 juta
2
Usaha Kecil
>50juta-500juta
>300juta-2,5 Miliar
3
Usaha Menengah >500 juta-10 Miliar
>2,5 Miliar -50 Miliar
Sumber: UU Nomor 20 Tahun 2008 b. Berdasarkan kriteria Bank Indonesia, UMKM di bagi berdarkan jumlah kredit yang diterima. Usaha mikro adalah usaha yang dapat menerima kredit hingga Rp 50 juta. Sedangkan usaha kecil adalah usaha yang dapat menerima kredit mulai dari Rp 50 juta hingga Rp 500 juta dan usaha
19
menengah adalah usaha yang dapat menerima kredit dari Rp 500 juta sampai Rp 5 Miliar. c. Berdasarkan Badan Pusat Statistik, UMKM dibagi berdasarkan jumlah tenaga
kerja
yang
dipakai.
Usaha
mikro
adalah
usaha
yang
mempekerjakan maksimal lima orang pekerja keluarga. Usaha kecil adalah usaha yang mempekerjakan lima sampai sepuluh orang pekerja. Sedangkan usaha menengah adalah usaha yang mempekerjakan 20 sampai 99 orang.
2.5.
Teori Bank Syariah dan Bank Konvensional Bank adalah salah satu badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Seperti yang dipaparkan dalam undang-undang No.10 Tahun 1998 bahwa fungsi dari perbankan adalah sebagai lembaga intermediasi atau penghubung antara sektor keuangan dan sektor riil. Perbankan di Indonesia dapat digolongkan menjadi dua, yaitu bank syariah dan konvensional. Perbankan syariah adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah Islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari olah larangan dalam agama Islam untuk memungut atau meminjam bunga yang dikenal dengan istilah riba. Perbankan syariah juga hanya melakukan investasi pada usaha yang dikategorikan halal. Selain itu, perbankan syariah menerapkan prinsip bagi hasil yang saling menguntungkan antara pihak bank dan masyarakat
20
dengan menjunjung tinggi asas keadilan, etika, persaudaraan, dan menghindari transaksi spekulatif. Dalam beberapa hal terdapat persamaan antara bank konvensional dan bank syariah antara lain dari teknis penerimaan uang, mekanisme transfer dan pembuatan laporan keuangannya. Tetapi terdapat beberapa perbedaan mendasar yang membedakan kedua perbankan ini. Perbedaan yang ada dapat di rangkum dalam Tabel 2.2 berikut. Tabel 2.2. Perbedaan Antara Bank Syariah dan Bank Konvensional Pembeda Bank Konvensional Bank Syariah Akad dan Aspek Legalitas
Konsekuensi
Konsekuensi duniawi dan
duniawi
ukhrawi
Lembaga penyelesaian sengketa
Peradilan Negeri
dengan Nasabah
Struktur Organisasi
Komisaris dan Direksi
Badan Arbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI) Terdapat Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan Dewan Syariah Nasional (DSN)
Investasi yang halal
Hanya melakukan investasi
dan haram
yang halal
Debitur-Kreditur
Kemitraan
Prinsip
Bunga
Bagi Hasil, Jual Beli dan Sewa
Tujuan
Profit Oriented
Profit dan Falah Oriented
Investasi Hubungan dengan Nasabah
Sumber: Antonio (1999) Salah satu cara yang dilakukan bank konvensional dalam menyalurkan dana terhimpun adalah dengan kredit. Kredit yang diberikan dapat berupa kredit korporasi atau kredit UMKM, dan pihak bank akan mendapatkan bunga atas harga uang yang telah dipinjamkan. Sedangkan pada bank syariah, istilah yang
21
digunakan dalam penyaluran dana adalah pembiayaan dan sistem yang digunakan adalah sistem bagi hasil. Beberapa contoh pembiayaan dan produk yang biasa dilakukan bank syariah adalah: 1. Produk dengan prinsip jual beli antara lain murabahah, salam, dan istisna. 2. Produk dengan prinsip bagi hasil antara lain musyarakah, mudharabah, dan rahn. 3. Produk dengan prinsip sewa antara lain ijarah. Berikut adalah penjelasan singkat mengenai beberapa definisi produk perbankan syariah yang digunakan dalam penelitian ini: a. Al-Musyarakah : Pembiayaan berdasarkan akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. b. Al-Mudharabah : Akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul mal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya sebagai pengelola. Dana keuntungan usaha bagi diantara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. c. Al-Murabahah : menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga lebih sebagai laba (Fatwa DSN-MUI). Menurut Wulandari (2010) pada kenyataannya sistem pada bank syariah dan konvensional tidak terpisah karena adanya interaksi antara bank syariah dan konvensional melalui beberapa hal. Interaksi tersebut antara lain dalam hal memperebutkan nasabah, adanya kesamaan pola kredit atau pembiayaan dan
22
persamaan dalam tabungan. Untuk itu piranti kebijakan konvensional seperti SBI, Giro Wajib Minimum dan intervensi rupiah tidak hanya mempengaruhi bank kovensional, tetapi juga mempengaruhi bank syariah. Begitu juga sebaliknya, piranti kebijakan syariah seperti SBIS/SWBI dan Giro Wajib Minimum Syariah juga mempengaruhi bank konvensional.
2.6.
Pembiayaan dan Kredit Perbankan Berdasarkan
Undang-undang
Perbankan
Syariah
No.
21/2008,
pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa transaksi bagi hasil, sewa menyewa, jual beli atau pinjam meminjam berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan atau diberi fasilitas dana tersebut untuk mengembalikan dana tersebut dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan atau bagi hasil. Antonio (2001) menjelaskan bahwa pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok dari bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit. Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan di bagi menjadi dua hal: a. Pembiayaan Konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan. b. Pembiayaan Produktif,
yaitu pembiayaan yang
ditunjukan untuk
memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi. Menurut
23
keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua hal, yaitu pembiayaan modal kerja dan pembiayaan investasi. Pada pembiayaan modal kerja, terdapat perbedaan antara sistem yang dipakai pada bank syariah dan konvensional. Bank konvensonal memberikan kredit modal kerja tersebut dengan cara memberikan pinjaman sejumlah uang yang dibutuhkan untuk mendanai seluruh kebutuhan yang merupakan kombinasi dari komponenkomponen modal kerja tersebut, baik untuk keperluan produksi maupun perdagangan dalam waktu tertentu. Sedangkan pada bank syariah, dalam memenuhi seluruh kebutuhan untuk mendanai modal kerja bukan dengan meminjamkan uang, tetapi dengan menjalin hubungan partnership dengan nasabah, dimana bank bertindak sebagai penyandang dana (shahibul maal) dan nasabah sebagai (mudharib) atau biasa dikenal dengan istilah mudharabah atau trust financing. Berdasarkan
Undang-undang
No.7
Tahun
1992
tentang
perbankan
menyatakan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjammeminjam antara bank dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak pinjam meminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan sejumlah bunga imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Kredit perbankan dapat diklasifikasikan berdasarkan berdasarkan beberapa kriteria yaitu: a. Berdasarkan jangka waktunya, yaitu kredit jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. b. Berdasarkan tujuan penggunaan dananya, yaitu kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi.
24
c. Berdasarkan golongan atau segmentasinya, yaitu kredit di sektor UMKM dan non-UMKM
2.7.
Konsep Bunga dan Profit Loss Sharing Suku bunga adalah salah satu komponen utama dalam kebijakan ekonomi
konvensional yang berarti biaya yang harus dibayarkan oleh peminjam atas pinjaman yang diterima dan merupakan imbalan bagi pemberi pinjaman atas investasinya. Sedangkan bagi hasil adalah komponen terpenting dalam sistem moneter syariah dan merupakan cerminan dari kinerja sektor riil. Dengan adanya sistem bagi hasil makan distribusi kekayaan dan pendapatan akan semakin merata sehingga sektor riil akan tumbuh (Ayuniyyah, 2010). Terdapat beberapa perbedaan yang sangat mendasar antara suku bunga dan bagi hasil, perbedaanya antara lain adalah sebagai berikut: Tabel 2.3 Perbedaan Sistem Bunga dan Bagi Hasil Bunga
Bagi Hasil
Penentuan bunga dibuat pada akad
Penentuan besarnya rasio atau nisbah
dengan asumsi selalu untung
bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada keadaan untung dan rugi
Besarnya presentase berdasarkan
Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan
jumlah modal yang dipinjamkan
pada jumlah keuntungan yang diperoleh
Pembayaran bunga tetap walaupun
Bagi hasil tergantung pada keuntungan,
proyek yang dijalankan nasabah
jika rugi maka akan di tanggung
mengalami kerugian
bersama
Sumber: Antonio(1999)
25
Pada bank syariah terdapat dua jenis keuntungan yang didapat dari pembiayaan yang diberikan, yaitu margin keuntungan dan bagi hasil. Margin keuntungan adalah persentase tertentu yang ditetapkan oleh perbankan syariah terhadap produk pembiayaan yang berbasis Natural Certainty Contract atau akad bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah maupun waktu seperti murabahah, ijarah, salam dan istisna. Sedangkan bagi hasil adalah nisbah yang ditetapkan terhadap produk-produk pembiayaan yang berbasis Natural Uncertainty Contract atau akad bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan (return), baik dari segi jumlah maupun waktunya seperti musyarakah dan mudharabah (Karim, 2010).
2.8. Teori Keuangan Syariah Konsep uang dalam ekonomi Islam berbeda dengan konsep uang dalam ekonomi konvensional. Dalam ekonomi Islam, uang bukanlah capital dan uang merupakan sesuatu yang bersifat flow concept. Hal ini sejalan dengan konsep yang diajukan oleh Fisher, yaitu: MV=PT dengan M adalah jumlah uang beredar, V adalah tingkat perputaran uang, P adalah tingkat harga barang dan T adalah jumlah uang yang diperdagangkan. Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa semakin cepat perputaran uang maka semakin besar pendapatan yang akan diperoleh. Fungsi permintaan uang dalam Islam pada dasarnya hanya memiliki dua motif yaitu motif transaksi dan berjaga-jaga. Perbuatan yang mengarah kepada motif spekulasi dilarang oleh Islam sehingga instrumen moneter Islam yang ada
26
diarahkan penggunaannya terhadap uang yang memiliki tujuan yang bersifat penting dan mendesak serta investasi yang produktif dan efisien (Karim, 2008). Sistem keuangan Islam hadir untuk memberikan berbagai jasa keuangan yang berkontribusi secara pantas kepada pencapaian tujuan sosio-ekonomi yang utama
yaitu kesejahteraan ekonomi, kesempatan kerja, keadilan, distribusi
pendapatan yang wajar, dan stabilitas nilai uang (Algaoud, 2001). Dari segi perspektif Islam tujuan utama perbankan dan keuangan Islam adalah: 1. Penghapusan bunga dari semua transaksi keuangan dan pembaharuan semua aktivitas bank agar sesuai dengan prinsip Islam. 2. Pencapaian distribusi pendapatan dan kekayaan yang wajar serta pembangunan ekonomi yang menguntungkan semua pihak yang terlibat
2.9. Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai mekanisme transmisi moneter melalui jalur kredit atau pinjaman sudah cukup banyak dilakukan. Salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Rusydiana (2009), yang menyimpulkan bahwa semakin tinggi SWBI yang ditetapkan bank Indonesia maka akan semakin rendah pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan syariah. Selain itu terdapat hubungan yang negatif antara pembiayaan syariah dan SBI. Semakin tinggi SBI akan menyebabkan penurunan pembiayaan syariah dan sebaliknya. Hal ini disebabkan jika bank sentral menaikan suku bunga maka akan memicu perbankan konvensional untuk menaikan suku bunganya, baik pinjaman maupun deposito. Oleh karena itu, daya saing perbankan syariah akan turun dan menjadi kurang kompetitif.
27
Selain itu, penelitian yang dilakukan Ayyuniah (2010) bahwa instrumen moneter konvensional memberikan guncangan yang lebih besar terhadap pertumbuhan sektor riil dibandingkan dengan instrumen moneter syariah karena proporsi instrumen konvensional yang masih mendominasi sampai dengan 97 persen dari share perbankan nasional Indonesia. Akan tetapi, instrumen moneter syariah memiliki karakteristik yang lebih stabil dibandingkan dengan variabel moneter
konvensional
karena
lebih
cepat
menemukan titik
kestabilan
dibandingkan dengan instrumen moneter konvensional. Selain itu, dapat disimpulkan bahwa kebijakan moneter baik ekspansif maupun kontraktif dengan instrumen suku bunga SBI, tidak mampu mempengaruhi jumlah penawaran kredit investasi perbankan umum, hal ini menjadi bukti bahwa kebijakan moneter melalui jalur bank lending tidak berlangsung di Indonesia selama periode 20012007. Penelitian lain dilakukan oleh Muslim (2008), dari hasil pengujian VAR/VECM terdapat hubungan negatif antara SBI terhadap penawaran kredit investasi, selain itu suku bunga kredit berpengaruh positif terhadap penawaran kredit. Disamping itu, penawaran kredit investasi oleh perbankan secara positif dipengaruhi oleh tingkat permodalan. Akan tetapi, dalam jangka panjang kredit investasi secara signifikan dipengaruhi oleh struktur keuangan perbankan itu sendiri yang mana jika perbankan diberikan penawaran kredit sebesar satu miliar maka penawaran kredit investasi akan meningkat sebesar 0,77 Miliar Rupiah. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Wulandari (2008) yang
menyatakan bahwa penawaran kredit perbankan dipengaruhi secara signifikan dan negatif oleh SBI sebagai instrumen moneter.
28
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Oliver Wurzbug (2003) dengan studi kasus di negara Jerman menyatakan bahwa pinjaman yang diberikan bank memiliki hubungan yang positif terhadap suku bunga pinjaman dan modal, tetapi memiliki hubungan yang negatif dengan instrumen moneter. Dengan metode IRF, guncangan pada kebijakan moneter akan dengan cepat menurunkan pinjaman dari perbankan karena bank akan mengalami penurunan keuntungan dan modal.
2.10.
Kerangka Pemikiran Konseptual Penerapan Sistem Moneter Ganda di Indonesia
Instrumen Moneter Konvensional
Bunga Bank Konvensional Kredit
Instrumen Moneter Syariah
Profit dan Loss Sharing Bank Syariah
Pembiayaan
Kredit UMKM
Pembiayaan UMKM
Instrumen mana yang lebih berpengaruh dalam peyaluran dana ke sektor UMKM
Rekomendasi Kebijakan
Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran Konseptual
Hubungan antara permasalahan dan tujuan penelitian digambarkan dalam diagram kerangka pemikiran konseptual pada Gambar 2.3. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh instrumen moneter syariah dan konvensional
29
terhadap penyaluran dana ke sektor UMKM di Indonesia. Instrumen moneter yang dimaksud adalah SBI dan SBIS. Sedangkan penyaluran dana digambarkan dengan pembiayaan dari perbankan syariah dan kredit dari perbankan konvensional. Sebagai saluran transmisinya digunakan besarnya bagi hasil dan suku bunga kredit.
2.11. Hipotesis Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka hipotesis penelitian dirumuskan sebagai berikut: 1. SBI dan SBIS berpengaruh negatif terhadap penyaluran dana ke sektor UMKM. 2. Pembiayaan UMKM dari perbankan syariah lebih cepat stabil ketika terjadi guncangan moneter dibandingkan dengan kredit UMKM dari perbankan konvensional.
30
III. METODE PENELITIAN
3.1
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan adalah data sekunder berupa time series
bulanan periode Mei 2006 sampai dengan Desember 2010. Sumber data di dapat dari Statistik Ekonomi dan Perbankan Indonesia (SEKI), Statistik Perbankan Indonesia (SPI), Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia (SPSBI), Biro Pusat Statistik, dan Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.
3.2
Variabel dan Definisi Operasional Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. SBIS adalah bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) yaitu bonus dari surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh bank Indonesia. Data yang dipakai adalah data Bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah dan Sertifikat Wadiah Bank Indonesia periode bulanan dari Mei 2006 sampai dengan Desember 2010. 2. SBI adalah suku bunga SBI yaitu suku bunga dari surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. Data yang dipakai adalah suku bunga Sertifikat Bank Indonesia periode bulanan dari Mei 2006 sampai dengan Desember 2010. 3. PYD adalah pembiayaan UMKM perbankan syariah yaitu total pembiayaan yang diberikan kepada sektor UMKM oleh industri
31
perbankan syariah periode bulanan dari Mei 2006 sampai dengan Desember 2010. 4. CRD adalah kredit UMKM bank umum yaitu total kredit yang diberikan oleh industri perbankan konvensional kepada sektor UMKM periode bulanan dari Mei 2006 sampai dengan Desember 2010. 5. IR adalah suku bunga rata-rata kredit yaitu suku bunga rata- rata bulanan pada kredit modal kerja perbankan konvensional. Kredit modal kerja dipilih karena porsi pembiayaan kredit ini paling besar dibandingkan dengan kredit investasi atau konsumsi. Untuk tingkat pengembalian atau return pada pembiayaan perbankan syariah diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tingkat margin rata-rata dan PLS. Hal ini dilakukan karena porsi pembiayaan jual beli (akad murabahah) mencapai 56,7 persen sedangkan pembiayaan bagi hasil (akad musyarakah ditambah dengan mudharabah) mencapai 35,3 persen. Selain itu, dengan adanya pengklasifikasian ini dapat terlihat jalur pembiayaan mana yang lebih mempengaruhi pembiayaan UMKM di Indonesia melihat adanya perbedaan mendasar antara pembiayaan dengan akad jual beli dan bagi hasil. 6. MARGIN adalah tingkat margin rata-rata pembiayaan yaitu rata- rata persentasi bagi hasil pembiayaan dengan akad murabahah pada industri perbankan syariah periode bulanan dari Mei 2006 sampai dengan Desember 2010. 7. PLS adalah profit and loss sharing yaitu persentasi bagi hasil pembiayaan dengan akad musyarakah dan mudharabah pada industri perbankan syariah periode bulanan dari Mei 2006 sampai dengan Desember 2010.
32
3.3
Metode Penelitian Permasalahan dalam studi ini akan dianalisis menggunakan Vector
Autoregressive (VAR) yang menggambarkan hubungan kausalitas antar variabel dalam persamaan. Dalam pengolahan data penulis menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2007 dan Eviews 4.1. 3.3.1 Vector Autoregresisve (VAR) Vector Autoregresisve (VAR)
adalah salah satu model estimasi yang
digunakan kembangkan oleh Cristoper A. Sims pada tahun 1980.
Sims
menyatakan bahwa apabila terdapat hubungan yang simultan atau hubungan sebab akibat antar variabel yang diamati, semua variabel harus diperlakukan sama sehingga tidak lagi ada variabel endogen maupun variabel endogen, sehingga pada konsep VAR semua variabel adalah peubah endogen. VAR adalah model yang a-priori terhadap teori ekonomi namun sangat berguna dalam menentukan tingkat eksogenitas suatu variabel ekonomi dalam sebuah sistem ekonomi dimana terjadi saling ketergantungan antar variabel dalam ekonomi. Model VAR juga menjadi dasar dalam pengembangan metode kointegrasi johansen yang mampu menjelaskan dengan baik perilaku variabel dalam perekonomian. Model VAR secara matematis dapat dituliskan :
Dengan: Zt : vektor dari variabel – variabel endogen sebanyak m Xt : vektor dari variabel – variabel eksogen sebanyak d termasuk di dalamnya konstanta (intercept)
33
A1, ... , Ap dan B : matriks – matriks koefisien yang akan diestimasi : vektor dari residual – residual yang secara kontemporer berkorelasi tetapi tidak berkorelasi dengan nilai – nilai lag mereka sendiri dan juga tidak berkorelasi dengan seluruh variabel yang ada dalam sisi kanan persamaan di atas. Berikut adalah beberapa keunggulan VAR dibandingkan dengan model lainnya adalah: 1. Model VAR mengembangkan model dalam suatu sistem yang kompleks (multivariat), sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan variabel dalam sistem. 2. Uji VAR yang bersifat multivariat bisa menghindari parameter yang bias akibat tidak dimasukannya variabel yang relevan. 3. Dapat mendeteksi hubungan antar variabel dalam sistem persamaan dengan menjadikan seluruh variabel menjadi endogenus. 4. Metode VAR bebas dari berbagai batasan teori ekonomi yang sering muncul termasuk gejala perbedaan semu (spurious variabel endogeneity dan exogeneity) di dalam model ekonometrik konvensional terutama pada persamaan simultan sehingga menghindari penafsiran yang salah. 5. Dengan teknik VAR maka yang akan terpilih hanya variabel yang relevan untuk disinkronisasi dengan teori yang ada. Sedangkan beberapa kelemahan VAR adalah: 1. Model VAR tidak dilandasi teori tentang hubungan antar variabel (model nonstruktural) 2. Tidak mempermasalahkan perbedaan variabel eksogen dan variabel endogen sehingga menyebabkan implikasi kebijakan yang kurang tepat.
34
3. Pemilihan banyaknya lag dalam persamaan dapat menimbulkan permasalahan. 4. Interpretasi koefisien yang didapat berdasarkan model VAR tidak mudah. (Malahayati, 2011)
3.3.2 Vector Error Correction Model (VECM) Vector Error Correction Model dilakukan jika terdapat variable yang tidak stasioner pada first different. VECM adalah bentuk VAR yang terekstriksi. Restriksi tambahan ini harus diberikan karena keberadaan bentuk data yang tidak stasioner namun terkointegrasi. Dengan menggunakan metode VECM maka akan didapatkan dampak jangka panjang dan jangka pendek. Selain itu pendugaan dengan VECM digunakan untuk melihat tingkat perubahan tertentu dengan analisis Impulse Respond Function dan Variance Decomposition. Berikut adalah tahapan yang dilakukan dalam penggunaan metode VAR dan VECM, secara lebih ringkas digambarkan dalam gambar dibawah ini:
Sumber: Nugraheni, 2011 Gambar 3.1. Tahapan Analisis VAR dan VECM
35
3.3.3 Uji Stasioneritas Data Tahap pertama yang dilakukan dalam mengolah data time series adalah dengan menguji stasioneritas atau unit root test. Data yang stasioner akan mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata-rata dan berfluktuasi di sekitar nilai rata-ratanya atau memiliki ragam yang konstan. Data yang tidak stasioner akan menghasilkan regresi yang lancung (spurious regression) yaitu regresi yang menggambarkan hubungan dua variabel atau lebih yang nampaknya signifikan secara statistik padahal kenyataannya tidak atau tidak sebesar regresi yang dihasilkan tersebut. Jika data stasioner maka metode yang dipilih adalah metode VAR dan jika data tidak stasioner maka menggunakan metode VECM. Pengujian stasioneritas dilakukan dengan menggunakan
uji akar
menggunakan Augmented Dickey Fuller (ADF) Test. Misalkan model persamaan time series sebagai berikut: Yt= ρ yt-1 + εt
(3.1)
dengan mengurangkan kedua sisi persamaan tersebut dengan yt-1 maka akan didapatkan persamaan, Δyt = yt-1 + εt
(3.2)
dimana Δ adalah perbedaan pertama (first difference) dan = (ρ-1) sehingga didapatkan hipotesis Ho : =0 dan H1: < 0. Pada tes ini, jika nilai ADF statistik lebih kecil daripada Mac Kinnon Critical Value maka dapat disimpulkan bahwa series tersebut stasioner. Jika diketahui data tersebut tidak stasioner, maka dapat dilakukan differences non stasioner process.
36
3.3.4 Pemilihan Lag Optimum Dalam VAR penentuan lag optimal sangat penting karena penentuan lag optimal berguna untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sebuah sistem VAR. Penentuan lag optimal juga berguna untuk menunjukkan berapa lama reaksi suatu variabel terhadap variabel lainnya (Gustiani, 2010). Pemilihan Ordo atau lag dilakukan berdasarkan kriteria Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SC), dan Hannan Quinnon (HQ). Lag yang dipilih adalah model dengan nilai AIC dan SC terkecil dan nilai HQ terbesar. Lag yang dipilih pada penelitian ini berdasarkan kriteria dengan SC terkecil. SC = AIC (q) + (q/T)( logT-1) dengan q adalah jumlah variabel, T adalah jumlah observasi dan AIC
(3.3) adalah
Akaike Information Criteria dengan perhitungan, AIC = log
dengan
i
2
i
2
N + 2k / N
(3.4)
adalah jumlah residual kuadrat sedangkan N dan k adalah sampel
jumlah variabel dari jumlah varibel yang beroperasi dalam persamaan tersebut.
3.3.5 Uji Kointegrasi Setelah diperiksa kestasioneritasannya kita dapat mengujinya kembali dengan uji kointegrasi. Jika data stasioner pada first different maka perlu dilakukan pengujian untuk melihat terjadinya kointegrasi. Uji kointegrasi bertujuan untuk melihat keseimbangan jangka panjang dan memastikan adanya hubungan jangka panjang di antara variabel yang di observasi. Kointegrasi adalah suatu hubungan jangka panjang antara variabel – variabel yang meski secara individual tidak stasioner tetapi kombinasi linier antara variabel tersebut dapat
37
menjadi stasioner. Adanya hubungan kointegrasi dalam sebuah sistem persamaan menandakan bahwa dalam sistem tersebut terdapat error correction model yang menggambarkan adanya dinamisasi dalam jangka pendek secara konsisten dengan hubungan jangka panjangnya.
3.3.6
Uji Stabilitas Stabilitas dalam sistem VAR perlu diperhatikan dalam penentuan lag.
Stabilitas VAR dapat dilihat dari nilai inverse roots karakteristik AR polinomialnya. Suatu sistem VAR dikatakan stabil apabila seluruh roots pada tabel AR roots-nya memiliki modulus lebih kecil dari satu dan semuanya terletak di dalam unit circle.
3.3.7 Impulse Respond Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) Impulse Respond Funtion adalah suatu metode yang digunakan untuk melihat respon suatu variabel akibat adanya guncangan atau shock pada suatu variabel endogen Metode ini juga menunjukan arah hubungan dan besarnya pengaruh suatu variabel endogen terhadap berbagai variabel endogen lainnya yang ada dalam suatu sistem dinamis VAR. Forecast Error Variance Decomposition adalah metode yang digunakan untuk melihat bagaimana perubahan dalam suatu variabel yang ditunjukan oleh perubahan error variance dipengaruhi oleh variabel- variabel lainnya. Analisis ini digunakan untuk menghitung seberapa besar pengaruh acak guncangan dari variabel tertentu terhadap variable endogen. Dengan metode ini kita dapat melihat
38
kekuatan dan kelebihan masing-masing variabel dalam mempengaruhi variabel yang lainnya dalam kurun waktu yang panjang.
3.4
Model Penelitian Model yang digunakan dalam penelitiaan ini dalam bentuk matriks sebagai
berikut: Xt = μt + ∑ kt=1 At + Xt=1 + εt
(3.5)
Dimana Xt adalah vektor dari variabel endogen dengan dimensi (n x 1), μ t adalah vektor dari variabel endogen, termasuk konstanta dan trend, At adalah koefisien matriks dengan dimensi (n x n), dan εt adalah vektor dari residual. Model VECM yang akan digunakan dalam penelitian ini dalam bentuk matriks sebagai berikut : ΔXt-1 = μt + πXt-1 + ∑ kt=1 Гt ΔXt-1 + Xt=1 + εt
(3.6)
Dimana π dan Г merupakan fungsi dari At pada persamaan diatas. Matriks π dapat dipecah menjadi dua matriks, yaitu λ dan β dengan dimensi (n x n). π= λ +
βα, dimana λ merupakan matriks penyesuaian, β merupakan vektor
kointegrasi, dan α adalah rank kointegrasi. Model yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu pembiayaan UMKM melalui jalur bank konvensional dan bank syariah. Model I adalah model yang digunakan untuk melihat penyaluran kredit UMKM melalui perbankan konvensional, sedangkan Model II adalah model yang digunakan untuk melihat penyaluran pembiayaan UMKM melalui perbankan syariah.
39
Model I dan II dijabarkan dalam tabel sebagai berikut : Tabel 3.1 Model Penelitian Model
Penjabaran
I
CRDt= f ( IRt , SBIt ,SBISt )
II
PYDt= f ( PLSt , MARGINt , SBIt , SBISt )
40
IV. GAMBARAN UMUM Pada penelitian ini instrumen moneter yang digunakan diklasifikasikan menjadi dua, yaitu instrumen moneter konvensional dan syariah. Instrumen moneter konvensional dicerminkan melalui besarnya suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), sedangkan Instrumen moneter syariah dicerminkan melalui bonus Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Penyaluran dana dari perbankan ke sektor UMKM dicerminkan melalui total kredit UMKM dari perbankan konvensional dan pembiayaan UMKM dari perbankan syariah. Sedangkan suku bunga kredit, presentase profit dan loss sharing, dan presentase margin adalah variabel dalam proses transmisi moneter melalui jalur kredit.
4.1. Sertifikat Bank Indonesia dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek (1-3 bulan) dengan sistem diskonto atau bunga. SBI digunakan untuk menjaga kestabilan rupiah dimana dengan penjualan SBI Bank Indonesia dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar. Sejak Juli 2005, Bank Indonesia melakukan perhitungan suku bunga setifikat Bank Indonesia dengan cara mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan Bank Indonesia untuk pelelangan pada masa periode tertentu. Dewasa ini, jumlah bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah di Indonesia semakin berkembang sehingga berdampak terhadap peningkatan mobilisasi dana masyarakat. Perkembangan bank syariah yang cukup
41
pesat tentuna dilandasai dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998. Dengan perkembangan tersebut maka pengendalian moneter oleh Bank Indonesia melalui Operasi Pasar Terbuka (OPT) yang selama ini melalui bank-bank konvensional dapat diperluas melalui bank-bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah (Bank Indonesia, 2011). Instrumen kebijakan moneter yang hadir pertama kali di Indonesia setelah dikeluarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan syariah sebagai instrumen penyerap likuiditas layaknya bank konvensional adalah Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI). Bedasarkan peraturan Bank Indonesia Nomor 6/7/PBI/2004, SWBI adalah penitipan dana jangka pendek dengan prinsip wadiah yang disediakan Bank Indonesia untuk bank syariah dan unit usaha syariah sebagai bukti penitipan dana wadiah. Akan tetapi, bank syariah mengeluh akan return dari SWBI yang nilainya lebih rendah dari Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Hal ini disebabkan karena pemberian bonus atas penitipan dana wadiah adalah kewenangan Bank Indonesia yang besarnya sesuai dengan kebijakan dan anggaran dana yang dimiliki oleh Bank Indonesia. Karena hal itulah Bank Indonesia mengeluarkan peraturan kembali mengenai instrumen penyerap likuiditas yang berdasarkan syariah pengganti SWBI agar lebih menguntungkan dalam hal return yang didapatkan bank syariah. Dengan dikeluakannya peraturan Bank Indonesia Nomor 10/11/PBI/2008 mengenai Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) maka peraturan mengenai SWBI resmi dicabut. SBIS diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai salah satu instrumen operasi pasar terbuka pengganti SWBI dalam rangka pengendalian
42
moneter yang dilakukan berdasarkan Prinsip Syariah. SBIS yang diterbitkan menggunakan akad Ju’alah, yaitu janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan tertentu (’iwadhju’l) atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu pekerjaan. Gambar 4.1 menunjukan besarnya return SBI dan SBIS pada periode penelitian. Dapat dilihat pada gambar bahwa sebelum tahun 2009 return SBI selalu lebih tinggi dibandingkan SBIS, tetapi sejak adanya peraturan Bank Indonesia Nomor 10/11/PBI/2008 yang mulai diterapkan sejak Maret 2008 tentang penerapan SBIS maka return SBIS dan SBI tidak jauh berbeda dan mengalami penyesuaian.
Sumber: Statistik Ekonomi dan Perbankan Indonesia (2011) Gambar 4.1. Perkembangan SBI dan SBIS periode Mei 2006 - Desember 2010 4.2
Penyaluran Dana Usaha Mikro Kecil dan Menengah ( UMKM ) Pembiayaan
Usaha
Mikro
Kredit
Menengah pada
penelitian
ini
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kredit UMKM dari bank konvensional dan pembiayaan UMKM dari bank syariah.
43
4.2.1. Kredit UMKM dari Bank Konvensional Kredit UMKM adalah semua penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu dalam rupiah dan valuta asing, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank pelapor dengan bank dan pihak ketiga bukan bank yang memenuhi kriteria usaha sesuai undang-undang tentang UMKM yang berlaku (Bank Indonesia, 2011).
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia (2010) Gambar 4.2. Perbandingan Kredit UMKM dan Non-UMKM Bank Konvensional Periode Desember 2006- Desember 2010
Gambar 4.2 menunjukan bahwa kredit UMKM yang disalurkan bank konvensional memiliki tren yang terus meningkat dan porsi kredit UMKM lebih besar dibandingkan dengan non-UMKM. Tercatat pada Desember 2010, porsi kredit UMKM yang disalurkan sebesar 52,48 persen dari total kredit atau sekitar Rp 926.782.000.000. 4.2.2. Pembiayaan UMKM dari Bank Syariah Definisi pembiayaan UMKM dari bank syariah tidak jauh berbeda dengan kredit UMKM yang diberikan oleh bank konvensional. Kriterian UMKM yang digunakan juga mengacu pada undang-undang yang berlaku, tetapi perbedaannya adalah konsep akad dan perhitungan besaran bagi hasilnya.
44
Gambar 4.3 menjelaskan bahwa pembiayaan bank syariah terhadap sektor UMKM memiliki tren yang terus meningkat dan porsi pembiayaan UMKM lebih besardibandingkan dengan pembiayaan non-UMKM. Tercatat pada
bulan
Desember 2010, pembiayaan UMKM yang disalurkan oleh perbankan syariah mencapai 77,10 persen dari total pembiayaan atau sekitar Rp 82.831.000.000.
Sumber: Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia (2010) Gambar 4.3. Perbandingan Pembiayaan UMKM dan Non-UMKM Bank Syariah 4.2.3 Perbandingan Kredit dan Pembiayaan UMKM Perbandingan kredit atau pembiayaan UMKM pada bank konvensional dan syariah dapat dilihat dari beberapa hal, salah satunya dari total dana pembiayaan yang disalurkan kepada UMKM. Pada Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa posisi kredit UMKM yang disalurkan bank konvensional masih jauh lebih besar dibandingkan dengan pembiayaan UMKM dari bank syariah. Total pembiayaan UMKM dari bank syariah baru mencapai lima persen dari total kredit UMKM bank konvensional. Hal ini tentunya wajar karena usia bank syariah yang baru menginjak sepuluh tahun dengan jumlah aset yang masih lebih kecil jika dibandingkan dengan bank konvensional.
45
Sumber : Statistik Perbankan Indonesia dan Perbankan Syariah Indonesia (2010) Gambar 4.4 Perbandingan Jumlah Penyaluran Dana Ke Sektor UMKM Bank Syariah dan Konvensional Periode Mei 2006- Desember 2010 Perbandingan lain dapat dilihat dari porsi pembiayaan UMKM yang disalurkan dari bank konvensional maupun bank syariah. Porsi pembiayaan dihitung
dengan cara membagi jumlah pembiayaan UMKM dengan jumlah
pembiayaan total yang disalurkan. Dapat dilihat dari Gambar 4.5 bahwa porsi pembiyaan UMKM pada bank syariah lebih besar dibandingkan dengan bank konvesional. Sekitar 77,10 persen penyaluran pembiayaan pada bank syariah ditujukan kepada UMKM, sedangkan bank konvensional hanya memiliki porsi sebesar 52,48 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa bank syariah menjadikan pembiayaan UMKM sebagai prioritas utama karena potensinya yang besar, dan pembiayaan kepada sektor UMKM merupakan pembiayaan yang sesuai dengan prinsip dasar bank syariah sebagai lembaga intermediasi yang menyentuh sektor riil.
46
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia dan Perbankan Syariah Indonesia (2010) Gambar 4.5 Perbandingan Porsi Penyaluran Dana Ke Sektor UMKM Bank Konvensional dan Syariah Periode Mei 2006- Desember 2010
4.3
Suku Bunga Kredit dan Bagi Hasil Dalam penyaluran pembiayaan UMKM faktor suku bunga dan bagi
hasil tentunya menjadi pertimbangan para bankir dalam menentukan besar kecilnya dana yang akan diberikan.
Gambar 4.6 menjelaskan bahwa terjadi
kompetisi antara bank konvensional dan bank syariah dalam penentuan besaran return karena adanya fluktuasi pada besaran suku bunga bank konvensional dan bagi hasil bank syariah. Selain itu selisih diantara kedanya tidak terlalu jauh menunjukan adangya persaingan dalam menyalurkan kredit atau pembiayaan.
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia dan Perbankan Syariah Indonesia (2010) Gambar 4.6 Perbandingan Suku Bunga Bank Konvensional dan Bagi Hasil Bank Syariah Periode Mei 2006- Desember 2010 Secara teori, semakin tinggi return (suku bunga dan bagi hasil) maka penyaluran dana dari perbankan melalui kredit atau pembiayaan akan semakin
47
besar karena bank akan mendapatkan keuntungan lebih besar. Akan tetapi di sisi lain, dengan tingginya tingkat return maka permintaan kredit akan turun karena peminjam akan membayar bunga yang lebih besar. Besarnya tingkat return antara bank syariah dan konvensional cukup kompetitif karena besarannya yang tidak terlalu jauh dan cukup fluktuatif.
48
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Uji Kestasioneritasan Data Uji stasioneritas data dilakukan pada setiap variabel yang digunakan pada
model. Langkah ini digunakan untuk menghindari masalah regresi lancung (spurious regression) karena data yang digunakan pada penelitian ini adalah data time series. Data time series umumnya tidak stasioner karena mengandung unit root pada tingkat level. Uji stasioneritas ini dilakukan pada tingkat level dan first difference dengan menggunakan Augmented Dickey Fuller (ADF) test. Jika nilai ADF test lebih kecil dari nilai kritisnya, maka data tersebut stasioner. Nilai kritis yang dipakai pada penelitian ini adalah 5 persen. Tabel 5.1. Hasil Uji Stasioneritas Level Variabel ADF-Statistik t-statistik (5%)
First Diffrence ADF-Statistik
t-statistik (5%)
CRD
1.432862
-2.915522
-6.658755**
-2.916566
IR
-2.019345
-2.916566
-3.594928**
-2.916566
PYD
-0.008691
-2.915522
-4.891885**
-2.916566
-3.274322**
-2.915522
-6.884884
-2.918778
PLS
-2.013306
-2.918778
-11.79131**
-2.917650
SBI
-2.502072
-2.916566
-3.833385**
-2.916566
SBIS
-3.017490
-2.915522
-6.070852**
-2.917650
MARGIN
Keterangan : ** = Signifikan pada nyata 5 persen Dari hasil uji stasioneritas variabel Kredit UMKM, Suku Bunga Kredit, Pembiayaan UMKM, Profit and Loss Sharing, Suku Bunga SBI dan Bonus SBIS stasioner pada tingkat first different. Sedangkan variabel Margin Pembiayaan stasioner pada tingkat level.
49
5.2
Hasil Uji Kausalitas Granger Berdasarkan hasil Uji Kausalitas Granger terdapat beberapa hubungan
antara variabel, tetapi tidak terdapat hubungan sebab akibat diantara variabel. Pada Model I, kredit UMKM memengaruhi suku bunga kredit, dan suku bunga kredit memengaruhi besarnya suku bunga SBI dan bonus SBIS. Sedangkan pada Model II, profit dan loss sharing memengaruhi besarnya suku bunga SBI dan pembiyaan UMKM memengaruhi besarnya margin pembiayaan. Hasil Uji Kausalitas Granger dirangkum dalam Tabel 5.2 berikut : Tabel 5.2. Hasil Uji Kausalitas Granger Hipotesis
Probability
Kesimpulan
MODEL I CRD does not Granger Cause IR
0.0484* CRD
IR
IR does not Granger Cause SBIS
0.0631** IR
SBIS
IR does not Granger Cause SBI
0.0071* IR
SBI
0.0711* PLS
SBI
0.0880** PYD
MARGIN
MODEL II PLS does not Granger Cause SBI PYD does not Granger Cause MARGIN
5.3
Penetapan Lag Optimum Penetapan lag optimum bertujuan untuk menunjukan berapa lama reaksi
suatu variabel terhadap variabel lainnya serta menghilangkan masalah autokorelasi dalam sebuah sistem VAR (Firdaus, 2011). Pengujian panjang lag ditentukan berdasarkan kriteia Akaike Information Criterion (AIC)dan Schwarz Criterion (SC) yang terkecil. Pada penelitian ini model VAR diestimasi dengan tingkat lag yang berbeda-beda kemudian dibandingkan nilai AIC-nya. Nilai AIC terkecil dipakai sebagai acuan nilai lag optimal. Berdasarkan hasil pengujian lag
50
optimum yang terdapat pada Tabel 5.3 bahwa Model I dan Model II optimum pada lag kedua. Tabel 5.3. Hasil Pengujian Lag Optimum AIC
Lag Model I
Model II
0
34.59488
35.72875
1
23.94378
29.29504
2
23.57957*
29.18349*
Keterangan : * = nilai AIC terkecil
5.4
Uji Stabilitas VAR Dari hasil uji stabilitas VAR, dapat disimpulkan bahwa sistem VAR bersifat
stabil karena root yang diuji memiliki kisaran kurang dari satu, yatu berkisar antara 0.398319- 0.759231 pada Model I dan berkisar antara 0.251941 -0.966520 pada Model II. Tabel 5.4. Hasil Uji Stabilitas VAR pada Model I Root 0.727885 - 0.215907i 0.727885 + 0.215907i 0.034432 - 0.584167i 0.034432 + 0.584167i -0.196964 - 0.464653i -0.196964 + 0.464653i -0.068859 - 0.392321i -0.068859 + 0.392321i
Modulus 0.759231 0.759231 0.585181 0.585181 0.504675 0.504675 0.398319 0.398319
51
Tabel 5.5. Hasil Uji Stabilitas VAR pada Model II Root 0.966520 0.837030 0.775247 - 0.230579i 0.775247 + 0.230579i 0.407425 - 0.456512i 0.407425 + 0.456512i -0.46734 0.147684 - 0.389766i 0.147684 + 0.389766i 0.251941
5.5
Modulus 0.966520 0.837030 0.808810 0.808810 0.611881 0.611881 0.467340 0.416807 0.416807 0.251941
Uji Kointegrasi Johansen Langkah yang dilakukan selanjutnya adalah uji kointegrasi. Uji
Kointegrasi dilakukan untuk menentukan apakah variabel-variabel yang tidak stasioner pada level terkointegrasi atau tidak. Uji Kointegrasi mengimplikasikan bahwa dalam sistem persamaan mengimplikasikan bahwa dalam sistem tersebut terdapat error correction model yang menggambarkan adanya dinamisasi jangka pendek secara konsisten dengan hubungan jangka panjangnya. Koitegrasi mempresentasikan hubungan keseimbangan jangka panjang (Firdaus, 2011). Uji kointegrasi dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Johansen dengan membandingkan trace statistic dengan nilai kritis sebesar 5 persen. Jika nilai trace statistik lebih besar dibandingkan nilai kritisnya maka terdapat kointegrasi dalam sistem persamaan tersebut. Hasil uji kointegrasi pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.2. Berdasarkan hasil uji kointegrasi maka dapat dilihat bahwa kedua model terkointegrasi sehingga model yang digunakan adalah model VECM.
52
Tabel 5.6. Hasil Uji Kointegrasi Johansen pada Model I Hipotesa Trace Statistic 5 % Critical Value None*
67.63257
47.85613
At most 1
27.02358
29.79707
At most 2
12.60481
15.49471
At most 3
0.884772
3.841466
Tabel 5.5. menunjukan bahwa terdapat minimal satu rank kointegrasi pada taraf nyata lima persen, yang berarti terdapat minimal satu persamaan kointegrasi yang mampu menerangkan keseluruhan Model I. Tabel 5.7. Hasil Uji Kointegrasi Johansen pada Model II Hipotesa Trace Statistic 5 % Critical Value None*
71.32552
69.81889
At most 1
38.78936
47.85613
At most 2
18.60038
29.79707
At most 3
5.809156
15.49471
At most 4
0.422953
3.841466
Tabel 5.6. menunjukan bahwa terdapat minimal satu rank kointegrasi pada taraf nyata lima persen, yang berarti terdapat minimal satu persamaan kointegrasi yang mampu menerangkan keseluruhan Model II. Tabel 5.8. Rangkuman Hasil Uji Kointegrasi Model Rank
Kesimpulan
I
1
Terkointegrasi, model VECM
II
1
Terkointegrasi, model VECM
53
5.6
Hasil Estimasi VECM Dari hasil uji kointegrasi sebelumnya terbukti bahwa terdapat kointegrasi
pada kedua model. Untuk itu digunakanlah model VECM untuk menganalisis responsivitas kredit dan pembiayaan UMKM terhadap instrumen moneter. Dengan analisis VECM dapat diketahui hubungan jangka pendek dan jangka panjang antar variabel. Dalam penelitian ini, digunakan signifikansi dengan taraf nyata lima persen. Tabel 5.9. Hasil Estimasi VECM Model I Jangka Panjang Variabel Koefisien IR(-1)
Tanda
956664.44
(-) minus
SBIS(-1)
235707.2**
(-) minus
SBI(-1)
454426.8**
(-) minus
Coef
6946859
Keterangan: **= signifikan pada taraf nyata 5 persen Dari hasil uji estimasi VECM pada Model I dapat dijelaskan bahwa pada jangka pendek tidak ada variabel yang signifikan mempengaruhi kredit UMKM. Hal ini terjadi karena model dalam penelitian ini adalah model transmisi moneter sehingga suatu variabel membutuhkan waktu atau lag untuk bereaksi pada variabel lain sehingga umumnya reaksi suatu variabel terhadap variabel lainnya terjadi dalam jangka panjang. Dari hasil estimasi jangka panjang, suku bunga SBI dan bonus SBIS memiliki pengaruh yang signifikan dan memiliki hubungan yang negatif terhadap kredit UMKM. Ketika terjadi kenaikan suku bunga SBI atau bonus SBIS maka perbankan akan lebih tertarik untuk mengalokasikan dananya di SBI karena
54
menjanjikan return yang tinggi. Hal inilah yang menyebabkan jumlah dana kredit UMKM yang disalurkan akan menurun. Di samping itu, terdapat satu variabel yang tidak signifikan mempengaruhi kredit UMKM yaitu suku bunga kredit. Hal ini terjadi karena struktur kredit UMKM di Indonesia masih didominasi oleh penawarannya yang lebih besar dari permintaannya. Jika permintaannya sangat kecil maka suku bunga tidaklah menjadi variabel utama dalam penyaluran kredit UMKM. Permintaan yang rendah tercermin dari jumlah UMKM yang menerima sumber dana dari perbankan. Pada tahn 2010 UMKM yang menerima dana perbankan baru mencapai 21,35 persen dan 49,18 persen menyatakan tidak berminat mendapatkan pembiayaan dari perbankan. Selain itu, berdasarkan studi sebelumnya penawaran kredit UMKM dari perbankan dipengaruhi oleh faktor lain seperti rentabilitas bank, tingkat profitabilitas bank dan keadaan makro ekonomi. Tabel 5.10. Hasil Estimasi VECM Model II Jangka Panjang Variabel PLS(-1) MARGIN(-1) SBI(-1) SBIS(-1)
Koefisien 190.5207 116.4096** 1102.075** 1092.085**
Tanda - (minus) + (positif) + (positif) - (minus)
C 3468.55 Keterangan: **= signifikan pada taraf nyata 5 persen Begitu juga dengan hasil uji estimasi VECM pada Model II, pada jangka pendek tidak ada variabel yang signifikan mempengaruhi pembiayaan UMKM. Hal ini terjadi karena suatu variabel membutuhkan waktu atau lag untuk bereaksi
55
pada variabel lain sehingga umumnya reaksi suatu variabel terhadap variabel lainnya terjadi dalam jangka panjang. Dari hasil estimasi jangka panjang, suku bunga SBI, bonus SBIS dan tingkat margin memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pembiayaan UMKM melalui bank syariah.
Margin memiliki pengaruh yang positif terhadap
pembiayaan UMKM, apabila tingkat return atau margin keuntungan meningkat maka perbankan akan mendapat keuntungan yang lebih besar dari pembiayaan sehingga akan menaikan jumlah pembiayaan yang disalurkan. Lain halnya dengan variabel bonus SBIS. Dari hasil estimasi terdapat hubungan negatif antara bonus SBIS dan pembiayaan UMKM. Hal ini terjadi karena apabila terjadi kenaikan bonus SBIS maka perbankan syariah akan lebih tertarik menyalurkan dana dengan pembelian SBIS karena memberikan return yang lebih tinggi dan menghadapi resiko yang lebih rendah dibandingkan dengan menyalurkan pembiayaan ke sektor UMKM. Selain itu, variabel suku bunga SBI memiliki hubungan yang positif terhadap penyaluran pembiayaan UMKM dari perbankan syariah. Hal ini terjadi karena ketika terjadi kenaikan suku bunga SBI maka bank konvensional akan mengalihkan penyaluran dananya ke SBI sehingga kredit yang mereka tawarkan akan menurun. Kondisi ini dimanfaatkan oleh perbankan syariah dengan memberikan pembiayaan UMKM yang lebih besar karena bank konvensional sebagai saingannya sedang menurunkan penyaluran kreditnya. Akan tetapi variabel PLS atau tingkat bagi hasil tidak signifikan mempengaruhi jumlah pembiayaan UMKM yang disalurkan. Hal ini terjadi karena pembiayaan dengan akad bagi hasil memiliki porsi yang lebih rendah
56
dibandingkan dengan pembiayaan dengan akad jual beli. Porsi pembiayaan dengan akad bagi hasil (musyarakah dan mudharabah) hanya sebesar 35,29 persen dari pembiayaan total. Sedangkan porsi pembiayaan dengan akad jual beli (murabahah ) mencapai 55,76 persen.
5.7
Simulasi Impulse Response Function (IRF) Simulasi ini digunakan untuk melihat respon suatu variabel apabila ada
guncangan pada variabel lain serta melihat pengaruh lamanya guncangan suatu peubah endogen yang diakibatkan oleh shock atau guncangan peubah endogen lain. Berikut adalah hasil simulasi IRF untuk masing-masing model: a.
Model I
Response of CRD to Cholesky One S.D. Innovations 1,000
0
-1,000
-2,000
-3,000
-4,000
-5,000 5
10
15
20
25 SBIS
30
35
40
45
50
SBI
Gambar 5.1 Respon Kredit UMKM terhadap Guncangan SBIS dan SBI
Guncangan pada suku bunga SBI sebesar satu standar deviasi belum di respon oleh kredit UMKM pada periode pertama. Pada periode kedua, guncangan tersebut direspon positif dengan
kenaikan
kredit UMKM sebesar 337 juta
Rupiah. Akan tetapi kredit terus mengalami fluktuasi sampai dengan periode kelima. Guncangan pada SBI mulai direspon negatif pada periode keenam dan
57
terjadi
penurunan terus menerus sampai dengan periode ke enam belas.
Penurunan yang terjadi mencapai 1,7 juta miliar dari kondisi awal dan kredit akan stabil kembali pada periode ke 45. Akan tetapi, ketika terjadi guncangan pada bonus SBIS maka kredit UMKM yang disalurkan akan langsung turun pada periode kedua secara drastis dan penurunanya mencapai 4,1 miliar juta Rupiah dan akan stabil pada periode ke 47. Disisi lain, ketika terjadi guncangan pada SBI maka suku bunga kredit baru akan memberikan respon negatif pada periode kedua dan pada akhirnya memberikan respon positif dimulai dari periode ketiga dan seterusnya. Kenaikan suku bunga kredit tertinggi
mencapai angka 0.0579
persen dan akan stabil
kembali pada periode ke 47. Tetapi apabila terjadi guncangan pada SBIS respon suku bunga kredit cenderung langsung mengalami penurunan dari periode kedua dan terus menurun hingga mencapai penurunan tertinggi sebesar 0.123 persen dan akan stabil pada periode ke 50.
Response of IR to Cholesky One S.D. Innovations .08
.04
.00
-.04
-.08
-.12
-.16 5
10
15
20
25 SBIS
30
35
40
45
50
SBI
Gambar 5.2 Respon Suku Bunga Kredit terhadap Guncangan SBIS dan SBI
58
b.
Model II Terlihat pada Gambar 5.3. guncangan pada suku bunga SBI sebesar satu
standar deviasi belum direspon oleh pembiayaan UMKM pada periode pertama. Guncangan SBI direspon negatif pada periode kedua. Awalnya pembiayaan UMKM mengalami penurunan, tetapi setelah periode ketiga pembiayaan UMKM terus mengalami kenaikan hingga mencapai 86 juta Rupiah dan akan stabil kembali pada periode ke 27. Disisi lain, ketika terjadi guncangan pada SBIS sebesar satu standar deviasi tidak langsung direspon oleh pembiayaan UMKM pada periode pertama. Respon dimulai pada periode kedua dengan adanya penurunan pembiayaan UMKM. Penurunan pembiayaan UMKM terbesar terjadi pada periode kelima dengan penurunan mencapai 165 juta Rupiah dan juga stabil pada periode ke 27. Response of PYD to Cholesky One S.D. Innovations 100
50
0
-50
-100
-150
-200 5
10
15
20 SBI
25
30
35
40
SBIS
Gambar 5.3 Respon Pembiyaan UMKM terhadap Guncangan SBIS dan SBI
Dapat dilihat pada gambar 5.4 guncangan pada SBI sebesar satu satuan standar deviasi direspon dengan sangat fluktuatif oleh PLS.
Penurunan PLS
dapat mencapai 2 persen. Sedangkan guncangan pada SBIS langsung direspon
59
oleh bagi hasil pembiayaan pada periode pertama. Guncangan pada SBIS juga direspon cukup fluktuatif oleh PLS, sehingga pada akhirnya PLS mengalami penurunan sekitar 0,01 persen dan akan stabil pada periode ke 30.
Response of PLS to Cholesky One S.D. Innovations .08 .04 .00 -.04 -.08 -.12 -.16 -.20 5
10
15
20 SBI
25
30
35
40
SBIS
Gambar 5.4 Respon Profit dan Loss Sharing terhadap Guncangan SBIS dan SBI
Dapat dilihat pada Gambar 5.5 guncangan pada SBI sebesar satu satuan standar deviasi tidak langsung direspon oleh margin murabahah pada periode pertama, guncangan pada SBI menyebabkan margin murabahah mengalami penurunan hingga mencapai 2,2 persen. Sedangkan guncangan pada SBIS justru direspon positif oleh margin murabahah dengan adanya kenaikan margin sampai dengan lima persen.
Response of MARGIN to Cholesky One S.D. Innovations
6 5 4 3 2 1 0 -1 -2 -3 5
10
15
20 SBI
25
30
35
40
SBIS
Gambar 5.5. Respon Margin Keuntungan terhadap Guncangan SBIS dan SBI
60
Dari hasil simulasi Impulse Response Function pada Model I dan Model II maka dapat disimpulkan beberapa hal, antara lain: 1. Terlihat dari hasil simulasi pada Model I dan Model II guncangan moneter akan berpengaruh dengan cepat pada pembiayaan UMKM dari perbankan syariah dan kredit UMKM dari perbankan konvensional. Akan tetapi, saat terjadi guncangan moneter pembiayaan UMKM dari perbankan syariah akan lebih cepat stabil dibandingkan dengan kredit UMKM dari perbankan konvensional. Pembiayaan UMKM dari perbankan syariah stabil pada peeriode ke 27 dan kredit UMKM stabil pada periode ke 45. Hal ini mengindikasikan daya tahan perbankan syariah yang baik ketika adanya guncangan moneter karena seluruh pembiayaan dan produk perbankan syariah berbasiskan sektor riil. 2. Terlihat dari hasil simulasi pada Model I dan moneter akan berpengaruh juga kepada return
Model II guncangan penyaluran dana
perbankan, yaitu suku bunga kredit pada perbankan konvensional, profit loss sharing serta margin murabahah pada perbankan syariah. Saat terjadi guncangan moneter maka return dari perbankan syariah (PLS dan Margin) lebih cepat stabil dibandingkan dengan suku bunga kredit. Hal ini terjadi karena jumlah pembiayaan UMKM dari perbankan syariah dari masih jauh lebih kecil dari perbankan konvensional sehingga apabila terjadi guncangan moneter maka perbankan syariah akan lebih cepat mengalami penyesuaian. 3. Dari hasil simulasi pada Model II,
terdapat perbedaan respon ketika
terjadi guncangan moneter pada variabel PLS dan Margin. Guncangan
61
moneter direspon cukup fluktuatif oleh PLS dibandingkan dengan respon Margin yang relatif stabil. Hal ini terjadi karena penentuan besaran margin murabahah adalah tetap, sedangkan penentuan besaran PLS tergantung dari kondisi ekonomi. Maka dari itu ketika ada guncangan ekonomi yang dicerminkan oleh
guncangan moneter maka pengaruhnya terhadap
variabel PLS akan lebih besar dibandingkan dengan variabel Margin.
5.8
Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) a. Pembiayaan UMKM Bank Syariah Dari hasil pengujian FEDV pada Model I, Pembiayaan UMKM dari
perbankan syariah
sebagian besar dipengaruhi oleh pembiayaan itu sendiri.
Faktor lain yang mempengaruhi pembiayaan adalah margin murabahah dengan porsi sekitar 4,5 persen, bagi hasil pembiayaan dengan porsi sekitar 1,5 persen dan bonus SBIS dengan porsi 3 persen. Pengaruh SBI dalam mempengaruhi besarnya pembiayaan UMKM dapat dikatakan kecil karena porsinya hanya satu persen. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam jangka panjang pengaruh SBI terhadap pembiayaan UMKM akan semakin kecil dan pengaruh SBIS terhadap pembiayaan akan semakin besar. Hal ini dikarenakan pembiayaan UMKM dari perbankan syariah mendapatkan pengaruh langsung dari SBIS sebagai salah satu instrumen moneter syariah pada saat transmisi moneter.
62
Gambar 5.6 Hasil FEDV pada Pembiayaan UMKM Bank Syariah
b. Kredit UMKM Bank Konvensional Dari hasil pengujian FEDV pada Model II kredit UMKM dari perbankan konvensional dipengaruhi oleh kredit itu sendiri. Faktor lain yang mempengaruhi kredit UMKM adalah suku bunga kredit dengan porsi 12,5 persen, SBIS dengan porsi 13 persen dan SBI dengan porsi 0.35 persen. Dalam jangka panjang pengaruh SBIS semakin signifikan tetapi lain halnya dengan SBI. Hal ini mengindikasikan bahwa peran SBI semakin lama semakin tidak efektif dalam transmisi moneter melalui jalur kredit.
Gambar 5.7 Hasil FEDV pada Kredit UMKM Bank Konvensional
63
Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Amaluddin (2005) yang menyatakan bahwa kebijakan moneter di Indonesia dengan menggunakan SBI semakin lama semakin kurang efektif. Dalam penelitiannya dijelaskan bahwa pengaruh perubahan pada SBI terhadap suku bunga kredit sangat kecil sehingga tidak efektif dalam proses transmisi moneter.
64
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat beberapa
kesimpulan, yaitu: 1. Instrumen moneter konvensional yang diwakili oleh suku bunga SBI dan instrumen moneter syariah yang diwakili oleh SBIS secara signifikan berpengaruh terhadap pembiayaan UMKM baik melalui perbankan syariah maupun perbankan konvensional. 2. Dari jalur kredit perbankan konvensional, SBI memiliki hubungan yang negatif terhadap kredit UMKM. Begitu juga dengan SBIS yang memiliki hubungan yang negatif terhadap pembiayaan UMKM. Perbankan akan lebih tertarik mengalokasikan dananya di SBI atau SBIS ketika terjadi kenaikan return. Hal ini lah yang menyebabkan jumlah penyaluran dana yang disalurkan ke sektor UMKM akan menurun. 3. Dari hasil IRF, guncangan moneter akan berpengaruh dengan cepat pada pembiayaan UMKM dari perbankan syariah
dan kredit UMKM dari
perbankan konvensional. Akan tetapi, saat pembiayaan UMKM dari perbankan syariah akan lebih cepat stabil dibandingkan dengan kredit UMKM dari perbankan konvensional. Begitu juga dengan respon return pembiayaan bank syariah (PLS dan Margin) yang lebih cepat stabil dibandingkan dengan suku bunga kredit perbankan konvensional. 4. Dari hasil FEVD, baik dari jalur perbankan syariah maupun perbankan konvensional instrumen yang paling berpengaruh adalah SBIS. SBI hanya memiliki pengaruh yang kecil, yaitu kurang dari satu persen pada
65
perbankan syariah dan konvensional.
Hal ini mengindikasikan bahwa
peran SBI semakin lama semakin tidak efektif dalam transmisi moneter melalui jalur kredit.
6.2.
Saran Peran SBIS yang semakin signifikan pada penyaluran kredit UMKM baik
pada perbankan syariah maupun konvensional mengindikasikan kinerja instrumen moneter syariah semakin baik. Untuk itu bank sentral sebagai otoritas moneter dapat menjadikan instrumen SBIS sebagai instrumen moneter alternatif selain SBI. Selain itu, transmisi kebijakan moneter lewat jalur kredit berjalan kurang optimal terlihat dari hasil FEDV yang menunjukan pengaruh instrumen moneter baik SBI atau SBIS yang tidak terlalu besar. Untuk itu, otoritas moneter harus ikut berpartisipasi mendorong penyaluran dana perbankan ke sektor UMKM mengingat peran UMKM yang sangat besar bagi perekonomian Indonesia.
66
DAFTAR PUSTAKA Algaoud, Latifa M dan Meryn K Lewis. Perbankan Syariah, Prinsip, Praktek dan Prospek. 2001. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta. Amaluddin, Friady. 2005. Efektifitas Transmisi Kebijakan Moneter antara Bank Syariah dan Konvensional. [Tesis]. Depok: Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Antonio, S. 1999. Bank Syariah dan Pengenalan Umum. Jakarta: Tazkia Institute dan Bank Indonesia, Antonio, S. 2000. Bank Syariah Dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani. Ascarya, 2012. Alur Transmisi dan Efektifitas Kebijakan Moneter Ganda di Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan Edisi Januari 2012. Jakarta. Ascarya, 2011. Disampaikan dalam perkuliahan Kebanksentralan dan Kebijakan Moneter. 7 Desember 2011, Bogor. Ascarya, Hasanah dan Achsani. 2008. Permintaan Uang dan Stabilitas Moneter dalam Sistem Moneter Ganda di Indonesia. Jurnal ISEI Perbankan Ekonomi Syariah,11. Ayuniah, Qurroh. 2010. Analisis Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan Konvensional Terhadap Pertumbuhan Sektor Riil di Indonesia.[Skripsi]. Bogor. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bank Indonesia. 2010. Peraturan Perbankan. Jakarta: Bank Indonesia. Direktorat Perbankan Syariah. Statistik Edisi.Jakarta: Bank Indonesia.
Perbankan
Syariah.
Berbagai
Direktorat Perbankan Syariah. Outlook Perbankan Syariah. Berbagai Edisi. Jakarta: Bank Indonesia. Fatwa DSN MUI Nomor IV, VII dan VIII. 2012. Berbagai Edisi. Jakarta, http://www.mui.or.id/index.php?option=com_docman&task=doc_view&gi d=16&tmpl=component&format=raw&Itemid=73 [24 Maret, 2012 ] Firdaus, Muhammad. 2011. Aplikasi Ekonometrika Untuk Data Panel dan Time Series. Bogor. IPB Press. Gustiani, Ebrida Daisy, Ascarya, dan Effendy, Jaenal. 2010. Analisis Pengaruh Social Values Terhadap Jumlah Permintaan Uang Islam di Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010. Karim, Adiwarman. 2010. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: PT Raja Garfindo Persada.
67
Karim, Adiwarman. 2008. Ekonomi Makro Islami. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Meydianawathi, L.H. 2007. Analisis Perilaku Penawaran Kredit Perbankan Kepada Sektor UMKM di Indonesia (2002-2006). Buletin Studi Ekonomi Volume 12 Nomor 2, 2007. Mishkin, Frederic S. 2009. The Economics of Money, Banking, and Financial Markets. Addison-Wesley. World Student Series. New York. Malahayati, Marissa. 2011. Analisis Fenomena Twin Deficit Pada Negara- Negara ASEAN. [Skripsi]. Bogor: Fakutas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Mankiw, Gregory. 2007. Makroekonomi. Jakarta: Erlangga. Muslim, Fauzal. 2008. Analisis Transmisi Kebijakan Moneter (Credit Channeling) Terhadap Posisi Kredit Investasi Di Indonesia Periode 2001:1-2007:6. [Skripsi]. Bandung: Fakultas Ekonomi, Universitas Padjajaran. Nugraheni, Sri Retno Wahyu. 2011. Analisis Daya Tahan Perbankan Syariah terhadap Fluktuasi Ekonomi di Indonesia. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen Departemen Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor. Nursechafia. 2010. Pengaruh Guncangan Variabel Makroekonomi Terhadap Dana Pihak Ketiga dan Kredit Perbankan Pada Sistem Perbankan Ganda di Indonesia.[Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Oliver, Hulsewig. 2003. Bank Behaviour, Interest Rate Targeting and Monetary Policy Transmission.Wurzburg Economic Paper No.43, http://hdl.handle.net/10419/48467 [27 Maret, 2012]. Rusydiana S.R. 2009. Mekanisme Transmisi Syariah pada Sistem Moneter Ganda di Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan: volume 11 Nomor 4 Edisi April. Subandi, Slamet. 2010. Potensi Pengembangan Permodalan UMKM dari Pinjaman Perbankan. Jakarta: Kementrian Negara Koperasi dan UMKM. Sugiyono, F.X. 2003. Instrumen Pengendalian Moneter: Operasi Pasar Terbuka. Seri Kebanksentralan No.10. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia, Jakarta. Tambunan, Tulus.2009. UMKM di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia. Wirjo,Wiloejo Wijono. 2005. Pemberdayaan Lembaga Keuangan Mikro Sebagai Salah Satu Pilar Sistem Keuangan Nasional: Upaya Konkrit Memutus Mata Rantai Kemiskinan.Kajian Ekonomi dan Keuangan. Jakarta.
68
Wulandari, Tatu Nia. 2008. Fenomena Disintermediasi Perbankan Pasca Krisis dan Pengaruhnya Terhadap Sektor Riil dan Pertumbuhan Ekonomi [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Zanikhan, Muhammad Sadeli. 2009. Studi Akad Syariah dalam Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Syariah.[Skripsi]. Palembang: IAIN Raden Fatah Palembang.
69
LAMPIRAN
70
LAMPIRAN 1. HASIL UJI STASIONERITAS VARIABEL
a. CRD First Different Null Hypothesis: D(CRD) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-6.658755 -3.557472 -2.916566 -2.596116
0.0000
t-Statistic
Prob.*
1.432862 -3.555023 -2.915522 -2.595565
0.9989
t-Statistic
Prob.*
-3.594928 -3.557472 -2.916566 -2.596116
0.0090
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Level Null Hypothesis: CRD has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
b. IR First Different Null Hypothesis: D(IR) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
71
Level Null Hypothesis: IR has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.019345 -3.557472 -2.916566 -2.596116
0.2779
t-Statistic
Prob.*
-3.274322 -3.555023 -2.915522 -2.595565
0.0210
t-Statistic
Prob.*
-6.884884 -3.562669 -2.918778 -2.597285
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-11.79131 -3.560019 -2.917650 -2.596689
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
c. MARGIN
Level Null Hypothesis: MARGIN has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
First Different Null Hypothesis: D(MARGIN) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
d. PLS
First Different Null Hypothesis: D(PLS) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
72
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Level Null Hypothesis: PLS has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.013306 -3.562669 -2.918778 -2.597285
0.2804
t-Statistic
Prob.*
-4.891885 -3.557472 -2.916566 -2.596116
0.0002
t-Statistic
Prob.*
-0.008691 -3.555023 -2.915522 -2.595565
0.9534
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
e. PYD First Different Null Hypothesis: D(PYD) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Level Null Hypothesis: PYD has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
73
e. SBI First Different Null Hypothesis: D(SBI) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.833385 -3.557472 -2.916566 -2.596116
0.0046
t-Statistic
Prob.*
-2.502072 -3.557472 -2.916566 -2.596116
0.1206
t-Statistic
Prob.*
-6.070852 -3.560019 -2.917650 -2.596689
0.0000
t-Statistic
Prob.*
-3.017490 -3.555023 -2.915522 -2.595565
0.0394
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Level Null Hypothesis: SBI has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
f. SBIS First Different Null Hypothesis: D(SBIS) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Level Null Hypothesis: SBIS has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=10)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
74
LAMPIRAN 2. HASIL ANALISIS VAR/ VECM MODEL I 1. Uji Kausalitas Granger Pairwise Granger Causality Tests Date: 03/09/12 Time: 15:16 Sample: 2006M05 2010M12 Lags: 2 Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
IR does not Granger Cause CRD CRD does not Granger Cause IR
54
2.39328 3.22410
0.1019 0.0484
SBIS does not Granger Cause CRD CRD does not Granger Cause SBIS
54
0.83514 0.22586
0.4399 0.7987
SBI does not Granger Cause CRD CRD does not Granger Cause SBI
54
1.11987 1.53472
0.3345 0.2257
SBIS does not Granger Cause IR IR does not Granger Cause SBIS
54
0.56014 2.92487
0.5747 0.0631
SBI does not Granger Cause IR IR does not Granger Cause SBI
54
4.08905 5.47540
0.0228 0.0071
SBI does not Granger Cause SBIS SBIS does not Granger Cause SBI
54
1.92688 1.58484
0.1565 0.2153
2. Uji Kointegrasi Date: 03/09/12 Time: 15:17 Sample (adjusted): 2006M07 2010M12 Included observations: 54 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend Series: CRD IR SBIS SBI Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * At most 1 At most 2 At most 3
0.528586 0.234338 0.195100 0.016251
67.63257 27.02358 12.60481 0.884772
47.85613 29.79707 15.49471 3.841466
0.0003 0.1010 0.1301 0.3469
Trace test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
3. Uji Lag Optimum VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: CRD IR SBIS SBI Exogenous variables: C Date: 03/09/12 Time: 15:18 Sample: 2006M05 2010M12
75
Included observations: 53 Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3
-912.7644 -614.5100 -588.8586 -576.0088
NA 540.2344 42.59107* 19.39586
1.24e+10 294937.3 207181.4* 239851.6
34.59488 23.94378 23.57957* 23.69845
34.74359 24.68728* 24.91788 25.63156
34.65207 24.22969 24.09422* 24.44183
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
4. Uji Stabilitas VAR Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: D(CRD) D(IR) D(SBIS) D(SBI) Exogenous variables: C Lag specification: 1 2 Date: 03/09/12 Time: 15:18 Root
Modulus
0.727885 - 0.215907i 0.727885 + 0.215907i 0.034432 - 0.584167i 0.034432 + 0.584167i -0.196964 - 0.464653i -0.196964 + 0.464653i -0.068859 - 0.392321i -0.068859 + 0.392321i
0.759231 0.759231 0.585181 0.585181 0.504675 0.504675 0.398319 0.398319
No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition.
5. Hasil Estimasi VECM Vector Error Correction Estimates Date: 05/20/12 Time: 17:12 Sample (adjusted): 2006M08 2010M12 Included observations: 53 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq:
CointEq1
CRD(-1)
1.000000
IR(-1)
-95664.44 (127306.) [-0.75145]
SBIS(-1)
-235707.2 (71448.1) [-3.29900]
SBI(-1)
-424426.8 (117913.) [-3.59949]
76
@TREND(06M05)
-36987.78 (8510.47) [-4.34615]
C
6946859.
Error Correction:
D(CRD)
D(IR)
D(SBIS)
D(SBI)
CointEq1
0.004904 (0.00484) [ 1.01358]
9.46E-09 (5.9E-08) [ 0.15955]
4.66E-07 (3.4E-07) [ 1.37662]
4.28E-07 (8.1E-08) [ 5.25070]
D(CRD(-1))
-0.117881 (0.17852) [-0.66032]
-3.99E-06 (2.2E-06) [-1.82242]
-2.60E-06 (1.2E-05) [-0.20828]
-7.49E-06 (3.0E-06) [-2.49154]
D(CRD(-2))
-0.201632 (0.18088) [-1.11471]
1.28E-06 (2.2E-06) [ 0.57911]
-1.12E-05 (1.3E-05) [-0.88129]
-1.51E-06 (3.0E-06) [-0.49486]
D(IR(-1))
26360.63 (14448.0) [ 1.82452]
0.779369 (0.17711) [ 4.40049]
0.602500 (1.01126) [ 0.59579]
1.140404 (0.24325) [ 4.68828]
D(IR(-2))
-18783.11 (17755.9) [-1.05785]
-0.279035 (0.21766) [-1.28197]
1.249436 (1.24279) [ 1.00535]
0.477871 (0.29894) [ 1.59856]
D(SBIS(-1))
350.4662 (2242.02) [ 0.15632]
-0.005791 (0.02748) [-0.21070]
-0.124295 (0.15693) [-0.79206]
0.118946 (0.03775) [ 3.15117]
D(SBIS(-2))
-308.1536 (2049.89) [-0.15033]
0.003205 (0.02513) [ 0.12753]
-0.065407 (0.14348) [-0.45587]
0.039548 (0.03451) [ 1.14593]
D(SBI(-1))
5285.031 (8367.37) [ 0.63162]
-0.051180 (0.10257) [-0.49897]
-0.081596 (0.58566) [-0.13932]
0.053082 (0.14087) [ 0.37681]
D(SBI(-2))
876.2237 (6820.04) [ 0.12848]
0.243406 (0.08360) [ 2.91144]
0.222078 (0.47735) [ 0.46523]
0.038401 (0.11482) [ 0.33444]
C
14725.97 (3928.41) [ 3.74858]
0.013522 (0.04816) [ 0.28080]
0.306120 (0.27496) [ 1.11332]
0.103300 (0.06614) [ 1.56186]
0.228181 0.066637 7.81E+09 13480.88 1.412504 -573.6413 22.02420 22.39595 10369.02 13953.82
0.511275 0.408984 1.174293 0.165255 4.998230 25.75133 -0.594390 -0.222637 -0.070755 0.214958
0.124017 -0.059329 38.28366 0.943566 0.676410 -66.58412 2.889967 3.261720 0.022642 0.916763
0.669446 0.600260 2.215041 0.226964 9.676055 8.934312 0.040215 0.411968 -0.106604 0.358978
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood
125180.4 54238.37 -589.6953
77
Akaike information criterion Schwarz criterion
23.95077 25.62365
6. Hasil Simulasi IRF
Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of CRD to CRD
Response of CRD to IR
Response of CRD to SBIS
Response of CRD to SBI
15,000
15,000
15,000
15,000
10,000
10,000
10,000
10,000
5,000
5,000
5,000
5,000
0
0
0
0
-5,000
-5,000
-5,000
-5,000
-10,000
-10,000 5
-10,000 5
10 15 20 25 30 35 40 45 50
Response of IR to CRD
-10,000 5
10 15 20 25 30 35 40 45 50
Response of IR to IR
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50
Response of IR to SBIS
Response of IR to SBI
.6
.6
.6
.6
.4
.4
.4
.4
.2
.2
.2
.2
.0
.0
.0
.0
-.2
-.2 5
-.2 5
10 15 20 25 30 35 40 45 50
Response of SBIS to CRD
-.2 5
10 15 20 25 30 35 40 45 50
Response of SBIS to IR
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50
Response of SBIS to SBIS
1.2
1.2
1.2
0.8
0.8
0.8
0.8
0.4
0.4
0.4
0.4
0.0
0.0
0.0
0.0
-0.4
-0.4
-0.4
-0.4
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50
Response of SBI to CRD
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50
Response of SBI to IR
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50
Response of SBI to SBIS
.4
.4
.4
.2
.2
.2
.2
.0
.0
.0
.0
-.2
-.2
-.2
-.2
-.4 5
10 15 20 25 30 35 40 45 50
-.4 5
10 15 20 25 30 35 40 45 50
10 15 20 25 30 35 40 45 50
Response of SBI to SBI
.4
-.4
10 15 20 25 30 35 40 45 50
Response of SBIS to SBI
1.2
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50
-.4 5
10 15 20 25 30 35 40 45 50
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50
7. Hasil Forecast Error Variance Decomposition Varian ce Decom position of CRD: Period
S.E.
CRD
IR
SBIS
SBI
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
13480.88 19878.40 22689.91 25097.61 27758.04 30206.81 32449.91 34634.13 36752.93 38803.11 40819.32 42791.22 44682.41
100.0000 95.72428 93.29375 92.94063 93.03385 92.73339 91.92445 90.85524 89.62791 88.17645 86.53566 84.88886 83.38248
0.000000 4.001990 5.709828 5.107040 4.314868 3.711597 3.236206 3.184032 3.558845 4.240487 5.212500 6.392044 7.609316
0.000000 0.174362 0.920150 1.814162 2.487365 3.405651 4.660720 5.770556 6.590703 7.272170 7.831028 8.202105 8.401942
0.000000 0.099371 0.076274 0.138165 0.163915 0.149363 0.178625 0.190176 0.222544 0.310891 0.420815 0.516989 0.606260
78
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
46477.77 48177.82 49779.85 51281.95 52691.06 54019.95 55281.55 56487.74 57649.95 58778.53 59881.71 60965.62 62034.83 63092.65 64141.23 65181.80 66214.88 67240.42 68257.94 69266.63 70265.45 71253.35 72229.27 73192.36 74141.97 75077.72 75999.53 76907.60 77802.34 78684.36 79554.39 80413.21 81261.64 82100.45 82930.36 83752.02 84565.97
82.07487 80.99315 80.15523 79.55608 79.16857 78.95697 78.88495 78.91725 79.02135 79.16954 79.33957 79.51422 79.68056 79.82949 79.95515 80.05441 80.12638 80.17206 80.19398 80.19576 80.18169 80.15633 80.12414 80.08915 80.05476 80.02359 79.99747 79.97742 79.96382 79.95647 79.95476 79.95780 79.96454 79.97390 79.98484 79.99642 80.00785
8.739399 9.729016 10.54936 11.18329 11.63525 11.92761 12.08870 12.14665 12.12800 12.05653 11.95215 11.83069 11.70443 11.58279 11.47272 11.37903 11.30460 11.25061 11.21671 11.20125 11.20158 11.21442 11.23621 11.26344 11.29290 11.32189 11.34835 11.37082 11.38850 11.40110 11.40877 11.41198 11.41141 11.40787 11.40220 11.39521 11.38762
8.491535 8.506814 8.465311 8.386785 8.290604 8.188962 8.088498 7.994013 7.909308 7.836727 7.777343 7.731476 7.698862 7.678566 7.669034 7.668296 7.674172 7.684447 7.697028 7.710102 7.722230 7.732381 7.739927 7.744599 7.746419 7.745632 7.742628 7.737880 7.731884 7.725126 7.718043 7.711010 7.704326 7.698211 7.692807 7.688187 7.684359
0.694192 0.771018 0.830097 0.873847 0.905576 0.926461 0.937860 0.942089 0.941343 0.937209 0.930935 0.923618 0.916145 0.909154 0.903094 0.898269 0.894850 0.892877 0.892277 0.892894 0.894509 0.896873 0.899722 0.902811 0.905922 0.908881 0.911560 0.913876 0.915790 0.917299 0.918425 0.919214 0.919722 0.920011 0.920145 0.920181 0.920172
79
LAMPIRAN 3. HASIL ANALISIS VAR/ VECM MODEL II 1. Uji Kausalitas Granger Pairwise Granger Causality Tests Date: 03/09/12 Time: 15:23 Sample: 2006M05 2010M12 Lags: 2 Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Prob.
PLS does not Granger Cause PYD PYD does not Granger Cause PLS
54
0.75960 0.44125
0.4733 0.6458
MARGIN does not Granger Cause PYD PYD does not Granger Cause MARGIN
54
0.39087 2.79202
0.6786 0.0711
SBI does not Granger Cause PYD PYD does not Granger Cause SBI
54
1.33809 0.64420
0.2718 0.5295
SBIS does not Granger Cause PYD PYD does not Granger Cause SBIS
54
0.04835 0.12116
0.9528 0.8862
MARGIN does not Granger Cause PLS PLS does not Granger Cause MARGIN
54
0.04040 0.20527
0.9604 0.8151
SBI does not Granger Cause PLS PLS does not Granger Cause SBI
54
1.79254 2.55487
0.1773 0.0880
SBIS does not Granger Cause PLS PLS does not Granger Cause SBIS
54
0.54554 0.85329
0.5830 0.4322
SBI does not Granger Cause MARGIN MARGIN does not Granger Cause SBI
54
1.01619 0.07773
0.3695 0.9253
SBIS does not Granger Cause MARGIN MARGIN does not Granger Cause SBIS
54
0.06086 0.00650
0.9410 0.9935
SBIS does not Granger Cause SBI SBI does not Granger Cause SBIS
54
1.58484 1.92688
0.2153 0.1565
2. Uji Kointegrasi Date: 03/09/12 Time: 15:25 Sample (adjusted): 2006M08 2010M12 Included observations: 53 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend Series: PYD PLS MARGIN SBI SBIS Lags interval (in first differences): 1 to 2 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s)
Eigenvalue
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
None * At most 1 At most 2 At most 3 At most 4
0.458759 0.316770 0.214429 0.096633 0.007948
71.32552 38.78936 18.60038 5.809156 0.422953
69.81889 47.85613 29.79707 15.49471 3.841466
0.0377 0.2687 0.5219 0.7179 0.5155
80
Trace test indicates 1 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
3. Uji Lag Optimum VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: PYD PLS MARGIN SBI SBIS Exogenous variables: C Date: 03/09/12 Time: 15:26 Sample: 2006M05 2010M12 Included observations: 54 Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2
-959.6762 -760.9661 -732.9542
NA 353.2624 44.61151*
2.26e+09 3650086. 3345084.*
35.72875 29.29504 29.18349*
35.91291 30.40003* 31.20931
35.79977 29.72119* 29.96477
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
4. Uji Stabilitas VAR Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: PYD PLS MARGIN SBI SBIS Exogenous variables: C Lag specification: 1 2 Date: 03/09/12 Time: 15:28 Root
Modulus
0.966520 0.837030 0.775247 - 0.230579i 0.775247 + 0.230579i 0.407425 - 0.456512i 0.407425 + 0.456512i -0.467340 0.147684 - 0.389766i 0.147684 + 0.389766i 0.251941
0.966520 0.837030 0.808810 0.808810 0.611881 0.611881 0.467340 0.416807 0.416807 0.251941
No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition. 5. Hasil Estimasi VECM Vector Error Correction Estimates Date: 03/09/12 Time: 15:28 Sample (adjusted): 2006M08 2010M12 Included observations: 53 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq:
CointEq1
PYD(-1)
1.000000
PLS(-1)
190.5207
81
(354.952) [ 0.53675] MARGIN(-1)
-116.4096 (20.1601) [-5.77426]
SBI(-1)
-1102.075 (303.346) [-3.63306]
SBIS(-1)
1092.085 (269.565) [ 4.05129]
@TREND(06M05)
-206.6345 (29.5709) [-6.98777]
C
3468.549
Error Correction:
D(PYD)
D(PLS)
D(MARGIN)
D(SBI)
D(SBIS)
CointEq1
-0.105888 (0.05969) [-1.77397]
0.000150 (6.5E-05) [ 2.29934]
0.004567 (0.00122) [ 3.74548]
3.29E-05 (3.0E-05) [ 1.10521]
-0.000198 (9.4E-05) [-2.10094]
D(PYD(-1))
0.356936 (0.17299) [ 2.06330]
-0.000372 (0.00019) [-1.97262]
-0.005105 (0.00353) [-1.44483]
-3.94E-05 (8.6E-05) [-0.45708]
7.27E-05 (0.00027) [ 0.26621]
D(PYD(-2))
-0.057326 (0.17957) [-0.31923]
-0.000170 (0.00020) [-0.86744]
0.000164 (0.00367) [ 0.04483]
-7.25E-06 (9.0E-05) [-0.08089]
0.000144 (0.00028) [ 0.50969]
D(PLS(-1))
41.92444 (105.520) [ 0.39731]
-0.919795 (0.11508) [-7.99254]
-1.497982 (2.15535) [-0.69501]
-0.159779 (0.05263) [-3.03587]
-0.121176 (0.16653) [-0.72764]
D(PLS(-2))
-25.41340 (108.565) [-0.23408]
-0.648639 (0.11840) [-5.47822]
-0.322815 (2.21755) [-0.14557]
-0.075879 (0.05415) [-1.40128]
0.091996 (0.17134) [ 0.53692]
D(MARGIN(-1))
-5.891951 (7.27052) [-0.81039]
0.007774 (0.00793) [ 0.98041]
0.273792 (0.14851) [ 1.84362]
0.002872 (0.00363) [ 0.79192]
-0.011188 (0.01147) [-0.97506]
D(MARGIN(-2))
-9.920581 (7.43470) [-1.33436]
0.009980 (0.00811) [ 1.23077]
0.257755 (0.15186) [ 1.69730]
0.001641 (0.00371) [ 0.44248]
-0.012939 (0.01173) [-1.10273]
D(SBI(-1))
-142.1098 (301.563) [-0.47124]
0.334002 (0.32889) [ 1.01554]
1.420352 (6.15973) [ 0.23059]
0.615480 (0.15041) [ 4.09197]
0.548533 (0.47593) [ 1.15255]
D(SBI(-2))
115.8071 (300.015) [ 0.38600]
-0.515624 (0.32720) [-1.57586]
1.399230 (6.12812) [ 0.22833]
-0.027453 (0.14964) [-0.18346]
-0.028387 (0.47349) [-0.05995]
D(SBIS(-1))
47.54176 (98.9440) [ 0.48049]
-0.256902 (0.10791) [-2.38070]
-2.934364 (2.02103) [-1.45191]
0.042657 (0.04935) [ 0.86436]
-0.061272 (0.15615) [-0.39238]
82
D(SBIS(-2))
59.03978 (89.9475) [ 0.65638]
-0.193064 (0.09810) [-1.96807]
-2.216603 (1.83727) [-1.20647]
-0.057599 (0.04486) [-1.28387]
-0.069828 (0.14196) [-0.49190]
C
82.24285 (98.7294) [ 0.83301]
0.205156 (0.10768) [ 1.90530]
1.243596 (2.01665) [ 0.61666]
-0.027435 (0.04924) [-0.55712]
0.044501 (0.15582) [ 0.28560]
0.153296 -0.073868 14029241 584.9586 0.674824 -406.0923 15.77707 16.22317 132.4906 564.4814
0.648715 0.554468 16.68711 0.637968 6.883126 -44.57887 2.135052 2.581156 0.066887 0.955783
0.283738 0.091570 5853.312 11.94838 1.476511 -199.8722 7.995178 8.441282 0.054528 12.53612
0.479161 0.339424 3.490133 0.291762 3.429020 -3.114413 0.570355 1.016459 -0.106604 0.358978
0.200445 -0.014069 34.94344 0.923190 0.934414 -64.16487 2.874146 3.320250 0.022642 0.916763
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
6.
1017767. 281960.6 -708.5811 29.22947 31.68304
Hasil Simulasi IRF
Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of PYD to PYD
Response of PYD to MARGIN
Response of PYD to SBI
Response of PYD to SBIS
800
800
800
800
600
600
600
600
400
400
400
400
200
200
200
200
0
0
0
0
-200
-200
-200
-200
5
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50
Response of MARGIN to PYD
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50
Response of MARGIN to MARGIN
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50
Response of MARGIN to SBI
12
12
12
12
8
8
8
8
4
4
4
4
0
0
0
0
-4
-4 5
-4 5
10 15 20 25 30 35 40 45 50
Response of SBI to PYD
-4 5
10 15 20 25 30 35 40 45 50
Response of SBI to MARGIN
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50
Response of SBI to SBI
.8
.8
.8
.6
.6
.6
.6
.4
.4
.4
.4
.2
.2
.2
.2
.0
.0
.0
.0
-.2
-.2
-.2
-.2
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50
Response of SBIS to PYD
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50
Response of SBIS to MARGIN
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50
Response of SBIS to SBI
1.0
1.0
1.0
0.8
0.8
0.8
0.8
0.6
0.6
0.6
0.6
0.4
0.4
0.4
0.4
0.2
0.2
0.2
0.2
0.0
0.0
0.0
-0.2 5
10 15 20 25 30 35 40 45 50
0.0
-0.2 5
10 15 20 25 30 35 40 45 50
10 15 20 25 30 35 40 45 50
Response of SBIS to SBIS
1.0
-0.2
10 15 20 25 30 35 40 45 50
Response of SBI to SBIS
.8
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50
Response of MARGIN to SBIS
-0.2 5
10 15 20 25 30 35 40 45 50
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50
83
7. Hasil Forecast Error Variance Decomposition Varian ce Decom position of PYD: Period
S.E.
PYD
MARGIN
SBI
SBIS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
573.1540 939.6995 1182.643 1383.174 1556.173 1712.360 1851.238 1979.912 2102.083 2218.955 2330.366 2436.828 2538.554 2635.667 2728.751 2818.747 2906.290 2991.583 3074.662 3155.543 3234.251 3310.899 3385.712 3458.939 3530.749 3601.215 3670.364 3738.212 3804.794 3870.181 3934.465 3997.734 4060.049 4121.447 4181.949 4241.577 4300.358 4358.334 4415.548 4472.038 4527.834 4582.956 4637.423 4691.253 4744.466 4797.086 4849.136 4900.636 4951.604 5002.053
100.0000 99.17518 98.50634 96.05366 93.25310 91.15028 90.43640 90.59781 91.04935 91.39988 91.47939 91.28713 90.98275 90.75230 90.67766 90.72392 90.80987 90.86608 90.86089 90.80516 90.73643 90.68969 90.67711 90.68868 90.70517 90.71103 90.70129 90.68133 90.66111 90.64820 90.64412 90.64527 90.64645 90.64407 90.63769 90.62937 90.62185 90.61679 90.61414 90.61263 90.61082 90.60790 90.60401 90.59988 90.59623 90.59343 90.59131 90.58944 90.58743 90.58512
0.000000 0.625904 1.003652 2.842816 5.085758 6.861245 7.512119 7.415528 7.050517 6.746719 6.652631 6.784885 7.024256 7.216174 7.284127 7.249934 7.178064 7.126321 7.123464 7.163789 7.217977 7.256513 7.267577 7.258010 7.243140 7.236103 7.241801 7.256514 7.272247 7.282500 7.285570 7.284081 7.282255 7.283181 7.287460 7.293549 7.299211 7.302975 7.304758 7.305527 7.306478 7.308313 7.310992 7.313956 7.316581 7.318553 7.319962 7.321145 7.322436 7.323981
0.000000 0.014729 0.025079 0.131806 0.261454 0.351632 0.390852 0.399793 0.400171 0.405986 0.422337 0.445880 0.468735 0.484926 0.493527 0.497297 0.499886 0.503883 0.509966 0.517120 0.523720 0.528696 0.532001 0.534321 0.536496 0.539056 0.542038 0.545117 0.547901 0.550184 0.552015 0.553602 0.555160 0.556800 0.558498 0.560153 0.561667 0.563004 0.564198 0.565314 0.566409 0.567504 0.568585 0.569621 0.570590 0.571487 0.572329 0.573135 0.573922 0.574693
0.000000 0.184189 0.464930 0.971719 1.399690 1.636845 1.660626 1.586865 1.499966 1.447417 1.445638 1.482108 1.524254 1.546601 1.544686 1.528845 1.512181 1.503718 1.505675 1.513926 1.521869 1.525104 1.523308 1.518987 1.515196 1.513809 1.514870 1.517042 1.518742 1.519114 1.518296 1.517044 1.516136 1.515947 1.516351 1.516926 1.517272 1.517230 1.516903 1.516526 1.516298 1.516284 1.516410 1.516547 1.516595 1.516530 1.516401 1.516279 1.516213 1.516209