PERUBAHAN GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING DIKAITKAN DENGAN PENYALURAN KREDIT BANK
TESIS
Oleh
PAMELA ROMAULI TAMPUBOLON 077005087/HK
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
PERUBAHAN GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING DIKAITKAN DENGAN PENYALURAN KREDIT BANK
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
PAMELA ROMAULI TAMPUBOLON 077005087/HK
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Judul Tesis
:
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: : :
PERUBAHAN GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING DIKAITKAN DENGAN PENYALURAN KREDIT BANK Pamela Romauli Tampubolon 077005087 Ilmu Hukum
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) Ketua
(Dr. Sunarmi, SH, MHum) Anggota
Ketua Program Studi
(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH)
(Dr. Mahmul Siregar, SH, MHum) Anggota
Direktur
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)
Tanggal lulus: 19 Agustus 2009
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Telah diuji pada Tanggal 19 Agustus 2009 ____________________________________________________________________
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua
:
1. Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH
Anggota
:
2. Dr. Sunarmi, SH, MHum 3. Dr. Mahmul Siregar, SH, MHum 4. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH 5. Dr. Utary Maharany Barus, SH, MHum
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
ABSTRAK
Perbankan dapat mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi melalui liabilitas dan aset, dan semua ini tidak terlepas dari kebijakan moneter yang diambil oleh otoritas moneter. Giro Wajib Minimum milik bank harus tetap terjaga untuk menghindari terjadinya dampak sistemik pada sistem perbankan dan perekonomian. Maka, pengaturan tentang Giro Wajib Minimum harus disesuaikan dari waktu ke waktu dengan memperhatikan likuiditas bank. Ketentuan baru tentang Giro Wajib Minimum diterapkan untuk melonggarkan likuditas yang selama ini seret. Namun tidak semua bank mendapatkan keuntungan dari penerapan ini. Ada tiga masalah yang dianalisis menyangkut perubahan ketentuan Giro Wajib Minimum ini, yaitu apa perlunya Giro Wajib Minimum diatur dalam hukum perbankan Indonesia, bagaimana peranan Giro Wajib Minimum dikaitkan dengan likuidias perbankan, dan bagaimana perubahan ketentuan tentang Giro Wajib Minimum terhadap penyaluran kredit bank. Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan penelitian dengan pendekatan yuridis normatif, yaitu mengumpulkan, menganalisis dan mensistematiskan hasil penelitian terhadap ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam industri perbankan. Pengumpulan data dilakukan dengan penelitian kepustakaan yang berkaitan dengan objek penelitian. Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: pertama, perlunya pengaturan Giro Wajib Minimum dalam hukum perbankan di Indonesia adalah untuk menjaga stabilitas moneter, memberikan fleksibilitas pengaturan likuiditas, dan menentukan besarnya biaya dana bank; kedua, peranan Giro Wajib Minimum dikaitkan dengan likuiditas perbankan dapat dilihat dari bank dalam melakukan kegiatan usahanya terutama dalam hal penghimpunan dana diwajibkan memelihara sejumlah likuiditas tertentu dari total Dana Pihak Ketiga yang dihimpun oleh bank pada suatu periode tertentu; ketiga, ketentuan baru tentang Giro Wajib Minimum, dikaitkan dengan teori utilitarisme, memberikan manfaat terhadap sistem perbankan yaitu adanya pelonggaran likuiditas. Namun ketentuan yang baru juga mempunyai dampak negatif yaitu puluhan bank dengan Loan to Deposit Ratio tinggi justru makin kesulitan karena harus menyerahkan giro tambahan kepada Bank Indonesia. Hal ini disebabkan karena tidak dikaitkannya lagi Giro Wajib Minimum dengan Loan to Deposit Ratio sehingga bank-bank yang sebelumnya mendapatkan jasa giro bagi pemenuhan Giro Wajib Minimum efektif lebih besar dari 5 persen harus menambah Giro Wajib Minimumnya di Bank Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan: pertama, pengaturan mengenai Giro Wajib Minimum yang berlaku perlu disesuaikan dengan kondisi likuiditas perbankan dari waktu ke waktu; kedua, bank harus benar-benar dapat mengikuti pola perilaku penarikan nasabah gironya terutama nasabah-nasabah utamanya; ketiga, sebaiknya Bank Indonesia memberi pelonggaran waktu atas penerapan Giro Wajib Minimum terhadap bank-bank yang belum siap dan
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
memperbaiki penerapannya, sehingga tidak menimbulkan ekses terhadap bank yang Giro Wajib Minimumnya justru menjadi naik. Kata kunci: Giro Wajib Minimum, Bank Umum, Bank Indonesia, Rupiah dan Valuta Asing, Penyaluran Kredit.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
ABSTRACT
Banking can influence the rate of economic growth liability and asset and all of these cannot be apart from the monetary policy taken by the authority of monetary. Reserve Requirement Ratio belongs to a bank must always be kept to avoid the incident of systemic impact on banking and economic systems. Therefore, the regulation on Reserve Requirement Ratio must be updated from time to time by paying attention to bank liquidity. The new stipulation on Reserve Requirement Ratio is applied to mitigate the liquidity which has long been sluggish. Yet, not all of the banks get benefit from applying the new stipulation on Reserve Requirement Ratio. In relation to the change of the stipulation of Reserve Requirement Ratio mentioned above, the purpose of this normative juridical study is to analyze the importance of the Reserve Requirement Ratio to be regulated in the Indonesian Banking Law, to learn how the Reserve Requirement Ratio plays its role if related to the banking liquidity, and to find out the changing of the stipulation on Reserve Requirement Ratio on the extension of bank credit. The data for this study were obtained through library research by collecting all of the findings of the previous studies which are related to the object of study. The data obtained were then analyzed through systemizing them according to the existing stipulation on banking industry. The result of this study shows that, first, the Reserve Requirement Ratio is important to be regulated in the Indonesian Banking Law in order to maintain the monetary stability, to provide flexibility in liquidity regulation, and to determine the amount of the cost of bank finance; second, in terms of bank liquidity, the role of Reserve Requirement Ratio can be seen from the bank operation especially in the fund raising activity in which it is compulsory to keep a certain amount of liquidity from the total amount of the Third Party Fund raised by the bank on a certain period; third, related to the theory of utilitarism, the new stipulation on Reserve Requirement Ratio benefits the banking system in the form of sluggish liquidity. Yet, the stipulation on Reserve Requirement Ratio also has a negative impact such as tens of banks with high Loan to Deposit Ratio (LDR) turned out to be in an increasing difficulty because they had to hand or transfer an additional deposit to Bank of Indonesia. This occured because the Reserve Requirement Ratio is no longer related to the Loan Deposit Ratio that the banks which used to receive the deposit service to meet the effective Reserve Requirement Ratio of more than 5 percent needed to raise their Reserve Requirement Ratio in Bank of Indonesia. It is suggested that, first, the existing regulation on Reserve Requirement Ratio need to be in accordance with the condition of banking liquidity from time to time; second, bank must really be able to follow the pattern of the customers’ behavior, especially their main customers’, in withdrawing their deposit; third, Bank of Indonesia should provide the relaxing of time to apply the Reserve Requirement Ratio for the banks which are not ready and still improving their Reserve
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Requirement Ratio application that it will not inflict an excess to the banks with improving Reserve Requirement Ratio.
Key words: Reserve Requirement Ratio, Public Bank, Bank of Indonesia, Rupiah and Foreign Exchange, Credit Extension
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
KATA PENGANTAR
Pertama dan paling utama penulis mengucapkan Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena besar kasih sayang, perlindungan dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sesuai dengan waktunya. Tesis ini berjudul “Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank” yang merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan perkuliahan di Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Dengan segala keterbatasan, penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan negara Indonesia. Penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa penyelesaian tesis ini dapat terlaksana adalah berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak dan oleh karena itu penulis pada kesempatan ini ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM & H, Sp.A(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program magister. 2. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
3. Ketua Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH, dan Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Dr. Sunarmi, SH, MHum, atas segala pelayanan, pengarahan, serta masukan yang diberikan kepada penulis selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 4. Terima kasih dan hormat penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Sunarmi, SH, MHum serta Dr. Mahmul Siregar, SH, MHum selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberi bimbingan dan arahan serta petunjuk maupun masukan-masukan yang sangat baik dan berarti sehingga tercapai penulisan tesis ini. 5. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH dan Dr. Utary Maharany Barus, SH, MHum selaku Dosen Penguji tesis penulis yang telah memberi masukan yang berarti untuk perbaikan tesis ini. 6. Seluruh Dosen penulis pada Sekolah Pascasarjana Program Studi Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan serta motivasi pada setiap perkuliahan maupun di luar perkuliahan. 7. Orang tua penulis tercinta Ir. L.M. Tampubolon dan St. R. br. Situmorang, BA, yang senantiasa memanjatkan doa dan memohon kepada Tuhan serta memberi dorongan, nasehat, dan bantuan moril serta materil sehingga penulis dapat mengikuti perkuliahan serta menyelesaikan tesis ini.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
8. Saudara-saudara penulis, Lini Amy Berlian Tampubolon, SE, Yohana Marito Tampubolon, dan Philip Polin Tampubolon, yang senantiasa mendukung dan menyemangati penulis hingga penyelesaian tesis ini. 9. Rekan-rekan mahasiswa angkatan 2007 Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas kerja sama dan persahabatan yang berharga. 10. Seluruh Staf Sekretariat Sekolah Pascasarjana Program Studi Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara yang sangat banyak membantu administrasi. Semoga segala bantuan dan bimbingan yang penulis terima dibalas oleh Tuhan. Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, terutama bagi penulis dan pihak-pihak yang memerlukan dan mengembangkannya namun selaku manusia biasa, penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, dan oleh sebab itu penulis terbuka atas masukan dan kritikan serta saran yang produktif dari semua pihak yang membaca tesis ini.
Medan,
Agustus 2009 Penulis
(Pamela R. Tampubolon)
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
RIWAYAT HIDUP
Nama
: Pamela Romauli Tampubolon
Tempat/Tgl. Lahir
: Medan/12 Nopember 1984
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Kristen Protestan
Status
: Belum Menikah
Pendidikan
:-
SD Negeri Bandar Bejambu (1989 – 1995)
-
SMP Negeri 6 Medan (1995 – 1998)
-
SMA Negeri 5 Medan (1998 – 2001)
-
Strata Satu (S1) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (2001 – 2005)
-
Strata Dua (S2) Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (2007 – 2009)
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................ ABSTRACT ............................................................................................ KATA PENGANTAR .......................................................................... RIWAYAT HIDUP .............................................................................. DAFTAR ISI ........................................................................................ DAFTAR TABEL ................................................................................ DAFTAR ISTILAH .............................................................................
Halaman i iii v viii ix xii xiii
BAB I : PENDAHULUAN ..................................................................
1
A.
Latar Belakang ..............................................................
1
B.
Perumusan Masalah ......................................................
15
C.
Tujuan Penelitian ...........................................................
15
D.
Manfaat Penelitian .........................................................
16
E.
Keaslian Penelitian .........................................................
16
F.
Kerangka Teori dan Konsepsi ........................................
17
1. Kerangka Teori ...........................................................
17
2. Konsepsi .....................................................................
24
Metode Penelitian ...........................................................
28
1. Jenis dan Sifat Penelitian ............................................
28
2. Sumber Data ...............................................................
29
3. Teknik Pengumpulan Data .........................................
30
4. Analisis Data ..............................................................
30
G.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
BAB II: PENGATURAN GIRO WAJIB MINIMUM DALAM HUKUM PERBANKAN INDONESIA ................................... 32 A.
Kebijakan Moneter .........................................................
32
B.
Dana Bank ......................................................................
36
C.
Perlunya Pengaturan Giro Wajib Minimum Dalam Hukum Perbankan Di Indonesia ....................................... 46
BAB III:PERANAN GIRO WAJIB MINIMUM DIKAITKAN DENGAN LIKUIDITAS PERBANKAN ................................ 60 A.
Kesehatan Bank ..............................................................
60
B.
Peranan Giro Wajib Minimum dalam likuiditas Bank .....
66
C.
Pengawasan Giro Wajib Minimum Bank Umum Di Bank Indonesia ...............................................................
79
BAB IV: PERUBAHAN GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING DIKAITKAN DENGAN PENYALURAN KREDIT BANK .........................................
89
A.
Fungsi Intermediasi Bank ..............................................
89
B.
Penyaluran Kredit Perbankan ..........................................
94
C.
Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank ...................
103
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................
119
A.
Kesimpulan .....................................................................
119
B.
Saran ..............................................................................
122
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
124
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
DAFTAR TABEL
No
Judul
Halaman
1
Pokok-pokok Perubahan dalam Hal Pemenuhan GWM .................
56-57
2
Pokok-pokok Perubahan dalam Hal Jasa Giro ...............................
58
3
Pokok-pokok Perubahan dalam Hal Pengenaan Sanksi ..................
59
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
DAFTAR ISTILAH
Call money
:
pinjaman dari bank lain yang berupa pinjaman harian antar bank.
Capital restoration plan
:
rencana perbaikan permodalan.
Contagion effect
:
efek penularan. Merupakan akibat dari ketidakpercayaan kepada suatu bank yang cepat atau lambat membawa ketidakpercayaan kepada sistem perbankan secara keseluruhan sehingga akan menimbulkan panics.
Cost of fund
:
biaya yang dikeluarkan bank atas dana yang dihimpun sebelum diperhitungkan besarnya ketentuan cadangan likuiditas wajib atau reserve requirement.
Cost of loanable fund
:
biaya dana setelah dikurangi ketentuan reserve requirement.
Cost of money
:
penjumlah dari total cost of loanable fund dan biaya overhead.
Foreign Exchange Swap
:
atau yang lebih dikenal sebagai swap—dalam dunia keuangan, merupakan suatu instrumen derivatif, di mana terdapat dua pihak saling mempertukarkan suatu aliran arus kas dengan aliran arus kas lainnya.
Intensive supervision
:
pengawasan intensif. Merupakan salah satu pengawasan oleh Bank Indonesia, pengawasan yang dilakukan bagi bank memiliki potensi kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya.
Investment institution
:
lembaga keuangan investasi, yaitu lembaga keuangan yang kegiatannya melakukan investasi di pasar uang dan pasar modal, misalnya perusahaan efek dan reksa dana.
tugas yaitu yang dapat
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Jakarta Interbank Offered Rate: disebut JIBOR, adalah suku bunga antar bank untuk berbagai jangka waktu yang ditawarkan oleh bankbank tertentu di Jakarta. Kliring
:
pertukaran warkat atau data keuangan elektronis antar bank, baik atas nama bank maupun atas nama nasabah yang hasil perhitungannya diselesaikan dalam waktu tertentu.
Lender of last resort (LOLR) :
diartikan sebagai pemberi pinjaman pada tempat yang terakhir, yaitu membayar atau memberikan dana talangan (bailout) dan memberikan keringanan sementara atas kebutuhan likuiditas bank pelaksana yang sehat selama masa krisis, yang hanya dapat dilakukan oleh Bank Sentral.
Leverage
:
dalam keuangan, adalah meminjam uang untuk menyediakan dana yang tersedia untuk investasi dengan cara pengeluaran potensial negatif atau positif ditambah dan atau ditinggikan.
Likuiditas
:
kemampuan untuk memenuhi seluruh kewajiban yang harus dilunasi segera dalam waktu yang singkat.
Loan to Deposit Ratio (LDR) :
rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank.
Money multiplier
:
Penggandaan uang. Terjadinya pelipatgandaan (multiplier) baik jumlah simpanan maupun pinjaman disebabkan oleh adanya kemungkinan untuk meminjamkan sebagian dari uang simpanan.
Non Performing Loan (NPL) :
kredit macet, yaitu pinjaman yang tidak menghasilkan pendapatan dan: (1) pembayaran penuh dari pinjaman uang dan bunganya tidak dapat diharapkan lagi, (2) pinjaman uang atau bunganya menunggak 90 hari atau lebih lama dari yang ditetapkan, (3) jatuh tempo telah lewat dan pembayaran penuh tidak dilakukan.
Otoritas moneter
lembaga yang melaksanakan pengendalian moneter.
:
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Pool of fund approach
:
Dalam model alokasi asset, model pool dana menyarankan agar dana-dana yang dikumpulkan bank ditampung (pool) secara keseluruhan, baru kemudian disalurkan berdasarkan tujuan atau kebutuhan.
Primary Reserve
:
Dalam prakteknya, primary reserve adalah dana kas dan saldo rekening koran bank pada Bank Indonesia dan bank-bank lainnya, serta warkat-warkat dalam proses penagihan. Komponen-komponen ini sering pula disebut sebagai alat-alat likuid.
Prudential banking
:
asas kehati-hatian dalam perbankan.
Rentabilitas
:
kemampuan menghasilkan laba.
Reserve Requirement
:
segala perlengkapan yang berupa uang tunai yang tersedia dalam perusahaan/bank, guna memenuhi kewajiban yang timbul secara mendadak atau mendesak.
Reserve Requirement Ratio
:
besarnya persentase deposito tunai yang diwajibkan kepada bank-bank umum/dagang yang disimpan di Bank Sentral.
Runs
:
suatu kondisi dimana nasabah-nasabah yang menyimpan uangnya di suatu bank mulai tidak yakin akan kemampuan bank tersebut dalam membayar kewajibannya secara penuh sehingga mereka menarik uangnya.
Secondary Reserve
:
cadangan pengganti bagi primary reserve yang dapat menghasilkan pendapatan bagi bank.
Sistem Foreign Exchange
:
suatu transaksi aktiva luar negeri yang dicatat oleh bank transaksi/rekening cadangan devisa mencatat setiap perubahan baik penambahan atau pengurangan emas valuta asing.
Sistem Minimum Reserve
:
Sistem minimum reserve diperuntukkan kepada lembaga kredit dan secara khususnya melanjutkan tujuan menstabilkan suku bunga di pasar uang dan menciptakan (memperbesar) kekurangan likuiditas.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Sistem Partial Fiduciary
:
suatu sistem dalam perbankan yang didasarkan pada fakta bahwa nasabah tidak menarik semua uangnya di bank pada waktu yang bersamaan.
Sistem Proportionate Reserve:
sistem penerbitan uang disokong oleh cadangan metalik dan sisa jumlahnya disokong oleh surat berharga dan obligasi dari pemerintah. Dengan kata lain, bank sentral menerbitkan uang 25 persen sampai 40 persen dari sokongan emas dan sisa dari 60 persen sampai 75 persen disokong oleh suratsurat berharga.
Solvabilitas
:
kemampuan perusahaan untuk memenuhi semua kewajibannya.
Special surveillance
:
pengawasan khusus. Merupakan salah satu tugas pengawasan Bank Indonesia, yaitu pengawasan bagi bank yang tidak menghasilkan perbaikan kondisi keuangan dan manajerial.
Statutory Reserve
:
simpanan minimum yang harus dipelihara oleh Bank dalam bentuk saldo rekening giro pada Bank Sentral yang besarnya ditetapkan oleh Bank Sentral.
Underlying transactions
:
kontrak atau perjanjian antara pihak penjual dan pembeli dalam L/C.
undisbursed loan
:
kredit yang telah disetujui tapi tidak disalurkan.
Window dressing
:
suatu strategi yang digunakan oleh manejer dana dan portofolio sebelum akhir tahun atau perempat tahun untuk meningkatkan penampilan dari portofolio/keuangan sebelum memperkenalkannya pada klien atau shareholder. Window dressing disebut juga penyajian laporan keuangan yang lebih baik daripada keadaaan sesungguhnya.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Semenjak tahun 1980 sampai terjadinya krisis di Asia, Rusia, Amerika Latin
dan lain-lain, khususnya di bidang perbankan, telah melanda 130 negara dari sekitar 160 negara anggota IMF (International Monetary Fund). Selain itu terlihat bahwa masalah yang dialami negara tersebut semakin besar dengan dampak yang semakin luas. 1 Sebagaimana telah dialami, krisis di Indonesia 2 terjadi dengan melemahnya nilai tukar Rupiah sebagai dampak meluasnya tekanan terhadap mata uang Baht, Peso
1
HLB Hadori & Rekan, Studi Hukum Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, (Jakarta: Bank Indonesia, 2002), hlm. 1. 2 Krisis ekonomi Indonesia antara lain karena terjadinya moral hazard di berbagai sektor ekonomi dan politik. Di samping itu, ada juga pendapat yang mengatakan bahwa keterpurukan ekonomi Indonesia disebabkan oleh karena hancurnya dunia perbankan di Indonesia. Namun apabila diamati secara lebih mendalam, maka akar penyebab masalah (root of causes) dari krisis yang terjadi di Indonesia terdiri dari lima faktor: 1. boom investasi swasta pada tahun 1990an dan timbulnya asset bubbles yang dipicu oleh adanya anggapan kredit luar negeri murah yang sebagian besar dalam bentuk utang jangka pendek bank kepada lembaga keuangan dan perusahaan. 2. semakin membesarnya defisit transaksi berjalan yang terjadi berdasarkan rejim nilai tukar tetap atau hampir tetap. 3. menurunnya produktifitas investasi yang dimanifestasikan dalam peningkatan yang cepat incremental capital-output ratios (ICOR) dan melemahnya daya saing produk ekspor. 4. lemah dan tidak memadainya peraturan sistem lembaga keuangan sehingga tidak dapat secara berhati-hati (prudent) menyerap pertumbuhan risiko kredit dan harga domestik yang cepat. 5. tidak transparannya praktik dan pengelolaan (practices and governance) perusahaan. Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi I, (Bandung: BooksTerrace & Library, 2007), hlm. 241242.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
dan Ringgit. Hal tersebut diakibatkan oleh meningkatnya permintaan Dollar yang luar biasa di negara Asia Tenggara. 3 Di sisi lain, terdapat sejumlah bank yang juga telah melanggar ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM), sehingga dengan demikian akibatnya kekurangan dana likuid tidak lagi temporer sifatnya tetapi kian membengkak. Masyarakat umum semakin resah, karena beberapa bank jatuh dan ditutup/dilikuidasi dan mereka menarik dananya secara besar-besaran sehingga memicu terjadinya ”rush”. 4 Akibat depresiasi mata uang Baht Thailand pada awal Juli 1997 memberikan dampak berupa proses penularan regional (contagion effect) ke negara-negara Asia lainnya seperti Korea, Malaysia, dan Philipina, tidak terkecuali Indonesia sehingga mengakibatkan nilai tukar rupiah terhadap USD mulai tertekan. Bank Indonesia melakukan kebijakan pengetatan likuiditas dengan meningkatkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), penarikan dana milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bank untuk mencegah spekulasi dan ditempatkan pada SBI. 5 Kebijakan
pengetatan
likuiditas
tersebut
justru
berakibat
kurang
menguntungkan terhadap sektor riil dan Perbankan. Mayoritas perbankan mengalami kesulitan likuiditas, yang dibuktikan dengan pelanggaran GWM dan pelanggaran saldo debet. 6
3
HLB Hadori & Rekan, Op.cit., hlm. 2. Ibid., hlm. 10. 5 HLB Hadori & Rekan, Studi Keuangan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, (Jakarta: Bank Indonesia, 2002), hlm. 1. 6 Ibid. 4
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Adanya deregulasi dalam bidang perbankan Pakto 1988 7
semakin
mempersulit bank dalam menghimpun dana karena bank-bank saling berlomba menawarkan tingkat bunga dan hadiah-hadiah yang menarik. Sebagian besar dana pada bank diperoleh dengan membuat perjanjian dengan para nasabah (giran, deposan) yakni dana tersebut dapat segera ditarik saat dibutuhkan oleh nasabah giro, tabungan, atau saat jatuh tempo deposito. Jumlah dana yang dapat dihimpun dari masyarakat dan jangka waktu dana tersebut dapat mengendap di bank adalah suatu hal yang tidak dapat dikendalikan oleh bank, sebaliknya para nasabahlah yang menentukan dana mereka akan ditempatkan dalam jumlah berapa banyak, dalam bentuk apa, dan dalam jangka waktu yang diinginkan. 8 Dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter Bank Indonesia berwenang melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan caracara yang termasuk, tetapi tidak terbatas pada: 1. Operasi pasar terbuka di pasar uang, baik mata uang Rupiah maupun Valas; 2. Penetapan tingkat diskonto; 3. Penetapan cadangan wajib minimum (Reserve Requirement Ratio);
7
Dengan alasan untuk lebih membuka kesempatan kerja maka pada tanggal 27 Oktober 1988 diberikan paket regulasi yang diberikan nuansa deregulasi yakni dengan memberikan liberalisasi pembukaan bank, cabang bank, dan lembaga keuangan bukan bank. Semula untuk membuka dan mengurus bank diberlakukan peraturan yang cukup ketat sehingga hanya sedikit berdiri bank-bank baru. Dalam regulasi baru yang menghapuskan persyaratan-persyaratan lama tersebut diberikan kemudahan dan kelonggaran lebih lanjut termasuk penurunan cadangan wajib minimum dari 15 persen menjadi hanya 2 persen sehingga loanable funds bisa menjadi jauh lebih besar lagi. Gunarto Suhardi, Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi, (Yogyakarta: Penerbitan Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2002), hlm. 60-61. 8 HLB Hadori & Rekan, Studi Keuangan…Op.cit., hlm. 18.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
4. Pengaturan kredit atau pembiayaan. 9 Berkaitan dengan tugasnya di bidang moneter, Bank Indonesia menetapkan penggunaan salah satu instrumen kebijakan moneter yang berupa GWM bagi Bank Umum di Indonesia. Dalam rangka pelaksanaan GWM, setiap Bank Umum harus membuka rekening giro pada Bank Indonesia yang penggunaannya berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Rekening giro milik Bank Umum yang dikelola oleh Bank Indonesia tersebut harus dijaga saldonya agar tidak melanggar ketentuan GWM yang berlaku. 10 Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib
9
Kasmir, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1998),
hlm. 171. 10
M. Bahsan, Giro Dan Bilyet Giro Perbankan Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 5-6. Sebagaimana telah ditetapkan dalam PBI NO.10/19/PBI/2008 tanggal 14 Oktober 2008, ketentuan GWM Rupiah telah ditetapkan sebesar 7, 5 persen dari DPK. Dalam rangka memberikan fleksibilitas bagi bank dalam pengelolaan likuiditasnya, Bank Indonesia menyempurnakan cara pemenuhan ketentuan GWM Rupiah dimaksud menjadi sebagai berikut: 1. GWM Rupiah yang telah ditetapkan sebesar 7, 5 persen tersebut terdiri dari GWM utama (statutory reserve) dan GWM sekunder (secondary reserve) dengan rincian: 1. 5 persen berupa GWM utama (statutory reserve) berupa simpanan giro di Bank Indonesia. Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal 24 Oktober 2008. 2. 2, 5 persen berupa GWM sekunder (secondary reserve) dalam bentuk SBI dan atau SUN dan atau simpanan giro di Bank Indonesia. 2. Masa transisi untuk pemenuhan secondary reserve ditetapkan selama 1 tahun sejak berlakunya ketentuan atau selambat-lambatnya tanggal 24 Oktober 2009. 3. Bank yang belum dapat memenuhi kewajiban secondary reserve dalam masa transisi tidak dikenakan sanksi. 4. Bank Indonesia tidak memberikan jasa giro (remunerasi) atas saldo simpanan giro bank di Bank Indonesia maupun atas secondary reserve. PBI NO.10/19/PBI/2008 tanggal 14 Oktober 2008.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. 11 Suatu bank dapat dikatakan likuid, apabila bank yang bersangkutan dapat membayar semua hutanghutangnya terutama simpanan tabungan, giro dan deposito pada saat ditagih dan dapat pula memenuhi semua permohonan kredit yang layak dibiayai. 12 Salah satu fungsi dari bank sentral yang cukup vital adalah kewenangannya dalam menerbitkan uang dari suatu negara (note issue). Fungsi ini berkaitan dengan Reserve Requirements. Reserve Requirement ini di samping bertujuan untuk menjaga likuiditas dari bank–bank komersil, juga bertujuan untuk dipergunakan sebagai sarana untuk menekan atau mendorong pemberian kredit (sebagai sarana pengontrolan kredit). 13 Proses penciptaan uang dimulai ketika sebuah bank dalam sistem moneter menerima deposito. Bank akan menyalurkan depositonya dalam bentuk pinjaman kepada pihak lain. Besarnya deposito yang dapat disalurkan dalam bentuk pinjaman dipengaruhi besarnya GWM yang harus disetorkan ke bank sentral dari setiap unit 11
Pasal 29 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Likuiditas adalah kemampuan untuk memenuhi seluruh kewajiban yang harus dilunasi segera dalam waktu yang singkat; sebuah perusahaan dikatakan likuid apabila mempunyai alat pembayaran berupa harta lancar yang lebih besar dibandingkan dengan seluruh kewajibannya (liquidity). Bank Indonesia, http://www.Bank Indonesia.go.id/web/id/Kamus/ diakses tanggal 30 Maret 2009. Rentabilitas adalah kemampuan bank menghasilkan laba dalam periode tertentu. Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, http://id.wikipedia.org/wiki/Rentabilitas diakses tanggal 30 Maret 2009. Rentabilitas merupakan ukuran kemampuan bank dalam meningkatkan labanya apakah, setiap periode atau untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitibilitas yang dicapai bank yang bersangkutan. Bank yang sehat adalah bank yang diukur secara rentabilitas yang terus meningkat. Kasmir, Op.cit., hlm. 48-49. Solvabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk melunasi seluruh utang yang ada dengan menggunakan seluruh aset yang dimilikinya. Hal ini sesungguhnya jarang terjadi kecuali perusahaan mengalami kepailitan. Kemampuan operasi perusahaan dicerminkan dari aset–aset yang dimiliki oleh perusahaan. Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, http://id.wikipedia.org/wiki/Solvabilitas diakses tanggal 30 Maret 2009. 12 Kasmir, Op.cit, hlm. 48. 13 Munir Fuady, Hukum Perbankan Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 121 dan 124.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
deposito yang diterima. Besarnya GWM itu ditentukan oleh pemerintah melalui penetapan persentase tertentu, yang dikenal sebagai Reserve Requirement Ratio (RRR). Deposito (atau juga disebut dengan dana) disalurkan dalam bentuk kredit dan disetorkan sebagai GWM. 14 Bank Indonesia dalam melaksanakan tugasnya mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran sesuai dengan ketentuan undang-undangnya mempunyai beberapa kewenangan, antara lain menetapkan penggunaan alat pembayaran, mengatur sistem kliring, menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran antar bank dan mengatur penyaluran dan penggunaan rupiah sebagai alat pembayaran yang sah. 15 Kinerja dan kestabilan perbankan dalam praktek sehari-hari dapat dipantau dari mekanisme pelaksanaan kliring antar bank. Salah satu kewajiban penting dari bank peserta kliring adalah memelihara rekening giro pada Bank Indonesia sejumlah tertentu yang disebut GWM. Ada dua tujuan dari penetapan GWM tersebut, yaitu: 1. Secara mikro, tersedianya dana siaga dari setiap bank agar setiap waktu dapat membayar kewajibannya.
14
Jika RRR = 10 persen, maka dari setiap unit tambahan deposito, sebesar 10 persen harus disetor ke bank sentral sebagai GWM. Karenanya jika sebuah bank umum menerima deposito sebesar 100, yang dapat disalurkan sebagai pinjaman adalah 90, sedangkan yang harus disetorkan ke bank sentral adalah 10. jika RRR = 20 persen, maka dari setiap 100 unit tambahan deposito yang dapat disalurkan sebagai pinjaman adalah 80 unit dan yang harus disetor ke bank sentral adalah 20 unit. Jika RRR makin kecil, maka daya ekspansi kredit bank makin besar, bagitu juga sebaliknya. Mandala Manurung dan Prathama Rahardja, Uang, Perbankan, dan Ekonomi Moneter (Kajian Kontekstual Indonesia), (Jakarta: Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004), hlm. 22. 15 M. Bahsan, Op.cit., hlm. 8.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
2. Secara makro, merupakan sarana pengawasan bank dan pengendalian moneter yaitu untuk meredam ekses likuiditas yang berlebihan dari perbankan yang dapat mendorong ekspansi yang berlebihan atau spekulasi. 16 Nicholas A. Lash dalam bukunya mengatakan: The major purpose of reserve requirements today is not to ensure liquidity, but instead to facilitate monetary control. By setting an upper limit on the growth of bank loans, investments, and deposits, reserve requirements play a critical role in determining the link between reserves supplied by the Federal Reserve and the supply of money and credit. 17 Tujuan utama GWM sekarang bukanlah untuk memastikan likuiditas, tapi sebagai alternatif untuk memfasilitasi pengawasan moneter. GWM memainkan peranan penting untuk membentuk hubungan antara cadangan yang disediakan oleh bank sentral dan penyediaan uang dan kredit dengan menetapkan batasan yang tinggi pada pertumbuhan pinjaman bank, investasi, dan deposito. Timothy W. Koch mengatakan bahwa: The purpose of required reserves is to enable the Federal Reserve to control the nation’s money supply. By forcing banks and other depository institutions to hold deposit balances in support of transactions accounts and time deposits, the Federal Reserve hopes to control credit availability and thereby influence general economic conditions. 18
16
Kliring adalah pertukaran warkat atau data keuangan elektronis antar bank, baik atas nama bank maupun atas nama nasabah yang hasil perhitungannya diselesaikan dalam waktu tertentu. Peserta kliring terdiri atas bank yang memenuhi syarat sebagai peserta kliring baik sebagai peserta langsung maupun peserta tidak langsung. HLB Hadori & Rekan, Studi Keuangan…. Op.cit., hlm. 52. 17 Nicholas A.. Lash, Banking Law and Regulations, an Economic Perspective, (New Jersey: Prentice-Hall, Inc., 1987), hlm. 78. 18 Timothy W. Koch, Bank Management, International Edition, (Florida: The Dryden Press, 1995), hlm. 453.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Tujuan dari GWM adalah untuk memungkinkan bank sentral mengawasi penyediaan uang negara. Bank sentral mengawasi kemampuan kredit dan untuk itu mempengaruhi kondisi ekonomi secara keseluruhan dengan memaksa bank-bank dan lembaga keuangan lainnya untuk memegang keseimbangan dana untuk mendukung transaksi keuangan dan deposito berjangka. Thomas F. Cargill mengatakan “Changes in the reserve requirement for transaction and/or other deposits will change the value of the money supply multiplier”. 19 Perubahan dalam GWM untuk transaksi dan/atau deposito lainnya akan merubah nilai penggandaan uang yang tersedia. Timothy W. Koch mengatakan “In general, when deposit rise or fall, banks’ required reserves rise or fall respectively”. 20 Pada umumnya, ketika deposito naik atau turun, GWM di bank juga akan ikut naik atau turun. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dikeluarkanlah Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/15/PBI/2004 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing yang kemudian dirubah dengan Peraturan Bank Indonesia No. 7/49/PBI/2005 Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank 19
Thomas F. Cargill, Money, The Financial System And Monetary Policy, (New Jersey: Prentice-Hall, Inc., 1983), hlm. 304. Proses penggandaan uang (money multiplier) terjadi sehubungan dengan kegiatan bank-bank umum atau bank-bank pencipta uang giral (BPUG), yang merupakan anggota sistem moneter, dalam menciptakan uang giral dan uang kuasi. Dalam kegiatannya, bank-bank umum dapat meminjamkan sebagian uang simpanan masyarakat yang berupa giro, tabungan dan deposito, dan hanya sebagian kecil dipelihara sebagai alat-alat likuid unuk memenuhi kewajiban segera yang harus dibayar sewaktu-waktu dan untuk memenuhi ketentuan cadangan wajib minimum atau reserve requirement. Terjadinya pelipatgandaan (multiplier) baik jumlah simpanan maupun pinjaman disebabkan oleh adanya kemungkinan untuk meminjamkan sebagian dari uang simpanan. Aulia Pohan, Kerangka Kebijakan Moneter & Implementasinya Di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), hlm. 82-83. 20 Timothy W. Koch, Op.cit., hlm. 453.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Indonesia Nomor 6/15/PBI/2004 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing GWM Rupiah. Kehadiran PBI No. 7/2005, menyebabkan banyak batasan pada industri perbankan, khususnya pada kualitas aktiva dimana konsep regulasi satu peminjam satu proyek menjadi penyebab NPL (Non Permorming Loan) 21 sektor perbankan meningkat dari 5,6 persen menjadi 8,9 persen di akhir September 2005. Peraturan ini menyebabkan peningkatkan level GWM dengan menghubungkan GWM pada LDR (Loan to Deposit Ratio) bank. Peraturan ini menurunkan kemampuan sektor perbankan untuk memberikan pinjaman baru dan sebagai hasilnya membatasi pengembangan pinjaman. 22 Pada tanggal 14 Oktober 2008, Bank Indonesia mengeluarkan lima langkah kebijakan untuk menjaga kecukupan likuiditas valuta asing dan rupiah di dalam negeri. Kelima langkah tersebut adalah:
21
Nonperforming loan (NPL) is a loan that is not earning income and: (1) full payment of principal and interest is no longer anticipated, (2) principal or interest is 90 days or more delinquent, (3) the maturity date has passed and payment in full has not been made. Kredit macet adalah pinjaman yang tidak menghasilkan pendapatan dan: (1) pembayaran penuh dari pinjaman uang dan bunganya tidak lagi diharapkan, (2) pinjaman uang atau bunganya adalah 90 hari atau lebih lama dari yang diharapkan, (3) jatuh tempo telah lewat dan pembayaran penuh tidak dilakukan. TeachmeFinance.com, http://www.teachmefinance.com/fiancial_terms/nonperforming_loan.html/ diakses tanggal 5 Juli 2009. Nonperforming loan is a loan that is default or close to being default. Many loans become nonperforming after being in default for 3 months, but this can depend on the contract terms. Kredit macet adalah pinjaman yang tidak dapat dibayar atau hampir tidak dapat dibayar. Banyak pinjaman menjadi macet setelah menunggak selama 3 bulan, tapi hal ini tergantung kontraknya. www.wikipedia.org/non-performingloan diakses tanggal 5 Juli 2009. 22 Indonesia Equity Research, ”Regulasi baru yang dapat membawa kondisi positif untuk sektorperbankan,”http://www.aaasecurities.com/_cms/getfile.php?fn=research/equity/company_update /Banking-Bahasa-AAASecurities.pdf diakses tanggal 24 April 2009.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
1. Perpanjangan tenor foreign exchange swap 23 dari paling lama 7 hari menjadi 1 bulan. Berlaku efektif sejak 15 Oktober 2008. Langkah ini untuk memenuhi permintaan valuta dalam dolar AS yang sifatnya temporer, sehingga memberi penyesuaian waktu yang cukup bagi bank atau pelaku pasar sebelum benarbenar melakukan penyesuaian komposisi portofolionya. 2. Penyediaan pasokan valuta asing bagi perusahaan domestik melalui perbankan berlaku 15 Oktober 2008. Ini untuk meningkatkan kepastian pemenuhan kebutuhan valuta asing, perusahaan domestik yang memiliki underlying transactions 24 . 3. Penurunan rasio GWM valuta asing untuk bank umum konvensional dan syariah dari 3 persen menjadi 1 persen. Berlaku sejak 13 Oktober 2008. Ini untuk menambah ketersediaan likuiditas valuta dolar AS yang dapat digunakan bank dalam bertransaksi dengan nasabahnya.
23
Foreign Exchange Swap atau yang lebih dikenal sebagai swap—dalam dunia keuangan, merupakan suatu instrumen derivatif, di mana terdapat dua pihak saling mempertukarkan suatu aliran arus kas dengan aliran arus kas lainnya. Aliran ini disebut "kaki" dari swap. Nilai swap ini adalah dihitung berdasarkan suatu nilai absolut atau notional amount yaitu suatu nilai nominal yang digunakan untuk menghitung pembayaran terhadap suatu swap dan produk manejemen resiko lainnya dimana nilai ini bukan suatu nilai yang sesungguhnya (absolut). Istilah swap ini sebenarnya berasal dari bahasa Inggris namun istilah ini digunakan sebagai suatu istilah baku yang dikenal di Indonesia baik oleh lembaga yang berwenang seperti Bank Indonesia. Swap ini seringkali digunakan sebagai suatu instrumen lindung nilai atau resiko tertentu misalnya resiko gejolak nilai tukar mata uang dan disamping itu juga digunakan sebagai instrumen spekulasi. Wikipedia Indonesia, “Foreign Exchange Swap”, http://id.wikipedia.org/wiki/Tukar_menukar diakses tanggal 17 Mei 2009. 24 Underlying transactions is contract or deal between account party and beneficiary of a Letter of Credit (L/C). Business Dictionary.com, http://www.businessdictionary.com/definition/underlying-transaction.html diakses tanggal 17 Mei 2009. Underlying transactions adalah kontrak atau perjanjian antara pihak penjual dan pembeli dalam L/C.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
4. Pencabutan ketentuan pasal 4 PBI No 7/1/PBI/2005 tentang batasan posisi saldo harian pinjaman luar negeri jangka pendek yang berlaku sejak 13 Oktober 2008. Langkah ini ditujukan untuk mengurangi tekanan pembelian dolar AS karena saat ini terjadi pengalihan rekening rupiah ke valuta asing oleh nasabah asing. 5. Penyederhanaan perhitungan GWM rupiah, berlaku mulai 24 Oktober 2008 menjadi hanya dalam bentuk statutory reserves menjadi hanya 7,5 persen dari Dana Pihak Ketiga agar likuiditas dalam sistem perbankan menjadi lebih memadai. 25 Kebijakan tersebut dituang ke dalam Peraturan Bank Indonesia No. 10/19/PBI/2008 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing yang diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/25/PBI/2008 tanggal 23 Oktober 2008 tentang Perubahan atas PBI Nomor 10/19/PBI/2008 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing. Diharapkan dengan kebijakan ini akan memberikan fleksibilitas kepada perbankan dalam mengelola likuiditasnya sehingga tidak terjadi keketatan likuiditas, 25
Wahyu Daniel, “BI Keluarkan 5 Aturan Pelonggaran Likuid”, http://www.detikfinance.com/kanal/5/moneter diakses tanggal 20 Maret 2009. GWM Rupiah diturunkan dari efektif sebesar 9,01 persen menjadi 7,5 persen. Penyederhanaan GWM Rupiah menjadi GWM utama dan GWM sekunder. GWM valas diturunkan dari 3 persen menjadi 1 persen. Kebijakan ini akan berpotensi menambah likuiditas perbankan dalam Rupiah sekitar Rp 50,0 triliun dan dalam valas sebesar US$ 721 juta. Pemenuhan GWM sekunder diberikan masa transisi 1 tahun (paling lambat 24 Oktober 2009), guna memberi ruang bagi perbankan untuk melakukan penyesuaian terkait dengan aturan tersebut sehingga tidak memberikan tekanan di pasar uang. Bank Indonesia, http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/28792F55-50C7-4A34-BBF40B58BB78094C/14797/Materi_Diseminasi_PBI_GWM.pdf diakses tanggal 27 Pebruari 2009.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
layaknya yang dialami banyak negara lain. Langkah ini juga bertujuan meminimalkan risiko yang dapat mempengaruhi stabilitas sistem perbankan. 26 Namun Penurunan GWM oleh Bank Indonesia belum mampu mendukung perbaikan transaksi likuiditas perbankan. Peneliti Eksekutif Biro Kebijakan Moneter Bank Indonesia, Wiwik Sisto Widayat mengatakan bahwa meski likuiditas di perbankan ada, namun tidak terjadi transaksi antar bank, sehingga bank-bank yang kekurangan likuiditas masih susah mencari dana di pasar antar bank. Padahal, menurut beliau, setelah penyesuaian kebijakan GWM telah menggelontorkan dana ke perbankan sebesar Rp. 40 triliun. Sedangkan penurunan GWM valas dari tiga persen menjadi satu persen telah menambah likuiditas perbankan sebesar 700 juta dolar AS. Namun tambahan likuiditas tersebut tidak membuat transaksi antar bank membaik. Bank-bank yang memiliki limpahan likuiditas memilih menyimpan dananya dan tidak mau menjual kepada bank lain karena ada semacam ketidakpercayaan antar bank untuk memberikan kredit disebabkan karena takut akan ketidakpastian. 27 Di lain pihak, Kendati penurunan GWM akan melonggarkan likuiditas hingga Rp 20 triliun, puluhan bank dengan loan to deposit ratio (LDR) 28 tinggi justru makin kesulitan karena harus menyerahkan giro tambahan kepada Bank Indonesia. Beban
26
Kompas. Com, ”BI: Pelonggaran Likuiditas Antisipasi Gejolak Ekonomi”, http://www.kompas.com/read/xml/2008/10/24/08421768 diakses tanggal 24 April 2009. 27 Surabaya Post, “GWM Tak Efektif”, http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=list&id diakses tanggal 24 April 2009. 28 LDR (Loan to Deposit Ratio) adalah rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank. LDR menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Lukman Dendawijaya, Manajemen Perbankan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2001), hlm. 118.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
GWM bertambah juga dialami oleh bank-bank dengan DPK di bawah Rp 1 triliun, dengan LDR di atas 60 persen. Di atas kertas bank-bank seperti ini justru wajib menambah giro 0,5 persen - 2,5 persen. 29 Secara teoritis dapat dikatakan bahwa perbankan akan dapat mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi melalui liabilitas dan aset, dan semua ini tidak terlepas dari kebijakan moneter yang diambil oleh otoritas moneter.30 Konsekuensi dari sulitnya mengendalikan dana dan pinjaman yang diberikan, bank harus berusaha mengelola kesenjangan waktu antara assets dan liabilities (gap management 31 ).
29
Bisnis Indonesia Online, “Regulasi GWM Sulitkan Puluhan Bank”, www.bisnis.com diakses tanggal 24 April 2009. 30 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001), hlm. 44. Otoritas moneter adalah lembaga yang melaksanakan pengendalian moneter dengan fungsi-fungsi: 1. mengeluarkan dan mengedarkan uang kartal sebagai alat pembayaran yang sah; 2. memelihara dan menjaga posisi cadangan devisa; 3. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap bank-bank; 4. memegang kas pemerintah. Fungsi-fungsi otoritas tersebut dilaksanakan oleh bank sentral. Mandala Manurung dan Prathama Rahardja, Op.cit., 25. 31 Karena aspek-aspek yang dikelola oleh bank dapat dibedakan berdasarkan pos-pos neraca, yaitu aktiva (assets) dan pasiva (liability dan equity), maka pengelolaan bank dapat menggunakan asas-asas pengelolaan aktiva-pasiva (assets-liability management). Dua model manajemen pengelolaan aktiva-pasiva yang paling dikenal adalah model pool dana (the pool of fund approach) dan model alokasi asset (assets allocation model). Model pool dana menyarankan agar dana-dana yang dikumpulkan bank ditampung (pool) secara keseluruhan, baru kemudian disalurkan berdasarkan tujuan atau kebutuhan. Dalam model alokasi asset, alokasi dana yang dihimpun disesuaikan dengan jenis dan sifat sumber dana. Ibid, hlm. 164, 165-167. Bank umum memiliki struktur dasar neraca (balance sheet) yang sama dengan lembaga keuangan lainnya, dalam arti: aktiva = pasiva atau aktiva = kewajiban + modal. Yang termasuk ke dalam aktiva, yaitu: 1. cadangan (reserves), yaitu cadangan primer (primary reserves) dan cadangan kedua (secondary reserves) 2. kredit (loans) 3. investasi (security investment), yaitu sekuriti pasar modal. 4. aktiva lainnya (other assets), yaitu aktiva tetap (fixed assets), terdiri dari tanah, bangunan dan inventaris. Yang termasuk ke dalam pasiva, yaitu: 1. kewajiban (liabilitis)
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Kegagalan dalam pengelolaan liquidity management 32 akan berakibat fatal bagi bank, salah satunya adalah minimal GWM yang ditetapkan Bank Indonesia kemungkinan tidak terpenuhi. Hal ini membawa akibat Bank Indonesia akan mengenakan denda. 33 GWM merupakan kewajiban bank-bank di Indonesia untuk menempatkan dana di Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari seluruh dana nasabah yang berhasil dihimpun. Produk ini merupakan salah satu piranti moneter yang digunakan untuk menyerap ekses likuiditas perekonomian dalam rangka mencapai kestabilan harga dan nilai tukar rupiah, dengan demikian GWM milik bank harus tetap terjaga untuk menghindari terjadinya dampak sistemik pada sistem perbankan dan perekonomian. 34 Bank umum harus menaati ketentuan ini. Jika tidak, bank sentral akan melakukan tindakan dan hal ini akan menurunkan citra bank yang bersangkutan. Tetapi setoran GWM akan menurunkan daya ekspansi kredit oleh bank, yang berarti menurunkan kemampuan menghasilkan pendapatan bunga. 35
a.
simpanan (deposits), yaitu transaksi (demand deposito), tabungan (saving accounts), berjangka (time deposits) b. pinjaman-pinjaman, yaitu jangka pendek (shout term debts) dan jangka panjang (long term debts) 2. ekuitas (equity), yaitu modal disetor dan hasil laba operasional. Ibid., hlm. 142-14. 32 Dalam pengelolaan likuiditas, bank berhadapan dengan masalah imbang korban antara likuiditas dengan profitabilitas. Bila ingin meningkatkan likuiditasnya, sebaiknya bank mengurangi aktiva dalam bentuk kredit dan menyimpan instrument pasar uang yang relative aman, utamanya yang diterbitkan pemerintah. Tetapi bila jumlah kredit berkurang, bank akan kekurangan kemampuan menghasilkan keuntungan karena berkurangnya penghasilan dari pendapatan bunga. Ibid., hlm. 176177. 33 Ibid., hlm. 19. Dunia perbankan mengenal dua macam penalty atau denda dalam kaitannya dengan GWM dan saldo Giro Bank Indonesia. Pertama adalah tidak memenuhi batas GWM dan kedua adalah denda karena negatifnya saldo giro di Bank Indonesia. Denda GWM adalah sebesar 0,1 persen (satu perseribu) per hari dari kekurangan pemenuhan GWM. Ibid., hlm. 23 – 24. 34 Hukum Online, ”Duh, Sulitnya Mencairkan Rekening,” http://hukumonline.com/berita.asp diakses tanggal 1 Oktober 2008. 35 Mandala Manurung dan Prathama Rahardja, Op.cit., hlm. 169.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Berdasarkan uraian-uraian di atas, penulis tertarik untuk membahas tentang pengaruh Peraturan Bank Indonesia tentang GWM terhadap fungsi bank dalam penyaluran kredit sebagai suatu karya ilmiah dalam bentuk tesis dengan judul: “Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank.”
B.
Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan masalah berikut ini: 1. Mengapa GWM diatur dalam hukum perbankan di Indonesia? 2. Bagaimana peranan GWM dikaitkan dengan likuiditas perbankan? 3. Bagaimana perubahan GWM bank umum pada Bank Indonesia dalam rupiah dan valuta asing dikaitkan dengan penyaluran kredit bank?
C.
Tujuan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan memperjelas
pemahaman bagaimana peranan hukum dalam mengatur perekonomian. Maka tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui alasan GWM diatur dalam hukum perbankan di Indonesia. 2. Untuk mengetahui peranan GWM dikaitkan dengan likuiditas perbankan. 3. Untuk mengetahui perubahan GWM bank umum pada Bank Indonesia dalam rupiah dan valuta asing dikaitkan dengan penyaluran kredit bank.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
D.
Manfaat Penelitian Adapun hasil penelitian ini sangat diharapkan dapat memberikan manfaat
teoritis dan praktis sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran di bidang hukum terutama hukum perbankan khususnya tentang GWM sehingga dapat terciptanya sistem perbankan yang kuat dan sehat. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai bahan masukan bagi kalangan akademisi, praktisi, dan perbankan dalam melakukan tindakantindakan yang berhubungan dengan GWM.
E.
Keaslian Penelitian Penelitian dengan judul “Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada
Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank” yang diketahui berdasarkan penelusuran atas hasil-hasil penelitian, khususnya di lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Ilmu Hukum, belum pernah dilakukan penelitian dalam pendekatan dan perumusan masalah yang sama. Jadi penelitian ini adalah asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, objektif dan terbuka. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
F.
Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Gustav Radbruch berpendapat, bahwa hukum itu bertumpu pada tiga nilai
dasar yaitu kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Kendatipun ketiganya selalu ada dan mendasari kehidupan hukum tetapi tidak berarti bahwa ketiganya selalu berada dalam keadaan dan hubungan yang harmonis. Menurut Radbruch, ketiganya lebih sering berada dalam suasana hubungan yang tegang satu sama lain. Kepastian berpotensi untuk bertabrakan dengan keadilan dan kemanfaatan sosial, keadilan berpotensi untuk mengalami konflik dengan kepastian dan kemanfaatan, sedang tuntutan terhadap kemanfaatan pada suatu ketika akan bertabrakan dengan keadilan dan kepastian. 36 Teori 37 yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori utilitarisme. Utilitarisme memandang kegunaan yang dapat dimiliki kaidah-kaidah tertentu bagi kesejahteraan umum sebagai tujuan perbuatan. Di sini orang harus berusaha atas dasar-dasar rasional menemukan kaidah yang dengannya pada akhirnya masyarakat yang paling diuntungkan sekalipun hal itu bertentangan dengan kepentingan tertentu yang dimiliki individu itu sendiri. 38 Sebuah asas utilitarisme yang terkenal adalah bahwa orang harus berusaha mencapai kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi 36
Satjipto Rahardjo, Biarkan Hukum Mengalir, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2007), hlm.
81-83. 37
Teori pada dasarnya sangat ditentukan oleh bagaimana orang atau sebuah komunitas memandang apa yang disebut hukum itu, artinya apa yang sedang terjadi atau perubahan yang tengah terjadi dimana komunitas itu hidup sangat berpengaruh terhadap cara pandangnya tentang hukum. Otje Salman S., Teori Hukum, (Bandung: PT Refika Aditama, 2004), hlm. 145. 38 J.J.H. Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 245.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
jumlah terbanyak orang. 39
Teori utilitarianisme menyatakan bahwa suatu
kebijaksanaan atau tindakan dinilai baik secara moral kalau mendatangkan manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang. 40 Teori ini mendapat dukungan dari Thomas Hobbes (1558-1679). 41 Filsafat hukum Hobbes nyaris sepenuhnya ditinjau berdasarkan prinsip utilitas. Ia menyatakan bahwa manusia siap untuk menerima hukum dan mematuhi undang-undang hanya karena mereka telah mengakui perdamaian dan ketentraman sebagai hal yang bermanfaat. 42 Teori kemanfaatan ini dapat dilihat dari Bank Indonesia membentuk peraturan baru tentang GWM yang menyatakan bahwa pemenuhan GWM Rupiah adalah 7,5 persen yaitu 5 persen GWM utama dan 2,5 persen GWM sekunder yang berlaku untuk semua bank umum, dimana sebelumnya dalam ketentuan tentang GWM yang lama disebutkan bahwa pemenuhan GWM rupiah terdiri dari 5 persen GWM utama ditambah besaran DPK (0-3 persen) dan level LDR (0-5 persen) sehingga menambah likuiditas perbankan dalam rupiah sebesar Rp 50 triliun. Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan yang menurunkan rasio setoran GWM valas untuk bank umum dan konvensional dari 3 persen menjadi 1 persen sehingga setoran hanya sejumlah US$ 379 juta, menyisakan US$ 721 juta di perbankan dan dapat dipergunakan untuk penyaluran pembiayaan padahal sebelumnya pada saat GWM
39 40
Ibid., hlm. 246. Sonny Keraf, Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), hlm.
93. 41
Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, (Yogyakarta: Kanisius, 1982),
42
Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, (Bandung: PNM, 2004), hlm.
hlm. 63. 109.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
valas masih 3 persen, jumlah dana valas yang harus disetorkan setiap bank mencapai US$ 1,1 miliar. Penyederhanaan GWM tersebut dilakukan agar ada pelonggaran likuiditas perbankan sehingga diharapkan bisa memberi manfaat bagi semua bank umum dengan demikian bank bisa lebih leluasa menyalurkan kreditnya. Burg’s menyatakan terdapat 5 (lima) unsur yang harus dikembangkan supaya hukum
tidak
menghambat
ekonomi,
yaitu
stabilitas
(stability),
prediksi
(predictability), keadilan (fairness), pendidikan (education), dan pengembangan khusus bagi para sarjana hukum (the special development abilities of the lawyer). Burg’s menjelaskan bahwa unsur pertama dan kedua merupakan prasyarat agar sistem perekonomian dapat berfungsi dengan baik. Dalam hal ini, stabilitas berfungsi untuk mengakomodasi dan menghindari kepentingan-kepentingan yang saling bersaing (conflict of interest), sedangkan prediksi merupakan suatu kebutuhan untuk bisa memprediksikan ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan perekonomian suatu negara. 43 Ada dua teori yang sering dipakai oleh suatu bank sentral dalam hubungan dengan penerbitan uang, yaitu: 1. Currency Theory Teori Currency bepegang pada prinsip Full Convertibility of Notes. Menurut teori ini, jumlah uang haruslah sebatas simpanan emas yang ada pada bank sentral tersebut. Dengan demikian, teori Currency ini menjamin safety yang maksimal untuk suatu currency. Menurut teori ini, yang dilihat hanya pada 43
Bismar Nasution, Op.cit., hlm. 37-38.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
faktor reserve emas saja. Teori ini kurang melihat kepada faktor-faktor lainnya, yaitu faktor eksistensi dari suatu kredit, dan faktor-faktor domestik yang dapat menyebabkan sirkulasi yang lebih besar di saat-saat tertentu. Singkatnya teori ini sama sekali tidak memperhitungkan kebutuhan uang dari dunia perdagangan dan industri. 2. Banking Theory Teori ini bertentangan dengan teori currency. Menurut teori ini, dalam hal penerbitan uang (notes), maka yang paling penting untuk diperhitungkan adalah kebutuhan dari perdagangan dan industri. Sehingga disediakanlah uang yang fleksibel dan cukup yang dapat merespon perubahan kebutuhan dari masyarakat. 44 Jika teori currency lebih menitikberatkan kepada pencegahan risiko yang serius akibat dari ketidakstabilan moneter tetapi dapat mengakibatkan kekakuan moneter, maka teori banking lebih menitikberatkan kepada unsur fleksibilitas dari kebutuhan masyarakat walaupun ini bisa mengakibatkan ketidakstabilan moneter. Sehingga dalam praktek banyak negara mencoba mencari bentuk-bentuk kombinasi di antara kedua teori tersebut, sehingga memunculkan berbagai sistem dalam hal penerbitan uang (notes), seperti sistem partial fiduciary, sistem maksimum fiduciary,
44
Munir Fuady, Op.cit., hlm. 120.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
sistem proportionate reserve, sistem minimum reserve, dan sistem foreign exchange reserve. 45 Bank sentral dalam hal GWM ini sebenarnya masih bersangkutan dengan teori-teori dan sistem-sistem yang dianut dalam hal penerbitan uang (notes). Dalam
45
Ibid. A partial reserve banking system basically relies on the fact that depositors do not typically withdrawal all of their money at one time. When you deposit money at a bank the bank turns around and loans your money out to others...etc... However, a bank must retain a portion of your total balance to meet reserve requirements. The bank system would fail if there was a big scare and everyone went to withdrawal all of their funds at the same time, as the bank would not have adequate cash on hand to meet the demand. Economics and Politics Message Board, “Partial Reserve Banking System, ”http://mb.sparknotes.com/mb.epl?b=43&m=1267552&p=3&t=357178 diakses tanggal 30 Maret 2009. Sistem partial reserve pada dasarnya tergantung kepada kenyataan bahwa depositor tidak menarik semua uangnya sekaligus. Ketika anda menyimpan uang di bank, bank berbalik dan meminjamkan uang anda kepada yang lainnya ... dan seterusnya … bagaimanapun, sebuah bank harus menahan porsi dari total keseimbangan untuk memenuhi cadangan yang diharuskan. Sistem bank akan gagal jika ada sebuah hal besar yang menakutkan dan setiap orang menarik semua dana mereka pada saat yang bersamaan, maka bank tidak akan punya cukup uang untuk memenuhi permintaan. According to Proportionate Reserve System, system proportion of note issue is backed by metallic reserve and rest of the amount is backed by Government securities and bonds. In other words central bank issue notes 25persen to 40persen of which is backed by gold and rest of 60persen to 75persen is backed by Government securities. The proportional percentage is different from countries to countries. Govornment can change to percentage required for metallic reserve in certain condition. Blurtit, “Can You Describe Fixed Fiduciary System and Proportional Reserve System?”, http://www.blurtit.com/Business_Finance/Business/Accountancy/ diakses tanggal 30 Maret 2009. Berdasarkan sistem proportionate reserve, sistem penerbitan uang disokong oleh cadangan metalik dan sisa jumlahnya disokong oleh surat berharga dan obligasi dari pemerintah. Dengan kata lain, bank sentral menerbitkan uang 25 persen sampai 40 persen dari sokongan emas dan sisa dari 60 persen sampai 75 persen disokong oleh surat-surat berharga. Pemerintah dapat merubah persentasi yang dibutuhkan untuk cadangan metalik dalam hal tertentu. Minimum reserve system applies to credit institutions and primarily pursues the aims of stabilizing money market interest rates and creating (or enlarging) a structural liquidity shortage. The amount of minimum reserves to be held by each institution is determined in relation to elements of its balance sheet (liabilities). The Bank, “Minimum Reserve”, http://www.bportugal.pt/rates/intervtx/taxas_rm_e.pdf diakses tanggal 30 Maret 2009. Sistem minimum reserve diperuntukkan kepada lembaga kredit dan secara khususnya melanjutkan tujuan menstabilkan suku bunga di pasar uang dan menciptakan (memperbesar) kekurangan likuiditas. Jumlah cadangan minimum yang dipegang oleh masing-masing institusi ditentukan dalam hubungannya dengan elemen neraca keseimbangan (liabilitas). Foreign exchange reserve adalah suatu transaksi aktiva luar negeri yang dicatat oleh bank transaksi/ rekening cadangan devisa mencatat setiap perubahan baik penambahan atau pengurangan emas valuta asing. Badan Kebijakan Fiskal, Departemen Keuangan Republik Indonesia, “Glosarium Fiskal”, http://www.fiskal.depkeu.go.id/webbkf/link.asp?link=1170000 diakses tanggal 30 Maret 2009.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
hal ini bank sentral mesti memiliki reserve tertentu, seperti emas, collaterals 46 , government bonds 47 dan lain-lain sesuai dengan teori atau sistem mana yang lebih ditekankan dalam masing-masing negara dalam hubungan dengan Currency Regulation. 48 Tugas lain dari bank sentral adalah fungsinya untuk mengontrol kredit. Salah satu metode yang sering digunakan bank sentral dalam hal pengontrolan kredit adalah Variable Reserve System. 49 Variable reserve ratio merupakan salah satu metode non konvensional bagi bank sentral dalam usahanya untuk melakukan pengontrolan kredit. Menurut metode ini, bank sentral mempunyai kewenangan untuk menetapkan minimum cash reserves dari bank-bank komersil yang disimpan di bank sentral. GWM ini di samping bertujuan untuk menjaga likuiditas dari bank-bank komersil tersebut, juga bertujuan untuk dipergunakan sebagai sarana pengontrolan kredit. 50 Apabila dicermati mengenai jenis usaha yang dapat dilakukan bank umum di Indonesia sebagaimana yang diatur dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, maka dapat disimpulkan bahwa sistem perbankan yang dianut 46
Collateral (jaminan) amat dibutuhkan oleh bank untuk menghindari atau mengurangi risiko kerugian, bila terjadi hal-hal yang buruk dari usaha yang dikelola nasabah. Penilaian jaminan bukan hanya dari nilai finansialnya saja, tetapi juga kualitas asset yang dimiliki calon debitur. Mandala Manurung dan Prathama Rahardja, Op.cit., hlm. 194. 47 Government bonds (obligasi pemerintah) dapat diterbitkan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Di Indonesia, berdasarkan Undang-undang Keuangan Daerah (UU No. 25 tahun 2000) pemerintah daerah, termasuk daerah tingkat dua, dimungkinkan menerbitkan obligasi sebagai sumber pendanaan pemerintah. Yang dapat dikelompokkan sebagai obligasi pemerintah adalah obligasi-obligasi yang diterbitkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Ibid., hlm. 100. 48 Munir Fuady, Op.cit, hlm. 121. 49 Ibid., hlm. 122. 50 Ibid., hlm. 124.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
dalam Undang-undang Perbankan adalah sistem commercial banking, yaitu suatu sistem yang melarang bank melakukan usaha yang di bidang sekuritas. 51 Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 52 Bank umum dalam pengertian perbankan di Indonesia dapat dipersamakan dengan bank komersial dalam perekonomian di negara-negara kapitalis. Bank ini disebut sebagai bank komersial karena didirikan dengan motivasi mendapatkan keuntungan. 53 Pengaturan jumlah uang beredar dalam pelaksanaannya tidaklah mudah karena preferensi masyarakat terhadap uang sewaktu-waktu dapat berubah sehingga jumlah uang beredar pada suatu waktu tertentu dapat menjadi terlalu besar apabila permintaan masyarakat akan uang menurun dan sebaliknya menjadi terlalu kecil apabila permintaan meningkat. Baik kelebihan maupun kekurangan uang sebagai akibat gejolak permintaan masyarakat akan uang, dapat memberi dampak yang luas terhadap perekonomian. Menurut Keynes, motif permintaan masyarakat akan uang adalah untuk keperluan transaksi, berjaga-jaga, dan spekulasi. 54 Dari segi permintaan, monetary base terdiri atas uang kartal yang ingin dimiliki oleh masyarakat dan reserve yang ingin dimiliki oleh bank-bank pencipta uang giral. Pada setiap saat bank diwajibkan memelihara GWM sebesar persen yang 51
Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, (Bandung: BooksTerrace & Library, 2005),
hlm. 67. 52
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Pasal 1 angka 2. Mandala Manurung dan Prathama Rahardja, Op.cit., hlm. 134. 54 Aulia Pohan, Op.cit., hlm. 28. 53
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
telah ditentukan oleh bank sentral dari rekening-rekening simpanan nasabahnya. Bank sentral dapat mengontrol uang beredar di masyarakat dengan menggunakan instrumen-instrumen moneter, yaitu Operasi pasar terbuka, GWM, dan Fasilitas diskonto. Peningkatan GWM akan memperkecil multiplier sehingga money supply berkurang dan sebaliknya penurunan rasio akan meningkatkan supply of money. 55
2. Konsepsi Guna menghindari kesalahpahaman atas berbagai istilah yang dipergunakan dalam penelitian ini, maka berikut akan dijelaskan maksud dari istilah-istilah tersebut. 1. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 56 2. Giro Wajib Minimum (GWM) adalah simpanan minimum yang harus dipelihara oleh Bank dalam bentuk saldo Rekening Giro pada Bank Indonesia
55
Ibid., hlm. 33-35. Dalam buku-buku teks Uang dan Bank yang berbahasa Inggris, uang primer disebut sebagai reserve money, kadang-kadang disebut juga sebagai monetary base atau high powered money. Istilah-istilah itu mengacu kepada pemahaman bahwa jumlah uang beredar sangat ditentukan oleh perkembangan jumlah uang primer. Perbandingan antara besarnya perubahan uang beredar karena perubahan uang primer menunjukkan angka pengganda uang (money multiplier). Ibid., hlm. 26. 56 Pasal 1 angka 2 Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/19/PBI/2008 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing yang dimaksud dengan Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998, termasuk kantor cabang bank asing, yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari Dana Pihak Ketiga (DPK). 57 3. Reserve requirement adalah ketentuan bagi setiap bank umum untuk menyisihkan sebagian dari DPK yang berhasil dihimpunnya dalam bentuk GWM berupa rekening giro bank yang bersangkutan pada Bank Indonesia. 58 4. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia. 59 5. Uang adalah sesuatu yang dapat diterima secara umum sebagai alat pembayaran dalam suatu wilayah tertentu atau sebagai alat pembayaran hutang atau sebagai alat untuk melakukan pembelian barang dan jasa. 60
57
Pasal 1 angka 7 PBI No. 10/19/PBI/2008 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia Dalam Rupiah dan Valuta Asing. 58 Ayunk Syahrullah, ”Jenis-jenis alokasi dana bank,” http://asrivanet.blogspot.com/2008/09/jenis-jenis-alokasi-dana-bank.html diakses tanggal 1 Oktober 2008. 59 Pasal 1 angka 1 (1) Undang-undang No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undangundang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia. Bank Sentral adalah lembaga keuangan perbankan yang berbentuk badan hukum. Karenanya bank sentral merupakan lembaga keuangan formal.59 Tugas Bank Indonesia adalah mengatur, mengkordinir, mengawasi serta memberikan tindakan kepada dunia perbankan. Kasmir, Op.cit., hlm. 168. Undang-undang No. 13 tahun 1968 tentang Bank Sentral Pasal 29 ayat (1) dan Pasal 32 ayat (3) serta penjelasan umumnya menyebutkan bahwa: ”Bank Indonesia dapat memberikan kredit likuiditas kepada bank-bank untuk mengatasi kesulitan likuiditas dalam keadaan darurat” dan bahwa sebagai lender of the last resort, Bank Sentral dapat memberikan kredit likuiditas kepada bank-bank untuk mengatasi kesulitankesulitan likuiditas yang dihadapi dalam keadaan darurat. 60 Ibid., hlm. 13. Uang diciptakan di dalam sistem moneter, yaitu oleh bank-bank pencipta uang giral (BPUG). Yang dimaksud dengan BPUG adalah bank-bank yang diperbolehkan mengeluarkan rekening giro dan melakukan transaksi kliring. Melalui transaksi tersebut setiap bank yang menerima deposito dapat menyalurkan deposito tersebut dalam bentuk pinjaman kepada nasabah. Pemberian pinjaman itu yang dapat mempengaruhi jumlah uang beredar. Di Indonesia, yang termasuk BPUG adalah bank-bank umum, baik bank milik pemerintah pusat dan daerah, swasta nasional, swasta asing, maupun swasta campuran, karena bank-bank tersebut diperbolehkan menerbitkan rekening giro. Sedangkan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) tidak diizinkan mengeluarkan uang giral, sehingga tidak dapat melakukan transaksi kliring. Aktivitas pemberian pinjaman oleh BPR semata-mata diberikan berdasarkan jumlah dana tunai yang tersedia, baik yang berasal dari modal sendiri, pinjaman dari pihak lain, maupun tabungan dan deposito berjangka nasabah. Karena itu proses pemberian pinjaman oleh
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
6. Rupiah adalah mata uang Indonesia, merupakan mata uang yang boleh ditukar dengan bebas tetapi didagangkan dengan pinalti disebabkan kadar inflasi yang tinggi. 61 7. Valuta Asing adalah mata uang suatu Negara asing. Dalam bursa valuta asing (foreign exchange market) atau disingkat bursa valas merupakan suatu jenis perdagangan atau transaksi yang memperdagangkan mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lainnya (pasangan mata uang/pair) yang melibatkan pasar-pasar uang utama di dunia selama 24 jam secara berkesinambungan. 62 8. Likuiditas adalah kemampuan memperoleh uang tunai pada saat dibutuhkan. 63 9. Loan to Deposit Ratio, untuk selanjutnya disebut LDR adalah rasio kredit yang diberikan kepada pihak ketiga dalam rupiah dan valuta asing, tidak termasuk kredit kepada bank lain, terhadap dana pihak ketiga yang mencakup
BPR tidak akan menambah jumlah uang beredar. Mandala Manurung dan Prathama Rahardja, Op.cit., hlm. 21 – 22. 61 http://id.wikipedia.org/wiki/rupiah, diakses tanggal 25 Juli 2009. 62 Ibid. 63 Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004), hlm. 8. Konsep likuiditas dapat diperluas dengan memasukkan unsur pinjaman, yaitu kemampuan untuk mendapatkan likuiditas baik tunai maupun non-tunai melalui pinjaman dari sumber-sumber ekstern perusahaan. Pada lembaga keuangan (bank) penyediaan likuiditas merupakan hal yang lebih penting karena untuk memenuhi adanya permintaan penarikan dana sewaktu-waktu para nasabah. Kegagalan memenuhi penarikan nasabah akan sangat mempengaruhi kelanjutan hidup bank yang bersangkutan mengingat kepercayaan adalah salah satu modal utama keberhasilan suatu bank. HLB Hadori & Rekan, Studi Keuangan ..., Op.cit., hlm. 17.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
giro, tabungan, dan deposito dalam rupiah dan valuta asing, tidak termasuk antar bank. 64 10. Non performing Loan, untuk selanjutnya disebut NPL adalah kredit macet 65 , yaitu pinjaman yang gagal tagih atau hampir gagal tagih. 66 Kredit macet terjadi apabila pinjaman tersebut tidak menghasilkan pendapatan dan: (1) pembayaran penuh dari pinjaman uang dan bunganya tidak lagi diharapkan, (2) pinjaman uang dan bunganya adalah 90 hari atau lebih lama lagi dari yang ditetapkan, (3) jatuh tempo telah lewat dan pembayaran penuh tidak dilakukan. 67 11. Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan pemindahbukuan. 68 12. Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank. 69 13. Sertifikat Deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan. 70
64
Pasal 1 angka 1 PBI No. 7/29/PBI/2005 Tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No. 6/15/pbi/2004 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing. 65 Mandala Manurung dan Prathama Rahardja, Op.cit., hlm. 380. 66 www.wikipedia.org/non_performingloan diakses tanggal 5 Juli 2009. 67 TeachmeFinance.com, www.teachmefinance.com/financial_terms/nonperforming_loan.html diakses tanggal 5 Juli 2009. 68 Pasal 1 angka 6 Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan. 69 Pasal 1 angka 7 Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan. 70 Pasal 1 angka 8 Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
14. Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. 71
G.
Metode Penelitian Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut: 1.
Jenis dan Sifat Penelitian Metode Penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang
bersifat kualitatif sehingga kajian akan didasarkan kepada perundang-undangan yang berkaitan dengan judul tesis, ketentuan yang diterbitkan oleh Bank Indonesia, dan teori-teori perbankan. Untuk mengumpulkan data dalam tesis ini dilakukan penelitian yang bersifat deskriptif analitis, yaitu penelitian ini untuk menggambarkan tentang situasi atau keadaan yang terjadi terhadap permasalahan yang telah dikemukakan dengan membatasi kerangka studi kepada suatu analisis terhadap hukum dan peraturan mengenai GWM serta berusaha untuk memaparkan bagaimana perubahan Peraturan Bank Indonesia tentang GWM Bank Umum di Bank Indonesia terhadap fungsinya dalam penyaluran kredit perbankan dengan menganalisis dari peraturan-peraturan yang ada.
71
Pasal 1 angka 9 Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
2.
Sumber Data Penelitian ini menggunakan sumber data yang berasal dari: (1) Bahan hukum primer yakni bahan hukum yang terdiri dari aturan hukum perbankan yang berkaitan dengan judul tesis, antara lain: 1) Undang-undang No. 3 tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia; 2) Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia; 3) Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undangundang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan; 4) Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan; 5) Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/25/PBI/2008 Tentang Perubahan atas PBI Nomor 10/19/PBI/2008 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing; 6) Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/19/PBI/2008 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing; 7) Peraturan Bank Indonesia No. 7/29/PBI/2005 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 6/15/PBI/2004 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing;
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
8) Peraturan Bank Indonesia No. 6/15/PBI/2004 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing. (2) Bahan hukum sekunder adalah badan hukum yang diperoleh dari buku teks, jurnal, artikel, bahan seminar dan bahan publikasi lainnya. (3) Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang diperoleh dari kamus dan ensiklopedia elektronik.
3.
Teknik Pengumpulan Data Mengingat bahwa penulisan tesis ini bersifat yuridis normatif maka
pengumpulan data akan dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapat bahan berupa perundang-undangan, Peraturan Bank Indonesia, karya ilmiah, dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan objek penelitian.
4.
Analisis Data Seluruh data yang sudah diperoleh dan dikumpulkan selanjutnya akan ditelaah
dan dianalisis secara kualitatif. Analisis untuk data kualitatif tersebut dilakukan dengan cara pemilihan pasal-pasal yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang GWM Perbankan di Bank Indonesia dikaitkan dengan Undang-undang Bank Indonesia dan Undang-undang Perbankan, yang selanjutnya dihubungkan dengan Peraturan Bank Indonesia yang mengatur tentang GWM. Kemudian membuat
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
sistematika dari pasal-pasal tersebut sehingga menghasilkan klasifikasi tertentu sesuai dengan permasalahan konkret yang dihadapi dan dilakukan pembahasan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Dengan demikian kegiatan analisis ini diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
BAB II PENGATURAN GIRO WAJIB MINIMUM DALAM HUKUM PERBANKAN INDONESIA
A.
Kebijakan Moneter Kebijakan moneter sebagai salah satu bagian dari kebijakan ekonomi makro
pada dasarnya merupakan kebijakan pengendalian jumlah uang beredar agar sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan dalam suatu sistem perekonomian. Sasaran kebijakan moneter yang ingin dicapai oleh otoritas moneter di Indonesia pada prinsipnya adalah pertumbuhan ekonomi, stabilitas harga dan tingkat bunga, dan keseimbangan neraca pembayaran serta untuk mencapai pemenuhan kesempatan kerja. Untuk mencapai sasaran kebijakan moneter tersebut Bank Indonesia sebagai otoritas moneter melakukan tugas pengendalian moneter yang meliputi perencanaan, pemantauan, dan pengambilan kebijakan. 72 Bank dalam perekonomian memiliki tempat yang teramat penting sebagai lembaga yang dapat mempengaruhi kegiatan perekonomian. Di samping itu, bank merupakan aktor dalam pelaksanaan kebijakan moneter. Bank sentral dalam menjalankan kebijakan moneter dengan menggunakan berbagai instrumen moneter,
72
Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004), hlm. 57.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
bank-bank umumlah yang menjadi mediator dalam mempengaruhi jumlah uang beredar yang merupakan sasaran kebijakan moneter.73 Strategi pengendalian uang beredar dirumuskan berdasarkan penyesuaian instrumen kebijakan moneter, antara lain operasi pasar terbuka, penyesuaian ketentuan GWM dan fasilitas diskonto. 74 Menurut Pasal 1 angka 4 Undang-undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, bahwa Bank Indonesia melakukan pengendalian moneter dengan menggunakan cara-cara yang termasuk tapi tidak terbatas pada: 1. Operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing. Operasi pasar terbuka menggunakan pinjaman dari bank sentral dengan memakai instrumen SBI (Sertifikat Bank Indonesia) dan SBPU (Surat Berharga Pasar Uang). 2. Penetapan cadangan wajib minimum (GWM). GWM yang merupakan jumlah minimum giro yang harus dipelihara bank pada Bank Indonesia dengan tujuan ganda yaitu dana siaga yang sewaktuwaktu dapat digunakan guna membayar kewajibannya dan piranti untuk 73
Ibid., hlm. 59. Ibid., hlm. 58. Jumlah uang beredar adalah uang yang berada di tangan masyarakat. Namun definisi ini terus berkembang, sehingga jumlah uang beredar dalam konteks perekonomian negara maju seperti Amerika Serikat, cara penghitungannya dapat berbeda dengan di negara sedang berkembang seperti Indonesia. Ada dua pendekatan untuk definisi jumlah uang beredar, yaitu: 1. Pendekatan Transaksional (Transactional Approach), yaitu memandang jumlah uang beredar yang dihitung adalah jumlah uang yang dibutuhkan untuk keperluan transaksi. 2. Pendekatan Likuiditas (Liquidity Approach), yaitu mendefinisikan jumlah uang beredar adalah jumlah uang untuk kebutuhan transaksi ditambah uang kuasi (quasy money). Di Indonesia, uang kuasi adalah simpanan rupiah dan valuta asing milik penduduk pada sistem moneter yang untuk sementara waktu kehilangan fungsinya sebagai alat tukar. Uang kuasi terdiri atas simpanan berjangka dan tabungan penduduk pada bank umum, baik dalam rupiah maupun valuta asing. Mandala Manurung dan Prathama Rahardja, Op.cit., hlm. 13-14. 74
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
mencegah ekses likuiditas berlebihan dari bank yang mendorong ekspansi berlebihan. 3. Penetapan tingkat diskonto. Fasilitas diskonto disediakan Bank Indonesia bagi perbankan yang menghadapi kesulitas likuiditas sementara karena ketidakseimbangan antara aliran dana masuk dan penarikan (mismatch). 4. Pengaturan kredit atau pembiayaan. 75 Pendekatan yang dilakukan oleh Bank Indonesia terhadap bank untuk menghindari kegiatan yang membahayakan atau untuk melakukan kegiatan yang membahayakan atau untuk melakukan kegiatan yang mendukung penciptaan iklim kondusif bagi perekonomian yaitu dengan membatasi pemberian kredit dan pembiayaan. Dalam rangka pelaksanaan pengendalian moneter yang dilakukan Bank Indonesia ditetapkan pokok-pokok ketentuan meliputi antara lain: 1. Tata cara pelaksanaan operasi pasar terbuka di pasar uang rupiah; 2. Tata cara pelaksanaan intervensi valuta asing dalam rangka stabilisasi rupiah; 3. Instrumen yang digunakan dalam operasi pasar terbuka; 4. Tata cara penetapan tingkat diskonto; 5. Penetapan jenis dan besaran cadangan wajib minimum bagi bank, baik dalam mata uang rupiah maupun dalam valuta asing; 75
Mandala Manurung dan Prathama Rahardja, Op.cit., hlm. 252. lihat juga HLB Hadori & Rekan, BI dan BLBI Suatu Tinjauan dan Penilaian Aspek Ekonomi, Keuangan, dan Hukum, (Jakarta: Bank Indonesia, 2002), hlm. 42.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
6. Penetapan sanksi administrasi terhadap pelanggaran cadangan wajib minimum; 7. Pembatasan kredit atau pembiayaan termasuk juga segala bentuk fasilitas pinjaman dana melalui pasar rupiah dan valuta asing. 76 Untuk pertama kalinya sejak Pakto 1988 Bank Indonesia menggunakan GWM untuk mengerem pertumbuhan besar-besaran moneter yang masih tinggi yaitu dengan menetapkan GWM menjadi 3 persen pada Februari 1996 (ketentuan likuiditas wajib minimum sebelumnya menurut Pakto 1988 adalah 2 persen). 77 Dalam rangka mempengaruhi jumlah uang yang beredar, Bank Indonesia dapat mengubah cadangan minimum bank-bank. Apabila ketentuan cadangan minimum diturunkan, jumlah uang yang beredar cenderung naik dan sebaliknya, kalau ketentuan cadangan minimum dinaikkan jumlah uang yang beredar cenderung
76
Dahlan Siamat, Op.cit., hlm. 34. Seiring dengan menurunnya tekanan inflasi, Bank Indonesia mengarahkan perhatiannya pada upaya menjaga pertumbuhan ekonomi negeri. Hal ini dilakukan dengan tetap mengawal inflasi dan kestabilan makroekonomi dan sektor keuangan dalam jangka menengah. Berbagai upaya untuk mencegah sektor riil anjlok lebih dalam lagi juga ditempuh Bank Indonesia melalui kebijakan moneternya. Dalam keputusan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia Februari 2009, Bank Indonesia kembali menurunkan suku bunga BI Rate sebesar 50 bps dari 8,75 persen menjadi 8,25 persen. Penurunan ini adalah penurunan ketiga sejak Desember 2008. Selain menurunkan BI Rate, Bank Indonesia akan tetap mengoptimalkan penggunaan seluruh instrumen kebijakan moneter yang tersedia, seperti pelaksanaan Operasi Pasar Terbuka dan upaya menjaga stabilitas di pasar rupiah dan valas. Selain itu, upaya pelonggaran kebijakan moneter juga diiringi oleh kebijakan Bank Indonesia untuk mendorong perbankan menyalurkan kredit ke sektor produktif dalam koridor praktek perbankan yang berhati-hati (prudent). Langkah ini diharapkan dapat memberi gairah pada perekonomian domestik untuk tidak turun lebih dalam. Perkembangan indikator perbankan menunjukkan bahwa penurunan BI Rate mulai direspon oleh pergerakan suku bunga deposito dan suku bunga kredit walaupun masih terbatas. Disamping itu, penurunan suku bunga tersebut diharapkan dapat mengurangi kendala penyaluran kredit dari sisi suplai (perbankan). Di sisi dunia usaha, penurunan suku bunga diharapkan dapat mengurangi pesimisme sektor dunia usaha akan prospek ekonomi ke depan. Bank Indonesia, http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Kebijakan+Moneter/ diakses tanggal 27 Pebruari 2009. 77 Ibid., hlm. 64. Keharusan menyediakan sejumlah minimum dana ini juga disebut likuiditas wajib minimum (statutory reserve requirement). Ibid.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
turun. Cadangan minimum ialah perbandingan antara jumlah alat-alat likuid yang dikuasai dan jumlah kewajiban yang segera dapat ditarik. 78 Bank sentral dapat mengurangi atau menambah jumlah uang beredar dengan cara mempengaruhi kemampuan bank umum menciptakan uang giral. Misalnya, pengubahan besaran GWM akan mempengaruhi kemampuan bank umum untuk menciptakan uang giral. 79 Persentase GWM mempengaruhi daya ekspansi kredit. Jika bank sentral menurunkan GWM maka daya ekspansi kredit bank umum akan meningkat, sehingga jumlah uang beredar bertambah. Sebaliknya jika GWM dinaikkan maka daya ekspansi kredit bank umum menurun dan jumlah uang beredar juga berkurang. 80
B.
Dana Bank
1.
Sumber Dana Bank Bagi sebuah bank, sebagai suatu lembaga keuangan, dana merupakan darah
dalam tubuh badan usaha dan persoalan paling utama. Tanpa dana, bank tidak dapat berbuat apa-apa, artinya tidak dapat berfungsi sama sekali. Menurut Siamat, dana bank adalah uang tunai yang dimiliki bank ataupun aktiva lancar yang dikuasai bank dan setiap waktu dapat diuangkan. 81
78
O.P. Simorangkir, Pengantar Lembaga Keuangan Bank & Nonbank, (Bogor Selatan: Penerbit Ghalia Indonesia, 2000), hlm. 28. 79 Mandala Manurung dan Prathama Rahardjo, Op.cit., hlm. 136. 80 Ibid., hlm. 246. 81 Lukman Dendawijaya, Op.cit., hlm. 53.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Pengertian sumber dana bank adalah usaha bank dalam menghimpun dana dari masyarakat. Perolehan dana ini tergantung dari bank itu sendiri, apakah dari simpanan masyarakat atau dari lembaga lainnya. Dana dapat pula diperoleh dari modal sendiri untuk membiayai operasinya, yaitu dengan mengeluarkan atau menjual saham. Perolehan dana disesuaikan pula dengan tujuan dari penggunaan dana tersebut. 82 Bank komersial menerima (membeli) dana-dana yang dipercayakan oleh masyarakat, yaitu yang terdiri dari: 1. Giro 83 ; 2. Deposito berjangka 84 ; 3. Sertifikat deposito 85 (certificate of deposit); 4. Tabungan 86 ; 5. Pinjaman dari bank sentral, Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SBPU); 82
Kasmir, Op.cit., hlm. 46. Jika tujuan perolehan dana untuk kegiatan sehari-hari, jelas berbeda sumbernya, dengan jika bank hendak melakukan investasi baru atau untuk melakukan perluasan suatu usaha. Kebutuhan dana untuk kegiatan utama bank diperoleh dalam berbagai simpanan, sedangkan jika kebutuhan dana digunakan untuk investasi baru atau perluasan usaha maka diperoleh dari modal sendiri. Ibid. 83 Pasal 1 angka 6 Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan bahwa Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan pemindahbukuan. 84 Pasal 1 angka 7 Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan bahwa Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank. 85 Pasal 1 angka 8 Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan bahwa Sertifikat Deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan. 86 Pasal 1 angka 9 Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan bahwa Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
6. Penarikan dana-dana dari pihak ketiga dengan agunan (jaminan efek-efek). 87 Sumber dana bank dibedakan menjadi 3 sumber, yaitu: 1. Dana yang berasal dari modal sendiri (Dana pihak kesatu); 2. Dana yang berasal dari pinjaman (Dana pihak kedua); 3. Dana yang berasal dari masyarakat (Dana pihak ketiga). 88 Ad. 1. Dana Pihak Kesatu Dana dari modal bank sendiri adalah dana yang berasal dari pemilik bank atau para pemegang saham, baik para pemegang saham pendiri (yang pertama kalinya ikut mendirikan bank tersebut) maupun pihak pemegang saham yang ikut dalam usaha bank tersebut pada waktu kemudian, termasuk para pemegang saham publik (jika misalnya bank tersebut sudah go public atau merupakan suatu badan usaha terbuka 89 ). 90 Ad. 2. Dana Pihak kedua Pada praktiknya sumber dana ini merupakan tambahan jika bank mengalami kesulitan dalam pencarian sumber dana pihak pertama dan ketiga. Pencarian sumber dana ini relatif lebih mahal dan sifatnya hanya sementara waktu saja. Dana yang diperoleh dari sumber ini digunakan untuk membiayai atau membayar transaksitransaksi tertentu. Sumber dana ini berasal dari: 87
O.P. Simorangkir, Op.cit., hlm. 63. M. Faisal Abdullah, Manajemen Perbankan (Teknik Analisis Kinerja Keuangan Bank), (Malang: Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, 2005), hlm. 33. 89 Pasal 1 angka 7 Undang-undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa Perseroan Terbuka adalah Perseroan Publik atau Perseroan yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. 90 Lukman Dendawijaya, Op.cit., hlm. 54. 88
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
1. Bantuan Likuiditas Bank Indonesia 91 ; 2. Pinjaman antar bank (call money); 3. Pinjaman dari bank-bank luar negeri; 4. Surat Berharga Pasar Uang. 92 Ad. 3. Dana Pihak Ketiga Dana-dana yang dihimpun dari masyarakat merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank. Sumber dana ini terdiri atas beberapa jenis, yaitu: 1. Giro (Demand deposit); 2. Deposito (Time deposit); 3. Tabungan (Savings). 93 Giro atau demand deposit disebut juga checking account adalah simpanan yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran dan penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan. Karena sifat penarikannya yang dapat dilakukan setiap saat, maka giro merupakan sumber dana yang sangat labil bagi bank. 94
91
BLBI – yang sebetulnya merupakan terjemahan istilah BI’s liquidity support merupakan kelompok fasilitas bantuan likuiditas dari Bank Indonesia kepada perbankan untuk menjaga kestabilan sistem pembayaran/mengatasi kesulitan likuiditas. Dalam kondisi normal, fasilitas ini hanya diberikan kepada bank yang mengalami kesenjangan tagihan dan kewajiban bayar. HLB Hadori & Rekan, Studi Ekonomi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, (Jakarta: Bank Indonesia, 2002), hlm. 28. BLBI diberikan dalam berbagai bentuk, yaitu: saldo debet, fasilitas diskonto (fasdis) I, fasilitas diskonto I repo, fasilitas diskonto II, Surat Berharga Pasar Uang Khusus (SBPUK), fasilitas dana talangan untuk pembayaran kewajiban luar negeri bank dalam rangka pembiayaan dagang dan tunggakan antar bank (trade finance dan interdebts arrears), fasilitas dana talangan rupiah untuk bank-bank yang dilikuidasi dan fasilitas saldo debet. Ibid., hlm. 25. 92 Kasmir, Op.cit., hlm. 49. 93 Lukman Dendawijaya, Op.cit., hlm. 56. 94 Dahlan Siamat, Op.cit., hlm. 116.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Dalam pelaksanaannya, giro ditatausahakan oleh bank dalam suatu rekening yang disebut rekening koran. Jenis rekening giro ini dapat berupa rekening atas nama perseorangan, rekening atas nama suatu badan usaha/lembaga, dan rekening bersama/gabungan. 95 Terhadap saldo yang ada pada rekening giro, bank memberikan imbalan yang disebut dengan jasa giro. Jasa giro ini pada prinsipnya merupakan bunga yang diberikan bank kepada giran atas sejumlah saldo gironya. Tingkat bunga tersebut relatif kecil dibandingkan dengan jenis simpanan lainnya. Simpanan giro sebenarnya bukanlah merupakan suatu simpanan untuk mendapatkan hasil bunga tapi sematamata hanya dimanfaatkan sebagai sarana untuk memperlancar transaksi bisnis. Bagi bank, sumber dana ini merupakan sumber dana yang berbiaya rendah namun karena sifat penarikannya, bank harus benar-benar dapat mengikuti pola perilaku penarikan nasabah gironya terutama nasabah-nasabah utamanya karena mobilitas dana yang bersumber dari giro ini sangat tinggi yang pada gilirannya akan mempengaruhi pola manajemen likuiditas bank. 96 Berbeda dengan giro, dana deposito akan mengendap di bank karena para pemegangnya (deposan) tertarik dengan tingkat bunga yang ditawarkan oleh bank dan adanya keyakinan bahwa pada saat jatuh tempo (apabila dia tidak ingin memperpanjang) dananya dapat ditarik kembali. 97
95
Lukman Dendawijaya, Loc.cit. Dahlan Siamat, Loc.cit., dan hlm. 117. 97 Lukman Dendawijaya, Op.cit., hlm. 58. 96
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Karakteristik tabungan adalah tidak ada batasan jatuh tempo dan jumlah. Rekening tabungan dapat ditutup dan dibuka kapan saja nasabah pemilik menghendakinya. Secara teknis, bank dapat saja membuat pengaturan tentang batas maksimum jumlah dan frekuensi penarikan tabungan tetapi dalam praktik pembatasan ini relatif sangat longgar. Jika restriksinya terlalu ketat maka bank akan kehilangan pelanggan. 98 2.
Biaya Dana Bank Sesungguhnya keuntungan utama dari bisnis perbankan adalah bagaimana
mengelola dan menentukan bunga pinjaman secara fleksibel sehingga menghasilkan laba yang maksimal, artinya tingkat suku bunga pinjaman haruslah lebih tinggi dari suku bunga simpanan sehingga bank dapat memperoleh keuntungan. Dalam menentukan besar kecilnya suku bunga kredit yang akan diberikan kepada para debitur terdapat beberapa komponen yang perlu memperoleh perhatian, yaitu: 1. Total biaya dana (cost of funds); 2. Biaya operasi; 3. Cadangan risiko kredit macet; 4. Laba yang diinginkan; 5. Pajak. 99
98
Mandala Manurung dan Prathama Rahardja, Op.cit., hlm. 173-174. Berdasarkan karakteristiknya, maka tabungan merupakan sumber dana bank yang lebih fluktuaktif dibanding rekening deposito berjangka, tetapi masih relatif lebih mudah diprediksi penarikannya dibanding dengan rekening giro. Karena itu bank cenderung mengumpulkan dana yang berasal dari deposito berjangka. Ibid. 99 Kasmir, Manajemen Perbankan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), hlm. 41-42.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Sebagai lembaga yang berorientasi bisnis (memperoleh keuntungan), bank perlu menghitung besarnya biaya dana (cost of fund) yang dikeluarkan. Biaya dana bank merupakan sejumlah dana yang dikeluarkan bank untuk setiap rupiah dana yang dihimpun dari berbagai sumber sebelum dikurangi dengan besarnya GWM. 100 Besarnya biaya dana bank dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: 1. Struktur sumber dana yang dikelola bank; 2. Tingkat bunga yang diberikan kepada deposan; 3. Ketentuan cadangan wajib yang ditetapkan oleh otoritas moneter. 101 Total biaya dana (cost of fund) merupakan total bunga yang dikeluarkan oleh bank untuk memperoleh dana simpanan baik dalam bentuk simpanan giro, tabungan maupun deposito. Total biaya dana tergantung dari seberapa besar bunga yang ditetapkan untuk memperoleh dana yang diinginkan. Semakin besar bunga yang dibebankan terhadap bunga simpanan maka semakin tinggi pula biaya dananya demikian pula sebaliknya. Total biaya dana ini harus dikurangi dengan cadangan wajib yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. 102 Dalam situasi bisnis perbankan yang semakin kompetitif, penentuan besarnya biaya dana merupakan aktivitas penting guna mengetahui besarnya keseimbangan 100
M. Faisal Abdullah, Op.cit., hlm. 37. Biaya dana merupakan biaya terbesar dari total biaya operasional bank. Menurut George Hempel, ada beberapa alasan kenapa bank perlu menghitung biaya dana yang digunakannya: 1. Bank mencari kombinasi sumber dana dengan biaya terendah yang tersedia di pasar; 2. Perhitungan biaya dana yang akurat penting untuk menentukan besarnya keuntungan yang diperoleh atas aktiva produktifnya; 3. Jenis sumber dana yang dihimpun bank dan penggunaannya memiliki dampak terhadap likuiditas, risiko tingkat bunga dan risiko modal bank. Dahlan Siamat, Op.cit., hlm. 122. 101 Ibid. 102 Kasmir, Manajemen Perbankan, ... Op.cit., hlm. 41.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
antara keuntungan yang diharapkan dengan risiko yang mungkin dihadapi dalam operasional bank. Selain itu, dalam menghitung besarnya biaya dana bank perlu diperhatikan ketentuan cadangan wajib yang ditetapkan Bank Indonesia; mengingat besarnya cadangan wajib akan mempengaruhi besarnya biaya dana. Semakin tinggi cadangan wajib maka semakin tinggi pula biaya dana bank. Dana yang dapat dipinjamkan atau digunakan setelah dikurangi dengan cadangan wajib disebut cost of loanable fund (COLF). 103 Secara matematis, semakin besar ketentuan reserve requirement atau saldo GWM yang ditetapkan Bank Sentral semakin besar pula biaya dana (cost of loanable fund) bank. Semakin tinggi ketentuan persentase likuiditas wajib minimum, semakin banyak jumlah dana yang idle, baik dalam bentuk kas atau dalam giro pada Bank Sentral dan semakin tinggi biaya dana bank karena setiap satu rupiah dan yang idle atau tertahan dalam Kas dan Giro pada Bank Sentral merupakan komponen biaya yang harus diperhitungkan bank dalam menentukan besarnya biaya dana. 104 3.
Penggunaan Dana Bank Penggunaan dana bank pada prinsipnya dapat diklasifikasi berdasarkan: 1. Prioritas penggunaan dana;
103
M. Faisal Abdullah, Loc.cit. Pengertian biaya dana sering dicampurkan dengan istilah cost of fund, cost of loanable fund, cost of money. Ketiga istilah ini sebenarnya memiliki perbedaan satu sama lain. Cost of fund dimaksudkan sebagai biaya yang dikeluarkan bank atas dana yang dihimpun sebelum diperhitungkan besarnya ketentuan cadangan likuiditas wajib atau reserve requirement. Cost of loanable fund adalah biaya dana setelah dikurangi ketentuan reserve requirement. Cost of money merupakan penjumlah dari total cost of loanable fund dan biaya overhead. Dahlan Siamat, Loc.cit. 104 Ibid., hlm. 123.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
2. Sifat aktiva bank. 105 Ad. 1. Prioritas penggunaan dana Penggunaan dana bank dua prioritas pertama adalah dalam bentuk cadangan likuiditas yang terdiri dari cadangan primer dan cadangan sekunder. Cadangan primer atau primary reserves dimaksudkan antara lain untuk memenuhi ketentuan likuiditas wajib minimum dan untuk keperluan operasi bank sehari-hari termasuk untuk memenuhi semua penarikan simpanan dan permintaan kredit nasabah. Disamping itu cadangan ini digunakan untuk penyelesaian kliring antarbank 106 dan kewajibankewajiban lainnya yang segera harus dibayar. 107 Prioritas kedua penggunaan dana adalah dalam bentuk cadangan sekunder atau secondary reserves yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhankebutuhan likuiditas yang jangka waktunya diperkirakan kurang dari satu tahun.
105
Ibid., hlm. 132. Kliring merupakan cara penyelesaian hutang-piutang antar bank peserta kliring dalam bentuk warkat maupun surat berharga pada suatu tempat dan waktu tertentu. Melalui fasilitas kliring akan memudahkan bank dalam menyelesaikan hutang-piutang antar bank. Bank Indonesia bertindak sebagai penyelenggara kliring atau sebagai tempat pertemuan peserta kliring. Warkat kliring adalah cek, bilyet, giro, nota debet, nota kredit. M. Faisal Abdullah, Op.cit., hlm. 23. 107 Dahlan Siamat, Op.cit., hlm. 133. Cadangan primer terdiri dari uang kas yang ada dalam bank, saldo rekening giro pada bank sentral, dan bank-bank lainnya, warkat-warkat yang dalam proses penagihan. Komponen-komponen ini sering pula disebut sebagai cash asset atau alat-alat likuid. Ibid. Berdasarkan pertimbangan akuntansi, aktiva bank umum secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu aktiva tunai (cash assets), sekuritas (security investments), kredit (loans), dan aktiva tetap (loans). Aktiva tunai (cash assets) adalah aktiva dalam bentuk tunai yang harus disediakan oleh bank untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di bawah ini: 1. kewajiban menyediakan cadangan GWM; 2. memenuhi penarikan tunai oleh para nasabah; 3. memperlancar transaksi dan memperluas jaringan kerja dengan bank-bank lain, khususnya bank-bank yang lebih besar dan jasa pelayanannya lebih lengkap. Mandala Manurung dan Prathama Rahardja, Op.cit., hlm. 169. 106
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Cadangan sekunder ini semata-mata dimaksudkan untuk kebutuhan likuiditas dan untuk memperoleh keuntungan. 108 Ad. 2. Sifat Aktiva Penggunaan dana bank berdasarkan sifat aktiva adalah pengalokasian dana ke dalam bentuk aktiva yang dapat memberikan hasil dan tidak memberikan hasil bagi bank yang bersangkutan. 109 Menurut sifatnya, penggunaan dana bank dibagi atas: 1. Aktiva tidak produktif atau non-earning assets, yaitu penanaman dana ke dalam aktiva yang tidak memberikan hasil bagi bank. Aktiva ini terdiri atas alat likuid (cash assets) dan aktiva tetap dan inventaris. 110 2. Aktiva produktif atau earning assets, yaitu semua penanaman dana dalam rupiah dan valuta asing yang dimaksudkan untuk memperoleh penghasilan 108
Dahlan Siamat, Loc.cit. Cadangan sekunder umumnya berbentuk surat-surat berharga pasar uang. Aktiva ini kurang likuid dibanding dengan cadangan primer. Kelebihan aktiva ini dibanding dengan cadangan primer adalah menghasilkan pendapatan setidak-tidaknya berupa bunga. Mandala Manurung dan Prathama Rahardja, Op.cit., hlm. 143. Di Indonesia, instrumen cadangan sekunder dapat berupa Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), dan Sertifikat Deposito. Sedangkan di luar negeri misalnya Amerika Serikat, cadangan sekunder bisa berupa Federal Funds, surat-surat berharga jangka pendek yang diterbitkan pemerintah Federal maupun negara bagian serta perusahaan besar lainnya misalnya treasury bills dan commercial papers. Dahlan Siamat, Op.cit., hlm. 133. 109 Ibid., hlm. 134. 110 Ibid. Secara teoritis, komponen alat likuid terdiri atas: 1. Kas; 2. Giro pada Bank Indonesia; 3. Giro pada bank-bank lain; 4. Warkat dalam proses penagihan. Lukman Dendawijaya, Op.cit., hlm. 68. Dalam membiayai aktiva tetap dan inventaris, bank hanya diperkenalkan menggunakan maksimal 50 persen dari total modalnya untuk membiayai seluruh kebutuhan aktiva tetap dan inventarisnya. Dalam perhitungan penyediaan modal minimum bank (capital adequacy ratio) penanaman dana dalam aktiva tetap dan inventaris dimasukkan sebagai aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) dengan bobot risiko 100 persen. Hal ini berarti bahwa dalam penanaman dana dalam aktiva tetap dan inventaris dananya harus dibiayai dari modal sendiri bank yang bersangkutan. Dahlan Siamat, Loc.cit.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
sesuai dengan fungsinya. Pengelolaan dana dalam aktiva produktif merupakan sumber pendapatan yang digunakan untuk membiayai keseluruhan biaya operasional bank termasuk biaya bunga, biaya tenaga kerja dan biaya operasional lainnya. 111
C.
Perlunya Pengaturan Giro Wajib Minimum Dalam Hukum Perbankan di Indonesia
1.
GWM Diperlukan Guna Menjaga Stabilitas Moneter. Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan
kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. 112 Bank Indonesia sebagai bank sentral sekaligus sebagai otoritas perbankan berdasarkan ketentuan perundangan memiliki kewenangan untuk membuat dan menerapkan ketentuan perundangan (right to regulate) yang berkaitan dengan kegiatan operasional sebuah bank, baik yang bersifat preventif maupun represif. 113 Kondisi perekonomian nasional yang stabil perlu tetap dijaga antara lain melalui stabilitas moneter. Sasaran stabilitas moneter adalah tingkat inflasi yang cukup rendah diikuti dengan harga yang stabil, suku bunga positif sehingga memberi
111
Ibid. Pasal 29 ayat (2) Undang-undang No. 10 tahun 1998 Tentang Perbankan. 113 Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Perusahaan Mengenai Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: Mandar Maju, 2003), hlm. 29. 112
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
insentif bagi investasi, nilai tukar stabil dan mendorong gairah ekspor disamping menekan inflasi dari impor, dan mengendalikan uang beredar yang cukup bagi perekonomian sehingga dapat dihindari tekanan inflasi dan spekulasi. 114 Stabilitas moneter dapat dicapai melalui pengendalian uang beredar yang antara lain dilakukan melalui penetapan GWM. 115 Ada dua tujuan dari penetapan GWM tersebut, yakni: 1. Secara mikro, tersedianya dana siaga dari bank agar setiap waktu dapat membayar kewajibannya, 2. Secara makro, merupakan sarana pengawasan bank dan pengendalian moneter, yaitu untuk meredam ekses likuiditas yang berlebihan dari perbankan yang dapat mendorong ekspansi berlebihan atau spekulasi. 116 Memperhatikan tujuan dari GWM tersebut di atas, pada umumnya bank memelihara giro pada Bank Indonesia sedikit lebih besar dari GWM, dengan memperlihatkan kebiasaan penarikan dan penyetoran oleh nasabah bank serta berjaga-jaga dari hal-hal yang tidak terduga. Dari segi instrumen yang digunakan, warkat yang diperhitungkan dalam kliring mencakup Cheque, Bilyet Giro, Wesel Bank yang dipergunakan untuk transfer, Surat Bukti Penerimaan Transfer, Nota
114
HLB Hadori & Rekan, Studi Hukum ….. Op.cit., hlm. 45. Baca Menimbang dalam PBI No. 6/15/PBI/2004 tentang GWM Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah Dan Valuta Asing. 116 HLB Hadori & Rekan, Op.cit., hlm. 52. 115
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Debet dan Nota Kredit yang jenis, bentuk serta ciri-cirinya memenuhi persyaratan yang ditetapkan. 117 Pelaksanaan ketentuan dalam rangka menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter tersebut ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia. 118 2.
GWM Memberikan Fleksibilitas Pengaturan Likuiditas Perbankan. Pengaturan mengenai GWM yang berlaku perlu disesuaikan dengan kondisi
likuiditas perbankan dari waktu ke waktu. Sehubungan dengan itu dipandang perlu untuk mengatur kembali ketentuan mengenai GWM pada Bank Indonesia dalam rupiah dan valuta asing dalam suatu Peraturan Bank Indonesia. 119 Berdasarkan hal tersebut di atas, Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia yang mengatur tentang GWM, yaitu dalam Peraturan Bank Indonesia No. 6/15/PBI/2004 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing yang kemudian diubah dengan Peraturan Bank Indonesia No. 7/29/PBI/2005 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 6/15/PBI/2004 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing dan diubah lagi dengan Peraturan Bank Indonesia No. 7/49/PBI/2005. Dampak gejolak ekonomi dan keuangan global berpotensi mengurangi kecukupan likuiditas perbankan baik dalam rupiah maupun valuta asing. Bank
117
HLB Hadori & Rekan, Loc.cit Pasal 10 ayat (3) Undang-undang No. 3 tahun 2004 Tentang Bank Indonesia. 119 Baca Menimbang dalam PBI No. 6/15/PBI/2004 tentang GWM Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah Dan Valuta Asing. 118
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Indonesia memandang perlu untuk memberikan fleksibilitas pengaturan likuiditas antara lain melalui penetapan GWM untuk mengatasi dampak tersebut dan meminimalkan risiko yang dapat mempengaruhi stabilitas sistem perbankan. 120 Maka dikeluarkanlah Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/19/PBI/2008 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing yang kemudian diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/25 /PBI/2008 Tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/19/PBI/2008 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing. Perubahan peraturan ini dilatarbelakangi oleh gejolak ekonomi dan keuangan global yang semakin berpotensi mengurangi kecukupan likuiditas valuta asing dan rupiah perbankan. Maka untuk mengantisipasi hal dimaksud (pre-emptive action), Bank Indonesia menempuh kebijakan pelonggaran likuiditas untuk memberikan fleksibilitas kepada perbankan dalam mengelola likuiditasnya sehingga tidak terjadi keketatan likuiditas seperti yang dialami banyak negara lain dan meminimalkan risiko yang dapat mempengaruhi stabilitas sistem perbankan, yaitu antara lain melalui penurunan GWM. 121
120
Bank Indonesia, “Peraturan Bank Indonesia No. 10/25/PBI/2008”, http://www.bi.go.id/web/id/Peraturan/Perbankan/ diakses tanggal 27 Pebruari 2009. 121 Bank Indonesia, http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/28792F55-50C7-4A34-BBF40B58BB78094C/14797/Materi_Diseminasi_PBI_GWM.pdf diakses tanggal 27 Pebruari 2009. GWM Rupiah diturunkan dari efektif sebesar 9,01 persen menjadi 7,5 persen. Penyederhanaan GWM Rupiah menjadi GWM utama dan GWM sekunder. GWM valas diturunkan dari 3 persen menjadi 1 persen. Kebijakan ini akan berpotensi menambah likuiditas perbankan dalam Rupiah sekitar Rp 50,0 triliun dan dalam valas sebesar US$ 721 juta. Pemenuhan GWM sekunder diberikan masa transisi 1 tahun
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
3.
GWM Menentukan Besarnya Biaya Dana Bank. Biaya dana bank adalah sejumlah dana yang dikeluarkan bank untuk setiap
rupiah dana yang dihimpun dari berbagai sumber sebelum dikurangi dengan besarnya GWM. Sebagai lembaga yang berorientasi bisnis (memperoleh keuntungan), bank perlu menghitung besarnya biaya dana (cost of fund) yang dikeluarkan. 122 Biaya dana merupakan biaya terbesar dari total biaya operasional bank. Menurut George Hempel, ada beberapa alasan kenapa bank perlu menghitung biaya dana yang digunakannya: 1. Bank mencari kombinasi sumber dana dengan biaya terendah yang tersedia di pasar; 2. Perhitungan biaya dana yang akurat penting untuk menentukan besarnya keuntungan yang diperoleh atas aktiva produktifnya; 3. Jenis sumber dana yang dihimpun bank dan penggunaannya memiliki dampak terhadap likuiditas, risiko tingkat bunga dan risiko modal bank. 123 Dalam situasi bisnis perbankan yang semakin kompetitif, penentuan besarnya biaya dana merupakan aktivitas penting guna mengetahui besarnya keseimbangan antara keuntungan yang diharapkan dengan risiko yang mungkin dihadapi dalam operasional bank. Selain itu, dalam menghitung besarnya biaya dana bank perlu diperhatikan ketentuan cadangan wajib yang ditetapkan Bank Indonesia; mengingat
(paling lambat 24 Oktober 2009), guna memberi ruang bagi perbankan untuk melakukan penyesuaian terkait dengan aturan tersebut sehingga tidak memberikan tekanan di pasar uang. Ibid. 122 M. Faisal Abdullah, Op.cit., hlm. 37. 123 Dahlan Siamat, Op.cit., hlm. 122.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
besarnya cadangan wajib akan mempengaruhi besarnya biaya dana. Semakin tinggi cadangan wajib maka semakin tinggi pula biaya dana bank. 124 PBI No. 6/15/PBI/2004 menyebutkan bahwa GWM dalam rupiah ditetapkan sebesar 5 persen dari DPK dalam rupiah. Selain itu, Bank yang memiliki DPK dalam rupiah lebih besar dari Rp l triliun-10 triliun rupiah wajib memelihara tambahan GWM dalam rupiah sebesar 1 persen dari DPK dalam rupiah. Bank yang memiliki DPK dalam rupiah lebih besar dari Rp 10 triliun-50 triliun wajib memelihara tambahan GWM dalam rupiah sebesar 2 persen dari DPK dalam rupiah. Bank yang memiliki DPK dalam rupiah lebih besar dari Rp 50 triliun wajib memelihara tambahan GWM dalam rupiah sebesar 3 persen dari DPK dalam rupiah. Bank yang memiliki DPK dalam rupiah sampai dengan Rp l triliun tidak dikenakan kewajiban tambahan GWM. GWM dalam valuta asing ditetapkan sebesar 3 persen dari DPK dalam valuta asing. 125 PBI No. 7/29/PBI/2005 menyebutkan bahwa GWM dalam rupiah ditetapkan sebesar 5 persen dari DPK dalam rupiah. Selain itu, Bank wajib memelihara tambahan GWM dalam rupiah yang ditetapkan berdasarkan besarnya DPK dan LDR. Bank yang memiliki DPK dalam rupiah sampai dengan Rp l triliun tambahan GWM dalam rupiah sebesar 0 persen dari DPK dalam rupiah. Bank yang memiliki DPK 124
M. Faisal Abdullah, Loc.cit. Pengertian biaya dana sering dicampurkan dengan istilah cost of fund, cost of loanable fund, cost of money. Ketiga istilah ini sebenarnya memiliki perbedaan satu sama lain. Cost of fund dimaksudkan sebagai biaya yang dikeluarkan bank atas dana yang dihimpun sebelum diperhitungkan besarnya ketentuan GWM. Cost of loanable fund adalah biaya dana setelah dikurangi ketentuan reserve requirement. Cost of money merupakan penjumlah dari total cost of loanable fund dan biaya overhead. Dahlan Siamat, Loc.cit. 125 Pasal 3 dan 4 PBI No. 6/15/PBI/2004 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
dalam rupiah lebih dari Rp l triliun-Rp 10 triliun wajib memelihara tambahan GWM dalam rupiah sebesar 1 persen dari DPK dalam rupiah. Bank yang memiliki DPK dalam rupiah lebih dari Rp 10 triliun-Rp 50 triliun wajib memelihara tambahan GWM dalam rupiah sebesar 2 persen dari DPK dalam rupiah. Bank yang memiliki DPK dalam rupiah lebih dari Rp 50 triliun wajib memelihara tambahan GWM dalam rupiah sebesar 3 persen dari DPK dalam rupiah. Kewajiban memelihara tambahan GWM dalam rupiah berdasarkan besarnya LDR ditetapkan sebagai berikut: 1. Bank yang memiliki LDR lebih dari 90 persen dikenakan tambahan GWM sebesar 0 persen dari DPK dalam rupiah; 2. Bank yang memiliki LDR lebih dari 75 persen – 90 persen wajib memelihara tambahan GWM dalam rupiah sebesar 1 persen dari DPK dalam rupiah; 3. Bank yang memiliki LDR lebih dari 60 persen - 75 persen wajib memelihara tambahan GWM dalam rupiah sebesar 2 persen dari DPK dalam rupiah; 4. Bank yang memiliki LDR lebih dari 50 persen - 60 persen wajib memelihara tambahan GWM dalam rupiah sebesar 3 persen dari DPK dalam rupiah; 5. Bank yang memiliki LDR sebesar 40 persen - dengan 50 persen wajib memelihara tambahan GWM dalam rupiah sebesar 4 persen dari DPK dalam rupiah;
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
6. Bank yang memiliki LDR kurang dari 40 persen wajib memelihara tambahan GWM dalam rupiah sebesar 5 persen dari DPK dalam rupiah. 126 PBI No. 7/49/PBI/2005 menyebutkan bahwa Ketentuan Pasal 11 dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/15/PBI/2004 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4390) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/29/PBI/2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 80, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4529) diubah. Di PBI ini disebutkan bahwa Bank Indonesia memberikan jasa giro setiap hari kerja terhadap bagian saldo Rekening Giro Rupiah Bank yang diperuntukkan untuk pemenuhan kewajiban memelihara tambahan GWM dalam rupiah sebagaimana dimaksud dalam PBI No. 7/29/PBI/2005 dengan tingkat bunga sebesar 6,5 persen pertahun. Kebijakan pemberian jasa giro dan atau persentase jasa giro dapat disesuaikan dari waktu ke waktu dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian dan arah kebijakan Bank Indonesia. Penentuan besarnya persentase jasa giro dilakukan dengan Surat Edaran Bank Indonesia. 127
126
Pasal 3 PBI No. 7/29/PBI/2005 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 6/15/PBI/2004 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing. 127 Pasal 1 PBI No. 7/49/PBI/2005 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia No. 6/15/PBI/2004 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
PBI No. 10/19/PBI/2008 menyebutkan bahwa GWM dalam rupiah ditetapkan sebesar 7,5 persen dari DPK dalam rupiah. GWM dalam valuta asing ditetapkan sebesar 1 persen dari DPK dalam valuta asing. 128 PBI No. 10/25/PBI/2008 menyebutkan bahwa GWM dalam rupiah ditetapkan sebesar 7,5 persen dari DPK dalam rupiah yang terdiri dari GWM Utama dan GWM Sekunder. GWM Utama dalam rupiah ditetapkan sebesar 5 persen dari DPK dalam rupiah dan GWM Sekunder dalam rupiah ditetapkan sebesar 2,5 persen dari DPK dalam rupiah. Pemenuhan GWM Utama dalam rupiah hanya dapat dilakukan dengan menggunakan saldo Rekening Giro Rupiah Bank pada Bank Indonesia sedangkan pemenuhan GWM Sekunder dalam rupiah dapat dilakukan dengan menggunakan SBI, SUN dan/atau excess reserve. 129 Deputi Gubernur Bank Indonesia Muliaman D. Hadad mengatakan, Bank Indonesia memandang aturan GWM yang lama sangat kompleks karena perhitungannya dikaitkan dengan cash ratio ditambah dengan sejauh mana bank dapat memenuhi LDR. Jika LDR tinggi, tarif GWM akan rendah dan sebaliknya. Keterkaitan antara GWM dengan LDR tersebut dihilangkan dalam ketentuan GWM yang baru dan hanya ada dua komponen besar, yaitu cash ratio dan secondary reserve ratio. Direktur Utama PT BRI Tbk, Sofyan Basir, setuju jika aturan GWM yang baru tidak lagi menggunakan LDR sebagai acuannya. Pasalnya persentase 128
Pasal 3 dan 4 PBI No. 10/19/PBI/2008 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing. 129 Bank Indonesia, “Peraturan Bank Indonesia No. 10/25/PBI/2008 tentang Perubahan Atas PBI No. 10/19/PBI/2008 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing”, http://www.bi.go.id/web/id/Peraturan/Perbankan/ diakses tanggal 27 Pebruari 2009.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
penyaluran kredit rata-rata perbankan sudah mencapai 70 persen. Artinya, LDR sudah tidak relevan menjadi tolak ukur GWM. Alasan Bank Indonesia menggunakan landasan LDR sebagai aturan GWM dulu karena Bank Indonesia melihat penyaluran kredit di perbankan tidak maksimal. Oleh karena itu, Bank Indonesia menekan bank agar menyalurkan kredit dengan menggunakan aturan GWM ini. 130 Terdapat perubahan-perubahan dalam PBI tentang GWM dalam ketentuan Peraturan Bank Indonesia yang lama dan Peraturan Bank Indonesia yang baru. Pokok-pokok perubahan Peraturan Bank Indonesia tentang GWM tersebut dapat dilihat dari 3 hal, yaitu: 1. Dalam hal pemenuhan GWM 2. Dalam hal jasa giro 3. Dalam hal pengenaan sanksi. 131
130
Kontan Online, “Aturan Baru GWM Berlaku Tahun Ini”, http://www.kontan.co.id/index.php/Keuangan diakses tanggal 28 Oktober 2008. 131 Bank Indonesia, “Pokok-Pokok Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 5/15/PBI/2004, PBI No. 7/29/PBI/2005, dan PBI No. 7/49/PBI/2005 menjadi PBI No. 10/19/PBI/2008 dan PBI No. 10/25/PBI/2008 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing” ,http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/28792F55-50C7-4A34-BBF40B58BB78094C/14797/Materi_Diseminasi_PBI_GWM.pdf diakses tanggal 23 April 2009.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Ad. 1. Dalam Hal Pemenuhan GWM Tabel 1: Pokok-Pokok Perubahan Dalam Hal Pemenuhan GWM Ketentuan lama PBI No. 6/15/PBI/2004 PBI No. 7/29/PBI/2005 PBI No. 7/49/PBI/2005 Pemenuhan GWM rupiah terdiri dari: – 5 persen GWM utama, ditambah – besaran DPK (0-3 persen) – level LDR 132 (0-5 persen) Dari total DPK dalam rupiah Berlaku untuk semua bank umum Pemenuhan GWM valas sebesar 3 persen dari total DPK valas Berlaku untuk bank umum devisa Pemenuhan GWM rupiah hanya menggunakan saldo giro bank di Bank Indonesia
Ketentuan baru PBI No. 10/19/PBI/2008 PBI No. 10/25/PBI/2008
keterangan
Pemenuhan GWM rupiah Penyederhanaan menjadi sebesar 7,5 persen perhitungan 133 yang terdiri dari: - 5 persen GWM utama - 2,5 persen GWM sekunder Dari total DPK dalam rupiah
Berlaku untuk semua bank umum Pemenuhan GWM valas menjadi sebesar 1 persen dari total DPK valas Berlaku untuk bank umum devisa Pemenuhan GWM rupiah menjadi: - 5 persen GWM utama dipenuhi dengan saldo giro bank di Bank Indonesia - 2,5 persen GWM sekunder dipenuhi dengan SBI dan atau
Equal treatment Menambah perbankan
likuiditas
GWM rupiah memperhitungkan surat berharga (SBI atau SUN) yang dimiliki bank. Pemenuhan GWM sekunder diberikan masa transisi selama 1 tahun atau paling lambat 1
132
LDR (Loan to Deposit Ratio) adalah rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank. LDR menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Lukman Dendawijaya, Op.cit., hlm. 118. 133 Penyederhanaan perhitungan GWM rupiah, berlaku mulai 24 Oktober 2008 menjadi hanya dalam bentuk statutory reserves menjadi hanya 7,5 persen dari Dana Pihak Ketiga agar likuiditas dalam sistem perbankan menjadi lebih memadai. Wahyu Daniel, “BI Keluarkan 5 Aturan Pelonggaran Likuid”, http://www.detikfinance.com/kanal/5/moneter diakses tanggal 20 Maret 2009.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
SUN dan reserve
atau excess Oktober 2009. Dasar perhitungan DPK untuk pemenuhan GWM tidak mengalami perubahan.
Pemenuhan GWM valas menggunakan rekening giro valas pada Bank Indonesia
Pemenuhan GWM valas menggunakan rekening giro valas pada Bank Indonesia
Ketentuan PBI yang lama menyebutkan bahwa pemenuhan GWM rupiah terdiri dari 5 persen GWM utama ditambah dengan besaran DPK 0 – 3 persen dan level LDR 0–5 persen dimana pemenuhan GWM rupiah hanya menggunakan saldo giro bank di Bank Indonesia. Ketentuan yang baru membuat penyederhanaan perhitungan dimana pemenuhan GWM rupiah sebesar 7,5 persen yang terdiri dari GWM primer dan GWM sekunder dimana pemenuhan GWM rupiah bukan hanya dengan saldo giro bank di Bank Indonesia tetapi juga dengan SBI (Sertifikat Bank Indonesia) dan atau SUN (Surat Utang Negara) dan atau excess reserve. Pemenuhan GWM valas dalam ketentuan PBI yang lama juga lebih besar, yaitu 3 persen, sedangkan dalam ketentuan PBI yang baru diturunkan menjadi hanya 1 persen. Kebijakan ini diharapkan dapat berpotensi menambah likuiditas perbankan dalam rupiah sekitar Rp 50 triliun dan dalam valas sebesar 721 juta dollar AS. Serta pemenuhan GWM sekunder diberikan masa transisi 1 tahun (paling lambat Oktober
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
2009) guna memberikan ruang bagi perbankan untuk melakukan penyesuaian terkait dengan aturan tersebut sehingga tidak memberikan tekanan di pasar uang. 134 Ad. 2. Dalam Hal Jasa Giro. Tabel 2: Pokok-Pokok Perubahan Dalam Hal Jasa Giro Ketentuan lama Ketentuan baru PBI No. 6/15/PBI/2004 PBI No. 10/19/PBI/2008 PBI No. 7/29/PBI/2005 PBI No. 10/25/PBI/2008 PBI No. 7/49/PBI/2005 Bank mendapat jasa giro Bank tidak mendapatkan atas bagian GWM yang jasa giro dikaitkan dengan besaran DPK dan level LDR (bank dengan GWM efektif lebih dari 5 persen)
keterangan
Baik ketentuan lama ataupun baru tidak memberikan jasa giro bagi pemenuhan 5 persen GWM
Ketentuan yang lama menyebutkan bahwa bank mendapat jasa giro atas bagian GWM yang dikaitkan dengan besaran DPK dan level LDR (bank dengan GWM efektif lebih besar dari 5 persen). Ketentuan yang baru menyebutkan bahwa bank dengan tingkat DPK dan LDR efektif yang lebih besar dari 5 persen tidak mendapatkan jasa giro lagi. Namun baik dalam ketentuan yang lama dan ketentuan yang baru menyebutkan bahwa bank tidak mendapatkan jasa giro bila pemenuhan hanya 5 persen GWM.
134
Kompas.com., “BI: Pelonggaran Likuiditas Perbankan Antisipasi Gejolak Ekonomi”, http://www.kompas.com/read/xml/2008/10/24/08421768/BI.Pelonggaran.Likuiditas.Perbankan.Antisip asi.Gejolak.Ekonomi diakses tanggal 23 April 2009.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Ad. 3. Dalam Hal Pengenaan Sanksi. Tabel 3: Pokok-Pokok Perubahan Dalam Hal Pengenaan Sanksi Ketentuan lama PBI No. 6/15/PBI/2004 PBI No. 7/29/PBI/2005 PBI No. 7/49/PBI/2005 Sanksi dikenakan terhadap kekurangan pemenuhan GWM rupiah: Kekurangan GWM rupiah x 125 persen x suku bunga JIBOR 135 x hari kerja 360 x 100
Sanksi dikenakan terhadap kekurangan pemenuhan GWM rupiah: Kekurangan GWM rupiah x 125 persen x suku bunga JIBOR x hari kerja 360 x 100
Sanksi dikenakan terhadap kekurangan pemenuhan GWM valas: 0,04 persen x kekurangan GWM valas x jumlah hari kerja
Sanksi dikecualikan bagi bank yang mendapat insentif kelonggaran d/r konsolidasi Sanksi dikenakan terhadap kekurangan pemenuhan GWM valas: O,04 persen x kekurangan GWM valas x jumlah hari kerja
Ketentuan baru PBI No. 10/19/PBI/2008 PBI No. 10/25/PBI/2008
keterangan
Sanksi pelanggaran GWM utama dalam rupiah efektif sejak 24 Oktober 2008. Sanksi pelanggaran GWM sekunder dalam rupiah efektif sejak 24 Oktober 2009. Sanksi pelanggaran GWM valas efektif sejak 13 Oktober 2008. Pengecualian sanksi bagi bank yang melakukan merger/konsolidasi adalah 1 persen dari kewajiban yang ditetapkan dalam ketentuan GWM.
Ketentuan PBI yang lama menyebutkan bahwa apabila bank tidak memenuhi ketentuan pemenuhan GWM baik rupiah dan valas maka terhadap bank tersebut akan dikenakan sanksi namun dalam ketentuan PBI yang baru memberi kelonggaran hingga batas waktu tertentu terhadap bank-bank yang tidak memenuhi ketentuan pemenuhan GWM baik rupiah dan valas dikarenakan merger/konsolidasi.
135
Jakarta Interbank Offered Rate, yang untuk selanjutnya disebut JIBOR, adalah suku bunga antar bank untuk berbagai jangka waktu yang ditawarkan oleh bank-bank tertentu di Jakarta. Pasal 1 angka 11 PBI No. 6/15/PBI/2004 Tentang GWM Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
BAB III PERANAN GIRO WAJIB MINIMUM DIKAITKAN DENGAN LIKUIDITAS PERBANKAN
A.
Kesehatan Bank Industri perbankan yang sehat dan berada dalam kondisi stabil berperan
mutlak dalam kegiatan atau pembangunan ekonomi dalam pengertian bahwa lembaga keuangan
tersebut
terutama
perbankan
diyakini
dapat
memenuhi
seluruh
kewajibannya tanpa dukungan atau bantuan pihak luar (eksternal). Suatu negara bisa saja memiliki sistem perbankan yang kuat, dengan perekonomian yang lemah. Tetapi, tidak pernah dalam sejarah menunjukkan bahwa suatu negara dengan sistem perbankan yang lemah menjadikan perekonomiannya kuat. 136 Pentingnya kesehatan lembaga keuangan, khususnya perbankan, dalam penciptaan sistem keuangan yang sehat mempunyai beberapa alasan, antara lain: 1. Keunikan karakteristik perbankan yang rentan terhadap serbuan masyarakat yang menarik dana secara besar-besaran (bank runs 137 ) sehingga berpotensi merugikan deposan dan kreditur bank;
136
Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Suatu Gagasan Tentang Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia, (Jakarta: Sekolah Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002), hlm. 22. 137 Runs adalah suatu kondisi dimana nasabah-nasabah yang menyimpan uangnya di suatu bank mulai tidak yakin akan kemampuan bank tersebut dalam membayar kewajibannya secara penuh sehingga mereka menarik uangnya. Runs menjadi masalah karena ketika bank mengalami permintaan akan uang yang meningkat, mereka harus menyediakan dana dalam jumlah yang mencukupi. Masalahnya menjadi lebih pelik sebab bank harus mengambil simpanan dananya yang ada di bank sentral atau di bank lain. Jika belum mencukupi, hal tersebut harus dipenuhi dengan menjual asetnya
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
2. Penyebaran kerugian di antara bank-bank sangat cepat melalui contagion effect 138 sehingga berpotensi menimbulkan system problem; 3. Proses penyelesaian bank-bank bermasalah membutuhkan dana dalam jumlah yang tidak sedikit; 4. Hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan sebagai lembaga intermediasi akan menimbulkan tekanan-tekanan dalam sektor keuangan (financial distress); 5. Ketidakstabilan sektor keuangan akan berdampak pada kondisi makro ekonomi, khususnya dikaitkan dengan tidak efektifnya transmisi kebijakan moneter. 139
dan atau menjual utangnya (yang tentunya dalam harga yang lebih rendah). Dalam keadaan normal, sebagian aset perbankan berbentuk piutang. Pada kondisi dimana bank menghadapi permintaan akan kas dalam jumlah besar dan mendadak, maka kegoncangan pada suatu bank dapat memberikan efek domino pada bank lain melalui hubungan pinjaman antar bank atau lewat kenaikan suku bunga pasar uang antar bank. Kondisi ini yang akan menyebabkan insolvensi pada satu atau lebih atau bahkan semua sistem perbankan. HLB Hadori & Rekan, Studi Ekonomi .... Op.cit., hlm. 32-33. Tingkat kepercayaan masyarakat menunjukkan gejala penurunan yang sangat tajam pada saat krisis nilai tukar terjadi. Hal ini ditandai dengan adanya penarikan dana secara serentak dan besarbesaran pada sejumlah bank di Indonesia. Paling tidak ada beberapa alasan yang melandasi ketakutan tersebut: 1. Modal dan cadangan perbankan dalam bentuk cair (likuid) sangat kecil dibandingkan dengan dana masyarakat yang mereka kelola; 2. Sistem perbankan merupakan penggerak roda perekonomian. Sistem perbankan merupakan sistem yang saling berkait. Pinjaman antar bank akan menyebabkan gangguan pada bank yang satu akan menimbulkan kesulitan pada bank lainnya sehingga menimbulkan “efek domino” yang berakibat pada runtuhnya seluruh sistem perbankan. Efek domino yang menyebabkan kehancuran sistem perbankan hanya akan terjadi jika masyarakat akan mengalihkan seluruh dana mereka dari sistem perbankan. HLB Hadori & Rekan, BI dan BLBI Suatu Tinjauan dan Penilaian …. Op.cit., hlm. 22-23. 138 Ketidakpercayaan kepada suatu bank cepat atau lambat akan membawa ketidakpercayaan kepada sistem perbankan secara keseluruhan sehingga akan menimbulkan panics. Contagion effect dari pola runs suatu bank terjadi bila nasabah menarik dananya dari bank yang gagal dan yang masih baik dalam waktu yang sama tanpa adanya proses pemindahan deposito. Contagion effect dapat ditentukan dengan membandingkan uang kartal terhadap simpanan DPK dalam sistem perbankan pada saat yang sama yang keluar dari bank yang baik maupun yang gagal. Ibid., hlm. 37.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan bahwa Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. 140 Penilaian kesehatan bank dilakukan oleh Bank Indonesia secara teratur dan diberitahukan kepada bank secara berkala. Sistem penilaian tingkat kesehatan bank telah dimulai sekitar tahun 1970 dengan menggunakan kriteria yang dikembangkan dari asas-asas usaha bank dan perkreditan yang sehat. Dalam periode ini kriteria penilaian tingkat kesehatan tidak hanya didasarkan atas kriteria tradisional yaitu: aspek likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas, namun juga telah memasukkan unsur penilaian atas kemampuan modal untuk memikul resiko yang mungkin timbul dari kegiatan usahanya. 141 Faktor-faktor yang dapat menurunkan nilai tingkat kesehatan bank menjadi tidak sehat yaitu perselisihan intern, campur tangan pihak di luar manajemen bank, window dressing 142 , praktik bank dalam bank, penghentian keikutsertaan kliring, praktik perbankan lain yang membahayakan kelangsungan bank. 143 139
Anwar Nasution, “Masalah-masalah Sistem Keuangan dan Perbankan Indonesia”, disampaikan pada “Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII”, (Denpasar: Badan Pembinaan Hukum Nasional – Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, 14-18 Juli 2003), hlm. 5. 140 Pasal 29 ayat (2) Undang-undang No. 10 tahun 1998 Tentang Perbankan. 141 HLB Hadori & Rekan, Studi Hukum ..... Op.cit., hlm. 49. 142 Window dressing is a strategy used by mutual fund and portfolio managers near the year or quarter end to improve the appearance of the portfolio/fund performance before presenting it to clients or shareholders. Performance reports and a list of the holdings in a mutual fund are usually sent to clients every quarter. To window dress, the fund manager will sell stocks with large losses and purchase high flying stocks near the end of the quarter. These securities are then reported as part of the fund's holdings. Another variation of window dressing is investing in stocks that don't meet the style of the mutual fund. For example, a precious metals fund might invest in stocks that are in a hot
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Proses penyehatan dan penguatan perbankan telah ada dirumuskan dalam PAKFEB 1991 144 . Kebijakan tersebut mengadopsi ”Prudential Banking” (prinsip kehati-hatian dalam usaha perbankan), yang digunakan sebagai ”Best Practice Guide” di dunia perbankan internasional. Beberapa ketentuan yang penting adalah syarat kecukupan modal minimum (CAR), kewajiban penyisihan cadangan risiko,
sector at the time, disguising the fund's holdings, so clients really have no idea what they are paying for. Window dressing may make a fund appear more attractive, but you can't hide poor performance for long. Investopedia, http://www.investopedia.com/terms/w/windowdressing.asp diakses tanggal 17 Mei 2009. Window dressing adalah suatu strategi yang digunakan oleh manejer dana dan portofolio sebelum akhir tahun atau perempat tahun untuk meningkatkan penampilan dari portofolio/keuangan sebelum memperkenalkannya pada klien atau shareholder. Laporan performa dan daftar dari perusahaan dalam keuangan yang sama biasanya dikirim ke klien setiap tiga bulan. Untuk melakukan window dressing, manajer keuangan akan menjual saham yang sangat merugikan dan membeli saham yang sedang naik pada saat akhir bulan ketiga. Sekuritas ini kemudian dilaporkan sebagai bagian dari dana perusahaan. Variasi lain dari window dressing adalah berinvestasi dalam stok yang tidak mempunyai jenis dana yang sama. Contohnya, logam berharga mungkin diinvestasikan dalam saham di sektor yang sedang beruntung pada saat itu, menyamarkan keuangan perusahaan, jadi klien benarbenar tidak tahu apa yang telah mereka bayarkan. Window dressing mungkin membuat keuangan kelihatan lebih menarik, tapi anda tidak dapat menyembunyikan keuangan yang buruk dalam jangka waktu yang lama. Window dressing adalah penyajian laporan keuangan yang lebih baik daripada keadaaan sesungguhnya. Kamus Keuangan, http://www.perencanakeuangan.com/files/w1.html diakses tanggal 17 Mei 2009. Secara politis, window dressing akan membuat pemerintahan seolah-olah berhasil mencapai target-targetnya. Tempointeraktif, “Ekonom Kuatir Pemerintah Melakukan Window Dressing”,http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2007/10/21/brk,20071021-109827,id.html diakses tanggal 17 Mei 2009. 143 Ibid., hlm. 159. 144 Ketentuan penilaian tingkat kesehatan berdasarkan PAKFEB 1991 tersebut untuk pertama kalinya ditetapkan dalam Paket ketentuan antara lain sebagai berikut: 1. Surat Keputusan dan Surat Edaran Direksi Bank Indonesia tentang Penilaian Tingkat Kesehatan, yaitu masing-masing No. 23/81/KEP/DIR dan No. 23/21/BPPP tanggal 28 Februari 1991. 2. Surat Keputusan dan Surat Edaran Direksi Bank Indonesia tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank, masing-masing No. 23/67/KEP/DIR dan No. 23/11/BPPP tanggal 28 Februari 1991. 3. Surat Keputusan Direksi dan Surat Edaran Direksi Bank Indonesia tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Cadangan, masing-masing No. 23/68/KEP/DIR dan No. 23/12/BPPP tanggal 28 Februari 1991. HLB Hadori & Rekan, Studi Hukum … Op.cit., hlm. 50.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
pengetatan klasifikasi likuiditas kredit (kolektabilitas) dan BMPK (Batas Maksimum Pemberian Kredit). 145 Struktur pasar keuangan (financial markets) yang sehat ditunjang oleh pelaku pasar yang sehat pula akan membantu berbagai langkah stabilitas ekonomi mencapai sasarannya. Oleh karena itu dibutuhkan pelaku pasar keuangan yang mampu menangkap sinyal-sinyal indikatif yang diisyaratkan otoritas perbankan. Sejalan dengan itu Bank Indonesia harus terus berupaya meningkatkan profesionalisme pelaku dalam sektor perbankan agar dapat menciptakan bankir yang tangguh dan profesional. Melihat jumlah kantor bank yang semakin bertambah, Bank Indonesia jelas memiliki keterbatasan dalam melakukan pengawasan. Untuk itu Bank Indonesia mengembangkan pola pembinaan dan pengawasan yang mengarah pada industri perbankan yang mampu mengatur sendiri dalam menerapkan pelaksanaan prinsip kehati-hatian. 146 Ukuran kinerja bank umum yang lebih komprehensif adalah CAMEL, yang mencakup seluruh aspek yang penting dalam evaluasi kesehatan/kinerja bank umum, yaitu: C = Capital Adequacy (tingkat kecukupan modal), A = Assets Quality (kualitas aktiva), M = Management Quality (kualitas manajemen), E = Earnings (kemampuan menghasilkan pendapatan), L = Liquidity (tingkat likuiditas).147
145
HLB & Hadori, Studi Hukum.... Op.cit., hlm. 41. Kebijaksanaan PAKFEB 1991 tersebut mengandung perubahan yang fundamental, oleh karena itu penerapannya tidak dapat dilakukan serta merta namun perlu dilakukan secara bertahap. Tahap akhir dari penerapan kebijaksanaan tersebut oleh perbankan direncanakan pada akhir tahun 1997. Ibid. 146 Dahlan Siamat, Op.cit., hlm. 70. 147 Manurung Mandala dan Prathama Rahardja, Op.cit., hlm. 157.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Teknik analisa CAMEL yang digunakan untuk penilaian kinerja keuangan bank mengacu pada ketentuan penilaian yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 30/2/UPPB/tgl 30/4/1997 jo. SE No. 30/UPPB/tgl 19/03/1998. 148 Berdasarkan penjelasan Surat Edaran Bank Indonesia tersebut, penerapan analisis CAMEL dilakukan dengan langkah sebagai berikut: 1. Melakukan review data laporan keuangan (Neraca dan Laporan Rugi Laba) dengan sistem akuntansi yang berlaku maupun penjelasan lain yang mendukung; 2. Menghitung angka rasio masing-masing aspek CAMEL; 3. Menghitung nilai kotor masing-masing rasio; 4. Menghitung nilai bersih masing-masing rasio dengan jalan mengalikan nilai kotor masing-masing dengan standar bobot masing-masing rasio; 5. Menjumlahkan nilai bersih rasio CAMEL; 6. Membandingkan hasil penjumlahan keseluruhan rasio CAMEL dengan standar Bank Indonesia. 149 Asas kehati-hatian (Prudential Banking) pada dasarnya merupakan suatu tolak ukur pengendalian CAMEL. Dalam prinsip tersebut, hal-hal yang belakangan sering mengemuka seperti Capital Adequacy Ratio (CAR), Cadangan Risiko/Provisi, Batas
148
M. Faisal Abdullah, Op.cit., hlm. 129-130. Universitas Kristen Petra, http://digilib.petra.ac.id/jiunkpe/2007-32403056-8776kebangkrutan.pdf diakses tanggal 12 Mei 2008. 149
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Maksimum Pemberian Kredit (BMPK), termasuk dalam cakupan asas kehati-hatian dalam usaha bank. 150
B.
Peranan Giro Wajib Minimum Dalam Likuiditas Bank
1.
Manajemen Likuiditas Liquidity
management
merupakan
faktor
terpenting
dalam
banking
management dalam kaitannya dengan penciptaan prudential regulation sebagai salah satu fungsi pengawasan. Kekurangan likuiditas pada suatu bank dapat mengakibatkan pengaruh yang lebih luas dan berdampak negatif pada sistem perbankan. Kebutuhan likuiditas untuk suatu jangka waktu tertentu sangat dipengaruhi oleh perilaku nasabah dan jenis sumber dana yang dikelola oleh bank. Manajemen likuiditas dilakukan tidak saja untuk mengukur posisi likuiditas bank pada kondisi bank sedang berjalan tetapi juga dipergunakan untuk memeriksa kebutuhan dana pada berbagai skenario jika terjadi kondisi yang berbeda. 151 Menurut Duane B. Graddy, manajemen likuiditas melibatkan perkiraan permintaan dana oleh masyarakat dan penyediaan cadangan untuk memenuhi semua kebutuhan. Sedangkan menurut Oliver G. Wood, manajemen likuiditas melibatkan perkiraan kebutuhan dan penyediaan kas secara terus menerus baik kebutuhan jangka pendek atau musiman maupun kebutuhan jangka panjang. 152
150
HLB Hadori & Rekan, Studi Hukum .... Op.cit., hlm. 49. HLB Hadori & Rekan, BI dan BLBI, Suatu Tinjauan dan Penilaian Aspek Ekonomi, Keuangan dan Hukum, (Jakarta: Bank Indonesia, 2002), hlm. 42-43. 152 Dahlan Siamat, Op.cit., hlm. 153. 151
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Sumber utama kebutuhan likuiditas bank berasal dari adanya kebutuhan antara lain untuk memenuhi: 1. GWM; 2. Saldo rekening minimum pada bank koresponden; 3. Penarikan simpanan dalam operasional bank sehari-hari; 4. Permintaan kredit dari masyarakat. 153 Sejalan dengan sumber-sumber kebutuhan likuiditas itu, maka manajemen likuiditas ini bertujuan antara lain: 1. Untuk menjaga posisi likuiditas 154 bank agar selalu berada pada posisi yang ditentukan Bank Sentral; 2. Mengelola alat-alat likuid agar selalu dapat memenuhi semua kebutuhan cash flow termasuk kebutuhan yang tidak diperkirakan, misalnya penarikan yang tiba-tiba terhadap sejumlah giro atau deposito berjangka yang belum jatuh tempo; 3. Sedapat mungkin memperkecil terjadinya idle funds.
153
Dahlan Siamat, Loc.cit. Faktor-faktor yang mempengaruhi posisi likuiditas dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari bank sendiri yang mempengaruhi besar kecilnya fluktuasi likuiditas. Faktor internal terjadi karena pergantian pimpinan, jangka waktu kredit, organisasi/administrasi, dan pembelian aktiva tetap (aktiva jangka panjang). Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar yang sedikit banyak mempengaruhi berhasil tidaknya suatu bank mengendalikan posisi likuiditas yang dimilikinya. Yang termasuk faktor eksternal adalah peraturan di bidang ekonomi/moneter, konjungtur, perubahan musim, kebiasaan masyarakat, dan hubungan antar kantor bank. O.P Simorangkir, Op.cit., hlm. 149-150. 154
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Untuk menjaga posisi likuiditas dan proyeksi cash flow agar selalu berada dalam posisi yang aman terutama dalam kondisi tingkat bunga berfluktuasi, strategi yang dapat dikembangkan oleh bank adalah sebagai berikut: 1. Memperpanjang jatuh tempo semua kewajiban bank, kecuali tingkat bunga cenderung mengalami penurunan; 2. Melakukan diversifikasi sumber dana bank; 3. Menjaga keseimbangan jangka waktu aset dan kewajiban; 4. Memperbaiki posisi likuiditas antara lain mengalihkan aset yang kurang marketable menjadi lebih marketable. 155 Kegagalan dalam pengelolaan liquidity management akan berakibat fatal bagi bank, antara lain minimal GWM yang ditetapkan oleh Bank Indonesia kemungkinan tidak terpenuhi. Hal ini membawa akibat Bank Indonesia akan mengenakan sanksi. 156 Mengenai sanksi diatur dalam peraturan Bank Indonesia dan Undang-undang Perbankan. Sanksi yang dikenakan terhadap bank yang melanggar kewajiban memenuhi GWM adalah sanksi kewajiban membayar denda dan sanksi administratif. 2.
Peranan GWM Dalam Likuiditas Bank Likuiditas bank adalah kemampuan sebuah bank untuk menyediakan alat-alat
lancar guna membayar kembali titipan yang jatuh temponya dan memberikan pinjaman kepada nasabah yang membutuhkannya. Likuiditas bank yang baik terjadi bilamana daya beli potensial yang ada pada aktivanya dapat diubah menjadi daya beli 155
Raflus Rax, Asset-Liability Management, ALCO (Asset-Liability Committee), 1996 di dalam Dahlan Siamat, Op.cit., hlm. 154. 156 Mandala Manurung dan Prathama Rahardja, Op.cit., hlm. 176-177.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
efektif tanpa menderita kerugian. Secara umum, syarat likuiditas untuk permodalan menentukan bahwa modal yang diperlukan harus ditarik perusahaan untuk jangka waktu yang sekurang-kurangnya sama dengan waktu modal itu dibutuhkan. 157 Likuiditas bank mengacu kepada kemampuan bank menyediakan dana dalam jumlah yang cukup, tepat pada waktunya untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya, yaitu: 1. Memenuhi ketentuan pemerintah dan atau bank sentral tentang ketentuan likuiditas; 2. Memelihara hubungan baik dengan bank koresponden dengan mengusahakan agar saldo rekening pada bank koresponden selalu sesuai dengan yang ditentukan; 3. Memenuhi kebutuhan penarikan dana oleh nasabah penabung, pemilik rekening giro maupun debitur; 4. Membayar kewajiban jangka panjang yang telah jatuh tempo. 158 Penilaian likuiditas didasarkan pada 2 (dua) macam rasio, yaitu: 1. Rasio jumlah kewajiban bersih call money 159 terhadap aktivitas lancar. Aktiva lancar adalah Kas, Giro, Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) yang sudah diendos oleh bank lain.
157
Komaruddin, Esiklopedia Menejemen, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hlm. 491 di dalam Komaruddin Sastradipoera, Menejemen Perbankan, (Bandung: Kappa-Sigma, 2001), hlm. 34. 158 Mandala Manurung dan Prathama Rahardja, Op.cit., hlm. 176. 159 Call money adalah pinjaman dari bank lain yang berupa pinjaman harian antar bank. Pinjaman ini diminta bila ada kebutuhan mendesak yang diperlukan bank. Jangka waktu call money biasanya tidak lama, yaitu sekitar satu minggu, satu bulan, dan bahkan beberapa hari saja. Jika jangka waktu pinjaman hanya satu malam saja, pinjaman itu disebut overnight call money. Lukman
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
2. Rasio antara kredit terhadap dana yang diterima oleh bank. 160 Ada 5 (lima) risiko yang dihadapi bank umum dalam menjalankan usahanya, yaitu: 1. Risiko kredit (credit risk), atau risiko gagal tagih (default risk) adalah risiko yang dihadapi karena ketidakmampuan nasabah membayar bunga kredit dan mencicil pokok pinjaman; 2. Risiko likuiditas (liquidity risk), terjadi apabila bank tidak mampu menyediakan dana tunai untuk memenuhi kebutuhan transaksi para nasabah dan memenuhi kewajiban-kewajiban yang harus dilunasi dalam tempo kurang dari 1 tahun; 3. Risiko tingkat bunga (interest rate risk), adalah risiko yang dihadapi bank umum karena perubahan tingkat bunga; 4. Risiko operasional (operational risk), adalah risiko yang berkaitan dengan kemampuan pengelolaan bank umum; 5. Risiko modal (capital risk), atau solvency risk berkaitan dengan ketidakmampuan bank untuk memenuhi komitmen-komitmen usaha, karena ketidakmampuan menyediakan modal yang mencukupi. 161
Dendawijaya, Op.cit., hlm. 55. Yang dimasukkan ke dalam pos call money adalah dana dalam rupiah dan valuta asing yang dipinjamkan oleh bnak, termasuk kantornya di luar negeri, kepada bank lain di dalam maupun di luar negeri. Call money dalam rupiah dimasukkan ke dalam kolom rupiah dan call money dalam valuta asing dimasukkan ke dalam kolom valas. M. Faisal Abdullah, Op.cit., hlm. 75. 160 Kasmir, Op.cit., hlm. 260. Rasio likuiditas merupakan rasio untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kemampuan jangka pendeknya pada saat ditagih. Dengan kata lain dapat membayar kembali pencairan dana deposannya pada saat ditagih serta dapat memenuhi permintaan kredit yang telah diajukan. Semakin besar rasio ini semakin likuid. Ibid., hlm. 268. 161 Mandala Manurung, Op.cit., hlm. 149-150.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Risiko likuiditas 162 yaitu risiko yang antara lain disebabkan bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo waktu. Ditinjau dari sudut kepada siapa kewajiban tersebut harus dipenuhi dapat dibedakan atas: 1. Bank Indonesia, yaitu penyediaan sejumlah dana di rekening bank umum yang ada di Bank Indonesia atau yang dikenal dengan kewajiban menyediakan GWM. Bank wajib mengikuti ketentuan tentang GWM bank umum dalam rupiah dan valuta asing sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh Peraturan Bank Indonesia; 2. Internal bank, yaitu untuk memenuhi kewajiban untuk internal bank seperti pembayaran gaji dan kewajiban intern; 3. Nasabah, yaitu pemenuhan kewajiban kepada para deposan untuk menarik dana simpanan dan untuk keperluan pencairan kredit. Bank dalam melakukan kegiatan usahanya terutama dalam hal penghimpunan dana diwajibkan memelihara sejumlah likuiditas tertentu dari total DPK yang dihimpun oleh bank pada suatu periode tertentu. Jumlah likuiditas yang wajib dipelihara oleh setiap bank harus ditempatkan dalam rekening giro bank yang bersangkutan pada Bank Indonesia. Oleh karena itu likuiditas wajib ini disebut
162
Risiko likuiditas ditinjau dari sumber penyebab kegagalan memenuhi kewajiban dapat dikategorikan sebagai berikut: 1. Risiko likuiditas pasar, yaitu risiko yang timbul karena bank tidak mampu melakukan offsetting posisi tertentu dengan harga pasar karena kondisi likuiditas pasar yang tidak memadai atau terjadi gangguan di pasar (market disruption); 2. Risiko likuiditas pendanaan, yaitu risiko yang timbul karena bank tidak mampu mencairkan asetnya atau memperoleh pendanaan dari sumber dana lain. Lampiran I Surat Edaran Bank Indonesia No. 5/21/DPNP, 29 September 2003, perihal Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, hlm 36.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
GWM. Posisi GWM ini harus dilaporkan kepada Bank Indonesia. Ketentuan GWM dapat dibedakan dalam dua kategori perhitungan, yaitu GWM dalam rupiah dan valuta asing. Ketentuan pelaporan GWM dalam valuta asing hanya berlaku bagi bank-bank yang telah memperoleh izin sebagai bank devisa. Sedangkan pelaporan GWM dalam rupiah berlaku baik bagi bank-bank devisa maupun bank-bank bukan devisa termasuk BPR (Bank Perkreditan Rakyat). 163 Kesenjangan likuiditas merupakan salah satu risiko yang dialami bank seharihari mengingat bank memiliki leverage (rasio utang terhadap modal) yang tinggi dan ketidakseimbangan dalam struktur aset (umumnya berjangka menengah dan panjang) dan kewajiban (umumnya berjangka pendek). Bank Century menjadi bank pertama menerima akses FPJP (Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek). Tingginya intensitas rumor negatif yang beredar di masyarakat akhirnya mempertegas kondisi perbankan Indonesia yang sedang mengalami ketatnya likuiditas antar bank. Gagal kliring akibat kesulitan likuiditas yang dialami Bank Century, yang merupakan hasil merger dari Bank CIC, Bank Danpac, dan Bank Pikko pada 13 Nopember 2008 menjadi bukti nyata dampak rumor meresahkan sektor perbankan. 164 Bank Century dinyatakan 163
Dahlan Siamat, Op.cit., hlm. 161. Kompas.com., ”Jangan Sampai Krisis Perbankan Terulang Lagi”, http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/22/06040250/jangan.sampai.krisis.perbankan.terulang.lagi diakses tanggal 22 Nopember 2008. Ketua Dewan Komisioner LPS, Rudjito mengatakan, Bank Century mengalami kekurangan rasio kecukupan modal (CAR) setelah lembaga keuangan tersebut mengalami penurunan nilai aset. LPS adalah bagian dari jaring pengaman sektor keuangan yang dibentuk pasca krisis moneter, sebagai pelaksana penjaminan dana masyarakat serta menjaga stabilitas sistem perbankan. LPS juga telah menunjuk manajemen baru pengganti jajaran Direksi Bank Century. Rudjito mengatakan, penyertaan modal sementara LPS akan berlangsung selama tiga tahun, sesuai dengan undang undang LPS. BBC Indonesia, “Bank Century Diambil Alih LPS”, http://www.bbc.co.uk/indonesian/news/story/2008/11/081121_centurybank.shtml diakses tanggal 13 Mei 2009. 164
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
sebagai bank gagal oleh Bank Indonesia sehingga diambil alih oleh LPS (Lembaga Penjamin Simpanan). 165 Melalui mekanisme perhitungan kliring dapat dilakukan pemantauan terhadap kestabilan dan manajemen likuiditas bank antara lain kalah kliring misalnya belum merupakan indikator buruk sepanjang bank tersebut dapat segera mengatasinya yaitu terdukung oleh saldo gironya pada Bank Indonesia atau dengan tambahan dana baik yang diusahakan dari bank sendiri atau melalui pinjaman antar bank. Tetapi bila kalah kliring terjadi dalam frekuensi yang sering apalagi berkelanjutan maka hal itu
PT Bank Century Tbk menyatakan semua persyaratan untuk keluar dari status dalam pengawasan khusus sudah terpenuhi. Hal itu terlihat dari lunasnya fasilitas pinjaman jangka pendek dan pemenuhan rasio CAR minimum 8 persen. Hal itu diungkap Direktur Utama Bank Century Maryono dalam jumpa wartawan di Jakarta, Rabu tanggal 29 April 2009. Menurutnya, posisi keuangan maupun bisnis banknya saat ini sudah membaik. Kondisi ini dilihat dari posisi CAR yang mencapai 8,48 persen dan GWM sebesar 5,1 persen. Sedangkan bisnis bank baik dari segi perolehan laba, atau dan pihak ketiga juga sudah kembali menuju normal pascapengambilalihan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Maryono berharap dengan keluar dari status pengawasan khusus pengembangan usaha banknya bisa dilakukan lebih cepat. Dia menambahkan selain indikator keuangan, secara bisnis banknya juga sudah menerapkan bunga komersial. Begitu juga money market line dari bank juga sudah lancar. Meski dia mengakui komposisi dana mahal masih 64 persen, tapi secara keseluruhan bunganya masih sesuai pasar. Dia menyontohkan untuk bunga deposito resmi sebesar 7,75 persen. Sedangkan, deposito dengan bunga on call mencapai 10 persen sampai 11 persen. Tapi besaran bunga tersebut belum menimbulkan missmatch. Sampai April 2009, posisi DPK Bank Century masih berada di level Rp 5,2 triliun. Sedangkan, kredit mencapai Rp 4,4 triliun dengan kredit macet mencapai 10,39 persen. Maryono mengatakan jika telah keluar dari status pengawasan khusus pihaknya tahun ini menargetkan perolehan DPK hingga Rp 1,7 triliun. Sedangkan penyaluran kredit sampai akhir tahun diharapkan mencapai Rp 1,2 triliun. Untuk NPL, dengan berbagai perbaikan dan restrukturisasi Bank Century menginginkan NPL turun hingga menjadi 6 persen. Sebelumnya, Bank Century masuk dalam status pengawasan khusus dua minggu sebelum diambil alih pemerintah pada 21 November 2008. Sebelum diambil alih, Bank Century mengalami kesulitan likuiditas hingga CAR-nya anjlok minus 2,3 persen, dan mengalami gagal kliring. Kemudian diambilalih LPS sehingga modalnya kembali positif. Saat ini Bank Century masih terdaftar sebagai perusahaan publik yang sahamnya masih di-suspend. Media Indonesia, “Bank Century Segera Keluar Dari Pengawasan Khusus”, http://www.mediaindonesia.com/read/2009/04/04/72243/20/2/Bank-Century-Segera-Keluar-dari Pengawasan-Khusus diakses tanggal 13 Mei 2009. 165 Kompas, 24 November 2008, hlm. 1.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
merupakan indikasi bahwa manajemen likuiditas bank tersebut kurang baik atau sedang menghadapi kesulitan likuiditas. 166 Bank yang kalah kliring harus mencari dana untuk menutup kekurangan likuiditas tersebut dari Pasar Uang Antar Bank (PUAB) atau sumber dana lain. Apabila kedua sumber itu tidak memberikan pinjaman dana yang diperlukan, maka bank yang dimaksud berhak mengajukan aplikasi pinjaman kepada Bank Indonesia sebagai lender of last resort 167 . Bantuan likuiditas ini tersedia bagi semua bank solvent 168 yang memiliki jaminan yang dapat diterima oleh Bank Indonesia namun mengalami kesulitan likuiditas. 169 Untuk memelihara likuiditas, bank mengadakan cadangan yang terdiri dari cadangan primer dan cadangan sekunder. Secara umum, cadangan yang dibutuhkan tergantung pada berbagai hal, antara lain adalah banyaknya jumlah deposan, jenis usaha para nasabah, dan penarikan cadangan sekunder. 170 Setelah Bank Century, terjadi kasus Bank IFI. Walau sama-sama dirawat oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), tapi penyakitnya jauh berbeda. Menurut Kepala
166
HLB Hadori & Rekan, Studi Hukum .... Op.cit., hlm. 52-53. Lender of last resort (LOLR) diartikan sebagai pemberi pinjaman pada tempat yang terakhir, yaitu membayar atau memberikan dana talangan (bailout) dan memberikan keringanan sementara atas kebutuhan likuiditas bank pelaksana yang sehat selama masa krisis, yang hanya dapat dilakukan oleh Bank Sentral. HLB Hadori & Rekan, Studi Keuangan … Op.cit., hlm. 31. 168 Bantuan likuiditas hanya diberikan pada bank yang illiquid tetapi solvent. Membedakan suatu bank dalam keadaan illiquid dan insolvent sehingga layak untuk diberikan bantuan likuiditas, pada banyak kasus, hal ini termasuk grey area yang dapat menimbulkan kontroversi. Bank insolvent adalah bank yang tidak mampu untuk memenuhi kewajiban jangka menengah dan panjang. HLB Hadori & Rekan, Studi Keuangan .... Op.cit., hlm. 33. 169 Dong He, Emergency Liquidity Support, Charles Enoch, et. al., Building Banks: Through Surveillance and Resolution, (IMF Publication, 2002), hlm. 107 di dalam HLB Hadori & Rekan, BI dan BLBI, Suatu Tinjauan dan Penilaian …. Op.cit., hlm. 44. 170 O.P. Simorangkir, Op.cit., hlm. 148. 167
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Eksekutif LPS Firdaus Djaelani, masalah yang terjadi pada Bank IFI sudah harga mati karena surat izin usahanya sudah dicabut oleh Bank Indonesia. Bank IFI dilikuidasi sedangkan Bank Century mendapatkan suntikan dana oleh Bank Indonesia. Pemerintah melalui LPS mengambil alih Bank Century akibat penurunan rasio kecukupan modal (CAR). Pengambilalihan bank beraset Rp 15 triliun itu dilakukan demi melindungi kepentingan nasabah dan seluruh sistem perbankan nasional. Keputusan mengambil alih Bank Century merupakan kesepakatan pemerintah dan Bank Indonesia melalui Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). 171 Bank Indonesia melikuidasi Bank IFI karena dinilai gagal memenuhi ketentuan kesehatan perbankan yang disyaratkan. Mulai dari kesehatan aset cair hingga rasio kredit macet yang masuk kategori sangat tinggi di atas 5 persen. Akibatnya seluruh pegawai dipecat. Bank IFI kini diambil alih Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang memverifikasi rekening nasabah dan mengumumkan siapa yang layak dibayar dalam 90 hari. LPS juga membubarkan badan hukum bank, membentuk tim likuidasi, dan menonaktifkan seluruh direksi serta komisaris. 172 Bank Indonesia membuat regulasi likuiditas terhadap lembaga perbankan di dalam upaya untuk memelihara likuiditas dan menjaga solvabilitas sebagai berikut:
171
Okezone, “LPS: Kasus Bank IFI Beda Dengan Bank Century”, http://economy.okezone.com/index.php/ReadStory/2009/04/17/277/211483/lps-kasus-bank-ifi-bedadengan-bank-century diakses tanggal 13 Mei 2009. 172 Liputan 6.com, “Bank IFI di likuidasi”, http://www.liputan6.com/news/?id=176193&c_id=4 diakses tanggal 13 Mei 2009.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
1. Memelihara likuiditas. Sebagian besar kewajiban dari bank dalam bentuk giro dimana nasabah secara legal dapat mengakses dan menarik dananya setiap saat. Bank yang tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada deposan dikatakan tidak likuid (illiquid). Apabila sejumlah besar bank secara serentak mengalami kondisi tidak likuid akan terjadi kekacauan pada aliran pembayaran barang dan jasa secara nasional dan menimbulkan potensi dampak negatif yang lebih luas kepada perekonomian. Oleh karena itu Bank Indonesia membuat regulasi dalam upaya memelihara likuiditas. Kebutuhan likuiditas suatu bank dipergunakan untuk memenuhi ketentuan GWM agar saldo rekening yang ada pada bank koresponden selalu berada pada jumlah yang ditentukan dan memenuhi penarikan dana baik oleh nasabah debitur maupun deposan. 2. Menjaga solvabilitas. Bank yang memiliki laba yang tinggi dapat menghindari masalah kesulitan likuiditas dan solvabilitas. Pada industri perbankan, kompetisi di antara bank dapat menurunkan tingkat profitabilitas masingmasing bank dan apabila tingkat profitabilitas ini begitu rendah maka bank akan rentan terhadap suatu shock 173 yang mengancam likuiditas dan solvabilitas bank. 174
173
Sheng, A., Role of the Central Bank in Banking Crisis: An Overview, (IMF Publication, 1991), hlm. 195 di dalam HLB Hadori & Rekan, BI dan BLBI, Suatu Tinjauan dan Penilaian … Loc.cit. 174 Ibid.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Melalui regulasi yang dikenal dengan nama Paket Oktober (PAKTO) 1988 pada tanggal 27 Oktober 1988 dilakukan liberalisasi sektor perbankan yang lebih progresif. Paket regulasi ini berisi ketentuan mengenai GWM yang diturunkan dari 15 persen menjadi 2 persen terhadap jumlah deposan, selain itu juga tentang sejumlah kebijakan pemerintah dalam hal pendirian bank dan lembaga keuangan bukan bank. Inti dari kebijakan ini adalah meningkatkan mobilisasi dana dan menciptakan kompetisi di sektor keuangan. 175 Langkah pertama kebijakan pemerintah dalam mengatasi krisis ekonomi dan keuangan di tahun 1997 176 dalam program perbaikan industri perbankan diambil pada tanggal 1 November 1997 dengan penutupan izin usaha 16 bank yang tidak sehat oleh pemerintah. Tindakan yang pada awalnya ditujukan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan ini ditanggapi secara negatif. Masyarakat menarik dana mereka dari bank yang dianggap tidak sehat ke bank yang dianggap sehat dan sebagian mengkonversinya ke valas. Sebagai akibatnya sejumlah bank yang mengalami kesulitan likuiditas telah melanggar ketentuan GWM. Sejumlah bank lainnya bahkan mengalami saldo negatif pada rekeningnya di Bank Indonesia. Untuk menghindari domino effect pada bank lain yang akan
175
HLB Hadori & Rekan, Studi Keuangan … Op.cit., hlm. 11. Krisis nilai tukar beberapa mata uang Asia dimulai dari terpuruknya nilai tukar Baht Thailand terutama terhadap dolar Amerika pada awal tahun 1997. Kuatnya fundamental ekonomi Indonesia saat itu membuat pemerintah berkeyakinan bahwa krisis mata uang tersebut tidak akan terjadi di Indonesia. Tetapi keguncangan mulai terlihat pada saat spekulan mulai mengarahkan aksi mereka pada Rupiah. HLB Hadori & Rekan, Studi Keuangan ... Op.cit., hlm. 12. 176
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
mengakibatkan resiko sistemik bagi sistem perbankan, Bank Indonesia sebagai lender of last resort menyediakan bantuan likuiditas. 177 Gubernur Bank Indonesia, Boediono, mengatakan bahwa dengan gejala global yang masih berlanjut, Bank Indonesia berusaha untuk menjaga likuiditas di perbankan baik dalam bentuk valas maupun rupiah. Hal tersebut merupakan bagian dari langkah integral dengan pemerintah juga sebagai respons atas perkembangan ekonomi global yang terjadi. Bank Indonesia mengeluarkan 5 (lima) aturan pelonggaran likuiditas dalam rangka mengatasi kesulitan likuiditas perbankan baik dalam valas maupun rupiah, yakni: 1. Perpanjangan tenor foreign exchange swap 178 dari paling lama 7 hari menjadi 1 bulan. Berlaku efektif sejak 15 Oktober 2008. Langkah ini untuk memenuhi permintaan valuta dalam dolar AS yang sifatnya temporer, sehingga memberi penyesuaian waktu yang cukup bagi bank atau pelaku pasar sebelum benarbenar melakukan penyesuaian komposisi portofolionya. 2. Penyediaan pasokan valuta asing bagi perusahaan domestik melalui perbankan berlaku 15 Oktober 2008. Langkah ini untuk meningkatkan 177
Ibid., hlm. 19-20. Foreign Exchange Swap atau yang lebih dikenal sebagai swap—dalam dunia keuangan, merupakan suatu instrumen derivatif, di mana terdapat dua pihak saling mempertukarkan suatu aliran arus kas dengan aliran arus kas lainnya. Aliran ini disebut "kaki" dari swap. Nilai swap ini adalah dihitung berdasarkan suatu nilai absolut atau notional amount yaitu suatu nilai nominal yang digunakan untuk menghitung pembayaran terhadap suatu swap dan produk manajemen resiko lainnya dimana nilai ini bukan suatu nilai yang sesungguhnya (absolut). Istilah swap ini sebenarnya berasal dari bahasa Inggris namun istilah ini digunakan sebagai suatu istilah baku yang dikenal di Indonesia baik oleh lembaga yang berwenang seperti Bank Indonesia. Swap ini seringkali digunakan sebagai suatu instrumen lindung nilai atau resiko tertentu misalnya resiko gejolak nilai tukar mata uang dan disamping itu juga digunakan sebagai instrumen spekulasi. Wikipedia Indonesia, “Foreign Exchange Swap”, http://id.wikipedia.org/wiki/Tukar_menukar diakses tanggal 17 Mei 2009. 178
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
kepastian pemenuhan kebutuhan valuta asing, perusahaan domestik yang memiliki underlying transactions 179 . 3. Penurunan rasio GWM valuta asing untuk bank umum konvensional dan syariah dari 3 persen menjadi 1 persen. Berlaku sejak 13 Oktober 2008. Langkah ini untuk menambah ketersediaan likuiditas valuta dolar AS yang dapat digunakan bank dalam bertransaksi dengan nasabahnya. 4. Pencabutan ketentuan pasal 4 PBI No 7/1/PBI/2005 tentang batasan posisi saldo harian pinjaman luar negeri jangka pendek yang berlaku sejak 13 Oktober 2008. Langkah ini ditujukan untuk mengurangi tekanan pembelian dolar AS karena saat ini terjadi pengalihan rekening rupiah ke valuta asing oleh nasabah asing. 5. Penyederhanaan perhitungan GWM rupiah, berlaku mulai 24 Oktober 2008 menjadi hanya dalam bentuk statutory reserves menjadi hanya 7,5 persen dari DPK agar likuiditas dalam sistem perbankan menjadi lebih memadai. 180
C.
Pengawasan Giro Wajib Minimum Bank Umum di Bank Indonesia Hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank mempunyai dampak
domino yang dapat mempengaruhi kepercayaan terhadap bank lainnya, sehingga perbankan secara keseluruhan mengalami kesulitan. Oleh karena itu kebutuhan 179
Underlying transactions is contract or deal between account party and beneficiary of a Letter of Credit (L/C). Business Dictionary.com, http://www.businessdictionary.com/definition/underlying-transaction.html diakses tanggal 17 Mei 2009. Underlying transactions adalah kontrak atau perjanjian antara pihak penjual dan pembeli dalam L/C. 180 Detik Finance, ”BI Keluarkan 5 Aturan Pelonggaran Likuiditas”, http://www.detikfinance.com/kanal/5/moneter diakses tanggal 20 Maret 2009.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap perbankan mutlak diperlukan untuk menjaga kepercayaan masyarakat. 181 Secara fundamental terdapat beberapa alasan tentang tujuan dilakukannya pengawasan terhadap perbankan, yaitu: 1. Berkaitan dengan pemeliharaan kepercayaan masyarakat terhadap integritas sistem perbankan dan individual bank. Kepercayaan tersebut penting karena sebagai sumber dana, tujuan dasar bank adalah memberikan jasa keuangan. Kehadiran bank yang tidak sehat yang dapat mengancam integritas sistem perbankan harus ditutup melalui evaluasi pemeriksaan terhadap kecukupan modal, kualitas, manajemen, posisi likuiditas dan kemampuan pendapatan; 2. Pemeriksaan langsung secara berkala merupakan langkah terbaik untuk menentukan ketaatan bank terhadap ketentuan. Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan secara tradisional merupakan prioritas utama bagi pengawas; 3. Proses pemeriksaan dapat membantu mencegah munculnya masalah yang tidak dapat diperbaiki dan yang semakin memburuk, sehingga biaya penyelamatan atau pembayaran terhadap nasabah penyimpan (dalam hal ini dijamin oleh asuransi simpanan) menjadi sangat besar; 4. Pemeriksaan dapat memberikan masukan kepada pengawas tentang bentuk, tingkat keseriusan dan akibat dari suatu masalah bagi bank dan memberikan fakta dasar bagi langkah-langkah perbaikan yang tepat, rekomendasi, dan 181
Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan... Op.cit., hlm. 218.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
perintah. Dengan demikian, pemeriksaan memainkan peranan kunci dalam proses pengawasan itu sendiri. 182 Pelaksana fungsi pengawasan bank (otoritas pengawasan bank) biasanya dilakukan oleh bank sentral negara yang bersangkutan. Telah diketahui bahwa fungsi bank sentral adalah menjaga kestabilan moneter. Karena fungsi otoritas pengawasan bank ditempatkan di bank sentral, fungsi pokok bank sentral adalah menjaga kestabilan moneter, kelancaran dan kestabilan sistem pembayaran, serta kesehatan dan kestabilan sistem perbankan. Ketiga fungsi tersebut terkait satu sama lain, sehingga harus dikelola secara terpadu. Suatu penelitian internasional menyimpulkan bahwa efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter memerlukan dukungan sistem perbankan yang sehat. Hal ini menunjukkan adanya kaitan erat antara efektivitas pelaksanaan pengawasan bank. 183 Pengawasan perbankan juga berkaitan dengan fungsi pokok bank tersebut, antara lain menghimpun dana dari masyarakat, menanamkan dana yang dikelolanya ke dalam berbagai aset produktif, misalnya dalam bentuk kredit, dan memberikan jasa layanan lalu lintas pembayaran dan layanan jasa perbankan lainnya. Bank berperan sebagai lembaga intermediasi yang mempertemukan dua pihak yang berbeda
182
Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank: Suatu Gagasan ... Op.cit., hlm.
47-48. 183
Permadi Gandapradja, Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004), hlm. 7.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
kepentingannya, baik dalam pelayanan transaksi keuangan dan lalu lintas pembayaran. 184 Untuk mendukung optimalisasi pengelolaan perbankan yang sehat, maka perlu dilakukan pembinaan dan pengawasan yang efektif. Dimana tujuan pembinaan dan pengawasan bank adalah agar terjadinya kesehatan bank dan terpeliharanya kepercayaan masyarakat. Kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan hanya dapat ditumbuhkan apabila lembaga perbankan dalam kegiatan usahanya selalu berada dalam keadaan sehat. Untuk itu Bank Indonesia yang berfungsi sebagai bank sentral diberi wewenang untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pengelolaan bank. Hal tersebut diatur dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, yang menyebutkan: ”Pembinaan dan Pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia.” Pembinaan dan pengawasan bank oleh Bank Indonesia ini dijelma lebih lanjut pada Pasal 29 ayat (2) sampai dengan Pasal 37B Undang-undang No. 10 tahun 1998. Tugas dan wewenang Bank Indonesia dalam melakukan pembinaan dan pengawasan bank juga diatur dalam Undang-undang No. 23 tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-undang No. 3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia dimana dalam Pasal 8 menyebutkan: ”Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Bank Indonesia mempunyai tugas sebagai berikut: a. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter; 184
Ibid., hlm. 3.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
b. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; c. Mengatur dan mengawasi bank. Tugas pengawasan oleh Bank Indonesia dapat dilakukan berdasarkan atas analisis terhadap kondisi suatu bank tertentu, yaitu: 1. Pengawasan normal (rutin), yaitu pengawasan yang dilakukan terhadap bank yang memenuhi kriteria tidak memiliki potensi atau tidak membahayakan kelangsungan usahanya. Umumnya frekuensi pengawasan dan pemantauan kondisi bank dilakukan secara normal sedangkan pemeriksaan terhadap jenis bank ini dilakukan secara berkala atau sekurang-kurangnya setahun sekali; 2. Pengawasan intensif (intesive supervision), yaitu pengawasan yang dilakukan bagi bank yang memiliki potensi kesulitan yang dapat membahayakan kelangsungan usahanya; 3. Pengawasan khusus (special surveillance), yaitu pengawasan bagi bank dalam pengawasan intensif yang tidak menghasilkan perbaikan kondisi keuangan dan manajerial dan berdasarkan analisis Bank Indonesia diketahui bahwa bank tersebut dapat diklasifikasikan sebagai bank yang memiliki kesulitan yang dapat membahayakan kelangsungan usahanya. 185 Kriteria bank yang termasuk dalam pengawasan intensif (intensive supervision) adalah:
185
Bank Indonesia, “Bank Dalam Pengawasan Khusus”, http://www.bi.go.id/web/id/Info+Penting/Special+Surveillance+Unit diakses tanggal 15 Mei 2008.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
1. Tingkat kesehatan tergolong kurang sehat atau tidak sehat 186 ; 2. Memiliki permasalahan aktual dan/atau potensial di bidang likuiditas, profitabilitas,
dan
solvabilitas
berdasarkan
penilaian
terhadap
nilai
keseluruhan risiko; 3. Terdapat pelampauan dan/atau pelanggaran BMPK (Batas Maksimum Pemberian Kredit) dan tidak dapat diselesaikan; 4. Terdapat pelanggaran posisi devisa neto dan tidak dapat diselesaikan; 5. Rasio GWM lebih besar dari 5 persen namun mengalami permasalahan likuiditas yang mendasar; 6. Memiliki permasalahan profitabilitas yang mendasar; 7. Memiliki NPL 187 (non performing loan) lebih besar dari 5 persen. 188 Bank yang termasuk dalam pengawasan khusus (special surveillance) adalah bank yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
186
Pendekatan penilaian kesehatan bank digunakan dengan metode kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi suatu bank. Tingkat kesehatan bank ditetapkan berdasarkan pada suatu sistem pemberian nilai tambah (reward system) yang dikombinasikan dengan pemberian nilai kurang (penalty system) sebagai faktor penambah dan pengurang. Berdasarkan pencapaian atas nilai kredit, bank dapat digolongkan dalam empat kategori, yaitu: sehat (sound) dengan nilai kredit 81100, cukup (fairly sound) dengan nilai kredit 66-kurang dari 80, kurang sehat (poor) dengan nilai kredit 51-kurang dari 65, dan tidak sehat(Unsound) dengan nilai kredit 0-kurang dari 51. HLB Hadori & Rekan, Studi Keuangan .... Op.cit., hlm. 29. 187 Salah satu penyebab dari besarnya NPL adalah besarnya pinjaman komersial luar negeri Indonesia. Besarnya pinjaman dalam mata uang asing tersebut, baik yang dilakukan oleh bank, lembaga keuangan ataupun nasabah bank telah menyebabkan sistem keuangan secara keseluruhan rentan terhadap gejolak nilai tukar. Penurunan rupiah yang luar biasa terhadap valas utama menyebabkan pinjaman dalam mata uang asing juga meningkat nilainya secara luar biasa sesuai dengan penuruanan tersebut. Peningkatan jumlah kewajiban tersebut berdampak pada kemampuan membayar kewajiban yang semakin menurun, bankan dalam banyak kasus mengakibatkn ketidakmampuan membayar dan meningkatkan besaran NPL. HLB Hadori & Rekan, BI dan BLBI Suatu Tinjauan dan Penilaian … Op.cit., hlm. 25. 188 Pasal 2 ayat 2 PBI No. 6/9/PBI/2004 Tentang Tindak Lanjut Pengawasan Dan Penetapan Status Bank. Lihat juga Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan ... Op.cit., hlm. 228.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
1. Rasio kewajiban penyediaan modal minimum kurang dari 8 persen; 2. Rasio GWM dalam rupiah kurang dari rasio yang ditetapkan untuk GWM bank, dengan perkembangan yang memburuk dalam waktu singkat atau berdasarkan penilaian Bank Indonesia mengalami permasalahan likuiditas yang mendasar. 189 Berdasarkan PBI No. 6/9/PBI/2004 Tentang Tindak Lanjut Pengawasan Dan Penetapan Status Bank, Bank Indonesia melakukan beberapa tindakan dalam rangka pengawasan khusus sebagaimana dimaksud di atas, yaitu: 1. Memerintahkan bank dan atau pemegang saham bank untuk mengajukan rencana perbaikan permodalan (capital restoration plan) secara tertulis kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak diterimanya surat pemberitahuan dari Bank Indonesia yang menyatakan rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum kurang dari 8 persen; 2. Memerintahkan bank untuk memenuhi kewajiban melaksanakan tindakan perbaikan (mandatory supervisory actions) segera setelah diterimanya surat pemberitahuan dari Bank Indonesia yang menyatakan rasio kewajiban penyediaan modal minimum sama dengan atau kurang dari 6 persen; 3. Dapat memerintahkan bank dan atau pemegang saham bank untuk melakukan tindakan antara lain: 1.
Mengganti dewan komisaris dan atau direksi bank;
189
Pasal 5 ayat 2 PBI No. 6/9/PBI/2004 Tentang Tindak Lanjut Pengawasan Dan Penetapan Status Bank.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
2.
Menghapusbukukan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang tergolong macet dan memperhitungkan kerugian bank dengan modal bank;
3.
Melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain;
4.
Menjual bank kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban bank;
5.
Menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada pihak lain;
6.
Menjual sebagian atau seluruh harta dan atau kewajiban bank;
7.
Membekukan kegiatan usaha tertentu bank. 190
Berdasarkan PBI No. 10/25/PBI/2008 Tentang GWM Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing menyebutkan bahwa Bank yang melanggar kewajiban pemenuhan GWM primer dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 125 persen dari rata-rata suku bunga jangka waktu 1 hari overnight dari JIBOR pada hari terjadinya pelanggaran, terhadap kekurangan GWM dalam rupiah, untuk setiap hari pelanggaran. Bank yang melanggar kewajiban pemenuhan GWM sekunder dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 0,04 persen per hari kerja, yang dihitung dari selisih antara saldo harian Rekening Giro Valas Bank pada Bank Indonesia yang wajib dipenuhi dengan saldo harian Rekening Giro Valas Bank yang dicatat pada sistem akunting Bank Indonesia. Sanksi
190
Pasal 5 ayat 3 PBI No. 6/9/PBI/2004 Tentang Tindak Lanjut Pengawasan Dan Penetapan
Status Bank.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
kewajiban membayar tersebut dibayarkan dalam valuta rupiah dengan menggunakan kurs transaksi Bank Indonesia pada hari terjadinya pelanggaran. Sanksi terhadap bank yang melanggar kewajiban pemenuhan GWM primer dikecualikan bagi Bank yang mendapatkan insentif kelonggaran pemenuhan kewajiban GWM dalam rupiah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai insentif dalam rangka konsolidasi perbankan. 191 Selain dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud, Bank yang tidak memenuhi kewajiban GWM primer dan sekunder dapat dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998. 192 Sanksi administratif yang dimaksud dalam pasal ini dapat berupa: 1. Denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu sebagai akibat tidak dipenuhinya ketentuan dalam undang-undang ini; 2. Penyampaian teguran-teguran tertulis; 3. Penurunan tingkat kesehatan bank; 4. Larangan turut serta dalam kliring; 5. Pembekuan kegiatan usaha baik secara keseluruhan atau untuk beberapa cabang;
191
Pasal 13 PBI No. 10/25/PBI/2008 Tentang GWM Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing. 192 Pasal 14 PBI No. 10/25/PBI/2008 Tentang GWM Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
6. Pencabutan izin usaha. 193 Pelaksanaan lebih lanjut mengenai sanksi administratif diatur oleh Bank Indonesia. Namun khusus untuk pembekuan kegiatan usaha dan pencabutan izin usaha dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 194 Pengenaan sanksi dilaksanakan dengan mendebet rekening giro rupiah bank pada Bank Indonesia. Bila dikemudian hari diketahui terjadi kekurangan atau kelebihan dalam pendebetan yang terkait dengan pengenaan sanksi, Bank Indonesia dapat langsung mendebet atau mengkredit rekening giro bank yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement 195 . Bila saldo rekening giro rupiah bank tidak mencukupi untuk pendebetan sanksi maka atas kekurangan tersebut juga dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 125 persen dari rata-rata suku bunga jangka waktu 1 hari overnight dari JIBOR pada hari terjadinya pelanggaran, terhadap kekurangan GWM dalam rupiah, untuk setiap hari pelanggaran. 196
193
Penjelasan Pasal 52 Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Ibid. 195 System Real Time Gross Settlement (RTGS) are funds transfer mechanism where transfer of money takes place from one bank to another on a “real time” on “gross” basis. Sistem RTGS adalah mekanisme pemindahan dana dimana transfer uang dilakukan dari satu bank ke bank lainnya pada “waktu yang sebenarnya” pada tempat “yang ditentukan”. www.wikipedia.org/real_time_gross_settlement diakses tanggal 4 Juli 2009. 196 Pasal 15 PBI No. 10/25/PBI/2008 Tentang GWM Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing. 194
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
BAB IV PERUBAHAN GIRO WAJIB MINIMUM BANK UMUM PADA BANK INDONESIA DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING DIKAITKAN DENGAN PENYALURAN KREDIT BANK
A.
Fungsi Intermediasi Bank Lembaga keuangan atau sering juga disebut sebagai lembaga intermediasi
dapat
dikelompokkan
berdasarkan
kemampuannya
menghimpun
dana
dari
masyarakat secara langsung yaitu lembaga keuangan depositori (depository financial institution) dan lembaga keuangan non-depositori (non depository financial institution). Lembaga keuangan depositori atau sering juga disebut depository intermediary menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan (deposits) misalnya giro, tabungan, atau deposito berjangka yang diterima dari penabung atau unit surplus. Lembaga keuangan yang menawarkan jasa-jasa ini adalah bank-bank. Lembaga keuangan non-depositori atau sering juga disebut lembaga keuangan bukan bank menarik dana dari masyarakat dengan menawarkan kontrak untuk memproteksi penabung terhadap risiko ketidakpastian misalnya polis asuransi dan program pensiun. 197
197
Dahlan Siamat, Op.cit., hlm. 5-6. Unit surplus dapat berupa perusahaan, pemerintah dan rumah tangga yang memiliki kelebihan pendapatan setelah dikurangi kebutuhan untuk konsumsi. Lembaga keuangan non depositori adalah lembaga keuangan yang kegiatan usahanya bersifat kontraktual (contractual institutions). Kelompok lembaga keuangan kontraktual dapat disebut perusahaan asuransi dan dana pensiun. Lembaga keuangan investasi (investment institutions) yaitu lembaga keuangan yang kegiatannya melakukan investasi di pasar uang dan pasar modal, misalnya perusahaan efek dan reksa dana. Lembaga keuangan bukan bank lainnya yang kegiatan usahanya tidak
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Salah satu sektor yang paling berperan di dalam mendorong pertumbuhan ekonomi adalah sektor perbankan karena perannya sebagai lembaga intermediasi yang menyalurkan kredit kepada dunia usaha. Setelah krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 yang diikuti dengan krisis perbankan, dunia perbankan sangat berhati-hati dalam menyalurkan kredit. Hal ini dapat dilihat dari tingkat LDR, yaitu perbandingan antara dana yang dihimpun dengan kredit yang disalurkan oleh bank yang jauh lebih kecil dari ketentuan sehat menurut Bank Indonesia yaitu 75 persen. 198 Hal tersebut semakin diperparah dengan kondisi pasca reformasi. Banyak bankir terjerat hukum yang diakibatkan oleh kredit bermasalah. Padahal bank memiliki karakteristik yang unik dalam perannya sebagai lembaga intermediasi sekaligus sebagai agen pembangunan perekonomian masyarakat. Sifat unik itu terutama terlihat pada struktur permodalannya dengan tingkat leverage 199 yang jauh
termasuk dalam kelompok lembaga keuangan kontraktual dan investasi yaitu perusahaan modal ventura dan perusahaan pembiayaan (finance company) yang menawarkan jasa pembiayaan sewaguna usaha, anjak piutang, pembiayaan konsumen dan kartu kredit. Ibid. 198 PBI No. 6/PBI/2004 Tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, Matriks Kriteria Penetapan Komponen Likuiditas No. 3 tanggal 12 April 2004. 199 Leverage in finance (or gearing because of its analogy with a gearbox) is borrowing money to supplement existing funds for investment in such a way that the potential positive or negative outcome is magnified and/or enhanced. It generally refers to using borrowed funds, or debt, so as to attempt to increase the returns to equity. Financial leverage (FL) takes the form of a loan or other borrowings (debt), the proceeds of which are (re)invested with the intent to earn a greater rate of return than the cost of interest. Leverage allows greater potential returns to the investor that otherwise would have been unavailable but the potential for loss is also greater because if the investment becomes worthless, the loan principal and all accrued interest on the loan still need to be repaid. Wikipedia, http://en.wikipedia.org/wiki/Leverage_(finance) diakses tanggal 27 Mei 2009. Leverage dalam keuangan (atau disebut juga dengan perlengkapan karena analoginya dengan kotak perlengkapan) adalah meminjam uang untuk menyediakan dana yang tersedia untuk investasi dengan cara pengeluaran potensial negatif atau positif ditambah dan atau ditinggikan. Biasanya tujuannya untuk menggunakan dana pinjaman, atau utang, jadi untuk mencoba meningkatkan hasil yang wajar. Perlengkapan keuangan mengambil bentuk pinjaman atau pinjaman lainnya (utang), kelanjutan yang diinvestasikan (kembali) dengan maksud untuk mendapatkan suku bunga yang lebih tinggi dari pada biaya bunga. Leverage memungkinkan pendapatan potensial yang lebih besar pada investor jika tidak
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
lebih tinggi dibanding dengan leverage yang terbentuk dalam perusahaan bidang industri. Leverage yang tinggi dalam perbankan itu justru terbentuk dengan turut memanfaatkan dana-dana masyarakat yang mempercayakannya pada bank. Hal ini menyebabkan bank berada pada posisi yang sangat strategis sekaligus rawan risiko. 200 Secara teori dapat dijelaskan bahwa pentingnya fungsi intermediasi adalah terkait dengan biaya untuk memperoleh information cost yang dibutuhkan kreditur untuk mendapat debitur yang kredibel dan adanya perbedaan preferensi likuiditas dari pihak kreditur maupun debitur. Biaya informasi tersebut juga mencerminkan cost of fund dan suku bunga kredit bank. 201 Tanpa intermediasi, sulit bagi perbankan untuk menjadi motor penggerak ekonomi. Intermediasi tanpa kualitas kredit yang baik bukan tak mungkin hanya akan menambah beban dan ini hal yang tidak diharapkan terjadi. 202 Pemerintah
mengeluarkan
kebijakan
di
bidang
perekonomian
guna
mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan lapangan kerja pada Juni 2007.
maka tidak akan berarti tapi potensi kerugian juga lebih besar karena jika investasi menjadi tidak berharga maka dasar pinjaman dan semua pertambahan bunga pinjaman masih perlu dibayar kembali. 200 H. Masyud Ali, Manajemen Risiko, Strategi Perbankan Dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 426. Kesenjangan likuiditas merupakan salah satu risiko yang dialami bank sehari-hari mengingat bank memiliki leverage (rasio utang terhadap modal) yang tinggi dan ketidakseimbangan dalam struktur aset (umumnya berjangka menengah dan panjang) dan kewajiban (umumnya berjangka pendek). Kompas.com, ”Jangan Sampai Krisis Perbankan Terulang Lagi”, http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/22/06040250/jangan.sampai.krisis.perbankan.terulang.lagi. diakses tanggal 22 Nopember 2008. 201 Bank Indonesia, Muliaman D Hadad, Wimboh Santoso, Dwityapoetra S, “Studi Biaya Beberapa Bank Besar Di Indonesia Apakah Kredit Bank Umum Overpriced”, http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/B90F9B4F-E1CE-4656-913544694D6B0384/7832/Studibiayaintermediasibbrpbankbesar.pdf hlm. 4, diakses tanggal 14 Mei 2009. 202 Berita Indonesia, “Antara LDR, Fungsi Intermediasi Dan Sektor Riil”, http://www.beritaindonesia.co.id/cms/index.php diakses tanggal 14 Mei 2009.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Di sektor perbankan, Bank Indonesia juga telah mengeluarkan serangkaian kebijakan dengan maksud mendorong fungsi intermediasi perbankan. Masalah yang harus diwaspadai adalah bila belum optimalnya fungsi intermediasi perbankan terus direspon
dengan
pelunakan
aturan.
Pelunakan
aturan
dikhwatirkan
akan
menimbulkan bom waktu. Industri perbankan sejak dulu dan akan terus menjadi objek regulasi dan supervisi regulator karena secara alamiah bisnis perbankan adalah bisnis kepercayaan dan peran kuncinya sebagai pendorong perekonomian. 203 Di samping itu industri perbankan juga potensial terhadap kecurangan serta biaya sosial yang ditimbulkannya sangat besar kalau terjadi kebangkrutan. Alasan utama regulasi adalah bank tidak boleh menimbulkan biaya politik terhadap masyarakat, baik berupa ketidakmampuan mengembalikan uang nasabah atau menjadi penyebab kebangkrutan bank lain (contagion effect). Tujuan pengaturan dan pengawasan mengandung dua sisi yang terkadang tidak saling mendukung (tradeoffs). Di satu sisi, regulator ingin memaksimalkan efisiensi dan mendorong inovasi dalam produk serta meningkatkan kompetisi. Di sisi lain regulator harus menjaga stabilitas bank dan sistem perbankan. Singkat kata, tujuan pengaturan adalah menjaga
203
Zulkarnain Sitompul, “Industri Perbankan: Pajak Atau Subsidi”, http://zulsitompul.wordpress.com/2007/06/27/industri-perbankan-pajak-atau-subsidi/ diakses tanggal 14 Mei 2009. Kebijakan tersebut umumnya bersifat pelunakan terhadap ketentuan kehati-hatian. Sektor keuangan memang sedang mengalami booming ditandai dengan naiknya harga saham di Bursa Efek Jakarta dan meningkatnya DPK di perbankan. DPK di perbankan pada April 2007 meningkat Rp 176,6 triliun menjadi Rp 1.299,8 triliun. Sedangkan loan to deposit ratio (LDR) hanya naik tipis dari 65,3 persen (Maret 2007) menjadi 65,8 persen. Relatif rendahnya LDR ini menunjukkan fungsi intermediasi perbankan belum optimal. Kondisi demikian pada gilirannya belum mengoptimalkan kegiatan perekonomian guna meningkatkan lapangan kerja. Ibid.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
sistem perbankan yang aman dan sehat. 204 Pengaturan dapat bersifat ”pajak 205 ” atau ”subsidi” bagi operasional perbankan. Mewajibkan bank memelihara GWM, ratio kecukupan modal dan pelaksanaan prinsip ketebukaan adalah pajak yang harus dibayar bank. Sedangkan adanya lembaga penjamin simpanan (LPS) dan lender of last resort merupakan subsidi dari pemerintah. Tugas regulator adalah menemukan titik keseimbangan antara besarnya ”pajak” yang harus dibayar dengan ”subsidi” yang ditanggung pemerintah. Bila pajak terlalu tinggi maka tidak terjadi efisiensi dan inovasi, sementara kalau subsidi yang terlalu besar ancaman terhadap stabilitas sistem perbankan meningkat. Untuk itu, independensi regulator harus dipertahankan, agar mereka dapat menilai kondisi objektif industri perbankan sehingga tidak mengkompromikan tujuan jangka panjang dengan kepentingan jangka pendek. 206 Polemik soal lambannya fungsi intermediasi perbankan terus bergulir. Secara tegas Gubernur Bank Indonesia, Burhanuddin Abdullah, mengatakan bahwa meskipun angka kredit menunjukkan kenaikan namun pertumbuhannya melamban.
204
Ibid. Sebagai langkah awal reformasi di bidang perbankan, tanggal 1 Nopember 1997, atas rekomendasi International Monetary Fund (IMF) pemerintah menjalankan program exit policy atau penutupan bank dengan mencabut izin usaha 16 bank insolvent. Upaya ini dimaksudkan untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan. Namun yang terjadi justru sebaliknya, masyarakat malah semakin tidak percaya pada sistem perbankan nasional. Penarikan dana secara besar-besaran (rush) oleh nasabah melanda sebagian besar perbankan nasional. Nasabah memindahkan dananya terutama dari bank yang dianggap kurang sehat ke bank-bank yang dianggap lebih sehat. Dalam waktu sekejap bank yang semula sehat karena domino effect beralih status menjadi bank sakit karena kesulitan likuiditas. Didik J. Rachbini, Bank Indonesia Menuju Independensi Bank Sentral (Jakarta: PT Mardi Mulyo, 2000), hlm. 11. 205 Pajak merupakan kewajiban yang dibebankan pemerintah kepada bank yang memberikan fasilitas kredit kepada nasabahnya. Kasmir, Op.cit., hlm. 42. 206 Zulkarnain Sitompul, “Industri Perbankan: Pajak Atau Subsidi” ... Loc.cit.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Malah ada beberapa bank yang pertumbuhan kreditnya justru turun. 207 Uniknya kalangan pelaku dunia usaha mengeluh bahwa mereka kekurangan dana guna menopang ekspansi usahanya. Akibatnya gerak roda usaha jadi lambat, yang pada akhirnya tidak memperoleh hasil seperti yang diharapkan. Harus diakui bahwa salah satu penyebab lambatnya pertumbuhan ekonomi adalah pergerakan dunia usaha yang lamban. 208
B.
Penyaluran Kredit Perbankan Pengertian kredit menurut Undang-undang Perbankan No. 10 tahun 1998
adalah: ”Penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.” 209 Berdasarkan pengertian tersebut di atas maka unsur-unsur kredit terdiri dari: 1. Adanya pihak yang memberi pinjaman (kreditur); 2. Adanya pihak yang meminjam (debitur); 3. Adanya objek yang dipinjamkan;
207
Majalah Trust, Ryan Kiryanto, “Menggiatkan Fungsi Intermediasi Perbankan”, http://www.majalahtrust.com/danlainlain/kolom/ diakses tanggal 14 Mei 2009. Berdasarkan data BI, posisi kredit per April mencapai Rp 855,4 triliun—meningkat dibandingkan Maret Rp 843 triliun, Februari Rp 826,3 triliun, dan Januari Rp 817,5 triliun. Sementara dana pihak ketiga per April sebesar Rp 1.299 triliun, naik dibandingkan Maret Rp 1.291 triliun, Februari Rp 1.284 triliun, dan Januari Rp 1.279 triliun. Ibid. 208 Ibid. Dari target pertumbuhan ekonomi tahun 2006 sebesar 5,8 persen, faktanya hanya 5,5 persen yang tercapai. Angka itu masih di bawah target, sehingga dampaknya cukup signifikan dalam pembukaan dan perluasan peluang kerja serta penyerapan tenaga kerja. Ibid. 209 Pasal 1 angka 11 Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
4. Unsur perjanjian; 5. Unsur waktu pinjaman; 6. Adanya unsur kesepakatan dalam perjanjian. 210 Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. 211 Maka salah satu usaha bank umum adalah pemberian kredit.212 Kegiatan utama suatu bank yaitu membeli uang dari masyarakat (menghimpun dana) melalui simpanan dan kemudian menjual uang yang diperoleh dari penghimpunan dana dengan cara menyalurkan dana kepada masyarakat umum dalam bentuk kredit atau pinjaman. 213 Kredit bersifat kooperatif antara si pemberi kredit dan si penerima kredit atau antara kreditor dan debitor. Mereka menarik keuntungan dan saling menanggung risiko. Kredit dalam arti luas didasarkan atas komponen-komponen kepercayaan, risiko, dan pertukaran ekonomi di masa mendatang. 214 Tujuan kredit dapat dilihat dari dua pendekatan, yaitu: 1. Dalam pendekatan mikro ekonomi. Tujuan pemberian kredit guna mendapatkan suatu nilai tambah baik bagi nasabah (debitur) maupun bagi
210
M. Faisal Abdullah, Op.cit., hlm. 84. Pasal 3 Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan. 212 Pasal 6 b Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan. 213 Kasmir, Op.cit., hlm. 33. 214 O. P. Simorangkir, Op.cit., hlm. 100-101. Bank yang pedomannya adalah memperoleh hasil yang setinggi-tingginya dari uang yang dipinjamkan tanpa mempersoalkan penggunaan kredit yang diberikannya disebut pemberian kredit berdasarkan privat ekonomi. Pertimbangan utama baginya adalah pinjaman pokok bersama tingkat bunga yang tinggi dibayar kembali tepat pada waktunya. Perilaku lainnya adalah pemberian kredit berdasarkan sosial ekonomi yaitu penilaian kredit dipusatkan kepada faktor-faktor tidak hanya si penerima kredit yang menikmati hasil kredit tersebut, tetapi juga masyarakat sekitarnya. Bank dalam memberikan kredit tidak hanya bertitik tolak mencari keuntungan yang sebesar-besarnya tetapi juga memperhatikan kepentingan dan kebutuhan masyarakat sehingga menambah kemakmuran masyarakat. Bank komersil dalam memberikan kredit pada umumnya bertitik tolak dari segi sosial ekonomi. Ibid. 211
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
bank sebagai kreditur. Bagi nasabah sebagai debitur dengan mendapatkan kredit bertujuan untuk mengatasi kesulitan pembiayaan dan meningkatkan usaha dan pendapatan di masa depan. Sedangkan bagi bank itu sendiri juga diharapkan melalui pemberian kredit akan menghasilkan pendapatan bunga sebagai pengganti harga dari pinjaman itu sendiri. 2. Dalam pendekatan makro ekonomi. Pemberian kredit merupakan salah satu instrumen
untuk
menjaga
keseimbangan
jumlah
uang
beredar
di
masyarakat. 215 Fungsi kredit perbankan dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan adalah: 1. Kredit pada hakikatnya dapat meningkatkan daya guna uang; 2. Kredit dapat meningkatkan peredaran lalu lintas uang; 3. Kredit dapat meningkatkan daya guna dan peredaran barang; 4. Kredit merupakan salah satu alat stabilitas ekonomi; 5. Kredit dapat meningkatkan kegairahan berusaha; 6. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan; 7. Kredit merupakan alat untuk meningkatkan hubungan internasional.216
215
M. Faisal Abdullah, Op.cit., hlm. 84. O.P. Simorangkir, Op.cit., hlm. 102-103. Lihat juga peranan kredit dalam perekonomian yang modern adalah: Meningkatkan efisiensi penggunaan uang atau modal dengan meningkatkan produktivitas masyarakat; Meningkatkan efisiensi penggunaan barang, karena kredit dapat membantu proses produksi dari bahan hingga barang jadi dan sekaligus juga membantu pemindahan barang dari produsen kepada konsumen dalam proses marketing (kredit ikut melancarkan arus barang);
216
1. 2.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Peranan bank sebagai lembaga keuangan tidak pernah lepas dari masalah kredit. Bahkan kegiatan bank sebagai lembaga keuangan, pemberian kredit merupakan kegiatan utamanya. Besarnya jumlah kredit yang disalurkan akan menentukan keuntungan bank. Jika bank tidak mampu menyalurkan kredit sementara dana yang terhimpun dari simpanan banyak maka akan menyebabkan bank tersebut rugi. 217 Bank Indonesia menaikkan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) perbankan kepada debitor yang tidak terkait dengan bank hingga 30 persen dari modal bank. Bank Indonesia memberikan rambu-rambu, debitor yang akan dikucuri kredit oleh perbankan harus merupakan perusahaan dengan 40 persen sahamnya dimiliki publik. Hal tersebut disampaikan Direktur Pengaturan dan Penelitian Perbankan Bank Indonesia Halim Alamsyah, bahwa batas penyediaan dana pada kelompok peminjam yang anggota kelompoknya merupakan perusahaan yang dimiliki
publik
ditetapkan
paling
tinggi
30
persen
dari
modal
bank.
Selain itu Bank Indonesia Juga mengeluarkan aturan mengenai implementasi Basel II 218 pada perbankan Indonesia yang diterapkan pada 1 Januari 2009. Bagi bank-bank
3.
Meningkatkan arus peredaran lalu lintas uang, misalnya melalui penggunaan cek, giro, wesel, promes, dan kartu kredit yang diterbitkan oleh bank; 4. Menjadi alat stabilitas ekonomi yang dilakukan melalui kebijaksanaan ekspansi dan kontraksi kredit, misalnya dengan politik diskonto oleh bank sentral; 5. Sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional suatu negara; 6. Menciptakan daya-beli baru bagi para debitur, meskipun debitur-debitur itu tidak memiliki uang tunai dalam saldo neracanya. Komaruddin Sastradipoera, Op.cit., hlm. 9. 217 Kasmir, Op.cit., hlm. 71. 218 Basel Accord adalah suatu standar internasional yang dijadikan dasar bagi negara untuk mengatur jumlah pendanaan perbankan agar dapat menghadapi resiko keuangan dan operasional yang mungkin timbul. Hingga saat ini telah ada 2 standar yang dikeluarkan, Basel I dan penggantinya, Basel II yang meningkatkan cakupan standar dalam Basel I. Basel I berfokus pada resiko kredit dimana aset-
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
dengan aset yang di bawah Rp 1 triliun diberi perpanjangan sampai Juni 2009 yang mencakup pendekatan standar untuk risiko kredit, lalu pendekatan standar dan internal model untuk risiko pasar, serta pendekatan indikator dasar untuk risiko operasional. 219 Selama
tahun
2006,
indikator-indikator
makro
ekonomi
memang
menunjukkan perbaikan. Inflasi rendah dan terkendali, suku bunga terus menurun, rupiah dan indeks pasar modal stabil. Tapi sektor riil sama sekali belum bergerak. Pengangguran yang diharapkan bisa ditekan berbarengan dengan bergeraknya sektor riil, tetap tinggi. Fungsi intermediasi perbankan melalui kredit tak berjalan sebagaimana mestinya. Bank lebih suka menumpuk dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI) lantaran tanpa risiko. Penyaluran kredit ke sektor riil dinilai perbankan masih berisiko tinggi. Bank Indonesia sebagai bank sentral yang menjaga stabilitas makro sekaligus menjalankan fungsi pengawasan perbankan berkeinginan
aset bank diklasifikasikan dalam lima kategori tergantung pada resiko kreditnya. Basel II diciptakan dengan lebih banyak standar yang diyakini dapat turut menjaga sistem keuangan internasional dari masalah-masalah yang mungkin timbul jika terdapat kejatuhan dari satu atau beberapa bank besar. Basel Accord diciptakan oleh Basel Committee on Banking Supervision untuk menghindari terjadinya masalah yang dihadapi komite tersebut saat likuidasi Bank Herstatt di Frankfurt pada tahun 1974. Likuidasi tersebut bermasalah karena terdapat transaksi ke New York yang tertinggal pada saat bank tersebut dilikuidasi. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan zona waktu sehingga saat bank tersebut dilikuidasi, transaksi tersebut belum terselesaikan. Hal ini mendorong negara-negara yang tergabung dalam G-10 mendirikan Basel Committee on Banking Supervision. Basel II menggunakan 3 konsep, yaitu kebutuhan kapital minimum, penilaian pengawasan, dan disiplin pasar. Basel I juga menggunakan 3 konsep diatas, namun tidak semua bagian dari konsep digunakan sehingga kurang lengkap, seperti pada konsep kebutuhan kapital minimum, Basel I hanya mempertimbangkan resiko kredit dan melewatkan resiko pasar dan resiko operasional. http://www.wealthindonesia.com/baselaccord/basel-accord-ii.html diakses tanggal 7 Juli 2009. 219 Detik Finance, http://www.detikfinance.com/kanal/5/moneter diakses tanggal 7 Juli 2009.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
kuat mendorong fungsi intermediasi perbankan kembali normal sehingga sektor riil pun bisa mulai bergerak. Maka keluarlah sejumlah paket kebijakan yang bertujuan mendorong perbankan mulai menyalurkan kredit. Paket kebijakan itu sesungguhnya merupakan insentif bagi perbankan. Dan kebijakan terakhir yang dikeluarkan adalah pelonggaran pemberian kredit terhadap debitor bermasalah. Perbankan dimungkinkan memberi kredit ke debitor bermasalah sepanjang kredit bermasalah terjadi karena alasan di luar kemampuan debitor serta tetap memperhitungkan analisis komprehensif atas kelayakannya. Sebelumnya Bank Indonesia sudah pula memberi insentif bagi perbankan untuk menyalurkan kredit. Aturan soal GWM alias cadangan perbankan di bank sentral misalnya. Bila LDR sebuah bank melebihi batasan tertentu dan tetap memperhatikan aspek-aspek kehati-hatian maka penambahan GWM bisa lebih kecil. 220 Bank Indonesia mengumumkan bahwa LDR atau perbandingan antara penyaluran kredit terhadap penghimpunan dana masyarakat sampai Agustus 2007 meraih peningkatan yang tertinggi pasca krisis ekonomi, yakni mencapai 67,3 persen. Dengan peningkatan seperti itu maka bank sentral pun optimis proyek pencapaian peningkatan kredit selama 2007 sebesar 22 persen bisa direalisasikan dengan pertumbuhan rata-rata per bulan Rp 17,6 triliun. Peningkatan itu menunjukkan bahwa kinerja perbankan dalam pelaksanaan fungsi intermediasi sudah semakin baik.
220
Editorial Media Masa Indonesia, “Kelonggaran http://opini.wordpress.com/2007/01/17/kelonggaran-kredit/ diakses tanggal 14 Mei 2009.
Kredit”,
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Namun oleh beberapa pihak, data bank sentral itu tidak serta merta ditanggapi positif terutama dalam kaitannya dengan pembangunan sektor riil. 221 Pada tahun 2008, Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan yang menurunkan rasio setoran GWM valas untuk bank umum dan konvensional dari 3 persen menjadi 1 persen, menyisakan US$ 721 juta bagi perbankan untuk memenuhi kebutuhan operasionalnya sehingga perbankan mempunyai kepastian akan ketersediaan likuiditas valas, terutama dolar AS, dalam bertransaksi dengan nasabahnya. Kebijakan itu berlaku efektif sejak 13 Oktober 2008. Berdasarkan data Bank 221 Berita Indonesia, “Antara LDR, Fungsi Intermediasi, dan Sektor Riil”, http://www.beritaindonesia.co.id/cms/index.php diakses tanggal 14 Mei 2009. Harian Bisnis Indonesia (9 Oktober 2007) menyatakan, bila hanya melihat data itu, memang patut bangga atas kinerja industri perbankan nasional. Namun, sebaiknya lebih seksama melihat data tersebut sebab peningkatan angka penyaluran kredit bisa saja disebabkan oleh pembelian obligasi oleh bank yang dibukukan sebagai penyaluran kredit. Artinya, angka yang diumumkan Bank Indonesia itu belum tentu nilai kredit nyata tapi bisa saja hasil rekayasa keuangan semata. Menurut harian ini, beberapa bankir juga masih mengeluhkan susahnya menyalurkan kredit ke sektor riil karena kondisi ekonomi belum kondusif di sektor tertentu. Nilai kredit yang sudah disetujui, tetapi belum dicairkan nasabah (undisburst loan) juga masih cukup tinggi. Jadi, menurut Bisnis Indonesia, fakta itu menggambarkan iklim dunia usaha yang masih enggan bergerak cepat. Harian Republika (9 Oktober 2007) juga menyatakan hal senada. Kenaikan LDR yang diumumkan Bank Indonesia itu menunjukkan kinerja perbankan membaik. Itu mengartikan bahwa kredit perbankan mulai mengalir ke berbagai sektor yang boleh jadi menghadirkan optimisme bagi pertumbuhan ekonomi khususnya di sektor riil. Membaiknya indikator kinerja perbankan tersebut diharapkan tak hanya terjadi dalam jangka pendek melainkan bisa terus terjaga sehingga sektor riil diharapkan mampu berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun membaiknya kinerja perbankan itu, menurut harian ini, jangan membuat kita terlena sebab angka-angka indikator tersebut masih dibayangi sedikit kekhawatiran terkait kualitas kredit. LDR dan penyaluran kredit boleh saja membaik. Tapi sebaiknya bank sentral sebagai otoritas perbankan perlu tetap memperhatikan dan mencermati ke sektor apa kredit tersebut bergulir. Jika mengalir ke sektor yang produktif bolehlah berharap bahwa fungsi intermediasi sudah mulai pulih, tapi jika begulirnya lebih ke arah sektor konsumtif berarti fungsi intermediasi perbankan belum berjalan seperti yang diharapkan. Harian Indo Pos (15 Oktober 2007) memberikan pendapat yang agak pesimis. Walaupun LDR naik tapi penyaluran kredit belum sesuai harapan. Artinya potensi yang bisa diberikan perbankan untuk sektor riil sebenarnya bisa lebih besar. Penyebab kendala penyaluran kredit ke sektor riil adalah prinsip kehati-hatian (prudential banking system) perbankan yang berlebihan sehingga bahkan potensi debitor UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) yang bisa menjadi sarana diversifikasi risiko belum banyak disentuh. Penyebab lainnya adalah kesiapan untuk memanfaatkan kredit perbankan sektor riil sendiri belum sepenuhnya berjalan. Akibatnya, terjadi stagnasi usaha. Itu pulalah yang membuat peningkatan angka undisbursed loan (kredit yang telah disetujui tapi tidak disalurkan). Jadi, meski bank telah membuka keran kredit lebih besar, tapi penyerapan dunia usaha tidak maksimal. Ibid.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Indonesia sampai 6 Oktober 2008, jumlah dana valas yang harus disetorkan setiap bank mencapai US$ 1,1 miliar. Jumlah tersebut berlaku saat rasio GWM valas masih 3 persen. Sedangkan pada saat diturunkan menjadi 1 persen, setoran hanya sejumlah US$ 379 juta, menyisakan US$ 721 juta di perbankan dan dapat digunakan untuk penyaluran pembiayaan dalam bentuk valas. Posisi DPK dalam bentuk valas per 6 Oktober 2008 mencapai US$ 36 miliar. Peraturan mengenai penyederhanaan penghitungan GWM rupiah, seperti diungkapkan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda Goeltom, untuk membuat likuiditas perbankan lebih memadai. Setiap bank dirasa lebih sederhana dan realistis pada keadaan krisis dengan formula penghitungan 7,5 persen dari total DPK. Penghitungan GWM rupiah tidak dikaitkan lagi dengan tingkat LDR namun persentase dari DPK. 222 Pengamat perbankan, Aviliani, menyatakan sangat setuju dengan langkah pelonggaran likuiditas Bank Indonesia sebab perbankan sedang membutuhkan dana untuk ekspansi kreditnya mengingat pertumbuhan DPK lebih rendah dari pertumbuhan kredit sehingga dapat mencegah pengereman penyaluran kredit, terutama kredit infrastruktur dan sektor riil, serta penyaluran kredit valas untuk pembiayaan impor (Letter of Credit (L/C)). Direktur Retail Banking PT Bank Mega Tbk., Kostaman Thayib, menilai positif kebijakan pelonggaran likuiditas Bank Indonesia tersebut, dengan begitu perbankan bisa menambah kemampuan valas ataupun rupiah untuk disalurkan sebagai pinjaman. Menurut beliau, pengurangan
222
Koran Indonesia, “BI Sisakan US $ 721 Juta Bagi Bank”, www.koranindonesia.com diakses tanggal 20 Maret 2009.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
GWM valas bisa memperbesar likuiditas bank karena uang yang harus disetor oleh bank ke Bank Indonesia berkurang. 223 Pada tanggal 23 Oktober 2008, Bank Indonesia mengeluarkan peraturan No. 10/25/PBI/2008
tentang
perubahan
atas
Peraturan
Bank
Indonesia
No.
10/19/PBI/2008 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan valuta asing. Peraturan ini berlaku efektif pada tanggal 24 Oktober 2008. Berdasarkan peraturan tersebut, GWM Rupiah ditetapkan sebesar 7,5 persen dari DPK dalam Rupiah yang terdiri dari GWM Utama dan GWM Sekunder, dan GWM dalam valuta asing ditetapkan sebesar 1 persen dari DPK dalam valuta asing. GWM Utama dalam Rupiah ditetapkan sebesar 5 persen dari DPK dalam Rupiah yang mulai berlaku pada tanggal 24 Oktober 2008 dan GWM Sekunder dalam Rupiah ditetapkan sebesar 2,5 persen dari DPK dalam Rupiah yang mulai berlaku pada tanggal 24 Oktober 2009. Menurut Deputi Gubernur Bank Indonesia, Muliaman D. Hadad, aturan GWM yang baru ini menjadi salah satu opsi untuk mengendurkan likuiditas yang selama ini agak seret. Harapannya adalah bahwa jika likuiditas banjir maka kemampuan bank untuk ekspansi kredit juga semakin bagus. 224
223
Ibid.
224
Kontan, “GWM Melonggar, Perbankan Geber Kredit”, http://www.kontan.co.id/index.php/Keuangan/news/GWM_Melonggar_Perbankan_Geber_Kredit.htm diakses tanggal 20 Maret 2009. Direktur Keuangan BRI, Abdul Salam, menambahkan, langkah Bank Indonesia menurunkan setoran GWM akan membuat likuiditas melonggar. Oleh karena itu, BRI akan terus menyalurkan kreditnya ke sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). EVP Coordinator Change Management Office Bank Mandiri, Haryanto T. Budiman, mengatakan bahwa penurunan GWM akan membuat likuiditas Mandiri semakin kuat. Dalam hitungan Mandiri, penurunan GWM akan membuat tambahan dana 2 persen dari total DPK yang dimiliki Bank Mandiri. Dengan begitu, tambahan dana ini akan memperbesar kredit Mandiri ke depannya. Ibid.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
C.
Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank
1.
PBI No. 10/25/PBI/2008 Tentang Perubahan Atas PBI No. 10/19/PBI/2008 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Lahirnya PBI No. 10/25/PBI/2008 Tentang Perubahan atas PBI No.
10/19/PBI/2008 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing adalah dampak gejolak ekonomi dan keuangan global yang semakin berpotensi mengurangi kecukupan likuiditas perbankan baik dalam rupiah maupun valuta asing. Untuk mengatasi dampak tersebut dan meminimalkan risiko yang dapat mempengaruhi stabilitas sistem perbankan, Bank Indonesia memandang perlu untuk memberikan fleksibilitas pengaturan likuiditas. Pengaturan likuiditas perbankan antara lain dilakukan melalui penetapan GWM. Sehubungan dengan itu dipandang perlu untuk mengubah ketentuan mengenai GWM pada Bank Indonesia dalam rupiah dan valuta asing dalam Peraturan Bank Indonesia. 225 Terciptanya stabilitas moneter merupakan hal yang sangat diperlukan dalam rangka mewujudkan kondisi perekonomian yang stabil. Untuk menciptakan stabilitas moneter diperlukan langkah-langkah untuk mengatasi krisis ekonomi dan keuangan 225
Lihat menimbang a, b, c, dan d PBI No. 10/25/PBI/2008 Tentang Perubahan Atas PBI No. 10/19/PBI/2008 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
global yang berpotensi menimbulkan kekurangan likuiditas perbankan. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan oleh Bank Indonesia untuk mencapai stabilitas moneter adalah melalui pengaturan likuiditas perbankan. Dalam melakukan pengaturan likuiditas perbankan, salah satu piranti moneter yang dapat digunakan adalah melalui penetapan kebijakan GWM yang merupakan perbandingan antara saldo giro Bank yang wajib ditempatkan pada Bank Indonesia ditambah cadangan minimum yang wajib dipelihara oleh Bank berupa SBI, SUN dan/atau Excess Reserve terhadap DPK yang dimiliki Bank. Sejalan dengan hal tersebut, dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian, kondisi likuiditas perbankan dewasa ini, dan arah kebijakan Bank Indonesia dipandang perlu untuk mengatur kembali ketentuan mengenai GWM sesuai dengan kondisi likuiditas perbankan. Selanjutnya, mengingat perkembangan kondisi perekonomian yang dinamis maka penerapan kebijakan GWM dapat disesuaikan dari waktu ke waktu sejalan dengan arah kebijakan Bank Indonesia. 226 Beberapa ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/19/PBI/2008 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 145, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4904) diubah dalam PBI No. 10/25/PBI/2008.
226
Penjelasan Umum PBI No. 10/25/PBI/2008 Tentang Perubahan Atas PBI No. 10/19/PBI/2008 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Pasal 1 mengenai ketentuan umum diubah dan ditambah dalam ketentuan PBI yang baru. Disebutkan bahwa GWM Utama adalah simpanan minimum yang wajib dipelihara oleh Bank dalam bentuk saldo Rekening Giro pada Bank Indonesia yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari DPK. GWM Sekunder adalah cadangan minimum yang wajib dipelihara oleh Bank berupa SBI, SUN dan/atau Excess Reserve, yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari DPK. Jakarta Interbank Offered Rate, yang untuk selanjutnya disebut JIBOR, adalah suku bunga antar bank untuk berbagai jangka waktu yang ditawarkan oleh bank-bank tertentu di Jakarta. Sertifikat Bank Indonesia yang untuk selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. Surat Utang Negara yang untuk selanjutnya disebut SUN adalah surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Excess Reserve adalah kelebihan saldo Rekening Giro Rupiah Bank dari GWM Utama yang dipelihara di Bank Indonesia. 227 Ketentuan Pasal 2 ditambah 1 ayat, yakni ayat (3) yang menyebutkan bahwa GWM dalam rupiah terdiri dari GWM Utama dan GWM Sekunder. Diantara Pasal 4 dan Pasal 5 disisipkan 1 Pasal, yakni Pasal 4A yang menyebutkan bahwa pemenuhan GWM dalam rupiah adalah GWM Utama dalam
227
Pasal 1 ayat 8-13 PBI No. 10/25/PBI/2008 tentang Perubahan atas PBI No. 10/19/PBI/2008 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
rupiah sebesar 5 persen dari DPK dalam rupiah dan GWM Sekunder dalam rupiah sebesar 2,5 persen dari DPK dalam rupiah. Ketentuan Pasal 7 diubah menjadi bahwa Bank wajib memenuhi GWM secara harian. Pemenuhan GWM dalam valuta asing dan pemenuhan GWM Utama dalam rupiah dihitung dengan membandingkan saldo Rekening Giro Bank pada Bank Indonesia setiap akhir hari dalam satu masa laporan terhadap rata-rata harian jumlah DPK dalam satu masa laporan pada dua masa laporan sebelumnya. Pemenuhan GWM Sekunder dalam rupiah dihitung dengan membandingkan jumlah SBI, SUN dan/atau Excess Reserve setiap akhir hari dalam satu masa laporan terhadap rata-rata harian jumlah DPK dalam satu masa laporan pada dua masa laporan sebelumnya. DPK dalam rupiah dan DPK dalam valuta asing diperoleh dari Laporan DPK dalam Rupiah dan Valuta Asing pada Laporan Berkala Bank Umum sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia mengenai laporan berkala bank umum. Ketentuan Pasal 9 diubah menjadi bahwa DPK terdiri dari rata-rata harian total DPK dalam rupiah pada seluruh kantor Bank di Indonesia dan rata-rata harian total DPK dalam valuta asing pada seluruh kantor Bank di Indonesia. DPK dalam rupiah meliputi kewajiban dalam rupiah kepada pihak ketiga bukan bank, baik kepada penduduk maupun bukan penduduk, yang terdiri dari giro, tabungan, simpanan berjangka/deposito dan kewajiban-kewajiban lainnya. DPK dalam valuta asing meliputi kewajiban dalam valuta asing kepada pihak ketiga, termasuk bank di Indonesia, baik kepada penduduk maupun bukan penduduk, yang terdiri dari giro, tabungan, simpanan berjangka/deposito, dan kewajiban-kewajiban lainnya.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Pasal 11 dan Pasal 12 dihapus dalam PBI No. 10/25/PBI/2008 sehingga dengan demikian jasa giro terhadap bagian tertentu dari GWM tidak ada lagi diberikan terhadap Bank yang memenuhi GWM dalam rupiah. Pasal 13 diubah menjadi bahwa bank yang melanggar kewajiban pemenuhan GWM dalam rupiah dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 125 persen (seratus dua puluh lima persen) dari rata-rata suku bunga jangka waktu satu hari overnight dari JIBOR pada hari terjadinya pelanggaran, terhadap kekurangan GWM dalam rupiah, untuk setiap hari pelanggaran. Bank yang melanggar kewajiban pemenuhan GWM dalam valuta asing dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 0,04 persen per hari kerja, yang dihitung dari selisih antara saldo harian Rekening Giro Valas Bank pada Bank Indonesia yang wajib dipenuhi dengan saldo harian Rekening Giro Valas Bank yang dicatat pada sistem akunting Bank Indonesia. Sanksi kewajiban membayar dibayarkan dalam valuta rupiah dengan menggunakan kurs transaksi Bank Indonesia pada hari terjadinya pelanggaran. Sanksi dikecualikan bagi Bank yang mendapatkan insentif kelonggaran pemenuhan kewajiban GWM dalam rupiah. Pasal 14 diubah menjadi bahwa selain dikenakan sanksi bank yang tidak memenuhi kewajiban GWM dalam rupiah, GWM dalam valuta asing, dan/atau GWM Utama dan GWM Sekunder dapat dikenakan sanksi administratif 228 sebagaimana 228
1. 2. 3. 4. 5.
Sanksi administratif yang dimaksud dalam pasal ini dapat berupa: Denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu sebagai akibat tidak dipenuhinya ketentuan dalam undang-undang ini; Penyampaian teguran-teguran tertulis; Penurunan tingkat kesehatan bank; Larangan turut serta dalam kliring; Pembekuan kegiatan usaha baik secara keseluruhan atau untuk beberapa cabang;
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
dimaksud dalam Pasal 52 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998. 229 Ketentuan Pasal 15 diubah menjadi bahwa pengenaan sanksi dilaksanakan dengan mendebet Rekening Giro Rupiah Bank pada Bank Indonesia. Pendebetan Rekening Giro Rupiah Bank dalam rangka pengenaan sanksi dilakukan paling lambat pada tiga hari kerja berikutnya setelah tanggal terjadinya pelanggaran GWM. Dalam hal dikemudian hari diketahui terjadi kekurangan atau kelebihan dalam pendebetan yang terkait dengan pengenaan sanksi, Bank Indonesia dapat langsung mendebet atau mengkredit Rekening Giro Bank yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement. Dalam hal saldo Rekening Giro Rupiah Bank tidak mencukupi untuk pendebetan sanksi, maka atas kekurangan tersebut juga dikenakan sanksi. Kewajiban membayar sebesar 125 persen dari rata-rata suku bunga jangka waktu satu hari overnight dari JIBOR pada hari terjadinya pelanggaran, terhadap kekurangan GWM dalam rupiah, untuk setiap hari pelanggaran. Diantara Pasal 15 dan Pasal 16 disisipkan 2 Pasal, yakni Pasal 15A dan Pasal 15B yang menyebutkan bahwa pemenuhan GWM Utama dalam rupiah mulai berlaku pada tanggal 24 Oktober 2008. Pemenuhan GWM Sekunder dalam rupiah mulai berlaku pada tanggal 24 Oktober 2009. Untuk pelanggaran kewajiban pemenuhan 6.
Pencabutan izin usaha. Penjelasan Pasal 52 Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan. 229 Pasal 52 Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan menyebutkan bahwa Bank Indonesia dapat menetapkan sanksi administratif kepada bank yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang ini atau menyampaikan pertimbangan kepada Menteri untuk mencabut izin usaha bank yang bersangkutan.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
GWM Utama dalam rupiah dikenakan sejak tanggal 24 Oktober 2008. Untuk pelanggaran kewajiban pemenuhan GWM Sekunder dalam rupiah dikenakan sejak tanggal 24 Oktober 2009. Diantara Pasal 16 dan Pasal 17 disisipkan 1 Pasal, yakni Pasal 16A yang menyebutkan bahwa dengan berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini maka Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/33/DPNP tanggal 15 Oktober 2008 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 2.
Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank Berbagai langkah mengatasi seretnya likuiditas masih terus dilakukan. Setelah
membuka ruang bagi perbankan untuk meningkatkan likuiditasnya, kini giliran beban kewajiban pada bank sentral dikendurkan. Bank pun diuji menghitung risiko. Salah satunya menyangkut ketentuan GWM. Aturan GWM tambahan terkait LDR diterapkan sejak 2005. Kebijakan tersebut diterapkan untuk mendorong fungsi intermediasi bank yang rendah dan menyerap likuiditas berlebih di pasar. Bank yang memiliki rasio LDR rendah dikenai GWM lebih tinggi. Penambahan GWM berdasarkan LDR berkisar 1-5 persen. Sebelum penerapan aturan tersebut Bank Indonesia hanya mengenakan GWM wajib sebesar 5 persen dari DPK. 230 Saat ini kondisi pertumbuhan kredit sudah di atas 35 persen dan LDR sudah 70-80 persen. Deputi Gubernur Bank Indonesia, Hartadi A. Sarwono, mengemukakan
230
Inilah.com, “Aturan GWM Uji Kemampuan http://www.inilah.com/rubrik/ekonomi/keuangan/ diakses tanggal 19 September 2008.
Bank”,
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
melihat kondisi pertumbuhan kredit dan LDR saat ini terlihat bahwa aturan GWM sudah tidak relevan. Beliau mengatakan bahwa GWM tidak lagi dikaitkan dengan LDR. GWM bisa dikaitkan dengan kepemilikan surat utang. Artinya, buat bank-bank tidak di-required memberikan cash disimpan sebagai GWM. Tapi bisa dengan surat utang untuk yang mempunyai surat utang. Hartadi menilai bahwa yang terpenting adalah bagaimana menjaga agar tidak terjadi kekurangan likuditas di perbankan. Menurut beliau bahwa yang penting adalah tetap konsisten dengan kondisi makro secara keseluruhan, nilai tukar maupun inflasi. Sebelumnya, untuk melonggarkan likuiditas, Bank Indonesia telah menurunkan bunga repo menjadi BI Rate plus 100 basis poin. 231 Kalangan bankir mengapresiasi langkah Bank Indonesia menurunkan bunga repo sebagai upaya menginjeksi likuiditas di perbankan. Industri perbankan akan diuji kemampuan manajemen risikonya dalam menyikapi kondisi pasar. Sementara Ketua Perbanas, Jos Luhukay, mengatakan bahwa dipangkasnya bunga repo adalah upaya Bank Indonesia untuk mengendalikan likuiditas dalam rangka menjaga inflasi. Hal itu disambut baik oleh dunia perbankan. Jos menilai bahwa kebijakan positif otoritas moneter itu harus diikuti sikap proaktif manajemen perbankan dalam menyikapi kondisi pasar yang terus berkembang. Konsekuensi lanjutannya akan terlihat kualitas manajemen risiko di suatu bank. Maka akan terlihat mana bank yang secara cermat memperhitungkan risiko dalam upaya pemenuhan pendanaannya, juga akan terlihat mana bank yang masih terus mengucurkan kredit hanya untuk mencari margin bunga 231
Ibid.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
tanpa memperhitungkan kualitas likuiditasnya. Ini akan ikut menunjukkan kematangan manajemen risiko masing-masing bank. 232 Keputusan Bank Indonesia dalam menurunkan kewajiban setoran GWM dari sebelumnya 9,08 persen dari total DPK menjadi hanya 7,5 persen tidak lagi mengaitkan besaran setoran GWM dengan rasio penyaluran kredit oleh perbankan (LDR), dan diambil untuk memberi perbankan kelebihan likuiditas. Lebih lanjut, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda Goeltom, juga menyatakan pihaknya juga tidak mengkhawatirkan dampak dari kebijakan itu terhadap permodalan perbankan mengingat rasio kecukupan modal (CAR) yang berada pada kisaran 16 persen atau jauh lebih tinggi dari standar internasional. Beliau mengatakan bahwa kalaupun turun menjadi 12 persen, perbankan berarti masih memiliki ruang untuk memberi pembiayaan hingga Rp 277 triliun. Menurut Miranda, dalam perubahan kebijakan terkait GWM tersebut, perhitungannya lebih sederhana dan Bank Indonesia lebih mengukur dampak volatilitas likuiditas perbankan.233 Kebijakan ini diharapkan dapat berpotensi menambah likuiditas perbankan dalam rupiah sekitar Rp 50 triliun dan dalam valas sebesar 721 juta dollar AS. Serta pemenuhan GWM sekunder diberikan masa transisi 1 tahun (paling lambat Oktober
232 233
Ibid.
Inilah.com, “GWM Turun Menjadi http://www.inilah.com/rubrik/ekonomi/keuangan/ diakses tanggal 23 April 2009.
7,5
Persen”,
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
2009) guna memberikan ruang bagi perbankan untuk melakukan penyesuaian terkait dengan aturan tersebut sehingga tidak memberikan tekanan di pasar uang. 234 Bank Indonesia memberikan fleksibilitas dalam penerapan aturan GWM rupiah baru sebesar 7,5 persen. Aturan ini akan memberikan fleksibilitas bagi pemenuhan aturan GWM baru yaitu 5 persen untuk GWM cash dan 2,5 persen untuk secondary reserve. Menurut Deputi Gubernur Bank Indonesia, Siti Chalimah Fadjrijah, aturan tersebut merupakan penyempurnaan cara pemenuhan GWM baru sebagai tambahan dari PBI NO. 10/19/PBI/2008 tanggal 14 Oktober 2008, GWM Rupiah yang ditetapkan sebesar 7,5 persen dari DPK. Masa transisi untuk pemenuhan secondary reserve ditetapkan selama 1 tahun sejak berlakunya ketentuan atau selambat-lambatnya 24 Oktober 2009. Bank Indonesia memberikan kelonggaran dengan tidak memberikan sanksi bagi bank yang belum dapat memenuhi kewajiban secondary reserve dalam masa transisi. Selain itu, Bank Indonesia tidak memberikan jasa giro (remunerasi) atas saldo simpanan giro bank di Bank Indonesia maupun atas secondary reserve. 235 Tidak semua kebijakan yang dilakukan Bank Indonesia berimbas positif bagi bank-bank nasional. Buktinya NISP dengan ketentuan Bank Indonesia yang menetapkan GWM 7,5 persen, NISP harus menyetor tambahan Rp 500 juta per bulan. Menurut calon Direktur Utama NISP, Parwati Surjaudaja, Bank NISP yang 234
Kompas.com., “BI: Pelonggaran Likuiditas Perbankan Antisipasi Gejolak Ekonomi”, http://www.kompas.com/read/xml/2008/10/24/08421768/BI.Pelonggaran.Likuiditas.Perbankan.Antisip asi.Gejolak.Ekonomi diakses tanggal 23 April 2009. 235 Inilah.com, “BI Longgarkan GWM”, http://www.inilah.com/rubrik/ekonomi/keuangan/ diakses tanggal 23 April 2009.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
sebelumnya menetapkan GWM sebesar 7 persen harus menambah jumlah likuiditas guna penjaminan ke Bank Indonesia. Beliau mengatakan bahwa mereka memiliki potential lost sekitar Rp 500 juta per bulan untuk setor ke Bank Indonesia guna meningkatkan jumlah penjaminan. Namun untuk mengantisipasi hal itu, Parwati mengungkapkan NISP akan menurunkan LDR-nya dari yang sebelumnya 92 persen menjadi di bawah 90 persen. 236 Maka dari hal ini dapat dilihat bank bank tersebut tersebut harus menurunkan rasio penyaluran kreditnya ke masyarakat agar dapat memenuhi GWM-nya di Bank Indonesia. Kebijakan Bank Indonesia atas penurunan GWM pun mendapat keluhan dari bank-bank kecil. Pasalnya bank-bank tersebut malah mengalami kenaikan GWM. Ketua Perbankan Nasional, Sigit Pramono, mengatakan bahwa mereka mendapat masukan ternyata GWM bank-bank kecil malah naik. Kendati tidak dapat menyebutkan berapa bank yang mengeluhkan atas kebijakan Bank Indonesia tersebut, menurut Sigit, Bank Indonesia sudah memberi respon, berupa pelonggaran waktu atas penerapan GWM terhadap bank-bank yang belum siap. Selain pelonggaran waktu, kebijakan Bank Indonesia tersebut harus diperbaiki penerapannya, sehingga tidak menimbulkan ekses terhadap bank yang GWM-nya justru menjadi naik. 237 Kendati penurunan GWM akan melonggarkan likuiditas hingga Rp 20 triliun, puluhan bank dengan LDR tinggi justru makin kesulitan karena harus menyerahkan
236
Inilah.com, “Potential-Lost NISP Rp 500 Juta Per Bulan”, http://www.inilah.com/rubrik/ekonomi/keuangan/ diakses tanggal 23 April 2009. 237 Inilah.com, “GWM Turun, Bank Kecil Sengsara”, http://www.inilah.com/rubrik/ekonomi/keuangan/ diakses tanggal 21 Oktober 2008.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
giro tambahan kepada Bank Indonesia. Berdasarkan data yang dihimpun harian Bisnis, setidaknya 35 bank memiliki LDR di atas 90 persen. Dari jumlah tersebut, sebagian terpaksa menyediakan dana tambahan 0,5 persen dari DPK sebagai GWM. Besar kemungkinan rasio LDR bank-bank tersebut akan meningkat mengingat terjadi pertumbuhan kredit yang cukup besar pada kuartal ketiga tahun 2008 ini. 238 Pada saat yang sama, pertumbuhan dana seret, di tengah kekeringan likuiditas yang melanda pasar keuangan. PT Bank NISP Tbk, misalnya, dengan ketentuan lama mewajibkan mereka menempatkan 7 persen DPK rupiah yang dihimpun sebagai giro pada Bank Indonesia. Direktur Utama Bank NISP, Parwati Surjaudaja, mengatakan bahwa setoran GWM setelah aturan baru bertambah 0,5 persen. 239 Tambahan Rp 60 miliar juga wajib disedikan Bank Artha Graha. Wadirut PT Bank Artha, Graha Wisnu Tjandra, mengatakan bahwa mereka yang sudah susah payah menyalurkan kredit malah dimintai dana tambahan, sementara bank ber-LDR rendah justru mendapatkan pengembalian likuiditas. Bank NISP dan Bank Artha Graha adalah dua bank dengan LDR di atas 90 persen, bersama puluhan bank lain seperti PT Bank UOB Buana Tbk, PT Bank Muamalat Indonesia Tbk, PT Bank CIMB Niaga dan bank-bank lain dengan skala lebih kecil. Dua bank besar yakni PT Bank Panin Tbk dan PT Bank Danamon Tbk luput dari permasalahan tersebut. Bank
238
Bisnis.com, “Regulasi GWM Sulitkan Puluhan Bank”, http://web.bisnis.com/edisicetak/edisi-harian/keuangan diakses tanggal 23 April 2009. 239 Ibid. Setelah perhitungan baru dikeluarkan, NISP harus menyetor GWM ke Bank Indonesia sebesar 7,5 persen atau bertambah 0,5 persen. Parwati Surjaudaja menjelaskan bahwa untuk mengantisipasi berkurangnya likuiditas karena menambah setoran GWM maka NISP akan menurunkan rasio kredit terhadap simpanan atau LDR dari 92 persen menjadi di bawah 90 persen. Ibid.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Danamon mencatat LDR 90,7 persen hingga September 2008. Bank ini selamat dari kewajiban menambah dana GWM karena memiliki DPK di atas Rp 50 triliun. Ini membuat bank tersebut wajib menaruh 8 persen DPK di Bank Indonesia dengan GWM lama, lebih tinggi dari ketentuan baru yang secara seragam dikenakan 7,5 persen. Direktur Keuangan, Vera Eve Lim, menyatakan bahwa berkurangnya porsi penyisihan untuk GWM itu akan digunakan untuk memenuhi permintaan penarikan dana tunai. Bank Panin juga tak perlu menyetor dana tambahan karena LDR-nya justru menurun saat ini. Direktur Bank Panin, Gunawan Santoso, mengatakan bahwa mereka tidak terkena pengaruh karena LDR sudah di bawah 90 persen. 240 Beban GWM bertambah juga dialami oleh bank-bank dengan dana pihak ketiga di bawah Rp 1 triliun, dengan LDR di atas 60 persen. Di atas kertas bank-bank seperti ini justru wajib menambah giro 0,5 persen - 2,5 persen. Beberapa di antaranya yakni PT Metro Express, PT Hana Bank, PT Royal Bank Indonesia, PT Bank Bisnis Indonesia, dan PT Bank Kesejahteraan. Wisnu mempertanyakan konsistensi bank sentral dalam mengeluarkan ketentuan baru. Beliau mengatakan bahwa dulu bank mendapat insentif GWM lebih rendah saat menyalurkan kredit dengan baik. Dengan dicabutnya ketentuan lama, maka mereka justru terbeban. Beliau meminta agar Bank Indonesia meninjau ulang ketentuan baru GWM yang berlaku mulai 24 Oktober itu. 241
240
Ibid. Ibid. Menurut Wadirut PT Bank Artha Graha, Wisnu Tjandra, Bank Indonesia tetap turunkan GWM, tetapi dengan formula yang mendukung bank untuk lebih menyalurkan kredit. Wisnu 241
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Pada perkembangan terpisah, sekitar 50 bank kecil yang terkena imbas negatif ketentuan baru GWM akan mendesak Bank Indonesia melakukan evaluasi atas regulasi tersebut. Kami harus menanggung beban tambahan. Setidaknya ada 50 bank yang dana pihak ketiganya di bawah Rp10 triliun harus menanggung beban tambahan GWM. Direktur Bank Hana, Edy Kuntardjo, mengatakan pihaknya harus menambah GWM sebesar 2,5 persen dengan adanya ketentuan baru tersebut. Bank Hana memiliki DPK sebesar Rp 450 miliar. Dengan ketentuan lama, giro wajib bank 5 persen karena DPK di bawah Rp 1 triliun, dengan LDR di atas 100 persen. 242 Saat ini Bank Indonesia mematok bank nasional untuk memelihara GWM minimal sebesar 5 persen. Artinya, semakin rendah GWM, semakin tinggi uang beredar. Sebaliknya, semakin tinggi GWM, semakin rendah uang beredar. Penetapan besaran GWM merupakan salah satu strategi Bank Indonesia dalam mengawal laju inflasi agar tidak bergerak liar. Selama ini GWM sering diotak-atik sebagai tumpuan tingkat likuiditas bank nasional. Efektif tanggal 31 Agustus 2005, GWM minimal 5 persen dikaitkan dengan LDR. Bank dengan LDR di atas 90 persen, 75-90 persen, 6075 persen masing-masing wajib menambah GWM 0 persen, 1 persen, dan 2 persen. Bank dengan LDR di atas 50-60 persen, 40-50 persen, dan di bawah 40 persen diwajibkan menambah GWM masing-masing 3 persen, 4 persen, dan 5 persen. Lantas pada September 2008, Bank Indonesia mengubah komposisi GWM yang dikaitkan
menambahkan, sudah selayaknya bank-bank dengan LDR rendah dan banyak menempatkan dana pada Sertifikat Bank Indonesia dikenakan GWM tinggi seperti rumus pada ketentuan yang lama. 242 Ibid.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
dengan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan surat utang negara (SUN). Kini Bank Indonesia juga menyetujui pooling fund dengan menggunakan GWM. 243 Pengelolaan bank dapat menggunakan asas-asas pengelolaan aktiva-pasiva (assets-liability management). Karena aspek-aspek yang dikelola oleh bank dapat dibedakan berdasarkan pos-pos neraca, yaitu aktiva (assets) dan pasiva (liability dan equity). Dua model manajemen pengelolaan aktiva-pasiva yang paling dikenal adalah model pool dana (the pool of fund approach) dan model alokasi asset (assets allocation model). Dalam model alokasi asset, alokasi dana yang dihimpun disesuaikan dengan jenis dan sifat sumber dana. Model pool dana menyarankan agar dana-dana yang dikumpulkan bank ditampung (pool) secara keseluruhan, baru kemudian disalurkan berdasarkan tujuan atau kebutuhan. 244 Seperti yang diketahui dalam bab sebelumnya bahwa GWM mempengaruhi uang beredar di masyarakat. Bank umum dapat mempengaruhi jumlah uang beredar di masyarakat melalui penyaluran kredit kepada masyarakat. Hal ini dikarenakan bank umum mempunyai hak untuk menciptakan uang giral. Dengan naiknya GWM maka akan mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat karena bank harus memenuhi kewajiban pemenuhan likuiditas wajib minimumnya terhadap Bank Indonesia.
243
Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, “Menimbang Untung Rugi Pooling Fund”, http://www.kanwilpajakwpbesar.go.id/index.php?task=news diakses tanggal 26 Mei 2009. Pooling fund adalah konsorsium pendanaan oleh perbankan nasional. Pooling fund akan sangat bermanfaat, terutama bagi bank papan bawah yang pada umumnya memiliki modal terbatas. Ibid. 244 Mandala Manurung dan Prathama Rahardja, Op.cit., hlm. 164, 165-167.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Persentase GWM mempengaruhi daya ekspansi kredit. Jika bank sentral menurunkan GWM maka daya ekspansi kredit bank umum akan meningkat, sehingga jumlah uang beredar bertambah. Sebaliknya jika GWM dinaikkan maka daya ekspansi kredit bank umum menurun dan jumlah uang beredar juga berkurang.245 Aturan GWM yang baru yaitu penyederhanaan perhitungan GWM dan tidak mengkaitkan GWM dengan tingkat LDR menjadi salah satu opsi untuk mengendurkan likuiditas yang selama ini agak seret. Harapannya adalah jika likuiditas banjir maka kemampuan bank untuk ekspansi kredit juga semakin bagus. 246 Namun tidak semua kebijakan yang dilakukan Bank Indonesia berimbas positif bagi bank-bank nasional. 247 Beberapa bank dengan tingkat LDR yang tinggi malah harus menambah GWM mereka ke Bank Indonesia.
245
Ibid., hlm. 246. Kontan, “GWM Melonggar, Perbankan Geber Kredit”, http://www.kontan.co.id/index.php/Keuangan/news/GWM_Melonggar_Perbankan_Geber_Kredit.htm diakses tanggal 20 Maret 2009. 247 Inilah.com, “Potential-Lost NISP Rp 500 Juta Per Bulan”, http://www.inilah.com/rubrik/ekonomi/keuangan/ diakses tanggal 23 April 2009. 246
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan Berdasarkan uraian pada bab-bab terdahulu, dikaitkan dengan rumusan
permasalahan penelitian, dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Perlunya pengaturan GWM dalam hukum perbankan di Indonesia adalah untuk menjaga stabilitas moneter, memberikan fleksibilitas pengaturan likuiditas, dan menentukan besarnya biaya dana bank. Dampak gejolak ekonomi dan keuangan global berpotensi mengurangi kecukupan likuiditas perbankan baik dalam rupiah maupun valuta asing. Bank Indonesia memandang perlu untuk memberikan fleksibilitas pengaturan likuiditas antara lain melalui penetapan GWM untuk mengatasi dampak tersebut dan meminimalkan risiko yang dapat mempengaruhi stabilitas sistem perbankan. Kondisi perekonomian nasional yang stabil perlu tetap dijaga antara lain melalui stabilitas moneter. Stabilitas moneter dapat dicapai melalui pengendalian uang beredar yang antara lain dilakukan melalui pengaturan likuiditas perbankan termasuk penetapan GWM. Pengaturan mengenai GWM yang berlaku disesuaikan dengan kondisi likuiditas perbankan dari waktu ke waktu. Sehubungan dengan itu dipandang perlu untuk mengatur ketentuan mengenai GWM pada Bank Indonesia dalam rupiah dan valuta asing dalam suatu Peraturan Bank Indonesia. Penentuan besarnya biaya dana merupakan
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
aktivitas penting guna mengetahui besarnya keseimbangan antara keuntungan yang diharapkan dengan risiko yang mungkin dihadapi dalam operasional bank. Semakin tinggi cadangan wajib maka semakin tinggi pula biaya dana bank. 2. Peranan GWM dikaitkan dengan likuiditas perbankan dapat dilihat dari bank dalam melakukan kegiatan usahanya terutama dalam hal penghimpunan dana diwajibkan memelihara sejumlah likuiditas tertentu dari total DPK yang dihimpun oleh bank pada suatu periode tertentu. Jumlah likuiditas yang wajib dipelihara oleh setiap bank harus ditempatkan dalam rekening giro bank yang bersangkutan pada Bank Indonesia. Likuiditas wajib ini disebut GWM. Posisi GWM ini harus dilaporkan kepada Bank Indonesia. Ketentuan GWM dapat dibedakan dalam dua kategori perhitungan, yaitu GWM dalam rupiah dan valuta asing. Sebagian besar kewajiban dari bank adalah dalam bentuk giro dimana nasabah secara legal dapat mengakses dan menarik dananya setiap saat. Bank yang tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada deposan dikatakan tidak likuid (illiquid). Apabila sejumlah besar bank secara serentak mengalami kondisi tidak likuid akan terjadi kekacauan pada aliran pembayaran barang dan jasa secara nasional dan menimbulkan potensi dampak negatif yang lebih luas kepada perekonomian. Kebutuhan likuiditas suatu bank dipergunakan untuk memenuhi ketentuan GWM agar saldo rekening yang ada pada bank koresponden selalu berada pada jumlah yang
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
ditentukan dan memenuhi penarikan dana baik oleh nasabah debitur maupun deposan. 3. PBI No. 10/25/PBI/2008 tentang Perubahan atas PBI No. 10/19/PBI/2008 Tentang GWM Bank Umum pada Bank Indonesia dalam rupiah dan valuta asing, dikaitkan dengan teori utilitarisme, memberikan manfaat terhadap sistem perbankan. Kebijakan penurunan GWM tersebut berpotensi menambah likuiditas perbankan dalam rupiah sekitar Rp 50 triliun dan dalam valas US$ 721 juta. Jika likuiditas banjir maka kemampuan bank untuk menyalurkan kredit juga semakin bagus. Namun tidak semua kebijakan yang dilakukan Bank Indonesia berimbas positif bagi bank-bank nasional. Puluhan bank dengan LDR tinggi justru makin kesulitan karena harus menyerahkan giro tambahan kepada Bank Indonesia. Hal ini disebabkan karena tidak dikaitkannya lagi GWM dengan LDR sehingga bank-bank yang sebelumnya mendapatkan jasa giro bagi pemenuhan GWM efektif lebih dari 5 persen harus menambah GWM-nya di Bank Indonesia. Beban GWM bertambah juga dialami oleh bank-bank dengan DPK di bawah Rp 1 triliun, dengan LDR di atas 60 persen. Di atas kertas bank-bank seperti ini justru wajib menambah giro 0,5 persen - 2,5 persen. Bank-bank tersebut sudah mengalami kesulitan menyalurkan kredit malah dimintai dana tambahan, sementara bank ber-LDR rendah justru mendapatkan pengembalian likuiditas.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
B.
Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat disarankan sebagai berikut: 1. Pengaturan mengenai GWM yang berlaku perlu disesuaikan dengan kondisi likuiditas perbankan dari waktu ke waktu sehingga pada saat penerapannya tidak menimbulkan permasalahan. Hal ini agar sesuai dengan prinsip utilitarian yang menyatakan bahwa suatu kebijaksanaan atau tindakan dinilai baik secara moral kalau mendatangkan manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang. 2. Bank harus benar-benar dapat mengikuti pola perilaku penarikan nasabah gironya terutama nasabah-nasabah utamanya karena mobilitas dana yang bersumber dari giro sangat tinggi yang pada gilirannya akan mempengaruhi pola manajemen likuiditas bank. Penghitungan besarnya biaya dana bank perlu memperhatikan ketentuan cadangan wajib yang ditetapkan Bank Indonesia, mengingat besarnya cadangan wajib akan mempengaruhi besarnya biaya dana. 3. Melihat kondisi beberapa bank yang mengalami kenaikan GWM maka sebaiknya Bank Indonesia memberi pelonggaran waktu atas penerapan GWM terhadap bank-bank yang belum siap. Selain pelonggaran waktu, kebijakan Bank Indonesia tersebut harus diperbaiki penerapannya, sehingga tidak menimbulkan ekses terhadap bank yang GWM-nya justru menjadi naik.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Dengan demikian bank-bank dapat memenuhi kewajiban pemenuhan GWMnya dan melaksanakan fungsinya untuk menyalurkan kredit ke masyarakat.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
DAFTAR PUSTAKA
Buku Abdullah, M. Faisal, Manajemen Perbankan (Teknik Analisis Kinerja Keuangan Bank). Malang: Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang. 2005. Ali, Masyud, Manajemen Risiko, Strategi Perbankan Dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2006. Bahsan, M., Giro Dan Bilyet Giro Perbankan Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2005. Bruggink, J.J.H., Refleksi Tentang Hukum. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. 1999. Cargill, Thomas F., Money, the Financial System, and Monetary Policy. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. 1983. Dendawijaya, Lukman, Manajemen Perbankan. Jakarta: Ghalia Indonesia. 2001. Dirdjosisworo, Soedjono, Hukum Perusahaan Mengenai Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung: Mandar Maju. 2003. Fuady, Munir, Hukum Perbankan Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. 1999. Friedrich, Carl Joachim, Filsafat Hukum Perspektif Historis. Bandung: PNM. 2004. Gandapradja, Permadi, Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2004. HLB Hadori & Rekan, Studi Ekonomi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia. 2002. -------------------, Studi Hukum Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia. 2002. -------------------, Studi Keuangan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia. 2002.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
-------------------, BI dan BLBI Suatu Tinjauan dan Penilaian Aspek Ekonomi, Keuangan, dan Hukum. Jakarta: Bank Indonesia. 2002. Huijbers, Theo, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah. Yogyakarta: Kanisius. 1982. Ibrahim, Johnny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Surabaya: Bayumedia Publishing. 2005. Kasmir, Bank & Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2007. Keraf, Sonny, Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya. Yogyakarta: Kanisius. 1998. Koch, Timothy W., Bank Management, International Edition. Florida: The Dryden Press. 1995. Kusumaatmadja, Mochtar, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan, Kumpulan Karya Tulis, (Bandung: PT. Alumni, 2002) Lash, Nicholas A., Banking Law And Regulations, An Economic Perspective, New Jersey: Prentice-Hall, Inc. 1987. Manurung, Mandala dan Prathama Rahardja, Uang, Perbankan, dan Ekonomi Moneter (Kajian Kontekstual Indonesia). Jakarta: Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 2004. Nasution, Bismar, Hukum Kegiatan Ekonomi. Bandung: BooksTerrace & Library. 2007. Pohan, Aulia, Kerangka Kebijakan Moneter & Implementasinya Di Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2008. Rachbini, Didik J., Bank Indonesia Menuju Independensi Bank Sentral. Jakarta: PT Mardi Mulyo. 2000. Rahardjo, Satjipto, Biarkan Hukum Mengalir. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. 2007. S., Otje Salman, Teori Hukum. Bandung: PT Refika Aditama. 2004. Sastradipoera, Komaruddin, Menejemen Perbankan. Bandung: Kappa-Sigma. 2001.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Siamat, Dahlan, Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 2004. Simorangkir, O.P., Pengantar Lembaga Keuangan Bank & Nonbank, (Bogor Selatan: Penerbit Ghalia Indonesia, 2000), Sitompul, Zulkarnain, Problematika Perbankan. Bandung: BooksTerrace & Library. 2005. --------------------------, Perlindungan Dana Nasabah Suatu Gagasan Tentang Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia. Jakarta: Sekolah Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 2002. Suhardi, Gunarto, Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi, (Yogyakarta: Penerbitan Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2002) Usman, Rachmadi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2001.
Peraturan Perundang-undangan Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia. Undang-undang No. 13 tahun 1968 tentang Bank Sentral. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Undang – Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/25/PBI/2008 Tentang Perubahan atas PBI Nomor 10/19/PBI/2008 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing. Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/19/PBI/2008 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/49/PBI/2005 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/15/PBI/2004 Tentang Giro Wajib
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/29/PBI/2005 Tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/15/PBI/2004 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing. Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/15/PBI/2004 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing tanggal 1 Juli 2004. Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/9/PBI/2004 Tentang Tindak Lanjut Pengawasan Dan Penetapan Status Bank Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/PBI/2004 Tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Sita Atas Giro Wajib Minimum Bank – Bank di Bank Indonesia.
Internet Ayunk Syahrullah, “Jenis – jenis alokasi dana bank,” http://asrivanet.blogspot.com/2008/09/jenis-jenis-alokasi-danabank.html diakses tanggal 1 Oktober 2008. Badan Kebijakan Fiskal, Departemen Keuangan Republik Indonesia,“Glosarium Fiskal”http://www.fiskal.depkeu.go.id/webbkf/link.asp?link=1170000 diakses tanggal 30 Maret 2009. Bank Indonesia, Muliaman D Hadad, Wimboh Santoso, Dwityapoetra S, “Studi Biaya Beberapa Bank Besar Di Indonesia Apakah Kredit Bank Umum Overpriced”, http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/B90F9B4F-E1CE4656-913544694D6B0384/7832/Studibiayaintermediasibbrpbankbesar.pdf hlm. 4, diakses tanggal 14 Mei 2009. ------------------, http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/28792F55-50C7-4A34-BBF40B58BB78094C/14797/Materi_Diseminasi_PBI_GWM.pdf diakses tanggal 27 Pebruari 2009.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
------------------, http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Kebijakan+Moneter/ diakses tanggal 27 Pebruari 2009. ------------------, “Peraturan Bank Indonesia No. 10/25/PBI/2008 tentang Perubahan Atas PBI No. 10/19/PBI/2008 Tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing”, http://www.bi.go.id/web/id/Peraturan/Perbankan/ diakses tanggal 27 Pebruari 2009. ------------------, “Pokok-Pokok Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 5/15/PBI/2004, PBI No. 7/29/PBI/2005, dan PBI No. 7/49/PBI/2005 menjadi PBI No. 10/19/PBI/2008 dan PBI No. 10/25/PBI/2008 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing” ,http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/28792F55-50C7-4A34-BBF40B58BB78094C/14797/Materi_Diseminasi_PBI_GWM.pdf diakses tanggal 23 April 2009. ------------------, http://www.Bank Indonesia.go.id/web/id/Kamus/ diakses tanggal 30 Maret 2009. ------------------, “Bank Dalam Pengawasan Khusus”, http://www.bi.go.id/web/id/Info+Penting/Special+Surveillance+Unit diakses tanggal 15 Mei 2008Bank Indonesia, “Siaran Pers No. 10/41/PSHM/Humas – Bank Sentral Republik Indonesia,” http://www.BankIndonesia.go.id/web/id/Ruang+Media/Siaran+Pers/ diakses tanggal 1 Oktober 2008. BBC
Indonesia, “Bank Century Diambil Alih LPS”, http://www.bbc.co.uk/indonesian/news/story/2008/11/081121_century bank.shtml diakses tanggal 13 Mei 2009.
Berita Indonesia, “Antara LDR, Fungsi Intermediasi, dan Sektor Riil”, http://www.beritaindonesia.co.id/cms/index.php diakses tanggal 14 Mei 2009. Business Dictionary.com, http://www.businessdictionary.com/definition/underlyingtransaction.html diakses tanggal 17 Mei 2009. Bisnis Indonesia Online, “Regulasi GWM Sulitkan Puluhan Bank”, www.bisnis.com diakses tanggal 24 April 2009.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
-------------------, “Regulasi GWM Sulitkan Puluhan Bank”, http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi-harian/keuangan diakses tanggal 23 April 2009. Blurtit, “Can You Describe Fixed Fiduciary System and Proportional Reserve System?,” http://www.blurtit.com/Business_Finance/Business/Accountancy/ diakses tanggal 30 Maret 2009. Detik
Finance, ”BI Keluarkan 5 Aturan Pelonggaran http://www.detikfinance.com/kanal/5/moneter diakses Maret 2009.
Likuiditas”, tanggal 20
Economics and Politics Message Board, “Partial Reserve Banking System, ”http://mb.sparknotes.com/mb.epl?b=43&m=1267552&p=3&t=35717 8 diakses tanggal 30 Maret 2009. Editorial
Hukum
Media Masa Indonesia, “Kelonggaran http://opini.wordpress.com/2007/01/17/kelonggaran-kredit/ tanggal 14 Mei 2009.
Kredit”, diakses
Online, “Duh, Sulitnya Mencairkan Rekening,” http://hukumonline.com/berita.asp diakses tanggal 1 Oktober 2008.
Indonesia Equity Research, ”Regulasi baru yang dapat membawa kondisi positif untuk sector perbankan”, http://www.aaasecurities.com/_cms/getfile.php?fn=research/equity/co mpany_update/Banking-Bahasa-16Jan06-AAASecurities.pdf diakses tanggal 24 April 2009. Inilah.com,
“GWM Turun Menjadi 7,5 Persen”, http://www.inilah.com/rubrik/ekonomi/keuangan/ diakses tanggal 23 April 2009.
------------------, “BI Longgarkan GWM”, http://www.inilah.com/rubrik/ekonomi/keuangan/ diakses tanggal 23 April 2009. ------------------, “Potential-Lost NISP Rp 500 Juta Per Bulan”, http://www.inilah.com/rubrik/ekonomi/keuangan/ diakses tanggal 23 April 2009.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
------------------, “Aturan GWM Uji Kemampuan Bank”, http://www.inilah.com/rubrik/ekonomi/keuangan/ diakses tanggal 19 September 2008. ------------------, “GWM Turun, Bank Kecil Sengsara”, http://www.inilah.com/rubrik/ekonomi/keuangan/ diakses tanggal 21 Oktober 2008. Investopedia,
http://www.investopedia.com/terms/w/windowdressing.asp tanggal 17 Mei 2009.
diakses
Kamus Keuangan, http://www.perencanakeuangan.com/files/w1.html diakses tanggal 17 Mei 2009. Kanwil DJP Wajib Pajak Besar, “Menimbang Untung Rugi Pooling Fund”, http://www.kanwilpajakwpbesar.go.id/index.php?task=news diakses tanggal 26 Mei 2009. Kompas.com., “BI: Pelonggaran Likuiditas Perbankan Antisipasi Gejolak Ekonomi”, http://www.kompas.com/read/xml/2008/10/24/08421768/BI.Pelonggar an.Likuiditas.Perbankan.Antisipasi.Gejolak.Ekonomi diakses tanggal 23 April 2009. -----------------,
Kontan
”Jangan Sampai Krisis Perbankan Terulang Lagi”, http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/22/06040250/jangan.samp ai.krisis.perbankan.terulang.lagi diakses tanggal 22 Nopember 2008.
Online, “GWM Melonggar, Perbankan Geber Kredit”, http://www.kontan.co.id/index.php/Keuangan/news/GWM_Melonggar _Perbankan_Geber_Kredit.htm diakses tanggal 20 Maret 2009.
------------------, “Aturan Baru GWM Berlaku Tahun Ini”, http://www.kontan.co.id/index.php/Keuangan diakses tanggal 28 Oktober 2008. Koran Indonesia, “BI Sisakan US $ 721 Juta Bagi Bank”, www.koranindonesia.com diakses tanggal 20 Maret 2009. Liputan
6.com, “Bank IFI di likuidasi”, http://www.liputan6.com/news/?id=176193&c_id=4 diakses tanggal 13 Mei 2009.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
Majalah Trust, Ryan Kiryanto, “Menggiatkan Fungsi Intermediasi Perbankan”, http://www.majalahtrust.com/danlainlain/kolom/ diakses tanggal 14 Mei 2009. Media Indonesia, “Bank Century Segera Keluar Dari Pengawasan Khusus”, http://www.mediaindonesia.com/read/2009/04/04/72243/20/2/BankCentury-Segera-Keluar-dari -Pengawasan-Khusus diakses tanggal 13 Mei 2009. Okezone, “LPS: Kasus Bank IFI Beda Dengan Bank Century”, http://economy.okezone.com/index.php/ReadStory/2009/04/17/277/21 1483/lps-kasus-bank-ifi-beda-dengan-bank-century diakses tanggal 13 Mei 2009Organisasi.org Komunitas dan Perpustakaan Online Indonesia, ”Definisi/Pengertian kebijakan moneter dan kebijakan fiskal instrumen serta penjelasannya,” http://organisasi.org/taxonomy_menu/2/36 diakses tanggal 16 Pebruari 2009. Surabaya
Post, “GWM Tak http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=list&id tanggal 24 April 2009.
Efektif”, diakses
Tempointeraktif, “Ekonom Kuatir Pemerintah Melakukan Window Dressing”,http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2007/10/21/brk,2 0071021-109827,id.html diakses tanggal 17 Mei 2009. The Bank, “Minimum Reserve”, http://www.bportugal.pt/rates/intervtx/taxas_rm_e.pdf diakses tanggal 30 Maret 2009. Universitas Kristen Petra, http://digilib.petra.ac.id/jiunkpe/2007-32403056-8776kebangkrutan.pdf diakses tanggal 12 Mei 2008. Wahyu
Daniel, “BI Keluarkan 5 Aturan Pelonggaran Likuid”, http://www.detikfinance.com/kanal/5/moneter diakses tanggal 20 Maret 2009.
Wikipedia, http://en.wikipedia.org/wiki/Leverage_(finance) diakses tanggal 27 Mei 2009. Wikipedia
Indonesia, “Foreign Exchange Swap”, http://id.wikipedia.org/wiki/Tukar_menukar diakses tanggal 17 Mei 2009.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009
------------------, http://id.wikipedia.org/wiki/Rentabilitas diakses tanggal 30 Maret 2009. ------------------, http://id.wikipedia.org/wiki/Solvabilitas diakses tanggal 30 Maret 2009. Zulkarnain Sitompul, “Industri Perbankan: Pajak Atau Subsidi”, http://zulsitompul.wordpress.com/2007/06/27/industri-perbankanpajak-atau-subsidi/ diakses tanggal 14 Mei 2009.
Koran Kompas, 24 November 2008
Kamus Collin, P. H., Dictionary of Banking and Finance. Middlesex: Peter Collin Publishing Ltd. 1999.
Pamela Romauli Tampubolon : Perubahan Giro Wajib Minimum Bank Umum Pada Bank Indonesia Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Dikaitkan Dengan Penyaluran Kredit Bank, 2009