STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING DAN NILAI TAMBAH PRODUK PERKEBUNAN Soedjai Kartasasmita Ketua Umum Gabungan Perusahaan Perkebunan Indonesia PENDAHULUAN
Dalam sejarahnya yang panjang Agribisnis perkebunan di Indonesia terbukti merupakan salah satu penopang ekonomi yang handal. Dalam berbagai krisis ekonomi dan keuangan global, perkebunan biasanya tidak terlalu terganggu oleh imbasnya krisis bahkan selalu mampu menopang ekonomi negara kita. Dalam krisis moneter Asia pada tahun 1998-1999 perkebunan tetap bertahan bahkan mampu memberikan kontribusi yang besar kepada ekonomi negara dan kehidupan sosial bangsa. Krisis yang melanda dunia pada tahun 2008 mula-mula memang memberikan dampak yang mengejutkan kepada industri perkebunan disebabkan kemerosotan harga yang tajam dari berbagai komoditi perkebunan. Namun dalam waktu yang relatif singkat industri perkebunan bangkit kembali, bahkan dalam hal kelapa sawit justru berkembang dengan pesat sehingga Indonesia sejak tahun 2008 dapat memposisikan diri tercatat sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Pada saat ini kita lagi-lagi menghadapi ancaman krisis. Kali ini sebagai dampak dari perkembangan ekonomi yang memburuk di Eropa dan Amerika. Sudah mulai keliatan dampaknya: harga-harga komoditi perkebunan mulai menurun sedang ekspor mulai berkurang. Syukurlah negara-negara China dan India masih tetap merupakan negara-negara importir terbesar untuk minyak kelapa sawit dan karet kita. Mudah-mudahan dalam situasi krisis global sekarang inipun perkebunan dapat membuktikan kembali kekuatannya sebagai salah satu sektor andalan dalam ekonomi negara kita. Dalam makalah ini saya akan menggunakan sejarah perkembangan perkebunan di Sumatra sebagai suatu kasus studi untuk membuktikan bahwa sejumlah fakta pandang tertentu masih tetap berlaku di dalam era sekarang. Ternyata ada 6 faktor pendorong yang saya identifikasikan sebagai faktor pendorong yang menyebabkan sektor perkebunan dapat tetap bertahan sebagai sektor yang handal yaitu: Visi, Inovasi, Teknologi, SDM, Infrastruktur, dan Pasar.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011
11
VISI, INOVASI, TEKNOLOGI, SDM, INFRASTRUKTUR dan PASAR Visi Kalau kita bicara tentang visi yang mendorong pengembangan perkebunan di Sumatera Utara maka kita harus menyebut nama Said Abdoellah. Siapa dia? Ia adalah adik ipar Sultan Mahmoed Al Rasjid Perkasa Alam yang pada tahun 1858 mewarisi tahta kesultanan Deli. Said Abdoellah adalah keturunan Arab dan nama lengkapnya adalah Said Abdoellah bin Oemar Bilfagih. Ia adalah seorang pengusaha di Surabaya; yang dalam perjalanannya ke Calcuta, India, mengalami musibah di Selat Malaka karena perahu layarnya ditelan ombak sebagai akibat dari taufan yang melanda selat itu. Ia terdampar di Labuhan Deli dan berkat kepandaiannya berkomunikasi ia berhasil menjadi orang kepercayaan Sultan Mahmoed, sampai-sampai akhirnya ia menjadi ipar Sultan karena mampu merebut hati adiknya. Said Abdoellah melihat bahwa ranah Deli mempunyai potensi ekonomi yang luar biasa yang hanya dapat digali apabila dilakukan upaya-upaya untuk menjaring investor khususnya untuk penanaman tembakau Deli berdaun lebar yang menurut pandangannya berkualitas tinggi dan harum. Ia minta izin Sultan untuk melakukan “road show” ke Batavia dan Surabaya dan pada awal tahun 1863 berangkatlah ia dengan kapal ke Batavia. Ternyata di ibu kota Hindia Belanda ini tidak mudah untuk menjaring investor malahan ia selalu diejek oleh pengusaha-pengusaha Belanda sebagai penipu. Lalu berangkatlah ia ke Surabaya dan disana ia berhasil meyakinkan 2 perusahaan Belanda, Van Leeuwen dan Maintz & Co, dengan cerita bahwa potensi produksi tembakau Deli dapat mencapai 30.000 pikul setahun. Tanpa ragu-ragu ke-2 perusahaan ini langsung memutuskan untuk mengirim kapal “Josephine” pada tanggal 1 Mei 1863 ke Deli dengan membawa seorang tenaga ahli muda Belanda bernama Jacobus Nienhuys dari perusahaan tembakau P. van den Arend. Alangkah bahagianya Said Abdoellah karena visinya ternyata benar : tembakau Deli dalam waktu relatif singkat menjadi favorit para penggemar cerutu di berbagai kawasan dunia termasuk di Amerika Serikat. Tanah Deli pada waktu itu sempat dijuluki Tanah Emas. Dari uraian ini jelaslah bahwa visi itu penting sekali dan merupakan kunci sukses bagi suatu pengembangan apalagi kalau diluncurkan pada waktu yang tepat, sekalipun belum didukung oleh data-data yang lengkap ( dalam kasus Tembakau Deli misal Said Abdullah menyebut angka 30.000 pikul/ tahun tanpa dilandasi perhitungan yang matang. Kata kuncinya ialah MOMENTUM dan KOMITMEN. Inovasi Keberhasilan Said Abdoellah untuk menjaring investor patut dikagumi. Bayangkan, Residen Belanda sendiri (Elisa Netscher), tidak mampu untuk meyakinkan Pemerintah Belanda dan para investor tentang kecocokan Riau dan Sumatera Timur untuk pengembangan perkebunan di Sumatera. Mereka tidak merasa tertarik karena lebih terpukau untuk mengembangkan perkebunan di Jawa yaitu teh di Jawa Barat dan gula di Jawa Timur. Sumatera dianggap terbelakang dan
12
PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011
penuh dengan ancaman-ancaman; selain itu kawasannya dianggap masih penuh dengan hutan dan rawa-rawa. Berkat keberhasilan Said Abdullah sikap Pemerintah Belanda dan para investor langsung berubah. Pemerintah kolonial dengan cepat mengambil langkah-langkah penanganan yang tepat sehingga tembakau Deli dapat berkembang dengan pesat, apalagi karena tingkat profitabilitasnya tinggi dan permintaan pasar yang terus menanjak. Ekspor ke Amerika Serikat saja pada tahun 1890 mencapai 60.000 bal. Titik balik terjadi pada tahun 1891 sejak Amerika Serikat mulai mengenakan bea impor yang tinggi (Mc Kinley tariff). Ekspor ke negara itu semenjak tahun 1891 terus menyusut yang menyebabkan dan memicu timbulnya krisis di lingkungan Tembakau Deli. Namun krisis ini memberikan 2 pelajaran yang berharga yaitu : Perlunya dukungan yang kuat dari riset sehingga untuk keperluan ini dibangunlah Deli Proefstation di Medan (sekarang jadi kantor Gubernur Sumatera Utara). Tidak semua lokasi di Sumatera Utara cocok untuk ditanami Tembakau Deli; hanya terbatas pada lokasi yang spesifik yaitu antara Sei Ular dan Sei Wampu. Hal ini memberikan peluang untuk pengembangan karet dan komoditi lain di lokasi-lokasi ekstembakau di berbagai kawasan di Sumatera Utara. Posisi karet yang makin kuat mendorong para pengusaha di Sumatera Utara untuk membentuk asosiasi yang dinamakan AVROS (Algemene Vereniging voor Rubber Ondernemingen ter Oostkust van Sumatera yang kemudian pada 26 September 1916 mendirikan Algemeen Proefstation der AVROS (APA) yang fokus utamanya adalah komoditi karet, namun kemudian juga teh dan kelapa sawit. Disamping APA ada pula balai-balai penelitian milik perusahaan-perusahaan besar. Untuk karet yang terkenal adalah balai penelitian milik RCMA di Sei Karang dan untuk sisal di Dolok Ilir (HVA). Diam-diam HVA banyak melakukan riset kelapa sawit yang menghasilkan beberapa jenis unggul Pisifera. Pada tahun 1954 tepung sarinya diselundupkan oleh Rolf Grut, seorang warga negara Denmark, ke Malaysia. Inilah salah satu penyebab keberhasilan negara tetangga kita dalam pemuliaan kelapa sawit . Mengikuti jejak perusahaan-perusahaan swata besar Perusahaan Perkebunan Negara pada tahun 1963 membentuk lembaga penelitian Marihat untuk keperluan penelitian kelapa sawit. Ada beberapa inovasi hasil riset yang diluncurkan antara tahun 1960-1980. Sekalipun inovasi-inovasi itu sederhana namun dampaknya luar biasa : Introduksi egrek untuk panen pada tahun 1968. Dengan adanya egrek pemanen tidak perlu memanjat pohon lagi. Analisa daun untuk menentukan dosis pupuk pada tahun 1970. Introduksi Elaeidobius kameruncis untuk peningkatan produktivitas kelapa sawit. Memanfaatkan burung hantu untuk memberantas tikus. Pelajaran apa yang dapat diambil dari uraian ini : Dalam kasus Tembakau Deli ternyata tidak setiap lokasi cocok untuk ditanam Tembakau Deli. Sama halnya sekarang : ketika orang lagi tergila-gila kepada kelapa sawit, harus disadari bahwa tidak setiap lokasi cocok untuk ditanami kelapa sawit. Inovasi berbasis hasil riset dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang dramatis.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011
13
Teknologi Pemerintah Belanda sebenarnya ingin mengembangkan kelapa sawit di Hindia Belanda, diawali dengan mengimpor 4 tanaman kelapa sawit pada tahun 1848, namun hingga awal abad ke-20 tidak ada investor yang tertarik untuk membuka perkebunan kelapa sawit di negara ini. Waktu itu belum ada teknologi untuk memproses buah kelapa sawit menjadi minyak, kecuali dengan cara yang sederhana yaitu dengan jalan menumbuk buah. Baru setelah tahun 1902 melalui sayembara yang diadakan oleh Kolonial Wirtschafliches Komittee di Berlin diperoleh lah teknologi pengolahan kelapa sawit. Teknologi ini pada tahun 1907 dimanfaatkan oleh pabrik mesin KRUPP untuk membangun pabrik kelapa sawit pertama di Cameroon, tanah jajahan Jerman di Afrika Barat. Teknologi pengolahan ini telah memicu pengembangan kelapa sawit di Sumatera Utara yang dimulai pada tahun 1911. Benih yang dipakai tidak lain ialah Deli Dura, yang diambil dari pohon-pohon kelapa sawit yang ditanam sepanjang jalan di kebun-kebun tembakau. Pelajaran apa yang dapat diambil dari uraian ini ? Tanpa teknologi yang tepat, visi sehebat apapun tidak mungkin dapat dijabarkan menjadi kenyataan. Pemerintah Belanda saja waktu itu tidak mampu mengembangkan kelapa sawit karena belum ada teknologi pengolahan buah kelapa sawit menjadi minyak sawit. Investor harus menunggu 63 tahun sebelum dapat merealisasikan mimpinya. Sumber Daya Manusia Harus diakui bahwa tanpa SDM yang tangguh tidak mungkin perkebunan dapat berkembang dengan demikian pesat. Contoh yang baik adalah hadirnya seorang Jacobus Nienhuys pada saat Tembakau Deli mau dikembangkan. Sekalipun visi Said Abdoellah patut mendapat acungan jempol namun apabila tidak ada Jacobus Nienhuys yang mampu menjabarkannya menjadi kenyataan, visi itu tetap akan merupakan mimpi belaka. Untuk pekerja di lapangan Nienhuys harus merekrut tenaga keturunan Tionghoa di Penang. Namun tanpa mandor-mandor yang tangguh tidak mungkin ia dapat mengimplementasikan programnya di lapangan. Ia berangkat lagi ke Penang untuk merekrut orang-orang Indonesia yang bermukim disana. Mereka diangkat jadi mandor dan ternyata pekerjaan di lapangan dibawah pengawasan mereka dapat berlangsung dengan baik. Sejarah mencatat bahwa kemudian banyak pekerja yang didatangkan dari Cina hingga mencapai jumlah 6.922 orang pada tahun 1900. Pekerja-pekerja dari Jawa baru didatangkan setelah Perang Dunia I selesai. Dalam perkembangan selanjutnya kualitas dan kompetensi para pimpinan kebun selalu jadi perhatian. SDM yang tangguh membuat suatu kejutan : pada tahun 1938 Sumatera Utara sudah mampu menduduki posisi sebagai eksportir CPO terbesar di dunia (220.700 ton cpo) sehingga menggeser Afrika (205.988 ton cpo) yang sebelumnya menduduki posisi nomor satu. Pelajaran apa yang dapat kita ambil ? SDM yang berkualitas termasuk SDM untuk riset merupakan faktor kunci untuk suksesnya pengembangan perkebunan.
14
PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011
Infrastruktur Sejak awal oleh para investor perkebunan disadari bahwa harus ada infrastruktur yang baik untuk menunjang pengembangan perkebunan. Oleh karena itu pada tahun 1883 oleh perusahaan perkebunan didirikan perusahaan kereta api Deli Spoorweg Maatschappij (DSM) untuk keperluan pengangkutan hasil-hasil perkebunan disamping fungsinya sebagai alat angkutan umum. Jalur kereta api pertama dibangun untuk angkutan dari Medan ke Labuan dan diresmikan pada tahun 1886. Selanjutnya dibangun jaringan rel kereta api dari Utara ke Selatan. Kereta api menjadi alat angkut utama untuk transportasi hasil-hasil kebun ke pelabuhan. Baru sejak tahun 1920-an jalan besar dibangun dan merupakan saingan untuk angkutan dengan kereta api. Jalan-jalan baru dibangun untuk menghubungkan berbagai tempat di Labuhan Batu dan Simalungun dan akhirnya sekitar Danau Toba dengan tujuan untuk menunjang pembukaan kebun-kebun baru, terutama teh di Simalungun. Pasar Hasil-hasil perkebunan pada awalnya lebih banyak diekspor ke pasar Eropa, baik tembakau, karet, minyak kelapa sawit dan teh. Dengan dibukanya pelabuhan Belawan ekspor dapat berlangsung dengan efisien karena Belawan memiliki fasilitas-fasilitas pelabuhan yang baik dan memungkinkan kapal-kapal besar untuk berlabuh. Untuk tembakau perkembangan ini sangat menguntungkan karena dengan produksi 40.000 – 45.000 bal per tahun dapat dilakukan lelang beberapa kali dalam setahun di Amsterdam dan kemudian Bremen. Dalam hal ekspor minyak kelapa sawit balai penelitian APA memegang peranan penting karena mengeluarkan sertifikat untuk tiap kuantitas minyak kelapa sawit yang dieskpor. Dampaknya di pasar besar sekali: harga Sumatera Palm Oil selalu lebih tinggi dari minyak sawit yang berasal dari negara lain, karena adanya jaminan mutu. Pelajaran apa yang dapat kita ambil ? Pasar menghendaki produk-produk yang berkualitas tinggi dan riset dalam hal ini dapat berbuat banyak. Dalam kasus kelapa sawit misalnya APA memegang peranan penting untuk menjamin terjaganya kualitas minyak kelapa sawit Sumatra. Sumatra palm oil menjadi brand name sehingga memperoleh premium di atas harga pasar. Sekarang pun riset sangat diperlukan untuk memperkuat brand name produk-produk perkebunan kita yang terkenal seperti kopi luwak, minyak kelapa sawit dengan sertifikat ISPO dan lain-lain. Beberapa Perkembangan dalam Dunia Ristek di Negara Lain
Riset adalah sangat penting untuk keberhasilan suatu usaha. Mari kita lihat perkembangan riset di negara lain. Israel menggunakan lebih dari 4% dari pendapatan nasionalnya untuk R&D dan 80% dari dana ini berasal dari sektor bisnis. Di Kanada pengeluaran untuk R&D hanya 1,9% dari PDB. Korea Selatan dilaporkan paling peduli kepada ristek dan selalu meningkatkan anggaran R&D nya. Tidak mengherankan kalau Korea Selatan mencapai kemajuan-kemajuan yang sangat pesat dalam beberapa jenis produk yang dihasilkannya. Sementara itu China telah mencanangkan ambisinya untuk menjadikan negara itu menjadi pusat R&D dunia.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011
15
Yang menarik ialah bahwa menurut para pakar kemajuan R&D di China tidak sematamata tergantung dari Pemerintahnya namun lebih banyak terpicu oleh dunia usaha. Perusahaan-perusahaan besar yang beroperasi di China, termasuk yang berasal dari luar menjadi pendorong R&D di negara tersebut. Di Korea Selatan ada perusahaan yang menjadi perhatian dunia karena berkat R&D nya yang kuat, dapat melejit menjadi perusahaan raksasa dalam waktu tidak terlalu lama. Perusahaan itu adalah Samsung yang artinya Tiga Bintang. Dalam pandangan dunia Samsung menjadi model dari perusahaan Asia yang sukses berkat visi yang luar biasa dari para pendirinya yang kemudian diperkuat oleh dinamika risetnya. Pada tahun 1938 Samsung hanyalah sebuah usaha kecil yang bergerak di bidang bisnis bakmi, namun berkat visi pendirinya dibentuklah perusahaan Samsung Electronics yang berkembang menjadi satu korporat raksasa dan memiliki 83 perusahaan. Kontribusi kepada ekspor negaranya sebesar 13%. Hasil penjualan berbagai produknya meningkat terus; pada tahun 2010 revenue Samsung mencapai + USD 135 milyar. Diperkirakan bahwa pada tahun 2020 angka penjualannya akan mencapai USD 400 milyar setelah Samsung menyelesaikan investasinya di bidang enerji hijau dan teknologi peralatan medis. Kemajuan-kemajuan yang dahsyat ini tidak lain berkat keberhasilan R&D di berbagai bidang yang ditekuni Samsung. Pelajaran yang dapat dipetik dari uraian ini ialah bahwa visi tidak perlu semata-mata datang dari Pemerintah; justeru harus lebih banyak dicanangkan oleh dunia usaha seperti dibuktikan oleh Samsung. Visi saja tidak cukup; visi harus mendapat dukungan riset dan teknologi yang dapat diterima oleh pasar. Dari kasus Samsung juga jela s bahwa inovasi-inovasi yang menunjukkan dinamika dunia usaha banyak yang berasal dari hasil riset. Jelas pula dari uraian ini bahwa anggaran untuk riset di berbagai negara cukup besar, biasanya sebesar + 2% dari PDB (Indonesia masih rendah yaitu + 0,1%). Di lingkungan industri perkebunan idealnya ialah apabila kita dapat meniru apa yang dilakukan oleh MPOB di Malaysia : ada cess yang dikutip dari eskpor minyak kelapa sawit yang kemudian dikembalikan kepada industri untuk keperluan ristek, pendidikan, promosi dan lain-lain. Sekarang kita memiliki berbagai Dewan Komoditas namun efektifitasnya masih terhambat oleh kurangnya pendanaan. Sayang sekali !. Satu hal penting yang tidak boleh dilupakan: penghargaan kepada para peneliti baik dalam bentuk remunerasi yang menarik maupun dalam bentuk penghargaan. Jangan lupa untuk menggalakkan upaya untuk memperoleh paten bagi produk-produk inovasi agar tidak dibajak oleh fihak lain.
Riset Perkebunan Menghadapi Masa Depan yang Penuh Tantangan
16
Kelapa sawit sekarang sudah menjadi ikonnya perkebunan di Indonesia. Jumlah lahan potensial di beberapa wilayah Indonesia menurut “Fakta Kelapa Sawit Indonesia” ada 22.914.479 ha tersebar di pulau-pulau di luar Jawa seperti yang disebutkan diatas. Berdasarkan sumber yang sama areal kelapa sawit pada tahun 2009 PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011
tercatat seluas 7,3 juta ha, diantaranya 3,2 juta ha milik rakyat, tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Dengan laju pertumbuhan sekitar 12% setiap tahun berdasarkan sumber yang sama maka produksi CPO pada tahun 2009 mencapai 21.511.000 ton cpo. Diperkirakan bahwa produksi akan mencapai 40 juta ton pada tahun 2020. Sebetulnya karet juga juga memiliki posisi yang tidak jauh berbeda, apalagi dengan harga karet yang demikian tinggi sekarang ini. Kopi dan kakao juga mengalami zaman keemasan. Gula dan teh sebetulnya juga tidak jauh kalah kalau penanganannya baik. Di atas segala-galanya harus disadari bahwa tantangan-tantangan yang dihadapi riset akan makin banyak a.l. sebagai berikut : • Sustainabilitas (termasuk lingkungan dan keanekaragaman hayati) • Perubahan iklim • Kelangkaan air • Ketahanan pangan (food security) • Ketahanan energi (energy security) • Pengembangan industri hilir • Munculnya negara-negara produsen baru di Afrika dan Latin Amerika • Hama dan penyakit baru Pendanaan yang cukup disertai SDM yang kuat adalah syarat-syarat utama untuk memperkuat kemampuan riset kita dalam menghadapi tantangan-tantangan baru ini. KESIMPULAN
Adanya sinergi antara Visi, Inovasi, Teknologi, SDM, Infrastruktur dan Pasar merupakan syarat mutlak untuk eksistensi industri perkebunan yang kuat. Visi harus tepat dari segi momentum dan untuk mewujudkannya diperlukan komitmen yang tinggi. Dalam menghadapi masa depan yang penuh tantangan pusat-pusat penelitian harus tetap berada di depan namun hal ini baru secara efektif dapat dilakukan apabila pendanaannya cukup dan SDMnya berkualitas.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL INOVASI PERKEBUNAN 2011
17