Oktober 2011 | No. 51 | www.pii.or.id
ENGINEER MONTHLY Nilai Tambah : Faktor Pendongkrak Daya Saing Menakar Produktivitas Nasional
Kode Etik dan Ancaman Global Menyiapkan Insinyur untuk Indonesia 2030
Dr. Ir. Kuntoro Mangkusubroto Ketua Dewan Pakar PII
EDITORIAL
cover
Nilai Tambah Yang Kurang
D
aya saing dan nilai tambah adalah dua hal yang mencuat dalam Rapat Pimpinan Nasional Persatuan Insinyur Indonesia (Rapimnas PII) ke 5 , yang diselenggarakan pada bulan Juli lalu. Apa pentingnya daya saing dan nilai tambah ini bagi bangsa Indonesia dan bagi para Insinyur Indonesia?
ENGINEER MONTHLY Pemimpin Umum Ir. Rudianto Handojo Pemimpin Redaksi Ir. Aries R. Prima Editor Ir. Aries R. Prima Ir. Aditya Warman Ir. Mahmudi Kontributor Biro Media PII Koordinator Promosi Ir. Erpandi Dalimunthe Desain Grafis & Layout Elmoudy Freez Sekretariat PII Jl. Halimun 39 Jakarta 12980 Telp. 021-8352180 Fax. 021-83700663 Website : www.pii.or.id Email :
[email protected]
Menurut World Economic Forum (WEF) daya saing adalah serangkaian kelembagaan, kebijakan, serta faktor yang menentukan tingkat produktivitas sebuah negara, yang pada gilirannya akan menentukan keberlanjutan tingkat kesejahteraan bangsa. Pada ruang lingkup negara, daya saing suatu bangsa ditentukan oleh interaksi antara kinerja ekonomi makro, seberapa besar kebijakan pemerintah kondusif bagi dunia usaha, kinerja dunia usaha dan infrastruktur. Namun, kita harus juga memahami bahwa daya saing negara adalah hal yang berbeda dari daya saing perusahaan, seperti yang dikatakan oleh Paul Krugman, seorang guru besar Massachusetts Institue of Technology (MIT). Daya saing yang dimiliki negara, belum tentu dipunyai oleh perusahaan-perusahaan di negara tersebut. Daya saing sebuah negara dapat dicapai dari akumulasi daya saing strategis setiap perusahaan. Sedangkan proses penciptaan nilai tambah berada dalam ruang lingkup perusahaan. Selain masalah infrastruktur, kelemahan kita ada pada aspek penguasaan dan penerapan teknologi. Industri kita lebih banyak menjadi “tukang jahit” dan “tukang rakit”, belum ada kesiapan untuk membangun “brand” sendiri yang berbasis teknologi untuk meningkatkan nilai tambah yang dapat dihasilkan. Bagi Indonesia, peningkatan daya saing adalah sebuah kendaraan untuk mencapai cita-cita masyarakat yang adil dan makmur dengan meningkatkan kemampuan teknologi, membangun infrastruktur, membangun sumberdaya manusia yang unggul, dan menghilangkan hambatan-hambatan dunia usaha, seperti perbaikan regulasi dan birokrasi yang tidak mendukung kemudahan berusaha. Sebagai tenaga penggerak pembangunan, insinyur mempunyai peranan strategis. Di tangan para insinyur inilah proses penciptaan nilai tambah akan bergantung. Apalagi beberapa tahun mendatang pemerintah akan melarang ekspor langsung bahan mentah, yang berarti keberadaan dan ketersediaan insinyur sangat diperlukan. Jika insinyur Indonesia tidak mempersiapkan diri untuk meningkatkan kemampuannya, maka kesempatan itu akan diisi oleh insinyur negara-negara ASEAN lainnya, mulai tahun 2014, dimana mobilitas beberapa profesi dibebaskan di kawasan ASEAN, termasuk profesi insinyur. Inilah mungkin hakikat sebuah persaingan. Setiap negara, perusahaan, dan para pelakunya akan berlomba untuk meningkatkan kemampuan dan nilai tambahnya untuk keluar sebagai yang terbaik. Semua bermuara pada kualitas yang akan membawa kepada kemakmuran yang berkelanjutan. Pada edisi kali ini, para pembaca akan disuguhi berbagai macam ulasan dan infografis yang berkaitan dengan daya saing dan peningkatan nilai tambah, termasuk ulasan mengenai pentingnya Undang-undang Profesi Insinyur, sebagai payung hukum profesi insinyur Indonesia. Dalam kesempatan kali ini jajaran pengurus pusat PII dan redaksi Engineer Monthly menyampaikan Selamat Idul Fitri 1432 H bagi para pembaca yang merayakannya, dan mohon maaf lahir batin. Taqaballahu minna wa minkum shiyamana wa shiyamakum minal aidzin wal fa’idzin.
Ir. Rudianto Handojo
2 |
ENGINEER MONTHLY | No. 51 | Oktober 2011
www.pii.or.id
UPDATE
Sumber : Mendiknas, 2008
Sarjana Teknik yang dihasilkan Perguruan Tinggi di Indonesia menunjukkan grafik yang relatif menurun dalam satu dekade belakangan ini. Jika di tahun 2004 mampu mencetak 45 ribu sarjana teknik, maka dua tahun kemudian menurun drastis menjadi 30 ribu sarjana. Artinya dalam dua tahun itu, Indonesia kehilangan hampir 30% sarjana teknik. Apa sebab penurunan yang begitu mengkhawatirkan ini?
www.pii.or.id
Oktober 2011 | No. 51 | ENGINEER MONTHLY
| 3
MAINFRAME
Nilai Tambah Faktor Pendongkrak Daya Saing Presiden pertama RI, Ir. Soekarno pernah mengatakan, “een natie van koelias en een koelie onder de naties,” - bangsa yang tidak berdaya saing adalah bangsa kuli dan kulinya bangsa lain.
N
egara-bangsa dengan daya saing rendah bukan hanya mengalami defisit neraca perdagangan, tetapi juga menyaksikan kehancuran sektor industri dan jasanya. Bila kondisi semacam ini berlanjut maka negara yang tak berdaya saing akan bangkrut, istilahnya a failed state. Kondisi inilah yang diinginkan negaranegara kapitalis dan korporasi multinasional arsitek globalisasi (Stiglitz, 2001; Perkins, 2005). Sebaliknya, bangsa-bangsa yang maju, makmur, dan berdaulat menguasai dan menerapkan iptek dalam segenap kiprah kehidupannya, terutama di bidang industri dan pertahanan.
Amerika Serikat, Jepang, negara-negara Uni Eropa, hingga Korea Selatan menjadi maju dan makmur terutama karena mereka menjadikan iptek sebagai soko guru kemajuan dan kemakmurannya. Pertumbuhan produktivitas negara-negara maju berasal dari kemajuan teknologi. Demikian pula halnya dengan dua raksasa baru dunia, RRC dan India. Ketua Umum PII, Dr. Ir. Muhammad Said 4 |
ENGINEER MONTHLY | No. 51 | Oktober 2011
Didu menyatakan bahwa pada 19701990, Indonesia menorehkan reputasi daya saingnya di kancah global. Berbagai inovasi dan kesiapan teknologi diusung secara serius dan sistematis.
tinggi. Indonesia sudah membuka pasar seluas-luasnya dalam berbagai free trade areas (FTAs), baik dengan China, Jepang, di dalam ASEAN ataupun liberalisasi pasar dalam APEC, dan sebentar lagi dengan India.
Indonesia saat itu mencanangkan program Revolusi Hijau dengan meluncurkan benih unggul padi PB, irigasi nasional, dan pupuk hingga mencapai swasembada pangan di tahun 1984. Lalu Dr. Ir. B.J. Habibie merancang model dan teknologi pesawat yang banyak diterapkan di industri pesawat terbang di Eropa dan NASA. Dan di tahun 1980-an, Indonesia membuat pesawat terbang sendiri, CN235 dan N-250.
Jika Indonesia tidak memiliki daya saing yang tangguh, maka ekonominya akan hancur-lebur, tidak saja di pasar internasional, tetapi juga di pasar domestik.
Kondisi tersebut berbalik arah dan menukik tajam, dengan puncaknya di tahun 1998, saat seluruh energi dan konsentrasi Indonesia tersedot pada satu hal, politik. Birokrasi yang cenderung koruptif dan ketidakpastian hukum memaksa semua kekuatan daya saing Indonesia terberangus tak tersisa. Saat ini Indonesia tidak punya pilihan lagi selain keharusan memiliki competiti-veness advantage yang
Beberapa hal perlu dilakukan sebagai upaya memperkuat daya saing SDM Indonesia. Dari sekian banyak variabel yang berpengaruh terhadap daya saing suatu bangsa, penguasaan dan penerapan teknologi merupakan faktor yang paling menentukan. Untuk itu, pemerintah harus mendorong tumbuhnya kreativitas dan inovasi teknologi, terutama teknologi baru di sektor manufaktur. Dalam rangka peningkatan iptek, pendidikan dituntut untuk mampu menjawab tantangan global: Menghasilkan SDM yang berdaya saing dan handal sehingga mampu berperan dalam pemenuhan kebutuhan industri. Konsep link and match perlu dikembangkan agar mampu menjawab www.pii.or.id
MAINFRAME
PDB Sektor versus Tenaga Kerja Industri manufaktur memberi kontribusi PDB terbesar yaitu 26,38%. Tetapi dari sisi tenaga kerja, sektor pertanian memberi kontribusi dominan sebesar 39,67%.
kebutuhan riil masyarakat terhadap dunia kerja. Kemudian upaya meningkatkan daya saing didukung oleh kebijakan pemerintah yang terfokus pada pemberdayaan SDM. Hal itu dapat dilakukan dengan membuat regulasi yang membuka secara luas lapangan kerja.
Sehingga keleluasaan melakukan perbaikan sesuai profesi dapat membawa hasil seperti yang diinginkan. Kebijakan pengembangan SDM harus integral dengan kebijakankebijakan di bidang lain.
Selanjutnya baru memperkuat perdagangan internasional. Struktur produksi perlu diarahkan ke industri yang bernilai lebih tinggi, seperti pengolahan alumina, energi terbarukan, dan lain-lain yang mengandalkan kekuatan sumber daya alam Indonesia.
Intinya, program peningkatan SDM melalui program pelatihan harus dibarengi dengan kebijakan penciptaan lapangan pekerjaan, pemasaran, dan perlindungan harga. Tetapi di tingkat mikro, meningkatan SDM melalui pelatihan atau “short courses” perlu dibarengi dengan
Dan, last but not least, Pemerintah perlu memperkuat modal nasional, meliputi stabilitas ekonomi makro, kebijakan fiskal yang baik, pasar modal yang efisien, dan investasi yang baik. Berbagai negara di dunia mulai mengoptimalkan pasar domestik dan memperkuat daya beli dalam negeri.
Hal berikutnya yang harus dijadikan program adalah pengaturan dunia bisnis yang efisien dan berpihak. Praktik-praktik bisnis yang baik dan sesuai aturan perlu terus diupayakan agar produk barang dan jasa Indonesia tidak terhambat oleh berbagai aturan yang disepakati di tingkat global. E
www.pii.or.id
orientasi profesionalitas.
Oktober 2011 | No. 51 | ENGINEER MONTHLY
| 5
MAINFRAME
Jakarta Esok Hari : 2030
Menakar
Produktivitas Nasional ?
Produktivitas sektor. Di antara tujuh negara ini, Indonesia tampak cukup jauh tertinggal dalam hal produktivitas, baik dari sektor pertanian, industri, dan jasa. Bahkan, negara tetangga Vietnam menunjukkan laju yang cukup meyakinkan dalam mengejar ketertinggalannya dengan kita. Akankah Indonesia diam saja?
6 |
ENGINEER MONTHLY | No. 51 | Oktober 2011
www.pii.or.id
MAINFRAME
Produktivitas Stagnan, why?
P
roduktivitas sebuah bangsa akan menentukan keberlanjutan kesejahteraan bangsa itu sendiri. Namun, apakah produktivitas ini?
produktivitas tertinggi. Artinya dengan input yang sama atau lebih rendah, Korea dapat menghasilkan produk yang lebih banyak. Begitu juga untuk sektor-sektor lainnya.
Banyak sekali definisi dari produktivitas. Tapi secara ringkas, konsep produktivitas adalah perbandingan antara hasil (output) dan masukan (input). Semakin banyak hasil yang dicapai, maka semakin tinggi produktivitasnya. Tingkat produktivitas sebuah bangsa dipengaruhi oleh peringkat daya saingnya di percaturan global. Negara dengan tingkat daya saing tinggi, misalnya dengan infrastruktur yang baik, sdm dengan tingkat pendidikan tinggi, kesiapan teknologi yang baik, akan menghasilkan orang-orang dan industri yang produktif.
Jika kita melihat kembali ke peringkat daya saing dunia, Korea Selatan menempati peringkat unggul dalam ke-12 pilar yang dinilai. Selain itu, negara ginseng ini mempunyai jumlah insinyur per kapita tertinggi dari negara-negara yang ditampilkan dalam infografis ini. Artinya dengan infrastruktur yang baik, tingkat pendidikan yang baik, kesiapan teknologi yang handal, inovatif, dan mempunyai jumlah insinyur berkualitas yang memadai, Korea mampu menjadi negara paling produktif yang menjadikan negara ini manjadi salah satu negara termakmur di dunia.
Jika kita melihat data-data yang telah diolah dalam bentuk infografis di samping, kita dapat melihat bahwa produktivitas kita, secara umum, masih di bawah negara-negara lain. Kita cuma unggul dari Vietnam.
Bagaimana dengan Indonesia? Masih banyak hal yang harus dibenahi. Jika kita tetap terlena, sangat mungkin Vietnam, yang terus berbenah, akan menyalip dan meninggalkan Indonesia di belakang.
Di sektor pertanian, dari beberapa negara yang ditampilkan, Korea Selatan (Korea) adalah negara dengan tingkat
Seluruh pihak perlu berperan aktif dan bekerja sama meningkatkan produktivitas Indonesia. Langkah ini
dapat diawali dengan kesediaan instansi pemerintahan mengukur tingkat produktivitas agar mendapat gambaran yang jelas soal kinerja masing-masing. Persoalan produktivitas selama ini bukan kesalahan pekerja atau pengusaha. Persoalan terbesar di Indonesia yang menekan produktivitas lebih disebabkan hubungan sosial dan rantai panjang birokrasi. Persoalan ini membuat sumber daya yang ada lebih banyak tersita mengurusi hubungan sosial dan birokrasi. Apabila pemerintah memiliki keinginan meningkatkan produktivitas, maka perbaikan kedua hal ini harus menjadi prioritas utama. Jebakan produktivitas rendah membuat pertumbuhan ekonomi rendah, tingkat pengangguran dan kemiskinan tinggi, serta tingkat penghasilan rendah. Kondisi ini yang secara tidak langsung terus melemahkan daya saing Indonesia sehingga seluruh kekuatan yang ada harus konsisten dioptimalkan untuk memulihkan produktivitas nasional. E
Insinyur, tidak bisa dilepaskan dari berbagai macam kegiatan pembangunan. The real hardwork. The real hands..dirty. Itu adalah tangannya insinyur, dirty dengan pengertian sebenarnya, bukan kotor dengan nuansa lain. Yang betul-betul bekerja, kita inilah. Yang membubut poros...kita, yang mengelas...kita, yang mengecor aspal...kita. Jadi saya kira tak ada satu pun orang di dunia ini, meragukan atau mempertanyakan peran dari seorang insinyur. Lalu, kalau Indonesia terperangkap dalam jebakan produktivitas yang sangat rendah, pertanyaannya, dimanakah insinyur mampu berbuat untuk dapat keluar dari jebakan ini ?” ujar Dr. Ir. Kuntoro Mangkusubroto.
www.pii.or.id
Oktober 2011 | No. 51 | ENGINEER MONTHLY
| 7
RAPIMNAS
Dr. Ir. Kuntoro Mangkusubroto
Kode Etik dan Ancaman Global
K
etua Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), dan juga Ketua Dewan Pakar PII, Dr. Ir. Kuntoro Mangkusubroto dalam sambutan Rapimnas Persatuan Insinyur Indonesia (PII) di Gedung BPPT, 20 Juli 2011 yang lalu mengatakan bahwa etika adalah aset yang paling bernilai, dan perlu adanya aturan untuk implementasinya, yang biasa disebut regulasi. Etika tanpa regulasi, hanyalah filosofi. Insinyur harus beretika, dan insinyur perlu regulasi. Kode etik memang adalah salah satu hal yang menjadi sorotan utama dalam Rapimnas PII kali ini, dan telah dibakukan oleh Majelis Kehormatan PII melalui sidangsidangnya. Tanpa panduan etika, sulit bagi seorang insinyur untuk melakukan praktek keinsinyuran dengan baik dan bertanggung jawab. Dalam kesempatan yang sama, beliau sampaikan penilaian positif atas pertumbuhan ekonomi makro Indonesia di tengah “kegaduhan” politik negeri ini. “Nampaknya, decoupling antara politik dan ekonomi sudah hampir sempurna terjadi. Politik boleh gaduh, ekonomi jalan terus,” begitu imbuhnya. Karena pertumbuhan ekonomi dan potensi yang baik, saat ini, Indonesia adalah negara yang paling diminati untuk investasi di seluruh dunia. Hal ini dapat dilihat dalam report mengenai investment index. Pertumbuhan (ekonomi) Indonesia 6,1%, Unemployment Rate menurun, Poverty Index menurun. “Maka secara keseluruhan, bahkan pada Structure Political Index, Indonesia bukan hanya not bad, tapi good,” tegas Kuntoro.
8 |
ENGINEER MONTHLY | No. 51 | Oktober 2011
Di dalam perkembangan pemikiran ini, sejalan dengan keinginan dan harapan bangsa Indonesia, lahirlah konsep MP3EI, rencana induk bagi percepatan pembangunan ekonomi, yang disebutnya sebagai masterpiece. Kuntoro mengatakan bahwa paling tidak dalam 25 tahun terakhir tidak ada konsepsi pembangunan yang sejelas ini. Ia juga menyebutkan bahwa Repelita (di era Orde Baru) tidak setara dengan ini, konteksnya sangat berbeda. Dalam strategi utama masterplan ini, terdapat sebuah rencana pembangu-nan melalui 6 koridor ekonomi, yang ia sebut sebagai sebuah pemikiran yang solid dalam membangun Indonesia. Selain itu ada 2 strategi utama lain dalam MP3EI, yaitu penguatan konektivitas dan peningkatan kemam-puan sumberdaya manusia dan iptek. Bersama lembaga lain, PII memusatkan perhatiannya pada strategi utama ketiga, yaitu peningkatan kemampuan sumberdaya manusia dan IPTEK. Namun, Kuntoro juga menambahkan bahwa walaupun dalam skala makro, pertumbuhan ekonomi kita baik, tapi Indonesia agak “kedodoran” jika dilihat dalam aspek mikronya. Ia mencontohkan bahwa, pernah dalam sebuah kesempatan, CEO Nissan, Charles Ghosn, bercerita kepadanya bahwa biaya manufaktur (mobil) di Cikarang, 30% lebih murah dari Thailand. Namun setelah sampai di pelabuhan Tanjung Priok menjadi 20% lebih mahal dari Thailand. Biaya logistik dari pabrik ke pelabuhan menjadi persoalan di sini.
1.000 MW. Ketua UKP4 ini mengatakan bahwa jika ia ceritakan yang terjadi sebenarnya, maka ini akan membuat sebagian pihak terdiam, “The macro is okay, the micro is not okay,” tambahnya. Lanjutnya, Kuntoro mengingatkan pentingnya kesadaran kita tentang perubahan iklim dunia. Perubahan iklim ini akan berpengaruh terhadap batas teritorial dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Ia mencontohkan beberapa pulau terluar Indonesia akan tenggelam dengan kenaikan suhu beberapa derajat saja, yang berarti batas-batas perairan negara Indonesia akan berubah. Lebih jauh lagi, hal ini akan berpengaruh juga terhadap ketersediaan pangan kita. Dengan kenaikan temperatur udara, o misalnya 2 Celsius, jenis-jenis tanaman tertentu pertumbuhannya terganggu atau tidak dapat tumbuh lagi. Kita sepatutnya berpikir secara nyata, dan fokus terhadap persoalan global yang hampir tidak kasat mata ini. Perlu kita lakukan penelitian dan persiapan yang serius untuk menghadapi perubahan iklim ini. Jika kita menginginkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 7 – 8 persen, tantangannya adalah bagaimana kita mencapainya dengan menyeimbangkannya dengan emission control. Ya, ini adalah tantangan kita semua, para insinyur Indonesia. E
Hal lainnya seperti pembangunan pembangkit listrik 10.000 Mega Watt (MW) tahap I yang hingga kini belum lebih dari
www.pii.or.id
RAPIMNAS MAINFRAME
Dr. Ir. Muhammad Said Didu
Menggerakkan
Indonesia melalui 5 Agenda
K
etua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII), M. Said Didu, dalam sambutan Rapimnas PII di Jakarta, 20 Juli 2011 mengatakan bahwa dalam laporan perekonomian Indonesia beberapa tahun terakhir menunjukkan kemajuan berarti. Mengutip Majalah The Economist, dikatakan bahwa PDB Indonesia akan mencapai 806 miliar US$, sehingga menempatkan Indonesia sebagai kekuatan 16 besar ekonomi dunia, melampaui Turki dan Belanda. Dengan perkiraan jumlah penduduk 245 juta jiwa, maka PDB per kapita Indonesia mencapai 3.280 dolar Amerika. Namun, menurut M. Said Didu, perlu dicermati bahwa pertumbuhan tersebut belum dilandasi peningkatan nilai tambah dan daya saing. Menilik perbandingan data antara PDB Indonesia 2005-2008 atas dasar nilai sekarang dan nilai konstan, pertumbuhan PDB Indonesia lebih banyak disebabkan oleh kenaikan harga-harga komoditas, bukan nilai tambah. Hal ini dapat melemahkan daya saing Indonesia karena pada saat yang sama gejala deindustrialisasi juga berlangsung. Untuk menyelesaikan kedua permasalahan tersebut, PII mengusulkan lima agenda. Agenda pertama, menata ulang strategi pembangunan. Karena peningkatan daya saing dan pengembangan industri suatu negara selalu dimulai dari rekayasa teknik yang menentukan jenis dan struktur indutri yang akan dikembangkan. Setelah itu, dicarikan model pembiayaan yang sesuai. Bagian ini sering diistilahkan sebagai financial engineering. Selanjutnya dilakukan perumusan hukum dan kebijakan
www.pii.or.id
untuk memberikan perlindungan, istilahnya policy engineering. Dan untuk mempercepat proses industrialisasi serta peningkatan daya saing, dirancang suatu keputusan politik; political engineering. Hal yang perlu diwaspadai adalah jika proses tersebut berlangsung terbalik dan dimulai dari rekayasa politik. Gejala proses terbalik tersebut mulai terlihat sejak reformasi tahun 1998. Agenda Kedua, penyempurnaan indikator pembangunan. Saat ini terdapat dua kelompok indikator pembangunan yang sering digunakan, yaitu; pertama, Indkator makro seperti GDP, inflasi, dan nilai tukar; kedua, indikator pemerataan dan kesejahteraan seperti Human Development Index (HDI). PII mengusulkan tambahan kelompok indikator ketiga yang menggambarkan posisi Indonesia, yaitu indikator daya saing berupa indikator nilai tambah, pengusaan teknologi, jumlah dan kualitas SDM, serta ratio infrastruktur dan energi. Agenda Ketiga, kebijakan jangka panjang pembangunan Infrastruktur, Energi dan Pangan. PII memandang bahwa konsep MP3EI (Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Eknomi Indonesia) dapat dijadikan model penyediaan infrastruktur untuk meningkatkan daya saing.
Agenda Keempat, percepatan penguasaan teknologi dan peningkatan kualitas SDM, khususnya SDM pada bidang teknik menjadi syarat mutlak untuk peningkatan daya saing dan percepatan proses industrialisasi. Penguasaan teknologi dan peningkatan kualitas SDM hendaknya difokuskan pada jenis industri yang akan dikembangkan. Agenda Kelima, penyediaan perangkat hukum profesi insinyur, dalam bentuk undang-undang (UU) untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat sebagai pengguna karya profesi Insinyur, sekaligus memberikan perlindungan terhadap profesi insinyur itu sendiri. Undang-undang profesi insinyur sangat mendesak untuk diselesaikan karena sesuai dengan hasil ASEAN Summit bahwa pada tahun 2015 mobilitas profesi Insinyur dibebaskan di seluruh Negara ASEAN. Jika sampai dengan tahun 2015 Indonesia tidak memiliki UU tersebut, maka Indonesia tidak memiliki perangkat hukum untuk mengatur masuknya Insinyur dari luar negeri. Sebaliknya Insinyur Indonesia yang akan bekerja di luar negeri harus tunduk pada UU profesi insinyur yang berlaku di negara tersebut. E
Khusus untuk penyediaan energi dan ketahanan pangan, PII mengharapkan agar strategi dan kebijakan energi dan ketahanan pangan dirancang bersamaan. Pengembangan energi alternatif hendaknya tidak menggunakan sumber daya untuk pangan karena dikhawatirkan akan meningkatkan harga pangan.
Oktober 2011 | No. 51 | ENGINEER MONTHLY
| 9
ANALISIS
Ir. Heru Dewanto, M.Sc (Eng)
Menyiapkan Insinyur untuk Indonesia 2030
M
enurut Sekjen PII, Heru Dewanto (HD), Indonesia membutuhkan 175.000 insinyur per tahun untuk mengimplementasikan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) , untuk mencapai target Indonesia masuk 10 besar dunia pada 2030.
10 |
ENGINEER MONTHLY | No. 51 | Oktober 2011
www.pii.or.id
ANALISIS
M
asalahnya, saat ini jumlah insinyur hanya bertambah 37.000 per tahun. Padahal dengan dibukanya mobilitas profesi insinyur di kawasan ASEAN, defisit jumlah insinyur tersebut akan membuat Indonesia dibanjiri insinyur asing. Dengan kemungkinan banjirnya insinyur asing yang bisa saja tidak sesuai dengan kualifikasi dan kompetensinya, maka perlu ada aturan hukum dan perundangan yang mengatur itu. "Bila saat itu harus terjadi, kita harus sudah memiliki aturan hukum dan perundangan untuk melindungi konsumen pengguna jasa profesi insinyur dari kemungkinan mal praktik profesi insinyur. Sekaligus menjaga kualitas dan kompetensi profesi insinyur yang bekerja di Indonesia," ujar HD. Sayangnya tidak seperti profesi dokter dan advokat yang sudah memiliki UndangUndang (UU), profesi insinyur belum memiliki perundang-undangan yang mengaturnya. UU profesi insinyur itu akan mengatur tentang sertifikasi insinyur profesional, penyelenggaraan lisensi kerja, hingga standar pelayanan. Di ASEAN hanya
www.pii.or.id
Laos, Myanmar, dan Indonesia yang belum memiliki undang-undang ini. Untuk menghadapi gelombang pasar kerja bebas, Indonesia juga perlu mengambil langkah-langkah strategis, terutama menyangkut penataan infrastruktur untuk pengembangan kualitas sumberdaya manusia Indonesia. Termasuk harmonisasi regulasi antar instansi. Indonesia juga selayaknya segera menyusun strategi induk untuk menghadapi globalisasi pasar kerja. Setiap forum negosiasi adalah medan pertempuran untuk memenangkan kepentingan. Oleh karena itu, harus ada kejelasan sasaran yang hendak dicapai pada setiap negosiasi di forum. Liberalisasi perdagangan dan jasa di ASEAN yang ditargetkan terlaksana tahun 2015 serta WTO tahun 2020 akan berdampak pada liberalisasi pasar kerja, baik melalui moda investasi maupun mobilitas tenaga kerja. Keseriusan Singapura, Malaysia, dan Filipina dalam negosiasi Mutual Recognition Arrangement di bidang tenaga profesional di forum AFas, adalah sinyal bahwa mereka
siap menyerbu pasar kerja di negara anggota ASEAN lainnya, termasuk Indonesia. Gejalanya sudah semakin tampak, yaitu banyaknya tenaga kerja asing yang bekerja di rumah sakit, pasar swalayan, lembaga pendidikan, jasa keuangan, perhubungan dan telekominikasi, pariwisata, konstruksi dan sebagainya. Dalam perdagangan bebas di bidang jasa, baik di forum GATS-WTO, APEC maupun AFas-ASEAN, telah banyak dibicarakan dan dinegosiasikan kemungkinan dihapuskannya hambatan mobilitas tenaga kerja antar negara anggota. Di tingkat AFas-ASEAN bahkan telah disepakati untuk membuka pasar kerja bebas pada profesi insinyur, arsitek, surveyor, perawat, dokter, akuntan, dan lain-lain. Ini menjadi tantangan bersama. Kita menghadapi era di mana globalisasi tenaga kerja sudah di ambang pintu. Mobilitas tenaga kerja yang semakin deras, mau tidak mau harus bisa dikendalikan. “Kita tidak bisa menunggu lebih lama, UU Keinsinyuran tak bisa ditunda lagi” ujar HD. E
Oktober 2011 | No. 51 | ENGINEER MONTHLY
| 11
EVENTS
LOKAKARYA MAJELIS PENILAI DISKUSI PETROKIMIA Biro Sertifikasi PII, menyelenggarakan lokakarya “Sertifikasi Insinyur Profesional” di Hotel Ibis Tamarin, Jakarta, 18-19 Juli 2011, yang dilaksanakan dalam rangkaian kegiatan RAPIMNAS PII 2011. Direktur Eksekutif PII, Ir. Rudianto Handojo mengatakan, pada dasarnya Sistem Sertifikasi ini merupakan pengakuan resmi atas kompetensi keprofesionalan seorang insinyur, yang telah menempuh pendidikan sarjana teknik atau pertanian, serta telah mengumpulkan pengalaman kerja yang cukup dalam bidang keinsinyuran yang ditekuninya.
Badan Kejuruan Kimia PII, menyelenggarakan diskusi bulanan pada tanggal 12 Agustus 2011, dengan tajuk “Peran Insinyur Kimia dalam Mendukung MP3EI Khususnya Pengembangan Insutri Petrokimia Nasional”, di Plaza Pupuk Kaltim, Jakarta.
Dengan demikian masyarakat umum memperoleh perlindungan/ jaminan keselamatan atas proyek keinsinyuran, karena insinyur yang memperoleh sertifikat Insinyur Profesional telah memenuhi standar kompetensi berdasarkan bakuan yang mengacu pada kaidah-kaidah nasional dan internasional.
Indonesia adalah produsen minyak sawit (CPO dan CPKO) terbesar di dunia. Pada 2010 angka produksi mencapai 22,5 juta ton, dengan lebih dari 75%-nya masih diekspor mentah. Demikian yang disampaikan Dirjen Basis Industri Manufaktur, Kementrian Perindustrian RI, Ir. Panggah Susanto, MM dalam paparannya. Lebih jauh dikatakan, Indonesia adalah produsen biomassa (hasil samping) pertanian terbesar di dunia. Potensi biomassa utamanya adalah sekam padi sebanyak 20 Juta Ton, janggel jagung 15 Juta Ton, dan Tandan Kosong sawit sebesar 15 Juta Ton. Cadangan bahan galian logam: tembaga 3,2 Milyar Ton, iron ore (besi) lebih dari 2 Milyar Ton, nikel laterit sebesar 1,58 Milyar Ton (16 % total cadangan nikel dunia).
Akhmad Bukhari Saleh dalam paparannya mengatakan, beberapa contoh malpraktek dalam profesi insinyur misalnya runtuhnya jembatan Grogol , lumpur Lapindo Brantas, atau klaim pada industri pesawat ringan.
Keberadaan industri petrokimia merupakan salah satu pilar industri nasional yang perlu dikembangkan melalui penguatan struktur dari hulu hingga produk jadi yang mampu berkompetisi dengan lingkungan strategisnya.
“Sertifikat Insinyur Profesional“ sudah diterbitkan PII Sejak 1997 sebelum UU Jasa Konstruksi. Sertifikasi Insinyur Profesional PII mencakup juga Profesi Keinsinyuran Non-Konstruksi.
Senior Project Management Consultant PKT dan Pusri, Ir. Erawan Setyanto mengawali sesi pertama diskusi panel dengan paparan menarik, judulnya “ Pola Implementasi Proyek – A Best Practice Model”. Kemudian Prodi Teknik Kimia ITB, Dr. Subagio, mengetengahkan presentasi mengenai implementasi teknologi katalis dalam industri migas dan petrokimia. Disusul oleh Ir. Suroso Atmomartoyo yang membawak paparan bertajuk “Pemberdayaan Produk Industri Kimia Dalam Negeri untuk Optimalisasi Kilang Pertamina.”
Pada hari kedua, setelah rehat kopi, materi “Pengembangan Keprofesionalan Berkesinambungan (PKB)” dipresentasikan oleh Ir. tris Budiono. Disusul dengan “Bakuan Kompetensi PKB” oleh Ir. Tjipto Kusumo, yang dibahas hingga menjelang makan siang. Kemudian materi “Formulir Pelaporan PKB PII dan Cara Penilaiannya” disampaikan oleh Ir. tris Budiono; dan “Tata Kerja Majelis Penilai” oleh Ir. Tjipto Kusumo – hingga waktu sholat Asar. Materi terakhir mengenai , “Proses Aplikasi SIP Daerah” disampaikan oleh Ir. Tjipto Kusumo, dan dilanjutkan dengan “Praktek Penilaian FAIP & PKB serta Simulasi Pendaftaran Keanggotaan dan Sertifikasi Online” yang dipandu oleh Ruly dan Indra. Seluruh rangkaian acara ditutup dengan penyerahan Sertifikat Kepesertaan oleh Ir. Rudianto Handojo.
12 |
ENGINEER MONTHLY | No. 51 | Oktober 2011
Pada sesi kedua, Dr. Tatang Soerawidjaja – Prodi Teknik Kimia ITB – memaparkan kritik terhadap peran pemerintah dalam pembangunan kapasitas inovasi nasional industri petrokimia. Paparan terakhir disampaikan Dirjen Basis Industri Manufaktur, Kementrian Perindustrian RI, Ir. Panggah Susanto, MM. Paparannya, “Gagasan Pemerintah untuk Pengembangan Tiga Wilayah Kuster Industri Petrokimia Berbahan Baku Migas dan Turunannya, serta Peran Insinyur dan Perguruan Tinggi Teknik”.
www.pii.or.id
AGENDA
www.aprcc2011-indonesia.com
www.pii.or.id
Oktober 2011 | No. 51 | ENGINEER MONTHLY
| 13
PICTURES
MoU Penerapan Kode Etik Insinyur 20 Juli 2011. Di Gedung BPPT, Jakarta. MoU perihal penerapan Kode Etik Insinyur antara Persatuan Insinyur Indonesia (PII) dengan beberapa stakeholder terkait diantaranya Kementerian Pertahanan, Kementerian RISTEK, BPPT, Kementerian Pekerjaan Umum, Badan Standarisasi Nasional (BSN), perusahaan-perusahaan BUMN, dan perusahaan-perusahaan swasta.
Rapat Pleno Rapimnas 2011 21 Juli 2011. Di Gd. BPPT, Jakarta. Rapat Pleno dalam Rapimnas PII 2011 ini membahas mengenai beberapa agenda penting PII di tahun ini diantaranya adalah RUU Keinsinyuran, penerapan Kode Etik Insinyur, pembangunan gedung baru PII, serta laporan Pengurus Wilayah/Cabang dari berbagai daerah yang tersebar di seluruh Indonesia.
Audiensi RUU Keinsinyuran dengan DPR 8 September 2011. Ketua Umum PII Ir. M. Said Didu beserta jajaran pengurus melakukan audiensi tentang RUU Keinsinyuran. Kali ini audiensi dilakukan ke pimpinan DPR. Tampak hadir salah satu pimpinan DPR, Pramono Anung, ditemani Ketua Badan Legislasi DPR, Ignatius Mulyono. RUU Keinsinyuran menjadi agenda penting bagi keberlangsungan pembangunan.. 14 |
ENGINEER MONTHLY | No. 51 | Oktober 2011
www.pii.or.id
MAPPING
PII dalam Konstelasi Global & Nasional
www.pii.or.id
Oktober 2011 | No. 51 | ENGINEER MONTHLY
| 15
CHARISMA
Prof. Dr. Ir. Roosseno Soerjohadikoesoemo
B
agi kalangan insinyur, tentulah nama Roosseno bukanlah sesuatu yang asing. Kita kenal beliau sebagai “Bapak Beton Indonesia”, karena ia banyak melakukan pembelajaran tentang beton dan penganjur penggunaan beton untuk bangunan teknik sipil, karena bisa didapat di Indonesia dengan mudah, sehingga biaya dan harga bangunan tersebut bisa lebih murah.
Guru besar Institut Teknologi Bandung (ITB) yang lahir di Madiun pada tanggal 2 Agustus 1908 (1908-1996), dikenal juga sebagai seorang politisi dan negarawan. Ia pernah bergabung dengan Partai Indonesia Raya pada tahun 50-an dan tercatat pernah menjabat Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Perhubungan dan Menteri Ekonomi. Sebagai seorang ilmuwan dan pengajar, ia menulis buku ajar beton pertama dalam Bahasa Indonesia pada tahun 1954, setelah sebelumnya, pada tahun 1949, ia memperkenalkan beton pratekan dalam kuliahnya di ITB. Struktur beton pratekan pertama di Indonesia terwujud pada tahun 1961 untuk pelataran Monas dan Jembatan Semanggi di Jakarta, yang dirancang oleh Ir. Roosseno.
Nama Prof. Dr. Ir. Roosseno Soerjohadikoesoemo Lahir : Madiun, 2 Agustus 1908 Wafat : Jakarta, 15 Juni 1996
Pendidikan n n n n
ELS, Yogyakarta (1922) MULO, Madiun (1925) AMS, Yogyakarta (1928) THS, Bandung (sekarang-ITB) (1932)
Karir n
n
n
n n n n n n n n n n n
Asisten Profesor Geodesi THS Bandung (1932-1939) Insinyur Konstruksi Deputi PU di Bandung (1935-1939) Insinyur Konstruksi Deputi PU Kediri (19391943) Guru Besar ITB (1943-1945) Dekan FT UGM (1945-1949) Konsultan Teknik di Jakarta (1949-1953) Guru Besar ITB dan FT UI (1950) Menteri PU & T (1953) Menteri Perhubungan (1954) Menteri Ekonomi (1955) Dekan Fakultas Teknik UI (1964-1974) Konsultan Teknik/Direktur PT Exakta Direktur Freyssinet Indonesia Ltd Direktur Biro Oktrooi Patent Roosseno
Pada tahun 1972, dengan bantuan UNESCO dan International Consultative Committee, sebuah tim dibentuk untuk mengawasi aspek pemugaran Candi Borobudur. Tim ini diketuai oleh Ir. Roosseno dan dibantu oleh Ir. Wiratman Wangsadinata. Setelah melalui proses yang panjang, termasuk mengganti tim konsultan yang ditunjuk oleh UNESCO, pada tahun 1976 pekerjaan fisik pemugaran dimulai. Ketahanan Candi Borobudur telah teruji, tidak ada kerusakan dan longsor, pada saat terjadi gempa di Bantul pada tahun 2006. Karya ini semakin membuktikan sanggahan Roosseno terhadap syair seorang sastrawan Inggris, Rudyard Kipling yang menyatakan: “Oh, East is East, and West is West, and never the twain shall meet”, yang bermakna bahwa orang Timur tidak mungkin setara dengan orang Barat. Ia “merenovasi” syair ini menjadi: “Oh, East is East, and West is West, but this time the twain shall meet”, pada saat pengukuhan dirinya sebagai Doktor “Honoris Causa” di ITB pada tahun 1977. Insinyur Sipil ini telah membuktikannya ketika ia menjadi lulusan terbaik di Technische Hooge School Bandung pada tahun 1932, dengan menyisihkan 7 orang Belanda. Ia mengawali karir dengan mendirikan Biro Insinyur Roosseno dan Soekarno (Presiden pertama RI) di Jalan Banceuy pada tahun 1933. Meski sebetulnya sama – sama insinyur sipil, Soekarno lebih pandai dalam merancang bangunan. Sedangkan Roosseno, pandai dalam membangun konstruksinya. Setelah biro yang mereka dirikan bubar, pada tahun 1935 – 1939, Roosseno bekerja sebagai pegawai Department van Verkeer en Waterstaat (Departemen Jalan dan Pengairan) di Bandung. Di sini, ia berhasil meyakinkan atasan – atasannya untuk mengutamakan penggunaan beton dalam pembangunan jembatan di Indonesia. Alasannya, bahan-bahan dasar beton seperti pasir, batu pecah, semen dan kayu perancah dapat dibeli di Indonesia sendiri, sehingga biaya pengadaannya akan masuk ke dalam kantong rakyat dan ikut mensejahterakan rakyat. Nama Roosseno mulai diperbincangkan pada sekitar 1960, ketika Presiden Soekarno mulai menyukai bangunan – bangunan besar. Lalu dibangunlah Hotel Indonesia di Jakarta, Hotel Ambarukmo di Yogyakarta, Samudera Beach Hotel di Pelabuhan Ratu, dan Bali Beach Hotel di Pantai Sanur, Bali. Juga Tugu Selamat Datang dan Monumen Nasional. Untuk menyongsong Asian Games, dibangun kompleks Gelanggang Olahraga Senayan, yang juga dinamakan Gelora Bung Karno. Masih banyak karya dan kiprah beliau yang menjadi “monumen” tersendiri bagi para generasi penerus. Namun, yang pasti, beliau telah mewariskan semangat belajar dan semangat pantang menyerah kepada kita, bangsa Indonesia. Untuk menghormati jasa-jasa dan pengabdiannya, pada tahun 2008, PII menganugerahkan Life Time Achievement Award kepada beliau yang diterima oleh keluarganya.
16 |
ENGINEER MONTHLY | No. 51 | Oktober 2011
www.pii.or.id