UNIVERSITAS INDONESIA
ANALSIS TOKOH O-LAN
DALAM NOVEL BUMI YANG SUBUR
MAKALAH NON-SEMINAR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora Program Studi Cina
SUCI RIYANTI LISNAWATI 0806467042
FAKULTAS ILMU BUDAYA PROGRAM STUDI CINA DEPOK JANUARI 2014
Analisis tokoh ..., Suci Riyanti Lisnawati, FIB UI, 2014
DAFTAR ISI DAFTAR ISI ........................................................................................................... I HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. II HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI........................ III TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................. III FORMULIR PERSETUJUAN PUBLIKASI NASKAH RINGKAS.............. IV ABSTRAK .............................................................................................................V I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1 II. METODE PENELITIAN.......................................................................... 4 III. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................. 4 1.1 O-LAN SEBAGAI PENDUKUNG SUAMI ...................................... 4 1.2 O-LAN MELAKUKAN KEWAJIBAN SEBAGAI ISTRI .............. 10 IV. SIMPULAN ............................................................................................ 23 DAFTAR ACUAN ............................................................................................... 25
i
Analisis tokoh ..., Suci Riyanti Lisnawati, FIB UI, 2014
HALAMAN PENGESAHAN
ii
Analisis tokoh ..., Suci Riyanti Lisnawati, FIB UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
iii
Analisis tokoh ..., Suci Riyanti Lisnawati, FIB UI, 2014
FORMULIR PERSETUJUAN PUNLIKASI NASKAH RINGKAS
iv
Analisis tokoh ..., Suci Riyanti Lisnawati, FIB UI, 2014
ABSTRAK
Wanita di dalam kebudayaan Cina, digambarkan sebagai wanita yang harus taat, patuh, sopan, mempunyai tata-krama, setia kepada suami, dan lain-lain, dan harus sesuai dengan konsep san cong si de 三 从 四 德 . Dalam suatu karya sastra, gambaran wanita ini tak luput diangkat dalam gambaran tokoh wanita. Bumi yang Subur merupakan salah satu karya sastra yang menampilkan O-lan, sebagai tokoh wanita yang memiliki peranan penting. Makalah ini berusaha memaparkan gambaran tokoh O-lan dan kesesuaiannya dengan konsep san cong si de 三从四
德. Pada akhir pembahasan, terlihat bahwa tokoh ini memiliki gambaran sebagai wanita yang sesuai dengan konsep tersebut. Kata kunci: Bumi yang Subur; san cong si de 三从四德; gambaran; wanita.
ABSTRACT Women in the Chinese culture, described as a woman who must be obedient, submissive, polite, have manners, loyal to her husband, and others, and must be in accordance with the concept of san cong si de 三从四德. In a literary work, the picture of woman was appointed from female figures. Bumi yang Suburis one of the literary works that display the O-lan, a female figure who has an important role. This paper is trying to describe the pictureof O-lan and its suitability with the concept of san congsi de 三从四德. At the end of the discussion, it appears that this figure has a picture of a woman in accordance with the concept. Keywords: Bumi yang Subur; san congsi de 三 从 四 德 ; overview; women.
v
Analisis tokoh ..., Suci Riyanti Lisnawati, FIB UI, 2014
I.
PENDAHULUAN Di dalam pandangan masyarakat, pada umumnya wanita memiliki
gambaran1 sebagai individu yang lemah lembut dan bertutur kata manis. Konsep yang melekat dalam gambaran wanita tersebut sebenarnya tidak bersifat alamiah, tetapi merupakan hasil dari kebudayaan dalam masyarakat tertentu. Menurut Budianta, seorang wanita bersikap lemah lembut dan bertutur kata manis bukan karena biologis ia berkelamin wanita, melainkan karena norma-norma masyarakat dan budaya yang mengkondisikan untuk berprilaku demikian.2 Dengan demikian, perbedaan kebudayaan akan membentuk gambaran yang berbeda mengenai wanita. Dalam kebudayaan Cina, wanita digambarkan sebagai makhluk yang memiliki sifat pendiam, lembut, sabar, sopan, patuh, rajin, rapi, pandai mengerjakan pekerjaan rumah tangga, terampil, menjadi anak yang patuh dan hormat pada orangtuanya, menjadi istri yang patuh dan setia pada suaminya. Menurut Reydita Maisarah dalam skripsinya yang berjudul Citra Wanita Modern Taiwan dalam Novel Yanyu Mengmeng(2009:1) dikatakan bahwa “Wanita diharapkan akan menjadi sosok yang pendiam, patuh, rajin, sopan, setia pada suami, bersikap baik pada saudara dan lain sebagainya”.3Mereka wajib menuruti prinsipSan Cong Si De 三从四德 (tiga kepatuhan dan 4 kebajikan). 3 kepatuhan yang harus dimiliki wanita, yaitu: 1. Guwei jia cong fu (古未嫁从父, artinya sebelum menikah, seorang wanita harus tunduk pada ayahnya. 2. Ji jia cong fu (既嫁从父, artinya setelah menikah, seorang wanita harus tunduk pada suaminya.
1
Gambaran merupakan wujud gambaran mental spiritual dan tingkah laku keseharian yang menunjukkan ciri khas tokoh. (Ambarini Asriningsari, Citra Diri Perempuan dalam Lima Novel Karya Ahmad Tohari: Sebuah Pendekatan Sosiologi, (Semarang: 2005), hal. 1.) 2 http://metasastra.wordpress.com/2009/11/15/dominasi-ibu-terhadap-anak-dalam-cerpen“anak-ibu”/, diunduh pada hari Jumat, 14 Mei 2011, pukul 15.20 WIB 3 Reydita Maisarah, Citra Perempuan Modern Taiwan dalam Novel Yanyu Mengmeng (Kabut Cinta): Keluarga dan Cinta (Depok, 2009), hal. 2
1
Analisis tokoh ..., Suci Riyanti Lisnawati, FIB UI, 2014
3. Fu si cong zi (夫死从子), artinya saat suami meninggal kelak, seorang wanita wajib tunduk pada anak laki-lakinya.
Sementara 4 kebajikan tersebut, yaitu: 1. De (德)
: seorang wanita harus tahu dan dapat menempatkan diri
2. Yan (言) :seorang wanita tidak diperkenankan banyak bicara dan mempunyai banyak keinginan 3. Rong (容) : seorang wanita harus berkelakuan baik dan bersifat menerima 4. Gong(工) : seorang wanita harus rajin dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga.4 Wanita merupakan objek yang menarik untuk dibahas, sehingga banyak dijadikan sumber inspirasi bagi penulisan karya sastra. Tidak mengherankan bila banyak pengarang yang mengangkat wanita sebagai tokoh dalam novelnya. Tokoh adalah pelaku dalam suatu karya sastra. Menurut Panuti Sudjiman, tokoh adalah individu ciptaan atau rekaan pengarang yang mengalami peristiwa-peristiwa dalam berbagai peristiwa cerita.5 Salah satu karya sastra yang juga mengangkat wanita sebagai tokohnya adalah novel Bumi yang Subur, karya Pearl Sydenstricker Buck. Ia merupakan salah satu penulis wanita yang lahir di California dan menghabiskan masa kecilnya di Cina. Ia telah menghasilkan banyak karya sastra, salah satunya adalah Bumi yang Subur. Novel yang telah memenangkan “Hadiah Pulitzer 1932” ini menampilkan kondisi Cina pada abad ke-20, pada akhir masa pemerintahan Dinasti Qing. Novel tersebut mengisahkan keadaan petani Cina tradisional, yang tergambar dalam tokoh utamanya yang bernama Wang Lung. Wang Lung merupakan seorang petani miskin yang menggantungkan hidupnya pada hasil pertanian. Ia menikahi seorang budak wanita bernama O-lan. Dari pernikahannya dengan wanita ini, Wang Lung dianugerahi tiga orang anak laki-laki dan tiga orang anak perempuan. Akan tetapi, salah satu anak perempuannya meninggal 4
Budi Sutrisna, Filsafat Kebudayaan Confucius,(Jogjakarta: 2009),hal. 17.
5
Panuti Sudjiman, Memahami Cerita Rekaan (Jakarta: 1991), hal. 16. 2
Analisis tokoh ..., Suci Riyanti Lisnawati, FIB UI, 2014
dunia ketika baru dilahirkan, sementara satu orang anak perempuan lainnya menderita keterbelakangan mental. Dengan kerja kerasnya, Wang Lung berhasil memperbaiki kehidupan keluarganya, hingga ia berhasil menjadi tuan tanah yang kaya raya. Saat itulah sikapnya mulai berubah terhadap O-lan. Wang Lung merasa bosan terhadap istrinya, kemudian memilih untuk menikah lagi dengan seorang wanita tuna susila yang bernama Lotus. Sejak saat itu, Wang Lung lebih memperhatikan istri keduanya. Ia tidak mempedulikan O-lan lagi sebagai istrinya bahkan ketika sedang sakit parah sekalipun, hingga akhirnya istri pertamanya itu meninggal dunia. Berdasarkan cerita singkat di atas, dapat terlihat dengan jelas bahwa Olan merupakan tokoh wanita yang membangun kisah menarik dalam novel Bumi yang Subur ini.O-lan memiliki gambaran seorang wanitayangberperan penting terhadap tokoh utama pria, yaitu Wang Lung. Dapat dikatakan pula bahwa tokoh wanita ini sangat mempengaruhi kehidupan Wang Lung. Oleh karena itu, bagi penulis, gambaran O-landalam novel Bumi yang Subur tersebut merupakan hal yang menarik untuk diteliti. Kali ini, penulis yang berstatus mahasiswi program studi Cina FIB UI mencoba menganalisis gambaran tokoh O-lan dalam novel Bumi yang Subur, serta membuktikan adanya kesesuaian dengan konsep San Cong Si De 三从四德 (tiga kepatuhan dan empat kebajikan) yang akan dipaparkan di dalam makalah ini.
3
Analisis tokoh ..., Suci Riyanti Lisnawati, FIB UI, 2014
II.
METODE PENELITIAN Metodeyang digunakan oleh penulis dalam penulisan karya ilmiah ini
ialah metode kepustakaan, sementara untuk teknik penelitian digunakan metode non-interaktif. .Melalui metode kepustakaan, penulis akan menggunakan sejumlah buku sumber yang digunakan sebagai pegangan utama dan referensi penulisan. Metode non-interaktif adalah metode menganalisis dokumen. Penulis akan mengumpulkan, mengidentifikasi, dan menganalisis suatu materi tersebut. Dalam hal ini, penulis akan melakukannya terhadap tokoh utama wanita yang bernama O-lan dalam novel Bumi yang Subur, karya Pearl Sydenstricker Buck.
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1
O-LAN SEBAGAI PENDUKUNG SUAMI “Kaulihat sendiri ia punya badan kekar dan tulang pipi menonjol. Ia bisa
bekerja keras di sawahmu, menimba air, dan pekerjaan lain yang kau mau” (hal. 27). Berdasarkan kutipan yang di ambil dari perkataan Nyonya Hwang tersebut, terlihat bahwa O-lan adalah seorang budak pekerja keras. Wanita ini adalah seorang istri yang mau mendukung suaminya tanpa disertai paksaan. a.
Memberi Masukan dalam Pengambilan Keputusan Selain itu O-lan juga mendukung suaminya dalam membuat keputusan
termasuk keputusan untuk membeli sawah baru. “Biarlah, beli saja tanah itu. Biar bagaimanapun, tanah itu subur, lagi pula letaknya dekat parit dan kita bisa punya air cukup tiap tahun. Itu sudah tentu.” (hal. 71) O-lan selalu siap mendampingi dan membantu suaminya dalam menghadapi segala situasi. Hal itu terlihat ketika Wang Lung harus menghadapi masa-masa sulit karena musibah yang terjadi di kampungnya. Saat itu, Wang Lung sekeluarga harus menderita kelaparan karena persediaan makanan mereka telah habis. Keadaan bertambah parah saat warga kampung tidak tahan dengan keadaan yang terjadi saat itu dan melakukan segala cara agar mereka dapat memperoleh sesuatu untuk dimakan. Mendengar Wang Lung lebih kaya dari mereka, orang-orang kampung tersebut datang berbondong-bondong ke rumah Wang Lung untuk menjarah semua harta yang ada disana. Saat itulah O-lan 4
Analisis tokoh ..., Suci Riyanti Lisnawati, FIB UI, 2014
memberanikan diri untuk menyelamatkan keluarganya tersebut dari amukan massa: “Jangan yang itu dulu jangan dulu,”teriaknya.“Belum waktunya untuk menyeret meja, kursi-kursi, dan ranjang itu dari rumah ini. Kalian sudah ambil semua makanan kami. Tapi dari rumah kalian sendiri, meja-meja dan kursi-kursinya pun belum dijual. Jadi tak ada ruginya kalau perabotperabot kami itu jangan ikut dibawa. Bahkan kami lebih miskin lagi dari kalian. Buncis dan jagung kami tidak lebih banyak dari kalian sekarang kalian bahkan punya lebih banyak dari yang kami punya sebab makanan kami sudah kalian ambil semua. Dewa akan menghukum kalian kalau kalian mau ambil lebih banyak lagi. Sekarang baiknya kita pergi samasama untuk menyabit rumput dan merobek kulit kayu pohon buat dimakan. Yang kau ambil itu buat anak-anakmu dan yang kami ambil, buat anak-anak kami yang bertiga, dan juga buat yang keempat yang bakal lahir sewaktu-waktu.”(hal. 98) Kondisi yang serba sulit itu membuat Wang Lung merasa tertekan. O-lan pun muncul membantu keluarga tersebut untuk hidup dalam masa kekurangan seperti itu. Ia banyak mengeluarkan pendapat-pendapat yang dapat membantu Wang Lung untuk mengambil keputusan. Akhirnya air di tebat berangsur-angsur kering seperti kue tanah liat, dan bahkan air sumur pun menjadi sedemikian rendah sampai O-lan berkata kepada suaminya, “Kalau anak-anak minum air dan orang tua itu juga bisa kebagian air panas, tanaman kita pasti mati.” (hal. 89) Pada mulanya istrinya tak berkata apa-apa, tapi kemudian terdengar suaranya yang datar dan berat itu, “Baiklah, jangan sebut pinjaman. Di rumah ini tak ada pinjaman. Yang ada cuma pemberian.” (hal. 86) Lalu O-lan berkata kepadanya, “Lembu tetap lembu, dan lembu kita ini sudah mulai tua. Makanlah, sebab besok ada hari lagi dan pasti akan lebih baik daripada hari ini.” (hal. 96)
Langsung dipanggilnya O-lan, yang sudah berhari-hari berbaring di ranjang tanpa berbicara sepatah pun, sebab sekarang sudah tak ada 5
Analisis tokoh ..., Suci Riyanti Lisnawati, FIB UI, 2014
makanan lagi untuk dimasak dan tak ada bahan bakar lagi untuk menghidupkan tungku. “Mari, O-lan, kita mengungsi ke selatan!” Suaranya mengandung kegembiraan seperti yang belum pernah terdengar oleh keluarganya dalam beberapa bulan ini. Anak-anak memandang kepadanya, ayahnya berjalan tertatih-tatih keluar kamar, O-lan bangun tanpa tenaga dari tempat tidurnya dan sambil bersandar di daun pintu ia berkata, “Usul yang bagus. Paling tidak kalau sedang jalan, orang bisa mati kecapaian.” (hal. 105)
Sekonyong-konyong O-lan muncul di pintu dan berbicara kepada mereka, suaranya datar dan terdengar biasa saja, seolah-olah ia sudah biasa menghadapi soal-soal semacam ini tiap hari. “Yang pasti kami tak akan menjual tanah itu,” ujarnya mantap, “kecuali begitu kembali dari selatan, tak ada lagi yang bisa kami makan. Tapi kami mau jual meja, dua tempat tidur, dan dipan itu, juga keempat kursi itu dan bahkan tungku dapur. Tapi garpu penggaruk, cangkul, dan luku itu takkan kami jual, tanah itu juga tidak.” (hal. 116) Sewaktu berbicara begitu, ia membuang mukanya ke arah lain, dengan gaya mencemooh. Tapi O-lan menjawab tenang, “Sebenarnya harga yang kauberikan lebih murah daripada harga satu tempat tidur, tapi kalau kau memang punya keping perak itu, berikan sini padaku dan ambil barangbarang itu semua.” (hal. 116) Sewaktu semua perabot sudah selesai diangkut keluar dan rumah itu pun kosong, kecuali penggaruk, dua cangkul, dan luku di sudut ruang tengah yang masih tetap tinggal, O-lan berkata pada suaminya, “Mari kita pergi mumpung kita punya dua keping, dan mumpung kita belum punya lubang kubur yang sewaktu-waktu dapat kita pakai begitu pulang dari selatan.” (hal. 116-117) Tapi setelah mendengar itu, istrinya tidak lantas menjawab, tapi berpikir sebentar, kemudian baru menyahut dengan gayanya yang tenang dan 6
Analisis tokoh ..., Suci Riyanti Lisnawati, FIB UI, 2014
dengan suaranya yang mantap seperti biasa, “Tunggu beberapa hari ini dulu. Belum saatnya berbicara begitu.” (hal.172) Dan kembali O-lan dengan suaranya yang datar dan mantap, “Sabar dulu sedikit, pasti ada perubahan. Dimana-mana orang sudah mulai berani bicara sekarang.” (hal.175) ...O-lan berkata kepadanya, “Sudahlah, hilangkan rasa marahmu. Biar bagaimana, kau mesti mengahadapi itu semua”... (hal. 259) Namun O-lan maju ke muka dengan gayanya yang mantap seperti biasa, dipungutnya daging itu dari tanah, dicucinya dengan air sedikit, dan dimasukannya kembali ke panci berisi air mendidih. “Daging tetap daging,” ujarnya tenang. (hal.148) Dalam kesempatan lain, O-lan juga beberapa kali mengeluarkan usulnya kepada Wang Lung: Sewaktu sedang
merenung-renung itu, O-lan datang ke kamarnya.
Rupanya perempuan itu datang dengan diam-diam dan tanpa persetujuan suaminya, ia sudah berdiri di depannya. Begitu melihat istrinya, Wang Lung segera bertanya, “Katakanlah apa yang ingin kaukatakan. Ada apa sebenarnya?” Lalu perempuan itu menjawab, “Tak ada gunanya kau pukuli anak itu setiap hari. Aku sudah melihat gejala begini sering dialami anak-anak Tuan Besar di istananya sana, dan biasanya anak-anak remaja itu selalu murung dan sedih, dan kalau mereka sudah tak bisa menahan nafsunya, Tuan Besar lalu cepat-cepat mencarikan budak perempuan untuk mereka umpamanya mereka tak bisa mencarinya sendiri, dan persoalannya pun akan selesai sampai di situ.” (hal. 303304) O-lan menunggu sebentar sebelum menjawab, lalu lambat-lambat ia mulai berkata lagi, “Memang aku juga belum pernah melihat gejala seperti itu kecuali pada anak-anak Tuan Besar tadi. Tapi kau mesti ingat, dulu kau cuma bekerja di sawah. Sedangkan anak kita hidupnya seperti tuan tanah muda yang selalu berlanggang kangkung di rumah, tak bekerja apa-apa.” (hal.304) 7
Analisis tokoh ..., Suci Riyanti Lisnawati, FIB UI, 2014
Meskipun mengemukakan pendapatnya, tapi pendapat tersebut hanya berupa usulan yang sifatnya tidak memaksa. Semua pendapatnya diserahkan kembali ke tangan Wang Lung, apakah mau menerimanya atau tidak. Hal ini juga tidak terlepas dari Ji jia cong fu (既嫁从父). Wanita diharuskan untuk tunduk pada apapun keputusan yang dibuat oleh suaminya, dan tidak boleh mengatur suaminya6. b.
Membantu Mencari Penghasilan Kelaparan yang parah di kampung halaman mereka, membuat Wang
Lung mengajak keluarganya untuk mengungsi ke Selatan. Dalam pengungsian itu, O-lan turut membantu mencari nafkah dengan cara mengemis. Dan O-lan menjawab suaminya yang penuh kebimbangan itu, dengan suaranya yang mantap, seolah kehidupan yang mereka jalani itu sudah biasa baginya. “Aku dan anak-anak bisa mengemis dan orang tua itu juga. Rambutnya yang sudah beruban itu pasti bisa menyentuh hati orang yang mungkin tak mau memberikan uangnya padaku.” (hal.132) O-lan
yang
pertama-tama
mulai
meratap
sambil
mengulurkan
mangkoknya ke hadapan orang-orang yang lalu lalang di mukanya. Sengaja didekapnya kepala anak yang kecil ke dadanya yang setengah telanjang, anak itu sudah tertidur, kepalanya ikut terkulai ke sana kemari mengikuti ayunan tubuh ibunya yang melangkah sebentar ke sini, sebentar ke situ dengan mangkuk terulur di depannya. Ia menunjuknunjuk ke anaknya yang sedang tidur, sambil meminta-minta dikasihani dan meratap-ratap, “Kalau tak dikasih,Tuan, Nyonya-----anak ini bisa mati-----kami lapar-----kami lapar------” (hal.133-134) Sewaktu ia sampai di sana dilihatnya O-lan sudah memperoleh empat puluh sen, hasil mengemisnya pagi itu, yang masih kurang dari lima kerlip. (hal.138) Laki-lakinya bekerja sambilan sekadar untuk memperoleh beberapa kelip, sedangkan perempuan-perempuan dan anak-anak kecilnya kerjanya cuma mencuri, mengemis, dan merenggut milik orang, dan
6
Budisutrisna,Filsafat Kebudayaan Confucius,(Jogjakarta: 2009),hal. 17.
8
Analisis tokoh ..., Suci Riyanti Lisnawati, FIB UI, 2014
Wang Lung, istrinya, dan anak-anaknya pun tergabung dalam rombongan mereka. (hal. 153) Sekarang, sesudah rasa lapar yang paling nyeri di perutnya lewat dan dilihatnya anak-anaknya dapat makan tiap hari, dan ia tahu tiap pagi nasi pasti tersedia, dan dari kerjanya sehari-hari ditambah hasil O-lan mengemis, jumlahnya cukup untuk membayar itu semua, …. (hal.140) Gerombolan-gerombolan perempuan dan anak-anak yang berpakaian compang-camping tiap hari keluar secara beriringan dari gubuk mereka masing-masing, dengan potongan-potongan timah, batu-batu tanam dan pisau-pisau tumpul, dan dengan keranjang-keranjang terbuat dari anyaman ranting bambu atau alang-alang, mereka menjelajahi daerah pedesaan dan jalan-jalan kecil untuk mencari makanan, tanpa harus mengemis dan tanpa membayar sepeser pun. Tiap hari O-lan menggabungkan diri dengan gerombolan ini, O-lan dan kedua anaknya yang laki-laki. (hal.160) Bahkan, O-lan rela menjual anak perempuannya agar mendapatkan uang, walaupun akhirnya rencana tersebut dicegah oleh Wang Lung. O-lan saat itu sedang membilas mangkuk-mangkuk nasi mereka dengan air dan sekarang tengah menumpukannya di sudut gubuk, tapi ia langsung memandang suaminya dari tempatnya berdiri. “Tak ada yang bisa dijual kecuali anak perempuan kita itu,” sahutnya perlahan-lahan. (hal.155) “Seumpamanya ia itu aku… dia bisa dibunuh sebelum dijual…. Budak dari budak-budak, itulah aku dulu! Tapi anak yang sudah mati tak bisa menghasilkan apa-apa. Akan kujualkan anak kita ini untukmu----supaya kau bisa balik ke kampung------ ke tanahmu.” (hal.156) Dalam kondisi yang serba kekurangan inilah, O-lan mencuri perhiasan dari rumah keluarga kaya raya. Harta tersebut ia simpan dengan hati-hati. Perhiasan inilah yang akhirnya dapat membiayai mereka untuk pulang ke kampung halaman, bahkan bisa membeli sawah hingga akhirnya Wang Lung bisa menjadi kaya raya. O-lan secara tidak langsung telah mengantar suaminya pada kesuksesan. 9
Analisis tokoh ..., Suci Riyanti Lisnawati, FIB UI, 2014
“Dari rumah orang kaya itu. Kurasa permata itu mestilah harta mereka yang paling mereka sayangi. Aku lihat retakan batu bata di tembok, cepat-cepat aku menyelinap sambil lalu, jadi orang lain tak keburu melihat , dan tak dapat menuntut bagiannya. Lalu kusingkirkan batu bata itu, lantas kuselipkan saja benda itu ke lengan jubahku.” (196) “Kalau saja aku boleh menyimpannya dua butir saja,” ujar perempuan itu lagi dengan nada mengharapkan belas kasihan, “Cuma dua butir saja— dua butir mutiara…” (198) “Aku cuma ingin menyimpannya—aku tak mau memakainya,” ujar perempuan itu menandaskan. “Cuma menyimpannya saja,” ujarnya lagi. Kemudian matanya diarahkan ke bawah, dan tangannya mulai memilinmilin sehelai benang yang sudah terlepas dari alas tidur. Nampaknya ia sengaja menunggu dengan sabar, menunggu jawaban suaminya. (198)
1.2 O-LAN MELAKUKAN KEWAJIBAN SEBAGAI ISTRI Seperti yang dikemukakan dalam konsep De (德), seorang wanita harus tahu dan dapat menempatkan diri. Wanita harus mengetahui dan melakukan kewajibannya yang sesuai dengan kedudukannya sebagai seorang istri. Begitu juga dilakukan oleh O-lan, hal ini terlihat dari sikap-sikapnya di dalam cerita. a.
Mengerjakan Pekerjaan Rumah Tangga O-lan dapat menyelesaikan seluruh pekerjaan rumah tangga. Salah
satunya adalah membereskan rumah Wang Lung.Ia rajinmelakukan pekerjaan tersebut, sehingga rumah Wang Lung yang berantakan sebelum kedatangannya, menjadi sangat rapi. Wanita itu sendiri sudah terlihat membungkuk di sekitar sudut kelambu, sambil membereskan tempat tidur tanpa berkata apa-apa. (hal. 35) Lantai rumahnya yang terbuat dari tanah itu sudah dibersihkan dan tungku di dapurpun sudah diisi minyak. Di lain pihak, O-lan pun tak bermalas-malasan saja di rumah. Dengan kedua tangannya dilekatkannya tikar-tikar itu ke kasau-kasau rumah, lalu diambilnya tanah dari ladang, dicampurkannya sedikit dengan air, dan dengan bahan sederhana itu ditambalnya tembok-tembok rumah. 10
Analisis tokoh ..., Suci Riyanti Lisnawati, FIB UI, 2014
Dibuatnya kembali tungku baru dan diplesternya lubang-lubang yang habis digrogoti air hujan. (hal.192) Dengan tergesa dan tak berhenti-henti diperintahkannya O-lan untuk membersihkan ini dan itu, menyapu, mencuci, serta memindahkan letak meja dan kursi-kursi hingga perempuan malang itu jadi bertambah takut dan bingung. (hal. 264-265) Tapi baginya bekerja jadi terasa mewah sekarang, sebab begitu mentari berada di puncak, ia dapat pulang ke rumah dan makanan pun sudah tersedia baginya, debu-debu di meja sudah dibersihkan, dan mangkukmangkuk serta batang-batang sumpit sudah ditata rapi di atasnya. (hal. 38) Dari kutipan di atas, terlihat bahwa selain membereskan rumah, O-lan juga pandai memasak makanan sehari-hari dan kue untuk mereka sekeluarga. Kutipan lain yang mendukung hal itu adalah: Sekarang semuanya sudah disiapkan untuknya, apa pun nama masakannya, dan Wang Lung tinggal duduk di kursi depan meja, dan dapat langsung makan. (hal. 39) Sewaktu Wang Lung melihat adonan kue bulan yang diletakkan di meja secara teratur, hatinya dipenuhi kebanggaan. Di desa sana tak ada seorang perempuan pun yang mampu melakukan apa yang dikerjakan istrinya ini, yakni membuat kue yang dapat dimakan orang-orang kaya pada pesta Tahun Baru itu. (hal. 63) Ia selalu pergi ke dapur, menyiapkan makanan dan menghidangkannya di atas meja seperti yang selalu dilakukannya. (hal. 272) O-lan yang mengurus kebutuhan rumah tangganya, ibu dari putraputranya serta orang yang dapat diandalkan untuk menyiapkan hidangan bagi seisi rumah. (hal. 296) Kesibukan lain yang biasa dilakukan O-lanselain pekerjaan rumah tangga di dapur adalah mencuci pakaian suami dan mertuanya. Suatu hari Wang Lung pulang ke rumah sehabis memeriksa sawahnya seharian, dan petani itu datang menghampiri istrinya sewaktu wanita itu sedang asyik mencuci pakaian suaminya di kolam. (hal. 254) 11
Analisis tokoh ..., Suci Riyanti Lisnawati, FIB UI, 2014
Menjahit juga merupakan salah satu keahlian lain yang dapat dilakukan oleh O-lan. Wanita ini menjahit semua baju, sepatu dan selimut yang rusak, menjahit bagian yang robek, atau membuat yang baru, hingga pakaian dan selimut di rumah Wang Lung layak digunakan. Beberapa kutipan yang menunjukkan hal tersebut, antara lain: Kadang kala diambilnya baju-baju yang sudah usang dan dengan benang yang dipintalnya sendiri pada gelendong bambu yang diambilnya dari segumpal kapas, diperbaikinya dan diusahakannya menyisik lubanglubang pada pakaian musim dingin mereka. Alasan tidur kedua anakberanak itu dijemurnya di ambang pintu, dipisahkannya penutup tempat tidur yang paling atas dari selimut mereka yang tebal, dicucinya dan dilampirkannya di atas sebatang bambu kering, dijebolnya kembali selimut tebal itu dan diperiksanya kapas-kapas di dalamnya yang telah mengeras dan menjadi kelabu karena dimakan waktu, sekaligus dibunuhnya kutu-kutu busuk yang sudah berkembangbiak dalam lipatanlipatannya yang tersembunyi, lalu dijemurnya sepanjang hari. Hari demi hari ia beralih dari pekerjaan yang satu ke pekerjaan yang lainnya hingga ketiga kamar di rumah itu kelihatan bersih dan sedap dipandang. (hal. 40) Para wanita tinggal di rumah, membuat sepatu dan menisik pakaian yang robek, dan ini pun kalau mereka tergolong hemat. (hal. 60) Dalam pada itu O-lan juga terus bekerja di rumah, membuat sepatu dan baju-baju baru untuk setiap anggota keluarga. Kecuali itu dibuatnya penutup tempat tidur dari kain bercorak kembang-kembang yang diisi dengan kapas baru setiap ranjang. Ketika semua pekerjaannya selesai, keluarganya kini memiliki baju baru dan penutup tempat tidur baru dalam jumlah lebih dari cukup, dan yang belum pernah mereka miliki pada tahun-tahun sebelumnya. (hal. 213-214) Wang Lung juga membeli kain potongan baru untuk pakaiannya, dan meski O-lan selalu menjahitkan dan memotong jubahnya dari dulu, mengukurnya dengan teliti dan menjaga supaya buatan tangannya selalu kelihatan rapih dan kuat, namun sekarang suaminya itu selalu mencemooh hasil jahitan istrinya sendiri. (hal.251) 12
Analisis tokoh ..., Suci Riyanti Lisnawati, FIB UI, 2014
..., O-lan mengambilnya dan menjahitkannya pada sol sepatu, bersama kertas-kertas lain yang berhasil dipungutnya dari sana-sini untuk menguatkan sol itu. (hal.166) Kutipan di atas memperlihatkan dengan jelas bagaimana O-lan selalu rajin dan terampil dalam mengerjakan setiap pekerjaan rumah tangga. Hal ini yang merupakan kewajiban wanita dalam pandangan masyarakat Cina, yang tertuang dalam san cong si de 三从四德, terlebih tercantum dalam konsep gong 工. Semua yang dilakukan O-lan tersebut mencerminkan pemahamannya terhadap kedudukan seorang istri yang wajib mengerjakan seluruh pekerjaan rumah tangga.
b.
Melahirkan Anak Laki-laki Melahirkan juga merupakan kewajiban seorang istri kepada suaminya.
Dengan melahirkan, wanita akan memperpanjang garis keturunan. O-lan dituntut untuk dapat melahirkan, baik oleh orang-orang dari dalam keluarga Wang Lung, maupun dari lingkungan di luarnya. Kita mesti dapat wanita yang mau mengatur rumah, dapat memberi keturunan dan mau bekerja di sawah. (hal. 14) “Kau mesti taat kepadanya dan melahirkan anak untuknya, kalau bisa yang banyak.” (hal. 27) Wang Lung sebagai seorang suami berharap mendapatkan keturunan dari O-lan, terutama anak laki-laki. Anak laki-laki dianggap penting karena anak lakilaki akan meneruskan marga keluarganya. Mereka tetap akan mempertahankan marga keluarganya setelah menikah, bahkan akan memberi anggota keluarga baru dengan istri dan anak laki-laki yang nantinya akan menyandang marga tersebut. Selain itu, hanya anak laki-laki yang dapat melakukan penyembahan terhadap arwah
leluhur. Jika dalam suatu keluarga tidak ada anak laki-laki, maka
hubungan antara keluarga tersebut dengan leluhur akan terputus, karena tidak ada lagi yang bisa mendoakan dan menyembah leluhur. Hal tersebut menunjukkan tidak adanya bakti terhadap leluhur atau disebut bu xiao 不孝.7 Maka, tidak heran
7
Karlina, Kedudukan Perempuan Cina dalam Keluarga: Peranan Nenek dalam Novel Hong Lou Meng, (Depok:2008),hal. 19.
13
Analisis tokoh ..., Suci Riyanti Lisnawati, FIB UI, 2014
bila suami selalu menuntut istrinya untuk melahirkan anak laki-laki. Seorang wanita pun akan selalu berharap untuk dapat sebanyak mungkin melahirkan anak laki-laki. Betapa besar penderitaan yang harus dipikul perempuan ini, dengan makhluk yang terus-terusan menggerogoti tubuhnya dari dalam, yang sudah putus asa untuk menghidupi dirinya sendiri! (hal. 109) Sementara itu O-lan masih terus menggendong anak perempuannya dan nampaknya sudah putus asa menahan berat tubuhnya sendiri. (hal. 119) Sesudah itu kembali ia membaringkan dirinya di atas tempat tidur untuk melahirkan putranya yang kesekian, dan ia masih saja melakukan semua itu seorang diri, meski sekarang ia sudah mampu menyewa orang untuk membantunya melahirkan. Dan sekalipun ia bisa memilih orang mana yang akan disewanya, ia tetap memilih untuk melahirkan seorang diri saja. (hal. 213-214) Kutipan di atas memperlihatkan beratnya usaha O-lan saat mengandung. O-lan rela terus menerus mengandung, agar dapat memperoleh anak laki-laki sebanyak-banyaknya, walaupun hal itu sangat menyulitkannya. Akan tetapi, ia tidak mau menyusahkan orang lain sehingga ketika melahirkan ia tidak mau dibantu oleh orang lain, walaupun ia mampu membayar orang untuk membantunya melahirkan. Semua penderitaan itu ia pikul seorang diri, hal ini menunjukkan bahwa ia adalah seorang wanita yang gigih dan mandiri. “Laki-laki? jerit petani itu tak sabar, sambil menahan sekuat tenaga untuk melupakan penderitaan istrinya. (hal. . 51) “Bayinya laki-laki!” serunya dengan nada penuh kebanggaan. (hal. 51) “Kita mesti beli sekeranjang telur dan celup semuanya, lalu bagikan pada orang desa. Biar semua orang tahu anakku laki-laki!” (hal. 53) Tapi rupanya rasa nyeri di punggungnya membuat petani itu mengeraskan hati, dan ia berkata pada dirinya sendiri bahwa penderitaanya bekerja pada hari itu juga sama nilainya dengan penderitaan istrinya yang sedang mengandung. (hal. 75-76) O-lan kebetulan sedang tidak di sana, sebab kini sepuluh bulan sudah lewat sejak ia melahirkan putranya yang kedua, sekarang ia sedang 14
Analisis tokoh ..., Suci Riyanti Lisnawati, FIB UI, 2014
mengandung putra ketiga dan kali ini rupanya ia merasa badannya tak begitu sehat, oleh karena itu ia tidak datang ke sawah, dan Wang Lung terpaksa bekerja sendiri. (hal. 80-81) Anak-anak merangkak ke atas tangga rumah sambil mengangkat kepala sewaktu melihat bungkusan itu, bahkan mata si orang tua pun tampak bercahaya, tapi Wang Lung sekali itu Cuma mendorong tubuh mereka jauh-jauh dan langsung membawa makanan itu kepada istrinya yang sedang tergeletak di tempat tidur tanpa daya. O-lan mengunyah kacang merah itu sedikit demi sedikit, dengan rasa enggan, tapi nampaknya terpaksa karena ia tahu saat ia melahirkan sudah dekat sekali, dan ia pun sadar apabila ia tak diberi makan, ia akan mati dalam genggaman kesakitan yang amat sangat. (hal. 106) Malam itu Wang Lung terus menerus berjaga di ruang tengah. Kedua anak laki-lakinya berada di kamar tidur orang tua itu, dan di kamar yang ketiga, O-lan menanti kelahiran bayinya sendirian. Wang lung duduk menunggui istrinya melahirkan, seperti tempo hari ia menunggui kelahiran anknya yang pertama, telinganya dibuka lebar-lebar. (hal. 107) Ia bangkit dari duduknya, melangkah ke kamar tempat istrinya berada, dan dipanggilnya nama perempuan itu dari celah-celah daun pintu. Gema suaranya berhasil menguatkan hatinya sedikit. “Kau tak apa-apa?” tanyanya pada istrinya. Sesaat ia mendengarkan baik-baik. Siapatahu istrinya sudah meninggal sewaktu ia duduk mendengarkan tadi! Tapi didengarnya
suara
gemerisik.
Rupanya
perempuan
itu
sedang
membereskan segala sesuatu bekas melahirkan tadi, dan akhirnya ia menyahut, suaranya lebih mirip suara keluhan menyayat hati, “Masuk!” Wang Lung melangkah masuk, perempuan itu sudah terbaring di ranjang, hampir sekujur badannya tertutup kain penutup tempat tidur. Ia terbaring di situ sendirian. “Mana bayinya?” tanya suaminya. Perempuan itu menggerakkan tangannya sedikit, memberi tanda, tangannya masih di bawah kain penutup tempat tidur. Dan di dekat situ, di atas lantai, Wang Lung melihat tubuh bayinya yang sudah terbujur kaku. “Mati!” teriak 15
Analisis tokoh ..., Suci Riyanti Lisnawati, FIB UI, 2014
petani itu bagai tersambar halilintar. “Mati,” bisik istrinya putus asa. (hal. 108) Ia tetap tabah untuk tidak menyentuh beberapa butir kacang merah yang sampai kini masih digenggam O-lan, dan hatinya senang mendengar suara gesekan butir-butir kacang merah dalam genggaman tangan istrinya, ditambah dengan suara mulutnya yang sibuk mengerkahnya, satu demi satu, serasa menghabiskannya memerlukan waktu panjang yang sengaja diulur. (hal. 111) Dari kutipan di atas, terlihat bahwa Wang Lung sangat bahagia saat Olan melahirkan anak laki-laki. Kebahagiaan pun memenuhi hati O-lan saat itu, karena dengan melahirkan anak laki-laki untuk Wang Lung, suaminya itu menjadi sangat memperhatikannya. Keinginan Wang Lung untuk memiliki anak laki-laki sangat besar. Tidak aneh bila ia sangat tidak menginginkan O-lan melahirkan anak perempuan. “Bayangkan kalau anak kita perempuan, pasti tak ada orang yang mau, apalagi kalau mukanya bopeng! Mudah-mudahan dia lekas mati.” (hal. 68) Kenyataan harus diterima oleh O-lan, saat ia melahirkan anak perempuan. Perhatian Wang Lung pun sangat berbeda jauh dibandingkan dengan saat ia melahirkan anak laki-laki. “Baru saja selesai lagi. Kali ini cuma budak saja—tak usah disebutsebut.” (hal. 85) Wang Lung tidak menjawab. Rasa jengkel memenuhi dadanya. Bayi perempuan! Yang membuat kacau rumah pamannya saat ini adalah anak perempuan. Sekarang di rumahnya sendiri juga lahir anak perempuan. (hal. 86) Pikirannya mulai melayang pada mulut baru yang baru saja lahir tadi pagi di rumahnya, dan pikirannya ini membuatnya susah, sebab rumahnya sudah mulai dipenuhi anak-anak perempuan, yang sebenarnya bukanmilik orangtuanya, tapilahir dan dibesarkan untuk diberikan kepada keluarga lain. (hal. 87) 16
Analisis tokoh ..., Suci Riyanti Lisnawati, FIB UI, 2014
“…, meski seumpama tubuhnya sehat dan sikapnya pun riang seperti bayi-bayi lain yang sebaya dengannya, petani itu mungkin tak begitu memperhatikan, sebab bayinya cuma bayi perempuan.” (hal. 102) Pada akhirnya, O-lan dapat memberikan tiga orang anak laki-laki bagi suaminya dalam pernikahan mereka. Cukup untuk memenuhi kewajibannya sebagai seorang wanita.Ia amat mencintai anak-anak laki-lakinya. Ini terlihat saat ia selalu membantu anaknya yang sulung dalam menghadapi masalah. Sebaliknya, O-lan tidak terlalu memperhatikan anak perempuannya, bahkan sempat akan menjual anak perempuan pertamanya. Sewaktu sedang asyik memandangi putranya yang tidur terlelap itu O-lan datang menghampiri, dan begitu dilihatnya peluh membasahi tubuh anaknya, cepat-cepat diambilnya asam cuka yang dilarutkan dalam air panas dan disekanya aliran keringat itu dengan lembut dan perlahanlahan, seperti yang dilakukan para budak di rumah gedongan itu bila tuan-tuan muda disitu sedang mabuk. (hal.316) Selagi marah itu Wang Lung memukuli anaknya dengan sekerat bamboo, dan terus menyabeti badannya sampai O-lan mendengar suara sabetan yang keras itu dan cepat-cepat berlari keluar dari dapur. Lalu tanpa berkata apa-apa lagi, perempuan itu berdiri di tengah-tengah, di antara putranya dan suaminya, hingga sabetan bambu itu mengenai badannya meskipun Wang Lung mengelit ke kiri dan ke kanan supaya sabetan bambu itu tetap mengenai tubuh anaknya. (hal. 302-303) O-lan saat itu sedang membilas mangkuk-mangkuk nasi mereka dengan air dan sekarang tengah menumpukannya di sudut gubuk, tapi ia langsung memandang suaminya dari tempatnya berdiri. “Tak ada yang bisa dijual kecuali anak perempuan kita itu,” sahutnya perlahan-lahan. (hal.155) “Seumpamanya ia itu aku… dia bisa dibunuh sebelum dijual…. Budak dari budak-budak, itulah aku dulu! Tapi anak yang sudah mati tak bisa menghasilkan apa-apa. Akan kujualkan anak kita ini untukmu--supaya kau bisa balik ke kampung------ ke tanahmu.” (hal.156) 17
Analisis tokoh ..., Suci Riyanti Lisnawati, FIB UI, 2014
c.
Patuh Pada Suami O-lan juga merupakan gambaran wanita yang sangat patuh pada suami.
Ia tidak banyak meminta, dan selalu menuruti perintah suaminya. Ia menganggap suaminya sebagai orang yang wajib untuk dihormati, sehingga jangankan untuk melawannya, bahkan untuk berjalan beriringan dengan Wang Lung pun O-lan tidak bersedia. Kepatuhan lain yang ditunjukkan oleh O-lan, terlihat dari kutipan: Tapi setelah mendengar itu, istrinya tidak lantas menjawab, tapi berpikir sebentar, kemudian baru menyahut dengan gayanya yang tenang dan dengan suaranya yang mantap seperti biasa, “Tunggu beberapa hari ini dulu. Belum saatnya berbicara begitu” (hal.172) Wang Lung juga membeli kain potongan baru untuk pakaiannya, dan meski O-lan selalu menjahitkan dan memotong jubahnya dari dulu, mengukurnya dengan teliti dan menjaga supaya buatan tangannya selalu kelihatan rapih dan kuat, namun sekarang suaminya itu selalu mencemooh hasil jahitan istrinya sendiri. (hal.251) Apalagi petani itu sekarang sudah mengetahui betapa besar telapak kakinya, dan dengan sendirinya O-lan pun kini sudah tak berani bertanya apa-apa lagi kepadanya, sebab suaminya pasti akan marah bila berhadapan dengannya. (hal. 254) Dengan tergesa dan tak berhenti-henti diperintahkannya O-lan untuk membersihkan ini dan itu, menyapu, mencuci, serta memindahkan letak meja dan kursi-kursi hingga perempuan malang itu jadi bertambah takut dan bingung, sebab mulai saat itu ia menyadari siapa yang akan datang ke rumah itu, meski suaminya tak menyinggung-nyinggung soal itu sedikitpun di hadapannya. (hal. 264-265) ...atau terkadang mengomel pada O-lan sebab rambutnya kelihatan kotor dan berminyak seperti tak pernah dikeramasi selama tiga hari, bahkan lebih. Karena itu tak mengherankan bila perempuan itu lama-kelamaan tak dapat menahan rasa jengkelnya, dan pada suatu pagi ia menangis meraung-raung, seperti yang belum pernah dilihat wang Lung 18
Analisis tokoh ..., Suci Riyanti Lisnawati, FIB UI, 2014
sebelumnya, tidak juga sewaktu mereka tertimpa kelaparan atau pada waktu mereka masih menetap di selatan. (hal. 267) Dan Wang Lung merasa gembira dalam hati karena O-lan termasuk perempuan pendiam dan tak berani sedikitpun melawan kehendak suami. (hal. 276) Namun O-lan masih sanggup menahan segala kekasaran suaminya, bahkan ditentangnya wajahnya sambil berkata dengan tenang, “Dan rupanya mutiaraku larinya ke dia, ya, kepada siapa lagi!” (hal. 281) Sebenarnya, kepatuhan seorang wanita terhadap suaminya merupakan hal yang sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Setelah menikah, wanita Cina menganggap pria sebagai seorang pemimpin. Mereka harus tunduk dan patuh kepada suaminya, seperti yang tertera dalam konsep Ji jia cong fu (既嫁从父). Begitu juga O-lan, yang juga harus taat kepada suaminya. Perintah untuk taat kepada Wang Lung sudah diberikan oleh
majikannya padanya sebelum ia
menikah dengan lelaki tersebut. Tuntutan tersebut juga dikemukakan oleh Wang Lung kepadanya saat pria tersebut memutuskan untuk menikah lagi dengan wanita lain. “kau mesti taat kepadanya dan melahirkan anak untuknya, kalau bisa yang banyak. Bawa anakmu yang pertama kepadaku.” (hal. 27) Dan akhirnya ia menambahkan lagi bahwa walau bagaimana O-lan mesti sabar menahan penderitaannya. (hal. 280) Kepatuhan lain yang ditunjukkan oleh O-lan adalah sikapnya yang selalu menerima apapun keputusan yang diambil oleh Wang Lung. Sifat menerimanya ini pun terlihat ketika O-lan mengikhlaskan berbagi suami dengan Lotus. Saat Wang Lung sudah menjadi pria kaya raya, ia merasa hanya memiliki seorang istri saja tidaklah cukup, sehingga ia merasa harus menikah dengan wanita lain. “Dan kau jangan mengira, hai perempuan goblok, satu perempuan saja sudah cukup bagi laki-laki. Dan meskipun perempuan itu sudah rela bekerja susah payah untuk suaminya sampai-sampai tubuhnya kurus kering. Itu juga masih belum cukup baginya. Bahkan angan-angannya semakin menjadi-jadi,dangkal, goblok, tak akan bisa memenuhi anganangannya yang selalu memimpikan perempuan cantik itu, sebab kau 19
Analisis tokoh ..., Suci Riyanti Lisnawati, FIB UI, 2014
cuma lebih baik sedikit dari lembu jantannya itu sewaktu bekerja. Jadi, kau tak perlu mendongkol kalau suamimu punya uang cukup dan bisa mengongkosi perempuan impiannya itu dan bahkan bisa bawanya tinggal di sini. (hal. 261) O-lan menyimpan dalam hati kesedihan yang tak terkira dalam batinnya, saat menyadari pengorbanannya selama ini, bahkan telah melahirkan tiga orang anak laki-laki, dihiraukan oleh suaminya itu. Dan sejak itu Wang Lung tak tahu harus berbuat apa lagi. Kerjanya cuma menggigit-gigit kuku saja dan memeriksa rumahnya supaya kelihatan nyaman dan rapi pada kedatangan Lotus nanti. Dengan tergesa dan tak berhenti-henti diperintahkannya O-lan untuk membersihkan ini dan itu, menyapu, mencuci, serta memindahkan letak meja dan kursi-kursi hingga perempuan malang itu jadi bertambah takut dan bingung, sebab mulai saat itu ia menyadari siapa yang akan datang ke rumah itu, meski suaminya
tak
menyinggung-nyinggung
soal
itu
sedikitpun
di
hadapannya. (hal. 264-265) Selama waktu-waktu itu Wang Lung tak berbicara sepatahpun dengan orang-orang lain, kecuali sekali-kali memarahi anak-anaknya jika hidung mereka kelihatan kotor, atau terkadang mengomel pada O-lan sebab rambutnya kelihatan kotor dan berminyak seperti tak pernah dikeramasi selama tiga hari, bahkan lebih. Karena itu tak mengherankan bila perempuan itu lama-kelamaan tak dapat menahan rasa jengkelnya, dan pada suatu pagi ia menangis meraung-raung, seperti yang belum pernah dilihat wang Lung sebelumnya, tidak juga sewaktu mereka tertimpa kelaparan atau pada waktu mereka masih menetap di selatan. (hal. 267) “Aku sudah melahirkan anak laki-laki buatmu, aku sudah melahirkan anak laki-laki.” (hal. 267) “Ada kejadian pahit di dalam rumahku ini. Dan sayangnya aku tak bisa pulang kembali ke rumah Ibuku, sebab memang tak ada.” (hal. 279) “Sekarang aku baru puas dan rahimku yang di dalam ini boleh berbuat apa saja semaunya. Anakku, rawatlah ayahmu dan kakekmu. Dan menantuku, jagalah suamimu, mertuamu, dan kakek suamimu baik-baik, 20
Analisis tokoh ..., Suci Riyanti Lisnawati, FIB UI, 2014
sekalian tolong lihat-lihat anakku yang malang itu kalau ia sedang bermain di halaman. Dia selalu di sana, cuma itu kewajibanmu, kau tak punya kewajiban kepada yang lain.” Yang dimaksud O-lan sewaktu ia berkata “yang lain” itu adalah Lotus, orang yang belum pernah disapanya seumur hidup. (hal. 370) Untuk Wang Lung sendiri, bila kebetulan ia tak bersama Lotus, O-lan selalu memasakkan teh baginya. (hal. 280) Kutipan di atas memperlihatkan keperihan batin O-lan setelah Wang Lung mencintai wanita lainnya, terlebih lagi ketika akhirnya suaminya membawa wanita lain ke dalam rumahnya. O-lan terpaksa harus menahan luka batinnya saat dipaksa untuk hidup berdampingan dengan wanita lain. Namun, sebagai wanita yang memiliki gambaran wanita berhati lapang, ia menahan setiap kepedihan tersebut, dan mencoba untuk terus bertahan. O-lan kembali menunggu jawaban suaminya, dan setelah sekian lama Wang Lung masih enggan menyahuti istrinya, akhirnya lambat-lambat butir-butir air mata nan hangat mulai keluar dari sudutnya. Cepat-cepat O-lan mengerjapkan kelopak matanya untuk menahannya supaya jangan keluar lebih banyak lagi. Tapi akhirnya dengan terpaksa diambilnya ujung rok kerja kokinya yang berwarna biru itu dan dihapusnya air matanya yang jatuh berderai-derai. (hal. 279) Dan sewaktu dilihatnya Wang Lung masih juga tak menggubris keluhannya dengan semestinya, malah duduk saja tenang-tenang sambil menyalakan pipa tembakaunya, dan masih tetap enggan untuk menanggapi kata-kata istrinya dari semula, O-lan Cuma dapat menatapnya dengan pandangan sedih dan memelas dari sudut matanya yang lugu itu, bagaikan pandangan seekor binatang yang tak dapat berbicara. Lalu lambat-lambat ia melangkah ke pintu, matanya kabur oleh genangan air mata yang terus membasahi pipinya. (hal. 279-280)
21
Analisis tokoh ..., Suci Riyanti Lisnawati, FIB UI, 2014
Tapi O-lan belum puas dengan semuanya itu, dan ia terus mengahadapinya dengan caranya sendiri, tenang dan tak banyak bicara. (hal. 280) Dalam pandangan masyarakat Cina, wajar bila seorang laki-laki menikah dengan banyak perempuan. Wanita memang harus menerima bila suaminya menikah lagi dengan wanita lain, seperti halnya wanita dalam konsep Rong (容) yang mewajibkan wanita untuk selalu menerima. Wanita tidak diperkenankan untuk melarang
suaminya untuk menikah lagi. Bila ia melarang suaminya
menikah lagi, maka ia dianggap sebagai wanita yang hina. 8 Sejak awal menikah, O-lan menjadi wanita yang setia menemani suaminya. Mulai dari saat Wang Lungdalam kondisi kekurangan, hingga menjadi orang yang kaya raya. Bahkan ia pun tetap setia ketika Wang Lung memilih membawa wanita lain sebagai istrinya. Sesedih dan sekesal apa pun, O-lan tetap memilih untuk menerimanya. Ia menyimpan sendiri keperihan di hatinya, atas perlakuan yang dilakukan Wang Lung sebagai balasan atas kesetiaan yang telah ia berikan selama ini. Ia sangat memahami segala segi karakter suaminya itu. …, termasuk di dalamnya O-lan, yakni perempuan pertama yang dikenalnya dan betapa setia perempuan itu padanya, pun hingga saat sekarang
ini,
kesetiaannya
menyerupai
seorang
pelayan
kepada
majikannya. (hal. 348) …, karena di balik keluguan dan kesederhanaannya itu, O-lan ternyata mampu menilai suaminya dengan benar. (hal. 348)
8
Karlina, Kedudukan Perempuan Cina dalam Keluarga: Peranan Nenek dalam Novel Hong Lou Meng, (Depok:2008),hal. 18. 22
Analisis tokoh ..., Suci Riyanti Lisnawati, FIB UI, 2014
IV.
SIMPULAN Di dalam setiap kebudayaan, wanita memiliki gambaran yang berbeda-
beda. Namun pada umumnya, wanita memiliki gambaran sebagai sosok yang lemah lembut. Begitu juga di dalam kebudayaan Cina. Di dalam kebudayaan Cina, seorang wanita harus memiliki sifat yang pendiam, lemah lembut, sopan santun, setia, patuh, dan lain-lain. Mereka harus mematuhiSan Cong Si De 三从四 德 (tiga kepatuhan dan empat kebajikan) agar bisa menjadi perempuan yang baik menurut pandangan masyarakat. Gambaran wanita tersebut sangat menarik untuk dibahas, sehingga tak jarang wanita dijadikan sebagai tema maupun sebagai tokoh di dalam suatu karya sastra. Bumi yang Subur merupakan salah satu novel yang juga mengangkat wanita sebagai tokoh di dalam penceritaannya. Salah satu tokoh wanita yang muncul dalam karya sastra ini adalah O-lan. O-lan mempunyai gambaran sebagai wanita yang mendukung suaminya, yakni Wang Lung. Bentuk dukungan terhadap suaminya tersebut dapat terlihat melalui sikap-sikapnya, seperti turut mengurus sawah, memberi masukan kepada suaminya dalam hal pemberian keputusan, ikut membantu mencari penghasilan rumah tangga, dan dapat berhemat dalam menjalankan kehidupan rumah tangga bersama keluarga Wang Lung. Selain itu, O-lan juga digambarkan sebagai wanita yang dapat melakukan kewajiban sebagai istri di dalam kehidupan berumah tangga. Hal tersebut dapat terlihat dari keterampilannya mengerjakan pekerjaan rumah tangga,
dapat melahirkan anak laki-laki sebagai penerus keluarga,
pendiam, dan patuh terhadap perkataan suaminya. Selain itu, O-lan juga digambarkan sebagai perempuan yang tidak memperhatikan penampilan fisik. Namun, ia justru berharap anaknya tidak melakukan hal yang sama dengannya. Dapat disimpulkan bahwa gambaran tokoh O-lan di dalam novel Bumi yang Subur, sesuai dengan salah satu unsur dari San Cong 三从 (tiga kepatuhan) Ji jia cong fu 既嫁从父 (setelah menikah, seorang wanita harus tunduk pada suaminya). Selain itu, gambaran O-lan juga sesuai pula dengan konsep De 德 (yang menunjukkan bahwa seorang wanita harus tahu dan dapat menempatkan diri), Yan 言 (yang menyatakan bahwa seorangwanitatidakdiperkenankan banyak bicara dan mempunyai banyak keinginan), Rong 容 (yang mengatur agar seorang 23
Analisis tokoh ..., Suci Riyanti Lisnawati, FIB UI, 2014
wanita berkelakuan baik dan bersifat menerima), dan Gong 工 (yang menyatakan bahwa seorang wanita harus rajin dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga), yang keempatnya terangkum dalam Si De 四德(empat kebajikan).
24
Analisis tokoh ..., Suci Riyanti Lisnawati, FIB UI, 2014
DAFTAR ACUAN
BUKU 1. Asriningsari, Ambarini. Citra Diri Perempuan dalam Lima Novel Karya Ahmad Tohari: Sebuah Pendekatan Sosiologi. Semarang: Sastra Universitas Diponegoro. 2005. 2. Budisutrisna. Filsafat Kebudayaan Confucius. Jogjakarta: Kepel Press. 2009. 3. Karlina. Kedudukan Perempuan Cina dalam Keluarga: Peranan Nenek dalam Novel Hong Lou Meng. Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. 2008. 4. Kusnandar. Chinese Imperial Women: Wanita-wanita Kekaisaran China. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. 2009. 5. Maisarah, Reydita. Citra Perempuan Modern Taiwan dalam Novel Yanyu Mengmeng (Kabut Cina): Keluarga dan Cinta. Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. 2009. 6. Sudjiman, Panuti. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya, 1991.
PUBLIKASI ELEKTRONIK 1.Budianta, Dominasi Ibu terhadap Anak dalam Cerpen “Anak-Ibu”, http://metasastra.wordpress.com/2009/11/15 (diakses pada hari Jumat, 14 Mei 2011, pukul 15.20 WIB.
25
Analisis tokoh ..., Suci Riyanti Lisnawati, FIB UI, 2014