UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS LATAR DONGENG DALAM DUA VERSI DAS TAPFERE SCHNEIDERLEIN
MAKALAH NON SEMINAR
AKRIMAH ARSYI NAWANGSASI 0906536785
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI JERMAN DEPOK AGUSTUS 2013
Analisis latar ..., Akrimah Arsyi Nawangsasi, FIB UI, 2013
Analisis latar ..., Akrimah Arsyi Nawangsasi, FIB UI, 2013
Analisis latar ..., Akrimah Arsyi Nawangsasi, FIB UI, 2013
Formulir Persetujuan Unggah dan Perencanaan Publikasi Naskah Ringkas
~~abertanda tangan ~~ .~D.~~~.~~LJ.d~ ..JJghJ~~~~.~! M;.HYm NIP/NUP : Q1Q7. .Q.3.Q.?-.~ adalah pembimbing dari mahasi swa SI.f52fS:3 *: . Nama : . A~.r.im ~ N?.y.i .N~.~G;l.~~~~( NPM : Q90.&?J.~7B5. ..h Fakulta s : .U .rn\-\ ...\~0.&J.et.Q...Yli..r). :B~~y:Q: Program Studi . : Judul Naskah Ringkas
. . .
. .
· ·~·~~:\~~ ·· · ·· · · ··f;( ·· · r\;n·· · ·~ · ·· · · · Jar ·M· ··j)U;··V ~·· ·S \: · .· , .~ ~ l<',; v..:~e .~ . : ..41 .. g.
... ..
~
tQp.fere Sc:hl\el e(1elt'\
.
menyata kan bahwa naskah ringkas ini telah diperiksa dan disetujui untuk diunggah di VI-ana melalui lib.ui.ac.id/unggah. Rencana publ ikasi naskah ringkas ini*: ~
D
Dap at diakses di VI-ana (lib.ui.ac.id) saja Akan diterbitkan pada Jumal Program Stud i JDepartemen lFakultas di UI yang diprediksi akan dipubl ikasikan pada
D
D
D D
D D
(bulan/tahun terbit)
Akan dipresentasikan sebagai makalah pada Seminar Nasional yang diprediksi akan dipublikasikan sebagai prosiding pada . (bulan/tahun terbit) Akan dituli s dalam bahasa Inggri s dan dipresentasikan sebagai makalah pada Ko nferensi Intemasional . yang diprediksi akan dipubl ikasikan sebaga i prosiding pada . (bulan/ta hun terbit) Akan diterbitkan pada Jumal Nas ional yaitu . yang diprediksi akan dipubl ikasika n pida (bulan/tahun terbit) Akan ditulis dalam bahasa Inggris untuk dipersiapkan terbit pada Jumal Intem asional yaitu . yang diprediksi akan dipubl ikasikan pada (bulan/tahun terbit) Aka n ditunda akses dan publikasi onlinenya karena aka n/sedang dalam proses pengajua n Hak Paten/HKl hingga tahun . Tidak dipublikasikan karena sedang dalam proses HKl , dan lain-lain
Depok, .l~.. .Aj.~S.WS..tahun.. h.R(~...
~
Dr,ph·il. Lily· ljahjat'\ctari M.Hwl1 (
)
Pembimbing SlffipsiffesislDffleflasi* Kar'yc;.l * pilih salah satu
IImi£.lh (Mal
Analisis latar ..., Akrimah Arsyi Nawangsasi, FIB UI, 2013
i
ANALISIS LATAR DONGENG DALAM DUA VERSI DAS TAPFERE SCHNEIDERLEIN Akrimah Arsyi Nawangsasi, Lily Tjahjandari Program Studi Jerman, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia E-mail: [email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan dan penggambaran latar khususnya latar tempat menurut jenisnya dalam dua versi dongeng dengan judul Das tapfere Schneiderlein versi Märchenland: Märchen, Sagen und Geschichten aus Deutschland dan versi Märchen der Brüder Grimm Bilder von Nikolaus Heidelbach. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersumber dari kajian pustaka. Analisis dilakukan dengan membandingkan latar dalam dua versi dongeng tersebut dengan adanya penyebutan nama kota atau tidak. Berdasarkan hasil penelitian, dalam kedua dongeng tersebut terdapat perbedaan dalam pendeskripsian latar tempat. Das tapfere Schneiderlein versi Märchen der Brüder Grimm Bilder von Nikolaus Heidelbach menggunakan jenis latar netral karena latar tempat dalam dongeng tersebut bersifat universal. Hal ini bertujuan untuk mengajak pembaca untuk berimajinasi lebih dalam khususnya latar tempat dalam dongeng. Sedangkan versi Märchenland: Märchen, Sagen und Geschichten aus Deutschland jenis latar yang digunakan untuk menggambarkan latar tempat adalah latar tipikal dan latar fisik karena adanya penyebutan nama tempat dalam dongeng yang bertujuan untuk mengikat dan memberi kesan pada pembaca.
Setting Analysis of Fairy Tale in Two Versions Das tapfere Schneiderlein Abstract This research aims to know the use and description of setting especially setting of place according to its kind in two versions of fairy tale under the title Das tapfere Schneiderlein from Märchenland: Märchen, Sagen und Geschichten aus Deutschland and another version from Märchen der Brüder Grimm Bilder von Nikolaus Heidelbach. This research uses the qualitative method which is from literary review. This research is being analyzed by comparing the setting in two versions of fairy tale with or without mentioning the city name. Based on the result, both of the fairy tales have some differences by describing the setting of place. Das tapfere Schneiderlein from Märchen der Brüder Grimm Bilder von Nikolaus Heidelbach version used neutral setting because setting of place in this fairy tale has general characteristic. It aims to make the reader to use more their imagination, especially for setting of place in fairy tale. While in Märchenland: Märchen, Sagen und Geschichten aus Deutschland version uses typical setting dan physical setting to describe setting of place because by mentioning name of city aims to give imppresion to the reader. Keywords: children literature, german fairy tale, setting, setting of place
Analisis latar ..., Akrimah Arsyi Nawangsasi, FIB UI, 2013
Pendahuluan Märchen atau yang dalam bahasa Indonesia berarti dongeng (selanjutnya disebut Märchen) merupakan salah satu jenis karya sastra yang hingga kini masih diminati para pembacanya. Seringkali Märchen dikaitkan dengan dunia anak. Akan tetapi, Märchen bukan saja digandrungi oleh anak-anak, melainkan juga remaja bahkan orang dewasa. Salah satu Märchen yang terkenal sampai hari ini adalah kumpulan Märchen dari Grimm Bersaudara yang berasal dari Hanau, Jerman. Märchen menurut Metzler Lexikon Litertur adalah diminutif dari kata Mär (pesan, berita, kabar) dan merupakan cerita pendek yang bersifat fiktif yang berasal dari tradisi lisan. Dalam bukunya yang berjudul Einfache Formen: Legende, Sage, Mythe, Rätsel, Spruch, Kasus, Memorabile, Märchen, Witz, André Jolles mengatakan bahwa penggunaan kata Märchen sebagai istilah jenis karya sastra sangatlah terbatas. Kata Märchen hanya dapat ditemukan dalam bahasa Jerman baku saja. Pada awalnya Märchen hanya memiliki arti sebagai sebuah nama dari jenis sastra tertentu, sejak Grimm Bersaudara menamakan karya mereka yaitu Kinder- und Hausmärchen yang terbit pada tahun 1812 (1968:218-219). Jadi dapat disimpulkan, bahwa Märchen merupakan salah satu jenis karya sastra yang narasinya bersifat fiktif, penuh dengan fantasi dan harapan di dalamnya dan berasal dari cerita rakyat zaman dahulu yang disampaikan secara lisan yang kebenarannya tidak diketahui. Sebuah karya sastra dibuat sudah pasti terdapat fungsi di dalamnya. Fungsi dari sebuah karya sastra bukan hanya dari segi literatur, melainkan juga terdapat fungsi edukasi, sosial dan lainlain. Begitu juga dalam Märchen yang memiliki fungsi seperti karya sastra lainnya. Nurgiyantoro (2005:199) mengungkapkan “selain berfungsi untuk memberikan hiburan, dongeng juga merupakan sarana untuk mewariskan nilai-nilai yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat pada masa itu. Di dalam dongeng mengandung ajaran moral, sehingga dongeng merupakan sebuah sarana ampuh untuk mewariskan nilai-nilai.” Märchen tediri atas dua jenis yaitu Volksmärchen (dongeng rakyat) dan Kunstmärchen (dongeng modern). Volksmärchen (dongeng rakyat, selanjutnya disebut Volksmärchen) cenderung berkisah seputar kebahagiaan seseorang yang berhasil mencapai kekayaan dan dapat mewujudkan setiap harapannya. Awal tradisi Volksmärchen di Jerman terdapat dalam sebuah buku yang berjudul die Volksmärchen der Deutschen karya Johann Karl August Musäus yang terbit pada tahun 1782 dan 1786. Berbeda dengan Grimm Bersaudara, Musäus cenderung menceritakan hal-hal yang ajaib dengan menggunakan sindiran-sindiran halus di
Analisis latar ..., Akrimah Arsyi Nawangsasi, FIB UI, 2013
dalamnya. Dalam Freund, Liza Tetzner mengatakan bahwa Volksmärchen bukanlah sesuatu yang secara seni dipikirkan dan dibuat, melainkan muncul dari jiwa manusia, perasaan, kerinduan, pengalaman, impian serta harapan. Volksmärchen memiliki struktur cerita yang sederhana dan penulisnya tidak dikenal atau anonim. Berlawanan dengan Volksmärchen yang mengedepankan hal-hal yang bersifat ajaib dan jauh dari kenyataan, maka hal-hal yang ajaib tersebut di dalam Kunstmärchen (dongeng modern, selanjutnya disebut Kunstmärchen) sangatlah dibatasi dan dihalangi oleh hal-hal yang nyata. Dalam Kunstmärchen, isi, motif dan simbol-simbol biasanya bersumber pada imajinasi individu yaitu dari pengarang. Selain itu, gaya literatur dari pengarang juga sangat berpengaruh pada bahasa yang digunakan. Struktur ceritanya juga mengutamakan pembentukan cerita yang kompleks. Pada umumnya, Kunstmärchen bercerita tentang masalah eksistensi, moril, sosial serta sejarah (Freund, 2005:18-32). Seperti karya sastra pada umumnya, Märchen juga memiliki ciri yang sangat khas. Berikut adalah karakteristik Märchen: (1) terdapat pelajaran dan pesan di dalamnya, (2) latar waktu dan tempat tidak jelas, sehingga pembaca tidak tahu kapan dan di mana cerita itu terjadi, (3) makhluk ajaib dan supranatural juga ikut memainkan peran, seperti hewan yang dapat berbicara, penyihir, orang kerdil, dan raksasa, (4) cenderung memiliki struktur cerita yang sama contoh, seorang ksatria atau pahlawan harus menghadapi rintangan dan berhasil, kemudian mendapatkan imbalan, (5) penggunaan bahasa yang sederhana bertujuan agar dapat dicerna oleh pembaca dengan mudah terutama bagi pembaca anak. Dalam penelitian ini, berdasar pada ciri Märchen yang sangat tipikal maka penulis akan membahas dua dongeng yang berjudul sama yaitu Das tapfere Schneiderlein dari versi buku kumpulan dongeng yang berbeda yaitu Märchenland: Märchen, Sagen und Geschichten aus Deutschland dan Märchen der Brüder Grimm Bilder von Nikolaus Heidelbach dan Märchenland: Märchen, Sagen und Geschichten aus Deutschland, tetapi hanya dari segi latar tempat dengan cara membandingkan keduanya. Alasan penulis memilih pembahasan ini karena dalam kedua dongeng tersebut latar tempat yang tergambar terdapat perbedaan yang signifikan. Selain itu, kedua pengarang dongeng tersebut memiliki tujuan tertentu dalam menggunakan latar menurut jenisnya khususnya latar tempat.
Analisis latar ..., Akrimah Arsyi Nawangsasi, FIB UI, 2013
Tinjauan Teoritis Latar dalam Karya Sastra Latar merupakan salah satu unsur intrinsik dari sebuah karya sastra dan sangat mempengaruhi pengarang untuk mengembangkan sebuah cerita. Sudah umum, bahwa peristiwa atau kejadian dalam sebuah cerita fiksi pasti membutuhkan latar, baik itu latar tempat, latar waktu dan latar suasana. Definisi latar itu sendiri menurut Abrams dalam Nurgiyantoro, “latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa dalam cerita” (1998:216). Menurut Nurgiyantoro, “unsur latar dapat dibedakan menjadi tiga unsur pokok yaitu tempat, waktu, dan sosial” (1998:227). Kemudian Nurgiyantoro dalam bukunya Teori Pengkajian Fiksi (1998:218-222) membagi latar menjadi beberapa jenis seperti, (1) latar fisik adalah keterangan yang berhubung secara jelas baik yang menyaran pada lokasi atau waktu tertentu, contoh nama kota, desa, jalan, tanggal, pagi, siang, pukul, dan lain-lain. Tidak semua penggambaran latar fisik ditunjukan secara rinci oleh pengarang, ada juga yang hanya menunjukkannya dalam bagian cerita. (2) Kemudian, latar spritual adalah keterangan yang merujuk pada hal-hal yang berhubungan dengan tata cara, adat istiadat, kepercayaan, dan nilai-nilai yang berlaku di tempat yang bersangkutan. Latar spiritual adalah nilai-nilai yang melingkupi dan dimiliki latar fisik. Adanya latar spiritual akan memperkuat kehadiran, kejelasan, dan kekhususan latar fisik yang bersangkutan. (3) Selanjutnya, latar dalam sebuah karya fiksi barangkali hanya berupa latar yang sekedar latar, berhubung sebuah cerita memang membutuhkan landas tumpu, pijakan, latar inilah yang disebut latar netral. Latar netral tak memiliki dan tak mendeskripsikan sifat khas tertentu yang menonjol yang terdapat dalam sebuah latar, sesuatu yang justru dapat membedakannya dengan latar-latar lainnya. Sifat yang ditunjukan tersebut lebih merupakan sifat umum terhadap hal yang sejenis, misalnya desa, kota, hutan, pasar, sehingga sebenarnya hal itu dapat berlaku di mana saja. (4) Di samping itu terdapat latar tipikal, latar tipikal memiliki dan menonjolkan sifat khas latar tertentu, baik yang menyangkut unsur tempat, waktu, maupun sosial. Latar tipikal biasanya mencerminkan “latar” tertentu di dunia nyata, atau paling tidak, kita dapat menafsirkannya demikian. Penggunaan latar memiliki tujuan untuk memberi warna pada cerita yang ditampilkan, di samping itu juga memberikan informasi situasi dan keadaan yang digambarkan dalam cerita dan sebagai unsur pelengkap bagi unsur lainnya dalam sebuah cerita fiksi seperti tokoh dan
Analisis latar ..., Akrimah Arsyi Nawangsasi, FIB UI, 2013
alur cerita. Hal ini bertujuan untuk mengajak pembaca dalam mengimajinasikan dan membayangkan di mana, kapan, bagaimana suasana dan situasi dalam cerita.
Latar Tempat Begitupun dalam sebuah dongeng, menurut Jolles dalam bukunya yang berjudul Einfache Formen: Legende, Sage, Mythe, Rätsel, Spruch, Kasus, Memorabile, Märchen, Witz dalam sebuah dongeng terdapat tiga unsur yaitu tokoh (Personen), peristiwa (Begebenheiten) dan salah satunya adalah latar tempat (Örtlichkeit) (1968:236). “Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas” (Nurgiyantoro, 1998:27). Latar tempat dalam sebuah dongeng biasanya memang tidak terlalu ditonjolkan, kebanyakan pengarang hanya menitikberatkan pada tokoh dan penokohan serta alur cerita, sehingga latar tempat yang tidak jelas atau tidak dicantumkannya nama tempat terlihat kurang menarik. Seperti yang sudah diketahui, salah satu ciri dongeng yang sangat khas adalah latar tempat yang tidak diketahui. Maksudnya adalah pelataran tempat dalam sebuah dongeng pada umumnya tidak dilokasikan atau diletakkan secara khusus pada sebuah desa, kota atau negara tertentu dengan nama jelas karena tujuannya memang tidak untuk meninggalkan kesan pada tempat atau lokasi yang ada dalam dongeng terhadap pembaca. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Friedrich Panzer dalam laman situs maerchenlexikon.de bahwa dalam Märchen tidak pernah ditunjukan secara jelas tempat atau wilayah kejadian. Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan John Warren Stewig dalam Children and Literature (1980), pemaparan mengenai latar yang tidak jelas seperti ini adalah ciri-ciri dongeng tradisional. Latar dalam cerita dongeng hanya dipaparkan sedikit saja di dalam cerita dongeng. Tempat yang pasti tidak begitu penting dan tidak berpengaruh kepada rangkaian cerita karena lebih mengutamakan amanat yang disampaikan di dalam cerita. Latar Waktu “Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi” (Nurgiyantoro, 1998:230). Bisa saja latar waktu dalam sebuah cerita fiksi terkait dengan waktu ketika peristiwa sejarah terjadi, misal dalam cerita terdapat latar Berlin November 1989, berarti latar tersebut merujuk pada peristiwa ketika
Analisis latar ..., Akrimah Arsyi Nawangsasi, FIB UI, 2013
tembok Berlin runtuh. Hal ini bertujuan untuk menarik pembaca untuk lebih dalam ikut masuk dalam cerita dan membayangkan situasi dan suasana pada waktu itu. Menurut Genette dalam Nurgiyantoro, masalah waktu dalam karya naratif dapat bermakna ganda: di satu pihak menyaran pada waktu penceritaan, waktu penulisan cerita, dan di pihak lain merujuk pada waktu dan urutan waktu yang terjadi dan dikisahkan dalam cerita. Tanpa kejelasan (urutan) waktu yang diceritakan, orang hampir tak mungkin menulis cerita khususnya untuk cerita yang ditulis dalam bahasabahasa yang mengenal tenses seperti bahasa Inggris. Dalam hubungan ini, kejelasan masalah waktu menjadi lebih penting daripada kejelasan unsur tempat (1998:231). Bukan hanya dongeng yang berbahasa Inggris, dongeng dalam bahasa Jerman juga ditullis dengan menggunakan tenses lampau dan hal ini mempengaruhi keterangan waktu yang digunakan bahwa peristiwa-peristiwa dalam cerita tersebut terjadi pada masa lalu. Keterangan waktu pada dongeng biasanya tidak diketahui dengan jelas, misalnya pada suatu hari, di pagi hari yag indah, pada malam yang dingin dan lain-lain. Keterangan waktu tersebut tidak jelas kapan (hari, tanggal, bulan, tahun) terjadinya. Maka dari itu, pembaca tidak mengetahui kapan peristiwa dalam cerita itu terjadi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nurgiyantoro “bahwa dalam sejumlah karya fiksi lain, latar waktu mungkin justru tampak samar, tidak ditunjukan secara jelas. Dalam karya yang demikian, yaitu tidak ditonjolkannya unsur waktu, mungkin karena memang tidak penting untuk ditonjolkan dengan kaitan logika ceritanya” (1998:232). Latar Sosial Latar bukan hanya keterangan yang merujuk pada tempat ataupun waktu, melainkan juga halhal yang berhubungan dengan penggambaran situasi masyarakat, kelompok-kelompok sosial dan sikapnya, adat istiadat dan cara hidup. Definisi latar sosial menurut Nugiyantoro, “latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi” (1998: 233). “Latar sosial memang dapat secara meyakinkan menggambarkan suasana kedaerahan, local color, warna setempat daerah tertentu melalui kehidupan sosial masyarakat. Di samping berupa hal-hal yang telah dikemukakan, ia dapat pula berupa dan diperkuat dengan penggunaan bahasa daerah atau dialek-dialek tertentu” (Nurgiyantoro, 1998:235). Latar sosial dapat dilihat melalui gambaran tokoh yang meliputi status, perilaku, dan kebiasaanya. Maka dari karakter dan penokohan tokoh dapat dilihat situasi dan keadaan sosial pada masa itu dari sebuah cerita.
Analisis latar ..., Akrimah Arsyi Nawangsasi, FIB UI, 2013
Lebih lanjut lagi penulis mempersempit pembahasan yaitu degan menganalisis dan menginterpretasi latar tempat yang dominan tergambar dalam dua dongeng Das Tapfere Schneiderlein versi Märchenland: Märchen, Sagen und Geschichten aus Deutschland karya Alan Posener (ed) tahun 1998 dan versi Märchen der Brüder Grimm Bilder von Nikolaus Heidelbach karya Grimm Bersaudara tahun 1995, karena dalam kedua dongeng tersebut terdapat perbedaan dalam penggambaran dan penggunaan latar tempat. Perbedaan keduanya lebih menonjol dari pada penggambaran pada latar waktu dan latar sosial. Metodologi Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian yang menggunakan metode kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan dengan cara membandingkan latar lebih spesifik lagi latar tempat dalam dua dongeng dengan judul yang sama Das tapfere Schneiderlein, namun dengan versi yang berbeda. Hal ini sesuai dengan pengertian penelitian kualitatif menurut Sasongko dan Farida (2012), yaitu metode yang digunakan dalam melakukan suatu penelitian yang berhubungan dengan hal-hal mengenai kehidupan sosial suatu kelompok atau masyarakat, baik dengan cara menerjemahkan, menggambarkan, maupun melalui studi kasus. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari buku kumpulan dongeng yang berjudul Märchen Der Brüder Grimm Bilder von Nikolaus Heidelbach karya Grimm Bersaudara dan Märchenland: Märchen, Sagen und Geschichten aus Deutschland karya Alan Posener (ed). Dalam menganalisis sumber data, penulis menggunakan sumber pustaka untuk mencari teori dan informasi pendukung yang sesuai dengan topik kajian dalam penelitian ini. Langkah selanjutnya dalam penelitian ini adalah menganalisis dan menginterpretasi latar tempat yang tergambar pada kedua dongeng. Langkah analisis di atas akan diulas dengan teori yang penulis dapat melalui pencarian sumber pustaka. Hasil Penelitian Dalam dongeng Das tapfere Schneiderlein dari dua versi yang berbeda terdapat ketidaksamaan dalam pendeskripsikan dan penggunaan latar tempat. Seperti kecenderungan dongeng pada umumnya, penggambaran dan penggunaan latar tempat dalam Das tapfere Schneiderlein versi Grimm Bersaudara bersifat umum, karena tidak adanya penggambaran latar tempat secara spesifik dan pelataran tempat terjadinya peristiwa pada suatu daerah, kota atau negara tertentu. Sedangkan tendensi yang terdapat pada dongeng pada umumnya tidak tercermin dalam Das tapfere Schneiderlein versi Alan Posener. Versi Posener, latar tempat
Analisis latar ..., Akrimah Arsyi Nawangsasi, FIB UI, 2013
lebih khusus digambarkan di dua kota di Jerman yaitu Berlin dan Bernau. Adanya penyebutan kedua nama kota tersebut seolah membuat semua peristiwa dalam cerita tersebut adalah nyata. Pembahasan Sinopsis Dongeng Das tapfere Schneiderlein bercerita tentang seorang pria miskin yang bekerja sebagai seorang penjahit. Ia berperawakan kecil, akan tetapi dalam dirinya ia memiliki keberanian yang sangat besar. Selain itu, ia memiliki sifat pantang menyerah dan cerdik karena ia memiliki banyak akal yang cemerlang. Suatu hari, ia mendengar bahwa ada sayembara yang menyampaikan bahwa siapa yang dapat melaksanakan perintah raja, maka ia akan mendapatkan puteri raja untuk diperistri. Das tapfere Schneiderlein dengan beraninya berhasil melaksanakan perintah raja, seusainya ia pun menagih imbalan yang dijanjikan oleh raja. Akan tetapi, ia hanya seorang tukang jahit, raja pun tidak suka jika puterinya akan dinikahi oleh seorang tukang jahit yang miskin. Maka raja pun berniat berbuat curang. Sang raja pun dengan liciknya memerintahkan si tukang jahit untuk menghadapi beberapa rintangan lagi yang tujuannya hanya ingin membahayakan nyawanya agar ia tidak dapat menikah dengan sang puteri raja. Walaupun diberi rintangan yang berbahaya, Das tapfere Schneiderlein menerima dan melaksanakannya dengan berani. Ia pun berhasil menghadapi semua rintangan yang sang raja berikan. Akhirnya ia mendapatkan apa yang menjadi haknya. Das tapfere Schneiderlein Versi Die Brüder Grimm Berikut ini akan dijelaskan latar tempat yang tergambar dalam dongeng Das tapfere Schneiderlein dalam buku kumpulan dongeng Märchen der Brüder Grimm Bilder von Nikolaus Heidelbach karya Grimm Bersaudara tahun 1995. Awal cerita dimulai ketika Schneiderlein diperkirakan berada di rumahnya karena ia sedang menjahit. Lalu terdengar suara seorang istri petani dari jalan. Latar yang tersaji di sini adalah rumah dan jalanan. Walaupun latar rumah tidak ditujukan secara langsung tetapi digambarkan melalui kegiatan tokoh, maka dari situ kita dapat memperkirakan jika kegiatan yang dilakukan Schneiderlein berlokasi di rumah. Dan latar jalan tidak dideskripsikan secara spesifik hanya dijelaskan jika ada seorang wanita yang muncul di jalan itu. Tanpa adanya penyebutan nama jalan ataupun nama daerah, maka latar tempat di sini bersifat universal. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut.
Analisis latar ..., Akrimah Arsyi Nawangsasi, FIB UI, 2013
An einem Sommermorgen saβ ein Schneiderlein auf seinem Tisch am Fenster und nähte. Nun kam eine Bauersfrau die Straβe daher und rief:»Gut Mus feil! Gut Mus feil!« (hlmn 31). Gambaran latar tempat lainnya juga tersurat ketika Das tapfere Schneiderlein berjalan menuju sebuah bukit yang tinggi dan di puncak bukit itu ada raksasa besar yang sedang duduk. Lagilagi pengarang menggunakan keterangan latar tempat yang sederhana. Di sini latar tempat hanya dijelaskan dengan menggunakan kata sifat hohe (tinggi) sebagai kata bantu keterangan sifat untuk keterangan tempat Berg (bukit). Selain itu, latar tempat auf der Spitze (di atas puncak bukit) tidak diterangkan lebih lanjut, hanya dijelaskan jika ada raksasa besar yang sedang duduk di sana. Nun namh’s den Weg zwischen die Beine und stieg einen hohen Berg hinauf; wie es oben ankam, saβ da ein groβer Riese auf der Spitze (hlmn 31). Latar tempat selanjutnya adalah gua (Höhle). Gua dalam cerita digambarkan sebagai tempat tinggal raksasa dan juga sebagai tempat singgah Das Schneiderlein ketika diajak menginap oleh raksasa besar itu. Keterangan latar tempat yaitu gua hanya dijelaskan bahwa gua itu adalah gua milik raksasa melalui keterangan kata ganti kepemilikan yaitu in unserem Höhle (di gua kami) yang merujuk pada raksasa. »Nun, so komm mit in unsere Höhle und übernachte bei uns«, sprach der Riese, und das Schneiderlein war willig und folgte ihm. (hlmn 32) Latar hutan dalam dongeng Das tapfere Schneiderlein versi Grimm Bersaudara tidak dilokasikan pada daerah atau kota tertentu, namun hanya dilukiskan sebagai tempat tinggal dua raksasa yang suka melalukan pengrusakan, merampok, membunuh dan membakar. Sama seperti latar tempat sebelumnya pada dongeng ini, latar hutan juga tidak digambarkan dan ditonjolkan secara khusus, seperti pada kutipan berikut. In einem Walde seines Landes hätte er zwei Riesen, die täten groβen Schaden mit Rauben, Morden, Sengen und Brennen, denen niemand nah kommen dürfte, er möge bewaffnet sein, wie er wollte (hlmn 34). Begitupun latar tempat selanjutnya yaitu di halaman raja (in eines Königs Hof). Halaman di sini juga tidak digambarkan secara spesifik seperti halaman yang luas, hijau, dan lain-lain. Melainkan hanya diberi keterangan kepemilikan yaitu in eines Königs Hof yang berarti di halaman raja, seperti pada kutipan di bawah ini.
Analisis latar ..., Akrimah Arsyi Nawangsasi, FIB UI, 2013
Nun ging das Schneiderlein allein weiter, immer seinem spitzigen Näschen nach, bis es in eines Königs Hof kam (hlmn 34). Maka dapat dilihat bahwa dalam dongeng Das tapfere Schneiderlein versi Die Brüder Grimm cenderung sama seperti dongeng-dongeng lainnya yang menggunakan latar tempat hanya sebagai tempat kejadian tanpa menyebutkan nama wilayah, kota atau negara yang berarti bahwa latar tempat dalam dongeng ini bersifat umum karena tidak adanya pengspesifikasian, sehingga sebenarnya cerita tersebut dapat terjadi di manapun. Selain itu, latar tempat yang digunakan termasuk ke dalam latar netral yang menggunakan latar hanya sekedar latar karena memang sebuah cerita membutuhkan latar sebagai pijakan. Kemudian, penggambaran latar tempat pada kutipan-kutipan di atas membuktikan bahwa latar tempat yang digunakan menunjukan latar tempat yang tidak jelas, dalam cerita hanya menggunakan keterangan sederhana untuk melukiskan latar tempat tersebut, contoh di jalan itu, sebuah bukit yang tinggi, di hutan itu, di halaman raja. Keterangan tempat tersebut tidak merujuk pada suatu kota, desa, ataupun negara tertentu, sehingga dalam dongeng ini tidak ada penekanan latar tempat atau menonjolkan suasana dan situasi latar tempat lebih khusus. Hal ini sesuai dengan ciri pada Märchen yaitu latar tempat dan waktu tidak diketahui dengan jelas, maka orang yang membacanya tidak mengetahui di mana dan kapan peristiwa dalam cerita terjadi. Selain itu, keterangan tempat yang tidak jelas menuntut pembaca untuk menggali imajinasinya dalam membayangkan cerita tersebut.
Das tapfere Schneiderlein Versi Alan Posener Kemudian berikut ini akan dijelaskan latar tempat yang tergambar dalam dongeng Das tapfere Schneiderlein dalam buku kumpulan dongeng Märchenland: Märchen, Sagen und Geschichten aus Deutschland karya Alan Posener (ed) tahun 1998. Berbeda dengan dongeng versi Grimm Bersaudara, dalam dongeng ini sejak awal penyebutan nama kota secara jelas muncul yaitu Berlin dan Bernau. Berlin adalah kota besar yang terletak di utara Jerman dan sekaligus menjadi ibukota dari Republik Federal Jerman. Dan kota Bernau adalah sebuah kota kecil di Jerman yang berlokasi di distrik Barnim, negara bagian Branderburg dan letaknya tidak jauh dari Berlin. Penyebutan nama-nama kota di sini bertujuan untuk menunjukan lokasi cerita secara jelas. selain itu, penyebutan nama kota dalam dongeng ini bertujuan untuk menekankan jika cerita
Analisis latar ..., Akrimah Arsyi Nawangsasi, FIB UI, 2013
ini berkisah dan berasal dari kota Berlin, walaupun dongeng tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa asing lainnya. Maka dari situ dapat dilihat bahwa hal yang utama ingin ditekankan pada cerita adalah latar tempat, seperti kutipan di bawah ini. Zwischen Berlin und Bernau lebte ein groβer Bär in einem Haus (hlmn 15). Selain nama-nama kota di atas yang dijadikan lokasi kejadian, seperti dalam dongengdongeng Jerman pada umumnya, hutan merupakan tempat yang paling sering digunakan sebagai latar. Dalam dongeng ini banyak peristiwa yang berlatar tempat di hutan. Di sini hutan digambarkan sebagai tempat yang berbahaya dan mengerikan karena terdapat rumah yang dihuni oleh beruang besar yang suka menyerang dan memakan manusia. Hal tersebut tersurat dalam kutipan beikut. Das Haus stand in einem Wald, und die Straβe zwischen Berlin und Bernau führte durch diesen Wald. Wer von einer Stadt in die andere wollte, musste warten, bis der Bär schlief, sonst wurde er vom Bär getötet und gefressen (hlmn 15). Jika pada dongeng sebelumnya dari versi Grimm Bersaudara, latar hutan tidak dilokasikan di daerah atau kota tertentu, akan tetapi karena dalam dongeng ini lebih spesifik lagi menyebutkan nama kota maka secara otomatis hutan tersebut terletak di antara kota yang telah disebutkan dalam cerita yaitu Berlin dan Bernau. Selain hutan, terdapat juga penggalan cerita yang berlatar tempat di sebuah kedai minuman. Dalam dongeng ini, kedai minuman itu digambarkan kotor, banyak lalat, bising dan menjadi tempat berkumpulnya para pengrajin (Handwerker). Kedai minuman di sini lebih jelas lagi disebut Berliner Kneipe (kedai orang-orang Berlin), sehingga terdapat penekaan lagi bahwa kedai minuman yang terdapat dalam dongeng itu bukan kedai yang lain tetapi kedai orangorang Berlin. Mari kita lihat kutipan di bawah ini. In einer Berliner Kneipe saβen eines Nachmittags einige Handwerker, die ganz früh am nächsten Morgen, wenn der Bär schlief, durch den Wald nach Bernau gehen wollten (hlmn 15-16). Die Kneipe war, wie die meisten Kneipen in Berlin damals und heute, laut und nicht sehr sauber, und auf dem Tisch gab es sehr vielen Fliegen (hlmn 16). Selain itu, dalam cerita digambarkan jika Berlin dikepalai oleh seorang raja (der König) yang cinta dan mengutamakan perang. Maka dapat diperkirakan, pada saat itu kota Berlin
Analisis latar ..., Akrimah Arsyi Nawangsasi, FIB UI, 2013
kondisinya masih berada di bawah kekuasaan kerajaan. Hal ini tergambar ketika raja memerintahkan das tapfere Schneiderlein untuk pergi berperang bersamanya. .... Vorher musst du aber mit mir in den Krieg ziehen!” Denn der König in Berlin liebte erstens den Krieg über alles... (hlmn 17). Kota Berlin juga digambarkan terdapat banyak penjahit dari seluruh dunia. Hal ini menunjukan bahwa Berlin adalah kota Handwerker karena banyak para pengrajin khususnya penjahit yang bermukim di sana dan hal itu menjadi ciri yang tipikal dari kota ini. Hal ini terbukti dalam kutipan berikut. In Berlin gibt es keine Könige und keine Prinzessinnen mehr, dafür aber viele Schneider aus aller Welt (hlmn 20). Latar tempat yang digunakan dongeng Das tapfere Schneiderlein versi Posener adalah latar tipikal dan latar fisik karena adanya penyebutan nama kota dan pengarang ingin menunjukan jika Berlin dan Bernau sebagai landas tumpu atau latar tempat cerita Das tapfere Schneiderlein. Selain itu, cerita ini juga seakan-akan ingin menekankan bahwa peristiwa tersebut pernah ada dan benar-benar tejadi di kota dan di tempat tersebut. Pengarang juga berusaha untuk menggambarkan situasi dan suasana di kota Berlin dan Bernau pada saat itu sehingga menonjolkan peran latar dan memperjelas latar tempat khususnya. Di samping itu, dengan disebutkannya nama kota, gambaran situasi dan suasana tempat, cerita bersebut berusaha memberi kesan nyata pada pembaca sehingga pembaca dapat mengimajinasikannya secara konkret. Selain itu, juga dapat membuka kenangan pembaca yang memang sudah pernah ke kota tersebut. Dari penggambaran latar tempat juga dapat dikaitkan dengan identitas kota tersebut. Dengan adanya cerita Das tapfere Schneiderlein (tukang jahit) maka dapat dikaitkan dengan kota Berlin yang menjadi salah satu kota fashion di dunia. Melalui karakter dari das tapfere Schneiderlein, kota Berlin memiliki image sebagai kota yang bagus dan penuh dengan petualangan sesuai yang dialami oleh tokoh dalam cerita. Kesimpulan Setelah menganalisis dongeng Das tapfere Schneiderlein dari dua versi buku kumpulan dongeng yang berbeda, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan di antara keduanya dalam hal penggunaan dan penggambaran latar tempat. Perbedaan dalam hal penggunaan dan penggambaran latar tempat memiliki tujuan dan fungsinya masing-msing.
Analisis latar ..., Akrimah Arsyi Nawangsasi, FIB UI, 2013
Selain itu, kedua dongeng tersebut pun ditulis oleh orang dengan perbedaan zaman yang cukup jauh sehingga cara mengaplikasikan ide-ide dalam sebuah cerita juga berbeda.
Das tapfere Schneiderlein dalam buku kumpulan dongeng Märchen der Brüder Grimm Bilder von Nikolaus Heidelbach memakai latar netral untuk mendeskripsikan latar tempat, karena tidak adanya penyebutan nama wilayah, kota, desa atau negara tertentu dan hanya menggunakan keterangan sederhana bahkan tidak secara jelas untuk melukiskan latar tempat yang ada dalam dongeng. Hal ini bertujuan untuk mengelabui dan menyamarkan latar tempat, sekaligus ingin memperluas imajinasi pembaca.
Dongeng versi Grimm Bersaudara ini memiliki tendensi seperti halnya dongeng pada umumnya yang hanya menggunakan latar tempat sebagai sekedar tempat terjadinya peristiwa dan berusaha untuk tidak menghubung-hubungkan cerita tersebut dengan suatu wilayah, kota, desa atau negara tertentu.
Sedangkan Das tapfere Schneiderlein dari buku kumpulan dongeng Märchenland: Märchen, Sage und Geschichten aus Deutschland karya Alan Posener menggunakan latar tipikal dan latar fisik dalam penggambaran latar tempat karena terdapat penyebutan nama kota, menonjolkan latar tempat dan mendeskripsikan suasana serta situasi latar tempat secara jelas.
Berlawanan dengan versi Grimm Bersaudara, Posener seolah-olah ingin membatasi kemampaun imajinasi pembaca karena adanya penggambaran latar tempat yang sangat spesifik. Das tapfere Schneiderlein versi Posener ini merupakan versi baru berbeda dengan versi Grimm Bersaudara tentunya, sehingga adanya nilai-nilai yang berbeda juga.
Melalui penggambaran latar tempat, dalam dongeng ini yang merupakan versi baru bertujuan selain untuk menyampaikan nilai-nilai dan pesan moral juga ingin menunjukan bahwa dongeng tersebut berasal dari Berlin dan Bernau. Selain itu, pengarang ingin meninggalkan kesan pada pembaca bahwa Berlin dan Bernau adalah kota di mana pernah ada peristiwa atau kisah tentang penjahit yang pemberani dan khususnya ingin menyampaikan bahwa Jerman sebagai negeri dongeng, karena setiap wilayah atau daerah di Jerman memiliki cerita tersendiri yang menjadi ciri khas tempat atau kota tersebut. Di samping itu, dalam dongeng versi Posener terdapat aktualisasi dalam hal ini yaitu penggambaran latar tempat. Adanya penyebutan nama kota juga melekat dengan identitas lokal daerah itu sendiri. Sedangkan dongeng Grimm murni hanya ingin menyampaikan nilai-nilai dan pesan moral pada pembacanya lewat tokoh dan alur cerita. Selain itu, dongeng versi Grimm Bersaudara merupakan dongeng versi terdahulu yang masih memegang kaidah dongeng yaitu masih
Analisis latar ..., Akrimah Arsyi Nawangsasi, FIB UI, 2013
adanya nilai-nilai universal di dalamnya. Versi Grimm Bersaudara juga memiliki kearifan dan ingin menunjukan adanya semangat nasionalisme dan kebanggaan terhadap suatu bangsa yaitu Jerman.
Daftar Pustaka Burdorf, Dieter (ed), dkk. (2007). Metzler Lexikon Literatur: Begriffe und Definitionen. Weimar & Stuttgart: Verlag J.B. Metzler. Freund, Winfried. (2005). Das Märchen: kurz und bündig Band 16. Hollfeld: Bange Verlag Grimm, die Brüder. (1995). Märchen der Brüder Grimm Bilder von Nikolaus Heidelbach. Hemsbach: Beltz & Gelberg. Jolles, André. (1968). Einfache Formen: Legende, Sage, Mythe, Rätsel, Spruch, Kasus, Memorabile, Märchen, Witz. Tübingen: Max Niemeyer Verlag. Nurgiyantoro, Burhan. (1998). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Nurgiyantoro, Burhan. (2005). Sastra Anak. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Posener, Alan (ed). (1998). Märchenland: Märchen, Sagen und Geschichten aus Deutschland. Kopenhagen: Easy Reader. Stewig, John Warren. (1980). Children and Literature. Boston: Houghton Mifflin Company. Dokumen online: Panzer, Friedrich. 1926. Märchen. In: Deutsche Volkskunde. Leipzig. Diunduh pada tanggal 22 April 2013 pukul 20:24 WIB dari http://www.maerchenlexikon.de/texte/archiv/panzer01.htm Das Märchen diunduh pada tanggal 2 Mei 2013 pukul 20:16 WIB dari http://oregonstate.edu/instruct/ger341/marchen.htm W.R., Sasongko & M., Farida Sukmawati (2012). Penelitian Kualitatif. Diunduh tanggal 5 Mei 2013 dari http://ntb.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=article&id=565:pen elitian-kualitatifcatid=53:artikel&Itemid=49 Autor Biographie: Alan Posener diakses pada tanggal 15 Juni 2013 pukul 15:35 WIB dari http://www.rowohlt.de/autor/Alan_Posener.3957.html Beuter, Julia. 2006. Die Brüder Grimm: Kurzebiographie. Diunduh pada tanggal 15 Juni 2013 pukul 15:48 WIB dari http://www.deutschstunde.info/media//DIR_42665/Br$C3$BCderGrimm_Beuter.pdf Das tapfere Schneiderlein (Gebrüder Grimm) diunduh pada tanggal 20 Mei 2013 pukul 12:50 WIB dari
Analisis latar ..., Akrimah Arsyi Nawangsasi, FIB UI, 2013
http://www.maerchen.net/classic/g-schneiderlein.htm Wald im Märchen diunduh pada tanggal 15 Juni 2013 pukul 20:26 WIB dari http://www.ennulat-gertrud.de/Wald.htm
Analisis latar ..., Akrimah Arsyi Nawangsasi, FIB UI, 2013