UNIVERSITAS INDONESIA
EVALUASI PENYALURAN KREDIT MIKRO DAN KECIL DARI BANK UMUM DI INDONESIA
TESIS
HILDE DAMERIA SIHALOHO NPM : 0706179292
FAKULTAS EKONOMI PROGRAM MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK JAKARTA JANUARI 2011
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
UNIVERSITAS INDONESIA
EVALUASI PENYALURAN KREDIT MIKRO DAN KECIL DARI BANK UMUM DI INDONESIA
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ekonomi (ME)
HILDE DAMERIA SIHALOHO NPM: 0706179292
FAKULTAS EKONOMI PROGRAM MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK KEKHUSUSAN EKONOMI KEUANGAN DAN PERBANKAN JAKARTA JANUARI 2011
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa tesis ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia. Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada saya.
Jakarta,
Januari 2011
Hilde Dameria
ii
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk Telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Hilde Dameria Sihaloho
NPM
: 0706179292
Tanda Tangan :
Tanggal
:
Januari 2011
iii
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul Tesis
: : Hilde Dameria Sihaloho : 0706179292 : Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik : Evaluasi Penyaluran Kredit Mikro Dan Kecil Dari Bank Umum di Indonesia
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister pada Program Studi Perencanaan dan Kebijakan Publik, Ekonomi Keuangan dan Perbankan, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing
: Ibu Dr. Ir. Nining I. Soesilo, MA
Ketua Penguji
: Bapak Iman Rozani SE., M.Soc. Sc. (………………………………..)
Anggota Penguji : Bapak Darlis Rabai SE., MA.
( ..…………………..…………)
(…... ………………….……….)
Ditetapkan di : Jakarta Tanggal
:
iv
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan karya ilmiah ini memberikan kesempatan yang baik kepada penulis untuk dapat menuangkan pemahamannya mengenai pembiayaan sektor usaha mikro dan kecil di Indonesia. Adapun pengetahuan tersebut diakui sebagaimana diperoleh dan dipelajari baik selama melakukan studi perkuliahan maupun dalam melakukan pekerjaannya di lembaga bank sentral. Walaupun dalam penyelesaian penulisan ini terasa begitu berat dan memerlukan ketekunan. Latar belakang penulisan tesis ini didasari dengan pemikiran bagaimana upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pembiayaan kepada sektor usaha mikro dan kecil di Indonesia, sebagaimana diketahui bahwa selama ini sektor usaha tersebut telah menjadi sub potensial dalam mendukung perekonomian nasional, dan merupakan kelompok dominan dalam Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Indonesia. Oleh karena itu berdasarkan data dan fakta penyaluran kredit mikro dan kecil yang ada serta dari analisis kuantitatif deskriptif yang dilakukan dapat diharapkan menjadi bahan dasar untuk mengusulkan sebuah pola pembiayaan yang cocok bagi usaha mikro dan kecil. Namun demikian, saya sangat menyadari bahwa hasil karya ilmiah ini masih banyak kekurangan dan belum sempurna. Oleh karenanya, diharapkan berbagai masukan baik berupa pendapat dan kritik untuk menjadikannya lebih lengkap lagi.
Penulis
Hilde Dameria
v
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
Ucapan Terima Kasih Allah Bapa di Surga, di dalam nama Tuhan Yesus Kristus Ibu Dr. Ir. Nining I. Soesilo, MA., selaku pembimbing tesis Bapak Iman Rozani SE., M.Soc. Sc., selaku ketua penguji sidang tesis Bapak Darlis Rabai SE., MA., selaku penguji sidang tesis Para dosen dan staf pengajar yang telah memberikan ilmu pengetahuan Krisnanto Pradono, suami yang telah mendukung dan menyemangati penyelesaian tesis Michael Albesta dan Daniel Demetrius Albesta, anak-anak yang manis dan memberi semangat untuk menyelesaikan tesis Rekan-rekan kuliah satu angkatan dan rekan di sekretariat yang banyak member informasi dan semangat Rekan-rekan sekerja di Bank Indonesia yang telah memberi dukungan data dan semangat untuk menyelesaikan penulisan tesis Semua pihak yang telah membantu
Penulis
Hilde Dameria
vi
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Hilde Dameria Sihaloho NPM : 0706179292 Program Studi : Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Departemen : Fakultas : Ekonomi Jenis Karya : Skripsi/Tesis/Disertasi Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
”Evaluasi Penyaluran Kredit Mikro Dan Kecil Dari Bank Umum Di Indonesia” Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Jakarta Pada tanggal : Januari 2011 Yang menyatakan
( Hilde Dameria )
vii
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
ABSTRAKSI
Nama Program Studi Judul
: Hilde Dameria : Perencanaan dan Kebijakan Publik : Evaluasi Penyaluran Kredit Mikro dan Kecil dari Bank Umum di Indonesia
Berdasarkan hasil studi Uchida, Udell dan Watanabe (2007) dikatakan bahwa bank kecil di Jepang memiliki keunggulan komparatif yaitu strategi penyaluran kredit kepada Small Medium Enterprises (SMEs) yang didasarkan pada relationship lending yaitu kedekatan hubungan yang lebih kuat antara bank dengan debiturnya bila dibandingkan dengan bank besar. Pengukuran relationship lending dilakukan dengan menggunakan variabel: (i) kedekatan hubungan, (ii) kedekatan lokasi, (iii) frekuensi pertemuan bank dengan debiturnya, dan (iv) eksklusifitas bank. Selanjutnya keunggulan komparatif bank dengan keempat pengukurannya tersebut dilakukan analisis terhadap penyaluran kredit mikro dan kecil di Indonesia. Hasilnya dapat dibuktikan bahwa bank dan koperasi di Indonesia juga menerapkan pendekatan relationship lending dengan debiturnya dalam penyaluran kredit mikro dan kecil. Melalui pendekatan relationship lending diharapkan penyaluran kredit mikro dan kecil meningkat, tetapi berdasarkan hasil analisis data kredit mikro dan kecil dari bank umum di Indonesia, diketahui bahwa kredit mikro justru menurun, kredit kecil naik dan secara bersama-sama (kredit mikro + kredit kecil) mengalami sedikit kenaikan atau relatif stabil. Oleh karena itu, untuk meningkatkan penyaluran kredit mikro dan kecil diusulkan suatu pola kerjasama pembiayaan antara bank dan koperasi yang diatur spesifik skim pembiayaannya.
JEL Classification
:
Keywords
: relationship lending, micro credit
viii
Universitas Indonesia Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
ABSTRACT Name : Hilde Dameria Study Program : Master of Planning and Public Policy Title : The Evaluation of Micro and Small Credit from Commercial Banks in Indonesia
Based on a study conducted by Uchida, Udell and Watanabe’s (2007) which stated that small banks in Japan have comparative advantage, i.e. strategy of credit extended to Small Medium Enterprises (SMEs) is based on relationship lending of which there is a stronger relationship between small banks and their borrowers than with big banks. Measurements of relationship lending are done using the following variables: (i) the scope of relationship, (ii) the distance from the borrower, (iii) the frequency of contact with their borrower, and (iv) the exclusivity of lender. Comparative advantage of the banks with the four measurements is also used to analyze micro and small credits in Indonesia. The outcome shows that bank and cooperative in Indonesia also implement relationship lending with their borrowers in channeling their micro and small credit. By using relationship lending approach, it is expected that micro and small credits in Indonesia will increase. However, based on data analysis of micro and small credit from commercial banks in Indonesia, it appears that micro credit tend to decline, small credit tend to rise and at the same time both micro credits and small credits experience a slight increase or relatively stable. Thus, in order to increase micro and small credits, a pattern of finance cooperation between bank and cooperative arranged by specific financing scheme is advisable.
JEL Classification
:
Keywords
: relationship lending, micro credit
ix Universitas Indonesia Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
Universitas Indonesia Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i HALAMAN PLAGIARISME .............................................................................. ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................. iii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iv KATA PENGANTAR .......................................................................................... v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................. vii ABSTRAKSI ...................................................................................................... viii DAFTAR ISI ...................................................................................................... x 1. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah ..................................................................................... 6 1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 7 1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 7 2. TINJAUAN LITERATUR .............................................................................. 8 2.1 Pembiayaan Usaha Mikro dan Kecil: Tujuan dan Perannya dalam Ekonomi Masyarakat ................................................................................... 8 2.2 Peran dan Strategi Perbankan dalam Pembiayaaan Usaha Mikro dan kecil ........................................................................................................ 9 2.3 Prinsip-prinsip Pembiayaan Mikro (Microfinance) ................................... 14 2.4 Jenis-jenis Lembaga Keuangan Mikro ....................................................... 16 2.5 Peran Pemerintah dan Bank Sentral ........................................................... 22 2.5.1 Republik Rakyat China ..................................................................... 23 2.5.2 Bangladesh ........................................................................................ 24 2.5.3 Philippines ......................................................................................... 25 2.5.4 Indonesia ........................................................................................... 27 2.6 Hasil Studi mengenai : Menuju Pendirian Bank Usaha Mikro dan Kecil .................................................................................................... 31 3. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................... 33 3.1 Kerangka Analisis ...................................................................................... 33 3.2 Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 33 3.3 Definisi Operasional ................................................................................... 33 3.4 Kerangka Pemikiran ................................................................................... 35 3.4.1 Analisis Pendekatan Relationship Lending ...................................... 35 3.4.2 Analisis Kuantitatif Deskriptif Penyaluran Kredit Mikro dan Kecil di Indonesia ............................................................................ 35 4. ANALISIS PENYALURAN KREDIT MIKRO DAN KECIL DARI BANK UMUM DI INDONESIA ................................................................... 39 4.1 Analisis Pendekatan Relationship Lending dalam Penyaluran Kredit Mikro dan Kecil di Indonesia ......................................................... 40 4.2 Analisis Dampak Relationship Lending ..................................................... 43 x Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
A. Analisis Share Kredit ............................................................................. 45 B. Analisis Pertumbuhan atau Slope Kredit ................................................ 47 C. Analisis Pelaku Kredit ............................................................................ 48 D. Analisis Penerusan Kredit Berdasarkan Jenis Kredit ............................. 50 E. Analisis Penerusan Kredit Berdasarkan Pertumbuhan Jenis Kredit ....... 51 F. Analisis Penerusan Kredit Berdasarkan Golongan Penyalur ................... 52 G. Analisis Penerusan Kredit Berdasarkan Pertumbuhan Golongan Penyalur ................................................................................. 54 H. Analisis Peranan Koperasi dalam Penyaluran Kredit Mikro dan Kecil ..................................................................................... 56 I. Analisis Mengapa Kredit Mikro Perlu Ditingkatkan .............................. 59 J. Analisis Solusi atas Gap Kondisi Saat ini dan Kondisi Ideal ................. 61 5. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 69 5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 69 5.2 Saran Rekomendasi .................................................................................... 71 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 72
xi Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Berbagai Jenis Lembaga Keuangan Mikro ......................................... 16 Tabel 2 : Peran Pemerintah/Bank Sentral dalam Pembiayaan Sektor Usaha Mikro Kecil di Beberapa Negara .............................................. 28 Tabel 3 : Konsep Bank Usaha Mikro dan Kecil dibandingkan dengan Bank Umum ........................................................................................ 31 Tabel 4 : Pengukuran Relationship Lending ..................................................... 40 Tabel 5 : Dampak Relationship Lending ............................................................ 43 Tabel 6 : Fakta Penyaluran Kredit Mikro dan Kecil di Indonesia ...................... 44 Tabel 7 : Share Kredit Mikro, Kecil dan Perbankan 2004-2009 ........................ 45 Tabel 8 : Data Rencana Bisnis Bank (RBB) Kredit UMKM Menurut Kelompok Bank .................................................................................. 48 Tabel 9 : Realisasi Penyaluran KUR (per 31 Desember 2008) .......................... 49 Tabel 10 : Penerusan Kredit (Off Balance Sheet) Bank umum Berdasarkan Jenis Kredit ..................................................................... 50 Tabel 11 : Penerusan Kredit (Off Balance Sheet) Bank Umum Berdasarkan Golongan Penyalur ............................................................................... 52 Tabel 12 : Indikator UMKM dalam Perekonomian ............................................. 59
xii Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Skema Kerjasama Pembiayaan antara Bank Pembangunan Daerah dan Koperasi untuk Pembiayaan Usaha Mikro Informal ................................................................................ 4 Gambar 2 a : Share Kredit Mikro, Kecil dan Perbankan 2004-2009 .................. 45 Gambar 2 b : Share Kredit Mikro Kecil dan Perbankan 2004-2009 ................... 46 Gambar 3 : Grafik Pertumbuhan Kredit Mikro, Kecil dan Perbankan ............ 47 Gambar 4 : Penerusan Kredit (Off Balance Sheet) Bank Umum Berdasarkan Jenis Kredit .............................................................. 50 Gambar 5 : Grafik Pertumbuhan KUK, bukan KUK dan Mudharabah Muqayaddah .................................................................................. 51 Gambar 6 : Penerusan Kredit (Off Balance Sheet) Bank Umum Berdasarkan Golongan Penyalur ......................................................................... 53 Gambar 7 : Grafik Pertumbuhan Koperasi, LSM dan Swasta lainnya ............ 54 Gambar 8 : Pola Kerjasama Pembiayaan antara Bank Umum dan Koperasi untuk Membiayai Sektor Usaha Mikro dan Kecil ......................... 64
xiii Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pada prinsipnya masing-masing bank memiliki cara dan strategi tersendiri dalam kegiatan usaha penyaluran kreditnya. Berdasarkan studi literatur dan hasil studi yang ada dapat dikatakan bahwa bank skala kecil memiliki keunggulan komparatif dibandingkan bank skala besar dalam penyaluran kredit kepada Small Medium Enterprises (SMEs). Lebih lanjut dikatakan bahwa bank besar umumnya membuat persetujuan penyaluran kredit berdasarkan atas penilaian keuangan debitur atau atas laporan keuangan debitur yang dinamakan transactions-based lending. Sedangkan bank skala kecil mendasarkan persetujuan penyaluran kreditnya kepada SME atas dasar informasi kualitatif yang berhasil dihimpun oleh petugas lapangan bank atau yang dinamakan dengan pendekatan relationship lending. Namun demikian faktor penyusun dan pemilihan strategi penyaluran kredit bank tersebut dipengaruhi pula oleh berbagai faktor dan kondisi di setiap negara yang masing-masing berbeda, seperti misalnya faktor dari struktur industri perbankan, regulasi dan kebijakan yang berlaku, kondisi demografi, dan lainnya. Demikian halnya di Indonesia, bagaimana strategi pembiayaan dalam penyaluran kredit mikro dan kecil menjadi hal yang menarik untuk diketahui mengingat sampai saat ini sektor usaha mikro dan kecil masih mengalami permasalahan dalam pembiayaan atau financing. Berdasarkan data statistik usaha kecil dan menengah1 sebagai gambaran bahwa kelompok Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sudah mencapai sekitar 51,3 juta unit. Dari jumlah UMKM tersebut hampir 99% atau 51,217.880 unit terdiri dari usaha mikro dan kecil 2 dan sisanya kurang dari 1% atau 44,029 unit merupakan Usaha Menengah. Sama 1
Statistik usaha kecil dan menengah tahun 2007-2008, Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. 2 Sesuai dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2008, kriteria usaha mikro yaitu memiliki asset maksimal sebesar Rp 50 juta dan omzet maksimal Rp 300 juta, usaha kecil dengan asset Rp 50500 juta dan omzet Rp 300 juta-2,5 miliar, usaha menengah memiliki asset Rp 500-10 miliar dan omzet Rp 2,5 miliar - 50 miliar.Sedangkan kredit mikro yaitu kredit dengan plafon sampai dengan Rp 50 juta; kredit kecil yaitu kredit dengan plafon lebih dari Rp 50 juta sampai dengan Rp 500 juta; dan kredit menengah yaitu kredit dengan plafon lebih dari 500 juta sampai dengan Rp 5 miliar.
1 Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
2
halnya di negara lain, di Indonesia peranan UMKM masih menjadi sub sektor potensial dalam mendukung perekonomian. Sesuai dengan data statistik usaha kecil dan menengah tersebut, kontribusi UMKM dalam sektor ekonomi dapat diketahui yaitu dalam pembentukan product domestic bruto (PDB) sebesar Rp 2.609,36 triliun,- (55.56%), pembentukan total nilai ekspor nasional sebesar Rp 183,76,- triliun (16.72%), penyerapan tenaga kerja sebesar 90.896.270 orang (97.04%), dan dalam pembentukan investasi nasional sebesar Rp 461,10,- triliun (52.99%). Sedangkan dalam periode pengamatan 2004 s/d 2009 dukungan pembiayaan perbankan kepada UMKM masih sekitar 50% dari kredit bank yang disalurkan. Pembiayaan perbankan kepada sektor mikro masih sekitar 19% atau Rp 11.922.694,- miliar, dan usaha kecil sekitar 16% atau Rp 9.754.615,- miliar dari kredit bank sebesar Rp 62.614.819,- miliar3. Hal itu menunjukkan juga bahwa kelompok masyarakat usaha mikro dan kecil masih sulit mengakses pembiayaan dari sektor perbankan secara konvensional. Dengan demikian permasalahan yang dihadapi oleh sektor usaha mikro dan kecil di Indonesia yaitu masalah pembiayaan atau financing. Sehubungan dengan hal itu, dalam melakukan evaluasi perkembangan penyaluran kredit mikro dan kecil dari bank umum di Indonesia, dalam penulisan tesis ini penulis akan merujuk kepada hasil studi mengenai penyaluran kredit kepada Small and Medium Enterprises (SMEs) yang dilakukan di Jepang4. Adapun latar belakang pemilihan hasil studi di Jepang mempertimbangkan beberapa dasar pemikiran yaitu: (a) Hasil studi di Jepang mempunyai dimensi pengukuran variabel yang sama dengan hasil studi di Indonesia untuk mengukur relationship lending yaitu hubungan yang lebih kuat antara bank dengan debiturnya yang merupakan keunggulan komparatif bank kecil dan koperasi dibandingkan dengan bank besar dalam menyalurkan kredit mikro dan kecil. Sementara
bank
berskala
besar
lebih
kepada
pendekatan
berdasarkan
transactions-based lending yaitu persetujuan kredit yang didasarkan atas analisis dan penilaian atas laporan keuangan debitur, (b) Di pasar keuangan Jepang terjadi
3
Bank Indonesia: laporan bulanan bank umum, diolah. Hasil studi riset Hirofumi Uchida, Gregory F. Udell, Wako Watanabe, 2007. “Bank Size and Lending Relationships in Japan”, NBER Working Paper Series 13005, 1050 Massachusetts Avenue Cambridge, MA 02138 4
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
3
fenomena banyak bank besar mulai beralih dari pemberian kredit korporasi menjadi memasuki segmentasi pasar kredit mikro dan kecil, yang mana hal ini terjadi juga di Indonesia, dan (c) Hasil analisis studi yang dilakukan di Jepang tersebut juga ingin melihat bagaimana prospektif bank kecil kedepan apakah tetap dapat survive dengan skala bisnis pembiayaan kredit SME dalam industri perbankan, hal itu sama juga dengan tujuan penulisan yaitu ingin melihat bagaimana prospek pembiayaan sektor mikro dan kecil kedepan oleh perbankan. Selanjutnya pendekatan analisis dalam penulisan tesis ini menggunakan metode analisis kuantitatif deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana penyaluran kredit mikro dan kecil di Indonesia, yaitu: 1. Analisis yang mengacu kepada penyaluran kredit SMEs di Jepang berdasarkan: a. Pendekatan relationship lending, dan b. Dampak pendekatan relationship lending 2. Analisis berdasarkan data penyaluran kredit mikro dan kecil dari bank umum di Indonesia. Sejalan dengan upaya untuk meningkatkan peran intermediasi bank dan pemberdayaan lembaga keuangan untuk pembiayaan sektor riil, telah dilakukan penandatanganan Surat Pemberitahuan Persetujuan Pemberian Kredit (SP3K) antara bank umum dengan koperasi dalam rangka kerjasama linkage program, yang mana pelaksanaannya di Bank Indonesia bekerjasama dengan Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah pada 2007. Kerjasama pembiayaan antara bank umum dan koperasi dalam linkage program tersebut mengikutsertakan 11 bank umum dan 57 koperasi. Selanjutnya dalam rangka peningkatan pembiayaan kepada skala usaha mikro, Bank Indonesia melakukan studi mengenai Pola Kerjasama Terfokus antara Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan Koperasi untuk Pembiayaan Usaha Mikro Informal pada Maret 2009. Untuk memperoleh gambaran lebih jelas mengenai pola kerjasama pembiayaan hasil studi tersebut, berikut ini disampaikan gambar skema pembiayaannya:
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
4
POLA KERJASAMA TERFOKUS ANTARA BPD DAN KOPERASI UNTUK PEMBIAYAAN USAHA MIKRO INFORMAL Sumber Dana
PENGAWASAN & PEMBINAAN KOPERASI
PENGAWASAN KREDIT EXECUTING Anggota DEBITUR UMI
Pemerintah/Dep. Teknis
Pemerintah Daerah
(Debitur UMI)
Bank Pembangunan Daerah (Unit Mikro)
Koperasi KSP/KSU/USP
Kel I. s.d. 5 juta
Kel. II s.d.50 juta
Pola Pembiayaan UMI Terfokus
Masyarakat
Pola pembiayaan spesifik menyangkut sumber dana, persyaratan koperasi dan debitur, plafon pinjaman, pola kelompok dan pola penjaminan, monitoring dan bantuan teknis, pengawasan kredit, serta pengawasan dan pembinaan koperasi
Sumber: Hasil Penelitian PPSK‐Bank Indonesia, 2009
Gambar 1. Skema Kerjasama Pembiayaan antara Bank Pembangunan Daerah dan Koperasi untuk Pembiayaan Usaha Mikro Informal
Pada gambar 1 tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa kerjasama pembiayaan antara BPD dan Koperasi dalam memberikan pembiayaan kepada debitur Usaha Mikro Informal (UMI) bertujuan untuk meningkatkan peran intermediasi bank khususnya dalam pembiayaan usaha mikro, peningkatan peran BPD dalam mendorong perekonomian daerah dan pemberdayaan koperasi sebagai lembaga keuangan mikro. Adapun sumber dana pembiayaan dalam pola kerjasama pembiayaan tersebut dapat berasal dari dana pemerintah pusat dan daerah, dana masyarakat atau investor baik yang berasal dari dalam dan luar negeri, ataupun bantuan dana pinjaman yang relatif murah/hibah. Pola kerjasama pembiayaan yang digunakan adalah executing yang mana BPD memberikan pinjaman kepada koperasi, dan koperasi menyalurkan pinjaman tersebut kepada UMI sebagai end user. Dalam penyaluran pinjaman tersebut koperasi mempunyai kewenangan untuk memutus persetujuan kredit. Selanjutnya sistem pengawasan kredit dapat dilakukan dengan cara BPD mengawasi kredit kepada koperasi dan debitur, serta koperasi mengawasi kredit kepada debitur. Dalam hal ini sistem pengawasan dan pembinaan kelembagaan koperasi tetap menjadi kewenangan
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
5
Pemerintah/Departemen teknis terkait. Adapun yang dimaksud dengan pola pembiayaan terfokus dalam kerjasama pembiayaan tersebut yaitu pola pembiayaan spesifik yang mengatur mengenai sumber dana, persyaratan koperasi dan debitur peserta linkage program, plafon pinjaman, pola pembiayaan kelompok, pola penjaminan, sistem monitoring, bantuan teknis, pengawasan kredit, serta pengawasan dan pembinaan koperasi. Berikutnya persyaratan pinjaman dan proses pinjaman melalui kelompok debitur dalam pola kerjasama pembiayaan tersebut dapat disampaikan sebagai berikut: Persyaratan Pinjaman PLAFON
< 5 Juta
< 50 Juta
• Elijibilitas Debitur
Debitur dari UMI, anggota suatu kelompok, pengelompokkan berdasarkan lokasi usaha atau tempat tinggal, antar anggota kelompok tidak ada hubungan kekeluargaan, usaha sedang berjalan atau baru, belum memperoleh pinjaman dari lembaga lain
Debitur dari UMI, anggota suatu kelompok, pengelompokkan berdasarkan lokasi usaha atau tempat tinggal, antar anggota kelompok tidak ada hubungan kekeluargaan, usaha sedang berjalan atau baru, belum memperoleh pinjaman dari lembaga lain
• Plafon Pinjaman
Rp. 500.000 – Rp. 5.000.000
> Rp 5.000.000 – Rp. 50.000.000
• Jangka Waktu Pinjaman
Maks. 1 tahun
Maks. 3 tahun
• Suku Bunga
Kesepakatan antara BPD dan koperasi
Kesepakatan antara BPD dan koperasi
• Agunan
Tidak mensyaratakan adanya agunan tambahan
Tidak mensyaratakan adanya agunan tambahan
• Penjaminan
Tanggung Renteng
Tanggung renteng + asuransi
• Jadual Angsuran Pinjaman
Mingguan/bulanan/musiman
Bulanan/musiman
Sumber: Hasil Penelitian PPSK-Bank Indonesia, 2009 PROSES PINJAMAN • Pembentukan Kelompok
Dibentuk sebelum pengajuan permohonan pinjaman
• Permohonan
Permohonan diketahui oleh seluruh anggota kelompok, dan ketua kelompok
• Persetujuan
Persetujuan pinjaman dilakukan oleh seluruh anggota dan ketua kelompok
• Pencairan
Pencairan pinjaman dilakukan di kantor koperasi
• Pengembalian Angsuran
Pengembalian angsuran dilakukan dalam pertemuan kelompok untuk selanjutnya disetorkan ke koperasi oleh ketua kelompok
Sumber: Hasil Penelitian PPSK-Bank Indonesia, 2009
Dukungan pembiayaan dan program pemberdayaan masyarakat mikro dan kecil secara tidak langsung maupun langsung dapat menjadi strategi penanggulangan masalah ketenagakerjaan dan pengganguran, serta guna
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
6
meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
mengingat sektor mikro dan kecil
merupakan kelompok sektor usaha yang relatif lebih banyak menggunakan atau menyerap tenaga kerja atau merupakan sektor usaha padat karya. Oleh karenanya dukungan yang diperlukan sektor usaha mikro dan kecil saat ini adalah berupa dukungan pembiayaan, sehingga dapat langsung dirasakan manfaatnya yaitu untuk menambah kesejahteraan masyarakat. Dukungan pembiayaan kepada usaha mikro dan kecil tersebut dimaksudkan pula untuk menjadikan dirinya mampu berkembang dan meningkatkan kapasitasnya dari skala mikro/kecil menjadi skala yang lebih besar, dan bukan selamanya tetap menjadi wirausaha mikro dan kecil. Oleh sebab itu, penulisan tesis yang dilatarbelakangi dengan urgensi untuk meningkatkan pembiayaan bagi usaha mikro dan kecil di Indonesia, penulis memilih judul: EVALUASI PENYALURAN KREDIT MIKRO DAN KECIL DARI BANK UMUM DI INDONESIA. Adapun sistematika penulisan tesis dibagi menjadi beberapa bab, dimulai dengan bab pertama yang menjelaskan mengenai latar belakang penulisan dan dasar pemikiran mengenai pentingnya pembiayaan mikro dan kecil, serta perlunya upaya peningkatan pembiayaan sektor mikro dan kecil, dilanjutkan bab kedua yaitu landasan teori yang menjelaskan strategi dan prinsip pembiayaan mikro dan aspek penguatan lembaga yang efisien dan efektif untuk membiayai usaha skala mikro dan kecil, dan bab ketiga mengenai metodologi penelitian yang digunakan, selanjutnya bab ke empat menguraikan hasil analisis dengan metode kuantitatif deskriptif, dan bab kelima merupakan kesimpulan dan rekomendasi tindak lanjut.
1.2 Perumusan Masalah Tesis ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana perkembangan penyaluran kredit mikro dan kecil dari bank umum di Indonesia ? 2. Dalam mendorong perkembangan kredit mikro dan kecil, langkah strategi apa yang dapat dilakukan ? 3. Kebijakan seperti apakah yang perlu dilakukan oleh instansi Pemerintah terkait untuk mendukung penyaluran dan penyerapan kredit mikro dan kecil ?
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
7
1.3 Tujuan Penelitian Tesis ini bertujuan untuk: 1. Melakukan analisis dan evaluasi penyaluran kredit mikro dan kecil di Indonesia dengan merujuk kepada hasil studi mengenai penyaluran kredit kepada Small and Medium Enterprises (SMEs) di Jepang. 2. Mengetahui bagaimana skim pembiayaan khusus bagi sektor usaha mikro dan kecil di Indonesia. 3. Memberi masukan kebijakan bagi Pemerintah untuk mendukung penyaluran dan penyerapan kredit mikro dan kecil.
1.4 Manfaat Penelitian Tesis ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu: 1. Bagi kalangan masyarakat sektor usaha mikro dan kecil, tesis ini akan bermanfaat untuk memberikan informasi mengenai prospek perkembangan kredit mikro dan kecil dari perbankan. 2. Bagi kalangan perbankan, tesis ini akan bermanfaat untuk meningkatkan peran intermediasi bank, khususnya dalam menyediakan pembiayaan bagi masyarakat usaha mikro dan kecil. 3. Bagi kalangan instansi Pemerintah, tesis ini akan bermanfaat dalam memberikan informasi mengenai perkembangan kredit mikro dan kecil dari bank umum. Dengan demikian putusan kebijakan dan peraturan yang diambil diharapkan dapat mendukung penyaluran dan kemudahan akses pembiayaan bank oleh masyarakat mikro dan kecil dalam menjalankan kegiatan usahanya.
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
BAB 2 TINJAUAN LITERATUR
2.1 Pembiayaan Usaha Mikro dan Kecil: Tujuan dan Perannya dalam Ekonomi Masyarakat Secara umum pembiayaan usaha mikro atau microfinance mempunyai terminologi yaitu cakupan jasa pelayanan keuangan yang dapat digunakan oleh masyarakat khususnya yang berpendapatan rendah. Jenis cakupan pelayanan jasa keuangan tersebut tidak hanya perkreditan melainkan juga tabungan, asuransi, transfer uang dan lainnya. Sedangkan Asian Development Bank (ADB), 2001, juga memberikan pengertian yang serupa yaitu pembiayaan mikro atau microfinance merupakan jasa sektor keuangan dalam artian luas mencakup layanan dalam rangka deposito, pinjaman, pembayaran, transfer uang, asuransi bagi masyarakat berpendapatan rendah dan miskin. Pembiayaan mikro dan kecil dapat menjadi alat untuk memberikan pembiayaan atas skala usaha yang dijalankan masyarakat dengan tujuan untuk mengangkat taraf dan kesejahteraan hidup masyarakat terutama masyarakat miskin. Pada dasarnya hal terpenting dan yang menjadi permasalahan mendasar bagi masyarakat usaha mikro dan kecil yaitu masalah pembiayaan. Pada umumnya pembiayaan/pendanaan tersebut digunakan untuk memulai usaha bisnis dan atau meningkatkan skala usaha. Selain sebagai modal kerja, pembiayaan mikro juga dapat dimaksudkan untuk tujuan pendidikan, kesehatan dan kebutuhan sosial yang sangat dibutuhkan lainnya. Dengan kata lain, kredit mikro dan kecil selain bertujuan untuk memproduksi keuntungan ekonomi juga mendapatkan keuntungan sosial. Lebih lanjut secara prinsip dapat dikatakan bahwa pembiayaan mikro dan kecil mempunyai dua tujuan utama yaitu: 1. Memberikan dampak sosial atau social impact Suatu pembiayaan mikro/kecil seyogyanya diharapkan memiki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya keluarga miskin yang menjadi nasabah dari suatu institusi pembiayaan itu sendiri; dan
8 Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
9
2. Keberlanjutan institusi pembiayaan mikro kecil atau financial sustainability Bagaimana lembaga keuangan mikro/kecil tersebut dapat menutup biaya operasionalnya, dan mampu memelihara dengan baik serta mempertahankan pelayanan jasa keuangannya bagi masyarakat usaha mikro dan kecil. Bahkan diupayakan lebih lagi supaya institusi pembiayaan tersebut dapat meningkatkan kualitas jasa pelayanannya.
2.2 Peran dan Strategi Perbankan dalam Pembiayaan Usaha Mikro Kecil Selama ini pembiayaan usaha mikro dan kecil telah dilakukan baik oleh perbankan maupun lembaga keuangan mikro. Sumber dana bank merupakan alternatif sumber pembiayaan eksternal yang sangat diperlukan oleh usaha mikro dan kecil. Sebaliknya bagi perbankan untuk lebih dapat fokus dalam membiayai usaha mikro dan kecil, kini telah banyak bank yang membentuk unit khusus baru atau menambah dengan unit khusus untuk pembiayaan mikro di dalam struktur organisasinya. Bank yang telah memiliki unit pembiayaan khusus mikro tersebut antara lain yaitu Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan beberapa Bank Pembangunan Daerah. Pembiayaan usaha mikro dan kecil diberikan pula oleh Bank Perkreditan Rakyat (BPR), dan bank umum lainnya termasuk pembiayaan dari bank asing/campuran. Sedangkan pembiayaan dari lembaga keuangan mikro selama ini dilakukan oleh koperasi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan institusi informal lainnya seperti Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani), organisasi masyarakat yang dibentuk, dan kelompok usaha informal seperti rentenir, pengijon dan pelepas uang lainnya. Menurut studi yang dilakukan oleh Berger dan Udell, (2002) dikatakan bahwa dalam penyaluran kredit usaha kecil oleh lembaga keuangan setidaknya dikenal ada empat strategi berbeda yang dapat dijelaskan sebagai berikut: (a) Financial statement lending, yaitu: keputusan pemberian pinjaman dan persyaratan pinjaman yang dilakukan berdasarkan penilaian atas informasi keuangan/rasio keuangan dari laporan keuangan debitur seperti dari neraca dan laporan rugi-laba. Metode ini cocok sekali digunakan untuk perusahaan debitur yang memiliki laporan keuangan yang baik, telah dilakukan audit dan transparan. Tetapi laporan keuangan demikian pada umumnya dimiliki oleh perusahaan besar,
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
10
(b) Asset-based lending, yaitu: keputusan pemberian pinjaman yang didasarkan pada penilaian atas kualitas jaminan atau collateral kredit yang tersedia. Jenis penyaluran kredit ini memerlukan pengawasan kredit yang sangat intensif dan relatif memerlukan biaya mahal. Pada umumnya aset yang menjadi jaminan yaitu penerimaan pendapatan dan persediaan barang; (c) Credit scoring, yaitu: keputusan pemberian pinjaman yang didasarkan pada informasi dari laporan keuangan dengan menambahkan perhitungan pembobotan pada kondisi keuangan usaha/perusahaan debitur dan modal pemilik. Penggunaan metode penyaluran kredit ini masih jarang atau tidak banyak digunakan untuk wirausaha kecil karena kebanyakan pada usaha kecil kondisi keuangan usaha/perusahaan dan keuangan pemilik umumnya agak sulit dibedakan; (d) Relationship lending, yaitu: keputusan pemberian pinjaman dan persyaratan pinjaman yang didasarkan pada informasi atas usaha debitur, karakter dan kredibilitas debitur sebagai pemilik, serta informasi lingkungan usaha debitur. Informasi ini dikumpulkan oleh petugas bank dari berbagai hasil pertemuan dengan debitur dalam jangka waktu tertentu baik yang diperoleh dari orang-orang dilingkungan sekitar maupun yang mengenal debitur. Ketiga metode yang pertama sebagaimana tersebut di atas yaitu financial statement lending, asset-based lending, dan credit scoring termasuk jenis penyaluran kredit yang didasarkan pada transactions-based lending yaitu keputusan persetujuan kredit yang didasarkan pada penilaian laporan keuangan debitur, atau diistilahkan dengan hard information karena lebih bersifat kuantitatif, standar dan informasi tersebut dapat lebih mudah disampaikan atau ditransfer kepada orang lain di dalam suatu bank/institusi kreditur secara internal. Sedangkan relationship lending merupakan keputusan kredit yang didasarkan atas soft information yaitu informasi mengenai karakter dan kredibilitas debitur yang mungkin agak sulit untuk dikuantisir atau dilakukan standarisasi dan untuk dapat ditransfer kepada pihak lain di dalam suatu bank/kreditur secara internal. Adapun penulisan tesis ini selanjutnya akan lebih fokus kepada penyaluran kredit mikro dan kecil yang didasarkan pada pendekatan relationship lending. Hal lainnya yang masih terkait dengan pembiayaan mikro dan kecil yaitu seperti dikemukakan oleh Uchida, Udell dan Watanabe, (2007), dalam hasil
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
11
studinya mengatakan bahwa sejalan dengan kondisi liberalisasi keuangan, dan perkembangan skala perusahaan serta perkembangan pasar modal di Jepang mengakibatkan perusahaan besar banyak lari dan mencari sumber pendanaan ke pasar modal dan bukan ke sektor perbankan lagi, sehingga banyak bank besar yang semula banyak memberikan kredit kepada perusahaan besar sekarang mulai beralih kepada pembiayaan di sektor mikro. Namun demikian, peran bank kecil masih tetap menjadi bank utama atau primary bank dalam pembiayaan sektor mikro kecil dan belum dapat digantikan oleh bank besar untuk pemberian kredit yang didasarkan pada hubungan kedekatan antara bank dengan debiturnya atau relationship lending. Oleh karena itu di Jepang sendiri, peran bank kecil kedepan untuk membiayai sektor mikro dan kecil masih prospektif. Lebih lanjut dikemukakan pula bahwa bank kecil memiliki keunggulan komparatif dibandingkan dengan bank besar dalam membiayai sektor usaha mikro dan kecil. Keunggulan komparatif yang dimaksud yaitu pemberian kredit yang didasarkan pada strategi kedekatan hubungan antara bank dengan debitur atau disebut relationship lending. Untuk mengetahui kekuatan dari relationship lending tersebut dapat digunakan variabel pengukuran yaitu: (a) Cakupan kedekatan hubungan antara bank dengan debiturnya atau the scope of relationship, (b) Kedekatan lokasi antara bank dengan debiturnya atau the distance from the borrower, (c) Frekuensi pertemuan antara bank dengan debiturnya atau the frequency of contract, dan (d) Eksklusifitas bank/koperasi sebagai kreditur atau the exclusivity of lenders. Informasi kualitatif yang mendasari terjadinya relationship lending tersebut diperoleh dari pengumpulan informasi yang dilakukan oleh petugas lapangan bank atau koperasi. Disisi lain, bank dengan skala besar dalam memberikan kredit mikro dan kecil umumnya masih didasarkan pada pendekatan informasi kuantitatif berdasarkan analisa laporan keuangan calon debitur atau transactions-based lending. Sementara hasil studi sebelumnya yang dilakukan oleh Berger, et al., (2005) menyatakan bahwa variabel yang dapat digunakan sebagai proksi untuk mengukur relationship lending antara bank dengan debiturnya, yaitu: the distance, the relationship length, and the exclusivity of lender. Lebih lanjut hasil studi tersebut menyatakan bahwa pada umumnya bank besar cenderung memberikan
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
12
kredit kepada perusahaan besar yang telah memiliki laporan keuangan, seperti laporan neraca, rugi laba, dan hasil pemeringkat kredit perusahaan. Proses persetujuan kredit bank skala besar juga akan lebih mudah untuk menerapkan kriteria penilaian standar yang diperoleh dari evaluasi dan analisis laporan keuangan perusahaan besar, dibandingkan melakukan penilaian terhadap informasi kualitatif mengenai debitur kecil. Dalam hal ini keengganan bank besar membiayai debitur kecil atau wirausaha pemula, apa lagi yang tidak memiliki laporan keuangan, dapat dimaklumi oleh karena proses pemberian kredit kepada golongan wirausaha mikro dan kecil tersebut cenderung menggunakan penilaian kualitatif atas karakter debitur yaitu berupa soft information. Hal serupa dibuktikan pula oleh Cole, Goldberg, and White, (2004) dalam studi risetnya yang menyatakan bahwa ada perbedaan pendekatan yang digunakan oleh bank besar dan bank kecil dalam proses evaluasi persetujuan aplikasi kredit mikro dan kecil. Pendekatan yang dilakukan oleh bank besar yaitu menggunakan kriteria kuantitatif standar yang bersumber dari laporan keuangan debitur, sementara bank kecil menggunakan kriteria kualitatif yang diperoleh dari informasi di lapangan yang menggambarkan karakter debitur dan asesmen terhadap aplikasi kredit. Adapun penyaluran kredit mikro dan kecil dengan menerapkan teknik pendekatan relationship lending memiliki kelebihan yaitu akan berdampak kepada ketersediaan dana kredit dan biaya (bunga) kredit yang diberikan. Dengan dasar kedekatan hubungan tersebut, dan semakin lama interaktif pengenalan antara debitur dan pihak bank akan menurunkan biaya (bunga) kredit menjadi lebih murah dan mempengaruhi ketersediaan dana kredit menjadi lebih besar. Bahkan lebih dari itu debitur dapat dimungkinkan memperoleh berbagai jasa keuangan lainnya yang diperlukan debitur dari bank selain perolehan pinjaman untuk modal usahanya. Hal ini sebagaimana disampaikan pula oleh Berger dan Udell, (2002, p. F32) dari hasil studinya yang mengatakan: ”Under relationship lending, banks acquire information over time through contact with the firm, its owner, and its local community on a variety of dimensions and use this information in their dicisions about the availability and terms of credit to the firm. Recent empirical evidence provides support for the importance of a bank relationship to small
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
13
businesses in terms of both credit availability and credit terms such as loan interest rates and collateral requirements.” Lebih detail lagi Berger dan Udell, (2002), menyatakan bahwa relationship lending secara empiris berhubungan dengan tingkat bunga yang lebih rendah, mengurangi permintaan akan jaminan atau collateral, pengurangan terhadap hutang dagang, perlindungan terhadap pergerakan tingkat bunga, dan penambahan ketersediaan dana kredit. Namun demikian penerapan relationship lending membawa konsekuensi bank harus mendelegasikan kewenangan kepada petugasnya atau loan officer dalam proses persetujuan kredit. Berkaitan dengan pemberian pendelegasian kewenangan tersebutlah dapat timbul permasalahan perbedaan kepentingan antara manajemen bank dan petugas bank. Sebagai contoh petugas bank lebih mengejar persetujuan kredit baru karena berkaitan dengan pendapatan komisi dibandingkan pengawasan/monitoring kredit. Dapat pula terjadi petugas bank menyembunyikan informasi keburukan debitur dikarenakan hubungan kedekatan/pertemanan dengan debitur, tawaran pekerjaan lebih baik, dan kesengajaan tindakan buruk lainnya. Oleh karena itu untuk mengurangi atau meminimalkan masalah informasi tersebut, pihak bank sebaiknya memiliki fungsi pengawasan/pemantauan yang baik terhadap kinerja setiap loan officer-nya. Disisi lain, menyadari adanya potensi dan kelemahan perbankan dalam hal penyaluran kredit mikro dan kecil, maka perlu upaya bagaimana meningkatkan penyaluran dan penyerapan kredit dimaksud. Salah satu strategi yang dapat diupayakan yaitu bank melakukan kerjasama pembiayaan atau linkage program dengan lembaga keuangan mikro yang selama ini telah dikenal memiliki pengalaman dalam pembiayaan usaha mikro dan kecil, seperti koperasi, BPR, atau organisasi masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat yang ada. Dengan melakukan pola kerjasama pembiayaan tersebut, diharapkan bank dapat meningkatkan peran intermediasinya melalui penyaluran kredit kecil, dan dapat menekan biaya operasionalnya. Biaya operasional bank dapat menjadi lebih rendah karena bank tidak perlu harus melakukan perekrutan petugas lapangan yang banyak dan mahal untuk berhubungan langsung dengan pelaku usaha mikro dan kecil, karena sudah diperantarai oleh lembaga keuangan mikro yang melakukan kerjasama pembiayaan dengan bank sebagaimana disebutkan di atas,
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
14
dan lembaga keuangan mikro tersebut memiliki akses berhubungan langsung dengan debiturnya. Disamping itu, manfaat dari pola kerjasama pembiayaan ini adalah supaya dapat lebih banyak lagi menjaring nasabah usaha kecil khususnya yang berada di daerah pedesaan atau daerah pinggiran yang umumnya belum terjangkau oleh pelayanan perbankan. Suatu alternatif pola pembiayaan perbankan kepada sektor usaha mikro dan kecil juga dikemukakan oleh Morduch, (1999), dari hasil studinya yang mengatakan bahwa pembiayaan sektor mikro memerlukan skema pembiayaan khusus, seperti diluar prosedur kredit bank yang formal, salah satu inovasi sistem pembiayaan tersebut yaitu dengan memperkenalkan dan menerapkan mekanisme pinjaman kelompok atau group lending. Manfaat teknik pinjaman kelompok tersebut yaitu: memperbaiki tingkat pengembalian kembali dari kredit yang diberikan, menurunkan biaya bunga pinjaman, meningkatkan kesejahteraan sosial dan
adanya
unsur
pembinaan/pelatihan
bagi
anggota
kelompok
untuk
meningkatkan keterampilan dan skala usahanya.
2.3 Prinsip-prinsip Pembiayaan Mikro (Microfinance) Berdasarkan publikasi yang diterbitkan oleh Consultative Group to Assist the Poor (CGAP) yaitu suatu forum komunikasi yang berada di bawah naungan World Bank, dikatakan bahwa pembiayaan mikro secara umum memiliki beberapa prinsip dalam sistem pembiayaannya, yaitu: 1. Berbagai jenis pembiayaan mikro yang diperlukan. Wirausaha mikro pada umumnya memerlukan juga berbagai layanan jasa keuangan seperti: pinjaman, tabungan, transfer uang, dan asuransi. Namun demikian, karakteristik layanan jasa keuangan tersebut memerlukan hal khusus seperti fleksibelitas, kemudahan, harga yang terjangkau, dan dapat sesuai dengan kebutuhan. 2. Pembiayaan mikro merupakan alat ampuh memerangi kemiskinan. Kemampuan sektor mikro untuk dapat mengakses sistem pembiayaan akan berdampak
kepada
peningkatan
pendapatan,
membangun
aset,
dan
mengurangi/mencegah kerentanan kaum miskin terhadap dampak eksternal shocks. Pembiayaan mikro juga bertujuan meningkatkan taraf hidup, perbaikan nutrisi, kesehatan, pendidikan masyarakat.
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
15
3. Pembiayaan mikro berarti membangun sistem keuangan yang melayani masyarakat miskin. Masyarakat miskin merupakan populasi mayoritas di negara-negara berkembang. Namun demikian mereka masih sulit mengakses pembiayaan bank. Di beberapa negara, pembiayaan mikro masih dipandang sebagai sektor marginal dan menjadi perhatian utama dari para donatur, pihak pemerintah dan investor. Dalam rangka pemberdayaan sektor mikro kebawah, diharapkan pembiayaan mikro menjadi bagian penting dalam sistem sektor keuangan. 4. Kesinambungan/keberlanjutan layanan keuangan sangat perlu untuk menjangkau masyarakat miskin. Kebanyakan masyarakat miskin sulit mengakses layanan jasa keuangan dikarenakan kurang tersedianya layanan keuangan retail pada institusi intermediari keuangan tersebut. Pengertian keberlanjutan disini yaitu kemampuan penyedia jasa pembiayaan mikro untuk menutup seluruh biaya operasionalnya. Demikian juga bagaimana mengurangi biaya transaksinya, melakukan penawaran jasa dan produk lebih baik, memenuhi kebutuhan kliennya, dan bagaimana melakukan terobosan untuk menjangkau masyarakat miskin yang selama ini tidak terlayani oleh perbankan. 5. Pembiayaan mikro berarti adanya institusi keuangan lokal yang permanen. Pembangunan sistem keuangan bagi masyarakat miskin dimaksudkan
untuk
membangun
institusi
menyediakan layanan jasa keuangan
intermediari
yang
dapat
bagi masyarakat miskin secara
berkesinambungan/permanen. Diharapkan institusi intermediari tersebut dapat memobilisasi keuangan domestik. Dapat pula mengelola pendanaan dari pemerintah dan kaum donor dana. 6. Sistem pendampingan pembiayaan mikro. Kredit pembiayaan mikro supaya efektif dan tidak menjadi tunggakan seharusnya dilakukan dengan sistem pendampingan kepada klien untuk memberikan pembimbingan dan pelatihan
bagaimana
menggunakan
dana
pinjamannya,
serta
cara
pengumpulan tabungan. 7. Pembatasan
suku
bunga
(ceilings)
dapat
mempengaruhi
akses
masyarakat miskin terhadap layanan jasa keuangan. Pemberian kredit
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
16
dalam jumlah kecil yang banyak akan lebih mahal daripada sejumlah pinjaman besar. Ketika pemerintah mengatur tingkat suku bunga untuk membuat suku bunga menjadi rendah sehingga kredit mikro berjalan, hal itu akan memerangi praktek para pelepas uang yang umumnya membiayai masyarakat miskin dan usaha mikro. 8. Peranan pemerintah. Peran pemerintah sangat penting sebagai pembuat kebijakan yang bertujuan menstimulasi dan mendukung perkembangan sistem jasa keuangan dan sekaligus dapat melindungi dana masyarakat miskin. Peranan penting lainnya yang dapat dilakukan pemerintah untuk mendukung pembiayaan sektor mikro atau microfinance yaitu memelihara stabilitas makroekonomi, menghindari adanya pembatasan suku bunga atau interestrate caps, dan kredit program yang menimbulkan tunggakan besar, pemberantasan korupsi, distribusi pasar dan infrastruktur. 9. Kendala kapasitas institusi dan sumber daya manusia. Pembiayaan mikro merupakan layanan keuangan khusus yang mengkombinasikan layanan perbankan dengan tujuan sosial. Oleh karena itu pembangunan kapasitas dan kompetensi diperlukan disemua tingkatan, baik dari institusi keuangan, regulator, departemen teknis terkait, sistem informasi, dan stakeholders lainnya. 10. Transparansi keuangan dan jangkauan layanan. Keterbukaan informasi yang akurat dan standar mengenai kinerja keuangan, manajemen dan sosial institusi jasa keuangan yang melayani masyarakat miskin sangat penting dan diperlukan yaitu oleh para pengawas bank, pembuat kebijakan, donor, investor, dan terutama masyarakat miskin yang menjadi klien pembiayaan mikro tersebut untuk mengetahui resiko dan hasil dananya.
2.4 Jenis-jenis Lembaga Keuangan Mikro Lembaga keuangan mikro yang selama ini dikenal dan memiliki pengalaman membiayai sektor mikro diketahui begitu banyak jenis atau ragamnya mulai dari sektor formal seperti lembaga keuangan bank dan non bank sampai dengan sektor informal seperti kelompok-kelompok masyarakat dan para pelepas uang/rentenir. Dengan demikian untuk memudahkan perbedaannya dibawah ini
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
17
disampaikan jenis kategori lembaga keuangan mikro1 sebagaimana tabel di bawah ini: Tabel 1. Berbagai Jenis Lembaga Keuangan Mikro Jenis
Figur
1. Lembaga keuangan formal 1a. Bank - Umumnya komersial memiliki jajaran swasta pemegang saham perusahaan - Diatur dan diawasi
1b. Bank milik Pemerintah
- Bank umum, bank pertanian, bank pembangunan - Diatur dan diawasi
1c. Bank pembiayaan mikro
Umumnya memiliki jajaran pemegang saham perusahaan - Nasabah utama termasuk wirausaha skala usaha kecil dan
Kelebihanan (Advantage)
Kekurangan (Disadvantage)
- Dapat menawarkan - Umumnya tidak berbagai jasa tertarik dalam keuangan: pembiayaan tabungan, kredit, kepada masyarakat asuransi, dan berpendapatan pembayaran rendah - Kalaupun ada ketertarikan, sulit melakukan reorientasi pegawai dan sistem untuk pelayanan kepada masyarakat miskin - Dapat - Sering tidak mempunyai menguntungkan jaringan kantor sehingga tingkat cabang yg besar, subsidi begitu termasuk di tinggi pada sektor daerah kabupaten bisnis yg tidak terlayani - Umumnya oleh bank memiliki daya komersial jangkauan pelayanan yg lebih tinggi dibanding bank komersial tetapi sering tidak melayani masyarakat miskin - Memiliki - Memiliki nasabah ekonomi dan yg tidak sosial profit terdiversifikasi - Dapat secara luas seperti menyediakan nasabah pada bank jasa keuangan komersial, oleh kepada karenanya lebih
1
Types of Microfinance Service Providers, Microfinance Principles, Frankfurt School of Finance & Management, 2010
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
18 (Sambungan Tabel 1)
1d. Lembaga keuangan bukan bank
2. Koperasi 2a. Koperasi Serbausahajasa keuangan
2b. Koperasi Keuangan
mikro - Sering merupakan hasil transformasi dari NGO (Non govermental Organization) - Diatur dan diawasi - Perusahaan keuangan, leasing, dan suatu lembaga keuangan mikro - Diatur dan diawasi
masyarakat sektor mikro
berpotensi resiko dibanding bank
Dapat fokus pada - Umumnya tidak produk keuangan memiliki ijin untuk yang tidak melakukan disediakan oleh pengumpulan dana bank masyarakat/dana - Fokus jasa pihak ketiga keuangan bagi - Memiliki nasabah masyarakat yg yg tidak tidak dpt akses terdiversifikasi pembiayaan bank secara luas seperti - Persyaratan nasabah pada bank modal minimum komersial, oleh lebih rendah dari karenanya lebih bank berpotensi resiko dibanding bank
- Seringkali dibentuk - Tersedia berbagai - Cenderung atas dukungan jasa layanan memiliki tenaga pemerintah dalam satu atap ekspert dibidang - Jenis usaha utamanya produksi dan di bidang produksi pemasaran dan pemasaran dibandingkan - Kebanyakan berada ekspert dibidang dibawah supervisi keuangan atau pengawasan - Sistem pengawasan kementrian/departem lemah en yang kurang - Sistem yang belum memiliki keahlian sepenuhnya dibidang pengawasan melaksanakan dan akuntabiitas prinsip akuntabilitas dan transparansi dari transaksi keuangan - Fokus pada layanan - Mendapatkan - Sistem pengawasan jasa keuangan program lemah - Kebanyakan berada pelatihan/training - Direksi dan dibawah supervisi yang diadakan manajer kurang atau pengawasan oleh departemen memiliki kementrian/departem teknis terkait kemampuan yg
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
19 (Sambungan Tabel 1) en yang kurang memiliki keahlian dibidang pengawasan dan akuntabiitas
sangan diperlukan khususnya kemampuan dibidang keuangan - Sistem yang belum sepenuhnya mlaksanakan prinsip akuntabilitas dan transparansi dari transaksi keuangan 3. Non Governmental Organizations (NGO)-Lembaga Pembiayaan Mikro 3a. NGO - Dapat didirikan oleh - Berbagai jasa - Sulit Serbausaha organisasi lokal atau keuangan dalam mempraktekan asing satu atap pembiayaan mikro - Biasanya tercatat - Fokus pada jasa dgn menggunakan sebagai perhimpunan masyarakat pendekatan bisnis non-profit miskin pada saat jasa-jasa - Terdiversifikasi kpd lainnya memiliki jasa kesehatan, pendekatan pendidikan dan kesejahteraan pertanian sosial 3b. NGO - Dapat didirikan oleh - Memungkinkan - Kesulitan Serbausaha organisasi lokal atau NGO melakukan mendapatkan dengan jasa asing usaha jasa tenaga ahli/ekspert pembiayaan - Biasanya tercatat keuangan di banyak bidang. mikro terpisah sebagai perhimpunan sekaligus jasa - Biasanya tidak non-profit sosial, dan memiliki ijin - Produk utama adalah mengembangkan mengumpulkan kredit pembiayaan tabungan/dana mikro dengan masyarakat kecuali menggunakan sejenis simpanan model bisnis wajib yang sesuai 4. Berbagai - Atas dasar anggota - Dengan memiliki - Keinginan nasabah komunitas - Kelompok atas dasar network dapat debitur supaya pedesaan, atas lokasi desa mengurangi menerapkan suku dasar - Tidak teregister biaya, sehingga bunga rendah, organisasi - Pengumpulan unsur biaya tetapi hal itu keuangan, tabungan dlm jumlah menjadi lebih membuat lesu seperti kecil dan menengah rendah keinginan utk. bank desa dan - Memiliki hubungan - Dapat membantu menabung kelompok misal dengan asosiasi penyaluran kredit - Ada kemungkinan tanggung tani utk. membantu bank sulit mengakses renteng apraisal kredit (kepanjangan pembiayaan bank - Sumber dana tangan bank) tanpa dukungan
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
20 (Sambungan Tabel 1) eksternal dapat dari bank yang dapat dipinjamkan kepada anggota
5. Penyedia Jasa Keuangan Tradisional, seperti kumpulan arisan, asosiasi yg melakukan pengumpulan uang dan menyalurkan pinjaman, serta rentenir (money lender)
- Tidak teregistrasi - Ada batasan waktu - Para anggota melakukan deposito dlm jumlah yg tetap setiap periode - Ada sistem rotasi sampai setiap anggota menerima dana pinjaman - Tidak ada sumber dana eksternal - Akses pembiayaan cepat dan mudah - Umumnya suku bunga tinggi diterapkan oleh pelepas uang (money lender)
- Kredit menjadi lebih mudah, fleksibel, dan prosedur kredit tidak rumit - Anggota dapat menabung dengan mudah/setiap waktu
- Dapat beroperasi dengan baik di daerah komunitas pedesaan (remote rural) - Bentuk ini dikenal baik di banyak negara - Menerapkan sistem/prosedur yang sederhana dan mudah - Pinjaman yang diberikan money lender biasanya dapat tersedia sesuai saat diperlukan (kecuali dapat terjadi batasan likuiditas dlm situasi tertentu)
-
-
-
-
-
-
dari pihak pemerintah Tabungan tidak dapat ditarik kecuali keluar dari grup/kelompok Jumlah tabungan biasanya kecil Pinjaman biasanya tidak cocok untuk kebutuhan investasi besar Jumlah yang dihimpunkan sebagai tabungan umumnya kecil Layanan jasa keuangan dari asosiasi tersebut umumnya tidak fleksibel, tidak dapat melakukan setoran dan penarikan dana sesuai kebutuhan, sehingga tidak cocok untuk keperluan darurat (emergencies). Kurang cocok untuk keperluan investasi besar Karena bunga pinjaman tinggi, menyebabkan orang miskin dapat masuk dalam perangkap hutang, sehingga potensi kehilangan aset.
Dalam rangka mendorong kehadiran suatu institusi yang khusus membiayai sektor usaha mikro dan informal, berdasarkan beberapa studi literatur
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
21
mengenai microfinance, diperoleh pemahaman bahwa beberapa hal utama yang menjadi unsur prinsip dalam lembaga keuangan mikro, yaitu: a. Social Capital Institusi atau lembaga pembiayaan tersebut tidak hanya berorientasi untuk memperoleh modal finansial dan keuntungan ekonomi atau economic profit tetapi juga memerlukan suatu interaktif dan jaringan kehidupan sosial yang menjadi modal sosial atau social capital. Sebagaimana dikemukakan oleh Gomez, (2001) bahwa modal sosial tersebut diperlukan bagi pembiayaan masyarakat mikro/kecil selain pinjaman individual karena akan lebih efektif apabila dilakukan dalam suatu komunitas. Hal itu disebabkan karena dalam suatu interaktif komunitas akan diperoleh informasi yang positif bagi pelaksanaan usaha bahkan secara signifikan hubungan koneksi tersebut dikatakan dapat meningkatkan pendapatan pelaku usaha dibandingkan melakukan pinjaman secara individual. Sebagai contoh: kelompok wirausaha yang terbentuk berdasarkan faktor kesukuan/asal daerah yang sama dan memiliki adat istiadat sama, maka interaktif antar anggota didalam kelompok tersebut dapat memunculkan wirausaha baru, dan berpotensi membuat setiap anggota bertanggung jawab membayar kewajiban pembayaran pinjamannya.
b. Fokus pembiayaan sektor usaha mikro dan kecil Sifat kekhususan pembiayaan diperlukan untuk memiliki jenis usaha yang fokus membiayai sektor usaha mikro dan kecil. Dengan adanya kekhususan usaha pembiayaan ini, diharapkan tidak akan lebih memilih untuk membiayai sektor korporasi dan sektor usaha skala besar hanya untuk pertimbangan mencari keuntungan semata. Selain itu, kekhususan bidang pembiayaan ini membantu meminimalkan dampak negatif dari kompetisi/persaingan usaha, dan diharapkan akan menciptakan kenyamanan dalam usaha bisnis di sektor keuangan secara umum, hal ini sebagaimana dikatakan oleh Uchida, Udell, dan Watanabe, (2007). c.
Memiliki Sumber dana pemerintah Seperti dalam sebuah siklus bisnis suatu usaha, dalam tahap awal membutuhkan campur tangan pemerintah terutama dari aspek permodalan.
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
22
Sampai institusi tersebut melewati periode usaha yang dinamakan break event point. Baru kemudian setelah melewati titik pengembalian tersebut, diharapkan akan menghasilkan keuntungan. Dalam periode ini tentunya institusi tersebut akan menarik investor untuk menanamkan dananya. Dalam hal ini fungsi intermediari baru berjalan karena bank sudah mampu melakukan penarikan dana masyarakat/dana pihak ketiga. Peranan dana pihak ketiga semakin
penting
untuk
mendukung
pengembangan
usaha
dalam
meningkatkan kreditnya kepada masyarakat. Sumber dana pemerintah diyakini merupakan sumber dana murah, sehingga institusi tersebut sanggup menyalurkan kreditnya dengan suku bunga murah.
Peranan pemerintah dan bank sentral dalam mendorong dan mendukung pengembangan pembiayaan mikro dan kecil, yaitu antara lain melakukan kegiatan riset, berbagai forum diskusi dan dialog dan bantuan teknis serta pelaksanaan pilot project. Dukungan pemerintah dan otoritas perbankan sangat diperlukan karena khususnya pembiayaan terhadap sektor mikro memerlukan skim pembiayan yang khusus dalam artian sulit mengakses kredit perbankan pada umumnya, atau dengan kata lain memerlukan keberpihakan terhadap masyarakat kecil oleh dunia perbankan. Hal lain, karena sektor usaha mikro bahkan super mikro pada umumnya merupakan kalangan masyarakat miskin relatif sulit untuk memenuhi persyaratan kredit bank, misalnya penyediaan agunan, persyaratan laporan keuangan usaha, manajemen pengurus/pengelola, lokasi usaha yang tidak permanen, dan lainnya.
2.5 Peran Pemerintah dan Bank Sentral Peran pemerintah dan bank sentral dalam rangka pengembangan pembiayaan sektor mikro dan kecil memiliki peran yang penting2. Secara umum ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah dan bank sentral untuk mendorong skim pembiayaan mikro dan kecil yaitu: (a) melakukan kegiatan promosi pembiayaan mikro untuk memperluas keberlangsungannya, (b) Melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap institusi pembiayaan mikro 2
The Role of Central Banks in Microfinance in Asia and the Pacific, Country Studies, Asian Development Bank, 2000
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
23
dalam rangka mendukung stabilitas sistem keuangan, (c) Mendukung dan melakukan studi riset dan berbagai forum diskusi untuk mendukung inisiasi program pembiayaan mikro. Sebagai studi perbandingan, di bawah ini disampaikan beberapa contoh peran pemerintah dan bank sentral di beberapa negara dalam mendukung pembiayaan mikro dan kecil: 2.5.1 Republik Rakyat China Dengan jumlah penduduk yang besar sampai sekitar 1,2 miliar, Republik Rakyat China (RRC) menawarkan pasar yang besar bagi pembiayaan mikro atau microfinance. Sebagian besar pembiayaan mikro tersebut merupakan program kredit mikro pemerintah dan program bantuan lembaga donor dalam rangka pengentasan
kemiskinan,
seperti
lembaga
donor
dari
The
Australian
Government’s Overseas Aid Program (AusAID), International Fund for Agricultural Development (IFAD), dan Canadian International Development Agency (CIDA) yang bekerjasama dengan bank domestik dan lembaga keuangan mikro lokal. Adapun program kredit mikro yang diadakan pemerintah tersebut disalurkan dengan subsidi sehingga akan berpengaruh terhadap kelanjutan program. Sedangkan People’s Bank of China (PBC) masih memandang pembiayaan mikro bukanlah hal yang menjadi prioritas, sehingga belum memiliki peran yang besar dalam mendorong perkembangan pembiayaan mikro. Baik pemerintah maupun bank sentral masih memandang bahwa pelayanan terhadap pembiayaan mikro merupakan bagian dari program bantuan sosial ketimbang program sektor keuangan yang harus lebih diperhatikan. Penyaluran program pemerintah dalam rangka program pembiayaan mikro tersebut dilakukan oleh Agricultural Bank of China dan kantor cabangnya yang berada di daerah pedesaan untuk membiayai kredit di sektor peternakan dan pertanian (kegiatan on-farm) di daerah pedesaan. Selain itu pembiayaan kredit mikro juga diberikan oleh Rural Credit Cooperative (RCC) yang merupakan lembaga pembiayaan mikro dibawah pengawasan bank sentral. Melihat besarnya potensi pasar pengembangan pembiayaan mikro di RRC sementara institusi pembiayaannya mikro masih dalam taraf perkembangan, maka sebagaimana hasil risetnya ADB merekomendasikan kiranya Pemerintah dan
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
24
Bank sentral dapat meningkatkan kegiatan yang lebih bersifat promosi terhadap program pembiayaan mikro seperti memberikan dukungan dan autorisasi terhadap pelaksanaan pilot project skim pembiayaan mikro, dukungan terhadap riset dan penelitian, berbagai pelatihan/training yang diperlukan, dan menjalin kerjasama dengan pihak stakeholders terkait dalam rangka peningkatan/pengembangan performa dan standar pelaporan dan efektifitas oprasional lembaga-lembaga keuangan mikro yang pada umumnya berada di daerah /pedesaan. Selain itu, kiranya perlu kebijakan pemerintah termasuk otoritas perbankan dan peraturan yang dibuat untuk mendukung status dan keberlangsungan usaha lembaga mikro itu sendiri. Bila memungkinkan, penyaluran kredit mikro yang menjadi program pemerintah tersebut diusulkan juga dapat disalurkan melalui koperasi (Rural Credit Cooperative) dan melalui institusi keuangan lainnya selain melalui Agriculture Bank of China, hal itu untuk melihat bagaimana performa lembaga/institusi mikro tersebut dalam usaha pembiayaan mikro yang dilakukannya.
2.5.2 Bangladesh Bangladesh Bank sebagai bank sentral Bangladesh meskipun menganggap suatu pembiayaan mikro itu penting, tetapi hanya memiliki peran yang relatif kecil dan bahkan bank sentral tidak melakukan peranan yang penting dalam pengaturan dan pengawasan terhadap institusi pembiayaan mikro (MFIs Microfinance Institutions) seperti Grameen Bank dan Palli Karma Sahayak Foundation (PKSF) yang didirikan khusus untuk mempromosikan pembiayaan mikro. Peranan pengembangan sektor pembiayaan mikro tersebut sebagian besar dilakukan secara tidak langsung, misal mengupayakan stabilitas harga di dalam negeri, diharapkan stabilitas harga tersebut akan berdampak kegiatan sektor mikro berjalan dalam kondisi ekonomi yang stabil, memfasilitasi rencana keuangan dari institusi pembiayaan mikro, dan melindungi nilai tabungan sekian juta para nasabah sektor mikro yang tergolong miskin. Sedangkan peranan langsung yaitu memberikan pembiayaan kembali atau refinancing atas pinjaman sektor pertanian yang diberikan oleh bank khusus pembiayaan pertanian, meskipun tingkat pembiayaan kembali yang diberikan oleh Bangladesh Bank tersebut juga semakin
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
25
menurun. Disamping itu, sentral bank juga menghimbau sektor perbankan memberikan kredit kepada NGO dan institusi pembiayaan mikro, dan mendorong linkage program antara bank dengan institusi pembiayan mikro tersebut. Sebaliknya peran pemerintah Bangladesh lebih besar dibandingkan peran sentral banknya, yaitu sebagai pemegang saham di Grameen Bank sebesar 4.88 persen. Sejumlah dana pinjaman luar negeri yang diterima oleh Grameen Bank merupakan penerusan pinjaman pemerintah atas dasar subsidiary loan agreement dengan pemerintah. Rekomendasi sebagaimana dikemukakan oleh Sanjay Sinha, (2000), penulis buku country studies, ADB tersebut yaitu perlunya peraturan yang jelas atau legal framework diusulkan dalam bentuk ”MFI Act ” yang akan melakukan pengaturan kepada
institusi-institusi
mikro seperti dalam menarik dana
masyarakat diluar anggotanya, kejelasan struktur kepemilikan dan kepengurusan, dan pengaturan serta sistem pengawasan institusi mikro tersebut khususnya yang memiliki jumlah anggota besar diatas 5000 anggota (saat itu ada sekitar 100 MFIs terbesar di Bangladesh). Adanya peraturan yang memayungi institusi mikro tersebut diharapkan akan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas institusi mikro sebagai institusi keuangan yang diakui untuk dapat bekerjasama dalam pembiayaan kepada sektor mikro.
2.5.3 Philippines Liberalisasi sektor keuangan di negara Philippines di awal tahun 1980 yang diikuti dengan liberalisasi perbankan ditahun 1990 telah mendorong aktivitas kegiatan perbankan dan pendirian bank-bank baru ataupun pembukaan kantor cabang bank. Namun demikian, layanan jasa bank tersebut masih sulit terjangkau oleh wirausaha skala mikro, dengan kata lain banyak usaha mikro tidak memiliki akses pembiayaan kepada perbankan. Hal itu dikarenakan umumnya pembiayaan mikro memerlukan pinjaman dalam jumlah kecil dan lebih bersifat seketika, berjangka waktu pendek, memerlukan cara pembayaran kembali yang dapat disesuaikan dengan periode pendapatannya, dan sulit menyediakan jaminan atau collateral yang dipersyaratkan dalam pinjaman perbankan pada umumnya. Bagi pihak bankpun pembiayaan mikro menjadi beresiko dan berbiaya tinggi. Di
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
26
kalangan perbankan, hanya bank milik pemerintah seperti Land Bank of the Philippines (LBP) Development Bank of the Philippines (DBP) dan perusahaan keuangan pemerintah yaitu People’s Credit and Finance Corporation (PCFC) yang menyediakan layanan pembiayaan kredit mikro. Oleh karenanya muncul berbagai institusi pembiayaan mikro, seperti rural banks, NGO, dan credit unions atau koperasi. Kebijakan mengenai pembiayaan mikro bergantung pada tujuan dari kebijakan pemerintah dalam menangani masalah kemiskinan. Bentuk intervensi pemerintah dalam pasar kredit mikro yaitu adanya program kredit yang bersubsidi namun dalam prakteknya program tersebut dinilai gagal karena dana yang disalurkan lebih dianggap bantuan sosial atau hibah daripada merupakan kredit yang harus dibayar kembali. Selain itu program kredit tersebut juga menjadi disinsentif karena membuat persaingan yang tidak fair bagi sektor swasta untuk memberikan layanan kredit kepada masyarakat usaha mikro/miskin. Oleh karenanya pemerintah sebaiknya berperan dalam pengaturan dan kebijakan yang tepat sehingga pasar lebih berfungsi secara efisien dan mendorong pihak swasta berperan aktif dalam pelayanan jasa keuangan. Salah satu upaya untuk mendorong peran swasta dalam pembiayaan mikro yaitu dengan mendirikan National Credit Council (NCC) tahun 1993 yang berada di Departemen Keuangan dengan partisipasi peran dari bank sentral. NCC merupakan suatu badan antar lembaga untuk menentukan dan merekomendasikan kebijakan dan peraturan bidang keuangan untuk diputuskan oleh pemerintah. Sedangkan peran bank sentral dalam pembiayaan mikro dapat dilihat baik mikro maupun makro. Secara mikro, terlihat dari kerjasama dan partisipasi bank sentral dalam pengaturan kebijakan dan regulasi melalui NCC untuk menciptakan peraturan yang kondusif dan pengawasan terhadap lembaga/institusi pembiayaan mikro. Sedangkan secara makro tugas bank sentral dalam menjaga kestabilan harga sehingga secara tidak langsung menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi usaha mikro. Selain itu diusulkan pula supaya bank sentral aktif memfasilitasi keterlibatan bank komersial dalam pembiayaan sektor mikro termasuk perannya yang aktif melalui NCC dalam menciptakan regulasi perbankan yang kondusif untuk turut serta membiayai sektor mikro.
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
27
2.5.4 Indonesia Dalam rangka pembiayaan mikro di Indonesia, peranan perbankan sebagai regulated financial institutions begitu penting dalam menyalurkan kredit skala mikro dan kecil. Beberapa bank seperti BRI melalui kantor-kantor cabangnya di berbagai pelosok daerah dan unit pembiayaannya telah berpengalaman dan sukses dalam menyalurkan pembiayaan mikro dan kecil sampai ke berbagai daerah dan pedesaan. Selain BRI selama ini pembiayaan kredit mikro dan kecil juga dilakukan oleh BPR, BPD, bank-bank persero dan bank umum swasta nasional lainnya di berbagai wilayah daerah dan pedesaan. Namun demikian sektor perbankan belum dapat sepenuhnya membiayai sektor usaha mikro, sehingga keberadaan lembaga keuangan mikro seperti koperasi, lembaga swadaya masyarakat, dan kelompok usaha masyarakat informal lainnya masih berperan dalam membiayai usaha mikro kecil. Pembiayaan mikro sampai ke pelosok daerah dan pedesaan tersebut mempertimbangkan karena sektor usaha mikro sebagian besar masih berada di daerah kecil dan pedesaan. Pemerintah melalui berbagai instansi terkait dan bekerjasama dengan bank sentral di Indonesia telah aktif dalam mendukung program pembiayaan mikro, antara lain inisiatif pembentukan proyek Pola Hubungan Bank dengan Kelompok Swadaya Masyarakat (PHBK) tahun 1989 yaitu penyediaan konsultan dalam rangka menghubungkan bank dengan kelompok pengusaha mikro yang memiliki usaha layak atau profitable tetapi belum bankable. Pelaksanaan inisiatif proyek ini mendapat dukungan dari German government technical assistance agency (GTZ). Disamping itu juga ada berbagai proyek kredit mikro dalam rangka mendukung pembiayaan mikro yang memperoleh bantuan teknis seperti dari Asian Development Bank (ADB), dan United Nations Development Programme (UNDP), United States Agency for International Development (USAID), dan lembaga lainnya. Berdasarkan undang-undang no. 23 th 1999, bank sentral tidak diperbolehkan lagi memberikan kredit likuiditas Bank Indonesia yang disalurkan melalui bank/lembaga keuangan lainnya seperti dahulu, dengan demikian pemerintah dan bank sentral mendorong sektor perbankan dan lembaga keuangan mikro berperan aktif dalam pembiayaan mikro dan kecil.
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
28
Dalam perkembangannya sampai saat ini, dalam rangka mendukung pembiayaan mikro, pemerintah bekerjasama dengan bank sentral melakukan berbagai upaya seperti: (a) Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang pelaksanaannya dilakukan melalui sistem pembiayaan bank, (b) Program Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) yang berfungsi sebagai pendamping UMKM untuk memperoleh akses pembiayaan dari perbankan, (c) Upaya pembentukan unit khusus pembiayaan mikro di beberapa BPD, serta (d) Pola kerjasama pembiayaan atau linkage program antara bank dengan lembaga keuangan mikro untuk meningkatkan peran intermediasi bank dalam pembiayaan usaha mikro dan kecil. Untuk lebih memperjelas peran pemerintah dan bank sentral dalam pembiayaan mikro kecil di beberapa negara seperti tersebut di atas, disampaikan tabel perbandingannya sebagaimana di bawah ini:
Tabel 2. Peran Pemerintah/Bank Sentral dalam Pembiayaan Sektor Usaha Mikro Kecil di beberapa negara Negara Indonesia
Kriteria
RRC
Bangladesh
Philippina
1. Program kredit mikro dari pemerintah
Ada
Ada
Ada
Ada
2. Program pembiayaan dari lembaga donor
Ada
Ada
Ada
Ada
3. Peran bank sentral terhadap pembiayaan mikro kecil
-Pembiayaan mikro kurang menjadi prioritas - People’s Bank of China sbg. bank sentral memiliki departemen
- Secara tdk lngs. melalui kestabilan harga. Secara langsung melalui pemberian fasilitas refinancing atas pinjaman sektor
- Secara makro - Secara makro melalui melalui kestabilan harga kestabilan dan iklim usaha harga, dan iklim kondusif. usaha kondusif - Secara mikro - Mendukung melalui program pengaturan pemerintah kebijakan/ seperti program regulasi utk kredit usaha turut rakyat, KKMB
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
29 (Sambungan Tabel 2) yg mengawasi koperasi bidang keuangan.
4. Pembiayaan mikro masih identik dengan bantuan sosial, hibah, stigma negatif, ketimbang program sektor keuangan yg penting
pertanian, tetapi nilainya semakin menurun. - Memberikan anjuran bank membiayai mikro kecil
mengawasi LKM melalui National Credit Council.
linkage program bank dan lembaga keuangan mikro, dan lainnya.
Ya
n.a
Ya
Ya
Agricultural Bank of China
Grameen Bank, Palli Karma Sahayak Foundation (PKSF)
- Land Bank of the Philippines - Development Bank of the Philippines - People’s Credit and Finance Corp.
Beberapa Bank Persero dan Bank Umum Swasta Nasional seperti: BRI, Mandiri, BNI, BTN,Bukopin, Danamon, dll.
6. LKM lainnya yang membiayai sektor usaha mikro kecil
Rural Credit Cooperative (RCC), NGO
NGO, koperasi, dan LKM lainnya
Rural bank, NGO, koperasi
7. Sektor ekonomi yang dibiayai dengan program pemerintah
Peternakan dan pertanian (on-farm)
Pertanian
Pertanian
BPR, koperasi, LSM, kelompok usaha informal lainnya Pertanian
5. Bank/LKM yang digunakan pemerintah menyalurkan kredit mikro kecil
8. Mendukung linkage program antara bank dan LKM untuk membiayai mikro kecil
n.a.
Ya (antara bank dgn LKM)
Ya (antara bank dgn rural bank, koperasi, NGO)
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
Ya (antara bank dgn BPR dan koperasi)
30 (Sambungan Tabel 2) 9. Rekomendasi Asian Development Bank kepada Bank Sentral dalam mendorong pembiayaan mikro kecil
10. Potensi pasar mikro
Melakukan kegiatan promosi: pilot project, studi/ riset, training, bekerjasama dgn stakeholders utk. mengembangk an performance dan standar pelaporan LKM, dll.
- Relatif hanya dapat berperan sedikit dan bersifat tidak langsung krn lebih didominasi peran pemerintah. - Diperlukan peraturan yang jelas dlm bentuk Microfinance Act atau “MFI Act” - Mendorong linkage program antara bank dgn LKM - Bekerjasama dgn stakeholders mengembang kan performance dan standar pelaporan LKM
- Promosi dan menghentikan subsidi kredit program - Menganjurka n bank dan private sectors berpartisipasi membiayai mikro kecil - Meriview peraturan menjadi kondusif utk pembiayaan mikro - Bekerjasama dgn stakeholders mengembang kan performance dan standar pelaporan LKM.
- Melakukan kegiatan promosi: pilot project untuk inovasi pola pembiayaan, studi/riset, training, bekerjasama dgn stakeholders utk. mendorong pembiayaan mikro kecil - Pengalihan pengawasan BPR kepada suatu institusi
Besar
Besar
Besar
Besar
2.6 Hasil Studi mengenai: Menuju Pendirian Bank Usaha Mikro dan Kecil3 Dalam rangka mendukung pembiayaan usaha mikro dan kecil di Indonesia, Bank Indonesia bekerjasama dengan Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah melakukan studi untuk membuat konsep mengenai pendirian Bank Usaha Mikro dan Kecil (BUMK) pada tahun 2008. Latar belakang diperlukannya BUMK yaitu: (a) Besarnya potensi usaha mikro dan 3
Sumber: Hasil studi PPSK-Bank Indonesia, 2008
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
31
kecil dalam perekonomian, (b) Rendahnya penyerapan kredit usaha mikro dan kecil, (c) Bantuan pemerintah terhadap usaha mikro kecil belum maksimal. Selanjutnya apa yang dimaksud dengan BUMK yaitu bank yang khusus ditujukan untuk memperluas akses pembiayaan dan meningkatkan kapasitas atau capacity building usaha mikro dan kecil sehingga tumbuh menjadi pengusaha tangguh dan mandiri serta berperan aktif dalam mendukung perekonomian nasional. Konsep hasil studi dimaksud sudah menjadi masukan kebijakan kepada pemerintah dan sampai saat ini belum dapat diketahui jelas tindak lanjutnya. Untuk memperjelas konsep BUMK dibandingkan dengan bank umum, disampaikan tabel perbandingannya di bawah ini:
Tabel. 3 Konsep Bank Usaha Mikro dan Kecil dibandingkan dengan Bank Umum Kriteria
Konsep BUMK
Bank Umum
1. Kekhususan usaha
a. Mengefektifkan dan mengoptimalkan bantuan pemerintah kepada usaha mikro kecil b. Memfokuskan akses kredit kepada usaha mikro kecil dan kelompok perempuan c. Mempermudah akses kredit kpd wirausaha usaha mikro kecil yang akan, sedang dan telah tumbuh. d. Menumbuhkan wirausaha baru melalui program inkubator e. Memberikan akses kpd usaha mikro baru yg blm pernah mendpt kredit.
Tidak diatur secara khusus
2. Skema pembiayaan
Diatur/disepakati secara spesifik meliputi: sumber dana, sk bunga, jaminan, plafon kredit, persyaratan
Tidak diatur secara spesifik
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
32 (Sambungan Tabel 3) debitur,prosedur kredit, pengawasan kredit, dll. 3. Plafon kredit
Kelompok debitur 1: - Dibawah Rp 5 juta - Cash flow analysis
Mengikuti peraturan/ kebijakan bank
Kelompok debitur 2: - Rp 5 - 50 juta - Tanpa feasibility study Kelompok debitur 3: - Di atas Rp 50-100 juta - Feasibility study 4. Dimiliki oleh
Pemerintah, masyarakat
Pemerintah, masyarakat
5. Supervisi
Bank Indonesia
Bank Indonesia
6. Kerjasama pembiayaan atau Linkage program
Kerjasama dengan BPR, koperasi. Kriteria diatur secara spesifik: manajemen sehat, Loan to Deposit Ratio (LDR) > 85 % , Non Performing Loan (NPL gross) < 5%, jumlah debitur mikro kecil dibawah Rp 5 juta minimal 50%, jumlah debitur produktif minimal 50%, dll.
Kerjasama dengan BPR, koperasi. Kriteria diatur sesuai kesepakatan perjanjian kerjasama
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Kerangka Analisis Pendekatan analisis yang dipergunakan dalam evaluasi penyaluran kredit mikro dan kecil yaitu dengan menggunakan metode analisis kuantitatif deskriptif. Metode analisis ini dipilih karena mempertimbangkan cukup luasnya aspek permasalahan yang berkaitan dengan pembiayaan sektor mikro dan kecil. Dengan demikian melalui analisis secara kuantitatif deskriptif diharapkan permasalahan dalam evaluasi penyaluran kredit mikro dan kecil dari bank umum di Indonesia dapat lebih diurai dan mendalam. 3.2 Metode Pengumpulan Data Dalam penulisan ini data yang digunakan adalah data sekunder kredit perbankan dan pembiayaan koperasi. Sumber data diperoleh dari data publikasi, hasil survei penelitian Bank Indonesia sebelumnya dan wawancara dengan pejabat yang berwenang di Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Adapun periode waktu pengamatan yaitu mulai dari Januari 2004 sampai dengan Desember 2009.
1.3 Definisi Operasional a. Menurut ADB, 2001, microfinance merupakan jasa sektor keuangan dalam artian luas yang mencakup layanan deposito, pinjaman, pembayaran, transfer uang, dan asuransi yang ditujukan bagi masyarakat berpendapatan rendah dan miskin. b. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. c. Kredit mikro adalah kredit dengan plafon sampai dengan Rp 50 juta. d. Kredit Kecil adalah kredit dengan plafon lebih dari Rp 50 juta sampai dengan Rp 500 juta. e. Kredit Usaha Kecil (KUK) adalah: - Dalam rangka penerusan kredit dari Bank Indonesia
33 Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
34
Kredit yang diberikan kepada debitur UMKM melalui bank pelapor yang sumber dananya dari Bank Indonesia dan atas penerusan kredit ini bank pelapor tidak menanggung resiko. - Lainnya. f. Bukan KUK adalah: - Kredit kelolaan: kredit yang diberikan kepada debitur bukan UMKM melalui bank pelapor dan atas pemberian kredit tersebut bank pelapor tidak menanggung resiko. Bank pelapor tidak memungut dan membayar bunga tetapi memperoleh fee penerusan kredit yang dananya berasal dari bank pelapor lain tidak dilaporkan. - Penerusan kredit dari Bank Indonesia: kredit yang diberikan kepada debitur bukan UMKM melalui bank pelapor yang sumber dananya dari Bank Indonesia. Atas penyaluran kredit ini bank pelapor tidak menanggung resiko. - Bantuan proyek:
penerusan kredit oleh bank pelapor kepada debitur bukan
UMKM yang dananya berasal dari pinjaman luar negeri yang penggunaannya ditujukan untuk pembiayaan investasi atau pembangunan proyek milik pemerintah atau swasta, berupa barang modal atau kebutuhan devisa lainnya berupa project aid. - Kredit Kelolaan diluar bantuan proyek: kredit yang diberikan kepada debitur bukan UMKM dimana dana yang diteruskan oleh bank pelapor tidak berupa nilai lawan valuta asing bantuan proyek. Bank penerus tidak menanggung resiko. Termasuk pula dalam kredit ini adalah kredit investasi yang dananya dari Rekening Dana Investasi (RDI). g. Muddharabah Muqayadah adalah penerusan kredit bank umum berdasarkan prinsip syariah. h. Penerusan kredit melalui Chanelling adalah pinjaman yang diberikan oleh Bank Umum kepada anggota Koperasi melalui Koperasi yang bertindak sebagai agen dan tidak mempunyai kewenangan memutus kredit kecuali mendapat surat kuasa dari Bank Umum. Executing adalah pinjaman yang diberikan oleh Bank Umum (Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah) kepada Koperasi dalam rangka pembiayaan untuk disalurkan kepada anggota Koperasi. Joint Financing adalah pembiayaan bersama terhadap anggota Koperasi yang dilakukan oleh Bank Umum dan Koperasi.
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
35
i. Kriteria UMKM :
UU No. 20 Tahun 2008 BI Plafon kredit Asset Omzet s/d 50 jt max 50 jt max 300 jt > 50 jt ‐ 500 jt > 50 jt ‐ 500 jt > 300 jt ‐ 2,5 M > 500 jt ‐ 5 M > 500 jt ‐ 10 M > 2,5 M ‐ 50 M
Jenis Usaha Mikro Kecil Menengah
j. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. k. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. l. Bank Pembangunan Daerah adalah bank umum yang sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah dan memiliki bentuk hukum berupa perusahaan daerah. m. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
3.4 Kerangka Pemikiran Pendekatan dengan metode analisis kuantitatif deskriptif dilakukan dengan cara: 3.4.1 Melakukan
analisis
mengenai
bagaimana
penerapan
pendekatan
relationship lending dalam penyaluran kredit mikro dan kecil di Indonesia yang mengacu kepada hasil studi penyaluran kredit SMEs di Jepang mengenai: a. Penerapan relationship lending, dan b. Dampaknya
1.4.2 Melakukan analisis data penyaluran kredit mikro dan kecil di Indonesia yang dilihat dari: a. Analisis share kredit Berdasarkan data kredit perbankan yang ada dilakukan analisis mengenai penyaluran kredit mikro, kredit kecil dan kredit perbankan. Dengan
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
36
mengetahui data perkembangan masing-masing penyaluran kredit dimaksud, dapat diketahui berapa persentase penyalurannya, kebijakan apa yang mendukung penyaluran kredit dan kendala apa yang menghambat penyerapan kredit tersebut.
b. Analisis pertumbuhan atau slope kredit Analisis ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana trend dan pertumbuhan dari masing-masing kredit mikro, kredit kecil dan kredit perbankan. Selanjutnya bagaimana prospektif pembiayaan bank kepada usaha mikro dan kecil.
c. Analisis pelaku kredit Berdasarkan data Rencana Bisnis Bank (RBB) yang disampaikan oleh bank kepada Bank Indonesia yang mana umumnya disampaikan di awal tahun, dapat diketahui berapa besar komitmen perbankan untuk membiayai UMKM berdasarkan kelompok bank. Dengan analisis yang dilakukan ini dapat diketahui kelompok bank mana dari kelompok bank persero, bank usaha swasta nasional, bank pembangunan daerah, bank asing/campuran, bank perkreditan rakyat dan bank perkreditan rakyat syariah yang memberikan komitmen besar kepada pembiayaan UMKM, dan apa pertimbangannya.
d. Analisis penerusan kredit berdasarkan jenis kredit Berdasarkan data penerusan kredit (off-balance sheet) bank umum berdasarkan jenis kredit, penerusan kredit dapat dibedakan berdasarkan jenis kredit usaha kecil (KUK), bukan KUK dan Mudharabah Muqayaddah. Berdasarkan data penerusan kredit tersebut dilakukan analisa untuk mengetahui bagaimana perkembangan penerusan kredit ketiga jenis kredit dimaksud dan penerusan untuk jenis kredit mana yang memiliki prospektif perkembangan yang baik.
e. Analisis penerusan kredit berdasarkan pertumbuhan jenis kredit
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
37
Analisa ini dilihat dari penerusan kredit berdasarkan pertumbuhan jenis kredit: KUK, bukan KUK dan Mudharabah Muqayaddah. Dengan melakukan analisa ini ingin diketahui bagaimana trend pertumbuhan dan prospektif
perkembangan
dari
masing-masing
penerusan
kredit
berdasarkan ketiga jenis kredit dimaksud.
f. Analisis penerusan kredit berdasarkan golongan penyalur Berdasarkan data penerusan kredit (off-balance sheet) bank umum berdasarkan golongan penyalur, penerusan kredit dapat dibedakan berdasarkan golongan penyalur: koperasi, lembaga swadaya masyarakat, dan swasta lainnya. Berdasarkan data penerusan kredit tersebut dilakukan analisis untuk mengetahui bagaimana perkembangan penerusan kredit berdasarkan masing-masing ketiga golongan penyalur dimaksud dan penerusan kredit melalui golongan penyalur yang mana yang memberikan prospek perkembangan yang baik.
g. Analisis penerusan kredit berdasarkan pertumbuhan golongan penyalur Analisis ini dilihat dari penerusan kredit berdasarkan pertumbuhan golongan penyalur yang dibagi menjadi tiga golongan penyalur yaitu: koperasi, lembaga swadaya masyarakat dan swasta lainnya. Dengan analisis ini ingin diketahui bagaimana trend pertumbuhan dan prospektif pengembangan dari masing-masing penerusan kredit berdasarkan ketiga golongan penyalur dimaksud.
h. Analisis peranan koperasi dalam penyaluran kredit mikro dan kecil Selama ini koperasi telah dikenal pengalamannya dalam pembiayaan usaha mikro kecil. Analisis yang dilakukan dalam hal ini bagaimana koperasi dapat lebih diberdayakan dan dapat berperan aktif dalam pembiayaan usaha mikro dan kecil.
i. Analisis mengapa kredit mikro perlu ditingkatkan
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
38
Pembahasan dalam analisis ini mencakup bagaimana kontribusi UMKM dalam sektor ekonomi, potensi pasar pembiayaan mikro kecil, pembiayaan mikro dan kecil oleh perbankan dan koperasi, serta prospek pembiayaan sektor mikro dan kecil kedepan.
j. Analisis solusi gap antara kondisi saat ini dengan kondisi ideal Analisis pada bagian ini bertujuan untuk melakukan identifikasi kondisi saat ini dan kondisi ideal dari: (a) Penyaluran kredit mikro dan kecil, (b) Peran perbankan dalam pembiayaan mikro dan kecil, serta (c) Peran koperasi dalam pembiayaan mikro dan kecil. Setelah diketahui masingmasing kondisi saat ini dan kondisi ideal tersebut, selanjutnya melakukan identifikasi mengenai solusi terhadap gap yang terjadi atas perbandingan kondisi tersebut.
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
BAB 4 ANALISIS PENYALURAN KREDIT MIKRO DAN KECIL DARI BANK UMUM DI INDONESIA
Analisis Penyaluran Kredit Mikro dan Kecil di Indonesia yang Mengacu Kepada Hasil Studi Penyaluran Kredit Small and Medium Enterprises (SMEs) di Jepang Dalam industri perbankan diketahui bahwa masing-masing bank memiliki strategi dalam pemasaran dan penyaluran kreditnya. Bagi bank besar yang umumnya memiliki aset besar relatif beroperasi dengan melayani debitur skala besar atau korporasi. Demikian untuk bank kecil dengan skala aset kecil pada umumnya melayani debitur skala mikro dan kecil. Masing-masing bank memiliki strategi usaha dan penyaluran kreditnya. Sebelumnya, berdasarkan studi yang dilakukan oleh Berger, et al., (2005) dikatakan bahwa bank besar di Amerika dalam proses persetujuan kredit yang diajukan oleh calon debiturnya menggunakan pendekatan secara kuantitatif berdasarkan penilaian atas laporan keuangan debitur. Sedangkan bank kecil dalam proses persetujuan kreditnya mengandalkan pendekatan atau relationship lending berdasarkan informasi yang diperoleh dari para loan account officernya. Hasil studi di Amerika tersebut, digunakan sebagai rujukan untuk melihat bagaimana keterkaitan hubungan antara ukuran bank atau bank size dengan penyaluran kredit berdasarkan relationship lending di Jepang yang dilakukan oleh Uchida, Udell dan Watanabe, (2007). Adapun hasil studi di Jepang tersebut menghasilkan suatu temuan lagi yang membuktikan bahwa bank kecil di Jepang juga menggunakan pendekatan relationship lending untuk menyalurkan kredit SMEsnya, sebagaimana hasil studi Uchida, Udell, dan Watanabe (2007, p. 26) tersebut yang mengatakan: “Our results indicate that small banks tend to have stronger relationships with their borrowers (SMEs) in terms of the scope of relationship, the distance from the borrower, the frequency of contact, and the exclusivity of lenders.” Dengan kata lain bank kecil memiliki keunggulan komparatif yaitu strategi penyaluran kredit SMEs atas dasar hubungan kedekatan
39 Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
40
antara bank dengan debiturnya yang lebih kuat bila dibandingkan dengan bank besar. Selanjutnya hasil studi di Jepang tersebut akan digunakan sebagai acuan untuk mengetahui bagaimana studi empiris di Indonesia apakah hasil studi tersebut berlaku atau tidak. Dengan metode analisis kuantitatif deskriptif hasil studi di Jepang tersebut akan coba dibuktikan. Salah satu referensi yang digunakan dalam rangka pembuktian tersebut yaitu menggunakan data dan informasi hasil studi yang dilakukan oleh tim peneliti dari Pusat Pendidikan dan Studi kebanksentralan – Bank Indonesia yang berjudul: “Pola Kerjasama Terfokus antara Bank Pembangunan Daerah (BPD) dengan Koperasi Untuk Pembiayaan Usaha Mikro Informal (UMI)” yang dilakukan maret 2009.
4.1
Analisis Pendekatan Relationship Lending dalam Penyaluran Kredit Mikro dan Kecil di Indonesia Selanjutnya analisis untuk mengukur bagaimana pendekatan relationship lending dalam penyaluran kredit mikro dan kecil di Indonesia akan dilakukan dengan mengacu kepada hasil studi mengenai penerapan pendekatan relationship lending dalam penyaluran kredit SME di Jepang. Hasil pengukuran tersebut dapat disampaikan sebagaimana tabel berikut:
Tabel 4. Pengukuran Relationship Lending
No
Variabel
1.
The scope of relationship
JEPANG Studi Uchida, Udell, Watanabe, 2007 The relationship between the firm and the main bank: - Length, represents how many years the firm and its main bank have transactional relationship. Not only the existence of lending relationship but also broader relationship. - Scope, represents the scope of relationships which is constructed by the
INDONESIA Studi Bank Indonesia, 2009 Kedekatan hubungan antara bank dan debitur (the scope of relationship) dapat dibuktikan dengan: - Pinjaman diberikan secara bergilir. Atas pelunasan kredit sebelumnya bisa mengajukan kredit kembali dgn kenaikan plafon dan jangka waktu pinjaman dapat lebih panjang. - Debitur membuka rekening
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
41 (Sambungan Tabel 4) principal component analysis using the information about the existence or non-existence of five particular transactions between the firm and the bank, whether: (i) the SME settles notes payable at the bank, (ii) the SME settles notes payable at the bank, (iii) the SME has purchased stock in the bank, (iv) the SME has obtained some information services from bank, (v) the SME has time deposits at the bank.
2.
The distance
The distance is a variabel representing the physical distance between the firm and the bank branch or office : - No greater than 500m, it has value 0.25 - Greater than 500m-1km = 0.75 - Greater than 1km-10km = 5.5 - Greater than 10km-30km = 20 - Greater than 30km-50km = 40 - Greater than 50km = 75
3.
The frequency of contact
The frequency of contact is a variable representing the frequency of contact between the firm and a loan officer of the main bank: - Once a day, it has value 365 - Once a week = 52 - Once in two weeks = 26
dan memiliki simpanan pada bank/koperasi pemberi pinjaman. - Sistem pinjaman kelompok atau group lending yang memiliki unsur bimbingan teknis selain pembiayaan. Dilakukan oleh petugas bank/koperasi. - Ada keterikatan sosial yg tinggi, seperti: kepercayaan, tenggang rasa, jaminan sosial, dll. - Petugas pihak bank/koperasi lebih mengenal kondisi usaha debitur - Persyaratan pinjaman lunak, proses dan persetujuan pinjaman lebih cepat dan mudah. Kedekatan jarak lokasi bank/koperasi dengan debitur (the distance from the borrower) dibuktikan melalui: - Sistem pinjaman kelompok debitur yang dibangun atas dasar kedekatan lokasi tempat tinggal, kesamaan profesi/usaha/gender, kedekatan kelompok usia, kelompok arisan, dll. - Bank/koperasi yg berada dilokasi yg sama dengan tempat usaha debitur, misal bank/koperasi dipasar, di mal/apartemen, koperasi karyawan, BPR di kampus, dll. Frekuensi pertemuan antara debitur dengan petugas lapangan bank/koperasi (the frequency of contact) dibuktikan melalui: - Sistem ”jemput bola” yg dilakukan oleh petugas lapangan bank/koperasi utk penarikan angsuran
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
42 (Sambungan Tabel 4) - Once a month = 12 - Once in two months = 6 - Once in three months = 4 - Once in a half year = 2 - Once a year = 1 - No contact = 0
4.
The exclusivity of lenders
The exclusivity of lenders is the number of banks and non bank institutions that a firm borrows from.
pinjaman secara harian, mingguan, bulanan, musiman atau sesuai kesepakatan. Umumnya wkt penarikan angsuran pinjaman dpt juga digunakan sekaligus utk proses pengajuan/persetujuan kredit. - Pinjaman kelompok (group lending) yg mewajibkan anggota hadir dlm pertemuan kelompok yg dilakukan secara mingguan, bulanan, musiman/sesuai kesepakatan. Pertemuan tersebut dihadiri petugas koperasi/bank. Jumlah pemberi pinjaman per debitur (the exclusivity of lenders) dibuktikan melalui: - Debitur meminjam kepada satu bank/koperasi saja - Debitur memperoleh kredit baru atas kredit lamanya yg lunas atau bisa simultan dgn kredit lama dari bank/koperasi yg sama. - Fasilitas kredit (diluar modal kerja) yg ditawarkan oleh bank/koperasi kepada debitur yg dpt melunasi pinjaman selalu secara tepat waktu. - Pemberian rewards atau potongan bunga kepada debitur yg dpt melunasi pinjaman sebelum jatuh tempo atau lebih cepat.
Berdasarkan analisis yang dilakukan atas keempat kriteria variabel pengukuran kedekatan hubungan antara bank dengan debiturnya sebagaimana diuraikan dalam tabel di atas, diperoleh hasil analisis bahwa bank kecil dan koperasi di Indonesia juga terbukti melakukan pendekatan relationship lending dalam penyaluran kredit mikro dan kecilnya sama seperti hasil studi di Jepang.
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
43
4.2
Analisis Dampak Relationship Lending Analisis selanjutnya ingin mengetahui apakah relationship lending di Jepang yang berimplikasi terhadap peningkatan penyaluran kredit SMEs juga memberikan dampak yang sama terhadap peningkatan penyaluran kredit mikro dan kecil di Indonesia. Oleh karena keempat variabel pengukuran relationship lending tersebut juga diterapkan oleh bank dan koperasi yang selama ini membiayai kredit mikro dan kecil. Bagaimana analisis dampak tersebut dapat dilihat pada tabel seperti di bawah ini:
Tabel 5. Dampak Relationship Lending JEPANG INDONESIA Studi Uchida,Udell dan Watanabe, 2007 Studi Bank Indonesia, 2009 1. Dengan menerapkan pendekatan 1. Dari hasil analisis terhadap relationship lending, penyaluran kredit pengukuran variabel relationship kepada SMEs meningkat sebagaimana lending dapat dibuktikan bahwa hasil studi di Jepang yang Indonesia menerapkan pendekatan menyatakan: relationship lending dimaksud. 2. Sesuai perkembangan pasar keuangan Jepang, banyak bank besar beralih ke 2. Implikasi penerapan relationship kredit SMEs lending, kredit mikro dan kecil seharusnya meningkat, tetapi Bank kecil akan survive dalam industri berdasarkan data yang ada kredit perbankan kedepan karena memiliki mikro cenderung turun, kredit kecil keunggulan komparatif dalam naik dan secara bersama-sama penyaluran kredit SMEs-nya. (kredit mikro+kecil) relatif stabil berdasarkan fakta data penyaluran kredit mikro dan kecil dibawah ini.
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
44
Tabel 6. Fakta Penyaluran Kredit Mikro dan Kecil di Indonesia No.
1.
Fakta data Penyaluran Kredit Mikro dan Kecil
Kredit mikro menurun dari 21,6% (2004) menjadi 16,7% (2009). Sedangkan kredit kecil naik dari 12,6% menjadi 18,1 %. Secara bersama-sama (kredit mikro + kredit kecil) mengalami kenaikan yang tidak terlalu besar nilainya atau bahkan relatif stabil yaitu dari 34,2 % (2004) menjadi 34,8 % (2009).
2.
Slope grafik kredit mikro paling kecil sehingga paling landai bila dibandingkan dengan grafik kredit kecil dan kredit perbankan. Hal itu juga menunjukkan kredit mikro paling lambat pertumbuhannya. Bahkan grafik kredit mikro mengalami penurunan mulai sekitar bulan ke 60 atau sekitar Desember 2008, sebaliknya kredit kecil mulai naik.
3.
Tingkat pertumbuhan rata-rata per bulan kredit mikro yaitu 1,30% sedangkan kredit kecil 2,24% dan kredit perbankan 1,70%.
4.
Penerusan kredit bank umum berdasarkan jenis kredit KUK (atau sekarang UMKM) menunjukkan pertumbuhan yang baik kedepan terlihat dari nilai slope grafiknya. Demikian pula penerusan kredit bank berdasarkan golongan penyalur, paling efektif dilakukan melalui koperasi.
5.
Sesuai dengan rencana bisnis bank, diketahui pertumbuhan komitmen untuk kredit UMKM masih didominasi oleh kelompok bank persero dengan pertumbuhan 51,4%, sementara Bank Umum Swasta Nasional 26,6%, Bank Pembangunan Daerah 13%, Bank Asing/Campuran – 0,5%, dan Bank Perkreditan Rakyat/Bank Perkreditan Rakyat Syariah 3,6%.
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
45
Fakta penyaluran kredit mikro dan kecil di Indonesia sebagaimana tabel tersebut di atas dapat dijelaskan berdasarkan analisis terhadap perkembangan data penyaluran kredit yang dilihat dari:
A. Analisis Share Kredit: Tabel 7. Share Kredit Mikro, Kecil dan Perbankan 2004 dan 2009 Tahun
Kel. Mikro
%
Kel. Kecil
%
Kel. Bank
%
2004
1,259,228
21.6
734,859
12.6
5,841,112
66
2005
1,573,681
20.9
1,054,135
14.0
7,522,147
65
2006
1,869,647
21.7
1,259,756
14.6
8,612,433
64
2007
2,097,803
19.8
1,557,061
14.7
10,570,676
65
2008
2,419,003
17.4
2,224,400
16.0
13,914,545
67
2009
2,703,328
16,7
2,924,405
18,1
16,153,906
65
11.922.690
19.0
9,754,616
15.6
62,614,819
65
Sumber data: Bank Indonesia, diolah
Sumber data: Bank Indonesia, diolah
Gambar 2 a : Share Kredit Mikro, Kecil dan Perbankan 2004 dan 2009
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
46
share kredit mikro & kecil, 2004 K. Mikro 21%
K. Bank 66%
K. Kecil 13%
share kredit mikro & kecil, 2009 K. Mikro 17%
K. Bank 65%
K. Kecil 18%
Sumber data Bank Indonesia, diolah
Gambar 2 b : Share Kredit Mikro, Kecil dan Perbankan 2004 dan 2009
Sebagaimana tabel 7 diatas, terlihat bahwa dari tahun 2004 ke 2009 share kredit mikro turun (dari 21,6% menjadi 16,7%) tapi kredit kecil naik (dari 12,6% menjadi 18,1%) sedangkan share kredit perbankan menurun (dari 66% menjadi 65%), hal itu disebabkan bank masih enggan membiayai sektor mikro disebabkan persepsi negatif dimasa lalu bahwa kredit mikro masih identik dengan penghapusan kredit dan program subsidi pemerintah dan tingkat non-performing loan yang tinggi karena lebih banyak digunakan untuk kebutuhan konsumtif dan bukan produktif. Disamping itu terjadi kemungkinan untuk sektor usaha mikro lebih sulit memenuhi persyaratan kredit dan melakukan akses pembiayaan kepada sektor perbankan dibandingkan skala usaha kecil. Sementara peningkatan share kredit kecil naik diperkirakan seiring dengan kebijakan Pemerintah membentuk satuan tugas pembentukan KKMB (Konsultan Keuangan Mitra Bank) pada awal 2003. Program KKMB ini didukung oleh beberapa departemen teknis terkait yaitu Departemen Pertanian, Kementerian Koperasi & UKM, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen Sosial, Departemen Dalam Negeri, dan pihak konsultan swasta lainnya. Kebijakan Pemerintah dengan program KKMB ini bertujuan membantu identifikasi UMKM yang selama ini telah menjadi subsektor ekonomi yang potensial, dan mendorong realisasi bisnis plan perbankan. Oleh sebab itu tugas KKMB yaitu menghubungkan UMKM untuk memperoleh kredit bank, sehingga adanya
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
47
peranan KKMB tersebut turut mendorong peningkatan realisasi kredit kecil dari bank. Adapun penurunan kredit bank diperkirakan dampak dari krisis global 2008 dan prinsip kehati-hatian bank untuk menyalurkan kredit sehingga berdampak pada penurunan share kreditnya.
B. Analisis Pertumbuhan atau Slope Kredit:
Chart Title
Miliar 1,600,000 1,400,000 1,200,000 1,000,000 800,000 600,000 400,000 200,000 0
y = 340.698 + 14.492 x
y = 92.894 + 1.992 x
2004‐Jan Apr Jul Okt 2005‐Jan Apr Jul Okt 2006‐Jan Apr Jul Okt 2007‐Jan Apr Jul Okt 2008‐Jan Apr Jul Okt 2009‐Jan Apr Jul Okt
y = 27.892 + 2.948 x
Mikro
Kecil
Perbankan
Sumber data: Bank Indonesia, diolah
Gambar 3: Grafik Pertumbuhan Kredit Mikro, Kecil dan Perbankan
Dari gambar ketiga grafik kredit seperti tampak pada gambar 3 di atas diketahui bahwa grafik kredit mikro paling landai dibandingkan grafik kredit kecil dan perbankan, hal itu terlihat dari slope persamaan grafik mikro paling kecil yaitu 1.992 x dibandingkan dengan slope grafik kredit kecil 2.948 x dan slope grafik kredit perbankan 14.492 x. Menunjukkan pula bahwa pertumbuhan kredit mikro paling lambat dibandingkan kredit kecil dan perbankan. Bahkan grafik kredit mikro mulai menurun pada sekitar bulan ke 60, dan dalam waktu yang bersamaan pertumbuhan grafik kredit kecil mulai naik lebih tinggi dibandingkan kredit mikro. Meskipun ada peningkatan tetapi fenomena tersebut memberikan gambaran bahwa selama ini sektor mikro dan kecil masih banyak dibiayai oleh penyedia dana di luar sistem perbankan, seperti lembaga keuangan mikro lainnya misal koperasi, lembaga swadaya masyarakat atau pelepas uang/rentenir. Disisi
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
48
lain, ada kemungkinan kebijakan perbankan yang dilahirkan belum dapat mendorong penyerapan kredit mikro. Hal ini juga didukung dengan tingkat pertumbuhan kredit rata-rata per bulan untuk kredit mikro yaitu 1,30%, kredit kecil sebesar 2,42% dan kredit bank sebesar 1,70%. Sementara itu, pertumbuhan grafik kredit perbankan berada jauh di atas pertumbuhan kredit mikro dan kecil. Hal itu menandakan bahwa sektor mikro dan kecil belum menarik bagi pembiayaan bank. Sebaliknya sektor mikro dan kecil relatif masih sulit mengakses pembiayaan bank karena sulit memenuhi persyaratan kredit bank secara umum. Disamping itu, terlihat kesenjangan yang masih luas antara grafik kredit bank dengan grafik kredit mikro/kecil, menunjukkan masih besarnya potensi pembiayaan bank bagi sektor mikro dan kecil untuk dilakukan.
C. Analisis Pelaku Kredit: Tabel 8. Data Rencana Bisnis Bank (RBB) Kredit UMKM Menurut Kelompok Bank
Keterangan Kelompok Bank Bank Persero Bank Umum Swasta Nasional Bank Pembangunan Daerah Bank Asing/Bank Campuran Bank Perkreditan Rakyat/ Bank Perkreditan Rakyat Syariah
UMKM
UMKM
UMKM
UMKM
RBB 2007
RBB 2008
RBB 2009
RBB 2010
86,031 28,005 36,384 15,836 2,752 3,054
134,807 47,112 57,982 18,062 7,176 4,476
137,220 65,720 44,242 20,058 3,584 3,616
172,949 71,309 73,397 20,409 3,193 4,641
Growth 2007 - 2010 %
155 102 29 16 52
Sumber: Bank Indonesia, 2010
Dari Rencana Bisnis Bank (RBB) periode 2007 sampai dengan 2010 diketahui bahwa komitmen bank terhadap kredit UMKM menurut kelompok bank, pertumbuhan komitmen kredit paling tinggi berada pada bank persero yaitu sekitar 155 %. Tingginya komitmen rencana kredit bank persero dimaksud diperkirakan antara lain karena digulirkannya kebijakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang mengikutsertakan bank-bank milik pemerintah (bank persero) sebagai bank pelaksana dalam program KUR. Realisasi penyaluran KUR per
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
49
desember 2008 diketahui sekitar Rp 12,6 triliun bagi sekitar 1,67 juta debitur sebagaimana tabel di bawah ini: Tabel 9. Realisasi Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (Per 31 Desember 2008) TOTAL KREDIT (Rp juta)
TOTAL DEBITUR
RATA-RATA KREDIT
BNI
1,163,861
8,998
129.35
BRI KUR
2,908,283
25,934
112.14
BRI KUR Mikro
6,293,674
1,590,039
3.96
MANDIRI
1,142,681
37,010
30.87
BTN
166,044
1,036
160.27
Bukopin
623,205
2,944
211.69
BSM
326,436
5,707
57.20
12,624,185
1,671,668
7.55
BANK
Total Sumber:Bank Indonesia, 2008
Selain pelaksanaan program KUR tersebut di atas, pada tahun 2007 juga dilakukan penandatanganan surat pemberitahuan persetujuan pemberian kredit (SP3) antara bank umum dengan koperasi dalam rangka kerjasama linkage program. Pelaksanaan penandatangan ini dimaksudkan untuk lebih mendorong penyerapan kredit perbankan bagi usaha mikro dan kecil, selain itu juga dalam rangka pemberdayaan lembaga keuangan mikro seperti koperasi. Dalam perjanjian kredit tersebut diketahui komitmen dari bank persero yaitu bank Mandiri, BNI dan BSM diperoleh sekitar Rp 313,5 miliar bagi 27 koperasi. Komitmen kredit dari bank persero tersebut lebih besar dari komitmen bank umum swasta yaitu sekitar 8 bank yang merencanakan akan memberikan kredit sebesar Rp 262,3 miliar bagi 30 koperasi. Sementara itu pertumbuhan komitmen bank terhadap kredit UMKM terendah berada di kelompok bank asing dan campuran yaitu sebesar 16 %. Rendahnya pertumbuhan komitmen bank asing dan campuran tersebut diperkirakan karena keterbatasan bank untuk masuk ke pasar pembiayaan sector mikro dan kecil.
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
50
D. Analisis Penerusan Kredit Berdasarkan Jenis Kredit: Tabel 10. Penerusan Kredit (Off-Balance Sheet) Bank Umum berdasarkan Jenis Kredit Tahun
KUK
%
Bukan KUK
%
Mudharabah Muqayaddah
%
2004 2005 2006 2007 2008 2009
73,160 135,286 175,028 163,931 182,234 145,029
17 32 37 32 35 32
363,971 283,829 299,761 345,551 328,508 295,045
83 67 63 67 64 66
1,260 3,245 4,062 5,451 5,429 7,104
0,3 0,8 0,8 1,1 1,1 1,6
Sumber: Statistik perbankan Indonesia, Bank Indonesia, 2004-2009
Penerusan kredit (off balance sheet) bank umum berdasarkan jenis kredit dibagi menjadi tiga jenis yaitu: Kredit Usaha Kecil (KUK), Bukan KUK, dan Mudharabah Muqayaddah. Berdasarkan table 10 di atas, diketahui bahwa dalam periode 2004 sampai dengan 2009 penerusan kredit untuk jenis KUK (Kredit Usaha Kecil) mengalami pertumbuhan pesat dari 17% menjadi 32%. Pertumbuhan pesat dari penerusan kredit KUK diduga karena bank masih memilih untuk menyalurkan kredit skala besar, yaitu kredit kecil (plafon lebih dari Rp 50 jt s/d 500 jt) dan kredit menengah (plafon lebih dari Rp 500 jt s/d 5 miliar).
Gambar 4 : Penerusan Kredit (Off-Balance Sheet) Bank Umum berdasarkan Jenis Kredit Oleh karena dalam periode waktu pengamatan yang sama diketahui share kredit mikro menurun dari 21,6 % menjadi 16,7 %. Apalagi bank penyalur tidak
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
51
menanggung resiko kredit, dan semakin besar kredit yang disalurkan akan memperbesar pendapatan fee. Sedangkan penerusan kredit Bukan KUK mengalami penurunan dari 83% menjadi 66%, hal itu diperkirakan karena: (a) Bank Indonesia tidak diperbolehkan lagi mengucurkan kredit yang sumber dananya berasal dari Bank Indonesia seperti kredit likuiditas Bank Indonesia (sebagaimana diketahui komponen kredit Bukan KUK salah satunya yaitu penerusan kredit yang dananya bersumber dari Bank Indonesia), dan (b) Dugaan penurunan penyerapan dana pinjaman atau pengurangan komitmen pinjaman dari dana Bantuan Proyek yang berasal dari luar negeri. Pada umumnya, penyebab penurunan tingkat penyerapan pinjaman disebabkan karena proyek tidak berjalan atau kesulitan memenuhi persyaratan untuk pencairan dana pinjaman dimaksud. Sementara penerusan kredit bank umum berdasarkan Mudharabah Muqayaddah (yaitu penerusan kredit bank umum berdasarkan prinsip syariah) meningkat dari 0,3% menjadi 1,6%. Namun relatif kecilnya angka pertumbuhan tersebut dapat diketahui dari share kredit syariah itu sendiri yang memang relatif masih kecil dibandingkan dengan kredit perbankan. Hal itu antara lain disebabkan prinsip syariah masih belum dapat dipahami dengan baik oleh masyarakat umum dan perbankan khususnya. Namun demikian penerusan kredit bank umum berdasarkan jenis kredit Mudharabah Muqayaddah tersebut memiliki potensi cukup besar untuk ditingkatkan.
E. Analisis Penerusan Kredit Berdasarkan Pertumbuhan Jenis Kredit:
Chart Title
Miliar 50,000 45,000 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 0
y = 27.816 ‐ 33 x y = 8.616 + 97 x
2004‐Jan Apr Jul Okt 2005‐Jan Apr Jul Okt 2006‐Jan Apr Jul Okt 2007‐Jan Apr Jul Okt 2008‐Jan Apr Jul Okt 2009‐Jan Apr Jul Okt
y = 109 + 7 x
Bukan KUK
KUK
Mudharabah
Linear (Mudharabah )
Sumber data: Statistik Perbankan Indonesia, 2004-2009
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
52
Gambar 5. Grafik Pertumbuhan KUK, Bukan KUK dan Mudharabah Muqayaddah Berdasarkan gambar 5 tersebut di atas, diketahui bahwa grafik kredit KUK paling curam dengan nilai slope paling tinggi yaitu 97x bila dibandingkan dengan grafik kredit Bukan KUK yang memiliki slope negatif 33x, dan grafik kredit Mudharabah Muqayaddah dengan slope paling rendah yaitu 7x. Hal ini mengindikasikan bahwa suatu penyaluran kredit melalui mekanisme penerusan kredit (kerjasama pembiayaan) untuk jenis kredit KUK (yang saat ini dinamakan kredit UMKM) memiliki prospek yang menguntungkan kedepan baik bagi bank maupun lembaga penyalur. Sedangkan pertumbuhan jenis kredit Mudharabah Muqayadah relatif masih rendah selaras dengan pertumbuhan kredit perbankan syariah di Indonesia yang masih terus dalam taraf perkembangan. Terlihat dalam gambar bahwa grafik penerusan kredit KUK melonjak secara drastis dari bulan sebelumnya sampai sekitar 387% yang terjadi pada bulan ke 66 atau Juni 2009, dan kembali normal lagi pada bulan Juli 2009. Diperkirakan lonjakan pada grafik penerusan kredit KUK tersebut terjadi bukan dikarenakan kebijakan perbankan yang spesifik tetapi lebih diperkirakan karena berdekatan dengan pelaksanaan pemilu di Indonesia pada Juli 2009. Pada waktu yang sama yaitu Juni 2009 juga terjadi lonjakan yang drastis pada grafik penerusan kredit berdasarkan Golongan Penyalur (kelompok Swasta) yang melonjak sampai dengan 126% dan kembali normal pada bulan Juli 2009, dan diperkirakan penyebabnya sama.
F. Analisis Penerusan Kredit Berdasarkan Golongan Penyalur: Tabel 11. Penerusan Kredit (Off-Balance Sheet) Bank Umum Berdasarkan Golongan Penyalur Tahun
Koperasi
%
LSM
%
Swasta
%
2004 2005 2006 2007 2008 2009
53,932 63,763 65,431 66,078 66,155 67,114
12 15 14 13 13 15
24,708 8,463 7,582 7,694 7,388 7,198
6 2 2 1 1 2
359,750 350,131 406,139 441,159 442,653 372,870
82 83 85 86 86 83
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
53
Sumber data: Statistik Perbankan Indonesia, Bank Indonesia, 2004-2009 500000 450000 400000
Miliar
350000 300000 250000 200000 150000 100000 50000 0 2004
2005
2006
2007
Koperasi
LSM
Swasta
2008
2009
Sumber data: Statistik Perbankan Indonesia, Bank Indonesia, 2004-2009
Gambar 6. Penerusan Kredit (Off-Balance Sheet) Bank Umum Berdasarkan Golongan Penyalur Penerusan kredit (off balance sheet) bank umum berdasarkan golongan penyalur dibagi menjadi tiga golongan penyalur yaitu Koperasi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan Swasta lainnya. Berdasarkan tabel 11 di atas dalam periode waktu 2004 sampai 2009 persentase masing-masing golongan penyalur dapat dijelaskan: untuk koperasi meningkat dari 12% menjadi 15%, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menurun dari 6% menjadi 2%, dan Swasta lainnya meningkat dari 82% menjadi 83%. Peningkatan persentase koperasi diperkirakan karena semakin meningkatnya pembiayaan koperasi kepada anggota debiturnya. Dari interview penulis dengan Deputi Bidang Pembiayaan, Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah diperoleh informasi bahwa saat ini jumlah simpanan koperasi terus meningkat bahkan menjadi salah satu ancaman bagi bank lain yang masuk dalam sektor pembiayaan mikro. Disamping itu, pelaksanaan sistem pengawasan dan pembinaan koperasi yang menjadi kewenangan Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah terus diupayakan lebih baik, yaitu dengan melakukan penilaian kesehatan, kriteria kualitas koperasi, program sertifikasi dan pelatihan SDM. Dalam perkembangannya saat ini koperasi menerapkan target pencapaian ISO dibidang manajemen dan keuangan. Sedangkan penurunan persentase LSM diduga karena belum ada sistem pengawasan dan pengaturan yang mumpuni/baik berkaitan dengan pengelolaan
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
54
dana dari pihak lain untuk disalurkan kembali oleh LSM. Dengan demikian penerusan kredit melalui LSM hanya cocok untuk tujuan tertentu. Sementara Swasta lainnya merupakan golongan penyalur dengan share terbesar dan paling cepat pertumbuhannya bila dibandingkan dengan kedua golongan penyalur sebelumnya yaitu koperasi dan LSM. Namun demikian kelompok swasta lainnya sampai dengan saat ini masih belum dapat ditelusur dengan jelas terkait dengan pihak mana saja. Apakah ada kemungkinan termasuk BPR juga dalam hal ini. Dalam hal BPR, untuk pembiayaan sektor mikro selama ini BPR juga terbentur dengan prinsip kehati-hatian bank sehingga tetap menerapkan persyaratan kredit bank secara umum kepada sektor mikro. Dengan demikian apabila kelompok Swasta lainnya tersebut merupakan porsi terbesar dan belum ada kejelasan peraturan untuk mengatur dan mengawasinya hal itu akan menjadi potensi masalah, dan berdampak tidak efektifnya penggunaan dana perbankan dalam membiayai dunia usaha.
G. Analisis
Penerusan
Kredit
Berdasarkan
Pertumbuhan
Golongan
Penyalur:
Miliar 70,000
Chart Title
60,000 50,000 y = 30.223 + 75 x
40,000 30,000 20,000
y = 4.788 + 14 x
10,000
y = 1.532 ‐ 18 x
2004‐Jan Apr Jul Okt 2005‐Jan Apr Jul Okt 2006‐Jan Apr Jul Okt 2007‐Jan Apr Jul Okt 2008‐Jan Apr Jul Okt 2009‐Jan Apr Jul Okt
0
Koperasi
LSM
Swasta
Sumber data: Statistik Perbankan Indonesia, Bank Indonesia, 2004-2009
Gambar 7. Grafik Pertumbuhan Koperasi, LSM dan Swasta lainnya Dari gambar 7 tersebut di atas, diketahui bahwa pertumbuhan grafik Koperasi meningkat cukup baik dengan nilai slope yaitu 14x bila dibandingkan dengan grafik LSM yang mengalami slope negatif 18x. Sementara grafik Swasta
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
55
lainnya memiliki slope paling tinggi yaitu 75x. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan koperasi sebagai penyalur kredit bank cukup propektif dan memberi keuntungan secara ekonomis dan sosial oleh karena pembiayaan ala koperasi yang memiliki prinsip untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya mengandung unsur pembinaan sosial disamping pembiayaan finansial. Dengan demikian pembiayaan koperasi bisa dikatakan cocok untuk membiayai masyarakat usaha mikro dan kecil, termasuk yang selama ini memiliki usaha profitable tetapi tidak bankable yaitu yang belum terjangkau oleh pelayanan pembiayaan bank. Adapun grafik LSM yang memiliki kecenderungan menurun menunjukkan kurang prospektifnya peranan LSM dalam penerusan kredit perbankan, sama halnya untuk kelompok Swasta yang belum dapat diperoleh penjelasan mengenai perincian pihak-pihaknya disamping peraturan dan pengawasannya yang tidak jelas akan membuat penerusan kredit bank umum menjadi kurang efektif. Sementara penyebab terjadinya lonjakan drastis pada grafik Swasta sebagaimana terlihat pada gambar sudah dijelaskan pada analisis sebelumnya yaitu E. Analisis Penerusan Kredit Berdasarkan Pertumbuhan Jenis Kredit. Dari hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa apabila bank kecil atau koperasi di Indonesia terbukti juga melakukan pendekatan relationship lending dalam penyaluran kredit mikro dan kecil, seharusnya berdampak kepada peningkatan kredit mikro dan kecil sebagaimana hasil studi riset di Jepang. Namun berdasarkan data yang ada kredit mikro memiliki kecenderungan menurun, sedangkan kredit kecil naik dan secara bersama-sama kredit mikro dan kredit kecil mengalami kenaikan yang tidak terlalu besar nilainya atau bahkan relatif stabil. Sehubungan dengan itu, bagaimana supaya kredit mikro dan kecil dapat ditingkatkan, yaitu dengan upaya mendorong kerjasama pembiayaan (linkage program) antara bank dengan koperasi untuk membiayai usaha mikro dan kecil. Adapun dalam implementasinya secara teknis skim pembiayaannya perlu diatur.
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
56
H. Analisis Peranan Koperasi dalam Penyaluran Kredit Mikro dan Kecil Dalam hal ini dasar pertimbangan pemilihan koperasi dikarenakan koperasi memiliki pengalaman dan keunggulan dalam pembiayaan usaha mikro dan kecil. Beberapa keunggulan pembiayaan koperasi tersebut antara lain yaitu: a. Menerapkan prosedur dan persyaratan pinjaman yang mudah b. Mempunyai lokasi yang berdekatan dengan debiturnya c. Mengutamakan kesejahteraan anggotanya d. Memiliki unsur pembinaan dan bimbingan teknis kepada kelompok debitur e. Mempunyai potensi sumber dana yaitu simpanan pokok, simpanan wajib dan sukarela, pinjaman bank, dan perolehan dana dari pemerintah daerah dan pemerintah pusat.
Namun demikian, peranan koperasi dalam pola kerjasama pembiayaan dengan bank umum dimaksud memerlukan dukungan dari berbagai pihak terkait. Hal itu dimaksudkan agar supaya koperasi dapat menjalankan peran dan fungsinya dengan baik dalam memberikan pembiayaan kepada masyarakat kecil. Berbagai dukungan yang diperlukan oleh koperasi tersebut antara lain dukungan terhadap sumber pendanaan, sistem penjaminan simpanan dan kredit, serta dukungan sistem pengawasan dan pembinaan koperasi sebagaimana dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Dukungan sumber pendanaan koperasi Dalam operasional kegiatan usaha koperasi, diketahui bahwa simpanan anggota yaitu simpanan wajib dan simpanan sukarela masih merupakan sumber pendanaan utama bagi operasional koperasi. Tetapi mengingat keterbatasan daya menabung masyarakat khususnya anggota koperasi sudah tentu untuk perkembangan usaha koperasi tidak cukup hanya mengandalkan sumber dana simpanan/tabungan dari para anggotanya saja, sehingga sampai saat ini koperasi masih menghadapi masalah keterbatasan dana pembiayaan. Oleh karena itu, untuk mendukung perkembangan usaha koperasi sehingga koperasi dapat berperan lebih baik untuk kesejahteraan anggotanya maka diperlukan berbagai alternatif dukungan sumber pendanaan, khususnya sumber dana murah sehingga dapat disalurkan oleh koperasi dan mampu diserap oleh usaha
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
57
mikro dan kecil. Salah satu alternatif strategi pembiayaan bagi koperasi yaitu dengan melakukan kerjasama pembiayaan dengan suatu lembaga keuangan perbankan atau lembaga khusus yang bertindak sebagai pengumpul dana atau pooling of funds, dalam hal ini yaitu bank umum: kelompok bank persero dan bank pembangunan daerah.
b. Dukungan penjaminan simpanan dan kredit koperasi Dalam praktek pengelolaan koperasi, peranan simpanan/tabungan sangat penting sebagai sumber pendanaan, tetapi sampai saat ini belum ada suatu lembaga yang menjamin simpanan koperasi, sebagaimana penjaminan terhadap simpanan masyarakat yang ada di perbankan yang selama ini dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Oleh karena itu keberadaan suatu lembaga penjamin simpanan koperasi sudah sangat diperlukan untuk menarik minat masyarakat menabung di koperasi. Berkaitan dengan hal itu, Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah telah melakukan kajian mengenai penjaminan simpanan koperasi, khusus untuk penjaminan simpanan sukarela, yaitu dengan tiga alternatif strategi pendirian lembaga penjamin simpanan koperasi: alternatif pertama yaitu dengan membuat/menambahkan devisi baru yang khusus menangani simpanan koperasi dalam struktur organisasi lembaga penjamin yang sudah ada yaitu LPS; alternatif kedua yaitu memanfaatkan keberadaan Lembaga Pengelolaan Dana Bergulir (LPDB) yang selama ini telah bekerjasama dengan koperasi dan menyalurkan dananya kepada koperasi untuk selanjutnya oleh koperasi disalurkan kepada para anggota debiturnya. Dalam alternatif strategi kedua ini, diharapkan LPDB dapat sekaligus sebagai lembaga penjamin simpanan koperasi. Selanjutnya, alternatif ketiga yaitu Kementerian Koperasi dan UKM mendirikan sebuah lembaga baru yang akan melakukan kegiatan penjaminan simpanan koperasi. Dalam hal ini untuk tahap awal yang diusulkan untuk dijamin adalah simpanan sukarela. Sedangkan untuk penjaminan kredit koperasi dalam prakteknya selama ini telah dilakukan penjaminan oleh perusahaan penjaminan kredit yang didirikan pemerintah yaitu Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dan Jaminan Kredit
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
58
Indonesia (Jamkrindo) untuk menjamin kredit yang disalurkan kepada koperasi dan UKM.
c. Dukungan sistem pengawasan dan pembinaan koperasi Sebagai bagian dari pelaksanaan sistem pengawasan dan pembinaan (termasuk bimbingan teknis) kepada koperasi yang dilakukan oleh Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, dilakukan uji kesehatan dan uji kompetensi pengelola. Dalam pelaksanaan sistem uji kesehatan koperasi, khususnya bagi koperasi simpan pinjam, uji kesehatan tersebut dilakukan satu tahun sekali per individu koperasi. Dalam proses uji kesehatan tersebut koperasi dinilai apakah sudah dapat memenuhi berbagai nilai kriteria kesehatan yang ditetapkan. Pada akhir tahap uji kesehatan akan diperoleh hasil penilaian tingkat kesehatan yaitu: sangat sehat, sehat, cukup sehat dan kurang sehat. Selain uji kesehatan, juga dilakukan penilaian atau pemeringkatan koperasi dengan kelompok pemeringkatan menjadi: sangat berkualitas, berkualitas, cukup berkualitas, dan kurang berkualitas. Selain itu, diterapkan pula uji kompetensi bagi para pengelola koperasi, hal ini untuk mengetahui sejauhmana para pengelola/manajemen koperasi telah memiliki kemampuan manajerialnya. Sebelum diuji, para pengelola terlebih dahulu diwajibkan mengikuti program pelatihan atau pembelajaran dibidang manajemen koperasi dan keuangan, setelah itu wajib mengikuti uji sertifikasi kompetensi. Keseluruhan kegiatan pengawasan dan pembinaan tersebut dilakukan dalam rangka untuk mencapai dan memenuhi target dan kriteria ISO yang telah ditetapkan secara internasional dibidang manajemen dan bisnis keuangan koperasi. Sistem pengawasan dan pembinaan koperasi ini akan terus semakin ditingkatkan sesuai perkembangan yang ada. Dilain pihak, bagi para petugas pengawas koperasi juga dibekali dengan berbagai program pelatihan atau training untuk dapat menjalankan tugasnya dibidang pengawasan dan pembinaan koperasi secara profesional.
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
59
I. Analisis Mengapa Kredit Mikro Perlu Ditingkatkan a. Kontribusi UMKM dalam Perkonomian Tabel 12. Indikator UMKM dalam Perekonomian Indikator
Mikro & Kecil
Menengah
Besar
Jumlah Unit Usaha
>99%
<0.5%
<0.5%
Pembentukan PDB
42.13%
13.43%
44.44%
Penyerapan Tenaga Kerja
93.56%
3.48%
2.96%
Ekspor Non-Migas
5.86%
10.86%
83.28%
Nilai Investasi Nasional
29.08%
23.81%
47.11%
Sumber data: Kementerian Negara Koperasi dan UKM dan BPS 2008
Sebagai gambaran dapat disampaikan bahwa kelompok UMKM sudah mencapai sekitar 51,3 juta unit. Dari jumlah UMKM tersebut hampir 99% atau 51,217,880 unit terdiri dari usaha mikro dan kecil dan sisanya kurang dari 1% atau 44,029 unit merupakan Usaha Menengah. Sehingga sampai saat ini sektor usaha mikro dan kecil masih mendominasi UMKM. Sama halnya di negara lain, di Indonesia peranan UMKM masih menjadi sub sektor potensial dalam mendukung perekonomian. Hal tersebut dapat dilihat dari kontribusi UMKM dalam sektor ekonomi, yaitu dalam pembentukan PDB sebesar Rp 2.609,36 triliun,- (55.56%), pembentukan total nilai ekspor nasional sebesar Rp 183,76,triliun (16.72%), penyerapan tenaga kerja sebesar 90.896.270 orang (97.04%), dan dalam pembentukan investasi nasional sebesar Rp 461,10,- triliun (52.89%). Melihat sektor mikro dan kecil yang cukup dominan dalam struktur UMKM, dan perananya yang cukup potensial dalam perekonomian, sehingga perlu dukungan pembiayaan dan peningkatan kredit kepada sektor usaha mikro dan kecil.
b. Segmentasi Pasar Kredit Mikro Masih Besar Berdasarkan data yang ada diketahui bahwa penyaluran kredit mikro dan kecil baru mencapai sekitar 19 % dan 16%. Sedangkan kebanyakan sektor mikro dan kecil sebagain besar berada di daerah pedesaan dan tingkat kabupatan kota
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
60
namun justru keberadaan perbankan masih terbatas yang berada dipedesaan. Kebanyakan sampai di daerah kabupaten. Hal tersebut juga dapat diketahui dari kemampuan pemenuhan persyaratan kredit perbankan bahwa hanya sebagian sektor usaha mikro dan kecil yang mampu memenuhi persyaratan kredit bank untuk akses dana bank, sehingga hanya sebagian kecil saja usaha yang baru bisa dibiayai oleh bank, sedangkan usaha mikro dan lainnya yang tidak sanggup memenuhi persyaratan kredit tidak dapat akses ke bank. Oleh karena masih banyaknya yang belum terjangkau oleh lembaga keuangan formal seperti perbankan, sehingga banyak dibiayai oleh sektor keuangan informal seperti lembaga swadaya masyarakat, rentenir, pengijon dan lainnya.
c. Bank Memiliki Potensi Dana yang Besar Bank diperbolehkan menghimpun dana dari masyarakat dan melakukan pinjaman dari pihak lain oleh karena itu bank memiliki sumber dana yang besar. Namun berdasarkan data yang ada, diketahui bahwa kesenjangan antara grafik kredit perbankan dibandingkan dengan grafik kredit mikro dan kecil masih luas. Hal itu menunjukkan potensi kemampuan bank untuk dapat membiayai sektor mikro dan kecil. Sementara LDR dari bank persero rata-rata 70 % juga menunjukkan kemampuan bank yang cukup besar untuk menyalurkan kreditnya. Berdasarkan hasil survei menyatakan bahwa beberapa Bank Pembangunan Daerah seperti BPD Jawa Timur, BPD Jawa Barat, dan BPD Jawa Tengah sudah memiliki unit khusus pembiayaan mikro, disamping itu ada potensi
dana yang berasal atau
dialokasikan oleh pemerintah daerah untuk mendorong pengembangan usaha mikro dan kecil didaerahnya masing-masing, dan dana tersebut sangat dimungkinkan berada di bank milik pemerintah daerah tersebut. Bank-bank persero juga dapat menjadi policy bank untuk menjalankan program pemerintah dalam rangka pemberdayaan usaha mikro dan kecil.
d. Koperasi Sebagai Lembaga Keuangan Mikro Mengalami Keterbatasan Dana Sumber dana koperasi utamanya berasal dari simpanan anggotanya oleh karena secara prinsip tidak diperbolehkan menghimpun dana dari masyarakat selayaknya bank. Namun demikian, koperasi juga dapat memperoleh pinjaman
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
61
atau sumber dana lain yang berasal dari bank, investor atau pihak lainnya. Simpanan koperasi secara umum dibagi menjadi: simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan sukarela. Simpanan pokok merupakan iuran wajib yang disetorkan ke koperasi pada waktu pertama kali menjadi anggota. Sedangkan simpanan wajib dibayarkan secara periodikal sesuai kesepakatan waktu dan pada saat pencairan kredit yang telah disetujui, besarnya simpanan wajib ditentukan oleh koperasi atau berdasarkan kesepakatan atau sebesar yang ditetapkan oleh koperasi, misal 5 %. Sedangkan simpanan sukarela merupakan simpanan anggota koperasi yang sewaktu-waktu dapat disetorkan oleh anggota kepada koperasi dan besar jumlahnya tidak ditentukan sesuai dengan kemampuan anggota untuk menabung. Sehubungan dengan itu dapat diperkirakan apabila koperasi hanya memiliki sumber dana pokok yang berasal dari simpanan anggota saja, maka akan ada keterbatasan sumber dana, sehingga dalam hal anggota memerlukan pinjaman dana kepada koperasi atau koperasi ingin mengembangkan usahanya akan terbentur pada ketersediaan sumber dana koperasi.
e. Pembiayaan Mikro dan Kecil Memiliki Prospek yang Menguntungkan Hasil studi riset: perputaran usaha lebih cepat, keuntungan lebih besar dan dapat dihitung per hari atau minggu. Sanggup membayar bunga tinggi, NPL terbukti kecil karena jasa petugas penyuluh lapangan (PPL), pola pembiayaan kelompok: ada sistem pengawasan antar anggota debitur kelompok, ada pembinaan sosial, ada jaminan finansial dan sosial, yaitu: aset, usaha yang dibiayai, dan jaminan tanggung renteng, perkembangan usaha termonitor, dan pelatihan pengembangan usaha.
J. Analisis Solusi atas Gap Kondisi Saat Ini dan Kondisi Ideal Selanjutnya untuk mengetahui bagaimana kondisi saat ini (existing) dan kondisi ideal dari penyaluran kredit mikro dan kecil di Indonesia, dilakukan analisa kualitatif perbandingan berdasarkan tiga kelompok, yaitu kelompok: (a) Penyaluran kredit mikro dan kecil, (b) Perbankan yang memberikan kredit, dan (c) Koperasi yang juga memberikan pembiayaan.
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
62
Selanjutnya dengan membandingkan masing-masing komponen yang berada dalam kondisi saat ini dengan kondisi ideal pada masing-masing kelompok tersebut di atas akan diketahui letak gap masalahnya. Dengan mengetahui gap persoalan tersebut, dapat ditemukan usulan langkah-langkah solusi perbaikannya sehingga diharapkan dapat mencapai kondisi yang ideal seperti akan diuraikan sebagai berikut: a. Penyaluran Kredit Mikro dan Kecil
Kondisi Saat Ini
Kondisi Ideal
1. Usaha mikro dan kecil belum 1. Usaha mikro dan kecil dapat cukup dibiayai terbiayai 2. Potensi pasar mikro dan kecil 2. Tidak ada persaingan yang tdk masih besar sehat antar bank/lembaga 3. Prospek pembiayaan keuangan menguntungkan 3. Prospek kredit mikro dan kecil 4. Penggunaan kredit sebagian yang menguntungkan menarik Gap besar untuk konsumtif minat bank dan lembaga 5. Sulit memenuhi persyaratan keuangan utk membiayai kredit bank: agunan, laporan 4. Penggunaan kredit untuk keuangan, dll. kegiatan produktif 6. Stigma negatif terhadap 5. Mudah akses pendanaan bank pembiayaan mikro dan kecil: 6. Pengembalian kredit lancar (NPL rendah) resiko tinggi, subsidi, macet, dll
Solusi Gap Penyaluran Kredit Mikro dan Kecil 1. Permasalahan yang dihadapi oleh sektor usaha mikro dan kecil sampai saat ini adalah masalah pembiayaan atau financing, oleh karenanya diperlukan data informasi mengenai penyaluran kredit mikro dan kecil yaitu berapa yang sudah dapat dibiayai dan berapa yang belum dapat dibiayai. Identifikasi penyebab permasalahan pembiayaan perlu diketahui, dan terobosan skim pembiayaan perlu dilakukan. 2. Peranan Pemerintah dan Otoritas perbankan sangat diperlukan untuk mengatur, melakukan koordinasi dan mendukung pembiayaan usaha mikro dan kecil dengan berbagai program yang efektif, dan yang diperlukan adalah kebijakan
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
63
dan peraturan pemerintah yang mendukung penyaluran dan penyerapan kredit mikro dan kecil. 3. Perlu pembangunan infrastruktur untuk pengembangan usaha, seperti pembangunan
jalan,
jalur
distribusi
penjualan
produk,
lokasi
pemasaran/penjualan akhir, sistem jaminan harga, jaminan usaha, dll. 4. Perlu analis kredit yang handal sehingga tujuan pemberian kredit sesuai harapan, dan perlu dilakukan bimbingan teknis baik kepada debitur individual maupun kelompok untuk meningkatkan keterampilan dan skala usaha debitur. 5. a. Perlu kebijakan Otoritas Perbankan dan Pemerintah mengenai kekhususan persyaratan
kredit mikro supaya lebih mudah dibandingkan dengan
persyaratan kredit bank secara konvensional. b. Peningkatan pembiayaan melalui koperasi dikarenakan pembiayaan koperasi tidak terbentur pada ketentuan prudential banking regulation. c. Bank dapat melakukan langkah proaktif dengan cara mengunjungi debitur atau istilahnya menerapkan sistem ”jemput bola” baik dalam penyaluran dan penagihan kreditnya. 6. a. Perlu melakukan kegiatan sosialisasi mengenai prospektif pembiayaan usaha mikro dan kecil kepada masyarakat sehingga menambah pemahaman masyarakat mengenai hal itu. b. Perlu ada sistem pengawasan kredit yang intensif baik pengawasan kepada kondisi debitur maupun petugas bank yang menangani.
b. Peran Perbankan Kondisi Saat Ini 1. Bank Besar banyak masuk ke sektor mikro 2. 1. Biaya pembiayaan mikro besar 3. Bank terbentur prudential regulation utk membiayai usaha mikro dan kecil Gap 4. Potensi pembiayaan bank besar 5. Beberapa BPD memiliki unit khusus pembiayaan mikro 6. Belum ada bank khusus pembiayaan mikro dan kecil 7. Sudah ada inisiasi linkage bank dengan koperasi
Kondisi Ideal 1. Bank fokus kepada pembiayaan korporasi 2. Pembiayaan mikro efisien 3. Persyaratan kredit kepada mikro & kecil ada kekhususan 4. Meningkatkan intermediasi bank dlm sektor mikro dan kecil 5. BPD memiliki unit khusus pembiayaan mikro 6. Sebuah bank fokus pembiayaan mikro dan kecil 7. Program linkage bank dan koperasi ditingkatkan
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
64
Solusi Gap Peran Perbankan Sebagai upaya untuk meningkatkan peran perbankan dalam pembiayaan sektor mikro dan kecil, dapat dilakukan melalui pola kerjasama pembiayaan antara bank umum dengan koperasi sebagaimana dijelaskan seperti gambar di bawah ini:
Perbankan: • Bank Persero • Bank Pembangunan Daerah
Koperasi (KSP/KSU)
Cash flow Analysis
Dalam penerusan kredit, perlu disusun mengenai skim pembiayaan terkait dengan: sumber dana, suku bunga, plafon kredit, pola penjaminan, prosedur pembayaran kredit, persyaratan koperasi dan debitur, bantuan teknis, dan pengawasan kredit
Debitur: • Individual • Kelompok
Gambar 8. Pola Kerjasama Pembiayaan antara Bank Umum dan Koperasi untuk Membiayai Sektor Usaha Mikro dan Kecil Berdasarkan gambar 8 di atas dapat dijelaskan bahwa bank yang diusulkan dalam pola kerjasama pembiayaan ini adalah bank persero dan atau bank pembangunan daerah. Sedangkan jenis koperasi yang diusulkan yaitu koperasi simpan pinjam dan koperasi serba usaha, dan debitur bisa merupakan debitur individual dan atau debitur kelompok atau group lending. Adapun pola kerjasama pembiayaan yang diusulkan adalah pola executing, yaitu pinjaman yang diberikan oleh bank umum kepada koperasi dalam rangka pembiayaan untuk disalurkan kepada anggota koperasi.
Selanjutnya apa yang dimaksud dengan kerjasama terfokus yaitu skim pembiayaan yang diatur mulai dari sumber dana, suku bunga, plafon kredit, penjaminan, prosedur pembayaran, persyaratan koperasi dan debitur, bantuan teknis dan pengawasan kredit. Pola kerjasama ini juga akan memberikan benefit kepada masing-masing ketiga pihak yaitu perbankan, koperasi dan masyarakat usaha mikro dan kecil:
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
65
Manfaat untuk bank yaitu: a. Meningkatkan intermediasi perbankan terhadap sektor mikro dan kecil. Perbankan yang selama ini menghadapi kendala untuk menyalurkan kreditnya kepada sektor usaha mikro dan kecil yaitu dikarenakan prinsip kehati-hatian bank karena bank baru dapat memberikan kreditnya bila debitur dapat memenuhi seluruh persyaratan kredit termasuk seperti menyerahkan jaminan atas kredit yang disalurkan, dan laporan keuangan: neraca, rugi/laba, bisnis plan, dll. dapat dijembatani melalui kerjasama pembiayaan dengan koperasi. b. Bank tidak perlu merekrut dan melatih tenaga staff/petugas penyuluh lapangan yang besar untuk melayani masyarakat debitur mikro dan kecil, oleh karena lokasi debitur yang jauh dengan kantor bank. Kebutuhan jumlah petugas lapangan untuk melayani debitur mikro dan kecil tersebut dikarenakan dalam pembiayaan mikro akan lebih efektif apabila bank menerapkan sistem jemput bola (bank mendatangi debitur untuk penagihan pembayaran dan termasuk proses persetujuan pinjaman), umumnya jenis debitur tersebut juga memerlukan bimbingan teknis. c. Bank tidak menanggung resiko kredit sepenuhnya, melainkan sharing resiko dengan koperasi, yang mana bank akan berhubungan dan berurusan dengan pihak koperasi dan selanjutnya koperasi akan berhubungan dan berurusan langsung dengan pihak debitur yang menerima pembiayaan.
Manfaat untuk koperasi yaitu: a. Penerusan kredit bank umum akan menjadi salah satu sumber dana kredit koperasi. b. Resiko kredit ditanggung bersama dengan bank umum. c. Pemberdayaan koperasi sebagai lembaga keuangan mikro dan peningkatan usaha koperasi itu sendiri
Manfaat untuk debitur yaitu: a. Ketersediaan pembiayaan yang sesuai dengan karakteristik usaha, misalkan ketersediaan dana sesuai dengan waktu kebutuhannya, prosedur dan
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
66
persyaratan pinjaman dan persetujuan yang mudah dan lebih lunak, jadwal pembayaran angsuran yang dapat disesuaikan dengan penerimaan debitur, dll. b. Mengurangi ketergantungan terhadap pembiayaan dari sektor informal yang selama ini membiayai dengan dana mahal dan membebani debitur, seperti rentenir, pengijon, dll. c. Dengan dana pinjaman yang diterima debitur dapat mengelola usahanya dan hasilnya untuk penghidupannya. Bahkan bagi debitur yang berkualitas dapat dimungkinkan untuk diberikan penawaran kredit lainnya diluar modal kerja yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan seperti pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan lainnya yang mendesak yang mana pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidupnya.
c. Peran Koperasi Kondisi Saat Ini
Kondisi Ideal
1. Koperasi mengalami keterbatasan dana 2. Koperasi berpengalaman membiayai usaha mikro dan kecil 3. Tidak ada lembaga penjamin simpanan koperasi 4. Penjaminan kredit koperasi belum berjalan baik 5. Masalah kompetensi SDM koperasi
1. Mendapatkan sumber dana (murah) dari lembaga keuangan lain 2. Pemberdayaan koperasi untuk membiayai usaha mikro dan kecil 3. Adanya lembaga penjamin simpanan koperasi 4. Penjaminan kredit koperasi berjalan baik 5. Koperasi memiliki SDM yang kompeten dibidang manajemen dan keuangan
Solusi Gap Peran Koperasi 1. Sumber pendanaan koperasi terutama berasal dari simpanan anggota yaitu simpanan pokok, simpanan wajib, dan simpanan sukarela, sehingga dapat terjadi kemungkinan mengalami kekurangan atau keterbatasan dana baik yang dibutuhkan
untuk
pemberian
pembiayaan
kepada
anggotanya
atau
pengembangan usaha koperasi. Sumber dana dari simpanan anggota berarti
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
67
tergantung pula dari jumlah dan kemampuan anggota untuk menabung. Demikian pula koperasi dapat memperoleh pinjaman ataupun penempatan dana oleh pihak ketiga. Diupayakan perolehan dana adalah dana dengan biaya dan bunga yang rendah sehingga koperasi dapat menyalurkan dana murah bagi anggota dan usahanya, misal dengan melakukan kerjasama pembiayaan atau linkage program dengan bank umum maka bunga dana pinjaman menjadi murah.
2. Keberadaan koperasi yang berdekatan dengan lokasi debiturnya, persyaratan pinjaman koperasi yang tidak mengikuti aturan bank, dan memegang prinsip untuk meningkatkan kesejahteraan anggota telah menjadikan koperasi berperan sebagai soko guru ekonomi kerakyatan dan berpengalaman membiayai masyarakat usaha mikro dan kecil. Namun demikian koperasi harus mampu menjaga kinerjanya seperti menerapkan prinsip good corporate governance sehingga dapat menjaga keberlanjutan usahanya (sustainabilitas usaha) dan kepercayaan dari masyarakat termasuk para krediturnya. Pada akhirnya ukuran keberhasilan koperasi dapat dinilai dari kemampuannya untuk dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya, jumlah anggota bertambah, dan kemampuan koperasi memperoleh sisa hasil usaha yang meningkat.
3. Adanya kehadiran suatu lembaga yang melakukan penjaminan simpanan koperasi, seperti penjaminan simpanan bank, akan dapat meningkatkan minat masyarakat untuk menabung di koperasi dan pada akhirnya dapat mendukung sumber pendanaan koperasi. Dalam hal ini kiranya perlu kajian mengenai strategi alternatif pendirian lembaga penjamin simpanan koperasi, dan kebijakan pemerintah untuk mempercepat kehadiran lembaga tersebut.
4. Dalam rangka efektivitas penjaminan kredit koperasi perlu terus dilakukan kordinasi dengan Lembaga Penjamin Kredit Daerah (LPKD), Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dan Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo) yang selama ini dikenal telah melakukan penjaminan kredit.
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
68
5. Salah satu kendala yang dihadapi dalam pengembangan usaha koperasi yaitu masalah keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM). Oleh karena itu, diperlukan peningkatan program pelatihan, sertifikasi dan bantuan teknis bagi SDM koperasi guna meningkatkan kompetensinya baik dalam manajemen maupun teknis pelaksana koperasi.
Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Sesuai dengan tujuan penulisan tesis ini, diakhir penulisan ini dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu: 1. a. Hasil studi empiris/teori yang menyatakan bahwa bank kecil/ koperasi memiliki keunggulan komparatif yaitu kedekatan hubungan yang lebih kuat dengan debiturnya dibandingkan dengan bank besar dalam penyaluran kredit mikro dan kecil, terbukti juga diterapkan oleh bank/koperasi di Indonesia. b. Dengan
terbuktinya
keunggulan
komparatif
tersebut,
seyogyanya
penyaluran kredit mikro dan kecil di Indonesia meningkat, tetapi berdasarkan data kredit bank yang ada justru kredit mikro mengalami penurunan yaitu dari 21% menjadi 17%, sementara kredit kecil meningkat dari 13% menjadi 18%, sedangkan secara bersama-sama (kredit mikro + kredit kecil) relatif stabil dalam periode waktu pengamatan 2004 sampai dengan 2009. c. Tingkat pertumbuhan kredit mikro paling lambat dengan pertumbuhan ratarata per bulan sekitar 1,30 % dibandingkan dengan pertumbuhan kredit kecil sekitar 2,24 % dan kredit perbankan sekitar 1,70 %. d. Peluang pasar pembiayaan sektor mikro dan kecil masih besar untuk dapat digarap oleh perbankan. Hal ini dapat diketahui dari perkembangan persentase kredit bank 2009, yaitu: share kredit mikro sekitar 17 % dan kredit kecil 18 % dibandingkan dengan kredit perbankan yang disalurkan sekitar 65 %. e. Penerusan kredit (off balance-sheet) bank umum untuk jenis kredit KUK (atau sekarang UMKM) menunjukkan pertumbuhan yang baik dibandingkan jenis kredit bukan KUK dan kredit Mudharabah Muqayaddah. Sedangkan penerusan kredit (off balance-sheet) bank umum berdasarkan golongan penyalur menunjukkan bahwa penyaluran kredit melalui koperasi lebih
69 Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
70
prospektif dibandingkan melalui kelompok penyalur LSM dan Swasta lainnya. 2. a. Sektor usaha mikro masih menghadapi masalah pembiayaan atau financing, dan memerlukan skim pembiayaan khusus sesuai karakteristik usahanya. b. Pembiayaan mikro dan kecil menjadi efektif bila dilakukan melalui kerjasama pembiayaan atau linkage program antara bank dengan koperasi. Hal itu mengingat bank memiliki potensi sumber dana besar yang berasal dari dana pihak ketiga, sedangkan koperasi mengalami keterbatasan sumber dana karena bersumber dari simpanan anggota. c. Dalam rangka kerjasama pembiayaan tersebut, skim pembiayaannya perlu diatur atau disepakati, yaitu kesepakatan yang berkaitan dengan sumber dana, suku bunga, plafon kredit, jaminan, prosedur persetujuan dan pembayaran, persyaratan koperasi dan debitur, pengawasan kredit, bimbingan teknis kepada koperasi dan debitur, dan lainnya. d. Mengapa bank persero dan bank pembangunan daerah karena kedua jenis bank tersebut dimiliki pula oleh pemerintah, sehingga dapat mendukung program pemerintah dalam sektor riil, dan komitmen pembiayaan kepada UMKM masih didominasi oleh bank persero. Demikian pula sejalan dengan program bank pembangunan daerah kedepan untuk menjadi champion dalam pengembangan ekonomi regional, serta memberi kesempatan kepada bank pembangunan daerah menjadi tuan rumah di daerahnya sendiri untuk membangun perekonomian. Hal itu juga mengingat sebagian besar usaha mikro dan kecil berada di daerah dan pedesaan. e. Mengapa menggunakan koperasi oleh karena koperasi memiliki keunggulan dalam pembiayaan sektor usaha mikro kecil yaitu: prosedur dan persyaratan pinjaman yang mudah, memiliki prinsip untuk kesejahteraan anggotanya, lokasi yang berdekatan dengan debitur, memiliki unsure pembinaan/ bimbingan teknis bagi debiturnya, sejalan dengan program pemerintah dalam pemberdayaan koperasi sebagai lembaga keuangan mikro dan kecil.
Universitas Indonesia Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
71
5.2 Saran Rekomendasi Selanjutnya tujuan dari penulisan ini juga ingin dapat memberikan masukan kebijakan guna mendukung penyaluran dan penyerapan kredit mikro dan kecil yaitu: 1. Perlu dukungan kebijakan pemerintah dalam rangka kerjasama pembiayaan antara bank dengan koperasi untuk meningkatkan pembiayaan terhadap sektor mikro dan kecil. 2. Agar supaya koperasi dapat berperan lebih efektif dalam pembiayaan usaha mikro dan kecil, simpanan koperasi yaitu simpanan sukarela kiranya perlu dilakukan penjaminan. Sehubungan dengan itu, diperlukan dukungan kebijakan pemerintah untuk menghadirkan suatu lembaga penjamin simpanan koperasi. 3. Perlu dilakukan sosialisasi yang lebih intensif oleh berbagai pihak yang berwenang mengenai prospektif pembiayaan mikro dan kecil kepada masyarakat. Diharapkan melalui pemahaman masyarakat yang baik akan menghapus stigma negatif terhadap pembiayaan terhadap usaha mikro selama ini, dan akhirnya turut mendukung pembiayaan UMKM.
Universitas Indonesia Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
(Sambunga n Tabel 4)
72 Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
DAFTAR PUSTAKA
Buku Limbong, Bernhard. (2010). Pengusaha Koperasi Memperkokoh Fondasi Ekonomi Rakyat. Margaretha Pustaka, Jakarta
Mishkin, Frederic S. The Economics of Money, Banking, and Financial Markets, Eighth Edition. (2007). Pearson International Edition.
Pindyck, Robert S. & Rubinfeld, Daniel L. (2005). Microeconomics, International Edition, Sixth Edition, Pearson Prentice Hall.
Partomo, Tiktik Sartika M.S. (2009). Ekonomi Koperasi, Ghalia Indonesia, Bogor
Jurnal Berger, A. N., Miller, N.H., Petersen, M.A., Rajan, R.G., and Stein, J.C. (2005). Does Function Follow Organizational Form ? Evidence From The Lending Practices of Large and Small Banks. Journal of Financial Economics, Vol. 76, pp. 237-269.
Berger, A. N. & Udell, G. F. (2002). Small Business Credit Availability and Relationship Lending: The Importance of Bank Organisational Structure. The Economic Journal, 112, F32-F53, Blackwell Publishing, 108 Cowley Road, Oxford OX4 1JF, UK and 350 Main Street, Malden, MA 02148, USA.
Berger A. N. & Udell, G. F. (1995). Relationship Lending and Lines of Credit in Small Firm Finance. The Journal of Business, Vol. 68, No. 3, pp. 351-381.
Cole, R.A., Goldberg, L.G., & White, L.J. (2004). Cookie-Cutter Versus Character: The Micro Structure of Small-Business Lending by Large and Small Banks. Journal of Financial and Quantitative Analysis, Vol. 39, pp. 227-251.
72 Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
73
Cull, R., Davis, L. E., Lamoreaux, N. R., Rosenthal, J. L. (2005). Historical Financing of Small and Medium Sized Enterprises. NBER Working Paper No. 11695, NBER 1050 Massachusetts Avenue Cambridge, MA 02138
Cull, R., Asli Demirguc-Kunt and Morduch, J. (2007). Financial Performance and outreach: A Global Analysis of Leading Microbanks. The Economic Journal, 117, F107-F133, Blackwell Publishing, 9600 Garsington Road, Oxford OX4 2 DQ, UK and 350 Main Street, Malden, MA 02148, USA.
Degryse, Hans and P. Cayseele. (2000). Relationship lending within a bank-based system: evidence from European Small Business Data. Journal of Financial Intermediation, 9, 90-109, Volume 09, No. 1.
Gomez, Rafael & Santor, Eric. (2001). Membership Has Its Privileges: The Effect of Social Capital and Neighbourhood Characteristics on the Earnings of Microfinance Borrowers. The Canadian Journal of Economics, Vol. 34, No. 4, pp. 943-966
Hirofumi Uchida, Gregory F. Udell, Wako Watanabe, (2007). Bank Size and Lending Relationships in Japan. NBER Working Paper Series 13005, NBER 1050 Massachusetts Avenue Cambridge, MA 02138.
Hermen, Niels & Lensink, Robert. (2007). The Empirics of Microfinance: What do we know ? The Economic Journal, 117, F1-F10, Blackwell Publishing, 9600 Garsington Road, Oxford OX4 2 DQ, UK and 350 Main Street, Malden, MA 02148, USA.
Harhoff, Dietmar and Timm Korting. (1998). Lending Relationships in GermanyEmpirical Evidence from Survey Data. Journal of Banking and Finance, 22, 131753, Volume 22.
Universitas Indonesia Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
74
Improving The Competitiveness of SMEs in Developing Countries, The Role of Finance to Enhance Enterprise Development. United Nations Conference on Trade and Development. (2001), New York and Geneva
Luigi Guiso, Paola Sapienza, Luigi Zingales, (2004). Does Local Financial Development Matter? The Quarterly Journal of Economics.
Memmel Christoph, Schmieder Christian, Stein Ingrid. (2007). Relationship Lending – Empirical Evidence for Germany. Discussion Paper Series 2: Banking and Financial Studies No. 14/2007, Deutsche Bundesbank.
Morduch, Jonathan. (1999). The Microfinance Promise. Journal of Economic Literature, Vol. XXXVII, pp. 1569-1614.
McIntosh, Craig, Alain de Janvry and Sadoulet, Elisabeth. (2005). How Rising Competition Among Microfinance Institutions Affects Incumbent Lenders. The Economic Journal, 115, 987-1004, Blackwell Publishing, 9600 Garsington Road, Oxford OX4 2DQ, UK and 350 Main Street, Malden, MA 02148, USA.
Petersen, Mitchell A. & Rajan, Raghuram G. (1994). The Benefits of Lending Relationships: Evidence from Small Business Data. The Journal of Finance, Vol. 49, pp. 3-37.
Petersen, Mitchell A. & Rajan, Raghuram G. (2000). Does Distance Still Matter? The Information Revolution in Small Business Lending. NBER Working Paper No. 7685, NBER 1050 Massachusetts Ave., Cambridge, MA 02138.
The Role of Central Banks in Microfinance in Asia and the Pacific. Asian Development Bank. (2000), Country Studies, Volume 2, Asian Development Bank.
Universitas Indonesia Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.
(Sambunga n Tabel 4) 75
Wenying Jiangli, Haluk Unal, Chiwon Yom. (2004). Relationship Lending, Accounting Disclosure, and Credit Availability During Crisis. Federal Deposit Insurance Corporation.
Karya Ilmiah Wiens philippa. (1998). Micro-Credit as a Tool for Development: The Case of Cuzco, Peru. A Thesis Presented to The Faculty of Graduate Studies of The University of Guelph, National Library of Canada.
Universitas Indonesia Evaluasi penyaluran..., Hilde Dameria Sihaloho, FE UI, 2011.