e-Journal PJKR Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Jasmani, Kesehatan, dan Rekreasi (Vol 8, No 2, Tahun 2017)
PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DIBANDINGKAN DENGAN NUMBERED HEAD TOGETHER TERHADAP HASIL BELAJAR TEKNIK DASAR PASSING SEPAK BOLA Gd. Suarjuliasa, I Kt. Budaya Astra, I Gd. Suwiwa Jurusan Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Ganesha, Kampus Tengah Undiksha Singaraja, Jalan Udayana Singaraja-Bali Tlp. (0362) 32559 e-mail: {
[email protected],
[email protected],
[email protected].} @undiksha.ac.id Abstrak Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe students teams achievemen divisions (STAD) dibandingkan dengan numbered head together (NHT) terhadap hasil belajar teknik dasar passing (menggunakan kaki bagian dalam dan kaki bagian luar) sepak bola.Penelitian ini adalah penelitian eksperimen sungguhan dengan menggunakan rancangan penelitian the randomized pretestspostest control group the same subject design. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Singaraja tahun pelajaran 2016/2017 berjumlah 62 orang yang terdistribusi ke dalam dua kelas yaitu kelas VIIIA dan kelas VIIIJ. Pengundian kelompok eksperimen (STAD) dan kelompok kontrol (NHT) dilakukan dengan simple random sampling berdasartkan kelas. Data hasil belajar dikumpulkan melalui tes objektif, observasi dan unjuk kerja. analisis data menggunakan Uji-t dengan bantuan SPSS 16.0 for Windows. Angka signifikansi yang diperoleh melalui Uji t adalah p<0.012. Disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berpengaruh dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap peningkatan hasil belajar teknik dasar passing sepak bola siswa pada siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Singaraja tahun pelajaran 2016/2017. Dengan demikian disarankan kepada guru penjasorkes dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada pembelajaran passing sepak bola karena terbukti berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar siswa. Kata-kata kunci: Kooperatif, STAD, NHT, hasil belajar, sepak bola Abstract This study aims to determine the effect of assembling cooperative learning model student team achievement division (STAD) comper with numbered head together (NHT) to the learning outcomes of basic techniques of passing (using the inner and outer foot) football. This study was a true-experimental research study using the randomized pretest posttest control group the same subject design. The research subject was students of class VIII SMP Negeri 5 Singaraja academic year 2016/2017 amounted to 76 persons distributed into two classes: class VIII A and class VIII J. The draw of the experimental group and the control group was performed with simple random sampling. Data were collected through objektif tests, observation and performance tests. Data analysis using t-test with SPSS 16.0 for Windows. Significance obtained through t-test was p<0.12. It was concluded that the appliocation of STAD type cooperative lerningmodel was influenced by NHT type cooperative lerning model toward improving lerning outcomes of the basic technique of passing soccer of student on the student of garde VIII SMP Negeri 5 Singaraja of academic year 2016/2017. Thus, it is suggested to the techer of the penjasorkes to apply STAD type cooperative learning model copared to cooperative lerning football passing because it proved to have an effect on the improvement of student learning outcomes. Key words: Cooperative, STAD, NHT, learning outcome, football
e-Journal PJKR Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Jasmani, Kesehatan, dan Rekreasi (Vol 8, No 2, Tahun 2017) PENDAHULUAN Pembelajaran merupakan proses interaksi yang terjadi antara siswa dan guru agar dapat pengalaman belajar dari kegiatan tersebut dengan demikian, pembelajaran merupakan suatu proses kegiatan yang memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa agar siswa tersebut dapat mencapai tujuan pembelajaran. Salah satu faktor yang berperan penting dalam kegiatan pemebelajaran adalah guru. Peran guru dalam proses pembelajaran peserta didik meliputi merencanakan, menyiapkan, menyelenggarakan, dan mengevaluasi hasil belajar. Dalam upaya mencapai hasil belajar yang baik dalam pembelajaran penjasorkes, guru penjasorkes perlu mengupayakan peningkatan kualitas pembelajaran dan efektivitas model pembelajaran. Untuk mengaktualisasikan hal tersebut diperlukan model pembelajaran. Model pembelajaran yang dimaksud adalah model pembelajaran yang dapat melibatkan banyak siswa dalam proses pembelajaran sehingga membantu siswa lebih aktif dan kreatif dalam beraktivitas, sehingga hasil belajr siswa menjadi meninggkat. Berdasarkan nilai yang diperoleh dari guru penjasorkes SMP Negeri 5 Singaraja pada tanggal 25 Oktober 2016 mengenai proses pembelajaran teknik Dasar Passing dalam Sepak Bola di kelas VIII SMP Negeri 5 Singaraja tahun ajaran 2016/2017, dengan nilai ketuntasan minimal (KKM) yaitu 75. Dilihat dari presentase hasil belajar dimana dapat dikatagorikan menjadi 4 rentangan yaitu 0-50 (kurang), 51-74 (cukup), 75-84 (baik) dan 85-100 (sangat baik). Ditemukan bahwa pada kelas VIII A yang terdiri dari 32 orang siswa terdapat 5 siswa dinyatakan kurang (18,7%) tidak tuntas, 16 siswa dinyatakan cukup (50%) tidak tuntas, 8 siswa dinyatakan baik (25%) tuntas, 3 siswa dinyatakan sangat baik (9,3%) tuntas. Sedangkan pada kelas VIII J yang terdiri dari 30 orang siswa terdapat 4 siswa dinyatakan kurang (13,3%) tidak tuntas, 18 siswa dinyatakan cukup (60%) tidak tuntas, 6 siswa dinyatakan baik (20%) tuntas, 2 siswa dinyatakan sangat
baik (6,7%) tuntas. Dengan menganalisis data hasil belajar siswa secara keseluruhan terlihat hasil belajar masih tergolong rendah dan kurang karena belum memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran Penjasorkes sekolah kelas VIII SMP Negeri 5 Singaraja. Dalam meningkatkan kualitas pembelajaran teknik dasar passing sepak bola dengan menggunakan kaki bagian dalam dan kaki bagian luar, guru penjasorkes diharapkan mampu menguasai dan menerapkan berbagai macam model pembelajaran atau teknik penyampaian materi yang tepat dan menarik yang nantinya dapat mendorong minat belajar, sehingga siswa tidak merasa jenuh dan merasa cepat bosan dalam mengikuti proses pembelajaran. Salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat ditawarkan adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan menjadi beberapa tipe, salah satunya adalah Student Team Achievement Divisison (STAD) (Trianto, 2007), sebagai salah satu alternatif yang tepat untuk dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar, menyatakan bahwa pada STAD siswa ditempatkan dalam tim belajar yang beranggotakan 4-5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru menyajikan pelajaran, dan selanjutnya siswa bekerja dalam tim mereka dan memastikan seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Kemudian siswa diberikan tes tentang materi tersebut, pada saat tes ini mereka tidak diperbolehkan saling membantu. Adapun keunggulan dan kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut: Keunggulan a). Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma kelompok. b) Siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama. c) Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok. d) Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat.
e-Journal PJKR Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Jasmani, Kesehatan, dan Rekreasi (Vol 8, No 2, Tahun 2017) Kelemahan a) Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk siswa sehingga sulit mencapai target kurikulum. b) Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk guru sehingga pada umumnya guru tidak mau menggunakan pembelajaran kooperatif. c) Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat melakukan pembelajaran kooperatif. d) Menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka bekerja sama. KAJIAN TEORI Prinsip dan pelaksanaan sistematika pembelajaran penjasorkes secara umum mengikuti tiga pola pembelajaran (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses Untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah) yaitu :”Pembelajaran Pendahuluan, Pembelajaran Inti, Penutup”. 1. Pembelajaran Pendahuluan Dalam kegiatan pendahuluan guru. a. Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran, b. Memberi motivasi belajar siswa secara kontekstual sesuai manfaat dan aplikasi materi ajar dalam kehidupan sehari-hari, dengan memberikan contoh dan perbandingan lokal, nasional dan internasional; c. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari, d. Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai; dan e. Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus. 2. Pembelajaran Inti Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar (KD) yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran, yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. 1. Eksplorasi Eksplorasi adalah kegiatan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman baru dari situasi yang baru. Dalam kegiatan eksplorasi yang dilakukan guru adalah: a. Melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber. b. Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain. c. Memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya. d. Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran. e. Memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan. 2. Elaborasi Elaborasi adalah penggarapan secara tekun dan cermat. Dalam kegiatan elaborasi yang dilakukan oleh guru adalah: a. Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna. b. Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis. c. Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut. d. Memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif. e. Memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar. f. Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik
e-Journal PJKR Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Jasmani, Kesehatan, dan Rekreasi (Vol 8, No 2, Tahun 2017) lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok. g. Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok. h. Memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan. i. Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik. 3. Konfirmasi Konfirmasi adalah pembenaran, penegasan, dan pengesahan sesuatu. Dalam kegiatan konfirmasi yang dilakukan oleh guru adalah: a. Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik. b. Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber. c. Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan. d. Memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar. e. Berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengar menggunakan bahasa yang baku dan benar. f. Membantu menyelesaikan masalah. g. Memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi. h. Memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh. i. Memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif. 3. Kegiatan Penutup Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri kegiatan pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut. Dalam kegiatan penutup yang dilakukan oleh guru adalah:
a. Bersama-sama dengan peserta didik/sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran. b. Melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram. c. Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran. d. Merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik. e. Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya. Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif dalam penelitian ini. Alasan peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif karena model pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk berpikir kritis, melatih siswa untuk belajar bekerjasama dengan anggota lain dalam satu kelompok, dan dapat melatih siswa untuk belajar saling menghargai antar sesama, sehingga siswa secara otomatis memiliki kepribadian yang baik. Model pembelajaran kooperatif dapat dirasakan langsung oleh peserta didik karena telah diterapkannya pembelajaran yang berpusat pada peserta didik sendiri (student centered), dimana peserta didiklah yang menemukan permasalahan serta dipecahkan bersama dengan peserta didik lainnya serta dibantu oleh guru. Disamping itu juga, melalui pembelajaran kooperatif, siswa akan memiliki rasa tanggung jawab dan mampu berkomunikasi yang baik dengan teman sebayanya. Pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi pembelajaran yang terstruktur dan sistematis, dimana kelompok-kelompok kecil bekerja sama untuk mencapai tujuan-tujuan bersama. Dalam pembelajaran kooperatif siswa tetap tinggal dalam kelompoknya selama beberapa kali pertemuan. Mereka diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan
e-Journal PJKR Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Jasmani, Kesehatan, dan Rekreasi (Vol 8, No 2, Tahun 2017) baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar aktif, memberi penjelasan teman kelompok dengan baik, dan dapat melakukan diskusi kelompok. Pembelajaran belum selesai jika salah satu anggota kelompok ada yang belum menguasai materi pelajaran. Menurut (Trianto, 2007), pembelajaran kooperatif bertujuan untuk: “(1) meningkatkan partisipasi siswa, (2) memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, dan (3) memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersamasama siswa yang berbeda latar belakangnya”. Jadi, model pembelajaran kooperatif merupakan model yang mengkondisikan siswa bekerja bersama untuk memperoleh tujuan bersama dalam kelompok-kelompok kecil dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda. Terdapat lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif (Santyasa, 2005) yaitu: “a) saling ketergantungan positif, b) interaksi tatap muka, c) keterampilanketerampilan kolaboratif, d) pemrosesan interaksi-interaksi kelompok, e) tanggung jawab individu”. Penjelasan dari kelima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut. a. Saling Ketergantungan Secara Positif Saling ketergantungan secara positif adalah perasaan antar kelompok siswa untuk membantu setiap orang dalam kelompok tersebut. Cara-cara mempromosikan saling ketergantungan secara positif dalam kelompok meliputi: tujuan, penghargaan, peranan, sumber dan identitas. b. Interaksi Tatap Muka Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Interaksi semacam itu memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar sehingga sumber belajar lebih bervariasi. c. Keterampilan-keterampilan Kolaboratif Keterampilan-keterampilan kolaboratif yang baik adalah sangat
penting tidak hanya untuk sukses di luar sekolah dengan teman dan keluarga, tetapi juga dalam karir. Guru memilih suatu keterampilan kolaboratif hendaknya lebih menekankan pada kesesuaian dengan karakteristik masing-masing pelajaran. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa akan terdapat keterampilan yang sama untuk beberapa pelajaran. d. Pemrosesan Interaksi-interaksi Kelompok Sebagai bagian dari masingmasing unit dimana pembelajaran kooperatif digunakan, waktu hendaknya direncanakan paling tidak sekali untuk para siswa mendiskusikan bagaimana sebaiknya kelompok mereka bekerja bersama. Pemrosesan interaksi kelompok memiliki dua aspek. Pertama, menjelaskan tentang keberfungsian kelompok. Kedua, kelompok akan mendiskusikan apakah interaksi mereka perlu diperbaiki. Pemrosesan interaksi kelompok ini membantu kelompok belajar bagaimana berkolaborasi dengan lebih efektif, dimana dapat ditetapkan selama atau diakhir kegiatan. e. Tanggung Jawab Individu Satu hal yang paling umum bagi siswa bekerja dalam kelompok adalah bahwa beberapa anggota kelompok akan mengakhiri semua pekerjaan dan semua pembelajaran. Jadi, mendorong setiap orang dalam kelompok untuk berpartisipasi dan belajar merasakan bertanggung jawab secara individual untuk keberhasilan kelompok mereka. Alasan peneliti memilih model pembelajaran kooperatif tipe STAD karena dari observasi awal yang dilakukan, guru penjasorkes mengajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan keberhasilan dari para peneliti yang lain menggunakan model kooperatif tipe STAD, hal ini yang mendorong peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. STAD merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. (Trianto, 2007) menyatakan bahwa pada STAD siswa ditempatkan dalam tim belajar yang beranggotakan 4-5 orang yang merupakan campuran
e-Journal PJKR Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Jasmani, Kesehatan, dan Rekreasi (Vol 8, No 2, Tahun 2017) menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru menyajikan pelajaran, dan selanjutnya siswa bekerja dalam tim mereka dan memastikan seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Kemudian siswa diberikan tes tentang materi tersebut, pada saat tes ini mereka tidak diperbolehkan saling membantu. Pembelajaran kooperatif tipe STAD membutuhkan persiapan-persiapan yang matang sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Persiapanpersiapan tersebut antara lain: 1) Perangkat pembelajaran Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran ini, perlu dipersiapkan perangkat pembelajarannya yang meliputi Rencana Pembelajaran (RP), Buku Siswa, Lembar Kegiatan Siswa (LKS) beserta lembar jawabannya. 2) Membentuk kelompok kooperatif Menentukan anggota kelompok diusahakan agar kemampuan siswa dalam kelompok adalah heterogen dan kemampuan antar satu kelompok dengan kelompok lainnya relatif homogen. Apabila memungkinkan, kelompok kooperatif perlu memperhatikan ras, agama, jenis kelamin, dan latar belakang sosial. 3) Menentukan skor awal Skor awal yang dapat digunakan dalam kelas kooperatif adalah nilai tes sebelumnya. 4) Pengaturan posisi siswa Pengaturan posisi dalam pembelajaran kooperatif sangat penting untuk menunjang keberhasilan pembelajaran kooperatif. Apabila tidak ada pengaturan, maka dapat menimbulkan kekacauan yang mennyebabkan gagalnya pembelajaran pada kelas kooperatif. 5) Kerja kelompok Untuk mencegah adanya hambatan dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD maka perlu diadakan latihan kerjasama kelompok yang bertujuan untuk lebih jauh mengenalkan masing-masing individu dalam kelompok. Berdasarkan pada Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang penilaian belajar, yang dimagsud dengan hasil belajar yaitu pembelajaran yang dilakukan guru terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pemcapaian kompetensi
peserta didik, serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan pembelajaran. Penilaian dilakukan secara konsisten, sistematis, dan terprogram dengan menggunakan tes maupun nontes dalam bentuk lisan maupun nonlisan, pengamatan kerja, pengukuran sikap, penialian hasil karya berupa tugas, proyek atau produk portopolio, dan penialian diri. Penilaian hasil belajar menggunakan Standar Penilaian Pendidikan dan Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran. Berdasarkan taksonomi Bloom (Mudjiono, 2006) “mengkatagorikan jenis perilaku dan kemampuan internal akibat belajar, antara lain: a) ranah kognitif, b) ranah afektif, dan c) ranah psikomotor”. Adapun penjelasan dari ketiga ranah di atas sebagai berikut: a. Ranah Kognitif Ranah kognitif terdiri dari enam jenis perilaku antara lain sebagai berikut. 1. Pengetahuan yakni pencapaian kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan ini berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaidah, teori, prinsip dan metode. 2. Pemahaman yang mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang yang dipelajari. 3. Penerapan yang mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru. 4. Analisis yang mencakup kemampuan terperinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik. 5. Sintesis yang mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. 6. Evaluasi yang mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu. b. Ranah Afektif 1. Penerimaan yang mencakup kepekaan tentang hal tertentu dan kesediaan memperhatikan.
e-Journal PJKR Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Jasmani, Kesehatan, dan Rekreasi (Vol 8, No 2, Tahun 2017) 2. Partisipasi yang mencakup kerelaan, kesediaan memperhatikan, dan berpartisipasi dalam suatu kegiatan. 3. Penilaian dan penentuan sikap yang mencakup menerima suatu nilai, menghargai, mengakui dan menentukan sikap. 4. Organisasi yang mencakup kemampuan membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan hidup. 5. Pembentukan pola hidup yang mencakup kemampuan menghayati nilai membentuknya menjadi nilai kehidupan pribadi c. Ranah Psikomotor 1. Persepsi yang mencakup kemampuan memilah hal-hal secara khas dan menyadari akan adanya perbedaan yang khas tersebut. 2. Kesiapan yang mencakup kesiapan menempatkan diri dalam keadaan di mana akan terjadinya suatu gerakan atau rangkaian gerak. 3. Gerakan terbimbing yang mencakup kemampuan melakukan gerakan sesuai dengan contoh atau gerakan peniruan. 4. Gerakan yang terbiasa yang mencakup kemampuan melakukan gerakan tanpa contoh. 5. Gerakan kompleks yang mencakup kemampuan melakukan gerakan atau keterampilan yang terdiri dari banyak tahap secara lancar, efisien dan tepat. 6. Penyesuaian gerak yang mencakup kemampuan mengadakan perubahan dan penyesuaian pola gerak-gerak dengan persyaratan khusus yang berlaku. “Permainan sepak bola dimainkan oleh dua tim yang masing-masing beranggotakan 11 orang. Masing-masing tim mempertahankan sebuah gawang dan mencoba menjebolkan ke gawang lawan” (I Made Satyawan, 2012). Setiap tim memiliki kiper yang mempunyai tugas untuk menjaga gawang. Kiper diperbolehkan untuk mengontrol bola dengan tangannya di dalam daerah penalti.Pemain lainnya tidak diperbolehkan menggunakan tangan atau lengan mereka untuk mengontrol bola,
tetapi mereka dapat menggunakan kaki, tungkai, atau kepala. Gol diciptakan dengan menendang atau menanduk bola ke dalam gawang lawan. Setiap gol dihitung dengan skor satu, dan tim yang paling banyak menciptakan gol memenangkan permainan. Sepak bola sejatinya adalah permainan tim. Walaupun pemain yang memiliki keterampilan tinggi bias mendominasi pada kondisi tertentu, seorang pemain sepak bola harus saling bergantung pada setiap anggota tim untuk menciptakan permainan cantik dan membuat keputusan tepat. Tim sepak bola terdiri dari sepuluh pemain lapangan dan satu penjaga gawang.Keterampilan untuk mengoper dan menerima bola membentuk jalinan vital yang menghubungkan kesebelas pemain ke dalam satu unit yang berfungsi lebih baik dari pada bagianbagiannya.Ketepatan, langkah, dan waktu pelepasan bola merupakan bagian yang penting dari kombinasi pengoperan bola yang berhasil. Keterampilan mengoper dan menerima bola yang tidak baik akan mengakibatkan lepasnya bola dan membuang-buang kesempatan untuk menciptakan gol. Adapun teknik dasar permainan sepak bola menurut (Mielke, 2003) adalah sebagai berikut: “1) menggiring bola (dribbling), 2) mengoper (passing), 3) menghentikan bola (trapping), 4) lemparan ke dalam (throw-in), 5) menyundul bola (heading), 6) mengecoh dan membalik (tricks and turns), 7) menembak (shooting)”. 1. Menggiring bola (dribbling) Menggiring bola adalah keterampilan dasar dalam sepak bola karena semua pemain harus mampu menguasai bola saat sedang bergerak, berdiri, atau siap melakukan operan atau tembakan. 2. Mengoper (passing) Passing adalah seni memindahkan momentum bola dari satu pemain ke pemain lain. Passing membutuhkan banyak teknik yang sangat penting agar dapat tetap menguasai bola. 3. Menghentikan bola (trapping)
e-Journal PJKR Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Jasmani, Kesehatan, dan Rekreasi (Vol 8, No 2, Tahun 2017) Menghentikan bola (trapping) baik dengan menggunakan kaki, paha, atau dada merupakan bagian yang sangat penting mengontrol bola.Trapping terjadi ketika seorang pemain menerima passing atau menyambut bola dan mengontrolya sedemikian rupa sehingga pemain tersebut dapat bergerak dengan cepat untuk melakukan dribbling, passing dan shooting. 4. Lemparan ke dalam (throw-in) Lemparan ke dalam (throw-in) adalah salah satu keterampilan yang sering diabaikan dalam sepak bola. Penggunaan throw-in yang benar dapat menciptakan banyak peluang untuk mengontrol bola dan mencetak gol selama pertandingan.Salah satu kunci keberhasilan dalam melakukan throw-in adalah komunikasi. Pelempar dan penerima bola harus mengetahui apa yang akan dilakukan masing-masing sebelum lemparan tersebut dilakukan. Arah dan kecepatan penerima bola akan menentukan bagaimana pelempar bola melemparkan bolanya. 5. Menyundul bola (heading) Salah satu cirri unik sepak bola adalah kepala boleh digunakan untuk memainkan bola di udara.Banyak sekali perdebatan berkaitan dengan permainan menggunakan kepala.Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa terdapat kemungkinan fatal yang bisa diakibatkan karena heading. Di samping kekhawatiran-kekhawatiran tersebut, pemain yang telah berpengalaman bisa melakukan gerak yang sangat berharga ini dengan aman jika telah menerima pelatihan yang tepat tentang teknik yang benar.Ketika dilakukan dengan benar, heading memberikan dimensi yang cukup besar pada permainan. Para pemain bisa melakukan heading ketika sedang meloncat, melompat ke depan, menjatuhkan diri (diving), atau tetap diam dan mengarahkan bola dengan tajam ke gawang atau teman satu tim. 6. Mengecoh dan Membalik (tricks and turns) Perubahan kecepatan dan arah yang cepat memungkinkan seorang pemain untuk menghindari dan mengalahkan lawan. Penguasaan dasar-
dasar keterampilan dribbling dan mengontrol bola sangat diperlukan hamper disemua situasi. Gerak mengecoh dan membalik ini memungkinkan pemain untuk menghindarkan diri dari lawan dan menciptakan peluang yang lebih baik untuk mengarahkan bola atau melakukan tembakan langsung ke gawang. 7. Menembak (shooting) Dari sudut pandang penyerangan, tujuan sepak bola adalah melakukan shooting ke gawang. Seorang pemain harus menguasai keterampilan dasar menendang bola dan selanjutnya mengembangkan sederetan teknik shooting yang memungkinkan untuk melakukan tendangan dan mencetak gol dari berbagai posisi di lapangan. Ketika keterampilan seorang pemain sudah meningkat, pemain tersebut harus mulai melakukan shooting lebih jauh dari gawang. Kemampuan seorang pemain untuk memanfaatkan berbagai macam keterampilan yang telah dipelajari akan mempermudah dalam melakukan shooting. Cara yang paling tepat untuk mengembangkan teknik shooting adalah melatihnya berkali-kali menggunakan teknik yang benar. Pemain akan semakin bisa menjalankan keterampilan ini di dalam pertandingan dan memanfaatkan peluang shooting dengan baik jika semakin banyak berlatih menggunakan situasi yang berbeda. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen sesungguhnya (true experimental). ” Rancangan pada penelitian ini adalah rancangan the randomized pretestspostest control group the same subject design.”(Kanca, 2010). Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Singaraja tahun pelajaran 2016/2017 yang tertribusi kedalam 12 kelas yaitu VIII A sampai VIII K berjumlah 373 orang, jumlah subjek yang telah diundi peneliti diperoleh 2 kelas yaitu: siswa kelas VIII A berjumlah 32 orang dan VIII J berjumlah 30 orang, sehingga keseluruhan jumlah subjek penelitian adalah 62 orang. Dua kelas
e-Journal PJKR Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Jasmani, Kesehatan, dan Rekreasi (Vol 8, No 2, Tahun 2017) yang ada diundi untuk menetapkan kelas yang menjadi kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pengambilan data hasil belajar dilakukan dengan cara memeberikan tes. Analisis data dilakukan dangan menggunakan Uji-t. Sebelum dilakukan Uji-t terlebih dahulu data diuji normalitas dan homogenitas. HASIL dan PEMBAHASAN Data tentang hasil belajar teknik dasar passing sepak bola (menggunakan kaki bagian dalam dan kaki bagian luar) diperoleh melalui tes akhir (post test) dikurangi tes awal (pretest). Dari hasil pengurangan pada kedua kelompok diperoleh rata-rata skor kelompok eksperimen = 17 sedangkan rata-rata skor kelompok kontrol = 13. Sebelum uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan pengujian prasyarat terhadap sebaran data yang meliputi uji normalitas sebaran data dan uji homogenitas varians. Untuk mengetahui normalitas sebaran data digunakan rumus Kolmogorov-Smirnov pada signifikansi 0,05. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dengan menggunakan SPSS 16.00 for Windows (Candiasa, 2010) didapatkan hasil untuk nilai signifikansinya kedua kelompok adalah pada kelompok experimen signifikansinya 0.200 dan pada kelompok control signifikasinya 0.200. Untuk semua variabel signifikansi pada uji KolmogorovSmirnov lebih besar dari 0,05. Dengan demikan maka semua sebaran data berdistribusi normal. Berdasarkan hasil perhitungan homogenitas data menggunakan uji Levene’s ditunjukkan bahwa untuk hasil belajar teknik dasar passing sepak bola siswa harga F=0.583 dengan taraf signifikansi 0,448. Dapat disimpulkan bahwa variansi pada setiap kelompok adalah sama (homogen). Berdasarkan hasil Uji t diperoleh nilai t = 2.581 dan nilai signifikansinya = 0.012. Hasil ini dijadikan dasar dalam mengambil keputusan. Adapun keputusan yang diambil adalah tolak Ho dan terima Ha. hasil ini menyatakan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar teknik dasar passing sepak bola antara siswa yang dibelajarkan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran konvensional. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Elektro et al., n.d.)juga menemukan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran mengukur besaranbesaran listrik dalam rangkaian elektronika di kelas X SMK Sunan Drajat Paciran Lamongan. Selain itu Penelitan yang di lakukan oleh (Didik, Viii, & Negeri, 2013)menemukan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD memberikan pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar matematika siswa kelas V SD GUGUS UBUD dengan nilai thitung 3,92 > ttabel 2,00. Dari uraian di atas peneliti akan mencoba memberikan salah satu alternatif pemecahan masalah yaitu dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Selain itu penelitian yang di lakukan oleh (Jasmani, Keolahragaan, Jasmani, & Keolahragaan, 2014)dengan Judul “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) Terhadap Hasil Belajar Shooting Sepak bola” Dari hasil penghitungan diperoleh peningkatan hasil belajar keterampilan shooting sepak bola kelompok eksperimen sebesar 30,13%. Hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar shooting sepak bola pada kelompok eksperimen yang diberi perlakuan dengan model pembelajaran STAD lebih baik dari hasil belajar shooting sepak bola pada kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan dengan model pembelajaran STAD. SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berpengaruh lebih tinggi dibandingkan dengan model pembelajran kooperatif tipe NHT terhadap hasil belajar materi teknik dasar passing sepak bola (kaki bagian dalam
e-Journal PJKR Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Jasmani, Kesehatan, dan Rekreasi (Vol 8, No 2, Tahun 2017) dan kaki bagian luar) pada siswa kelas VIIIA SMP Negeri 5 Singaraja tahun pelajaran 2016/2017. Berdasarkan hasil analisis data, pembahasan, dan kesimpulan maka dapat diajukan beberapa saran untuk proses pembelajaran dan penelitian lebih lanjut sebagai berikut. 1) Bagi guru Penjasorkes, model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat dijadikan salah satu alternatif pembelajaran yang dapat diterapkan di kelas. 2) Penelitian ini dilaksanakan pada pokok bahasan teknik dasar passing sepak bola (kaki bagian dalam dan kaki bagian luar) di kelas VIIIA SMP Negeri 5 Singaraja, sehingga untuk memperoleh bukti-bukti yang lebih umum dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD diharapkan peneliti lain untuk mencoba pada pokok bahasan lain untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran Penjasorkes secara lebih mendalam. 3) Penelitian ini hanya mengukur ada atau tidaknya pengaruh dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap hasil belajar teknik dasar passing sepak bola (kaki bagian dalam dan kaki bagian luar tanpa meneliti lebih jauh arah pengaruh yang diberikan. Di waktu mendatang dapat dilakukan suatu penelitian untuk meneliti sejauh mana arah pengaruh yang diberikan oleh model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap hasil belajar Penjasorkes siswa.
PEMBELAJARAN MENGUKUR BESARAN-BESARAN LISTRIK DALAM RANGKAIAN ELEKTRONIKA DI KELAS X SMK SUNAN DRAJAT PACIRAN LAMONGAN Frendi Bagus Septianto. I Made Satyawan. (2012). Buku Ajar Permainan Sepak Bola. Singaraja.
Jasmani, M. S.-P., Keolahragaan, F. I., Jasmani, D. S.-P., & Keolahragaan, F. I. (2014). PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION ( STAD ) TERHADAP HASIL BELAJAR SHOOTING SEPAKBOLA ( Studi pada siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Kediri ) Bijak Adhi Suroyo Sasminta Christina Yuli Hartati, 2, 56–60. Kanca, I. N. (2010). Metodologi Penelitian Pengajaran Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Singaraja. Mielke, D. (2003). Dasar-Dasar Sepak Bola. Bandung. Mudjiono, D. dan. (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta.
DAFTAR RUJUKAN
Santyasa, I. W. (2005). Belajar dan Pembelajaran. Singaraja.
Candiasa, I. M. (2010). Statistik Univariat dan Bivariat Disertai Aplikasi SPSS. Singaraja.
Trianto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktif. Jakarta.
Didik, P., Viii, K., & Negeri, S. M. P. (2013). Pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif tipe, 72, 1– 13. Elektro, P. T., Teknik, F., Surabaya, U. N., Elektro, T., Teknik, F., & Surabaya, U. N. (n.d.). PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN SOFTWARE MULTISIM TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA