EVALUASI KONSENTRASI SENYAWA UJI PADA PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR BIODEGRADASI BAHAN KIMIA DENGAN METODE BOTOL TERTUTUP
EPI ERPINA
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
ABSTRAK EPI ERPINA. Evaluasi Konsentrasi Senyawa Uji pada Prosedur Operasional Standar Biodegradasi Bahan Kimia dengan Metode Botol Tertutup. Dibimbing oleh MUHAMAD FARID dan ZAINAL ALIM MAS’UD. Pengujian biodegradasi bahan kimia oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dibagi menjadi pengujian ready dan inherent biodegradation. Metode botol tertutup adalah salah satu metode dalam pengujian ready biodegradation. Konsentrasi senyawa uji dan jumlah sel mikroorganisme menjadi faktor penentu dalam metode ini. Untuk mendapatkan kurva biodegradasi yang sesuai dengan kriteria OECD, konsentrasi senyawa uji yang disarankan pada prosedur operasional standar botol tertutup adalah 2−10 mg/L. Penelitian dilakukan untuk mengevaluasi konsentrasi senyawa uji tersebut dengan menjadikan jumlah sel mikroorganisme sebagai peubah tetap. Nilai persen biodegradasi dihasilkan dari nisbah antara nilai kebutuhan oksigen biologi (BOD) dengan nilai kebutuhan oksigen kimia (COD). Nilai BOD diperoleh dari pengujian oksigen terlarut dengan metode Winkler, sedangkan nilai COD diperoleh dari metode refluks tertutup. Berdasarkan hasil pengamatan, persen biodegradasi senyawa uji dengan konsentrasi 1 dan 2 mg/L menunjukkan kenaikan yang lebih baik dibandingkan konsentrasi yang lebih tinggi. Kurva persen biodegradasi pada konsentrasi 3−10 mg/L mengalami penurunan pada hari ke-10. Konsentrasi yang lebih tinggi dapat menjadi inhibitor, apabila konsentrasi tersebut atau hasil degradasinya meracuni mikroorganisme dalam inokulum. Penurunan persen biodegradasi juga dapat terjadi karena nitrifikasi.
ABSTRACT EPI ERPINA. Evaluation of The Test Substance Concentration in Standard Operational Procedur of Chemical Biodegradation Using Closed Bottle Method. Supervised by MUHAMAD FARID and ZAINAL ALIM MAS’UD. Chemical biodegradation test by The Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) is divided into ready biodegradation and inherent biodegradation tests. One of the ready biodegradation methods is closed bottle method. The significant factors in this method are the test substance concentration and the number of microorganism cells. In this method, to get the biodegradation curve according to OECD criteria, the concentrations of test substance suggested are between 2 mg/L and 10 mg/L. This research was carried out to evaluate the test substance concentration with number of microorganism cells was set as a constant variable. Biodegradation percent is the ratio of biochemical oxygen demand (BOD) to chemical oxygen demand (COD). The BOD value was resulted by analyzing the dissolved oxygen using Winkler method, and the COD value was resulted from closed reflux method. Biodegradation percent of test substance with 1 mg/L and 2 mg/L concentrations showed a better increment of biodegradation percent than the higher concentrations did. The curve of the biodegradation percent of 3−10 mg/L concentrations decuated at the tenth day. A higher concentrations can be inhibitor if these concentrations or the biodegradation products poison microorganism in inoculum. Nitrification is another cause of descending the biodegradation.
EVALUASI KONSENTRASI SENYAWA UJI PADA PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR BIODEGRADASI BAHAN KIMIA DENGAN METODE BOTOL TERTUTUP
EPI ERPINA
Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
Judul
: Evaluasi Konsentrasi Senyawa Uji pada Prosedur Operasional Standar Biodegradasi Bahan Kimia dengan Metode Botol Tertutup Nama : Epi Erpina NIM : G44201013
Disetujui,
Pembimbing I,
Drs. Muhamad Farid NIP 132002064
Pembimbing II,
Dr. Ir. Zainal Alim Mas’ud, DEA NIP 131578815
Diketahui Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor,
Dr. Drh. Hasim, DEA NIP 131578806
Tanggal lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini yang berjudul Evaluasi Konsentrasi Senyawa Uji pada Prosedur Operasional Standar Biodegradasi Bahan Kimia dengan Metode Botol Tertutup berhasil diselesaikan. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Maret 2006 di Laboratorium Terpadu, Departemen Kimia IPB. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drs. Muhammad Farid dan Bapak Dr. Ir. Zainal Alim Mas’ud, DEA selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada staff di Laboratorium Terpadu yang telah banyak membantu. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Mulyadi Rio (suami), bapak, ibu, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih penulis ucapkan kepada teman yang senantiasa memberi dukungan, Tati (rekan kerja), Tina, Santi, Wati, Halimatus, Emil, Eka, Dina, Anis, Novi, Laili, dan pengurus AlGhifari. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2007
Epi Erpina
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 5 Oktober 1982 dari ayah Syamsudin dan ibu Nawangsih. Penulis merupakan putri ketiga dari empat bersaudara. Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Sukabumi dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penulis melakukan kegiatan praktik lapang pada tahun 2004 di PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor. Judul yang dipilih adalah Analisis Kualitas Air ZAMP. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten di mata kuliah Pendidikan Agama Islam pada tahun ajaran 2002/2003 dan 2003/2004, asisten praktikum Kimia Organik 1 tahun ajaran 2004/2005, asisten praktikum Kimia Pangan tahun ajaran 2005/2006. Pada tahun 2004 penulis menjadi pengajar di bimbingan belajar Ampuh ILNA, tahun 2005 sampai sekarang pengajar di SMK Pandutama, tahun 2006-sekarang pengajar di bimbingan belajar Primagama dan di Bimbingan Belajar Brilian Insani. Bulan Maret 2007, penulis menikah dengan Mulyadi Rio, A.Md dari Departemen Ilmu Komputer IPB.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. vii PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1 TINJAUAN PUSTAKA Ekolabel ........................................................................................................... 1 Biodegradasi .................................................................................................... 2 Metode Botol Tertutup .................................................................................... 3 BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat ................................................................................................ 5 Pengujian Biodegradasi dengan Metode Botol Tertutup................................. 5 Pengujian DO dengan Metode Winkler .......................................................... 5 Standardisasi Na2S2O3.5H2O 0.0250 N ........................................................... 5 Pengujian COD................................................................................................ 6 Standardisasi FAS 0.1N .................................................................................. 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Kurva Biodegradasi......................................................................................... 6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan.......................................................................................................... 8 Saran ................................................................................................................ 8 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 8 LAMPIRAN.................................................................................................................. 10
vii
DAFTAR GAMBAR 1
Halaman Hubungan antara persen biodegradasi dan waktu degradasi dengan kontrol anilina............................................................................................. 2
2
Hubungan antara pengambilan oksigen atau nilai COD, ThOD dan Waktu ...................................................................................................................... 5
3
Perbandingan antara persen biodegradasi berbagai konsentrasi bahan uji dan waktu dengan inokulum lumpur Palabuhan Ratu............................................. 6
4
Perbandingan antara persen biodegradasi bahan uji 1 mg/L dan waktu dengan inokulum lumpur Palabuhan Ratu dan Sunda Kelapa ............................... 7
5
Perbandingan antara persen biodegradasi bahan uji 2 mg/L dan waktu dengan inokulum lumpur Palabuhan Ratu dan Sunda Kelapa ................................. 7
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1
Deskripsi kajian biodegradasi OECD dan EU ........................................................ 11
2
Perbandingan penggunaan 6 metode ready biodegradation ................................... 11
3
Strategi OECD untuk pengujian biodegradasi ........................................................ 12
4
Perbandingan kondisi uji pada 6 metode ready biodegradation ............................ 12
5
Hubungan antara ready biodegradation, inherent degradation dan pengambilan oksigen
13
6
Metode pembuatan pereaksi DO dan COD ............................................................. 13
7
Perhitungan nilai BOD, COD dan persen biodegradasi .......................................... 14
8
Alur kerja penelitian ................................................................................................ 15
9
Data rekap persen biodegradasi sampel uji dengan inokulum lumpur Palabuhan Ratu terhadap waktu .............................................................................. 15
PENDAHULUAN Di era perdagangan bebas sekarang ini, pemilihan produk oleh konsumen tidak hanya memperhatikan harga dan mutu, namun faktor lingkungan menjadi hal yang penting. Bahkan saat ini produk-produk yang ramah lingkungan memiliki nilai jual yang tinggi di pasaran. Oleh karena itu, selain kinerja produk, harga, dan ketersediaan bahan baku, produsen harus memperhatikan keamanan produk terhadap lingkungan dari awal hingga akhir produksi hingga dipasarkan. Tahun 1977 di Jerman, dibentuk program ekolabel pertama di dunia, yang diberi nama Blue Angel. Ekolabel adalah upaya produsen dalam memberikan informasi kepada konsumen mengenai dampak lingkungan yang ada dalam suatu produk tertentu. Keberhasilan Blue Angel telah mengilhami pengembangan dan penerapan program ini di berbagai negara. Saat ini terdapat sekurang-kurangnya 27 program ekolabel di berbagai negara. Senyawa kimia banyak digunakan dalam berbagai produk yang dipakai oleh masyarakat. Penggunaan senyawa kimia pada produk dapat berupa bahan baku, zat aditif, pewarna, bahan aktif, dan lain-lain. Detergen, dispersan, dan surfaktan adalah beberapa jenis produk yang banyak dikonsumsi oleh konsumen. Ada 4 data utama yang harus dipenuhi suatu senyawa kimia yaitu toksisitas terhadap mamalia, toksisitas terhadap lingkungan perairan, biodegradasi, dan bioakumulasi (FEA 1999). Senyawa kimia yang baik adalah yang dapat terdegradasi di alam dan tidak toksik terhadap lingkungan. Sebelum suatu senyawa kimia digunakan dalam berbagai produk, sebaiknya dilakukan penapisan awal dengan menggunakan metode yang sesuai agar produk yang dihasilkan mudah terdegradasi. Metode pengujian bahan kimia telah distandardisasi di seluruh dunia. OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) telah menghasilkan panduan pengujian untuk mencegah perbedaan pengujian dalam memenuhi persyaratan yang sama terhadap bahan yang sama oleh berbagai negara (Bapedal 2000). Pengujian biodegradasi bahan kimia oleh OECD dibagi menjadi dua jenis, yaitu ready dan inherent biodegradation (Lampiran 1). Ada 6 metode dalam pengujian ready biodegradation, yaitu metode dissolved organic carbon (DOC) die-away, metode penapisan OECD modifikasi, metode evolusi CO2, metode respirometri manometrik,
metode botol tertutup, dan metode Ministry of International Trade and Industri (MITI). Penelitian ini menggunakan metode botol tertutup karena mudah dilakukan dibandingkan metode lain juga dapat memberikan uji positif terhadap bahan volatil, bahan yang larut dalam air, bahan yang larut dalam minyak, dan bahan-bahan yang mudah menyerap (Lampiran 2). Sampel yang diuji adalah bahan kimia organik. Ada 2 hal yang menjadi faktor penentu dalam metode botol tertutup, yaitu konsentrasi sampel uji dan jumlah sel mikroorganisme. Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi konsentrasi sampel uji pada prosedur operasional standar metode botol tertutup dengan menjadikan jumlah sel mikroorganisme (inokulum) sebagai peubah tetap sehingga diharapkan kurva biodegradasi yang diperoleh dapat memenuhi kriteriakriteria yang telah ditentukan dalam OECD.
TINJAUAN PUSTAKA Ekolabel Ekolabel adalah label, tanda, atau sertifikat pada suatu produk yang memberikan keterangan kepada konsumen bahwa produk tersebut dalam daur hidupnya menimbulkan dampak lingkungan negatif yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan produk lainn yang sejenis yang tidak bertanda ekolabel. Daur hidup produk mencakup perolehan bahan baku, proses pemuatan, distribusi, pemanfaatan, pembuangan, dan daur ulang (PT Mutu Agung Lestari 2006). Sertifikasi Ekolabel Indonesia dikembangkan berdasarkan acuan yang telah berkembang, yakni ISO 14024 (environmental labels and declarations - Type I ecolabelling Principles and guidelines), UU No 2 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, UU No 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dan baku mutu lingkungan, konvensi internasional dan standar-standar terkait dengan produk. Beberapa kelembagaan dan pihak terkait yang berkepentingan, yakni Kementerian Negara Lingkungan Hidup yang merumuskan penerapan ekolabel di Indonesia, Badan Standardisasi Nasional yang mengesahkan kriteria ekolabel, Komite Akreditasi Nasional yang mengakreditasi lembaga sertifikasi ekolabel (LSE), dan LSE yang mengevaluasi dan menerbitkan sertifikat ekolabel (PT Mutu Agung Lestari 2006).
2
Penerapan sertifikasi ekolabel produkproduk dalam negeri telah dikampanyekan sejak tahun 2004. Namun, hingga kini belum satu pun produk dalam negeri yang telah memiliki pengakuan ramah lingkungan dalam proses produksi dari hulu hingga hilir. Tim skema ekolabel Indonesia baru berhasil menyusun kriteria ekolabel untuk lima jenis produk manufaktur, antara lain serbuk detergen pencuci sintetik, tekstil dan produk tekstil, kertas cetak, produk kulit jadi, dan sepatu kulit (Hendra 2005).
bahan kimia pada ISO 9408 menunjukkan hubungan persen biodegradasi terhadap waktu degradasi dapat dilihat pada Gambar 1.
Biodegradasi Biodegradasi adalah dekomposisi bahan kimia oleh mikroorganisme. Istilah ini sering dihubungkan dengan pengolahan limbah atau bioremediasi. Biodegradasi merupakan kebalikan dari proses fotosintesis. Fotosintesis adalah konversi dari CO2 dan H2O dengan bantuan cahaya matahari, sedangkan biodegradasi adalah proses yang mengonversi bahan organik kembali menjadi CO2 dan H2O melalui kegiatan mikroorganisme (Loonen et al. 2006). Secara umum, biodegradasi terjadi secara alamiah baik di air, tanah, maupun sedimen. Hal ini disebabkan mikroorganisme pada lingkungan tercemar dapat beradaptasi terhadap kondisi ekstrem untuk mendegradasi polutan (JIS 2005). Bahan kimia organik dibedakan berdasarkan kemampuannya didegradasi, yaitu readily biodegradable, inherently biodegradable, dan non biodegradable (EC 2000). Istilah ready biodegradation didefinisikan untuk bahan yang kemampuan degradasinya tinggi (OECD 2003). Uji ini dilakukan dalam kondisi aerob dan gelap, dengan kisaran konsentrasi senyawa yang diujikan 2100 mg/L. Biodegradasi diukur dengan beberapa parameter pendukung seperti DOC, kebutuhan oksigen biokimia (BOD), jumlah CO2 yang dihasilkan (OECD 2005) dan pengambilan oksigen (EPA 1998). Inherent biodegradation dalam OECD (2003) didefinisikan untuk bahan yang sulit didegradasi. Bahan inherently biodegradable menunjukkan biodegradasi lebih dari 70% dalam pengujian OECD 302 C, biodegradasi mencapai 2060% setelah mencapai 28 hari dalam seri pengujian OECD 301 untuk ready biodegradation, atau biodegradasi mencapai 60% dalam ISO 14593. Biodegradasi diikuti pengambilan oksigen oleh mikroorganisme. Pengujian
Gambar
1
Hubungan antara persen biodegradasi dan waktu degradasi dengan kontrol anilina (OECD 2003).
Metode Pengujian Biodegradasi Standardisasi pengujian kemampuan biodegradasi suatu bahan organik dikembangkan oleh beberapa organisasi termasuk OECD, ISO (International Standard Organization), EC (European Commission), US-EPA (United States-Environmental Protection Agency) dan ASTM (Torang 2003). Pada umumnya strategi pengujian biodegradasi pada OECD bisa dilihat pada Lampiran 3. Standar pengujian untuk menentukan kemampuan ready biodegradation suatu bahan organik sudah dikembangkan oleh OECD (Pedoman pengujian 301A-F), EU (Pengujian C.4), dan US-EPA. Kondisi pengujian yang digunakan antara lain konsentrasi maksimum senyawa uji (1100 mg/L), senyawa uji adalah karbon dan sumber energi, jumlah sel mikroorganisme (104108sel/mL), suhu uji kurang dari 25 °C, periode pengujian selama 28 hari dengan jendela 10 hari untuk degradasi, dan pass levels 70% (DOC) atau 60% (kebutuhan O2 atau pelepasan CO2) (Torang 2003). Pengujian ready biodegradation oleh OECD dibagi menjadi 6 metode, anatara lain; metode metode DOC die-away, metode penapisan OECD modifikasi, metode evolusi CO2, metode respirometri manometrik, metode botol tertutup, dan metode MITI.
3 Perbandingan kondisi uji 6 metode tersebut dapat dilihat pada Lampiran 4. Pemilihan metode yang digunakan untuk pengujian ditentukan berdasarkan hasil uji pendahuluan terhadap senyawa kimia yang diuji. Uji pendahuluan meliputi uji kelarutan, tekanan uap, dan karakteristik adsorpsi. Informasi mengenai kemurnian dan komponen utama yang terkandung dalam senyawa kimia yang diuji diperlukan untuk menginterpretasi hasil yang diperoleh (EPA 1998). Kondisi-Kondisi dalam Pengujian OECD Kondisi-kondisi yang harus diperhatikan dalam pengujian OECD, antara lain kondisi medium, suhu, inokulum, dan konsentrasi sampel uji (OECD 1995). Medium yang digunakan terdiri atas bakteri selama pertumbuhan optimum mengandung P, S, Na, Cl, Ca, Mg, dan Fe. Selain nutrisi, medium juga harus memperhatikan kandungan oksigen terlarut (DO), nilai pH, dan jumlah sel bakteri di dalamnya (OECD 1995). Medium harus dijenuhkan dengan udara hingga mencapai DO 89 mg/L. Ini membatasi konsentrasi senyawa uji hingga 25 mg/L. Namun jika oksigen dari udara yang digunakan untuk menjenuhkan medium memiliki DO sekitar 40 mg/L, maka konsentrasi senyawa uji yang lebih tinggi digunakan (OECD 1995). Secara umum, Nilai pH dari medium untuk pertumbuhan bakteri aerob sekitar 68. Nitrifikasi bakteri dalam inokulum secara langsung dapat meningkatkan pengambilan oksigen, hal ini dapat dihambat pertumbuhannya dengan nilai pH yang lebih rendah (OECD 1995). Medium tidak disterilisasi, ada mikroorganisme lain selain inokulum yang bisa mendegradasi. Jumlah sel bakteri dalam medium tidak lebih dari 103/mL (OECD 1995). Suhu pengujian harus dijaga pada rentang yang lebih sempit, misal ± 0.5 oC untuk metode-metode pengambilan oksigen. Kisaran suhu yang digunakan pada uji lumpur aktif adalah 1825 oC (OECD 1995). Inokulum berupa lumpur aktif yang mengandung populasi mikroorganisme. Mikroorganisme ini mampu mendegradasi bahan kimia dipengaruhi kondisi lingkungan, seperti suhu dan pH. Umumnya mikroorganisme hidup pada kisaran pH 6.08.0. Mikroorganisme memerlukan karbon sebagai sumber energi untuk aktivitasnya.
Senyawa N dan P juga menjadi faktor pembatas (Udiharto 1996). Sumber lumpur aktif harus memperhatikan 3 aspek, antara lain harus berasal dari lingkungan, rapatan sel 102106/mL dan tidak ada pencahayaan pada perlakuan awal karena dikhawatirkan terjadi fotodegradasi (OECD 1995). Lumpur aktif yang digunakan untuk uji biodegradasi bisa diambil dari sungai, danau , laut, atau pesisir pantai, dari limbah-limbah industri dan dari tangki aerasi pada unit pengolahan air limbah domestik (Reis tt). Pengambilan lumpur aktif ini harus memperhatikan beberapa aspek antara lain lokasi dan jumlah titik pengambilan, parameter mutu lingkungan, ukuran, jumlah dan volume sampel, homogenitas sampel, dan waktu pengambilan sampel, sehingga dengan demikian sampel yang kita ambil dapat representatif (Hadi 2005). Lumpur sebanyak 1 L dari permukaan air dan bagian atas (top soil) pantai yang kontak dengan atmosfer diambil lalu diencerkan sebelum digunakan (JIS 2005). Lumpur aktif dikondisikan hingga pH 7.0±1.0 dengan menggunakan NaOH atau asam fosfat sebelum diaerasi selama 57 hari pada suhu pengujian, yaitu 25±2 oC. Aerasi dilakukan karena mikrob pendegradasi umumnya bersifat aerob. Aerasi lumpur aktif dalam medium dilakukan selama 7 hari sebelum digunakan (OECD 1995). Pemilihan konsentrasi sampel uji pada metode botol tertutup dibatasi oleh kelarutan oksigen dalam air dan metabolisme inokulum. Kisaran konsentrasi yang digunakan adalah 25 mg/L. Sampel uji dapat meracuni mikroorganisme dalam inokulum, dan untuk alasan ini, konsentrasi senyawa uji seharusnya dijaga rendah. Ada bahan kimia yang dengan konsentrasi 20 hingga 100 mg/L merupakan inhibitor, tetapi dapat terdegradasi pada konsentrasi rendah. Metode botol tertutup menggunakan lumpur aktif dengan kisaran 0.055.00 mL/L (OECD 1992). Metode Botol Tertutup Metode botol tertutup merupakan salah satu metode ready biodegradation. Prinsip metode ini adalah pengujian oksigen terlarut selama 28 hari di tempat gelap dengan suhu konstan. sampel uji dilarutkan ke dalam medium mineral buatan dengan konsentrasi 210 mg/L dan diinokulasi pada campuran mikrob. Jumlah oksigen terlarut pada pengujian dikoreksi dengan oksigen terlarut
4
pada blangko, dan ditunjukkan sebagai persentase kebutuhan oksigen teoritis (ThOD) atau kebutuhan oksigen kimia (COD) (OECD 1992). Medium mineral buatan dibuat dari campuran larutan KH2PO4, CaCl2, MgSO4·7H2O, dan FeCl3·6H2O. Penelitian ini digunakan air laut sebagai pengganti medium mineral, karena secara alamiah degradasi suatu produk buangan akhir terjadi di laut. Aerasi medium mineral dilakukan minimal selama 20 menit, dan umumnya media mineral tersebut siap digunakan setelah aerasi selama 20 jam pada suhu uji (OECD 1992). Botol BOD disiapkan untuk 1 seri pengujian dengan interval waktu tertentu dalam pengukuran oksigen terlarut, contohnya setelah hari ke-0, 7, 14, 21, dan 28. Jendela 10 hari membutuhkan botol BOD yang lebih banyak lagi. Masing-masing larutan dipersiapkan untuk seri botol BOD. DO hari ke-0 bisa langsung diuji dengan metode Winkler, yaitu dengan penambahan MnSO4 dan NaOH sebagai pengendap, dan H2SO4 sebagai pelarut endapan, kemudian dititrasi dengan natrium tiosulfat (Clesceri et al. 1998). Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD) BOD adalah jumlah milligram oksigen yang dikonsumsi oleh mikroorganisme ketika memetabolisme suatu senyawa uji. BOD didefinisikan juga sebagai miligram pengambilan oksigen per miligram senyawa uji (EPA 1998). Nilai BOD tentu dari nilai DO, yaitu konsentrasi oksigen (dalam mgO2) suatu cairan (EPA 1998). Penentuan nilai DO dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain metode titrasi idiometri, modifikasi azida, modifikasi permanganat, flokulasi CuSO4-asam sulfamat, dan membran elektrode (Clesceri et al. 1998). Pada penelitian ini dilakukan dengan metode iodometri dengan modifikasi azida atau metode Winkler. Metode ini cukup baik dalam mengurangi gangguan nitrit yang lazim terjadi pada pengukuran BOD (Clesceri et al. 1998). Dalam pengukuran nilai DO, mangan sulfat dan natrium iodida azida ditambahkan ke dalam botol BOD yang telah berisi media, lumpur aktif dan sampel. Oksigen akan mengoksidasi mangan sulfat (MnSO4) pada keadaan alkalis, sehingga terjadi endapan MnO2. Penambahan asam sulfat dan kalium iodida akan membebaskan iodin yang setara dengan oksigen terlarut. Iodin yang dibebaskan tersebut kemudian dianalisis
dengan metode titrasi iodometri yaitu dengan larutan standar tiosulfat dengan indikator amilum. Reaksi secara lengkap dapat dilihat di bawah ini: MnSO4 + 2 KOH Mn(OH)2 + ½O2 MnO2 +KI+ 2H2O I2 + 2S2O32-
Mn(OH)2 + K2SO4 MnO2 + H2O Mn(OH)2+ I2 + 2KOH S4O62- + 2I-
Larutan natrium tiosulfat sebagai titran dibuat dari garam pentahidratnya, Na2S2O3.5H2O. Larutan ini perlu di standarisasi, karena kestabilan larutan mudah dipengaruhi oleh pH rendah, sinar matahari, dan terutama adanya bakteri yang memanfaatkan Sulfur. Konsentrasi larutan Na2S2O3 berubah-ubah untuk setiap pengukuran nilai DO. Kestabilan larutan Na2S2O3 dalam penyimpanan ternyata paling baik bila mempunyai pH antara 9-10, karena aktivitas bakteri yang minimal. Pengukuran BOD dapat dilakukan selama 5 hari, hal itu dapat meminimumkan pengaruh oksidasi amonia yang menggunakan oksigen, karena oksidasi amonia ini biasanya berlangsung pada hari ke-8 hingga ke-10. Proses oksidasi dianggap berlangsung sempurna selama dua puluh hari Pengujian BOD dilakukan pada suhu konstan, yaitu 20 o C, karena kelarutan oksigen sebesar 9 mg/L (Efendi 2003). Kebutuhan Oksigen Kimia (COD) COD adalah jumlah miligram oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi menjadi CO2 dan H2O. Pada pengujian COD ini, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang diperlukan untuk mengoksidasi sampel (Boyd 1988 dalam Effendi 2003). Kalium dikromat dapat mengoksidasi bahan organik sekitar 95100%. Pengujian COD dapat dilakukan dengan metode refluks tertutup dan refluks terbuka. Untuk sampel uji yang bersifat volatil, atau bahan organik yang teroksidasi secara sempurna dilakukan dengan menggunakan metode refluks tertutup (Clesceri et al. 1998). Pada metode ini, sampel dioksidasi oleh kalium dikromat dengan perak sulfat sebagai katalisator. Setelah dipanaskan dengan suhu 150oC, kalium dikromat dititrasi oleh larutan FAS hasil standarisasi. Indikator yang digunakan adalah feroin sehingga terjadi perubahan warna saat titrasi dari kuning ke hijau, kemudian merah teh saat mencapai titik akhir. Volume larutan FAS sebanding dengan
jumlah oksigen dalam mg/L. Reaksi secara lengkap dapat dilihat di bawah ini: CaHbOc+ Cr2O72- +AgSO4 Kuning 6Fe2+ + Cr2O72- + 14H+
CO2 +H2O +Cr3+ hijau 6Fe3++ 2Cr3++ 7H2O Merah
Kehadiran garam-garam halogen dapat mempengaruhi nilai COD yang dihasilkan, oleh karena itu ditambahkan larutan merkuri sulfat yang dapat mengikat ion-ion halogen menjadi HgCl2. Persen Biodegradasi Nilai persen biodegradasi pada metode botol tertutup dihasilkan dari hasil bagi antara nilai BOD senyawa uji dengan nilai COD-nya. Nilai pengambilan oksigen, COD, atau ThOD yang mencapai 60% atau lebih dalam 28 hari menunjukkan bahwa bahan tersebut mudah terdegradasi. Hubungan ketiganya terhadap waktu dapat dilihat pada Gambar 3.
Erlenmeyer 125 mL, labu takar 100 mL, buret digital, neraca analitik, indikator universal, termometer, gelas pengaduk, oven, tabung COD, dan buret.
Metode Pengujian Biodegradasi dengan Metode Botol Tertutup Larutan contoh dengan konsentrasi 1, 2, 4, 6, 8, 10 mg/L, larutan CH3COONa 1 mg/L dan larutan C6H5COONa 1 mg/L dibuat sebanyak 5 L air laut yang telah diaerasi, blanko dibuat tanpa penambahan bahan kimia. Masing-masing konsentrasi larutan dan blanko ditambahkan 1 mL supernatan lumpur aktif yang telah diaerasi. Sebanyak 63 botol BOD disiapkan, setiap seri konsentrasi dan blanko diperlukan 7 botol BOD, yaitu untuk pengujian DO hari ke-0, 3, 6, 10, 14, 21, 28. Pengujian DO hari ke-0 dilakukan secara langsung, dengan menggunakan metode Winkler, sedangkan analisis DO pada botol BOD yang lain dilakukan pada interval waktu yang telah ditetapkan. Pengujian DO dengan Metode Winkler
Gambar 2 Hubungan antara pengambilan oksigen, nilai COD, atau ThOD dan waktu (EPA 1998).
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan adalah contoh kimia organik. CH3COONa padat, C6H5COONa p.a, air laut, lumpur aktif, larutan MnSO4, larutan NaI-NaN3, H2SO4 pekat, Na2S2O3 0.0250 N, KIO3 0.0250 N, KI, larutan H2SO4 6 N, air suling, indikator amilum, larutan K2Cr2O7/HgSO4, larutan Ag2SO4/H2SO4, ferro ammonium sulfat (FAS) 0.1 N, indikator feroin dan K2Cr2O7 0.1 N. Alat-alat yang digunakan adalah wadah plastik besar, pompa aerator, pipa plastik, botol BOD, pipet volumetri 50 mL, pipet 10 mL, pipet tetes, Erlenmeyer 250 mL,
Larutan contoh yang telah mengandung lumpur aktif dimasukkan ke dalam botol BOD hingga penuh, kemudian ditutup. Larutan Natrium iodida azida dan larutan MnSO4 dimasukkan masing-masing sebanyak 1 mL melalui dasar botol, kemudian ditutup dan disimpan selama 15 menit. Sebanyak 1 mL H2SO4 pekat ditambahkan, hingga endapan tadi larut. Sebanyak 50 mL larutan di pipet dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 125 mL untuk dititrasi oleh larutan Na2S2O3.5H2O 0.0250 N hingga berwarna kuning muda, kemudian ditambahkan indikator amilum dan titrasi dilanjutkan hingga warna biru tepat hilang. Standardisasi Na2S2O3 0.0250 N Sebanyak 2 g KI dilarutkan ke dalam erlenmeyer 250 mL yang berisi 100 mL air suling, kemudian ditambahkan 20 mL larutan standar kalium iodat 0.0021 M dan 1 mL H2SO4 6N, setelah itu ditambahkan air hingga volume larutan menjadi 200 ml. Sebanyak 10 mL larutan tersebut dimasukkan ke dalam erlenmeyer 125 mL, kemudian dititrasi oleh larutan Na2S2O3.5H2O 0.0250 N hingga berwarna kuning muda, kemudian
6
ditambahkan indikator amilum dan titrasi dilanjutkan hingga warna biru tepat hilang.
dalam air selama proses oksidasi tersebut hingga mencapai nol (kondisi anaerob). Nilai BOD dikatakan valid jika oksigen yang dihabiskan pada blanko setelah 28 hari tidak melebihi 1.5 mg/L oksigen terlarut. Konsentrasi residu oksigen pada botol uji setiap waktu tidak boleh dibawah 0.5 mg/L. Pengukuran nilai DO dilakukan dengan menggunakan metode Winkler atau metode iodometri dengan modifikasi azida. Metode ini cukup baik dalam mengurangi gangguan nitrit yang biasa terjadi pada pengukuran nilai BOD. Media yang digunakan adalah air laut yang telah diaerasi minimal 3 hari. Kelarutan oksigen dalam air laut cukup kecil, sehingga perlu aerasi yang cukup lama, karena konsentrasi senyawa uji yang digunakan adalah 1-10 mg/L. Nilai konsentrasi senyawa uji yang tinggi membutuhkan konsentrasi DO media yang lebih tinggi lagi, karena dekomposisi secara aerob memerlukan pasokan oksigen secara terus menerus. Pengukuran nilai COD dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode refluks tertutup yang diikuti dengan metode titrimetri. Nilai COD pada konsentrasi senyawa uji yang rendah hampir sama. Nilai COD meningkat pada konsentrasi senyawa uji yang lebih tinggi. Nilai COD yang digunakan pada pembuatan kurva biodegradasi sebesar 3,6302 mg/L O2. Pemilihan konsentrasi bahan yang digunakan untuk botol tertutup dibatasi oleh kelarutan oksigen dalam air dan metabolisme inokulum. Pada penelitian ini digunakan beberapa konsentrasi senyawa uji, antara lain 1, 2, 3, 4, 6 dan 10 mg/L. Kurva biodegradasi dihasilkan dengan menjadikan jumlah mL/L mikroorganisme (inokulum) sebagai peubah tetap. Hasil penghitungan persen biodegradasi dengan jumlah sel mikroorganisme lumpur Palabuhan Ratu sebesar 1.3 × 105 sel/L dapat dilihat pada Gambar 3.
Pengujian COD Sebanyak 10 mL larutan contoh dengan konsentrasi 1, 2, 4, 6, 8, 10 mg/L, larutan CH3COONa 2 mg/L, larutan C6H5COONa 1 mg/L dan air bebas ion sebagai blanko, dimasukkan ke dalam tabung COD. Masingmasing larutan tersebut direaksikan dengan 5 mL larutan K2Cr2O7/HgSO4 dan 10 mL larutan Ag2SO4/H2SO4, kemudian ditutup dan dipanaskan pada oven dengan suhu 150oC selama 2 jam. Larutan yang telah dipanaskan tersebut didinginkan, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 125 mL dan larutan yang tersisa ditabung dibilas dengan 10 mL air bebas ion. Larutan yang telah dingin direaksikan dengan 3 mL H2SO4 pekat, kemudian dititrasi oleh larutan FAS (ferro amonium sulfat) 0.1000 M dengan indikator feroin sampai warna biru tepat hilang dan mulai terbentuk warna merah bata. Standardisasi FAS 0.1 N Sebanyak 10 mL K2Cr2O7 0.1 N dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 125 mL, kemudian ditambahkan 90 mL air suling dan 30 mL H2SO4 pekat. Setelah dingin, larutan tersebut dititrasi oleh larutan FAS 0.1000 M dengan indikator feroin sampai warna biru tepat hilang dan mulai terbentuk warna merah bata.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kurva Biodegradasi
80 70 60 50 40 30 20 10 0
% B io d e g r a d a s i
Kurva Biodegradasi merupakan hubungan antara persen biodegradasi senyawa uji terhadap waktu. Nilai persen biodegradasi pada metode botol tertutup dihasilkan dari nisbah antara nilai BOD terhadap nilai COD senyawa uji. Nilai BOD senyawa uji dihasikan setelah pengukuran DO. Kenaikan nilai BOD sebanding dengan kenaikan persen biodegradasi, sebaliknya nilai COD yang tinggi dapat menurunkan persen biodegradasi. Penentuan nilai BOD dilakukan selama 28 hari, sesuai dengan ketetapan pada metode botol tertutup. Penentuan nilai BOD dilakukan dari perolehan nilai D.O yang diukur pada hari ke-0, 4, 7, 10, 14, 21, 28. Secara teoritis, nilai BOD akan naik sebanding dengan penurunan nilai DO. Hal ini terjadi karena bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut
0
5
10
15
20
25
Waktu (Hari) 1 mg/L 6 mg/L
2 mg/L 10 mg/L
3 mg/L Na-Benzoat
4 mg/L Na-Asetat
30
7
3 Perbandingan antara persen biodegradasi berbagai konsentrasi senyawa uji dan waktu dengan inokulum lumpur Palabuhan Ratu .
80 70 % B io d e g rad a si
Gambar 3 tersebut menunjukkan bahwa persen biodegradasi sampel uji dengan konsentrasi 1 dan 2 mg/L terjadi kenaikan yang lebih baik dibandingkan konsentrasi yang lebih tinggi. Kurva persen biodegradasi pada konsentrasi 3 hingga 10 mg/L menunjukkan penurunan persen biodegradasi pada hari ke-10. Penurunan persen biodegradasi juga dapat terjadi karena sampel uji dengan konsentrasi yang lebih tinggi atau hasil biodegradasinya dapat menjadi inhibitor apabila konsentrasi tersebut meracuni mikroorganisme dalam inokulum, tetapi pada konsentrasi yang lebih rendah, senyawa uji tersebut dapat terdegradasi. Penurunan persen biodegradasi pada hari ke-28 dapat terjadi karena adanya nitrifikasi oleh bakteri dalam inokulum, hal itu secara langsung dapat meningkatkan pengambilan oksigen sehingga menurunkan persen biodegradasi. Gangguan nitrifikasi dapat dikurangi dengan mengurangi pH larutan atau dapat juga dengan penambahan inhibitor khusus seperti 2-kloro-6-triklorometilpiridin (TCMP) dan aliltiourea (ATU) (OECD 1995). Kedua Inhibitor ini bekerja secara efisien pada pengukuran 8−10 hari, namun kerja kedua inhibitor tidak terlalu efektif pada pengukuran yang melebihi 28 hari. Masalah lainnya adalah inhibitor TCMP sulit larut dalam air, sedangkan penggunaan inhibitor ATU akan menyulitkan pengukuran nilai DO dengan menggunakan titrasi iodin. Kedua inhibitor ini tidak digunakan dalam penelitian. Natrium benzoat dan natrium asetat adalah senyawa standar yang digunakan dalam penelitian. Persen senyawa standar yang digunakan memiliki peranan yang penting untuk mengetahui kemampuan inokulum mendegradasi senyawa uji. Pada Gambar 3 menunjukkan bahwa persen biodegradasi natrium benzoat setelah 28 hari mencapai 75.7 %. Nilai persen biodegradasi tersebut memenuhi ketentuan persen biodegradasi AISE/CESIO (2003) sebesar 61−95%. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengukuran senyawa uji dapat diterima karena senyawa standar yang digunakan dapat terdegradasi dengan baik. Hasil pengukuran persen biodegradasi natrium asetat sebesar 50.86 %, nilai tersebut tidak memenuhi ketentuan persen biodegradasi AISE/CESIO (2003), yaitu sebesar 86−90 %. Pada
pengukuran persen biodegradasi senyawa uji dengan konsentrasi 1 dan 2 mg/L menggunakan inokulum dari lumpur aktif pantai Sunda Kelapa, senyawa standar natrium asetat tidak digunakan. Konsentrasi 1 dan 2 mg/L senyawa uji dicobakan dengan menggunakan sumber inokulum yang berbeda, yaitu lumpur dari pantai Sunda Kelapa dengan konsentrasi koloni mikrob sebesar 1.18 × 105 sel/L. Hal ini dilakukan untuk membandingkan kurva persen biodegradasi dengan konsentrasi senyawa uji yang sama dengan menggunakan sumber lumpur yang berbeda. Perbandingan persen biodegradasi senyawa uji terhadap waktu dengan inokulum lumpur PalabuhanRatu dan Sunda Kelapa dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5.
60 50 40 30 20 10 0 0
5
10
15
20
25
30
Waktu (Hari) Lumpur P.Ratu
Gambar
Lumpur S.Kelapa
4
Na-Benzoat
Na-Asetat
Perbandingan antara persen biodegradasi senyawa uji 1 mg/L dan waktu dengan inokulum lumpur Palabuhan Ratu dan Sunda Kelapa.
8090 7080 % B io d eg rad asi
Gambar
6070 5060 4050 3040 2030 1020 010 00
5 0
10 5
15
Waktu (Hari)
10 Waktu15(Hari)
Lumpur P.Ratu Lumpur Lumpur S.Kelapa Lumpur P.Ratu S.Kelapa
20
25
30
20
25
30
Na-Benzoat Na-Benzoat
Na-Asetat Na-Asetat
Gambar
5 Perbandingan antara persen biodegradasi senyawa uji 2 mg/L dan waktu dengan inokulum lumpur pantai PalabuhanRatu dan Sunda Kelapa.
Gambar 4 dan 5 menunjukkan bahwa persen biodegradasi untuk kedua konsentrasi senyawa uji mengalami kenaikan yang baik dan memenuhi persyaratan OECD, walaupun inokulum berasal dari lumpur aktif yang berbeda. Hal ini terjadi karena kedua inokulum, yaitu dari pantai Palabuhan Ratu dan pantai Sunda kelapa, memiliki jumlah sel mikroorganisme yang sesuai dengan ketentuan yang disarankan pada metode botol tertutupyaitu sebesar 102106/mL. Jadi sumber inokulum yang berbeda bisa digunakan selama jumlah sel mikroorganismenya memenuhi ketentuan metode tersebut.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa persen biodegradasi sampel uji ini dengan konsentrasi 1 dan 2 mg/L menunjukkan kenaikan yang lebih baik dibandingkan konsentrasi 3−10 mg/L. Sampel uji dengan konsentrasi yang lebih tinggi atau hasil biodegradasinya dapat menjadi inhibitor, apabila konsentrasi tersebut meracuni mikroorganisme dalam inokulum, tetapi pada konsentrasi yang lebih rendah dapat terdegradasi. Penurunan persen biodegradasi juga bisa terjadi karena adanya gangguan nitrifikasi. Sumber inokulum yang berbeda bisa dipakai jika jumlah sel mikroorganismenya memenuhi ketentuan dalam metode botol tertutup. Natrium benzoat lebih baik digunakan sebagai pembanding dibandingkan dengan natrium asetat. Saran Untuk menghasilkan kurva biodegradasi yang memenuhi persyaratan OECD, sebaiknya konsentrasi senyawa dijaga rendah dengan memperhatikan kondisi-kondisi pengujian yang dapat mempengaruhi hasil. Untuk senyawa uji yang lain sebaiknya dilakukan pengujian yang serupa.
DAFTAR PUSTAKA [AISE/CESIO]. 2003. AISE/CESIO Observations on Ultimate Biodegradability and The European Detergents Legislation. AISE/CESIO [Bapedal] Badan Pengelolaan Dampak Lingkungan. 2000. Metodologi Standar Lingkungan. Jakarta: Proyek BRNP EMS, Bapedal. http://www.menlh.go.id [21 Juni 2006]. Clesceri LS, Eaton AE, Greenberg AE, editor. 1998. Standard Methods For the Examination of Water and Wastewater. Volume ke-1. Ed ke-20. Washington DC : American Public Health Association. hlm. 4.129-4.136. [EC] European Community. 1994. Commission of the European Communities. Guidance document for the interpretation of biodegradability test data. Contract No. B-3040/93/001114. BKH Consulting Engineers. Delft. [EC] European Community. 2000. Commission Decision of establishing the ecological criteria for the award of the Community eco-label to lubricants. Regulation (EC) No 1980/2000, 17 July 2000. Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta: Kanisius. [EPA] Environmental protection Agency. 1998. Fate, Transport, and Transformation Test Guidelines. OPPTS 835.3110 I Ready Biodegradation. USA.
[FEA] Federal Environmental Agency . 1999. Classification of Substances and Mixtures into Water Hazard Classes according to the Administrative Regulation on the Classification of Substances Hazardous to Waters. Jerman: FEA. Hadi SN. 2004. Degradasi Minyak Bumi via Tangan Mikroorganisme. http://www.chem-is-try.org [23 Mei 2004]. Harjadi W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia.
Hendra. 3 Juni 2005. Sertifikat Ekolabel Belum Teraplikasi. Kompas, rubrik berita. http://air.bappenas.go.id [7 September 2006]. [JIS] Japanese Industrial Standards. 2005. Biodegradation Test of Chemical Substance. http:// www.met.go.jp [10 Juli 2005]. Loonen et al. 2006. Prediction of Biodegradibility from Chemical Structure : Modeling of Ready Biodegradation Test Data. Environtment Toxicology and Chemistry. 18: 1763-1768. http://www.answers.com [7 Sept 2006]
[OECD] Organization for Economic Operation and Development. 1992. Guidelines for Testing of Chemicals, section 3. Paris. [OECD] Organization for Economic Operation and Development. 1995. Detail Review Paper on Biodegrability Testing. Paris. [OECD] Organization for Economic Operation and Development. 2003. Introduction to The OECD Strategies Related to The Testing of Degradation Chemicals Section 3. Paris [OECD] Organization for Economic Operation and Development. 2005. Guidelines for Testing of Chemicals. Paris. PT Mutu Agung Lestari. 2006. Sertifikasi KAN dan EKOLABEL Indonesia. http://www.menlh.go.id [7 September 2006]. Reis KH. tt. Biodegradation of Chemicals by Activated Sludge Micro-Organisms Ready Biodegradability. Registration of Chemicals, Biocides, Detergents, Agrochemicals and Veterinary Medicinal Products. IBACON Torang L. 2003. Biodegradation Rates of Chemicals in Surface Water and Groundwater Assessed in Batch 9 Simulation Tests. Denmark : Environment & Resources DTU Technical University of Denmark
Udiharto M. 1996. Bioremediasi Minyak Bumi. Di dalam: Prosiding Pelatihan dan Lokakarya "Peran Bioremediasi dalam Pengelolaa Lingkungan". Cibinong: Lembaga Ilmu Pegetahuan Indonesia. hlm 24–39.
LAMPIRAN
11 Lampiran 1 Deskripsi kajian biodegradasi OECD dan EU
OECD
EU
Kajian
301A 301B 301C 301D 301E 301F
C4a C4c C4f C4e C4b C4d C5 C6 C12S C9
Ready biodegradation, DOC die-away Ready biodegradation, evolusi CO2 Ready biodegradation, modifikasi MITI Ready biodegradation, botol tertutup Ready biodegradation, Penapisan OECD modifikasi Ready biodegradation, Respirometri manometrik BOD COD Inherent biodegradation, SCAS Inherent biodegradation, Zahn Wellens Modifikasi MITI (bagian 2) Inherent biodegradation, simulasi (lumpur aktif) Inherent biodegradation, simulasi (biofilm) Inherent biodegradation dalam tanah
302A 302B 302C 303A 303B 304A
C10
http://www.denehurst.co.uk [7 September 2006]
Lampiran 2 Perbandingan penggunaan 6 metode ready biodegradation
Panduan
Pengujian
Kajian
Bahan larut air
OECD 301A;C4-A OECD 301B;C4-C OECD 301D;C4-E OECD 301E;C4-B
DOC die-away
DOC Depletion
Evolusi CO2 Botol tertutup
OECD 301F;C4-D ISO/DIS 14593 OECD 2003
Penapisan OECD modifikasi Respirometri Manometrik Produksi CO2
volatil
+
Bahan larut minyak -
Produksi CO2
+
+
-
-
Pemakaian O2
+
+/-
+
+/-
DOC Depletion
+
-
-
-
Pemakaian O2
+
+
-
+
Produksi CO2
+
+
+
+
-
Bahan mudah menyerap -
12 Lampiran 3 Strategi OECD untuk pengujian biodegradasi
Pengujian ready biodegradation
Ya Ready biodegradable
Tidak Pengujian inherent biodegradation
Ready biodegradable
<20% mineralisasi 20-70% mineralisasi
Persisten
>70% mineralisasi
Metabolit
Uji simulasi Torang 2003
Lampiran 4 Perbandingan Kondisi Uji pada 6 Metode ready biodegradation Pengujian
Konsentrasi bahan mg/l mg DOC/l mg ThOD/l Konsentrasi inokulum (sel/l, aproksimasi) Konsentrasi dalam medium (mg/l) P N Na K Mg Ca Fe pH Suhu
DOC Die-Away
Evolusi CO2
10-40
10-20
Respirometri Manometrik
Penapisan OECD modifikasi
100
116 1.3 86 122 2.2 9.9 0.05-0.1 7.4±0.2 22±2o
Keterangan: DOC = Dissolved Organik Carbon ThOD = Theoritical Oxygen Demand SS = Suspended Solid
MITI
2-10
100
10-40 50-100
≤ 30 mg/l SS atau ≤100 ml/l (107-108)
Botol tertutup
0.5 ml/l (105 )
5-10 ≤5mg/l (104-106)
11.6 0.13 8.6 12.2 2.2 9.9 0.05-0.1
30mg/l SS (107108)
29 1.3 17.2 36.5 6.6 29.7 0.15 7.0 5±1o
13
Lampiran 5 Hubungan antara Ready biodegradation, inherent degradation, dan pengambilan oksigen 100%
Primary Biodegradation Ultimate Biodegradation
60%
mineralisasi (pengambilan oksigen)
EC 1994
Lampiran 6 Metode pembuatan pereaksi DO dan COD Pembuatan pereaksi pada analisis DO metode Winkler (Clesceri et al. 1998) a.
b.
c. d. e.
f. g. h.
Larutan mangan sulfat Dilarutkan 480g MnSO4.4H20, atau 400 g MnSO4.H20 atau 364g MnSO4.4H20 dalam akuades, kemudian saring, dan ditera hingga 1 L. Larutan alkali-iodida-azida Dilarutkan 500g NaOH atau 700g KOH dan 135g NaI atau 150g KI dalam akuades, kemudian ditera hingga 1L. Tambahkan 10g NaN3 yang dilarutkan ke dalam 40 mL akuades. Asam sulfat (H2SO4) 1 mL ekivalen untuk sekitar 3 mL alkali iodida dan alkali azida. Indikator kanji Dilarutkan 2g amilum dan 0.2 asam salisilat dalam 100 mL air panas. Standar natrium tiosulfat 0.025N Larutkan 6.205g Na2S2O3.5H2O) dalam akuades. Tambahkan 1.5 mL NaOH 6N atau 0,4g padatan NaOH, kemudian ditera hingga 1L. KIO3 0.025 N Dilarutkan 89.2 mg KIO3 dalam akuades, kemudian ditera hingga 100mL H2SO4 6 N Sebanyak 15.45 mL H2SO4 pekat ditambahkan akuades hingga mencapai 100mL Larutan KI Dilarutkan 2g KI padatan dalam akuades, kemudian ditera hingga 100mL
Pembuatan pereaksi pada analisis COD metode refluks tertutup (Clesceri et al. 1998) 5220C a. K2Cr2O7 0.1 N Dilarutkan 4.903 g K2Cr2O7 padatan dalam akuades, kemudian ditera hingga 100mL Padatan K2Cr2O7 telah dipanaskan sebelumnya pada suhu 150oC b. Larutan K2Cr2O7/HgSO4
14 Dilarutkan 2.4565 g K2Cr2O7 dalam akuades, kemudian ditambahkan 83.5 ml H2SO4 pekat. Setelah homogen, 16.65g HgSO4 ditambahkan dan tera dengan akuades hingga 500 mL. c. Indikator ferroin Dilarutkan 1.485g 1.10-fenantrolin monohidrat dan 695 mg FeSO4.7H2O dala akuades, kemudian ditera hingga 1 mL d. Standar FAS 0.25 M Dilarutkan 39.2g Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O dalam akuades. Tambahkan 20 mL larutan H2SO4, dingin, kemudian ditera hingga 1000 mL. e. Larutan Ag2SO4/H2SO4 pekat Dilarutkan 6.12g Ag2SO4 dalam 600 mL H2SO4 pekat. Lampiran 7 Perhitungan nilai BOD, COD dan % biodegradasi Perhitungan nilai BOD DO (mg O2/L)
=
ml tiosulfat x N tiosulfat x 160 x fp
Keterangan : fp 160 50 1000 8 BOD
= = = = =
Faktor pengenceran (1000 x 8)/50 Volume titrat yang digunakan sebanyak 50 mL Konversi nilai dalam 1 liter larutan Berat ekivalen dari oksigen
=
(mg/L O2 senyawa uji – mg/L O2 blanko) mg senyawa uji dalam botol
=
mg O2 per mg senyawa uji
Standarisasi larutan Na2S2O3.5H2O 0.0250 N (Harjadi 1986) V1 x N1
= V2 x N2
Keterangan : V1 = Volume larutan kalium biiodat (mL) N1 = Konsentrasi larutan kalium biiodat (N) V2 = Volume larutan Na2S2O3.5H2O (mL) N2 = Konsentrasi Na2S2O3.5H2O (N) Perhitungan nilai COD COD (mg O2/L)
=
(A-B) ml x M FAS x 8000 mL sampel
Keterangan :
A B fp 800 1000 8
= = = = = =
Volume larutan FAS untuk blanko (mL) Volume larutan FAS untuk senyawa uji (mL) Faktor pengenceran 1000 x 8 /10 Konversi nilai 1 liter larutan Berat ekivalen dari oksigen
Standarisasi FAS 0.1 M FAS 0.1 M
=
Volume K2Cr2O7 0.0167 M Volume FAS yang digunakan dalam titrasi,mL
Perhitungan % Biodegradasi % Biodegradasi
=
BOD (mg O2/ mg senyawa uji x 100) ThOD (mg O2/mg senyawa uji
% Biodegradasi
=
BOD (mg O2/ mg senyawa uji x 100) COD (mg O2/mg senyawa uji)
15 Lampiran 8 Alur kerja penelitian Sampling Lumpur Aktif
Preparasi Senyawa uji Preparasi Lumpur Aktif
Pengujian BOD
Pengujian COD
Standardisasi Titran
Standarisasi Titran
Pembuatan Kurva Persen Biodegradasi
Lampiran 9 Rekap data persen biodegradasi sampel uji dan pembanding dengan inokulum lumpur PalabuhanRatu terhadap waktu % Biodegradasi
Waktu (hari) 4 7 10 14 21 28
1mg/L
2mg/L
3mg/L
4mg/L
6mg/L
10mg/L
0,85
6,5
17,09
16,52
4,47
4,53
53,96
33,42
20,88
14,6
14,98
23,22
11,17
6,81
59,21
42,95
34,85
26,64
11,99
22,12
9,65
5,72
62,84
41,94
39,56
31,76
27,1
18,42
10
5,7
74,24
50,61
59,19
56,94
28,4
33,32
11,19
7,92
66,48
41,88
64,74
24,63
24,65
19,65
11,81
1,32
75,7
50,86
Natrium benzoat
Natrium asetat