30
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Gambaran Umum Karakteristik Responden Jasa Transportasi Angkutan Umum Kota (Angkot) yang Berbahan Bakar Premium di Kota Bogor Jasa transportasi angkutan umum kota ini digunakan sebagai sarana
transportasi yang paling dominan keberadaannya di setiap wilayah perkotaan sehingga yang menjadi responden adalah angkot Kota Bogor baik yang memiliki pangkalan atau yang tidak memiliki pangkalan angkot. Trayek angkutan kota di Kota Bogor memiliki jumlah 23 trayek dengan jumlah unit sebanyak 3412 unit pada Tahun 2012 (Dishub, 2012). Penentuan tarif angkutan yang diberlakukan oleh pemerintah daerah atau Dinas Perhubungan (Dishub, 2012). Selain itu pemerintah daerah Kota Bogor membuat beberapa peraturan mengenai rute jarak yang ditempuh tiap-tiap trayek dan beberapa trayek diberlakukan ‘Shift’ atau pembagian jam kerja, pembagian Shift ini diberlakukan hanya beberapa trayek. Shift ini dimaksudkan agar tidak terjadinya kelebihan jumlah angkutan kota (angkot) dan menghindari kemacetan yang terjadi dibeberapa wilayah Kota akibat terlalu banyaknya kendaraan. Adapun trayek-trayek yang menjadi responden disajikan pada Tabel 8. Tabel. 8 Banyaknya Jumlah Angkutan Umum Kota (angkot) yang Menjadi Responden No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Trayek 01 02 03 05 07 08 09 14 15 16 19
Jumlah Responden (orang) 5 8 18 1 7 1 8 1 2 2 7
Sumber : Data Primer, Kota Bogor (2012)
31
4.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Respon terhadap Kenaikan Harga BBM Respon pengemudi transportasi jasa angkutan umum terhadap kenaikan harga BBM, diperoleh sebanyak 60 responden yang dimintai pendapatnya mengenai kenaikan harga BBM, sebanyak 46 responden menyatakan tidak setuju dengan adanya kenaikan harga BBM dan 14 responden menyatakan setuju dengan kenaikan harga BBM. Responden yang tidak setuju memiliki alasan yang sama yaitu apabila terjadi kenaikan harga BBM akan manaikan harga bahan kebutuhan pokok serta akan menaikan harga setoran kepada pemilik mobil angkot karena seluruh responden yang memberikan keterangan bukanlah pemilik mobil, sehingga dengan kenaikan BBM menyebabkan naiknya setoran yang harus mereka bayar. Responden yang setuju dengan kenaikan harga BBM memilikibeberapa alasan diantaranya pendapatan yang didapatkan responden bukan hanya dihasilkan dari pendapatan trayek tetapi responden memiliki pendapatan lain, sehingga menurut responden naiknya harga BBM tidak akan berpengaruh besar terhadap pendapatan yang dihasilkan. Kenaikan harga BBM akan diikuti dengan kenaikan tarif angkutan kota (angkot) karena penentuan tarif dilakukan oleh pemerintah daerah sehingga hal tersebut menjadi salah satu pertimbangan bagi responden untuk merespon setuju terhadap kenaikan harga BBM.
Sumber : Data primer, Kota Bogor (2012)
Gambar 3. Respon Setuju atau Tidak Pengemudi Jasa Transportasi Angkutan Umum Kota terhadap Kenaikan Harga BBM
32
Pengemudi angkutan umum kota (angkot) yang setuju lebih sedikit dibandingkan dengan pengemudi yang tidak setuju terlihat dari besarnya persentase responden yang tidak setuju sebanyak 77 persen, dan besarnya responden yang menyatakan setuju dengan adanya kenaikan harga BBM sebesar 23 persen.
4.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Besaran Willingnes to Pay (WTP) Harga BBM Pilihan kesediaan membayar responden telah ditentukan berada pada nilainilai yaitu kisaran Rp 4.500 , Rp 5.000 , Rp 5.500, Rp 6.000. Kisaran tersebut dibuat karena adanya rencana pemerintah menaikan BBM sampai dengan Rp 6.000. Nilai harga BBM yang berlaku saat ini yaitu Rp 4.500 menjadi salah satu pilihan WTP dikarenakan beberapa responden tidak menginginkan adanya kenaikan harga BBM.
Sumber : Data Primer, Kota Bogor (2012)
Gambar 4. Distribusi Responden Berdasarkan WTP per Liter Gambar 4 menunjukan bahwa responden terbanyak berada pada WTP Rp 5.000 sebanyak 26 responden. Besaran jumlah responden yang paling sedikit berada pada nilai WTP Rp 6.000, hal ini disebabkan karena responden yang memiliki pekerjaan lain di luar trayek hanya sedikit dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki pekerjaan lain di luar trayek sehingga pendapatan yang diterima dari trayek yang dijalankan lebih kecil responden kecil yang kemudian mengakibatkan kecilnya nilai kemampuan membayar atas kenaikan harga BBM.
33
Tabel 9. Hubungan Antara Respon dengan Willingness To Pay Harga BBM WTP Respon
Total Rp 4000-5000
Rp >5000-6000
Tidak Setuju
37
9
46
Setuju
8
6
14
Total
45
15
60
Pada Tabel 9 dapat dilihat hubungan yang terjadi antara respon dengan willingness to pay yang mampu dibayar responden berada pada kisaran harga Rp 4000-5000 dengan jumlah responden sebanyak 45 responden. Hal tersebut dapat disimpulkan semakin rendah willingness to pay yang mampu mereka bayar akan semakin memiliki respon tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM.
4.1.3 Karakteristik Responden Berkendaraan
Berdasarkan
Jarak
Tempuh
Selama
Jarak tempuh responden dimulai dari jarak tempuh 5 km sampai dengan 15 km dalam berkendaraan. Jarak tempuh tersebut merupakan ketetapan dari peraturan yang dibuat oleh pemerintah Kota Bogor. Distribusi jarak tempuh berkendaraan dapat dilihat pada Gambar 5.
Sumber: Data Primer, Kota Bogor (2012)
Gambar 5. Distribusi Responden Berdasarkan Jarak Tempuh Berdasarkan Gambar 5 terlihat banyaknya responden barada pada jarak tempuh lebih besar dari 10 sampai dengan 15 km sebanyak 44 responden dan jarak tempuh 5 km sampai dengan 10 km sebesar 16 responden atau 27 persen.
34
Tabel 10. Hubungan Antara Respon dengan Jarak yang Ditempuh Jarak yang ditempuh (km) Respon
Total 5-10
>10-15
Tidak Setuju
11
35
46
Setuju
5
9
14
Total
16
44
60
Tabel 10 menunjukan bahwa data responden yang diambil untuk wawancara sebesar 16 responden mempunyai karakteristik jarak tempuh berkendara sebesar 5-10 km bahwa hubungan antara respon dengan jarak yang ditempuh, mayoritas dari responden yang tidak setuju berada pada jarak tempuh >10-15 km. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin jauh jarak yang ditempuh maka akan semakin memberikan respon tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM.
4.1.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Sebagian besar responden memiliki tanggungan tiga orang terdiri dari dua anak dan satu istri, banyaknya jumlah tanggungan mengindikasikan banyaknya pengeluaran yang harus dialokasikan oleh responden, sehingga semakin banyak jumlah tanggungan akan menyebabkan respon tidak setuju terhadap kenaikkan harga BBM. Alokasi yang tinggi untuk membeli BBM dengan pendapatan yang tidak bertambah akan mengurangi kesejahteraan responden. Distribusi jumlah tanggungan ini terlihat pada Gambar 6.
Sumber: Data Primer, Kota Bogor (2012)
Gambar 6. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan
35
Gambar 6 menunjukan responden yang memiliki jumlah tanggungan terbanyak terdapat pada responden dengan jumlah tanggungan sebesar tiga orang atau 42 persen dari keseluruhan dan pada jumlah tanggungan dua orang sebanyak 19 orang, dengan jumlah tanggungan satu orang, sebanyak enam responden, dan jumlah tanggungan empat orang sebanyak enam responden. Tabel 11. Hubungan Antara Respon dengan Jumlah Tanggungan Jumlah Tanggungan (orang) Respon
Total 1-3
4-6
Tidak Setuju
38
8
46
Setuju
12
2
14
Total
50
10
60
Tabel 11 menggambarkan hubungan antara respon dengan jumlah tanggungan, terlihat bahwa mayoritas dari responden yang tidak setuju memiliki jumlah tanggungan sebanyak 1-3 orang.
4.1.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Pemakaian Bahan Bakar Minyak Jenis Premium Pemakaian BBM jenis premium terbesar terdapat pada 11 sampai dengan 15 liter per hari. Pemakaian BBM oleh pengemudi tergantung berapa lama waktu berkendaraan dan seberapa jauh jarak tempuh berkendaraan, sehingga pada Gambar 7 terlihat distribusi pada jumlah pemakain harga BBM cukup bervariatif.
Sumber: Data Primer, Kota Bogor (2012)
Gambar 7. Distribusi Responden Berdasarkan Pemakaian Bahan Bakar Minyak Jenis Premium per Hari
36
Semakin banyak pemakaian BBM per hari akan memberikan dampak semakin tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM, karena memengaruhi banyaknya biaya yang harus dikeluarkan untuk memenuhi konsumsi jumlah BM yang kemudian akan berpengaruh pada berkurangnya pendapatan yang diterima. Tabel 12. Hubungan Antara Respon dengan Jumlah BBM yang Digunakan per Hari Jumlah BBM Yang Digunakan Perhari (Liter) Respon
Total >5-10
>11-15
>15-20
>20-25
Tidak Setuju
5
39
1
1
46
Setuju
3
10
1
0
14
Total
8
49
2
1
60
Tabel 12 menjelaskan hubungan antara respon dengan jumlah BBM yang digunakan perhari. Terlihat bahwa respon angkot yang tidak setuju dengan adanya kenaikan harga BBM berada pada jumlah >11-15 liter per hari. Hal ini mengindikasikan semakin banyak jumlah BBM yang digunakan per hari akan semakin tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM.
4.1.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Waktu Berkendaraan Rata-rata lamanya responden dalam berkendara berada pada kisaran lima sampai dengan sepuluh jam per hari dengan jumlah responden sebanyak 42 responden. Kisaran tersebut muncul dikarenakan adanya peraturan daerah yang ditetapkan oleh pemerintah daerah yang membatasi waktu berkendaraan pada beberapa trayek atau biasa disebut peraturan shift. Dibatasinya lama waktu berkendaraan menyebabkan sulitnya responden menambah jumlah pendapatan yang diterima yang kemudian memengaruhi banyaknya respon tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM. Distribusi lama waktu berkendaraan terlihat pada Gambar 8.
37
Sumber: Data Primer, Kota Bogor (2012)
Gambar 8. Distribusi Responden Terhadap Lama Waktu Berkendaraan per Hari Hubungan respon setuju atau tidak terhadap kenaikan harga BBM terlihat pada Tabel 13, yang dapat di artikan bahwa semakin lama waktu berkendaraan per hari akan memberikan peluang lebih besar untuk responden merespon setuju dengan adanya kenaikan harga BBM. Tabel 13. Hubungan Antara Respon dengan Lama Waktu Berkendara per Hari Lama Waktu Berkendara Respon
Total 5-10 jam
11-15 jam
Tidak setuju
36
10
46
Setuju
6
8
14
Total
42
18
60
4.1.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan Trayek per Hari Besarnya pendapatan per hari yang diterima oleh responden terbanyak berada pada kisaran 0 sampai dengan Rp 50.000 per hari sebanyak 82 persen dari keseluruhan responden. Hal tersebut dikarenakan adanya peraturan mengenai jarak, waktu berkendaraan dan besaran tarif angkutan pengguna jasa transportasi ini yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah, dengan adanya peraturan tersebut menyebabkan sulitnya responden mendapatkan pendapatan tinggi dari pendapatan trayek.
38
Sumber: Data Primer, Kota Bogor (2012)
Gambar 9. Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan Trayek Tabel 14 menunjukan semakin sedikit pendapatan yang diperoleh responden maka akan semakin tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM. Hal ini disebabkan karena pendapatan yang kecil menyebabkan kesejahteraan menurun sehingga peluang respon tidak setuju akan lebih besar dibanding peluang respon setuju. Tabel 14. Hubungan Antara Respon dengan Pendapatan Trayek Pendapatan Respon
Total Rp 0-50 rb
Rp >50-100rb
Rp 150-200rb
Tidak Setuju
40
5
1
46
Setuju
9
4
1
14
Total
49
9
2
60
4.1.9 Karakteristik Responden Berdasarkan Perubahan Tarif Angkutan Karakteristik responden berdasarkan perubahan tarif angkutan yang diinginkan responden dinilai dengan satuan moneter atau rupiah. Besarnya tarif yang menjadi pilihan responden berada pada kisaran Rp 1.500 sampai dengan Rp 2.000, pilihan nilai tertinggi dari kenaikan tarif akibat adanya kenaikan harga BBM dikarenakan responden beranggapan bahwa tarif saat ini yang sedang berlaku tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah daerah sehingga pendapatan responden dirasa kurang menutupi pengeluaran atas biaya-biaya yang terjadi.
39
Sumber : Data Primer, Kota Bogor (2012)
Gambar 10. Distribusi Responden Berdasarkan Perubahan Tarif Angkutan Hubungan respon setuju atau tidak setuju dengan adanya perubahan tarif, bahwa responden yang memiliki pilihan nilai perubahan tarif yang kecil cenderung lebih banyak peluang tidak setuju dibandingkan dengan peluang setuju terhadap kenaikan harga BBM, sehingga semakin besar nilai perubahan tarif akan mendorong responden untuk merespon setuju dengan kenaikan harga BBM. Hal tersebut dapat dilihat dari Tabel 15. Tabel 15. Hubungan Antara Respon dengan Perubahan Tarif Angkutan Perubahan Tarif Angkutan Respon
4.2
Total Rp 500-1000
Rp >1 000-1 500
Tidak Setuju
24
22
46
Setuju
10
4
14
Total
34
26
60
Analisis Willingness To Pay (WTP) Jasa Angkutan Umum Kota (Angkot) terhadap Kenaikan Harga BBM Analisis yang digunakan pada penelitian ini untuk menganalisis besarnya
WTP responden terhadap kenaikan harga BBM. Berdasarkan nilai WTP didapatkan dari hasil wawancara kepada responden dengan metode kuesioner, didapat biaya yang bersedia dibayarkan oleh responden untuk kenaikan harga bahan bakar minyak jenis premium per liter. Perolehan nilai WTP yang ada pada kuesioner yang memiliki kelipatan Rp 500 pada setiap perubahan nilai. Besarnya
40
biaya yang menjadi pilihan hanya dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu Rp 5.000, Rp 5.500 dan Rp 6.000 untuk bahan bakar premium per liter. Nilai tersebut diperoleh dengan melihat rencana harga yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu sebesar Rp 6.000. Perhitungan nilai WTP berdasarkan data distribusi kenaikan harga BBM dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Dugaan Nilai WTP untuk Kenaikan Harga BBM per Liter No
Besaran (Rp)
Frekuensi
Frekuensi Relatif
Jumlah (Rp)
1
4.500
19
0,32
1.425,00
2
5.000
26
0,43
2.166,67
3
5.500
13
0,22
1.191,67
4
6.000
2
0,03
200.00
1
4.893,33
Total 60 Sumber : Data Primer, Kota Bogor (2012)
Pada Tabel 16 menjelaskan pada kenyataannya banyak responden yang setuju dengan adanya kenaikan harga BBM, hal ini dapat dilihat dari tabel WTP. Hasil wawancara yang disajikan pada Tabel 16 dengan jumlah responden terbanyak yaitu 26 responden memilih nilai WTP sebesar Rp 5.000 dengan demikian dapat diperoleh nilai rataan WTP sebesar Rp 4.893,33 per liter premium. Nilai frekuensi relatif didapat dari pembagian antar nilai frekuensi dibagi dengan total nilai frekuensi, sedangkan untuk mendapatkan nilai jumlah adalah hasil frekuensi relatif dikalikan dengan besaran rupiah yang menjadi pilihan WTP. Berdasarkan hasil WTP nilai total sebesar Rp 4.893,33, apabila pemerintah berencana menaikan harga BBM samapai dengan Rp 6.000 maka kesediaan membayar responden hanya 26,2 persen dari kenaikan harga yang direncanakan oleh pemerintah. Nilai WTP yang lebih kecil dari rencana kenaikan dari pemerintah ini dikarenakan oleh beberapa faktor, pengemudi jasa angkutan umum kota (angkot) memiliki pendapatan yang kecil, menurut responden ketetapan tarif yang ditetapkan oleh pemerintah daerah terlalu kecil sehingga untuk mencukupi biaya pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh responden lebih besar dibandingkan dengan pendapatan yang diterima.
41
Harga BBM bersubsidi khususnya premium saat ini adalah Rp 4.500, sedangkan nilai total WTP yang dihasilkan sebesar Rp 4.893,33 per liter premium. Nilai tersebut dapat diartikan bahwa pengemudi jasa transportasi angkutan umum kota (angkot) Kota Bogor setuju dengan rencana kebijakan kenaikan harga BBM jika tidak lebih dari Rp 5.000 karena WTP yang mereka miliki lebih rendah bila dibandingkan dengan rencana kenaikan harga BBM yang direncanakan pemerintah yaitu sebesar Rp 6.000. Tabel 17. Distribusi Responden dengan Nilai Willingness to Pay Pengemudi Jasa Angkutan Umum Kota (Angkot) terhadap Kenaikan Harga BBM No 1 2 3 4 Sumber
WTP (Rp) Jumlah Responden 4.500 19 5.000 26 5.500 13 6.000 2 Total 60 : Data Primer, Kota Bogor (2012)
Tabel 17 menggambarkan banyaknya jumlah responden yang memilih nilai Willingness to Pay dari kenaikan harga BBM per liter. Dari Tabel 17 dapat menggambarkan kurva permintaan dari jumlah reponden yang bersedia membayar kenaikan harga BBM. Harga Premium (Rp per liter )
6.000 5.500 5.000
Permintaan 2
13
26
Jumlah responden
Gambar 11. Kurva Permintaan dari Jumlah Responden yang Bersedia Membayar Premium per Hari Setiap kenaikan harga WTP yang dipilih responden, jumlah responden yang bersedia pada harga premium tersebut semakin sedikit dikarenakan faktor-faktor yang memengaruhi seperti tarif angkutan, jarak tempuh dan lama waktu berkendaraan yang memengaruhi pendapatan yang diterima oleh pengemudi
42
angkutan umum kota (angkot). Responden terbanyak berada pada nilai WTP tingkat harga Rp 5.000 dengan jumlah responden yang bersedia sebanyak 26 responden.
4.3
Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Willingness to Pay (WTP) Pengemudi Jasa Angkutan Umum Kota (Angkot) terhadap Kenaikan Harga BBM Faktor-faktor yang memengaruhi pemilihan nilai WTP pengemudi angkot
dapat dilakukan analisis dengan menggunakan model regresi linear berganda. Variabel-variabel yang digunkan untuk menganalisis WTP ini menggunakan seluruh variabel karakteristik responden. Hasil pegolahan pada Tabel 18 menunjukkan bahwa nilai R2 adalah 0,868 yang artinya 86,8 persen keragaman nilai WTP dapat dijelaskan oleh masing-masing variabel bebas yang ada pada model. Nilai Durbin-Watson sebesar 2,438 memiliki arti bahwa model bebas dari masalah autokorelasi. Tabel 18. Faktor-Faktor yang Memengaruhi WTP Pengemudi Angkutan Umum Kota (Angkot) Kota Bogor terhadap Kenaikan Harga BBM Variabel
Koefisien
P-Value
Intersep
5,990
0,000
Jarak
-0,007
0,598
Usia*
0,005
0,064
Jumlah Tanggungan
0,037
0,223
Jumlah Pemakaian BBM
0,006
0,430
Lama Waktu Berkendaraan
-0,006
0,605
Pendapatan Trayek
-0,003
0,814
Perubahan Tarif yang diinginkan*
-1,011
0,000
2
R = 0,868
F- Hitung = 34,691
Durbin-Watson= 2,438
Keterangan : *signifikan pada taraf nyata 10% Jarak memiliki nilai p-value sebesar 0,598 yang artinya jarak tidak signifikan pada taraf nyata sepuluh persen terhadap WTP karena nilai p-value lebih besar dari taraf nyata. Koefisien bernilai negatif artinya kenaikan satu km jarak maka semakin kecil WTP sebesar 0,007 yang bersedia dibayarkan. Variabel usia memiliki p-value sebesar 0,064 artinya usia berpengaruh signifikan pada taraf
43
nyata sepuluh persen terhadap WTP. Tanda positif dan Nilai koefisien 0,005 pada variabel usia memiliki arti bahwa semakin bertambah satu tahun usia responden maka akan semakin semakin meningkatkan sebesar 0,005 nilai WTP yang mampu dibayarkan oleh responden. Jumlah tanggungan memiliki nilai koefisien positif dengan nilai koefisien sebesar 0,037 memiliki arti bahwa semakin bertambah satu orang jumlah tanggungan maka akan semakin besar nilai WTP yang dipilih. Nilai p-value sebesar 0,223 berarti variabel jumlah tanggungan tidak signifikan pada taraf nyata sepuluh persen terhadap WTP. Lama waktu berkendaraan per hari memiliki pvalue 0,605 yang artinya tidak berpengaruh signifikan terhadap besaran pilihan nilai WTP pada taraf nyata sepuluh persen. Pendapatan trayek memiliki nilai p-value 0,814 artinya pendapatan trayek tidak berpengaruh signifikan pada taraf nyata sepuluh persen. Perubahan tarif angkutan yang diinginkan oleh responden merupakan variabel yang memengaruhi besarnya pemilihan nilai WTP yang mamapu dibayarkan oleh responden karena pperubahan tarif memiliki p-value sebesar 0,000 lebih kecil dari taraf nyata sepuluh persen. koefisien negatif yang ada pada perubahan tarif memeiliki arti bahwa semakin bertambah satu rupiah perubahan tarif yang diinginkan akan semakin kecil nilai WTP yang dipilih sebesar 1,011. Hasil tersebut tidak sama dengan hasil dilapangan, hal ini karena semakin tinggi nilai WTP yang dipilih responden diperngaruhi karena adanya pendapatan lain diluar trayek.
4.4
Analisis Respon Pengemudi Jasa Angkutan Umum Kota Terhadap Kenaikan Harga BBM Analisiss setiap variabel bebas dengan respon dilakukan untuk melihat
apakah terdapat pengaruh respon pengemudi jasa angkutan umum kota (angkot) terhadap kenaikan harga BBM. Uji ketergantungan untuk crosstabs menggunakan chi-kuadrat dengan software SPSS version 16.0 for windows. Hasil (output) dari analisis crosstabs disajikan pada Tabel 19. Penentuan Chi-square test menggunakan hipotesis yaitu: H0
:Faktor yang diuji tidak berhubungan nyata dengan respon responden
H1
:Faktor yang diuji berhubungan nyata dengan respon responden
44
Tabel 19. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Respon terhadap Kenaikan Harga BBM Kota Bogor dengan Menggunakan Crosstabs Variabel Jarak
Signifikan 0.382
Df 1
Chi-square hitung 0.764
Usia
7.964
3
0.047
Jumlah Tanggungan Jumlah Pemakaian BBM
0.785 0.526
1 3
0.075 2.231
1
6.406
Lama Waktu Berkendara* 0.011 Keterangan: *Nyata pada taraf kepercayaan 90%
Faktor-faktor pada Tabel 19 dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.
Hubungan antara Respon Kenaikan Harga BBM dengan Jarak Hubungan antara jarak tempuh dengan respon di peroleh dari uji chi-square,
menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara jarak dengan respon pada tingkat kepercayaan 90 persen. Nilai Asymp. Sig (2-sided) Pearson chi-square adalah 0,382 lebih besar dari taraf nyata 10 persen (α=10%). Nilai tersebut menunjukan jarak tidak memiliki hubungan terhadap respon, karena pengemudi angkutan umum kota (angkot) menyadari akan adanya penurunaan pendapatan apabila terjadi dikenaikan harga BBM. 2.
Hubungan antara Respon Kenaikan Harga BBM dengan Usia. Hubungan antara respon dengan usia responden yang diperoleh dengan
menggunakan analisis crosstabs. Nilai Asymp. Sig (2-sided) Person Chi-Square adalah 0,47 lebih besar dari taraf nyata (α=10%). Nilai tersebut menyatakan bahwa keputusan pengujian variabel tersebut adalah bahwa usia tidak berhubungan dengan respon pengemudi angkutan umum kota (angkot) pada taraf nyata 10 persen (α=10%). Dengan kata lain, usia tidak memiliki hubungan yang nyata terhadap respon pengemudi mengenai kenaikan harga BBM pada taraf kepercayaan sebesar 90 persen. 3.
Hubungan antara Respon Kenaikan Harga BBM dengan Jumlah Tanggungan. Nilai Asymp.Sig (2-sided) Person Chi-Square adalah 0,785 (df=10) lebih
besar dari taraf nyata (α=10%). Nilai tersebut menyatakan bahwa keputusan pengujian variabel tersebut adalah jumlah tanggungan tidak berhubungan dengan respon pengemudi mengenai kenaikan harga BBM pada taraf nyata 10 persen
45
dengan kata lain, jumlah tanggungan tidak memiliki hubungan nyata terhadap respon pengemudi angkutan umum kota (angkot) mengenai kenaikan harga BBM pada taraf kepercayaan 90 persen. 4.
Hubungan antara Respon Kenaikan Harga BBM dengan Pemakaian BBM per Hari. Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan crosstabs, menyatakan hasil
Nilai Asymp.Sig (2-sided) Person Chi-Square adalah 0,526 (df=3) lebih besar dari taraf nyata (α=10%). Nilai tersebut menyatakan bahwa tidak ada hubungan nyata terhadap respon rencana kenaikan harga BBM ditinjau dari jumlah pemakaian BBM per hari pada taraf kepercayaan 90 persen. 5.
Hubungan antara Respon Kenaikan Harga BBM dengan Lama Waktu Berkendaraan per Hari Kondisi lama berkendara responden perhari berdasarkan survey lamanya
berkendara responden per hari memiliki hubungan yang nyata. Hal ini terlihat dari uji yang telah dilakukan menyatakan bahwa nilai Nilai Asymp.Sig (2-sided) Person Chi-Square adalah 0,011 pada df = 1 atau lebih kecil dari taraf nyata (α=10%). Dengan demikian, nilai tersebut menyatakan bahwa lama waktu berkendaraan per hari berhubungan nyata terhadap respon pada taraf kepercayaan 90 persen. Tabel 20. Hasil Pengujian Logit untuk Respon Hasil Pengujian Model
Nilai Yang Diperoleh
Hosmer and Lemeshow Test
0,960
Overall Precentage
76,7
Tabel 20 menyajikan hasil dari pengujian untuk model logit yang diperoleh, maka interpretasi dari nilai-nilai adalah sebagai berikut : 1. Hasil Hosmer and Lemeshow Test dapat dilihat nilai dari p-value sebesar 0,960 lebih besar dari taraf nyata 5 persen (0,05) maka tolah H 0 yang artinya model logit adalah Fit. 2. Nilai Overall Precentage sebesar 76,7 yang artinya model logit mampu mengklasifikasikan secara tepat sebesar 76,7 persen.
46
Tabel 21. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Respon Setuju atau Tidak Setuju Pengemudi Jasa Angkutan Umum Kota terhadap Kenaikan Harga BBM dengan Menggunakan Logit Variabel Jarak
Koefisien -0,185
P-Value 0,255
Rasio Odd 0,831
Usia
0,033
0,244
1,033
Jumlah Tanggungan*
-0,674
0,084
0,510
Jumlah Pemakaian BBM Per Hari
0,045
0,562
1,046
Lama Berkendara*
0,236
0,081
1,267
0,341
0,166
Constant Keterangan:
-1,793 *Nyata pada tingkat kepercayaan 90%
Logit(p i ) = -1,793 – 0,185 JRK i + 0,033 USIA i – 0,674 JTG i + 0,045 JBBM i + 0,236 LB i + ε i Tabel 21 merupakan hasil output yang menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi respon, antara lain: 1.
Pengaruh jarak terhadap respon setuju atau tidak setuju pengemudi jasa transportasi angkutan umum kota (angkot) perihal kenaikan harga BBM. Hasil model logit diperoleh p-value sebesar 0,255 lebih besar dari taraf
nyata 10 persen (α=0,1) maka terima H 0 yang artinya jarak tidak berpengaruh nyata terhadap respon kenaikan harga BBM. Hal ini karena setiap responden memiliki jarak tempuh yang sama setiap berkendara sehingga kurangnya respon yang dihasilkan berdasarkan jarak. Tanda negatif pada koefisien mengindikasikan bahwa setiap kenaikan 0,185 km jarak akan memengaruhi responden untuk merespon tidak setuju mengenai kenaikan harga BBM sehingga semakin jauh jarak yang ditempuh oleh responden maka akan semakin tidak setuju dengan rencana kenaikan harga BBM, karena jarak yang jauh akan membutuhkan konsumsi BBM yang semakin banyak. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa semakin jauh jarak yang ditempuh maka akan semakin tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM. Hasil nilai Odds Ratio yang didapat adalah 0,831 artinya semakin jauh jarak tempuh maka peluang untuk tidak setuju adalah 0,831 kalinya dibandingkan dengan setuju terhadap rencana kenaikan harga BBM.
47
2.
Pengaruh usia terhadap respon setuju atau tidak setuju pengemudi jasa transportasi angkutan umum kota perihal kenaikan harga BBM Hasil model logit diperoleh p-value sebesar 0,244 lebih besar dari taraf
nyata 10 persen (α=0,1) maka terima H 0 yang artinya usia tidak berpengaruh nyata terhadap kenaikan harga BBM. Usia tidak berpengaruh nyata terhadap terhadap respon dikarenakan berapapun usia responden tidak memengaruhi terhadap besarnya pendapatan yang diterima responden sehingga respon yang diterima lambat terhadap usia. Koefisien pada model mengindikasikan semakin meningkat usia responden sebesar 0.033 tahun maka akan semakin setuju dengan kenaikan harga BBM. Berbeda dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa semakin bertambah usia responden akan semakin tidak setuju. Hal ini, disebabkan karena semakin bertambah usia maka semakin mangalami kesulitan dalam mencari pekerjaan lain, terbentur kriteria yang disyaratkan pada pekerjaan lain. Nilai Rasio Odd 1,033 artinya semakin bertambahnya usia maka peluang untuk respon setuju adalah 1,033 kalinya dibandingkan dengan peluang tidak setuju. 3.
Pengaruh jumlah tanggungan terhadap respon pengemudi jasa transportasi angkutan umum kota perihal kenaikan harga BBM Hasil model logit diperoleh p-value sebesar 0,084 lebih kecil dari taraf nyata
10 persen (α=0,1) maka tolak H 0 yang artinya pengaruh jumlah tanggungan berpengaruh nyata terhadap respon rencana kenaikan harga BBM. Jumlah tanggungan memiliki respon yang cepat terhadap rencana kenaikan harga BBM karena terkait seberapa besar pengeluaran responden. Koefisien negatif pada model mengindikasikan semakin bertambah jumlah tanggungan sebesar 0,674 maka akan semakin tidak setuju terhadap kenaikan harga BBM dengan kenaikan harga BBM. Hal ini sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa semakin banyak jumlah tanggungan maka akan semakin tidak setuju. Nilai Rasio Odd yang dihasilkan adalah sebesar 0,510 artinya semakin tinggi jumlah tanggungan maka peluang untuk tidak setuju adalah 0,510 kalinya dibandingkan dengan setuju terhadap kenaikan BBM.
48
4.
Pengaruh jumlah pemakaian BBM per hari terhadap respon setuju atau tidak setuju pengemudi jasa transportasi angkutan umum kota perihal kenaikan harga BBM Hasil model logit diperoleh p-value sebesar 0,562 lebih besar dari taraf
nyata 10 persen (α=0,1) maka terima H 0 yang artinya pengaruh pemakaian BBM per hari tidak berpengaruh nyata. Pemakaian BBM yang digunakan oleh responden setiap harinya sama karena jarak yang ditempuh responden tidak pernah bertambah sehingga respon dari pemakaian BBM per hari memiliki respon yang lambat terhadap kenaikan harga BBM kecuali terjadi kemacetan total. Koefisien positif yang ada pada model mengindikasikan peningkatan pemakaian BBM per hari sebesar 0,045 akan menyebabkan respon setuju terhadap kenaikan harga BBM. Hal ini berbeda dengan hipotesis awal dikarenakan sedikitnya pendapatan yang dihasilkan oleh responden salah satunya karena peraturan pemerintah mengenai “shift” pada beberapa trayek. Nilai rasio Odd 1,046 artinya semakin banyak pemakaian BBM premium per hari maka peluang untuk setuju adalah 1,046 kalinya dibandingkan dengan peluang tidak setuju terhadap kenaikan BBM. 5.
Pengaruh lama waktu berkendaraan terhadap respon setuju atau tidak setuju pengemudi jasa transportasi angkutan umum kota perihal kenaikan harga BBM Hasil model logit diperoleh p-value sebesar 0,084 lebih kecil dari taraf nyata
10 persen (α=0,1) maka tolak H 0 yang artinya pengaruh lama berkendara berpengaruh nyata terhadap respon kenaikan harga BBM. Lama berkendara dapat merespond dengan cepat karena semakin lama waktu berkendaraan maka akan semakin bertambah pendapatan yang dihasilkan responden. Koefisien yang ada pada model bernilai positif, yang dapat diartikan peningkatan lama waktu berkendaraan per hari sebesar 0.236 akan semakin setuju dengan adanya kenaikan harga BBM. Kesimpulan yang didapat sesuai dengan hipotesis sebelumnya bahwa semakin lama waku berkendaraan perhari maka akan semakin setuju dengan kenaikan harga BBM. Rasio Odd yang didapat adalah 1,267 yang artinya semakin lama waktu berkendaraan perhari maka peluang untuk setuju adalah 1,267 kalinya dibandingkan dengan peluang tidak setuju terhadap kenaikan BBM.
49
4.5
Implikasi Kebijakan Rencana kenaikan harga BBM diharapkan tidak lebih dari besarnya
kesediaan membayar pengemudi angkutan umum kota yaitu sebesar Rp 4.893,33 atau dibulatkan menjadi Rp 5.000 kenaikan tersebut tidak akan terlalu memberatkan pengemudi angkutan umum kota (angkot) dikarenakan naiknya tarif angkutan akan memberikan dampak yang baik sebagai pengganti kenaikan harga BBM. Kebijakan pemerintah mengurangi besarnya BBM dengan menaikan harga jual BBM bersubsidi khususnya premium dapat dilaksanakan karena kesediaan membayar khususnya pengemudi angkutan umum kota (angkot) lebih tinggi dari harga BBM bersubsidi saat ini yaitu sebesar Rp 4.500, pelaksanaan kebijakan tersebut tidak terlepas dari berbagai pertimbangan yang diantaranya tetap menjaga besarnya nilai inflasi agar harga barang-barang konsumsi khususnya bahan pokok tidak naik terlalu tinggi dan rencana-rencana lain yang telah dijanjikan oleh pemerintah.