VI. 6.1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Saluran Pemasaran Cabai Rawit Merah Saluran pemasaran cabai rawit merah di Desa Cigedug terbagi dua yaitu
cabai rawit merah yang dijual ke pasar (petani non mitra) dan cabai rawit merah yang dijual ke PT Indofood (petani mitra). Penelitian ini berfokus pada petani non mitra yang penyaluran cabai rawit merah di jual ke pasaran yang terkait dengan beberapa lembaga pemasaran, meliputi pedagang pengumpul desa, pedagang besar, dan pedagang pengecer. Saluran pemasaran cabai rawit merah ini sangat dipengaruhi oleh hubungan dagang dan saling percaya antar masing-masing. Begitu pula antara pedagang pengumpul desa dan pedagang besar memiliki hubungan yang sama berdasarkan saling kepercayaan. Hubungan dagang ini sangat sulit berubah karena telah terjalin selama bertahun-tahun. Para petani menjual cabai rawit merah kepada pedagang pengumpul desa dikarenakan adanya akses kemudahan serta hemat biaya dalam hal pemasaran. Saluran pemasaran cabai rawit merah di Desa Cigedug secara rinci dapat dilihat pada Gambar 11. Terdapat lima saluran pemasaran cabai rawit merah yaitu: 1. Petani – Pedagang pengumpul desa – Pedagang besar Pasar Induk Kramat Jati Jakarta – Pedagang Pengecer – Konsumen Jakarta. 2. Petani – Pedagang pengumpul desa – Pedagang besar Pasar Induk Cikajang – Konsumen di Kecamatan Cikajang. 3. Petani – Pedagang pengumpul desa – Pedagang besar Pasar Induk Cikajang – Pedagang besar Pasar Induk Kramat Jati Jakarta – Pedagang pengecer – Konsumen Jakarta. 4. Petani – Pedagang pengumpul desa – Pedagang besar Pasar Induk Caringin Bandung – Pedagang pengecer – Konsumen Bandung. 5. Petani – Pedagang pengumpul desa – Pedagang besar Pasar Induk Caringin Bandung – Pedagang besar Pasar Induk Kramat Jati Jakarta – Pedagang Pengecer – Konsumen Jakarta.
56
4,45 %
91,5 % 91,5 %
85,0 100 %
Petani
Konsumen (Cijakang)
8,5 %
PB (Pasar Induk Cikajang)
91,5%
5 %
PPD
63
PB PIKJ
33,2 %
, 9
33,2%
Pedagang Pengecer
36,1%
Konsumen (Jakarta dan Bandung)
36
%
63,9 %
, 1
63,9%
%
10,49 %
PB (Pasar Induk Caringin) 66,8 %
Pedagang Besar Luar Jawa
Gambar 11. Pola Saluran Pemasaran Cabai Rawit Merah di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut. Keterangan: : Saluran pemasaran I : Saluran pemasaran II : Saluran pemasaran III : Saluran pemasaran IV : Saluran pemasaran V : Diluar cakupan penelitian
Untuk pola saluran pemasaran petani mitra cabai rawit merah dapat dilihat pada Gambar 12.
Petani
Vendor
PT Indofood
Gambar 12. Pola Saluran Pemasaran Petani Mitra Cabai Rawit Merah di Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut.
57
Jumlah cabai rawit merah yang dipasarkan dari Desa Cigedug mencapai 5.279 kilogram tiap minggunya. Berdasarkan kelima saluran pemasaran tersebut, terlihat bahwa 100 persen cabai rawit merah dipasarkan melalui pedagang pengumpul desa. Dari 30 orang responden, 22 orang petani responden pada saluran I menjual hasil panennya sebesar 85,05 persen atau sebanyak 4.490 kilogram kepada 5 orang pedagang pengumpul desa kemudian cabai rawit merah ini dijual ke Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta. Pada saluran II dan saluran III, sebanyak 3 orang petani responden menjual hasil panennya sebesar 4,45 persen atau sebanyak 235 kilogram kepada 2 orang pedagang pengumpul desa dan selanjutnya cabai rawit merah ini dijual ke pedagang besar yang ada di Pasar Induk Cikajang, Garut. Pada saluran IV dan saluran V, terdapat 5 orang petani responden menjual hasil panennya kepada 2 orang pedagang pengumpul desa sebesar 10,49 persen atau sebanyak 554 kilogram. Tujuan pemasaran cabai rawit merah pada saluran ini adalah Pasar Induk Caringin, Bandung. 6.1.1
Saluran Pemasaran 1 Pada pola saluran pemasaran I merupakan pola saluran yang paling banyak
digunakan oleh petani dan pedagang pengumpul desa. Petani menjual langsung kepada pedagang pengumpul desa, kemudian pedagang pengumpul desa menjualnya kepada pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta, kemudian ke pedagang pengecer yang ada di Pasar Kramat Jati yang berhadapan langsung dengan konsumen akhir. Pedagang pengumpul desa biasanya mensortir cabai rawit merah yang telah mereka beli dari petani sebelum menjualnya kepada pihak pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati. Penyerahan cabai rawit merah ini dilakukan dengan memotong berat cabai rawit merah sebanyak 1 kilogram kepada masing-masing petani. Penyerahan ini dilakukan dengan memotong berat cabai rawit merah sebanyak 1 kilogram kepada masing-masing petani. Pemotongan 1 kilogram ini diperhitungkan sebagai berat karung yang digunakan untuk pengemasan cabai rawit merah oleh petani dan diperhitungkan sebagai biaya penyusutan yang ditanggung oleh pihak petani (cabai rawit merah yang mengalami pembusukan). Harga yang diterima petani adalah Rp 5.000,00 per kilogram. 58
Cabai rawit merah yang telah disortir ini kemudian dikemas dengan menggunakan karung dan langsung didistribusikan ke pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati. Pengangkutan cabai rawit merah ke Pasar Induk Kramat Jati dilakukan dengan menggunakan mobil truk. Biaya sewa truk ditanggung oleh pedagang pengumpul desa. Pengangkutan cabai rawit merah dilakukan bersamaan dengan sayuran lain seperti kol, tomat, wortel dan kentang. Harga yang terjadi antara pedagang pengumpul desa dengan pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati yaitu Rp 8.500,00 per kilogram. Harga ini digunakan sebagai patokan para pedagang besar di pasar lain dan pedagang pengumpul desa dalam menetapkan harga beli kepada para petani. Volume rata-rata penjualan cabai rawit merah dari pedagang pengumpul desa responden ke pedagang besar Pasar Induk Kramat Jati berkisar 3.000-5.000 kilogram per minggu. Jumlah cabai rawit merah yang dipasarkan oleh pedagang pengumpul desa pada pola saluran ini sebanyak 4.490 kilogram, kemudian didistribusikan ke pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati. Pedagang besar pada saluran I melakukan aktivitas pembelian tidak terfokus pada komoditas cabai rawit merah saja, namun juga melakukan pembelian terhadap komoditas sayuran lainnya seperti bawang merah, bawang putih, cabai rawit hijau, cabai merah besar, dan cabai merah keriting. Pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati juga melakukan kegiatan penyortiran cabai rawit merah yang telah mereka beli dari pedagang pengumpul desa sebelum menjualnya kepada pihak pedagang pengecer dan pedagang besar luar Jawa. Setelah disortir, cabai rawit merah ini langsung didistribusikan ke pedagang besar luar Jawa sebanyak 3.000-5.000 kilogram, sedangkan sisanya akan dijual ke pedagang pengecer. Cabai rawit merah yang disalurkan ke luar Jawa merupakan luar lingkup dari penelitian ini. Pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati memberikan batas minimal pembelian sebanyak 5 kilogram kepada pihak pedagang pengecer. Volume ratarata cabai rawit merah yang dibeli oleh para pedagang pengecer adalah 10 kilogram. Harga yang terjadi antara pedagang besar dengan pedagang pengecer yaitu Rp 10.500,00 per kilogram dan selanjutnya cabai rawit merah ini akan dipasarkan langsung ke konsumen akhir di Jakarta dengan harga sebesar Rp 20.000,00 per kilogram.
59
6.1.2
Saluran Pemasaran 2 Pada pola saluran pemasaran II digunakan oleh 3 orang petani yang
menjual hasil panennya kepada 2 responden pedagang pengumpul desa. Volume rata-rata penjualan cabai rawit merah dari pedagang pengumpul desa responden ke pedagang besar Pasar Induk Cikajang berkisar 500-1.000 kilogram per minggu. Pedagang pengumpul desa biasanya mensortir cabai rawit merah yang telah mereka beli dari petani sebelum menjualnya kepada pihak pedagang besar di Pasar Induk Cikajang. Harga yang diterima oleh petani adalah Rp 4.500,00 per kilogram. Cabai rawit merah yang dikumpulkan oleh pedagang pengumpul desa dikirim ke Pasar Induk Cikajang dengan menggunakan motor dengan biaya Rp 5.000,00 - Rp 10.000,00 per karung, dimana 1 karung berisi 50 kilogram cabai rawit merah, biaya pengangkutan ini ditanggung oleh pedagang pengumpul desa. Harga yang terjadi antara pedagang pengumpul desa dengan pedagang besar Pasar Induk Cikajang adalah Rp 7.00,000 per kilogram. Pedagang besar di Pasar Induk Cikajang juga melakukan kegiatan penyortiran cabai rawit merah yang telah mereka beli dari pedagang pengumpul desa. Pedagang besar pada saluran II melakukan aktivitas pembelian tidak terfokus pada komoditas cabai rawit merah saja, namun juga melakukan pembelian terhadap komoditas sayuran lainnya seperti bawang merah, bawang putih, cabai rawit hijau, cabai merah besar, cabai merah keriting, kol, kentang, dan wortel. Pedagang besar di Pasar Induk Cikajang tidak memberikan batas minimal pembelian karena pedagang besar di pasar induk ini langsung berhadapan dengan pihak konsumen akhir di Kecamatan Cikajang yang membeli cabai rawit merah sesuai dengan kebutuhan dapur dengan harga sebesar Rp 10.000,00 per kilogram. Volume rata-rata cabai rawit merah yang dijual di tingkat pedagang besar berkisar antara 15-20 kilogram. 6.1.3
Saluran Pemasaran 3 Sama halnya pada saluran II, pola saluran pemasaran III digunakan oleh 3
orang petani yang menjual hasil panennya kepada 2 responden pedagang pengumpul desa. Volume rata-rata penjualan cabai rawit merah dari pedagang
60
pengumpul desa responden ke pedagang besar Pasar Induk Cikajang berkisar 5001.000 kilogram per minggu. Pedagang pengumpul desa biasanya mensortir cabai rawit merah yang telah mereka beli dari petani. Harga yang diterima oleh petani adalah Rp 4.500,00 per kilogram. Pengangkutan ke Pasar Induk Cikajang dilakukan dengan menggunakan motor dengan biaya Rp 5.000,00 - Rp 10.000,00 per karung, biaya pengangkutan ini ditanggung oleh pedagang pengumpul desa. Cabai rawit merah yang tidak laku terjual pada saluran II, maka pada saluran III cabai rawit merah ini didistribusikan ke Pasar Induk Kramat Jati. Pedagang besar di Pasar Induk Cikajang juga melakukan penyortiran cabai rawit merah yang telah mereka beli dari pedagang pengumpul desa sebelum menjualnya kepada pihak pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati. Harga yang terjadi antara pedagang besar di Pasar Induk Cikajang dengan pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati yaitu Rp 9.000,00 per kilogram. Pengangkutan ke Pasar Induk Kramat Jati dilakukan dengan menggunakan mobil truk bersama dengan sayuran lainnya seperti wortel, kentang, tomat, dan kol. Biaya pengangkutan ini ditanggung oleh pihak pedagang besar di Pasar Induk Cikajang. Pengiriman ke Pasar Induk Kramat Jati ini bertujuan untuk menghindari pembusukan cabai rawit merah yang lebih banyak yang dapat mempengaruhi harga jualnya. Oleh karena itu, fungsi penyimpanan tidak dilakukan oleh pedagang besar di Pasar Induk Cikajang. Penyortiran juga dilakukan oleh pedagang besar di Pasar Induk Kramat Biasanya cabai rawit merah yang busuk (hasil dari kegiatan penyortiran) dijual setengah harga dari harga normal kepada para konsumen yang berprofesi sebagai pedagang gerobak seperti tukang bakso dan tukang siomai. Pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati memberikan batas minimal pembelian sebanyak 5 kilogram kepada pihak pedagang pengecer. Volume ratarata cabai rawit merah yang dibeli oleh para pedagang pengecer adalah 10 kilogram dengan harga jual sebesar Rp 10.500,00per kilogram. Pedagang pengecer akan langsung menjual cabai rawit merah kepada konsumen akhir di Jakarta dengan harga Rp 20.000,00 per kilogram.
61
6.1.4
Saluran Pemasaran 4
Pada pola saluran pemasaran IV digunakan oleh 5 orang petani yang menjual hasil panennya kepada 2 pedagang pengumpul desa. Pada saluran ini petani menjual langsung hasil panennya ke pedagang pengumpul desa dengan harga yang diterima oleh petani adalah Rp 4.700,00 per kilogram. Pedagang pengumpul desa pada saluran IV juga melakukan penyortiran cabai rawit merah yang telah mereka beli dari petani sebelum menjualnya kepada pihak pedagang besar di Pasar Induk Caringin Bandung. Selanjutnya cabai rawit merah langsung didistribusikan ke pedagang besar di Pasar Induk Caringin Bandung. Volume rata-rata penjualan cabai rawit merah dari pedagang pengumpul desa responden ke pedagang besar Pasar Induk Caringin berkisar 500-1.000 kilogram per minggu. Pengangkutan ke Pasar Induk Caringin dilakukan dengan menggunakan mobil truk. Biaya sewa truk ini ditanggung oleh pedagang pengumpul desa. Pedagang besar di Pasar Induk Caringin pada saluran ini juga melakukan pembelian terhadap komoditas sayuran lainnya seperti bawang merah, bawang putih, cabai rawit hijau, cabai merah besar, dan cabai merah keriting. Sama halnya yang terjadi di Pasar Induk Kramat Jati, pedagang besar di Pasar Induk Caringin Bandung juga memberikan batas minimal pembelian sebanyak 5 kilogram kepada pihak pedagang pengecer wilayah Bandung. Volume rata-rata cabai rawit merah yang dibeli oleh para pedagang pengecer adalah 10 kilogram dengan harga jual sebesar Rp 10.000,00 per kilogram. Cabai rawit merah ini kemudian dijual kepada konsumen akhir di wilayah Bandung sebesar Rp 18.000,00 per kilogram. 6.1.5
Saluran Pemasaran 5 Pada pola saluran pemasaran V digunakan oleh 5 orang petani yang
menjual hasil panennya kepada 2 pedagang pengumpul desa. Sama
halnya
dengan saluran III, pada saluran V para pedagang besar di Pasar Induk Caringin Bandung juga melakukan penjualan cabai rawit merah kepada pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati. Pengiriman ke Pasar Induk Kramat Jati ini bertujuan untuk menghindari pembusukan cabai rawit merah yang lebih banyak yang dapat
62
mempengaruhi harga jualnya sehingga fungsi penyimpanan tidak dilakukan. Cabai rawit merah yang di jual ke Pasar Induk Kramat Jati dijual dengan harga Rp 9.000,00 per kilogram. Pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati tidak memberi batasan jumlah dalam mekanisme penerimaan cabai rawit merah. Pengangkutan ke pasar induk dilakukan dengan menggunakan mobil pick up Biaya pengangkutan ini ditanggung oleh pihak pedagang besar di Pasar Induk Caringin. Pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati akan melakukan kegiatan penjualan kepada pedagang pengecer dengan harga jual sebesar Rp 10.500,00 per kilogram. Pedagang pengecer akan langsung menjual cabai rawit merah kepada konsumen akhir di Jakarta dengan harga Rp 20.000,00 per kilogram. 6.2
Fungsi Pemasaran Lembaga-lembaga yang terlibat dalam pemasaran cabai rawit merah,
masing-masing menjalankan fungsi-fungsi pemasaran dimana setiap lembaga memiliki fungsi yang berbeda-beda. Fungsi pemasaran bertujuan untuk memperlancar penyaluran cabai rawit merah dari petani ke konsumen. Pengelompokan
fungsi pemasaran menggunakan teori Limbong dan Sitorus
(1985) yaitu fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (pengangkutan, pengemasan, penyimpanan), dan fungsi fasilitas (sortasi, penanganan risiko, pembiayaan, dan informasi pasar).
6.2.1 Fungsi Pemasaran di Tingkat Petani Secara umum petani di Desa Cigedug melakukan fungsi pertukaran yaitu menjual cabai rawit merah ke para pedagang pengumpul desa, sebagian petani melakukan fungsi fisik (pengangkutan dan pengemasan), dan fungsi fasilitas (sortasi, penanganan risiko, pembiayaan, dan informasi pasar). Petani dalam lima pola saluran pemasaran melakukan fungsi tersebut. Proses penjualan cabai rawit merah dilakukan secara bebas oleh petani dengan sistem cabai rawit merah dijual kepada para pedagang pengumpul desa yang menawarkan harga tertinggi kepada petani dan biasanya para pedagang pengumpul desa yang menghubungi para petani melalui telepon seluler. Para petani melakukan pemilihan jalur pemasaran
63
ini karena lebih mudah dan tidak membutuhkan biaya banyak. Adapun petani yang menjual cabai rawit merah kepada satu pedagang pengumpul desa saja dikarenakan adanya ikatan keluarga sehingga loyalitaspun terbentuk. Fungsi pengangkutan dilakukan oleh 25 petani responden, dari lahan mereka hingga ke pinggir jalan dengan menggunakan motor (ojeg) dengan biaya Rp 25,00 per kilogram hingga Rp 150,00 per kilogram dan selanjutnya akan diambil oleh para pedagang pengumpul desa. Pengangkutan sendiri ini terjadi jika lahan mereka jauh dari jalan utama, sehingga pengemasan juga dilakukan sendiri. Namun jika lahan berada di dekat jalan utama maka para pedagang pengumpul desa akan mendatangi lahan petani untuk mengangkut cabai rawit merah. Pengemasan dilakukan dengan menggunakan karung bekas pupuk untuk mengemas cabai rawit merah dan satu karung dapat memuat cabai rawit merah sebanyak 50 kilogram. Fungsi fasilitas seperti sortasi dilakukan langsung di lahan petani saat panen yaitu dengan memetik cabai rawit merah yang dalam kondisi baik atau tidak terkena patek yang sangat parah yang menyebabkan busuk buah secara keseluruhan. Fungsi penaggungan risiko yang dilakukan petani antara lain adalah risiko produksi seperti terserang hama penyakit sehigga jumlah cabai rawit merah yang dipanen lebih kecil dari yang semestinya. Selain itu, risiko harga juga sering dihadapi petani yaitu harga jual cabai rawit merah yang terkadang sangat rendah dan fluktuasi harga yang tajam. Dua orang petani respoden menghadapi risiko ini dengan cara melakukan siasat atau strategi pola tanam cabai rawit merah sehingga pemanenan tidak dilakukan secara serempak yang menyebabkan pasokan cabai rawit merah di pasaran menumpuk dan harga otomatis akan menurun. Petani responden juga melakukan fungsi pembiayaan dan informasi harga. Fungsi pembiayaan yang dilakukan oleh petani yaitu menanggung dan mengusahakan biaya-biaya untuk produksi dan biaya pasca panen seperti biaya input, biaya produksi, biaya tenaga kerja, biaya pengemasan, biaya penyusutan dan biaya pengangkutan. Sumber pembiayaan usahatani petani cabai rawit merah berasal dari modal sendiri dan lembaga keuangan, baik formal maupun non formal. Namun, sedikit sekali yang mengajukan permohonan dana ke lembaga keuangan formal. Lembaga keuangan non formal yang menjadi sumber
64
pembiayaan yaitu keluarga. Informasi pasar seperti informasi harga yang diterima petani bersifat tidak transparan atau dapat dikatakan informasi harga sering tidak tersampaikan dengan baik kepada petani. Para petani memperoleh informasi dari sesama petani dan juga pedagang pengumpul desa melalui nota penjualan, dimana berdasarkan hasil lapang ternyata ada beberapa pedagang pengumpul desa yang melakukan tindak kecurangan seperti pemalsuan nota penjualan. 6.2.2
Fungsi Pemasaran di Tingkat Pedagang Pengumpul Desa Pedagang pengumpul desa hampir melakukan kegiatan yang sama dalam
setiap saluran pemasaran cabai rawit merah. Pedagang pengumpul memperoleh cabai rawit merah dari para petani langsung yang ada di Desa Cigedug. Pedagang pengumpul desa dan petani saling merundingkan syarat-syarat jual beli seperti sistem pembayaran serta penetapan harga jual. Selain itu, para pedagang pengumpul juga menentukan tempat pembelian (yaitu dengan mendatangi lahan petani langsung, namun jika lahan jauh dari jalan utama maka petani harus mengantar cabai rawit merah ke pinggir jalan utama). Sedangkan fungsi penjualan, pedagang pengumpul menjual hasil pembeliannya kepada pasar pengumpul lokal atau Pasar Cikajang dan pedagang besar non lokal. Pedagang pengumpul melakukan kesepakan kepada pedagang besar seperti penetapan jumlah cabai rawit merah yang diminta, harga jual serta sistem pembayaran kepada para pedagang besar, pemesanan dilakukan melalui telepon selular. Biasanya sistem pembayaran dilakukan dengan nota penjualan, dimana hasil penjualan hari ini akan dibayar keesokan harinya atau dua hari kedepan. Penggunaan nota ini sebagai pedoman penetapan harga di tingkat petani cabai rawit merah. Pengangkutan dilakukan secara dua kali yaitu dari lahan petani atau pinggir jalan menuju ke rumah pedagang pengumpul desa dan dari rumah pedagang pengumpul desa menuju ke pasar-pasar tujuan. Pengangkutan dari lahan petani atau pinggir jalan biasanya menggunakan motor pribadi atau menyewa ojeg. Jika jarak dekat, pengangkutan cabai rawit merah dikenakan biaya sebesar Rp 75,00 per kilogram dan jika jaraknya jauh dikenakan biaya sebesar Rp 150,00 per kilogram, sedangkan jika tujuannya ke pasar maka pengangkutan dilakukan dengan menggunakan mobil truk dalam jumlah besar yang tidak hanya memuat 65
cabai rawit merah saja melainkan sayuran lain seperti kol, kentang, tomat, pecai, sawi, dan wortel. Untuk pengemasan cabai rawit merah ini menggunakan karung bekas pupuk yang memuat 50 kilogram cabai rawit merah per karung. Fungsi fasilitas yang dilakukan pedagang pengumpul yaitu sortasi, penanganan risiko, pembiayaan, dan informasi pasar. Sortasi dilakukan dengan memilih cabai rawit merah yang dibeli dari para petani yaitu memisahkan cabai rawit merah busuk yang terkena patek dan yang tidak, karena jika tidak dipisahkan maka cabai rawit merah yang tidak terkena patek akan ikut terjangkit sehingga penyusutan saat pengiriman akan lebih besar yang akan berdampak pada harga jual nantinya. Cabai rawit merah yang terkena patek ini tidak dibuang melainkan diberikan kepada para pekerja sortasi untuk dikonsumsi sendiri. Fungsi penanganan risiko yang dihadapi oleh pedagang pengumpul yaitu risiko harga yang dapat berubah sesuai kesepakan awal dan risiko keuangan seperti hasil penjualannya tidak dibayar oleh pedagang besar atau kejahilan tenaga kerja angkut yang mengambil cabai rawit merah secara diam-diam saat harga jual cabai rawit merah tinggi di pasaran. Risiko harga ini tidak dapat diatasi karena harga beli yang diterima oleh pedagang pengumpul ini berdasarkan harga jual yang terbentuk di pasar induk langsung. Sedangkan risiko keuangan diatasi dengan cara mencari pedagang besar lain yang dapat dipercaya serta melakukan pemecatan kepada pegawai yang melakukan kecurangan tersebut. Fungsi pembiayaan yang dilakukan oleh pedagang pengumpul ini yaitu penyediaan modal untuk membayar cabai rawit merah kepada pedagang pengumpul, biaya pengangkutan, tenaga kerja, pengemasan, retribusi (biaya masuk pasar), penyusutan, bongkar muat, sortasi, dan sewa lapak dengan sumber modal berasal dari modal sendiri. Informasi pasar mengenai perkembangan harga cabai rawit merah diperoleh pedagang pengumpul dari pedagang besar di pasar induk.
66
Gambar 13. Kegiatan Sortasi dan Pengemasan Cabai Rawit Merah di Tingkat Pedagang Pengumpul Desa. 6.2.3 Fungsi Pemasaran di Tingkat Pedagang Besar Biasanya volume permintaan yang dipesan oleh pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati lebih besar dibandingkan Pasar Induk Caringin Bandung sehingga pengiriman lebih banyak dikirim ke pasar tersebut. pabila cabai rawit merah telah terkumpul maka akan langsung didistribusikan ke pedagang besar di Kecamatan Cikajang dan luar kota Garut seperti wilayah Bandung dan Jakarta. Pedagang besar di Pasar Cikajang, Pasar Caringin dan di Pasar Induk Kramat Jati melakukan
fungsi
pertukaran
(pembelian
dan
penjualan),
fungsi
fisik
(pengangkutan dan pengemasan), dan fungsi fasilitas (sortasi, penanganan risiko, pembiayaan, dan informasi pasar). Fungsi pertukaran, transaksi pembelian baik antara pedagang pengumpul dengan pedagang besar maupun antar pedagang besar awalnya dilakukan melalui telepon untuk menentukan jumlah pesanan yang diminta serta penetapan harga beli. Jika kedua belah pihak setuju maka cabai rawit merah langsung dikirim ke pasar tujuan. Penjualan yang terjadi antar pedagang besar bertujuan untuk menghabiskan pasokan cabai rawit merah sehingga tidak diperlukan fungsi penyimpanan.
Selain
itu,
menghindari
biaya
penyusutan
yang
dapat
mempengaruhi harga jual nantinya. Fungsi pembelian ini dilakukan dengan sistem nota penjualan dan pembayaran dilakukan pada keesokan harinya. Setelah sampai ke tempat pedagang besar, cabai rawit merah yang telah dikemas diturunkan dari mobil truk atau mobil pick- up kemudian ditimbang dan siap untuk dijual. (Gambar 14) Begitupun dengan fungsi penjualan kepada pedagang besar dan pedagang pengecer yang dilakukan secara nota yaitu sistem keluar masuk atau barang keluar
67
lebih dulu dan pembayaran dilakukan 2 hari atau bahkan 3 hari kedepan dan adapula yang membayar secara tunai. Khusus untuk penjualan ke pedagang pengecer, pedagang besar memberikan batas minimal pembelian yaitu 5 kilogram. Fungsi fisik seperti pengemasan yang digunakan untuk pengiriman ke pedagang besar lain menggunakan karung sedangkan jika pembelinya adalah pengecer maka cabai rawit merah dikemas dalam plastik bening besar yang dapat memuat 10 kilogram cabai rawit merah. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang besar yaitu kegiatan penyortiran. Kegiatan ini dilakukan dengan memisahkan cabai rawit merah yang terkena patek dan yang tidak untuk mengurangi biaya penyusutan yang ada. Cabai rawit merah yang patek ini akan dijual setengah harga dari cabai rawit merah segar. Risiko yang dihadapi oleh pedagang besar yaitu tunggaknya bayaran dari para pedagang pengecer dan bahkan cabai rawit merah yang terjual tidak dibayar. Penanganannya yaitu dengan memilih-milih pembeli yang dapat dipercaya. Fungsi pembiayaan yang dilakukan oleh pedagang besar diantaranya modal untuk pembelian cabai rawit merah kepada pedagang pengumpul, biaya pengangkutan, pengemasan, tenaga kerja, penyusutan, bongkar muat, penyortiran, dan sewa lapak dimana sumber modalnya berasal dari modal sendiri. Informasi pasar berupa perkembangan harga beli dan harga jual cabai rawit merah langsung terbentuk di pasar dengan melihat jumlah pasokan cabai rawit merah yang ada di pasar serta banyaknya permintaan yang ada.
Gambar 14. Kegiatan Bongkar Muat dan Penimbangan Cabai Rawit Merah di Tingkat Pedagang Besar.
68
6.2.4
Fungsi Pemasaran di Tingkat Pedagang Pengecer Pedagang pengecer melakukan kegiatan yang sama pada semua saluran
pemasaran cabai rawit merah, baik saluran pemasaran I, II, III, IV maupun V. Kegiatan tersebut yaitu fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (pengangkutan, pengemasan, dan penyimpanan), dan fungsi fasilitas (sortasi, penanganan risiko, pembiayaan, dan informasi pasar). Pedagang pengecer adalah pedagang yang berhubungan langsung dengan konsumen akhir dan memperoleh pasokan cabai dari para pedagang besar dengan jumlah pembelian lebih dari lima kilogram. Pedagang pengecer biasanya langsung mendatangi pedagang besar untuk melakukan pembelian cabai rawit merah sehingga transaksi langsung terjadi di pasar induk. Oleh karena itu, biaya transportasi menjadi tanggungan pedagang pengecer. Pengangkutan biasanya menggunakan motor atau mobil angkutan umum. Sedangkan untuk pengemasan dilakukan dengan menggunakan kantong plastik untuk memudahkan pembeli dalam membawanya. Fungsi penyimpanan kadang-kadang dilakukan, apabila cabai rawit merah tidak laku terjual. Penyimpanan yang dilakukan oleh pedagang pengecer biasa saja tanpa ada perlakuan khusus seperti menyimpan di kios untuk pendagang pengecer yang memiliki kios sedangkan pedagang pengecer yang tidak memiliki kios (hanya sekedar lapak) maka cabai rawit merah akan dibawa pulang ke rumah mereka. Fungsi fasilitas seperti sortasi dilakukan sendiri oleh pedagang pengecer saat tidak ada pembeli dengan memisahkan cabai rawit merah yang busuk dan tidak. Cabai rawit merah yang busuk akan dijual setengah harga dari cabai rawit merah segar. Penanganan risiko berupa penyusutan akibat penyimpanan, fungsi pembiayaan berupa modal untuk membeli cabai rawit merah, biaya pengangkutan, retribusi, tenaga kerja, pengemasan, penyusutan, dan sewa lapak. Sedangkan fungsi informasi berupa perkembangan harga beli dan jual yang diperoleh dari pedagang besar dan sesama pengecer di pasar tersebut.
69
Gambar 15. Kegiatan Penjualan dan Pengemasan Cabai Rawit Merah di Tingkat Pedagang Pengecer. Tabel 11. Fungsi Lembaga Pemasaran Cabai Rawit Merah di Desa Cigedug Saluran dan Lembaga Pemasaran Saluran I Petani PPD PB Kramat Jati Pengecer Saluran II Petani PPD PB Cikajang Saluran III Petani PPD PB Cikajang PB Kramat Jati Pengecer Saluran IV Petani PPD PB Caringin Pengecer Saluran V Petani PPD PB Caringin PB Kramat Jati Pengecer
Keterangan :
Fungsi Pemasaran Pertukaran Beli
Fisik
Jual
Angkut
Kemas
Fasilitas Simpan
Sortasi Risiko
Biaya
Informasi Pasar
v
v v
* v
* v
-
v v
v v
v v
v v
v
v
v
v
-
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v v
* v
* v
-
v v
v v
v v
v v
v
v
v
v
-
v
v
v
v
v
v v
* v
* v
-
v v
v v
v v
v v
v
v
v
v
-
v
v
v
v
v
v
v
v
-
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v v
* v
* v
-
v v
v v
v v
v v
v
v
v
v
-
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v v
* v
* v
-
v v
v v
v v
v v
v
v
v
v
-
v
v
v
v
v
v
v
v
-
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v: dijalankan -: tidak dijalankan PPD: Pedagang Pengumpul Desa
*: dijalankan sebagian PB: Pedagang Besar
Sumber : Data Primer 2012 (diolah)
70
6.3
Struktur Pasar Struktur
pasar
merupakan
karakteristik
organisasi
pasar
yang
mempengaruhi sifat kompetisi dan harga di dalam pasar. Struktur pasar cabai rawit merah dapat diketahui dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, mudah tidaknya memasuk pasar, dan informasi mengenai harga cabai rawit merah di pasar.
Tabel 12. Struktur Pasar Yang Dihadapi Oleh Tiap Lembaga Pemasaran Cabai Rawit Merah. Tingkat Karakteristik
Pedagang Petani
PPD
PB
Pengec er
Jumlah penjual
Sedikit
Sedikit
Sedikit
Sedikit
Jumlah pembeli
Sedikit
Sedikit
Sedikit
Banyak
Sifat produk
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
Sedikit
Banyak
Banyak
Sedikit
Hambatan
Rendah
Tinggi
Tinggi
Rendah
Struktur Pasar
Oligopsoni
Oligopsoni
Oligopoli
Oligopoli
Pengaruh terhadap harga
Sumber : Data Primer 2012
Struktur pasar yang dihadapi oleh petani cabai rawit merah di Desa Cigedug terhadap pedagang pengumpul desa mengarah kepada struktur pasar oligopsoni. Jumlah petani cabai rawit merah lebih banyak dari jumlah pedagang pengumpul desa sehingga posisi tawar petani lebih rendah. Jika dikaitkan dengan perilaku pasar, penentuan harga yang terjadi ditentukan oleh pihak pedagang pengumpul desa sedangkan petani cabai rawit merah sebagai penerima harga. Informasi pasar mengenai harga cabai rawit merah biasanya dibawa oleh para pedagang pengumpul desa langsung dengan memperlihatkan nota penjualan dari pasar induk. Sifat produk yang dijual adalah homogen. Petani menjual hasil panennya ke beberapa pedagang pengumpul desa. Adapun dilihat dari hambatan masuk pasar petani relatif rendah karena petani bebas keluar masuk pasar serta tidak ada ikatan bagi petani untuk memasarkan cabai rawitnya kepada para
71
pedagang pengumpul desa. Selain itu, jika terjadi kerugian seperti harga cabai rawit merah rendah di pasaran, para petani dapat dengan mudah untuk beralih dengan mengkonversi ke tanaman lain yang dinilai lebih menguntungkan. Struktur pasar di tingkat pedagang pengumpul desa terhadap pedagang besar mengarah kepada kondisi pasar oligopsoni. Hal ini dikarenakan jumlah pedagang pengumpul desa lebih banyak dari jumlah pedagang besar. Jika dikaitkan dengan perilaku pasar, penentuan harga dilakukan secara tawarmenawar, namun penentu harga dominan kepada pedagang besar. Sifat produk yang diperjualbelikan bersifat homogen dan tidak terdapat diferensiasi secara nyata. Hambatan keluar masuk pasar di tingkat pedagang pengumpul desa relatif tinggi karena untuk masuk ke dalam pasar diperlukan modal yang cukup besar. Modal yang diperlukan besar karena harus menanggung biaya transportasi dan biaya penyusutan yang cukup tinggi. Pedagang pengumpul desa memperoleh informasi harga melalui pedagang besar yang berada di Pasar Induk Caringin Bandung dan Pasar Induk Kramat Jati Jakarta. Informasi ini diakses dengan menghubungi pedagang besar secara langsung. Struktur pasar di tingkat pedagang besar terhadap pedagang pengecer mengarah kepada struktur pasar oligopoli. Jumlah pedagang pengecer lebih banyak dari jumlah pedagang besar. Proses penentuan harga didasarkan pada proses tawar-menawar, namun penentuan harga ditentukan oleh pedagang besar di pasar induk yang kekuatan tawar-menawar yang lebih tinggi dibanding pedagang pengecer dengan informasi harga yang diperoleh dari sesama pedagang besar maupun dari pedagang pengecer. Produk yang diperjualbelikan bersifat homogen yaitu cabai rawit merah segar. Hambatan keluar masuk pasar di tingkat pedagang pengumpul desa relatif tinggi karena untuk masuk ke dalam pasar diperlukan modal yang cukup besar serta dipengaruhi oleh sulitnya mendapatkan izin berdagang dari pengelola pasar induk serta semakin tingginya harga kios di dalam pasar induk. Adapun pasar yang terjadi di tingkat pedagang pengecer terhadap konsumen akhir kondisi seperti oligopoli. Jumlah pedagang pengecer lebih sedikit dari jumlah konsumen akhir. Proses penentuan harga didasarkan pada proses tawar-menawar, namun penentu harga tetap di tangan pedagang pengecer.
72
Informasi harga yang terjadi di tingkat pedagang pengecer diperoleh dari pedagang besar dan sesama pedagang pengecer di pasar yang sama sehingga informasi dapat diperoleh pedagang pengecer dengan mudah. Jumlah produk yang dipertukarkan bersifat homogen yang dikemas dengan menggunakan kantong plastik. Sedangkan hambatan keluar masuk pasar cenderung rendah karena skala usaha pedagang pengecer relatif kecil dan jika pedagang pengecer tidak memperoleh keuntungan maka pedagang pengecer dapat meninggalkan usaha tersebut. 6.4
Perilaku Pasar Perilaku pasar adalah strategi produksi dan konsumsi dari lembaga
pemasaran dalam struktur pasar tertentu yang meliputi kegiatan pembelian dan penjualan, penentuan harga, sistem pembayaran, dan kerjasama antara lembaga pemasaran yang ada. Perilaku pasar sering juga disebut sebagai saluran tingkah laku dari lembaga pemasaran yang menyesuaikan dengan struktur pasar tempat lembaga tersebut melakukan kegiatan pembelian dan penjualan. Perilaku pasar antara tiap lembaga pemasaran akan diuraikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Perilaku Pasar Antara Tingkat Lembaga Pemasaran Cabai Rawit Merah No 1. 2.
Kegiatan Penjualan dan pembelian Penentuan harga
3.
Pembayaran
4.
Kerjasama antar lembaga pemasaran
Tingkat Petani - PPD Bebas dan terikat Tawarmenawar, namun dominan oleh PPD Tunai Saling kepercayaan
PPD - PB
Antar PB
PB - Pengecer
Bebas
Bebas
Bebas
Tawarmenawar, namun dominan oleh PB Tunai dan Kemudian Saling kepercayaan (langganan)
Kesepakatan (Patokan harga oleh PB PIKJ)
Tawar-menawar, namun dominan oleh PB
Kemudian
Tunai dan Kemudian Saling kepercayaan (langganan)
Saling kepercayaan (langganan)
Sumber : Data Primer 2012
6.4.1
Praktek Penjualan dan Pembelian Praktek penjualan dan pembelian cabai rawit merah melibatkan beberapa
lembaga, terkecuali petani yang hanya melakukan praktek penjualan dan konsumen yang hanya melakukan praktik pembelian.
73
Tabel 14. Praktek Penjualan dan Pembelian Lembaga Pemasaran
Praktek Pembelian
Praktek Penjualan
Petani
-
v
PPD
v
v
Pedagang Besar
v
v
Pedagang Pengecer
v
v
Konsumen Akhir
v
-
Sumber : Data Primer 2012
Petani melakukan proses penjualan dengan menjual cabai rawit merah kepada para pedagang pengumpul
desa yang ada di desa Cigedug. Proses
penjualan cabai rawit merah dilakukan secara bebas oleh petani dimana cabai rawit merah akan dijual kepada pedagang pengumpul desa yang menawaran harga tertinggi. Transaksi awal dilakukan melalui telepon seluler, jika kedua belah pihak telah sepakat mengenai harga maka proses penjualan akan dilaksanakan sesuai dengan tempat yang telah disepakati. Adapula petani yang pembelinya tetap seperti kepada satu pedagang pengumpul saja dikarenakan adanya hubungan kerabat keluarga yang menciptakan rasa segan menjual kepada pedagang pengumpul desa lain. Hampir seluruh petani masih menggantungkan pemasaran cabai rawit merah kepada para pedagang pengumpul karena jalur ini lebih mudah baik dalam hal pembayaran secara tunai, tidak membutuhkan biaya banyak seperti biaya transportasi dan biaya penyusutan. Petani juga tidak memiliki alternatif pemasaran lain karena keterbatasan fasilitas yang dimiliki oleh petani. Biasanya penyerahan cabai rawit merah dilakukan langsung di lahan petani atau pinggir jalan utama dan selanjutnya cabai rawit merah akan diangkut menggunakan motor pribadi atau ojeg menuju ke rumah pedagang pengumpul desa. Penyerahan ini dilakukan dengan memotong berat cabai rawit merah sebanyak 1 kilogram kepada masing-masing petani. Pemotongan 1 kilogram ini diperhitungkan sebagai berat karung yang digunakan untuk pengemasan cabai rawit merah oleh petani, selain itu diperhitungkan sebagai biaya penyusutan yang ditanggung oleh pihak petani (cabai rawit merah yang mengalami pembusukan). Cabai rawit merah kemudian langsung didistribusikan kepada pedagang besar di Pasar Induk Cikajang Garut, Pasar Induk Caringin Bandung dan Pasar Induk Kramat Jati Jakarta, biaya pengangkutan ditanggung oleh pedagang 74
pengumpul desa. Sistem penjualan ini menggunakan nota penjualan yaitu pembayaran dilakukan tidak langsung saat transaksi, tetapi saat transaksi berikutnya. Hal ini dikarenakan harga cabai rawit merah belum terbentuk. Namun, terkadang pedagang pengumpul melakukan kecurangan berupa pemalsuan nota penjualan khususnya harga. Harga yang diterima oleh pedagang pengumpul berimplikasi pada harga yang akan diterima oleh para petani. Kebanyakan pedagang besar sudah memiliki langganan namun tidak ada keterikatan antara kedua belah pihak. Praktek pembelian dan penjualan juga terjadi di antar para pedagang besar. Sifat cabai rawit merah yang mudah busuk ini membuat pedagang besar menghindari fungsi penyimpanan. Akibatnya cabai rawit merah yang tidak laku terjual di Pasar Cikajang dan Pasar Induk Caringin Bandung maka akan dikirim ke Pasar Induk Kramat Jati. Pengiriman dilakukan dengan menggunakan mobil pick up. Penyerahan cabai rawit merah berlangsung di Pasar Induk Kramat Jati. Selanjutnya dilakukan kegiatan penjualan kepada pedagang pengecer. Kegiatan penjualan juga berlangsung di tempat pedagang besar. Praktek penjualan dilakukan pedagang pengecer dengan konsumen akhir. 6.4.2
Sistem Penentuan Harga Pada umumnya sistem penentuan harga dalam pemasaran cabai rawit
merah di Desa Cigedug dilakukan dengan cara tawar menawar antara penjual dan pembeli dengan kisaran perbedaan harga dari harga sebelumnya yaitu Rp 100200 per kilogram. Harga di tingkat petani ditentukan oleh para pedagang pengumpul desa yang merupakan lembaga pemasaran yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan para pedagang pengumpul desa memiliki informasi harga yang lebih banyak. Pedagang pengumpul desa memperoleh informasi harga langsung dari Pasar Induk Caringin dan Pasar Induk Kramat Jati yang merupakan pasar acuan dalam pembentukan harga sayuran termasuk cabai rawit merah. Sedangkan penentuan harga yang terjadi antara pedagang pengumpul desa dan pedagang besar ditentukan oleh pedagang besar di pasar induk karena pedagang besar memiliki kekuatan lebih besar dalam penentuan harga. Penetapan harga ini dilakukan dengan melihat jumlah pasokan cabai rawit merah yang ada di pasar saat itu juga dan jumlah permintaan yang ada yang dapat diamati dengan banyaknya pedagang pengecer yang datang ke pasar. Jika pasokan cabai rawit 75
merah melimpah maka harga akan jatuh atau lebih rendah dan sebaliknya jika pasokan cabai rawit merah sedikit di pasaran maka secara otomatis pedagang besar tidak ragu-ragu penetapkan harga tinggi. Namun penetapan harga ini juga didasarkan pada biaya pemasaran dan keuntungan yang ingin diambil oleh pedagang besar. Harga pada tingkat konsumen lebih ditentukan oleh pedagang pengecer. Penetapan harga di tingkat pengecer ditetapkan dari harga beli ditambah dengan biaya pemasaran dan keuntungan. Pada umumnya petani cabai rawit merah di Desa Cigedug hanya bisa menerima harga yang diberikan karena petani bergantung kepada para pedagang pengumpul desa untuk menjual dan memasarkan hasil panennya. Penetapan harga di tingkat petani disesuaikan dengan harga pasar yang sedang berlaku melalui nota penjualan dari pedagang pengumpul desa. Petani akan tetap melakukan penanaman meskipun harga cabai rawit merah di pasar rendah, dengan harapan harga akan melambung tinggi kembali. 6.4.3
Sistem Pembayaran
Sistem pembayaran yang digunakan oleh lembaga pemasaran cabai rawit merah di Desa Cigedug beragam yaitu sistem pembayaran secara tunai dan sistem pembayaran kemudian. 1.
Sistem Pembayaran Tunai Sistem pembayaran tunai diterapkan oleh pedagang pengumpul desa
kepada
petani cabai rawit merah, 2 orang pedagang besar Pasar Induk
Cikajang ke 2 orang pedagang pengumpul desa, 1 orang pedagang pengecer wilayah Bandung ke 1 orang pedagang besar Pasar Induk Caringin Bandung, serta konsumen ke pedagang pengecer baik di wilayah Bandung maupun Jakarta. 2.
Sistem Pembayaran Kemudian Sistem pembayaran kemudian adalah sistem yang diterapkan oleh 2 orang
pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta ke 5 orang pedagang pengumpul desa, 2 orang pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati ke 2 orang pedagang besar di Pasar Induk Cikajang dan 4 orang pedagang besar di Pasar Induk Caringin Bandung. Pembayaran dilakukan satu hari setelah cabai
76
rawit merah telah habis terjual. Hal ini disebabkan karena harga cabai rawit merah belum terbentuk. Selain itu, sistem pembayaran kemudian juga dilakukan oleh . 1 orang pedagang pengecer kepada 3 orang pedagang besar Pasar Induk Caringin Bandung dan 5 orang pedagang pengecer wilayah Jakarta ke 2 orang pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati. Sistem pembayaran yang dilakukan oleh kedua belah pihak ini biasanya disebut dengan sistem keluar masuk. Maksud dari “keluar” cabai rawit merah akan diambil terlebih dahulu oleh para pedagang pengecer wilayah Bandung dan Jakarta dan “masuk” diartikan sebagai uang yang masuk ke pedagang besar di Pasar Induk Caringin Bandung dan Pasar Induk Kramat Jati Jakarta dimana pembayaran yang dilakukan oleh pedagang pengecer ini akan dilakukan dua hingga tiga hari setelah cabai rawit merah terjual habis ke konsumen. Pedagang pengecer melakukan pembayaran sekaligus mengambil cabai rawit merah untuk dijual pada hari berikutnya dimana pembayaran akan dilakukan dua atau tiga hari ke depan pula. Sistem pembayaran ini merupakan kesepakatan antara kedua lembaga pemasaran. 6.4.4 Kerjasama Antar Lembaga Pemasaran Kerjasama telah dilakukan oleh lembaga pemasaran dalam pendistribusian cabai rawit merah dari produsen ke konsumen. Kerjasama antar petani belum berjalan dengan baik walaupun dengan keberadaan kelompok tani di desa ini, karena kelompok tani belum dimanfaatkan dengan baik. Pemasaran dilakukan secara individu tanpa koordinasi melalui kelompok tani sehingga harga jual petani cabai rawit merah akan sangat dipengaruhi oleh pedagang pengumpul desa. Petani sudah menjalin kerjasama yang terjalin lama dan baik dengan pihak pedagang pengumpul desa, meskipun kejadian seperti penipuan atau kejahilan masih dapat ditemukan diantara mereka seperti pemalsuan nota penjualan cabai rawit merah yang dilakukan pihak pedagang pengumpul desa dengan mengubah harga jual dengan kisaran perbedaan harga sebesar Rp 1.000-Rp 2.000 per kilogram dari harga sebelumnya kepada pihak petani cabai rawit merah di Desa Cigedug. Adapun, petani responden yang melakukan penjualan kepada
satu pedagang
pengumpul desa, kerjasama yang terjalin ini biasanya disebabkan adanya ikatan
77
keluarga sehingga mereka sudah saling percaya satu sama lain dan penipuan seperti pemalsuan nota dapat dihindari. Selain itu, kerjasama juga terjadi antara pedagang pengumpul desa dengan pedagang besar, dan antara pedagang besar dengan pedagang pengecer dalam transaksi jual beli cabai rawit merah. Kerjasama yang terjalin antara pedagang besar dan pedagang pengumpul desa serta pedagang besar dengan pedagang pengecer atas dasar lamanya mereka melakukan hubungan dagang dan rasa saling percaya sehingga tercipta hubungan langganan diantara mereka. Kerjasama antara lembaga pemasaran ini bertujuan agar kontinuitas cabai rawit merah tetap terpenuhi dan dapat meringankan biaya dalam proses pencarian pasar. 6.5
Analisis Marjin Pemasaran Analisis marjin dihitung berdasarkan pengurangan harga jual dengan harga
beli pada setiap lembaga pemasaran cabai rawit merah. Marjin pemasaran dihitung dengan melihat besarnya biaya pemasaran cabai rawit merah dan keuntungan yang diambil oleh lembaga pemasaran yang terlibat. Biaya pemasaran merupakan biaya yang dikeluarkan dalam memasarkan cabai rawit merah hingga ke konsumen akhir. Jenis biaya yang dikeluarkan setiap lembaga pemasaran berbeda-beda meliputi biaya pengangkutan, pengemasan, tenaga kerja, retribusi, dan penyusutan, dan sewa lapak. Sedangkan keuntungan pemasaran merupakan selisih antara harga jual dengan harga beli dikurangi dengan biaya pemasaran oleh lembaga pemasaran yang terlibat. Pada Tabel 15 mendapatkan bahwa harga jual petani untuk komoditas cabai rawit merah berbeda untuk setiap saluran pemasaran. Hal tersebut terjadi karena informasi dan kesepakatan harga yang didapat antar petani berbeda dari pedagang pengumpul desa. Selain itu harga jual cabai rawit merah di tingkat pedagang besar berbeda-beda. Perbedaan harga ini dikarenakan setiap saluran pemasaran memiliki daerah pemasaran yang berbeda-beda serta pembentukan harga terjadi langsung di pasar induk sehingga harga jual lembaga pemasaran berbeda-beda disesuaikan dengan tingkat keuntungan yang ingin diperoleh.
78
Tabel 15. Analisis Marjin Pemasaran Cabai Rawit Merah di Desa Cigedug, Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut. Uraian (Rp/kilogram)
Saluran Pemasaran I
II
III
IV
V
Petani a. Harga jual
5000,00
4500,00
4500
4700,00
4700,00
b. Biaya Pemasaran
1391,40
1373,10
1373,10
1405,50
1405,50
PPD a. Harga Beli b. Biaya Pemasaran
5000,00 619,10
4500,00 763,15
4500,00 763,15
4700,00 616,76
4700,00 616,76
c. Keuntungan
2880,90
1736,85
1736,85
2183,23
2183,23
d. Harga Jual
8500,00
7000,00
7000,00
7500,00
7500,00
e. Marjin
3500,00
2500,00
2500,00
2800,00
2800,00
PB di Pasar Induk Cikajang a. Harga Beli b. Biaya Pemasaran
-
7000,00 617,30
7000,00 622,30
-
-
a.
-
2382,70
1377,70
-
-
d. Harga Jual
-
10000,00
9000,00
-
-
e. Marjin
-
3000,00
2000,00
-
-
PB di Pasar Induk Caringin a. Harga Beli
-
-
-
7500,00
7500,00
b. Biaya Pemasaran c. Keuntungan
-
-
-
699,80 1800,20
703,30 796,70
d. Harga Jual
-
-
-
10000,00
9000,00
e. Marjin
-
-
-
2500,00
1500,00
8500,00
-
9000,00
-
9000,00
770,65
-
770,65
-
770,65
1229,35 10500,00
-
729,35 10500,00
-
729,35 10500,00
e. Marjin Pedagang Pengecer
2000,00
-
1500,00
-
1500,00
a. Harga Beli b. Biaya Pemasaran c. Keuntungan d. Harga Jual
10500,00 2179,50 7320,50 20000,00
-
10500,00 2179,50 7320,50 20000,00
10000,00 1812,00 6188,00 18000,00
10500,00 2179,50 8820,50 20000,00
Keuntungan
PB di PIKJ a. Harga Beli b. Biaya Pemasaran c. Keuntungan d. Harga Jual
79
e. Marjin Total Biaya Pemasaran
9500,00 3569,25
1380,45
9500,00 4335,60
8000,00 3128,60
9500,00 4270,25
Total Keuntungan
11430,75
4119,55
11164,40
10171,40
11029,75
Total Marjin
15000,00
5500,00
15500,00
13300,00
15300,00
Sumber : Data Primer 2012 (diolah)
Berdasarkan total marjin yang diperoleh pedagang perantara, marjin pemasaran terbesar terdapat pada saluran III sebesar 77,50 persen dari harga jual pedagang pengecer. Besarnya marjin ini dikarenakan saluran III melibatkan dua pedagang besar yang saling melakukan transaksi penjualan cabai rawit merah, cabai rawit merah yang tidak laku terjual di Pasar Induk Cikajang dan Pasar Caringin akan didistibusikan ke pasar Induk Kramat Jati Jakarta, sehingga saluran pemasaran III merupakan salah satu saluran pemasaran terpanjang. Kemudian diikuti oleh saluran V yaitu sebesar 76,50 persen dimana kondisi pada saluran ini hampir sama dengan saluran III yaitu terjadi transaksi antara dua pedagang besar di Pasar Induk Caringin dan Pasar Induk Kramat Jati. Adapun saluran I yang memiliki marjin sebesar 75,00 persen. Hal ini tidak berbeda jauh dengan marjin yang diperoleh pada penelitian sebelumnya (Muslikh 1999) dengan tujuan pemasaran yang sama yaitu wilayah Jakarta sebesar 65,39 persen. Saluran I merupakan saluran yang pendistribusian cabai rawit merah paling banyak karena Pasar Induk Kramat Jati yang merupakan pasar acuan dari seluruh pasar induk yang ada di Jawa Barat dimana jika ada permintaan dari luar di luar Pulau Jawa maka Pasar Induk Kramat Jati ini akan siap mengirim cabai rawit merah sesuai permintaan. Adapun saluran IV memiliki marjin pemasaran sebesar 73,89 persen. Sedangkan untuk saluran II dengan marjin pemasaran sebesar 55,00 persen yang merupakan marjin pemasaran terkecil. Hal ini karena saluran II melibatkan sedikit lembaga pemasaran dalam mendistribusikan cabai rawit merah hingga ke konsumen akhir dan daerah tujuan pemasaran cabai rawit merah dari pola saluran pemasaran ini tidak jauh dari lokasi penanaman cabai rawit merah sehingga pedagang tidak menjual dengan harga yang tinggi. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan panjang pendeknya saluran rantai pemasaran adalah penentu dari besar kecilnya marjin yang
80
dihasilkan. Besar marjin yang dihasilkan untuk tiap saluran pemasaran juga ditentukan dari jarak lokasi pemasaran. Adapun total biaya pemasaran tertinggi terdapat pada saluran pemasaran III yaitu sebesar Rp 4.335,60 per kilogram. Hal ini disebabkan karena pada saluran ini, pendistribusian cabai rawit merah melibatkan banyak lembaga pemasaran sehingga masing-masing lembaga melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang membutuhkan biaya. Biaya pemasaran tertinggi pada saluran ini berasal dari tingkat pedagang pengecer wilayah Jakarta yaitu 50,27 persen dari total biaya pemasaran pada saluran ini, dengan biaya penyusutan sebesar Rp 1.050,00 per kilogram. Saluran pemasaran lain yang juga melibatkan banyak lembaga pemasaran adalah saluran V, besarnya biaya pemasaran pada saluran ini adalah Rp 4.270,25 per kilogram. Biaya pemasaran tertinggi pada saluran ini berasal dari tingkat pedagang pengecer wilayah Jakarta yaitu 51,04 persen dari total biaya pemasaran pada saluran ini, dengan biaya penyusutan sebesar Rp 1.050,00 per kilogram. Perbedaan biaya pemasaran pada saluran III dan V adalah perbedaan biaya pemasaran pada tingkat pedagang pengumpul desa dan pedagang besar dimasing-masing saluran. Hal ini dikarenakan masing-masing daerah pemasaran cabai rawit merah pada kedua saluran ini memiliki biaya pengangkutan, biaya tenaga kerja, biaya retribusi, biaya bongkar muat, biaya penyusutan, biaya sortasi, dan biaya sewa lapak yang berbeda-beda. Total biaya pemasaran pada saluran I sebesar Rp 3.569,25 per kilogram. Biaya pemasaran tertinggi berasal dari tingkat pedagang pengecer wilayah Jakarta yaitu 61,06 persen dari total biaya pemasaran pada saluran ini, dengan biaya penyusutan sebesar Rp 1.050,00 per kilogram. Total biaya pemasaran pada saluran IV sebesar Rp 3.128,60 per kilogram. Biaya pemasaran tertinggi berasal dari tingkat pedagang pengecer wilayah Bandung sebesar 57,92 persen, dengan biaya penyusutan sebesar Rp 1.000,00 per kilogram. Perbedaan biaya pemasaran pada saluran I dan IV dikarenakan masing – masing daerah pemasaran cabai rawit merah pada kedua saluran ini memiliki biaya pengangkutan, biaya tenaga kerja, biaya penyusutan, biaya sortasi, biaya restribusi, dan biaya sewa lapak pasar yang berbeda–beda.
81
Sedangkan biaya pemasaran terkecil terdapat pada saluran II yaitu sebesar Rp1.380,45 per kilogram karena pada jalur ini jarak distribusinya cukup dekat dan merupakan rantai pemasaran terpendek. Biaya terbesar berasal dari tingkat pedagang pengumpul desa yaitu 55,28 persen dari total biaya pemasaran pada saluran ini, dengan biaya penyusutan sebesar Rp 378,60 per kilogram. Berdasarkan kelima saluran pemasaran yang ada, biaya pemasaran tertinggi berasal dari biaya penyusutan. Hal ini sesuai dengan sifat cabai rawit merah yang mudah rusak dan mengalami pembusukan (perishable). Keuntungan pemasaran terbesar terdapat pada saluran I sebesar Rp 11.430,80 per kilogram. Keuntungan pemasaran ini terjadi karena pada saluran ini terjadi keuntungan yang besar pada proses pengambilan keuntungan yang dilakukan pedagang pengumpul desa, pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati dan pedagang pengecer yang mendistribusikan cabai rawit merah ke konsumen masing-masing sebesar Rp 2.880,90 per kilogram, Rp 1.229,35 per kilogram dan 7320,50 per kilogram. Kemudian disusul oleh saluran pemasaran III dan V yaitu masing-masing sebesar Rp 11.164,40 per kilogram dan Rp 11.029,80 per kilogram, hal ini disebabkan karena kedua saluran ini merupakan saluran yang banyak melibatkan lembaga pemasaran, namun keuntungan yang diambil oleh lembaga pemasaran pada kedua saluran ini lebih kecil dibandingkan saluran I. Keuntungan pemasaran pada saluran IV yaitu sebesar Rp 10.171,40 per kilogram, dengan keuntungan terbesar diambil oleh pedagang pengecer sebesar Rp 6.188,00 per kilogram. Sedangkan keuntungan terkecil terdapat pada saluran pemasaran II sebesar Rp 4.119,55 per kilogram. Hal ini dikarenakan saluran ini memiliki jarak distribusi yang dekat dari Desa Cigedug. 6.6
Analisis Farmer’s Share Analisis farmer’s share merupakan perbandingan harga yang diterima oleh
petani cabai rawit merah dengan harga yang dibayar oleh konsumen. Analisis farmer’s share merupakan salah satu
indikator untuk menentukan efisiensi
operasional pemasaran suatu komoditas. Hal ini tergantung dari upaya yang dilakukan oleh lembaga pemasaran yang terlibat dalam memberikan value added pada produk sehingga produk yang dihasilkan sesuai dengan keinginan konsumen. Analisis farmer’s share berbanding terbalik dengan analisis marjin pemasaran. 82
Farmer’s share yang diterima petani pada saluran pemasaran cabai rawit merah di Desa Cigedug dapat dilihat pada Tabel 16. Berdasarkan data yang tersaji pada Pada Tabel 16 menunjukkan bahwa bagian terbesar yang diterima petani terdapat pada saluran II yaitu sebesar 45 persen. Saluran II merupakan saluran dengan total marjin pemasaran terendah dan saluran pemasaran terpendek jika dilihat dari jumlah lembaga pemasaran yang terlibat. Tabel 16. Farmer’s Share Pada Saluran Pemasaran Cabai Rawit Merah di Desa Cigedug Harga di tingkat Harga di tingkat Saluran Farmer’s Share petani konsumen Pemasaran (%) (Rp/kilogram) (Rp/kilogram) Saluran I 5000 20000 25,00 Saluran II
4500
10000
45,00
Saluran III
4500
20000
22,50
Saluran IV
4700
18000
26,11
Saluran V
4700
20000
23,50
Sumber : Data Primer 2012 (diolah)
Kemudian diikuti oleh saluran IV dan I masing-masing sebesar 26,11 persen dan 25 persen. Seperti pada penelitian sebelumnya (Muslikh 1999) farmer share yang diperoleh yaitu sebesar 21,15 persen. Besarnya proporsi farmer’s share ini dikarenakan harga jual petani yang cukup tinggi yaitu Rp 4.700,00 – Rp 5.000,00 per kilogram dikarenakan cabai rawit merah ini didistribusikan keluar Kabupaten Garut yaitu wilayah Jakarta dan Bandung, dan tingginya marjin pemasaran yang diambil oleh pihak pedagang pengumpul desa, pedagang besar dan pedagang pengecer. Marjin terbesar pada saluran ini terdapat pada pedagang pengecer masing-masing sebesar Rp 8.000,00 per kilogram dan Rp 9.500,00 per kilogram. Hal ini dikarenakan besarnya biaya penyusutan yang harus ditanggung oleh pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 1.000,00 per kilogram pada saluran IV dan Rp 1.050,00 per kilogram pada saluran I akibat banyaknya cabai rawit merah yang mengalami pembusukan atau rusak. Adapun saluran pemasaran V dan III memiliki nilai farmer’s share yaitu masing-masing sebesar 23,5 persen dan 22,5 persen yang merupakan nilai
83
farmer’s share terkecil. Hal ini dikarenakan kedua saluran ini merupakan saluran pemasaran terpanjang jika dilihat dari jumlah lembaga pemasaran yang terlibat dengan tujuan akhir ke konsumen yang berada di daerah Jakarta dan kedua saluran ini merupakan saluran dengan total marjin pemasaran tertinggi. Pengambilan margin terbesar pada saluran ini terdapat pada pedagang pengecer yaitu Rp 9.500,00 per kilogram. Untuk rincian farmer’s share yang diperoleh pada tiap saluran pemasaran lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 16.
25%
45 %
Harga di tingkat PB di Pasar Induk Cikajang Rp 10.000,00/kg
Harga jual di tingkat pengecer Rp 20.000,00/kg
Total Biaya /kg Rp 1.380,45
Total Biaya Rp 3.569,25/kg
Total Keuntungan Rp 4.119,55/kg
Total Keuntungan Rp 11.430,80/kg
Total Marjin Rp 5.500,00
Total Marjin Fs I Rp 15.000,00 Harga di tingkat petani FS I Rp 5.000,00/kg
22,5 %
Harga di tingkat pengecer Rp 20.000,00/kg Total Biaya Rp 4.335,60/kg Total Keuntungan Rp 11.164,40/kg
Fs IIa
Total FsMarjin IIb Rp 15.500,00
Harga di tingkat petani FS II Rp 4.500,00/kg
Harga di tingkat petani FS III Rp 4.500,00/kg
26,11 %
23,5%
Harga di tingkat pengecer Rp 18.000,00/kg
Harga di tingkat pengecer Rp 20.000,00/kg
Total Biaya Rp 3.128,60/kg
Total Biaya Rp 4.270,2/kg5
Total Keuntungan Rp 10.171,40/kg
Total Keuntungan Rp 11.029,80/kg
Total Marjin III RpFs 13.300,00
Total Marjin RpFs 15.300,00IV
Harga di tingkat petani FS IV Rp 4.700,00/kg
Harga di tingkat petani FS V Rp 4.700,00/kg
I
Gambar 16. Farmer’s Share di Setiap Saluran Pemasaran Cabai Rawit Merah.
6.7
Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya Pemasaran Efisiensi operasional juga dapat ditunjukkan dengan membandingkan
antara besarnya keuntungan dengan biaya pemasaran suatu lembaga pemasar. Indikator dikatakan efisien jika meratanya penyebaran nilai rasio keuntungan dan
84
biaya di setiap lembaga pemasaran. Rasio keuntungan dan biaya cabai rawit merah di Desa Cigedug dapat dilihat pada Tabel 17. Pada saluran pemasaran I diperoleh nilai rasio keuntungan dan biaya sebesar 3,20, berbeda dengan nilai rasio keuntungan dan biaya pada penelitian yang dilakukan oleh Muslikh (1999) sebesar. Biaya yang dikeluarkan lembaga pemasaran pada saluran I sebesar Rp 3.569,25 per kilogram. Biaya terbesar ditanggung oleh pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 2179,50 per kilogram dan biaya pemasaran terendah ditanggung oleh pedagang pengumpul desa yaitu sebesar Rp 619,10 per kilogram Tabel 17. Rasio Keuntungan dan Biaya Untuk Setiap Saluran Pemasaran Cabai Rawit Merah di Desa Cigedug. Saluran Pemasaran
Lembaga Pemasaran
I Pedagang Pengumpul Desa
II
III
IV
V
Ci (Rp/kg)
619,10
763,15
763,15
616,78
619,10
Πi (Rp/kg)
2880,90
1736,85
1736,85
2183,23
2880,90
4,65
2,28
2,28
3,54
3,54
Rasio Πi /Ci
PB di Pasar Induk Cikajang Kabupaten Garut Ci (Rp/kg)
-
617,30
622,30
-
-
Πi (Rp/kg)
-
2382,70
1377,70
-
-
Rasio Πi /Ci
-
3,86
2,21
-
-
PB di Pasar Induk Caringin Bandung Ci (Rp/kg)
-
-
-
699,80
703,30
Πi (Rp/kg)
-
-
-
1800,20
796,70
Rasio Πi /Ci
-
-
-
2,57
1,13
PB di PIKJ Jakarta Ci (Rp/kg)
770,65
-
770,65
-
770,65
Πi (Rp/kg)
1229,35
-
729,35
-
729,35
1,59
-
0,95
-
0,95
Ci (Rp/kg)
2179,50
-
2179,50
1812,00
2179,50
Πi (Rp/kg)
7320,50
-
7320,50
6188,00
7.320,50
3,36
-
3,36
3,42
3,36
Rasio Πi /Ci Pedagang Pengecer
Rasio Πi /Ci Total Ci (Rp/kg)
3569,25
1380,45
4335,60
3128,58
4270,23
Πi (Rp/kg)
11430,75
4119,55
11164,40
10171,43
11029,78
85
Rasio Πi /Ci
3,20
2,98
2,56
3,25
2,58
Sumber : Data Primer 2012 (diolah)
Pada saluran I, pedagang pengecer mengeluarkan biaya pemasaran yang cukup besar karena besarnya biaya penyusutan yang harus ditanggung, dimana dari 10 kilogram cabai rawit merah yang dibeli terdapat 1 kilogram cabai rawit merah yang busuk sehingga biaya penyusutan yang harus ditanggung sebesar Rp 1.050,00 per kilogram. Oleh karena itu, keuntungan yang diambil oleh pedagang pengecer juga besar yaitu Rp 7.320,50 per kilogram, sedangkan besarnya keuntungan yang diperoleh pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati adalah Rp 1.229,35 per kilogram dengan biaya pemasaran sebesar Rp 770,65 per kilogram. Hal ini dikarenakan pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati melakukan perlakuan biaya yang lebih banyak dan cukup besar dibandingkan pedagang pengumpul desa seperti biaya pengangkutan, pengemasan, tenaga kerja, retribusi, penyusutan, bongkar muat, dan biaya sewa lapak. Biaya penyusutan merupakan biaya pemasaran yang paling tinggi yang harus ditanggung oleh pedagang besar dan pedagang pengumpul desa. Saluran pemasaran II memiliki nilai rasio keuntungan dan biaya sebesar 2,98. Total biaya yang dikeluarkan pada saluran II adalah sebesar Rp 1380,45 per kilogram yang hanya dilakukan oleh pedagang pengumpul desa dan pedagang besar di Pasar Induk Cikajang, diantara kedua lembaga pemasaran yang terlibat pada saluran II, pedagang pengumpul desa yang lebih banyak mengeluarkan biaya yaitu sebesar Rp 763,15 per kilogram. Hal ini dikarenakan pedagang pengumpul desa melakukan perlakuan biaya yang lebih banyak dibandingkan pedagang besar di Pasar Induk Cikajang seperti adanya biaya pengangkutan yang harus ditanggung oleh pihak pedagang pengumpul desa dimana tidak dilakukan oleh pihak pedagang besar di Pasar Induk Cikajang pada saluran ini. Sementara itu keuntungan terbesar didapat oleh pedagang besar di Pasar Induk Cikajang yaitu sebesar Rp 2.382,70 per kilogram dengan biaya pemasaran sebesar Rp 617,30 per kilogram. Sedangkan pedagang pengumpul desa mendapatkan keuntungan pemasaran sebesar Rp 1.736,85 per kilogram. Adapun saluran III memiliki nilai rasio keuntungan dan biaya sebesar 2,56 dengan total biaya pemasaran adalah Rp 4.335,60 per kilogram yang dilakukan 86
oleh pedagang pengumpul desa, pedagang besar di Pasar Induk Cikajang, pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati, dan pedagang pengecer. Biaya pemasaran terbesar dikeluarkan oleh pedagang pengecer yaitu sebesar
Rp
2.179,50 per kilogram. Besarnya biaya pemasaran pada tingkat pedagang pengecer ini disebabkan oleh tingginya biaya penyusutan yang harus ditanggung sebesar Rp 1.050,00 per kilogram. Keuntungan terbesar juga diperoleh oleh pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 7.320,50 per kilogram, dimana keuntungan pemasaran yang diperoleh pedagang pengecer ini dipengaruhi oleh harga jual yang tinggi untuk menghindari penurunan permintaan cabai rawit merah dari konsumen akhir yang dapat menyebabkan biaya penyusutan yang lebih besar. Pedagang pengumpul desa mendapat keuntungan pemasaran sebesar Rp 1.736,85 per kilogram dengan biaya pemasaran sebesar Rp 763,15 per kilogram. Keuntungan pemasaran terendah pada saluran ini terdapat pada pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati yaitu sebesar Rp 729,35 per kilogram dengan biaya pemasaran sebesar Rp 770,65 per kilogram. Keuntungan yang diperoleh ini dipengaruhi oleh harga beli yang tinggi akibat cabai rawit merah dibeli dari pihak pedagang besar di Pasar Induk Cikajang. Saluran pemasaran IV memiliki nilai rasio keuntungan dan biaya sebesar 3,25. Total biaya yang dikeluarkan pada saluran IV adalah sebesar Rp 3.128,58 per kilogram yang dilakukan oleh pedagang pengumpul desa, pedagang besar di Pasar Induk Caringin Bandung dan pedagang pengecer. Biaya pemasaran terbesar dikeluarkan oleh pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 1.812,00 per kilogram. Besarnya biaya pemasaran pada tingkat pedagang pengecer ini disebabkan oleh tingginya biaya penyusutan. Selain itu pedagang pengecer juga harus mengeluarkan biaya pengangkutan, pengemasan, tenaga kerja, dan retribusi pasar. Keuntungan terbesar juga diperoleh oleh pedagang pengecer adalah sebesar Rp 6.188,00 per kilogram, yang mana keuntungan pemasaran yang diperoleh pedagang pengecer ini dipengaruhi oleh harga jual yang tinggi untuk menghindari penurunan permintaan cabai rawit merah dari konsumen akhir yang dapat menyebabkan biaya penyusutan yang lebih besar. Pedagang pengumpul desa mendapat keuntungan pemasaran sebesar Rp 2.183,23 per kilogram dengan biaya pemasaran sebesar Rp 616,78 per kilogram. Keuntungan
87
pemasaran terendah pada saluran ini terdapat pada pedagang besar Pasar Induk Caringin, yaitu sebesar
Rp 110,00 per kilogram dengan biaya pemasaran
sebesar Rp 1.800,20 per kilogram dengan biaya pemasaran sebesar Rp 699,80 per kilogram. Besarnya biaya pemasaran yang harus dikeluarkan oleh pedagang besar di Pasar Induk Caringin ini disebabkan pedagang besar di Pasar Induk Caringin melakukan perlakuan biaya yang lebih banyak dan cukup besar dibandingkan
pedagang
pengumpul
desa
seperti
biaya
pengangkutan,
pengemasan, tenaga kerja, retribusi, penyusutan, bongkar muat, dan biaya sewa lapak. Adapun saluran pemasaran V, nilai rasio keuntungan dan biaya sebesar 2,58, total biaya pemasaran adalah Rp 4.270,23. Saluran V melibatkan pedagang pengumpul desa, pedagang besar di Pasar Induk Caringin, pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati, dan pedagang pengecer. Biaya pemasaran terbesar dikeluarkan oleh pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 2.179,50 per kilogram. Besarnya biaya pemasaran pada tingkat pedagang pengecer ini disebabkan oleh tingginya biaya penyusutan yang harus ditanggung. Keuntungan terbesar juga diperoleh oleh pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 7.320,50 per kilogram, dimana keuntungan pemasaran yang diperoleh pedagang pengecer ini dipengaruhi oleh harga jual yang tinggi untuk menghindari penurunan permintaan cabai rawit merah dari konsumen akhir yang dapat menyebabkan biaya penyusutan yang lebih besar. Pedagang pengumpul desa mendapat keuntungan pemasaran sebesar Rp 2.183,23 per kilogram dengan biaya pemasaran sebesar Rp 616,76 per kilogram. Keuntungan pemasaran terendah pada saluran ini terdapat pada pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati yaitu sebesar Rp 729,35 per kilogram dengan biaya pemasaran sebesar Rp 770,65 per kilogram. Keuntungan yang diperoleh ini dipengaruhi oleh harga beli yang tinggi akibat cabai rawit merah dibeli dari pihak pedagang besar di Pasar Induk Caringin. Efisiensi merupakan salah satu tujuan yang hendak dicapai dalam suatu aktivitas pemasaran. Suatu saluran dikatakan efisien apabila penyebaran nilai rasio keuntungan terhadap biaya pada masing-masing lembaga pemasaran merata. Artinya setiap satu satuan rupiah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran
88
akan memberikan keuntungan yang tidak jauh beda dengan lembaga pemasaran lainnya yang terdapat pada saluran tersebut. Nilai total rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran cabai rawit merah terbesar terdapat pada saluran IV yaitu sebesar 3,25. Artinya untuk setiap 1 satuan rupiah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran akan menghasilkan keuntungan sebesar 3,25 rupiah. Rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran terbesar ditingkat lembaga pemasaran terjadi pada tingkat pedagang pengumpul desa pada saluran I sebesar 4,65. Hal ini dikarenakan harga jual cabai rawit merah pada saluran I lebih tinggi dibanding saluran lainnya. Adapun rasio terkecil terdapat pada pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati pada saluran III dan V sebesar 0,95. Berdasarkan Tabel 18 untuk mengetahui saluran pemasaran cabai rawit merah di Desa Cigedug yang paling efisien dapat ditinjau dari beberapa poin analisis terhadap pola pemasaran cabai rawit merah diantaranya margin pemasaran, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya. Selain itu dapat dilihat dari pola saluran pemasaran yang terbentuk, berjalannya fungsi- fungsi pemasaran, struktur pasar, dan perilaku pasar. Tabel 18.
Nilai Efisiensi Pemasaran pada masing – masing Pola Saluran Pemasaran Cabai Rawit Merah di Desa Cigedug.
Saluran Pemasaran Saluran I
Harga (Rp/kg) 5.000,00
Total Biaya (Rp/kilogram) 3.569,30
Marjin (%) 75,00
Farmer’s Share (%) 25,00
Saluran II
4.500,00
1.380,50
55,00
Saluran III
4.500,00
4.335,60
Saluran IV
4.700,00
Saluran V
4.700,00
3,20
Volume (kilogram) 1.490
45,00
2,98
20
77,50
22,50
2,56
215
3.128,60
73,89
26,11
3,25
200
4.270,30
76,50
23,50
2,58
354
Πi/Ci
Sumber : Data Primer 2012 (diolah)
Berdasarkan Tabel 18 yang menyajikan data mengenai nilai efisiensi pemasaran pada setiap pola saluran pemasaran yang terbentuk, saluran I merupakan saluran yang paling efisien dibandingkan empat saluran yang lain. Jika dilihat dari harga jual cabai rawit merah di tingkat petani, saluran I memiliki harga jual yang paling tinggi dan volume penjualan terbesar sebanyak 1.490 kilogram dengan tujuan pemasaran yaitu wilayah Jakarta (Pasar Induk Kramat Jati Jakarta).
89
Nilai rasio πi/Ci pada saluran I lebih besar dari 1 yaitu 3,20 artinya setiap 1 satuan rupiah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran pada saluran ini akan menghasilkan keuntungan sebesar 3,20 rupiah. Jika dilihat dari nilai marjin dan rasio keuntungan dan biaya maka saluran IV yang penyebarannya paling merata namun volume penjualan pada saluran IV berada kedua terkecil dari kelima saluran yang ada dengan tujuan pemasaran yaitu wilayah Bandung (Pasar Induk Caringin Bandung). Cabai rawit merah yang tidak laku terjual di Pasar Induk Caringin Bandung akan dijual ke Pasar Induk Kramat Jati sehingga pengangkutan terjadi dua kali yang mempunyai risiko kerusakan cabai rawit merah yang lebih besar dan akan berdampak pada harga jual cabai rawit merah. Tingginya volume penjualan cabai rawit merah pada saluran I menunjukkan tingginya kontinuitas pemasaran pada saluran I ini. 6.8
Analisis Keterpaduan Pasar Keterpaduan pasar menunjukkan seberapa besar pembentukan harga suatu
komoditas pada suatu tingkat lembaga atau pasar dipengarhi oleh harga di tingkat lembaga lainnya. Pada penelitian ini dilakukan analisis keterpaduan pasar secara vertikal antara pasar petani dengan Pasar Induk Kramat Jati. Data harga ini merupakan harga mingguan cabai rawit merah dari bulan Juni 2011 sampai bulan Mei 2012 (Lampiran 9). Pengolahan data dianalisis dengan menggunakan model Indeks of Market Connection (IMC) melalui pendekatan model Autoregressive Distributed Lag yang diduga dengan Metode Kuadrat Terkecil Biasa (Ordinary Least Square, OLS). Hasil estimasi persamaan regresi keterpaduan pasar pada tingkat petani di Desa Cigedug dengan Pasar Induk Kramat Jati sebagai berikut: Pit = - 383 + 0,765 Pit-1 + 0,493 Pjt-Pjt-1 + 0,182 Pjt-1 Keterangan : b1 = parameter variabel harga cabai rawit merah di tingkat petani pada waktu t-1 b2 = indikator keterpaduan pasar jangka panjang b3 = parameter variabel harga cabai rawit merah di Pasar Induk Kramat Jati pada waktu t-1 Hasil estimasi parameter koefisien penduga b1 (harga di tingkat petani minggu lalu) adalah sebesar 0,765 dengan nilai P-value adalah 0,000 (Lampiran
90
10). Model akan signifikan jika nilai P-value lebih kecil dari nilai taraf nyata lima persen. Hal ini berarti berapapun harga yang terjadi di tingkat petani pada minggu lalu berpengaruh nyata pada penentuan harga minggu ini, dimana peningkatan perubahan harga pada minggu lalu sebesar 100 persen, cateris paribus, akan meningkatkan harga pada minggu ini sebesar 76,5 persen pada taraf nyata lima persen. Nilai koefisien b2 adalah 0,493 dengan nilai P-value adalah 0,000 (Lampiran 10) yang menunjukkan bahwa peningkatan perubahan harga di pasar acuan, Pasar Induk Kramat Jati sebesar 100 persen, cateris paribus, akan meningkatkan harga di tingkat petani sebesar 49,3 persen. Keseimbangan jangka panjang (b2) ditunjukkan oleh nilai b = 1. Semakin dekat nilai parameter dugaan b2 dengan satu, maka keterpaduan jangka panjang akan semakin baik. Nilai b2 = 1 juga dapat diartikan bahwa pasar berada dalam kondisi persaingan sempurna, sedangkan apabila nilai b2 kurang dari satu menunjukkan pasar dalam kondisi tidak bersaing sempurna. Namun, apabila nilai b2 lebih besar dari satu maka perubahan harga pada pasar acuan akan sangat berpengaruh terhadap pembentukkan harga di pasar lokal, dengan kata lain akan terjadi keterpaduan jangka panjang antara harga di pasar acuan dengan harga dipasar lokal. Pasar cabai rawit merah di Desa Cigedug berada dalam kondisi tidak bersaing sempurna karena memiliki nilai b2 yang lebih kecil dari satu. Koefisien penduga b3 (harga di Pasar Induk Kramat Jati minggu lalu) sebesar 0,182 dengan P-value 0,044 (Lampiran 10). Hal ini menunjukkan bahwa pada taraf nyata lima persen peningkatan perubahan harga di Pasar Induk Kramat Jati berpengaruh nyata pada peningkatan harga di tingkat petani dimana peningkatan perubahan harga pada minggu lalu sebesar 100 persen, cateris paribus, akan meningkatkan harga pada minggu ini sebesar 18,2 persen pada taraf nyata lima persen. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan jarak Pasar Induk Kramat Jati dengan pasar lokal (petani di Desa Cigedug) memberikan pengaruh terhadap besar kecilnya perubahan harga minggu lalu di pasar acuan terhadap minggu ini di pasar lokal. Perbedaan jarak ini akan menimbulkan biaya transportasi bagi pedagang sehingga pedagang tidak meneruskan perubahan harga tersebut kepada petani seutuhnya.
91
IMC =
=
= 4,2
Berdasarkan hipotesis uji-t, maka dapat diukur tingkat keterpaduan jangka pendek dan jangka panjang. Hipotesis uji-t untuk koefisien b1 memiliki thitung lebih besar dari t-tabel sehingga hipotesis nol ditolak pada taraf nyata lima persen (Lampiran 11). Artinya tidak terdapat keterpaduan jangka pendek antara perubahan harga di Pasar Induk Kramat Jati dengan perubahan harga di tingkat petani di Desa Cigedug. Indikator keterpaduan jangka pendek dapat dilihat dari nilai IMC sebesar 4,2, artinya tidak terdapat keterpaduan jangka pendek karena nilai IMC lebih besar dari satu. Keterpaduan jangka pendek akan terjadi jika nilai IMC lebih kecil dari satu. Adapun keterpaduan jangka panjang berdasarkan uji-t dengan melihat indikator dari variabel bebas b2 menunjukkan bahwa hipotesis nol ditolak karena nilai t-hitung lebih besar dari nilai t-tabel pada taraf nyata lima persen. Artinya harga di pasar lokal tidak terpadu dengan harga di pasar acuan dalam jangka panjang (Lampiran 11). Indikator tidak adanya keterpaduan jangka panjang dapat dilihat dari nilai koefisien b2 yang lebih kecil dari satu, yaitu sebesar 0,493. Keterpaduan jangka panjang akan terjadi apabila nilai koefisien b2 sama dengan satu. Uji F-hitung digunakan untuk uji hipotesis model dugaan secara bersamasama yang menunjukkan bahwa sekurang-kurangnya ada satu dari peubah bebas pada persamaan berpengaruh nyata terhadap peubah tak bebas pada taraf nyata lima persen. Hal ini dapat dilihat dari nilai P-value model yang lebih kecil dari taraf nyata lima persen. Pengujian autokorelasi hasil uji Durbin-Watson bernilai 1,57, hal ini berarti secara statistik terima Ho pada taraf nyata lima persen. Dari hasil tersebut menunjukkan hasil bahwa tidak terdapat autokorelasi (error yang berpola) pada pengujian tingkat pertama. Uji multikolinearitas yang dilakukan terhadap model yang diduga dengan melihat Varian Inflation Factor (VIF). Hasil VIF menunjukkan bahwa semua variabel yang memiliki nilai VIF < 10, menunjukkan tidak adanya gejala multikolinearitas antar masing-masing variabel bebas.
92
Berdasarkan hasil analisis keterpaduan pasar melalui pendekatan analisis harga di tingkat petani yang berperan sebagai pasar lokal selaku pengikut harga dan Pasar Induk Kramat Jati yang berperan sebagai pasar acuan selaku penentu harga, dapat diketahui bahwa pasar di tingkat petani cabai rawit merah di Desa Cigedug dengan Pasar Induk Kramat Jati tidak terpadu baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini mengindikasikan bahwa informasi mengenai perubahan harga di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta tidak diteruskan atau diterima di tingkat petani secara proporsional. Artinya perubahan harga cabai rawit merah di Pasar Induk Kramat Jati pada kurun waktu sebelumnya tidak ditrasmisikan ke harga saat ini di tingkat petani. Tidak adanya keterpaduan pasar ini menunjukkan tidak lancarnya arus informasi dan komunikasi diantara lembaga pemasaran sehingga harga yang terjadi pada pasar yang dihadapi oleh petani tidak dipengaruhi oleh Pasar Induk Kramat Jati. Arus informasi tidak berjalan dengan lancar dan seimbang, petani tidak mengetahui informasi yang dihadapi oleh pedagang besar di Pasar Induk Kramat jati, sehingga petani di Desa Cigedug tidak dapat menentukan posisi tawarnya dalam pembentukan harga. Tidak lancarnya arus informasi harga ini sesuai dengan struktur pasar yang terjadi dimana pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati memiliki kekuatan oligopsoni, dapat mengendalikan harga beli dari petani sehingga walaupun harga di tingkat konsumen relatif tetap tetapi pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati dapat menekan harga beli dari petani untuk memaksimumkan keuntungannya. Begitupun jika terjadi kenaikan harga di tingkat konsumen maka pedagang besar di Pasar Induk Kramat Jati dapat meneruskan kenaikan harga tersebut secara tidak sempurna. Komunikasi yang terjadi tidak transparan sehingga menyulitkan terjadinya integrasi harga dengan baik. Laping (1997), menyatakan respon harga dengan segera dapat terjadi jika infrastruktur trasportasi, fasilitas pasar desa yang paling mendasar, sistem informasi harga dan pasar yang transparan sudah terbangun dengan baik. Selama faktor-faktor ini belum terbangun dan tersedia maka respon harga dengan segera tersebut sukar untuk dapat terwujud. Di Desa Cigedug, infrastruktur transportasi, sistem informasi harga, dan fasilitas pasar desa dan pasar yang transparan relatif
93
belum tersedia secara memadai. Infrastruktur transportasi dari lahan petani cabai rawit merah ke pasar induk relatif buruk dimana kondisi lahan di Desa Cigedug yang berbukit-bukit sehingga aksesibilitas ke dan dari sentra produksi petani relatif sulit. Demikian juga dengan fasilitas-fasilitas dasar seperti pasar desa belum tersedia. Sistem informasi harga yang mestinya dibangun oleh pemerintah juga belum tersedia. Struktur pasar yang oligopsoni pada lembaga pemasaran cabai rawit merah di Desa Cigedug juga menjadi penyebab tidak terpadunya harga di tingkat petani dengan pedagang besar di pasar induk Kramat Jati.
94