UNIVERSITAS INDONESIA
PERAN WANITA DALAM KELUARGA SAMURAI PADA KESHOGUNAN TOKUGAWA
MAKALAH NON SEMINAR
MUHAMMAD RIDZKY DIMAS 0806394596
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA JURUSAN PROGRAM STUDI JEPANG DEPOK JANUARI 2014 1 Peran wanita ..., Muhammad Ridzky Dimas, FIB UI, 2014
2 Peran wanita ..., Muhammad Ridzky Dimas, FIB UI, 2014
3 Peran wanita ..., Muhammad Ridzky Dimas, FIB UI, 2014
4 Peran wanita ..., Muhammad Ridzky Dimas, FIB UI, 2014
PERAN WANITA DALAM KELUARGA SAMURAI PADA KESHOGUNAN TOKUGAWA
Muhammad Ridzky Dimas, Endah H. Wulandari M.Hum. Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya email :
[email protected]
Abstrak Pemerintah Tokugawa membagi kelas sosial dalam masyarakat Jepang berdasarkan Shi No Ko So. Namun Shi no ko so ternyata tidak hanya membagi kelas sosial berdasarkan kelasnya saja, tapi juga membaginya berdasarkan gender. Pembagian gender membuat wanita menjadi kelas dua terutama pada kelas Bushi yang mengambil garis keturunan Patriarki. Dengan mengambil garis keturunan berdasarkan Patriarki membuat peran wanita Jepang dalam rumah berbeda dengan laki laki. Peran wanita dalam rumah tidak hanya mengurus keuangan keluarga, mendidik anak, dan menjaga rumah disaat suami sedang keluar. Akan tetapi, peran wanita dalam keluarga bushi adalah mampu menjaga kehormatan dirinya serta kehormatan keluarganya dengan menjalankan perannya dengan baik. Kehidupan wanita bushi dalam menjalankan perannya tidaklah mudah banyak pengorbanan dan tanggung jawab yang harus dipikul sebagai bukti kesetiaannya terhadap keluarga dan negara. Akan tetapi tanggung jawab, pengorbanan dan kesetiaannya hanya dilihat sebelah mata oleh pemerintah Tokugawa karena Pada zaman ini, budaya mengangkat harkat kaum perempuan masih terlihat gagap dan tersendat .
The Role Of Women In Samurai Family Under Tokugawa Shogunate
Abstract Tokugawa government classified the social classes in Japanese society based on the Shi No Ko So. But Shi No Ko So didn`t classified the social classes only by the classes itself, but also classified by a gender. This classification made women became the second class, especially on Bushi class which took patriarchy lineage. By taking lineage based on a patriarchy, Japanese women`s role at home was different with the men. Women`s role from Bushi family at home was not only taking care of family`s financial, children, and the house when the men or the husband were out, but also had to be able to keep the pride of themselves as women and the pride of the family by doing their role well, so the women of Bushi`s life in doing role was not easy. There are many sacrifices and responsibility that should be borne as an evidence for the family and the country. But, the women’s responsibility, sacrifices, and her loyalty were underestimated by Tokugawa government. Because in this era, a culture of raising women`s dignity was still seem statter and stagnating. Keyword : Shi No Ko So, Pemerintahan Tokugawa, Wanita Jepang, Bushi, Jaman Edo, Gender
5 Peran wanita ..., Muhammad Ridzky Dimas, FIB UI, 2014
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara Jepang adalah Negara yang terkenal indah akan pesona Gunung Fuji sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan asing yang berkunjung ke Jepang. Selain memiliki keindahan Gunung Fuji, Jepang juga memiliki perjalanan sejarah yang tidak kalah menariknya. Salah satu perjalanan sejarah yang menarik di Jepang adalah sejarah tentang kehadiran ksatria pada masa lalu yang tidak pernah hilang dari hati masyarakat Jepang itu sendiri yaitu samurai. Istilah samurai dikenal sebagai julukan untuk orang yang ahli dalam menggunakan senjata dan bela diri. Keahlian seorang samurai dalam bela diri menjadikan mereka sebagai kelas yang paling dekat dengan bangsawan dikarenakan kaum samurai dapat memberikan perlindungan dan keamanan bagi harta benda baik itu berupa tanah, usaha, tempat tinggal, atau uang yang dimiliki oleh bangsawan tersebut. Samurai atau dikenal juga sebagai bushi merupakan suatu golongan bangsawan militer Jepang, dan mereka mengalami masa kejayaan pada periode perang antarnegeri atau yang disebut dengan Sengoku Jidai. Periode ini berlangsung pada tahun 1550-1600, tepatnya antara runtuhnya Keshogunan Ashikaga 1 dan terbentuknya Keshogunan Tokugawa. Keshogunan Tokugawa merupakan pemerintahan diktator militer feodalisme di Jepang yang didirikan oleh Ieyasu Tokugawa yang mengangkat diri sebagai Shogun pada tanggal 24 Maret 1603. Dalam periode historis Jepang, masa pemerintahan Keshogunan Tokugawa disebut sebagai zaman edo. Zaman edo merupakan zaman kematangan feodal militer di Jepang, yang ini ditandai dengan semakin sempurnanya sistem pengontrolan masyarakat oleh rezim penguasa secara sistematis mulai dari struktur pemerintahan, masyarakat, ekonomi, dan budaya. Pemerintah Tokugawa secara tegas membagi masyarakat Jepang menjadi empat kelas yaitu kelas Samurai (Bushi), Kelas Petani (Nomin), kelas Pengrajin (Kosakunin), dan terakhir kelas Pedagang (Shonin)2.Tingkatan kelas ini kemudian dikenal dengan Shi No Ko Sho. Di dalam Shi No Ko Sho kelas Samurai ditempatkan sebagai strata tertinggi dalam stratifikasi sosial repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19127/4/Chapter%20II.pdf. diakses 08/01/14 Nina Iskandariati, sistem stratifikasi sosial pada zaman edo (1600-1867), fakultas sastra Universitas Indonesia 1988.hal.20 1 2
6 Peran wanita ..., Muhammad Ridzky Dimas, FIB UI, 2014
masyarakat Jepang, sehingga kehidupan keluarga samurai pada zaman Edo sangat di hormati oleh kalangan masyarakat Jepang pada umumnya. Keluarga samurai pada zaman edo terdiri dari kepala rumah tangga, istri dan anak. Semua samurai punya tugas dan menerima upah dari tuannya. Dari pendapatan ini mereka harus membiayai rumah tangga dan membeli segala perelengkapan yang tidak disediakan oleh Daimyo. Dasar perekonomian adalah beras, dan ukuran kekayaan yang lazim digunakan pada masa Edo adalah koku, yaitu satuan jumlah beras yang cukup bagi seseorang untuk makan selama satu tahun. Untuk urusan keuangan rumah tangga diserahkan kepada kaum istri, karena urusan keuangan rumah tangga daianggap rendah oleh para laki laki samurai. Tulisan ini bermaksud melihat adanya peran wanita dalam keluarga samurai pada Keshogunan Tokugawa yang menjadi kunci kesuksesan lahirnya samurai-samurai muda sebagai generasi penerus dalam menjaga perdamaian di Jepang. Peran wanita sebagai kunci kesuksesan inilah yang membuat penulis tertarik dan ingin tahu lebih banyak dalam hal ini sehingga memilih tema ini. 1.2 Munculnya Samurai : Periode Terahir Zaman Heian Pada awalnya samurai dibentuk pada akhir jaman Heian untuk menundukkan rakyat pribumi Emishi di wilayah Tohoku3. Tidak lama berselang dari kejadian itu, jumlah samurai semakin banyak, kemudian keahlian mereka disewa oleh bangsawan untuk membentuk suatu pemerintahan dan untuk melindungi kepentingan bangsawan itu sendiri 4 . Pada masa itu muncul dua klan terkuat pada saat itu yaitu Minamoto dan Taira 5 . Minamoto dan Taira bekerja sama untuk melakukan penyatuan atas seluruh negeri, dan akhirnya pada tahun 1192 Minamoto keluar sebagai pemenang setelah menahlukkan keluarga Taira. Yoritomu Minamoto kemudian membentuk pemerintahan militer, dan mengangkat diri sebagai shogun atau komandan militer tertinggi keluarga Minamoto. Dengan kekuatan yang dimilikinya mampu menguasai Jepang selama 700 tahun6.
3
http://www.japan-guide.com/e/e2127.html.diakses 08/01/14
4
Pada saat itu wilayah atau tanah menjadi acuan kekayaan. Semakin luas suatu wilayah yang mereka miliki maka semakin banyak beras yang mereka hasilkan sehingga bangsawan mempersenjatai para petani dan menyewa mereka untuk mempertahankan wilayah yang dimiliki bangsawan tersebut dari serangan clan lain. 5 http://www.japan-guide.com/e/e2127.html.diakses 08/01/14 6
Ibid
7 Peran wanita ..., Muhammad Ridzky Dimas, FIB UI, 2014
Sejak keluarga Minamoto berkuasa, mereka menyewa dan mempersenjatai para petani di wilayahnya dengan tujuan untuk mempertahankan wilayahnya dari serangan klan lain. Dengan menyewa serta mempersenjatai para petani yang berada di wilayahnya tersebut, dari sinilah muncul istilah Samurai. Istilah samurai sendiri berasal dari kata kerja bahasa Jepang saburau yang berarti ‘melayani’. Awalnya istilah tersebut mengacu kepada seseorang yang mengabdi kepada kaum bangsawan. Pada umumnya orang yang mampu menjadi samurai adalah orang yang mempunyai garis keturunan bangsawan atau orang yang memiliki garis keturunan samurai di dalam silsilah keluarganya, sedangkan orang yang bukan berasal dari kalangan tersebut tidak akan bisa menjadi seorang samurai7. Samurai mengabdi kepada Bangsawan yang memliki banyak wilayah. Semakin luas wilayah yang dimiliki oleh bangsawan tersebut memerlukan banyak samurai untuk melindungi dan mempertahankan wilayahnya. Para bangsawan yang memiliki banyak samurai serta kekuatan di wilayahnya disebut dengan Daimyo8. Seiring berjalannya waktu, kekuatan para daimyo pun semakin besar ditambah keinginan untuk menjatuhkan keshogunan maka perdamaian yang tercipta selama 700 tahun harus berahir, peristiwa ini dinamakan sengoku. Selama periode perang sengoku para samurai dituntut untuk bisa dalam segala hal terutama yang berkaitan membantu para daimyo nya dalam merebut kekuasaan. Perebutan kekuasaan ini berlangsung selama 100 tahun lamanya, korban pun banyak berjatuhan serta harta benda pun habis akibat perang bekerpanjangan. Pada masa perang yang berkepanjangan atau disebut dengan Sengoku Jidai, muncullah Oda Nobunaga. Oda Nobunaga berhasil menundukkan para daimyo yang bersitegang untuk memperebutkan kekuasaan tertinggi dengan menyatukan mereka semua. Dengan adanya penyatuan tersebut Oda Nobunaga telah menciptakan “negara nasional” dibawah pimpinannya. Sayangnya setelah berhasil menyatukan Jepang Oda Nobunaga dibunuh oleh pengikutnya sendiri dan pemerintahan pun dilanjutkan oleh Toyotomi Hideyoshi. Toyotomi Hideyoshi merupakan pengikut Oda Nobunaga yang setia, setelah kepemimpinan secara resmi jatuh ketangannya, Toyotomi Hideyoshi melanjutkan perjuangan 7
http://sejarah.kompasiana.com/2012/07/09/reformasi-ala-restorasi-meiji-476356.html, diakses pada 7 januari 2014 8 Tuan tanah
8 Peran wanita ..., Muhammad Ridzky Dimas, FIB UI, 2014
Oda Nobunaga dalam menyatukan Jepang di bawah satu pimpinan. Pada masa kepemimpinannya, Toyotomi yang merupakan keturunan seorang petani melakukan invasi/ serangan ke Korea. Dalam serangan inilah kemudian Toyotomi tutup usia, yaitu pada tahun 15989. Setelah kematian Toyotomi, kekuasaan diturunkan kepada putranya yang bernama Toyotomi Hideyori. Namun karena Hideyori baru berusia 6 tahun dan berada di bawah pengawasan dua orang kepercayaan Toyotomi Hideyoshi, yaitu Mitsunari dan Tokugawa Ieyasu. Perebutan kekuasaan pun terjadi di antara kedua pihak, yang akhirnya bermuara pada perang di Sekigahara pada tahun 1600. Ieyasu memenangkan peperangan dan berhasil mengusir Mitsunari. Dengan demikian, bangsa Jepang memasuki era keshogunan di bawah pimpinan Tokugawa Ieyasu 10. II. Zaman Tokugawa : Periode Kemapanan Samurai Shogun adalah istilah bahasa Jepang yang berarti Jendral. Dalam konteks sejarah Jepang. Shogun adalah Sei-i Taushogun yang berarti panglima tertinggi11. Sei-i Taishogun merupakan salah satu jabatan jenderal yang dibuat di luar sistem Taiho Ritsuryo 12 . Keshogunan Tokugawa (1603-1868) atau keshogunan Edo (Edo bakufu) adalah pemerintahan diktator militer feodalisme di Jepang yang didirikan oleh Tokugawa Ieyasu dan secara turun temurun dipimpin oleh shogun keluarga Tokugawa. Dalam periode historis Jepang, masa pemerintahan keshogunan Tokugawa disebut dengan Zaman Edo hingga Restorasi Meiji. Zaman Tokugawa merupakan zaman keemasan bagi kaum bushi. Masa keemasan kaum bushi dimulai dari kemenangan Tokugawa Ieyasu dalam perang Sekigahara pada tahun 1600 M menjadikannya seorang Seiitai Shogun dan mendirikan Bakufu di Edo13. Pemerintah Tokugawa secara tegas membagi masyarakat Jepang menjadi empat kelas yaitu kelas Samurai (Bushi), Kelas Petani (Nomin), kelas Pengrajin (Kosakunin), dan terakhir
9
http://www.id.emb-japan.go.jp/expljp_08.html, diakses pada 7 januari 2014
10
ibid Jabatan Sei-i Taishogun dihapus sejak Restorasi Meiji. Walaupun demikian, dalam bahasa Jepang, istilah shogun yang berarti jendral dalam kemiliteran tetap digunakan hingga sekarang. 12 Undang undang Taiho adalah reorganisasi adminstrasi yang dimulai pada tahun 701, pada akhir zaman Asuka. 13 Nina Iskandariati, sistem stratifikasi sosial pada zaman edo (1600-1867) ,fakultas sastra Universitas Indonesia 1988.hal.13 11
9 Peran wanita ..., Muhammad Ridzky Dimas, FIB UI, 2014
kelas Pedagang (Shonin)14.Tingkatan kelas ini kemudian dikenal dengan Shi No Ko Sho, yang kemudian dilaksanakan secara keras dan kaku. Dengan adanya ketentuan mengenai pembagian kelas tersebut maka seseorang tidak dapat pindah ke tingkatan yang lebih tinggi walaupun ia memiliki kemampuan dan bakat. Seseorang memperoleh tingkatan kelas di dalam masyarakat hanya berdasarkan keturunannya saja. Tujuan pemerintah Tokugawa adalah agar kelas-kelas di dalam masyarakat tidak dapat mengumpulkan kekuatan untuk mengadakan pemberontakan terhadap pemerintah Tokugawa. Untuk mencegah pemberontakan terhadap pemerintahan Tokugawa, Tokugawa membagi kelas semurai menjadi beberapa tingkatan daimyo, seperti : Shinpan Daimyo, merupakan Daimyo yang paling dekat dengan keluarga Tokugawa dan dapat berhubungan langsung dengan keluarga Tokugawa serta Daimyo golongan ini memegang posisi penasehat dalam pemerintahan dan diberikan wilayah kekuasaan yang dekat dengan Edo. Fudai Daimyo merupakan Daimyo yang terdiri dari pengikut setia Ieyasu sebelum Ieyasu Tokugawa menjadi Shogun dan golongan ini memegang jabatan di hampir semua kantor pemerintahan dan ditempatkan di Jepang bagian tengah dan timur yang tidak begitu jauh dari Edo. Tozama Daimyo merupakan Daimyo yang terdiri dari pengikut setia Ieyasu setelah perang Sekigahara. Daimyo ini memiliki kekuasaan yang kecil karena ditempatkan di Jepang bagian barat , utara dan selatan yang jauh dari Edo. Untuk mengatur Daimyō, Tokugawa Ieyasu menetapkan peraturan yang harus dipatuhi oleh para Daimyō yang disebut Bukeshōhattō15. Salah satunya adalah para Daimyō dilarang memperkuat pasukannya atau mendirikan benteng tanpa sepengetahuan pemerintah Tokugawa. Peraturan lain yang ditetapkan oleh pemeintah Tokugawa adalah peraturan Sakin Kotai atau menetap secara bergantian. Peraturan ini menetapkan para daimyo untuk tinggal di Edo dan di daerah kekuasaannya sendiri secara bergiliran selama satu tahun. Ketika daimyo pergi menetap di daerah kekuasaannya, maka anak istrinya akan tetap tinggal di Edo. Peraturan ini sebenarnya dibuat hanya untuk para tozama daimyo pada tahun 1635 tetapi akhirnya pada tahun 1642 diberlakukan juga untuk para fudai daimyo. 14
ibid.hal.20
15
http://moshimoshi.netne.net/materi/sejarah_jepang/bab_8.htm, diakses pada 7 januari 2014
10 Peran wanita ..., Muhammad Ridzky Dimas, FIB UI, 2014
Tujuan utama dari Sankin Kotai ialah agar Pemerintah Tokugawa lebih mudah mengotrol para daimyo. Dengan demikian tidak ada kesempatan bagi pada daimyo untuk menghimpun kekuatan di daerah dan menggulingkan pemerintahan pusat. Peraturan ini mempunyai dampak yang sangat buruk bagi perekonomian han 16 karena seluruh biaya perjalanan ke Edo dan kembali lagi ke han ditanggung sendiri oleh para daimyo. Namun demikian Sakin kotai merupakan salah satu kunci kesuksesan pemerintah Tokugawa dalam menjaga perdamaian Jepang. Menciptakan perdamaian Jepang selama 250 tahun tidaklah mudah, namun dengan strategi yang tepat, pengawasan, dan pengaturan secara menyeluruh dari atas sampai ke bawah terutama pada kaum bushi dapat merealisasikan perdamaian tersebut. Selain mengatur kaum bushi dari masalah yang besar, pemerintah Tokugawa juga mengatur sampai ke masalah kecil dari kaum bushi. Masalah tersebut adalah mengenai keluarga. Pemerintah Tokugawa mengatur peran setiap individu di dalam keluarga bushi dari peran kepala rumah tangga, istri, dan anak semua tertata dengan baik dan diawasi oleh pemerintah Tokugawa. Pemerintah Tokugawa tidak saja membagi masyarakat berdasarkan Shi no ko sho saja tetapi berdasarkan jenis kelamin. Dengan demikian peran dan kedudukan wanita dalam setiap strata Shi no ko sho berbeda. Pembagian jenis kelamin itu mempengaruhi pekerjaan, penghasilan dan kedudukan di dalam strata sosial terutama pada kelas bushi. Di dalam kelas Bushi diskriminasi gender ini terlihat dari garis keturunan bushi yang diambil melalui garis patriarki, sehingga kedudukan perempuan dalam keluarga bushi pun menjadi kelas dua. Sebelum abad 19, perempuan di Jepang dianggap rendah. Kaum perempuan hampir tidak punya hak apa-apa. Mereka harus patuh pada kaum pria, tidak punya hak edukasi, tidak punya hak politik, dan kerap hanya menjadi obyek seks belaka. Seperti diungkapkan bahwa tubuh perempuan adalah sebuah panggung drama. Demikian diungkapkan oleh Simone de Beauvoir (1908-1986), seorang feminis yang terkenal dengan bukunya, The Second Sex. Perempuan, menurut Simone, adalah makhluk yang tubuhnya masuk dala penyelidikan fenomenologis. Pada zaman Tokugawa, budaya mengangkat harkat kaum perempuan masih terlihat gagap dan tersendat. Seorang suami bahkan dulu masih bisa membawa perempuan lain ke 16
Wilayah kekuasaan yang dimiliki oleh Daimyo
11 Peran wanita ..., Muhammad Ridzky Dimas, FIB UI, 2014
rumah, sementara istrinya menyiapkan kamar untuk keperluan suaminya. Tingkat kekerasan dalam rumah tangga juga masih tinggi. Walaupun tingkat kekerasan terhadap perempuan masih sangat tinggi dan kedudukan perempuan hanya menjadi kelas dua, namun peran perempuan dalam keluarga masyarakat Jepang terutama dalam keluarga bushi pengaruhnya sangatlah besar, sehingga baik atau buruknya seorang samurai tergantung dari bagaimana seorang perempuan dalam keluarga Bushi mendidiknya.
III. PERAN PEREMPUAN DALAM KELUARGA SAMURAI Wanita merupakan satu bagian dari pemeran kehidupan ini. Mereka digambarkan sebagai sebagai ‘teman belakang’ pada diri seorang pria. Meskipun banyak dijumpai wanita yang berkutat “di belakang”, namun wanita memiliki peranan yang penting dan memiliki tempat tersendiri dalam kehidupan sebuah keluarga. Seorang wanita memiliki peran dan tugas khusus yang harus dilakukannya. Tidak akan cocok dan sempurna tugas ini jika dilakukan oleh seorang laki-laki. Oleh sebab itu, sebenarnya wanita memiliki tugas yang mulia sebagaimana pria meskipun terkesan tidak terlihat. Wanita sejatinya memiliki peranan penting dalam perbaikan masyarakat. Hal ini disebabkan karena wanita adalah orang pertama yang mengasuh anak yang mana hal ini berarti wanitalah yang memberi warna dasar pada kehidupan anak. Di Jepang, para wanita telah lama dinyatakan lebih rendah statusnya dibanding pria dan diharapkan untuk menunjukkan perbedaan pria dengan dirinya dalam tingkatan yang setinggi-tingginya melalui penggunaan bahasa sopan dan bentuk-bentuk hormat dalam berbicara, membungkukan badan lebih dalam dari pada pria, berjalan dibelakang suaminya dihadapan umum, dan masih banyak cara lain sebagai kepatuhannya terhadap pria (Loveday, 1986:12). Hal ini berawal dari pemikiran dansonjohi (Haruhiko, 1997:210) mengedepankan sikap menghormati kaum pria dan merendahkan kaum wanita (Izuru, 1990:1632). Di dalam masa perang maupun masa damai, bangsa Jepang bertindak sesuai dengan kepribadiannya. Jepang sangat konsisten dalam mengembangkan sumber non-materi yang menjadikan masyarakat Jepang mempunyai sifat hakiki yang berbeda dengan bangsa lain. Hal tersebut sebagaimana terangkum dalam Bushido 17 yang kemudian menjadi pegangan hidup orang Jepang, supreme virtues. Nilai-nilai tersebut adalah kesetiaan, kejujuran, berlaku 17
http://bansai-dojo.com/history-of-samurai/sejarah-samurai
12 Peran wanita ..., Muhammad Ridzky Dimas, FIB UI, 2014
baik, sesuai dengan aturan moral dan rasa tanggung jawab 18 . Diantara nilai-nilai tersebut, kesetiaan merupakan hal yang paling mendasar bagi pelaksanaan nilai-nilai Bushido lainnya. Kesetiaan merupakan ciri khas masyarakat Jepang yang tidak pernah luntur oleh terpaan jaman. Kesetiaan yang melekat dalam Bushido secara langsung diturunkan dan diajarkan kepada perempuan yang hidup dalam keluarga bushi. Perempuan bushi wajib menjaga kesetiaan kepada suami serta keluarga tempat dia tinggal. Dengan menjaga kesetiaan nya kepada suami dan keluarga secara tidak langsung perempuan yang tinggal dalam keluarga bushi itu menjaga nama baik serta kehormatan dirinya. Dengan menjaga kesetiaan, perempuan yang tinggal dalam keluarga bushi sudah melaksanakan peran nya dengan baik. Peran dari perempuan bushi tidak hanya sekedar harus setia kepada suami dan keluarga, tapi ada kewajiban lain seperti : mengurusi keuangan keluarga, mendidik dan membesarkan anak sekaligus sebagai pemimpin dan pelindung keluarga saat suaminya sedang tidak ada di rumah, serta mengurusi seluruh kebutuhan rumah tangga. Mendidik dan membesarkan anak di rumah merupakan peran perempuan dalam keluarga bushi yang terpenting. Hal ini dikarenakan, seorang anak dari keluarga bushi yang lahir ke dunia pertama kali yang akan berintraksi dengannya adalah seorang ibu, oleh karena itu seorang perempuan dalam keluarga bushi sangat ditekankan untuk bisa mendidik anaknya dengan baik sebelum anak tersebut hidup di tengah tengah masyarakat. Selain bertanggung jawab mendidik anak, perempuan dalam keluarga bushi juga dijadikan sebagai alat perkawinan politik. Perkawinan perempuan dalam keluarga bushi hanya diperbolehkan dengan yang tingkatannya sama. Akan tetapi, samurai yang memiliki jabatan tinggi diperbolehkan untuk menikahi perempuan dengan jabatan dibawah nya sehinga perempuan tersebut dapat naik tingkatan. Pada umumnya seorang samurai menikahi perempuan dari sesama keluarga bushi, namun untuk samurai tingkat rendah diperbolehkan menikahi perempuan dari keluarga non bushi. Mahar dari pernikahan ini diberikan kepada perempuan sebagai bekal untuk menghadapi kehidupan mereka yang baru. Peraturan pernikahan ini dilakukan dengan tujuan mencegah terjadinya pemberontakan yang dilakukan oleh para daimyo atau para samurai yang tidak suka dengan pemerintahan Tokugawa sehingga menjadikan pernikahan sebagai pristiwa pengabungan antara clan satu dengan yang lainnya. Dengan adanya tujuan politik yang seperti inilah membuat pemerintah Tokugawa
18
A. L. Sadler, The Code Of Samurai (Tokyo : Charles Etuttle Company, 1980) hlm.100-105.
13 Peran wanita ..., Muhammad Ridzky Dimas, FIB UI, 2014
mengatur sedemikian rupa dengan membagi samurai sesuai tingkatan dan melarang adanya pernikahan antar klan besar tanpa persetujuan dari pemerintah Tokugawa itu sendiri. Sehingga sering sekali dikatakan bahwa pernikahan yang di lakukan oleh perempuan dari keluarga Bushi merupakan suatu tugas mulia yang harus dilakukan sebagai salah satu bentuk pengabdiannya kepada keluarga. Di dalam keluarga Jepang, proses sosialisasi tentang kesetiaan ada pada keluarga, karena kesetiaan tersebut terkait dengan kepatuhan anak kepada orang tua19. Sejak dini anakanak mereka sudah dididik sedemikian rupa oleh orang tuanya. Ada pepatah Jepang yang mengatakan “ajarkan pada anak laki-laki bagaimana membawa permata dan ajarkan pada anak perempuan bagaimana membawa genting”. Penekanan pendidikan bagi para gadis diletakkan pada pembentukan alami dari semangat pengorbanan diri dan kepatuhan. Anak gadis harus belajar mengabdikan dirinya utuk melayani orang lain 20. Kesetiaan yang dijalankan oleh wanita Jepang yang telah menikah lebih diharapkan untuk setia kepada keluarga, yaitu berbakti pada suami dan berbakti kepada anak laki-lakinya ketika mereka telah ditinggal mati oleh suaminya. Hal tersebut dikarenakan secara tidak langsung bakti mereka terhadap keluarga sama dengan bati mereka terhadap Kaisar (Negara). Seperti pendapat berikut ini : para prajurit Jepang mengharapkan wanita mereka sama kuat dengan mereka dan menerima pembinaan diri demi kesetiaan kepada tuan atau keluarga21. Budaya dan tradisi Jepang memang menuntut seorang wanita (ibu) untuk berperan sepenuhnya dalam urusan rumah tangga (keluarga) sementara para pria ke luar untuk bekerja. Gambaran streotipe tentang wanita Jepang adalah wanita yang patuh pada suaminya atau majikannya. Terikat dalam kimono ketat dan sulit dipakai, meratapi nasib sambil membawa abu jenazah suaminya. Wanita sebagai ibu biologis menjalankan peranannya yang penting sebagai pembentuk manusia baru. Masyarakat Jepang yang berdasarkan pada sistem Ie, yakni sistem patriarchal yang menghargai supremasi pria yang memudahkan terbentuknya kapitalisme dengan memakai kontrol dan aturan-aturan yang dibutuhkan. Aturan dan kontrol yang dilakukan terhadap wanita, yaitu menempatkan wanita pada lingkungan domestik pria sudah bekerja untuk mencari nafkah. Ie yang berarti “rumah” dalam arti biasa dan dalam arti yang lebih abstrak “keluarga”, seperti dalam kaitan kalimat “garis keluarga, tradisi keluarga”
19
Robert N. Bellah, Religi Tokugawa: Akar-Akar Budaya Jepang, terjemahan Wardah Hafidz dan Wiladi Budiharga (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992) hlm. 126. 20 Yamakawa Kikue, Woman of The Mito Domain: Recollections of Samurai Family Life (Tokyo: University of Tokyo Press, 1992) hlm. 142. 21 Edwin O. Reischhauer, Manusia Jepang, terjemahan Bakrie Siregar (Jakarta: Sinar Harapan, 1982) hlm. 76.
14 Peran wanita ..., Muhammad Ridzky Dimas, FIB UI, 2014
dan sebagainya. Keluarga merupakan lembaga terkecil dalam suatu masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Menjaga rumah tangga adalah tugas pokok wanita samurai. Hal ini khususnya penting selama awal feodal Jepang, ketika suami prajurit sering bepergian ke luar negeri atau terlibat dalam pertempuran,Istri dibiarkan untuk mengelola semua urusan rumah tangga, perawatan bagi anak-anak, dan mungkin bahkan mempertahankan rumah secara paksa. Untuk alasan ini, banyak perempuan dari kelas samurai dilatih dalam memegang tombak naginata atau pisau khusus untuk melindungi rumah tangga mereka, keluarga, dan kehormatan jika diperlukan. Ciri-ciri wanita terhormat di kelas samurai kerendahan hati, ketaatan, pengendalian diri, kekuatan, dan kesetiaan. Idealnya, seorang istri samurai akan terampil mengelola properti, menyimpan catatan, berurusan dengan masalah keuangan, mendidik anak-anak dan merawat orang tua usia lanjut Jadi, seorang wanita juga untuk latihan disiplin 22. Sebagaimana diketahui, kesetiaan merupakan kebajikan utama dalam masyarakat Jepang. Kesetiaan sebagai salah satu nilai hakiki dalam etika bushido yang sudah melekat pada masyarakat Jepang, baik laki-laki maupun wanita. Peranan domestik “ibu rumah tangga” menjadikan wanita Jepang istimewa. Jepang yang banyak dikagumi karena kesetiaanya disebabkan kokohnya peran wanita. Penyerahan wanita Jepang justru menang karena wanita adalah Ofukuro yaitu “pemegang pundi-pundi keluarga”, sehingga mereka mengabdikan diri sepenuhnya kepada keluarga. Keluarga sebagai wahana sosialisasi pertama dan utama dalam pembentukan sumber daya Manusia Jepang yang tangguh dan berkualitas. Mereka akan dianggap sebagai pahlawan bagi anak-anak mereka dan menjadi kebanggaan suami, apabila mereka dapat mengemban tugas tersebut. Tugas yang harus diemban oleh perempuan Jepang tidaklah mudah, terutama yang harus dilalui kelas bushi. Walaupun peran yang mereka lakukan itu tidaklah mudah mereka tetap berusaha melakukannya dengan baik. Karena dengan melakukan kewajiban dengan baik maka secara tidak langsung perempuan tersebut telah menjaga harga dirinya serta harga diri keluarganya sendiri. Seperti yang sudah disingung di atas bahwa bagi perempuan yang hidup dalam keluarga bushi kehormatan keluarga dan kehormatan dirinya merupakan sesuatu yang penting dan harus dijaga sebaik baiknya. Perempuan bushi juga merupakan sebuah simbol yang mengambarkan bahwa perempuan Jepang itu adalah perempuan yang kuat. Namun kekuatan yang dimaksud disini bukanlah kekuatan yang mampu menang dalam setiap pertempuran, melainkan kuat yang 22
http://detectted.blogspot.com/2010/06/makalah-samurai-jepang.html diakses 9 Januari 2014
15 Peran wanita ..., Muhammad Ridzky Dimas, FIB UI, 2014
dimaksud adalah perempuan kelas bushi mampu menjaga perannya serta melaksanakan kewajibannya dengan baik.
IV. PENUTUP
Politik Shi no ko sho tidak hanya membagi masyarakat Jepang berdasarkan tingkatan, akan tetapi kebijakan politik Tokugawa itu juga membagi masyarakat dari setiap lapisan sesuai gender. Dengan adanya pembagian secara gender ini membuat kewajiban serta peran antara laki laki dan perempuan berbeda terutama dalam kelas bushi. Peran wanita dalam kelas bushi merupakan kelas dua, hal ini dikarenakan adanya garis keturunan patriarki yang lebih mengutamakan garis keturunan laki-laki ketimbang perempuan. Walaupun perempuan dalam kelas bushi merupakan kelas dua, tapi perempuan dalam kelas bushi mempunyai peran yang sangat penting dalam keluarga terutama dalam menciptakan dan mendidik samurai penerus. Baik atau buruknya pendidikan serta tingkah laku seorang samurai merupakan tanggung jawab perempuan dalam keluarga samurai. Hal ini disebabkan perempuan menjadi pendidik dan membesarkan anak sebelum anak itu dewasa dan masuk ke dalam masyarakat. Pada hakikatnya, pemerintahan Tokugawa belum menghargai kedudukan dan peran wanita dengan baik dalam masyarakat Jepang. Akan tetapi kemajuan pemerintahan tokugawa hingga bisa memperoleh perdamaian selama 250 tahun lebih dan bisa menyatukan negri Jepang dalam satu pemerintahan tidak lain karena adanya peran perempuan di dalamnya sehingga bisa berjalan seperti apa yang diharapkan dan direncanakan. Oleh karena itu, kehadiran dan peran perempuan dalam sistem pemerintahan Tokugawa dan masyarakat Jepang pada saat itu walaupun merupakan sebagai masyarakat kelas dua, namun pada kenyataannya peran perempuan merupakan suatu pondasi dalam masyarakat Jepang terutama dalam kelas Bushi yang dapat menyokong keinginan Jepang sampai sekarang.
16 Peran wanita ..., Muhammad Ridzky Dimas, FIB UI, 2014
V. DAFTAR ACUAN
Sumber Buku : L. Sadler, The Code Of Samurai (Tokyo : Charles Etuttle Company, 1980) Robert N. Bellah, Religi Tokugawa: Akar-Akar Budaya Jepang, terjemahan Wardah Hafidz dan Wiladi Budiharga (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992) Yamakawa Kikue, Woman of The Mito Domain: Recollections of Samurai Family Life (Tokyo: University of Tokyo Press, 1992) hlm. 142. Edwin O. Reischhauer, Manusia Jepang, terjemahan Bakrie Siregar (Jakarta: Sinar Harapan, 1982) Nina Iskandariati, sistem stratifikasi sosial pada zaman edo (1600-1867), fakultas sastra Universitas Indonesia 1988
Sumber Internet :
http://detectted.blogspot.com/2010/06/makalah-samurai-jepang.html repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19127/4/Chapter%20II.pdf http://www.japan-guide.com/e/e2127.html http://sejarah.kompasiana.com/2012/07/09/reformasi-ala-restorasi-meiji-476356.html, http://www.id.emb-japan.go.jp/expljp_08.html http://moshimoshi.netne.net/materi/sejarah_jepang/bab_8.htm
17 Peran wanita ..., Muhammad Ridzky Dimas, FIB UI, 2014